SKRIPSI
Oleh :
ALIZA ZHAFARINA
NRP: 120117251
Tanggal : ………….
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
SWT, Tuhan yang Maha Esa. Allah SWT yang telah menguatkan saat semuanya
terasa berat dan yang memberi petunjuk saat semua terasa buntu sehingga saya
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
senyuman. Saya hanya manusia biasa yang bukan apa-apa tanpa siapa-siapa.
mahasiswa hukum tidak bisa lepas dari peran berharga pihak-pihak yang akan saya
sebutkan di bawah. Tanpa mereka, tulisan ini mungkin tidak akan pernah ada.
Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati, bagian ini juga saya buat
sebagai halaman terima kasih paling tulus yang bisa saya beri. Terima kasih tersebut
1. Bapak Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T, selaku Rektor Universitas Surabaya
iii
2. Ibu Dr. Yoan Nursari Simanjuntak, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
memotivasi, dan menuntun saya untuk menjadi manusia dan calon sarjana
3. Bapak Dr. Hwian Christianto, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas
Surabaya.
4. Bapak Dr. Wisnu Aryo Dewanto, S.H., LL.M., LL.M. selaku Wakil Dekan II
yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum
Universitas Surabaya.
sangat berterima kasih kepada Beliau yang telah banyak membantu sejak awal
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk skripsi saya. Terima kasih pula
yang diberikan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Saya
bersyukur dan beruntung telah diberi kesempatan luar biasa oleh Allah SWT
penulis. Penulis sangat berterima kasih kepada Beliau yang telah bersedia
iv
dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk membimbing,
skripsi ini. Tanpa Beliau, saya tidak akan pernah mampu menyelesaikan skripsi
7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih dan hormat saya haturkan atas semua ilmu
dan banyak pelajaran berharga yang telah diberikan kepada penulis selama
dan bersyukur pernah belajar kepada orang-orang hebat seperti seluruh dosen
Surabaya yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus segala proses
9. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Surabaya yang telah
Surabaya.
10. Bapak Didik dan Ibu Dina, orang tua saya. Bapak sebagai ksatria tanpa kuda
yang telah berjuang keras supaya dapat selalu menyediakan fasilitas terbaik
untuk studi saya, dan Ibu sebagai malaikat tanpa sayap yang selalu menguatkan
dan memahami keadaan saya. Walaupun tidak sempurna, tapi kalian orang tua
v
11. Deninta Fitri Yurindhani, my 24/7 call. Teman perjalanan selama penulis
mengerjakan skripsi baik di Unair maupun Ubaya ini. Terima kasih sudah jadi
12. Wahyu Agil Masduki, yang sudah selalu sabar mendengar semua sambatan dan
menjawab setiap pertanyaan saya dari a-z, serta tidak pernah lelah memberikan
selama berada di Fakultas Hukum. Terima kasih karena selalu bisa memahami
14. Teman seperbimbingan saya yakni Galuh Mutiara, Riski Kumala Dewi, Aldo
16. Terima kasih untuk semesta dan semua yang ada di dalamnya, karena dengan
Doa terbaik untuk setiap nama yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Aliza Zhafarina
vi
DAFTAR ISI
vii
2.1.1 Pengertian Penyandang Disabilitas ............................................. 15
Publik ..................................................................................... 33
viii
BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 68
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
warga negaranya, tidak terkecuali Indonesia. Pemenuhan hak dan kebutuhan bagi
warga negara salah satunya tercermin dalam pelayanan publik yang dilaksanakan
oleh pemerintah melalui penyelenggara pelayanan publik. Sebagai salah satu hak,
warga negara, termasuk terhadap kelompok rentan yang dalam kehidupan sehari-
Hak setiap warga negara untuk mendapat pelayanan publik sejatinya telah
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
UUD 1945 tersebut secara implisit menjadi dasar pemenuhan hak masyarakat atas
pelayanan publik. Hal ini dipertegas pula dalam konsideran menimbang Undang-
melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan
1
dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-
Pelayanan publik yang baik menjadi aspek yang tidak dapat dipisahkan dari
seluruh warga negara telah memperoleh hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara.
Pemenuhan kewajiban negara atas pelayanan publik pun tidak bisa dijalankan
dengan ala kadarnya. Sebab hal tersebut menjadi salah satu bentuk alat ukur
menjamin hak- hak warga negaranya. Artinya negara menjadi provider sekaligus
pelindung bagi hak-hak semua warga negara yang dimilikinya. Dengan demikian,
itu aksesibilitas fasilitas publik menjadi sangat penting, terutama bagi penyandang
dalam mengakses haknya. Istilah kelompok rentan dalam konteks yuridis muncul
dalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
2
Kelompok rentan terdiri dari beberapa kategori. Salah satu yang termasuk
bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang memiliki keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.
warga negara dan usahanya dalam mendapat akses fasilitas di masyarakat, termasuk
hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya
penyandang disabilitas.
Namun, keadaan tersebut bukan berarti menjadi halangan bagi mereka untuk
dikecualikan dari haknya untuk menikmati berbagai layanan publik yang tersedia
3
menegaskan bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan
hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai
kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga
Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan
masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
yang dimiliki, membuat mereka dianggap sebagai kelompok yang lemah, tidak
berdaya dan hanya perlu mendapatkan belas kasihan. Hak-hak mereka sebagai
manusia seringkali diabaikan. Mulai dari hak untuk hidup, hak untuk memperoleh
umum. Padahal UUD 1945, sudah dengan tegas menjamin para penyandang
disabilitas. Setidaknya dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sudah menentukan
bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
4
masyarakat berkebutuhan khusus, salah satunya tentunya kelompok Penyandang
Disabilitas.
Hasil dari survei tersebut pada tahun 2019, contohnya, pada tingkat
bahwa salah satu indikator yang paling banyak belum dipenuhi yaitu ketersediaan
layanan khusus bagi pengguna berkebutuhan khusus. Berturut turut pada tingkat
khusus.
sesuai amanat UU tentang Pelayanan Publik. Tentu hal ini merupakan pekerjaan
karena selama ini birokrasi hanya menerjemahkan bahwa layanan yang wajib
diberikan kepada masyarakat adalah yang bersifat standar dan umum. Akibatnya
mereka tidak akan bisa responsif memenuhi pelayanan publik bagi masyarakat
berkebutuhan khusus.
yang wajib bagi keberadaan disabilitas. Sebab, hal ini merupakan bentuk kesetaraan
5
bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya (Mumpuni &
Zainudin, 2018). Maka dari itu, hak atas pelayanan publik bagi penyandang
disabilitas menjadi satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih. Hal ini
dikarenakan pelayanan publik kerap menjadi pintu utama bagi para penyandang
potensi dan keberfungsian sosial penyandang disabilitas. Hal ini karena lingkungan
yang dapat diakses akan memperlancar dan memberi kemudahan mobilitas bagi
sebagai pelayanan yang berupa fasilitas ramah disabilitas, namun juga terkait
justru berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak lain mereka sebagai warga negara
6
Sebab di dalamnya terdapat interaksi yang kuat di antara masyarakat dan
Walau begitu, saat ini fakta yang terjadi menunjukkan bahwa penyandang
perlakuan, sarana dan prasana yang cukup sulit diakses pada fasilitas umum, hingga
mereka supaya lebih mandiri dan lebih mudah mobilitasnya (Asshidiqie, dalam
Priscyllia, 2016).
publik yang ada di Indonesia juga belum responsif terhadap masyarakat khususnya
2016).
dikecualikan dari haknya untuk menikmati berbagai pelayanan publik yang tersedia
7
dan seharusnya mereka terima. Agar penyandang disabilitas dapat hidup mandiri
dan berpartisipasi secara penuh dalam semua aspek kehidupan, Negara wajib
disabilitas ke berbagai fasilitas dan jasa pelayanan yang tersedia di publik (Tarsidi,
mereka juga masih banyak terjadi. Permasalahan terkait pelayanan publik yang
Soedomo, Trenggalek.
Ketiganya sempat ditolak oleh bagian administrasi rumah sakit karena rumah sakit
tidak memiliki form yang diminta. Akibat penolakan tersebut, sempat timbul
untuk mengisi form. Permasalahan kembali terjadi karena pengisian centang jenis
disabilitas pada form surat keterangan milik WH dianggap tidak tepat oleh TA. TA
menilai dokter memberi centang pada lebih dari dua disabilitas, padahal, WH
8
Dokter tersebut dokter kemudian berteriak kepada TA dan mengatakan
keterangan disabilitas dengan akses yang mudah dan pelayanan optimal di RSUP
terjadi kepada setiap warga negara yang memanfaatkan pelayanan publik, tidak
masalah yang digunakan adalah: “Apakah RSUD dr. Soedomo Trenggalek telah
9
penyandang disabilitas ditinjau dari UU tentang Pelayanan Publik dan UU tentang
Penyandang Disabilitas?”
Pemilihan judul tersebut didasarkan atas pada tujuan penulisan ini yaitu ingin
menganalisis apakah pelayanan publik yang dilakukan oleh RSUD dr. Soedomo
Alasan lain penulis adalah karena setiap masyarakat tanpa terkecuali berhak
atas pelayanan publik yang maksimal dari pemerintah. Pun dalam fakta empiris,
masih banyak kasus pelayanan publik yang tidak optimal, yang bahkan cenderung
salah satu syarat meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum
Universitas Surabaya.
10
1.4.2 Tujuan praktis
hukum ini. Soekanto dan Mamudji (dalam Ishaq, 2017) memberi definisi
penelitian bahan pustaka atau data sekunder belaka. Tipe penelitian tersebut
11
1.5.3 Bahan hukum
Sumber bahan hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini meliputi
ilmiah, jurnal atau majalah hukum, pendapat para ahli, dan beragam
12
referensi yang berhubungan dengan maladministrasi dalam pelayanan
penenlitian yang terdiri dari sub-sub bab antara lain latar belakang gambaran umum
yang akan dibahas, alasan pemilihan judul gambaran peneliti mengambil judul
penelitin tersebut, tujuan penelitian menjelaskan keluaran atau hasil yang akan
diperoleh dalam penelitian ini, metode menjelaskan cara atau langkah penelitin
Bab 2, Tinjauan Umum, yang terdiri dari sub-sub bab dengan uraian untuk
13
dikaji baik dengan dasar yuridis, maupun landasan teori atau pendapat para ahli
Bab 3, Pembahasan. Bab 3 terdiri dari dua sub bab yakni kronologi kasus
dan analisis kasus. Bab ini menguraikan analisis pembahasan untuk menjawab
rumusan permasalahan yang diajukan. Pada sub bab kronologi kasus, akan
dijelaskan secara rinci ilustrasi kasus yang terjadi sehingga menghasilkan rumusan
masalah di atas. Kronologi kasus tersebut kemudian dilanjutkan dengan sub bab
berikutnya yakni analisis kasus yang berupa pembahasan untuk mengetahui apakah
karena tidak memiliki ketersediaan surat keterangan disabilitas sebagai salah satu
seluruh garis besar jawaban mengenai rumusan masalah yang didapatkan dari hasil
analisis pada bab sebelumnya. Sedangkan saran berisi rekomendasi yang diberikan
14
BAB 2
seperti sakit atau cedera yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan
seseorang, atau suatu keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang
biasa. Menurut Sholeh (2014) disabilitas adalah suatu keterbatasan atau kehilangan
(Prasetyo, 2014).
15
b. Disability yaitu ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat
yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya)
‘penyandang cacat’ yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia
fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama berinteraksi
dengan berbagai hambatan yang dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif
dalam masyarakat atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya.” Sementara menurut
16
individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan
mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan
17
6) Diperbarui dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat
gangguan kepribadian;
18
b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan
Terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas
penyandang disabilitas telah diatur sedemikian rupa dan dijamin oleh hukum positif
penyandang disabilitas termasuk dalam satu dari enam kategori kelompok rentan
tepatnya pada Pasal 5 ayat (3) UU HAM. Pasal tersebut menyatakan bahwa “setiap
19
Hak yang paling mendasar, secara konstitusional, misalnya, UUD 1945
Pasal 31 ayat (1) menegaskan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
dengan bentuk apapun kondisi fisik yang mana masing-masing dari mereka
memiliki hak serta kewajiban yang sama dengan warga Negara Indonesia lainnya.
Kemudian Pasal 28 butir A-J yang mengatur tentang hak asasi manusia, dalam hal
ini berimplikasi pula bagi penyandang disabilitas. Hak-hak bagi setiap warga
negara sejatinya telah diatur dalam dalam UUD 1945 dan berbagai Perundang-
20
Hak-hak yang terdapat dalam Konvensi tersebut merupakan dasar bagi
disabilitas, diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016. Menurut Pasal 5
ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas memiliki 22 (dua puluh
3. privasi;
5. pendidikan;
7. kesehatan;
8. politik
9. keagamaan;
10. keolahragaan;
13. aksesibilitas
21
14. pelayanan publik;
17. konsesi;
18. pendataan;
eksploitasi.
disabilitas diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU Penyandang Disabilitas.
enam) hak. Bagi perempuan penyandang disabilitas, selain 22 (duapuluh dua) hak
29 (dua puluh sembilan) jenis hak. Selain hak sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
22
ayat (1) UU Penyandang Disabilitas, anak penyandang disabilitas juga memiliki
hak untuk:
d. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
f. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial
23
2.1.3 Jaminan Perlindungan terhadap Hak Penyandang Disabilitas
Pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas masih sangat jauh dari kata
transportasi, tempat ibadah, tempat hiburan, serta kedudukan yang sama di muka
hukum. Permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas tidak hanya pada
pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas, tetapi juga pasca pendidikan
pelanggaran hak asasi manusia. Ajakan hingga berbagai aturan hukum hingga
diberikan kepada penyandang disabilitas sudah tersedia, tetapi masih banyak pihak-
pihak –salah satu contohnya adalah dalam penyelenggaraan pelayanan publik- yang
24
CRPD). Penandatanganan konvensi ini menunjukan kesungguhan negara Indonesia
melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang mendasar bagi
hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai
kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga
negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan
masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
25
itu untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas
belum terbentuk hingga saat ini. Namun, dengan berbagai peraturan pelaksana yang
pelayanan, atau dengan kata lain memberi pelayanan pada setiap warga negara dan
penduduk supaya hak dasar mereka dapat terpenuhi (Rahmadana & et al, 2020).
26
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
publik.
perundang- undangan.
Pengguna yang dimaksud dalam hal ini adalah setiap warga negara atau penduduk
Beberapa pakar lain juga memberi pengertian dari pelayanan publik. Seperti
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
sebuah pelayanan baik itu berupa pelayanan barang atau jasa publik oleh
27
Bharata (2003) kemudian menarik unsur-unsur penting yang harus ada
pelanggan.
diberikan oleh pemerintah. Selain itu, pelayanan publik juga bertujuan untuk
beragam. S.F. Marbun (2013) menjelaskan bahwa ruang lingkup pelayanan publik
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif
28
yang diatur dalam perundang-undangan. Di sisi lain, sumaryadi (2010) mengatakan
bahwa:
Publik memiliki ruang lingkup tertentu. Dalam Pasal tersebut berbunyi “ruang
lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
Penjelasan lebih lanjut terkait ruang lingkup pelayanan publik seperti pada
daerah;
29
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
30
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
warga negara.
pelayanan jasa.
(Hardiansyah, 2011):
31
KTP, Akte Pernikahan, Akte kelahiran, dan Ijin Mendirikan Bangunan, dan
lain-lain.
yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi
Contoh pelayanan ini adalah jenis pelayanan listrik, pelayanan air bersih dan
pelayanan telepon.
3. Pelayanan jasa, adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
32
2.2.3 Rumah Sakit Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik
Publik
lingkup pelayanan publik yang wajib diberikan pemerintah salah satunya berbentuk
penyediaan pelayanan jasa publik yang di dalamnya termasuk jasa kesehatan. Rumah
Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber
kesehatan juga, yaitu harus sesuai dengan garis-garis haluan negara agar
2009 tentang Rumah Sakit (selanjutnya disingkat sebagai UU Rumah Sakit) yakni
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
sakit adalah suatu organisasi yang dilakukan oleh tenaga medis professional yang
33
Bramantoro (2017) memberi definisi lain tentang rumah sakit yakni suatu
berdayaguna dan berhasil guna pada upaya penyembuhan dan pemulihan yang
rujukan.
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
publik.
secara paripurna. Menurut Rikomah (2017, dalam Hutabarat, 2019 ) tugas rumah
sakit yang lain adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta
34
2.2.3.2 RSUD dr. Soedomo Trenggalek sebagai Penyelenggara Pelayanan
Publik
Daerah Kabupaten Trenggalek dengan type C yang berlokasi di Jalan Dr. Sutomo
Sejak tahun 1983 hingga sekarang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kerja RSUD, Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 1983 tanggal 19 April 1983
1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja RSUD Kabupaten Trenggalek,
penetapan MENPAN dengan surat keputusan Nomor 117 Tahun 1997 tanggal 6
November 1997 dalam lampiran VI-2 Nomor urut 13 item 7, serta dikukuhkannya
RSUD kelas C oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam surat Keputusan
35
Trenggalek RSUD dr.Soedomo ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah
dari tahun ketahun. Beberapa bagian mengalami peningkatan, namun ada juga
pelayanan kesehatan.
kesehatan.
36
3. Pengoordinasian penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
RSUD.
8. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
bidang tugasnya.
37
2.2.4 Standar Pelayanan Publik terhadap Penyandang Disabilitas
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Adapun pengertian mutu menurut
Goetsch dan Davis (1994) dalam Sutopo & Suryanto (2006) merupakan kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
antara konsep negara hukum hukum (rechtsstaat) dan konsep negara kesejahteraan
(welfare state). Negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan
(supremasi hukum) .
Pelayanan Publik yakni merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
38
a. Dasar hukum
b. Persyaratan
e. Biaya/tarif
f. Produk pelayanan
h. Kompetensi pelaksana,
i. Pengawasan internal
k. Jumlah pelaksana
untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-
raguan, dan
pelayanan publik merupakan hal yang sangat penting dan berkaitan dengan
terpenuhinya hak-hak dari masyarakat itu sendiri. Menurut Wahyuni (2006, dalam
39
publik bukan tidak mungkin menjadi kacau dan semakin melupakan
pelayanan terhadpa kelompok rentan.”
publik. Maka dari itu, adanya standar pelayanan juga sangat menjadi penting bagi
Hal ini akan menjadi jauh lebih baik apabila ketika standar pelayanan publik telah
untuk memenuhi
bagi penyandang disabilitas adalah ketika standar pelayanan publik telah yang
pelayanan publik dikatakan baik jika memenuhi beberapa asas-asas, salah satunya
adanya perlakukan khusus bagi kelompok rentan. Dengan demikian, jelas bahwa
kelompok rentan.
40
2.3 Maladministrasi
perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam suatu proses
administrasi pelayanan publik, yakni meliputi penyalahgunaan
wewenang/jabatan, kelalaian dalam tindakan dan pengambilan keputusan,
pengabaian kewajiban hukum, melakukan penundaan berlarut, tindakan
diskriminatif, permintaan imbalan, dan lain-lain yang dapat dinilai
sekualitas dengan kesalahan tersebut maladministrasi.
umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang
maladministrasi tidak terbatas pada hal administrasi atau tata usaha saja, melainkan
lebih luas. Maladministrasi dapat memberikan efek yang buruk dalam birokrasi
tidak mendapatkan pelayanan publik yang baik (mudah, murah, cepat, tepat dan
berkualitas.
41
didefinisikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
maladministrasi yang dapat terjadi dalam suatu pelayanan publik. Dalam buku
yakni:
1. Penundaan berlarut
2. Penyimpangan prosedur
3. Penyalahgunaan wewenang
5. Tidak patut
6. Tidak kompeten
8. Berpihak
9. Diskriminasi
42
Bentuk lain yang termasuk klasifikasi tindakan maladministrasi adalah
kepentingan kantor.
a. Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi
suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan
43
b. Red Tape yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
katakata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis
d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model
pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini
individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa
44
ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan
seorang
45
terdiri dari persekongkolan, kolusi dan nepotisme, bertindak tidak adil, dan
nyata-nyata berpihak.
pemerintahan.
46
terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan perbuatan
melawan hukum.
47
wewenangnya sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan
secara baik.
48
b. Penyalahgunaan Wewenang: seorang pejabat publik menggunakan
pelayanan publik merupakan suatu maladministrasi atau bukan. Maka dari itu,
diperlukan suatu indicator-indikator yang dapat menjadi tolak ukur. Apabila dalam
tetap sesuai dengan tujuan yang sesungguhnya dan aturan hukum yang berlaku.
Sebagaimana ditulis oleh Sibuea (2010), fungsi asas-asas umum pemerintahan yang
49
baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai pedoman atau penuntun
bagi pemerintah atau pejabat administrasi negara dalam rangka pemerintahan yang
hukum. Namun seiring berjalannya waktu, asas-asas umum pemerintahan yang baik
Indonesia dan menjadi hukum positif yang harus dilaksanakan, terutama bagi para
Asas-asas umum pemerintahan yang baik yang telah menjadi hukum tertulis
a. Kepastian hukum
b. Kemanfaatan
c. Ketidakberpihakan
d. Kecermatan
f. Keterbukaan
50
h. Pelayanan yang baik
asas-asas yang sudah ada. Hasil pengembangan dari asas-asas itulah yang kemudian
penyelenggaraan pelayanan
penerima pelayanan
51
g. Persamaan perlakuan/ perlakuan tidak diskriminatif, yakni Setiap warga
undangan
pelayanan.
52
BAB 3
dan perlakuan buruk di RSUD dr Soedomo Trenggalek. Kasus ini terjadi ketika 16
disabilitas. Saat mereka datang, ketiganya sempat ditolak oleh bagian administrasi
rumah sakit karena rumah sakit tidak memiliki form yang diminta. Akibat
umum untuk mengisi form. Permasalahan kembali terjadi karena pengisian centang
jenis disabilitas pada form surat keterangan milik WH dianggap kurang tepat oleh
TA. WH merupakan seorang penderita Celebral Palsy (CP), namun dokter memberi
centang disabilitas fisik (lumpuh layu). Padahal sudah ada kolom tersendiri untuk
CP.
53
Selanjutnya ketika dokter memberi centang pada disabilitas sensorik
hambatan motorik & berbicara. Namun bukan berarti masuk kategori disabilitas
sensorik tunawicara. Sehingga apabila dalam form milik WH diisi 3 jenis disabilitas
yakni disabilitas fisik (lumpuh layu, CP) dan disabilitas sensorik (wicara), maka
akan WH akan dianggap menjadi double handicap. Pemberian centang yang salah
kesulitan mendapat pekerjaan. Terlebih lagi surat keterangan disabilitas yang diurus
sehingga tidak ada informasi awal bagi para dokter maupun tenaga medis lainnya
54
3.2 Analisis Kasus
disabilitas.
terkait merupakan suatu pelayanan publik atau bukan. Dalam suatu pelayanan
publik, terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi yakni adanya penyedia layanan
publik. Pada pelayanan publik, harus terdapat adanya suatu penyelenggara yang
menyediakan layanan. Dalam hal ini, RSUD dr. Soedomo merupakan institusi
layanan administrasi yang berkaitan dengan kesehatan. Rumah Sakit sebagai salah
55
satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan
pelayanan publik yang menjadi kewajiban pemerintah, pun yang dilakukan oleh
RSUD dr. Soedomo. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka (2) UU
Pelayanan Publik bahwa RSUD dr. Soedomo telah menyediakan suatu layanan
disabilitas termasuk sebagai salah satu pelayanan yang dapat diberikan oleh instansi
yang sedang mengurus surat keterangan disabilitas di RSUD. Dr Soedomo. Hal ini
Unsur terakhir dari pelayanan publik yang harus dipenuhi adalah adanya jenis
salah satu ruang lingkup pelayanan publik adalah pelayanan di bidang kesehatan.
Sementara jenis pelayanan yang disediakan RSUD dr. Soedomo pada TA dan WH
(7) huruf a UU Pelayanan Publik. Hal ini diketahui pula dari penjelasan pasal demi
pasal Pasal 5 ayat (7) huruf a yang menjelaskan bahwa tindakan administratif
56
termasuk segala hal ihwal yang diperlukan oleh penduduk dalam menjalani
kehidupannya.
pada suatu pelayanan publik adalah dengan melihat kesesuaian pelayanan tersebut
terhadap aturan hukum yang berlaku serta melihat pelaksanaan dan penerapan asas-
57
sebagaimana diatur dalam pasal dengan Pasal 5 ayat (1) UU Pelayanan Publik.
RSUD dr. Soedomo sebagai unsur penunjang fasilitas pelayanan kesehatan wajib
keterangan disabilitas.
seharusnya dilayani oleh penyelenggara pelayanan publik yang dalam hal ini adalah
rumah sakit.
sebagai pelaksana pelayanan dalam memberikan jenis centang yang diberikan pada
surat keterangan disabilitas WH. Sebab, pemberian centang yang salah terhadap
dinyatakan sebagai seseorang dengan lebih dari satu jenis disabilitas. Padahal, surat
58
Maka dari itu diperlukan kompetensi dari dokter dalam memberikan asesmen
yang terjadi di RSUD dr. Soedomo juga tidak sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) jo
22 (dua puluh dua) hak-hak dasar penyandang disabilitas seperti yang disebutkan
Dari dua puluh dua hak tersebut, pelayanan publik termasuk sebagai salah
satu hak yang perlu dijamin perlindungannya bagi penyandang disabilitas karena
59
Kedua hak tersebut mutlak harus diperoleh oleh penyandang disabilitas
dalam pelayanan publik. Namun kasus TA dan WH di RSUD dr. Soedomo justru
yang optimal.
dari pihak RSUD dr. Soedomo. Pelayanan tersebut tidak didapatkan oleh
keterangan disabilitas.
mudah diakses akibat RSUD dr. Soedomo sendiri belum memiliki blangko
WH.
rambu bagi penyelenggara negara dalam setiap pelaksanaan tugasnya juga menjadi
60
pejabat administrasi negara dalam rangka pemerintahan yang baik (good
Pada kasus ketersediaan surat keterangan disabilitas oleh RSUD dr. Soedomo
ini, terdapat beberapa perbuatan yang ternyata tidak sesuai dengan asas-asas
Asas umum pemerintahan yang baik yang tidak sesuai dalam kasus di
salah satu kewajiban rumah sakit sebagai pihak yang berwenang dalam
61
disebabkan oleh kurangnya perhatian rumah sakit terhadap penyandang
disabilitas.
seharusnya dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah jika pihak rumah
dengan cepat, mudah, dan terjangkau sesuai dengan salah satu asas umum
pelayanan publik dengan asas-asas yang seharusnya diikuti oleh RSUD dr.
62
Soedomo dalam melayani penyandang disabilitas. Padahal, asas-asas yang sudah
Selain itu dalam Pasal 17 huruf e UU Pelayanan Publik juga menegaskan bahwa
formal, namun karena asas-asas umum tersebut telah dituangkan dan dimuat dalam
yang harus dilaksanakan bagi penyelenggara negara, maka tidak terpenuhinya asas-
63
dengan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik. Namun, tindakan RSUD dr.
Soedomo yang tidak melaksanakan tiga dari dua belas asas umum pemerintahan
yang baik dalam pelayanan publik telah melanggar ketentuan Pasal 15 huruf e dan
dari UU tentang Pelayanan Publik, perbuatan RSUD dr. Soedomo yang tidak
maladministrasi.
maladministrasi dalam beberapa kategori. Salah satu yang tercantum dari sembilan
kategori tersebut adalah diskriminasi. Diskriminasi inilah yang terjadi dalam kasus
Disabilitas bertujuan menjamin hak dan kesempatan bagi kelompok difabel untuk
64
sosial, struktur organisasi dan sarana hukum yang mencerminkan dan menghasilkan
Pada kasus di RSUD dr. Soedomo, tidak adanya blanko surat keterangan
seharusnya berasal dari pemerintah pusat yang perlu mendapat tindak lanjut dari
rumah sakit daerah terkait. Dengan kata lain, pengabaian kebutuhan penyandang
disabilitas telah melembaga karena dilihat dari kurangnya perhatian dari pihak
menjadi penting untuk mengatasi permasalahan serupa yang mungkin dapat terjadi
di kemudian hari.
Seluruh dokter dan sarana pelayanan kesehatan seperti pada RSUD dr.
mampu memikul tanggung jawab atas hak dan kewajiban sehingga dipandang
sebagai subyek hukum, baik sebagai subyek personal (persoon) maupun sebagai
subyek hukum Badan Hukum (Recht Persoon). Dokter dalam hal ini bertidak
yakni sebagai pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam
65
tindakan pelayanan publik. Sementara rumah sakit dalam kasus ini adalah
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik.
sesuai sebagaimana diatur pada pasal 54 ayat (1) UU Pelayanan Publik yang
66
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, Pasal
67
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Disabilitas.
yang telah diatur dalam pasal 19 UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang
ayat (7) huruf a dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.
yang baik dalam kasus di RSUD dr. Soedomo Trenggalek. Asas yang tidak
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, dan asas kecepatan,
68
4.2 Saran
dr. Soedomo dapat bersifat lebih konkrit dan tegas. Merujuk pada Pasal 142,
dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Pemberian sanksi yang tegas perlu
dilakukan supaya yang terjadi di RSUD dr. Soedomo tidak terulang kembali.
disabilitas.
69
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Buku
Ishaq. (2017). Metode Penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta
70
Rahmadana, M. F., & et al. (2020). Pelayanan Publik. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Grafindo Persada.
Jurnal
71
Fiat Justisia : Jurnal Ilmu Hukum. 10 (3), 794
Pendidikan. https://doi.org/10.32585/jkp.v1i2.24
Prasetyo, F. A. (2014). Disabilitas dan Isu Kesehatan; Antara Evolusi Konsep, Hak
Sekolah Menengah Atas. Pusat Studi dan Layanan Disabilitas, 24, 71.
72
Disabilitas. Sosio Informa. https://doi.org/10.33007/inf.v2i2.256
73