Skripsi
Oleh:
11180490000060
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Shelda Mustika Burhanudin
NIM. 11180490000060
Dosen Pembimbing
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Polis Asuransi Jiwa Syariah sebagai Jaminan Pembiayaan
Pada Perbankan Syariah di Indonesia” yang ditulis oleh Shelda Mustika
Burhanudin Nomor Induk Mahasiswa: 11180490000060 telah diajukan dalam sidang
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Selasa, 4 Oktober 2022.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
PANITIA UJIAN:
1. Ketua : AM. Hasan Ali, M.A.
NIP. 19751201 200501 1 005 (………….…….)
2. Sekretaris : Dr. Abdurrouf, Lc., M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 (……….……….)
3. Pembimbing : Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H.
NIP. 19900903 202203 1 001 (………………..)
4. Penguji I : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.
NIP. 19740725 200112 1 001 (…………….….)
5. Penguji II : Ahmad Chairul Hadi, M.A.
NIP. 19720531 200710 1 002 (………….…….)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
Shelda Mustika Burhanudin. NIM 11180490000060. POLIS ASURANSI JIWA
SYARIAH SEBAGAI JAMINAN PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat),
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1444 H/2022 M.
Penelitian ini merupakan analisis hukum terhadap polis asuransi jiwa syariah
sebagai jaminan pada pembiayaan di Perbankan Syariah. Permasalahannya yaitu
polis asuransi jiwa syariah baru dapat diklaim apabila peserta asuransi jiwa syariah
tersebut meninggal dunia atau telah jatuh tempo. Maka apabila nasabah mengalami
kendala dalam pembayaran ataupun wanprestasi, polis tidak dapat dicairkan saat itu
juga karena nasabah tidak mengalami kategori yang dapat mengklaim asuransi jiwa
syariah miliknya. Penelitian ini ditelaah dari aspek kepemilikan polis asuransi jiwa
syariah, kedudukan hukum menurut perspektif syariah dan hukum positif, dan
peluang bagi polis asuransi jiwa syariah sebagai jaminan pembiayaan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan
yuridis normatif (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi ketentuan dalam hukum Islam, doktrin, dan peraturan
perundang-undangan, sementara data sekunder terdiri dari dokumen dan karya ilmiah
seperti buku, jurnal, laporan penelitian terdahulu, artikel ilmiah, dan literatur
pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa polis asuransi jiwa syariah tidak
dapat dijadikan jaminan pembiayaan di Perbankan Syariah, kecuali Polis Asuransi
yang Disertai Investasi (PAYDI). Meskipun secara praktek baru beredar polis
asuransi jiwa konvensional sebagai jaminan pada perjanjian kredit maupun jaminan
hutang, akan tetapi tidak menutup kemungkinan di kemudian hari polis asuransi jiwa
syariah juga dapat digunakan sebagai jaminan dalam pembiayaan pada Perbankan
Syariah. Berdasarkan hukum positif yakni Pasal 1152 KUH Perdata, polis dapat
dijadikan jaminan karena termasuk pada jaminan kebendaan yang diikat dengan
gadai atau fidusia. Namun, jika dilihat berdasarkan hukum Islam terutama rukun dan
syarat rahn, terdapat salah satu syarat pada rukun yang tidak terpenuhi bagi polis
apabila dijadikan jaminan, yaitu aspek kepemilikan. Selain itu, secara umum belum
ada ketentuan hukum baik dari hukum positif maupun hukum Islam yang mengatur
lebih spesifik mengenai penggunaan polis asuransi jiwa sebagai jaminan pada
perjanjian kredit ataupun pembiayaan.
Kata Kunci : Kedudukan Hukum, Polis Asuransi Jiwa Syariah, Jaminan
Pembiayaan
Pembimbing : Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1998 s.d 2022
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas seluruh rahmat, nikmat dan karunia yang telah
Allah SWT berikan dalam setiap langkah dan kegiatan yang penulis lakukan, hingga
akhirnya sampai pada tahap ini. Atas izin dan pertolongan Allah SWT, skripsi yang
berjudul “POLIS ASURANSI JIWA SYARIAH SEBAGAI JAMINAN
PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA” dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.
Skripsi ini dibuat sebagai tugas akhir untuk meraih gelar Sarjana Hukum
(S.H.) di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pada penyelesaiannya, penulis menyadari bahwa tiada proses yang mudah
untuk dilalui, tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung, alhamdulillah penulis dapat melalui seluruh tahapan dan proses
dengan baik, serta banyak pelajaran berharga yang penulis dapatkan. Untuk itu,
penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada para pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang senantiasa memberi dukungan, motivasi dan menginspirasi para
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum;
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A. selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah dan Bapak Dr. Abdurrouf, Lc., M.A. selaku Sekretaris Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah, atas semua ilmu, bantuan, arahan dan bimbingan
yang telah diberikan selama penulis duduk di bangku kuliah. Jasa-jasa beliau
akan selalu terkenang sampai kapanpun dan dimanapun penulis berada, semoga
beliau senantiasa diberikan kesehatan, keselamatan dan keberkahan;
3. Bapak Muhammad Ishar Helmi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu membantu, memberi arahan, saran, dan masukan dengan sangat
v
sabar dan baik sehingga memudahkan penulis dalam menyusun hingga
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Bapak senantiasa dilindungi Allah SWT,
diberikan kemudahan, kesehatan dan keberkahan dalam setiap kegiatannya;
5. Seluruh Dosen serta Staf Akademik Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
berkenan memberikan ilmu, arahan dan membantu penulis selama menjadi
mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum;
6. Ibu Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku Tokoh Syariah dan Dosen Besar
Bidang Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menjadi Narasumber dalam penelitian ini, terimakasih banyak telah
berkenan dan meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam penyusunan
penelitian ini. Semoga Prof sehat selalu, diberikan kelancaran, keberkahan dan
kemudahan yang senantiasa mengiringi di setiap langkah, aamiin;
7. Bapak Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ., FIIS., selaku Praktisi, Akademisi
dan Pakar Asuransi Syariah yang menjadi Narasumber dalam penelitian ini,
terimakasih banyak atas perkenan dan bantuannya, serta telah meluangkan
waktu untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. Semoga kebaikan
Bapak dibalas Allah SWT dan senantiasa diberikan kemudahan, kelancaran
dan sehat selalu, aamiin;
vi
sudah membantu juga membimbing penulis selama kuliah, terlebih saat
mengikuti kompetisi essay tingkat fakultas maupun nasional sampai penulis
menjadi juara. Semoga semua ilmu, bimbingan dan kebaikan-kebaikan yang
telah kakak berikan dibalas dengan lebih banyak kebaikan dan dapat
bermanfaat bagi penulis untuk menjadi bekal di masa mendatang;
10. Kepada orang tua yang sangat penulis cinta, Mama Lilis Nurbaeti, S.Ag.,
M.M., om dan tante yang juga sangat penulis cinta, Bapak Ace Kurnia, S.Ag.,
S.H., Ibu Yusi Nurelah, S.H., dan Ibu Maya Amelia, S.Hum., serta adik-adik
yang sangat penulis sayangi, Salwa Rahmatuna, Sylva Rusydah, Sabrina
Fadhilah, Vera Shafira dan Raden Muhamad Haris. Terimakasih banyak atas
seluruh doa, dukungan, bantuan, motivasi, semangat, cinta dan kasih sayang
dari mereka sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi
ini dipersembahkan khusus sebagai tanda terimakasih untuk mereka yang
sudah mendukung penulis dengan penuh cinta setiap waktu;
11. Kepada alm. Kakek dan almh. Nenek, yaitu alm. Aep Saepuloh dan almh.
Masyamah, terimakasih banyak telah menyayangi, mencintai, dan merawat
penulis dengan sangat baik, penuh cinta, kasih sayang dan penuh keikhlasan
sejak kecil hingga beranjak dewasa kini. Meskipun telah tiada, tetapi berkat
cinta serta kasih sayang dari mereka penulis dapat tumbuh menjadi pribadi
yang mandiri, percaya akan kemampuan yang dimiliki, kuat dan tidak mudah
menyerah. Skripsi ini penulis dedikasikan khusus untuk mereka, semoga
dengan selesainya skripsi ini bisa membuat mereka bangga, bahagia dan damai
di surgaNya;
vii
12. Kepada Eyang Kakung dan Eyang Uti, Eyang Ir. Edy Purwantoro dan Eyang
Dyah Indriani yang penulis sayangi dan cintai, yang senantiasa mendoakan,
selalu memberikan dukungan, semangat dan juga nasehat-nasehat baik untuk
penulis. Terimakasih banyak atas semua kasih sayang yang diberikan kepada
penulis, berkat semua doa, dukungan dan pesan dari eyang, alhamdulillah
skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Semoga dengan selesainya skripsi ini
dapat menjadi hadiah untuk eyang dari cucunya;
13. Teman-teman baik penulis sejak lulus pondok, Alfiya Ma’la, Aliffiah Cinde,
Arna Sintia, Ikrima Nur, Miftahul Khairat, Meida Nugraha, Rizqi Isnaini,
Hasna Mutia, Azizah Syafira, Nofa Citra dan Audi Maulidya. Serta teman-
teman baik penulis yang saat ini sedang berjuang di Perguruan Tinggi yang
sama, Nur Syifa Rohidah, Putri Martarisanti dan Ainil Qalbi. Terimakasih
sudah selalu menguatkan, memberikan semangat, dukungan, dan doa-doa baik
untuk penulis, terlebih selama penyusunan skripsi;
14. Teman-teman baik penulis sejak awal masa kuliah, Nadia Widyani, Nuur
Lailah, Asfitri Aulia, Asri Wiranty, Atika Indriyaningsih, Nada Jidzrustsiqoh,
Ghaitsa Hana, Erika Listiani, Annisa Al Karimah dan Maulana Sidik.
Terimakasih banyak sudah membantu, menemani, saling mendukung dan
menyemangati satu sama lain, terlebih di masa-masa akhir menjadi mahasiswa.
Semoga silaturahmi kita terus terjaga sampai seterusnya;
15. Seluruh teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2018 yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu, terimakasih banyak telah hadir dan
mewarnai lika liku hidup penulis, sama-sama berjuang di bangku perkuliahan
hingga mengukir cerita indah yang penuh makna dan akan penulis kenang
sepanjang masa;
viii
Indonesia (GenBI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis
sebutkan seluruh namanya karena sangat banyak pihak yang berperan dan telah
membantu penulis untuk belajar serta berproses dalam organisasi tersebut,
terimakasih banyak atas semua kesempatan, amanah yang diberikan, dan telah
menjadi wadah yang sangat baik bagi penulis untuk terus belajar, menambah
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, serta mendalami skill yang dimiliki
untuk bekal di masa yang akan datang nanti. Semoga kelak kita bisa bertemu
kembali di titik kesuksesan masing-masing;
17. Kepada seluruh orang baik yang turut membantu dan memberikan masukan
serta saran kepada penulis, termasuk kakak-kakak tingkat yang selalu
membantu penulis, terimakasih banyak atas semua yang telah diberikan sejak
awal penulis menyusun skripsi hingga selesai, semoga kebaikan-kebaikan yang
telah diberikan dibalas lebih dan berlipat ganda oleh Allah SWT, aamiin;
18. Terakhir, terimakasih kepada diri sendiri yang telah mampu bertahan, berjuang,
mau untuk terus belajar dan kuat menghadapi suka, duka, pahit dan bahagia
dalam setiap tahapan kehidupan yang terjadi selama ini, terlebih semasa
penulisan skripsi.
ix
DAFTAR ISI
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Industri Asuransi Syariah terlihat lebih pesat dan
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal
tersebut berdampak baik pada angka perekonomian syariah di Indonesia.
Meskipun tahun 2020 perasuransian syariah mengalami penurunan pada jumlah
aset, namun di tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2021 dapat ditingkatkan
kembali. Sebelumnya, pada tahun 2019 Industri Asuransi Syariah juga pernah
mengalami peningkatan sebesar 9,26% dari jumlah aset di tahun 2018. Berikut
tabel yang menjelaskan lebih spesifik terkait pertumbuhan asuransi syariah yang
didapat dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
Tabel 1
Pelaku Usaha dan Jumlah Aset Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah –
Asuransi Syariah1
No. Keterangan 2018 2019 2020 2021
1. Jumlah Perusahaan Asuransi Syariah* 13 13 13 14
2. Jumlah Unit Usaha Asuransi Syariah* 49 49 49 46
3. Jumlah Aset (Miliar Rp) 41.915 45.795 41.168 43.681
*Terdiri atas Pelaku Usaha Asuransi Jiwa Syariah, Asuransi Umum Syariah, dan Reasuransi Syariah.
melalui kebijakan spin off bagi unit syariah pada setiap perusahaan asuransi
syariah di tahun 2024.2 Dari beberapa jenis asuransi syariah, salah satunya yang
paling diminati adalah asuransi jiwa syariah. Asuransi Jiwa Syariah adalah
bidang asuransi yang memberikan perlindungan terhadap jiwa, termasuk jaminan
kecelakaan diri dan Kesehatan yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang.3 Jadi
selain memberikan perlindungan jiwa, asuransi jiwa syariah juga menyediakan
perlindungan terhadap kesehatan juga kecelakaan apabila di kemudian hari
resiko-resiko tersebut terjadi.
2
Berita Satu. (2020, 21 Oktober), Manfaatkan Peluang Ekonomi Syariah.
https://www.beritasatu.com/anselmus-bata/tajuk/7489/manfaatkan-peluang-ekonomi-syariah, dikutip
pada 19 November 2021, pukul 08.05 WIB.
3
Pasal 3 ayat (2) Bab II tentang Ruang Lingkup Usaha Perasuransian, Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
4
Dirga Adil Fauzan., Suherman. (2021). “Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi
Jiwa Terhadap Mis-Selling oleh Agen Asuransi di PT. BNI Life Insurance”. Jurnal Hukum
De’rechtsstaat, 7(1), h. 5.
5
Wendra Catur Putra. (2018). “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek
Jaminan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, h. 3.
3
mengantisipasi resiko adanya gagal bayar oleh pihak nasabah yang mengajukan
pembiayaan. Namun pihak bank syariah tetap menagih pihak debitur guna
melunasi pembiayaan karena asuransi jiwa dapat dicairkan jika debitur atau
dalam hal ini adalah nasabah meninggal dunia atau mengalami kecelakaan yang
mengakibatkan cacat total tetap.6
6
Elisatin Ernawati., (2015) “Asuransi Jiwa dalam Perjanjian Pembiayaan Bank Syariah”,
Tesis, Surabaya: Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, 2015.
7
Ranapina Yuri V.T. Tampubolon., Leonardus Agatha P., (2014, 8 Juli), Polis Asuransi
sebagai Jaminan Kredit, https://www.hukumonline.com/klinik/a/polis-asuransi-sebagai-jaminan-
kredit-lt5330f120b4992, Dikutip pada 03 Maret 2022, pukul 15.20 WIB.
4
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Setelah meninjau uraian latar belakang yang telah dipaparkan, penulis
mengidentifikasi beberapa masalah terkait sebagai berikut:
2. Batasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan pada penelitian ini, penulis akan
membatasi penelitiannya pada Polis Asuransi Jiwa Syariah sebagai Jaminan
Pembiayaan pada Perbankan Syariah di Indonesia yang akan dianalisis
berdasarkan hukum Islam dan hukum positif, agar pembahasan dalam
penelitian ini lebih terarah, jelas dan sesuai dengan inti permasalahan.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka penulis
merumuskan masalah dengan menguraikannya dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan
memberikan informasi lebih lanjut di bidang Hukum Ekonomi Syariah.
2) Diharapkan dapat menambah wawasan terkait perspektif hukum
terhadap penggunaan polis asuransi jiwa syariah dalam pembiayaan
pada Perbankan Syariah, khususnya hukum Islam.
3) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya, baik permasalahan serupa maupun permasalahan terkait
lainnya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
hukum mengenai penggunaan polis asuransi jiwa syariah sebagai jaminan
dalam perspektif hukum, baik hukum Islam maupun hukum positif,
sehingga apabila digunakan sebagai jaminan, maka penerapannya dapat
sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip syariah serta regulasi hukum
yang berlaku.
7
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian normatif merupakan
penelitian yang digunakan untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum dan doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi.8 Penelitian hukum ini menggunakan dasar hukum
yang berasal dari hukum Islam dan hukum positif, yaitu teks yang sifatnya
mengikat secara formal dan mempunyai objek hukum, baik hukum sebagai
suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun hukum yang
berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat, serta peraturan
perundang-undangan terkait. Penelitian ini tidak berpaku pada lokasi tertentu,
karena merupakan penelitian hukum yang membahas terkait penggunaan
Polis Asuransi Jiwa Syariah Sebagai Jaminan Pembiayaan pada Perbankan
Syariah di Indonesia.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu
pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (statue approach).9 Pendekatan ini diperlukan untuk mengkaji
lebih dalam mengenai peraturan-peraturan yang berlaku terkait polis asuransi
jiwa syariah serta jaminan dalam pembiayaan. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach), yaitu
pendekatan yang dilakukan berdasarkan pandangan-pandangan atau pendapat
para ulama dalam hukum Islam dan para ahli hukum di bidang hukum positif
mengenai polis asuransi jiwa syariah sebagai jaminan pembiayaan. Hasil dari
8
Fahmi Muhammad Ahmadi., Jaenal Aripin. (2010). Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cetakan Pertama, Desember 2010), h. 31.
9
Kornelius Benuf., Muhammad Azhar. (2020). “Metodologi Penelitian Hukum sebagai
Instrumen Mengurasi Permasalahan Hukum Kontemporer”, Jurnal Gema Keadilan, 1(1), h. 24.
8
a. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada para ahli, baik akademisi maupun praktisi terkait
polis asuransi jiwa syariah yang menjadi jaminan pada suatu
9
10
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 225.
11
Natalina Nilamsari. (2014). “Memahami Studi Dokumen dalam Penelitian Kualitatif”,
Jurnal Wacana, 13(2), h. 179.
10
6. Teknik Penulisan
Penelitian ini ditulis dan disusun berdasarkan ketentuan yang telah
diatur dalam buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan mengefisiensi proses penulisan, maka
penelitian ini disusun secara sistematis menjadi lima bab yang terdiri atas
beberapa sub-bab sesuai dengan pembahasan dan materi yang diteliti, agar para
pembaca mudah untuk memahami dan mempelajarinya.
12
Eriyanto. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan Ke-1, 2011), h. 10.
11
Islam dan hukum positif, polis asuransi jiwa syariah beserta dalil-dalil dan
ketentuan hukum yang mengatur keduanya, baik hukum Islam maupun hukum
positif, dan jaminan yang diikat dengan gadai maupun fidusia.
Pada Bab V yang merupakan bab terakhir berisi tentang penutup dari
penelitian ini yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
didapatkan serta beberapa saran dari permasalahan yang telah diteliti sebagai
rekomendasi atas temuan yang diperoleh.
BAB II
A. Kerangka Konseptual
1. Perbankan Syariah
2. Jaminan Pembiayaan
13
Nurnasrina., P. Adiyes Putra. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Pekanbaru: Cahaya
Fidaus Publishing and Printing), 2018, h. 12.
14
Ifa Latifa Fitriani. (2017). “Jaminan dan Agunan Dalam Pembiayaan Bank Syariah dan
Kredit Bank Konvensional”, Jurnal Hukum & Pembangunan, 47(1), h. 146.
15
Hidayatina. (2015). “Ketentuan Premi Asuransi Sebagai Jaminan Terhadap Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisis Konsep Jaminan dan Asuransi dalam Ekonomi Islam)”,
JURIS, 14(2), h. 127.
12
13
4. Akad Rahn
Akad Rahn yang dimaksud dalam pembiayaan ini adalah akad yang
digunakan oleh jaminan pada suatu pembiayaan dengan objek berupa benda
yang diikat dengan gadai atau fidusia pada suatu pembiayaan di perbankan
syariah, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak.16
B. Kerangka Teori
1. Teori Hukum Jaminan
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, jaminan adalah suatu tanggungan
yang diberikan oleh individu yang memiliki kedudukan sebagai debitur
dan/atau pihak ketiga kepada individu lainnya yang memiliki kedudukan
sebagai kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam perikatan yang telah
disepakati. Selain itu seorang pakar perbankan, Thomas Suyatno
mengemukakan bahwa jaminan merupakan penyerahan kekayaan atau adanya
pernyataan kesanggupan dari seseorang untuk menanggung pembayaran
kembali suatu barang. Hukum jaminan memang memiliki makna yang lebih
luas dan umum, serta memiliki sifat mengatur.17
16
Abu Lubaba. (2020). “Implementasi Akad Rahn Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Kasus Pegadaian Syariah Cabang Tukmudal – Sumber – Cirebon)”, Ecopreneur: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, 1(2), h. 51.
17
Inri Januar. (2016). “Kewajiban dan Tanggung Jawab Memenuhi Prestasi dalam Hukum
Jaminan”, Jurnal Hukum to-ra, 2(1), h. 290-291.
14
permasalahan yang timbul di ranah hukum jaminan tidak hanya dilihat dari
perspektif hukum perdata saja, tetapi juga regulasi-regulasi lainnya yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut.18
18
Lastuti Abubakar. (2015). “Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan
(Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional)”, Buletin Hukum Kebanksentralan, 12(1), h. 4.
19
Budiman Setyo Haryanto. (2010). “Kedudukan Gadai Syariah (Rahn) dalam Sistem
Hukum Jaminan Indonesia”, Jurnal Dinamika Hukum, 10(1), Januari 2010, h. 23.
20
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
15
a. Asas Publiitet;
b. Asas Specialitet;
21
Djawahir Hejazziey. (2013). Hukum Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Deepublish,
Cetakan Ke-1, November 2013), h. 173.
22
Neneng Nurhasanah., Panji Adam. (2017). Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan
Regulasi, (Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Pertama, November 2017), h. 204.
23
Neneng Nurhasanah., Panji Adam. Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan Regulasi, h.
195-196.
16
d. Asas Inbezittstelling;
e. Asas Horizontal
24
Neneng Nurhasanah., Panji Adam. Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan Regulasi, h.
195-196.
25
Djawahir Hejazziey. Hukum Perbankan Syariah, h. 174.
17
Adapun manfaat dari jaminan terbagi menjadi dua, yaitu manfaat bagi
kreditur dan manfaat bagi debitur. Bagi debitur, jaminan memiliki manfaat
untuk memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan, sehingga debitur tidak
perlu khawatir untuk mengembangkan ushanya. Sementara manfaat bagi
kreditur adalah agar terwujudnya keamanan dalam setiap transaksi yang
diberikan oleh pihak kreditur, sehingga apabila kedepannya debitur melakukan
hal-hal di luar kendali ataupun wanprestasi, maka kreditur memiliki barang
yang dapat dipergunakan untuk mengamankan dana miliknya yang dipinjam
oleh pihak debitur. Kemudian manfaat lainnya adalah memberikan kepastian
hukum bagi kreditur, agar kreditur juga memiliki keadilan hukum untuk
menindaklanjuti debitur yang ingkar janji.26
26
Djawahir Hejazziey. Hukum Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Dee Publish, Edisi 1
Cetakan Pertama, November 2013), h. 174.
18
27
Neneng Nurhasanah., Panji Adam. Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan Regulasi, h.
212.
28
Daniar. (2015). “Asuransi Perspektif al-Qur’an”, Islamic Economics Journal, 1(2), h. 231.
29
Muhammad Ajib. (2019). Asuransi Syariah. (Jakarta: Rumah Fiqih Publisher, Cetakan
Pertama), h. 67-68.
19
30
Sumarni., Abdul Tayib. “Polis Asuransi Jiwa sebagai Jaminan untuk Mendapatkan Kredit
Pada perusahaan Asuransi”, h. 22.
31
Teguh Suripto., Abdullah Salam. (2017). “Analisa Penerapan Prinsip Syariah dalam
Asuransi”, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, 7(2), h. 133.
32
Muhammad Ajib. Asuransi Syariah, h. 68.
20
33
Hadi Daeng Mapuna. “Asuransi Jiwa Syariah: Konsep dan Sistem Operasionalnya”, h.
164.
21
Terdapat 3 (tiga) fase yang harus ditempuh agar perjanjian gadai dapat
diakui secara hukum dan mengikat bagi para pihak, yaitu:35
34
Dewi Puspita., Harto A., Rakhmat. (2018). “Peran Asuransi Terhadap Resiko
Pembiayaan”, Jurnal Mahkamah, 3(2), Desember 2018, h. 268-269.
35
Djawahir Hejazziey. Hukum Perbankan Syariah, h. 176.
22
36
Djawahir Hejazziey. Hukum Perbankan Syariah, h. 180-181.
M. Yasir. (2016). “Aspek Hukum Jaminan Fidusia (Legal Aspect of Fiduciary Guaranty)”,
37
Jaminan berupa benda yang diikat dengan jaminan fidusia memiliki hak
droit de suite, atau benda yang dijadikan jaminan fidusia berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, tetapi hak kebendaannya telah berpindah kepada
penerima jaminan fidusia dimanapun benda tersebut berada. Selain itu, benda
yang dibebani dengan jaminan fidusia tidak dapat dialihkan, digadaikan,
disewakan kepada pihak lain atau orang ketiga.39
38
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
39
Arifatul Uyun., Abdul Mujib. (2022). “Penyelesaian Sengketa Jaminan Fidusia dalam
Praktik Gadai”, Al ‘Adl: Jurnal Hukum, 14(2), Juli 2022, h. 287.
40
M. Yasir. “Aspek Hukum Jaminan Fidusia (Legal Aspect of Fiduciary Guaranty)”, h. 76-
77.
24
Sementara menurut Azhar Basyir, rahn memiliki arti tetap, berlangsung dan
menahan sesuatu barang sebagaimana tanggungan hutang, atau merupakan
suatu benda yang memiliki nilai sebagai jaminan hutang dan menjadi
tanggungan dari seluruh atau sebagian hutang yang dapat diberikan.41
41
Budiman Setyo Haryanto. “Kedudukan Gadai Syariah (Rahn) dalam Sistem Hukum
Jaminan Indonesia”, h. 24.
42
Noor Hafidah. “Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah dalam Kerangka Sistem Hukum
Syariah”, h. 4.
43
Neneng Nurhasanah., Panji Adam. Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan Regulasi, h.
207.
25
1) Adanya para pihak dalam pembiayaan rahn, yaitu rahin dan murtahin:
a. Baligh; dan
b. Berakal (rusyd)
2) Adanya kesepakatan (sighat) atau ijab qabul:
a. Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan
waktu di masa depan.
3) Terdapat marhun bih (utang):
a. Harus merupakan hak yang wajib diberikan atau disertakan
kepada pemiliknya;
b. Hutang boleh dilunasi dengan rahn;
44
Abu Lubaba. (2020). “Implementasi Akad Rahn Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Kasus Pegadaian Syariah Cabang Tukmudal – Sumber – Cirebon)”, Ecopreneur: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, 1(2), h. 51-52.
45
Zaeni Asyhadie. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan Hukum Nasional dan
Prinsip Ekonomi Syariah. h. 121-122.
26
46
Wenda Catur Putra. (2018). “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek
Jaminan”, Tesis, Makassar: Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
47
Sumarni., Abdul Tayib. (2019). “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk
Mendapatkan Kredit Pada Perusahaan Asuransi”, Jurnal Unizar Law Review, 2(1).
28
48
Roslima Sitorus. (2020). “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit Pada
Perbankan”, Skripsi, Surakarta: Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.
29
49
Riky Rustam. (2016). “Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi
Jiwa Sebagai Objek Jaminan”, Jurnal LamLaj, 1(2), Banjarmasin: Fakultas Hukum, Universitas
Lambung Mangkurat, September 2016.
50
Hidayatina. (2015). “Ketentuan Premi Asuransi Sebagai Jaminan Terhadap Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisis Konsep Jaminan dan Asuransi dalam Ekonomi Islam)”,
JURIS, 14(2), Juli-Desember 2015.
30
dengan akad Murabahah pada perbankan syariah yang berada di Aceh, yaitu
Bank Syariah Aceh Cabang Lhokseumawe. Penelitian ini menganalisis
ketentuan premi asuransi jiwa yang dijadikan jaminan berdasarkan konsep
jaminan dan Asuransi yang ditelaah menurut perspektif ekonomi Islam.
A. Perbankan Syariah
Perbankan syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai perantara bagi pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan
prinsip-prinsip dalam hukum Islam.51
51
Zainuddin Ali. Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Pertama,
2008), h. 1.
52
Ayief Fathurrahman. (2010). “Meninjau Ulang Landasan Normatif Perbankan Syariah di
Indonesia (Telaah atas Teori Kontruksi Fiqh Klasik)”, Jurnal Al-Mawarid, 11(1), h. 4-5.
31
32
7. Duality resiko, yang mana satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit
(liability) usaha produktif, dan sisi lainnya sebagai bagian pengontrol resiko
agar lebih berhati-hati.
53
Rahmat Ilyas. (2015) “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, Jurnal Penelitian,
9(1), Februari 2015, h. 184.
54
Abdul Ghoni. “Implementasi Penyelesaian Hukum atas Eksekusi Jaminan dalam
Perbankan Syariah”, h. 63.
33
55
Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, h. 197-199.
34
penting atau disebut juga dengan 5C (Five C), yaitu: Character (watak), Capacity
(kemampuan), Capital (modal), Collateral (agunan), dan Condition of Economic
(kondisi atau prospek usaha).56
56
Akbar Kurnia Wahyudi. Perbankan Indonesia, (Jakarta: Bintang Cemerlang Pressindo,
2002), h. 9.
57
Gentur Cahyo Setiono. (2018). “Jaminan Kebendaan dalam Proses Perjanjian Kredit
Perbankan (Tinjauan Yuridis Terhadap jaminan Benda Bergerak Tidak Berwujud)”, Jurnal
Transparansi Hukum, 1(1), h. 9-10.
58
Riky Rustam. “Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi Jiwa
Sebagai Objek Jaminan”, h. 229.
35
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.59
b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
59
Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, h. 186.
60
Rahmat Ilyas. “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syari’ah”, h. 186.
61
Abdul Ghoni. (2016). “Implementasi Penyelesaian Hukum atas Eksekusi Jaminan dalam
Perbankan Syariah”, Jurnal Ius Constituendum, 1(2), h. 64.
62
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
36
2) Pembiayaan Investasi.
63
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
64
Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, h. 193-196.
37
65
Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, h. 193-196.
38
66
Gatot Supramono. Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 75.
67
Riky Rustam. (2016). “Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi
Jiwa Sebagai Objek Jaminan”, Jurnal LamLaj, 1(2), h. 221.
68
Gentur Cahyo Setiono. (2018). “Jaminan Kebendaan dalam Proses Perjanjian Kredit
Perbankan (Tinjauan Yuridis Terhadap jaminan Benda Bergerak Tidak Berwujud)”, Jurnal
Transparansi Hukum, 1(1), h. 4.
39
69
Devy Yuvanto. “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit di Perusahaan Asuransi”,
Surabaya: Fakutas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945, h. 2-3.
70
Viandre Prayogo Wijaya. (2019). “Kedudukan Jaminan Hak Tanggungan Dalam
Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2479
K/PDT/2011)”, Skripsi, Jember: Fakultas Hukum, Universitas Jember, h. 16.
40
dan sebagai akibat dari fungsi pertama, yakni sebagai indikator untuk
menentukan jumlah pembiayaan yang dapat diberikan kepada debitur dari
pihak kreditur.71
Sementara yang dimaksud dengan Hukum Jaminan berasal dari
terjemahan Bahasa Belanda, yakni zakerheidesstelling dan Bahasa Inggris
yakni security of law. Menurut para ahli, Salim HS. mengemukakan bahwa
hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya
dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Sementara J.
Satrio berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum yang
mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.72
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka yang dimaksud
dengan hukum jaminan adalah suatu bentuk penanggungan yang mana seorang
penanggung memiliki kewajiban menanggung untuk memenuhi utang debitur
sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam perjanjian.
Adapun regulasi hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai
jaminan utang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Yang Berkaitan dengan
Tanah, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pendaftaran jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, PP
Nomor 27 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan peraturan-peraturan
lainnya yang berkaitan dengan objek jaminan.73
71
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. (Depok: Rajawali Pers, Cetakan Ke-1, Juli 2018), h.
1.
72
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, h. 3-4.
73
Wendra Catur Putra. (2018). “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek
Jaminan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, h. 56-62.
41
Secara umum, jaminan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan meliputi Gadai,
Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotik, dan Resi Gudang. Sementara jaminan
perorangan merupakan penanggungan atas suatu perjanjian dengan mana
seorang pihak ketiga, guna kepentingan orang yang berpiutang, mengikatkan
diri untuk memenuhi perikatan orang yang berutang manakala orang tersebut
tidak dapat memenuhinya.74
Jaminan perorangan (borgtocht/personal guarantee) adalah jaminan
berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga guna
menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur yang bersangkutan kepada
kreditur, apabila debitur cidera janji atau wanprestasi. Hak jaminan perorangan
hanya dapat dipertahankan terhadap orang atau pihak ketiga yang terikat dalam
perjanjian saja, dan tidak mengikat kepada setiap orang seperti halnya pada
jaminan kebendaan yang memiliki sifat absolut.75
Sementara jaminan yang bersifat kebendaan merupakan hak mutlak atas
suatu benda tertentu dari debitur yang dapat dipertahankan pada setiap orang.76
Jaminan kebendaan lahir dan bersumber pada perjanjian. Jaminan ini ada
karena diperjanjikan antara kreditur dan debitur, maupun kreditur dengan pihak
ketiga yang menyediakan harta kekayaannya secara khusus, seperti tanah dan
bangunan yang digunakan untuk menjamin dipenuhinya kewajiban debitur
pada kreditur.77
Dalam hal ini, jika dilihat berdasarkan pembagiannya maka polis
asuransi jiwa termasuk pada jaminan kebendaan yang dikelompokkan menjadi
74
Sumarni., Abdul Tayib. (2019). “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk
Mendapatkan Kredit Pada Perusahaan Asuransi”, Jurnal Unizar Law Review, 2(1), h. 28-29.
75
Niken Prasetyawati., Tony Hanoraga. (2015). “Jaminan Kebendaan dan Jaminan
Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang”, JSH: Jurnal Sosial
Humaniora, 8(1), h. 127-129.
76
Riky Rustam. “Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi Jiwa
Sebagai Objek Jaminan”, h. 228.
77
Devy Yuvanto. “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit di Perusahaan Asuransi”, h. 10.
42
78
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 7-8.
79
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 115.
80
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 6-7.
43
2) Hadis
“Dari Aisyah r.a menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli
makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi
beliau” (HR. Bukhori).
3) Ijtihad
Kalangan ulama bersepakat, bahwa Rahn boleh dilakukan dalam
perjalanan ataupun tidak, asalkan barang jaminan itu langsung dikuasai
(Al-Qabdh) secara hukum oleh pemberi piutang. Misalnya barang jaminan
berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai adalah surat jaminan tanah
tersebut (sertifikat).
81
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 41.
82
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 41.
44
َِ َولْي ت
ََّق ْ ضاَف لْيُؤِدَالَّ ِذ
َ ُيَاؤُُتِنَأَمان تَه ُ َتَ ُدواَكَ َاتِبًاَف ِرهانََم ْقَبَُوضةََۖفِإ ْن ََأ َِمنَبَ ْع
ً ض ُك ْمَب ْع ِ َوَل
ْ َ َوإِ ْنََ ُكْنَتُ ْمَعَل َىَسف ٍر
َ َِباَت ْعملَُونَعل
يم َِ ُاَّلل َِ َُاَالشهادةََۚوم ْنَيكْتُ ْمهاَفِإنََّه
ََّ آثَق لَْبَُهَُ ََۗو ََّ اَّلل ََربَّهََُۗوَلَت َْكتُ ُمَو
َّ
83
Zaeni Asyhadie., Rahma Kusumawati. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 9.
84
Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah Kontemporer, (Depok: PT Rajagrafindo Persada,
Cetakan Ke-2, Januari 2019), h. 163.
45
85
Imron Rosyadi. Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah (Aspek Perikatan,
Prosedur Pembebanan dan Eksekusi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2017), h. 157.
86
Noor Hafidah. “Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah dalam Kerangka Sistem Hukum
Syariah”, h. 6.
46
dengan at-ta’min, berasal dari kata amana’i yang berarti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.87
87
Netta Agusti. (2017). “Sharing of Risk pada Asuransi Syariah (Takaful): Pemahaman
Konsep dan Mekanisme Kerja”, Jurnal MD, 3(2), h. 184-185.
88
Netta Agusti. “Sharing of Risk pada Asuransi Syariah (Takaful): Pemahaman Konsep dan
Mekanisme Kerja”, h. 185-186.
89
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
47
Dasar hukum asuransi dalam ranah hukum positif terdapat pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait pengelolaan
dan operasional pelaksanaan kegiatan asuransi baik asuransi konvensional
maupun asuransi syariah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) telah mengesahkan fatwa terkait asuransi syariah, yaitu Fatwa
DSN-MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah pada tahun 2001.
Dasar hukum asuransi dalam hukum Islam terdapat pada beberapa dalil
baik Al-Qur’an maupun sunnah sebagai landasan utama, diantaranya yaitu Q.S.
Al-Hasyr (59): 18, yang berbunyi:
ٌۢ ۟ ۟ ۟
َ َُٱَّللَخبِي َِباَت ْعمل
ون َّ ت ََلِغَ ٍدََۖوٱتَّ ُقوا
َّ َٱَّللََۚإِ َّن ْ َماَقدَّم َّ أَييُّهاَٱلَّ ِذينَءامنُواَٱتَّ ُقوا
َّ َٱَّللَولْتنظُْرَن ْفس
90
Fatwa DSN-MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.
48
Dalam ayat ini, Allah menyerukan kepada orang yang beriman untuk
selalu memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk masa depannya, seperti
intropeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Jika
dikaitkan dengan asuransi, ayat ini dapat menjadi dalil bahwa berinvestasi
dengan asuransi dapat menjadi pilihan untuk mempersiapkan hal-hal buruk yang
terjadi terhadap harta dan keluarga secara tidak disengaja di kemudian hari.
Selain itu dalam Q.S. Al-Maidah (5): 2 juga menjadi landasan dasar
dalam kegiatan asuransi, yang berbunyi:
۟ ِْ وتَعاوَنُ ۟وَاَ َعلىَٱلِْ ِب ََوٱلتَّ ْقوىَََۖوَلَت عاوَنُ ۟واَعل
اب ُ َٱَّللَشَ َِد
َِ يدَٱلْعِق َّ ىَٱْل ِْثَوٱلْعُ ْدو ِنََۚوٱتَّ ُقوا
َّ َٱَّللََۖإِ َّن
Sementara dalil yang berasal dari sunah, hadis yang diriwayatkan oleh
Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:91
91
Daniar. “Asuransi Perspektif Al-Qur’an”, h. 233-234.
49
92
Hadi Daeng Mapuna. “Asuransi Jiwa Syariah: Konsep dan Sistem Operasionalnya”, h.
162-163.
93
AM. Hasan Ali. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenata Media, 2004),
h. 125-135.
94
Hadi Daeng Mapuna. “Asuransi Jiwa Syariah: Konsep dan Sistem Operasionalnya”, h.
160.
50
95
Teguh Suripto., Abdullah Salam. “Analisa Penerapan Prinsip Syariah dalam Asuransi”, h.
133.
Dirga Adil Fauzan., Suherman. (2021). “Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi
96
Jiwa Terhadap Mis-Selling oleh Agen Asuransi di PT. BNI Life Insurance”, Jurnal Hukum
De’rechtsstaat, 7(1), h. 5.
97
Sumarni., Abdul Tayib. (2019). “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk
Mendapatkan Kredit Pada Perusahaan Asuransi”, Jurnal Unizar Law Review, 2(1), h. 23.
51
ketentuan, dasar hukum, syarat-syarat dan hal lain terkait perjanjian asuransi
jiwa syariah antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi syariah, yang
mana seluruh ketentuan yang tertera pada polis tersebut sesuai dengan ketentuan
dalam hukum Islam.
Maka dari itu, pada umumnya seluruh polis asuransi harus memenuhi
ketentuan-ketentuan tersebut, yaitu kedua belah pihak sepakat, para pihak telah
98
Sumarni., Abdul Tayib. “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit
Pada Perusahaan Asuransi”, h. 23.
99
Sumarni., Abdul Tayib. “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit
Pada Perusahaan Asuransi”, h. 22-23.
52
Menurut Pasal 1150 KUH Perdata, bahwa barang yang dijadikan sebagai
objek gadai merupakan benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud.
Sehingga pengertian dari objek gadai itu sendiri adalah suatu benda bergerak
baik berwujud maupun tidak berwujud yang digadaikan atau dijadikan sebagai
jaminan gadai. Akan tetapi, bagi benda atau barang bergerak yang tidak dapat
dipindah tangankan maka tidak dapat digadaikan, kecuali dalam bentuk surat-
surat sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 KUH Perdata.
Hak gadai dalam hal penyerahan benda gadai kepada pihak kreditur, pada
Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata dijelaskan bahwa tidak ada hak gadai atas
benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan pihak debitur atas kemauan pihak
kreditur, sehingga hak gadai dapat terjadi apabila barang gadai telah dibawa
keluar dari kekuasaan pihak debitur. Adapun prosedur barang gadai harus
dibawa keluar dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai ini merupakan syarat
100
M. Yasir. “Aspek Hukum Jaminan Fidusia (Legal Aspect of Fiduciary Guaranty)”, h. 81.
53
inbezittstelling101 yang harus dipenuhi secara mutlak dalam proses gadai. Barang
tersebut dibawa keluar dari kekuasaan debitur apabila barang telah diserahkan
oleh debitur kepada kreditur atau orang ketiga yang disebut sebagai pemegang
gadai yang disetujui oleh kreditur. Penyerahan benda gadai dapat dilakukan
secara langsung maupun simbolis.102
Objek gadai yang termasuk benda bergerak berwujud dapat berupa benda
berharga, seperti perhiasan, alat elektronik, surat-surat berharga, dan lain
sebagainya. Sementara objek gadai yang termasuk pada jenis benda bergerak
tidak berwujud dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu gadai piutang atas bawa,
gadai piutang atas tujuk, dan gadai piutang atas nama.
Apabila objek gadai dalam bentuk surat piutang atas bawa, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata maka hal tersebut dapat terjadi
apabila surat diberikan kepada tangan pemegang gadai atau pihak ketiga yang
telah disetujui oleh kedua belah pihak. Piutang atas bawa pasti selalu memiliki
surat yang menjadi bukti bahwa seseorang memiliki piutang. Hal yang dilakukan
apabila objek gadai berupa surat piutang atas bawa adalah yakni dengan
menahan kertas bukti yang dijaminkan kepada kreditur atas sejumlah uang
tersebut.
Kemudian gadai piutang atas nama telah diatur dalam Pasal 1153 KUH
Perdata. Adapun cara penyerahan objek gadai tersebut adalah dengan
101
Asas yang menjelaskan bahwa barang yang telah dijaminkan harus berada pada penerima
jaminan.
102
Devy Yuvanto. (2018). “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit Di Perusahaan Asuransi”,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, h. 11-12.
103
Devy Yuvanto. “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit Di Perusahaan Asuransi”, h. 12-
13.
54
Dalam hukum Islam, gadai disebut dengan rahn. Penerapan rahn pada
Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, maupun Lembaga Pembiayaan Syariah
lainnya memiliki konsekuensi hukum, yang mana saat ini terdapat 3 (tiga)
macam transaksi gadai yang digunakan di Indonesia, yaitu:
a. Gadai (Pand);
104
Devy Yuvanto. “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit Di Perusahaan Asuransi”, h. 12-
13.
105
Budiman Setyo Haryanto. “Kedudukan Gadai Syariah (Rahn) dalam Sistem Hukum
Jaminan Indonesia”, h. 24.
106
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
55
Bahwa jaminan fidusia adalah pengalihan hak jaminan atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepad apenerima
fidusia terhadap kreditor lainnya.
107
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
108
M. Yasir. “Aspek Hukum Jaminan Fidusia (Legal Aspect of Fiduciary Guaranty)”, h. 82-
83.
56
4) Jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada;
7) Jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek
jaminan fidusia;
10) Benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh
kreditur penerima jaminan fidusia;
12) Pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus
mempunyai iktikad baik; dan
109
M. Yasir. “Aspek Hukum Jaminan Fidusia (Legal Aspect of Fiduciary Guaranty)”, h. 83.
57
110
Secara constitutum posessorium.
111
Secara constitutum posessorium.
58
tetap karena merupakan akta autentik yang memiliki kekuatan hukum dan
pembuktian yang sempurna.112
112
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
113
Reiza Natalia Kolang. (2019). “Tinjauan Yuridis Terhadap Benda Jaminan yang Diikat
dengan Fidusia”, Jurnal Lex Privatum, 7(3), Maret 2019, h. 79-80.
114
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
115
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
BAB IV
116
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ah. Azharuddin Lathif. Ketua Bidang Edukasi,
Sosialisasi & Literasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Jum’at, 22 Juli 2022.
117
Ayu Damayanti., Atika. (2022). “Minat Nasabah Non Muslim Dalam Membeli Produk
Asuransi Syariah (Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera 1912 Cabang Medan), Jurnal
Manajemen Akuntansi (JUMSI), 2(2), April 2022, h. 272-273.
59
60
sehingga apabila resiko itu terjadi pada salah satu peserta maka dana dapat
digunakan oleh peserta yang mengalami resiko tersebut.118
118
Ayu Damayanti., Atika. “Minat Nasabah Non Muslim Dalam Membeli Produk Asuransi
Syariah (Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Syariah bumiputera 1912 Cabang Medan), h. 272.
119
Berdasarkan hasil wawancara dengan Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar
Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus
2022.
120
Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan
Akademisi Bidang Asuransi Syariah, Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
61
meninggal dunia atau polis asuransi tersebut telah jatuh tempo maka dana yang
telah disetorkan menjadi milik ahli waris. Namun hal tersebut dapat terjadi jika
ada klaim yang diajukan atau polis tersebut telah jatuh tempo, sehingga sebelum
hal itu terjadi maka peserta asuransi maupun ahli waris dari asuransi jiwa syariah
belum dapat memiliki polis asuransi jiwa tersebut dengan sepenuhnya.
121
Rahmat Ilyas, “Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah”, h. 197.
122
Muhammad Maulana. (2014). “Jaminan Dalam Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Di
Indonesia (Analisis Jaminan Pembiayaan Musyarakah dan Mudarabah)”, Jurnal Ilmiah Islam Futura,
14(1), Agustus 2014, h. 74.
62
Jika dalam hal tersebut jaminan yang akan disertakan oleh nasabah
berupa polis asuransi jiwa syariah, yang mana dalam pembahasan penelitian ini
polis asuransi jiwa merupakan objek jaminan yang digunakan dalam suatu
pembiayaan, bukan merupakan polis asuransi jiwa yang dijadikan syarat untuk
mengajukan pembiayaan, maka perlu diperhatikan terlebih dahulu jenis asuransi
jiwa syariah apa yang nasabah tersebut miliki, yaitu asuransi jiwa syariah
tradisional atau asuransi jiwa syariah unitlink. Karena pada dasarnya, polis
asuransi jiwa syariah tradisional secara syariah tidak dapat dijadikan jaminan
pembiayaan pada perbankan syariah. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan
oleh Ah. Azharuddin Lathif,123 bahwa jika polis tersebut merupakan polis dari
asuransi jiwa tradisional maka polis tersebut tidak dapat dijadikan jaminan,
karena pada hakikatnya asuransi jiwa syariah milik nasabah belum sepenuhnya
dimiliki oleh nasabah tersebut dan masih sebatas janji, sehingga nilai yang
disetorkan hanya untuk memproteksi jiwa atau diri peserta asuransi jika di
kemudian hari terjadi resiko seperti meninggal dunia, kecelakaan, dan lain
sebagainya.
Selain itu, Euis Amalia124 juga memiliki pendapat yang sama, bahwa
polis asuransi jiwa syariah tidak dapat dijadikan jaminan, kecuali polis dari
asuransi jiwa syariah yang memiliki nilai tunai. Adapun asuransi jiwa syariah
yang memiliki nilai tunai adalah asuransi jiwa syariah jenis unitlink atau yang di
dalamnya terdapat unsur investasi. Kemudian Muhammad Syakir Sula125 juga
menegaskan bahwa polis yang memungkinkan untuk dijadikan jaminan adalah
jenis Polis Asuransi yang Disertai Investasi (PAYDI), seperti unitlink maupun
123
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ah. Azharuddin Lathif. Ketua Bidang Edukasi,
Sosialisasi & Literasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Jum’at, 22 Juli 2022.
124
Berdasarkan hasil wawancara dengan Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar
Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus
2022.
125
Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan
Akademisi Bidang Asuransi Syariah, Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
63
Jika dilihat dari beberapa pendapat di atas, maka polis asuransi jiwa
syariah yang dapat digunakan sebagai jaminan adalah polis asuransi jiwa syariah
yang di dalamnya terdapat investasi atau PAYDI. Menurut penulis, hal ini
dilakukan karena nilai tunai dalam investasi yang terdapat dalam polis asuransi
jiwa tersebut merupakan hak milik peserta asuransi sepenuhnya, mengingat dana
iuran premi dengan dana investasi berada dalam kantong dana yang berbeda.
Sehingga apabila peserta asuransi hendak menggunakan dana investasi miliknya,
maka itu menjadi hak dan kewenangan milik peserta asuransi jiwa syariah
selama hal tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan
sebagaimana perjanjian yang telah disepakati dan tertuang dalam polis asuransi
jiwa syariah itu sendiri.
Selaras dengan salah satu syarat yang terdapat pada rukun dan syarat
rahn, bahwa objek gadai (marhun) harus dimiliki oleh pihak penggadai atau
rahin. Maka dari itu, polis asuransi jiwa syariah jenis tradisional tidak dapat
dijadikan jaminan, karena belum dimiliki oleh nasabah. Adapun yang dapat
dijadikan jaminan menurut Azharuddin Lathif126 dan Euis Amalia127 adalah
asuransi jiwa syariah jenis unitlink, tetapi hanya nilai investasinya saja yang
dapat dijadikan jaminan, karena nilai tunai dalam investasi tersebut yang baru
dimiliki oleh nasabah sepenuhnya. Selain itu, marhun harus memiliki nilai
ekonomis sebagaimana diatur dalam syarat-syarat gadai syariah (rahn). Maka
dari itu hanya polis asuransi jiwa syariah yang memiliki nilai tunai pada
investasi yang terdapat di dalamnya yang dapat dijadikan jaminan, agar di
126
Ah. Azharuddin Lathif. Ketua Bidang Edukasi, Sosialisasi & Literasi Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview
pribadi, Jum’at, 22 Juli 2022.
127
Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus 2022.
64
kemudian hari dapat digunakan oleh pihak bank syariah apabila nasabah
mengalami pembiayaan bermasalah ataupun wanprestasi, sehingga utang
nasabah dapat lunas.
Meskipun saat ini kedudukan hukum polis asuransi jiwa tidak dapat
dijadikan jaminan pokok karena dianggap tidak memiliki nilai tunai yang cukup
sebagai pengaman dan untuk menjamin suatu perjanjian kredit, yang mana
jaminan pokok merupakan objek jaminan yang pertama dieksekusi jika debitur
melakukan wanprestasi ataupun tidak dapat membayar tagihan, akan tetapi pada
128
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, Jurnal Privat
Law, 10(2), Mei-Agustus 2022, h. 228.
65
hakikatnya polis asuransi jiwa dapat dijadikan jaminan pokok karena memiliki
hak tagih yang di dalamnya terdapat nilai tunai sebagaimana ketentuan yang
berlaku dalam hukum jaminan kebendaan. Apabila polis asuransi jiwa akan
digunakan sebagai jaminan pokok, maka diperlukan adanya mekanisme dan
peraturan tersendiri.129
Klaim dari polis asuransi jiwa sebagai jaminan baru dapat dilaksanakan
apabila nasabah mengalami hal-hal sebagaimana diperjanjian dalam polis,
129
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, h. 233.
130
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, h. 233.
66
seperti meninggal dunia. Maka ketika nasabah meninggal dunia, maka klaim
ataupun eksekusi jaminan dari polis asuransi jiwa dapat dilakukan sebagai
penyelesaian pinjaman kredit yang telah diperjanjikan, bukan untuk diberikan
kepada ahli waris maupun tertanggung dari polis asuransi jiwa tersebut. Adapun
syarat dari klaim polis asuransi jiwa tersebut adalah maksimal sejumlah pokok
pinjamannya. Jika nasabah memiliki kewajiban tertunggak yang dapat
mengakibatkan pinjaman yang dimiliki melebihi dari nilai pinjaman pokok,
maka pembayaran tunggakan dapat dilakukan dengan mengeksekusi jaminan
pokoknya maupun dibayarkan secara langsung oleh ahli waris dari nasabah
tersebut.131 Karena polis asuransi jiwa tersebut telah digunakan sebagai jaminan
perjanjian pemberian kredit dari PT BRI Cabang Solo Slamet Riyadi kepada
nasabah yang mengajukan, maka dari itu apabila nasabah meninggal dunia maka
klaim dari polis tersebut digunakan untuk melunasi pembayaran dari pemberian
kredit, bukan untuk diberikan kepada pihak keluarga maupun ahli waris.
131
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, h. 234.
132
Wendra Catur Putra. “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek Jaminan”, h.
83.
67
berdasarkan hukum Islam, polis asuransi jiwa masih diperlukan adanya kajian
lebih lanjut terkait penggunaannya. Karena jika dilihat berdasarkan hukum
Islam, polis asuransi jiwa syariah yang dapat dijadikan jaminan pembiayaan
adalah Polis Yang Disertai Investasi atau PAYDI, karena memiliki nilai tunai
dan telah dimiliki sepenuhnya oleh peserta asuransi selaku nasabah. Sementara
dalam praktek konvensional, polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai
jaminan adalah polis asuransi jiwa tradisional atau polis asuransi jiwa murni.133
Namun, jika dilihat kembali berdasarkan rukun, syarat-syarat dan prinsip
jaminan dalam hukum Islam, maka polis asuransi jiwa syariah yang dapat
digunakan sebagai jaminan pembiayaan adalah PAYDI.
Jika ditelaah berdasarkan aspek hukum yakni dari hukum positif, Riky
Rustam dalam penelitiannya mengemukakan bahwa polis asuransi jiwa termasuk
pada kategori benda yang pada hakikatnya merupakan suatu perikatan
(perjanjian) dari asuransi, maka dari itu polis asuransi jiwa dijadikan sebagai
jaminan. Karena polis asuransi jiwa merupakan perjanjian atau suatu perikatan,
maka tentu harus memenuhi ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH
Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.134
133
Wendra Catur Putra. “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek Jaminan”, h.
83.
134
Riky Rustam. “Kebsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi Jiwa
Sebagai Objek Jaminan”, h. 225.
135
Pasal 511 Bagian Keempat Tentang Kebendaan Bergerak Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata).
68
Dalam Pasal 511 ayat (3) KUH Perdata ditentukan bahwa suatu benda
yang dianggap benda bergerak karena Undang-Undang adalah perikatan-
perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai sejumlah uang yang dapat ditagih,
maka dari itu polis asuransi jiwa termasuk pada benda bergerak tidak berwujud
karena termasuk piutang atas bawa. Namun, setiap dari jaminan harus memenuhi
ketentuan yaitu memiliki nilai ekonomis dan dapat dialihkan kepada orang lain
sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata.136
136
Riky Rustam. “Kebsahan Perjanjian Pengikatan Jaminan dengan Polis Asuransi Jiwa
Sebagai Objek Jaminan”, h. 221-222.
69
Jika dilihat dari ketentuan Pasal 511 ayat (3) KUH Perdata, karena nilai
tunai dari polis asuransi jiwa merupakan sesuatu yang dapat ditagih atau piutang,
maka dengan diakuinya nilai tersebut oleh perushaan asuransi jiwa dapat
dikatakan bahwa nilai tunai dari polis asuransi jiwa memiliki nilai ekonomi.
Dalam menjadikan polis asuransi jiwa sebagai jaminan, maka menurut Johanes
Ibrahim dalam Roslima Sitorus diperlukan adanya pertimbangan yang dilihat
dari 2 (dua) faktor, yakni sebagai berikut:137
2. Marketable, yaitu jaminan tersebut yang dalam hal ini berupa polis
asuransi jiwa harus memiliki nilai tunai di dalamnya dan dapat
dicairkan untuk kemudian dieksekusi oleh pihak bank dalam hal
melunasi kewajiban dari pihak nasabah yang belum dilunasi.
137
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, h. 232.
138
Sumarni., Abdul Tayib. “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan
Kredit Pada Perusahaan Asuransi”, Jurnal Unizar Law Review, h. 26.
70
benda bergerak yang tidak berwujud yang digolongkan pada benda bergerak
tidak berwujud berupa piutang.139
139
Devy Yuvanto. (2018). “Polis Asuransi Sebagai Jaminan Kredit Di Perusahaan Asuransi”,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, h. 13.
71
“Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati
kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu
yang haram.”
Menurut penulis, hal ini perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai
pengaturan hukum dari polis asuransi jiwa yang dijadikan jaminan. Karena jika
belum ada peraturan yang mengatur, maka belum ada kepastian hukum yang
menjadi landasan dasar jaminan tersebut beroperasi. Jika kedepannya terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan, baik oleh pihak bank maupun nasabah, maka tidak
140
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
141
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
72
ada kekuatan hukum yang mengatur akan hal tersebut. Selama ini, berdasarkan
hukum positif polis asuransi jiwa dikaitkan kepada jaminan kebendaan yang
termasuk pada kelompok jaminan tidak berwujud, yakni benda-benda berupa
surat-surat atau dokumen yang dijadikan jaminan. Namun, polis ini menjadi
jaminan kebendaan yang dapat diikat dengan gadai atau fidusia sebagai piutang
atas bawa sebagaimana Pasal 1152 KUH Perdata dan terklasifikasi kepada
jaminan tambahan.142 Sehingga perlu diperhatikan kembali dampak yang akan
terjadi kedepannya apabila polis asuransi jiwa dijadikan jaminan, serta perlu
adanya analisis terlebih dahulu bagi pihak lembaga keuangan, khususnya
perbankan sebelum memberikan kredit kepada nasabah yang menjadikan polis
asuransi jiwa sebagai jaminan yang diagunkan.
Begitupula dengan hukum Islam, jika polis asuransi jiwa syariah akan
dijadikan jaminan di kemudian hari, maka perlu diperhatikan kembali rukun dan
syarat-syarat jaminan dalam Islam. Seperti barang tersebut sah miliknya,
memiliki manfaat atau nilai, merupakan barang yang jelas dan dapat
diserahterimakan. Melihat dari syarat-syarat barang jaminan dalam hukum Islam
sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, maka menurut penulis secara
umum polis asuransi jiwa pada hakikatnya belum sepenuhnya memenuhi
persyaratan tersebut, kecuali PAYDI. Karena polis asuransi jiwa syariah jenis
tradisional belum sepenuhnya dimiliki oleh peserta, dalam artian bahwa
kepemilikan belum seutuhnya milik peserta asuransi. Sementara PAYDI terdapat
nilai tunai yang sudah sepenuhnya milik peserta asuransi, yaitu nilai tunai pada
investasi yang terdapat dalam asuransi jiwa syariah berbasis unitlink.143
142
Hidayatina, “Ketentuan Premi Asuransi Sebagai Jaminan Terhadap Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisis Konsep Jaminan dan Asuransi dalam Ekonomi Islam)”,
h. 127-128.
143
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
73
144
Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus 2022.
145
Zaeni Asyhadie. Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan Hukum Nasional
dan Prinsip Ekonomi Syariah. h. 121-122.
74
dan ketentuan yang tertuang dalam polis dari pihak asuransi syariah agar polis
tersebut dapat digunakan sebagai jaminan dan tidak ada hambatan maupun
kendala saat penggunaannya, kemudian terdapat polis asli secara fisik yang
kemudian diserahkan kepada pihak bank syariah sebagai jaminan yang diajukan
oleh nasabah kepada bank, dan tidak terikat dengan hak orang lain.
146
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 68/DSN-
MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily.
147
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn.
75
nasabah yang tidak bertanggungjawab dan lari dari prestasi yang harus
dijalankan, maka objek jaminan dapat disimpan oleh pihak Murtahin yang dalam
hal ini adalah pihak bank syariah.
Selain itu, dalam fatwa tersebut juga dijelaskan ketentuan bahwa dalam
hal barang jaminan (marhun) merupakan musya’ (bagian dari kepemilikan
bersama/part of undivided ownership), maka musya’ yang digadaikan harus
sesuai dengan porsi kepemilikannya.149 Maka jika melihat secara aspek
kepemilikan, tentu ahli waris dari polis tersebut harus mengetahui bahwa nilai
tunai yang ada dalam polis akan digunakan sebagai jaminan pembiayaan dan
harus disetujui oleh seluruh pihak. Apabila terdapat pihak atau ahli waris yang
tidak menyetujui, maka polis tidak dapat dijadikan jaminan pembiayaan karena
penggunaannya harus berdasarkan persetujuan dari seluruh pihak.
148
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 92/DSN-
MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn (At-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn).
149
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 92/DSN-
MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn (At-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn).
76
Dalam hal syarat bahwa rahn tidak terikat dengan hak orang lain, maka
sebelumnya dapat diketahui terlebih dahulu oleh ahli waris dari polis asuransi
jiwa syariah, bahwa polis tersebut akan dijadikan jaminan pembiayaan pada
bank syariah. Kemudian ketika perjanjian persetujuan berlangsung, ahli waris
atau orang-orang yang menerima manfaat dari polis asuransi jiwa tersebut harus
menghadiri dan turut memberikan persetujuan dengan melakukan tanda tangan,
sehingga bukan hanya nasabah yang memiliki polis tersebut yang melakukan
tanda tangan persetujuan, tetapi juga ahli waris dari polis asuransi jiwa syariah
tersebut.150 Hal ini dilakukan agar seluruh pihak yang terkait dalam polis
asuransi jiwa syariah tersebut memiliki satu kesepakatan yang sama dengan
pemilik polis, sehingga tidak ada kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permasalahan kedepannya.
Selain itu, adanya persetujuan dari ahli waris ini sesuai dengan pendapat
Muhammad Syakir Sula mengenai kepemilikan polis asuransi jiwa syariah,
bahwa pada hakikatnya polis tersebut dimiliki oleh ahli waris sesuai dengan
akad yang digunakan, baik akad tabarru’, akad mudharabah musytarokah, dan
akad wakalah bil ujrah. Maka dari itu ahli waris perlu untuk mengetahui dan
menyetujui perjanjian pengajuan pembiayaan yang menjadikan polis asuransi
jiwa syariah tersebut sebagai jaminan di dalamnya.151 Selain itu, hal ini
dilakukan agar apabila ketika pembiayaan telah berlangsung lalu nasabah
meninggal dunia ataupun wanprestasi, dana dari hasil klaim polis asuransi jiwa
syariah tersebut dapat digunakan untuk melunasi sisa pembiayaan yang belum
dibayarkan, bukan diberikan kepada ahli waris. Sehingga terdapat unsur
kesepakatan di awal perjanjian antara pihak bank syariah, nasabah, serta ahli
waris dari polis asuransi jiwa syariah milik nasabah tersebut.
150
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
151
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
77
Melihat dari aspek kedudukan hukum, polis asuransi jiwa syariah bisa
saja memiliki kedudukan yang sah untuk digunakan sebagai jaminan
pembiayaan apabila telah terdapat ketentuan-ketentuan khusus dalam suatu
peraturan yang mengatur akan penggunaannya.152 Peraturan hukum menjadi hal
152
Roslima Sitorus., Pranoto. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit
Pada Perbankan (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Solo Slamet Riyadi)”, h. 233.
78
yang penting bagi implementasi polis asuransi jiwa syariah tersebut agar
memiliki kekuatan hukum yang tetap dan sebagai dasar hukum apabila terjadi
wanprestasi maupun hal-hal yang dapat merugikan pihak-pihak yang
bersangkutan.
153
Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus 2022.
79
ketentuan yang harus dipenuhi, syarat-syarat bagi para pihak dan objek jaminan,
sampai hal-hal yang perlu diperhatikan selama polis asuransi jiwa dijadikan
jaminan pada suatu perjanjian kredit, pembiayaan, maupun kegiatan pinjam-
meminjam lainnya.
154
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
155
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bakrie Ahmad Fa’ada. Bagian Consumer Business,
PT Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Tangerang Karawaci Kelapa Dua, Interview pribadi, Rabu, 12
Oktober 2022.
80
perusahaan asuransi syariah yang dalam hal ini sebagai pihak penjamin, agar
sisa hutang nasabah yang meninggal tersebut dapat dilunasi. Maka, polis
asuransi jiwa syariah dipegang oleh pihak perbankan syariah, sementara nasabah
hanya memegang bukti kepesertaan.156
156
Bakrie Ahmad Fa’ada. Bagian Consumer Business, PT Bank Syariah Indonesia (BSI)
KCP Tangerang Karawaci Kelapa Dua, Interview pribadi, Rabu, 12 Oktober 2022.
157
Bakrie Ahmad Fa’ada. Bagian Consumer Business, PT Bank Syariah Indonesia (BSI)
KCP Tangerang Karawaci Kelapa Dua, Interview pribadi, Rabu, 12 Oktober 2022.
81
Namun, jika polis asuransi jiwa syariah dapat dijadikan jaminan maka
hal ini dapat berdampak baik pada industri perasuransian syariah, karena akan
banyak masyarakat yang tertarik untuk memiliki asuransi jiwa syariah. Jika
sebelumnya polis asuransi jiwa syariah hanya sekedar bukti perjanjian asuransi
yang berbentuk tertulis dan memiliki kekuatan hukum tetap, akan tetapi jika
dalam beberapa periode kedepan ternyata polis dapat dijadikan jaminan bagi
polis asuransi jiwa syariah yang memiliki unsur investasi, maka polis tersebut
dapat memiliki manfaat lain yang dapat dibilang menguntungkan, sehingga
masyarakat dapat menggunakan polis untuk dijaminkan saat mengajukan
pembiayaan, bukan hanya Surat Bukti Kepemilikan Kendaraan (Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor/BPKB), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Sertifikat
Tanah, dan lain sebagainya.160
158
Sebagaimana Pasal 1 ayat (2) POJK Nomor 39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi
Anti Fraud Bagi Bank Umum, fraud yaitu tindahakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu atau memanipulasi Bank, nasabah atau pihak lain, sehingga
mengakibatkan terdapat pihak yang menderita kerugian dan pihak lainnya memperoleh keuntungan
keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
159
Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan
Akademisi Bidang Asuransi Syariah, Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
160
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
82
Hal ini disetujui oleh Euis Amalia,161 beliau berpendapat bahwa polis
asuransi jiwa syariah memiliki peluang untuk dapat dijadikan jaminan
pembiayaan pada perbankan syariah, dan memiliki dampak yang baik bagi
perusahaan asuransi syariah yaitu dapat meningkatnya jumlah masyarakat yang
memiliki asuransi jiwa syariah. Namun perlu digaris bawahi, bahwa polis
asuransi jiwa syariah yang diperbolehkan untuk dijadikan jaminan adalah yang
memiliki nilai tunai atau terdapat unsur investasi sehingga terdapat nilai tunai
yang benar-benar dimiliki oleh peserta asuransi tersebut.
161
Berdasarkan hasil wawancara dengan Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar
Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus
2022.
83
Berkaitan dengan polis asuransi jiwa yang memiliki unsur investasi atau
PAYDI, terdapat syarat-syarat yang perlu diperhatikan sebelum dijadikan
jaminan pembiayaan pada perbankan syariah. Euis Amalia menjelaskan bahwa
hal yang perlu diperhatikan dan dapat menjadi syarat polis dapat digunakan
sebagai jaminan adalah seberapa besar jumlah nilai tunai yang terdapat dalam
polis untuk dijadikan jaminan dalam pembiayaan, dapat menutupi pembiayaan
tersebut atau tidak. Apabila nominal yang dikeluarkan dalam pembiayaan
tersebut cukup besar, maka harus ada ketentuan bagi nasabah yang mengajukan
bahwa terdapat jumlah minimal dari nilai tunai yang harus dimiliki oleh nasabah
dalam setiap pengajuan pembiayaan.
162
Bakrie Ahmad Fa’ada. Bagian Consumer Business, PT Bank Syariah Indonesia (BSI)
KCP Tangerang Karawaci Kelapa Dua, Interview pribadi, Rabu, 12 Oktober 2022.
163
Euis Amalia. Tokoh Syariah dan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Interview pribadi, Selasa, 2 Agustus 2022.
84
164
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
85
ada resiko gagal bayar maupun resiko-resiko lain yang dikhawatirkan terjadi
selama pembiayaan berlangsung.165
Menurut penulis, selain untuk proteksi diri atau jiwa jika hal ini
diperbolehkan maka polis asuransi jiwa syariah juga memiliki manfaat investasi.
Bukan hanya investasi yang terdapat di dalamnya, melainkan juga investasi
untuk membuka suatu kegiatan usaha dengan menjadikan nilai tunai yang
terdapat dalam polis tersebut sebagai jaminan untuk mengajukan pembiayaan
pada lembaga perbankan syariah. Sehingga bukan hanya pihak perbankan
syariah maupun asuransi syariah saja yang diuntungkan, tetapi pihak nasabah
juga diuntungkan dengan kegunaan polis yang dapat dijaminkan, bukan hanya
diletakkan dan disimpan dengan baik sebagai bukti perjanjian asuransi yang sah.
Peluang yang cukup besar bagi polis asuransi jiwa syariah berbasis
investasi sebagai jaminan pembiayaan merupakan suatu kesempatan yang dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh berbagai pihak. Akan tetapi perlu diperhatikan
kembali kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam polis asuransi jiwa
syariah apabila dijadikan jaminan pembiayaan, agar pelaksanaannya dapat
berlangsung dengan maksimal dan meminimalisir resiko yang akan terjadi, baik
bagi pihak perbankan syariah maupun pihak nasabah.
Inovasi lainnya yang dapat dijadikan acuan bagi industri asuransi syariah
di Indonesia adalah penggunaan asuransi mikro sebagai jaminan pembiayaan
untuk melindungi Usaha Mikro, seperti di Sudan yang sudah memulai sejak
tahun 2008, Mesir, dan beberapa negara Arab Saudi lainnya. Pada negara-negara
tersebut, asuransi mikro yang diperuntukkan bagi rakyat yang kurang mampu
dapat mendorong mereka untuk memiliki usaha dengan jaminan berupa asuransi
mikro tersebut yang secara nominal memiliki nilai premi yang rendah, sehingga
tidak membebani mereka dengan keadaan ekonomi yang serba berkecukupan.
165
Muhammad Syakir Sula. Pakar, Praktisi dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah,
Interview pribadi, Minggu, 14 Agustus 2022.
86
166
Ahmed MH. (2016). “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, Journal of Business & Financial Affairs, 5(4), American University in
the Emirates (AUE), January 2016, h. 6-8.
167
Ahmed MH. “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, h. 7.
87
Melihat hal tersebut yang terjadi di negara lain yang telah membolehkan
adanya polis asuransi jiwa sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman, maka
Indonesia juga dapat mempertimbangkan dengan menelaah lebih lanjut
mengenai penggunaan polis asuransi jiwa syariah sebagai jaminan pada suatu
pembiayaan maupun sebagai alat untuk pengajuan pinjaman lainnya. Karena hal
ini dapat sangat membantu bagi berbagai kalangan masyarakat, khususnya
masyarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhannya dan masyarakat
yang tidak memiliki surat berharga untuk dijadikan jaminan.
168
Ahmed MH. “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, h. 7.
169
Ahmed MH. “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, h. 7.
88
Selain itu, beberapa negara Asia seperti Filipina, India, China, Malaysia,
dan termasuk Indonesia pada hakikatnya sudah menjadi negara-negara
berkembang yang memiliki angka peningkatan yang cenderung baik di bidang
industri perasuransian. Maka dari itu, negara-negara ini sudah seharusnya dapat
lebih meningkatkan kembali minat dan keinginan masyarakatnya dalam
menggunakan asuransi, salah satu caranya dengan melakukan edukasi dan
sosialisasi secara lebih meluas agar seluruh kalangan masyarakat dapat
mengetahui fungsi, kegunaan dan manfaat dari penggunaan asuransi.170
170
Ahmed MH. “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, h. 7-8.
89
171
Ahmed MH. “Micro Tafakul Insurance as a Tool to Guaranteeing Financing and
Protecting Micro Enterprises”, h. 4.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bahwa pada hakikatnya, berdasarkan hukum Islam polis asuransi jiwa syariah
tidak dapat dijadikan jaminan pembiayaan pada perbankan syariah yang
disebabkan oleh kepemilikan asuransi jiwa syariah belum sepenuhnya dimiliki
oleh peserta asuransi, karena masih berbentuk perjanjian dan masih dalam
proses untuk dimiliki sepenuhnya, kecuali apabila telah jatuh tempo atau
peserta asuransi meninggal dunia. Namun, terdapat polis asuransi jiwa syariah
yang dapat dijadikan jaminan pembiayaan, yaitu Polis Asuransi yang Disertai
dengan Investasi (PAYDI) yang di dalamnya memilliki nilai tunai. Karena
secara kepemilikan, nilai tunai dalam PAYDI telah dimiliki seutuhnya oleh
peserta asuransi, sehingga secara syariah dapat digunakan sebagai jaminan
pembiayaan dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan yang tertuang
dalam polis. Sementara menurut hukum positif, polis asuransi jiwa dapat
dijadikan jaminan karena termasuk pada jaminan kebendaan berupa benda
bergerak tidak berwujud berupa piutang atas bawa yang dikaitkan dengan
jaminan gadai atau fidusia, seperti dokumen maupun surat berharga.
2. Terdapat peluang bagi polis asuransi jiwa syariah yang dapat menimbulkan
berbagai keuntungan bagi banyak pihak apabila dibolehkan untuk dijadikan
sebagai jaminan pembiayaan. Bagi pihak Lembaga Asuransi Syariah, maka
akan banyak masyarakat yang tertarik dengan asuransi jiwa syariah dan
berlomba-lomba untuk memiliki asuransi jiwa syariah, khususnya yang
memiliki unsur investasi. Bagi pihak Perbankan Syariah, maka terdapat variasi
jenis jaminan baru yang dapat dijaminkan, dengan catatan harus diperhatikan
secara khusus dan lebih teliti apabila PAYDI digunakan oleh nasabah untuk
90
91
dijadikan jaminan pembiayaan. Dan bagi pihak nasabah atau masyarakat, maka
dapat menguntungkan pihak-pihak yang tidak memiliki surat berharga yang
dapat dijadikan jaminan, seperti Sertifikat Tanah, Surat Bukti Kepemilikan
Kendaraan (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor/BPKB), Sertifikat Hak Guna
Bangunan (SHGB), dan lain-lain. Sehingga PAYDI dapat digunakan sebagai
jaminan untuk mengajukan pembiayaan pada Perbankan Syariah.
B. Rekomendasi
1. Kepada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI),
dimohonkan untuk dapat membahas lebih lanjut mengenai penggunaan polis
asuransi jiwa syariah yang memiliki unsur investasi sebagai jaminan
pembiayaan. Jika dibolehkan, maka perlu adanya peraturan berupa fatwa yang
secara sah memperbolehkan polis asuransi jiwa syariah yang memiliki unsur
investasi sebagai jaminan pembiayaan pada perbankan syariah.
3. Kepada Pihak Perbankan Syariah dan Nasabah, apabila polis asuransi jiwa
syariah berbasis investasi telah diperbolehkan untuk dijadikan jaminan dan
memiliki peraturan hukum yang berlaku, maka perlu dipelajari lebih lanjut
terkait syarat-syarat dan ketentuannya agar ketika pembiayaan berlangsung
tidak ada kendala dan dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, AM. Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata Media,
2004.
Ali, Zainuddin. Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Pertama,
2008.
Eriyanto. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan
Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan
Ke-1, 2011.
92
Nurhasanah, Neneng., Adam, Panji. Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan
Regulasi, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Pertama, November 2017.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syari’ah (Life and General): Konsep adan Sistem
Operasional, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Ali, AM. Hasan. “Kapita Selekta Asuransi Syariah: Telaah Umum Tentang Asuransi
Syariah di Indonesia”, Jurnal Al-Iqtishad, 3(1), Januari 2011.
93
Damayanti, Ayu., Atika. “Minat Nasabah Non Muslim Dalam Membeli Produk
Asuransi Syariah (Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera 1912
Cabang Medan), Jurnal Manajemen Akuntansi (JUMSI), 2(2), April 2022.
Fitriani, Ifa Latifa. “Jaminan dan Agunan Dalam Pembiayaan Bank Syariah dan
Kredit Bank Konvensional”, Jurnal Hukum & Pembangunan, 47(1), 2017.
Hafidah, Noor. “Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah dalam Kerangka Sistem
Hukum Syariah”, Jurnal, Banjarmasin: Fakultas Hukum, Universitas
Lambung Mangkurat, ______.
Haryanto, Budiman Setyo. “Kedudukan Gadai Syariah (Rahn) Dalam Sistem Hukum
Jaminan Indonesia”, Jurnal Dinamika Hukum, 10(1), Januari 2010.
Hutami, Hatma Sri Woro., Triyanto, Andi. “Eksekusi jaminan Pada Pembiayaan
bermasalah di BMT Bima Kota Magelang (Telaah Fatwa DSN MUI
No.17/DSN/IX/2000)”, Jurnal Cakrawala, 11(2), Desember 2016.
94
Hidayatina. “Ketentuan Premi Asuransi Sebagai Jaminan Terhadap Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisis Konsep Jaminan dan Asuransi
dalam Ekonomi Islam)”, JURIS, 14(2), Juli-Desember 2015.
Januar, Inri. “Kewajiban dan Tanggung Jawab Memenuhi Prestasi dalam Hukum
Jaminan”, Jurnal Hukum to-ra, 2(1), April 2016.
Kartika, Rini Fatwa. “Jaminan dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah dan Rahn)”,
Jurnal Kordinat, 15(2), Oktober 2016.
Kolang, Reiza Natalia. “Tinjauan Yuridis Terhadap Benda Jaminan yang Diikat
dengan Fidusia”, Jurnal Lex Privatum, 7(3), Maret 2019.
Lubaba, Abu. “Implementasi Akad Rahn Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Kasus Pegadaian Syariah Cabang Tukmudal – Sumber – Cirebon)”,
Ecopreneur: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(2), Agustus 2020.
Mapuna, Hadi Daeng. “Asuransi Jiwa Syariah: Konsep dan Sistem Operasionalnya”,
Jurnal Ar-Risalah, 19(1), Mei 2019.
95
Prasetyawati, Niken., Hanoraga, Tony. “Jaminan Kebendaan dan Jaminan
Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang”,
JSH: Jurnal Sosial Humaniora, 8(1), Juni 2015.
Puspita, Dewi., Harto A., dkk. “Peran Asuransi Terhadap Resiko Pembiayaan”,
Jurnal Mahkamah, 3(2), Desember 2018.
Putra, Wendra Catur. “Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa sebagai Objek
Jaminan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin Makassar, 2018.
Sitorus, Roslima. “Implementasi Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit Pada
Perbankan”, Skripsi, Surakarta: Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret,
2020.
Sumarni., Tayib, Abdul. “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan
Kredit Pada Perusahaan Asuransi”, Jurnal Unizar Law Review, 2(1), Juni
2019.
96
Uyun, Arifatul., Mujib, Abdul. “Penyelesaian Sengketa Jaminan Fidusia dalam
Praktik Gadai”, Al ‘Adl: Jurnal Hukum, 14(2), Juli 2022.
Peraturan Perundang-undangan
97
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Wawancara
Interview pribadi dengan Prof. Euis Amalia, M.Ag., Tokoh Syariah dan Guru Besar
Bidang Ilmu Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Interview pribadi dengan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., Ketua Bidang
Edukasi, Sosialisasi & Literasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Interview pribadi dengan Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ., FIIS., Pakar, Praktisi
dan Akademisi Bidang Asuransi Syariah.
Interview pribadi dengan Bakrie Ahmad Fa’ada, S.H., Bagian Consumer Business,
PT Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Tangerang Karawaci Kelapa Dua.
Internet
98
Ranapina Yuri V.T. Tampubolon., Leonardus Agatha P., (2014, 8 Juli), Polis
Asuransi sebagai Jaminan Kredit,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/polis-asuransi-sebagai-jaminan-
kredit-lt5330f120b4992, Diakses pada 03 Maret 2022, pukul 15.20 WIB.
99