Anda di halaman 1dari 94

PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ

(Analisis Putusan Nomor : 3074/Pdt.G/2012/PAJT)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
DINNY AULIA HANDAYANI
NIM: 1110044200019

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H /2014 M
PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI
NUSYUZ
(Analisis Putusan Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh:
DINNY AULIA HANDAYANI
NIM: 1110044200019

Di Bawah Bimbingan

M. Yasir, SH, MH
NIP: 194407091966041003

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435/2014 H

i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz
(Analisis Putusan Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT)” telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Mei 2014.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 09 Mei 2014


Mengesahkan
Dekan,

Dr. Phil. JM. Muslimin, MA.


NIP: 196808121999031014
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Drs. H.A. Basiq Djalil, SH, MA. (...............................)


NIP. 195003061976031001

2. Sekretaris : H. Rosdiana, MA. (...............................)


NIP. 196906102003122001

3. Pembimbing : M. Yasir, SH, MH. (...............................)


NIP. 194407091966041003

4. Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH. (...............................)


NIP. 195510151979031002

5. Penguji II :Prof. Dr. H. Ahmad Sutarmadi. (…............................)


NIP. 194008051962021001

ii
ABSTRAK
Dinny Aulia Handayani

1110044200019

Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz (Analisis

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor:

3074/Pdt.G/2012/PAJT)

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi
penyebab terjadinya perceraian dan khususnya pada nusyuz yang dilakukan oleh
suami. Pada dasarnya suami merupakan kepala rumah tangga yang menjadi
panutan bagi anak-anaknya kelak.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yakni dengan mengumpulkan
data, dimana penulis mencari data-data primer ke Pengadilan Agama Jakarta
Timur sebagai objek utamanya dengan menganalisis putusan Perkara Nomor:
3074/Pdt.G/2012/PAJT, dan melakukan wawancara dengan hakim yang
menangani kasus tersebut.
Hasil analisis putusan ini menjelaskan bahwa perceraian tidak hanya terjadi
atas hak suami, melainkan seorang istri juga bisa mengajukan gugatan perceraian
bila sang suami tidak berlaku layaknya seorang suami, tidak bertanggung jawab
serta lalai akan kewajibannya. Atas dasar alasan inilah seorang istri bisa
mengajukan gugatannnya ke Pengadilan Agama.

Kata kunci: Perceraian, Cerai Gugat, Nusyuz, Putusan PA Jakarta Timur Nomor:
3074/Pdt.G/2012/PAJT.

Pembimbing : M. Yasir, SH, MH


Daftar Pustaka : 1982 - 2012

iii
KATA PENGANTAR

‫ن اا َّرحِيم‬
ِ ‫ﷲال َّرحَْم‬
ِ ‫بِ ْســــــــــــــــــ ِم ا‬

Segala Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kekuatan lahir batin kepada

penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap

tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik bagi

seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar strata 1 (S1), dalam

menyelesaian skripsi ini, tidaklah luput dari berbagai rintangan yang harus dihadapi,

namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk memberikan hasil yang baik,

sehingga penulis berfikir bahwa untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tidaklah

mudah.

Atas tersusunya skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, civitas akademika kampus,

hingga pihak-pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1 Dr. Phil. JM Muslimin, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

iv
2 Drs. H. A Basiq Djalil SH. MA., sebagai Ketua Program Studi Hukum Keluarga

dan Hj. Rosdiana, MA. Sebagai Sekertaris Program Studi.

3 M. Yasir, SH, MH., selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang senantiasa

ikhlas meluangkan waktunya untuk memeriksa, memberikan arahan dan motivasi

kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.

4 Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang senantiasa memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

5 Serta Staf Perpustakan Fakultas syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama

yang telah memberikan fasilitas untuk studi kepustakaan guna menyelesaikan

skripsi ini.

6 Para narasumber dan Staf Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan observasi dan wawancara untuk

skripsi ini.

7 Ayahanda H. Syukra dan Ibunda Hj. Azizah Abdul-Haq tersayang, yang telah

menjadi orang tua yang bijak bagi anak-anaknya. Berkat do’a, semangat dan

kesabaran yang luar biasa serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga

yang telah diberikan dengan tulus, dengan segala kerendahan hati dan rasa terima

kasih yang tak terhingga, skripsi ini ananda persembahkan untuk kalian tersayang.

“The Most Beautiful Bone I Ever Have”

8 Adik-adik tercinta “Rizka, Beril, Nanda dan Albi” serta keluarga besar yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Berkat do’a dan dukungan dari merekalah Penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

v
9 Teman-teman Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2010, Cut, Tante, dea,

cawal, Novita, Amel, Sasa, Ogek, Ibeng, Uweng, Sukron, Menyeng, Abim dll,

yang tak bisa disebutkan satu peratu yang senantiasa meluangkan waktu untuk

merefresh hati dan fikiran bersama, kalian luar biasa.

10 Sahabat t-sos, kawan kosn, teman-teman KKN Soccers dan teman-teman

sepermainan yang selalu mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11 Run when you can, walk when you have to, crawl if you must just never give up!!

Rasa syukur, ucapan terimakasih, dan permohonan maaf yang dapat

penulissampaikan jika selama inibanyak terjadi kesalahanserta kekhilafan yang

pernah penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa

bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.

Ciputat, 1 April 2014

Penulis

vi
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1 Skripsi ini merupakan hasil karya aslisaya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1(S.1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah sayacantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3 Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ciputat, 09 Mei 2014

Dinny Aulia Handayani

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI..........................ii

ABSTRAK.....................................................................................................iii

KATA PENGANTAR..................................................................................iv

LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................vi

DAFTAR ISI….............................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah..............6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…........................................7

D. Review Studi Terdahulu.......................................................8

E. Metode Penelitian…............................................................9

F. Sistematika Penulisan….....................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERCERAIAN DAN

NUSYUZ

A. Perceraian….......................................................................12

B. Dasar Hukum Perceraian...................................................29

C. Nusyuz Dalam Perspektif Fiqih….....................................33

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur...........43


viii
B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Timur...............51

C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur......51

BAB IV LANDASAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM DAN ANALISIS

A. Duduk Perkara....................................................................56

B. Faktor Penyebab Nusyuz Suami.........................................62

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkara Cerai Gugat

Karena Suami Nusyuz........................................................62

D. Landasan Yuridis Putusan Hakim......................................62

E. Analisis...............................................................................67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…...................................................................72

B. Saran-saran…...................................................................73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menciptakan makhluk-Nya

berpasang-pasangan. Sholawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi

Muhammad saw sebagai suri tauladan di dalam membangun kehidupan rumah

tangga. Pernikahan merupakan pintu untuk memasuki jenjang kehidupan berumah

tangga dalam konstruksi keluarga baru.1 Dalam keluarga sesama pasangan harus

saling berbagi baik suka maupun duka, saling memberi dan menerima, saling

mngasihi dan saling mencintai, karena pada dasarnya cinta itu sederhana.

Landasan utama sebuah pernikahan, dimana tujuannya adalah menciptakan

rasa tentram di antara suami-istri atas dasar kasih sayang. Namun kenyataannya,

jarang sekali sebuah kehidupan rumah tangga berjalan mulus tanpa hantaman

badai perselisihan dan terpaan angin pertengkaran di antara suami dan istri.2

Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam yaitu ikatan yang sangat

kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya

1
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender,(Malang: UIN Malang Press,
2008), h.135
2
Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian,( Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996),
h.7

1
2

adalah ibadah,3 karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam

bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginan

untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan

nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Untuk berpuasa. Orang berpuasa

memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu

perzinaan.4

Islam telah mewajibkan kepada segenap pasangan suami istri supaya

menunaikan kewajiban masing-masing. Di antara kemaslahatan yang dikehendaki

fitrah, dikuatkan syara’ dan dibenarkan akal adalah bahwa masing-masing pihak dari

keduanya harus mengerahkan segenap usaha dan upayanya untuk menciptakan dan

mewujudkan rasa cinta, kasih sayang, saling membantu, saling toleran dan ikhlas

dalam menghadapi pasangannya. Kebahagiaan masing-masing dari keduanya tergadai

oleh kebahagiaan pasangannya. Hal ini sesuai dalam pasal 77 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang berbunyi: Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk

menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi

sendi dasar dari susunan masyarakat.

Jika usia perkawinan telah berlangsung lama, maka akan terjadi titik temu

dalam sejumlah hal dan banyak hal-hal yang dapat dilakukan secara bersama-sama.

Masing-masing dari pasangan suami istri akan mempengaruhi pasangannya baik jalan

3
Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991, KHI di Indonesia, (Jakarta: Humaniora Utama
Press, 2001), h. 14
4
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7
3

pikirannya atau tingkat perwujudannya dalam kehidupan, sehingga masing-masing

dapat merealisasikan kehidupannya dengan kehadiran pasangannya. 5 Pada dasarnya

perkawinan dilakukan untuk selamanya sampai matinya seorang dari suami istri

tersebut. Inilah yang dikehendaki agama Islam. Namun, dalam keadaan tertentu ada

hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bilamana hubungan

perkawinan tetap dilanjutkan maka kemudharatan akan terjadi, dalam hal ini Islam

membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan

rumah tangga.

Islam merupakan agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar,

ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya

ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa

didamaikan lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqh disebut

Thalaq (perceraian). Agama Islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya

dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu (sangat) dibenci Allah SWT.6

Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar yang

baik.7Adapun kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang

dapat memicu terjadinya perceraian salah satunya adalah perkara Nusyuz.

5
Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian,( Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996),
h.11
6
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama,(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), cet. Ke-2, h.102
7
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1994), h.339
4

Perkataan Nusyuz begitu sinonim dengan sikap istri yang ingkar atau tidak

bertanggung jawab terhadap suaminya. Namun hakikatnya Nusyuz juga

berkemungkinan berlaku pada suami yaitu suami yang tidak melaksanakan

tanggungjawab, tidak menunaikan hak-hak istri. Nusyuz di kalangan lelaki lebih

tinggi berbanding dengan perempuan.8

Dalam pergaulan antara suami istri ada kalanya terjadi hubungan yang tidak

harmonis. Akibatnya terjadi apa yang ada pada Al-Quran dengan istilah Nusyuz

(pembangkangan). Pembangkangan dalam arti salah satu pihak melanggar atau tidak

melaksanakan kewajiban mereka masing-masing sebagaimana mestinya. Perbuatan

Nusyuz bisa terjadi, baik dari pihak istri maupun dari pihak perempuan. 9 Hal ini

sebagai mana tersirat dalam Al-Quran Qs. An-Nisa ayat 128 bahwa jika seorang

wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap acuh dari suaminya, maka tidak mengapa

bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Namun dalam

Kompilasi Hukum Islam Nusyuz hanya berlaku bagi istri dan tidak bagi suami,

begitupula dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pun

sama sekali tidak menyinggung akan Nusyuz yang dilakukan suami.

Adapun alasan-alasan perceraian yang dibenarkan menurut UU Perkawinan

(pasal 39 ayat 2 ) ialah:

8
Norzulaili Mohid Ghazali dan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz, Shiqaq dan Ahkam
Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-undang Keluarga Islam,(Malaysia: Kolej Universiti Islam
Malaysia (KUIM),2007), xi
9
Hasanuddin, Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran, (nikah,talak,cerai,rujuk),(Jakarta:
Nusantara Damai Press, 2011), h.29
5

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di

luar kemampuannya,

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat-

akibat tidak menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak akan ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.10

Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 38/K/AG/1980 tanggal 5

Oktober 1981 juga sudah mengikuti ketentuan bahwa perceraian dapat

dilaksanakan apabila perkawinan sudah pecah dan sukar untuk dirukunkan

kembali, tanpa melihat siapa yang bersalah dari perselisihan itu.11

Bertolak dari uraian tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk menelaah

tentang perceraian, khususnya mengenai putusnya perkawinan karena cerai gugat

10
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007),h. 41
11
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana,2008)
6

ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN PERKARA CERAI

GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama

Jakarta Timur Perkara Nomor : 3074/Pdt.G/2012/PAJT).

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah apa sajakah yang terkait dalam perceraian, berikut di bawah ini

uraiannya:

a. Bagaimanakah Tata Cara Perceraian?

b. Faktor Apa Saja Yang Menyebabkan Perceraian?

c. Bagaiaman Pelaksanaan Cerai Gugat dan Cerai Talak?

d. Bagaimanakah Cerai Gugat Karena Nusyuz ?

e. Dan Bagaimana Cerai Gugat Menurut Hukum Positif?

2. Pembatasan Masalah

Pokok dalam masalah penelitian ini ialah mengenai perceraian, namun di sini

penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi ini hanya pada cerai gugat

karena nusyuz yang dilakukan oleh suami. Saat ini masyarakat hanya

mengetahui nusyuz hanya dilakukan oleh istri, bahkan dalam Kompilasi

Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan itu sendiri hanya mengatur

nusyuz yang dilakukan oleh istri. Namun dalam realita kehidupan di

masyarakat nusyuz lebih banyak dilakukan oleh suami.

3. Perumusan Masalah
7

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis juga telah merinci

rumusan masalah ke dalam beberapa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa saja faktor penyebab dari Nusyuz suami?

b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perkara cerai gugat

karena Nusyuz yang dilakukan oleh suami?

c. Apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam menyelesaikan

perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar penulis mendapatkan jawaban yang konkrit dan

pasti dari permasalahan yang selama ini mengganjal dalam hati penulis,

disamping itu penulis juga ingin menambah pengetahuan dan mendapatkan

ilmu baru dari permasalahan Nusyuz dalam perkawinan. Berdasarkan

permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan dari penelitian ini sebagai

berikut:

a. Untuk memberikan gambaran hal-hal apa saja yang menyebabkan Nusyuz

yang dilakukan oleh suami.

b. Untuk memberikan gambaran kejelasan pandangan hukum terhadap cerai

gugat akibat suami Nusyuz

2. Manfaat Penelitian
8

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

mahasiswa khususnya studi hukum Islam dibidang Ahwal Al-

Syaksiyah.

b. Hasil penelitian ini berguna bagi akademisi serta masyarakat secara

umum dalam persoalan hukum Islam di Indonesia terutama seputar

perceraian.

c. Selain bermanfaat bagi beberapa pihak, hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat menambah jumlah koleksi perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum maupun perpustakaan umum.

D. Review Studi Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang ada di perpustakaan Syariah dan Hukum,

penulis mengambilnya untuk dijadikan sebuah perbandingan cerai gugat akibat

suami Nuyuz, yaitu:

1) Nur Shollah, “kekerasan karena istri Nusyuz (Studi Kasus di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana arti sebuah pernikahan yang

bertujuan untuk memberikan rasa aman terhadap pasangan terutama

istri. Suami tidak berhak melakukan tindak kekerasan dalam bentuk

apapun meskipun istrinya nusyuz. Dan terdapat saran agar suami

senantiasa menjadi kepala rumah tangga yang dapat membina dan

membimbing keluarganya tanpa menggunakan kekerasan dan istri sudah


9

seharusnya mentaati semua apa yang diperintahkan suami dalam

kebaikan berumah tangga.

2) Umu Salamah 105044101434 “ Istri Nusyuz Karena Selingkuh Sebagai

Pemicu Terjadinya Perceraian” Membahas tentang kelalaian istri

terhadap suaminya, kriterianya sampai pada kategori istri Nusyuz

terhadap suami. Menganalisa putusan Perkara Nomor.

1236/Pdt.G/2008/PAJT.

E. Metode Penelitian

I. Jenis Penelitian

Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan

menggunakan metode deskriptif analitis. Penelitian dengan menggunakan

pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang

diamati. Sedangkan yang dimaksud penelitian dengan menggunakan metode

deskriptif analitis adalah metode yang menggambarkan dan memberikan

analisa terhadap kenyataan di lapangan.

II. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

beberapa cara sebagai berikut:

a. Studi lapangan dengan cara, wawancara dengan Hakim, serta

menganalisa terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT.
1

b. Studi kepustakaan, yakni studi yang dilakukan dengan cara mengkaji

beberapa buku dan literatur-literatur lainnya yang ada relevansinya

dengan judul skripsi yang penulis tulis.

III. Teknik Analisa Data

Penulis menggunakan Content Analysis, yang merupakan analisa data

secara kualitatif. Kemudian menginterprestasikannya dengan bahasa penulis

sendiri dengan melalui beberapa proses pengumpulan data yang dilakukan

dengan berbagai macam metode yang telah dipilih.

IV. Teknik Penulisan

Dalam teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2012.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab

bahasan agar lebih terarah dan sistematis, maka penulis mengklasifikasikan

permasalahan dalam beberapa bab sebagai berikut:

Bab pertama, yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi,

Pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.


1

Bab kedua, yang berisi Pengertian Perceraian, Dasar Hukum perceraian,

Nusyuz dalam Perspektif Fiqh, yang mencakup pengertian dan bentuk-bentuk

perilaku Nusyuz.

Bab ketiga, membahas tentang Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Timur, Visi, Misi, Struktur Organisa
Bab keempat, berisi Analisis yang mencakup Landasan Yuridis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jak
saran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERCERAIAN DAN NUSYUZ

A. Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian

senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Sebagaimana telah pernah disebut

bahwa perceraian ada karena adanya perkawinan; tidak ada perkawinan tentu

tidak ada perceraian. Karena itu perkawinan awal hidup bersama sebagai suami

istri dan perceraian akhir hidup bersama suami istri, atau dengan perkataan lain

bahwa perceraian itu adalah sebagai way out pintu darurat bagi suami istri demi

kebahagiaan yang dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian itu.1

Pada semua bangsa-bangsa zaman purbakala, hak cerai dipandang sebagai

akibat yang tidak dapat dipisahkan dari hukum perkawinan, tetapi hak ini dengan

beberapa pengecualian semata-mata memberikan kepada kaum laki-laki, sedang

istri sama sekali tidak berhak minta cerai. Perkembangan peradaban dan

kemajuan berfikir, sedikit membawa perbaikan pada keadaan wanita yang

mendapat hak untuk minta cerai. Muhammad saw sama sekali tidak menyetujui

kebiasaan perceraian itu dan menganggap orang-orang yang mempraktikannya

itu telah meruntuhkan sendi-sendi masyarakat.2

1
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), h.
27
2
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah,(Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995),h. 313

12
1

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 38

menerangkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan

atas keputusan pengadilan.3 Dibawah ini ada beberapa pengertian tentang

perceraian yaitu:

Kata perceraian dalam hukum Islam berbeda dengan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam hukum Islam perceraian atau talak

berasal dari bahasa arab yaitu “thalaq” artinya lepasnya suatu ikatan

perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan.4 Perceraian dalam hukum

Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh

Allah SWT.5

Perceraian didefinisikan sebagai melepas tali perkawinan dengan kata talak

atau kata yang sepadan artinya dengan talak. Perceraian dalam hukum positif

ialah suatu keadaan di mana antara seorang suami dan seorang isteri telah

terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan,

melaului putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.6

3
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana,
2006), cet ke-1, h. 17
4
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h.229
5
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2006),h.73
6
Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional,(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2011),h.174
1

Perceraian adalah ism mashdar (bentuk infinitif) dari kata “thallaqa”, dan

mashdar “thallaqa” adalah tathliiq. Talak menurut bahasa adalah kebalikan

dari pengikatan. Talak menurut syariat adalah pelepasan ikatan pernikahan atau

sebagainya.7 Talak menurut bahasa Arab, maksudnya melepaskan ikatan. Yang

dimaksud di sini adalah melepaskan ikatan perkawinan.8

Menurut Al-Jaziri, talak ialah “Menghilangkan ikatan perkawinan atau

mengurangi pelepasan ikatannya dengna menggunakan kata tertentu”.

Sedangkan menurut Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah “Melepas tali akad

nikah dengan kata talak dan yang semacamnya”. Jadi, talak adalah

menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan

perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.9

Secara harfiyah Thalaq itu berarti lepas dan bebas. Dihubungkannya kata

thalaq dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami dan

istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah bebas. Dalam

mengemukakan arti thalaq secara terminologis kelihatannya ulama

mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama.10 Putusnya

7
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita,(Jakarta:
AKBARMEDIA,2009),h.348
8
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga,(Jakarta: Kalam
Mulia,1998),h.23
9
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h.230
10
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.198
1

perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk

menjelaskan “perceraian” atau berakhirnya hubungan perkawinan antara

seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri.

Istilah yang paling netral memang adalah “perceraian”, namun sulit pula

digunakan istilah tersebut sebagai pengganti “putusnya perkawinan”, karena

perceraian itu adalah salah satu bentuk dari putusnya perkawinan.

Asas perceraian yang diuraikan di dalam Qur‟an, yang besar kecilnya

mencakup segala macam sebab, adalah keputusan suami istri untuk memustus

ikatan perkawinan karena mereka tak sanggup lagi hidup bersama sebagai

suami istri. Sebenarnya, perkawinan itu tiada lain hanyalah suatu perjanjian

untuk hidup bersama sebagai suami istri, dan apabila masing-masing pihak tak

setuju dan tak cocok lagi untuk hidup bersama, maka perceraian tak dapat

ditunda lagi. Tak adanya kesanggupan untuk hidup bersama itu menurut

Qur‟an suci disebut syiqaq (berasal dari kata syaqaqa yang artinya pecah

menjadi dua).11

Prof. Subekti, SH., mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu.12Jadi, dari beberapa pengertian tentang perceraian di atas dapat

disimpulkan bahwa perceraian (talak) adalah pemutus hubungan suami istri

11
Kama Rusdiana, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007),h.27
12
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,(Jakarta:PT. Intermasa,1995), cet ke-27, h.42
1

serta hilangnya hak dan kewajiban suami istri. Walaupun dalam pengucapan

lafaz talak menggunakan lafaz-lafaz tertentu, namun ditekankan pada tujuannya

yang sama yaitu untuk berpisah antara suami istri yang diartikan dengan

putusnya perkawinan.

Terjadinya perceraian atau tidak, biasanya setelah diputuskan oleh Pengadilan

Agama. Pengadilan Agamalah yang akan memberikan kata akhir terjadi atau

tidaknya suatu perceraian. Berbagai data di Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam, Departemen Agama tahun 1996, teridentifikasi ada 13

faktor yang menjadi penyebab utama sebuah perceraian. Faktor-faktor itu

adalah:

a. Poligami yang tidak sehat

b. Krisis akhlak

c. Kecemburuan

d. Kawin paksa

e. Krisis ekonomi

f. Tidak bertanggung jawab

g. Kawin di bawah umur

h. Penganiayaan

i. Terkena kasus kriminal (dihukum)

j. Cacat biologis

k. Faktor politis

l. Gangguan pihak ketiga


1

m. Tidak ada kecocokan lagi (tidak harmonis).

Merujuk pada data-data di atas, maka kasus yang paling menonjol dalam

sebuah perceraian adalah “tidak ada keharmonisan, suami tidak bertanggung

jawab, krisis ekonomi, dan krisis akhlak.13Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan membedakan antara cerai talak dengan cerai gugat.

1) Cerai Talak

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, cerai talak tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Cerai talak baru diatur secara rinci dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam bagian-bagian sendiri dengan

sebutan “cerai talak”. Dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dikemukakan bahwa suami yang

bermaksud menceraikan istrinya berdasarkan perkawinan menurut agama

Islam, mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di tempat

tinggalnya.14

13
Hasbi Indra, dkk , Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3,
h.222
14
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana,
2006), cet ke- 1, h.18
1

Talak adalah pemutusan tali perkawinan.15Dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) Pasal 117 talak adalah ikrar suami dihadapan sidang

Pengadilan Agama.16

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 66 ayat (1)

seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya

mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang

guna penyaksian ikrar talak.17Dalam ajaran Islam, talak bagaikan pintu

darurat yang merupakan jalan pintas untuk mengatasi kemelut rumah

tangga, bila tidak ditemukan jalan lain untuk mengatasinya. Dengan

demikian, pada dasarnya, ajaran Islam tidak menyukai terbukanya pintu

darurat tersebut,karena itu Allah Swt memandang talak yang terjadi antara

suami-istri sebagai perbuatan halal yang sangant dimurkai-Nya.18

Adapun rukun seseorang yang akan menalak istrinya ialah adanya

suami, istri dan shighat thalaq dan disyaratkan dengan hal-hal sebagai

berikut:

15
Syaikh Hasan Ayyub,Fikih Keluarga,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006),cet ke-5, h.207
16
Inpres No. 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Departemen Agama,
Pasal 2
17
Abdul Manan, M Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,(
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002),h.28
18
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Persepkitf Al-Quran
(Nikah,Talak,Cerai,Rujuk),(Jakarta: Nusantara Damai Press,2011),h.57
1

Pertama, bukan anak kecil. Para ulama madzhab sepakat bahwa talak

yang dilakukan oleh anak kecil tidak sah sekalipun dia telah pandai.

Berbeda dengan madzhab Hambali yang menyatakan bahwa talak yang

dijatuhkan oleh anak kecil hukumnya sah.

Kedua, berakal sehat. Talak yang dilakukan oleh orang gila baik

gilanya itu akut atau insidental hukumnya tidak sah. Tetapi para ulama

madzhab sempat sepakat terhadap jatuhnya talak dari orang yang mabuk

minuman haram atas dasar kemauannya sendiri. Namun bila minuman itu

mubah atau ia dipaksa maka talaknya tidak jatuh. Para ulama juga sepakat

bahwa talaknya orang yang sedang marah dianggap sah.

Ketiga, atas kehendak sendiri. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang

mengatakan bahwa ketentuan hukum dicabut dari orang yang terpaksa.

Rasulullah bersabda yang dalamartinya: “Ketentuan hukum dicabut dari

umatku yang melakukan perbuatannya karena keliru, lupa dan dipaksa.19

Keempat, Thalaq orang yang dipaksa. Mengingat sabda Nabi: tidak sah

thalaq dan tidak sah memerdekakan budak yang dilakukan dalam keadaan

dipaksa orang.

19
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h.
227
2

Kelima, thalaq orang yang sedang marah karena kemarahan yang

sangat, tidak jatuh, berdasar hadist Nabi: “tidak sah thalaq dan tidak sah

memerdekakan budak yang dilakukan dalam kemarahan yang sangat.”

Keenam, thalaq orang yang bersenda gurau. Berdasarkan firman Allah

jelaslah bahwa thalaq itu harus dilakukan dengan azam (bertetap hati)

bukan dengan bersenda gurau atau main-main.

Ketujuh, thalaq orang yang tersalah atau lupa. Berdasarkan hadist

Nabi: diangkat (dibebaskan hukum) atas orang-orang yang tersalah, lupa

dan dipaksa orang, tentu thalaq ini sia-sia, artinya tidak jatuh, seperti

tidak jatuhnya thalaq orang yang dipaksa.20

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali,

talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Talak Raj‟i

Talak raj‟i adalah thalaq si suami diberi hak untuk kembali kepada

istrinya tanpa melalui nikah baru, selama istrinya masih dalam masa

iddah. Thalaq Raj‟i itu adalah thalaq satu atau thalaq dua tanpa

didahului tebusan dari pihak istri.

Status hukum perempuan yang dalam masa thalaq raj‟i itu sama

dengan istri dalam masa pernikahan dalam semua keadaannya, kecuali

20
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982),
hal. 44
2

dalam satu hal, menurut sebagian ulama, yaitu tidak boleh bergaul

dengan mantan suaminya. Bila dia berkehendak untuk kembali kepada

mantan istrinya dalam bentuk thalaq ini cukup mengucapkan rujuk

kepada mantan istrinya itu. Dengan demikian, cerai dalam bentuk thalaq

raj‟i itu tidak dapat dikatakan putus perkawinan dalam arti sebenarnya.

Dalam pandangan hukum barat inilah yang disebut “pisah meja dan

ranjang”.

b. Talak Bain

Talak bain, yaitu thalaq yang putus secara penuh dalam arti tidak

memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah

baru, thalaq bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan.

Thalaq bain ini terbagi pula menjadi dua macam:

Bain sughra, ialah thalaq yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan

istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui

muhallil.21Makna dari muhallil itu sendiri ialah seorang lelaki menikahi

seorang wanita dengan tujuan agar suami pertama dapat kembali ke

pangkuan istrinya.22Yang termasuk bain sughra itu sebagai berikut:

21
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 221
22
Abd al-„Adzim dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan Hadist Secara
Etimologi, Sosial dan Syari’at,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003),h. 131
2

Pertama,thalaq yang dilakukan istri sebelum istri digauli oleh suami.

Thalaq dalam bentuk ini tidak memerlukan iddah. Oleh karena tidak ada

masa iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju’, sebab ruju’ hanya

dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam

surat al-Ahzab (33) ayat 49:23

                 


     
  


                 


        
 
)٤٩ :٣٣/ ‫(األحزاب‬

Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu
kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Q:S. Al-Ahzab/4: 49)

Kedua, thalaq yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak istri atau

yang disebut khulu’. Hal ini dapat dipahami dari isyarat firman Allah

dalam surat al-Baqarah (2) ayat 229:

                     


      
 

              


      
   
2
                 
      
y 

::::)٤/‫ (البقرة‬       


 
  

23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.221
2

Artinya::
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa
keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri)
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang zalim. (Q:S. Al-Baqarah/2: 229)

Ketiga, perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang

disebut fasakh.

Bain Kubra, yaitu thalaq yang tidak memungkinkan suami ruju’ kepada

mantan istrinya. Dia hanya boleh kembali kepada istrinya setelah

istrinya itu kawin lagi dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan

laki-laki itu dan habis masa iddahnya. Sebagaimana yang dikatakan

Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 230:

y  g           


         g 


                 


         
 


:::)٢٣/ ‫ (البقرة‬ 

Artinya:
Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,
2
maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri)
untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah
2

yang Diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.


(Q:S. Al-Baqarah/2: 230)

At-Tirmidzi. Al-Hakin, dan yang lainnya meriwayatkan dari Aisyah,

ia berkata:”dulu orang laki-laki bebas mencerai istrinya, dan menjadi

suaminya kembali jika merujukinya, walaupun setelah mencerainya

seratus kali. Hingga pada suatu ketika ada seorang lelaki berkata kepada

istrinya, “demi Allah, aku tidak akan menceraikanmu sehingga engkau

berpisah denganku,dan aku tidak akan menaungimu selamanya”.

Dengan heran sang istri bertanya, “bagaimana hal itu bisa terjadi?” sang

suami menjawab,”aku akan menceraimu. dan setiap kali iddahmu akan

habis, aku merujukmu kembali". Maka sang istri menghadap Rasulullah

dan mengadu perihal suaminya. Dalam beberapa saat Rasulullah

terdiam, hingga turunlah firman Allah “ Talak (yang dapat dirujuk) itu

dua kali (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau

melepaskan dengan baik.24

c. Talak Sunni Pasal 121 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah talak yang

dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci

dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.

d. Talak Bid‟i Pasal 122 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah talak yang

dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan

24
As-Suyuthi, Jalaludin, Sebab Turunnya Al-Qu’ran, (Jakarta: Gema Insani. 2009), hal.298
2

haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci

tersebut.25

Sudah menjadi ketentuan syara‟ bahwa thalaq itu adalah hak laki-laki

atau suami dan hanya ia saja yang boleh menthalaq istrinya, orang lain

biarpun familinya tidak berhak kalau tidak sebagai wakil yang sah dari suami

tersebut. Islam menjadikan thalaq hak laki-laki atau suami adalah karena laki-

laki atau suamilah yang dibebani kewajiban perbelanjaan rumah tangga,

nafkah istri, anak-anak dan kewajiban lain atau merupakan akibat-akibat

hukum yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang bercerai, dan yang

dimaksud dengan kewajiban-kewajiban lain itu ialah:

1) membayar atau melunasi maskawin yang belum dibayar atau dilunasi,

sebagaimana firman Allah yang artinya: “Berikanlah maskawin kepada

wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib.

2) Memberi mut‟ah, sebagaimana firman Allah; “kepada wanita yang

dithalaq (hendaklah diberikan oleh suami) mut‟ah menurut yang ma‟ruf

sebagai kewajiban bagi orang-orang yang takwa.

3) Memberi nafkah „iddah

4) Menyediakan rumah atau tempat kediaman

5) Memberikan pakaian.

25
Abdul Manan, M Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002),h.29
2

Berkenaan dengan hal-hal yang diutarakan di atas, maka seorang suami

hendaklah melihat jauh ke muka, memikirkan dalam-dalam sebelum

menggunakan hak thalaq yang ada di tangannya. Mengambil istri dengan baik

maka melepaskannya harus dengan baik pula, bukan melemparkannya begitu

saja, sebagaimana firman Allah: “atau lepaskanlah mereka dengan baik”. 26

Ketentuan tersebut merujuk pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat

236 yang berbunyi:

              y


 g      
   

                 
            
 
  
:::)٢٣/‫(لبقرة‬

Artinya:

Tidak ada dosa bagimu jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum
kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentui maharnya. Dan hendaklah
kamu beri mereka mut’ah menurut kemampuannya dan bagi yang tidak
mampu menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut,
yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q:S.
Al-Baqarah/2: 236)

2). Cerai Gugat

Pada UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara khusus

diatur hal yang berkenaan dengan pemeriksaan sengketa perkawinan

terutama perceraian. Pada dasarnya hal tersebut telah diatur pada UU No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan dan telah dilengkapi dengan aturan


26
2
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982),
hal. 40
3

pelaksanaan PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang.

Sebagai gantinya, dituangkan dalam Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989

tentang peradilan agama. Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk

menyesuaikan dinamika tata cara pemeriksaan perkara perkawinan ke arah

menjembatani tuntutan praktek dan kesadaran masyarakat. Terutama untuk

melindungi pihak istri dalam mempergunakan haknya mengajukan gugatan

perceraian, seperti yang diungkapkan penjelasan Pasal 73 Ayat (1). 27Dalam

sebuah perkawinan, keputusan untuk bercerai tidak hanya bergantung pada

suami, istri juga bisa mengajukan gugatan perceraian apabila sudah tidak

merasa cocok dan tidak tahan lagi oleh tingkah laku suaminya.

Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang

diajukan oleh seorang istri agar perkawinan dengan suaminya menjadi

putus.28

Cerai gugat dalam syari‟at Islam disebut khuluk, makna aslinya adalah

menanggalkan atau membuka sesuatu jika yang meminta cerai itu pihak

istri dengan pembayaran.29 Dalam masalah cerai gugat ataupun khuluk ini

27
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika,2003), h. 214
28
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), Cet ke-1, h. 19
29
Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Kerjasama
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007), h.29
3

sudah diatur dalam perundang-undangan negara kita secara jelas dan

teratur, baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

hukum perdata maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 132 ayat (1) dikatakan

Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat

kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seizin suami. 30

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sudah jelas bahwa istri diperbolehkan

untu melakukan gugatan perceraian dengan catatan harus memiliki alasan

yang kuat.

Di dalam sejarah Islam pun pernah terjadi hal yang berkenaan dengan

kebolehan istri yang meminta cerai kepada suaminya, hal ini tergambar

dalam Hadist berikut ini:

: ‫عهٔ سهى فمانت‬


ّٛ ‫صه اهلل‬
ٗ ٛ‫س اتت ُانب‬ٛ‫ اٌ ايراة ثابت ابٍ ل‬: ‫ض اهلل ُٓعًا‬ٙ ‫ع ابٍ عبا ر‬ ٍ
‫ فمال‬،‫ف االسال و‬ٙ ‫ ٔنُكٗ اكِر انكفر‬،ٍ‫الد‬
ٚ ٔ ‫عه ٗف خهك‬ّٛ ‫لس يااعتب‬ٛ ٍ‫ ثابت اب‬،‫ ارٕس ل اهلل‬ٚ
‫عه‬
ّٛ ‫صهاهلل‬ ٖ ‫ فمال رٕس ل اهلل‬،‫ َعى‬:‫دمتّ؟ فمانت‬ٚ‫عه ح‬ ّٛ ٍ ‫د‬ٚ‫ اتر‬: ‫عه ٔسهى‬
ّٛ ‫صه اهلل‬
ٗ ‫رٕس ل اهلل‬
‫طهمت‬
ٛ ‫دمتٔطهمٓات‬ٚ‫ البم انح‬:‫ٔ سهى‬

Artinya: Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah
SAW. Sambil berkata: Hai Rasulullah! Saya tidak mencela akhlak dan
agamanya, tetapi aku tidak ingin mengingkari ajaran Islam. Maka jawab
Rasulullah SAW: maukah kamu mengembalikan kebunnya (Tsabit,

30
Departemen Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI),2004
3

suaminya)? Jawabnya: mau. Maka Rasulullah SAW, bersabda:”terimalah


(Tsabit) kebun itu dan thalaqlah ia satu kali” (H.R Bukhari dan Nasai).31

Akan tetapi akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam Pasal

156 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari

ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka

kedudukannya digantikan oleh:

1) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2) Ayah;

3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah

4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadanah dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan

hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang

bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah kerabat lain

yang mempunyai hak hadanah pula;

31
Ibnu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih al Bukhari,(Kairo: Jumhuriyah
Mishro al-Arabiyah, 1411 H), Juz ke- VIII, h. 219
3

d. Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut

dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b),

(c) dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan.32

B. Dasar Hukum Perceraian

Keutuhan dan kelanggengan kehidupan perkawinan merupakan suatu

tujuan yang digariskan Islam. Akad nikah merupakan suatu perjanjian untuk

selamanya dan langgeng hingga meninggal dunia, agar suami istri bisa hidup

bersama-sama dalam mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung,

tempat bersemai kasih dan sayang, dan untuk memelihara dan mendidik anak

yang saleh. Oleh karena itu, perkawinan dinyatakan sebagai ikatan antara

suami istri dengan ikatan yang paling suci dan paling kokoh. Istilah ikatan

suci dan kokoh antara suami istri oleh Alquran disebut dengan misaqan

galidzan.

Allah swt berfirman:

32
Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Kerjasama
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007), h.43
3

:)٩:٢/‫ (النساء‬      .........




Artinya: “.... dan mereka (istri-istri telah mengambil dari kamu


sekalian perjanjian yang kuat.” (Q:S. An-Nisa/4: 21)

tidak sepatutnya ada pihak-pihak yang mau merusaknya dan

menghancurkannya. Karena itu, setiap usaha untuk merusak

perkawinan itu adalah dibenci oleh Islam, sebab ia telah merusak

kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri dan

anak-anak.

Rasulullah saw bersabda:


ّٛ ‫ع ابٍ ًعر ٌا رٕس ل اهلل صٗه اهلل‬
‫ ابغض انحالل اٗن اهلل عسٔجم (ٔر ِا‬: ‫عهٔ سهى لال‬ ٍ
)‫صحح‬
ّ ٔ‫إب دٔادٔانحا كى‬
Artinya :”Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda, “Perbuatan
halal yang sangat dibenci Allah swt ialah talak.” (H.R. Abu Dawud
dan Hakim dan disahkan olehnya)
Karenanya siapa saja yang sengaja mau merusak hubungan antara
suami istri, oleh Islam dipandang telah keluar dari Islam dan tidak pula punya
tempat terhormat di dalam Islam. Simpulan ini diungkapkan oleh Nabi saw
dalam sabdanya:33

)‫س يُا خبب ايراة عٗه ٔز جٓا (ٔر ِا إب دأد‬ٛ‫ ن‬: ‫عه ٔسهى‬ ٗ ‫ مٕل انرٕس ل اهلل‬ٚ
ّٛ ‫صه اهلل‬
Artinya:”Rasulullah saw bersabda,” Bukan dari golongan kami
seseorang yang merusak hubungan seorang perempuan dari
suaminya”. (H.R. Abu Dawud dan Nasa’i)

Jika seorang istri minta cerai tanpa sebab dan alasan yang benar Allah

swt mengharamkan baginya bau surga. Ketentuan ini juga berlaku sebaliknya,

33
Abdul Qadir Djaelani , Keluarga Sakinah, (Surabaya:PT Bina Ilmu Offset, 1995), h. 316
3

yaitu jika suami menceraikan istrinya tanpa alasan yang benar dan sebab yang

dibenarkan syar‟i, juga akan diharamkan bau surga.

Mengenai hukum perceraian ini, para ahli hukum Islam berbeda

pendapat. Pendapat yang paling bisa diterima akal dan konsisten dengan

tujuan syariat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa perceraian hukumnya

terlarang, kecuali dengan alasan yang benar. Pendapat ini ditopang oleh

golongan Hanafi dan Hanbali. Salah satu dalil yang digunakannya, yaitu

sabda Rasulullah saw yang berbunyi:

‫ نعٍ اهلل كم ٔذ اق يطالق‬: ‫هٔ سهى‬ّٛ‫صه اهلل ع‬


ٗ ‫ال ل رٕس ل اهلل‬
Artinya:”Rasulullah saw bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang
yang suka merasai (senggama) dan bercerai.”

Secara esensial bercerai itu berarti kufur terhadap nikmat Allah,

sedang kawin adalah nikmat, dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi

tidak halal bercerai, kecuali karena keadaan darurat. Tetapi jika tidak ada

alasan, perceraian yang demikian berarti kufur terhadap nikmat Allah, berlaku

jahat kepada istri. Karena itu perbuatan tersebut dibenci dan dilarang Islam.34

Golongan Hambali, menjelaskan secara terperinci tentang hukum

perceraian ini, sebagai berikut:

a. Talak itu menjadi wajib, jika pihak hakam (juru damai) tidak berhasil

menyelesaikan perpecahan antara suami dan istri dan tidak bisa

34
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), h.318
3

diperbaiki kembali hubungan mereka serta hakam (juru damai)

berkeyakinan bahwa talak merupakan salah satu-satunya jalan yang

dapat menyelesaikan perpecahan. Begitu pula talak wanita yang di ila‟

(suami bersumpah tidak akan mencampurinya lagi), sesudah berlalu

masa tenggang waktu menunggu empat bulan. Allah swt berfirman:

              


      
  


::)٢::–٢: /:‫(الپقرة‬         


  

Artinya: “Orang-orang yang mengila’ istrinya, diberi tanggunh empat


bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya),
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan
jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q:S. Al-Baqarah/2: 226-
227)35

b. Talak itu menjadi haram, jika talak tersebut dijatuhkan tanpa alasan.

Talak tersebut, diharamkan karena merugikan suami dan istri, dan

tidak adanya kemaslahatan yang akan dicapai dengan perbuatan talak

itu.

Rasulullah saw bersabda:

‫ ال ضر رٔال ضرر‬: ‫هٔ سهى‬ّٛ‫صه اهلل ع‬


ٗ ‫ال ل رٕس ل اهلل‬
Artinya:” Tidak (boleh) berbuat membahayakan dan tidak (boleh)
membalas dengan cara yang membahayakan.”

Talak semacam inilah yang dibenci Allah swt.


35
3
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), h.319
3

Rasulullah saw bersabda:

‫ ابغض انحالل اٗن اهلل انطالق‬: ‫هٔ سهى‬ّٛ‫صه اهلل ع‬


ٗ ‫ال ل رٕس ل اهلل‬
Artinya:”Rasulullah saw bersabda, “Perbuatan halal yang paling
dibenci Allah adalah talak.”

c. Talak itu menjadi sunnah, jika istri mengabaikan kewajibannya kepada

Allah, seperti mengabaikan shalat, puasa, dan sebagainya. Suami tidak

mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajibannya tersebut,

atau istri kurang rasa malunya. Imam Ahmad berkata,”Tidak patut

memegang istri semacam ini”.

Karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam

senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak

mempermudah perceraian.36

C. Nusyuz dalam Perspektif Fiqih

1) Pengertian Nusyuz

Arti kata Nusyuz ialah membangkang. Maksudnya, seorang istri

melakukan perbuatan yang menantang suami tanpa alasan yang dapat diterima

oleh syarak. Ia tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidur.

Secara terminologi, kata nusyuz diartikan pembangkangan dalam

kewajiban terhadap pasangan, baik itu dilakukan istri maupun suami. Namun,

masyarakat umumnya memahami bahwa nusyuz adalah pembangkangan istri

36
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), hal.320
3

terhadap suaminya, padahal suamipun berpeluang untuk melakukan

pembangkangan terhadap istrinya. Oleh karena itu, nusyuz adalah

pembangkangan terhadap pasangan suami atau istri terhadap pasangannya

karena itu tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami atau istri atau

melanggar hak-hak pasangannya.37

Nusyuz merupakan perbuatan suami atau istri yang melanggar

komitmen pernikahan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami istri,

tidak memberikan hak, melakukan kekerasan, tidak menjaga kehormatan, dan

melanggar kewajiban agama.38

Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang secara

etimologi berarti meninggi atau terangkat. Nusyuz itu haram hukumnya

karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui Al-Quran dan

Hadist Nabi.

Dalam surat An-Nisa ayat 34 dikatakan:

 
                  
    
 g


              


       
 

37
Muhammad Zain, Mukhtar Al-Shodiq, Membangun Keluarga Humanis, (Jakarta: Graha
Cipta, 2005), h.55
4
38
Kementrian Agama RI, Modul Keluarga Sakinah berspektif kesetaraan bagi BP4, (Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h.110
4

            


      
 

)٩٣:٩/‫(النساء‬            


         
  

Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemipin bagi kaum wanita, karena Allah telah
mengunggulkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,
sebab itu wanita yang saleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka) ” (Q:S. An-Nisa/4 : 34)39
Walaupun suami itu memiliki status dan kedudukan setingkat lebih tinggi

dari istri namun masih ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi lagi

yaitu Allah SWT, karena pada hakikatnya tanggung jawab suami itu kepada

Allah SWT sesuai dengan ikatan pernikahan yang merupakan ibadah dan

melakukan ijab qabul dengan prosesi keagamaan dihadapan Allah sebagai

amanah yang akan dituntut pertanggungjawabannya kelak.

2) Nusyuz dari Pihak Istri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap

suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah,

penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah

tangga.40

39
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 1999),h.
702
40
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995),h. 269
4

Setiap pria memang menginginkan pasangan hidupnya yang ideal.

Minimal pasangannya memiliki daya tarik yang kuat. Tidak ada satupun

yang paling membahagiakan seorang pria melainkan bisa hidup

berkeluarga bersama istri yang shalehah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah

saw yang artinya:

“Tidak ada persoalan yang lebih baik bagi seorang mukmin setelah
bertaqwa kepada Allah selain istri yang shalehah. Bila ia menyuruhnya, ia
mentaatinya, bila ia memandangnya, membuat hatinya senang, bila ia
bersumpah padanya, ia mendukungnya, bila ia pergi, ia dengan tulus
menjaga diri dan hartanya” (HR Ibnu Majah).41

Setiap istri hendaknya menghias diri dengan akhlak yang baik,karena

dengan akhlak yang baiklah, kehidupan rumah tangga akan dapat

mendatangkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan, baik lahir

maupun batin.42

Istri nusyuz terhadap suaminya berarti ia merasa dirinya sudah lebih

tinggi kedudukannya dari suaminya, sehingga ia tidak lagi merasa

berkewajiban mematuhinya. Secara definitif nusyuz diartikan dengan

“kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang

diwajibkan Allah atasnya”.

Dalam bahasan tentang kewajiban istri terhadap suami telah dijelaskan

beberapa hal yang harus dilakukan istriterhadap suaminya, seperti berkata

41
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah,(Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h.11
42
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah,(Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h. 154
4

lemah lembut dan tidak mengeras dihadapan suami, melaksanakan apa

yang disuruh suami dan meninggalkan apa yang dicegah suaminya, selama

yang demikian tidak menyalahi norma agama; meminta izin kepada suami

waktu akan bepergian keluar rumah, menjaga suami, harta suami dan harta

kekayaannya; dan lain-lain kewajiban yang ditetapkan agama.43

Adapun beberapa perbuatan yang diakukan istri, yang termasuk

Nusyuz, antara lain sebagai berikut:

1. Istri tidak mau pindah mengikuti suami untuk menempati rumah yang

telah disediakan sesuai dengan kemampuan suami, atau istri

meninggalkan rumah tanpa izin suami.

2. Apabila keduanya tinggal di rumah istri atas seizin istri, kemudian

pada suatu ketika istri melarangnya untuk masuk ke rumah itu dan

bukan karena hendak pindah rumah yang disediakan suami.

3. Istri menolak ajakan suaminya menetap di rumah yang disediakannya

tanpa alasan yang pantas.

4. Apabila istri bepergian tanpa suami atau mahramnya walaupun

perjalanan itu wajib, seperti haji, karena perjalanan perempuan tidak

dengan suami atau mahramnya termasuk maksiat.

43
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 191
4

Apabila suami melihat bahwa istri akan berbuat hal-hal semacam itu,

maka ia harus memberi nasihat dengan baik, kalau ternyata istri masih

berbuat durhaka hendaklah suami berpisah ranjang. Kalau istri masih

berbuat semacam itu, dan meneruskan kedurhakannya, maka suami boleh

memukulnya dengan syarat tidak melukai badannya.

Kedurhakaan seorang istri (Nusyuz) ada tiga tingkatan:

1. Ketika tampak tanda-tanda kedurhakaannya suami berhak memberi

nasihat kepadanya.

2. Sesudah nyata kedurhakaannya, suami berhak untuk berpisah tidur

dengannya.

3. Kalau dia masih durhaka, suami berhak memukulnya. 44 Namun

suami dilarang memukul dengan pukulan yang menyakiti

sebagaimana Hadist Nabi dari Abdullah bin Zar‟ah menurut

riwayat Al-Bukhori yang atinya:

Rasul Allah SAW. Bersabda: Seseorang tidak boleh memukul

istrinya sebagaimana memukul budak kemudian ditidurinya.

Bila dengan pukulan ringan tersebut istri telah kembali kepada

keadaan semula masalah telah dapat diselesaikan. Namun bila

dengan langkah ketiga ini masalah belum dapat diselesaikan baru

44
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h. 185-187
4

dibolehkan suami menempuh jalan lain yang lebih lanjut, termasuk

perceraian. Dalam firman Allah yang artinya:

Jika dia sudah taat kepadamu janganlah kamu mencari-cari jalan

untuknya.

Dalam artian suami tidak boleh menempuh cara apapun selain dari

itu termasuk menceraikannya. Dari pemahaman terhadap ayat di

atas jelaslah bahwa Allah tidak menghendaki adanya perceraian

kecuali setelah tidak menemukan cara lain untuk mencegahnya.45

Allah SWT. Menetapkan beberapa cara menghadapi kemungkinan

nusyuznya seorang istri, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam surat an-Nisa

ayat 34:

           .......


       
 

               


       

)٩٣:٩/‫(النساء‬

Artinya:
Istri-istri yang kamu khawatirkan akan berlaku nusyuz, maka beri
pengajaranlah mereka dan berpisahlah dari tempat tidur dan pukullah
mereka. Jika mereka sudah mentaatimu janganlah kamu cari-cari jalan
atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Tahu Lagi Maha Besar. (Q:S. An-
Nisa’/4 : 34).

45
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.192
4

3) Nusyuz dari Pihak Suami

Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah

karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya. Baik meninggalkan

kewajiban yang bersifat materi atau nafaqah atau meninggalkan

kewajiban yang bersifat nonmateri diantaranya mu’asyarah bi al-ma’ruf

atau menggauli istrinya dengan baik. Dalam artian yaitu segala sesuatu

yang dapat disebut menggauli istrinya dengan cara buruk, seperti berlaku

kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan

badaniyah dalam waktu tertentu dan tindakan lain yang bertentangan

dengan asas pergaulan baik. Adapun tindakan istri yang menemukan pada

suaminya sifat nusyuz, dijelaskan Allah dalam surat an-Nisa‟ (4) ayat

128:

  y          


      g   

                


         
   

)٤:١٢٨/‫(النسىاء‬     


Artinya:   

“Jika istri khawatir suaminya akan berlaku nusyuz dan berpaling, tidak
ada salahnya jika keduanya melakukan perdamaian dalam bentuk
perdamaian yang menyelesaikan. Berdamai itu adalah cara yang paling
baik. Hawa nafsu manusia tampil dalam bentuk pelit. Bila kamu berbuat
baik dan bertakwa maka sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang
kamu perbuat (Q:S an-Nisa/4 : 128)

Menurut Imam Syafi‟i:


4

ً ‫ ٌا ُبت يحًد ٍب ي‬،‫سب‬ًٛ‫ع ابٍ ان‬


‫سهت كَات ُعد رافع ب‬ ٍ ،‫ْسر‬
٘ ‫ع ان‬
ٍ ،‫عت‬ُٛٛ ٍ‫برا اب‬
َ ‫اخ‬

‫ن يا‬ٙ ‫ٔالسى‬،ُٙ‫ٔأيسك‬،ٙ‫ التطهُم‬: ‫ فأراد طالٓلا فمانت‬، ‫غِر‬ٛ ‫ إيا كبرأأ‬،‫خدج فكِر ُٓيا أيرا‬
ٚ

‫لت‬ٚ‫ (ٌٔإ ايرأة خافت ٍي بعهٓا َٕشزا) اا‬: ‫ فَأسل اهلل عٔس جم‬،‫بدا نك‬

Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Ibnu Al

Musayyab: bahwa anak perempuan Muhammad bin Muslamah menjadi

istri Rafi‟ bin Khadij, dan Rafi‟ tidak menyukai suatu hal yang ada pada

diri istrinya itu, barangkali karena sudah tua istrinya berkata, “Janganlah

engkau menceraikan aku, peganglah aku menjadi istrimu, dan gilirlah aku

menurut kehendakmu.”46

Ada dua hal yang mendorong suami dan istri mengadakannegosiasi

dan perdamaian dalam ayat tersebut. Pertama, suami nusyuz sebagaiaman

dijelaskan dalam sifat-sifat tersebut di atas. Kedua, I‟radh, yaitu suami

berpaling dari istrinya karena sebab-sebab tertentu.47

Banyak cara yang dapat ditempuh isteri, seperti bersikap manis dan

simpatik, berhias dan berdandan, bermuka jernih, senyum simpatik,

diharapkan mempunyai pengaruh posistif dalam menghilangkan amarah

suami, sebagai air conditioning bagi panasnya hati suami. Apabila masih

belum berhasil, hendaknya isteri melakukan sulh. Dimaksud dengan sulh

46
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i, Musnad Imam Syafi’i/Abu Abdullah
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet ke- 1, h. 379
47
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 193
4

sebagai suatu solusi sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisa' ayat

128 di atas yaitu perundingan yang membawa kepada perdamaian,

sehingga suami tidak menceraikan isterinya.

Di antara bentuk sulh tersebut antara lain, kesediaan isteri untuk

dikurangi hak materi dalam bentuk nafkah, atau dikurangi hak nonmateri,

seperti isteri bersedia dikurangi giliran malam dan diberikan kepada isteri

yang lain (dalam perkawinan poligami). Cara ini termasuk salah satu

langkah untuk menghindari terjadinya perceraian.48

Mengadakan usaha perdamaian yang dilakukan istri bukan berarti

bahwa istri harus bersedia merelakan sebagian haknya yang tidak

dipenuhi oleh suaminya, tetapi untuk memperlihatkan kepada suaminya

keikhlasan hatinya, sehingga dengan demikian suami ingat lagi kepada

kewajibannya yang telah ditentukan allah dalam surat Al-Baqarah ayat

228 yang berbunyi:

                    


     g  

             


         g
     

               


             
   

)٢٢: ٨ / ‫ (البقرة‬
4
48
https://www.google.com/search?q=nusyuz+suami (senin, 10 maret 2014, 22:45)
5

Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka


(menunggu) tigakali quru’. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka,jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka menghendaki
perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hakseimbang
dengankewajibannyamenurut cara yang patut. Tetapi para suami
mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa,Maha
Bijaksana.(Q:S. Al-Baqarah/2:228)

Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian

dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah

lahir maupun nafkah batin. Berkenaan dengan tugas suami berangkat dari

hadist Rasulullah SAW, dinyatakan diantaranya kewajiban suami

terhadap istri, ialah:

1) Memberi sandang dan pangan

2) Tidak memukul wajah jika terjadi nusyuz

3) Tidak mengolok-olok dengan mengucapkan hal-hal yang dibencinya.

4) Tidak menjauhi istri atau menghindari istri kecuali dalam rumah. 49

Nusyuz suami dapat dijadikan alasan bagi seorang istri untuk

mengajukan gugatan perceraian yang lazim pada prakteknya disebut

dengan cerai gugat kepada Pengadilan Agama untuk memutuskan ikatan

perkawinannya.” Cerai gugat yaitu, seorang istri menggugat suaminya

untuk bercerai melalui Pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan

49
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI,(Jakarta: Kencana,2006), h. 211
5

mengabulkan gugatan yang dimaksud sehingga putus hubungan

penggugat (istri) dengan tergugat (suami) dari perkawinan.50

50
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2006),h. 77
BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Lahirnya Peradilan Agama Jakarta Timur

Sejarah kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur sangat erat terkait antara

mata rantainya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya

diseluruh kepulauan yang ada di Indonesia, terutama di wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

Lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur diaplikasi oleh Menteri Agama RI

sebagaimana dalam keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 Tahun 1963 jo

Nomor 4 Tahun 1967. Adapun secara detailnya, lahirnya Pengadilan Agama

Jakarta Timur sebagai berikut:

a. Pada saat itu Pengadilan Agama Jakarta di tanah tumpah darah si pitung ini

hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa

Jakarta Raya” yang dibantu 2 (dua) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Tengah. Kemudian semakin bertambahnya warga Ibukota sehingga

terlahirnya keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 yang berisi

“Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama (bentuk lama)

dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.

b. Pada tahun 1966 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui

keputusan beliau Nomor Ib.3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk

45
4

Ibukota negara ini menjadi 5 (lima) wilayah dengan sebutan kota

Administratif.

Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan putusan Menteri Agama

Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan

kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 (dua) kantor cabang menjadi 4

(empat) kantor cabang, antara lain:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat

2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur

3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat

4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Timur dibentuk dan berdiri berdasarkan keputusan

Menteri Agama RI No. 4 tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pada saat

munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di wilayah hukum DKI

Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika Lembaga Pengadilan Agama di

wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan sebutan “Pengadilan Agama

Jakarta Timur” lalu pada saat yang bersamaan melalui keputusan Gubernur

Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor I b. 3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus

1966, maka pada tanggal 18 februari 1967 lahir dan diresmikan pula Pengadilan

Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah hukum DKI Jakarta dalam

lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu:


4

1. Pengadilan Agama Jakarta Selatan

2. Pengadilan Agama Jakarta Barat

3. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan

4. Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin di dalam

Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 7 Januari 1967

tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Raya.

Pengadilan Agama dulu sebelum lahirnya UU No.3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama, organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Menteri

Agama.51

Akan tetapi, dalam amandemen ketiga UUD 1945 bab IX pasal 24 ayat (2)

tentang kekuasaan kehakiman yang disahkan MPR pada 09 November 2001,

disebutkan bahwa:”Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan

Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi:. Pasal

inilah yang membawa pada sistem satu atap (one roof system) dibawah naungan

Mahkama Agung RI. Dengan demikian seluruh lembaga peradilan adalah

51
Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 5 ayat (2)
4

sederajat, setara dan sejajar dengan lingkungan peradilan lain dalam pembinaan

organisasi, administrasi dan finansial serta pembinaan teknis yustisial.

Dan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman. Implementasi one roof system ini tertuang dalam UU tersebut yakni

terdapat pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman yang berbunyi: “Organisasi, administrasi dan finansial Mahkamah

Agung dan badan Peradilan yang berada dibawahnya berada dibawah

kekuasaan Mahkama Agung”. Dan UU No.3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan

Agama semua pembinaan dibawah Mahkamah Agung.52

Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudukan di Kelapa Dua Wetan jl.

Raya PKP No. 24 Kel. Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas Kodya Jakarta Timur,

Telp (021) 87717549 Kode pos 13730. Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur

dibangun di atas nama hak pakai No. 28 Kodya Jakarta Timur dengan luas tanah

2.760 m2, luas bangunan 1400 m2 terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003

dengan dana APBD Pemda DKI Jakarta. Gedung Pengadilan Agama Jakarta

Timur sekarang sangat representatif dan cukup memadai untuk melakukan

pelayanan yang prima kepada masyarakat, areal tanah dan bangunan yang cukup

besar, sehingga bisa memiliki lapangan tenis, lapangan parkir yang nyaman dan

areal taman. Dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume

pekerjaan yang cukup padat, begitupula dengan karyawan yang berjumlah 75

52
Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentan Peradilan Agama Pasal 5 ayat (1)
4

orang ditambah dengan pegawai honorer 13 orang, maka gedung kantor tersebut

dirasakan belum cukup memadai untuk jumlah perkara yang mencapai angka

lebih dari 2.500 perkara per tahun. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan

Agama Jakarta Timur, Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri

berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI tahun 1967 No. 4 tahun 1967

tertanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Kodya Jakarta Timur adalah wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Jakarta

Timur, yang meliputi 10 kecamatan sebagai berikut:

1. Kecamatan Matraman, terdiri dari 6 (enam) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 153.484 jiwa:

a. Kelurahan Kebon Manggis

b. Kelurahan Palmerian

c. Kelurahan Pisangan Baru

d. Kelurahan Kayu Manis

e. Kelurahan Utan Kayu Utara

f. Kelurahan Utan Kayu Utara Selatan

2. Kecamatan Jatinegara, terdiri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 250.186 jiwa:

a. Kelurahan Bali Mester

b. Kelurahan Bidaracina
5

c. Kelurahan Cipinang Besar Selatan

d. Kelurahan Cipinang Besar Utara

e. Kelurahan Cipinang Cempedak


d. Kelurahan Cililitan
f. Kelurahan Cipinang Muara
e. Kelurahan Dukuh
g. Kelurahan Rawa Bunga
f. Kelurahan Kampung Tengah
h. Kelurahan Kampung Melayu Kecil
g. Kelurahan Kramat Jati
3. Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 240.074 jiwa:

a. Kelurahan Baru

b. Kelurahan Cijantung

c. Kelurahan Gedong

d. Kelurahan kalisari

e. Kelurahan Pekayon

4. Kecamatan Kramat Jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 175.883 jiwa:

a. Kelurahan Balekambang

b. Kelurahan Batu Ampar

c. Kelurahan Cawang
5

5. Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 250.878 jiwa:

Kelurahan Cipinang

Kelurahan Jati

Kelurahan Jatinegara Kaum

Kelurahan Kayu Putih

Kelurahan Pisangan Timur

Kelurahan Pulogadung

Kelurahan Rawamangun

Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 251.184 jiwa:
Kelurahan Cakung Barat

Kelurahan Cakung Timur

Kelurahan Jatinegara

Kelurahan Penggilingan

Kelurahan Pulogebang

Kelurahan Rawa Terate

Kelurahan Ujung Menteng

7. Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk

sebanyak 160.679 jiwa:

a. Kelurahan Cibubur

b. Kelurahan Ciracas
5

c. Kelurahan Kelapa Dua Wetan

d. Kelurahan Rambutan

e. Kelurahan Susukan
d. Kelurahan Pinang Ranti
8. Kecamatan Cipayung, terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah
e. Kelurahan Makasar
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa:
10. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
a. Kelurahan Ceger
penduduknya sebanyak 203.280 jiwa:
b. Keluruhan Cilangkap

c. Kelurahan Cipayung

d. Kelurahan Lubang Buaya

e. Kelurahan Munjul

f. Kelurahan Pondok Rangon

g. Kelurahan Setu

h. Kelurahan Bambu Apus

9. Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah

penduduk sebanyak 193.085 jiwa:

a. Kelurahan Cipinang Melayu

b. Kelurahan Halim

c. Kelurahan Kebon Pala


5

a. Kelurahan Duren Sawit

b. Kelurahan Malaka Jaya

c. Kelurahan Pondok Kopi

d. Kelurahan Pondok Bambu

e. Kelurahan Klender

f. Kelurahan Malaka Sari

g. Kelurahan Pondok Kelapa

B. Visi dan Misi Pengadilan Agama

Secara garis besarnya, Pengadilan Agama memiliki visi “Terwujudnya

Badan Peradilan Agama Yang Agung” dalam bentuk putusan yang adil dan

berwibawa sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai

di bawah hidayah Allah SWT. Dan dalam upaya mewujudkan badan peradilan

agama yang agung, peradilan agama Jakarta Timur menuangkannya dalam

satu visi yaitu: membangun cita Pengadilan Agama Jakarta Timur yang

bermartabat, berwibawa, bersih serta mampu memberikan pelayanan secara

sederhana, cepat dan biaya ringan.

Sedangkan misi Pengadilan Agama Jakarta Timur yakni sebagai

berikut:

a. Menyelenggarakan manajemen peradilan yang baik dan benar

b. Menyelenggarakan tertib administrasi peradilan

c. Meningkatkan citra lembaga peradilan yang bermartabat dan berwibawa

d. Meningkatkan citra aparat peradilan yang profesional


5

e. Meningkatkan kinerja pelayanan publik

f. Meningkatkan disiplin dan prestasi kinerja guna pencapaian pelaksanaan

tugas yang optimal.

C. Wilayah Yuridiksi serta Stuktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta

Timur

a. Wilayah Yuridiksi

Wilayah yuridiksi yang dimaksud ialah istilah dari kewenangan memeriksa,

memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Sedangkan

yang dimaksud dengan kewenangan dengan kekuasaan dikenal pula dengan

istilah kompetensi, yang terbagi ke dalam 2(dua) aspek yakni:

a. Aspek kompetensi absolut, ialah suatu kewenangan atau kekuasaan dalam

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan

yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Pada Undang-undang Nomor

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Ban III tentang kekuasaan

pengadilan pasal 49 ayat (1) yang berisi “Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:

1. Perkawinan

2. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum

Islam
5

3. Wakaf dan Shodaqoh.

Sejalan dengan bertambahnya kompetensi Peradilan Agama

berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomo


pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yaitu:53

Perkawinan

Waris

Wasiat

Hibah

Wakaf

Zakat

Infaq

Shadaqah

Ekonomi Syariah

Selain perkara-perkara dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,

wakaf, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur

bahwa Pengadilan Agama berwenang memberikan isbat kesaksian rukyat


53
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Pasal 49
5

hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah, dan memberikan

keterangan atau nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan

penentuan waktu shalat.

b. Aspek kompetensi relatif, ialah kewenangan atau kekuasaan dalam

memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan

yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak pencari keadilan.

Hal ini berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) dan pasal 142 (2), dan Undang-undang Nomor

7 Tahun 1989 pasal 66 ayat 1 s/d 5. Tentang kompetentif relatif ini bagi

Pengadilan Agama yang berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor

4 Tahun 1967 yang salah satunya berisi: “Kantor Cabang Pengadilan

Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Jakarta

Timur”.

b. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur


5

54

54
http://www.pa- jakartatimur.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=37&Itemid=135
BAB IV

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NOMOR: 3024/Pdt.G/2012/PAJT

A. Duduk Perkara

Sebagaimana tujuan perkawinan yang tertuah dalam Pasal 1 Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika tujuan tersebut dapat diwujudkan

dalam keluarga tentunya perceraian tidak akan terjadi. Terdapat 2 (dua) lembaga yang

berwenang untuk menyelesaikan masalah perceraian yaitu Pengadilan Negeri bagi

pemeluk agama non muslim dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam.

perceraian yang dilakukan dengan putusan Pengadilan Agama adalah

perceraian yang dilakukan berdasarkan suatu gugatan perceraian oleh istri.

Pengadilan Agama dalam setiap kesempatan berusaha mendamaikan kedua belah

pihak dan dapat diminta bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan dan

Penyelesaian Perceraian (BP4) setempat.55

Dalam duduk perkara mengenai cerai gugat dalam putusan Pengadilan Agama

Jakarta Timur dengan Nomor Perkara 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Antara Linda Dewi

Indrayani Binti Margono Yusuf Joni, umur 41 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Ibu

55
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari
Segi Hukum Perkawinan Islam, Ed. Rev. (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1990), h.165

58
5

Rumah Tangga, Pendidikan Terakhir SLTA/Sederajat, Bertempat Tinggal di Jalan

Sarbini III RT.15 RW. 06 No. 22C Kelurahan Makassar Kecamatan Makassar Kota

Jakarta Timur, DKI Jakarta. Disebut sebagai Penggugat melawan Kurdi

Wahyudiana Bin R.O Iskandar, Umur 42 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan

Wiraswasrta, Pendidikan Terakhir SLTA/Sederajat, Bertempat Tinggal di Jalan

Sarbini III RT. 15 RW.06 No. 22C Kelurahan Makassar Kecamatan Makassar Kota

Jakarta Timur. Disebut sebagai Tergugat.56

Pada tanggal 19 Desember 2012 penggugat telah mengajukan gugatannya di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam register perkara Nomor

3074/Pdt.G/2012/PAJT. Telah mengajukan pokok-pokok permasalahan sebagai

berikut:

1. Perkawinan mereka telah tercatat di PPN KUA Kecamatan Pulogadung Kota

Jakarta Timur pada hari senin, tanggal 03 Juni 1996 dengan Kutipan Akta Nikah

Nomor: 166/04/VI/1996, yang dikeluarkan tanggal 03 Juni 1996;

2. Setelah menikah penggugat dan tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya

suami istri dengan baik, dan telah berhubungan badan dan keduanya bertempat

tinggal bersama terakhir di Jalan Sarbini III RT. 15 RW. 06 No. 22C Kelurahan

Makassar Kecamatan MakassarKota Jakarta Timur, DKI Jakarta, dan dikaruniai

3 (tiga) orang anak yang bernama:

56
Sumber barasal dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Timur putusan Perkara Nomor
3074/Pdt.G/2012/PAJT
6

2.1. M. Bimo Librianto, Laki-laki lahir di Jakarta tanggal 4 Oktober 1996

2.2. Fika Rizqiana Dewi, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 18 Mei 2002

2.3. Jihan Rahmadhanty, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 01 Oktober 2007;

3. Kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dan terjadi

pertengkaran dan perselisihan yang sulit diatasi kurang lebih sejak tahun 2007;

4. Perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dan tergugat semakin tajam dan

memuncak terjadi pada bulan Oktober 2012.

5. Ada beberapa sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara penggungat

dan tergugat yakni karena:

5.1. Tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat.

5.2. Tergugat jika berselisih dengan Penggugat sering berkata cerai.

5.3. Tergugat kurang menghormati dan menghargai Penggugat sebagai seorang

istri.

5.4. Tergugat mempunyai sifat yang tempramental dan emosional dimana

tergugat jika terjadi pertengkaran dan perselisihan sering melakukan

kekerasan fisik kepada Penggugat.57

6. Antara Penggugat dan Tergugat sampai saat ini masih satu rumah, namun kurang

lebih sejak bulan Oktober 2012 sampai sekarang sudah pisah ranjang dan sudah

tidak lagi melakukan hubungan badan sebagaimana layaknya suami istri;

7. Berhubung Penggugat tergolong keluarga yang kurang mampu, sesuai dengan

Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Kelurahan Makassar


57
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
6

Kecamatan Makassar Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta dengan No. 1646/1.842.5

yang dikeluarkan pada tanggal 17 Desember 2012. Dengan ini penggugat mohon

kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar membebaskan

penggugat dari seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini dan

membebankannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.58

8. Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan/cara

bermusyawarah atau berbicara dengan tergugat secara baik-baik tetapi tidak

berhasil.

9. Adanya sebab-sebab di atas, maka penggugat merasa rumah tangga antara

penggugat dan tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan dan

pertengkaran yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan tidak dapat diharapkan

lagi, maka penggugat berkesimpulan lebih baik bercerai dengan tergugat.59

Dari beberapa alasan tersebut, penggugat mohon kepada Bapak Ketua

Pengadilan Agama Jakarta Timur/ Majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk

menjatuhkan putusan yang amarnya yaitu mengabulkan gugatan seluruhnya,

mengijinkan penggugatvuntuk berperkara secara Cuma-Cuma, menjatuhkan talak

satu Ba’in Sughra terhadap Tergugat (Kurdi Wahyudiana Bin R.O.

58
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
59
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
6

Iskandar)terhadap Penggugat (Linda Dewi Indrayani Binti Margono Yusuf Joni),

dan membebankan biaya perkara ini kepada Negara;60

B. Faktor Penyebab Nusyuz Suami

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya nusyuz pada suami

yaitu kurangnya pendidikan agama, tidak bertanggung jawab terhadap keluarga,

berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak menarik

lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh pergaulan

di luar rumah tangga dan lain sebagainya.

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz

Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari

pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah lahir maupun

nafkah batin. Dan yang berkenaan dengan tugas suami, dalam pandangan hukum

Islam sudah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 128.

D. Landasan Yuridis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarat Timur Putusan

Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT

Pelaksanaan tugas peradilan, seorang hakim tidak boleh dipengaruhi atau

diintimidasi oleh kekuasaan siapapun, bahkan Ketua Pengadilan sekalipun tidak berhak

untuk ikut campur dalam persoalan peradilan yang dilaksanakannya. Bertanggung

jawab kepada diri sendiri dan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yang telah

ditetapkan.

60
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3072/Pdt.G/2012/PAJT
6

Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat

datang menghadap dipersidangan sedangkan tergugat tidak hadir dipersidangan dan

tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakil/ kuasanya meskipun tergugat

telah dipanggil dengan resmi dan patut dan tidak datangnya itu tidak terdapat suatu

alasan yang sah menurut hukum, karena itu pemeriksaan terhadap perkaranya tetap

diteruskan tanpa hadirnya tergugat.

Menimbang, bahwa Majelis hakim telah memberikan nasehat kepada

penggugat agar rukun kembali dengan tergugat namun usaha tersebut tidak berhasil.

Pemeriksaan dimulai dengan membacakan surat gugatan Penggugat, yang oleh

Penggugat menyatakan tetap pada gugatannya tersebut, tidak ada perubahan ataupun

penambahan untuk bercerai dengan Tergugat.

Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan gugatan yang lain, maka

terlebih dahulu Pengadilan mempertimbangkan hubungan hukum Penggugat dan

Tergugat dalam hal ikatan pernikahan/ perkawinan mereka.

Menimbang, bahwa berdasarkan jawaban Penggugat yang mengakui ikatan

pernikahan dengan Tergugat, kemudian dikuatkan dengan alat bukti P.1 berupa kutipan

Akta Nikah, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dan Tergugat telah terikat

dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, oleh karenanya Penggugat dan Tergugat

berkualitas sebagai pihak-pihak dalam perkara ini.

Menimbang, bahwa alasan yang diajukan Penggugat pada pokoknya karena

antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan

karena:
6

1. Tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat

2. Tergugat jika berselisih dengan Penggugat sering berkata cerai

3. Tergugat kurang menghormati Penggugat sebagai seorang istri

4. Tergugat mempunyai sifat tempramental dan emosional dimana Tergugat jika

terjadi pertengkaran sering melakukan kekerasan fisik kepada Penggugat.

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat tidak

mengajukan jawaban karena tidak pernah hadir selama pemeriksaan perkara ini, dan

dengan ketidak hadirannya tersebut dapat dianggap telah melepas hak jawabannya

terhadap gugatan Penggugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 125 HIR perkara ini

dapat diputus secara Verstek/ tanpa hadirnya Tergugat. 61

Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat telah pernah hidup bersama

sebagai layaknya suami istri yang baik dalam keadaan rukun dan telah dikaruniai 3

(tiga) orang anak, oleh karena itu harus dinyatakan antara Penggugat dan Tergugat

telah terbukti telah mempunyai anak yang bernama:

1. M. Bimo Librianto, lahir tanggal 04 Oktober 1996

2. Fika Rizqiana Dewi, lahir tanggal 18 Mei 2002

3. Jihan Rahmadhanty, lahir tanggal 01 Oktober 2007

Menimbang, bahwa untuk mengetahui sejauh mana bentuk perselisihan dan

pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat tersebut, maka menurut Pasal

22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 0 Tahun 1975 jo Pasal 134 Kompilasi Hukum

Islam, Pengadilan perlu mendengar keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat.


61
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT
6

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat

yang tidak lain adalah saksi keluarga menerangkan bahwa rumah tangga Penggugat

dan Tergugat sudah tidak harmonis terjadi perselisihan disebabkan faktor ekonomi dan

Tergugat juga bersikap kasar kepada Penggugat dan sejak 5 tahun yang lalu Penggugat

dan Tergugat sudah berpisah rumah.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi tersebut, Pengadilan

berkesimpulan bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dan

Tergugat sudah tidak dapat didamaikan lagi karena rumah tangga Penggugat dan

Tergugat telah terjadi perpecahan. Dengan demikian Majelis Hakim menilai bahwa

rumah tangga seperti itu tidak lagi mencerminkan rumah tangga yang harmonis dan

bahagia karena masing-masing hidup secara terpisah yang pada gilirannya telah

menimbulkan hambatan komunikasi kedua belah pihak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat

sudah sangat sulit untuk didamaikan lagi dan jika perkawinan tersebut dipertahankan

maka tidak akan sesuai lagi dengan cita-cita dan tujuan perkawinan yakni kehidupan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah, maka apa yang menjadi alasan

dalam gugatan Penggugat telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal

39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf “f” Peraturan

Pemerintah Tahun 1975 dan sejalan pula dengan Pasal 116 huruf “f” Kompilasi
6

Hukum Islam, oleh karenanya Majelis Hakim dapat menerima dan mengabulkan

gugatan Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat.

Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 84 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah menjadi Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009, kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur

diperintahkan untuk mengirim salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap

kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tempat perkawinan dilangsungkan antara

Penggugat dan Tergugat.

Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap petitum gugatan Penggugat pada

angka 4, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,

dan diperbaharui lagi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara ini

dibebankan kepada Penggugat.

Menimbang, meskipun perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan,

namun karena Penggugat telah diizinkan untu berperkara secara Cuma-Cuma

sebagaimana Putusan sela Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT, tertanggal 04 Februari 2013,

maka sesuai Pasal 237 HIR Penggugat dibebaskan biaya perkara dan seluruh biaya

yang timbul dibebankan kepada Negara.

Memperhatikan pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang

berlaku serta ketentuan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.
6

1 Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi patut untukmenghadap di

persidangan, tidak hadir;

2 Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;

3 Menjatuhkan talak Ba’in Sughro Tergugat (Kurdi Wahyudiana bin R.O. Iskandar)

terhadap Penggugat (Linda Dewi Indrayani binti Margono Yusuf Joni);

4 Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan

salinan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pegawai

Pencatat Nikah KUA Kecamatan Pasar Rebo Kota Jakarta Timur untuk dicatat

dalam daftar yang disediakan untuk itu;

5 Biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 206.000,- (dua ratus enam ribu

rupiah) dibebankan kepada Negara.

E. Analisis

1 Analisis Putusan

Perceraian memang bukan hal yang diinginkan oleh setiap keluarga, namun

jika dalam keluarga itu sendiri sudah tidak ada lagi keharmonisan di dalamnya yang

mungkin lebih banyak membawa mudharat daripada maslahatnya, perceraianlah yang

menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannnya. Namun, banyak juga faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya perceraian baik itu yang dilakukan istri ataupun suami

yang melalaikan tugas dan kewajibannya dalam membina bahtera rumah tangga, dan

salah satunya nusyuz yang dilakukan oleh seorang suami. Sehingga dalam

pembahasan ini perceraian dilakukan atas gugatan seorang istri. Oleh karena itu pada
6

kesempatan kali ini, penulis akan mencoba menganalisis kasus gugatan perceraian

putusan Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT.

Persidangan diketuai oleh Dra. Hj. Farchanah Muqoddas., M. Hum dan

Hakim anggota Hj. Yustimar B., S.H dan Dra. Orba Susilawati, M. HI. Dengan

Panitera Pengganti Fathony, S.H.

Perkawinan antara Penggugat (Linda Dewi Indrayani binti Margono Yusuf

Joni) dengan Tergugat (Kurdi Wahyudiana bin R.O Iskandar) terjadi pada hari Senin,

tanggal 03 Juni 1996, dicatatkan di PPN KUA Kecamatan Pasar Rebo Kota Jakarta

Timur, dengan kutipan Akta Nikah Nomor : 166/04/VI/1996.

Awal pernikahan mereka sangatlah rukun sebagaimana layaknya suami

istri dengan baik sampai dikaruniai 3 (tiga) orang anak yang bernama:

1. M. Bimo Librianto, laki-laki lahir di Jakarta 04 Oktober 1996

2. Fika Rizqiana Dewi, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 18 Mei 2002

3. Jihan Rahmadhanty, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 01 Oktober 2007

Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah

karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sehingga sulit

diatasi kurang lebih sejak tahun 2007 yang sampai puncaknya terjadi pada bulan

Oktober 2012 sehingga akhirnya Penggugat tidak sanggup untuk mempertahankan lagi

rumah tangganya.

Dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

3074/Pdt.G/2012/PAJT dapat diketahui bahwa para Hakim pada umumnya dalam


6

memutuskan suatu putusan mengambil dasar hukum, yang diantaranya faktor-faktor

penyebab perceraian di atas sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975,

bahwa : “Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua

belah pihak”. Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa: “Apabila tidak

dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan di sidang

tertutup”. Perdamaian antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat dicapai karena

penggugat tetap pada pendiriannya.

Pasal 34 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa:”Putuisan

mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka”. Putusan diucapkan

dimuka umum pada hari Senin, tanggal 18 Maret 2013 bertepatan dengan tanggal 06

Jumadil Awal 1434 H., Oleh kami Dra. Hj. Farchanah Muqoddas., M. Hum, sebagai

Ketua Majelis serta Hj. Yustimar B., S.H. dan Dra. Orba Susilawati, M.HI. masing –

masing sebagai Hakim Anggota dibantu oleh Fathony, S.H. sebagai Panitera

Pengganti, putusan mana pada hari itu juga diucapkan oleh Ketua Majelis Hakim

tersebut di dalam sidang terbuka untuk umum yang dihadiri oleh Penggugat tanpa

hadirnya Tergugat.

2 . Analisis Penulis

Menurut analisis penulis terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Persengketaan terjadi dikarenakan faktor Nusyuz

dari suami, yakni tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat, jika berselisih

dengan Penggugat sering berkata cerai, sebagai seorang suami yang tidak bisa
7

menghormati dan menghargai Penggugat selayaknya sebagai seorang istri,

mempunyai sifat tempramental dan emosional dimana jika terjadi pertengkaran dan

perselisihan sering melakukan kekerasan fisik kepada Penggugat dan tidak dapat

memberikan contoh yang baik kepada keluarganya, yang pada dasarnya seorang

suami itu sebagai pemimpin dalam keluarga dan menjadi panutan dalam rumah

tangganya. Sehingga akhirnya Penggugat sudah tidak sanggup lagi menanggu sakit

perasaannya maka Penggugat pun memilih untuk mengajukan gugatan perceraian ke

Pengadilan Agama Jakarta Timur. Dalam kasus ini penulis menganggap bahwa ada

kebenaran tentang perkara yang diajukan Penggugat.

Dalam masalah ini Penulis menganalisis masalah nusyuz suami, namun pada

dasarnaya di dalam hukum yang ada hanya memuat tentang nusyuz istri saja, hal ini

sebagaimana yang termuat di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 84 ayat 1 yang

berbunyi :“istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 kecuali dengan alasan yang

sah” namun, berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

pasal 19 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 yang didalamnya menyebutkan

tentang perceraian dapat terjadi karena alasan:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain di luar kemampuannya


7

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami istri

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

7. Suami melanggar taklik talak

Menurut analisis penulis hal di atas dapat dikategorikan sebagai unsur-

unsur nusyuz suami. Namun, hal seperti ini saja tidak cukup karena tidak ada bentuk

kejelasan bagaimana bentuk pengaturan yang dapat diakui dimuka hukum untuk

menjamin hak-hak bagi perempuan yang tertindas dan diperlakukan semena-mena

oleh suaminya.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Nusyuz pada suami

yaitu kurangnya pendidikan agama, tidak bertanggung jawab terhadap keluarga,

berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak

menarik lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh

pergaulan di luar rumah tangga dan lain sebagainya.


7
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya Nusyuz pada suami yaitu kurangnya

pendidikan agama, tidak bertanggung jawab terhadap keluarga,

berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah

tidak menarik lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk

karena pengaruh pergaulan di luar rumah tangga dan lain sebagainya.

2. Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari

pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah lahir

maupun nafkah batin. Dan yang berkenaan dengan tugas suami, dalam

pandangan hukum Islam sudah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 128.

3. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Nomor

3074/Pdt.G/2012/PAJT, yakni mengacu pada Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam

dimana dalam pasal ini memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan

perkawinan. Jadi, demi kemaslahatan bersama maka gugatan

perceraianpun dikabulkan oleh Majelis Hakim.

72
73

B. Saran

Berdasarkan pada kenyataan di atas, sebagai catatan akhir yang bisa

penulis sarankan adalah:

1. Bagi calon pasangan suami istri sebelum melangsungkan pernikahan

diharapkan agar lebih intensif berkomunikasi dengan BP4.

2. Bagi pasangan suami istri hendaknya mengutamakan dasar dan tujuan

dari pernikahan untuk menjadi keluarga yang sakinah mawaddah

warahmah.

3. Diharapkan bagi pemerintah supaya memasukkan alasan dalam

perceraian karena nusyuz istri atau suami, sehingga akibat hukum yang

ditimbulkan jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. “HukumPerdata Islam Di Indonesia”.Jakarta :SinarGrafika 2006.

Ali, Daud Muhammad.Hukum Islam danPeradilan Agama.Jakarta: PT. Raja


GrafindoPersada, 2002.

AF,Hasanuddin. Perkawinan dalam Persepkitf Al-Quran (Nikah,Talak,Cerai,Rujuk). Jakarta:


Nusantara Damai Press.2011.

Abd al-‘Adzim dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan Hadist
Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at. Jakarta: Pustaka Firdaus 2003.

As-Suyuthi, Jalaludin.Sebab Turunnya Al-Qu’ran. Jakarta: Gema Insani. 2009.

Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian. Jakarta: Dar Thuwaiq,


1996.

Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995

Ghazali, Mohid Norzulailidan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz,


ShiqaqdanAhkamMenurut Al-Quran, SunahdanUndang-undangKeluarga
Islam. Malaysia: KolejUniversiti Islam Malaysia (KUIM),2007.

Hasanuddin, PerkawinandalamPerspektif Al-Quran, (nikah,talak,cerai,rujuk).


Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011.

Harahap, M Yahya.KedudukanKewenangandanAcaraPeradilan Agama.Jakarta: Sinar


Grafika,2003.

http://www.pajakartatimur.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=37&Item
id=135

https://www.google.com/search?q=nusyuz+suami

Indra,Hasbi dkk , Potret Wanita Shalehah. Jakarta: PENAMADANI, 2005.

InstruksiPresiden RI Nomor 1 tahun 1991, KHI di Indonesia.Jakarta:


HumanioraUtama Press, 2001.
Latif,Djamil .Aneka HukumPerceraian di Indonesia.Jakarta :Ghalia Indonesia, 1982.

Mufidah, PsikologiKeluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press,


2008.

Manan, Abdul, Aneka MasalahHukumPerdata Islam di Indonesia.jakarta: kencana,


2008.

Ramulyo, Mohd Idris. Tinjauan beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam- Ed.Rev.- Jakarta: Ind-Hill-Co,
1990

Rusdiana, KamadanJaenalAripin, PerbandinganHukumPerdata,.Jakarta: UIN Jakarta


Press, 2007.
Sopyan,Yayan. Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Subekti.Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta:PT. Intermasa,1995.

Syarifuddin,Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Bandung: Sinar Baru


Algensindo, 1994.

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, ShahihFiqihWanita.Jakarta: AKBARMEDIA,2009.

Syaikh Hasan Ayyub.Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006.

Selamat,Kasmuri.Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga. Jakarta: Kalam


Mulia, 1998.

Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Bandung: Citra Umbara, 2007,
HASIL WAWANCARA

1. Apakah di Pengadilan Agama Jakarta Timur banyak yang mengajukan gugatan

perceraian?

Tentu banyak, namun setiap tahunnya kita merekapitulasi akan setiap perkaranya

2. Apa yang menjadi alasan dalam perkara cerai gugat?

Banyak yang menjadi alasan dalam perkara cerai gugat, namun terkadang sering

kali pertengkaran yang terus menerus menjadi dasarnya.

3. Apakah proses persidangan Cerai Gugatsama dengan Cerai Talak?

Sebenarnya sama saja, namun cerai gugat itu persidangannya lebih singkat karena

tidak memakai sidang ikrar talak.

4. Apa yang anda ketahui tentang Nusyuz?

Nusyuz itu pembangkangan

5. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Nusyuz (suami)?

Banyak faktor ya, tapi terkadang suami nusyuz bisa disebabkan karena ulah dari

istri, seperti istri jarang di rumah atau tidak patut pada suami.

6. Dan apa pertimbangan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara Noomor

3074/Pdt.G/2012/PAJT?

Kita sebagai hakim untuk memutuskan sebuah perkara harus berdasarkan KHI

dan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai