Anda di halaman 1dari 149

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Tesis Magister (Kenotariatan)

2018

Kedudukan Hukum Pemegang Saham


Yang Tidak Menyetor Penuh Modal
Yang Ditempatkan Dalam Perseroan

Azhar

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1276
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK
MENYETOR PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN
DALAM PERSEROAN

TESIS

Oleh

AZHAR
167011198 /M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK
MENYETOR PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN
DALAM PERSEROAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada


Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

AZHAR
167011198 /M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 17 Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : AZHAR
Nim : 167011198
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG
TIDAK MENYETOR PENUH MODAL YANG
DITEMPATKAN DALAM PERSEROAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.

Medan,
Yang membuat Pernyataan

Nama : A Z H A R
Nim : 167011198

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan “perjanjian”, dimana pendirian


Perseroan yang merupakan persekutuan modal diantara pendiri dan/atau pemegang
saham, harus memenuhi syarat-syarat dalam hukum perjanjian. Apabila para pendiri
tidak memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan penyetoran modal ditempatkan
secara penuh maka para pendiri tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi dan
sekaligus perbuatan melawan hukum baik terhadap perjanjian pendirian PT maupun
terhadap ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007. Perumusan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana kedudukan pemegang saham yang tidak
menyetorkan penuh modal yang ditempatkan, bagaimana hak pemegang saham yang
tidak menyetor penuh modal ditempatkan atas pembagian deviden dari perseroan dan
apakah perbuatan pemegang saham yang tidak menyetor penuh tersebut dapat
digolongkan sebagai perbuatan wanprestasi dan melawan hukum.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan PP No. 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar
Perseroan Terbatas. Sifat penelitian ini adalah preskriptif analitis dimana penelitian
ini berupaya untuk memberikan argumentasi dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, karena berusaha menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum tentang Kedudukan Hukum Pemegang Saham Yang
Tidak Menyetorkan Penuh Modal Yang Ditempatkan Dalam Perseroan
Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah
bahwa kedudukan hukum para pemegang saham yang tidak menyetorkan penuh
modal ditempatkan adalah cacat hukum dan tidak memiliki legalitas dan keabsahan
sebagai pemegang saham. Pemegang saham yang tidak melaksanakan kewajibannya
dalam menyetorkan secara penuh modal ditempatkan, maka para pemegang saham
tersebut tidak berhak atas deviden dari perseroan terbatas. Para pemegang saham
yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan,
dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan wanprestasi terhadap perjanjian
pendirian PT dan sekaligus telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang PT khususnya Pasal
33 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT.

Kata Kunci : Pemegang Saham, Tidak Menyetor Penuh, Wanprestasi /


Perbuatan Melawan Hukum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

A limited liability company is established according to an “agreement”; it is


a capital association among the founders and/or share-holders, and it has to fulfill
the requirements in a contract law. When the founders do not deposit initial capital
for the company, they are considered as doing default and illegal against the contract
of establishing a Limited Liability Company and against Article 33 of UUPT No.
40/2007. The research problems are as follows: how about legal domicile of a share-
holder who does not deposit initial capital for a limited liability company, whether a
share-holder who does not deposit at least 25% of initial capital has no right of the
company’s dividend, and whether his action was considered as a default and illegal.
The research uses juridical normative method which analyzes the prevailing
legal provisions such as Law No. 40/2007 on Limited Liability Company and PP No.
29/2016 on the Implementing Regulation of UUPT. The nature of the research was
descriptive analytic which was aimed to describe, explain, and analyze the research
problems and to find out the correct answers as their solution.
The result of the research shows that a share-holder who does not deposit at
least 25% of the initial capital is considered as a default and illegal. He has no right
of the company’s dividend and is categorized as having done a default against the
contract of establishing a Limited Liability Company and an illegal act against the
legal provisions, especially against Article 33 of Law No. 40/2007 on Limited
Liability Company.

Keywords: Share-Holder, Do Not Deposit Initial Capital, Default/Illegal Act

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena

hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK

MENYETOR PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN DALAM

PERSEROAN”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus

dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.

Bismar Nasution, SH, MH, Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Ibu

Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah

dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan

penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis

sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan

baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

iii

Universitas Sumatera Utara


Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan

(M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan

Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara Medan.

6. Kepada istriku tercinta Nelsi Handayani, SH dan Anak-anakku Febrizki Putri

Aresy, Sarah Agustin dan Achmad Ghozi Alparesy yang selalu memberikan

dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk

segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan

pengorbanannya.

iv

Universitas Sumatera Utara


7. Terima kasih sahabatku Safei, SH, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat

kepada penulis.

8. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi

penulisan tesis ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada

kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Januari 2018


Penulis

Azhar

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Azhar

Tempat / Tgl. Lahir : Meulaboh, 04 Septemer 1966

Alamat : Lr Lampoh Paleng II Dusun Tgk Chik Kel Ilie Kec.

Ulee Kareng

Status : Menikah

Agama : Islam

No. Telp : 08126980262

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Susoh Tamat 1977

2. SMP Negeri Susoh Tamat 1981

3. SMA Negeri BI. Pidie Tamat 1984

4. S1 Fakultas Hukum Unisyah B. Aceh Tamat 1991

5. Sarjana Spesialis Notariat Universitas Sumatera Utara Tamat 2000

6. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH USU Tamat 2018

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 11
1. Kerangka Teori ...................................................................... 11
2. Konsepsi ................................................................................ 19
G. Metode Penelitian ......................................................................... 22
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 23
2. Metode Pendekatan ............................................................... 24
3. Sumber Data dan Bahan ........................................................ 24
4. Teknik dan Pengumpulan Data .............................................. 25
5. Analisis Data .......................................................................... 26
BAB II KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK
MENYETORKAN PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN .... 28

A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum...................................... 28


B. Prosedur Pelaksanaan Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PT ....... 54

C. Kedudukan Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh


Modal Yang Ditempatkan ................................................................ 66

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB III HAK PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK MENYETORKAN
PENUH ATAS DEVIDEN DARI PERSEROAN TERBATAS ..... 79

A. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Organ Perseroan


Terbatas ......................................................................................... 79

B. Tinjauan Umum Tentang Pengertian, Bentuk, Prosedur, Faktor


dan Kebijakan Pembayaran Deviden Pada PT ............................. 88
C. Hak Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal
Ditempatkan Atas Deviden Dari Perseroan Terbatas.................... 96

BAB IV PERBUATAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK


MENYETOR PENUH MODAL DITEMPATKAN SEBAGAI
TINDAKAN WANPRESTASI DAN MELAWAN HUKUM ........ 103

A. Wanprestasi Dalam Perjanjian ...................................................... 103


B. Tinjauan Umum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Perdata ... 109
C. Perbuatan Hukum Pemegang Saham Yang Tidak Menyetor
Penuh Modal Ditempatkan Sebagai Tindakan Wanprestasi Dan
Melawan Hukum........................................................................... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 128


A. Kesimpulan ................................................................................... 128
B. Saran ............................................................................................. 129
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 131

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha atau bisnis di Indonesia, bentuk badan usaha yang lazim

dipakai adalah bentuk Perseroan Terbatas. Dasar hukum Perseroan Terbatas diatur

didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Pasal 1 angka (1) UUPT menyatakan

bahwa “Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

UUPT dengan tegas menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah suatu

badan hukum. Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas merupakan pendukung hak

dan kewajiban yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek

hukum manusia.1

Konsep bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum melahirkan

keberadaan Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum mandiri, dengan keberadaan

yang terpisah dari para pemegang sahamnya. Hal ini mengakibatkan bahwa

Perseroan Terbatas mutlak memerlukan organ-organ perseroan sebagai wakilnya

dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama perseroan.

1
Chatamarrasjid, Menyingkapi Tabir Perseroan (Piercing of of The Corporate Veil) Kapita
Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 84

Universitas Sumatera Utara


2

Menurut Andrian Sutedi, "Perseroan Terbatas memiliki status sebagai badan

hukum (legal entity) dengan penekanan sebagai persekutuan untuk menjalankan

usaha yang memiliki modal tersendiri atas saham-saham yang pemiliknya memiliki

bagian sebanyak saham yang dimilikinya.2 Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas

merupakan subjek hukum, memiliki sifat dapat melakukan perbuatan hukum yaitu

perbuatan yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban, dapat dituntut maupun

menuntut dimuka pengadilan”.3

Status badan hukum dari perseroan terbatas tersebut sebagaimana diatur

didalam Pasal 7 ayat 4 UUPT menyatakan “bahwa perseroan memperoleh status

badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan

badan hukum Perseroan”. Dalam hal ini dimaksudkan adalah keputusan Menteri

Hukum dan HAM RI.

Selanjutnya Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan “perjanjian”, dimana

pendirian Perseroan yang merupakan persekutuan modal diantara pendiri dan/atau

pemegang saham, harus memenuhi syarat-syarat dalam hukum perjanjian. Jika

ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan sebagai badan hukum,

bersifat “kontraktual” yaitu berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari

perjanjian, dan juga bersifat “konsensual” yaitu adanya kesepakatan untuk mengikat

perjanjian mendirikan Perseroan. Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 7 ayat 1

2
Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015), hal. 6
3
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Salatiga Griya Media, 2011), hal. 32

Universitas Sumatera Utara


3

UUPT yang mengatur tentang pendirian suatu Perseroan yang sah harus didirikan

paling sedikit oleh 2 (dua) orang atau lebih.

Disamping itu pendirian Perseroan sebagai badan hukum haruslah memenuhi

syarat sahnya perjanjian, adanya kesepakatan, kecakapan untuk membuat suatu

perikatan, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal ( Pasal 1320

KUHPerdata), dan kebebasan membuat perjanjian yang harus dipatuhi oleh para

pihak sebagaimana layaknya undang-undang (Pasal 1338 KUH Perdata), maka

perjanjian pendirian perseroan tersebut mengikat sebagai undang-undang bagi para

pendirinya.

Perseroan Terbatas disebut suatu badan usaha harus mempunyai ciri-ciri,

antara lain mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok

modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya

(modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili

Perseroan menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik diluar maupun

didalam Pengadilan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan-

perikatan yang dibuat oleh Perseroan Terbatas.4

Untuk dapat menjalankan kegiatan perseroan, modal merupakan faktor yang

sangat penting artinya, bukan saja sebagai salah satu sarana untuk meraih keuntungan

dalam kegiatan usaha Perseroan Terbatas, namun juga sangat penting artinya bagi

eksistensi, kelangsungan kehidupan maupun pengembangan Perseroan Terbatas

4
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 19

Universitas Sumatera Utara


4

sebagai organisasi ekonomi. Bagaimanapun modal adalah sarana untuk meraih laba

yang sebesar-besarnya, sedangkan laba adalah tujuan dari kegiatan usaha perseroan

yang nantinya dibagi-bagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden.5

Pengertian dari modal Perseroan Terbatas menurut UUPT, adalah Modal

Dasar (Authorized Capital), Modal Ditempatkan (Issued Capital) dan Modal

Disetor (Paid Up Capital). Modal suatu Perseroan Terbatas tertuang didalam

Anggaran Dasar yang dimuat dalam akta pendirian.6 Modal dasar perseroan

merupakan seluruh nilai nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan, yang harus

ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal

dasar.7

Modal ditempatkan merupakan jumlah saham yang sudah diambil pendiri

(sebelum perseroan berbadan hukum) atau pemegang saham yang wajib disetor

penuh (100% dari modal yang ditempatkan tersebut) kedalam kas perseroan, yang

dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. UUPT mewajibkan semua penyetoran

modal dilakukan secara penuh baik terhadap saham yang diambil bagian sebelum

Perseroan Terbatas mendapatkan pengesahan, maupun saham yang dikeluarkannya.8

Ternyata dalam praktek, proses pelaksanaan penyetoran modal tidak

mendapat pengontrolan dari segi yuridis, sehingga bisa saja suatu Perseroan Terbatas

didirikan sebenarnya tanpa adanya penyetoran modal sama sekali, penyetoran modal
5
Ibid, hal. 50
6
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Modal Dasal Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka (1) dan (2).
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 33
8
Advendi S & Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta : Grasindo, 2007), hal. 59

Universitas Sumatera Utara


5

dilakukan tidak secara penuh, sehingga penyetoran modal tersebut menjadi tidak

sesuai dengan ketentuan perudang-undangan.9 Hal ini akan menimbulkan

konsekuensi hukum baik bagi pemegang saham, perseroan maupun pihak ketiga.

Konsekuensi hukum dari perbuatan melawan hukum dari para pendiri PT tersebut

adalah bahwa kedudukan para pendiri PT sebagai pemegang saham tidak sah dan

tidak memiliki legalitas secara hukum, dan kedudukan hukum PT menjadi cacat

hukum yang dapat merugikan pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan operasional

PT tersebut. Disamping itu lemahnya pengawasan pemerintah dalam hal ini

Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal AHU dibidang pelaksanaan

penyetoran modal ditempatkan secara penuh dalam praktek, secara teoritispun

ternyata konsep-konsep yuridis maupun teoritis mengenai pengawasan terhadap

pelaksanaan modal ditempatkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari

modal dasar harus disetor penuh oleh para pendiri Perseroan Terbatas, masih

merupakan permasalahan yang sering terjadi pada saat pengesahan Perseroan

Terbatas sebagai badan hukum.

Di dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Permenkumham RI No. 4 Tahun 2014

tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan

Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan anggaran

dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas disebutkan bahwa, “Bukti setor modal

perseroan dapat berupa foto copy slip setoran atau fotocopy surat keterangan bank

9
Munir Fuadi, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2007), hal. 50

Universitas Sumatera Utara


6

atas nama perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat

pernyataan telah menyetor modal perseroan yang ditanda tangani oleh semua anggota

direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewa komisaris perseroan,

jika setoran modal dalam bentuk uang. Dari ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c

Permenkumham RI No. 4 Tahun 2014 tersebut di atas maka surat pernyataan telah

menyetor modal perseroan yang ditanda tangani oleh semua anggota direksi, semua

pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan sudah cukup menjadi

dokumen pendukung untuk syarat dilakukannya pengesahan perseroan terbatas

menjadi badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM RI. Ketentuan tersebut

dapat saja disalahgunakan oleh para pendiri yang belum melaksanakan kewajibannya

secara penuh dengan menyetorkan modal ditempatkan secara penuh ke dalam

perseroan terbatas, namun di dalam surat pernyataan telah dinyatakan bahwa

kewajiban tersebut telah dilaksanakan secara penuh. Hal inilah yang menimbulkan

permasalahan hukum terhadap pendirian dan pengesahan perseroan terbatas sebagai

badan hukum yang ternyata setelah dilakukannya pengesahan perseroan terbatas

tersebut sebagai badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, masih ada

kewajiban para pendiri yang belum dilaksanakan secara penuh yaitu menyetorkan

modal ditempatkan secara penuh tersebut, yang mengakibatkan pendirian dan

pengesahan perseroan terbatas sebagai badan hukum tersebut menjadi cacat hukum.

Perbuatan hukum pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal

ditempatkan yang merupakan kewajiban yang disyaratkan oleh UUPT No. 40 Tahun

2007 mengakibatkan pendirian PT tersebut mengandung cacat hukum dan hal

Universitas Sumatera Utara


7

tersebut memiliki akibat hukum terhadap kedudukan pemegang saham yang tidak

melaksanakan kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan tersebut.

Akibat hukum dari tidak dilaksanakannya kewajiban yang disyaratkan oleh UUPT

No. 40 Tahun 2007 dalam menyetor penuh modal ditempatkan oleh pemegang saham

maka hal tersebut berakibat hukum terhadap pelaksanaan pembagian deviden bagi

pemegang saham yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan tidak menyetor

penuh modal ditempatkan tersebut. Perbuatan pendiri / pemegang saham yang tidak

melaksanakan kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan tersebut

dapat digolongkan sebagai perbuatan wanprestasi sekaligus pula perbuatan melawan

hukum.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dilakukan penelitian secara

akademis berupa karya ilmiah tesis dengan judul “Kedudukan Hukum Pemegang

Saham yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal yang Ditempatkan Dalam Perseroan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan pemegang saham yang tidak menyetorkan penuh modal

yang ditempatkan?

2. Bagaimana hak pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal ditempatkan

atas pembagian deviden dari perseroan?

3. Apakah perbuatan pemegang saham yang tidak menyetor penuh tersebut dapat

digolongkan sebagai perbuatan wanprestasi dan melawan hukum?

Universitas Sumatera Utara


8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan pemegang saham yang tidak

pernah menyetorkan penuh modal yang ditempatkan.

2. Untuk mengetahui hak pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal

ditempatkan atas pembagian deviden dari perseroan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis perbuatan pemegang saham yang tidak

menyetor penuh modal tersebut dapat digolongkan suatu perbuatan wanprestasi

dan melawan hukum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis, yaitu :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

sumbangsih pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya,

khususnya yang menyangkut tentang ketentuan keabsahan dan legalitas pendirian

perseroan terbatas, berdasarkan ketentuan yang termuat di dalam UUPT No. 40

Tahun 2007, dan juga peraturan pelaksananya yaitu PP No. 29 Tahun 2016.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada

masyarakat pada umumnya, pejabat yang berwenang dalam kaitannya dengan

masalah kewajiban para pendiri perseroan terbatas dalam menyetorkan secara

Universitas Sumatera Utara


9

penuh modal ditempatkan sebagai syarat sahnya pendirian dan pengesahan PT

sebagai badan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah

lakukan, baik penelusuran kepustakaan di lingkungan Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, belum ada penelitian mengenai

“Kedudukan Hukum Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal Yang

Ditempatkan Dalam Perseroan”, namun ada penelitian sebelumnya yang dilakukan

dan ditemukan beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan prinsip hukum

perusahaan yang dibahas diantaranya :

1. Tesis dengan judul : “Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dalam Prinsip

Corporate Opportunity yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas”, oleh Maria N Sihombing, NIM. 097011062,

Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara (USU), 2011. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi dalam

Mengelolah Perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 Tentang Perseroan Terbatas.

b. Bagaimana batasan-batasan prinsip Corporate Opportunity yang ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


10

c. Bagaimana Pembuktian Corporate Opportunity terhadap Direksi Perseroan

Yang Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas.

2. Tesis dengan judul : “Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam

Proses Pendirian Perseroan Terbatas dan Akibat Hukumnya”, oleh Hujjatul

Marwiyah, NIM. 127011015, Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU), 2011. Dengan rumusan

masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan hukum atas penyetoran modal Perseroan Terbatas

yang dilakukan pendiri dengan hanya menyerahkan pernyataan untuk

menyetorkan modal saham.

b. Bagaimana akibat hukumnya jika pendiri yang memberikan pernyataan

menyetorkan modal ternyata lalai atau tidak bisa menyetorkan uang tunai

untuk Perseroan Terbatas yang didirikan tersebut.

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang sudah

menyetorkan modalnya secara tunai.

Penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka baik judul

maupun rumusan masalah dan substansi pembahasan serta pengkajian hukumnya

sangat berbeda sama sekali. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat

dipertanggung jawabkan secara akademis.

Universitas Sumatera Utara


11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran pendapat, teori, tesis mengenai

sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan,

pemegang teoristis.10 Hal ini sesuai dengan pendapat Peter M. Marzuki yang

“menyatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,

teori ataupun konsep baru sebagai preskrepsi dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi”.11

Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diuraikan didalam

tesis ini, adalah :

a. Teori Hukum Perjanjian

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh

hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan

kebanyakan transaksi dagang termasuk pembentukan organisasi usaha.12

Terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul

dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan. 13 Bahwa 2 (dua)

orang atau lebih yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi

yang diadakan dikemudian hari.14

10
Ibid, hal. 27
11
Peter M. Marzuki., Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010), hal. 35
12
S.B. Marsh dan J. Soulsbby, Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 2006), hal.103
13
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, (Bandung : Citra Aditya, 2010), hal. 79
14
Ibid, hal. 79

Universitas Sumatera Utara


12

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sebagaimana diatur dalam

Pasal 1234 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Hal ini sesuai

Pasal 7 UUPT yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat
Perseroan didirikan.

Berdasarkan Pasal di atas, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu

Perseroan Terbatas haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan.


b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan
perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada
saat perseroan didirikan.
c. Perjanjian pendirian perseroan tersebut dinyatakan di hadapan Notaris dalam
bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus membuat Anggaran
Dasar Perseroan.

Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka

perseroan telah berdiri dan hubungan antara pendiri adalah hubungan kontraktual

karena perseroan belum mempunyai status badan hukum.15 Pihak-pihak yang berjanji

tersebut harus bermaksud supaya perjanjian yang mereka buat itu mengikat secara

sah. Pengadilan harus yakin tentang maksud mengikat secara sah itu. Mengikat secara

sah artinya perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang

diakui oleh hukum.16

15
Ibid, hal. 79
16
S.B. Marsh dan J. Spulsby, Op.Cit, hal. 94

Universitas Sumatera Utara


13

Teori hukum perjanjian dipandang tepat dalam menyelesaikan masalah

penelitian ini dengan beberapa alasan, yaitu :

a. Menyetor modal dalam pendirian Perseroan Terbatas merupakan kewajiban


para pendiri perseroan dari yang tertuang dalam akta yang dibuat Notaris
tentang perjanjian pendirian perseroan.
b. Sejak para pendiri menandatangani perjanjian pendirian Perseroan Terbatas
dihadapan Notaris, maka berdasarkan asas abligatoir, maka sejak saat itu telah
lahir kewajiban mutlak menyetorkan modal.
c. Apabila pendiri tidak melakukan penyetoran secara mutlak saham pada saat
perseroan akan disahkan, maka yang terjadi adalah wanprestasi dari pendiri
yang bersangkutan terhadap kewajiban pendirian Perseroan Terbatas
sebagaimana dalam akta pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh
Notaris.
d. Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas adalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dengan
demikian bahwa dasar hubungan hukum para pendiri Perseroan Terbatas
(pemegang saham) adalah perjanjian pendirian perseroan.

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan tentang syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian yang meliputi :

1. Adanya kesepakatan (konsensus) antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

2. Adanya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum perjanjian

3. Adanya objek tertentu yang jelas dan dapat dinilai secara ekonomi

4. Adanya kausa yang halal

Kata sepakat dalam suatu perjanjian apabila pernyataan kehendak telah terjadi

melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie) dari para pihak

yang membuat perjanjian yang dilanjutkan dengan membuat suatu perjanjian tertulis

baik dengan menggunakan akta di bawah tangan maupun dengan menggunakan akta

Universitas Sumatera Utara


14

otentik notaris. Penandatanganan akta perjanjian tersebut oleh para pihak maka

perjanjian tersebut telah sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak

yang membuatnya. Di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan

bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

tersebut memiliki akibat hukum apabila perjanjian yang telah ditandatangani oleh

para pihak tersebut dilanggar dalam pelaksanaanya. Perbuatan pelanggaran terhadap

perjanjian tersebut merupakan suatu perbuatan wanprestasi yang dapat menimbulkan

hak bagi pihak lain yang dirugikan untuk menuntut pemenuhan prestasi dari pihak

yang melakukan wanprestasi tersebut dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi

berdasarkan ketentuan Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUH Perdata ke pengadilan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka pemegang saham yang tidak

menyetorkan penuh modal yang ditempatkan oleh pendiri dalam hal menyetorkan

modal sebagai fokus penelitian ini sangat tepat sehingga perbuatan pemegang saham

yang tidak menyetorkan penuh modal yang ditempatkan tersebut dapat digolongkan

sebagai perbuatan wanprestasi. Hal ini didasarkan kepada teori hukum perjanjian,

dimana suatu perjanjian yang sah yang telah ditandatangani oleh para pihak berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu perjanjian

pendirian PT oleh para pendiri PT harus dilaksanakan dengan itikad baik untuk

memenuhi seluruh unsur-unsur yang termuat di dalam perjanjian tersebut, agar dapat

terlaksanya proses pendirian PT tersebut dengan sempurna sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku di bidang PT yakni UUP No. 40 Tahun 2007.

Universitas Sumatera Utara


15

Apabila ada pendiri PT yang melakukan wanprestasi terhadap kewajibannya

dalam menyetor penuh modal ditempatkan maka pendiri PT tersebut telah melakukan

perbuatan hukum wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati, oleh karena itu

pendirian PT tersebut menjadi cacat hukum, yang mengakibatkan pendiri PT yang

telah menjadi pemegang saham juga cacat hukum dan hak-haknya terhadap saham

dan pembagian deviden juga dapat ditunda pelaksanaanya hingga pendiri/pemegang

saham PT tersebut memenuhi kewajiban secara sempurna.

Teori hukum perjanjian yang digunakan dalam penelitian ini dipandang telah

tepat dan sesuai. Karena pendirian PT merupakan suatu perjanjian diantara para

pendiri PT sebagaimana termuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat

(1) dan (3) UUPT yang menyebutkan bahwa, “Perseroan sebagai badan hukum

merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri

dan/atau pemegang saham, yang terdiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang atau

lebih”.17

b. Teori Peralihan Hak Kebendaan

Berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),

yaitu hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain,

melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan,

baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dan karena penunjukan

atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak

milik dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebedaan itu.
17
Ibid, hal. 56

Universitas Sumatera Utara


16

Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi

pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang

dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham, antara lain

sebagai berikut:

1. Hak memesan terlebih dahulu.

Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu

ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham

untuk klasifikasi saham yang sama. (Pasal 43 UU PT);

2. Hak mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke

Pengadilan Negeri Apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap

tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum

Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. (Pasal 61 UU

PT);

3. Hak saham dibeli dengan harga wajar

Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli

dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan

Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan berupa:

a) Perubahan anggaran dasar;

b) Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih

dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau

Universitas Sumatera Utara


17

c) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. (Pasal 62 UU

PT)

4. Hak meminta ke pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS.

Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS

dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka Pemegang saham yang

meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua

Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan

untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan sendiri

pemanggilan RUPS tersebut (Pasal 80);

5. Hak menghadiri RUPS

Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak

menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham

yang dimilikinya. (“Pasal 85 ayat (1) UU PT)

Selain dari pada hak-hak yang telah disebutkan diatas, hak kebendaan lain

yang dapat dinikmati oleh pemegang saham adalah Hak Penjaminan yang ada pada

saham. Sebagaimana tersirat di dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d yang mengatakan

bahwa Saham dapat dibebankan dalam bentuk Gadai dan Fidusia. Hal ini sesuai

dengan bentuk dari saham itu sendiri, yaitu termasuk dalam jenis benda bergerak.

Setiap penjaminan yang dilakukan oleh pemegang saham tersebut wajib dicatat dalam

daftar pemegang saham perseroan sehingga jelas nama dan alamat dari orang

perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau

Universitas Sumatera Utara


18

penerima jaminan fidusia saham. Pencatatan ini juga wajib mencantumkan tanggal

perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.

Dengan demikian, saham yang mana berdasarkan Pasal 60 UUPT merupakan

benda bergerak maka kepemilikan atas saham memberikan hak kebendaan kepada

pemiliknya, hak mana dapat dipertahankan kepada setiap orang. Sesuai dengan

konsep teori kebendaan, maka bezitter (penguasa) adalah merupakan eigenaar

(pemilik). Saham sebagai benda bergerak sewaktu-waktu dapat dialihkan oleh

pemegang saham kepada pihak lain dengan suatu perbuatan hukum, salah satunya

melalui perjanjian jual beli saham. Pengalihan kepemilikan saham dalam jual beli

saham diatur dalam Pasal 56 UUPT yang menyebutkan bahwa pemindahan hak atas

saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.

Pasal 511 KUHPerdata, menyebutkan saham merupakan benda bergerak tak

berwujud, dalam suatu pengalihan hak atas saham (benda) yang diperjualbelikan

harus disertai dengan adanya suatu penyerahan. Dengan kata lain hak atas benda

(saham) yang akan dilakukan pengalihan haknya belum beralih hak kepemilikannya

tanpa adanya levering (penyerahan).

Teori peralihan hak kebendaan dipandang tepat digunakan dalam penelitian

ini karena alasan sebagai berikut :

1) Saham adalah benda bergerak. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak

terjadi apabila saham tersebut telah diserahkan haknya kepada pendiri PT.

Penyerahan hak atas saham tersebut dilakukan apabila terpenuhi syarat

penyerahan yakni pendiri PT yang bersangkutan telah menyetorkan modal ke

Universitas Sumatera Utara


19

dalam rekening PT yang didirikan. Tidak terpenuhi syarat tersebut

mengakibatkan peralihan kepemilikan atas saham menjadi tidak sempurna.

2) Hak kebendaan atas saham menimbulkan hak bagi pemegang saham. Salah satu

hak tersebut adalah hak tagih atas keuntungan yang dihasilkan (dividen). Apabila

hak atas saham tersebut tidak sempurna karena belum terpenuhinya syarat

material penyerahan (levering) yakni setoran modal, maka hak yang lahir dari

saham tersebut juga tidak sempurna. Oleh karena itulah hak atas dividen tersebut

tidak dapat diberikan atau ditunda sampai sempurnanya penyerahan hak atas

saham tersebut.

2. Konsepsi

Konsepsi yang dimaksudkan disini adalah kerangka konsepsional yang

merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang

digunakan penulis. Konsepsi merupakan bagian terpenting dari teori karena konsep

berfungsi sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya

baru ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk

menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.18 Konsep

merupakan dasar dari semua pemikiran dan komunikasi, namun sering kurang

diperhatikan apa konsep itu dan masalah yang ditemui dalam penggunaannya.

Masalah khusus sangat membutuhkan ketepatan suatu konsep dan keahlian untuk

menemukannya atau menciptakannya.19

18
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999, hal. 34
19
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 194

Universitas Sumatera Utara


20

Selanjutnya, Sumandi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud

dengan konsep. Konsep berkaitan dengan defenisi operasional. “Konsep diartikan

sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang

khusus, yang disebut dengan defenisi operasional”.20 Pentingnya defenisi operasional

adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius)

dari suatu istilah yang dipakai”.21

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman

yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian

dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut :

a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

b. Modal adalah modal perseroan sebagai modal pendiri karena jumlah modal yang

disebut di dalam akta pendirian Perseroan Terbatas merupakan suatu jumlah

maksimum sampai jumlah mana dapat dikeluarkan surat-surat saham. 22

c. Modal Dasar adalah modal maksimum dimana dapat dikeluarkan saham tanpa

perubahan anggaran dasar.23

20
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1998),
hal.3
21
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung :
Alumni, 2004), hal. 31
22
Agus Budiarto, Op Cit, hal. 19
23
Dr. Herlinen Budiono SH, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku
Kesatu, (Jakarta : Griya Media, 2016), hal. 47

Universitas Sumatera Utara


21

d. Modal ditempatkan adalah sejumlah modal dengan nilai nominal diambil oleh

para pendiri.24

e. Modal disetor adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang

lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan kekas perseroan.25

f. Saham adalah bagian pemegang saham didalam perusahaan, yang dinyatakan

dengan angka dan bilangan tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh

perseroan.26

g. Pemegang Saham adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki

satu atau lebih saham pada perusahaan.

h. Deviden adalah hak pemegang saham atas bagaimana tertetnu dari keuntungan

bersih dari perseroan terbatas yang ditagihan berdasarkan ketentuan RUPS

i. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.

j. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau

dilakukan tidak menurut selayaknya. Apabila dalam melakukan pelaksanaan

prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang

ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau

selayaknya.27

k. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai perjanjian ini

24
Ibid, hal. 47
25
Tri Budiyono, Op Cit, hal. 36
26
Ibid, hal. 88
27
M. Yahya Harahap, Op Cit, hal. 60

Universitas Sumatera Utara


22

menegaskan bahwa akta Notaris mutlak untuk adanya suatu Perseroan

Terbatas.28

l. Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ Perseroan Terbatas yang

mempunyai wewenang yang tidak diberikan atau Dewan Komisaris dalam batas

yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

G. Metode Penelitian

Metodelogi penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana cara

atau prosedur, maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian

secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 29

Penelitian adalah suatu kegiatan serta usaha atau pekerjaan untuk mencari

kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati,

sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk

menyelesaikan atau menjawab permasalahannya.30 Metodelogis berarti sesuai dengan

metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten

berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.31

Metodologi yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan

yang menjadi induknya.32

28
Johny Ibrahim, Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu Media
Publishing, 2008), hal. 25-26
29
Sutrisno Hadi, Metodelogi Riset Nasional, (Magelang : Akmil, 1987), hal. 25-26
30
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
1997), hal. 25-26
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Pres,
1984), hal. 3
32
Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1995), hal. 7

Universitas Sumatera Utara


23

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif (Yuridis Normatif) yaitu penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji

penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.33 Penelitian hukum

normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.

Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan. Hal ini disebabkan

karena penelitian lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang

ada di perpustakaan.

Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari

penelitian empiris.34 Metode ini memungkinkan peneliti memahami masalah dalam

kerangka berpikir yuridis, baik dari interprestasi peraturan perundang-undangan

terkait maupun dengan menggunakan teori hukum yang ada.

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah preskriptif

analitis. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif

dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai, keadilan, validalitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan

norma-norma hukum.35

Penelitian dalam penulisan hukum (tesis) ini bersifat preskriptif analitis.

33
Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia, 2012),
hal. 295
34
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal. 13
35
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : ctk. Keenam, Kencana, 2010), hal. 35

Universitas Sumatera Utara


24

Artinya adalah untuk memberikan argumentasi dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, karena berusaha menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum tentang Kedudukan Hukum Pemegang Saham Yang

Tidak Menyetorkan Penuh Modal Yang Ditempatkan Dalam Perseroan.

2. Metode Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif,

maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute

approach), dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku baik

dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Metode penelitian

merupakan cara utama yang digunakan Peneliti untuk mencapai tujuan dan

menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.36

3. Sumber dan Bahan Hukum

Sumber-sumber data dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang

terdiri dari 3 (tiga) sumber yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier.37

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang

mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang

berisikan peraturan Perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari:

1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

36
Mohammad Nasir, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Galia Indonesia, 1988), hal. 51
37
Ibid, hal. 23-24

Universitas Sumatera Utara


25

3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014

Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan

Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan

Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar

Perseroan Terbatas dan peraturan perundang-undangan lainnya yang

berhubungan dengan objek penelitian adalah bahan hukum primer.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli yang termuat dalam :

1) Literatur, Buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum, termasuk tesis dan

jurnal hukum.

2) Doktrin/pendapat/ajaran dari para ahli hukum.

3) Jurnal-jurnal hukum, yurisfrudensi, hasil seminar dan symposium yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian.

4) Media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa

Indonesia, atau ensiklopedia serta artikel-artikel lainnya yang bertujuan

mendukung bahan hukum primer dan sekunder dalam penelitian ini.

4. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian

Universitas Sumatera Utara


26

kepustakaan yang dimaksud adalah melakukan penelitian dan pengkajian terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum Perseroan Terbatas

dan di bidang hukum perjanjian sebagaimana termuat di dalam Buku Ketiga KUH

Perdata tentang hukum perjanjian dan juga di dalam UUPT No. 40 Tahun 2007

termasuk pula tentang PP No. 29 Tahun 2016 tentang Peraturan Pelaksana dari UUPT

No. 30 Tahun 2007.

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen untuk

memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti,

mengidentifikasi dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang hukum perseroan terbatas, khususnya tentang Pendirian dan

Pengesahan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang termuat di dalam

ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007, serta legalitas dan keabsahan para

pendiri PT sebagai pemegang saham yang wajib menyetorkan modal ditempatkan

secara penuh ke dalam perseroan terbatas

5. Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, diseleksi dan diklasifikasi dan disusun dalam

bentuk narasi. Data yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan yang diteliti

diolah dan dianalisis secara yuridis untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-

bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis tersebut untuk memudahkan analisa dan konstruksi, seperti :

Universitas Sumatera Utara


27

a. Mengkaji dan menemukan konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum

(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap

bahan bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan yang sejenis atau berkaitan,

terkait kategori dalam penelitian ini mengenai kedudukan pemegang saham yang

tidak pernah menyetorkan penuh modal yang ditempatkan, kedudukan badan

hukum Perseroan Terbatas yang pemegang sahamnya tidak menyetorkan penuh

dalam perseroan, dan penggolongan perbuatan pemegang saham yang tidak

menyetor penuh dikaitkan dengan wanprestasi.

c. Menemukan hubungan diantara berbagai kategori atau peraturan yang kemudian

diolah dalam sebuah analisis dan menjelaskan hubungan diantara berbagai

kategori yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

d. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif,

yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum seperti teori-teori, dalil-

dalil, prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik

kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.38

38
Mukti Fajardan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 109

Universitas Sumatera Utara


28

BAB II

KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK MENYETORKAN


PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN

A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Didalam hukum terdapat badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang

dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan

perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan-

perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum

dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka Hakim.

badan atau perkumpulan tersebut dinamakan Badan hukum (rechtspersoon) yang

berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Berikut adalah penjelasan

seputar pengertian badan hukum menurut para ahli, istilah badan hukum dalam

perundangan, unsur-unsur badan hukum, Pembagian Badan Hukum dan

tanggungjawabnya.

Menurut E. Utrecht, pengertian badan hukum (rechtpersoon), adalah badan

yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya

dijelaskan bahwa badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau

yang lebih tepat bukan manusia.39 Menurut R. Subekti, definisi badan hukum pada

pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan

melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat

39
Maryanto Halim, Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum, (Jakarta : Prenada Media, 2014),
hal. 65

28

Universitas Sumatera Utara


29

digugat atau menggugat di depan hakim.40 Menurut Molengraaff, Pengertian badan

hukum pada hakikatnya merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya secara

bersama-sama, dan di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat

dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk

masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi itu, tetapi

juga sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap

pribadi anggota adalah juga pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam

badan hukum itu.41 Menurut Sri Soedewi Masjchoen, bahwa badan hukum adalah

kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan,

yaitu:

1. Berwujud himpunan, dan

2. Harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu, dan dikenal dengan

yayasan.42

Secara Umum Pengertian badan hukum adalah merupakan subjek hukum

yang perwujudannya tidak tampak seperti manusia biasa, namun mempunyai hak dan

kewajiban serta dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang pribadi (natural

person).

Dalam hukum pidana ekonomi istilah badan hukum disebut dalam Pasal 12

Hamsterwet (UU penimbunan barang) L.N. 1951 N0.90 jo L.N. 1953 No.4.

40
Ibid, hal. 66
41
Hartanto Budiman, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, (Jakarta : Pustaka Ilmu,
2013), hal. 76
42
Ibid, hal. 77

Universitas Sumatera Utara


30

Keistimewaan Hamsterwet ini ialah Hamsterwet menjadi peraturan yang pertama di

Indonesia yang memberi kemungkinan menjatuhkan hukuman menurut hukum

pidana terhadap badan hukum. Kemudian kemungkinan tersebut secara umum

ditentukan dalam Pasal 15 L.N. 1955 No.27; Dalam Undang-Undang Pokok Agraria

No.5 Tahun 1960 antara lain Pasal 4 ayat 1; Dalam Perpu No.19 Tahun 1960 tentang

Bentuk-bentuk Usaha Negara; Dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara

No.19 Tahun 2003 antara lain Pasal 35 ayat 2. Dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas No.40 Tahun 2007 antara lain Pasal 1 ayat 9 dan ayat 10, Pasal 10, Pasal 13,

Pasal 14, dan lain sebagainya.

Unsur-Unsur badan hukum antara lain adalah :

a. Mempunyai perkumpulan;

b. Mempunyai tujuan tertentu;

c. Mempunyai harta kekayaan;

d. Mempunyai hak dan kewajiban; dan

e. Dapat menggugat dan digugat dimuka pengadilan.

Badan hukum menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua yaitu: badan

hukum publik dan badan hukum privat, yang termasuk hukum publik adalah seperti

negara, provinsi, kotapraja, majelis-majelis, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara.

Sedangkan yang termasuk badan hukum privat adalah perkumpulan-perkumpulan,

Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Tertutup dengan tanggungjawab terbatas, dan

yayasan. Badan hukum menurut peraturan yang mengaturnya adalah suatu pembagian

badan hukum yang didasarkan atas ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut.

Universitas Sumatera Utara


31

Ada dua macam badan hukum berdasarkan aturan yang mengaturnya yang pertama

badan hukum yang terletak dalam lapangan hukum perdata dan badan hukum yang

terletak dalam lapangan hukum perdata adat.

Badan hukum menurut sifatnya dibagi dua yaitu korporasi (corporatie) dan

yayasan (stichting). Perseroan sebagai badan hukum, secara hukum pada prinsipnya

harta benda perseroan terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu

tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik

perusahaan yang berbentuk badan hukum. Dengan demikian, apabila perseroan

melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, maka tanggung jawabnya berada di

pihak perseroan tersebut dan hanya sebatas harta benda yang dimiliki perseroan.

Tanggung jawab perseroan terlepas dari orang-orang yang ada di dalamnya, apabila

timbul kerugian pada perseroan maka harta pribadi pemilik/pendiri tidak dapat ikut

disita atau dibebankan untuk tanggung jawab peseroan.

Konsep perseroan terbatas dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40

Tahun 2007 yang memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya

disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Istilah “perseroan” menunjuk

pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, sedangkan istilah “terbatas”

Universitas Sumatera Utara


32

menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu hanya sebatas jumlah

nominal saham yang dimiliki.43

Sebagai badan hukum, perseroan harus memiliki maksud dan tujuan serta

kegiatan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar. Perseroan harus

mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan,

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan yang tidak

mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta kegiatan

usahanya, dianggap “cacat hukum” (legal defect), sehingga keberadaannya “tidak

valid” (invalidate).

Perseroan sebagai badan hukum, bermakna bahwa perseroan merupakanlah

suatu subjek hukum, dimana perseroan sebagai sebuah badan yang dapat dibebani

hak dan kewajiban seperti halnya manusia.44 Subjek hukum adalah sesuatu yang

dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan tindakan perdata atau

membuat suatu perikatan. Subjek hukum yang dikenal oleh para ahli hukum ada dua

macam, yaitu:

1. Orang pribadi (Belanda: naturlijk person atau Inggris: natural person);

2. Badan hukum (Belanda: rechtpersoon atau Inggris: legal entity).

43
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Keempat Revisi, (Bandung
: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 109.
44
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1997), hal. 17.

Universitas Sumatera Utara


33

Unsur utama dari badan hukum adalah apa yang disebut “separate

patrimony”, yaitu memiliki harta sendiri yang terpisah dari pemegang saham sebagai

pemilik. Karakteristik kedua dari badan hukum adalah tanggung jawab terbatas dari

pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan pengurus perusahaan. Dari uraian

pengertian perseroan di atas, sangat jelas sekali perseroan sebagai kumpulan

(akumulasi) modal yang mengandung karakteristik sebagai berikut:45

a. Badan hukum, dapat dilihat dari ciri-ciri antara lain:

(1)Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, apabila perseroan

belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan

segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya dengan perserkutuan

firma;

(2)Perseroan merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada rapat umum

pemegang saham, direksi, dan komisaris;

(3)Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisahan harta

kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan;

(4)Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan; dan

(5)Mempunyai tujuan sendiri, yaitu mencari keuntungan.

b. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai saham

yang diambilnya, kecuali dalam hal:

(a) Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi;

45
Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, (Jakarta : Lembaga Studi Hukum dan
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 191.

Universitas Sumatera Utara


34

(b)Pemegang saham memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

(c) Terlibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan perseroan dan

menggunakan kekayaan perseroan; dan

(d)Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan

sehingga Perseroan tidak dapat melunasi utang-utangnya.

c. Berdasarkan perjanjian:

(1)Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;

(2)Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan Perseroan; dan

(3)Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.

d. Melakukan kegiatan usaha;

e. Modal terbagi atas saham-saham (akumulasi modal); dan

f. Jangka waktu dapat tidak terbatas.

Untuk dapat disebut sebagai badan hukum maka perseroan terbatas sebagai

suatu badan usaha harus mempunyai ciri-ciri antara lain adalah :

1. Mempunyai kekayaan sendiri

2. Ada pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak

melebihi dari nilai saham yang diambilnya (modal yang disetor)

3. Ada pengurus yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan

aktivitasnya dalam lalu lintas hukum di luar maupun di dalam pengadilan dan

tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan-perikatan yang dibuat

oleh perseroan terbatas. Ini berarti bahwa badan usaha disebut perseroan harus

Universitas Sumatera Utara


35

memiliki kewenangan sebagai subjek hukum yang berdiri sendiri melalui para

pengurusnnya.

Pengurus tidak bertanggung jawab lebih dari pelaksanaan yang pantas dari

beban yang diperintahkan kepadanya; mereka tidak terikat secara pribadi kepada

pihak ketiga berdasarkan perikatan-perikatan yang dilakukan oleh perseroan (Pasal 45

KUHD).

Dengan status PT sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum

memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah

dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality” yaitu

sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian maka pemegang saham tidak

mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, sehingga oleh sebab itu juga tidak

bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau PT. Ini dikenal dengan sebutan

Corporate Personality, yang esensinya adalah suatu perusahaan mempunyai

personalitas atau kepribadian berbeda dari orang yang menciptakannya. Maksudnya

meskipun bila orang yang menjalankan perusahaan terus berganti, perusahaannya

tetap memiliki identitas sendiri terlepas dari adanya penggantian para anggota

pengurus ataupun pemegang sahamnya. Demikian pula kepentingan perusahaan tidak

berhenti ataupun diulang kembali setiap terjadi pergantian manajer atau perubahan

pemegang saham perusahaannya. Perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, tidak

hanya kepemilikan kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang

dimiliki oleh orang yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham

perusahaan tidak bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau PT. PT bisa

Universitas Sumatera Utara


36

mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah dari harta

serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para persero pengurus atau pendiri.

Tanggung jawab pemegang saham, dalam UUPT di atur dalam Pasal 3, dan

dalam KUHD terdapat pada Pasal 40 ayat (2). Berdasarkan pada Pasal 3 UUPT dapat

di ketahui bahwa pemegang saham PT bertanggung jawab secara terbatas sebesar

saham yang di milikinya. Disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT: “Pemegang

saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang di buat

atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi

saham yang dimiliki”

Perseroan terbatas yang telah disahkan sebagai badan hukumm oleh

Kemenkumham RI memiliki keuntungan antara lain adalah bahwa :

1. Merupakan subjek hukum dalam lalu lintas perdagangan.

2. Memiliki harta kekayaan yang terpisah dari para pendirinya dapat bertindak.

3. Mempunyai kepentingan sendiri untuk dapat menuntut dan mempertahankan

kepentingannya kepada pihak ketiga menurut ketentuan hukum.

4. Dapat mengumpulkan dana dari pihak lain yang ingin berpartisipasi untuk

menanamkan sahamnya ke dalam PT tersebut.

5. Dapat bertindak sebagai subjek hukum sebagaimana layaknya manusia sebagai

personal.

6. Dapat memberikan deviden kepada para pemegang saham berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku dibidang pembagian deviden

Universitas Sumatera Utara


37

Para pendiri dan pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari pada

jumlah saham-saham yang disetornya ke dalam perseroan terbatas, dan pengurus

tidak bertanggung jawab lebih dari pelaksanaan yang layak dari beban yang

diperintahkan kepadanya. Para pengurus tidak terikat secara pribadi kepada pihak

ketiga berdasarkan perikatan-perikatan yang dilakukan oleh perseroan terbatas

tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan kedudukan perseroan terbatas sebagai

badan hukum merupakan subjek hukum yang berdiri sendiri memiliki harta kekayaan

sendiri terlepas dari harta kekayaan para pendiri dan pemegang sahamnya.

Direksi PT menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan

yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan

tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan

tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas

dinyatakan dalam Pasal-Pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 85 ayat

(2) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh

secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari ketentuan itu

secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan

tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh

secara pribadi. Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh

tanggung jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang

terbatas yang merupakan ciri utama dari PT. Sebaliknya, oleh karena menjadi anggota

Universitas Sumatera Utara


38

direksi adalah berarti menduduki suatu jabatan, maka orang yang menduduki jabatan

itu harus memikul tanggung jawab apabila kemudian tugas dan kewajibannya

tersebut dilalaikan atau jika wewenangnya disalahgunakan.

Berkaitan dengan hal tersebut, UUPT sudah mengatur bentuk

pertanggungjawaban direksi atas kelalaian ataupun kesalahannya di dalam

menjalankan pengurusan PT, yaitu:

1. Pasal 23 UUPT, yang menyatakan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 belum dilakukan, maka direksi

secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang

dilakukan perseroan.

2. Pasal 85 ayat (2) UUPT, yang mengatur bahwa setiap anggota direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau

lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1). Menurut Pasal 85 ayat (3) UUPT, direksi atas kesalahan atau

kelalaiannya menyebabkan kerugian pada perseroan bahkan dapat digugat di

Pengadilan Negeri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu

per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara sah.

3. Pasal 90 ayat (2) UUPT, yang menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi

karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup

untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi

secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, kecuali apabila

Universitas Sumatera Utara


39

direksi dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau

kelalaiannya, maka direksi tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng.

Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap tanggung jawab komisaris

PT. Sebagaimana dalam Pasal 97 UUPT, komisaris bertugas mengawasi

kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat

kepadadireksi. Sesusi dengan Pasal 100 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar

juga dapat ditentukan tentang pemberian wewenang kepada komisaris untuk

memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan

hukum tertentu. Selain itu, menurut Pasal 100 ayat (2), berdasarkan Anggaran Dasar

atau keputusan RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan

dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian, maka

berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi terhadap

perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai tanggung jawab

terbatas direksi PT juga berlaku terhadap komisaris tersebut. Secara implisit,

tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 98 ayat

(2) UUPT, bahwa atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling

sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah

dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena

kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.

Perseroan memiliki struktur organisasi yang memiliki kewenangan masing-

masing, sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 2 UU No. 40 Tahun 2007 bahwa

Universitas Sumatera Utara


40

organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat

RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.

a. Rapat Umum Pemegang Saham

Pasal 1 angka 4 UU No. 40 Tahun 2007 memberikan pengertian bahwa RUPS

(Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan suatu organ perseroan terbatas yang

tertinggi dalam mengambil suatu keputusan di dalam perseroan terbatas. RUPS

merupakan organ perusahaan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan

kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-

undang ini dan atau anggaran dasar.

Pada dasarnya RUPS merupakan suatu forum yang dimiliki pemegang saham

untuk membahas segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perseroan, karena dalam

RUPS, pemegang saham sebagai pemilik perseroan memiliki fungsi pengawasan atas

jalannya kepengurusan perseroan yang dilakukan direksi. Melalui RUPS, pemegang

saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari direksi

dan atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak

bertentangan dengan kepentingan perseroan, RUPS dalam mata acara lain-lain tidak

berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan atau

diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat, keputusan mata

acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat dalam RUPS

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 75 UU No. 40 Tahun 2007.

RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan direksi atau dewan

komisaris, namun bukan berarti RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan.

Universitas Sumatera Utara


41

Kedudukan RUPS sebagai salah satu organ perseroan adalah sama dengan organ

perusahaan yang lain seperti direksi dan dewan komisaris. RUPS, direksi dan dewan

komisaris adalah sederajat. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih

tinggi dari direksi dan dewan komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan

kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka miliki.

Adapun kewenangan RUPS adalah

1. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan / atau dalam bentuk

lainnya misalnya dalam bentuk benda tidak begerak (Pasal 34 UUPT)

2. Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang

mempunyai tagihan terhadap perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai

konpensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya (Pasal

35 UUPT).

3. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UUPT)

4. Menyetujui penambahan modal perseroan terbatas (Pasal 41 ayat (1) UUPT)

5. Memutuskan pengurangan modal perseroan terbatas (Pasal 44 ayat (1) UUPT)

6. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh direksi (Pasal 64 ayat (3) UUPT)

7. Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan

untuk cadangan (Pasal 71 UUPT)

8. Mengatur tata cara pengembalian deviden yang telah dimasukkan ke cadangan

khusus (Pasal 73 UUPT)

9. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau

pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit,

Universitas Sumatera Utara


42

perpanjangan waktu berdirinya dan pembubaran perseroan (Pasal 89 ayat (1)

UUPT).

10. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara direksi dalam

hal direksi terdiri atas dua anggota direksi atau lebih (Pasal 92 ayat (5) UUPT)

11. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi

Pasal 96 ayat (1) UUPT)

12. Memutuskan tentang kewenangan direksi untuk mewakili perseroan dalam hal

direksi lebih dari satu orang (Pasal 98 ayat (3) UUPT)

13. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan jaminan

hutang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan

bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama

lain maupun tidak (Pasal 102 ayat (1) UUPT)

14. Menyetujui dapat atau tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atau

perseroan kepada pengadilan niaga (Pasal 104 UUPT)

15. Memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya

(Pasal 105 UUPT).

16. Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota direksi

yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris (Pasal 106 ayat (6) UUPT).

17. Mengangkat anggota dewan komisaris (Pasal 111 UUPT).

18. Menetapkan ketentuan besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi

anggota dewan komisaris (Pasal 113 UUPT)

Universitas Sumatera Utara


43

19. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan

pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu (Pasal

118 ayat (1) UUPT)

20. Mengangkat komisaris independen (Pasal 120 ayat (2) UUPT)

21. Memutuskan pengambil alihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan

(Pasal 125 ayat (4) UUPT)

22. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambil alihan atau

pemisahan perseroan (Pasal 127 ayat (1) UUPT)

23. Memutuskan tentang pembubaran perseroan (Pasal 142 ayat (1) UUPT)

b. Direksi

Pengertian direksi dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 adalah

organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar. Menjalankan kepengurusan perseroan merupakanlah tugas

utama direksi, dimana direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi

berwenang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dengan

kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU No. 40

Tahun 2007 dan anggaran dasar sebagaimana yang tercantum.

Kewenangan menjalankan pengurusan harus dilakukan semata-mata untuk

“kepentingan” perseroan. Tidak boleh untuk kepentingan pribadi. Kewenangan

Universitas Sumatera Utara


44

pengurusan yang dijalankan, tidak mengandung benturan kepentingan (conflict of

interest). Tidak mempergunakan kekayaan, milik atau uang perseroan untuk

kepentingan pribadi. Tidak boleh mempergunakan posisi jabatan direksi yang

dipangkunya untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tidak menahan atau mengambil

sebagian keuntungan perseroan untuk kepentingan pribadi. Tindakan yang

bertentangan dengan kepentingan perseroan, dapat dikategorikan melanggar batas

kewenangan atau kapasitas pengurusan perseroan. Perbuatan itu dapat dikualifikasi

menyalahgunakan kewenangan (abose of authority), atau mengandung ultra vires.

Dengan demikian, direksi mempunyai batas-batas kewenangan dalam menjalankan

pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat.46 Penjelasan

Pasal 92 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang antara lain

didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha

sejenis.

Direksi diberikan hak dalam mengambil kebijakan yang dianggap tepat,

menurut penjelasan Pasal 92 Ayat (2), yang dimaksud dengan kebijakan yang

dipandang tepat antara lain:

(1) Harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan

kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman;

(2) Harus berdasar peluang yang tersedia (available opportunity):

46
Ibid, hal. 192

Universitas Sumatera Utara


45

(a) Kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benar

mendatangkan keuntungan (favorable advantage); dan

(b)Kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok (suitable

condition) bagi perseroan dan bisnis.

(c) Kebijakan yang diambil, harus benar berdasarkan kelaziman dunia usaha

(common business practice).47

Pada prinsipnya ada dua fungsi utama dari direksi dalam suatu perseroan,

yaitu sebagai berikut:

(1) Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan;

(2) Fungsi representasi, dalam direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar

pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan

perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-

kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Bussines judgement rule adalah salah satu dari beberapa doktrin dalam hukum

perusahaan untuk melindungi seorang direksi perusahaan dalam mengambil

keputusan. Pengambilan keputusan oleh dewan direksi tidak memiliki unsur

kepentingan pribadi, diputuskan berdasarkan informasi yang mereka percaya, oleh

keadaan yang tepat dan secara rasional serta keputusan tersebut adalah yang terbaik

untuk perusahaan. Artinya tidak ada unsur-unsur kekurangan (fraud) benturan

kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum (illegality), ataupun ada

47
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 32.

Universitas Sumatera Utara


46

konsep kesalahan yang disengaja (gross negligence). Sepanjang dewan direksi

bertindak berdasarkan prinsip bussiness judgement rule maka dewan direksi tidak

dapat dipersalahkan atas kerugian yang timbul di dalam perseroan terbatas tersebut.

Hal ini harus dibuktikan di pengadilan apakah dewan direksi telah bertindak

berdasarkan prinsip bussiness judgement rule atau menyimpang dari prinsip tersebut.

Apabila dewan direksi ternyata menyimpang dari prinsip bussiness judgement rule

maka dewan direksi berkewajiban mengganti kerugian secara tanggung renteng atas

kerugian yang timbul dalam perseroan terbatas akibat perbuatan yang dilakukannya.

Namun demikian apabila terbukti dipengadilan dewan direksi telah bertindak

berdasarkan prinsip bussiness judgement rule tersebut maka dewan direksi tidak

dapat dipersalahkan dan kepadanya tidak dapat dikenakan sanksi untuk melaksanakan

ganti rugi atas kerugian perseroan terbatas tersebut.48

Pasal 98 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan, direksi berwenang

mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Kemudian Pasal 99

Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa direksi yang tidak berwenang

mewakili perseroan apabila:

i. Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang

bersangkutan; atau

ii. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan

perseroan.

48
Darmadi Suhartono, Asas-asas Hukum Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta, 2014), hal. 95

Universitas Sumatera Utara


47

Jika hal tersebut di atas terjadi, maka berdasarkan Pasal 99 Ayat (2) UU No.

40 Tahun 2007 yang berhak mewakili perseroan adalah:

(1) Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan

perseroan;

(2) Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan

kepentingan dengan perseroan;

(3) Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi atau

dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Secara praktek di dalam pelaksanaan pengurusan PT direksi bertanggung

jawab atas pengurusan perseroan, mewakili perseroan baik di dalam maupun di laur

pengadilan, membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, disalah, RUPS dan

risalah rapat direksi, membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan,

memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perseroan dan dokumen

perseroan lainnya. Selain itu anggota direksi juga wajib melaporkan kepada perseroan

mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan / atau

keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam

daftar khusus.

Direksi juga wajib meminta persetujuan RUPS untuk

1. Mengalihkan kekayaan perseroan

2. Menjadikan jaminan hutang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari lima

puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih,

baik yang berkaitan dengan satu sama lain maupun tidak.

Universitas Sumatera Utara


48

3. Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada satu orang karyawan perseroan

atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan

perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.

c. Dewan Komisaris

Pengertian dewan komisaris dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007

adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau

khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Tugas

dewan komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2007

adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada

umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat

kepada direksi. 49

Pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dilakukan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selanjutnya

penjelasan Pasal 108 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh

dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk

kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan. Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris

terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut

49
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Kencana, 2010, hal. 105-106

Universitas Sumatera Utara


49

(1) Melakukan audit keuangan;

(2) Pengawasan atas organisasi perseroan;

(3) Pengawasan terhadap personalia.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris

yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota

dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, tetapi bertindak berdasar pada

keputusan dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 108 Ayat (3)

dan (4) UU No. 40 Tahun 2007. Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap

anggota direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi. Perseroan

yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan atau mengelola dana

masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat

atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan

komisaris.

Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas

kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas

pengawasan perseroan. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan

komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi

setiap anggota dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 Ayat

(3) dan (4) UU No. 40 Tahun 2007.

Pasal 114 Ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anggota

dewan komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tugas pengawasan

dan pemberian nasihat kepada direksi apabila dapat membuktikan:

Universitas Sumatera Utara


50

(1) Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

(2) Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung

atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

(3) Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

Mengenai klasifikasi perseroan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007,

tercantum pada Pasal 1 angka 7 dan Pasal 1 angka 8. Berdasarkan ketentuan tersebut,

klasifikasi perseroan dapat diuraikan di bawah ini.

a. Perseroan Tertutup

Penggabungan perseroan dapat dilakukan oleh perseroan tertutup dan

perseroan terbuka. Pengertian perseroan tertutup secara eksplisit tidak termuat dalam

UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan tertutup, pada dasarnya adalah badan hukum yang

memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan

tertutup memiliki ciri khusus jika dibandingkan dengan perseroan lain, antara lain

sebagai berikut:

1. Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close). Hanya

terbatas pada orang-orang yang masih kenal-mengenal atau pemegang sahamnya

hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi

orang luar;

Universitas Sumatera Utara


51

2. Saham perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, hanya sedikit

jumlahnya, dan dalam anggaran dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang

boleh menjadi pemegang saham;

3. Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atau orang-

orang tertentu secara terbatas. 50

Berdasar karakter demikian, perseroan semacam ini disebut dan diklasifikasi

perseroan yang bersifat “tertutup” (besloten vennotschap, close corporation). Atau

disebut juga perseroan terbatas keluarga (famalie vennootschap, corporate family).

Perseroan yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasikan lagi,

yang terdiri atas:

1) Murni Tertutup

Perseroan tertutup seperti ini disebut murni tertutup atau absolut tertutup,

karena tidak memberi ruang gerak kepada orang luar untuk menjadi pemegang

saham. Ciri perseroan yang murni tertutup dapat dijelaskan sebagai berikut:

(a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara

mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga

tertentu saja;

(b) Sahamnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu dimaksud;

(c) Dalam anggaran dasar ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh

dan terbatas diantara sesama pemegang saham saja.

50
Mulyadi Hardiman, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek¸(Jakarta : Rineka
Cipta 2013), hal. 65

Universitas Sumatera Utara


52

2) Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka

Tipe lain perseroan bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang

tidak murni atau tidak absolut tertutup. Cirinya, sebagian tetap tertutup, dan sebagian

lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut:

(a) Seluruh saham perseroan, dibagi menjadi dua kelompok;

(b) Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok

tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan

“saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas;

(c) Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapapun.

b. Perseroan Publik

Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan publik

adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal

disetor sesuai dengan ketentuan peraturan. Rujukan peraturan perundang-undangan

yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995

dalam hal ini Pasal 1 angka 22. Menurut Pasal ini, agar perseroan menjadi perseroan

publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) Saham perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300

(tiga ratus) pemegang saham;

(2) Memiliki modal disetor (gestor capital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp.

3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);

(3) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang

ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


53

Jika perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas, perseroan itu

harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007, menurut Pasal tersebut:

(1) Perseroan yang telah memenuhi sebagai perseroan publik, wajib mengubah

anggaran dasar menjadi perseroan terbuka (Perseroan Tbk);

(2) Perubahan anggaran dasar dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut;

(3) Selanjutnya, direksi perseroan wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal.

c. Perseroan Terbuka

Pasal 1 angka 7 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa, perseroan

terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum

saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar

modal. Dengan demikian, maksud dari perseroan terbuka menurut Pasal 1 angka 7

UU No. 40 Tahun 2007 adalah:

(1) Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8

Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang-kurangnya 300 (tiga

ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga

miliar rupiah);

(2) Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di bursa

efeknya kepada masyarakat luas.

Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Pasal 1

angka 6 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, emiten adalah pihak

Universitas Sumatera Utara


54

yang melakukan penawaran umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan

emiten, setelah lebih dulu mendaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan

ketentuan Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan berfungsi

melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar

Modal. OJK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

B. Prosedur Pelaksanaan Pendirian Perseroan Terbatas (PT) Berdasarkan


Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PT

Indonesia memasuki babak baru lalu lintas perdagangan, pasca reformasi

pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang menunjukkan nilai yang positif, sektor

bisnsi tumbuh pesat dan memberikan harapan yang berdampak terhadap

kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang pesat juga didukung oleh

adanya kepastian hukum bagi pelaku-pelaku bisnis.

Pemerintah era reformasi mulai menerapkan kebijakan ekonomi terbuka, tidak

diskriminatif dan berkepastian hukum. Negara memberikan kemudahan lewat

kebijakan yang dimanifestasikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia yang bertujuan mendorong kemajuan

ekonomi nasional adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995

yang dipandang sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Para pelaku

usaha dimudahkan untuk membentuk perseroan terbatas melalui Undang-Undang No.

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan syarat-syarat yang dipermudah

untuk mendirikan perseroan terbatas tersebut.

Universitas Sumatera Utara


55

Untuk mendirikan PT dibutuhkan minimal 2 (dua) orang sebagai Pendiri

Perseroan yang juga sekaligus bertindak sebagai Pemegang Saham di dalam

Perseroan. Pengecualian terhadap ketentuan ini adalah terhadap perseroan milik

negara dalam hal ini adalah BUMN dan BUMND yang seluruh sahamnya dapat

dikuasai oleh negara. Demikian pula halnya dengan perseroan terbatas yang telah go

public di pasar modal dimana pemegang sahamnya bisa lebih dari dua, karena

perseroan terbatas tersebut telah memperdagangkan sahamnya di bursa saham

sehingga siapa saja dapat memiliki saham dari perseroan terbatas tersebut. Itu

sebabnya perseroan terbatas yang telah memperdagangkan sahamnya di bursa saham

disebut dengan perseroan terbatas terbuka (tbk), sedangkan perseroan terbatas yang

belum go public atau yang belum memperdagang sahamnya di bursa saham disebut

dengan perseroan terbatas tertutup. Para pendiri PT disini adalah Warga Negara

Indonesia yang turut menyertakan modal ke dalam perseroan, dengan ketentuan

minimum Modal Dasar Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah).51 Bagi investor

asing kecuali diatur sebaliknya dapat melaksanakan investasi asing di Indonesia

dengan mendirikan perusahaan investasi asing berdasarkan UUPT dengan cara

mendirikan PT penanaman modal asing (PT PMA) yang dapat dilakukan dengan

kepemilikan saham pada saat pendirian perusahaan atau pembelian saham dalam

perusahaan yang sudah didirikan baik PT maupun PT PMA.

51
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2008), hal.89

Universitas Sumatera Utara


56

Mengenai perseroan terbatas yang bergerak di bidang perbankan di atur di

dalam ketentuan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 21

menyebutkan bahwa, “Bank umum hanya dapat berbentuk badan usaha perseroan

terbatas, koperasi atau perusahaan daerah. Sedangkan untuk PMA berlaku undang-

Undang No. 25 Tahun 2007 tentang PMA yang mengatur tentang bentuk badan usaha

PMA sebagaimana termuat di dalam Pasal 5 ayat (2) yang menyebutkan bahwa,

“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum

Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang”

Para pendiri juga dapat bertindak sebagai Pengurus di dalam Perseroan ini

baik sebagai Direktur atau Komisaris. Jika terdapat jumlah Direktur atau Komisaris

lebih satu orang maka salah satu dapat diangkat sebagai Direktur Utama atau sebagai

Komisaris Utama. Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) adalah menetapkan Kerangka

Anggaran Dasar Perseroan sebagai acuan untuk dibuatkan akta otentik sebagai akta

pendirian oleh Notaris yang berwenang.

Kerangka Anggaran Dasar Perseroan meliputi;

1. Pendiri Perseroan

Harus menetapkan Nama Para Pendiri Perseroan dengan ketentuan seperti

dibawah ini;

a. Jumlah Pendiri minimal 2 (dua) orang.

b. Pendiri harus Warga Negara Indonesia kecuali pendirian PT yang dimaksud

adalah dalam rangka fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA).

Universitas Sumatera Utara


57

c. Para pendiri pada saat perseroan ini didirikan yaitu saat Pembuatan Akta

Pendirian PT harus menjadi Pemegang Saham didalam Perseroan.

d. Para pendiri juga dapat diangkat sebagai salah satu pengurus baik sebagai

Direktur atau Komisaris dan jika Anggota Direktur atau Komisaris lebih dari

satu orang maka salah satu dapat diangkat menjadi Direktur Utama atau

Komisaris Utama.52

2. Nama Perseroan Terbatas

Penetapkan Nama dan Tempat kedudukan perseroan melakukan kegiatan

usaha seperti di bawah :

a. Mengingat pemakaian PT tidak boleh sama atau mirip sekali dengan Nama PT

yang sudah ada maka yang perlu siapkan adalah 2 atau 3 pilihan nama PT,

usahakan nama PT mencerminkan kegiatan usaha anda.

b. Sebelum akta dibuat Notaris akan melakukan pengecekan terlebih dahulu

untuk mengetahui Nama PT tersebut bisa gunakan atau tidak…. Jika bisa

sebaiknya anda langsung melakukan pemesanan untuk menghindari nama

tersebut akan digunakan oleh pihak lain

c. Pemakaian nama Perseroan Terbatas diatur oleh Peraturan Pemerintah No.26

tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.

52
Agus Budiarto. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 87.

Universitas Sumatera Utara


58

d. Kedudukan perseroan harus berada di wilayah Republik Indonesia dengan

menyebutkan nama Kota dimana perseroan melakukan kegiatan usaha sebagai

Kantor Pusat.

3. Maksud & Tujuan serta Kegiatan Usaha

Penetapkan Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha seperti dibawah;

1. Setiap perseroan yang didirikan dapat melakukan kegiatan usaha yang sama

dengan perseroan lain atau berbeda, bersifat khusus atau umum sesuai dengan

keinginan para pendiri perseroan. Namun ada beberapa bidang usaha yang

hanya bisa didirikan dengan ketentuan modal tertentu sesuai dengan peraturan

yang mengatur kegiatan usaha tersebut.

2. Untuk memudahkan dalam menyediakan informasi mengenai Maksud dan

Tujuan serta Kegiata Usaha Perseroan .

4. Modal Perseroan53

Menetapkan Besarnya Modal Dasar, Modal ditempatkan, Modal disetor serta

Siapa saja yang menjadi Pemegang saham dan berapa jumlahnya seperti dibawah ini;

1. Perseroan Terbatas harus memiliki modal dasar minimal Rp. 50.000.000,-

(limapuluh juta) kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang atau Peraturan

yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha tertentu di Indonesia.

Dalam hal ini sesuai ketentuan yang termuat di dalam Pasal 33 UUPT No. 40

Tahun 2007 maka para pendiri PT sudah harus menyetorkan modal

ditempatkan secara penuh sebesar 25% dari modal dasar. Apabila modal dasar
53
Ibid.hal. 114

Universitas Sumatera Utara


59

perseroan terbatas tersebut sebesar Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)

maka para pendiri perseroan terbatas wajib menyetorkan modal ditempatkan

secara penuh sebesar dua puluh lima persern dari modal dasar yaitu masing-

masing sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

2. Dari modal dasar tersebut minimal 25% (duapuluhlima persen) atau sebesar

Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yaitu Rp. 12.500.000,- (duabelasjuta

limaratus ribu) harus sudah ditempatkan dan disetor penuh pada saat akan

mengajukan permohonan Persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI.

3. Pemegang saham untuk pertama kali adalah Pendiri Perseroan jumlahnya

minimal 2 (dua) orang, ditentukan sendiri berapa jumlah modal yang

ditempatkan dan disetor oleh para pendiri perseroan.

5. Pengurus Perseroan

Menetapkan siapa saja yang akan diangkat dan menjadi Pengurus Perseroan

yaitu; Direktur dan Komisaris.

1. Jumlah pengurus dalam perseroan minimal 2 (dua) orang, satu sebagai Direktur

dan satu lagi sebagai Komisaris

2. Jika jumlah pengurus lebih dari 2 (dua) orang, misalnya yang akan menjadi

Direktur ada 2 dan Komisaris 1 orang, maka salah satu Direktur diangkat

menjadi Direktur Utama begitu juga jika komisaris ada 2 orang maka salah satu

diangkat menjadi Komisaris Utama.

3. Dalam hal ini pendiri perseroan dapat diangkat sebagai Direktur atau Komisaris

atau mengangkat sesorang menjadi Direktur atau Komisaris didalam Perseroan.

Universitas Sumatera Utara


60

6. Jangka Waktu Berdirinya Perseroan54

Dalam hal ini direktur selaku pendiri dapat menetapkan Jangka Waktu

Berdirinya Perseroan…selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau bahkan tidak perlu

ditentukan lamanya artinya berlaku seumur hidup.

Setelah langkah No. 1 s.d 7 telah ditentukan, maka sudah siap untuk

mengajukan permohonan akta pendirian sebagai langkah awal berdirinya Perusahaan.

Setelah Akta Pendirian selesai dibuat, yang harus dilakukan adalah melengkapi

pendaftaran dan perizinan yang harus dimiliki untuk dapat melakukan kegiatan usaha

seperti; Domisili Perusahaan, NPWP, SP-PKP, Pengesahan Menteri Hukum & HAM

RI, SIUP atau Izin Usaha Lainnya dan TDP.55

Tahapan Proses Pendirian Dan Perizinan PT berdasarkan ketentuan Pasal 7

sampai dengan Pasal 12 UUPT No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

a. TAHAP 1 : Persiapan (Konsultasi, Pengisian Formulir Pendirian PT dan Surat

Kuasa)

Konsultasi diperlukan untuk mengetahui ruang lingkup pendirian PT, biaya dan

cara pembayaran, prosedur dan persyaratan yang dibutuhkan untuk pendaftaran

dan perizinan serta berbagai aspek terkait dengan kegiatan usaha yang akan

dilaksanakan perseroan. Persiapan dilakukan oleh para pendiri peseroan dengan

54
Bagir Manan, Era Baru Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2010), hal. 55
55
Ratnawaty Prasodjo, Modal dan Saham Perseroan Terbatas, (Jakarta : Rajawali Grafindo
Persada, 2010), hal. 99

Universitas Sumatera Utara


61

mengisi formulir dan surat kuasa pendirian. Lama Proses; tergantung para pendiri

perseroan

b. TAHAP 2 : Pemeriksaan Formulir, Surat kuasa dan Pengecekan Nama PT

Pemeriksaan formulir dan surat kuasa dilakukan untuk memastikan kebenaran

data yang disampaikan. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui Apakah nama

perseroan yang anda pilih sudah dimiliki perusahaan lain atau belum, jika belum

nama tersebut langsung bisa didaftarkan oleh notaris melalui SISMINBAKUM.

Jika nama perseroan sudah dimiliki, maka anda harus mengganti dengan nama

yang lain. Persyaratan :

1) Melampirkan asli Formulir dan Surat Kuasa Pendirian PT

2) Melampirkan copy KTP para pendiri dan pengurus

3) Melampirkan copy KK pimpinan perusahaan (pesero aktif/direktur perseroan)

4) Lama Proses; 1 (satu) hari kerja setelah Formulir & Surat kuasa diterima

c. TAHAP 3 : Pendaftaran dan Persetujuan pemakaian nama PT

Proses pendaftaran dilakukan oleh Notaris untuk mendapatkan Persetujuan

dari Instansi terkait (Menteri Hukum dan HAM RI) sesuai dengan Undang-undang

No. 40 tahun 2007 tentang PT dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang

"Pemakaian Nama Perseroan Terbatas" . Lama Proses Persetujuan; 5 (lima) hari kerja

setelah permohonan diajukan

d. TAHAP 4 : Pembuatan Draft/Notulen Anggaran Dasar PT

Draf/Notulen anggaran dasar dibuat berdasarkan informasi yang dibuat oleh

para pendiri perseroan didalam Formulir pendirian PT dan Surat Kuasa. Lama proses;

Universitas Sumatera Utara


62

1 (satu) hari kerja setelah permohonan diajukan Persyaratan yang dibutuhkan; sama

dengan Tahap 2

e. TAHAP 5 : Pembuatan Akta Pendirian PT oleh Notaris yang berwenang

Proses pembuatan Akta Pendirian dilakukan setelah Nama PT disetujui akta

pendirian PT akan dibuat dan ditandatangani oleh notaris yang berwenang dan dibuat

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang "perseroan terbatas". Lama Proses; 1 (satu) hari kerja setelah permohonan

diajukan. Persyaratan : melampirkan Copy KTP Pendiri Perseroan dan Copy KTP

Pengurus jika berbeda dengan Pendiri Perseroan

f. TAHAP 6 : Surat Keterangan Domisili Perusahaan

Permohonan Surat Keterangan Domisili diajukan kepada Kepala Kantor

Kelurahan setempat sesuai dengan Alamat Kantor perusahaan berada, sebagai bukti

keterangan/keberadaan alamat perusahaan, Lama Proses; 2 (dua) hari kerja setelah

permohonan diajukan. Persyaratan lain yang dibutuhkan :

1) Copy Kontrak/Sewa tempat usaha atau bukti kepemilikan tempat usaha

2) Surat keterangan dari pemilik gedung apabila bedomisili di gedung perkantoran

3) Copy PPB tahun terakhir sesuai tempat usaha untuk perusahaan yang berdomisili

di ruko/rukan

g. TAHAP 7 : NPWP-Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan sebagai

Wajib Pajak

Permohonan pendaftaran nomor pokok wajib pajak diajukan kepada Kepala

Kantor Pelayanan pajak sesuai dengan keberadaan domisili perusahaan. Lama

Universitas Sumatera Utara


63

Proses NPWP; 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diajukan dan Lama Proses SKT

wajib pajak; 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diajukan. Persyaratan lain yang

dibutuhkan adalah Bukti PPN atas sewa/kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili

di gedung perkantoran

h. TAHAP 8 : Pengesahan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia

Permohonan ini diajukan oleh Notaris kepada Menteri Hukum dan HAM RI

untuk mendapatkan pengesahan anggaran dasar perseroan (akta pendirian) sebagai

Badan Hukum PT sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang "Perseroan

Terbatas" . Lama Proses; 25 (duapuluh lima) hari kerja setelah Permohonan diajukan.

Persyaratan lain yang dibutuhkan adalah melampirkan bukti setor bank senilai modal

disetor dalam Akta Pendirian.

i. TAHAP 9 : UUG/SITU-Surat Izin Tempat Usaha

UUG/SITU Ini diperlukan untuk proses Izin Usaha Industri/Tanda Daftar

Industri atau SIUP-Surat Izin Usaha Perdagangan atau untuk Izin kegiatan usaha yang

dipersyaratkan adanya UUG/SITU berdasarkan Undang-undang Gangguan.

j. TAHAP 10 : SIUP-Surat Izin Usaha Perdagangan

Permohonan SIUP diajukan kepada Dinas Perdagangan Kota/Kabupaten/

Propinsi sesuai dengan keberadaan domisili Perusahaan. Lama Proses; 10 (sepuluh)

hari kerja setelah permohonan diajukan.

k. TAHAP 11 : TDP-Tanda Daftar Perusahaan

Permohonan pendaftaran diajukan kepada Kantor Dinas Perindustrian &

Perdagangan Kota/Kabupaten cq. Kantor Pendaftaran perusahaan sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


64

domisili perusahaan. Bagi perusahaan yang telah terdaftar akan diberikan sertifikat

tanda daftar perusahaan sebagai bukti bahwa Perusahaan/Badan Usaha telah

melakukan Wajib Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang "penyelenggaraan pendaftaran

perusahaan". Lama Proses; 14 (empatbelas) hari kerja setelah permohonan diajukan.

Pasal 5 Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

menyebutkan bahwa,

1) Setiap perusahaan wajib di daftar dalam perusahaan

2) Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang

bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat

kuasa yang sah

3) Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban

untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah

memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan dari pada kebebasan tersebut.

4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah

Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang

pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.

Dikecualikan dari wajib daftar ialah

a. Setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan / perjam seperti

diatur di dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1969

Universitas Sumatera Utara


65

b. Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya

sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang

terdekat serta tidak memerlukan suatu badan hukum atau suatu badan

persekutuan.

Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan

yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik

Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk

di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan

perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan

perjanjian. Perusahaan yang wajib didaftarkan tersebut berbentuk

1. Badan hukum termasuk di dalamnya koperasi

2. Persekutuan

3. Perorangan

4. Perusahaan lainnya di luar yang tersebut di atas.

l. TAHAP 12 : Pengumuman Dalam Berita Acara Negara RI

Setelah perusahaan melakukan wajib daftar perusahaan dan telah

mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman & HAM RI, maka harus

diumumkan dalam berita negara dan Perusahaan yang telah diumumkan dalam berita

negara, maka perusahaan tersebut telah sempurna statusnya sebagai Badan

Hukum. Lama Proses; 90 (sembilanpuluh) Hari kerja.

Apabila tahapan-tahapan pendirian perseroan terbatas tersebut tidak dipatuhi

termasuk ketentuan-ketentuan mengenai penyetoran penuh modal ditempatkan oleh

Universitas Sumatera Utara


66

pendiri perseroan terbatas tersebut, maka akibat hukumnya adalah bahwa perseroan

terbatas tersebut tidak merupakan suatu badan hukum dan segala tindakan para

pengurus perseroan terbatas tersebut adalah merupakan perbuatan pribadi para

pengurusnya dan apabila menimbulkan kerugian kepada pihak lain maka pihak

pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang ditimbulkan

dari perbuatan hukum para pengurusnya tersebut. Selain itu akibat hukum lainnya

adalah bahwa harta pendiri / pemegang saham dan pengurus belum terpisahkan dari

harta perseroan, sehingga apabila terjadi kerugian terhadap pihak lain maka pihak lain

dapat menuntut ganti rugi secara pribadi kepada para pendiri, pengurus dari perseroan

terbatas tersebut termasuk harta pribadi para pendiri dan pengurus perseroan tersebut

dapat digugat oleh pihak ketiga yang dirugikan oleh perbuatan hukum para pendiri

dan pengurus perseroan terbatas yang belum memperoleh pengesahan sebagai badan

hukum tersebut.

C. Kedudukan Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal


Yang Ditempatkan

Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah “badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Hal ini

dinyatakan dengan tegas di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 40

tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan persekutuan modal perseroan terbatas

Universitas Sumatera Utara


67

tersebut adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Wujud nyata dari

modal perseroan terbatas tersebut adalah dalam bentuk saham.

Pasal 31 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

menyebutkan bahwa, “Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal

saham”. Selanjutnya Pasal 32 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas menyebutkan bahwa,

1. Modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
2. Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan
jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal
dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya ketentuan di dalam Pasal 33 Undang-Undang No. 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa :

1. Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar yang sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) harus ditempatkan dan disetor.
2. Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud tersebut di atas
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
3. Penyeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah
modal yang ditempatkan harus disetor penuh.
4. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau
dalam bentuk lainnya.
5. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana
dimaksud di atas penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai
wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak
terafiliasi dengan perseroan
6. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan
dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
setelah akta pendirian ditanda tangani atau setelah RUPS memutuskan
penyetoran saham tersebut.

Untuk mendirikan perseroan terbatas maka perseroan terbatas wajib memiliki

modal dasar perseroan yang harus dituangkan dalam anggaran dasar yang dimuat

Universitas Sumatera Utara


68

dalam akta pendirian perseroan terbatas. Modal dasar perseroan terbatas harus

ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) yang

dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Bukti penyetoran yang sah wajib

disampaikan secara elektronik kepada menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam waktu paling lama 60

(enam puluh hari) terhitung sejak tanggal akta pendirian perseroan terbatas di tanda

tangani. Jika dalam waktu tersebut di atas tidak distor dan tidak di upload, maka

Kementrian tidak melayani segala sesuatu tentang PT tersebut. Pada saat

penandatanganan akta pendirian, tidak dibutuhkan bukti setor, cukup surat pernyataan

saja untuk permohonan pengesahan Badan Hukum. Seluruh modal yang ditempatkan

oleh pendiri wajib disetor penuh. Besaran modal dasar perseroan terbatas ditentukan

berdasarkan kesepakatan para pendiri perseroan terbatas.56

Apabila para pendiri PT tersebut belum menunaikan secara penuh kewajiban

untuk menyetorkan modal yang harus ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para

pendiri PT, maka para prinsipnya para pendiri belum dapat dikatakan sebagai

pemegang saham perseroan terbatas tersebut, meskipun PT tersebut telah disahkan

sebagai badan hukum. Oleh karena itu kedudukan para pendiri PT baru dapat

dikatakan sebagai pemegang saham pada saat para pendiri PT tersebut melakukan

kewajibannya untuk menyetorkan secara penuh modal disetor ke dalam PT tersebut.

Hal ini merupakan suatu persyaratan yang diwajibkan Undang-Undang No. 40 tahun

56
Sunandar Rachwanto, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2014), hal. 32

Universitas Sumatera Utara


69

2007 tentang Perseroan terbatas apabila para pihak akan melakukan pendirian PT

dengan menggunakan akta otentik notaris.57

Sebagaimana diketahui bahwa perseroan terbatas adalah merupakan suatu

persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pendirinya,

dimana para pendiri tersebut telah membuat kesepakatan terlebih dahulu sebelum

dilakukannya pembuatan akta pendirian PT melalui akta notaris. Perjanjian yang

dilakukan diantara para pendirian PT merupakan suatu kesepakatan yang berlaku

sebagai undang-undang bagi para pendiri tersebut agar dapat dipatuhi dan

dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini tertuang di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat

(1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Selanjutnya

ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Perjanjian yang

telah dibuat secara sah tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Oleh karena

itu berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata tersebut di atas

maka para pendiri PT harus memenuhi janjinya dalam menyetorkan modal yang

harus ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para pendiri PT. Hal ini sesuai

dengan janji para pendiri PT dalam hal jumlah kepemilikan saham yang telah

diperjanjikan terlebih dahulu oleh masing-masing para pendiri PT tersebut sebelum

dilaksanakannya pembuatan akta pendirian PT oleh/dihadapan notaris. 58

57
Yusmanto Hardiman, Prosedur dan Tata Cara Pendirian PT dan Pengesahannya sebagai
Badan Hukum, (Surabaya : Mitra Ilmu, 2014), hal. 77
58
Sudaryati, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 2010), hal. 23

Universitas Sumatera Utara


70

Perbuatan para pendiri yang tidak menyetorkan modal yang harus

ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para pendiri PT, tidak hanya melanggar

ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas tetapi juga

telah melakukan perbuatan wanprestasi terhadap sesama para pendiri PT karena pada

prinsipnya perseroan terbatas tersebut didirikan atas perjanjian atau kesepakatan para

pendiri. Oleh karena itu para pendiri selain telah melakukan perbuatan melawan

hukum dalam hal ini Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang PT juga telah

melakukan perbuatan wanprestasi diantara sesama para pendiri PT karena tidak

memenuhi prestasinya dalam membayar penuh 25 (dua puluhlima persen) dari modal

dasar yang harus ditempatkan di setor secara penuh tersebut. Perbuatan melawan

hukum dan perbuatan wanprestasi dari para pendiri untuk menyetorkan secara penuh

dari modal dasar yang harus ditempatkan dan disetor penuh kepada PT yang

didirikannya tersebut mengakibatkan para pendiri belum sepenuhnya dapat dikatakan

sebagai pemilik saham dan kedudukan PT tersebut juga belum dapat dikatakan

memenuhi semua syarat sebagai badan usaha yang berbadan hukum sebagaimana

ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PT tersebut.

Perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang bertentangan

dengan undang-undang dan juga melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan

kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat dan bertentangan dengan kesusilaan

maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan yang diakui umum. Ada empat

unsur perbuatan melawan hukum yaitu :

Universitas Sumatera Utara


71

1. Perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

belaku

2. Adanya unsur kesalahan

3. Adanya unsur kerugian terhadap pihak lain atas perbuatan melawan hukum

tersebut

4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dan

kerugian yang ditimbulkan sehingga si pelaku wajib mempertanggung

jawabkannya secara hukum.

Apabila para pendiri PT telah menandatangani akta pendirian PT tersebut

tanpa menunaikan kewajibannya dalam melakukan pelunasan pembayaran modal

ditempatkan yang harus disetor penuh pada PT tersebut, maka akta pendirian PT

tersebut menjadi cacat hukum dan tidak memiliki legalitas dan keabsahan untuk

diproses sebagai badan hukum. Hal ini disebabkan karena para pendiri PT tersebut

telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan sengaja melanggar ketentuan

Pasal 33 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT tersebut.

Bukti penyetoran lunas modal ditempatkan akan di appload oleh notaris

dengan menggunakan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) agar perseroan

terbatas sebagai badan hukum tersebut dapat dilayani oleh Kementerian Hukum dan

HAM apabila terjadi perubahan data perseroan. Apabila bukti penyetoran lunas

modal ditempatkan tidak diappload pada SABH oleh notaris maka perseroan terbatas

tersebut tidak akan dilayani oleh Kemenkum Ham dalam pelaksanaan perubahan data

perseroan terbatas tersebut.

Universitas Sumatera Utara


72

Apabila dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu teori peralihan hak kebendaan (saham) maka perbuatan wanprestasi sekaligus

perbuatan melawan hukum dari para pendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya

secara penuh dalam hal menyetorkan modal ditempatkan tersebut mengakibatkan hak

pemegang saham dalam melakukan pengalihan saham yang dikuasainya tidak dapat

dilakukan karena kewajiban yang seharusnya dipenuhi oleh pemegang saham tersebut

belum dilaksanakannya secara penuh. Oleh karena itu berlaku asas exceptio non

adempleti contracting yang berarti dengan terjadinya penundaan kewajiban dari para

pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal ditempatkan maka hak

pemegang saham tersebut untuk memperoleh deviden dari perusahaan perseroan

terbatas dapat ditunda pula hingga pelaksanaan kewajiban tersebut dilaksanakan

secara penuh oleh pemegang saham tersebut.

Selain itu penandatanganan akta pendirian PT yang dilanjutkan dengan proses

pengurusannya sebagai badan hukum oleh notaris juga mengandung cacat hukum.

Karena telah mengandung cacat hukum maka akibat hukum dari pembuatan akta

pendirian PT sampai pengesahannya sebagai badan hukum oleh kementerian hukum

dan HAM yang membuat status hukum para pendiri PT beralih menjadi para

pemegang saham, juga mengandung cacat hukum, oleh karena itu status para

pemegang saham juga cacat hukum dan tidak memiliki legalitas dan keabsahan secara

hukum sebagai pemegang saham. Oleh karena pemegang saham tidak memiliki

legalitas dan keabsahan secara hukum berdasarkan Pasal 33 UU No.40 Tahun 2007,

maka oleh sebab itu kedudukan para pemegang saham tersebut menjadi tidak sah,

Universitas Sumatera Utara


73

tidak berwenang dan tidak memiliki hak secara hukum untuk menerima pembagian

deviden dari PT secara penuh sesuai saham yang dimilikinya. Penerimaan deviden

bagi penerima saham bagi para pemegang saham yang tidak memenuhi kewajibannya

secara penuh tersebut hanya berhak sebatas jumlah penyetoran modal ditempatkan

dari modal dasar yang telah disetornya tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa pembagian deviden bagi para pemegang saham yang tidak melaksanakan

kewajibannya secara penuh dalam menyetorkan modal ditempatkan hanya sebatas

ditempatkan yang telah disetornya saja. Pada pemegang saham tersebut tidak berhak

atas pembagian deviden secara penuh sebagaimana layaknya para pemegang saham

yang telah melaksanakan kewajibannya secara penuh tersebut. 59

Apabila para pemegang saham tersebut akan mengalihkan sahamnya kepada

pihak lain, maka perbuatan pengalihan saham yang dilakukan oleh para pemegang

saham yang belum menunaikan kewajibannya secara penuh tersebut menjadi tidak

sah secara hukum dan tidak berkekuatan hukum. Hal ini disebabkan karena para

pemegang saham tersebut secara undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang PT

bukan merupakan pemegang saham, karena itu tidak berwenang untuk

mengalihkan/menjual sahamnya kepada pihak lain. Perbuatan para pemegang saham

yang belum menunaikan kewajibannya untuk menyetorkan secara dari modal

ditempatkan ke dalam PT tersebut adalah juga perbuatan melawan hukum yang dapat

59
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan
Yurisprudensi, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hal. 26

Universitas Sumatera Utara


74

digugat oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan atas tindakan pengalihan/penjualan

saham PT yang dimilikinya tersebut kepada pihak lain.

Para pendiri dapat digugat oleh pihak lain ke pengadilan dengan gugatan

perbuatan melawan hukum dan perbuatan wanprestasi karena tidak memenuhi

kewajibannya secara penuh dalam hal penyetoran dari modal ditempatkan dan disetor

secara penuh oleh para pendiri PT tersebut baik dengan gugatan Pasal 1365 KUH

Perdata maupun dengan menggunakan Pasal 1243 KUH Perdata yang mengatur

ketentuan tentang perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.

Pendirian perseroan terbatas merupakan suatu kesepakatan yang didasarkan

kepada perjanjian dari para pemegang pendiri. Apabila ada pihak pendiri yang tidak

melaksanakan kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan sebagaimana

termuat di dalam ketentuan Pasal 33 UUPT maka pendiri tersebut telah melakukan

perbuatan wanprestasi terhadap para pendiri lainnya yang telah menyetor penuh

modal ditempatkan sebagai kewajibannya. Oleh karena itu para pendiri yang belum

melaksanakan kewajibannya tersebut secara hukum dapat dipaksa oleh para pendiri

lainnya untuk memenuhi kewajibannya tersebut karena wanprestasi yang dilakukan

oleh pendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya tersebut berakibat timbulnya

kerugian kepada para pendiri lainnya yang telah melaksanakan kewajibannya. Oleh

karena itu wanprestasi sebagai suatu perbuatan melawan hukum, dalam hal ini adalah

perjanjian pendirian PT diantara sesama pendiri harus memperoleh sanksi berupa

ganti rugi yang didasarkan kepada ketentuan Pasal 1238, 1243 KUH Perdata tentang

wanprestasi dan juga dapat digugat ganti rugi oleh pihak yang merasa dirugikan ke

Universitas Sumatera Utara


75

pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Selain itu perbuatan

wanprestasi yang dilakukan oleh pendiri yang belum melaksanakan kewajibannya

secara penuh tersebut sekaligus pula telah melakukan perbuatan melawan hukum

dalam hal ini adalah melawan ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007.60

Disebutkan bahwa para pendiri belum sepenuhnya menjadi pemegang saham

karena tidak melaksanakan kewajibannya secara penuh didasarkan kepada ketentuan

UUPT khususnya Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa, “Paling sedikit 25%

(dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32

harus ditempatkan dan disetor penuh”. Dengan demikian para pendiri telah

melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat

(1) UUPT, termasuk pula ketentuan PP 29 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa,

“Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut harus dibuktikan melalui


tanda bukti penyetoran yang sah dan harus dilampirkan pada saat pelaksanaan
pengesahan perseroan terbatas tersebut sebagai badan hukum secara
elektronik dalam tempo enam puluh hari setelah penandatanganan akta
pendirian perseroan terbatas tersebut”.

Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang karena

perbuatannya mengakibatkan terjadinya kerugian kepada orang lain maka orang yang

menimbulkan kerugian tersebut wajib mengganti rugi atas perbuatannya tersebut

kepada pihak yang dirugikan”. Pasal 1243 KUH Perdata menyebutkan bahwa,

“Penggantian biaya kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan

mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai tetap lalai untuk

60
Abdurahman Riswandy, Wanprestasi Dan Melawan Hukum, dalam ketentuan Hukum
Perdata, (Jakarta : Pustaka Ilmu, 2012), hal. 95

Universitas Sumatera Utara


76

memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Oleh karena itu pihak

yang melakukan wanprestasi harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan

bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu

atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan karena

sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya

walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.61

Meskipun secara normatif kewajiban untuk menyetor secara penuh modal

yang ditempatkan tersebut tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang No. 40

tahun 2007 tentang PT mengenai sanksinya, akan tetapi Undang-Undang PT tersebut

telah mewajibkan setiap pendiri PT harus / wajib menyetorkan modal ditempatkan

secara penuh sebagai syarat sahnya para pendiri PT beralih status menjadi pemilik

saham/modal. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka kedudukan para

pendiri belum dapat dikatakan sebagai pemilik saham, karena syarat sahnya para

pendiri telah menjadi pemilik saham adalah dipenuhinya seluruh kewajiban untuk

menyetorkan modal ditempatkan dan disetor secara penuh terhadap PT. Oleh karena

itu dapat dikatakan bahwa apabila para pendiri belum memenuhi kewajiban untuk

melakukan penyetoran modal yang harus ditempatkan dan disetor secara penuh

tersebut maka kedudukan hukum para pendiri belum dapat dikatakan sebagai pemilik

/pemegang saham secara penuh.49

61
Hendrawan Suharnanto, Wanprestasi Sebagai Bagian Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta
: Rajawali Press, 2014), hal. 55

Universitas Sumatera Utara


77

Bila dikaitkan dengan teori hukum perjanjian dan teori levering yang

digunakan dalam penelitian ini maka para pendiri yang tidak melaksanakan

kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan maka pemegang saham

tersebut telah melakukan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum baik

terhadap perjanjian pendirian PT maupun terhadap Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun

2007. Karena pada dasarnya pendirian PT adalah suatu perjanjian diantara para

pendirinya, dan oleh karena itu perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang

yang harus dipatuhi dan dilaksanakan secara baik dan benar oleh pihak-pihak yang

melakukan perjanjian tersebut. Terhadap teori levering yang digunakan dalam

penelitian ini maka pada dasarnya setiap saham yang ada dan dimiliki para pemegang

saham merupakan suatu benda bergerak tak berwujud yang penyerahannya harus

dilakukan secara nyata.

Penyerahan / peralihan hak kepemilikan atas saham dari para pemegang

saham harus dibuat dengan jelas dalam suatu akta otentik notaris oleh pihak yang

berwenang atas saham tersebut. Namun dalam penelitian ini pemegang saham yang

tidak memenuhi kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempat maka

pemegang saham tersebut tidak berwenang atas kepemilikan saham yang dimilikinya

sehingga akibat hukumnya adalah bahwa pemegang saham tersebut tidak memiliki

kewenangan dalam melaksanakan penyerahan / peralihan hak kepemilikan (levering)

terhadap saham yang dimilikinya tersebut kepada pihak lain.

Bila dikaitkan dengan teori hukum perjanjian dan teori peralihan hak

kebendaan berupa saham yang digunakan dalam penelitian ini maka perbuatan

wanprestasi dari pendiri / pemegang saham perseroan terbatas yang belum

melaksanakan kewajibannya secara penuh dalam menyetorkan modal ditempatkan ke

Universitas Sumatera Utara


78

dalam perseroan terbatas mengakibatkan pendirian perseroan terbatas tersebut cacat

hukum karena perbuatan dari para pendiri / pemegang saham tersebut merupakan

suatu perbuatan wanprestasi sekaligus merupakan perbuatan melawan hukum UUPT

No. 40 Tahun 2007. Oleh karena itu teori hukum perjanjian yang digunakan dalam

penelitian ini yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, ternyata dilanggar

oleh pendiri / pemegang saham perseroan terbatas dengan cara tidak melaksanakan

kewajibannya secara penuh dalam hal penyetoran modal ditempatkan ke dalam

perseroan terbatas tersebut.

Perbuatan wanprestasi dari pendiri / pemegang saham tersebut yang telah

mengingkari perjanjian yang telah disepakatinya bersama para pendiri / pemegang

saham yang lain mengakibatkan terjadinya cacat hukum dalam pendirian perseroan

terbatas tersebut. Akibat terjadinya cacat hukum dalam pendirian perseroan terbatas

tersebut maka peralihan hak atas benda bergerak berupa saham yang dikuasai oleh

pendiri / pemegang saham yang belum melaksanakan kewajibannya secara penuh

tersebut belum dapat dilakukan, dan juga pemberian deviden juga belum dapat

dilaksanakan sampai kewajiban para pendiri / pemegang saham tersebut dilaksanakan

secara penuh, dengan kata lain bahwa hak-hak pendiri / pemegang saham dalam hal

peralihan hak kebendaan / saham dan pembagian deviden dari perusahaan ditunda

pelaksanaanya menunggu pemenuhan kewajiban dari para pendiri / pemegang saham

perseroan terbatas tersebut dalam menyetorkan secara penuh modal ditempatkan ke

dalam perseroan.

Universitas Sumatera Utara


79

BAB III

HAK PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK MENYETORKAN PENUH


MODAL DITETAPKAN ATAS DEVIDEN DARI PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas sebagai suatu bentuk badan usaha merupakan lembaga

ekonomi yang didirikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Kemajuan

usaha dari suatu perusahaan tergantung pada besar kecilnya keuntungan yang

diperoleh dalam usaha yang dijalankannya. Semakin besar keuntungan yang

diperoleh, maka semakin berkembang maju dengan pesatlah perusahaan tersebut.

Untuk mencapai suatu kemajuan sebagaimana yang dimaksud di atas, banyak faktor

yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang bersangkutan.

Faktor tersebut bukan hanya berupa besarnya modal yang diperlukan dalam

membangun suatu usaha, tetapi juga potensi bidang usaha yang akan dijalankan,

sistem manajemen yang baik, serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai

bentuk badan usaha apa yang akan dipilih juga ikut menentukan maju tidaknya suatu

usaha.

Di Indonesia terdapat berbagai bentuk badan usaha, mulai dari badan usaha

yang didirikan oleh satu orang saja kita kenal dengan perusahaan perseorangan,

sampai badan usaha berbentuk perusahaan yang didirikan oleh gabungan dari

beberapa orang, kita kenal dengan sebutan persekutuan seperti Maatschap, Firma,

Persekutuan Komanditer (CV), sampai badan usaha yang berbadan hukum seperti

Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.

79

Universitas Sumatera Utara


80

Dari beberapa macam bentuk badan usaha tersebut, yang mempunyai potensi

besar atau prospek bagus untuk mencapai kemajuan adalah Perseroan Terbatas (PT).

Karena Perseroan Terbatas (PT) mempunyai organ seperti layaknya manusia. Organ

pada perseroan terbatas yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan

Dewan Komisaris.62

Selama perseroan belum mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum,

semua pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris bertanggung jawab

secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu direksi

perseroan hanya boleh melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum

memperoleh status badan hukum dengan persetujuan semua pendiri, anggota direksi

dan anggota dewan komisaris. Sebelum perseroan memperoleh status badan hukum,

tidak dapat diadakan RUPS dimana keputusan diambil berdasarkan suara setuju

mayoritas. Karenanya setiap perubahan akta pendirian perseroan hanya dapat dibuat

apabila disetujui oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam

akta notaries yang merupakan akta partij dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani

oleh semua pendiri atau kuasa yang sah.

Untuk dapat berjalannya suatu perseroan terbatas sebagai badan hukum maka

PT harus memiliki alat perlengkapan yang melaksanakan kegiatan operasional PT

tersebut. Adapun alat perlengkapan PT atau organ PT tersebut antara lain adalah:

62
CST Kansil dan Christine ST Kansil, Seluk Belik Perseroan Terbatas Menurut Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007, (Bandung : Rineka Cipta, 2009), hal. 87

Universitas Sumatera Utara


81

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Perseroan Terbatas pada hakikatnya adalah badan hukum dan wadah

perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Hakikat ini

berakibat bahwa demi kelangsungan keberadaannya perseroan mutlak membutuhkan

organ yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dimana para pemilik modal

sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan kepada

siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan, direksi yang oleh UU PT No.

40 Tahun 2007 ditugaskan untuk mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan

komisaris yang ditugaskan melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada

direksi.

RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan. RUPS menjalankan

kekuasaan perseroan secara De Facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam

anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan

RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar

pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.

Pengaturan mengenai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

(“RUPSLB”) terdapat di dalam Bab VI Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Pasal

78 ayat (1) menyatakan bahwa: “Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) terdiri

atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.” Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa:

“Yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktik sering dikenal sebagai RUPS

Universitas Sumatera Utara


82

luar biasa.” Pasal 78 ayat (4) menyatakan bahwa: “RUPS lainnya dapat diadakan

setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.”

Berdasarkan kedua pasal dalam UUPT tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

RUPSLB adalah salah satu bentuk penyelenggaraan RUPS. Berbeda halnya dengan

RUPS tahunan yang hanya dapat diadakan setiap tahun, RUPSLB dapat diadakan

kapan saja ketika kepentingan perseroan membutuhkannya. Sebagai contoh, apabila

perseroan ingin mengubah susunan direksi maupun dewan komisaris, mengubah

nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya perseroan, dan hal lainnya yang

membutuhkan persetujuan dari para pemegang saham.

Berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UUPT, direksi memiliki fungsi dan wewenang

untuk menyelenggarakan RUPSLB, dengan didahului pemanggilan RUPS. Namun,

RUPSLB juga dapat diadakan berdasarkan permintaan dari pemegang saham atau

dewan komisaris. Pemegang saham yang dimaksud dapat terdiri dari 1 (satu) orang

atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau

lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar

menentukan suatu jumlah yang lebih kecil (Pasal 79 ayat (2) huruf a). Permintaan

tersebut diajukan oleh pemegang saham atau dewan komisaris kepada direksi dengan

surat tercatat disertai alasannya. Tembusan dari surat tercatat tersebut disampaikan

kepada dewan komisaris.

Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal

permintaan penyelenggaraan RUPS diterima, direksi wajib melakukan pemanggilan

RUPS. Dalam hal direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka:

Universitas Sumatera Utara


83

a. Permintaan penyelenggaraan RUPS yang diajukan oleh pemegang saham,

diajukan kembali kepada dewan komisaris; atau

b. Dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.

Jika permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan oleh pemegang saham

kepada dewan komisaris, maka dewan komisaris wajib melakukan pemanggilan

RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal

permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Tata cara penyelenggaraan RUPSLB

adalah sama dengan tata cara penyelenggaran RUPS. Oleh karena itu, Pembaca dapat

melihat tata cara penyelenggaraan RUPSLB dalam Artikel mengenai Rapat Umum

Pemegang Saham

2. Direksi

Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas

dan wewenang setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi

secara tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas

dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan

perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan dengan

pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UUPT dengan tegas

dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai

akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan

RUPS atau Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam

perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud

Universitas Sumatera Utara


84

dilindungi oleh praduga itikad baik yang merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata

Indonesia.

Sebagaimana yang diketahui perseroan terbatas adalah subyek hukum dan

perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan hukum yang mutlak

memerlukan direksi yang ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan

perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi

adalah pengurus dan wakil perseroan. Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada

setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan.

Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi

secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi

menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak

dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan.63

RUPS selaku organ yang satu-satunya berwenang mengangkat dan

memberhentikan anggota direksi. Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi

perlu diperhatikan bahwa hubungan anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi

merupakan bagian yang essensial dari perseroan dan di lain pihak anggota direksi

mempunyai hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan kerja dengan

perseroan karena anggota direksi bukanlah karyawan perseroan.

Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham

pada dasarnya dapat dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada

63
Sudargo Gautama, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang penting bagi
Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 7

Universitas Sumatera Utara


85

pemegang saham oleh UUPT agar dapat menjaga kepentingannya sebagaimana ia

kehendaki, sehingga pemegang saham pada dasarnya bebas mengikat dirinya

berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu perjanjian

hak suara. Walaupun perjanjian tersebut membatasi kebebasan pemegang saham,

tetapi sungguhnya kebebasan itu tetap ada.64

Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas

mengeluarkan hak suaranya sebagaimana ia kehendaki. Juga apabila ia mengeluarkan

suaranya tidak sesuai dengan perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia

telah melanggar perjanjian yang bersangkutan dan oleh karena itu cidera janji. Ini

penting diperhatikan, terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak jarang dalam hal

gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk mengeluarkan

suara atas saham-saham yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud

tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai

senantiasa dapat hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan

sendirinya karena hukum akan membatalkan hak pemegang gadai untuk

mengeluarkan suara. Kenyataan ini bersumber pada ketentuan bahwa hanya

pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak suara tidak

dapat dialihkan terlepas dari pemilikan saham65

64
Hamid A. Buhaimi, Perseroan Terbatas dan Organ-organnya, (Jakarta : Pradnya Paramita,
2010), hal. 32
65
Orinto Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas
Agar Terhindari dari Jerat Hukum, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2011), hal. 109

Universitas Sumatera Utara


86

Dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris

mempunyai hubungan ganda dengan perseroan, karena sebagai organ secara

fungsional merupakan bagian essensial dari perseroan dan selain itu ia mempunyai

hubungan kontraktual dengan perseroan sebagai badan hukum mandiri. Hubungan

kontraktual dewan komisaris dengan perseroan tidak melahirkan hubungan kerja.

Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan. RUPS sebagai organ yang

secara ekslusif mempunyai kewenangan mengangkat anggota dewan komisaris,

senantiasa dan sewaktu-waktu berhak memberhentikan mereka.

Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan,

RUPS menjalankan kekuasaan perseroan secara De Facto, secara ekslusif

kewenangan diatur dalam anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang

memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di

dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.

Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah Direksi

ditugaskan dan oleh karena itu bewenang :

a. Mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.

b. Mengelola kekayaan perusahaan.

c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.66

3. Dewan Komisaris

66
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni,
2004), hal. 148

Universitas Sumatera Utara


87

Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam

sistem hukum perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UUPT

jelas bahwa ada keharusan bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas

utama dewan komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan

yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai

perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi. Dewan

komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran dasar

menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan

dewan komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula

perbuatan pengurusan. Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan

pengawasan dipercayakan kepada dewan komisaris demi kepentingan perseroan,

bukan kepentingan satu atau beberapa orang pemegang saham.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 85 ayat (4) UUPT yang melarang anggota

dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan

suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan

komisaris adalah setara.

Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi.

Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang

pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat

kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan

dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan komisaris terbagi atas tanggung

jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.

Universitas Sumatera Utara


88

Mengingat tugas dewan komisaris adalah melakukan pengawasan, maka

dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung

jawaban tersebut diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan

tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut

ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan

komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab

dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi

kepailitan perseroan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam

melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan direksi. Selanjutnya

diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut berlaku juga

bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum

putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan

anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah

menyebabkan perseroan dinyatakan pailit.67

B. Tinjauan Umum Tentang Pengertian, Bentuk, Prosedur, Faktor dan


Kebijakan Pembayaran Deviden Pada PT

Deviden diartikan sebagai suatu pembagian keuntungan kepada pemegang

saham perusahaan yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki oleh para

pemegang saham tersebut. Deviden dapat juga dikatakan sebagai Sisa laba bersih

67
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2010), hal. 125

Universitas Sumatera Utara


89

perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan Rapat

Umum Pemegang Saham.

Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam

RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut

harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu satu tahun yaitu hingga

kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana orang tersebut telah diakui

sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden.

Deviden yang diperoleh oleh pemegang saham akan diberikan oleh perseroan

terbatas pada penutupan kegiatan perseroan setiap tahunnya dengan menentukan

terlebih dahulu laba bersih perusahaan dan menentukan besarnya deviden yang harus

diberikan oleh perseroan kepada pemegang sahamnya (deviden final), diatur di dalam

ketentuan Pasal 71 UUPT. Namun demikian ada pula yang disebut dengan deviden

inter yang pembagiannya dilakukan berdasarkan keputusan direksi maka pembagian

pembagian interim dapat dilakukan sebelum laba tahunan perseroan terbatas melalui

keputusan RUPS, dan biasanya pembayaran deviden interim tersebut dilakukan

secara berkala misalnya tri per bulan selama tahun berjalan. Deviden interim

merupakan pembagian laba atau keuntungan perseroan yang bersifat sementara yang

pembagiannya dilaksanakan melalui suatu keputusan direksi yang diatur di dalam

Pasal 72 ayat (4) UUPT dimana penetapan deviden interim tersebut dilaksanakan

melalui penetapan direksi.

Persentase pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham

sebagai cash deviden disebut deviden payout ratiio, dimana semakin tinggi tingkat

Universitas Sumatera Utara


90

deviden payout ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, maka semakin kecil

dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan. Hal ini berarti

akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Apabila deviden tidak dibagikan, bisa

jadi investor mempersepsikan bahwa perusahaan kekurangan dana, yang

menyebabkan harga saham akan turun.68

Bentuk-bentuk deviden yang dibagi oleh perusahaan perseroan terbatas adalah

sebagai berikut:

1. Deviden Kas (deviden tunai)

Deviden ini merupakan deviden yang paling umum dibagikan oleh

perusahaan, dimana pembayarannya dilakukan setahun sekali. Syarat-syarat yang

harus dipenuhi oleh perusahaan agar dapat membayar deviden ini adalah:

a. Laba ditahan yang mencukupi

b. Kas yang memadai

c. Tindakan formal dari dewan komisaris (kebijakan yang diambil oleh dewan

komisaris dalam bentuk keputusan)

2. Deviden Aktiva Selain Kas (Property Devidend)

Deviden yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas disebut property

deviden. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan

lainnya yang dimiliki oleh perusahaan ataupun barang dagangan.

3. Deviden Utang (Scrip Devidend)

68
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia. (Jakarta :
Salemba Empat, 2001), hal. 22

Universitas Sumatera Utara


91

Deviden utang ialah janji yang tertulis untuk membayar jumlah utang tertentu

di waktu yang akan datang.

4. Deviden Likuidasi

Deviden likuidasi ialah deviden yang sebagian merupakan pengembalian

modal.

5. Deviden Saham

Deviden saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut

pembayaran kepada para pemegang saham sebanding dengan saham yang

dimilikinya.

Prosedur pembayaran deviden adalah sebagai berikut:

a. Tanggal Pengumuman

Direksi mengadakan rapat, misalnya tanggal 15 November. Pada hari tersebut,

mereka mengeluarkan pengumuman yang kira-kira berbunyi sebagai berikut:

“Pada tanggal 15 November 2017,Direksi dari PT XYZ mengadakan rapat dan

menyatakan pembayaran deviden per kuartal sebesar Rp 50,00 per saham, ditambah

dengan deviden ekstra sebesar Rp 75,00 per saham kepada pemegang saham yang

tercatat per tanggal 15 Desember. Pembayaran akan dilakukan pada 2 Januari 2018.

b. Tanggal Pencatatan Pemegang Saham

Tanggal pencatatan pemegang saham biasanya pada tanggal 15 Desember,

dimana pada tanggal ini misalnya PTmenutup buku pencatatan pemindahtanganan

dan membuat daftar dari pemegang saham per tanggal tersebut.

c. Tanggal Pemisahan Deviden

Universitas Sumatera Utara


92

Hak untuk memperoleh deviden akan tetap melekat pada saham sampai empat

hari sebelum tanggal pencatatan saham. Pada hari keempat sebelum tanggal

pencatatan, hak deviden tidak lagi melekat pada saham. Tujuannya: menghindari

keterlambatan pemberitahuan pemilik saham baru kepada perusahaan.

d. Tanggal Pembayaran deviden misalnya pada tanggal 2 Januari 2018, maka

perusahaan akan mengirimkan cek kepada pemegang saham yang tercatat

sebagai pemegang saham.69

Deviden tunai merupakan: Keputusan untuk membagi keuntungan berupa

deviden kepada pemegang saham atau ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk

membiayai investasi di masa depan. Deviden tunai menentukan penempatan laba,

yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvestasikan kembali ke

dalam perusahaan. Kebijakan ini berkaitan dengan penentuan pembagian laba bersih

antara pengguna pendapatan untuk dibayarkan kepada pemegang saham sebagai

deviden dan digunakan perusahaan sebagai laba ditahan.

Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting

untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas yang

disisihkan untuk pemegang saham. Nilai saham akan maksimal jika terjadi

keseimbangan antara deviden saat ini dan laba ditahan. Deviden yang dibayarkan

pada akhir tahun setiap periode walaupun pendapatan berfluktuasi. Kebijaksanaan ini

dapat memenuhi harapan pemegang saham akan penghasilan periode ini, namun saat

69
Bambang Riyanto. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan,Yayasan (Yogyakarta : Penerbit
Gadjah Mada 2012), hal. 22.

Universitas Sumatera Utara


93

tahun-tahun dimana pendapatan perusahaan menurun dapat mengakibatkan

kekurangan kas, karena kas yang ada telah disepakati untuk dibagikan kepada

pemegang saham sebagai deviden.

Salah satu faktor yang membuat kebijaksanaan menetapkan deviden tetap

pada tingkat yang lebih rendah adalah menghimpun dana dari dalam perusahaan

untuk pembiayaan suatu investasi yang baru. Kebijakan ini dapat menimbulkan

respon pasar yang negatif terhadap harga saham karena berkurangnya penghasilan

pemegang saham pada periode ini, dan untuk mengurangi risiko tersebut mungkin

perusahaan dapat mengumumkan bahwa pada masa yang tidak lama lagi atau jika

investasi yang baru sudah menghasilkan keuntungan akan ada kenaikan deviden.

Keputusan untuk menetapkan deviden pada tingkat yang lebih tinggi

menunjukkan bahwa pendapatan juga sudah stabil pada tingkat yang lebih tinggidan

perusahaan tidak membutuhkan kelebihan dana untuk membelanjaipertumbuhan.

Pada banyak kasus, pendapatan-pendapatan yang lebih tinggi akan menyebabkan

suatu kenaikan pada harga saham, dan penetapan deviden ini tidak akan mempunyai

pengaruh. Deviden tunai yang berfluktuasi sesuai dengan pendapatan kurang disukai

oleh investor, karena unsur ketidakpastian akan penghasilan pada periode ini.

Kebijaksanaan tersebut memberikan suatu kepastian jumlah dana yang tersedia di

perusahaan untuk membiayai kebutuhan perusahaan. Bila tahun ini pendapatan

perusahaan baik, akan dideklarasikan ekstra deviden. Pendekatan ini memberikan

keluwesan untuk menggunakan dana yang tersedia dengan optimal.

Ada dua alasan bagi perusahaan untuk tidak membagikan deviden yaitu:

Universitas Sumatera Utara


94

1. Keadaan perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang serius sehingga tidak

memungkinkan untuk membayar deviden.

2. Adanya kebutuhan dana yang sangat besar karena investasi yang sangat menarik

sehingga harus menahan seluruh pendapatan untuk membelanjai investasi

tersebut. Untuk mengambil keputusan seperti ini perusahaan harus dapat

menerangkan alasan secara sangat hati-hati kepada para investor. (pemegang

saham). Untuk mengetahui hubungan antara deviden dengan harga saham, dapat

digunakan rumus penentuan harga saham dengan metode pertumbuhan konstan

yaitu:70

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian deviden tunai kepada para

pemegang saham antara lain adalah:

1. Posisi likuiditas perusahaan, dimana semakin kuat posisi likuiditas perusahaan

maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.

2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang yang berasal dari laba, maka hal ini

mengakibatkan semakin kecil kemampuan perusahaan untuk membagikan

deviden.

3. Tingkat pertumbuhan perusahaan yang semakin tinggi, dimana kebutuhan

dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal, maka

perusahaan dapat menetapkan pembayaran deviden yang tinggi.

4. Pengawasan terhadap perusahaan oleh para pemegang saham.

70
Abdul Halim dan Sarwoko. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. (Yayasan: AMP
YKPN, 2011), hal. 43

Universitas Sumatera Utara


95

5. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang

dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemegang saham dan dari laporan

keuangan tersebut parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja

manajemen adalah laba.

6. Laba yang dilaporkan merupakan signal mengenai laba di masa yang akan

datang, oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas

laba perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang

disediakan oleh manajemen melalui laba yang dilaporkan.

7. Nilai laporan keuangan seperti laba bersih perusahaan yang dianggap sebagai

signal yang menunjukkan nilai dari perusahaan.

8. Laba dan arus kas periode lalu mempunyai manfaat untuk memprediksi laba dan

arus kas satu tahun ke depan.71

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa hanya pemegang saham saja yang

berhak memperoleh deviden dari Perseroan Terbatas. Pemegang saham adalah

investor perseroan terbatas yang telah menanamkan modalnya kepada perseroan

terbatas. Oleh karena itu para pemegang saham berhak atas pembagian dibiden

sesuai dengan jumlah kepemilikan saham yang dipegangnya. Deviden yang dibagikan

kepada para pemegang saham tersebut adalah hasil sisa keuntungan bersih

perusahaan setelah dipotong dengan seluruh kewajiban pengeluaran yang harus

dibayar oleh perseroan terbatas tersebut. Semakin kecil kewajiban yang harus

dibayar perseroan terbatas tersebut maka semakin besar pembagian deviden yang
71
Ibid, hal. 44

Universitas Sumatera Utara


96

diterima para pemegang saham, demikian pula sebaliknya semakin besar kewajiban

yang harus dibayar perusahaan, maka semakin kecil pula pembagian deviden yang

diterima oleh para pemilik saham.

C. Hak Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal


Ditempatkan Atas Deviden Dari Perseroan Terbatas

Pasal 32 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 Tentang PT menyebutkan bahwa,

"Modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000 (limapuluh juta rupiah)".

Selanjutnya Pasal 33 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 menyebutkan dengan tegas

bahwa, " Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT, harus

ditempatkan dan disetor penuh. Selanjutnya Pasal 33 ayat 3 UU No.40 Tahun 2007

tentang PT menyebutkan bahwa, "Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana

dimaksud pada Pasal 33 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT tersebut di atas,

dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah". Selanjutnya pengeluaran saham lebih

lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus

disetor penuh.

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang, dan/atau

dalam bentuk lainnya. Apabila penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk

selain uang/bentuk lain, maka penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan

nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak

terafiliasi dengan perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak

harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat

Universitas Sumatera Utara


97

belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan

penyetoran saham tersebut.72

Dari ketentuan Pasal 33 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT tersebut di

atas dapat dikatakan bahwa syarat yang ditetapkan undang-undang untuk dapat

dikatakan sebagai pemegang saham adalah apabila para pendiri telah menunaikan

kewajibannya untuk menyetor penuh 25% (dua puluh lima) persen dari modal dasar,

sebagai modal ditempatkan. Apabila para pendiri tidak melaksanakan kewajiban yang

telah ditetapkan UU PT, maka kedudukan Pemegang saham dalam PT tersebut

menjadi cacat hukum dan tidak sah sebagai pemegang saham karena ada ketentuan

yang dilanggar oleh pemegang saham untuk menjadikan kedudukan Pemegang saham

menjadi memiliki keabsahan dan legalitas sesuai ketentuan peraturan perundang-

perundangan yang berlaku di bidang PT.73

Dengan demikian bila dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu teori hukum perjanjian dan teori peralihan hak kebendaan maka

para pendiri yang telah menjadi pemegang saham tidak sepenuhnya memiliki hak

sebagai pemegang saham, karena ada ketentuan dalam perjanjian yang dilanggar pada

saat sebelum penandatanganan akta pendirian PT sehingga para pendiri tersebut telah

melakukan wanprestasi. Disamping itu setelah penandatanganan akta maka ada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar sehingga para pendiri yang

72
Gunawan Harianto, Tinjauan Yuridis Prosedur dan Tata Pendirian Perseroan Terbatas
berdasarkan UUPT No. 40 Tahun 2007, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2014), hal. 69
73
Agus Budirto, Kedudukan Hukum dan tanggung jawab Pendiri Perusahaan Terbatas,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 67

Universitas Sumatera Utara


98

telah menjadi pemegang saham tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum

dalam hal ini adalah UUPT Pasal 33 ayat (1) dimana kewajiban untuk menyetor

penuh modal dasar yang ditempatkan tidak dipenuh oleh para pemegang saham,

sehingga peralihan hak atas saham sebagai suatu benda bergerak tidak berwujud

menjadi cacat hukum dan tidak dapat dilaksanakan karena pemegang saham tidak

sepenuhnya menguasai saham tersebut sebagai miliknya karena adanya kewajiban

yang diwajibkan oleh undang-undang yang tidak dipenuhi oleh para pemegang saham

tersebut.

Asas exepcito non adempliti contracting yaitu suatu asas yang menyatakan

bahwa pihak yang satu boleh tidak melaksanakan pemenuhan prestasi suatu

perjanjian selama pihak lainnya belum memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut.

Dengan kata lain bahwa pihak pendiri / pemegang saham PT yang belum

melaksanakan kewajibannya secara penuh dalam menyetor modal ditempatkan ke

dalam PT maka haknya dalam hal peralihan hak atas saham maupun pembagian

deviden dapat ditunda oleh perseroan terbatas sampai dengan dipenuhinya kewajiban

tersebut.

Meskipun UU No.40 Tahun 2007 tentang PT tidak mengatur secara tegas

sanksi yang dijatuhkan kepada para pendiri PT yang tidak menunaikan kewajibannya

dalam melakukan penyetoran yang harus ditempatkan dan disetor penuh tersebut,

namun sudah sangat jelas pengaturan hukum bagi para pihak (pendiri) yang akan

mendirikan PT wajib menyetorkan penuh modal ditempatkan, untuk dapat dinyatakan

Universitas Sumatera Utara


99

sah dan memiliki legalitas sebagai pemegang saham sesuai ketentuan peraturan

perublndang-undangan yang berlaku di bidang PT.

Logika hukumnya adalah apabila para pendiri tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang telah ditetapkan UU No.40 Tahun 2007 tentang PT, berkaitan

dengan penyetoran modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut, maka para pendiri

pada hakekatnya telah melakukan perbuatan melawan hukum, khususnya ketentuan

Pasal 33 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. Karena dalam prosedur pendirian PT

tersebut para pendiri telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka status para

pendiri sebagai pemegang saham juga mengandung cacat hukum. Karena status para

pendiri sebagai pemegang saham telah mengandung cacat hukum, akibat hukumnya

adalah kedudukan hukum para pemegang saham juga cacat hukum dan tidak

memiliki legalitas dan keabsahan secara hukum. Illegalitas dan tidak sahnya

kedudukan hukum para pemegang saham tersebut mengakibatkan para pemegang

saham yang melawan hukum tersebut pada dasarnya juga tidak punya klhak untuk

memperoleh deviden dari PT yang seharusnya menjadi hak dari para pemegang

saham yang sah dan legal secara hukum yg berlaku di bidang PT.74

Para pendiri PT yang telah beralih kedudukan sebagai pemegang saham,

namun belum menunaikan kewajibannya untuk menyetor penuh 25% dari modal

dasar sebagai modal ditempatkan ke dalam PT apabila menerima deviden dari PT,

maka penerimaan deviden tersebut juga menjadi tidak sah secara hukum dan dapat

74
Jamin Ginting, Hukum Perseroan UU No. 40 Tahun 2007, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2009), hal. 89

Universitas Sumatera Utara


100

digugat oleh pihak lain (para pendiri lainnya) yang telah menunaikan kewajibannya

menyetorkan secara penuh modal ditempatkan. Hal ini disebabkan karena penerimaan

deviden kepada para pemegang saham yang belum menunaikan kewajibannya

melakukan penyetoran modal ditempatkan secara penuh tersebut jelas merugikan

pihak ketiga/pemegang saham yang memiliki status hukum yang sah sebagai

pemegang saham, dan tindakan penerimaan deviden PT oleh pemegang saham yang

tidak sah tersebut adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar prinsip keadilan

dalam pelaksanaan pembagian deviden pada PT.

Apabila para pemegang saham yang tidak melaksanakan kewajibannya secara

penuh dalam penyetoran modal ditempatkan dapat memperoleh deviden dari

perseroab terbatas maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi bagi para

pemegang saham lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila pendiri

yang telah menjadi pemegang saham namun belum melaksanakan kewajibannya

dalam melakukan penyetoran penuh modal ditempatkan, maka pembagian deviden

terhadap pemegang saham tersebut harus ditunda / tidak dapat diberikan sampai saat

pemegang saham tersebut memenuhi kewajibannya.

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang berhak menerima

pembagian deviden dari PT adalah para pemegang saham yang legalitas dan

keabsahannya telah didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku di bidang PT.

Para pemegang saham yang sah secara hukum tersebut adalah para pendiri PT yang

telah memenuhi semua perjanjian yang telah disepakati diantara sesama pendiri PT,

karena pada dasarnya pendirian PT tersebut adalah adalah hasil dari kesepakatan dari

Universitas Sumatera Utara


101

para pendiri yang dimuat dalam suatu perjanjian yang harus dipatuhi dan

dilaksanakan oleh para pendiri PT tersebut. Sebelum akta pendirian PT yang dibuat

oleh/dihadapan notaris ditanda tangani oleh para pendiri PT dihadapan notaris, maka

para pendiri terlebih dahulu harus menyelesaikan seluruh kewajibannya sesuai

dengan apa yang telah ditetapkan oleh UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. 75

Salah satu kewajiban yang cukup signifikan dari para pendiri PT tersebut

adalah melaksanakan penyetoran penuh modal ditempatkan ke dalam PT tersebut.

Para pendiri tidak harus menyerahkan bukti penyetoran lunas modal ditempatkan

pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan terbatas.

Selain itu setelah PT tersebut disahkan menjadi badan hukum, para pemegang

saham perseroan yang belum juga melaksanakan kewajibannya dalam menyetor

penuh modal dasar yang harus ditempatkan ke dalam PT tersebut telah melanggar

ketentuan hukum di dalam Pasal 33 ayat (1) UUPT, sehingga pemegang saham tidak

dapat dikatakan sebagai pemegang saham yang sah di dalam perseroan terbatas

tersebut. Hal ini mengakibatkan bahwa apabila terjadi peralihan hak kebendaan

berupa saham kepada pihak lain maka peralihan saham tersebut menjadi cacat hukum

dan tidak sah serta dapat digugat pelaksanaanya oleh pihak ketiga yang dirugikan atas

perbuatan peralihan hak kebendaan berupa saham tersebut.

Bila dikaitkan dengan teori perjanjian dan teori levering yang digunakan

dalam penelitian ini maka pemegang saham yang tidak melakukan kewajibannya

75
Dhaniswara K Harjono, Pembaharuan Hukum Perseroan Terbatas, Tinjauan Terhadap
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : PPHBI, 2008), hal. 48

Universitas Sumatera Utara


102

dalam menyetor penuh modal ditempatkan tidak berhak untuk menerima deviden dari

perseroan terbatas. Hak penerimaan deviden dari peseroan terbatas kepada pemegang

saham yang belum melaksanakan kewajibannya baru dapat dilakukan apabila ia

memenuhi kewajibannya dalam menyetor penuh modal ditempatkan sebagaimana

yang dijanjikan di dalam perjanjian pendirian PT tersebut bersama para pendiri

lainnya.

Universitas Sumatera Utara


103

BAB IV

PERBUATAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK MENYETOR


PENUH MODAL DITEMPATKAN SEBAGAI TINDAKAN WANPRESTASI
DAN MELAWAN HUKUM

A. Wanprestasi Dalam Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perikatan antara dua pihak atau lebih, dalam

melaksanakan/tidak melaksanakan sesuatu sebagaimana yang telah disepakati oleh

para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian yang telah dibuat secara sah

harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena perjanjian tersebut

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Apabila salah satu

pihak tidak memenuhi dengan baik dan benar perjanjian tersebut dalam

pelaksanaannya maka pihak tersebut dapat digolongkan telah melakukan perbuatan

ingkar janji atau dikenal dengan istilah wanprestasi Wanprestasi adalah tidak

dipenuhinya suatu perjanjian yang telah disepakati oleh salah satu pihak dengan baik

dan benar, sehingga mengakibatkan ditimbulnya kerugian kepada pihak lainnya.76

Wanprestasi dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1238 dan 1243 KUH

Perdata. Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Apabila debitur dinyatakan

lalai dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkanckekuatan

dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap

lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan". Sedangkan Pasal 1243 KUH Perdata

menyebutkan bahwa, "Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak

dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur walaupun telah


76
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Penerbit Intermasa, 2010), hal 75

103

Universitas Sumatera Utara


104

dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang

harus diberikan, atau dilakukannya, hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam

waktu yang telah melampaui waktu yang telah ditentukan". Oleh karena itu bila salah

satu pihak yang membuat perjanjian tersebut, tidak melaksanakan isi perjanjian

tersebut, maka akan memberikan hak kepada pihak lain untuk memaksa pihak yang

melakukan wanprestasi tersebut untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati

dalam perjanjian tersebut.77

Pengertian wanprestasi ada beberapa jenis yang meliputi:

1. Tidak melaksanakan isi perjanjian sebagaimana disanggupinya

2. Melaksanakan isi perjanjian namun tidak sebagaimana dijanjikan

3. Melaksanakan isi perjanjian namun terlambat

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya78

Pasal 1339 KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Perjanjian memiliki kekuatan

mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu apabila salah satu pihak

wanprestasi maka pihak lainnya Pihak yang dirugikan dapat melakukan tuntutan

dengan salah satu cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1267 KUH Perdata,

yaitu:

1. Pemenuhan perikatan

2. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian

3. Ganti kerugian

77
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Gramedia, 2010), hal. 87
78
Yogi Ikhwan, Wanprestasi, Sanksi, Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2013), hal. 52

Universitas Sumatera Utara


105

4. Pembatalan perjanjian timbal balik

5. Pembatalan dengan ganti kerugian

Ganti rugi yang diharapkan bisa berupa biaya yang dikeluarkan, biaya yang

diakibatkan atas kerugian dan perkiraan keuntungan yang hilang akibat timbulnya

kelalaian tersebut. Pembayaran ganti rugi ini harus didahului oleh surat resmi dari

pihak yang dirugikan (mengenai kelalaian yang terjadi) terhadap pihak yang lalai.

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah

lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau

debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar

kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan

prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur dipandang perlu

untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Teguran ini

disebut dengan sommatie (Somasi).79

Akibat hukum terjadinya wanprestasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa

bagian yaitu sebagai berikut.

1. Perikatan tetap ada.


2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah
debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari
pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang
pada keadaan memaksa. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik,
4. kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra
prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.
5. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi dimuat
dalam ketentuan Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata.
79
Djojodirjo, Perbuawan Melawan Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2008), hal. 34

Universitas Sumatera Utara


106

6. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian, Di dalam pembatasan


tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH
Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan.
7. Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan
menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.80

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa wanprestasi termasuk ke dalam

suatu perbuatan yang bertentangan dengan butir-butir perjanjian yang telah disepakati

oleh para pihak, dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dan mewajibkan pihak

yang telah melakukan perbuatan wanprestasi tersebut wajib mengganti kerugian atas

perbuatannya tersebut kepada pihak yang dirugikan.

Prosedur dan Tata cara untuk menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi

adalah dengan cara mengajukan :

1. Sommatie

Sommatie adalah Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi.

Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau oleh juru sita

pengadilan. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa

persoalan itu ke pengadilan dengan mengajukan gugatan ganti rugi, dan

pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi

adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat

memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara

80
Achmal Budi Cahyono, Mengenal Hukum Perdata, (Jakarta : Gitama Jaya, 2009), hal. 39

Universitas Sumatera Utara


107

keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243

KUHPerdata.

Ingebreke Stelling adalah Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui

Pengadilan Negeri. Adapun Isi peringatan kreditur adalah sebagai berikut :

a. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;

b. Dasar teguran;81

Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 5 Oktober

2017). Debitur juga memiliki hak untuk melakukan pembelaan. Debitur yang

dituntut melakukan ganti rugi tersebut berhak melakukan pembelaan yang pada

pokoknya menyatakan:

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang


yang diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adempleti
Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan
barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang
muka.
c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti
rugi (Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak
memuaskan kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau
tidak mengembalikan barangnya.
d. Mengenai keadaan memaksa (Overmacht/Force Majeur) Tidak dirumuskan
dalam undang-undang, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam
Pasal-Pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht yang
pengertiannya adalah, “Suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan
prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di
luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-
lain”. Misalkan: seseorang menjanjikan akanmenjual seekor kuda (schenking)
dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena disambar petir.

81
Azidar Bustama, Perjanjian Utang Piutang Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2012), hal. 26

Universitas Sumatera Utara


108

Akibat keadaan memaksa:

a. Krediturtidak dapat meminta pemenuhan prestasi;

b. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;

c. Resiko tidak beralih kepada debitur.

Unsur-unsur Keadaan memaksa:

(1) Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;

(2) Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;

(3) Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya

perjanjian.

Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Keadaan memaksa absolut:

Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi

prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang,

dan adanya lahar. Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-

tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi,

sehingga A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada B.

b. Keadaan memaksa yang relatif:

Adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk

melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan

memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan

kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa

bahaya kerugian yang sangat besar. Apabila wanprestasi tersebut didasarkan

Universitas Sumatera Utara


109

kepada keadaan memaksa sebagaimana yang diuraikan di atas maka debitur

dibebaskan dari kewajiban untuk melakukan gugatan ganti rugi. Hal ini

disebabkan karena tidak dilaksanakannya prestasi oleh debitur karena adanya

peristiwa yang berada diluar kekuasaan debitur tersebut.

B. Tinjauan Umum Tentang Perbuatan Melawan Hukum Perdata

Perbuatan melawan hukum” (juga sering dipakai istilah “perbuatan melanggar

hukum” atau dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah (Onrechtmatigedaad)

secara umum memiliki arti sangat luas, jikalau kata “hukum” dimaknai seluas-

luasnya dan kata “perbuatan hukum” dipandang dan didefinisikan dari berbagai sisi

dan dimensi. Adapun pengertian “hukum” yang dilanggar kini dipakai dalam arti

yang seluas-luasnya, yaitu tidak hanya terbatas pada hukum perdata, melainkan juga

hukum pidana dan hukum tata negara. Perkataan “Perbuatan” dalam rangkaian kata

“Perbuatan melanggar hukum” tidak hanya berarti positif, melainkan juga negatif,

yaitu meliputi juga hal yang orang dengan berdiam saja dapat dibilang melanggar

hukum yakni dalam hal orang itu menurut hukum harus bertindak.

Pengertian perbuatan melawan hukum secara perdata adalah:

1. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya

kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada sesuatu hubungan hukum,

dimana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan perbuatan biasa

maupun bias juga merupakan suatu kecelakaan.

Universitas Sumatera Utara


110

2. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban

mana di tunjukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak

memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.

3. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian

dapat dituntut bukan merupakan suatu wanprestasi tcrhadap suatu kontrak,

atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun prestasi terhadap

kewajiban equity lainnya.

4. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan

hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya

suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap perjanjian,

atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugtkan hak-hak

orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dan hubungan

kontraktual.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia, suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Ada suatu perbuatan, perbuatan itu melawan hukum,

2. Ada kesalahan pelaku, ada kerugian bagi korban,

3. ada hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Hukum di Indonesia mengatur tiap-tiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan karena salahnya menerbitkan

Universitas Sumatera Utara


111

kerugian itu untuk mengganti kerugian. Intinya, apabila ada seorang yang melakukan

perbuatan melawan hukum (PMH) maka diwajibkan untuk memberikan ganti

kerugian. Ketentuan ini termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang merupakan

dasar hukum pengajuan gugatan oleh pihak yang dirugikan ke pengadilan terhadap

pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut. Orang yang mengalami

kerugian karena perbuatan melawan hukum dari pihak lain tersebut dijamin haknya

oleh Undang-Undang untuk menuntut ganti rugi.

Pasal 1365 KUHPerdata sebagai dasar pengajuan gugatan oleh pihak yang

dirugikan terhadap pihak yang menimbulkan kerugian karena melakukan perbuatan

melawan hukum tersebut sangat penting artinya karena melalui Pasal ini hukum yang

tidak tertulis diperhatikan oleh Undang-Undang”. Sebagai pedoman dapat

digunakan ketentuan Pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa

pembayaran ganti rugi hanya diberikan atas kerugian yang sudah diduga dan

merupakan akibat langsung dari tidak terpenuhinya perikatan. Dengan demikian

persoalannya adalah apakah kerugian atas kehilangan keuntungan yang diharapkan

sudah dapat diduga oleh tergugat dan hal tersebut merupakan akibat langsung karena

tidak dipenuhinya perikatan. Menurut ketentuan dalam Pasal 1246 KUHPerdata ada

tiga macam ganti rugi yang dapat diajukan oleh penggugat terhadap pengugat, yaitu

biaya, rugi dan bunga.

Biaya adalah segala ongkos yang dalam kenyataan memang sudah

dikeluarkan oleh pengguagat, rugi adalah kerusakan barang milik penggugat,

misalnya karena membeli disket dari tergugat dan disket tersebut terkontaminasi virus

Universitas Sumatera Utara


112

sehingga seluruh sistem dan perangkat komputer milik tergugat menjadi rusak,

sedangkan pengertian bunga dapat dibedakan atas kehilangan keuntungan yang

diharapkan (winstderving/expectationdamages) dan bunga moratoir.

Ketentuan Pasal 1365 Kitab undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,

menerangkan bahwa, suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-

unsur, adanya suatu perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, adanya kesalahan bagi

pelaku, adanya kerugian bagi korban, adanya hubungan kausal antara perbuatan dan

pelaku.

Perbuatan adalah perbuatan melawan hukum secara keperdataan yang

dilakukan oleh pelaku, secara umum perbuatan ini mencakup berbuat suatu (dalam

arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu,

padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul

dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian). Dalam perbuatan

melawan hukum harusnya tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak

ada pula unsur kausa yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu

perjanjian.

Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum, unsur melawan hukum

diartikan dalam arti seluas-luasnya, sehingga meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Perbuatan melanggar Undang-Undang;

b. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

d. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geoze zeden)

Universitas Sumatera Utara


113

e. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk

memperhatikan kepentingan orang lain.

f. Ada kesalahan Pelaku

Undang-undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan

sebagai pembuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Indonesia, maka pelaku harus melakukan kesalahan (schuldelement) sehingga

menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu, tanggung jawab tanpa

kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku

tanggungjawab tanpa kesahalan (strict Liability), hal demikian bukan berdasarkan

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Ganti rugi akibat dari adanya PMH menurut KUHPerdata dapat kita bedakan

menjadi 2 (dua) macam ganti rugi, yaitu:

a. ganti rugi umum, dan

b. ganti rugi khusus.

Yang dimaksud dengan ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang

berlaku dan berkaitan dengan semua perkara, baik untuk perkara wanprestasi maupun

yang berkaitan dengan perikatan-perikatan lainnya termasuk karena Perbuatan

melawan hikum. Ketentuan mengenai ganti rugi umum dalam KUHPerdata diatur

mulai dari Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252, dimana dalam Pasal-Pasal

dimaksud secara konsisten KUHPerdata menyebutkan ganti rugi dengan istilah biaya,

rugi dan bunga.

Universitas Sumatera Utara


114

Selain ganti rugi umum, KUHPerdata juga mengatur ganti rugi khusus

terhadap kerugian yang timbul dari perikatan-perikatan tertentu. Dalam hubungan

dengan kerugian yang timbul akibat dari suatu PMH, selain adanya ganti rugi umum,

KUHPerdata juga mengatur adanya pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai

berikut:

a. ganti rugi terhadap adanya Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365),

b. ganti rugi untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain

(Pasal 1366 dan Pasal 1367);

c. ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368);

d. ganti rugi untuk pemilik gedung yang runtuh (Pasal 1369);

e. ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal

1370);

f. ganti rugi bagi korban yang luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371), dan

g. ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal

1380).

Pada dasarnya suatu perbuatan melawan hukum tidak hanya dikenakan sanksi

denda berupa ganti rugi, tapi juga sanksi administratif berupa pembatalan suatu akta

otentik karena tidak dipenuhinya prosedur hukum seagaimana yang telah ditetapkan

dalam undang-undang. Apabila suatu perbuatan yang dilakukan di bidang

administratif seperti surat, akta otentik tidak didasarkan kepada ketentuan hukum

yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan maka surat atau akta

otentik tersebut menjadi cacat hukum, tidak memiliki legalitas dan keabsahan

Universitas Sumatera Utara


115

keberlakuannya secara hukum yang berlaku.Oleh karena mengandung cacat hukum

dalam pembuatannya maka surat/akta tersebut dapat dibatalkan/dimintakan

pembatalannya ke pengadilan oleh pihak yang dirugikan atas terbitnya surat/akta

otentik tersebut. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perbuatan melawan

hukum mengandung arti yang sangat luas sekali dan akibat hukum serta sanksinya

juga cukup banyak. Sanksi ganti rugi, atau sanksi gugatan pembatalan suatu

surat/akta otentik yang dibuat oleh pejabat publik yang berwenang karena tidak

sesuai prosedur hukum pembuatannya dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

C. Perbuatan Hukum Pemegang Saham Yang Tidak Menyetor Penuh Modal


Ditempatkan Sebagai Tindakan Wanprestasi Dan Melawan Hukum

Pada prinsipnya pendirian suatu Perseroan Terbatas (PT) merupakan suatu

perikatan diantara sesama pendirinya yang telah dibuat terlebih dahulu sebelum para

pendiri tersebut menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendirian PT tersebut.

Kesepakatan yang terjadi diantara sesama pendiri pada umumnya berkaitan dengan

hal kesepakatan atas nama PT yang akan didirikan, nama-nama yang ikut serta dalam

pendirian PT tersebut, kesepakatan dalam andil saham yang akan diambil oleh

masing-masing pendiri, kesepakatan tentang isi dari anggaran dasar dan anggaran

rumah tangga (AD/ART) dan hal-hal lain yang dinilai penting untuk disepakati oleh

para pendiri sebelum menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendirian tersebut.

Hal-hal yang telah disepakati oleh para pendiri tersebut dalam bentuk

perjanjian tertulis diantara sesama pendiri tersebut harus dipenuhi keseluruhannya

Universitas Sumatera Utara


116

oleh para pendiri sebelum dan setelah pembuatan akta notaris tersebut dilakukan,

termasuk saat dilakukan proses pengesahannya sebagai badan hukum oleh notaris

melalui sistem elektronik di Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini disebabkan

karena pada hakekatnya Perseroan Terbatas harus didirikan oleh 2 orang atau lebih.

Perjanjian itu dilakukan dengan cara pembuatan Akta Pendirian dengan suatu akta

Notaris. Akta Pendirian PT merupakan akta yang dibuat dihadapan Notaris, yang

berisi keterangan mengenai identitas dan kesepakatan para pihak untuk mendirikan

Perseroan Terbatas beserta Anggaran Dasarnya. Untuk memperoleh status Badan

Hukum, sebuah Perseroan Terbatas wajib memperoleh pengesahan dari Menteri –

Menteri Hukum dan HAM RI. Dalam Akta Pendirian, setiap pendiri wajib

mengambil bagian saham pada saat pendiriannya. Bagian saham ini wajib disetor

secara penuh kepada PT oleh para pendiri sebelum akta pendirian PT tersebut

ditandatangani oleh para pendiri di hadapan notaris tersebut. 82

Bukti bahwa para pendiri sudah menunaikan kewajibannya didalam

melakukan penyetoran secara penuh modal ditempatkan kepada PT tersebut adalah

kuitansi lunas yang harus diperlihatkan kepada notaris sebelum penandatanganan akta

pendirian PT tersebut oleh para pendiri dihadapan notaris. Apabila para pendiri ada

yang belum melaksanakan kewajibannya dalam melakukan penyetoran secara penuh

modal ditempatkan, maka pada dasarnya pendiri tersebut tidak melaksanakan

prestasinya sama sekali. Apabila pendiri melakukan penyetoran modal ditempatkan

namun tidak penuh (mencicil), maka pada hakekatnya pendiri tersebut melaksanakan
82
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Grafika, 2010), hal. 22

Universitas Sumatera Utara


117

prestasinya tapi tidak sempurna. Kedua perbuatan hukum pendiri tersebut baik yang

tidak menyetor sama sekali, atau menyetor modal ditempatkan tapi tidak penuh,

keduanya digolongkan sebagai perbuatan hukum wanprestasi (cidera janji) atas

perjanjian yang telah dibuat oleh pendiri tersebut dengan para pendiri PT lainnya. 83

Wanprestasi yang dimaksud disini adalah wanprestasi antara pendiri yang

belum melaksanakan prestasinya dengan sempurna kepada pendiri yang telah

melaksanakan prestasinya secara keseluruhan. Pendiri yang belum melaksanakan

kewajibannya secara penuh tersebut telah mengingkari perjanjian yang telah dibuat

dengan para pendiri PT lainnya. Oleh karena itu pihak pendiri yang telah

melaksanakan kewajibannya dengan sempurna berhak nenuntut pihak pendiri lainnya

yang belum melaksanakan kewajibannya secara penuh atau yang telah melakukan

wanprestasi tersebut ke pengadilan dengan dasar gugatan ganti rugi sebagaimana

yang termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Wanprestasi pada dasarnya diatur

dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, " Penggantian biaya,

kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila

debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu,

atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau

dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Pasal 1238 KUH Perdata merupakan dasar hukum pengertian wanprestasi

yang menyebutkan bahwa, “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau

83
Martin Levanda, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Bumi Aksara, 2008),
hal. 93.

Universitas Sumatera Utara


118

dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila

perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu

yang ditentukan” Sedangkan Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan tujuan dibuatnya

suatu perikatan/perjanjian (tertulis) yaitu bahwa, “Perikatan ditujukan untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”

Artinya, suatu perikatan atau perjanjian isinya bisa berupa :

(1) kewajiban untuk memberikan sesuatu,

(2) untuk melakukan sesuatu dan

(3) untuk tidak melakukan sesuatu

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa wanprestasi pendiri dalam

pendirian PT adalah tidak dipenuhinya kewajiban untuk memberikan sesuatu berupa

penyetoran modal dasar PT sesuai jumlah yang telah disepakati oleh masing-masing

pendiri dalam pendirian PT tersebut. sebagaimana yang telah disepakati oleh para

pendiri dalam perjanjian pendirian PT diantara para pendiri tersebut.

Sedangkan mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan pendiri

adalah bahwa pendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menyetorkan

secara penuh modal ditempatkan telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan

dalam Pasal 33 UU No 40 Tahun 2007 dimana ketentuan tersebut mewajibkan

kepada para pendiri PT, sebelum penandatanganan akta pendirian PT dihadapan

notaris, untuk melakukan kewajibannya menyetorkan secara penuh modal

ditempatkan dalam PT yang didirikan oleh para pendiri tersebut. Hal ini juga

dimaksudkan untuk mengalihkan status para pendiri menjadi pemegang saham yang

Universitas Sumatera Utara


119

sah dan berhak atas pembagian deviden PT. Sebelum penandatanganan akta pendirian

PT tersebut oleh para pendiri dihadapan notaris, maka para pendiri wajib

menunjukkan bukti kuitansi tanda lunas atas penyetoran modal dasar perseroan

tersebut kepada notaris.84

Akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pendiri dalam

pendirian PT tersebut dengan menggunakan akta notaris, maka pada dasarnya akta

pendirian PT tersebut menjadi cacat hukum, dan status para pemegang saham PT

tersebut juga tidak memiliki keabsahan dan legalitas secara hukum dalam hal ini

adalah UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. Apabila perbuatan melawan hukum dari

pendiri merugikan kepentingan pendiri lainnya atau merugikan kepentingan pihak

ketiga maka pendiri yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dapat

digugat ke pengadilan berdasarkan gugatan ganti rugi Pasal 1365 KUH Perdata.

Demikian pula atas perbuatan wanprestasi pendiri terhadap pendiri lainnya dalam hal

pelaksanaan perjanjian pendirian PT diantara sesama pendiri, dapat pula digugat oleh

para pendiri atau pihak ketiga yang merasa dirugikan ke pengadilan berdasarkan

Pasal 1243 KUH Perdata atas perbuatan wanprestasi tersebut.

Secara doktrinal menurut hukum yang hidup dan berkembang di Indonesia,

gugatan perdata dibedakan dalam dua jenis, yaitu: gugatan wanprestasi dan gugatan

melawan hukum. Adapun landasan hukum masing-masing kedua gugatan tersebut

didasarkan pada ketentuan Buku III Pasal 1243 KUHPerdata untuk wanprestasi dan

Pasal 1365 KUHPerdata untuk gugatan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu,
84
Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 31

Universitas Sumatera Utara


120

pengajuan gugatan wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum pada prakteknya

selalu terpisah, kecuali jika dasar antara wanprestasi dengan perbuatan melawan

hukumnya mempunyai relevansi yang sangat erat, maka dalam keadaan yang

demikian masih diperkenankan dilakukan penggabungan gugatan antara wanprestasi

dan perbuatan melawan hukum, tetapi sifatnya tentu saja sangat insidentil tergantung

pada pertimbangan hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara.85

Sebenarnya secara normatif yuridis, KUHPerdata tidak menjelaskan secara

gamblang apa yang dimaksud dengan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum,

namun demikian dalam KUHPerdata terdapat Pasal-Pasal yang secara limitatif

mengatur akibat-akibat yuridis dalam hal terjadinya perbuatan wanprestasi dan atau

perbuatan melawan hukum. Pengertian wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

berkembang melalui teori dan ajaran hukum dengan pemahaman yang dijelaskan oleh

ahli-ahli hukum. Pengertian ini harus benar-benar dipahami secara materil demi

terciptanya praktek peradilan yang baik karena seringkali, karena luasnya

pemahaman akan pengertian wanprestasi dan perbuatan melawan hukum ini,

mengakibatkan hakim yang memutus perkara menolak atau tidak menerima suatu

gugatan jika dasar hukum gugatan dianggap secara mendasar mengandung kekaburan

(obscuur) atau kekeliruan. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut pendapat

ahli berbeda-beda, namun secara umum masing-masing memberikan gambaran

karakteristik sifat melawan hukum itu sendiri.

85
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung : Citra Aditia Bakti, 2009), hal. 34

Universitas Sumatera Utara


121

Jika menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan

perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang

dilakukan oleh seseorang karena kesalahannya sehingga menimbulkan akibat yang

merugikan pihak lain. Ada juga yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai

suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau

mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian

yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban

dengan suatu gugatan yang tepat.

Beberapa defenisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan

hukum adalah sebagai berikut:

1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajiban sendiri selain dari kewajiban

kotraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk

mengganti rugi.

2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya

kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum,

kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan

tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat diminta suatu ganti rugi.

3. Tidak memenuihi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban

mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak

memenuhi kewajibannya tersebut dapat diminta suatu ganti rugi.

Universitas Sumatera Utara


122

4. Suatu kesalahan perdata terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntuk yang

bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi atas kewajiban

trust, ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.

5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau

lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang yang

diciptakan oleh hukum yang tidak tertib dari hubungan kontraktual.

6. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan

hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya

suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.86

Adapun yang menjadi titik tolak untuk membedakan gugatan wanprestasi dan

gugatan perbuatan melawan hukum lazimnya adalah bahwa gugatan wanprestasi

selalu bersandar pada adanya suatu hubungan keperdataan (contractual) antara pihak,

sehingga melahirkan hak dan kewajiban hukum. Hak dan kewajiban disini

dimanifestasikan dengan apa yang disebut sebagai prestasi. Pada saat prestasi tidak

dipenuhi atau dilaksanakan sesuai dengan isi perjanjian para pihak, maka lahirlah apa

yang kita namakan wanprestasi atau bisa disebutkan sebagai cidera janji.

Sedangkan perbuatan melawan hukum titik tolak dasar gugatannya adalah

kepentingan pihak tertentu yang dirugikan oleh perbuatan pihak lainnya, meskipun

diantara para pihak tidak terdapat suatu hubungan hukum keperdataaan yang bersifat

kontraktual (dalam arti kausalitas). Dalam hal ini landasan gugatannya cukup

86
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris : Peranannya sebagai organ Perseroan, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2000), hal. 43

Universitas Sumatera Utara


123

dibuktikan apakah perbuatan pelaku benar telah merugikan pihak lain. Dengan kata

lain, pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum semata-mata hanya terorientasi

pada akibat yang ditimbulkan yang mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian.

Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan : “ Tiap perbuatan melanggar hukum

yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan ketentuan Pasal

1366 KUHPerdata menyatakan : “ setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang

disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.

Ketentuan Pasal 1365 tersebut di atas mengatur pertanggung-jawaban yang

diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum baik karena berbuat

(positip=culpa in commitendo) atau karena tidak berbuat (pasif=culpa in ommitendo).

Sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata lebih mengarah pada tuntutan pertanggung-

jawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten).

Agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum,

maka harus memenuhi unsur-unsur perbuatan sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan. Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu

perbuatan dari si pelakunya. Perbuatan disini meliputi perbuatan aktif (berbuat

sesuatu) maupun pasif (tidak berbuat sesuatu), padahal secara hukum orang

tersebut diwajibkan untuk patuh terhadap perintah undang-undang, ketertiban

umum, dan kesusilaan (public order and morals).

Universitas Sumatera Utara


124

2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Manakala pelaku tidak melaksanakan apa

yang diwajibkan oleh undang-undang, ketertiban umum dan atau kesusilaan,

maka perbuatan pelaku dalam hal ini dianggap telah melanggar hukum, sehingga

mempunyai konsekwensi tersendiri yang dapat dituntut oleh pihak lain yang

merasa dirugikan.

3. Adanya kerugian bagi korban. Yang dimaksud dengan kerugian, terdiri dari

kerugian materil dan kerugian immateril. Akibat suatu perbuatan melawan

hukum harus timbul adanya kerugian di pihak korban, sehingga membuktikan

adanya suatu perbuatan yang melanggar hukum secara luas.

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Hubungan kausal

merupakan salah satu ciri pokok dari adanya suatu perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum dalam hal ini harus dilihat secara materiil. Dikatakan

materiil karena sifat perbuatan melawan hukum dalam hal ini haru dilihat sebagai

suatu kesatuan tentang akbat yang ditimbulkan olehnya terhadap diri pihak

korban. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori

hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat

(causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara

faktual telah terjadi. Sedangkan teori penyebab kira-kira adalah lebih

menekankan pada apa yang menyebabkan timbulnya kerugian terhadap korban,

apakah perbuatan pelaku atau perbuatan lain yang justru bukan dikarenakan

bukan suatu perbuatan melawan hukum. Namun dengan adanya suatu kerugian,

Universitas Sumatera Utara


125

maka yang perlu dibuktikan adalah hubungan antara perbuatan melawan hukum

dan kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut.87

Akibat perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 sampai dengan 1367 KUH

Perdata sebagai berikut : Menurut Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi : “Tiap

perbuatan melanggarn hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu mengganti

kerugian”. Sedangkan Pasal 1366 KUH Perdata menyebutkan, “Setiap orang

bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,

tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-

hatinya”. Lebih lanjut Pasal 1367 KUH Perdata menyebutkan, “Seorang tidak saja

bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,

tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang

menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang – orang yang berada di bawah

pengawasannya…dst”.

Berdasarkan kutipan Pasal tersebut di atas, secara umum memberikan

gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan

hukum. Akibat perbuatan melawan hukum secara yurudis mempunyai konsekuensi

terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam

bentuk pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi

87
Setiawan, Aneka Hukum dan Hukum Acara Perdata, Cetakan Pertama, (Bandung :
Alumni, 2012), hal. 89

Universitas Sumatera Utara


126

akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam

bentuk ganti kerugian terhadap korban yang mengalami.

Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum,

sebagaimana telah disiunggung di atas, dapat berupa penggantian kerugian materiil

dan immaterial. Lazimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan

uang, atau disetarakan. Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu

perbuatan melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian

yang bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian

yahng bersifat actual adalah kerugian yang mudah dilihat secar nyata atau fisik, baik

yang bersifat materiil dan immaterial. 88

Kerugian ini didasarkan pada hal-hal konkrit yang timbul sebagai akibat

adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat di

masa mendatang adalah kerugian – kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul di

masa mendatang akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku.

Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melaluji pengumuman

di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian di masa

mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sehatinya dapat

dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi secara nyata dengan tuntutan

disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap

telah mengalami kerusakan / perampasan sebagai akibat adanya perbuatan melawan

hukum pelaku. Jika mencermati perumusan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata,
88
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Griya Media, Salatiga, 2011), hal. 90

Universitas Sumatera Utara


127

secara limitative menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal

terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagia

kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex-officio menetapkan

penggantian kerugian meksipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang

dimaksud.

Di dalam perseroan terbatas dimana para pemegang saham tidak

melaksanakan kewajibannya secara jelas sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di bidang PT dalam hal ini adalah UUPT maka

para pemegang saham tersebut telah merugikan pemegang saham lainnya yang telah

memenuhi seliruh kewajibannya sebagai pemegang saham yang sah. Oleh karena itu

maka para pemegang saham yang telah memenuhi kewajibannya secara penuh dan

berhak disebut sebagai pemegang saham yang sah dapat menggugat para pemegang

saham yang belum melaksanakan kewajibannya secara penuh tersebut agar tidak

memperoleh perlakuan yang sama dalam hal peralihan hak kebendaan berupa jual

beli saham maupun dalam pembagian deviden maupun deviden final maupun deviden

interim. Hal ini disebabkan karena para pemegang saham yang belum memenuhi

kewajibannya secara penuh secara hukum juga tidak memiliki hak secara penuh

dalam hal hak suara hak untuk mengalihkan sahamnya maupun hak untuk

memperoleh deviden secara penuh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku tersebut.

Universitas Sumatera Utara


128

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kedudukan hukum para pemegang saham yang tidak menyetorkan penuh modal

ditempatkan adalah dari segi hukum perjanjian merupakan suatu perbuatan

wanprestasi atau pelanggaran perjanjian secara material (material break)

sehingga status pendirian badan hukum PT tersebut menjadi cacat hukum. Dari

segi hukum benda akibat wanprestasi dari pendiri / pemegang saham tersebut

atas tidak disetornya secara penuh modal ditempatkannya tersebut maka

kepemilikan sahamnya menjadi tidak sempurna dan karena itu kepemilikan

saham yang dikuasainya menjadi tidak memiliki legalitas dan keabsahan sebagai

pemegang saham yang sah.

2. Pemegang saham yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menyetorkan

secara penuh modal ditempatkan, maka hak atas deviden dari pemegang saham

tersebut tidak dapat diberikan karena hak kebendaan atas saham sebagai dasar

lahirnya hak atas deviden belum beralih secara sempurna karena tidak

dilaksanakannya kewajiban penyetoran modal ditempatkan secara penuh oleh

pemegang saham tersebut.

3. Para pemegang saham yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menyetor

penuh modal ditempatkan dari segi hukum perjanjian telah melakukan perbuatan

wanprestasi terhadap perjanjian pendirian PT tersebut dan dari segi ketentuan

128

Universitas Sumatera Utara


129

peraturan perundang-undangan di bidang pendirian PT berdasarkan Pasal 33

UUPT No. 40 Tahun 2007 perbuatan pendiri / pemegang saham perseroan

terbatas yang tidak memenuhi kewajibannya secara penuh untuk menyetorkan

modal ditempatkan ke dalam perseroan terbatas merupakan suatu perbuatan

melawan hukum karena telah melanggar ketentuan Pasal 33 UU No.40 Tahun

2007 tentang PT.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan pendirian PT para pendiri hendaknya terlebih dahulu

melaksanakan seluruh kewajibannya dalam hal penyetoran penuh modal

ditempatkan ke rekening PT sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPT No. 40

tahun 2007. Apabila para pendiri tidak melakukan kewajiban tersebut maka

akibat hukumnya pendirian PT tersebut menjadi cacat hukum dan kedudukan

hukumm pemegang saham juga cacat hukum dalam pelaksanaan penerimaan

hak-hak pemegang saham tersebut (termasuk hal menerima deviden) dari

perseroan terbatas tersebut menjadi tidak berhak atau dapat di pending hak-hak

sampai pemegang saham tersebut melaksanakan kewajibannya secara penuh.

2. Hendaknya dibentuk suatu institusi pengawas di bawah Kemenkumham RI yang

tugas dan wewenangnya melakukan pengawasan yang intensif terhadap

kewajiban-kewajiban para pendiri / pemagang saham PT dalam kaitannya dengan

pendirian PT dan pelaksanaan kegiatan operasional PT tersebut sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang PT.

Universitas Sumatera Utara


130

3. Hendaknya diterbitkan suatu ketentuan setingkat peraturan menteri Hukum dan

HAM yang mengatur tentang penjatuhan sanksi yang tegas terhadap para pendiri

/ pemegang saham PT yang tidak / belum melaksanakan kewajibannya secara

penuh dalam kaitannya dengan prosedur dan tata cara pendirian PT tersebut,

sehingga diharapkan dapat menekan pelanggaran hukum terhadap kewajiban –

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pendiri PT dalam pelaksanaan

pendirian PT sebagai badan hukum.

Universitas Sumatera Utara


131

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Achmad, Mukti Fajardan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan


Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010

Agustina, Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Gramedia, 2010

Awar, Muhammad, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Rajawali Press, 2002

Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan


Terbatas, Jakarta : Ghalia Indonesia. 2002.

Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang


Kenotariatan, Bandung : Citra Aditya, 2010

_______________, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku


Kesatu, Jakarta : Griya Media, 2016

Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan tanggung jawab Pendiri Perusahaan


Terbatas, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002

Budiyono, Tri, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang


Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Salatiga : Griya Media,
2011

Budiyono, Tri, Hukum Perusahaan, Salatiga : Griya Media, 2011

Bustama, Azidar, Perjanjian Utang Piutang Dalam Teori dan Praktek, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2012

Cahyono, Achmal Budi, Mengenal Hukum Perdata, Jakarta : Gitama Jaya, 2009

Chatamarrasjid, Menyingkapi Tabir Perseroan ( Piercing of of The Corporate Veil)


Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti : Bandung, 2000

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta:


Salemba Empat, 2001

Djojodirjo, Perbuawan Melawan Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 2008

131

Universitas Sumatera Utara


132

Fuadi, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2007

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya


Dalam Hukum Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Gautama, Sudargo, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang penting bagi
Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010

Ginting, Jamin, Hukum Perseroan UU No. 40 Tahun 2007, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2009

Hadi, Sutrisno, Metodelogi Riset Nasional, Magelang : Akmil, 1987

Halim, Abdul dan Sarwoko. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan: AMP


YKPN, 2011

Hardiman, Yusmanto, Prosedur dan Tata Cara Pendirian PT dan Pengesahannya


sebagai Badan Hukum, Surabaya : Mitra Ilmu, 2014

Harianto, Gunawan, Tinjauan Yuridis Prosedur dan Tata Pendirian Perseroan


Terbatas berdasarkan UUPT No. 40 Tahun 2007, Jakarta : Pradnya Paramita,
2014

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2011

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Grafika, 2011

Harjono, Dhaniswara K, Pembaharuan Hukum Perseroan Terbatas, Tinjauan


Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Jakarta : PPHBI, 2008

Ibrahim, Johnny, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia,
2012

Ikhwan, Yogi, Wanprestasi, Sanksi, Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa, Jakarta
: Rineka Cipta, 2013

Jamhur, Organisasi Perusahaan, Jakarta : Pustaka Ilmu, 2011

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,


Bandung : Alumni, 2004

Universitas Sumatera Utara


133

Kansil, CST dan Christine ST Kansil, Seluk Belik Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Bandung : Rineka Cipta, 2009

Khairandy, Ridwan, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan,


dan Yurisprudensi, Yogyakarta : Total Media, 2009

Levanda, Martin, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Bumi Aksara,


2008

Manan, Bagir, Era Baru Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2010

Marsh, S.B. dan J. Soulsbby, Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni 2006

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, ctk. Keenam, Jakarta : Kencana, 2010

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Keempat Revisi,


Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010

Nasir, Mohammad, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Galia Indonesia, 1988

Prasodjo, Ratnawaty, Modal dan Saham Perseroan Terbatas, Jakarta : Rajawali


Grafindo Persada, 2010

Purba, Orinto, Petunjuk Praktis Bagi RUPS Komisaris dan Direksi Perseroan
Terbatas Agar Terhindari dari Jerat Hukum, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2011

Rachwanto, Sunandar, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek, Jakarta
: Rineka Cipta, 2014

Raharjo, Hendri, Hukum Perusahaan, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009

Rajagukguk, Erman, Butir-butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dari


Ekonomi, Jakarta : FH-III, 2011

Regar, Moenaf H., Dewan Komisaris : Peranannya sebagai organ Perseroan Bumi
Aksara, Jakarta : Rajawali Press, 2000

Riyanto, Bambang. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta : Yayasan


Penerbit Gadjah Mada, 2012

Rusli, Hardijan, perseroan terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2010

Universitas Sumatera Utara


134

S, Advendi & Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta : Grasindo 2007

Saliman, Abdul R., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus,
Jakarta : Kencana, 2010

Setiawan, Aneka Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Cetakan Pertama,
Alumni, 2012

Singarimbun, Masri dkk, Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES, 1999

Soekanto, Soerjono dan Sri Mulyadi, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta : PT Raja Grafindo, 1995

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia


UI-Pres, 1984

Subagyo, Joko P., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta : PT Rineka
Cipta, 1997

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditia Bakti, 2009

Subekti, R., Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Intermasa, 2010

Sudaryati, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru, Jakarta : Djambatan, 2010

Suharnanto, Hendrawan, Wanprestasi Sebagai Bagian Perbuatan Melawan Hukum,


Jakarta : Rajawali Press, 2014

Supranto, J., Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Jakarta “ Rineka Cipta, 2000

Suryabrata, Sumandi, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

1998

Sutedi, Adrian, Buku Pintar Hukum Perseroan, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung :


Alumni, 2004

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2010

Wijaya, Gunawan, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta :
Forum, Sahabat, 2008

Universitas Sumatera Utara


135

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2008

Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Pelaksana Terkait

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Tatacara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai