Anda di halaman 1dari 132

ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT

PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA


(BTN) CABANG MEDAN

TESIS

Oleh

ISDIANA SYAFITRI
077005078/HK

FAKULTAS HUKUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT
PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA
(BTN) CABANG MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister


Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISDIANA SYAFITRI
077005078/HK

FAKULTAS HUKUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK
PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH: STUDI
DI BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) CABANG
MEDAN
Nama Mahasiswa : Isdiana Syafitri
Nomor Pokok : 077005078
Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum)


Ketua

(Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH) (Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum)
Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum)

Tanggal lulus: 26 Agustus 2009

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal 26 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum
Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH
2. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum
3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
4. Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun


dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk
kredit. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan
bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan
mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.
Salah satu cara yang dilakukan debitur dalam hal kredit pemilikan rumah
untuk menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran adalah dengan
mengalihkan hak kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank
pengalihan kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses
ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi
pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah
baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga
ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama
sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya
berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah
lemah.
Tapi ada juga pengalihan hak kredit yang dilakukan di depan notaris, yang
dalam perjanjian jual beli disebutkan juga kuasa mengambil sertifikat, sehingga
apabila cicilan telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank.
Bank dalam pengalihan hak kredit yang dilakukan nasabah secara diam-diam
terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak kredit
mengharapkan agar masyarakat tetap melakukan proses alih debitur tetap melalui
bank agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan
banyak pihak

Kata Kunci: Pengalihan Hak, Kepastian Hukum, Wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society


and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted
by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust
of creditor that debitor will return achievement at one certain time.
One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit
ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its
credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be
done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the
bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge
bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time
of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first
party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling
agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very
weak.
But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary,
which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take
certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank.
Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected
with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit
Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist
process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted
things later on day and harmless many party.

Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan KaruniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis untuk menyelesaikan program Magister
Ilmu Hukum dengan Judul "ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK
PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN
NEGARA (BTN) CABANG MEDAN".
Pada penulisan tesis ini penulis mengambil data berdasarkan pengumpulan
data dengan cara wawancara dan tinjauan dari beberapa buku yang sesuai dengan
judul tersebut. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan kepada alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,
Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan
menyelesaikan Pendidikan Program Magister Ilmu Hukum;
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B., M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku
Dekan Fakultas Hukum atas kesempatan menjadi Mahasiswa Program Magister
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara;
3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas segala pelayanan,
pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu

Universitas Sumatera Utara


di Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
4. Prof. Dr. Sunarmi SH, M.Hum, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas
segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis
selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
5. Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum yang telah
meluangkan waktunya memberikan bimbingan yang berharga bagi penulisan
tesis ini;
6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., sebagai Anggota Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuan kepada penulis;
7. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., sebagai Anggota Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi dalam
membimbing penulisan tesis ini;
8. Para Guru Besar dan Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
9. Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd, sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wil. I
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan tugas belajar;
10. Tarmizi, SH, M.Hum, sebagai Rektor Universitas Amir Hamzah yang telah
memberikan izin untuk tugas belajar.
11. Para Staf Administrasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu;
12. Rekan-rekan satu angkatan dan sependidikan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan dukungan, partisipasi dan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis persembahkan
kepada Suami tercinta Ir. Teguh Susan Handoyo, Ayahanda Issanuddin, SH, Ibunda
Dra. Saedah Daulay, Kakanda Dr. Isfenti Sadaliah, ME, Ir. Ihdar Saputra, Adinda
Ismi Affandi, SE serta kedua buah hati penulis yakni Yasmin Hanasya Handoyo dan
Farah Qwinna Handoyo atas semua doa dan perhatian serta limpahan kasih sayang
sepenuhnya yang tak akan terlupakan sampai akhir hayat penulis.
Semoga segala bantuan dan dukungan dari semua pihak yang tidak mungkin
penulis balas sehingga mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan segala rahmat
dan hidayah-Nya. Amin.

Medan, 26 Agustus 2009


Penulis,

Isdiana Syafitri

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Nama : Isdiana Syafitri


NIM : 077005078
Tempat/Tgl. Lahir : Binjai, 26 April 1973
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dosen Kopertis Wilayah I
Alamat Rumah : Jl. Pembangunan Komplek Pondok Surya Blok III
No. 106 Helvetia Timur - Medan
Program Studi : Ilmu Hukum
Instansi Studi : Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan
Alamat Instansi : Jl. Pemuda Medan

PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : Negeri 13 Binjai Tahun 1985
2. SMP : Negeri 1 Binjai Tahun 1988
3. SMA : Negeri 1 Binjai Tahun 1991
4. S1 (Sarjana) : Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Tahun 1997
5. S2 (Pascasarjana) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Tahun 2009

PENDIDIKAN NON FORMAL


Diklat Pra Jabatan Nasional Tahun 2006

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……………………………………………………………………… i

ABSTRACT…………………………………………………………………….. ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. iii

RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………. vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… vii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1

B. Perumusan Masalah…………………………………………….. 7

C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 8

D. Manfaat Penelitian……………………………………………… 8

E. Keaslian Penelitian……………………………………………... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi………………………………….. 9

G. Metode Penelitian………………………………………………. 18

BAB II PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH


PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN.. 22

A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah…………………………….. 22

1. Pengertian Kredit…………………………………………... 22

2. Jenis-Jenis Kredit…………………………………………… 23

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah ………………... 26

Universitas Sumatera Utara


4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian……………………………. 29

5. Asas-Asas Hukum Perjanjian……………………………..... 33

6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah…………... 35

B. Pengalihan Hak/Oper Kredit Kredit Pemilikan Rumah............... 42

1. Pengertian Pengalihan Hak/Oper Kredit……………………. 42

2. Tujuan Pengalihan Hak/Oper Kredit……….……………….. 43

3. Faktor-faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit….…... 44

C. Prosedur Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah yang


Sesuai dengan KUH Perdata……………………………………. 46

1. Syarat-Syarat Yuridis dari Novasi………….……………… 52

2. Akibat Hukum dari Novasi………….………….………….. 52

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM


PERJANJIAN PENGALIHAN HAK MILIK ATAS RUMAH
YANG DIBELI DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS
KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK
TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN................................... 55

A. Hak dan Kewajiban Bank (Kreditur)............................................. 55

1. Hak Bank…………………………………………………… 55

2. Kewajiban Bank.……………………………………………. 56

B. Hak dan Kewajiban Debitur..……………………………………. 57

1. Hak Debitur.....……………………………………………… 58

2. Kewajiban Debitur..…………………………………………. 58

C. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada


Pihak Lain..................................................................................... 60

1. Pengalihan Hak/Oper Kredit Menurut Ketentuan Bank

Universitas Sumatera Utara


Tabungan Negara Cabang Medan………………………….. 60

2. Pengalihan Hak/Oper Kredit yang Dibuat Dihadapan


Notaris.................................................................................... 66

D. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada


Pihak Lain Tanpa Sepengetahuan Bank....................................... 68

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR


(PT. BANK TABUNGAN NEGARA) JIKA DEBITUR
WANPRESTASI................................................................................. 74

A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur (Bank) Jika Debitur


Wanprestasi…………………………………………………….. 74

B. Pengertian Hak Tanggungan…………………………………… 76

1. Asas-asas Hak Tanggungan..………..………..………..…… 79

2. Subjek dan Objek Hak Tanggungan.…………….…………. 84

3. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi …..……………. 86

C. Peralihan Hak Tanggungan.…………………………………….. 88

D. Permasalahan yang Dihadapi Debitur………………………….. 92

1. Terjadinya Wanprestasi pada Debitur. …………………… 92

2. Kerugian-kerugian yang Diderita Oleh Debitur..…………. 97

E. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga yang Beritikad Baik.... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 110

A. Kesimpulan.............…….………….………….………………. 110

B. Saran......………….………….………….………….…………… 113

DAFTAR PUSTAKA………….………….………….………….……………….115

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun


dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk
kredit. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan
bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan
mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.
Salah satu cara yang dilakukan debitur dalam hal kredit pemilikan rumah
untuk menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran adalah dengan
mengalihkan hak kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank
pengalihan kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses
ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi
pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah
baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga
ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama
sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya
berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah
lemah.
Tapi ada juga pengalihan hak kredit yang dilakukan di depan notaris, yang
dalam perjanjian jual beli disebutkan juga kuasa mengambil sertifikat, sehingga
apabila cicilan telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank.
Bank dalam pengalihan hak kredit yang dilakukan nasabah secara diam-diam
terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak kredit
mengharapkan agar masyarakat tetap melakukan proses alih debitur tetap melalui
bank agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan
banyak pihak

Kata Kunci: Pengalihan Hak, Kepastian Hukum, Wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society


and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted
by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust
of creditor that debitor will return achievement at one certain time.
One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit
ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its
credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be
done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the
bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge
bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time
of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first
party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling
agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very
weak.
But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary,
which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take
certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank.
Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected
with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit
Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist
process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted
things later on day and harmless many party.

Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia untuk

mendapatkan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia seperti yang tercantum dalam UUD

1945 Pasal 28 h angka 1 (amandemen kedua tahun 2000) yang menyatakan setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada Pasal 5

mempertegas hak atas rumah yang layak dengan menyatakan bahwa setiap warga

negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki

rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

Perwujudan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kehidupan

yang layak dan bermartabat serta cukupnya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang,

papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja. Ditambah lagi dengan kebijakan

pemerintah di bidang ekonomi, mengelola kebijakan makro dan mikro ekonomi serta

terkoordinasi dan sinergis guna menentukan tingkat suku bunga yang wajar, tingkat

inflasi yang terkendali, menyediakan kebutuhan perumahan dan pangan rakyat,

Universitas Sumatera Utara


menyediakan fasilitas publik yang memadai dan harga terjangkau, serta

memperlancar perizinan yang transparan, mudah, murah dan cepat.

“Pembangunan perumahan dan pemukiman akan terus meningkat seirama

dengan pertambahan penduduk, dinamika pendudukan dan tuntutan ekonomi, sosial,

budaya yang berkembang”.1 Salah satu sektor yang dikembangkan oleh pemerintah

adalah sektor perumahan yang merupakan salah satu sarana kehidupan bagi

masyarakat di mana pemerintah memberi bantuan untuk golongan-golongan ekonomi

lemah antara lain dengan jalan penyediaan dana perkreditan melalui bank-bank

pemerintah ataupun swasta dengan persyaratan-persyaratan yang ringan dan suku

bunga rendah untuk tipe-tipe rumah kecil yang suku bunganya disubsidi oleh

pemerintah ataupun oleh pihak pengembang (developer).

Pihak pengembang ataupun pihak bank ataupun bank-bank swasta untuk

menarik minat konsumen, memberikan subsidi dengan suku bunga yang lebih rendah

pada tahun pertama kredit berjalan, selanjutnya diberlakukan suku bunga normal

yang berlaku pada bank tersebut sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia.

Bisnis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah bisnis yang mengandalkan

jumlah nasabah (customer based) sehingga makin banyak nasabah yang dilayani akan

menekan biaya (cost) bank yang bersangkutan. Meskipun KPR begitu menjanjikan,

bank tidak akan sembarangan dalam menyalurkan kreditnya. Bank dengan prinsip

kehatian-hatiannya (prudential principle) menganalisis para calon pembeli rumah

1
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


dengan cara Kredit Pemilikan Rumah agar di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan.2 Salah satu wujud prinsip ini, bank tidak akan memberikan kredit

untuk suatu proyek tanpa didahului studi kelayakan terhadap rencana proyek itu.

Perjanjian jual beli perumahan didasarkan pada suatu perjanjian yaitu

perjanjian kredit. Perjanjian merupakan landasan yang penting dalam kepemilikan

rumah karena perjanjian itu dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi

kepentingan para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan perjanjian dalam

kepemilikan rumah adalah perjanjian kredit antara bank dengan nasabah atau kreditur

dan debitur dengan jangka waktu kredit yang cukup lama sehingga menimbulkan

berbagai masalah bagi debiturnya, masalah yang biasanya terjadi adalah masalah

keuangan dari pihak debitur jika terjadi wanprestasi.

Mengatasi masalah keuangan dan agar tidak terjadi wanprestasi sehingga akan

mengakibatkan objek dari perjanjian kredit tersebut disita oleh pihak bank maka

debitur mencari jalan keluar dengan cara menjual kembali atau mengalihkan apa yang

menjadi obyek dalam perjanjian kredit tersebut dalam hal ini debitur mengalihkan

hak kreditnya atau oper kredit atas tanah dan bangunan tersebut. Pengalihan hak atas

tanah tersebut, dilakukan di depan pejabat yang berwenang yaitu pihak bank dan

notaris yang ditunjuk.

2
Slamet Ristanto, Mudah Meraih Dana KPR (Kredit Pemilikan Rumah), (Yogyakarta:
Pustaka Gratama, 2008), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara


Sistim hukum pertanahan di Indonesia mengenal perbuatan hukum

pemindahan hak atas tanah yang sengaja dialihkan pada pihak lain.3 Bentuk

pemindahan haknya bisa terjadi karena:

1. Jual beli yaitu suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk

menyerahkan suatu barang dari pihak lain yang bertindak sebagai pembeli

berjanji untuk membayar harga.

2. Tukar menukar yaitu suatu persetujuan di mana kedua belah pihak berjanji

untuk saling memberikan benda secara timbal balik.

3. Hibah yaitu suatu persetujuan pemberian suatu barang yang diberikan sewaktu

hidup secara cuma-cuma dan tidak dapat dicabut kembali.

4. Pemberian menurut adat yaitu suatu pesetujuan untuk memberikan seseorang

sesuatu misalnya dalam pemberian marga oleh masyarakat adat setempat

berdasarkan kesepakatan pemuka adat.

5. Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng yaitu misalnya dalam penyetoran

saham dalam perusahaan dengan tunai yang diberikan dengan benda bergerak

atau tidak bergerak sehingga terjadi pemasukan dalam perusahaan.

6. Hibah wasiat yaitu hibah yang dibuat secara tertulis melalui perantaraan

seorang notaris, di mana bagian-bagian tertentu dari harta peninggalannya

diberikan kepada ahli waris tertentu (bisa juga dihadiahkan pada orang

tertentu).

3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Peraturan Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Jambatan, 1999), hal. 318.

Universitas Sumatera Utara


Lembaga pemilikan kredit perumahan berkembang, antara lain karena

kebutuhan rumah meningkat, sementara daya beli lemah sehingga masyarakat

membeli dengan sistem kredit pemilikan rumah. Tidak selamanya pembeli rumah

dengan sistem kredit pemilikan rumah ini menyelesaikan semua kewajiban secara

tuntas. Adakalanya karena hal-hal tertentu mengalihkan haknya kepada pihak lain.

Proses pengalihan hak kredit seperti ini banyak dijumpai dalam praktek tanpa

sepengetahuan pihak bank. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi debitur

penerima pengalihan hak kredit baik dari segi kepastian hukum maupun dari

kewenangan kepemilikan dari pihak penerima pengalihan kredit tersebut, karena

selama jangka waktu kredit berjalan dan belum dilunasi maka pihak debitur penerima

pengalihan hak kredit tersebut tidak mempunyai kewenangan apapun dengan pihak

bank pemberi kredit. Baik sertifikat ataupun perjanjian kredit tersebut masih tetap

atas nama pihak pertama yang mengalihkan hak kredit tersebut.

Dalam prakteknya bila pihak penerima pengalihan hak tersebut masih terus

melanjutkan kredit rumah yaitu dengan tetap membayar cicilan kredit pemilikan

rumah atas nama pihak pertama yang terikat dengan bank pemberi kredit yang jangka

waktu kreditnya masih cukup lama, sehingga timbul permasalahan di kemudian hari

dengan pihak bank pemberi kredit. Apabila kredit telah lunas ataupun dilunasi untuk

segala administrasi menyangkut kredit tersebut pihak bank masih tetap mensyaratkan

pihak pemberi pengalihan hak tersebut harus hadir untuk menyelesaikan masalah

administrasi sehingga dengan adanya syarat-syarat tersebut sering kali menyulitkan

pihak penerima pengalihan hak kredit tersebut, karena pada saat itu pihak pemberi

Universitas Sumatera Utara


pengalihan kredit tersebut mungkin sudah meninggal dunia atau sudah pindah dan

tidak diketahui di mana keberadaannya. Hal ini sangat merugikan dan tidak

memberikan kepastian serta perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal ini pihak

penerima pengalihan kredit. Hal yang demikian terjadi di masyarakat karena

kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk oper kredit. Banyak yang menganggap

bahwa dengan bukti lunas antara pembeli dan penjual saja urusan jual beli sudah

selesai.

Jual beli secara kredit ini tidak hanya melibatkan pemilik rumah saja tetapi

juga melibatkan pihak bank sebagai pemilik jaminan atas tanah dan bangunan.

Jaminan yang lahir dalam perjanjian jual beli ini menimbulkan jaminan khusus yang

berupa jaminan yaitu hak tanggungan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan pengertian

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan

dasar pokok-pokok agraria. Hak Tanggungan bersifat accesoir pada piutang tertentu.

Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan mengatakan bahwa

pengalihan hak/oper kredit sering terjadi di masyarakat di mana para pihak yang

melakukan jual beli tanpa sepengetahuan pihak bank. Perjanjian jual beli yang terjadi

antara debitur dan pihak ketiga, di mana cicilan kredit pemilikan rumah tetap dibayar

oleh pihak ketiga sampai lunas walaupun masih atas nama pihak pertama (penjual).

Pada saat pengambilan sertifikat yang disimpan di bank sebagai agunan, oleh pihak

ketiga pengambilan sertifikat tersebut memakai surat kuasa dan diketahui oleh

Universitas Sumatera Utara


pejabat negara yaitu notaris. Pengambilan sertifikat memakai surat kuasa karena

antara debitur dan pihak ketiga pada saat perjanjian jual beli atau oper kredit yang

dilakukan tanpa sepengetahuan bank hanya berdasarkan kertas bermeterai saja, jadi

agar berkekuatan hukum dibuat surat kuasa pengambilan sertifikat oleh notaris dan

jual beli tersebut diketahui oleh notaris.4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan untuk lebih terfokus dalam

membahas tulisan ini, sehingga mampu menguraikan pembahasan dengan tepat, maka

disusun beberapa permasalahan.

Adapun perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana syarat dan prosedur pengalihan hak/oper kredit pada PT. Bank

Tabungan Negara Cabang Medan.

2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengalihan hak milik

atas rumah yang beli dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah

pada PT. Bank Tabungan Negara.

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak kreditur jika debitur wanprestasi.

4
Wawancara dengan Ternamentha Sitepu, Asisten Manager Bank Tabungan Negara Cabang
Medan, Tanggal 08 Maret 2009.

Universitas Sumatera Utara


C. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari

penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang syarat dan prosedur pengalihan hak/oper kredit pada

PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengalihan hak

milik atas rumah yang dibeli dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan

Rumah pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur (PT. Bank Tabungan

Negara Cabang Medan) jika debitur wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

Harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis

maupun secara praktis yang diuraikan sebagai berikut:

a. Penelitian ini dapat bermanfaat menambah masukan bagi ilmu hukum di bidang

hukum keperdataan pada umumnya.

b. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pihak baik itu developer

(pengembang), masyarakat maupun pada lembaga perbankan.

Universitas Sumatera Utara


E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelusuran kepustakaan,

khususnya pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum dan Program Studi

Magister Kenotariatan bahwa penelitian dengan judul “Analisis Pengalihan/Oper

Kredit Hak pada Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara (BTN)” belum

pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Tesis yang pernah ditulis oleh

mahasiswa Magister Kenotariatan atas nama Jannes Donald Vicky Boring dengan

judul penelitian “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dalam Upaya

Memenuhi Kebutuhan Akan Rumah Bagi Masyarakat Kota Medan (Studi Kasus pada

Bank Tabungan Negara Cab. Medan)”. Tesis ini meneliti pelaksanaan Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN), tetapi tidak mengangkat

masalah mengenai oper kredit kepemilikan rumah.

Dari judul dan permasalahan tesis di atas, jelas tidak ada yang mengkaji hal

yang sama dengan yang akan diteliti dalam penelitian ini. Walaupun tesis-tesis di atas

dapat dipakai sebagai bacaan dan rujukan untuk penelitian ini, tetapi permasalahan

yang akan diteliti pada permasalahan ini jelas berbeda. Dengan demikian penelitian

ini asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem),

Universitas Sumatera Utara


yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin atau tidak disetujui, yang

merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.5

Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (recht

zekerheit) dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam pergaulan

kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu terhadap pihak

yang lain.6 Van Apeldoorn juga sependapat di mana, dengan adanya kepastian hukum

berarti ada perlindungan hukum.

Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa

pemegang hak milik. Kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan kepastian hukum

terhadap tanah, sehingga setiap pemilik dapat terjamin haknya dalam

mempertahankan hak miliknya dari gangguan luar.7

Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum.

Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu

diarahkan untuk memuaskan.

Dalam setiap hak terdapat 4 (empat) unsur, yaitu:

1. subjek hukum,

2. objek hukum,

3. hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban,

4. perlindungan hukum.

5
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), hal. 80.
6
M. Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana USU).
7
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: PT. Intermasa,
1980), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Pasal 570 KUHPerdata “hak milik adalah hak untuk menikmati

suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-

bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan undang-undang atau peraturan umum

yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu, semuanya itu

dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan

umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-

undang”.

Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat

oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objeknya yang

dimilikinya. Seorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang

yang telah dibelinya itu, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk

menyerahkan barang yang dijualnya, jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan

adalah subjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum

yang lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria bahwa hak milik adalah hak turun-

temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.8 Kata “turun-

temurun” menunjukkan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik

masih hidup dan jika dia meninggal dunia maka, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh

ahli waris. “Terkuat” menunjukkan kedudukan hak itu paling kuat jika dibandingkan

dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda

bukti hak (sertifikat), sehingga mudah dipertahankan terhadap pihak lain dan jangka
8
Suardi, Hukum Agraria, (Jakarta: Iblam, 2005), hal. 32.

Universitas Sumatera Utara


waktu pemilikannya tidak terbatas. “Terpenuh” menunjukkan hak itu memberikan

kepada pemiliknya wewenang paling luas, jika dibandingkan dengan hak-hak atas

tanah lainnya.

Menurut Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik dapat

dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar. Pemberian

dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat dan lain-lain pemindahan hak yang

bermaksud memindahkan hak milik yang pelaksanaannya diatur oleh peraturan

perundang-undangan.9

Hak milik atas suatu benda adalah suatu hak terpenting. Hak atas suatu benda

atau barang yang dipegang oleh seseorang tidak selamanya ada padanya. Hal ini

berlaku pada benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti tanah. Benda bergerak

dapat beralih atau dialihkan secara langsung dan seketika antara pihak yang

menyerahkan hak dan penerima hak. Lain halnya dengan benda tidak bergerak,

peralihan hak atas benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akte otentik yang

dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang,

Dalam Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan cara memperoleh hak milik ialah

karena penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak

milik, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda hidup.

Ketentuan ini mengandung yang dalam bahasa latin dikatakan nemo plus iuris in

alium transferre pottest quam ipse habet yang artinya tiada seorangpun dapat

9
Ibid, hal. 34.

Universitas Sumatera Utara


menyerahkan hak-haknya pada orang lain lebih banyak dari hak yang dimilikinya.10

Penyerahan merupakan salah satu cara memperoleh hak kebendaan yang banyak

terjadi dalam masyarakat. Penyerahan (Levering) ialah pengalihan suatu benda oleh

pemiliknya atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain itu memperoleh

hak kebendaan atas benda itu.

Hak milik baru beralih kepada pembeli bila penyerahan bendanya diserahkan

oleh penjual kepada pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis yang

memindahkan hak milik (transfer of ownership).11

Menurut Paul Scholten dalam ajaran causal penyerahan sah apabila alas hak

sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah. Yang dimaksud dengan alas hak

ialah hubungan hukum yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan karena

perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar pemberian hadiah dan dapat timbul karena

undang-undang, misalnya pewarisan. Jadi, sah tidaknya penyerahan tergantung pada

sah tidaknya alas hak. Ajaran Causal mengabaikan pihak yang jujur, tetapi hukum

tetap memberikan perlindungan. Untuk memindahkan hak milik perlu ada perjanjian

yang bersifat kebendaan (Zakelijk) dan harus orang yang berhak atau mempunyai

kewenangan yang sah yaitu orang yang memiliki benda itu sendiri.12

Hak Tanggungan beralih apabila piutang yang dijamin dengan hak

tanggungan itu beralih pada pihak ketiga. Peralihan piutang dapat terjadi karena

10
Mariam Darus Badrulzaman, Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan
Perbankan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 43.
11
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2000), hal. 155.
12
Ibid, hal. 158.

Universitas Sumatera Utara


cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain seperti peralihan kredit pemilikan

rumah (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan rumah

yang dibiayai dengan KPR itu) dari bank kepada pihak ketiga. Dengan kata lain, hak

tanggungan beralih karena hukum kepada kreditur yang baru apabila piutang yang

dijamin dengan hak tanggungan itu beralih kepada kreditur yang baru. Keabsahan

pengalihan hak kepada pihak ketiga diatur menurut Pasal 16 Undang-Undang Hak

Tanggungan karena beralihnya hak tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini

terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat

oleh PPAT.13

Untuk memenuhi kebutuhan perbankan agar Hak Tanggungan dapat tetap

melekat pada kredit (yang bermasalah) yang dialihkan oleh bank kepada pihak lain

sebagai debitur baru yang menggantikan debitur yang lama, haruslah penggantian

debitur itu melalui perjanjian yang khusus antara para pihak.

Perjanjian kredit pemilikan rumah adalah perjanjian yang diikuti dengan

perjanjian yang diikuti dengan perjanjian jaminan. Perjanjian kredit berlaku sejak

ditandatangani kedua pihak, kreditur dan debitur. Perjanjian kredit perumahan yang

dibuat oleh pihak bank disiapkan dalam bentuk standard (standard form). Dalam

pemberian kredit, bank tetap meminta agunan/jaminan dari pemohon kredit. Jaminan

kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai untuk diuangkan yang diikat

13
St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah
yang Dihadapi oleh Perbankan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), hal. 128.

Universitas Sumatera Utara


dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan

perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.

Bank sebagai pihak pemberi kredit pemilikan rumah selalu memegang aspek-

aspek hukum kredit, yaitu:14

a. Kontrak kredit.

b. Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang tentang Jaminan Hutang

(termasuk Undang-Undang Hak Tanggungan).

c. Peraturan Perundang-undangan lainnya.

d. Yurisprudensi tentang perkreditan.

e. Kebiasaan terutama kebiasaan perbankan.

Cara peralihan banyak terjadi di daerah perkotaan, terutama di bidang

perumahan karena kebutuhan perumahan di Indonesia mencapai lebih dari 1 (satu)

juta rumah pertahun. Dengan jumlah yang sedemikian besar yang pemenuhannya

akan melibatkan peran berbagai pihak yaitu: pemerintah, masyarakat, investor dalam

hal ini pengembang dan lembaga-lembaga pembiayaan seperti perbankan.15

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan

konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinan

akan konsepnya sendiri mengenai suatu permasalahan.16

14
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 2003), hal. 10.
15
Slamet Ristanto, op.cit, hal. 20.
16
M. Solly Lubis, op.cit, hal. 80.

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua

orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk

memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menunaikan prestasi.17

b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah perjanjian yang lahir sejak

adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak bank dan pihak

debitur/konsumen mengenai pembiayaan perumahan.

c. Pengalihan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu pergantian atau

pertukaran mengenai suatu kepemilikan atau kepunyaan atas sesuatu benda

dalam hal ini adalah rumah.

d. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.

e. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.18

f. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

17
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hal.
6.
18
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Universitas Sumatera Utara


dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.19

g. Bank, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dana menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.20 Dalam hal ini bank (Bank Tabungan Negara) berperan

sebagai pemberi kredit kepada debitur.

h. Pihak Ketiga adalah pihak yang menerima pengalihan kredit pemilikan rumah

dari debitur.

i. Keabsahan perjanjian adalah pernyataan benar dengan jalan memberi

pengesahan oleh pejabat yang berwenang atas akta di bawah tangan meliputi

tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya perjanjian dan isi perjanjian.

j. Perlindungan Hukum adalah suatu perbuatan yaitu untuk melindungi

seseorang dalam hukum yang merupakan suatu peraturan yang mengatur

pergaulan hidup dalam masyarakat dan berlaku untuk orang banyak.

k. Oper Kredit yaitu menggantikan pekerjaan orang lain atau mengambil alih

tugas orang lain dalam hal ini membeli barang di mana barang tersebut dibeli

dengan cara kredit, atau menggantikan orang untuk melanjutkan kredit.

19
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
20
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Universitas Sumatera Utara


G. Metode Penelitian

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang

bersifat deskriptif analitis. Adapun maksud deskriptif di sini yang bertujuan untuk

mengambil data secara sistematis, faktual dan akurat terhadap terhadap suatu populasi

atau daerah tertentu mengenai sifat atau faktor tertentu.21

Dalam penelitian normatif digunakan beberapa pendekatan berikut

Pendekatan Perundang-undangan (Statute Aproach) dan Pendekatan Analitis.22

Penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-

undangan akan lebih akurat bila digunakan penelitian yang menggambarkan tentang

bagaimana dikatakan pengalihan hak yang diketahui pihak bank menurut ketentuan

undang-undang ataupun peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh bank pemberi

kredit maupun realitas dalam praktek objek penelitian.

2. Sumber Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga) sumber data

yaitu:

a. Bahan Hukum Primer, berupa perundang-undangan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya seperti KUH

21
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977),
hal. 36.
22
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia,
2007), hal. 300.

Universitas Sumatera Utara


Perdata, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, Undang-Undang No. 10 Tahun

1998.

b. Bahan Hukum Sekunder, baik yang bersumber dari buku-buku, dokumen-

dokumen kredit, hasil tulisan berupa tesis dan bahan-bahan yang terkait mengenai

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dan pengalihan hak/oper kredit yang dapat

digunakan sebagai acuan dan membantu dalam penelitian.

c. Bahan Hukum Tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,

sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah serta bahan-bahan di luar

bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang

diperlukan dalam penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu untuk mendapatkan data dengan

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dapat berupa peraturan

perundangan-undangan, buku-buku dan karya ilmiah lainnya maupun bahan

hukum tersier yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah.

b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu metode pengumpulan data

berdasarkan atas penelitian di lapangan berdasarkan wawancara langsung dengan

informan yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti antara lain

Universitas Sumatera Utara


wawancara mengenai pengalihan hak/oper kredit pada kredit pemilikan rumah

di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan.

4. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dapat dilakukan dengan cara:

a. Studi dokumen

Untuk memperoleh data sekunder, maka perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu

dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-teori, buku-buku, buletin-

buletin, formulir/blanko perjanjian dan dokumen lain yang berhubungan dengan

permasalahan yang hendak diteliti.23

b. Wawancara dengan dibantu pedoman wawancara

Wawancara adalah pecakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.24 Instrumen pengumpul data

dengan menggunakan pedoman wawancara. Sumber-sumber informasi dalam

wawancara ini adalah:

1. Informan, yaitu:

a. Unsur pimpinan Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

b. 3 (tiga) staf Bank Tabungan Negara yang bertugas menganalisis hal-hal

yang berkaitan dengan kredit perumahan.

23
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:
Ghalia, 2002), hal. 87.
24
M. Iqbal Hasan, op.cit. hal. 186.

Universitas Sumatera Utara


2. Notaris.

3. 1 (satu) orang staf Legal Officer Bank X.

5. Analisis Data

Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis

kualitatif, sehingga hasil analisis ditentukan berdasarkan uraian-uraian fakta

di lapangan untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan sebagai dasar

penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir induktif-deduktif.

Sebagaimana layaknya pelaksanaan jenis deskriptif, penelitian ini pada

dasarnya tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi

meliputi analisis dan interpretasi data yang dikumpulkan.

Analisis untuk data kualitatif dengan cara menganalisis proses pengalihan hak

pada kredit pemilikan rumah yang sering terjadi di masyarakat dengan cara di bawah

tangan/tanpa sepengetahuan pihak bank yang selanjutnya dihubungkan dengan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kredit pemilikan rumah dan

perlindungan hukum kepada pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA

PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

1. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “Credere”25 yang berarti

kepercayaan. Sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan atau keyakinan dari

kreditur dalam hal ini adalah lembaga keuangan atau bank yang membiayai, bahwa

pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah

diperjanjikan. Perkataan kredit tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata atau BW tetapi diatur oleh undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang

Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir 11, pengertian kredit

disebutkan sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak yang meminjam yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.26

25
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 19.
26 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pokok Perbankan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, LN, No. 182. TLN No. 3790, Pasal 1 butir 11
.

Universitas Sumatera Utara


Dari pengertian Pasal 1 butir 11 tersebut diatas dapat diketahui bahwa kredit

itu merupakan perjanjian meminjam uang antara bank sebagai lembaga keuangan dan

bertidak sebagai kreditur dengan nasabah atau debitur. Dalam perjanjian ini bank

sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya, bahwa dalam jangka waktu

yang disepakatinya akan dikembalikan atau dibayar lunas.

Menurut Mgs. Edy Putra Tje’Aman, 27 tenggang waktu antara pemberian dan

penerimaan kembali prestasi ini merupakan suatu hal yang abstrak, yang sukar diraba,

karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalin dalam

beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.

Sementara menurut kamus ekonomi, kredit berarti sebuah perjanjian

pembayaran di kemudian hari berupa uang, barang atau jasa-jasa, untuk uang barang

atau jasa-jasa yang diterima pada masa sekarang.28

2. Jenis-Jenis Kredit

Kredit Dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Sifat Penggunaan Kredit

2. Keperluan Kredit

3. Jangka Waktu Kredit

4. Cara Pemakaian Kredit

5. Jaminan Kredit29

27
Mgs. Edy Putra Tje’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta:
Liberty, 1989), hal. 10.
28
Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 148.

Universitas Sumatera Utara


Kredit menurut sifat penggunaannya, kredit dipergunakan untuk:

a. Kredit Konsumtif

Yaitu kredit yang ditujuksn untuk keperluan konsumsi (kebutuhan hidup)

debiturnya.

b. Kredit Produktif

Yaitu kredit yang ditujukan untuk kegiatan usaha debitur, baik untuk

meningkatkan produksi maupun peningkatan likuiditas dan kondisi keuangan

debitur. Kredit inilah yang paling sering diadakan oleh bank, karena selain

mempunyai tingkta resiko pengembalian yang lebih kecil dibanding dengan

kredit konsumtif, juga kredit produktif dapat menigkatkan taraf hidup dan

perkembangan perekonomian nasional.

Kredit menurut keperluannya, menurut keperluannya, kredit dapat dibedakan atas:

a. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang diberikan kepada debitur untuk melakukan investasi,

misalnya penambahan modal dan sebagainya maupun untuk ekspansi

perusahaan.

b. Kredit Eksploitasi

Yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan menutup biaya-biaya eksploitasi

perusahaan secara luas, baik untuk pembelian bahan baku, bahan penolong

mapun biaya produksi lainnya.

29
Mgs. Edy Putra Tje’Aman, op.cit, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara


c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan ini pergunakan untuk keperluan perdagangan pada

umumnya.

Kredit menurut cara pemakaiannya:

a. Kredit dengan uang muka (persekot), yaitu kredit yang diberikan sekaligus

kepada debitur. Pemberian kredit tidak dilakukan secara bertahap.

b. Kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan menurut besarnya

kebutuhan hidup debitur pada waktu-waktu tertentu, akan tetapi maksimum

kredit yang boleh dipergunakan oleh debitur adalah tertentu jumlahnya (tidak

boleh melewati batas kredit).

Kredit menurut jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak adanya

jaminan dari debitur. Maksudnya debitur dalam hal ini tidak memberikan

jaminan (misalnya: jaminan kebendaan, jaminan piutang, jaminan perorangan

dan lain-lain). Akan tetapi pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak

ada jaminan sama sekali, melainkan jaminan yang berbentuk bonafiditas dan

prospek usaha nasabah tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-

sunguh dalam pertimbangan kreditnya. Jaminan perkreditan dalam

perkembangannya belakangan ini tidaklah merupakan faktor mutlak lagi

dalam pemberian kredit. Hal ini dipertegas oleh R. Jiptoadinugroho yang

menyatakan: "Last but not least suatu pikiran yang menyatakan bahwa

pinjaman harus diukur dari besanya jaminan adalah tidak dapat dibenarkan

Universitas Sumatera Utara


dilihat dari segi falsafah perkreditan. Seharusnya urutan pertanyaan yang tepat

adalah berupa kebutuhan dan berapa kesanggupan peminta kredit untuk

memberikan jaminan dan tidak sebaliknya”.30 Jaminan sebenarnya ditujukan

bagi perlindungan kepentingan kreditur semata-mata dalam pengembalian

pinjaman dan untuk membatasi pemberian pinjaman yang terlalu besar.

b. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan di mana debitur

memberikan jaminan atas perluasan kreditnya.

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur dalam rangka memelihara kesinambungan

pembangunan tersebut, para pelakunya baik pemerintah maupun masyarakat sebagai

orang-perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah yang

besar. Hal ini berakibat meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga

keperluan akan ketersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan

perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam proses

pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain

yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat

30
R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan
Penuntun, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994), hal. 46.

Universitas Sumatera Utara


dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang

berkepentingan.31

Sandang, pangan dan papan sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok

dalam kehidupan sehari-hari. Sandang dan pangan merupakan suatu kebutuhan

yang selalu berulang dibutuhkan dalam jangka panjang, namun dapat diperoleh dalam

waktu yang relatif singkat serta mudah diperoleh setiap saat. Sedangkan untuk

pemenuhan kebutuhan akan papan masih dirasakan berat oleh sebagian besar

masyarakat. Secara umum, ada 2 (dua) pola dalam upaya pemenuhan akan kebutuhan

perurnahan, yakni dalam bentuk kredit kepemilikan rumah atau melalui sewa.

Pada saat sekarang ini, banyak sekali para pengembang (penjual)

mendirikan bangunan perumahan segala jenis tipe untuk ditawarkan kepada

masyarakat. namun yang menjadi persoalan adalah tidak semua masyarakat

sanggup untuk membeli rumah secara kontan. Hal itu dikarenakan keterbatasan

keuangan sebagai penyebab utamanya. Oleh karena itu, diadakanlah fasilitas

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai alternatif menarik untuk memiliki rumah

bagi mereka yang tidak memiliki dana tunai.

Sampai sekarang, kredit perumahan masih tetap dibutuhkan. Negara AS yang

notabene adalah negara ka ya dan makmur sekalipun juga tetap

membutuhkan kredit perumahan, apalagi dengan masyarakat Indonesia yang daya

belinya lebih rendah.Hal itu mengindikasikan secara jelas bahwa yang

31
Sri Turatmiyah, Studi SKMHT dalam Perjanjian KPR-BTN, telah dipresentasikan dalam
seminar terbatas di Bagian Perdata Fakultas Hukum UGM tanggal 2 September 2004.

Universitas Sumatera Utara


namanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap harus dimiliki oleh sektor

properti. Tanpa adanya KPR, konsumen Indonesia akan sangat sulit membeli.

Dalam industri properti nasional Indonesia, KPR memang mutlak harus ada,

karena konsumen Indonesia sebagian besar masih mengandalkan KPR. Bahkan

negara maju sekalipun, masyarakatnya tetap menggunakan kredit dalam

pendanaan perumahannya.

KPR masih sangat dibutuhkan, karena hanya sedikit yang mampu membeli

secara cash. Mayoritas masyarakat masih menggunakan fasilitas kredit untuk

membeli rumah. Sebanyak 74,7% konsumen memanfaatkan fasilitas KPR untuk

membeli properti. Tingginya kebutuhan rumah tinggal merupakan salah satu

pemicu meningkatnya permintaan kredit yang satu ini.

KPR merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk masyarakat, dan

demand untuk KPR sendiri juga masih tinggi. KPR (Kredit Kepemilikan Rumah)

adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah. Walaupun penggunaannya

mirip, tetapi KPR berbeda dengan kredit konstruksi dan renovasi. Agunan yang

diperlukan untuk KPR adalah rumah yang akan dibeli itu sendiri. tetapi untuk hal KPR

sekalipun, pihak bank tentunya sesuai dengan praktek perbankan yang lazim, tetap

akan mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum mencairkan kredit

dimaksud.

Tujuan kredit pada umumnya adalah didasarkan kepada usaha untuk

memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan

yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Universitas Sumatera Utara


Keuntungan itu terjelma dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank selaku kreditur

baik bunga kredit ataupun tunggakan sementara bagi konsumen khususnya untuk

konsumen yang memerlukan rumah atau tempat tinggal dengan adanya Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) sudah membantu mengatasi masalah pembiayaan/dana

dalam pembelian rumah karena dengan adanya perjanjian kredit antara konsumen

dengan bank, secara tidak langsung konsumen tersebut membeli tunai kepada pihak

developer di mana pihak developer akan memperoleh pembayaran sesuai dengan

harga yang telah disepakai sebelumnya dan konsumen tersebut langsung dapat

menikmati rumah sendiri karena setelah selesainya akad kredit dapat langsung serah

terima dari pihak developer.

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian adalah terjemahan dari kons overenkomst, yang dari segi bahasa

dapat pula diterjemahkan dengan persetujuan. Subekti mengartikannya sebagai

perbuatan hukum, sebagaimana terlihat dari terjemahan yang dilakukannya terhadap

isi Pasal 1313 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut:

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.32

32
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, terjemahan dari Burgelijk Wetboek,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1976) Pasal 1313.

Universitas Sumatera Utara


Pengertian yang sama diberikan beliau dalam bukunya Hukum Perjanjian,

yang diartikan sebagai peristiwa hukum sebagaimana terdapat dalam rumusan yang

beliau kemukakan sebagai berikut:

Supaya perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak yang

membuatnya, menyangkut para pihak yang bersangkutan maka perjanjian itu harus

dibuat secara sah. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata yaitu:

a. Kata Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan

kehendak kedua belah pihak, saling menerima satu dengan lainnya. Dengan

adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan telah lahir dan sejak saat

itu perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Prinsip Pasal

1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kekuatan mengikat setelah

tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali secara sepihak. Atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan

oleh Undang-Undang.33

b. Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pada

prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap
33
Ibid., Pasal 1338 ayat (3).

Universitas Sumatera Utara


membuat perjanjian. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa.

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.34

Ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan

orang-orang yang belum dewasa, yaitu:

1. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, yaitu tentang

Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah sesorang yang belum

mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.35

2. Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyebutkan bahwa “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum

mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tuanya.36

Dari kedua ketentuan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur

21 tahun keatas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang

bersangkutan pernah kawin.

c. Hal Tertentu

34
R. Subekti, op.cit, Pasal 1330.
35
Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun
1979, LN No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 butir 2.
36
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, LN
No. 1 Tahun 1974, Pasal 6 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara


Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian

maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut

tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya

kemudian.37 Ketentuan terebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa

yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik, suatu

perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi

hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).38

d. Sebab yang Halal

Tujuan dari perjanjian adalah merupakan sebab dari adanya perjanjian, dan sebab

yang disyaratkan undang-undang harus halal. Dalam Pasal 1335 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, didalamnya merinci adanya perjanjian tanpa sebab,

perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Sehingga semua perjanjian

yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi

hukum.

5. Asas- Asas Hukum Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan terdapat beberapa asas

dalam hukum perjanjian, antara lain:

37
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1333.
38
Gatot Supramono, Perbankan Dan Permasalahanya, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 57-
58.

Universitas Sumatera Utara


1. Asas Terbuka

Asas Terbuka disebut juga asas kebebasan berkontrak. Asas ini terdapat dalam

pasal 1338 KUH Perdata ayat 1 yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang memuatnya”.

2. Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas mempunyai arti penting yaitu untuk melahirkan perjanjian

adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian

tersebut dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang timbul karenanya) sudah

dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus atau kesepakatan. Asas ini

ditemukan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Asas Kepercayaan

Kepercayaan merupakan salah satu dasar dalam suatu perjanjian sebelum para

pihak membuat perjanjian sehingga menciptakan hubungan hukum yang dilandasi

itikad baik. Gunanya untuk melindungi para pihak dalam suatu perjanjian dari

gangguan pihak ketiga yang tidak terikat dalam perjanjian.

4. Asas Kekuatan mengikat

Perjanjian yang dibuat sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuat

seperti Undang-Undang. Terikatnya para pihak tidak terbatas pada apa yang

diperjanjikan tapi juga beberapa unsur lainsepanjang dikehendaki oleh kebiasaan

dan keputusan secara moral. Tujuan asas ini untuk mendapatkan perlindungan dan

Universitas Sumatera Utara


kepastian hukum bahwa para pihak tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena

perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan

warna kulit, bangsa, kekayaan dan jabatan.

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian

itu. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan

dapat menuntut pelunsan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur

memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian merupakan suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari persetujuan itu tidak dapat ditarik kembalikecuali

atas persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan

oleh Undang-Undang. Asas ini bersumber pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.

8. Asas Moral

Asas ini memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan

perbuatan hukum berdasarkan "moral" sebagai panggilan hati nurani.

9. Asas Kepatutan

Asas ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan

ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Asas Kekuatan mengikat.

Universitas Sumatera Utara


6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh

bank kepada konsumen khususnya dalam jual beli rumah. Pelayanan kredit ini

diberikan hampir semua bank yang mempunyai fasilitas Kredit Pemilikan Rumah

baik bank-bank swasta ataupun bank Pemerintah. Khusus untuk bank pemerintah

ditangani Bank Tabungan Negara (BTN) dimana Bank Tabungan Negara pada saat

ini memberikan suku bunga yang berbeda khususnya untuk rumah-rumah sangat

sederhana yang suku bunganya disubsidi oleh Pemerintah hanya pada developer-

developer tertentu yang dapat diberikan fasilitas ini yaitu untuk pengembang yang

menyediakan rumah sederhana untuk masyarakat menengah kebawah.

Pada saat ini konsumen diberikan banyak pilihan untuk mengajukan

permohonan Kredit Pemilikan Rumah, karena hampir semua bank swasta (Bank

Lippo, Bank Central Asia/BCA, OCBC NISP, BII, Danamon, CIMB Niaga, Bank

Mega), menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah, hanya berbeda dalam hal

suku bunga yang diberikan antara masing-masing bank, yaitu antara 14% PA

(Pertahun Anuitas) sampai dengan 17% PA, dan hal ini merupakan subsidi tersendiri

dari pihak bank yang bersangkutan untuk menarik konsumen, besarnya suku bunga

tersebut berlaku hanya pada 1 (satu) tahun pertama kredit berjalan, sementara pada

beberapa bank menentukan jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dengan

ketentuan suku bunga tersendiri yang telah disepakati kedua belah pihak (debitur dan

kreditur), sementara untuk tahun berikutnya atau tahun kedua mengikuti kebijakan

Universitas Sumatera Utara


suku bunga dari Bank Indonesia.39 Sementara untuk bank Pemerintah dalam hal ini

Bank Tabungan Negara (BTN) suku bunga 14%. Untuk jangka waktu sampai dengan

15 (lima belas) tahun masa kredit dengan suku bunga 16% PA.40

Adapun prosedur Kredit Pemilikan Rumah yang diajukan kepada bank oleh

pemohon baik itu bank-bank Swasta ataupun bank pemerintah memiliki tahapan-

tahapan yang hampir sama dalam menentukan pemberian kreditnya kepada calon

debitur, tahapan-tahapan tersebut meliputi:

a. Tahap Permohonan Kredit

Permohonan kredit diajukan oleh calon debitur (orang perseorangan, atau

Badan Hukum Perdata) secara tertulis, yaitu dengan mengisi formulir aplikasi yang

telah disediakan oleh bank yang bersangkutan yang isinya: identitas calon debitur,

pekerjaan/bidang usaha calon debitur, jumlah kredit yang dimohonkan, tujuan

pemakaian kredit dan agunan yang diberikan guna jaminan pelunasan kreditnya.

Dalam permohonan itu wajib dilampirkan surat-surat pendukung, seperti:

I. Persyaratan Umum

1. Debitur atas nama perseorangan

2. Warga Negara Indonesia.

3. Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah pada saat pengajuan kredit, dan

maksimal 60 tahun pada saat kredit berakhir.

4. Penghasilan minimal 2-3 kali angsuran.

39
Hasil Wawancara dengan Bapak Ternamentha Sitepu, Asisten Manager Bank Tabungan
Negara Cabang Medan Tanggal 08 Maret 2009.
40
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


5. Pengalaman kerja/usaha minimal 2 tahun.

6. Jaminan berupa sertifikat SHGB/SHM.

7. Jaminan harus marketable dan dokumen jaminan lengkap (Sertifikat, AJB,

IMB, PBB tahun terakhir, denah bangunan dan advis planning) atau surat

pemesanan dari developer.

8. Uang muka minimal 20% dari nilai transaksi.

9. Jangka waktu kredit maksimal 20 tahun.

10. Saat berakhirnya kredit paling lambat 1 tahun sebelum sertifikat berakhir.

II. Dokumen Untuk Karyawan

1. Kartu Tanda Penduduk Suami/Istri/Pejamin yang masih berlaku.

2. Kartu Keluarga.

3. Akte Nikah/Cerai.

4. SKBRI, ganti nama dan Akte Kelahiran.

5. Asli Surat Referensi Kerja dan SPT PPH Pasal 21.

6. Rekening Koran/Tabungan, minimal 3 bulan terakhir.

7. Pasphoto 3 x 4 sebanyak 2 lembar.

III. Dokumen untuk Pengusaha

1. Akte Pendirian Perusahaan serta perubahannya.

2. Neraca rugi dan laba perusahaan (bila ada).

3. SIUP, NPWP, TDP.

4. Proporma pengurus perusahaan, dan

5. Curriculum Vitae.

Universitas Sumatera Utara


IV. Dokumen Untuk Profesional

Izin praktek + SK Pengangkatan

Syarat-syarat diatas merupakan persyaratan umum yang dibuat oleh BTN

dalam mengajukan permohonan KPR, selanjutnya pihak bank melanjutkan dengan

penilaian atas beberapa tahap yaitu:

b. Tahap Analisa Kredit

Setelah pihak bank menerima surat permohonan kredit atau daftra isian yang

merupakan bahan pertimbangan bagi bank untuk menerima atau menolak

permohonan kredit tersebut, yaitu pihak bank melakukan penilaian yang seksama

terhadap hal-hak pada point pertama yang pada umumnya dikenal dengan formulasi

5 C (The five C’S Credit of credit analysis)41:

1. Character (Watak)

Aspek ini berhubungan dengan watak, karakter, keperibadian, moral dan

kejujuran dari calon nasabah. Nasabah yang tidak beritikad baik, yang dapat

dilihat pada waktu pengajuan permohonan kredit, misalnya pemberian data palsu

2. Capacity (Kemampuan)

Adalah kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan mengendalikan

usaha serta kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan.

Kemampuan nasabah dapat dilihat dari pengetahuan dan penguasaan debitur

terhadap usahanya, pengalaman dan rencana dimasa mendatang.

41
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hal. 246.

Universitas Sumatera Utara


3. Capital (Modal)

Adalah besarnya modal usaha dari calon nasabah yang telah tersedia atau

tertanam dalam usahanya sebelum mendapatkan fasilitas kredit. Keadaan, struktur

permodalan turut menentukan kelangsungan hidup usaha calon nasabah.

4. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)

Adalah kondisi perekonomian secara keseluruhan. Jika kondisi perekonomian

berada dalam keadaan resesi secara nasional, maka perkembangan dunia usaha

dalam perekonomian resesi ini tentulah tidak dapat berkembang pesat sehingga

kemungkinan menghadapi masalah akan lebih besar di masa yang akan datang.

5. Collateral (Agunan)

Adalah jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Jaminan ini dapat berupa

benda tetap atau benda tidak tetap (benda bergerak), yang secara yuridis dapat

diikat dengan hak tanggungan dan secara ekonomi mempunyai nilai yang lebih

tinggi dibandingkan dengan jumlah kreditnya, serta diharapkan tidak akan

menghadapi masalah bila diuangkan dalam hal debitur (calon nasabah)

wanprestasi.

Apabila semua keterangan secara umum datanya telah lengkap, maka langkah

selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian data tersebut

dan melakukan penilaian secara umum atau terhadap jaminan atau agunan dengan

melakukan appraisal oleh pihak bank atau perusahaan penilai yang telah bekerja sama

dengan pihak bank tersebut, yang kemudian dilakukan pemeriksaan langsung

dilapangan (Inspection on the spot) baik terhadap calon debitur itu sendiri juga

Universitas Sumatera Utara


terhadap agunan atau proyek perumahan yang dibeli oleh calon debitur yang akan

dibiayai oleh kredit. Analisa yang dilakukan adalah analisa yuridis dan analisa

ekonomis. Dalam tahap analisa ini disamping pemeriksaan langsung dilapangan juga

diadakan interview langsung dari pihak bank dalam hal ini bagian kredit dengan

calon nasabah yang mengajukan permohonan kredit.

c. Tahap Persetujuan

Setelah semua acara interview, analisa dokumen dan pemeriksaan dapat

diselesaikan dan dianggap layak dengan pihak bank, maka langkah berikutnya adalah

melaksanakan pemberian kredit serta pengaturan administrasinya, maka pihak bank

mengeluarkan Surat Keputusan Kredit (SPK) yang berisi nomor Surat Pemohon

Kredit. Batas maksimum kredit yang disetujui oleh bank atau plafon kredit, jangka

waktu kredit, keperluan kredit, bunga/profisi, cara penarikan dan pelunasan, akte jual

beli dan balik nama. Surat Keputusan Kredit ini ditanda tangani oleh phak bank yang

berwenang dalam hal ini adalah kelompok pemutus kredit, dan diserahkan kepada

calon debitur. Jika debitur menyetujui dan melanjutkan kredit, maka calon debitur

dapat menandatangani surat persetujuan kredit itu sebagai surat persetujuannya,

sehingga pihak bank hanya tinggal menentukan jadwal untuk penanda tanganan akad

kredit dan pengikatan dengan bank, akan tetapi apabila analisa dianggap tidak layak

oleh bank maka permohonan kredit tersebut akan ditolak.

d. Tahap Penandatanganan Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit atau biasanya disebut akad kredit di mana di dalamnya

dicantumkan segala hak dan kewajiban masing-masing pihak juga berisi syarat-syarat

Universitas Sumatera Utara


atau klausul-klausul yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak dan kemudian

ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

e. Tahap Pengikatan Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit pihak bank tidak mau menanggung resiko hilangnya

pinjaman yang diberikan tanpa ada jaminan, sehingga biasanya diberikan tanggungan

sesuai dengan agunan yang telah disepakati untuk diserahkan kepada bank, guna

untuk menjamin pengembalian kreditnya.

f. Tahap Pencairan Dana/Kredit

Setelah semua proses diselesaikan maka pihak bank akan mencairkan dana

sebesar nilai yang dipinjamkan atau plafon kredit kepada pihak pengembang atau

developer atau dengan mentransfer atau pemindahan rekening kepada pihak

pengembang atau orang perseorangan.

B. Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah

1. Pengertian Pengalihan Hak /Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan tindakan aktif dari debitur

dalam hal ini debitur yang memiliki hak Kredit Pemilikan Rumah umtuk

mengalihkan hak kreditnya. Tindakan aktif ini dapat berupa menjual kembali dengan

pengalihan kewajiban dari (delegasi) yaitu merupakan kebalikan dari Cessie sebab

dengan delegasi yang beralih bukan piutang melainkan adalah “hutang”.42 Sehingga

42
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 171.

Universitas Sumatera Utara


setelah terjadinya delegasi, maka yang berganti bukan kreditur seperti yang terjadi

dalam cessie melainkan yang terjadi pergantian debitur sehingga delegasi kewajiban

yang dilakukan secara penuh juga merupakan sejenis novasi, yakni novasi subyektif

pasif.

Sementara pengertian cessie menurut Pasal 613 ayat (1 dan 2) BW adalah:

Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya

dilakukan dengan membuat sebuah akte otentik atau di bawah tangan, dengan mana

hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan hak demikian bagi pihak yang berhutang tiada akibatnya melainkan

setalah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan

diakuinya.43

Sehingga dengan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan kebalikan dari cessie di mana bila

cessie yang berganti adalah krediturnya dalam hal ini bank akan tetapi bila

pengalihan hak/oper kredit yang berganti adalah debiturnya yaitu yang berhutang

baik itu dengan sepengetahuan pihak kreditur atau tidak, hutangnya tetap dialihkan

oleh debitur tersebut.

2. Tujuan Pengalihan Hak/Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit yang sering dilakukan oleh debitur adalah untuk

mengalihkan hutangnya, dalam hal ini hutang yang berupa angsuran/cicilan kredit
43
Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. 10, 1995, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara


pembayaran rumah yang telah diambilnya dari bank, hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk menghindari kredit macet. Suatu kredit digolongkan kredit macet sejak tidak

ditepatinya atau dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit, yaitu

apabila debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan bunga.44

Sebelum batas akhir pengembalian pinjaman terlihat tanda-tanda sebagai

berikut:

1. Sebelum jatuh tempo, rekening tidak menunjukan mutasi debit dan kredit.

2. Kredit mengalami operdraf secara terus-menerus.

3. Adanya tanda-tanda bahwa debitur tidak sanggup lagi membayar bunga atas

kredit yang diberikan oleh bank.45

Sebelum semua hal tersebut diatas terjadi biasanya debitur akan berusaha

menyelamatkan uang yang telah dibayarkan kepada pihak bank dan agunan rumah

tersebut dengan jalan menjual kembali atau mengalihkan kredit tersebut kepada pihak

lain, dalam hal ini debitur baru, sehingga angsuran tersebut akan diteruskan oleh

debitur baru tersebut dan pembayaran yang diterima diperhitungkan dengan uang

yang telah dibayarkan kepada bank.

3. Faktor-Faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak/oper kredit

dalam Kredit Pemilikan Rumah, yaitu:

44
Eugenia Liliawati Mulyono dan Amin Tunggal, Eksekusi Grosse Akta Hipotik oleh Bank,
Cet, 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 50.
45
Ibid, hal. 50.

Universitas Sumatera Utara


a. Pihak debitur lama

b. Pihak Konsumen/Debitur Baru

a. Faktor-faktor yang terjadi dari pihak debitur lama adalah:

1. Kesulitan ekonomi, sehingga tidak dapat melanjutkan angsuran kredit.

2. Resiko disita oleh pihak bank dengan terjadinya kredit macet, sehingga akan

mengalami kerugian yang besar.

3. Mencari keuntungan.

4. Memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah yang diberikan oleh kantor

dimana debitur bekerja.

Hasil Penelitian mengenai praktek Pengalihan hak kredit/oper kredit pada

Perumahan Griya Metropolis Martubung khususnya pada tipe rumah sederhana

yaitu tipe 36/96 M2 pada periode April – Juni 2009.

Dari 20 (dua puluh) responden yaitu konsumen atau calon nasabah debitur

yang akan membeli rumah pada Griya Metropolis Martubung tipe rumah sederhana

dapat disimpulkan:

1. 94,5% (sembilan puluh empat koma lima persen) konsumen membeli pada

developer dengan cara mengajukan Kredit Pemilikan Rumah baik pada PT

(Persero) Bank Tabungan Negara (BTN) atau pada bank swasta yang ada

kerjasama dengan developer.

2. 5% (lima persen) membeli secara oper kredit dengan menggunakan tata cara

pengikatan jual-beli dan kuasa yang dilakukan dihadapan notaris.

Universitas Sumatera Utara


3. 0,5% (nol koma lima persen) oper kredit dengan tata cara alih debitur atau novasi

subyektif pasif.

b. Faktor-faktor dari pihak debitur baru adalah:46

1. Mendapatkan keuntungan dengan suku bunga yang masih disubsidi/rendah

dari pihak bank.

2. Konsumen tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga bila mengajukan

Kredit Pemilikan Rumah kepada bank akan ditolak, karena tidak memiliki

dokumen-dokumen pendukung, akan tetapi secara finansial/keuangannya

mampu membayar cicilan rumah (contoh: pedagang kecil, pekerja yang tidak

tetap/kontrak).

3. Mempunyai usaha kecil-kecilan, sehingga tidak ada surat-surat usaha (SIUP,

NPWP, TDP) pendukung.

4. Tidak mau berurusan dengan Kredit Pemilikan Rumah yang dirasa sangat

ketat dan teliti.

5. Usia yang sudah tua sehingga bila mengajukan kredit kepada bank akan

ditolak.

6. Tidak cukup uang untuk membeli secara tunai.

7. Lokasi yang diinginkan sangat strategis dari pihak pengembang yang tidak

dibuka lagi atau dipasarkan lagi.

46
Hasil Wawancara dengan Konsumen Pembeli Rumah Pada periode April – Juni 2009 pada
Perumahan Griya Metropolis Martubung.

Universitas Sumatera Utara


8. Tidak mau menunggu rumah indent dari developer.

C. Prosedur Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah yang Sesuai

dengan KUH Perdata

Pengalihan hak kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan

kewajiban yang berupa pembayaran angsuran kredit perumahan, tindakan ini adalah

merupakan suatu delegasi yaitu pengalihan kewajiban/pergantian debitur, ketika telah

adanya piutang dan merupakan tindakan sepihak yaitu tindakan debitur.47

Dalam prosedur pengalihan hak kredit kepemilikan rumah menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata adalah Pasal 1413 dan pada peraturan serta

kebijakan pada bank pemberi kredit baik itu bank-bank swasta ataupun bank

pemerintah khususnya pada PT (persero) Bank Tabungan Negara (BTN).

Dalam KUH Perdata bahwa pengalihan hak atau pengalihan kewajiban adalah

ditentukan dengan “novasi”, karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(terjemahan Soebekti) diterjemahkan menjadi pembaharuan hutang.

Dari Pasal-pasal yang mengatur tentang Novasi para sarjana menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan Novasi adalah penggantian perikatan lama dengan

suatu perikatan yang baru.48

Novasi diatur dalam Bab IV butir IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Undang-Undang memberikan ketentuan

47
Munir Fuady, op.cit, hal. 151.
48
J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novasie, Kompensatie & Percampuran Hutang, (Bandung:
PT. Alumni, 1999), hal. 100.

Universitas Sumatera Utara


khusus yang berkenaan dengan masalah Novasi. Bila suatu masalah telah diatur

secara khusus, maka berlakulah ketentuan umum tentang perikatan termasuk tentang

hapusnya perikatan.49

Menurut Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga)

macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan hutang:50

1. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna

orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama,

yang dihapuskan karenanya.

2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan seorang yang

berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk

untuk menggantikan orang yang berpiutang lama, terhadap siap si berhutang

dibebaskan dari perikatannya.

Dari uraian mengenai cara mengadakan Novasi tersebut diatas dapat kita

katakan, bahwa peristiwa yang kedua dan ketiga ada pergantian subyek perikatan bisa

debitur bisa kreditur, sehingga orang menyatakan bahwa peristiwa tersebut

merupakan peristiwa Novasi subyektif, dalam hal yang diganti adalah subyek debitur.

Debitur lama diganti dengan debitur baru, maka kita katakan di sana ada Novasi

49
Ibid, hal. 101.
50
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1413.

Universitas Sumatera Utara


subyektif pasif, sedangkan pada penggantian subyek kreditur kita namakan Novasi

subyektif aktif.51

Dalam pengalihan hak Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan delegatie

atau pemindahan hutangnya kepada debitur baru sehingga dalam hal ini yang berganti

adalah debiturnya bukan krediturnya, maka dapat dikatakan merupakan Novasi

subyektif pasif.

Persyaratan oper kredit atau alih debitur hampir sama dengan syarat-syarat

permohonan Kredit Pemilikan Rumah, perbedaannya debitur lama mengajukan

permohonan penerusan utang atau alih debitur. Setelah syarat-syarat terpenuhi, bank

mengadakan wawancara dengan calon debitur baru dan bagi yang layak bank akan

mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur. Berdasarkan Surat Persetujuan ini

notaris akan memproses oper kredit atau alih debitur seperti halnya akad kredit

sebelumnya dengan tambahan satu kata, yaitu Akta Delegasi. 52

Akta Delegasi ini ditandatangani oleh debitur lama sebagai pihak pertama dan debitur

baru sebagai pihak kedua. Dalam akta ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:

“Bahwa debitur lama telah menandatangani Perjanjian Kredit (KPR) dengan

BTN pada tanggal …………., yang harus dilunasi dalam jangka waktu

beberapa bulan, setiap bulan dibayar ………….rupiah dengan jaminan berupa

…………….”

51
J. Satrio, op.cit., hal. 103.
52
Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006), hal. 98.

Universitas Sumatera Utara


Bahwa berhubung karena sesuatu hal, Pihak Pertama tidak dapat lagi

melanjutkan angsuran sesuai dengan perjanjian sebelumnya, maka debitur lama

mengajukan permohonan kepada bank, seorang debitur baru untuk menggantikan

debitur lama.

Bahwa pihak bank setuju dengan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih

Debitur dan tercantum berapa bulan lagi angsuran yang harus dibayar oleh debitur

baru dengan bidang tanah dan bangunan yang dimaksud.

Pengalihan debitur ini akan dibuat dan ditandatangani dalam Akta Perjanjian

Kredit Baru, Pengakuan Utang, Akta Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan/Akta Jual Beli antara debitur lama dengan debitur baru.53

Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan cara orang

mengadakan suatu Novasi subyektif pasif, di mana debitur menawarkan kepada

krediturnya seorang debitur baru yang bersedia untuk mengikatkan dirinya demi

keuntungan kreditur atau dengan perkataan lain, bersedia untuk membayar hutang-

hutang debitur.54

Menurut Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi

sebagai berikut:55

“Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berhutang memberikan

kepada orang yang menghutangkan padanya seorang berhutang baru

mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu

53
Ibid, hal. 99.
54
Ibid., hal. 118.
55
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1417.

Universitas Sumatera Utara


pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas mengatakan bahwa

ia bermaksud membebaskan seorang berhutang yang melakukan pemindahan

itu, dari perikatannya”.

Novasi baru terjadi, kalau kreditur setelah menerima/menyetujui person

debitur yang baru, dengan tegas menyatakan bahwa ia membebaskan debitur lama,

dari keterikatannya berdasarkan perikatan yang lama dan kewajibannya berprestasi

(lebih lanjut) terhadap kreditur. Dengan perkataan lain, dengan hanya menerima

penawaran seorang debitur baru saja yang disodorkan debitur lama belum terjadi

Novasi, itulah sebabnya bahwa undang-undang mensyaratkan bahwa Novasi di sana

baru terjadi, kalau kreditur sudah menerima penawaran person debitur baru,

menyatakan secara tegas bahwa ia membebaskan debitur lama.56

Sedangkan ciri yang menunjukan adanya Novasi di sini adalah, bahwa

penerimaan debitur baru, yang diikuti dengan pembebasan debitur lama,

menimbulkan perikatan (baru) antara kreditur dengan debitur baru, yang sekaligus

menghapuskan dan menggantikan perikatan (lama) antara kreditur dengan debitur

lama.57

Terjadinya pergantian debitur tersebut kemungkinan bahwa debitur baru

karena ia adalah keluarga debitur lama yang lebih mampu, atau merasa pernah

56
J. Satrio, op.cit., hal. 110.
57
Ibid., hal. 120.

Universitas Sumatera Utara


berhutang budi sehingga dengan sukarela menyediakan diri untuk mengganti debitur

lama untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditur.58

Dari hasil penelitian oper kredit yang terjadi dalam praktek dengan memakai

novasi subjektif pasif jarang dilakukan. Karena sama saja dengan membuat perjanjian

jual beli yang baru. Di mana bank memulai dari awal lagi dan biaya yang dikeluarkan

juga sama dengan perjanjian yang baru. Hal inilah yang dihindari oleh pihak ketiga.

Karena mereka menganggap berurusan dengan bank memakan waktu lama. Oleh

karena itu debitur dan pihak ketiga mengambil jalan pintas, oper kredit dengan

memakai jasa notaris. Waktunya cepat dan barang/rumah dapat langsung diterima

tinggal meneruskan kredit pada pihak bank.

1. Syarat-Syarat Yuridis dari Novasi

Tindakan hukum novasi mempunyai syarat-syarat yuridis sebagai berikut:59

Dilakukan dengan tegas

a. Sudah terlebih dahulu adanya hutang yang sah.

b. Terjadi suatu pergantian debitur atau pergantian kredit.

c. Harus memenuhi syarat pembuatan kontrak.

d. Delegasi saja, belum merupakan novasi.

e. Dengan novasi, hak-hak istimewa dan jaminan hutang tidak beralih.

58
Ibid., hal. 121.
59
Munir Fuady, op.cit, hal. 185.

Universitas Sumatera Utara


2. Akibat Hukum dari Novasi

Bahwa dari tindakan-tindakan yang dilakukan debitur dengan persetujuan dari

kreditur, maka ada beberapa konsekuensi yang terjadi, yang masing-masing dapat

menguntungkan ataupun merugikan bagi kedua belah pihak bagi kreditur atau debitur

dengan konsekuensinya adalah:60

a. Bila debitur yang berganti, debitur lama terbebas dari kewajibannya dan kreditur

tidak dapat menagih kepada kreditur lama, kecuali jika ada semacam kontrak

garansi dari pihak debitur lama.

b. Bila kreditur yang berganti, maka hak-hak kreditur lama akan hapus dan kreditur

lama tersebut tidak dapat lagi menagih kepada debitur.

c. Bila kreditur yang berganti, maka segala tangkisan yang semula dapat diajukan

oleh debitur kepada kreditur lama, sekarang tidak dapat lagi diajukannya.

d. Bila hak accesoir atau hak yang semula melekat pada kontrak lama tidak ikut

terbawa pada kontrak yang baru, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Jika debiturnya tetap dan hak accesoirnya diletakkan atas asset debitur

tersebut.

2. Jika hak accesoir dan hak istimewa tersebut dengan tegas dipertahankan oleh

kreditur.

e. Novasi antara kreditur dengan seorang debitur yang tanggung menanggung

dengan beberapa debitur yang lain, membebaskan kewajiban debitur lainnya

tersebut.
60
Ibid, hal. 187.

Universitas Sumatera Utara


f. Novasi antara kreditur dengan debitur penjamin pribadi membebaskan penjamin

pribadi dari kewajibannya. Akibat hukum novasi tersebut diatas memberikan

suatu pengecualian dalam undang-undang yaitu:61

1. Kreditur memperjanjikan bahwa dalam kasus seperti itu debitur lama tetap

bertanggung jawab. Dengan kata lain di sini ada perjanjian garansi antara

kreditur dengan debitur lama, sehingga apa yang semula kelihatan sebagai

penyimpangan, sebenarnya tidak demikian dalam kenyataannya.

2. Debitur baru pada saat pemindahan/delegasi sudah dalam keadaan pailit atau

dalam keadaan kekayaannya merosot dan kreditur tidak tahu.

61
J. Satrio, op.cit, hal. 127.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN


PENGALIHAN HAK MILIK ATAS RUMAH YANG DIBELI
DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH
PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN

A. Hak dan Kewajiban Bank (Kreditur)

1. Hak Bank

Pasal-Pasal 1759, 1760, 1761 dan 1762 KUH Perdata mengatur kewajiban-

kewajiban orang yang meminjamkan. Pasal 1759 KUH Perdata mengatakan bahwa:

“Orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah

dipinjamkannya sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan”.62

Bank berhak secara sepihak dan tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau

menegur penerima kredit, untuk tidak mengizinkan atau penggunaan kredit lebih

lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit bila:63

1. Penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit setelah lewat 3 (tiga)

bulan sejak berlakunya perjanjian.

2. Bunga yang tidak dibayar tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan, dalam

hal ini lewatnya waktu saja tidak perlu diberikan teguran terlebih dahulu oleh

bank kepada penerima kredit telah memberikan bukti yang cukup bahwa

penerima kredit telah melalaikan kewajibannya.

62
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian kredit ……, op.cit, hal. 74.
63
Ibid, hal. 76.

Universitas Sumatera Utara


3. Bank berhak menolak penarikan kredit bila hal tersebut akan berakibat

pelanggaran terhadap ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Pengurus perusahaan meninggal dunia, perusahaan pailit, timbul perpecahan

dalam kepengurusan karena sebab apapun, timbul sengketa mengenai

kepemilikan perusahaan. Penerima kredit karena sebab apapun juga tidak lagi

mengurus dan menguasai kekayaannya, diletakkan sita atas barang-barang yang

menjadi jaminan kredit ini juga bila usaha perusahaannya atau jumlah

kekayaannya mundur atau berkurang sedemikian rupa sehingga atau hal-hal lain

semata-mata menurut pertimbangan bank, penerima kredit dikhawatirkan tidak

dapat membayar kembali kreditnya atau dikhawatirkan kredit akan dipergunakan

untuk tujuan lain-lain daripada yang telah ditentukan.

5. Penerima kredit memberikan data yang tidak benar sehubungan dengan perjanjian

ini.

6. Penerima kredit melakukan perbuatan dan atau terjadinya peristiwa dalam bentuk

dan dengan nama apapun yang semata-mata atas pertimbangan bank dapat

mengancam kelangsungan pembayaran kewajiban penerima kredit kepada bank.

2. Kewajiban Bank

Bila kredit pemilikan rumah lunas bank wajib mengembalikan bukti-bukti

kepemilikan barang jaminan tersebut kepada penerima kredit atau pihak lain yang

namanya tercantum sebagai pemilik atau pemegang hak dalam surat bukti

kepemilikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


B. Hak dan Kewajiban Debitur

Sebelum melakukan pengikatan perjanjian kredit, terlebih dahulu pihak bank

meminta dan meneliti keabsahan, kebenaran dan segala macam kelengkapan

yuridisnya. Adapun kelengkapan dimaksud antara lain:

a. Kartu identitas calon debitur yang masih berlaku dan Kartu Keluarga

Tujuannya:

1. Untuk mengetahui domisili terakhir dari calon debitur sehingga pihak bank

dengan mudah dapat mengetahui dan menentukan domisili hukum yang tetap

pada Panitera Pengadilan Negeri mana yang harus dipilih jika harus

berperkara di Pengadilan nantinya.

2. Untuk meyakinkan bahwa orang yang sementara berhadapan dengan pihak

bank dalam perjanjian hutang piutang benar adalah calon debitur yang sesuai

dengan kartu identitasnya sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam

pengikatan kreditnya di mana kesalahan atas hal ini berarti kerugian bagi

pihak bank.

b. Kartu/surat nikah

Tujuannya:

1. Untuk mengetahui apakah calon debitur sudah melangsungkan pernikahan

dan dengan siapa ia nikah.

2. Untuk mengetahui sudah berapa kali menikah dan bagaimana status masing-

masing istrinya sehingga pihak bank dapat mengetahui dan menentukan siapa

Universitas Sumatera Utara


yang harus memberikan persetujuannya kepada calon debitur dalam

melakukan perbuatan hukum.

Hal ini berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai warisan dan harta bersama yang diatur dalam KUH Perdata dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 1763 dan 1764 KUH Perdata mengatur tentang kewajiban-kewajiban

sipeminjam. Kewajiban pokok peminjam adalah mengembalikan pinjaman dalam

jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan (Pasal 1763 KUH

Perdata).64 Pasal 1764 KUH Perdata mengatur tentang kewajiban peminjam jika yang

dipinjam itu barang.

1. Hak Debitur

Menerima bukti-bukti kepemilikan barang jaminan dari pemberi kredit bank

apabila kredit sudah lunas.

2. Kewajiban Debitur65

a. Debitur wajib membayar kepada bank bunga sebesar yang telah diperjanjikan.

Misalnya 14% (empat belas persen) per tahun.

b. Kewajiban membayar hutang pokok yaitu hutang yang disetujui pihak-pihak

sebagai jumlah pinjaman yang diberikan bak kepada debitur.

64
Ibid, hal. 77.
65
Hasil wawancara dengan staff analys credit Bank Tabungan Negara Cabang Medan tanggal
27 Juli 2009.

Universitas Sumatera Utara


c. Barang-barang jaminan wajib diasuransikan kepada perusahaan asuransi yang

ditunjuk bank.

d. Semua biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan perjanjian kredit menjadi

beban debitur.

e. Memberitahukan kepada bank bila terjadi perkara antara debitur dengan pihak

lain.

f. Timbulnya kerugian/kerusakan/musnahnya harta kekayaan dan/atau barang

jaminan debitur.

g. Debitur wajib memberitahu bank dalam hal debitur pindah alamat atau pindah

pekerjaan atau dimutasikan ketempat lain.

Pada Perjanjian Kredit telah disebutkan:

“selama kredit belum lunas tanpa persetujuan tertulis dari bank, debitur

dilarang memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan dan/atau

memberikan hak kepada pihak lain atas barang jaminan tersebut baik seluruh

atau sebagian menjadi di bawah penguasaan pihak lain”.

Jadi telah jelas disebutkan bahwa bank tidak menyetujui pengalihan hak/oper

kredit di bawah tangan. Tetapi karena berbagai macam faktor menyebabkan orang

memilih mengalihkan atau oper kredit tanpa sepengetahuan bank. Hal ini merugikan

pihak ketiga karena tidak ada perlindungan hukum yang dapat diberikan kepadanya,

apalagi bila bukti tertulisnya tidak lengkap. Hal ini hanya akan menimbulkan masalah

dikemudian hari.

Universitas Sumatera Utara


C. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada Pihak Lain

Debitur yang tidak sanggup membayar Kredit Pemilikan Rumah pada bank

memikirkan cara lain agar bank tidak mengambil alih kredit rumahnya. Banyak

terjadi di lapangan adalah pengalihan hak/oper kredit secara diam-diam tanpa

sepengetahuan bank. Seharusnya apabila debitur ingin mengalihkan hak/oper kredit

debitur harus memberitahukan kepada bank mengenai permasalahannya tersebut

sehingga antara debitur dan bank dapat dicari jalan keluarnya.

Agar lebih terperinci lagi penulis akan menjabarkan tentang pengalihan

hak/oper kredit yang terjadi dalam praktek, yaitu:

1. Pengalihan Hak/Oper Kredit Menurut Ketentuan Bank Tabungan Negara

Cabang Medan.

2. Pengalihan Hak/Oper Kredit yang Dibuat dihadapan Notaris.

1. Pengalihan Hak/Oper Kredit Menurut Ketentuan Bank Tabungan Negara

Cabang Medan

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang memberikan kredit bank kepada

perseorangan atau badan hukum. Sebelum sebuah bank menyetujui permohonan

calon nasabah debitur untuk mendapatkan fasilitas kredit, petugas bank akan

menganalisis calon nasabah debitur untuk menetukan kemauan dan kemampuan calon

nasabah debitur tersebut untuk membayar kembali fasilitas kredit yang akan

Universitas Sumatera Utara


dinikmatinya. Dengan kata lain bank dengan analisisnya itu menentukan kadar

worthiness dari calon nasabah debitur.66

Pada umumnya analisa kredit yang dipergunakan adalah formulasi 4-P,

formulasi 5-C67 dan formulasi 3-R. Formulasi 4-P atau yang dikenal dengan sebutan

The four P’s of Credit Analysis terdiri dari:

a. Personality

Aspek personality (kepribadian) debitur menyangkut riwayat hidup (latar

belakang), tingkah laku, keadaan kelurga, social standing dan sikap tingkah laku

calon nasabah (debitur) serta hal-hal lain yang berhubungan dengan kepribadian

calon nasabah.

b. Purpose

Aspek purpose adalah aspek tentang tujuan calon nasabah (debitur) mengadakan

pinjaman kredit, termasuk tujuan pemakaiannya.

c. Payment

Aspek payment adalah aspek kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran.

Apakah dari sisi finansial debitur akan dimungkinkan kelancaran pelunasan

kreditnya.

66
Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bank Indonesia (IBI)), hal.
176.
67
Rachmadi Usman, op,cit., hal. 246 – 249.

Universitas Sumatera Utara


d. Prospect

Aspek prospect adalah harapan masa depan debitur, apakah dari sisi usahanya

diprediksikan akan berkembang dan pelunasan kreditnya tidak menghadapi

masalah di masa mendatang.

Prinsip 3 R

1. Returns/Returning (Hasil yang dicapai)

Yaitu perkiraan hasil yang akan dicapai, apakah dapat mencukupi pengembalian

kreditnya.

2. Repayment (pembayaran kembali)

Yaitu pembayaran kembali tersebut harus diramalkan dan dianalisis tingkat

resikonya.

3. Risk bearing ability (kemampuan menanggung resiko)

Yaitu ramalan presentasi keberhasilan debitur, apakah mampu menutupi kerugian

yang mungkin timbul di samping kemampuan untuk melunasi kreditnya.

Ketentuan-ketentuan tersebut dilaksanakan oleh bank dalam rangka untuk

menghindari kredit macet pada nasabah debitur karena Kredit Pemilikan Rumah

biasanya diberikan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga tindakan tersebut

dilakukan kreditur untuk menghindari wanprestasi dari pihak nasabah debitur. Karena

menurut ketentuan bank bila dalam waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut nasabah

debitur tidak membayar angsuran kredit rumahnya, maka dikategorikan kredit macet,

sehingga bank berhak mengambil tindakan terhadap aset atau agunan tersebut.

Biasanya bila debitur mengalami tanda-tanda tersebut debitur berusaha

Universitas Sumatera Utara


menjual/mengalihkan kembali perjanjian kredit tersebut dengan persetujuan bank

yaitu dengan melakukan alih debitur, dalam hal ini bank mempunyai ketentuan-

ketentuan tersendiri untuk menentukan apakah tindakan alih debitur itu bisa

dilakukan atau tidak.68

Untuk ketentuan-ketentuan alih debitur, syarat-syarat dari pihak bank adalah

bahwa kredit pemilikan rumah tersebut telah berjalan selama 4 (empat) tahun dan

hutangnya atau batas kreditnya adalah maksimal sejumlah batas kredit yang terakhir

yang sama dengan rekening koran terakhir.

Persyaratan alih debitur pada kredit pemilikan rumah pada Bank Tabungan

Negara adalah sebagai berikut:69

1. Kewajiban Pihak yang Mengalihkan

1. Menyerahkan SP3K (Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit).

2. Menyerahkan Surat Perjanjian Kredit (PK).

3. Menyerahkan bukti pembayaran terakhir dan tidak menunggak.

4. Menyerahkan bukti pembayaran premi asuransi kebakaran dan tidak

menunggak.

5. PBB terakhir dan fotocopinya 2 (dua) lembar.

6. Fotocopi KTP suami dan istri.

7. Fotocopi Kartu Keluarga (KK).

68
Hasil Wawancara dengan Analys Credit Bank Tabungan Negara Cabang Medan, tanggal 5
Juni 2009.
69
Hasil wawancara dengan Analys Credit Bank Tabungan Negara Cabang Medan, tanggal 3
Juni 2009.

Universitas Sumatera Utara


8. Fotocopi surat nikah.

9. Foto rumah tampak depan.

10. Surat Pernyataan/keterangan alasan menjual rumah, di atas meterai

Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah).

11. Surat Persetujuan dari istri/suami untuk menjual rumah, di atas meterai

Rp.6000,- (enam ribu rupiah), dibuat rangkap 2 (dua).

Ad.1. Hak Debitur Lama/Hak yang Memberi Pengalihan

Menerima uang pembayaran penggantian kredit dari pihak ketiga yang menerima

pengalihan

Ad.2. Kewajiban Debitur Lama/yang Memberi Pengalihan

Membuat surat permohonan alih debitur atau permohonan penerusan utang

2. Kewajiban Pihak yang Menerima Pengalihan

1. Mengisi dan menandatangani formulir permohonan alih debitur dari Bank

Tabungan Negara.

2. Pasphoto ukuran 3x4 (suami/istri).

3. Fotocopi KTP suami istri.

4. Fotocopi kartu keluarga dan surat nikah.

5. Fotocopi Tabungan Batara (saldo minimal Rp.350.000,- (tiga ratus lima puluh

ribu rupiah) – Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

6. Fotocopi surat pengangkatan dan Surat Keputusan (SK) terakhir.

7. Surat Keterangan masih bekerja dari perusahaan/instansi tempat bekerja.

Universitas Sumatera Utara


8. Slip gaji terakhir.

9. Surat pernyataan kesanggupan meneruskan angsuran Kredit Pemilikan

Rumah, di atas meterai Rp. 6.000,-

10. Surat persetujuan suami/istri untuk membeli rumah, di atas meterai

Rp. 6.000,- (dibuat rangkap 2 (dua)).

11. Surat keterangan belum memiliki rumah dari kelurahan setempat.

12. Perjanjian jual beli dengan pihak I (di atas meterai Rp. 6000,- atau kertas

segel) dan kwitansi jual beli.

Ad.1. Hak Debitur Baru/Penerima Pengalihan

Menerima bukti-bukti kepemilikan barang jaminan bila kredit dinyatakan lunas

Setelah semua aplikasi dilengkapi dan diajukan kepada bank maka bank akan

memproses awal lagi seperti pada permohonan kredit dengan diberlakukan suku

bunga yang berlaku pada saat pengajuan kredit tersebut.

Permohonan kredit tersebut dapat ditolak ataupun disetujui, hal ini merupakan

kewenangan dari bank, bila permohonan telah disetujui maka antara debitur lama dan

debitur baru menandatangani surat pernyataan yang telah disediakan oleh pihak bank

yang merupakan pelimpahan kewajiban yaitu meneruskan sisa kredit yang telah

disetujui tersebut. Ini merupakan proses yang sama dengan Kredit Pemilikan Rumah,

hanya yang menjadi pihak penjual adalah perseorangan bukan badan hukum.

Dari hasil penelitian pengajuan oper Kredit Pemilikan Rumah di Bank

Tabungan Negara dan Bank X persyaratannya sama.

Universitas Sumatera Utara


2. Pengalihan Hak/Oper Kredit yang Dibuat dihadapan Notaris

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pengalihan kredit adalah

merupakan tindakan aktif dari pihak debitur pada Kredit Pemilikan Rumah, tindakan

tersebut dilakukan untuk menyelamatkan agunan atau asetnya terhadap tindakan

akuisisi ataupun penyitaan dari pihak bank pemberi kredit. Tindakan ini

diperbolehkan oleh bank, bahkan secara langsung bank memberi kesempatan kepada

nasabah debitur untuk berusaha melunasi tunggakan angsuran ataupun kredit

pemilikan rumah yang macet tersebut dengan jangka waktu yang telah disepakati

antara pihak debitur dan bank pemberi kredit. Dalam tindakan tersebut ada 2 (dua)

kemungkinan yang terjadi yaitu:70

1. Bahwa debitur baru melunasi seluruh kredit yang tersisa pada bank dan

melaksanakan akta jual beli dengan debitur lama.

2. Melanjutkan angsuran kredit dari debitur lama, untuk dan atas nama debitur lama.

Tindakan-tindakan tersebut tidak semua bank dapat menerimanya, khususnya

bank swasta. Bank Tabungan Negara dapat memahami hal ini atas sikap debitur baru

yang telah melakukan tindakan jual beli dan kuasa dengan cara melanjutkan angsuran

kredit pemilikan rumah dari debitur yang telah mempunyai ikatan kredit dengan

bank tersebut. Dengan syarat pengalihan tersebut dilakukan dihadapan pejabat yang

berwenang untuk perbuatan hukum tersebut.

Pengalihan hak kredit yang dilakukan dihadapan notaris menurut bank

merupakan tindakan sepihak dari debitur. Tindakan ini dibuat debitur agar perjanjian
70
Hasil wawancara dengan Account Officer Bank Swasta tanggal 03 Juni 2009.

Universitas Sumatera Utara


yang dibuat kedua belah pihak itu sah menurut hukum. Pengalihan hak/oper kredit

tersebut merupakan suatu jenis perjanjian yang berpotensi konflik, hal ini disebabkan

karena:71

1. Syarat-syarat tertulis tidak terpenuhi.

2. Sertifikat tanah yang menjadi objek perjanjian sedang menjadi agunan bank.

3. Syarat-syarat tidak tertulis tidak terpenuhi.

Jika jual beli antara A dengan B terdapat cacat yang tersembunyi karena tanah

tersebut masih dalam status jaminan bank yang berakibat tidak boleh terjadi peralihan

hak. Pada dasarnya notaris menyarankan agar debitur melunasi kredit rumahnya pada

bank, baru dilakukan jual beli rumah. Tetapi biasanya debitur menolak karena

terbentur pada kondisi keuangan sehingga melakukan oper kredit, walaupun sertifikat

masih dalam agunan bank.

Menurut Irdhanila Hasibuan72 notaris dapat membuatkan suatu akta

pengikatan jual beli dan kuasa bagi para pihak dimana akta notaris tersebut mengikat

kedua belah pihak dan membuktikan telah adanya suatu pengikatan jual beli yang

disertai pembayaran dari pihak pertama kepada pihak kedua. Tujuan pembuatan akta

ini untuk memberi kepastian hukum bagi debitur baru, dalam hal berurusan dengan

pihak bank pemberi kredit. Dan disitu juga disebutkan tentang kuasa untuk

71
Kartini J. Soejendro, Pengalihan Hak-Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, (Jakarta:
Kanisius, 2001), hal. 115.
72
Hasil wawancara dengan Irdhanila Hasibuan, Notaris di daerah kerja Binjai pada tanggal 12
Mei 2009.

Universitas Sumatera Utara


mengambil sertifikat yang asli, sehingga pihak pertama tidak perlu hadir untuk

mengambil sertifikat tersebut.

Dari hasil penelitian disebutkannya dalam akta jual beli dan kuasa untuk

mengambil sertifikat yang menjadi agunan pada bank karena sering terjadi

di lapangan pada saat angsuran KPR telah lunas, pihak pertama sudah sulit untuk

dijumpai sehingga ini menimbulkan permasalahan baru bagi pihak ketiga pada saat

pengambilan sertifikat tersebut. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi hal tersebut

maka pada saat pengikatan jual beli dihadapan notaris disebutkan juga kuasa untuk

mengambil sertifikat apabila KPR tersebut telah lunas.

Yang tidak melakukan pengikatan jual beli dihadapan notaris hanya

berdasarkan kwitansi pembayaran saja, pada saat KPR lunas dan waktu pengambilan

sertifikat, bank tidak akan memberikan sertifikat tersebut. Bank hanya akan

memberikan sertifikat pada pihak pertama. Jadi seandainya pihak pertama tidak

diketahui keberadaannya, maka pengambilan sertifikat tidak akan terjadi. Tanpa ada

penyelesaian.

D. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada Pihak Lain

Tanpa Sepengetahuan Bank

Jual beli rumah bertujuan untuk mengalihkan hak milik kebendaan yang

dijual. Tentang cara memperoleh hak milik diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata

dimana berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik

mempunyai syarat sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


1. Alas hak (rehtstitel) berupa perjanjian konsensuil.

2. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst).

3. Dilakukan oleh orang yang wenang menguasai.73

Sahnya suatu penyerahan tergantung pada sahnya alas hak, terdapat dua

macam ajaran mengenai sahnya penyerahan dihubungkan dengan sahnya alas hak,

yaitu ajaran causal dan ajaran abstract.74

Menurut ajaran causal: ada hubungan sebab akibat antara alas hak/perjanjian

obligatoir dengan levering/penyerahan barang, untuk sahnya penyerahan itu

tergantung pada alas haknya, jika alas haknya sah maka penyerahan sah, sebaliknya

jika alas haknya tidak sah maka penyerahan tidak sah. Untuk sahnya penyerahan

diperlukan titel yang nyata atau titel yang riil antara alas dan hak penyerahannya pada

hubungan causal. Demikian juga dengan pengalihan hak milik. Dengan demikian

persetujuan jual beli batal dengan sendirinya, persetujuan penyerahan barang juga

batal dan hak atas barang tidak jadi berpindah ke tangan si pembeli/pihak lain.

Menurut ajaran abstrak penyerahan barang harus dianggap terpisah dari

persetujuan jual beli, penyerahan dan alas hak harus terpisah satu sama lain dan tidak

tergantung pada alas hak nyata tetapi menurut Pasal 584 KUH Perdata untuk sahnya

penyerahan itu mengharuskan adanya titel. Jadi menurut ajaran abstrak penyerahan

itu tidak perlu adanya titel cukup ada titel anggapan saja.

73
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni,
Bandung), 1983, hal. 70.
74
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Belanda, Alih Bahasa oleh M. Isa Arief, (Jakarta: PT Intermasa, 1986), hal. 240.

Universitas Sumatera Utara


Kewenangan untuk menyerahkan benda dalam Pasal 584 KUH Perdata

sebagai pelaksanaan dari asas nemo plus bahwa seseorang itu tidak dapat

mengalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya.75 Selanjutnya wewenang

menguasai ialah hak untuk mengalihkan dan menjaminkan kekayaannya, pada

asasnya seorang pemilik (eigenaar) berwenang menguasai dan seorang bukan pemilik

tidak berwenang menguasai.

Penyerahan benda tidak bergerak dilakukan dengan membuat akta otentik

yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut. Tetapi pengalihan yang

sering terjadi di masyarakat adalah pengalihan hak/oper kredit di bawah tangan tanpa

sepengetahuan bank. Dan biasa terjadi pada Kredit Pemilikan Rumah.

Ada kebiasaan masyarakat Indonesia melakukan jual beli tanah atau bangunan

termasuk rumah KPR dengan cara oper kredit yaitu dengan cara menggunakan

perjanjian di bawah tangan bermeterai. Pihak yang ingin mengalihkan kredit tidak

ada membuat syarat-syarat seperti yang dibuat di bank. Karena mereka semua ingin

prosesnya cepat tidak memakai persyaratan-persyaratan lain. Jadi mereka tidak ada

membuat perjanjian mengenai hak dan kewajiban pihak yang mengalihkan dan pihak

yang menerima pengalihan. Hanya surat perjanjian di atas meterai yang menyatakan

bahwa pihak pertama telah menerima uang dari pihak kedua sebesar yang telah

diperjanjikan antara mereka.

Dari segi legalitas hukum tindakan ini tidak dibenarkan karena akan
merugikan pihak ketiga karena beberapa hal:

75
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


1. Terjadinya pengalihan hak/oper kredit atas objek yang menjadi agunan bank

dilarang tanpa sepengetahuan bank.

2. Meskipun setiap bulannya pihak kedua meneruskan angsuran, namun bila kredit

sudah lunas maka sertifikat (agunan) hanya dapat diserahkan oleh bank kepada

pihak I karena agunan masih atas nama pihak I.

3. Bisa saja terjadi mendekati pelunasan, pihak I (yang sebenarnya suadah menjual

pada pihak kedua) kemudian datang ke bank melunasi dan mengambil

sertifikatnya yang sebenarnya merupakan hak pihak kedua.

4. Jika pihak I meninggal dunia, maka dimungkinkan ahli warisnya akan tetap

mengakui bahwa tanah dan rumah tersebut menjadi haknya, meskipun pihak

kedua menunjukkan bukti kwitansi pembayaran. Jika terjadi gugatan, pihak kedua

akan kalah karena pihak ahli waris mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat.

5. Rumah yang dijual tersebut masih tercatat sebagai agunan kredit di bank,

sehingga debitur tidak berhak mengalihkan kepada pihak manapun tanpa

sepengetahuan pihak bank. Bank mempunyai wewenang untuk melaporkan

debitur kepada pihak berwajib dengan tuduhan penggelapan sekaligus

mengajukan tuntutan pidana atas debitur yang mengalihkan KPR tersebut.

6. Seorang pembeli (pihak kedua yang menerima pengalihan KPR) tidak selalu

beritikad baik. Belum tentu pihak kedua membayar lancar angsurannya sehingga

nama pihak pertama bisa tercatat sebagai debitur macet. Hal ini sangat merugikan

karena data ini dapat diakses oleh seluruh bank melalui Sistem Informasi Debitur

atau BI Checking.

Universitas Sumatera Utara


Akta pengikatan jual beli dan kuasa yang dibuat dihadapan notaris antara

pihak pertama dan pihak kedua, di mana bank hanya memerlukan surat kuasa tersebut

untuk mengambil sertifikat, sehingga apa yang telah dibuat dalam pengikatan jual

beli tersebut merupakan suatu awal proses dari terjadinya jual beli. Karena jual beli

atas rumah tersebut sebenarnya belum terjadi dan baru dapat dilaksanakan bila pihak

kedua telah melunasi kredit dari bank dan sertifikat aslinya telah diambil dari bank.

Dari hasil penelitian pihak perbankan khususnya Bank Tabungan Negara dan

Bank X yang berkaitan dengan kredit Pemilikan Rumah khususnya berkaitan dengan

pengalihan hak/oper kredit sampai saat ini akta pengikatan jual beli dan kuasa tidak

dapat atau belum dapat diterima sepenuhnya oleh bank pemberi kredit baik bank

pemerintah ataupun bank swasta. Tindakan debitur yang mengalihkan hak kreditnya

tersebut bank tetap tidak mengakuinya, bila bank mengetahuinya pihak bank akan

selalu menyarankan melunasi kredit tersebut.

Tindakan jual beli dan kuasa antar para pihak merupakan tindakan intern

kedua belah pihak dan dianggap suatu perjanjian di bawah tangan, walaupun dibuat

dihadapan notaris. Karena dalam tindakan ini tidak melibatkan bank sebagai pemberi

kredit, maka dalam hal ini bank masih tetap mengakui debitur pihak pertama yang

masih terikat dengan perjanjian kredit dengan bank di mana semua data-data yang

berkaitan dengan agunan rumah tersebut masih tercantum atau terdaftar nama atas

debitur tersebut. Kaitannya dengan tindakan pengikatan jual beli dan kuasa tersebut

bank hanya mengakui surat kuasa untuk pengambilan sertifikatnya saja, yaitu surat

kuasa untuk mengambil sertifikat bila pelunasan kredit telah dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara


Pihak bank dalam hal ini bank pemberi kredit selalu menyarankan agar

mengadakan pengalihan hak secara resmi atau dengan alih debitur demi menghindari

segala resiko yang dapat saja terjadi dimasa yang akan datang karena lamanya masa

angsuran yang akan diteruskan oleh pihak penerima pengalihan hak atau pelimpahan

kewajiban angsuran.76

Karena dengan melakukan alih debitur ada jaminan kepemilikan baik dari

nasabah debitur yang baru ataupun dari pihak bank sendiri lebih mudah untuk

memantau angsuran kredit yang dibayarkan.

76
Hasil wawancara dengan Legal Officer Bank X pada tanggal 10 Juni 2009.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR


(PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN)
JIKA DEBITUR WANPRESTASI

A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur (Bank) Jika Debitur Wanprestasi

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang disebut Bank adalah:

‘Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan

dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak’.

Mengacu pada produk yang ditawarkan kepada konsumen, bank adalah

institusi yang menerima simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk pinjaman. Salah satu program yang ditawarkan bank adalah Kredit Pemilikan

Rumah. Dalam Kredit Pemilikan Rumah dalam penyaluran kreditnya juga sering

terjadi kredit bermasalah. Untuk mengantisipasi hal ini disebutkan dalam Pasal 2

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian ditujukan pada keamanan dan kesehatan lembaga

keuangan. Kredit bermasalah bagaimanapun juga akan berdampak negatif baik secara

mikro (bagi bank itu sendiri dan nasabah) maupun secara makro (sistem perbankan

dan perekonomian Negara). Ada beberapa pihak yang berkepentingan dengan kredit

bank, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Bank yang bersangkutan.

2. Bankir dan karyawan bank.

3. Pemilik saham bank yang bersangkutan.

4. Nasabah peminjam pembuat kredit menjadi bermasalah.

5. Nasabah peminjam lainnya.

6. Nasabah pemilik dana atau penabung.

7. Sistem perbankan dalam perekonomian Negara.

8. Pemerintah selaku otoritas moneter.77

Dampak kredit bermasalah terhadap sistem perbankan dalam perekonomian

negara, yaitu:

1. Kredibilitas.

2. Perkembangan ekonomi.

3. Kesinambungan usaha.

Perkembangan ekonomi memberikan suatu masalah besar bila bank tidak

ketat dalam menjalankan operasional perkreditan, sehingga bisa menghambat

kelancaran ekonomi. Dalam Kredit Pemilikan Rumah debitur yang tidak sanggup

melanjutkan kreditnya melakukan pengalihan pada pihak ketiga. Ada yang

sepengetahuan bank, melalui notaris dan ada yang tanpa sepengetahuan bank.

Agar tidak terjadi sesuatu hal di kemudian hari maka bank dalam Kredit

Pemilikan Rumah membuat jaminan yang berupa sertifikat dan disimpan di bank

77
As. Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004),
hal. 111.

Universitas Sumatera Utara


sampai pembayaran kredit lunas. Dengan adanya jaminan, bank terlindungi dari

kerugian dan wanprestasi dari debitur. Karena jaminan yang melindungi bank berupa

Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.

Penggunaan Hak Tanggungan memberikan perlindungan yang kuat kepada

bank dan memberikan keuntungan pada penerima kredit. Dari segi kepentingan bank

segi positifnya adalah sebagai berikut:

1. Benda jaminan tetap dalam kekuasaan bank.

2. Mudah dieksekusi bila terjadi sesuatu hal.

3. Lebih menjamin kepastian hukum.

Untuk lebih jelas mengenai Hak Tanggungan dapat dilihat pada point di bawah ini.

B. Pengertian Hak Tanggungan

Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Pasal 1

butir 1 yang dikenal dengan Undang-Undang Hak Tanggungan/UUHT, yaitu:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan


tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-
kreditur lain”.

Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak

Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu,

dengan objek (jaminan)nya berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam Undang-

Universitas Sumatera Utara


Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria.78 Dalam

Undang-Undang Hak Tanggungan ditetapkan bahwa yang dapat dijadikan jaminan

hutang (kredit) dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna

Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan

dan dapat dipindahtangankan.

Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai satu-satunya Undang-Undang yang

mengatur perihal tentang Hak Tanggungan (unifikasi hukum tanah nasional yang

merupakan salah satu tujuan utama UUPA, tentang Hak Tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah), maka keberadaan Undang-

Undang Hak Tanggungan harus dapat memenuhi kebutuhan atas perlindungan dan

kepastian hukum khususnya bagi kreditur/bank yang dalam hal ini sebagai

penyandang dana agar tidak ragu-ragu dalam mengucurkan dananya bagi kepentingan

debitur.79

Undang-Undang Hak Tanggungan bukan saja hanya memberikan

perlindungan hukum bagi kreditur saja, melainkan perlindungan dan kepastian hukum

yang seimbang kepada kreditur/pemegang Hak Tanggungan, debitur/pemberi Hak

Tanggungan dan pihak ketiga (pihak lain yang ada kaitannya dengan obyek Hak

Tanggungan). Juga dalam penyelesaian pengalihan hak/oper kredit jika terdapat

wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, demi kepentingan debitur itu sendiri dan

demi kepentingan pihak ketiga yang mungkin dalam hal ini dirugikan oleh akibat

78
Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal.
13.
79
Ibid, hal. 15.

Universitas Sumatera Utara


yang timbul dalam penyelesaian pengalihan hak tersebut, maka diperlukan juga suatu

perlindungan hukum dan jaminan adanya suatu kepastian hukum bagi mereka

dan/atau bagi semua pihak yang berkaitan dengan hal tersebut.

Pemberian Hak Tanggungan dalam hal ini, di mana pihak-pihak yang

berkepentingan adalah pihak kreditur, debitur dan pihak ketiga. Pihak kreditur

sebagai pihak yang memberi kredit (penyandang dana) menghendaki agar uang yang

yang dipinjamkan dapat dikembalikan pada waktunya sesuai dengan apa yang telah

diperjanjikan, begitu juga dengan debitur (debitur yang baik/yang mempunyai itikad

baik) pada umumnya selalu berusaha untuk memenuhi apa-apa yang telah

diperjanjikan dengan pihak kreditur, namun ada kalanya karena ada alasan-alasan

tertentu menyebabkan debitur tidak dapat melunasi hutang tersebut. Untuk

menghadapi hal-hal seperti itu Undang-Undang Hak Tanggungan menyediakan

perlindungan hukum kepada kreditur sesuai dengan ciri-ciri Hak Tanggungan yaitu

Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang

Hak Tanggungan (asas Droit de Preference, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)

UUHT), Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak

Tanggungan itu berada (asas Droit de Suite, Pasal 7 UUHT), Hak Tanggungan hanya

dapat dibebankan atas tanah tertentu dan wajib didaftarkan (asas Spesialitas dan asas

Publisitas, Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT) dan pelaksanaan eksekusi

Hak Tanggungan mudah dan pasti (Pasal 6 UUHT), kesemuanya itu adalah

merupakan keistimewaan yang dimiliki oleh lembaga Hak Tanggungan, yang maksud

dibentuknya UUHT adalah untuk memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum

Universitas Sumatera Utara


bagi kreditur dan debitur sehingga bisa memacu perkembangan ekonomi

pembangunan nasional

Hak Tanggungan merupakan accessoir dari perjanjian pokok yaitu perjanjian

yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya.

Pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum tersebut dapat berupa perorangan

atau badan hukum.

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak

Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.

1. Asas-Asas Hak Tanggungan

a. Hak Tanggungan Memberikan Kedudukan yang Diutamakan Bagi Kreditur

Pemegang Hak Tanggungan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUHT, Hak Tanggungan memberikan kedudukan

yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Kreditur

tertentu adalah yang memperoleh atau yang menjadi pemegang Hak Tanggungan

tersebut. Dalam angka 4 penjelasan umum UUHT yang dimaksud dengan

“memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

kreditur lain” ialah:

“bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak

menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

Universitas Sumatera Utara


mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan

tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang

Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku”.80

Dari Pasal 20 ayat (1) UUHT ditentukan sebagai berikut:

Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:

Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak

Tanggungan. Objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum

menurut tatacara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk

pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu

daripada kreditur-kreditur lainnya atau dikenal dengan asas droit de

preference.81

b. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi

Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, demikian ditentukan

dalam Pasal 2 UUHT. Artinya Hak Tanggungan membebani secara utuh objek

Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari

utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan

dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan tetap membebani

seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi (penjelasan

Pasal 2 ayat (1) UUHT).

80
Remy Sjahdeini, op.cit, hal. 16.

Universitas Sumatera Utara


c. Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan pada Hak Atas Tanah yang Telah

Ada

Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki

oleh pemegang Hak Tanggungan. Jadi hak atas tanah yang baru akan dipunyai

di kemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan

suatu utang. Hak atas tanah di sini dalam Perjanjian Kredit sebagai jaminan

hutang disebutkan luas dan di mana letak tanah itu berada.

d. Hak Tanggungan Mengikuti Objeknya dalam Tangan Siapapun Objek Hak

Tanggungan itu Berada

Pasal 7 UUHT menetapkan asas, bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti

objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Dengan demikian, Hak

Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih

kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Ketentuan Pasal 7 UUHT ini

merupakan asas yang disebut droit de suite. Asas ini juga merupakan asas yang

diambil dari Hipotik yang diatur dalam Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal 1198

KUHPerdata.

e. Hak Tanggungan Bersifat Memaksa

UUHT tidak menyatakan secara eksplisit sebagai ketentuan yang memaksa, tapi

dari ketentuan yang diatur dalam berbagai pasal dalam UUHT bersifat memaksa

Seperti dalam Pasal 6:

"Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai

hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

Universitas Sumatera Utara


pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut".

f. Hak Tanggungan Dapat Beralih atau Dipindahkan

Hak Tanggungan bersifat assesoir, yang mengikuti perikatan pokok, yang

merupakan utang. Hak Tanggungan dapat beralih, dengan terjadinya peralihan

atau perpindahan Hak Milik atas piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan

tersebut (Pasal 16 UUHT).

Surat Perjanjian Kredit menyebutkan bahwa debitur dilarang untuk mengalihkan

pada pihak lain tanpa sepengetahuan bank. Tetapi bila sepengetahuan bank Hak

Tanggungan dapat beralih, tetapi dibuat dahulu surat permohonan alih debitur.

g. Hak Tanggungan Bersifat Individualiteit

Individualiteit adalah bahwa yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala

sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah (individueel bepaald).

Meskipun atas sebidang tanah tertentu telah diletakkan lebih dari satu Hak

Tanggungan, namun masing-masing Hak Tanggungan tersebut berdiri sendiri,

terlepas dari yang lainnya (Pasal 18 dan Pasal 19 UUHT).

h. Hak Tanggungan Bersifat Menyeluruh (Totaliteit)

Hak Tanggungan dengan segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu

kesatuan dengan bidang tanah yang dijaminkan atau diagunkan dengan Hak

Tanggungan, maka eksekusi Hak Tanggungan atas sebidang tanah tersebut

meliputi segala ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan

Universitas Sumatera Utara


bidang tanah yang dijaminkan atau diagunkan dengan Hak Tanggungan tersebut

(Pasal 4 UUHT).

Dalam Surat Perjanjian Kredit disebutkan segala harta kekayaan penerima kredit

baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

yang akan ada di kemudian hari menjadi jaminan bagi pelunasan jumlah kredit

yang timbul karena perjanjian kredit ini. Jadi Hak Tanggungan yang melekat pada

jaminan ini dan bersifat keseluruhan.

i. Hak Tanggungan Berjenjang (Ada Prioritas yang Satu Atas yang Lainnya)

Penentuan peringkat Hak Tanggungan hanya dapat ditentukan berdasarkan pada

saat pendaftarannya. Dan dalam hal pendaftaran dilakukan pada saat yang

bersamaan, barulah peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan berdasarkan

pada saat pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (Pasal 5 UUHT).

j. Hak Tanggungan Harus Diumumkan (Asas Publisitas)

Sistem pendaftaran tanah memakai torrens system atau disebut juga registration

of titles. Dalam sistem ini setiap penciptaan hak baru, peralihan hak, termasuk

pembebanannya harus dapat dibuktikan dengan suatu akta. Akta tersebut tidak

didaftar melainkan haknya yang dilahirkan dari akta tersebut yang didaftar.

Dalam Pasal 13 UUPA disebutkan secara tegas bahwa saat pendaftaran beban

Hak Tanggungan adalah saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut. Sebelum

pendaftaran Hak Tanggungan itu tidak pernah ada. Hak Tanggungan lahir dengan

dilaksanakannya pendaftaran pemberian Hak Tanggungan.

Universitas Sumatera Utara


Surat Perjanjian Kredit menyebutkan bukti-bukti kepemilikan, akta-akta

pengikatan jaminan atau sekurang-kurangnya Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan (SKMHT) dalam hal jaminan berupa benda tak bergerak harus sudah

diterima bank sebelum dilakukan penarikan kredit, jadi dengan adanya SKMHT

ini bank terlindungi sebagai pemberi pinjaman.Hal ini untuk mencegah debitur

menolak untuk pelunasan pinjaman dengan alasan hak atas tanah telah habis,

karena hak atas tanah yang dimiliki biasanya Hak Guna Bangunan. Sehingga hal

ini dapat dihindari.

k. Hak Tanggungan mengikuti bendanya (Droit De Suite)

Dengan droit de suite, seorang pemegang hak kebendaan dilindungi. Ketangan

siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih,

pemilik dengan hak kebendaan tersebut berhak untuk menuntutnya kembali

dengan atau tanpa disertai ganti rugi (Pasal 18 dan Pasal 19 UUHT).

l. Hak Tanggungan Bersifat Mendahulu (Droit De Preference)

Droit De Preference adalah sifat khusus yang dimiliki oleh hak kebendaan. Hak

ini memperoleh landasannya melalui ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata, Pasal

1133 KUH Perdata, dan Pasal 1134 KUH Perdata.

2. Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Subjek dari Hak Tanggungan tercantum dalam Pasal 8 dan 9 Undang-Undang

Hak Tanggungan. Subjek Hak Tanggungan adalah mereka yang mengikatkan diri

dalam perjanjian hak tanggungan yang terdiri dari pemberi dan pemegang Hak

Universitas Sumatera Utara


Tanggungan. Pasal 8 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan yang dapat

menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum

yang dapat mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

objek Hak Tanggungan.

Objek Hak Tanggungan menurut Pasal 4 UUHT adalah hak milik, hak guna

bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai atas Negara, maka subjek dari masing-

masing hak tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Pokok Agraria.

Subjek-subjek dari masing-masing hak atas tanah digabungkan menjadi

subjek Hak Tanggungan, yaitu:

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan-Badan Hukum yang ditetapkan pemerintah, Badan-badan hukum

keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan dalam bidang keagamaan yang

secara rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tersebut.

3. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia.

4. Badan-badan hukum Indonesia yang bermodal asing demi pembangunan nasional.

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

6. Badan-badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Namun demikian tidak semua pemegang hak atas tanah berhak menjadi

subjek Hak Tanggungan karena untuk menjadi subjek Hak Tanggungan, hak atas

tanahnya harus dapat beralih dan dialihkan serta terdaftar. Contohnya badan

keagamaan yang dapat memiliki hak milik atas tanah, walaupun didaftarkan

Universitas Sumatera Utara


memenuhi prinsip publisitas (terdaftar) akan tetapi ia tidak memenuhi prinsip dapat

dipindahtangankan.

3. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi

Sifat Hak Tanggungan menurut Pasal 2 UUHT, yaitu:

a. Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika

diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).

b. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat

diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan,

bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran

yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang

merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang dibebaskan dari Hak

Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya

membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang

belum dilunasi.

Dari isi Pasal 2 ayat (1) di atas, Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat

dibagi-bagi, ini berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak

Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari hutang

Universitas Sumatera Utara


yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban

hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi.82

Pada Pasal 2 ayat (2) menyatakan sifat tidak dapat dibagi-baginya Hak

Tanggungan dapat disimpangi oleh para pihak apabila para pihak menginginkan hal

yang demikian itu dengan memperjanjikannya dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan.

Namun penyimpangan itu hanya dapat dilakukan sepanjang:

1. Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas tanah.

2. Pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya

sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari

objek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut,

sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak

Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.83

Dari penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUHT penyimpangan atau pengecualian itu

adalah untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, seperti untuk

mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan komplek perumahan yang

semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian

dijual kepada pemakai satu persatu dan untuk membayarnya pemakai menggunakan

kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.

82
Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 21-22.
83
Ibid., hal 22.

Universitas Sumatera Utara


C. Peralihan Hak Tanggungan

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan dimungkinkan terjadinya

peralihan Hak Tanggungan dari satu kreditur kepada kreditur lain. Peralihan Hak

Tanggungan dapat terjadi karena:

1. Cessie yaitu perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang

Hak Tanggungan kepada pihak lain.

2. Subrogasi yaitu penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi hutang-

hutang debitur.

3. Pengambilalihan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan

beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru.

4. Karena pewarisan.

Hak tanggungan beralih apabila piutang yang dengan Hak Tanggungan itu

beralih kepada pihak ketiga. Peralihan piutang itu dapat terjadi karena cessie,

subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain. Demikian ditentukan dalam Pasal 16

UUHT. Dengan kata lain, Hak Tanggungan itu beralih karena hukum kepada kreditor

yang baru apabila piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beralih kepada

kreditor yang baru itu.

Peralihan hak milik sebagai suatu benda harus memenuhi ketentuan Pasal 584

Kitab Undang-undang Hukum Perdata:84

84
Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja, op.cit., hal. 228.

Universitas Sumatera Utara


“Hak Milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain

melainkan dengan pemilikan (pendakuan), karena perlekatan, karena

kadaluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut

surat wasiat dank arena penunjukan atau penyerahan berdasar suatu peristiwa

perdata untuk memindahkan Hak Milik, dilakukan oleh seorang yang berhak

berbuat bebas terhadap kebendaan”.

Dalam hal peralihan Hak Milik didahului dengan suatu peristiwa perdata yang

bertujuan untuk mengalihkan Hak Milik, maka ketentuan ini diatur dalam Pasal 613

dan Pasal 616 KUH Perdata.

Menurut Pasal 16 ayat (1) UUHT, karena beralihnya Hak Tanggungan yang

diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tesebut tidak perlu dibuktikan

dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini

cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang

dijamin kepada kreditor yang baru.

Pencantuman ketentuan Pasal 16 UUHT tesebut menghindarkan keraguan dan

sekaligus ketidakpastian mengenai apakah Hak Tanggungan ikut beralih bila

piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan itu beralih. Ketentuan Pasal 16 UUHT

ini adalah sejalan dengan sifat Hak Tanggungan sebagai perjanjian ikutan atau

accesoir dari perjanjian utang-piutangnya.

Namun, dalam praktik perbankan bukan hanya penggantian kreditor (bank)

saja yang sering terjadi, tetapi juga penggantian debitur. Dalam hal ini yang terjadi

Universitas Sumatera Utara


adalah kredit bank, dalam arti sebagai utang nasabah debitur, diambil alih oleh debitur

lain. Dengan kata lain, terjadi penggantian debitur dengan kreditor (bank) yang sama.

Menurut KUH Perdata, terjadinya penggantian debitur dapat dilakukan dengan

menggunakan lembaga novasi (pembaruan utang). Menurut Pasal 1381 KUH Perdata,

perjanjian (lama) berakhir karena dibuatnya perjanjian baru atau novasi. Sedangkan

menurut ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT, Hak Tanggungan hapus karena

hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu. Jadi, karena perjan-

jian yang baru yang mengakhiri perjanjian lama, Hak Tanggungan menjadi

berakhir pula.

Menurut Pasal 1422 KUH Perdata, penggantian debitur tidak

mengakibatkan beralihnya Hipotik atas benda milik debitur lama kepada benda

milik debitur baru. Dikatakan oleh Pasal 1422 KUH Perdata, apabila pembaruan

utang diterbitkan dengan penunjukan seorang debitur baru yang menggantikan

debitur lama, maka Hak-hak Istimewa dan Hipotik-hipotik yang dari semula

mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang debitur baru.

Dalam perjanjian kredit dapat diperjanjikan bahwa bila terjadi kredit

menjadi bermasalah, bank berhak dengan atau tanpa persetujuan debitur meng-

alihkan kredit tersebut kepada pihak lain yang akan menggantikan kedudukan debitur

dan dengan demikian membebaskan debitur dari sebagian atau seluruh

kewajiban untuk melunasi kredit, sedangkan debitur baru terikat dengan segala

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian kredit yang bersangkutan .

sedangkan di dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan diperjanjikan (dimuat

Universitas Sumatera Utara


janji) bahwa pemegang Hak Tanggungan (kreditor) dapat menunjuk pihak lain

sebagai pengganti dari debitur untuk menjadi debitur baru atau sebaliknya debitur

dapat menunjuk pihak lain untuk menggantikan kedudukannya sebagai debitur

baru, sedangkan apabila terjadi penggantian debitur sebagaimana yang demikian itu,

maka Hak Tanggungan tetap berlaku.

Berkaitan dengan maksud pemerintah untuk memperkenalkan dan

menggalakkan Secondary Mortgage Facility dalam rangka memenuhi kebutuhan

fasilitas kredit untuk perumahan yang diperlukan oleh masyarakat (KPR), ketentuan

Pasal 16 UUHT saja belum memadai. Pasal itu baru memadai untuk menampung

mekanisme peralihan piutang bank (KPR) dari bank kepada perusahaan conduit

yang akan melakukan pengerahan dana obligasi yang dijamin dengan KPR-KPR

tersebut. Peralihan KPR (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut

bangunan rumah yang dibiayai dengan KPR itu) dari bank kepada

perusahaan conduit. Peralihan piutang itu dapat dilakukan dengan melakukan

perjanjian subrogasi atau cessie antara bank dengan perusahaan conduit

sehingga dengan demikian Hak Tanggungan yang menjamin KPR itu ikut

beralih dengan peralihan KPR yang bersangkutan. Tetapi Pasal 16 UUHT itu,

seperti telah diterangkan dimuka, belum dapat menampung peralihan utang dari

nasabah debitur yang menikmati KPR kepada pihak lain yang bermaksud

untuk mengambil alih fasilitas utangnya apabila mekanismenya ditempuh

melalui lembaga novasi. Peralihan utang di secondary mortgage market tanpa

mengakhiri Hak Tanggungan yang menjamin utang itu, haruslah dilakukan

Universitas Sumatera Utara


dengan menempuh mekanisme peralihan utang sebagaimana telah diterangkan

di atas.

Sesuai dengan asas publisitas dari Hak Tanggungan, beralihnya Hak

Tanggungan tersebut wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor

Pertanahan (Pasal 16 ayat (2) UUHT). Beralihnya Hak Tanggungan tersebut

mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatannya (Pasal 16 ayat (5)

UUHT).

D. Permasalahan yang Dihadapi Debitur

1. Terjadinya Wanprestasi pada Debitur

Seperti telah disebutkan bahwa tindakan nasabah debitur untuk mengalihkan

hak kreditnya atau pelimpahan kewajiban angsurannya kepada pihak lain salah

satunya adalah untuk menghindari terjadinya wanprestasi pada debitur tersebut

sehingga mencari jalan keluarnya dengan menjual atau mengalihkan kewajiban

angsuran kreditnya tersebut kepada pihak lain yang sanggup ataupun akan

melanjutkan angsuran kreditnya, bila pengalihan hak kredit ataupun pelimpahan

kewajiban angsuran dilakukan sesuai dengan peraturan bank pemberi kredit yaitu

dengan cara alih debitur maka segala permasalahan yang akan timbul adalah

merupakan yang dapat diselesaikan secara prosedural bank pemberi kredit yaitu

menjadi tanggung jawab debitur itu sendiri. Yang terjadi dalam praktek, di mana

sebagian masyarakat masih menggunakan cara pengalihan/oper kredit dengan cara

pengikatan jual beli dan kuasa. Maka segala resiko masih melibatkan debitur yang

Universitas Sumatera Utara


pertama yang terikat dengan bank dan pada debitur yang kedua yang menerima

pelimpahan kewajiban tersebut.

Bank sebelum memberikan persetujuan alih debitur ataupun memberikan

kredit pemilikan rumah pada nasabah melalui beberapa tahap yang bertujuan untuk

mendapatkan nasabah yang mempunyai integritas tinggi untuk dapat menyelesaikan

kreditnya sampai lunas, seperti disebutkan pada Pasal 8 Undang-Undang Perbankan

yang berbunyi:

“Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai

dengan yang diperjanjikan”.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 8 dikemukakan antara lain:

“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam

pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat,

untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan, debitur untuk melunasi

utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang

harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap,

watak, kemampuan modal, agunan dan prospek usaha dari debitur”.

Dengan melihat petunjuk tersebut di atas dan melihat persyaratan-persyaratan

untuk kredit pemilikan rumah yang begitu teliti, maka bank mengharapkan debitur

Universitas Sumatera Utara


yang mempunyai integritas tinggi dalam keuangannya, sehingga diharapkan dapat

melunasi angsuran kreditnya sampai selesai tanpa ada masalah yang timbul, hal ini

akan sangat jauh berbeda dengan tindakan nasabah debitur yang mengalihkan hak

kreditnya atau melimpahkan kewajiban angsurannya kepada pihak lain di mana

dalam pengalihan hak ini pihak debitur tidak melihat kemampuan atau kesanggupan

lebih lanjut lagi dari debitur yang akan mengambil alih angsuran kreditnya. Yang

dilihat hanya kemampuan awal pembayarannya saja di mana bila telah sepakat

mengenai harga dan kondisi serta status rumah dan surat-suratnya maka pengalihan

hak kredit tersebut dapat dilaksanakan diantara para pihak.

Tindakan-tindakan nasabah debitur yang tidak mempertimbangkan data-data

dan kemampuan pihak debitur baru dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi.

Pada saat ini hampir semua bank pemberi kredit sangat ketat sekali mengenai

ketepatan debitur dalam membayar angsuran kreditnya. Bank menentukan bila dalam

waktu 180 hari (seratus delapan puluh hari) berturut-turut tidak ada angsuran yang

dibayarkan kepada bank maka bank telah memasukkan debitur tersebut kedalam

kategori kredit macet atau Non Performance Loan/NPL, sehingga dengan adanya

kategori tersebut bank dapat mengambil tindakan-tindakan yang berhubungan dengan

perjanjian kredit. Jika debitur tidak memberitahukan telah mengalihkan kewajiban

angsuran kreditnya pada pihak lain, maka bank dapat meminta

pertanggungjawabannya dari debitur yang pertama yang terikat dengan perjanjian

kredit tersebut. Dengan adanya pengalihan hak kredit maka tanggung jawab

pembayaran angsuran tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang menerima

Universitas Sumatera Utara


pelimpahan kredit tersebut. Karena pengalihan kredit tersebut dilakukan dengan

menggunakan pengikatan jual beli dan kuasa maka pihak kedua yang menerima

pelimpahan ini tidak dapat lagi mengalihkan ataupun melimpahkan kewajiban

angsuran kreditnya atas rumah tersebut atau bila tetap tidak membayar maka akan

disita oleh bank.

Di dalam praktek pihak nasabah, debitur dapat mengajukan permohonan

perpanjangan jangka waktu pengembalian kredit yaitu dengan mengajukan

permohonan secara tertulis kepada pihak bank. Dengan adanya permohonan ini maka

akan diadakan analisis lagi oleh pihak bank. Dengan menganalisis ini pihak bank

dapat mengetahui apakah debitur masih ada kemungkinan untuk mengangsur kredit

beserta bunganya. Bila menurut analisis pihak bank bahwa dengan perpanjangan

waktu pengembalian kredit ini debitur akan dapat mengangsur pinjamannya maka

diadakan perjanjian tambahan untuk ini, yang dituangkan dalam satu akta, akan tetapi

bila hasil analisis tersebut dapat menunjukkan bahwa debitur sudah tidak mungkin

lagi atau tidak mampu untuk mengangsur pinjamannya maka berdasarkan keputusan

bank kredit tersebut tetap diklasifikasikan sebagai kredit macet.

Bilamana permohonan nasabah debitur untuk perpanjangan waktu diterima

maka pihak bank akan membuat antara lain:85

1. Rescheduling, yaitu dengan cara memberikan keringanan debitur berupa

perpanjangan jangka waktu pelunasan atau dengan mengadakan pembahasan

85
Rachmadi Usman, op.cit, hal. 293.

Universitas Sumatera Utara


besarnya angsuran kredit; jika dengan cara ini tidak berhasil maka ditempuh cara

berikutnya.

2. Reconditioning, yaitu dengan mengubah syarat-syarat yang telah disepakati.

3. Memberikan kesempatan yaitu mengalihkan hak kreditnya atau pelimpahan

kewajiban angsuran kreditnya dengan cara alih debitur.

4. Dengan penjualan agunan pinjaman di bawah tangan.

Apabila segala tindakan dan usaha yang telah dilakukan oleh pihak bank dan

nasabah debitur itu sendiri tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pihak bank

pemberi kredit akan menyita asset atau agunan dari perjanjian kredit tersebut.

Dari penelitian, pihak bank memberikan alternatif terbaik yang dapat

dilakukan untuk nasabah debiturnya sehingga diharapkan penyitaan terhadap asset

tidak dilakukan oleh pihak Bank, Khususnya dalam masalah-masalah debitur yang

telah menerima pengalihan hak kredit atau pelimpahan kewajiban angsuran yang

dilakukan tanpa sepengetahuan bank telah mengalami tanda-tanda wanprestasi atau

tercatat dalam kategori Non Performance Loan (NPL) dapat melakukan tindakan-

tindakan sebagai berikut:

1. Melaporkan atau memberitahukan kepada pihak bank pemberi kredit bahwa telah

dilakukan pengalihan hak kredit atau pelimpahan kewajiban angsuran oleh

nasabah debitur yang pertama tanpa sepengetahuan pihak bank.

2. Meminta perpanjangan dengan cara kesepakatan atau negosiasi dengan pihak

bank dalam hal ini legal officernya untuk meminta perpanjangan waktu agar dapat

melunasi sisa kredit dengan pengahapusan denda-denda jika ada. Apabila

Universitas Sumatera Utara


penawaran ini dikabulkan oleh pihak bank maka pihak debitur membuat surat

pernyataan kesanggupan untuk melunasi sisa kredit dengan surat pernyataan

di atas meterai Rp. 6000.

Tindakan-tindakan aktif dari nasabah debitur ini sangat membantu dan

diperlukan baik oleh nasabah debitur itu sendiri dalam rangka menyelamatkan

agunannya ataupun oleh pihak bank dalam rangka mengatasi kredit macet di bank.

2. Kerugian-Kerugian yang Diderita Oleh Debitur

Perjanjian kredit, khususnya perjanjian Kredit Pemilikan Rumah bila ditinjau

dari Undang-Undang atau peraturan perbankan itu sendiri dangat merugikan nasabah

debitur, di mana dalam perjanjian kredit terdapat klausula yang secara tidak terinci

ditentukan oleh pihak bank.

Bahwa perjanjian kredit Bank selalu merupakan perjanjian yang bersifat

konsensuil yaitu yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh atau klausula

conditions precedents ialah fakta atau peristiwa yang harus atau terjadi terlebih

dahulu setelah perjanjian ditanda tangani oleh para pihak sebelum bank berkewajiban

untuk menyediakan kredit.86

Ada beberapa klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit yang

merupakan kontrak baku yang berkaitan dengan Kredit Pemilikan Rumah, yaitu:87

86
St. Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 158.
87
Ibid., hal. 199-239.

Universitas Sumatera Utara


1. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam

hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet.

2. Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan

bank yang telah ada dan masih akan ditetapkan kemudian oleh bank.

3. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada

bank untuk melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank.

4. Dicantumkan klausula-klausula eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan

ganti rugi yang diderita oleh nasabah debitur sebagai akibat dari tindakan bank.

5. Kelalaian nasabah debitur dibuktikan secara sepihak oleh pihak bank semata-

mata.

6. Bunga bank ditetapkan dan dihitung secara merugikan nasabah debitur.

Bila dilihat dari ketentuan-ketentuan di atas, bahwa nasabah debitur yang

terlibat dalam perjanjian kredit dengan bank secara formil atau sah secara hukum

banyak mengalami kerugian-kerugian dalam perjanjian kredit yang telah disepakati

bersama dengan bank, bilamana kita lihat bagi nasabah debitur yang menerima

pengalihan hak kredit atau melanjutkan angsuran dari pihak debitur yang pertama

yaitu dengan membuat akta pengikatan jual beli dan kuasa di mana oleh bank

dianggap merupakan perjanjian di bawah tangan, hal ini akan sangat merugikan dan

berpengaruh terhadap hak dari agunan kredit tersebut bila mengalami kredit macet,

kerugian ini lebih diperjelas dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan

pada setiap perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dengan bank, dapat dilihat pada Pasal

6 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


“Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan Pertama

mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut”.

Dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan pada perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah, sehingga bila dilihat menurut Undang-Undang Hak Tanggungan,

jika nasabah debitur telah dinyatakan wanprestasi ataupun dalam kondisi Non

Performance Loan/NPL, maka pihak bank akan mengambil tindakan untuk

melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam Pasal 6 Undang-Undang tersebut

pasal inipun masih diperkuat dengan janji yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf

e Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu janji bahwa pemegang hak tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan

apabila debitur cidera janji. Tata cara eksekusi tersebut adalah yang paling singkat

karena kreditur tidak perlu mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan atau

Ketua Pengadilan Negeri.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut, maka kedudukan nasabah

debitur semakin lemah sehingga untuk nasabah debitur yang menerima pengalihan

hak kredit atau melanjutkan angsuran di mana pada bank namanya tidak terdaftar dan

tidak mempunyai kewenangan sama sekali atas agunan yang menjadi obyek

perjanjian kredit. Bila terjadi hal seperti ini, maka pihak bank masih tetap meminta

kehadiran nasabah debitur yang pertama untuk menerima sisa pengembalian uang

atau pembayaran bilamana agunan tersebut telah laku dijual, dalam kaitannya dengan

Universitas Sumatera Utara


debitur penerima pengalihan hak tidak dapat menerima uang pengembalian tersebut

karena dianggap tidak ada kuasa untuk itu.

Di samping kerugian-kerugian yang menyangkut agunan dan kepemilikan

rumah yang tidak jelas pada bank, pihak penerima pengalihan hak kredit juga

mengalami beberapa kerugian, yaitu:

1. Bilamana mengalami wanprestasi tidak dapat mengalihkan lagi baik secara

di bawah tangan atau melalui alih debitur.

2. Tidak dapat melakukan penjualan agunan secara di bawah tangan.

3. Alternatif penyelesaian dengan bank bilamana telah disita atau masuk dalam

Badan Urusan Piutang Negara/BUPN dan Badan Urusan Piutang Lelang/BUPN,

masih harus menghadirkan nasabah debitur yang pertama untuk menerima

pengembalian uangnya dari bank. Sedangkan pihak nasabah debitur pertama

belum tentu diketahui tempat tinggalnya yang terakhir.

4. Tidak adanya jaminan kepemilikan rumah dari pihak bank sampai dengan

kreditnya dilunasi.

5. Tdak dapat memanfaatkan asuransi yang berkaitan dengan agunan rumah

tersebut.

6. Dengan lamanya kredit dan pelunasannya maka akan semakin naik atau tinggi

pajak-pajak yang harus dibayar yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) karena harus menanggung pajak penjual dan pembeli.

Dari kerugian-kerugian tersebut diatas yang paling fatal yang diderita oleh

nasabah debitur penerima pengalihan hak kredit adalah bilamana telah masuk dalam

Universitas Sumatera Utara


kategori Non Performance Loan/NPL dari bank sehingga bank akan mengambil

tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Menyita aset/bangunan.

2. Perintah pengosongan agunan dengan segera.

3. Dimasukkan dalam Bada Urusan Piutang Lelang Negara/BUPLN.

4. Tidak dapat mewakili menerima pembayaran untuk pengembalian sisa uang

pelunasan dari bank bila agunan terjual karena tidak dibuat kuasa untuk itu.

E. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga yang Beritikad Baik

Sistem pendaftaran tanah menganut sistem negatif maksudnya ialah bahwa

pendaftaran hak-hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna

Usaha dan Hak Tanggungan merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai

hapusnya serta peralihan hak-hak tersebut. Hal ini membawa akibat bahwa sistem

pendaftaran tersebut tidak menjamin bahwa seseorang yang namanya terdaftar adalah

pemilik/pemegang hak atas tanah dalam arti materiil.

Dapat kita lihat pada bagan berikut:88


Peralihan Hak Atas Tanah

Dibuat dengan Akta PPAT

Pendaftaran peralihan hak


di Kantor BPN

88
Cyntia P. Dewantoro, 43 Kasus Hukum & Solusi Pengalihan Hak Tanah & Properti,
(Jakarta: Gramedia, 2009), hal. 6.

Universitas Sumatera Utara


Dari bagan di atas dapat dilihat prosedur hukum yang harus dilalui yaitu:

dibuatnya akta di depan PPAT/pejabat yang berwenang dan dilanjutkan dengan

proses pendaftaran peralihan hak di Kantor Pertanahan/BPN setempat atau yang

berwenang.

Apabila ketiga langkah prosedur hukum tersebut tidak dilaksanakan memang

tidak menjadikan peristiwa peralihan hak atas tanah menjadi tidak sah. Ketiga

langkah prosedur hukum ini perlu dilakukan guna memberi perlindungan hukum

kepemilikan hak atas tanah bagi si penerima peralihan hak atas tanah atau pihak

ketiga. Bila pendaftaran peralihan itu tidak dilakukan inilah yang sering terjadi

di lapangan, karena pihak ketiga tidak mengerti bagaimana prosedur yang harus

dilakukan dalam hal oper kredit pemilikan rumah. Bank juga sebagai pemberi

kreditur tetap hanya mau berurusan dengan pihak pertama/pemberi kredit.

Badan Pertanahan Nasional berdasarkan hal pengendalian pemilikan tanah

yang semula diatur melalui mekanisme ijin pemindahan hak yang diatur dengan

Peraturan Menteri Agraria Nomor 14 Tahun 1961, tentang Permintaan dan Pemberian

Izin Pemindahan Hak Atas Tanah.89

Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor SK

59/DDA/1970 tentang Penyederhanaan Peraturan Perizinan Hak Atas Tanah, izin

diperlukan bagi penerima hak yang ternyata sudah memiliki lima bidang tanah atau

lebih. Ketentuan ini kemudian dengan PMNA/KaBPN Nomor 6 Tahun 1998, tentang

89
Muctar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, (Jakarta: Republika,
2008), hal. 41.

Universitas Sumatera Utara


Pemberian Hak Atas Tanah untuk Rumah Tinggal, diperluas obyeknya untuk tanah

perumahan.

Ketentuan izin pemindahan hak tanah kemudian disempurnakan melalui

PMNA/KaBPN No.3/1997, yang diatur dalam Pasal 99 bahwa mekanisme

pengendalian pemilikan tanah tidak lagi melaui izin pemindahan hak dari pejabat

yang berwenang (BPN) tetapi melalui pernyataan penerima hak sebelum pembuatan

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menyatakan dengan pemindahan hak

tersebut tidak akan melanggar ketentuan batas maksimum pemilikan tanah dana

ketentuan absentee. Nasabah debitur dan pihak bank pemberi kredit, dan yang

dimaksud dengan konsumen itu sendiri adalah nasabah debitur itu sendiri yang terikat

dengan perjanjian kredit.

Maka yang sangat berhubungan dengan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

yaitu bahwa setiap perjanjian Kredit Pemilikan Rumah selalu atau telah menjadi

kewajiban dengan dibuatnya akta pemberian Hak Tanggungan oleh pihak bank

pemberi kredit.

Sementara dari Undang-Undang khususnya Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata bentuk perlindungan hukum yang berkaitan dengan asas-asas dalam hukum

perjanjian Indonesia, yaitu antara lain asas ketertiban umum, asas kepatutan dan asas

itikad baik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang berbunyi sebagai berikut:90

90 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit, Pasal 1339


.

Universitas Sumatera Utara


“Suatu Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas

dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

Dengan berlakunya UUPA, proses terjadinya peralihan hak milik yang sudah

dibukukan sebagai berikut:

1. Fase pertama: fase yang mendahului akta PPAT, berupa perjanjian konsensuil,

yang merupakan causa (title) dari penyerahan hak.

2. Fase kedua: Akta PPAT, pihak penjual dan pembeli harus menuangkan kehendak

tentang penyerahan itu dalam akta PPAT.

3. Akta PPAT semacam transport dan hal tanah kekuatan sebagi alat bukti untuk

dapat melakukan pendaftaran.

4. Fase ketiga: Pendaftaran di Kantor Pertanahan.91

Jual beli KPR yang dialihkan pada pihak ketiga pada saat ini belum ada

perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Maksudnya di sini,

apabila jual beli KPR yang dialihkan kepada pihak ketiga hanya berdasarkan

selembar kwitansi saja, maka perlindungan hukum belum dapat diberikan pada

mereka. Padahal jual beli yang terjadi antar mereka bila dilihat dari akibat hukum

perjanjian, yang memenuhi keabsahan memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak

karena:

91 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab


Tentang Hypotheek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal.
34
.

Universitas Sumatera Utara


1. Para pihak terikat pada isi perjanjian dan juga berdasarkan kepatutan, kebiasaan

dan Undang-Undang (Pasal 1338, 1339 dan 1340 KUH Perdata).

2. Perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) sesuai Pasal 1338 ayat (3)

KUH Perdata.

3. Kreditur dapat memintakan pembatalan perbuatan debitur yang merugikan

kreditur (action pauliana, Pasal 1341 KUH Perdata).

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung tentang Jual beli, Putusan

Mahkamah Agung Nomor: 350K/Sip/1968 menyatakan “Jual beli adalah bersifat

obligatoir sedangkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan baru berpindah bila

barang tersebut telah diserahkan secara yuridis.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, jika ditinjau dari sistem UUPA dan

sejarah pembentukannya, maka putusan Mahkamah Agung tersebut dapat

dipertanggungjawabkan.92

Jadi bila terjadi jual beli KPR yang kemudian dialihkan kepada pihak ketiga

seharusnya perlindungan hukum itu telah terjadi berdasarkan Yurisprudensi

Mahkamah Agung. Hal-hal yang terjadi pada saat pengambilan sertifikat di bank bagi

orang yang awam tentang proses alih debitur memang sangat disesalkan, karena

ketidaktahuan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena bank tidak bisa memberikan

sertifikat Hak Milik yang diagunkan di bank, karena pihak pertama tidak diketahui

92 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatannya
dalam Praktek di Medan, (Bandung: Alumni, 1978), hal 118
. .

Universitas Sumatera Utara


di mana keberadaannya, di mana bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama

yang terikat perjanjian KPR dengan bank, baik itu di BTN maupun Bank X.

Guidelines yang sebaiknya diperhatikan oleh pemberi pinjaman/bank sebelum

pemberi pinjaman/bank menghentikan izin tarik dan menagih pinjaman kredit dari

penerima pinjaman/nasabah debitur antara lain sebagai berikut:93

1. Penerima pinjaman hendaknya tetap diberitahu tentang maksud-maksud yang

sebenarnya dari pemberi pinjaman akan menghentikan atau terus memberikan

kredit.

2. Berikanlah pemberitahuan tertulis yang memadai kepada penerima pinjaman

sebelum pinjamannya dinyatakan sampai pada batas waktunya agar supaya

penerima pinjaman mempunyai kesempatan yang layak untuk mendapatkan

alternatif pembiayaan yang lain.

3. Hindarilah melakukan ancaman-ancaman mengenai terjadinya default agar

supaya penerima pinjaman bersedia menuruti petunjuk-petunjuk pemberi

pinjaman.

Hal-hal tersebut adalah salah satu tindakan bank kepada nasabah debitur

bilamana nasabah debitur mengalami tanda-tanda wanprestasi atau kredit macet.

Sehingga perlindungan ini mencegah akibat yang lebih buruk lagi dari nasabah

debitur. Sementara perlindungan hukum dalam hal ini dalam Kredit Pemilikan

Rumah khususnya yang menerima pengalihan hak/oper kredit untuk melanjutkan

angsuran kredit rumah pada obyek perjanjian yang dilakukan dengan pengikatan jual
93 Sutan Remy Sjadeini, op.cit., hal. 10
.

Universitas Sumatera Utara


beli dan kuasa atau perjanjian di bawah tangan menurut bank yaitu bila dilihat dari

kekuatan akta dibuat dihadapan Notaris.

a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendege Bewijskracht)

Yaitu maksudnya bahwa kemampuan dari akta pengikatan jual beli dan kuasa

yang dibuat dihadapan Notaris membuktikan sebagai akta otentik (kemampuan mana

menurut Pasal 1875 KUH Perdata tidak diberikan kepada akta di bawah tangan, hal

ini berhubungan erat dengan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa walaupun

menurut pendapat pihak bank bahwa perjanjian tersebut dianggap perjanjian di bawah

tangan, akan tetapi menurut ketentuan Undang-Undang Akta Pengikatan Jual Beli

dan Kuasa tersebut adalah merupakan suatu akta yang otentik atau yang

membuktikan sendiri keabsahannya.

b. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht)

Bahwa apa yang tercantum dalam akta itu adalah merupakan hal yang

benar/berlaku sebagai hal yang benar, isinya mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, sehingga akta otentik dapat menjadi bukti yang sah diantara pihak dan

ahli waris serta para penerima hak mereka, dengan pengertian bahwa:

1. Akta itu, bila dipergunakan di muka pengadilan adalah cukup dan bahwa hakim

tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya di samping itu.

(Dalam hal akta otentik, Undang-Undang mengikat hakim pada alat bukti itu).

2. Pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan alat-alat pembuktian

biasa yang diperbolehkan untuk itu menurut Undang-Undang.

Universitas Sumatera Utara


Di dalam pengikatan jual beli dan kuasa itu sendiri akta yang dibuat oleh

Notaris memberikan perlindungan dan kepastian hukum akan akibat dari yang telah

dilakukannya pengikatan jual beli dan kuasa tersebut. Dengan demikian tidak akan

mempersulit nasabah debitur yang menerima pelimpahan kewajiban angsuran kredit

yang dalam salah satu pasalnya berbunyi:94

“Bilamana pihak pertama lupa dan (atau berhalangan untuk melaksanakan jual beli
sebagimana mestinya dihadapan pembuat akta tanah yang berwenang, sedangkan
seluruh harga tanah dan bangunan atas nama pihak pertama telah dilunasi, demikian
pula dokumen-dokumen asli mengenai tanah dan bagunan tersebut diantaranya
sertifikat tanda bukti hak atas tanahnya telah diterima oleh dan dari Bank Tabungan
Negara, maka pihak pertama baik sekarang ini juga untuk nanti pada waktunya
dengan ini memberi kuasa kepada pihak kedua dan/atau baik bersama-sama maupun
masing-masing;

---------------------------------------------KHUSUS----------------------------------------------

- Untuk dan atas nama pihak pertama, menjual, mengoper/memindahkan dan/atau


melepaskan hak atas tanah dan bangunan tersebut kepada pihak kedua sendiri, dengan
harga dan ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat atau perjanjian-perjanjian
sebagaimana lazimnya untuk suatu jual beli tanah dan bangunan serta untuk
keperluan tersebut yang diberi kuasa berhak untuk menghadap kepada siapapun dan
dimanapun juga, diantaranya dan terutama menghadap kepada Pejabat Pembuat Akte
Tanah yang berwenang dan/atau Notaris, menerima serta memberikan keterangan-
keterangan yang membuat, minta dibuatkan dan menanda tangani akta jual belinya
dan akta-akta maupun surat-surat lainnya yang diperlukan serta melakukan segala
tindakan apapun juga yang dianggap baik dan berguna untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut di atas tidak ada tindakan yang dikecualikan.

Maksud dan ketentuan dari pasal tersebut adala memberi jaminan dan

kepastian kepada nasabah debitur yang menerima pengalihan hak kredit dengan cara

melanjutkan angsuran bilamana angsurannya telah lunas atau dilunasi lebih cepat dan

sertifikat tanda bukti haknya telah diambil dari pihak bank, maka dengan sendirinya

94 Akta Pengikatan Jual Beli dan Kuasa, Pasal 8


.

Universitas Sumatera Utara


tanpa harus menghadirkan pihak pertama lagi telah dapat melakukan jual beli

dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) yang dikehendaki, sehingga dengan adanya pengikatan jual beli dan kuasa

tersebut pihak penerima pengalihan hak tersebut tidak akan mendapat kesulitan untuk

proses balik nama sertifikat.

Dari hasil penelitian di lapangan, dengan adanya surat kuasa jual beli dan

kuasa mengambil sertifikat yang dibuat dihadapan notaris, maka pihak ketiga bisa

mengambil sertifikat Hak Milik yang diagunkan di bank. Tetapi bila hanya

berdasarkan kwitansi saja, hal ini tidak bisa dilakukan karena tidak memberikan

kepastian hukum. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari

dan demi memberi perlindungan hukum bagi pihak ketiga, pengalihan hak/oper kredit

untuk KPR sebaiknya bank lebih membuka diri dan tidak terlalu kaku pada peraturan

yang ada sehingga pihak ketiga mau melakukan pengalihan hak dengan

sepengetahuan bank dan tidak melakukan oper kredit di bawah tangan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Prosedur pengalihan hak/oper kredit pemilikan rumah yang sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah

dengan Novasi Subjektif Pasif yaitu tindakan debitur untuk mencari debitur

pengganti dengan seizin dan sepengetahuan pihak kreditur dalam hal ini adalah

pihak bank pemberi kredit yang diatur dalam Pasal 1417 KUH Perdata. Dengan

mengadakan novasi subjektif pasif, debitur menawarkan kepada krediturnya

seorang debitur baru yang bersedia untuk mengikatkan dirinya demi keuntungan

kreditur atau bersedia untuk membayar hutang-hutang debitur. Hal ini di BTN

jarang terjadi karena sesuai dengan definisi novasi yaitu berakhirnya perikatan

lama timbul perikatan baru yang berarti sama dengan membuat perjanjian KPR

lagi. Cuma bedanya debitur lama mengajukan permohonan penerusan utang atau

alih debitur. Di BTN pada proses alih debitur disebutkan tentang pihak pertama

telah membayar berapa bulan dan jaminannya berupa apa dan disebutkan juga

debitur lama mengalihkan pada pihak kedua untuk menggantikannya dan semua

itu telah diatur di BTN dan sesuai dengan peraturan perbankan. Setelah disetujui

bank akan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya pengalihan hak seperi faktor kesulitan ekonomi, mencari

keuntungan, takut disita bank karena kredit macet.

Universitas Sumatera Utara


2. Hak dan kewajiban kreditur dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah meliputi

apabila penerima kredit memberikan data yang tidak benar sehubungan dengan

perjanjian ini, bunga tidak dibayar tepat waktu yang telah ditentukan, dan selama

kredit belum lunas, debitur dilarang memindahtangankan, menyewakan,

meminjamkan atau memberikan hak kepada pihak lain, maka PT Bank Tabungan

Negara berhak untuk menegur atau mengakhiri secara sepihak perjanjian kredit

ini. Dan kewajiban bank untuk memberikan bukti-bukti kepemilikan baranga

jaminan bila kredit sudah lunas. PT. Bank Tabungan Negara memberikan apa saja

yang menjadi hak dan kewajiban para pihak (debitur dan bank) sehingga dapat

menciptakan suatu kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam

perjanjian. Dalam hal mengalihkan kredit kepada pihak ketiga tanpa

sepengetahuan bank, hal ini akan merugikan pihak ketiga karena tidak ada

perlindungan hukum yang diberikan padanya. Disebabkan sesuatu hal pihak

pertama tidak dapat melanjutkan angsuran sesuai perjanjian. Sampai saat ini pihak

bank sebagai pemberi kredit tidak dapat menerima pengalihan hak/oper kredit

dengan cara pengikatan jual beli dan surat kuasa yang dibuat dihadapan notaris

tanpa sepengetahuan pihak bank, karena menurut bank tindakan-tindakan yang

demikian adalah merupakan perjanjian di bawah tangan dan hanya mengikat para

pihak yang membuatnya saja, di mana pihak bank hanya mengakui debitur yang

pertama yang masih terikat perjanjian kredit dengan bank karena semua data-data

dan dokumen yang berkaitan dengan agunan tersebut masih atas nama debitur

yang pertama. Pengalihan hak/oper kredit pemilikan rumah dari debitur kepada

Universitas Sumatera Utara


pihak ketiga yang dilakukan di bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank

(PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan dan PT Bank X) adalah tidak sah

karena pihak pertama melanggar kesepakatan atas perjanjian yang dibuat pada

saat pengikatan jual beli KPR. Hal ini dilakukan bank untuk melindungi agar

tidak terjadi masalah dikemudian hari bila debitur mengalihkan secara diam-diam

sehingga tidak ada perlindungan hukum bagi pihak ketiga karena bank hanya

mengakui debitur yang pertama yang terikat perjanjian kredit dengan bank.

3. Perlindungan Hukum terhadap kreditur di PT. Bank Tabungan Negara jika debitur

wanprestasi berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 menegaskan tentang Prinsip

Kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian ini ditujukan demi keamanan dan

keselamatan bank. Perkembangan ekonomi memberikan masalah yang besar bila

bank tidak ketat dalam menjalankan operasional perkreditan. Agar tidak terjadi

sesuatu hal di kemudian hari bank dalam Kredit Pemilikan Rumah membuat

jaminan yang berupa serifikat dan disimpan di bank sampai pembayaran lunas.

Dengan adanya jaminan, bank terlindungi dari kerugian dan wanprestasi dari

debitur. Jaminan hutang yang dibebani dengan Hak Tanggungan memberi

kepastian hukum bagi kreditur/bank. Jika terjadi pengalihan hak milik atau oper

kredit yang dilakukan di bawah tangan atau terjadinya wanprestasi pada debitur

yang menerima pengalihan hak/oper kredit, sehingga penyelesaiannya hanya

dapat dilakukan dengan pelunasan kredit karena dengan adanya Hak Tanggungan

memberikan perlindungan hukum kepada kreditur (bank) karena sesuai dengan

ciri-ciri Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang

Universitas Sumatera Utara


diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (asas Droit de Preference,

Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUHT), Hak Tanggungan mengikuti

obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada (asas Droit

de Suite, Pasal 7 UUHT), Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah

tertentu dan wajib didaftarkan (asas Spesialitas dan asas Publisitas, Pasal 8 dan

Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT) dan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan

mudah dan pasti (Pasal 6 UUHT). Perlindungan hukum pada pihak ketiga yang

beritikad baik saat ini belum ada dibuat sehingga bila terjadi pengalihan secara

diam-diam, bank hanya akan memberikan sertifikat pada debitur yang pertama

kecuali bila pihak ketiga membawa pihak pertama ke bank untuk mengambil

sertifikat atas nama pihak pertama.

B. Saran

1. Diharapkan bank dapat mencari jalan keluar mengapa para pihak yang terlibat

dalam perjanjian kredit melakukan pengalihan hak tanpa sepengetahuan bank.

Karena peraturan bank yang begitu ketat membuat pihak-pihak yang ingin

mengalihkan kredit melakukan diam-diam tanpa sepengetahuan bank. Padahal

bank telah membuat syarat-syarat yang dapat dipakai bila debitur ingin

mengalihkan haknya dengan mengadakan oper kredit yang sesuai dengan undang-

undang yaitu novasi subjektif pasif dan mengajukan Surat Permohonan Alih

Debitur.

Universitas Sumatera Utara


2. Diharapkan dengan jelasnya mengenai hak dan kewajiban para pihak, baik debitur

dan kreditur benar-benar mengetahui di mana posisinya berada dan tidak

mengabaikan kewajiban masing-masing. Dan agar masyarakat lebih berhati-hati

apabila ada tawaran pengalihan hak/oper kredit KPR karena minimnya

pengetahuan masyarakat akan hal tersebut dan pihak bank diharapkan

mensosialisasikan mengenai tata cara oper kredit pemilikan rumah yang benar

yang sesuai dengan peraturan perbankan. Karena yang kita sering lihat bank pada

saat memberi informasi tentang Kredit Pemilikan Rumah hanya bercerita yang

manis-manisnya saja, tidak ada informasi seandainya oper kredit apa yang harus

dilakukan debitur.

3. Sebaiknya lebih diperhatikan lagi perlindungan hukum bagi pihak kreditur (bank)

dan bagi pihak ketiga dalam masalah oper kredit, Hal ini untuk memberikan

kepastian hukum pada pihak ketiga yang beritikad baik dalam meneruskan

pembayaran kredit dari pihak pertama sampai lunas. Dan bank juga tidak terkena

kredit bermasalah akibat tindakan pengalihan kredit yang dilakukan oleh orang-

orang yang tidak mengerti peraturan bank dalam hal oper kredit.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Alumni, 1989.

________, Persiapan Pelaksanaan Hukum Tanggungan di Lingkungan Perbankan,


Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1996.

________, Bab-Bab Tentang Hypotheek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.

________, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983.

________, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan


Jaminan Hypoteek serta Hambatannya dalam Praktek di Medan, Bandung:
Alumni, 1978.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,


Jakarta: Ghalia, 2002.

Harahap, M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Peraturan Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Jambatan, 1999.

Ibrahim, Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:


Bayumedia, 2007.

Lubis, M. Solly, Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum, Program Studi Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

________, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV Mandar Maju, 1994.

Martokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,


2003.

Universitas Sumatera Utara


Moleong, Lexy J., Metodology Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya


Bakti, 2000.

Mulyadi Kartini, Widjaya Gunawan, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan,
Jakarta: Prenada Media, 2005.

Mulyono, Eugenia Liliawati, Eksekusi Groose Akta Hipotik oleh Bank, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996.

Nasution, Bismar dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Pitlo, A., Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata Belanda, Alih Bahasa oleh M. Isa Arief, Jakarta: PT Intermasa, 1986.

Putra, Edy Mgs Tje Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta:
Liberty, 1989.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda, Jakarta: PT.
Intermasa, 1980.

Ristanto, Slamet, Mudah Meraih Dana KPR Kredit Pemilikan Rumah, Yogyakarta:
Pustaka Grhatama, 2008.

Satrio, J., Cessie, Subrogasi, Kompensatie dan Percampuran Hutang, Bandung:


Alumni, 1999.

Sjahdeini, Remy St., Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan


Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-
Undang Hak Tanggungan), Bandung: Alumni, 1999.

________, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para


Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: IBI.

Soejendro, J. Kartini, Perjanjian Pengalihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi


Konflik, Jakarta: Kanisius, 2001.

Suardi, Hukum Agraria, Jakarta: Iblam, 2005.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1998.

Universitas Sumatera Utara


Suharnoko & Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1977.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Permasalahannya, Jakarta: Djambatan, 1996.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta: Alfabeta, 2003.

Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan


Pemukiman Berkelanjutan, Medan: Pustaka Bahasa Press, 2003.

Tjiptoadinugroho, R., Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan


Penuntun, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994.

Usman Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2001.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Diterjemahkan Oleh R. Subekti dan R. Tjitro


Soedibio. Cet. 21, Jakarta: Pradnya Paramita, 1991.

Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang


No. 5 Tahun 1960.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

Universitas Sumatera Utara


C. Artikel-Artikel

Turatmiyah Sri, Studi SKMHT dalam Perjanjian KPR-BTN, telah dipresentasikan


dalam seminar terbatas di Bagian Perdata Fakultas Hukum UGM tanggal 2
September 2004.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai