Anda di halaman 1dari 151

PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM

ADAT TAPANULI SELATAN


(STUDI KASUS KECAMATAN ANGKOLA BARAT)
SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MUHAMMAD IRSAN NASUTION

130200002

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM
ADAT TAPANULI SELATAN
(STUDI KASUS KECAMATAN ANGKOLA BARAT)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MUHAMMAD IRSAN NASUTION


130200002

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

DISETUJUI OLEH,
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

DR. ROSNIDAR SEMBIRING SH.M.HUM


NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Rosnidar Sembiring SH.M.Hum Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH. M.Hum
NIP. 196602021991032002 NIP. 1976041420002122003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Irsan Nasution

NIM : 130200002

Adalah mahasiswa pada Departemen Hukum Keperdataan (BW) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis

dengan judul :

“Penyelesaian Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Tapanuli


Selatan (Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)”.
Adalah hasil penulisan saya sendiri, saya bersedia menanggung segala akibat yang

ditimbulkan jika skripsi ini sebagian atau seluruhnya adalah hasil karya orang lain.

Medan, Februari 2017

Muhammad Irsan Nasution

130200002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan limpahan rahmat, nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai

tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa shalawat beriring salam

saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya

kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul: “Penyelesaian Pembagian Harta Warisan Menurut


Hukum Adat Tapanuli Selatan (Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di

dalam penulisannya, oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan dan saran

yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang. Pelaksanaan penulisan

skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat

bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu,

membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. OK. Saidin H.,SH. M.Hum, selaku

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
wakil Dekan I Universitas Sumatera Utara, Ibu Puspa Melati, SH.M.Hum

selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

Bapak Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen

Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan

masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan

skripsi ini.

3. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II

yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan bimbingan, arahan-

arahan dan juga masukan selama penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Hasim Purba, SH.,M.Hum, selaku Mantan Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta

bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Terima Kasih kepada orang tersayang sekaligus sahabat saya, Sepnida

Amalya Putri, yang telah banyak membantu saya dalam mengerjakan skripsi

ini khususnya mendiktekan.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Tidak lupa juga kepada teman-teman saya tersayang, Rahmi, Agung, Rizky,

Dafi,Ali, Edi yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada

saya.

8. Kepada Grup A dan Angkatan 2013 yang telah menceriakan hari-hari saya.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu

persatu namanya.

Kepada Ayahanda Tersayang dan Ibunda Tersayang atas segala perhatian,

dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Demikianlah yang dapat saya

sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan skripsi ini saya mohon maaf dan

saya berharap skripsi ini juga dapat memberikan ilmu atau pengetahuan kepada orang

yang membacanya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, April 2017

Penulis,

Muhammad Irsan Nasution

130200002

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Muhammad Irsan Nasution


Rosnidar Sembiring
Idha Aprilyana Sembiring

Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan manusia adalah meninggal


dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu, yaitu harta warisan
yang di tinggalkan oleh pewaris. Masyarakat Angkola Barat, menganut sistem
kekeluargaan patrilineal atau menarik garis keturunan dari pihak ayah atau garis
keturunan dari nenek moyang laki-laki, dalam hal ini anak laki-lakilah yang menjadi
ahli waris orang tuanya sedangkan perempuan bukan merupakan ahli waris tetapi di
masyarakat Angkola Barat mengenal Holong Ate atau pemberian berdasarkan kasih
sayang semata kepada pihak perempuan. Pembagian warisan di masyarakat Angkola
Barat bisa dilakukan dengan dua cara yaitu sebelum dan setelah meninggalnya si
pewaris. Maka, persoalan yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan hukum waris adat Tapanuli Selatan, mekanisme
penyelesaian sengketa pembagian hukum waris di masyarakat Adat Tapanuli Selatan
dan akibat hukum dari perkembangan hukum waris adat di masyarakat Kecamatan
Angkola barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
Hukum normatif empiris, karena penelitian empiris merupakan penelitian tentang
hukum yang hidup di masyarakat, yang diterapkan atau dilaksanakan oleh anggota
masyarakat, permasalahan yang diteliti menyangkut praktek nyata dilakukan
masyarakat adat Tapanuli Selatan terhadap pelaksanaan Warisan. Sumber data yang
digunakana dalah sumber data sekunder. Jenis penelitian yang digunakan bersifat
deskriptif di maksudkan untuk melukiskan keadaan objek semata-mata apa adanya.
Dengan bantuan beberapa responden dari masyarakat Kelurahan Sisoma dan
Kelurahan Sitinjak dengan jumlah 8 (delapan orang).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan hukum waris adat Tapanuli Selatan adalah faktor pendidikan, faktor
ekonomi, faktor sistem informasi, faktor perantauan, faktor perkembangan sosial,
faktor melonggarnya ikatan klan dan suku. Mekanisme penyelesaian sengketa
pembagian HukumWaris di masyarakat Adat Tapanuli Selatan, dapat dilakukan
melalui dua cara yaitu melalui pengadilandan di luar pengadilan (musyawarah
keluarga dan musyawarah adat). Akibat Hukum dari perkembangan hukum waris di
Tapanuli Selatan mengakibatkan anak perempuan pada zaman sekarang mendapatkan
harta warisan dikarenakan kasih sayang orang tua.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, Faktor-faktor perkembangan waris
seharusnya masyarakat tidak melupakan unsur adat dalam pembagian harta warisan
Mekanisme pembagian harta warisan yang terjadi di masyarakat adat Tapanuli
Selatan seharusnya lebih mengutamakan musyawarah keluarga. Para ahli waris
diharapkan lebih berpikir dewasa dalam menyikapinya.1 Akibat hukum, seharusnya
pemerintah daerah membuat ketetapan atau aturan tentang berapa besar bagian harta
warisan yang di berikan kepada anak perempuan.

1
*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

ABSTRAK ................................................................................................................ iv

DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix

DAFTAR SKEMA...................................................................................................... x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................. 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................ 10

D. Tinjauan Kepustakaan ............................................................. 11

E. Metode Penulisan ................................................................... 16

F. Keaslian penulisan ................................................................... 21

G. Sistematika Penulisan .............................................................. 22

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM

DAN HUKUM WARIS ADAT TAPANULI SELATAN

A. Hukum Waris Islam

1. Pengertian Warisan menurut Hukum Waris Islam .......... 25

2. Pembagian Warisan menurut Hukum waris Islam …...... 28

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Sebab-Sebab terhalangnya seseorang mendapatkan

Warisan menurut Hukum Islam........................................ 32

4. Pembagian warisan terhadap ahli waris tertentu menurut

Hukum Islam ................................................................... 35

B. Hukum Waris Adat Tapanuli Selatan

1. Pengertian Warisan Menurut Hukum waris Adat Tapanuli

Selatan .............................................................................. 41

2. Sifat Hukum Waris Adat Tapanuli Selatan ...................... 43

3. Sebab-Sebab Terhalangnya seseorang mendapatkan

Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan …........ 49

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAGIAN HARTA

WARISAN DI KECAMATAN ANGKOLA BARAT

A. Sejarah dan Letak Geografis atau Topografi Kecamatan Angkola

Barat .......................................................................................... 51

B. Jumlah Penduduk, Mata Pencaharian, Serta Agama yang

Dianut........................................................................................ 61

C. Subjek dan Objek Waris di Kecamatan Angkola Barat ............ 71

D. Pembagian harta warisan di Kecamatan Angkola Barat …....... 74

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV : PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN

A. Faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan hukum waris

adat Tapanuli Selatan .............................................................. 77

B. Mekanisme penyelesaian sengketa pembagian Hukum Waris di

Masyarakat Adat Tapanuli Selatan ......................................... 92

C. Akibat hukum dari perkembangan hukum Waris Adat di

masyarakat Tapanuli Selatan ................................................. 109

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 127

B. Saran ...................................................................................... 128

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 130

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH

Anakboru Pihak perempuan dalam keluarga Adat Batak Mandailing

yang telah menikah

Bona bulu Jika suatu kampung telah memenuhi kebutuhan sendiri

hingga dapat berdiri sendiri

Dalihan na tolu Dalihan nan tiga

Hatobangan Orang yang mewakili suatu marga tertentu dalam suatu

acara adat dan setiap marga memiliki Hatobangon sendiri

Huta Kampung

Kerabat dekat yang memiliki marga yang sama dalam

adat batak Mandailing

Mora Orang tua pihak perempuan yang masuk ke keluarga

batak Mandailig dengan jalan menikah

Harajaon Orang yang dianggap sebagai pemimpin atau ketua adat

di daerah tersebut

Halak na bahat Orang kebanyakan

Hatoban Budak

Holong ate Pemberian berdasarkan kasih sayang semata

Luhat Daerah atau kampung

Namora Kerabat raja

Sipungka huta Pembuka kampung

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Topografi/Letak Geografis Desa/Kelurahan

Tabel 2 Luas/Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut

Desa/Kelurahan

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, sex rasio, dan

desa/kelurahan

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur

Tabel 5 Banyaknya kelompok tani dan anggota menurut Desa/Kelurahan

Tabel 6 Banyaknya Industri dan Tenaga Kerja (TK) menurut Jenis Industri

dan Desa/Kelurahan

Tabel 7 Banyaknya unit Usaha atau Perusahaan Perdagangan menurut Jenis

Usaha dan Desa/Kelurahan

Tabel 8 Banyaknya PNS menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin

Tabel 9 Tingkat pendidikan yang ditamatkan kepala desa/lurah

Tabel 10. Perincian Pembagian Harta Warisan

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SKEMA

Skema Penyelesaian Sengketa Waris di Tapanuli Selatan

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Manusia di dalam perjalanannya didunia mengalami tiga peristiwa penting

yaitu, lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat

hukum tertentu. Manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak lahir sampai

meninggal, namun terdapat pengecualiannya yaitu anak yang masih di dalam

kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan si anak menghendakinya 2.

Ukuran kedewasaan seseorang sebagai subjek hukum yang cakap dan telah

dikatakan dewasa apabila ia telah mampu bekerja sendiri atau mandiri, cakap

mengurus harta benda keperluannya sendiri, serta cakap melakukan segala tata cara

pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk pertanggungjawaban segala tindakannya3.

Seseorang akan melaksanakan perkawinan setelah beranjak dewasa dengan

pasangan hidupnya yang bertujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia baik

lahiriah maupun batiniah serta mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi

dalam keluarganya. Budaya perkawinan atau aturan yang berlaku bagi suatu

masyarakat, atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan

lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya 4.

2
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, Hlm. 233
3
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981 Hlm. 78
4
Hilman Hadikusma I, Hukum Perkawinan Indonesia, CV. Manda Maju, Bandung, 2007,
Hlm. 1

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan manusia adalah meninggal dunia

yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu, peristiwa ini

mengakibatkan timbulnya persoalan dan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang di

tinggalkan oleh si mati. Peraturan yang menampung segala akibat dari meninggalnya

seseorang ini adalah sangat diperlukan. Peraturan-peraturan yang mengatur

perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya,

hal ini disebut dengan Hukum Waris5. Peraturan ini umumnya mengatur mengenai

hal-hal yang bersifat pribadi, conothnya seperti adanya anggota keluarga yang tidak

termasuk sebagai ahli waris dan ahli waris itu sendiri.

Hukum waris Indonesia bersifat majemuk, hal tersebut terjadi karena Indonesia

belum mempunyai undang-undang hukum waris nasional yang berlaku bagi seluruh

rakyat Indonesia. Istilah masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan

istilah masyarakat plural atau pluralistic, biasanya hal itu di artikan sebagai

masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat yang

berbhinneka6.

Hukum waris adat di Indonesia bersifat pluralistic disebabkan oleh karena

sistem garis keturunan yang berbeda-beda yang menjadi dasar sistem suku-suku

bangsa dan kelompok-kelompok etnik. Sehubungan dengan belum adanya Undang-

Undang tersebut di Indonesia masih diberlakukan tiga sistem hukum kewarisan yakni

hukum kewarisan KUHPerdata, Islam dan Adat.

5
J. Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992, Hlm. 9
6
Soerjone Soekanton I, Hukum Adat Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007,
Hlm. 12.

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia yang serba beragam dimasa kini

dan masa yang akan datang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka di perlukan

adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat.

Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan

bagi pembangunan hukum nasional kearah hukum yang terutama akan di laksanakan

melalui perbuatan peraturan perundang-undangan7. Hukum waris adat adalah hukum

yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris,

tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta bagaiamana cara harta warisan

tersebut dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris 8.

Masalah pembagian warisan di sebagian besar masyarakat Indonesia, pada

umumnya dilakukan dalam susunan kekeluargaan. Akan tetapi, sering timbul juga

suatu permasalahan antara para ahli waris, terutama bila mereka tidak puas atas

pembagian harta warisan masing-masing atau ada keluarga yang mempunyai niat

jahat atau buruk, ingin menguasai harta yang bukan menjadi haknya, oleh karena itu,

bila terjadi suatu perselisihan dalam pembagian harta warisan, biasanya diselesaikan

terlebih dahulu dengan musyawarah mufakat. Akan tetapi bila cara tersebut tidak

berhasil, maka sering pula terjadi sengketa warisan yang diteruskan pada adanya

gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri ataupun sampai ke Mahkamah Agung.

7
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hlm.1
8
Ibid, Hlm. 7

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Masyarakat Tapanuli Selatan memiliki sistem perwarisan yang berakar pada

sistem kekerabatan Patrilineal sehingga menyebabkan sistem pertalian kekeluargaan

lebih dititikberatkan menurut garis keturunan laki-laki. Maka, kedudukan laki-laki

lebih diutamakan dari pada perempuan. Laki-laki adalah penerus dari ayahnya yang

ditarik dari satu garis keturunan nenek moyang laki-laki, sedangkan perempuan di

siapkan menjadi anak orang lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Oleh

karena itu, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak

mempunyai keturunan dikatakan “putus keturunan”.

Masyarakat Angkola Barat, menganut sistem kekeluargaan patrilineal atau

menarik garis keturunan dari pihak pihak ayah atau garis dari nenek moyang laki-laki,

dalam hal ini anak laki-lakilah yang menjadi ahli waris orang tuanya sedangkan anak

perempuan bukan merupakan ahli waris, tetapi di masyarakat Angkola Barat

mengenal Holong Ate atau pemberian berdasarkan kasih sayang semata kepada pihak

perempuan. Pembagian warisan di masyarakat Angkola barat bisa dilakukan dengan

dua cara yaitu sebelum dan setelah meninggalnya si pewaris.

Sebelum meninggalnya si pewaris, Hal ini dilakukan apabila ahli waris telah

berumah tangga atau sudah menikah, oleh karena itu pewaris membagikan sebagian

hartanya ke ahli waris yang telah menikah tersebut, supaya ahli waris bisa

menghidupi anak dan istrinya, dan tidak bergantung lagi dengan orang tua (tidak

ketergantungan) serta telah memiliki penghasilan sendiri, tetapi ahli waris tidak di

perbolehkan untuk menjual warisan tersebut tanpa persetujuan dari pewaris, karena

harta warisan tersebut belum seutuhnya menjadi milik ahli waris atau dengan kata

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lain pewaris masih memiliki hak atas warisan yang telah ia berikan ke ahli waris, dan

pewaris bisa sewaktu-waktu menarik kembali warisan yang ia berikan ke ahli waris.

Dengan catatan apabila ahli waris tidak bisa merawat dan memelihara warisan

yang telah diberikan pewaris, misalnya seorang pewaris membagikan hartanya

terhadap ahli waris yang telah berumah tangga atau menikah dengan cara

membagikan kebun dan sawah kepada ahli waris supaya bisa menghidupi anak dan

istrinya dengan jalan menggarap kebun dan sawah tersebut, tetapi apabila kebun dan

sawah tersebut tidak mampu di rawat oleh ahli waris sehingga menyebabkan kebun

atau sawah tersebut tidak bisa lagi diambil hasilnya, maka pewaris bisa meminta

kembali kebun atau sawah yang tidak bisa di rawat oleh ahli waris9.

Setelah meninggalnya si pewaris, Hal ini dilakukan setelah meninggalnya

pewaris, pembagian harta waris biasanya di awali dengan musyawarah para ahli waris

terlebih dahulu, dan musyawarah tersebut biasanya dilakukan setelah tiga hari

terhitung sejak meninggalnya si pewaris, setelah tiga hari tersebut barulah para ahli

waris bermusyawarah tentang bagaimana cara pembagian harta warisan tersebut

kepada masing-masing ahli waris, biasanya musyawarah berjalan dengan lancar tapi

tidak menutup kemungkinan juga terjadi ketidak cocokan antara para ahli waris

mengenai pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris. Apabila telah

terjadi permasalah maka hal yang paling pertama sekali di lakukan oleh para ahli

waris adalah dengan memanggil mora, kahanggi, anak boru, tujuan pemanggilan ini

9
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Ali Ando Nst, tanggal 26 Desember 2016

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
supaya kiranya mora, kahanggi, anak boru tersebut bisa memberikan usulan atau

pendapat bagaimana baiknya masalah tentang pembagian harta warisan tersebut10.

Apabila tidak menemui titik terang atau masih terjadi permasalahan maka

langkah selanjutnya adalah memanggil hatobangon (dalam hatobangon ini telah

merangkap harajaon, alim ulama dan kepala desa maupun perangkat desa). Selain

dengan cara di atas, para ahli waris yang masih merasa tidak adil dalam pembagian

harta warisan dan mengajukan gugatan ke pengadilan, dan kemudian pengadilan yang

berhak memutuskan dan menetapkan sebaik-baik dan seadil-adilnya tentang

pembagain harta warisan tersebut, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau

merasa tidak adil.

Dalam pembagian harta warisan di Tapanuli Selatan khususnya di Kecamatan

Angkola Barat, kebanyakan masyarakat tidak melakukan pembagian warisan dengan

gugatan ke pengadilan, selama masih bisa menggunakan musyawarah mufakat,

karena sistem kekerabatan di tapanuli selatan masih kental. Jadi masyarakat dalam

hal ini ahli waris tidak mau memperdebatkan atau memperebutkan harta warisan yang

di tinggalkan oleh pewaris. Ahli waris lebih memilih jalan kekeluargaan demi

persatuan dan keutuhan keluarga11.

Masyarakat Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dalam melakukan

pembagian harta warisan berdasarkan Hukum Waris Adat yang telah belaku dan di

jalankan turun-temurun dari leluhur mereka terdahulu. Dalam melaksanakan atau

10
Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016
11
Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membagi harta warisan, masyarakat menggunakan cara bermusyawarah untuk

mencapai mufakat, para ahli waris berkumpul untuk membicarakan harta warisan dari

si pewaris untuk segera membagikan kepada mereka (ahli waris).

Dalam musyawarah tersebut, para ahli waris menunjuk anak laki-laki yang

paling tua dan apabila anak yang paling tua adalah perempuan, maka tetap anak laki-

laki dari saudara-saudaranya yang perempuan sebagai juru pembagi harta warisan

tersebut. Memutuskan mengenai bagian-bagian warisan dari masing-masing

saudaranya. Pembagian harta warisan dari harta si pewaris berdasarkan musyawarah

mufakat para ahli waris dan tidak bisa atas kehendaknya sendiri12.

Dalam musyawarah, para ahli waris tidak ada satupun yang boleh memprotes

keputusan dari bagian-bagian yang telah ditetapkan oleh juru bagi yang di tunjuk oleh

para ahli waris itu sendiri. Karena selain membagi dengan cara seperti ini mengikuti

jejak nenek moyang atau leluhur yang terdahulu yang telah mengajarkan hal tersebut

kepada mereka. Dimana masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

juga berpedoman kepada nasehat orang-orang tua yaitu yang menyebutkan bahwa

harta warisan atau harta peninggalan orang tua tidak boleh untuk di perdebatkan dan

perebutan13.

Hal ini disebabkan karena pihak laki-laki atau anak laki-lakilah yang

meneruskan silsilah marga dari ayahnya atau nenek moyangnya. Akan tetapi, tidak

berarti dalam hal ini pihak perempuan atau anak-anak perempuan tidak mendapat

12
Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016
13
Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
apapun dari harta warisan orang tuanya, untuk anak perempuan biasanya diberikan

harta benda yang berharga pada waktu ia menikah14.

Perkembangan zaman yang pesat dan pola pikir manusia yang semakin luas dan

modern, terutama bagi masyarakat Tapanuli Selatan yang banyak merantau keluar

daerah, memiliki paradigma baru yang lebih bebas yang terjadi karena pengaruh

adaptasi dan sosialisasi dengan masyarakat luar serta pengaruh pendidikan sehingga

mereka terkadang meninggalkan sistem pewarisan patrilineal yang mengakibatkan

proses pembagian harta warisan kepada para ahli warisnya tidak terlalu terpaku pada

ketentuan lama, dimana sebagian orang tua tidak membeda-bedakan pembagian harta

bagian anak laki-laki dan anak perempuan ataupun jika tidak mempunyai anak laki-

laki dan hanya mempunyai anak perempuan, maka harta warisannya tetap jatuh atau

di berikan kepada anak perempuan tersebut. Namun, ada harta yang tidak dapat

dibagi secara menyeluruh misalnya harta pusaka yang masih dipakai atau digunakan

berdasarkan ketentuan lama yakni mengenai penerusan keturunan marga yang dibawa

langsung oleh pihak laki-laki sebagai generasi penerus dari ayahnya.

Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena faktor modrenisasi dan

emansipasi yang berbaur dengan perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan,

dan teknologi yang langsung membawa dampak kesadaran sosial dan hak asasi

manusia. Ada beberapa alasan atau argumentasi yang melandasi sitem hukum waris

adat pada masyarakat Tapanuli Selatan dengan sistem kekerabatan patrilineal,

14
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
2003, Hlm 120.

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga keturunan laki-laki saja yang berhak mewarisi harta peninggalan orang

tuanya yang meningggal, sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewaris harta

peninggalan orang tuanya. Hal ini di dasari pada anggapan kuno yang memandang

rendah kedudukan wanita dalam masyarakat Tapanuli Selatan15.

Melihat perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat Angkola Barat

pada masa sekarang ini, telah terjadi perubahan mengenai kedudukan perempuan

dalam pembagian harta warisan. Dimana anak perempuan sudah berhak menerima

warisan dari orang tuanya setelah adanya Lembaga Holong Ate. Berdasarkan

Yurisprudensi Nomor 528K/SIP/1972 yang berisi : Di Tapanuli Selatan terdapat

suatu Lembaga Holong Ate, yaitu pemberian sebagian harta warisan menurut rasa

keadilan kepada anak perempuan, apabila seseorang meninggal dunia tanpa

keturunan anak laki-laki.

Hal ini didukung dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung RI No.

179/Sip/1961 yang merupakan yurisprudensi tetap di Indonesia, menyatakan bagian

janda dan anak-anak itu semua besarnya tanpa mempersoalkan anak laki-laki atau

anak perempuan. Keadaan tersebut semakin kuat dengan keluarnya UU No. 1 Tahun

1979 tentang Perkawinan yang mengakui bahwa adanya persamaan hak dan

kedudukan setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat

persoalan mengenai pembagian harta warisan menurut Hukum Adat khususnya

Hukum Adat Tapanuli Selatan untuk dijadikan penelitian pada skripsi dengan judul

15
Ibid. Hlm 120

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan,

(Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)”.

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan,

yaitu sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan hukum waris

adat Tapanuli Selatan?

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pembagian hukum waris di

masyarakat Adat Tapanuli Selatan?

3. Bagaimana akibat hukum dalam perkembangan hukum Waris Adat di

Angkola Barat ?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum

waris adat di Tapanuli Selatan ;

b. Untuk mengetahui mekanisme dalam penyelesaian pembagian harta warisan

dalam hukum waris di masyarakat Adat Tapanuli Selatan ;

c. Untuk mengetahui akibat hukum dari perkembangan hukum Waris Adat di

Tapanuli Selatan.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a) Secara teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran

di bidang ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum di bidang

hukum waris, baik dari segi penerapan hukum waris adat, hukum waris islam

dan hukum waris perdata (BW) pada masyarakat Adat Batak Tapanuli

Selatan di Kecamatan Angkola Barat.

b) Secara praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum waris adat, hukum

waris islam dan hukum waris perdata (BW), sehingga dapat memberikan

bahan hukum bagi kalangan yang berminat mempelajarinya.

K. Tinjauan Kepustakaan

Warisan adalah yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas

hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta bagaiamana cara

harta warisan tersebut dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada

ahli waris16.

16
Ibid, Hlm. 7

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hukum waris adat merupakan peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan dan barang-barang

yang tidak berwujud benda dari suatu generasi manusia kepada keturunannya 17.

Menurut Ter Haar bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang

mengatur tentang cara bagaimana dari masa kemasa proses penerusan dan peralihan

harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Dengan

demikian hukum waris itu mengandung tiga unsur yaitu :

1. Adanya harta peninggal atau harta peninggalan

2. Adanya pewaris yang meningggalkan harta kekayaan dan

3. Adanya ahli waris atau waris yang akan meneruskan pengurusannya atau

yang akan menerima bagiannnya.

Hukum adat waris di Indonesia tidak terlepas dari pengeruh susunan

masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Sebagaimana dikatakan Hazairin bahwa

hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang

tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal,

matrilineal dan parental atau bilateral. Walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama

belum tentu berlaku sisitem kewarisan yang sama18.

Masyarakat Hukum Adat menurut Hazairin, bahwa masyarakat hukum adat

terangkum dalam pasal 18 UUD 1945, yang isinya adalah sebagai berikut :

17
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987, Hlm. 79
18
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
2003, Hlm. 211.

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan

mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak

asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Apabila setiap masyarakat hukum adat tersebut telah ditelaah secara seksama

maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya. Menurut Soepomo, maka

masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia dapat dibagi atas dua golongan

menurut dasar susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu keturunan dan

berdasarkan lingkungan daerah. Dari sudut bentuknya, maka masyarakat hukum adat

tersebut ada yang berdiri sendiri, menjadi bagian dari masyarakat hukum adat yang

lebih tinggi atau mencakup beberapa masyarakat hukum adat yang lebih rendah, serta

merupakan perserikatan dari beberapa masyarakat hukum adat yang sederajat19.

Menurut Soepomo, ada lima jenis masyarakat hukum adat, yaitu sebagai

berikut :

1) Suatu daerah atau kampung yang dipakai sebagai tempat kediaman oleh

hanya satu bagian golongan. Tidak ada golongan lain yang tinggal di dalam

daerah itu. Daerah atau kampung-kampung yang berdekatan juga dipakai

sebagai tempat tinggal oleh hanya satu bagian clan. Susunan rakyat seperti

ini terdapat di daerah pedalaman di pulau-pulau Enggano, Buru, Seram dan

Flores.

2) Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut :

19
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.95

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bagian clan (marga) masing-masing mempunyai daerah sendiri, akan tetapi di

dalam daerah tertentu dari suatu marga, didalam huta-huta yang didirikan

oleh marga itu, ada juga terdapat satu atau bebeapa marga lain yang masuk

menjadi anggota badan persekutuan huta di daerah itu. Marga yang semula

mendiami daerah itu, yang mendirikan huta-huta didaerah tersebut, disebut

marga asal, marga raja, atau marga tanah, yaitu marga yang menguasai

tanah-tanah di dalam daerah itu, sedangkan marga-marga yang kemudian

masuk dalam daerah itu, disebut marga rakyat. Antara marga asal dan marga

rakyat ada hubungan perkawinan yang erat20.

3) Jenis ketiga dari susunan rakyat yang bersifat genealogis-teritorial, terdapat

di Sumba Tengah dan Sumba Timur. Disitu terdapat suatu clan yang mula-

mula mendiami suatu daerah yang tertentu dan berkuasa di daerah itu, akan

tetapi kekuasaan itu kemudian berpindah kepada clan lain, yang masuk ke

daerah tersebut dan merebut kekuasaan pemerintah dari clan yang asli

tersebut. Kedua clan tersebut kemudian berdamai dan bersama-sama

membentuk suatu kesatuan badan persekutuan daerah. Kekuasaan

pemerintah di pegang oleh clan yang datang, sementara clan yang asli tetap

menguasai tanah-tanah di daerah tersebut sebagai wali tanah.

4) Susunan rakyat yang bersifat genealogis-teritorial juga terdapat di beberapa

daerah Minangkabau, dan di Bengkulu. Tidak ada golongan yang

menumpang atau golongan yang menguasai tanah, melainkan segala

20
Ibid. Hlm.97

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
golongan suku yang bertempat tinggal di dalam daerah tersebut

berkedudukan sama21.

Proses penyelesaian pembagian harta warisan bisa dilakukan dengan dua cara

yaitu :

1. Melalui pengadilan

Terdapat banyak sengketa pembagian warisan yang tidak dapat di

selesaikan secara musyawarah keluarga dan musyawarah adat sehingga di

tempuhlah cara melalui gugatan ke pengadilan, sengketa yang sering terjadi

adalah karena para ahli waris merasa tidak puas akan bagian warisannya. Hal

ini dapat mengakibatkan perpecahan dalam keluarga tersebut oleh karena itu

mestinya mengenai masalah warisan ini agar selalu dapat terjadi pembagian

yang adil dan damai.

Seharusnya setiap anggota keluarga memiliki rasa kasih sayang dan

tanggung rasa yang kuat terhadap anggota keluarga yang lainnya dan

menyampingkan rasa ingin menang sendiri. Masyarakat modern sekarang ini

sering menjadikan pengadilan sebagai media untuk menyelesaikan

pembagian harta warisan, dimana para ahli waris menyerahkan seluruh

keputusan pembagian harta warisan ke pengadilan dengan harapan

pengadilan dapat memberikan rasa adil kepada para ahli waris dalam

menyelesaikan pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris.

21
Ibid. Hlm.97-98

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Diluar pengadilan atau secara musyawarah

Penyelesaian diluar pengadilan juga dapat ditempuh melalui dua cara

yaitu :

a. Melalui musyawarah keluarga

Sengketa dalam pembagian harta warisan sering kita dengar terjadi.

Sengketa ini biasanya terjadi disebabkan karena ada pihak keluarga

yang merasa tidak puas dengan bagiannya terhadap harta warisan

yang ada atau bahkan dia tidak mendapat bagian dari harta warisan

yang ada. Perselisihan seperti inilah yang menyebabkan hubungan

antar keluarga menjadi retak kemudian tercipta permusuhan yang

mungkin dapat berlarut-larut selama bertahun-tahun lamanya.

b. Melalui musyawarah adat

Apabila dalam musyawarah keluarga tidak ditemukan kesepakatan,

maka cara yang ditempuh selanjutnya adalah dengan cara

musyawarah adat.

L. Metode Penulisan

Pengertian metode dapat di katakan berbagai proses, prinsip-prinsip dan tata

cara memecahkan suatu masalah. Sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara

hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan

manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan

tata cara untuk mencegah masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Sutrisno Hadi, metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan

bagaimana caranya atau langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian

secara sistematis dan logis sehingga dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut:

a. Sifat penelitian

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian hukum dapat di bagi

dalam22 :

1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap Asas-Asas Hukum

b. Penelitian terhadap Sistematika Hukum

c. Penelitian terhadap Taraf Sinkronisasi Hukum

2. Penelitian Hukum Sosiologis atau Empiris, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap Identifikasi Hukum

b. Penelitian terhadap Efektifitas Hukum

Penulisan ini bersifat deskriptif dalam arti tidak bertujuan mengkaji hipotesa

penelitian tetapi memberikan gambaran realitas mengenai pelaksanaan warisan pada

masyarakat adat Tapanuli Selatan. Penelitian ini juga berupaya melakukan pencarian

terhadap fakta dengan memberikan interpretasi yang tepat terhadapat data dengan

tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis dan fakta-

fakta mengenai persoalan.

22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal.43

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode deskriptif di maksudkan untuk melukiskan keadaan objek semata-mata

apa adanya. Langkah ini di ambil sebagai awal yang penting karena menjadi dasar

bagi metode pembahasan selanjutnya. Mengingat bahwa pemikiran senantiasa

dipengaruhi oleh kondisi setempat, perlu untuk menggabarkan latar belakang sosial

yang relevan dengan judul di atas, khususnya terhadap pelaksanaan warisan pada

masyarakat adat Tapanuli Selatan, di Kecamatan Angkola Barat.

Metode penelitian yang di pakai adalah metode penelitian empiris, karena

penelitian empiris merupakan penelitian tentang hukum yang hidup di masyarakat,

yang di terapkan atau dilaksanakan oleh anggota masyarakat, permasalahan yang di

teliti menyangkut praktek nyata di dilakukan masyarakat adat Tapanuli Selatan

terhadap pelaksanaan Warisan. Sedangkan pendekatan yang di pakai adalah dengan

menggunakan pendekatan yuridis empiris, yakni pendekatan kenyataan hukum

masyarakat dengan mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak

aspek hukumnya.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis dalam menyelesaikan persayaratan

memperoleh gelar sarjana hukum yaitu di Kabupaten Tapanuli Selatan,

Kecamatan Angkola Barat.

c. Populasi dan Sampel

1) Populasi: Di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Angkola barat

khususnya di kelurahan Sitinjak ada sebanyak 785 kepala keluarga serta

di kelurahan Simatorkis ada sebanyak 988 kepala keluarga.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2) Sampel : Masyarakat Tapanuli Selatan yang tinggal di Kecamatan Angola

Barat dan pernah melakukan pembagian harta warisan.

d. Responden dan Informan

1) Responden : Dari kelurahan Sitinjak dan kelurahan Simatorkis dimbillah

masing-masing 4 (empat) responden, dengan total berjumlah 8 (delapan)

orang, Masyarakat yang tingal di Kecamatan Angkola Barat.

2) Informan : Informan dalam penelitian ini adalah beberapa perlakilan

masyarakat yang bisa mewakili keseluruhan masyarakat di kelurahan

Sitinjak dan Kelurahan Simatorkis yaitu para tetua adat maupun orang

yang di anggap berpengaruh di daerah tersebut, dan juga kepala desa.

e. Sumber Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum umumnya sumber data di bedakan antara data

primer dan data sekunder yang dari kekuatan mengikatnya dapat di

golongkan dalam23 :

1. Data Primer, yaitu data-data hukum yang di peroleh secara langsung

dari masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan . Misalnya seperti wawancara

2. Data Sekunder, yaitu data yang di peroleh dari bahan-bahan

kepustakaan. Misalnya buku-buku tentang pembagian harta warisan

menurut hukum adat.

23
Lexy. J. Moleong, Metodologi Analisis Data, Rosda, Jakarta, 2005, hal 64

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data

sekunder, yang terdiri dari 24:

1. Bahan Hukum Primer merupakan produk-produk hukum berupa

peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini berupa konvensi

hukum internasional, deklarasi, maupun protokol.

2. Bahan Hukum Sekunder berupa bahan acuan yang bersumber dari

buku-buku, surat kabar, media internet, serta media massa lainnya

yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

3. Bahan Hukum Tersier berupa bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, berupa kamus dan sebagainya.

f. Teknik pengumpulan data

yang diambil dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap

informan, jumlah responden yang di teliti di lapangan berjumlah 8 (delapan)

orang. Wawancara dilakukan di rumah responden. Sebelum memulai

wawancara peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan

maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dan informan tidak

keberatan dengan pertanyaan yang akan diajukan. Selama proses

wawancara, selain menggunakan tipe recorder juga membuat catatan yang

24
Bambang, Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006, hal. 113-114.

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bertujuan untuk menuliskan keadaan atau situasi saat berlangsungnya

wawancara.

Hal ini juga dimaksudkan untuk mencari pokok-pokok penting dalam

wawancara tersebut. Selain wawancara penelitian ini juga dilakukan dengan

cara penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu

dengan studi dokumen untuk memperoleh data skunder dengan membaca,

mempelajari, dan menganalisa data tersier yang berkaitan dengan penelitian

ini.

M. Keaslian penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah di lakukan, baik hasil-hasil

penelitian yang sudah ada maupun yang sedang di lakukan di Program Srata Satu

(S1) Fakultas Hukum USU Medan, adapun judul penelitan ini adalah “Penyelesaian

Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan, di

Kecamatan Angkola Barat ” merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada

tulisan lain dalam bentuk skipsi yang membahas tentang masalah ini. Berdasarkan

hasil yang di peroleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama dengan

judul skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum USU. Maka penelitian skipsi ini masih

orisinil dan dapat di pertanggungjawaban secara ilmiah. Namun dengan judul yang

berbeda tetapi meneliti tentang hal yang masa yaitu tentang pembagian harta warisan

di masyarakat Batak Mandailing.

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nama : Nopi Aryani Siregar

Nim : 110200487

Judul : Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan pada Masyarakat Adat

Batak Mandailing di Desa Binanga Kecamatan Barumun

Tengah Kabupaten Padang Lawas.

Dengan rumusan masalah :

A. Bagaimana Hukum Waris yang Hidup dalam Masyarakat

Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

B. Bagaimana Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan yang Berlaku

pada Masyarakat Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

C. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Warisan pada Masyarakat

Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian atau gambaran isi yang dimaksud adalah mengemukakan

garis-garis besar dari uraian skripsi. Secara garis besar pembahasan skripsi ini akan

dibagi dalam 5 (lima) Bab. Setiap Bab menguraikan masalah-masalah tersendiri

secara sistematis dan berhubungan antara satu Bab dengan Bab lainnya. Masing-

masing Bab dibagi lagi dalam Sub Bab sesuai dengan kebutuhan penelitian skripsi

ini.

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan pembagian tersebut, diharapkan akan mempermudah pemahaman

pembaca untuk mengetahui inti pembahasan secara keseluruhan. Sistematika

penelitian skripsi ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan Bab pendahuluan yang membahas mengenai latar

belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM

DAN HUKUM WARIS ADAT TAPANULI SELATAN

Menguraikan tentang konsep hukum waris islam, yang kajiannya

berupa pengertian warisan menurut hukum waris islam, pembagian

warisan menurut hukum waris islam, sebab-sebab terhalangnya

seseorang mendapatkan warisan menurut hukum islam serta

pembagian warisan terhadap ahli waris tertentu menurut hukum islam.

Selain itu juga menguraikan tentang konsep hukum waris adat tapanuli

selatan yang kajiannya terdiri dari pengertian warisan menurut hukum

waris adat tapanuli selatan, sifat hukum waris adat tapanuli selatan,

dan sebab-sebab terhalangnya seseorang mendapatkan warisan

menurut hukum adat tapanuli selatan.

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAGIAN HARTA

WARISAN DI KECAMATAN ANGKOLA BARAT

Menerangkan mengenai tinjauan umum tentang pembagian harta

warisan di kecamatan Angkola Barat yang terdiri dari sejarah

geografis dan topografi kecamatan angkola barat, jumlah penduduk,

mata pencaharian, serta agama yang dianut serta subjek dan objek

waris di kecamatan angkola barat.

BAB IV PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN

Menerangkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan hukum waris Adat Tapanuli Selatan, mekanisme

penyelesaian sengketa pembagian hukum waris di masyarakat Adat

Tapanuli Selatan, dan mengenai akibat hukum dari perkembangan

hukum Waris Adat di Angkola Barat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menguraikan Kesimpulan dan Saran dari Hasil Penelitian Skripsi

tentang Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat

Tapanuli Selatan khususnya di Kecamatan Angkola Barat.

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAGI MASYARAKAT

TAPANULI SELATAN

A. Hukum Waris Islam

A.1. Pengertian Warisan menurut Hukum Waris Islam

Dalam menguraikan prinsip-prinsip hukum waris berdasarkan hukum Islam,

satu-satunya sumber tertinggi dalam kaidah ini adalah Al-Qur’an dan sebagai

pelengkap yang menjabarkannya adalah sunnah Rasul beserta hasil-hasil Ijtihad atau

upaya para ahli hukum Islam terkemuka. Berkaitan dengan hal tersebut, dibawah ini

akan diuraikan beberapa ayat suci Al-Qur’an yang merupakan sendi utama

pengaturan warisan dalam Islam. Ayat-ayat tersebut secara langsung menerangkan

perihal pembagian harta warisan di dalam Al-Qur’an, masing-masing tercantum

dalam Surat An-Nisa, Surah Al-Baqarah dan terdapat pula pada Surat Al-Ahzab.

Ayat-ayat suci yang berisi ketentuan hukum waris dalam Al-Qur’an, sebagian

besar terdapat dalam Surah An-Nisa diantaranya sebagai berikut25 :

a. Ayat 7 : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta sepeninggalan

Ibu-Bapak, dan kerabatnya dan bagi wanita ada pula dari harta

peninggalan Ibu-Bapak, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut

bagian yang telah ditetapkan”. Dan dalam ayat ini secara tegas, Allah

25
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, dalam perspektif Islam, Adat dan BW, Bandung
: Refika Aditama, Cet 2, 2007, Hlm. 11

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyebutkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan merupakan ahli

waris.

b. Ayat 11 : “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu, yaitu : bagian seorang anak laki-laki sama dengan

bagian dua anak perempuan26, dan jika anak itu semuanya perempuan

lebih dari dua27, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh

membagi separuh harta. Dan untuk dua orang Ibu-Bapak, bagi masing-

masingnya satu per enam dari harta yang ditinggalkan. Jika yang

meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak

mempunyai anak dan ia diwarisi oleh Ibu-Bapaknya atau salah satunya,

maka Ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai

beberapa saudara maka Ibunya mendapat satu per enam. (pembagian-

pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau

(dan) sesudah dibayar utangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui diantara mereka lebih dekat atau banyak

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”.

Dari ayat ini, dapat diketahui tentang bagian anak, bagian Ibu

dan Bapak, disamping itu juga diatur tentang wasiat dan hutang pewaris.

26
Bagi laki-laki dua kali bagian perempuan karena kewajiban laki-laki lebih berat dari
perempuan, seperti kewajiban membayar, mas kawin, dan memberi nafkah (Surah An-Nisaa Ayat : 34)
27
Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Ayat 12 : “Dan bagimu (suami-suami) satu per dua dari harta yang

ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika

istri-istrimu mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari

harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat

atau dan sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh satu perempat

dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika

kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh satu per delapan dari

harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau

dan sesudah dibayar hutang-hutangmu . . . .”.

Dalam ayat ini, juga ditentukan secara tegas, mengenai bagian

duda serta bagian janda.

d. Ayat 33 : “bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan

Ibu-Bapak dan keluarga dekat, kami jadikan pewaris-pewarisnya28”.

Secara rinci dalam ayat 11 dan 12 Surah An-Nisaa di atas, Allah

menentukan ahli waris yang mendapat harta peninggalan dari harta Ibu-

Bapaknya, ahli waris yang mendapat peninggalan dari saudara perjanjian.

Selanjutnya Allah memerintahkan agar pembagian itu dilaksanakan.

e. Ayat 176 : “ . . . Katakanlah : Allah memberi Fatwa kepadamu tentang

Kalalah atau yaitu : jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak

28
Lihat orang-orang yang termasuk ahli waris dalam ayat 11 dan 12 Surah An-Nisaa

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi

saudaranya yang perempuan itu satu per dua dari harta yang

ditinggalkannya. Dan saudaranya yang laki-laki mempusakai, (seluruh

harta saudara perempuannya), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika

saudara perempuan itu dua orang maka bagi keduanya, dua per tiga dari

harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris

itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan maka bagi

seorang laki-laki sebayak bagian dua orang saudara perempuan. Allah

menerangkan (Hukum ini) kepadamu supaya kamu tidak sesat. Dan Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini berkaitan dengan masalah pusaka atau harta peninggalan

Kalalah, yaitu seorang yang meninggal dunia yang tanpa meninggalkan

seorang ayah dan juga anak29.

A.2 Pembagian Harta Warisan dalam Hukum Islam

Dalam Hukum Islam ada suatu ketentuan bahwa pembagian atau pemberian

harta sebelum seorang meninggal atau lebih popular disebut wasiat, tidak boleh

melebihi 1/3 dari harta warisannya. Hal demikian untuk melindungi para ahli waris

lainnya. Di dalam Hukum Kewarisan Bilateral oleh Hazairin dijelaskan timbulnya

ketentuan tersebut. Mengenai hibah wasiat ini setiap orang dapat menikmati

29
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, dalam perspektif Islam, Adat dan BW, Bandung
: Refika Aditama, Cet 2, 2007, Hlm. 11-13.

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keuntungan dari suatu syarat bahwa isi dari pada wasiat tidak boleh bertentangan

dengan Undang-Undang30.

Pembagian harta warisan dalam Hukum Islam ditentukan dalam Al-Qur’an,

sehingga pembagian harta warisan bagi ahli warisnya berbeda-beda. Pembagian harta

waris bagi ahli waris Dzul Faraa’idh tetap tertentu dan tidak beubah-ubah. Berbeda

halnya dengan para ahli waris lainnya yang bukan Dzul Faraa’idh, seperti ahli waris

Ashabah,dan Dzul Arhaam. Bagian mereka yang merupakan sisa setelah

dikeluarkannya hak para ahli waris Dzul Faraa’idh.

Adapun bagian tetap para ahli waris Dzul Faraa’idh adalah sebagai berikut :

a. Mereka yang mendapat ½ dari harta peninggalan terdapat 5 (lima)

golongan, yaitu :

1) Seorang anak perempuan bila tidak ada anak laki-laki ;

2) Seorang anak perempuan (dari anak laki-laki), bila tidak ada cucu laki-

laki, anak perempuan ;

3) Seorang perempuan kandung, bila tidak ada saudara laki-laki ;

4) Seorang saudara perempuan seayah, bila tidak ada saudara laki-laki;

5) Suami bila istri meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu.

b. Mereka yang mendapat bagian 1/4 dari harta peninggalan terdapat dua

golongan, yaitu :

1) Suami, bila istri yang meninggal mempunyai anak atau cucu ;

30
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,
Hukum Islam, dan Hukum Adat, Sinar Grafika, Cet. Ketiga, Jakarta, 2010. Hlm. 71-72

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2) Istri, bila suami yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu ;

c. Ahli waris yang mendapat 1/8 bagian dari harta peninggalan, hanya istri31

baik seorang ataupun lebih. Bagian ini akan diperoleh istri apabila

suaminya yang me ninggal dunia meninggalkan anak, baik anak laki-laki

maupun anak perempuan. Demikian pula jika suaminya itu meninggalkan

anak dari laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

d. Ahli waris yang mendapat 1/3 bagian dari harta peninggalan ada dua

golongan, yaitu :

1) Ibu, bila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu, atau dua

orang saudara atau lebih ;

2) Dua orang atau lebih saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan

dengan pembagian yang sama.

e. Ahli waris yang memperoleh 2/3 bagian dari harta peninggalan terdapat

empat golongan, yaitu :

1) Dua atau lebih anak perempuan, bila tidak ada anak laki-laki ;

2) Dua orang cucu perempuan atau lebih, dari anak laki-laki bila tidak

ada cucu laki-laki, anak perempuan ;

3) Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, bila tidak ada

saudara laki-laki ;

31
HLM. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam, Jakarta, Penerbit Attahiryah, Cetakan Ketujuh Belas,
1976, Hlm. 338

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4) Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, bila ada saudara laki-

laki.

f. Para ahli waris yang meninggal dunia memperoleh 1/6 dari harta

peninggalan, terdapat tujuh golongan, yaitu :

1) Ibu, jika yang meninggal dunia meninggalkan anak, cucu, dua atau

lebih saudara ;

2) Ayah, jika yang meninggal dunia mempunyai anak atau cucu ;

3) Nenek, ibu dari ibu-bapak ;

4) Seorang cucu perempuan, dari anak laki-laki, bersamaan dengan anak

perempuan ;

5) Kakek, bapak dari bapak, bersamaan dengan anak atau cucu, bila ayah

tidak ada ;

6) Seorang saudara seibu, laki-laki atau perempuan ;

7) Saudara perempuan, seorang atau lebih bersamaan dengan saudara

kandung.

Selain itu semua, dikenal pula kelompok keutamaan para ahli waris, yaitu

“ahli waris yang didahulukan untuk mewaris32” mereka yang menurut Al-Qur’an

termasuk kelompok yang didahulukan untuk mewaris atau disebut dengan “kelompok

keutamaan33”.

32
Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Bina Aksara,Jakarta, 1984, Hlm. 68
33
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur’an, Tintamas, Jakarta, 1959, Hlm.
33

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kelompok keutamaan tersebut terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu :

a) Keutamaan pertama ;

1) Anak, baik laki-laki maupun perempuan, atau ahli waris pengganti

kedudukan anak yang meninggal dunia ;

2) Ayah, ibu, dan duda atau janda, bila tidak terdapat anak.

b) Keutamaan kedua ;

1) Saudara, baik laki-laki maupun perempuan, ahli waris pengganti

kedudukan saudara ;

2) Ayah, Ibu, dan janda atau dua, bila tidak ada saudara.

c) Keutamaan ketiga ;

1) Ibu dan ayah, bila ada keluarga, ibu dan ayah, bila salah satu, bila

tidak ada anak dan tidak ada saudara ;

2) Janda atau duda.

d) Keutamaan keempat.

1) Janda atau duda ;

2) Ahli waris pengganti kedudukan ibu dan ahli waris pengganti

kedudukan ayah.

A.3 Terhalangnya Seseorang Mendapat Warisan menurut Hukum Islam

Dalam Hukum Islam, baik ahli waris dari pihak laki-laki maupun dari pihak

perempuan, dapat terhalang menjadi ahli waris dengan salah satu sebab berikut ini :

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1) Perbedaan Agama ;

Orang Islam tidak mendapat pusaka dari orang yang tidak

beragama Islam dan demikian juga sebaliknya 34. Sabda Rasulullah SAW

yang artinya : “Dari Usamah bin Zaid ra, bahwasanya Rasulullah SAW

bersabda: Tidaklah orang Islam mewarisi orang kafir dan tidaklah orang

kafir mewarisi orang Islam”, (HR. Bukhari dan Muslim).

Apabila dalam sekeluarga yang beragama Islam seorang menjadi

murtad, yang artinya meninggalkan agama Islamnya maka gugurlah

haknya untuk menjadi ahli waris dari keluarga yang beragama Islam35.

Hak untuk mewaris hilang, maksudnya adalah ahli waris tidak patut untuk

mewaris, kalau di dalam keluarga tadi akan di terapkan Hukum Islam

pembagian harta warisan.

Oleh karena penetapan fatwa waris bagi mereka yang

menundukkan diri, pada Hukum Islam dengan sendirinya kalau mereka

atau salah satu keluarga tadi tidak beragama Islam, tentunya Hukum Islam

tidak bisa di terapkan baginya. Dengan demikian, hak untuk mewaris

menjadi penghalang baginya36.

34
S.A. Hakim, Hukum Adat Perorangan, Perkawinan, dan Pewarisan, Hlm. 56
35
Ibid, Hlm. 56
36
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,
Hukum Islam, dan Hukum Adat, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hlm. 80-81

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2) Membunuh ;

Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak mendapat

pusaka dari keluarganya yang dibunuhnya itu. Rasulullah SAW bersabda:

“Yang membunuh tidak mewarisi sesuatupun dari yang dibunuhnya”(HR.

Nasai).

3) Perhambatan atau menjadi budak orang lain.

Orang yang menjadi budak tidak berhak mendapat pusaka dari

orang yang merdeka. Allah SWT berfirman : “Allah SWT telah

mengadakan perumpamaan yaitu seorang hamba yang dimilikinya, yang

tidak berkuasa atas sesuatu” (QS. An-Nahl : 75)37.

Seorang hamba selama belum merdeka tidak dapat menjadi ahli

waris maupun menjadi pewaris bagi harta peninggalannya untuk diwarisi.

Jelasnya, seorang hamba menjadi milik Tuannya bersama seluruh hak

miliknya. Keadaan ini terus berlangsung selama hamba tersebut belum

merdeka.

4) Tidak tentu kematiannya.

Apabila ada dua orang yang memiliki hubungan mewaris, padahal

mereka berdua ditimpa musibah seperti mengalami kecelakan mobil, atau

37
Mukhlis Lubis, dan Mahmun Zulkifli, “Ilmu Pembagian Waris”, Citapustaka Media,
Bandung, 2014, Hlm. 14-15

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tenggelam bersama, sehingga keduanya meninggal bersama. Jika dalam

keadaan tersebut tidak dapat diketahui siapa yang mati terlebih dahulu,

maka keadaan yang demikian tidak dapat salah seorang menjadi ahli waris

dari yang lain. Selanjutnya harta masing-masing dari keduanya dibagikan

kepada ahli waris masing-masing38.

A.4 Pembagian Warisan terhadap Ahli Waris Tertentu Menurut Hukum

Islam

1. Warisan Anak dalam Kandungan

Pada dasarnya, anak baru berhak mendapat warisan apabila dia lahir dalam

keadaan hidup yang ditandai dengan suara tangisan atau suara lain, ini sesuai dengan

hadis Rasulullah Saw yang artinya :

“ Tidak dapat warisan seorang anak kecil, kecuali ia lahir dengan bersuara.

(HR.Ahmad).”

“Apabila bersuara (nyawa) anak yang lahir, maka di sembayangkan dia dan

diberi warisan. (HR. Tirmidzi dan Nasai).”

Berdasarkan hadis-hadis ini rata-rata ulama berpendapat bahwa seorang anak

kecil mendapat warisan apabila ia lahir dalam keadaan hidup atau pernah hidup di

luar kandungan ibunya.

Meskipun demikian, apabila waktu kelahiran masih lama setelah kematian

yang mewariskan, harta warisan sudah dapat dibagikan kepada ahli waris yang ada,

38
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hlm.111

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tetapi untuk anak dalam kandungan harus ditentukan bagiannya. Besar kecil

ditentukan mana yang lebih menguntungkan atau antara diperkirakan laki-laki atau

perempuan. Kepastiannya baru diketahui setelah perhitungan keduanya dilakukan39.

Contohnya seorang perempuan meninggal dunia. Setelah utang piutang, hak

hartanya dan wasiatnya diselesaikan tinggallah harta warisannya sejumlah Rp. 150

Juta. Ahli waris yang di tinggalkan tidak terdinding ayah, ibu, suami, satu orang anak

perempuan, satu otang cuci dalam kandungan ( janda anak laki-laki) yang sedang

hamil.

Pemecahannya :

a. Cucu dalam kandungan (sebagai anak perempuan)

1) Ayah adalah dzu Fardhin, mendapat bagian 1/6(QS. An-Nisa ayat 11) .

Jadi Ayah mendapat bagian = 1/6 X Rp. 150 Juta = Rp 25 Juta.

2) Ibu adalah dzu fardhin, mendapat bagian 1/6 (QS. An-Nisa Ayat 11).

Jadi ibu mendapat bagian 1/6 X Rp. 150 Juta = Rp. 25 Juta.

3) Suami adalah dzu fardhin mendapat bagian ¼ (QS. An-Nisa ayat 12).

Jadi suami mendapat bagian ¼ X Rp. 150 Juta = Rp. 37, 5 Juta.

4) 1 (satu) orang anak perempuan mendapat bagian ½ (QS. An-Nisa ayat

11) dan (HR Jama’ah kecuali Muslim dan Tarmidzi). Jadi cucu dalam

kandungan (perempuan mendapat bagain = 1/6 X Rp 150 Juta = 25 Juta.

Jumlah bagia para ahli waris itu :

39
Ibid, Hlm. 67

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rp. 25 Juta + Rp. 25 Juta + Rp. 37, 5 Juta + Rp. 75 Juta + Rp. 25 Juta =

Rp. 187,5

Hal ini melebihi harta warisan, sebab jumlah pendapatan mereka

= 1/6+1/6+1/4+1/2+1/6=2/12+2/12+3/12+6/12+2/12= 15/12

Ini mestinya di ‘aulkan masalah dinaikkan dari 12 ke 15 jadi jumlah

berubah menjadi :

2/15+2/15+3/15+6/15+2/15 =15/15

Maka bagian :

1) Ayah = 2/15 X Rp. 150 Juta = 20 Juta

2) Ibu = 2/15 X Rp. 150 Juta = 20 Juta

3) Suami = 3/15 X Rp. 150 Juta = 30 Juta

4) 1 (satu) orang saudara perempuan 6/15 X Rp. 150 Juta = 60 Juta

5) Cucu dalam kandungan (Perempuan) = 2/15 Rp. 150 Juta = Rp. 20

Juta

b. Cucu dalam kandungan ( sebagai anak laki-laki) atau ‘ashabah

Jumlah pendapatan mereka sesuai ketentuan (Para ahli waris dzu

fardhin) adalah : 1/6 +1/6+1/4+1/2 = 2/12+2/12+3/12+6/12 = 13/12. Ini

artinya tidak ada sisa. Kalau cucu dalam kandungan sebagai laki-laki, maka

ia adalah ashabah ( mengambil sisa). Karena sisa tidak ada maka kalau dia

laki-laki tidak mendapat apa-apa, sedangkan kalau dia perempuan dia

mendapat Rp. 20 Juta.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jadi lebih menguntungkan kalau dia anak perempuan dan inilah

yang dilaksanakan.

Catatan : Ada ahli hadis yang berpendapat ketiga hadis itu lemah,

sedangkan dalam Al-qur’an dan sunnah menetapkan secara umum anak

adalah ahli waris. Oleh karena itu anak dalam kandungan yang pernah

hidup di dalam perut (kandungan) ibunya pun adalah sebagai ahli waris.

2. Warisan anak zina dan anak Li’an

Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan zina, dimana salah satu dari

orang tua si anak telah menikah sebelumnya dengan orang lain tapi melakukan

hubungan suami istri dengan yang bukan makhrom atau mukhrimnya. Sedangkan

anak li’an adalah anak yang dilahirkan ibunya dalam keadaan hubungan perkawinan

yang sah, tetapi suami tidak mengakuinya dan menuduh istrinya berbuat zina tanpa

bukti dan saksi yang cukup40.

Untuk mengelakkan hukuman menuduh zina, suami harus bersumpah li’an

seperti yang di atur dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 6-9. Sesuai dengan sunnah

Rasulullah Saw, sumpah li’an itu harus dilakukan di hadapan hakim. Suami

bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa ia benar pada tuduhannya terhadap

istrinya. Ucapan lengkap sumpah itu adalah : “Aku bersaksi dengan nama Allah

40
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012,
Hlm. 260

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahwa aku seorang yang benar tentang tuduhanku terhadap istriku si (nama istri)

berzina.

Sumpah yang ke lima ia mesti berkata : “sesungguhnya la’nat Allah tertimpa

atas ku, jika aku berdusta tentang tuduhan terhadap istriku (ini) berzina”. Pernyataan

suami dilanjutkan dengan ucapan “ Dan sesungguhnya anak ini dari pada zina, tidak

dari padaku”. Istri agar bebas dari hukuman zina mesti juga menyatakan sumpah

li’an, bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa suaminya berdusta. Ucapan

lengkap sumpahnya adalah : “Aku bersaksi dengan nama Allah bahwa si (nama

suami bin nama ayahnya) ini sesungguhnya berdusta mengenai tuduhannya terhadap

diriku berzina. Pada sumpah yang kelima ia mesti berkata : “Dan kemurkaan Allah

tertimpa atasku jika ia seorang yang benar mengenai tuduhannya terhadap diriku

berzina”.

3. Perempuan yang Diceraikan (Al-Muthallaqah)

Kedudukan istri yang di tinggal mati oleh suaminya patut mendapat perhatian

serta diperlakukan secara hukum di dalam ke tiga lingkungan hukum, yaitu : hukum

adat dan hukum agama islam41. Perempuan yang diceraikan oleh suaminya yang

sedang sakit (hampir mati) oleh Umar dan Usman diberi pusaka. Hal ini susuai

dengan yang disampaikan oleh kedua khalifah tersebut, yang artinya sebagai berikut :

41
Oemar Salim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, Hlm.
30

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Dari Rabi’ah bin Abi Abdir Rahman, ia berkata : seorang istri bagi

Abdurrahman bin ‘Auf minta talaq. Maka ia berkata : kalau engkau sudah

bersuci (dari haidh), kabarkanlah kepadaku. Setelah itu istrinya

mengabarkan kepadanya hal faedah bersihnya, lalu ia thalaq putus atau ia

berikan thalaq yang ketinggalan, padalah ia dalam sakit waktu itu, maka

Usman jadikan perempuan itu mendapat warisan (padahal sesudah habis

masa iddahnya)”.

“Dari Abdirahman bin Hurmuz Al’Araj, bahwasanya Usman bin Affan memberi

warisan kepada istri-istri Ibnu Mikmal, padahal ia telah menceraikan mereka di dalam

masa sakitnya”.

“Seorang laki-laki pernah menceraikan istri-istrinya, dan hartanya dibagikan

diantara anak-anaknya. Tatkala sampai kabar kepada Umar, ia berkata :

hendaklah engkau tarik kembali istri-istrimu dan hartamu, atau aku jadikan

mereka ahli warismu (subulussalam)”.

Catatan : Tidak diketahui berdasarkan dalil mana kedua khalifah tersebut

memberikan warisan kepada istri yang telah ia ceraikan.

4. Anak Pungut

Anak pungut yang dimaksudkan disini adalah anak yang di dapat dari jalan

raya atau sebagainya sedang ibu atau bapak atau keluarga si anak tidak diketahui.

Anak pungut atau yang disebut juga anak angkat adalah seorang anak bukan hasil dari

keturunan kedua orang suami istri yang di pungut, dirawat serta di anggap oleh kedua

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
orang tuanya sebagai anak keturunannya sendiri42. Menurut pandangan Umar kalau

dia mati meninggalkan pusaka, pusaka itu dimasukkan ke Baitul Maal. Sesuai dengan

yang di sampaikan Umar yang di dengar oleh Razein, yang artinya :

“Telah berkata Umar : Anak pungut itu hukumnya merdeka, dan hartanya

untuk Baitul-Maal dan begitu juga binatang yang tak bertuan (razein)”.

B. Hukum Waris Adat Tapanuli Selatan

B.1 Pengertian Warisan Hukum Waris Adat

Hukum Waris Adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang

sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta

bagaiamana cara harta warisan tersebut dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari

pewaris kepada ahli waris43.

Hukum waris adat juga merupakan peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan dan barang-barang

yang tidak berwujud benda dari suatu generasi manusia kepada keturunannya 44.

Dalam hukum adat waris ini, ada hukum kewarisan yang merupakan bagian

dari hukum kelurga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan

mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal

ini di sebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup

kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami persitiwa hukum

42
Ibid, Hlm. 28
43
Ibid, Hlm. 7
44
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987, Hlm. 79

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yaitu kematian. Karena kematian merupan sebuah peristiwa yang tidak bisa di hindari

oleh siapa pun. Akibat yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum

kematian seseorang adalah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak

dan kewajiban-kwajiban seseorag yang meninggal dunia45.

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban seseorang tersebut di atur oleh hukum.

Jadi, warisan itu dalam di katakan ketentuan yang mengatur cara penerusan dan

peralihan harta kekayaan (berwujud/tidak berwujud) dari pewaris pada ahli

warisnya46.Bentuk dan sistem hukum waris sangat erat kaitannya dengan sifat

masyarakat dan sistem kekeluargaan. Bangsa Indonesia adalah salah satu negara yang

salah satu penduduknya sangat pluralis yang disebabkan karena Indonesia memiliki

keragaman suku dan budaya. Letak geografis Indonesia yang terdiri dari beberapa

pulau atau kepulauan menyebabkan perbedaan budaya yang mempengaruhi pola

hidup dan tingkah laku masyarakat.

Salah satu aspek yang menjadi perbedaannya ialah kebudayaan baik rohani

maupun kebudayaan jasmani yang membedakan hukum kewarisan tersebut.

Masyarakat Indonesia yang berbeda suku dan budaya yang disebut sebagai

masyarakat adat tersebut membentuk suatu hukum dari kebiasaan-kebiasaan yang

berlaku bagi masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, dalam hukum adat suatu

pemilikan harta warisan masih sangat dipengaruhi oleh rasa persatuan keluarga dan

rasa keutuhan tali persaudaraan.

45
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Inonesia, Bandung, Sumur, 1983, Hlm. 11
46
Hilman Hadikusma, Hukum Waris Adat, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003 Hlm. 8

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hukum waris adat di Indonesia bersifat pluralistik menurut suatu bangsa dan

kelompok etnis yang ada. Hal itu disebabkan oleh sistem garis keturunan yang

berbeda-beda yang menjadi dasar dari suatu sistem suku-suku bangsa atau kelompok

etnis47. Dalam Negara Republik Indonesia yang bersifat pluralistik, berlaku berbagai

hukum waris yaitu48 :

1. Hukum Waris Adat, untuk warga negara Indonesia asli ;

2. Hukum waris islam, untuk warga negara asli di berbagai daerah dan

kalangan tertentu yang terdapat pengaruh hukum agama islam ;

3. Hukum waris Barat, untuk warga negara Indonesia keturunan Eropa dan

Cina, yang berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pemberian suatu harta dari pewaris kepada ahli waris sesudah meninggal

dunianya merupakan proses yang sangat universal dalam setiap hukum adat yang ada

di dalam masyarakat adat di Indonesia. Akan tetapi, pemberian harta warisan sebelum

si pewaris meninggal dunia (semasa hidupnya) merupakan suatu hal yang tidak biasa

dalam hukum waris pada umumnya, namun hal tersebut dalam hukum adat

merupakan penerapan dari suatu asas atau prinsip pewarisan, yaitu : “Menurut

Hukum Adat, harta warisan itu meliputi semua harta benda yang pernah dimiliki oleh

47
Soerjono Soekanto, Kedudukan Janda menurut Hukum Waris Adat, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1966, Hlm. 7
48
Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1981, Hlm. 108

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
si peninggal harta atau pewaris semasa hidupnya. Jadi, dalam hal ini tidaklah hanya

terbatas pada harta yang dimiliki pada saat si pewaris meninggal49”.

B.2 Sifat Hukum Waris Adat Tapanuli Selatan

Hukum Waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum

merupakan unifikasi hukum. Atas dasar peta hukum waris yang masih demikian

pluralistiknya, akibatnya sampai sekarang ini pengaturan masalah warisan di

Indonesia masih belum terdapat keseragaman.

Bentuk dan sistem hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk

masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedangkan sistem kekeluargaan pada masyarakat

Indonesia, berpokok pangkal pada sistem menarik garis keturunan. Berkaitan dengan

sistem penarikan garis keturunan, seperti telah diketahui di Indonesia secara umum

setidak-tidaknya dikenal tiga macam sistem keturunan50. Ketiga macam sistem

keturunan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sistem Patrilineal/ Sifat Kebapaan ;

Sistem ini pada prinsipnya adalah sistem yang menarik garis keturunan

ayah atau garis keturunan nenek moyangnya yang laki-laki. Dalam sistem

ini kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam hukum waris sangat

menonjol. Ahli waris dalam sistem ini adalah hanya anak laki-laki, sebab

49
Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Penmas SU, Medan, 1988, Hlm. 145
50
M. Idris Ramulyo, “Suatu Perbandingan antara Ajaran Sjafi’I dan Wasiat Wajib di Mesir,
tentang Pembagian Harta Warisan untuk Cucu menurut Islam”, Majalah Hukum dan Pembangunan
No. 2 Thn. XII Maret 1982, Jakarta : FHUI, 1982, Hlm. 155

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anak perempuan telah meikah atau kawin dengan cara “Kawin Jujur” yang

kemudian masuk menjadi anggota keluarga pihak suami, selanjutnya ia

tidak medapat ahli waris orang tuanya yang telah meninggal dunia.

Sistem ini di Indonesia antara lain terdapat pada masyarakat-masyarakat di

Tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon, Irian Jaya, Timor dan Bali51.

2. Sistem Matrilineal/ Sifat Keibuan

Pada dasarnya sistem ini adalah sistem yang menarik garis keturunan ibu

dan seterusnya ke atas mengambil garis keturunan dari nenek moyang

perempuan. Dalam kekeluargaan ini pihak laki-laki tidak menjadi pewaris

untuk anak-anaknya. Anak-anaknya yang menjadi ahli waris dari garis

perempuan atau garis ibu karena anak-anak mereka merupakan bagian dari

keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih merupakan anggota

keluarganya sendiriKekeluargaan yang bersifat keibuan ini di Indonesia

hanya terdapat di suatu daerah, yaitu Minangkabau52.Namun demikian,

bagi masyarakat Minangkabau yang sudah merantau keluar tanah aslinya,

kondisi tersebut sudah banyak berubah.

3. Sistem Bilateral atau Parental/ Sifat Kebapak-Ibuan.

51
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung : Vorkink van Hoeve, s-
Gravenhage, Hlm. 10
52
Ibid. Hlm. 10

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sistem ini, yaitu sistem yang menarik garis keturunan baik melalui garis

bapak maupun garis ibu, sehingga dalam kekeluargaan semacam ini pada

hakikatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan pihak ayah. Dalam

sistem ini kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan di dalam ahli

waris sejajar. Artinya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan

merupakan ahli waris dari harta peninggalan Orang tua mereka. Sistem ini

di Indonesia terdapat di berbagai daerah, antara lain: di Jawa, Madura,

Riau, Aceh, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, Sulawesi, Ternate dan

Lombok.

Dari ketiga sistem keturunan di atas, mungkin masih ada variasi lain yang

merupakan perpaduan dari ketiga sistem tersebut, misalnya “ Sistem Patrilineal

beralih-alih (Alternerend) dan sitem Unilateral Berganda (Double Unilateal) 53”.

Namun tentu saja masing-masing sistem memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda

dengan sistem yang lainnya.

Berdasarkan pada bentuk masyarakat dari sistem keturunan di atas, bahwa

hukum adat waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh garis keturunan yang berlaku

pada masyarakat yang bersangkutan. Berkaitan dengan hal tersebut, Tjokorda Raka

Dherana, dalam tulisannya “Beberapa segi hukum adat waris Bali” yang dimuat

dalam majalah Hukum No. 2 mengemukakan antara lain:

“ . . . masalah hukum adat waris tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan tentang

hukum adat kekeluargaan, akibat sistem kekelurgaan yang dipergunakan membawa

53
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali 1981 Hlm. 284.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akibat pada penentuan aturan-aturan tentang warisan. Disamping itu, peran agama

yang dianut tidak kalah pentingnya dalam penentuan aturan-aturan tentang warisan

karena unsur agama adalah salah satu unsur hukum adat. Hal ini mengakibatkan pula

bahwa meskipun hukum adat kekeluargaan di Bali menganut sistem patrilineal, tetapi

pelaksanaannya berbeda dengan daerah-daerah lain yang juga memakai sistem

Patrileal, seperti halnya di masyarakat Batak54”.

Disamping sistem kekeluargaan yang sangat berpengaruh terhadap pengaturan

hukum adat waris terutama terhadap penentuan ahli waris dan bagian harta

peninggalan yang di wariskan, hukum adat waris mengenal ada tiga sistem kewarisan,

yaitu :

1. Sistem Kewarisan Individual, yaitu sistem kewarisan yang menentukan

bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan, misalnya : Jawa,

Batak, Sulawesi, dan lain-lain.

2. Sistem Kewarisan Kolektif, yaitu sistem yang menentukan bahwa para

ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (Kolektif)

sebab harta yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi kepemilikannya

kepada masing-masing ahli waris. Contohnya “ Harta pusaka” di

Minangkabau, dan “ Tanah Dati” disemenanjung Hitu, Ambon.

54
Tjokorda Raka Dherana, Beberapa Segi Hukum Adat Waris Bali, Majalah Hukum No. 2
Tahun Kedua, Jakarta : Yayasan Penelitian dan Pengembangan Hukum (Law Center), 1975, Hlm. 101

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Sistem Kewarisan Mayorat, yaitu sistem kewarisan yang menentukan

bahwa harta peninggalan pewaris hanya diwarisi oleh seorang anak.

Sistem mayorat ini ada 2 macam, yaitu :

a. Mayorat Laki-Laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua atau sulung,

atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal dari pewaris,

misalnya di Lampung.

b. Mayorat Perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua merupakan

ahli waris tunggal dari pewaris, misalnya pada masyarakat tanah

Semendo, di Sumatera Selatan.

Hazairin, didalam bukunya sebagaimana di kutip Soerjono Soekanto,

menerangkan tentang sistem kewarisan tersebut diatas bila dihubungkan dengan

prinsip garis keturunan, yaitu :

“Sifat Individual atau Kolektif maupun Mayorat, dalam hukum kewarisan tidak perlu

langsung menunjukkan kepada bentuk masyarakat dimana hukum kewarisan itu

berlaku, sebab sistem kewarisan yang individual, bukan saja dapat ditemui dalam

masyarakat yang bilateral, tetapi juga dapat dijumpai dalam masyarakat Patrilineal

seperti di Tanah Batak. Malahan di Tanah Batak, disana-sini mungkin juga di jumpai

sitem Mayorat dan Sistem Kolektif yang terbatas. Demikian juga sistem mayorat itu

selain dalam masyarakat Patrilineal yang beralih-alih, di tanah Semendo dijumpai

pula pada masyarakat Bilateral orang Dayak di Kalimantan Barat. Sedangkan sistem

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kolektif pada batas-batas tertentu malahan dapat dijumpai pula dalam masyarakat

yang bilateral seperti di Minahasa, Sulawesi Utara55”.

Memperhatikan perbedaan-perbedaan dari ketiga macam sistem keturunan

dengan sifat-sifat kekeluargaan masyarakatnya tersebut di atas, menunjukkan bahwa

sistem hukum warisnya pun sangat pluralistik. Namun demikian, sistem hukum waris

di Indonesia tidak hanya karena sistem kekeluargaan masyarakat yang

beranekaragam, melainkan juga disebabkan adat-istiadat masyarakat Indonesia yang

juga dikenal sangat bervariasi. Oleh sebab itu, tidak heran kalau sistem hukum waris

adat yang ada juga beraneka ragam serta memiliki corak dan sifat-sifat tersendiri

sesuai dengan sistem kekeluargaan dari masyarakat adat tersebut56.

Melengkapi pluralistiknya sistem hukum waris adat yang diakibatkan

beragamnya masyarakat adat di Indoensia, dua sistem hukum lainnya juga cukup

dominan hadir bersama serta berlaku terhadap masyarakat dalam wilayah hukum

Indonesia. Kedua macam waris yang disebut itu memiliki corak dan sifat yang

berbeda dengan corak dan sifat hukum waris adat. Sistem hukum waris yang

dimaksud adalah Hukum Waris Islam berdasar dan bersumber pada Kitab Suci Al-

Qur’an dan Hukum waris Barat peninggalan zaman Hindia Belanda yang bersumber

pada BW57. Dalam hal ini, masyarakat Adat khususnya Tapanuli Selatan

menggunakan sistem kekeluargaan Parental.

55
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Islam, Jakarta: Rajawali, 1981, Hlm. 286
56
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Refika
Aditama, Cet. Keempat, Bandung, 2013, Hlm. 6
57
Ibid. Hlm. 7

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B.3 Sebab-Sebab Terhalangnya Seseorang Mendapat Warisan menurut

Hukum Adat

Dalam masyarakat Hukum Adat, mengenai ketidakpantasan untuk menjadi

ahli waris ini tidak dikenal hanya ada suatu kemungkinan seseorang itu

dikesampingkan selaku ahli waris, oleh karena alasan-alasan membunuh si peninggal

warisan. Hal ini bahwa hak untuk mewaris itu tidak dapat dikesampingkan yang

berarti bahwa ketidakpantasan untuk menjadi ahli waris itu tidak dikenal dalam

Hukum Adat.

Hak untuk mengisi atau menggantikan kedudukan seseorang ahli waris

terlebih dahulu meninggal dunia dari pada orang yang meninggalkan warisan, ada

pada keturunan dalam garis menurun. Dengan demikian, hak untuk mewarisi dalam

masyarakat Hukum Adat tentang tidak pantas menjadi ahli waris tidak dianut secara

tegas. Perbedaan agama pun tidak menghilangkan hak seseorang untuk menjadi ahli

waris.

Adapun perbuatan salah yang memungkinkan hilangnya hak mewaris

seseorang terhadap harta warisan orang tuanya atau dari pewaris lainnya dapat

disebabkan antara lain :

1) Membunuh atau berusaha menghilangkan nyawa pewaris atau anggota

keluarga pewaris

2) Melakukan penganiayaan atau berbuat merugikan kehidupan pewaris

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3) Melakukan perbuatan tidak baik, menjatuhkan nama baik pewaris, atau

nama kerabat pewaris karena perbuatan tercela58.

4) Murtad dari agama atau berpindah dari agama dan keceprcayaan dan

sebagainya.

Perbuatan salah yang dimaksud dapat dibatalkan memberi ampunan dengan

nyata dalam perkataaan atau perbuatan sebelum atau ketika warisan dilakukan

pembagian. Pengampunan atas kesalahan ahli waris yang bersalah dapat berlaku atas

semua harta warisan atau hanya untuk pembagian saja. Misalnya waris masih

diperkenankan menerima bagian dari harta pencarian tetapi tidak diperkenankan

mewarisi harta asal atau hanya mendapat bagian harta pencarian yang lebih sedikit

dari bagian waris lainnya59.

58
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, Hlm. 108
59
Ibid, Hlm. 109

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI

KECAMATAN ANGKOLA BARAT

E. SEJARAH, LETAK GEOGRAFIS ATAU TOPOGRAFI KECAMATAN

ANGKOLA BARAT

A. 1 Sejarah Dan Letak Goegrafis Angkola Barat

Dalam membahas sejarah Angkola Selatan tidak bisa lepas dari Kabupaten

Tapanuli Selatan yang merupakan induk dari Angkola Selatan yang penduduk asli

wilayah Tapanuli Selatan memiliki dua jenis suku sesuai dengan daerahnya yaitu

Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing yang berbatasan dengan

Sumatera barat dan suku Batak Angkola yang mendiami daerah Sipirok. Kedua suku

ini yaitu Batak Mandailing dan Batak Angkola mendiami sebagian besar dari

keseluruhan daerah Tapanuli Selatan sejak masa tradisional, masuknya pemerintah

kolonial Belanda sampai pada saat sekarang ini. Terjadi interaksi yang saling

berkesinambungan antara kedua suku ini yang membuat pernyataan bahwa daerah

Tapanuli Selatan kecamatan Angkola Barat itu identik dengan suku Batak Angkola-

Mandailing pada masa itu, tetapi pada kenyataannya keduanya memang berbeda.

Mandailing sendiri dibagi dua, walaupun sebenarnya adatnya sama.

Pembagian itu adalah mandailing Godang dan mandailing Julu. Daerah Mnadailing

Godang di dominasi dengan marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di

sebelah utara Panyabungan sampai Maga di sebelah selatan, serta daerah Batang

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Natal sampai Muara Soma dan Amara Parlampungan di sebelah barat. Daerah

Mandailing Julu, di dominasi oleh marga Lubis. Wilayahnya, mulai dari Laru dan

Tambang si sebelah utara. Di sebelah selatan mulai dari Kotanopan, Pakantan dan

Huta godang, secara turun-temurun di manapun dia bertempat tinggi, etnis

mandailing menganut sistem garis keturunan ayah (Patrilineal) yang terdiri dari

marga-marga :

- Nasution - Daulay

- Lubis - Matondang

- Pulungan -Parinduri

- Rangkuti - Hasibuan

- Batubara - dan lain-lain60

Marga-marga ini tidak serentak mendiami wilayah mandailing, ada beberapa

marga yang datang dan kemudian mendiami wilayah tersebut dan dianggap sebagai

warga mandailing dan tidak mau disebut sebagai warga pendatang. Sebagai contoh

marga Hasibuan yang bertempat tinggal di Mandailing yang berasal dari Barumun

sudah mempunyai Bona Buludi Mandailing. Sebagian dari marga Hasibuan telah

turut membuka Huta bersama dengan raja, sehingga ia disebut anak boru bona bulu.

Demikian juga dengan marga lainnya, etnis Mandailing hampir 100% penganut

agama Islam yang taat. Oleh karena itulah agama Islam sangat besar pengaruhnya

dalam adat seperti dalam pelakasanaan upacara-upacara adat.

60
Pandapotan Nasution, Adat Budaya mandailing dalam tantangan zaman, Medan, Forkala
Provinsi Sumatera Utara, 2005, Hlm. 6

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kecamatan Sipirok umumnya di diami oleh etnis Sipirok/Batak Angkola.

Pakar Antropologi menyatakan kedua etnis ini sama, terpisah dengan etnisMandailing

dan etnis batak Toba. Diperkirakan etnis Sipirok/Batak Angkola berimigrasi dari

daerah Batak, yaitu berasal dari Toba tepatnya daerah Muara dan bermarga Siregar.

Mereka datang dengan jumlah yang sangat besar untuk mencari penghidupan yang

lebih baik dari dua puluh generasi. Hal ini disebabkan lahan di tanah Batak sudah tak

sanggup lagi menampung masyarakat bermarga Siregar yang berkembang dengan

pesat. Salah satu daerah yang mereka tuju adalah Sipirok dan yang lainnya menyebar

ke daerah-daerah yang dapat menampung mereka.

Di Sipirok banyak ditemukan pohon pirdot. Tanaman ini banyak tumbuh di

pinggiran sungai dan berbatang sangat keras. Pohon ini ditemukan marga Siregar, dan

tempat itu mereka namakan dengan Sipirdot yang lama-kelamaan menjadi Sipirok.

Marga Siregar yang datang ke Sipirok ini merupakan Bangsa Proto Melayu yang

datang ke Pulau Sumatera karena desakan dari bangsa Palac Mongoloid 61. Mereka

menyebar ke tiga daerah, yaitu :

1. Gelombang pertama mendarat di Pulau Nias, Mentawai, dan Siberut ;

2. Gelombang kedua mendarat di Muara Sungai Simpang atau Singkil, yaitu

sub etnis batak Gayo atau batak Alas ;

61
Mangaraja Onggong Parlindungan, Tuanku Rao, jakarta, Tanjung pengharapan, 1964, hlm.
47-48

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Gelombang ke tiga sampai di muara sungai Sorkam yaitu antara barus

dan Sibolga. Mereka masuk ke daerah pedalaman dan sampai di kaki

gunung Pusuk Buhit dekat Danau Toba62.

Keturunan marga Siregar semakin berkembang, akhirnya Ompu Palti Siregar,

penguasa ketika daerah Sipirok baru di buka membagi kerajaan yang di pimpinnya

menjadi tiga kerajaan, yaitu :

1. Kerajaan Parau Sorat yang dipimpin oleh Ompu sayur Matua ;

2. Kerajaan Baringin dipimpin oleh Sutan Parlindungan, dan ;

3. Kerajaaan Sipirok dipimpin oleh Ompu Sutan hatunggal.

Untuk mempersatukan ketiga kerajaan ini, maka di suatu tempat yang

bernama Dolok Pamelean di buatlah tempat pertemuan (bukit

persembahan/pengorbanan). Pada tempat itu, sebagai tempat pertemuan di tanamlah

pohon Beringin. Tempat ini menjadi lokasi kantor camat kecamatan Sipirok yang

sekarang. Secara turun-temurun di manapun bertempat tinggal, etnis Sipirokatau

Angkola juga menganut sistem garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari

marga-marga :

- Harahap - Ritonga

- Siregar - Pohan

-Hutasoit - dan lain-lain

- Rambe

62
Ibid, Hlm. 19

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sama halnya dengan di Mandailing, marga-marga tersebut pun sebagian

bukan merupakan masyarakat asli yang mendiami daerah tersebut, ada juga beberapa

marga yang merupakan pendatang dan mendiami daerah tersebut. Mata pencaharian

penduduk di Tapanuli Selatan pada umumnya bertani dan berkebun, pegawai negeri,

pedagang, nelayan dan karyawan swasta. Usaha perkebunan rakyat meliputi tanaman

karet, kopi, kulit manis, dan kelapa. Di samping itu pertanian pangan meliputi padi,

kentang, jahe, sayur-mayur dan lain-lain. Dari hasil perikanan di Tapanuli Selatan di

hasilkan ikan dari hasil usaha nelayan dan penambak berupa ikan tuna, ikan air tawar,

dan lubuk larangan, perairan umum, dan budaya kolam ikan. Masyarakat juga

mengusahakan peternakan, meliputi peternakan sapi, kerbau, kambing, dan unggas.

Hasil hutan meliputi hutan tanaman industri, rotan, dan kayu.

Disamping hasil-hasil tanaman dan peternakan di atas yang ada di Tapanuli

Selatan kecamatan Angkola Barat , daerah ini juga kaya dan memiliki potensi yang

besar, akan perkebunan dan persawahan, selain itu ada yang lebih menarik lagi di

Tapanuli Selatan kecamatan Angkola Barat yaitu : daerah ini kaya akan budaya, alam

dan adat-istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakat yang hidup dalam

kerukunan dan ketentraman dalam hidup berdampingan walaupun berbeda adat

maupun kepercayaan. Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk

Tapanuli Selatan kecamatan Angkola Barat terus mengalami peningkatan terutama

sejak zaman datangnya belanda, seperti yang kita ketahui pada zaman Belanda

kawasan Tapanuli Selatan masuk dalam keresidenan Tapanuli. Jumlah penduduk

Tapanuli Selatan telah meningkat sekitar 70% yakni dari 54.000 jiwa, Tahun 1914

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi 843.000 jiwa tahun 1930. Jumlah tersebut merupakan jumlah kedua

terbanyak setelah jumlah penduduk Tapanuli Utara sebanyak 385.000 jiwa tahun

1914dan 523.000 jiwa tahun 1930. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap

tahunnya baik di daerah Tapanuli secara keseluruhan maupun di daerah Tapanuli

Selatan secara khususnya. Jumlah penduduk terus mengalami peningkatan 63.

Peningkatan tersebut berjalan seiring dengan peningkatan pembangunan

infrastruktur-infrastruktur yang ada di Tapanuli Selatan khususnya di kecamatan

Angkola barat.

Secara goegrafis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia

dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02’ s/d 2,3’ derajat Lintang

Utara dan 98,49’ s/d 100,22’ derajat Bujur Timur64. Dan secara topografi Tapanuli

Selatan terdiri dari daratan rendah, bergelombang, berbukut dan daratan tinggi

bergunung dengan ketinggian antara 0 s/d 1500 meter di atas permukaan laut. Daerah

ini dikelilingi oleh gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, gunung Sorik

Marapi di Kecamatan Panyabungan, gunung Lubuk Raya di Kecamatan

Padangsidimpuan dan gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

Selain memiliki gunung-gunung yang indah, Tapanuli Selatan juga memiliki

panorama yang indah akan danaunya seperti Danau Taodi Kecamatan Sosopan,

Danau Siais di Kecamatan Siais dan Danau Marsambut di Kecamatan Sipirok.

63
Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara
64
Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, kerja sama Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan, Hlm. III

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wilayah Tapanuli Selatan juga di aliri banyak sungai, baik sungai besar maupun

sungai kecil. Bahkan aliran sungai tersebut dapat di manfaatkan sebagai sumber

pembangkit listrik tenaga air, Industri maupun Irigasi, di antaranya sungai Batang

Pane, sungai Barumun, dan lain-lain.

Luas wilayahTapanuli Selatan adalah 18.006 km² atau 1.800.600 H.A dari

luas Provinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah bagian terluas di Sumatera

Utara65 dari daerah bagian lainnya. Secara administratif daerah Tapanuli sebelum

kemerdekaan di kenal dengan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Hindia-Belanda

yang masuk dalam wilayah keresidenan Tapanuli. Setelah kemerdekaan daerah

Tapanuli masuk dalam wilayah provinsi Sumatera Utara dan menjadi daerah tingkat

II Kabupaten Tapanuli Selatan yang berbatasan dengan di sebelah Utara dengan

Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Tengah dan Daerah tingkat II Kabupaten

Tapanuli Utara, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera barat, sebelah timur

dengan Provinsi Riau dan di sebelah Barat dengan Samudra Indonesia.

Kondisi geografi tapanuli Selatan dengan iklim yang selalu bergantian dan

curah hujan yang merata setiap bulan membuat daerah ini sesuai sebagai daerah

pertanian. Dengan adanya dukungan irigasi, pemakaian bibit unggul, pupuk, dan

pengolahan tanah yang tepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Selain itu, dengan

komposisi penduduk yang sebagian masyarakatnya sangat mengandalkan hidupnya

65
Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, Kerjasama Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan. Hlm. III

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada pengelolaan tanah, antara lain sebagai petani sawah, berkebun di ladang dan

berternak.

Awalnya Tapanuli Selatan meliputi daerah Sipirok atau Angkola, Mandailing.

Kedua daerah ini meskipun berada sama-sama di daerah Tapanuli Selatan, tetapi ada

perbedaan yang khas di antara keduanya. Daerah Sipirok merupakan sebuah

kecamatan berjarak ± 385 km dari kota Medan, sedangkan sedangkan dari

Padangsidimpuan ke Kecamatan Sipirok ± 38 km. Antara Kecamatan Sipirok dengan

Kecamatan Pahae Jae (Daerah yang berada di Kabupatan Tapanuli Utara jaraknya 42

km). Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal

pada masa sekarang. Berada ± 40 km dari Padangsidimpuan ke selatan dan ± 150 km

dari Bukit Tinggi ke Utara. Dan Tapanuli Selatan untuk sekarang adalah sebuah

Kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah 12.275,80 km², dengan Ibu

kotanya adalah Sipirok, menyusul dibentuknya Padangsidimpuan menjadi kota

otonom dan pembentukan Kabupaten Mandailing Natal66. Setelah mekarnya beberapa

derah di Tapanuli Selatan maka Tapanuli Setalan hanya meliputi :

a. Sipirok

b. Angkola Barat

c. Batang Toru

d. Muara Batang toru

e. Angkola Sangkunur

66
Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1999, Kerjasama Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan.

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
f. Aek Bilah

g. Saipar Dolok Hole

h. Arse

i. Angkola Timur

j. Marancar

k. Angkola selatan

l. Batang angkola

m. Sayur Matinggi

Yang mana salah satunya adalah Angkola Barat, Angkola barat ini terletak di

Bagian Barat Tapanuli Selatan, yang terdiri dari beberapa desa/kelurahan, yaitu

sebagai berikut :

a. Siuhom

b. Sisundung

c. Parsalakan

d. Sialogo

e. Lembah lubuk raya

f. Sitaratoit

g. Lobu layan si gordang

h. Simatorkis Sisoma

i. Aek nabara

j. Sibangkua

k. Sigumuru

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
l. Sitinjak

m. Panobasan

n. Panobasan Lombang

Angkola Selatan di Pimpin oleh seorang Camat yang bernama : H. Ongku

Muda Atas, dimana luas daerah Angkola Selatan : 74. 10 km2, yang mana sensus

penduduk pada tahun 2012 jumlah penduduk 24.414, kepadatan 329, jiwa/km2.

Desa/kelurahan 12 Desa dan 2 kelurahan.

Adapun gambaran umum kecamatan angkola barat adalah

1. Luas wilayah : 182,17 Km2

2. Ketinggian di atas permukaan laut : 550-1.700 mdpl

3. Batas wilayah :

Sebelah Utara : Kecamatan Batang Toru

Sebelah Selatan : Kecamatan Angkola Selatan

Sebelah Barat : Kecamatan Angkola Snangkunur

Sebelah Timur : Kota Padangsidimpuan

Tabel. 1. Topografi/Letak Geografis Desa/Kelurahan67

No. Desa/ Kelurahan Topografi/ Letak Geografis

1. Siuhom Berbukit-bukit

2. Sisundung Berbukit-bukit

67
Kantor Camat Angkola Barat

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Parsalakan Berbukit-bukit

4. Sialogo Datar

5. Lembah Lubuk Raya Berbukit-bukit

6. Sitaratoit Berbukit-bukit

7. Lobu Layan Sigordang Berbukit-bukit

8. Aek Nabara Datar

9. Sibangkua Berbukit-bukit

10. Sigumuru Berbukit-bukit

11. Sitinjak Berbukit-bukit

12. Simatorkis Sisoma Berbukit-bukit

13. Panobasan Berbukit-bukit

14. Panobasan Lombang Berbukit-bukit

F. JUMLAH PENDUDUK, MATA PENCAHARIAN, SERTA AGAMA

YANG DIANUT

B. 1 Jumlah Penduduk Kecamatan Angkola Barat

Jumlah penduduk kecamatan Angkola Barat dapat dilihat melalui tabel 2

berikut :

Tabel. 2 Luas/Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut

Desa/Kelurahan68

68
Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Selatan

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jumlah Kepadatan

No. Desa/Kelurahan Luas (Km2) penduduk Penduduk

(Jiwa) (Jiwa/Km2)

1. Siuhom 6,90 1687 244,49

2. Sisundung 8,27 1755 212,21

3. Parsalakan 28,60 2577 90,10

4. Sialogo 6,10 688 112,79

5. Lembah Lubuk Raya 18,00 508 28,22

6. Sitaratoit 12,00 1117 93,08

7. Lobu Layan Sigordang 11,00 1142 103,82

8. Aek Nabara 5,90 829 140,51

9. Sibangkua 7,10 1378 194,08

10. Sigumuru 6,30 1028 163,17

11. Sitinjak 18,70 4048 216,47

12. Simatorkis Sisoma 26,70 3120 116,85

13. Panobasan 14,60 2185 149,66

14. Panobasan Lombang 12,00 2853 237,75

Kec. Angkola Barat 182,17 24915 136,77

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, sex rasio, dan

desa/kelurahan69

Jumlah

No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan penduduk Sex

. (Jiwa) Rasio

1. Siuhom 851 836 1687 101,79

2. Sisundung 855 900 1755 95,00

3. Parsalakan 1252 1325 2577 94,49

4. Sialogo 322 366 688 87,98

5. Lembah Lubuk 249 259 508 96,14

Raya

6. Sitaratoit 538 579 1117 92,92

7. Lobu Layan 555 587 1142 94,55

Sigordang

8. Aek Nabara 421 408 829 103,19

9. Sibangkua 637 741 1378 85,96

10. Sigumuru 501 527 1028 95,07

11. Sitinjak 1992 2056 4048 96,89

12. Simatorkis 1523 1597 3120 95,37

Sisoma

69
Badan Statistik Kab. Tapanuli Selatan

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Panobasan 1080 1105 2185 97,74

14. Panobasan 1450 1403 2853 103,35

Lombang

Kec. Angkola Barat 12226 12689 24915 96,35

Tabel. 4 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur70

No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 0-4 1531 1489 3020

2. 5-9 1506 1470 2976

3. 10-14 1488 1416 2904

4. 15-19 1301 1232 2533

5. 20-24 1014 935 1949

6. 25-29 843 826 1669

7. 30-34 761 808 1659

8. 35-39 714 786 1500

9. 40-44 679 769 1448

10. 45-49 661 752 1413

11. 50-54 581 675 1256

12. 55-59 453 524 977

70
Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Selatan

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. 60-64 305 372 677

14. 65-69 187 255 442

15. 70-74 110 187 297

16. 75+ 92 193 285

Kec. Angkola Barat 12226 12689 24915

B. 2 Mata Pencaharian Masyarakat Angkola Barat

Banyaknya kelompok tani di berbagai desa atau kelurahan di Angkola Barat

dapat menggambarkan bahwa masyarakat banyak memilih mata percaharian sebagai

petani dengan berkebun dan bersawah mengingat daerah tersebut sangat subur dan

cocok untuk di tanami berbagai jenis tumbuhan khususnya untuk kebutuhan sehari-

hari, tapi tidak menutuk kemungkinan masyarakat memiliki pekerjaan lain misalnya

berternak maupun berdagang ke berbagai daerah, dan sebagai PNS. Mata pencaharian

di Kecamatan Angkola Barat dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

Tabel. 5 Banyaknya kelompok tani dan anggota menurut Desa/Kelurahan71

No. Desa/Kelurahan Jumlah kelompok Jumlah anggota

tani

1. Siuhom 1 29

71
Kepala Desa

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Sisundung 2 34

3. Parsalakan 2 50

4. Sialogo 5 112

5. Lembah Lubuk Raya 2 34

6. Sitaratoit 4 95

7. Lobu Layan Sigordang 4 136

8. Aek Nabara 1 13

9. Sibangkua 4 81

10. Sigumuru 1 14

11. Sitinjak 5 155

12. Simatorkis Sisoma 5 188

13. Panobasan 8 187

14. Panobasan Lombang 4 107

Jumlah 48 1235

Tabel. 6 Banyaknya Industri dan Tenaga Kerja (TK) menurut Jenis Industri dan

Desa/Kelurahan72

Makanan/minuman Kayu

No. Desa/Kelurahan Unit TK Unit TK

1. Siuhom 11 12 0 0

72
Kepala Desa

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Sisundung 0 0 0 0

3. Parsalakan 6 51 0 0

4. Sialogo 0 0 0 0

5. Lembah Lubuk Raya 2 4 0 0

6. Sitaratoit 13 18 0 0

7. Lobu Layan Sigordang 2 4 0 0

8. Aek Nabara 1 7 0 0

9. Sibangkua 0 0 0 0

10. Sigumuru 0 0 0 0

11. Sitinjak 20 31 0 0

12. Simatorkis Sisoma 50 100 1 3

13. Panobasan 1 3 0 0

14. Panobasan Lombang 0 0 0 0

Jumlah 106 230 1 3

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel.7 Banyaknya unit Usaha atau Perusahaan Perdagangan menurut Jenis Usaha

dan Desa/Kelurahan73

Rumah Kedai

No. Desa/Kelurahan Toko Salon Makan Kopi Hotel

1. Siuhom 1 0 0 20 1

2. Sisundung 0 0 0 6 0

3. Parsalakan 2 0 8 40 0

4. Sialogo 0 0 0 6 0

5. Lembah Lubuk Raya 0 0 0 8 0

6. Sitaratoit 0 0 1 5 0

7. Lobu Layan Sigordang 0 0 0 9 0

8. Aek Nabara 0 0 1 5 0

9. Sibangkua 3 0 0 17 0

10. Sigumuru 1 1 1 3 0

11. Sitinjak 4 2 2 20 0

12. Simatorkis Sisoma 2 0 1 7 0

13. Panobasan 0 0 0 20 0

14. Panobasan Lombang 0 0 1 15 0

Jumlah 13 3 15 181 1

73
Kepala Desa

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel. 8 Banyaknya PNS menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin74

Jenis kelamin Total laki-laki +

Tingkat Pendidikan Laki- perempuan

laki Perempuan

Tamat SD/Sederajat 0 0 0

Tamat SMP/Sederajat 0 0 0

Tamat SMA/Sederajat 4 1 5

Tamat D1/D2/ D3 1 1 2

Tamat D4/S1/S2/S3 6 3 9

Jumlah 11 5 16

B. 3 Agama Yang Dianut Masyarakat Angkola Barat

Mengenai sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Angkola Barat

pada mulanya di jumpai adanya kepercayaan tradisional yang padahakikatnya

kepercayaan ini mucul sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang lemah

dan memiliki kekuatan dan kemampuan yang terbatas, maka manusia atau

masyarakat tersebut percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar kekuasaan

74
Kantor Camat Angkola Barat

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dirinya. Setelah masuknya agama Islam maupun Kristen ke Tapanuli memberi suatu

kepercayaan baru yang menjadikan maayarakat Angkola Barat lebih modren.

Dengan cara berpikir yang lebih terbuka dan menjadikan masyarakat semakin

sadar dan berfikir secara terbuka akan munculnya perbuhan. Peerubahan yang terjadi

semakin kuat dengan di dukungnya oleh pembangunan rumah-rumah ibadah yang

pada dasarnya merupakan prakarsa dari masayarakat setempat, melalui gotong

royong masyarakat bekerja sama mengumpulkan dana guna terlaksananya

pembangunan. Selain itu, pemerintah juga turut serta mengambil bagian dalam

pembangunan tersebut. Dalam perkembangannya pembangunan dan pembaharuan

rumah ibadah di Angkola Barat berjalan normal sesuai dengan bertambahnya jumlah

penduduk yang menganut suatu kepercayan itu.

Agama Islam merupakan paling banyak di anut atau agama mayoritas yang

ada dalam masyarakat Angkola Barat, walaupun begitu kerukunan umat beragama

sangat kental terjaga antara agama Islam yang mayoritas dengan agama Kristen yang

mayoritas. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan pedoman bagi masyarakat

untuk terus menjaga sikap dan prilaku masyarakat sehingga ketentraman dan

kerukunan akan tetap terjaga dengan baik75.

Pada masyarakat Angkola Barat, sejauh ini banyak dalam keluarga yang tidak

mau mengerjakan nilai-nilai keislaman yang bersumberkan dari ajaran agama Islam,

baik di bidang akidah, ibadah, akhlak. Komunikasi antara orang tua dan anak dalam

75
Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sumatera Utara dalam Lintasan
Sejarah, Medan, Pemda Tk. I Sumatera Utara, 1948, Hlm. 127

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keluarga dapat dikatakan baik, tetapi komunikasi tentang nilai-nilai keislaman dari

orang tua kepada anak, jarang hanya diwaktu-waktu tertentu dan orang tua

kebanyakan sibuk mencari nafkah bertani di sawah maupun di ladang, sehingga

dalam berkomunikasi dengan anak untuk menerapkan nilai-nilai keislaman jarang.

Pada akhirnya pengetahuan dan pengalaman keagamaan anak kurang dalam

kehidupan sehari-hari dan mereka lebih tertarik dengan masalah keduniaan, sehingga

mereka tidak tahu untuk mengerjakan nilai-nilai keislaman. Masyarakat kecamatan

Angkola Barat pada umumnya beragama Islam, tetapi banyak masyarakatnya yang

tidak tahu dan mau untuk melaksanakan ajaran agama.

Pengawasan orang tua kepada anaknya di luar keluarga tidak begitu

diperhatikan, sehingga si anak meniru perbuatan temannya atau terbawa lingkungan.

Dikeluarga yang tidak baik menurut ajaran Islam dan peraturan yang berlaku. Hal ini

tentu terlihat dari perilaku yang sehari-harinya banyak, yang tidak mau mengerjakan

shalat lima waktu, shalat jamaah, puasa, wirid yasin, tadarus Al-Qur’an dan banyak

yang melakukan perjudian, mabuk-mabukan, anak sangat bebas bermain dan lain

sebagainya76.

76
Https;//tapanuliselatankab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi,Kecamatan-angkola-barat-
dalam-angka-2016.pdf diakses pada tanggal 02 Maret 2017 pada pukul 17.38 WIB

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. 4 Pendidikan Masyarakat Kecamatan Angkola Barat

Tabel. 9 Tingkat pendidikan yang ditamatkan kepala desa/lurah77

No Desa/Kelurahan SMP SMA Diploma/Sarjana

1. Siuhom 

2. Sisundung 

3. Parsalakan 

4. Sialogo 

5. Lembah Lubuk Raya 

6. Sitaratoit 

7. Lobu Layan Sigordang 

8. Aek Nabara 

9. Sibangkua 

10. Sigumuru 

11. Sitinjak 

12. Simatorkis Sisoma 

13. Panobasan 

14. Panobasan Lombang 

77
Kantor Kepala Desa

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
G. SUBJEK DAN OBJEK WARIS DI KECAMATAN ANGKOLA BARAT

1. Subjek Waris di Angkola Barat

Dalam sistem kekeluargaan ini, ahli warisnya terdiri dari :

a. Anak laki-laki

Yaitu semua anak laki-laki yang sah yang berhak mewarisi seluruh

harta kekayaan, baik harta pencarian maupun harta pusaka. Jumlah

harta kekayaan pewaris dibagi sama diantara para ahli waris. Misalnya

pewaris mempunyai tiga orang anak laki-laki, maka masing-masing

anak laki-laki akan mendapat sebagian dari seluruh harta kekayaan

termasuk harta pusaka. Apabila pewaris tidak mempunyai anak laki-

laki yang ada hanya anak perempuan dan istri, maka harta pusaka tetap

dapat dipakai, baik oleh anak-anak perempuan maupun oleh istri

seumur hidupnya, setelah itu harta pusaka kembali kepada asalnya78.

b. Anak Perempuan

Walaupun dalam kekerabatan patrilineal harta warisan tidak dibagikan

kepada anak perempuan, tetapi hal tersebut berbeda dengan kebiasaan

pada masyarakat Angkola Barat. Dimana kebiasaan tersebut dalam hal

pembagian warisan anak perempuan mendapatkan bagian dari harta

peninggalan orang tuanya, walaupun tidak sebanyak yang didapatkan

oleh anak laki-laki. Hal ini merupakan bentuk Holong ni ate atau

bentuk kasih sayang orang tua.


78
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, PT
Refika Aditama, Bandung, 2013 Hlm. 47

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Anak angkat

Dalam masyarakat Tapanuli Selatan, anak angkat merupakan ahli

waris yang kedudukannya sama seperti halnya anak sah namun, anak

angkat ini hanya menjadi ahli waris terhadap harta pencarian atau

harta bersama orang tua angkatnya. Sedangkan untuk harta pusaka,

anak angkat tidak berhak.

d. Ayah dan ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris. Apabila

anak laki-laki yang sah maupun anak angkat tidak ada, maka yang

menjadi ahli waris adalah ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung

si pewaris yang mewarisi bersama-sama.

e. Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tentu. Apabila anak laki-

laki yang sah, anak angkat, maupun saudara-saudara sekandung

pewaris dan ayah-ibu pewaris tidak ada, maka yang tampil sebagai ahli

waris adalah keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tertentu.

f. Persekutuan adat

Apabila para ahli waris yang disebutkan di atas sama sekali tidak ada,

maka harta warisan jatuh kepada persekutuan adat79.

2. Objek Waris di Angkola Barat

Pada umumnya Objek dalam hukum waris adat Angkola Barat sama

halnya dengan Objek Hukum waris adat Batak yaitu harta warisan. Harta warisan

adalah harta benda yang dimiliki oleh si pewaris yang diteruskan semasa hidupnya

79
Ibid. Hlm. 48

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia dan diteruskan

dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Jenis-jenis harta warisan adalah :

a. Harta bawaan

b. Harta bersama

c. Kedudukan atau jabatan dalam adat

Harta peninggalan pada masyarakat Angkola Barat dapat berupa : tanah,

ternak, sawah, kebun, perhiasan, rumah (biasanya diberikan kepada anak bungsu),

kenderaan dan lain-lain80.

H. PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI KECAMATAN ANGKOLA

BARAT

Dalam pembagian harta warisan di Tapanuli Selatan khususnya di Kecamatan

Angkola Barat, kebanyakan masyarakat tidak melakukan pembagian warisan dengan

gugatan ke pengadilan, selama masih bisa menggunakan musyawarah mufakat,

karena sistem kekerabatan di tapanuli selatan masih kental. Jadi masyarakat dalam

hal ini ahli waris tidak mau memperdebatkan atau memperebutkan harta warisan yang

di tinggalkan oleh pewaris. Ahli waris lebih memilih jalan kekeluargaan demi

persatuan dan keutuhan keluarga81.

Di Indonesia khususnya di Kabupaten Tapanuli Selelatan Kecamatan Angkola

Barat, musyawarah berfungsi dan berperan dalam memelihara dan membina

80
Hasil Wawancara dengan Camat Angkola Barat, Bapak H. Ongku Muda Atas
81
Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kerukunan hudup keluarga. Apabila dalam musyawarah keluarga tidak ditemukan

kesepatan, maka selanjutnya adalah melalui musyawarah adat. Alasan masyarakat

Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan yang menyelesaikan perkara

harta harta warisan di Luar Pengadilan

Masyarakat Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dalam melakukan

pembagian harta warisan berdasarkan Hukum Waris Adat yang telah belaku dan di

jalankan turun-temurun dari leluhur mereka terdahulu. Dalam melaksanakan atau

membagi harta warisan, merekan menggunakan cara bermusyawarah untuk mencapai

mufakat, para ahli waris berkumpul untuk membicarakan harta warisan dari si

pewaris untuk segera membagikan kepada mereka (ahli waris).

Dalam musyawarah tersebut, para ahli waris menunjuk anak laki-laki yang

paling tua dan apabila anak yang paling tua adalah perempuan, maka tetap anak laki-

laki dari saudara-saudaranya yang perempuan sebagai juru pembagi harta warisan

tersebut. Memutuskan mengenai bagian-bagian warisan dari masing-masing

saudaranya. Pembagian harta warisan oleh juru bicara dari harta si pewaris

berdasarkan musyawarah mufakat para ahli waris dan tidak bisa atas kehendaknya

sendiri82.

Kedua cara pembagian harta warisan di atas tersebut tetap menggunakan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat. Pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan

Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak di

82
Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
temukan satu keluargapun dalam pembagian harta warisan yang menerima harta

warisan sebagai anak tiri atau anak maupun anak angkat.

Para pewaris yang ada pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan

Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan yang dalam

pembagian harta warisannya kepada ahli waris adalah dari harta asli. Harta asli adalah

harta kekayaan yang di kuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama, baik berupa

harta peninggalan atau pun harta bawaan yang di bawa masuk ke dalam perkawinan

dan bertambah selama perkawinan sampai akhir hayatnya83.

Hal ini dapat dilihat dari harta warisan yang diberikan kepada ahli warisnya

yang berupa tanah, sawah, kebun yang masih terus ditanami oleh si pewaris sampai

akhir hayatnya. Tanah, sawah atau kebut tersebut berasal dari orang tua si pewaris

yang di wariskan oleh orang tuanya, yang di kuasai dan dimiliki pewaris sejak mula

pertama.

Perincian pembagian warisan pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan

Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagian

ada yang bagian ahli waris perempuan lebih kecil dari pada anak laki-laki, namun ada

juga yang bagian anak perempuan sama dengan anak laki-laki, hal ini tergantung

pada musyawarah mufakat yang dilakukan para ahli waris.

Mengenai perincian pembagiannya dapat di ambil contoh dari beberapa

responden pada masyarakat yang tinggal di Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan

Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Tapanuli Selatan.

83
Hasil Wawancara dengan Bapak Bayuddin Rambe, tanggal 28 Desember 2016

78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Waris Adat

Tapanuli Selatan

1. Faktor Pendidikan

Dengan perkembangan zaman, khususnya di dunia pendidikan yang terus

berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir masyarakat, dari pola

pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Pada dasarnya pengertian

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Dengan berkembangnya dunia pendidikan hal ini akan merubah pola pikir

masyarakat dalam hal ini pola pikir tetang pembagian harta warisan, dimana dengan

bertambah luasnya pola pikir masyarakat, masyarakat akan semakin terbuka dengan

perubahan-perubahan yang terjadi dalam hal pembagian warisan, yang mana

perubahan tersebut mengikuti perkembangan zaman. Tujuan pendidikan adalah

menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki

pandangan yang luas kedepan untuk menciptakan suatu cita-cita yang di harapkan

dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat dalam berbagai lingkingan kehidupan

79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri untuk lebih baik dalam

segala aspek kehidupan bermasyarakat84.

Dalam perkembangan zaman sekarang ini, banyak orang tua yang

menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, dimana tidak hanya anak laki-laki yang

bersekolah tetapi juga anak perempuan, tapi dengan perkembangan zaman dan

perluasan pemikiran masyarakat. Dalam dunia pendidikan sekarang ini, Dimana

pemenerintah juga mewajibkan anak belajar selama Sembilan tahun.

Dengan pengetahuan dan pemikiran yang semakin luas tentu berdampak pada

perubahan kebudayaan dan kebiasaan pada masyarakat, yang mana khususnya dalam

pembagian harta warisan, terdapat ketidakdakadilan antara anak laki-laki dengan

anak perempuan, dimana anak laki-laki memperoleh harta warisan sedangkan anak

perempuan tidak, hanya mendapatkan hibah.

Terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat pada dasarnya disebabkan

oleh faktor-faktor yang bersifat internal maupun eksternal. Perubahan yang

disebabkan oleh faktor internal antara lain dapat berasal dari adanya pertambahan

atau pengurangan jumlah penduduk, adanya penemuan atau inovasi baru, adanya

pertentangan maupun karena adanya revolusi. Sedangkan perubahan yang disebabkan

oleh faktor eksternal dapat berasal dari alam seperti gempa bumi, banjir bandang dan

kemarau, pengaruh kebudayaan masyarakat asing, peperangan dan lain sebagainya85.

84
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 107
85
Meilina Lisnawathy Lubis, Kedudukan Anak Perempuan dan Perkembanganya dalam
Hukum Waris Adat Batak (Studi Kasus pada Suku Batak Toba dan Batak Mandailing di DKI Jakarta),
Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Undip, Semarang, Hlm. 94

80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada masyarakat Kecamatan Angkola Barat, faktor pendidikan membawa

perubahan yang sangat signifikan, dengan dunia pendidikan yang semakin

berkembang yang dapat merubah pola pikir masyarakat Kecamatan Angkola Barat,

yang dulunya masih kental dengan Adat dan Istiadatnya menjadi berpikiran lebih

modren dan terbuka dengan ilmu pengetahuan yang baru, dampak dari perkembangan

pendidikan terlihat jelas dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Kecamtan

Angkola Barat, masyakarakat dulunya melakukan pembagian harta warisan hanya

dengan menggunakan hukum adat saja, tetapi dengan berkembangnya dunia

pendidikan.

Pada masa sekarang ini masyarakat Kecamatan angkola Barat tidak hanya

menggunakan hukum adat dalam masalah pembagian harta warisan tetapi juga

melihat pandangan dari agama Islam atau hukum waris Islam, yang mana agama

Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kecamatan Angkola Barat, walaupun

dalam pembagian harta warisan tidak mengikuti ajaran Islam sepenuhnya, misalnya:

dalam ajaran agama Islam, anak laki-lakilah yang mendapatkan warisan sedangkan

anak perempuan tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya, tetapi pada

masyarakat Kecamatan Angkola Barat hal itu sangat berbeda, karena tidak hanya

anak laki-laki yang mendapatkan warisan tetapi anak perempuan juga mendapatkan

warisan walaupun tidak sebanyak bagian dari anak laki-laki pada umumnya. Bagian

anak perempuan tersebut sering disebut dengan holong ate86.

86
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Madjain Harahap, pada tanggal 01 April 2017

81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan

manusia. Seiring perkembangan zaman, tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah

oleh karena itu ekonomi secara terus menerus mengalami pertumbuhan dan

perubahan. Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang di alami

suatu negara seperti inflasi, pengangguran, kesempatan kerja, hasil produksi, dan

sebagainya. Jika hal tersebut di tangani dengan baik maka suatu negara mengalami

keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk

yang ada di negara tersebut87.

Sudah 70 tahun lebih Indonesia merdeka, tetapi kondisi perekonomian

masayarakat tidak juga membaik, masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat

kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta penapatan perkapita yang masih

rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di Inodnesia, maka perlu

mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa penjajahan, orde

lama, orde baru, hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya,maka dapat

mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah

dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian masyarakat Indonesia serta dapat

memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada88.

Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat Kecamatan Angkola

Barat, tentu kebutuhan masyarakat semakin bertambah, oleh karenanya

87
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, Reneka Cipta, Hlm. 123
88
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996. Hlm. 10

82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perekonomian semakin meningkat, mengingat harga-harga kebutuhan pokok semakin

mahal, misalnya seperti harga cabai, beras, dll. Sedangkan masyarakat Kecamatan

Angkola barat banyak yang berkebun cabai maupun memiliki sawah, oleh karenanya

pertumbuhan ekonomi masyarakat Kecamatan Angola Barat semakin meningkat,

dengan meningkatnya pertumbuhanperekonomian tersebut, tentu itu membuat

dampak yang besar pada perkembangan pembagian harta warisan, karena masyarakat

semakin berkembang dan menjadi masyarakat yang modren hal itu karena

perekonomian semakin membaik, sekarang masyarakat banyak yang telah belajar

atau mendapat informasi tentang bagaimana bertani yang baikdan masaalah biaya,

masyarakat melakukan peminjaman modal ke bank untuk mengembangkan usahanya,

tentu hal ini berbeda dengan kehidupan masyarakat pada masa lalu yang mana sulit

untuk mengembangkan lahan pertanian miliknya baik itu karena ketidaktahuan

tentang bagaimana bertani yang baik maupun terkendala biaya.

Perkembangan perekonomian tersebut tidak lepas dari yang namanya sistem

informasi baik itu melalu televisi, radio, internet, hp, dll. Hukum waris adat telah di

anggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan kehidupan masyarakat yang

semakin modren, mengingat sistem informasi zaman dulu tentu tidak secanggih

zaman sekarang.oleh karenanya banyak masyarakat yang melakukan pembagian harta

warisan dengan menggunakan hukum waris Islam dan ada pula menggunakan hukum

waris BW walaupun jumlahnya tidak banyak89.

89
Hasil Wawanaca dengan Bapak H. Ali Ando nst, pada tanggal 01 April 2017

83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Faktor Sistem Informasi

Dengan semakin berkembangannya era globalisasi sekarang ini, dimana

berdampak pada sistem informasi yang semakin canggih, yang dapat mempermudah

manusia dalam berkomunikasi antar manusia yang satu dengan yang lainnya, hal ini

tidak lepas dari kemajuan pemikiran manusia yang semakin modern, komunikasi

dapat di lakukan melalui telepon seluler, internet, dan lain-lain.

Hal inilah yang menyebabkan informasi dapat menyebar dangan luas dan

cepat. Dengan penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas, masyarakat bisa

dengan mudah memperoleh informasi tersebut, dimana segala informasi tersebut

memiliki dampak yaitu dapat merubah struktur kebudayaan dan pola pikir masyarkat

adat, yang pada awalnya monoton yang di anggap kaku sehingga masyarakat

mengetahui perubahan yang ada khususnya dalam pembagian harta warisan, yaitu

salah satunya pembagian harta warisan menurut hukum perdata BW, yang sering di

pakai oleh masyarkat modern di perkotaan90.

Dengan mudahnya memperoleh informasi pada masa sekarang ini tentu sangat

mempengaruhi kehidupan masyarakat Kecamatan Angkola Barat, khususnya dalam

hal pembagian harta warisan, yang pada awalnya di masyarakat angkola Barat hanya

menggunakan hukum adat dalam hal pembagian harta warisan, tetapi dengan adanya

informasi baru tentang perkembangan hukum khususnya yang mengatur tentang

pembagian harta warisan, dengan sangat mudah informasi tersebut sampai ke

masyarakat Kecamatan Angkola Barat, informasi tersebut bisa di peroleh masyarakat

90
Hasil Wawancara dengan Bapak Bayuddin Rambe, pada tanggal 31 Maret 2017

84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dari televisi, radio, internet, hp, dll. Masyarakat Indonesia sekarang ini banyak

menggunakan hukum waris Islam dan Hukum waris BW khususnya di masyarakat

perkotaan, oleh karena tidak mau di anggap ketinggalan zaman dalam hal pembagian

warisan, jadi sebagian dari masyarakat kecamatan Angkola Barat menggunakan

hukum waris Islam dan ada juga yang menggunakan hukum waris BW, walaupun

masyakarat pada umumnya menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan masalah

pembagian harta warisan tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan beberapa tahun

yang akan datang banyak masyarakat akan menggunakan hukum waris Islam maupun

hukum waris BW dalam hal pembagian harta warisan, mengingat dengan semakin

berkembangnya zaman dan sistem informasi91.

4. Faktor Perantauan

Apabila diperhatikan arti kata merantau saat ini, pada zaman globalisasi,

tujuan perantauan bagi masyarakat di Indonesia sudah sangat beragam. Untuk tujuan

pendidikan maupun ekonomi, orang bisa pergi atau merantau kemana saja di bagian

dunia ini. Tidak sedikit masyarakat yang pergi merantau keluar negeri misalnya ke

Malaysia, Australia, Eropa, bahkan Amerika. Dengan berbagai macam tujuan dan

motivasi. Bila di perhatikan perantauan memiliki arti seseorang yang pergi

meninggalkan kampung halaman untuk mencari kehidupan yang lebih baik di

wilayah atau negeri orang lain dengan semangat dan cita-cita yang tinggi.

91
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Zainuddin Ritonga, pada Tanggal 31 Maret 2017

85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedangkan kata merantau mempunyai arti seperti berlayar, mencari

penghidupan di sepanjang rantau (dari sungai ke sungai) atau pergi ke negeri lain

untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Pada saat sekarang pengertian merantau

sudah menjadi luas. Keluar dari kampung sendiri ke kota lain sudah dikatakan pergi

merantau, apalagi pergi keluar dari suatu provinsi. Pada permulaan merantau

bertujuan untuk mencari penghidupan, sedangkan sekarang untuk melanjutkan

pendidikan ke negeri lain juga dikatakan pergi merantau92.

Tujuan merantau adalah untuk mencari ilmu dan memperbaiki ekonomi

dengan segala skill dan kemampuan, meyakinkan diri pasti bisa, jangan pernah

menyesal merantau sesulit apapun itu, dirantau orang harus pandai menyesuaikan

diri, ibu ditinggalkan di kampung, temukan juga ibu dirantau, saudara ditinggalkan di

kampung, dapatkan juga saudara dirantau. Banyak faktor yang mendorong orang-

orang untuk pergi merantau (pergi dari tempat asal atau kelahirannya menuju tempat

lain. Diantaranya faktor tradisi atau budaya dari suatu kelompok etnis, juga ada faktor

ekonomi, pendidikan, dan faktor peperangan.

Mengenai aspek perantauan dalam negeri, pembangunan yang tidak merata

dan lebih terpusat di kota-kota besar, membuat banyak masyarkat Indonesia di

berbagai etnis pergi merantau terutama ke pulau jawa untuk mencari pekerjaan atau

pendidikan yang lebih baik. Para perantau ini, terutama yang beragama islam

memiliki tradisi untuk mudik setiap tahunnya untuk merayakan lebaran Idul Fitri atau

92
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Abd Karim Hutasuhut, pada tanggal 31 Maret 2017

86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hari besar umat Islam. hal tersebut dapat di amati dengan kenaikan arus penumpang

sistem transportasi umum93.

Untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dan meningkatkan status sosial

di masyarkat banyak, orang yang telah pergi merantau dari pedesaan menuju

perkotaan untuk mendaptkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik, dimana di

perantauan tersebut mereka (orang yang pergi merantau) telah banyak melihat dan

belajar dari lingkupan atau sekelilingnya tentang bagaimana orang di perkotaan

melakukan pembagian harta warisan, hal itulah yang dapat mempengaruhi pola pikir

masyarakat perantauan, dimana dia juga nantinya akan melakukan sesuai dengan apa

yang di lihat dan pelajari dari masyarakat perkotaan tentang pambagian harta

warisan94.

Pada umumnya tujuan masyarakat Kecamatan Angkola Barat merantau adalah

untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari pada sebelumnya,tetapi secara

tidak sadar mereka yang merantau melihat dan belajar tentang bagaimana masyarakat

di perkotaan melaksanakan pembagian harta warisan, dan menbandingan cara yang

dilakukan dikecamatan Angkola Barat dengan didaerah perkotaan tentu sangat jauh

berbeda dengan yang berlaku di masyarakat Kecamatan Angkola Barat itu sendiri, hal

inilah yang membuka pemikiran mereka bahwa masyarakat diperkotaan saja

memelakukan pembagian harta warisan dengan menggunakan hukum waris Islam dan

hukum waris BW, dan menganggap bahwa pembagian harta warisan menurut hukum

93
Gerry Dimas AC, Budaya Merantau pada Suku-Suku di Indonesia, Johor Baru, 2001, Hlm.
98
94
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Abd Karim Hutasuhut, pada tanggal 31 Maret 2017

87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adat sudah kuno dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan di masyarakat itu

sendiri.

Oleh karenanya mereka yang merantau bertahun-tahun dan memutuskan

untuk kembali ke Kecamatan Angkola barat atau hanya sekedar pulang kampung

dalam perayaan hari besar, misalnya hari raya idul fitri. Setelah berinteraksi dengan

masyarakat luas mereka memberitahukan perbedaan pembagian warisan di

masyarakat perkotaan dengan masyarakat Kecamatan Angkola Barat, yang sedikit

banyaknya hal itu mempengaruhi masyarakat Angkola Barat. Sehingga banyak

masyarakat beranggapan bahwa masyarakat di perkotaan saja melakukan pewarisan

dengan menggunakan hukum waris Islam dan hukum waris BW, jadi kenapa kita

tidak mengikuti perkembangan zaman dengan menggunakan hukum waris Islam

maupun hukum waris BW, begitulah pendapat masyarakat95.

5. Faktor Perkembangan Sosial

Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa

manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui

beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menyelusuri perkembangannya

itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkupngan,

pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelktual dan emosional mengambil

peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan

anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.

95
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Majid Batubara, pada tanggal 31 Maret 2017

88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perkembangan sosial merupakan kemajuan yang progresif melalui kegiatan

yang terarah dari individu dalam pemahaman atas yang terarah dari individu dalam

pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah laku yang luwas. Hal ini

disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial

tersebut. Beberapa pengertian perkembangan sosial menurut para ahli yaitu :

1) Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan

seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi

dengan unsur sosialisasi di masyarkat96.

2) Menurut Singgih D. Gunarsah, perkembangan sosial merupakan kegiatan

manusia sejak lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus melakukan

penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-

norma dan sosial budaya masyarakatnya.

3) Menurut Abu Ahmad, berpendapat bahwa perkembangan sosial telah

dimulai sejak manusia itu lahir. Sebagai contoh : anak menangis saat

dilahirkan, atau anak tersenyum saat di sapa. Hal ini membuktikan adanya

interaksi sosial antara anak dengan lingkungannya.

Masyarakat Kecamatan Angkola Barat mayoritas adalah suku batak

mandailing, tetapi pada sekarang ini tidak hanya suku batak mandailing saja yang

mendiami daerah tersebut ada juga masyarakat dari suku batak toba, minangkabau,

nias, dan suku jawa. Oleh karenanya dengan adanya interaksi sosial antar orang

perorangan maupun antar suku sedikit banyaknya membawa perubahan pada

96
Elizabeth Hurlock B, Developmental Psikologi, Mc Grrow Hill, Inc, 1980.

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat asli daerah tersebut sehingga terpengaruh oleh kebudayaan dan kebiasaan

pada masyarakat pendatang tersebut, khususnya dibidang pembagian harta warisan,

dimana masyarakat asli Kecamatan Angkola Barat akan mengikuti kebiasan

masyarakat perkotaan seperti masyarakat dari suku jawa dalam hal melakukan

pembagian warisan.

Oleh karenanya sebagian masyarakat asli Kecamatan angkola tidak lagi

menggunak cara kuno atau menggunakan hukum adat dalam melakukan pembagian

harta warisan, serta menggantinya dengan cara modren yaitu dengan menggunakan

hukum Islam atau hukum perdata (BW)97.

6. Faktor melonggarnya ikatan klan dan Suku

Kesatuan terkecil dari kerabat unilateral disebut dengan klan atau suku dalam

klan, masyarakat yang bertalian darah dipengaruhi oleh faktor pertalian darah yang

sangat kuat, sedangkan masyarakat yang bertalian dengan faktor territorial atau

daerah hampir tidak tampak. Tiap-tiap orang merasa ada pertalian darah antara yang

satu dengan yang lainnya sebab mereka merasa satu keturunan. Begitu juga

kelangsungan hak dan kewajiban diurus dalam suatu kelompok, dimana anggota

kelompok itu ditentukan berdasarkan garis keturunan laki-laki atau perempuan.

Klan merupakan suatu satuan sosial yang para anggotanya memiliki hubungan

kekerabatan. Dengan demikian kesatuan klan didasarkan atas hubungan darah atau

keturunan. Biasanya klan atau kelompok kekerabatan ditarik berdasarkan garis

97
Hasil Wawancara dengan Bapak Mara Mombang Batubara, pada tanggal 31 Maret 2017

90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keturunan. Klompok kekerabatan yang di dasarkan pada garis keturunan dari pihak

bapak dikenal dengan istilah patrilineal, sedangkan kelompok kekerabatan yang

didasarkan pada garis keturunan dari pihak ibu dikenal dengan istilah matrilineal.

Kelompok kekerabatan yang banyak dijumpai dalam kehidupan bangsa

Indonesia, klan-klan yang ada dalam kehidupan masyarakat batak disebut dengan

marga, seperti marga nasution, harahap, hutangalung, ginting dan lain sebagainya.

Masyarakat Minangkabau juga mengenal sistem klan yang disebut dengan kampuang.

Klan berhubungan dengan latar belakang keturunan yang tergabung dalam keluarga

luas baik berdasarkan garis keturunan wanita (matrilineal) maupun laki-laki

(patrilineal) atau keduanya. Klan merupakan suatu organisasi sosial yang khusus

menghimpun anggotanya yang berasal dari satu keturunan yang sama sehingga klan

akan memiliki struktur sosial tersendiri yang secara khusus untuk memperkokoh

ikatan kekerabatan diantara mereka.

Orang-orang yang terhimpun dalam suatu klan dapat diketahui dari nama

belakang atau nama lekuarga yang mereka pakai seperti yang dimiliki oleh

masyarakat batak, tetapi terdapat juga anggota sebuah klan yang dapat dikenali dari

lambang-lambang yang dipasang di rumah atau prilaku khusus yang hanya berlaku

bagi suatu klan. Klan sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klan

merupakan kesatuan keturunan, kesatuan kepercayaan dan kesatuan adat. Klan

adalah sisitem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama

91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
umumnya terjadi pada masyarkat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal)

maupun garis keturunan ibu (matrilineal)98.

Klan atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) dalam masyarakat batak

disebut dengan marga.

1) Marga batak Karo : Sembiring, Ginting, Singarimbun, Barus, Tambun,

Paranginangin dan lain-lain

2) Marga batak Mandailing : Nasution, Harahap, Siregar, Batubara, Batubara

dan lain-lain.

3) Marga batak Toba : Nababan, Simatupang, Hutasoit, Samosir, Sitorus, dan

lain-lain.

Di masa lalu, ikatan klan dan suku sangatlah erat dimasyarakat Kecamtan

Angkola Barat, pada masyarakat batak ikatan klan di tandai dengan suatu marga di

belakang namanya. Misalnya : dalam perayaan adat baik itu pesta pernikahan dll,

peranan kerabat dekat yang memiliki marga yang sama dengan kita mempunyai

kewajiban dan tugas dalam pelaksanaan pesta tersebut, tanpa disuruh kerabat tersebut

akan menjalankan tugas yang diberikan kepadanya tanpa mengharap imbalan99.

Begitu juga dalam pembagian harta warisan kahanggi mendapat bagian

warisan walaupun berupa barang atau benda tertentu, misalnya baju yang masih layak

pakai dari almarhumyang telah meninggal, maupun peralatan-peralatan dapur, dll.

Tetapi pada masa sekarang hubungan klan itu telah melonggar bahkan kerabat dekat

98
Http://Ratihdiahastuti.blogspot. Co.id/2013/11/diferensiasi-berdasrkan-klan.html=1 di akses
pada tanggal 13 Februari pada jam 22:47
99
Hasil Wawancara dengan Bapak Madjain Harahap, pada tanggal 01 April 2017

92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kita tersebut tidak mau menghadiri pesta kita, karena sesuatu hal kejadian atau

kesalahpahaman, oleh karena melonggarnya ikatan klan tersebut mempunyai dampak

kepada pembagian harta warisan, yang mana pada sekarang ini kahanggi tidak lagi

termasuk ahli waris dari saudara satu marganya yang meninggal dunia, dengan kata

lain kahanggi tidak lagi mendapatkan warisan dari si pewaris100.

7. Faktor kesadaran

Konsep kesadaran yang lazim dianggap bertitik tolak tumbuh dan

berkembangnya kesadaran hukum pada masyarakat. Hukum menjadi patokan dalam

bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat yang

bersangkutan. Kesadran hukum disini di artikan sebagai persepsi hukum dari

seseorang individu atau masyarakat terhadap hukum.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kesadaran hukum merupakan

kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia dan masyarakat tentang

hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Penekanannya adalah

pada sisi nilai-nilai atau tentang fungsi hukum dan bukan pada penilaian hukum

tentang kejadian yang konkret dalam masyarakat yang berangkutan. Kesadaran

hukum merupakan dasar bagi penegakan hukum sebagai proses101.

Dengan semakin berkembangnya hukum pada masa sekarang ini, tentu akan

berpengaruh bagi kehidupan masyarakat Kecamatan Angkola Barat, mengingat

100
Hasil Wawancara dengan Bapak Basar Ritongan, Pada tanggal 01 April 2017
101
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali Pers,
1982, Hlm. 145

93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hukum adalah patokan dalam berkehidupan dan bermasayarakat sehari-hari, banyak

masyarakat sekarang ini yang sadar betapa pentingnya mematuhi dan mengikuti

aturan hukum, kesaran ini tak lepas dari semakin berkembangnya kehidupan dan

semakin dewasanya pemikiran masyarakat Kecamatan Angkola Barat 102. Tentu hal

ini juga mempengaruhi perkembangan pembagian warisan di masyarakat Kecamatan

Angkola Barat, yang pada masa lalu hanya menggunakan hukum adat dalam

melakukan pembagian harta warisan, tetapi pada masa sekarang, masyarakat sudah

tahu bagaimana perkembangan hukum dalam hal pembagian warisan, yaitu dengan

menggunakan hukum waris Islam maupun hukum waris BW, hal ini tak lepas dengan

masuknya Islam ke Indonesia dan bangsa Belanda ke Indonesia, dan banyak

masyarakat yang mengadopsi hukum waris Islam dalam melakukan pembagian harta

warisan dan bahkan negara mengadopsi hukum Belanda menjadi hukum yang berlaku

di Indonesia, khususnya tentang pembagian harta waris103.

E. Mekanisme penyelesaian sengketa pembagian Hukum Waris di

masyarakat Adat Tapanuli Selatan

1. Pembagian warisan dari pewaris yang belum meninggal dunia

Hal ini dilakukan apabila ahli waris telah berumah tangga atau sudah

menikah, oleh karena itu pewaris membagikan sebagian hartanya ke ahli waris yang

telah menikah tersebut, supaya ahli waris bisa menghidupi anak dan istrinya, dan

102
Hasil Wawancara dengan Bapak Aziz Harahap, pada tanggal 01 April 2017
103
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Ali Ando Nst, pada tanggal 01 April 2017

94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak bergantung lagi dengan orang tua (tidak ketergantungan) serta telah memiliki

penghasilan sendiri, tetapi ahli waris tidak di perbolehkan untuk menjual warisan

tersebut tanpa persetujuan dari pewaris, karena harta warisan tersebut belum

seutuhnya menjadi milik ahli waris atau dengan kata lain pewaris masih memiliki hak

atas warisan yang telah ia berikan ke ahli waris, dan pewaris bisa sewaktu-waktu

menarik kembali warisan yang ia berikan ke ahli waris.

Dengan catatan apabila ahli waris tidak bisa merawat dan memelihara warisan

yang telah diberikan pewaris, misalnya seorang pewaris membagikan hartanya

terhadap ahli waris yang telah berumah tangga atau menikah dengan cara

membagikan kebun dan sawah kepada ahli waris supaya bisa menghidupi anak dan

istrinya dengan jalan menggarap kebun dan sawah tersebut, tetapi apabila kebun dan

sawah tersebut tidak mampu di rawat oleh ahli waris sehingga menyebabkan kebun

atau sawah tersebut tidak bisa lagi diambil hasilnya, maka pewaris bisa meminta

kembali kebun atau sawah yang tidak bisa di rawat oleh ahli waris104.

2. Pembagian harta warisan oleh pewaris kepada ahli waris setelah

meninggalnya si pewaris

Hal ini dilakukan setelah meninggalnya pewaris, pembagian harta waris

biasanya di awali dengan musyawarah para ahli waris terlebih dahulu, dan

musyawarah tersebut biasanya dilakukan setelah tiga hari terhitung sejak

meninggalnya si pewaris, setelah tiga hari tersebut barulah para ahli waris

104
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Ali Ando Nst, tanggal 26 Desember 2016

95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bermusyawarah tentang bagaimana cara pembagian harta warisan tersebut kepada

masing-masing ahli waris, biasanya musyawarah berjalan dengan lancar tapi tidak

menutup kemungkinan juga terjadi ketidak cocokan antara para ahli waris mengenai

pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris. Apabila telah terjadi

permasalah maka hal yang paling pertama sekali di lakukan oleh para ahli waris

adalah dengan memanggil mora, kahanggi, anak boru, tujuan pemanggilan ini supaya

kiranya mora, kahanggi, anak boru tersebut bisa memberikan usulan atau pendapat

bagaimana baiknya masalah tentang pembagian harta warisan tersebut105.

Apabila tidak menemui titik terang atau masih terjadi permasalahan maka

langkah selanjutnya adalah memanggil hatobangon (dalam hatobangon ini telah

merangkap harajaon, alim ulama dan kepala desa maupun perangkat desa). Selain

dengan cara di atas, para ahli waris yang masih merasa tidak adil dalam pembagian

harta warisan dan mengajukan gugatan ke pengadilan, dan kemudian pengadilan yang

berhak memutuskan dan menetapkan sebaik-baik dan seadil-adilnya tentang

pembagain harta warisan tersebut, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau

merasa tidak adil.

Dalam hal ini putusan hakim bersifat final dan konkrit, jadi apapun keputusan

pengadilan nantinya harus dilaksanakan oleh para ahli waris karena mereka telah

setuju untuk menyerahkan masalah pembagian warisan tersebut kepada pengadilan,

untuk mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya dalam pembagian harta

warisan tersebut.

105
Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016

96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam pembagian harta warisan di Tapanuli Selatan khususnya di Kecamatan

Angkola Barat, kebanyakan masyarakat tidak melakukan pembagian warisan dengan

gugatan ke pengadilan, selama masih bisa menggunakan musyawarah mufakat,

karena sistem kekerabatan di tapanuli selatan masih kental. Jadi masyarakat dalam

hal ini ahli waris tidak mau memperdebatkan atau memperebutkan harta warisan yang

di tinggalkan oleh pewaris. Ahli waris lebih memilih jalan kekeluargaan demi

persatuan dan keutuhan keluarga106.

Di Indonesia khususnya di Kabupaten Tapanuli Selelatan Kecamatan Angkola

Barat, musyawarah berfungsi dan berperan dalam memelihara dan membina

kerukunan hudup keluarga. Apabila dalam musyawarah keluarga tidak ditemukan

kesepatan, maka selanjutnya adalah melalui musyawarah adat. Alasan masyarakat

Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan yang menyelesaikan perkara

harta harta warisan di Luar Pengadilan

Masyarakat Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dalam melakukan

pembagian harta warisan berdasarkan Hukum Waris Adat yang telah belaku dan di

jalankan turun-temurun dari leluhur mereka terdahulu. Dalam melaksanakan atau

membagi harta warisan, merekan menggunakan cara bermusyawarah untuk mencapai

mufakat, para ahli waris berkumpul untuk membicarakan harta warisan dari si

pewaris untuk segera membagikan kepada mereka (ahli waris).

Dalam musyawarah tersebut, para ahli waris menunjuk anak laki-laki yang

paling tua dan apabila anak yang paling tua adalah perempuan, maka tetap anak laki-

106
Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016

97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
laki dari saudara-saudaranya yang perempuan sebagai juru pembagi harta warisan

tersebut. Memutuskan mengenai bagian-bagian warisan dari masing-masing

saudaranya. Pembagian harta warisan oleh juru bicara dari harta si pewaris

berdasarkan musyawarah mufakat para ahli waris dan tidak bisa atas kehendaknya

sendiri107.

Dalam musyawarah, para ahli waris tidak ada satupun yang boleh memprotes

keputusan dari bagian-bagian yang telah di tetapkan oleh juru bagi yang di tunjuk

oleh para ahli waris itu sendiri. Karena selain membagi dengan cara seperti ini

mengikuti jejak nenek moyang atau leluhur yang terdahulu yang telah mengajarkan

hal tersebut kepada mereka. Dimana masyarakat Kecamatan Angkola Barat,

Kabupaten Tapanuli juga berpedoman kepada nasehat orang-orang tua yaitu yang

menyebutkan bahwa harta warisan atau harta peninggalan orang tua tidak boleh untuk

di perdebatkan dan perebutan108.

Jadi, para ahli waris telah menyadari bahwa apa yang telah di ajarkan oleh

nenek moyang dan para leluhur terdahulu harus diikuti, tanpa mencari sebab-sebab

mengapa demikian dalam hal pembagian harta warisan. Karena apabila melanggar

ketentuan-ketentuan yang telah berlaku secara turun-temurun yang telah di ajarkan

oleh nenek moyang atau para leluhur terdahulu dalam keyakinan merekan adalah

berdosa.

107
Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016
108
Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016

98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain berpedoman kepada hal tersebut, ada alasan lain yang sangat

fundamental bagi masyarakat sekitar yaitu mereka berpedoman bahwa Tuhan itu

Maha Kaya. Alasan inilah yang menjadi keyakinan bahwa berapapun jumlah bagian

warisan yang di terimanya adalah hal yang sedikit dibandingkan dengan kekayaan

Tuhan yang tidak ada batasnya, alasan ini sangat menandakan bahwa keimanan dan

ketaqwaan masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan

kepada Tuhan Yang Maha kuasa sangatlah kuat.

Apabila telah menyangkut tentang keimanan dan ketaqwaan dan keyakinan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka hal itulah yang menjadi dasar mereka dalam

kehidupan bermasyarakat. Hal ini jelas berkaitan dengan pelaksanaan pembagian

harta warisan pada masyarakat di daerah tersebut, selain itu ada alasan lain mengapa

masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan membagi harta

warisan atau harta peninggalan orang tua berdasarkan hukum adat, dimana harta

warisan atau harta peninggalan orang tua harus di jaga dengan sebaik-baiknya109.

Dimana harta warisan atau harta peninggalan orang tua tidak boleh

dipergunakan atau dijual untuk kepentingan yang tidak perlu, harta warisan boleh di

pergunakan asalkan untuk keperluan-keperluan yang dari ahli waris yang mendesak,

penggunaan harta warisan oleh para ahli waris atau salah satu dari ahli waris juga di

putuskan melalui musyawarah mufakat. Oleh karena itu, dalam segala sesuatu yang

berkaitan atau berhubungan dengan penggunaan harta warisan harus dengan

musyawarah terlebih dahulu.

109
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Zainuddin Ritonga, tanggal 28 Desember 2016

99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sejauh ini, di masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan selama melakukan atau melaksanakan musyawarah mufakat tidak pernah ada

hambatan dan selalu berjalan dengan lancar, dengan menampung semua pendapat,

masukan atau usulan dari para ahli waris, menyalurkan dan menyimpulkan usul

pendapat dari para ahli waris tentang bagaimana sebaiknya harta warisan itu di

perbuat, karena tujuan dari musyawarah itu adalah untuk mencapai kata sepakat110.

3. Penyelesaian Perkara Warisan yang terjadi pada umumnya di

Masyarakat Adat Tapanuli Selatan

Sengketa Waris

Dapat diselesaikan dengan 3 cara

1. 2. 3.

Musyawarah Musyawarah Gugatan ke


Pengadilan
Keluarga Adat

Skema : Penyelesaian Sengketa Waris di Tapanuli Selatan

Tidak semua anak bisa dikatakan sebagai ahli waris, anak yang dapat di

katakan sebagai pewaris lain selain anak kandung adalah anak tiri, anak angkat, anak

piara, waris balu, waris kemenakan, dan para waris pengganti seperti cucu, ayah-ibu,

kakek-nenek, waris angota kerabat dan waris lainnya. Kemudian berhak atau tidaknya

110
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Zainuddin Ritonga, tanggal 28 Desember 2016

100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
para ahli waris tersebut di pengaruhi oleh sistem kekerabatan yang bersangkutan dan

mungkin juga karena pengaruh agama, sehingga antara daerah yang satu dan yang

lain terdapat perbedaan walaupun tidak jauh berbeda.

Adapun cara pembagian harta warisan di tempat atau daerah lain memiliki

perbedaan dengan masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan itu sendiri, sesuai dengan hukum waris mana yang di pilih oleh daerah

tertentu untuk menyelesaikan masalah tentang pembagian harta warisan tersebut111.

Di negara Indonesia kita ini, di kenal ada tiga pilihan hukum waris yang bisa di pakai

untuk menyelesaikan perkara tentang pembagian harta warisan yaitu Hukum waris

Islam, Hukum waris Adat dan Hukum Waris perdata (BW)112.

Masyarakat di daerah yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan-

perbedaan, dimana asas kesamaan hak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang

modern, terutama bagi keluarga-keluarga yang telah maju dan bertempat di kota,

dimana alam fikiran yang cenderung kepada sifat-sifat yang induvidualistis telah

mempengaruhi dan ikatan kekerabatan mulai merenggang. Sedangkan asas

kerukunan, yaitu asas saling mengerti dan memahami kepentingan yang satu dengan

yang lainnya.

Dimana hidup saling menunjang yang paling di utamakan, terlihat masih

berpengaruh di lingkungan masyarakat pedesaan, dimana hubungan kekerabatan dan

dan gotong-royong masih kuat. Keadaan masyarakat seperti inilah yang menjadi

111
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Majid batubara, tanggal 28 Desember 2016
112
Hasil Wawancara dengan Bapak Basar Ritonga, tanggal 29 Desember 2016

101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dasar ahli waris menentukan hukum waris yang akan di pakainya untuk

menyelesaikan pembagian harta warisan.

Di daerah pedesaan, masyarakat pada umumnya memilih membagi harta

warisan secara Hukum Waris Adat dengan cara bermusyawarah atau kekeluargaan.

Sedangkan di daerah perkotaan, masyarakat pada umumnya memilih membagi harta

warisan secara Hukum Waris Barat (BW).

Kelurahan Simatorkis, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan yang memili luas wilayah lebih kurang 300 Ha. Sebelah utara berbatasan

dengan kelurahan Sitinjak, sebelah timur berbatasan dengan Lembah Lubuk Raya,

sebelah selatan berbatasan dengan dengan Nagari Marancar dan sebelah barat

berbatasan dengan pegunungan Bukit Barisan. Dengan jumlah penduduk sebanyak

785 dengan jumlah kepala keluarga113.

Semua responden beragama Islam dan pernah melakukan waris-mewaris, baik

sebagai ahli waris maupun sebagai pewaris. Walaupun mereka beragama Islam dan

menjalankan ajaran atau ketentuan-ketentuan yang ada di dalam agama islam, namun

dalam urusan waris-mewaris, mereka menggunakan Hukum Waris Adat untuk

menyelesaikan permasalahan tentang pembagian harta warisan. Hal ini menunjukkan

bahwa Hukum Waris adat masih kental di masyarakat Kelurahan Simatorkis,

Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.

113
Hasil Wawancara dengan Lurah Simatorkis Bapak Mara Mombang Batubara, tanggal 28
Desember 2016

102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Begitu juga halnya dengan kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat,

Kabupaten Tapanuli selatan, yang memeliki luas wilayah lebih-kurang 350 Ha.

Dimana sebelah utara berbatasan dengan desa sigumuru, sebelah timur berbatasan

dengan kelurahan simatorkis, sebelah selatan berbatasan dengan negari marancar, dan

sebelah barat berbatasan dengan desa siuhom atau pegunungan bukit barisan dengan

jumlah penduduk sebanyak 988 kepala keluarga.

Terdapat persamaan dengan kelurahan Simatorkis yang mana walaupun

mereka beragama Islam tetapi mereka juga menggunakan Hukum Waris Adat untuk

menyelesaikan permasalahan tentang harta warisan. Hal ini menunjukkan bahwa

Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten

Tapanuli Selatan, lebih memilih Hukum Haris Adat dibandingkan dengan Hukum

Waris Islam dan Hukum waris Barat (BW).

Masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan

Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan mempunyai prinsip bahwa segala

sesuatu itu harus di landasi dengan rasa rasa ikhlas. Mengenai cara pembagian

warisan masyaraakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan

Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, selalu menggunakan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam menyelesaikan pembagian harta warisan114.

Para ahli waris berkumpul untuk melakukan musyawarah setelah menerima

harta warisan dari si pewaris atau setelah si pewaris meninggal dunia. Dalam

musyawarah anak laki-laki yang paling tua yang memimpin jalannya musyawarah,

114
Hasil Wawancara dengan Bapak Aziz Harahap, tanggal 19 Desember 2016

103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
apabila anak perempuan yang paling tua, tetap anak laki-laki dari saudari-saudari

perempuannya dengan catatan anak laki-laki tersebut sudah dewasa dan pandai

bersikap atau mengambil keputusan115.

Mereka yang menjadi juru bagi sesungguhnya bukan juru bagi yang mutlak,

harus mengikuti ketetapan pembagiannya yang sesuai dengan Hukum Waris Adat

yang berlaku, tetapi juru bagi hanya sebagai juru damai, sebagai orang yang

memimpin permusyawaratan untuk mencapai mufakat, mereka bertugas untuk

menampung, menimbang, menyalurkan dan menyimpulkan usul, pendapat, dari para

ahli waris, dalam hal bagaimana cara pembagian harta warisan tersebut dengan

sebaik-baiknya dan adil.

Selama pembagian itu berjalan dengan baik, rukun dan damai diantara para

ahli waris, maka tidak perlu adanya ikut campur tangan dari orang lain atau orang di

luar keluarga yang bersangkutan tersebut. Campur tangan dan kesaksian oleh ketua

adat atau para pemuka masyrakat hanya di pergunakan, apabila ternyata jalannya

musyawarah untuk mencapai mufakat tidak sesuai dengan yang diinginkan atau tidak

lancar.

Anak laki-laki yang paling tua atau anak laki-laki dari saudari-saudari

perempuannya yang lebih di istimewakan dalam hal juru pembagi harta warisan oleh

orang tuanya yang telah meninggal dunia, karena sangat di hormati oleh saudara dan

saudarinya, dan juga sekaligus menggantikan peran orang tua yang telah meninggal

115
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Madjain Harahap, tanggal 29 Desember 2016

104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(apabila telah meninggal), walaupun saudara tertua yang memimpin jalannya

musyawarah, tetapi tidak boleh bertindak sewenang-wenang116.

Adapaun pembagian harta warisan pada masyarakat di Kelurahan Simatorkis

dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan,

terbagi atas dua, yaitu :

1. Pada waktu si pewaris masih hidup

Biasanya pewaris telah melakukan penerusan atau pengalihan harta

kekayaan dari ayah atau orang tua kepada ahli warisnya, yaitu kepada

anak laki-laki tertua di keluarga tersebut, walaupun anak perempuanyang

tertua di keluarga tersebut, tetap penerusan atau pengalihan harta warisan

kepada anak laki-laki dari saudari-saudarinya. Hal ini karena ada

anggapan bahwa anak laki-laki lebih mumpuni atau cakap dibandingkan

dengan anak perempuan.

Sehingga apapun yang di putuskan oleh anak laki-laki, maka

saudara-saudara perempuannya tidak boleh memprotes. Ajaran taat pada

saudara laki-laki ini telah ditanamkan atau di ajarkan oleh para orang tua

atau leluhur mereka kepada anak perempuan merekan sejak masih kecil,

karena anak laki-laki adalah pelindung dan kebanggan bagi keluarganya.

2. Pada waktu si pewaris telah meninggal dunia

116
Hasil wawancara dengan Bapak Basar Ritonga, tanggal 29 Desember 2016

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pembagian waris dilakukan setelah semuanya telah tenang,

maksud tenang adalah semua ahli waris dan keluarga tidak lagi menangisi

atau meratapi orang tuanya yang telah meninggal dunia, biasaya

pembagian harta warisan dilakukan setelah seratus hari meninggalnya si

pewaris. Karena selain tenang para ahli waris telah berkumpul, maka

secara otomatis anak laki-laki yang paling tua atau anak laki-laki dari

saudara-saudaranya yang perempuan menjadi juru bagi dalam hal

pembagian harta warisan dari orang tuanya117.

Mengenai pembagian harta warisan setelah meninggalnya pewaris, ada juga

anak tertua pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurhan Sitinjak, Kecamatan

Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang melakukan penguasaan penuh

terhadapt harta warisan yang di tinggalkan oleh orang tuanya. Dimana sebelum di

baginya harta warisan kepada ahli warisnya, anak laki-laki yang paling tua

bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala sangkut-paut hutang-piutang pewaris

semasa hidupnya.

Kedua cara pembagian harta warisan di atas tersebut tetap menggunakan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat. Pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan

Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, tidak di

temukan satu keluargapun dalam pembagian harta warisan yang menerima harta

warisan sebagai anak tiri atau anak maupun anak angkat.

117
Hasil Wawancara dengan Bapak Azis Harahap, tanggal 19 Desember 2016

106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Para pewaris yang ada pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan

Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan yang dalam

pembagian harta warisannya kepada ahli waris adalah dari harta asli. Harta asli adalah

harta kekayaan yang di kuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama, baik berupa

harta peninggalan atau pun harta bawaan yang di bawa masuk ke dalam perkawinan

dan bertambah selama perkawinan sampai akhir hayatnya118.

Hal ini dapat dilihat dari harta warisan yang diberikan kepada ahli warisnya

yang berupa tanah, sawah, kebun yang masih terus ditanami oleh si pewaris sampai

akhir hayatnya. Tanah, sawah atau kebut tersebut berasal dari orang tua si pewaris

yang di wariskan oleh orang tuanya, yang di kuasai dan dimiliki pewaris sejak mula

pertama.

Perincian pembagian warisan pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan

Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagian

ada yang bagian ahli waris perempuan lebih kecil dari pada anak laki-laki, namun ada

juga yang bagian anak perempuan sama dengan anak laki-laki, hal ini tergantung

pada musyawarah mufakat yang dilakukan para ahli waris.

Mengenai perincian pembagiannya dapat di ambil contoh dari beberapa

responden pada masyarakat yang tinggal di Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan

118
Hasil Wawancara dengan Bapak Bayuddin Rambe, tanggal 28 Desember 2016

107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Tapanuli Selatan. Dapat dilihat dari tabel di

bawah ini119.

Tabel 10 : Perincian Pembagian Harta Warisan

No Pewaris Jumlah Harta Cara Pembagian


ahli Peninggalan
waris
1 H.Z.R 6 Rumah, 3 bidang sawah dan 3 bidang
kebun dan kebun salak di bagi rata kepada
sawah 3 anak laki-laki, dan bagi 3
anak perempuan mendapat 1
bidang sawah dan 1 bidang
kebun, dan rumah untuk anak
laki-laki yang paling kecil.
2 H. A. K 7 Rumah dan Untuk 3 orang anak laki-laki
kebun salak masing-masing mendapatkan 1
bidang kebun salak dan rumah
untuk anak laki-laki yang
paling kecil, serta 1 bidang
kebun salak dibagi untuk 4
orang anak perempuan.
3 H. M. B 2 Rumah, Untuk laki-laki 2 bidang kebun
kebun dan dan 1 bidang sawah dan rumah
sawah untuk anak laki-laki, dan untuk
anak perempuan mendapat 2

119
Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Adat Kelurahan Simatorkis dan Sitinjak,
tanggal 28-29 Desember 2016

108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bidang sawah.
4 M.M.B 5 Rumah dan 4 bidang kebun dan 3 bidang
Sawah sawah di bagi rata pihak laki-
laki, dan rumah untuk anak
laki-laki yang paling kecil,
bagian untuk 1 anak
perempuan 1 bidang sawah.
5 H.M.H 2 Rumah, 1 bidang kebun salak untuk
Sawah dan anak laki-laki yang paling tua
kebun dan 1 bidang sawah untuk anak
laki-laki yang paling kecil,
beserta rumah
6 B. R 5 Rumah dan 3 bidang kebun salak di bagi
kebun salak rata untuk 3 orang anak laki-
laki dan untuk anak perempuan
1 bidang sawah
7 A. H 1 Rumah, Semuanya untuk anak laki-laki
kebun dan yang satu-satunya.
sawah
Sumber : Hasil Wawancara dengan beberapa Tokoh masyarakat Angkola Barat

Pada masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan

Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, banyak juga anak-anak dari pewaris

yang telah merantau ke kota dan berhasil, dan ketika si pewaris meninggal dunia,

mereka tidak meminta bagian warisan dari harta peninggalan orang tuanya, tetapi

bagian warisan tersebut di berikan kepada saudara-saudaranya yang kurang mampu,

109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga mereka mendapat bagian warisan yang lebih banyak dari bagian yang

semestinya diterimanya120.

Umumnya para ahli waris yang tidak mau mengambil warisannya,

mempunyai alasan bahwa dengan di berikan bagian kepada saudaranya yang kurang

mampu bukannya ke orang di luar keluarga mereka, dan dapat meningkatkan

kesejahteraan para saudara-saudaranya atau keluarganya. Hal seperti ini di

perbolehkan bagi ahli waris yang memang menginginkan seperti itu, tapi sekali lagi

juru bagi mempunyai peranan yang penting yaitu menanyakan kepada ahli waris yang

ingin memberikan bagian warisannya tersebut kepada saudara atau saudarinya yang

kurang mampu.

Mengenai pemberian warisan dari kepada keluarga yang kurang mampu,

warisan tersebut tidak dapat di minta kembali apabila telah di berikannya kepada

saudara atau saudarinya yang kurang mampu. Sangatlah penting untuk di tegaskan,

karena bisa menjadi menjadi masalah yang besar di kemudian hari, apabila suatu hari

nanti kerurunan ahli waris tersebut meminta bagian dari pada harta warisan orang

tuanya yang teleh di serahkan kepada saudara maupun saudarinya tersebut.

Masyarakat Kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan

Angkola Barat, Kabupaten Tapanusi Selatan dalam membagi harta warisan yaitu

dengan memakai Hukum Waris Adat yang telah turtu-temurun, yang di ajarkan oleh

120
Hasil Wawancara dengan Bapak Mara Mombang Batu Bara, tanggal 28 Desember 2016

110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
nenek-moyang dan leluhur mereka, pembagian harta warisan dengan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat121.

Dalam pikiran masyarakat kelurahan Simatorkis dan Kelurahan Sitinjak,

Kecamatan Angkola Barat, Tapanuli Selatan, membagi harta warisan dengan

memakai Hukum Waris Islam, dapat merenggangkan hubungan persaudaraan atau

kekeluargaan antara para ahli waris, karena tidak sesuai dengan apa yang dia ajarkan

oleh nenek moyang atau leluhur mereka122.

Bagi mereka, menjaga hubungan kekeluargaan atau persaudaraan lebih

penting dari pada memperebutkan harta warisan yang di tinggalkan atau yang di

bagikan oleh orang tua mereka. mereka berpandangan bahwa harta itu tidak akan di

bawa mati, begitula falsafah yang ada pada masayarakat Kelurahan Simatorkis dan

Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.

F. Akibat Hukum dari Perkembangan Hukum Waris di masyarakat

Tapanuli Selatan

Pembagian dilakukan setelah pewaris meninggal dunia, maka perlu

diperhatikan bahwa walaupun pada dasarnya semua anak laki-laki mempunyai hak

yang sama terhadap harta benda peninggalan orang tuanya, namun pembagian itu

harus dilakukan dengan sangat bijaksana sesuai dengan kehendak/pesan pewaris

sebelum meninggal dunia. Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki dalam

121
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Ali Ando Nst, tanggal 28 Desember 2016
122
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Madjain Harahap, tanggal 29 Desember 2016

111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sistem patrilineal juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada

kekhususan yaitu anak laki- laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya

disebut Siapudan. Dan dia mendapatkan warisan yang khusus.

Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak

kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati

proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat

menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis

harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka

turun - temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun

keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan123.

Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat- istiadatnya

lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak

perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat

warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan, yaitu berupa Tanah Pusaka,

Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata

oleh semua anak laki- laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi

meninggalkan kampong halamannya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap

sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung,

maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan).

123
Annisa dan Normaidah “Hukum Waris Dalam Sistem Kekeluargaan Patrilineal” IAIN
Antasari Banjarmasin, 2015, hal 7

112
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seiring perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan

oleh masyarakat Batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain

pengaruh dari Hukum Perdata Nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak,

juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki- laki dan

perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Angkola Barat saat ini

sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya

tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih

menggunakan waris adat seperti di atas124.

Kedudukan anak perempuan di dalam Hukum Waris Adat Batak kurang

mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena sistem kewarisan Adat Batak yang

Patrilineal. Kedudukan anak perempuan sebagai Ahli Waris orang tuanya tidak ada

sama sekali, baik anak perempuan itu mempunyai saudara laki-laki ataupun tidak

mempunyai saudara laki-laki.

Contoh Kasus :

Di Tapanuli Selatan, pernah ada putusan hukum yang tegas menyatakan

perempuan tak berhak atas harta waris. Salah satu putusannya dalam

majalah ‘HUKUM’, terbitan Perhimpunan Ahli-Ahli Hukum Indonesia, edisi No. 5-6

Tahun 1959.

124
https://myslawlibrary.wordpress.com/2013/06/03/waris-perempuan-tapanuli-selatan/
diakses pada tanggal 1 April 2016 pada pukul : 11.30 WIB

113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kisahnya bermula dari Simapil-mapil, Dewan Negeri Siharang-harang,

Padangsidempuan. Secara. Bermula dari perseteruan antara seorang perempuan

bernama R.D melawan eks pasangan suami isteri H.H – B.D.

R.D pemilik rumah, merasa keberatan atas penyitaan yang dilakukan jurusita

Pengadilan Negeri Padangsidempuan. Beslag dilakukan dalam perkara H.H dengan

B.D. Semula H.H dan B.D adalah suami isteri. Ternyata pasangan ini pernah

menempati rumah R.D125.

Entah bagaimana caranya rumah milik R.D itu malah ikut disita. Karena itu ia

mengajukan keberatan. Rumah itu ia peroleh semasa hidup bersama suaminya S.N.

Namun perlawanan itu sia-sia. Hakim Parimpunan Siregar menyatakan menurut

hukum adat Batak yang berlaku, perempuan tak berhak mewarisi harta suaminya

yang meninggal. Dengan logika ini, R.D tak berhak atas rumah yang disita.

Upaya banding ke Pengadilan Tinggi Medan pun tak membuahkan hasil.

Pandangan bahwa perempuan tak berhak mewarisi harta peninggalan suaminya juga

dianut hakim banding dipimpin Mr. Mahadi (nama yang punya andil dalam pendirian

dan perkembangan FH USU). Putusan Mahkamah Agung pun tak mengubah

pandangan hakim.

Posisi perempuan yang tak diuntungkan dalam pembagian waris di Tapanuli

Selatan juga bisa dibaca dalam putusan Landraad Hutanopan (Kotanopan) pada akhir

September 1938. Isinya: anak-anak perempuan bukan ahli waris, tetapi mereka

125
Holongmarinacom.blogspot.co.id/2016/12/kedudukan-perempuan-dalam-budaya.html
diakses pada tanggal 1 April 2016 pada pukul : 10.49 WIB

114
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mempunyai hak pakai atas harta peninggalan ayahnya sepanjang ia tidak

meninggalkan kampung halaman selama-lamanya.

Perempuan hanya berhak menarik hasil dari (bukan memiliki) harta waris

suami termuat dalam putusan Landraad Padangsidempuan tanggal 24 Mei 1939, dan

putusan Rapat Adat Kuria Pintu Padang tanggal 15 Desember 1931. Isinya:

perempuan hanya berhak menarik hasil (vruchtgebruik) atas harta peninggalan

suami/ayah. Itu pun selama mereka menetap di kampung126.

C. 1. Kelompok Ahli Waris

a. Ahli Waris Menurut Hukum Islam

Adapun kriteria sebagai ahli waris tercantum didalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) pasal 171 huruf c , yang berbunyi:

“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah

atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang

karena hukum untuk menjadi ahli waris127.”

Jadi menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah seseorang yang

dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab),

hubungan sebab semenda atau perkawinan dan beragama Islam serta tidak terhalang

mewarisi seperti yang disebutkan dalam pasal 173. Meskipun demikian tidak secara

otomatis setiap anggota keluarga dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya,

126
https://myslawlibrary.wordpress.com/2013/06/03/waris-perempuan-tapanuli-selatan/
diakses pada tanggal 1 April 2016 pada pukul : 11.30 WIB
127
Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000 Hlm.81

115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meskipun kriteria dalam pasal 173 telah terpenuhi. Karena ada ahli waris yang lebih

dekat hubungannya dengan si mati dan ada juga yang hubungannya lebih jauh dengan

si mati. Dalam hal ini, para ahli waris harus mengingat urutannya masing-masing.

Dalam urut-urutan penerimaan harta warisan seringkali yang dekat menghalangi yang

jauh, atau ada juga yang dekat hubungannya dengan pewaris akan tetapi tidak

tergolong sebagai ahli waris karena dari garis keturunan perempuan (Dzawil Arham).

Apabila dicermati, hukum waris Islam membagi ahli waris menjadi dua macam,

yaitu128:

1. Ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya

timbul karena adanya hubungan darah. Maka sebab nasab menunjukkan

hubungan kekeluargaan antara pewaris dengan ahli waris.

2. Ahli waris sababiyah, yaitu: hubungan kewarisan yang timbul karena

sebab tertentu:

a. Perkawinan yang sah (al-musoharoh)

b. Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau karena adanya

perjanjian tolong menolong.

Macam-macam ahli waris dapat di golongkan menjadi beberapa golongan

yang ditinjau dari segi jenis kelaminnya, dan dari segi haknya atas harta warisan. Jika

ditinjau dari jenis kelaminnya, maka ahli waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu

ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Jika ditinjau dari segi hak atas harta

128
Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001, hlm. 59

116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
warisan, maka ahli waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Dzawil Furudl,

Ashobah, Dzawil Arham129.

Ditinjau dari jenis kelamin ahli waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu ahli

waris laki-laki dan ahli waris perempuan dengan pembagian sebagai berikut:

Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

a. Anak laki-laki ;

b. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah ;

c. Bapak ;

d. Datuk, yaitu bapak dari bapak ;

e. Saudara laki-laki seibu sebapak ;

f. Saudara laki-laki sebapak ;

g. Saudara laki-laki seibu ;

h. Keponakan laki-laki seibu-sebapak ;

i. Keponakan laki-laki sebapak ;

j. Paman seibu sebapak ;

k. Paman sebapak ;

l. Sepupu laki-laki seibu sebapak ;

m. Sepupu laki-laki sebapak ;

n. Suami ;

129
Ahmad Azhar Basyir, 2001, Hlm. 34

117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
o. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang

memerdekakan.seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli

waris.

Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah130:

a. Anak perempuan ;

b. Cucu perempuan ;

c. Ibu ;

d. Nenek, yaitu ibunya ibu ;

e. Nenek dari pihak bapak ;

f. Saudara perempuan seibu sebapak ;

g. Saudara perempuan sebapak ;

h. Saudara perempuan seibu ;

i. Isteri ;

j. Perempuan yang memerdekakan.

Ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka ahli waris terbagi menjadi tiga

golongan, yaitu dzaul furudh, ashabah, dzawil arham dengan penjelasan sebagai

berikut131:

a. Ahli Waris Dzaul Furudh

1. Ahli waris dengan bagian tertentu.

130
http://www.jadipintar.com/2013/04/Pengertian-Ahli-Waris-Menurut-Hukum-islam.html
pada tanggal 1 April 2017 pukul 12. 05 WIB
131
Amir Syarifuddin, 2004,Hlm.225.

118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam Alquran dan hadits Nabi disebutkan bagian-bagian

tertentu dan disebutkan pula ahli-ahli waris dengan bagian tertentu itu.

Bagian tertentu itu dalam Alquran yang disebut Furudh adalah dalam

bentuk angka pecahan yaitu ½, ¼, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3. Para ahli

waris yang mendapat menurut angka-angka tersebut dinamai ahli

waris Dzaul Furudh.

2. Ahli waris dengan bagian yang tidak ditentukan.

Dalam hukum kewarisan islam, disamping terdapat ahli waris

dengan bagian yang ditentukan atau Dzaul Furudh yang merupakan

kelompok terbanyak, terdapat pula ahli waris yang bagiannya tidak

ditentukan secara Furudh, baik dalam Alquran maupun dalam hadits

Nabi. Mereka mendapatkan seluru harta dalam kondisi tidak adanya

ahli waris Dzaudh Furudh atau sisa harta setelah dibagikan terlebih

dahulu kepada Dzaul Furudh yang ada. Mereka mendapat bagian yang

tidak ditentukan, terbuka, dalam arti dapat banyak atau sedikit, atau

tidak ada sama sekali132.

b. Ahli Waris Menurut Hukum Perdata

Pewarisan menurut Undang-Undang yaitu pembagian warisan kepada orang-

orang yang mempunyai hubungan darah yang terdekat dengan si pewaris yang

ditentukan oleh undang-undang. Warisan seperti ini disebut juga dengan ab intestate.

132
Mohammad Rifai, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang,
1978, Hlm. 518

119
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam pasal 832 KUH Perdata menyebutkan bahwa yang berhak menjadi ahli

waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang

diluar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut peraturan-

peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dari suami atau istri yang hidup terlama

tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi

utang-utang orang tersebut, sejauh harta peninggalan mencukupi itu133.

Maka yang berhak menerima warisan, ialah anak keluarga dari yang

meninggal dunia (mereka yang saling mempunyai hubungan darah). Artinya bahwa

keturunan dari orang yang meninggalkan warisan merupakan ahli waris yang

terpenting karena pada kenyataannya mereka merupakan satu-satunya ahli waris, dan

sanak keluarganya tidak menjadi ahli waris, jika orang yang meninggalkan warisan

itu mempunyai keturunan.

Apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka sanak keluargalah yang

berhak menjadi ahli warisnya. Dengan demikian dalam Undang-Undang Hukum

Perdata (BW) ahli waris pada dasarnya dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu 134:

1. Ahli waris golongan pertama, yaitu meliputi keluarga sedarah dalam garis

lurus ke bawah si pewaris. Apabila pewaris meninggalkan seorang

suami/istri, maka untuk menetapkan peraturan yang mengatur pewarisan

133
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: SINAR GRAFIKA,
cet ke-12 tahun 2013, Hal. 216.
134
http://makalahhukumperdata999.blogspot.co.id/2014/07/makalah-hukum-perdata.html
diakses pada tanggal 01 April 2017 pada pukul 12.30 WIB

120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdasarkan undang-undang, suami atau istri disamakan dengan seorang

anak.

2. Ahli waris golongan kedua, meliputi orang tua, saudara dan keturunan dari

saudara. Untuk menentukan bagian warisan dari orang tua, maka warisan

dibagi dua bagian yang sama menurut banyaknya orang, antra orang tua

dan saudara laki-laki dan saudara perempuan. Akan tetapi, bagian warisan

dari orang tua tidak pernah kurang dari seperempat. Hal ini seperti

tercantum dalam pasal 854-855 BW.

3. Ahli waris golongan ketiga adalah kakek dan nenek serta leluhur dan

selanjutnya. Apabila si pewaris tidak meninggalkan keturunan, orang tua,

saudara dan keturunan dari saudara, maka harta peninggalannya sebelum

dibagi dibelah terlebih dahulu (kloving).

4. Ahli waris golongan keempat adalah keluarga selanjutnya yang

menyamping. Apabila tidak ada ahli waris dalam garis yang satunya,

maka seluru warisan jatuh kepada ahli waris dalam garis lainnya. Hal ini

seperti tercantum dalam pasal 861 ayat (2) BW.

Sedangkan menurut Pitlo, ahli waris dibagi menjadi empat golongan, yaitu135:

1. Golongan pertama, meliputi suami/istri atau keturuannnya ;

2. Golongan kedua, meliputi orang tua, saudara, dan keturunan saudara ;

135
Tutik, Titik Triwula, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, cet ke-3 Nov 2011, Hal. 260.

121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek dan leluhur lainnya di dalam satu

genus ke atas ;

4. Golongan keempat, meliputi sanak keluarga lainnya dalam garis

menyimpang sampai dengan drajat keenam.

Subekti membagi tiga golongan ahli waris diantaranya adalah136:

1. Ahli waris golongan ke-1, Anak-anak baik yang sah maupun tidak

sah, beserta keturunannya dan seterusnya dalam garis lurus ke

bawah dan Suami atau istei.

2. Ahli waris golongan ke-2, Orang tua (ayah dan ibu), saudara-

saudara(sekandung atau sebapak atau seibu saja,saudara sebapak atau

seibu bersama dengan saudara sekandung,mempunyai cara pembagian

tersendiri.

3. Ahli waris golongan ke-3, Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas,baik

dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. yaitu kakek dan nenek dari pihak

ayah dan ibu. Harta warisan di bagi dua (kloving) terlebih dahulu, separoh

di berikan kepada pancar ayah dan separoh di berikan kepada pancar ibu.

Selain itu, dalam Undang-Undang juga menyebut empat hal yang

menyebabkan seseorang ahli waris menjadi tidak patut mewaris karena kematian,

yaitu sebagai berikut137:

136
http://kang-zems.blogspot.com/2013/11/hukum-waris-menurut-kitab-undang-
undang.html diakses pada tanggal 01 April 2017 pada pukul 12.10 WIB
137
http://makalahhukumperdata999.blogspot.co.id/2014/07/makalah-hukum-perdata.html
diakses pada tanggal 01 April 2017 pada pukul 12.30 WIB

122
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena

dipersalahkan membunuh atau setidaktidaknya mencoba membunuh

pewaris ;

b. seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena

dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewarisbahwa pewaris difitnah

melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara empat tahun atau lebih

c. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau

mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat ;

d. seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan

memalsukan surat wasiat.

c. Ahli Waris dalam Hukum Adat Angkola Barat

Dalam Sistem Kekeluargaan Patrilineal seperti halnya masyarakat Angkola

Barat, hanyalah anak laki-laki-lah sebagai ahli waris, karena anak perempuan diluar

dari golongan Patrilinealnya semula sesudah mereka itu kawin.

Dalam pewarisan dalam suku adat Angkola Barat, hukum waris yang dipakai

mencangkup 3 (tiga) yang diutamakan yaitu138 :

1. Memakai hukum Adat sebagai tombak pertama dalam menentukan waris.

2. Memakai hukum Islam, sebab dalam suku Mandailing sudah memeluk

agama Islam, maka mereka memakai hukum Islam dalam pewarisan.

138
Sudiyat, Imam. 1978. Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Memakai hukum Konvensional/hukum Nasional, sebab bila hukum Adat

dan hukum Islam tidak ingin dipakai maka mereka memakai hukum

Nasional.

Dalam pembagian warisan di Angkola Barat, terdapat 3 ahli waris utama, yaitu139 :

1. Anak laki-laki tertua

2. Anak laki-laki termuda

3. Anak laki-laki sulung dan bungsu

Semua anak laki-laki yang sah berhak mewarisi seluruh harta kekayaan,

jumlah harta kekayaan dibagi sama diantara para ahli waris. Apabila pewaris tidak

mempunyai anak laki-laki, yang ada hanya anak perempuan dan isteri, maka harta

pusaka tetap dapat dipakai, baik oleh anak-anak perempuan maupun oleh isteri

seumur hidupnya.

Faktor yang mempengaruhi anak laki-laki merupakan ahli waris pada

masyarakat Batak, adalah sebagai berikut140:

a. Silsilah keluarga didasarkan pada anak laki-laki, anak perempuan tidak

melanjutkan sisilah(keturunan keluarga)

b. Dalam rumah tangga isteri bukan kepala keluarga, anak-anak memakai

nama keluarga (marga) ayahnya, dan isteri digolongkan kedalam marga

suaminya.

139
Ritonga, Parlaungan. Dkk. Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan. Medan: PT.
Yandira Agung. 2002
140
Annisa dan Normaidah “Hukum Waris Dalam Sistem Kekeluargaan Patrilineal” IAIN
Antasari Banjarmasin, 2015, hal 3

124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Dalam adat, wanita tidak dapat mewakili orang tua (ayahnya) sebab ia

masuk dalam anggota keluarga suaminya.

d. Dalam adat, laki-laki(kalimbubu) dianggap anggota keluarga sebagai

orang tua(ibu).

e. Apabila terjadi perceraian antara suami isteri, maka pemeliharaan anak-

anak menjadi tanggung jawab ayahnya. Anak laki-laki kelak merupakan

ahli waris dari ayahnya baik dalam adat maupun harta benda.

Selain itu, ahli waris atau para ahli waris dalam sistem hukum adat waris

Angkola Barat terdiri atas141:

a. Anak angkat, ia merupakan ahli waris yang kedudukannya sama seperti

halnya anak sah, namun anak angkat itu hanya menjadi ahli waris terhadap

harta pencarian atau harta bersama orang tua angkatnya, sedangkan harta

pusaka, anak angkat tidak berhak.

b. Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung sipewaris, mereka dapat

mewarisi bersama-sama jika anak laki-laki yang sah dan anak angkat tidak

ada.

c. Keluarga terdekat dalam derajat tidak tertentu jika ketiga ahli waris diatas

tidak ada.

d. Persekutuan adat, apabila para ahli waris diatas sama sekali tidak ada

maka harta warisan jatuh kepada persekutuan adat.

141
Unifikasi Hukum Sebagai Solusi Pluralisme Hukum Waris Di Indonesia,
http//rheydiazz.blogspot.com diakses tanggal 30 Maret 2017 pada pukul 20.07 WIB

125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam Adat Angkola Barat sudah mengalami perubahan dikarenakan dalam

adat tersebut sudah berbaur dengan agama. Sehingga dalam adat Angkola Barat,

hukum yang ditetapkan dalam waris adalah memakai hukum Islam. Walaupun lebih

banyak laki-laki yang mendapat waris seperti halnya hukum Adat, namun dari pihak

perempuan pun mendapat bagian dalam waris yang telah ditentukan dalam hukum

Islam142.

C. 2. Hak ahli waris dalam Hukum Waris Islam dan Hukum Adat

Menurut hukum Islam semua kelurga dari pewaris berhak atas harta warisan

dari pewaris, serta harta warisan itu terbuka setelah pewaris meninggal dunia, Allah

Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan hak setiap ahli waris dengan adil

serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah menerapkan hal ini dengan tujuan

mewujudkan keadilan dalam kehidupan manusia, meniadakan kezaliman diantara

mereka, menuntut ruang gerak para pelaku kezaliman serta tidak membiarkan

terjadinya pengaduan yang terlantar dari hati orang-orang yang lemah143.

Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menyebutkan masalah hak waris

bagi para kerabat, akan tetapi besar kecilnya hak waris yang mesti diterima tidak

dijelaskan secara rinci. Diantaranya adalah firman Allah sebagai berikut :

“ .... Bagi laki-laki adalah hak bagian dari hak harta peninggalan ibu-bapak

dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-

142
Tarigan, Lemta. 2010. Hukum Adat. Medan: Universitas Negeri Medan.
143
Ramon Menik Siregar, Skripsi, Fungsi Hibah dalam Perlindungan Bagi Anak pada
Pembagian Harta ditinjau dari Hukum Perdata, 2008, Hlm. 40

126
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bapak dan kerabatnya baik sdikit atau banyak menurut bagian yang telah di

tetapkan. (An-Nisa : 7)”

“.... Orang-orang yang mempunyai kerabat itu sebagiannya berhak terhadap

sesamanya atau daripada yang bukan kerabat didalam dikitab Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya. (Al-Anfal : 75)”

“.... Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sam lain lebih berhak

waris-mewarisi dalam kitab Allah dari pada orang-orang mukmin dan orang-

orang mujahirin, kecuali kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu

atau seagama. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab Allah. “ Al-

Ahzab : 6 ”

Pada ayat kedua dan ketiga ditegaskan bahwa kerabat pewaris lebih berhak

untuk mendapatkan bagian dibandingkan lainya yang bukan kerabat atau tidak

mempunyai tali kekerabatan dengannya, mereka lebih berhak dari pada orang

mukmin umumnya dan kaum muhajirin144.

Setelah terbukanya warisan, ahli waris diberikan hak untuk menentukan sikap.

Adapun hak ahli waris adalah sebagai berikut :

a. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara

lain.

Dengan tegas maksudnya adalah jika penerima tersebut dituangkan dalam

suatu akte yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-

diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan menerimanya sebagai

144
Ibid. Hlm. 42

127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ahli waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan

terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan mengambil, menjual, atau

melunasi hutang-hutang pewaris.

b. Menerima dengan hak untuk menukar.145

Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat

warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan ini adalah kewajiban

untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain si pewaris dibatasi

sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan

warisan, dalam hal ini berarti si ahli waris tidak usah menanggung

pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih

besar dari harta bendanya.

c. Menolak warisan ;

Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa

kewajiban membayar hutang lebih besar dari pada hak untuk menikmati

harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan

kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.

C. 3. Kewajiban ahli waris dalam Hukum Waris Islam dan Hukum Adat

Adapun kewajiban ahli waris adalah sebagai berikut :

145
Surini Ahlan Sjarif,Intisari Hukum Waris menurut Burgerlijk Wetboek,Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982, Hlm. 22

128
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi

b. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain ;

c. Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang ;

d. Melaksanakan wasiat jika ada146.

“. . . Orang-orang yang mempunyai kerabat itu sebagainya berhak terhadap

sesamanya atau daripada yang bukan kerabat di dalam Kitab Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya”. (Al-Anfal : 75).

“. . . Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih

berhak waris-mewarisi dalam Kitab Allah dari pada orang-orang mukmin dan

orang-orang Mujahirin, kecuali kamu mau berbuat baik kepada saudara-

saudaramu atau seagama. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab

Allah”. (Al-Ahzab : 6).

Pada ayat kedua dan ketiga ditegaskan bahwa kerabat pewaris lebih berhak

untuk mendapatkan bagian dibandingkan yang lainnya yang bukan kerabat atau tidak

mempunyai tali kekerabatan dengannya, mereka lebih berhak dari pada orang

mukmin umumnya dan kaum Muhajirin.

Sedangkan menurut hukum adat semua keluarga anggota dari pewaris berhak

menerima harta peninggal dari pewaris dan menurut ketentuan dari hukum adat

menolak warisan dari pewaris adalah terhalang atau tidaklah diperbolehkan. Oleh

karena itu, semua hak dan kewajiban dari harta pewaris menjadi tanggungjawab

146
Ibid. Hlm. 22-23

129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sepenuhnya bagian ahli waris tanpa ada kecualinya. Kewajiban para ahli waris

menurut hukum adat memiliki kesamaan dengan kewajiban menurut hukum perdata,

yakni dimana kewajiban ahli waris sebagai berikut147 :

1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggal dibagi

2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain

3) Melunasi hutang pewaris, jika pewaris meninggalkan hutang

4) Melaksanakan wasiat jika ada.

147
Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Peradynya Paramita, Jakarta, 1985, Hlm.
240

130
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum waris adat

Tapanuli Selatan adalah faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor sistem

informasi, faktor perantauan, faktor perkembangan sosial, faktor

melonggarnya ikatan klan dan suku.

2. Pembagian harta warisan menurut Adat Tapanuli Selatan terbagi atas dua,

yaitu pembagian warisan dari pewaris yang belum meninggal dunia dan

pembagian harta warisan oleh pewaris kepada ahli waris setelah

meninggalnya si pewaris. Mekanisme penyelesaian sengketa pembagian

Hukum Waris di masyarakat Adat Tapanuli Selatan, dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan

(musyawarah keluarga dan musyawarah adat). Apabila musyawarah

keluarga tidak dapat menyelesaikan pembagian harta warisan, maka

dilakukan melalui musyawarah adat. Dan apabila musyawarah keluarga

dan musyawarahadat tidak dapat menyelesaikannya, maka dilakukan

melalui gugatan kepengadilan untuk mendapatkan putusan tentang

pembagian harta warisan tersebut.

3. Akibat hukum dari perkembangan hukum Waris Adat di Tapanuli Selatan,

yang dulunya anak perempuan tidak berhak menerima harta warisan,

131
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tetapi padamasa sekarang ini anak perempuan di Tapanuli Selatan berhak

mendapatkan harta warisan dari orangtuanya walaupun ia bukan

merupakan ahli waris, yaituyang sering disebut dengan pemberikan kasih

sayang semata atau berdasarkan rasa kasih sayang semata atau dikenal

dengan istilah Holong Ate, walaupun bagian anak perempuan tersebut

tidak sebesar bagian anak laki-laki.

B. SARAN

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum Waris Adat

Tapanuli Selatan, walaupun kehidupan masyarakat semakin berkembang

seharusnya masyarakat tidak melupakan unsur adat dalam pembagian

harta warisan seperti melakukan musyawarah baik itu musyawarah

keluarga maupun musyawarah adat terlebih dahulu sebelum melakukan

pembagian harta warisan, mengingat sekarang ini sudah banyak

masyarakat Angkola Barat yang melakukan pembagian harta warisan

menggunakan hukum Waris Islam maupun maupun hukum Waris BW.

2. Mekanisme pembagian harta warisan yang terjadi di masyarakat adat

Tapanuli Selatan seharusnya lebih mengutamakan musyawarah keluarga.

Para ahli waris diharapkan lebih berpikir dewasa dalam menyikapinya,

tidak perlu masalah pembagian harta warisan melibatkan para tokoh adat

atau bahkan pengadilan dalam menyelesaikannya, cukup dengan

musyawarah keluarga pembagian waris dapat dilaksanakan.

132
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Akibat hukum dari perkembangan hukum Waris Adat di Tapanuli Setalan,

seharusnya pemerintah daerah membuat ketetapan atau aturan tentang

berapa besar bagian harta warisan yang di berikan kepada anak

perempuan, supaya tidak ada pertentangan atau perselisahan diantara para

ahli waris di kemudian hari.

133
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

AC, Gerry Dimas, Budaya Merantau pada Suku-Suku di Indonesia, Johor Baru,
2001

Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, Depertemen Agama RI, Jakarta, 1999

Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, peradinya Paramita, Jakarta,
1985

Hadikusuma, Hilman I, Hukum Perkawinan Indonesia, CV. Manda Maju, Bandung,


2007

--------, Hukum Waris Adat, citra Aditya Bakti, Bandung, 2013

--------, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003

Hakim, S. A, Hukum Adat Perorangan Perkawinan dan Pewarisan

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Reneka Cipta, Jakarta

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur’an, Tintamas, Jakarta,


1959

--------, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta, Tintamas, 1968

Ihsan, H. Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta. Jakarta

Imam, Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1978

Lubis, Mukhlis,, dan Mahmun Zulkifli, “Ilmu Pembagian Waris”, Citapustaka


Media, Bandung, 2014

Moleong, Lexy. J, Metodologi Analisis Data, Rosda, Jakarta, 2005

Nasution, Pandapotan, Adat Budaya mandailing dalam tantangan zaman, Medan,


Forkala Provinsi Sumatera Utara, 2005

134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Normaidah, dan Annisa, “Hukum Waris Dalam Sistem Kekeluargaan Patrilineal”
IAIN Antasari Banjarmasin, 2015

Parlindungan, Mangaraja Onggong, Tuanku Rao, jakarta, Tanjung pengharapan,


1964

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Waris di Inonesia, Bandung, Sumur, 1983

Rafiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001

Rasjid, HLM. Sulaiman, Fiqh Islam, Penerbit Attahiryah, Cetakan Ketujuh Belas,
Jakarta, 1976

Rifai, Mohammad, Fiqih Islam Lengkap, PT Karya Toha Putra Semarang, 1978

Ritonga, Parlaungan. Dkk. Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan.


Medan: PT. Yandira Agung. 2002

Salim, Oemar, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka CIpta, Jakarta,


2000

--------, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2012

Satrio, J., Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992

Siregar, Ramon Menik, Skripsi, Fungsi Hibah dalam Perlindungan Bagi Anak
pada Pembagian Harta ditinjau dari Hukum Perdata, 2008

Sjarif, Ahlan, Surini, Intisari Hukum Waris menurut Burgerlijk Wetboek,Ghalia


Indonesia, Jakarta, 1982

Soimin, Soedharyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar


Grafika, cet ke-12 tahun 2013

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012

--------, Hukum Adat Islam, Jakarta: Rajawali, 1981

--------, Kedudukan Janda menurut Hukum Waris Adat, Jakarta, Ghalia Indonesia,
1966

--------, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 1982

135
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
--------, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987

Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999

Soimin, Soedharyo, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata


Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Sinar Grafika, Cet. Ketiga,
Jakarta, 2010

--------, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,


Hukum Islam, dan Hukum Adat, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Sudiat, Iman, Hukum Adat Sketsa Adat, Liberti, Yogyakarta, 1981

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2006

Suparman, Eman, Hukum Waris Indonesia, dalam perspektif Islam, Adat dan BW,
Bandung : Refika Aditama, Cet 2, 2007

--------, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Refika
Aditama, Cet. Keempat, Bandung, 2013

Suwondo, Nani, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat,


Jakarta, Ghalia Indonesia, 1981

Tarigan, Lemta. 2010. Hukum Adat. Medan: Universitas Negeri Medan

Thalib, Sayuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Bina Aksara,Jakarta, 1984

Tutik, Titik triwula, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, cet ke-3 Nov 2011

Usman, Datuk, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Penmas SU, Medan, 1988

Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV Haji Masagung,


Jakarta.

136
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber lain :

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, kerja sama Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

Dherana, Tjokorda Raka, Beberapa Segi Hukum Adat Waris Bali, Majalah
Hukum No.2 Tahun Kedua, Jakarta : Yayasan Penelitian dan
Pengembangan Hukum (Law Center), 1975

Lubis ,Meilina Lisnawathy, Kedudukan Anak Perempuan dan Perkembanganya


dalam Hukum Waris Adat Batak (Studi Kasus pada Suku Batak Toba dan
Batak Mandailing di DKI Jakarta), Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang

Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sumatera Utara dalam


Lintasan Sejarah, Medan, Pemda Tk. I Sumatera Utara, 1948

Ramulyo, M. Idris, “Suatu Perbandingan antara Ajaran Sjafi’I dan Wasiat Wajib di
Mesir, tentang Pembagian Harta Warisan untuk Cucu menurut Islam”, Majalah
Hukum dan Pembangunan No. 2 Thn. XII Maret 1982, Jakarta : FHUI, 1982

Internet :

Http://Holongmarinacom.blogspot.co.id/2016/12/kedudukan-perempuan-dalam-
budaya.html diakses pada tanggal 1 April 2016 pada pukul : 10.49 WIB

Http://www.jadipintar.com/2013/04/Pengertian-Ahli-Waris-Menurut-Hukum-
islam.html pada tanggal 1 April 2017 pukul 12. 05 WIB

http://kang-zems.blogspot.com/2013/11/hukum-waris-menurut-kitab-undang-
undang.html diakses pada tanggal 01 April 2017 pada pukul 12.10 WIB

Http://makalahhukumperdata999.blogspot.co.id/2014/07/makalah-hukum-
perdata.html diakses pada tanggal 01 April 2017 pada pukul 12.30 WIB

Https://myslawlibrary.wordpress.com/2013/06/03/waris-perempuan-tapanuli-selatan/
diakses pada tanggal 1 April 2016 pada pukul : 11.30 WIB

Http://Ratihdiahastuti.blogspot.co.id/2013/11/diferensiasi-berdasarkan-klan.html=1
diakses pada tanggal 13 Februari pada jam 22:47

137
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Https;//tapanuliselatankab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi,Kecamatan-angkola-
barat-dalam-angka-2016.pdf diakses pada tanggal 02 Maret 2017 pada pukul 17.38
WIB

Unifikasi Hukum Sebagai Solusi Pluralisme Hukum Waris Di Indonesia,


http://rheydiazz.blogspot.com diakses tanggal 30 Maret 2017 pada pukul 20.07 WIB

138
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai