Anda di halaman 1dari 75

Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN

MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan


Kredit Usaha Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI)
KC. Matraman
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Andhika Qonita Lutfiyah

11170490000092

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022 M

i
Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN
MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan
Kredit Usaha Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI)
KC. Matraman

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:
Andhika Qonita Lutfiyah
NIM. 11170490000092

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc, Ph.D Dra. Nurul Handayani, M.PD
NIP. 19610624 198512 1 001 NIP. 19710 113 199903 2 001

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-
MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat di Bank
Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman Jakarta timur”. Yang ditulis oleh Andhika Qonita
Lutfiyah, NIM. 11170490000092, telah diajukan dalam sidang skripsi pada Selasa, 18
Januari 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta.

Jakarta 25 Januari 2022


Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. Ahamad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.


NIP. 19760807 200312 1 001

Panitia Sidang:

Ketua : A.M. Hasan Ali, M.A. ( ........................................ )


NIP. 19751201 200501 1 005

Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. ( ........................................ )


NIP. 19731215 200501 1 002

Pembimbing I : Ir. Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Sc, Ph.D ( ........................................ )


NIP. 19610624 198512 1 001

Pembimbing II : Dra. Nurul Handayani, M.PD ( ........................................ )


NIP. 19710 113 199903 2 001

Penguji I : Dr. Muhammad Maksum, S.H, M.A, MDC ( ........................................ )


NIP. 19780715 200312 1 007

Penguji II : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. ( ........................................ )


NIP. 19731215 200501 1 002
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andhika Qonita Lutfiyah


NIM : 11170490000092
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah

Dengan Ini menyatakan bahwa :


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Univeritas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia untuk menerima sanksi yang berlaku di Univeritas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.

Jakarta 25 Januari 2022

Andhika Qonita Lutfiyah


ABSTRAK

Andhika Qonita Lutfiyah. NIM. 11170490000092. Kesesuaian Akad


Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000
Pada Produk Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI)
KC. Matraman. Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayahtullah Jakarta, 1443 H/ 2021 M.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisbagaimana mekanisme akad
murabahah bil wakalah pada produk pembiayaan KUR dan menganalisis
kesesuaian penerapan akad Murabahah bil Wakalah pada produk pembiayaan
KUR di bank BSI kc Matraman dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-
MUI/VI/2000.
Penelitian ini menggunkana metode penelitian kualitatif dengan Penelitian
ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) di mana di
penelitian ini akan menelaah fatwa dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum
yang sedang dianalisis. Data penelitian dikumpulkan melalui buku, artikel jurnal
dan wawancara kemudian dianalisis dengan metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Akad Murabahah bil


Wakalah Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank Syariah Indonesia KC.
Matraman dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, tahap tahap analisa
pembiayaan, tahap komite dan tahap maintance yang dilakukan hingga
lunas.Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Penerapan Akad Murabahah bil
Wakalah Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank Syariah Indonesia KC.
Matraman belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN-MUI fatwa No: 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah. karena dalam penerapannya Bank BSI KC
Matraman melakukan akad Murabahahdan akad Wakalah serta lainnya secara
bersamaan dalam satu waktu.

Kata Kunci : Akad Murabahah bil Wakalah, Produk pembiayaan


KUR dan Fatwa DSN-MUI
Dosen Pembimbing : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc., M.Ec., Ph.D
Dra. Nurul Handayani, M.Pd
Daftar Pusaka : 1990-2020

v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim.

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, dengan menyebut nama Allah yang Maha


Pengasihlagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah Subhannahu Wa Ta‟ala yang selalu memberikan hidayah, rezeki dan taufik-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Kesesuaian
Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-
MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank BSI KC. Matraman”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada prodi S1
Hukum Ekonomi Syariah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihiWasallam dan
semoga kita mendapatkan syafa‟atnya di hari akhir nanti.Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk para pihak yang membacanya. Penulis menyadari bahwa dalam
proses menyelesaikan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik
berbentuk doa, semangat ataupun hal lain yang tidak dapat disebutkan bentuknya.
Tanpa mengurangi rasa hormat, terimakasih banyak penulis ucapkan
atasbantuannya, kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Sekretaris
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang telah;
3. Bapak Dr. Bukhori Muslim, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang tidak pernah bosan dalam membantu, memotivasi dan mengarahkan
penulis sejak awal perkuliahan hingga akan berakhir;
4. Bapak Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc., M.Ec., Ph.D selaku Dosen
Pembimbing I Skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dan membantu dalam mengarahkan penulisan skripsi
ini;

vi
5. Dra. Hj. Nurul Handayani, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II Skripsi
yang selalu meluangkan waktunya, memberi semangat, dan membimbing
dalam mengarahkan penulisan skripsi ini;
6. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum,atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan selama perkuliahan;
7. Kepada Bapak Fajar Tristanto dan para Nasabah Bank BSI KC Matraman
Selaku Narasumber dalam penulisan Skripsi ini;
8. Kepada Kedua Orang Tua Tercinta Ayahanda H. Rusdi, S.H. Dan Ibunda
Hj. Nursanti beserta Kakak-kakak Tersayang Bilalussalam S.E, Ramadhan
Nurul Iqbal, Nuril Nabila Sandi dan Adik tersayang Mumtaz Raudatul
Firdausyiah, yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan
doa yang tiada henti agar selalu diberikan perlindungan dan keberkahan
setiap saatnya.;
9. Kepada teman-teman seperjuangan Rosyidah Maizan dan Anak Cangkir
lainya yang selalu menemani penulis serta memberikan semangat dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
10. Kepada teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2017 yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyelesaian Skripsi
ini
11. Kepada teman-teman Zendicsfuerza yang selalu menyemangati dalam
proses penulisan Skripsi ini;
12. Kepada seluruh pihak terkait yang membantu dalam penulisan skripsi ini
yang belum bisa penulis sebut satu-persatu;

Terimakasih penulis ucapkan atas bantuannya, semoga dukungan,


motivasi dan do‟ayang telah diberikan menjadi pahala serta mendapatkan balasan
yang mulia dari AllahSubhannahu wa ta‟ala. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
belum dapat dikatakansempurna dan masih banyak kekurangan di dalamnya.
Harapan penulis, semoga dengantulisan ini dapat memberikan dampak yang baik
bagi banyak hal kedepannya. Semogakita semua senantiasa di dalam lindungan
dan rahmat Allah Subhannahu wa ta‟ala.Aamiin allahumma aamiin.

vii
“Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, I wanna
thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for having no days off, I wanna
thank me for, for never quittin‟.”

Jakarta, 15 November 2021

Andhika Qonita lutfiyah

viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi, Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah .......................... 4
C. Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian.................................................... 4
D. Rancangan Sistematika Penelitian ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
A. Kajian Teori ................................................................................................. 7
1. Akad Murabahah ..................................................................................... 7
2. Akad Wakalah ........................................................................................ 13
3. Akad Murabahah bil Wakalah ............................................................... 16
4. Produk Pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat) ................................. 20
5. Bank Syariah Indonesia .......................................................................... 26
B. Tinjauan (review) Studi Terdahulu ............................................................ 27
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 35
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 35
B. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 36
C. Sumber/ Bahan Hukum .............................................................................. 36
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 37
E. Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................. 38
F. Kerangka Konseptual (Framework Analisys) ............................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 40
A. Penerapan Akad Murabahah bil WakalahPada Produk Pembiayaan KUR di
Bank Syariah Indonesia KC. Matraman ............................................................ 40
B. Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/VI/2000 PadaProduk Pembiayaan KUR di Bank BSI KC.
Matraman ........................................................................................................... 49
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 59

ix
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 59
B. SARAN ...................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 65

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja
dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau
kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan
tambahan atau agunan tambahan belum cukup. KUR adalah program pembiayaan
dari pemerintah dengan memliki margin yang rendah yaitu 7% karena sebagian
marginnya disubsidi oleh pemerintah, sehingga produk ini sangat membantu para
UMKM ataupun masyarakat yang baru memulai usahanya. Maka dari itu bank
harus hati-hati dan tepat sasaran dalam menyalurkan pembiayaan ini.1

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini diluncurkan oleh pemerintah


dimana pada tahap awal melibatkan enam bank termasuk salah satunya bank
syariah. Tujuan diluncurkannya program KUR adalah untuk pertumbuhan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM-K), hal ini dikarenakan jumlah
usaha mikro kecil menengah semakin meningkat. Sebagai buktinya, Kementerian
Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki
pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di
Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400
unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil
5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar
menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap
sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar
3% dari total tenaga kerja nasional.2

UMKM memainkan peran penting dalam pembangunan dan


pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UMKM juga memiliki pengaruh besar
terhadap jumlah pendapatan Negara, dan sekaligus meningkatkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. UMKM telah diatur dalam Undang-undang No. 20

1
https://kur.ekon.go.id/
2
https://www.ukmindonesia.id/

1
2

Tahun 2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah. Pada Bab 1 Pasal 1 ayat
1, 2, 3 yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
kecil. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.

Pada pelaksanaan pembiayaan KUR, Bank Syariah menggunakan akad


murabahah bil Wakalah, Akad ini merupakan akad campuran yang terdiri dari
akad murabahahdan akad Wakalah. Akad murabahah merupakan akad jual beli
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kpada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga lebih sebagai margin.3 Akad Wakalah adalah akad
pemberian kuasa dari Pemberi kuasa (muwakkil) kepada yang diberikan kuasa
(Wakil) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.4

Pembiayaan murabahah dalam Bank Syariah di implementasikan dalam


berbagairupa sehingga disayangkan pada aplikasinya terlihat sama dengan kredit
di bankkonvensional. Seringkali Bank Syariah demi memudahkan transaksi yang
dilakukan nasabah akhirnya tidak menjalankan pembiayaan murabahah maupun
Murabahah Bil Wakalah sesuai tahapan-tahapannya. Akibatnya akad pembiayaan
murabahah rentan mengandung unsur gharar dan riba sehingga
tidakterpenuhinya Prinsip Syariah. Dalam penerapan pembiayaan Murabahah
atau murabahah bil Wakalah, sering kali Akad dihadapan Notaris dilakukan
secara bersamaan, baik akad Wakalah, akad pembiayaan murabahah bil Wakalah,

3
Fatwa DSN-MUI No: 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual-beli Murabahah
4
Fatwa DSN-MUI No: 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Wakalah bil Ujrah
3

akad jual beli, pemberian hak tanggungan atau fidusia. Salah satu contohnya
adalah implementasi akad murabahah pada produk pembiyaan KUR di BSI KC.
Matraman, pada Penerapannya BSI KC. Matraman ketika melakukan perjanjian
akad ini dihadapan notaris dilakukan bersamaan antara akad murabahah dan
Wakalah dan akad lainya.

Padahal akad murabahah dan akad Wakalah telah diatur dalam fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000. Pada angka 4 (empat) Ketentuan Umum
Murabahahdalam Bank Syariah, menyebutkan: “Bank membeli barang yang
diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas
riba.” Barulah setelah kepemilikan menjadi milik Bank, dilanjutkan pada
ketentuan dalam angka 6 (enam): “Bank kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya…” selanjutnya Murabahah dengan Wakalah, sebagaimana angka
9 (sembilan) Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah, menyebutkan
“Jika Bank hendak mewakilkan kepada Nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.” Kemudian Pada angka 2 (dua) dan 3 (tiga) Ketentuan
Murabahahkepada Nasabah: “Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus
membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang”;
“Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena
secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus
membuat kontrak jual beli”.

Permasalahan tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut


mengenai mengenai Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada ProdukPembiayaan Kredit Usaha
Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman
4

B. Identifikasi, Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah


1. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas maka identifikasinya yaitu:

a. Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah pada produk pembiayaan


KUR di Bank Syariah Indonesia (BSI)
b. Ketidaksesuain penerapan Produk Pembiayaan KUR dengan Fatwa
DSN-MUI
c. Potensi tidak sahnya Akad Murabahah bil Wakalah di pembiayaan
KUR
d. Penggabungan dua akad murabahah dan wakalah
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Penerapan Akad Murabahah bil WakalahPada Produk
Pembiayaan KUR di Bank Syariah Indonesia KC. Matraman?
b. Apakah penerapan Akad Murabahah bil Wakalah pada produk
Pembiayaan KUR di Bank Syariah Indonesia KC Matraman telah
sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000?
3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini memfokuskan untuk membahas Penerapan Akad


Murabahah bil Wakalah pada produk pembiyaan KUR di Bank
Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman dan Bagaimana Tinjauan
fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 terhadap pelaksanaan
akad Murabahahbil Wakalah dalam pembiayaan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) di Bank Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman

C. Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah teruraikan, maka tujuan dari


penulisan ini yaitu sebagai berikut:
5

a. Untuk Menjelaskan Bagaimana Penerapan Akad Murabahah bil


Wakalah pada produk pembiyaan KUR di Bank Syariah Indonesia
(BSI) Kc. Matraman.
b. Untuk Menganalisa Bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/VI/2000 terhadap pelaksanaan akad Murabahah bil
Wakalah dalam pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank
Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan koreksi serta


kontribusi pemikiran dan memperkaya informasi serta pengetahuan
terkait Hukum Ekonomi Syariah, khususnya berkaitan dengan akad
Murabahah bil Wakalah pada Produk Pembiyaan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) di Bank Syariah.

b. Secara Praktis.

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu acuan dan dasar
pertimbangan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun
Developer Syariah dan para pelaku bisnis syariah lainnya dalam
menerapkan Akad Murabahah bil Wakalah pada Produk Pembiyaan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun di produk pembiyaan lainya yang
menggunakan akad serupa.

D. Rancangan Sistematika Penelitian


Skripsi ini akan disusun dalam beberapa bab dengan tujuan untuk mem-
permudah penulisan dan memperjelas pembacaannya. Adapun sistematika
penulisan laporan skripsi ini adalah sebagai berikut:
6

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab pertama pada sistematika penulisan ini berisikan pengantar


yang menjelaskan mengenai apa pembahasan atau tema besar yang diangkat
dalam penelitian skripsi ini. Bab ini berisikan beberapa sub bab, antara lain latar
belakang, identifikasi masalah, prumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menjelaskan kerangka teori yang menguraikan


penjelasan mengenai teori akad Murabahah, akad Wakalah, teori pembiayaan dan
KUR. Sehingga, dengan adanya teori-teori tersebut, dapat memperjelas analisis
terhadap objek yang akan diteliti serta mengkaji Penelitian Terdahulu yang uraian
hasilnya dijadikan acuan atau pembanding dengan skripsi atau penelitian saat ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan pada
penelitian ini, serta cara menyelesaikan permasalahan yang ada.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi anallisis dan pembahasan penelitian, Dalam bab ini akan
dibahas mengenai bagaimana implementasi akad murabahah bil Wakalah pada
produk pembiayaan di Bank Syariah di Indonesia dan Bagaimana Penerapan Akad
Murabahah bil Wakalah Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank Syariah
Indonesia KC. Matraman.

BAB V PENUTUP

Dalam bab teakhir ini yang merupakan penutup, akan menguraikan


kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna terkait
penelitian ini.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Akad Murabahah
a. Definisi
Secara etimologi kata ‫ مرابحت‬berasal dari bahasa Arab ‫ ٌربح‬- ‫ ربح‬dengan
sighat masdar ‫ انربح‬yang mempunyai arti untung, tambahan atau sesuatu yang
tumbuh dalam dagangan.5 Ibnu Rusyd mengartikan murabahahsebagai proses jual
beli dimana penjual menjelaskan kepada pembeli tentang harga pokok barang dan
keuntungan yang akan diraihnya.6Wahbah al- Zuhaili mendefinisikan murabahah
dengan kata-kata “menjual suatu barang dengan harga pembelian ditambah
dengan keuntungan”. Dalam Fatwa DSN-MUI disebutkan bahwa Akad bai‟ al-
murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.7

Definisi mengenai Murabahah juga telah di atur dalam hukum positif


Indonesia yakni dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha 7 Berdasarkan Prinsip Syariah Murabahah
adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati.Kemudian disebutkan juga Dalam Pasal 20 angka 6
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang
dilakukan oleh shahib al-mal (pemilik modal) dengan pihak yang membutuhkan
melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan

5
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h.463.
6
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz II (Semarang: Toha Putra, tt), h. 161.
7
Fatwa DSN-MUI No:111/DSN-MUI/XI/2017 tentang Akad jual-Beli Murabahah

7
harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib
al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.

Berdasarkan beberapa definisi di atas Murabahah adalah akad jual beli


yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana bank menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang
dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual
bank (harga beli bank dari pemasok di tambah margin atau keuntungan) pada
waktu yang ditetapkan sesuai kesepakatan.

b. Dasar Hukum
Murabahah merupakan suatu akad yang dibolehkan secara syar‟i, serta
didukung oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi‟in serta ulama-ulama
dari berbagai mazhab dan aliran. Dalil dibolehkannya Murabahah mengacu pada
dalil tentang jual-beli, karena murabahah adalah bagian dari jual-beli; dalil jual
beli dapat diemukan dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Baqarah ayat 275:

……  


     ……

275. …..Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah menghalalkan segala bentuk jual beli selama tidak
mengan dung unsur riba, segala bentuk jual beli tersebut termasuk jual beli murabahah, lembaga
keuangan boleh menggunakan akad jual beli murabahah ini dengan syarat menjauhi unsur riba dan
unsur-unsur yang dilarang dalam jual-beli.

Selanjutnya ayat tentang jual beli pada surat An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi;

          

              
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

Dalam ayat ini menjelaskan hal yang menjadikan kehalalan perniagaan atau perdagangan
adalah antaradhin, yakni saling meridhoi di antara pembeli dan penjual. Dalam hubungan
perdagangan, segala pernyataan akad atau serah terima, merupakan bentuk implementasi dari ijab
qabul, harus dilahirkan dari jiwa yang ikhlas saling merelakan tanpa unsur paksaan apapun dalam
menyerahkan barang atau menerima barang dan menepati segala bentuk perjanjian (hak dan
kewajiban) dari transaksi perikatan tersebut, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah
ayat 1yang berbunyi:

…….      

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…..

Kemudian dalil tentang kebolehan jual-beli juga dapat ditemukan pada hadits rasululullah SAW;

‫صُر‬ َ‫ن‬ ‫ا‬ َ‫ن‬ ‫َّث‬


َ ‫د‬ ‫ح‬ : ‫ار‬ ‫ز‬
َّ ‫ب‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ت‬ٍ ِ‫ حدَّثَنَا بِ ْشر بن ََثب‬:‫حدَّثَنَا احلسن بن علِ ِي اخلَََّّل ُل‬
ْ َ ُ َ ُْ ُ َ ّ َ ُْ ُ ََ َ
‫اس ِم‬ِ ‫ بن ال َق‬,‫عن أَبِي ِو‬,‫ب‬ ٍ ‫ص َهْي‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ح‬ِ ِ‫عن صال‬,‫الرِحيم بن داود‬ َّ ِ ‫ عن عب‬,
‫د‬
ُ ْ ْ ْ َ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ
ُ َ ْ َْ ْ َ
‫َج ٍل‬ ‫أ‬ ‫َل‬َ ِ‫ الْب ْيع إ‬: ُ‫ث فِْي ِه َّن الْربَكة‬ ُ ‫ ثَََّل‬,‫ال‬ َّ ِ‫َع ْن ُس َهْيب هنع هللا يضر اَ َّن الن‬
َ َ‫َِّب ملسو هيلع هللا ىلص ق‬
َ َُ َ
‫اج ْو ِبِِ ْسنَ ٍاد‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫ب‬ِ‫ رواه ا‬.‫ت ََل لِْلب ي ِع‬ ِ ‫ط الْب ِر ِِبالشَّعِ ِْي لِْلب ي‬
َ َ ُ ْ ُ ََ َْ َْ ْ ّ ُ ُ َ‫ضةُ َو َخل‬ َ ‫َوالْ ُم َق َار‬
.‫ف‬ٍ ‫ضعِْي‬ َ
Hasan bin Ali al-khalal menyampaikan kepada kami dari Bisyr bin Tsabit
al-Bazzar, dari Nashr bin al-Qasim, dari Abdurrahim bin Dawud, Dari Shalih bin
Shuhaib, Dari ayahnya bahwa Rasulullullah SAW bersabda: “ada tiga perkara
yang didalamnya terdapat keberkahan ; jual beli yang pembayarannya secara
kredit, muqharadah/mudharabah (memberi modal) dan mencampurkan gandum
dengan tepung untuk keperluan keluarga bukan untuk diperjual belikan.” (HR. Ibn
Majah).8

Hadis ini memberi informasi akan keberkahan juga dapat diperoleh oleh
tiga faktor ini yaitu; jual beli cicilan tanpa bunga, kemudahan dan pertolongan
kepada orang lain dengan adanya pemberian tempo, sedangkan pada muqaradhah
atau mudharabah didalamnya terdapat pemanfaatan manusia terhadap lainnya, dan
mencampur gandum dengan tepung sebagai makanan pokok bukan untuk dijual,
karena terkadang terdapat unsur prnipuan dan kecurangan.

1) Regulasi

Undang- undang No. 28 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No36/SEOJK.03/2015

2) Fatwa DSN Tentang Murabahah

Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah

Fatwa No.115/DSN-MUI/IX/20017 Tentang Akad Mura-bahah

c. Rukun dan Syarat

Rukun dan syarat jual-beli Murabahah

1. Pihak yang berakad (Al-„aqidain)


a) Penjual (Bank)
b) Pembeli (Nasabah)
c) Pemasok (Supplier)
2. Obyek yang diakadkan (Mahallul „Aqad)

8
Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Maram
“Bab Qiradh” (Darul hadis, Kairo) jilid 5, hal. 253.
a) Adanya wujud barang yang diperjualbelikan
b) Harga barang
3. Tujuan Akad (Maudhu‟ul Aqad)
4. Akad (Sighat al-„aqad)
a) Serah (ijab) ucapan oleh penjual untuk menunjukan
kerelaannya atas suatu barang untuk dijual belikan
b) Terima (qabul) ucapan oleh pembeli untuk menunjukan
kerelaan dalam bertransaksi.

Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

a) Penjual memberitahu harga pokok kepada pembeli


b) Kontrak harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c) Kontrak harus bebas dari riba
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi
cacat atas barang sesudah pembelian
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika dilakukan secara utang.9

d. Model-model penerapan murabahah pada Perbankan Syariah

Ada beberapa tipe penerapan murabahah dalam praktik perbankan syariah


yang kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:

a) Model Pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten


terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu
barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian
sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual
ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan
sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash),

9
Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah,Jakarta:Rajawali Pers, 2016, h. 55
atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh.
b) Model Kedua mirip dengan Model yang pertama, tapi perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan
pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual
pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima barang
setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan
bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh
baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih
dekat dengan murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal.
Dalam beberapa kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa
mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga
yang mengirimkan barang.10
c) Model Ketiga, model ini yang paling banyak dipraktekkan oleh
bank syariah. Bank melakukan perjajian murabahah dengan
nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan (akad Wakalah)
kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan
dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah
menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi
dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak
berhutang kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana
pinjaman. Tipe kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika
bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah dilakukan
sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik.11

10
M. Nur Rianto, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 56.
11
Abd. Shomad, “Bay Al-Murabahah (Deffered Payment Sale) Di Lingkungan Bank”,
MediaYuridika, Vol. 24, No. 1, 2009, h. 7.
2. Akad Wakalah
a. Definisi

Secara etimologi Wakalah berasal dari bahasa Arab ‫ ْال َوكَالَة‬yang berarti
‫ انتفٌٌض اًانحفظ‬yang berarti menyerahkan atau menjaga.12 Menurut Hasbi Ash-
Siddiqie Wakalah merupakan akad penyerahan kekuasaan kepada orang lain
sebagai gantinya untuk bertindak, Sementara Sayyid Sahiq mendefinisikan
Wakalah sebagai pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam
hal-hal yang boleh diwakilkan.13dalam Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-
MUI/IV/2000 disebutkan bahwa Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu
pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Definisi Wakalah juga telah diatur dalam Pasal 20 angka 19 Peraturan


Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah,Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan
sesuatu.

b. Dasar Hukum Wakalah

.......
           ...

.....Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya….
Al-Baqarah 2:283
Ayat ini berkaitan dengan wakalah karna Dalam ayat ini menjelaskan
kepada pemegang amanah agar menunaikan amanatnya, dalam akad wakalah
wakil (yang diberi amanah)merupakan pemegang amanah dari muwakkil (pemberi
amanah)

12
Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar, jilid 1, (Surabaya, Bina Iman, 1995) h.283.
13
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (jakarta; PT Raja Graindo Persada;1997) h. 20
            

              

           

  

19. dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari
atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia
Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. (Al-Kahfi 18:9)
Pada ayat ini kata ٌ‫ فابعث‬merupakan landasan hukum wakalah. Yakni,
seseorang boleh menyerahkan kepada oarang lain sebagai ganti dirinya untuk
urusan harta dan hak semasa hidupnya. Pengutus seorang dalam ayat itu untuk
membeli makanan dan melihat kondisi kota.
Dasar hukum tentang wakalah juga dapat kita temukan pada hadis Rasulullah
SAW yang berbunyi;

َّ ‫سٌ ُل‬
ِ‫َلل‬ ُ ‫ص َحابُوُ َف َقا َل َر‬ ْ َ ‫ظ فَ َي َّم ِب ِو أ‬
َ َ‫ضاهُ فَأ َ ْغه‬ َ ‫سهَّ َم ٌَتَقَا‬ َ ‫صهَّى انهَّيم‬
َ ًَ ‫عهَ ٍْ ِو‬ َ ً َّ ِ‫أ َ َّن َر ُجالً أَت َى اننَّب‬
.‫ط ٌْهُ ِسنًّا ِمثْ َم ِسنِّ ِو‬
ُ ‫ أ َ ْع‬:َ‫ ث ُ َّم قَال‬،ً‫ق َمقَاال‬ ِ ّ ‫ب ْان َح‬ِ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َ ‫ فَإ ِ َّن ِن‬،ُ‫ع ٌْه‬ُ َ‫ د‬:‫سهَّ َم‬ َ ‫صهَّى انهَّيم‬
َ ًَ ‫عهَ ٍْ ِو ًَآ ِن ِو‬ َ
َ َ‫سنَ ُك ْم ق‬
‫ضا ًء (رًاه‬ ُ ‫ فَقَا َل أ َ ْع‬.‫َللِ الَن َِجذُ ِإالَّ أ َ ْمث َ َم ِم ْن ِسنِّ ِو‬
َ ْ‫ فَإ ِ َّن ِم ْن َخٍ ِْر ُك ْم أَح‬،ُ‫ط ٌْه‬ ُ ‫ ٌَا َر‬:‫قَانٌُا‬
َّ ‫سٌ َل‬
(َ ‫ع ْن أَبًِ ُى َرٌ َْرة‬
َ ‫انبخاري‬

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau
dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk "menanganinya". Beliau
bersabda, 'Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;' lalu sabdanya,
'Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya
(yang dihutang itu)'. Mereka menjawab, 'Kami tidak mendapatkannya kecuali
yang lebih tua.' Rasulullah kemudian bersabda: 'Berikanlah kepada-nya.
Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling
baik di dalam membayar." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).14

Al Qurthubi berpendapat bahwa Hadits ini menunjukkan sahnya


perwakilan orang yang hadir dan sehat fisik, sesungguhnya Nabi SAW,
memerintahkan sahabat-sahabat agar mereka membayar unta muda yang menjadi
kewajibannya, ini tak lain sebagai perwakilan (madat) dari beliau kepada mereka,
sekalipun pada waktu itu Nabi SAW tidak sakit dan tidak dalam perjalanan.15

c. Rukun dan Syarat Wakalah


Rukun dan Syarat Wakalah16:
1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
a) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan.
b) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas
tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya
seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima
sedekah dan sebagainya.

14
Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, Juz 2, (Beirut : Dar al Kitab al.
'Ilmiyyah, 1992). Hadist 2215/7008
15
Sayyid Sabiq, Fikih sunnah, jilid 13, (Bandung : Al-Ma‟arif, 1997), h.61
16
Fatwa DSN-MUI NO: 10/DSN-MUI/IV/2000
2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
a) Cakap hukum,
b) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
c) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Hal-hal yang diwakilkan
a) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
b) Tidak bertentangan dengan syari‟ah Islam,
c) Dapat diwakilkan menurut syari‟ah Islam.

Ketentuan tentang Wakalah:

a) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak


untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad).
b) Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak

3. Akad Murabahah bil Wakalah


Murabahah bil Wakalah adalah jual beli dengan sistem Wakalah. Dalam
jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan pembeliannya kepada nasabah,
dengan demikian akad pertama adalah akad Wakalah setelah akad Wakalah
berakhir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah ke Lembaga
Keuangan Syariah kemudian pihak lembaga memberikan akad Murabahah.

Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional


No:04/DSNMUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9: “jika bank hendak mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukansetelahbarang, secara prinsip, menjadi milik bank”. Sesuai dengan
tersebut akad murabahah bil Wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang
yang dibeli oleh nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah,
kemudian setelah barang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad
murabahah dapat dilakukan.
Akad murabahah bil waakalah adalah jual beli dimana lembaga keuangan
syariah mewakilkan pembelian produk kepada nasabah kemudian setelah produk
tersebut di dapatkan oleh nasabah kemudian nasabah memberikannya kepada
pihak lembaga keuangan syariah. Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga
dan harga dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga menentukan margin
yang didapatkan serta jangka waktu pengembalian yang akan disepakati oleh
pihak lembaga keuangan syariah dan nasabah.
Dalam menjalankan akad murabahah bil Wakalah, terdapat berapa prinsip
pembiayaan murabahah serta standar Wakalah yang telah ditentukan, yaitu
sebagai berikut:17
1. Pembiayaan Murabahah dapat digunakan untuk tujuan konsumtif
seperti pembelian kendaraan bermotor, rumah dan alat rumah tangga
lainnya maupun tujuan produktif seperti kebutuhan modal kerja
ataupun investasi.
2. Pembiayaan Murabahah yang diberikan oleh Bank kepada Nasabah
harus dituangkan dalam bentuk perjanjian yang dibuat secara notariil
atau di bawah tangan.
3. Saat penyusunan perjanjian Pembiayaan Murabahah, Bank Syariah
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
Obyek Pembiayaan kepada Nasabah seperti harga pokok, margin,
kualitas dan kuantitas Obyek Pembiayaan yang akan diperjualbelikan.
Dalam kontrak perjanjian
4. Pembiayaan Murabahah harus tertera dengan jelas bahwa Bank
menjual Obyek Pembiayaan kepada Nasabah dengan Harga Jual yang
terdiri atas Harga Perolehan dan Margin.
5. Harga Perolehan terdiri dari sejumlah dana yang dikeluarkan Bank
untuk memiliki Obyek Pembiayaan ditambah dengan biaya-biaya yang
terkait langsung dengan pengadaan barang dan harus dinyatakan
dengan jelas dan transparan oleh Bank.

17
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. Jakarta, 2016. h. 32
6. Biaya-biaya yang terkait langsung yang dapat diperhitungkan ke dalam
penetapan Harga Perolehan antara lain biaya pengiriman dan biaya
yang dikeluarkan oleh Bank dalam rangka memelihara dan/atau
meningkatkan nilai barang.
7. Nasabah sebagai Pembeli berjanji untuk membayar Harga Jual yang
disepakati atas Obyek Pembiayaan secara cicil atau tunai kepada Bank
pada jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati dalam
kontrak perjanjian
Sementara itu, terdapat standar Wakalah yang telah ditentukan, yaitu:18
1. Bank syariah diperbolehkan memberi kuasa melalui akad Wakalah
kepada Nasabah untuk bertindak sebagai wakil Bank syariah untuk
membeli obyek Murabahah sesuai dengan spesifikasi, kondisi,
serta harga yang telah disetujui oleh Bank.
2. Nasabah yang ditunjuk sebagai kuasa Bank berkewajiban
memeriksa Obyek Murabahah terhadap kualitas, kondisi,
pemilihan dan spesifikasi Obyek Murabahah sesuai dengan yang
telah disepakati.
3. Dalam pelaksanaan tugas Nasabah sebagai wakil Bank syariah,
Nasabah bertindak langsung untuk dan atas nama Bank syariah dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi
hakhak dan kepentingan Bank syariah dan tidak melakukan atau
melalaikan hal yang tidak sesuai dengan kewajiban dan tanggung
jawab Nasabah.
4. Wakalah dalam transaksi Murabahah dapat meliputi namun tidak
terbatas pada pemesanan obyek Murabahah, pembayaran sebagian
atau keseluruhan harga obyek Murabahah dengan dana yang
berasal dari Nasabah dan/atau Bank.
5. Dalam hal para pihak ingin melaksanakan akad pembiayaan
Murabahah sebelum Nasabah melaksanakan tugas Wakalahnya,
maka akad Murabahah berlaku efektif setelah melakukan tugas

18
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. Jakarta, 2016. h. 32
Wakalah (muallaq). Hal ini hanya bisa dilakukan ketika obyek
Murabahah memerlukan waktu untuk mendapatkannya dan harus
ditentukan jangka waktunya.
6. Nasabah yang bertindak sebagai Wakalah pihak Bank tidak
memiliki hak atau otoritas, baik secara tersirat maupun tersurat.
7. Sebagai wakil, Nasabah akan bertanggung jawab untuk membeli
dan melakukan penyerahan atas barang secara langsung dari
penyedia pada tanggal penyerahan sebagaimana disebutkan dalam
pemberitahuan transaksi yang telah disetujui oleh Bank.
8. Kepemilikan atas barang berpindah kepada Bank setelah
penyerahan barang dari penyedia kepada Nasabah sebagai wakil
Bank sesuai dengan cara yang telah ditetapkan dan disepakati lebih
lanjut dalam perjanjian.
9. Nasabah menanggung semua risiko sehubungan dengan pencurian,
kerugian, kerusakan dan musnahnya barang kecuali diakibatkan
oleh hal-hal force majeur sejak tanggal penyerahan dari penyedia
sampai dengan tanggal dimana Bank menyerahkannya kepada
Nasabah.

Skema Akad murabahah bil Wakalah


Penjelasan skema akad murabahah bil Wakalah yaitu sebagai berikut:
1. Nasabah membutuhkan barang namun belum mempunyai dana tunai,
kemudian nasabah mengajukan pembiayaan murabahah pada bank
syariah, setelah nasabah memenuhi persyaratan pengajuan permohonan
dan terjadi negosiasi margin antara nasabah dengan bank.
2. Setelah proses negosiasi disepakati bersama maka terjadi akad
murabahah.
3. Bank syariah menyerahkan dana dan memberikan kuasa kepada
nasabah untuk membeli barang yang diinginkan sebagaimana yang
telah menjadi kesepakatan dalam akad murabahah.
4. Pembelian oleh nasabah kepada supplier (pemasok) dengan atas nama
bank syariah.
5. Penyerahan barang dari supplier kepada nasabah.
6. Bank menyerahkan bukti pembelian kepada nasabah
7. Nasabah akan membayar dana berupa harga pokok ditambah dengan
margin keuntungan yang telah disepakati.19

4. Produk Pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat)


a. Definisi Pembiayaan

Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.


Dimana pada Pasal 1 butir 25 disebutkan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
b Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa
beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna‟;

19
Yogi Herlambang, dkk, Konsep Keadilan Bagi Nasabah Dalam Akad Murabahah Bil
Wakalah Di Bank Syariah, jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 3 No. 2 Juli 2019 Hal.
163-180
d Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
dan
e Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
bagi hasil”20

Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank islam memiliki


banyak jenis pembiayaan. Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya: 21

a. Pembiayaan menurut tujuan


Pembiayaan menurut tujuan dibedakan menjadi :
a) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang
dimaksudkan untuk mendapatkan modaldalam rangka
pengembangan usaha
b) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yangdimaksudkan
dalam rangka untuk melakukaninvestasi atau
pengembangan barang konsumtif.
b. Pembiayaan menurut jangka waktu
Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:
a) Pembiayaan jangka pendek, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 bulan sampai 1 tahun
b) Pembiayaan waktu menengah, pembiayan yang dilakukan
dengan waktu 1 tahun sampai 5 tahun
c) Pembiayaan jangka panjang, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu lebih dari 5 tahun.

20
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
21
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 686
Jenis pembiayaan pada bank islam akan diwujudkan dalam bentuk aktiva
produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu:

Menurut jenis aktiva produktif

a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil meliputi:


1) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana


dari pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan usaha tertentu sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang disepakati sebelumnya.22

2) Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari


dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha
tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua
belah pihak sesuai nisbah yang telah disepakati, sedangkan
pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.23

b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang) meliputi:


1) Pembiayaan Bai‟ al-Murabahah

Bai‟ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal


dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai al-
murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.24

22
A Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2012, h. 192
23
Ibid h. 196
24
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, h. 101
2) Pembiayaan Salam
Dalam pengertian yang sederhana, bai‟ as-salam berarti
pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka.25
3) Pembiayaan Istishna

Transaksi bai‟ al-istishna‟ merupakan kontrak penjualan antara


pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang
menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli
akhir.26

c. Pembiayaan dengan prinsip sewa meliputi:


1) Pembiayaan Ijarah

Ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam


waktu tertentu melalui pembayaran sewa.

2) Pembiayaan Ijarahmuntahiya biltamlik/Wa Iqtina

Pembiayaan ijarahmuntahiya biltamlik/wa iqtina adalah


perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan
perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan
sewa kepada pihak penyewa.

d. Surat Berharga Syariah

Surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi


berdarsarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar
uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah,
sertifikat dana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan
prinsip syariah.

25
Ibid h. 108
26
Ibid h. 113
e. Penempatan

Penempatan adalah penanaman dana Bank Islam pada Bank Islam


lainnya atau Bank Pembiayaan Islam antara lain dalam bentuk giro,
tabungan wadiah, deposito berjangka, atau dalam bentuk penempatan
lainnya sesuai dengan prinsip syariah.27

f. Penyertaan Modal

Penyertaan modal adalah penanaman dana bank syariah dalam


bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan
syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi
(convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis
transaksi tertentu berdasarkam prinsip syariah yang berakibat bank
syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang
bergerak dalam bidang keuangan syariah.28

g. Penyertaan Modal Sementara

Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal bank Islam


dalam perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan atau
piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
bank Indonesia yang berlaku, termasuk dalam surat utang konvesi
(convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis
transaksi tertentu yang berakibat bank Islam memiliki atau akan
memiliki saham pada perusahaan nasabah.29

h. Transaksi Rekening Administratif

Transaksi rekening administrati adalah komitmen dan kontijensi


(Off Balance Sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank
garansi, akseptsi/endosemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C),

27
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 312
28
Ibid h. 313
29
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 689
akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi
lain yang berdasarkan prinsip syariah.30

i. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai


bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.31

Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas


pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, yaitu :

Pembiayaan Qardh atau Talangan adalah penyediaan dana atau


tagihan antara bank islam dengan pembiayaan yang
mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus
atau secara cicilan dengan jangka waktu tertentu.32

b. Definisi Produk Pembiayaan KUR


Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau
investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok
usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum cukup. KUR adalah program pembiayaan dari
pemerintah dengan memliki margin yang rendah yaitu 7% karena sebagian
marginnya disubsidi oleh pemerintah, Sehingga Produk ini sangat membantu para
UMKM ataupun masyarakat yang baru memulai usahanya.33

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini diluncurkan oleh pemerintah


dimana pada tahap awal melibatkan enam bank termasuk salah satunya bank
syariah. Tujuan diluncurkannya program KUR adalah untuk pertumbuhan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM-K),hal ini dikarenakan jumlah
usaha mikro kecil menengahsemakin meningkat. Sebagai buktinya, Kementerian
Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki

30
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 313
31
Ibid, h. 314
32
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 689
33
https://kur.ekon.go.id/
pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di
Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400
unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil
5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar
menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap
sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar
3% dari total tenaga kerja nasional.34

5. Bank Syariah Indonesia


PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi pada 1 Februari
2021. BSI merupakan bank syariah terbesar di Indonesia hasil penggabungan
(merger) tiga bank syariah dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yaitu:
PT Bank BRI Syariah (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank
BNI Syariah (BNIS).Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah dijelaskan bahwa Bank Syariah adalah bank yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur
dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan
('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram.

a. Tujuan dan Fungsi Umum Bank Syariah

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada


Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat,
Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun


dan menyalurkan dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
34
https://www.ukmindonesia.id/
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Tinjauan (review) Studi Terdahulu


a. Penerapan Akad Murabahah
Pada temuan penelitian ini dijelaskan Penerapan Akad Murabahahpada
Bank Syariah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembelian dengan
pemesanan dan tanpa pesanan, (a) Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang
beli atau tidak pihak bank sudah menyediakan barang. (b) Murabahah
berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam; a. Sifatnya mengikuti artinya
barang tersebut harus dibeli oleh nasabah. b. Sifatnya tidak mengikat artinya
walaupun nasabah sudah memesan barang, namunnasabah tidak terikat untuk
membeli barang tersebut. Janji pemesan untuk membeli barang dalam murabahah
dapat mengikat bisa juga tidak. Beberapa ulama syariah modern berpendapat
bahwa janji untuk membeli barang tersebut itu bisa mengikat pemesan. Terlebih
lagi jika nasabah pergi begitu saja meninggalkan bank maka akan sangat
merugika dari pihak bank tersebut, demi menghindari kemudharatanMurabahah
berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi jual beli
apa bila ada pesanan barang dari nasabah.35

Terdapat beberapa mekanisme bentuk pembiayaan murabahah yang biasa


dilakukan oleh bank syariah, yaitu sebagai berikut: (a) Akad pembiayaan
murabahah untuk perbaikan atau renovasi rumah, yaitu musytari yang akan
mengajukan pembiayaan renovasi sebuah rumah ketika telah disetujui maka pihak
bank (ba‟i) akan memberikan dana yang kemudian dengan sebuah surat kuasa

35
Kariyono, “Implementasi Jual Beli Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah”,
(Jurnal Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Djati Bandung Vol. XV, No. 2, 2019)
dari ba‟i, musytari diberi amanah untuk membeli bahan-bahan bangunan yang
dibutuhkannya dengan syarat selama 30 (tiga puluh) hari musytari tersebut sudah
membeli bahan-bahan bangunan yang ditunjukkan dengan bukti pembelian berupa
nota ataupun faktur. Hal ini terjadi karena menurut pihak bank selaku ba‟i akan
sulit sekali apabila ba‟i yang melakukan pembelian sendiri atas barang-barang
yang diperlukan dalam renovasi rumah tersebut.

Kemudian akad pembiayaan murabahah untuk pembelian sebuah mobil,


berbeda dengan pembiayaan murabahah untuk renovasi rumah, untuk pembelian
mobil karena obyeknya (mobil) jelas, pasti dan diketahui secara jelas siapa
pemiliknya (supplier) maka pihak ba‟i akan secara langsung menghadirkan
supplier (penjual mobil) tersebut dalam akad yang akan dilaksanakan antara ba‟i
dan musytari, artinya pihak ba‟i secara langsung akan memberikan uang kepada
supplier (pemilik mobil) sebagai pemilik mobil tersebut yang kemudian akan
dilaksanakan akad jual-beli antara ba‟i dengan musytari dalam akad murabahah,
meskipun secara langsung bukti kepemilikan barang dari pihak pemilik mobil
langsung diserahkan kepada musytari dan kepemilikan langsung berpindah dari
pemilik (supplier) ke musytari.

Selanjutnya akad pembiayaan murabahah untuk pembelian sebuah rumah


(pembiayaan KPR oleh bank syariah sebagai contoh BTN Syariah), yaitu sebagai
berikut: untuk kepentingan musytari pihak bank (ba‟i) terlebih dahulu membeli
rumah (yang dibutuhkan musytari) dari penjual atau developer untuk kemudian
menjual kembali kepada musytari sebesar harga beli dari developer ditambah
sejumlah keuntungan yang dimintakan oleh bank dan disetujui atau disepakati
oleh musytari.

Dan yang terakhir, akad murabahah untuk persediaan modal kerja (modal
kerja barang) seperti peralatan pabrik, sama seperti akad pembiayaan murabahah
pengadaan barang lain pada umumnya, yaitu bank (ba‟i) membelikan terlebih
dahulu barang tersebut dari supplier kemudian ba‟i menjual barang tersebut pada
musytari melalui akad murabahah dengan harga sebesar harga pokok ditambah
keuntungan yang telah disepakati antara ba‟i dan musytari.36

Akad murabahah pada produk pembiayaan di KSPPS BMT Al Hikmah


kantor cabang Gunungpati II diterapkan pada produk pembiayaan multi barang.
Akad murabahah sering digunakan dalam produk pembiayaan karena
penerapannya yang mudah dan sederhana, selain itu juga memberikan keuntungan
yang pasti dan berisiko kecil, sehingga memudahkan dalam penanganan
administrasinya. Di KSPPS BMT Al Hikmah kantor cabang Gunungpati II ada
dua macam akad murabahah, yaitu:MBA Angsuran dan MBA Paras. dan pada
penelitian ini ditemukan bahwa penerapan akad Murabahah pada produk
pembiayaan di KSPPS BMT Al Hikmah kantor cabang Gunungpati II sebagian
besar sudah sesuai dengan Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur
tentang pembiayaan murabahah. Namun terdapat beberapa ketentuan yang belum
sesuai dengan fatwa DSN yaitu pihak BMT harus memiliki barang yang akan
dijual kepada anggota BMT. Hal lain yang belum sesuai dengan syariah yaitu
akad murabahah dilakukan bersamaan dengan akad Wakalah. Apabila BMT
hendak mewakilkan nasabah untuk membeli objek murabahah, maka akad
murabahah boleh dilakukan apabila secara prinsip objek murabahah telah
menjadi milik BMT. Maka, seharusnya akad Wakalah dilaksanakan terlebih
dahulu hingga selesai, barulah akad murabahah dapat dilakukan.37

Mekanisme penerapan pembiayaan Murabahah bil Wakalah di BMT Al-


hijrah KAN Jabung, akad murabahah sebagai akad utama dari pembiayaan
tersebut sedangkan akad Wakalah sebagai akad pelengkap, dengan diterapkan
dua akad tersebut dapat mempermudah nasabah (peternak sapi) untuk membeli
dan mendapatkan sapi yang diinginkan. Secara teori penerapan akad murabahah
dan Wakalah di BMT Al-Hijrah KAN Jabung telah sesuai dengan teori yang ada,

36
Bagya Agung Prabowo, “Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa
Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia)”. Jurnal Hukum, UII
Yogyakarta, 2009
37
Lindasari, Ima Nur, “Penerapan Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan di KSPPS
BMT Al-hikmah Unggaran Kantor Cabang Gunungpati”, (Skripsi S1 UIN Walisongo, Semarang,
2017).
yaitu dalam proses pembiayaan Murabahah bil Wakalah di BMT Al- Hijrah
KAN Jabung terdapat beberapa rukun Murabahah yaitu Penjual (ba‟i), Pembeli
(musytary),Barang yang dibeli (komoditas), Harga (tsaman) yang terdiri dari
harga beli margin keuntungan dan harga jual, Pelaku akad, yaitu muwakil
(pemberi kuasa) adalah pihak yang memberikan kuasa kepada pihak lain, dan
wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi kuasa, Objek akad, yaitu taukil
(objek yang dikuasakan) dan Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.38

Penerapan Akad Murabahah pada BMT Kota Pekanbaru menurut


penelitian ini ditemukan bahwa Penerapan Keuntungan yang diterapakan BMT
Kota Pekanbaru sesuai dengan kesepakatan bersama antara pengelolah dan
pembeli. Dalam hal ini BMT tidak menentukan harga perolehan dan keuntugan
sendiri melainkan dengan kesepakatan bersam, untuk menghindari timbulya riba.
Kemudian, Harga perolehan yang diterapakan BMT Kota Pekanbaru sesuai
dengan kesepakatan bersama antara pengelolah dan pembeli. Yaitu BMT tidak
menentukan harga perolehan sendiri melainkan dengan kesepakatan besama,
untuk menghindari timbulya riba, grarar, masyir serta harga perolehan yang
didapatkan nasabah sesuai syariah islam.

Selanjutnya uang muka yang ditentukan BMT Kota Pekanbaru sesuai


permintaan nasabah saat melakukan akad murabahah antara pengelolah dan
pembeli. Dengan ini BMT tidak menentukan uang muka sendiri melainkan sesuai
dengan harga barang yang dibeli. Pembelian dan penyerahan barang yang
diterapkan BMT Kota Pekanbaru sesuai permintaan nasabah saat melakukan akad
bersama antara pengelolah dan pembeli. Oleh karena itu BMT tidak menentukan
pembelian dan penyerahan barang sendiri melainkan sesuai dengan perjanjian
yang sudah disepakati dimana barang diserahkan pada saat akad
murabahahditandatangani oleh pihak nasabah. Semua BMT kota pekanbaru tidak
ada yang menerapkan pembayaran tangguh. Tetapi ada sebagian nasabah yang

38
Sholihatin Khofsah, “Implementasi Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Sebagai
Upaya Untuk Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi Di Bmt Al-Hijrah Kan Jabung” (Thesis S2,
UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017)
melakukan pembayaran tangguh dikarenakan tidak membayar angsuran sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.39

b. Penerapan Akad Murabahah bil WakalahPada Produk KUR

Penerapan asas kejujuran dan kebenaran pada akad murabahah dalam


Pembiyaan KUR di Bank BRI Syariah KC. Malang telah sesuai dengan Fatwa
DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000. Tetapi ternyata masih banyak terdapat
kredit macet pada pembiyaan KUR Di Bank BRI Syariah KC. Malang yang
disebabkan oleh ketidakjujuran nasabah dalam menggunakan akad WakalahPada
pembiayaan KUR yang menggunakan Akad Murabahah bil Wakalah ini, Yaitu
ketika bank syariah memberi ku-asa kepada nasabah untuk membeli sendiri objek
murabahah tersebut nasabah tidak membeli objek sesuai dengan
perjanjian.40Bank Syariah Mandiri Bukittinggi cabang Pasar Aur telah
melaksanakan pembiayaan murabahah untuk modal kerja pada warung mikro
secara baik. Hal ini terlihat dari prinsip kehati-hatian yang diwujudkan dengan
cara menetapkan persyaratan dan prosedur pembiayaan yang dijadikan dasar
untuk memperoleh keyakinan bahwa usaha nasabah layak untuk dibiayai. Dalam
pelaksanannya telah sesuai dengan fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahahdan Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
dan terkait kendala yang terjadi kebanyakan nasabah mengalami kredit macet
karena pandemi COVID‟19 dan untuk mengatasi kendala tersebut Bank Syariah
Mandiri telah melakukan upaya melalui musyawarah, meminta nasabah-nasabah
macet lewat komite internal BSM serta eksekusi benda jaminan.41

Pembiayaan KUR mikro masih memiliki kekurangan dalam penerapan


akadnya, yaitu adanya akad Wakalahyang secara esensi telah menyalahi prinsip

39
Ficha Melina,”ImplementasiPembiayaan Murabahah Pada Baitul MalWat Tamwil
(Bmt) Kota Pekanbaru” Jurnal Ekonomi Universitas Riau, Vol 3 No.2 Juni 2020.
40
Uly Farikhul Ghafur, “Penerapan Asas Kejujuran Dan Kebenaran Dalam Akad
MurabahahTerhadap Akad Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat Menurut Fatwa DSN MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. (Skripsi S1 fakultas Syariah dan Hukum UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018)
41
Mauriska Ramadhani”Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Untuk Modal Kerja Pada
Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Bukittinggi Cabang Pasar Aur”. (Skripsi S1, Universitas
Andalas,2020).
diantaranya esensi penjual yang memiliki kewajiban dan kesanggupan untuk
menyediakan barang dan kedua esesnsi akad murabahah itu sendiri, dan
penerapan Akad murabahah pada produk pembiayaan KUR Mikro IB di PT. BRI
Syariah KCP Kebumen adalah Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai
pembeli. Bank melakukan akad murabahah dengan nasabah dan pada saat yang
sama adanya akad Wakalah(mewakilkan) kepada nasabah untuk membeli sendiri
barang yang diinginkan. Kemudian nasabah yang diberi kuasa akan diberi waktu
untuk menyerahkan bukti pembelian kepada Bank BRI Syariah sebagai bukti. BRI
Syariah juga menggunakan aspek penilaian 5C (Character, Capacity, Capital,
Collateral and Condition of Economy).42

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah


perbedaan objek penelitian yang akan dikaji yaitu peneliti fokus pada kesesuaian
penerapan akad Murabahah bil Wakalah pada Produk Pembiayaan KUR dengan
Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 angka 9 dan Produk Pembiyaan
KUR yang dimaksud adalah Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank Syariah
Indonesia KC Matraman

c. Objek Jual-Beli Murabahah

Pelaksanaan Program PPKE (Program Pembiayaan kepemilikan Emas) di


Bank BRISyariah Cabang Bandung dilaksanakan dengan menggunakan akad
Murabahah bil Wakalah, Ditinjau dari fiqh Muamalah bahwa yang terjadi di Bank
BRISyariah Cabang Bandung belum sepenuhnya sesuai dengan konsep jual-beli
emas secara syariah. Hal ini disebabkan emas merupakan salah satu harta ribawi
yang dimana dalam jual-belinya diharuskan tunai dan diserahterimakan pada saat
akad, yang mana apabila hal tersebut tidak dipenuhi akan menimbulkan riba bai‟.

42
Yeni Alpiyani “Implementasi akad murabahah pada produk pembiayaan KUR (Kredit
Usaha Rakyat) Mikro IB di PT. BRI Syariah KCP Kebumen”. (Skripsi S1, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam ,Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019)
Pada praktik transaksi Murabahah bil Wakalah yang terjadi di bank BRISyariah
ini identik dengan bai‟ ma laisaindak dan tidak sah transaksinya secara Syariah.43

Produk Mulia pada Pegadaian salah satu akadnya menggunakan akad


Murabahah, yaitu kesepakatan yang dibuat bersama antara pegadaian dan nasabah
atassejumlah pembelian Logam Mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang
disepakati. Aplikasi akadnya dilakukan pada saat pertama nasabah mengajukan
permohonan investasi Logam Mulia di Pegadaian. Kemudian, oleh pihak pertama
(pegadaian) dan pihak kedua (nasabah) melakukan kesepakatan dan persetujuan
untuk mengadakan Akad MurabahahLogam Mulia, dengan syarat dan ketentuan
yang harus di sepakati kedua belah pihak sesuai pasal-pasal perjanjian (terdiri dari
12 pasal) yang tercantum pada dokumen mulia secara jelas.
Dari hasil Penelitian ditemukan bahwa terdapat beberapa ketentuan dalam
penerapan akad Murabahahproduk MULIA di Pegadaian Jalancagak yang belum
sesuai dengan ketentuan syariat, diantaranya; pertama mengenai Objek akad atau
Marhun yang tidak dimunculkan atau tidak ada ketika akad berlangsung. Kedua,
mengenai sanksi yang dibolehkan menurut syariat adalah berlaku untuk nasabah
yang mampu tapi lalai atau menunda nunda pembayaran tapi tidak berlaku untuk
nasabah yang benar-benar tidak mampu membayar, namun dalam penerapannya
di pegadaian Jalancagak mengharuskan semua nasabah menerima sanksi atau
membayar denda apabila tidak mampu membayar tanpa kecuali. Ketiga, dalam
penerapan sanksi/denda mengenai dana yang dihasilkan dari denda di masukan
sebagai pendapatan Perusahaan, yang secara ketentuan syariat seharusnya
diperuntukan untuk dana sosial.44

43
Rini Astriani “Pelaksanaan akad Murabahah Bil Wakalah dalam produk Program
pembiayaan kepemilikan Emas Batangan di BRISyariah Cabang Bandung” (Skripsi S1, UIN
Sunan Kali Djati Bandung, 2013)
44
R. Andriana Meirani dkk, Penerapan Akad Murabahah pada Produk MULIA di
Pegadaian Jalancagak Menurut Perspektif Ekonomi Syariah, Jurnal Eksisbank Vol. 4 No. 1 Juni
2020
8

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang analisis datanya bersifat induktif dan hasil
penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi.45 Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam pada suatu data, di mana
data tersebut bersifat deskriptif yang mengandung makna yang sering bertujuan
menghasilkan hipotesis dari penelitian lapangan.46

Dalam ilmu hukum, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian normatif


empiris, yaitu penggabungan antara jenis penelitian normatif dengan penambahan
berbagai unsur empiris. Penelitian ini mengkaji implementasi ketentuan hukum
normatif dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
suatu masyarakat. Penelitian ini dilakukan secara intensif, terperinci dan
mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala tertentu
dengan daerah atau subjek yang sempit.

Dalam penelitian ini,akan memaparkan data-data yang telah didapatkan untuk


kemudian dianalisis melalui kajian kepustakaan untuk mendapatkan hasil
penelitian dalam bentuk kata-kata.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian hukum yang
dalam hal ini adalah penelitian pustaka (Library Research) karena
desainpenelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara
sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian.
Penelitian yang berfokus pada penjelasan sistematis dan analisis dari fakta yang
diperoleh saat penelitian dilakukan mengenai pelaksanaan akad murabahah bil

45
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 54.
46
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 145.

35
Wakalah pada produk pembiayaan KUR.47Jenis ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti
mungkin tentang objek yang diteliti.

B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) di mana di penelitian ini akan menelaah fatwa dan regulasi yang
berkaitan dengan isu hukum yang sedang dianalisis. Bagi penelitian untuk
kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu
regulasi dengan regulasi lainnya. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.48

Selain itu, di penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual, di


mana pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan
doktrin tersebut, peneliti akan mendapatkan pemahaman yang dapat dijadikan
sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi.49

Dengan pendekatan tersebut, dalam penelitian ini akan mengumpulkan dan


memaparkan data yang telah diperoleh kemudian mengkaji peraturan yang
berkaitan dengan akad pembiayaan murabahah bil Wakalah dan produk
pembiayaan KUR.

C. Sumber/ Bahan Hukum


1. Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini data primer yang diambil menjadi


referensi penelitian ini berupa hasil observasi langsung yang berupa
data/dokumen yang diolah maupun hasil wawancara. Wawancara ini

47
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), h. 13
48
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133
49
Ibid. h. 135
ditujukan kepada pegawai bank BSI KC Matraman, data primer lainya
adalah fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000

2. Bahan Hukum Sekunder

Data sekunder adalah data yang dilaporkan oleh suatu badan,


sedang badan ini tidak langsung mengumpulkan sendiri melainkan
diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan terlebih dahulu
dan menerbitkannya.50Dalam hal penelitian ini data sekunder yang
digunakan berupa dokumen atau literaturmengenai gambaran umum
tentang Produk pembiayaan KUR dan Murabahah bil Wakalahdengan
informasi yang ada, serta berbagai sumber-sumber informasi lainnya
yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

D. Teknik Pengumpulan Data


Metode dan teknik pengumpulan data yang gunakan dalam penelitian ini
adalah studi lapangan dalam bentuk wawancara dan kajian pustaka (library
research) sebagai acuan guna mendapatkan teori dan literatur yang sesuai dengan
pembahasan penelitian. Wawancara digunakan untuk mendapatkan data primer
yang dibutuhkan, dalam penelitian ini akan melakukan wawancara yang sifatnya
semi-terstruktur.51 Di mana penelitilah yang lebih mengarahkan pembicaraan,
sehingga wawancara lebih terarah serta cukup waktu dan cukup untuk menjaring
data. Sedangkan kajian pustaka dilakukan dengan cara mencari bahan materi
melalui literatur berupa bahan pustaka (buku, jurnal, artikel, dokumen, dan
sebagainya) dan dokumen-dokumen yang berkaitan langsung dengan
permasalahan yang diteliti sebagai data primer maupun sekunder.

Selain itu, dalam penelitianini juga dilakukan cek dan ricek yaitu
pengecekan data menggunakan beragam sumber (triangulasi), teknik, dan waktu
untuk memastikan data yang didapatkan adalah data yang benar. Cara yang
digunakan adalah wawancara, pengamatan dan analisis dokumen. Dalam

50
Djarwanto, Statistik Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2001), h. 9
51
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014), h. 51
penelitian ini,menggunakan triangulasi teknik. Di mana penelitian ini melakukan
pengumpulan data dengan teknik yang berbeda untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan, yaitu wawancara dan studi dokumentasi.52

E. Metode Analisis Bahan Hukum


Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu diolah
terlebih dahulu. Tujuannya adalah menyederhanakan seluruh data yang
terkumpul, menyajikannya dalam susunan yang baik dan rapi, untuk kemudian
dianalisis. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melengkapi data-data yang telah didapatkan dari lapangan.

Data-data tersebut kemudian dipaparkan dan dikelompokkan dengan


tujuan mempermudah proses pemilahan informasi yang sesuai dan melihat
keterkaitan antara permasalahan penelitian dengan teori. Kemudian dalam
penelitian ini akan memilah data-data mana yang dibutuhkan sesuai dengan
pembahasan penelitian. Dalam penelitian ini, dilakukan seleksi hasil wawancara
dan data kepustakaan yang akan dikutip dalam penulisan. Setelah diolah,
dilakukan analisis isi dengan cara menganalisis materi tertentu dari data yang
telah dipaparkan secara deskriptif sesuai dengan rumusan masalah.

52
Nusa Putra, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 189
F. Kerangka Konseptual (Framework Analisys)

Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah Pada Produk


Pembiayaan KUR di BSI KC Matraman

Nasabah Nasabah

Bank BSI Kc. Matraman Bank BSI Kc. Matraman

Produk Pembiyaan KUR Produk Pembiyaan

Akad murabahah bil wakalah Akad murabahah

Regulasi

UU No. 21 Tahun 2008 Tentang


Perbankan Syariah

Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-


MUI/VI/2000 tentang Murabahah

Fatwa DSN-MUI No. 111/DSN-


MUI/IX/ 2017 Tentang Akad Jual beli
Murabahah
8

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Akad Murabahah bil WakalahPada Produk Pembiayaan


KUR di Bank Syariah Indonesia KC. Matraman
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja
dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau
kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan
tambahan atau agunan tambahan belum cukup.53 Saat ini KUR menjadi salah satu
produk unggulan pada bank-bank di Indonesia. Salah satunya adalahBank
BSIKantor Cabang Matraman. Banyak sekali nasabah yang ingin mengajukan
pembiayaan KUR ini. Hal ini dikarenakan KUR memiliki tingkat margin yang
sangat rendah dibanding dengan produk yang lain, sehingga sangat cocok dengan
kebutuhan nasabah yaitu pengembangan usaha maupun investasi mereka. KUR
merupakan program dari pemerintah untuk mengembangkan suatu UMKM.
Namun dana yang disalurkan sepenuhnya merupakan dana dari pihak penyalur.
Margin yang ditawarkan oleh Bank BSI adalah sebesar 7% pertahun. Namun
sayangnya tidak semua nasabah dapat mengajukan produk Pembiayaan KUR ini,
hanya beberapa nasabah yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat menerima
produk pembiayaan KUR, diantaranya adalah sebagai berikut:

SYARAT PERMOHONAN
NO Ketentuan Deskripsi
1 Pekerjaan Nasabah Pengusaha/Wiraswasta
1. Minimal 21 tahun atau telah menikah untuk
usia ≥ 18 tahun.
2 Usia Nasabah
2. Maksimal 65 tahun pada saat akhir jangka
waktu Pembiayaan.
1. Copy E-KTP (pemohon & pasangan
3 Syarat Dokumen nikahnya)).
2. Copy Kartu Keluarga dan Buku Nikah.

53
https://kur.ekon.go.id/

40
3. Copy NPWP pribadi (khusus permohonan
dengan nilai > Rp 50 Juta).
4. Copy SIUP, TDP, atau surat izin usaha
lainnya.
SHM, SHGB, SHMRS, AJB/Letter C/Girik,
4 Jaminan Pembiyaan Petok D (plafon s.d Rp 75 Juta), BPKB,
SHPTU/SIPTU, Deposito.
5 Ketentuan Lainnya Membuka Rekening Di Bank Syariah Indonesia

Bank BSI merupakan salah satu perbankan yang ditunjuk oleh pemerintah
sebagai bank penyalur KUR.Berdasarkan wawancara dengan Bapak Fajar
Tristanto selaku AOM Bank BSI KC Matraman, mekanisme pembiayaan KUR
pada BSI KC Matraman adalah sebagai berikut :
a. Tahap Sales
Tahap sales merupakan tahap awal dalam pembiayaan KUR. seperti
sales pada umumnya, tujuan dari tahap ini adalah mencari nasabah
untuk melakukan pembiayaan. Tahap sales dalam BSI KC Matraman
dilakukan oleh Account Officer Micro (AOM). Dalam tahap ini sales
mempromosikan produk KUR kepada calon nasabah. Adapun tahap
dari proses salles ini adalah :
a) Prospecting Prospecting
adalah kegiatan untuk mencari prospek yang dilakukan oleh AOM.
Dalam hal ini prospeknya adalah nasabah yang akan melakukan
pembiayaan KUR. AOM harus bisa membidik pasar dan
menemukan target yang tepat. Sebelumnya AOM juga harus
mengetahui sektorsektor apa saja yang boleh dibiayai oleh BSI KC
Matraman. AOM juga harus menghindari sector-sektor yang
dilarang oleh islam, seperti tempat produksi minuman keras dan
sejenisnya.
b) Canvasing
Setelah AOM memiliki daftar prospek atau daftar calon
nasabah yang akan dibidik, maka langkah selanjutnya adalah
canvasing. Dalam hal ini canvasing berarti melakukan kontak
langsung dengan nasabah. Canvasing yang dilakukan oleh AOM
biasanya langsung menemui calon nasabah ke pasar ataupun ke
tempat usaha calon nasabah. Selain melakukan canvasing secara
langsung, AOM juga bisa melakukan canvasing melalui telepon
ataupun e-mail.
c) Presentation
Setelah bertemu langsung dengan nasabah, maka tahap
selanjutnya adalah presentation. Presentation disini berarti AOM
mempresentasikan atau menjelaskan kepada calon nasabah
mengenai produk KUR. Tujuan dari presentation ini adalah agar
nasabah tahu dan paham mengenai produk KUR. Dalam
melakukan presentasi produk, AOM biasanya membagikan
beberapa brosur kepada calon nasabah.
d) Handling Objection
Setelah melakukan presentasi produk kepada calon
nasabah, maka langkah selanjutnya adalah headling objection.
Headling objection disini berarti AOM menerima pertanyaan-
pertanyaan dan juga menangani keberatan dari calon nasabah
mengenai produk KUR yang sebelumnya telah dijelaskan oleh
AOM. Tujuan dari adanya headling objection adalah agar calon
nasabah merasa yakin dan tidak ragu jika melakukan pembiayaan
KUR di Bank BSI.
e) Closdeal
Tahap closdeal merupakan tahap terakhir dalam proses
sales. Dalam tahap ini AOM memperoleh persetujuan dari calon
nasabah untuk melakukan pembiayaan KURdi Bank BSI.
Selanjutnya, calon nasabah akan mengumpulkan data dan
persyaratan untuk melengkapi pengajuan pembiayaan KUR di
Bank BSI.

Syarat-syarat pengajuan pembiayaan KUR adalah :


1. Aplikasi permohonan pembiayaan KUR Mikro iB.
2. Lampiran identitas diri (E-KTP) dan pasangan jika
telahmenikah.
3. Foto copy Kartu Keluarga (KK)
4. Surat Nikah (bagi yang sudah menikah) atau
SuratKeterangan Belum Menikah dari Kelurahan
5. Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) atau surat
ijinKeterangan Usaha dari pemerintah setempat
yaitukelurahan/kecamatan.
6. Nasabah yang memiliki pembiayaan produktif dan
ataupembiayaan program pemerintah termasuk KUR
yangtercatat di SID BI, tetapi sudah melunasinya, maka
wajibada Surat Keterangan Lunas/ROYA dengan
lampirancetakan rekening koran dari pemberi
pembiayaansebelumnya.
7. Jika nasabah tidak memiliki pembiayaan produktif atau
KUR di lembaga keuangan lainnya, nasabah wajib mengisi
formulir pernyataan tentang tidak sedang menikmati
fasilitas pembiayaan KUR di lembaga lain.
8. Wajib menyerahkan Daftar Rencana Pembiayaan (DRP)
untuk tujuan pembiayaan modal kerja dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) untuk tujuan pembiayaan investasi.
b. Tahap Analisa
Jika dalam tahap sebelumnya telah terjadi kelengkapan dalam
persyaratan, maka tahap selanjutnya adalah pihak bank melakukan
analisis. Dalam hal ini AOM akan melakukan penilaian terhadap calon
nasabah yang akan diberi pembiayaan. Penilaian ini bertujuan apakah
calon nasabah layak atau tidak jika diberi pembiayaan. Biasanya dalam
tahap ini AOM langsung turun ke lapangan untuk melakukan survei
tempat usaha calon nasabah dan menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan calon nasabah. Hal-hal yang akan ditanyakan oleh AOM saat
tinjauan lapangan seperti tujuan pembiayaan, jumlah pembiayaan, jumlah
pembayaran, kebenaran dokumen administrasi calon nasabah, kelayakan
dan prospek usaha, alamat dan kondisi tempat usaha atau tempat tinggal,
kebutuhan usaha, karakter nasabah, serta AOM juga harus mengetahui
kemampuan dan sumber pembayaran kembali dari calon nasabah. Setelah
mendapatkan beberapa informasi dari lapangan, maka AOM akan
menganalisa berdasarkan analisis kelayakan pembiayaan 5C, antara lain;
a) Character (Sifat dan watak)
Menggambarkan watak dan kepribadian calon
nasabah. Bank perlu melakukan analisis terhadap karakter
calon nasabah dengan tujuan untuk mengetahui bahwa
calon nasabah mempunyai keinginan untuk memenuhi
kewajiban membayar kembali pembiayaan yang telah
diterima hingga lunas.
b) Capacity (Kemampuan)
Analisis terhadap capacity bertujuan untuk
mengetahui kemampuan keuangan calon nasabah dalam
memenuhi kewajiban sesuai jangka waktu pembiayaan.
Kemampuan keuangan calon nasabah sangat penting karena
merupakan sumber utama pembayaran. Semakin baik
kemampuan keuangan calon nasabah, maka semakin baik
kemungkinan kualitas pembiayaan.
c) Capital (Permodalan)
Capital merupakan jumlah modal yang dimiliki
calon nasabah atau jumlah dana yang akan disertakan
dalam proyek yang dibiayai. Semakin besar modal yang
dimilikidan disertakan oleh calon nasabah dalam objek
pembiayaan, maka akan semakin meyakinkan bagi bank
akan keseriusan calon nasabah dalam mengajukan
pembiayaan dan pembayaran kembali.
d) Condition of Economi (Kondisi Perekonomian)
Merupakan analisis terhadap kondidi perekonomian calon
nasabah. Bank perlu mempertimbangkan sector usaha calon
nasabah dan dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Bank perlu
melakukan analisis dampak kondisi ekonomi terhadap
usaha calon nasabah dimasa yang akan datang. Untuk
mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha
calon nasabah.
e) Collateral (Jaminan)
Merupakan agunan yang diberikan oleh calon
nasabah atas pembiayaan yang diajukan. Agunan
merupakan sumber pembayaran kedua. Dalam hal nasabah
tidak dapat membayar angsurannya, maka bank syariah
dapat melakukan penjualan terhadap agunan. Hasil dari
penjualan agunan digunakan sebagai sumber pembayaran
kedua untuk melunasi pembiayaan.54

Analisis 5C ini dilakukan agar Bank BSI


mengetahui sampai mana keinginan dan kemampuan
nasabah dalam memenuhi kewajibannya terhadap bank. Hal
ini juga akan meninimalisir akan adanya pembiayaan
bermasalah atau yang biasa disebut kredit macet.

Selain menganalisis calon nasabah dengan analisis


5C, biasanya Bank BSI sebelumnya juga sudah melakukan
BI Checking. BI Checking adalah salah satu program yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang biasanya digunakan
oleh perbankan untuk mengetahui riwayat kredit atau

54
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2011, h. 120
pembiayaan calon nasabah. Dengan adanya BI Checking ini
maka bank akan mengetahui informasi pembiayaan
nasabah. Dengan begitu bank akan menilai apakah calon
nasabah tersebut layak diberikan pembiayaan atau tidak.
Karena dari BI Checking Bank BSI akan mengetahui
masalah kelancaran pembiayaan yang dilakukan calon
nasabah, dan juga Bank BSI dapat mengetahui apakah
calon nasabah masuk dalam Daftar Hitam Nasional (DHN)
atau tidak. Dengan adanya BI Checking maka Bank BSI
juga dapat mengetahui apakah nasabah sebelumnya sudah
pernah menerima fasilitas pembiayaan KUR dari lembaga
keuangan lain. Pada Bank BSI, BI Checking biasanya
dilakukan dibagian Area Support.

Apabila analisis telah selesai, maka AOM akan


menginput data nasabah ke APPEL (Aplikasi Penunjang
Pembiayaan Elektronik) yang nantinya data calon nasabah
akan diterima oleh KUR Center. Selanjutnya KUR Center
akanmengupload data calon nasabah ke SIKP (Sistem
Informasi Kredit Program) yang nantinya data tersebut
akan diterima oleh pemerintah

c. Tahap Komite

Tahap komite disini berarti tahap pemutusan pembiayaan. Putusan


pembiayaan dilakukan oleh Unit Head (UH). Putusan pembiayaan
KUR Miko iB ini harus sesuai dengan BWPP yang berlaku di Bank
BRISyariah. Sebelumnya AOM harus menyerahkan seluruh dokumen
pembiayaan calon nasabah kepada UH untuk dilakukan verifikasi
kelengkapan dan keabsahan berkas atau dokumen calon nasabah.
Setelah itu UH wajib melakukan verifikasi administrasi kelayakan
pembiayaan dan kemuadian UH akan melakukan rekomendasi
pembiayaan. Jika calon nasabah tidak memenuhi persyaratan yang ada,
maka Bank BSI akan memberikan surat penolakan pembiayaan KUR,
dan jika calon nasabah memenuhi persyaratan pembiayaan KUR, maka
AOM akan menyerahkan Surat Persetujuan Pemberian Pembiayaan
(SP3).

d. Tahap Akad Pembiayaan dan Pencairan

Setelah tahap pemutusan pembiayaan yang dilakukan oleh UH


selesai dan nasabah tersebut layak untuk diberi pembiayaan KUR,
maka tahap selanjutnya adalah melakukan akad pembiayaan. Pada
tahap ini AOM terlebih dahulu menyiapkan berkas atau dokumen
untuk pengikatan pembiaayaan dengan akad murabahah bil Wakalah
(akad Wakalah dalam hal ini berarti pemberian kekuasaan kepada
nasabah, maksudnya kerena bank tidak dapat menyediakan secara
langsung kebutuhan nasabah, maka nasabah diberi hak untuk membeli
barang yang dibutuhkan dengan sendiri, kemudian sebagai alat bukti
nasabah bisa menyerahkan nota dan juga foto barang tersebut).
Nasabah berserta pasangannya (suami/istri) menandatangani akad
pembiayaan murabahah bil Wakalah. Hal lain yang terkait
penandatanganan akad pembiayaan mengacu pada ketentuan yang
berlaku di Bank BSI. Setelah nasabah menandatangani akad
pembiayaan, maka AOM membuat dan menandatangani Instruksi
Realisasi Pencairan (IRP) pembiayaan dan disetujui oleh UH.

Dalam tahap akad pembiayaan ini bapak Fajar menyebutkan bahwa


akad pembiayaan murabahahah bil Wakalah, dan akad terkait jaminan
dilakukan bersamaan pada satu waktu agar memudahkan transaksi dan
mempersingkat waktu.

Setelah semua selesai, maka verifikasi pencairan pembiayaan akad


dilakukan oleh Administrasi Pembiayaan (ADP). Biasanya jangka
waktu pencairan pembiayaan KUR maksimal 3 hari. Pencairan
pembiayaan KUR ini akan dikirimkan ke rekening tabungan Mikro
BSI milik nasabah. Adapun pengambilan dana dari rekening KUR ini
tidak dapat menggunakan ATM, melainkan nasabah harus datang
langsung ke BSI dengan membawa persyaratan sebagai berikut :

a) Akad pembiayaan berserta lampiran-lampiran akad


b) Surat Pengakuan Hutang (SPH)
c) Jadwal Angsuran
e. Tahap Pemeliharaan Pembiayaan
Setelah pembiayaan KUR dicairkan oleh nasabah, bukan berarti
tugas AOM telah selesai. AOM harus melakukan maintance guna
meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah atau kredit macet,
khususnya penyalahgunaan terhadap dana KUR yang telah dicairkan.
Dalam maintance pembiayaan, AOM harus mengumpulkan bukti
murabahah. AOM juga harus melakukan maintenance pembayaran
angsuran calon nasabah. AOM juga berhak melakukan penagihan pada
nasabah jika pembiayaan nasabah bermasalah sampai dengan DPD 90
hari. Maintance ini dilakukan sejak pencairan pembiayaan KUR
hingga pelunasan pembiayaan.55

55
Hasil wawancara dengan Bapak Fajar Tristanto pada Tanggal 22 September 2021
B. Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/VI/2000 PadaProduk Pembiayaan KUR di Bank BSI KC.
Matraman
Akad pembiayaan Murabahah merupakan akad dengan prinsip jual beli
sehingga syarat-syaratnya juga harus sesuai dengan jual beli dalam hukum Islam.
Akad jual beli dalam hukum Islam dapat diartikan sebagai memindahkan milik
(hak milik) dengan ganti (mendapat bayaran) yang dapat dibenarkan (sah menurut
hukum) dan salah satu rukun dan syarat jual beli adalah adanya syarat yang
mewajibkan benda harus berada di tangan penjual.

Hak milik dalam hukum Islam diartikan sebagai hubungan syar‟i


(hubungan hukum) antara orang dengan sesuatu benda yang menimbulkan akibat
hukum dan bagi orang itu berwenang serta berhak untuk menggunakan benda
tersebut dan bagi yang lain tertutup kewenangan itu. Dalam akad pembiayaan
Murabahah, hak milik bank atas barang didapat dari perikatan/kontrak yang
menyebabkan terjadinya perpindahan hak milik (jual beli).

Bank Syariah dapat membeli langsung barang kebutuhan Musytari dari


toko/supplier atau dapat juga melalui sistem pesanan (Murabahah dengan
pesanan). Kepemilikan barang oleh Bank Syariah merupakan hal yang paling
esensial dalam akad pembiayaan Murabahah. Hal ini terkait dengan kedudukan
Bank Syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pihak pembeli.

Pada dasarnya jual beli adalah tindakan memindahkan hak milik sehingga
apabila Bank Syariah tidak memiliki barang yang akan dijual kepada nasabah
maka tidak akan terjadi pemindahan hak milik sehingga tidak dapat digolongkan
dalam akad pembiayaan Murabahah karena akad pembiayaan Murabahah adalah
akad yang berdasar pada prinsip jual beli dan ada unsur pemindahan kepemilikan
barang didalamnya.

Dalam ketentuan syarat dari objek dalam akad pembiayaan Murabahah


sebagaimana yang telah dijelaskan dalam fiqh maupun konsep Murabahah dalam
perbankan syariah yang dijabarkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah dapat disimpulkan bahwa syarat dari
objek akad atau barang antara lain sebagai berikut: a. Objek ada pada waktu akad
(Musytari harus telah memiliki yang akan dijual); b. Barang adalah milik sah
Musytari; c. Barang dapat ditentukan; d. Barang harus berwujud dan dapat
dipindahtangankan; e. Tidak bertentangan dengan ketentuan prinsip syariah.

Menelaah kembali Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-


MUI/IV/2000 Tentang Murabahah bagian pertama butir 4 (empat) yang
menyatakan bahwa “Bankmembeli barang yang diperlukan Nasabahatas nama
Nasabahsendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba”. Berdasarkan fatwa
tersebut disebutkan bahwa pihak Bank harus membeli barang yang diperlukan
oleh Nasabahdan pembelian harus bebas riba. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal
116 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang menyebutkan bahwa
penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri
dan pembelian ini harus bebas riba.56

Penerapan pembiayaan Murabahah yang ada di Bank Syariah Indonesia


KC Matraman dalam kenyataannya dalam hal pembelian atau penyediaan barang
yang diperlukan Nasabahternyata menyertakan akad Wakalah di dalamnya.
Wakalah secara bahasa dapat diartikan penyerahan dan melindungi.57Dalam hal
ini Wakalah sebagai pemberian kuasa dan kewenangan oleh Bankkepada
Nasabahsebagai penerima kuasa untuk membeli barang. Terlihat ada perbedaan
dengan praktek MurabahahKlasik yakni dimasukkannya Wakalah. Dalam
MurabahahKalsik tidak ada Wakalah karena Wakalah merupakan akad yang
terpisah dengan Murabahah.

Penyertaan Wakalah di dalam akad pembiayaan Murabahah sebenarnya


mengurangi substansi daripada Murabahah itu sendiri. Hal ini tentu saja dapat
menurunkan kualitas perbankan syariah itu sendiri. Pihak Bankmenyertakan

56
(Peraturan MahkamahAgung Nomor 02 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, 2008).
57
Az-Zuhaili, W. (2011). Fiqih Islam Wa Adilatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Wakalah didalamnya karena pihak Banktidak ingin kesulitan memenuhi barang
yang diinginkan Nasabah. Berdasarkan pernyataan pihak BSI KC Matraman
tersebut maka alasan digunakannya Wakalah adalah agar mempermudah pihak
BSI KC Matraman. Hal ini disebabkan pihak Bankyang dalam hal ini sebagai
Ba‟itidak dapat mengurus semuanya secara keseluruhan perihal penyediaan
barang. Pihak Bankmenyertakan akad Wakalah karena pembiayaan ini merupakan
pembiayaan modal kerja sehingga dapat memudahkan nasabah membeli barang
yang diinginkan.

Pada pembiayaan KUR ini Sebenarnya belum tepat menggunakan akad


Murabahah. Karena pada dasarnya Murabahah itu adalah kontrak jarak pendek,
pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan objek yang berkelanjutan (roll
over/evergreen), untuk kasus pembiayaan jangka panjang atau continue alangkah
58
baiknya lebih sesuai menggunakan akad Mudharabah bukan Murabahah. Jadi,
Murabahahtidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Tetapi mudharabah
lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini mengingat prinsip mudharabah
memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi. Mudharabah diartikan oleh para ulama
dengan redaksi yang berbeda, misalnya saja menurut ulama Hanafiyah yang
mengartikan Mudharabah sebagai “aqdu al-syirkati fi al-Ribhi bimaalin min
ahadi al-jaanibaini wa amalun minal akhoro” artinya akad kerja sama atas harta
orang lain yang diberikan kepada pemilik modal.59 Sedangakan menurut ulama
lain yang ditemukan di dalam kitab Bidayah al-Mujtahid adalah akad penyerahan
modal dari pemilik kepada pengusaha untuk diperdagangkan dan keuntungan
dibagi dua sesuai kesepakatan.60

Terdapat beragam atau jenis pembiayaan, dan oleh karenanya, ia dapat


dikelompokan sesuai dengan aspek-aspek tertentu. Dari sisi tujuan, ia terbagi
menjadi dua kelompok; pembiayaan modal kerja, dan pembiayaaninvestasi. Yang
dimaksud dengan pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk

58
Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,, Jakarta: Gema Insani, 2008, hlm. hlm 106
59
Atang Abd Hakim, Fikh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke Dalam
Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 213
60
Ibnu Rusyd, Bidayah Mujtahid., jilid 2, hlm. 844
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. Sedangkan pembiayaan
investasi ialah investasi atau penggandaan barang konsumtif.61 Dan dari kedua
jenis pembiayaan tersebut yang mekanismenya relevan dengan akad Murabahah
adalah pembiayaan yang kedua atau pembiayaan investasi/penggandaan barang
atau pembiayaan konsumtif lainnya. Adapun pembiayaan yang pertama atau
modal kerja lebih baik menggunakan akad mudharabah.62

Seperti yang sudah dijelaskan di sub bab diatas bahwa Bank BSI KC
Matraman menggunakan Akad jual beli Murabahahdalam pembiyaan KUR ,Akad
ini discbut juga dengan akadMurabahah bil Wakalah karena terdapat akad
tambahan yaitu akad Wakalah. Dalam jual beli atau pembiayaan KUR ini, sistem
yang diterapkan adalah pihak penjual (bank) mewakilkan pembcliannya kepada
nasabah, dalam hal ini bank BSI KC Matraman melakukan akad Murabahah dan
akad Wakalah secara bersamaan, menurut bapak Fajar Tistranto hal ini dilakukan
untuk memudahkan transaksi antara nasabah dan bank.

Hal tersebut jelas belum sesuai dengan ketentuan pertama butir 9 Fatwa
DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah menyatakan bahwa jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjdi milik bank. Jelas disebutkan disana bahwa persyaratan pembiayaan
Murabahah yang berkenaan dengan obyek yang diperjualbelikan adalah bahwa
barang merupakan hak milik penuh yang berakad. Alasan agar lebih sederhana
prosesnya atau agar kedua pihak yaitu pihak Bank (Ba‟i) dan Nasabah (Musytari)
tidak repot serta agar barang sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh Musytari
maka hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk merubah alur yang memang
seharusnya ada. ketika Bank Syariah masih melakukan seperti sekarang ini, maka
hal itu dapat menyebabkan jual beli gharar karena dalam jual beli tersebut barang
tidak bisa diserahkan kepada Nasabah, dan dengan demikian hal tersebut sama

61
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Akademi Manajemen
YKPN, 2005, hlm. 16-22
dengan pembiayaan di bank konvensional yang hanya memberikan pembiayaan
dana saja.

Pada Murabahah harus ada barang riil beredar dari satu tangan ke tangan
lain, akan tetapi yang terjadi hanyalah perpindahan barang dari tangan pemasok
langsung ke Musytari tanpa melalui Ba‟i. Penyerahan barang dilakukan oleh
pemasok langsung kepada Musytari dengan persetujuan dan sepengetahuan Ba‟i.
Tentu saja hal ini terkesan bahwa Musytari melakukan jual beli dengan pemasok
bukan dengan pihak Ba‟i karena barang yang diperjualbelikan dari pemasok
langsung diserahkan kepada Musytari dan Ba‟i tidak terlibat langsung dalam
proses pembelian barang tersebut sehingga menimbulkan unsur gharar atau
ketidakjelasan dalam pembelian barang. Pembelian barang yang menimbulkan
unsur gharar tersebut ditegaskan dalam Hadist Riwayat Muslim dari Abu
Hurairah ra berkata bahwa “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara
melempar batu dan jual beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan
tempatnya)”. (HR.Muslim). 63

Menurut Jabir bin Abdillah ra bahwa apabila engkau membeli sesuatu


barang maka jangan engkau menjualnya sebelum barang tersebut engkau terima
dengan sempurna. (HR.Ahmad dan Muslim;Al-Muntaqa) dishahihkan oleh
Syaikh Salim bin „Ied Al Hilaly.64

Hadits ini menyatakan bahwa kita tidak boleh menjual suatu barang yang
belum berada di bawah kekuasaan kita (belum diterima dari penjual). Hadits yang
melarang jual beli sebelum barang yang dijual itu berada dalam kepemilikan atau
resiko penjual adalah hadits nabi SAW yaitu dari Hakim Ibn Hizam
(diriwayatkan) bahwa Rasullah SAW bersabda: Jangan engkau menjual barang
yang tidak ada padamu (HR Abu-Dawd, al Baihaqi, Ahmad, at Tabarani dan Abd
ar Razzaq). Hal ini berarti bahwa jika Ba‟i akan menjual obyek Murabahah
kepada Musytari dari pemasok maka barang tersebut harus dimiliki oleh Ba‟i
63
Muhammad. mam Al Hafizh Abu Isa bin Isa bin Surah At Tirmidzi, Terjemahan Sunan
At Tirmidzi. Semarang: CV Asyifa, 1992. hlm 155
64
Rusyid, I. Terjemahan Bidayatul Mujtahid Jilid 3. Semarang: CV.Asyifa, hlm 177
terlebih dahulu kemudian baru dapat dijual kepada Musytari sehingga tidak
menimbulkan unsur gharar pada pembelian barang.

Sebagaimana hadits nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasa‟y At


tirmidzy dan Al Muntaqa bahwa: “Tidak halal melakukan transaksi utang piutang
dan penjualan dalam waktu bersamaan, tidak halal menggabungkan dua syarat
dalam satu penjualan, mengambil keuntungan terhadap barang yang belum masuk
dalam dhamannya dan tidak halal menjual barang yang belum pada engkau”.
Hadits ini menyatakan bahwa tidak diperbolehkan antara Ba‟i dan Musytari
melakukan hutang piutang dan penjualan dilakukan secara bersamaan bahkan
menjual barang dengan mengambil keuntungan pada barang yang belum dimiliki
oleh Ba‟i. Pihak Ba‟i seharusnya bukan hanya sebagai pemberi modal tetapi juga
sebagai pembeli dan pemilik dari barang tersebut.

Bank Syariah (Ba‟i) memang memberikan modal kepada Nasabah


(Musytari) atas pembiayaan Murabahah dalam hal pengadaan komoditas atau
barang yang dibutuhkan Nasabah (Musytari) tetapi disini Bank (Ba‟)i juga
seharusnya merupakan pihak yang membeli barang yang di minta oleh Musytari
kepada pemasok. Bank (Ba‟i) juga bertindak sebagai pemilik dari barang tersebut
dan selama barang tersebut masih menjadi milik Bank(Ba‟i) maka segala tentang
kepemilikan atas barang tersebut merupakan kewajiban dari pihak Bank (Ba‟i),
tetapi yang terjadi pihak Bank (Ba‟i) hanya memiliki fungsi sebagai pemodal saja.
Sebagian besar Nasabah(Musytari) yang menggunakan pembiayaan Murabahah
pada Bank Syariah selalu menyertakan Wakalah sehingga dapat disimpulkan
bahwa jual beli terhadap objek yang belum dimiliki oleh Ba‟i terdapat
penyimpangan. Hal ini dikarenakan dalam Murabahah yang diterima Musytari
ialah bukan berbentuk uang tetapi berupa benda sebagaimana ketentuan pertama
butir 9 Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah sehingga
objek Murabahah harus dimiliki oleh Ba‟i.

Jika ditinjau dari fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/VI/2000angka 9


(sembilan) Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah, yang
menyebutkan “Jika Bank hendak mewakilkan kepada Nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi milik bank.” Maka mekanisme yang diterapkan
oleh Bank BSI KC Matraman Belum sepenuhnya Sesuai dengan dengan Fatwa
DSN-MUI, karena dalam penerapannya Bank BSI KC Matraman melakukan akad
Murabahah dan akad Wakalah serta akad jaminan lainnya secara bersamaan
dalam satu waktu.Seharusnya Bank BSI KC Matraman Melakukan Akad
pembiayaan Murabahah dan Wakalah secara terpisah, yaitu dengan
mendahulukan akad Wakalah; bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
modal/barang yang di inginkan kemudian memberikan bukti pembelian kepada
Bank BSI KC. Matraman dengan demikian dilakukanlah akad Murabahah,
setelah nasabah telah membeli barang tersebut dan memberikan bukti pembelian.
Dengan demikian barulah mekanisme tersebut akan sesuai dengan Fatwa DSN-
MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad jual-beli Murabahah.

C. Fatwa-Fatwa DSN-MUI Tentang Murabahah


Terdapat beberapa fatwa yang berkaitan dengan Murabahah yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI. Fatwa-fatwa ini menjadi pedoman oleh bank syariah
selaku pelaku bisnis Perbankan Syariah di Indonesia, berikut fatwa-fatwa tentang
Murabahah;
Tabel 2. Fatwa-Fatwa Murabahah DSN_MUI
No Fatwa Keterangan
1 No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Fatwa ini menjelaskan tentang ketentuan
Murabahah umum Murabahah dalam Bank Syariah,
yaitu berisikan ketentuan Murabahah pada
nasabah, ketentuan tentang jaminan, utang
dalam Murabahah, penundaan pembayaran
dan ketentuan terkait Bangkrut dalam
Murabahah
2 No:13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Fatwa ini menjelaskan tentang uang muka
Uang Muka dalam Murabahah dalam Murabahah yaitu tentang ketentuan
umum uang muka pada akad Murabahah
3 No:16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Fatwa ini berisikan ketentuan diskon dalam
Diskon dalam Murabahah akad Murabahah
4 No:23/DSN-MUI/III/2002 tentang Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa LKS
Potongan Pelunasan dalam boleh memberikan potongan dari
Murabahah kewajiban pembayaran apabila nasabah
dalam transaksi Murabahah melakukan
pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dengan syarat tidak
diperjanjikan dalam akad
5 No:46/DSN-MUI/II/2005 tentang Fatwa ini menelaskan tentang ketentuan
Potongan Tagihan Murabahah LKS boleh memberikan potongan dari total
pembayaran nasabah namun pemberian
potongan ini tidak boleh diperjanjikan
dalam akad.
6 No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Fatwa ini berisikan tentang ketentuan
Penyelesaian Piutang Murabahah Penyelesaian piutang Murabahah bagi
Bagi Nasabah Tidak Mampu nasabah tidak mampu membayar.
Membayar
7 No: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Fatwa ini menjelaskan ketentuan
Penjadwalan Kembali tagihan rescheduling tagihan Murabahah bagi
Murabahah nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/
melunasi pembiayaan sesuai waktu yang
telah disepakati.
8 No: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Fatwa ini berisikan tentang ketentuan
Konversi Akad Murabahah Konversi Akad pada Murabahah bagi
nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/
melunasi pembiayaan sesuai waktu yang
telah disepakati tetapi ia masih prospektif.
9 No:90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Fatwa ini menjelaskan tentang ketentuan
Pengalihan Pembiayaan Murabahah pengalihan pembiayaan Murabahah antar
antar Lembaga Keuangan Syariah lembaga keuangan syariah (LKS)
(LKS)
10 No: 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Fatwa ini menjelaskan detail tentang
Akad Jual beli Murabahah definisi akad jual beli Murabahah,
ketentuan hukum dan bentuk Murabahah,
ketentuan sighat al-„Aqd, ketentuan terkait
para pihak, ketentuan mutsman/mabi‟ dll.

Pada prakteknya pada pembiayaan KUR di BSI KC Matraman ini Bank


syariah berpedoman pada ketentuan Fatwa DSN-MUI fatwa No: 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah, karena pada bank syariah murabahah
merupakan produk pembiayaan. hal ini di jelaskan pada fatwa DSN-MUI No:
111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual beli Murabahah pada ketentuan
kedelapan dijelaskan bahwa Murabahah yang direlisasikan dalam bentuk
pembiayaan berlaku ketentuan dan ketentuan batasan sebagaimana terdapat dalam
fatwa No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Fatwa ini menjadi
pedoman utama lalu diikuti dengan fatwa-fatwa Terkait Murabahah lainya.
8

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa
kesimpulan terkait “Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman”. Yaitu:

1. Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Pada Produk Pembiayaan


KUR di Bank Syariah Indonesia KC. Matraman dilakukan melalui
beberapa tahapan. Pertama, tahap sales yang dilakukan oleh Account
Offier Micro. Kedua, tahap analisa pembiayaan. Dalam tahap ini BSI
menggunakan analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition of
Economic, dan Collateral).Ketiga, tahap komite atau pemberian
putusan pembiayaan yang dilakukan oleh Unit Head. Keempat, tahap
akad dan pencairan (dalam Hal ini BSI KC Matraman menggunakan
akad murabahah bil wakalah). Kelima, tahap maintance yang
dilakukan hingga lunas.
2. Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Pada Produk Pembiayaan
KUR di Bank Syariah Indonesia KC. Matraman belum sepenuhnya
sesuai dengan Fatwa DSN-MUI fatwa No: 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang Murabahah. karena dalam penerapannya Bank BSI KC
Matraman melakukan akad Murabahahdan akad Wakalah serta lainnya
secara bersamaan dalam satu waktu. Seharusnya Bank BSI KC
Matraman Melakukan Akad pembiayaan Murabahah dan Wakalah
secara terpisah, yaitu dengan mendahulukan akad Wakalah; bank
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli modal/barang yang di
inginkan kemudian memberikan bukti pembelian kepada Bank BSI KC.
Matraman dengan demikian dilakukanlah akad Murabahah, setelah
nasabah telah membeli barang tersebut dan memberikan bukti

59
pembelian. Dengan demikian barulah mekanisme tersebut akan sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad jual-
beli Murabahah.

B. SARAN
Berdasarkan pembahasan penelitian tersebut peneliti memiliki beberapa saran
yang perlu di tindak lanjuti agar mekanisme akad yang ada pada Lembaga
Keuangan Syariah khususnya Bank Syariah Indonesia kedepannya menjadi lebih
baik dan sesuai dengan regulasi yang ada;

- Kepada Bank Syariah dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) hendaknya


untuk menggunakan Fatwa DSN-MUI No.119/DSN-MUI/II/2018 tentang
Pembiayaan Ultra Mikro (al-tamwil li al- hajah al-mutanahiyat al-shugra)
berdasarkan prinsip syariah, sebagai pedoman untuk produk pembiayaan
KUR ini agar mengurangi penggunaan akad murabahah yang perpotensi
terjadi penyimpangan.
- Kepada Bank Syariah Indonesia hendaknya memilih/merekrut notaris
yang memiliki kemampuan dibidang Hukum Ekonomi Syariah, agar
ketentuan-ketentuan akad yang ada bukan hanya dijadikan formalitas saja
tetapi benar-benar dilaksanakan.
- Kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) diharapkan dapat bisa lebih
maksimal dalam mengawasi jalannya mekanisme akad pada produk-
produk di bank syariah khususnya produk-produk yang menggunakan
akad murabahah.
8

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Antonio Syafii, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2008).

A Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama, 2012).
Az-Zuhaili, W. Fiqih Islam Wa Adilatuhu. (Jakarta: Gema Insani.,2011).

Djarwanto, Statistik Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2001).


Hakim Atang Abd, Fikh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke
Dalam Peraturan Perundang-Undangan,(Bandung: PT. Refika Aditama,
2011).
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2011).

Karim Helmi, Fiqih Muamalah, (jakarta; PT Raja Graindo Persada;1997).

Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, 2005).

Mujahidin Akhmad, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta:Rajawali Pers, 2016

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014).

Muhammad Ahmadi Fahmi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum.


(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Akademi


Manajemen YKPN, 2005).
Muhammad. mam Al Hafizh Abu Isa bin Isa bin Surah At Tirmidzi, Terjemahan
Sunan At Tirmidzi.(Semarang: CV Asyifa, 1992).
Mulyana Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001).

Nusa Putra, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. (Jakarta: PT Indeks, 2011).

61
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. (Jakarta, 2016).

Rianto M. Nur, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta,


2012).
Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terjemah Abdurrahman, A. Haris Abdullah, Juz
2, cet. Ke- 1, (Semarang: CV. Asy-Syifa‟, 1990)
Sanusi Anwar, Metodologi Penelitian Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2012).
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2014).

Syafi‟i Antonio Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001).

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2010).

Warson Ahmad Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:


Pustaka Progresif, 1997).

Regulasi

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


Peraturan MahkamahAgung Nomor 02 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, 2008).
Fatwa DSN-MUI No: 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual-beli
Murabahah
Fatwa DSN-MUI No: 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Wakalah bil Ujrah

Skripsi

Lindasari, Ima Nur, “Penerapan Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan di


KSPPS BMT Al-hikmah Unggaran Kantor Cabang Gunungpati”, (Skripsi
S1 UIN Walisongo, Semarang, 2017).
Sholihatin Khofsah, “Implementasi Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Sebagai
Upaya Untuk Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi Di Bmt Al-Hijrah
Kan Jabung” (Thesis S2, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017)
Uly Farikhul Ghafur, “Penerapan Asas Kejujuran Dan Kebenaran Dalam Akad
MurabahahTerhadap Akad Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat Menurut
Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. (Skripsi
S1 fakultas Syariah dan Hukum UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2018)
Mauriska Ramadhani”Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Untuk Modal Kerja
Pada Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Bukittinggi Cabang Pasar
Aur”. (Skripsi S1, Universitas Andalas,2020).

Yeni Alpiyani “Implementasi akad murabahah pada produk pembiayaan KUR


(Kredit Usaha Rakyat) Mikro IB di PT. BRI Syariah KCP Kebumen”.
(Skripsi S1, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ,Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto, 2019)

Rini Astriani “Pelaksanaan akad Murabahah Bil Wakalah dalam produk


Program pembiayaan kepemilikan Emas Batangan di BRISyariah Cabang
Bandung” (Skripsi S1, UIN Sunan Kali Djati Bandung, 2013)

Jurnal

Abd. Shomad, “Bay Al-Murabahah (Deffered Payment Sale) Di Lingkungan


Bank”, Media
Yuridika, Vol. 24, No. 1, 2009, h. 7.
Kariyono, “Implementasi Jual Beli Murabahah Dalam Lembaga Keuangan
Syariah”, (Jurnal Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Djati Bandung
Vol. XV, No. 2, 2019)

Bagya Agung Prabowo, “Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah


(Analisa Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di
Indonesia)”. Jurnal Hukum, UII Yogyakarta, 2009
Ficha Melina,”ImplementasiPembiayaan Murabahah Pada Baitul MalWat
Tamwil (Bmt) Kota Pekanbaru” Jurnal Ekonomi Universitas Riau, Vol 3
No.2 Juni 2020.

R. Andriana Meirani dkk, Penerapan Akad Murabahah pada Produk MULIA di


Pegadaian Jalancagak Menurut Perspektif Ekonomi Syariah, Jurnal
Eksisbank Vol. 4 No. 1 Juni 2020

Yogi Herlambang, dkk, Konsep Keadilan Bagi Nasabah Dalam Akad Murabahah
Bil Wakalah Di Bank Syariah, rnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 3
No. 2 Juli 2019 Halaman 163-180

Internet

https://kur.ekon.go.id/

https://www.ukmindonesia.id/
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai