SKRIPSI
OLEH :
02011381419442
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
i
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
PALEMBANG
JUDUL SKRIPSI
Palembang, 2019
ii
SURAT PERNYATAAN
Fakultas : Hukum
Strata Pendidikan : S1
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak memuat bahan-bahan yang
sebelumnya telah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun
tanpa mencantumkan sumbernya. Skripsi ini juga tidak memuat bahan-bahan yang
sebelumnya telah dipublikasikan atau ditulis oleh siapapun tanpa mencantumkan
sumbernya dalam teks.
Demikianlah pernyataan ini telah saya buat dengan sebenarnya. apabila saya
terbukti telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pernyataan ini, saya
bersedia menanggung segala akibat yang timbul dikemudian hari sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Palembang, 2019
iii
MOTTO:
(Albert Einstein)
Kupersembahkan kepada :
2. Saudariku tersayang
4. Sahabat-sahabat terbaikku
5. Almamater kebanggaanku
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang penulis lakukan dapat diselesaikan
dengan baik dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
memberikan tauladan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian
Universitas Sriwijaya Palembang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan saran dan masukan guna
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya, serta
dibidang ilmu hukum. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat
Palembang, 2019
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Setelah melalui proses yang sangat panjang maka dalam kesempatan yang
baik ini penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,
serta shalawat dan salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya yang telah memberikan tauladan bagi penulis.
Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini atas bimbingan dan bantuan
dari yang terhormat Ibu Dr. Hj. Nashriana, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Utama
terima kasih atas saran dan masukan serta kritik kepada penulis dalam melakukan
1. Kedua Orangtuaku, Papa dan Mama tercinta dan tersayang terima kasih atas
doa, dukungan dan kasih sayang yang sangat berarti dalam segala aspek
kehidupanku.
2. Yang tercinta dan tersayang Mama Deli Mardiana, Deca Priatama, Adik-
adikku Regina Dwi Andini dan Decen Karalen Ustender, terima kasih atas
dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini Seluruh Keluarga
3. Bapak Dr. Febrian, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya.
4. Bapak Dr. Mada Apriandi Zuhir, S.H.,M.CL selaku Wakil Dekan I Fakultas
vi
5. Bapak Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya.
6. Bapak Prof. Drs. H. Murzal, S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas
10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang telah senantiasa
Sriwijaya.
Palembang.
13. Bapak Dapat Sembiring, S.H. selaku Kepala Bidang Pembinaan Narapidana
14. Bapak Syamsuddin, Bapak Herman Anwar, Bapak Amad Fausan, Bapak
Daniel, Bapak Herman, Kak Tessa, Kak Basar, serta Seluruh Staff dan
15. Bapak Taufiqurrachman, S.H., kak Adi, kak Teo, mbak fitri, yuk Yuyun, yuk
Okta, yuk siska, yuk Maria. Kantor Notaris PPAT Taufiqurrachman,S.H dan
rekan. Terima kasih atas pelajaran dan bimbingan yang telah diberikan selama
vii
16. Kak Indra dan Yuk Suryani, terimkasih atas semua bantuan dan do’anya serta
19. Kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini.
Akhir kata terhadap semua doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga silaturahmi tetap terjaga dan Semoga Allah SWT dapat
menerima kebaikan dan amal saleh dan memberikan pahala yang berlipat ganda.
Semoga ilmu yang penulis dapatkan menjadi ilmu yang berkah dan skripsi ini
viii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Pengertian Pemidanaan.......................................................... 24
ix
2. Perkembangan Teoritis Tentang Tujuan Pemidanaan ............. 31
B. Pengertian Terpidana................................................................... 39
Pemasyarakatan........................................................................... 62
Palembang ............................................................................. 73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 89
B. Saran ........................................................................................... 90
DAFTAR PUTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Palembang ......................................................................................... 83
xi
ABSTRAK
Di dalam Lembaga Pemasyarakatan narapidana dibina untuk kembali ke
masyarakat, Pembinaan sejatinya akan kembali ke masyarakat tetapi pada
kenyataannya narapidana pidana mati tidak akan pernah kembali ke masyarakat,
sedangkan sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab. Dalam proses resosialisasi dilakukan pembinaan dan pembimbingan terlebih
dahulu, namun dalam hal itu terdapat beberapa hal, salah satunya bagaimana dengan
terpidana mati. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Palembang. Membahas skripsi ini dengan memfokuskan pada rumusan masalah yang
pertama, apakah terpidana mati di lembaga pemasyarakatan wajib dilakukan
pembinaan. Kedua, bagaimana pembinaan terhadap terpidana mati di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Palembang. Penelitian menggunakan metode penelitian
hukum empiris, penulis membahas aturan dan pelaksanaan mengenai pembinaan
terhadap terpidana mati serta implementasinya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Palembang. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa, terhadap terpidana mati tidak
ditemukan aturan mengenai wajib tidaknya dilakukan pembinaan dan penempatan
juga tidak harus di lembaga pemasyarakatan namun bisa ditempat lain. Di lembaga
pemasyarakatan status terpidana mati hanya titipan samapai di eksekusi, namun pada
prinsipnya setiap terpidana yang berada dilapas akan mendapatkan pembinaan
termasuk terpidana mati. Serta, dalam hal pembinaan narapidana seumur hidup belum
ada pengaturan khusus sehingga pembinaannya sama dengan pembinaan narapidana
pada umumnya, akan tetapi pembinaan dan pembimbingan lebih berfokus pada
pembinaan kepribadian dalam kegiatan beribadah sesuai kepercayaannya masing-
masing.
Dr. Hj.Nashriana,S.H.,M.Hum
NIP. 196509181991022001
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pidana mati merupakan salah satu dari pidana pokok yang dapat
mengadili setiap perkara perkara pidana berat. Pidana mati adalah pidana yang
Pidana mati dianggap pidana yang paling tua, setua umur manusia,
negara, pidana mati tidak pernah ada atau telah dihapuskan. Contoh negara yang
oleh pemerintah kolonial Belanda berdasarkan K.B.v. 15 Oktober 1915, No. 33.
S. 15-732 jis. 17-497, 645 yakni W.v.S yang sudah berlaku di Hindia Belanda.
1
Marlina, 2011, Hukum Penitensier, PT.Refika Aditama, Bandung, hlm.81.
2
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983,Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di
Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta, hlm. 26,27,32.
1
2
1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah Republik
(KUHP), yang delik-deliknya itu terdapat dalam Pasal 10 KUHP dan ada pula
delik yang tersebar diluar KUHP dalam wujud UU. Ketentuan itu telah
negara berhak untuk menjalankan semua peraturan ini, termasuk pidana mati
masyarakat luas, namun hingga saat ini pidana mati merupakan salah satu
hukuman yang masih diberlakukan di Indonesia dan masih diterapkan, hal ini
Pasal 10 KUHP.
a. Pidana Pokok
1. Pidana Mati;
2. Pidana Penjara;
3. Pidana Kurungan;
3
Auliah Andika Rukhman, 2016, “Pidana Mati Ditinjau Dari Prespektif Sosiologis dan
Penegakan HAM”, Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume IV No. 1 Mei 2016, hlm. 1.
https://media.neliti.com/media/publications/61161-ID-pidana-mati-ditinjau-dari-prespektif-
sos.pdf
2
3
4. Pidana Denda;
5. Pidana Tutupan.
b. Pidana Tambahan
presiden Jokowi saat ini. Pada masa pemerintahan presiden Habibie danpresiden
mati di eksekusi mati biasanya ada jeda waktu yang cukup lama sampai tiba
3
4
adanya, mulai dari umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan,jenis
pembinaan. Terpidana mati pun juga menjadi salah satu warga binaan Lembaga
memiliki tujuan, yaitu sebagai pengganjaran dan juga pelajaran bagi masyarakat
Pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi vonis hukuman mati oleh
pidana yang tidak mendapat vonis hukuman mati. Dengan melihat pada realitas
yang dihadapi oleh pelaku tindak pidana yang dijatuhi hukuman mati bahwa
mereka tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan atau
4
5
narapidana agar menyadari kesalahannya dan memperbaiki diri lagi serta tidak
ataupun tindak pidana lainnya agar supaya dapat kembali hidup normal
ialah berkapasitas 540 (lima ratus empat puluh) orang akan tetapi tahanan dan
narapidana didalamnya berjumlah 1704 (Seribu tujuh ratus empat) orang, apabila
dijumlahkan maka didapati kelebihan kapasitas 1164 (seribu seratus enam puluh
empat) orang, yang artinya sudah 216% (dua ratus enam belas persen) terjadi
beberapa terpidana mati yang di bina di dalamnya akan tetapi tidak disebutkan
secara rinci berapa jumlah terpidana mati yang dibina tersebut dengan alasan
meminta data lebih lanjut terkait data rinci narapidana yang di bina di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Palembang harus mendapat surat izin terlebih dahulu dari
8
Sistem Database Pemasyarakatan (SDP),
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/detail/daily/upt/db70f470-6bd1-1bd1-9dfc-
313134333039,di akses pada tanggal 01 Oktober 2018, pukul 22:36 WIB.
5
6
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera
Selatan .
PALEMBANG.
6
7
B. Rumusan Masalah
pembinaan?
Klas I Palembang?
C. Tujuan Penelitian
dilakukan pembinaan.
7
8
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
pemikiran yang dapat dijadikan bahan pengetahuan bagi siapa saja yang
8
9
terpadu, maka akan dibatasi pada hal-hal yang berupa pelengkap dan yang
F. Kerangka Teori
Soerjono Sukanto, yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
diterapkan;
9
Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet.
Kelima, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.5.
9
10
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta rasa yang didasarkan
penegakan hukum.
pemidanaan selama ini wacana tujuan pemidanaa masih dalam tatanan yang
10
Sani Imam Santoso, 2014, Teori Pemidanaan Dan Sandera Bahan Gijzeling, Penaku,
Jakarta, hlm.57.
10
11
dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai
kejahatanyang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara lain yang sudah
Menurut Muladi:12
11
P.A.F Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
hlm.23.
12
Ibid., hlm. 58.
11
12
Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar pidana
preventie theorieen yang ingin dicapai dari tujuan pidana, yakni semata-
mata yakni membuat jerah setiap orang agar tidak melakukan kejahatan-
13
Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penintensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2010,
hlm. 53.
14
Sani Imam Santoso, 2010, Hukum Pidana dan Penerapannya di Indonesia, Storia
Grafika, Jakarta, hlm. 59.
15
Ibid., hlm. 60.
12
13
theorieen, yang ingin dicapai dari tujuan pidana yakni membuat jera,
sebagai berikut:17
gejala masyarakat;
Oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri, akan tetapi
3. Teori Rehabilitasi
16
P.A.F Lamintang, 2018, Hukum Penintensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm
15.
17
Sani Imam Santoso, Op.Cit.,hlm. 60.
13
14
binaan cukup penting karena yang tadinya warga binaan dianggap sebagai
menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa serta dapat diharapkan
berperan aktif dan produktif dalam pembangunan dan bagi dirinya sendiri.
keterampilan.
18
Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2002, Sejarah Pemasyarakatan (Dari Kepenjaraan
ke Pemasyarakatan), Departemen Kehakiman RI, Jakarta, hlm.55.
19
C. Djisman Samosir, 2002,Penologi dan Pemasyarakatan, Nuansa Aulia, Bandung,
hlm. 130.
14
15
4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat
anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat;
15
16
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang
penelitian ini memberikan banyak informasi keadaan saat ini dan membantu
2. Pendekatan Penelitian
penelitian dalam ilmu sosial, dalam riset yang menggunakan metode ini
atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara – cara
20
Fokky Fuad, Pemikiran Ulang Atas Metode Penelitian Hukum,
https://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum/, di akses pada
tanggal 17 Oktober 2018, pukul 00:11 WIB.
16
17
menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk
lain. 22
a. Data Primer
Adapun data primer atau data dasar adalah data yang diperoleh langsung
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini data sekunder merupakan data penunjang dari data
21
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian hukum,,Kencana Penada Media Group,
Jakarta, hlm. 95.
22
Ibid.
17
18
Milter.
Tentang Pemasyarakatan.
Tentang Grasi.
Pemasyarakatan.
Pemasyarakatan.
Binaan Pemasyarakatan.
18
19
dan bahan hukum sekunder, seperti : kamus umum, kamus hukum dan
penelitian.
4. Lokasi Penelitian
Palembang yang beralamat di Jl. Taqwa Mata Merah, Karya Mulia, Sematang
a. Populasi
23
Ronny Hanitijo Soemitro, 1984, Metodologi Penelitian Hukum, Universitas Indonesia
Press, Jakarta, hlm 5.
19
20
b. Sampel
penelitian tidak dirumuskan atas dasar definisi operasional dari suatu variabel
hipotesis atau teori baru.25 Penelitian ini juga memakai data-data yang penulis
24
Soerjono Soekanto, 1984,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, hlm. 5.
25
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung, hlm. 237.
20
21
literatur, buku-buku lain yang ada dan relevan dengan materi penelitian
21
22
I Palembang.
Data yang telah diperoleh baik data primer maupun sekunder setelah
untuk mengetahui apakah semua pertanyaan yang belum terjawab atau belum
ada relevannya jawaban dengan pertanyaan, atau masih ada kekurangan data
Proses analisis data dilakukan terhadap semua data baik data primer
penulisan ini. 26
9. Penarikan Kesimpulan
menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus ke data yang bersifat
umum dan dengan pendekatan deduktif, yaitu cara berfikir dengan menarik
kesimpulan dari data-data yang bersifat umum ke data yang bersifat lebih
26
Ibid, hlm 32.
22
23
bentuk skripsi.
23
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pemidanaan
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta
bahwa pidana adalah reaksi atas detik, dan ini berwujud suatu nestapa yang
27
Muchsin,ikhtisar Ilmu Hukum,Hal.84.
28
Tri Andisman,Hukum Acara Pidana, Hal 13.
24
25
penderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah dipidana karena suatu
kejahatan.29
penetapan pidana dan tahap pemberi pidana. Tahap pemberi pidana dalam
hal ini ada dua arti, yaitu dalam arti luas yang menyangkut pembentukan
pemidanaa adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab intrasi
aturan hukum. 31
29
Diah Gustianiati dan Dona Raisa Monica, Pemidanaan dan Sistem Pemasyarakatan
Baru, Anugrah Utama Raharja, hlm.15
30
P.A.F Lamintang, 1978, Hukum Pidana I Hukum Pidana Materil Bagian Umum, Bina
Cipta, Bandung, hlm. 17.
31
Jan Rammelink, 2003, Hukum Pidana ,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.7.
25
26
atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dengan kata lain sistem
32
Barda Nawawi Arif, 2010, Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru, Kencana Edisi Cet.2, Jakarta, hlm.115.
26
27
tersebut, atau dengan kata lain apa yang menjadi tujuan pemidanaan.
Pemikiran mengenai tujuan dari suatu pemidanaan yang dianut orang dewasa
ini, sebenarnya bukan suatu pemikiran yang baru, melainkan sedikit atau
banyak mendapat pengaruh dari pemikiran para pemikir atau para penulis
Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arif34 yang juga sama dengan
Theorieen)
33
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit.,hlm.10.
34
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Op.Cit., hlm 10-16
35
SR. Sianturi, 1989 Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni
AHAEM-PTHAEM, Jakarta, hlm. 56-63.
27
28
tujuan-tujuan lain yang bermanfaat .oleh karena itu teori ini pun sering
36
SR. Sianturi, Op.,Cit,hlm. 56-63.
28
29
pidana yang berbeda pandangan deterrence. Bila tujuan utama dari teori
37
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Op.Cit., hlm.70.
29
30
pidana)
sesuatu kekuatan tertentu. Hal ini yang sama juga berlaku pada
dipilihnya
30
31
dalam penjatuhan pidana yang dalam ini sasaran yang hendak dicapai dalam
penjatuhan pidana yang dalam hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai sosial
Sejak dahulu kala lebih pasti lagi sejak zamannya protagores orang
pula Seneca seseorang fisolof romawi yang terkenal telah membuat formasi
yang terkenal yaitu: “Nemo Prudens punit quia peccatum est sedne
peccetur” yang artinya adalah “tidak layak orang memidana karena telah
terjadinya perbuatan salah, tetapi dengan maksud agar tidak terjadi lagi
Dari pihak lain Immanuel kant dan gereja katholik sebagai pelopor
38
Tolib Setiady, Op.Cit.,hlm 60-61.
31
32
beranggapan bahwa: 39
a.
Teori Retributif (Retributivism)40
39
Ibid.,hlm.61.
40
Ibid..,hlm.62
32
33
sendiri. Bagi pandangan ini maka pemidanaa atas perbuatan yang salah
adalah orang yang akan bahagia, dan orang yang jahat akan menderita
mengandung nilai moral yang bebasa dari akibat lain yang di harapkan
lebih lanjut. Cateris paribus, dunia akan menjadi baik bilamana nilai-
penjahat.
33
34
alamiah terhadap kejahatan. Di samping itu hal ini sangat penting untuk
penjahat, ini akan melepaskan arti yang melekat serta konventional pada
secara khusus kepada seseorang ini dapat juga menjadi ancaman bagi
34
35
kepadanya;
41
Marlina, Op,Cit.,hlm.50.
35
36
Menurut teori ini, memidana bukan lah untuk memuaskan tuntutan absolut
dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya
Menurut paham ini tujuan pokok pidana yang hendak dicapai adalah
masyarakat.42
42
Ibid.,hlm.57.
36
37
d. Pembenaran Pidana
43
Ibid.,hlm.73.
37
38
(utilitarian review) yang lebih melihat pidana itu dari segi manfaat
atau kegunaannya. 44
manfaatnya harus ditentukan secara kasuistis. Hal ini lah yang sering
tergantung pada:45
bermanfaat.
tercapai
44
Ibid.,hlm.76.
45
Ibid.,hlm .64.
38
39
tanggung jawab seluruh warga Negara untuk memikirkan masalah ini secara
yang meliputi penilaian secara terus menerus dan seksama terhadap sasaran-
pilih dari keputusan tertentu terhadap hal-hal tertentu pada suatu saat. Hal ini
B. Pengertian Terpidana
39
40
adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
yang dipidana disebut dengan narapidana yang berarti kaum terpidana. Kata-kata
hukuman dapat dipakai dalam lapangan hukum sipil dan hukum kriminal. 49 Yang
dijatuhkan oleh hakim dengan ponis kepada orang yang telah melanggar undang-
undang hukum pidana. 50 Selain itu, sebelum dipakai istilah narapidana terhadap
dipergunakan. Tetapi kata “orang hukuman” juga dipakai dalam lapangan hukum
46
Lihat Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, LN RI Tahun 1995 Nomor 77.
47
Sudarsono, 2015, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 293.
48
KBBI Daring, “Narapidana”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/narapidana, di akses
pada tanggal 2 Juni 2019, pukul 09.50 WIB.
49
R.A. Koesnoen. 1961, Politik Penjara Nasional, Sumur, Bandung, hlm. 10.
50
R. Soesilo, 2013, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politiea, Bogor, hlm. 35.
40
41
perdata. Untuk membedakanya maka dipakai istilah narapidana bagi orang yang
melanggar hukum pidana sehingga tidak dirasakan terlalu menekan batin pribadi
kekuatan hukum tetap, serta menjalani pidana hilang kemerdekaan dalam suatu
1. Sistem Pennsylvania
Sistem ini disebut juga “sistem sel”, karena dalam sistem ini
menjalani pidana penjara itu secara terasing dalam sebuah sel. Selain itu
51
Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 17.
41
42
jahatnya dan dapat memperkuat daya menolak dari setiap pengaruh yang
jahat. Dalam sistem Pennsylvania ini nampak lebih menitik beratkan segi
cakap dan tidak dapat keluar dari sel-nya baik siang maupun malam hari
Namun demikian dilihat dari sisi kelemahannya ialah tidak ada sosialisasi
dan interaksi, hanya membaca kitab suci yang akibatnya tidak ada
mempunyai empati.
2. Sistem Auburn
Disini juga dipakai “sistem sel”, tetapi hanya malam saja napi
berada di dalam sel. Siang hari para napi bekerja bersama-sama, tapi tak
boleh bicara. Karena itu sistem ini disebut juga “silent system”. Lynd
menyatakan bahwa sistem auburn atau silent system ini bukanlah untuk
52
M. Rasyid Ariman, M. Fahmi Raghib, Op.cit., hlm. 281.
42
43
3. Sistem Irlandia
itu dijalani secara keras, kemudian sesudah dididik dan berkelakuan baik,
4. Sistem Elmira
Sistem ini hampir sama dengan sistem Irlandia, akan tetapi tidak
dinyatakan terdakwa bersalah oleh jury. 55 Sistem penjara Elmira ini sangat
53
Ibid.
54
Ibid.
55
Ibid.
43
44
dipengaruhi oleh sistem Irlandia. Namun sistem Elmira ini titik beratnya
bersangkutan.
5. Sistem Borstal
Sistem ini sama dengan sistem Elmira, akan tetapi pada sistem
(enam) bulan. 56
6. Sistem Obsborne
56
Ibid.. hlm. 282
44
45
yaitu penjara yang dilandasi jiwa Pancasila. Sistim ini masih terus
berkembang. 57
titik pertentangan yang paradoksal, yaitu bahwa pidana di satu pihak diadakan
yang melakukan kejahatan yang terkenal dengan sistim penjara baru dikenal
bumi putra) yang dipidana dengan kerja paksa (staatsblad 1826 No.16),
Sejak tahun 1917, baru tahun 1963 pertama kali dicetuskan gagasan
57
Ibid.
58
Marlina, Op.cit., hlm. 123.
45
46
narapidana. 60
59
Sri Bintang Subari P*, Nur Rochaeti, R.B. Sularto, “Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana Seumur Hidup Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Kedungpane Semarang”,
Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, hlm. 2.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=463356
60
Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 174.
46
47
terhadap alasan pemilihan landasan tiga dimensi teori pidana terpadu, ternyata
hal ini sesuai dengan pendekatan secara sosiologis, ideologis dan filosofis
pendapat dari Sanusi Hans, menyatakan bahwa ada beberapa hal pelaksanaan
b. Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan, tidak ada orang yang hidup
61
Ibid., hlm. 99.
62
Marlina, Op.cit., hlm. 124.
47
48
pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi didasarkan pada
pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan
Tahun 1995 Tentang Sistem Pemasyarakatan yang terdiri dari 8 (delapan) bab
dimensi teori pidana terpadu, ternyata hal ini sesuai dengan pendekatan secara
63
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, TLN RI Nomor 3614.
64
Bambang Poernomo, Op.cit., hlm. 99.
48
49
pemasyarakatan adalah :
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
49
50
negara yang baik dan bertanggung jawab, sebagaimana diatur dalam Pasal 2
bahwa :
manusia. Dengan kata lain, hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak
65
Marlina, Op.cit., hlm. 126.
66
Ibid., hlm. 127.
50
51
namun demikian patut untuk tetap dihargai usaha pemerintah untuk mengatur
pemasyarakatan.67
2. Lembaga Pemasyarakatan
a. Kelas I (satu) itu adalah : 1. Mereka yang telah dijatuhi pidana mati akan
penjara seumur hidup, dan 2. Mereka yang telah dijatuhi pidana penjara
sementara, tetapi yang sulit untuk dapat dikuasai atau yang sifatnya
terpidana lainnya.
67
Ibid., hlm. 128.
51
52
Apabila dalam jangka waktu satu tahun orang-orang yang dijatuhi pidana
b. Kelas II (dua) itu adalah : 1. Mereka yang telah dijatuhi pidana penjara
selama lebih dari tiga bulan, yakni apabila mereka itu dipandang tidak
c. Kelas III (tiga) itu adalah : mereka yang semula masuk dalam golongan
d. Kelas IV (empat) itu adalah mereka yang telah dijatuhi pidana penjara
kurang dari 3 (tiga) bulan. Mereka ini tidak boleh ditempatkan dalam satu
dijalani, maka para terhukum penjara dibagi atas empat kelas, yang terberat
68
P.A.F. Lamintang, Op.cit., hlm. 62-63.
52
53
masuk kelas I, kemudian kelas II, III, dan akhirnya yang teringan masuk kelas
IV, bila berkelakuan baik orang dapat dinaikan kelasnya. Sedangkan para
terhukum penjara selama hidup dan terhukum penjara sementara yang nakal
atau berbahaya bagi para pegawai penjara dan para terhukum lain-lainnya,
tiba yaitu ketika tepidana mati telah dilaksanakan eksekusinya atau meninggal
dunia artinya setelah akhir hayat terpidana mati tersebut, baik karena
69
R. Soesilo, Op.cit., hlm. 38.
70
Marlina, Op.cit., hlm. 134.
53
54
dengan daya tampung kapasitas 540 (lima ratus empat puluh) orang dan
merupakan salah satu LAPAS yang mendapat titipan terpidana mati serta
memperoleh hak - haknya yang lain seperti halnya dengan manusia lain pada
umumnya. Dengan kata lain, hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak
telah mengatur secara tegas hak-hak yang di miliki oleh narapidana, hal ini
71
Ibid., hlm. 127
54
55
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018
kehidupan masyarakat.
72
Lihat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, LN RI Tahun 1995 Nomor 77.
55
56
ditentukan”.
pemasyarakatan.
Pidana mati merupakan salah satu jenis pidana yang tertua dalam usianya,
setua usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana,
56
57
Pidana mati dianggap pidana yang paling tua, setua umur manusia,
negara, pidana mati tidak pernah ada atau telah dihapuskan. Contoh negara yang
oleh pemerintah kolonial Belanda berdasarkan K.B.v. 15 Oktober 1915, No. 33.
S. 15-732 jis. 17-497, 645 yakni W.v.S yang sudah berlaku di Hindia Belanda.
1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah Republik
(KUHP), yang delik-deliknya itu terdapat dalam Pasal 10 KUHP dan ada pula
delik yang tersebar diluar KUHP dalam wujud UU. Ketentuan itu telah
negara berhak untuk menjalankan semua peraturan ini, termasuk pidana mati
73
Auliah Andika Rukhman, 2016, “Pidana Mati Ditinjau Dari Prespektif Sosiologis dan
Penegakan HAM”, Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume IV No. 1 Mei 2016, hlm. 1.
https://media.neliti.com/media/publications/61161-ID-pidana-mati-ditinjau-dari-prespektif-
sos.pdf
74
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983,Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di
Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta, hlm. 26,27,32.
57
58
masyarakat luas, namun hingga saat ini pidana mati merupakan salah satu
hukuman yang masih diberlakukan di Indonesia dan masih diterapkan, hal ini
“Pasal 10 KUHP.
Pidana terdiri atas :
c. Pidana Pokok
6. Pidana Mati;
7. Pidana Penjara;
8. Pidana Kurungan;
9. Pidana Denda;
10. Pidana Tutupan.
d. Pidana Tambahan
4. Pencabutan Hak-Hak Tertentu;
5. Perampasan Barang-Barang Tertentu;
6. Pengumuman Putusan Hakim.”
dan konsep KUHP tahun 2000. Di Filipina diatur dalam Pasal 81 KUHP
Filipina 76, Pidana mati dilaksanakan dengan tidak ada pilihan yang lain dan
75
Auliah Andika Rukhman, 2016, “Pidana Mati Ditinjau Dari Prespektif Sosiologis dan
Penegakan HAM”, Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume IV No. 1 Mei 2016, hlm. 1.
https://media.neliti.com/media/publications/61161-ID-pidana-mati-ditinjau-dari-prespektif-
sos.pdf
76
Andi Hamzah, Seri KUHP Negara Asing, KUHP Filipina, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1987, hlm.109 (Selanjutnya disebut KUHP Filipina).
58
59
di Malaysia, dalam Pasal 277, apabila mana orang telah dijatuhkan hukuman
sehingga mati, tetapi tidak boleh dinyatakan tempat dan masa hukuman gantung
dalam Pasal 12 KUHP Perancis dikatakan, setiap orang yang dijatuhi pidana mati
Jerman dikatakan dalam Pasal 60 ayat (1) KUHP Republik Demokrasi, sepanjang
yang melakukan kejahatan serius sekali secara khusus, pidana mati berhubungan
dengan kehilangan tetap semua hak-hak perdata dan pidana mati dilakukan
dengan penembakan. 81
itu dilakukan oleh seorang algojo, yang dilaksanakan oleh terpidana diatas tiang
77
Undang-Undang Malaysia, Kanun Prosedur Jenayah, International Law Book,
Service, 1993, hlm.112.
78
Andi Hamzah, Seri KUHP Asing, KUHP Jepang Ghalia Indonesia, Jakarta 1987,
hlm.71 (Selanjutnya disebut KUHP Jepang)
79
Andi Hamzah, Seri KUHP Asing, KUHP Perancis, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987,
hlm.51. (Selanjutnya disebut KUHP Perancis)
80
Andi Hamzah, Seri KUHP Asing, KUHP Thailand, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987,
hlm.56. (Selanjutnya disebut KUHP Thailand)
81
Andi Hamzah, Seri KUHP Asing, KUHP Demokrasi Jerman (Jerman Timur), Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1987, hlm.7. (Selanjutnya disebut KUHP Jerman)
59
60
gantung, yakni dengan mengikatkan sebuah jerat pada leher terpidana yang
terikat pada tiang gantung tersebut dan kemudian dengan menjatuhkan papan
Negara Tahun 1964 Nomor 38, yang kemudian telah menjadi Undang-Undang
Nomor 2 PNS Tahun 1964 telah diubah yaitu dengan cara di tembak mati. 83
pidana yang diancam dengan pidana mati oleh KUHP warisan Belanda, ada 9
(sembilan) tindak pidana yang dapat dikenakan pidana mati, antara lain: Pasal
104 (makar terhadap presiden dan wakil presiden), Pasal 111 ayat 2 (membujuk
negara asing bermusuhan dan berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jika
perang terjadi), Pasal 124 ayat 3 (membatu musuh waktu perang), Pasal 140 ayat
3 (makar terhadap raja atau kepala negara yang direncakan dan berakibat maut),
kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati), Pasal 444 (pembajakan
dilaut pesisir dan disungai yang mengakibatkan kematian), Pasal 479 K ayat 2
(kejahatan penerbangan) dan Pasal 479 o ayat 2 (kejahatan terhadap sarana dan
prasarana penerbangan). 84
82
Marlina, Op.Cit., hlm.81
83
PAF.Lamintang, Op.Cit., hlm.50
84
Marlina, Op.Cit., hlm.86.
60
61
Selain yang terdapat didalam KUHP masih banyak lagi terdapat ancaman
Selain itu ancaman pidana mati masih diancamkan dalam berbagai Undang-
undang tentang tindak pidana khusus, seperti tindak pidana terorisme, narkotika,
korupsi dan dalam KUHPidana Militer, serta masih banyak lagi pada undang-
undang lainnya. 85
85
Departemen Hukum dan HAM RI, 2007, Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 4 No. 4
Desember 2007. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Jakarta: Departemen Hukum
dan HAM, hlm. Iii.
61
62
BAB III
Pemasyarakatan
perbuatan yang sama didalam masyarakat. Pelbagai kasus pelaku yang hanya
tidak akan ada kejahatan yang serupa kembali. Maka perlu adanya pembinaan
secara khusus bagi terpidana mati agar tidak melakukan ancaman bagi
siapapun.87
86
Sri Bintang Subari P*, Nur Rochaeti,R.B. Sularto, “Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana Seumur Hidup Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Kedungpane Semarang”,
Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, hlm. 3-4.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=463356
87
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, 2015, Pelaksanaan Hukuman Mati,
Yogyakarta,hlm. 8
62
63
Pada sisi lain, tidak ditemukan ketentuan yang secara tegas mengatur
soal penempatan terpidana mati. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
menunggu eksekusi. Hal ini karena terpidana mati juga termasuk menjalani
penempatan atau tempat isolasi bagi terpidana mati. Belum ada aturan yang
mati.
oleh regu penembak dan regu pendukung, regu pendukung ini terbagi
menjadi 5 (lima) regu. Salah satu regu pendukung, yaitu Regu 2 (dua) yang
88
Hukum Online.com, “Pidana Mati”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50c04e6122e48/pidana-mati-dan-lp/, diakses
pada tanggal 15 Juli 2019, Pukul 01.27 WIB.
63
64
lokasi pelaksanaan pidana mati dan dari lokasi pelaksanaan pidana mati
eksekusi.
dimaksud dalam hal ini adalah Lembaga Pemasyarakatan. Jaksa tinggi atau
atau jaksa diberikan wewenang untuk menunjuk penjara atau tempat lainnya
89
lihat Pasal 7 ayat ([1) jo. Pasal 9 jo. Pasal 11 Perkapolri Nomor 12 Tahun 2010
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
90
Penpres Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang
Dijatuhkan Oleh Pengadilan Di Lingkungan Peradilan Umum dan Milter.
64
65
Pembinaan ini juga diberikan kepada terpidana mati, karena terpidana masih
memiliki upaya hukum lain sehingga masih ada peluang tidak dihukum mati.
1) Peninjauan Kembali
peninjauan kembali dilakukan atas dasar antara lain (Pasal 263 ayat [2]
dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat
65
66
lebih ringan;
telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan
2) Grasi
66
67
upaya-upaya hukum demikian akan tetapi ternyata tidak ada yang dikabulkan
belum berarti pula bahwa tepidana akan langsung dieksekusi karena pada
karena belum adanya kepastian kapan waktu eksekusi. Selain itu untuk
91
Lihat Pasal 2, 3, 7, dan 13 dalam Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2002 tentang
Grasi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
67
68
demi efisiensi. 92
tepidana mati sampai batas waktu yang tidak ditentukan atau sampai si
mengatur tentang hak – hak asasi manusia yang tidak boleh di rampas,
sampai menghilangkan nyawa atau dengan kata lain pidana mati dan
berikut adalah beberapa pasal yang mengatur tentang hak asasi manusia
didalam UUD 1945. Pengaturan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam Pasal
92
Wawancara Dengan Bapak Syamsuddin, Selaku Kepala Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang.,Sabtu 7 Juli 2019.
68
69
Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijauhkan Oleh Peradilan Umum Dan
penjara atauditempat lain yang khusus ditunjuk oleh Jaksa tinggi/ jaksa
Pemasyarakatan
69
70
bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati”, hal ini berkaitan
70
71
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
93
Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2002 Tentang Grasi.
94
Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
71
72
sarana pendukungnya yang masih serba terbatas, maka para petugas harus
mencapai hasil yang lebih optimal. Peraturan ini secara historis memang
72
73
Palembang
Palembang
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
73
74
pembangunan negara.
74
75
menjadi 2 (dua) yaitu yang sisa pidana lebih dari 1 (satu) tahun dan yang sisa
pembinaan bagi narapidana yan sisanya sampai dengan 1 (satu) tahun terbagi
awal tahap. Jika ada yang sisa pidananya lebih dari 1 (satu) tahun melalui
75
76
narapidana sadar dan dapat menjadi warga negara yang baik yang
95
Wawancara dengan Syamsuddin, Kepala Seksi Bimbingan Kemayarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Palembang, Sabtu 13 Juli 2019.
76
77
masyarakat lingkungannya.
77
78
genteng, batako)
mendapatkan nafkah.
96
Wawancara dengan Bapak Syamsuddin, Selaku Kepala Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Sabtu 13 Juli 2019.
78
79
dan bimbingan pada hari-hari tertentu melalui tehnis pembinaan kemandirian dan
pembinaan keterampilan.97
97
Wawancara dengan Bapak Hoki, Selaku Staf Seksi Bimbingan Kemasyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 15 Juli 2019.
79
80
beberapa bawahan yang terdiri dari kepala bagian tata usaha, kepala bidang
Pemasyarakatan.98
penghuni yaitu sebanyak 1726 (seribu tujuh ratus dua puluh enam) orang,
ratus empat puluh) orang sesuai dengan kapasitas bangunan LAPAS yang
seharusnya. 99
Tabel.1
Data Warga Binaan Pemasyarakatan
98
Wawancara dengan Bapak Dapat Sembiring, Selaku Kepala Bidang Pembinaan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Senin 1 Juli 2019.
99
Wawancara dengan Bapak Dapat Sembiring, Selaku Kepala Bidang Pembinaan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Senin 1 Juli 2019.
80
81
pidana khusus. Sehingga jika dihitung dari jumlah total tahanan dan
narapidana di dalamnya berjumlah 1726 (seribu tujuh ratus dua puluh enam)
puluh) maka kelebihan dari kapasitas sebanyak 1186 (seribu seratus delapan
81
82
bukan hanya karena meningkatnya kejahatan namun juga terjadi akibat dari
sistem pemidanaan.100
narapidana lainnya.101
Tabel.2
100
Galih Puji Mulyono, Barda Nawawi Arief, 2016, “Upaya Mengurangi Kepadatan
Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia”, Jurnal Law Reform, Volume 12,
Nomor 1, Hlm. 2. http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/lawreform/article/view/15838
101
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fausan, Selaku Kepala Seksi Registrasi di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 3 Juli 2019.
82
83
Total 10 orang
Dari data Tabel.2 di atas terlihat terdapat 2 (dua) jenis tindak pidana
2 (dua) kedalam 2 (dua) Blok berdasarkan jenis tindak pidana yaitu Blok A
untuk narapidana tindak pidana khusus dan Blok B untuk narapidana tindak
pidana umum. Artinya 2 (dua) orang terpidana mati dari tindak pidana
(delapan) orang terpidana mati dari jenis tindak pidana umum ditempatkan
dalam Blok B. Akan tetapi bukan berarti ditempatkan dalam satu kamar yang
102
sama, meskipun ada 2 (dua) orang yang berada dalam satu kamar
mati dibina sama dengan narapidana pada umumnya, akan tetapi khusus
102
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fauzan, Selaku Kepala Seksi Registrasi di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 16 Juli 2019.
83
84
masing-masing. 104
103
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fausan, Selaku Kepala Seksi Registrasi di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 16 Juli 2019.
104
Wawancara dengan Syamsuddin, Kepala Seksi Bimbingan Kemayarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 16 Juli 2019.
105
Galih Puji Mulyono, Barda Nawawi Arief, 2016, “Upaya Mengurangi Kepadatan
Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia”, Jurnal Law Reform, Volume 12,
Nomor 1, hlm. 7. http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/lawreform/article/view/15838
84
85
Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku profesional, kesehatan
pembinaan bagi terpidana mati dan brapa lama akan dibina. 106
106
Wawancara dengan Bapak Dapat Sembiring, Selaku Kepala Bidang Pembinaan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Senin 15 Juli 2019.
85
86
kegiatan tersebut. Terkecuali terpidana mati dimana para terpidana mati banyak
menghabiskan waktunya untuk beribadah saja, hal ini sesuai dengan pernyataan
yang di bimbing dan dibina dalam Lembaga Pemasyrakatan Klas I Palembang ini
di perlakukan sama, kecuali dengan terpidana mati hal ini dikarenakan terpidana
memilih kegiatan ditempat ibadah saja, selain itu jika harus dikhusukan atau
siterpidana mati aktif egiatan lain tenu akan sangat merepotkan peugas keamanan
lapas dalam mengawasi terpidana mati, selain itu akan muncul masalah lainnya
jauh dan juga menyangkut bangunan dimana jumlah penghuninya sudah sangat
melebihi kapasitas tentu akan sulit tempatnya jika akan dilakukan pengkhususan
Klas I Palembang untuk membagikan quisoner kepada seluru terpidana mati akan
107
Wawancara dengan Bapak Hermawan Anwar, Selaku Kepala Kesatuan Pengamanan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang.Selasa 16 Juli 2019.
86
87
mati yang dinilai dapat kooperatif untuk diwawancarai dan lebih efektif karena
untuk sekedar membaca saja mereka sudah kesulitan apalagi untuk menjawab
quisioner, dengan kata lain membagikan quisoner kepada terpidana mati tidak
mati yang menjadi sampel, dan dilakukan dalam ruangan Kesatuan Pengamanan
dipilih dengan memperhatikan aspek keamanan dan yang dapat mewakili seluruh
terpidana mati yaitu hanya 3 (tiga) orang dengan inisial CKT, ZH dan CS,
dimana 3 (tiga) orang tersebut di nilai dapat kooperatif di wawancarai dan yang
lebih penting aman bagi penulis dan masih dalam penjagaan petugas keamanan
sekitar 3/10 (tiga persepuluh) sampel dari seluruh populasi terpidana mati yang
menjawab yang kurang lebih sama menyatakan bahwa dari awal masuk dalam
108
Wawancara dengan Bapak Syamsuddin, Selaku Kepala Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Sabtu 13 Juli 2019.
109
Wawancara dengan Bapak Herman Anwar, Selaku Kepala Kesatuan Pengamanan
Lembaga Pemayarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, Sabtu 13 Juli 2019.
87
88
dengan baik secara sama dengan narapidana umum lainnya tanpa ada perbedaan
merasakan ketenangan dalam jiwa, dan tidak tertarik ikut kgiatan lainnya karena
merasa percuma dan untuk apa, serta tidak ada gairah hiup lagi dan seakan-akan
Selain itu dari hasil observasi penulis memang sangat terlihat dan terasa
sekali pada saat berjalannya proses wawancara para terpidana yang menjadi
sampel penelitian ini terlihat sekali bingung dan sudah tidak memiliki gairah
hidup sama sekali serta raut wajah dengan tatapan mata kosong, seolah waktu
110
Wawancara dengan CKT, ZH, dan CS, Sampel Terpidana Mati Di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 16 Juli 2019.
111
Wawancara dengan CKT, ZH, dan CS, Sampel Terpidana Mati Di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Palembang, Selasa 16 Juli 2019
88
89
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
89
90
dengan keyakinan.
B. Saran
melaksanakan pembinaannya.
sebagai batasan kapan masa tunggu eksekusi bagi tiap para terpidana mati,
agar tidak mendapatkan dua masa hukuman yaitu menjalani pidana penjara
sampai waktu tidak tertentu dan pidana mati, sehingga tercapai tujuan
90
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
91
92
Yon Artiono Arba’i, 2015, Aku Menolak Hukuman Mati Telaah Atas
Penerapan Pidana Mati, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),
Jakarta.
Peaturan Perundang-Undangan
92
93
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Website / Internet:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a799bc2a041a/jenis-golongan-dan-
penerapan-pasal-yang-dikenakan-pada-uu-narkotika-oleh--eric-manurung,
di aksespada 10 Juli 2019 padapukul 12.05. WIB.
93
94
94