Anda di halaman 1dari 131

SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH SUGUHAN DIDESA SIGARA-

GARA BERDASARKAN SK.GUBERNUR SUMUT NO:


16/BPPST/AGR/1961 ( STUDI TERHADAP PUTUSAN
MA.NO.3418K/PDT/2015)

TESIS

Diajukan Untuk Memproleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program


Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh

NURLYNA SEMBIRING
167011052

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sengketa Kepemilikan Tanah Suguhan Di Desa Sigara-Gara Berdasarkan

Sk.Gubernur Sumut No: 16/Bppst/Agr/1961 (Studi Terhadap Putusan Ma. No 3418

K/Pdt/2015)

ABSTRAK

Tanah merupakan suatu unsur yang tidak dapat terlepaskan didalam kehidupan di dunia
ini karena tanah memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia dalam berbagai
bidang,Sengketa tanah adalah suatu permasalahan yang menyebabkan pertengkaran antara
beberapa orang terhadap suatu objek tanah,yang mana masing-masing pihak memperjuangkan
kepentingannya.adapun objek sengketa adalah tanah suguhan dari Gubernur Sumatera Utara di
Desa Sigara-gara dengan surat BPPST/Agr/1961. Permasalahan ini menimbulkan berbagai
pertanyaan yang disimpulkan sebagai rumusan masalah yaitu,Bagaimana faktor-faktor penyebab
timbulnya sengketa pertanahan atas kepemilikan tanah suguhan bedasarkan putusan MA. NO
3418 K/PDT/2015. Bagaimana keabsahan status tanah suguhan berdasarkan surat keputusan
Gubernur Sumatera Utara No.16/BPPST/agr/1961, Bagaimana pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara gugatan dalam putusan MA. NO 3418 K/PDT/2015,
Penelitian ini menggunakan metode penulisan dengan penelitian hukum normatif dan
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berasal dari premis umum yang kemudian
berakhir pada suatu kesimpulan khusus
Hasil dari penelitian tesis ini adalah faktor nilai ekonomis dari tanah tersebut, dimana
harga tanah yang semakin meninggkat setiap tahunnya sehingga menimbulkan penyerobotan
tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dahulu kepemilikan tanah di desa Sigara-
gara ini, hanya berdasarkan patok atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat
apapun, sehingga penyerobotoan tanah sering terjadi, Keabsahan status tanah suguhan
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.16/BPPST/Agr/1961 ialah sebuah
tanah yang keabsahannya tetap diakui oleh BPN, dimana tanah suguhan ini Sah dan memiliki
alas hak sebagai bukti kepemilikan tanah, akan tetapi tanah suguhan ini tetap harus di daftarkan
menjadi sertifikat Karena sertifikat merupakan bukti kepemilikan tanah yang terkuat. Tanah
suguhan tersebut memiliki bukti hak dari surat keterangan dari Gubernur yaitu,
No.16/BPPST/AGR/1961, Terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat
bahwa alasan-alasan tidak dapat dibenarkan, karena alasan-alasan tersebut mengenai penilaian
hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat
kasasi hanya berkenaan dengan kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang berlaku,
atau kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam pelanggaran itu dengan batalnya putusan,maka permohonan kasasi
dari pemohon kasasi di tolak.

Kata kunci : Sengketa tanah,Tanah suguhan,Tanah perkebunan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Nurlyna Sembiring

Tempat dan Tanggal Lahir : Sigara-gara, 20 September 1990

Alamat : Jalan Sedap Malam Patumbak

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Nama Bapak : Mutiara Sembiring SH

Nama Ibu : Yusnizar Br. Barus

II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri 101796 Patumbak

Sekolah Menegah Pertama : Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Medan

Sekolah Menegah Atas : SMU Negeri 10 Medan

S1 Universitas : Universitas Islam Suamatera Utara

S2 Univrsitas : Program Studi Magister Kenotariatan FH USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan, kenikmatan dan anugerah kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul “Sengketa Kepemilikan

Tanah Suguhan Di Desa Sigara-Gara Berdasarkan Sk.Gubernur Sumut No:

16/Bppst/Agr/1961 (Studi Terhadap Putusan Ma.No 3418 K/Pdt/2015)”

Ketika melakukan penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis menyadari

masih banyak kekurangan baik dari isi tulisan maupun cara penulisannya. Hal ini

dikarenakan oleh terbatasnya pengetahuan dan pengalaman untuk menuangkannya

ke dalam tesis ini, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan maupun saran guna

memperbaiki kualitas dari penulisan dan bermanfaat pada masa yang akan datang.

Saat penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari tidak akan mampu

untuk membalas kebaikan dari berbagai pihak tersebut dan hanya dapat berdo’a

agar semua pihak yang sudah terlibat membantu penulis selalu dalam lindungan

Allah SWT.

Sebagai ungkapan terima kasih, maka izinkanlah penulis untuk

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M. Hum selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH., MS., CN) selaku dosen pembimbing 1 yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk baik berupa

saran dan arahan yang membangun selama penyusunan tesis ini serta atas ilmu

yang diberikan selama masa studi pada Program Magister Kenotariatan USU.

4. Prof. Dr. Syafruddin Kalo. SH., M.Hum selaku dosen pembimbing 2, yang

telah meluangkan waktu membimbing serta semangat dan motivasi selama

penyusunan tesis.

5. Dr. Tony,SH.M.Kn selaku dosen pembimbing 3, yang telah meluangkan

waktu membimbing serta memberikan arahan selama penyusunan tesis ini.

6. Dr. Edy Ikhsan,SH,MA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan

petunjuk, arahan dalam penyusunan tesis ini.

7. Bapak/ Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan tambahan wawasan

ilmu dan pengetahuan hukum selama menjalankan perkuliahan di Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf dan pegawai Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.

Terima kasih kepada para sahabat saya Sonny Kurniawan, Nurfika Afni ,

Monika silvia, Rindy Santika, Irhamni Tanjung dan semua teman yang tidak dapat

dituliskan satu persatu yang selalu menyemangati dan membuat kecerian setiap

hari. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2016 Magister Kenotariatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan,

semangat, dan saran.

Terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada, Suami tercinta

Mustafa Alwi dan anak tercinta Muhammad Irsany Alwi dan Fatir Gifahri Alwi ,

tak lupa pula kepada orang tua yaitu Ayahanda Mutiara Sembiring,SH dan Ibunda

Yusnizar Barus, juga Ayah mertua yaitu Azhar dan Ibu mertua Rahmi

Lailani,A.ma yang tidak pernah lelah memberikan dukungan, semangat, do’a,

serta kasih sayang yang tiada batas kepada penulis.

Terima kasih kepada saudara/saudariku: Abdul karim,SH, Muhammad

Zainun,SH.M.Hum, Sulaiman,ST, Alm.Irwanto,ST, Elvina,Amd, Romdoni,SH

Sriwahyuni,Sds, Nurdianta dan semua sanak saudara yang tidak bisa penulis

ucapkan satu persatu dimana selalu memberikan dukungan, semangat, dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis

berharap semoga tesis ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya di bidang hukum.

Medan, 29 Januari 2019


Penulis

Nurlyna Sembiring
Nim : 167011052

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
TANGGAL LULUS UJIAN
PERNYATAAN ORISINALLITAS
PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ................................................................................................... .ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ........................................................................ 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ....................................................... 10
1. Kerangka Teori ......................................................................... 10
2. Konsepsi ................................................................................... 16
G. Metode Penelitian .......................................................................... 19
1. Sifat dan Jenis Penelitian .......................................................... 20
2. Sumber Data ............................................................................. 21
3. Tehknik Pengumpulan Data .................................................... 22
4. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 23
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA

PERTANAHAN ATAS KEPEMILIKAN TANAH SUGUHAN DI

DESA SIGARA-GARA BERDASARKAN PUTUSAN

MA.NO.3418K/PDT/2015

A. Sejarah Tanah Suguhan .................................................................. 29

B. Pengertian Sengketa Pertanahan .................................................... 32

C. Kepemilikan Tanah Berdasarkan Hukum Agraria ......................... 40

D. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Pertanahan ............ 42

BAB III KEABSAHAN STATUS TANAH SUGUHAN BERDASARKAN

SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA

NO.16/BPPST/AGR/1961

A. Pengertian Tanah perkebunan............................................................ 49

B. Pengertian Tanah Grand Sultan dan Tanah Suguhan ........................ 51

C. Keabsahaan Tanah Suguhan .............................................................. 54

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN

PERKARA GUGATAN DALAM PUTUSAN

MA.NO.3418K/PDT/2015

A. Posisi kasus ....................................................................................... 58

1. Para Pihak Yang Berperkara .................................................. 58

2. Objek Gugatan ....................................................................... 60

3. Kronologi kasus ..................................................................... 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Dasar Pertimbangan Hakim Berdasarkan Putusan

MA.No.3418K/Pdt/2015 .................................................................. 71

C. Analisis Putusan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Yang

Berlaku.............................................................................................. 90

BAB V PENUTUP

A. . Kesimpulan......................................................................................... 106

B. . Saran ................................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanah merupakan suatu unsur yang tidak dapat terlepaskan didalam

kehidupan di dunia ini karena tanah memiliki hubungan yang sangat erat dengan

kehidupan manusia dalam berbagai bidang diantaranya adalah mendirikan rumah

sebagai tempat tinggal, mendirikan bangunan-bangunan sebagai tempat usaha, tanah

sebagai tempat bercocok tanam, semua itu untuk mendukung prekonomian kehidupan

manusia.

Kebutuhan akan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya

jumlah penduduk dan meninggkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah.

