2018
Azhar
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1276
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK
MENYETOR PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN
DALAM PERSEROAN
TESIS
Oleh
AZHAR
167011198 /M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
TESIS
Oleh
AZHAR
167011198 /M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : A Z H A R
Nim : 167011198
ii
Bismillahirrahmanirrahim
hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.
Bismar Nasution, SH, MH, Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Ibu
Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah
penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis
baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.
iii
sedalam-dalamnya kepada:
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan
Aresy, Sarah Agustin dan Achmad Ghozi Alparesy yang selalu memberikan
dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk
segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan
pengorbanannya.
iv
kepada penulis.
8. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu
kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat
Azhar
I. DATA PRIBADI
Nama : Azhar
Ulee Kareng
Status : Menikah
Agama : Islam
vi
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 11
1. Kerangka Teori ...................................................................... 11
2. Konsepsi ................................................................................ 19
G. Metode Penelitian ......................................................................... 22
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 23
2. Metode Pendekatan ............................................................... 24
3. Sumber Data dan Bahan ........................................................ 24
4. Teknik dan Pengumpulan Data .............................................. 25
5. Analisis Data .......................................................................... 26
BAB II KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM YANG TIDAK
MENYETORKAN PENUH MODAL YANG DITEMPATKAN .... 28
vii
viii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha atau bisnis di Indonesia, bentuk badan usaha yang lazim
dipakai adalah bentuk Perseroan Terbatas. Dasar hukum Perseroan Terbatas diatur
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Pasal 1 angka (1) UUPT menyatakan
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
badan hukum. Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas merupakan pendukung hak
dan kewajiban yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek
hukum manusia.1
yang terpisah dari para pemegang sahamnya. Hal ini mengakibatkan bahwa
1
Chatamarrasjid, Menyingkapi Tabir Perseroan (Piercing of of The Corporate Veil) Kapita
Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 84
usaha yang memiliki modal tersendiri atas saham-saham yang pemiliknya memiliki
bagian sebanyak saham yang dimilikinya.2 Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas
merupakan subjek hukum, memiliki sifat dapat melakukan perbuatan hukum yaitu
perbuatan yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban, dapat dituntut maupun
badan hukum Perseroan”. Dalam hal ini dimaksudkan adalah keputusan Menteri
ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan sebagai badan hukum,
bersifat “kontraktual” yaitu berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari
perjanjian, dan juga bersifat “konsensual” yaitu adanya kesepakatan untuk mengikat
2
Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015), hal. 6
3
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Salatiga Griya Media, 2011), hal. 32
UUPT yang mengatur tentang pendirian suatu Perseroan yang sah harus didirikan
perikatan, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal ( Pasal 1320
KUHPerdata), dan kebebasan membuat perjanjian yang harus dipatuhi oleh para
pendirinya.
antara lain mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok
modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya
(modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili
Perseroan menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik diluar maupun
didalam Pengadilan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan-
sangat penting artinya, bukan saja sebagai salah satu sarana untuk meraih keuntungan
dalam kegiatan usaha Perseroan Terbatas, namun juga sangat penting artinya bagi
4
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 19
sebagai organisasi ekonomi. Bagaimanapun modal adalah sarana untuk meraih laba
yang sebesar-besarnya, sedangkan laba adalah tujuan dari kegiatan usaha perseroan
Anggaran Dasar yang dimuat dalam akta pendirian.6 Modal dasar perseroan
merupakan seluruh nilai nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan, yang harus
ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal
dasar.7
(sebelum perseroan berbadan hukum) atau pemegang saham yang wajib disetor
penuh (100% dari modal yang ditempatkan tersebut) kedalam kas perseroan, yang
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. UUPT mewajibkan semua penyetoran
modal dilakukan secara penuh baik terhadap saham yang diambil bagian sebelum
mendapat pengontrolan dari segi yuridis, sehingga bisa saja suatu Perseroan Terbatas
didirikan sebenarnya tanpa adanya penyetoran modal sama sekali, penyetoran modal
5
Ibid, hal. 50
6
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Modal Dasal Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka (1) dan (2).
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 33
8
Advendi S & Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta : Grasindo, 2007), hal. 59
dilakukan tidak secara penuh, sehingga penyetoran modal tersebut menjadi tidak
konsekuensi hukum baik bagi pemegang saham, perseroan maupun pihak ketiga.
Konsekuensi hukum dari perbuatan melawan hukum dari para pendiri PT tersebut
adalah bahwa kedudukan para pendiri PT sebagai pemegang saham tidak sah dan
tidak memiliki legalitas secara hukum, dan kedudukan hukum PT menjadi cacat
hukum yang dapat merugikan pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan operasional
pelaksanaan modal ditempatkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
modal dasar harus disetor penuh oleh para pendiri Perseroan Terbatas, masih
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas disebutkan bahwa, “Bukti setor modal
perseroan dapat berupa foto copy slip setoran atau fotocopy surat keterangan bank
9
Munir Fuadi, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2007), hal. 50
atas nama perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat
pernyataan telah menyetor modal perseroan yang ditanda tangani oleh semua anggota
direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewa komisaris perseroan,
jika setoran modal dalam bentuk uang. Dari ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c
Permenkumham RI No. 4 Tahun 2014 tersebut di atas maka surat pernyataan telah
menyetor modal perseroan yang ditanda tangani oleh semua anggota direksi, semua
pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan sudah cukup menjadi
menjadi badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM RI. Ketentuan tersebut
dapat saja disalahgunakan oleh para pendiri yang belum melaksanakan kewajibannya
kewajiban tersebut telah dilaksanakan secara penuh. Hal inilah yang menimbulkan
tersebut sebagai badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, masih ada
kewajiban para pendiri yang belum dilaksanakan secara penuh yaitu menyetorkan
pengesahan perseroan terbatas sebagai badan hukum tersebut menjadi cacat hukum.
ditempatkan yang merupakan kewajiban yang disyaratkan oleh UUPT No. 40 Tahun
tersebut memiliki akibat hukum terhadap kedudukan pemegang saham yang tidak
Akibat hukum dari tidak dilaksanakannya kewajiban yang disyaratkan oleh UUPT
No. 40 Tahun 2007 dalam menyetor penuh modal ditempatkan oleh pemegang saham
maka hal tersebut berakibat hukum terhadap pelaksanaan pembagian deviden bagi
penuh modal ditempatkan tersebut. Perbuatan pendiri / pemegang saham yang tidak
hukum.
akademis berupa karya ilmiah tesis dengan judul “Kedudukan Hukum Pemegang
Saham yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal yang Ditempatkan Dalam Perseroan”.
B. Perumusan Masalah
yang ditempatkan?
2. Bagaimana hak pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal ditempatkan
3. Apakah perbuatan pemegang saham yang tidak menyetor penuh tersebut dapat
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut :
2. Untuk mengetahui hak pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal
D. Manfaat Penelitian
praktis, yaitu :
Tahun 2007, dan juga peraturan pelaksananya yaitu PP No. 29 Tahun 2016.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada
sebagai badan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007
E. Keaslian Penelitian
“Kedudukan Hukum Pemegang Saham Yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal Yang
dan ditemukan beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan prinsip hukum
1. Tesis dengan judul : “Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dalam Prinsip
Perseroan Terbatas.
menyetorkan modal ternyata lalai atau tidak bisa menyetorkan uang tunai
Penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka baik judul
sangat berbeda sama sekali. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat
1. Kerangka Teori
pemegang teoristis.10 Hal ini sesuai dengan pendapat Peter M. Marzuki yang
teori ataupun konsep baru sebagai preskrepsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi”.11
hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan
dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan. 13 Bahwa 2 (dua)
orang atau lebih yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi
10
Ibid, hal. 27
11
Peter M. Marzuki., Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010), hal. 35
12
S.B. Marsh dan J. Soulsbby, Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 2006), hal.103
13
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, (Bandung : Citra Aditya, 2010), hal. 79
14
Ibid, hal. 79
Pasal 1234 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Hal ini sesuai
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat
Perseroan didirikan.
perseroan telah berdiri dan hubungan antara pendiri adalah hubungan kontraktual
karena perseroan belum mempunyai status badan hukum.15 Pihak-pihak yang berjanji
tersebut harus bermaksud supaya perjanjian yang mereka buat itu mengikat secara
sah. Pengadilan harus yakin tentang maksud mengikat secara sah itu. Mengikat secara
sah artinya perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang
15
Ibid, hal. 79
16
S.B. Marsh dan J. Spulsby, Op.Cit, hal. 94
3. Adanya objek tertentu yang jelas dan dapat dinilai secara ekonomi
Kata sepakat dalam suatu perjanjian apabila pernyataan kehendak telah terjadi
melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie) dari para pihak
yang membuat perjanjian yang dilanjutkan dengan membuat suatu perjanjian tertulis
baik dengan menggunakan akta di bawah tangan maupun dengan menggunakan akta
otentik notaris. Penandatanganan akta perjanjian tersebut oleh para pihak maka
perjanjian tersebut telah sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak
yang membuatnya. Di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan
bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
tersebut memiliki akibat hukum apabila perjanjian yang telah ditandatangani oleh
hak bagi pihak lain yang dirugikan untuk menuntut pemenuhan prestasi dari pihak
berdasarkan ketentuan Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUH Perdata ke pengadilan.
menyetorkan penuh modal yang ditempatkan oleh pendiri dalam hal menyetorkan
modal sebagai fokus penelitian ini sangat tepat sehingga perbuatan pemegang saham
yang tidak menyetorkan penuh modal yang ditempatkan tersebut dapat digolongkan
sebagai perbuatan wanprestasi. Hal ini didasarkan kepada teori hukum perjanjian,
dimana suatu perjanjian yang sah yang telah ditandatangani oleh para pihak berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu perjanjian
pendirian PT oleh para pendiri PT harus dilaksanakan dengan itikad baik untuk
memenuhi seluruh unsur-unsur yang termuat di dalam perjanjian tersebut, agar dapat
dalam menyetor penuh modal ditempatkan maka pendiri PT tersebut telah melakukan
perbuatan hukum wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati, oleh karena itu
telah menjadi pemegang saham juga cacat hukum dan hak-haknya terhadap saham
Teori hukum perjanjian yang digunakan dalam penelitian ini dipandang telah
tepat dan sesuai. Karena pendirian PT merupakan suatu perjanjian diantara para
pendiri PT sebagaimana termuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat
(1) dan (3) UUPT yang menyebutkan bahwa, “Perseroan sebagai badan hukum
lebih”.17
yaitu hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain,
baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dan karena penunjukan
atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak
milik dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebedaan itu.
17
Ibid, hal. 56
pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang
dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham, antara lain
sebagai berikut:
Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu
tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum
PT);
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
PT)
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka Pemegang saham yang
Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak
menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham
Selain dari pada hak-hak yang telah disebutkan diatas, hak kebendaan lain
yang dapat dinikmati oleh pemegang saham adalah Hak Penjaminan yang ada pada
saham. Sebagaimana tersirat di dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d yang mengatakan
bahwa Saham dapat dibebankan dalam bentuk Gadai dan Fidusia. Hal ini sesuai
dengan bentuk dari saham itu sendiri, yaitu termasuk dalam jenis benda bergerak.
Setiap penjaminan yang dilakukan oleh pemegang saham tersebut wajib dicatat dalam
daftar pemegang saham perseroan sehingga jelas nama dan alamat dari orang
perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau
penerima jaminan fidusia saham. Pencatatan ini juga wajib mencantumkan tanggal
benda bergerak maka kepemilikan atas saham memberikan hak kebendaan kepada
pemiliknya, hak mana dapat dipertahankan kepada setiap orang. Sesuai dengan
pemegang saham kepada pihak lain dengan suatu perbuatan hukum, salah satunya
melalui perjanjian jual beli saham. Pengalihan kepemilikan saham dalam jual beli
saham diatur dalam Pasal 56 UUPT yang menyebutkan bahwa pemindahan hak atas
berwujud, dalam suatu pengalihan hak atas saham (benda) yang diperjualbelikan
harus disertai dengan adanya suatu penyerahan. Dengan kata lain hak atas benda
(saham) yang akan dilakukan pengalihan haknya belum beralih hak kepemilikannya
1) Saham adalah benda bergerak. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak
terjadi apabila saham tersebut telah diserahkan haknya kepada pendiri PT.
2) Hak kebendaan atas saham menimbulkan hak bagi pemegang saham. Salah satu
hak tersebut adalah hak tagih atas keuntungan yang dihasilkan (dividen). Apabila
hak atas saham tersebut tidak sempurna karena belum terpenuhinya syarat
material penyerahan (levering) yakni setoran modal, maka hak yang lahir dari
saham tersebut juga tidak sempurna. Oleh karena itulah hak atas dividen tersebut
tidak dapat diberikan atau ditunda sampai sempurnanya penyerahan hak atas
saham tersebut.
2. Konsepsi
merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang
digunakan penulis. Konsepsi merupakan bagian terpenting dari teori karena konsep
baru ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.18 Konsep
merupakan dasar dari semua pemikiran dan komunikasi, namun sering kurang
diperhatikan apa konsep itu dan masalah yang ditemui dalam penggunaannya.
Masalah khusus sangat membutuhkan ketepatan suatu konsep dan keahlian untuk
18
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999, hal. 34
19
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 194
sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian
b. Modal adalah modal perseroan sebagai modal pendiri karena jumlah modal yang
c. Modal Dasar adalah modal maksimum dimana dapat dikeluarkan saham tanpa
20
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1998),
hal.3
21
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung :
Alumni, 2004), hal. 31
22
Agus Budiarto, Op Cit, hal. 19
23
Dr. Herlinen Budiono SH, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku
Kesatu, (Jakarta : Griya Media, 2016), hal. 47
d. Modal ditempatkan adalah sejumlah modal dengan nilai nominal diambil oleh
para pendiri.24
e. Modal disetor adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang
dengan angka dan bilangan tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh
perseroan.26
g. Pemegang Saham adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki
h. Deviden adalah hak pemegang saham atas bagaimana tertetnu dari keuntungan
i. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.
j. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang
selayaknya.27
k. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai perjanjian ini
24
Ibid, hal. 47
25
Tri Budiyono, Op Cit, hal. 36
26
Ibid, hal. 88
27
M. Yahya Harahap, Op Cit, hal. 60
Terbatas.28
mempunyai wewenang yang tidak diberikan atau Dewan Komisaris dalam batas
G. Metode Penelitian
atau prosedur, maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan serta usaha atau pekerjaan untuk mencari
kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati,
metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten
berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.31
28
Johny Ibrahim, Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu Media
Publishing, 2008), hal. 25-26
29
Sutrisno Hadi, Metodelogi Riset Nasional, (Magelang : Akmil, 1987), hal. 25-26
30
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
1997), hal. 25-26
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Pres,
1984), hal. 3
32
Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1995), hal. 7
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (Yuridis Normatif) yaitu penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji
normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau
ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.
Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan. Hal ini disebabkan
karena penelitian lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang
ada di perpustakaan.
analitis. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif
dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
norma-norma hukum.35
33
Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia, 2012),
hal. 295
34
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal. 13
35
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : ctk. Keenam, Kencana, 2010), hal. 35
Artinya adalah untuk memberikan argumentasi dari hasil penelitian yang telah
2. Metode Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif,
dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Metode penelitian
merupakan cara utama yang digunakan Peneliti untuk mencapai tujuan dan
terdiri dari 3 (tiga) sumber yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang
mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang
36
Mohammad Nasir, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Galia Indonesia, 1988), hal. 51
37
Ibid, hal. 23-24
3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014
mengenai hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli yang termuat dalam :
1) Literatur, Buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum, termasuk tesis dan
jurnal hukum.
hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa
dan di bidang hukum perjanjian sebagaimana termuat di dalam Buku Ketiga KUH
Perdata tentang hukum perjanjian dan juga di dalam UUPT No. 40 Tahun 2007
termasuk pula tentang PP No. 29 Tahun 2016 tentang Peraturan Pelaksana dari UUPT
yang mengatur tentang hukum perseroan terbatas, khususnya tentang Pendirian dan
ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007, serta legalitas dan keabsahan para
5. Analisis Data
bentuk narasi. Data yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan yang diteliti
diolah dan dianalisis secara yuridis untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-
a. Mengkaji dan menemukan konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum
terkait kategori dalam penelitian ini mengenai kedudukan pemegang saham yang
yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum seperti teori-teori, dalil-
38
Mukti Fajardan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 109
BAB II
dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan
perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum
berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Berikut adalah penjelasan
seputar pengertian badan hukum menurut para ahli, istilah badan hukum dalam
tanggungjawabnya.
dijelaskan bahwa badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau
yang lebih tepat bukan manusia.39 Menurut R. Subekti, definisi badan hukum pada
pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat
39
Maryanto Halim, Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum, (Jakarta : Prenada Media, 2014),
hal. 65
28
hukum pada hakikatnya merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya secara
bersama-sama, dan di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat
dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk
masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi itu, tetapi
juga sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap
pribadi anggota adalah juga pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam
badan hukum itu.41 Menurut Sri Soedewi Masjchoen, bahwa badan hukum adalah
yaitu:
2. Harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu, dan dikenal dengan
yayasan.42
yang perwujudannya tidak tampak seperti manusia biasa, namun mempunyai hak dan
kewajiban serta dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang pribadi (natural
person).
Dalam hukum pidana ekonomi istilah badan hukum disebut dalam Pasal 12
Hamsterwet (UU penimbunan barang) L.N. 1951 N0.90 jo L.N. 1953 No.4.
40
Ibid, hal. 66
41
Hartanto Budiman, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, (Jakarta : Pustaka Ilmu,
2013), hal. 76
42
Ibid, hal. 77
ditentukan dalam Pasal 15 L.N. 1955 No.27; Dalam Undang-Undang Pokok Agraria
No.5 Tahun 1960 antara lain Pasal 4 ayat 1; Dalam Perpu No.19 Tahun 1960 tentang
No.19 Tahun 2003 antara lain Pasal 35 ayat 2. Dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas No.40 Tahun 2007 antara lain Pasal 1 ayat 9 dan ayat 10, Pasal 10, Pasal 13,
a. Mempunyai perkumpulan;
Badan hukum menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua yaitu: badan
hukum publik dan badan hukum privat, yang termasuk hukum publik adalah seperti
yayasan. Badan hukum menurut peraturan yang mengaturnya adalah suatu pembagian
badan hukum yang didasarkan atas ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut.
Ada dua macam badan hukum berdasarkan aturan yang mengaturnya yang pertama
badan hukum yang terletak dalam lapangan hukum perdata dan badan hukum yang
Badan hukum menurut sifatnya dibagi dua yaitu korporasi (corporatie) dan
yayasan (stichting). Perseroan sebagai badan hukum, secara hukum pada prinsipnya
harta benda perseroan terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu
tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik
melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, maka tanggung jawabnya berada di
pihak perseroan tersebut dan hanya sebatas harta benda yang dimiliki perseroan.
Tanggung jawab perseroan terlepas dari orang-orang yang ada di dalamnya, apabila
timbul kerugian pada perseroan maka harta pribadi pemilik/pendiri tidak dapat ikut
Tahun 2007 yang memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya
disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, sedangkan istilah “terbatas”
menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu hanya sebatas jumlah
Sebagai badan hukum, perseroan harus memiliki maksud dan tujuan serta
mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan yang tidak
mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta kegiatan
valid” (invalidate).
suatu subjek hukum, dimana perseroan sebagai sebuah badan yang dapat dibebani
hak dan kewajiban seperti halnya manusia.44 Subjek hukum adalah sesuatu yang
dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan tindakan perdata atau
membuat suatu perikatan. Subjek hukum yang dikenal oleh para ahli hukum ada dua
macam, yaitu:
43
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Keempat Revisi, (Bandung
: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 109.
44
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1997), hal. 17.
Unsur utama dari badan hukum adalah apa yang disebut “separate
patrimony”, yaitu memiliki harta sendiri yang terpisah dari pemegang saham sebagai
pemilik. Karakteristik kedua dari badan hukum adalah tanggung jawab terbatas dari
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan pengurus perusahaan. Dari uraian
(1)Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, apabila perseroan
belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan
firma;
b. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai saham
45
Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, (Jakarta : Lembaga Studi Hukum dan
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 191.
c. Berdasarkan perjanjian:
(1)Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;
Untuk dapat disebut sebagai badan hukum maka perseroan terbatas sebagai
2. Ada pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak
aktivitasnya dalam lalu lintas hukum di luar maupun di dalam pengadilan dan
oleh perseroan terbatas. Ini berarti bahwa badan usaha disebut perseroan harus
memiliki kewenangan sebagai subjek hukum yang berdiri sendiri melalui para
pengurusnnya.
Pengurus tidak bertanggung jawab lebih dari pelaksanaan yang pantas dari
beban yang diperintahkan kepadanya; mereka tidak terikat secara pribadi kepada
KUHD).
Dengan status PT sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum
memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah
dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality” yaitu
sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian maka pemegang saham tidak
mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, sehingga oleh sebab itu juga tidak
bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau PT. Ini dikenal dengan sebutan
tetap memiliki identitas sendiri terlepas dari adanya penggantian para anggota
berhenti ataupun diulang kembali setiap terjadi pergantian manajer atau perubahan
hanya kepemilikan kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang
dimiliki oleh orang yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham
perusahaan tidak bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau PT. PT bisa
mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah dari harta
serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para persero pengurus atau pendiri.
Tanggung jawab pemegang saham, dalam UUPT di atur dalam Pasal 3, dan
dalam KUHD terdapat pada Pasal 40 ayat (2). Berdasarkan pada Pasal 3 UUPT dapat
saham yang di milikinya. Disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT: “Pemegang
saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang di buat
atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi
2. Memiliki harta kekayaan yang terpisah dari para pendirinya dapat bertindak.
4. Dapat mengumpulkan dana dari pihak lain yang ingin berpartisipasi untuk
personal.
Para pendiri dan pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari pada
tidak bertanggung jawab lebih dari pelaksanaan yang layak dari beban yang
diperintahkan kepadanya. Para pengurus tidak terikat secara pribadi kepada pihak
badan hukum merupakan subjek hukum yang berdiri sendiri memiliki harta kekayaan
sendiri terlepas dari harta kekayaan para pendiri dan pemegang sahamnya.
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas
dinyatakan dalam Pasal-Pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 85 ayat
(2) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari ketentuan itu
secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan
tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh
secara pribadi. Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh
tanggung jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang
terbatas yang merupakan ciri utama dari PT. Sebaliknya, oleh karena menjadi anggota
direksi adalah berarti menduduki suatu jabatan, maka orang yang menduduki jabatan
itu harus memikul tanggung jawab apabila kemudian tugas dan kewajibannya
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang
dilakukan perseroan.
2. Pasal 85 ayat (2) UUPT, yang mengatur bahwa setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau
dalam ayat (1). Menurut Pasal 85 ayat (3) UUPT, direksi atas kesalahan atau
Pengadilan Negeri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara sah.
3. Pasal 90 ayat (2) UUPT, yang menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi
karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup
untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, kecuali apabila
kepadadireksi. Sesusi dengan Pasal 100 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar
hukum tertentu. Selain itu, menurut Pasal 100 ayat (2), berdasarkan Anggaran Dasar
dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian, maka
berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi terhadap
perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai tanggung jawab
tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 98 ayat
(2) UUPT, bahwa atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah
organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat
(Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan suatu organ perseroan terbatas yang
kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-
Pada dasarnya RUPS merupakan suatu forum yang dimiliki pemegang saham
untuk membahas segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perseroan, karena dalam
RUPS, pemegang saham sebagai pemilik perseroan memiliki fungsi pengawasan atas
saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari direksi
dan atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan perseroan, RUPS dalam mata acara lain-lain tidak
berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan atau
diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat, keputusan mata
acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat dalam RUPS
komisaris, namun bukan berarti RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan.
Kedudukan RUPS sebagai salah satu organ perseroan adalah sama dengan organ
perusahaan yang lain seperti direksi dan dewan komisaris. RUPS, direksi dan dewan
komisaris adalah sederajat. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih
tinggi dari direksi dan dewan komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan
kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka miliki.
1. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan / atau dalam bentuk
konpensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya (Pasal
35 UUPT).
6. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh direksi (Pasal 64 ayat (3) UUPT)
UUPT).
10. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara direksi dalam
hal direksi terdiri atas dua anggota direksi atau lebih (Pasal 92 ayat (5) UUPT)
11. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi
12. Memutuskan tentang kewenangan direksi untuk mewakili perseroan dalam hal
hutang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan
bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
14. Menyetujui dapat atau tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atau
yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris (Pasal 106 ayat (6) UUPT).
18. Menetapkan ketentuan besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu (Pasal
21. Memutuskan pengambil alihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan
23. Memutuskan tentang pembubaran perseroan (Pasal 142 ayat (1) UUPT)
b. Direksi
organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU No. 40
Pasal 92 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang antara lain
didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha
sejenis.
menurut penjelasan Pasal 92 Ayat (2), yang dimaksud dengan kebijakan yang
(1) Harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan
46
Ibid, hal. 192
(b)Kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok (suitable
(c) Kebijakan yang diambil, harus benar berdasarkan kelaziman dunia usaha
Pada prinsipnya ada dua fungsi utama dari direksi dalam suatu perseroan,
(1) Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan;
(2) Fungsi representasi, dalam direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar
perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-
kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
Bussines judgement rule adalah salah satu dari beberapa doktrin dalam hukum
keadaan yang tepat dan secara rasional serta keputusan tersebut adalah yang terbaik
47
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 32.
bertindak berdasarkan prinsip bussiness judgement rule maka dewan direksi tidak
dapat dipersalahkan atas kerugian yang timbul di dalam perseroan terbatas tersebut.
Hal ini harus dibuktikan di pengadilan apakah dewan direksi telah bertindak
berdasarkan prinsip bussiness judgement rule atau menyimpang dari prinsip tersebut.
Apabila dewan direksi ternyata menyimpang dari prinsip bussiness judgement rule
maka dewan direksi berkewajiban mengganti kerugian secara tanggung renteng atas
kerugian yang timbul dalam perseroan terbatas akibat perbuatan yang dilakukannya.
berdasarkan prinsip bussiness judgement rule tersebut maka dewan direksi tidak
dapat dipersalahkan dan kepadanya tidak dapat dikenakan sanksi untuk melaksanakan
Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa direksi yang tidak berwenang
bersangkutan; atau
perseroan.
48
Darmadi Suhartono, Asas-asas Hukum Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta, 2014), hal. 95
Jika hal tersebut di atas terjadi, maka berdasarkan Pasal 99 Ayat (2) UU No.
(1) Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
perseroan;
(2) Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan
(3) Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi atau
jawab atas pengurusan perseroan, mewakili perseroan baik di dalam maupun di laur
pengadilan, membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, disalah, RUPS dan
risalah rapat direksi, membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan,
memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perseroan dan dokumen
perseroan lainnya. Selain itu anggota direksi juga wajib melaporkan kepada perseroan
mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan / atau
keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam
daftar khusus.
2. Menjadikan jaminan hutang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari lima
puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih,
3. Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada satu orang karyawan perseroan
atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan
c. Dewan Komisaris
adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Tugas
dewan komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2007
umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat
kepada direksi. 49
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selanjutnya
penjelasan Pasal 108 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh
dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan
49
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Kencana, 2010, hal. 105-106
Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris
yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota
dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, tetapi bertindak berdasar pada
keputusan dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 108 Ayat (3)
dan (4) UU No. 40 Tahun 2007. Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan atau mengelola dana
atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan
komisaris.
Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas
pengawasan perseroan. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan
komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 Ayat
Pasal 114 Ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anggota
(1) Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
(2) Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung
(3) Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
tercantum pada Pasal 1 angka 7 dan Pasal 1 angka 8. Berdasarkan ketentuan tersebut,
a. Perseroan Tertutup
perseroan terbuka. Pengertian perseroan tertutup secara eksplisit tidak termuat dalam
UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan tertutup, pada dasarnya adalah badan hukum yang
tertutup memiliki ciri khusus jika dibandingkan dengan perseroan lain, antara lain
sebagai berikut:
hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi
orang luar;
jumlahnya, dan dalam anggaran dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang
3. Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atau orang-
Perseroan yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasikan lagi,
1) Murni Tertutup
Perseroan tertutup seperti ini disebut murni tertutup atau absolut tertutup,
karena tidak memberi ruang gerak kepada orang luar untuk menjadi pemegang
saham. Ciri perseroan yang murni tertutup dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara
mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga
tertentu saja;
(c) Dalam anggaran dasar ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh
50
Mulyadi Hardiman, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek¸(Jakarta : Rineka
Cipta 2013), hal. 65
Tipe lain perseroan bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang
tidak murni atau tidak absolut tertutup. Cirinya, sebagian tetap tertutup, dan sebagian
(b) Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok
(c) Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapapun.
b. Perseroan Publik
adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal
yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995
dalam hal ini Pasal 1 angka 22. Menurut Pasal ini, agar perseroan menjadi perseroan
(2) Memiliki modal disetor (gestor capital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp.
(3) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang
Jika perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas, perseroan itu
harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007, menurut Pasal tersebut:
(1) Perseroan yang telah memenuhi sebagai perseroan publik, wajib mengubah
(2) Perubahan anggaran dasar dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30
c. Perseroan Terbuka
terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum
modal. Dengan demikian, maksud dari perseroan terbuka menurut Pasal 1 angka 7
(1) Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8
miliar rupiah);
(2) Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di bursa
angka 6 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, emiten adalah pihak
yang melakukan penawaran umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan
emiten, setelah lebih dulu mendaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan berfungsi
Modal. OJK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang menunjukkan nilai yang positif, sektor
yang dipandang sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Para pelaku
negara dalam hal ini adalah BUMN dan BUMND yang seluruh sahamnya dapat
dikuasai oleh negara. Demikian pula halnya dengan perseroan terbatas yang telah go
public di pasar modal dimana pemegang sahamnya bisa lebih dari dua, karena
sehingga siapa saja dapat memiliki saham dari perseroan terbatas tersebut. Itu
disebut dengan perseroan terbatas terbuka (tbk), sedangkan perseroan terbatas yang
belum go public atau yang belum memperdagang sahamnya di bursa saham disebut
dengan perseroan terbatas tertutup. Para pendiri PT disini adalah Warga Negara
minimum Modal Dasar Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah).51 Bagi investor
mendirikan PT penanaman modal asing (PT PMA) yang dapat dilakukan dengan
kepemilikan saham pada saat pendirian perusahaan atau pembelian saham dalam
51
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2008), hal.89
menyebutkan bahwa, “Bank umum hanya dapat berbentuk badan usaha perseroan
terbatas, koperasi atau perusahaan daerah. Sedangkan untuk PMA berlaku undang-
Undang No. 25 Tahun 2007 tentang PMA yang mengatur tentang bentuk badan usaha
PMA sebagaimana termuat di dalam Pasal 5 ayat (2) yang menyebutkan bahwa,
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
undang-undang”
Para pendiri juga dapat bertindak sebagai Pengurus di dalam Perseroan ini
baik sebagai Direktur atau Komisaris. Jika terdapat jumlah Direktur atau Komisaris
lebih satu orang maka salah satu dapat diangkat sebagai Direktur Utama atau sebagai
Anggaran Dasar Perseroan sebagai acuan untuk dibuatkan akta otentik sebagai akta
1. Pendiri Perseroan
dibawah ini;
c. Para pendiri pada saat perseroan ini didirikan yaitu saat Pembuatan Akta
d. Para pendiri juga dapat diangkat sebagai salah satu pengurus baik sebagai
Direktur atau Komisaris dan jika Anggota Direktur atau Komisaris lebih dari
satu orang maka salah satu dapat diangkat menjadi Direktur Utama atau
Komisaris Utama.52
a. Mengingat pemakaian PT tidak boleh sama atau mirip sekali dengan Nama PT
yang sudah ada maka yang perlu siapkan adalah 2 atau 3 pilihan nama PT,
untuk mengetahui Nama PT tersebut bisa gunakan atau tidak…. Jika bisa
52
Agus Budiarto. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 87.
Kantor Pusat.
1. Setiap perseroan yang didirikan dapat melakukan kegiatan usaha yang sama
dengan perseroan lain atau berbeda, bersifat khusus atau umum sesuai dengan
keinginan para pendiri perseroan. Namun ada beberapa bidang usaha yang
hanya bisa didirikan dengan ketentuan modal tertentu sesuai dengan peraturan
4. Modal Perseroan53
Siapa saja yang menjadi Pemegang saham dan berapa jumlahnya seperti dibawah ini;
Dalam hal ini sesuai ketentuan yang termuat di dalam Pasal 33 UUPT No. 40
ditempatkan secara penuh sebesar 25% dari modal dasar. Apabila modal dasar
53
Ibid.hal. 114
secara penuh sebesar dua puluh lima persern dari modal dasar yaitu masing-
2. Dari modal dasar tersebut minimal 25% (duapuluhlima persen) atau sebesar
limaratus ribu) harus sudah ditempatkan dan disetor penuh pada saat akan
5. Pengurus Perseroan
Menetapkan siapa saja yang akan diangkat dan menjadi Pengurus Perseroan
1. Jumlah pengurus dalam perseroan minimal 2 (dua) orang, satu sebagai Direktur
2. Jika jumlah pengurus lebih dari 2 (dua) orang, misalnya yang akan menjadi
Direktur ada 2 dan Komisaris 1 orang, maka salah satu Direktur diangkat
menjadi Direktur Utama begitu juga jika komisaris ada 2 orang maka salah satu
3. Dalam hal ini pendiri perseroan dapat diangkat sebagai Direktur atau Komisaris
Dalam hal ini direktur selaku pendiri dapat menetapkan Jangka Waktu
Berdirinya Perseroan…selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau bahkan tidak perlu
Setelah langkah No. 1 s.d 7 telah ditentukan, maka sudah siap untuk
Setelah Akta Pendirian selesai dibuat, yang harus dilakukan adalah melengkapi
pendaftaran dan perizinan yang harus dimiliki untuk dapat melakukan kegiatan usaha
seperti; Domisili Perusahaan, NPWP, SP-PKP, Pengesahan Menteri Hukum & HAM
sampai dengan Pasal 12 UUPT No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Kuasa)
Konsultasi diperlukan untuk mengetahui ruang lingkup pendirian PT, biaya dan
dan perizinan serta berbagai aspek terkait dengan kegiatan usaha yang akan
54
Bagir Manan, Era Baru Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2010), hal. 55
55
Ratnawaty Prasodjo, Modal dan Saham Perseroan Terbatas, (Jakarta : Rajawali Grafindo
Persada, 2010), hal. 99
mengisi formulir dan surat kuasa pendirian. Lama Proses; tergantung para pendiri
perseroan
perseroan yang anda pilih sudah dimiliki perusahaan lain atau belum, jika belum
Jika nama perseroan sudah dimiliki, maka anda harus mengganti dengan nama
4) Lama Proses; 1 (satu) hari kerja setelah Formulir & Surat kuasa diterima
dari Instansi terkait (Menteri Hukum dan HAM RI) sesuai dengan Undang-undang
No. 40 tahun 2007 tentang PT dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang
"Pemakaian Nama Perseroan Terbatas" . Lama Proses Persetujuan; 5 (lima) hari kerja
para pendiri perseroan didalam Formulir pendirian PT dan Surat Kuasa. Lama proses;
1 (satu) hari kerja setelah permohonan diajukan Persyaratan yang dibutuhkan; sama
dengan Tahap 2
pendirian PT akan dibuat dan ditandatangani oleh notaris yang berwenang dan dibuat
tentang "perseroan terbatas". Lama Proses; 1 (satu) hari kerja setelah permohonan
diajukan. Persyaratan : melampirkan Copy KTP Pendiri Perseroan dan Copy KTP
Kelurahan setempat sesuai dengan Alamat Kantor perusahaan berada, sebagai bukti
3) Copy PPB tahun terakhir sesuai tempat usaha untuk perusahaan yang berdomisili
di ruko/rukan
Wajib Pajak
Proses NPWP; 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diajukan dan Lama Proses SKT
wajib pajak; 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diajukan. Persyaratan lain yang
dibutuhkan adalah Bukti PPN atas sewa/kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili
di gedung perkantoran
Permohonan ini diajukan oleh Notaris kepada Menteri Hukum dan HAM RI
Terbatas" . Lama Proses; 25 (duapuluh lima) hari kerja setelah Permohonan diajukan.
Persyaratan lain yang dibutuhkan adalah melampirkan bukti setor bank senilai modal
Industri atau SIUP-Surat Izin Usaha Perdagangan atau untuk Izin kegiatan usaha yang
domisili perusahaan. Bagi perusahaan yang telah terdaftar akan diberikan sertifikat
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
menyebutkan bahwa,
bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat
4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di
terdekat serta tidak memerlukan suatu badan hukum atau suatu badan
persekutuan.
Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan
di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan
2. Persekutuan
3. Perorangan
mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman & HAM RI, maka harus
diumumkan dalam berita negara dan Perusahaan yang telah diumumkan dalam berita
pendiri perseroan terbatas tersebut, maka akibat hukumnya adalah bahwa perseroan
terbatas tersebut tidak merupakan suatu badan hukum dan segala tindakan para
pengurusnya dan apabila menimbulkan kerugian kepada pihak lain maka pihak
pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang ditimbulkan
dari perbuatan hukum para pengurusnya tersebut. Selain itu akibat hukum lainnya
adalah bahwa harta pendiri / pemegang saham dan pengurus belum terpisahkan dari
harta perseroan, sehingga apabila terjadi kerugian terhadap pihak lain maka pihak lain
dapat menuntut ganti rugi secara pribadi kepada para pendiri, pengurus dari perseroan
terbatas tersebut termasuk harta pribadi para pendiri dan pengurus perseroan tersebut
dapat digugat oleh pihak ketiga yang dirugikan oleh perbuatan hukum para pendiri
dan pengurus perseroan terbatas yang belum memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum tersebut.
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Hal ini
dinyatakan dengan tegas di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat
tersebut adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Wujud nyata dari
menyebutkan bahwa, “Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal
1. Modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
2. Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan
jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal
dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
1. Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar yang sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) harus ditempatkan dan disetor.
2. Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud tersebut di atas
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
3. Penyeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah
modal yang ditempatkan harus disetor penuh.
4. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau
dalam bentuk lainnya.
5. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana
dimaksud di atas penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai
wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak
terafiliasi dengan perseroan
6. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan
dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
setelah akta pendirian ditanda tangani atau setelah RUPS memutuskan
penyetoran saham tersebut.
modal dasar perseroan yang harus dituangkan dalam anggaran dasar yang dimuat
dalam akta pendirian perseroan terbatas. Modal dasar perseroan terbatas harus
ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) yang
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Bukti penyetoran yang sah wajib
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam waktu paling lama 60
(enam puluh hari) terhitung sejak tanggal akta pendirian perseroan terbatas di tanda
tangani. Jika dalam waktu tersebut di atas tidak distor dan tidak di upload, maka
penandatanganan akta pendirian, tidak dibutuhkan bukti setor, cukup surat pernyataan
saja untuk permohonan pengesahan Badan Hukum. Seluruh modal yang ditempatkan
oleh pendiri wajib disetor penuh. Besaran modal dasar perseroan terbatas ditentukan
untuk menyetorkan modal yang harus ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para
pendiri PT, maka para prinsipnya para pendiri belum dapat dikatakan sebagai
sebagai badan hukum. Oleh karena itu kedudukan para pendiri PT baru dapat
dikatakan sebagai pemegang saham pada saat para pendiri PT tersebut melakukan
Hal ini merupakan suatu persyaratan yang diwajibkan Undang-Undang No. 40 tahun
56
Sunandar Rachwanto, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2014), hal. 32
2007 tentang Perseroan terbatas apabila para pihak akan melakukan pendirian PT
dimana para pendiri tersebut telah membuat kesepakatan terlebih dahulu sebelum
sebagai undang-undang bagi para pendiri tersebut agar dapat dipatuhi dan
dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini tertuang di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara
ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Perjanjian yang
telah dibuat secara sah tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Oleh karena
itu berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata tersebut di atas
maka para pendiri PT harus memenuhi janjinya dalam menyetorkan modal yang
harus ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para pendiri PT. Hal ini sesuai
dengan janji para pendiri PT dalam hal jumlah kepemilikan saham yang telah
57
Yusmanto Hardiman, Prosedur dan Tata Cara Pendirian PT dan Pengesahannya sebagai
Badan Hukum, (Surabaya : Mitra Ilmu, 2014), hal. 77
58
Sudaryati, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 2010), hal. 23
ditempatkan dan disetor secara penuh oleh para pendiri PT, tidak hanya melanggar
ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas tetapi juga
telah melakukan perbuatan wanprestasi terhadap sesama para pendiri PT karena pada
prinsipnya perseroan terbatas tersebut didirikan atas perjanjian atau kesepakatan para
pendiri. Oleh karena itu para pendiri selain telah melakukan perbuatan melawan
hukum dalam hal ini Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang PT juga telah
memenuhi prestasinya dalam membayar penuh 25 (dua puluhlima persen) dari modal
dasar yang harus ditempatkan di setor secara penuh tersebut. Perbuatan melawan
hukum dan perbuatan wanprestasi dari para pendiri untuk menyetorkan secara penuh
dari modal dasar yang harus ditempatkan dan disetor penuh kepada PT yang
sebagai pemilik saham dan kedudukan PT tersebut juga belum dapat dikatakan
memenuhi semua syarat sebagai badan usaha yang berbadan hukum sebagaimana
dengan undang-undang dan juga melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan
kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat dan bertentangan dengan kesusilaan
maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan yang diakui umum. Ada empat
belaku
3. Adanya unsur kerugian terhadap pihak lain atas perbuatan melawan hukum
tersebut
ditempatkan yang harus disetor penuh pada PT tersebut, maka akta pendirian PT
tersebut menjadi cacat hukum dan tidak memiliki legalitas dan keabsahan untuk
diproses sebagai badan hukum. Hal ini disebabkan karena para pendiri PT tersebut
terbatas sebagai badan hukum tersebut dapat dilayani oleh Kementerian Hukum dan
HAM apabila terjadi perubahan data perseroan. Apabila bukti penyetoran lunas
modal ditempatkan tidak diappload pada SABH oleh notaris maka perseroan terbatas
tersebut tidak akan dilayani oleh Kemenkum Ham dalam pelaksanaan perubahan data
Apabila dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu teori peralihan hak kebendaan (saham) maka perbuatan wanprestasi sekaligus
perbuatan melawan hukum dari para pendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya
secara penuh dalam hal menyetorkan modal ditempatkan tersebut mengakibatkan hak
pemegang saham dalam melakukan pengalihan saham yang dikuasainya tidak dapat
dilakukan karena kewajiban yang seharusnya dipenuhi oleh pemegang saham tersebut
belum dilaksanakannya secara penuh. Oleh karena itu berlaku asas exceptio non
adempleti contracting yang berarti dengan terjadinya penundaan kewajiban dari para
pemegang saham yang tidak menyetor penuh modal ditempatkan maka hak
pengurusannya sebagai badan hukum oleh notaris juga mengandung cacat hukum.
Karena telah mengandung cacat hukum maka akibat hukum dari pembuatan akta
dan HAM yang membuat status hukum para pendiri PT beralih menjadi para
pemegang saham, juga mengandung cacat hukum, oleh karena itu status para
pemegang saham juga cacat hukum dan tidak memiliki legalitas dan keabsahan secara
hukum sebagai pemegang saham. Oleh karena pemegang saham tidak memiliki
legalitas dan keabsahan secara hukum berdasarkan Pasal 33 UU No.40 Tahun 2007,
maka oleh sebab itu kedudukan para pemegang saham tersebut menjadi tidak sah,
tidak berwenang dan tidak memiliki hak secara hukum untuk menerima pembagian
deviden dari PT secara penuh sesuai saham yang dimilikinya. Penerimaan deviden
bagi penerima saham bagi para pemegang saham yang tidak memenuhi kewajibannya
secara penuh tersebut hanya berhak sebatas jumlah penyetoran modal ditempatkan
dari modal dasar yang telah disetornya tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa pembagian deviden bagi para pemegang saham yang tidak melaksanakan
ditempatkan yang telah disetornya saja. Pada pemegang saham tersebut tidak berhak
atas pembagian deviden secara penuh sebagaimana layaknya para pemegang saham
pihak lain, maka perbuatan pengalihan saham yang dilakukan oleh para pemegang
saham yang belum menunaikan kewajibannya secara penuh tersebut menjadi tidak
sah secara hukum dan tidak berkekuatan hukum. Hal ini disebabkan karena para
ditempatkan ke dalam PT tersebut adalah juga perbuatan melawan hukum yang dapat
59
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan
Yurisprudensi, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hal. 26
Para pendiri dapat digugat oleh pihak lain ke pengadilan dengan gugatan
kewajibannya secara penuh dalam hal penyetoran dari modal ditempatkan dan disetor
secara penuh oleh para pendiri PT tersebut baik dengan gugatan Pasal 1365 KUH
Perdata maupun dengan menggunakan Pasal 1243 KUH Perdata yang mengatur
kepada perjanjian dari para pemegang pendiri. Apabila ada pihak pendiri yang tidak
termuat di dalam ketentuan Pasal 33 UUPT maka pendiri tersebut telah melakukan
perbuatan wanprestasi terhadap para pendiri lainnya yang telah menyetor penuh
modal ditempatkan sebagai kewajibannya. Oleh karena itu para pendiri yang belum
melaksanakan kewajibannya tersebut secara hukum dapat dipaksa oleh para pendiri
kerugian kepada para pendiri lainnya yang telah melaksanakan kewajibannya. Oleh
karena itu wanprestasi sebagai suatu perbuatan melawan hukum, dalam hal ini adalah
ganti rugi yang didasarkan kepada ketentuan Pasal 1238, 1243 KUH Perdata tentang
wanprestasi dan juga dapat digugat ganti rugi oleh pihak yang merasa dirugikan ke
pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Selain itu perbuatan
secara penuh tersebut sekaligus pula telah melakukan perbuatan melawan hukum
dalam hal ini adalah melawan ketentuan Pasal 33 UUPT No. 40 Tahun 2007.60
UUPT khususnya Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa, “Paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
harus ditempatkan dan disetor penuh”. Dengan demikian para pendiri telah
(1) UUPT, termasuk pula ketentuan PP 29 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa,
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang karena
perbuatannya mengakibatkan terjadinya kerugian kepada orang lain maka orang yang
kepada pihak yang dirugikan”. Pasal 1243 KUH Perdata menyebutkan bahwa,
“Penggantian biaya kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai tetap lalai untuk
60
Abdurahman Riswandy, Wanprestasi Dan Melawan Hukum, dalam ketentuan Hukum
Perdata, (Jakarta : Pustaka Ilmu, 2012), hal. 95
memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya
dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Oleh karena itu pihak
yang melakukan wanprestasi harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan
bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu
atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan karena
sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya
yang ditempatkan tersebut tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang No. 40
secara penuh sebagai syarat sahnya para pendiri PT beralih status menjadi pemilik
pendiri belum dapat dikatakan sebagai pemilik saham, karena syarat sahnya para
pendiri telah menjadi pemilik saham adalah dipenuhinya seluruh kewajiban untuk
menyetorkan modal ditempatkan dan disetor secara penuh terhadap PT. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa apabila para pendiri belum memenuhi kewajiban untuk
melakukan penyetoran modal yang harus ditempatkan dan disetor secara penuh
tersebut maka kedudukan hukum para pendiri belum dapat dikatakan sebagai pemilik
61
Hendrawan Suharnanto, Wanprestasi Sebagai Bagian Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta
: Rajawali Press, 2014), hal. 55
Bila dikaitkan dengan teori hukum perjanjian dan teori levering yang
digunakan dalam penelitian ini maka para pendiri yang tidak melaksanakan
2007. Karena pada dasarnya pendirian PT adalah suatu perjanjian diantara para
pendirinya, dan oleh karena itu perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang
yang harus dipatuhi dan dilaksanakan secara baik dan benar oleh pihak-pihak yang
penelitian ini maka pada dasarnya setiap saham yang ada dan dimiliki para pemegang
saham merupakan suatu benda bergerak tak berwujud yang penyerahannya harus
saham harus dibuat dengan jelas dalam suatu akta otentik notaris oleh pihak yang
berwenang atas saham tersebut. Namun dalam penelitian ini pemegang saham yang
pemegang saham tersebut tidak berwenang atas kepemilikan saham yang dimilikinya
sehingga akibat hukumnya adalah bahwa pemegang saham tersebut tidak memiliki
Bila dikaitkan dengan teori hukum perjanjian dan teori peralihan hak
kebendaan berupa saham yang digunakan dalam penelitian ini maka perbuatan
hukum karena perbuatan dari para pendiri / pemegang saham tersebut merupakan
No. 40 Tahun 2007. Oleh karena itu teori hukum perjanjian yang digunakan dalam
penelitian ini yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
oleh pendiri / pemegang saham perseroan terbatas dengan cara tidak melaksanakan
saham yang lain mengakibatkan terjadinya cacat hukum dalam pendirian perseroan
terbatas tersebut. Akibat terjadinya cacat hukum dalam pendirian perseroan terbatas
tersebut maka peralihan hak atas benda bergerak berupa saham yang dikuasai oleh
tersebut belum dapat dilakukan, dan juga pemberian deviden juga belum dapat
secara penuh, dengan kata lain bahwa hak-hak pendiri / pemegang saham dalam hal
peralihan hak kebendaan / saham dan pembagian deviden dari perusahaan ditunda
dalam perseroan.
BAB III
usaha dari suatu perusahaan tergantung pada besar kecilnya keuntungan yang
Untuk mencapai suatu kemajuan sebagaimana yang dimaksud di atas, banyak faktor
yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang bersangkutan.
Faktor tersebut bukan hanya berupa besarnya modal yang diperlukan dalam
membangun suatu usaha, tetapi juga potensi bidang usaha yang akan dijalankan,
sistem manajemen yang baik, serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai
bentuk badan usaha apa yang akan dipilih juga ikut menentukan maju tidaknya suatu
usaha.
Di Indonesia terdapat berbagai bentuk badan usaha, mulai dari badan usaha
yang didirikan oleh satu orang saja kita kenal dengan perusahaan perseorangan,
sampai badan usaha berbentuk perusahaan yang didirikan oleh gabungan dari
beberapa orang, kita kenal dengan sebutan persekutuan seperti Maatschap, Firma,
Persekutuan Komanditer (CV), sampai badan usaha yang berbadan hukum seperti
79
Dari beberapa macam bentuk badan usaha tersebut, yang mempunyai potensi
besar atau prospek bagus untuk mencapai kemajuan adalah Perseroan Terbatas (PT).
Karena Perseroan Terbatas (PT) mempunyai organ seperti layaknya manusia. Organ
pada perseroan terbatas yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan
Dewan Komisaris.62
semua pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu direksi
perseroan hanya boleh melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum dengan persetujuan semua pendiri, anggota direksi
dan anggota dewan komisaris. Sebelum perseroan memperoleh status badan hukum,
tidak dapat diadakan RUPS dimana keputusan diambil berdasarkan suara setuju
mayoritas. Karenanya setiap perubahan akta pendirian perseroan hanya dapat dibuat
apabila disetujui oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam
akta notaries yang merupakan akta partij dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani
Untuk dapat berjalannya suatu perseroan terbatas sebagai badan hukum maka
tersebut. Adapun alat perlengkapan PT atau organ PT tersebut antara lain adalah:
62
CST Kansil dan Christine ST Kansil, Seluk Belik Perseroan Terbatas Menurut Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007, (Bandung : Rineka Cipta, 2009), hal. 87
organ yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dimana para pemilik modal
siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan, direksi yang oleh UU PT No.
40 Tahun 2007 ditugaskan untuk mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan
direksi.
anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan
(“RUPSLB”) terdapat di dalam Bab VI Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (4)
78 ayat (1) menyatakan bahwa: “Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) terdiri
atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.” Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktik sering dikenal sebagai RUPS
luar biasa.” Pasal 78 ayat (4) menyatakan bahwa: “RUPS lainnya dapat diadakan
Berdasarkan kedua pasal dalam UUPT tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
RUPSLB adalah salah satu bentuk penyelenggaraan RUPS. Berbeda halnya dengan
RUPS tahunan yang hanya dapat diadakan setiap tahun, RUPSLB dapat diadakan
nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya perseroan, dan hal lainnya yang
Berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UUPT, direksi memiliki fungsi dan wewenang
RUPSLB juga dapat diadakan berdasarkan permintaan dari pemegang saham atau
dewan komisaris. Pemegang saham yang dimaksud dapat terdiri dari 1 (satu) orang
atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau
lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil (Pasal 79 ayat (2) huruf a). Permintaan
tersebut diajukan oleh pemegang saham atau dewan komisaris kepada direksi dengan
surat tercatat disertai alasannya. Tembusan dari surat tercatat tersebut disampaikan
Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
adalah sama dengan tata cara penyelenggaran RUPS. Oleh karena itu, Pembaca dapat
melihat tata cara penyelenggaraan RUPSLB dalam Artikel mengenai Rapat Umum
Pemegang Saham
2. Direksi
dan wewenang setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi
secara tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas
dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan
dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai
akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan
RUPS atau Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam
perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud
dilindungi oleh praduga itikad baik yang merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata
Indonesia.
perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan hukum yang mutlak
perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi
adalah pengurus dan wakil perseroan. Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada
setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan.
Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi
perlu diperhatikan bahwa hubungan anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi
merupakan bagian yang essensial dari perseroan dan di lain pihak anggota direksi
Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham
pada dasarnya dapat dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada
63
Sudargo Gautama, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang penting bagi
Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 7
berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu perjanjian
Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas
suaranya tidak sesuai dengan perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia
telah melanggar perjanjian yang bersangkutan dan oleh karena itu cidera janji. Ini
penting diperhatikan, terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak jarang dalam hal
gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk mengeluarkan
suara atas saham-saham yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud
tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai
senantiasa dapat hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan
pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak suara tidak
64
Hamid A. Buhaimi, Perseroan Terbatas dan Organ-organnya, (Jakarta : Pradnya Paramita,
2010), hal. 32
65
Orinto Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas
Agar Terhindari dari Jerat Hukum, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2011), hal. 109
fungsional merupakan bagian essensial dari perseroan dan selain itu ia mempunyai
Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan. RUPS sebagai organ yang
kewenangan diatur dalam anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah Direksi
3. Dewan Komisaris
66
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni,
2004), hal. 148
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam
jelas bahwa ada keharusan bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas
yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai
perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi. Dewan
komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran dasar
dewan komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 85 ayat (4) UUPT yang melarang anggota
dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan
suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan
Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang
pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat
kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan
dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan komisaris terbagi atas tanggung
jawaban tersebut diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan
tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut
ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan
dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi
diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut berlaku juga
bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan
anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah
saham perusahaan yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki oleh para
pemegang saham tersebut. Deviden dapat juga dikatakan sebagai Sisa laba bersih
67
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2010), hal. 125
RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut
harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu satu tahun yaitu hingga
kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana orang tersebut telah diakui
Deviden yang diperoleh oleh pemegang saham akan diberikan oleh perseroan
terlebih dahulu laba bersih perusahaan dan menentukan besarnya deviden yang harus
diberikan oleh perseroan kepada pemegang sahamnya (deviden final), diatur di dalam
ketentuan Pasal 71 UUPT. Namun demikian ada pula yang disebut dengan deviden
pembagian interim dapat dilakukan sebelum laba tahunan perseroan terbatas melalui
secara berkala misalnya tri per bulan selama tahun berjalan. Deviden interim
merupakan pembagian laba atau keuntungan perseroan yang bersifat sementara yang
Pasal 72 ayat (4) UUPT dimana penetapan deviden interim tersebut dilaksanakan
sebagai cash deviden disebut deviden payout ratiio, dimana semakin tinggi tingkat
deviden payout ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, maka semakin kecil
dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan. Hal ini berarti
sebagai berikut:
harus dipenuhi oleh perusahaan agar dapat membayar deviden ini adalah:
c. Tindakan formal dari dewan komisaris (kebijakan yang diambil oleh dewan
Deviden yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas disebut property
68
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia. (Jakarta :
Salemba Empat, 2001), hal. 22
Deviden utang ialah janji yang tertulis untuk membayar jumlah utang tertentu
4. Deviden Likuidasi
modal.
5. Deviden Saham
dimilikinya.
a. Tanggal Pengumuman
menyatakan pembayaran deviden per kuartal sebesar Rp 50,00 per saham, ditambah
dengan deviden ekstra sebesar Rp 75,00 per saham kepada pemegang saham yang
tercatat per tanggal 15 Desember. Pembayaran akan dilakukan pada 2 Januari 2018.
Hak untuk memperoleh deviden akan tetap melekat pada saham sampai empat
hari sebelum tanggal pencatatan saham. Pada hari keempat sebelum tanggal
pencatatan, hak deviden tidak lagi melekat pada saham. Tujuannya: menghindari
deviden kepada pemegang saham atau ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk
dalam perusahaan. Kebijakan ini berkaitan dengan penentuan pembagian laba bersih
Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting
untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas yang
disisihkan untuk pemegang saham. Nilai saham akan maksimal jika terjadi
keseimbangan antara deviden saat ini dan laba ditahan. Deviden yang dibayarkan
pada akhir tahun setiap periode walaupun pendapatan berfluktuasi. Kebijaksanaan ini
dapat memenuhi harapan pemegang saham akan penghasilan periode ini, namun saat
69
Bambang Riyanto. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan,Yayasan (Yogyakarta : Penerbit
Gadjah Mada 2012), hal. 22.
kekurangan kas, karena kas yang ada telah disepakati untuk dibagikan kepada
pada tingkat yang lebih rendah adalah menghimpun dana dari dalam perusahaan
untuk pembiayaan suatu investasi yang baru. Kebijakan ini dapat menimbulkan
respon pasar yang negatif terhadap harga saham karena berkurangnya penghasilan
pemegang saham pada periode ini, dan untuk mengurangi risiko tersebut mungkin
perusahaan dapat mengumumkan bahwa pada masa yang tidak lama lagi atau jika
investasi yang baru sudah menghasilkan keuntungan akan ada kenaikan deviden.
menunjukkan bahwa pendapatan juga sudah stabil pada tingkat yang lebih tinggidan
suatu kenaikan pada harga saham, dan penetapan deviden ini tidak akan mempunyai
pengaruh. Deviden tunai yang berfluktuasi sesuai dengan pendapatan kurang disukai
oleh investor, karena unsur ketidakpastian akan penghasilan pada periode ini.
Ada dua alasan bagi perusahaan untuk tidak membagikan deviden yaitu:
2. Adanya kebutuhan dana yang sangat besar karena investasi yang sangat menarik
saham). Untuk mengetahui hubungan antara deviden dengan harga saham, dapat
yaitu:70
2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang yang berasal dari laba, maka hal ini
deviden.
dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal, maka
70
Abdul Halim dan Sarwoko. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. (Yayasan: AMP
YKPN, 2011), hal. 43
dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemegang saham dan dari laporan
6. Laba yang dilaporkan merupakan signal mengenai laba di masa yang akan
datang, oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas
laba perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang
7. Nilai laporan keuangan seperti laba bersih perusahaan yang dianggap sebagai
8. Laba dan arus kas periode lalu mempunyai manfaat untuk memprediksi laba dan
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa hanya pemegang saham saja yang
terbatas. Oleh karena itu para pemegang saham berhak atas pembagian dibiden
sesuai dengan jumlah kepemilikan saham yang dipegangnya. Deviden yang dibagikan
kepada para pemegang saham tersebut adalah hasil sisa keuntungan bersih
dibayar oleh perseroan terbatas tersebut. Semakin kecil kewajiban yang harus
dibayar perseroan terbatas tersebut maka semakin besar pembagian deviden yang
71
Ibid, hal. 44
diterima para pemegang saham, demikian pula sebaliknya semakin besar kewajiban
yang harus dibayar perusahaan, maka semakin kecil pula pembagian deviden yang
bahwa, " Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT, harus
ditempatkan dan disetor penuh. Selanjutnya Pasal 33 ayat 3 UU No.40 Tahun 2007
dimaksud pada Pasal 33 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT tersebut di atas,
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah". Selanjutnya pengeluaran saham lebih
lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus
disetor penuh.
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang, dan/atau
dalam bentuk lainnya. Apabila penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk
selain uang/bentuk lain, maka penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak
terafiliasi dengan perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak
harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan
atas dapat dikatakan bahwa syarat yang ditetapkan undang-undang untuk dapat
dikatakan sebagai pemegang saham adalah apabila para pendiri telah menunaikan
kewajibannya untuk menyetor penuh 25% (dua puluh lima) persen dari modal dasar,
sebagai modal ditempatkan. Apabila para pendiri tidak melaksanakan kewajiban yang
menjadi cacat hukum dan tidak sah sebagai pemegang saham karena ada ketentuan
yang dilanggar oleh pemegang saham untuk menjadikan kedudukan Pemegang saham
Dengan demikian bila dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu teori hukum perjanjian dan teori peralihan hak kebendaan maka
para pendiri yang telah menjadi pemegang saham tidak sepenuhnya memiliki hak
sebagai pemegang saham, karena ada ketentuan dalam perjanjian yang dilanggar pada
saat sebelum penandatanganan akta pendirian PT sehingga para pendiri tersebut telah
72
Gunawan Harianto, Tinjauan Yuridis Prosedur dan Tata Pendirian Perseroan Terbatas
berdasarkan UUPT No. 40 Tahun 2007, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2014), hal. 69
73
Agus Budirto, Kedudukan Hukum dan tanggung jawab Pendiri Perusahaan Terbatas,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 67
telah menjadi pemegang saham tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum
dalam hal ini adalah UUPT Pasal 33 ayat (1) dimana kewajiban untuk menyetor
penuh modal dasar yang ditempatkan tidak dipenuh oleh para pemegang saham,
sehingga peralihan hak atas saham sebagai suatu benda bergerak tidak berwujud
menjadi cacat hukum dan tidak dapat dilaksanakan karena pemegang saham tidak
yang diwajibkan oleh undang-undang yang tidak dipenuhi oleh para pemegang saham
tersebut.
Asas exepcito non adempliti contracting yaitu suatu asas yang menyatakan
bahwa pihak yang satu boleh tidak melaksanakan pemenuhan prestasi suatu
perjanjian selama pihak lainnya belum memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut.
Dengan kata lain bahwa pihak pendiri / pemegang saham PT yang belum
dalam PT maka haknya dalam hal peralihan hak atas saham maupun pembagian
deviden dapat ditunda oleh perseroan terbatas sampai dengan dipenuhinya kewajiban
tersebut.
sanksi yang dijatuhkan kepada para pendiri PT yang tidak menunaikan kewajibannya
dalam melakukan penyetoran yang harus ditempatkan dan disetor penuh tersebut,
namun sudah sangat jelas pengaturan hukum bagi para pihak (pendiri) yang akan
sah dan memiliki legalitas sebagai pemegang saham sesuai ketentuan peraturan
sebagaimana yang telah ditetapkan UU No.40 Tahun 2007 tentang PT, berkaitan
dengan penyetoran modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut, maka para pendiri
Pasal 33 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. Karena dalam prosedur pendirian PT
tersebut para pendiri telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka status para
pendiri sebagai pemegang saham juga mengandung cacat hukum. Karena status para
pendiri sebagai pemegang saham telah mengandung cacat hukum, akibat hukumnya
adalah kedudukan hukum para pemegang saham juga cacat hukum dan tidak
memiliki legalitas dan keabsahan secara hukum. Illegalitas dan tidak sahnya
saham yang melawan hukum tersebut pada dasarnya juga tidak punya klhak untuk
memperoleh deviden dari PT yang seharusnya menjadi hak dari para pemegang
saham yang sah dan legal secara hukum yg berlaku di bidang PT.74
namun belum menunaikan kewajibannya untuk menyetor penuh 25% dari modal
dasar sebagai modal ditempatkan ke dalam PT apabila menerima deviden dari PT,
maka penerimaan deviden tersebut juga menjadi tidak sah secara hukum dan dapat
74
Jamin Ginting, Hukum Perseroan UU No. 40 Tahun 2007, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2009), hal. 89
digugat oleh pihak lain (para pendiri lainnya) yang telah menunaikan kewajibannya
menyetorkan secara penuh modal ditempatkan. Hal ini disebabkan karena penerimaan
pihak ketiga/pemegang saham yang memiliki status hukum yang sah sebagai
pemegang saham, dan tindakan penerimaan deviden PT oleh pemegang saham yang
tidak sah tersebut adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar prinsip keadilan
perseroab terbatas maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi bagi para
pemegang saham lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila pendiri
terhadap pemegang saham tersebut harus ditunda / tidak dapat diberikan sampai saat
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang berhak menerima
pembagian deviden dari PT adalah para pemegang saham yang legalitas dan
keabsahannya telah didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku di bidang PT.
Para pemegang saham yang sah secara hukum tersebut adalah para pendiri PT yang
telah memenuhi semua perjanjian yang telah disepakati diantara sesama pendiri PT,
karena pada dasarnya pendirian PT tersebut adalah adalah hasil dari kesepakatan dari
para pendiri yang dimuat dalam suatu perjanjian yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh para pendiri PT tersebut. Sebelum akta pendirian PT yang dibuat
oleh/dihadapan notaris ditanda tangani oleh para pendiri PT dihadapan notaris, maka
dengan apa yang telah ditetapkan oleh UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. 75
Salah satu kewajiban yang cukup signifikan dari para pendiri PT tersebut
Para pendiri tidak harus menyerahkan bukti penyetoran lunas modal ditempatkan
Selain itu setelah PT tersebut disahkan menjadi badan hukum, para pemegang
penuh modal dasar yang harus ditempatkan ke dalam PT tersebut telah melanggar
ketentuan hukum di dalam Pasal 33 ayat (1) UUPT, sehingga pemegang saham tidak
dapat dikatakan sebagai pemegang saham yang sah di dalam perseroan terbatas
tersebut. Hal ini mengakibatkan bahwa apabila terjadi peralihan hak kebendaan
berupa saham kepada pihak lain maka peralihan saham tersebut menjadi cacat hukum
dan tidak sah serta dapat digugat pelaksanaanya oleh pihak ketiga yang dirugikan atas
Bila dikaitkan dengan teori perjanjian dan teori levering yang digunakan
dalam penelitian ini maka pemegang saham yang tidak melakukan kewajibannya
75
Dhaniswara K Harjono, Pembaharuan Hukum Perseroan Terbatas, Tinjauan Terhadap
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : PPHBI, 2008), hal. 48
dalam menyetor penuh modal ditempatkan tidak berhak untuk menerima deviden dari
perseroan terbatas. Hak penerimaan deviden dari peseroan terbatas kepada pemegang
lainnya.
BAB IV
Perjanjian adalah suatu perikatan antara dua pihak atau lebih, dalam
para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian yang telah dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Apabila salah satu
pihak tidak memenuhi dengan baik dan benar perjanjian tersebut dalam
ingkar janji atau dikenal dengan istilah wanprestasi Wanprestasi adalah tidak
dipenuhinya suatu perjanjian yang telah disepakati oleh salah satu pihak dengan baik
Wanprestasi dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1238 dan 1243 KUH
Perdata. Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Apabila debitur dinyatakan
lalai dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkanckekuatan
dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan". Sedangkan Pasal 1243 KUH Perdata
103
dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang
harus diberikan, atau dilakukannya, hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam
waktu yang telah melampaui waktu yang telah ditentukan". Oleh karena itu bila salah
satu pihak yang membuat perjanjian tersebut, tidak melaksanakan isi perjanjian
tersebut, maka akan memberikan hak kepada pihak lain untuk memaksa pihak yang
mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu apabila salah satu pihak
wanprestasi maka pihak lainnya Pihak yang dirugikan dapat melakukan tuntutan
dengan salah satu cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1267 KUH Perdata,
yaitu:
1. Pemenuhan perikatan
3. Ganti kerugian
77
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Gramedia, 2010), hal. 87
78
Yogi Ikhwan, Wanprestasi, Sanksi, Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2013), hal. 52
Ganti rugi yang diharapkan bisa berupa biaya yang dikeluarkan, biaya yang
diakibatkan atas kerugian dan perkiraan keuntungan yang hilang akibat timbulnya
kelalaian tersebut. Pembayaran ganti rugi ini harus didahului oleh surat resmi dari
pihak yang dirugikan (mengenai kelalaian yang terjadi) terhadap pihak yang lalai.
Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah
lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau
debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar
prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur dipandang perlu
suatu perbuatan yang bertentangan dengan butir-butir perjanjian yang telah disepakati
oleh para pihak, dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dan mewajibkan pihak
yang telah melakukan perbuatan wanprestasi tersebut wajib mengganti kerugian atas
Prosedur dan Tata cara untuk menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi
1. Sommatie
Sommatie adalah Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi.
Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau oleh juru sita
pengadilan. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa
pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi
adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat
memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara
80
Achmal Budi Cahyono, Mengenal Hukum Perdata, (Jakarta : Gitama Jaya, 2009), hal. 39
keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243
KUHPerdata.
b. Dasar teguran;81
2017). Debitur juga memiliki hak untuk melakukan pembelaan. Debitur yang
dituntut melakukan ganti rugi tersebut berhak melakukan pembelaan yang pada
pokoknya menyatakan:
81
Azidar Bustama, Perjanjian Utang Piutang Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2012), hal. 26
(3) Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya
perjanjian.
Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi
prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang,
dan adanya lahar. Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-
tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi,
dibebaskan dari kewajiban untuk melakukan gugatan ganti rugi. Hal ini
secara umum memiliki arti sangat luas, jikalau kata “hukum” dimaknai seluas-
luasnya dan kata “perbuatan hukum” dipandang dan didefinisikan dari berbagai sisi
dan dimensi. Adapun pengertian “hukum” yang dilanggar kini dipakai dalam arti
yang seluas-luasnya, yaitu tidak hanya terbatas pada hukum perdata, melainkan juga
hukum pidana dan hukum tata negara. Perkataan “Perbuatan” dalam rangkaian kata
“Perbuatan melanggar hukum” tidak hanya berarti positif, melainkan juga negatif,
yaitu meliputi juga hal yang orang dengan berdiam saja dapat dibilang melanggar
hukum yakni dalam hal orang itu menurut hukum harus bertindak.
kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada sesuatu hubungan hukum,
dimana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan perbuatan biasa
mana di tunjukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak
3. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian
4. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan
hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya
orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dan hubungan
kontraktual.
berikut:
kerugian itu untuk mengganti kerugian. Intinya, apabila ada seorang yang melakukan
kerugian. Ketentuan ini termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang merupakan
dasar hukum pengajuan gugatan oleh pihak yang dirugikan ke pengadilan terhadap
pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut. Orang yang mengalami
kerugian karena perbuatan melawan hukum dari pihak lain tersebut dijamin haknya
Pasal 1365 KUHPerdata sebagai dasar pengajuan gugatan oleh pihak yang
melawan hukum tersebut sangat penting artinya karena melalui Pasal ini hukum yang
digunakan ketentuan Pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa
pembayaran ganti rugi hanya diberikan atas kerugian yang sudah diduga dan
sudah dapat diduga oleh tergugat dan hal tersebut merupakan akibat langsung karena
tidak dipenuhinya perikatan. Menurut ketentuan dalam Pasal 1246 KUHPerdata ada
tiga macam ganti rugi yang dapat diajukan oleh penggugat terhadap pengugat, yaitu
misalnya karena membeli disket dari tergugat dan disket tersebut terkontaminasi virus
sehingga seluruh sistem dan perangkat komputer milik tergugat menjadi rusak,
unsur, adanya suatu perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, adanya kesalahan bagi
pelaku, adanya kerugian bagi korban, adanya hubungan kausal antara perbuatan dan
pelaku.
dilakukan oleh pelaku, secara umum perbuatan ini mencakup berbuat suatu (dalam
arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu,
padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul
dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian). Dalam perbuatan
melawan hukum harusnya tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak
ada pula unsur kausa yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu
perjanjian.
Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum, unsur melawan hukum
sebagai pembuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu, tanggung jawab tanpa
kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab
Ganti rugi akibat dari adanya PMH menurut KUHPerdata dapat kita bedakan
Yang dimaksud dengan ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang
berlaku dan berkaitan dengan semua perkara, baik untuk perkara wanprestasi maupun
melawan hikum. Ketentuan mengenai ganti rugi umum dalam KUHPerdata diatur
mulai dari Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252, dimana dalam Pasal-Pasal
dimaksud secara konsisten KUHPerdata menyebutkan ganti rugi dengan istilah biaya,
Selain ganti rugi umum, KUHPerdata juga mengatur ganti rugi khusus
dengan kerugian yang timbul akibat dari suatu PMH, selain adanya ganti rugi umum,
KUHPerdata juga mengatur adanya pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai
berikut:
b. ganti rugi untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain
e. ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal
1370);
f. ganti rugi bagi korban yang luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371), dan
g. ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal
1380).
Pada dasarnya suatu perbuatan melawan hukum tidak hanya dikenakan sanksi
denda berupa ganti rugi, tapi juga sanksi administratif berupa pembatalan suatu akta
otentik karena tidak dipenuhinya prosedur hukum seagaimana yang telah ditetapkan
administratif seperti surat, akta otentik tidak didasarkan kepada ketentuan hukum
yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan maka surat atau akta
otentik tersebut menjadi cacat hukum, tidak memiliki legalitas dan keabsahan
otentik tersebut. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perbuatan melawan
hukum mengandung arti yang sangat luas sekali dan akibat hukum serta sanksinya
juga cukup banyak. Sanksi ganti rugi, atau sanksi gugatan pembatalan suatu
surat/akta otentik yang dibuat oleh pejabat publik yang berwenang karena tidak
perikatan diantara sesama pendirinya yang telah dibuat terlebih dahulu sebelum para
Kesepakatan yang terjadi diantara sesama pendiri pada umumnya berkaitan dengan
hal kesepakatan atas nama PT yang akan didirikan, nama-nama yang ikut serta dalam
pendirian PT tersebut, kesepakatan dalam andil saham yang akan diambil oleh
masing-masing pendiri, kesepakatan tentang isi dari anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga (AD/ART) dan hal-hal lain yang dinilai penting untuk disepakati oleh
para pendiri sebelum menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendirian tersebut.
Hal-hal yang telah disepakati oleh para pendiri tersebut dalam bentuk
oleh para pendiri sebelum dan setelah pembuatan akta notaris tersebut dilakukan,
termasuk saat dilakukan proses pengesahannya sebagai badan hukum oleh notaris
melalui sistem elektronik di Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini disebabkan
karena pada hakekatnya Perseroan Terbatas harus didirikan oleh 2 orang atau lebih.
Perjanjian itu dilakukan dengan cara pembuatan Akta Pendirian dengan suatu akta
Notaris. Akta Pendirian PT merupakan akta yang dibuat dihadapan Notaris, yang
berisi keterangan mengenai identitas dan kesepakatan para pihak untuk mendirikan
Menteri Hukum dan HAM RI. Dalam Akta Pendirian, setiap pendiri wajib
mengambil bagian saham pada saat pendiriannya. Bagian saham ini wajib disetor
secara penuh kepada PT oleh para pendiri sebelum akta pendirian PT tersebut
kuitansi lunas yang harus diperlihatkan kepada notaris sebelum penandatanganan akta
pendirian PT tersebut oleh para pendiri dihadapan notaris. Apabila para pendiri ada
namun tidak penuh (mencicil), maka pada hakekatnya pendiri tersebut melaksanakan
82
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Grafika, 2010), hal. 22
prestasinya tapi tidak sempurna. Kedua perbuatan hukum pendiri tersebut baik yang
tidak menyetor sama sekali, atau menyetor modal ditempatkan tapi tidak penuh,
perjanjian yang telah dibuat oleh pendiri tersebut dengan para pendiri PT lainnya. 83
kewajibannya secara penuh tersebut telah mengingkari perjanjian yang telah dibuat
dengan para pendiri PT lainnya. Oleh karena itu pihak pendiri yang telah
yang belum melaksanakan kewajibannya secara penuh atau yang telah melakukan
yang termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Wanprestasi pada dasarnya diatur
dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, " Penggantian biaya,
kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila
debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu,
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
yang menyebutkan bahwa, “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau
83
Martin Levanda, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Bumi Aksara, 2008),
hal. 93.
dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan” Sedangkan Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan tujuan dibuatnya
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”
penyetoran modal dasar PT sesuai jumlah yang telah disepakati oleh masing-masing
pendiri dalam pendirian PT tersebut. sebagaimana yang telah disepakati oleh para
secara penuh modal ditempatkan telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
ditempatkan dalam PT yang didirikan oleh para pendiri tersebut. Hal ini juga
dimaksudkan untuk mengalihkan status para pendiri menjadi pemegang saham yang
sah dan berhak atas pembagian deviden PT. Sebelum penandatanganan akta pendirian
PT tersebut oleh para pendiri dihadapan notaris, maka para pendiri wajib
menunjukkan bukti kuitansi tanda lunas atas penyetoran modal dasar perseroan
Akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pendiri dalam
pendirian PT tersebut dengan menggunakan akta notaris, maka pada dasarnya akta
pendirian PT tersebut menjadi cacat hukum, dan status para pemegang saham PT
tersebut juga tidak memiliki keabsahan dan legalitas secara hukum dalam hal ini
adalah UU No.40 Tahun 2007 tentang PT. Apabila perbuatan melawan hukum dari
ketiga maka pendiri yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dapat
digugat ke pengadilan berdasarkan gugatan ganti rugi Pasal 1365 KUH Perdata.
Demikian pula atas perbuatan wanprestasi pendiri terhadap pendiri lainnya dalam hal
pelaksanaan perjanjian pendirian PT diantara sesama pendiri, dapat pula digugat oleh
para pendiri atau pihak ketiga yang merasa dirugikan ke pengadilan berdasarkan
gugatan perdata dibedakan dalam dua jenis, yaitu: gugatan wanprestasi dan gugatan
didasarkan pada ketentuan Buku III Pasal 1243 KUHPerdata untuk wanprestasi dan
Pasal 1365 KUHPerdata untuk gugatan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu,
84
Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 31
selalu terpisah, kecuali jika dasar antara wanprestasi dengan perbuatan melawan
hukumnya mempunyai relevansi yang sangat erat, maka dalam keadaan yang
dan perbuatan melawan hukum, tetapi sifatnya tentu saja sangat insidentil tergantung
gamblang apa yang dimaksud dengan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum,
mengatur akibat-akibat yuridis dalam hal terjadinya perbuatan wanprestasi dan atau
berkembang melalui teori dan ajaran hukum dengan pemahaman yang dijelaskan oleh
ahli-ahli hukum. Pengertian ini harus benar-benar dipahami secara materil demi
mengakibatkan hakim yang memutus perkara menolak atau tidak menerima suatu
gugatan jika dasar hukum gugatan dianggap secara mendasar mengandung kekaburan
85
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung : Citra Aditia Bakti, 2009), hal. 34
perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang
merugikan pihak lain. Ada juga yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai
suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau
mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian
yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban
1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajiban sendiri selain dari kewajiban
mengganti rugi.
kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum,
kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan
mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak
4. Suatu kesalahan perdata terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntuk yang
5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau
lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang yang
6. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan
hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya
Adapun yang menjadi titik tolak untuk membedakan gugatan wanprestasi dan
selalu bersandar pada adanya suatu hubungan keperdataan (contractual) antara pihak,
sehingga melahirkan hak dan kewajiban hukum. Hak dan kewajiban disini
dimanifestasikan dengan apa yang disebut sebagai prestasi. Pada saat prestasi tidak
dipenuhi atau dilaksanakan sesuai dengan isi perjanjian para pihak, maka lahirlah apa
yang kita namakan wanprestasi atau bisa disebutkan sebagai cidera janji.
kepentingan pihak tertentu yang dirugikan oleh perbuatan pihak lainnya, meskipun
diantara para pihak tidak terdapat suatu hubungan hukum keperdataaan yang bersifat
kontraktual (dalam arti kausalitas). Dalam hal ini landasan gugatannya cukup
86
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris : Peranannya sebagai organ Perseroan, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2000), hal. 43
dibuktikan apakah perbuatan pelaku benar telah merugikan pihak lain. Dengan kata
pada akibat yang ditimbulkan yang mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian.
yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
Agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum,
1. Adanya suatu perbuatan. Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu
sesuatu) maupun pasif (tidak berbuat sesuatu), padahal secara hukum orang
maka perbuatan pelaku dalam hal ini dianggap telah melanggar hukum, sehingga
mempunyai konsekwensi tersendiri yang dapat dituntut oleh pihak lain yang
merasa dirugikan.
3. Adanya kerugian bagi korban. Yang dimaksud dengan kerugian, terdiri dari
merupakan salah satu ciri pokok dari adanya suatu perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dalam hal ini harus dilihat secara materiil. Dikatakan
materiil karena sifat perbuatan melawan hukum dalam hal ini haru dilihat sebagai
suatu kesatuan tentang akbat yang ditimbulkan olehnya terhadap diri pihak
korban. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori
(causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara
apakah perbuatan pelaku atau perbuatan lain yang justru bukan dikarenakan
bukan suatu perbuatan melawan hukum. Namun dengan adanya suatu kerugian,
maka yang perlu dibuktikan adalah hubungan antara perbuatan melawan hukum
Akibat perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 sampai dengan 1367 KUH
Perdata sebagai berikut : Menurut Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi : “Tiap
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-
hatinya”. Lebih lanjut Pasal 1367 KUH Perdata menyebutkan, “Seorang tidak saja
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang – orang yang berada di bawah
pengawasannya…dst”.
gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan
87
Setiawan, Aneka Hukum dan Hukum Acara Perdata, Cetakan Pertama, (Bandung :
Alumni, 2012), hal. 89
akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam
uang, atau disetarakan. Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu
yang bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian
yahng bersifat actual adalah kerugian yang mudah dilihat secar nyata atau fisik, baik
Kerugian ini didasarkan pada hal-hal konkrit yang timbul sebagai akibat
adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat di
masa mendatang adalah kerugian – kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul di
masa mendatang akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku.
Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melaluji pengumuman
di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian di masa
mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sehatinya dapat
dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi secara nyata dengan tuntutan
hukum pelaku. Jika mencermati perumusan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata,
88
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Griya Media, Salatiga, 2011), hal. 90
secara limitative menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal
terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagia
dimaksud.
perundang-undangan yang berlaku di bidang PT dalam hal ini adalah UUPT maka
para pemegang saham tersebut telah merugikan pemegang saham lainnya yang telah
memenuhi seliruh kewajibannya sebagai pemegang saham yang sah. Oleh karena itu
maka para pemegang saham yang telah memenuhi kewajibannya secara penuh dan
berhak disebut sebagai pemegang saham yang sah dapat menggugat para pemegang
saham yang belum melaksanakan kewajibannya secara penuh tersebut agar tidak
memperoleh perlakuan yang sama dalam hal peralihan hak kebendaan berupa jual
beli saham maupun dalam pembagian deviden maupun deviden final maupun deviden
interim. Hal ini disebabkan karena para pemegang saham yang belum memenuhi
kewajibannya secara penuh secara hukum juga tidak memiliki hak secara penuh
dalam hal hak suara hak untuk mengalihkan sahamnya maupun hak untuk
BAB V
A. Kesimpulan
1. Kedudukan hukum para pemegang saham yang tidak menyetorkan penuh modal
sehingga status pendirian badan hukum PT tersebut menjadi cacat hukum. Dari
segi hukum benda akibat wanprestasi dari pendiri / pemegang saham tersebut
saham yang dikuasainya menjadi tidak memiliki legalitas dan keabsahan sebagai
secara penuh modal ditempatkan, maka hak atas deviden dari pemegang saham
tersebut tidak dapat diberikan karena hak kebendaan atas saham sebagai dasar
lahirnya hak atas deviden belum beralih secara sempurna karena tidak
penuh modal ditempatkan dari segi hukum perjanjian telah melakukan perbuatan
128
B. Saran
tahun 2007. Apabila para pendiri tidak melakukan kewajiban tersebut maka
perseroan terbatas tersebut menjadi tidak berhak atau dapat di pending hak-hak
HAM yang mengatur tentang penjatuhan sanksi yang tegas terhadap para pendiri
penuh dalam kaitannya dengan prosedur dan tata cara pendirian PT tersebut,
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Bustama, Azidar, Perjanjian Utang Piutang Dalam Teori dan Praktek, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2012
Cahyono, Achmal Budi, Mengenal Hukum Perdata, Jakarta : Gitama Jaya, 2009
131
Fuadi, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2007
Gautama, Sudargo, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang penting bagi
Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010
Ginting, Jamin, Hukum Perseroan UU No. 40 Tahun 2007, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2009
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Grafika, 2011
Ibrahim, Johnny, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia,
2012
Ikhwan, Yogi, Wanprestasi, Sanksi, Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa, Jakarta
: Rineka Cipta, 2013
Kansil, CST dan Christine ST Kansil, Seluk Belik Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Bandung : Rineka Cipta, 2009
Manan, Bagir, Era Baru Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2010
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, ctk. Keenam, Jakarta : Kencana, 2010
Purba, Orinto, Petunjuk Praktis Bagi RUPS Komisaris dan Direksi Perseroan
Terbatas Agar Terhindari dari Jerat Hukum, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2011
Rachwanto, Sunandar, Hukum Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktek, Jakarta
: Rineka Cipta, 2014
Regar, Moenaf H., Dewan Komisaris : Peranannya sebagai organ Perseroan Bumi
Aksara, Jakarta : Rajawali Press, 2000
Rusli, Hardijan, perseroan terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2010
S, Advendi & Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta : Grasindo 2007
Saliman, Abdul R., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus,
Jakarta : Kencana, 2010
Setiawan, Aneka Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Cetakan Pertama,
Alumni, 2012
Soekanto, Soerjono dan Sri Mulyadi, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta : PT Raja Grafindo, 1995
Subagyo, Joko P., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta : PT Rineka
Cipta, 1997
Supranto, J., Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Jakarta “ Rineka Cipta, 2000
1998
Sutedi, Adrian, Buku Pintar Hukum Perseroan, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2010
Wijaya, Gunawan, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta :
Forum, Sahabat, 2008
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2008
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Tatacara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.