2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4352
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
1
SKRIPSI
OLEH:
140200233
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2018
Demekian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
ABSTRAK
i
Universitas Sumatera Utara
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
Islam dan nikmat kesempatan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah
“ANALISIS TERHADAP WANPRESTASI PIHAK PENYEWA DALAM
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH (STUDI KASUS PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG RI NO. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)”.
Untuk penulisan skripsi ini penulis berupaya agar hasil dari penulisan
skripsi ini bisa lebih baik seperti yang diharapkan, meskipun demikian penulis ini
masih terdapat kekurangan-kekurangan, karena manusia tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan penulis terima dari siapa
saja dalam rangka peyempurnaan penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis dapat banyak bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S selaku dosen Pembimbing I serta
dosen saya di departemen Hukum Keperdataan yang telah banyak
membantu berupa pikiran dan waktunya untuk memberikan pengarahan
dan bimbingan kepada saya sehingga memudahkan saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku dosen Pembimbing II
serta dosen di departemen Hukum Keperdataan dan juga dosen saya
dimata kuliah Perkembangan Hukum Perdata yang juga telah banyak
membantu berupa pikiran dan waktunya untuk memberikan pengarahan
dan bimbingan kepada saya sehingga memudahkan saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ii
Universitas Sumatera Utara
6
8. Alm. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S selaku dosen Penasehat
Akademik yang telah berjasa, membantu, dan menasehati saya dalam
masa perkuliahan. Dan kepada Ibu Dr. Utary Maharani Barus, S.H.,
M.Hum juga selaku dosen Penasehat Akademik yang telah banyak
membantu dan menasehati saya dalam masa perkuliahan sampai saat ini
sehingga memudahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada seluruh jajaran Bapak dan Ibu dosen dan juga kepada
seluruh jajaran staff administrasi dan pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
10. Terima kasih kepada kedua orang tua saya Bapak Ir. Sas Harevi Tarigan
dan Ibu Meriyati Br Perangin-angin yang telah memberikan saya
semangat, nasehat, dan memotivasi saya setiap saat sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
11. Terima kasih kepada Alm. Kakek H. Supandri Tarigan dan Jenda Malem
Perangin-angin dan juga kepada Alm. Nenek Hj. Aman Br Sebayang dan
Metehsa Br Tarigan yang telah banyak berjasa sehingga saya bisa dapat
kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
12. Terima kasih kepada seluruh keluarga dan adeksaya Sas Reka Yasa
Tarigan dan Sas Nurhidayati Br Tarigan yang telah memberikan dukungan
dalam menyelasaikan skripsi ini.
13. Terima kasih kepada saudara-saudari saya yakni: Try Octari, Tommy
Sinulingga, S.H, Josua Opaldi Bangun, Dea Patrisyus Tarigan,Immanuel
Sembiring, David Sembiring, Desi Rayani Ginting, Nadya Putri Karoza
Ginting, Ekinia Karolin Sebayang, Lavenia E. Surbakti, Ririn Tarigan, Aru
Malika, Regina Yaninta Tarigan, Ade Saka Bangun, Emmiya Brahmana,
Rico Wiranta Tarigan, Febry W.I. Tarigan, Bobby Tarigan, Melta Lusianta
Br Sembiring, NichitriAgintaGinting, yang telah memberi dukungan dan
semangat kepada saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14. Terima kasih juga kepada Keluarga Besar IMKA ERKALIAGA (Ikatan
Mahasiswa Karo) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan dukungan dan semangat sehingga saya dapat menyelasaikan
skripsi ini.
15. Terima kasih juga kepada kawan kawan Alumni Pesantren Darul Arafah
(Jayyid & Classic) angkatan 2014 yang saat ini juga menuntut ilmu di
Fakultas Hukum USU yang telah mendukung, membantu, dan
mendo’akan saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
iii
Universitas Sumatera Utara
7
16. Terima Kasih juga kepada Kede Petra (Kepet) Jln. Harmonika Pasar 1
yang telah memberikan tempat dan waktu kepada saya bertukar pikiran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Dan terima kasih juga kapada seluruh teman-teman saya di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu yang mana telah memberikan saya dukungan dalam mengerjakan
dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saya sangat mengharapkan segala kritikan dan saran
yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi dikesempatan yang akan
datang dan saya berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.
Penulis
(Sasraw Fandapi Tarigan)
140200233
iv
Universitas Sumatera Utara
8
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
Menyewa ....................................................................... 33
v
Universitas Sumatera Utara
9
B. Wanprestasi……................................................................... 49
467/Pdt.G/2014/PN.Dps ...................................................... 60
B. Analisa Kasus................................................................ 64
A. Kesimpulan .................................................................... 72
B. Saran.............................................................................. 74
DAFTAR PUSAKA
vi
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang
lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1 Suatu
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya
atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 2 Dari pristiwa
ini, timbullah suatu hubungan antar dua orang tesebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya
demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu
menimbulkan perikatan.
perbuatan hukum dimana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 5 Pengertian perjanjian akan
lebih baik apa bila sebagai perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
1
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta, 2005. hal.1.
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak”, Jakarta, Sinar
Grafika, 2004. hal. 3.
5
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan,Bina Cipta, Bandung, 1979. hal. 49.
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 6 Dalam perumusan yang
diberikan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu: 7
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, mau pun karena Undang-
adalah: 8 “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
Untuk dapat dinyatakan bahwa suatu perjanjian itu sah atau tidak, maka
perlu melihat kepada aturan mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam
KUH Perdata bahwa: 9 untuk dapat dikatakan sebagai sahnya perjanjian diperlukan
Dengan ketentuan diatas, jelas sudah bahwa untuk dapat dinyatakan suatu
perjanjian yang sah, maka setiap orang yang membuat perjanjian tidak boleh tidak
suatu istilah dalam bahasa Belanda yang oleh para sarjana Indonesia yang
6
J. Satrio, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya, Bandung, 1992. Hal. 322.
7
Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Bugerlijke Wetboek), ps. 1233.
8
Ibid., ps. 1313
9
Ibid., ps. 1320
10
Ibid., ps. 1337.
perjanjian. 11 Akan tetapi, istilah perikan dianggap cenderung lebih tepat karena
pengertian dari verbintenis lebih sesuai dengan istilah perikatan dimana di dalam
perikatan itu para pihak saling terkait oleh hak dan kewajiban atas suatu prestasi. 12
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
13
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut
sesuatu hal diistilahkan sebagai kreditur atau si piutang, sedangkan pihak yang
sebagai si berutang. 14 Kreditur dan debitur merupakan para pihak yang menjadi
subjek dalam suatu perikatan, sedangkan yang menjadi objek dalam suatu
perikatan merupakan hak dalam kreditur dan kewajiban dari debitur yang
1. Memberikan sesuatu
11
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum jamiinan, Liberty,
Yogyakarta, 1984, hal. 28-29.
12
Ibid.
13
Subekti, Op.Cit., hal. 1.
14
Ibid.
15
Harotono Hadisoeprapto, Op. Cit., hal. 28-29.
16
Subekti,Op. Cit.,Pasal 1243.
suatu perbuatan atau pekerjaan tertentu, seperti buruh yang melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang diinginkan majikannya. 17 Contoh lain dari perjanjian untuk
berbuat sesuatu adalah perjanjian sewa menyewa. Di sisi lain, prestasi yang
berupa tidak berbuat sesuatu ditandai dengan keharusan debitur untuk tidak
melakukan sesuatu perbuatan tertentu yang tidak diingnkan kreditur, seperti tidak
apa yang telah diperjanjikan meski pun telah dituangkan dalam suatu perjanjian
yang tidak sesuai dengan hak dan kewajiban yang telah mereka sepakati atau
dengan kata lain ketiadaan pelaksanaan janji. 19 Contoh dari wanprestasi tersebut
antara dua orang atau dua pihak. Untuk mengetahui apakah seseorang tidak
memperhatikan apa saja yang menjadi ciri khas dari wanprestasi pada umumnya:
dijanjikan;
17
Hartono Hadisoeprapto, Op.Cit., hal. 29.
18
Ibid.
19
Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1986,
hal. 44.
lahir atau ada sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Dengan adanya
kata sepakat tersebut, perjanjian sewa menyewa mengikat kedua belah pihak
timbal balik sering juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban
kepada dua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu
sama lainnya. Yang dimaksud mempunyai hubungan antara yang satu dengan
yang lainnya adalah bila mana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian
tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak lain disana berkedudukan sebagai
Sehingga dalam hal ini terjadi adanya kesimbangan antara pihak penyewa
diperkuat dengan adanya dasar hukum yang terdapat dalam Pasal 1548 KUH
Perdata.
20
Johanes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral sebagai Upaya Penyelasaian
Kredit Bermasalah,Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 55-56.
21
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1995, hal. 43.
“sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak satu mengikat
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak
Menyewa Rumah haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala
bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu
22
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986, Cetakan Keduapuluh, hal. 340.
23
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,
Bandung, 2006, hal. 185.
Pada dasarnya perjanjian akan berlangsung dengan baik jika para pihak
yang melakukan perjanjian tersebut dilandasi dengan itikad baik (good faith),
namun apa bila salah satu pihak tidak beritikad baik atau tidak melaksanakan
jadikan sebagai bahan dalam penulisan skripsi ialah tentang wanprestasi pihak
penyewa dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang terdapat dalam Putusan
Denpasar, Bali tepatnya di Desa Intaran Sanur Kecamatan Denpasar Selatan Kota
Denpasar.
rumah yang seluas 1.124 M2 kepada pihak penyewa. Bahwasanya sewa menyewa
MENYEWA No. 267 tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat dihadapan Notaris, untuk
jangka waktu 20 tahun sejak tanggal 1 Agustus 1994 sampai tanggal 1 Agustus
2014, dengan harga sewa US.$ 172.000,000 atau ( seratus tujuh puluh dua dollar
pihak yang menyewakan yang bernama I Ketut Sudiartha dengan pihak penyewa
yang bernama Sarita Jill Newson yang ditanda tangani pada 1 Agustus 2010,
kembali tanah dan rumah yang disewanya tersebut kepada Nicole Moia dan
Andrian Sabine Maxwell Batten. Yang mana sewa menyewa tersebut dituangkan
sewa menyewa tersebut pihak penyewa dari pihak pertama yaitu Sarita Jill
Newson, Nicole Moia sebagai penyewa kedua, dan Adrian Sabine Maxwell
Batten sebagai pihak penyewa ketiga mensomasi pihak dari yang menyewakan
tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat dihadapan Notaris, yang isinya berupa
rumah warisan dari pihak yang menyewakan tersebut, yang mana akta perubahan
TEMPAT yang telah ditanda tangani pada tanggal 1 Agustus 2010 oleh kedua
belah pihak.
Adapun kehendak yang dilakukan oleh para pihak penyewa tersebut sudah tidak
berlaku lagi dikarenakan perjanjian sewa menyewa No. 267 tanggal 28 Juli 1995,
maka dari itu pihak dari para penyewa sudah dianggap merupakan perbuatan yang
penulis bahwasanya dalam Pasal 1320 KUHPerdata terdapat empat syarat sahnya
perjanjian yaitu:
MENYEWA TEMPAT yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal
1 Agustus 2010 sampai berakhirnya pada tanggal 1 Agustus 2014, yakni pihak
dari penyewa tidak dapat memaksa pihak dari yang menyewakan untuk
perjanjian ini berakhir, semua bangunan dan alat yang ditambah oleh pihak kedua
akan menjadi hak milik dari pihak pertama, termasuk kamar mandi dan alat-alat
seperti lampu, tetapi meubel-meubel barang antik dan perabot lain yang ditambah
oleh pihak kedua tetap menjadi hak milik oleh pihak kedua”.
Dengan sikap penyewa yang mensomasi pihak yang menyewa tanah dan
tidak berlaku lagi untuk agar pihak yang menyewa untuk dapat memperpanjangan
MENYEWA TEMPAT yang ditanda tangani dan disepakati oleh kedua belah
pihak yang dimulai sejak tanggal 1 Agustus 2010 sampai 1 Agustus 2014. Tetapi
sampai pada tanggal berakhirnya sewa tanah dan rumah tersebut, pihak dari
penyewa enggan untuk mengosongkan rumah dan tanah tersebut, dan mamaksa
pihak yang menyewakan untuk memperpanjang kontrak sewa tanah dan rumah
tersebut. Dan sikap penyewa seperti ini maka pihak penyewa dapat disebut telah
ingkar janji (wanprestasi) dan tidak beritikad tidak baik terhadap yang
tidak mau untuk membayar uang sewa tanah dan rumah tersebut.
di dalam suatu perjanjian yang dilakukan. Dan berdasarkan kasus latar belakang
diatas, maka penulis membuat skripsi ini dengan judul “ANALISIS TERHADAP
RI NO. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)”.
B. Perumusan Masalah
menyewa rumah ?
467/Pdt.G/2014/PN/Dps ?
a. Tujuan Penelitian
Mengarah pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
menyewa rumah.
menyewa rumah.
467/Pdt.G/2014/PN/Dps
b. Manfaat Penelitian
penelitian selanjutnya.
D. Keaslian penelitian
Dimana dalam melakukan perjanjian sewa menyewa ini terdapat dua pihak atau
lebih untuk saling mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, tanpa adanya
suatu paksaan, kekeliruan, dan penipuan.Artinya, mereka sudah sah dan mengikat
pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan
harga. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak masyarakat yang masih
lalai/ingkar dalam suatu perjanjian yang mereka telah sepakati sehingga perjanjian
mereka tidak berjalan lancar. Dengan karena adanya kelalaian antara salah satu
pihak, maka pihak yang telah melalaikan kewajibannya itu akan dikenakan ganti
rugi akibat dari wanprestasi atau perbuatan melawan hukum yang telah ia
lakukan. Padahal, sebelum kedua belah pihak menjalin suatu perjanjian, kedua
sewa menyewa memang sudah ada tetapi dalam sudut pandang pembahasan
berbeda dengan yang terdapat dalam penulisan skripsi inidan perjanjian yang
dianalisis pun berbeda. Maka dari itu, penulis berkeyakinan bahwa penulisan
E. Tinjauan pustaka
buruk”. 24 Sedangkan prestasi adalah lawan kata dari wanprestasi adalah hal-hal
dilakukan tidak menurut selayaknya maka disini dapat dilihat bahwa seorang
prestasi perjanjian telah lalai dan “terlambat” dari jadwal yang telah ditentukan
atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya, jadi dapat dikatakan
Kata perjanjian berarti persetujuan baik tertulis maupun tidak tertulis yang
dibuat oleh dua belah pihak atu lebih yang masing-masing berjanji akan menaati
Istilah sewa menyewa berasal dari bahasa Belanda yaitu “Huur onver
hurr”, menurut bahasa sehari-hari seawa artinya pemakaian sesuatu yang dibayar
dengan uang. 26 Perjanjian sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548 s/d 1600
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka
waktu tertentu, sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar harga yang
perjanjian dalam KUHPerdata Pasal 1320, serta tiga unsur pokok yang harus ada
F. Metode penelitian
Untuk menyimpulkan hasil dari penulisan skripsi ini agar dapat menjadi
suatu hasil karya ilmiah, maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
26
Hilman Hadikusuno, Bahasa Hukum Indonesia,Alumni, Bandung, 1984, hal. 102.
27
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 164.
1. Spesifikasi Penelitian
a. Jenis Penelitian
mengenal data skunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer,
b. Sifat Penelitian
tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
3. Sumber Data
28
Amiruddin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, 2004, hal. 163.
lain. 29
4. Analisis Data
29
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitia hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986,
hal. 12.
G. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Menyewa
Bab ini membahas tentang uraian secara teoritis mengenai hal yang
tersebut.
No. 467/Pdt.G/2014/PN/Dps
Pada bab ini akan membahas tentang kasus duduk perkara yang
rumah tersebut.
BAB II
Setiap manusia pada umumnya akan selalu terikat antara satu dengan yang
antar sesama manusia itu dapat memberikan solusi dari masalah yang akan
sendirinya. Hubungan hukum itu akan tercipta karena adanya suatu tindakan
sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh
prestasi. Sedangakan pihak yang lainnya yang menyediakan diri untuk dibebani
yang didalamnya seseorang berjanji kepada orang lain atau kedua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 31 Dengan adanya perjanjian tersebut, para
30
C.S.T. Kansil, Crintine S.T. Kansil, Modul hukum Perdata (Termasuk Asas-Asas
Hukum Perdata), Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hal. 204.
31
Ibid.
19
Universitas Sumatera Utara
20
pihak yang bersepakat memiliki suatu hubungan hukum untuk melaksanakan hak
orang atau lebih berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu. 32 Pengertian yang lengkap dan sempurna mengenai pengertian atau defenisi
dari perjanjian sangatlah sulit untuk dimengerti karena masing masing dari sarjana
pengertian dari perjanjian dari para sarjana, maka ada beberapa pendapat yang
1. Menurut R. Setiawan:
2. Menurut R. Wirjono: 34
antara dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk
melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal sedangkan pihak
hukum dengan adanya kesepakatan antara para pihak dimana kesepakatan yang
32
Ibid.
33
R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987,
hal. 49.
34
Wirjono prodjodikoro, Op.Cit., 1989, hal. 7.
dimaksud yakni adanya persesuaian kehendak antara para pihak yaitu dengan
konkret.
Pada umumnya suatu perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu,
dapat dibuat secara lisan, dan andaikata dibuat secara tertulis maka perjanjian ini
dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tidak sah
adanya perjanjian.
perjanjian juga telah dijelaskan yakni bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian
mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap tetapi dengan
pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian terdapat satu pihak
mengikatkan diri kepada pihak lain. Pengertian ini seharusnya menerangkan juga
tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri tentang sesuatu hal.
Artinya jika hanya disebutkan bahwa satu pihak mengikatkan dirinya kepda pihak
lain, maka seolah-olah yang dimaksud hanya perjanjian sepihak, tetapi jika
35
Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Perikatan, Perpustakaan USU, Medan, 2010, hal.
34.
disebutkan juga tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri, maka
pengertian perjanjian ini meliputi baik perjanjian sepihak mau pun dua pihak. 36
didalam lapangan hukum harta kekayaan diantara dua orang atau lebih yang
36
Ahmadi Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
1456 BW, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 67-69.
37
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikata, Alumni, Bandung, 2002, hal. 78
38
Purwahid Patrik, Pembahasan Perkembangan Hukum Perjanjian, Seminar Nasional
Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, 2000, hal. 15
menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya mempunyai
kewajiban untuk melakukan atau memberikan sesuatu. Atau dengan kata lain
pihak yang mempunyai hak disebut kreditur dan pihak yang mempunyai
Jadi jelaslah bahwa yang menjadi subjek perjanjian adalah kreditur dan
debitur.Perjanjian itu tidak hanya harus antara seorang debitur dengan seorang
kreditur saja, tetapi beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur
atau sebaliknya. Atau juga pada mulanya kreditur terdiri dari beberapa orang
kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan dengan seorang
perikatan terlibat lebih dari dua orang, tetapi pihak tetap dua.
a. Tujuan
b. Prestasi
1. Unsur assensialia
39
Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata, Akademi Keuangan
dan Perbankan Perbanas Medan, 2000, hal. 153
2. Unsur naturalia
Unsur naturalia adalah unsur lazim melekat pada perjanjian, yaitu
unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara
diam-diam dengan sendirnya dianggap ada dalam perjanjian karena
sudah merupakan bawaan atau melekat pada perjanjian.Dengan
demikian, unsur ini oleh undang-undang diatur tetapi oleh para pihak
dapat disingkirkan, jadi sifat unsur ini adalah hukum mengatur
(aanvullendrecht).
3. Unsur accidentalia
Unsur accidentalia adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara
tegas dalam perjanjian.Unsur ini ditambah oleh para pihak dalam
perjanjian artinya undang-undang tidak mengaturnya.Dengan demikian
unsur ini harus secara tegas diperjanjikan para pihak. 40
Dengan begitu segala hal yang telah dibuat dalam suatu persetujuan
berlaku bagi suatu undang-undang atau aturan bagi para pihak yang turut sepakat
sebagai sesuatu undang-undang maka apabila ada pihak yang melakukan suatu hal
dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
40
J. Satrio, Op. Cit., hal. 67-72
undang dinyatakan cukup untuk itu. Dan tentunya persetujuan yang telah
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka
syarat subyektif untuk syarat pertama dan kedua serta syarat obyektif untuk syarat
dengan subjek hukum atau pihak-pihak yang terikat atau yang melakukan
berlaku bagi pihak yang membuatnya. Namun, terkait dengan subjek atau pihak
golongan, yaitu: pihak yang mengadakan perjanjian, para ahli waris dan mereka
yang mendapat hak dari padanya serta pihak ketiga. Dalam sebuah perjanjian
yang menimbulkan hubungan hukum, subjuk hukum paling tidak terdiri atas dua
pihak yang menduduki tempat yang berbeda. Seperti biasanya dalam suatu
41
Subekti, Op.Cit., hal. 17.
perjanjian selalu ada pihak pihak yang berbeda seperti pihak kreditur dan pihak
debitur. Agar dapat memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, para pihak yang
apabila: 42
bahwa kata sepakat tidsk sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh
KUHPerdata, bahwa perjanjian itu juga dapat dilakukan untuk kepentingan pihak
dari para pihak. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
42
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet 2, Alumni, Bandung, 1986, hal.
6.
Pasal 1329 yang menyebutkan bahwa tiap orang yang berwenang membuat
perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap dalam hal itu. Selanjutnya, dalam
KUHPerdata dalam Pasal 1330 dinyatakan bahwa “Yang tidak cakap untuk
dalam Pasal 1330 ayat (3) menyebutkan bahwa isteri pun tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, itu dianggap tidak sesuai lagi dengan zaman kemerdekaan
Indonesia dan UUD 1945. Hal ini telah dirumah melalui Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa; “Hak
dan Kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
43
Indonesia,Op.Cit., ps, 1330.
44
Indonesia, Undang-undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974, LN.No. 1
Tahun 1974, TLN.No. 3019, ps. 7 ayat (1).
45
Indonesia, Op.Cit., ps, 330.
masyarakat”, dan diperkuat lagi dengan ayat (2) yang menyebutkan bahwa:
merupakan segala sesuatu yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak yang
hal ini, prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban bagi debitur dan apa yang
menjadi hak bagi kreditur. Prestasi menurut KUHPerdata Pasal 1234 mencakup
dapat ditentukan atau mengenai suatu hal tertentu (certainty). Artinya, dalam
mengadakan perjanjian, apa-apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak
harus dapat ditentukan sehingga dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, pokok
perjanjian dapat berupa barang ataupun jasa. Dan barang yang dimaksud dalam
perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Kemudian, ada pun syarat
obyektif yang kedua adalah suatu sebab yang halal, berkaitan dengan isi
46
Indonesia, Op. Cit., ps. 31 ayat (1) dan (2).
47
Ibid, ps. 1234.
persetujuan dengan mana pihak satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada
pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak yang lainnya kenikamatan dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
disanggupi pembayarannya. 49
Perjanjian sewa menyewa, sama halnya seperti jual beli dan perjanjian lain
sewa. 50 Setelah syarat telah dipenuhi oleh kedua belah pihak maka perjanjan sewa
menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, baik pihak yang
menyewakan maupun pihak penyewa. Hak dan kewajiban itu harus dilaksanakan
48
Indonesia, Op.Cit., Pasal 1548.
49
Subekti, “Aneka Perjanjian” Alumni, Bandung, 1979, hal. 51.
50
Ibid, hal. 40.
Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah
Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang dari yang disewakan
1. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik,
sendiri.
Pasal 1560)
musnahnya barang yang disewa, apabila barang yang disewa musnah dalam
terikat pada larangan untuk tidak mempersewakan lagi kepada orang lain, jika hal
mengulang sewakan barang yang telah disewa adalah boleh, jika hal itu secara
tegas diperbolehkan dalam perjanjian. Jika sampai si penyewa berbuat apa yang
dilarang itu, maka pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan perjanjian
Pada setiap perjanjian sewa menyewa yang dikenal dalam hukum perdata,
3. Ganti rugi;
51
R. Subekti, Op.Cit.,hal. 13.
kemampuan kreditur.
1. Uang sewa yang harus dibayar oleh penyewa tepat waktu tertentu sesuai
sewa rumah untuk dilelang dalam hal penyewa tidak membayar lunas
damai dan tidak ada cacat yang merintangi pemakaian barang yang
disewanya. 54
keperluan lain dari pada yang menjadi tujuan pemakaiannya, atau suatu keperluan
lain dari pada yang menjadi tujuan pemakaiannya, atau suatu keperluan
untuk perusahaan atau bengkel mobil. Kalau yang disewa itu sebuah rumah
perabot rumah yang secukupnya, jika tidak, ia dapat dipaksa unuk mengosongkan
rumah itu, kecuali jika ia memberikan cukup jaminan untuk pembayaran uang
Berdasarkan hal tersebut, maka perabot rumah itu dijadikan jaminan untuk
pembayaran uang sewa. Hal ini menemukan realisasinya dalam apa yang
berikut: Jika tidak ada perjanjian, maka dianggap sebagai demikian pembetulan-
jendela, baik didalam maupun diluar rumah dan segala sesuatu yang dianggap
kewajiban, atas ancaman ganti rugi, untuk melaporkan kepada si pemilik tanah
persetujuannya oleh pihak-pihak, baik pengusaha maupun penyewa, hal ini bisa
terjalin hubungan yang nyata (aktual) antara pemlik dan penyewa, jika kedua
belah pihak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam
Perjanjian sewa menyewa juga diatur dalam Buku III KUHPerdata Bab ke
7 (tujuh) yang mengatur hak dan kewajiban penyewa dan yang menyewakan.
Sewa menyewa merupakan jenis perjanjian yang termasuk didalamnya antara lain:
perjanjian jual beli, perjanjian sewa pakai, perjanjian sewa beli, dan lain-lain.
konsensus.Artinya persetujuan sah dan mengikat kedua belah pihak setelah ada
Objek sewa menyewa yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Namun dengan perkembangan zaman modern ini, bukan hanya benda bergerak
tetapi jasa (imbalan) misalnya gas sudah dapat disewakan. Dari jenis-jenis yang
bisa disewakan tersebut diatas, semua tunduk pada peraturan sewa menyewa yang
BAB III
MENYEWA
Sewa Menyewa
sebelumnya juga telah dijelaskan secara ringkas pada Bab II, maka pada Bab III
ini penulis akan menjelaskan lebih jelasnya lagi mengenai syarat-syarat sahnya
Dibawah ini akan diuraikan secara garis besar satu persatu keempat syarat
pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian keinginan atau
adalah kapan saatnya kesepakatan ini terjadi ? Persoalan ini tidak akan timbul jika
55
Paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling), dan penipuan (bedrog) merupakan tiga hal
yang mengakibatkan kesepakatan tidak sempurna.(Pasal 1321 s/d Pasal 1328 KUHPerdata).
38
Universitas Sumatera Utara
39
para pihak yang membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada
disuatu tempat dan disitulah tercapai suatu kata sepakat. Akan tetapi, nyatanya
menimbulkan persoalan kapan saatnya kesepakatan itu dapat terjadi. Hal ini
perjanjian. 56
kekhilafan atau dengan diperoleh dengan suatu paksaan atau dengan penipuan
maka dalam hal ini tidak terjadi kesepakatan demikian ketentuan yang terdapat
perjanjian, dan selain itu kekhilafan yang lain tidak menjadi batalnya suatu
perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan
perbuatan tertentu. 57 Dalam Pasal 1329 KUHPerdata terdapat asas umum yang
56
Riduan Syahrani, Seluk-Belum Dan Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2004, hal.
206.
57
Ibid, hal. 208.
mengatakan bahwa “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia
dalam 1330 KUHPerdata yang mengatakan tidak cakap untuk membuat perjanjian
adalah:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh tahun, maka mereka yang belum dewasa dan tidak kembali lagi
orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan dengan cara
• Telah menikah;
58
Menurut M. Isnaeni substansi Pasal 1329 KUHPerdata, khususnya pada redaksi “….
Cakap membuat perikatan….” tidak konsisten, karena Pasal 1329 ini terkait dengan Pasal 1320
KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian bukan syarat sahnya perikatan. Sehingga
seharusnya redaksi tersebut berbunyi “….cakap membuat kontrak/perjanjian…”
diwakili oleh:
orang tuanya (yaitu hanya ada salah satu dari orang taunya saja). 59
bendanya”.
a. Jika seorang:
59
Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 129-130.
60
R. Subekti, Op.Cit.,hal. 18.
• Telah menikah
dewasa.
kekuasaan orang tuanya atau hanya ada salah satu dari orang
tuanya saja.
dewasa. Kalau seorang anak belum dewasa harus diwakili orang tua
orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan kurang akal, sakit
61
R. Subekti, Op.Cit.,hal. 18.
Dalam hal ini, sejalan dengan persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, maka
ketentuan angka 3 dari Pasal 1330 KUHPerdata menjadi tidak berarti lagi. 63 Hal
ini berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5
memindah tangankan, dan sebagainya atau pun melakukan suatu pelunasan atau
suaminya” dan Pasal 110 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “seorang istri
dihapuskan kedua Pasal diatas maka nyatalah kepada kita bahwa tidak ada lagi
perbedaan hak antara suami-istri, ini semua berlaku untuk warga Negara
62
Mohd Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana
Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hal. 16.
63
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 128-129.
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi objek
suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi objek
haruslah sesuatu yang harus ditentukan secara pasti. Dalam jual beli misalnya,
setiap kesempatan antara penjual dan pembeli mengenai kebendaan yang dijual
“sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hanya saja dalam Pasal
1335 KUHPerdata menyatakan bahwa: “suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang
telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah
mempunyai”.
64
Riduan Syahrini, Op.Cit.,hal. 209-210.
65
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit.,hal. 155-156.
66
Ibid, hal. 161.
Dan kemudian adapun asas-asas yang harus diperhatikan oleh para pihak
keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hukumnya. 67 Sistem
terbuka Buku III KUHPerdata tercermin dari substansi Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “semua perjanjian yang buat secara sah
Dalam asas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk
melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa saja ia malakukan
perjanjian, bebas tentang apa saja yag diperjanjikan, dan bebas untuk menetapkan
berikut: 69
67
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Kencana Pranada Media Group,Cetakan Kedua, Jakarta, 2008, hal. 109.
68
Ibid, hal. 110.
69
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indosenia, Jakarta, 1993,
hal. 47.
sebagaimana tersimpul dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tidaklah
berdiri dalam kesendiriannya. Asas tersebut berada dalam satu sistem yang utuh
dan padu dengan ketentuan lain terkait. 70 Apabila mengacu rumusan Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata yang dibingkai oleh Pasal-pasal lain dalam satu kerangka
sistem hukum perjanjian/kontrak (vide Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 ayat (1) serta
perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya. Hal ini berarti kebebasan para
2. Asas konsensualisme
(raison d’etre, het bestaanwaarde). 71 Dalam asas ini terkandung kehendak para
70
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit.,hal. 111.
71
Mariam Darus Badrulzaman et al, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 82.
kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti, yang
menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo Pasal 1338
73
KUHPerdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan
perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang.
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa: “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
menempatkan posisi para pihak dalam perjanjian sejajar dengan pembuat undang-
undang. 75
merupakan konsenkuensi dari dari dua asas lainnya dalam perjanjian yaitu
konsensualisme dan asas kekuatan mengikat suatu perjanjian yang lazim disebut
72
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,
hal. 43-44.
73
Ibid, hal. 37.
74
N. E. Algra et al, dalam “Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia”,
Bina Cipta, Jakarta, 1983, Cetakan Pertama, hal. 384.
75
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hal. 126.
perjanjian, pacta sunt servanda berkaitan dengan akibat adanya perjanjian yaitu
persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Apa yang dimaksud dengan
tegas dan jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan
itikad baik adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud kemauan yang
1. Itikad baik pada pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum.
pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang bertikad tidak baik
76
Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Volume 18 No.
3, Mei Tahun 2003, hal. 197.
77
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,
hal. 369.
78
N. E. Algra et al, Op.Cit.,hal. 174..
79
Soetojo Prawirohamidjojo, Itikad Baik (Goede Trouw/Good Faith), Pidato Dalam
Rangka Memperingati Dies Natalis XXXVIII Universitas Airlangga Surabaya, 11 November 1992,
hal. 3.
Itikad baik semacam ini diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata
dan Pasal 1963 KUHPerdata, dimana terkait dengan salah satu syarat
seperti ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
hukumnya. Titik berat itikad baik disini terletak pada tindakan yang
B. Wanpretasi
kewajiban tidak memenuhi suatu perutangan, yang terdiri dari dua macam sifat.
Pertama-tama yang terdiri atas hal bahwa prestasi itu masih dilakukan tetapi tidak
secara sepatutnya, sedangkan yang kedua adalah terdapat hal-hal yang disitu
selayaknya. 82Kalau begitu seorang debitur atau penyewa berada dalam keadaan
80
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 56-62.
81
Sri Soedewi Masjschoen Sofyan, Hukum Perutangan Bagian A, Seksi Hukum Perdata,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1980, hal. 12.
82
M. Yahya Harahap, Op.Cit.,hal. 60-61.
telah lalai sehingga terlambat dalam jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
Dari kedua pendapat diatas, dapatlah kita menarik suatu pengertian bahwa
dipenuhinya dalam suatu perjanjian. Jadi dapat dilihat bahwa wanprestasi itu
terjadi atau timbul apabila si berutang yakni debitur tidak memenuhi prestasi yang
rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai, harus
ada pernyataan lalai dari kreditur. Pernyataan berada dalam keadaan lalai ini
perongkosan, kerugian, dan bunga, baru merupakan kewajiban yang harus dibayar
tetapi sekali pun sudah ditegur ia tetap juga melalaikan peringatan yang dimaksud.
Dari ketentuan Pasal diatas terdapat suatu asas yang umum untuk lahirnya
kewajiban ganti rugi debitur harus lebih dulu diletakkan atau ditempatkan dalam
“keadaan lalai”, melalui prosedur “peringatan atau pernyataan lalai”. Kalau begitu
debitur sudah dapat dikatakan berada dalam keadaan lalai, jika sebelumnya sudah
debitur telah lalai melaksanakan perjanjian. Peringatan atau teguran itu dilakukan
lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
(si berutang) dan debitur (si berutang) adalah pihak yang dalam perikatan
dari krediturnya, yaitu pihak yang dalam perikatan mempunyai hal (tuntut) atas
apa isi perintah kreditur, namun demikian, sehubungan dengan kedudukan para
dilakukan secara lisan, dengan ketentuan desakan atau teguran agar si berutang
83
Ibid, hal. 62.
dengan cukup tegas. Sebaiknya dilakukan dengan tertulis, dengan surat tercatat,
agar nanti dimuka hakim tidak mudah dipungkiri oleh si berutang. Sedangkan
kapan pernyataan waktu lalai itu menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam buku
mestinya.
84
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu,
Sumur, Bandung, 1965, hal. 7.
85
R. Subekti, Op.Cit., hal. 45.
86
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Op.Cit.,hal. 12.
87
R. Setiawan, Op.Cit., hal. 17-18.
Akibat dari wanprestasi munculnya suatu ganti rugi bagi pihak yang
merasa dirugikan. Dalam KUHPerdata hanya mengatur tentang ganti rugi dari
kerugian yang bersifat material (berwujud) yang dapat dinilai dengan uang, dan
tidak mengatur ganti rugi dari kerugian yang bersifat immaterial, tidak berwujud.
Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak terjadinya kelalaian. Hal
ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1237 KUHPerdata: “pada suatu perikatan
untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan debitur sejak
perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan,
3. Peralihan resiko;
sebagai berikut:
1. Ganti rugi
Ganti rugi sering diperinci menjadi tiga bagian, yaitu biaya, rugi, dan
bunga. Biaya adalah segala pengeluaran dan perongkosan yang nyata-nyata sudah
tersebut tidak datang sehingga pertunjukan batal diadakan. Maka yang termasuk
biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi, dan lain-lain.
Misalnya dalam jual beli sapi. Kalau sapi yang dibelinya itu mengandung
penyakit yang menular kepada sapi-sapi lainnya milik si pembeli, sehingga sapi-
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya dalam hal jual beli
barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari
pembeliannya.
“si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang
nyata telah atau sedianya harus dapat diduga waktu sewaktu perjanjian dilahirkan,
kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena suatu tipu
daya yang dilakukan olenya”.
“bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu
daya si berutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian
yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah
terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung tak dipenuhinya perjanjian”.
Dari kedua Pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ganti rugi itu
dibatasi, hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat
langsung dari wanprestasi. Berikut beberapa hal dalam persoalan ganti rugi
adalah: 88
2. Pembatalan perjanjian
perjanjian, sebagai sanksi kedua atas kelalaian seorang debitur, mungkin ada
orang yang tidak dapat melihat sifat pembatalannya atau pemecahan tersebut
kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau suatu pihak sudah
menerima sesuatu dari pihak lain, baik uang maupun barang, maka itu harus
dikembalikan.
88
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Kontrak Bisnis, Diktat Hukum Perusahaan, Megister
Kenotariatan USU, Medan, 2010, hal. 17.
Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan
harus diminta dihadapan hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak
dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut
keadaan atas permintaan si tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna
kesempatan memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tidak lebih dari satu
bulan”.
perjanjian tidak terjadi secara otomatis pada waktu debitur nyata-nyata melalaikan
kewajibannya, akan tetapi harus diminta kepada hakim dan disebutkan dengan
3. Peralihan resiko
disebut dalam Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata.Yang dimaksud dengan resiko
adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar
kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.
Menurut Pasal 1460 KUHPerdata, resiko dalam jual beli barang tertentu
penjual itu terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan
seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara,
bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara (Pasal 181
ayat (1) HIR).Seseorang debitur yang lalai tentu dikalahkan kalau sampai terjadi
yang dilakukan salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik terjadi akibat dari
timbul dari wanprestasi ialah keharusan atau kemestian bagi penyewa membayar
ganti rugi (schadevergoeding). Atau dengan adanya wanpretasi oleh salah satu
tepat waktu” atau “tak layak”, jelas merupakan “pelanggaran” hak milik rumah.
Setiap pelanggaran hak milik orang lain, berarti merupakan “perbuatan melawan
89
Elly Erawati-Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian,
Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010, hal. 28.
90
M. Yahya Harahap, Op,Cit., hal. 60-61.
terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1237 KUHPerdata yang
menyatakan: “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu
menjadi tanggungan kreditur sejak lahirnya perikatan. Jika debitur lalai untuk
“Biaya, ganti rugi, dan bunga yang boleh ditentukan kreditur terdiri atas
perhitungan ganti rugi harus dapat diatur dalam jenis dan jumlahnya secara rinci
tersebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interset). Kendatipun debitur yang
wanprestasi dapat dituntut oleh kreditur untuk membayar ganti kerugian, tetapi
dengan sekehendak hati, melainkan dibatasi dengan sedemikian rupa oleh undang-
undang.
“Bahkan, jika hal tidak terpenuhinya perikata itu disebabkan karena tipu
daya siberutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian
yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah
terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya
perikatan”.
adalah “suatu akibat yang tidak begitu jauh ketinggalan dari pada hal yang
Wirjono Prodjodikoro, tentunya masih belum tegas karena pengertian jauh adalah
kabur juga. Oleh karena itu, hakimlah yang pada akhirnya harus menetapkan ini
91
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 53.
BAB IV
A. Kasus Posisi
Robby Prayoga yang merupakan anak laki-laki kandung dari I Ketut Sudiartha
dan juga merupakan cucu kandung laki-laki dari I Made Lotering. Awalnya,
kakek dari pihak Penggugat mempunyai tanah dan rumah yang diwariskan kepada
Penggugat, yakni: tanah yang diatasnya dibangun rumah sebagaimana Surat Hak
Milik (SHM) No.244/Desa Intaran, luas 2174, Gambar Situasi tanggal 19 Maret
1973 No. 102/1973 Atas Nama I Made Lotering, terletak di Desa Intaran Sahur
Sebagian dari tanah dan rumah tersebut oleh kakek penggugat disewakan
kepada pihak penyewa (Tergugat I) yang bernama Sarita Jill Newson yakni seluas
Setempat dikenal sebagai jalan Mertasari No.6A Desa Intaran, Sanur Kelod,
60
PERJANJIAN SEWA MENYEWA No. 267 tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat
Andjana Oka, SH, untuk jangka waktu 20 Tahun sejak tanggal 1 Agustus 1994
sampai tanggal 1 Agustus 2014, dengan harga sewa US.$ 172.000,00 (seratus
pihak yang menyewakan yang bernama I Ketut Sudiartha dengan Tergugat I yang
Agustus 2014. Adapun isi dari perjanjian tersebut pada article 9 disebutkan bahwa
perjanjian ini dilakukan untuk “Mengganti” Perjanjian pertama No. 267 tanggal
28 Juli 1995 yang disahkan oleh Benyamin Adnjana Oka, SH yang mana “Tidak
Berlaku Lagi”. Kecuali dijelaskan didalam perjanjian ini, provisi perjanjian yang
pertama akan dianggap sesuai dengan keinginan pihak pertama dan pihak kedua
dengan kekuatan yang sama dalam hukum, dan ditandatangani diatas materai oleh
kedua belah pihak, dimana copy yang pertama asli akan dipegang oleh pihak
pertama, copy yang kedua yang asli akan dipegang oleh pihak kedua.
2014 (vide Pasal 4 huruf a). Pada tanggal 2 Juni 2014 dan tanggal 12 Juni 2014,
1995.
Yang mana asas dari perjanjian adalah KESEPAKATAN para pihak yang sesuai
dalam Pasasl 1320 KUHPerdata, yang mana kesepakatan dalam surat perjanjian
menyewa tempat antara ayah Penggugat yang bernama I Ketut Sudiartha dengan
opsi pertama untuk memperpanjang kontrak sewa rumah setelah jangka waktu
kontrak pertama sampai waktu sepuluh tahun atau jangka waktu yang dapat
DISETUJIU BERSAMA Pihak Pertama dan Pihak Kedua. Pihak Kedua wajib
memberitahu Pihak Pertama jika akan ada perpanjangan paling sedikit dua bulan
Tergugat II, dan Tergugat III tidak dapat memaksa Penggugat untuk memberikan
rumah PEMILIK. Adapun pada klausule “Opsi atau PILIHAN, yang dibuat oleh
kedua belah pihak adalah bilamana pihak pertama akan menyewakan kembali
rumahnya, pihak kedua akan mendapatkan opsi pertama unuk menyewa akan
rumahnya maka PENYEWA tidak boleh memaksa. Dengan demikian, Hak Sewa
Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III, yang dituangkan dalam SURAT
TEMPAT, disebutkan bahwa pada waktu perjanjian ini berakhir, semua bangunan
dan alat yang ditambah oleh pihak kedua akan menjadi milik pihak pertama,
termasuk kamar mandi dan alat-alat seperti lampu, tetapi meubel-meubel barang
antik dan perabot lain yang ditambah oleh pihak kedua tetap menjadi hak milik
oleh pihak kedua. Begitu pula selain atas dasar ketentuan article 3 tersebut,
ternyata Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III, telah terbukti melakukan
Dan para pihak Tergugat juga telah terbukti TIDAK ADA ITIKAD BAIK untuk
sewanya pada tanggal 1 Agustus 2014. Berdasarkan hal tersebut pihak dari yang
menyewakan atau pihak Penggugat merasa dirugikan dan pihak dari yang
penyewa atau para pihak Tergugat telah melakukan wanprestasi karena tidak
sesuai lagi dengan apa yang telah diperjanjikan dan yang dituangkan dalam surat
perjanjian tersebut.
B. Analisa Kasus
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua
perjanjian adalah suatu perbutan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu oarng atau
lebih. 92 Lazimnya perjanjian bersifat bilateral atau timbal balik, artinya suatu
pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-
92
R. Setiawan, Op.Cit., hal. 49.
yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu tidak dibebani dengan kewajiban-
kewajiban sebagai kebalikannya dari hak-hak itu, apabila pihak yang menerima
disimpulkan bahwa lazimnya perjanjian itu bersifat timbal balik meskipun belum
Perjanjian itu sendiri dapat menerbitkan suatu perikatan antara dua oarang
perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Dalam hal ini, sebuah perjanjian
atau kontrak menjadi sumber terjadinya perikatan tersebut. Berdasarkan hal ini,
jelas bahwa perjanjian itu melahirkan perikatan. Sama halnya dengan perjanjian
sewa menyewa baik barang bergerak dan tidak bergerak ataupun yang berupa
jasa. Perjanjian ini mengikat para pihak, dimana para pihak harus melakukan
kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan waktu, objek perjanjian dan apa saja
yang menjadi kewajiban para pihak tersebut sesuai dengan isi perjanjian.
Eksepsi tidak dapat diterima atau menolak eksepsi para Tergugat untuk
seluruhnya. Hal ini dikarenakan atas pertimbangan hakim itu yang berisikan
93
Subekti, Op.Cit., hal 29-30.
tata tertib beracara, karena keduanya harus diselesaikan tersendiri. Sementara itu,
bahwasanya gugatan dari pihak Penggugat adalah perbuatan melawan hukum dan
eksepsi dari kuasa hukum para Tergugat adalah mengenai gugatan Premature,
namun majelis hakim berpendapat bahwa walaupun batas waktu sewa akan
berakhir pada tanggal 1 Agustus 2014, sedangkan gugatan diajukan pada tanggal
bertujuan untuk mendapat kepastian hukum tentang status sewa menyewa, dengan
obyek gugatan tentang berakhirnya batas sewa antara Penggugat dengan para
eksepsi dari kuasa hukum para Tergugat sudah memasuki materi pokok perkara,
pokok perkara dan secara hukum materi eksepsi dari para Tergugat bukanlah
alasan yang dapat untuk dikabulkan eksepsinya, oleh karena itulah eksepsi dari
hakim agar tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk dalam pokok
yang menyertakan bahwa pihak Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah
masa sewa, sebagaimana surat somasi Para tergugat yang diajukan pada
Penggugat tertanggal 2 Juni 2014 dan tanggal 12 Juni 2014, sesuai yang dilihat
oleh majelis hakim pada bukti-bukti (P-5) untuk yang tertanggal 2 Juni 2014 dan
(P-6) untuk yang tertanggal 12 Juni 2014. Hal ini dikarenakan perjanjian secara
hukum wajib didasarkan adanya suatu kesepakatan oleh para pihak, tanpa adanya
dengan perjanjian “HAK OPSI” pertama kepada pihak penyewa apabila pemilik
tanah dan rumah akan menyewa hak milik atas tanahnya, tapi secara fakta dalam
perkara tersebut Penggugat sebagai pemilik tanah dan rumah obyek sengketa tidak
bermaksud memperpanjang masa sewa yang dilakukan oleh para Tergugat, maka
sesuai dengan isi perjanjian sewa menyewa antara Penggugat dan para Tergugat
telah berakhir sejak tanggal 1 Agustus 2014 dan para Tergugat tidak bisa
kewajiban hukum pelaku dan melanggar hak subyektif orang lain, yang berakibat
merugikan pihak Penggugat sebagai sebab yang kausalitas. Hal ini juga sesuai
dengan Surat Perjanjian Sewa Menyewa No. 146 tanggal 13 Juli 1994, (bukti
Agustus 1994 dan diadakan untuk jangka waktu 20 tahun, sehingga berakhir pada
tanggal 1 Agustus 2014. Setelah berakhirnya masa sewa pihak kedua diwajibkan
mengembalikan apa yang telah disewa tersebut kepada pihak pertama dalam
dalam arti luas, yaitu perbuatan yang melanggar hukum telah memenuhi
persyaratan alternatif:
Mengenai kekuatan hukum Akta Perjanjian No. 146, tanggal 13 Juli 1994
Jo. Akta Perubahan dan Perjanjian Sewa Menyewa No. 267, tanggal 28 Juli 1995
Jo. Perjanjian Sewa Menyewa Tempat, tanggal 1 Agustus 2010 Jo. Perjanjian
bahwa Perjanjian Sewa Menyewa, No. 146, tanggal 13 Juli 1994 (bukti T.1.2.3-1),
Perubahan dan Perjanjian No. 267, tanggal 28 Juli 1995 (bukti P-2 = T.1.2.3-2),
adalah akta notaris yang bersifat otentik dan dimuka persidangan tidak dibantah
isi kebenarannya oleh para pihak, maka secara hukum adalah sebagai buktti yang
sempurna, demikian pula dengan Surat Perjanjian Sewa Tempat (bukti P-3) dan
(bukti P-4 = T.1.2.3-3), walaupun dibuat secara dibawah tangan, namun oleh
Tergugat III, untuk mengosongkan dan menyerahkan rumah yang terletak di Jalan
Mertasari No. 6A Desa Intaran, Sanur Kelod, Denpasar Selatan, Kota Denpasar
milik Penggugat kepada Penggugat seketika secara lansia bebas dari penguasaan
pihak lain, atas dasar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu mejelis hakim juga menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan
Tergugat III, untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari sebesar Rp.
perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini dikarenakan bahwa para
Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum dan masa sewa
yang telah berakhir terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2014 dan para Tergugat
wajib secara hukum untuk menyerahkan pada Penggugat tanah dan rumah obyek
gugatan para Penggugat Rekonpensi adalah sama dengan obyek gugatan dalam
gugatan konpensi dan oleh karena dalam gugatan konpensi para Penggugat
gugatan Penggugat dalam konpensi, maka dari itulah gugatan para Penggugat
Berdasarkan hal ini juga dapat dilihat bahwa hakim telah menerapkan
kepastian hukum yang diatur dalam hukum perdata, yaitu dengan mendengarkan
kedua belah pihak yang sesuai dengan fakta hukum, disini hakim bersifat netral,
tidak memihak pada salah satu pihak, tetapi hanya menjalankan apa yang telah
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
menerima harga sewa dari yang telah ditentukan. Dan kewajiban dari
pembetulan pada waktu yang sama, dan menanggung cacat dari barang
yang disewkan. Kedua, adapun yang menjadi hak bagi pihak penyewa
telah sepakat untuk mengikat dirinya antara kedua belah pihak untuk
dan penipuan.
72
Universitas Sumatera Utara
73
pihak debitur (si penyewa), sehingga terlambat dari jadwal yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga akibat yang timbul dari
dalam jenis dan jumlah yang terperinci sesuai dengan kerugian yang
para pihak Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah memaksa
yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini. Dalam perkara ini
denpasar yang dibuat oleh kedua belah pihak adalah sah sebagai
tanggal 28 Juli 1995 sebagai alat bukti otentik yang dibuat dihadapan
dengan begitu para pihak dari Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III
yang disewanya, namun sikap dari para pihak Tergugat juga enggan
ini majelis hakim menganggap bahwa pihak para penyewa atau para
B. Saran
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233
Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, USU Press, 1992.
Djamin, Djanius dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata, Akademi
H.S, Salim, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, 2004.
Kansil, C.S.T. dan Cristine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata (Termasuk Asas-
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,
Purba, Hasim, Modul Kuliah Hukum Perikatan, Perpustakaan USU, Medan, 2010.
1987.
_______, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya
1986.
2004.
Peraturan Perundang-Undangan: