Anda di halaman 1dari 112

PERINGATAN !!!

Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan


referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila


Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan


pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA


PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI YANG MENGANCAM KEIMANAN
KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG
PENYIARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.) dan Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Disusun Oleh :
MUHAMMAD MUNDIR
NPM 14010103017

Di bawah Bimbingan:
1. Hj. Tatty Aryani Ramli, S.H., M.H.
2. Dr. H. Tamyiez Dery, Drs., M.Ag.

PROGRAM STUDI KEMBARAN


FAKULTAS SYARIAH DAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2010 M / 1431 H



PERSETUJUAN

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

(Hj. Tatty Aryani Ramly, S.H., M.H.) (Dr. H. Tamyiez Dery, Drs., M.Ag.)

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan

Fakultas Syariah Program Studi Peradilan Agama

(H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., M.H.) (Neneng Nurhasanah, Dra., M.H.)



PENGESAHAN

Skripsi ini telah dimunaqosahkan oleh tim penguji pada hari Kamis, tanggal 25 Februari 2010,

dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar sarjana (SI) pada jurusan

Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Islam Bandung.

Bandung, 25 Februari 2010 M


11 Rabiul Awal 1431 H

Panitia Ujian Munaqosah :

Ketua Sekretaris

(H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., M.H.) (Neneng Nurhasanah, Dra., M.H.)

Tim Penguji :

1. Hj. Tatty Aryani Ramli, S.H., M.H. -----------------------------------------------------------------

2. Dr. H. Tamyiez Dery, Drs., M.Ag. ------------------------------------------------------------------

3. H. M. Faiz Mufidi, S.H., M.H. ----------------------------------------------------------------

4. Titin Suprihatin, Dra., MH. -----------------------------------------------------------------



MOTTO

 


 


 



  

  
     
     
  

    
            
 


 
      

  

    


          


      
   



KOLOM PERSEMBAHAN


 
  
 
  


 
    


    
  $,


 
   

   !  "


 # 

$% " 
 &  
  

 '"( ( $  $


) 


, ),0
$ % *  //

   + 


) 

  ,  


 -   

. ') 




. -  


 //
,


 $   
$
'//



DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : MUHAMMAD MUNDIR


Panggilan : Al-Mundz!r
Tempat tanggal lahir : Kediri, 15 Nopember 1984
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Antasena No.44 RT.4/17 Parerejo Gedang Sewu Pare Kediri
Jawa Timur 64214
Pendidikan : Program S1

A. Pendidikan Formal

No. Pendidikan Tahun Lulusan


1 MI Roudlotussibyan Kediri 1997
2 MTs Roudlotussibyan Kediri 2000
3 MA Hasanudin Kediri 2003
4 Universitas Islam Bandung 2010
1) Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum
2) Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah

B. Pengalaman Organisasi

No. Organisasi Jabatan Tahun


1 Paduan Suara Mahasiswa (PASUMA) Anggota 2007-2008
2 Pengurus MUI Antapani Tengah Sekretraris 2008-2011
3 Gerakan Dakwah Masjid Kec. Antapani Sekretaris 2008-2011
4 Forum Remaja Masjid Se-Kecamatan Antapani Ketua PJS 2008-2011
5 Presiden Persikmania Kord. Wil. Kota Bandung Ketua 2003-sekarang
6 - - -



C. Prestasi yang Diraih

NO PRESTASI KEJUARAAN TINGKAT TEMPAT TAHUN

1 Juara 1 Lomba Khutbah Jumat SLTA Kediri 2002


2 Juara 3 Musabaqoh Tilawatil Quran SLTA Kediri 2003
3 Juara 1 Festival Lantunan Sholawat Nabi Umum Kediri 2003
4 Finalis 10 besar Festival Qosidah Singer Bandung Raya Bandung 2005
5 Juara Harapan 11 Festival Qosidah Singer Bandung Raya Bandung 2005
6 Juara Favorite Pop Singer Indonesia Barat Jawa Barat Padalarang, 2005
7 Duet Sholawat bersama Haddad Alwi --- Bandung 2006
8 Finalis 50 besar Dai & Daiah TPI Jawa Timur Surabaya 2006
9 Finalis 50 besar Dai & Daiah TPI Jawa Barat Bandung 2006
10 Finalis 50 besar Dai & Daiah TPI Jabotabek Jakarta 2006
11 Finalis 10 besar Bintang Religi Lativi Nasional Jakarta 2007
12 Finalis 6 Besar - Harapan III-- V-Net Bikin Jawa Barat Bandung 2009
Bintang Multi Talenta
13 Finalis 4 Besar - Harapan I V--Net Bikin Banten & Tangerang 2009
Bintang Multi Talenta Sekitarnya



KATA PENGANTAR


Puji syukur ke Haadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia nikmat
kepada kita semua dan ataas rahmat serta hidayah-Nya-lah, penulis dapaat menyelesaikan kuliah
dan penulisan skripsi ini yang berjudul PENAYANGAN IKLAN SYIR
RIK DI TELEVISI YANG
MENGANCAM KEIMANAN
N KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDAN
NG NOMOR 32 TAHUN
2002 TENTANG PENYIAR
RAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
T 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUM
MEN.
Shalawat dan salam
m Allah SWT semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabiyyana
Wa Khabiibanaa Muhamm
mad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnnya, tabiit taabiiin dan
dan kepada kita semua parra pengikutnya. Amien, Yaa Robbal Aalamieen.
Dalam penulisan skripsi
s ini penulis menyadari, bahwa masih banyak
b kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Selain itu, tidak sedikit hambatan penuliss yang dihadapi dalam
menyelesaikan skripsi inni. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasann pengalaman maupun
pengetahuan yang dimilikki oleh penulis. Namun berkat ketekunan dann kesabaran penulis dan
pembimbing, Al-Hamdulilllah akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kaasih kepada Ibunda Hj.Siti Rukayah dan Ayyahanda H.Abdul Hadi
yang telah melahirkan, meembesarkan, mendidik, dan mendukung baikk moril maupun materil.
Mudah-mudahan menjadiikan pahala yang diterima oleh Allah SW
WT, serta Kakak yang
tercinta Siti Fatimah beseerta suami, Khusnul Ida Asyaroh beserta suuami, Zainal Musthofa,
Tita Ilmi Sholihatul Jannnah beserta suami, Adikku yang paling kuucinta Siti Nur Azizah
beserta suami, Muhammaad Sholehuddin, Muhammad Bahruddin, Muhammad
M Syafii dan
juga Ibu-ibu dan Bapakk-bapak warga RW 11 Kelurahan Antapaani Tengah Kecamatan
Antapani, Ust.H.Agus Sjaamsul Bahri beserta Ibu, K.H Ali At-Tamim
mi beserta Ibu, H.Yana
Suyana beserta Ibu, H.Suutisna beserta Ibu, Drs.H. Abdurrahman Nur
N beserta Ibu, Bapak
Sutarman beserta Ibu, Drrs.H.Yayat Sudiryat beserta Ibu, Seluruh Waarga RW 11 dan anak-



anakku sayang yang mengaji di Masjid Nurul Islam RW 11 yang senantiasa memberikan
doa semangat dan motivasi demi terselesaikannya studi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, banyak para pihak yang terlibat. Maka dari itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. M. Thaufiq Siddiq Boesoeri, M.S., Sp THT KL (K) selaku rektor
Universitas Islam Bandung;
2. Bapak H. M. Zaenuddin, Drs., Lc., Dipl., M.H., selaku dekan Fakultas Syariah
Universitas Islam Bandung;
3. Bapak Dr. Asyhar Hidayat, S.H., M.H., selaku dekan Fakultas Hukum Universitas
Islam Bandung;
4. Ibu Hj. Tatty Aryani Ramli, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing Fakultas Hukum;
5. Dr. H. Tamyiez Dery, Drs., M.Ag. selaku dosen pembimbing Fakultas Syariah;
6. Bapak H Asep Ramdan H., Drs., M.Si., selaku dosen wali;
7. Segenap staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung;
8. Segenap staf pengajar Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung;
9. Thanks special to Mildi Hakim, RiEna, IECe, Dew! Sgerr..
10. Spec!al to Persikmania Koord. Wil. Bandung
11. Id love to thank to someone, eventhough we dont know each other, but you have
given a beatiful meaning in my life, and so that Iam enthusiastic to finish my study;
12. Sahabat-sahabat seperjuangan Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum khususnya rekan-
rekan Peradilan Agama dan Keuangan Perbankan, serta rekan-rekan Fakultas Hukum,
yang selama ini telah men-support tiada henti dan semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini yang tidak mungkin dapat dituliskan satu persatu, penulis
ucapkan terima kasih.

Mudah-mudahan skripsi ini menjadikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca serta masyarakat luas pada umumnya.
Bandung, 12 Februari 2010

Muhammad Mundir



ABSTRAK

Pesatnya perkembangan teknologi informasi khususnya di televisi, membuka peluang


untuk munculnya beragam iklan produk yang ditawarkan kepada publik. Penayangan iklan
syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen, seperti ketik REG (spasai) RAMAL,
ketik REG (spasai) PRIMBON dan lain sebagainya. Iklan tersebut mengklaim dapat
mengubah nasib seseorang. Iklan tersebut syirik, karena menggunakan media atau alat bantu
adalah Jin, termasuk metafisika, menganut pemikiran Animisme, Dinamisme yang dapat
mengancam keimanan konsumen dan bertentangan dengan hukum Islam serta dapat merusak
moral bangsa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku usaha
atas akibat penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen dan upaya
perlindungan konsumen atas penayangan iklan syirik di televisi tersebut, serta fungsi dan
peran KPI dalam mengawasi iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen yang
berpotensi menimbulkan musyrik bagi konsumen.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dengan meneliti


data skunder yang terdiri bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Spesifikasi
penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif
yang menyangkut permasalahan diatas. Tahap penelitian melalui studi kepustakaan dan studi
lapangan. Metode analisis data penelitian ini normatif kualitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa Pelaku usaha harus menghentikan penayangan


iklan syirik di televisi yang mengancam konsumen dan membuat iklan koreksi serta memberikan ganti
rugi terhadap konsumen yang menggugatnya. Pelaku usaha periklanan menanggung dosa pribadi dan
dosa syirik konsumen yang meyakini dan mengikuti ramalannya. Meskipun hak konsumen telah
dilindungi oleh undang-undang, namun konsumen belum mengoptimalkan perlindungannya.
Buktinya yang peneliti lihat, keluhan-keluhan penayangan iklan syirik di televisi yang
mengancam keimanan konsumen itu dalam perbincangan-perbincangan majlis talim, di
surat kabar, di radio ataupun di televisi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian
konsumen atas penayangan iklan syirik tersebut masih terbatas Nir Aksi dan Ragam Aksi
saja, belum sampai pada pengajuan gugatan, padahal hak konsumen yaitu menuntut ganti rugi,
dapat mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau
juga melalui Litigasi dengan cara Class Action. Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) sudah
memperingatkan kepada televisi yang menayangkan iklan syirik tersebut, yaitu mengeluarkan
surat peringatan dengan nomor surat :17 KPI/SP/04/08. Fungsi dan peran Komisi Penyiaran
Indnesia (KPI) atas penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen
kurang optimal, buktinya masih banyak iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan
konsumen sampai pada hari ini masih ditayangkan. Seharusnya, Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) selain bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, diberikan kewenangan lain, yaitu Littashdiq
(menyidik) , Lil Mahkamah (mengadili) dan Lil Ghoroomah (memberikan sanksi) langsung
kepada pelaku usaha periklanan, tanpa menunggu penyidikan dari yang lainnya.



DAFTAR ISI

PENGESAHAN SKRIPSI............................................................................... i
MOTTO ii
KOLOM PERSEMBAHAN .. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
KATA PENGANTAR..................................................................................... vi
ABSTRAK....................................................................................................... . viii
DAFTAR ISI..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................... . 1
B. Identifikasi Masalah.............................................................. . 6
C. Tujuan Penelitian................................................................... . 6
D. Kegunaan Penelitian.............................................................. . 7
E. Kerangka Pemikiran.............................................................. . 8
F. Metodologi Penelitian........................................................... . 12
G. Sistematika Penulisan........................................................... . 15

BAB 11 PENGERTIAN SYIRIK DAN RUANG LINGKUPNYA, SERTA PRINSIP-


PRINSIP HUKUM YANG TERDAPAT DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DALAM HAL PENAYANGAN IKLAN.

A. Pengertian Syirik dan Ruang Lingkupnya

1. Pengertian Syirik ....................................................... . 17


2. Sejarah munculnya syirik ............... 18
3. Macam-macam Syirik............................................................ . 23



4. Bahaya Syirik menurut Al-Quran . 26
5. Bisnis Syirik 29

B. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Penyiaran Iklan

1. Pengertian Iklan dan Ruang Lingkupnya................................. . 31


2. Pengertian Periklanan ................................ 33
3. Pelaku Usaha Periklanan . 35
4. Penyiaran Iklan Ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran............... . 37
5. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 2
Tahun 2007 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan
Standar Program Penyiaran (SPS) dalam hal Penayangan
Iklan Syirik (Supranatural)............................. . 39

C. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen .. 41


2. Tujuan Perlindungan Konsumen ..... 42
3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Perlindungan
Konsumen . . 43

BAB III PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI YANG MENGANCAM


KEIMANAN KONSUMEN.

A. Penayangan Iklan Syirik di Televisi........ 52

B. Alasan-alasan Iklan tersebut Syirik

1. Syirik Itiqodiyah .... 55


2. Iklan Syirik tesebut termasuk Metafisika .... 55
3. Iklan Syirik tesebut Menganut Ajaran
Animisme dan Dinamisme .. 56
4. Media yang digunakan Paranormal atau Dukun Adalah Jin. 56

x

C. Pendapat dari beberapa Kalangan

1. Majlis Ulama Indonesia (MUI) ... 58


2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ... . 61
3. Perwakilan Penganut Ilmu Kejawen . . 62
4. Media Elektronik Televisi Swata
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).. 63

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI


YANG MENGANCAM KEIMANAN KONSUMEN DIKAITKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN.

A. Analisis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha atas Akibat Penayangan


Iklan Syirik di Televisi yang Mengancam Keimanan Konsumen
dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Penyiaran . ... 69

B. Analisis terhadap Upaya Perlindungan Hukum yang terkait Hak Konsumen


atas Penayangan Iklan Syirik di Televisi yang Mengancam Keimanan
Konsumen.. 80

C. Analisis Fungsi dan Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam


Mengawasi terhadap Iklan Syirik di Televisi yang Mengancam
Keimanan Konsumen Keimanan Konsumen dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.. 87

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.. 92
B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA 95

xii

BAB I
PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI YANG MENGANCAM KEIMANAN
KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHU 2002 TENTANG
PENYIARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Latar Belakang Penelitian

Pesatnya perkembangan teknologi informasi khususnya di televisi, membuka peluang

munculnya beragam iklan-iklan produk yang ditawarkan kepada publik. Kecenderungan

masyarakat konsumtif merupakan lahan sekaligus tantangan bagi pelaku usaha untuk

mengeksploitasi minat beli tersebut dengan memasarkan sebanyak-banyaknya produk barang

dan atau jasa1. Salah satu alat yang dipakai dalam lalu lintas perdagangan tersebut adalah

iklan (promosi)2.

Sebagai alat promosi, iklan memegang peranan penting bagi pelaku usaha (produsen)

untuk menunjang sekaligus meningkatkan usahanya. Melalui jasa periklanan, pengusaha

mencoba memancing dan membangkitkan minat atau animo konsumen, untuk membeli

produk barang atau jasa3. Disamping itu, konsumen pun memerlukan iklan sebagai salah satu

alat informasi untuk mengetahui produk konsumsi yang mereka butuhkan4.

Iklan yang disiarkan melalui televisi mempunyai maksud dan tujuan memperkenalkan

dan mempromosikan barang atau jasa kepada masyarakat umum atau konsumen dengan

sasaran untuk mempengaruhinya agar menggunakan produk yang ditawarkan. Iklan tersebut

bagi konsumen merupakan alat atau salah satu sumber informasi mengenai sesuatu barang.

1
Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Prespektif Perlindungan Konsumen, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004, Hlm. 17
2
Ibid
3
Ibid
4
Ibid






Besarnya peranan iklan sebagai alat informasi disalah satu pihak harus diikuti dengan

pengawasan terhadap mutu iklan di pihak lain, sehingga iklan tidak menjadi suatu produk jasa

informasi yang bersifat produk cacat atau tidak aman (unsafe product) dan mengandung unsur

itikad tidak baik (unfair behafious)5.

Pelaku usaha periklanan harus mengacu pada kode etik periklanan. Pihak sponsor dan

penyusun Kode Etik Periklanan Indonesia memilih istilah sendiri yang mereka sebut Tata

Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI)6. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan

Indonesia (TKTCPI), menyebutkan asas-asas umum atau konsep periklanan yang ideal, yaitu

1) Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan hukum yang berlaku. 2) Iklan

tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, adat budaya,

hukum dan golongan. 3) Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat7.

Prinsip-Prinsip Hukum Islam untuk siaran iklan, yaitu 1) Iklan harus bersifat Shiddiq

yaitu benar, jujur. 2) Iklan harus bersifat Tabadul Manafi, yaitu memberikan keuntungan dan

manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat. 3) Iklan harus bersifat Adam Al-Ghoror, yaitu iklan

bebas dari unsur penipuan atau tipu daya. 4) Iklan harus bersifat Al-Bir Wa Al-Tqwa, yaitu

terdapat unsur tolong menolong di dalam kebaikan dan takwa8.

Siaran iklan yang ada di televisi memang sarat akan informasi. Dewasa ini, atas nama

persaingan dunia bisnis, banyak pelaku usaha periklanan guna memperoleh keuntungan

sebanyak-banyaknya, mereka menerima proyek-proyek iklan yang ditawarkan oleh pemesan

iklan dengan tidak mengindahkan nilai-nilai kesusilaan masyarakat dan norma-norma agama.

5
Ibid, hlm.18
6
Taufik H. Simatupang Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, Ikrar Musyawarah Periklanan
Indonesia, Jakarta, 17 September 1981
7
Taufik H. Simatupang, Op Cit, hlm.25
8
Al Mundzir, Makalah : Aqad dan Prinsip-Prinsip Muamalah, Bandung, 2007, hlm.11





Ada beberapa iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen yang bertentangan

dengan nilai-nilai ajaran agama Islam dan hukum yang berlaku. Contohnya iklan-iklan yang

bertemakan Primbon, Weton, Ramal, Ampuh, Jawa, Mantra dan sejenisnya. Iklan-iklan

tersebut mengajak kepada konsumen untuk mempercayai ramalan-ramalan mereka

(Paranormal) yang ramalan itu menjanjikan akan merubah nasibnya dan dapat menjelaskan

sifat konsumen, sehingga dengan karakter dan perhitungan mereka masa depan konsumen

konon bisa terbaca. Ajakan paranormal itu melalui cara-cara atau metode mereka buat

sendiri. Apabila konsumen mengirimkan Short Message Service (SMS) yang dikirimkan ke

nomor yang telah disediakan, maka akan mendapat balasan Short Message Service (SMS)

yang kata-katanya berbentuk anjuran atau perintah untuk mempercayai nasehat yang

menjanjikan perubahan nasib konsumen.

Penayangan iklan syirik di televisi dapat mengancam keimanan konsumen, karena

penayangan iklan tersebut dapat merusak moral atau akhlak konsumen. Apabila penayangan

iklan tersebut tidak ditanggapi dan tidak diluruskan, maka dikhawatirkan akan merubah

keyakinan dan keimanan konsumen. Penayangan iklan tersebut, merendahkan dan atau

mencemoohkan ajaran agama9. Konsumen yang tadinya mempunyai keyakinan dan keimanan

penuh terhadap qodho dan qodar (ketentuan) Allah SWT, dengan iklan tersebut, maka

konsumen diancam keimanannya dengan diajak untuk mempercayai ramalan-ramalan

paranormal dengan diberitahukan nasibnya seperti karirnya, jodohnya, umurnya dan

sebagainya.

Iklan syirik yang ditayangkan di televisi tersebut bertentangan dengan sumber Hukum

Islam, yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Tayangan iklan tersebut adalah syirik, yang

mengancam keimanan dan berpotensi menjadikan musyrik bagi konsumen.

9
Taufik H. Simatupang, Op Cit, hlm.126





Al-Quran Surat An-Nisaa: 116 Allah SWT berfirman :

 
#$  $  '
 %&#$! " 
!

*()  

Artinya, Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)


dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.

Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim10, bahwasannya Rasulullah

SAW bersabda :

  !"
 #" 
"  
 

     
 
  
       



31!"$ 2  0*)  +    #( *



, -(  *% ./

# ) $
%  & ' (

Artinya, Dari Shafiyyah binti Abu Ubaid R.A., bahwasannya Rasulullah SAW
bersabda, Barang siapa yang datang kepada dukun atau paranormal untuk menayakan suatu
hal, maka empat puluh malam sholatnya tidak diterima. (H.R Muslim).

Penayangan iklan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran. Pasal 5 huruf (b) menjelaskan, bahwa penyiaran itu diarahkan untuk

meningkatkan moralitas atau akhlak, menjaga nilai-nilai agama dan mencedaskan kehidupan

bangsa. Penayangan iklan tersebut tidak sesuai dengan yang dicita-citakan oleh rakyat

10
Imam Nawawi, Kitab Riyadhotus Sholihin (jiid 2), Pustaka Amani, Jakarta, 1999, hlm. 521






Indonesia, yang terdapat dalam alenia ke empat Pembukaan (Preambule) Undang-Undang

Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Siaran iklan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan akhlak , perilaku dan

sikap khalayak. Oleh karena itu, Lembaga penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga

nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian, dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Perusahaan Periklanan dan lembaga penyiaran bertanggung jawab atas iklan yang

diproduksinya dan Lembaga Penyiaran yang memberikan izin atas keluarnya iklan tersebut

terhadap segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut11.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menjelaskan

bahwa tujuan dari penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak

dan jatidiri bangsa yang beriman dan bertakwa, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu

Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) sebagai lembaga independen yang berkedudukan di pusat

atau di daerah, yang salah satunya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran, seharusnya menindak lanjuti penayangan

iklan yang bermasalah ini.

Hal ini terlihat jelas bahwa adanya ketidak seimbangan antara hukum normatif yang

berlaku dengan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yang seharusnya memberikan batasan-batasan kepada para pelaku usaha dalam

menyebarkan informasi dalam bentuk iklan malah diabaikan oleh pelaku usaha itu sendiri,

11
Taufik H. Simatupang, Ibid, hlm.22





dikarenakan kebebasan yang diberikan oleh pemerintah, yang justru menjadi bomerang bagi

pemerintah itu sendiri.

Maka dari itu, berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji dan

mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul Penayangan Iklan

Syirik di Televisi yang Mengancam Keimanan Konsumen Menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen .

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dibatasi pada beberapa pokok permasalahan, yaitu :

1. Bagaimanakah pertanggung jawaban Pelaku Usaha atas akibat penayangan iklan

syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen?

2. Sejauhmana upaya perlindungan konsumen atas penayangan iklan syirik di

televisi yang mengancam keimanan konsumen?

3. Bagaimanakah Fungsi dan Peran Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) dalam

mengawasi terhadap penayangan iklan Syirik di televisi yang mengancam

keimanan konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban Pelaku Usaha atas akibat penayangan

iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen.





2. Untuk mengetahui upaya perlindungan konsumen dengan ditayangkannya iklan

syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen.

3. Untuk mengetahui Fungsi dan Peran Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) dalam

mengawasi terhadap penayangan iklan Syirik di televisi yang mengancam

keimanan konsumen.

D. Kegunaan Penelitian

1) Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam berbagai upaya

pengembangan Ilmu Hukum dan pembaharuan Hukum Nasional khususnya

dalam Hukum Islam, Hukum Media dan Hukum Perlindungan Konsumen.

b. Diharapkan dapat memberikan bahan referensi bagi kepentingan yang bersifat

akademis baik dalam penelaahan hukum secara sektoral maupun menyeluruh

dan sebagai tambahan bagi kepustakaan.

2) Kegunaan Praktis

a. Supaya iklan-iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen

diberhentikan dan tidak ditayangkan lagi.

b. Untuk menyelamatkan keimanan konsumen dari tayangan iklan syirik yang

mengancam dan berpotensi melahirkan musyrik bagi konsumen.

c. Memberikan informasi kepada publik agar dapat lebih memcermati terhadap

informasi-informasi yang didapat dari iklan-iklan yang ditayangkan di televisi

yang dapat berguna dan bermanfaat bagi kepentingan kita.





d. Memberikan masukan kepada pelaku usaha agar dapat lebih mencermati iklan-

iklan yang ada di televisi.

e. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal ini instansi-instansi

terkait, agar lebih memperhatikan kembali informasi-informasi yang akan

disampaikan oleh masyarakat, agar yang disampaikan itu berguna, bermanfaat

dan tidak menyesatkan, mengingat pemerintah sebagai lembaga atau badan

yang berkewajiban mengayomi masyarakat.

E. Kerangka Pemikiran

Era globalisasi menyebabkan konsumen diberikan banyak pilihan. Sementara

pelaku usaha periklanan semakin dipacu untuk memproduksi iklan yang menarik

kebutuhan masyarakat. Namun iklan tersebut apakah sudah memperhatikan kualitas

yang benar-benar sesuai dengan standart dan dapat dipertanggung jawabkan secara

maksimal.

Konsumen sering kali berada dalam keadaan posisi lemah dan dirugikan.

Untuk itu, perlu ada aturan yang dapat menjembatani kepentingan pelaku usaha dan

kepentingan konsumen, karena dua pihak tersebut saling membutuhkan. Konsumen

dan pelaku usaha bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya

tidak mengambil keuntungan kemudian dibiarkan merugi dan tidak ada bentuk

pertanggung jawaban dan perlindungan bagi pihak yang dirugikan.

Pelaku usaha yang bergelut di bidang teknologi dan informasi mengeluarkan

ide-ide serta kekreatifan mereka dalam menyampaikan berbagai informasi yang

berguna bagi masyarakat. Untuk merealisasikan dibentuklah instansi yang berkaitan





dengan suatu penyiaran, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dinaungi oleh

Departemen Komunikasi dan Informasi. Namun dalam memberikan informasi dalam

bentuk penyiaran terdapat batasan-batasan yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha,

yaitu menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang

berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab. Selain itu, batasan-batasan bersifat mengikat dan memaksa dapat dilihat di

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau

suara dan gambar, berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif atau tidak ,

yang dapat diteriima melalui perangkat penerima siaran. Kemudian dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, penyiaran televisi adalah media

komunikasi massa dengar pandang, yang meyalurkan informasi dan gagasan dalam

bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka ataupun tertutup, berupa program

yang teratur dan berkesinambungan.

Iklan niaga atau iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio dan

televisi bertujuan memperkenalkan, memasyarakatkan dan atau mempromosikan

barang dan jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar

menggunakan produk yang ditawarkannya. Namun dalam hal penyiaran tidak boleh

terdapat unsur-unsur yang dapat membuat konsumennya yaitu publik merasa

disesatkan dengan informasi yang disampaikan oleh iklan tersebut. Hal ini sesuai

dengan Pasal 46 ayat 3 huruf (d) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran, yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama dan juga





bertentangan dengan Pasal 36 ayat (6) yang menyatakan bahwa suatu siaran iklan

dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai

agama, martabat manusia, atau merusak hubungan internasional.

Konsumen dalam hal penayangan iklan mempunyai materi perlindungan yang

bukan sekedar fisik saja, melainkan hak-hak yang bersifat abstrak pula. Hak konsumen

secara umum adalah : Hak untuk mendapatkan keamanan (Li Haqqil Amanah atau

The right to safety), Hak untuk mendapatkan informasi ( Li Haqqil Akhbar atau The

right to be informed), Hak untuk memilih (Li Haqqil Khuyyar atau The right to

choose) dam Hak untuk didengar (Li Haqqi Yasmaun atau The right to he heard).

Pelaku usaha periklanan dalam menyiarkan iklan harus sesuai dengan Tata

Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI). Konsep periklanan yang ideal,

yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha yaitu iklan harus jujur, tidak menyesatkan

konsumen dan tidak bertentangan hukum yang berlaku, baik Hukum Positif , dalam

hal ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran ataupun Hukum

Islam yaitu Al-Quran dan Hadist.

Banyak iklan-iklan yang ditayangkan di televisi-televisi swasta yang dikecam,

tidak boleh ditayangkan dan harus dihentikan, yaitu iklan supranatural oleh Ki Joko

Bodo, Mama Laurent, Deddy Corbuzier dan iklan-iklan sejenis itu. Iklan tersebut

dilarang beredar di stasiaun-stasiun televisi , karena mengabaikan nilai-nilai

agama,yaitu memberikan janji dapat merubah nasib manusia.

Komsiasi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugasnya, selain

berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, juga

kepada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standart Pogram Siaran (SPS). Dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, juga Pedoman Perilaku





Penyiaran (P3) dan Standart Pogram Siaran (SPS) terdapat batasan-batasan yang

harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam semua program siaran termasuk iklan agar

tidak melenceng dari apa yang sudah ditentukan.

Berkaitan dengan periklanan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 17 melarang produksi iklan oleh pelaku usaha

periklanan, yang memuat informasi-informasi menyesatkan, keliru dan, tidak benar

mengenai kondisi suatu barang dan/atau jasa, tidak diskriminatif, menjamin mutu

barang dan/atau jasa yang diproduksi berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku, memberi konpensasi, ganti rugi atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen tidak boleh

diabaikan begitu saja, dikarenakan siaran iklan-iklan itu mempunyai target konsumen,

yaitu masyarakat atau khalayak umum.

Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum (Qothil Hukmi) untuk perlindungan kepada konsumen, dalam hal ini

dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang didirikan dan

bertujuan melindungi konsumen.

Hal ini menjadi tanggung jawab bagi Pelaku Usaha dan Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI), mengingat maraknya penayangan iklan yang bertentangan dengan

hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan :





Pelaku Usaha Periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan

segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia arti tanggung jawab adalah keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya. Penggunan sehari-hari kata tanggung jawab

cenderung mengartikan dengan kewajiban12.

Mengenai pelaku usaha dalam periklanan dibagi kedalam tiga jenis, yaitu13 :

1. Pemasang iklan (Pengiklan), yaitu perusahaan pemesan iklan untuk

mempromosikan, memasarkan dan atau menawarkan produk yang mereka edarkan.

2. Perusahaan periklanan (advertising) yaitu perusahaan atau biro yang bidang

usahanya adalah mendesain atau membuat iklan untuk para pemesannya.

3. Media periklanan (baik elektronik maupun media cetak bentuk lainnya) yaitu yang

menyiarkan dan menayangkan iklan-iklan tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Oleh karena penelitian ini bermaksud menggambarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan

hukum positif yang menyangkut permasalahan yang diteliti, yaitu Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, maka metode yang dilakukan adalah bersifat

deskriptif analisis.

12
Ibid
13
Taufik H. Simatupang, Top. Cit,, hlm. 31





2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah melalui pendekatan secara yuridis normatif,

yang menekankan pada norma hukum. Disamping itu juga, menelaah tentang kaidah-

kaidah hukum yang berlaku di masyarakat14. Penelitian Hukum Normatif adalah

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka15. Penelitian ini, menekankan pada norma hukum serta menelaah

kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam penyiaran iklan yang mengandung unsur

syirik yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta. Pengumpulan data dilakukan

dengan menginventarisasi, mengumpulkan dan meneliti serta mengkaji bahan pustaka

(data sekunder) baik berupa bahan hukum primer dan sekunder.

3. Tahap penelitian

1) Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mengkaji data sekunder yang terdiri

dari :

a. Bahan-bahan hukum primer, berupa Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan-bahan hukum primer, yang berupa buku-buku yang

ditulis oleh para ahli hukum.

14
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Gralia Indonesia, Jakarta, 1990,
hlm. 106
15
Soerjono Soekanto et. al. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hlm. 13


 


2) Penelitian Lapangan, yaitu mengumpulkan, menganalisis, dan merefleksikan

data sekunder yang diperoleh langsung dari lapangan seperti Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI), dan Stasiun Televisi Swasta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan sesuai dengan tahap penelitian tersebut

di atas, yaitu dengan melakukan studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder.

Selain itu juga dilakukan wawancara kepada instansi-instansi yang terkait dengan

permasalahan untuk mendapatkan data primer serta informasi yang lebih mendalam.

5. Metode Analisis Data

Seluruh data yang terkumpul, dianalisis secara Normatif Kualitatif. Dalam

penelitian hukum normatif, pengolahan data berwujud kegiatan untuk mengadakan

sistemasisasi terhadap bahan tertulis16. Penelitian hukum normatif menggunakan

prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Hukum Islam, Penyiaran dan Perlindungan

Konsumen. Metode Kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan

serta juga tingkah laku yang nyata diteliti dan dipelajarisebagai sesuatu yang utuh17.

16
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, hlm. 94
17
Ibid, hlm. 93






G. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun dalam suatu

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan dan menjelaskan latar belakang penelitian,

identifikasi masalah (masalah yang hendak dikaji), kerangka pemikiran, tujuan

penelitian, manfaat yang diperoleh dari penelitian, metode yang digunakan

dalam melak ukan penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II PENGERTIAN SYIRIK DAN RUANG LINGKUPNYA SERTA


PRINSIP-PRINSIP HUKUM YANG TERDAPAT DALAM UNDANG-
UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HAL PENAYANGAN IKLAN
Bab ini membahas pengertian syirik dan menguraikan mengenai ruang

lingkupnya, selain itu juga membahas tentang prinsip-prinsip hukum penyiaran

yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

yang terkait dengan penayangan iklan tersebut.

BAB III PENAYANGAN IKLAN SYIRIK YANG MENGANCAM KEIMANAN


KONSUMEN DI TELEVISI.
Bab ini mengkaji mengenai penayangan iklan syirik yang mengancam

keimanan konsumen yang ditayangkan oleh televisi -televisi swasta.


 


BAB 1V ANALISIS TERHADAP PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI


YANG MENGANCAM KEIMANAN KONSUMEN DIKAITKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG
PENYIARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.
Bab ini membahas iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran dan membahas tanggung jawab Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

serta Perlindungan Hak Konsumen dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan-kesimpulan akhir dari pembahasan

masalah yang bersangkutan dan juga merupakan suatu penutup dari tugas akhir

dan penelitian ini.


BAB II
PENGERTIAN SYIRIK DAN RUANG LINGKUPNYA SERTA PRINSIP-PRINSIP
HUKUM YANG TERDAPAT DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR
8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM HAL PENAYANGAN IKLAN

A. Pengertian Syirik dan Ruang Lingkupnya.

1. Pengertian Syirik

Syirik adalah menyekutukan atau menyamakan Allah SWT dengan makhluk

atau ciptaan-Nya, baik dalam bentuk ucapan (Qouliyah), Perbuatan (Amaliyah)

maupun keyakinan (Itiqodiyyah)18. Menurut Ibnu Abbas, bahwasannya syirik19 adalah

menyembah kepada makhluk Allah SWT. Mahkluk adalah sesuatu yang baru, yaitu

ciptaan Allah SWT. Syirik merupakan salah satu amalan jahiliyah yang menjadi

perusak dan penghancur suatu amalan ibadah. Syirik merupakan masalah yang sangat

penting dan perlu diwaspadai, oleh karena itu penjelasannya dalam Al-Quran diulang-

ulang, agar faham betul sehingga ibadah yang sudah pas dengan Quran Hadist itu

menjadi sah dan diterima oleh Allah SWT dan menghasilkan surga selamat dari

neraka.

Maka dari itu, walaupun seseorang mempunyai amal kebaikan yang memenuhi

permukaan bumi, tapi kalau syirik hancurlah semua amalannya. Jangankan manusia,

para nabi sendiri kalau amalannya dicampuri syirik semua amalannya pasti lebur, pasti

jadi orang yang merugi. Allah SWT berfirman :

18
M. Natsir Arsyad, Seri Buku Islami : Seputar Al-Quran, Hadist dan Ilmu, Al-Bayan (kelompok Penerbit
Mizan), Bandung, 1996, hlm. 134

H. Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 4, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hlm 667

 

 


 1#2$ +0#"" * /! !. -,


 +*  

 44,%2)&
6$#/'
 
! 45  %)&3
 

Artinya, Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Muhammad) dan


kepada orang-orang sebelum kamu, jika kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu,
niscaya lebur amalan kamu dan niscaya kamu termasuk orang-orang yang merugi,
bahkan kepada Allah-lah hendaknya kamu beribadah dan jadilah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur20.

Allah SWT berfirman :

     !+/ + ** (&) 7#2 8) '1)   #2 )$( (1 '1 -

 0*/%&,
'#$". ) ,-(9   * %&,

Artinya, Katakanlah (Muhammad) , Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia


seperti kalian. Telah diwahyukan kepadaku, Tuhan kalian tiada lain adalah Tuhan
yang Esa.Maka barang siapa yang mengharapkan ketemu dengan Tuhannya
hendaklah beramal dengan amal yang baik dan jangan memusryikkan (menyekutukan)
ibadah kepada Tuhannya dengan seseorang makhluq pun21.

2. Sejarah munculnya syirik

Imam Al-Hakim meriwayatkan bahwa antara Nabi Nuh alaihis salam dan

Nabi Adam alaihis salam itu ada sepuluh generasi, semuanya diatas satu syariat

(agama) yang benar. Lantas mereka berselisih, maka Allah mengutus para nabi kepada

mereka dengan memberi kabar gembira (Mubasysyiriin) dan peringatan yang


Depag RI, Op. Cit, hlm 915

Depag RI, Op. Cit, hlm 583





menakutkan (Mundziriin). Syetan telah menghiasi kepada kaum Nuh dengan

pemujaan/peribadatan pada patung-patung. Pertama kali yang dilakukan syetan adalah

menghiasi mereka dengan mengagungkan kuburan-kuburan dan bersemedi/meditasi

diatasnya22.

Imam Bukhori meriwayatkan dari shohabat Ibnu Abbas23 dia berkata tentang

patung berhala Wad, Suwaa, Yaghuts, Yauq dan Naser. Bahwa semua ini adalah

nama orang-orang yang sholeh dari kaum Nuh. Ketika mereka wafat, syetan

membisikkan kepada mereka (kaum Nuh), Dirikanlah tugu-tugu di tempat duduk

mereka dan masing-masing tugu berilah nama dengan nama-nama mereka. Maka

Kaum Nuh melakukannya, dan mereka tidak menyembah/memuja tugu-tugu patung

tersebut. Sehingga ketika telah mati semua generasi yang membangun tugu dan telah

hilang ilmu pengetahuan tentang itu, maka disembahlah/dipuja patung nenek moyang

mereka.

Seandainya syetan yang laknat itu menyuruh mereka sejak awal untuk

beribadah kepada patung yang mereka dirikan niscaya mereka menolak dan tidak

mentaatinya. Tetapi syetan menyuruh mereka hanya untuk membangun tugu yang

bergambar orang yang sholeh, dengan tujuan orang-orang dari generasi berikutnya itu

mau sholat di sekitar patung, kemudian generasi berikutnya lagi diarahkan untuk

menyembah kepada patung-patung tersebut dan bukan kepada Allah SWT lagi.

Selanjutnya ketika Allah mengutus Nabi Nuh alahis salam kepada kaumnya

dan beliau menetap disitu untuk mengajak mereka kembali ke jalan Allah, kaumnya


Naimatul Maunnah, Makalah, Penjagaan Kemurnian Quran dan Hadist dari Segala Bentuk Syirik kepada
Allah, Jakarta, 2004, hlm. 104-115.

M. Ali As-Syabuni, , Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, PT Al-Maarif, Bandung, 1994, hlm. 999





sombong dan menolak kepada ajakan tersebut sehingga Allah menghancurkan mereka

dengan taufan.

Ini semua terjadi pada umat-umat dahulu kala dimana mereka mempunyai

keturunan yang diwarisi dengan peribadatan nenek moyang mereka. Pada akhirnya

patung-patung kaum Nuh itu dipindahkan ke Negara Arab pada zaman Amr bin

Luhayyi Al-Khuzai seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Ibnu Abbas dia

berkata, Adapun patung Wad ada di Dumatiljandal milik Bani Kalb dan patung

Suwaa milik Bani Hudzail, patung Yaghuts dimiliki Bani Murad, kemudian Bani

Ghuthoif di Al-Jauf/Al-Jaun di dekat kampong Saba, patung Yauq adalah milik Bani

Hamdan dan adapun patung Nasr itu milik kaum Khimyar bagi keluarga Dzikila.

Imam Bukhori meriwayatkan, Rosullullah Shollallohu alaihi wassalam :

Aku melihat Amr bin Luhayyi Al-Khuzai menarik ususnya di dalam neraka dan dia

itu pertama kalinya orang yang membiarkan beberapa binatang ternak Saaibah untuk

berhala (karena sembuh dari penyakit atau selamat dari peperangan). Dalam lafadz lain

dan pertama kali orang yang mengubah agama Nabi Ibrahim alaihis salam.

Dalam Kitab Sirah Nabawiyah dijelaskan bahwa dahulu orang-orang Arab

meletakkan berhala-berhala atau taghut (yang terbuat dari kayu, tanduk kepala domba)

diletakkan di dalam Kabah. Mereka mengagung-agungkan, menyembahnya Kabah

itu termasuk taghut atau berhala-berhala itu24. Dalam tafsir lain, orang-orang kafir

melaksanakan haji dengan telanjang, kemudian Rasul menerima wahyu yang

perintahnya untuk melarang melaksanakan haji bagi orang-orang kafir untuk haji

dengan telanjang. Setelah Fathul Makkah ataupenaklukkan Kota Makkah, berhala-

berhala atau taghut itu dibuang oleh para sahabat.


Ibnu Hasyim, Kitab Sirah Nabawiyah, Juz Awwal, Daarul Jaail, Bairut Lebanon, 1987, hlm.78





Sebenarnya masih banyak kisah-kisah peribadatan kepada berhala yang lain.

Tetapi dari semua yang telah tertulis diatas dan ditambah keterangan-keterangan lainya

yang tidak tertulis disini, bisa diambil pengertian bahwa syetan telah mempermainkan

orang-orang musyrik dalam peribadatannya kepada berhala dengan bermacam-macam

sebab antara lain:

1) Memuja berhala karena mengagungkan dan memuliakan orang-orang yang sudah

mati melebihi dari yang dibenarkan oleh Allah Rasul. Seperti Kaum Nuh, mereka

menyembah kepada berhala Wad, Suwaa, Yaghuts, Yauq dan Nasr yang di masa-

masa hidupnya mereka adalah orang-orang yang sholih, terpandang di masyarakat,

terhormat dan mempunyai kelebihan dibandingkan orang pada umumnya. Setelah

mati syetan merekayasa agar pada akhirnya dijadikan tugu, patung yang disembah.

2) Datangnya seseorang ke tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti kuburan-

kuburan, penembahan-penembahan, ke tempat-tempat yang ada pohon-pohonan,

batu-batuan atau sumur tua dan lain sebagainya yang dianggap keramat dengan

rasa tadhim, hormat, memuliakan, mengagungkan, khusyu, tawadhu, tadloru,

perasaan pasrah, perasaan berlindung, minta tolong, minta keselamatan, berharap

belas kasihannya orang yang mati disitu atau eyang-eyang sepuh yang menunggu

di tempat tersebut, apalagi lebih percaya omongannya juru kunci yang kemasukan

jin yang mengaku roh-roh/arwah-arwah orang-orang yang diagungkan.

3) Ada lagi orang-orang yang memburu harta terpendam. Mereka diajak nyepi/nepi,

bersemedi di tempat-tempat yang dikeramatkan. Kadang-kadang diperlihatkan jugs

tumpukan uang atau emas murni atau benda-benda berharga lainnya. Kemudian

diberi janji, bisa mengambil harta tersebut dengan syarat supaya menyembelih

kambing kendit atau ayam cemani di tempat keramat tadi atau bisa diambil dengan





pusaka-pusaka sakti yang harus dicari terlebih dahulu atau dengan minyak wangi

tertentu agar orang yang menjadi mediator bisa mengambilnya.

Inilah sebagian keadaan-keadaan orang-orang yang menyembah tempat-

tempat yang dikeramatkan yang apabila mereka dikatakan telah menyembah

tempat yang dikeramatkan, mereka menolak dan mengatakan, Kami tidak

menyembah mereka, tetapi mereka yang telah mati hanya kami jadikan perantara

untuk mendekatkan diri kami kepada Allah. Ini seperti perkataan orang-orang

musyrik zaman jahiliyah dulu. Allah SWT berfirman:

 1% *" 7;  1  /%&1


6#.&2/
:,
 -&3
  1
"

444444<0


Artinya, Ketahuilah milik Allah-lah agama yang murni itu dan orang-
orang yang menjadikan selain Allah menjadi beberapa kekasih/tuhan-tuhan
(mereka berkata), Kami tidak menyembah (beribadah) kepada mereka kecuali
mereka (orang-orang yang mati) itu kami jadikan perantara untuk mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya25.

Perhatikan ayat diatas, Allah menghukumi orang yang menjadikan orang

yang telah mati menjadi perantara, itu berarti telah menjadikan kepada selain Allah

menjadi kekasih (tuhan) berarti mereka telah melakukan syirik akbar.

Depag RI, Op. Cit, hlm 903





3. Macam-macam Syirik

Syirik terbagai atas berbagai macam kelompok26 :

1) Syirik yang Terkait dengan Kekhususan Allah SWT.

a. Syirik di dalam Rububiyyah

Yaitu meyakini bahwa selain Allah mampu menciptakan,

memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan dan lainnya dari sifat-

sifat rububiyyah.

b. Syirik didalam Uluhiyyah

Yaitu meyakini bahwa selain Allah bisa memberikan madharat

atau manfaat, memberikan syafaat tanpa izin Allah, dan lainnya yang

termasuk sifat-sifat uluhiyyah.

c. Syirik di dalam Asma wa Sifat

Yaitu seorang meyakini bahwa sebagian makhluk Allah memiliki

sifat-sifat khusus yang Allah taalla miliki, seperti mengetahui perkara

gaib, dan sifat-sifat lainnya yang merupakan kekhususan Rabb kita yang

Maha Suci.

2). Syirik Menurut Kadarnya

1) Syirik Akbar (besar)

Menurut Imam Hafidz Syamsuddin Ad-Dzahabi27 yaitu

menyekutukan atau menjadikan tandingan (Andaad) Allah SWT dan

menyembah selain-Nya, seperti menyembah batu, pohon, matahari,

bulan, bintang dan lain sebagainya.

26
Ust. Abu Muslih, Macam-Macam Syirik, www.muslimah.or.id, download tanggal 20 Mei 2009 pukul
14.01 WIB.
27
Imam Hafidz Syamsuddin Ad-Dzahabi, Kitab Al-Kabaair, Darul Fikri, Dimasqi, 1994, hlm.8


 


a) Syirik dalam berdoa

Adalah merendahkan diri kepada selain Allah dengan

tujuan untuk istighatsah dan istianah kepada selain-Nya.

b) Syirik dalam niat, kehendak dan maksud

Adalah manakala melakukan ibadah tersebut semata-mata

ingin dilihat orang atau untuk kepentingan dunia semata.

c) Syirik dalam ketaatan

Yaitu menjadikan sesuatu sebagai pembuat syariat selain

Allah Subhanahu wa Taala atau menjadikan sesuatu sebagai

sekutu bagi Allah dalam menjalankan syariat dan ridho atas

hukum tersebut.

d) Syirik dalam kecintaan

Adalah mengambil makhluk sebagai tandingan bagi

Allah Subhanahu wa Taala. Menyetarakan kecintaan makhluk

dengan Allah.

2) Syirik Ashghar (kecil)

Menurut Imam Hafidz Syamsuddin Ad-DZzahabi28 yaitu riya,

hal ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama islam, akan tetapi

pelakunya wajib untuk bertaubat. Akan tetapi bukan hanya riya saja

yang termasuk syirik Ashgar. Riya termasuk Syirik Ashghar namun

tidak semua Syirik Ashghar hanya berupa riya.


Ibid






3) Syirik Khafi (tersembunyi)

Yaitu seorang beramal dikarenakan keberadaan orang lain, hal

ini pun termasuk riya, dan hal ini tidak mengeluarkan pelakunya dari

agama islam sebagaimana anda ketahui, namun pelakunya wajib

bertaubat.

3). Syirik Menurut Letak Terjadinya

1. Syirik Itiqodi atau Bil Janan (hati)

Syirik Bil Janan atau Bil Qolbi, yaitu syirik yang berhubungan dengan

hati, syirik yang berupa keyakinan, misalnya meyakini bahwa Allah

Subhanahu wa Taala yang telah menciptakan kita dan memberi rizki pada

kita namun di sisi lain juga percaya bahwa dukun bisa mengubah takdir

yang digariskan kepada kita29. Hal ini termasuk Syirik Akbar yang

mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, kita berlindung kepada Allah

dari hal ini.

2. Syirik Lafzhi atau Bil Lisan

Yaitu syirik yang berhubungan dengan ucapan, seperti lidahnya tidak

meyakini bahwa Allah SWT sebagai Tuhannya, tetapi hatinya menyakini.

Seperti halnya Abu Jahal, beliau mengakui Muhammad SAW adalah

rasulullah, tetapi ia tidak mengikuti ajarannya30. Syirik Lafdzi yaitu setiap

lafazh yang dihukumi oleh syariat Islam sebagai sebuah kesyirikan, seperti

bersumpah dengan selain nama Allah, seperti perkataan sebagian orang,

Tidak ada bagiku kecuali Allah dan engkau, dan Aku bertawakal


H. Salim Bahreisy, Op. Cit, hlm.624

Ibid


 


kepadamu, Kalau bukan karena Allah dan si fulan maka akan begini

dan begitu, dan lafazh-lafazh lainnya yang mengandung unsur kesyirikan.

3. Syirik Amali atau Bil Arkan

Yaitu syirik yang berhubungan dengan anggota badan. Mereka nyata-

nyata menyembah selain Allah SWT seperti menyembah matahari (agama

Majusi), menyembah bulan, patung, kayu dan sebagainya31. Setiap amalan

fisik yang dinilai oleh syariat Islam sebagai sebuah kesyirikan, seperti

menyembelih untuk selain Allah, dan bernazar untuk selain Allah dan

lainnya.

4. Bahaya Syirik menurut Al-Quran.

Di dalam Al-Quran Allah menyebutkan beberapa kejahatan syirik dan

akibatnya:

a. Syirik adalah kedholiman yang besar.

Dalam Al-Quran menjelaskan bahwa kejahatan atau kedzaliman yang besar

adalah perbuatan syirik. Firman Allah SWT :

 61 5 31# 1


4'+ 
#2") >&31 ;%& " )  #=-

Artinya, Ingatlah ketika Luqman menasehati anaknya ia berkata,


Wahai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya
menyekutukan Allah itu suatu kejahatan (kedholiman) yang besar32.

b. Syirik itu dosa yang tidak bisa diampuni jika meninggal dan orang yang

melakukannya berarti sudah tersesat dengan sejauh-jauhnya kesesatan.

Firman Allah SWT :

31
Ibid

Depag RI, Op. Cit, hlm 801


 


 #$  $  '


 %&#$! " 
!

 4*()   




Artinya, Sesungguhnya Allah tidak mau mengampuni dosa syirik dan


Allah mau mengampuni dosa selain syirik kepada yang ia kehendaki.
Barangsiapa melakukan syirik kepada Allah maka sesungguhnya dia telah
tersesat dengan kesesatan yang jauh33.

c. Syirik merupakan dosa yang paling besar.

Allah SWT berfirman:

 ?71 743
 
#$

Artinya, Dan barangsiapa melakukan syirik kepada Allah maka

sungguh dia telah melakukan dosa besar.

Rosullullah SAW bersabda :

Dari Ibn Masud dia berkata, Aku bertanya kepada Nabi, manakah

dosa yang paling besar di sisi Allah? Beliau bersabda, (Dosa yang paling

besar adalah) Bahwa kamu menjadikan suatu persamaan (sekutu) bagi Allah

padahal Dia yang telah menciptakanmu. (H.R Bukhari dan Muslim)

d. Syirik itu melebur (menghapus) semua amal kebajikan.

Firman Allah SWT:

 1#2$ +0#"" * /! !. -,


 +*  

 44,%2)&
6$#/'
 
! 45  %)&3
 


Depag RI, Op. Cit, hlm 181


 


Artinya, Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada


orang-orang sebelummu, Sungguh jika kamu syirik niscaya lebur amalanmu
dan niscaya kamu termasuk orang yang merugi bahkan kepada Allah-lah maka
hendaknya kamu menyembah dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur34.

e. Syirik menyebabkan pelakunya haram masuk surga dan wajib masuk neraka dalam

keadaan kekal abadi selama-lamanya (karena Allah tidak mau mengampuninya).

Firman Allah SWT :

9 1:)1+ 



& 7@
6
&* 
8 5 
#$>&'1

Artinya, Sesungguhnya orang yang syirik kepada Allah maka Allah


sungguh-sungguh mengharamkan surga baginya dan tempat dia adalah di
neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dholim (musyrik)35.

Rasullullah SAW bersabda:

Artinya, Dari Jabir bin Abdillah dia berkata telah datang seorang
laki-laki kepada Nabi Shollallohu alaihi wassalam maka dia bertanya,
Wahai Rasullullah apakah dua hal yang mewajibkan ( ke surga atau ke
neraka)? Maka beliau bersabda, Barangsiapa yang mati dia tidak syirik
kepada Allah maka dia masuk surga dan barangsiapa yang mati syirik kepada
Allah maka dia masuk neraka. (H.R Muslim)

Perlu diketahui bahwa semua ibadah yang dhohir (nyata) itu tidak akan

diterima olah Allah kecuali kalau disertai ibadah yang bathin (yang menjadi

pekerjaan hati). Dan pol-nya ibadah adalah ada pada puncak kecintaan


Depag RI, Op. Cit, hlm 915


Depag RI, Op. Cit, hlm 225





seseorang kepada Allah yang disertai dengan puncak rasa asornya seseorang

kepada Allah. Tidak akan bermanfaat suatu ibadah yang di dalamnya tidak ada

perpaduan antara cinta dan merendah diri kepada Allah.

Penyimpangan ibadah kepada selain Allah adalah syirik yang

menyebabkan seseorang berdosa besar, lebur amalannya, haram masuk surga

dan wajib masuk neraka kekal abadi selamanya berdasarkan dalil-dalil di atas.

Dan perlu diketahui bahwa orang yang ingin bertemu dengan Tuhannya, maka

harus beramal yang baik dan tidak boleh menyekutukan Allah dalam ibadah.

Allah SWT berfirman:

     !+/ + ** (&) 7#2 8) '1)   #2 )$( (1 '1 -

 0*/%&,
'#$". ) ,-(9   * %&,


Artinya, Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanyalah


manusia seperti kalian. Telah diwahyukan kepadaku, Tuhan kalian tiada lain
adalah Tuhan yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan bertemu
dengan Tuhannya hendaklah beramal dengan amal yang baik dan jangan
memusyrikkan (menyekutukan) ibadah kepada Tuhannya dengan seseorang
makhluk pun36.

5. Bisnis Syirik

Dalam bermuamalah atau bisnis, hukum Islam mengatur dan memberikan

pedoman yang harus ditaati oleh setiap pelaku usaha. Pedoman atau aturan itu terdapa

dalam Al-Quran, yaitu pada Surat As-Syuaraa 181


Depag RI, Op. Cit, hlm 583





?
 %
 8

 

  1 2
#  "
  
 * 2
  
   

Artinya, sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang- orang

yang merugikan.

Dalam kaidah fiqhiyyah menyebutkan bahwa :

   5  678
 9 :  5
678

Artinya, sesuatu yang menyempurnakan haram menjadi haram.

Dalam kaidah itu menjelaskan bahwa, apabila dalam suatu usaha atau bisnis

didalamnya ada suatu produk, yang produk tersebut diharamkan oleh agama, maka

hasil dari usaha tersebut menjadi syubhat. Dalam tafsir disebutkan bahwa apabila harta

bercampur antara haram dan halal, maka semuanya menjadi haram dan harus

ditinggalkan.

Dalam hal penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen, pelaku usaha periklanan, yaitu pemesan iklan, perusahaan iklan, dan media

yang menayangkan iklan syirik telah melakukan suatu usaha yang bertentangan

dengan dengan hukum yang berlaku, baik undang-undang ataupun Al-Quran dan

Hadist. Pelaku usaha melakukan kerjasama atau usaha dalam bentuk hukum haram

yang bertujuan menyesatkan konsumen. Maka segala yang diperbuat oleh pelaku

usaha menjadi haram semua..





B. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Penyiaran Iklan

1. Pengertian Iklan

Pengertian iklan menurut kode etik periklanan Indonesia adalah suatu publikasi

atau penyiaran yang berupa reklame, pemberitaan, pernyataan atau tulisan dengan

menyewa suatu ruangan dengan maksud memperkenalkan atau memberitahukan

sesuatu melalui media.

Alex Nitisemito mendefinisikan iklan sebagai salah satu alat promosi,

mempunyai peranan yang sangat strategis bagi pengusaha, maupun pengedar barang

dan jasa dalam mengupayakan pangsa pasar. Melalui iklan, para pengusaha mencoba

membangkitkan minat konsumen atau pembeli, dengan harapan dapat menjual bahkan

meningkatkan penjualan produk yang diiklankan. Oleh karena arti penting iklan

semakin disadari oleh produsen terutama dalam persaingan mencari pembeli.

Sedangkan menurut kalangan masyarakat periklanan dipahami sebagai segala bentuk

pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh suatu

pemrakasa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat37.

Pada dasarnya iklan dapat dinyatakan layak untuk disiarkan apabila iklan

tersebut :

a. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan, merendahkan martabat agama, tata

susila, adat budaya, suku dan golongan;

b. Iklan yang disiarkan harus jujur, dapat dipertanggungjawabkan dan tidak

bertentangan dengan hukum yang berlaku;

c. Iklan dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.

37
Renny Supriyatni, Jurnal:Tanggung Jawab Pelaku Usaha Untuk Menjamin Kebenaran Informasi Dalam
Iklan Produknya Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen, Bandung, 2007, hlm. 22-23.





Siaran iklan adalah siaran yang khusus ditujukan untuk promosi suatu produk,

kegiatan masyarakat yang bertujuan untuk memperkenalkan kepada khalayak guna

kepentingan komersial. Medium televisi menjadi sangat efektif untuk media promosi

karena selain menyiarkan suara dan gambar secara hidup, juga menggunakan slogan-

slogan yang menarik.

Siaran iklan dapat diselipkan didalam siaran siaran berita, tetapi dapat pula

disajikan berupa sandiwara atau pada jam-jam siaran yang telah ditentukan untuk

siaran iklan. Siaran iklan bertujuan komersial.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, siaran

iklan sendiri dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1) Siaran iklan niaga, yaitu siaran iklan komersial yangdisiarkan melalui

penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,

memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak

sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang

ditawarkan.

2) Siaran iklan layanan masyarakat, yaitu siaran iklan

nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan

tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan

gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat

untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai

dengan pesan iklan tersebut.

Tujuan dari iklan itu sendiri adalah38 :

1) Memberikan kesadaran kepada pembeli tentang adanya suatu produk.

38
Renny Supriyatni, Loc. Cit, hlm. 22-23.





2) Mendorong distribusi merek baru.

3) Menunjukkan kepada pembeli dengan suatu alasan bagi pembelian produk

tersebut.

Peran atau tujuan iklan sebenarnya adalah untuk memberikan informasi yang

benar kepada konsumen untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap produk

barang dan/atau jasa39. Masalah mulai timbul, dikarenakan untuk membuat iklan

semenarik mungkin, iklan lebih banyak menawarkan mitos daripada fakta kepada

konsumen.

Menurut Bittner, secara teoritis iklan terdiri dari dua jenis, yaitu40 :

1) Iklan standar, yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk memperkenalkan

barang atau jasa pelayanan kepada konsumen melalui sebuah media dengan

tujuan agar dapat merangsang minat pembeli.

2) Iklan pelayanan masyarakat, yaitu iklan yang bersifat nonprofit, bertujuan

untuk memberikan informasi, penerangan dan pendidikan kepada masyarakat

dalam rangka memberi pelayanan dengan mengajak masyarakat untuk

berpartisipasi dan bersikap positif terhadap iklan yang disampaikan.

2. Pengertian Periklanan41

Menurut Rhenald Kasali, seorang pengamat pemasaran dan periklanan,

periklanan merupakan usaha jasa yang di satu pihak menghubungkan barang dan jasa

dengan konsumen dan di lain pihak menghubungkan pencetus gagasan dengan

penerima gagasan.

39
Ibid.
40
Ibid, hlm. 25
41
Ibid, hlm. 26


 


Tujuan periklanan menurut Phil Astrid S. Susanto adalah :

1) Menyadarkan konsumen dan memberikan informasi kepadanya tentang suatu

barang, jasa atau ide

2) Menimbulkan pada konsumen suatu perasaan suka akan barang, jasa ataupun ide

yang disajikan dengan memberikan prefensi kepadanya

3) Meyakinkan konsumen akan kebenaran tentang apa yang dijanjikan dalam

periklanan dan menggerakkan/mendorong konsumen untuk berusaha memiliki

barang atau jasa yang dianjurkan.

Periklanan merupakan sarana pemasaran dan sarana penerangan. Sebagai

sarana pemasaran, iklan mendorong konsumen untuk menciptakan kebutuhan akan

produk yang diiklankan atau meningkatkan pangsa produk tersebut. Sebagai sarana

penerangan, iklan berfungsi menyampaikan keterangan atau menawarkan produk atau

gagasan kepada khalayak ramai.

Hendaknya di dalam mendesain suatu iklan, praktisi periklanan hendaknya,

memperhatikan asas-asas umum kode etik periklanan, yaitu42:

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan ketentuan

hukum yang berlaku;

2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat, agama,

tata susila, adat, budaya, suku dan golongan;

3. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.

42
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumennya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hlm. 150-151.






Self-regulation ini memang kewenangan masyarakat profesi periklanan sendiri

untuk melakukan tindakan atas berbagai praktek periklanan yang bertentangan dengan

kode etik.

3. Pelaku Usaha Periklanan43

Pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen adalah :

Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbadan


hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kagiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.

Pelaku usaha periklanan terbagi menjadi tiga, yaitu44 :

1. Pengiklan, yaitu perusahaan yang memesan iklan untuk mempromosikan,

memasarkan, dan/atau menawarkan produk yang mereka edarkan;

2. Perusahaan iklan, adalah perusahaan atau biro yang bidang usahanya adalah

mendesain atau membuat iklan untuk para pemesannya;

3. Media, baik elektronik maupun non-elektronik atau bentuk media lain, yang

menyiarkan atau menayangkan iklan-iklan tersebut.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen hak-hak pelaku usaha yaitu :

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

43
Renny Supriyatni, Op. Cit, hlm.13-1O
44
Az Nasution, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen, BPHN,
Jakarta, 1980, hlm. 241


 


2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

bertikad tidak baik;

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen kewajiban pelaku usaha adalah :

1) Beritikad baik dalam melakukan usahanya;

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

6) Memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;


 


7) Memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

4. Penyiaran Iklan yang Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

Tentang Penyiaran

Tujuan dari penyiaran menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

Tentang Penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak

dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa,

memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,

demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Selain itu di dalam Pasal 5 Huruf I Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran dijelaskan bahwa penyiaran diarahkan untuk memberikan informasi yang

benar, seimbang dan bertanggung jawab.

Berdasarkan Pasal 36 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran yang mengatakan bahwa Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,

melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau

merusak hubungan internasional, yang selanjutnya mengenai iklan dijabarkan di dalam

Pasal 46 bagian kedelapan tentang iklan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

Tentang Penyiaran, yaitu :

1) Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.

2) Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan:


 


a. Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama,ideologi,

pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau

merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau

kelompok lain;

b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;

c. Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d. Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai

agama; dan/atau

e. Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

4) Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib

memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.

5) Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.

6) Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak

wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.

7) Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan

masyarakat.

8) Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak

20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik

paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.

9) Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta

paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan niaga, sedangkan

untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus)

dari siaran iklannya.





10) Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk

kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.

11) Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.

5. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 2 Tahun 2007 Tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Penyiaran (SPS) dalam

hal Penayangan Iklan Syirik (Supranatural)

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah Lembaga Negara Independen yang

bertempat di pusat dan di daerah. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat

bertanggung jawab langsung kepada presiden, sementara Komisi Penyiaran Indonesia

(KPI) daerah bertanggung jawab kepada Gubernur.

Pertanggungjawaban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri diatur di dalam

Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran,

yaitu :

(1) KPI Pusat dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan


kewajibannya bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan
laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) KPI Daerah dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan
kewajibannya bertanggung jawab kepada Gubernur dan menyampaikan
laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik yang bertempat di daerah maupun

pusat dalam melakukan pengawasannya mempunyai standardisasi dalam suatu

penyiaran, hal itu semua terangkum di dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan

Standar Program Siaran (SPS). Namun pada penjabarannya hanya difokuskan kepada





pasal-pasal yang berhubungan dengan penayangan iklan yang mengandung unsur

syirik di dalamnya.

Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 2 Tahun

2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menerangkan :

Lembaga penyiaran harus menyajikan program dan isi siaran yang


menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.

Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan isi siaran yang


merendahkan, mempertentangkan, dan/atau melecehkan perbedaan suku,
agama, ras dan antargolongan.

Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02

Tahun 2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menerangkan :

Bila terjadi pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), maka yang
bertanggung jawab adalah Lembaga Penyiaran yang menyiarkan program yang
mengandung dugaan pelanggaran tersebut.
Ketentuan dalam ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program, baik
faktual maupun non-faktual, program yang diproduksi sendiri maupun yang
dibeli dari pihak lain dan/atau asing, program yang dihasilkan dari suatu
kerjasama produksi maupun yang disponsori oleh pihak lain dan/atau asing.

Pasal 40 ayat (5) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007

Tentang Standar Program Penyiaran (SPS) menerangkan :

Dalam menyajikan informasi yang sulit untuk dicek keakuratan dan


kebenarannya secara empirik, seperti informasi kekuatan gaib, lembaga
penyiaran televisi harus menyertakan penjelasan bahwa terdapat
perbedaan pandangan dalam masyarakat mengenai kebenaran informasi
tersebut.





Pasal 63 huruf f Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007

Tentang Standar Program Penyiaran (SPS) menerangkan :

Tidak mengandung muatan yang secara berlebihan mendorong anak


percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis,
mistik, atau kontak dengan roh.

C. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Dalam perundang-undangan di

Indonesia, istilah konsumen45 sebagai definisi formal ditemukan pada Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK menyatakan

bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam kepustakaan ekonomi, dikenal dengan konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir.

Pembeli barang dan/atau jasa, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai,

peminjam, tertanggung, atau penumpang, pada satu sisi dapat merupakan konsumen

(akhir) tetapi pada sisi lain dapat pula diartikan sebagai pelaku usaha. Kesemua

mereka itu, sekalipun pembeli misalnya, tidak semata-mata sebagai konsumen akhir
45
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), Edisi
Cetakan II, Jakarta 2006, hlm. 2





(untuk keperluan non-komersial) atau untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau

rumah tangga masing-masing tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen memberikan definisi, bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen46.

Undang-Undang ini sebagai jawaban dari upaya panjang masyarakat dan

pemerintah secara hukum dalam rangka mewwujudkan tujuan perlindungan

konsumen.

Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-

kaidah hukum yang mengatur tentang hubungan manusia satu dengan yang lainnya

(Hablum Minannas) yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam

dunia perdagangan atau bisnis.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen47

Tujuan perlindungan konsumen pada prinsipnya mengandung kemiripan di

banyak Negara di dunia, yaitu memberikan perlindungan kepada konsumen agar

terhindar dari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian dalam penggunaan barang

dan/atau pemanfaatan jasa.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK),secara tersurat menyatakan bahwa tujuan perlindungan

konsumen48 adalah :

46
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
47
Johanes Gunawan, Op. Cit. hlm.6





1) Meningkatkat kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri sendiri;

2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen (Yarfaud Darojaattunnaas)

dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau

jasa;

3) Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum (Qothil Hukmi) dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

4) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam

berusaha;

6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan (Al-

Amanah) dan keselamatan (As-Salamaah) konsumen.

D. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Iklan dalam Perlindungan Konsumen

Undang-undang tentang perilaku periklanan belum diterbitkan, sekalipun iklan

memainkan peran yang sungguh-sungguh berarti dalam kehidupan masyarakat, baik

dari sudut biaya, pengaruh pada masyarakat bisnis dan konsumen, maupun pada

kegiatan pemerintah.

48
Johanes Gunawan, Op. Cit. hlm.7





Beruntunglah, sekalipun agak sumir, perilaku pelaku periklanan diatur dalam

undang-undang perlindungan konsumen. Beberapa perbuatan yang dilarang bagi

pelaku usaha termasuk di dalamnya perilaku periklanan seperti mengiklankan barang

dan atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah memiliki potongan harga, standar

dan seterusnya49, mengiklankan penawaran barang dan/atau jasa secara tidak benar

atau menyesatkan dan seterusnya50.

Perihal tanggung jawab dalam perlindungan konsumen merupakan sesuatu

yang penting. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, yang

memerlukan kehati-hatian dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab

terhadap akibat yang ditimbulkan (kerugian) dari pelanggaran tersebut dan seberapa

jauh tanggung jawab itu dibebankan kepada para pihak yang terkait, selain itu

tanggung jawab merupakan salah satu usaha untuk melindungi dan meningkatkan

konsumen dengan cara menerapkan tanggung jawab mutlak (strick Lialibility) dalam

hukum tentang tanggung jawab pelaku usaha (produsen)51.

Dalam perjanjian periklanan, macam hak dan kewajiban, serta

pertanggungjawaban yang dilahirkan dari perjanjian periklanan tidaklah boleh

menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu asas kepatutan

dan kesusilaan, serta ketertiban umum, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Salah satu peraturan yang harus ditaati oleh pelaku usaha adalah Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, beberapa pasal tersebut adalah :

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang menjelaskan melarang setiap pelaku usaha untuk menawarkan,

49
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
50
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
51
Renny Supriyatni, Op. Cit, hlm.17






mempromosikan, mengiklankan maupun memperdagangkan suatu barang dan/atau

jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

1. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga


khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu.
2. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru.
3. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri
kerja atau aksesori tertentu.
4. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi.
5. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia
6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa
lain.
10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap.
11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, pelaku usaha yang menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau

membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :

1. Harga atau tariff suatu barang dan/atau jasa.


2. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa.
3. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa.





4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.


5. Bahaya penggunaan dari barang dan/atau jasa.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, dijelaskan dari ketiga pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan

yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan


harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
Dalam ayat (2)-nya pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran
iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha periklanan ini diatur dalam

Pasal 20, sebagai berikut:

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Ketiga jenis pelaku usaha tersebut dalam undang-undang ini termasuk pelaku

usaha. Ketiga pelaku usaha di atas, dapat dipertanggung jawabkan secara tanggung

renteng dengan melihat kepada penandatanganan pada konsep iklan yang akan

disiarkan tersebut. Sekiranya tanda tangan pengiklan (tanda acc) terdapat pada konsep

iklan itu, maka pihak tersebutlah yang dimintakan pertanggungjawabannya.





Pendapat lain berpendapat bahwa seharusnya pelaku usaha periklanan hanya

bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kreasinya sendiri, sehingga

bukan menyangkut informasi yang disampaikannya. Soal kesalahan informasi yang

disampaikan seharusnya pihak yang bertanggung jawab adalah pelaku usaha pemesan

iklan yang bersangkutan. Kemungkinan pelaku usaha periklanan dapat dimintakan

tanggung jawab, apabila informasi yang diterimanya dari pelaku usaha pemesan iklan

diketahuinya tidak benar, namun pelaku usaha tetap memproduksi iklan yang

dimaksud52.

Menurut Johannes Gunawan, terdapat berbagai macam tanggung jawab hukum

pelaku usaha, yaitu53 :

1. Pertanggung jawaban Kontraktual (Contractual Lialibility), yaitu tanggung


jawab perdata atas dasar hubungan langsung melalui kontrak (Privity of
Contract) dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen.
2. Pertanggung jawaban Produk (Product Lialibility), yaitu tanggung jawab
perdata secara langsung (strict lialibility) pelaku usaha atas kerugian
konsumen.
3. Pertanggung jawaban Professional (Professional Lialibility), yaitu tanggung
jawab hukum (Legal Lialibility) dalam hubungan dengan jasa professional
yang diberikan kepada klien.

Jalan lain melalui tindakan administratif yang dapat dijatuhkan pada pelaku

usaha periklanan yang menyiarkan iklan menyesatkan, menipu atau mengakibatkan

cedera pada konsumen, untuk memasang iklan perbaikannya (corrective

advertisement) di surat kabar atau televisi. Iklan koreksi seperti ini telah tumbuh dan

52
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hlm. 151
53
Johanes Gunawan, Op. Cit. hlm. 3





menjadi hukum di Negara-negara lain. Undang-undang perlindungan konsumen tidak

memuat tindakan administratif tersebut, padahal kegunaannya sangat baik sebagai

upaya pencegah gegabahnya para pengiklan54.

Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(1) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang.
(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya
tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak
yang bersengketa.

Pasal tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya penyelesaian sengketa yang

berkaitan dengan perlindungan konsumen dapat ditempuh melalui jalur litigasi dan

non litigasi, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Melalui Pola Litigasi

Penyelesaian melalui pola litigasi telah diatur dalam dalam Pasal 48

UUPK yang dapat dikutip sebagai berikut:

54
Az Nasution, Op. Cit, hlm. 240-242





Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada


ketentuan tentang pengadilan umum yang berlaku dengan
memperhatikan ketentuan dalam pasal 45.

Pada Pasal 46 UUPK disebutkan mengenai gugatan sebagaimana

tersebut dalam kutipan berikut:

1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:


a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;
b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan sama;
c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan,
yang anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa
tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d) Pemerintah dan /atau instansi terkait apabila barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi atau dimafaatkan mengakibatkan kerugian
materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga
perlindungan masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf b,huruf c atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian meteri yang besar dan/atau
korban yang tidak sedikit sebagaiman dimaksud pada ayat 1 huruf d
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Melalui Pola Non Litigasi

Penyelesaian melalui pola non litigasi telah diatur dalam dalam Pasal

47 UUPK yang dapat dikutip sebagai berikut:






Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan


untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.

Pada Pasal 49 UUPK disebutkan pembentukan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen sebagaimana dikutip di bawah ini:

a) Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen


Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan.
b) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, seorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) Warga negara Republik Indonesia.
(b) Berbadan sehat.
(c) Berkelakuan baik.
(d) Tidak pernah dihukum karena kejahatan.
(e) Memiliki pengetahuan & pengalaman dalam perlindungan
konsumen.
(f) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
c) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsur
pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha.
d) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berjumlah
sedikitnya 3 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang.
e) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen ditetapkan oleh menteri.

Penyelesaian kasus disamping menggunakan jalur pidana juga dapat

ditempuh melalui jalur perdata. Dalam jalur perdata dasar yang digunakan

sebagaimana telah dijelaskan diatas dapat dilakukan berdasarkan tanggung






jawab karena perbuatan melawan hukum, kelalaian, atau dengan menggunakan

dasar tanggung jawab mutlak sebagaimana diatur dalam pasal 1365, 1366, dan

1367 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum yang menimbulkan

kerugian yang ditimbulkan oleh diri sendiri maupun orang lain yang berada di

dalam tanggung jawabnya.

Bahwa Mahkamah Agung dalam hal ini, juga menerima gunggatan

elalui model atau cara Class Action atau Gugatan Kelompok, yaitu suatu cara

pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok

mengajukan gugatan untuk diri dan diri-diri mereka sendiri dan sekaligus

mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan

fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok

dimaksud.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

mengakomodasi gugatan kelompok (Class Action) ini dalam Pasal 46 ayat (1)

Huruf (b). ketentuan itu menyatakan bahwa :

Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh


sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.


BAB III

PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI YANG

MENGANCAM KEIMANAN KONSUMEN

A. Penayangan Iklan Syirik di Televisi

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat iklan-iklan syirik yang mengancam

keimanan konsumen yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta. iklan-iklan syirik

tersebut antara lain adalah :

1. Ketik REG (spasi) PRIMBON kirim ke 9877 yang dilakoni oleh Drs. H.

Imam Soeroso, MM., MBA yang ditayangkan di televisi TPI dan

TRANS-TV.

2. Ketik REG (spasi) MAMA (spasi) Tanggal Lahir kirim ke 9090 yang

dilakoni oleh Mama Lourent yang ditayangkan di televisi PJTV.

3. Ketik REG (spasi) RAMAL (spasi) NAMA ANDA kirim ke 9090 yang

dibintangi oleh Deddy Corbuizer yang ditayangkan di televisi ANTV.

4. Ketik REG (spasi) SHIO kirim ke 9877 yang dilakoni oleh Suhu Achai

yang ditayangkan di televisi TRANS-7.

5. Ketik REG (spasi) MANJUR kirim ke 9877 yang dilakoni oleh Drs. H.

Imam Soeroso, MM., MBA yang ditayangkan di televisi RCTI.

6. Ketik REG (spasi) ROMY (spasi) NAMA ANDA kirim 9090 yang

dilakoni oleh Romy Rafael yang ditayangkan di televisi ANTV.

7. Ketik REG (spasi) WETON kirim ke 9877 yang dilakoni oleh Ki Joko

Bodo yang ditayangkan di televisi Global TV.








8. Ketik REG (spasi) AMPUH kirim ke 9877 yang dilakoni oleh Raden

Bagus Wahyu yang ditayangkan di televisi SCTV.

Iklan-iklan syirik tersebut mengajak kepada konsumen untuk mempercayai,

meyakini ramalan-ramalannya dan mengklaim dapat menjelaskan sifat konsumen,

sehingga dengan karakter dan perhitungan mereka masa depan konsumen bisa terbaca.

Dalam memberikan layanan tersebut, paranormal yang masing-masing bentuk

iklannya berbeda dan mempunyai ciri khas kalimat dalam mengajak kepada

konsumen. Ki Joko Bodo dengan ciri khas kalimat Tuntunan saya akan membawa

hidup Anda menjadi lebih sukses, Percayalah!, Deddy Corbuizer dengan ciri khas

kalimat Dengan nama dan nomor Handphone Anda, saya akan bisa meramal

bagaimana masa depan Anda nantinya dan masih banyak lagi yang lainnya.

Maksud dan tujuan akhir dari iklan-iklan syirik tersebut adalah untuk meramal

nasib seseorang dan secara tidak langsung memberikan sugesti kepada konsumen

untuk mempercayainya, yaitu dengan cara mengirim Short Message Service (SMS) ke

nomor yang telah disediakan yang ditayangkan oleh hamper semua stasiun-stasiun

televisi yang eksis dan terkenal seperti TPI, AN-TV, GLOBAL TV, PJTV, Global-TV,

TRANS-T7, RCTI dan lain-lainya. Iklan syirik tersebut dapat merusak moral atau

akhlak dan dapat menimbulkan musyrik bagi konsumen.

Anehnya, entah kenapa hampir semua orang yang dimintai tolong untuk

meramal, menolak disebut sebagai Tukang Ramal meskipun sudah jelas mereka

menyebut kemampuan dan kehebatannya dalam meramal. Mereka juga tidak mau






disebut Orang Pintar, apalagi Dukun. Mereka sering merasa senang disebut

Paranormal.

Mereka juga menolak untuk dikatakan bisa membaca nasib dan takdir manusia.

Bahkan dalam tayangan iklan di televisi Mama Lourent pun berujuar penuh

peringatan, bahwa ia tidak bisa mengubah takdir seorang, kecuali membantunya untuk

mengubah takdir tersebut.

Dalam kehidupan modern ini, orang tak perlu memikirkan apakah ramalan

paranormal tersebut masuk akal atau tidak, yang penting mereka menyalurkan

kepenasaran untuk melihat prediksi peruntungan di masa depan. Dari mulai jodoh,

masalah rumah tangga, musibah atau bencana, keuangan, karier, bahkan umurnya.

Dalam analisis penulis, bahwa maraknya ramalan dan antusiasme konsumen

terhadap ramalan sehingga menjadi tren dalam berbagai bentuk dan medianya saat ini,

menjelaskan atau menandakan, bahwa kian tipisnya keimanan konsumen dan perasaan

tidak nyaman dalam mengarungi kehidupannya. Dalam Islam, memang ada ramalan,

yang dalamsejarah atau tarikhnya menuturkan bahwasannya Nabi Yusuf a.s

menakwilkan atau mentafsirkan mimpi dihadapan Ayahnya Nabi Yakub. Begitu juga

dengan mimpi teman Yusuf a.s ketika bersama-sama dalam penjara dan mimpi raja

Al-Aziz istri Zulaikha, yaitu tujuh ekor sapi betia gemuk dimakan oleh tujuh ekor

sapai betina yang kurus. Memang kita semua dibayangi dalam ketidak pastian yang

akan terjadi yang akan datang (hari esok). Semestinya para ulama memikirkan strategi

dakwah yang baru, yang dapat menjawab persoalan-persoalan konkret umat. Tren

ramalan-ramalan masa kini menjelaskan bahwa umat atau konsumen dalam hal ini

masyarakat tidak mendapat jawaban dan ketenangan atas masalah yang mereka

hadapi.




B. Alasan-Alasan Iklan tersebut Syirik

Iklan-iklan syirik yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta tersebut

tergolong syirik, yaitu :

1. Syirik Itiqodiyah.

Syirik Itiqodiyah berarti syirik yang berupa keyakinan55, misalnya bahwa

Allah SWT yang telah menciptakan mannusia dan memberi rezeki pada manusia.

Namun di sisi lain juga percaya bahwa dukun bisa mengubah takdir yang

digariskan kepada manusia. Hal ini termasuk syirik akbar yang mengeluarkan

pelakunya dari agama Islam.

Digolongkan kepada syirik Itiqodiyah, karena sebagai individu diharuskan

percaya untuk menentukan nasib manusia melalui cara-cara seperti Ketik REG

(spasi) PRIMBON kirim ke 9877, Ketik REG (spasi) WETON kirim ke 9877 ,

Ketik REG (spasi) MAMA (spasi) Tanggal Lahir kirim ke 9090, Ketik REG

(spasi) SHIO kirim ke 9877 dan lain-lainya.

2. Iklan syirik tersebut termasuk Metafisika.

Yaitu yang berarti ilmu fisika yang dilanjutkan atau yang ditingkatkan,

sehingga masuk sebagai ilmu bilghoibi (ghaib atau rohani). Dengan ilmu

metafisika akan terungkap apa itu agama. Kebenaran-kebenaran dan rahasia-

rahasia agama yang selama ini dianggap misterius, mistik, ghaib, dan sebagainya

yang akan menjadi nyata dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Hal ini mirip dengan

peristiwa-peristiwa kimiawi yang dulunya dianggap misterius, sulap untuk

Ust. Abu Muslih, Macam-Macam Syirik, www.muslimah.or.id, download tanggal 12 Januari 2010 pukul
22.45 WIB






menakut-nakuti. Dengan ilmu kimia akan menjadi nyata dan dapat dijelaskan

secara ilmiah56.

3. Iklan syirik tersebut menganut Animisme dan Dinamisme.

Cara meramal seperti Primbon, Weton, Tarot dan lain sebagainya masih

banyak dipakai dalam keseharian khususnya orang-orang dahulu, sebab sebelum

masuknya Islam ke Indonesia, zaman dahulu Bangsa Indonesia menganut

Animisme dan Dinamisme. Animisme kepercayaan terhadap roh nenek moyang

yang sudah mati, dan Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang

dianggap keramat dan mempunyai kekuatan magis. Pada zaman dahulu memang

segala sesuatunya dipertimbangkan melalui hal-hal yang kurang bisa dianggap

masuk akal, seperti rasi bintang, hari-hari lahir, nama-nama hari jawa seperti legi,

pon, wage, pahing dan sebagainya.

4. Media yang digunakan Paranormal atau Dukun adalah Jin.

Allah SWT berfirman dalm Al-Quran Surat Ar-Rahman ayat 33 :

> B
= ) < 
"-#.! 7; "$"<
!!;:1A
:93
   )

CC9)" 3 ("'#." #.1




56
Syaidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin, Metafisika Merupakan Scientifical
www.wordpress.com, download tanggal 12 Januari 2010 pukul 22.50 WIB






Artinya, Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus

(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat

menembusnya kecuali dengan kekuatan.

Dalam tafsir tersebut menjelaskan bahwasannya Manusia dan Jin ada

yang dapat melintasi langit dan bumi dengan kekuatan ilmunya.

Kitab Riyadhotus Sholihin pada jilid 2 pada bab Larangan mendatangi

dukun atau tukang ramal (Paranormal) menjelaskan, bahwa pada zaman Nabi,

Rasulullah SAW pernah didatangi oleh beberapa sahabat yang sahabat tersebut

bertanya tentang dukun, kemudian , beliau menjawab Bukan apa-apa.

Sahabat tersebut bertanya kembali, Wahai Rasulullah, sesungguhnya kadang-

kadang ia menceritakan sesuatu dan sesuatu itu benar-benar terjadi. Kemudian

Rasulullah SAW bersabda, kalimat itu memang termasuk hak (benar), dan

dicuri oleh makhluk sebangsa Jin kemudian disampaikan kepada telinga dukun,

kemudian dukun itu mencampur adukkan dengan seratus kebohongan.

Ibnu Abbas R.A menafsirkan di dalam Tafsir Ibnu Katsier,

bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda sesungguhnya malaikat telah

turun di Anan yaitu awan (langit), kemudian menceritakan hal-hal yang

diputuskan oleh Allah SWT, dan syetan, jin atau sejenisnya ikut

mendengarkannya, lantas syetan atau jin itu memberitau kepada telinga para

dukun kemudian mereka membubuhinya dengan seratus kebohongan dari diri

mereka sendiri. Tetapi ada beberapa syetan atau jin itu diketahui oleh para

malaikat, dan malaikat langsung mengambil bintang yang ada disebelahnya,

seketika itu syetan atau jin tersebut langsung dilempar oleh malaikat dengan






bintang yang diraihnya. Sehingga di dalam kehidupan kita, kalau terdapat

bintang atau meteor jatuh, di dalam tafsir hadistnya, itulah para malaikat

sedang melempar syetan atau jin yang sedang mendengarkan berita di langit

yang diperintahkan oleh dukun atau paranormal.Dukun atau paranormal

tersebut bekerja sama dengan jin yang dapat terbang. Oleh karena itu, jangan

heran kalau ada orang yang bisa terbang, karena mereka meminta bantuan

kepada jin tersebut. Seperti David Cofer Fiel. Tetapi sangat jarang sekali orang

yang dapat bekerja sama dengan jin yang dapat terbang.

C. Pendapat dari beberapa Kalangan

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Menurut Prof. Dr. K.H Miftah Faridl57 selaku Ketua Majlis Ulama

Indonesia Kota Bandung, beliau mengatakan bahwa iklan-iklan sperti Ketik

REG (spasi) RAMAL (spasi) NAMA ANDA kirim ke 9090, Ketik REG

(spasi) PRIMBON kirim ke 9877 dan sejenisnya adalah tergolong syirik.

Ketua Majlis Ulama Indonesia Kota Bandung dalam wawancara dengan

peneliti mengatakan bahwa, pihaknya pernah mengirim surat kepada Komisi

Penyiaran Indonesia. Karena, perbuatan itu sangat berbahaya, dapat

mengancam keimanan atau mengakibatkan musyrik bagi masyarakat. Pelaku

usaha yang menwarkan jasa seperti Drs. H. Imam Soeroso, MM., MBA, Ki

Joko Bodo dan sebagainya sudah termasuk musyrik, karena mereka mencari

57
Wawancara dengan Prof. Dr. K.H Miftah Faridl, Ketua Majlis Ulama Indonesia Kota Bandung, Bandung,
tanggal 14 Desember 2009 jam 12.45 WIB.






rezeki dari cara meramal dan hal itu adalah haram. Berkaitan hal itu, Allah

SWT berfirman58 dalam Al-Quran Surat Al-Waaqiah ayat 82 :.

?D!=.2 7#2'1 7#2-0! 9/

Artinya, kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan


mendustakan Allah..

Maksudnya adalah apabila seseorang mencari rezeki dengan cara

mendustakan Allah SWT seperti meramal atau sebagai dukun, maka orang

tersebut tergolong orang-orang musyrik. Bagaimanapun juga, bahwa nasib

seseorang seperti umur, jodoh, pekerjaan dan yang lainnya ditentukan oleh

Allah SWT . Barang siapa yang sengaja mendatangi dukun, paranormal, baik

datang secara langsung ataupun tidak langsung, melalui email, mengirim SMS,

chating dengan maksud untuk menayakan sesuatu yang sifatnya mistik,

kemudian ia membenarkan dan mempercayainya mak ia telah kafir dan ingkar

terhadap Al-Quran. Allah SWT berfirman59 dalam Al-Quran Surat An-Naml

ayat 65 :

')  ' ! !A B$ 


" @*
> B
= ) < 
?>  " -

Artinya, Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang


mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui
bila mereka akan dibangkitkan.

58
Depag RI, Op. Cit. hlm.427
59
Depag RI, Op. Cit. hlm.300





Dalam hal iklan syirik dengan ayat ini, bahwa penayangan iklan saja

tidak boleh, apalagi untuk melakukannya dan yang termasuk pengobatan yang

memperggunakan atau meminta bantuan jin juga syirik.

Menurut K.H Ali At-Tamimi60 selaku Alumni Pengurus Majlis Ulama

Indonesia Jawa Barat yang sekarang aktif di Pengurus Daerah Ikatan

Persaudaraan Haji Indonesia Kota Bandung (PD IPHI Kota Bandung), beliau

mengatakan bahwa, tidak semua perhitungan-perhitungan jawa dan lainnya

adalah syirik. Dalam menentukan syirik atau tidaknya sesuatu hal harus dikaji

dalam berbagai disiplin ilmu yang lainnya. Salah satunya dengan ilmu tafsir.

Terhadap . Penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen di

televisi yang diadegani oleh Ki Joko Bodo sudah masuk kepada ranah

menetapkan hukum, berbeda dengan salah satu perhitungan jawa lainnya,

mereka menganalisisnya bedasarkan Ikhtiyat, yaitu kehati-hatian. Dalam

perhitungan jawa adakalanya sesuai dengan tafsir yang dibenarkan, contohnya,

seseorang memulai suatu perbuatan usaha atau yang lainnya diusahakan

dimulai hari rabu. Kenapa dimulai dengan hari rabu atau tidak dengan hari

yang lainnya? Karena hari rabu adalah hari dimana Allah SWT membuat Nur

(cahaya). Seseorang dalam bepergian (jarak jauh) jarak jauh sebaiknya pada

hari kamis, karena rasul ketika bepergian senang pada hari kamis dan Rasul

sering melakukan itu.

Mengenai Penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan

konsumen di televisi, beliau membacakan Al-Quran Surat Al-Hujarat ayat 1:

60
Wawancara dengan K.H Ai At-Tamimi, Alumni Pengurus Majlis Ulama Indonesia Jawa Barat, Bandung,
tanggal 27 Januari 2010 jam 11.00 WIB.





(HIE@C*GD 
! 
 
+ % <
;   : " ,
E?F7)

Artinya, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului


Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.

Maksud tafsir ayat itu adalah orang-orang mukmin tidak boleh

menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.

Penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen di televisi yang

diadegani oleh Ki Joko Bodo dan lain sebagainya adalah syirik, karena mereka

menjanjikan akan dapat merubah nasib seseorang dengan mengikuti

petunjuknya, yaitu mengirimkan SMS kepada operator yang telah disediakan.

Penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan konsumen di televisi yang

diadegani oleh Ki Joko Bodo sudah masuk kepada ranah menetapkan hukum,

yaitu dapat merubah nasib seseorang, padahal kita ketahui bahwa ketetapan

setiap orang tentang umurya, jodohnya, kariernya dan lain sebagainya sudah

ditetapkan oleh Allah SWT ketika ia berusia empat bulan sepuluh hari atau

seratus dua puluh hari berada dalam kandungan ibundanya.

2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Berkaitan dengan penayangan iklan syirik di televisi, Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) sudah melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah ini. Salah

satu contohnya adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengadakan rapat

pleno pada hari kamis tanggal 10 April 2008 yang dipimpin oleh Sasa Djuasa

Sendjaja selaku ketua KPI Pusat mengeluarkan putusan berupa Surat





Peringatan dengan Nomor : 17/KPI/SP/04/08 dengan tujuan untuk

menghentikan penayangan salah satu iklan supranatural yaitu Ki Joko Bodo,

dengan alas an, isi iklan tersebut bertentangan dengan Pasal 36 ayat (6)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 Tentang Penyiaran, yang

menerangkan :

Siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau


mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak
hubungan internasional.

Iklan ini memang harus dihentikan penayangannya, dikarenakan

didalam iklan yang dibintangi oleh Ki Joko Bodo dan lainnya bersifat

mengabaikan nilai-nilai agama, karena menjanjikan dapat merubah nasib

seseorang. Hal ini menurut peneliti juga menutup kemungkinan untuk

menghentikan iklan-iklan supranatural lainnya yang masih ditayangkan di

televisi-televisi swasta, seperti iklan-iklan yang dibitangi oleh Deddy Corbuzer,

Mama Lourent, dan ikan-ikan yang dapat memberikan keakuratan seberapa

persen jodoh seseorang.

3. Perwakilan Penganut Ilmu Kejawen

Menurut Mbah Salim61 salah satu sesepoh suku Jawa yang masih

menggunakan system perhitungan Jawa, bahwa menurut kepercayaan Jawa,

arti dari suatu peristiwa (dan karakter dari seseorang yang lahir dalam hari

tertentu) dapat ditentukan dengan menelaah saat terjadinya peristiwa tersebut


Wawancara dengan Mbah Salim, Sesepoh Suku Jawa yang masih menggunakan System Perhitungan Jawa,
tanggal 26 Januari 2010 jam 13.30 WIB.





menurut berbagai macam perputaran kalender tradisional. Hal itu berdasarkan

mengetahui karakter kebanyakan seseorang yang lahir pada hari-hari tertentu.

Salah satu penggunaannya yang umum dari metode ramalan ini dapat

ditemukan dalam system hari kelahiran jawa yang disebut Wetonan.

Weton merupakan gabungan dari tujuh hari dalam seminggu (senin,

selasa dll.) dengan lima hari pasaran jawa (legi, pahing, pon, wage, kliwon).

Perputaran ini berulang setiap 35 (7x5) hari, sehingga menurut perhitungan

jawa hari kelahiran seseorang berulang setiap lima minggu dimulai dari hari

kelahiran.

4. Media Elektronik Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)

Menurut Cinamon62 (Momon) dari Pelaku Usaha Media elektronik

Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) Jakarta mengatakan bahwa pihaknya sulit

menentukan Syirik yang tergolong Khofiy, berbeda dengan Syirik Dzohriy.

Memang ada beberapa iklan yang mendapat teguran atau peringatan dua kali

dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan tayangannya iklan

layanan supranatural Ki Joko Bodo yang dinilai memperolokkan agama

dengan menjanjikan dapat mengubah nasib orang.

Dalam kenyataannya, meskipun Pihak TPI mendapat teguran dari KPI,

pihak TPI tidak mengambil tindakan untuk menghentikan tayangan-tayangan

iklan syirik tersebut. Pihak TPI masih saja menayangkan iklan-iklan syirik

62
Wawancara dengan Cinamon (Momon), Bagian Peiklanan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Jakarta,
tanggal 6 Januari 2010 jam 13.30 WIB.





yang mengancam keimanan konsumen, karena sulit menentukan Syirik yang

tergolong Khofiy.

Dalam hal penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen,

pelaku usaha periklanan, yaitu :

1. Pemesan Iklan.

Pemesan iklan telah memesan iklan yang bertentangan dengan Pasal 17 ayat

(1) huruf (c) dan (f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, bahwa :

Huruf (c) : Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat
mengenai barang dan/atau jasa;
Huruf (f) : Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.

Dalam Pasal 36 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

Tentang Penyiaran, menyebutkan bahwa :

Ayat (5) : Isi siaran dilarang menyesatkan, menghasut, bersifat fitnah


dan/atau bohong.
Ayat (6) : Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,
melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama,
martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional.
Dalam Pasal 46 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran, bahwa :

Materi iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi


persyaratan yang dikeluarkan KPI, yaitu Standart Program Siaran (SPS) dan
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3).






2. Perusahaan iklan.

Perusahaan atau praktisi periklanan telah melanggar asas-asas umum kode etik

periklanan, yaitu dengan membuat iklan yang tidak jujur dan bertentangan dengan

ketentuan hukum yang berlaku, iklan yang merendahkan martabat, agama, tata susila,

adat, budaya, suku dan golongan.

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

melarang pelaku usaha periklanan :

Memproduksi iklan yang memuat informasi-informasi menyesatkan, keliru dan,


tidak benar mengenai kondisi suatu barang dan/atau jasa, tidak diskriminatif,
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi konpensasi, ganti rugi
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa, apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.

3. Media Elektronik, yaitu yang Menayangkan Iklan Syirik.

Media Televisi yang menayangkan iklan syirik, yaitu Televisi Pendidikan

Indonesia (TPI) dan televisi-televisi lainnya telah menayangkan iklan yang tidak

sesuai dengan undang-undang dan prinsip-prinsip hukum Islam.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 5

huruf (b) menjelaskan, bahwa penyiaran itu diarahkan untuk meningkatkan moralitas

atau akhlak, menjaga nilai-nilai agama dan mencedaskan kehidupan bangsa. Televisi

Pendidikan Indonesia (TPI) dan televisi-televisi lainnya telah menayangan iklan yang

tidak sesuai dengan yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia, yaitu yang terdapat

dalam alenia ke empat Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa.





Pasal 10 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen sudah mengatur, bahwa :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang mengiklankan, menawarkan, mempromosikan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan.

Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 2 Tahun

2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menerangkan :

Lembaga penyiaran harus menyajikan program dan isi siaran yang


menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan isi siaran yang
merendahkan, mempertentangkan, dan/atau melecehkan perbedaan suku,
agama, ras dan antargolongan.

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, menyebutkan tanggung jawab pelaku usaha :

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, menyebutkan bahwa :

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) dalam Asas-Asas

Umumnya, disebutkan bahwa :





Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku.

Jujur berarti tidak menyesatkan, antara lain dengan memberikan keterangan

yang tidak benar, mengelabuhi atau memberikan janji yang berlebihan. Penayangan

iklan syirik menyesatkan keimanan konsumen, bertentangan dengan hukum yang

berlaku, baik hukum Islam atau hukum positif. Iklan syirik tersebut berlebihan, yaitu

mengambil hak atau kewenangan Allah SWT, yaitu dengan menjanjikan akan

merubah nasib konsumen.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen menjelaskan tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu :

Huruf (c) : Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Huruf (d) : Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi


dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :


Huruf (c) : Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat
mengenai barang dan atau jasa;
Huruf (f) : Melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah
melanggar ketentuan pada ayat (1).





Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan :

Pelaku usaha periklanan bertanggungjawab atas iklan yang diproduksi dan


segala akibat yang di timbulkan oleh iklan tersebut.

Disinilah letak pentingnya undang-undang yang mengatur tentang

Perlindungan konsumen, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang dikenal dengan (UUPK). Dalam

UUPK telah dijabarkan hak dan kewajiban produsen dalam memproduksi iklan,

tanggung jawab pihak produsen apabila terjadi hal-hal yang merugikan konsumen

serta sanksi-sanksi bagi produsen sebagai konsekuensi dari hal-hal yang merugikan

tersebut.


BAB IV
ANALISIS TERHADAP PENAYANGAN IKLAN SYIRIK DI TELEVISI YANG
MENGANCAM KEIMANAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Analisis Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha atas Akibat Penayangan Iklan Syirik

di Televisi yang Mengancam Keimanan Konsumen dikaitkan dengan Undang

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang

Undang Nomor 32 Tahun 202 Tentang Penyiaran.

Dalam penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen, ada beberpapa pelaku usaha periklanan yang harus bertanggung jawab.

Pelaku usaha periklanan, bertanggung jawab atas akad atau perjanjian yang masing-

masing mereka buat.

Dalam hal ini, pelaku usaha periklanan yang bertanggung jawab atas

penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen adalah :

1. Pemesan iklan (Pengiklan), yaitu pemesan iklan untuk mempromosikan,

memasarkan dan atau menawarkan produk yang mereka edarkan.

2. Perusahaan periklanan (advertising), yaitu perusahaan yang bidang

usahanya adalah mendesain atau membuat iklan untuk para pemesannya.

3. Media periklanan, baik elektronik maupun media cetak atau bentuk

lainnya yang menyiarkan dan menayangkan iklan-iklan tersebut






Dalam penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen, pelaku usaha periklanan, yaitu :

1. Pemesan Iklan.

Pemesan iklan telah memesan iklan yang bertentangan dengan Pasal

17 ayat (1) huruf (c) dan (f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Pasal 36 ayat (5) dan (6) serta Pasal 46 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

2. Perusahaan iklan.

Perusahaan atau praktisi periklanan telah melanggar asas-asas

umum kode etik periklanan, yaitu dengan membuat iklan yang tidak

jujur dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, iklan

yang merendahkan martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku dan

golongan. Perusahaan iklan melanggar Pasal 17 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3. Media Elektronik

Media Elektronik dalam hal ini Televisi Pendidikan Indonesia

(TPI) dan televisi-televisi lainnya telah menayangkan iklan yang tidak

sesuai dengan undang-undang dan prinsip-prinsip hukum Islam.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran, Pasal 5 huruf (b) menjelaskan, bahwa penyiaran itu

diarahkan untuk meningkatkan moralitas atau akhlak, menjaga nilai-





nilai agama dan mencedaskan kehidupan bangsa. Televisi Pendidikan

Indonesia (TPI) dan televisi-televisi lainnya telah menayangan iklan

yang tidak sesuai dengan yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia,

yaitu yang terdapat dalam alenia ke empat Pembukaan (Preambule)

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pasal 10 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen sudah mengatur, bahwa :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang


ditujukan untuk diperdagangkan dilarang mengiklankan,
menawarkan, mempromosikan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan.

Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia

Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)

menerangkan :

Lembaga penyiaran harus menyajikan program dan isi siaran


yang menghormati perbedaan suku, agama, ras dan
antargolongan.
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan isi
siaran yang merendahkan, mempertentangkan, dan/atau
melecehkan perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan tanggung jawab pelaku

usaha :

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas


kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat





mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau


diperdagangkan.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa :

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang


diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan
tersebut.

Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI)

dalam asas-asas umumnya, disebutkan bahwa :

Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan


dengan hukum yang berlaku.

Jujur berarti tidak menyesatkan, antara lain dengan memberikan

keterangan yang tidak benar, mengelabuhi atau memberikan janji yang

berlebihan. Penayangan iklan syirik menyesatkan keimanan konsumen,

bertentangan dengan hukum yang berlaku, baik hukum Islam atau

hukum positif. Iklan syirik tersebut berlebihan, yaitu mengambil hak

atau kewenangan Allah SWT, yaitu dengan menjanjikan akan merubah

nasib konsumen.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen menjelaskan tentang kewajiban pelaku usaha,

yaitu :

Huruf (c) : Memberikan informasi yang benar, jelas dan


jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberikan penjelasan





penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Huruf (d) : Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang


diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

(3) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

Huruf (c) : Memuat informasi yang keliru, salah,


atau tidak tepat mengenai barang dan
atau jasa;
Huruf (f) : Melanggar etika dan atau ketentuan
peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
(4) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan

yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan :

Pelaku usaha periklanan bertanggungjawab atas iklan yang

diproduksi dan segala akibat yang di timbulkan oleh iklan

tersebut.

Berkaitan dengan penayangan iklan syirik di televisi para Pelaku usaha

periklanan ini telah melanggar Pasal 7 ayat (2) yang berisikan Memberikan informasi





yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

menggunakan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Serta dalam

Pasal 7 ayat (1) huruf c dan f. pada huruf c menerangkan Memuat informasi yang

keliru, salah dan tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.

Pada huruf (f) yang menerangkan melanggar etika dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan mengenai periklanan, para pelaku usaha iklan sudah

melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2003 Tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar

Program Penyiaran (SPS).

Hal ini menjadi tanggung jawab bagi para pelaku usaha periklanan tersebut

yang di dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, yang menyatakan :

Pelaku Usaha Periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pelaku usaha periklanan, yaitu media

televisi yang menyiarkan iklan syirik tersebut dapat dimintai pertanggung jawaban

memberikan ganti rugi kepada konsumen atas penayangan iklan syirik di televisi yang

mengancam keimanan konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha periklanan, yaitu

menggunakan Product Liability, artinya media televisi yang menyiarkan iklan syirik

tersebut harus bertanggung jawab atas jasa yang diberikan kepada kliennya

(konsumen), karena telah merugikannya, yaitu telah menayangkan iklan dengan tidak






sesuai dengan harapan sebagai televisi yang bersifat mendidik (Tarbiyyah), televisi

yang tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, karena sebagai media televisi yang terikat

dengan Undang-Undang dan harus memberikan informasi sesuai dengan Undang-

Undang dan Standart Program Siaran (SPS).

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, bahwa :

Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 dan Pasal 21 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi
jaksa untuk melakukan pembuktian.

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, bahwa :

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen.

Kalau tanggung jawab ini tidak diperhatikan oleh pelaku usaha periklanan,

maka bisa diancam sanksi, yaitu :

1. Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Badan Penyelesaian

sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap

pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal





25 dan Pasal 26, yaitu Sanksi administrasif berupa penetapan ganti rugi

paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta Rupiah).

2. Pasal 61 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Penuntutan pidana dapat

dilakukan terhadap pelaku usaha dan atau pengurusnya.

3. Pasal 62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Pelaku usaha yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13

ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat

(2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar

Rupiah), Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17

ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima

ratus juta Rupiah).

4. Pasal 63 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan, bahwa terhadap sanksi pidana

sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman

tambahan, berupa:

a) Perampasan barang tertentu;


b) Pengumuman keputusan hakim;





c) Pembayaran ganti rugi;


d) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
e) Kewajiban penarikan barang dari peredaran atau
f) Pencabutan izin usaha.

Selain pelaku usaha periklanan yang bertanggung jawab atas penayangan iklan

syirik di televisi, tentunya pemuka Agama harus juga ikut berperan, karena masih

banyak pelaku usaha periklanan dan konsumen sendiri yang belum faham ajaran

agama Islam, khususnya tentang bab kemusyrikan. Buktinya pihak Televisi

Pendidikan Indonesia (TPI) sulit menentukan Syirik Khofiyy dan konsumen banyak

yang tidak mengetahui, bhwa iklan tersebut syirik.

Dalam tinjauan hukum Islam, pelaku usaha periklanan yaitu Televisi

Pendidikan Indonesia (TPI) dan televisi-televisi lainnya yang menyiarkan dan

menayangkan iklan-iklan tersebut, bertanggung jawab atas penayangan iklan syirik di

televisi yang mengancam keimanan konsumen, yang berpotensi menjadikan musyrik

bagi konsumennya. Mereka harus mempertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT

(Hablum Minalloh) dan dihadapan manusia (Hablum Minannaas). Pelaku usaha

periklanan menanggung dosa syirik dirinya dan menanggung dosa syirik konsumen.

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisaa : 85

C  8
$ ( / > #2  B@ K < B@ )F C$  + E J$ 6@1 > #2  B@ 5 A@ )F C$ 

?5E;* FD "G!1 #/L 


!+/

Artinya, Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia

akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at





yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha

Kuasa atas segala sesuatu.

[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak

seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.

[326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.

Dalam hal ini, pelaku usaha harus segera ber-taubat dan memohon ampun

kepada Allah SWT serta meminta maaf kepada konsumen. Allah SWT berfirman

dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 133 dan Surat At-Tahrim ayat 8 :

 $  = >> B


 = ) < 
 8"H I@
 7M,8$HG  <

Artinya, Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.

 7#2N* < 7#2


 12 ! 7#2? I +J*3'1B@ 
G :,
E?F7)

) 8 1B
 8;K/%9/H )  7MJ 

Artinya, Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan


taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Taubatan Nasuha digambarkan atau dicontohkan dalam hadist riwayat muslim,

bahwasannya Rasulullah SAW minimal dalam sehari semalam beristighfar (memohon

ampun) kepada Allah SWT. Bahkan dalam hadist lainnya Rasulullah SAW sekali





duduk tidak kurang dari tujuh kali Astaghfiru Wa Atuubu (memohon ampun dan

bertaubat) kepada Allah SWT. Padahal Rasulullah SAW diampuni kesalahan yang lalu

dan yang akan datang (Al-Mashum) dan Rasulullah SAW dijamin masuk syurga.

Dalam hal ini pertanggung jawaban pelaku usaha dalam hal penayangan iklan

syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen, pelaku usaha periklanan harus

menghentikan tayangan tersebut dan menarik pernyataan serta mengganti atau

mengoreksi tayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen,

sekaligus memohon maaf kepada seluruh konsumen melalui media yang dijangkau

oleh masyarakat, dan mengajak kepada konsumen untuk percaya penuh atas ketntuan

Qodho dan Qodar Allah SWT. Seharusnya, pelaku usaha memasang memasang iklan

perbaikannya (correctioan advertisement) di surat kabar atau televisi. Iklan koreksi

seperti ini tumbuh dan menjadi hukum di Negara-negara lain. Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tidak memuat tindakan administratif tersebut, padahal

kegunaannya sangat baik sebagai upaya pencegah gegabahnya para pengiklan63, Hal

ini sebagai tanda atau cirri taubatnya pelaku usaha periklanan. Hal ini sebagai langkah

pelaku usaha periklanan dalam hal Taubatan Nasuha. Dalam hal ini, pelaku usaha

periklanan mendapatkan sanksi dihadapan Allah SWT dan dihadapan manusia.

Dihadapan Allah SWT mereka mempertanggungjawabkan dosa syirik pribadi dan

dosa syirik konsumen. Dan dihadapan manusia, pelaku usaha periklanan mendapatkan

sanksi atau hukuman atau dalam istilah hukum Islam tazir yang terdapat dalam

peraturan Undang-Undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

63
Az Nasution, Op. Cit, hlm. 240-242





B. Analisis terhadap Upaya Perlindungan Hukum yang terkait Hak Konsumen atas

Penayangan Iklan Syirik di Televisi yang Mengancam Keimanan Konsumen.

Secara umum pelaku usaha periklanan menempatkan dirinya sebagai pihak

yang mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya, sementara perilaku pelaku usaha

periklanan tersebut sering menempatkan konsumen pada posisi lemah, yaitu menerima

apapun kualitas hasil produksi termasuk produksi iklan syirik di televisi yang

mengancam keimanan konsumen. Untuk mengantisipasi tindakan pelaku usaha

periklanan yang merugikan pihak konsumen atas penayangan iklan syirik di televisi,

maka diperlukan usaha penyadaran kepada pelaku usaha periklanan agar tahu dan

peduli terhadap hak-hak konsumen. Begitu juga kepada konsumen, diperlukan

pengetahuan, kepedulian dan kemandirian untuk melindungi dirinya.

Dalam siaran iklan, pelaku usaha periklanan tidak boleh melanggar Tata

Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI). Pelaku usaha periklanan harus

menghormati hak-hak konsumen diantaranya hak atas kenyamanan (Li Khulwatil

Amna), keamanan (Al-Amanah) dan keselamatan (As-Salamah), hak untuk memilih (Li

Haqqil Khuyyar) atas barang dan/atau jasa, hak atas informasi yang benar, jelas dan

jujur (Li Haqqil Akhbaril Haq) mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,

hak untuk didengar pendapat dan keluhannya (Li Haqqi Yasmaun), hak untuk

mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa (Li Haqqil

Islaakhil Hukmi), hak untuk mendapat pembiaan dan pendidikan konsumen (Li Haqqit

Tarbiyyail Kaamil) dan hak-hak lainya yang tercantum dalam perundang-undangan.

Berkaitan dengan penayangan iklan syirik yang mengancam keimanan

konsumen di televisi, pelaku usaha periklanan :





1. Melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur (Li
Haqqil Akhbaril Haq) mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa.
Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai

informasi yang benar. Informasi iklan syirik tersebut mempunyai gambaran

yang keliru atas jasa iklan yang ditayangkan di televisi. Jika dikaitkan dengan

hak konsumen atas keamanan, maka setiap iklan yang ditayangkan, wajib

disertai informasi yang jelas terbebas dari manipulasi. Jika iklan memuat

informasi tidak benar, maka perbuatan itu memenuhi kriteria kejahatan64

yang biasa lazim disebut fraudulent misrepresentation. Bentuk kejahatan

iklan tersebut ditandai dengan pernyataan yang menyesatkan (mislead), yaitu

dengan mengirimkan SMS terhadap iklan tersebut akan dapat merubah nasib

konsumen, kita ketahui bahwa nasib atau ketentuan seseorang (tentang

jodohnya, umurnya, rezekinya, karirnya dan lain sebagainya) sudah

ditentukan oleh Allah SWT sejak empat bulan atau seratus dua puluh hari

dalam rahim ibundanya.

Pasal 63 huruf f Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03

Tahun 2007 Tentang Standar Program Penyiaran (SPS) menerangkan :

Tidak mengandung muatan yang secara berlebihan mendorong anak


percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis,
mistik, atau kontak dengan roh.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen menjelaskan tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu :

64
Ibid, hlm. 25





Huruf (c) : Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur


mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan.

Huruf (d) : Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang


diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

(5) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :


Huruf (c) : Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak
tepat mengenai barang dan atau jasa;
Huruf (f) : Melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.

(6) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang


telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

Dalam prinsip hukum Islam, iklan syirik yang ditayangkan di televisi

tersebut tidak menganut prinsip Akhbaril Haq, yaitu informasi atau berita

yang benar, Adam Al-Ghoror yaitu terbebas dari penipuan dan tipu daya, Al-

Bir Wa At-Taqwa, yaitu tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa.

Iklan tersebut seharusnya menyampaikan berita atau informasi yang sesuai

dengan ajaran agama Islam. Dalam Al-Quran dan Hadist Allah SWT

memerintahkan kepada kita untuk tidak menyekutukan atau membuat





tandingan (Andad) kepada-Nya baik dalam bentuk ucapan (Qouliyah),

perbuatan (Filiyah) maupun keyakinan (Itiqodiyah) terhadap makhluk-Nya.

2. Melanggar hak atas kenyamanan (Li Khulwatil Amna), keamanan (Al-


Amanah) dan keselamatan (As-Salamah) konsumen.
Iklan tersebut mengancam keimanan konsumen dan berpotensi

menjadikan musyrik bagi konsumen. Iklan-iklan tersebut mengajak sekaligus

mempercayai ramalan paranormal atau dukun, yang ramalan mereka

meyakinkan dan menjanjikan kepada konsumen bisa mengubah nasib

konsumen, yaitu melalui cara-cara atau metode yang mereka sudah sediakan

dengan mengajak mengirimkan Short Message Service (SMS) yang

dikirimkan ke nomor yang telah ditentukan, maka dengan mengirimkan SMS

tersebut akan mendapat balasan SMS yang kata-katanya berbentuk anjuran

atau perintah untuk mempercayai nasehat yang meyakinkan dan menjanjikan

perubahan pada nasib konsumen.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen menjelaskan tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu :

Huruf (d) : Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang


diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen menjelaskan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu :

Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan


dan ketentuan perundang-undangan.





Pasal 10 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen sudah mengatur, bahwa :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan


untuk diperdagangkan dilarang mengiklankan, menawarkan,
mempromosikan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan.

3. Melanggar hak konsumen atas hak untuk mendapat pembiaan dan


pendidikan konsumen (Li Haqqit Tarbiyyail Kaamil)
Iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen tidak

bersifat Tarbiyyatul Khoir, yaitu memberikan pendidikan yang baik, yang

senantiasa dianjurkan oleh ajaran agama Islam dan oleh Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia, yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan

bangsa. Penayangan iklan syirik tersebut tidak mendidik kepada konsumen,

atau bahkan membelokkan atau menyesatkan keimanan konsumen.

Pasal 5 huruf (b)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran menjelaskan, bahwa :

Penyiaran itu diarahkan untuk meningkatkan moralitas atau akhlak,


menjaga nilai-nilai agama dan mencedaskan kehidupan bangsa.

Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran menjelaskan, bahwa :

Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan


manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,
kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.






Penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen, dalam hal ini konsumen telah dirugikan hak-haknya. Peneliti

melihat keluhan-keluhan konsumen atas penayangan iklan syirik tersebut

dalam perbincangan-perbincangan di masyarakat, yaitu di majlis-majlis

talim, di surat kabar dan di salah satu televisi swasta yang menayangkan

program khazanah. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian konsumen atas

penayangan iklan syirik tersebut hanya masih terbatas Nir Aksi dan Ragam

Aksi saja, belum sampai pada pengajuan gugatan.

Padahal Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen melindungi hak-hak konsumen, yaitu hak

konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur (Li Haqqil Akhbaril

Haq) mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hak atas

kenyamanan (Li Khulwatil Amna), keamanan (Al-Amanah) dan keselamatan

(As-Salamah) konsumen dan hak konsumen atas hak untuk mendapat

pembiaan dan pendidikan konsumen (Li Haqqit Tarbiyyail Kaamil).

Hak konsumen disini adalah menuntut ganti rugi. Bahkan Menurut

Pasal 45 UUPK, konsumen dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha

periklanan. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen sebagai berikut :

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha


melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.





(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui


pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa.

(3) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud


pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana
sebagaimana diatur dalam undang-undang.

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar


pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Adapun pemberian ganti kerugian dapat dipertanggungjawabkan

kepada pelaku usaha yaitu kerugian atas : kerusakan, pencemaran, dan/atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan. Dalam hal penayangan iklan syirik di televisi yang

mengancam keimanan konsumen, kerugian konsumen yaitu tidak sesuainya

tayangan iklan tersebut dengan harapan, yaitu televisi yang bersifat mendidik

(Tarbiyyah), televisi yang tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, karena

sebagai media televisi yang terikat dengan Undang-Undang dan harus

memberikan informasi sesuai dengan Undang-Undang dan Standart Program

Siaran (SPS). Dalam hal ini, konsumen dapat mengajukan gugatan melalui

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau juga melalui Litigasi,

yaitu penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan dengan cara Class

Action.





C. Analisis Fungsi dan Peran Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) dalam mengawasi

terhadap penayangan iklan Syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen

dikaitkan dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan

konsumen dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Dalam hal penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan

konsumen, Pertanggung jawaban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri diatur di

dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran, yaitu :

1. Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dalam menjalankan fungsi, wewenang,


tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Presiden dan
menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
2. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dalam menjalankan fungsi, wewenang,
tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Gubernur dan
menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Berdasarkan penelitian di Bab III, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah

melaksanakan tugasnya, yaitu memperingatkan kepada pelaku usaha periklanan, yaitu

media Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan juga televisi-televisi lainnya dengan

mengeluarkan Surat Peringatan :

1. Pada hari kamis tanggal 10 April 2008, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

mengadakan rapat pleno yang dipimpin oleh Sasa Djuasa Sendjaja selaku

ketua KPI Pusat mengeluarkan putusan berupa Surat Peringatan dengan

Nomor : 17/KPI/SP/04/08 dengan tujuan untuk menghentikan penayangan

salah satu iklan supranatural yaitu Ki Joko Bodo, dengan alasan isi iklan





tersebut bertentangan dengan Pasal 36 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2003 Tentang Penyiaran, yang menerangkan, bahwa :

Siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau


mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak
hubungan internasional.

2. Pada hari Senin 27 Oktober 2008, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

melayangkan surat teguran yang meminta semua stasiun televisi untuk

tidak menayangkan iklan REG (spasi) PRIMBON kirim ke 9554 yang

dilakoni oleh Raden Bagus Wahyu, REG (spasi) PRIMBON kirim ke

9554 yang dilakoni Drs. H. Imam Soeroso, MM., MBA. Dan iklan sejenis

lainnya. Karena program SMS Premium ini mengklaim bahwa dapat

melihat kecocokan nasib seseorang dan juga iklan jenis lainnya yang

memiliki isi hampir sama.

Menurut analisis peneliti, fungsi dan peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

tidak optimal, buktinya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan peringatan

sampai kedua kalinya dan juga masih banyak iklan syirik yang mengancam keimanan

konsumen sampai pada hari ini masih ditayangkan. Seharusnya, Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) selain dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2002 Tentang Penyiaran, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dalam

menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada

Presiden dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dalam menjalankan fungsi, wewenang,

tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Gubernur dan menyampaikan





laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) juga diberikan kewenangan-kewenangan lain, yaitu untuk :

1. Menyidik (Lit Tashdiq)


2. Mengadili, dan (Lil Mahkamah)
3. Memberikan sanksi langsung ( Lil Ghoroomah ) kepada pelaku usaha
periklanan, tanpa menunggu penyidikan dari yang lainnya.

Apabila konsumen berinisiatif untuk menggugat Komisi Penyiaran Indonesia

(KPI) dengan alasan lalai dalam melaksanakan tugasnya, maka hal tersebut tidak bisa

dilakukan, dikarenakan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2003 Tentang Penyiaran bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bertanggung jawab

langsung kepada presiden dan menyampaikan laporannya kepada DPR RI.

Dalam hal ini, yang berhak menegur Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) apabila

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lalai adalah Presiden sendiri. Apabila melihat

terdapat program siaran yang menyimpang dari peratuaran yang telah ditetapkan,

maka Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memberikan surat peringatan kepada

yang menayangkannya. Dikarenakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hanya

memberikan surat peringatan kepada stasiun yang menayangkan tersebut dan bukan

kepada konsumen maka dalam hal ini konsumen tidak ada sangkut pautnya. Sehingga

konsumen tidak bisa menggugat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kedudukan

konsumen disini hanyalah sebagai pihak ketiga yang mempunyai keuntungan atas

penuntutan kebijakan.

Pada kenyataan diatas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah berusaha

bertanggung jawab menanggulangi iklan-iklan syirik ditelevisi yang mengancam





keimanan konsumen dengan menggunakan dan membuat Standar Program Siaran

(SPS).

Pada Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menerangkan :

Lembaga Penyiaran harus menyajikan program dan isi siaran yang


menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.

Lembaga Penyiaran dilarang menyajikan program dan siaran isi yang


merendahkan, mempertentangkan, dan /atau melecehkan perbedaan, agama, ras
dan antar golongan.

Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 2

Tahun 2007 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menerangkan :

Bila terjadi pelanggaran atas Pedoman Program Penyiaran (P3), maka yang
bertanggung jawab adalah Lembaga Penyiaran yang menyiarkan program yang
mengandung dugaan pelanggaran tersebut.

Ketentuan dalam ayat (1) diatas berlaku untuk segala jenis program, baik
faktual maupun non-faktual, program yang diproduk si sendiri maupun yang
dibeli dari pihak lain dan/atau asing, program yang dihasilkan dari suatu
kerjasama produksi maupun yang disponsori oleh pihak lain dan/atau asing.

Pada Pasal 40 ayat (5) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3

Tahun 2007 Tentang Standar Program Penyiaran (SPS) menerangkan :

Dalam menyajikan informasi yang sulit untuk dicek keakuratan dan


kebenarannya secara empirik, seperti informasi kekuatan ghoib, lembaga
penyiaran televisi harus menyertakan penjelasan bahwa terdapat perbedaan
pandangan dalam masyarakat mengenai kebenaran informasi tersebut.





Pada Pasal 63 huruf (f) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3

Tahun 2007 Tentang Standar Program Penyiaran (SPS) menerangkan :

Tidak mengandung muatan yang secara berlebihan mendorong anak percaya


pada kekuatan pada paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik atau
kontak dengan roh.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, penulis mengambil beberapa kesimpulan: Pelaku

usaha harus menghentikan penayangan iklan syirik di televisi yang mengancam

konsumen dan membuat iklan koreksi serta memberikan ganti rugi terhadap

konsumen yang menggugatnya. Pelaku usaha periklanan menanggung dosa syirik

pribadi dan dosa syirik konsumen yang meyakini dan mengikuti ramalannnya.

2. Meskipun hak konsumen telah dilindungi oleh undang-undang, namun konsumen

belum mengoptimalkan perlindungannya. Buktinya keluhan-keluhan penayangan

iklan syirik di televisi yang mengancam keimanan konsumen itu terdapat dalam

perbincangan-perbincangan majlis talim, di surat kabar ataupun di televisi. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kepedulian konsumen atas penayangan iklan syirik

tersebut hanya masih terbatas Nir Aksi dan Ragam Aksi saja, belum sampai pada

pengajuan gugatan. Padahal hak konsumen yaitu menuntut ganti rugi, dapat

mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

atau juga melalui Litigasi, yaitu penyelesaian sengketa konsumen melalui

pengadilan dengan cara Class Action.

3. Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) sudah mengeluarkan surat peringatan kepada

televisi yang menayangkan iklan syirik, yaitu dengan nomor surat :17

KPI/SP/04/08. Fungsi dan peran Komisi Penyiaran Indnesia (KPI) atas penayangan

iklan syirik tersebut kurang optimal, buktinya masih banyak iklan syirik di televisi






yang mengancam keimanan konsumen sampai pada hari ini masih ditayangkan.

Seharusnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selain bertanggung jawab kepada

Presiden dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, diberikan kewenangan lain, yaitu Littashdiq (menyidik), Lil Mahkamah

(mengadili) dan Lil Ghoroomah (memberikan sanksi) langsung kepada pelaku

usaha periklanan, tanpa menunggu penyidikan dari yang lainnya.

B. Saran-Saran

Setelah menganalisa lebih mendalam mengenai penayangan iklan syirik di televisi

yang mengancam keimanan konsumen dihubungkan dengan undang-undang yang terkait dan

juga pandangan hukum Islam, ternyata terdapat sejumlah permasalahan yang cukup menarik.

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas akibat dari penayangan iklan syirik di televisi

yang mengancam keimanan konsumen dihadapan Allah SWT dan dihadapan manusia, tetapi

masih banyak pelaku usaha periklanan yang menayangkan iklan-iklan yang bertentangan

dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, kesempatan ini penulis memberikan beberapa

saran semoga berguna bagi masyarakat terkait dengan permasalahan tersebut :

Pertama, bagi konsumen supaya tidak mempercayai kepada ramalan-ramalan

paranormal, karena dengan mempercayai ramalan paranormal akan merugikan diri sendiri,

yaitu menghilangkan pahala kebaikan yang sudah dikerjakan.

Kedua, bagi pelaku usaha periklanan hendaknya segera bertaubat dengan Taubatan

Nasuha dan melaksanakan tugasnya, yaitu menyajikan program siaran yang bersifat mendidik

dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu dengan tidak mengindahkan hukum yang berlaku,

baik hukum positif ataupun hukum Islam, karena dengan tayangan program atau iklan yang


 


baik dan tidak menyesatkan, menjadikan ilmu dan pahala bagi pelaku usaha periklanan sendiri

dan bagi konsumen.

Ketiga, bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) supaya lebih teliti dalam mengawasi

program-program yang ditayangkan di televisi. Dan bagi pejabat yang berwenang

memberikan sanksi, yaitu supaya memberikan sanksi yang berat sesuai dengan peraturan yang

berlaku pada pelaku usaha periklanan yang melanggar atau menyalahi hukum yang berlaku.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Al-Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathabai, Inilah Islam : Upaya


Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, Pustaka Hidayah, 1996.

Althof Ali, Makalah : Aku Cinta Indonesia : Praktek Pengamalan Quran dan Hadist,
Bandung, 2008

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata, PT Citra Aditya Bhakti, 1990

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Al Mundzir, Makalah : Aqad dan Prinsip-Prinsip Muamalah, Bandung, 2006.

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen RI, Jakarta, 2002.

H. Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 4, PT Bina Ilmu,
Surabaya, 2005

Imam Hafidz Syamsuddin Ad-DZzahabi, Kitab Al-Kabaair, Darul Fikri, Dimasqi,


1994

Imam Nawawi, Kitab Riyadhotus Sholihin (jiid 2), Pustaka Amani, Jakarta, 1999.

Ibnu Hasyim, Kitab Sirah Nabawiyah, Juz Awwal, Daarul Jaail, Bairut Lebanon,
1987

Johanes Gunawan, Jurnal : Hukum Perlindungan Konsumen Pada Umumnya,


Bandung, 2005.

Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata (Teori dan Praktek), Gafitri Budi Utami,
Bandung, 1996.

M. Natsir Arsyad, Seri Buku Pintar Islami 1 : Seputar Al-Quran, A-Hadist dan Ilmu,
Al-Bayan (Kelompok Penerbit Mizan), 1996.

M. Ali As-Syabuni, , Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, PT Al-Maarif, Bandung,


1994

Nasution Az., (Ketua Tim) Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang


Perlindungan Konsumen, BPHN, Jakarta, 1980-1981.

Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Prespektif Perlindungan


Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.




 


Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia


Indonesia, Jakarta, 1990.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Gramedia Widiasarana


Indonesia (Grasindo), Edisi Cetakan II, Jakarta 2006.

Soerjono Soekanto dan Sri Mawudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT.


Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pedoman


Perilaku Penyiaran (P3)

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Standar Program
Penyiaran (SPS)

SUMBER LAIN

HITUNG WETON, www.indospiritual.com, download tanggal 12 Mei 2009

Hitung Weton, www.indospiritual, download tanggal 26 Desember 2009 jam 23.00

Ust. Abu Muslih, Macam-Macam Syirik, www.muslimah.or.id, download tanggal


12 Januari 2010 pukul 22.45 WIB

Syaidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin, Metafisika Merupakan Scientifical


www.wordpress.com, download tanggal 12 Januari 2010 pukul 22.50 WIB

Hitung Weton, www.indospiritual, download tanggal 3 Januari 2010 jam 22.00

Wawancara dengan Cinamon (Momon), Bagian Peiklanan Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI), Jakarta, tanggal 6 Januari 2010 jam 13.30 WIB.

Wawancara dengan Prof. Dr. K.H Miftah Faridl, Ketua Majlis Ulama Indonesia Kota
Bandung, Bandung, tanggal 14 Desember 2009 jam 12.45 WIB.


 


Wawancara dengan Mbah Salim, Sesepoh Suku Jawa yang masih menggunakan
System Perhitungan Jawa, tanggal 26 Januari 2010 jam 13.30 WIB.

Wawancara dengan K.H Ali At-Tamimi, Alumni Pengurus Majlis Ulama Indonesia
Jawa Barat, Bandung, tanggal 27 Januari 2010 jam 11.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai