Anda di halaman 1dari 147

i

KODE ETIK HAKIM DI PENGADILAN STUDI PROBLEMATIKA


PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Keislaman
(Konsentrasi Hukum Islam)
Pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel

OLEH:
AKHMAD BISRI MUSTAQIM
NIM: F0.150.507
PROGRAM PASCA SARJANA (S3)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012



ii


PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : AKHMAD BISRI MUSTAQIM
NIM : FO. 150.507.
Program : Doktor.
Institusi : Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa disertasi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang ditunjuk sumbernya.


Surabaya, 20 Mei 2012
Saya yang menyatakan.



Akhmad Bisri Mustaqim.



P E R S E T U J U A N
iii



Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah disetujui

Tanggal 20 Mei 2012


Oleh
PROMOTOR


Prof. Dr. H.M. RIDLWAN NASIR, M.A.


PROMOTOR


Prof. Dr. H. AHMAD ZAHRO, M.A.




PENGESAHAN TIM PENGUJI
iv

Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji dalam tahap pertama
Pada tanggal 19 Nopember 2012
Tim Penguji :
1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, MA (Ketua)
2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D (Sekretaris)
3. Prof. Dr. H.M. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. (Promotor/Anggota Penguji)
4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. (Promotor/Anggota Penguji)
5. Prof. Dr. H. Rifyal Kabah, M.A. (Penguji Utama)
6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. (Anggota Penguji)
7. Dr. Priyo Handoko, MH. ( Anggota Penguji)


Surabaya, 19 Nopember 2012
Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.
NIP: 1950.08171981031002



v

PENGESAHAN DIREKTUR
Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji tahap pertama
Pada tanggal 19 Nopember 2012
Tim Penguji :
1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, M.A. 1.
2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D 2.
3. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. 3..
4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. 4..
5. Prof. Dr.H. Rifyal Kabah, M.A. 5..
6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. 6..
7. Dr.H. Priyo Handoko, MH. 7..


Surabaya, 19 Nopember 2012
Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.
NIP: 1950.08171981031002


vi

PENGESAHAN TIM PENGUJI
Disertasi Akhmad Bisri Mustaqim ini telah diuji tahap kedua
Pada tanggal . 2013
Tim Penguji :
1. Prof. Dr.H. Burhan Djamaluddin, M.A. 1.
2. Masdar Hilmy, MA, Ph.D 2.
3. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A. 3..
4. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A. 4..
5. Prof. Dr.H. Rifyal Kabah, M.A. 5..
6. Prof. Dr. H. Faishal Haq, M.Ag. 6..
7. Dr.H Priyo Handoko, MH. 7..


Surabaya, 2013
Direktur,

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, M.A.
NIP: 1950.08171981031002


vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yang telah memberikan hidayah
dan taufik Nya kepada penulis, sehingga penulis telah diberikan kekuatan dan kesabaran dalam
menyelesaikan disertasi ini.
Alhmadulillah, atas izin Allah SWT sebagai mahasiswa Program Doktor (S3) dan
sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Doktor IAIN Sunan Ampel
Surabaya dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang telah menguras tenaga, pikiran juga
materi .
Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Abd Ala, MA selaku Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya,
yang telah membimbing dan dosen mengampu penulis;
2. Yth. Bapak Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA selaku Direktur Pascasarjana IAIN
Sunan Ampel Surabaya (selaku Promotor) sebagai Dosen pengampu dan Guru Besar ;
3. Yth. Bapak Prof. Dr. Ahmad Zahro, MA (selaku Promotor) sebagai Dosen pengampu
dan Guru Besar ;
4. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, M.A, sebagai Asisten Direktur Bidang
Akademis (Asdir AKA);
5. Yth. Bapak Prof. Dr. Zainul Arifin, M.Ag, sebagai Asisten Direktur Bidang
Administrasi dan Keuangan (Asdir AKU);
6. Yth. Bapak. Masdar Hilmy, MA. Ph.D, sebagai Asisten Direktur Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama (Asdir KK);
7. Yth. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, yang telah memberikan ijin kepada
Penulis untuk mengikuti perkuliahan Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya.
Ucapan terima kasih pula disampaikan seluruh jajaran Pengelola Program Pascasarjana IAIN
Sunan Ampel Surabaya, beserta seluruh staf telah memberikan bantuan dan dorongan moril

viii


untuk dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik. Semoga semua amal baik
bapak-bapak dan ibu-ibu merupakan investasi yang tinggi nilainya di sisi Allah SWT.
Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Mahkamah Agung RI dan Direktur
Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI di Jakarta serta Pimpinan Komisi
Yudisial RI yang telah memberikan data-data yang otentik dari kedua lembaga negara tersebut,
sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berjalan lancar.
Demikian pula kepada para responden yang terdiri dari para hakim tinggi, dan para
hakim tingkat pertama di wilayah Jawa Timur dari 4 (empat) lingkungan badan peradilan di
bawah naungan Mahkamah Agung RI, yang telah memberikan masukan dan pendapat dalam
kuisioner yang telah kami kirimkan.
Ucapan terima kasih disampaikan secara khusus kepada isteriku tercinta Hj. Rodliyah,
dan anak-anak, Istianatur Rahmah, Muhammad Rifan Rahmatulloh, yang telah setia dan sabar
mendampingi sejak mendapatkan amanat sebagai hakim dan Ketua Pengadilan Agama di
Wilayah Nusa Tenggara Timur, Surabaya dan Lumajang sampai mendapatkan kesempatan
mengikuti perkuliahan di Pascasarjana (S3) IAIN Sunan Ampel Surabaya yang cukup
melelahkan. Keuletan, kesetiaan dan kesabaran mereka menjadi motivator yang tinggi bagi
penulis.
Disertasi ini dipersembahkan kepada ananda Istianatur Rahmah sekarang, sebagai
guru, dan Muhammad Rifan Rahmatulloh, (staff di BPPT/Kemenristek), supaya dijadikan
motivator untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S2 dan S3) semoga Allah
mengabulkan cita-cita mereka.
Kami menyadari disertasi yang telah dihasilkan ini, masih banyak kekurangannya,
mohon kepada para pembaca demi kesempurnaan disertasi ini untuk dikoreksi, dan atas
koreksinya disampaikan terima kasih.
Surabaya,10 Agustus 2012 M
21 Ramadan1433 H.
Penulis.

Akhmad Bisri Mustaqim NIM:
NIM: FO.150.507.

ix

ABSTRAK
Akhmad Bisri Mustaqim NIM: FO. 150 507. Judul Disertasi : Kode Etik Hakim di Pengadilan Studi
Problematika Dalam Penegakan Hukum Dan Keadilan Di Indonesia Promotor : Prof. Dr. H. M. Ridlwan
Nasir MA dan Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA. Kata Kunci : Kode Etik Hakim.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan 4(empat) lembaga peradilan di bawahnya, telah
mendapat kritikan yang tajam dari masyarakat, karena merebaknya mafia hukum dan peradilan di
Indonesia, berakibat menurunnya kepercayaan dan kewibawaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan
di Indonesia. Maka untuk membangun kembali kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum
dan keadilan di Indonesia, Mahkamah Agung harus mereformasi sebagai change of agent dengan
menyusun blueprint pertama dengan membangun kembali citra Mahkamah Agung untuk mencapai
Mahkamah Agung yang berwibawa dan bermartabat,
Dilanjutkan perubahan blueprint ke dua paradigma yang baru dengan mencanangkan program visi
dan misi 2010-2035 Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan yang agung di Indonesia. Paradigma
yang diambil oleh penulis adalah perubahan ke arah lebih baik dan terhormat demi tercapainya peradilan
yang agung. Penelitian dan penulisan disertasi ini menggunakan metodologi empiris tentang aplikasi kode
etik hakim dan tindak lanjut hasil pengawasan terhadap hakim yang melanggar kode etik.
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, didasarkan pada hasil rumusan Munas
Ikatan Hakim Indonesia terbatas di Surabaya 25-29 September 2002 dan dengan Surat Keputusan Bersama
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor : 02
/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009. Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI diberi
berwenang untuk mengawasi jalanya proses peradilan yang dilakukan oleh para hakim demi tercapainya
efektifitas penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Kode Etik Hakim berdasarkan teori hukum Islam sebagaimana prinsip-prinsip dasar Shariah
adalah ada 2 dua macam konsep, yaitu pertama: Konsep Tauhid yang terdiri dari : (i). Unity of Creation (
Meyakini Kesatuan Penciptaan), (ii). Unity of Mankinde (meyakini kesatuan kemanusiaan). (iii). Unity of
Guidance (meyakini kesatuan tuntutan hidup). (iv). Unity of Propose of life (meyakini kesatuan tujuan
hidup). (v). Unity of Godhead ( semuanya merupakan derifasi kesatuan keTuhanan).
Konsep kedua, etika sintesis Islami, terdiri dari : (i). Prinsip Khilafah ( manusia sebagai Khalifah fi
al-Ardi). (ii). Prinsip Adalah (yaitu prinsip keadilan). (iii). Prinsip Nubuwwah ( yaitu prinsip sifat
kenabian). (iv). Prinsip Ukhuwwah (yaitu prinsip persaudaraan) (v). Prinsip al-Khurriyyah wa al-
Masuliyyah (yaitu prinsip kemerdekaan dan pertanggung jawaban ).
Penegakan hukum dalam prespektif Hukum Islam, bahwa Hukum Islam dapat berjalan secara
efektif ada 4 faktor : (1). Falsafatu al- tashri (filsafat hukum Islam dan tujuan hukum Islam) (ii). Turuqu
al-Istinbat Nazariyah (methodologis bagaimana menetapkan hukum). (iii). Nazariyah fiqhiyyah (teori
penalaran dalam istinbat hukum) (iv). Siyasah Shariyyah (politik hukum yang terkait dengan aplikasi dan
situasi yang dihadapi).
Khalifah Umar Ibn Khattab RA, telah menyampaikan risalahnya sebagai dasar teori penegakan
hukum dan keadilan, sebagai dasar peradilan di negara-negara Islam, termasuk di Indonesia yang telah
dijadikan dasar kode etik hakim di lembaga peradilan agama.

x


Berdasarkan teori Lourence Meir Friedmand penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan efektif
ada 3(tiga) faktor: Yaitu faktor subtansi hukum, faktor struktur hukum, dan faktor kultur Hukum. Dalam hal
ini, kode etik hakim mempunyai peranan penting dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia,
sebagai alat control struktur hukum yaitu alat regulasi dan subtansi hukum pengawasan, terhadap perilaku
hakim dalam menjalankan tugas memeriksa dan mengadili perkara yang diamanahkan kepada para hakim.
Disamping teori tersebut ada juga teori yang dapat membawa keterpurukan hukum, yaitu Teori
Donald Black dan Achmad Ali yang dapat dukungan dari Teori Sampford dengan Teori melee, yaitu tiga
faktor yang membawa keterpurukan hukum yaitu faktor De Socialization. faktor De Legalization dan faktor
Internalization (transendental) dan teori yang mengakibatkan diskriminatif yang ditimbulkan Stratatifiksi,
Morfologi, Kultur, Organisasi dan Social Control (pengendalian sosial).
















xi


ABSTRACT

Akhmad Bisri Mustaqim NIM: FO. 150 507. Dissertation Title: Judges Code Study Problems in Law
Enforcement and Justice In Indonesia Promoter: Prof. Dr. H M. Ridlwan Nasir MA. and Prof. Dr. H.Ahmad
Zahro, MA.
Keywords: Code of Justice.

Supreme Court of the Republic of Indonesia, and 4 (four) of the judiciary under him, had sharp criticism
from the public, since the outbreak of the legal and judicial mafia in Indonesia, resulting in declining public
trust and authority for law and justice in Indonesia. So to rebuild public confidence in the authority and law
and justice in Indonesia, the Supreme Court should reform the change of agent by arranging the first
blueprint by rebuilding the image of the Supreme Court to reach the Supreme Court the authority and
dignity.

Continuing changes to the blueprint of the new paradigm with the two launched a program of the vision and
mission of 2010-2035 Supreme Court as the supreme judicial institution in Indonesia. Paradigm taken by
the author is a change for the better and honorable to achieve great justice. The research and writing of this
dissertation uses empirical methodology of the application code of conduct of judges and supervision
follow-up results of the judges who violate the code.

Code of Ethics and Code of Conduct Judges in Indonesia, based on the formulation of the National
Conference Judges Association Limited in Surabaya Indonesia 25 to 29 September 2002 and the Joint
Decree of the Supreme Court and the Judicial Commission No.: 047/KMA/SKB/IV/2009 and Number : 02 /
SKB/P.KY/IV/2009 dated 8 April 2009. The Supreme Court and the Judicial Commission was given the
authority to oversee Republic of Indonesia nets proceedings conducted by the judges in order to achieve the
effectiveness of law enforcement and justice in Indonesia.

Judges Code of Conduct based on the theory of Islamic law as the fundamental principles of the Shari'ah is
there are 2 two kinds of concepts, namely consisting of: (i).first: Concepts Tauhid Unity of Creation
(Affirming the Unity of Creation), (ii). Unity of Mankinde (believe in the unity of humanity). (iii). Unity of
Guidance (union believes the demands of life). (iv). Unity of Propose of life (believe in the unity of purpose
of life).
(v). Unity of Godhead (divine unity are all derivation).

The second concept, the synthesis of Islamic ethics, consisting of: (i). Principle Khilafah fi al-Ard
(Caliphate human (ii). Principle al-Adalah (the principle of justice). (iii). Nubuwwah principle ( the
principle of the nature of prophethood). (Iv). Ukhuwwah principle ( the principle of brotherhood) (v). The
principle of al-Khurriyyah wa al-Mas'uliyyah ( the principle of independence and accountability).

Law enforcement in the perspective of Islamic law, the Islamic law can operate effectively there are 4
factors: (1). al-Falsafatu al-tashri (philosophy of Islamic law and Islamic law purposes) (ii). Turuqu al-
Istinbat Nazariyah (methodologis how to lay down the law).(iii). Nazariyah fiqhiyyah (theory of legal
reasoning in istinbat) (iv). Siyasah Shar'iyyah (political law relating to the application and the situation at
hand).

Caliph Umar Ibn Khattab RA, has expressed his treatise as a theoretical basis of law and justice, as the basis
of justice in Islamic countries, including Indonesia, which has been used as the basis of the code of conduct
of judges in the judiciary religion.
xii


Based on the theory Lourence Meir Friedmand law enforcement and justice will be effective there are 3
(three)



factors: These are factors substantive law, legal structure factors, cultural factors and the Law. In this case,
the code of conduct of judges have an important role in upholding law and justice in Indonesia, legal
structures as a means of control is a tool of regulation and supervision of legal substances, the behavior of
judges in performing their duties and adjudicates cases entrusted to judges.

Besides the theory there are also theories that can bring legal downturn, the theory of Donald Black and
Achmad Ali Theory to support the Theory Sampford melee, the three factors that brought the legal slump
De Socialization factors. Legalization and De factors Internalization factor (transcendental) and the
resulting discriminatory theory posed Stratatifiksi, Morphology, Culture, Organization and Social Control.














xiii




:

:






- -

2010 - 2035
.
.
.


:
/ KMA / / / SKB , : / SKB /P.KY / / . .

.

.


:


:
, ,
.

,
, , ,
xiv

.



;




.
.




























xv

DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN.. .................... ii
PERSETUJUAN PROMOTOR ................................................................................... iii
PERSETUJUAN PENGUJI .. .......................... iv
PENGESAHAN DIREKTUR . ................ v
PERNYATAAN KESEDIAAN PERBAIKAN DISERTASI.. .................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vii
ABSTRAK.................... ix
ABSTRACT. .................... xi
MULAKHKHAS.. .................... xiii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xv
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG KODE ETIK HAKIM,
PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN 17
BAB III. PENERAPAN KODE ETIK HAKIM INDONESIA.. 47

BAB IV. ANALISIS TEMUAN DAN PROBLEMATIKA KODE ETIK HAKIM 90
BAB V. PENUTUP ... 105
A. Kesimpulan ... 105
B. Rekomendasi. 106
C. Keterbatasan Penelitian..... 107
D. Implikasi Teoritik..... 108
xvi

DAFTAR PUSTAKA ................ 114
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.... 119
LAMPIRAN .............................. 121.

PEDOMAN TRANSLITERASI
Penulisan disertasi ini menggunakan tranliterasi Arab-Indonesia berdasarkan buku
pedoman penulisan disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2011,
sebagai berikut:
NO ARAB INDONESIA ARAB INDONESIA
1 2 3 4 5
1



t
2

b

z
3

t


4

th

gh
5

j

f
6

h

q
7

kh

k
8

d

l
9

dh

m
10

r

n
11

z

w
12

s

h
13

sh

`
14

s

y
15

d

Sedang untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) dengan cara menuliskan tanda coretan
horizontal (macroon) di atas huruf a, i dan u ( , dan ) bunyi hidup dobel (dipthong) Arab
ditranslitkan dengan menggabung dua huruf ay dan au, seperti layyinah, lawwamah. Kata
yang berakhiran ta` marbut ah dan berfungsi sebagai sifat (modifier) atau mudaf alayh
ditransliterasikan dengan ah sedang yang berfungsi sebagai mudaf ditranliterasikan dengan
at.

xvii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan .
1
Hal ini kemudian dipertegas lagi
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik
Indonesia.
2
. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting negara
hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas
dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan.
3

Hukum merupakan panglima di negara Indonesia, karena Indonesia merupakan
negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat)
belaka. Untuk itu, hukum itu harus betul-betul ditegakkan demi terciptanya negara yang adil,
aman, tertib dan sejahtera. Hukum menempati posisi strategis dengan peranan yang dapat
dilakukan sebagai sarana mewujudkan tujuan kebijaksanaan yang dicita-citakan dalam
bentuk hukum. Perwujudan dalam bentuk hukum ini tidak terlepas dari tujuan hukum itu
sendiri, yaitu untuk mengatur masyarakat secara efektif dengan menggunakan peraturan-
peraturan hukum yang ada.
4

Penegakan hukum dan keadilan merupakan amanat yang harus ditegakkan oleh
aparatur hukum, sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al Quran Surat 4 al-Nisa ayat 58
yang berbunyi :
| < ``.!, :. .... _|| !l> :| ..>> _,, _!.l .>> _.-l!, | < !`,-.
_>L-, ., | < l !-,.- ,., __


1
Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Amandemen Ketiga Tahun 2004.
2
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
3
Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Amandemen Ketiga Tahun 2004.
4
Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, . Jakarta, LP3IS, 2001, .2.
xviii



Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
5

Rasul Allah SAW telah memberikan pesan kepada para hakim, agar melaksanakan
tugas menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana amanat yang dibebankan di pundak
para hakim. Oleh karena itu beliau menggolongkan hakim itu menjadi tiga golongan
sebagaimana hadith beliau :

: "


Dari Muhammad bin Hasan al-Samaty dari Khalaf bin Khalifah dari Abi Hashim dari Ibnu
Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW telah bersabda:Hakim-hakim itu terbagi menjadi
tiga golongan, satu golongan masuk surga dan dua golongan masuk neraka. Golongan yang
berbuat adil dalam keputusan hukumnya, maka ia masuk surga. Golongan lainnya yang
mengetahui keadilan itu, tetapi mereka menyeleweng dengan sengaja, maka mereka masuk
neraka. Adapun golongan lainnya adalah mereka memutuskan perkara tanpa ilmu, tetapi
mereka malu mengatakan aku tidak tahu, maka mereka pun masuk neraka. (H.R. Abu
Dawud)
6

Hakim
7
sebagai aparat hukum, mempunyai peran sangat strategis negara yang
berdasarkan hukum, karena hakim yang ada di pengadilan memeriksa dan memutus setiap

5
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya .S. 4 al- Nisa : 58
6
Abu Dawud, Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash'ats bin Ishaq bin Bashir bin Shidad bin Amru bin Amir al-Azdi al-
Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz 5, (Lebanon, Dar wa Matbi al-Syabi Maktabah1398 H),79.

7
Hakim adalah sebuah gelar yang mempunyai pengetahuan tentang masalah-masalah yang tinggi nilainya, Dalam
literature Islam Istilah hakim sering disebut dan digunakan untuk filosof. Lihat Ensiklopedia Indonesia, Jakarta ,
Gramedia, 1983: 1208. Definisi Hakim menurut Abdul Kadir Muhammad: Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
sebagai pejabat penegak hukum mengadili perkara berdasarkan syarat-syarat dan prosedur yang ditetapkan oleh
perundang-undangan yang berlaku. Dan untuk hakim Agung dipilih DPR dari hasil seleksi awal oleh Komisi Yidisial
dan diangkat oleh Presiden selaku kepala Negara.
xix

perkara yang diajukan kepadanya. Hakim harus melahirkan putusan yang adil, legal dan
pasti serta membawa manfaat bagi masyarakt pencari keadilan.
8




Untuk itu, perlu adanya kode etik profesi hakim yaitu aturan tertulis yang
merupakan pedoman perilaku setiap hakim di Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai hakim. Adapun maksud dan tujuan adanya kode etik profesi hakim adalah sebagai
alat pembinaan dan pembentukan karakter hakim dan pengawasan tingkah laku hakim.
Selain itu juga, sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan ekstra judicial, dan
pencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar sesama hakim dan antara hakim
dengan masyarakat. Tujuan dari kode etik ini adalah memberikan jaminan peningkatan
integritas moral bagi hakim dan kemandirian fungsional bagi hakim dan menumbuhkan
kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan itu sendiri.
9
Dengan adanya kode etik
profesi hakim, diharapkan hakim dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam
kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Namun dalam kenyataannya masih ada sebagian hakim yang menyimpang dari
kode etik tersebut. Banyak melalui media cetak dan elektronik yang memberitakan tentang
adanya penyimpangan aparat hukum, mulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan di
kepolisian, penuntutan di kejaksaan, hingga putusan peradilan. Sebagian media juga
mengekspose adanya penyimpangan dan tidak profesionanya hakim sampai terjerat kasus
pelanggaran kode etik profesi hakim, baik berupa suap menyuap maupun grativikasi dari
pihak-pihak yang berperkara.
10

Kode etik profesi hakim sudah tentu berisikan aturan-aturan mengenai etika-etika
hakim yang baik, sehingga sumber dari kode etik ini tentunya adalah sumber yang baik dan
dapat dipercaya. Nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh agama yang bersumber dari wahyu,
melahirkan nilai moralitas yang baik adalah sumber dari kode etik profesi hakim ini.
Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu landasan bagi hakim untuk
menerapkan kode etik profesinya dalam menjalankan tugas penegakan hukum dan keadilan,

8
Sementara Ulama Mazhab ahli fiqh telah berselisih pendapat tentang boleh dan tidaknya seorang wanita menduduki
jabatan hakim. Ulama Mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali dari kalangan ulama hijaz bersikap ikhtiyathi (kehati-
hatian), wanita dilarang menduduki jabatan hakim, ulama Mazhab Hanafi dari kalangan ulama kuffah, membolehkan
wanita menduduki jabatan hakim terbatas perkara perdata, tetapi dilarang menangani perkara bidang pidana (had).
Sedangkan Ibnu Jarir al-Thabary dan Ibnu Hazm membolehkan perempuan menduduki jabatan hakim untuk semua
jenis perkara perdata maupun perkara pidana. Di Indonesia telah diatur dalam undang-undang tentang persyaratan
sebagai hakim, tidak membatasi jenis kelamin, jabatan hakim boleh laki-laki atau perempuan.
9
Wildan Suyuti, Etika Profesi, Kode Etik Dan Hakim Dalam Pandangan Agama,(Jakarta,Mahkamah Agung RI, 2005),
23
10
Wasingatu Zakiyah dkk. Menyikap Tabir Mafia Peradilan, (Jakarta, ICW 2002. Cet. I. ) : 9.
xx

oleh karena kode etik hanya merupakan sebatas aturan saja. Adanya Komisi Yudisial yang
berada dalam struktur lembaga pengawasan pada jalannya yudikatif di Indonesia, yang
mengawasi jalannya peradilan di Indonesia, di era reformasi pengawasan internal belum
mencukupi dalam mengawasi hakim menjalankan tugasnya. Lahirnya pengawasan dari
eksternal yang diunjuk oleh undang-undang, dibutuhkan hukum yang tegas, moralitas hakim
yang baik, dan dilandasi keimanan yang kuat atau nilai-nilai norma agama atau Akhlaq al-
karimah dan integritas moral yang tinggi bagi seorang hakim dalam menjalankan tugasnya
dengan kode etik profesi hakim tersebut.
Penegakan supremasi hukum yang menjadi salah satu amanat reformasi hingga saat ini
sedang dalam proses. Hal ini terjadi mengingat dalam waktu tiga puluh tahun di masa orde
baru sistem kekuasaan yang represif, telah mengakibatkan wajah hukum dan praktek
peradilan kita


menjadi tidak sehat bahkan terpuruk.
11
Tentu hal ini menjadi tugas berat bagi
jajaran kekuasaan kehakiman untuk membangun kembali citra peradilan menjadi lembaga
peradilan yang bermartabat dan dihormati oleh masyarakat. Terlepas dari kekurangan yang
ada, terjadinya kekurang-percayaan publik terhadap lembaga peradilan tercermin dari
banyaknya kritik dan berbagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap lembaga peradilan
di Indonesia.
Tentu yang menjadi sorotan terkait dengan masalah penegakan hukum ini salah
satunya adalah aparat peradilan (hakim). Masyarakat menyandarkan harapan yang sangat
besar kepada hakim yang benar-benar memiliki integritas moral yang tinggi dan profesional
sehingga tindakan dan tingkah lakunya menunjukkan ketidakberpihakan (impartiality),
memiliki integritas moral serta profesional pada kemampuannya memberikan putusan yang
baik dan benar. Apabila hakim mengangkat citra dan wibawanya, maka hakim tersebut
berarti telah memberikan kontribusi positif dalam penegakan hukum dalam rangka
terwujudnya supremasi hukum di Indonesia.
Keberhasilan seorang hakim dalam menegakkan hukum dengan demikian selain
bersandar pada prinsip rule of law dan kemandirian kekuasaan kehakiman, juga sangat
ditentukan bagaimana integritas moral dan perilaku hakim dalam menjalankan tugas sehari-
hari, baik dalam persidangan maupun di luar persidangan. Dalam konteks ini, Mahkamah
Agung RI, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman sekaligus sebagai pelaksana fungsi
pengawasan, telah menyusun pedoman perilaku aparat peradilan.
Pada saat berdirinya Ikatan Hakim Indonesia(IKAHI) pada tanggal 20 Maret 1953
di Tawangmangu Jawa Tengah belum disusun Kode Etik Hakim. Pada Kongres IKAHI Ke
III tanggal 5-7 April 1965 dibentuk Code Ethiek untuk menjaga harkat dan martabat para
hakim dan sekaligus pembentukan pengurus pada setiap daerah hukum Pengadilan Tinggi

11
Munculnya mafia peradilan, yang berbentuk konspirasi-konspirasi di pengadilan untuk memenangkan salah satu pihak
tertentu dan sebutan bagi pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dari sistem hukum yang ada di
Pengadilan. ICW menghendaki pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
xxi

suatu Dewan Code Ethiek. Dalam kongres Ke IV pada tanggal 23-30 Nopember 1966
dengan menetapkan Kode Kehormatan Hakim dan Majelis Kehormatan Hakim dan pada
kongres-kongres selanjutnya terus diupayakan perubahan tentang istilah Kode Etik seiring
dengan perubahan perundang-undangan tentang Kehakiman. Namun kode etik tersebut tidak
berjalan efektif, sehingga dalam Kongers Ke V di Jakarta tanggal 18-20 Oktober 1968
diubah menjadi Code Kehormatan Hakim dalam hasil Musyawarah Nasional agar
mengaktifkan Majelis Kehormatan Hakim.
12

Selanjutnya pada Munas IKAHI Ke XII di Jakarta telah diputuskan yaitu
bergabungnya Ikatan Hakim Indonesia dan Ikatan Hakim Agama (IKAHA) pada tanggal 28
Maret 1995 yang dituangkan Surat Keputusan Bersama IKAHI dan IKAHA, sekaligus dengan
diputuskan Aggaran Dasar Keanggotaan IKAHI dan Kode Etik Profesi Hakim, meliputi
hakim pada lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama
dan pengawasan terhadap perilaku hakim kurang berjalan efektif. Fenomena tidak efektifnya
penegakan hukum dan keadilan ini disebabkan oleh perilaku hakim yang tidak menjalankan
kode etik yang telah




dirumuskan oleh Ikatan Hakim Indonesia, perlu adanya paradigma kearah perubahan yang
lebih baik dan lebih terhormat dan bermartabat.
Agar pengawasan terhadap perilaku hakim dapat berjalan efektif, Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial RI telah menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB).
Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 berupa
Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, yang berisikan 10 prinsip
pedoman Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesiah, yang meliputi kewajiban
untuk : 1. Berperilaku adil, 2. Berperilaku jujur, 3. Berperilaku arif dan bijaksana, 4.
Bersikap mandiri, 5. Berintegrasi tinggi, 6. Bertanggung jawab, 7. Menjunjung tinggi harga
diri, 8. Berdisipilin tinggi, 9. Berperilaku rendah hati, 10. Bersikap professional.
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI dan
Komisi Yudisial RI ini diharapkan para hakim dan aparat peradilan lainnya lebih memahami
dan mengimplementasikan kode etik hakim, baik dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan
(penanganan perkara) maupun perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat luas.
Dengan demikian, peraturan tentang Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku
Hakim ini merupakan harapan ideal yang diharapkan dari hakim dan sifat yang mewarnai
perilaku hakim. Namun, pada sisi lainnya masih ada sebagian para hakim yang terkena
sanksi akibat pelanggaran dan kelalaian hakim dalam menjalankan tugas sebagai hakim. Ini
kondisi riil, yang menjadi fakta di lapangan, yang membuat kesenjangan antara dassollen
dan dessain. Hal inilah yang akan penulis ungkapkan dalam penelitian dan penulisan
disertasi ini. Antara lain adanya hakim yang mendapatkan hukuman disiplin, baik berupa

12
Iskandar Kamil, Kode Etik Profesi Hakim, (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2005) :3.
xxii

tegoran lisan, tegoran tertulis, dan hukuman administrasi berupa penundaan kenaikan
pangkat, pemberhentian tunjangan hakim, sampai kepada pemberhentian tidak hormat.
13
.
Yang menjadi keperihatanan penulis, meskipun telah dikeluarkan kode etik hakim,
ternyata masih banyak hakim yang melakukan pelanggaran. Faktor-fakator apa yang
menjadi penyebab adanya pelanggaran tersebut, apakah faktor subtansi dari kode etik
tersebut, atau faktor struktur atau sifat dan watak hakimnya, atau faktor kultur hukum yang
melingkarinya. Sekaligus apa langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh Mahkamah
Agung dan Komisi Yudisial dalam menerapkan kode etik hakim tersebut.
Dalam teori manajemen pemerintahan yang baik dan efektif untuk tercapainya
tujuan penegakan hukum dan keadilan sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, ialah
menerima, memeriksa, mengadili dan menjalankan putusan pengadilan. Hal ini perlu adanya
jalanya pilar administrasi pemerintahan yaitu:
Pertama adanya planning atau perencanaan yang baik, agar tercapainya fungsi dan
tujuan peradilan yang baik. Kedua adanya actuating atau pelaksanaan yang sesuai dengan
yang dikehendaki peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu jalanya peradilan yang
sederhana cepat dan biaya yang ringan, dan tercapainya rasa keadilan bagi masyarakat pencari
keadilan. Ketiga controlling atau pengawasan dari institusi yang ditunjuk oleh undang-
undang untuk melakukan pengawasan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
apakah petugas aparatur hukum, khususnya dalam menjalankan tugas yudikatif telah sesuai
dengan peraturan






perundang-undangan yang berlaku, sehingga menghasilkan putusan yang membawa
kepastian hukum dan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat pencari keadilan.
Bagir Manan, pada saat menjabat Ketua Mahkamah Agung RI, telah menggagas
untuk membangkitkan kembali teganya hukum dalam kondisi keterpurukan hukum di
Indonesia, perlu adanya langkah-langkah perbaikan. Menurut teori hukum sebab akibat
Brian Tracy, yang menyatakan: everithing happens of a reason, and for every effect there
is a specificcase (Segala sesuatu terjadi karena ada sebabnya, dan setiap tindakan pasti
akan menimbulkan akibat).
14

Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum, sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli hukum diantaranya: Lawrence Meir Freidmand, ada 3(tiga) pilar sebagai
penopang penegakan hukum dapat berjalan dengan efektif
15
.
Pilar pertama faktor subtansi hukum, yaitu adanya peraturan perundang-undangan
itu sendiri, yaitu hukum berfungsi sebagai a tool of social enginiering, sebagai alat untuk
membentuk masyarakat, dan hukum berfungsi sebagai a tool of sociaal control, yakni

13
Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2010 ,(Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010)
:103.
14
Bagir Manan, Memulihkan Peradilan yang Berwibawa dan Dihormati, Pokok-Pokok Pikiran Bagir Manan dalam
Rakernas IKAHI, (Jakarta Mahkamah Agung-RI 2008), vii.
15
Lawrence Meir Friedman, Tree Elements of Legal System, a Social Science Prespectiv, (New York, Russel Sage
Foundation), dalam Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya, (Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2002): 7.
xxiii

hukum sebagai alat kontrol masyarakat, dan hukum berfungsi sebagai alat integrator yaitu
hukum berfungsi untuk mempersatukan masyarakat, demi tercapainya penegakan hukum
dan keadilan.
Pilar kedua, faktor struktur hukum, yaitu yang terdiri dari apatur penegak hukum,
yang terdiri dari, Polisi, Jaksa, Hakim, advokat, bahkan termasuk pembuat undang-
undangnya, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pilar ketiga adanya faktor kultur hukum, yaitu menyangkut kesadaran hukum
masyarakat dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi
dengan hukum yang berlaku yang dikendaki Undang Undang Dasar Negara Republik
Indosesia. Dari tiga faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum dan keadilan
faktor apakah yang paling dominan, apakah faktor subtansi hukumnya, atau faktor struktur
hukum, atau faktor kultur atau budaya hukum masyarakat.
Berdasarkan pandangan Donald Black, penegakan hukum tidak berjalan efektif
adanya penyimpangan dilakukan oleh struktur hukum dalam menjalankan tugas penegakan
hukum maupun tugas pemerintahan, adanya penyimpangan dalam menegakkan hukum yang
dilakukan oleh aparatur hukum, sehingga bukan tercapainya keadilan tetapi mendatangkan
putusan yang diskriminatif bagi masyarakat pencari keadilan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diskriminatif dan ketidak adilan tersebut.
Sebagaimana teori Donal Black ada beberapa faktor yang mempengaruhinya
16
:
Petama faktor De-Socialization, ialah dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh
dari masyarakat lingkungannya yang berperan untuk menggagalkan penegakan hukum dan
keadilan itu sendiri. Contoh untuk mencapai kehendaknya ada pihak dengan cara KKN
(Kolusi, Korupsi





dan Nepotisme) atau ada pihak-pihak bermain mata dengan aparatur
hukum,dengan demikian sulit akan tercapai penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Kedua faktor De-legalization yaitu adanya faktor peraturan dan perundang-
undangan itu sendiri, yaitu peraturan perundang-perundangan yang masih ada celah-celah
kelemahan dan kekurangan sehingga kelemahan dan kekurangan tersebut dijadikan dalih
tidak ada hukum yang mengaturnya. Akibatnya perkara tersebut tidak dapat diputuskan,
dengan demikian tidak dapat ditegakkan hukum dan keadilan.
Ketiga Faktor De-Internalization, yaitu kesadaran hukum bagi aparat hukum itu
sendiri dan masyarakat, yang dilandasi keimanan yang kokoh (transendental) tidak mudah
tergoyahkan dengan godaan. Janganlah kita takut hanya karena manusia, marilah kita takut
kepada Allah yang mengawasi kita. Contoh, jika kita perhatikan pelanggaran lalu lintas yang
berada pada perempatan jalan (lampu lalu lintas), lampu warna merah adalah berlaku hukum
bahwa pengendara harus berhenti, untuk memberikan kesempatan penyeberang kaki dan
pengendara kendaraan yang lainnya untuk dapat melintas. Tetapi karena sebagian
pengendara yang ditakuti hanya polisi, maka jika tidak ada polisi, mereka jalan terus.
Peristiwa tersebut di atas menyadarkan kita semua agar mempunyai integritas moral yang
tinggi untuk menegakkan hukum dan keadilan ada pengawasan maupun tidak ada
pengawasan, haruslah merasa diawasi oleh Allah, hal ini penting bagi aparatur hukum untuk
mempunyai integritas moral yang tinggi atau Akhlaq al- karimah.

16
Donald Black, The Behavior of Law, (New York USA Academic Press, Inc), dalam Achmad Ali, Keterpurukan
Hukum di Indonesia, 2002 : 47
xxiv

Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum yang telah diungkapkan oleh
Soerjono Soekanto, dalam bukunya yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum adalah ada 5 (lima) macam sebagai berikut:
1. Faktor subtansi hukumnya sendiri, yaitu undang-undangnya atau subtansi hukum
peraturan-peraturan yang diberlakukan;
2. Faktor struktur hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk undang-undang dan yang
menerapkan hukum, yaitu jika di Indonesia adalah pembentuk undang-undang (DPR)
dan yang menerapkan hukum adalah, polisi, jaksa, hakim dan advokat;
3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu sarana prasarana
yang mendukung operasionalnya penegakan hukum berupa gedung dan termasuk
sarana prasarana peradilan lainnya.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan (kultur) yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
17

Dari hal-hal yang sudah dipaparkan di atas, maka penulis mengambil tema untuk
Disertasi ini yaitu Kode Etik Hakim Di Pengadilan Studi Problematika Penegakan Hukum
dan Keadilan Di Indonesia . Yang definisi operasionalnya sebagai berikut:
1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, pedoman yang berisikan norma-
norma tentang perintah dan larangan bagi hakim dalam menjalankan tugas, menerima,
memeriksa dan mengadili perkara yang dibebankan kepadanya, norma dalam
persidangan dan norma-norma yang harus diperhatikankan di luar persidangan. Yaitu
ada 10 (sepuluh) aturan perilaku hakim sebagai berikut : 1. Berperilaku Adil. 2.
Berperilaku Jujur. 3. Berperilaku Arif dan bijaksana. 4. Bersikap Mandiri. 5.
Berintegritas Tinggi. 6. Bertanggung Jawab. 7. Menjunjung Tinggi Harga Diri. 8.
Berdisiplin Tinggi. 9. Berlaku Rendah Hati. 10. Bersikap Profesional.
18

2. Pengertian penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaanya agar tidak terjadi pelanggaran atau
penyimpangan dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu
supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum
menurut aturan yang berlaku, berupa pemberian sanksi ringan, sedang dan sanksi yang
berat.
19

3. Hukum, menurut Ulama Ahli Ushul Fiqh ialah: Tuntutan Allah yang berkaitan dengan
perbuatan orang Mukallaf, berupa tuntutan, pilihan atau menjadikan sesuatu sebagai

17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta , Raja Grafindo Persada, Cet Ke
iv. 2002): 5
18
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 /
Nomor : 02 /SKB/ P.KY/ IV/2009 : Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Yaitu ada 10 (sepuluh) aturan
perilaku hakim sebagai berikut : 1. Berperilaku Adil. 2. Berperilaku Jujur. 3. Berperilaku Arif dan Bijaksana. 4.
Bersikap Mandiri. 5. Berintegritas Tinggi. 6. Bertanggung Jawab. 7. Menjunjung Tinggi Harga Diri. 8. Berdisiplin
Tinggi. 9. Berlaku Rendah Hati. 10. Bersikap Profesional
19
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Aditya Bakti, 2001), 115.
xxv

sebab, syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah atau azimah yang bersumber dari Al-
Quran, Al-Sunnah, Ijma, dan Qiyas (Masadir al-Tashri)
20

4. Hukum, menurut teori hukum positif dan legalitas, adalah segala peraturan dan norma
yang diproduk oleh institusi yang diberi kewenangan untuk itu, dan dapat dipaksakan
oleh yang berwenang serta mendapatkan sanksi bila melanggarnya. Hukum adalah
institusi atau instrumen yang dibutuhkan dan keberadaannya melekat pada setiap
kehidupan sosial atau masyarakat. Hukum diperlukan untuk mewujudkan dan menjaga
tatanan kehidupan bersama yang harmonis. Tanpa adanya aturan hukum, kehidupan
masyarakat akan tercerai- berai dan tidak dapat lagi disebut sebagai satu kesatuan
kehidupan sosial. Oleh karena itu, terdapat adagium, di mana ada masyarakat di situlah
ada hukum. Kehidupan sosial yang harmonis dapat tercapai manakala keadilan
terpelihara dan dapat ditegakkan. Keadilan dalam hal ini meliputi perlindungan terhadap
hak individu anggota masyarakat dan hak kolektif masyarakat,memberikan sesuatu
kepada yang berhak, serta memperlakukan sama terhadap sesuatu yang sama dan
memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang berbeda. Terdapat berbagai pemikiran
dan konsep tentang keadilan.
21

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, penulis menguraikan identifikasi masalah yang
muncul setelah diterapkan kode etik hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia
yaitu:
1. Apakah yang menjadi faktor penyebab, masih ada sebagian hakim yang belum merubah
dirinya, yang bertingkah laku, dan bertindak sebagaimana hakim-hakim sebelum zaman
reformasi, melakukan tindakan kolusi dan berbuat tidak professional, inkonstitusional dan
indisipliner dalam menjalankan tugas sebagai hakim Indonesia, sehingga wajah lembaga
peradilan menjadi tercoreng dan tidak berwibawa.
2. Apa faktor penyebab masih ada sebagian hakim di Indonesia di era reformasi ini, tidak
sepenuhnya memahami dan menerapkan Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim ?

3. Apa langkah-langkah yang ditempuh oleh Mahkamah Agung RI untuk tercapainya kualitas
para hakim agar dapat melaksanakan kode etik hakim dan pedoman perilaku hakim
Indonesia, sehingga dapat tercapai lembaga peradilan yang berwibawa dan agung dan bebas
dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan tindakan indispliner lainnya.
4. Lembaga hukum manakah yang berwenang, jika terjadi adanya hakim yang melakukan
pelanggaran kode etik (code unprofessional coundauct), dan hakim yang melakukan
tindakan pelanggaran hukum (code unprofessional law) ?



20
Abd. Azis Dahlan, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2 , (Jakarta PT. Ichytiar Baru Van Hoeve, 1996), 571
21
Koko Istya Temorubun, Arti dan makna hukum menurut Aristoteles, Teori Hukum Legalitas,. (Jakarta, Universitas
Indonesia, 2001): 6.
xxvi

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menegakkan hukum
dan keadilan di Indonesia ?
2. Apakah faktor-faktor penyebab kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia belum
dapat dilaksanakan secara efektif di Indonesia ?
D. Tujuan Penelitian
Dengan masalah yang berhubungan dengan penerapan kode etik dan Pedoman Perilaku
Hakim di Indonesia sebagai subtansi hukum pedoman perilaku hakim dalam menegakkan hukum
dan keadilan di Indonesia sekaligus alat kontrol dalam pengawasan, dalam hal ini penulis
bertujuan :
1. Untuk memahami bagaimana Kode etik hakim Indonesia diterapkan dan dijalankan oleh
para hakim, dengan mengkaji teori-teori tentang etika oleh para ahli dibidang filsafat etika
dan teori penegakan hukum dan keadilan oleh para ahli di bidang hukum. Baik teori
penegakan hukum dari para ahli hukum barat dan teori penegakan hukum dari para ahli
hukum Islam.
2. Untuk mengetahui apa faktor-faktor penyebab bahwa kode etik hakim dan pedoman perilaku
hakim Indonesia belum dapat berjalan efektif yang diambil dari teori efektifitas penegakan
hukum oleh para ahli hukum. Dan untuk memahami apakah langkah-langkah yang
ditempuh oleh Mahkamah Agung R I dan Komisi Yudisial RI agar Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim Indonesia agar dapat berjalan efektif dalam menegakkan hukum dan
keadilan di Indonesia.
E. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian dan penulisan Disertasi ini diharapkan dapat berguna :
1 . Dari segi teoritis, agar dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan
khususnya di bidang pelaksanaan dan implementasi kode etik dan pedoman perilaku hakim
dalam
melaksanakan tugas sebagai hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia,
serta dapat mengembangkan konsep-konsep pemikiran yang berhubungan dengan kode etik
prespektik filsafat etika dan peran antisipatif dalam menghadapi arus perkembangan hukum di
era modern.
2. Dari segi praktis, untuk memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa lembaga peradilan
mulai dari Mahkamah Agung RI dan 4 (empat) lembaga peradilan di bawah Mahkamah
Agung RI telah ada peraturan yang mengikat kepada para hakim sebagai struktur hukum
dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum dan keadilan, agar hakim lebih berhati-hati
dan waspada dengan adanya keterbukaan informasi dan Trasparansi, apabila berperilaku dan
bertindak tidak profesional dan inkonstitusional, dan bertindak atau perilaku yang terpengaruh
dari kultur budaya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) telah terbaca dan dilihat masyarakat,
berakibat pula akan menjadi jatuhnya martabat dan harga diri sebagai hakim di Indosnesia.
Dari segi pelaksanaan dan implementasi kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia,
untuk lebih efektifnya setiap individu hakim, secara teologis hakim adalah jabatan dan amanat
xxvii

yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, maka perlu memiliki skill kemampuan
dari keilmuan hukum formil dan materiil yang optimal dan mempunyai integritas moral dan
Akhlak yang luhur dan keimanan yang kokoh sebagai pengendali dan pencegah terhadap
perilaku yang menghadirkan sikap kufur dan zalim. Dengan demikian harapan tercapainya
penegakan hukum dan keadilan akan terwujud di Negara Indonesia.
Dari hasil penelitian dan observasi yang dituangkan penulisan Disertasi ini yang diharapkan
oleh penulis dapat menemukan adanya temuan teori baru yang dapat menunjang perbaikan
atau kelengkapan teori-teori penegakan hukum dan keadilan yang telah diungkapkan oleh
pakar-pakar di bidang hukum di era terdahulu sebagai pengembangan teori tersebut yang
berguna di era global dan modern ini, dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi.
Dengan harapan tercapainya peradilan yang berwibawa dan peradilan yang agung akan segera
terwujud di Indonesia.
F. Studi Terdahulu
Selanjutnya penulis menyampaikan Mapping hasil Penelitian dan Penulisan terdahulu Tentang
Etika Profesi Hakim:

Nama dan Karya
Tulis
Hasil Penelitian dan
Penulisan
Dasar Hukum
dan Regulasi
Struktur dan
Pelaksanaan
Pengawasan
Tindak Lanjut
Pengawasan
1. Junaidi
Abdullah,
Kode Etik
Profesi Hakim.
Norma kode etik hakim,
yaitu nor ma atau aturan
yang harus dipedomani
dan dijalankan oleh para
hakim Indonesia dalam
menjalankan tugas pro
fesi hakim Indonesia.
Dalam hal ini, hanya
mendiskripsikan makna
Etik, Profesi dan Hakim
dan isi dari 10 norma
pokok kode etik dan
pedoman perilaku hakim
Indonesia
HasilMusya
warah Nasi onal
ke XII Ikatan
hak im Indone
sia di Ban dung
pada Tahun
2001
Tidak dijelas kan
secara ter perinci
pelak sana atau struk
tur pengawasan dan
penindakan bagi
pelaku pe langgaran
kode etik hakim.

Tidak dije
laskan secara
terperinci hasil
pengawasan.
2. Muh Rofiq
Nasihudin
Kode Etik
Profesi Ha kim
dalam Islam
1.Meletakkan kerja
sebagai sebuah amal
shaleh yang dilaku kan
dalam kontek dan
aktifitas yang ber nilai
ibadah atas iman, ilmu,
dan amal. Disini kerja
berorientasi kepa da dua
pandangan beherja dan
men dapatkan financi al.
2. Kerja sebagai penuaian
Norma al-
Akhlaq. Yaitu
Akh laq Mahmu
dah(perila ku
yang baik) dan
Akhlaq Maz
mumah peri
laku yang
buruk).yang
bersumber dari
kitab-kitab al-
Sebagai manusia
beriman kepada
Allah, setiap sa at dan
dimana saja kita
berada Allah
mengawa si kita.
Sanksi ke
sengsaraan
hidup ukhrawi.
xxviii

22. sebagai sua amanah yang harus
dilakukan secara
professio nal.
3.Melakukan kerja de ngan
wawasan masa depan
dan wawasan ukhrawi.
akh laq dalam
Islam.
3.Muhammad
Rodlin,

Etika Profesi,
Telaah Pendekat
an Moral.
Kode etik untuk segala
profesi, tidak terbatas
pada profesi hakim.
Setiap profesi yang
mendapatkan imbalan
dari profesinya harus
ada kode etiknya,
Segala ma cam
aturan tentang
pro fesi, Guru,
dokter,Apoteker
, Advo kat dll.
Masing masing induk
organisasi profesi.
Sanksi dari
induk orga
nisasi tidak
dijelaskan
secara
terperinci.
4.Wahyudi.
Tinjuauan
Hukum Is lam
Terha dap Ke
bebasan Ha kim :
Study analisis
pasal 1 ayat 1
dan pasal 14 ayat
1 UU.Nomor
35Tahun
1999Tentang Ke
kuasaan
Kehakiman.
Skripsi dari
Fakultas Sya
riah UIN
Yogjakarta

Hakim dalam me
negakkan hukum dan
keadilan dan kebenaran,
harus terbebas dari pe
ngaruh ekstra yudisial
baik dari dalam maupun
dari luar.

UU. Nomor 35
Tahun 1999.
Tentang Ke
kuasaan Ke
hakiman. Yaitu,
sete lah terjadi
nya perubah an
undang- undang
Ten tang keku
asaan Keha
kiman dan
pemisahan
secara jelas
kekuasaan
antara Ekse
kutif, Yudi katif
dan Legislatif.
Tidak ada struk tur
pengawasan yang
dijelaskan secara
rinci.
Dan sudah terja di
perubahan per
undang-undang an
Kekuasaan
Kehakiman.UU, No. 4
Tahun 2004 Tentang
Undang-Undang
Pokok Kekuasa an
Kehakiman.
Tidak ada tindak
lanjut sanksi
jika ada ha kim
yang mela
kukan penyi
mpangan dan
pelanggaran.
5.Sofia Hardani,

Tesis, Kode
Etik Hakim da
lam Islam.
1.Hakim harus tahu
fakta yuridis perkara
yang dihadapi.
2.Hakim harus
mengupayakan damai
para phak berperkara.
3.Mampu menye
lesaikan perkara dan
dapat diek sekusi.
4. Bersikap adil, jujur,
bijaksana, berwibawa,
meng hidari perbuatan
yang tercela.
5. Bebas dari pengaruh
Kitab-kitab fiqh
dan Akhlak da
lam Islam.
Tidak diterang kan
struktur pe ngawasan
bagi hakim yang me
langgar kode etik.
Dan hanya bersifat
normatif saja.
Tidak dite
rangkan tin
daklanjut jika
ada hakim yang
melanggar kode
etik.
xxix

ekstra yudisial.
6.Mampu melakukan
Ijtihad menemukan
hukum.
6.MuchsinHarTesis
,Akhlak,Etika
dan Moral Tesis,
Universitas
Muhammadi
yahYogjakarta
2008

Makna Etimologi dan
Terminologi,
Akhlak,Etika, Moral .
Norma perilaku yang
baik dan yang buruk.
Yang membedakan ada
lah sumbernya.
Akhlak ber
sumber dari
wahyu al-
Quran dan as
Sunnah.
Etika dari aturan
atau norma ter
tulis.
Moral ber
sumber dari adat
istiadat
Tidak diterang kan
struktur pe ngawasan
bagi hakim yang me
langgar kode etik.
Tidak dite
rangkan tin dak
lanjut dan sanksi
bagi yang
melanggar kode
etik. Penulis ha
nya mene
rangkan definisi
dan per
bedaannya.


Perbedaan penelitian dan penulisan disertasi penulis ini, legalitas subtansi norma-norma
kode etik disusun oleh lembaga negara, struktur pengawasan dan penindakan adalah Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial dan sanksi yang jelas dan tegas diputuskan oleh Majelis Kehormatan
Hakim (MKH). Dalam penulisan terdahulu tidak diterangkan tindak lanjut hasil pengawasan. Dan
secara kwantitatif jumlah hakim yang mendapat sanksi hukuman disiplin juga tidak dijelaskan.
G.Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif. Eksplorasi ialah
penggambaran (deskriptif) dan penjelasan (eksplanasi). Dalam konteks ini, penelitian
eksplorasi adalah usaha untuk membentuk pengertian umum terhadap suatu fenomena.
22

Dengan demikian fokus penelitiannya adalah pada struktur hukum, yaitu para hakim dan
struktur hukum yang mengawasi implementasi bidang kode etik hakim yang berada di bawah
naungan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.
Penelitian ini diarahkan pada suatu penelitian yang intensif terhadap suatu satuan
anlisis tertentu, dalam hal ini hakim yang terdahulu atau tokoh atau ahli di bidang etik
profesi dan penegakan hukum. Ciri-ciri yang melekat pada penelitian ini adalah :
a. Satuan analisis dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi. Ia terdiri dari
beberapa unsur yang saling berhubungan. Pendekatan yang dilakukan adalah secara

22
Tim Wikipedia Bahasa Indonesia : Eksplorasi dalam . hhtp //id wikipedia org/wiki/Eksplorasi tanggal 1 Februari
2011. 1
xxx

kualitatif dan bersifat holistik. Satuan analisis memiliki hubungan dengan unsur lain di
luar dirinya dalam konteks yang lebih luas, dalam hal ini sistem sosial.
b. Studi analis ini diarahkan untuk menemukan spesifikasi atau kekhususan satuan analisis,
dalam hal ini tokoh di bidang filsafat etika dan penegakan hukum dan pengaruhnya
terhadap generasi selanjutnya.
c. Data yang diperlukan beberapa laporan resmi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial
dan Berita Acara Proses persidangan pada Majelis Kehormatan Hakim, rekomendasi dari
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI dan surat-surat keputusan atas Pemberian
sanksi oleh Mahkamag Agung RI.

2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.
Kedua lembaga ini diambil sebagai tempat penelitian, dengan pertimbangan bahwa
Mahkamah Agung RI cq. Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI, Ketua Muda
Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI adalah lembaga yang diberi
kewenangan oleh undang-undang untuk mengawasi jalannya peradilan di Indonesia. Pada
dua lembaga tersebut terdapat sumber data dokumenter tentang para hakim yang telah
mendapatkan pendidikan kode etik dan Para Hakim yang mendapatkan hukuman disiplin
sebagai hakim karena melakukan pelanggaran Kode Etik Hakim yang telah diputus dalam
persidangan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Guna mengetahui bagaimana pelaksanaan
materi pendidikan, pembinaan kode etik hakim dan pengawasan serta hasil pengawasan serta
prosedur pemberian sanksi bagi hakim yang telah melanggar kode etik dan pedoman
perilaku hakim di Indonesia, serta mengetahui arah pembinaan ke depan oleh Mahkamah
Agung RI.
3. Penarikan Informan
Penulis dalam hal pengambilan informan ini adalah para hakim dalam
lingkungan Mahkamah Agung dan 4(empat) peradilan di Jawa Timur untuk mengetahui
efektifitas pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia diaplikasikan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yang terkait dengan subtansi hukum, struktur hukum
dan kultur hukum dan aplikasinya di lapangan, yang bersumberkan dari:
a. Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung RI;
b. Anggota Majelis Kehormatan Hakim yang pernah dibentuk ;
c. Direktur Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI ;
d. Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ;
e. Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
f. Ketua Mahkamah Tinggi Militer Surabaya ;
g. Ketua Komisi Yudisial RI ;
xxxi

h. Ka Pusdiklat Mahkamah Agung pelaksana pada Pendidikan Calon Hakim pada
Pusdiklat Mahkamah Agung RI.
i. Pengurus Pusat IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia).
j. Sebagian hakim dari hakim yang berada di kelas I A di Jawa Timur.
Pengambilan data untuk mengetahui adanya pelanggaran kode etik hakim dan
pedoman perilaku hakim adalah :
a. Data-data tentang hasil pemeriksaan adanya pelanggaran kode etik yang telah
diputuskan Majelis Kehormatan Hakim dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2007-
2011), yang telah direkomendasikan oleh Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial
RI.
b. Sebagian para hakim yang berada di tingkat pertama kelas I (satu ) di Jawa Timur untuk
mengetahui apakah para hakim telah memahami isi kode etik tersebut dan
menerapkannya dalam melaksanakan tugas memeriksa dan mengadili perkara.
3. Jenis dan Sumber Data
Penulis menggunakan melakukan penelitian lapangan dan sumber data-data
diambil dari buku-buku dan data dokumenter yang diperoleh dari Mahkah Agung RI maupun
dari Komisi Yudisial, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui penelitian
maupun wawancara dan kuiseoner yang terstruktur pada responden yaitu para hakim, di
pengadilan tingkat pertama,

para hakim pada peradilan tingkat banding, dan hakim bidang pengawasan dan lembaga yang
kompeten di bidang pengawasan jalannya peradilan pada Komisi Yudisial RI.
Penulis menggunakan penelitian lapangan tentang aplikasi dan penerapan atau
penelitian empirik kode etik hakim oleh para hakim dalam menjalankan tugas profesinya.
Yaitu dari telaah hasil wawancara dan kuisener yang telah disampaikan kepada para hakim di
lapangan dan telaah atas dokumen-dokumen pelaporan resmi, dan pustaka mengenai jumlah
para hakim di Indonesia, untuk mengetahui secara kuantitatif berupa jumlah kasus
pelanggaran atau penyelewengan yang dilakukan oleh hakim, bentuk pelanggaran, dan berat
atau ringannya sanksi yang dijatuhkan kepada para hakim yang melanggar kode etik dan
pedoman perilaku hakim di Indonesia dalan kurun waktu tertentu, yaitu minimal 5 (lima)
tahun terakhir (2007-2011).
Penelitian dari sumber pustaka, yang terkait dengan buku-buku kode etik hakim,
buku-buku yang terkait dengan teori efektifitas penegakan hukum dan keadilan, yang terdiri
dari:
a. Sumber Primer yang terdiri dari : 1. Laporan-laporan resmi dari Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial RI. 2 Proses dan Berita Acara Persidangan Majelis Kehormatan
Hakim 3 Rokomendasi Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung RI. 4. Surat-Surat
Keputusan Pemberian Sanksi oleh Mahkamah Agung RI.
b. Sumber sekundernya terdiri dari buku-buku dan karya tulis para ahli di bidang kode
etik dan di bidang hukum. sumber lainnya terdiri dari buku-buku yang semuanya
sebagai penunjang sumber primer dan sumber sekunder, terdiri dari kamus-kamus,
xxxii

dan buku Insiklopedia dan ensiklopedi hukum Islam.
c. Hasil kuissener yang telah disebarkan kepada para hakim sebagian di Jawa Timur dari
(4) empat lingkugan peradilan terhadap implementasi kode etik hakim.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dari sumber data dalam penelitian dan penulisan
Disertasi ini dengan menggunakan:
a. Studi Dokumenter diambil dari sumber primer yang terdiri dari : 1. Laporan-laporan
resmi dari Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. 2 Proses dan Berita Acara
Persidangan Majelis Kehormatan Hakim 3 Rokomendasi Komisi Yudisial kepada
Mahkamah Agung RI. 4. Surat-Surat Keputusan Pemberian Sanksi oleh Mahkamah
Agung RI.
b. Sumber sekundernya terdiri dari buku-buku dan karya tulis para ahli di bidang kode etik
dan dibidang hukum. Sumber tersiernya terdiri dari buku-buku yang semuanya sebagai
penunjang sumber primer dan sumber sekunder, terdiri dari kamus-kamus, dan buku
Eksiklopedia dan eksiklopedi hukum Islam.
c. Penyebaran kuisioner yakni dengan membuat pertanyaan secara tersetruktur yang
diarahkan pada efektifitas penegakan hukum dan faktor-faktor yang menghambat dan
penyebab timbulnya diskriminasi yang berkaitan penerapan kode etik hakim
beradasarkan teori para ahli hukum.
d. Observasi, yaitu pengamatan langsung perilaku hakim dalam menerapkan kode etik di
sebagian pengadilan terpilih.
e. Wawancara terhadap nara sumber terkait dengan pengawasan dan penindakan atas
pelanggaran kode etik.
5. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul yang bersumber dari beberapa sumber data literatur maupun
dokumenter di Makhmah Agung RI dalam kewenangan Ketua Muda Bidang Pengawasan
Mahkamah Agung RI, maupun data yang telah direkomendasikan oleh Komisi Yudisial
dan Majelis Kehormatan Hakim atas pelanggaran kode etik, maupun hasil jawaban kuisener
yang telah terhimpun dari responden para hakim tentang kode etik dan pedoman perilaku
hakim dalam menerapkan penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, diklafisifikasikan
menurut katagori tertentu.





xxxiii

Penulis menggunakan analisa dengan Metode Distributive frekuensi untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab mengapa kode etik belum diterapkan secara maksimal.
F
P = --------X 100% KETERANGAN : P = PERSENTASE
N F = FREKUENSI
N = JUMLAH INFORMAN
100% = ANGKA PEMBULATAN
G. Sistematika Penulisan
Penelitian dan penulisan Disertasi ini penulis menggunakan sistematika yang terdiri bab-
bab, dan setiap bab terdiri dari sub bab sebagai berikut :
Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang merupakan fenomena yang berkembang
dengan lahirnya Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, untuk menjalankan tugas
sebagai hakim yang menerima, memeriksa dan memutus perkara di pengadilan apakah telah
berjalan efektif di Indonesia, setelah berjalannya era reformasi di bidang penegakan hukum di
Indonesia. Kajian ini dilakukan dengan dikaitkan teori tentang filsafat etika oleh para ahli, dan
teori para ahli dibidang penegakan hukum. Menyampaikan hasil penelitian dan penulisan
terdahulu atau karya ilmiyah tentang etika. Kemudian digali berdasarkan fokus permasalahan
penelitian, dan terjawab pada tujuan penelitian. Dari tujuan penelitian diharapkan dapat
memberikan hazanah keilmuan. Metode Penelitian yang mengambarkan cara melakukan
penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penarikan kesimpulan.
Bab kedua. Tinjauan UmumTentang Kode Etik Hakim, Penegakan hukum dan Keadilan.
Dipaparkan tentang : Definisi Kode Etik dan Kode etik Profesi Hakim dan Implementasinya.
DefinisiHukum dan Keadilan menurut para ahli. Asas-Asas Hukum dalam Penegakan Hukum di
Indonesia. Fungsi Hukum dan Tujuan Hukum
Bab ketiga. memaparkan Teori Implementasi Kode Etik dan Penegakan Hukum dan
Keadilan di Indonesia sebagai bahasan pokok dalam penelitian dan penulisan dengan
menjelaskan: Kerangka Teoritik Impementasi Tentang Kode Etik Hakim. 1. Teori Efektifitas
penegakan hukum dan keadilan Laurence Meir Friedman.2. Teori Efektifitas penegakan hukum
dan keadilan Donald Balck dan Teoritik Sorjono soekanto. Implementasi Kode Etik Hakim di
Indonesia dengan paparan tentang Arah Pembinaan Hakim di Indonesia agar tercapainya
lembaga peradilan Indonesia menjadi peradilan yang bermartabat dan agung sebagai cita-cita
reformasi di bidang hukum di Indonesia. Dalam hal ini berisikan paparan tentang: Fungsi dan
kedudukan Kode Etik Hakim Indonesia sebagai subtansi hukum sebagai pedoman hakim dalam
menjalankan tugas memeriksa dan mengadili perkara. Bagaimana para hakim dan masyarakat
mensikapi Kode Etik Hakim sebagai analisa Kultur Hukum dalam mengimplementasikan berupa
uraian (hambatan dan tantangan). Menguraikan tentang Sanksi atas hasil pengawasan terhadap
perilaku hakim atas pelanggaran Kode Etik Hakim. Selanjutnya diuraikan langkah ke depan
Mahkamah Agung RI dalam meningkatkan kuwalitas hakim Indonesia.
Bab keempat . Analisis Temuan dan Problematika Kode Etik Hakim, dan diuraikan
tentang hasil wawancara dan kuiseoner kepada informan tentang aplikasi kode etik hakim
tergambar prosentase terhadap hakim yang mendapat hukuman atau sanksi selama 5 tahun
terakhir.
xxxiv

Bab kelima, penutup berisi kesimpulan dari temuan penelitian, kemudian Rekomendasi
dan diuraikan tentang implikasi teoritik dan keterbatasan penelitian, di bagian akhir daftar
pustaka, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran sumber data dan responden dari Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial RI dan lampiran-lampiran lainya.
























xxxv

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KODE ETIK HAKIM,
PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN
A. Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim.
Oleh karena hakim adalah sebagai profesi yang perkedudukan mulya dan sebagai
pejabat negara, maka perlu diuraikan syarat-syarat menjadi hakim dan apa saja perilaku para
hakim yang menjadi penyebab dapat diberhentikan menjadi hakim sebagaimana telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, merupakan perubahan kedua dari
perubahan pertama undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan pertama Undang-
Undang nomor 3 Tahun 2006 yaitu Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
perubahan tersebut menambah kompetensi peradilan agama dengan menambah kewenangan
menerima dan memeriksa perkara ekonomi syariah. Perubahan kedua tentang sistem
penerimaan dan pengangkatan dan pemberhentian hakim dengan melibatkan dan kewenangan
Komisi Yudisial, sekaligus Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal Terhadap
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut adalah
usaha optimalisasi meningkatkan fingsi dan tugas badan peradilan yang bersih dan berwibawa
guna menghapus praktek-praktek mafia peradilan di Indonesia sebagai landasan das Sollen
yang diharapkan, maupun das Sein yang diterapkan dalam praktek sebagai hakim.
Dalam Pasal 13 Undang Undang Nomor 50 tahun 2009
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia;
b. Beragama Islam;
c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e. Sarjana syariah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f. Lulus pendidikan hakim;
g.Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
i. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh)
tahun; dan
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (pasal 13 UU. Nomor 50
Tahun 2009)
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai
berikut:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terusmenerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan
agama, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan
tinggi agama; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

xxxvi

(2) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden. (Pasal 18 UU.Nomor 50 Tahun
2009).
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan:
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3 (tiga)
bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17; dan/atau
f. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua
Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh
Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan
huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh
Komisi Yudisial.
(6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian
karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan
mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 19 UU.Nomor 50 Tahun 2009).
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena
atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a,
tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim. (Pasal 20 UU.Nomor 50 Tahun 2009)
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 21 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) (1a) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh
Komisi Yudisial.
(3) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(4) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6
(enam) bulan. (pasal 21 UU Nomor 50 Tahun 2009).

B. Problematika Pengangkatan Hakim Wanita Pandangan Ahli Fiqih..
Indonesia adalah mayoritas penduduknya beragama Islam, namun dalam hal
pengangkatan hakim wanita, jika kita kembali mengkaji pandangan kitab-kitab fiqh para imam
mazhab, telah berselisih pendapat tentang sah tidaknya pengangkatan hakim wanita, apalagi jika
dikaitkan dengan kode etik hakim itu sendiri, maka berakibat pula pada putusannya, sah atau
tidaknya putusan hakim wanita. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW, tentang tiga golongan
hakim, satu golongan hakim masuk surga dan dua golongan hakim masuk neraka. Jika
xxxvii

diperhatikan teks nas hadith tersebut lafaz bilangan (idad) menyebutkan muannath (perempuan)
adalah menyebutkan kepada dlamir fail muzakkar (laki-laki), sebaliknya jika (idad) muzakkar
(laki-laki) adalah menyebutkan dlomir fail muannath untuk perempuan.
Sebagaimana yang dinukilkan dalam nas hadith tiga macam golongan adalah untuk
hakim laki-laki, bukan hakim untuk perempuan. Maka Ulama dari kalangan mazhab Maliki dan
Syafii dan Hanbali memberikan suatu syarat untuk mendapatkan kedudukan hakim harus laki-
laki. Namun Imam Hanafi memperbolehkan wanita menduduki jabatan sebagai hakim.
Ada tiga pendapat tentang hakim wanita dikalangan ulama mazhab fiqh.
Pertama, Perempuan tidak sah menjadi hakim, pendapat ini diwakili oleh tokoh
mazhab terkenal seperti, Imam Malik, Syafii dan Ahmad Ibnu Hanbal.
Kedua, Perempuan sah menjadi hakim, kecuali pada persoalan hukum hudud (pidana)
dan qishah, pendapat ini diwakili oleh tokoh fiqh rasional, Imam Abu Hanifah

Ketiga, Perempuan sah menjadi hakim secara mutlak dalam kasus apapun (perdata,
maupun pridana), pendapat ini diwakili oleh imam Ibnu Jarir Al-Thabary. Sejalan dengan
pendapat Imam Thabary, Imam Ibnu Hazm juga mengemukakan kebolehan perempuan sebagai
hakim secara mutlak, tidak terkecuali pada perkara perdata ataupun pidana, ini berarti bahwa
perempuan sah menjadi hakim.
23

Adapun landasan pertama yang mengharamkan wanita menjadi hakim adalah. Dari ketiga
kelompok ulama yang memiliki pendapat berbeda tersebut masingmasing memiliki landasan
argumentatif yang cukup kuat baik dari nas-nas shariat atau dalil naqli maupun aqli. antara lain:
1. Menurut penjelasan Muhammad Abu Al-Ainaini, kelompok ulama yang meragukan keabsahan
perempuan menduduki jabatan sebagai hakim, seperti yang diwakili Imam Malik dan Syafii,
yang berpedoman pada teks al-Quran surat An-Nisa ayat 47,
`_l>l _`. _ls ,!..l !., _. < `.-, _ls _-, !., 1. _. l.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S. 4 (an Nisa 47).
Menurut interpretasi ulama kelompok yang melarang wanita menduduki jabatan
hakim, kalimat _. (kelebihan) yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah berkaitan dengan
penggunaan daya nalar dan fikir, yang dalam banyak hal, terutama dalam kontek proses peradilan,
perempuan tidak dapat melakukan hal yang sama dengan pria.

23
Sanany, Al-Shanany, Subul al-Salam, Juz IV, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) :412.
xxxviii

Demikian pula pandangan Hamid Muhammad Abu Thalib mengemukakan bahwa
kehadiran perempuan dalam sebuah proses peradilan, apalagi sebagai hakim dapat menimbulkan
fitnah, terutama bertentangan dengan kelaziman yang berlaku dalam masyarakat, oleh karenanya
kesaksian bagi perempuan tidak sama dengan laki-laki yaitu seorang saksi perempuan belum
mencukupi, dan nilai kesaksian dua perempuan sama dengan satu laki-laki secara hukum. Maka
kehadiran perempuan dalam proses peradilan dinilai tidak lazim dan akan memperlemah suatu
proses peradilan karena keterbatasan mental dan daya nalar perempuan baik sebagai saksi
maupun sebagai terdakwa.
Argumentasi lain yang dikemukakan oleh ulama madzhab Maliki dan Syafii
adalah berdasarkan Sunnah Rasul Allah SAW. Hadith yang meriwayatkan tentang kematian
raja Kisra dari Persia, Nabi SAW sempat mengemukakan pertanyaan di kalangan sahabat,
menurut anda (para sahabat) siapakah yang layak akan menggantikan raja Kisra, ?. Para
sahabat serta merta menjawab, tentu saja putrinya yang bernama Nora, sebagai pengganti
raja. Kemudian Nabi segera mengkonter jawaban para sahabat itu dengan menyampaikan
hadith beliau:
{ : }
Dan dari Abu Bakrah RA. Dari Nabi SAW bersabda:Tidak akan mengalami kesuksesan, suatu
bangsa apabila pemimpin diserahkan kepada perempuan. (HR. Al-Bukhari).
24

Ketika menafsirkan hadith tersebut sebagian ulama yang melarang hakim wanita,
juga menggunakan logika silogisme (hampir identik dengan qiyas). Logika silogeisme yang
digunakan para ulama dalam memahami hadith tersebut adalah bahwa, hadith tersebut bersifat
celaan, sedangkan celaan membawa larangan, dan selanjutnya larangan itu berarti juga
menunjukkan jeleknya sesuatu yang dilarangnya. Dari pernyataan ini, apapun alasannya
keabsahan perempuan sebagai Hakim tetap tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau dengan
kata lain bathal sebagai hakim. Tidak saja menggunakan nas shariat sebagai argumentasi
larangan perempuan sebagai hakim, akan tetapi mereka juga mengemukakan faktor historis
yang berkembang dalam peradaban umat Islam. Menurut para ulama, memang tidak pernah
tercatat dalam sejarah, masa Rasulul Allah SAW maupun para sahabat sesudahnya (khulafa al-
Rasyidin), mengangkat perempuan sebagai hakim, Jika saja secara syari'at dibolehkan, tentu ada
perempuan yang diangkat menjadi hakim untuk menetapkan vonis terhadap tindak pidana yang
dilakukan kaum perempuan. Demikian argumentasi yang digunakan kelompok ulama pertama
ini, yang jelas bahwa kaum perempuan tidak sah jika diangkat sebagai hakim.
25

Berbeda dengan pendapat kelompok pertama Imam Abu Hanifah, justru
mengemukakan argumentasi yang lain, dan berksimpulan bahwa sah hukumnya, jika
perempuan menjadi hakim sepanjang perkara yang dihadapinya bukan pada perkara pidana
(hudud). (Pendapat ini dianalogikan dengan status kesaksian perempuan). Sepanjang kesaksian

24
{ } )

( - / )
25
Abu Zahrah, Muhammad Abu Zahrah, Syafii, Hayatuhu, Wa Ashruhu Wa Ara uhu Wa Fiqhuhu, (Mesir : Dar Al-Fikr
Arabi), 1978: 53.
xxxix

perempuan dianggap sah dalam persoalan persoalan perdata, maka wanita sah jika menduduki
jabatan hakim pada persoalan tersebut.
Berlainan halnya dengan Imam Abu Hanifah, yang menurutnya perempuan boleh
menjadi hakim. Abu Hanifah yang hidup di kawasan Irak dimana akulturasi budaya asing
sudah sedemikan kental, pemikiran masyarakatnya pun sudah sedemikan liberal. Kondisi Irak
dimana Hanafi tinggal sudah sedemikian maju dibanding Hijaz atau Arab. Akulturasi dengan
Persia yang sudah maju lebih dulu telah terbangun lama. Sehingga sedikit banyak kebudayaan
Persia yang maju itu ikut mempengaruhi cara berfikir masyarakat Irak. Semakin maju
kebudayaan bangsa, semakin baik pula pandangan mereka terhadap perempuan. Oleh
karenanya kedudukan perempuan di Irak lebih beruntung di banding dengan kedudukan
perempuan di Hijaz.
26

Perbedaan yang sedemikan kontras ini agaknya juga berpengaruh besar terhadap
wacana pemikiran para ulamanya. Maka sekali lagi dapat difahami kalau kemudian Abu
Hanifah membolehkan perempuan sebagai Hakim, oleh karena kultur Irak waktu itu
memungkinkan ke arah itu. Kondisi sosial budaya seperti itulah yang banyak mempengaruhi
pemikiran hukum Islam dari kalangan mujtahid dimasanya, termasuk di dalamnya Ibnu Jarir
Al-Thabary dan Ibnu Hazm, yang lebih liberal menyatakan kebebasan dan keabsahan
perempuan sebagai hakim secara mutlak.
Faktor lain mengapa terjadi perbedaan pandangan ulama di Hijaz dan Irak adalah,
Jika di Hijaz cenderung ingin mempertahankan tradisi nas dan hadith Rasul Allah SAW, maka
di Irak justru lebih mengedepankan pemikiran rasio dan penalaran bebas. Itulah kemudian
muncul istilah fiqh tradisional Hijaz dan Fiqh rasional Irak. Tradisi penggunaan rayu yang
sudah sedemikian rupa itupun kemudian berkembang secara pesat dalam wacana fiqh Islam,
yang pada gilirannya juga mempengeruhi corak fiqh yang berkembang. Maka kebolehan
perempuan sebagai hakim yang dianut olek kelompok ketiga ini juga diduga kuat akibat
kebebasan rasio yang digunakan sebagai istinbath.
Perbedaan pendapat ulama fiqh tentang status perempuan, terlebih perempuan
menduduki jabatan hakim, disamping karena faktor perbedaan penggunaan metode istinbath
dan cara pandang terhadap nas shari (al-Quran dan al-Hadith), ternyata juga dipengaruhi oleh
faktor sosial budaya (cultur) dan kondisi ulama setempat. Jika dalam kultur masyarakat tertentu
tradisi pingitan terhadap perempuan masih begitu dominan, sebagaimana di kawasan Hijaz
ketika Imam Malik hidup, maka fatwa tentang hakim perempuanpun merupakan refleksi dari
kondisi tersebut. Sebaliknya jika kultur masyarakat cenderung liberal, akulturasi budaya masuk
deras seperti di Irak ketika Hanafi hidup, maka hakim perempuanpun dianggap tak ada masalah
dan sah sah saja. Begitu juga kondisi masyarakat ketika Ibnu Jarir At-Thabary tinggal. Cukup

26
Imam Abu Hanifah tidak membolehkan perempuan sebagai hakim dalam perkara perkara pidana (hudud dan qishah),
Karena secara syariat kesaksian satu orang perempuan tehadap persoalan hudud dan qishah tidak bisa diterima, maka
tentu dengan sendirinya apalagi sebagai hakim dalam persoalan yang sama. Jadi Bagi Abu Hanifah Keabsahan
perempuan sebagai hakim ini hanya pada persoalan perdata. Lebih lanjut mengenai uraian Abu Hanifah tentang ini
dapat di lihat pada Ibnu Al-Humam, Syarh Fath al-Qadir, Juz V, Beirut: Dar Al-Fikr, t.th. hal. 252-253.
xl

memberi alasan untuk memberikan kebebasan bagi perempuan menduduki jabatan sebagai
hakim secara mutlak.
27

Di Indonesia dalam hal wanita menduduki jabatan hakim, semula ulama
melarangnya, namun dengan perkembangan zaman, karena kemajuan pendidikan, wanita telah
banyak melaksanakan pendidikan di bidang hukum, serta undang-undang di Indonesia tidak
membatasi perempuan menduduki jabatan hakim, baik perkara perdata atau perkara pidana
dibolehkan, penulis berpendirian sebagaimana kaidah fiqh yang berbunyi:

Bahwa hukum itu berubah, seiring dengan berubahnya waktu dan tempat .
C. Definisi Etika dan Kode Etik Hakim.
Pengertian etika dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah, Ilmu Pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral).
28
Menurut Verkuyl, bahwa perkataan etika berasal dari kata ethos
sehingga muncul kata-kata ethika.
29
Perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan
bathin atau kecendrungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
Menurut Bertens, etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk
tunggal, yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos
adalah ta etha, artinya adat kebiasaan oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Dengan demikian, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan. Sehingga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, etika dirumuskan dalam tiga hal :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (al-
Akhlaq). Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Hal ini
disebut sebagai system nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.
2. Kumpulan asas-atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Dalam hal ini etika dipakai dalam
arti merupakan suatu kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode
etik profesi
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika dipakai
dalam arti merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Atau etika di sini sama
dengan filsafat moral.

27
Achmad Kholiq, Hakim Wanita Menurut Para Ulama Madzhab. (Suatu Analisis terhadap Polemik Para Ulama
Fiqh) (Makalah STAIN Cirebon 2004).
28
WJS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai pustaka, 1986):278
29
Suhrawardi K.Lubis dalam Rudolf Pasaribu, Etika Profesi Hukum, (Jakarta Sinar Grafika, 2000):1
xli

Dihubungkan dengan etika profesi hukum, bahwa etika dalam arti pertama dan kedua
adalah sangat relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau
kelompok profesi hukum. Misalnya kata hakim tidak bermoral, artinya, tindakan perbuatan hakim
itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok profesi hakim. Jika
dihubungkan dengan dengan arti yang, kedua adalah etika profesi hakim berarti Kode Etik Profesi
Hakim.
30

Pendangan Hamzah Yakub, Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan
mana yang buruk dan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran.
31

Etika dalam ajaran Agama Islam, adalah merupakan bagian dari Akhlak. Karena
akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilkau manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, tetapi
mencakup hal-hal yang bersifat lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, Ibadah dan Syariah.
Karena itu akhlak dalam Islam cakupannya luas sekali yaitu menyangkut ethos, ethis, moral dan
estetika;
a. Etos, yaitu yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliknya (al Mabud bi al Khaliq )
serta kelengkapan uluhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-rasul Allah, Kitab Nya dan
lain sebagainya;
b. Etis, yaitu mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kegiatan
kehidupan sehari-harinya ;
c. Moral, yaitu yang mengatur hubungan sesamanya, yang berlainan jenis dan atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d. Estetika, yaitu rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya
serta lingkungannya, agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.
Dari uraian di atas, dapatlah dirumuskan bahwa Akhlak adalah ilmu yang membahas
perbuatan manusia baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam
hubungan dengan Allah SWT, manusia dan alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan nilai-nilai moral.
32

D. Hubungan Etika dengan Profesi Hakim.
Etika dimasukkan dalam disiplin ilmu pendidikan hukum, karena belakangan ini terlihat
adanya gejala penurunan etika di kalangan aparat hukum, yang dapat merugikan pembagunan di
bidang hukum, reformasi di bidang hukum dan merugikan bagi masyarakat pencari keadilan di
Indonesia. Kode etik ini masuk dalam kurikulum di perguruan tinggi dengan harapan akan
melahirkan calon-calon aparat penegak hukum yang apabila mengabdi pada masyarakat akan
mempunyai bekal etika sebagai orang yang berprofesi dalam penegakan hukum sebagai polisi,

30
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung Citra Aditya Bhakti, 2001): 14
31
Hamzah Yakub, Etika Islam, (Jakarta Raja Grafindo, 1983) : 13
32
Lubis, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994 : 3.
xlii

jaksa, hakim dan Advokat dan sebagai notaris yang betul-betul profesional. dan berintegritas
moral yang tinggi.
33

Sebagai aparat penegak hukum, Etika Islam harus dijadikan sebagai landasan yang
dijunjung tinggi seperti seorang hakim (qad i) dalam menjalankan profesinya adalah memberi
keputusan (judgement) bukan menghadiahkan keadilan dan keputusan. Dalam konsep Islam,
profesi hakim harus benar-benar menegakkan etika atau yang disebut etika profesi hakim.
Adapun konsep profesi dalam Islam tersebut adalah.
34

1) Meletakkan kerja sebagai sebuah amal shaleh yang dilakukan dalam kontek dan tahapan
yang runtut atas iman, ilmu, dan amal. Di sini kerja terorientasi kepada dua pandangan :
aktifitas yang bernilai ibadah dan aktifitas untuk memperoleh keuntungan finansial.
Menunaikan kerja sebagai suatu penunaian amanah yang harus dilakukan secara
professional

2) Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi artinya dalam
melakukan kerja, seseorang harus mengingat kepentingan akan hari depannya.
35

Dari uraian di atas dapat dijelaskan etika profesi dalam Islam adalah aktivitas yang
bukan hanya bersifat duniawi, melainkan juga sangat ukhrawi. Artinya, Islam melibatkan aspek
transendental dalam beribadah, sehingga bekerja tidak hanya bisa dilihat sebagai prilaku ekonomi
semata, tetapi juga ibadah, sehingga profesi hakim yang dijalani adalah suatu profesi yang harus
dipertanggung jawabkan di akhirat.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, memahami profesionalisme adalah kualitas seorang aparatur
di bidang hukum yang harus mempunyai 4 (empat) sifat adalah:
1) Punya keterampilan tinggi dalam suatu bidang dalam hal ini profesi hukum, serta kemahiran
menggunakan perangkat hukum, yaitu hukum formil dan hukum materiil sebagai subtansi hukum
yang digunakan memeriksa dan memutus perkara dalam persidangan dan menyelesaikan perkara
dan peka dalam membaca situasi dengan cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil
keputusan terbaik;
2) Punya ilmu pengetahuan dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah
serta peka di dalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan .
3) Punya sikap orientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan
lingkungan yang terbentang di hadapannya.
4) Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi ( ) Izzat al-nafsi
atau self-confidence, serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat
dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
36
.

33
Ibid : 6
34
Sidiktono, Ainur Rahim Faqih dan Amir Muallim dkk( ed ), Ibadah.: (bandung, Mizan,Cet ke 3. 2003), 138.
35
Sementara itu yang dimaksud dengan bekerja dengan wawasan ukhrawi adalah dalam melaksanakan sebuah profesi
seorang muslim harus merasakan semua akibat di akhirat nanti. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh
melakukan kecurangan dan tindakan yang dilarang atau diharamkan dalam menyelesaikan sebuah kerja. inilah salah
satu kelebihan yang dimiliki oleh Islam. Ibid. . 139
36
Imaduddin Abdulrahim, Profesionalisme dalam Islam, (Jurnal Ulumul Quran Nomor 2 Vol . IV 1993). 96.
xliii

Selanjutnya Imaduddin mengemukakan bahwa orang yang berkualitas adalah
disebutkan dalam Al-Quran dengan sebutan (ulu al-bab).
37
Sebagaimana firman Allah
SWT dalam Al Quran Surat 11 : 61.

_.] `-..`. _1l `-,`., ...> ,.l` _.] `..> < ,.l` > l` .,l _

Orang-orang yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang
yang mempunyai akal.
38


A.M. Saefuddin, menjelaskan bahwa kerangka dasar etika perilaku manusia
harus dilandasi kepada asas ketauhidan (tauhid )
39
meletakkan dasar-dasar aturan hubungan
manusia dengan Allah manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitar, tauhid
merupakan konsep yang essensial dari prinsip hukum.
40
Secara etimologis istilah tauhid adalah
mempersatukan hal-hal yang berserakan atau yang terpecah-pecah, misalnya, kata
(tauhid al) kalimah artinya mempersatukan paham, kata yang lain : (tauhid al quwwah),
artinya mempersatukan kekuatan. Tauhid dalam khazanah keilmuan Islam adalah sebagai paham
me-Maha-Esakan Tuhan.
41


Bangunan tauhid bukan hanya diterapkan pada ajaran monoteisme saja (Ke-esaan
Tuhan), tetapi juga diterapkan pada penerapan pembangunan dalam hal ekonomi (iqtisadiyah),
terlebih lagi dalam pembangunan dalam bidang hukum (muamalah dan jinayah) dan dalam hal
penegakan hukum dan keadilan di muka bumi.
42


E. Definisi Hukum dan Keadilan
Para ahli hukum di dunia ini membagi 5 (lima) aliran hukum yaitu:
1. Definisi hukum menurut aliran hukum Alam.
Tokoh aliran hukum alam adalah Aristoteles (abad IV) yang hidup pada abad 4
masehi, mendefinisikan hukum sebagai: sesuatu yang mengatur dan mengekspressikan
dalam bentuk konstitusi. Hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan

37
Imaduddin Abdulrahim, ibid, :97..
38
Departemen Agama RI,al Quran dan Terjemahannya (.S.39 :Az-Zumar ): 18.
39
AM. Saefuddin, Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam, (Bandung,Mizan , 1998) , 59
40
Muhammad Shaltut, Islam Aqidah wa Shariah,( Caero, Maktabah Wa al Matbaah Dar al Qalam 1380):7
41
Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan , Kemanusiaan
dan Kemodernan, (Jakarta, Paramadina, 1992 ), 72
42
Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung :Mizan 1996); 18.
xliv

putusannya di pengadilan dan menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
43
. Demikian pula
sepadan dengan definisi hukum oleh Thomas Aquinas (abad VIII), mendefinisikan hukum
sebagai : suatu aturan atau ukuran dari tindakan untuk manusia dan manusia untuk diajak
bertindak sesuai dengan aturan dan ukuran itu dan dikekang untuk bertindak sesuai dengan
aturan dan ukuran tertentu dan disebarkan kepada masyarakat luas melalui perintah.
44
.
Thomas Hubbes (abad XVII), memberi definisi hukum sebagai perintah-perintah
hukum yang didukung oleh kekuasaan tertinggi di negara itu, mengenai tindakan-tindakan
di masa datang yang dilakukan oleh subjeknya.
45
Dan John Locke (abad XVII),
mendefinisikan hukum sebagai suatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada
umunya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai atau mengadili mana yang
merupakan perbuatan yang jujur dan mana perbuatan yang curang. Dalam pandangan
Achmad Ali, bahwa definisi yang yang dituangkan oleh John Locke ini hukum ada 3 (tiga)
jenis: yaitu: 1. Hukum Agama ; 2. Hukum Negara ; 3. Hukum Opini atau Reputasi. Hukum
Agama: menilai mana tindakan berdosa dan mana tindakan yang wajib dilaksanakan.
Hukum negara mengatur tentang mana tindakan yang kriminal dan mana tindakan yang
bukan kriminal. Hukum opini atau hukum reputasi menilai mana tindakan yang luhur dan
mana perbuatan yang buruk secara kesusilaan. John Lock tidak memisahkan secara tegas
mana hukum dan mana moral.
46

Emmanuel Kant ( abad XVIII), memberi definisi hukum sebagai : keseluruhan
kondisi pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan
hukum umum tentang kemerdekaan. Definisi hukum oleh Emanuel Kant ini tidak
memisahkan antara hukum dan kaidah sosial lainnya. Dengan demikian akan mampu dan
dapat diciptakan kaidah sosial lainnya seperti moral dan agama.
47
Immanuel Kant
menyatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem dapat dilaksanakan menjadi dua jenis :
a). Hukum kodrat yaitu norma yang ditetapkan oleh Tuhan yang mengandung prinsip-
prinsip a priori.
b). Hukum positif yaitu norma buatan manusia (pembentuk undang-undang) yang
mengandung prinsip-prinsip yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang.
Adapun yang dimaksud dengan kelompok manusia, dapat dipahami sebagai
penguasa (pembentuk undang-undang), kelompok masyarakat dan dipahami kelompok
profesi. Dengan demikian hukum positif adalah 3 (tiga) macam:
a). norma buatan penguasa, disebut undang-undang;

43
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) (Jakarta, PT. Gunung Agung, 2002) ,
25.
44
Ibid, 26.
45
Ibid , 26
46
Ibid , 27
47
Ibid : 27
xlv

b). norma buatan kelompok masyarakat umum, disebut kebiasaan;
c). norma buatan kelompok profesi, disebut kode etik.
48

1. Hukum menurut aliran hukum Posisitivis dan Dogmatik
Hukum oleh para ahli hukum yang beraliran positivis dan dogmatik mendefinisikan
hukum adalah : perintah negara yang mengandung sanksi dan hukum hanyalah apa yang
diproduk oleh negara, yaitu hukum positif. Di luar hukum positif tidaklah disebut hukum.
Positivis memisahkan hukum dengan moral. Melihat hukum bukan sebagai das sein
(kenyataan pada masyarakat), memandang hukum sebagai aturan yang seharusnya untuk
dilaksanakan das sollen.
Adapun tokoh hukum yang menganut aliran positivis dan dogmatis adalah:
John Austin yang memberi definisi hukum sebagai : seperangkat perintah, baik
langsung ataupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya
yang merupakan masyarakat politik yang independen, dan otoritasnya (pihak yang
berkuasa)

a. adalah merupakan otoritas tertinggi. Apa yang didefinisikan oleh John Austin, ada
kelemahannya, antara lain:
1).Hukum semata-mata sebagai kaidah yang mengandung sanksi yang dibuat dan
diberlakukan oleh negara, padahal belum tentu kaidah tersebut berlaku;
2).Kita menerima sebuah undang-undang sebagai salah satu sumber hukum, tetapi
undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum.
3).Austin menjadikan masyarakat sebagai subjek hukum. Subjek hukum bisa saja
berupa badan-badan hukum atau badan-badan lembaga. Bahwa subjek hukum tata
negara dan hukum administrasi negara adalah subjek hukum adalah badan hukum
atau lembaga.
49

Hans Kelsen mendefinisikan hukum sebagai : suatu perintah memaksa terhadap
tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.
Definisi Kalsen tentang hukum ini menunjukkan tentang cermin dan ciri positivis. Hukum
positif hanyalah satu-satunya hukum dan harus pisah dengan pengaruh anasir-anasir non
hukum, seperti moral, politik, ekonomis, sosiologis dan lain sebagainya. Pandangan
semacam ini sudah tidak relevan lagi dalam masa modern ini. Tidak mungkin kita
menjadikan hukum sebagai sesuatu benda otonom yang berdiri terlepas sama sekali dari
pengaruh ekonomi, politik, sosial dan budaya.
50


48
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2001), 111
49
Ibid : 28.
50
Ibid , 29.
xlvi

a. Hukum menurut aliran Sosiologis
Roscoe Pound, memberi definisi hukum sebagai : sistem pengaturan
hubungan-hubungan dan penertiban tingkah laku manusia dengan menerapkan secara
sistematis dan teratur, kekuatan masyarakat yang terorganisir secara politis, dalam usaha
untuk menerapkan secara wibawa yang menjadi pedoman, baik bagi hakim untuk membuat
putusan, bagi penasehat hukum untuk dasar nasihatnya dan bagi siapa saja untuk
pedomannya bertingkah laku dalam masyarakat. Roscoe Pound pandangannnya yang
realistis dan sosiologis adalah realitas sosial, dan sejalan dengan pandangan Satjipto Rardjo,
yang mengatakan bahwa hukum harus dipandang sebagai pranata sosial.
51

Pandangan Eugen Ehrlich, aliran sosiologis, memberi definisi hukum yang
tampak sangat jauh dengan aliran positivis dan dogmatis. Hukum tidak terwujud sebagai
kaidah, melainkan hukum dalam wujudnya di dalam masyarakat sendiri. Ehrlich melahirkan
konsep living law ( hukum yang hidup dalam masyarakat) dan berbeda dengan positive law
(hukum yang diberlakukan oleh pemerintah, pada suatu waktu dan tempat tertentu) yang
diagungkan oleh pandangan dogmatic-positivis.
52

Pandangan aliran sosiologis lainnya adalah Jhering, seorang pakar hukum
Jerman dan mengajarkan hukum Romawi dan terkenal sebagai the father of sociological
jurisprudence dan melahirkan doktrin yang sistematis yang didasarkan pada social
utilitarianism. Hukum dalam esensinya yang terekspressi melalui masyarakat dan individu
melalui koordinasi antar kepentingan-kepentingan tersebut. Jika terjadi konflik antara
kepentingan individu dengan masyarakat, maka kepentingan masyarakat harus didahulukan.
Dengan demikian, hukum, didominasi oleh pemikirannya kepentingan tentang kebutuhan
manusia sebagai warga masyarakat.
53

b. Hukum menurut aliran Antropologis
Tokoh aliran Antropologis adalah Schapera, mendefinisikan hukum sebagai :
law is any rule of likely to be enforceed by the courts (hukum adalah setiap aturan tingkah
laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan). Di sini pengadilan sebagai salah satu
unsurnya. Hal ini ada kesamaan dengan aliran realisme Amerika, yang menekankan pada
unsur pengadilan. Sedangkan Schapera menekankan pada unsur aturan tingkah lakunya.
54

Selanjutnya Paul Bohannan, mendefinisikan hukum sebagai : law is that body
of binding obligations which has been reintituonalised within the legal institution (hukum
merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam
pranata hukum).
55
. Dan tokoh lainnya adalah Puspisil, mendefinisikan hukum sebagai :

51
Ibid , 19.
52
Ibid , 20
53
Ibid , 21.
54
Ibid , 24
55
Ibid , 24
xlvii

law is rules or modes of conduct made obligatory by some sanction which is imposed and
enforced for their violation by a controlling autority (hukum adalah aturan-aturan
dan mode-mode tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang
dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu otoritas pengadilan).
56

Selanjutnya penganut aliran Antropologis lainnya adalah Gluckman, mendefinisikan hukum
sebagai : law is the whole reservoir of rules on which judge draw for their decisions.
(hukum ialah keseluruhan gudang aturan di atas yang mana para hakim mendasarkan
putusannya ).
57

c. Hukum menurut aliran Realisme
Penganut aliran Realisme antara lain Holmes, definisi hukum ialah : the forcested of
what the court will do. are what I mean the law. ( apa yang diramalkan akan diputuskan
oleh pengadilan, itulah yang dimksud oleh (Holmes) yang diartikan sebagai hukum);
58
Dan
pandangan Salmond, penganut aliran realisme mendefinisikan hukum ialah : law is maked
todefined as basiss collection that admitted and applied by country in judicature. With word
other? Law consists of rules that admitted and carried out in court (hukum dimungkinkan
untuk didefinisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di
dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan -aturan yang diakui dan
dilaksanakan pada pengadilan).
59

Sedangkan pandangan Lundstedt, definisi hukum ialah : law is simply the facts
of social existence, all else is illusion. Law is essential if society is to endure; its basis is;
therefore, the very requirements of social welfare. ( hukum sungguh-sungguh berwujud
eksistensi dari fakta-fakta sosial, yang secara keseluruhan berbeda dari sekedar ilusi.
Hukum adalah esensial jika masyarakatnya bertahan lama, inilah hal yang mendasar dari
hukum. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kesejahteraan masyarakat.
60
Dan definisi hukum
menurut Olivecrona, hukum ialah: law as consisting cheifly of rules about force, rules
which countain patterns of conduct for the exercise of force. ( hukum utamanya tersususun
dari aturan-aturan tentang kekuasaan,yang memuat pola-pola tingkah laku bagi pelaksana
kekuasaan ).
61

d. Hukum menurut Kamus Bahasa Indonesia:
Mr. N.E. Algra, definisi hukum : bagi ahli hukum yang berpendirian bahwa
hanya undang-undanglah yang memberikan hukum, sudah lama ditinggalkankan. Secara
menyeluruh dapat dikatakan bahwa sebagian besar aturan undang-undang diterima sebagai
aturan hukum. Selanjutnya hanyalah aturan hukum yang tidak terdapat dalam undang-

56
Ibid , 24
57
Ibid , 24
58
Ibid : 23
59
Ibid : 23
60
Ibid : 23
61
Ibid : 24.
xlviii

undang. Misalnya aturan hukum kebiasaan, aturan yang dibentuk dalam keputusan
pengadilan, aturan yurisprudensi, aturan itikad baik dan lain sebagainya ;
62

E. Utrecht. definisi hukum ialah : himpunan petunjuk hidup, berupa perintah-
perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata-tertib dalam sesuatu masyarakat yang
bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan
tindakan pemerintah atau penguasa masyarakat itu .
63

Abdul Kadir Muhammad. Definisi hukum adalah segala peraturan tertulis dan
tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Atau norma yang
mengatur segala aspek kehidupan masyarakat baik tertulis berupa hukum positif atau tidak
tertulis berupa hukum kodrat.
64

Definisi Hukum oleh Achmad Ali, ialah seperangkat kaidah atau ukuran yang
tersusun dalam satu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya,
yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain. Yang diakui
berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam
kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang bersifat eksternal.
65

e. Hukum menurut Pandangan Ahli Hukum Islam.
Hasbi Ash Shiddieqy, memberikan kumpulan definisi hukum yang telah
diungkapkan oleh para ulama ahli fiqih diantaranya : Al Imam Abu Hamid Al Ghazali,
definisi hukum dalam pandangan ulama Islam adalah fiqh. ialah ; Hukum fiqh bermakna
faham dan ilmu. Akan tetapi pada urf para ulama telah menjadikan suatu ilmu yang
menerangkan hukum-hukum Syara yang tertentu bagi perbuatan-perbuatan mukallaf,
seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, shahih, bathil, qadla, ada dan yang
sepertinya .
Sedangakan definisi hukum Muhammad Ali al-Tahanawi, dari kalangan ulama
Syafiiyah, mendefinisikan hukum sama dengan fiqih, yaitu ilmu yang menerangkan
hukum-hukum syara yang amaliyah yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili. Hukum
Islam terbagi 4(empat) bagian : 1. Terkait dengan urusan akhirat yaitu tentang hukum
ibadat. 2. Terkait dengan urusan dunia adalah hukum muamalat, 3. Terkait dengan
kelanjutan manusia disebut hukum munakahat. 4. Terkait dengan pergaulan umum yaitu
tentang soal-soal uqubat.

62
Algra, NE & Duyvendijk, K,Van. Rechtsaanvang (Enkelehoofdstukken Over Recht en Rechtsweetenschap voor he ton
derwiijs in de inleiding tot de rechtswetenschap, alphenaan de rijn Tjeenk Willink, alih bahasa Achmad Ali dalam
bukunya : Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta, PT. Gunung Agung Jakarta 2002 ),
32.
63
E. Utrecht & Muh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta, Ikhtiar, 1983), 5.
64
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001) 140.
65
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta,PT. Gunung Agung), 2002), 35.
xlix

Demikian pula pandangan Ibnu Khaldun, mendefinisikan fiqih ialah : Ilmu yang
dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan
mukallaf, baik yang wajib, haram, makruh, dan mubah yang diambil (diistinbathkan) dari
al-Quran dan al-Sunnah dan dari dalil-dalil yang ditegakkan syara seperti qiyas. Apabila
dikeluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dan dalil-dalilnya, maka yang dikeluarkan
itu dinamai fiqih.
66

F. Definisi Tentang Keadilan
Salah satu tujuan hukum adalah tercapainya keadilan. Oleh karena itu berikut ini
diuraikan tentang definisi adil menurut para ahli:
Definisi adil menurut N.E Algra : apakah sesuatu itu patut dikatakan adil
(rechtvaardig) lebih banyak tergantung pada (rechmatigheid) pandangan pribadi seorang yang
menilai. Kiranya lebihbaik tidak mengatakan itu adil tetapi mengatakan hal itu saya anggap
adil, memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan suatu pendapat mengenai nilai secara
pribadi.
67
Adil dalam Kamus Bahasa Indonesia, dari kata justice,dari kata juste (perancis) justus
(latin), jus (hukum) diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mengandung makna keadilan, berasal
dari bahasa Arab dari kata (adl ) yang mengandung arti lurus, konsisten dan berimbang atau
sama dan patut.
68
. Dan adil bermakna tidak berat sebelah, tidak memihak, atau berpihak atau
berpegang kepada kebenaran atau sepatutnya, tidak sewenang-wenang.
69

Dalam Kamus Bahasa Arab bahwa adil digunakan dalam istilah hukum
mengandung definisi sebagai berikut : (memberikan apa yang menjadi milik
seseorang dan mengambil apa yang menjadi haknya).
70
Di sini terlihat bahwa adil berhubungan
dengan hak yang harus diterima dan kewajiban yang harus dibayarkan. Sebagaimana kata (jus)
yang mengandung pengertian hukum (law) dan mengandung makna (right), berarti hak .
71

Adil menurut pandangan Rifyal Kabah berasal dari kata justice (keadilan), dalam
bahasa Inggris, dari kata just, dalam bahasa Prancis juste. Bahasa Latin dari kata jus (hukum)
yang berarti : having a basis in or conforming to fact reason ( mempunyai dasar dalam fakta atau
sesuai dengan fakta atau akal) atau conforming to a standard of correctness ( cocok dengan
standar tentang suatu yang betul) atau acting or being in conformity with what is morally upright
or good ( berbuat atau keadaan sesuai dengan apa yang dipandang baik atau bagus secara moral.

66
Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta , 1975. 15.
67
Algra N.E., 7
68
Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta Univesitas Yarsi , 1999) : 28
69
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka Edisi II,1996), 7.
70
Majma al-Lughah al-Arabiyyah, Jamhuriyah Mishr al-Arabiyyah , Al-Mujam al Wasith , (Kaero, Dar al-Maarif,
1980) : 588
71
Hendry Campbell Black, Blacks Law Dictionary ,(St.Paul: west Publishing Co, 1990) , 657.
l

72
Adil adalah mengandung makna sesuatu yang sesuai dengan fakta atau logika dan sesuai
dengan norma baik dan buruk.
Mohammad Hashim Kamali, mendifinisikan adil sebagai : placing something in its
righful placewhere it belongs (meletakkan sesuatu pada tempatnya yang benar di mana ia berasal)
dan adil juga mengandung makna : according equal treatment to others or reaching a state of
equilibrium in transaction with them (memberikan perlakuan yang sama kepada orang lain atau
mencapai suatu keadaan berimbang dalam transaksi dengan orang lain)
73

Pandangan Hans Kelsen keadilan adalah merupakan tatanan masyarakat : Bahwa
keadilan mengandung arti sebuah kualitas tatanan masyarakat yang mengatur hubungan timbal
balik antar manusia, yang mungkin diwujudkan. Tetapi tidak mesti selalu terwujud. Maka
keadilan adalah sebuah norma manusia, bila tingkah lakunya sesuai dengan norma sebuah
tatanan masyarakat dapat dikatakan adil dan adil, bila tatanan masyarakat tersebut mengatur
tingkah laku anggota-angotanya dengan cara yang dapat memuaskan semua orang dan dapat
membahagiakan banyak orang. Adil merupakan kebahagiaan sosial.
74


Selanjutnya adil prespektif hukum Islam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Terma-terma keadilan
Al-Quran, setidaknya menggunakan tiga terma untuk menyebut keadilan, yaitu al-
adl, al-qist, dan al-mizan. al-adl, berarti sama, memberi kesan adanya dua pihak atau
lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi adanya persamaan
al-Qist, berarti bagian (yang wajar dan patut). Ini tidak harus mengantarkan
adanya persamaan. al-Qist lebih umum dari al-adl. Karena itu, ketika al-Quran menuntut
seseorang berlaku adil terhadap dirinya, maka kata al-qist yang digunakan. Allah SWT
berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qist (keadilan),
menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (Surah 4: al-Nisa: 135).
!!., _.] `.., . _,. 1`.1l!, ,.: < l _ls >.. _.ll _,, |
_>, !,.s ,1 <! _| !., `-,`.. _> l.-. | .'l. .-. | < l
!., l.-. ,,> __


72
Merriam-Webster collegiate Dictionary, 1994 terjemahan Rifyal Kabah dalam artikel Just dan justice. Legal Justice,
Moral Justice and Social Justice, Makalah berkaitan dengan Kode Etik Hakim dalam Rapat Kerja Nasional terbatas
pada tanggal 25 s/d 29 September 2002 di Surabaya.
73
Mohammad Hashim Kamali, freedem, Equality and justice in Islam,(Kuala Lumpur, Ilmiah Sdn, Bhd, 1999) 140.
74
Hans Kelsen, What Is Justice, Law and Politics in Mirrror fo science .Barkeley and los Angeles , University of
California Press, 1957 : 1-2 dalam Rifyal Kabah , Legal justice, Moral justice, social justice, dalam Makalah Kode
Etik Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Mahkamah Agung RI , 2005 : 97.
li

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika iaKaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
75



al-Mizan, berasal dari akar kata wazn (timbangan). al-Mizan dapat berarti
keadilan. al-Quran menegaskan alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan. Allah SWT
berfirman: (Surah 55 al-Rahman : 7).

Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).supaya
kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
76


Bidang-bidang Keadilan

Dalam uraian macam-macam keadilan yang harus ditegakkan oleh ummat Islam di
muka bumi antara lain: keadilan bidang hukum, keadilan bidang ekonomi, keadilan bidang
politik, keadilan berkeyakinan, keadilan bidang pendidikan, dan keadilan bidang kesehatan.

a. Keadilan hukum
Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, itulah ayat-ayat yang memerintahkan untuk
menegakkan keadilan hukum, kendati pada diri dan keluarga kita sendiri. Ketegasan tanpa
pandang kedudukan, suku dan strata golongan manusia, inilah yang juga diteladankan Nabi
Muhammad Saw.

-
- - -
. - - - .

. ( - / )

Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-
Makhzumiyah bernama Fatimah al-Makhzumiyah ketahuan mencuri bokor emas. Pencurian ini
membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat
hukum saat itu mustahil dihindarkan, karena Nabi Muhammad SAW sendiri yang menjadi
hakim-nya. Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong tangan
terus menghantui mereka sebagaimana firman Allah(Surah 5 al-Maidah: 38).
_!.l !.l `-L! !.,., `,> !., !,. .>. _. < < ,s ',>> __ _. ,!. _.
.-, ..L _l. _| < ., ,ls | < "s ,> __


75
Q.S. Surah 4: al-Nisa: 135
76
Q.S. 55. Surah al-Rahman : 7-8 .
lii

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
77


Jika hukuman potong tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung
aib maha dahsyat, karena dalam pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak
memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum potong tangan itu bisa
diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al-Makhzumiyah. Uang
berdinar-dinar emas dihamburkan untuk upaya itu. Puncaknya, Usamah bin Zaid, cucu Nabi
Muhammad Saw dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan
sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah.
Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui
orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa rintangan
apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukun bisa tercapai. Apa yang terjadi?
Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang dampratan keras dari Nabi
Muhammad Saw, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat
ditawar sedikitpun, sampai oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang:
rusaknya orang-orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka
mereka melepaskannya dari jerat hukum. Tetapi ketika yang mencuri orang lemah, maka
mereka menjeratnya dengan hukuman. Saksikanlah! andai Fatimah binti Muhammad mencuri,
niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya. Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan
hukum, sampai pada orang yang paling disayanginya sekalipun.
78


b. Keadilan ekonomi
Islam tidak menghendaki adanya ketimpangan ekonomi antara satu orang dengan
yang lainnya. Karena itu, (antara lain) monopoli, penimbunan (al-ihtikar) atau apapun
istilahnya, sama sekali tidak bisa dibenarkan. Nabi Muhammad SAW melarang menimbun
barang kebutuhan pokok orang-orang Islam.


Barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan
menghukumnya dengan penyakit supak dan kebangkrutan. (H.R.Ahmad)
79


Larangan demikian juga ditemukan dalam al-Quran. Allah SWT berfirman:
(Q:S.59 al-Hasyr: 7).

77
Q.S 5: (al-Maidah): 38.
78
Bukhari, Jamiu al-Sahih al Bukhari, Juz 22. 31.
79
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, dalam Ahmad Al-Hasimi, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al
hikam al-Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt, terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995),
440
liii

!. ,! < _ls .]. _. _> _1l < _.ll _.] _1l _...,l _,>...l _ _,,.l _
>, ]: _,, ,!,.s >.. !. `>.., `_.l :.`> !. >.. .s ..! 1. < | <
.,.: ,!1-l _

apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
(Q:S.59 al-Hasyr: 7).
80


Umar bin al-Khattab (khalifah Islam ke-2) pernah mengumumkan pada seluruh
masyarakat yang dipimpinnya, bahwa menimbun barang dagangan itu tidak sah dan haram.
Menurut riwayat Ibnu Majah, Umar berkata, orang yang membawa hasil panen ke kota kita
akan dilimpahkan kekayaan yang berlimpah dan orang yang menimbunnya akan dilaknat. Jika
ada orang yang menimbun hasil panen atau barang-barang kebutuhan lainnya sementara
makhluk Tuhan (manusia) memerlukannya, maka pemerintah dapat menjual hasil panennya
dengan paksa.
Dalam pandangan Khalifah Umar ibn al-Khattab, pemerintah wajib turun tangan untuk
menegakkan keadilan ekonomi, sehingga ketika ada oknum-oknum tertentu melakukan
monopoli. Sehingga banyak pihak yang terugikan secara ekonomi, pemerintah tidak bisa tinggal
diam apalagi malah ikut menjadi bagian di dalamnya. Membiarkan dan atau menyetujui
perbuatan mereka sama halnya berbuat kezaliman itu sendiri.
81


c. Keadilan politik
Dalam melaksanakan pemerintahan diperintahkan agar pemimipin melakukan
keadilan kepada rakyat yang dipimpin, terlebih para hakim yang menangani perkara yang
diamanatkan kepadanya, sebagaimana sabda Rasul Allah SAW.





Dari Abu Hurairah RA. Rasul Allah SAW bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal
dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada
Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu
melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah,

80
Q.S.59( al Hasyr) :7.
81
Ibn Qayyim al-Jauziyah, Al-Turuq al-Hukmiyah fi al-Shiyasah al-Shariyyah, alih bahasa Adnan Qohar dan
Anshoruddin, (Yogjakarta , Pustaka Pelajar, ceti II 2007) , 23.
liv

keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, dan seseorang yang berdzikir (mengingat)
Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.seseorang yang
diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut
kepada Allah", seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai
tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya.(HR.Bukhari).
82


Pemerintah atau pemimpin yang adil akan memberi hak pada yang berhak, yang
komitmen bertanggungjawab pada warganya. Tidak mudah menjadi pemimpin adil. Karena itu,
kita tidak seharusnya berebut menjadi pemimpin. Inilah sebabnya Umar bin al-Khattab menolak
usul pencalonan anaknya, Abdullah bin Umar, sebagai penggantinya. Namun prinsipnya, Islam
memandang siapapun berhak menjadi pemimpin tanpa melihat latar belakangnya, meskipun
orang Habasyah (Etiopia sekarang) yang rambutnya kriting laksana gandum sekalipun. Dan,
sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, kepemimpinannya harus ditaati.

(

-
Diriwayatkan oleh Musaddad dari Yahya bin Said dari Shubah dari Abi Al-Tiyyah dari
Anas bin Malik RA. Berkata, Bersabda Rasulullah SAW . Dengarkan dan taatilah olehmu
siapa yang memimpin kamu tanpa melihat latarbelakang meskipun pemimpin itu dari orang
Habasyah yang rambutnya keriting (H.R. Bukhari).
83


d. Keadilan berteologi atau berkeyakinan
Islam memberikan kebebasan penuh bagi siapapun untuk menjalankan keyakinan
yang dianutnya. Termasuk keyakinan yang berbeda dengan Islam sekalipun. Konsekuensinya,
kebebasan mereka ini tidak boleh diganggu-gugat. Bahkan Muhammad Syahrur
84
menyatakan,
percaya pada kekebasan manusia untuk berkeyakinan adalah satu dasar akidah Islam yang
pelakunya dapat dipercayai beriman pada Allah SWT. Sebaliknya, kufur adalah tidak mengakui
kebebasan manusia untuk memilih beragama atau tidak beragama.
Bukti kebebasan ini, antara lain: Allah SWT berfirman:


82
Bukhari, Imam Al Bukhaari, Jamiu Shahih Al-Bukhari, Terjemahan Al-Hashimy, Sayid Ahmad, Mukhtar al-Ahadithi
al Nabawiyah, Terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta, Pustaka Amani Cet.I 1995).258.
83
Ibid: Al-Bukhari, Jamiu sahih al-Bukhari, Juz 6 : 129 Terjemahan Al-Hashimy, Sayid Ahmad, Mukhtar al-Ahadithi
al Nabawiyah, Terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta, Pustaka Amani Cet.I 1995).
84
Sharur, Muhammad Shahrur, Nahwu Usul Jadidah Lil-al-Fiqh al-Islami, terjemahan K.H. Mustain SyafiI dan Sahiron
Syamsuddin,( El SAQ Press, Jogjakarta, vet II) , 2004: 123.
lv

_ _>l _. `>, _. ,!: _.`,l _. ,!: >,l !.| !...s _,.l.Lll !. 1l> ,
!:. | :,-.`. .!-`, ,!., _.ll _: :`>'l _., ,:l ,,!. !1.`. __ |
_.] `.., l.s .>l..l !.| _,.. > _. _.> .s _

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal
saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan
amalan(nya) dengan yang baik. (Surah :18 al-Kahfi : 29).
85


Dan firman Allah yang lain dalam (Q.Surah 2.al-Baqarah: 256).

:| _ _.] . _,,. .:l _. _-l _. >, ,-.Ll!, _.`, <!, .1 ,...`. :``-l!,
_..'l !.. !> < _,.- ,l. ___ < _| _.] `.., `>>`, _. ..lLl _|| .l
_.] ` `>!,l ,-.Ll .`>>`, _. .l _|| ..lLl ..l` .>. !.l >
!, _..> ___

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat
kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Allah
pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan,
yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.Surah 2.al-Baqarah: 256-257).
86


Yang penting diperhatikan, adalah bahwa pilihan kepercayaan apapun yang kita
anut, semua memiliki konsekuensinya masing-masing. Kesadaran untuk memilih keyakinan
harus pula dibarengi oleh kesadaran akan konsekuensinya, sehingga pilihan kita betul-betul
sebagai pilihan yang bertanggungjawab dan bisa dipertanggungjawabkan.





85
Q. S :18( al-Kahfi ): 29-30
86
Q.S 2: (al-Baqarah): 256-257.
lvi

2. Keadilan kesehatan

Islam telah mengajarkan untuk dan memperhatikan tercapainya kesejahteraan,
kesehatan masyarakat secara adil dan merata sebagaimana yang telah disampaikan Rasulullah
SAW dalam hadith qudsi sebagai berikut:




87

Abu Hurairah RA. meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya Allah
SWT berfirman pada hari kiamat: Wahai bani Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjenguk-
Ku. Bani Adam bertanya: Wahai Rabbku, bagaimana bisa aku menjenguk-Mu sedang Engkau
adalah Tuhan sekalian Alam? Allah menjawab: Tidakkah kamu melihat seorang hamba-Ku
sedang sakit dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu mengetahui, andaikata kamu
menjenguknya, kamu mendapati-Ku di sisinya? (HR. Imam Muslim).

Hadith kudsi di atas menunjukkan, jika kita menjenguk dalam pengertiannya
yang luas tetangga kita yang sakit, maka kita akan menemukan Allah SWT di sana. Tidak
menjenguknya berarti tidak menemukan-Nya, maksud hadith tersebut agar kita bisa
merenungkannya masing-masing. Yang jelas, dalam hal ini pemerintah juga wajib
menjenguk warganya yang sakit. Siapapun dia dan apapun latar belakangnya, adapun cara
menjenguknya bisa dengan pengobatan geratis, atau membantu biaya perawatan bagi yang
sakit dan sebagainya.

3. Keadilan pendidikan

Setiap muslim kewajiban menuntut ilmu, sebab dengan ilmu kaum muslimin
tercapainya derajat yang tinggi. Sebagaimana firman Allah dalam (Surah 5. al-Mujadilah: 11).
!!., _.] `.., :| _, >l >.. _ _l.>.l >.! _., < >l :| _, ':
':! _, < _.] `.., >.. _.] . l-l .>: < !., l.-. ,,>
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
88




87
Muslim, Sahih Muslim, dalam Sayid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar Ahadithi Nabawiyyah, Terjemahan Mahmud Zaini,
(Jakarta, Pustaka Amani Cet 1 1995), 567.
88
Q.S.5. (al-Mujadilah): 11
lvii

Nabi Muhammad SAW bersabda:


89
.

Dari Anas RA. Bersabda Rasulullah SAW Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim,
orang menuntut ilmu itu dimohonkan baginya oleh semua makhluk hingga ikan-ikan yang
ada dilaut (HR.Ibn Abd al-Bar).
Setidaknya dua argumen ini, memberikan pengertian bahwa menuntut ilmu atau
mendapatkan pendidikan, adalah hak bagi siapapun tanpa pandang latar belakang.

5. Universalisme keadilan dalam Islam

Keadilan dalam Islam itu universal dan tidak mengenal batas-batas, baik batas
nasionalitas, kesukuan, etnik, bahasa, warna kulit, status (sosial, ekonomi, politik), dan
bahkan batas agama sekalipun. Pada orang yang berbeda keyakinan dan bahkan hewan
sekalipun, keadilan harus ditegakkan.

Penegakan hukum dan keadilan, harus berlaku secara adil tidak pandang ada
hubungan kerabat, tidak boleh memandang strata atau kedudukannya, adil untuk semua.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.Surah 4: al-Nisa': 135.

!!., _.] `.., . _,. 1`.1l!, ,.: < l _ls >.. _.ll _,, | _>,
!,.s ,1 <! _| !., `-,`.. _> l.-. | .'l. .-. | < l !., l.-.
,,> __

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah 4: al-Nisa': 135).
90


Jika mengadili suatu perkara janganlah didasari karena kebencian terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Hendaklah selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah.


89
Ibnu Abd al-Bar, dalam Al-Hasimi Sayyid Ahmad, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al hikam al-
Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt, terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995), 290
90
Q.S. 4: (al-Nisa'): 135-136
lviii

!!., _.] `.., . _,. < ,.: 1`.1l!, ..>, `!:.: , _ls l.-.
l.s > , _1`.ll 1. < _| < ,,> !., _l.-. _

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah :5 al-Maidah : 8)
91


Orang berbeda agama pun wajib diberi keadilan. Allah berfirman dalam Q.Surah 68
al-Mumtahanah:8-9.

'_>.., < _s _.] l l..1`, _ _.l `l _`>> _. .,: `>. L.1. ,l| | <
> _,L.1.l _ !..| `>.., < _s _.] l.. _ _.l `>> _. .,: `.L _ls
>>>| >l. _. >., ..l`! `> .l.Ll _

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama
dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(Q.Surah 68 al-Mumtahanah:8-9).
92


6.Pelaksanaan keadilan

Islam hanya menekankan prinsip keadilan dan pentingnya keadilan bagi semua.
Perihal bagaimana cara mendapatkan keadilan, itu sepenuhnya diserahkan pada umatnya.
Termasuk bagaimana membangun negara yang akan menjadi sarana tercapainya keadilan, itu
juga tidak diatur oleh Islam. Mau berasas Islam, sekuler, demokrasi, teokrasi, teodemokrasi, dan
apapun namanya, yang penting ditekankan adalah keadilan.
Yang jelas, siapapun kita, baik sebagai individu maupun pemerintah, harus
menjadi martir penegakan keadilan sesuai jangkaun wilayah kita. Kalian semua adalah
pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian,
pesan Rasul Allah Muhammad SAW.
- - -
-

91
Q.S :5 : (al-Maidah) : 8
92
Q.S. 68 : (al-Mumtahanah) :8-9).
lix


-
93

Diriwayatkan oleh Ismail dari Malik dari Abdullah ibnu Dinar diriwayatkan dari Abdullah
Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda. Ingatlah kamu semua adalah
pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Suami adalah pemimpin terhadap keluarganya, isteri adalah pemimpin terhadap kebaikan rumah
tangganya dan anak-anaknya akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,
pembantu adalah pemimpin atas keselamatan harta tuannya, dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, ingatlah kamu semua adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al-Bukhari)

7. Buah keadilan
Keadilan dalam hal apapun, akan membuahkan kedamaian dan kesejahteraan
terpainya kemaslahatan bagi umat. Dan ini lebih mungkin dilaksanakan oleh para pemimpin
atau pemerintah.

Setiap tindakan pemerintah atau otoritas mengatur yang berkaitan dengan rakyat senantiasa
terkait dan bertujuan tercapainya kemaslahatan masyarakat.
94


M. Quraysh Shihab dalam Tafsir Al- Mishbah
95
terkait dengan perintah
melaksanakan amanah, ditekankan bahwa amanah tersebut harus ditunaikan kepada ahlinya
( ) yakni pemiliknya, dan ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan adil, dinyatakan
apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil
itu ditujukan terhadap manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanah maupun
keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, suku atau ras.
Ayat-ayat Al Quran yang menekankan hal ini sungguh banyak. Salah satunya berupa teguran
kepada Nabi SAW yang hampir saja terpedaya oleh dalih seorang muslim yang munafik, yang
bermaksud mempersalahkan seorang Yahudi.
Dalam konteks inilah turun firman Allah dalam Al Quraan Surat 4 An Nisa: 105
yang berbunyi :

!.| !.l. ,,l| ..>l _>l!, >`>.l _,, _!.l !. ,. < _>. _,.!>ll !.,.> _

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan

93
Bukhari, Jamiu Sahih al-Bukhari, Juz 23 : 354.
94
Al-Suyuti, Al Ashbah Wa al- Nazair, hal. 60. Lihat pada Abu Yusuf, : Al Kharraj, dalam Dahlan dkk.Insiklopedi
Hukum Islam, (Jakarta Van hove Jilid I. 1999): 199.
95
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, (Jakarta, Lentera hati , Ciputat 2007 : vol II ), 481-482
lx

kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat.
96


Nabi SAW, telah mengingatkan hal ini dengan sabda beliau :


Berhati-hatilah doa orang yang teraniaya diterima Allah, walaupun dia durhaka, (karena)
kedurhakaannya dipertanggungjawabkan oleh dirinya sendiri (HR. Ahmad )
97


G.Asas Hukum Acara dan Kode Etik Hakim menurut Umar bin Khattab

Dalam sejarah Peradilan Islam, telah diterapkan bagaimana beracara di hadapan
peradilan. Dalam hal ini dikenal dengan Risalah Umar bin Khattab yang telah ditulis oleh
Ibnu Al-Qayyim Al Jauziyyah, merupakan pegangan bagi para hakim di lingkungan peradilan
agama di Indonesia dan muatan risalah tersebut mengandung asas-asas peradilan terkait hukum
acara dan etika hakim yang harus diikuti oleh para hakim.
98
yang bunyinya sebagai berikut:















96
M. Quraish Shihab menjelaskan, bahwa ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan
pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah
tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan
oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi s.a.w. dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan
menghukum orang-orang Yahudi, Kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, Nabi
sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.
97
Ahmad Ibnu Hanbal, dalam Ahmad Al-Hashimi, Mukhtar al-Hadithi al-Nabawiyyah wa-al hikam al-
Muhammadiyyah, (Surabaya. Dar al-Ilmi) tt , terjemahan Mahmud Zaini, (Jakarta , Pustaka Amani, 1995),233
98
Ibnu al-Qayyim al-Juziyyah, Ilam al-Muwaqiin, Juz 1 (Maktabah Syamilah, Lebanon, Al Maktabah wa al-Matbaah,
1381 H), 86.
lxi











Bahwa sesungguhnya peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT,
dan suatu sunnah Rasul yang harus diikuti. Maka fahamilah benar-benar jika kepadamu
diajukan suatu perkara dan selesaikanlah setelah jelas bagimu, karena tiadalah berguna suatu
ucapan tentang kebenaran tanpa realisasi. Persamakanlah kedudukan semua orang di dalam
majelismu, pandanganmu dan putusanmu dan orang-orang lemah takkan berputus asa atas dari
keadilanmu.
Pembuktian pertama-tama dibebankan kepada penggugat, kemudian setelah ia tidak mampu,
maka barulah pembuktian dialihkaan kepada tergugat dengan cara mengangkat sumpah.
Perdamaikan di kalangan orang muslim yang bersengketa boleh saja dilakukan, kecuali
perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Barang siapa yang mengaku mempunyai hak, tetapi ia belum sempat membuktikan ketika itu,
maka hendaklah ditunda perkaranya ke waktu tertentu dan apabila ia mengemukakan alat-alat
bukti yang meyakinkan, maka berilah haknya, dan jika tidak mampu, maka selesaikanlah
persoalan. Yang demikian itu adalah lebih beralasan dan lebih tepat dan janganlah kamu
dihalangi oleh putusan yang kamu telah ambil pada suatu ketika untuk meninjau kembali
pendapatmu, dengan demikian kamu mendapat hidayah karena kecerdasanmu kembali kepada
yang hak .
Sesungguhnya kebenaran (hak) itu adalah qadim, tidak mungkin dibatalkan oleh sesuatu, dan
merujuk yang hak itu adalah lebih utama daripada tetap bergelimang di dalam kebathilan.
Orang-orang muslim itu adalah adil terhadap sesamanya, kecuali orang-orang yang pernah
menjadi saksi palsu, atau pernah dijatuhi hukum dera, atau tertuduh memberikan kesaksian
karena famili dan kerabat.
Sesungguhnya hanya Allah jualah yang mengetahui rahasia hambanya dan Dialah yang
melindungi dari hukuman sebelum ada bukti-bukti.
Kemudian, fahamilah benar-benar persoalan yang diajukan kepadamu tentang perkara yang
tidak terdapat di dalam Al-Quran atau Sunnah Rasul. Lalu pergunakanlah qiyas (analog) dalam
keadaan yang demikian itu dengan terlebih dahulu berusaha untuk mengetahui contoh-
lxii

contohnya. Kemudian pegangilah yang menurut pendapatmu lebih disenangi oleh Allah dan
lebih dekat kepada kebenaran.
99


H.Tujuan dan Fungsi Hukum
Dari berbagai literatur penulis akan menyampaikan tujuan hukum dan fungsi hukum,
baik dari hukum konfensional yang berlaku di dunia, dan tujuan hukum dan fungsi hukum yang
bersumberkan dari literatur hukum Islam.
1. Tujuan hukum
Penulis dalam hal ini membedakan antara fungsi dan tujuan hukum, sebagaimana
yang telah diungkapkan oleh Achmad Ali bahwa sering terjadi dicampur adukkan istilah
fungsi hukum dan tujuan hukum. Misalnya tentang kendaraan pesawat garuda adalah
sebagai alat yang berfungsi untuk mengangkut penumpang dan pesawat mempunyai tujuan
ke kota tertentu.
100

Tujuan hukum dilihat dari 3(tiga) sudut pandang:
a. Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau dari sudut pandang yuridis
dogmatis, maka tujuan hukum akan dititik beratkan pada segi kepastian hukum.
b. Dari sudut pandang ilmu filsafat hukum, maka tujuan hukum akan dititik beratkan pada
segi keadilan.
c. Dari sudut pandang ilmu sosiologi hukum, maka tujuan hukum menitik-beratkan pada
segi kemanfaatan.
Selanjutnya, Achmad Ali mengklasifikasikan menjadi 2(dua) kelompok teori
hukum, masing-masing:
a. Ajaran Konvensional : bahwa tujuan hukum adalah 3 (tiga) macam:
- Ajaran Etis, bahwa asasnya tujuan hukum semata-mata hanya bertujuan untuk mencapai
keadilan.
- Ajaran Utilitis, yang menganggap bahwa asasnya tujuan hukum adalah semata-mata
untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga masyarakat.
- Ajaran Normatif-Dogmatik. yang menganganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum
adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.
101


99
Salam Madkur, Al-qada fi- al Islam, alih bahasa M. Imran,(Surabaya, Bina Ilmu, 1978), 5.
100
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta, PT.Gunung Agung, 2002),
72.
101
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum : 73.
lxiii

b. Ajaran Modern : bahwa tujuan hukum adalah 2 (dua) macam:
Ajaran Prioritas Baku, adalah yang diajarkan oleh Gustav Raddbruch, seorang filosof
Jerman, dengan mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar tujuan hukum, yaitu 1.
Keadilan; 2. Kemanfaatan, 3. Kepastian hukum.
Ajara Prioritas yang Kasuistis, adalah ajaran Gustav Raddbruch tersebut dengan
perkembangan multi modern kadang justeru bertentangan dengan kebutuhan hukum
dalam kasus-kasus tertentu. Kadang adakalanya untuk suatu kasus memang tepat dan
patut diprioritaskan keadilan yang lebih utama ketimbang kemanfaatan
dankepastian. Ada kalanya dalam kasus yang lain perlu diprioritaskan kemanfaatan
dari pada keadilan dan kepastian. Terkadang adakalanya prioritas kepastian
dibandingkan keadilan dan kemanfaatan.

Menurut Achmad Ali, tujuan hukum bila hanya ditujukan pada keadilan saja
adalah subyektif dan abstrak. Oleh karena itu, ada 3(tiga) tujuan hukum itu adalah keadilan,
seharusnya bersama-sama dengan kemanfaatan dan kepastian hukum. Dijadikan tujuan
hukum prioritas adalah sesuai dengan kasus in konkreto.
102

2. Fungsi hukum:
Jika hukum untuk mencapai tujuan, maka hukum harus difungsikan sebagaimana
fungsi yang sebenarnya, tergantung tujuan apa yang akan dicapai. Oleh karena itu, Achmad
Ali, membagi fungsi hukum adalah 5(lima) macam:
a. Fungsi hukum sebagai a tool social control yaitu fungsi hukum adalah sebagai salah
satu alat kontrol sosial di dalam masyarakat. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian
sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana
yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa sanksi atau
tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.
103
Terlaksana
atau tidak terlaksananya fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial ditentukan oleh 2
(dua) hal yaitu: 1. Faktor aturan hukumnya sendiri; 2. Faktor pelaksana (orang)
hukumnya.
104

Zainal Abidin Faried berpendapat, bahwa kalau saya disuruh memilih antara
hukum yang baik dengan pelaksanaan yang buruk, dan hukum yang buruk dengan
pelaksanaan yang baik, maka saya memilih hukum yang buruk dengan pelaksanaan
yang baik. Tentu lebih baik lagi jika baik aturannya maupun pelaksanaannya juga
baik.
105


102
Ibid : 75.
103
Ronny Hantijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum, (Bandung, Sinar Baru, 1984) 134.
104
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis: 89.
105
Andi Zainal Abidin Farid, Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum, Negara dan Dunia Luar, (Bandung,
Alumni, 1983) 45. Dan Dalam Achmad Ali, Munguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) : 89.
lxiv

b. Fungsi hukum sebagai a tool social engineering,fungsi hukum sebagai alat untuk
mengubah masyarakat
106
. Konsep ini dipelopori oleh aliran historis hukum Friederich
Karl von Savigny dengan teori Volksgeist, artinya, jiwa rakyat, yaitu hukum lahir
merupakan kebiasaan hukum masyarakat, kemudian dari putusan hakim. Selanjutnya,
diciptakan hukum

itu oleh kemauan kekuatan dari dalam yang bekerja secara diam-diam oleh kemauan
sendiri legeslatif sebagaimana sekarang berjalan abad sekarang.
Menurut Achmad Ali, tool social engineering dapat diartikan rekayasa
sosial, dan oleh karena itu agar efektifitas peraturan yang dibuat itu mempunyai hasil
maksimal. Ada empat (4) faktor sebagaimana yang diungkapkan oleh Adam
Podgorecki sebagai berikut:
1. Menguasai dengan baik situasi yang dihadapi;
2. Membuat suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang ada serta menempatkan
dalam suatu urutan hirarkhi. Analisis dalam hal ini mencakup pula asumsi mengenai
apakah metode yang akan digunakan tidak akan lebih menimbulkan suatu efek yang
memperburuk keadaan.
3. Melakukan verivikasi hipotesis-hipotesis seperti apakah suatu metode yang
dipikirkan untuk digunakan pada akhirnya nanti memang akan membawa kepada
tujuan sebagaimana yang dikehendaki.
4. Pengukuran terhadap efek perundang-undangan yang ada.
107

c. Fungsi hukum sebagai simbol.
L.B. Curzon menjelaskan, yang dimaksud dengan hukum adalah berfungsi
sebagai simbolis, yaitu : involves the process whereby persons consider in simple term
the social relationships and other phenomena arising from their interaction
108
(segala
hal yang mencakup proses-proses yang dilakukan oleh manusia menerjemahkan atau
memahami atau mengartikan suatu istilah yang sederhana tentang hubungan sosial dari
fenomena-fenomena yang tibul dari akibat interaksi dengan orang lain).
Achmad Ali memaknakan hukum adalah simbol, karena simbolis itu
mencakup proses-proses jika seseorang menerjemahkan atau menggambarkan atau
mengartikan dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan sosial serta
fenomena-fenomena lainnya yang timbul dari interaksinya dengan orang lain. Contoh,
pencuri atau tindakan pencurian ialah: seseorang yang mengambil barang orang lain

106
Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan sosial , (Bandung ,Alumni 1981), 104.
107
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis , 90
108
L.B. Curzon, Jurisprudence, M & E Hand Book, dalam Achamd Ali, Menguak Tabir Hukum(suatu Kajian Filosofis
Dan Sosiologis) : 97.
lxv

dengan maksud memiliki dengan jalan melawan hukum. Oleh hukum pidana
disimbulkan sebagai tindakan pidana yang seyogyanya dihukum.
d. Fungsi hukum sebagai alat politik
Hukum dan politik sulit untuk dipisahkan. Terlebih lagi khususnya hukum yang
berkaitan langsung dengan negara. Hukum (khususnya hukum tertulis) adalah sebagai alat
politik. Hukum merupakan hal yang universal. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi
hukum sebagai alat rekayasa sosial (a tool of social engineering), maka peranan penguasa
politik terhadap hukum adalah sangat besar. Sebagaimana yang berlaku di negara
Indonesia Dewan



Perwakilan Rakyat dan Pemerintah berperan secara politik untuk memproduk
peraturan perundang-undangan yakni berupa hukum tertulis. Posisi negara dalam rangka
membangunan di segala bidang sangat memerlukan legalitas dari sektor hukum.
109

e. Fungsi hukum sebagai mekanisme untuk integrasi.
Seperti kita ketahui bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat
berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang bisa selaras
dengan kepentingan lain, tetapi ada juga kepentingan itu yang menyulut konflik dengan
kepentingan lain. Hukum sering disalah artikan, ia hanya berfungsi jika terjadi konflik.
Padahal hukum berfungsi sebelum konflik itu terjadi. Dengan demikian hukum berfungsi :
1. Sebelum ada konflik;
2. Setelah ada konflik;
Atau dapat dikatakan ada 2 (dua) penerapan hukum yaitu :
1. Penerapan hukum dalam hal tidak ada konflik, misalnya jika seorang pembeli
barang telah membayar harga barang, dan penjual menyerahkan barang yang
dibelinya dan telah menerima uang pembayaran sesuai harganya, pembeli telah
menerima barang yang dibelinya;
2. Penerapan hukum dalam hal terjadi konflik, misalnya si pembeli sudah membayar
lunas harga barang, tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah
dijualnya;
Sehubungan dengan hal itu, maka fungsi hukum sebagai mekanisme untuk
melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat dan juga berlaku
jika tidak ada konflik maupun setelah ada konflik. Perlu diketahui penyelesaian konflik-
konflik kemasyarakatan, bukan hanya hukum satu pengintegrasian, melainkan masih

109
Ibid : 99.
lxvi

banyak terdapat sarana pengintegrasian lainnya seperti kaidah agama, kaidah moral dan
lain-lainnya.
110

Dalam prespektif sosio-historis Islam, pemberlakuan hukum Islam itu
diformulasikan tujuanya diarahkan kepada nilai-nilai kemaslahatan, keselamatan ummat
dan tegaknya keadilan. Yang dikonsepsikan dengan Al-dlaruriyat al-khamsah (lima hak
dasar manusia) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Abu al-Maali al-Juawainy (419-
478 H) dan al-Ghazaly (401- 514 H) hukum Islam dilegeslasikan di muka bumi oleh
Allah SWT adalah untuk memelihara agama (hifdl al-din), untuk memelihara jiwa (hifdl
al-nafs), untuk memelihara akal ( hifdl al-aql), untuk memelihara keturunan (hifdl al-
nasl) dan untuk memelihara harta (hifdl al-mal)
111


Dan keberlakuan hukum Islam dalam sejarah dan sosio kultural
sebagaimana telah diungkapkan oleh Rifyal Kabah
112
Bahwa keberlakuan hukum
Islam dalam bingkai negara Republik Indonesia. Indonesia sebagai penduduk mayoritas
Muslim telah menerapkan hukum Islam bahkan sejak abad pertama Hijrah ketika Islam
masuk melalui Aceh dan Jawa Timur. Penerapannya bersifat sporadis, tergantung
kepada penguasa lokal dan kondisi-kondisi setempat. Penerapannya mulai meningkat
dan teratur setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Tulisan ini menjelaskan
tentang perkembangan ini secara umum sampai sekarang.
Penerapan Hukum Islam, Rifyal Kabah mengikuti teori Mustafa Azzarqa
dari Suriah, yang diikuti oleh Ziya Gokap dari Turki, hukum Islam terbagi pada hukum
yang bersifat diyani dan hukum yang bersifat qadai.
113

Disebut diyani karena bersifat keagamaan yang tergantung kepada ketaatan
dan kepatuhan individu kepada ajaran agamanya. Disebut qadhai yang bersifat yudisial
yang memerlukan kekuasaan negara untuk penerapannya terutama bila terjadi sengketa
antara pihak-pihak dan terjadi pelanggaran hukum. Hukum diyani sudah berlaku sejak
lama di Indonesia mengikuti tradisi turun menurun. Misalnya masyarakat melaksanakan
perkawinan melalui para penghulu atau P3NTR. Membagi waris sesuai hukum faraid,
memungut dan membagikan zakat, melaksanakan wasiat, hibah, sadaqah dan wakaf.
Semua itu dilakukan berdasarkan fiqih para fuqaha dan fatwa para ulama.
Sedangkan hukum yang bersifat qadai berhubungan dengan hukum negara
dan peradilan untuk penyelesaian sengketanya. Misalnya masalah perkawinan, nikah,
talak dan rujuk dicatat oleh pegawai yang berwenang dan dalam hal perceraian,
pengasuhan anak, harta bersama dan nafkah dilakukan melalui peradilan agama atau
Mahkamah Syariyah. Begitu juga masalah kewarisan yang dibagi menurut hukum
faraid dan dalam hal terjadi sengketa diselesaikan melalui peradilan agama atau

110
Ibid : 101.
111
Rachmat Djatnika, Jalan Mencari Hukum Islami Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijtihad, (Jakarta, Ikaha,
Kemudi Mas Abadi, 1994) : 15l-151.
112
Disampaikan dalam Rakernas Mahkamah Agung RI Tahun 2012 bersama para hakim tingkat banding di Manado
tanggal 31 Oktober sampai dengan 3 Nopember 2012.
113
Rifyal Kabah, Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia, Materi Rakernas Mahkamah Agung RI di Manado tahun
2012 tanggal 31 Oktober s/d 3 Nopember 2012 dalam Komisi Lingkungan Peradilan Agama.
lxvii

Mahkamah Syariyah. Masalah zakat, infaq dan sadaqah serta waqaf dicatat oleh
pegawai yang berwenang dan dalam hal terjadi sengketa diselesaikan melalui peradilan.
Masalah zakat dan haji juga diatur menurut undang-undang dan peraturan
pemerintah tersendiri. Semua hukum qadhai ini pada umumnya tidak mempunyai
sanksi pidana kecuali beberapa qanun atau peraturan daerah di Provinsi Aceh sebagai
provinsi khusus yang menerapkan hukum syariah. Di sini pelanggaran-pelanggaran
qanun diberi sanksi pidana tertentu tetapi tidak persis seperti sanksi pidana yang
ditetapkan dalam hukum Islam.
Di samping adanya hukum qadhai, masyarakat masih melaksanakan
perkawinan dan perceraian secara sirri tanpa dicatat oleh pejabat yang berwenang,
akibatnya banyak hak-hak dan kewajiban para pihak yang tidak dapat terpenuhi. Begitu
juga dalam bidang waqaf, banyak pewaqaf yang tidak mencatatkan waqafnya karena
berbagai alasan sehingga rentan terhadap sengketa antara ahli waris dan penerima waqaf
di kemudian hari.
Karena itu, pelaksanaan hukum diyani ini harus dicegah oleh pemerintah
sehingga tidak menimbulkan persoalan dalam masyarakat di kemudian hari.
Akhir-akhir ini, masalah ekonomi syariah seperti perbankan, asuransi,
reasuransi, reksadana, dan bisnis syariah sengketanya juga diselesaikan melalui
peradilan agama. Juga bisa diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Nasional Indonesia
(BANI), Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Peradilan Negeri bila
para pihak memperjanjikan masalah hal itu, tetapi dengan syarat harus diselesaikan
menurut hukum syariah. Hukum pidana Islam belum berlaku di Indonesia kecuali
beberapa pelanggaran pidana terhadap qanun di Aceh seperti diterangkan di atas. Sanksi
pidana ini sangat penting dalam penegakan hukum. Pelaksanaan hukum tanpa sanksi
pidana adalah seumpama orang yang tidak bergigi. Banyak sekali putusan peradilan
agama dan mahkamah syariah yang tidak dipatuhi oleh para pihak karena ketiadaan
sanksi pidana. Misalnya suami yang menceraikan isterinya tanpa melunasi kewajiban-
kewajiban yang dibebankan oleh peradilan seperti nafkah lalu, nafkah iddah, mutah,
dan nafkah anak bisa terlepas begitu saja karena ketiadaan sanksi pidana.
Di negara-negara maju seperti di Australia, Eropah dan Amerika Serikat,
putusan hukum keluarga ini disertai dengan sanksi pidana kurungan,
penyitaan/pelelangan harta yang bersangkutan, denda, dan lain-lain sehingga para pihak
sangat menghormati putusan peradilan.
Segi lain pelaksanaan hukum Islam di Indonesia adalah tidak tersedianya
kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum pidana, kitab
undang-undang hukum ekonomi yang berdasarkan syariat Islam dan kitab undang-
undang hukum acara. Kitab undang-undang ini sangat penting demi kepastian hukum.
Memang sudah tersedia Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Instruksi Presiden Nomor
1 Tahun 1991 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berdasarkan PERMA nomor 2
Tahun 2008 tetapi belum memadai untuk memenuhi tantangan masa depan.
Indonesia mempunyai ahli hukum yang lumayan dalam bidang ini dan bila
diminta partisipasi mereka, maka tentu akan menghasilkan berbagai RUU bernuansa
syariah yang diperlukan.
Akhirnya penerapan hukum Islam di Indonesia sebagai hukum qadhai
terlihat pada hukum perdata yang mencakup perkawinan, perceraian, wakaf, infaq,
shadaqah dan ekonomi syariah. Hukum perdata ini pada umumnya belum mempunyai
sangsi pidana, kecuali pidana tertentu di Propinsi Aceh. Pada masa depan diperlukan
penerapan hukum pidana Islam dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab
lxviii

Undang-Undang Hukum Pidana, dan Kitab Undang-Undang Hukum Ekonomi Syariah,
untuk menjawab tantangan masa depan.
114

Hukum Islam sebagai wujud pembawa rahmat dimuka bumi, Penulis berpandangan,
bahwa dalam Syariat Islam bukan hanya mengatur hukum perdata (Muamalah), hukum
pidana (Jinayah), hukum Politik dan Pemerintahan (Shiyasah wa Dusturiyyah) hukum Ibadah
dan Aqidah saja, tetapi Islam tidak kalah pentingnya, juga telah mengatur tentang hukum
perilaku baik dan buruk (al-Akhlaq) yang sekarang disebut etika atau moral.
115




























114
Rifyal Kabah, Makalah Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Hasil Rapat
Kerja Nasional Mahkamah Agung RI tahun 2012 di Manado, dalam sosialisasi hasil Rakernas 2012 (PTA.
Suarabaya 2012).
115
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996). 5. dan Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin,
Pengatar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004), 8.

lxix

BAB III
PENERAPAN KODE ETIK HAKIM DI INDONESIA
A. Kerangka Teoritik
Fokus utama dalam penelitian ini, adalah untuk menemukan bagaimana penerapan
Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia dapat berjalan efektif dan apakah
faktor-faktor penyebab sebagian para hakim Indonesia tidak menjalankan Kode Etik Hakim dan
Pedoman Perilaku Hakim Indonesia sebagai subtansi hukum etik .
Penulis menggali dari beberapa teori tentang filsafat Etika yang bersumber dari para
ahli di bidang etik dan menggali teori efektifitas penegakan hukum dari para ahli di bidang
hukum.
1. Teori Filsafat Etika
a. Abdul Kadir Muhammad.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna karena dilengkapi oleh
Tuhan dengan akal, perasaan dan kehendak. Akal alat berfikir, sebagai sumber ilmu dan
teknologi. Dengan akal manusia dapat menilai mana yang benar dan yang salah, sebagai
sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan, sebagai sumber
seni. Dengan perasaan manusia menilai mana yang indah (estetis) dan yang jelek, sebagai
sumber nilai keindahan. Kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan, sebagai sumber
kebaikan. Dengan kehendak manusia menilai yang baik dan yang buruk, sebagai sumber
nilai moral.
Manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan untuk
memilih yang paling menguntungkan yang mempunyai nilai moral.
Perasaan merupakan sumber daya rasa jasmani dan rohani. Daya rasa jasmani
berkenaan dengan tubuh, sedangkan daya rasa rohani berkenaan dengan moral, yang hanya
ada pada manusia. Adapun daya rasa rohani adalah sebagai berikut :
1. Daya rasa intelektual, berkenaan dengan pengetahuan. Manusia merasa senang, bahagia,
puas apabila dapat mengetahui sesuatu. Sebaliknya , manusia merasa sengsara, susah,
kesal apabila tidak berhasil mengetahui sesuatu.
2. Daya rasa estetis berkenaan dengan seni. Manusia merasa senang, bahagia, puas apabila
dapat melihat, mendengar, merasakan yang indah. Sebaliknya, manusia merasa
sengsara, kesal, bosan apabila mengalami sesuatu yang jelek.
3. Daya rasa etik berkenaan dengan kebaikan. Manusia merasa senang, bahagia, puas
apabila dapat memilih sesuatu yang baik. Sebaliknya manusia merasa sengsara,
menyesal, kesal dan benci apabila terpilih pada atau mengalami sesuatu yang buruk atau
jahat.
4. Daya rasa sosial berkenaan dengan masyarakat kelompok atau korp. Manusia ikut
merasakan kehidupan orang lain. Apabila orang berhasil, dia ikut senang, apabila orang
lain gagal, atau memperoleh musibah dia ikut susah.
lxx

5. Daya rasa religious berkenaan dengan agama. Manusia merasa bahagia, tentram jiwanya
apabila mendekatkan diri atau taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya,
manusia merasa gelisah, frustrasi dalam hidupnya apabila menjauhkan diri atau lupa
pada Tuhannya.
116

b. Soren Kierkegaard.
Soren Kierkegaard, filosuf Denmark pelopor ajaran Eksistensialisme
memandang bahwa manusia secara konkret yang kita alami dalam kehidupan sehari-
hari. Eksistensi manusia dalam konteks kehidupan konkret adalah manusia secara
alamiah yang terikat dengan linkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada
hukum alamiah pula. Keterikatan dengan lingkungan itu tercermin pada kehidupan
sosial (daya rasa sosial) dan perilaku etis. Untuk menyempurnakan hidupnya manusia
harus bekerja keras dan berkarya. Bekerja dan berkarya merupakan kebutuhan dan
sekaligus bukti kualitas dan martabat manusia. Manusia bermula dari taraf estetis,
kemudian meningkat ke taraf etis, dan terakhir taraf religius.
117

Inti ajaran eksistensionalisme Soren Kierkegaard adalah manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungaannya. Kesempurnaannya
dibuktikan oleh kemampuannya bekerja keras dan berkarya serta penghayatannya
terhadap Tuhan penciptanya. Makin mendalam penghayatan manusia terhadap Tuhan
makin bermakna hidupnya dan melahirkan kenyataan pribadi (subyektif) yang memiliki
harkat dan martabat yang tinggi.
c. Theo Huijbers, menyatakan bahwa martabat manusia itu menunjukkan manusia sebagai
makhluk istimewa yang tiada bandingannya di dunia. Keistimewaan tersebut tampak
pada pangkatnya, bobotnya, relasinya, fungsinya sebagai manusia, yang berbeda dengan
makhluk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam arti universal ini semua bernilai.
Sesuai dengan nilainya itu, semua manusia harus dihormati.
118


d. Kerangka Teoritik Kode Etik Hakim Prespektif Hukum Islam
Prinsip-prinsip dasar etik dan moral prespektif hukum Islam, berdasarkan
pandangan Teori Konsep Ke-Tauhidan oleh Ismail Al faruqi, dalam karyanya The
Cultur Atlas Of Islam, memberikan teori efektifitas tentang etika dalam segala
kehidupan untuk tercapainya kesuksesan ada beberapa faktor:
1. Konsep tauhid, yang terdiri dari : a). Unity of creation (meyakini kesatuan penciptaan).
b). Unity of mankind (kesatuan kemanusiaan). (c).Unity of guidance ( kesatuan tuntunan
hidup). d). Unity of porpose of life ( kesatuan tujuan hidup). e).Unityof godhead (

116
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001): 1-2.
117
Soren Kierkegaard, dalam Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (ibid) : 3
118
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius( Yogjakarta, Penerbit Kanisius 1995 ). 4
lxxi

semuanya merupakan derifasi kesatuan ke Tuhanan).
119

2. Konsep etika sintesis Islami, yang diungkapkan oleh Syed Nawab Haidar Naqvi dalam
bukunya Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu sintesis Islami, bahwa efektifitas etika dalam
Islam adalah pengembangan dari nilai dasar tauhid. Dilanjutkan dalam nilai dan prinsip-
prinsip dasar Shariah, yang terdari dari:
a. Prinsip khilafah yaitu menjelaskan tentang status dan peran manusia sebagai wakil
Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat 2 al Baqarah : 30
berbunyi:
:| _! ., >.l.ll _.| _sl> _ _ ,l> l! `_-> !, _. ..`, !, ,`.
,!..] _> _,.. ..> '_.1. ,l _! _.| `ls !. .l-. _
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui."
120

Manusia sebagai pengemban amanah Allah, manusia diberi kebebasan untuk
memilih dan mengubah kehidupannya sesuai dengan pesan pemberi amanah, yaitu
terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh alam. Hal itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip
hukum:
1. Tercapainya persamaan dan keadilan menghindarkan diskriminatif.
2. Segala sumber daya yang ada di alam ini adalah amanah dan titipan dari Maha
Pencipta, manusia bukan pemilik obsolut dan akan dimintai pertanggung jawaban
atas segala apa yang diamanatkan .
3. Manusia wajib hidup sederhana, tidak sombong, angkuh, tamak dan berlebih-
lebihan.
4. Manusia sebagai khalifah tidak boleh menghambakan diri kepada seseorang atau
makhluk lainnya.
121


119
Ismail al Faruqi, dalam karyanya The cultur Atlas Of Islam, (London, Macmillan Publisher,1986). alih bahasa
Fathurrahman Jamil, Makalah Prinsip-Prinsip Syariah dalam Implementasi Lembaga Keuangan Ekonomi Syariah,
(Mahkamah Agung, Diklat Ekonomi Syariah. Batu-Malang) .2006.73.
120
Departemen Agama RI, Q.S.2 (Al-Baqarah) : 30.
121
Fatchurrahman Djamil, Makalah Pembinaan Para Hakim dalam pelatihan fingsional Peningkatan Profesional
Hakim di Bidang Ekonomi Syariah, Batu-Malang, 2006 : 3.
lxxii

b. Prinsip al-adalah, bahwa alam ini didasarkan pada keadilan dan keseimbangan. Adil
adalah seseorang harus diperlakukan sesuai dengan haknya, tanpa adanya diskriminasi
dan penekanan. Adil juga mengandung arti sama , proporsional dan seimbang.
Adil diperlakukan pada bidang ekonomi, yaitu penentuan harga, kualitas
produk, perlakuan ongkos kerja bagi pekerja dan kaum buruh. Adil dapat diperlakukan
bidang lingkungan hidup tidak membawa dampak kepada kerusakan lingkungan,
polusi.
122
Terkait dengan adil dan sikap keadilan telah digariskan oleh Allah SWT.
dalam Al Quran Surat 57 Al Hadid : 25 yang berbunyi :
.1l !.l. !.l.' ..,l!, !.l. `-. ..>l _,.l 1,l '_!.l 1`.1l!,
Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
123

c. Prinsip nubuwwah : Nabi dan Rasul Allah merupakan suri Tauladan yang baik setiap
manusia, karena Akhlak dan sifat kenabian dan kerasulannya yang melekat pada dirinya
yang perlu kita teladani, sifat-sifat tersebut :
1. Siddiq, artinya bersifat jujur ;
2. Amanah, artinya dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas dan segala aktivitas
usahanya selalu dilandasi sifat amanat tidak berkhianat atas amanah yang
dibebankan pada dirinya.
3. Fatanah, artinya cerdas dalam melaksanakan tugas membekali diri dengan ilmu dan
keterampilan dengan strategi yang yang baik dan benar.
4. Tabligh, artinya sikap keterbukaan dalam melaksanakan tugas dan kegiatan atau
transparansi tidak ada yang disimpan , dirahasiakan, disempunyikan dan ditutup-
tutupi, perbuatan salah katakan salah, perbuatan benar katakan benar.
d. Prinsip Ukhuwwah dan Mushawwah ( persaudaraan dan persamaan).
Prinsip semua manusia bersaudara antara satu sama lainnya. Artinya dalam penegakan
hukum tidak ada yang superior, dan inverior atau dalam hal penegakan hukum asas
equel justice under law ( semua orang berkedudukan sama di bawah hukum)
menghindarkan sikap diskriminatif dalam penegakan hukum, sebagaimana firman Allah
dalam Surat 49 (Al Hujurat) : 13. yang berbunyi :
!!., '_!.l !.| _>..1l> _. : _.. >..l-> !,`-: _!, !-.l | _>. ..s <

122
Ibid, 3
123
Q.S. 57(al-Hadid) :25.
lxxiii

>.1. | < ,ls ,,> _
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal
124
.
Persaudaraan akan melahirkan sikap taawun (tolong-menolong) dalam hal
kebaikan dan kebenaran sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat 2 (Al
Baqarah) : 148 :
1,.`.! ,,>l _ !. .>. ,!, `>, < !-,.> | < _ls _ ,`_: ",. __
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
125

e. Prinsip al-khurriyyah wa al masuliyyah
126
manusia sebagai khalifah di bumi diberi
kebebasan untuk berfikir dan bernalar untuk memilih yang benar dan yang salah dan
mengubah kondisi hidup yang lebih baik dan sanggup menjaga diri dan kehormatannya
sebagaimana firman Allah dalam Surat 30 (ar Rum) : 95:
`! ,> _.l !,.> ,L < _.l L _!.l !,l. _,.,. _l>l < .l:
_.] `,1l _>.l . _!.l .l-, _
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.
127




124
Q.S 49 (Al Hujurat ) : 13.
125
Q.2 : ( al-Baqarah ) : 148
126
Syed Nawab haidar Naqvi dalam bukunya Etika dan Ilmu Ekonomi suatu sintesis Islami, ( Bandung, Mizan 1991).
43.
127
Q.S. 30 (ar Rum) : 95.
lxxiv

2. Kerangka teoritik efektifitas penegakan hukum dan keadilan
a. Teori Efektifitas Penegakan Hukum dan Keadilan oleh Lourence Meir Freidman.
128

Dalam kondisi negara mengalami keterpurukan di bidang hukum, adalah
lemahnya penegakan hukum penulis mengambil teori dan konsep Lawrence Meir Friedmand
dalam bukunya Tree elements of legal System (Tentang tiga unsur sistem hukum), ketiga
unsur tesebut terdiri dari :
129

1. Subtasi hukum (legal Subtance)
2. Struktur hukum (Legal Structure)
3. Kultur hukum (Legal Culture)
Pertama: unsur subtansi hukum didefinisikan sebagai berikut: The substance
is composed of subtantive rules about how institutions shoul be have . Subtansi hukum
ialah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Subtansi
hukum ialah produk yang dihasilkan orang-orang yang berada dalam sistem hukum itu,
berupa keputusan yang dikeluarkan oleh struktur hukum. Subtansi hukum juga mencakup
living law (hukum yang hidup) bukan hanya pada aturan tertulis dalam Kitab Undang-
Undang atau law in book.
Tentang legal culture, Fredmand memberikan definisi : system their beliefs,

128
Lawrence M. Friedman Professor (by courtesy) of History and Professor (by courtesy) of Political Science An
internationally renowned, prize-winning legal historian, Lawrence M. Friedman has for a generation been the
leading expositor of the history of American law to a global audience of lawyers and lay people alike and a leading
figure in the law and society movement. He is particularly well known for treating legal history as a branch of
general social history. From his award-winning History of American Law, first published in 1973, to his American
Law in the 20th Century, published in 2003, his canonical works have become classic textbooks in legal and
undergraduate education. Professor Friedman is a prolific author on crime and punishment, and his numerous
books have been translated into multiple languages. He is the recipient of six honorary law degrees and is a fellow
in the American Academy of Arts and Sciences. Before joining the Stanford Law School faculty in 1968, he was a
professor of law at the University of Wisconsin Law School and at Saint Louis University School of Law.
Lawrence M. Friedman, Profesor(dengan keahlian) bidang Sejarah dan Profesor (dengan keahlian) bidang Ilmu
Politik Internasional terkenal, pemenang hadiah sejarawan hukum, Lawrence M. Friedman telah selama satu
generasi menjadi ekspositor terkemuka sejarah hukum Amerika ke seluruh dunia pengacara dan orang awam sama
dan seorang tokoh terkemuka dalam hukum dan gerakan masyarakat. Ia terutama dikenal untuk mengobati sejarah
hukum sebagai cabang dari sejarah sosial umum. Dari pemenang penghargaan History Hukum Amerika, pertama
kali diterbitkan pada tahun 1973, UU Amerika di abad ke-20, yang diterbitkan pada tahun 2003, karya kanonik itu
telah menjadi buku teks klasik dalam pendidikan hukum dan sarjana. Profesor Friedman adalah seorang penulis
produktif tentang kejahatan dan hukuman, dan berbagai buku itu telah diterjemahkan ke beberapa bahasa. Dia adalah
penerima enam predikat kehormatan dan hukum adalah rekan dalam American Academy of Arts dan Ilmu
Pengetahuan. Sebelum bergabung dengan fakultas Stanford Law School pada tahun 1968, ia adalah seorang profesor
hukum di Fakultas Hukum Universitas Wisconsin dan di Saint Louis University School of Law.
129
Freidmance Lawrence M, The Legal System a Social Science Prespective, (New York Russell Sage Foundation).
dalam Achmad Ali dalam Keterpurukan Hukum di Indonesia (penyebab dan solusinya) , (Ghalia Jakarta 2002), 8.
lxxv

values, ideas and expectations. Jadi kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya, kultur hukum adalah
suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana kultur hukum
digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu tidak
berdaya. Seperti ikan yang mati dalam keranjang, bukan seperti ikan hidup yang dapat
berenang di lautan.
130

Apakah yang dimaksud dengan struktur hukum (Legal Structure): ialah The
structure of a system is skeletal framework ; is permanent shape the institutional body of the
system , the thaouhh, rigid bones that keep the process flowing within bounds. Struktur
hukum, adalah kerangka atau rangkanya, yaitu bagian yang tetap bertahan, bagian yang
memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Bagaimana kalau kita tinjau di
Indonesia tentang Struktur Hukum ini adalah termasuk didalamnya Struktur adalah institusi-
institusi penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Selanjutnya unsur subtansi hukum didefinisikan sebagai berikut: The
substance is composed of Subtantive rules about how institutions shoul be have. Subtansi
hukum ialah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.
Subtansi hukum ialah produk yang dihasilkan orang-orang yang berada dalam sistem hukum
itu. berupa keputusan yang dikeluarkan oleh struktur hukum. Subtansi hukum juga
mencakup living law (hukum yang hidup) bukan hanya pada aturan terrtulis dalam Kitab
Undang-Undang atau law in book.
Tentang legal culture, Fredmand memberikan definisi : system their beliefs,
values, ideas and expectations. Jadi kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur Hukum
adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana kultur
hukum digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum
itu tidak berdaya. Seperti ikan yang mati dalam keranjang, bukan seperti ikan hidup yang
dapat berenang di lautan.
131

c. Teori efektifitas penegakan hukum dan keadilan oleh Donald Black.

Bahwa Donald Black
132
dalam hal penegakan hukum, menyoroti adanya variable
yang menyebabkan terjadinya diskriminasi hukum dan ketidak adilan:
133
.

130
. Ibid. : 9.
131
Ibid. 9.
132
Donald Black is University Professor of the Social Sciences at the University of Virginia. Black received his Ph.D.
in sociology from the University of Michigan in 1968, and he taught at Yale and Harvard before coming to Virginia
in 1985. Black is the author of The Behavior of Law, The Manners and Customs of the Police, and Sociological
Justice, all of which present various aspects of his theory of law. More recently, The Social Structure of Right and
Wrong extends the theory to address conflict management more broadly. It thus focuses on instances where people
handle conflicts through means other than the law, such as through gossip, avoidance, suicide, or feuding. Black's
latest book, Moral Time, identifies the causes of moral conflict in all human relationships. Black is also the founder
of pure sociology, a distinctive theoretical approach that explains human behavior with its social geometry. Since
lxxvi

1). De-legalization, artinya semua norma-norma hukum itu telah ada pada masyarakat,
negara dan pemerintah telah berusaha segala urusan kehidupan manusia telah diatur
dalam bentuk perundang-undangan, demikian pula terjadi konflik atau adanya
penyimpangan maka hukum yang tertuang dalam norma perundang-undangan sebagai
alat control ( A tool of social control). Tetapi kenyataannya apabila ada kasus aparat
hukum, bisa mempermainkan pasal-pasal dalam perundang-undangan tersebut. Contoh
kasus Gayus, apakah termasuk dijerat pasal perkara penggelapan, atau pasal tentang
korupsi.
2). De-socialization, yaitu sikap yang menghindarkan pandangan strata sosial pihak yang
berperkara, tidak memandang karena suku, ras dan warna kulit, golongan maupun
keturunan.

Sebagai hakim harus sebagai moderator atau penengah tidak dibenarkan mengadili karena
sukunya atau golongannya, ia yang dimenangkan.
2). De-internalization, seorang penegak hukum haruslah mempunyai integritas moral yang
tinggi, masalah integritas adalah suatu sikap yang tumbuh dari dalam jiwa penegak
hukum itu sendiri dalam hal ini hakim. Jika tidak mempunyai integritas moral yang
tinggi, maka akan terjadi sikap diskriminatif. Hindari suap menyuap atau kolusi, hindari
adegium siapa yang membayar dia yang menang.
134

Bahkan pandangan Donald Black selaras dengan pendapat Carles Sampford
tentang teori Melee , artinya teori air yang mengalir, bahwa munculnya diskriminasi
itu, karena lima aspek yaitu :
135


pure sociology is a general sociological paradigm, it may be applied to subjects other than law, conflict, and conflict
management -- for example, art
[1]
, religion
[2]
, and ideas
[3]
.
Donald Black , adalah Guru Besar Ilmu Sosial di Universitas Virginia. Ia menerima gelar Ph.D. dalam sosiologi dari
University of Michigan di tahun 1968, dan ia mengajar di Yale dan Harvard sebelum datang ke Virginia pada tahun
1985. Black adalah penulis The Perilaku Hukum, The Manners dan Polosi dan Bea Cukai, Sosiologi dan Keadilan,
yang semuanya menyajikan berbagai aspek teori hukum. Baru-baru ini, Struktur Sosial Hak dan Salah memperluas
teori untuk mengatasi manajemen konflik lebih luas. Dengan demikian berfokus pada kasus di mana orang
menangani konflik melalui sarana selain hukum, seperti melalui gosip bunuh diri, menghindari, atau bermusuhan.
Buku Black terbaru, Waktu Moral, mengidentifikasi penyebab konflik moral dalam semua hubungan manusia. Balck
juga pendiri sosiologi murni, pendekatan teoritis berbeda yang menjelaskan perilaku manusia dengan geometri
sosialnya. Sejak sosiologi murni adalah paradigma sosiologis umum, dapat diterapkan untuk mata pelajaran lain
selain hukum, konflik, dan manajemen konflik - misalnya, seni [1], agama [2], dan ide-ide [3].
133
Achmad Ali , Donald Black Karya dan Kritikan Terhadapnya, (Universitas Hasanuddin, Makassar 2000),78.
134
Achmad Ali, Kritikan terhadap Buku Donald Black. (Hasanudin Press Makasar, 2002), 56
135
Charles,Samford, The Sholder of Law: Critiqui of Legal Theory,( New Yor, USA, 1989, Basil Blackwell,1989).
Achmad Ali dalam Keterpurukan Hukum, 44. Melee adalah keteraturan proses beracara di Pengadilan, mulai dari
proses tingkat pertama, tingkat banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali. Namun, terkadang ada yang langsung
mengajukan grasi. Terdakwa kalau PK belum mengaku bersalah. Jika mengajukan grasi kepada kepala negara
bahwa terdakwa mengaku bersalah, maka terdakwa mohon ampunan.
lxxvii

1). Stratafikasi. (status sosial), yaitu status sosial seseorang yang lebih tinggi akan
menyebabkan terjadinya diskriminasi atau perlakuan tidak adil. Atau karena faktor
status sosial akan diperlakukan berbeda bagi orang yang strata lebih tinggi dibanding
orang yang strarta lebih rendah status sosialnya. Seharusnya sebagai hakim dengan
menyuarakan slogan equal justice under law (semua orang berkedudukan sama dibawah
hukum) tidak memandang status orang kaya atau orang miskin, orang punya kedudukan
tinggi orang biasa diperlakukan sama di depan hukum.
2). Morfologi (kedekatan ) yaitu kedekatan dan kejauhan hubungan antara sesorang dengan
dengan orang lain, sehingga di dalam kenyataannya slogan tentang equal justice under
law, but who can afford it.(semua orang kedudukan sama di bawah hukum, tetapi
sering terjadi siapa dulu bapaknya).
3). Cultur (budaya), ialah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana kultur hukum digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Kenyataannya
banyak terjadi sebagian masyarakat takut kepada manusia, tidak takut adanya hukum.
Contoh ketaatan masyarakat berlalu lintas, seharusnya ada lampu merah berhenti, tetapi
kalau tidak ada polisi yang menjaga, pengendara jalan terus.
4). Organisation (perkumpulan), bahwa orang yang terikat dalam suatu organisasi sosial
maupun organisasi politik, sering ada adigium demi kepentingan bangsa dan negara,
realitanya demi kepentingan golongannya. Bagaimanapun namanya kawan atau
keluarga dibela secara maksimal, dengan mengabaikan norma hukum yang ada.
5). Pengendalian sosial (social control), bila terjadi kesalahan yang ada pada anggota, maka
akan berusaha untuk membela dan mencegah pihak lain untuk mencampuri dan anggota
akan dibela semaksimal mungkin. Oleh karena itu hukum sebagai (A tool of social
control) tidak dapat berjalan. Berusaha pembelaan bahwa anggotanya tidak bersalah.
3. Teori efektifitas penegakan hukum di Indonesia
Soerjono Soekanto, dalam bukunya Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum di Indonesia ada 5(lima) faktor sebagai berikut:
1). Faktor hukumnya sendiri, yaitu undang-undangnya atau subtansi hukum;
2). Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk undang-undang dan yang
menerapkan hukum, yaitu jika di Indonesia adalah pembentuk undang-undang (DPR)
dan yang menerapkan hukum adalah, polisi, jaksa dan hakim dan Advokat;
3). Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu sarana prsarana
yang mendukung operasionalnya penegakan hukum berupa gedung, dan termasuk
sarana lainnya.
4). Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5). Faktor Kebudayaan (kultur) yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
136




136
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada), 2002,
5.
lxxviii

B. Pendidikan Kode Etik Hakim Indonesia
Sebelum menduduki jabatan hakim, setiap calon hakim harus mengikuti pendidikan
calon hakim yang telah diprogramkan oleh Mahkamah Agung RI. Sebagai bekal untuk
menjalankan tugas hakim. Dan materi pendidikan yang harus diikuti oleh setiap calon hakim
adalah meliputi teknis yustisial, hukum materiil dan hukum acara, adminstrasi peradilan dan kode
etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia.
Dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, Mahkamah Agung RI menyusun
program pendidikan calon hakim sebagaimana cita-cita visi dan misi Mahkamah Agung yang
bermartabat dan terhormat serta Mahkamah Agung yang agung. Antara lain memiliki sumber
daya manusia yang berkualitas moral dan kualitas intelektual.
Untuk terwujudnya lembaga peradilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten,
transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman
hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak
dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan
hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan
serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat
dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan
senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral
dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.
Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus
dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu
dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana
setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim. Wewenang dan tugas hakim yang
sangat besar itu menuntut tanggungjawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang
diucapkan dengan irah-irah Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
menunjukkan kewajiban menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib
dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada semua manusia, dan secara vertikal
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana di atas, perlu terus diupayakan
secara maksimal tugas pengawasan secara internal dan eksternal, oleh Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial RI. Wewenang dan tugas pengawasan tersebut diorientasikan untuk
memastikan bahwa

semua hakim sebagai pelaksana utama dari fungsi pengadilan itu berintegritas tinggi, jujur,
dan profesional, sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan pencari keadilan.
Salah satu hal penting yang disorot masyarakat untuk mempercayai hakim, adalah perilaku
dari hakim yang bersangkutan, baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun dalam
kesehariannya

Sejalan dengan tugas dan wewenangnya itu, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta etika dan perilaku hakim.
137



137
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, SKB.Nomor 074/KMA/SKB/IV/ dan SKB Nomor
02/SKB/P.KY/IV/2009, tanggal 8 April 2009, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Alinea
Pembukaan.
lxxix

1. Peranan Ikatan Hakim Indonesia dalam pembinaan hakim Indonesia.
Tidak kalah pentingnya, bahwa lahirnya Kode Etik Hakim Indonesia, adalah hasil
upaya besar dari induk organisasi hakim yaitu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), yang
merumuskan Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) yang telah tersusun dari hasil Rapat
Kerja Nasional terbatas tanggal 25-29 september 2002 di Surabaya dan menyusun serta
menghasilkan rekomendasi perlu disempurnakannya Pedoman Perilaku Aparat Peradilan.
138

Selanjutnya dalam tulisan Iskandar Kamil,SH yang telah menuliskan tentang
Definisi Etika dan kode etik profesi hakim dan sejarah lahirnya Kode etik yang digagas oleh
IKAHI sejak tahun 1953 sejak berdirinya pada tanggal 20 Maret 1953 di Tawangmangu Jawa
Tengah. Dan pada tahun 1957 dalam Kongres ke III di Tugu Bogor Jawa Barat yang memutuskan
agar dibentuk Code Ethik untuk menjaga harkat dan martabat Para Hakim, dan dibentuknya
Dewan Code Ethik di setiap Pengadilan Tinggi. Dan selanjutnya terus menerus adanya
pembenahan dan perubahan dan penigkatan dalam hasil Kongres-kongres berikutnya.
Dengan adanya sindroma reformasi adalah menjadi momentum yang baik untuk
upaya pembenahan, pembaharuan dan penyempurnaan. Maka keharusan adanya perubahan,
apalagi tuntutan reformasi adalah termasuk perubahan di bidang penegakan hukum.
Adanya sebagian hakim Indonesia yang tertangkap atas tindakan pelanggaran hukum
dan pelanggaran tindak pidana korupsi ada tiga macam pelanggaran yang diarahkan pada hakim:

1). Ketentuan dalam bidang hukum pidana:
a. Pidana biasa; b. Pidana berkaitan dengan Tugas (KKN)
2). Ketentuan dalam bidang hukum administrasi.
a. Kepegawaian. b. Teknis Peradilan.
3). Ketentuan pelanggaran pada kode etik profesi hakim.
Permasalahan yang timbul dari ketentuan tersebut apakah ketentuan-ketentuan
tersebut bersifat kumulatif, atau alternatif atau subsidiaritas. Dan permasalahan lainnya karena
tugas pemeriksaan adalah berbentuk majelis apakah pertanggung jawabannya bersifat pribadi
atau kolektif
Mengingat hakekat perbuatan yang dilakukan tersebut, maka pertanggung
jawabannya bisa bersifat pribadi, bisa kolektif, tergantung kasusnya dan perbuatannya.




138
Wildan Suyuthi, Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) dan Makalah yang Berkaitan,
Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2005. iv.
lxxx

2. Pelaksana pendidikan calon hakim dan pendidikan lanjutan bagi hakim.
Mahkamah Agung RI, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah
menetapkan pelaksaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.
139
Setelah bagi
calon hakim diseleksi dan dinyatakan lulus, maka perlu dan wajib mengikuti pendidikan calon
hakim, sebagaimana Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal :
4 Oktober 2010 : tentang Penetapan dan Pelaksaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon
Hakim Terpadu untuk para calon hakim pada 4 (empat) lingkungan badan peradilan di bawah
naungan Mahkamah Agung RI.
Adapun maksud dan tujuan dari Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim terpadu adalah:
a. Untuk menetapkan standar kurikulum Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim
Terpadu pada lingkungan MA RI;
b. Untuk tercapainya suatu standar pendidikan dan pelatihan calon hakim terpadu.
Kurikulum Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu terdiri dari:
a. Kurikulum pendidikan dan latihan pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI.
b. Panduan magang pada pengadilan tingkat Pertama dengan tahapan sebagai gambar tabel
berikut:

Gambar 3.1.
Waktu Pendidikan Calon Hakim
140

NO. KEGIATAN MINGGU
1 Diklat I 2
2 Magang I 22
3 Diklat II 13
4 Magang II 26
5 Diklat III 13
6 Magang III 30
Total 106


3. Materi dan kurikulum pendidikan kode etik hakim
Arahan Pembaruan Sistem Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Hakim dan
aparatur peradilan yang bernaung di bawah Badan Peradilan dituntut untuk senantiasa
meningkatkan dan memperluas wawasan serta keahliannya. Peningkatan kapasitas profesi akan
mendorong meningkatnya kualitas penyelenggaraan peradilan dan pelayanan hukum kepada
masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan

139
Mahkamah Agung RI : Keputusan MA. Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010 : tentang
Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.(Litbang Diklat Mahkamah
Agung RI). Dan Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung RI. Bab V Arahan Pembaharuan
Fungsi Pendukung, 29-32.
140
Mahkamah Agung RI : Ibid, Keputusan MA. Nomor : 169/KMA/SK/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010 : tentang
Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu.(Litbang Diklat Mahkamah
Agung RI). Dan Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung RI Bab V Arahan Pembaharuan
Fungsi Pendukung, 29-32.

lxxxi

terhadap badan peradilan. Salah satu caranya adalah dengan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan yang komprehensif, terpadu dan sinergis dengan kebutuhan badan peradilan dan nilai
keadilan yang hidup di masyarakat. Selain itu, sistem rekrutmen juga harus dilihat sebagai
bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan dan pelatihan, dalam rangka mengelola kualitas
SDM badan peradilan. Hal ini merupakan cara yang komprehensif dalam mengelola dan
membina sumber daya manusia yang kompeten dan obyektif, sehingga tercipta personil
peradilan yang berintegritas dan profesional. Sumber daya manusia yang kompeten dengan
kriteria obyektif, berintegritas dan profesional adalah salah satu ciri dari badan peradilan
Indonesia. Oleh karenanya telah menjadi tekad Mahkamah Agung untuk menghasilkan lulusan
hakim dan pegawai pengadilan yang terbaik dari segi keahlian, profesionalitas, serta integritas.
Untuk mendapatkan SDM yang berkompeten dengan kriteria obyektif, berintegritas dan
profesional, maka Mahkamah Agung telah mengembangkan Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Hakim dan Aparatur Peradilan yang Berkualitas dan Terhormat atau Qualified and
Respectable Judicial Training Center (JTC).
Sistem ini akan dapat terwujud dengan usaha perbaikan pada berbagai aspek,
yaitu:
1. Kelembagaan (institusional);
2. Sarana dan prasarana yang diperlukan;
3. Sumber daya manusia;
4. Program diklat yang terpadu dan berkelanjutan;
5. Pemanfaatan hasil diklat;
6. Anggaran diklat; serta
7. Kegiatan pendukung lainnya (misalnya kegiatan penelitian dan pengembangan).
Perbaikan pada ketujuh aspek di atas akan menjadi fokus perhatian pada usaha
perbaikan kualitas pendidikan dan pelatihan. Konsep yang akan diadopsi dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ke depan adalah konsep pendidikan yang permanen
dan berkelanjutan continuing judicial education atau (CJE). Maksudnya, pendidikan dan
pelatihan yang diberikan kepada calon hakim dan aparatur peradilan merupakan kelanjutan dari
pendidikan formal yang sebelumnya telah mereka dapatkan. Pengembangannya akan
menyesuaikan dengan perkembangan profesi yang mereka geluti sepanjang karirnya di
pengadilan, misalnya bagaimana seorang hakim dapat terus mengikuti perkembangan wacana
dan rasa keadilan yang terus berkembang di masyarakat atau bagaimana seorang aparatur
peradilan mempelajari penggunaan aplikasi komputer tertentu untuk mendukung pelaksanaan
tugasnya.
Sebagai pedoman implementasi continuing judicial education (CJE ) ini, terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Bersifat komprehensif, terpadu dan sinergis untuk membantu hakim dan aparatur
peradilan memenuhi harapan masyarakat;
2. Bersifat khusus yang merupakan bagian dari pendidikan berkelanjutan dan terpusat
pada kebutuhan pengembangan kompetensi hakim dan pegawai pengadilan.
Dalam mengimplementasikan konsep continuing judicial education (CJE) ini,
Mahkamah Agung RI akan sepenuhnya mengembangkan metode belajar cara orang
dewasa (adult learning). Penerapan metode ini akan menumbuhkan dasar-dasar sistem
dan budaya dalam implementasi desain organisasi berbasis pengetahuan (knowledge
based organization). Para

3. hakim serta aparat peradilan akan terus belajar dari produk-produk yang dihasilkan oleh
mereka sendiri.
4. Untuk memastikan berhasilnya implementasi konsep continuing judicial education
(CJE) dalam sistem pendidikan dan pelatihan profesi hakim dan aparatur peradilan
lxxxii

yang berkualitas dan terhormat, kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain
sebagai berikut:
(1). Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya Manusia pada
pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan.
(2). Penyusunan kurikulum dan materi ajar berbasis kompetensi bagi program
pendidikan dan pelatihan hakim dan aparatur peradilan yang akan diperbaharui
secara berkelanjutan, termasuk penyesuaian dengan penerapan sistem kamar.
(3) Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi hakim dan
aparat peradilan.
(4) Rekrutmen SDM pada pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan yang berbasis
kompetensi, termasuk melibatkan tenaga eksternal untuk mendukung
penyusunan kurikulum dan materi ajar, ataupun menjadi tenaga pengajar yang
dibutuhkan.
(5) Pelaksanaan proses integrasi sistem diklat dengan sistem SDM secara
keseluruhan.
141



Gambar 3.2
Kurikulum Diklat Pertama
142

No. POKOK BAHASAN JPL
1 Kurikulum Diklat I 4
2 Konstitusi Negara Republik Indonesia 2
3 Kekuasaan Kehakiman 2
4 Mahkamah Konstitusi 2
5 Kekuasaan Mahkamah Agung RI 8
6 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)* 4
7 Pedoman Perilaku Hakim ** 24

8 Tim Building (Outbound) 8
9 Sistem Pembinaan Hakim 2
10 Sistem Pengawasan Hakim pada Mahkamah Agung RI 3

141
Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, (Jakarta Mahkamah
Agung-RI 2010) . 33-35
142
Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Pendidikan Calon Hakim, (Jakarta, Mahkamah Agung RI.
2009).
lxxxiii

11 Sistem Pengawasan Hakim pada Komisi Yudisial 3
12 Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik 2
13 Asas-asas Peradilan yang Baik 2
14 Kompetensi Peradilan Umum 3
15 Kompetensi Peradilan Agama 3
16 Kompetensi Peradilan TUN 3
17 Kompetensi Peradilan Militer 3
18 Tugas dan Fungsi Pegawai Pengadilan Negeri 2
19 Pola Pembinaan Administrasi Umum Peradilan 2
20 Sosialisasi Lingkungan Kerja 2
21 Sistem Informasi Peradilan 2
22 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Umum pada Pengadilan Negeri 4
23 Teori Tugas Pokok, Fungsi Bagian Kepegawaian pada Pengadilan
Negeri dan Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan (Binganis)
4
24 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Keuangan pada Pengadilan
Negeri
4
25 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Hukum pada
Pengadilan Negeri
4
26 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Pidana pada Pengadilan
Negeri
6
27 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Panitera Perdata pada
Pengadilan Negeri
6

28 Teori Tugas Pokok dan Fungsi Juru Sita pada Pengadilan Negeri 6
TOTAL 120

1 Jam Pelajaran (JPL)= 45 Menit; 2 JPL= 1 sesi; 1 Hari= 4 sesi/8JPL
3 minggu adalah 120 JPL








lxxxiv

Gambar 3.3
Kurikulum Ikahi
33
KPOKOK BAHASAN IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia)

Subpokok
Bahasan
(Topik)

a. Sejarah
b. Struktur organisasi
c. Dasar pembentukan dan wewenang IKAHI
d. Situasi saat ini
e. Role Model Hakim
Tujuan

Menjelaskan organisasi yang akan menaungi profesi hakim dan
membuat mereka bangga dan merasa terikat pada profesi hakim
itu sendiri.
Uraian Singkat

Setelah ditunjuk menjadi cakim, mereka menjadi anggota
sementara IKAHI yang merupakan suatu organisasi profesi
hakim.
Pada pokok bahasan ini, IKAHI menjelaskan peran mereka dan
bagaimana mereka mendukung profesi hakim dan cakim.
Selain itu, mereka memberikan arahan secara garis besar dan
umum hakim seperti apa yang baik dan memberikan role model
hakim-hakim terdahulu dan pada saat ini yang patut untuk
dicontoh.

Durasi 4 JPL (1 JPL=45 menit) 180 Menit
Sumber Kepustakaan Anggaran Dasar / ART IKAHI

um

Gambar 3.4
Kurikulum Kode Etik Hakim
Pokok Bahasan Pedoman Perilaku Hakim
Subpokok
Bahasan
(Topik)
a. Sejarah
b. Peraturan
c. 10 (sepuluh) prinsip pedoman perilaku hakim
d. Implementasi dari Pedoman Perilaku Hakim
Tujuan Untuk mensosilisasikan etika berperilaku hakim
Uraian Singkat Pokok bahasan ini mempelajari pedoman perilaku hakim
dan mendiskusikan implementasi dari pedoman itu sendiri.
Durasi Durasi 24 JPL (1 JPL=45 menit) 3 hari=1080 MENIT
Sumber
Kepustakaan
- Pedoman Perilaku Hakim
- SKB MA dan KY

143

Adapun Subtansi materi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia adalah isi
dari : Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI DAN Ketua Komisi Yudisial RI Nomor

143
Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Kurikulum Pusdiklat Calon Hakim, (Balitbang MARI 2009):
31-32
lxxxv

: 047/KMA/SKB/IV /2009 dan Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanaggal 8 April 2009. tentang
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang berisikan 10 norma yang harus dilakukan oleh
setiap hakim di Indonesia yaitu: 1. Berlaku adil, 2. Berlaku jujur, 3. Berlaku arif dan bijaksana,
4. Bersikap mandiri, 5. Berintegritas tinggi, 6. Bertanggung jawab, 7. Menjunjung tinggi harga
diri, 8 Berdisiplin tinggi, 9. Berperilaku rendah hati, 10. Bersikap professional.

4. Waktu pendidikan kode etik hakim.
Konsep yang akan diadopsi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ke depan
adalah konsep pendidikan yang permanen dan berkelanjutan (Continuing Judicial Education
atau CJE). Maksudnya, pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada (calon) hakim dan
aparatur peradilan merupakan kelanjutan dari pendidikan formal yang sebelumnya telah mereka
dapatkan.
Pengembangannya akan menyesuaikan dengan perkembangan profesi yang mereka
geluti sepanjang karirnya di pengadilan, misalnya bagaimana seorang hakim dapat terus
mengikuti perkembangan wacana dan rasa keadilan yang terus berkembang di masyarakat atau
bagaimana seorang aparatur peradilan mempelajari penggunaan aplikasi komputer tertentu
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Sebagai pedoman implementasi CJE ini, terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Bersifat komprehensif, terpadu dan sinergis untuk membantu hakim dan aparatur peradilan
memenuhi harapan masyarakat;
2. Bersifat khusus yang merupakan bagian dari pendidikan berkelanjutan dan terpusat pada
kebutuhan pengembangan kompetensi hakim dan pegawai pengadilan.
Dalam mengimplementasikan konsep (Continuing Judicial Education atau CJE ini,
Mahkamah Agung RI akan sepenuhnya mengembangkan metode belajar cara orang dewasa
(adult learning). Penerapan metode ini akan menumbuhkan dasar-dasar sistem dan budaya
dalam implementasi desain organisasi berbasis pengetahuan (knowledge based organization).
Para hakim serta aparat peradilan akan terus belajar dari produk-produk yang
dihasilkan oleh mereka sendiri. Untuk memastikan berhasilnya implementasi konsep
Continuing Judicial Education (CJE) dalam sistem Pendidikan dan Pelatihan Profesi Hakim
dan Aparatur Peradilan yang Berkualitas dan Terhormat, kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan antara lain sebagai berikut:
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas SDM (sumber daya manusia) pada
pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan.
2. Penyusunan kurikulum dan materi ajar berbasis kompetensi bagi program pendidikan dan
pelatihan hakim dan aparatur peradilan yang akan diperbaharui secara berkelanjutan,
termasuk penyesuaian dengan penerapan sistem kamar.
3. Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi hakim dan aparat
peradilan
4. Rekrutmen sumber daya manusia pada pelaksana fungsi pendidikan dan pelatihan yang
berbasis kompetensi, termasuk melibatkan tenaga eksternal untuk mendukung penyusunan
kurikulum dan materi ajar, ataupun menjadi tenaga pengajar yang dibutuhkan.
5. Pelaksanaan proses integrasi sistem diklat dengan sistem sumber daya manusia secara
keseluruhan.
Panduan magang pada Pengadilan Tingkat Pertama dengan tahapan sebagai berikut:
kurikulum Ikatan Hakim Indonesia dilakukan pada Pendidikan tahap pertama dan Pedoman
Perilaku Hakim juga dilaksanakan pada tahap pertama sebagai berikut:

C. Penerapan Kode Etik Hakim
lxxxvi

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku
hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan
secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas
yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan.
Kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan
dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan
hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau
keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-
undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat. Sebagaimana halnya
kehormatan, keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang
mulia yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh hakim
melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau
perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga
dan ditegakkan. Kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan etika perilaku. Etika
adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang
dianut satu golongan atau masyarakat. Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi
individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap
pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang
didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Implementasi terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim dapat
menimbulkan kepercayaan, atau ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Oleh
sebab itu, hakim dituntut untuk selalu berperilaku yang berbudi pekerti luhur. Hakim yang
berbudi pekerti luhur dapat menunjukkan bahwa profesi hakim adalah suatu kemuliaan (officium
nobile).
Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja
dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk
menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya. Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral bagi hakim, baik dalam
menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Hakim
sebagai insan yang memiliki kewajiban moral untuk berinteraksi dengan komunitas sosialnya,
juga terikat dengan norma norma etika dan adaptasi kebiasaan yang berlaku dalam tata
pergaulan masyarakat. Namun demikian, untuk menjamin terciptanya pengadilan yang mandiri
dan tidak memihak, diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi Hakim baik
selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat. Untuk itu, menjadi tugas dan
tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan bagi Hakim dan Pengadilan,
termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran. Walaupun demikian,
meskipun kondisi-kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan
alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian.pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada pencari
keadilan dan masyarakat.
Sebelum disusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini, Mahkamah Agung telah
mengadakan kajian dengan memperhatikan masukan dari Hakim di berbagai tingkatan dan
lingkungan peradilan, kalangan praktisi hukum, akademisi hukum, serta pihak-pihak lain dalam
masyarakat. Selain itu memperhatikan hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama kali
dicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa Ikatan Hakim Indonesia Tahun 1966 di Semarang,
dalam bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali dalam Munas XIII IKAHI
Tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung
RI Tahun 2002 di Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim
yang didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses perbandingan terhadap
prinsip-prinsip internasional, maupun peraturan-peraturan serupa yang ditetapkan di berbagai
Negara, antara lain The Bangalore Principles of Yudicial Conduct. Selanjutnya Mahkamah Agung
lxxxvii

menerbitkan pedoman perilaku hakim melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor : KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006, tentang Pedoman Perilaku Hakim
dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 215/KMA/SK/XII/2007 tanggal 19
Desember 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim.
Demikian pula Komisi Yudisial RI telah melakukan pengkajian yang mendalam dengan
memperhatikan masukan dari berbagai pihak melalui kegiatan Konsultasi Publik yang
diselenggarakan di 8 (delapan) kota yang pesertanya terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum,
akademisi hukum, serta unsur-unsur masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi pasal 32A
juncto pasal 81B Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-
Undang Nomor : 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka disusunlah Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan pegangan bagi para hakim seluruh Indonesia serta
Pedoman bagi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi
pengawasan internal maupun eksternal.
144


D. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik

Dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung RI dan Komisi
Yudisial Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim Indonesia Nomor :
047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02 /SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 dan mengefektifkan
Badan Pengawas Mahkamah Agung RI. Dengan langkah-langakah sebagai berikut :

1. Pengawasan melekat
Pengawasan melekat dalam organisasi Mahkamah Agung dan Lembaga Peradilan di
bawahnya adalah pengawasan secara struktural yang melekat dalam suatu organisasi,
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pedoman Umum Angka 1 huruf a Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekatyaitu sebagai berikut ;
Pengawasan Melekat, adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya,
secara preventif ataurepresif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara
efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Oleh Mahkamah Agung, pengawasan melekat secara mikro dilaksanakan oleh
masing-masing Satuan Kerja (Satker), dan secara makro dilaksanakan secara berjenjang
yaitu Mahkamah Agung, Pengadilan Tingkat Banding, dan Pengadilan Tingkat Pertama.

2. Pengawasan fungsional

Satuan Kerja Pengawasan Fungsional Internal Mahkamah Agung berada di dalam
struktur organisasi yang bertugas untuk melakukan pengawasan internal, baik di lingkungan
Mahkamah Agung, maupun terhadap Pengadilan Tingkat Banding, dan Tingkat Pertama.
Kedua bentuk pengawasan tersebut dapat dilakukan melalui dua pendekatan atau sifat,
yaitu:


144
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, ibid, SKB.Nomor 074/KMA/SKB/IV/ dan SKB Nomor
02/SKB/P.KY/IV/2009, tanggal 8 April 2009, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Alinea
Pembukaan, 3-6
lxxxviii

a. Preventif
Berbagai kegiatan Mahkamah Agung untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia
peradilan seperti halnya mengadakan pendidikan dan pelatihan, memberikan petunjuk-
petunjuk dalam bentuk Surat Edaran, pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan
fungsi pengawasan dalam pengertian pengendalian guna mencegah terjadinya
penyimpangan- penyimpangan tugas. Demikian pula kegiatan-kegiatan koordinasi dan
sosialisasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan.
b. Persuasif
Sifat persuasif ini diwujudkan dalam bentuk himbauan-himbauan yang bersifat
menyadarkan dan memotivasi aparat peradilan untuk meningkatkan etos kerja dan
semangat pengabdian dalam memberikan
pelayanan publik yang sebaik-baiknya.
c. Akomodatif
Dalam melaksanakan pengawasan, Mahkamah Agung selalu memperhatikan kondisi
objektif yang ada serta aspirasi aparat peradilan. Hal ini terlihat dari pelaksanaan tugas
Badan Pengawasan dalam bentuk pengawasan reguler dimana hasilnya merupakan
bahan masukan bagi Pimpinan Mahkamah Agung dalam pengambilan keputusan dan
kebijakan.
d. Apresiatif
Dalam melaksanakan pengawasan, Mahkamah Agung juga memperhatikan prestasi dan
nilai lebih yang ditunjukkan oleh aparat peradilan untuk diberikan reward.
e. Represif
Dalam hal yang sangat terpaksa sekali, Mahkamah Agung tidak memiliki pilihan lain
untuk melakukan penindakan sebagai punishment dalam bentuk hukuman disiplin atau
treatment.
145



3. Pengawas terhadap pelaksanaan kode etik

Untuk pelaksanaan Kode Etik dapat dijalankan oleh aparat peradilan agar berjalan
efektif, perlu adanya badan yang mengawasi implemantasi kode etik tersebut.



Struktur Organisasi yang menangani bidang pengawasan di Mahkamah Agung RI
adalah badan pengawasan yang berada pada Sekretariat Jendral Mahkamah Agung RI.
Adapun Visi dan Misi Badan Pengawas Mahkamah Agung RI adalah :Terwujudnya
aparatur peradilan yang bersih dan berwibawa.
Sedangkan Misi Badan Pengawasan :
a. Mengoptimalkan pengawasan melekat dan mengintensifkan pengawasan fungsional;

145
Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI Tahun 2007, (Jakarta Mahkah Agung
RI),90
lxxxix

b. Meningkatkan profesionalisme aparat badan pengawasan dan peradilan tingkat banding
di bidang pengawasan.
c. Terwujudnya fungsi pengawasan yang efektif dan efisien dilingkungan Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya.
d. Terwujudnya aparatur yang profesional, bersih, netral, bertanggung jawab dan
berorientasi pada pelayanan masyarakat.
4. Organisasi badan pengawasan.
Badan Pengawasan dipimpin oleh seorang Kepala Badan, yang dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya Kepala Badan Pengawasan dibantu oleh :
1. Sekretaris Badan Pengawasan;2. Inspektorat Wilayah I; 3. Inspektorat Wilayah
II;4. Inspektorat Wilayah III; 5. Inspektorat Wilayah IV.
2. Susunan Sekretariat Badan Pengawasan terdiri dari : a). Bagian Perencanaan dan
Keuangan;b). Bagian Kepegawaian; c). Bagian Organisasi dan Tata Laksana;
d). Bagian Umum;e). Kelompok Jabatan Fungsional.
Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas pengawasan, badan Pengawasan telah
membagi beberapa wilayah:
Inspektorat Wilayah I : mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis
dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah I, yang meliputi : Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung dan Bangka Belitung.
Inspektorat Wilayah II : mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis
dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah II, yang meliputi : Banten,
DKI Jakarta (termasuk unit organisasi yang ada di Mahkamah Agung), Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.
Inspektorat Wilayah III :mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis
dan administrasi peradilan serta administrasi umum di wilayah III, yang meliputi :
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Inspektorat Wilayah IV: bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan
kebijakan dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan pelaksanaan teknis dan
administrasi peradilan serta umum di wilayah IV, yang meliputi: Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya.
Gambar 3.5 dan 3.6
xc







































xci

5. Ruang lingkup pengawasan meliputi :
Penyelenggaraan, pelaksanaan dan pengelolaan organisasi, administrasi, dan
finansial peradilan, sedangkan sasaran pengawasan meliputi : lembaga peradilan, yang
meliputi Mahkamah Agung, pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama.
6. Sejarah terbentuknya badan pengawasan Mahkamah Agung
Pada sekitar tahun 1980an barulah dirasakan pentingnya fungsi pengawasan dalam
penyelenggaraan negara di Indonesia. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya :
a. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
c. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan Melekat.
Sampai dengan tahun 2001, fungsi pengawasan ini dilaksanakan oleh Mahkamah
Agung dengan menunjuk hakim agung penanggung jawab Pengawasan wilayah, tanpa
memiliki struktur dan supporting unit.
Pada tahun 2001, atas usulan dari Mahkamah Agung RI, dikeluarkanlah Surat
Keputusan Presiden RI Nomor 131 / M Tahun 2001 tertanggal 23 April 2001 Tentang
Pengangkatan Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan. Jadi
sejak tahun 2001 di


Mahkamah Agung sudah ditunjuk seorang Hakim Agung yang ditugaskan untuk
melakukan pengawasan dan pembinaan yang merupakan salah satu fungsi dari Mahkamah
Agung, Namun pelaksanaan tugas Ketua Muda Mahkamah Agung RI urusan pengawasan dan
pembinaan ini tidaklah dapat terlaksana secara maksimal karena tidak memiliki struktur dan
tidak tersedianya Supporting Unit untuk membantu melaksanakan tugas-tugasnya.
Guna mengatasi kendala tersebut, Mahkamah Agung mengajukan konsep
pembentukan unit pengawasan dan pembinaan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara, dan kemudian Menteri memberikan persetujuannya dengan Surat Nomor 156 /
M.PAN / VI / 2002 tertanggal 10 Juni 2002. Persetujuan tersebut oleh Panitera / Sekretaris
Jenderal Mahkamah Agung RI ditindaklanjuti dengan pembentukan Unit Asisten Bidang
Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Keputusan Panitera /
Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI Nomor : MA / PANSEK / 013 / SK . VI / Tahun
2002 tanggal 12 Juni 2002 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Panitera / Sekretaris
Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : MA / PANSEK / 02 / SK / Tahun
1986 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan / Sekretariat Jenderal Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, dibentuklah struktur
organisasi Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI yang terdiri atas
:
xcii

1. Seorang Pejabat Struktural Eselon IIa selaku Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan
Mahkamah Agung RI ( Surat Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung
RI Nomor : UP.IV / 116/ PSJ / SK / 2003 tanggal 14 April 2003 Tentang Pengangkatan
Para Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung
RI ).
2. Sembilan orang Hakim Tinggi Pengawas / Pejabat Fungsional Pengawasan.
3. Tiga orang Pejabat Struktural Eselon III yaitu Kepala Bidang Peradilan Umum dan
Peradilan Tata Usaha Negara, Kepala Bidang Peradilan Agama dan Peradilan Militer dan
Kepala Bidang Peradilan Mahkamah Agung.
4. Enam orang Pejabat Struktural Eselon IV yang masing-masing adalah Kepala Sub Bidang
Peradilan Umum, Tata Usaha Negara, Agama, Militer, Mahkamah Agung dan Tata
Operasional.
5. Sebelas orang Staff.
146

Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI
(Asbidwasbin) secara struktural organisatoris berada dibawah Panitera / Sekretaris Mahkamah
Agung RI yang dalam pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi Ketua Muda Mahkamah
Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan.
147

7. Pengawasan dalam sistem peradilan satu atap
Dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 4 dan 5 Tahun 2004 maka
organisasi, administrasi dan finansial seluruh badan peradilan berada di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung, hal mana juga membawa dampak terhadap fungsi pengawasan Mahkamah
Agung.
Pasal 46 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 memberikan tenggang waktu
kepada Mahkamah Agung paling lambat 12 bulan terhitung sejak undang-undang tersebut
diundangkan yaitu tanggal 15 Januari 2004 untuk menyusun organisasi dan tata kerja yang
baru di lingkungan Mahkamah Agung.
Pasal 5 ayat (2) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan bahwa Wakil
Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Wakil Ketua
Yudisial dan Wakil Ketua Bidang Non - Yudisial. Pada ayat (5) ditentukan bahwa Wakil
Ketua Bidang Non - Yudisial membawahi Ketua Muda Pembinaan dan Ketua Muda
Pengawasan.
Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan
bahwa pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Mahkamah Agung. Pada ayat (3) ditentukan bahwa pada Sekretariat Mahkamah
Agung dibentuk beberapa Direktorat Jenderal dan Badan yang dipimpin oleh beberapa
Direktur Jenderal dan Kepala Badan. Dan sejak saat itu terdapat Badan yang bertugas untuk

146
Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI, Tahun 2010, Bab Pengawasan, Jakarta, 2010, 115
147
Ibid , 116
xciii

melakukan Pengawasan Fungsional di Mahkamah Agung RI dan seluruh Badan Peradilan di
bawahnya dengan nama Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.
148

8. Sarana dan prasarana.
Agar masyarakat untuk mengetahui sejauh mana perjalanan proses perkara
yang diajukan di peradilan, dan untuk menghindarkan adanya komoniksi langsung
kepada aparat peradilan, telah dipersiapkan sarana dan prasarana pelayanan publik
berupa teknologi informasi yang terdiri dari :
a. Touch screen
b. IVR (interactive voice respond)
c. Portal internet badan pengawasan Mahkamah Agung
d. Layanan SMS
9. Pengawasan oleh pengadilan tingkat banding.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004, menentukan adanya Pengawasan
Fungsional pada struktur organisasi Mahkamah Agung.

Namun demikan mekanisme pengawasan fungsional pada Pengadilan Tingkat
Banding dan Tingkat Pertama belum diatur, padahal Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 yang tidak dirubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 pada Penjelasan
ayat (3) diuraikan bahwa: Kewenangan untuk melaksanakan Pengawasan oleh Mahkamah
Agung dapat didelegasikan kepada Pengadilan Tingkat Banding di semua Lingkungan
Peradilan. Berdasarkan penjelasan Pasal inilah kemudian berkembang istilah Pengadilan
Tingkat Banding sebagai Voorpost .
Mahkamah Agung. Melihat penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
yang didelegasikan itu hanyalah pengawasan terhadap penyelenggaraan pengadilan (ayat 1)
dan pengawasan terhadap tingkah laku para Hakim (ayat 2).
Pendelegasian itu pun hanya sampai ke Pengadilan Tingkat Banding saja, tentu
dengan asumsi bahwa Pengadilan Tingkat Banding sebagai voorpost Mahkamah Agung di
daerah yang menerima pendelegasian tersebut berwenang mengawasi pengadilan-
pengadilantingkat pertama di lingkungan daerah hukumnya. Timbul pertanyaan, bagaimana
mekanisme pengawasan internal pada Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat
Pertama itusendiri.
Sebagai jawabannya dapat digunakan dan masih relevan Surat Edaran Mahkamah
Agung RI Nomor 2 Tahun 1988 tanggal 1 Februari 1988 Tentang Pedoman Pembagian Tugas
Antara Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri, dimana
pengawasan (control) terhadap masalah-masalah keuangan, kepegawaian dan peralatan oleh
Ketua Pengadilan Tinggi /Pengadilan Negeri didelegasikan kepada Wakil Ketua.

148
Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI, Tahun 2010, Bab Pengawasan, (Jakarta, Mahkamah Gung RI.
2010) :117

xciv

Selanjutnya, Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor :
KMA/006/SK/III/1994, tanggal 31 Maret 1994 Tentang Pengawasan dan Evaluasi Atas Hasil
Pengawasan Oleh Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama menegaskan
bahwa Ketua Pengadilan Tingkat Banding melakukan pengawasan terhadap jalannya
peradilan di Pengadilan Tingkat Pertama di daerah hukumnya. Pengawasan mana meliputi:
teknis peradilan, administrasi peradilan serta perbuatan dan tingkah laku Hakim dan Pejabat
Kepaniteraan Pengadilan. Berhubung tidak diaturnya pengawasan fungsional secara struktural
di Pengadilan Tingkat Banding, maka penunjukan Hakim Tinggi Pengawas Daerah dan
Hakim Tinggi Pengawas Bidang di Pengadilan Tingkat Banding serta penunjukan Hakim
Pengawas Bidang di Pengadilan Tingkat Pertama sebagaimana yang sekarang ini berlaku
berdasarkan Surat Ketua Mahkamah Agung RI dengan Nomor : MA/
KUMDIL/207/VIII/K/1994 Tanggal 1 Agustus 1994, Perihal Pengawasan dan Evaluasi Atas
Hasil Pengawasan, dapat diintensifkan dan ditingkatkan peranannya.


10. Prosedur pengawasan dan pengaduan pelanggaran kode etik hakim
Pengaduan yang diajukan pada lembaga peradilan dapat berasal dari berbagai
sumber, antara lain:
149

a. Pengaduan masyarakat,
Pengaduan-pengaduan yang ditujukan terhadap aparat peradilan atau mutu
pelayanan publik pengadilan. Pengaduan ini umumnya diajukan oleh para pencari
keadilan, pengacara, danlembaga bantuan hukum yang langsung diajukan kepada
Mahkamah Agung atau Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama.
Ada kalanya pengaduan tersebut disampaikan oleh masyarakat umum melalui Lembaga
Swadaya Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden atau Wakil Presiden, Komisi
Yudisial, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Peberantasan Korupsi,
Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman Nasional danlain-lain.
b. Pengaduan internal, yaitu pengaduan yangditujukan terhadap Aparat Peradilan dan
diajukan oleh warga Pengadilan sendiri (termasuk keluarganya).
c. Laporan kedinasan yang merupakan laporanresmi dari Pimpinan Pengadilan mengenai
Aparat Pengadilan yang dipimpinnya.
d. Informasi yang diperoleh dari instansi lain, atau berita melalui media massa, atau dari
isu-isu yang berkembang. Berbagai pengaduan di atas pada umumnya meliputi hal-hal
antara lain:
1. Penyalahgunaan wewenang / jabatan.
2. Pelanggaran sumpah jabatan.
3. Dugaan melakukan tindak pidana.
4. Maladministrasi, yaitu terjadinya kesalahan, atau kekeliruan, atau kelalaian yang
bersifat administratif.
5. Pelanggaran hukum acara, baik yang dilakukan dengan sengaja, maupun karena
kelalaian dan ketidakpahaman.

149
Mahkamah Agung RI, Laporan Mahkamah Agung RI 2010, (Website Mahkamah Agung RI) , Kamis, 26 Januari
2012 12:29 Bab Pengawasan.

xcv

6. Pelayanan publik yang tidak memuaskan, yang dapat merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya mengenai aspek
waktu, biaya, dan atau perilaku.
7. Pelanggaran terhadap kode etik dan code of conduct Hakim.
8. Perbuatan tercela, yaitu berupa perbuatanperbuatan amoral, asusila, atau perbuatan
perbuatan yang tidak selayaknya dilakukanoleh seorang aparat lembaga peradilan
maupun selaku anggota masyarakat.
9. Tindakan indisipliner.
10. Tindakan arogansi.

Gambar 3.7
Pengaduan dan Tindak Lanjutnya :

Gambar di atas merupakan Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009.



11. Pengawasan eksternal
a. Fungsi dan peran Komisi Yudisial pengawasan kode etik hakim
Redefinisi Fungsi Hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai
Mitra dalam Pelaksanaaan Fungsi Pengawasan. Mahkamah Agung RI berkepentingan
terhadap pengawasan eksternal tepat dan efektif oleh Komisi Yudisial. Apabila pengawasan
yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai
tujuannya, maka tujuan pengawasan perilaku hakim oleh Mahkamah Agung juga tercapai.
Selain itu, keberadaan pengawasan eksternal mendorong unit pengawasan internal untuk
menjaga dan meningkatkan akuntabilitas dan mutu pengawasan yang dilaksanakan.
Redefinisi dan meningkatkan koordinasi serta kerjasama dengan Komisi Yudisial adalah
agenda yang penting, yaitu dengan melakukan:
xcvi

1. Hubungan kemitraan yang setara dengan meningkatkan kerjasama, antara lain
pelaksanaan kegiatan pengawasan secara bersama-sama.
2. Pembentukan standar dan pedoman bersama dalam pengawasan dan pemeriksaan
dugaan pelanggaran perilaku hakim, yang memuat: mekanisme koordinasi dalam
kegiatan pengawasan perilaku hakim, baik antara Komisi Yudisial RI dan Mahkamah
Agung RI, maupun antara Komisi Yudisial dengan badan peradilan di bawah
Mahkamah Agung RI, mekanisme dalam penyampaian rekomendasi hukuman disiplin
oleh Komisi Yudisial dan penetapan hukuman disiplin oleh Mahkamah Agung RI,
mekanisme pembentukan dan pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Hakim, jaminan
hak dan kepastian hukum dari pihak-pihak yang menjadi obyek pengawasan atau
pemeriksaan, dan standar minimum pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan
dalam rangka mengakomodasi prinsip objektivitas dan akuntabilitas kegiatan
pengawasan.
3. Penegasan atas independensi hakim dan pengadilan dengan menyusun draf perubahan
Undang Undang Mahkamah Agung RI, Undang-Undang Badan Peradilan dan Undang-
Undang Komisi Yudisial serta melakukan kegiatan-kegiatan strategis untuk mendorong
dihilangkannya ketentuan-ketentuan yang mengandung unsur-unsur: penilaian terhadap
bunyi putusan hakim, ketidakseimbangan dalam proses pengawasan dan pendisiplinan
hakim, dan berpotensi menimbulkan multi tafsir berkaitan dengan kewenangan
pengawasan yang dimiliki oleh pengawas internal Mahkamah Agung RI dan lembaga
pengawas eksternal Komisi Yudisial.


Gambar : 3.8 Struktur Organisasi Biro Pengawasan Hakim Di Komisi Yudisial :










xcvii



Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
150

c.Dasar dan kewenangan Komisi Yudisial.
Dasar Hukum Dibentuknya Komisi Yudisial adalah : Pasal 24A ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: Calon
hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku hakim. (Pasal 24B ayat 1).

150
Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109
a. Tugas Komisi Yudisial Mengusulkan pengangkatan hakim agung
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
1. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3. Menetapkan calon Hakim Agung;
4. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
b. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
1. Pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.
2. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
3. Melakukan verifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran
kode etik dan pedoman perilaku hakim,
4. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik.
5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorang, kelompok
orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
6. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.
7. Meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan
merekam pembicaraan dalam hal adanya pelanggaran kode etik.
Pertanggungjawaban dan laporan
xcviii

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-
undang.
152

Pasal 34:

151
Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109
151
Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Laporan Tahun 2010, (Jakarta Mahkamah Agung RI), 109
152
Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945
2) Tugas Komisi Yudisial Mengusulkan pengangkatan hakim agung
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung;
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
3) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.
b. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
c. Melakukan verifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran kode
etik dan pedoman perilaku hakim,
d. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik.
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorang, kelompok orang
atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
f. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.
g. Meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan dalam hal adanya pelanggaran kode etik.
Pertanggungjawaban dan laporan
Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
151

xcix

(1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh
Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang.
(2) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung
dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-
undang.
153

E. Perbandingan Komisi Yudisial di Berbagai Negara

Selanjutnya penulis akan menyampaikan perbandingan Komisi Yudisial di 43 (empat
puluh tiga) negara, Tugas dan Kewenangannya dan Jumlah Anggota Komisioner:
154

1. Negara Afrika Selatan (Judicial Service Commission)
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Agung, dan hakim di semua lembaga peradilan. Jumlah anggota 19 orang.
Keanggotaan dan susunan Komisi terdiri dari: Ketua Mahakamah Agung sebagai Ketua; Ketua
Mahakamah Konstitusi; satu (1) orang hakim pilihan; anggota kabinet yang bertanggung jawab
terhadap administrasi pengadilan; dua (2) orang advokat yang dinominasikan organisasinya dan
diangkat oleh presiden; dua (2) orang jaksa yang dinominasikan organisasinya dan diangkat oleh
presiden; satu (1) orang pengajar fakultas hukum yang dipilih dari universitas universitas di
Afrika Selatan; tujuh (7) orang yang dibentuk oleh National Assembly dimana tiga (3) di
antaranya harus dari partai oposisi; empat (4) orang yang mewakili provinsi; dan empat (4) orang
yang dipilih presiden setelah melalui persetujuan National Assembly.
2. Negara Argentina (Council of Magistracy )
Tugas dan kewenangannya: Mengajukan calon hakim agung kepada Senat dan diangkat oleh
Presiden; bertangung jawab terhadap seleksi calon hakim dan administrasi kekuasaan kehakiman;
mengembangkan pemilihan kandidat hakim tingkat bawah melalui kompetisi publik;
mengeluarkan usulan tiga (3) orang kandidat hakim tingkat bawah; mengurus sumber daya untuk
administrasi pengadilan; melakukan tindakan pendisiplinan terhadap hakim; memutuskan
pemberhentian hakim; dan mengeluarkan peraturan tentang organisasi pengadilan untuk
menjamin independensi hakim dan efisiensi administrasi pengadilan. Jumlah anggota Tidak diatur
di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
3. Negara Bulgaria ( Supreme Judicial Council )
Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan kepada Presiden tentang pengangkatan dan
pemberhentian Ketua Mahkamah Agung Kasasi, Ketua Mahkamah Agung Administratif, dan
Jaksa Agung. Jumlah anggota 25 orang. Keanggotan Komisi terdiri : Dua puluh lima (25) orang.
Tiga (3) orang duduk secara ex officio, yaitu Ketua Mahkamah Agung Kasasi, Ketua
Mahkamah Agung Administratif, dan Jaksa Agung.
4. Negara ( Etiopia State Judicial Administration Council )
Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan kepada State Council tentang pengangkatan
Hakim Agung, Hakim Tinggi,dan Hakim Tingkat Pertama . Jumlah anggota tidak diatur di dalam
Konstitusi. Keanggotaan komisi tidak diatur di dalam Konstitusi

153
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
154
A. Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,
Jakarta, Cet. I , 2004) : 5-19.

c

5. Negara (Fiji Judicial Service Commission )
Tugas dan kewenangannya : Merekomendasikan kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim
Agung dan Hakim Banding. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan
Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Public Service
Commission; dan Ketua Fiji Law Society.
6. Negara (Filipina Judicial and Bar Council )
Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan pengangkatan para hakim. Jumlah anggota 6
orang. Keanggotaan komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua
Public Service Commission; dan Ketua Fiji Law Society.
7. Negara (Gambia Judicial Service Commission )
Tugas dan kewenangannya: Memberikan konsultasi kepada Presiden tentang anggota anggota
pengadilan yang akan diangkat. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan
Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
8. Negara Ghana ( Judicial Council ) .
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim
Agung, Hakim Banding, dan Hakim Tingkat Pertama. Selain itu, juga berfungsi mengusulkan
pertimbangan tentang pemerintah, perbaikan administrasi dan efisiensi peradilan; menjadi forum
untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan fungsi peradilan;
dan menyelenggarakan fungsi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jumlah anggota
17 orang. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
9. Negara ( Guyana Judicial Service Commission )
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan para
hakim, pejabat hukum lain, dan Ketua Mahkamah Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam
Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari: Pejabat hukum sebagai Ketua Komisi; Ketua
Mahkamah Agung; Ketua Public Service Commission; dan anggota-anggota lain.
10. Negara Indonesia ( Komisi Yudisial ).
Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan tidak diatur di dalam
Konstitusi. Tetapi diatur oleh Undang-Undang. Anggota Komisi Yudisial dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dari Akademisi di bidang hukum, dan praktisi atau advokat sebanyak 7
anggota.
Komisi Yudisial di Indonesia diatur dalam Pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar
1945. Kehadiran Komisi Yudisial, karena didasari pemikiran bahwa hakim agung yang duduk di
Mahkamah Agung dan para hakim merupakan figur-figur yang sangat menentukan dalam
perjuangan menegakkan hukum dan keadilan. Apalagi hakim agung duduk pada tingkat peradilan
tertinggi dalam susunan peradilan. Sebagai negara hukum, masalah kehormatan dan keluhuran
martabat, serta perilaku seluruh hakim merupakan hal yang sangat strategis untuk mendukung
upaya menegakkan peradilan yang handal dan realisasi paham Indonesia adalah negara hukum.
Melalui lembaga Komisi Yudisial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang
sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian
keadilan melalui putusan hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta
perilakunya.
155


155
Pasal 24B ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Pasal 24B ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai
pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Pasal
24B ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
ci

11. Negara Italia ( Superior Council of the Judiciary )
Tugas dan kewenangannya: Berhak mengangkat, memberhentikan, memutasikan, dan
mempromosikan anggota badan peradilan dan memberikan tindakan pendisiplinan terhadapnya.
Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam
Konstitusi.
12. Negara Kazakhstan ( Higher Judicial Council )
Tugas dan kewenangannya : Tidak diatur di dalam Konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di
dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
13. Negara Kamerun ( Higher Judicial Council ).
Tugas dan kewenangannya : Mendampingi Presiden dan memberikan opininya dalam hal
pengangkatan para anggota hakim dan departemen kehakiman serta memberikan opininya tentang
para calon hakim dan mengambil tindakan pendisiplinan terhadap aparat hukum dan pengadilan.
Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam
Konstitusi.
14. Negara Kongo ( High Council of the Magistrate )
Tugas dan kewenangannya: Mengadakan jabatan hakim dan menjamin kemerdekaan kekuasan
kehakiman; dan harus membentuk Dewan Kedisiplinan (Disciplinary Council) sebagai lembaga
yang mengurusi kareir para hakim. di dalam Konstitusi . Jumlah anggota tidak diatur dalam
Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
15. Negara Kroasia ( National Judicial Council ) .
Tugas dan kewenangannya: Mengangkat dan memberhentikan hakim dan memutuskan segala hal
yang berkaitan dengan pertanggungjawaban kedisiplinannya. Jumlah anggota 11 orang.
Keanggotan Komisi terdiri dari : Sebelas (11) orang yang dipilih oleh Parlemen Kroasia dari para
hakim, advokat, dan guru besar fakultas hukum.
16. Negara Kenya ( Judicial Service Commission )
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim,
Jumlah anggota 5 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Komisi; Jaksa Agung; dua (2) orang hakim yang mewakili Mahkamah Agung dan
Pengadilan Tinggi; dan Ketua Public Service Commission.
17. Negara Lesotho (Judicial Service Commission )
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan hakim
agung. Jumlah anggota 4 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; Ketua Public Service Commission; dan satu (1) orang yang
diangkat Raja.
18. Negara Makedonia ( The Republican Judicial Council ).
Tugas dan kewenangannya: Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian para hakim;
memutuskan pertanggungjawaban kedisiplinan para hakim; memberikan penilaian kompetensi
dan etika para hakim dalam menjalankan jabatannya; dan mengusulkan dua (2) orang hakim
untuk duduk dalam Mahkamah Konstitusi Makedonia. Jumlah anggota 7 orang. Keanggotaan
Komisi ada tujuh (7) orang anggota yang dipilih oleh Majelis (The Assembly).
19. Negara Malawi (Judicial Service Commission) .
Tugas dan kewenangannya: Mencalonkan seseorang untuk menduduki jabatan kehakiman;
menjalankan kekuasaan pendisiplinan terhadap pejabat peradilan; merekomendasikan
pemberhentian seseorang dari jabatan kehakiman; dan menjalankan kekuasaan lain yang
diperlukan sesuai dengan konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi.

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 24B ayat (4) Perubahan Ketiga UUD 1945
menyatakan, Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

cii

Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Civil
Service Commission ; Hakim Banding; dan praktisi hukum.
20. Negara Malaysia (Judicial and Legal Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Di dalam Konstitusi hanya dikatakan bahwa Komisi mempunyai
yurisdiksi setiap anggota badan peradilan dan pelayanan hukum. Jumlah anggota tidak diatur di
dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari: Ketua Public Service Commission sebagai
ketua; Jaksa Agung; dan satu (1) orang atau lebih anggota yang diangkat oleh Yang di- Pertuan
Agong setelah berkonsultasi dengan Ketua Mahkamah Agung.
21. Negara Marshall Islands (Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Membuat rekomendasi tentang pengangkatan kehakiman atas
inisiatif sendiri atau atas permintaan Kabinet; merekomendasikan atau mengevaluasi kriteria dan
kualifikasi para hakim; mengangkat atau memberhentikan para hakim dari pengadilan rendah;
dan menjalankan fungsi dan kekuasaan lain yang diatur dengan undang-undang. Jumlah anggota
tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan warga negara Marshall Islands.
22. Negara Namibia ( Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Membuat rekomendasi tentang pengangkatan hakim atas inisiatif
sendiri atau atas permintaan Kabinet; merekomendasikan atau mengevaluasi kriteria dan
kualifikasi para hakim; mengangkat atau memberhentikan para hakim dari pengadilan rendah;
dan menjalankan fungsi dan kekuasaan lain yang diatur dengan undang-undang. Jumlah anggota 5
orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung; hakim yang diangkat oleh
Presiden; Jaksa Agung; dan dua (2) orang anggota dari profesi hukum.
23. Negara Nepal (Judicial Council ).
Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan dan memberikan advis kepada Presiden tentang
pengangkatan, pemindahan (mutasi), tindakan pendisiplinan, dan pemberhentian para hakim serta
hal-hal lain yang berkaitan dengan administrasi pengadilan. Jumlah anggota 5 orang.
Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung yang secara ex officio sebagai Ketua
Dewan; Menteri Kehakiman; dua (2) orang Hakim Agung paling senior; dan satu (1) orang juri
yang dicalonkan oleh Raja.
24. Negara Nigeria (Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya tidak diatur di dalam Konstitusi. Jumlah anggota tidak diatur di dalam
Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
25. Papua Nugini ( Judicial and Legal Services Commission )
Tugas dan kewenangannya: Mengangkat Wakil Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung
(selain Ketua Mahkamah Agung); dan mengangkat Ketua Hakim; mengangkat Jaksa Agung dan
Jaksa Agung Muda. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi :
Tidak diatur di dalam Konstitusi.
26. Negara Prancis ( Conseil Superieur de la Magistrature).
Tugas dan kewenangannya: Membantu Presiden sebagai penjamin kemerdekaan kekuasaan
kehakiman; mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan pimpinan Hakim Banding; dan
bertindak sebagai Dewan Pendisiplinan Hakim. Jumlah anggota 11 orang. Keanggotaan Komisi
terdiri dari : Sembilan (9) orang yang diangkat oleh Presiden.
27. Negara Saint Christopher and Nevis ( Judicial and Legal Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Sebagai pihak yang harus diajak konsultasi dalam pengangkatan
seseorang untuk menduduki jabatan publik di bidang kehakiman. Seseorang yang menduduki
jabatan public di bidang kehakiman tidak bisa diberhentikan kecuali atas persetujuannya. Jumlah
anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
28. Negara Saint Lucia ( Judicial and Legal Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Melakukan kontrol kedisiplinan terhadap pejabat publik di bidang
kehakiman dan memberhentikannya. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi.
29. Negara Saint Vincent ( Judicial and Legal Service Commission ).
ciii

Tugas dan kewenangannya: Berkonsultasi dengan Gubernur Jendral tentang pemberhentian
pejabat publik di bidangkehakiman; menyetujui pemberhentian pejabat publik di bidang
kehakiman; mengangkat orang untuk menduduki jabatan dalam Kejaksaan Agung; dan
memberikan advis kepada Gubernur Jendral tentang pengangkatan Jaksa Agung. Jumlah anggota
Tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
30. Negara Samoa ( Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Kepala Negara mengenai pengangkatan,
promosi, dan mutasi pejabat pengadilan (selain Ketua Mahkamah Agung); dan pemberhentian
setiap pejabat peradilan (selain Hakim Agung). Jumlah anggota 3 orang. Keanggotaan Komisi
terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan satu (1) orang yang
dicalonkan oleh Menteri Kehakiman. Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Komisi; Jaksa Agung; dan satu (1) orang yang dicalonkan oleh Menteri
Kehakiman.
31. Negara Sierra Leone ( Judicial and Legal Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Ketua Mahkamah Agung dalam
penyelenggaraan fungsifungsi administratif dan lainlain; mengangkat, mempromosikan,
memutasikan, memberhentikan, dan mendisiplinkan orang-orang yang menduduki jabatan
kehakiman. Jumlah anggota 7 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Komisi; Hakim Banding paling senior; Jaksa Agung; satu (1) orang praktisi
hukum; Ketua Public Service Commission; dan dua (2) orang yang diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan Parlemen.
32. Negara Slovenia ( Judicial Council )
Tugas dan kewenangannya: Memberikan rekomendasi kepada National Assembly dalam
pemilihan para hakim. Jumlah anggota 11 orang. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Lima (5)
orang anggota dipilih melalui pemungutan suara National Assembly yang dicalonkan Presiden
dari kalangan praktisi hukum, guru besar hukum, dan lawyer; enam (6) orang anggota dipilih dari
kalangan hakim. Ketua Komisi dipilih oleh para anggotanya.
33. Negara Solomon Islands ( Judicial and Legal Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Mengangkat, memberhentikan, dan melakukan pendisiplinan para
hakim. Jumlah anggota 4 orang. Keanggotaan Komisi terdiri : Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Komisi; Jaksa Agung; Ketua Public Service Commission; anggota tambahan yang diangkat
Gubernur Jendral sesuai dengan advis dari Perdana Menteri.
34. Negara Spanyol General ( Council of the Judicial Power ).
Tugas dan kewenangannya: Menentukan organ administrasi pengadilan khususnya yang
berkaitan dengan pengangkatan, promosi, inspeksi, dan pendisiplinan. Jumlah anggota 22 orang.
Keanggotaan Komisi terdiri : Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; dan dua puluh (20) orang
hakim, empat (4) orang di antaranya diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat; empat (4) oleh
Senat yang diambil dari lawyer dan ahli hukum.
35. Sri Lanka Judicial Service Commission
Tugas dan kewenangannya: Mengangkat, mempromosikan, memutasikan, memberhentikan, dan
mengontrol kedisiplinan pejabat pengadilan. Jumlah anggota 3 orang. Keanggotaan Komisi terdiri
dari : Ketua Mahkamah Agung; dan dua (2) orang Hakim Agung yang diangkat oleh Presiden.
36. Negara Thailand ( Judicial Commission of the Court of Justice ).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan persetujuan pengangkatan dan pemberhentian Hakim
Agung sebelum diajukan kepada Raja; dan memberikan persetujuan tentang promosi, kenaikan
gaji dan menghukum Hakim Agung. Jumlah anggota 15 orang. Keanggotaan Komisi terdiri :
Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; dua belas (12) orang anggota dari setiap
tingkatan pangadilan; dan dua (2) orang anggota di luar hakim yang dipilih oleh Senat.
37. Negara Timor Timur ( Superior Council for the Judiciary ).
Tugas dan kewenangannya: Mengelola dan mendisiplinkan para hakim pengadilan; dan
mengangkat, memberhentikan, memutasikan, dan mempromosikannya. Jumlah anggota 5 orang.
civ

Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Dewan; satu (1) orang ditunjuk oleh Presiden; satu (1)
orang dipilih oleh Parlemen; satu (1) orang ditunjuk oleh Pemerintah; dan (1) satu orang dipilih
oleh para hakim.
38. Negara Trinidad dan Tobago (Judicial and Legal Service Commission).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim
Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi terdiri dari : Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Komisi; Ketua Public Service Commission; dan anggota-
anggota lain yang diangkat.
39. Negara Tunisia ( Superior Council of the Magistrature).
Tugas dan kewenangannya: Merekomendasikan kepada Presiden tentang pencalonan hakim;
mengawasi hakim dalam hal pelaksanaan pencalonan, kemajuan, pemutasian, dan kedisiplinan.
Jumlah anggota tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam
Konstitusi.
40. Negara Vanuatu ( Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan hakim; dan
memberikan advis kepada Presiden tentang promosi dan mutasi anggota kehakiman. Jumlah
anggota 3 orang. Keanggotan Komisi terdiri dari : Menteri yang bertanggung jawab terhadap
kehakiman; dan Ketua Public Service Commission; dan perwakilan National Council of Chiefs.
41. Negara Venezuela (The Council on the Judiciary ).
Tugas dan kewenangannya: Mengatur penjaminan independensi, efisiensi, disiplin, dan kepatutan
pengadilan; dan menjamin hal-hal yang berkaitan dengan karier seorang hakim. Jumlah anggota
tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
42. Negara Zambia ( Judicial Service Commission ).
Tugas dan kewenangannya: Memberikan advis kepada Presiden tentang pengangkatan Hakim
Agung; dan fungsi lain
yang berkaitan dengan pelayanan publik atau pelayanan hukum atau pengadilan. Jumlah anggota
tidak diatur di dalam Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
43. Negara Zimbabwe ( Judicial Service Commission ) .
Tugas dan kewenangannya: Memberikan konsultasi kepada Presiden tentang pengangkatan Jaksa
Agung, Deputi Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung. Jumlah anggota tidak diatur di dalam
Konstitusi. Keanggotaan Komisi tidak diatur di dalam Konstitusi.
156


Setelah melihat nama, tugas dan fungsi utama, dan jumlah anggota Komisi Yudisial di
empat puluh tiga (43) negara tersebut, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil sebagai
berikut:
1. Judicial Service Commission adalah nama yang paling banyak dipakai oleh negara-negara yang
mengatur Komisi Yudisial di dalam Konstitusinya, yaitu lima belas (15) negara;
157

2. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat merekomendasikan nama Ketua
Mahkamah Agung terbaik bahkan di beberapa negara juga Hakim Agung dan hakim lain di
bawahnya tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak terkait dengan kecakapan;
3. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat melakukan tindakan pendisiplinan
terhadap para hakim;

156
A. Ahsin Thohari , Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,
Jakarta, Cet. I , 2004) : Ibid : hal 5-20.

157
Kelima belas negara tersebut adalah Afrika Selatan, Fiji, Gambia, Guyana, Kenya, Lesotho, Malawi, Marshall
Islands, Namibia, Nigeria, Samoa, Sri Lanka, Vanuatu, Zambia
cv

4. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah gagasan kemerdekaan kekuasaan
kehakiman di dalam suatu negara;
5. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah administrasi pengadilan, termasuk
promosi dan mutasi hakim.
158


Latar Belakang Pembentukan Komisi Yudisial
Di bebarapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau lebih
dari lima hal sebagai berikut:
a) Lemahnya controlling dan monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena
controlling monitoring hanya dilakukan secara internal saja;
b) Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive
power) dalam hal ini Departemen Kehakiman dan kekuasaan kehakiman (judicial power);
c) Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam
menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non-hukum;
d) Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh
penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.
e) Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga
yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau
parlemen.
159
.

Dengan perubahan sistem seleksi penerimaan calon hakim yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial, diharapkan pengaruh politik dari penguasa baik presiden maupun parlemen,
demi terciptanya kemerdekaan hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.

F. Penerapan sanksi bagi pelanggar kode etik hakim di Indonesia.
1. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Hakim
a. Macam-macam sanksi hukuman disiplin pelanggaran kode etik hakim
Macam-macam sanksi hukuman disiplin pelanggaran kode etik hakim yang
telah diterapkan dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim antara lain terdiri dari :

158
Hal lain yang patut dicatat adalah susunan keanggotaan Komisi Yudisial di empat puluh tiga (43) negara tersebut ada
beberapa perbedaan satu sama lain. Utamanya tentang keanggotaan Komisi Yudisial ini memang kadang-kadang
terjadi persamaan antara satu negara dengan negara lainnya. Akan tetapi, perbedaan bahkan secara diameteral juga
kadang kadang terjadi, karena memang Komisi Yudisial diberbagai negara tersebut ditentukan oleh konteks sosial
dan ketatanegaraan suatu negara serta perkembangan kultural yang telah dilalui oleh negara tersebut.
159
Hal lain yang patut dicatat adalah susunan keanggotaan Komisi Yudisial di empat puluh tiga (43) negara tersebut ada
beberapa perbedaan satu sama lain. Utamanya tentang keanggotaan Komisi Yudisial ini memang kadang-kadang terjadi
persamaan antara satu negara dengan negara lainnya. Akan tetapi, perbedaan bahkan secara diameteral juga kadang
kadang terjadi, karena memang Komisi Yudisial diberbagai negara tersebut ditentukan oleh konteks sosial dan
ketatanegaraan suatu negara serta perkembangan kultural yang telah dilalui oleh negara tersebut..
159
A. Ahsin Thohari , Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, ( ibid) : 29.

cvi

1. Diberikan izin kepada Kepolisian untuk memeriksa hakim terlapor sehubungan dengan
dugaan telah melakukan tindak pidana dalam pelanggaran (Code of Unprofessional
Law).
2. Dibebaskan dari jabatannya dan dipekerjakan untuk tugas peradilan (Yustisial) di
PengadilanTinggi.
3. Dikenakan penahanan ringan selama 14 hari (Mahkamah Militer).
4. Tidak diperbolehkan melaksanakan tugas pokok sebagai Hakim dan dipekerjakan untuk
tugas peradilan (Yustisial) di Pengadilan Tinggi dan dikenakan penurunan pangkat
setingkat lebih rendah untuk paling lama selama 1 (satu) tahun.
5. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim dan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

b. Frekuensi jumlah putusan pelanggaran kode etik hakim.
Majelis Kehormatan Hakim telah banyak memberikan putusan atas pelanggaran
Kode Etik Hakim. Penulis akan menampilkan hasil laporan Mahkamah Agung RI mulai dari
hukumn/saksi ringan, sedang sampai pada hukum/sanksi berat sejak tahun 2007 sampai pada
tahun 2011 sebagaimana tabel di bawah ini
Tabel : 3.3
Jumlah Hakim terkena sanksi.
No 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah
1 2 3 4 5 6 7
1 18 38 78 110 53 297
2 6 % 12,79 % 26,26 % 37 % 17,84 % 100 %

Catatan: Pada tahun 2010 bagi hakim kena sanksi tertinggi mencapai 110 hakim = 37 % dari
urutan tertinggi 5 tahun terakhir.
160

a. Penanganan pengaduan

Jumlah pengaduan yang ditangani oleh Mahkamah Agung selama tahun 2007
sampai dengan bulan Maret 2008 adalah sebanyak 532 (lima ratus tiga puluh dua) pengaduan,
jumlah tersebut sudah termasuk sisa pengaduan pada tahun 2006 sebanyak 145 (seratus empat
puluh lima).

160
Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan 2007-2011 Web site Mahkamah Agung RI.
cvii

Dari 532 (lima ratus tiga puluh dua) tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh
Badan Pengawasan Mahkamah Agung sebanyak 253 (dua ratus lima puluh tiga) pengaduan, dan
didelegasikan ke PengadilanTingkat Banding sebanyak 279 (dua ratus tujuh puluh sembilan)
pengaduan.
Pada tahun 2011 jumlah pengaduan dari masyarakat mencapai 3.232 aduan,
Mahkah Agung RI telah memberi hukuman 53 Hakim "Setelah dilakukan rekapitulasi terhadap
dugaan pelanggaran kode etik. Hukuman disiplin berat 12 hakim, 12 disiplin sedang, dan 29
hakim mendapat hukuman disiplin ringan, kata Ketua Mahkamah Agung, Harifin Andi Tumpa
di Jakarta, Jumat 30 Desember 2011.
Dari jumlah total 3.232 pengaduan itu, terdiri dari 2.833 pengaduan masyarakat,
141 pengaduan online, dan 258 pengaduan Institusi. Harifin mengatakan jumlah pengaduan
yang masuk ke institusinya lebih banyak daripada pengaduan yang masuk ke Komisi Yudisial,
yang mencapai angka 1.658 pengaduan.
Hal itu bukan berarti makin banyak pengaduan yang masuk, makin banyak hakim
ditindak untuk dijatuhkan hukuman," tegasnya. Mengapa dari sekian banyak aduan hanya 53
hakim yang ditindak. Menurut Harifin, setelah dilakukan penyelidikan, banyak pengaduan yang
tidak terbukti. Setelah dilakukan rekapitulasi terhadap dugaan pelanggaran kode etik, banyak
pengaduan yang tidak layak ditindaklanjuti.
Ketua Mahkamah Agung RI mengaku banyak pengaduan yang masuk lebih bersifat
teknis yudisial. Bahkan pengaduan itu lebih layak ditindaklanjuti ke institusi penegak hukum
kepolisian ataupun kejaksaan sehingga tidak layak ditindaklanjuti MA.
161

c. Penjatuhan hukuman disiplin dan pengenaan tindakan administratif.

Selama periode tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan bulan Maret 2008, telah
dijatuhkan hukuman disiplin dan tindakan terhadap 53 (lima puluh tiga) personil termasuk
diantaranya 18 (delapan belas) orang.
Hukuman / Sanksi sebagai hakim, panitera / panitera pengganti dan kaur-kaur yang
ada di kesekretariatan dan Jenis Hukuman dan jumlah Jumlah yang terkan hukuman sanksi
pelanggaran kode etik. Mahkamah Agung mengungkapkan, jumlah hakim yang dijatuhi
hukuman disiplin oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung RI selama 2011 sebanyak 53
orang, atau turun 51,8 persen dibandingkan pada 2010. Tahun lalu, yang dijatuhi hukuman
disiplin mencapai 110 hakim yang keseluruhannya adalah sebagai tabel berikut :

a. Hasil Pengawasan Tahun 2011 Oleh Mahkamah Agung RI.

1. Pengawasan internal dan penegakan kehormatan perilakusepanjang tahun 2011.

161
Ismoko Widjaya, Nur Eka Sukmawati, (VIVA news www.com). Ketua MA, Harifin A Tumpa.Jum'at, 30 Desember
2011, 14:12 WIB

cviii

Mahkamah Agung terus melakukan proses rutin pengawasan internal, sekaligus secara
berkelanjutan mencari cara untuk meningkatkan integritas lembaga peradilan untuk terus
menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Sepanjang tahun 2011, Badan Pengawasan Mahkamah
Agung RI menerima total pengaduan sejumlah 3.232 pengaduan, dengan perincian, 2.833
merupakan pengaduan masyarakat, 258 merupakan pengaduan institusi, dan 141 masuk melalui
pengaduan online.
Tabel :3.9 :Pengaduan Tahun 2011:
No Pengaduan
Masyarakat
Pengaduan
Institusi
Pengaduan On
line
Jumlah
1 2 3 4 5
1 2833 258 141 3232
2 87,65 % 7,98 % 4,36 % 100 %
Tabel.3.10.
Hukuman disiplin: Berat, sedang, ringan terhadap hakim dan pegawai/staf pengadilan 2011
No Hukuman
Berat
Hukuman
Sedang
Hukuman
Ringan
Jumlah Keterangan
1 2 3 4 5 6
1 43 22 65 130
2 33,07 % 16,92 % 50 % 100 %
Pada tahun 2011, tercatat 43 aparatur peradilan telah dikenakan hukuman disiplin berat, diikuti 22
aparat yang dijatuhi hukuman sedang, 62 orang aparatur peradilan yang dikenakan hukuman disiplin
ringan, dan 3 orang dari peradilan militer, dengan perincian 2 orang teguran dan 1 orang penahanan
ringan. Dari total 130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, tercatat mayoritas 38% diantaranya
adalah hakim, disusul oleh staf pengadilan sebesar 19,6% dan Panitera Pengganti sebesar 11,8%.
Sementara itu dari sisi jenis pelanggaran, maka pelanggaran yang paling sering terjadi adalah
pelanggaran peraturan disiplin sebanyak 53,85% yang disusul oleh unprofessional conduct sebanyak
20,77% dan pelanggaran kode etik sebanyak 13,85%.
Tabel 3.10
Hukuman/sanksi hakim dan staf Strukturan dan fungsional 2011
No. Hakim Staf Panitera/Panitera
Pengganti
Jurusita /Juru
Sita Pengganti
Jumlah
1 2 3 4 5 6
1 49 25 15 41 130
2 38% 19,6% 11,8%. 30,6 100 %
Sementara itu dari sisi jenis pelanggaran, maka pelanggaran yang paling sering terjadi adalah
pelanggaran peraturan disiplin sebanyak 53,85% yang disusul oleh unprofessional conduct sebanyak
cix

20,77% dan pelanggaran kode etik sebagai Hakim sebanyak 13,85 %. Dan pelanggaran lainnya 15
atau 11,53 %.
162

Tabel 3.11. Jenis Pelanggaran
No Disiplinan Unprofessional
Conduct
Kode Etik Pelanggaran
lainnya
Jumlah
1 2 3 4 5 6
1 70 27 18 15 115
2 53,85% 20,77% 13,85 % 11,53 100 %
Mahkamah Agung RI menitik beratkan pada pengawasan internal. Belajar dari pengawasan selama 3
tahun, saya menilai pengawasan berjalan efektif dilakukan oleh Pengadilan Tingkat Banding.
Maka, sejak tahun 2007 Ketua Mahkamah Agung RI menginstruksikan untuk memberikan anggaran
pembinaan kepada Pengadilan Tingkat Banding.
Kedua Tim tersebut berperan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi koordinasi dan komunikasi
antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial sekaligus mendorong penyelesaian agenda-agenda
kunci penyusunan dan implementasi petunjuk pelaksanaan yang terkait dengan isu Pemeriksaan
Bersama, Petunjuk Pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Penyempuranaan Petunjuk
Pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Sistem Rekrutmen Hakim dan Hakim Ad Hoc pada
Mahkamah Agung RI, Peningkatan kapasitas hakim melalui pendidikan dan pelatihan serta
kesejahteraan hakim. (humas/ats)
163

Tabel 3.12:
Hakim yang terkena hukuman disiplin dan pelanggaran kode etik dalam lima tahun terakhir 2007-2011.
No Tahun PN/PT PTUN/PT
TUN
PA/PTA Mahmil/Mahmilti Jumlah Ket
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2007 5 4 1 2 12 -
2 2008 31 1 6 - 38 -
3 2009 70 1 6 1 78 -

162
Mahkamah Agung RI, Laporan tahun 2011. Web site Mahkamah Agung RI , 3 Maret 2012
163
Mahkamah Agung RI, Capaian Mahkamah Agung di Tahun 2011, (website Mahkamah Agung RI ) tanggal 28
Pebruari 2012 . pukul 11:51:16 AM

cx

4 2010 93 2 14 1 110 -
5 2011 40 5 4 4 53 -
6 Jumlah 239 13 31 8 291 -
7 Prosentase 82,1% 4,46% 10,65 % 2,75 100 % -

Dari hasil penelitian laporan Mahkamah Agung RI sejak 5 tahun terakhir 2007 sampai
dengan tahun 2011. Bahwa hukuman atau sanksi yang telah dijatuhkan sebagaimana urutan tertinggi
masih dari kalangan para hakim dari Badan Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi mencapai 82,1 %
atau 239 hakim. Selanjutnya dari Badan Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah mencapai 10,65 %
atau 31 hakim, selanjutnya dari Badan Peradilan Tata Usaha Negara 4,46 % atau 13 hakim dan
selanjutnya dari Badan Mahkamah Militer 2,75 % atau 8 orang hakim.
Dari jumlah Hakim seluruh Indonesia, berjumlah 7.944 hakim, dengan setaf Mahkamah
Agung RI dengan 4 Badan Peradilan berjumlah >30.000 orang. Bila 5 tahun terakhir hakim yang telah
terkena hukuman disiplin atas pelanggaran Kode Etik dan peraturan perundang-undangan lainnya
berjumlah 291 hakim atau 3,66 %. Dari jumlah hakim di Indonesia, inilah merupakan pekerjaan besar
dan tanggung jawab bersama untuk memperbaiki moral hakim, jika kita berkeinginan meningkatkan
citra, wibawa dan martabat Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya, kalau ingin menjadi
badan peradilan yang bermartabat dan terhormat serta Peradilan yang Agung di Indonesia.
164


G. Strategi Mahkamah Agung dalam peningkatan kualitas hakim dan pencegahan
pelanggaran kode etik.
1. Rencana ke depan pembinaan hakim Indonesia
Permasalahan yang paling esensial bagi Mahkamah Agung adalah, persepsi
masyarakat terhadap badan peradilan yang masih negatif. Bahkan Mahkamah Agung telah
berupaya dan berbagai program untuk mengikis persepsi masyarakat yang masih dianggap
negatif.
Upaya yang ditempuh adalah merencanakan beberapa program yang diarahkan
dalam Blue Prient (buku cetak biru) pada tahun 2003. Namun kenyataannya, berdasarkan hasil
efaluasi yang dilakukan Mahkamah Agung RI sendiri pada tahun 2008, dari sekian banyak
program dan kegiatan yang telah direncanakan baru mencapai 30 % yang berhasil dilaksanakan.
Sedangkan berdasarkan hasil Organizational Diagnostic Assesment (ODA) yang
dilakukan pada tahun 2009 dengan menggunakan instrumen Court of Exellence menunjukkan
bahwa secara umum lembaga peradilan di Indonesia baru mencapai 50 % untuk mewujudkan
sebuah Court of Excelence.
165


164
Mahkamah Agung, Reformasi Birokrasi dan Adminstrasi Pengadilan (Pelaksanaan, Kemajuan dan Hambatan),
(Jakarta MA-RI, 2012).
165
Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010- 2035, Jakarta . 2010 : 4
cxi

Maka permasalahan utama yang dihadapi oleh Mahkamah Agung RI adalah sebagai
berikut:
a. Visi, misi dan organisasi.
Berdasarkan Organizational Diagnostic Assesment (ODA) ditemukan data
bahwa visi dan misi yang sebelumnya ternyata tidaklah dopahami sepenuhnya oleh seluruh
personil peradilan. Ketidakpahaman tersebut antara lain disebabkan oleh rumusan visi dan
misi yang kurang operasional sehingga sulit untuk dipahami oleh pengadilan di tingkat
bawah. Oleh karenanya diperlukan visi dan misi yang baru beserta proses sosialisasi yang
komprehensif dan terstruktur.
Permasalahan yang lain adalah organesasi Mahkamah Agung, dimana
organisasi MA RI, belum sepenuhnya dapat memenuhi fungsinya untuk pasca penyatuan
satu atap. Berdasarkan data Organizational Diagnostic Assesment (ODA) ditemukan, masih
terdapat jabatan yang tumpang tindih, fungsi organisasi yang kurang efektif dan distribusi
kerja yang kurang merata. Budaya organisasi yang cenderung feodal dan masih kentalnya
KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) juga menjadi sebab belum profesionalnya organisasi
Mahkamah Agung RI dan pengadilan di bawahnya.
166
Maka Mahkamah Agung RI
merubah Visi dan Misi untuk kedepan dalam program panjang tahun 2010 2025 yaitu :
Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung .
167

b. Pelaksanaan fungsi teknis.
Hakekat fungsi kekuasaan kehakiman yang telah ditegaskan oleh Undang-
Undang Dasar 1945, dan mengingat permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka
harus berupaya untuk pembaharuan peradilan yang mengarah pada tujuan utama yaitu,
Badan Peradilan yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara efektif.
Maka reformasi di bidang teknis dalam mewujudkan agar tujuan badan
peradilan tercapai dengan pembaharuan revitalisasi fungsi Mahkamah Agung sebagai
pengadilan tertinggi yang menjaga kesatuan hukum, dan revitalisasi fungsi pengadilan yang
berfungsi menyediakan pengadilan yang terjangkau bagi masyarakat dengan upaya
perbaikan akses pada keadilan. Maka untuk mencapai tujuan tersebut program utama yang
perlu dilakukan adalah :
a). Pembatasan perkara kasasi dan peninjauan kembali.

Bahwa tujuan pembatasan perkara kasasi adalah :
(1). Mengurangi beban kerja Mahkamah Agung.
(2). Memudahkan MA melakukan pemetaan permasalahan hukum
(3). Meningkatkan kualitas putusan.

166
Ibid ,4.
167
Ibid, 8.
cxii

b). Penerapan sistem kamar secara konsisten.
Tujuan penerapan sistem Kamar adalah :
(1). Mengembangkan kepakaran dan keahlian hakim dalam mengadili perkara.
(2). Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara.
(3). Memudahkan pengawasan putusan.
c). Penyederhanaan proses berperkara
Tujuan penyederhanaan proses berperkara adalah:

(1). Mempercepat proses penyelesaian perkara.
(2). Menekan biaya perkara baik yang dikeluarkan para pihak maupun negara.
(3). Mengurangi arus perkara ke tingkat kasasi.
(4). Meningkatkan akses keadilan pada masyarakat.
d). Penguatan akses pada keadilan.
Tujuan akses pada Pengadilan adalah
(1). Meringankan beban biaya berperkara untuk masyarakat miskin (dilakukan sidang
keliling).
(2). Memberi kemudahan akses fisik kepada pencarai keadilan dengan menyediakan Pos
Bantuan Hukum (Posbakum) dan memperbaiki mekanisme dan akutabilitas
penggunaan anggaran bantuan hukum ( probono).
168

2. Upaya mengurangi pelanggaran kode etik hakim Indonesia.
Dalam program bidang pembaharuan akuntabilitas ada dua program prioritas yaitu :
(1). Program pembaharuan di bidang sistem pengawasan .
(2). Program pembaharuan sistem keterbukaan Informasi.
Profil Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk masa depan dan jangka panjang
2010-2035 adalah sebagai berikut, fungsi pengawasan peradilan dilaksanakan oleh unit
organisasi yang kridebel dan berwibawa, yang disegani dan dihormati oleh seluruh jajaran
pengadilan karena kompetensi dan integritas personilnya, serta peran dan kedudukan dalam
organisasi Mahkamah Agung RI.

168
Ibid : 16
cxiii

Perlu penguatan organisasi pengawasan. Dengan berlakunya satu atap dan
meningkatnya fungsi pengawasan dan tingginya sorotan masyarakat terhadap kinerja dan
integritas moral para hakim dan pegawai di pengadilan. Oleh karena itu, Badan Pengawasan
dituntut melaksanakan fungsinya serta independensinya sampai batas tertentu sehingga
kinerja badan pengawas mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap badan peradilan.
Struktur organisasi Pengawasan perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Misalnya Badan
Pengawas yang belum setingkat Inspektorat Jendral, garis komando dan koordinasi badan
Pengawas yang masih belum jelas adanya kebutuhan untuk menjamin independensi Badan
Pengawas dari segi struktural, segi kewenangan, tugas dan posisi Inspektorat Wilayah yang
perlu ditinjau ulang dan dikuatkan agar mampu mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan
secara optimal di seluruh Indonesia serta tantangan sumber daya dan kapasitas badan
pengawas untuk mengawasi Mahkamah Agung dan Pengadilan di seluruh Indonesia.
Penguatan Organisasi pengawasan di fokuskan pada lima aspek sebagai berikut:
a. Restrukturisasi organisasi pelaksana Pengawasan
b. Penguatan Sumber Daya Manusia pelaksana fungsi pengawasan
c. Penggunaan parameter obyektif dalam pelaksanaan pengawasan
d. Peningkatan akuntabilitas dan kualitas pelayanan pengaduan bagi masyarakat.
e. Redefinisi hubungan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial sebagai mitra dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan.
169

Arah Pembaharuan Sistem Keterbukaan Informasi. Sejak berlakunya Undang-
Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mahkamah Agung RI
telah mendahului adanya sistem keterbukaan informasi publik dengan telah dikeluarkan SK
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan informasi
Pengadilan, Kebijakan ditempuh guna :
1. Memenuhi kebutuhan masyarakat pencari keadilan.
2. Mewujudkan akuntabilitas dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
a. Membangun kultur keterbukaan di pengadilan.
b. Mekanisme akses informasi sederhana, cepat, tepat waktu dan biaya ringan.
c. Membangun struktur organisasi dan mengembangkan kebijakan pendukung.
d. Mekanisme pemantauan dan pengawasan, pengaduan dan penyelesaian keberatan, serta
insentif dan insentif atas pelaksanaan informasi.

169
Ibid : 47-49.
cxiv

e. Peningkatan pemahaman masyarakat akan kegunaan dan kebutuhan informasi
pengadilan.
170

3. Tindak Lanjut Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Tentang Kode
Etik Hakim.
Untuk meningkatkan efektifitas pemberlakuan Surat Keputusan Bersama Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial RI Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, telah
dikeluarkan 4 (empat) Peraturan Bersama sebagai peraturan pendukung pengawasan dan
pembinaan sebagai berikut:
1. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 01 /PB/MA/IX/2012
01/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012. Tentang Seleksi Pengangkatan Hakim.
2. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 02 /PB/MA/IX/2012
02/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Panduan Penegakan Kode etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
3. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 03 /PB/MA/IX/2012
03/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama. .
4. Peraturan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor : 04 /PB/MA/IX/2012
03/PBP.KY/09/2012 tanggal 27 september 2012 Tentang Tata Cara Pembentukan, Tata kerja
dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
171


















170
Ibid : 50-52.
171
Mahkamahah Agung RI, Hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2012 di Manado, (Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya), disampaikan oleh : Ketua Muda Pengawasan MA.RI, kepada: Para hakim agung, Hakim
Tinggi, Ketua, Wakil Ketua dan Panitera sekretaris Pengadilan Tingkat pertama se Wilayah Jawa Timur di
Surabaya, tanggal 25 s/d 27 Nopember 2012 ). Bab Pemantapan Sistem Pengawasan Internal Dalam rangka Menuju
Peradilan Yang Agung.
cxv

BAB IV
ANALISIS TEMUAN DAN PROBLEMATIKA KODE ETIK HAKIM
A. Para nara sumber dan informan:
1. Soedarto. Informan dari Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya. Terkait dengan tugas dan kewenangan pengawasan
(wawancara).10-2-2012.
172

a. Tentang Tugas dan kewenangan Pengadilan Tinggi sesuai apa yang dikehendaki
dengan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang Undang No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Pengadilan Tinggi adalah
sebagai kawal depan pengawasan terhadap peradilan tingkat pertama. Pengawasan
bidang kesekretariatan, Kepaniteraan dan Pengawasan terhadap Kode Etik Hakim.
b. Sistem Pengawasan internal meliputi pengawasan regular, dan pengawasan yang
dilakukan melalui eksaminasi terhadap putusan para hakim tingkat pertama terkait
dengan hukum acara maupun hukum materiil yang diterapkan oleh Majelis hakim. Dan
dibentuk hakim pengawas wilayah. Meliputi ketertiban Administrasi di Kesekretariatan
dan Tertib administrasi di Kepaniteraan Pengadilan tingkat pertama.
c. Pengawasan yang non reguler adanya pengaduan masyarakat melalui surat, kepada
Pengadilan Tinggi atas perilaku hakim, bahkan ketidak puasan atas putusan hakim
tingkat pertama. Hakim Pengawas Pengadilan Tingkat Banding mengambil langkah
pengawasan sebagai berikut:
1. Memanggil kepada pihak pelapor terlebih dahulu tentang identitas pelapor, kebenaran
dan akuratan pengaduan, bukan surat kaleng, apakah pengaduan dilanjutkan atau
perkara dilakukan banding oleh pihak pelapor. Bila pelapor melakukan upaya
hukum banding perkara yang diadukan, maka pengaduannya dicabut. Dan surat
pengaduannya merupakan bagian dari memori banding. Yang nantinya akan
ditanggapi oleh pihak lawan dengan kontra memori banding. Dan akan
dipertimbangkan oleh Majelis hakim di tingkat banding.
2. Mengkonfirmasi kepada pihak hakim yang menangani perkara yang dilaporkan.
d. Tentang Subtansi dari isi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia nara
sumber menyatakan sudah cukup baik, tinggal aplikasinya oleh para hakim di
Indonesia. Dan tindak lanjut atas adanya pengaduan oleh pihak Badan Pengawas di
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. Dan pelaksanaan sidang Majelis
Kehormatan Hakim.
e. Responden adalah salah satu hakim inggi yang terkena sanksi terkait dengan PP 10
Tahun 1983 Jo. PP.45 Tahun 1990. Dengan sanksi yang diterimanya, dicopotnya
sebagai struktural Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dan sekarang menjadi Hakim Tinggi

172
Soedarto, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya sebagai
Responden dari hakim tinggi Pengadilan Tinggi Surabaya.(wawancara).10-2-2012.
cxvi

Surabaya dan mendekati masa pensiun. Peristiwa yang dialaminya merupakan pelajaran
bagi para hakim lainnya, baik ditingkat banding, maupun hakim tingkat pertama.
f. Dalam menangani kasus yang terkait adanya hubungan sosial, kekerabatan sepatutnya
hakim mengajukan mundur dari anggota majelis hakim kepada Ketua Pengadilan yang
menetapkan majelis hakim, dengan mengajukan alasan-alasan yang rasional dampak
dari perkara yang ditangani jika ada pihak ada hubungan sosial hubungan kerabat,
hubungan organisasi yang mengarah tidak fairly dalam memutus perkara.
g. Untuk tujuan hukum yang terkait dengan perkara tindak pidana harus mengacu pada
asas legalitas yang ada dalam perundang-undangan, namun untuk berat ringannya
hukuman atau sanksi adalah pertimbangan sosial untuk tercapainya rasa keadilan bagi
masyarakat.
h. Atas aplikasi kode etik hakim, serta pengawasan dan tindak lanjut dari hasil
pengawasan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, serta
pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim adalah telah berjalan dengan baik. Terbukti
telah diumumkan bagi para hakim yang melanggar kode etik dan sanksi-sanksi yang
diberikan kepada hakim yang melanggarnya diumumkan secara transparan.
2. Syamsul Falah.
173
Informan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.
Terkait dengan tugas dan kewenangan pengawasan. (wawancara). 17 Pebruari 2012.
a. Tentang Tugas dan kewenangan Pengadilan Tinggi Agama sesuai apa yang
dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Pengadilan Tinggi Agama
dan Mahkamah Tinggi Syariah adalah sebagai kawal depan pengasan terhadap
peradilan tingkat pertama. Pengawasan dilakukan di bidang Kepaniteraan dan
Pengawasan di bidang kesekretariatan dan pengawasan kode etik hakim.
b. Sistem Pengawasan internal oleh hakim pengawas pengadilan tingkat banding meliputi
pengawasan regular, yaitu pengawasan telah diprogramkan sesuai dengan DIPA dan
pengawasan yang dilakukan melalui eksaminasi terhadap putusan para hakim tingkat
pertama terkait dengan hukum acara maupun hukum materiil yang diterapkan terkait
dengan kualitas profesional hakim dalam menjalankan tugasnya menerima dan
memutus perkara.
c. Pengawasan yang non reguler adanya pengaduan masyarakat melalui surat, kepada
Pengadilan Tinggi Agama atas perilaku hakim, bahkan ketidak puasan atas putusan
hakim tingkat pertama. Hakim pengawas Pengadilan Tingkat Banding mengambil
langkah pengawasan sebagai berikut:
1. Memanggil kepada pihak pelapor terlebih dahulu tentang identitas pelapor, tentang
kebenaran pihak pelapor, dilanjutkan apakah pengaduan pelapor dilanjutkan atau
perkara dilakukan banding oleh pihak pelapor. Bila pelapor banding maka
pengaduannya dicabut. Dan pengaduan dimasukkan dalam memori banding dan

173
Syamsul Falah, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.(wawancara). 17 - 2 2012
cxvii

akan ditanggapi oleh pihak lawan sebagai kontra memori, yang selanjutnya akan
menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding.


