Anda di halaman 1dari 24

‘Menanggapi dan menganalisis PHK massal di Indonesia”

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi
di Program Studi/prodi Teknik Industri

Dosen pengampu :
Ir. FANNI DESIYANTO, ST.,M.Si.

Disusun oleh
Moehammad Rizki Oktaviano
(1804020010)

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF


FAKULTAS TEKNIK- INDUSTRI
2018/2019
Kata Pengantar

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. serta tidak lupa kepada
junjungan besar nabi Muhammad SAW karena atas hidayahnya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Menanggapi dan menganalisis PHK massal di
Indonesia
Pada kesempatan ini juga penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sebesar- besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
makalah ini, terutama kepada:
1 . Fanni desiyanto, St.,M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi.
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan moral kepada penulis.
3. semua teman-teman di kampus yang tidak mungkin disebutkan satu per
satu" yang telah banyak memberikan dorongan dan semangatnya" sekali lagi
terima kasih untuk semuanya
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini ke depannya. Akhir kata semoga
makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. 

Tangerang 20 Juli

 Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan..........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................4

Bab II Pembahasan.................................................................................………….……………....5
2.1. Pengertian pemutusan hubungan kerja………………………………….….
……………..5

2.2. Jenis-jenis
phk......................................................................................................................6
2.3. Mengapa perusahaan melakukan phk ………………………………………..
…………...7
2.4. Mekanisme dan penyelesaian perselisihan
phk.................................................................11
2.5. Kompensasi
phk.................................................................................................................13
2.6. Jurnal study
kasus……………………..............................................................................15
Bab III Penutup..............................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................23
3.2 Saran..................................................................................................................................23
Daftar Pustaka................................................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.           LATAR BELAKANG

Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami masa yang sangat sulit karena pada saat itu
terjadi krisis moneter yang berimbas pada dunia industri. Hal ini membuat beberapa
badan usaha milik swasta maupun pemerintah melakukan Pemutusan Hubungan kerja
atau yang sering disebut dengan PHK. Langkah ini terpaksa dilakukan karena salah satu
alasannya adalah perusahaan mengalami kerugian yang tidak sedikit, sementara
perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah kepada pegawainya.

Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang
lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif
bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul
dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang
harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang
bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran
dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya. 

1.2.           RUMUSAN MASALAH

1. Apa Definisi dari PHK?


2. Jelaskan Jenis-jenis PHK?
3. Alasan mengapa perusahaan melakukan PHK?
4. Jelaskan Mekanisme dan Penyelesaian PHK?
5. Bagaimana bentuk Penyelesaian Kompensasi PHK? 

1.3.           TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui dengan jelas definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
2. Mengetahui Jenis-jenis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
3. Mengetahui alasan perusahaan melakukan PHK.
4. Mengetahui Mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian
perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan.

4
5. Mengetahui Bentuk dari pemberian Kompensasi kepada karyawan yang akan
mendapatkan PHK dari perusahaan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja sama antara
karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah disepakati, atau mungkin
berakhir di tengah karier . Mendengar istilah PHK, terlintas adalah pemecatan sepihak
oleh pihak perusahaan karena kesalahan pekerja. Oleh sebab itu, selama ini singkatan ini
memiliki arti yang negative dan menjadi momok menakutkan bagi para pekerja.

Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat


25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau
buruh dan pengusaha.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat


memberika beberapa pengertian:

1)      Termination, putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak
kerja yang telah disepakati.

2)      Dismissal, putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan


pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.

3)      Redundancy, karena perusahaan melakukan pengembangan engan menggunakan


mesin-mesin teknologi baru, seperti: penggunaan robot-robot indrustri dalam proses
produksi, penggunaan alat berat yang cukup dioprasikan oleh satu atau dua orang untuk
menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berakibatpada pengurangan tenaga kerja.

5
4)      Retrentchment, yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi
ekonomi yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan upah kepada
karyawannya.

Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga
dapat disebut dengan Pemberhentian. Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah
pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak
dan kewajiban pekerja dan perusahaan.

2.2 Jenis-Jenis Phk

Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu


pemutusan hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.

 Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan


pemberhentian sementara.

–          Sementara tidak bekerja

Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara.


Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan
rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti
panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan
memiliki aturan masing-masing.

–          Pemberhentian sementara

Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal
perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis
ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis.
Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui
perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.

Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan
kematian.

–  Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan
pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja individual,
bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih
menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan
ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.

6
–  Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari
perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang
dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan
bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka
pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh
karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan sukses.

– Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi
perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk penarikan
tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.

Dapat disimpulkan jenis Pemberhentian hubungan kerja (PHK) adalah:

– Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.

PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan
dengan tujuan yang jelas.

– Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.

PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu Keinginan sendiri, Kontrak yang Habis,
Pensiun, Kehendak Perusahaan.

2.3 Alasan Mengapa Perusahaan Melakukan PHK

Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja
melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:

a.      Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri

Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang
pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak
mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi
berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156 ayat
4.

Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur
sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka
pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti
prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) atau peraturan perusahaan. 

7
b.      Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya
hubungan kerja

Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka
pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan
uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi
berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.

c.     Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.

Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan
dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia
pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan
berdasarkan jumlah tahun masa kerja.

Contoh :

Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang
pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun
walaupun masa kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya
belum mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun berturut-turut
di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut dikategorikan pensiun. Apa pun kategori
pensiunnya, pekerja tersebut berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156
ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak
berhak mendapat uang pisah

d.      Pekerja melakukan kesalahan berat

Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?

 Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik
perusahan.
 Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahan.
 Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja.
 Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
 Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau
perusahaan dilingkungan kerja.
 Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan Undang-undang.
 Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
 Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan
bahaya ditempat kerja.

8
 Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara.
 Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat
memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak
mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti,
juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

e.      Pekerja ditahan pihak yang berwajib.

Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6


(enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana.
Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.

Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana
sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib
mempekerjakan kembali.

f.        Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian

Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap pekerja.

Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan
uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

g.      Pekerja mangkir terus menerus

Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun
telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini,
pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang
menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari
pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan
dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat
pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.

9
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang pengganti hak dan uang
pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan
Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

h.      Pekerja meninggal dunia

Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan
berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang
penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda
atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam
tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

i.        Pekerja melakukan pelanggaran

Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa
perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh
perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan,
yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja,
dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam
implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.

Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan
atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat
peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing
berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi
peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap pelanggaran yang sama
maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang
pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang
pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

j.    Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan

Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka :

 Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas
uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
1 kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4
dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.

10
 Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja
tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang
penghargaan masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.

k.    Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi

Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut
berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan
pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.

2.4 Mekanisme dan penyelesaian perselisihan phk


Mekanisme PHK

Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk
menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya,
PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus
dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-
hal tersebut adalah :
                                                      a.      Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya.
                                                      b.      Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
                                                      c.      Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
                                                      d.      Karyawan meninggal dunia.
                                                      e.      Karyawan ditahan.
                                                       f.      Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat
melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
  
·         Perselisihan PHK

11
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan
pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran
kompensasi atas PHK.

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK


Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

1.       Perundingan Bipartit


Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan
atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam
penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah
diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak
membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama
ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan.
Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah
satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus
menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
 
 
2.       Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para
pihak:

a.      Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian
menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta
perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan,
mediator akan mengeluarkan anjuran.
b.     Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti
mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar
keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa
anjuran.
c.      Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat,
putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak
putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

12
 
3.       Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di
tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas
pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk
perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap
Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili
jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
 
4.       Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan
kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

2.5 KOMPENSASI PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian
hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah
karyawan dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon

·   Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.

·   Masa kerja 1 – 2 tahun,  2 (dua) bulan upah.

·   Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.

·   Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.

·   Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.

·   Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.

·   Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.

·   Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.

·   Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

13
 
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK

·   Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.

·   Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.

·   Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.

·   Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.

·   Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.

·   Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.

·   Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.

·   Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :


·         Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
·         Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
·         Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
·         Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

14
PENGARUH KEBIJAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN DISIPLIN KERJA PADA
KARYAWAN TAMBANG BATU BARA
PT. RYAN EKA PRATAMA SAMBOJA

Abstrack
This study aims to determine how much influence the policy of termination of employment with the
motivation and discipline of work to employees. The study consists of three variables: the dependent
variable work motivation and discipline and independent variables that policy termination. Sampling
technique using Random Sampling. The sample in this study were employees of PT. Ryan Eka
Pratama 115 people. Data analysis technique used is the test method of multivariate analysis.
The results showed there is significant influence between policy termination of employment and work
motivation with the value f count = 1.864 (f count> f table = 1.748) and p = 0.020 (p <0.050) and
there is significant influence between policy termination of employment and labor discipline with the
value of f count = 2.795 (f count> f table = 1.748) and p = 0.000 (p <0.050), which means the
higher the policy of termination of employment, the higher the motivation and discipline of
employees, conversely the lower the policy of termination of employment then the lower the
motivation and discipline of employees.

Keywords: work motivation, work discipline, termination of employment policies

Pendahuluan
Latar Belakang
Permasalahan tentang sumber daya manusia pada era globalisasi menuntut untuk lebih
diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu perusahaan
serta sebesar apapun modal yang diputar perusahaan, karyawan dalam perusahaan yang pada
akhirnya akan menjalankannya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan
kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya, dengan adanya modal dan
teknologi yang canggih mustahil akan membuahkan hasil yang maksimal, sebab termasuk tugas
pokok karyawan adalah menjalankan proses produksi yang pada akhirnya dapat mencapai
keberhasilan perusahaan (Hasibuan, 2007).
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan, pemutusan hubunga kerja (PHK)
terbesar terjadi di Kalimantan Timur. Per September 2015, dari total 43.085 orang karyawan
yang terkena PHK, sebanyak 10.721 atau 25 persen dari Kalimantan Timur. Menurut direktur
Pencegahan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Kemenaker menyatakan
bahwa sektor pertambangan batu bara salah satu yang paling besar melakukan PHK karyawan.
Data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa harga batu bara
acuan per Agustus 2015 masih berada di US$ 59,14/ton. Adapun data PHK di provinsi di
Kalimantan Timur per September 2015, sebagai berikut :

15
Tabel 1. Data Pemutusan Hubungan Kerja di Kalimantan Timur pada Tahun 2015

No. Kota/Kabupaten Jumlah


1. Kota Balikpapan 7.088 orang
2. Kota Berau 1.291 orang
3. Kabupaten Kutai Barat 1.109 orang
4. Kabupaten Kutai Kartanegara 567 orang
5. Kota Samarinda 360 orang
6. Kabupaten Kutai Timur 158 orang
7. Kota Bontang 76 orang
8. Kabupaten Panajam Pasir Utara 50 orang
9. Kabupaten Pasir 22 orang

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara
menduduki peringkat keempat PHK di Kalimantan Timur dengan jumlah PHK secara
keseluruhan mencapai jumlah 567 orang pada tahun 2015. Salah satu wilayah yang memberikan
sumbangsih terbesar data PHK tersebut adalah perusahaan batu bara di Kecamatan Samboja
yang merupakan salah satu penghasil tambang batu bara terbanyak di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Salah satu diantaranya yaitu PT. Ryan Eka Pratama yang merupakan perusahaan
aktif bergerak di bidang kontraktor penambangan batu bara. Sebagai perusahaan batu bara yang
juga sedang mengalami pengurangan produksi batu bara, praktik PHK pun tidak dapat di hindari
untuk alasan efisiensi dan merumahkan banyak karyawannya yang merupakan karyawan tetap
maupun karyawan kontrak dengan jangka waktu yang tidak dapat ditentukan oleh perusahaan.
Hal ini memicu karyawan yang masih aktif bekerja untuk meningkatkan motivasi kerja
dan disiplin kerja sebagai salah satu acuan perusahan untuk mempertimbangkan kualitas kerja
karyawan dalam praktik PHK. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan
pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas kerja dan peran sertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusian (Wijayanti, 2009).
Kondisi perusahaan tambang batu bara yang sedang tidak stabil ini harus tetap menjaga
motivasi kerja karyawannya agar tetap bekerja secara optimal sehingga perusahaan dapat
mencapai tujuan dengan efisien dan ekonomis. Motivasi kerja adalah cara mengarahkan daya
dan potensi bawahan agar mereka mau bekerja sama secara produktif dan berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain motivasi kerja adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerja sama, bekerja
efektif, dan terintegrasi dengan segala daya dan upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan,
2007).
Anoraga (2005), menjelaskan bahwa orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi
adalah orang yang merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya. Seorang
pekerja akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat tinggi,
serta selalu mengembangkan tugas dan dirinya. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan
semangat atau dorongan kerja sesuai dengan tujuan organisasi.

16
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan yang menciptakan
kegairahan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Motivasi kerja sebagai
suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan seseorang dapat mendorong atau mempengaruhi
perilaku nyata seseorang untuk berinteraksi dalam lingkungan sekitarnya terutama lingkungan
kerja yang mengarah pada ketercapaiannya hasil yang optimal yang sesuai dengan tujuan
organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) di PT UNITEX Tbk Bogor, Jakarta menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan terhadap kebijakan PHK
dengan motivasi kerja. Hal ini terjadi dengan kemungkinan responden dalam penelitian tersebut
tidak mengetahui adanya rencana PHK oleh perusahaan sehingga tidak merasa cemas dan merasa
aman tidak akan terkena PHK atau mengetahui namun tidak begitu khawatir karena adanya
pesangon atau tunjangan yang akan diberikan bila terkena PHK. Selain itu terjalinnya
komunikasi yang baik dan adanya sosialisasi terlebih dahulu setiap adanya kebijakan manajemen
perusahaan, apabila melakukan PHK terhadap karyawannya baik karyawan tetap maupun
kontrak.

Motivasi kerja yang tinggi yang diberikan karyawan akan meningkatkan produktifitas
perusahaan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Jadi jelas bahwa motivasi kerja besar pengaruhnya dalam operasi perusahaan, oleh karena itu
perusahaan selalu mengharapkan karyawan-karyawannya memiliki motivasi kerja yang tinggi.
Motivasi kerja yang tinggi secara otomatis akan meningkatkan kedisiplinan seseorang dalam
bekerja secara konsisten (Anoraga, 2005).
Dalam sebuah perusahaan seorang manajer dapat meningkatkan disiplin dengan cara-cara
yang mendorong karyawannya untuk bekerja keras dalam pekerjaan mereka. Keberhasilan atau
tidaknya seorang manajer dalam memotivasi karyawannya dapat terlihat dengan perilaku
karyawannya dalam bekerja. Seseorang sangat termotivasi akan bekerja keras melakukan
pekerjaan sesuai dengan target yang diharapkan, seseorang yang tidak termotivasi tidak mau
melakukan pekerjaannya sesuai dengan target yang diharapkan bahkan melakukan pekerjaannya
dengan ala kadarnya. Salah satu usaha seorang manajer dalam meningkatkan disiplin
karyawannya adalah memberikan motivasi dengan cara antara lain memberikan penghargaan,
kompensasi, tunjangan dan bonus kepada karyawan.
Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi
memenuhi tuntutan berbagai ketentuan. Dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah
suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan
perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya (Siagian,
2006).
Selanjutnya, menurut Hasibuan (2007) menyatakan bahwa disiplin adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan
sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya
dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan
seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik tertulis maupun tidak.
Disiplin kerja dapat disimpulkan sebagai kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

17
berlaku serta menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Bagi perusahaan, adanya disiplin kerja akan
menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas sehingga diperoleh hasil
yang optimal. Bagi karyawan, disiplin kerja akan menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan dan semangat kerja karyawan juga bertambah. Hal ini membuat karyawan dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan penuh kesadaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Hennessy (2011) di AJB Bumiputera, Jakarta Pusat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara motivasi kerja dengan disiplin
kerja karyawan. Kesadaran dan kesejahteraan karyawan sebenarnya kunci dari keberhasilan
penegakan disiplin. Kedisiplinan kerja tidak semestinya hanya dihadapkan pada peraturan-
peraturan dan sanksi-sanksi, tetapi harus diimbangi dengan tingkat kesejahteraan yang cukup.

Artinya, penghasilan yang diperoleh karyawan mampu meningkatkan taraf hidup


karyawan dengan layak. Dengan terciptanya kesejahteraan, karyawan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik dan dapat lebih berdisiplin sehingga ada timbal balik yang seimbang.
Karyawan yang mau mengikuti semua disiplin kerja karena kebutuhannya telah dicukupi oleh
perusahaan dan perusahaan juga harus selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya seperti
memberikan motivasi kerja instrinsik dan motivasi kerja ekstrinsik.

Kerangka Dasar Teori


Motivasi Kerja
Menurut Rivai (2005) motivasi kerja merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individ. Sikap
dan nilai tersebut merupakan suatu kekuatan yang mampu mendorong individu untuk bertingkah
laku dalam mencapai tujuan.
Anoraga (2005), menjelaskan bahwa perusahaan yang baik pada umumnya membutuhkan
orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Ada perbedaan orang yang bermotif untuk
bekerja dengan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Orang yang bermotif untuk
bekerja, ia bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang vital bagi diri
dan keluarganya seperti mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status, ataupun unutk
memperoleh pergaulan yang menyenangkan. Baginya pekerjaan yang menyenangkan dan
menarik, belum tentu akan memberikan kepuasan baginya dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Disiplin Kerja
Amriany (2008) Disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Pengertian disiplin juga sering disebut sebagai
fungsi operasional kedua dari manajemen personalia. Disiplin karyawan perlu dilakukan secara
terencana dan berkesinambungan.

18
Menurut Aritonang (2005) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang
menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Adapun arti
kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan
tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan
perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak
tertulis.

Kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja


Menurut Edi Suharto (2008) kebijakan sebagai serangkaian kegiatan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan
tersebut dalam mencapai tujuan tertentu.
Ketentuan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pengertian
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kebijakan pemutusan hubungan kerja adalah ketetapan
yang memuat prinsip-prinsip perusahaan untuk melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja
atau pemberhentian kerja dengan alasan-alasan dan sebab-sebab tertentu.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah
karyawan yang bekerja di tambang batu bara PT. Ryan Eka Pratama Samboja. Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode skala. Metode skala
merupakan suatu metode pengumpulan data yang berisikan suatu daftar pertanyaan yang harus
dijawab oleh subjek secara tertulis (Sugiono, 2006). Alat pengukuran atau instrument yang
digunakan ada tiga macam yaitu motivasi kerja, disiplin kerja, dan kebijakan pemutusan
hubungan kerja.
Skala motivasi kerja disusun berdasarkan empat aspek yang dikemukakan oleh Rivai
(2005) yaitu rasa aman, gaji, lingkungan kerja, dan penghargaan. Skala disiplin kerja disusun
berdasarkan tiga aspek yang dikemukakan oleh Amriany (2008) yang meliputi disiplin waktu,
disiplin peraturan, dan disiplin tanggung jawab. Skala kebijakan pemutusan hubungan kerja ini
berdasarkan lima jenis yang dikemukakan oleh Manulang (2006) yaitu melakukan pelanggaran,
masa percobaan, mengundurkan diri, berakhirnya masa kontrak, dan perusahaan mengalami
pailit.

Analisis data yang dilakukan untuk pengolahan data penelitian adalah menggunakan
pendekatan statistic. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji analisis
multivariat dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) 22.00 for
windows.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemutusan
hubungan kerja dengan motivasi kerja dan disiplin kerja karyawan tambang batu bara. Hasil uji
normalitas menunjukkan nilai pada variabel motivasi kerja yaitu sebesar p = 0,200 > 0,050 yang
berarti bahwa data tersebut memiliki sebaran data yang normal dan pada variabel disiplin kerja
memiliki sebaran data normal dengan nilai p = 0,200 > 0,050. Sedangkan pada variabel kebijakan
pemutusan hubungan kerja memiliki nilai p = 0,182 > 0,050 yang berarti menunjukkan sebaran data

19
normal sehingga analisis data dapat dilaksanakan karena tidak ada pelanggaran atas asumsi
normalitas sebaran data penelitian.
Berdasarkan hasil uji deskriptif dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja karyawan tambang
batu bara PT. Ryan Eka Pratama Samboja termasuk dalam kategori sedang dengan jumlah karyawan
45 orang atau sekitar 39,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian subjek memiliki semangat
kerja yang membuat karyawan tersebut dapat bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Rivai
(2005) motivasi kerja merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu
untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individ. Sikap dan nilai tersebut merupakan
suatu kekuatan yang mampu mendorong individu untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Anoraga (2005), menjelaskan bahwa perusahaan yang baik pada umumnya membutuhkan
orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Ada perbedaan orang yang bermotif untuk bekerja
dengan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Orang yang bermotif untuk bekerja, ia
bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang vital bagi diri dan keluarganya
seperti mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status, ataupun unutk memperoleh pergaulan
yang menyenangkan. Baginya pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, belum tentu akan
memberikan kepuasan baginya dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Kemudian berdasarkan hasil uji deskriptif dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja karyawan
tambang batu bara PT. Ryan Eka Pratama Samboja termasuk dalam kategori sedang dengan jumlah
karyawan 40 orang atau sekitar 34,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian karyawan
berperilaku dan memandang peraturan-peraturan organisasi sebagai perilaku yang dapat diterima.
Disiplin kerja menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketepatan perusahaan. Disiplin memberikan manfaat yang besar bagi
perusahaan maupun bagi para karyawan. Bagi perusahaan, adanya disiplin kerja akan menjamin
terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Bagi karyawan, disiplin kerja akan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan
semangat kerja karyawan juga bertambah. Hal ini membuat karyawan dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan penuh kesadaran (Sutrisno, 2009).
Selanjutnya berdasarkan hasil uji deskriptif dapat disimpulkan bahwa dampak kebijakan pemutusan
hubungan kerja yang dialami karyawan tambang baty bara PT. Ryan Eka Pratama Samboja termasuk
dalam kategori tinggi dengan jumlah karyawan 44 orang atau sekitar 38,2 persen. Hal ini
menunjukan semakin tinggi kebijakan pemutusan hubungan kerja dalam suatu perusahaan maka
semakin tinggi motivasi kerja dan disiplin karyawan.
Kebijakan adalah suatu ketepatan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara
bertindak yang dibuat secara yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan
tertentu (Edi Suharto,2008).
Perusahaan harus mempunyai kemampuan yang dapat di andalkan untuk merespon dan
menanggulangi permasalahan yang ada dengan memperhatikan sumber daya yang dimiliki serta
menerima masukan dari seseorang atau kelompok sehingga ada jalan keluar yang terbaik dari
dihasilkan melalui proses yang adil.
Hasil penelitiana juga menunjukan hubungan yang linear antara kebijakan pemutusan
hubungan kerja terhadap motivasi kerja dengan nilai F = 1,468 dan p = 0,106 serta kebijakan
pemutusan hubungan kerja terhdap disiplin kerja dengan nilai F = 1,275 dan p=0,210 yang berarti
hubungan nya dinyatakan linier. Sedangkan perolehan hasil dari uji multiko linearitas adalah nilai
tolerance = 1,000 (VIF < 5)menunjukan tidak terjadi nya penyimpangan asumsi klasik
multikolinearitas motivasi kerja terhdap kebijakan pemutusan hubungan kerja serta disiplin kerja dan
kebijakan pemutusan hubungan kerja .
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat hubungan variabel bebas yaitu kebijakan pemutusan
hubungan kerja terhadap variabel terikat yaitu motivasi kerja dan disiplin kerja. Berdasarkan hasil

20
analisis multivariat antara kebijakan pemutusan hubungan kerja terhadap motivasi kerja mempunyai
nilai f hitung = 1,864 (f hitung > f tabel = 1,748) dan p = 0,020 (p < 0,050) yang berarti bahwa
hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kemudian, nilai adjusted R2 = 0,148 dan nilai R2 = 0,320 atau
32,0 persen yang menunjukkan bahwa presentase sumbangan pengaruh kebijakan pemutusan
hubungan kerja dengan motivasi kerja sebesar 32,0 persen. Sedangkan variabel kebijakan pemutusan
hubungan kerja dengan disiplin kerja mempunyai nilai nilai f hitung = 2,795 (f hitung > f tabel =
1,748) dan p = 0,000 (p < 0,050) yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Kemudian, nilai adjusted R2 = 0,266 dan nilai R2 = 0,414 atau 41,4 persen yang menunjukkan
bahwa presentase sumbangan pengaruh kebijakan pemutusan hubungan kerja dengan disiplin kerja
sebesar 41,4 persen.
Berdasarkan penilaian keseluruhan dari perusahaan, motivasi kerja
karyawan dinilai baik, hal tersebut didukung dengan kinerja karyawan yang dapat menyelesaikan
sesuai target dan dapat memenuhi tujuan perusahaan. Selanjutnya motivasi kerja karyawan yang
baik juga dapat dilihat dari lamanya karyawan bekerja di perusahaan tersebut, menurut data
karyawan yang ada, rata-rata karyawan bekerja diatas lima tahun dan tidak ada karyawan yang
resign selama lima tahun terakhir.
Sesuai dengan pernyataan Aritonang (2005) yang mengatakan bahwa disiplin kerja adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Adapun arti kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu
sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis.
Motivasi kerja yang tinggi yang diberikan karyawan akan meningkatkan produktifitas
perusahaan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Jadi
jelas bahwa motivasi kerja besar pengaruhnya dalam operasi perusahaan, oleh karena itu
perusahaan selalu mengharapkan karyawan-karyawannya memiliki motivasi kerja yang tinggi.
Motivasi kerja yang tinggi secara otomatis akan meningkatkan kedisiplinan seseorang dalam
bekerja secara konsisten(Anoraga, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemutusan hubungan
kerja terhadap motivasi kerja dan disiplin kerja terdapat pengaruh signifikan, dengan demikian
semakin tinggi tingkat kebijakan pemutusan hubungan kerja maka akan semakin tinggi pula
motivasi kerja dan disiplin kerja karyawan. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah tingkat
kebijakan pemutusan hubungan kerja maka akan semakin rendah pula motivasi kerja dan disiplin
kerja karyawan.

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut
:
a. Terdapat pengaruh signifikan antara kebijakan pemutusan hubungan kerja dengan
motivasi kerja karyawan di PT. Ryan Eka Pratama Samboja. Artinya, semakin tinggi tingkat
kebijakan pemutusan hubungan kerja maka semakin tinggi pula motivasi kerja karyawan.
b. Terdapat pengaruh signifikan antara kebijakan pemutusan hubungan kerja dengan
disiplin kerja karyawan di PT. Ryan Eka Pratama Samboja. Artinya, semakin tinggi tingkat
kebijakan pemutusan hubungan kerja maka semakin tinggi pula disiplin kerja karyawan.

21
Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti menyarankan beberapa
hal sebagai berikut:
a. Sebaiknya perusahaan lebih sering melakukan konseling dan penelitian secara berkala
terhadap karyawan agar dapat mengetahui harapan-harapan karyawan dan faktor-faktor
apa saja yang dapat meningkatkan motivasi kerja dan disiplin kerja karyawan.
b. Hal yang perlu diperhatikan secara khusus yaitu meningkatkan komunikasi yang lebih
baik antara manajemen perusahaan dan karyawannya, salah satunya dengan
mengadakan sosialisasi mengenai kebijakan pemutusan hubungan kerja ataupun
mengenai kebijakan perusahaan lainnya yang belum diketahui oleh karyawan agar
karyawan merasa lebih nyaman dan dapat mempersiapkan diri dengan adanya
kebijakan-kebijakan tersebut.
c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengungkap variabel lain selain kebijakan
pemutusan hubungan kerja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja dan disiplin kerja
seperti citra perusahaan, gaya kepemimpinan, prestasi kerja, pengawasan kerja,
kompensasi, dan variabel-variabel lainnya.

22
BAB III
PENUTUP
 
3.1.           KESIMPULAN

PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal
nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri
negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha
menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang
besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara
lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan.
Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas
penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur
organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi
harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi
pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan
oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat
mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan
ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).
 
3.2.           SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya dalam
melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan.

23
DAFTAR PUSTAKA
 
Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGraw-Hill
International Book Company.
Manulang, S. H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi Mengoptimalkan Diri, Balai Pustaka,
Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai