Anda di halaman 1dari 81

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK


PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN
BANK SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan
Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)

Oleh:
MUHAMMAD HILMI ARFA BIN JOELIYAN
NIM. 0206192025

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2023 M/1444 H
HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA


KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN BANK SUMUT
CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam Ilmu
Syari’ah pada Jurusan Hukum
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara

Oleh:
MUHAMMAD HILMI ARFA BIN JOELIYAN
NIM. 0206192025

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2023 M/1444 H
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

i
Skripsi Berjudul:
TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN BANK SUMUT
CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)

Oleh:
MUHAMMAD HILMI ARFA BIN JOELIYAN
NIM. 0206192025

Dapat Disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H.) pada Program Studi Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara
Medan, 2023
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rajin Sitepu, S.H, M.Hum Rasina Padeni Nasution, MH.


NIP : 196603091994031004 NIP : 199301042019032013
Mengetahui:
Ketua Prodi Hukum
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Dr. Adlin Budhiawan, S.H, M. Hum


NIP: 198205102009011014
HALAMAN PENGESAHAN

ii
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP
TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN
BANK SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)” atas nama Muhammad Hilmi Arfa Bin Joeliyan, NIM
0206192025 Program Studi Hukum telah dimunaqasyiahkan dalam siding Munaqasyah
Fakultas Syari’ah dan Hukum UINSU, pada tanggal……………2022. Skripsi ini terlah
memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum.
Medan, .................. 2023
Panitia Sidang Munaqasyah Skripsi
Program Studi Hukum

Ketua Sekertaris

(____________________) (____________________)
NIP: NIP:

Anggota:

(____________________) (____________________)
NIP: NIP:

(____________________) (____________________)
NIP: NIP:

ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN BANK SUMUT

iii
CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)
Muhammad Hilmi Arfa Bin Joeliyan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan yuridis dan kriminologis


terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Wakil Pimpinan Bank Sumut
Cabang Pembantu Galang dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus
untuk mengkaji putusan Pengadilan Negeri Medan dari tahun 2021 tentang kasus tindak
pidana korupsi untuk mengetahui perkembangan putusan hakim serta alasan yang
digunakan hakim untuk memutus perkara tersebut.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan hukum pidana materiil
terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa RAMLAN, SE bersama
dengan LEGIARTO dan SALIKIN pada putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
telah tepat dan memenuhi unsur delik sebagaimana dakwaan subsidair yang telah
dibuktikan oleh majelis hakim yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana “korupsi secara bersama-sama dengan berlanjut”.
Mengenai Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan pidana
tambahan yang disebutkan dalam KUHP terungkap dalam persidangan bahwa tidak ada
satu pun bukti yang menerangkan bahwa Terdakwa menerima atau menikmati uang
korupsi tersebut. Maka dengan demikian Terdakwa RAMLAN, SE. tidak harus
membayar uang pengganti sesuai dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang
membayar uang pengganti karena SALIKIN menerima atau menikmati uang korupsi.
Hal itu juga serupa juga dengan perbuatan Terdakwa LEGIARTO dalam putusan
Nomor 85/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mdn bahwa dalam persidangan tidak ada satu pun
bukti yang menerangkan bahwa Terdakwa menerima atau menikmati uang korupsi
tersebut. Maka Terdakwa LEGIARTO tidak harus membayar uang pengganti sesuai
dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang membayar uang pengganti karena
SALIKIN menerima atau menikmati uang korupsi.
Tindakan hakim juga sudah adil bahwa Terdakwa tidak harus membayar uang
pengganti sesuai dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang membayar uang
pengganti karena SALIKIN menerima atau menikmati uang korupsi. Faktor-faktor yang
menyebabkan Terdakwa melakukan kejahatan korupsi dari aspek pemberi terjadi karena
adanya kepentingan, lemahnya moral dan penegakan hukum, dan
adat/budaya/kebiasaan. Sedangkan modus Terdakwa dalam melakukan kejahatan
korupsi, di antaranya adalah modus menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau
korporasi, modus menyalahgunakan kewenangan, modus merugikan keuangan negara,
dan modus gratifikasi.
Kata Kunci: Yuridis, Kriminologis, Tindak Pidana Korupsi, Bank
KATA PENGANTAR

iv
Puji dan syukur kepada Allah SWT penulis ucapkan, karena atas izin dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kemudahan dan
tepat waktu. Selawat dan salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya, semoga kita mendapat syafa’atnya di hari akhir kelak.
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis tidak sendiri, melainkan ada beberapa
pihak yang terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini, terutama penulis berterima kasih
kepada kedua orang tua penulis yang memberikan semangat dan dukungan untuk
menyusun skripsi ini. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Syahrin Harahap, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. H. Ardiansyah, Lc., M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Adlin Budhiawan, S.H., M.Hum selaku Kepala Prodi Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
4. Bapak Zaid Alfauza Marpaung, S.H., M.Hum selaku Sekertaris Prodi Hukum
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
5. Bapak Rajin Sitepu, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skrispi I yang
telah memberikan banyak ide dan arahan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Rasina Padeni Nasution, SH., MH. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan banyak ide dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
7. Bapak Hendra Sirait S.E beserta pihak di PT Bank Sumut Koordinator Medan
yang telah memberikan izin dan informasi terkait penelitian penulis.
8. Teman-teman tercinta yang selalu memberi motivasi penulis, Fadli Azmi,
Pratiwi Nurhayati, Dewana Syahputra, Salsabila Anjani, Muhammad Ridoan,
Rizky Nasution, M. Ardiansyah Rangkuti, Rahmat Firdaus, Rizky Amalia, dan
Taufik Hidayat.

v
9. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum khususnya angkatan 2019
kelas Hukum B.
Penilis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan dari para pembaca
sehingga dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
.............................................................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

vi
........................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................................................................................................
iii
ABSTRAK
.............................................................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR
.............................................................................................................................................
v
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................................................................................
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
.........................................................................................................................................
6
E. Kajian Terdahulu
6
F. Metode Penelitian
7

vii
1. Jenis Penelitian
....................................................................................................................................
7
2. Pendekatan Penelitian
....................................................................................................................................
8
3. Sumber Data
....................................................................................................................................
8
4. Metode Pengumpulan Data
....................................................................................................................................
9
5. Analisis Data
....................................................................................................................................
9
G. Sistematika Penulisan
.........................................................................................................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
.............................................................................................................................................
11.........................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
A. Tinjauan Umum Tentang Kriminologi
...................................................11
1. Pengertian Kriminologi
....................................................................................................................................
11
2. Teori-Teori Kriminologi
....................................................................................................................................

viii
12
3. Penyebab Terjadinya Kejahatan
....................................................................................................................................
14
4. Upaya Penanggulangan Kejahatan
....................................................................................................................................
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
...................................................15
1. Pengertian Tindak Pidana
....................................................................................................................................
15
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
....................................................................................................................................
17
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
....................................................................................................................................
18
C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Korupsi
.........................................................................................................................................
19
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
....................................................................................................................................
19
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
....................................................................................................................................
21
3. Hukuman Tindak Pidana Korupsi
....................................................................................................................................
22

ix
D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim
.........................................................................................................................................
24
1. Pengertian Putusan Hakim
....................................................................................................................................
24
2. Bentuk Putusan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
....................................................................................................................................
26
3. Dasar-Dasar Penjatuhan Putusan Hakim
....................................................................................................................................
26
BAB III: DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
.............................................................................................................................................
30
A. Posisi Kasus
.........................................................................................................................................
30
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
.........................................................................................................................................
34
C. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
.........................................................................................................................................
35
D. Amar Putusan
.........................................................................................................................................
BAB IV: TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PUTUSAN
NOMOR 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
.............................................................................................................................................

x
36.........................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
A. Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
...................................................36
1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
....................................................................................................................................
2. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
....................................................................................................................................
3. Pertimbangan Hakim
....................................................................................................................................
36
4. Amar Putusan
....................................................................................................................................
44
....................................................................................................................................
B. Tinjauan Kriminologis Terhadap Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
...................................................50
1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terdakwa Melakukan Kejahatan Korupsi
...............................................50
2. Modus Terdakwa Dalam Melakukan Kejahatan Korupsi
...............................................58
BAB V PENUTUP
.............................................................................................................................................
64
A, Kesimpulan
.........................................................................................................................................
64
B. Saran
.........................................................................................................................................

xi
65
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................................................
67

xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, yang berarti bahwa Negara
Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Hukum
mempunyai arti penting dalam setiap aspek kehidupan, pedoman tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, dan hukum yang mengatur
semua kehidupan Indonesia. Setiap tindakan warga negara diatur dengan hukum,
setiap aspek mempunyai aturan, peraturan, dan ketentuannya masing-masing.
Hukum menetapkan apa yang boleh dilakukan, apa yang harus dilakukan, dan apa
yang dilarang.
Salah satu bidang dalam hukum adalah hukum pidana yang mengatur tentang
aturan perbuatan tertentu yang dilarang. Yang disebut tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang mana disertai ancaman atau
sanksi. Salah satu tindak pidana yang selalu menjadi perhatian di Indonesia adalah
tindak pidana korupsi. Korupsi bukanlah hal yang asing di berbagai negara
manapun. Korupsi di Indonesia bahkan tergolong extra-ordinary crime atau
kejahatan luar biasa karena telah merusak keuangan Negara dan potensi ekonomi
Negara serta meluluhkan pilar-pilar sosio budaya, politik, moral, dan tatanan
hukum keamanan nasional.2
Permasalahan korupsi terus menodai bangsa Indonesia ini dan masih terus
berlanjut dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam dua dekade terakhir ini,
peningkatan korupsi yang sangat memuncak paling tidak sejak tahun 2004 hingga
tahun 2019 diikuti dengan masifnya pemberantasan korupsi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tahun 2005 saja, berdasarkan data Pasific
Economy and Risk Consultancy, Indonesia menempati negara yang melakukan

1
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 13.

1
korupsi urutan pertama di Asia. Apabila dilihat dari kenyataan sehari-hari korupsi
hampir terjadi di setiap aspek kehidupan masyarakat dan tingkatan kehidupan
masyarakat. Dimulai dari mengurus izin mendirikan bangunan, proyek pengadaan
di instansi pemerintah sampai dengan proses untuk menegakkan hukum.3
Korupsi merupakan penyakit yang belum dapat disembuhkan dan telah
menjangkiti hingga saat ini yang menyebar ke semua sektor pemerintah bahkan
sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara. Hal ini dapat ditegaskan bahwa
korupsi Tiu sendiri selalu berkembang dan berawal di sektor pemerintahan umum
dan perusahaan-perusahaan milik negara. Dengan bukti-bukti yang nyata dengan
kekuasaan itu sendiri, perusahaan milik negara dan pejabat umum dapat memeras
dan menekan orang-orang yang membutuhkan jasa pelayanan dari pemerintah
maupun BUMN.4
Korupsi masih menjadi persoalan yang sering terjadi di Indonesia.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2018 Indonesia menempati
posisi urutan ke-89 dari 180 negara. Nilai yang diperoleh Indonesia yakni nilai 38
dengan skala 0-100, semakin tinggi nilainya maka semakin rendah korupsi di
negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilainya maka semakin
tinggi korupsi di negara tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun 2017, Indonesia
menempati posisi urutan ke-96 dengan nilai 37. Peningkatan 1 (satu) poin dalam
IPK tersebut tidak menjadikan penegakan hukum dalam memberantas korupsi
maksimal meskipun dari segi posisinya meningkat. Kondisi dan situasi ini perlu
menjadi bahan penilaian atau evaluasi bagi aparat penegak hukum dalam
penyusunan strategi untuk pemberantasan korupsi.5
Pada tahun 2018 ICW menemukan 454 kasus tindak pidana korupsi yang
ditangani oleh penegak hukum. Jumlah tersangka yang ditetapkan yaitu sebanyak

3
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi Buku Panduan untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: KPK, 2006), hlm. 1
4
Romli Atmasasmita, Sekitar Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, (Bandung:
CV. Mandar Maju, 2004), hlm. 1.
5
Wana Alamsyah dkk., Laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2018, (Jakarta: ICW,
2018), hlm.1.

2
1.087 orang dengan bermacam-macam latar belakang profesi. Jumlah kerugian
negara yang berhasil ditemukan oleh penegak hukum adalah Rp. 5,6 triliun.
Jumlah nilai suap sebesar Rp. 134.700.000.000,00. Jumlah pungutan liar sebesar
Rp. 6.700.000.000,00. Dan jumlah pencucian uang sebesar Rp.
91.000.000.000,00. Dari hasil penemuan umum yang diperoleh, ICW mencoba
untuk melakukan pemetaan jumlah variabel, antara lain: daerah, lembaga, modus,
sektor, aktor, dan kinerja penegak hukum.6
Di Indonesia, terdapat juga kasus korupsi pada bank, seperti kasus korupsi
pada Bank Jateng di cabang Blora dan cabang Jakarta yang dilakukan oleh
pimpinan Bank Jateng Cabang Jakarta dan Direktur PT Garuda Technology yang
merugikan keuangan negara mencapai Rp. 597,97 miliar 7 dan kasus korupsi Bank
pembangunan daerah Jawa Barat yang dilakukan oleh Direktur Umum Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat yang merugikan negara sebesar Rp. 37 miliar.8
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis mencoba mengkaji kasus korupsi
yang serupa dengan penjelasan tersebut, yaitu kasus korupsi yang dilakukan oleh
Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Galang dengan terdakwa Ramlan
SE, yang didakwa telah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn terdakwa dinyatakan terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara
bersama-sama yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama 13 tahun dan denda
masing-masing Rp. 750.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

6
Ibid., hlm. 4.
7
TEMPO.CO, Jakarta, “Kasus Korupsi Bank Jateng, Pimpinan Cabang Jakarta Diduga
Terima Fee Rp1,6 M”, https://nasional.tempo.co/read/1543919/kasus-korupsi-bank-jateng-
pimpinan-cabang-jakarta-diduga-terima-fee-rp16-m diakses pada tanggal 9 Desember 2022.
8
Indonesia Corrupt Watch, “KPK Tangkap Mantan Direktur Bank Pembangunan Daerah
Jawa Barat,” https://antikorupsi.org/id/article/kpk-tangkap-mantan-direktur-bank-pembangunan-
daerah-jawa-barat diakses pada tanggal 9 Desember 2022.

3
dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan. Dalam
putusan tersebut terdakwa Ramlan SE, telah melakukan perbuatan
menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatannya dan
perbuatan terdakwa bersama dengan Legiarto dan Salikin telah merugikan
keuangan Negara sebesar Rp. 35.153.000.000,00.
Sebagaimana dalam putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn dan
putusan Nomor 85/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn Majelis Hakim memutuskan
bahwa terdakwa Ramlan SE dan Legiarto sama-sama diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam putusan Nomor
84/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa
Salikin diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 18 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP. Dari ketiga putusan di atas memiliki penjatuhan hukuman dan tuntutan
yang berbeda. Majelis hakim dalam memutus perkara melihat pada nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat.
Dalam amar putusan Nomor 84/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn Majelis Hakim
memutuskan bahwa terdakwa Salikin divonis pidana penjara 13 tahun, denda Rp.
750.000.000,00 dan uang pengganti sebesar Rp. 35.153.000.000,00. Sedangkan
dalam amar putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn dan putusan Nomor
85/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa
Ramlan SE dan Legiarto hanya divonis pidana penjara 13 tahun dan denda Rp.

4
750.000.000,00. Sedangkan menurut penulis, memberikan penjatuhan hukum
membayar uang pengganti sebesar Rp. 35.153.000.000,00 yang hanya dijatuhkan
kepada terdakwa Salikin akan menimbulkan persepsi sosial yang salah pada
masyarakat. Yaitu masyarakat akan menilai bahwa, seberapa pun kerugian negara
yang dilakukan oleh ketua pimpinan, wakil pimpinan, dan debitur akan dihukum
dengan penjatuhan hukuman yang sama.
Dari uraian di atas, mendorong keingintahuan penulis untuk meneliti atau
mengkaji lebih jauh tentang tindak pidana korupsi serta mengkaji putusan yang
dijatuhkan kepada terdakwa Ramlan SE, bersama dengan Legiarto dan Salikin
yang masing-masing didakwa dan dituntut secara terpisah, sehingga penulis
memilih judul "TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP
TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN
BANK SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)".
B. Rumusan Masalah
Berhubungan dengan uraian di atas dan untuk membatasi pokok penelitian
atau kajian, maka penulis akan mengidentifikasi beberapa permasalahan atau
persoalan yang akan dibahas dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh wakil pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang
dalam putusan nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn?
2. Bagaimana tinjauan yuridis dan kriminologis terhadap tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh wakil pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang
sebagaimana dalam putusan nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak Pidana
Korupsi yang dilakukan oleh wakil pimpinan Bank Sumut cabang pembantu
Galang dalam putusan nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn.

5
2. Untuk mengetahui tinjauan kriminologis kejahatan korupsi yang dilakukan
oleh wakil pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang sebagaimana
dalam putusan nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu hukum pidana
khususnya tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh wakil pimpinan
Bank Sumut cabang pembantu Galang.
2. Sebagai sumbangan pemikiran atau masukan kepada pihak aparat penegak
hukum, khususnya dalam menangani kasus tindak pidana korupsi di wilayah
hukum Medan.
E. Kajian Terdahulu
Tinjauan yuridis dan kriminologis terhadap tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh wakil pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang (Analisis
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn) adalah hal yang masih termasuk
baru. Tetapi penulis meyakini telah banyak sebelumnya peneliti-peneliti yang
mengangkat tentang tinjauan yuridis dan kriminologis terhadap tindak pidana
korupsi sebagai tema dalam berbagai penelitian. Namun berdasarkan bahan
pustaka dan pemeriksaan melalui internet maupun penelusuran kepustakaan dari
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan universitas lainnya, penulis tidak
menemukan penelitian dengan tema dan pembahasan yang sama seperti yang
penulis teliti terkait "TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS
TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH
WAKIL PIMPINAN BANK SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG
(Analisis Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)".
Andi Cakrawala Santoso dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
mengangkat judul skripsi "Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Korupsi Terhadap
Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Pendidikan Yang Berada Di

6
Kota Makassar (Studi Putusan Nomor: 58/Pid.Sus.TPK/2017/PN.Mks)".9 Skripsi
ini memiliki kemiripan dari segi tindak pidana dan literatur yang dikaji. Namun
yang menjadi perbedaan adalah lokasi, nomor putusan, dan pelaku tindak pidana
korupsi tersebut. Skripsi ini hanya mengkaji tinjauan yuridis tindak pidana
korupsi, sedangkan penulis mengkaji tinjauan yuridis dan kriminologis terhadap
tindak pidana korupsi tersebut.
Azharul Nugraha Putra Paturasi dari Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin mengangkat judul skripsi "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Korupsi yang Dilakukan oleh Karyawan Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus
Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks)".10 Skripsi ini juga memiliki
kemiripan dari segi tindak pidana dan literatur yang dikaji. Namun yang menjadi
perbedaan adalah lokasi, nomor putusan, dan pelaku tindak pidana korupsi
tersebut. Skripsi ini juga hanya mengkaji tinjauan yuridis tindak pidana korupsi,
sedangkan penulis mengkaji tinjauan yuridis dan kriminologis terhadap tindak
pidana korupsi tersebut.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu
penelitian yang berfokus untuk mengkaji putusan Pengadilan Negeri Medan dari
tahun 2021 tentang kasus tindak pidana korupsi untuk mengetahui perkembangan
putusan hakim serta alasan yang digunakan hakim untuk memutus perkara
tersebut. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang berlaku dalam masyarakat, dan
menjadi acuan perbuatan setiap orang. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan

9 ?
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh
Penyelenggara Pendidikan Yang Berada Di Kota Makassar (Studi Putusan Nomor:
58/Pid.Sus.TPK/2017/PN.Mks), http://repository.unhas.ac.id/6172/2/B11114519_skripsi%201-
2.pdf diakses pada tanggal 9 Februari 2023.
10 ?
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Karyawan Badan
Usaha Milik Negara (Studi Kasus Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks),
https://core.ac.uk/download/pdf/78942206.pdf diakses pada tanggal 9 Februari 2023.

7
dengan penelitian atau daftar sekunder saja.11
2. Pendekatan Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan analitis (analytical approach) dalam
penelitian ini. Pendekatan analitis adalah usaha dalam mengetahui makna istilah
yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus
mengetahui penerapan hukum dalam praktik dan putusan hukum.12
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data yang didapat atau diperoleh peneliti dari penelitian dokumen dan
kepustakaan yang merupakan hasil penelitian orang lain, yang sudah tersedia
dalam bentuk buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan atau
milik pribadi. Dalam penelitian hukum data sekunder mengandung bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer terdiri dari Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHP,
KUHAP, dan Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn.
b. Bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder terdiri dari pendapat
hukum dan bukan hukum yang diperoleh dari buku, kamus, kamus
hukum, hasil penelitian, internet, dan dua hakim Pengadilan Negeri
Medan untuk melengkapi data yang dibutuhkan.
4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian
yang berfokus untuk mengkaji putusan Pengadilan Negeri Medan dari tahun 2021
tentang kasus tindak pidana korupsi untuk mengetahui perkembangan putusan

11
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 13-14.
12 ?
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media
Publishing, 2008), hlm 268.

8
hakim serta alasan yang digunakan hakim untuk memutus perkara tersebut dengan
mengumpulkan data yang dilakukan dengan mempelajari bahan hukum primer
dan sekunder.
5. Analisis Data
Adapun bahan hukum yang diperoleh dari penelitian studi kepustakaan,
aturan perundangan, dan putusan pengadilan tentang kasus tindak pidana korupsi
dimaksud penulis untuk menguraikan dan menghubungkan sehingga disajikan
dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Bahan hukum yang ada tersebut dianalisis untuk melihat
perkembangan pemikiran hakim Pengadilan Negeri Medan dalam memutuskan
perkara tentang kasus tindak pidana korupsi.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis dan berurutan sehingga
dapat diperoleh gambaran yang terarah dan jelas. Adapun sistematika penulisan
dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kajian terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang tinjauan umum tentang
kriminologi, tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang
kriminologi, tindak pidana, tindak pidana korupsi, dan tinjauan umum tentang
putusan hakim.
BAB III: PENERAPAN HUKUM PIDANA MATERIIL TERHADAP
TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL
PIMPINAN BANK SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)
Pada bab ini penulis akan menganalisa tentang posisi kasus, dakwaan jaksa

9
penuntut umum, tuntutan jaksa penuntut umum, pertimbangan hakim, amar
putusan, dan analisis penulis.
BAB IV: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH WAKIL PIMPINAN BANK
SUMUT CABANG PEMBANTU GALANG (Analisis Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn)
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan
Wakil Pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang melakukan kejahatan
korupsi, modus Wakil Pimpinan Bank Sumut cabang pembantu Galang dalam
melakukan kejahatan korupsi, dan upaya menanggulangi tindak pidana korupsi.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis akan menjelaskan kesimpulan dari bab-bab ini dan
mengajukan saran dari hasil yang sudah disimpulkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kriminologi


1. Pengertian Kriminologi
Istilah kriminologi dikemukakan pertama kali oleh P. Topinard (1830-1911),
ahli antropologi yang berasal dari Perancis. Pada awalnya istilah ini juga
mencakup patologi sosial yang memperluas kajiannya.13 P. Topinard

13 ?
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Diterjemahkan Oleh R.A. Koesnon, (Jakarta:
Pustaka Sarjana, 1977), hlm. 21.

10
mengemukakan bahwa kriminologi terdiri dari dua suku kata, yaitu kata crime
yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka
kriminologi berarti ilmu mengenai kejahatan.14
Kriminologi adalah ilmu pembantu dalam hukum pidana yang memberikan
pemahaman yang mendalam mengenai kejadian atau peristiwa kejahatan, faktor
penyebab kejahatan tersebut dilakukan, dan upaya yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kejahatan yang tujuannya bertujuan untuk menekan pertumbuhan
atau perkembangan kejahatan.15
Beberapa pengertian kriminologi yang dikemukakan oleh para ahli dapat
dilihat dari uraian berikut:
a. Frij mengemukakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari mengenai kejahatan, bentuk, sebab, dan akibat kejahatan
tersebut.16
b. Paul Moedigdo Moeliono mengemukakan bahwa kriminologi adalah
ilmu yang belum dapat berdiri sendiri, sedangkan masalah manusia
menunjukkan bahwa kejahatan adalah gejala sosial. Agar makna dari
kejahatan terlihat jelas, maka diperlukan memahami eksistensi atau
keberadaan manusia.17
c. Soedjono Dirjosisworo mengemukakan bahwa kriminologi adalah
pengetahuan atau ilmu yang mempelajari sebab dan akibat, perbaikan
maupun pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan
menghimpun sumbangan berbagai ilmu pengetahuan lebih luas lagi.18
d. Wood mengemukakan bahwa kriminologi adalah pengetahuan atau ilmu
yang diperoleh dari teori dan praktek tentang kejahatan dan penjahat,
serta reaksi kehidupan masyarakat atau bersama atas kejahatan dan

14 ?
A.S. Alam dan Amir Ilyas, Kriminologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Prenada Media Group,
2018), hlm. 1.
15 ?
Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta: Grafindo Persada, 2008), hlm. 9.
16 ?
H.M. Ridwan dan Ediwarman, Asas-Asas Kriminologi, (Medan: USU Press, 1994), hlm. 1.
17 ?
Topo Santoso, Op. Cit., hlm. 11.
18 ?
Soedjono Dirjosisworo, Kriminologi (Pencegahan Terhadap Sebab-Sebab Kejahatan),
(Bogor: Politeia, 1985), hlm. 24.

11
penjahat.19
e. Michel dan Adler mengemukakan bahwa kriminologi adalah semua
keterangan tentang perbuatan dan sifat para penjahat, lingkungan mereka
dengan cara mereka secara resmi dibutuhkan oleh lembaga penertib
masyarakat dan anggota masyarakat.20
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kriminologi adalah ilmu empiris yang mempelajari
hubungan sebab dan akibat dari kejahatan yang muncul sebagai fenomena atau
gejala sosial yang terjadi pada masyarakat.
2. Teori-Teori Kriminologi
Dalam menjelaskan persoalan atau permasalahan sebab-sebab terjadinya
kejahatan terdapat berbagai perspektif yang berbeda-beda antara satu teori dengan
teori lainnya sehingga menemui kesulitan untuk membandingkan teori-teori
tersebut. Perbedaannya tidak hanya terdapat pada subjek penelitian, tetapi juga
terdapat pada sasaran atau target penelitian. 21 Maka akan difokuskan beberapa
teori menurut berbagai aliran.
a. Teori Asosiasi Diferensial "Differential Association Theory"
Teori ini pada umumnya mengetengahkan penjelasan sistematis tentang
penerimaan pola kejahatan. Kejahatan dipelajari melalui interaksi dengan orang
lain dalam kelompok pribadi yang dekat. Proses belajar itu sendiri menyangkut
teknik untuk melakukan kejahatan serta motif-motif, sikap-sikap, dorongan-
dorongan, dan pembenaran-pembenaran yang mendukung kejahatan dilakukan.22
b. Teori Anomi "Anomie Theory"
Istilah anomie sendiri sebenarnya berasal dari ahli sosiologi Perancis yang
bernama Emile Durkheim, yang berarti keadaan tanpa norma. Dalam buku Emile
Durkheim yang berjudul The Division of Labor in Society (1893), istilah anomie

19 ?
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hlm. 123.
20 ?
W.M.E. Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, (Bandung: Citra Aditya, 1992), hlm. 7.
21 ?
I.S. Susanto, Kriminologi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 3.
22 ?
Mulyana W Kusumah, Kriminologi Dan Masalah Kejahatan, Bandung: Armico, 1984),
hlm. 44-45.

12
digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi deregulasi dalam
masyarakat. Keadaan atau kondisi deregulasi ini diartikan sebagai aturan-aturan
yang tidak ditaatinya yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak mengetahui
apa yang diharapkan dari orang lain.23
c. Teori Kontrol Sosial "Social Control Theory"
Istilah teori kontrol sosial mengacu pada perspektif pembicaraan tentang
pengawasan tingkah laku manusia. Teori yang menjelaskan tingkah laku manusia
berdasarkan genetic, neurochemistry, sociobiology, personalitas dan keadaan
lingkungan yang melingkupi atau mencakup faktor-faktor tersebut. Teori ini juga
melihat kejahatan dan perbuatan penyimpangan sebagai variabel sosial, satu
wujud teori yang penelitiannya berbeda dengan teori kontrol pada masa
sebelumnya.24
d. Teori Label "Labelling Theory"
Teori labelling adalah teori yang mempelajari mengenai pemberian label
kepada jenis objek tersebut. Labelling adalah sesuatu yang ketika diberikan pada
seseorang akan menjadi identitas atau jati diri orang tersebut. Teori labelling
menyatakan bahwa terkadang proses labelling itu berlebihan karena korban adalah
salah satu interpretasi itu sendiri bahkan tidak mampu melawan efek kepada
dirinya.25
e. Teori Subkultur "Subculture Theory"
Teori subculture ini dikemukakan oleh Albert K. Cohen. Untuk pertama
kalinya ia mencoba untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan cara
kenakalan subculture ini dimulai. Teori ini membahas bentuk kenakalan remaja
dan berbagai tipe geng. Teori ini juga sebenarnya dipengaruhi oleh aliran Chicago,
konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon Kobrin yang melakukan
pengujian hubungan antara geng jalanan dan laki-laki dari komunitas kelas

23 ?
Frank. P. William III & Marilyn McShane, Criminological Theory, (New Jersey: Prince
Hall, 1988), hlm. 62.
24 ?
Frank. P. William III & Marilyn McShane, Op. Cit., hlm. 109-110.
25 ?
Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial – Dari Teori Fungsionalisme Hingga
Post-Modernisme, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2003), hlm. 147.

13
bawah.26
3. Penyebab Terjadinya Kejahatan
Faktor penyebab terjadinya kejahatan adalah karena disebabkan oleh kondisi
atau keadaan masyarakat. Mereka menganggap bahwa kejahatan tersebut terjadi
karena dampak atau faktor ekonomi, dalam keadaan yang paling buruk manusia
itu sendiri menjadi egois. Berkaitan dengan hal itu, Sutherland dan Creesy
mengemukakan bahwa kejahatan adalah hasil dari faktor penyebab yang
bermacam-macam dan beraneka ragam. Faktor-faktor ini untuk selanjutnya tidak
disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum tanpa pengecualian atau
dengan perkataan lain untuk menjelaskan perbuatan kriminal memang tidak
terdapat teori ilmiah.27
Hubungan tersebut menurut Sahetapaty dalam mencari usaha munculnya
kejahatan memberikan panduan atau pedoman dengan mengemukakan bahwa
untuk menganalisis kejahatan di Indonesia, dampak atau hubungan antara korban
kejahatan dengan pelaku kejahatan harus berlatar belakang kondisi sosial, kondisi
budaya dan kondisi masyarakat Indonesia.28
Menurut W.A Bonger, faktor penyebab terjadinya kejahatan yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor sosial yang mempengaruhi pelaku untuk melakukan kejahatan
tersebut.
b. Faktor ekonomi yang menuntut pelaku untuk memperoleh atau
mendapatkan penghasilan dari hasil kejahatan karena tidak mempunyai
penghasilan yang cukup untuk kehidupannya.
c. Faktor agama yang menyebabkan seseorang yang tidak memiliki
keteguhan iman dan keteguhan takwa mudah membuat seseorang
terpengaruh untuk melakukan kejahatan.

26 ?
Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi, (Bandung: Redika Aditama, 2010), hlm. 122.
27
Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hlm. 44.
28
J.E. Sahetapy. 1981. Teori Kriminologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT. Citra Aditya Baku,
1981), hlm. 7.

14
d. Faktor lingkungan yang tidak aman sehingga sangat mudah untuk
menimbulkan kejahatan.
e. Faktor keluarga yang menyebabkan seseorang yang tinggal dalam
lingkungan keluarga yang buruk dapat mempengaruhi anggota keluarga
untuk melakukan kejahatan.
4. Upaya Penanggulangan Kejahatan

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana


1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana secara bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu kata delictum.
Dalam bahasa Jerman disebut dengan kata delict, kemudian dalam bahasa
Perancis disebut dengan kata delit, dan dalam bahasa Belanda disebut dengan kata
strafbaarfeit yang berarti kenyataan yang dapat dihukum.29
Adapun pengertian tindak pidana menurut beberapa pendapat para ahli adalah
sebagai berikut:
a. Kanter dan Sianturi berpendapat bahwa tindak pidana adalah tindakan
pada tempat, waktu, dan kondisi tertentu yang diharuskan atau dilarang
dan diancam pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta
dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
b. Moeljatno berpendapat bahwa tindak pidana adalah tindakan atau
perbuatan yang dilarang dan diancam pidana terhadap orang yang
melanggar larangan tersebut.
c. Simons berpendapat bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan
atau berlawanan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh
orang yang mampu bertanggung jawab.
d. Pompe berpendapat bahwa tindak pidana dapat diartikan sebagai
pelanggaran norma atau gangguan terhadap ketertiban hukum yang
29
Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), (Jakarta: Sinar
Grafika, 1991), hlm. 3.

15
dengan sengaja maupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku dimana penjatuhan hukuman kepada pelaku diperlukan untuk
ketertiban hukum yang terpelihara dan kepentingan hukum yang
terjamin.30
e. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa tindak pidana adalah
tindakan atau perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman
tersebut.31
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan yang diancam pidana, bertentangan
dengan hukum, dan dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Unsur-unsur tindak pidana adalah salah satu kesatuan dalam satu delik. Jika
salah satu unsur saja tidak terpenuhi atau tidak didukung dengan bukti dapat
menyebabkan terdakwa atau tersangka tidak dapat dihukum. Secara umum delik
terdiri dari dua unsur pokok, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif.
a. Unsur Subjektif
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan, menurut para ahli ada tiga bentuk
sengaja:
a) Sengaja sebagai maksud dibedakan dengan motif. Sengaja menurut VOS
adalah menginginkan atau menghendaki akibat perbuatan pelaku.
Seandainya pelaku sebelumnya telah mengetahui akibat perbuatannya
atau tindakannya tidak akan terjadi, karena itu pelaku melakukan
perbuatannya atau tindakannnya.32
b) Sengaja dengan keinsafan pasti. Pelaku sangat yakin atau mengetahui
bahwa akibat yang dimaksud akan terjadi akibat yang lain. Dengan kata

30
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia - Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2011), hlm. 98.
31
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016), hlm. 55.
32
Leden Marpaung, Op. Cit., hlm. 14.

16
lain, pelaku menginsafi atau menyadari bahwa dengan melakukan
perbuatannya pasti akan terjadi akibat yang lain.
c) Sengaja dengan keinsafan atau kemungkinan. Sengaja ini dapat diartikan
bahwa pelaku melakukan perbuatan dengan tujuan untuk melakukan
akibat tertentu, akan tetapi pelaku menyadari kemungkinan akan terjadi
akibat yang lain dimana hal itu dilarang dan diacam undang-undang.33
2) Kealpaan dalam dua bentuk, yaitu:34
a) Kealpaan dengan kesadaran. Pelaku telah menduga akan muncul akibat
terhadap perbuatannya yang akan dilakukan, meskipun pelaku telah
berusaha untuk mencegah, tetapi tetap saja masalah muncul.
b) Kealpaan tanpa kesadaran. Pelaku tidak menduga akan muncul akibat
yang dilarang dan diancam undang-undang, tetapi seharusnya pelaku
memperhitungkan akan munculnya akibat.
b. Unsur Objektif
1) Perbuatan manusia berupa act (perbuatan positif atau aktif) dan omission
(perbuatan negatif atau pasif). Dengan kata lain adalah membiarkan,
mendiamkan perbuatan melawan hukum tersebut terjadi.
2) Akibat (result) dari perbuatan manusia. Akibat yang dimaksud adalah
membahayakan, menghilangkan, atau merusak kepentingan yang
dipertahankan hukum atau dilindungi hukum, seperti badan, hak milik, harta
benda, kehormatan, kemerdekaan, nyawa, dan lain-lain.
3) Keadaan-keadaan (the circumstances), pada umumnya keadaan-keadaan
tersebut dibedakan antara keadaan pada saat atau ketika perbuatan melawan
hukum dilakukan dan keadaan setelah atau sesudah perbuatan melawan
hukum dilakukan.
4) Sifat melawan hukum dan sifat dapat dihukum. Sifat melawan hukum adalah
bertentangan atau berlawanan dengan hukum yaitu yang mempunyai
hubungan dengan perintah dan larangan. Sedangkan sifat dapat dihukum
33
Ibid., hlm. 17.
34
Ibid., hlm. 31.

17
berhubungan dengan alasan yang membedakan dari hukuman.35
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana terbagi dari asas tertentu, yaitu
sebagai berikut:
a. Menurut KUHP dibagi antara lain Kejahatan yang dimuat dalam Buku II
dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana
menjadi kejahatan dan pelanggaran bukan hanya merupakan asas bagi
pembagian KUHP menjadi Buku II dan Buku III tetapi juga merupakan
asas bagi semua sistem hukum pidana dalam perundangan-undangan
secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya dibedakan dalam tindak pidana formil dan tindak
pidana materiil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan merupakan perbuatan
tertentu. Sedangkan tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang
dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan merupakan timbulnya
akibat yang dilarang karena orang yang menimbulkan akibat yang
dilarang akan dipidana dan dipertanggungjawabkan.
c. Dilihat dari bentuk kesalahannya, tindak pidana terbagi menjadi tindak
pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja.
d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif atau positif,
perbuatan aktif juga disebut perbuatan materiil adalah perbuatan untuk
mewujudkannya ditandai dengan timbulnya gerakan tubuh orang yang
melakukannya, misalnya pencurian dalam Pasal 360 ayat (2) KUHP dan
penipuan dalam Pasal 378 KUHP.36
C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Korupsi
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptie dari bahasa Belanda,
corruptio, dan corruptiom dari bahasa Inggris. Arti harfiahnya menunjukkan pada
35 ?
Leden Marpaung, Op. Cit., hlm. 7.
36 ?
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 69.

18
perbuatan yang buruk, rusak, dan tidak jujur yang berhubungan dengan keuangan.
Dalam kamus Black Law's Dictionary, korupsi adalah perbuatan atau tindakan
yang dilakukan dengan tujuan memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan
hak-hak dari pihak lain dengan salah menggunakan karakternya atau jabatannya
untuk mendapatkan keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain, bertentangan
dengan hak dan kewajiban dari pihak lain.37
Kemudian, pendapat lain mengenai korupsi menurut Fockema Andreae, kata
korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan
bahwa kata corruptio berasal dari kata asal corrumpere, yaitu kata latin yang lebih
tua. Arti kata korupsi itu adalah kebejatan, keburukan, kebusukan, dapat disuap,
ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, ucapan atau kata-
kata yang menghina atau memfitnah.38
Secara istilah sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli, kata korupsi
mempunyai beberapa arti, yaitu sebagai berikut:
a. Mohtar Mas’oed berpendapat bahwa korupsi adalah perilaku adalah
tingkah laku yang menyimpang dari kewajiban formal dari jabatan publik
karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atau status
untuk diri sendiri atau keluarga dekat.39
b. Henry Campbell Black berpendapat bahwa korupsi adalah perbuatan atau
tingkah laku yang dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk
memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan
hak dari pihak lain.40
c. Alatas menyatakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang
merah yang menyelubungi dalam kegiatan korupsi, yaitu subordinasi
kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan pribadi yang meliputi

37
Chaeruddin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah, Strategi Pencegahan dan
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 2.
38
Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 4-5.
39
Wojo Wasito, Kamus Bahasa Indonesia, (Jogjakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 597.
40
Elwi Danil, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), hlm. 11.

19
pelanggaran norma, tugas, dan kesejahteraan umum, diiringi dengan
kerahasiaan, pengkhianatan, kemasabodohan, dan penipuan yang luar
biasa akan akibat yang dialami oleh masyarakat.41
d. Eggi Sudjana berpendapat bahwa korupsi adalah kebejatan, kebusukan,
ketidakjujuran, dapat disuap, kata yang bernuansa memfitnah atau
menghina, penyimpangan dari kesucian, penyuapan, niet ambtelijk
corruptie atau dalam bahasa Indonesia kata korupsi adalah perbuatan
atau tingkah laku yang buruk seperti penerimaan uang, penggelapan
uang, sogok, dan lain-lain.42
e. Poerwardarminta berpendapat bahwa korupsi adalah perbuatan atau
tingkah laku yang buruk seperti penerimaan uang sogok, penggelapan
uang dan lain-lain.43
Dari beberapa pengertian korupsi yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah bentuk
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi yang melanggar
aturan atau norma yang berlaku demi mencapai keuntungan. Selain itu, korupsi
juga adalah perbuatan buruk dan bentuknya bermacam-macam seperti penyuapan,
penggelapan yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan, gratifikasi,
pungutan liar, dan lain-lain.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Sebelum menguraikan unsur-unsur tindak pidana korupsi terlebih dahulu
perlu dipahami perbedaan antara istilah element dan istilah bestandeel. Kedua
istilah tersebut dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai unsur, tetapi terdapat
perbedaan dasar di antara kedua istilah tersebut. Element dalam tindak pidana
mencakup arti unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana, baik tertulis maupun
tidak tertulis. Sedangkan bestandeel mencakup arti unsur tindak pidana yang

41
Chaeruddin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah, Op. Cit., hlm. 2.
42
Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015),
hlm.23.
43
Chaeruddin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah, Op. Cit., hlm. 5-6.

20
secara expenssiv verbis tertuang dalam rumusan delik atau tindak pidana. Dengan
kata lain element mencakup unsur yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan
bestandeel hanya mencakup unsur yang tertulis.44
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka
didapati beberapa unsur yaitu sebagai berikut:
a. Secara melawan hukum.
b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
c. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.45
Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di atas yang
dimaksud dengan secara hukum meliputi perbuatan melawan hukum dalam arti
formil maupun materiil, dan diketahui juga bahwa unsur melawan hukum adalah
sarana untuk melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi. Sedangkan yang dimakusd dengan unsur merugikan keuangan negara
adalah berkurangnya keuangan negara atau menjadi ruginya negara.
Sebagai akibat dari perumusan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi tersebut, walaupun perbuatan telah merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, tetapi jika tidak melawan hukum, perbuatan
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi tersebut bukan termasuk
tindak pidana korupsi.
3. Hukuman Tindak Pidana Korupsi
Adapun faktor pemicu terjadinya tindak pidana korupsi sangat bermacam-
macam, dan saling berhubungan antara penyebab atau pemicu yang satu dengan
lainnya, sehingga sulit untuk dicari pemicu atau penyebab yang terjadi terlebih

44
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990),
hlm 168.
45
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 30.

21
dahulu. Faktor dominan yang menjadi pemicu atau penyebab terjadinya tindak
pidana korupsi diantaranya adalah:
D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim
1. Pengertian Putusan Hakim
Putusan hakim adalah mahkota dan puncak dari nilai keadilan, nilai
kebenaran hakiki, nilai HAM, dan nilai penguasa hukum atau fakta, serta
cerminan etika, mentalitas, dan moralitas hakim yang bersangkutan.
Putusan Pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP adalah pernyataan
hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka berupa pemidanaan bebas
atau lepas dari semua tuntutan hukum dalam hal serta berdasarkan cara yang
diatur dalam KUHAP. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.46
Berikut ini ada beberapa pengertian putusan hakim dari beberapa para ahli:
a. Menurut Moh. Taufik Makarao, putusan hakim adalah suatu pernyataan
hakim sebagai pejabat negara yang diucapkan di sidang dan bertujuan
untuk menyelesaikan atau mengakhiri sengketa atau perkara antara
beberapa pihak.47
b. Rubini dan Chaidir Ali berpendapat bahwa putusan hakim adalah suatu
akte penutup dari proses perkara.
c. Riduan Syahrani, SH Berpendapat bahwa putusan hakim adalah
pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara atau
mengakhiri perkara.
d. Lilik Mulyadi berpendapat bahwa putusan hakim adalah putusan yang
diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pada
umumnya dibuat dengan tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara

46
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 129.
47
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004), hlm. 124.

22
atau mengakhiri perkara.48
e. Soeparmono berpendapat bahwa putusan hakim adalah ucapan dari
hakim sebagai pejabat negara yang melakukan tugas kekuasaan
kehakiman yang diberikan wewenang untuk memberikan putusan akhir
dalam perkara karena apa yang diucapkannya dalam sidang mempunyai
tujuan agar sebuah perkara terselesaikan.49
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
putusan hakim adalah putusan yang dinyatakan oleh hakim sebagai pejabat negara
yang terbuka untuk dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara.

2. Bentuk Putusan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi


Menurut hasil pemeriksaan di sidang pengadilan dengan berfokus kepada
surat dakwaan, pembuktian, musyawarah majelis, dan mengacu pada Pasal 191
ayat (1) KUHAP dan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, bentuk putusan hakim dalam
perkara tindak pidana korupsi berupa putusan bebas dan putusan pemidanaan.50
a. Putusan Bebas
Dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan bebas kepada pelaku tindak
pidana korupsi pada umumnya dapat dijatuhkan karena dari pemeriksaan sidang
di pengadilan dan kesalahan terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Menurut penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan adalah tidak cukup bukti berdasarkan ketentuan hukum acara
pidana.
b. Putusan Pemidanaan
Dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, putusan pemidanaan dalam tindak pidana

48
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, (Aceh: Unimal
Press, 2015), hlm. 96.
49
Soeparmono, Hukum Acara Perdata Dan Yurisprudensi, (Bandung: Mandar Maju, 2005),
hlm. 146.
50
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi: Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 63-
65.

23
korupsi dapat terjadi jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana
yang didakwakan, maka majelis hakim akan menjatuhkan tindak pidana.
3. Dasar-Dasar Penjatuhan Putusan Hakim
Dalam Pasal 1 angka (8) KUHAP, hakim adalah pejabat peradilan negara
yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Tugas yang dimiliki
hakim adalah:
a. Menerima setiap perkara yang diajukan kepada hakim.
b. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepada hakim.
c. Mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepada hakim.
Dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman, kebebasan hakim dalam
menjatuhkan putusan dalam proses peradilan pidana, yaitu:
a. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian
peradilan.
b. Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa segala campur tangan dalam urusan
peradilan oleh pihak lain luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali
dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.51
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa dalam menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa, hakim tidak boleh menjalankan pidana tersebut melainkan apabila
sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh
keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa bersalah
melakukannya. Alat bukti yang sah dalam Pasal 184 KUHAP adalah:
a. Keterangan saksi.
b. Keterangan ahli.
c. Surat.

51
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

24
d. Petunjuk.
e. Keterangan terdakwa atau hal yang sudah diketahui secara umum
sehingga tidak perlu dibuktikan.52
Dalam mengambil keputusan atau memutuskan perkara, hakim
mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:
a. Kesalahan dari pelaku tindak pidana
Kesalahan tersebut mempunyai arti yang luas, yaitu pelaku tindak pidana
dapat dicela. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana harus ditentukan dengan
normatif dan yang harus memegang ukuran normatif dari kesengajaan dan niat
pelaku tindak pidana adalah hakim.
b. Motif dan tujuan tindak pidana dilakukan
Kasus tindak pidana memiliki unsur bahwa perbuatan itu memiliki motif dan
tujuan melawan hukum dengan sengaja.
c. Cara pelaku melakukan tindak pidana
Pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang
direncanakan sebelumnya untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang ada
unsur niat pelaku tindak pidana untuk melawan hukum.
d. Riwayat hidup dan kondisi sosial ekonomi
Riwayat hidup dan kondisi sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat
mempengaruhi putusan hakim dan memperingan hukuman bagi pelaku, misalnya
seseorang belum pernah melakukan perbuatan tindak pidana apapun, berasal dari
keluarga yang baik, termasuk dari golongan masyarakat yang berpenghasilan
kelas bawah.
e. Sikap batin dari pelaku tindak pidana
Sikap batin dari pelaku tindak pidana dapat diidentifikasikan dengan melihat
rasa bersalah, rasa penyesalan, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu.
Pelaku tindak pidana juga memberikan ganti rugi terhadap keluarga korban dan
melakukan perdamaian.

52 ?
Satjipto Raharjo, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta:
Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1998), hlm. 11.

25
f. Sikap dan tindakan pelaku setelah melakukan tindak pidana
Dalam dimintai keterangan atas kejadian itu, pelaku menjelaskan tidak
berbelit-belit. Pelaku mengakui dan menerima kesalahannya karena hakim melihat
pelaku berlaku sopan dan ingin bertanggung jawab, juga mengakui semua
perbuatan dengan cara berkata jujur.
g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku itu sendiri
Pidana juga mempunyai tujuan untuk mempengaruhi pelaku tindak pidana
agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, membebeaskan rasa bersalah
terhadap pelaku tindak pidana, dan memasyarakatkan pelaku tindak pidana
dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikan pelaku tindak pidana orang
yang lebih baik dan berguna.
h. Pandangan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana
Dalam tindak pidana masyarakat menilai bahwa perbuatan pelaku tindak
pidana adalah perbuatan tercela, jadi wajar saja terhadap pelaku tindak pidana
untuk dijatuhi hukuman, agar pelaku tindak pidana mendapatkan ganjarannya dan
menjadi pelajaran untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikannya dan
orang lain. Hal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini untuk menjamin tegaknya
keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum.53

53
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 71.

26
BAB III
DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn

A. Posisi Kasus

Bahwa Terdakwa RAMLAN selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang


Pembantu Galang bersama dengan LEGIARTO selaku Pemimpin Bank Sumut
Cabang Pembantu Galang dan SALIKIN selaku debitur Bank Sumut Kantor
Cabang Pembantu Galang yang kemudian masing-masing dituntut secara terpisah,
pada tahun 2013 sampai tahun 2015, bertempat di Kantor PT Bank Sumut Kantor
Cabang Pembantu Galang yang beralamat di Jalan Perintis kemerdekaan No. 26
Kelurahan Galang Kota, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang atau pada
tempat yang lain berdasarkan ketentuan Pasal 5 Jo. Pasal 35 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 3 angka 1 Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor:
022/KMA/SK/II/2011 tanggal 7 Februari 2011, masih termasuk dalam wilayah
hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Wilayah Sumatera Utara di Medan
yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini sebagai orang yang
melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau ekonomi negara sebesar Rp. 35.153.000.000.54
Pada tahun 2006, SALIKIN menjadi Debitur Bank Sumut Kantor cabang
pembantu galang yang bertempat tinggal di Desa Pulau tagor Kecamatan Serba
jadi Kabupaten Serdang Berdagai dengan mempunyai usaha ternak ayam, jual beli
ayam potong, grosir dan rumah makan serta pembangunan perumahan.
Pada tahun 2010, terdapat 2 Debitur Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu
Galang yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba yang merupakan pengusaha ternak
ayam mempunyai tunggakan kredit. Untuk upaya penyelematan tunggakan kredit,

54 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 30-31.

27
LEGIARTO selaku Pemimpin Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
menawarkan kepada SALIKIN untuk mengambil alih kredit kedua nasabah
tersebut dan melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam dengan pengambilalihan
kredit (take over credit) tanpa balik nama yang kreditnya masih di atas nama
Suptapto dan Wan Harun Purba tetapi angsurannya menjadi tanggung jawab
SALIKIN untuk melunasinya. Kemudian pengambilalihan kredit tanpa balik
nama tersebut disetujui oleh SALIKIN karena membutuhkan dana yang cukup
besar untuk membuka usaha ternak ayam sehingga keuntungan yang diperoleh
SALIKIN dari pengelolaan usaha ternak ayam lebih besar dari kewajiban untuk
melunasi sisa kredit dan pengambilalihan kredit tersebut yang dilakukan oleh
SALIKIN berlanjut sampai tahun 2012.
Pada tahun 2013, SALIKIN mengalami kesulitan dalam usaha ternak ayam
dan usaha perumahan sehingga SALIKIN tidak mampu membayar angsuran
kredit yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
SALIKIN dipanggil untuk rapat di Kantor PT. Bank Sumut KCP Galang dan
SALIKIN mengusulkan agar pembangunan pasar sajadah diambil alih oleh Bank
Sumut Kantor Pusat di Medan dan memohon kredit program sebesar Rp.
19.000.000.000, akan tetapi usulan SALIKIN ditolak. Kemudian LEGIARTO dan
Agung Guliono memberikan solusi alternatif agar SALIKIN meminjam kredit di
PT. Bank Sumut KCP Galang dengan memakai nama orang lain dan
menggunakan agunan yang sebagiannya milik para debitur dan sebagiannya lagi
milik SALIKIN. Kemudian dana kredit yang dicairkan digunakan untuk menutupi
angsuran kredit SALIKIN pada bulan sebelumnya dan sisanya digunakan untuk
menyelesaikan bangunan perumahan dan pasar sajadah.
Kemudian SALIKIN meyakinkan para calon debitur untuk mau mengajukan
kredit kepada PT. Bank Sumut KCP Galang atas nama mereka dan SALIKIN
menjelaskan kepada para calon debitur bahwa SALIKIN yang akan membayar
angsuran kredit tersebut, sehingga para calon debitur yakin dengan melihat
kredibilitas usaha SALIKIN lalu melengkapi dokumen persyaratan untuk

28
pengajuan kredit kepada SALIKIN dan sebagian lagi diserahkan kepada
Terdakwa di ruang kerja Terdakwa. Selanjutnya para calon debitur
menandatangani semua dokumen pengajuan kredit termasuk pembukaan rekening
tabungan yang seharusnya dilakukan di hadapan customer service, namun
dilakukan di hadapan Terdakwa dan juga menandatangani dokumen pencairan
termasuk slip pencairan yang sudah ditandatangani oleh para calon debitur.
Setelah penandatanganan semua dokumen selesai, maka para calon debitur
meninggalkan PT. Bank Sumut KCP Galang.
Setelah itu, LEGIARTO menyuruh Terdakwa dan Tim Analis Kredit agar
menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan agunan
kredit dan Tim Analis Kredit mengetahui adanya komitmen dari LEGIARTO dan
Terdakwa dan dengan SALIKIN agar permohonan kredit yang menggunakan
nama-nama orang tersebut disetujui, sehingga pada saat Tim Analis Kredit
melakukan peninjauan ke lapangan atau check on the spot (COS) tidak berjumpa
dengan calon debitur dan agunan yang diikat sebagai agunan juga tidak sesuai
dengan dokumen kredit yang ada dan plafon.
Walaupun dari hasil COS terhadap nilai agunan dan cek tidak pantas
diberikan kredit, LEGIARTO dan Terdakwa tetap memproses permohonan kredit
para calon debitur dengan menyetujui usulan Tim Analis Kredit untuk
menyesuaikan analisa agunan dan usaha sesuai plafon yang diajukan sehingga
permohonan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan nama-
nama orang lain disetujui.
Kemudian LEGIARTO dan Terdakwa mengintervensi proses analisa kredit
yang dilakukan para Analis Kredit sehingga proses analisa kredit yang dilakukan
berpedoman pada ketentuan pemberian kredit yang berlaku pada PT. Bank Sumut
atau proses analisa kredit sama sekali tidak dilakukan.
Akibat dari intervensi LEGIARTO dan Terdakwa atas analisa kredit yang
dibuat para Analis Kredit selanjutnya pencairan dana dlakukan tanpa proses
analisa kredit tidak sesuai ketentuan, sehingga satu per satu berkas permohonan

29
yang dibawa SALIKIN yang menggunakan nama-nama orang lain disetujui oleh
LEGIARTO dan Terdakwa dengan memberikan sarana KUR (Kredit Usaha
Rakyat), KPPSS (Kredit Pemilikan Property Sumut Sejahtera), dan KAL (Kredit
Angsuran Lainnya) bahkan beberapa kredit yang dicairkan hanya menggunakan
nota-nota administrasi pencairan dengan analisa kredit yang dilengkapi pada saat
akan adanya pemeriksaan rutin oleh SPI (Satuan Pengawas Internal) dari PT.
Bank Sumut Pusat.55
Setelah itu, pengajuan kredit yang diajukan oleh SALIKIN kepada Bank
Sumut KCP Galang sejak tahun 2013 sampai tahun 2015 dengan berbagai macam
kredit SALIKIN yang menggunakan nama orang lain yang terdiri dari keluarga
(istri, saudara kandung, mertua, dan lain-lain), nama-nama karyawan pada usaha
peternakan ayam, rumah makan, dan grosir milik SALIKIN serta nama-nama
teman SALIKIN, yang mana SALIKIN menggunakan nama-nama orang lain
dengan iming-iming tertentu karena hubungan pertemanan, pekerjaan, dan
keluarga, sehingga para pemohon memberikan KTP, KK, Kartu Nikah, dan Surat
Keterangan Usaha kepada SALIKIN.
Setelah permohonan kredit dikabulkan yang mana slip pencairan telah
ditandatangani oleh para calon debitur, namun faktanya sebagian besar para
debitur tidak menerima dana pencairan kredit, tetapi diterima oleh SALIKIN, dan
dana yang dicairkan dari beberapa perjanjian kredit diterima secara bertahap oleh
SALIKIN dan sebagian digunakan untuk membayar cicilan kredit sebelumnya
dan sebagian lagi diserahkan kepada SALIKIN yang digunakan untuk usahanya
dan menyiapkan/membeli rumah atau tanah baru untuk digunakan kembali
menjadi agunan kredit yang akan diajukan kemudian. Setiap pencairan kredit yang
diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan nama-nama orang lain, Terdakwa
memberikan tips kepada para Pejabat Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
dengan total sekitar Rp. 659.000.000 yang secara akumulasi yaitu sebagai berikut:

55 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 37-40.

30
1. Legiarto : sekitar Rp.265.000.000.
2. Ramlan, SE : sekitar Rp. 62.000.000.
3. Agung Guliono : sekitar Rp. 58.000.000.
4. Ammar Fuad Abdad : sekitar Rp.150.000.000.
5. Fave Chayo Sahputra : sekitar Rp. 84.000.000.
6. Benny Prima : sekitar Rp. 20.000.000.
7. Rawin Rahmadansyah : sekitar Rp. 15.000.000.
8. Tuah Banta Surbakti : sektar Rp. 5.000.000.
J u m l a h : sekitar Rp.659.000.000.
Selain pemberian tips kepada para Pejabat Bank Sumut Cabang Pembantu
Galang, SALIKIN memberikan uang tips kepada para debitur yang SALIKIN
gunakan namanya untuk pengajuan kredit yang besarannya antara Rp. 1.000.000
hingga Rp. 2.000.000, dan SALIKIN berikan setelah pencairan kredit.
Sejak tahun 2013 sampai tahun 2015, SALIKIN memperoleh sekitar 127
perjanjian kredit dengan total sekitar Rp. 35.775.000.000 yang cicilannya dalam
keadaan macet total sekitar Rp. 31.629.690.986,65.
Perbuatan Terdakwa selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu
Galang telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan, yaitu dalam hal Terdakwa bersama
dengan LEGIARTO menyetujui kredit dari SALIKIN yang menggunakan nama-
nama orang lain serta Terdakwa tidak melakukan cross check terhadap dokumen
kredit yang diajukan oleh Tim Analis Kredit dan juga menyerahkan pencairan
kredit kepada SALIKIN yang seharusnya diberikan kepada debitur. Perbuatan
Terdakwa juga telah menguntungkan Terdakwa sendiri atau orang lain, yaitu
menguntungkan LEGIARTO dan SALIKIN adalah perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan perkreditan lainnya.56
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan kronologis kasus tersebut, maka Jaksa Penuntut Umum

56 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 44-45.

31
menyusun surat dakwaan terhadap terdakwa, yakni sebagai berikut:
Dakwaan Primair:
Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo
Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan Subsidair:
Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP.
C. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Telah mendegar tuntutan jaksa penuntut umum yang pada umumnya mohon
agar majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini memutuskan
untuk:
1. Menyatakan terdakwa RAMLAN, SE terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara secara berkelanjutan dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan primair.

32
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RAMLAN, SE dengan pidana penjara
selama 14 tahun.
3. Menetapkan barang bukti.
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.
10.000.
D. Amar Putusan

MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa RAMLAN, SE tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan
primair.
2. Membebaskan terdakwa dari dakwaan primair.
3. Menyatakan terdakwa RAMLAN, SE terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama dengan
berlanjut” sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
4. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RAMLAN, SE dengan pidana penjara
selama 13 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp. 750.000.000 dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana
kurungan selama 4 bulan.
5. Menyatakan tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan
sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.
6. Menyatakan terdakwa tetap ditahan.
7. Menyatakan barang bukti berupa beberapa dokumen asli Perjanjian Kredit
PT. Bank Sumut KCP Galang, beberapa dokumen fotokopi Perjanjian Kredit PT.
Bank Sumut KCP Galang, surat-surat, asli Sertifikat Hak Milik, dan beberapa
bidang tanah.
8. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 5.000.

33
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS DAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PUTUSAN
NOMOR 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn

A. Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN


Mdn
1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
2. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
3. Pertimbangan Hakim
Dalam memutus perkara terdapat pertimbangan hakim sebagai dasar dalam
mengadili terdakwa RAMLAN, SE. Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn yaitu sebagai berikut:
Menimbang, bahwa setelah mengetengahkan fakta-fakta hukum di atas,
selanjutnya setelah memperhatikan semua hasil pemeriksaan dengan cermat
sebagaimana dalam berita acara persidangan dan untuk mempersingkat uraian
putusan hakim, maka sampailah majelis pada yuridis apakah dengan fakta-fakta
hukum tersebut terdakwa RAMLAN, SE dapat dianggap bersalah dan dihukum
menurut dakwaan jaksa penuntut umum.
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa RAMLAN, SE didakwa dengan
dakwaan subsidairitas, maka majelis akan membuktikan dakwaan primair terlebih
dahulu yang apabila dakwaan primair tidak terbukti, maka dakwaan subsidair
akan dibuktikan.
Menimbang bahwa dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal
64 ayat (1) KUHP yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

34
1. Unsur setiap orang.
2. Unsur secara melawan hukum.
3. Unsur melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi.
4. Unsur yang dapat merugikan keuangan Negara dan perekonomian Negara.
5. Unsur orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta
melakukan.
6. Unsur perbuatan berlanjut.
Ad. 1. Unsur setiap orang.
Menimbang, bahwa di persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan terdakwa serta bukti-bukti diperoleh fakta bahwa terdakwa RAMLAN,
SE adalah wakil pimpinan Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu Galang,
sehingga apabila terdakwa RAMLAN, SE diduga melakukan tindak pidana yang
berhubungan dengan jabatannya dan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal
64 ayat (1) KUHP kurang tepat, oleh karena ada aturan khusus yang lebih tepat
dapat dikenakan kepada para terdakwa yaitu Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP yang mana
pasal 3 adalah pasal khusus yang dapat dikenakan kepada seseorang atau beberapa
orang yang diduga melakukan tindak pidana yang berhubungan dengan
jabatannya.
Menimbang, bahwa karena ada pasal khusus yang lebih tepat dapat

35
didakwakan kepada para terdakwa maka sebagaimana andagium hukum “lex
specialist de rogat lex generalist” dimana aturan khusus mengesampingkan aturan
umum kepada para terdakwa tidak dapat didakwakan dengan pasal 2 karena pasal
2 adalah aturan umum atau dapat disebut pasal yang bersifat genus dan pasal 3
tesebut bersifat species.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut, unsur ini tidak terpenuhi dan
oleh karen itu terdakwa
Menimbang, bahwa dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur setiap orang.
2. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi.
3. Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan.
4. Unsur yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
5. Unsur menyuruh melakukan, melakukan, atau turut melakukan.
6. Unsur perbuatan berlanjut.
Ad. 1. Unsur setiap orang
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur barangsiapa adalah
menunjuk pada subjek hukum sebagai pelaku tindak pidana yang dapat diminta
kepadanya pertanggungjawaban secara yuridis.
Menimbang, bahwa dalam persidangan jaksa penuntut umum telah
menghadirkan terdakwa RAMLAN, SE yang identitasnya tercantum secara
lengkap dalam surat dakwaan dan identitias itu telah dibenarkan oleh terdakwa

36
RAMLAN, SE sendiri. Oleh karena itu tidaklah terjadi kekeliruan orang yang
dihadapkan sebagai terdakwa, maka dengan demikian unsur ini telah terpenuhi.
Ad. 2. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi.
Menimbang, bahwa unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi memiliki makna alternatif, kata “atau” dalam
unsur di atas artinya memiliki kapasitas yang sama di dalam pemenuhan unsur
tersebut, dimana dengan terpenuhinya salah satu unsur tersebut, berarti telah
memenuhi unsur tersebut.
Menimbang, bahwa pengertian diri sendiri adalah untuk kepentingan
pribadinya, orang lain artinya orang selain pribadinya sementara pengertian
korporasi dalam Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
tindak pidana korupsi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik badan hukum maupun bukan badan hukum.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan
yaitu keterangan saksi-saksi yang sudah bersesuaian satu sama lain dan
berhubungan dengan keterangan para terdakwa dan barang bukti yang diajukan di
persidangan bahwa pada tahun 2010, terdapat 2 Debitur Bank Sumut Kantor
Cabang Pembantu Galang yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba yang merupakan
pengusaha ternak ayam mempunyai tunggakan kredit. Untuk upaya penyelematan
tunggakan kredit, LEGIARTO selaku Pemimpin Bank Sumut Cabang Pembantu
Galang menawarkan kepada SALIKIN untuk mengambil alih kredit kedua
nasabah tersebut dan melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam dengan
pengambilalihan kredit (take over credit) tanpa balik nama yang kreditnya masih
di atas nama Suptapto dan Wan Harun Purba tetapi angsurannya menjadi
tanggung jawab SALIKIN untuk melunasinya. Kemudian pengambilalihan kredit
tanpa balik nama tersebut disetujui oleh SALIKIN karena membutuhkan dana
yang cukup besar untuk membuka usaha ternak ayam sehingga keuntungan yang

37
diperoleh SALIKIN dari pengelolaan usaha ternak ayam lebih besar dari
kewajiban untuk melunasi sisa kredit dan pengambilalihan kredit tersebut yang
dilakukan oleh SALIKIN berlanjut sampai tahun 2012.57
Menimbang, bahwa pada tahun 2013 sampai tahun 2015 SALIKIN
mengalami kesulitan dalam usahanya sehingga tidak bisa membayar angsuran
kredit kemudian SALIKIN mengajukan kredit dengan menggunakan nama orang
lain untuk menutupi angsuran kredit sebelumnya. Kemudian saksi LEGIARTO
dan Terdakwa menyetujui pengajuan kredit yang diajukan SALIKIN.
Menimbang, bahwa setiap pencairan kredit yang diajukan oleh SALIKIN
dengan menggunakan nama-nama orang lain, Terdakwa memberikan tips kepada
para Pejabat Bank Sumut Cabang Pembantu Galang dengan total sekitar Rp.
659.000.000 yang secara akumulasi yaitu sebagai berikut:
1. Legiarto : sekitar Rp.265.000.000.
2. Ramlan, SE : sekitar Rp. 62.000.000.
3. Agung Guliono : sekitar Rp. 58.000.000.
4. Ammar Fuad Abdad : sekitar Rp.150.000.000.
5. Fave Chayo Sahputra : sekitar Rp. 84.000.000.
6. Benny Prima : sekitar Rp. 20.000.000.
7. Rawin Rahmadansyah : sekitar Rp. 15.000.000.
8. Tuah Banta Surbakti : sektar Rp. 5.000.000.
J u m l a h : sekitar Rp.659.000.000.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, perbuatan
Terdakwa dengan tujuan menguntungkan Terdakwa dan Legiarto, Agung Guliono,
Ammar Fuad Abdad, Fave Chayo Sahputra, Benny Prima, Rawin Rahmadsyah
dan Tuah Banda Surbakti, maka majelis berpendapat bahwa unsur ini telah
terpenuhi.
Ad. 3. Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan.

57 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 356-360.

38
Menimbang, bahwa pengertian menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang ada padanya
mengandung pengertian alternatif. Artinya unsur menyalahgunakan kewenangan
dialternatifkan dengan menyalahgunakan sarana yang ada pada diri terdakwa
karena jabatan atau kedudukannya.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan
yaitu keterangan saksi-saksi yang sudah bersesuaian satu sama lain dan
berhubungan dengan keterangan para terdakwa dan barang bukti yang diajukan di
persidangan bahwa LEGIARTO menyuruh Terdakwa dan Tim Analis Kredit agar
menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan agunan
kredit dan Tim Analis Kredit mengetahui adanya komitmen dari LEGIARTO dan
Terdakwa dan dengan SALIKIN agar permohonan kredit yang menggunakan
nama-nama orang tersebut disetujui, sehingga pada saat Tim Analis Kredit
melakukan peninjauan ke lapangan atau check on the spot (COS) tidak berjumpa
dengan calon debitur dan agunan yang diikat sebagai agunan juga tidak sesuai
dengan dokumen kredit yang ada dan plafon.
Menimbang, bahwa walaupun dari hasil COS terhadap nilai agunan dan cek
tidak pantas diberikan kredit, LEGIARTO dan Terdakwa tetap memproses
permohonan kredit para calon debitur dengan menyetujui usulan Tim Analis
Kredit untuk menyesuaikan analisa agunan dan usaha sesuai plafon yang diajukan
sehingga permohonan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan
nama-nama orang lain disetujui.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas serangkaian
perbuatan Terdakwa bersama dengan LEGIARTO telah dapat dikategorikan
melakukan perbuatan meyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena
jabatan, maka majelis berpendapat bahwa unsur ini telah terpenuhi.
Ad. 4. Unsur yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Menimbang, bahwa dari rumusan unsur ini memiliki pengertian bahwa tindak
pidana korupsi adalah delik formil artinya akibat itu tidak perlu sudah terjadi

39
namun apabila perbuatan itu dapat/mungkin merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara perbuatan pidana sudah selesai.
Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi yang dimaksud dengan keuangan
negara merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang
dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk semua bagian kekayaan negara dan
semua hak dan kewajiban.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu
keterangan saksi-saksi yang telah bersesuaian satu sama lain dan dihubungkan
dengan keterangan Terdakwa serta berhubungan dengan barang bukti yang
diajukan di persidangan bahwa berdasarkan laporan hasil audit perhitungan
kerugian keuangan negara tahun 2013 sampai tahun 2015 yang dituangkan dalam
surat No: SR-20/PW02/5.1/2021 tanggal 22 Juni 2021 akibat perbuatan Terdakwa
bersama dengan LEGIARTO dan SALIKIN telah merugikan keuangan Negara
sebesar Rp. 35.153.000.000, maka unsur ini terpenuhi.
Ad. 5. Unsur menyuruh melakukan, melakukan, atau turut melakukan.
Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP adalah pasal yang
mengatur tentang tindak pidana penyertaan yang dalam hal ini Terdakwa lebih
dari seorang yang dalam hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan
dapat dikualifikasikan sebagai:
1. Orang yang melakukan (pleger) adalah seseorang telah berbuat mewujudkan
semua elemen atau anasir dari kejadian atau peristiwa pidana.
2. Orang yang meyuruh melakukan (doen plegen) sedikitnya ada dua orang,
yaitu yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan
orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, tetapi ia menyuruh orang
lain.
3. Orang yang turut serta melakukan (medepleger) sedikitnya harus ada dua
orang, yaitu orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan

40
(medepleger) peristiwa pidana, kedua orang tersebut semuanya melakukan
perbuatan pelaksanaan.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu
keterangan saksi-saksi yang telah bersesuaian satu sama lain dan dihubungkan
dengan keterangan Terdakwa serta berhubungan dengan barang bukti yang
diajukan di persidangan bahwa serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh
Terdakwa, LEGIARTO, dan SALIKIN merupakan kerja sama yang telah
disepakati secara sadar oleh ketiga orang tersebut, maka unsur ini telah terpenuhi.
Ad. 6. Unsur perbuatan berlanjut.
Menimbang, bahwa perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan berlanjut
apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pelanggaran atau kejahatan tersendiri itu adalah pelaksanaan kehendak yang
terlarang.
2. Pelanggaran atau kejahatan itu sejenis.
3. Tenggang waktu antara pelanggaran atau kejahatan tidak terlalu lama.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa
perbuatan LEGIARTO dan Terdakwa menyetujui kredit SALIKIN dan perbuatan
tersebut sejenis serta waktunya sejak tahun 2013 sampai 2015, maka unsur ini
telah terpenuhi.
Menimbang, bahwa semua unsur-unsur dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah
terpenuhi, maka perbuatan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama dengan
berlanjut” sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Karena hukumannya bersifat
kumulatif, maka hukuman kepada Terdakwa dapat dijatuhi hukuman penjara dan

41
denda sekaligus.
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan terlebih dahulu,
dipertimbangkan keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan
Terdakwa:
Keadaan-keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Keadaan-keadaan yang meringankan:
- Terdakwa merasa tidak bersalah.
- Terdakwa belum pernah dihukum.
Mengingat Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan peraturan hukum acara pidana lainnya serta
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.58
4. Amar Putusan
MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa RAMLAN, SE tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan
primair.
2. Membebaskan terdakwa dari dakwaan primair.
3. Menyatakan terdakwa RAMLAN, SE terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama dengan
berlanjut” sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
4. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RAMLAN, SE dengan pidana penjara
selama 13 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp. 750.000.000 dengan

58 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 362-367.

42
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan
pidana kurungan selama 4 bulan.
5. Menyatakan tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan
sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.
6. Menyatakan terdakwa tetap ditahan.
7. Menyatakan barang bukti berupa beberapa dokumen asli Perjanjian Kredit
PT. Bank Sumut KCP Galang, beberapa dokumen fotokopi Perjanjian Kredit
PT. Bank Sumut KCP Galang, surat-surat, asli Sertifikat Hak Milik, dan
beberapa bidang tanah.
8. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 5.000.
5. Analisis Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
Untuk membuktikan tuntutan jaksa penuntut umum dalam Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn apakah penerapan hukum pidananya tepat, maka
menurut penulis perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa RAMLAN terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara
bersama-sama dengan berlanjut” sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP sehingga penerapan hukum pidananya tepat. Adapun unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang, dalam perkara ini yang menjadi subjek hukumnya adalah
terdakwa RAMLAN, SE. selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang
Pembantu Galang dan dalam persidangan jaksa penuntut umum identitas
dalam surat dakwaan penuntut umum telah dibenarkan oleh terdakwa itu
sendiri. Dari rumusan di atas, unsur setiap orang menurut hukum telah
terbukti secara sah.

43
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, yang dimaksud dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi sama artinya dengan mendapatkan keuntungan
untuk diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang merupakan tujuan dari
orang yang melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Terdakwa RAMLAN,
SE. selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
menyetujui pengajuan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan
menggunakan nama orang lain untuk menutupi angsuran kredit sebelumnya.
Setiap pencairan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan
nama-nama orang lain, Terdakwa memberikan tips kepada para Pejabat Bank
Sumut Cabang Pembantu Galang dengan total sekitar Rp. 659.000.000.
Faktanya para debitur tidak menerima dana pencairan kredit, tetapi diterima
oleh SALIKIN untuk keuntungan SALIKIN. Dana yang dicairkan diterima
secara bertahap oleh SALIKIN dan sebagian digunakan untuk membayar
cicilan kredit sebelumnya dan sebagian lagi diserahkan kepada SALIKIN
yang digunakan untuk usahanya dan menyiapkan/membeli rumah atau tanah
baru. Maka dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa perbuatan Terdakwa
telah menguntungkan Terdakwa sendiri, Legiarto, Salikin, Agung Guliono,
Ammar Fuad Abdad, Fave Chayo Sahputra, Benny Prima, Rawin
Rahmadsyah dan Tuah Banda Surbakti. Dari rumusan di atas, unsur dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
menurut hukum telah terbukti secara sah.
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dimaksud dengan unsur
tersebut adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
melekat pada jabatan atau kedudukan yang diduduki atau dijabat oleh orang
yang melakukan tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud
kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut diberikan. Terdakwa
RAMLAN, SE. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana

44
mestinya. Terdakwa dan LEGIARTO menyetujui pengajuan kredit yang
diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan nama orang lain. Terdakwa
juga tidak melakukan cross check terhadap dokumen kredit yang diajukan
oleh Tim Analisa Kredit dan juga menyerahkan pencairan kredit kepada
SALIKIN yang seharusnya diberikan kepada para debitur. Dari rumusan di
atas, unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan menurut hukum telah terbukti secara
sah.
4. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, yang
dimaksud dengan unsur tersebut adalah menyebabkan atau mendatangkan
kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara berupa seluruh
kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang dipisahkan atau tidak
dipisahkan, termasuk semua bagian kekayaan negara dan semua hak dan
kewajiban. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, hasil audit
perhitungan kerugian keuangan negara tahun 2013 sampai tahun 2015 yang
dituangkan dalam surat No: SR-20/PW02/5.1/2021 tanggal 22 Juni 2021
akibat perbuatan Terdakwa bersama dengan LEGIARTO dan SALIKIN telah
merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 35.153.000.000. Dari rumusan di
atas, unsur dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
menurut hukum telah terbukti secara sah.
5. Menyuruh melakukan, melakukan, atau turut melakukan, dalam Pasal
55 ayat (1) ke 1 KUHP, Terdakwa lebih dari seorang yang dalam
hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan dapat dikualifikasikan
sebagai orang yang melakukan, orang yang menyuruh melakukan, dan orang
yang turut serta melakukan. Berdasarkan fakta yang terungkap di
persidangan, serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa,
LEGIARTO, dan SALIKIN merupakan kerja sama yang telah disepakati oleh
ketiga orang tersebut. Dari rumusan di atas, unsur menyuruh melakukan,
melakukan, atau turut melakukan menurut hukum telah terbukti secara sah.

45
6. Perbuatan berlanjut, yang dimaksud perbuatan berlanjut adalah perbuatan
yang dilakukan apabila pelanggaran atau kejahatan merupakan pelaksanaan
kehendak yang terlarang dan sejenis yang mana tenggang waktu antara
pelanggaran atau kejahatan tidak terlalu lama. Berdasarkan fakta yang
terungkap di persidangan, perbuatan LEGIARTO dan Terdakwa menyetujui
kredit SALIKIN dan perbuatan tersebut sejenis serta waktunya sejak tahun
2013 sampai 2015. Dari rumusan di atas, unsur perbuatan berlanjut menurut
hukum telah terbukti secara sah.
Terpenuhinya semua unsur pidana dalam perkara tersebut, maka Terdakwa
RAMLAN, SE. terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “korupsi secara bersama-sama dengan berlanjut” sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo
Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Mengenai Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan
pidana tambahan yang disebutkan dalam KUHP terungkap dalam persidangan
bahwa tidak ada satu pun bukti yang menerangkan bahwa Terdakwa menerima
atau menikmati uang korupsi tersebut. Maka dengan demikian Terdakwa
RAMLAN, SE. selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
tidak harus membayar uang pengganti sesuai dengan ketentuan melainkan
SALIKIN yang membayar uang pengganti karena SALIKIN menerima atau
menikmati uang korupsi.
Hal itu juga serupa juga dengan perbuatan Terdakwa LEGIARTO dalam
putusan Nomor 85/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mdn bahwa dalam persidangan tidak
ada satu pun bukti yang menerangkan bahwa Terdakwa menerima atau menikmati

46
uang korupsi tersebut. Maka Terdakwa LEGIARTO selaku Pemimpin Bank
Sumut Cabang Pembantu Galang tidak harus membayar uang pengganti sesuai
dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang membayar uang pengganti karena
SALIKIN menerima atau menikmati uang korupsi.
Dari fakta yang terungkap dalam persidangan, dapat dinyatakan bahwa
Terdakwa RAMLAN, SE. dan LEGIARTO tidak dibebankan untuk membayar
uang pengganti melainkan SALIKIN yang dibebankan untuk membayar uang
pengganti sebesar Rp. 35.153.000.000 karena SALIKIN menerima atau
menikmati uang korupsi tersebut.
Mengenai pertimbangan hakim yang telah diuraikan di atas, maka dapat
penulis pahami bahwa pertimbangan hakim dimulai dari pemenuhan unsur-unsur
tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan yang dimulai dari dakwaam primair
kemudian dakwaan subsidair. Dari proses persidangan yang dilakukan, hakim
menemukan bahwa perbuatan Terdakwa memenuhi unsur dakwaan subsidair yaitu
Terdakwa menyalahgunakan kewenangannya dengan tujuan menguntungkan
SALIKIN selaku debitur Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu Galang yang
berakibat merugikan keuangan negara. Karena semua unsur dakwaan subsidair
telah terbukti, maka telah jelas bahwa perbuatan Terdakwa memenuhi rumusan
delik korupsi.
Hakim juga mempertimbangkan tentang pengganti kerugian negara walaupun
Terdakwa mempunyai andil dalam merugikan kerugian negara tetapi tidak ada
bukti bahwa Terdakwa telah menerima atau menikmati uang korupsi. Maka
dengan demikian hakim berpendapat bahwa tidak adil apabila Terdakwa dibebani
untuk mengganti kerugian negara.
Hakim juga menjatuhkan putusan pemidanaan dengan mempertimbangkan
aspek yuridis dan non yuridis. Dalam menjatuhkan putusan pemidanaan ini,
hakim memutus perkara pada putusan ini berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan, alat bukti, tuntutan jaksa penuntut, dan peraturan perundang-
undangan. Selain pertimbangan yuridis, hakim juga menggunakan pertimbangan

47
non yuridis, yaitu dari aspek non yuridis sebelum menjatuhkan hukuman yang
pantas untuk Terdakwa, perlu dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan
memberatkan pemidanaan.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa menurut penulis
merupakan kejahatan yang luar biasa sehingga sudah sangat tepat apabila
Terdakwa dijatuhi pidana hukuman berdasarkan aturan Pasal 3 Jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP. Dengan memperhatikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c/q Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
telah mengalami kerugian sebesar Rp. 35.153.000.000.
Dalam putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hakim menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa RAMLAN, SE dengan pidana penjara selama 13 tahun
dan denda masing-masing sebesar Rp. 750.000.000. Hal ini sesuai dengan
penerapan undang-undang tindak pidana korupsi dan pidana yang dijatuhkan
kepada Terdakwa cukup berat.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan penulis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa perbuatan Terdakwa RAMLAN, SE terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama
dengan berlanjut” sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Penerapan hukum
pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo
Pasal 64 ayat (1) KUHP telah tepat dan memenuhi unsur delik. Terkait penjatuhan

48
putusan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan
yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RAMLAN, SE dengan pidana
penjara selama 13 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp. 750.000.000,
menurut penulis tindakan hakim sudah adil bahwa Terdakwa tidak harus
membayar uang pengganti sesuai dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang
membayar uang pengganti karena SALIKIN menerima atau menikmati uang
korupsi dan pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa cukup berat.
B. Tinjauan Kriminologis Terhadap Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn
1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terdakwa Melakukan Kejahatan Korupsi
Dari beberapa pernyataan saksi-saksi dan terdakwa dalam Putusan Nomor
83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, penulis kemudian membandingkan antara
pernyataan saksi-saksi dan para ahli dari beberapa literatur. Penulis akan
merumuskan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi
di Galang. Dalam hal ini penulis akan membagi faktor-faktor tersebut dalam
aspek pemberi karena Terdakwa RAMLAN, SE adalah orang yang memberi atau
menyerahkan pencairan kredit kepada Salikin yang seharusnya diserahkan kepada
para calon debitur. Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan Terdakwa
melakukan kejahatan korupsi dari aspek pemberi:
a. Adanya Kepentingan
Konflik kepentingan dapat mendorong pejabat mengalami situasi yang mana
pertimbangan pribadi mendominasi, memengaruhi, bahkan menyingkirkan
keahliannya dalam mengerjakan tugasnya. Pertimbangan pribadi tersebut dapat
berupa kepentingan pribadi sendiri, kelompok atau kerabat yang mendesak ide-
idenya sehingga keputusannya menyimpang pada pelayanannya terhadap publik.
Pejabat itu merujuk pada pegawai yang bekerja dalam sektor pemerintahan.
Dalam konteks di atas, terdapat hubungan yang erat antara konflik kepentingan
dan korupsi. OECD menyatakan bahwa:
“Conflict of interest occurs when an individual or a corporation (either

49
private or governmental) is in a position to exploit his or their own professional
or official capacity in same way for personalk or corporate benefit”
Dengan kata lain, konflik kepentingan terjadi apabila seseorang atau individu
dapat menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi. Sementara itu, World Bank menyatakan bahwa korupsi adalah
“the abuse public office for private gain”. Kedua pengertian di atas jelas
menunjukkan adanya hubungan antara konflik kepentingan dan korupsi. Konflik
kepentingan tidak sering menyebabkan dan menyebabkan korupsi, tetapi korupsi
selalu membutuhkan kepentingan.59
Dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, saksi Ammar Fuad
Abdad menyatakan bahwa mereka sudah mengetahui dari awal sejak masuknya
permohonan kredit tersebut uangnya akan digunakan oleh SALIKIN dan juga
untuk kepentingan membayar angsuran Salikin Group.60
Kemudian Terdakwa RAMLAN, SE menyatakan bahwa proses pembayaran
angsuran kredit atas nama debitur group Salikin yang macet yang angsurannya
menggunakan uang pencairan pinjaman kredit yang baru dengan cara ketika
proses penandatanganan PMK dibuatkan slip penarikan uang sejumlah sisa kredit
setelah dipotong biaya-biaya. Setelah itu slip penarikan diserahkan kepada teller
dan uangnya disetorkan untuk membayar angsuran kredit group Salikin yang
sebelumnya sudah disiapkan oleh wakil pimpinan dan pimpinan. Terhadap uang
yang belum sempat disetorkan ke rekening debitur karena waktu sudah mau tutup
kantor maka uangnya disimpan di lemari besi penyimpanan uang.61
Saksi SALIKIN juga menyatakan bahwa motif pemberian kredit secara besar-
besaran kepada SALIKIN lebih dominan untuk menutupi angsuran kredit pada
bulan sebelumnya dan sebagian lagi dipengaruhi faktor penyelesaian bangunan
sehingga dapat dipakai menjadi agunan untuk bulan berikutnya pada peminjaman

59
Muh. Affan R. Tojeng, Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Transparency Inteernational Indonesia, 2017), hlm. 3.
60 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 128.
61 ?
Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, hlm. 331.

50
tersebut. Saksi SALIKIN belum melunasi pinjaman kredit atas nama SALIKIN
Group sebanyak 127 rekening. Saksi SALIKIN juga menyatakan penyebab kredit
macet adalah karena usaha ternak ayam SALIKIN bangkrut, pembangunan pasar
sajadah SALIKIN belum selesai, dan penyuplai ayam broiler tidak berjalan lancar.
Kemudian saksi SALIKIN menyadari bahwa akibat dari perbuatannya yang
menggunakan nama-nama orang lain dan menggunakan uang tersebut untuk
kepentingan SALIKIN telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Bank
Sumut Cabang Pembantu Galang sekitar Rp. 31.692.690.986.
Dari beberapa pernyataan saksi dan Terdakwa di atas, maka dapat penulis
simpulkan bahwa perbuatan Terdakwa termasuk perbuatan merangkap jabatan
dalam beberapa instansi, lembaga atau perusahaan yang mempunyai hubungan
langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan
dan mengakibatkan pemanfaatan jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya. 62
Kemudian perbuatan SALIKIN yang menggunakan uang untuk kepentingannya
telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Bank Sumut Cabang Pembantu
Galang sekitar Rp. 31.692.690.986.
b. Lemahnya Moral Dan Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah pusat dari semua aktivitas kehidupan hukum yang
bermula dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum, dan
evaluasi hukum. Pada hakikatnya, penegakan hukum merupakan interaksi antara
berbagai moral manusia yang mewakili kepentingan yang berbeda dalam aturan
yang telah disepakati. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak hanya dianggap
penerapan hukum. Tetapi penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas
daripada pendapat tersebut, karena akan melibatkan dimensi moral manusia dalam
penegakan hukum. Dengan pemahaman tersebut, maka dapat diketahui bahwa
permasalahan hukum yang akan selalu menonjol adalah permasalahan "law in

62 ?
Komisi Pemberantasan Korupsi, Panduan Penanganan Konflik Kepentingan Bagi
Penyelenggara Negara, (Jakarta: KPK, 2009), hlm. 4.

51
action" bukan pada "law in the books".63
Dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, saksi Agung Priono
menyatakan bahwa SALIKIN mulai mengembangkan usaha di bidang lain dengan
mencoba membangun perumahan untuk karyawan SALIKIN atas saran dari
Agung Guliono dan SALIKIN mulai membangun perumahan di Dusun VI Desa
Pulau Tagor sebanyak 2 unit dan dilakukan pinjaman KPR di Bank Sumut Cabang
Lubuk Pakam. Kemudian SALIKIN juga membangun perumahan di Dusun VI
Desa Jaharun B Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang sebanyak 15 unit
dengan membeli tanah milik Ari Sahputra dan Sutrisman sesuai saran dai Agung
Guliono sebagai tindak lanjut dari pengembangan bisnis perumahan tersebut.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, SALIKIN menjual rumah tersebut
kepada Pihak Ketiga (Wiraswasta, TNI, dan lain-lain) yang bukan debitur
SALIKIN Group untuk membayar angsuran kredit SALIKIN di Bank Sumut
Cabang Pembantu Galang dan permasalahan ini diketahui oleh Legiarto,
RAMLAN, SE, dan pejabat Bank Sumut cabang Pembantu Galang lainnya.
Beriringan dengan waktu pembangunan perumahan di Desa Jaharun B Kecamatan
Galang Kabupaten Deli Serdang, SALIKIN juga membangun perumahan di
Dusun IV sebanyak 19 unit, Dusun III sebanyak 3 unit, Dusun VI sebanyak 4 unit
dan Dusun III sebanyak 5 unit (agunan di BRI Cabang Lubuk Pakam), Desa
Galang sebanyak 2 ruko dan pembangunan ruko di Desa Karang Tengah sebanyak
26 unit dengan niat untuk membantu memajukan Pemerintahan Kecamatan Serba
Jadi.
Namun diluar perkiraan Salikin karena kelalaian, kelemahan pengawasan dan
manajemen keuangan sehingga sekitar tahun 2012 SALIKIN diputuskan
kemitraan dengan PT. Sabas. Kemudian SALIKIN dikenakan penalti sebesar Rp.
800.000.000 karena SALIKIN mengambil ayam di PIR tanpa menggunakan
Delivery Order dan belum sempat mengganti sementara pihak PT. Sabas

63 ?
Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta:
PT. Buana Indah Populer, 2008), hlm. 22.

52
membutuhkan ayam tersebut. Insiden ini berpengaruh fatal karena usaha utama
SALIKIN yaitu ternak ayam dan agen penyuplai ayam turun drastis. Pengaruhnya
bagi bank angsuran kredit tidak terbayar.
Sebagai upaya untuk bertahan, SALIKIN mencoba untuk bermitra PIR ke PT.
lain, yaitu PT. Pokpan, PT. Komplit, dan PT. Arjuna tetapi hasilnya kurang
maksimal sehingga SALIKIN mengalami kerugian sekitar Rp. 2.000.000.000 dan
usaha tersebut SALIKIN delegasikan kepada Hendrik, Sugeng Suhariyadi dan
Riswansyah sebagai perwujudan tanggung jawab mereka untuk menyerahkan
surat tanah dan menjadi agunan di Bank Sumut cabang Pembantu Galang.
Pada tahun 2012, SALIKIN diberikan saran oleh petugas bank untuk
mengajukan pinjaman kredit dengan menggunakan nama-nama orang untuk
menutupi angsuran kredit SALIKIN di Bank Sumut Cabang Pembantu Galang.
Dananya digunakan SALIKIN dan sebagian dipakai oelh debitur dan sudah
dilunasi dari pinjaman kredit SALIKIN Group pada tahun 2015. Setelah
melakukan upaya untuk tetap membayar angsuran kredit atas nama debitur,
SALIKIN tetap mengalami kesulitan sehingga SALIKIN memohon bantuan
kepada Notaris Yunasril, SH, M.Kn untuk memakai dana dari rekening hutang dan
penampungan milik notaris di Bank Sumut untuk membayar cicilan. SALIKIN
membayar cicilan terakhir kalinya pada bulan November 2015 sebesar Rp.
650.000.000.
Dari pernyataan saksi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa perbuatan
Terdakwa bersama dengan LEGIARTO dan SALIKIN termasuk perbuatan yang
merugikan keuangan negara karena lemahnya moral dan penegakan hukum.
Perbuatan korupsi tersebut sangat berhubungan dengan dengan penyalahgunaan
wewenang atau dampak yang ada pada kedudukan pejabat yang menyimpang dari
moral dan hukum sehingga tindakan korupsi telah merugikan keuangan negara.64
c. Adat/Budaya/Kebiasaan

64
Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm. 54.

53
Korupsi di Indonesia yang tidak pernah selesai menyebabkan munculnya
istilah budaya korupsi. Korupis memang bukan dikatakan sebagai budaya yang
diwariskan secara turun temurun, bukan juga dikatakan sebagai budaya nasional
yang harus dilestarikan, tetapi budaya korupsi dipandang sebagai kenyataan
dimana korupsi tidak lagi diberantas. Korupsi terjadi di mana-mana dan akhirnya
perbuatan memberikan sesuatu kepada pejabat dipandang sebagai kebiasaan dan
bentuk ucapan terima kasih.
Permasalahan pemberantasan korupsi pasti dihadapkan budaya hukum
masyarakat, yaitu cara masyarakat memandang hukum. Satjipto Rahardjo
memandang bahwa budaya hukum sebagai landasan untuk dijalankan atau tidak
dijalankan hukum positif dalam masyarakat karena pelaksanaan hukum positif
banyak ditentukan oleh nilai yang dihayatinya, pandangan, dan sikap.65
Dalam putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, saksi LEGIARTO
menyatakan bahwa pada tahun 2015 SALIKIN mengalami kesulitan membayar
angsuran kredit sehingga RAMLAN, SE menyarankan kepada SALIKIN untuk
menarik uang rekening tabungan Notaris Yunasril, SH, M.Kn. Kemudian
RAMLAN, SE menyampaikan kepada SALIKIN agar menghubungi Notaris
Yunasril, SH, M.Kn untuk meminjamkan dana rekening tabungannya dan Notaris
Yunasril, SH, M.Kn menyetujuinya sehingga penarikan dilakukan secara bertahap
sampai sejumlah Rp. 600.000.000. Uang yang ditarik secara bertahap belum
sesuai progres pengurusan surat-surat peningkatan tanah yang menjadi tanggung
jawabnya.
Kemudian saksi LEGIARTO menyatakan bahwa kompensasi yang diberikan
berupa uang tips dari SALIKIN kepada saksi LEGIARTO sekitar Rp. 500.000
hingga Rp. 1.500.000. SALIKIN juga memberikan uang THR sebesar Rp.
5.000.000 dan seingat saksi LEGIARTO total uang tips yang diberikan SALIKIN
sekitar Rp. 200.000.000 hingga Rp. 250.000.000. Kemudian seingat saksi

65 ?
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 85.

54
LEGIARTO semua pegawai Bank Sumut Cabang Pembantu Galang menerima
pemberian uang tips dari SALIKIN, khususnya kepada saksi LEGIARTO,
RAMLAN, SE dan para analis kredit.
Kemudian saksi LEGIARTO menyatakan bahwa saksi LEGIARTO
memberikan uang THR kepada para pegawai Bank Sumut Cabang Pembantu
Galang sejak tahun 2013 sampai 2015 dengan besarannya sekitar Rp. 100.000
hingga Rp. 400.000. Pemberian uang tips dari debitur atau pihak ketiga kepada
para pejabat bank tidak diperbolehkan dan melanggar Prinsip Tata Kelola Good
Corporate Governance (GCG) yang telah ditetapkan oleh Direksi Bank Sumut
Kantor Pusat Medan. Sejak tahun 2013 sampai 2015 pemberian kredit pada
SALIKIN Group yang dilakukan oleh Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
tidak sesuai dengan ketentuan Direksi Bank Sumut.
Berhubungan dengan Standar Tata Kelola Good Corporate Governance
(GCG) pada Bank Sumut Cabang Pembantu Galang pada awalnya SALIKIN
sudah menerapkan aturan tersebut dengan membuat kebijakan membantu
usahanya agar berkembang dengan tambahan dana berupa kredit atas orang lain,
tetapi kemampuan finansial SALIKIN sudah tidak mampu untuk menutupi
tunggakan angsuran kreditnya. Mereka mengambil kebijakan dengan memberikan
fasilitas kredit kepada SALIKIN Group tanpa melalui prosedur yang berlaku
tanpa menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Kemudian saksi LEGIARTO menyadari perbuatan tersebut merugikan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c/q Bank Sumut Cabang Pembantu Galang
sebesar Rp. 35.153.000.000 karena hingga saat ini kredit atas nama SALIKIN dan
debitur SALIKIN Group termasuk dalam kolektibilitas kredit macet. Hukuman
yang diberikan Direksi Bank Sumut Kantor Pusat Medan kepada saksi
LEGIARTO adalah dicabut dari jabatan sebagai Pimpinan Bank Sumut Cabang
Pembantu Galang pada bulan Maret 2016. Selanjutnya saksi LEGIARTO
diberhentikan dengan tidak hormat pada tanggal 28 Oktober 2016 dan saksi
LEGIARTO tidak keberatan atas hukuman tersebut. Tujuan pemberian fasilitas

55
kredit kepada SALIKIN Group sejak tahun 2013 sampai 2015 dilakukan oleh
Bank Sumut Cabang Pembantu Galang tidak hanya untuk membantu usaha
SALIKIN tetapi untuk menjaga indikator kualitas Non Performing Loan (NPL)
Bank Sumut Cabang Pembantu Galang agar tetap sehat dan sebagai sarana untuk
membayar angsuran kredit debitur SALIKIN Group. SALIKIN tidak pernah
menghubungi saksi LEGIARTO untuk membahas tentang penyelesaian kredit
macet tersebut dan saksi LEGIARTO juga tidak mengetahui keberadaannya saat
ini.
Dari keterangan saksi LEGIARTO dapat disimpulkan bahwa memberikan
uang tips dari debitur atau pihak ketiga kepada para pejabat bank adalah kebiasaan
atau bahkan sudah menjadi keharusan untuk menutupi tunggakan kredit karena
terasa ada sesuatu yang kurang. Hal itu bukan hanya terjadi di Galang, di daerah
lain juga ada.
2. Modus Terdakwa Dalam Melakukan Kejahatan Korupsi
Korupsi saat ini benar-benar menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan
negeri ini karena akhir-akhir ini semakin marak pemberitaan terkait dengan
beberapa orang yang terlibat di eksekutif, legislatif, dan yudikatif diiringi dengan
menyalahgunakan wewenang, menggelapkan serta memeras dalam jabatan, dan
menerima suap. Berhubungan dengan itu juga muncul permasalahan kriminalisasi
terhadap berbagai penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
penegak hukum. Hal tersebut makin meramaikan berita tentang korupsi di
berbagai media cetak dan media sosial serta memburamkan wajah penegak hukum
di Indonesia ini.66
Dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn, ada beberapa modus
operandi yang dilakukan oleh Terdakwa RAMLAN, SE, antara lain:
a. Modus menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang berhubungan dengan keterangan

66
M. Effendy, Korupsi dan Strategi Nasional, (Jakarta: Referensi (GP Press Group), 2013),
?

hlm. 1.

56
para terdakwa, dapat diuraikan bahwa pada tahun 2010 terdapat 2 Debitur Bank
Sumut Kantor Cabang Pembantu Galang yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba
yang merupakan pengusaha ternak ayam mempunyai tunggakan kredit. Untuk
upaya penyelematan tunggakan kredit, LEGIARTO selaku Pemimpin Bank Sumut
Cabang Pembantu Galang menawarkan kepada SALIKIN untuk mengambil alih
kredit kedua nasabah tersebut dan melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam
dengan pengambilalihan kredit (take over credit) tanpa balik nama yang kreditnya
masih di atas nama Suptapto dan Wan Harun Purba tetapi angsurannya menjadi
tanggung jawab SALIKIN untuk melunasinya. Kemudian pengambilalihan kredit
tanpa balik nama tersebut disetujui oleh SALIKIN karena membutuhkan dana
yang cukup besar untuk membuka usaha ternak ayam sehingga keuntungan yang
diperoleh SALIKIN dari pengelolaan usaha ternak ayam lebih besar dari
kewajiban untuk melunasi sisa kredit dan pengambilalihan kredit tersebut yang
dilakukan oleh SALIKIN berlanjut sampai tahun 2012.
Pada tahun 2013 sampai tahun 2015 SALIKIN mengalami kesulitan dalam
usahanya sehingga tidak bisa membayar angsuran kredit kemudian SALIKIN
mengajukan kredit dengan menggunakan nama orang lain untuk menutupi
angsuran kredit sebelumnya. Kemudian saksi LEGIARTO dan Terdakwa
menyetujui pengajuan kredit yang diajukan SALIKIN.
Setiap pencairan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan
nama-nama orang lain, Terdakwa memberikan tips kepada para Pejabat Bank
Sumut Cabang Pembantu Galang dengan total sekitar Rp. 659.000.000.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perbuatan Terdakwa termasuk dalam kategori menguntungkan diri sendiri, orang
lain, atau korporasi.
b. Modus menyalahgunakan kewenangan.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang berhubungan dengan keterangan
para terdakwa, dapat diuraikan bahwa LEGIARTO menyuruh Terdakwa dan Tim
Analis Kredit agar menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk

57
dijadikan agunan kredit dan Tim Analis Kredit mengetahui adanya komitmen dari
LEGIARTO dan Terdakwa dan dengan SALIKIN agar permohonan kredit yang
menggunakan nama-nama orang tersebut disetujui, sehingga pada saat Tim Analis
Kredit melakukan peninjauan ke lapangan atau check on the spot (COS) tidak
berjumpa dengan calon debitur dan agunan yang diikat sebagai agunan juga tidak
sesuai dengan dokumen kredit yang ada dan plafon.
Walaupun dari hasil COS terhadap nilai agunan dan cek tidak pantas
diberikan kredit, LEGIARTO dan Terdakwa tetap memproses permohonan kredit
para calon debitur dengan menyetujui usulan Tim Analis Kredit untuk
menyesuaikan analisa agunan dan usaha sesuai plafon yang diajukan sehingga
permohonan kredit yang diajukan oleh SALIKIN dengan menggunakan nama-
nama orang lain disetujui.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perbuatan Terdakwa bersama dengan LEGIARTO termasuk dalam kategori
menyalahgunakan kewenangan.
c. Modus merugikan keuangan negara.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang berhubungan dengan keterangan
para terdakwa, dapat diuraikan bahwa saksi LEGIARTO memberikan uang THR
kepada para pegawai Bank Sumut Cabang Pembantu Galang sejak tahun 2013
sampai 2015 dengan besarannya sekitar Rp. 100.000 hingga Rp. 400.000.
Pemberian uang tips dari debitur atau pihak ketiga kepada para pejabat bank tidak
diperbolehkan dan melanggar Prinsip Tata Kelola Good Corporate Governance
(GCG) yang telah ditetapkan oleh Direksi Bank Sumut Kantor Pusat Medan.
Sejak tahun 2013 sampai 2015 pemberian kredit pada SALIKIN Group yang
dilakukan oleh Bank Sumut Cabang Pembantu Galang tidak sesuai dengan
ketentuan Direksi Bank Sumut.
Berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara tahun
2013 sampai tahun 2015 yang dituangkan dalam surat No: SR-20/PW02/5.1/2021

58
tanggal 22 Juni 2021 akibat perbuatan Terdakwa bersama dengan LEGIARTO
dan SALIKIN telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 35.153.000.000.
d. Modus gratifikasi.
Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti yang luas, yakni meliputi
pemberian barang, uang, komisi, rabat atau diskon, tiket perjalanan, pinjaman
tanpa bunga, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan macam-macam fasilitas
lainnya baik diterima dalam negeri maupun diterima di luar negeri serta baik
digunakan dengan sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik.67
Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang berhubungan dengan keterangan
para terdakwa, dapat diuraikan bahwa setiap pencairan kredit yang diajukan oleh
SALIKIN dengan menggunakan nama-nama orang lain, Terdakwa memberikan
tips kepada para Pejabat Bank Sumut Cabang Pembantu Galang dengan total
sekitar Rp. 659.000.000. Selain pemberian tips kepada para Pejabat Bank Sumut
Cabang Pembantu Galang, SALIKIN memberikan uang tips kepada para debitur
yang SALIKIN gunakan namanya untuk pengajuan kredit yang besarannya antara
Rp. 1.000.000 hingga Rp. 2.000.000, dan SALIKIN berikan setelah pencairan
kredit.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perbuatan Terdakwa termasuk dalam kategori gratifikasi atau memberikan tips
kepada para Pejabat Bank Sumut Cabang Pembantu Galang.
e. Modus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perkreditan lainnya dalam SK DIREKSI NO. 030/DIR/DKr-KK/SK/2013
TENTANG KREDIT PEMILIKAN RUMAH SUMUT SEJAHTERA (KPR
SUMUT SEJAHTERA)
Dalam SK DIREKSI Nomor 030/DIR/DKr-KK/SK/2013 TANGGAL 19
FEBRUARI 2013 TENTANG KREDIT PEMILIKAN RUMAH SUMUT

67 ?
Kristian dan Yopi Gunawan, Op. Cit., hlm.23.

59
SEJAHTERA (KPR SUMUT SEJAHTERA), dapat diuraikan bahwa ketentuan-
ketentuan perkreditan yang dilanggar oleh RAMLAN, SE adalah sebagai berikut:
1) Ruko belum dalam keadaan siap huni pada saat realisasi kredit dengan
100% perhitungan nilai taksasi. Kemudian agunan belum berstatus
Sertifikat Hak Milik (SHM) pada saat kredit direalisasikan.
2) Setoran self financing DP dari debitur tidak ada, tetapi hanya merupakan
rekayasa terhadap sebagian debitur yang melakukan transaksi setoran DP
pada rekening tabungan karena tidak disertai dengan fisik uang.
Kemudian setoran DP ditransaksikan pada hari yang sama dengan
realisasi kredit.
3) Dana realisasi kredit ditarik tunai, yang seharusnya melalui
pemindahbukuan atas semua dana realisasi kredit ke rekening pihak
pengembang.
4) Izin Medirikan Bangunan (IMB) tidak ada.
5) Adanya unsur kesengajaan pejabat Kantor Cabang Pembantu Galang
dengan melakukan rekayasa terhadap analisa dan data debitur dengan
pemberian kredit topengan atau tempilan.
f. Modus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perkreditan lainnya dalam SK DIREKSI NO. 034/DIR/DKr-KP/SK/2012
TENTANG KREDIT USAHA RAKYAT
Dalam SK DIREKSI Nomor 034/DIR/DKr-KP/SK/2012 TANGGAL 2
APRIL 2012 TENTANG KREDIT USAHA RAKYAT, dapat diuraikan bahwa
ketentuan-ketentuan perkreditan yang dilanggar oleh RAMLAN, SE adalah
sebagai berikut:
1) Surat Keterangan Keimigrasian (SKIM) kredit rekening koran dengan
jangka waktu 3 tahun, yang seharusnya maksimal 1 tahun dengan opsi
bias diperpanjang selama jangka waktu 6 tahun.
2) Pemberian KUR yang tidak berdasarkan tujuan (side streaming).
3) Biaya kredit bersumber dari dana realisasi kredit.

60
g. Modus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perkreditan lainnya dalam SK DIREKSI NO. 201/DIR/DKr-KK/SK/2011
PERIHAL KREDIT ANGSURAN LAINNYA
Dalam SK DIREKSI NO. 201/DIR/DKr-KK/SK/2011 TANGGAL 07 JULI
2011 PERIHAL KREDIT ANGSURAN LAINNYA, dapat diuraikan bahwa
ketentuan-ketentuan perkreditan yang dilanggar oleh RAMLAN, SE adalah
sebagai berikut:
1) Analisis kredit tersebut direkayasa.
2) Biaya kredit bersumber dari dana realisasi.
h. Modus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perkreditan lainnya dalam SE DIREKSI NO. 023/DIR/SEKPER-HK/SE/2014
PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA ANTARA
PT.BANK SUMUT DENGAN NOTARIS/PPAT
Dalam SE DIREKSI NO. 023/DIR/SEKPER-HK/SE/2014 TANGGAL 12
JUNI 2014 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA ANTARA
PT.BANK SUMUT DENGAN NOTARIS/PPAT, Terdakwa melakukan
pemindahbukuan dan rekening hutang-hutang Notaris (rekening penampungan
biaya perikatan atau peningkatan surat agunan) ke rekening tabungan Notaris
walaupun perikatan belum selesai dan selanjutnya ditarik tunai untuk pembayaran
angsuran kredit SALIKIN.

61
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka penulis menarik
kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh Terdakwa RAMLAN, SE bersama dengan LEGIARTO dan
SALIKIN pada putusan Nomor 83/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mdn telah tepat
dan memenuhi unsur delik sebagaimana dakwaan subsidair yang telah
dibuktikan oleh majelis hakim yang menyatakan terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama dengan
berlanjut”. Perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa
dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah tepat karena
Terdakwa telah melakukan tindak pidana secara bersama-sama.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa
sudah sangat tepat berdasarkan aturan hukum yang berlaku apabila dilihat
tepat dengan unsur-unsur tindak pidana korupsi, keterangan saksi,
keterangan ahli, keterangan terdakwa dan barang bukti saat persidangan,
serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Tindakan
hakim juga sudah adil bahwa Terdakwa tidak harus membayar uang
pengganti sesuai dengan ketentuan melainkan SALIKIN yang membayar
uang pengganti karena SALIKIN menerima atau menikmati uang korupsi.

62
2. Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Wakil
Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Galang diakibatkan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi dan modus Terdakwa dalam melakukan
kejahatan korupsi yaitu:
a. Faktor-faktor yang menyebabkan Terdakwa melakukan kejahatan korupsi
dari aspek pemberi terjadi karena adanya kepentingan, lemahnya moral
dan penegakan hukum, dan adat/budaya/kebiasaan.
b. Modus Terdakwa dalam melakukan kejahatan korupsi, yaitu modus
menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi; modus
menyalahgunakan kewenangan; modus merugikan keuangan negara;
modus gratifikasi; modus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan perkreditan lainnya dalam SK DIREKSI NO.
030/DIR/DKr-KK/SK/2013 TENTANG KREDIT PEMILIKAN RUMAH
SUMUT SEJAHTERA (KPR SUMUT SEJAHTERA), SK DIREKSI NO.
034/DIR/DKr-KP/SK/2012 TENTANG KREDIT USAHA RAKYAT, SK
DIREKSI NO. 201/DIR/DKr-KK/SK/2011 PERIHAL KREDIT
ANGSURAN LAINNYA, dan SE DIREKSI NO. 023/DIR/SEKPER-
HK/SE/2014 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA
ANTARA PT.BANK SUMUT DENGAN NOTARIS/PPAT.
B. Saran
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis menyarankan beberapa hal,
yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi para pelaku tindak pidana korupsi agar dijatuhi hukuman
yang lebih memberatkan karena tindak pidana korupsi adalah tindak pidana
yang luar biasa sehingga dapat menimbulkan efek jera terhadap para pelaku.
2. Diharapkan agar para aparat penegak hukum agar lebih mengetahui tentang
pemahaman yang berhubungan dengan ilmu hukum yang baik agar dalam
memutus perkara sesuai atau tepat dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh terdakwa.

63
3. Diharapkan agar perlu melakukan pengawasan yang serius dan ketat sehingga
tidak ada lagi celah untuk melakukan korupsi merugikan keuangan negara
serta pemberian hukuman terhadap pelaku tanpa memberi keringanan.
4. Dalam pencegahan tindak pidana korupsi, kepolisian perlu melakukan job
description atau membentuk tim khusus dari kepolisian sebagai tim pencegah
tindak pidana korupsi yang mengawasi langsung pada tiap proses pengadaan
yang menggunakan keuangan negara agar langsung bergerak cepat dan dapat
mencegah ketika terdapat anggaran yang mencurigakan agar korupsi dapat
dicegah sebelum dilakukan.

64
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
A.S. Alam dan Amir Ilyas. 2018. Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta: Prenada
Media Group.
Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Arief, Barda Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi. Jakarta: PT. Buana Indah Populer.
Atmasasmita, Romli. 2004. Sekitar Korupsi Aspek Nasional dan Aspek
Internasional. Bandung: CV. Mandar Maju.
Bonger. 1977. Pengantar Tentang Kriminologi, Diterjemahkan Oleh R.A.
Koesnon. Jakarta: Pustaka Sarjana.
Chaeruddin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah. 2009. Strategi Pencegahan dan

Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika Aditama.

Danil, Elwi. 2011. Korupsi: Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya.


Jakarta: Rajawali Pers.
Dirjosisworo, Soedjono. 1985. Kriminologi (Pencegahan terhadap Sebab- sebab
Kejahatan), Bogor: Politeia.
Djaja, Ermansjah. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi). Jakarta: Sinar Grafika.
Effendi, Erdianto. 2011. Hukum Pidana Indonesia - Suatu Pengantar. (Bandung:
PT. Refika Aditama.
Effendy, M. 2013. Korupsi dan Strategi Nasional. Jakarta: Referensi (GP Press
Group).
Frank. P. William III & Marilyn McShane. 1988. Criminological Theory. New
Jersey: Prince Hall.
Hamzah, Jur Andi. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

65
Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hartanti, Evi. 2012. Tindak Pidana Korupsi: Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
H.M. Ridwan dan Ediwarman. 1994. Asas-Asas Kriminologi. Medan: USU Press.
Ibrahim, Johnny. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Malang: Bayu Media Publishing.
I.S. Susanto. 2011. Kriminologi. Yogyakarta: Genta Publishing.
J.E. Sahetapy. 1981. Teori Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Citra Aditya
Baku.
Jones. 2003. Pengantar Teori-Teori Sosial – Dari Teori Fungsionalisme Hingga
Post-Modernisme. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kartono, Kartini. 1997. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Raja Grafindo.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami untuk Membasmi Buku
Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2009. Panduan Penanganan Konflik
Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara. Jakarta: KPK.
Kristian dan Yopi Gunawan. 2015. Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Kusumah, Mulyana W. 1984. Kriminologi Dan Masalah Kejahatan. Bandung:
Armico.
Maramis, Frans. 2016. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Marpaung, Leden. 1991. Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik).
Jakarta: Sinar Grafika.
Moeljatno. 1993. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyadi, Lilik. 2010. Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
P.A.F. Lamintang. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar
Baru.
R. Wiyono. 2005. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

66
Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
Raharjo, Satjipto. 1998. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan
Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum.
. 1998. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa.
Santoso, Topo. 2008. Kriminologi. Jakarta: Grafindo Persada.
Soeparmono. 2005. Hukum Acara Perdata Dan Yurisprudensi. Bandung: Mandar
Maju.
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji. 2010. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tojeng, Muh. Affan R. 2017. Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan
di Perguruan Tinggi. Jakarta: Transparency Inteernational Indonesia.
W.M.E. Noach. 1992. Kriminologi Suatu Pengantar. Bandung: Citra Aditya.
Wana Alamsyah dkk. 2018. Laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun
2018. Jakarta: ICW.
Wasito, Wojo. 2001. Kamus Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Balai Pustaka.
Yesmil Anwar dan Adang. 2010. Kriminologi. Bandung: Redika Aditama.

Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sumber Lain:
TEMPO.CO, Jakarta, “Kasus Korupsi Bank Jateng, Pimpinan Cabang Jakarta
Diduga Terima Fee Rp1,6 M”, https://nasional.tempo.co/read/1543919/
kasus-korupsi-bank-jateng-pimpinan-cabang-jakarta-diduga-terima- fee-
rp16-m diakses pada tanggal 9 Desember 2022.
Indonesia Corrupt Watch, “KPK Tangkap Mantan Direktur Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat,” https://antikorupsi.org/id/article/kpk-tangkap- mantan-
direktur-bank-pembangunan-daerah-jawa-barat diakses pada tanggal 9

67
Desember 2022.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pungutan Liar Yang Dilakukan
Oleh Penyelenggara Pendidikan Yang Berada Di Kota Makassar (Studi
Putusan Nomor: 58/Pid.Sus.TPK/2017/PN.Mks), http://repository.
unhas.ac.id/6172/2/B11114519_ skripsi%201-2.pdf diakses pada tanggal 9
Februari 2023.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Karyawan
Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Putusan Nomor
41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks), https://core.ac.uk/download/pdf/
78942206.pdf diakses pada tanggal 9 Februari 2023.

68

Anda mungkin juga menyukai