SKRIPSI
OLEH
JOHANNES R MANALU
120200359
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
SKRIPSI
OLEH
JOHANNES R MANALU
120200359
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum
NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Sumatera Utara.
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan kerendahan hati
skripsi ini.
Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari
berbagai pihak selama penulisan skipsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas
3. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H selaku Kepala Departemen
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H, M. Hum selaku Dosen Pembimbing II.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan .................................................................. 5
1. Manfaat Teoritis .............................................................. 5
2. Manfaat Praktis................................................................ 5
E. Keaslian Penulisan.................................................................. 6
F. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 7
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan UU
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 1.............................................................................. 7
2. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 ........................... 10
3. Pengertian Pencabutan Izin Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014
tentang Bank Perkreditan Rakyat .................................... 15
G. Metodologi Penulisan ............................................................. 17
1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................. 17
2. Sumber Data .................................................................... 18
3. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 19
4. Analisis Data ................................................................... 20
H. Sistematika Penulisan ............................................................. 21
BAB II KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
DALAM MELAKUKAN PENCABUTAN IZIN TERHADAP
BANK PERKREDITAN RAKYAT ........................................ 23
A. Kewenangan OJK berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan.............................................. 23
1. Latar Belakang Pembentukan OJK ................................. 23
2. Tujuan Pembentukan OJK............................................... 25
3. Visi dan Misi OJK ........................................................... 26
4. Struktur Organisasi OJK ................................................. 27
5. Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK ............................... 29
6. Hubungan Kelembagaan ................................................. 35
B. Kewenangan OJK berdasarkan dalam Pencabutan Izin Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan Peraturan OJK Nomor 20/
POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat .................. 39
PENDAHULUAN
nasional yang tangguh, termasuk industri Bank Perkreditan Rakyat yang sehat,
kuat, produktif, dan memiliki daya saing agar mampu melayani masyarakat,
terutama usaha mikrodan kecil. Sejalan dengan visi perbankan nasional untuk
mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan
serta peningkatan kompetensi dan kualitas anggota dan calon anggota Direksi dan
Dewan Komisaris. 1
jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR
Rakyat, menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun
1
Penjelasan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang
Bank Perkreditan Rakyat, Hal. 1
2
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 1 ayat (4)
dengan itu.
2. Memberikan kredit.
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
tunduk kepada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan OJK
Jasa Keuangan. Dalam hal kondisi keuangan Bank Perkreditan Rakyat memburuk,
telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satu Bank
Perkreditan Rakyat yang dicabut izinnya oleh OJK adalah PT Bank Perkreditan
pencabutan izin dikeluarkan dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa
Keuangan pada 1 Maret 2017 dan telah ditetapkan dalam Keputusan Dewan
statusnya sebagai BPR Dalam Pengawasan Khusus (DPK) oleh OJK sejak tanggal
PT BPR Nusa Galang Makmur yang tidak memperhatikan azas perbankan yang
sehat dan prinsip kehati-hatian serta diperburuk dengan penurunan Cash Ratio
(CR), yang menyebabkan hingga saat ini BPR tidak dapat memenuhi standar
Atas hal tersebut, PT Bank Perkreditan Rakyat Nusa Galang Makmur telah
KPMM/CAR menjadi paling kurang 4% dalam jangka waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan status DPK yaitu 19 Agustus
tidak dapat memperbaiki kondisi BPR untuk memenuhi kriteria keluar dari status
bank dalam pengawasan khusus yang harus memiliki rasio KPMM/CAR paling
3
Siaran Pers: SP 19/DKNS/OJK/III/2017, hlm. 1
4
Ibid, hlm. 1
5
Ibid, hlm. 1
Mengingat bahwa saat ini sudah banyak Bank Perkreditan Rakyat yang
telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka perlu dikaji lebih dalam
penyebab Bank Perkreditan Rakyat dicabut izinnya dan bagaimana prosedur yang
mengambil topik Pencabutan Izin Bank Perkreditan Rakyat sebagai topik skripsi
Galang Makmur)”.
B. Perumusan Masalah
Perkreditan Rakyat?
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
dan mahasiswa.
E. Keaslian Penulisan
perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik.
Skripsi dengan judul Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mencabut Izin
tentang Bank Perkreditan Rakyat Sudi Kasus (PT BPR Nusa Galang Makmur) ini
merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahasiswa sebelumnya.
Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data yang terdaftar disekretariat jurusan
Ekonomi.
terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Hal ini dibenarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi
tertanggal 14 Maret 2017 yang menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU” dan telah dilakukan
hanya bagi masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi
dunia usaha (bisnis). Bagi masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan
barang dan jasa yang berkualitas baik. Sedangkan bagi dunia usaha,
yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
7
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 6
wewenang: 8
keuangan.
wewenang: 9
keuangan;
Kepala Eksekutif;
8
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 8
9
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 9
keuangan;
keuangan; dan
1) Izin usaha;
6) Pengesahan;
PerbankanPasal 1
atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank, serta
kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada
bank-bank lainnya.
10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
hlm. 31
Syariah (BPRS). 11
a. Bank Umum
11
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, hlm.9
(Commercial Bank).
lalu lintas pembayaran. Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit
1) Memberikan kredit;
12
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 13
Indonesia;
13
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 14
14
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 15
Indonesia.
Rakyat
usahanya selaku berada dalam keadaan sehat. Oleh sebab itu, bank wajib
15
Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1996
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank
Paragraf I
1998 Pasal 29 (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
sehat, (2) cukup sehat, (3) kurang sehat, (4) tidak sehat.
Bank Indonesia. Kemudian Bank tersebut diberikan waktu 180 hari untuk
Bank, Bank tersebut disebut Bank gagal (failure bank). Dalam Pasal 1
tersebut dicabut izin usahanya oleh OJK. seperti dijelaskan dalam Pasal 9
G. Metodologi Penulisan
2. Sumber Data
penelitian ini diperlukan jenis sumber data yang berasal dari literatur-
a. Data Primer
b. Data Sekunder
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Cetakan ke-6(Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2010),hlm. 53.
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 172
18
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
hal. 57
19
Ibid, hal. 50
akan diteliti.
4. Analisis Data
H. Sistematika Penulisan
terbagi dalam bab-bab yang saling berhubungan antara yang bab yang satu
pengertian dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul untuk memberi batasan
sistematika penulisan.
Perkreditan Rakyat.
Saham dan Pencabutan Izin Usaha Setelah Pengawasan Khusus oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Rakyat oleh Otoritas Jasa Keuangan Atas Permintaan Pemegang Saham dan
setelah pengawasan khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan, dengan Study Kasus
RAKYAT
(OJK), yang dimaksud dengan OJK adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
keuangan, karena bidang keuangan sangat banyak dan mudah terjadi kasus
dan perasaan untuk berbuat kurang baik jika diberi kesempatan untuk melakukan
penyelewengan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, bidang
menerus.
bidang jasa keuangan dan yang bergerak di luar bidang jasa keuangan. Masing-
masing bidang diawasi oleh lembaga tersendiri yang telah dituasi oleh
lembaga keuangan bank dan non bank, yang selama ini dilakukan oleh Bank
Indonesia sebagai pengawas bank dan Bapepam-LK untuk lembaga keuangan non
tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non
bank seperti pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
Keuangan (OJK). Satu tahun kemudian (31 Desember 2013) peralihan yang sama
perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 22 Artinya
berhubungan jasa keuangan, baik untuk jasa keuangan bank maupun jasa bukan
Otoritas Jasa Keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya
bagi masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha
20
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
hlm. 319
21
Bambang Murdadi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawas Lembaga Keuangan
Baru yang Memiliki Kewenangan Penyidikan, http://jurnal.unimus.ac.id Vol.8, No.2, 2012, hal. 1
22
Hermansyah, HukumPerbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 237
perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas baik.
Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka pengelolaannya semakin
baik dan perusahaan yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya
ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governace) dari lembaga yang
Artinya dengan adanya OJK akan memberikan pengelolaan lembaga secara baik
dan benar.
telah melakukan praktik-praktik yang tidak terpuji yang akhirnya membuat tidak
23
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
hlm. 323
24
Ibid, hlm. 324
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional,
positif globalisasi. 25
daya saing perekonomian. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan
jasa keuangan: 27
25
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 3
26
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 3
27
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 4
OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. 30 Kepala Eksekutif adalah anggota
Komisioner. 31
anggaran OJK. Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
28
www.ojk.go.id diakses tanggal 27 Agustus 2017
29
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi Ke 2, (Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2015), hlm. 13
30
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 (2)
31
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 (3)
lainnya.
Pasar Modal.
f. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko.
wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari
merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan
yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh
karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas
koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan
32
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 2 (2)
yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem
33
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,hlm.3
34
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 4
35
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 7
1) Manajemen risiko;
d. Pemeriksaan bank.
keuangan;
Kepala Eksekutif;
pihak tertentu;
36
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 9
keuangan; dan
1) Izin usaha;
6) Pengesahan;
8) Penetapan lain,
a. OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan
b. OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan
menyampaikan laporan.
Desember.
masyarakat.
Perwakilan Rakyat.
standar dan kebijakan akuntansi OJK. Laporan keuangan tahunan tersebut akan
diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang
tahunan OJK kepada publik melalui media cetak dan media elektronik.
bank; dan
bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana
umum;
d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
perundang-undangan;
undangan;
37
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 4
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”.
Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas,
pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik,
6. Hubungan Kelembagaan
38
Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,hlm. 5
bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Begitu
konglomerasi keuangan. 41
penjaminan yang terbatas yang merupakan fungsi dari LPS. Dalam rangka
pemeriksaan bersama.
dengan efektivitas: 42
pengawasan khusus;
41
SIARAN PERS NO.SP-18/DKNS/OJK/7/2014, Siaran Pers Bersama Nota
Kesepahaman Antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
hlm. 1
42
Ibid, hlm. 2
usahanya;
penjaminan; dan
BankPerkreditan Rakyat
43
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016)
hlm. 333
44
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi Ke 2, (Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2015), hlm. 73
menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank, meliputi pemberian
izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penututpan
terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan.
Perkreditan Rakyat Pasal 3 Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan
melakukan kegiatan usaha dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. BPR hanya dapat
dan/atau
3. Pemerintah Daerah.
(dua) tahap: 46
BPR; dan
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diajukan paling sedikit oleh seorang calon PSP
dasar;
45
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 4
46
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 7
47
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 8
8. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi BPR yang berbadan
hukum Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah atau dari calon anggota
bagi BPR yang berbadan hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana
Dalam hal calon pemegang saham BPR adalah Pemerintah Daerah, surat
9. Bukti lunas pembayaran biaya perizinan dalam rangka pendirian BPR kepada
permohonan persetujuan prinsip paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak
wawancara terhadap calon PSP, calon anggota Direksi, dan calon anggota
kepatutan BPR;
permohonan izin usaha paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak
yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan wajib melakukan
kegiatan usaha BPR paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak
51
tanggal izin usaha diterbitkan. Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Direksi BPR kepada Otoritas Jasa
48
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 9 (1)
49
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 9 (2)
50
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 12 (1)
51
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 13 (1)
kegiatan operasional. 52Dalam hal BPR belum melakukan kegiatan usaha dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin usaha yang telah
Otoritas Jasa Keuangan berwenang mencabut izin usaha BPR atas permintaan
pemegang saham BPR dan BPR Dalam Pengawasan Khsus (DPK). Otoritas Jasa
Keuangan berwenang mencabut izin usaha BPR atas permintaan pemegang saham
pengawasan khusus. 55
Perkreditan Rakyat Pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham BPR
BPR telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah dan kreditur lainnya.
52
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 13 (2)
53
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 13 (3)
54
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 72
55
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 73
perkapita, kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan lain-lain. Sasaran ini terus
diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Untuk itu upaya
mereka yang telah memberikan modal. Motif pemberi modal pada umumnya
adalah hasrat untuk melakukan investasi yang baik. Mereka memilih saham
sebuah bank untuk alasan yang sama memilih suayu perusahaan lain, yaitu
mereka. Jika pada suatu waktu mereka menyangsikan keamanan dana mereka,
yang mungkin diperolehnya dari investasi yang sebanding di tempat lain. Jika
penghasilan ini tidak diperoleh, maka para persero itu tidak mempunyai alasan
Dalam usaha untuk selalu menciptakan kondisi perbankan yang baik dan
tata kelola perusahaan yang baik, maka lembaga perbankan harus selalu diawasi
dengan seksama. Secara umum pengawasan pada lembaga perbankan ada dua
yaitu: 57
yang dilakukan oleh pihak bank sentral, OJK, dan LPS. Setiap lembaga
OJK memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
56
American Institute of Banking, Manajemen Bank, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 8
57
Irham Fahmi, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi, (Bandung:
Alfabeta, 2014), hlm. 114
Sektor perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai
sektor-sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari
kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya kepercayaan dari
masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya
dengan baik. Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikan
yang baik dan sehat. Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan berwenang
58
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi Ke 2, (Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2015), hlm. 72
59
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 130
60
Hermansyah, HukumPerbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.
144
usaha BPR atas permintaan pemegang saham BPR. Menurut Pasal 73 Pemegang
saham BPR dapat mengajukan permintaan pencabutan izin usaha BPR sepanjang
BPR dimaksud tidak sedang ditempatkan dalam pengawasan khusus oleh Otoritas
saham sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan usaha perbankan. Hal yang
permintaan pencabutan izin usaha adalah BPR tidak sedang ditempatkan sebagai
61
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 131
62
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
63
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 74
BPR.
2) Pelaksanaan pengumuman;
dimaksud diatas.
BPR. Status badan hukum BPR berakhir atau bubar sejak tanggal
menyakitkan guna mengeluarkan suatu bank yang sedang dalam kesulitan yang
secara atribusi,Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut usaha suatu bank yang
usaha suatu bank oleh Otoritas Jasa Keuangan merupakan tindakan terakhir bila
kesulitan yang dihadapi bank yang bersangkutan tidak dapat di atasi lagi.
menetapkan dua alasan hukum yang memungkinkan suatu bank dicabut izin
perbankan; atau
permodalan, kualitas aset likuiditas dan rentabilitas, serta pengelolaan bank yang
tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.
selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. 64
kinerjanya. Indikator yang digunakan juga sama seperti yang digunakan dalam
64
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
hlm. 31
pengukuran kinerja bank juga sangat bermanfaat bagi manajemen dan pemilik bak
sehat, diperlukan deteksi sejak awal terhadap permasalahan serta kondisi BPR
terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan
untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik
65
Mandala Manurung, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual
Indonesia), (Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004) hlm. 209
66
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi Ke 2, (Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2015), hlm. 75
1. Risiko Kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan mitra
2. Risiko Pasar, yaitu risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel
pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang
dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan nilai
tukar.
3. Risiko Likuiditas, yaitu risiko yang antara lain disebabkan bank tidak
5. Risiko Hukum, yaitu risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam upaya penyehatan Bank Perkreditan
1. Pembinaan
pemantauan secara intensif akan setiap kebijakan dari bank tersebut dan
67
Irham Fahmi, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi, (Bandung:
Alfabeta, 2014), hlm. 111
3. Likuidasi Bank
untuk memenuhi tingkat solvabilitas dan likuiditas sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan dalam pengawasan khusus tanpa melalui penetapan intensif dalam hal
pengawasan intensif mengalami penurunan secara drastis, yang antara lain dapat
BPR menjadi bermasalah hingga berujung pada pencabutan izin usaha. OJK
menyatakan bahwa kebanyakan BPR yang dicabut izin usahanya bukan karena
dilakukan pengurus BPR. Fraud banyak terjadi salah satunya karena BPR tidak
melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance
(GCG).
68
Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK/.03/2017 tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, hlm. 1
menghindarkan BPR dari potensi fraud, tapi juga dapat meningkatkan kinerja
keuangan BPR. Penerapan tata kelola penting dilakukan karena risiko dan
tantangan yang dihadapi BPR tak hanya berasal dari eksternal, tapi juga internal
BPR itu sendiri.Selain itu, penerapan GCG sangat diperlukan agar perbankan
dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang makin ketat serta
dapat menerapkan etika bisnis sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang
BPR pada masa yang akan datang. Komitmen BPR terhadap penerapan GCG akan
menjauhkan BPR dari berbagai masalah yang berisiko tinggi. Tanpa didukung
Kesalahan ini dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena
itu, agar dunia perbankan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang telah
dasar untuk melakukan penanganan terhadap BPR atau BPRS yang bermasalah
69
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
hlm. 50
Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuanga
maka sejak tanggal 21 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan berlaih dari Bank
kewenangan yang dilakukan oleh Bank Indonesia digantikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Pengawasan Khusus Pasal 2 (1) disebutkan bahwa BPR akan ditetapkan dalam
dengan Rasio KPMM, adalah perbandingan antara modal bank terhadap aktiva
antara alat likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan
Rakyat.
Pengawasan Khusus akan dicabut dan diganti dengan Peraturan Otoritas Jasa
1. Jenis pengawasan yang dilakukan berubah dari dua jenis pengawasan menjadi
khusus.
70
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
usaha BPR atas permintaan pemegang saham BPR. Menurut Pasal 73 Pemegang
saham BPR dapat mengajukan permintaan pencabutan izin usaha BPR sepanjang
BPR dimaksud tidak sedang ditempatkan dalam pengawasan khusus oleh Otoritas
71
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 74
72
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 76
73
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 78
(1)
BPR.
lainnya yang relevan. Dalam hal BPR tidak dapat menyelesaikan seluruh
kewajiban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
7) Pelaksanaan pengumuman;
dimaksud diatas.
jawab atas segala kewajiban BPR. 75 Status badan hukum BPR berakhir atau
bubar sejak tanggal pengumuman berakhirnya atau bubarnya badan hukum BPR
74
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 81 (1)
75
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 81 (2)
76
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat Pasal 82
status BPR Dalam Pengawasan Khusus (DPK). OJK menetapkan BPR DPK
pencabutan izin usaha BPR DPK diawali dengan pemberitahuan kepada Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) mengenai kondisi BPR DPK yang tidak dapat
terhadap BPR DPK, maka OJK akan mencabut izin usaha BPR yang
lebih lanjut BPR yang telah dicabut izin usahanya oleh OJK dilakukan oleh LPS
77
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
a. Menambah modal,
kewajiban BPR,
pihak lain,
Bank Indonesia.
hari kerja sejak BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus yang
Pengendali BPR;
actionplan;
kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan keterangan
BPR dalam status pengawasan khusus yang memiliki rasio KPMM sama
dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen), dilarang
restrukturisasi kredit.
ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan
BPR dalam status pengawasan khusus dari Bank Indonesia. Jangka waktu
telah dilakukan oleh BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila waktu
Dalam hal jangka waktu pengawasan khusus tersebut jatuh pada hari Sabtu atau
hari libur maka jangka waktu pengawasan khusus tersebut jatuh pada hari kerja
79
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus Pasal 7
penambahan modal.
Penambahan modal yang dilakukan oleh BPR dalam status pengawasan khusus
yang berlaku. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia penambahan
tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai dana setoran modal. BPR dalam status
tersebut.
yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank Umum di Indonesia, atas
80
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus Pasal 8
a. Sumber dana setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan tidak berasal
dalam Pasal 8 dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama
180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status
a. Rasio KPMM paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari
selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM
(tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen)
Karena BPR wajib meningkatkan rasio KPMM lebih besar 0% maka BPR
wajib meningkatkan rasio KPMM lebih dari 14% pada waktu mengajukan
BPR yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas namun sumber dana
(enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen). Bentuk komitmen antara
Indonesia yang menyatakan akan menambah modal disetor sesuai action plan
diberikan.
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150
(seratus lima puluh) hari sejak BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus.
Jika batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari tersebut jatuh pada hari
Sabtu atau hari libur maka penyampaian permohonan perpanjangan jangka waktu
persen).
dan
82
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus Pasal 11 (1)
berikut:
a. BPR memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nolpersen)
persen).
Apabila pelaksanaan action plan BPR dinilai tidak sesuai, tidak terdapat
Pasal 8 atau Pasal 10 ayat (1), Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan
terhadap BPR, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPR yang bersangkutan
kepada BPR yang bersangkutan dan LPS. Penyelesaian lebih lanjut BPR yang
telah dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai
83
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus Pasal 13
oleh OJK terhitung sejak 31 Desember 2013 sebagaimana Pasal 55 (2) Undang-
petugas OJK selama pengawasan khusus di dalam BPR DPK apabila dibutuhkan.
Untuk kasus PT BPR Nusa Galang Makmur OJK tidak menempatkan petugas
OJK karena kegiatan operasional dan kewajiban BPR tetap menjadi tanggung
sisi lain, pelaksanaan pengawasan terhadap BPR telah dilakukan baik secara on-
gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank
terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-
seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan
informasi lainnya.
84
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
85
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
statusnya sebagai BPR Dalam Pengawasan Khusus (DPK) oleh OJK sejak tanggal
(RDK) Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Maret 2017 dan telah ditetapkan dalam
2017 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Nusa Galang
Penurunan rasio KPMM atau CAR pada PT BPR Nusa Galang Makmur
dengan battas waktu yang ditentukan yaitu dalam jangka waktu 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak penetapan status DPK, BPR Nusa Galang Makmur
tidak dapat memenuhi standar kinerja keuangan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Makmur telah diminta oleh OJK untuk melakukan langkah-langkah (action plan)
waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan status
batas waktu yang ditentukan tidak dapat memperbaiki kondisi BPR untuk
memenuhi kriteria keluar dari status bank dalam pengawasan khusus yang harus
Makmur tidak dapat disehatkan, dan meminta LPS untuk mengambil keputusan
terhadap BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Bank Indonesia mencabut
LPS”. LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR Nusa Galang Makmur
pelaksanaannya.
86
Siaran Pers, SP 19/DKNS/OJK/III/2017
87
Wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 5 Sumatera Utara (Bapak
Rony Ukurta Barus, Kepala Bagian Administrasi) tanggal 22 Agustus 2017)
Nusa Galang Makmur, LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data
simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang layak dibayar
dan tidak layak dibayar. Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan
LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha. 88
alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak
dan wewenang RUPS. LPS sebagai RUPS PT BPR Nusa Galang Makmur akan
hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian
harta yang tersisa kepada para pemegang saham (persero). Dapat dijelaskan
bahwa likuidasi bank itu bukan sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran
badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan
kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut
izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank
88
PRESS RELEASE LPS, NOMOR : PRESS-10 /SEKL/2017
proses likuidasi PT BPR Nusa Galang Makmur akan diselesaikan oleh Tim
Nusa Galang Makmur tersebut akan dilakukan oleh LPS sesuai dengan UU
89
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 43
pernyataan bahwa seluruh aset bank dalam likuidasi berada dalam tanggung jawab
likuidasi berwenang mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang
Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan komisaris bank dalam
likuidasi menjadi non aktif. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta
pegawai dan mantan pegawai bank dalam likuidasi berkewajiban untuk setiap saat
membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh tim
likuidasi. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta pegawai bank
dalam likuidasi dilarang secara langsung atau tidak langsung menghambat proses
likuidasi.
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pembentukan tim
likuidasi dan dapat diperpanjang oleh LPS paling banyak 2 (dua) kali masing-
masing paling lama 1 (satu) tahun. Pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank
dilakukan oleh LPS. Dalam hal terdapat sengketa dalam proses likuidasi, maka
yang berlaku.
persetujuan LPS.
operasional kantor;
dan
90
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 53
91
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 54
masih terdapat sisa hasil likuidasi, maka sisa tersebut diserahkan kepada
pemegang saham lama. Apabila seluruh aset bank telah habis dalam proses
likuidasi dan masih terdapat kewajiban bank terhadap pihak lain, maka kewajiban
tersebut wajib dibayarkan oleh pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan
PENUTUP
A. KESIMPULAN
yaitu bahwa OJK berwenang untuk melakukan pencabutan izin BPR apabila
adanya permintaan dari pemegang saham dan apabila BPR ditetapkan dalam
menyelamatkan BPR dan OJK harus mencabut izin usahanya. Hal ini
dilakukan untuk mencapai tujuan OJK yaitu agar keseluruhan kegiatan jasa
persen).
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai kondisi BPR DPK yang tidak
penyelamatan terhadap BPR, maka OJK mencabut izin usaha BPR yang
lebih lanjut dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal
Makmur.
B. SARAN
1. Melihat hasil penelitian ini disarankan kepada manajemen BPR agar selalu
menjaga tingkat kesehatan banknya sehingga tidak sampai kepada tahap BPR
BUKU:
American Institute of Banking, Manajemen Bank,Jakarta:Bina Aksara, 1987 .
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014
Fahmi,Irham, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi, Bandung:
Alfabeta, 2014
Hermansyah, HukumPerbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2014
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2016
Manurung, Mandala,Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian
Kontekstual Indonesia),Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Cetakan ke-6, Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2010
Murdadi, Bambang,Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawas Lembaga
Keuangan Baru yang Memiliki Kewenangan
Penyidikan, http://jurnal.unimus.ac.id,Vol.8, No.2, 2012
Otoritas Jasa Keuangan,Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi Ke
2,Jakarta:Otoritas Jasa Keuangan, 2015
UNDANG-UNDANG:
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut
Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan
Khusus
Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1996 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan
Likuidasi Bank
INTERNET:
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penjamin_Simpanan diakses tgl 06
Oktober 2017