Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ketenagakerjaan, antara pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan yang


saling menguntungkan. Pekerja memberikan tenaganya untuk produksi dan jasa,
sedangkan pengusaha membayar upah atas jasa pekerja dalam menciptakan produk, baik
berupa barang atau jasa yang dijual pada konsumen. Pemerintah sebagai fasilitator yang
menyediakan prasaeana mendapatkan keuntungan melalui pajak yang dibayar pengusaha.
Dengan bertambah besarnya perusahaan maka antara pekerja dengan pengusaha tidak
lagi mengenal secara pribadi, sehingga masalah-masalah yang timbul antar pekerja dengan
pengusaha sudah tidak mudah lagi untuk diselesaikan sehingga sering menghambat
kelancaran jalannya perusahaan. Karena itu perlu adanya aturan yang harus ditaati oleh
kedua belah pihak untuk menjaga agar terciptanya ketenangan para pekerja dan
perusahaan.

Sistem produksi yang maksimal memerlukan adanya kerjasama yang baik antar
sesama pekerja karena pekerjaan yang satu dengan yang lainnya saling terkait. Sejak itu
mulailah orang-orang mempelajari dan membahas masalah hubungan antara pekerja
dengan pengusaha yang merupakan cikal bakal berkembangnya bidang hubungan
industrial yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang berdasarkan
kepribadian bangsa dan kita kenal dengan Hubungan Industrial Pancasila. Untuk
mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila di Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila mestinya dapat kita rasakan dan dilaksanakan secara nyata bukan hanya
sekedar aturan belaka dalam proses pergaulan dan pelaksanaan hubungan industrial.
Sistem hubungan industrial adalah suatu formulasi dan strategi untuk mensinergikan
kekuatan para pelaku agar dapat tercapai produksi barang dan jasa secara optimal
sekaligus mengatur benturan kepentingan antara pelaku-pelaku dalam hubungan industrial
tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Tujuan dan Landasan Hubungan Industrial Pancasila

Hubungan Industrial adalah hubungan antara para pelaku kegiatan proses produksi
(pekerja, pengusaha) untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai hasil usaha dan
pemerintah yang mengayomi dan berkepentingan untuk pembinaan ekonomi nasional. Jika
diperinci pada dasarnya hubungan industrial meliputi hal-hal: (1) Pembentukan perjanjian
kerja/perjanjian kerja bersama yang merupakan titik tolak adanya hubungan industrial; (2)
Kewajiban pekerja/buruh melakukan pekerjaan pada atau dibawah pimpinan pengusaha,
yang sekaligus merupakan hak pengusaha atas pekerjaan dari pekerja/buruh; (3) kewajiban
pengusaha membayar upah kepada pekerja/buruh yang sekaligus merupakan hak
pekerja/buruh atas upah; (4) berakhirnya hubungan industrial dan; (5) caranya perselisihan
antara pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan dengan sebik-baiknya.

Hubungan industrial terbentuk dengan mengacu pada landasan falsafah bangsa dan
negara, yang karena setiap bangsa dan negara mempunyai falsafah yang berbeda maka
system hubungan industrialnya pun cenderung berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya. Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara, hubungan
industrialpun mengacu pada Pancasila, karenanya hubungan industrial di Indonesia lebih
dikenal dengan nama Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Dengan bersumberkan
Pancasila sebagai landasan filosofis, maka secara normative segala aturan hukum yang
mengatur hubungan industrial Pancasila, berupa hukum dasar (UUD 1945), juga Peraturan
Perundang-undangan lainnya adalah pengimplementasian dari nilai-nilai Pancasila.
Karenannya secara normative hukum yang mengatur hubungan industrial di Indonesia
haruslah senantiasa dikontrol keserasiannya dengan nilai-nilai Pancasila.

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Hubungan Industrial


Pancasila adalah satu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-
nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945,
yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan Nasional
Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh,
pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus
mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian
istilah hubungan industrial adalah suatu hubungan yang terbentuk antara para perilaku
dalamm proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh,
dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pnacasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2.1.1 Tujuan Hubungan Industrial Pancasila

Dari seminar Nasional Hubungan Industrial Pancasila yang diselenggarakan tahun


1974 dikemukakan tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah Mengemban cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk
masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan
prioduksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan
martabat manusia. Dengan demikian jelaslah tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah:

1. Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa


Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
2. Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
3. Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenangan usaha.
4. Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
5. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan
martabatnya manusia.

2.1.2 Landasan Hubungan Industrial Pancasila

Hubungan Industrial Pancasila berlandaskan keseluruhan dari sila-sila Pancasila yang


saling terkait satu sama lain dan tidak boleh menonjolkan yang satu lebih dari yang lain.

a. Undang-Undang 1945, sebagai landasan konstitusional.


b. Ketetapan MPR No. 11 tahun 1978, sebagai landasan structural dan operasional.
c. Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasaran structural dan landasan
operasional pada TAP MPR No. 11 tahun 1978 yaitu Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila (P4)
d. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sebagai landasan operasional

GBHN yang ditetapkan setiap lima tahun sekali merupakan landasan operasional
Hubungan Industrial Pancasila. Karena itu penyesuaian-penyesuaian dalam
kebijaksanaan operasional perlu diadakan paling lama lima tahun sekali. Hubungan
Industrial Pancasila juga berlandaskan, kepada peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah sesuai dengan Trilogi Pembangunan Nasional
Hubungan Industrial Pancasila mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan hanya
bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian manusia
kepada Tuhannya, kepada sesama manusia, kepada masyarakat, Bangsa dan Negara.

2.2 Asas-asas Hubungan Industrial Pancasila


Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya mendasarkan diri pada
asas-asas pembangunan, yaitu:
1. Asas Manfaat
Artinya segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat.
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan
Artinya usaha mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa harus merupakan usaha
Bersama seluruh rakyat yang dilakukan secara gotong royong dan
kekeluargaan.
3. Asas Demokrasi
Artinya didalam menyelesaikan masalah-masalah Nasional ditempuh dengan
jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Asas Adil dan Merata
Artinya bahwa hasil yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati
secara adil dan merata sesuai darma baktinya.
5. Asas Perikehidupan dalam Keseimbangan
Artinya harus diseimbangkan antara kepentingan-kepentingan dunia dan
akhirat, materi dan spiritual, jiwa dan raga, individu dan masyarakat, dan lain-
lain.
6. Asas Kesadaran Hukum
Setiap warga negara harus taat dan sadar pada hukum dan kewajiban negara
menegakkan hukum.
7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Pembangunan berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri, serta bersendikan pada kepribadian bangsa.
Dalam pelaksanaannya Hubungan Industrial Pancasila berlandarkan kepada
dua asas kerja yang sangat penting, yaitu:
a. Asas Kekeluargaan dan Gotong Royong
Asas ini mengajarkan pelaksanaan suatu pekerjaan yang dilakukan secara
Bersama-sama dengan saling membantu agar menghasilkan tujuan yang
diinginkan sesuai dengan proses yang dilakukan.
b. Asas Musyawarah untuk mufakat
Asas ini mengajarkan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
musyawarah dalam dunia industrial demi mencapai suatu kesepakatan
dalam permasalahan yang dihadapi.

2.3 Pokok Pikiran dan Pandangan didalam Hubungan Industrial Pancasila

1. Pokok-pokok Pikiran

a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.

b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham,
aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.

c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang


timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.

2. Asas-asas untuk mencapai tujuan

a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat,
usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi.

3. Sikap mental dan sikap social

Sikap mental adalah sikap yang dimiliki diri seseorang akan penerimaan atas apa yang
terjadi pada dirinya dalam sebuah permasalahan atau rintangan yang dihadapi. Tindakan
yang dilakukan seseorang atas permasalahannya tergantung pada sejauh mana mental
yang dimilikinya, termasuk didalam dunia pekerjaan antara pekerja dan pengusaha.

Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan


industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh
yang kuat terhadap yang lemah.

2.4 Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila

1) Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit

Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan Menteri Tenaga dan
Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan
Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan Tripartit yaitu forum komunikasi,
lonsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas
unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi
Lembaga kerja sama Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah
tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha
dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi
perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur
Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit
pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan
pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh.
Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak
pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.

Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan


dialog antar ketiga pihak tersebut.

2) Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)


Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses
musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila
perlu mendapat perhatian.
Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu
pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial
pancasila.
3) Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu
ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas
personilnya.
Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase
P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan
perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah.
4) Peraturan perundangan ketenagakerjaan
Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap
pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya
masing-masing.
Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah
hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan
perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan
industrial pancasila.
5) Pendidikan Hubungan Industrial
Agar falsafah Hubungan Industrial Pancasila dipahami oleh masyarakat,
maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui
pendidikan.
Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini
perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan
juga aparat pemerintah.

2.5 Fungsi dan Hak Industrial Pancasila bagi Serikat Kerja

Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Tenaga Kerja tahun 2003 no


17, (serikat buruh/serikat pekerja) merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya.

a. Fungsi Serikat Pekerja

Sesuai dengan pasal 102 UU Tenaga Kerja tahun 2003, dalam melaksanakan
hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan
sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi,
menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya
serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.

b. Hak Serikat Pekerja

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :

Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.

Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial.

Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan.

Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan pekerja/buruh.

Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan


perundang-undangan yang berlaku.
Sumber:

Suharto,Edi.2007.Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri.Bandung: Refika Aditama.

http://mdiorentino.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-hubungan-industrial-pancasila.html
Akses 26 Agustus 2017 Pukul 15.00 WIB

http://cutheanna.blogspot.co.id/2013/04/tugas-2-hubungan-industrial-pancasila.html

Akses 26 Agustus 2017 Pukul 15.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai