Anda di halaman 1dari 135

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Perjanjian Pengangkutan Crude Palm


Oil (CPO) Antara PT. Perkebunan
Nusantara III dengan PT. Citra Andalan
Putra Buana di PKS Sei Mangkei

Nasution, Nabhila
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5231
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERJANJIAN PENGANGKUTAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DENGAN PT. CITRA ANDALAN
PUTRA BUANA DI PKS SEI MANGKEI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir


Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NABHILA NASUTION
NIM : 140200462

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PERJANJIAN PENGANGKUTAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DENGAN PT. CITRA ANDALAN
PUTRA BUANA DI PKS SEI MANGKEI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir


Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NABHILA NASUTION
NIM : 140200462

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum


NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum
NIP. 196204211988031004 NIP. 196602021991032002

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha

Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

yang merupakan karya ilmiah dengan judul "Perjanjian Pengangkutan Crude

Palm Oil (CPO) Antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra

Andalan Putra Buana di PKS Sei Mangkei" yang disusun dan diajukan untuk

memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen

pembimbing, maka penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan

motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum, selaku

Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Puspa

Melati, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

sekaligus selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu

penulis dan memberikan masukkan arahan-arahan serta bimbingan

i
Universitas Sumatera Utara
didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini serta Bapak Syamsul Rizal, SH.,

M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas

Hukum Universitas Suamtera Utara.

3. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

banyak membantu penulis dan memberikan masukkan arahan-arahan serta

bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Mariati Zendrato, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Untuk orang tua saya tersayang Ayah saya H. Abdul Wahid Nasution dan

Ibu saya Hj. Sri Hilda Damayanthi terimakasih atas segala perhatian,

dukungan baik moral maupun materil, doa dan kasih sayang sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

7. Untuk Oma saya tersayang Hj. Yusrah Zainal dan Almarhumah Opung

saya tersayang Hj. Nur Aini Lubis.

8. Untuk kakak saya tercinta Moudya Chairina Muchlis, SE, dan adik-adik

saya tersayang Pramoedya Ananta Isa dan Aura Cinta Lubis yang telah

membantu dan mengajarkan saya dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada sahabat seperjuangan saya serta sahabat saya dari SMA Siti Afrah

Afifah yang telah menemani saya dari semester awal perkuliahan hingga

skripsi ini selesai dan sekaligus membantu pembuatan skripsi ini.

10. Kepada sahabat saya beserta teman curhat saya Ridha Faulika Irtiyah yang

telah menyemangati saya tanpa henti dalam menyelesaikan skripsi ini.

ii
Universitas Sumatera Utara
11. Kepada sahabat-sahabat saya tercinta Siti Dyara Aisha Alcaff, Shella Dwi

Aulina, Deliska Anwar sebagai geng OK Google yang telah menemani

hari-hari saya dan menyemangati dalam pembuatan skripsi ini.

12. Kepada sahabat saya sejak SD Anggi Wardhani yang telah membantu saya

mengedit daftar isi dan menyemangati saya dalam pembuatan skripsi ini.

13. Kepada teman saya Muhammad Reno Faidzin Lazuardi yang telah

menyemangati saya dalam pembuatan skripsi ini.

14. Untuk teman-teman saya selama perkuliahan Agus Tri Ichwan, M. Taufiq

Aldy, Anggina Putri Pane, Tasya Masyitah, Rifda Karimah, teman-teman

grup A dan seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara angkatan 2014.

15. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, November 2017

Penulis

Nabhila Nasution

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Nabhila Nasution*
Tan Kamello**
Rosnidar Sembiring***

Perjanjian pengangkutan dimulai dengan diadakan perjanjian


pengangkutan antar pihak pengangkut dengan pemakai jasa angkutan. Dalam
perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan menyanggupi
untuk membawa ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkan kepada orang
yang telah dialamatkan. Beberapa permasalahan yang timbul yaitu bagaimana
perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT.
Citra Andalan Putra Buana menurut hukum perdata, bagaimana hak dan
kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana
dalam perjanjian pengangkutan CPO, serta bagaimana penyelesaian sengketa
antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana
terkait dengan perjanjian pengangkutan CPO.
Metode penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
melakukan wawancara dengan informan yaitu Erwan Soesilo sebagai Direktur
Utama PT. Citra Andalan Putra Buana. Sedangkan data sekunder diperoleh
melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi
dokumen dan wawancara, yang selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pelaksanaan perjanjian
pengangkutan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan
Putra Buana telah sesuai dengan ketentuan hukum perdata yang dituangkan dalam
surat perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero) dengan PT. Citra Andalan Putra Buana di PKS Sei Mangkei
(PSMKI) yang bernomor 3.11/SPJ/03/2017. PT. Citra Andalan Putra Buana
sebagai pengangkut harus membawa produk-produk pihak pengirim berupa Crude
Palm Oil (CPO) untuk diantarkan ketujuan PT. Perkebunan Nusantara III Medan.
Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara PT. Perkebunan Nusantara III
dengan PT. Citra Andalan Putra Buana sehubungan dengan perjanjian ini maka
diselesaikan secarah musyawarah mufakat. Apabila para pihak tidak menemukan
kata sepakat maka para pihak sepakat untuk memilih domisili yang tetap dan
umum dikantor Panitera Pengadilan Negeri Medan.

Kata kunci : Crude Palm Oil, Perjanjian Pengangkutan, PKS Sei Mangkei

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis


**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I
***) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Permasalahan .................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 9

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 9

E. Metode Penelitian ............................................................. 10

F. Keaslian Penulisan ........................................................... 13

G. Sistematika Penulisan ....................................................... 14

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

PENGANGKUTAN CRUDE PALM OIL ............................. 16

A. Pengertian Crude Palm Oil (CPO) ................................... 16

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengangkutan ... 22

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian

Pengangkutan ................................................................... 28

D. Ruang lingkup perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil

(CPO)................................................................................. 36

v
Universitas Sumatera Utara
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA III DAN PT. CITRA ANDALAN PUTRA

BUANA ................................................................................... 40

A. Sejarah dan Bidang Usaha PT. Perkebunan Nusantara III

dan PT. Citra Andalan Putra Buana .................................. 40

B. PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan

Putra Buana Sebagai Organ Korporasi .............................. 44

C. Pertanggungjawaban Korporasi dari Aspek Hukum

Perdata ............................................................................... 79

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG

JAWAB PT. CITRA ANDALAN PUTRA BUANA

DENGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III ............. 84

A. Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) antara

PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan

Putra Buana menurut Hukum Perdata .............................. 84

B. Hak dan Kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III dan

PT. Citra Andalan Putra Buana dalam Perjanjian

Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) .............................. 91

C. Penyelesaian Sengketa antara PT. Perkebunan Nusantara

III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana terkait dengan

Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) ............. 112

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 120

A. Kesimpulan ....................................................................... 120

B. Saran ................................................................................. 121

DAFTAR PUSTAKA

vii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga

halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang

mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk

dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri,

tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan

pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.1

Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu

tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan

nilai. Di sini jelas, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari

pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai di tempat baru itu tidak naik,

maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab merupakan perbuatan yang

merugikan bagi si pedagang. Fungsi pengangkutan yang demikian itu tidak hanya

berlaku di dunia perdagangan saja, tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan,

politik, sosial, pendidikan, hankam dan lain-lain.2

Pembangunan sistem transportasi diarahkan untuk peningkatan kehidupan

ekonomi, sosial budaya, poitik dan pertahanan dan keamanan dengan

meningkatkan sarana dan prasarana transportasi didasarkan pada kepentingan

nasional.

1
Zainal Asikin, Hukum Dagang, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 153
2
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 3 Hukum
Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 2003, hal 1-2

1
Universitas Sumatera Utara
2

Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan

angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara

terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan

tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat,

teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat

yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ)

mengatur asas dan tujuan pengangkutan.

Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang memerlukan

angkutan, maka tidak sedikit terdapat pelaku usaha yang membutuhkan bentuk

jasa angkutan di dalam ketiga bidang jalur tranportasi yaitu transportasi darat, laut

dan udara, dimana diketahui untuk melakukan pengangkutan orang atau barang

ada izin misalnya untuk pengangkutan penumpang harus memiliki karcis dan di

dalam pengangkutan barang untuk melakukan suatu hubungan kerja biasanya

digunakan perjanjian baik itu tertulis maupun tidak tertulis, hal ini dikenal dengan

perjanjian pengangkutan.

Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW (KUHPerdata). Pada pasal

1313 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 3

Perjanjian pengangkutan ini bersifat konsensuil, menurut sistem hukum

Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis,

3
R. Subekti dan R. Tjitrosubidio, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2009, hal 338

Universitas Sumatera Utara


3

cukup dengan lisan, asal ada persetujuan kehendak (konsensus). 4 Menurut Prof.

Tan Kamello perjanjian adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang

didasarkan kepada kata sepakat mengenai objek tertentu dengan tujuan untuk

menimbulkan akibat hukum.

Sahnya suatu perjanjian itu sendiri tercantum dalam pasal 1320

KUHPerdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Asas konsensualitas terkandung dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata

yang mengharuskan adanya kata sepakat di antara para pihak yang membuat

kontrak. Terhadap pengangkutan di dalam kedudukannya sebagai pengatur

hubungan antar anggota masyarakat mengarahkan pada suatu perjanjian antara

orang atau pihak yang mengangkut barang atau orang dengan pihak pengirim atau

yang menyuruh mengangkut barang. Asas konsensualisme sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1320 ayat (1) dapat diterapkan pada perjanjian pengangkutan sebagai

perjanjian selalu didahulu oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak

pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak

pengangkut atau pengirim.5

Dunia bisnis sangat diperlukan adanya hukum perjanjian. Hukum

perjanjian merupakan tulang punggung yang sangat fundamental dalam hukum

bisnis. Sebab bagaimanapun juga bisnis itu bermula dari adanya perjanjian antara
4
H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit., hal 10
5
Abulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013,
hal 1

Universitas Sumatera Utara


4

pelaku bisnis itu sendiri. Karena itu, dapat dipastikan bahwa para pebisnis tidak

dapat mengabaikan aspek-aspek hukum perjanjian dalam bisnisnya. Ini dilakukan

untuk menghindari hal-hal fatal yang mungkin akan terjadi. 6 Tanpa hukum

perjanjian bisnis tidak memiliki kepastian bagi para pelaku usaha.

Perjanjian pengangkutan berisikan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban

bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah, melainkan merupakan

perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin

pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban. Hak dan

kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan seseorang kepada hukum. 7

Pada Pasal 468 KUHD menyatakan bahwa, perjanjian pengangkutan kewajiban

pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan

sampai saat penyerahannya. Pasal 477 KUHD disebutkan juga bahwa Pengangkut

bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan karena terlambat

diserahkannya barang yang diangkut. Dalam pasal ini juga menyebutkan bahwa,

Pengangkut bebas dari hal demikian bilamana pengangkut dapat membuktikan

bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu terjadi karena peristiwa

yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya.

Pentingnya hak dan kewajiban karena apabila salah satu pihak tidak

melaksanakan hak dan kewajiban maka salah satu pihak mempunyai hak untuk

menuntut pihak yang lainnya. Penununtutan bisa dilakukan melalui litigasi dan

non litigasi hukum perdata melalui hukum acara perdata.

Penyelesaian sengketa menurut Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor

6
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,
Jakarta, 2001, hal 2
7
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2010, hal 52

Universitas Sumatera Utara


5

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah

"Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselsaikan oleh para pihak melalui

alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan

mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Menurut

Frans Hendra Winata secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia

bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan

gas energi, insfrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam

proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain

itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum

remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa tidak membuahkan hasil. 8

Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain.

Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada

pihak kedua dan pihak kedua tsb menunjukkan perbedaan pendapat maka

terjadilah perselisihan atau sengketa. Sengketa dapat diselesaikan melalui cara-

cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses

melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada

kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.9

1. Negosiasi (Negotiation)

Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai

untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak

ketiga sebagai penengah.

8 Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal
1-2
9 https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/, diakses Pada
Tanggal 3 Januari 2018 Pukul 00.53

Universitas Sumatera Utara


6

2. Mediasi

Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak

ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk

melakukan hal-hal sbb:

1. Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi

2. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi

antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan

sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.

3. Konsiliasi

Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk

mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam

menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara

terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan

akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil

sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

4. Arbitrase

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian

sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase

secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan

kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian

tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.

Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu

Universitas Sumatera Utara


7

keadaan seperti di bawah ini:

1. Salah satu pihak meninggal

2. Salah satu pihak bangkrut

3. Pembaharuan utang (novasi)

4. Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)

5. Pewarisan

6. Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok

7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga

dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb

8. Berakhir atau batalnya perjanjian pokok

5. Peradilan

Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila terjadi suatu

pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan kehakiman yang

berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim.

Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan

pengadilan tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal

2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh

MA dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK.

PT. Citra Andalan Putra Buana adalah salah satu perusahaan

pengangkutan yang berada di JL. G.B. Yosua Gang Sederhana No. 222 S Medan.

PT. Citra Andalan Putra Buana ini berdiri pada tanggal 28 Juli 2009 yang

kegiatan usahanya adalah melayani jasa pengangkutan. Jenis barang yang

Universitas Sumatera Utara


8

diangkut oleh PT. Citra Andalan Putra Buana adalah salah satunya Crude Palm

Oil (CPO), PT. Perkebunan Nusantara III membutuhkannya karena PT.

Perkebunan Nusantara III adalah perusahaan yang memproduksi Crude Palm Oil

(CPO), artinya PT. Perkebunan Nusantara III melakukan perjanjian kerjasama

pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) dengan PT. Citra Andalan Putra Buana.

PT. Citra Andalan Putra Buana dalam melaksanakan perjanjian

pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) mempunyai tanggung jawab yang sudah

ditentukan didalam surat perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) tersebut

dan beberapa kesepakatan lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Dengan melihat kebutuhan masyarakat akan proses kegiatan pengangkutan

banyak pengusaha yang mendirikan usaha-usaha pengangkutan yang memberikan

pelayanan yang baik dan saling bersaing satu dengan yang lainnya.

Dalam kenyataan di lapangan, banyak terjadi kercurangan dalam

pengangkutan yaitu seperti peurunan mutu akibat penyelewengan, penurunan

volume yang diangkut, keterlambatan pengiriman CPO serta kehilangan atau

penggelapan CPO.

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis

dalam bentuk skripsi dengan judul “ Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil

(CPO) Antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra

Buana di PKS Sei Mangkei.”

B. Permasalahan

1. Bagaimana perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) antara PT.

Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana menurut

Universitas Sumatera Utara


9

Hukum Perdata?

2. Apakah hak dan kewajiban PT. Citra Andalan Putra Buana dan PT.

Perkebunan Nusantara III dalam perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil

(CPO)?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana terkait dengan perjanjian

pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) antara

PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana menurut

Hukum Perdata.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III dan

PT. Citra Andalan Putra Buana dalam perjanjian pengangkutan Crude

Palm Oil (CPO).

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa antara PT. Perkebunan

Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana terkait dengan

perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian skripsi ini adalah :

1. Secara Teoretis

a. memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya

hukum perdata.

Universitas Sumatera Utara


10

b. memberikan gambaran mengenai perjanjian pengangkutan, khususnya

mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO).

c. menambah informasi dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai

perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO).

2. Secara Praktis

a. hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi

penulis mengenai hukum perdata.

b. hasil penelitian ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terkait.

E. Metode Penelitian

Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu.Sementara itu

metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan

dalam metode tersebut. Dengan demikian metodologi penelitian adalah sebuah

materi pengetahuan untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai

sistematisasi atau langkah-langkah penelitian.10 Penelitian merupakan terjemahan

dari bahasa bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan

to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari

kembali”.11

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara

sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut

dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan

10
Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Citapustaka Media, Bandung,
2012, hal 37
11
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal 27

Universitas Sumatera Utara


11

diolah. 12 Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan

kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan

metode penelitian yakni :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan

penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang

dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,

konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan penelitian ini.13

Faktor yuridisnya adalah seperangkat aturan-aturan hukum perdata pada

umumnya dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang perjanjian

pengangkutan dan sangat berkaitan erat dengan materi penelitian ini, sedangkan

faktor empirisnya adalah perjanjian pengangkutan CPO Antara PT. Perkebunan

Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif, yakni penelitian

yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang bentuk

dan isi kontrak yang diawali dengan judul kontrak sampai dengan

penandatanganan kontrak.14 Selanjutnya penelitian deskriptif ini dapat diketahui

bagaimana perjanjian antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra

Andalan Putra Buana, hak dan kewajiban antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana , serta bagaimana penyelesaian sengketa

12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pres, Jakarta, 2013, hal 1.
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal 17
14
Ibid, hal 10

Universitas Sumatera Utara


12

antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana.

3. Sumber Data

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan

metode penelitian hukum normatif, oleh karena itu maka upaya untuk

memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan

penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan data baik yang bersifat bahan

hukum primer, sekunder maupun tersier seperti doktrin-doktrin dan perundang-

undangan atau kaedah hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.
 Bahan atau

data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan

hukum primer, terdiri dari : KUHPerdata, KUHD, Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai hukum bahan hukum primer. 15 Dalam penelitian ini adalah

buku-buku dan internet.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: jurnal.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan

(Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber- sumber

atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan ahli hukum yang bersifat

teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan

15
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2013, hal 118 dan 119

Universitas Sumatera Utara


13

skripsi ini. Selain itu dilakukan penelitian lapangan untuk mengambil dokumen

kontrak dari PT. Perkebunan Nusantara III. Alat penelitian yang digunakan adalah

studi dokumen, bukti empiris hanya melakukan wawancara dengan Erwan Soesilo

selaku Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana.

5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode konten analisisyaitu melakukan

analisis terhadap dokumen kontrak mengenai hubungan hukum antara para pihak

yang berkontrak. Meliputi kesepakatan para pihak, hak dan kewajiban dan

penyelesaian sengketa.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Setelah menelurusi

kepustakaan banyak hasil penelitian tentang perjanjian pengangkutan CPO,

namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul “Perjanjian

Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) Antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana di PKS Sei Mangkei” hingga saat ini

belum ada. Dengan demikian, keaslian judul penulis dapat

dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat beberapa judul yang

memiliki kesamaan dengan judul penulis, yaitu:

1. Nama : Ari Wibowo

NIM : 080200223

Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Perusahaan

Pengangkutan Darat Dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit

(Study Pengangkutan CPO di Bagan Batu).

Universitas Sumatera Utara


14

2. Nama : Cinthia F Ramadhani

NIM : 110200416

Judul : Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia

Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu ( Studi

Pada PT. Kereta Api Medan).

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul beserta rumusan

masalah yang di atas, namun terdapat perbedaan lokasi penelitian dan substansi

pembahasan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memahami dan lebih mudah menelaah pokok bahasan dalam

skripsi ini, maka penulis menyusun tulisan ini secara sistematis, Keseluruhan

sistematis ini berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu

dengan yang lain, dimana di dalamnya terdiri dari (5) bab dan masing-masing bab

dibagi lagi atas beberapa sub bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

PENGANGKUTAN CRUDE PALM OIL (CPO)

Dalam bab ini membahas tentang pengertian Crude Palm Oil (CPO),

pengertian dan dasar hukum perjanjian pengangkutan, hak dan kewajiban para

pihak dalam perjanjian pengangkutan, ruang lingkup perjanjian pengangkutan

Universitas Sumatera Utara


15

Crude Palm Oil (CPO).

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA III DAN PT. CITRA ANDALAN PUTRA BUANA

Dalam bab ini membahas tentang sejarah dan bidang usaha PT.

Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana, PT. Perkebunan

Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana sebagai organ korporasi,

pertanggungjawaban korporasi dari aspek hukum perdata.

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PT.

CITRA ANDALAN PUTRA BUANA DENGAN PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA III

Dalam bab ini membahas tentang perjanjian pengangkutan Crude Palm

Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra

Buana menurut hukum perdata, hak dan kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III

dan PT. Citra Andalan Putra dalam perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil

(CPO), penyelesaian sengketa antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT.

Citra Andalan Putra Buana terkait dengan perjanjian pengangkutan Crude Palm

Oil (CPO).

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis berkenaan dengan isi

skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN CRUDE


PALM OIL (CPO)

A. Pengertian Crude Palm Oil

1. Sejarah dan Pengertian Crude Palm Oil (CPO)

Kelapa sawit diyakini berasal dari Afrika Barat, walaupun demikian,

kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan diluar daerah asalnya, termasuk

Indonesia. Tahun 1848, Pemerinta Kolonial Belanda mendatangkan empat

batang bibit kelapa sawit dari Mauritius, Afrika Barat dan Amsterdam masing-

masing dua batang yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. 16

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien

Hallet, seorang warga negara Belgia. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh

K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit mulai berkembang seiring dengan

meningkatnya permintaan minyak nabati akibat revolusi industri pertengahan

abad ke-19. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur

Sumatera (Deli) dan Aceh. Jenis tanaman sawit yang dikenal saat itu adalah

“Deli Dura” yang berasal dari Bogor dan Deli. Luas areal perkebunan saat itu

mencapai 5.123 Ha.17

Indonesia untuk pertama kali mengekspor minyak sawpit seesaw 567

ton panda tahini 1919 dan mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton pada

pada tahun 1923. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan sawit maju

16
Zainul Arifin, Buku Pintar PKS, melalui http://www.scribd.com/doc/13559574/Buku-
Pintar-PKS#, diakses tanggal 26 September 2017 pukul 23.07
17
Posman Sibuea, Minyak Kelapa Sawit (Teknologi & Manfaatnya untuk Pangan
Nutrasetikal), Erlangga, Jakarta, 2014, hal 5

16
Universitas Sumatera Utara
17

pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami

kemunduran. Perkebunan sawit mengalami penyusutan sebesar 16% dari total

luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia hanya

mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949, padahal pada tahun 1940

Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Seiring dengan pengembangan perkebunn kelapa sawit yang pesat di

Indonesia maka penambahan dan penyebaran pembangunan pabrik kelapa

sawit (PKS) untuk menghasilkan CPO dari tandan buah segar (TBS) juga

bertambah dengan pesat. Jika pada tahun 1983 jumlahnya baru mencapai 47

buah pabrik, dengan kapasitas olah 1.160 ton TBS/jam dan lokasinya sebagian

besar ada di Sumatera Utara dan Aceh, maka pada tahun 1991 jumlahnya

sudah meningkat menjadi 110 buah pabrik, yang menyebar 14 provinsi

dengan kapasitas olah 3.720 ton TBS/jam (Lubis,1992). Jumlah PKS

diperkirakan bertambah 20-25 buah per tahun sehingga pada tahun 2011

diperkirakan sudah mencapai 630 PKS dengan kapasitas pengelolahan rata-

rata 40.000 ton TBS/jam.18

Indonesia hingga saat ini telah memiliki perkebunan kelapa sawit

seluas 8,9 juta hektar dan baru menanmi sekitar 5,6 juta hektar. Produktivitas

tanaman kelapa sawit nasional, terutama perkebunan rakyat yang luasnya

mendekati 4,0 juta hektar, masih rendah. Perkebunan rakyat baru mampu

memproduksi 10-13 ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit per hektar per

18
Ibid hal 6

Universitas Sumatera Utara


18

tahun, jauh di bawah tingkat produktivitas perkebunan swasta yang rata-rata

mencapai 25 ton TBS per hektar per tahun. 19

Produk utama kelapa sawit adalah tandan buah segar. Produk ini

diolah di pabrik kelapa sawit (PKS) untuk diambil minyak dan intinya.

Pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah dan inti (kernel)

yang bermutu baik adalah tujuan utama dari pengolahan. Guna mendapatkan

CPO dengan mutu baik, pengolahan dilakukan menurut tahapan tertentu

dengan sejumlah syarat pengolahan yang sudah ditentukan sejak di lapangan

hingga ke proses akhir.20

CPO adalah singkatan dari Crude Palm Oil atau Minyak sawit

mentah. Minyak sawit atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang

dapat dikonsumsi, yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit,

umumnya dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis

oleifera dan Attalea maripa. Minyak sawit secara alami berwarna merah

karena kandungan beta-karoten yang tinggi. Minyak sawit berbeda

dengan minyak inti kelapa sawit(palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti

buah yang sama. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan minyak

kelapa yang dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera). Perbedaan ada

pada warna (minyak inti sawit tidak memiliki karotenoid sehingga tidak

berwarna merah), dan kadar lemak jenuhnya. Minyak sawit mengandung 41%

lemak jenuh, minyak inti sawit 81%, dan minyak kelapa 86%.

Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh

yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada temperatur ruangan

19
Ibid hal 8
20
Ibid hal 3

Universitas Sumatera Utara


19

dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh asam laurat (0.1%), asam

miristat (1%), asam stearat (5%), danasam palmitat (44%). Minyak sawit juga

memiliki lemak tak jenuh dalam bentuk asam oleat (39%), asam

linoleat (10%), dan asam alfa linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati,

minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh

diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah

dan lipoprotein densitas tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh.21

Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk

setengah jadi. Minyak sawit mentah yang dihasilkan PKS belum dapat

langsung digunakan sehingga masih membutuhkan pengolahan lebih lanjut.

Perlakuan pendahuluan (pretreatment) adalah proses menghilangkan lendir

(degumming), penambahan antioksidan dan pemucatan (bleaching), yang

masing-masing menggunakan asam fosfat 0,05 persen dan tanah pemucat

(bleaching earth). Setelah tahapan daeratio yaitu suatu tangki dengan

mengurangi kandungan gas dan pemanasan minyak sebelum masuk ke

deodorizer. Pada proses daerasi suhu meningkat menjadi 150 oC. Selanjutnya,

suhu minyak dinaikkan ke 230oC- 250oC dengan bantuan minyak pemanas.

Minyak yang sudah mengalami proses deorisasi, penguapan asam lemak

bebas, zat bau, aldehid, dan lain-lain, kemudian disaring dengan menggunakan

memakai polishing filter dan kemudian ditampung pada tangki Refined

Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Selanjutnya, RBDPO ini diolah lebih lanjut dengan berbagai proses

lanjutan, antara lain hidrogenasi, inter dan transesterifikasi, dan fraksinasi.

21
ITPC BUSAN, Apa Itu CPO,melalui http://itpc-busan.kr/2016/02/13/what-is-
cpo/?lang=id, diakses tanggal 26 September 2017 pukul 23.54

Universitas Sumatera Utara


20

Minyak sawit termasuk minyak yang sangat stabil dengan kandungan lemak

jenuh yang cukup tinggi (sekitar 50%) sehingga tidak memerlukan proses

hidrogenasi. Proses hidrogenasi atau proses “hardening” yang biasa dilakukan

pada minyak kedelai akan menghasilkan lemak trans yang tidak baik untuk

kesehatan. Dengan demikian hal ini merupakan salah satu keunggulan minyak

sawit karena minyak sawit termasuk minyak yang bebas lemak trans.22

2. Manfaat Crude Palm Oil

Kelapa sawit merupakan bahan baku utama pembuat minyak goreng,

margarin, sabun, kosmetik bahkan kabel hingga industri farmasi, ini di

sebabkan oleh keunggulan sifatnya yang tahan terhadap oksidasi dengan

tekanan tinggi dan mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh

bahan pelarut lainnya. Bukan hanya itu saja, yang paling menarik adalah tidak

ada sampah di dalam proses produksi minyak sawit. Sisa produksinya di

antaranya serat, cangkang, batang, tandan dan pelepah dapat diolah menjadi

kompos dan yang sudah di gunakan sebagai sumber energi terbarukan, yaitu

Biodiesel. 23

Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak, yaitu minyak sawit dan

minyak inti sawit. Kedua jenis minyak ini telah terbukti memiliki keunggulan

untuk kesehatan. Penggunaannya sangat luas mulai minyak goring,

shortening, margarin, es krim, French dressing, hingga mayones. Minyak

sawit sebagai sumber energy tidak mengandung kolestrol, asam lemak trans

22
Posman Sibuea, Op Cit, hal 10
23
Srimaya Investmen, Belajar Tentang Crude Palm Oil (CPO), melalui
http://srimayainvestment.blogspot.co.id/2014/11/belajar-komoditas-crude-palm-oil-cpo.html,
diakses tanggal 27 September 2017 pukul 19.51

Universitas Sumatera Utara


21

dan komposisi asam lemaknya seimbang, mengandung asam lemak linoleat

sebagai asam lemak esensial, dan kaya antioksidan alami.

Minyak sawit lebih lengkap zat gizinya daripada minyak zaitun dan

minyak keledai. Minyak sawit mengandung vitamin dan mineral seperti

fosfor, potassium, kalsium, magnesium, dan mangan. Kelengkapan gizi

minyak sawit tak dapat disaingi oleh minyak sayur seperti jagung dan kacang

tanah.24

Berbagai penelitian di bidang teknologi pangan saat ini telah

mengupayakan berbagai tekhnik untuk mengembangkan dan mengoptimalkan

kandungan karoten dari minyak sawit. Teknik mikroenkapsulasi minyak sawit

merah pun telah dikaji. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagi suplemen

provitamin A yang aman dan bermanfaat bagi kesehatan.25

Minyak sawit mentah selain memiliki komposisi asam lemak yang

unik, juga memiliki berbagai komponen mikro yang jumlahnya diduga

mencapai 2 persen. Berbagai komponen mikro ini adalah karotenoid, tokoferol

dan tokotrienol, sterol, fosfatida dan alkohol alifatik. Kandungan tokoferol,

tokotrienol dan karotenoid yang tinggi membuat minyak sawit mentah

memiliki nutrisi yang baik.26

Konsumsi lemak di tengah masyarakat Indonesia makin meningkat

seiring dengan perbaikan tingkat pendapatan per kapita. Jika pada tahun 1974

konsumsi lemak hanya sekitar 8,4 kg per kapita per tahun, maka pada tahun

2010 angka ini meningkat menjadi 20 kg per kapita per tahun. Sebagai

24
Posman Sibuea, Op. Cit hal 61
25
Ibid hal 62
26
Ibid hal 70

Universitas Sumatera Utara


22

perbandingan, konsumsi minyak makan di masyarakat negara maju seperti

Amerika dan Eropa sudah mencapai 55 kg per kapita per tahun.

Peningkatan konsumsi minyak makan di dunia pada 2020

diperkirakan mencapai 232,4 juta ton. Jumlah tersebut meningkat cukup pesat

dibandingkan tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Artinya, dalam 14 tahun akan

terjadi peningkatan konsumsi sebanyak 40 persen. Dari konsumsi minyak

makan dunia itu, kontribusi minyak sawit (palm oil) cukup besar mencapai

27,5 persen untuk makanan, farmasi, dan oleokimia. Diprediksi bahwa pada

masa mendatang konsumsi minyak sawit di negara-negara dunia akan

meningkat pesat, tidak hanya untuk pangan nutrasetikal tetapi termasuk untuk

bahan baku industri biofuel (Suswono, 2010).27

Ditilik dari asas pemanfaatan kelapa sawit, dari satu batang pohon

kelapa sawit bisa dihasilkan berbagai produk yang bernilai tambah tinggi.

Selain CPO, hasil ikutan seperti jenjang kosong, serabut dan cangkang kelapa

sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri kertas, pupuk atau asap

cair. Pelepah dan daun sawit bisa dimanfaatkan untuk membuat kerajinan.

Batang sawit bisa diolah menjadi mebel yang indah. Bahkan kelapa sawit pun

sempat „berbuah‟ pesawat tempur sukhoi dan helikopter beberapa tahun yang

lalu (Sibuea, 2003).28

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengangkutan

Dalam dunia bisnis perjanjian sangat banyak dipergunakan orang,

bahkan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya perjanjian, meskipun

27
Ibid hal 91
28
Ibid hal 97

Universitas Sumatera Utara


23

perjanjian dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang

tepat jika masalah perjanjian ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis.

Dalam tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan

istilah “perjanjian”, sebagai terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris

atau “overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Disamping itu, ada juga istilah yang

sepadan dengan istilah “kontrak”, yaitu istilah Inggris “contract” adalah yang

paling modern paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya

dalam dunia bisnis.29

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada

seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua

orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

ditulis.30

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi

sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan

perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi

ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatang yang lahir dari

“undang-undang”.

29
Munir Fuady, Op.Cit, hal 9
30
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hal 1

Universitas Sumatera Utara


24

Menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, Hukum

B.W. memperbedakan hak terhadap benda (zakelijk recht) dari pada hak terhadap

orang (persoonlijk recht), sedemikian rupa bahwa, meskipun suatu perjanjian

(verbintenis) adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan

perhubungan hukum antara orang dan orang, lebih tegas lagi antara seorang

tertentu dan orang lain tertentu.31

Pasal 1333 B.W. menyebutkan suatu syarat lagi bagi benda agar dapat

menjadi objek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu, paling sedikit

tentang jenisnya. Jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dahulu, asal saja

kemudian dapat ditentukan.32

Pengangkutan adalah perpindahan tempat baik mengenai benda-benda

maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

meninggikan manfaat serta efisien.33

Untuk melakukan pengangkutan barang dari satu tempat ketempat

tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian. Perjnjian pengangkutan adalah suatu

perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan pengirim, di mana

pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang,

dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat,

31
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal
7
32
Ibid hal 21
33
Sinta Uli, Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkut Laut,
Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Cetakan Pertama, USU Pers, Medan, 2006, hal 20

Universitas Sumatera Utara


25

sedangkan pengirim mengikatkan dirinya untuk membayar biaya angkutan

(Purwosudjipto, 1981: 2).

Dari defini di atas, dapat kita ketahui pihak-pihak yang terkait dalam

proses angkutan, yaitu:

1. Pengangkut

Untuk angkutan darat pihak pengangkut terdiri atas perusahaan Oto Bis dan

Perusahaan Kereta Api (PT. Kereta Api). Untuk perusahaan angkutan angkutan

Oto Bis dapat dilakukan oleh, BUMN/BUMD badan usaha milik swasta nasional,

koperasi atau perorangan.

2. Pengirim Barang

Pengirim barang bisa saja bukan sebagai pemilik barang tersebut, tetapi dia

diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang ke tempat tujuan sesuai

dengan perjanjian pengangkutan.34

Pengangkutan bersumber pada persetujuan pengangkutan yang dalam

dunia perdagangan paling banyak jumpai disamping persetujuan jual beli.

Persetujuan itu sebagai suatu persetujuan yang timbul karena adanya penerimaan

suatu pekerjaan, sehingga merupakan suatu pemborongan kerja seperti diatur

pasal 1604 KUHPerdata.

Mengenai hubungan-hubungan hukum antara pihak pengirim dan pihak

penerima terdapat berbagai tanggapan untuk memberikan kedudukan kepada

pihak pengirim sebagai pihak yang menerima perintah atau kuasa hukum dari

pihak penerima. Adapula tanggapan yang mempersamakan hak dari pihak

34
Ibid, hal 58-59

Universitas Sumatera Utara


26

penerima, seperti hak dalam “cessie” yang dianggap berlaku secara diam-diam

yang diterimanya dari pihak pengirim kepada pihak penerima.

Dalam persetujuan pengangkutan tidak disahkan suatu bentuk tertentu dan

khusus. Alat pembuktian menurut ketentuan pembuktian umum, juga keharusan

alat pembuktian tertulis tidak disyaratkan. Sekalipun demikian dalam

hubungannya dengan pengangkutan yang disebut dalam pasal 90 KUHD sebagai

surat angkutan.35

Pengangkut sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan berhak meminta

surat muatan sebagai yang dimaksud dalam pasal 90 ayat (1) KUHD kepada

pengirim, agar dia dapat meneliti barang-barang apa saja yang diangkut dan

apakah barang-barang itu telah dibungkus, maka pengangkut dapat meminta

kepada pengirim agar dalam surat muatan itu ditulis hal-hal yang menjadi catatan

pengangkut mengenai barang-barang muatan dipandang dari luar.36

Surat muatan atau “vrachtbrief” itu tidak secara otomatis mengikat

pengangkut, karena surat itu hanya ditandatangani oleh pengirim atau ekspeditur

saja (pasal 90 ayat (1) sub 6 KUHD). Bila surat muatan beserta muatannya itu

diterima oleh pengangkut dan pengangkut menaruhkan tandatangannya dalam

surat muatan itu, maka surat muatan itu merupakan tanda bukti adanya perjanjian

pengangkutan. 37

35
Ibid, hal 41
36
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, hal 31
37
Ibid, hal 33

Universitas Sumatera Utara


27

Beberapa asas perjanjian pengangkutan adalah:38

1. Asas konsensual

Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis,

sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam

kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan

udara dibuat secara tidak tertulis, tetapi selalu didukung dokumen

pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis

melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan diantara pihakpihak itu ada.

Perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan hak

pihak-pihak telah ditentukan dalam Undang Undang. Mereka hanya

menunjuk atau menerapkan ketentuan Undang-Undang.

2. Asas Koordinasi

Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam

perjanjian pengangkutan walaupun perjanjian pengangkutan pada

perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.

3. Asas Campuran

Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian,

yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan

barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan

pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut dan jiika

dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan

ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan karena hal ini ada

hubungannya dengan asas konsensual.


38
Soegeng Poernomo, Perjanjian Pengangkutan,melalui http://soegeng-
poernomo.blogspot.co.id/2015/05/perjanjian-pengangkutan.html, diakses pada tanggal 27
September 2017 Pukul 23.29

Universitas Sumatera Utara


28

4. Asas Tidak Ada Hak Retensi

Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan

pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut

sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan,

penjagaan dan perawatan barang.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Telah dikemukakan bahwa hubungan hukum tercemin pada hak dan

kewajiban yang diberikan oleh hukum. Hukum harus dibedakan dari hak dan

kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret.

Tetapi kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila

kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum

yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak

hak, sedang di pihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya

tidak ada kewajiban tanpa hak.

Arti “subjectief recht” sesungguhnya adalah hak dan kewajiban. Akan

tetapi, pada umumnya yang dimaksud dengan “subjectief recht” hanyalah hak

saja tidak termasuk kewajiban.39

Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah,

melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di

satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka

ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan

39
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2010, hal 51

Universitas Sumatera Utara


29

seseorang kepada hukum.40

Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah sebagai berikut

(Filtzgerld, 1996 : 221); 41

1. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagi pemilik atau

subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas

barang yang menjadi sasaran dari hak.

2. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang

kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.

3. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan

(comission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan. Ini bias

disebut sebagai isi dari hak.

4. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang bias disebut objek

dari hak.

5. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa

tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemilikinya.

Kewajiban-kewajiban dapat dikelompokkan sebagai berikut (Curzon, 1979

:215, 216):42

1. Kewajiban-kewajiban yang mutlak dan nisbi.

Austin berpendapat, bahwa kewajiban yang mtlak adalah yang tidak

mempunyai pasangan hak, seperti kewajiban yang tertuju kepada diri

sendiri; yang diminta oleh masyarakat pada umum nya; yang hanya

ditunjukan kepada kekuasaan (sovereign) yang membbawahinya.

Kekuasaan nisbi adalah melibatkan hak di lain pihak.


40
Ibid hal 52
41
Ibid hal 55
42
Ibid hal 60-61

Universitas Sumatera Utara


30

2. Kewajiban-kewajiban dan perdata

Kewajiban publik adalah yang berkorelasi denagn hak-hak publik, seperti

kewajiban untuk mematuhi hukum pidana. Kewajiban perdata adalah

korelatif dari hak-hak perdata, seperti kewajiban yang timbul dari

perjanjian.

3. Kewajiban-kewajiban yang positif dan yang negatif

Kewajiban positif menghendaki dilakukannya perbuatan positif, seperti

kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembelinya.

Kewajiban negatif adalah yang menghendaki agar suatu pihak tidak

melakukan sesuatu, seperti kewajiban seorang untuk tidak melakukan

sesuatu untuk tidak mengganggu tetangganya.

4. Kewajiban-kewajiban universal, umum dan khusus.

Kewajiban universal ditunjukkan kepada semua warga negara, seperti

yang timbul dari undang-undang.

Kewajiban umum ditunjukan kepada segolongan orang-orang tertentu,

seperti orang asing, orang tua (ayah, ibu).

Kewajiban khusus adalah yang timbul dari bidang hukum tertentu, seperti

kewajiban dalam hukum perjanjian.

5. Kewajiban-kewajiban primer dan yang bersifat memberi sanksi.

Kewajiban primer adalah yang timbul dari perbuatan yang melawan

hukum, seperti kewajiban seseorang untuk tidak mencemarkan nama baik

orang lain yang dalam hal ini tidak timbul dari pelanggaran terhadap

kewajiban lain sebelumnya.

Kewajiban yang bersifat memberi sanksi adalah yang semata-mata timbul

Universitas Sumatera Utara


31

dari perbuatan yang melawan hukum, seperti kewajiban tergugat untuk

membayar gugatan pihak lain yang berhasil memenangkan perkara.

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum

pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum

pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses

perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. 43

Pihak-pihak yang yang terlibat di dalam perjanjian pengangkutan antara

lain:44

a. Pihak pengangkut, Secara umum, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

dagang (KUHD) tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam

pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian

pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

b. Pihak Penumpang, Peraturan pengangkutan di Indonesia menggunakan

istilah “orang” untuk pengangkutan penumpang. Akan tetapi, rumusan

mengenai “orang” secara umum tidak diatur. Dilihat dari pihak dalam

perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan

diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak

untuk memperoleh jasa pengangkutan.

c. Pihak Pengirim, Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) Indonesia

juga tidak mengatur defenisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat

dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang

43
Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB Press, Bandung, 1990,
hal 59
44
Ibid, hal 60

Universitas Sumatera Utara


32

mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas

dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari

pengangkut. Dalam bahasa inggris, pengirim disebut consigner, khusu pada

pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper.

Ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian

pengangkutan, tetapi bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan melainkan

bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti:45

a. Perusahaan ekspedisi muatan

b. Perusahaan agen perjalanan

c. Perusahaan muat bongkar

d. Perusahaan pergudangan atau karena memperoleh hak dalam perjanjian

pengangkutan dan

e. Penerimaan kiriman. Mereka menjalankan perusahaan di bidang jasa

pelayanan yang menunjang.

Kegiatan perusahaan pengangkutan. Pihak yang bertindak atas nama

pengirim, seperti perusahaan ekspedisi muatan, penerima kirimandan pihak yang

bertindak atas nama pengangkut, seperti perusahaan keagenan dan perusahaan

pergudangan.46

Kewajiban-kewajiban dari pihak pengangkut adalah47

1. Menyediakan alat pengangkut yang akan digunakan untuk

menyelenggarakan pengangkutan,

2. Menjaga keselamatan orang (penumpang) dan/ atau barang yang

diangkutnya. Dengan demikian maka sejak pengangkut menguasai orang


45
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 54
46
Ibid
47
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit, hal 21-22

Universitas Sumatera Utara


33

(penumpang) dan/ atau barang yang akan diangkut, maka sejak saat itulah

pihak pengangkut mulai bertanggung jawab (Pasal 1235 KUHPerdata).

3. Kewajiban yang disebutkan dalam Pasal 470 KUHD yang meliputi:

a. Mengusahakan pemeliharaan, perlengkapan atau peranakbuahan

alat pengangkutnya;

b. Mengusahakan kesanggupan alat pengangkut itu untuk dipakai

menyelenggarakan pengangkutan menurut persetujuan;

c. Memperlakukan dengan baik dan melakukan penjagaan atas

muatan yang diangkut.

d. Menyerahkan muatan ditempat tujuan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan dalam perjanjian.

Persetujuan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu melahirkan

hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses

penyelenggaraan pengangkutan. Kewajiban dan hak ini dapat diberi bentuk

tertulis atau dengan persetujuan lisan saja. Tetapi sebagai bukti bahwa pihak-

pihak telah memenuhi kewajiban dan memperoleh hak biasanya diterbitkan

dokumen pengangkutan. Proses penyelenggaraan pengangkutan meliputi empat

tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan

dan penyerahan barang atau orang untuk diangkut;

2. Tahap penyelenggaran pengangkutan, meliputi kegiatan pemindahan

barang atau orang dengan alat pengangkutan dari tempat pemberangkatan

sampai di tempat tujuan yang disepakati; 


3. Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya

Universitas Sumatera Utara


34

penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan dalam hal tidak terjadi

peristiwa selama pengangkutan;

4. Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi

selama pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan.

Menurut Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat beberapa kewajiban yang harus

dipenuhi pengemudi kendaraan bermotor umum, yaitu:

1. Mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah

ditetapkan;

2. Memindahkan penumpang dalam perjalanan ke Kendaraan lain yang

sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika

Kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas;

3. Menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan atau menggunakan lajur

paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah;

4. Memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan

Penumpang;

5. Menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan

6. Mematuhi kecepatan batas paling tinggi untuk angkutan umum.

Di samping kewajiban yang dibebankan kepada pengangkut oleh undang

undang, terdapat juga hak-hak yang diberikan kepada pengangkut. Hak-hak yang

dimiliki oleh pihak pengangkut, antara lain:

1. Pihak pengangkut berhak menerima biaya pengangkutan.

2. Pemberitahuan dari pengirim mengenai sifat, macam dan harga barang

yang akan diangkut, yang disebutkan dalam Pasal 469, 470 ayat (2), 479

Universitas Sumatera Utara


35

ayat (1) 
KUHD.

3. Penyerahan surat-surat yang diperlukan dalam rangka mengangkut barang

yang diserahkan oleh pengirim kepada pengangkut berdasarkan Pasal 478

ayat (1) KUHD.

Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terdapat

beberapa hak-hak dari pihak pengangkut, yaitu:

1. Perusahaan angkutan umum berhak untuk menahan barang yang diangkut

jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu

yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan (Pasal 195 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

2. Perusahaan angkutan umum berhak memungut biaya tambahan atas

barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan (Pasal

195 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

3. Perusahaan angkutan umum berhak menjual barang yang diangkut secara

lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika

pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban (Pasal 195 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

4. Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai

dengan batas waktu yang telah disepakati, perusahaan angkutan umum

berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu

dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan (Pasal 196 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

Hak-hak yang dimiliki oleh pihak pengirim barang antara lain

menerima barang dengan selamat di tempat yang dituju, menerima barang

Universitas Sumatera Utara


36

pada saat yang sesuai dengan yang ditunjuk oleh perjanjian pengangkutan,

dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.48

D. Ruang Lingkup Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO)

Ruang lingkup perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) adalah

para pihak bersepakat dan setuju untuk menciptakan kerjasama dalam rangka

pengangkutan barang berupa Crude Palm Oil (CPO) untuk keperluan PT.

Perkebunan Nusantara III. Kedua belah pihak dengan saling setuju dan sepakat

untuk mengaitkan diri dan tunduk dalam perjanjian pengangkutan barang berupa

Crude Palm Oil (CPO) untuk kebutuhan PT. Perkebunan Nusantara III, dengan

ketentuan Pasal 1 mengenai ketentuan umum, Pasal 2 mengenai jenis dan lokasi

pekerjaan, Pasal 3 mengenai syarat-syarat pengangkutan, Pasal 4 mengenai waktu

pengangkutan, Pasal 5 mengenai resiko pengangkutan, Pasal 6 mengenai ongkos

pengangkutan, Pasal 7 mengenai pembayaran ongkos angkutan, Pasal 8 mengenai

jaminan pelaksanaan, Pasal 9 mengenai pengawasan pekerjaan, Pasal 10

mengenai kewajiban pihak kedua, Pasal 11 mengenai pemutusan perjanjian dan

akibat hukumnya, Pasal 12 mengenai sanksi-sanksi, Pasal 13 mengenai ganti rugi,

Pasal 14 mengenai keadaan kahar (force majeure), Pasal 15 mengenai

pemberitahuan, Pasal 16 mengenai penyelesaian perselisihan, Pasal 17 mengenai

masa berlaku, Pasal 18 mengenai addendum, Pasal 19 mengenai itikad baik, dan

terakhir Pasal 20 mengenai lain-lain.

Perjanjian yang dikaji dalam penelitian ini adalah perjanjian Crude Palm

Oil (CPO). Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit adalah minyak

48
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit, hal 23

Universitas Sumatera Utara


37

nabati yang dapat dikonsumsi, yang di dapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa

sawit.

Perjanjian yang dicapai antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT.

Citra Andalan Putra Buana, diantara para pihak telah terdapat ikatan untuk

melaksanakan isi perjanjian PT. Citra Andalan Putra Buana sebagai pengangkut

setuju melaksanakan pengangkutan sedangkan PT. Perkebunan Nusantara III

setuju untuk membayar biaya angkutan kernel kelapa sawit tersebut.

Sebelum terjadinya kesepakatan antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana mengenai isi dari perjanjian pengangkutan

tersebut tentu didahului dengan proses negosiasi atau penawaran dan penerimaan

yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Kedua belah pihak disini mempunyai

kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya dalam mengatur segala hal mengenai

penyelenggaraan pengangkutan tersebut yang kemudian dituangkan dalam bentuk

perjanjian tertulis. Hal ini merupakan perwujudan dari system terbuka dari hukum

perjanjian yang mengandung asas kebebasan berkontrak, dimana masyarakat

diberikan kebebasan yang seluar-luasnya untuk mengadakan perjanjian yang

berisi apapun, mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam

perjanjian yang mereka adakan.

PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana telah

disepakati dan telah ditandatangani, maka sejak saat kesepakatan dan

penandatanganan tersebut, maka perjanjian itu telah berlaku sebagai undang-

undang yang harus dipatuhi/ditaati oleh kedua belah pihak tanpa kecuali.

Pengingkaran perjanjian tersebut oleh salah satu pihak akan mengakibatkan

terjadinya tuntutan hukum bagi pihak lain yang merasa diinginkan dengan

Universitas Sumatera Utara


38

pengikaran tersebut. Klausula dalam perjanjian kerja Kernel kelapa sawit tersebut

tidak lagi mempunyai dampak hukum apabila perjanjian tersebut telah berakhir,

karena jangka waktunya atau karena diakhiri oleh para pihak atas dasar

kesepakatan bersama.

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut

dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para

pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si

buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan

dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau koordmasi

(Geeoordineerd).

Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan

untuk melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang

khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada

oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya

dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan.

Berdasarkan hai di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian

pengangkutan, yaitu:49

1. Pelayanan berkala. Dalam melaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja

antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya

kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk

pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala,

sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila
49
Audi White, Hukum Tentang Perjanjian Pengangkutan, melalui
http://www.kaskus.co.id/thread/51b0e97b20cb17006e00000a/hukum-tentang-perjanjian- 

pengangkutan, diakses tanggal 11 Oktober 2017 pukul 00.31

Universitas Sumatera Utara


39

pengirim membutuhkan pengangkutan.

2. Pemborongan. Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata

yang menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan

mana pihak yang satu si pemborong, mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan

menerima suatu harga yang ditentukan.

3. Campuran

Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pelayanan berkala) dan

unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk

menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang

diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri yaitu berdasarkan suatu

perjanjian, kegiatan ekonomi di bidang jasa, berbentuk perusahaan dan

menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada

umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen

angkutan. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi memuat penumpang

dan/atau barang ke dalam alat pengangkut, membawa penumpang dan/atau barang

ke tempat tujuan dan menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di

tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu adanya sesuatu yang

diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut dan ada tempat yang dapat

dilalui alat angkut.

Universitas Sumatera Utara


40

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III


DAN PT. CITRA ANDALAN PUTRA BUANA

A. Sejarah dan Bidang Usaha PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra

Andalan Putra Buana

1. Sejarah dan Bidang Usaha PT. Perkebunan Nusantara III

PT. Perkebunan Nusantara III merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) awalnya pada tahun 1958 terjadi pengambilalihan perusahaan

perusahaan perkebunan milik Belanda oleh pemerintah Republik Indonesia,

dikenal dengan proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi

perseroan perkebunan negara (PPN).

Pada tahun 1968 PPN direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan

Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Pada tahun 1974 bentuk badan

hukum PNP diubah menjadi PT. Perkebunan (Persero) atau PTP. Pada tahun

1994 PT. Perkebunan III (Persero), PT.Perkebunan IV (Persero), PT.

Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT.

Perkebunan III (Persero).

Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari

1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT. Perkebunan

Nusantara III Persero yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. PTPN

III berdiri tanggal 11 Maret 1996 (Akte Notaris Harun Kamil, SH No. 36).

Pada tahun 2014 PP Nomor 72 tahun 2014 Tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal Saham

Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III. Pengalihan

Universitas Sumatera Utara


41

90% saham milik negara atas PTPN I, II, IV s/d XIV ke PTPN III, sehingga

kepemilikan saham di masing-masing PTPN tersebut 90% PTPN III dan 10%

Pemerintah RI.

Visi PT. Perkebunan Nusantara III adalah menjadi perusahaan agri

bisnis kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola

perusahaan bisnis terbaik.

Misi PT. Perkebunan Nusantara III adalah:

a. Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara

berkesinambungan;

b. Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan;

c. Memperlakukan karyawan sebagai aset strategis dan

mengembangkannya secara optimal;

d. Menjadikan perusahaaan terpilih yang memberikan "imbal-hasil"

terbaik bagi investor;

e. Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis;

f. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan

komunitas;

g. Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaaan yang berwawasan

lingkungan.

PP Nomor 72 tahun 2014 tanggal 17 September 2014 tentang

penambahan penyertaan modal negara Republik Indonesia ke dalam modal

saham perusahaan perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III, maka

menjadikan PT. Perkebunan Nusantara III sebagai holding BUMN. Tujuannya

Universitas Sumatera Utara


42

adalah untuk memperbaiki struktur pemodalan dan meningkatkan kapasitas

usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III.

Pengalihan 90% saham atas PTPN I, II, IV s/d XIV ke PTPN III

kepemilikan saham di masing-masing PTPN tersebut 90% PTPN III dan 10 %

Pemerintah RI, sehingga saham Pemerintah RI di PTPN III 100%.

Luas area yang dikelola PTPN Holding 1,2 Juta Hektar (Inti &

Plasma) dengan karyawan tetap sebanyak 140.000 orang dan karyawan tidak

tetap sebanyak 84.000 orang (total 224.000 orang).

Luas areal komoditi kelapa sawit mencapai 57,5% (733 Ribu Hektar)

tersebar di 10 PTPN yang total memiliki 73 Unit PKS dengan total Kapastitas

Terpasang 3.185 Ton TBS/ Jam.

Bidang usaha PT. Perkebunan Nusantara III adalah perusahaan yang

memproduksi Crude Palm Oil (CPO), Inti Kelapa Sawit (Palm Kernel),

Minyak Inti Kelapa Sawit (Palm Kernel Oil), Karet RSS (Ribbed Smoked

Sheet), Karet Kering (Crumb Rubber), Centrifuge Latex, Bungkil Kelapa

Sawit (Palm Kernel Meal), Fiber, Cangkang, dan Jankos.

2. Sejarah dan Bidang Usaha PT. Citra Andalan Putra Buana

Perseroan ini diberi nama PT. Citra Andalan Putra Buana

berkedudukan dan berkantor pusat di JL. GB. Yosua 12 H, Kelurahan

Sidodadi, Kecamatan Medan Timur, Medan. 102 PT. Citra Andalan Putra

Buana didirikan di Medan pada tanggal 28 Juli 2009. Yang menjadi dasar

dalam pendirian PT. Citra Andalan Putra Buana adalah Akte Pendirian No. 17

tanggal 28 Juli 2009 yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta

102
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


43

Tanah Gongga Marpaung, SH.103

Tujuan dari pendirian PT. Citra Andalan Putra Buana ini adalah

berusaha dalam bidang jasa (terutama jasa pengangkutan darat), perdagangan,

perindustrian dan pembangunan. 104 Barang yang diangkut oleh PT. Citra

Andalan Putra Buana adalah produk Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil /

CPO) dalam bentuk curah dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero) dan dibongkar ke PT. Sarana Agro

Nusantara Dumai atau Belawan.105

Jumlah kendaraan dari PT. Citra Andalan Putra Buana adalah

sebanyak 39 unit dimana semuanya dilengkapi dengan tangki dengan

kapasitas dari 20 ton sampai dengan 30 ton. Semua kendaraan yang

dipergunakan untuk mengangkut CPO adalah milik sendiri dari PT. Citra

Andalan Putra Buana.106

PT. Citra Andalan Putra Buana tidak memiliki cabang dimanapun,

akan tetapi memiliki 2 buah lokasi untuk penyimpanan dan perbaikan

kendaraannya. Masing – masing lokasinya terletak di Tembung – Medan dan

di Balam – Riau.107

Kepengurusan PT. Citra Andalan Putra Buana dipimpin oleh Oei

Linda, S.T. sebagai Komisaris, Erwan Soesilo S.T., M.M. sebagai Direktur

Utama dan Rudy Susanto sebagai Direktur.

103
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana
104
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana
105
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana
106
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana
107
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


44

B. PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana

Sebagai Organ Korporasi

1. Pengertian Korporasi

Soetan K Malikoel Adil, menguraikan pengertian korporasi secara

etimologis, Korporasi (corporatie, Belanda), corporation (inggris),

corporation (Jerman), berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa latin.

Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir dengan “tio”, maka

“corporatio” sebagai kata benda (substantivum), berasal dari kata kerja

“corporare” yang banyak dipakai orang panda zaman abad pertengahan atau

sesudah itu. “Corporare” sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia =

badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan, dngan lain

perkataan badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan

perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi

menurut alam.108

Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa korporasi adalah suatu badan

hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari “curpus”, yaitu

struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur “animus” yang

membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu

merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannya juga

ditentukan oleh hukum.109

Dari penggolongan yang dikenal di negara Anglo Saxon, maka jenis-

jenis korporasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

108
Soetan K Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Pembangunan, Jakarta,
1955, hal 83
109
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hal 110

Universitas Sumatera Utara


45

a. Korporasi Publik adalah sebuah korporasi yang didirikan oleh

pemerintah yang mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas

administrasi di bidang urusan publik, contohnya di Indonesia seperti

pemerintahan kabupaten atau kota.

b. Korporasi Privat adalah sebuah korporasi yang didirikan untuk

kepentingan privat/pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan,

industri dan perdagangan. Korporasi Privat ini sahamnya dapat dijual

kepada masyarakat, maka penyebutannya ditambah dengan istilah

“publik” contoh di Indonesia PT. Garuda Tbk (terbuka) menunjukkan

bahwa perusahaan tersebut telah “go public” atau saham

perusahaannya telah dijual kepada masyarakat melalui bursa saham.

c. Korporasi Publik Quasi, lebih dikenal dengan korporasi yang melayani

kepentingan umum (public services), contohnya di Indonesia adalah

PT. Kereta Api Indonesia, Perusahaan Listrik Negara, Pertamina.

Korporasi sebagai badan hukum keperdataan di Indonesia dapat dirinci

dalam beberapara golongan, dilihat dari cara mendirikan dan peraturan

perundang-undangan sendiri, yaitu:110

a. Korporasi egoisitis yaitu korporasi yang menyelenggarakan

kepentingan para anggotanya, terutama kepentingan harta kekayaan,

misalnya Perseroan Terbatas, Serikat sekerja; Korporasi yang altristis,

yaitu korprasi yang tidak menyelenggarakan kepentingan para

anggotanya, seperti prhimpunan yang memperhatikan nasib orang-

110
Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hal 74

Universitas Sumatera Utara


46

orang tuna netra, tuna runggu, penyakit tbc, penyakit jantung,

penderita cacat, Taman Siswa, Muhammadiyah, dan sebagainya.

Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi (natuurlijke

persoon) dan mungkin pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya

sesuai menurut hukum yang berlaku.111

Ada beberapa pandangan/pendapat, dan teori mengenai badan hukum

yaitu, yaitu:112

a. Teori fiksi yang diajarkan oleh Friedrich Carl von Savigny,C.W.

Opzoomer, dan Houwing. Teori ini mengemukakan bahwa badan

hukum itu pengaturannya oleh negara dan badan hukum itu

sebenarnya tidak ada, hanya orang-orang yang menghidupkan

bayangannya untuk menerangkan sesuatu dan terjadi karena manusia

yang membuat berdasarkan hukum atau dengan kata lain merupakan

orang buatan hukum.

b. Teori harta karena jabatan atau teori van het ambetelijk vermogen,

yang diajarkan oleh Holder dan Binder. Menurut teori ini badan

hukum ialah suatu badan yang mempunyai harta yang berdiri sendiri,

yang dimiliki oleh badan hukum itu tetapi oleh pengurusnya dan

karena jabatannya, ia diserahkan tugas untuk mengurus harta tersebut.

c. Teori harta bertujuan atau Zweck vermogen yang diajarkan oleh A.

Brinz dan E.J.J. van der Heyden. Menurut teori ini hanya manusia

yang menjadi subyek hukum dan badan hukum adalah untuk melayani

kepentingan tertentu.
111
C.S.T. Kansil dan Christine S.T, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 1996 , hal 13
112
Ibid hal 14-15

Universitas Sumatera Utara


47

d. Teori milik bersama atau Propriete Collective yang diajarkan oleh

W.L.P.A. Molengraaff dan Marcel Planiol. Teori ini mengemukakan

badan hukum ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari anggota-

anggotanya secara bersama-sama.

e. Teori kenyataan atau teori peralatan atau Orgaan Theorie yang

diajarkan pleh Oto von Gierke. Menurut teori ini badan hukum

bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-

sungguh ada secara abstrak dari kontruksi yuridis.

Menurut Utrecth dan M. Soleh Djindang, mengemukakan bahwa :

korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum

bertindak bersama-sama sebagai suatu seubjek hukum tersendiri sebagai suatu

personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi

mempunyai hak dan kewajiban anggota masing-masing.113

Menurut Subekti dan Tjitrosudiro, yang dimaksud dengan korporasi,

adalah: suatu perseroan yang merupakan badan hukum.114

2. Korporasi Menurut Hukum Positif

Korporasi atau badan hukum menurut hukum positif diatur dalam Bab

III bagian ketiga Buku 1 KUHD (WvK = Wetboek van Koophandel) atau

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, dan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 Tentang yayasan.

113
Chaidir Ali, Op Cit, hal 64
114
Muladi dan Dwi Prijatna, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana,
Sekolah Tinggi Hukum Bandung Press, Bandung, 1991, hal 14

Universitas Sumatera Utara


48

Istilah badan hukum sudah merupakan istilah yang resmi, istilah ini

dapat dijumpai dalam perundang-undangan, antara lain :

a. dalam Undang-Undang Perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007

anatara lain pasal 1 ayat 9 dan 10, pasal 10, pasal 13, pasal 14, dan lain

sebagainya;

b. dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 antara

lain pasal 4 ayat 1;

c. dalam Perpu Nomor 19 Tahun 1960 tentang Bentuk-bentuk Usaha

Negara;

d. dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara Nomor 19 Tahun

2003 antara lain pasal 35 ayat 2.

Dalam B.W Indonesia atau KUHPerdata tidak mengatur secara

lengkap dan sempurna tentang badan hukum (rechtpersoon), dalam BW

ketentuan tentang badan hukum hanya termuat pada Buku III titel IX Pasal

1653 s/d 1665 dengan istilah "van zedelijkelichanmen" yang dipandang

sebagai perjanjian, karena itu diatur dalam Buku III tetntang Perikatan. Kata

rechtpersoon tidak dijumpai dalam Bab IX Buku III KUHPerdata, meskipun

maksudnya yaitu antara lain mengatur rechtspersoonlijkheid (kepribadian

hukum) yaitu bahwa badan hukum itu memiliki kedudukan sebagai subyek

hukum. Hal ini menimbulkan keberatan para ahli karena badan hukum adalah

person, maka seharusnya dimasukan dalam Buku I tentang orang.

Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang badan

hukum ini antara lain termuat dalam Stb. 1870 No. 64 tentang pengakuan

badan hukum; Stb 1927 No. 156 tentang Gereja dan Organisasi-organisasi

Universitas Sumatera Utara


49

agama; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,;

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004.115

Sedangkan saat ini sebutan korporasi terus berkembang dan banyak

ditemui dan tersebar dalam berbagai buku karangan. Bahkan, dalam beberapa

ketentuan aturan hukum yang dikeluarkan pemerintah juga telah dicantumkan

kata-kata korporasi, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen serta berbagai aturan hukum lainnya.

3. Organ Korporasi dan Kewenangannya

Korporasi menurut Moenaf H. Regar adalah : badan usaha yang

keberadaannya dan status hukumnya disamakan dengan manusia (orang),

tanpa melihat bentuk organisasinya. Korporasi dapat memiliki kekaaan dan

utang, mempunyai kewajiban dan hak dan dapat bertindak menurut hukum,

melakukan gugatan, dan dituntut di depan pengadilan. Oleh karena suatu

korporasi adalah buatan manusia yang tidak sama dengan manusia, maka

harus dijalankan oleh manusia, yang disebut pengurus atau pengelola. Suatu

korporasi, biasanya mempunyai 3 (tiga) organ, yaitu RUPS, Dewan

Komisaris, dan Dewan Direksi (misalnya Perseroan Terbatas). Batas umur

115
Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal126

Universitas Sumatera Utara


50

dari korporasi itu ditentukan dalam anggaran dasarnya, panda saat korporasi

itu mengakhiri kegiatannya dan bubar.116

Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam sistem hukum Perdata

Belanda yang sampai saat ini masih dianut oleh sistem, hukum di Indonesia,

maka dikenal sebagai subjek hukum terbagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu,

pertama, manusia (person) dan kedua, badan hukum (rechtspersoon). Dari

pembagian subjek hukum tersebut di atas, apabila korporasi ini merupakan

suatu subjek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum, maka korporasi

termasuk dalam kualifikasi badan hukum (rechtspersoon).

Pada perkembangan selanjutnya korporasi ini berkembang menjadi

beberapa bentuk, antara lain :117

a. Perusahaan Perseorangan

b. Persekutuan Firma

c. Perseroan Komanditer

d. Perseroan Terbatas

e. Koperasi

f. Yayasan

g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

a. Perusahaan Perseorangan

Adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang, dimana

pengelola perusahaan memperoleh semua keuntungan perusahaan, tetapi ia

juga menanggung semua resiko yang timbul dalam kegiatan perusahaan.

116
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris, Peranannya sebagai Organ Perseroan, Bumi
Aksara, Jakarta, 2000, hal 9
117
Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993, hal 10

Universitas Sumatera Utara


51

Pendirian perusahaan perseorangan tidak diatur dalam KUHD dan tidak

memerlukan perjanjian karena hanya didirikan oleh satu orang pengusaha saja.

Perusahaan perseorangan dibagi dalam 2 kelompok yaitu :118

1) Usaha Perseorangan Berizin, yaitu memiliki izin operasional dari

departemen teknis. Misalnya bila perusahaan perseorangan bergerak

dalam bidang perdagangan, maka dapat memiliki izin seperti Tanda

Daftar Usaha Perdagangan (TDUP), Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP).

2) Usaha Perseorangan Yang Tidak Memiliki Izin, yaitu usaha

perseorangan yang dilakukan para pedagang kaki lima, toko barang

kelontong dan sebagainya.

b. Firma

Adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang

dengan menggunakan nama bersama atau satu nama digunakan bersama.

Dalam firma semua anggo ta bertanggung jawab sepenuhnya baik sendiri-

sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lain.

Bila perusahaan mengalami kerugian akan ditanggung bersama, kalau perlu

dengan seluruh kekayaan pribadi mereka.

Firma harus didirikan dengan akta otentik yang dibuat di muka

notaris. Akta Pendirian Firma harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Firma yang

bersangkutan. Setelah itu akta pendirian harus diumumkan dalam Berita

Negara atau Tambahan Berita Negara, tidak demikian halnya dengan Firma

118
Solihin, Ismail, Pengantar Bisnis : Pengenalan Praktis dan Studi Kasus, Edisi
Pertama, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006, hal 24

Universitas Sumatera Utara


52

karena Firma bukan merupakan badan hukum, maka akta pendirian Firma tidak

memerlukan pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.

Pendirian, pengaturan dan pembubaran Firma diatur di dalam Kitab

Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD). Firma bukan merupakan badan

usaha yang berbadan hukum karena tidak ada pemisahan harta kekayaan antara

persekutuan dan pribadi sekutu-sekutu, setiap sekutu bertanggung jawab secara

pribadi untuk keseluruhan.Tidak ada keharusan pengesahan akta pendirian oleh

Menteri Kehakiman dan HAM. Firma berakhir apabila jangka waktu yang

ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir. Selain itu, menurut Pasal 26

dan Pasal 31 KUHD Firma juga dapat bubar sebelum berakhirnya jangka

waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar akibat pengunduran diri atau

pemberhentian sekutu.

c. Perseroan Komanditer (CV)

Perseroan Komanditer (CV), Adalah persekutuan yang didirikan oleh

beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya

untuk dipakai dalam persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan

uangnya sebagai modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu sama

sebagai tanda keikutsertaan di dalam persekutuan, dan bertanggung jawab

penuh terhadap perusahaan sampai kepada harta pribadinya. 119

Berakhirnya CV diatur dalam Pasal 31 KUHD yaitu:

1) Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar

(Akta Pendirian).

119
M. Fuad, dkk, Pengantar Bisnis, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2005, hal 21

Universitas Sumatera Utara


53

2) CV berakhir sebelum jangka waktu yang ditetapkan, akibat

pengunduran diri atau pemberhentian sekutu.

3) Akibat perubahan anggaran dasar (akta pendirian) di mana perubahan

anggaran dasar ini mempengaruhi kepentingan pihak ketiga terhadap

CV.

d. Perseroan Terbatas

1) Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan

nama “Naamioze Vennootschap” (NV). Naamioze berarti tanpa nama,

yang maksudnya dalam hal pemberian nama perusahaan tidak memakai

salah satu nama anggota persero, melainkan menggunakan nama

perusahaan berdasarkan tujuan dari usahanya.120

Sebenarnya, arti istilah Naamioze Vennootschap tidak sama

dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamioze Vennootschap, diartikan

sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang

sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang

menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan

terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan

tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada

saham-saham yang dimilikinya. Jadi, istilah perseroan terbatas lebih tepat

daripada istilah Naamioze Vennootschap, sebab arti “perseroan terbatas”

lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya,

sedangkan arti istilah Naamioze Vennootschap kurang dapat

120
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal 90

Universitas Sumatera Utara


54

menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada istiah

Inggris yang isinya hampir mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu

Company Limited by Shares. Perseroan terbatas ini di Jerman, Austria dan

Swiss disebut Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Societe

Anonyme.121

Dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) yang mengatur mengenai perseroan terbatas, tidak ditemukan

pengertian perseroan terbatas. Akan tetapi, dari Pasal-Pasal 36, 40, 42 dan

45 KUHD dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan terbatas mempunyai

unsur-unsur, sebagai berikut :122

a) Adanya kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-

masing pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) dengan

tujuan untuk membentuk sejumlah modal sebagai jaminan bagi

semua perikatan perseroan terbatas.

b) Adanya pemegang saham (persero) yang tanggung jawabnya

terbatas pada jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya. Para

pesero ini tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) sebagai organ perseroan terbatas yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, yang berwenang

mengangkat, memberhentikan sementara atau memberhentikan

Direksi atau Komisaris, menetapkan kebijakan umum perseroan

terbatas yang akan dijalankan oleh Direksi, dan menetapkan

kewenangan atau hal-hal lainnya yang tidak diserahkan kepada


121
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Alumni,
Bandung, 2004, hal 47
122
Ibid, hal 48

Universitas Sumatera Utara


55

Direksi atau Komisaris.

c) Adanya pengurus, yang dinamakan dengan Direksi dan Pengawas,

yang dinamakan Komisaris yang juga merupakan organ perseroan

terbatas, yang tugas, kewenangan dan kewajbiannya diatur lebih

lanjut dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas atau Keputusan

RUPS.

Bila diperhatikan lebih lanjut unsur-unsur perseroan terbatas di

atas, menurut KUHD Perseroan Terbatas juga badan hukum. Berbeda

dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang dalam Pasal 1

angka 1 memberikan pengertian perseroan terbatas sebagai berikut :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya”.

Dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007, dapat disimpulkan bahwa badan usaha yang berbentuk perseroan

terbatas merupakan badan hukum. Namun, tidak berarti setiap badan

hukum adalah perseroan terbatas. Di sini Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 secara tegas menyatakan bahwa perseroan terbatas merupakan

suatu badan hkum, yaitu suatu badan hukum yang bertindak dalam lalu

lintas hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang

dipisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya.

KUHD tidak secara tegas menyatakan perseroan terbatas sebagai

Universitas Sumatera Utara


56

badan hukum. Namun, bila kita perhatikan dalam Pasal 40 ayat (2) dan

Pasal 45 ayat (1) KUHD, perseroan terbatas juga merupakan badan

hukum. Pasal 40 ayat (2) KUHD menyatakan bahwa : ”para pemegang

saham tidak bertanggung jawab untuk lebih daripada jumlah penuh saham-

saham itu”. Kemudian Pasal 45 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa :

”tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih daripda untuk

menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka, dengan sebaik-baiknya,

merekapun karena segala perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri

tidak terikat kepada pihak ketiga”.

Dengan demikian, baik menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas maupun KUHD ciri utama sautu badan

hukum yang berbentuk perseroan terbatas adalah adanya harta kekayaan

yang dipisahkan antara harta kekayaan perseroan dan harta kekayaan

pribadi para pemegang saham (persero). Persero tidak bertanggung jawab

secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan

juga tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai

saham yang telah dimasukkannya. Prinsip ini dalam hukum perseroan

dinamakan dengan the doctrine of separate legal personality of a company

atau the principle of the company’s separate legal personality, yang

disingkat dengan sebutan doctrine of separate corporate personality. 123

Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas

mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui ”wakilnya”. Untuk

itu ada yang disebut ”agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta

123
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan
(Badan Usaha) di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1997, hal 52

Universitas Sumatera Utara


57

bertindak untuk dan atas nama perseroan. Karena itu, perseroan juga

merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi

in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan

hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau natuurlijke

persoon, dia bisa menggugat maupun digugat, bisa membuat keputusan

dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai

kekayaan seperti layaknya manusia.124

2) Organ-Organ Perseroan

Kendati kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sangat

penting dalam perseroan terbatas, KUHD tidak banyak mengaturnya.

Bahkan, mengadakan RUPS saja tidak diharuskan.125

Padahal organ perseroan terbatas lainnya, yakni direksi dan

komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Walaupun demikian,

karena dirasa amat pentingnya keberadaan RUPS ini, keharuskan untuk

melaksanakan RUPS tersebut dalam praktik biasanya diatur secara rinci

dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan terbatas yang

bersangkutan. Karena itu, kekuasaan, kewenangan, kewajiban dan tugas

RUPS serta hal lainnya yang berkaitan dengan RUPS dapat dijumpai pada

akta pendirian atau anggaran dasar perseroan terbatas tersebut.126

RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang kedudukannya

sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan

124
Ibid
125
H.M.N Purwosutjipto, Op Cit, hal 129
126
A. Chadary ADP, Beberapa Catatan Mengenai Pengaturan Perseroan Terbatas
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Majalah Orientasi Pembinaan dan Pengembangan
Hukum dan Kemasyarakatan Nomor 4 Tahun XXII, Fakultas Hukum Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin

Universitas Sumatera Utara


58

terbatas, sehingga sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Karena

itu, penyelenggaraan RUPS merupakan suatu keharusan dan wajib

dilakukan. Secara tegas kedudukan hukum RUPS dinyatakan dalam Pasal

1 angka (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan :

“Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah

organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan

memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau

Komisaris”.

Dari bunyi Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

angka (3) UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, dapat diketahui bahwa RUPS

merupakan organ tertinggi perseroan terbatas yang mempunyai kekuasaan

dan kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.

Dengan kata lain, RUPS adalah pemegang dan pelaksana kedaulatan

tertinggi dalam perseroan terbatas. Putusan-putusan yang dibuat oleh

RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh Direksi atau Komisaris

perseroan terbatas.

Dengan melihat bunyi kalimat “memegang segala wewenang yang

tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris” sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, sebenarnya

kekuasaan RUPS tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang

diberikan oleh undang-undang perseroan terbatas kepada RUPS tidak

berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang

telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan

komisaris. Direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


59

dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dan dari setiap

organ termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Setiap organ diberi kebebasan

bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan

terbatas. Instruksi dari organ lain, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi,

meskipun diangkat oleh RUPS, sebab pengangkatan direksi oleh RUPS

tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian

kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi,

melainkan wewenang yang ada pada direksi bersumber dari undang-

undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat

mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan

direksi sebab tindakan direksi semata-mata untuk kepentingan perseroan,

bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa lembaga

RUPS merupakan kekuasaan tertinggi perseroan terbatas dalam arti segala

sumber kekuasaan yang ada dalam suatu perseroan terbatas tidak lain

bersumber dari RUPS kiranya sudah ditinggalkan oleh Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007.127

Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa perseroan terbatas

merupakan kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 diberi status sebagai badan hukum. Dengan

demikian, pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerjasama

dari para pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam

RUPS. Karena itu, wajarlah jiak RUPS selaku organ perseroan terbatas

127
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal 58

Universitas Sumatera Utara


60

memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki

atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang

ditentukan dalam undang-undang perseroan terbatas maupun anggaran

dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang ekslusif (exlusive

authorities) RUPS. RUPS juga berhak utnuk memperoleh segala

keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan

atau komisaris.128

Dalam Pasal 63 UU No. 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa :

a) RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada

direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-

undang ini atau anggaran dasar.

b) RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan

dengan kepentingan perseroan atau direksi dan atau komisaris.

Wewenang ekslusif RUPS yang ditetapkan dalam Undang-Undang

No. 40 Tahun 2007 
tidak dapat ditidakan selama tidak ada perubahan

undang-undang perseroan terbatas. Sedangkan wewenang ekslusif RUPS

dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang

disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui

perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan

undang-undang perseroan terbatas.129

disimak pasal-pasal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, dapat

dijumpai sejumlah kewenangan RUPS yang diberikan oleh undang-

128
Rahmadi Usman, Op. Cit hal. 129
129
Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993, hal 65-66

Universitas Sumatera Utara


61

undang, yaitu :

a) penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14).

b) pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan

terbatas atau pengalihannya (Pasal 31).

c) penetapan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas

(Pasal 34 dan 37).

d) persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan

(Pasal 60).

e) penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah

penyisihan untuk cadangan perseroan terbatas (Pasal 61 dan 62).

f) pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang

direksi dan komisaris perseroan terbatas (Pasal 80, 81, 91, 92, 95

dan 101).

g) persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan

perseroan terbatas (Pasal 103).

h) penetapan pembubaran perseroan terbatas (Pasal 114).

Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara

yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat

digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah

menyetujui atau menolak :130

a) rencana perubahan anggaran dasar.

b) rencana penjualan asset dan pemberian jaminan utang.

c) pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau

130
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal 131

Universitas Sumatera Utara


62

komisaris.

d) laporan keuangan yang disampaikan direksi.

e) pertanggungjawaban direksi.

f) rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.

g) rencana pembubaran perseroan.

Selanjutnya perseroan memiliki organ lain, yaitu Direksi dan

Dewan Komisaris. Direksi perseroan merupakan organ perseroan yang

melaksanakan kegiatan dan kepengurusan perseroan. Ketentuan ini

menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi

pengurusan sehari-hari dari perseroan. Direksi menjalankan pengurusan

perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan.

Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai

dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan

dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dan/atau anggaran dasar.

Yang dimaksud dengan ”kebijakan yang tepat” adalah kebijakan yang

antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan

kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

Direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau

lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpuan

dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat

pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib

mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi. Dalam hal direksi

terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan

Universitas Sumatera Utara


63

wewenang pengurusan di antara anggota direksi ditetapkan berdasarkan

keputusan RUPS, jika tidak ditetapkan RUPS tersebut, pembagian tugas

dan wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan direksi.

Direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan perseroan

memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu,

jiak RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota

direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi

sendiri.131

Direksi diangkat dan diberhentikan berdasarkan syarat-syarat yang

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Secara umum,

direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurusan

perseroan sebagaimana dimaksud, wajib dilaksanakan setiap anggota

direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, yaitu dengan

memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Selanjutnya dewan

komisaris sebagai salah satu organ perseroan lainnya, bertugas melakukan

pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada

umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan

memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat ini

dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan

komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan

majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-

131
Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara


64

sendiri tetapi berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang

kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dana/tau mengelola

dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakutan utang

kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit


132
dua orang anggota dewan komisaris.

Yang dimaksud ”untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud

tujuan perseroan”, adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang

dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau

golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh

dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.133

Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap anggota direksi

bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi, setiap anggota

dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan

tugas dewan komisaris, kecuali berdasarkan keputusan dewan komisaris.

Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana

masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada

masyarakat, atau perseroan terbuka memerlukan pengawasan dengan

jumlah anggota komisaris yang lebih besar karena menyangkut

kepentingan masyarakat.

e. Koperasi

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992, Koperasi adalah

badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang

132
Pasal 108 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
133
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas ( UU Nomor 40 Tahun 2007), Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007

Universitas Sumatera Utara


65

melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan

ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.Status badan hukum

koperasi diperoleh setelah memperoleh pengesahan dari pemerintah (Menteri

Koperasi).

Modal Koperasi terdiri dari :

1) Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib,

sumbang, suka rela, hibah dan dana cadangan Sisa Hasil Usaha.

2) Modal Pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya dan atau

anggotanya, bank penerbitan obligasi atau surat utang lainnya, sumber

lain yang sah.

Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun

perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,

adil, makmur dan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Prinsip Koperasi adalah sebagai berikut :

1) Keanggotaan bersifat suka rela.

2) Pengelolaan dilakukan secara demokratis.

3) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sebanding dengan

besarnya jasa masing-masing anggota.

4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.

5) Kemandirian.

6) Keanggotaan koperasi bersifat murni, pribadi dan tidak dapat

dialihkan.

Universitas Sumatera Utara


66

Koperasi mempunyai ciri tersendiri :

1) Lebih mementingkan keanggotaan dan sifat persamaan

2) Anggota-anggotanya bebas keluar masuk

3) Koperasi merupakan badan hukum yang menjalankan usaha untuk

kesejahteraan anggota.

4) Koperasi didirikan secara tertulis dengan akte pendirian dari notaris.

5) Tanggung jawab kelancaran usaha koperasi berada di tangan

pengurus.

6) Para anggota koperasi turut bertanggung jawab atas utang-utang

koperasi terhadap pihak lain.

7) Kekuasaan tertinggi di dalam rapat anggota.

f. Yayasan

Berdasarkan peraturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu

di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Permohonan pengesahan badan hukum yayasan diajukan oleh notaris

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Menkumham RI) dengan

melampirkan:

1) Salinan akta pendirian yayasan yang dibubuhi materai.

2) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama yayasan yang

telah 
dilegalisir notaris.

3) Fotokopi surat keterangan domisili yayasan yang dikeluarkan oleh

lurah atau 
kepala desa setempat dan dilegalisir notaris.

Universitas Sumatera Utara


67

4) Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (menunggu PP

PNBP baru).

5) Bukti pembayaran pengumuman dalam TBN (menunggu diterbitkan

PP).

Di dalam Pasal 21 ayat (1) Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan UU

Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar yayasan diajukan oleh

notaris kepada Menkumham RI dengan melampirkan :

1) Salinan akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar yayasan

yang dibubuhi materai.

2) Fotokopi NPWP atas nama yayasan yang telah dilegalisir notaris.

3) Fotokopi surat keterangan domisili yayasan yang dikeluarkan oleh

lurah atau Kepala Desa setempat dan dilegalisir notaris.

4) Bukti pembayaran PNBP (menunggu PP PNBP baru).

5) Bukti pembayaran pengumuman dalam TBN (menunggu diterbitkan

PP).

Yayasan diselengarakan oleh pengurus yayasan, yaitu organ yayasan

yang melakukan kepengurusan yayasan yang bertanggung jawab penuh untuk

kepentingan dan tujuan yayasan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Pengurus dalam melakukan tugasnya harus berdasarkan fiduciary duty dan

statutory duty bagi kepentingan yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan

yayasan. Setiap tindakan anggota pengurus yayasan yang berada di luar batas

kewenangan yang diberikan dalam Anggaran Dasar Yayasan (tindakan ultra

vires) hanya akan mengikat anggota pengurus yang melakukanya. Dan pada

tindakan tertentu, pengurus tersebut dapat dituntut pertanggungjawabannya

Universitas Sumatera Utara


68

secara pribadi kepada pihak ketiga apabila melanggar batas kewenangannya.

Harta yayasan yang terpisah dari pemilik atau pendiri, memungkinkan

dilakukan akuntabilitas yang lebih transparan.

g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara (BUMN), adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian

besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.134

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :135

1. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

2. mengejar keuntungan;

3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak;

4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

5. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Selanjutnya kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya

serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban

134
Pasal 1 (ayat 1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
135
Pasal 2 (ayat 1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)

Universitas Sumatera Utara


69

136
umum, dan/atau kesusilaan. BUMN pada perkembangan selanjutnya terdiri

dari Persero dan Perum (Perusahaan Umum).137

Bentuk pertanggungjawaban BUMN ini hampir sama dengan perseroan

terbatas dimana pertanggungjawaban hanya terbatas pada jumlah saham saja,

yang dalam BUMN sebagian besar dimiliki oleh pemerintah.

4. PT. Perkebunan Nusantara III Sebagai Organ Korporasi

PT. Perkebunan Nusantara III adalah organ korporasi yang berbentuk

Perseroan Terbatas dan sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara. Pada

dasarnya PT Persero, bentuk dan kedudukannya memiliki kesamaan dengan

PT yang diatur dalam KUHDagang dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) UU No. 9

Tahun 1969 tentang bentuk - bentuk usaha negara , bahwa yang dimaksud

dengan Perusahaan Perseroan adalah “Perusahaan dalam bentuk PT seperti

diatur menurut ketentuan KUHD (Stb. 1847:23) sebagaimana untuk sebagian

saham maupun seluruhnya dimiliki oleh negara”. Tetapi dengan dibentuknya

UUPT yang baru yaitu UU No. 40 Tahun 2007 maka ketentuan - ketentuan

yang berlaku bagi Perusahaan Perseroan baik mengenai syarat - syaratnya, car

a mendirikannya dan strukturnya adalah sama dengan ketentuan yang berlaku

bagi PT yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007. Maka ketentuan Pasal 36

s/d Pasal 56 KUHD mengenai PT tidak berlaku lagi sepanj ang telah diatur

dalam UU No. 1 Tahun 1995 (UU Perseroan Terbatas) yang telah diganti

dengan UU No. 40 Tahun 2007. Perusahaan Negara Perseroan (Persero)

136
Pasal 2 (ayat 2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
137
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)

Universitas Sumatera Utara


70

sebagai badan hukum Perdata di Indonesia, pendiriannya dapat dilakukan

melalui 2 (dua) cara, yaitu dengan:

a. Penyertaan modal negara ke dalam Perseroan Terbat as;

b. Pengalihan Perusahaan Negara yang didirikan dengan UU No. 19 Prp

Tahun 1960, Lembaran Negara No. 59 Tahun 1960 ke dalam bentuk

Perusahaan Perseroan.

Pendirian Persero yang dilakukan melalui penyertaan modal negara

dalam PT ditetapkan dalam Pasal 1 PP No. 12 Tahun 1969, bahwa negara

hanya dapat melakukan penyertaan modal dalam suatu PT untuk seluruhnya

atau sebagian apabila untuk itu telah disediakan modal dari negara

berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Dalam

penjelasan keten tuan Pasal 1 PP No. 12 Tahun 1969 diutarakan bahwa pada

dasarnya pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan negara

dalam modal Persero hanya dapat dilakukan melalui APBN. Pemisahan

kekayaan negara untuk dijadikan modal nominal dari suatu Persero dapat

dilakukan untuk maksud - maksud sebagai berikut:

a. Pendirian Persero yang baru

b. Perluasan kapasitas sesuatu Persero

c. Untuk memperbaiki atau mengadakan reorganisasi keuangan suatu

Persero yang ternyata mengalami kerugian terus menerus hingga tidak

memungkin kan kepengurusan yang baik tanpa penambahan modal.

d. Turut serta negara dalam modal Perseroan Terbatas (Swasta) yang

telah berdiri.

PT Persero sebagai BUMN tidak hanya berperan sebagai usaha bisnis

Universitas Sumatera Utara


71

semata - mata. Akan tetapi merupakan bagian dari aparatur negara. Hal ini

seringkali menyebabkan BUMN menjadi birokratis dan kehilangan keluwesan

dan kegesitan usaha yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan bisnis. Oleh

karena itu tidak mengherankan pada umumnya prestasi BUMN (salah

satunya termasuk PT Persero) sebagai usaha bisnis yang efisien kurang

memuaskan, malahan sering menderita kerugian sehingga harus diberikan

subsidi oleh pemerintah . PP No. 3 Tahun 1983 mengatur tata cara pembinaan

dan pengawasan dari BUMN di Indonesia. Melalui PP ini diharapkan pokok -

poko k pengertian dan tata cara pengendalian BUMN (PT Persero) dapat

ditegaskan secara lebih terperinci dan memberi pengarahan yang lebih jelas

bagi para pengelola BUMN (PT Persero) walaupun dinyatakan bahwa peranan

pembangunan (agent of development) BUMN (PT P ersero) menonjol namun

sukar dibayangkan bagaimana kita melihat peranan BUMN dapat berkembang

tanpa juga mengembangkan peranan usaha bisnisnya.

Fungsi peranan BUMN (PT Persero) di negara kita agak unik, disatu

pihak dituntut sebagai usaha pengembangan kebijaksanaan dan program

pemerintah (sebagai agen pembangunan), dilain pihak harus tetap berfungsi

sebagai unit usaha komersial biasa dan mampu berjalan dan beroperasi

berdasarkan prinsip -prinsip usaha yang sehat. Kedua fungsi ini seringkali

tidak dapat berjalan seiring atau saling menunjang dan bahkan tidak jarang

justru malah bertentangan. Menjalankan fungsi sebagai agen pembangunan

dalam suasana penuh kompetisi dan terlepasnya campur tangan pemerintah

berbeda dengan kondisi berbagai fasilitas dan kemudahan m asih tersedia.

Pada masa - masa sebelum kebijaksanaan deregulasi dilontarkan, BUMN yang

Universitas Sumatera Utara


72

menjalankan fungsi dan misi agen pembangunan lazimnya memperoleh

fasilitas - fasilitas penunjang baik berupa subsidi dalam anggaran, bunga

kredit, pajak, bea masuk dan seba gainya maupun dukungan kemudahan

lainnya yang memungkinkan badan tersebut menjalankan fungsi peranannya.

Namun sejak periode deregulasi dan debirokratisasi dilaksanakan, masing -

masing BUMN dituntut untuk bertindak efisien, efektif dan dikelola secara

profesional serta wajib bersaing dengan sehat, maka segala bentuk kemudahan

secara berangsur - angsur ditiadakan. Dengan posisi seperti ini maka para

pengelola BUMN dituntut bertindak lebih bijaksana dan penuh perhitungan

agar mampu memadukan kedua kutub kegiatan tersebut dalam suatu harmoni

yang sehat sehingga mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepada

mereka dengan baik. BUMN (PT Persero) sebagai pelaku ekonomi merupakan

mitra bisnis swasta dan sekaligus pesaing tangguh. Swastanisasi sudah

menjadi kata kunci bagi BUMN Nasional, yang menjadi persoalan pokok

adalah bagaimana melakukan swastanisasi yang baik, transparan dan

menguntungkan negara. Bentuk Perjan dan Perum yang semula membawa

misi kepentingan umum dan hajat hidup orang banyak tidak lagi

dipertahankan. Pelaksanaan fungsi BUMN tidak bisa lepas dari besarnya aset

dan penguasaan bidang usaha, khususnya bidang usaha menyangkut

kepentingan umum dan hajat hidup orang banyak. Peranan pemerintah dalam

perekonomian Indonesia melalui BUMN, bertindak sebagai pem ilik atau

penguasa untuk dan atas nama rakyat. BUMN hanyalah merupakan pelaksana

dari hak negara untuk menguasai bukan untuk memiliki sumber - sumber

ekonomi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Universitas Sumatera Utara


73

Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III

72
Universitas Sumatera Utara
5. PT. Citra Andalan Putra Buana Sebagai Organ Korporasi

PT. Citra Andalan Putra Buana adalah Organ Korporasi yang

berbentuk Perseroan Terbatas. PT sebagai subjek hukum yang terdiri dari

beberapa subjek hukum dalam hal pendiriannya tentu saja memiliki organ-

organ untuk melaksanakan kegiatanusahanya. Oleh karena itu diperlukan

klasifikasi fungsi dan tugas masing-masingorgan PT dalam melaksanakan hak

dan kewajiban dari PT itu sendiri. Klasifikasifungsi dan tugas masing-masing

organ tentu saja dapat mengoptimalkan kinerjaperusahaan dengan baik

sehingga tujuan daripada pendirian PT tersebut juga dapat tercapai.

Secara yuridis yakni berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPT, Organ PT

terdiridari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan

Komisaris.

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT yang dimaksud dengan RUPS

adalah organ perseroaan yang memiliki wewenang yang tidak

diberikankepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang

ditentukan olehUndang-Undang dan / atau anggaran dasar.

RUPS merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan

tertinggi dalam perseroaan sekaligus bersifat residual yakni wewenang

yang tidak dapat dialokasikan kepada organ perusahaan lain.86 Kekuasaan

tertinggi mutlak diperlukan dalam suatu perseroan terbatas, terlebih lagi

karena PT dalam melaksanakan kegiatan bisnis merupakan suatu badan

usaha yang terdiri dari berbagai komponen yang kompleks dengan


86
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2003), hal. 135.

74
Universitas Sumatera Utara
75

berbagai variasi pemikiran. Kekuasaan ini terlihat manfaatnya apabila para

terjadi kebuntuan dalam pertimbangan pengambilan keputusan untuk masa

yang akan datang. Beberapa hal yang sering dibahas dalam RUPS menurut

kebiasaan bisnis antara lain :87

1) Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris

2) Memberhentikan direksi atau komisaris

3) Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris

4) Mengevaluasi kinerja perusahaan

5) Memutuskan rencana penambahan/pengurangan saham perusahaan

6) Menentukan kebijakan perusahaan

7) Mengumumkan pembagian laba (dividen)

Menurut kebiasaan bisnis dan UUPT, pada prinsipnya ada 2 (dua)

jenis RUPS, yaitu :

1) Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST)

2) Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)

Pelakasanaan RUPS baik tahunan maupun luar biasa dilaksanakan

ditempat kedudukan dari perseroan ataupun tempat lain yang ditentukan

dalam anggaran dasar sepanjang masih berada di dalam wilayah negara

Republik Indonesia.

Tanggung jawab RUPS tidak terlepas dari tanggung jawab

pemegang saham, karena pada dasarnya pun komponen dari RUPS adalah

pemegang saham (Shareholders). Pada UUPT Pasal 3 ayat (1) disebutkan

bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi

87
https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas#Pembagian_perseroan_terbatas di
akses pada tanggal 23 Desember 2017 Pukul 22.06 WIB

Universitas Sumatera Utara


76

atas perikatan yang dibuat berdasarkan nama perseroan dan tidak

bertanggungjawab atas kerugian perseroaan melebihi saham yang dimiliki,

dengan pengecualian pada Pasal 3 ayat (2).

b. Direksi PT

Menurut Pasal 1 angka 5 UUPT disebutkan bahwa direksi adalah

organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan dengan

ketentuan Anggaran Dasar.

Direksi PT terdiri dari minimal 1 (satu) orang, namun untuk

beberapa PT yang memiliki kegiatan usaha khusus dibidang mengerahkan

dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang

(obligasi), dan perseroan terbuka (go public), PT wajib memiliki minimal

2 (dua) direksi. Terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi agar

seseorang dapat menjadi seorang direksi dalam PT. Seorang anggota

direksi haruslah orang perseorangan yang cakap untuk bertindak dalam

hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak pernah

menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris perseroan lain yang

pernah dinyatakan bersalah telah menyebabkan pailitnya perseroan

tersebut, dan belum pernah dihukum karena telah melakukan tindak pidana

yang merugikan keuangan negara dan/ atau yang berkaitan dengan sektor

keuangan dalam jangka waktu 5 (lima) terhitung sejak tanggal

pengangkatannya.88 Terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi agar

88
Pasal 92 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun
2007.

Universitas Sumatera Utara


77

seseorang dapat menjadi seorang direksi dalam PT. Seorang anggota

direksi haruslah orang perseorangan yang cakap untuk bertindak dalam

hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak pernah

menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris perseroan lain yang

pernah dinyatakan bersalah telah menyebabkan pailitnya perseroan

tersebut, dan belum pernah dihukum karena telah melakukan tindak pidana

yang merugikan keuangan negara dan/ atau yang berkaitan dengan sektor

keuangan dalam jangka waktu 5 (lima) terhitung sejak tanggal

pengangkatannya.89

Direksi sebagai organ yang menjalankan kepentingan perseroan

harus melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya dan mampu

bertanggungjawab atas setiap kebijakan yang diambil atas nama perseroan.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan tugasnya direksi diharapkan

menjalankan kegiatan usaha perseroan dengan penuh amanah sesuai

dengan maksud dan tujuan sebagaimana terdapat dalam anggaran dasar.

c. Komisaris PT

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UUPT, yang dimaksud dengan

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar

serta memberi nasihat kepada direksi.

Komisaris PT secara terperinci memiliki tugas pengawasan atas

kebijakan kepengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik

mengenai perseroan, dan member nasihat kepada direksi, yang dilakukan

89
Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Universitas Sumatera Utara


78

untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan. Komisaris dalam melaksanakan tugasnya juga harus

mengedepankan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggungjawab.90

Komisaris PT terdiri dari minimal 1 (satu) orang komisaris. namun

untuk beberapa PT yang memiliki kegiatan usaha khusus dibidang

mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat

pengakuan utang (obligasi), dan perseroan terbuka (go public), PT wajib

memiliki minimal 2 (dua) komisaris. Setiap keputusan dari dewan

komisaris merupakan keputusan bersama, artinya anggota komisaris tidak

dapat bertindak secara individu.91

Syarat yang harus dipenuhi agar dapat diangkat sebagai anggota

dewan komisaris pada dasarnya sama dengan persyaratan yang harus

dipenuhi untuk dapat diangkat menjadi seorang direksi PT sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 110 ayat (1) UUPT.

90
Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
91
Pasal 108 ayat (3), (4) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


79

Struktur Organisasi PT. Citra Andalan Putra Buana

DIREKTUR

MANAGER MANAGER
KEUANGAN OPERASIONAL

KA. MANDOR MANDOR


BENGKEL KIRIM KIRIM RIAU
MEDAN
STAFF STAFF
KEU ADM
TTEKNI SUPIR
SI SUPIR
ADM KEU ADM
KIRIM TEKNISI SUPIR SUPIR

SUPIR
ADM ADM
KIRIM TEKNISI SUPIR
GUDANG

C. Pertanggungjawaban Korporasi dari Aspek Hukum Perdata

Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum

pidana dan kriminologi untuk menyebutkan apa yang dalam bidang hukum lain,

khususnya bidang hukum perdata sebagai badan hukum, atau dalam bahasa

Belanda disebut rechtspersoon atau dalam bahasa Inggris dengan istilah legal

person atau legal body.92

Dari berbagai pendapat yang sudah ada, dapat disimpulkan secara garis

92
Setyono, Kejahatan Korporasi, Bayumedia Publshingi, Malang, 2003, hal 2

Universitas Sumatera Utara


80

besar pengertian dari badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencakup unsur-

unsur sebagai berikut :93

1. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi);

2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-

hubungan hukum (rechtsbetrekking);

3. Mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi para

pendirinya;

4. Mempunyai pengurus (organ) dan ada pembagian tugas dan tanggung

jawab yang jelas diantara para pengurus;

5. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan;

6. Mempunyai hak dan kewajiban;

7. Badan tersebut memiliki kepentingan sendiri dan tujuan tertentu (dalam

bidang sosial, agama, atau ekonomi).

Badan hukum sebagai subyek hukum mempunyai kepentingan (interest)

sendiri sebagaimana ada pada manusia asal tidak melanggar ketentuan dalam

undang-undang, namun dengan perbedaannya segala sesuatu itu hanya yang

diperbolehkan dalam anggaran dasar yang tertuang dalam akta pendirian badan

hukum itu. Kepentingannya dilindungi hukum, dan dilengkapi dengan suatu

tindakan jika kepentingan itu diganggu. Dalam mempertahankan kepentingannya,

badan hukum itu sendiri yang tampil di dalam proses persidangan dengan

diwakilkan oleh pengurus berdasarkan surat kuasa. Pembagian badan hukum

(korporasi) yang demikian ini mempunyai arti penting dalam

pertanggungjawaban badan hukum (korporasi) yang bersangkutan, misalnya

93
Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Hukum di Indonesia, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hal 73

Universitas Sumatera Utara


81

pertanggung jawaban korporasi publik berbeda dengan pertanggung jawaban

korporasi privat.

Tanggung perdata korporasi dalam bentuk ganti rugi menurut Pinto

Liability (tanggung jawab) menunjukkan kepada akibat yang timbul dari akibat

kegagalan untuk memenuhi standar tersebut, sedangkan bentuk tanggung

jawabnya diwujudkan dalam bentuk ganti rugi dan pemulihan sebagai akibat dari

terjadinya kerusakan dan kerugian.94

Dalam hukum keperdataan prinsip-prinsip tanggung jawab dapat

dibedakan sebagai berikut :95

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (Liability based

on fault). Di Indonesia dberlakukannya prinsip tanggung jawab berdasarkan

kesalahan atas asas konkordasi yang dituangkan dalam Pasal 1365 KUH

Perdata dikenal dengan istilah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), adapun

unsur-unsur PMH sebagai berikut :

a. adanya unsur perbuatan melawan hukum dari tergugat, seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya

b. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya

c. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan

tersebut

2. Prinsip Tanggung jawab berdasarkan Praduga (Presumption of Liability).

Prinsip tanggung jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi

94
Juanda, Hukum Pemerintah Daerah: Pasang surut hubungan antara DPRD dan
Kepala Daerah, Bandung 2004, Alumni Hal 105-106 dikutip dari Bahruddin Salam, Etika Moral :
Asas Moral dalam kehidupan sosial Manusia, Renika Cipta Jakarta 1997, hlm 28 dikutip dari Isa
Wahyudi, Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan
Implementasi,Setara press dan Inspire, Malang, 2011 hlm 4
95
Ibid

Universitas Sumatera Utara


82

dengan menekankan pada pembalikan beban pembuktian (Shifting of the

burden of proof kepada pihak tergugat). Apabila prinsip ini ditarik pada

tanggung jawab korporasi, jika masyarakat merasa dirugikan oleh suatu

perusahaan, baik dari aktivitas korporasi ataupun karena keberadaanya.

Masyarakat bisa langsung menggugat dan pihak perusahaan nantinya yang

membuktikan bahwa kerugian yang dialami masyarakat bukan karena

kesalahan pihak korporasi yang dimaksud.

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability).

Lahirnya tanggung jawab mutlak ini “onrechmatigedaad” yang

mengedepankan adanya unsur kesalahan dengan kata lain harus ada ketentuan

peraturan perundang-undangan yang dilanggar, dalam fakta empiris tidak

semua unsur kesalahan (fault) dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat

dibuktikan sama sekali. 96 Merupakan bentuk pertanggung jawaban perdata

yang tidak memerlukan pembuktian unsur kesalahan (fault), sebagai unsur

utama dalam pertanggung jwaban perdata dalam hal terjadi fault

based (Perbuatan melawan hukum). Dengan istilah pembuktian kausalitas

dimana masyarakat yang merasa dirugikan tidak perlu membuktikan

kesalahan yang dilakukan, namun dibebani untuk membuktikan kerugian yang

dialaminya dikarenakan aktivitas korporasi.

Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang maka

ada kepentingan orang lain yang merasa dirugikan. Dengan kata lain bahwa pihak

yang melakukan perbuatan melawan hukum wajib bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita oleh orang lain tersebut. Hal ini juga berlaku bagi

96
Sentosa, Mas Achmad, Good Governence dan Hukum lingkungan,I CEl,
Jakarta, 2001 hal 301-305

Universitas Sumatera Utara


83

korporasi, dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan pihak yang termasuk

perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya,

maka secara hukum dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata dengan

mengajukan gugatan ke pengadilan. Berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak

tak perlu diperhatikan apakah penyebabnya karena disengaja atau karena

kelalaian. Tanggung jawab perdata dan ganti kerugian yang wajib dipikul oleh

pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum hanya sebatas kerugian

langsung dari perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan dan dirasakan oleh

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB


PT. CITRA ANDALAN PUTRA BUANA DENGAN
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

A. Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan

Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana menurut Hukum

Perdata

Perjanjian Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) adalah para pihak

bersepakat dan setuju untuk menciptakan kerjasama dalam rangka pengangkutan

barang berupa Crude Palm Oil (CPO) untuk keperluan PT. Perkebunan Nusantara

III. Kedua belah pihak dengan saling setuju dan sepakat untuk mengaitkan diri

dan tunduk dalam perjanjian pengangkutan barang berupa Crude Palm Oil (CPO)

untuk kebutuhan PT. Perkebunan Nusantara III, dengan ketentuan Pasal 1

mengenai ketentuan umum, Pasal 2 mengenai jenis dan lokasi pekerjaan, Pasal 3

mengenai syarat-syarat pengangkutan, Pasal 4 mengenai waktu pengangkutan,

Pasal 5 mengenai resiko pengangkutan, Pasal 6 mengenai ongkos pengangkutan,

Pasal 7 mengenai pembayaran ongkos angkutan, Pasal 8 mengenai jaminan

pelaksanaan, Pasal 9 mengenai pengawasan pekerjaan, Pasal 10 mengenai

kewajiban pihak kedua, Pasal 11 mengenai pemutusan perjanjian dan akibat

hukumnya, Pasal 12 mengenai sanksi-sanksi, Pasal 13 mengenai ganti rugi, Pasal

14 mengenai keadaan kahar (force majeure), Pasal 15 mengenai pemberitahuan,

Pasal 16 mengenai penyelesaian perselisihan, Pasal 17 mengenai masa berlaku,

Pasal 18 mengenai addendum, Pasal 19 mengenai itikad baik, dan terakhir Pasal

20 mengenai lain-lain.

Perjanjian yang dikaji dalam penelitian ini adalah perjanjian Crude Palm

84
Universitas Sumatera Utara
85

Oil (CPO). Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati

yang dapat dikonsumsi, yang di dapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit.

Perjanjian yang dicapai antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT.

Citra Andalan Putra Buana, diantara para pihak telah terdapat ikatan untuk

melaksanakan isi perjanjian PT. Citra Andalan Putra Buana sebagai pengangkut

setuju melaksanakan pengangkutan sedangkan PT. Perkebunan Nusantara III

setuju untuk membayar biaya angkutan kernel kelapa sawit tersebut.

Sebelum terjadinya kesepakatan antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana mengenai isi dari perjanjian pengangkutan

tersebut tentu didahului dengan proses negosiasi atau penawaran dan penerimaan

yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Kedua belah pihak disini mempunyai

kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya dalam mengatur segala hal mengenai

penyelenggaraan pengangkutan tersebut yang kemudian dituangkan dalam bentuk

perjanjian tertulis. Hal ini merupakan perwujudan dari system terbuka dari hukum

perjanjian yang mengandung asas kebebasan berkontrak, dimana masyarakat

diberikan kebebasan yang seluar-luasnya untuk mengadakan perjanjian yang

berisi apapun, mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam

perjanjian yang mereka adakan.

PT. Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana telah

disepakati dan telah ditandatangani, maka sejak saat kesepakatan dan

penandatanganan tersebut, maka perjanjian itu telah berlaku sebagai undang-

undang yang harus dipatuhi/ditaati oleh kedua belah pihak tanpa kecuali.

Pengingkaran perjanjian tersebut oleh salah satu pihak akan mengakibatkan

terjadinya tuntutan hukum bagi pihak lain yang merasa diinginkan dengan

Universitas Sumatera Utara


86

pengikaran tersebut. Klausula dalam perjanjian kerja Kernel kelapa sawit tersebut

tidak lagi mempunyai dampak hukum apabila perjanjian tersebut telah berakhir,

karena jangka waktunya atau karena diakhiri oleh para pihak atas dasar

kesepakatan bersama.

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut

dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para

pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si

buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan

dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau koordmasi

(Geeoordineerd).

Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan

untuk melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang

khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada

oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya

dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan.

Berdasarkan hai di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian

pengangkutan, yaitu:97

1. Pelayanan berkala.

Dalam meiaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim

dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau

pengirim membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barang.

Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu


97
Audi White, Hukum Tentang Perjanjian Pengangkutan, melalui
http://www.kaskus.co.id/thread/51b0e97b20cb17006e00000a/hukum-tentang-perjanjian-
pengangkutan, diakses tanggal 11 Oktober 2017 pukul 00.31

Universitas Sumatera Utara


87

tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan

pengangkutan.

2. Pemborongan.

Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang

menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana

pihak yang satu si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang

ditentukan.

3. Campuran

Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pelayanan berkala) dan

unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk

menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang

diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri yaitu berdasarkan suatu

perjanjian, kegiatan ekonomi di bidang jasa, berbentuk perusahaan dan

menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada

umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen

angkutan. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi memuat penumpang

dan/atau barang ke dalam alat pengangkut, membawa penumpang dan/atau barang

ke tempat tujuan dan menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di

tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu adanya sesuatu yang

diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut dan ada tempat yang dapat

dilalui alat angkut.

Menurut sistem hukum Indonesia pembuatan perjanjian pengangkutan

Universitas Sumatera Utara


88

tidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan asal ada persetujuan

kehendak. Dalam bidang perjanjian carter kapal ada dokumen yang disebut

charterpartij (P asal 454 KUHD). Perjanjian carter kapal juga termasuk kelompok

perjanjian pengangkutan, meskipun perjanjian ini menyerupai perjanjian sewa

menyewa. Selanjutnya dalam perjanjian pengangkutan laut ada dokumen yang

disebut konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan peng

angkut kepada pengirim barang (Pasal 504 dan 506 KUHD). Dalam bidang

hukum pengangkuan darat ada dokumen yang disebut surat muatan (Pasal 90

KUHD). Jadi dokumen - dokumen tersebut bukan merupakan unsur dari

perjanjian pengangkutan tetapi hanya merupakan salah satu tanda bukti tentang

adanya perjanjian pengangkutan.

Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya

tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Kontrak

sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain

menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu, sangat tepat

dan mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang asas proporsionalitas

dalam kontrak justru dimulai dari aspek filosofis keadilan berkontrak.98

Ukuran proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban didasarkan pada

nilai - nilai kesetaraan, kebebasan, distribusi proporsional, tentunya juga tidak

dapat dilepaskan dari asas atau prinsip kecermatan, kelayakan dan kepatutan.

Untuk menemukan asas proporsionalitas dalam kontrak dengan menggunakan

kriteria atau ukuran nilai - nilai, hendaknya tidak diartikan akan diperoleh hasil

temuan serupa angka - angka matematis. Asas proporsionalitas tidak

98
Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hal 47

Universitas Sumatera Utara


89

mempermasalahkan keseimbangan hasil secara matematis namun lebih

menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang

berlangsung secara layak dan patut.

Dalam dunia bisnis peran sentral aspek hukum kontrak dalam membingkai

pola hubungan hukum para pihak semakin dirasakan urgensinya. Disadari atau

tidak maka setiap langkah bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis pada

dasarnya adalah merupakan langkah hukum yang notabene berada pada ranah

hukum kontrak. Namun demikian masih terasa betapa lemahnya pemahaman

sementara pihak dimana hukum bisnis yang menjadi landasan setiap akt ivitas

bisnisnya sering kali dimaknai sebatas produk aturan yang diterbitkan penguasa. 99

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral

di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan

hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan

kontraktual para pihak. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat

dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat

dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang

menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata

jo 1338 KUHPerdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan

perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang - undang.100

Mengikat atau tidak mengikatnya suatu kontrak terhadap para pihak yang

membuatnya tergantung kepada sah atau tidak sahnya kontrak yang dibuat oleh

para pihak tersebut. Sah atau tidak sahnya suatu kontrak dapat dipastikan dengan

mengujinya menggunakan instrumen hukum yang terkonkritisasi dalm wujud

99
Ibid hal 96
100
Ibid hal 121

Universitas Sumatera Utara


90

syarat - syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur secara sistematis dalam

Buku III KUHPerdata, yaitu :

1. Syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata

2. Syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur diluar Pasal 1320

KUHPerdata yaitu Pasal 1335, Pasal 1339, dan Pasal 1347.

Khusus Pasal 1320 KUHPerdata dapat ditegaskan sebagai instrumen hukum yang

pokok untuk menguji sahnya suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak karena

pasal tersebut menentukan adanya empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya

suatu kontrak, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ( de toestemming van degenen

die zich verbinden )

2. Cakap untuk membuat suatu kontrak ( de bekwaamheid om eene

verbintenis aan te gaan )

3. Objek atau pokok persoalan tertentu atau dapat ditentukan ( eene bepald

onderwerp objekt )

4. Sebab atau causa yang tidak dilarang ( eene geoorloofde oorzaak ).

Syarat sahnya suatu kontrak yang kesatu (sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya) dan syarat kedua (cakap untuk membuat suatu kontrak)

disebut syarat subjektif, karena menyangkut subjek hukum yaitu orang - orang

atau pihak - pihak yang membuat kontrak. Sedangkan syarat ketiga (objek atau

pokok persoalan tertentu atau dapat ditentukan) dan syarat keempat (sebab atau

causa yang tidak dilarang) disebut sebagai syarat objektif, karena menyangkut

objek hukum yang diperjanjikan oleh orang - orang atau subjek hukum yang

Universitas Sumatera Utara


91

membuat kontrak tersebut. 101

Syarat sahnya suatu kontrak yang ditentukan dalam Pasal 1320

KUHPerdata diwujudkan dalam akta Notaris, yaitu syarat subjektif dicantumkan

dalam awal akta dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi

akta dan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata yang merefleksikan asas

kebebasan membuat kontrak dan memberikan kepastian serta perlindungan

hukum terhadap para pihak mengenai kontrak yang mereka buat sesuai dengan

Pasal 1337 KUHPerdata. Jadi, jika dalam awal akta, terutama syarat - syarat para

pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas

permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan, yang berarti akta

tersebut termasuk ex nunc, yang bermakna perbuatan hukum dan akibat hukum

dari akta tersebut dianggap ada sampai saat dilakukan pembatalan. Selanjutnya,

jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi

hukum, yang berarti akta tersebut termasuk ex tunc, yang bermakna perbuatan

hukum dan akibat hukum dari akta tersebut dianggap tidak pernah ada

(inexistence).

B. Hak dan Kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra

Andalan Putra Buana

Dalam perjanjian pengangkutan kedudukan para pihak yaitu pengirim dan

pengangkut sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan dimana para

pihak tidak sama tinggi yakni majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi

daripada buruh. Kedudukan para pihak dalam perjanjian perburuhan ini disebut

101
Muhammad Syaifuddin, Op. Cit., hal 110

Universitas Sumatera Utara


92

kedudukan subordinasi, sedangkan kedudukan para pihak dalam perjanjian

pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau kedudukan koordinasi.

Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan kerja antara

pengirim dengan pengangkut tidak terus menerus tetapi apabila pengirim

membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Hubungan semacam ini

disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap. Perjanjian

pengangkutan ini mempunyai sifat-sifat rangkap, misalnya unsur pemborongan,

unsur penyimpanan, dan lain-lain. Maka mengenai sifat hukum perjanjian

pengangkutan itu ada beberapa pendapat, yaitu sifat hukum perjanjian

pengangkutan adalah pelayanan berkala, sifat hukum perjanjian pengangkutan

adalah pemborongan, sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.

Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian

melakukan pekerjaan dan perjanjian penyimpanan, Soekardono tidak keberatan

atas pendapat ini mengingat Pasal 459 ayat 3, Pasal 468 ayat 1 KUHD, Pasal 1706

dan 1714 ayat 1 KUHPerdata. Memang pada pengangkutan ada unsur melakukan

pekerjaan dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk

menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan

kepadanya untuk diangkut.

Pihak-pihak yang yang terlibat di dalam perjanjian pengangkutan antara

lain:102

1. Pihak pengangkut, Secara umum, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

dagang (KUHD) tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam

pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian

102
Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB Press, Bandung,1990,
hal 60

Universitas Sumatera Utara


93

pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

2. Pihak Penumpang, Peraturan pengangkutan di Indonesia menggunakan

istilah “orang” untuk pengangkutan penumpang. Akan tetapi, rumusan

mengenai “orang” secara umum tidak diatur. Dilihat dari pihak dalam

perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan

diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak

untuk memperoleh jasa pengangkutan.

3. Pihak Pengirim, Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) Indonesia

juga tidak mengatur defenisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat

dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang

mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas

dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari

pengangkut. Dalam bahasa inggris, pengirim disebut consigner, khusu pada

pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper.

Kewajiban-kewajiban dari pihak pengangkut adalah :103

1. Menyediakan alat pengangkut yang akan digunakan untuk

menyelenggarakan pengangkutan

2. Menjaga keselamatan orang (penumpang) dan/ atau barang yang

diangkutnya. Dengan demikian maka sejak pengangkut menguasai orang

(penumpang) dan/ atau barang yang akan diangkut, maka sejak saat itulah

pihak pengangkut mulai bertanggung jawab (Pasal 1235 KUHPerdata).

3. Kewajiban yang disebutkan dalam Pasal 470 KUHD yang meliputi:

103
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit, hal. 21-22.

Universitas Sumatera Utara


94

a. Mengusahakan pemeliharaan, perlengkapan atau peranakbuahan alat

pengangkutnya;

b. Mengusahakan kesanggupan alat pengangkut itu untuk dipakai

menyelenggarakan pengangkutan menurut persetujuan;

c. Memperlakukan dengan baik dan melakukan penjagaan atas muatan

yang diangkut.

d. Menyerahkan muatan ditempat tujuan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan dalam perjanjian.

Persetujuan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu melahirkan

hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses

penyelenggaraan pengangkutan. Kewajiban dan hak ini dapat diberi bentuk

tertulis atau dengan persetujuan lisan saja. Tetapi sebagai bukti bahwa pihak-

pihak telah memenuhi kewajiban dan memperoleh hak biasanya diterbitkan

dokumen pengangkutan. Proses penyelenggaraan pengangkutan meliputi empat

tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan

dan penyerahan barang atau orang untuk diangkut;

2. Tahap penyelenggaran pengangkutan, meliputi kegiatan pemindahan

barang atau orang dengan alat pengangkutan dari tempat pemberangkatan

sampai di tempat tujuan yang disepakati;

3. Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya

penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan dalam hal tidak terjadi

peristiwa selama pengangkutan;

4. Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi

Universitas Sumatera Utara


95

selama pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan.

Hak dan kewajiban dirumuskan pada Pasal 10 surat perjanjian

pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana di PKS Sei Mangkei. Isi pasal tersebut

adalah mengenai kewajiban pihak kedua yaitu :

10.1. PIHAK KEDUA wajib dan bertanggung jawab melaksanakan seluruh

pekerjaan yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA, karenanya PIHAK

KEDUA tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaaan baik sebagian

maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa izin PIHAK PERTAMA;

10.2. PIHAK KEDUA wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tenang ketenagakerjaan dan seluruh peraturan pelaksanaannya, termasuk

tetapi tidak terbatas pada pemenuhan kewajiban upah dan hak-hak buruh /

pekerja yang dipekerjakan, memenuhi ketentuan kesehatan dan keselamatan

kerja, bertanggung jawab terhadap kecelakaan kerja yang menimpa

pekerjanya atau pihak lain di lokasi pekerjaan, dan membayar asuransi

tenaga kerja sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja dan seluruh peraturan pelaksanaannya;

10.3. PIHAK KEDUA wajib mematuhi segala perundang-undangan yang

berlaku dan yang terkait dengan pelaksanaan Perjanjian ini, termasuk

tetapi tidak terbatas pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan pelaksanaannya, serta

peraturan terkait lainnya;

10.4. PIHAK KEDUA wajib dan bertanggung jawab membayar ganti rugi yang

Universitas Sumatera Utara


96

diderita oleh PIHAK PERTAMA, apabila ada kerugian PIHAK PERTAMA

tersebut terjadi akibat kelalaian atau kesalahan PIHAK KEDUA selama

melaksanakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya;

10.5. PIHAK KEDUA wajib mematuhi persyaratan-persyaratan lingkungan yang

ditetapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero),

a. termasuk tidak berbatas kepada memahami kebijakan lingkungan PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero).

b. dilarang merokok pada lokasi larangan merokok.

c. dilarang membuang sampah sembarangan.

d. pekerja harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kondisi

lapangan.

e. menghindari pencemaran air dan tanah.

f. harus mendapat izin dari pimpinan setempat jika menggunakan

fasilitas perusahaan.

g. memelihara dan mengawasi penggunaan alat dan bahan sumber

pencemaran yang berpotensial abnormal dan darurat.

h. memberitahukan kepada pimpinan setempat jika bekerja pada hari

libur.

i. tidak mempekerjakan anak dibawah umur.

j. tidak mempekerjakan ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui untuk

pekerjaan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3).

k. pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus harus dapat dibuktikan

dengan sertifikat yang terkait dengan jenis pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara


97

l. untuk kontrak pengangkutan agar kenderaan yang diatas 5 (lima) tahun

harus melakukan uji emisi dan bukti uji emisi diserahkan kepada

PTPN III.

10.6. Pada saat terjadi kecelakaan di perjalanan selama pengangkutan, kepada

PIHAK KEDUA diwajibkan untuk mengisolasi tempat terjadinya

kecelakaan untuk menghindari pencermaran lingkungan yang lebih luas dan

mengumpulkan barang-barang yang tumpah / tercecer serta

mengamankannya dari segala akibat yang terjadi merupakan tanggung

jawab PIHAK KEDUA.

Selain hak dan kewajiban yang dirumuskan pada surat perjanjian ini

Kewajiban dari PT. Citra Andalan Putra Buana dalam perjanjian pengangkutan

CPO adalah sebagai berikut :104

1. Wajib melaksanakan seluruh pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan tidak diperbolehkan

menyerahkan pekerjaan baik sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak

lain tanpa ijin dari PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

2. wajib mengutamakan kelancaran dan keselamatan pengangkutan Minyak

Kelapa Sawit (CPO) sampai diterima dalam keadaan baik dengan jumlah

yang cukup dan mutu yang sesuai persyaratan di tempat yang ditunjuk

oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

3. Wajib sudah mengangkut Minyak Kelapa Sawit (CPO) sampai ke tempat

tujuan selambat-lambatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan di setiap

pengangkutan.

104
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


98

4. Wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan dan seluruh peraturan pelaksanaannya, termasuk

tetapi tidak terbatas pada pemenuhan kewajiban upah dan hak-hak buruh /

pekerja yang dipekerjakan, memenuhi ketentuan kesehatan dan

keselamatan kerja, bertanggungjawab terhadap kecelakaan kerja yang

menimpa pekerjanya atau pihak lain di lokasi pekerjaan, dan membayar

asuransi tenaga kerja sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan seluruh peraturan pelaksananya.

5. Wajib mematuhi segala perundang-undangan yang berlaku dan yang

terkait dengan pelaksaaan pekerjaan pengangkutan, termasuk tetapi tidak

terbatas pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan dan peraturan pelaksanaannya, serta peraturan terkait lainnya.

6. Guna memberikan jaminan kepastian bahwa akan melaksanakan pekerjaan

yang diserahkan kepadanya, maka PT. Citra Andalan Putra Buana wajib

menyerahkan kepada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) jaminan

pelaksanaan pekerjaan (performance bond) dalam bentuk bank garansi

dari salah satu bank yang ditentukan oleh Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia (selanjutnya disebut Jaminan Pelaksanaan) yang

nilainya sekurang-kurangnya sebesar 10% dari harga sebagaimana

tercantum dalam Surat Perjanjian.

7. Wajib membayar ganti rugi yang diderita oleh PT. Perkebunan Nusantara

III (Persero), apabila kerugian tersebut terjadi akibat kelalaian atau

Universitas Sumatera Utara


99

kesalahan PT. Citra Andalan Putra Buana selama melaksanakan pekerjaan

yang diserahkan kepadanya.

8. Wajib mematuhi persyaratan-persyaratan lingkungan yang ditetapkan oleh

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), termasuk tetapi tidak terbatas

pada :

m. memahami kebijakan lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III

(Persero).

n. dilarang merokok pada lokasi larangan merokok.

o. dilarang membuang sampah sembarangan.

p. pekerja harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kondisi

lapangan.

q. menghindari pencemaran air dan tanah.

r. harus mendapat izin dari pimpinan setempat jika menggunakan

fasilitas perusahaan.

s. memelihara dan mengawasi penggunaan alat dan bahan sumber

pencemaran yang berpotensial abnormal dan darurat.

t. memberitahukan kepada pimpinan setempat jika bekerja pada hari

libur.

u. tidak mempekerjakan anak dibawah umur.

v. tidak mempekerjakan ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui untuk

pekerjaan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3).

w. pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus harus dapat dibuktikan

dengan sertifikat yang terkait dengan jenis pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara


100

x. untuk kontrak pengangkutan agar kenderaan yang diatas 5 (lima) tahun

harus melakukan uji emisi dan bukti uji emisi diserahkan kepada

PTPN III.

9. Pada saat terjadi kecelakaan di perjalanan selama pengangkutan,

diwajibkan untuk mengisolasi tempat terjadinya kecelakaan untuk

menghindari pencemaran lingkungan yang lebih luas dan mengumpulkan

barang-barang yang tumpah / tercecer serta mengamankannya dan segala

akibat yang terjadi merupakan tanggung jawab PT. Citra Andalan Putra

Buana.

Kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang

mulai dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Kalau tidak

selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan

pengangkutan tidak selamat, akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di

tempat tujuan tidak ada atau ada, tetapi rusak, sebagian atau seluruhnya. Barang

tidak ada, mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, dicuri orang, dibuang

di laut dan lain-lain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya

ada, tetapi tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. 105

Kalau barang muatan tidak ada atau ada, tetapi rusak, menjadi tanggung

jawab pengangkut, artinya pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap

barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4

(empat) macam sebab sebagai tersebut di bawah ini, yaitu:

1. Keadaan memaksa

2. Cacat pada barang itu sendiri

105
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, hal 34

Universitas Sumatera Utara


101

3. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur (Pasal 91 KUHD)

4. Keterlambatan datangnya barang di tempat tujuan yang disebabkan karena

keadaan memaksa (pasal 92 KUHD) dalam hal ini barang tidak rusak atau

musnah.

Peristiwa penyelenggaraaan pengangkutan barang banyak yang

mengunakan konsep perjanjian, pengangkutan terjadi karena adanya perjanjian.

Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan

penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut

dan pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut dilakukan atas

“persetujuan” bersama antara pengangkut dan pengirim, atau telah memenuhi

1320KUHPer syarat syahnya perjanjian.

Kedua belah pihak mengetahui pertanggung jawaban pihak yang terlibat

apabila ada barang yang rusak dalam pengangkutan barang melalui jalur darat.

Menentukan Pihak yang bertanggung jawab. Untuk dapat menentukan pihak yang

bertanggung jawab maka harus ditentukan pertama, pihak-pihak yang terlibat di

dalam pengangkutan. Kedua, apakah kondisi seal tangki minyak dalam keadaan

utuh (seal intact) Ketiga, Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim

barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang,

kualitas mutu dari barang tersebut.

Alur pengangkutan CPO tersebut adalah sebagai berikut:106

1. PT. Perkebunan Nusantara III mengeluarkan Memorandum dari Bagian

Teknologi kepada Manager Pabrik Kelapa Sawit agar dilaksanakan

pengiriman Minyak Kelapa Sawit (CPO), dimana isi dari Memorandum

106
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


102

tersebut adalah tanggal, nomer Reservation Form, nama PKS, tujuan

pembongkaran dan jumlah Minyak Kelapa Sawit yang akan dikirim

(Tonase). Memorandum tersebut dibuat rangkap 5 dan yang asli untuk

pihak Pengangkutan (PT. Citra Andalan Putra Buana).

2. PT. Citra Andalan Putra Buana berdasarkan Memorandum tersebut

membuat Delivery Order (DO) Pemuatan untuk masing-masing truk yang

ditugaskan mengangkut Minyak Kelapa Sawit di PKS yang ditunjuk,

berisi lengkap nama sopir, no. Pol kendaraan, tanggal pemuatan dan PKS

nya.

3. Berdasarkan DO Pemuatan tersebut, pihak PKS melakukan proses

pengiriman Minyak Kelapa Sawit (CPO) dengan cara menimbang kosong

(tarra) truk tangki yang ada terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan

pengisian truk tangki sampai penuh dan dilakukan penimbangan kembali

truk tangki tersebut (Bruto). Selisih timbang antara Bruto dan Tarra

tersebutlah yang menjadi berat Netto CPO yang diangkut.

4. Setelah proses pemuatan selesai, PKS membuat Tanda Terima Penyerahan

Kelapa Sawit (PB33) sebagai surat jalan pengiriman CPO ke tempat

tujuan pembongkaran. Tanda terima tersebut berisi tentang nomer dan

tanggal pengiriman, nama sopir dan no pol truk tangki, berat/jumlah

(Bruto, Tarra, Netto) dan mutu CPO, nomer locis, nomer reservation form

dan di tanda tangani oleh petugas PKS yang berwenang.

5. Sampai di tempat tujuan pembongkaran, truk tangki akan ditimbang isi

(Bruto) terlebih dahulu dan diperiksa mutu dari CPO tersebut. Apabila

mutu dari CPO tersebut memenuhi persyaratan makan akan dilakukan

Universitas Sumatera Utara


103

pembongkaran sampai habis muatannya. Setelah itu dilakukan

penimbangan kosong (Tarra) dan pihak pembongkaran menandatangani

Tanda Terima Penyerahan Kelapa Sawit sebagai bukti bahwa CPO sudah

di terima dengan baik.

6. Setelah selesai proses penerimaan dari pihak pembongkaran, Tanda

Terima Penyerahan Kelapa Sawit yang telah ditanda tangani oleh petugas

yang berwenang dan dilengkapi dengan bukti timbang, dikembalikan ke

pihak Pengangkutan dan nantinya akan dipakai sebagi dasar membuat

tagihan ke PT. Perkebunan Nusantara III.

Pada dasarnya Bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pengangkut

atas kerusakan atau musnahnya barang-barang yang diangkutnya yaitu berupa

ganti rugi dan yang diberikan adalah berupa uang sebesar nilai dari

barang/minyak plus denda yang telah di perjanjikan sebelumnya kontrak

perjanjian tersebut. Pada dasarnya Tanggung jawab pengusaha angkutan terhadap

barang-barang yang diangkutnya, dimulai sejak diterimanya barang oleh

pengangkut sampai barang diterima oleh pemilik di tempat tujuan.107

Dalam perjanjian pengangkutan antara PT. Perkebunan Nusantara III

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana, tanggung jawab PT. Citra Andalan Putra

Buana sebagai pihak pengangkut adalah sebagai berikut :108

1. Bertanggung jawab melaksanakan seluruh pekerjaan pengangkutan yang

diberikan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan tidak

107
Azmi Yusri, Tanggung jawab pengangkut minyak mentah kelapa sawit (cpo) dengan
PT. Kresna duta agroindo di pelabuhan talang duku jambi, melalui http://yusri-
azmi.blogspot.co.id/2011/06/tanggung-jawab-pengangkut-minyak-mentah.html, diakses tanggal 28
November 2017 pukul 20.13
108
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


104

diperbolehkan menyerahkan pekerjaan baik sebagian ataupun seluruhnya

kepada pihak lain tanpa ijin dari PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

2. Bertanggung jawab menyediakan armada angkut dalam jumlah yang

cukup sehingga jumlah persediaan Minyak Kelapa Sawit (CPO) di Pabrik

Kelapa Sawit tetap terkendali dan tidak melebihi 300.000 kilogram.

3. Bertanggung jawab menyediakan armada-armada angkut yang dalam

keadaan layak pakai dan tidak digunakan untuk mengangkut produk lain

selain Minyak Kelapa Sawit (CPO).

4. Bertanggung jawab terhadap semua resiko yang terjadi selama

pengangkutan sampai diterimanya Minyak Kelapa Sawit (CPO) tersebut

dengan baik ditempat yang ditentukan, termasuk tetapi tidak terbatas pada

resiko hilangnya Minyak Kelapa Sawit (CPO), berkurangnya Minyak

Kelapa Sawit (CPO), resiko-resiko yang terjadi pada orang-orang yang

dipekerjakan Perusahaan, resiko rusak atau hilangnya armada angkut

maupun resiko kerugian pihak lain.

5. Apabila terjadi pengurangan berat di luar batas toleransi yang diizinkan,

yakni sebesar 0.30 % (nol koma tiga puluh perseratus) antara berat netto

pengiriman Pabrik Kelapa Sawit dengan berat netto penerimaan di tempat

pembongkaran, maka selisih timbangan diatas jumlah toleransi tersebut

akan menjadi tanggung jawab PT. Citra Andalan Putra Buana, yang

besarnya dihitung berdasarkan jumlah selisih timbang/susut (kg) dikalikan

dengan harga jual rata-rata Minyak Kelapa Sawit (CPO) ekspor yang ada

pada bulan berjalan.

Apabila ternyata terdapat kerusakan mutu Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Universitas Sumatera Utara


105

selama masa pengangkutan, maka Minyak Kelapa Sawit (CPO) tersebut akan

dikembalikan kepada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan selanjutnya PT. Perkebunan

Nusantara III (Persero) akan mengolah ulang agar mutunya sesuai dengan

persyaratan dengan biaya menjadi tanggung jawab PT. Citra Andalan Putra

Buana.

Pasal 1244 KUHPerdata menentukan bahwa pengangkut, bilamana cukup

alasan dapat dituntut membyar ganti rugi, biaya dan bunga, kalau dia tidak dapat

membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya, tidak sempurna atau tidak tepat

waktu dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu peristiwa yang

tidak dapat diduga lebih dulu dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,

serta pula tidak ada iktikad buruk padanya. Jadi secara contrario dapat

disimpulkan bahwa pengangkut dapat menolak tuntutan pihak lawan, bilamana

pengangkut dapat membuktikan:

1. Tidak dilaksanakannya

2. Tidak sempurna dilaksanakannya atau

3. Tidak tepat waktu pelaksanaan perikatan itu disebabkan karena suatu

peristiwa yang tidak dapat diduga lebih dulu dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya. Penolakan pengangkut tersebut tidak

berhasil, bila pihak lawan bisa membuktikan adanya iktikad buruk pada

pengangkut. Iktikad baik dianggap ada pada tiap-tiap perbuatan, sedang

iktikad buruk harus dibuktikan adanya pihak lawan (Pasal 533 dan 1965

KUHPerdata).

Tetapi, berdasarkan Pasal 91 KUHD pengangkut dapat menolak tuntutan

pihak lawan bila peristiwa yang menimbulkan kerugian itu disebabkan karena:

Universitas Sumatera Utara


106

1. Cacat pada barang itu sendiri

2. Kesalahan atau kealpaan pengirim atau ekspeditur

3. Keadaan memaksa

Sebab-sebab tersebut harus dibuktikan adanya oleh pengangkut. Di antara

Pasal 1244 KUHPerdata dan Pasal 91 KUHD yang berlaku bagi peristiwa

tersebut, maka kita harus mengingat adagium “lex specialis derogat lex generali”,

bila ada perselisihan tentang prestasi, tidak dilaksanakanya sama sekali, kurang

sempurna atau tidak tepat waktu pelaksanaannya yang diajukan dan diperiksa di

muka Hakim pihak penerima penggugat di anggap cukup dengan mengendalikan

bahwa prestasi sama sekali tidak dilaksanakan, kurang sempurna atau tidak tepat

waktu pelaksanaannya, dan menuntut ganti kerugian. Penerima penggugat tidak

perlu mendalilkan atau membuktikan kesalahan atau kelalaian pengangkut

tergugat.109

Menurut Pasal 91 KUHD pengangkut (darat atau perairan darat) harus

menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-barang setelah

diterimanya untuk diangkut, kecuali kerusakan-kerusakan yang diakibatkan

karena cacat pada barang itu sendiri karena keadaan yang memaksa atau karena

kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur. Dengan cacat ini dimaksudkan

sifat pembawaan dari barang itu sendiri yang menyebabkan rusak atau

terbakarnya barang dalam perjalanan. Lain halnya bila kerusakan atau terbakarnya

barang itu disebabkan karena salah penempatan atau kelalaian pengangkut maka

kerugian ini dibebankan kepada pengangkut. Hal lain yang dapat menjadi alasan

bagi pengangkut untuk menolak tuntutan pengirim ialah kelalaian atau kesalahan

109
H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit hal 36

Universitas Sumatera Utara


107

pengirim atau ekspeditur misalnya: cara mengepaknya kurang sempurna sehingga

mudah dimasuki air laut. Dalam hal pengangkut mengetahui kesalahan atau

kelalaian pengirim atau akspeditur itu, dia harus menolak atau memperingatkan

atau paling sedikit menyuruh agar dicatat dalam surat muatan bahwa

pengepakannya kurang sempurna, dan lain-lain.

Dalam membuktikan adanya keadaan memaksa dapat ditempuh dua jalan,

yaitu: 110

1. Apakah benar-benar sama sekali tidak ada kesalahan atau kelalaian pada

pengangkut debitur. Jalan atau cara ini disebut cara yang obyektif. Jadi

keadaan di sini bersifat obyektif. Cara ini adalah sangat berat bagi

pengangkut debitur.

2. Apakah dalam keadaan konkrit pengangkut debitur telah berusaha sejauh

mungkin untuk mencegah datangnya kerugian, meskipun usaha itu tidak

berhasil. Cara ini disebut cara subyektif dan keadaan memaksa di sini

disebut keadaan memaksa subyektif, dalam hal ini pembentuk undang-

undang lebih pada cara yng kedua, yakni keadaan memaksa yang

subyektif karena dalam Pasal 468 ayat 2 dan Pasal 522 ayat 2 KUHD

istilah overmacht atau toeval tidak ada. Dalam kedua pasal tersebut istilah

overmacht diganti dengan toeval, dat hij redelijkerwijze niet heeft kunnen

voorkomen of afwenden (suatu malapetaka yang sepatutnya dia tidak dapat

mencegah atau menghindari). Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa

pembentuk undang-undang menghendaki adanya keadaan memaksa yang

subyektif dalam KUHD.

110
Ibid

Universitas Sumatera Utara


108

Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan oleh Pasal 1236 dan 1246

KUHPerdata. Pasal 1236 KUHPerdata menentukan pengangkut wajib memberi

ganti rugi atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterimanya,

bila dia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk

menyelamatkan barang-barang muatan. Pasal 1246 KUHPerdata menentukan

biaya kerugian dan bunga itu pada umumnya terdiri atas kerugian yang telah

dideritanya dan laba yang sedianya akan diterimanya. Kerugian yang harus

diganti ialah misalnya: harga pembelian barang, biaya pengiriman barang dan laba

yang layak diterimanya.

Luas tanggung jawab pengangkut tersebut di atas dibatasi oleh Pasal 1247

KUHPerdata dan Pasal 1248 KUHPerdata, yaitu:

1. Kerugian tersebut ialah kerugian yang dapat diperkirakan secara layak

pada saat timbulnya perikatan

2. Kerugian itu harus merupakan akibat yang langsung dari tidak

terlaksananya perikatan dari perjanjian pengangkutan. Meskipun

pengangkut debitur melakukan penipuan yang merugikan penerima atau

pengirim, beban tanggung jawab untuk mengganti kerugian oleh

pengangkut debitur terbatas dengan ketentuan-ketentuan tersebut.

Pengurangan tanggung jawab pengangkut hanya mungkin bila ada

persetujuan dari pengirim atau penerima (Pasal 1320 KUHPerdata). Sedangkan

penghapusan tanggung jawab pengangkut adalah tidak mungkin, bila ada unsur

kesengajaan atau ketidakjujuran pengangkut. Adanya klausula pengurangan atau

penghapusan tanggung jawab pengangkut itu boleh saja asal klausula itu disetujui

kedua belah pihak pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi untuk adanya suatu

Universitas Sumatera Utara


109

perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya

2. Hal ini mungkin terjadi karena Pasal 91 dan 92 KUHD itu bukan hukum

memaksa. Klausula itu tidak perlu tertulis dalam akta perjanjian

pengangkutan, cukup bila pengirim sudah mengetahuinya. Dianggap

pengirim atau penerima sudah mengetahuinya bila klausula itu sudah ada

dan telah diumumkan sebelum perjanjian pengangkutan itu terjadi.

Pemberian ganti rugi dari PT. Citra Andalan Putra Buana dalam perjanjian

pengangkutan CPO adalah sebagai berikut :111

1. Dalam hal PT. Citra Andalan Putra Buana atau orang-orang yang bekerja

pada PT. Citra Andalan Putra Buana melanggar satu atau lebih syarat dan

ketentuan dalam Surat Perjanjian, atau melalaikan kewajiban-

kewajibannya berdasarkan Surat Perjanjian, atau melakukan tindakan yang

merugikan kepentingan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), atau

terjadi Pemutusan Perjanjian secara sepihak sebagaimana diatur dalam

Surat Perjanjian, maka PT. Citra Andalan Putra Buana wajib mengganti

segala bentuk kerugian yang terjadi akibat perbuatan-perbuatan tersebut.

2. PT. Citra Andalan Putra Buana memberikan kekuasaan kepada PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk menentukan besar dan jenis

ganti rugi yang akan dikenakan kepada PT. Citra Andalan Putra Buana.

3. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) akan menghitung besarnya

kerugian secara wajar dengan memperhatikan kerugian-kerugian materil

yang nyata-nyata dialami olehnya termasuk tetapi tidak terbatas pada

111
Hasil Wawancara Tanggal 20 November 2017 dengan narasumber Erwan Soesilo
sebagai jabatan Direktur Utama PT. Citra Andalan Putra Buana

Universitas Sumatera Utara


110

segala ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk mengatasi akibat tindakan

PT. Citra Andalan Putra Buana, perbaikan peralatan-peralatan milik PT.

Perkebunan Nusantara III yang terganggu atau rusak akibat tindakan PT.

Citra Andalan Putra Buana, nilai Minyak Kelapa Sawit (CPO) yang hilang

atau rusak, biaya-biaya hukum apabila akibat tindakan PT. Citra Andalan

Putra Buana mengakibatkan terjadinya masalah hukum bagi PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero), dan kerugian akibat terganggunya

produksi.

PT. Citra Andalan Putra Buana wajib membayar ganti rugi tersebut

selambat-lambatnya 6 (Enam) hari setelah pengajuan klaim ganti rugi dilakukan

oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

Kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III yaitu :

1. Membayar biaya pengangkutan barang yang telah disepakati.

2. Pelaksanaan pembayaran harus tepat waktu.

Pembayaran ongkos angkutan diatur dalam Pasal 7 Surat perjanjian

pengangkutan surat perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan PT. Citra Andalan Putra Buana di

PKS Sei Mangkei. Isi pasal tersebut adalah :

7.1. PARA PIHAK sepakat bahwa pembayaran ongkos pengangkutan akan

dilaksanakan di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Medan oleh PIHAK PERTAMA setelah Minyak Kelapa Sawit (MKS)

selesai diangkut sesuai delivery order (DO) dan PIHAK KEDUA telah

mengajukan permintaan pembayaran (rekening pengangkutan) kepada

PIHAK PERTAMA dengan melampirkan bukti-bukti penerimaan Minyak

Universitas Sumatera Utara


111

Kelapa Sawit (MKS) berupa Delivery Order (DO) lembaran PB-33, resu

timbangan (lembaran ketiga) yang disahkan oleh pejabat PT. Sarana Argo

Nusantara Belawan;

7.2. Perhitungan ongkos pengangkutan didasarkan atas jumlah penerimaan

Minyak Kelapa Sawit (MKS) di PT. Sarana Agro Nusantara Belawan

dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 3.5. Surat Perjanjian ini;

7.3. Setiap pembayaran akan dilakukan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK

KEDUA dengan cara TRANSFER BANK atas nama PT. Citra Andalan

Putra Buana, Nomor Account 105-00-09877972 Bank Mandir Cabang

Medan Kirana;

7.4. Setiap permohonan pembayaran PIHAK KEDUA ditujukan kepada Kepala

Bagian Teknologi untuk kemudian akan memproses pembayaran tersebut

sesuai dengn ketentuan tata cara yang berlaku di PIHAK PERTAMA;

7.5. Permintaan pembayaran yang menyimpang dari ketentuan Pasal 7.3. diatas,

hanya dibenarkan setelah PIHAK KEDUA memenuhi persyaratan-

persyaratan yang diminta oleh PIHAK PERTAMA termasuk tetapi tidak

terbatas pada referensi bank, persetujuan rapat pemegang saham atau rapat

persero, surat permohonan dan pernyataan direksi, sesuai dengan kebutuhan

PIHAK PERTAMA. Ketentuan ini tidak menghilangkan hak PIHAK

PERTAMA menolak untuk sementara melakukan pembayaran apabila

rekening yang diajukan bukan merupakan rekening atas nama PIHAK

KEDUA atau Nomor Rekening perubahan tersebut tidak tercantum dalam

DRT. Apabila terjadi hal yang demikian, maka PIHAK PERTAMA hanya

akan melakukan pembayaran setelah PIHAK KEDUA menyelesaikan

Universitas Sumatera Utara


112

permasalahan rekening tersebut dan memenuhi syarat-syarat yang diminta

oleh PIHAK PERTAMA;

7.6. Segala sesuatu yang terjadi akibat penyimpangan pembayaran sebagimana

tersebut dalam pasal 7.3. diatas adalah tanggung jawab PIHAK KEDUA

sendiri. Dengan demikian PIHAK KEDUA menyatakan pembebasan

PIHAK PERTAMA dari segala tuntutan hukum dari pihak ketiga terkait

dengan pembayaran tersebut;

7.7. Terhadap pembayaran tersebut diatas menjadi kewajiban bagi PIHAK

KEDUA untuk melakukan permintaan pembayaran sesuai dengan hasil/

kemajuan yang telah dilakukan. Apabila PIHAK KEDUA tidak mengambil

uang pembayaran tersebut setelah 60 (enam puluh) hari kalender

berakhirnya jangka waktu Surat Perjanjian ini, maka PIHAK KEDUA

setuju untuk melepaskan haknya atas sisa pembayaran yang tidak diambil

oleh PIHAK KEDUA tersebut dan sisa pembayaran yang tidak diambil

tersebut oleh PIHAK KEDUA menjadi hak PIHAK PERTAMA.

C. Penyelesaian Perselisihan apabila Terjadi Sengketa antara PT.

Perkebunan Nusantara III dengan PT. Citra Andalan Putra Buana

Bila ada perselisihan tentang prestasi, tidak dilaksanakannya sekali,

kurang sempurna atau tidak tepat waktu pelaksanaannya, yang diajukan dan

diperiksa di muka Hakim, pihak penerima-penggugat dianggap cukup dengan

mendalilkan bahwa prestasi, sama sekali tidak dilaksanakan, kurang sempurna

atau tidak tepat waktu pelaksanaannya, dan menuntut ganti kerugian. Penerima-

penggugat tidak perlu mendalilkan atau membuktikan kesalahan atau kelalaian

Universitas Sumatera Utara


113

pengangkut-tergugat.112

Sebaliknya, pengangkut-tergugat dapat mengemukakan dan membuktikan

hal-hal yang dapat men-diskulpir (memaafkan) dirinya, yakni hal-hal yang dapat

melenyapkan kulpa (kesalahan atau kelalaian) pengangkut-tergugat. Diskulpasi

menurut undang-undang terkandung dalam pasal 1244 KUHPER dan pasal 91

KUHD. Ingat bahwa itikad baik selalu dianggap ada pada setiap perbuatan,

kecuali bila dibuktikan sebaliknya (pasal 533 bsd.1965 KUHPER), ini berarti

bahwa iktikad jahat harus dibuktikan adanya oleh lawan.113

Sengketa dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana adanya

ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang

mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar.

Dalam perspektif hukum, sengketa dapat berawal dari adanya suatu wanprestasi

dari salah satu pihak yang terlibat dalam suatu hubungan hukum.

Lahirnya suatu tanggung jawab hukum berawal dari adanya perikatan

yang melahirkan hak dan kewajiban. Menurut ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata

hak dan kewajiban (perikatan) bersumber dari perjanjian dan undang-undang.

Perikatan yang bersumber dari undang-undang terbagi lagi menjadi perbuatan

menurut hukum dan perbuatan melawan hukum, sedangkan timbulnya perikatan

yang lahir karena perjanjian membebankan kepada para pihak yang melakukan

perjanjian untuk melaksanakan hak dan kewajiban atau yang dikenal dengan

”prestasi”, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi maka dapat

dikatakan telah melakukan wanprestasi.

112
H.M.N. Purwosutjipto, Loc. Cit
113
Ibid

Universitas Sumatera Utara


114

Penyelesaian sengketa dapat saja dilakukan oleh kedua belah pihak secara

kooperatif, dibantu oleh orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral atau

dengan cara lainnya. Pada intinya penyelesaian konflik antara pihak-pihak yang

bersengketa terdapat dua cara yaitu litigasi dan non litigasi. Litigasi merupakan

cara penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, sedangkan non litigasi

melalui jalur di luar pengadilan seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Setiap sengketa dalam hubungan hukum pada umumnya diselesaikan setidak-

tidaknya melalui dua cara penyelesaian, yaitu :114

1. penyelesaian secara damai,

2. penyelesaian melalui lembaga atau institusi yang berwenang.

Penyelesaian Di Dalam Pengadilan (Litigasi) Suyud Margono berpendapat

bahwa litigasi adalah gugatan atas suatu konflik yang diritulisasikan untuk

menggantikan konflik sesunnguhnya, dimana para pihak memberikan kepada

seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan.115 Litigasi sangat

formal terkait pada hukum acara, para pihak berhadap-hadapan untuk saling

beragumentasi, mengajukan alat bukti, pihak ketiga (hakim) tidak ditentukan oleh

para pihak dan keahliannya bersifat umum, prosesnya bersifat terbuka atau

transaparan, hasil akhir berupa putusan yang didukung pandangan atau

pertimbangan hakim. Kelebihan dari litigasi adalah proses beracara jelas dan pasti

sudah ada pakem yang harus diikuti sebagai protap. Adapun kelemahan litigasi

adalah proses lama, berlarut-larut untuk mendapatkan putusan yang final dan

mengikat menimbuikan keteganagan antara pihak permuuhan; kemampuan

114
Cecep Aziz, Ruang Lingkup Pengangkutan, melalui
http://cecepaziz17.blogspot.co.id/2015/04/rangkuman-hukum-pengangkutan.html diakses tanggal
1 Desember 2017 pukul 23.23
115 Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2004, hal 23

Universitas Sumatera Utara


115

pngetahuan hukum bersifat umum; tidak bersifat rahasia; kurang mengakomodasi

kepentingan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sengketa. Dalam

Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 pasal 19 menjelaskan tentang

keterpisahan mediasi dari litigasi adalah sebagai berikut :

a) jika para pihak gagal mencapai kespakatan, pernyataan dan pengakuan para

pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat dalam suatu proses

persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.

b) Catatan mediator wajib dimusnahkan

c) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses perkara yang

bersangkutan.

d) Mediator tidak dapat dikenal pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas

isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.

Penyelesaian Di Luar Pengadilan (Non Litigasi) penyelesaian sengketa

didalam pengadilan ada juga sengketa diluar pengadilan yang disebut dengan non

litigasi. Yang telah diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

yang mengatur Tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Oleh sebab

itu penyelesaian sengketa diluar pengadilan dibagi menjadi dua yaitu :

a) Arbitrase Lembaga arbitrase melalui tenaga ahli sebagai pengganti Hakim

berdasarkan Undang-Undang mengganti dan memutus suatu sengketa antar pihak-

pihak yang berselisih. Arbitrase merupakan suatu penyelesaian sengketa diluar

Pengadilan, oleh para wasit yang dipilih kedua elah pihak untuk bersengketa.

Untuk menyelesaikan melalui jalur hukum yang putusannya diakui sebagai

putusan terakhir dan mengikat. Syarat utuama agar putusan dapat diselesaikan

melalui badan aritrase adalah adanya persetujuan pihak-pihak yang bersengketa

Universitas Sumatera Utara


116

bahwa sengketa mereka akan diselesaikan melalui arbitrase. Hakikat dari arbitrae

adalah yurisdiksi.116 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di

luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

b) Alternatif penyelesaian sengketa Sengketa atau konflik merupakan bagian dari

proses interaksi antar manusia. Setiap individu atau pihak yang mengalami

sengketa akan berusaha menyelesaikannya menurut cara-cara yang dipandang

paling tepat. Secara dikotomi cara-cara penyelesaian sengketa yang dapat

ditempuh itu meliputi dua kemungkinan, yaitu melalui penegakan hukum formal

oleh lembaga peradilan atau proses diluar peradilan yang mengarah pada

pendekatan kompromi.

Pada awal pengembangan Alternative Dispute Resolution (ADR) muncul

pola pikir perlunya pengintegrasian komponen ADR ke dalam undang-undang

mengenai arbitrase. Pemikiran tersebut dimaksudkan untuk menjadikan ADR

sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dapat

berkembang pesat dan sesuai dengan tujuannya. Pembentukan ADR sebagai

alternatif penyelesaian sengketa tidak cukup dengan dukungan budaya

musyawarah atau mufakat dari masyarakat, tetapi perlu pengembangan dan

pelembagaan yang meliputi perundang-undangan untuk memberikan landasan

hukum dan pembentukan asosiasi profesi atau jasa profesional. 117 Pengertian

Alternatif Penyelesaian Sengketa ditur dalam pasal 70 Undang-Undang No 30

Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa menentukan

bahwa terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan

116
Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata, Grafitri, Jakarta, 2003, hal 148
117 Suyud Margono, Op. Cit hal 106

Universitas Sumatera Utara


117

pembatalan apabila putusan-putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur

sebagai berikut:

(a) Surat atau dokomen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.

(b) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang

disembunyikan oleh pihak lawan

(c) Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu dalam

penyelesaian sengketa. Kesepakatan di luar Pengadilan juga diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 23 yaitu sebagai

berikut :

(1) Para pihak dengan bantuan mediator besetifikat yang berhasil menyelesaikan

sengketa di luar Pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan

kesepakatan perdamaian tersebut ke Pengadilan yang berwenang untuk

memperoleh akata perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.

(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau

dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang

membuktikan ada hubungan hujum para pihak dengan obyek sengketa.

(3) Hakim di hadapkan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan

perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian

tersbut memenuhi syaratsyarat sebagai berkut :

a. Sesuai kehendak para pihak;

b. Tidak bertentangan dengan hukum;

c. Tidak merugikan pihak ketiga;

d. Dapat dieksekusi;

Universitas Sumatera Utara


118

e. Dengan itikad baik.

Penyelesaian perselisihan yang terjadi antara PT. Perkebunan Nusantara

III dengan Pt. Citra Andalan Putra Buana diatur di dalam Pasal 16 surat perjanjian

pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

dengan PT. Citra Andalan Putra Buana di PKS Sei Mangkei. Isi pasal tersebut

yaitu setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sehubungan dengan atau sebagai akibat

dari adanya Perjanjian ini, maka akan diselesaikan secarah musyawarah mufakat

dengan tata cara sebagai berikut :

16.1.1 Pihak yang merasa dirugikan kepentingannya mengirimkan surat

permintaan musyawarah dilengkapi dengan uraian mengenai

permasalahan dan pandangan pihak tersebut mengenai permasalahan

yang timbul;

16.1.2. PARA PIHAK sepakat bahwa tempat musyawarah ditetapkan ditempat

kedudukan PIHAK PERTAMA;

16.1.3. Musyawarah umtuk menyelesaikan perselisihan atau perbedaan PARA

PIHAK ditetapkan untuk waktu paling lama 14 (empat belas) hari

terhitung sejak surat permintaan musyawarah diterimma oleh Pihak yang

dimintakan untuk musyawarah;

16.2. Musyawarah dianggap tidak mencapai kata sepakat apabila jangka waktu

musyawarah terlewati tanpa diperoleh mufakat atau apabila PARA PIHAK

telah sepakat bahwa musyawarah tidak berhasil menghasilkan

kemufakatan meskipun jangka waktu untuk memilih domisili yang tetap

dikantor Panitera Pengadilan Negeri Medan;

Universitas Sumatera Utara


119

16.3. Selama proses musyawarah masih berlangsung, PIHAK KEDUA tidak

dikenankan menghentikan pekerjaannya, kecuali apabila PIHAK

PERTAMA menentukan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan

Nusantara III dan PT. Citra Andalan Putra Buana sudah sesuai dengan

pasal 1320 KUHPerdata karena memenuhi empat unsur yaitu, sepakat

mereka mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,

suatu hal tertentu, sebab yang halal. Apabila hukum perjanjian terhadap

para pihak adalah mempunyai kekuatan hukum atau mengikat dan

memaksa para pihak pembuat perjanjian. Inilah bahwa perjanjian yang

dikemukakan mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Hak dan Kewajiban PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Citra Andalan

Putra Buana adalah PT. Perkebunan Nusantara III wajib membayar biaya

pengangkutan barang yang telah disepakati dan pelaksanaan pembayaran

harus tepat waktu. PT. Citra Andalan Putra Buana dalam pengangkutan

CPO yaitu wajib melaksanakan seluruh pekerjaan pengangkutan yang

diberikan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan tidak

diperbolehkan menyerahkan pekerjaaan baik sebagian maupun seluruhnya

tanpa izin dari PT. Perkebunan Nusantara III, wajib mengutamakan

kelancaran dan keselamatan pengangkutan Minyak Kelapa Sawit (CPO)

sampai diterima dalam keadaan baik dengan jumlah yang cukup dan mutu

120
Universitas Sumatera Utara
121

yang sesuai persyaratan di tempat yang ditunjuk oleh PT. Perkebunan

Nusantara III (Persero), Serta wajib mematuhi segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul

antara PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan PT. Citra Andalan

Putra Buana sehubungan dengan atau sebagai akibat dari adanya

kerjasama ini, maka diselesaikan secara musyawarah mufakat. Apabila

para pihak tidak berhasil menemukan kesepakatan maka para pihak

sepakat untuk memilih domisili yang tetap dan umum dikantor Panitera

Pengadilan Negeri Medan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang merupakan hasil penelitian dalam skripsi ini

dibawah ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Asas kebebasan membuat kontrak sebagaimana terkandung dalam pasal

1338 ayat 1 KUHPerdata hendaknya ditafsirkan dalam kerangka berpikir

hukum meletakkan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak secara

seimbang, dalam kontrak ini belum terjadi keseimbangan antara

pengangkut dan pengguna jasa angkutan, maka dari itu perlu diperbaiki

dalam membuat perjanjiannya.

2. Seharusnya penyelesaian sengketa pada abad ini, para pihak memilih

menyelesaikan dengan arbitrase karena lebih menguntungkan menurut

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad, Sentosa Mas , 2001, Good Governence dan Hukum lingkungan,I CEl,
Jakarta.

Adil, Soetan K Malikoel, 1955, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, PT.


Pembangunan, Jakarta.

ADP, A. Chadary , Beberapa Catatan Mengenai Pengaturan Perseroan Terbatas


dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Majalah Orientasi
Pembinaan dan Pengembangan Hukum dan Kemasyarakatan Nomor 4
Tahun XXII, Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin.

Ali, Chaidir, 1987, Badan Hukum, Alumni, Bandung.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2013, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT


RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Asikin, Zainal, 2013, Hukum Dagang, Rajawali Pers, Jakarta.

Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri


Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1997, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk


Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Jakarta.

Fuad, M., dkk, 2005 Pengantar Bisnis, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005.

Ginting, Jamin, 2007, Hukum Perseroan Terbatas ( UU Nomor 40 Tahun 2007),


Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hernoko, Agus Yudha 2010, Hukum Perjanjian, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.

Imaniyati, Neni Sri , 2009, Hukum Bisnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan
Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Juanda, 2011, Hukum Pemerintah Daerah: Pasang surut hubungan antara


DPRD dan Kepala Daerah, Bandung 2004, Alumni Hal 105-106 dikutip
dari Bahruddin Salam, Etika Moral : Asas Moral dalam kehidupan sosial
Manusia, Renika Cipta Jakarta 1997, hlm 28 dikutip dari Isa Wahyudi,

122
Universitas Sumatera Utara
123

Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan


Implementasi,Setara press dan Inspire, Malang.

Kansil, C.S.T dan Christine S.T, 1996, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit


Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 1993 Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra


Aditya Bakti, Bandung.

Muhammad, Abdulkadir, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya


Bakti, Bandung.

Muladi dan Dwi Prijatna, 1991, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum


Pidana, Sekolah Tinggi Hukum Bandung Press, Bandung.

Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Hukum di Indonesia,


Ghalia Indonesia, Bogor.

Prodjodikoro, Wirjono, 2000, Azas-azas Hukum Perjanjian, Penerbit Mandar


Maju, Bandung.

Purwosutjipto, H.M.N, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku


3 Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan.

Rahardjo, Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Regar, Moenaf H., 2000, Dewan Komisaris, Peranannya sebagai Organ Perseroan,
Bumi Aksara, Jakarta.

Setyono, Kejahatan Korporasi, 2003, Bayumedia Publshingi, Malang.

Sibuea, Posman, 2014, Minyak Kelapa Sawit (Teknologi & Manfaatnya untuk
Pangan Nutrasetikal), Penerbit Erlangga, Jakarta. Subekti, 2005, Hukum
Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Solihin, Ismail, 2006, Pengantar Bisnis : Pengenalan Praktis dan Studi Kasus,
Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta.

Subekti, R., 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, R. dan R. Tjitrosubidio, 2009, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,


Pradnya Paramita, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers,


Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


124

Sutopo, H.B., 1998, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS
Press, Surakarta.

Syahrum dan Salim, 2012, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Citapustaka Media,


Bandung.

Syaifuddin, Muhammad, 2012, Hukum Kontrak, CV. Mandar Maju, Jakarta

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport


Angkut Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Cetakan Pertama,
USU Pers, Medan.

Usman, Rachmadi, 2004, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,


Alumni, Bandung.

Warpani, Suwardjoko, 1990 Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB Press,


Bandung.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara


(BUMN)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

C. Website

Arifin, Zainul, Buku Pintar PKS http://www.scribd.com/doc/13559574/Buku-


Pintar-PKS#, diakses tanggal 26 September 2017 pukul 23.07

Aziz, Cecep, Pengangkutan http://ce.blogspot.co.id/2015/04/rangkuman-hukum-


pengangkutan.html diakses tanggal 1 Desember 2017 pukul 23.23

BUSAN, ITPC Apa Itu CPO,melalui http://itpc-busan.kr/2016/02/13/what-is-


cpo/?lang=id, diakses tanggal 26 September 2017 pukul 23.54

Investmen, Srimaya Belajar Tentang Crude Palm Oil (CPO), melalui


http://srimayainvestment.blogspot.co.id/2014/11/belajar-komoditas-crude-
palm-oil-cpo.html, diakses tanggal 27 September 2017 pukul 19.51

Poernomo,

Universitas Sumatera Utara


125

White, Audi, Hukum Tentang Perjanjian Pengangkutan, melalui


http://www.kaskus.co.id/thread/51b0e97b20cb17006e00000a/hukum-
tentang-perjanjian- 
 pengangkutan, diakses tanggal 11 Oktober 2017
pukul 00.31

Yusri, Asri, Tanggung jawab pengangkut minyak mentah kelapa sawit (cpo)
dengan PT. Kresna duta agroindo di pelabuhan talang duku jambi, melalui
http://yusri-azmi.blogspot.co.id/2011/06/tanggung-jawab-pengangkut-
minyak-mentah.html, diakses tanggal 28 November 2017 pukul 20.13

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai