SKRIPSI
Oleh :
INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Said Agung Sedayu
NIM: 1112048000045
Pembimbing I Pembimbing II
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
PANITIA UJIAN:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar strata I (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
iii
ABSTRAK
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan
semesta alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
dan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkankan kepada manusia
teristimewa yang diistimewakan oleh Allah Yang Maha Istimewa yaitu Nabi
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku
Dan tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya
kepada kedua orang tua tercinta Mamah Murni dan Papah Rodi Saroyo, serta
nenek tercinta Emak Dinih. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak
pihak yang telah membantu penulis baik secara materil maupun immateril. Oleh
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
v
3. Dr. Alfitra, SH, M. Hum dan Fitria, SH, MR selaku Dosen Pembimbing I dan
II yang telah bersedia memberikan waktu dan arahan serta masukan kepada
dengan baik.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang dengan ikhlas mendidik
dan membimbing penulis dari semester 1 hingga selesai penulisan skripsi ini.
5. Bapak Andreas selaku Humas LPSK dan Bapak Syahrial Martanto selaku
Tenaga Ahli Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban yang telah meluangkan
beliau, sehatkan badan beliau dan diberkahi setiap langkah perjuang beliau.
7. Adik tercinta Maulana Sidiq Sedayu yang telah banyak membantu dikala
8. Keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil,
Mbah Kung dan Mbah Putri, Budhe Peni, Om Peri & Tante Nining, Tante Ita
Hendryan, Sigit Ganda, Dimas Anggri, Agie Zaky, Ade Kurniawan, Agasti
ini.
10. Kelompok KKN Syakir, Agus, Aqil, Ijal, Vedra, Satrio, Aras, Imam, Salma,
Suci, Yayang, Rini, Devi, Luxy, dan Asri yang telah memberikan kesan
11. Keluarga Besar Variant Owner Riders Club (VORC) Jakarta, Bang Chandra
VORC), Tri Arianto (Kabid Humas VORC), Bowo (Humas VORC), Yudha
Eka, Bunaya, Putra (Member VORC) yang telah memacu semangat penulis,
salam RBC. Dan seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang terdapat dalam penulisan skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para
Jakarta, 29 September
2016 Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
INDONESIA
1. Kepolisian ....................................................................... 23
2. Kejaksaan ........................................................................ 26
3. Pengadilan ....................................................................... 27
5. Advokad ........................................................................... 32
Pidana……….........................................................................39
Korban……............................................................................41
ix
BAB IV EKSISTENSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.………...............................................................74
B. Saran…...…….......................................................................75
DAFTAR PUSTAKA…...……........................................................................76
LAMPIRAN :
SH. selaku Tenaga Ahli Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban.
BAB I
PENDAHULUAN
(UUD 1945),1 dalam penjelasan pasal 1 ayat (3) dirumuskan dengan tegas
Selain istilah rechtstaat, sejak tahun 1966 dikenal pula istilah The rule of
ini terlihat pula adanya elemen lain dari negara hukum Pancasila yakni
1
Jimy AsshidiqieStruktur Ketatanegaraan Indonesia Seteah Perubahan Keempat
UUD Tahun 1945, (Makalah di sampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional
VIII dengan tema Penegakkan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Denpasar, 14-18 Juli 2003), h.1.
2
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Indonesia : Analisis Yuridis Normatif
tentang Unsur-Unsurnya (Jakarta :Universitas Indonesia Press,1995), h. 69.
1
2
bukan hanya hak atau kewajiban, melainkan juga jalinan yang seimbang
antara keduanya.3
3
Hadjon, Philipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Suatu Studi
tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan
Peradilan Umum dan pembentukan peradilan Administrasi, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987),
h. 72.
4
Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan.
(Bandung: PT. Alumni, 2002), h. 12.
5
Menurut Mahfud MD yang mengutip hasil dari Konferensi International
Commission of Jurists di Bangkok disebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum adalah
sebagai berikut : 1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas
hak-hak yang dijamin (due process of law); 2. Adanya badan kehakiman yang bebas dan
tidak memihak; 3. Adanya pemilu yang bebas; 4. Adanya kebebasan menyatakan
pendapat; 5. Adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Adanya
pendidikan kewarganegaraan.
3
masyarakat;
hukum pidana, yaitu semua aturan yang mempunyai perintah dan larangan
6
Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Khusus, Cet. II (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
h.1.
7
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), h.
114.
8
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 4.
4
dan keadilan itu meliputi segala macam segi kehidupan dalam masyarakat,
tindak pidana. Tindak pidana (kejahatan) dapat terjadi karena ada pihak
yang berperan, sadar atau tidak sadar, dikehendaki atau tidak oleh
9
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cet. I (Bandung:
PT Refika Aditama, 2003), h.23.
10
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Cet. II (Jakarta: Rajawali pers, 2011), h.249.
5
korban.11 Selain itu terdapat juga saksi, yaitu orang yang dapat memberi
tentang sesuatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, dia lihat sendiri
Istilah Sistem Peradilan Pidana atau criminal justice system kini telah
11
1G. Widiartana, Viktimologi Perspektif Korban Dalam Penanggulangan
Kejahatan, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), h. 26.
12
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: CV Sapta Artha Jaya,
1996), h.2.
13
Romli Atmasasmita (1), Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 2.
6
menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan membuat para calon
sebuah tindak pidana. Hal ini yang menjadi dasar bagi aparat penegak
dalam mengungkap suatu tindak pidana dan memiliki hak-hak yang tidak
14
Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Restu
Agung, 2007), h. 4.
15
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Undip, 1995), h.
13.
7
hal tersebut, maka tentunya seorang saksi dan korban perlu mendapatkan
saksi.16
keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). Yang
16
Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin,Perlindungan Saksi dan Korban
Dalam Sistem Peradilan Pidana, h.182
8
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Maka dari itu mantan Wakil Menteri
bahwa perlindungan terhadap saksi dan korban hanya dapat diberikan pada
17
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan
Abolisianisme, (Bandung: Bina Cipta, 1996), h. 16.
18
M. Zulfikar, Denny : Ada Tiga Kelemahan RUU KUHAP,
http://www.tribunnews.com/2013/04/10/denny-ada- tiga-kelemahan-ruu-kuhap,
diakses pada 5 April 2016, jam 20.30 WIB.
9
tindak pidana dalam kasus tertentu saja.19 Tidak hanya itu kendala lain
yang sangat dirasakan LPSK ialah minimnya anggaran dan jumlah SDM
terhadap LPSK agar eksistensinya semakin kuat dan jelas dalam sistem
1. Pembatasan Masalah
19
Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saaksi Dan Korban, Yang dimaksud dengan “tindak
pidana dalam kasus tertentu” antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia
yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana
terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana
psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang
mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat
membahayakan jiwanya.
10
2. Perumusan Masalah
question), yaitu:
Indonesia?
1. Tujuan Penelitian
pidana di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
11
b. Manfaat Praktis
Korban tentunya sudah ada buku dan skripsi yang membahasnya. Untuk
karya yang telah ada, penulis mengadakan studi awal terhadap studi-studi
terdahulu.
terkait Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun dari segi
Adapun buku dan skripsi yang terkait dengan judul diatas sebagai
berikut:
Indonesia.
saksi dan korban serta tantangan dan kendala LPSK dalam penguatan
E. Kerangka Konseptual
1. Saksi
2. Korban
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
2. Pendekatan Masalah
15
aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu
masyarakat.20
3. Bahan Hukum
antara lain UU No. 31 Tahun 2014 dan UUD NRI Tahun 1945.
20
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat) (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 14-15.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana 2010) h. 141
16
lain-lain.
terdiri atas:
22
Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), h.
16.
17
dan lainnya.23
5. Analisa Data
penulis ambil. Kemudian dari hasil tersebut, dikaji isi (content), baik
tersebut.
6. Teknik Penulisan
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), h. 33.
18
G. Sistematika Penulisan
sistematika penulisan dengan membagi pada lima (5) bab, tiap-tiap bab
lembaga lain.
pidana.24 Istilah Sistem Peradilan Pidana atau criminal justice system kini
24
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: CV Sapta Artha Jaya,
1996), h.2.
25
Romli Atmasasmita (1), Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 2.
26
Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Restu
Agung, 2007), h. 4.
20
21
27
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Undip, 1995), h.
13.
28
Barda Nawawi Arief , Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan
Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System), (Semarang: UNDIP, 2011), h. 34-35.
22
Manusia (DEPKUMHAM).
29
LJ. Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT Pradnya Paramita,
1993), h. 1.
23
1. Kepolisian;
2. Kejaksaan;
3. Pengadilan; dan
4. Lembaga Permasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan.31
1. Kepolisian
pedesaan.
30
Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. Kumpulan
Karangan Buku Kedua, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum
Universitas Indonesia, 2007), h. 141.
31
Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indoensia, (Yogyakarta: UII Press,
2011), h. 61.
24
Jauh sebelum istilah polisi lahir sebagai organ, kata “polisi” telah
mengandung makna suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-
citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan
“Penyidik adalah:
32
Azhari, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Terhadap Unsur-
unsurnya, (Jakarta: UIPress, 1995), h. 19.
33
Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, edisi-ke
satu, (Yogyakarta: Laksbang, 2005), h. 323-324.
25
oleh Undang-undang.”
itu.34
34
Hartono, penyidikan dan penegakan hukum pidana melalui pendekatan
hukum progresif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 17.
35
H. Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian:Profesionalisme dan Reformasi Polri, Ctk.
I, (Bandung: Laksabang Mediatama, 2007), h. 27.
26
2. Kejaksaan
penetapan Hakim”.
36
Anggun Malinda, Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana (Tersangka,
Terdakwa, Terpidana, Saksi dan Korban), (Yogyakarta: Garudhawaca, 2016) h. 108.
27
3. Pengadilan
37
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Buku 1 (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h.189.
38
Ledeng Marpaung, Proses Penanganan Pidana, Ctk Kedua, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 191.
39
Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 2.
40
Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005), h. 278.
28
41
Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 3.
42
Achmad Ali, Sosiologi Hukum : Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta :
BP Iblam, 2004), h. 12-14.
29
4. Lembaga Permasyarakatan
Departemen Kehakiman).45
43
Djoko Prakoso, Penyidikan, Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum
Acara Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987).
44
Lihat Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
45
http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan, diakses pada hari
Senin 2 Mei 2016, Jam 19:22 WIB.
30
46
Abdul Hakim G. Nusantara, Hukum Acara Pidana, (jakarta: Sarwoko, 1986), h.
61.
47
Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Malang: UMM Press,
2005), h. 236.
31
lembaga
diri mereka yang dapat diperoleh dari keluarga mereka, dari bekas
48
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
49
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1994), h.
191.
32
security.
narapidana itu telah berlangsung selama dua per tiga dari masa
Pembina Pemasyarakatan.
recommended publicly.50
undangan :
pengacara praktek.51
50
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme, dan
Keperhatinan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), 19.
51
V. Harlen Sinaga, Dasar-Dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.
20.
52
Yudha Pandu, Klien dan Penasehat Hukum dalam Persepektif Masa Kini ,
(Jakarta: PT Abadi Jaya, 2001) h.11
53
Pasal 1, angka 13 KUHAP.
34
selalu turut serta dalam penegakan Hak Asasi Manusia, dan dalam
terikat pada perintah (order) klien dan tidak pandang bulu siapa lawan
bahwa:55
54
Hendra Winata, Frans, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian.
(Jakarta: Sinar Harapan,1995), h. 14.
55
Deborah M. Hussey Freeland, What is a Lawyer? A Reconstruction of the
Lawyer As An Officer of The Court, Saint Louis University, Public Law Review, Vol. XXXI,
2012. h. 427. Yang sudah diterjemahkan oleh Rocky Marbun SH. MH.
35
keadilan, dia tidak akan menjadi pengacara, dan dia tidak akan hadir
secara sempit sebagai advokat yang penuh semangat, dan penting juga
hukum.”
undangan.”
36
peradilan pidana.
(Two Models of The criminal Process), yaitu crime control model (model
hak).57
56
http://pusdiklat.law.uii.ac.id/index.php/Berita-Harian/Kedudukan-dan-
Fungsi-Advokat-Dalam-Sistem-Peradilan-Pidana.html diakses pada Kamis 22 September
2016 pukul 18.54 WIB.
57
Herbert L. Packer dalam Petrus Irawan P dan Pandapotan Simorangkir,
Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995), h. 56.
58
Romli Atmasasmita (1), Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 11.
37
Pidana.59
59
Keith A. Findley, Toward A New Paradigm of Criminal Justice: How the
Innocence Movement Merges Crime Control and Due Process, Sumber:
http://www.law.wisc.edu/m/dfknm/findley_new_paradigm-10-10-08.pdf, diunduh pada
tanggal 5 April 2016, h. 8.
60
Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indoensia, (Yogyakarta: UII Press,
2011), h. 43.
61
John Griffith, Ideology in Criminal Procedure or a Third “Model” of Criminal
Process, Faculty Scholarship Series, The Yale Law Journal, Paper 3994, 1970, h. 363. Teks
Asli: “The Due Process Model seems radically different. Its system of values revolves
around “the concept of the primacy of the individual and the complementary concept of
limitation on official power
38
4. Model ini bertitik tolak dari nilai yang bersifat anti terhadap
kekuasaan.
62
Raul Soares da Viega dan Andre Ventura, Analysis of Different Models of
Criminal Justice System-A New Scientific Perspektive, Revista de Ciências Jurídicas e
Econômicas, Vol. 2, No. 2, 2010, h. 204.
63
Romli Atmasasmita (1), Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2011) , h. 9-10.
39
pidana.
sebuah tindak pidana. Hal ini yang menjadi dasar bagi aparat penegak
dalam mengungkap suatu tindak pidana dan memiliki hak-hak yang tidak
hal tersebut, maka tentunya seorang saksi dan korban perlu mendapatkan
saksi.64
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari
itu. Dari penjelasan pasal tersebut jelas keberadaan saksi sangat penting
Hal yang sering terjadi adalah terlibatnya korban dalam sistem peradilan
posisi korban dalam sistem ini agar apa yang diperolehnya tidak hanya
kepuasan simbolik.65
64
Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin,Perlindungan Saksi dan Korban
Dalam Sistem Peradilan Pidana, h.182.
65
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana,
(Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1994),
h. 81.
BAB III
(LPSK)
korban dimulai pada tahun 1999, di mana beberapa elemen masyarakat mulai
segera dibentuk berdasarkan Ketetapan (TAP) MPR No. VIII Tahun 2001
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang menyatakan bahwa perlu adanya sebuah
66
Setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Prundang-Undangan dalam proses pembentukan Undang-
Undang harus ada naskah akademis.
67
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban: LPSK "http://www.lpsk.go.id/
diakses pada Rabu 18 Mei 2016, Pukul 19:05 WIB.
41
42
tanggal 27 Juni 2002 dan ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memiliki peran strategis dalam upaya
itikad baik dari pemerintah agar RUU PSK dapat segera di bahas di DPR.70
Proses pembahasan RUU yang dibantu oleh wakil dari pemerintah dilakukan
68
Supriyadi Widodo Eddyono, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di
Indonesia Sebuah Pemetaan Awal, cet1 (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2007), h.
9.
69
Zakaria, Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dalam Upaya
Perlindungan Terhadap Whistleblower (Makassar: Universitas Hasanudin, 2015), h. 30.
70
Supriyadi Widodo Eddyono, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di
Indonesia Sebuah Pemetaan Awal, cet1 (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2007), h.
9.
43
rumuskan oleh Tim Perumus (Timus) dan Penelitian Bahasa (Libas) yang
diteruskan dalam Rapat Komisi III dan Pleno DPR. Pada tanggal 18 Juli 2006
Pada tahun 2014 dibuatlah UU No. 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU
peradilan pidana.
B. Visi, Misi, Serta Tugas dan Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK)
terwujudnya perlindungan saksi dan korban yang ideal dalam sistem peradilan
71
Lihat UU perlindungan Saksi Belum Progresif, Supriyadi Widodo Eddyono,
ELSAM-Koalisi Perlindungan Saksi, 2006.
72
VISI & MISI LPSK
http://www.lpsk.go.id/assets/uploads/files/7470d2304eef7ec20ca2e7c6489a79cb.pdf
diakses pada Rabu 18 Mei 2016, Pukul 18:05 WIB.
44
Untuk menjalankan visi dan misinya maka LPSK memiliki tugas dan
dan Koran (LPSK), adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk
73
Lihat Pasal 12 UU No 13 Tahun 2006.
74
Supriyadi Widodo Eddyono, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di
Indonesia Sebuah Pemetaan Awal, cet1 (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2007), h.
14.
45
2006, yaitu:
29).
(Pasal 29).
atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
dan hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab
dan bantuan kepada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan
yang terdiri dari pimpinan, anggota dan sekretaris. Anggota LPSK memiliki
1. Perlindungan;
2. Bantuan;
3. Kerjasama;
5. Pengawasan:
6. Pelaporan;
75
Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 5 tahun 2010
tentang tugas dan fungsi LPSK. Pasal 2
76
Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 5 tahun 2010
tentang tugas dan fungsi LPSK. Pasal 3
47
1. Keanggotaan LPSK
Anggota LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur
Sekretariat LPSK dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berasal dari Pegawai
Negeri Sipil.79
Anggota. Unsur pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang
merangkap anggota yang dipilih dari dan oleh anggota LPSK. Pelaksanaaan
LPSK, susunan tersebut dirubah menjadi dua divisi. Divisi Pemenuhan Hak
Saksi dan Korban dan Divisi Hukum, Kerjasama dan Pengawasan Internal.
tanggungjawab Ketua LPSK. Dengan susunan baru ini, LPSK berharap akan
LPSK.80
(LPSK)
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja
80
LPSK - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban :
http://www.lpsk.go.id/page/51b6b27a9b4ab. diakses pada Rabu 18 Mei 2016, Pukul
20:05 WIB.
49
dari:
81
VISI & MISI LPSK
http://www.lpsk.go.id/assets/uploads/files/7470d2304eef7ec20ca2e7c6489a79cb. pdf,
diakses pada Jum’at 13 Mei 2016, Pukul 22:12 WIB.
50
13 Tahun 2006 yaitu: “penghargaan atas harkat dan martabat, rasa aman,
melewati beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh LPSK. Seperti yang
2006.
82
LPSK – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
http://www.lpsk.go.id/permohonan di akses pada Jum’at 13 Mei 2016, Pukul 22:15 WIB.
51
perlindungan bagi saksi dan korban. Mulai dari permohonan sampai proses
saksi pelapor menurut peraturan bersama, Menteri hukum dan hak asasi
manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI, Komisi
83
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
52
terorganisir;
atau tekanan, baik secara fisik maupun psikis terhadap Pelapor dan
bukan cuma dari pihak saksi/korban dan pejabat yang berwenang tetapi juga
oleh keluarga saksi dan korban yang bersangkutan dan pendamping saksi dan
84
Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana,
(Surabaya: PMN, 2010), h. 204.
53
ketua LPSK. UP2 (Unit Penerimaan Permohonan) adalah Unit yang bertugas
saksi dan korban yang terkait pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga
saksi dan/atau korban diatur dalam pasal 30 ayat (2) yang berisi:
tersebut sering kali membingungkan para saksi dan korban, karena mereka
harus melewati proses yang tidak pendek untuk mendapat perlindungan dari
LPSK ini. Hal inilah yang sering menjadi penyebab saksi dan atau korban
merasa enggan untuk meminta perlindungan dari LPSK dan memilih untuk
diam. Para saksi dan korban merasa kurang mengerti akan prosedur-prosedur
yang ditetapkan oleh LPSK. Apalagi bagi para saksi dan korban yang tidak
kian datang sesuai dengan berjalannya suatu persidangan. Dalam realita sosial
penegak hukum tidak mau mendengar, melihat, atau merasakan bahwa saksi
yang dipanggil oleh penegak hukum, apakah dirinya merasa aman atau
telah berlangsung cukup lama, sehingga secara manusiawi saksi atau korban
lupa akan peristiwa itu, tetapi di depan sidang pengadilan harus dituntut
kebenaran kesaksiannya.85
85
Siswanto Sunarso, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, (Sinar Grafika,
2012), h. 305.
55
lembaga.87
a. Kepolisian, berperan:
perlindungan;
b. Kejaksaan, berperan:
86
Lihat Pasal 36 UU No 13 Tahun 2006.
87
Lihat Nicholas R. Fyfe, Perindungan Saksi Terintimidasi, ELSAM, 2006
88
Supriyadi Widodo Eddyono, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di
Indonesia Sebuah Pemetaan Awal, cet1 (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2007). h.
30.
56
dilindungi);
pembebasan pelaku.
c. Pengandilan, berperan:
lain-lain.
pendidikan;
57
berperan:
kewenangannya.
perindungan;
saksi;
administrasinya.
89
https://dianascyber.wordpress.com/2012/06/12/lembaga-perlindungan-
saksi-dan-korban-di-indonesia, diakses pada Rabu 25 Mei 2016 Pukul 20:51 WIB.
90
Sebagai contoh UU Perlindungan Saksi di Afsel yang memberikan
kewenangan bagi Lembaga Perlindungan untuk mengkoordinasikan lembaga-lembaga
masyarakat lainnya yang lebih awal telah memberikan perlindungan terhadap saksi
sebelum adanya UU perlindungan Saksi.
BAB IV
(LPSK)
korban kejahatan dalam Kongres PBB VII tahun 1985 tentang “The
91
Denny Indrayana, makalah Diskusi Terbatas “Mencermati Problematika
Lembaga negara, yang dilaksanakan oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi, Jakarta, 7
Maret 2007
59
60
yang saat ini berlaku, masih menekankan pada perlindungan hak-hak pihak
sama dalam tata peradilan pidana. Tidak hanya pelaku yang mendapat
92
Romany Sihite dan Tim Departemen Kriminologi UI, Reparasi dan Kompensasi
Korban dalam Restorative Justice System, Kedudukan dan Hak-Hak Korban dalam Tata
Peradilan Pidana, (Jakarta: LPSK), h. 51.
93
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dianggap sebagai regulasi yang
mencerminkan “pendulum has swung too far”, dimana dalam KUHAP lebih banyak
menekankan perlindungan tersangka dan terdakwa , dan minim perlindungan terhadap
saksi dan korban.
61
konkret yang melilit korban kejahatan pada umumnya bukan semata persoalan
Saksi dan Korban, merupakan puncak dari pengakuan dan jaminan hak-hak
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) yang diundangkan
pada 11 Agustus 2006. Namun secara formal, undang-undang ini masih dinilai
94
Achmad Soleh, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK, 2015), h. 55.
95
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Catatan
ini merupakan pembaruan makalah yang disampaikan dalam Seminar “Menyongsong
Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana”, diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK), Hotel Aryaduta, 10 April 2013.
62
ketentuan atau bab tersendiri. Apa yang dimaksud dengan tugas dan
sebelumnya.
pidana tak hanya berorientasi kepada pelaku, tetapi juga kepentingan saksi
dan korban.97
peradilan pidana akan sangat sulit tanpa keterangan saksi. Karena itulah,
kepada saksi dan korban diberikan perlindungan pada semua tahapan proses
peradilan pidana. Ada beberapa hal krusial yang diatur Undang-Undang No.
96
Supriyadi Widodo Eddyono, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di
Indonesia Sebuah Pemetaan Awal, cet1 (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2007), h.
4.
97
Abdul Haris Semendawai, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 1.
63
hukum di masyarakat.98
dan ahli, serta orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan
dengan suatu perkara pidana meskipun tidak dia dengar sendiri, tidak dia lihat
sendiri, dan tidak dia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu
Yang tak kalah penting penguatan LPSK dari sisi kewenangan maupun
menguatkan tugas dan fungsi LPSK antara lain LPSK dapat meminta
keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang
hukum.100
terlihat pada permohonan yang masuk tiga tahun terakhir, yakni 2013
2015 terdapat 2.090 permohonan. Berikut laporan pemenuhan hak korban oleh
No. Jenis Layanan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Total
s/d Okt
1 Perlindungan 11 9 76 124 113 157 490
Fisik
2 Medis 4 44 131 452 753 35 1419
3 Psikologis 9 62 164 375 341 53 1004
4 Restitusi 2 5 20 128 169 67 391
5 Kompensasi 0 0 0 0 0 0 0
6 Pemenuhan Hak 68 246 352 269 422 321 1678
Prosedural
Total 94 94 366 743 1348 633 4982
101
Abdul Haris Semendawai, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 2.
102
Abdul Haris Semendawai, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 2.
65
persyaratan formil dan materil sebagaimana ketentuan yang ada. Dari tabel
peradilan pidana.
berarti. Karena undang-undang ini merupakan bagian yang harus ada dalam
lain sudah mulai sejak akhir tahun 1960-an. Meskipun telat, lahirnya undang-
66
salah satu langkah penting yang diambil oleh pemerintah. Pada 2008, LPSK
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang ditujukan untuk
peradilan pidana.104
Saksi dan Korban. Lahirnya LPSK sebagai lembaga yang mandiri dan
saksi dan korban merupakan hal yang baru di Indonesia. Oleh karena itu para
baru antara lain terkait Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang.
103
Wawancara pribadi dengan Bapak Syahrial Martanto SH.,Tenaga Ahli Divisi
Pemenuhan Hak Saksi dan Korban. (Jakarta: 23 Agustus 2016).
104
Erasmus A.T. Napitupulu, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 79.
105
Wawancara pribadi dengan Bapak Syahrial Martanto SH.,Tenaga Ahli Divisi
Pemenuhan Hak Saksi dan Korban. (Jakarta: 23 Agustus 2016).
67
Seperti Staff dan Ahli di LPSK yang perlu adanya peningkatan kapasitas
intervensi sosial serta psikologis. Hal itu sangat mungkin karena Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, Pemda Sampang, dan Badan Kesbangpol Provinsi Jawa
Timur sangat terbuka dan menyambut baik upaya LPSK dalam penanganan
pada saat itu sangat terbuka dan peran LPSK bisa menjadi lebih luas dalam
Jumlah SDM yang hanya meliputi 215 orang yang terdiri dari anggota
106
Achmad Soleh, Tantangan LPSK dalam Pemberian Layanan Bantuan
Psikososial dan Pendampingan Psikososial bagi Korban Tindak Pidana, Jurnal
Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK, 2015), h. 63.
68
Salah satu aspek yang juga sangat penting adalah menempatkan posisi
Terdapat alasan substantif dan praktis, yakni LPSK sebagai lembaga yang
LPSK.107
bagian dari sub sistem peradilan pidana di Indonesia menjadi semakin kuat.
Namun salah satu yang menjadi kendala ialah banyak penegak hukum
yang positifis dan normatif yang hanya memandang KUHAP saja. Dengan
eksistensi LPSK. Sampai saat ini LPSK masih terus memberikan masukan-
107
http://zainal78.blogspot.co.id/2014/01/catatan-atas-konsep-perlindungan-
korban.html diakses pada senin 8 Agunstus 2016, pukul 22:27 WIB.
108
Wawancara pribadi dengan Bapak Syahrial Martanto SH.,Tenaga Ahli Divisi
Pemenuhan Hak Saksi dan Korban. (Jakarta: 23 Agustus 2016).
69
dengan lembaga lain. Jika melihat UU PSK maka habitatnya ialah ada dalam
ruang lingkup proses peradilan pidana. Bahwa tugas dan fungsi LPSK terkait
perlindungan bagi saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, itu kata
kuncinya. Artinya LPSK ini dari segi habitat dan karakter kelembagaan
hal ini tidak dipahami oleh khususnya penegak hukum. Karena bicara
mengenai peradilan pidana pasti lekat dengan penegak hukum. Namun di situ
terkadang ada miss persepsi tentang LPSK, yang mana banyak penegak
hukum yang sangat positifis dan normatif yang hanya memandang KUHAP
saja. Sehingga memandang LPSK secara sebelah mata karena nama LPSK
antara LPSK dengan lembaga penegak hukum lainnya semakin baik. Namun
109
Wawancara pribadi dengan Bapak Syahrial Martanto SH.,Tenaga Ahli Divisi
Pemenuhan Hak Saksi dan Korban. (Jakarta: 23 Agustus 2016).
110
Wawancara pribadi dengan Bapak Syahrial Martanto SH.,Tenaga Ahli Divisi
Pemenuhan Hak Saksi dan Korban. (Jakarta: 23 Agustus 2016).
70
KUHAP.
dan pemenuhan hak korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana maupun
dalam banyak kasus peristiwa adanya tindak pidana nyata terjadi namun
dalam berbagai hal sistem hukum yang bekerja tidak maksimal menjangkau
pelakunya. Atas hal tersebut kiranya dapat dapat dilakukan upaya pemulihan
kepada korban tanpa menunggu proses hokum berjalan. Negara melalui LPSK
hukum tetap. Dalam hal ini pemikiran mengenai Victim Funds yang dikelola
salah satu materi R KUHAP untuk memastikan dapat dipatuhi oleh penegak
hukum, termasuk dalam hal eksekusi dan upaya paksa jika dimungkinkan.
111
Syahrial Wartanto Wiryawan, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 173.
71
lainnya.
oleh sistem peradilan pidana maka RUU KUHAP dan RUU KUHP perlu
memasukkan prinsip-prinsip keadilan dan hak bagi korban sebagai salah satu
materinya, termasuk keberadaan LPSK sebagai salah satu sub sistem peradilan
Kelima, salah satu hak korban kejahatan yang fundamental serta belum
bagi dirinya secara langsung atau tidak langsung (tertulis) dalam proses
bagi dirinya diusulkan masuk sebagai salah satu substansi dalam R KUHAP.
Rencana membuka perwakilan di daerah menjadi salah satu upaya untuk lebih
saksi dan korban bisa lebih maksimal. Ke depan, LPSK akan terus berupaya
112
Abdul Haris Semendawai, Jurnal Perlindungan, vol. 5 no.1 (Jakarta : LPSK,
2015), h. 2.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis
1. Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menjadi semakin kuat dengan
tugas dan fungsi LPSK dalam upaya perlindungan saksi dan pemenuhan hak-
hak korban kejahatan. Peran LPSK dalam penguatan sistem peradilan pidana
sementara untuk saksi maupun korban sangat minim sekali. Sehingga LPSK
Indonesia ialah terkait beberapa hal. Hal yang yang paling dirasakan LPSK
73
74
B. SARAN
mencantumkan nama LPSK, agar kedudukan LPSK sejajar dengan sub sistem
perlindungan saksi dan korban serta meningkatkan jumlah SDM yang ada
menjadi salah satu upaya untuk lebih memudahkan masyarakat yang ingin
diharapkan upaya pemenuhan hak saksi dan korban bisa menjadi lebih
maksimal.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam dan DPM Sitompul. Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Restu Agung.
2007.
Ali, Achmad. Sosiologi Hukum : Kajian Empiris Terhadap Pengadilan. Jakarta :
BP Iblam. 2004.
Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan
Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System). Semarang: UNDIP.
2011.
Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan
Abolisianisme. Bandung: Bina Cipta. 1996.
__________. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana. 2011.
Azhary. Negara Hukum Indonesia : Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-
Unsurnya. Jakarta :Universitas Indonesia Press. 1995.
Basri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2003.
Daud Ali, Mohammad. Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005.
Hadikusuma, Hilman. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni. 1992.
Hamzah, Andi. .Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. 1991.
__________. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV Sapta Artha Jaya.
1996.
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.
Kusumaatmaja, Mochtar, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. Bandung:
PT. Alumni. 2002.
Malinda, Anggun. Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana (Tersangka,
Terdakwa, Terpidana, Saksi dan Korban). Yogyakarta: Garudhawaca.
2016.
Marpaung, Ledeng. Proses Penanganan Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2010.
.
77
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 5 tahun 2010 Tentang
Tugas dan Fungsi LPSK.
berarti. Karna UU ini merupakan bagian yang harus ada dalam sistem
peradilan pidana yang terus berkembang. Sebenarnya negara kita cukup
negara luar sudah mulai sejak akhir tahun 1960an. Kalau kita bicara
korban, yang memandang bahwa korban itu sebagai bagian dari sistem
hukum sudah mulai dari tahun 1970an. Sementara negara kita merespon
tahun 2006, meskipun telat tapi itu merupakan kemajuan dan berkontribusi
UU no 31 tahun 2014 ini memang bagian dari proses negosiasi dan loby
yang namanya proses politik pasti ada hal-hal yang mungkin lebih menjadi
sudah terlihat dari konteks lembaga sudah ada kenaikan kelas. Seperti
bahwa saksi itu tidak harus yang mengalami, mengetahui dan mendengar
sendiri namun selama dia tahu konteks permasalahannya dia sudah dapat
Adakah kendalanya…?
bahwa tugas fungsi LPSK terkait perlindungan bagi saksi dan korban
dalam proses peradilan pidana, itu kata kuncinya. Artinya LPSK ini dari
segi habitat dan karakter kelembagaan termasuk bagian dari sistem
peradilan pidana. LPSK termasuk sub sistem disitu, namun terkadang ini
baik.
Kendala yang masih dirasakan LPSK sebagai organisasi yang masih baru
antara lain kendala SDM dan dukungan anggaran. Seperti staf di LPSK
Mengingat LPSK ini sebagai lembaga baru yang dibentuk tahun 2008
akhir, 2009 baru aktif. Undang-undangnya memang lahir dari 2006 namun
dari awal, mulai dari membentuk format dan lain sebagainya karna
5. Menurut Bapak/ Ibu, untuk lebih efektif terkait LPSK ini, langkah apa saja
disahkannya dua prodak hukum yaitu KUHP dan KUHAP. Karena dua
UU tersebut sangat menentukan bagaimana LPSK kedepan. Saat ini masih
eksistensi LPSK sebagai bagian dari sub sistem peradilan pidana semakin
kuat. Meskipun saat ini LPSK sudah kuat karena UU PSK jelas
eksistensi LPSK, sampai saat ini LPSK masih terus memberi masukan-