Anda di halaman 1dari 21

ASPEK HUKUM ISLAM PADA TINDAKAN TERMINASI

KEHAMILAN SEBELUM JANIN VIABLE

TANPA INDIKASI MEDIS

Tugas Mata Kuliah

STUDI HUKUM ISLAM

Oleh :

Asep Kamal Sahroni NPM 20040017001


Budi Santoso NPM 20040017002
Alwi Shinta Hadiayanti NPM 20040017003
Sarwan Pujianto NPM 20040017004
Bernadetta E Yudhasari S NPM 20040017005
Yuli Aryani NPM 20040017006

Dosen Pengajar :

Prof. Dr. H. M. Abdurrahman. MA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2017
I. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan pada hakikatnya diarahkan guna tercapainya

kesadaran, kemampuan, dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut

fisik, mental maupun sosial budaya, dan ekonomi. Untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang

menyeluruh, terarah, dan berkesinambungan. 1

Dalam bagian keenam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

membahas tentang kesehatan reproduksi dinyatakan bahwa kesehatan reproduksi

adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak hanya

semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,

fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.2

Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi masalah, yang

pertama, kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat berbagai faktor

termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua , timbulnya

penyakit degenerative yaitu menopause dan kanker. Dalam globalisasi ekonomi

kita dihadapkan pada persaingan global yang semakin ketat, yang menuntut kita

semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai

generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana ,

terpadu, dan berkesinambungan. Upaya ini haruslah secara konsisten dilakukan

sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan.3

Kesehatan reproduksi meliputi keadaan saat sebelum hamil, saat hamil,

melahirkan, dan sesudah melahirkan, pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan

1Muhammad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan, Kencana, Jakarta,2017, hlm. 77.
2M.Jusuf Hanafiah, Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 2017,
hlm. 134.
3 Muhammad Sadi Is, loc.cit.
kesehatan seksual serta kesehatan system reproduksi, yang dilakukan melalui

kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.

Kemudian dinyatakan hak setiap orang untuk :

1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman,

serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.

2. Menentukan kesehatan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi,

paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai nilai luhur yang tidak

merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.

3. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin berreproduksi sehat

secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.

4. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan

reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.4

Untuk menjamin hak-hak reproduksi tersebut pemerintah membuat

ketentuan sebagai berikut :

1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana

pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau

masyarakat, termasuk keluarga berencana.

2. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,

preventif, kuratif dan/atau rehabilitative, termasuk reproduksi dengan

bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan

aspek aspek yang kahs, khususnya reproduksi perempuan.

4 M.Jusuf Hanafiah, Amri Amir, loc.cit.


3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan tidak

bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

4. Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan, diatur dengan

peraturan pemerintah. 5

Dari berbagai aspek tentang kesehatan reproduksi, hal yang sering

menjadi masalah yang terkait dengan etika dan hukum, baik hukum kesehatan

maupun hukum islam, adalah pengakhiran kehamilan pada janin yang masih

belum mampu hidup diluar (nonviable) atau yang disebut aborsi. Aborsi

merupakan bidang kajian dari kesehatan reproduksi yang sangat kontroversi

karena menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat. Sebagian masyarakat ada

yang beranggapan bahwa aborsi boleh dilakukan, mereka menganggap bahwa

setiap wanita memiliki hak asasi manusia yang salah satunya yaitu hak untuk

mendapatkan kesehatan reproduksi secara aman dan dapat

dipertanggungjawabkan. Termasuk di dalamnya hak untuk melakukan aborsi.6

Namun, disisi lain beberapa pihak tidak membenarkan adanya praktek

aborsi. Pihak tersebut menganggap bahwa aborsi merupakan tindakan yang tidak

sesuai dengan agama, etika, dan moral yang ada di masyarakat. Aborsi dianggap

sebagai proses penghilangan nyawa seorang manusia yang dilakukan secara

sengaja. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang

diberikan oleh Tuhan kepada manusia yaitu hak untuk hidup. Sehingga hanya

Tuhanlah yang berhak mencabut nyawa setiap manusia dan setiap manusia harus

5
Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 135.
6 id
menghormati kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.7

Praktek aborsi di dunia medis diawali dengan tujuan untuk memberikan

perlindungan bagi wanita hamil, yang apabila tidak digugurkan janinnya maka

akan membahayakan kesehatan ibu atau janin yang dikandungnya. Namun, akhir-

akhir ini ada banyak faktor lain yang menyebabkan seorang wanita ingin

melakukan aborsi yaitu kehamilan akhibat pemerkosaan, kegagalan alat

kontrasepsi, dan masalah ekonomi sehingga khawatir tidak bisa merawat anaknya.

Sayangnya, akhir-akhir ini pelaku aborsi justru berasal dari remaja-remaja

dibawah umur yang hamil diluar pernikahan. Kebanyakan dari mereka melakukan

aborsi karena tidak ingin memiliki anak tanpa ayah yang menjadi aib buruk bagi

keluarganya. Kehamilan yang tidak direncanakan tersebut biasanya diakibatkan

oleh maraknya pergaulan bebas dikalangan remaja. Hal tersebut menyadarkan kita

bahwa aborsi bukan hanya berkaitan masalah medis semata, melainkan sudah

merambat pada aspek sosial budaya yang mengalami kemunduran moral sebagai

akibat dari paham kebebasan atau liberalisme yang kini mulai merusak budaya

dan moral masyarakat Indonesia.8

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Agama Islam turun ke bumi dengan kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad SAW. Al Qur’an merupakan sumber hukum utama bagi umat muslim

di seluruh di dunia. Di dalam Al Qur’an, banyak ayat-ayat yang menjunjung

tinggi kesucian kehidupan manusia. Salah satunya yaitu menjelaskan tentang

proses penciptaan manusia yang berasal dari air mani hingga berkembang menjadi

janin di dalam rahim dan akhirnya lahir menjadi seorang manusia yang sempurna.

7
Ari Yunanto, Helmi, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset, Jogjakarta, 2010, hlm. 59.
8
Alwi, Zulfahmi., 2013, Abortus dalam Pandangan Hukum Islam, Vol 10, No 2. Hal 299-309.
Banyaknya ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang proses penciptaan

manusia membuktikan bahwa Islam sangat menghargai dan memuliakan seorang

janin. Sehingga, praktik aborsi yang ramai di kalangan masyarakat menimbulkan

perbedaan pendapat dikalangan para Ulama. Sebagian ada yang membolehkan,

memakruhkan, dan sebagian lagi ada yang mengharamkan. 9

Adanya UUD dan hukum Islam yang melarang aborsi menyebabkan

banyak praktik aborsi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau

terselubung. Banyak tempat ilegal yang dijadikan sebagai tempat aborsi, tempat

ilegal tersebut tentu tidak aman karena tidak diawasi langsung oleh dokter yang

ahli di bidang tersebut dan bahkan praktik aborsi ilegal sering menyebabkan

kematian bagi si ibu. Aborsi yang dilakukan secara ilegal tersebut dianggap

sebagai tindakan kriminal, pelanggaran terhadap norma susila dan terutama

melanggar norma agama.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat makalah

untuk mengkaji hukum aborsi diambil dari sudut pandang hukum agama Islam

dengan judul Aspek Hukum Islam pada Tindakan Terminasi Kehamilan

Sebelum Janin Viable tanpa Indikasi Medis.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut :

 Bagaimanakah aspek hukum Islam pada tindakan terminasi kehamilan

sebelum janin viable yang dilakukan tanpa indikasi medis ?

9
Chrisdiono M.Achadiat, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran; dalam Tantangan Zaman, EGC,
Jakarta, 2006, hlm. 175-177.
III. PEMBAHASAN.

III.1 Pengertian Aborsi

Istilah aborsi atau lebih popular disebut pengguguran kandungan, yang

pertama harus di deklarasikan adalah bahwa aborsi bukanlah semata masalah

medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem social yang terkait

dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat.10

Kata ‘aborsi’ sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Masyarakat

mengenal aborsi sebagai proses pengguguran janin saat masih berada di dalam

rahim dan dilakukan dengan sengaja saat usia janin masih muda. Biasanya aborsi

dilakukan saat janin di bawah usia 20 sampai 28 minggu dan beratnya di bawah

400 sampai 1000 gram. Istilah aborsi sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu

abortion yang berarti pengguguran kandungan dan berasal dari bahasa latin

abortus yang artinya keguguran. 11

Sedangkan secara epistemologi, aborsi diartikan sebagai gugur kandungan

atau keguguran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi memiliki tiga

pengertian, yaitu terpancarnya embrio yang tidak mungkin hidup lagi yang terjadi

sebelum bulan keempat kehamilan, gugurnya janin, dan keadaan berhentinya

pertumbuhan normal untuk makhluk hidup.12

Di dunia medis, aborsi digolongkan menjadi dua kategori, yaitu Abortus

Spontaneous dan Abortus Provocatus. Masing-masing kategori tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut :

10
_____________, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Quran, Balitbang dan Diklat Depag RI, 2009, hlm. 96.
11
Cunningham, FG., et al., Obstetri Williams (Williams Obstetri), EGC , Jakarta , 2013, hlm. 855-
882
12
WWW.kbbi.web.id.com
1. Abortus spontaneous, yaitu aborsi yang terjadi secara spontan atau tidak

disengaja. Aborsi jenis ini terjadi secara alamiah atau terjadi dengan sendirinya

tanpa adanya campur tangan manusia dari dunia medis. Aborsi ini terjadi saat

janin yang dikandung belum berkembang dan belum siap untuk dilahirkan tetapi

harus gugur disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya keracunan, kecelakaan,

kaget, atau penyakit yang diderita si ibu. Namun, faktor yang paling dominan

menjadi penyebab abortus spontaneous adalah kualitas sel sperma dan sel telur

yang kurang sempurna sehingga janin tidak berkembang dengan baik. Aborsi

jenis ini dikenal masyarakat sebagai keguguran.

2. Abortus provocatus, yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja atau telah

direncanakan karena sebab-sebab tertentu. Aborsi jenis ini dibagi menjadi dua

kategori, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticms dan Abortus Provocatus

Criminalis. Abortus ProvocatusTerapeticus merupakan aborsi yang sengaja

dilakukan demi menyelamatkan kesehatan si ibu. Misalnya seorang ibu memiliki

penyakit berat sehingga harus menggugurkan kandungannya agar tidak

mengancam dan membahayakan nyawa ibu dan janin yang dikandung. Aborsi ini

melibatkan tenaga medis dan dilakukan dengan prosedur yang tepat sehingga

aman dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Abortus Provocatus

Criminalis yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja atas kehendak si ibu tanpa

adanya indikasi medis atau secara ilegal. Aborsi ini dilakukan dengan berbagai

macam alasan seperti masalah ekonomi, masih terlalu muda sehingga tidak ingin

memiliki anak terlalu dini, si ibu sudah memiliki anak terlalu banyak sehingga

tidak ingin mempunyai anak lagi, dan yang paling sering terjadi yaitu disebabkan

karena kehamilan di luar pernikahan sehingga sengaja menggugurkan


kandungannya untuk menutupi aib keluarga dari sanksi sosial yang diberikan oleh

masyarakat. Aborsi ini biasanya dilakukan tanpa bantuan tenaga medis yang resmi

dari pemerintah. Misalnya si ibu menggugurkan kandungan dengan meminum

obat-obatan atau dengan bantuan dukun beranak sehingga dapat membahayakan

kesehatan ibu bahkan tidak jarang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, aborsi

jenis ini dilarang oleh hukum pidana karena tidak sesuai dengan etika moral dan

norma sosial serta hukum agama.13

III.2 Aspek Hukum Pidana Aborsi di Indonesia

Praktik aborsi sudah lama menjadi isu kontroversial dikalangan

masyarakat Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena aborsi tidak hanya

berkaitan dengan masalah kesehatan saja, tetapi juga berkaitan erat dengan etika

moral dalam masyarakat. Maraknya pergaulan bebas menyebabkan semakin

banyak wanita yang hamil di luar pernikahan dan menyebabkan kasus aborsi

ilegal semakin meningkat setiap tahunnya. Aborsi yang seharusnya dilakukan

karena alasan medis untuk menjaga kesehatan atau menyelamatkan nyawa si ibu,

kini dilakukan dengan berbagai macam alasan yang kurang masuk akal seperti

untuk menjaga kecantikan, masalah ekonomi, dan yang paling parah yaitu hamil

di luar nikah. Adanya sanksi dari masyarakat kepada para pelaku aborsi

menyebabkan maraknya aborsi ilegal yang biasanya dilakukan oleh dukun bayi

atau klinik-klinik kesehatan ilegal. Hal tersebut merupakan masalah sosial karena

tidak sesuai dengan norma sosial dalam masyarakat sehingga harus diselesaikan

bersama oleh masyarakat. Salah satu cara penyelesaian maraknya kasus aborsi

13
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, op.cit, hlm 96-97.
yaitu adanya hukum pidana bagi para pelaku aborsi. Di Indonesia, Undang-

Undang yang mengatur masalah aborsi antara lain :

1. Pasal 75 dan 76 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Pasal 75 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan tindakan

aborsi. Namun terdapat pengecualian yang tercantum dalam pasal 75 Ayat (2),

yaitu tindakan aborsi boleh dilakukan jika ada indikasi kedaruratan medis yang

terdeteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan janin,

yang menderita cacat genetik berat atau cacat bawaan, maupun keadaan yang

tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut untuk hidup diluar

kandungan. Selain itu, aborsi juga boleh dilakukan bagi wanita yang menjadi

korban pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban

pemerkosaan. Pasal 75 Ayat (3) menyatakan bahwa tindakan yang dimaksud pada

Ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pra tindakan dan

diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang

berkompeten dan berwenang. Selanjutnya pasal 76 UU No.36 Tahun 2009

menjabarkan tenteng persyaratan aborsi, yaitu :

a) Aborsi dilakukan sebelum kehamilan berusia 6 minggu dihitung dari hari

pertama pada haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis

b) Aborsi dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki keterampilan dan

kewenangan berdasarkan sertifikat yang ditetapkan oleh menteri

c) Aborsi dilakukan dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d) Aborsi dilakukan atas izin suami, kecuali bagi korban pemerkosaan

e) Aborsi dilakukan dengan pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang


ditetapkan oleh menteri14

2. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana

Pasal 346 menyatakan bahwa seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 menyatakan bahwa :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun

(2) Jika perbuatan tersebut mengakhibatkan matinya wanita tersebut, diancam

dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

Pasal 348 menyatakan bahwa :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan

(2) Jika perbuatan itu mengakhibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 menyatakan bahwa :

(1) Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan

berdasarka pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu

kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang

ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak

14
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.15

3. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

UU No.39 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap anak sejak dalam kandungan

berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf

kehidupannya. Hal ini menjelaskan bahwa tindakan aborsi melanggar HAM

berupa hak hidup.16

4. Pasal 80 Ayat (1) UU No.23 Tahun 1992

Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu

hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan

pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah). Pasal

15 berbunyi :

(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil

dan/atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat

dilakukan dengan :

a) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan dilakukannya tindakan

tersebut

b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu

dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan

pertimbangan tim ahli

c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan dan suami atau keluarganya

15
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
16
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d) Pada sarana kesehatan tertentu17

5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 Ayat (1) dan (2)

Pasal 31 Ayat (1) menyatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan

berdasarkan :

a) Indikasi kedaruratan medis

b) Kehamilan akhibat pemerkosaan

Pasal 31 Ayat (2) menyatakan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan yang

disebutkan pada Ayat(1) huruf b) hanya dapat dilakukan apabila :

a) Usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung dari hari pertama pada haid terakhir

b) Tidak bertentangan dengan wacana ulama salaf (ulama terdahulu) dan khalaf

(ulama kontemporer), sehingga dapat disimpulkan bahwa pasal-pasal ini tidak

bertentangan dengan hukum Islam.18

Berdasarkan Undang-Undang yang telah dijabarkan di atas, menunjukan

bahwa aborsi merupakan tindakan yang melanggar perundang-undangan di

Indonesia. Namun, aborsi boleh dilakukan berdasarkan kedaruratan medis dan

pemerkosaan. Hukum pidana aborsi tidak hanya berlaku bagi wanita yang

bersangkutan, tetapi juga berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam tindakan

aborsi. Aborsi harus dilakukan di bawah pengawasan pihak yang berkompeten

dan mendapat izin dari pemerintah. Sayangnya, praktik aborsi seringkali

dilakukan secara ilegal dan melanggar hukum di Indonesia. Bahkan alasan untuk

melakukan aborsi sangat menyimpang dari syariat Islam. Era globalisasi

menyebabkan kasus kehamilan di luar pernikahan semakin meningkat, hal inilah

17
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
18
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014
yang memicu adanya praktik aborsi ilegal yang tidak sesuai dengan hukum pidana

dan hukum Islam.

III.3 Aborsi Menurut Hukum Islam

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi kecusian

kehidupan manusia. Salah satu bukti bahwa Islam sangat menghargai kehidupan

yaitu banyaknya firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang

proses kehidupan manusia, dimulai dari proses penciptaan manusia yang berasal

dari saripati tanah dan akhirnya lahir ke dunia dengan bentuk yang paling

sempurna.

Selanjutnya, suatu saat manusia akan mengalami kematian dan nantinya

akan dibangkitkan kembali pada saat hari kiamat. Hal ini sesuai dengan firman

Allah SWT berikut ini :

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari

tanah. Kemudia Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat

yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat,

lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal

daging itu lalu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami

bungkus dengan daging. Kemudian, Kami mejadikannya makhluk yang

(berbentuk) lain. Mahasuci Allah, pencipta yang paling baik. Kemudian setelah

itu, sungguh kamu pasti mati. Kemudian, sungguh kamu akan dibangkitkan (dari

kuburmu) pada hari kiamat”.(QS. Al-Mu’minun, 12-16)

Berdasarkan ayat tersebut, maka jelaslah bahwa Islam sangat menghormati

kehidupan manusia bahkan sejak manusia masih berada di dalam kandungan.

Oleh karena itu, maraknya kasus aborsi yang terjadi belakangan ini menjadi
kontroversi dikalangan masyarakat dan menimbulkan perbedaan pendapat

dikalangan ulama fiqh. Pada umumnya, aborsi dilakukan berdasarkan kehamilan

yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan, baik dalam sebuah perkawinan

maupun diluar perkawinan. Diluar perkawinan, aborsi merupakan jalan keluar

bagi seorang wanita yang hamil diluar nikah yang disebabkan oleh hubungan seks

yang tidak sah sehingga wanita tersebut menggugurkan kandungannya untuk

menutupi aib keluarga. Sedangkan di dalam perkawinan, aborsi biasanya

dilalukan karena kegagalan alat kontrasepsi, indikasi medis dan karena alasan

ekonomi yaitu kekhawatiran suami istri tidak mampu membiayai anaknya.

Aborsi dalam bahasa Arab dinyatakan dengan istilah al-ishqath, al-ijhadh,

iqla, taih, dan inzal yang memiliki arti menjauhkan atau mencegah, dengan kata

lain diartikan sebagai keluarnya atau gugurnya janin dari kandungan seorang

wanita sebelum mencapai waktu yang sempurna untuk lahir secara alamiah ke

dunia. Menurut ensiklopedia hukum Islam, aborsi dinyatakan sebagai pengakhiran

kehamilan sebelum masa kahamilan 28 minggu atau sebelum janin mencapai

berat 1000 gram. Kedudukan hukum aborsi sangat dipengaruhi oleh petunjuk

Allah SWT dalam Al-Qur’an serta hadis Nabi SAW tentang tahap-tahap proses

penciptaan manusia saat menjadi janin dalam rahim. Ada beberapa pandangan

ulama-ulama fiqh mengenai kedudukan hukum aborsi. Ada yang

menghalalkannya dan ada pula yang mengharamkannya.

Al-Ghazali berpendapat bahwa hukum aborsi adalah haram. Menurutnya,

proses pertumbuhan janin melalui beberapa tahap yang berangsur-angsur, yaitu

tahap al-nuftah, al-‘alaqah dan al-mudghah. Tahap al-nuftah merupakan tahap

yang paling awal, yaitu proses pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.
Tahap al-‘alaqah yaitu tahap dimana janin masih dalam bentuk segumpal darah,

sedangkan tahap al-mudghah yaitu tahap saat janin berbentuk segumpal daging.

Setiap tahap pertumbuhan janin harus kita hormati dan kita lindungi. Oleh

karena itu, Al-Ghazali menyatakan bahwa hukum melakukan aborsi pada ketiga

tahap tersebut adalah haram karena termasuk perbuatan aniaya dan keji karena

menghentikan atau menghancurkan pertumbuhan janin menjadi manusia yang

seharusnya kita hormati dan lindungi. Kekejian bertambah jika tindakan aborsi

dilakukan setelah janin bernyawa, apalagi jika dilakukan pada seorang anak yang

telah lahir ke dunia dalam keadaan hidup. Landasan hukum mengharamkan aborsi

atau membunuh anak yaitu tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini :

“Sungguh rugi mereka yang membunuh anak-anaknya karena kebodohan tanpa

pengetahuan, dan mengharamkan rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka

dengan semata-mata membuat kebohongan terhadap Allah. Sungguh, mereka

telah sesat dan tidak mendapat petunjuk”. (QS. Al-An’am, 140)

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.kamilah

yang akan memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu

sungguh dosa besar”. (QS. Al-Isra, 31)

Katakanlah (Muhammad), “marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan

kepadamu. Jangan mempersekutukanNya dengan apapun, berbuat baik kepada

ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang

memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, janganlah kamu mendekati


perbuatan keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu

membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.

Demikianlah Dia memerintah kepadamu agar kamu mengerti.” (QS. Al-An’am,

151)

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka sudah jelas bahwa hukum

menggugurkan kandungan adalah haram jika dilakukan tanpa alasan yang

dibenarkan agama dan hukumnya adalah dosa. Namun, ada pandangan lain dari

para Ulama yang menyatakan bahwa hukum aborsi adalah halal jika dilakukan

sebelum proses peniupan ruh atau dilakukan sebelum janin bernyawa. Menurut

Ulama Mahzab Hanafi, pengguguran janin boleh dilakukan sebelum peniupan ruh

atau sebelum kehamilan berusia empat bulan (120 hari). Pada saat itu janin belum

berwujud manusia, masih berbentuk segumpal darah. Mereka berpandangan

bahwa sebelum peniupan ruh maka janin belum bernyawa sehingga aborsi tidak

termasuk perbuatan pembunuhan makhluk bernyawa. Namun, beberapa ulama Al-

Hanafi berpendapat bahwa aborsi hukumnya makruh jika dilakukan tanpa ada

uzur. Uzur tersebut misalnya terputusnya air susu si ibu pada saat kehamilan

sedangkan si ayah tidak mampu menyusukannya kepada orang lain dan

dikhawatirkan anaknya akan meninggal dunia atau jika si ibu mengalami sakit

keras sehingga harus menggugurkan kandungannya. Dalam kondisi demikian,

maka sebagian ulama Al-Hanafi menghalalkan seorang wanita melakukan aborsi.

Para ulama yang menghalalkan aborsi sebelum peniupan ruh ini

berlandaskan pada hadist Nabi Muhammad SAW berikut ini :

“Dari Abi Abdurrahman Abdillah bin Mas’ud RA berkata Rosulullah

menceritakan kepada kami sesungguhnya seseorang diantara kamu kejadiannya


dikumpulkan dalam perut ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian

menjadi segumpal darah (‘alaqoh) dalam waktu yang sama, kemudian menjadi

segumpal daging (mudghoh) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu malaikat

diutus untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan diutus untuk melakukan pencatatan

empat perkara, yaitu mencatat rizkinya, usianya, amal perbuatannya dan celaka

atau bahagia“. (HR. Muslim)

“Aku mendengar Rosulullah Saw bersabda bahwa apabila nuthfah telah melewati

empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya,

menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulangnya

dan kemudian malaikat bertanya: Wahai tuhanku, apakah dijadikan laki-laki atau

perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, lalu malaikat itupun

menulisnya”. (HR. Muslim)

Islam merupakan agama yang dinamis dan realistis karena tetap dapat

menjadi pedoman hidup manusia meskipun telah mengalami perkembangan

zaman. Hukum Islam tetap dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta dapat menjawab semua permasalahan umat manusia dalam

menjalani hidup di dunia globalisasi ini.

Kaitannya dengan masalah aborsi, Islam tetap dapat memberikan

penjelasan hukumnya melalui firman Allah SWT dalam Al-Qur’an dan melalui

hadist Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan kedua pendapat yang telah dijelaskan

sebelumnya, pada umumnya para ulama sepakat untuk mengharamkan aborsi jika

tindakan aborsi dilakukan setelah usia janin melebihi empat bulan karena pada
saat itu janin telah bernyawa. Menggugurkan kandungan tanpa adanya indikasi

medis termasuk perbuatan yang keji dan termasuk kejahatan besar karena merusak

atau menghancurkan makhluk bernyawa. Namun, jika seorang ibu mengalami

kondisi darurat yang mengancam nyawa ibu atau janin yang dikandungnya dan

mengharuskan ia menggugurkan kandunggannya, maka hukum aborsi pada

kondisi ini adalah halal. Hal ini didasarkan pada kaidah ushul fiqhi yang

menerangkan bahwa kita harus mengorbankan hal yang lebih kecil

kemudaratannya dibandingkan dengan hal yang lebih besar kemudharatannya.

Dalam hal ini, kematian si ibu lebih besar dampaknya dibandingkan dengan

kematian janin. Oleh karena itu, abortus boleh dilakukan dalam keadaan yang

mendesak demi menyelamatkan nyawa si ibu. Kaidah ushul fiqhi tersebut

berbunyi :

“Apabila bertemu dua mafsadah , maka yang lebih besar kemudaratannya harus

diutamakan dengan mengorbankan yang lebih kecil kemudaratannnya.”

Jika aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki misalnya

karena faktor ekonomi, maka Islam menyatakan bahwa hukumnya adalah haram.

Allah SWT telah menjanjikan rezeki kepada setiap umat manusia di dunia,

sehingga para orang tua tidak perlu membunuh anaknya karena takut miskin.

Apalagi jika aborsi dilakukan karena kahamilan akhibat hubungan seks di luar

pernikahan, maka perbuatan ini termasuk dosa besar. Janin sebagai hasil

hubungan seks yang tidak sah, tetap memiliki hak untuk hidup di dunia. Janin

tersebut tidak memiliki dosa yang menyebabkan ia harus dibunuh. Oleh karena
itu, apabila aborsi tetap dilakukan dengan alasan-alasan tersebut maka hukumnya

haram dan Islam dengan tegas melarang orang tua membunuh anaknya.

IV. KESIMPULAN

Di dalam hukum Islam, aborsi hanya boleh dilakukan apabila ada indikasi

medis yang memaksa ibu harus menggugurkan kandungannya demi

menyelamatkan nyawa ibu atau janin yang dikandungnya. Selain alasan itu, maka

hukum aborsi adalah haram.


V. DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan, Kencana, Jakarta,2017.

M.Jusuf Hanafiah, Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, EGC,
Jakarta, 2017.

Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Ari Yunanto, Helmi, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset, Jogjakarta,
2010.
Alwi, Zulfahmi., 2013, Abortus dalam Pandangan Hukum Islam, Vol 10, No 2.

Chrisdiono M.Achadiat, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran; dalam Tantangan


Zaman, EGC, Jakarta, 2006.

_____________, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, Lajnah Pentashihan


Mushaf Al-Quran, Balitbang dan Diklat Depag RI, 2009.

Cunningham, FG., et al., Obstetri Williams (Williams Obstetri), EGC , Jakarta ,


2013.

WWW.kbbi.web.id.com

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai