Oleh:
11170490000092
i
Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN
MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan
Kredit Usaha Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI)
KC. Matraman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Andhika Qonita Lutfiyah
NIM. 11170490000092
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc, Ph.D Dra. Nurul Handayani, M.PD
NIP. 19610624 198512 1 001 NIP. 19710 113 199903 2 001
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-
MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat di Bank
Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman Jakarta timur”. Yang ditulis oleh Andhika Qonita
Lutfiyah, NIM. 11170490000092, telah diajukan dalam sidang skripsi pada Selasa, 18
Januari 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta.
Panitia Sidang:
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim.
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Sekretaris
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang telah;
3. Bapak Dr. Bukhori Muslim, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang tidak pernah bosan dalam membantu, memotivasi dan mengarahkan
penulis sejak awal perkuliahan hingga akan berakhir;
4. Bapak Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc., M.Ec., Ph.D selaku Dosen
Pembimbing I Skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dan membantu dalam mengarahkan penulisan skripsi
ini;
vi
5. Dra. Hj. Nurul Handayani, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II Skripsi
yang selalu meluangkan waktunya, memberi semangat, dan membimbing
dalam mengarahkan penulisan skripsi ini;
6. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum,atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan selama perkuliahan;
7. Kepada Bapak Fajar Tristanto dan para Nasabah Bank BSI KC Matraman
Selaku Narasumber dalam penulisan Skripsi ini;
8. Kepada Kedua Orang Tua Tercinta Ayahanda H. Rusdi, S.H. Dan Ibunda
Hj. Nursanti beserta Kakak-kakak Tersayang Bilalussalam S.E, Ramadhan
Nurul Iqbal, Nuril Nabila Sandi dan Adik tersayang Mumtaz Raudatul
Firdausyiah, yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan
doa yang tiada henti agar selalu diberikan perlindungan dan keberkahan
setiap saatnya.;
9. Kepada teman-teman seperjuangan Rosyidah Maizan dan Anak Cangkir
lainya yang selalu menemani penulis serta memberikan semangat dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
10. Kepada teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2017 yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyelesaian Skripsi
ini
11. Kepada teman-teman Zendicsfuerza yang selalu menyemangati dalam
proses penulisan Skripsi ini;
12. Kepada seluruh pihak terkait yang membantu dalam penulisan skripsi ini
yang belum bisa penulis sebut satu-persatu;
vii
“Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, I wanna
thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for having no days off, I wanna
thank me for, for never quittin‟.”
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi, Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah .......................... 4
C. Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian.................................................... 4
D. Rancangan Sistematika Penelitian ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
A. Kajian Teori ................................................................................................. 7
1. Akad Murabahah ..................................................................................... 7
2. Akad Wakalah ........................................................................................ 13
3. Akad Murabahah bil Wakalah ............................................................... 16
4. Produk Pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat) ................................. 20
5. Bank Syariah Indonesia .......................................................................... 26
B. Tinjauan (review) Studi Terdahulu ............................................................ 27
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 35
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 35
B. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 36
C. Sumber/ Bahan Hukum .............................................................................. 36
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 37
E. Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................. 38
F. Kerangka Konseptual (Framework Analisys) ............................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 40
A. Penerapan Akad Murabahah bil WakalahPada Produk Pembiayaan KUR di
Bank Syariah Indonesia KC. Matraman ............................................................ 40
B. Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/VI/2000 PadaProduk Pembiayaan KUR di Bank BSI KC.
Matraman ........................................................................................................... 49
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 59
ix
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 59
B. SARAN ...................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 65
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
https://kur.ekon.go.id/
2
https://www.ukmindonesia.id/
1
2
Tahun 2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah. Pada Bab 1 Pasal 1 ayat
1, 2, 3 yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
kecil. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.
3
Fatwa DSN-MUI No: 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual-beli Murabahah
4
Fatwa DSN-MUI No: 113/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Wakalah bil Ujrah
3
akad jual beli, pemberian hak tanggungan atau fidusia. Salah satu contohnya
adalah implementasi akad murabahah pada produk pembiyaan KUR di BSI KC.
Matraman, pada Penerapannya BSI KC. Matraman ketika melakukan perjanjian
akad ini dihadapan notaris dilakukan bersamaan antara akad murabahah dan
Wakalah dan akad lainya.
Padahal akad murabahah dan akad Wakalah telah diatur dalam fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000. Pada angka 4 (empat) Ketentuan Umum
Murabahahdalam Bank Syariah, menyebutkan: “Bank membeli barang yang
diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas
riba.” Barulah setelah kepemilikan menjadi milik Bank, dilanjutkan pada
ketentuan dalam angka 6 (enam): “Bank kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya…” selanjutnya Murabahah dengan Wakalah, sebagaimana angka
9 (sembilan) Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah, menyebutkan
“Jika Bank hendak mewakilkan kepada Nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.” Kemudian Pada angka 2 (dua) dan 3 (tiga) Ketentuan
Murabahahkepada Nasabah: “Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus
membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang”;
“Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena
secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus
membuat kontrak jual beli”.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis.
b. Secara Praktis.
Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu acuan dan dasar
pertimbangan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun
Developer Syariah dan para pelaku bisnis syariah lainnya dalam
menerapkan Akad Murabahah bil Wakalah pada Produk Pembiyaan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun di produk pembiyaan lainya yang
menggunakan akad serupa.
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan pada
penelitian ini, serta cara menyelesaikan permasalahan yang ada.
Bab ini berisi anallisis dan pembahasan penelitian, Dalam bab ini akan
dibahas mengenai bagaimana implementasi akad murabahah bil Wakalah pada
produk pembiayaan di Bank Syariah di Indonesia dan Bagaimana Penerapan Akad
Murabahah bil Wakalah Pada Produk Pembiayaan KUR di Bank Syariah
Indonesia KC. Matraman.
BAB V PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Akad Murabahah
a. Definisi
Secara etimologi kata مرابحتberasal dari bahasa Arab ٌربح- ربحdengan
sighat masdar انربحyang mempunyai arti untung, tambahan atau sesuatu yang
tumbuh dalam dagangan.5 Ibnu Rusyd mengartikan murabahahsebagai proses jual
beli dimana penjual menjelaskan kepada pembeli tentang harga pokok barang dan
keuntungan yang akan diraihnya.6Wahbah al- Zuhaili mendefinisikan murabahah
dengan kata-kata “menjual suatu barang dengan harga pembelian ditambah
dengan keuntungan”. Dalam Fatwa DSN-MUI disebutkan bahwa Akad bai‟ al-
murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.7
5
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h.463.
6
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz II (Semarang: Toha Putra, tt), h. 161.
7
Fatwa DSN-MUI No:111/DSN-MUI/XI/2017 tentang Akad jual-Beli Murabahah
7
harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib
al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
b. Dasar Hukum
Murabahah merupakan suatu akad yang dibolehkan secara syar‟i, serta
didukung oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi‟in serta ulama-ulama
dari berbagai mazhab dan aliran. Dalil dibolehkannya Murabahah mengacu pada
dalil tentang jual-beli, karena murabahah adalah bagian dari jual-beli; dalil jual
beli dapat diemukan dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Baqarah ayat 275:
275. …..Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah menghalalkan segala bentuk jual beli selama tidak
mengan dung unsur riba, segala bentuk jual beli tersebut termasuk jual beli murabahah, lembaga
keuangan boleh menggunakan akad jual beli murabahah ini dengan syarat menjauhi unsur riba dan
unsur-unsur yang dilarang dalam jual-beli.
Selanjutnya ayat tentang jual beli pada surat An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi;
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
Dalam ayat ini menjelaskan hal yang menjadikan kehalalan perniagaan atau perdagangan
adalah antaradhin, yakni saling meridhoi di antara pembeli dan penjual. Dalam hubungan
perdagangan, segala pernyataan akad atau serah terima, merupakan bentuk implementasi dari ijab
qabul, harus dilahirkan dari jiwa yang ikhlas saling merelakan tanpa unsur paksaan apapun dalam
menyerahkan barang atau menerima barang dan menepati segala bentuk perjanjian (hak dan
kewajiban) dari transaksi perikatan tersebut, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah
ayat 1yang berbunyi:
Kemudian dalil tentang kebolehan jual-beli juga dapat ditemukan pada hadits rasululullah SAW;
Hadis ini memberi informasi akan keberkahan juga dapat diperoleh oleh
tiga faktor ini yaitu; jual beli cicilan tanpa bunga, kemudahan dan pertolongan
kepada orang lain dengan adanya pemberian tempo, sedangkan pada muqaradhah
atau mudharabah didalamnya terdapat pemanfaatan manusia terhadap lainnya, dan
mencampur gandum dengan tepung sebagai makanan pokok bukan untuk dijual,
karena terkadang terdapat unsur prnipuan dan kecurangan.
1) Regulasi
8
Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Maram
“Bab Qiradh” (Darul hadis, Kairo) jilid 5, hal. 253.
a) Adanya wujud barang yang diperjualbelikan
b) Harga barang
3. Tujuan Akad (Maudhu‟ul Aqad)
4. Akad (Sighat al-„aqad)
a) Serah (ijab) ucapan oleh penjual untuk menunjukan
kerelaannya atas suatu barang untuk dijual belikan
b) Terima (qabul) ucapan oleh pembeli untuk menunjukan
kerelaan dalam bertransaksi.
9
Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah,Jakarta:Rajawali Pers, 2016, h. 55
atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh.
b) Model Kedua mirip dengan Model yang pertama, tapi perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan
pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual
pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima barang
setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan
bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh
baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih
dekat dengan murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal.
Dalam beberapa kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa
mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga
yang mengirimkan barang.10
c) Model Ketiga, model ini yang paling banyak dipraktekkan oleh
bank syariah. Bank melakukan perjajian murabahah dengan
nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan (akad Wakalah)
kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan
dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah
menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi
dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak
berhutang kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana
pinjaman. Tipe kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika
bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah dilakukan
sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik.11
10
M. Nur Rianto, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 56.
11
Abd. Shomad, “Bay Al-Murabahah (Deffered Payment Sale) Di Lingkungan Bank”,
MediaYuridika, Vol. 24, No. 1, 2009, h. 7.
2. Akad Wakalah
a. Definisi
Secara etimologi Wakalah berasal dari bahasa Arab ْال َوكَالَةyang berarti
انتفٌٌض اًانحفظyang berarti menyerahkan atau menjaga.12 Menurut Hasbi Ash-
Siddiqie Wakalah merupakan akad penyerahan kekuasaan kepada orang lain
sebagai gantinya untuk bertindak, Sementara Sayyid Sahiq mendefinisikan
Wakalah sebagai pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam
hal-hal yang boleh diwakilkan.13dalam Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-
MUI/IV/2000 disebutkan bahwa Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu
pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
.......
...
.....Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya….
Al-Baqarah 2:283
Ayat ini berkaitan dengan wakalah karna Dalam ayat ini menjelaskan
kepada pemegang amanah agar menunaikan amanatnya, dalam akad wakalah
wakil (yang diberi amanah)merupakan pemegang amanah dari muwakkil (pemberi
amanah)
12
Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar, jilid 1, (Surabaya, Bina Iman, 1995) h.283.
13
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (jakarta; PT Raja Graindo Persada;1997) h. 20
19. dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari
atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia
Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. (Al-Kahfi 18:9)
Pada ayat ini kata ٌ فابعثmerupakan landasan hukum wakalah. Yakni,
seseorang boleh menyerahkan kepada oarang lain sebagai ganti dirinya untuk
urusan harta dan hak semasa hidupnya. Pengutus seorang dalam ayat itu untuk
membeli makanan dan melihat kondisi kota.
Dasar hukum tentang wakalah juga dapat kita temukan pada hadis Rasulullah
SAW yang berbunyi;
َّ سٌ ُل
َِلل ُ ص َحابُوُ َف َقا َل َر ْ َ ظ فَ َي َّم ِب ِو أ
َ َضاهُ فَأ َ ْغه َ سهَّ َم ٌَتَقَا َ صهَّى انهَّيم
َ ًَ عهَ ٍْ ِو َ ً َّ ِأ َ َّن َر ُجالً أَت َى اننَّب
.ط ٌْهُ ِسنًّا ِمثْ َم ِسنِّ ِو
ُ أ َ ْع:َ ث ُ َّم قَال،ًق َمقَاال ِ ّ ب ْان َحِ احِ ص َ فَإ ِ َّن ِن،ُع ٌْهُ َ د:سهَّ َم َ صهَّى انهَّيم
َ ًَ عهَ ٍْ ِو ًَآ ِن ِو َ
َ َسنَ ُك ْم ق
ضا ًء (رًاه ُ فَقَا َل أ َ ْع.َللِ الَن َِجذُ ِإالَّ أ َ ْمث َ َم ِم ْن ِسنِّ ِو
َ ْ فَإ ِ َّن ِم ْن َخٍ ِْر ُك ْم أَح،ُط ٌْه ُ ٌَا َر:قَانٌُا
َّ سٌ َل
(َ ع ْن أَبًِ ُى َرٌ َْرة
َ انبخاري
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau
dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk "menanganinya". Beliau
bersabda, 'Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;' lalu sabdanya,
'Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya
(yang dihutang itu)'. Mereka menjawab, 'Kami tidak mendapatkannya kecuali
yang lebih tua.' Rasulullah kemudian bersabda: 'Berikanlah kepada-nya.
Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling
baik di dalam membayar." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).14
14
Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, Juz 2, (Beirut : Dar al Kitab al.
'Ilmiyyah, 1992). Hadist 2215/7008
15
Sayyid Sabiq, Fikih sunnah, jilid 13, (Bandung : Al-Ma‟arif, 1997), h.61
16
Fatwa DSN-MUI NO: 10/DSN-MUI/IV/2000
2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
a) Cakap hukum,
b) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
c) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Hal-hal yang diwakilkan
a) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
b) Tidak bertentangan dengan syari‟ah Islam,
c) Dapat diwakilkan menurut syari‟ah Islam.
17
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. Jakarta, 2016. h. 32
6. Biaya-biaya yang terkait langsung yang dapat diperhitungkan ke dalam
penetapan Harga Perolehan antara lain biaya pengiriman dan biaya
yang dikeluarkan oleh Bank dalam rangka memelihara dan/atau
meningkatkan nilai barang.
7. Nasabah sebagai Pembeli berjanji untuk membayar Harga Jual yang
disepakati atas Obyek Pembiayaan secara cicil atau tunai kepada Bank
pada jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati dalam
kontrak perjanjian
Sementara itu, terdapat standar Wakalah yang telah ditentukan, yaitu:18
1. Bank syariah diperbolehkan memberi kuasa melalui akad Wakalah
kepada Nasabah untuk bertindak sebagai wakil Bank syariah untuk
membeli obyek Murabahah sesuai dengan spesifikasi, kondisi,
serta harga yang telah disetujui oleh Bank.
2. Nasabah yang ditunjuk sebagai kuasa Bank berkewajiban
memeriksa Obyek Murabahah terhadap kualitas, kondisi,
pemilihan dan spesifikasi Obyek Murabahah sesuai dengan yang
telah disepakati.
3. Dalam pelaksanaan tugas Nasabah sebagai wakil Bank syariah,
Nasabah bertindak langsung untuk dan atas nama Bank syariah dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi
hakhak dan kepentingan Bank syariah dan tidak melakukan atau
melalaikan hal yang tidak sesuai dengan kewajiban dan tanggung
jawab Nasabah.
4. Wakalah dalam transaksi Murabahah dapat meliputi namun tidak
terbatas pada pemesanan obyek Murabahah, pembayaran sebagian
atau keseluruhan harga obyek Murabahah dengan dana yang
berasal dari Nasabah dan/atau Bank.
5. Dalam hal para pihak ingin melaksanakan akad pembiayaan
Murabahah sebelum Nasabah melaksanakan tugas Wakalahnya,
maka akad Murabahah berlaku efektif setelah melakukan tugas
18
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. Jakarta, 2016. h. 32
Wakalah (muallaq). Hal ini hanya bisa dilakukan ketika obyek
Murabahah memerlukan waktu untuk mendapatkannya dan harus
ditentukan jangka waktunya.
6. Nasabah yang bertindak sebagai Wakalah pihak Bank tidak
memiliki hak atau otoritas, baik secara tersirat maupun tersurat.
7. Sebagai wakil, Nasabah akan bertanggung jawab untuk membeli
dan melakukan penyerahan atas barang secara langsung dari
penyedia pada tanggal penyerahan sebagaimana disebutkan dalam
pemberitahuan transaksi yang telah disetujui oleh Bank.
8. Kepemilikan atas barang berpindah kepada Bank setelah
penyerahan barang dari penyedia kepada Nasabah sebagai wakil
Bank sesuai dengan cara yang telah ditetapkan dan disepakati lebih
lanjut dalam perjanjian.
9. Nasabah menanggung semua risiko sehubungan dengan pencurian,
kerugian, kerusakan dan musnahnya barang kecuali diakibatkan
oleh hal-hal force majeur sejak tanggal penyerahan dari penyedia
sampai dengan tanggal dimana Bank menyerahkannya kepada
Nasabah.
19
Yogi Herlambang, dkk, Konsep Keadilan Bagi Nasabah Dalam Akad Murabahah Bil
Wakalah Di Bank Syariah, jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 3 No. 2 Juli 2019 Hal.
163-180
d Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
dan
e Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
bagi hasil”20
20
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
21
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 686
Jenis pembiayaan pada bank islam akan diwujudkan dalam bentuk aktiva
produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu:
2) Pembiayaan Musyarakah
22
A Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2012, h. 192
23
Ibid h. 196
24
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, h. 101
2) Pembiayaan Salam
Dalam pengertian yang sederhana, bai‟ as-salam berarti
pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka.25
3) Pembiayaan Istishna
25
Ibid h. 108
26
Ibid h. 113
e. Penempatan
f. Penyertaan Modal
27
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 312
28
Ibid h. 313
29
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 689
akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi
lain yang berdasarkan prinsip syariah.30
30
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 313
31
Ibid, h. 314
32
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 689
33
https://kur.ekon.go.id/
pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di
Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400
unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil
5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar
menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap
sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar
3% dari total tenaga kerja nasional.34
35
Kariyono, “Implementasi Jual Beli Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah”,
(Jurnal Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Djati Bandung Vol. XV, No. 2, 2019)
dari ba‟i, musytari diberi amanah untuk membeli bahan-bahan bangunan yang
dibutuhkannya dengan syarat selama 30 (tiga puluh) hari musytari tersebut sudah
membeli bahan-bahan bangunan yang ditunjukkan dengan bukti pembelian berupa
nota ataupun faktur. Hal ini terjadi karena menurut pihak bank selaku ba‟i akan
sulit sekali apabila ba‟i yang melakukan pembelian sendiri atas barang-barang
yang diperlukan dalam renovasi rumah tersebut.
Dan yang terakhir, akad murabahah untuk persediaan modal kerja (modal
kerja barang) seperti peralatan pabrik, sama seperti akad pembiayaan murabahah
pengadaan barang lain pada umumnya, yaitu bank (ba‟i) membelikan terlebih
dahulu barang tersebut dari supplier kemudian ba‟i menjual barang tersebut pada
musytari melalui akad murabahah dengan harga sebesar harga pokok ditambah
keuntungan yang telah disepakati antara ba‟i dan musytari.36
36
Bagya Agung Prabowo, “Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa
Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia)”. Jurnal Hukum, UII
Yogyakarta, 2009
37
Lindasari, Ima Nur, “Penerapan Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan di KSPPS
BMT Al-hikmah Unggaran Kantor Cabang Gunungpati”, (Skripsi S1 UIN Walisongo, Semarang,
2017).
yaitu dalam proses pembiayaan Murabahah bil Wakalah di BMT Al- Hijrah
KAN Jabung terdapat beberapa rukun Murabahah yaitu Penjual (ba‟i), Pembeli
(musytary),Barang yang dibeli (komoditas), Harga (tsaman) yang terdiri dari
harga beli margin keuntungan dan harga jual, Pelaku akad, yaitu muwakil
(pemberi kuasa) adalah pihak yang memberikan kuasa kepada pihak lain, dan
wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi kuasa, Objek akad, yaitu taukil
(objek yang dikuasakan) dan Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.38
38
Sholihatin Khofsah, “Implementasi Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Sebagai
Upaya Untuk Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi Di Bmt Al-Hijrah Kan Jabung” (Thesis S2,
UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017)
melakukan pembayaran tangguh dikarenakan tidak membayar angsuran sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.39
39
Ficha Melina,”ImplementasiPembiayaan Murabahah Pada Baitul MalWat Tamwil
(Bmt) Kota Pekanbaru” Jurnal Ekonomi Universitas Riau, Vol 3 No.2 Juni 2020.
40
Uly Farikhul Ghafur, “Penerapan Asas Kejujuran Dan Kebenaran Dalam Akad
MurabahahTerhadap Akad Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat Menurut Fatwa DSN MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. (Skripsi S1 fakultas Syariah dan Hukum UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018)
41
Mauriska Ramadhani”Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Untuk Modal Kerja Pada
Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Bukittinggi Cabang Pasar Aur”. (Skripsi S1, Universitas
Andalas,2020).
diantaranya esensi penjual yang memiliki kewajiban dan kesanggupan untuk
menyediakan barang dan kedua esesnsi akad murabahah itu sendiri, dan
penerapan Akad murabahah pada produk pembiayaan KUR Mikro IB di PT. BRI
Syariah KCP Kebumen adalah Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai
pembeli. Bank melakukan akad murabahah dengan nasabah dan pada saat yang
sama adanya akad Wakalah(mewakilkan) kepada nasabah untuk membeli sendiri
barang yang diinginkan. Kemudian nasabah yang diberi kuasa akan diberi waktu
untuk menyerahkan bukti pembelian kepada Bank BRI Syariah sebagai bukti. BRI
Syariah juga menggunakan aspek penilaian 5C (Character, Capacity, Capital,
Collateral and Condition of Economy).42
42
Yeni Alpiyani “Implementasi akad murabahah pada produk pembiayaan KUR (Kredit
Usaha Rakyat) Mikro IB di PT. BRI Syariah KCP Kebumen”. (Skripsi S1, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam ,Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019)
Pada praktik transaksi Murabahah bil Wakalah yang terjadi di bank BRISyariah
ini identik dengan bai‟ ma laisaindak dan tidak sah transaksinya secara Syariah.43
43
Rini Astriani “Pelaksanaan akad Murabahah Bil Wakalah dalam produk Program
pembiayaan kepemilikan Emas Batangan di BRISyariah Cabang Bandung” (Skripsi S1, UIN
Sunan Kali Djati Bandung, 2013)
44
R. Andriana Meirani dkk, Penerapan Akad Murabahah pada Produk MULIA di
Pegadaian Jalancagak Menurut Perspektif Ekonomi Syariah, Jurnal Eksisbank Vol. 4 No. 1 Juni
2020
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang analisis datanya bersifat induktif dan hasil
penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi.45 Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam pada suatu data, di mana
data tersebut bersifat deskriptif yang mengandung makna yang sering bertujuan
menghasilkan hipotesis dari penelitian lapangan.46
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian hukum yang
dalam hal ini adalah penelitian pustaka (Library Research) karena
desainpenelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara
sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian.
Penelitian yang berfokus pada penjelasan sistematis dan analisis dari fakta yang
diperoleh saat penelitian dilakukan mengenai pelaksanaan akad murabahah bil
45
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 54.
46
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 145.
35
Wakalah pada produk pembiayaan KUR.47Jenis ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti
mungkin tentang objek yang diteliti.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) di mana di penelitian ini akan menelaah fatwa dan regulasi yang
berkaitan dengan isu hukum yang sedang dianalisis. Bagi penelitian untuk
kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu
regulasi dengan regulasi lainnya. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.48
47
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), h. 13
48
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133
49
Ibid. h. 135
ditujukan kepada pegawai bank BSI KC Matraman, data primer lainya
adalah fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000
Selain itu, dalam penelitianini juga dilakukan cek dan ricek yaitu
pengecekan data menggunakan beragam sumber (triangulasi), teknik, dan waktu
untuk memastikan data yang didapatkan adalah data yang benar. Cara yang
digunakan adalah wawancara, pengamatan dan analisis dokumen. Dalam
50
Djarwanto, Statistik Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2001), h. 9
51
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014), h. 51
penelitian ini,menggunakan triangulasi teknik. Di mana penelitian ini melakukan
pengumpulan data dengan teknik yang berbeda untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan, yaitu wawancara dan studi dokumentasi.52
52
Nusa Putra, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 189
F. Kerangka Konseptual (Framework Analisys)
Nasabah Nasabah
Regulasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
SYARAT PERMOHONAN
NO Ketentuan Deskripsi
1 Pekerjaan Nasabah Pengusaha/Wiraswasta
1. Minimal 21 tahun atau telah menikah untuk
usia ≥ 18 tahun.
2 Usia Nasabah
2. Maksimal 65 tahun pada saat akhir jangka
waktu Pembiayaan.
1. Copy E-KTP (pemohon & pasangan
3 Syarat Dokumen nikahnya)).
2. Copy Kartu Keluarga dan Buku Nikah.
53
https://kur.ekon.go.id/
40
3. Copy NPWP pribadi (khusus permohonan
dengan nilai > Rp 50 Juta).
4. Copy SIUP, TDP, atau surat izin usaha
lainnya.
SHM, SHGB, SHMRS, AJB/Letter C/Girik,
4 Jaminan Pembiyaan Petok D (plafon s.d Rp 75 Juta), BPKB,
SHPTU/SIPTU, Deposito.
5 Ketentuan Lainnya Membuka Rekening Di Bank Syariah Indonesia
Bank BSI merupakan salah satu perbankan yang ditunjuk oleh pemerintah
sebagai bank penyalur KUR.Berdasarkan wawancara dengan Bapak Fajar
Tristanto selaku AOM Bank BSI KC Matraman, mekanisme pembiayaan KUR
pada BSI KC Matraman adalah sebagai berikut :
a. Tahap Sales
Tahap sales merupakan tahap awal dalam pembiayaan KUR. seperti
sales pada umumnya, tujuan dari tahap ini adalah mencari nasabah
untuk melakukan pembiayaan. Tahap sales dalam BSI KC Matraman
dilakukan oleh Account Officer Micro (AOM). Dalam tahap ini sales
mempromosikan produk KUR kepada calon nasabah. Adapun tahap
dari proses salles ini adalah :
a) Prospecting Prospecting
adalah kegiatan untuk mencari prospek yang dilakukan oleh AOM.
Dalam hal ini prospeknya adalah nasabah yang akan melakukan
pembiayaan KUR. AOM harus bisa membidik pasar dan
menemukan target yang tepat. Sebelumnya AOM juga harus
mengetahui sektorsektor apa saja yang boleh dibiayai oleh BSI KC
Matraman. AOM juga harus menghindari sector-sektor yang
dilarang oleh islam, seperti tempat produksi minuman keras dan
sejenisnya.
b) Canvasing
Setelah AOM memiliki daftar prospek atau daftar calon
nasabah yang akan dibidik, maka langkah selanjutnya adalah
canvasing. Dalam hal ini canvasing berarti melakukan kontak
langsung dengan nasabah. Canvasing yang dilakukan oleh AOM
biasanya langsung menemui calon nasabah ke pasar ataupun ke
tempat usaha calon nasabah. Selain melakukan canvasing secara
langsung, AOM juga bisa melakukan canvasing melalui telepon
ataupun e-mail.
c) Presentation
Setelah bertemu langsung dengan nasabah, maka tahap
selanjutnya adalah presentation. Presentation disini berarti AOM
mempresentasikan atau menjelaskan kepada calon nasabah
mengenai produk KUR. Tujuan dari presentation ini adalah agar
nasabah tahu dan paham mengenai produk KUR. Dalam
melakukan presentasi produk, AOM biasanya membagikan
beberapa brosur kepada calon nasabah.
d) Handling Objection
Setelah melakukan presentasi produk kepada calon
nasabah, maka langkah selanjutnya adalah headling objection.
Headling objection disini berarti AOM menerima pertanyaan-
pertanyaan dan juga menangani keberatan dari calon nasabah
mengenai produk KUR yang sebelumnya telah dijelaskan oleh
AOM. Tujuan dari adanya headling objection adalah agar calon
nasabah merasa yakin dan tidak ragu jika melakukan pembiayaan
KUR di Bank BSI.
e) Closdeal
Tahap closdeal merupakan tahap terakhir dalam proses
sales. Dalam tahap ini AOM memperoleh persetujuan dari calon
nasabah untuk melakukan pembiayaan KURdi Bank BSI.
Selanjutnya, calon nasabah akan mengumpulkan data dan
persyaratan untuk melengkapi pengajuan pembiayaan KUR di
Bank BSI.
54
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2011, h. 120
pembiayaan calon nasabah. Dengan adanya BI Checking ini
maka bank akan mengetahui informasi pembiayaan
nasabah. Dengan begitu bank akan menilai apakah calon
nasabah tersebut layak diberikan pembiayaan atau tidak.
Karena dari BI Checking Bank BSI akan mengetahui
masalah kelancaran pembiayaan yang dilakukan calon
nasabah, dan juga Bank BSI dapat mengetahui apakah
calon nasabah masuk dalam Daftar Hitam Nasional (DHN)
atau tidak. Dengan adanya BI Checking maka Bank BSI
juga dapat mengetahui apakah nasabah sebelumnya sudah
pernah menerima fasilitas pembiayaan KUR dari lembaga
keuangan lain. Pada Bank BSI, BI Checking biasanya
dilakukan dibagian Area Support.
c. Tahap Komite
55
Hasil wawancara dengan Bapak Fajar Tristanto pada Tanggal 22 September 2021
B. Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/VI/2000 PadaProduk Pembiayaan KUR di Bank BSI KC.
Matraman
Akad pembiayaan Murabahah merupakan akad dengan prinsip jual beli
sehingga syarat-syaratnya juga harus sesuai dengan jual beli dalam hukum Islam.
Akad jual beli dalam hukum Islam dapat diartikan sebagai memindahkan milik
(hak milik) dengan ganti (mendapat bayaran) yang dapat dibenarkan (sah menurut
hukum) dan salah satu rukun dan syarat jual beli adalah adanya syarat yang
mewajibkan benda harus berada di tangan penjual.
Pada dasarnya jual beli adalah tindakan memindahkan hak milik sehingga
apabila Bank Syariah tidak memiliki barang yang akan dijual kepada nasabah
maka tidak akan terjadi pemindahan hak milik sehingga tidak dapat digolongkan
dalam akad pembiayaan Murabahah karena akad pembiayaan Murabahah adalah
akad yang berdasar pada prinsip jual beli dan ada unsur pemindahan kepemilikan
barang didalamnya.
56
(Peraturan MahkamahAgung Nomor 02 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, 2008).
57
Az-Zuhaili, W. (2011). Fiqih Islam Wa Adilatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Wakalah didalamnya karena pihak Banktidak ingin kesulitan memenuhi barang
yang diinginkan Nasabah. Berdasarkan pernyataan pihak BSI KC Matraman
tersebut maka alasan digunakannya Wakalah adalah agar mempermudah pihak
BSI KC Matraman. Hal ini disebabkan pihak Bankyang dalam hal ini sebagai
Ba‟itidak dapat mengurus semuanya secara keseluruhan perihal penyediaan
barang. Pihak Bankmenyertakan akad Wakalah karena pembiayaan ini merupakan
pembiayaan modal kerja sehingga dapat memudahkan nasabah membeli barang
yang diinginkan.
58
Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,, Jakarta: Gema Insani, 2008, hlm. hlm 106
59
Atang Abd Hakim, Fikh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke Dalam
Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 213
60
Ibnu Rusyd, Bidayah Mujtahid., jilid 2, hlm. 844
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. Sedangkan pembiayaan
investasi ialah investasi atau penggandaan barang konsumtif.61 Dan dari kedua
jenis pembiayaan tersebut yang mekanismenya relevan dengan akad Murabahah
adalah pembiayaan yang kedua atau pembiayaan investasi/penggandaan barang
atau pembiayaan konsumtif lainnya. Adapun pembiayaan yang pertama atau
modal kerja lebih baik menggunakan akad mudharabah.62
Seperti yang sudah dijelaskan di sub bab diatas bahwa Bank BSI KC
Matraman menggunakan Akad jual beli Murabahahdalam pembiyaan KUR ,Akad
ini discbut juga dengan akadMurabahah bil Wakalah karena terdapat akad
tambahan yaitu akad Wakalah. Dalam jual beli atau pembiayaan KUR ini, sistem
yang diterapkan adalah pihak penjual (bank) mewakilkan pembcliannya kepada
nasabah, dalam hal ini bank BSI KC Matraman melakukan akad Murabahah dan
akad Wakalah secara bersamaan, menurut bapak Fajar Tistranto hal ini dilakukan
untuk memudahkan transaksi antara nasabah dan bank.
Hal tersebut jelas belum sesuai dengan ketentuan pertama butir 9 Fatwa
DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah menyatakan bahwa jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjdi milik bank. Jelas disebutkan disana bahwa persyaratan pembiayaan
Murabahah yang berkenaan dengan obyek yang diperjualbelikan adalah bahwa
barang merupakan hak milik penuh yang berakad. Alasan agar lebih sederhana
prosesnya atau agar kedua pihak yaitu pihak Bank (Ba‟i) dan Nasabah (Musytari)
tidak repot serta agar barang sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh Musytari
maka hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk merubah alur yang memang
seharusnya ada. ketika Bank Syariah masih melakukan seperti sekarang ini, maka
hal itu dapat menyebabkan jual beli gharar karena dalam jual beli tersebut barang
tidak bisa diserahkan kepada Nasabah, dan dengan demikian hal tersebut sama
61
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Akademi Manajemen
YKPN, 2005, hlm. 16-22
dengan pembiayaan di bank konvensional yang hanya memberikan pembiayaan
dana saja.
Pada Murabahah harus ada barang riil beredar dari satu tangan ke tangan
lain, akan tetapi yang terjadi hanyalah perpindahan barang dari tangan pemasok
langsung ke Musytari tanpa melalui Ba‟i. Penyerahan barang dilakukan oleh
pemasok langsung kepada Musytari dengan persetujuan dan sepengetahuan Ba‟i.
Tentu saja hal ini terkesan bahwa Musytari melakukan jual beli dengan pemasok
bukan dengan pihak Ba‟i karena barang yang diperjualbelikan dari pemasok
langsung diserahkan kepada Musytari dan Ba‟i tidak terlibat langsung dalam
proses pembelian barang tersebut sehingga menimbulkan unsur gharar atau
ketidakjelasan dalam pembelian barang. Pembelian barang yang menimbulkan
unsur gharar tersebut ditegaskan dalam Hadist Riwayat Muslim dari Abu
Hurairah ra berkata bahwa “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara
melempar batu dan jual beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan
tempatnya)”. (HR.Muslim). 63
Hadits ini menyatakan bahwa kita tidak boleh menjual suatu barang yang
belum berada di bawah kekuasaan kita (belum diterima dari penjual). Hadits yang
melarang jual beli sebelum barang yang dijual itu berada dalam kepemilikan atau
resiko penjual adalah hadits nabi SAW yaitu dari Hakim Ibn Hizam
(diriwayatkan) bahwa Rasullah SAW bersabda: Jangan engkau menjual barang
yang tidak ada padamu (HR Abu-Dawd, al Baihaqi, Ahmad, at Tabarani dan Abd
ar Razzaq). Hal ini berarti bahwa jika Ba‟i akan menjual obyek Murabahah
kepada Musytari dari pemasok maka barang tersebut harus dimiliki oleh Ba‟i
63
Muhammad. mam Al Hafizh Abu Isa bin Isa bin Surah At Tirmidzi, Terjemahan Sunan
At Tirmidzi. Semarang: CV Asyifa, 1992. hlm 155
64
Rusyid, I. Terjemahan Bidayatul Mujtahid Jilid 3. Semarang: CV.Asyifa, hlm 177
terlebih dahulu kemudian baru dapat dijual kepada Musytari sehingga tidak
menimbulkan unsur gharar pada pembelian barang.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa
kesimpulan terkait “Kesesuaian Akad Murabahah bil Wakalah dengan Fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/VI/2000 Pada Produk Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat di Bank Syariah Indonesia (BSI) KC. Matraman”. Yaitu:
59
pembelian. Dengan demikian barulah mekanisme tersebut akan sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad jual-
beli Murabahah.
B. SARAN
Berdasarkan pembahasan penelitian tersebut peneliti memiliki beberapa saran
yang perlu di tindak lanjuti agar mekanisme akad yang ada pada Lembaga
Keuangan Syariah khususnya Bank Syariah Indonesia kedepannya menjadi lebih
baik dan sesuai dengan regulasi yang ada;
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Antonio Syafii, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2008).
Nusa Putra, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. (Jakarta: PT Indeks, 2011).
61
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Murabahah. (Jakarta, 2016).
Syafi‟i Antonio Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001).
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2010).
Regulasi
Skripsi
Jurnal
Yogi Herlambang, dkk, Konsep Keadilan Bagi Nasabah Dalam Akad Murabahah
Bil Wakalah Di Bank Syariah, rnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 3
No. 2 Juli 2019 Halaman 163-180
Internet
https://kur.ekon.go.id/
https://www.ukmindonesia.id/
LAMPIRAN