2. Mengkonfirmasi kepada pihak hakim yang menangani perkara yang dilaporkan,
tentang pengaduan yang disampaikan oleh pihak pelapor, kebenaran pengaduan.
Apakah ada indikasi pelanggaran kode etik oleh hakim tersebut atau tidak.
d. Pengaduan lewat website Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang telah ada dan telpon
pengaduan yang telah dipersiapkan khusus untuk pengaduan masyarakat.
e. Tentang subtansi dari isi Kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia sudah
cukup baik, tinggal aplikasinya oleh para hakim di Indonesia. Baik hakim tingkat
banding, maupun hakim tingkat pertama.
f. Terkait dengan pelaksanaan pengawasan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial serta tindak lanjut hasil pengawasan adanya sebagian para hakim
yang melanggar kode etik telah disidangkan oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
adalah menjadi sarana untuk penjeraan dan menjadi dorongan kepada hakim yang lain
untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas sebagai hakim.
3. Achmad Kamil.
174
Wakil Ketua Mahkamah Agung RI. Terkait dengan kebijakan program
Reformasi Birokrasi pada Mahkamah Agung RI, sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung
Bidang Non Yudisial. Disampaikan pada Ketua Pengadilan dan Mahkamah Syariah dan
Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia pada tanggal 27 Pebruari 2012:
a. Agar para pimpinan seluruh Badan Peradilan untuk memahami isi dari Buku Blue
Print 2010-2035 yang mengarahkan kepada cita-cita Terwujudnya Badan Peradilan
Yang Agung. Dengan arah pembenahan dan perbaikan :
i. Arah pembaruan fungsi Teknis dan Manajemen.
ii. Arah pembaruan fungsi Pendukung terdiri dari : Litbang-Diklat, Sumber Daya
Manusia (SDM), Anggaran, Tekonologi Informasi (TI ).
iii. Arah pembaruan sistem pengawasan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
iv. Redefinisi hubungan antara Mahkamah Agung RI dengan Komisi Yudisial
sebagai mitra dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan peningkatan bidang
keterbukaan informasi.

174
Achmad Kamil, Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial, disampaikan pula pada Ketua Mahkamah Syariah dan
Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia pada tanggal 27 Pebruari 2012:

cxviii

b. Agar para hakim memahami Quality assurance (Penjaminan Kualitas) Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi di Mahkamah Agung RI serta seluruh Badan Peradilan di
Indonesia. Dengan SK. KMA RI. No. 71/2011 dengan upaya pembenahan dan penataan
sebagai berikut:
1.Penataan Perundang-undangan, 2. Manajemen Perubahan, 3. Penataan & Penguatan
Organisasi, 4. Panataan Tata Laksana, 5. Penataan Sumber Daya Manusia, Penataan
Sumber Daya Manusia Aparatur, 6. Penguatan Internal, 7. Penguatan Akuntabilitas
Kinerja. 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
c. Analisa penulis, untuk mengefektifkan pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, serta
berjalannya Majelis Kehormatan Hakim yang sudah berjalan baik, agar tetap
ditingkatkan fungsinya, baik fungsi pengawasan dan penindakannya. Dan masing-
masing lembaga telah ditunjuk oleh undang-undang dan tetap menjaga hubungan yang
harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk tercapainya keberhasilan
yang optimal.
4. Eman Suparman Ketua Komisi Yudisial (KY),
175
pandangannya terkait telah dibatalkannya
butir-butir pedoman perilaku hakim Indonesia oleh Majelis Hakim Agung Mahkamah
Agung RI. Ketua Komisi Yudisial menilai ketentuan umum butir 8 dan butir 10 SKB
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH) masih berlaku. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Yudisial
menanggapi putusan uji materiil terhadap butir 8 dan butir 10 kode etik hakim dan pedoman
perilaku hakim (KEPPH) oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI.
a. Yang dibatalkan dalam putusan itu hanya penerapan butir 8 dan butir 10. Yaitu butir 8.1
sampai 8.4 dan butir 10.1 sampai 10.4. Sementara ketentuan umum butir 8 maupun butir
10 tidak dibatalkan.
b. Walaupun putusan uji materiil ini berpengaruh terhadap Komisi Yudisial, Ketua KY
mengatakan dirinya tetap menghormati putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI
tersebut.
c. Permohonan uji materi butir 8 dan butir 10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
diajukan oleh sejumlah advokat, yakni Henry P Panggabean, Humala Simanjuntak,
Lintong O. Siahaan dan Sarmanto Tambunan.
d. Majelis hakim agung kemudian menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir-butir 10.1,
10.2, 10.3, dan 10.4 Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA dan Ketua KY pada 8
April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
e. Majelis Hakim Agung menyatakan butir 8.1 sampai 8.4 dan 10.1 sampai 10.4 Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim itu bertentangan dengan Pasal 40 Ayat (2) dan Pasal 41
Ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo
Pasal 34A Ayat (4) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang
Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
f. Putusan ini dibacakan oleh Majlis Hakim Agung Mahkamah Agung RI pada 9 Februari
2012 dan diputuskan oleh majelis hakim agung MARI yang terdiri dari Dr. Paulus
Effendie Lotulung, S.H (ketua) dan anggota terdiri dari Dr. H. Ahmad Sukardja, S.H.,

175
Eman Suparman, Ketua Komisi Yudisial (KY), Web site Komisi Yudisial, tanggal 27 Pebruari 2012
cxix

M.A, Rehngena Purba, S.H., M.S, Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M, dan Dr. H.
Supandi, S.H., M.Hum.


Analisis penulis, meskipun oleh Majelis Hakim Agung RI dalam gugatan
Yudisial Revew telah membatalkan sebagian isi dari norma Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim Indonesia pada poin 8 dan poin 10, namun Mahkamah Agung RI dan
Komisi Yudisial RI, telah menjalankan pengawasan dan penindakan dari hasil
pengawasan untuk diajukan majelis kehormatan hakim telah cukup berhasil dan akan
membawa kepada penjeraan, mengurangi pelanggaran kepada hakim-hakim lainnya dan
tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik. Terlebih adanya
transparansi proses pemeriksaan dalam persidangan pada Majelis Kehormatan Hakim
setiap digelar di Mahakamah Agung.
5. Penulis telah mengajukan kuiseoner kepada para hakim tingkat banding dan para hakim
tingkat pertama dari 4 (empat) lingkungan Badan Peradilan yang telah terkirimkan 140
kuiseoner di Jawa Timur yang telah menyerahkan kembali berjumlah 94 hakim yang terdiri
dari :
a. Hakim Peradilan Umum (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama) berjumlah 12
hakim.
b. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama)
berjumlah 2 hakim.
c. Hakim Peradilan Agama (Hakim Tinggi dan Hakim Tingkat Pertama) berjumlah 75
Hakim.
d. Hakim Mahkamah Militer (Hakim Tinggi Militer dan Hakim Militer Tingkat Pertama)
berjumlah 6 Hakim.
Kuiseoner yang disampaikan kepada para hakim di wilayah Jawa Timur secara
terstruktur mengenai aplikasi kode etik hakim yang berkaitan dengan subtansi atau isi dari 10
norma. Dan terkait dengan pengaduan masyarakat kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung
RI dan Komisi Yudisial tentang efektifitas terhadap tindak lanjut dari pengaduan sampai kepada
keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Serta tanggapan dari para hakim terhadap sorotan
terhadap budaya korupsi kolusi nepotisme (KKN) di lingkungan Badan Peradilan Indonesia
terkait dengan kultur hukum.
Kuisener juga tentang pemahaman terhadap profesional hakim mengenai tujuan hukum terkait
dengan produk putusan hakim, serta fungsi hukum yang dikaitkan dengan kode etik hakim
sebagai a tool of social engeneering dan a tool of social control bagi hakim.
B. Kajian Teoritikal Penegakan Hukum Kode Etik
1. Subtansi kode etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia.
Dari kuisener yang telah dihimpun oleh Penulis dari 94 responden, ternyata mayoritas
para hakim di Jawa Timur telah membaca dan mempelajari Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim Indonesia sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama, Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial RI. Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009
Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tanggal 8 April 2009. Membaca dan
cxx

memahaminya diperoleh dari edaran pimpinan pengadilan dan membaca di website Mahkamah
Agung RI.
Sebagian para hakim pernah mendaptkan pendidikan khusus kode etik hakim pada
masa pendidikan calon hakim sebanyak (61,9 % atau 60 hakim), dan sebagian menyatakan
belum pernah mengikuti dan menerima kode etik hakim (38,1 % atau 30 hakim).
Atas pertanyaan penulis apakah subtansi 10 norma dari kode etik hakim tersebut sudah
cukup atau perlu ada tambahan, mengingat bahwa sumber hukum kode etik atau akhlak dalam
hukum Islam masih banyak belum terkafer dalam kode etik. Para hakim menyatakan sebagian
sudah cukup (60 hakim atau 68,15 %) dan sebagian menyatakan perlu ada tambahan norma-
norma yang hidup dalam masyarakat 29 hakim atau 31,85% .
Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
adalah merupakan sebagian dari subtansi hukum yang harus ditaati oleh para hakim karena
sebagai hakim adalah pegawai negeri dan pejabat negara yang terikat dengan sumpah jabatan
sebagai hakim. Berarti, ada peraturan-peraturan lain yang mengikat kepada para hakim, yaitu
segala peraturan perundang-undangan sebagai pilar penegakan hukum dari masing-masing
badan peradilan, mulai dari undang-undang Mahkamah Agung RI dalam hal bidang
pengawasan internal dan Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial sebagai kewenangan
pengawasan eksternal, demi tercapainya keluhuran dan kemulyaan badan peradilan di
Indonesia. Para hakim membenarkan hal tersebut.
Dari beberapa jawaban dari responden telah menerima pendidikan kode etik hakim 61,9
% atau 60 hakim, dan sebagian menyatakan belum pernah mengikuti dan menerima pendidikan
khusus tentang kode etik hakim 38,1 % atau 30 hakim. Hal ini menunjukkan selama ini,
program pendidikan hakim khususnya materi kode etik kurang merata. Untuk selanjutnya bagi
yang belum mendapatkan pendidikan materi kode etik, Mahkamah Agung RI agar
memperhatikan, setidaknya untuk penyegaran lagi materi kode etik hakim perlu diadakan
pembinaan lagi setiap adanya pembinaan teknis yustisial.

2. Struktur hukum badan pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial.
Menanggapi atas efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI,
dalam hal ini, Badan Pengawas pada Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial, para hakim,
dengan terbentuknya Majelis Kehormatan Hakim, yang terdiri para hakim agung dan anggota
komisi yudisial, antara kedua lembaga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial merupakan dua
lembaga patnership yang harus ditingkatkan sesuai dengan kewenangan sebagaimana kehendak
undang-undang. Adapun para hakim yang telah mendapatkan hukuman disiplin berat, sedang
dan ringan yang diumumkan oleh Mahkamah Agung RI merupakan sockterapi (penjeraan) bagi
hakim-hakim lain untuk lebih introspeksi dan berhati-hati dalam menjalankan tugas menerima,
memeriksa dan mengadili perkara yang dibebankan kepada para hakim. Dengan demikian
tindakan tegas dari Mahkamah Agung terhadap para hakim yang nakal, secara transparan
diketahui oleh masyarakat. Hal ini menggambarkan tidak main-main, tetapi sungguh-sungguh.
87 Hakim atau 92,5 %, menyatakan Majelis Kehormatan Hakim adalah telah efektif
menjalankan tugasnya, dan 7 hakim atau 7,5 % menyatakan belum efektif perlu ditingkatkan
tindak lanjut pengawasan terlebih setelah adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial. Dengan Blue Print 25 tahun 2015 - 2035, yang akan
meningkatkan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk ditingkatkan menjadi Inspektorat
Jendral.
Analisis akan adanya perubahan Badan Pengawas Mahkamah Agung dalam rencana
25 tahun ke depan akan ditingkatkan menjadi Inspektorat Jenderal karena badan pengawas
sekarang ini dalam struktur Mahkamah Agung berada di bawah sekjen Mahkamah Agung, jika
diupayakanmenjadi Inspektorat adalah sejajar eselon dengan Sekjen Mahkamah Agung. Dengan
cxxi

dibentuknya Inspektorat wilayah, agar efektifitas pengawasan lebih ditingkatkan. Dan hakim
pengawas daerah yang sekarang menjadi hakim tinggi pengawas agar berfokus menangani
perkara.
Adapun langkah dari para hakim sendiri agar tidak terkena hukuman disiplin setelah
melihat dan membaca atas diumumkan secara terbuka bagi hakim yang terkena hukuman
disiplin, sebagian menyatakan untuk introspeksi diri dan berhati-hati dalam menjalankan tugas,
sebanyak 38 hakim atau 40,42% dan sebagian menyatakan untuk berhenti dan bertaubat tidak
melakukan seperti yang telah mendapatkan sanksi 1 orang hakim atau 1,06 % dan biasa-biasa
saja tidak mempunyai beban rasa khawatir dan tidak ada rasa takut dan hawatir, jika
menjalankan tugas dengan baik dan tidak melanggar kode etik, sebanyak 41 hakim atau 43,61
% dan 2 orang hakim atau 2,12 %, menyatakan introspeksi diri dan biasa-biasa saja tidak ada
rasa khawatir selama menjalankan tugas tidak melanggar kode etik .
3. Kultur hukum pembudayaan kode etik oleh para hakim.
Terkait dengan pertanyaan para responden tentang kultur hukum, bagi penulis
hubungannya dengan budaya hukum atau kultur hukum atas sorotan atau kritik dari luar
bahwa hakim di Indonesia hanya terikat dengan legal justice, yang tidak mau beranjak dan
hanya dari aturan tertulis belaka, sehingga hakim hanya merupakan corong undang-undang.
Dari 73 hakim atau 77,65 % menyatakan, hakim dalam mengadili perkara bukan hanya
sebagai corong undang-undang belaka, tetapi memperhatikan moral justice dan sosial
justice, dan 3 hakim atau 3,19 % menyatakan tetap berpedoman pada legal justice yaitu
berpedoman kepada aturan hukum yang baku, sebagaimana tentang definisi tindak pidana
pencurian, korupsi dan money loundrey (pencucian uang) itu diatur dalam undang-undang.
Dan hakim yang mendahulukan dan mempertimbangkan sosial justice, 26 hakim atau 27,65
%. Dalam hal ini penulis melihat kasusnya atau kasuistis. Jika dalam hal terkait dengan
tindak pidana definisinya dan poin-poin pelanggarannya adalah legalistik, tetapi dalam hal
berat ringannya hukuman adalah harus adanya pertimbangan sosial (social justice), sehingga
tercapai rasa keadilan (moral justice ) bagi masyarakat. Contoh pencuri sandal dengan
korupsi, sama-sama pencuri, namun mengenai berat ringannya hukuman adalah
pertimbangan sosial (social justice).
Untuk integritas moral adalah pengawasan atas diri sendiri (transedental), oleh
para hakim 94 hakim 100 % menyatakan sangat setuju ketahanan mental internal (akhlak)
dari pribadi hakim sendiri yaitu sikap internalisasi akhlak dan keimanan yang kokoh. Tidak
memandang ada hubungan dekat atau orang yang jauh, dan hakim bersikap asas equality &
fairness, hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan dan fakta hukum dalam
persidangan tidak memandang adanya kekerabatan atau atau hubungan sosial.
C. Profesionalisme hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
1. Sikap hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
a. Memahami tujuan hukum.
Sebagaimana tujuan hukum yang telah disampaikan oleh para ahli di bidang hukum
adalah tercapainya keadilan itu sendiri, seperti yang dianut oleh aliran etis. Sedangkan adil
itu sendiri adalah abstrak. Tujuan hukum yang lain adalah kepastian menurut aliran legis,
dan tujuan hukum menurut aliran utilitis atau kemanfaatan. Dalam ketiga hal tujuan hukum
tersebut hakim harus mempertimbangkan dalam putusannya mana skala prioritas, apakah
prioritas keadilan dahulu, atau skala prioritas kepastian, atau prioritas kemanfaatan.
cxxii

Dari responden 11 hakim atau 11,7 % menyatakan, akan mempertimbangkan
prioritas keadilan (etis) dahulu, dari pada tujuan hukum kepastian dan manfaat. Sedangkan
2 orang hakim atau 2,12 %, mengutamakan pertimbangan kepastian (legis) dan 1 hakim
atau 1,06 %, mendahulukan asas manfaat (utilitis) dan 69 hakim atau 73,40 %, menyatakan
ketiga tujuan hukum tersebut akan dipertimbangkan bersama-sama.
Analisa penulis terhadap para hakim, dalam hal memahami tujuan hukum yang
akan dituangkan dalam putusan hakim adalah dapat digunakan pertimbangan skala prioritas
mana yang dipertimbangkan terlebih dahulu melihat kasusnya atau kasuistis, yang
terpenting, ketiga tujuan hukum perlu dipertimbangkan dalam putusan hakim.
b. Memahami fungsi hukum kode etik.
Di antara fungsi hukum menurut para ahli di bidang hukum adalah a tool of
social engeneering dan a tool of social control. Untuk tercapainya managemen
pemerintahan yang baik adalah harus adanya planning (perencanaan), actuating
(pelaksanaan) dan controlling (pengawasan). Untuk membentuk karakter dan watak hakim
agar menjadi hakim yang baik perlu dibuat aturan oleh institusi yang berwenang untuk itu,
yang mempunyai daya paksa dan dapat mengikat kepada para hakim. Kode Etik Hakim
sebagai alat untuk membentuk watak dan karakter hakim agar semakin baik dan terjaga
kehormatannya. Dari 91 hakim atau 96 % menyatakan dapat dijadikan alat untuk
membentuk karakter atau a tool social engeneering dan alat pengawasan a tool of social
control dan 3 hakim atau 3,1 %, kurang setuju. Karena dalam hal pembentukan carakter dan
pengawasan sudah ada tertuang dalam undang-undang dan ajaran agama yang dianutnya.
Dalam hal ini untuk mengetahui, bahwa Kode Etik yang telah dibuat oleh
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial adalah berfungsi sebagai a tool of social
engeneering dan a tool of social control. Namun, bukan satu-satunya aturan yang menjadi
acuan, tetapi masih ada undang-undang yang lebih tinggi yang mengikat dan adanya daya
paksa kepada para hakim. Seperti undang-undang yang mengatur tentang syarat-syarat
sebagai hakim, dan syarat-syarat hakim dapat diberhentikan menjadi hakim. Undang
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan umum, Undang Undang Nomor 8 Tahun
2004 dan Undang Undang Nomor 49 Tahun 2009. Undang Undang No.7 Tahun 1989.
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006. Undang Undang No. 50 Tahun 2009. Dan
Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 69 Tahun 2009. KMA No. 71 2008 KMA Nomor
215 Tahun 2007. PP.30 Tahun 1980 dan PP Nomor 53 Tahun 2010. Keputusan Panglima
TNI No. Kep. 22/VIII/2005. tentang Prajurit TNI. Hal ini sebagai dasar pertimbangan
hukum yang digunakan oleh Majelis Kehormatan Hakim dalam memutus persidangan
pelanggaran kode etik.
Dalam hal fungsi hukum Kode Etik Hakim, dapat dijadikan fungsi sebagai a tool of
social engeneering dan a tool of social control untuk membentuk karakter yang tidak baik
menjadi lebih baik, dan sebagai alat untuk pengawasan terhadap para hakim. Pandangan
Penulis sepadan dengan pendapat Zaenal Abidin Faried, dimana peraturan yang jelek dan
sederhana tetapi efektif dalam aplikasi dan implementasi itu adalah lebih baik, disbanding
peraturannya bagus, tetapi aplikasi dan implementasi tidak baik dan tidak efektif. Harapan
penulis peraturannya bagus dan bagus juga pelaksanaannya.
176


176
Zaenal Abidin Faried, Budaya Orang Bugis dalam Memahami Hukum.
cxxiii

Dalam laporan Mahkamah Agung bidang pengawasan dan tindak lanjut
pengawasan terhadap serta keputusan Majelis Kehormatan Hakim, adalah juga
mempertimbangkan seluruh perundang-undangan dan peraturan kepegawaian, yang
mengikat kepada para hakim dan pejabat peradilan pada empat lingkungan peradilan. Bukan
hanya pelanggaran atas kode etik saja, tetapi menyangkut segala peraturan lainnya tentang
kepegawaian.
Pandangan penulis dengan dibentuknya aturan yang dituangkan dalam
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bertunjuan demi kebaikan
dan maslahatan masyarakat patut untuk diikuti selama tidak mengajak kepada kemaksiatan,
sebagaimana firman Allah dalam al-Quraan Surat 4(Al-Nisa ).59:

!!., _.] `.., `-,L < `-,L _.l _|` . `>..
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu.
177
.
Dan kaidah fiqh yang terkenal yaitu:

Setiap tindakan pemerintah atau otoritas mengatur yang berkaitan dengan rakyat
senantiasa terkait dan bertujuan tercapainya kemaslahatan masyarakat
2. Pemahaman dan penerapan teori diskriminasi
a. Stratafikasi, dari 94 hakim atau 100 %, menyatakan, dalam memeriksa dan mengadili perkara,
apabila pihak-pihak berperkara adanya perbedaan warna kulit, perbedaan suku dan bangsa,
perbedaan agama, perbedaan derajat dan pangkat semua adalah sama di mata hukum dengan asas
semua orang adalah sama di bawah hukum yaitu, hakim tidak dibolehkan membeda-bedakan
karena stratafikasi, dengan berpedoman : equal justice under law (artinya semua orang
berkedudukan sama di bawah hukum). Hal ini telah diperintahkan Allah SWT agar para hakim
dalam memeriksa dan mengadili perkara berlaku adil untuk semua orang dengan firman Allah
dalam Surat Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Surah 4: al-Nisa': 135.
b.
!!., _.] `.., . _,. 1`.1l!, ,.: < l _ls >.. _.ll _,, |
_>, !,.s ,1 <! _| !., `-,`.. _> l.-. | .'l. .-. | <
l !., l.-. ,,> __

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan

177
Q.S. 4 (an-Nisa) :59.
cxxiv

kaum kerabatmu. jika kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,
Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.
178



c. Morfologi, terkait dengan adanya para pihak dalam memeriksa dan mengadili perkara karena
adanya para pihak yang berperkara adanya hubungan kedekatan atau kejauhan dengan hakim
yang menangani perkara tersebut, 94 hakim atau 100 % menyatakan, jika ada hubungan keluarga
hakim ada hak mengundurkan diri sebagai hakim atau anggota majelis, terutama bila ada
hubungan dekat karena hubungan saudara atau dekat secara tidak langsung misalnya hubungan
karena tetangga. Terkait dengan adanya kedekatan hubungan dengan pihak-pihak yang berkara
atau hubungan jauh dengan para pihak telah dipraktekkan Rasul Allah SAW akan memberikan
hukman yang tegas kepada anaknya bernama fatimah jika mencuri dalam hadith Rasul Allah
SAW sebagai berikut:
-
-
- - . -
- - .



Diriwayatkan oleh Said bin Sulaiman dari Al Layth dari ibnu Shihab dari Urwah dari
Aishah RA. sesungguhnya bangsa Quraysh telah menghormati seorang wanita dari
golongan terhormat apabila ia telah mencuri, mereka berkata siapa yang bisa berkata
kepada Rasul Allah SAW. Agar ia mendapat ampunan keringanan atas hukuman yang
telah ditetapkan oleh Allah. Kemudian Rasul Allah SAW berdiri dan berkata secara tegas:
Wahai manusia sesungguhnya kesesatan yang dilakukan oleh orang-orang sebelum
kamu, apabila orang-orang terpandang melakukan pencurian mereka biarkan, apabila
yang melakukan pencurian orang-orang jelata dan lemah dalam kekuasaan mereka
ditegakkan hukum had, Demi Allah Jika anakku Fatimah binti Muhammad mencuri akan
Muhammad potong tangannya. ( HR. Al-Bukhari).
179


c. Cultur, terkait dengan adanya adigium atau slogan dari masyarakat, siapa yang mau
membayar kepada majelis hakim, dia yang menang. Dari 94 hakim atau 100 % menyatakan
bahwa semboyan tersebut tidak benar. Jika ada hakim yang menerima suap atau berkolusi
dengan hakim, itu adalah oknum hakim maupun pihak-pihak berperkara yang melanggar
Kode Etik, mereka tidak dapat mandiri dan merdeka dari pengaruh external non yudisial.

178
Q.S. 2: (al-Nisa') : 135
179
Bukhari, Jamiu al-Sahih al Bukhari, (Caero, Dar wa Mutabaah al-Shabi, Juz. 6 ) .178.
cxxv

Memperhatikan dari hasil tindak lanjut pengawasan adanya hakim yang telah
diperiksa oleh Majelis Kehormatan Hakim dari rekomendasi badan pengawas Mahkamah
Agung RI, seorang hakim di Pengadilan Negeri Madiun telah melakukan pelanggaran kode
etik, yaitu melakukan pertemuan pihak berperkara dengan hakim, tanpa adanya pihak jaksa
diduga kolusi pembayaran berupa nilai uang tertentu kepada hakim tersebut dan diakui.
Dan hindari suap menyuap terkait dengan perkara yang ditangani oleh hakim
pengadilan khususnya upaya pendekatan kepada hakim dengan memberikan imbalan atau
kolusi, grafitasi imbalan terhadap perkara yang ditangani oleh hakim dari pihak berperkara.
Sebagaimana pasal 6 ayat 1 huruf a. Undang Undang.Nomor 20 Tahun 2001. Dan Undang
Undang Nomor 31 Tahin 1999, dianggap perbuatan Tindak Pidana Korupsi, yang unsurnya
sebagai berikut : Setiap orang, memberi atau menjanjikan kepada hakim, dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Dengan
ancaman hukuman penjara 3 tahun, atau paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) atau paling banyak sebesar Rp 750.000.000,-
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Akhlak dalam Islam budaya suap menyuap atau riswah adalah perbuatan
terkutuk dan dilarang, karena suap menyuap adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh
Rasul Allah SAW. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW sebagai berikut:

-
Disampaikan oleh Ahmad bin Yunus dari Ibnu Abi Zibin dari Harith bin Abdul
Rahman dari Abi Salamah dari Abdullah bin amr, berkata Rasul Allah SAW telah
bersabda : Rasul Allah SAW melaknat kepada penerima dan pemberi suap.(H.R.
Abu Dawud).
180

d. Organisation, dari 94 hakim, atau 100 % menyatakan, hakim merdeka dan bebas dari
tekanan dari manapun atau organisasi masyarakat atau organisasi politik manapun yang
sedang berkuasa atau tidak berkuasa dalam pemerintahan. Para hakim tidak terpengaruh
dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Tetap teguh untuk menegakkan hukum
dan keadilan, tidak terpengaruh dengan kekuatan politik yang berkuasa dengan asas equely
and fairness.
Jika mengadili suatu perkara janganlah didasarkan karena kebencian terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Hendaklah selalu menegakkan
keadilan dan (kebenaran) karena Allah.

!!., _.] `.., . _,. < ,.: 1`.1l!, ..>, `!:.: , _ls l.-.
l.s > , _1`.ll 1. < _| < ,,> !., _l.-. _


180
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 10: 44
cxxvi

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.Surah :5 al-Maidah : 8)
181


e. Social control, dari 94 hakim atau 100 % menyatakan, social control terhadap perkara yang
dihadapi oleh hakim, misalnya jika yang dihadapi oleh hakim adalah pihak yang ada
hubungannya dengan organisasi politik tidak akan membela, dan hakim harus bebas dari
tekanan-tekanan dari organisasi manapun. Karena hakim harus bebas dari hubungan partai
politik dan hal ini demi kemerdekaan hakim memeriksa dan mengadili perkara.
Adanya diskrimanatif, yang disebabkan adanya social control, dari organisasi
sosial atau partai politik ini pernah terjadi yang telah diungkap oleh para ahli hukum pada
zaman kekuasaan orde baru, karena semua pegawai negeri, termasuk hakim, harus masuk
sebagai organisasi partai politik berkuasa. Berakibat hakim telah terbelenggu dengan
kekuasaan dan berpengaruh dengan perkara yang ditanganinya. Allah berfirman dalam al-
Quran Surat 4(an Nisa) 58.
| < ``.!, :. .... _|| !l> :| ..>> _,, _!.l .>> _.-l!, |
< !`,-. _>L-, ., | < l !-,.- ,., __
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
182

D. Sikap para hakim terhadap sanksi pelanggaran kode etik hakim
Sikap internalisasi transendental pengokohan keimanan dan ketakwaan 48 hakim
atau 51 % berupaya menghindari agar tidak terkena hukuman atau sanksi atas pelanggaran kode
etik dengan menempuh jalan untuk selalu introspeksi diri dengan memperkokoh keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar dijauhkan diri dari sifat berbuat kezaliman atau
diskriminasi. Selalu berdoa dan mohon petunjuk kepada Tuhan agar selalu bertindak dan
berbuat berdasar kepada kebenaran dan kejujuran. Sebagaimana hadith Rasul Allah SAW:
Sebagaimana perintah jujur dan benar dari Rasul Allah SAW.


181
Q.S :5 (al-Maidah ): 8
182
Q S. 4 (an Nisa) : 58
cxxvii



Berlakulah kalian jujur dan benar, karena kejujuran itu menunjukkan ketaqwaan, dan
ketaqwaan itu mengantar kamu ke surge. Seseorang yang selalu berlaku jujur dan berusaha
mencari kejujuran niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan waspadalah
terhadap dusta, sebab dusta itu termasuk perbuatan durhaka, sedangkan durhaka itu
mengantar kamu ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan mencari-cari kedustaan
niscaya di sisi Allah sebagai seorang pendusta
183
.
Sikap penolakan dan pencegahan dengan menanamkan budaya malu (al-Haya),
dari 10 hakim atau 10,6 % menyatakan, harus mempunyai sifat dan sikap malu. Budaya
malu untuk ditanamkan kepada jiwa hakim apabila adanya dorongan untuk bertindak dan
berprilaku yang mengarah kepada penyimpangan yang tidak diridoi oleh Tuhan. Apalagi
bagi sebagian hakim melanggar kode etik, telah mendapatkan hukuman disiplin yang
diumumkan secara terbuka oleh Mahkamah Agung, yang disebutkan nama maupun
pengadilannya dan jenis pelanggaran dan beratnya hukumannya.
-
- - - -
. - - .
. ( - / )
Disampaikan dari Ibnu Abi Umar dan Ahmad bin Muni dan disampaikan dari Sufyan bin
Uyaiynah dari Al Zuhriy dari Salim dari ayahnya Sesungguhnya Rasul Allah SAW telah
berjalan dengan seorang laki-laki dan laki-laki itu mengajarkan saudaranya untuk berbuat
Malu Maka Rasul Allah SAW bersabda: Malu itu adalah sebagian dari iman. Berkata
Ahmad bin Muni dalam hadith Sesungguhnya Nabi SAW mendengar seorang laki-laki
yang menasehati saudaranya agar berbuat malu. Hadits ini ini adalah hadith hasan sahih di
terangkan dalam bab Dari Abu hurairah dan abu Bakar bin Umamah RA. (HR. Al
Bukhari)
184

Sikap Keberanian (al-Shajaah) dari 21 hakim atau 22,34% menyatakan bahwa
pentingnya mempunyai sikap keberanian untuk mencegah dan menolak ajakan para pihak
untuk melakukan penyimpangan, atau melakukan kolusi dengan para pihak yang berperkara.
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasul Allah SAW, pernah diajak untuk melakukan kolusi
karena yang diadili adalah orang yang dekat dan kedudukan terhormat seorang bangsawan
di kalangan bangsa Arab. Rasul Allah SAW bersabda : Andaikan Fatimah binti Muhammad
mencuri akan aku potong tangannya. Hadith tersebut adalah keberanian untuk menolak
untuk kolusi dan keberanian menegakkan keadilan untuk semua orang tidak pandang
kalangan orang terhormat atau rakyat jelata.

183
Al-Bukhari, Jamiu al Sahih al Bukhari, dalam Sayyid Ahmad al-Hashimi, Mukhtar Ahadithi an-Nabawiyah,
Terjemahan Muhammad Zaini, (Jakarta Pustaka Amani, 1975) : 309.
184
Bukhari, Jamiu al-Bukhari, Juz 1 :17.
cxxviii

Sikap menerima apa adanya (qanaah), dari 94 hakim, ada 15 hakim atau 15,95 %
hakim menyatakan, menerima apa adanya gaji yang diterima dari negara. Hal ini penting
kita tanamkan kepada setiap hakim. Tentang sikap qanaah karena hal ini wujud dari sifat
syukur atas nimat, mempunyai hati yang menerima apa adanya atas rizki yang diterima
sebagai imbalan jerih payah untuk kesejahteraan hakim. Dengan demikian dapat
menghindarkan penyimpangan dari (kufur nimat) sifat kurang puas atas nimat, sehingga
berbuat korupsi dan kolusi untuk memperkaya diri. Hal Korupsi ini merupakan pelanggaran
Kode Etik dan pelanggaran tindak pidana Korupsi. Allah berfirman dalam al-Quran. Surat
14: Ibrahim :7 .
:| _:!. >, _l `.: >.., _l , | _.s .,.:l _
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
185

Adanya sikap ( internalisasi transendental ) keimanan dan ketaqwaan,
budaya malu (al-Haya), sikap keberanian (al-Shajaah) dan sikap menerima apa adanya
(qanaah), adalah suatu sikap yang telah ditanamkan oleh akhlak Islam, dalam era reformasi
ini sangat penting untuk terus dibudayakan oleh para hakim di Indonesia.
Jika mengambil Ibrah atau contoh yang terjadi pada sikap Nabi Sulaiman AS
dan Nabi Dawud AS dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan kepada
beliau, maka hakim perlu mempunyai ilmu hukum dalam memeriksa dan mengadili
sehingga dapat melahirkan keputusan yang dapat dirasakan adil oleh masyarakat pencari
keadilan, sebagai firman Allah dalam al-Quran Surat 21 (al-Anbiya); 79
!... _..,l. !.., !.>`> !.ls !.>. _. :.`: _!,>l _`>,. ,Ll !.
_,l-. __
186

Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)
187
; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami

185
Q. S.14 (Ibrahim ):7.
186
Q.S 21; (al-Anbiya) :79.
187
Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka pihak yang
mempunyai tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing
itu harus diserahkan kepada yang mempunyai tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. tetapi Nabi
Sulaiman a.s. berbeda dalam memutuskan, supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang
memmpunyai tanaman untuk diambil manfaatnya. dan orang yang mempunyai kambing diharuskan mengganti
tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru, apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang
mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali dan putusan Nabi Sulaiman AS. ini adalah keputusan
yang tepat.
cxxix

tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan Kamilah
yang melakukannya. Q.S 21 ; (al-Anbiya :79
188












































188
Q.S 21; (al-Anbiya) :79.
cxxx

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), adalah aturan
yang dibuat untuk kemulyaan martabat hakim Indonesia, belum sepenuhnya diterapkan
dengan baik oleh sebagian hakim di Indonesia, karena selama 5 (lima) tahun terakhir 2007-
2011 masih terdapat 291 hakim yang mendapat sanksi hukuman disiplin, mulai hukum
disiplin ringan, sedang, sampai hukuman berat yang diberhentikan dengan tidak hormat.
Jumlah hakim yang mendapat sanksi atau hukuman disiplin, yang terkena sanksi setiap
tahunnya terjadi bervariasi, pelanggaran yang tertinggi lima tahun terakhir pada tahun 2010
berjumlah 110 hakim, jika diprosentasekan menjadi 3,66 % dari 7.944 hakim di seluruh
Indonesia, yang mendapat hukuman disiplin atau sanksi, diseluruh Indonesia mencapai
jumlah 291 hakim. Mulai hukuman berat diusulkan dan diterimanya pemeriksaan oleh pihak
penyidik karena perilaku tindak pidana korupsi, sanksi hukuman diberhentikan tidak hormat
sebagai hakim, dan hukuman sanksi dinonpalukan, serta tidak diberikan tunjangan kinerja
remunerasi bagi hakim. Jika diurutkan badan peradilan, hakim yang mendapatkan hukuman
adalah Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi 239 hakim atau 82,1 %, dari Peradilan Tata
Usaha Negara dan Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara 13 hakim atau 4,46 %, dari
Mahkamah Militer dan Mahkamah Tinggi Militer 8 hakim atau 2,75 % dan dari Peradilan
Agama 31 hakim atau 10,65 %.
2. Faktor-faktor penyebab Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia, belum dapat
dilaksanakan secara efektif .
Berdasarkan teori efektifitas penegakan hukum Lawrence Mier Freidmand ada 3
(tiga) hal yaitu : a. Subtansi hukum (legal substance) b. Struktur hukum (legal structure) dan
c. Kultur hukum (legal culctur ). Maka penulis akan menguraikan dari hasil Penelitian
sebagai berikut :
a. Dari subtansi hukum (legal substance) kode etik berlandaskan Surat Keputusan
Bersama adalah produk hukum etika profesi hakim (Code Ethiec) antara Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial yang menghasilkan 10 Norma yaitu 1. Berperilaku
Adil, 2. Berperilaku Jujur, 3. Berperilaku Arif, 4. Bersikap Mandiri, 5. Berintegritas
Tinggi, 6. Bertanggung Jawab, 7 Menjunjung Tinggi Haraga Diri, 8. Berdisiplin Tinggi,
9. Berperilaku Rendah Hati, 10. Bersikap Profesional. Setiap norma diberikan
pedoman perilaku hakim. Aplikasi dalam penerapan pengawasan bahwa Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), bukan satu-satunya subtansi hukum
pengawasan, tetapi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengikat
dan mempunyai daya paksa kepada hakim dan pajabat peradilan, yaitu peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kepegawaian negara dan peraturan-peraturan
bidang pengawasan.
b. Dari struktur hukum (legal structure) yaitu badan negara yang diberi kewenangan
melaksanakan pengawasan internal adalah semua unit kerja badan peradilan disemua
tingkatan untuk mengawasi perilaku dari hakim dan pejabat peradilan mulai dari
pimpinan yaitu Ketua, Wakil Ketua, Panitera/Sektretaris, dan kepala-kepala bagian
cxxxi

untuk lebih intensif dalam melakukan pengawasan internal. Jika ada perilaku
penyimpangan maka pimpinan untuk memberikan peringatan dan pembinaan terus
menerus kepada bawahan. Jika terdapat laporan atau pengaduan dari masyarakat,
pimpinan harus proaktif untuk menindak lanjuti, karena sistim pengawasan oleh
masyarakat dan pengaduan telah disediakan sarana prasarana pengaduan melalui surat,
telpon /Hand Phon pengaduan, dan website pengadilan. Dengan sistem keterbukaan dan
transparansi, banyak yang langsung melaporkan dan pengaduan kepada Mahkamah
Agung RI, Komisi Yudisial RI sebagai pengawas eksternal. Setiap pengaduan telah
diseleksi yang patut untuk ditangani oleh Mahkamah Agung RI dan pengaduan mana
yang harus diserahkan kepada Pengadilan Tingkat Banding sebagai kawal depan
pengawasan atas perilaku pejabat peradilan dibawahnya. Struktur pengawasan
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dengan berlakunya SKB tentang kode etik
telah menampakkan hasilnya, karena banyaknya para hakim yang terjerat dengan
pelanggaran kode etik, dan tindak lanjut dari Pengawasan adalah efektifnya Majelis
Kehormatan Hakim (MKH). Untuk struktur hukum bidang pengawasan adalah sudah
baik namun perlu ditingkatkan.
c. Dari kultur hukum (legal culctur ) yaitu budaya hukum yang perlu menjadi perhatian
khusus adalah tercapainya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Namun
dari hasil penelitian dan data dari laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 5 (lima) tahun
terakhir (2007-2011) masih ada sebagian dari hakim melakukan penyimpangan
disamping pelanggaran kode etik hakim, dan peraturan peraturan yang berlaku, juga
pelanggar kode etik tidak sesuai dengan norma hukum negara dan norma agama
misalnya terjadinya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dalam menangani perkara.
Terbukti adanya hukuman disiplin berat, sedang, dan atau ringan pada 5 tahun terakhir
2007-2011 mencapai 291 hakim yang terkena sanksi setiap tahunnya terjadi bervariasi,
jika diprosentasekan 3,66 % dari 7.944 hakim di seluruh Indonesia, yang mendapat
hukuman disiplin atau sanksi, diseluruh Indonesia mencapai jumlah 291 hakim. Mulai
hukuman ringan, sedang sampai hukuman berat diusulkan dan diterimanya pemeriksaan
oleh pihak penyidik karena perilaku tindak pidana korupsi, hukuman diberhentikan
sebagai hakim, dan hukuman sanksi dinon palukan, serta tidak diberikan tunjangan
kinerja Remunerasi bagi hakim. Dengan faktor-faktor penyebab pelanggaran antara lain
: (1). Tidak disiplin telah mencapai 53,85 %. (2). Unprofessional conduct mencapai
20,77. % (3). Pelanggaran Kode Etik 13,85 %. (4). Pelanggaran lainnya 11,53 %.
Budaya ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan masih banyak
terjadi kesenjangan antara Das sollen dengan Des sein.
B. Rekomendasi.
1. Agar kode etik hakim sebagai subtansi hukum dapat dilaksanakan secara optimal oleh para hakim
selaku struktur hukum perlu dilegalkan menjadi aturan yang mempunyai daya ikat dan daya paksa
dalam hal penerapannya, dimana kode etik hakim tersebut berfungsi sebagai a tool of social
control, dan a tool social engineering, disamping peratauran perundang-undangan lainnya bidang
pengawasan. Dengan perubahan sistem pendidikan calon hakim yang memprogramkan
pendidikan berkelanjutan continuing judicial education (CJE) kurikulum tentang kode etik hakim
24 jam pelajaran, diharapkan dapat meningkatkan kualitas moral para hakim dan sekaligus
mengurangi dan menghapus perilaku yang tidak baik, menjadi lebih baik lagi, bagi para hakim
Indonesia.
2. Dari hasil penelitian penulis dengan mengajukan kuisener kepada para hakim, bahwa dengan
berfungsinya dua lembaga Pengawasan yaitu Badan Pengawas pada Mahkamah Agung RI,
cxxxii

dengan peran dari Badan Pengawas di Mahkamah Agung RI sebagai lembaga pengawasan
internal dan lembaga pengawas eksternal oleh Komisi Yudisial RI, telah nyata ada perubahan
efektifitas dalam pengawasan dan penindakan. Hal ini menunjukkan kinerja dua lembaga tersebut
telah melaksanakan tugas kewenangannya dengan baik, akuntabel dan transparansi karena hasil
pengawasan telah diumumkan secara terbuka. Dengan harapan adanya perubahan dari yang tidak
baik, menjadi lebih baik, yang tidak

displin menjadi lebih disiplin, yang tidak profesional menjadi lebih profesional. Sehingga upaya
untuk meningkatkan keluhuran martabat hakim semakin hari semakin lebih baik. Hal ini
tergambar dari jumlah hukuman dan sanksi yang diberlakukan kepada para hakim maupun
pejabat peradilan lainnya lebih banyak dibanding sebelum berlakunya Surat Keputusan Bersama
(SKB) tentang kode etik. Dengan meningkatnya hakim yang terjaring hukuman disiplin dan
sanksi atas pelanggaran kode etik, menunjukkan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial telah
menjalankan tugasnya di bidang pengawasan dan penindakan telah efektif dan terkesan sungguh-
sungguh dan tidak main-main. Bila program kerja blue print 25 tahun 2010-2035 agar segera
struktur Mahkamah Agung bidang pengawasan sekarang Badan Pengawas diubah menjadi
Inspektorat sekaligus terwujudnya Inspektorat di wilayah seluruh Indonesia.
3. Faktor internalisasi moral (transendental ) keimanan dan ketakwaan yang tertanam dalam jiwa
setiap hakim Indonesia sesuai keyakinan agamanya sebagai kualitas moral adalah sangat penting,
yang ditunjang dengan kualitas intelektual di bidang hukum formil dan hukum materiil dalam
menjalankan tugas sebagai hakim dalam menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang
dibebankan kepada hakim Indonesia. Oleh karena itu sistem rekrutmen calon hakim harus betul-
betul selektif demikian pula sistem pendidikan calon hakim dan pendidikan penjenjangan dan
berkelanjutan perlu ditingkatkankan kualitasnya.
C. Keterbatasn Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam berbagai hal, terutama
dalam analisa dan penyampaian teoritiknya. Permasalahan yang ada pada penegakan hukum bagi
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia (KEPPHI), dari hasil penelitian
bahwa setelah berlakunya SKB Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI, penindakan dan
tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terhadap sikap dan perilaku hakim yang melanggar kode
etik lebih menampakkan adanya perubahan yang lebih signifikan dan efektif, terbukti, dengan
adanya sebagian para hakim yang mendapatkan hukuman disiplin, terlebih hasil putusan
persidangan Majelis Kehormatan Hakim telah diinformasikan secara transparan. Dengan
demikian akan menjadi penjeraan dan kewaspadaan bagi hakim untuk lebih berhati-hati dalam
menjalankan tugasnya.
Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ini, terkait dengan penerapan Subtansi
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia, Struktur pengawasan di Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial dan Kultur atau budaya hukum yang dilakukan oleh para hakim itu sendiri.
Telah memperoleh data dari penelitian ini, berupa sanksi bagi hakim yang melanggar kode etik.
Adapun yang belum diteliti adalah audit kinerja penerapan SK.KMA Nomor
026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan, terkait capaian pelayanan peradilan
yang berasaskan, sederhana, cepat dan biaya ringan. Dan terwujudnya peningkatan kedisiplinan
pejabat peradilan dan terkait dengan sistem pendidikan calon hakim sebagaimana SK.KMA
Nomor 169/KMA/SK/X/2010 tentang Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu dan
cxxxiii

berkelanjutan (CJE) yang diharapkan peneliti yang lain dapat melakukan penelitian hal ini,
keberhasilan dan hambatan dapat terukur sistem pendidikan yang baru ini, dibandingkan dengan
sistem pendidikan yang terdahulu.
Dan yang belum diteliti adalah perubahan sistem kamar, apakah dengan sistem kamar
tersebut betul-betul membawa perubahan kepada kualitas hakim agung dalam memeriksa dan
memutuskan perkara dan rencana pembatasan perkara yang dapat dilakukan kasasi di Mahkamah
Agung dan apa akibat dengan dibatasi upaya hukum (kasasi) kaitannya dengan perkara
kewenangan peradilan agama, apabila perkara-perkara yang menjadi kewenangan peradilan
agama jika dibatasi hanya pada peradilan banding.

D. Implikasi Teoritik
Dalam penulisan disertasi ini, penulis mengambil paradigma (agent of change) pelaku
perubahan untuk ke arah yang lebih baik, atau upaya perubahan kearah yang lebih baik
(taghayyur) hal ini sesuai dengan kondisi dan situasi penegakan hukum di Indonesia di masa
sekarang telah mengalami chaos atau keterpurukan yang diakibatkan oleh struktur hukum di
semua bidang pada institusi atau lembaga hukum di Indonesia, kepolisian, kejaksaan, dan 4 badan
peradilan di bawah naungan Mahkamah Agung, bahkan pada lembaga legislatif sebagai lembaga
control jalanya pemerintahan (lembaga pengawasan, budgeting, dan legislasi) tidak luput dari
keterpurukan yang diakibatkan oleh runtuhnya etika atau moral aparatur.
Achmad Ali, dengan teorinya sapu kotor, jika pelaku-pelaku penegak hukum
moralitas merosot, tidak akan dapat membersihkan dan menghilangkan kotoran, karena dirinya
kotor. Oleh karena itu hakim, jaksa dan kepolisian harus bersih dari anasir-anasir perbuatan dan
moral yang kotor.
Dengan lahirnya Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia merupakan alat a
tool of social control yang dilahirkan oleh pembuat aturan kode etik hakim tersebut,
sebagai agent of change adalah Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI.
Dibentuknya kode etik profesi hakim sebagai alat a tool of social engineering atau
disebut pula dengan a tool of social engineering law,

teori ini yang dicetuskan oleh Freiderich Karl von Sabigny.
189
Tidak kalah
pentingnya, juga dalam al-Quran konsep perubahan dari sikap dan tabiat yang buruk menjadi
sifat dan tabiat yang lebih baik sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Q.S 2 (al-Baqarah) :
257 yang berbunyi:
< _| _.] `.., `>>`, _. ..lLl _|| .l

189
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bina Cipta, Bandung,1983).104 dan dalam Achmad Ali, Menguak Tabir
Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (PT.Toko Buku Gunung Agung, Jakarta, 2002) ; 89.
cxxxiv

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman).
190

Fenomena munculnya mafia hukum di Indonesia, yang dilakukan oleh struktur
hukum, aparatur kepolisian, aparatur kejaksaan, advokat dan hakim, pada peradilan yang telah
meresahkan masyarakat, tidak terlepas dari subtansi hukum yang di buat oleh struktur hukum
masa pemerintahan terdahulu telah nampak adanya kelemahan dan kekurangan. Dari celah-celah
kelemahan dan kekurangan itulah dijadikan pembenar oleh struktur hukum yang berfrofesi di
bidang hukum, melakukan kecurangan-kecurangan dengan munculnya mafia hukum. Dengan
merebaknya mafia hukum pada lembaga-lembaga hukum di Indonesia, mulai dari kepolisian,
kejaksaan dan peradilan, dapat meruntuhkan tujuan hukum itu sendiri, serta membawa runtuhnya
kewibawaan hukum di Indonesia. yaitu tidak tercapainya rasa keadilan sebagai (asas etis) dalam
penegakan hukum dan keadilan, tidak tercapainya kepastian hukum (asas legis) dan tidak
tercapainya manfaat hukum bagi masyarakat pencari keadilan (utilities) dalam pandangan Gustav
Redbruch. Dan Sebagaimana pandangan seorang penyair dari Mesir Shauqi Bey:

Sesungguhnya kekuatan suatu bangsa dan negara itu, tergantung pada akhlaq bangsa itu
sendiri, apabila akhlaq suatu bangsa itu rusak, maka berakibat pula membawa rusaknya bangsa
dan negara
191

Siapakah yang patut menyusun dan melegalkan kode etik profesi hakim,
sebagaimana pandangan Emanual Kant kode etik profesi hakim dibuat oleh induk organisasi
profesi hakim, namun norma yang dibuat oleh Induk Organisasi Profesi Ikatan Hakim Indonesia
(IKAHI) tidak berjalan efektif karena struktur pengawasan tidak berjalan dan tidak independen
karena diawasai oleh internal organisasi. Dengan diubahnya Undang-Undang Mahkamah Agung
RI dan lahirnya Undang-Undang Komisi Yudisial semakin memperkuat adanya struktur
pengawasan internal Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial, kedua lembaga negara tersebut bekerja secara sinergis akan membawa lebih efektif
dalam pengawasan dan penindakan. Sebagaimana pemberlakuan Komisi Yudisial di berbagai
negara di dunia ini. Oleh Undang-Undang yang telah ditunjuk pelaku perubahan (agent of
change) sebagai struktur pengawas adalah dua lembaga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Dan selama 5(lima) tahun terakhir adalah menampakkan keberhasilan di bidang pengawasan
sekaligus penindakan sebagai tindak lanjut hasil pengawasan dan lahirnya Majelis Kehormatan
Hakim (MKH). Dan lahirnya peraturan tindak lanjut untuk lebih mengefektifkan Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim Indonesia yang terdiri dari Surat Keputusan Bersama (SKB). Antara
lain : Peraturan Tentang Seleksi Pengangkatan Hakim, Peraturan Tentang Panduan Penegakan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan
Peraturan Tentang Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
Norma-norma yang tertuang dalam kode etik hakim, termuat perilaku yang baik dan
norma perilaku yang seharusnya dilakukan oleh para hakim dan seharusnya untuk
ditinggalkannya. Sebagaimana teori L.B. Curzon aturan hukum itu berfungsi sebagai simbol.
Dan yang dimaksud dengan simbolis disini adalah: involves the procces whereby persons

190
Q.S 2 (al-Baqarah) : 257
191
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996): 10
cxxxv

consider in simple term the social relationships and other phenomana arising from their
interaction. (segala sesuatu yang mencakup proses-proses apabila seseorang menerjemahkan atau
menggambarkan atau mengartikan dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan
sosial serta fenomena-fenomena lainnya yang timbul dari interaksinya dengan orang lain ).
Contoh kasus yang sekarang menjadi perhatian publik tentang tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: Setiap
orang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili berdasarkan pasal tersebut termasuk
perbuatan korupsi. Dengan ancaman hukumannya 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana
denda paling sedikit 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000.(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan teori Donald Black, faktor-faktor yang membawa runtuhnya martabat
dan kewibawaan hukum De-legalization dan De-Socialization dari dua faktor tersebut hukum
sebagai alat politik sebagaimana pandangan Curzon hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka
peranan penguasa politik yang membuat perundang-undangan (hukum tertulis) sehingga hukum
dan peraturan tertulis era orda lama dan orde baru lembaga yudikatif ada dalam cengkeraman
eksekutif dan legislatif, sehingga kemerdekaan kekuasaan yudikatif terbelenggu dengan dua
kekuasaan politik tersebut. Dan berakibat pelaksanaan kekuasaan kehakiman dan produk putusan
lembaga yudikatif dirasakan tidak adil tidak terpenuhi asas equality dan fairly bagi masyarakat
pencari keadilan.
Perubahan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan yudikatif, telah dilkukan pada
zaman daulah Abbasiyyah, dengan perintah Abu Yusuf selaku Qadi al Qudah pada zaman
Khalifah Harun al-Rashid, telah menetapkan larangan kepada para hakim agar tidak melakukan
hubungan atau kedekatan dengan keluarga kerajaan, yang dikhawatirkan kedekatan para hakim
dengan keluarga kerajaan akan berpengaruh kepada putusan yang diambil oleh para hakim.
192

Sepadan dengan teori Donald Black timbulnya diskrimanatif adalah adanya faktor morfologi
(kedekatan atau kejauhan), faktor stratafikasi (memandang warna kulit, suku dan golongan),
kultur, organisasi, dan pengendalian sosial. Sepatutnya para hakim tidak masuk dalam partai
politik sebagaimana zaman Orde Baru. Hal tersebut merupakan faktor penyebab kemunduran atau
keterpurukan dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, hakim tidak merdeka
terbelenggu oleh kehendak penguasa.
Berdasarkan firman Allah dalam al-Quran Surat 7 (al-Radu): 11
.l .,1-`. _. _,, ,., _. .l> ..L> _. . < _| < ,-`, !. ,1, _.> ,-`, !. ..!,


192
Dahlan Dkk, Insiklopedi Hukum Islam,( Jakarta Van hove Jilid I): 109, perhatikan pula dalam kitab Al-Kharraj,
cxxxvi

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
193
di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
194

Dari Donald Black tersebut mendapatkan kritikan dari Achmad Ali dengan
menambah faktor ketiga adalah faktor De-Internalization yaitu sikap transendention ketaatan dan
kepatuhan kepada Allah yang tumbuh dalam jiwa manusia.
195
Selain faktor moralitas struktur
hukum, yang menjadi faktor penyebab kerusakan dan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap
hukum dan keadilan di Indonesia ada pada subtansi hukum konstitusi dan undang-undang lainnya
dan struktur hukum. Kultur hukum merebaknya budaya koruposi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Maka konstitusi negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 harus
dilakukan amandemen dan undang-undang lainnya yang terkait kehakiman dan peradilan juga harus
ada perubahan, karena selama ini Mahkamah Agung sebagai pelaksana kehakiman khususnya pada
pasal 24 Undang Undang Dasar 1945 harus ada pemisahan yang jelas kekuasaan kehakiman
(Yudikatif) dengan kekuasaan Pemerintahan (Eksekutif). Demikian juga dalam hal pengelolaan
anggaran, fasilitas dan finansial selama orde baru ada pada kekuasaan eksekutif yaitu ada pada
Departemen Kehakiman, Departemen Agama dan Departemen Hankam, telah diubah sepenuhnya
dikelola dalam satu atap di Mahkamah Agung RI.
196

Faktor penyebab keterpurukan ( chaos ) berakibat jatuhnya martabat dan
kewibawaan dalam penegakan hukum dan keadilan yang terjadi di Indonesia sebagaimana
pandangan teori Lawrence Meir Freidmand adalah ada tiga faktor : 1. Faktor legal subtantion (ada
pada aturan hukumnya). 2 Faktor legal structur (ada pada pelaku dalam struktur hukum) 3. Legal
cultur (ada pada budaya hukumnya).
197
Subtansi kode etik yang dibuat dan disusun berdasarkan
Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI Nomor 047 /KMA/SKB/IV/ 2009 dan Komisi
Yudisial Nomor 01/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009. Masih ada celah-celah kekurangan,
selanjutnya Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI melahirkan peraturan berupa Surat
Keputusan Bersama untuk lebih mengefektifkan tindak lanjut dari pengawasan berupa: Sistem

193
Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa
malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara
bergiliran itu, disebut malaikat hafazhah
194
al-Quran Surat 7 (al-Radu): 11 Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-
sebab kemunduran mereka.
195
Donald Black, Pemikiran dan Kritikan, Terjemahan Achmad Ali, Hasanuddin Press, 2001.
196
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor
14 Tahun 1970.
197
Lawrence Meir Freidmand, The Legal System, A Social Sceince Perspective, (New York : Russel Sage Foundation),
dalam Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, (Jakarta Ghalia Indonesia) : 5
cxxxvii

pendidikan Calon Hakim, sistem pemeriksaan dan pengambilan keputusan Majelis Kehormatan
Hakim dan sanksi pelanggaran kode etik hakim dan sistem rekrutman dan pengangkatan hakim.
198

Pandangan Andi Zaenal Abidin Faried, Peraturan dibuat oleh lembaga negara
meskipun sederhana, yang penting adalah aplikasi dan pelaksanaannya baik dan optimal itu baik,
lebih jelek lagi peraturan disusun dengan baik, tetapi aplikasi tidak optimal. Harapan kita peraturan
baik dan aplikasinya juga baik oleh para hakim maupun para struktur pengawasan dan penindakan
atas pelanggran kode etik.
199

Khalifah Umar Ibnu Khattab dalam etika hakim dalam persidangan, telah
mengeluarkan Risalah ( ), atau seruan kepada para Gubernur dan para hakim di
dalam memeriksa dan mengadili perkara agar berlaku adil (equality and fairness) tidak memihak,
agar mendudukkan sama para pihak yang berperkara dalam persidangan. Penggugat wajib
membuktikan gugatannya dan tergugat wajib membuktikan bantahannya dengan sumpahnya.
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal.
200

Sebagaimana pandangan Rifyal Kabah yang sependapat dengan teori Mustafa
Azzarqa dari Suriah, yang diikuti pula oleh Ziya Gokap dari Turki, Shariat Islam, yang terdiri dari
hukum aqidah, akhlaq, hukum Ibadah, hukum muamalah dan jinayah dalam penerapannya,
terbagi pada hukum yang bersifat diyani dan hukum yang bersifat qadhai, Demikian pula tentang
perilaku baik dan buruk semula hanya bersifat diyani sebagaimana hadith Rasul Allah SAW.

Sesungguhnya aku diutus dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak
Sumber hukum diyani adalah al-Quran al-Hadith dan kitab-kitab fiqh, dan kitab-kitab
tentang akhlak, hal itu ditaati oleh ummat penganut agama Islam, selanjutnya dibuatlah sebagai
hukum negara yang disebut dengan peraturan perundang-undang atau berupa keputusan Pemerintah
menjadi hukum qadhai.
Indonesia adalah mengikuti asas legalitas, Kode etik hakim untuk dapat mengikat
kepada para hakim dan dapat dipaksakan, aturan kode etik profesi hakim dan dapat menjatuhkan
sanksi bagi para hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim di Indonesia, telah
ditunjuk struktur hukum pengawasan dan penindakan adalah Institusi Lembaga Negara yang
ditunjuk oleh Undang-Undang adalah Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dan dengan
dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim.
Disamping 10 norma Kode etik Hakim Indonesia yang telah ditetapkan oleh Mahkamah
agung RI dan Komisi Yudisial adalah sudah baik, tidak bertentangan dengan norma akhlak dalam
Islam, perlu masing-masing hakim Indonesia yang mayoritas beragama Islam agar kembali kepada
norma etika Islam atau akhlak.
Konsep-konsep Akhlak yang bersifat diyani yang telah diungkapkan oleh para ahli di
bidang ilmu akhlak antara lain : Ismail Al-Faruqi dan Haidar Naqfi Kode Etik Hakim berdasarkan
teori hukum Islam sebagaimana prinsip-prinsip dasar Shariah adalah ada 2 dua macam konsep,

198
Keputusan bersama, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2012, Nomor 2Tahun 2012, Nomor 3
Tahun 2012, Nomor 4 tahun 2012. Merupakan peraturan tindak lanjut untuk mengefektifkan implementasi Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Indonesia.
199
Andi Zaenal Abidin Farid, Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum, Negara dan Dunia Luar, Alumni
Bandung, 1983 :
200
Ibn al-qayyim, Al-jauziyyah, Ilam al Muwaqiinan Rabb al-Alamin (Juz I, Matbaah Saadah, Mesir, 1387): 95.
cxxxviii

yaitu pertama: Konsep Tauhid yang terdiri dari : (i). Unity of Creation ( meyakini kesatuan
penciptaan), (ii). Unity of Mankinde (meyakini kesatuan kemanusiaan). (iii). Unity of Guidance
(meyakini kesatuan tuntutan hidup). (iv). Unity of Propose of life (meyakini kesatuan tujuan hidup).
(v). Unity of Godhead ( semuanya merupakan derifasi kesatuan ke-Tuhanan).
Konsep kedua, etika sintesis Islami, terdiri dari : (i). Prinsip Khilafah ( manusia
sebagai Khalifah fi al-Ardi). (ii). Prinsip Adalah (yaitu prinsip keadilan). (iii). Prinsip Nubuwwah (
yaitu prinsip sifat kenabian). (iv). Prinsip Ukhuwwah (yaitu prinsip persaudaraan) (v). Prinsip al-
Khurriyyah wa al-Masuliyyah (yaitu prinsip kemerdekaan dan pertanggung jawaban ).
Sebagaimana pandangan Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulu al-Din Akhlaq Islam
mempunyai 4(empat) pilar atau induk semua akhlak yang terpuji (Ummahat mahasin al-Akhlaq),
yaitu : a. Hikmah (bijaksana), b. Shajaah (keberanian), c. Qanaah dan d. Adil.
Hikmah (sikap bijaksana) adalah kondisi jiwa yang dapat membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, Hikmah adalah merupakan pilar yang utama. Sikap Shajaah (sikap
berani) adalah sikap yang ada dalam jiwa yang dapat menundukkan nafsu untuk patuh kepada akal.
Dan qanaah adalah situasi jiwa yang mampu menertibkan nafsu atas dasar pertimbangan akal dan
shariat. Dan Adil adalah kondisi jiwa yang dapat mengendalikan hawa nafsu di bawah perintah
akal dan shariat.
201

Sebagai hakim yang beragama Islam, pondasi yang utama adalah sikap transendensi
keimanan yang kuat, menjalankan rukun Islam yang baik, dan tanamkan sikap ihsan dalam jiwa kita
sebagaimana hadith Nabi SAW yang berbunyi:

Hendaknya engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat Nya. Kamu tidak melihat Nya.
Maka sesungguhnya Dia(Allah) melihatmu.
202

Dengan keyakinan bahwa perilaku kita baik dan buruk dilihat oleh Allah SWT. Kita
akan berhati-hati dalam bertindak dan berbuat, dengan menanamkan sikap ihsan dalam jiwa kita.
Akhlak yang mulia dalam Islam, yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT, akhlak
yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi
segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah
Rasul Allah, untuk mendekati yang maruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam
al-Quran surat 3 (Al-Imran) : 110 :
.. ,> . >> _!.ll '.!. .`-.l!, _.. _s ..l `... <!,

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah .

201
Al-Ghazali, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, dalam Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, (
Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004) : 43
202
Muslim, Sahih Muslim, Juz I : 90 dalam Sayyid Ahmad al Hashimi, Muhtar al Ahadithi al- Nabawiyyah terjemahan
Mahmud Zaini, (Pustaka Amini Jakarta 1995):519.
cxxxix

Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub,
dengki, sombong, nifaq (munafik) dengan tanda-tanda kemunafikan, hasud, suudzan (berprasangka
buruk), rishwah (suap menyuap)dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat
mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya
maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini,
sebagai mana firman Allah SWT. dalam al-Quran Surat 30 (Ar-Ruum ayat):41.
L :!.l _ l `>,l !., ,. _., _!.l 1,.`,l _-, _.] l.- l-l `->, _
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dari fenomena dan perkembangan penegakan hukum di Indonesia yang telah
mengalami keterpurukan atau chaos dan dari hasil uraian yang cukup luas dan panjang sebagaimana
telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu dan dari hasil temuan pelanggaran hakim selama 5 (lima)
tahun terakhir. Upaya perubahan dilakukan oleh Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI agar
tercapainya lembaga hukum yang terhormat dan agung di Indonesia. Maka penulis akan
menyampaikan temuan teori baru sebagai tambahan dari temuan-temuan sebelumnya yaitu ada 4
faktor untuk lebih mempercepat efektifitas emplementasi kode etik hakim di Indonesia antara lain:
1. Peningkatan kualitas sistem pendidikan calon hakim dengan kurikulum atau silabus yang
disesuaikan dengan kebutuhan masa kini, yaitu kurikulum materi hukum materiil dan hukum
formil, kurikulum materi administrasi peradilan dan Kurikulum materi kode etik dan pedoman
perilaku hakim. Dengan demikian akan tercapainya kualitas Intelektual dan kualitas moral bagi
hakim Indonesia.
2. Peningkatan kesadaran secara transendensi ketaatan sesuai ajaran agama adalah lebih efektif
dengan memperteguh keimanan dan ketaqwaan sebab sumber etika dan moral tentang perilaku
baik dan buruk sudah diajarkan melalui doktrin agama yang sudah melekat pada jiwa masing-
masing hakim dan petugas peradilan.
3. Penguatan struktur pengawasan dan penindakan bagi hakim yang melanggar kode etik, struktur
pengawasan di Mahkamah Agung RI maupun pengawasan di Komisi Yudisial dan pengawasan
internal dan pengawasan melekat dalam setiap unit badan peradilan, dan layanan pengaduan
pengawasan masyarakat ;
4. Agar para Para hakim tidak tersosialisasi dengan pengaruh kekuatan penguasa, dan kebebasan
dan kemerdekaan hakim terjaga patutlah hakim dilarang menjadi anggota partai politik.
5. Agar para hakim tidak terpengaruh dengan godaan materi, dan terhindar dari sikap rishwah atau
terjadi suap menyuap dalam menerima, memeriksa dan mengadili perkara, perlu adanya
peningkatan kesejahteraan hakim dan pejabat peradilan.



cxl

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash'ats bin Ishaq bin Bashir bin Shidad bin Amru bin Amir al-
Azdi al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (al-Matbaah Misriyyah, 1349 H.
Abu Zahrah, Fiqh al-Madzahib al-Islamiyah, (Dar al Fikr, Beirut, tt);
Achamd Ali, 1988, Perubahan Masyarakat, Perubahan Hukum dan Penemuan Hukum Oleh
Hakim, (LEPHAS, Ujung Pandang), 1988.
------------------, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya, (Ghalia
Indonesia, Jakarta), 2002.
------------------, Konsep-Konsep Sosilogi Hukum, (Web site Undip Semarang).
-----------------, Mengembara di Belantara Hukum, (Hasanuddin University Press, Ujung
Pandang), 1990 ;
-----------------, Menguak Tabir Hukum, Sosiologi, dan Filosofis, (CV. Kartini, Jakarta),2002.
Ali Yafie, Fungsi Hukum Islam dalam kehidupan ummat, (PP.IKAHA Jakarta, PT
Kemudimas Abadi), 1974.
Amidi, Saif al- Din Muhammad, al-Amaidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ihkam, (Dar al- Kitab al-
Ilmuah, Beirut), 1983.
Amin Rais, Cakrawala Islam,antara cita dan Fakta, (Mizan, Bandung). 1996.
Ansyarul, Pemuliaan Peradilan dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan, Dan Hukum
Acara (Kumpulan Makalah), (Mahkamah Agung RI, Jakarta, Cetakan III), 2011.
Asqalany, Muhammad Ibnu Hajar Al Asqalany, Fathu al-Bari Sharah Sahih Al-Bukhari, (al
Matbaah Al Bahiyyah Al Misriyah 1404 H) .
Asyhadi, Zaini Asyhadi, Hukum Bisnis, (PT.Raja Grafindo Prasada, Jakarta), 2005
B.A. DAR , Ajaran-ajaran Al-Quran tentang Etika, (Mizan Bandung), 1990;
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Gravindo Persada, Jakarta), 2002.
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Sinar grafika, Jakarta), 2002.
Bambang Widjojanto, Etika Profesi Suatu Kajian dan Beberapa Masalah Pokok, Makalah
disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I,(Depok, April-
Juni 2005).
Beekum, Refik Isa.. Etika Bisnis Islami, (Pustaka Pelajar,Yogyakarta).2004
Bertens, K. Etika, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta). 1997
Black, Donald, terjemahan Achmad Ali, Karya dan Kritik, Penegakan Hukum, (Hasanuddin
Press. Makassar), 2002.
Bukhari, Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ibn al Mughirah bin Bardizyah al
Bukhari, Shahih al Bukhari, (Caero, Dar wa Mutbaah al-Shabi) tt.
Charles Samford, The Discorder of Law A Critique of Legal Theory, (Basil Blackwell, New
York USA), 1989;
Dahlan, dkk. Inseklopedi Hukum Islam, (Ikhtiar Baru Van Hove, Jakarta)1996.
-----------------------------dan Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, , (Citra Aditya
Bhakti. Jakarta), 1993;
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya,(Edisi yang Disempurnakan, Lentara Abadi
Jakarta),2010.
Djatnika, Rachmat Djatnika, Jalan mencari Hukum Islam, (Upaya ke-arah Pemahaman
Metodologi ijtihad), (PP.IKAHA. Jakarta, PT. Kemudimas Abadi), 1974

Fajlur Rahman, Membuka Pintu ijtihad, (Pustaka, Bandung, 1983).
Faruqi, Ismil, The Cultural atlas of Islam, (London, Macmillan Publisher), 1986.
Fatchurrahman, Kaidah-Kaidah Fiqhiyah, (Bulan Bintang , Jakarta), 1987
cxli

Freidmen, Lawrence M., The Legal System , a social science prespectiv, (Russel Sage
Foundation, New York), 1975;
Friedman, Lawrence Meir Friedman, The Legal System, A Sosial Science Prespective, (Russel
Foundation, New York), 1975.
Ghazali Said, Editor, Kumpulan Bahtsul Masail dan hasil Munas Ulama NU dan Konbes.
Solusi Hukum Islam, (Diantama, Jakarta, Cet II) 2006.
Hakim, Al-Ushul al-ammah fi -al-Fiqh al-Muqarana,( Dar al-Andalus, Beirut),1974
Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Shirah al Nabiyyi SAW. (Darul fikri, Beirut
Lebanon, Juz 4), 1974.
Humaysyi, Abdu al Haq dan Al- Husayn Shuat al-humaysyi, Al Fiqhu al Uqud al-Maliyyah,
(Dar al Bayyaq, Beirut), 2001.
Husnaini, Reposisi Peradilan di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun
1945, Makalah, 2004;
Ibnu Hisham, Shiratu Al-Nabi Salallahu Alayhi Wasallama, (Al-Maktabah wa Al-Matbaah,
Lebanon), 1956.
Ibnu Katsir, Imad al-Din Abi al-Fira al Ismail, Tafsir al-Quran al-Azim, (Al-Haramain li al-
Tibaat wa al-Nsyr al-Fauzi, Singapore), tt
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ilam al-Muwaqiin an Rabb al-Alamin, (Matbaah Saadah,
Mesir), 1387.
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, (Maktabah al Babi wal Matbaah, Beirut, Lebanon),tt ;
Ignatius, Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, (Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang), 1996.
Ikatan Hakim Indonesia, 2009. Kode Etik Hasil Kongres Ikatan Hakim Indonesia, (Bandung,
Tanggal 27 Januari 2005).
Kamus Bahasa Arab Munjid Al Thullab, (Dar al-Masyriqi, Beirut. Lebanon cetakan ke 15),
1986.
Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta), 1983
Kamus Hukum Fekomena Indonesia Belanda, 1995 ;
Kanter , E.Y., Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, (Storia Grafika, Jakarta),
2001.
Keputusan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 1991. Tentang Administrasi Pola Bindalmin,
(Jakarta,Mahkamah Agung RI), 1991.
Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2004, Tentang Pengalihan Organesasi,
Administrasi, dan Finansial di Lingkungan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung
;
Khudlari Beq, Syaykh Muhammad al-Khudlari Beq, Tarikh al-Tashri al-Islamy, ( Daral-
Fikr,Beirur,1388 H / 1968M) .
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta PT. Gramedia),1983
Kusumaatmadja, Muchtar, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,
(Binacipta Jakarta),1989;
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989, (CV Pustaka Kartini, Jakarta), 1990 ;
M. Zein, Satria Efendi M. Zein, Metodologi Hukum Islam, (PP. IKAHA, Jakarta,
PT.Kemudimas Abadi), 1974.
Madkur, Muhammad Salam Al Madkur, Al Qada al Islami, (Caero, Maktabah Al Matbaah),
1987.
cxlii

Mahadi, Penelitian Hukum Adat dan Pembentukan Asas-Asas serta Teori Hukum di
Indonesia, (Fakultas hukum USU Medan), 1982;
Mahkamah Agung RI Dan Komisi Yudisial , Kode Etik Hakim di Indonesia (Pedoman
Perilaku Hakim);Keputusan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial
Tentang Pedoman Perilaku Hakim (SKB. Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan
02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009.
Mahkamah Agung RI, KMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi Oleh Hakim.
Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ; KMA No 1 Tahun 2009.
Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Mahkamah Agung RI,
Jakarta Tahun 1994 ;
Mahkamah Agung RI, Sistem Pengawasan atas perilaku Hakim dalam menjalankan tugas
Penegakan Hukum.Jakarta, 2010.
Mahkamah Agung RI. Dokumentasi Pencatatan dan kodifikasi putusan Hak
Mahmud, Abdul Halim Mahmud, Al- Tafkir al-Falsafati fi Islam, (Dar al-Kitab al-Arabi,
Beirut), 1982.
----------------------------------------, Al-Tafkir al-Ammah fi al-Fiqhi al-Muqarran, (Dar-Al
Kitab Al-Arabi, Beirut),1982.
Majid, Khadduri, The Islamic Conception of Justice, (Balimore: John Hopking University ) ,
1984.
Majid, Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan peradaban, Sebuah telaah Kritis masalah
keimanan, Kemanusiaan dan kemodernan, (Jakarta, Paramadina), 1992.
Maraghi, Muhammad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Dar al Fikri, Kuliyah Dar al
Ulum, Caero), 1980.
Mawardi, al-Syafii Abu al- Hasan Ali Ibn Muhammad ibn habib al-Bashari al-Baghdadi , Al-
ahkam al-syulthaniyah Wal-Wilayah Al-Diniyah, Maktabah al-Diniyah, (Maktabah
Musthafa al-Baba al-Halabi, Cairo),1393 H / 1973M
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, Peraturan Bersama Nomor : 01/PB/MA/IX/2012
01/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Seleksi Pengangkatan
Hakim;

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 02/PB/MA/IX/2012
02/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Panduan Penegakan
Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 03/PB/MA/IX/2012
03/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
Bersama.
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Peraturan Bersama Nomor : 04/PB/MA/IX/2012
04/PB/P.KY/09/2012. Tanggal 27 September 2012 Tentang Tata Cara Pembentukan
, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
Merto Kusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, (Liberty, Yogjakarta). 1998;
Nasution S, Buku Penuntun membuat Disertasi, Thesis, Skripsi, raport, Paper, (Bandung.
CV.Jemars), 1977;
Muslim, Imam Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Kaushaz Al-Qusyairi
An-Naisaburi, Sahih Muslim, ( al-Matbaah Misriyyah, 1349 H.
Prayitno, Roesnastiti. 2008. Kode Etik Profesi Hukum, Makalah yang disampaikan pada acara
Pendidikan dan Pelatihan PPAT Tahap I di Yogyakarta, tanggal 23 Nopember 2008.
Purbacaraka, Purnadi Purbatjaraka, dan Soerjono Notosukanto, Sendi-sendi hukum dan tata
Hukum, (Alumni Bandung), 1997.
Quraisyi Shihab, Muhammad Quraisyi Shihab, Tafsrir al Misbah, (Lentara Jakarta), 2003
cxliii

Rahardjo, Satipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran tentang Ancangan Antar disiplin dalam
Pembaharuan Hukum Nasional, (Bandung, Sinar Baru), 1985;
Rahardjo, Satjipto, Hukum Progresip, (CV. Ghalia Graha Indonesia, Jakarta), 2007
----------------------, Konsep-Konsep Sosiologi Hukum, (Website Undip Semarang).
---------------------, Penafsiran Hukum Yang Progresif, (Bacaan untuk (Mahasiswa Program
Doktor Ilmu Hukum Undip), (Undip, Semarang) , 2004:
Rasyid Ridha, Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, (Dar Al Fikri, Caero), 1980
Roestam, St. dkk. Menelusuri Perkembangan Sejarah Hukum dan Syariah Islam, (Jakarta,
Kalam Mulia), 1992;
Rusli Efendy dan Achmad Ali, dan Poppy A. Lolo, Teori hukum, (Hasanuddin Press.
Makssar), 1998
Nasution, S. Metode Penelitian Kualitatif. (Tarsito : Bandung), 1982
Schulta, Theodore W Schulta, Invesment in Human Capital, (Amerika Econ), Review Maret
1961.
Setiawan, Rachmat. Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Cet. 6, Putra A. Bardin, Bandung),1999.
Shanany, Ismail Muhammad, Subul al- Salam, (Toha Putra, Semarang), 1980;
Sharur, Muhammad Shahrur, Nahwu Usul Jadidah Li-al Fiqh al-Islami, Penerjemah, Sahiron
Syamsuddin dkk, Yogjakarta, el-SAQ, Cet. 2 2004.
Shatiby, Abu Ishaq al-Shatiby, Al- Muwafaqat fi Ushul al-Syariat. (Matbaah al-Maktabah
al-Tijariyah al-Kubra), 1412 H.
Siddieqy, Hasbi Ash Siddieqy, PengantarHukum Islam, (PT Bulan Bintang, Jakarta), 1989.
Shuyuti, Jalal al-din Abd al-Rahman al-Shuyuti, Al-Asbah wa Nadair fi Qawaid wa Furu
al-Fiqh al-Syafiiyyah, (Isa al -Bab al Halabi, Caero), 1987
Soebroto, Endah Parwati, Metode Sampling, (UI. Jakarta, Diktat), 1986
Soekanto, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Rajawali Press , Jakarta), 1990.
----------------------, Efektivitas Hukum dan Peranan sanksi, (Remaja Karya,Bandung), 1985 ;
-----------------------, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Rajawali Pers,
Jakarta), 1983;
----------------------, Fungsi Hukum dan perubahan Sosial, (Alumni, Bandung), 1998.

-----------------------, Hukum dan Methode Metode Kajiannya, BPHIN, 1981
-----------------------, Ilmu Hukum, (Alumni, Bandung), 1990.
----------------------dan Soetandjo, Hukum dan Metode-Metode Kajiannya, penelitian Hukum:
Sebuah Tepologi, Majalah Masyarakat Indonesiaa, Tahun ke I No. 2 1974.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum. (Ghalia Indonesia : Jakarta). 1985
Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, (Grafita, Jakarta).2000
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta).
2003

Suseno, Magnis . Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa,(APTIK Gramedia, Jakarta). 1991
Shawkani, Muhammad bin Ali al-Shawkani, Irshad al-Fukhul ila Tahqiq al haqq min ilmi
Usul, (Shirkah Maktabah Ahmad bin Nabhan, Surabaya), 1987.
Sibai, Mustafa al-Sibai, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tashrii al-Islami, (Caero, Al-Dar
al-Qaumiyyah), 1974
Taufik Abdullah, dkk. Isiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve),
2002.
cxliv

Tawana, Musa Tawana, Al-Ijtihad: Wa Madha Hajatina ilayhi fi Haza al-Asri, (Dar al Kutub
Hadithah, Caero), 1978.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Komisi Yudisial
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan kehakiman ;
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak ;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Komisi Pembrantasan Korupsi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 30 Tentang Pegawai Negeri Sipil;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak ;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
Wahjono, Padmo Wahjono, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila,
(Rajawali Press, Jakarta),1998 .
Wasit Aulawi, Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia, (PP.IKAHA Jakarta, PT
Kemudimas Abadi), 1974
Widjojanto, Bambang. 2005. Etika Profesi Suatu Kajian dan BeberapaMasalah Pokok, (
Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I,
Depok) , April-Juni 2005.
Wisnubroto, Iptek, Perubahan Masyarakat dan Hukum: Dalam Kajian Aspek-Aspek
Pengubah Hukum, (Jakarta, Grafindo), 1996.
Yasir Nasution M. Ekonomi Islam Ketiga, Dalam Prospek Bank Syariah Pada Melenium
Ketiga, Peluang dan Tantangan, Editor Azhari Akmal Tarigan. (IAIN Sumatera
Utara bekerjasama dengan FKBEBI Medan dan BI Medan), 2002.
Zaidan, Abdu al- Karim, Al-Madkhal Lidirasati as-Syariah, al Islamiyah, (Dar al Fikr
Beirut), (tt).
Zaini, Ahmad Nuh, Kepustakaan jawa sebagai Sumber Sejarah Perkembangan Hukum Islam,
(PP. IKAHA Jakarta, PT .Kemudimas Abadi), 1994.
Zarqa, Mustafa al-Zarqa, Al Madkhal al fiqh al Islamiy fi Saubih al Jadid, (Dar al Fikr
Beirut), 1976.
Zuhayli. Abdu al-Wahhab, al-Zuhayli, Al Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, (Dar al-Fikri Beirut),
1989.



cxlv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
I . DATA PRIBADI
a. Nama : AKHMAD BISRI MUSTAQIM
b. Tempat/Tanggal Lahir :Jember 22 Juni 1956
c. Pekerjaan : Hakim
d. Pangkat /Golongan/Jabatan : Hakim Madya Muda /Wakil Ketua
e. Instansi /Unit Kerja : Pengadilan Agama Lumajang
f. Alamat Rumah Wonocolo Gg. Mudin No 21 Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan
Wonocolo Kota Surabaya. Telp.8490814.
g. Kantor : Jl. Ahmad Yani No 12 Lumajang

II. PENDIDIKAN
a. Tahun 1969 : MINU Nurul Islam Balung Kulon. Jember
b. Tahun 1973 : PGAP NU 4 Tahun Balung. Jember
c. Tahun 1975 : PGAA NU 6 Tahun Balung. Jember
d. Tahun 1980 : SM Fak. Syariaah IAIN Sunan Ampel Surabaya
e. Tahun 1985 : S.1 Fak. Syariah IAIN sunan Ampel Surabaya

f. Tahun 1982 : S.2 Fak. Hukum UMI Makassar.
g. Tahun 2012 : S.3 IAIN Sunan Ampel Surabaya.
III. PENDIDIKAN TAMBAHAN/PELATIHAN/KURSUS
a. Tahun 1991 : Pendidikan Calon Hakim di Bandung
b. Tahun 1994 : Pendidikan Profesionalisme Hakim di Surabaya
c. Tahun 1995 : Pendidikan Hakim Hisab dan Rukyat di Kupang
d. Tahun 1998 : Pendidikan Manajemen Polabindalmin di Kupang
e. Tahun 2000 : Pendidikan Hukum Lingkungan Hidup Kupang
f. Tahun 2004 : Kursus Bahasa Inggris YPIA Surabaya.
cxlvi

g. Tahun 2005 : Pendidikan Hukum Perlindungan anak dan Pencegahan
perdagangan Manusia Trafikking di Surabaya.
h. Tahun 2008 : Pendidikan Hukum Ekonomi Syariah Megamendung Bogor
i. Tahun 2009 : Pendidikan Hakim Mediasi di Megamendung Bogor
IV. PENGALAMAN PEKERJAAN
a. PNS / Calon Hakim Tahun 1990 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT
b. Hakim Tahun 1993-1995 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT
c. Wakil Ketua Tahun 1995-1997 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT
d. Ketua Tahun 1997-2000 : di PA. Larantuka Flores Timur NTT
e. Ketua Tahun 2000-2004 : di PA. Kupang NTT.
f. Hakim Tahun: 2004-2011 : di PA. Surabaya.
g.Wakil Ketua Tahun 2012 : di PA. Lumajang.
V. ORGANISASI
a. Anggota IPNU di MINU dan PGA NU Balung Jember
b. Anggota Kepramukaan di PGA NU Balung Jember
c. Seksi Humas Senat Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya
d. Anggota PMII Pergerakan Mahasiswa Indonesia IAIN Sunan Ampel Surabaya.
e. Rais Syuriah Nahdlatul Ulama Cabang Flores Timur NTT.
f. Ketua MUI Bidang Pendidikan Kabupaten Fores Timur NTT.
g. Wakil Rais Syuriah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Timur NTT.
h. Ketua Bidang Pertimbangan Hukum Syari Kordinasi Masjid Surabaya.
VI. KELUARGA
a. Isteri : Hj. RODLIYAH S Pd. (Guru)
b. Anak :
1.ISTIANATUR RAHMAH S.Pd (Unesa Surabaya).Guru.
2. MUHAMMAD RIFAN RAHMATULLOH.S.TP.(Universitas Negeri Jember dan
Universitas Drisden Berlin Jerman). Staf Ahli Peneliti BPPT Kemenristek. Devisi
Ketahanan Pangan, sekarang diperbantukan Balitbang Propinsi Jatim
cxlvii

3. HERU KURNIAWAN, S.Kom. (Menantu)
4. WAFIQ ZIYADATUN NIMAH (cucu).
VII. DAFTAR JUDUL PENELTIAN DAN PENULISAN
1. Faktor-Faktor Penyebab dan Implikasi Perkawinan Usia Tua menurut Hukum Islam 1985
(Sekripsi S.1 Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya).
2. Undang-Undang Otonomi Daerah Prespektif Hukum Islam Tahun 1999 Seminar Otonomi
Daerah di Pemda Flores Timur NTT.
3. Mediasi Prespektif Hukum Islam 2002 (Tesis F. Hukum S2. UMI Makassar)
4. Penyelesaian Sengketa Wakaf berlakunya UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan,
disampaikan pada Pembinaan PPAIW KUA se Jawa Timur di Kanwil Kementrian Agama
Jawa Timur 2009.
5. Menghitung Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Problematikanya di Indonesia.(Makalah
disampaikan pada Para Muballigh dan Khotib serta Tamir dan Imam Masjid, se Wilayah
Kordinasi Masjid Surabaya 2007).
6. Kode Etik Hakim dan Problematikanya dalam Menegakkan Hukum dan Keadilan di
Indonesia 2012 (Disertasi S.3 IAIN Sunan Ampel Surabaya).


Surabaya, 10 Agustus 2012
AKHMAD BISRI MUSTAQIM

Anda mungkin juga menyukai