Tanah tidak hanya tempat untuk bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dipakai

sebagai objek jaminan di bank, untuk keperluan jual beli,sewa menyewa, sehingga

begitu pentingnya kegunaan tanah bagi kepentingan umum bagi orang atau badan

hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata memberikan kedudukan yang sangat penting bagi

tanah dan benda-benda yang melekat pada tanah.2 Pasal 520 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang menyatakan bahwa:

1
Florianus,S.P Sangsun,Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah,Visi Media, Jakarta, 2008,
hal.1
2
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2004,
hal.1

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

“ Perkarangan dan kebendaan tak bergerak lainnnya yang tidak terpelihara dan tiada

pemiliknya, sepertipun kebendaan mereka yang meninggal dunia tanpa ahli

waris,atau yang warisannya telah ditinggalkan,adalah milik Negara”.

Dapat diketahui bahwa tanah memiliki sifat yang khusus bagi Negara. Dari

rumusan yang diberikan tersebut diatas,jelaslah bahwa prinsifnya semua tanah harus

ada pemiliknya.3 Indonesia yang dikenal sebagai negara yang kaya raya. Negara

agraris disematkan bagi rakyat Indonesia sebagai pewaris daulat tanah Nusantara.

Negara agraris bukan hanya berarti sebagian besar penduduknya bermata pencarian di

bidang ini ,akan tetapi lebih dari itu. Negara agraris adalah sebuah system kehidupan

yang semua sektor kehidupannya (ideologi, politik, sosial, budaya) berdasarkan

system pertanian atau agraris.4 Perkembangan kehidupan manusia di Indonesia

semakin tumbuh dan mengalami kemajuan yang berarti. Adapun Sebelum tahun

1960, di Indonesia berlaku dualisme hukum pertanahan. Disatu sisi berlaku hukum-

hukum tanah hak kolonial Belanda, tanah yang tunduk dan diatur Hukum Perdata

Barat yang sering disebut Tanah Barat atau Tanah Eropa misalnya tanah hak

eigendom, hak opstall, hak erfpacht dan lain-lainnya.5

Berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri R.I. No.Agr.12/5/14

Tahun 1951 Jo Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 36/K/Agr/1951

tanggal 28 September 1951 menetapkan pengurangan tanah perkebunan dari 250.000

3
Ibid.
4
Al Araf Dan Awan Puryadi, Perbutan Tanah,. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002,
hal.102
5
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Jakarta:
Djambatan, Jakarta, 2007, hal.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

hektar menjadi 125.000 hektar atau setengah dari luas tanah sebelumnya dimana

walaupun perkebunan telah memberikan 50 % luasan tanahnya kepada rakyat

ternyata penggarap tanah perkebunan belum brakhir karena tidak jelasnya restribusi

tanah tersebut. Untuk mencegah agar penggarapan tanah perkebunan tidak semakin

luas maka diterbitkan Undang-undang Darurat Nomor 8 Tahun 1954 tentang

penyelesaian soal pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat yang menentukan

pemakaian tanah perkebunan harus mendapatkan persetujuan dari perkebunan.6

Terbitnya Keputusan Pemerintah tahun 1954 dan 1956 tentang Tanah

Suguhan, mempengaruhi juga pola-pola penguasaan tanah oleh kelompok petani

penggarap di atas lahan HGU PTPN II tersebut. Tanah suguhan, adalah merupakan

bahagian tanah eks perkebunan yang diserahkan oleh pemerintah kepada petani

penggarap untuk mengatasi kekacauan dan kekeruhan yang mudah dipolitisir ketika

itu.7 Prioritas kebijakan yang diarahkan kepada upaya memacu sektor-sektor

pembangunan yang mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang tidak

didasari atau diikuti dengan penataan status pertanahan, ternyata telah menimbulkan

masalah besar dibidang pertanahan.8

Tanggal 24 September 1960, yang merupakan hari bersejarah karena telah

diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bagi seluruh wilayah Indonesia.

6
Tarmizi,Pergeseran Hak atas Tanah-Tanah Komunal Masyarakat Hukum Adat Oleh
Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No 86 Tahun 1958 Tentang
Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Program Doktor Ilmu Hukum.USU.2013,hal.376
7
Ibid, hal 73
8
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, Hal. 21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria (selanjutnya di sebut UUPA) terjadi perubahan fundamental

pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama dibidang pertanahan.9

Secara konseptual, terdapat dua system hukum yang saling berpijak pada

landasan yang berbeda dalam memberi makna dan pendefinisian tentang hak-hak atas

tanah. Di satu sisi mayarakat hukum adat mengklaim hak-hak atas tanah berdasarkan

konsep ipso facto, di mana keberadaan hak-hak masyarakat tunduk pada sistem

hukum adat, yang tidak tertulis, bersifat komunal dan memiliki hubungan magis

religius, dipihak lain pemerintah mengembangkan pemahaman hak-hak atas tanah

berdasarkan konsep ipso jure, yang tunduk pada sistem hukum Agraria Nasional,

yakni Undang-undang No. 5 Tahun 1960, hukum tertulis, cenderung individualis dan

mempunyai hubungan yang bersifat ekonomis.10

Kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan

berakar dari pasal 33 ayat 3 undang-undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa

bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.11 Pada

dasarnya Indonesia merupakan negara hukum, Semua yang menyangkut

kesejahteraan umum sudah diatur dalam undang-undang dalam bentuk peraturan-

peraturan tertulis. Dengan begitu sebuah kepastian hukum untuk seseorang

9
Ibid.
10
Tarmizi. 2005, Penyelesaian Sengketa Agraria Nasional Subsector Perkebunan Di
Sumatera Utara”. Jurnal Equality,2(8):1-74
11
Ibid Hal 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

hakikatnya telah terjamin oleh konstitusi yang ada di Indonesia. Selain pemberian

jaminan kepastian hukum, Negara berkewajiban memberikan perlindungan terhadap

hak atas tanah yang dipunyai seseorang atau masyarakat hukum adat.12

Menurut hukum penguasaan tanah, yang menggarap tidak ada landasan

haknya jika tidak ada legalisasi dari pihak yang berwenang. Justru penguasaannya

yang melanggar hak pada pihak pemilik tanah atau hak negara jika yang diduduki itu

tanah negara. Kalaupun ada pemberian biaya pindah, hal tersebut semata

kebijaksanaan Bupati/Walikotamadya dalam menyelesaikan kasusnya.13 Hukum dan

pemanfaatan tanah, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA (undang-

undang pokok agraria) yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah

termasuk menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan

tanah dan juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.

Sengketa tanah merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di

Masyarakat menurut kamus besar Indonesia, sengketa merupakan Sesuatu yang

menyebabkan perbedaan pendapat,pertengkaran atau ,pembantahan. Sedangkan

sengketa tanah adalah suatu permasalahan yang menyebabkan pertengkaran antara

12
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi,
Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, Hal. 179
13
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan, 2005, hal 114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

beberapa orang terhadap suatu objek tanah,yang mana masing-masing pihak

memperjuangkan kepentingannya.

Adapun sengketa tanah yang terjadi di daerah Sigara-gara Kecamatan

Patumbak berawal dari perebutan lahan,dimana pada tahun 1962 Alm. M. Kasim

Barus menguasai dan mengelola lahan seluas ± 4.000 M2 (empat ribu meter persegi)

Alm. M. Kasim Barus telah memperoleh tanah objek terperkara pada tahun 1961

yang merupakan Tanah Suguhan dari Gubernur Sumatera Utara yang diberikan

kepada masyarakat Sigara-gara sesuai dengan Surat Keterangan

No.16/BPPST/Agr/1961,kemudian tanah tersebut telah diserahkan kepada Almh.

Sawiyah yaitu anak dari M. Kasim Barus berdasarkan Surat Penyerahan Tanah

tertanggal 2 September 1982 , kemudian tanah ini dikelola oleh Burhanuddin Lubis

(Penggugat I) yaitu suami dari Almh.Sawiyah

Tanpa alasan hukum yang pasti pada tahun 1982, Amri Nasution (Tergugat- I)

dan M. Rusli Nasution (Tergugat-II) telah mengklaim bahwa tanah tersebut sebagai

tanah orang tuanya yang dimiliki melalui Grand Sultan No.68 dan bukan tanah

penggugat, dimana dalam perkara sengketa tanah suguhan ini beberapa kali

penggugat diancam bahkan dianiaya oleh para tergugat, yang akhirnya berujung

damai, tetapi hanya sebatas perdamaian mengenai penganiayaan tersebut, bukan

perdamaian mengenai sengketa tanah tersebut, sehingga sengketa pertanahan ini tetap

berlangsung sampai ke pengadilan, dengan permasalahan atau sengketa pertanahan

yang sering terjadi di Indonesia, khusunya di Desa Sigara-Gara ini sehinnga menarik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

untuk di teliti lebih lanjut mengenai permasasahan tentang tanah suguhan ini dengan

mengambil judul

Sengketa Kepemilikan Tanah Suguhan Di Desa Sigara-Gara

Berdasarkan Sk.Gubernur Sumut No: 16/Bppst/Agr/1961 (Studi Terhadap

Putusan Ma. No 3418 K/Pdt/2015).

Sudah dijelaskan diatas untuk melatar belakangi proposal tesis ini adapun

permasalahan diatas menimbulkan berbagai pertanyaan yang di simpulkan sebagai

rumusan masalah sebagai berikut .

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana faktor-faktor penyebab terjadinya sengketa kepemilikan tanah

suguhan bedasarkan putusan MA. NO 3418 K/PDT/2015 ?

2. Bagaimana keabsahan status tanah suguhan berdasarkan surat keputusan

Gubernur Sumatera Utara No.16/BPPST/agr/1961 ?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara gugatan dalam

putusan MA. NO 3418 K/PDT/2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan yang hendak di capai dalam

penelitian ini adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab timbulnya

sengketa pertanahan atas kepemilikan tanah suguhan bedasarkan putusan MA.

NO 3418 K/PDT/2015.

2. Untuk Mengetahui dan menganalisis keabsahan status tanah suguhan

berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara

No.16/BPPST/agr/1961.

3. Untuk Mengetahui dan menganalisis putusan hakim berdasarkan putusan

MA. NO 3418 K/PDT/2015 .

D. Manfaaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan secara kongkrit kegiatan ilmu dalam

memproses ilmu pengetahuan.penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik

secara teoritis maupun praktis di bidang hukum pertanahan pada umumnya dan

hukum kenotaritan pada khususnya dan dengan demikian dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan

untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum pertanahan, yang

dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum bidang pertanahan pada

khususnya yaitu mengenai sengketa pertanahan di desa sigara-gara kecamatan

patumbak kabupaten Deli Serdang diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

menyubangkan pemikiran di bidang ilmu hukum khususnya dalam disiplin ilmu

hukum bidang hukum agraria.

2. Secara Praktisi

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

dan masukan bagi pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang

hukum agraria. Dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

kepada masyarakat, pemerintah yang terkait dengan masalah sengketa

pertanahan, aparat penegak hukum yang berwenang secara hukum dalam

menangani masalah sengketa pertanahan yang terjadi secara umum di seluruh

wilayah Indonesia, maupun secara khusus di wilayah Kabupaten Deli Serdang

dan patumbak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan dengan

searcing dari internet maka belum ada judul yang sama dan penelitian tentang ini.dan

berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan sekolah Pasca Sarjaana

Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul

ini belum pernah dilakukakan. Akan tetapi, di temukannya beberap judul tesis

berhubungan dengan topik dalam tesis ini antar lain ;

1. Manahan Harahap, (087011074), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Pada Kantor Pertanahaan

Kabupaten Deli Serdang”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Rumusan Masalah :

a. Faktor-fakor apakah yang paling dominan menyebabkan timbulnya

sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang ?

b. Bagaimanakah Upaya-upaya yang dilakukan oleh kantor pertanahan deli

serdang dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya ?

c. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh kantor pertanahan deli

serdang dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di daerahnya ?

2. Arif Munawar, (157011139), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

dengan judul “Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Melalui Lembaga Adat (Studi

Di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh)”.

Rumusan Masalah :

a. Apakah penyelesaian sengketa tanah wakaf melalui lembaga adat di

kecamatan Studi Di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh telah

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf ?

b. Kendala-kendala apa yang dihadapi lembaga adat dalam menyelesaikan

sengketa tanah wakaf di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh ?

c. Bagaimana upaya yang dilakukan lembaga adat agar sengketa tanah wakaf

di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh tidak terjadi lagi ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi,14 dan suatu teori harus di uji menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.15

Menurut M.Solly lubis kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat,teori,tesis,mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi

bahan perbandingan,pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak

disetujui yang di jadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam

penulisan.16

Kerangka teori yang dimaksud, adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis dari pada penulis, ilmu-ilmu hukum dibidang Agraria dan

hukum pertanahan serta hukum keperdataan, yang menjadi bahan perbandingan,

pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan

masukan eksternal bagi penelitian ini.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dan

teori keadilan hukum. Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis dalam

sengketa tanah yang sejatinya dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak

dalam upaya memberikan kepastian. Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan

yuridis peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun aparat penegak hukum

yang melaksanakannya ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut wajib

14
J.J.J.M.Wuisman, Dengan Penyuntingan M.Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Social,Jilid I
Asas-Asas, Jakarta :FE.UI,1996, hal. 203
15
Ibid, hal.16.
16
M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung,Mandar Maju,1990, Hal.80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

memeriksa secara teliti,cermat dan seksama atas sengketa pertanahan yang terjadi,

sehingga terbukti menimbulkan kerugian bagi para pihak tersebut. Jadi pendapat

mereka terhadap sengketa merupakan suatu perspektif yang lebih sebagai faktor yang

menekankan pada aspek-aspek ekonomi, politik yang menonjol ketimbang aspek-

aspek lainnya. Dengan kata lain sengketa disini dilihat sebagai masalah ekonomi,

politik, dan oleh karena itu upaya-upaya penyelesaian pun haruslah

mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik.

Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960

menyatakan bahwa, “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa

ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan

negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta

dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini, dan dengan

peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur

yang bersandar pada hukum agama”. Hukum adat yang dimaksud dalam Pasal 5

UUPA Nomor 5 Tahun 1960 di atas bukanlah hukum adat yang dikenal sebagaimana

adanya selama ini, tapi adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifat khusus

daerahnya dan diberi sifat nasional.

Kesimpulan Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional menyebutkan :


“Hukum adat diartikan Hukum Indonesia asli, yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana-sini mengandung unsur
agama. Boedi Harsono mengemukakan bahwa Bangsa Indonesia untuk pertama
kalinya mempunyai dasar perundang-undangan yang disusun sebagai perwujudan
daripada Pancasila berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu UUPA.
Selanjutnya R. Subekti mengatakan, UUPA merupakan sistem hukum kita sendiri
yang berpedoman kepada falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
serta dengan tegas membuang jauh-jauh hukum tanah Belanda yang tercerai berai dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

menjadikan hukum tanah yang seragam.UUPA sebagai induk daripada Hukum


Pertanahan di Indonesia menyebutkan bahwa Hukum Pertanahan Nasional
berdasarkan atas Hukum Adat, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi
seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar
pada hukum agama.

Menyimak konsideran UUPA tersebut, maka pembangunan Hukum Tanah

Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat dalam

peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis. Dan selama Hukum

Adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan

fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional itu. Hal ini menimbulkan

pertanyaan akademis maupun praktis, oleh karena dengan berlakunya hukum adat

disamping UUPA memberi kesan masih adanya sifat dualisme dalam masalah agraria

ini.

Menurut Mochtar Koesoematmadja, ketika menjadi Menteri Kehakiman

mengemukakan bahwa mengenai kedudukan hukum adat dalam suasana UUPA

adalah hukum adat yang telah diterima menjadi hukum nasional, dan ketentuan Pasal

5 UUPA sendiri tidak memberikan kejelasan mengenai pengertian hukum adat yang

dikukuhkan berlakunya menurut UUPA.

Kemudian, AP. Parlindungan mengemukakan bahwa pemberian tempat

kepada hukum adat di dalam UUPA tidak menyebabkan terjadinya dualisme seperti

yang dikenal sebelum berlakunya UUPA. Reorientasi pelaksanaan hukum di

Indonesia akan lebih berhasil jika kita mampu memahami jiwa hukum adat yang akan

dikembangkan di dalam perundang-undangan modern. Pemberian tempat bagi hukum

adat di dalam UUPA, apalagi penempatan itu di dalam posisi dasar, merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

kristalisasi dari azas-azas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat

yang sebenarnya.

Menurut Budi Harsono hukum adat yang dapat dipakai sebagai hukum

agraria adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah

dan diberi sifat nasional. Sehingga dalam hubungannya dengan prinsip persatuan

bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu

hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya sendiri, harus diteliti dan

dibedakan antara :

a) Hukum adat yang tidak bertentangan dengan prinsip persatuan bangsa dan

seterusnya (Pasal 5) dan tidak merupakan penghambat pembangunan. .

b) Hukum adat yang hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya

sendiri, yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan kesatuan bangsa

serta dapat menghambat pembangunan negara.

Hukum adat yang tidak bertentangan tersebut dalam point a di atas, tetap

berlaku dan merupakan hukum agraria nasional yang berasal dari hukum adat, kecuali

hak-hak atas tanah menurut hukum adat yang merupakan ketentuan konversi pasal II,

VI, dan VIII. Hukum adat yang bertentangan seperti tersebut dalam point b tidak

diberlakukan lagi (tidak diadatkan). Selanjutnya, Boedi Harsono mengemukakan

bahwa penggunaan norma-norma Hukum Adat sebagai pelengkap dari hukum tanah

yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, bahkan

pasal 5 UUPA memberikan syarat yang lebih rinci, yaitu sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peratuan yang

tercantum dalam UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.Hukum

adat yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi,

merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-

unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang

berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan.

a. Teori Kepastian Hukum

Oleh john Austin dan van kan ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran

yuridis-dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistic di dunia

hukum,yang cenderung melihat hukum sebagai suatu yang otonom,yang

mandiri,karena bagi penganut pemikiran ini hukum tak lain hanya kumpulan

aturan,bagi penganut ini tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terujudnya

kepastian hukum.

b. Teori keadilan hukum

Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan

bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat

mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat

menemukan kebahagian didalamnya.17 Pandangan keadilan dalam hukum nasional

bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara

17
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
Bandung, Nusa Media, 2011, hal. 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

(fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap

dianggap penting bagi negara Indonesia.

Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat

tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tiga hal tentang pengertian adil.18

(1) “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.


(2) “Adil” ialah : menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.
(3) “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa
kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman
orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”.

Prinsif keadilan ini merupakan patokan dari apa yang benar, baik dan tepat dalam

hidup dan karenanya mengikat semua orang baik masyarakat maupun penguasa. 19

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori peranan konsepsi dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observas, antara abstraksi

dan realitas.20 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.21 Konsepsi adalah satu tahapan

terpenting dari teori. Peraturan konsepsi dalam penelitian adalah untuk

menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Dengan demikian

konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum

18
Ibid.
19
Wolfgang Friedman,Legal Theory dalam Bernard L, Tanya,et,al,Teory Hukum, Strategi
Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.hal.45.
20
Masri Singa Rimbun Dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989)
hal.34
21
Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta,Raja Grafindo Persada,1998). hal.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai penelitian (observasi) masalah

yang akan diteliti.

Konsep diartikan pula sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional Soerjono

Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu

pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali

bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi operasional yang menjadi pegangan

konkrit dalam proses penelitian. Pentingnya definisi operasional bertujuan untuk

menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu

istilah yang dipakai agar tidak terjadi kekeliruan maka dijelaskan beberapa istilah

sebagai berikut;

a. Kajian hukum adalah suatu proses penelitian, penelaahan, penyajian secara

lebih mendalam secara hukum mengenai permasalahan yang meliputi faktor-

faktor penyebab terjadinya sengketa pertanahan tersebut upaya-upaya

menyelesaikan sengketa pertanahan yang terjadi dan hambatan-hambatan

yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa tersebut oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Deli Serdang.22

b. Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum baik tertulis

maupun tidak tertulis mengenai hak-hak penguasaan atas tanah sebagai

lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum konkrit,

22
Lili Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,
hal. 46.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara

sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan

satu sistem.23

c. Sengketa pertanahan adalah suatu perselisihan memperebutkan hak atas tanah

antar individu/ kelompok atau badan hukum karena adanya

pengaduan/keberatan dari individu/kelompok atau badan hukum tersebut yang

berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara

dibidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara

dilingkungan Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan Kabupaten Deli

Serdang, dimana keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak

mereka atas suatu bidang tanah tertentu.24

d. Kantor pertanahan adalah kantor yang bertugas mengurus administrasi bidang

pertanahan di Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Deli Serdang adalah suatu

daerah tingkat II yang berada di wilayah Propinsi Sumatera Utara.

e. Tanah adalah permukaan bumi yang ada dibagian atas sekali atau yang sering

disebut kerak bumi.25

f. Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat yang

mengakibatkan pertengkaran dan perselisihan.26

23
Boedi Harsono, Op. Cit, hal 1.
24
Ali Achmad Chomzah, , Hukum Agraria(Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: 2004
Prestasi Pustaka, hal 29
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia
26
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

g. Suguhan adalah sesuatu yang di hidangkan atau hidangan, sedangkan tanah

suguhan merupakan istilah dari masyarakat atas tanah-tanah bekas

ordenaming yang sebahagian telah di distribusikan kembali kepada

masyarakat.27

h. Sigara-gara adalah suatu desa yang berada di kecamatan patumbak kabupaten

deli serdang provinsi sumatera utara.

i. Surat keputusan gubernur adalah surat keterangan kepala pemerintah tingkat

provinsi; kepala pemerintahan daerah tingkat I.

j. BPPST singkatan dari Badan Penyelesaian Pertanahan Sumatera Timur.

G. METODE PENELITIAN

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati,tekun dan tuntas

terhadap suatu gejala uantuk menambah pengetahuan manusia.28 Dengan demikian

Metode Penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsif-prinsip dan tata cara untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.Metode berarti

jalan atau cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan.29 Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode

27
Ibid.
28
Salsabila, Analisis Yuridis Sengketa Pelep asan Hak Dengan Ganti Rugi Dengan
Menggunakan Akta Notaries Atas Tanah Garapan, Hal, 21
29
Koentjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1997

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan

tujuan penelitian.30

1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa penelitian pada

hakekatnya mencakup kegiatan pengumpulan dan pengelolahan data, analisis data

dan konstruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten.

Data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti,gejala yang diamati oleh peneliti

dan hasil pencatatan terhadap gejala yang diamati oleh peneliti.31

Penelitian hukum Normatif meliputi asas-asas hukum, singkronisasi hukum,

perbandingan hukum serta sejarah hukum.32 Sesuai dengan permasalahan dan tujuan

penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis,

maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang

bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.33

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan

dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif) dan penelitian yang

mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berasal dari premis umum

yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Penelitian ini juga berupaya

30
Jujun Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Popular,(Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan,1995, hal. 328
31
Soerjona Soekanto Dan Sri Mamudji, Peran Dan Penggunaan Perpustakaan Dalam
Penelitian Hukum, Jakarta,PDHUL,1979 hal, 1-2
32
Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta,Sinar Grafika, 1991, hal.15
33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,
Universitas Sumatera Utara.hal 38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

untuk menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa masalah, yang meliputi

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan, upaya-upaya

menyelesaikan sengketa pertanahan itu dan juga hambatan-hambatan yang dihadapi

oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam upaya menyelesaikan

masalah sengketa pertanahan di daerahnya.

2. Sumber Data

Data- data yang di pergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data

primer, skunder dan tersier yang meliputi hal-hal berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Pokok Agraria pasal 1 ayat 3, no

5 tahun 1960, PP No 24 tahun 1997 serta perundangan lainnya yang dapat

mendukung penelitian ini.

b. Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer yaitu buku hukum,tesis,disertasi,jurnal

hukum,laporan hukum,makalah,dan media cetak atau elektronik. Bahan

hukum skunder yang digunakan adalah yang merupakan publikasi tentang

hukum yang bukan dokumen resmi,seperti seminar atau pertemuan ilmiah

yang relevan dengan penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

c. Bahan hukum tersier,yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder seperti

kamus umum,kamus hukum,ensiklopedia,dan lain sebagainya.34

Penelitian ini akan menggunakan bahan kepustakaan sebagai tumpuan

utamanya,yang berarti akan cenderung pada penelaahan dan penyajiaan data primer

dan data skunder yang diproleh dari bahan kepustakaan sehingga tidak diperlukan

penyusunan atau perumusan hipotesa.35

3. Teknik Pengumpulan Data

a) Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memproleh data

dari penelusuran literature kepustakaan, peraturan perundang-undangan,

majalah, Koran, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian.36

yang bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-

buku,peraturan perundang-undangan,jurnal ilmiah,maupun majalah-majalah,

dan surat kabar yang berhubungan dengan masalah yang di teliti.

b) Bahan hukum sekunder seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan artikel,

hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah. Sebagai data penunjang dalam

penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) guna

akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan yang dapat berupa

34
Nomensen Sinamo,Metode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek,(Bumi Intitama
Sejahtera,2010), hal.53.
35
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta:Sinar Grafika,1996, hal 14
36
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

wawancara dengan pejabat terkait yang berwenang menangani masalah

sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, para

pihak yang mengalami sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang, yang

dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informasi dan narasumber.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dilakukan dengan cara studi putusan pengadilan

dengan menggunakan bahan kepustakaan dan melakukan identifikasi dan kualifikasi

perkara yang menyangkut sengketa pertanahan yang terjadi di desa sigara-gara.

Kemudian dengan cara wawancara dengan pihak yang memberikan data sehubungan

dengan masalah sengketa pertanahan yang terjadi di desa sigara-gara yang dalam hal

ini adalah ahli waris dari pemilik tanah yang bersengketa, pihak kepolisian daerah

setempat dan para pihak yang berperkara dalam sengketa pertanahan yang

kesemuanya ini adalah sebagai informan dalam penelitian ini.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi kepustakaan

b. Pedoman dari putusan pengadilan dan wawancara yaitu dengan melakukan

Tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah

direncanakan dengan narasumber, yaitu;

• Ahli waris pemilik tanah

• Beberapa orang anggota masyarakat yang tinggal di daerah terjadinya

sengketa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

• Beberapa praktisi hukum .

5. Metode Pengolahan Dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara menganalisis data secara kualitatif,

yaitu dengan cara meneliti permasalahan sengketa pertanahan pada Kantor

Pertanahan Kabupaten Deli Serdang yang meliputi faktor-faktor penyebab terjadinya

sengketa pertanahan, upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan tersebut, dalam hal ini oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang,

kemudian analisis ini dipaparkan secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan

dengan menggunakan metode pendekatan deduktif.

Dipilihnya analisis secara deduktif adalah agar gejala-gejala normatif yang

diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara lebih mendalam dan integral

antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya, sehingga dengan demikian

diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti. Pengolahan analisis data

merupakan langkah terahir dalam suatu kegiatan penulisan. Analisis data dilakukan

secara kwalitatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang

teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan

interprensi data.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA

KEPEMILIKAN TANAH SUGUHAN DI DESA SIGARA-GARA

BEDASARKAN PUTUSAN MA. NO 3418 K/PDT/2015

Sebelum mengetahui tentang faktor-faktor sengketa pertanahan atas

kepemilikan tanah suguhan di desa sigara-gara, maka penulis merasa perlu untuk

menjelaskan terlebih dahulu mengenai tanah suguhan, mengenai sejarah tanah

suguhan, mengenai pengertian sengketa pertanahan, dan mengenai beberapa jenis

kepemilikan tanah berdasarkan hukum Agraria.

A. SEJARAH TANAH SUGUHAN

Wilayah Negara Indonesia yang semula berbentuk kerajaan-kerajaan sampai

menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, membawa pengaruh bentuk hukum

pertanahan dan hubungan sosial kemasyarakatan yang terus berinteraksi dan bagian

dari kehidupan yang berkesinambungan.37 Masuknya perusahaan perkebunan

(onderneming) di wilayah Sumatera Utara., persoalan tanah telah menjadi pokok

permasalahan utama mengingat perusahaan perkebunan memerlukan lahan bagi

pengembangan usahanya dalam ukuran sangat luas dan tidak mungkin dipenuhi oleh

penduduk secara perorangan. Dengan kebutuhan tersebut, dan ditopang dengan

pandangan tentang hak penguasaan tanah di Eropa, pengusaha perkebunan ini

37
Kusbianto Penyelesaian Sengketa Tanah Perkebunan Pada Areal Perusahaan Badan Usaha
Milik Negara (Bumn) Perkebunan Di Sumatera Utara.Program studi Doktor,Ilmu Hukum.USU.hal.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

mendekati para raja yang dianggap sebagai penguasa seluruh tanah di Sumatera Utara

agar menyediakan tanah milik rakyat melalui jalur kontrak sewa (conssesie).38

Agresi militer Belanda pertama tahun 1947 yang melahirkan “Negara

Sumatera Timur”. Sumatera Timur pada zaman kolonial adalah daerah milik raja-raja

Melayu yang terletak di sebelah Utara Sungai Kampar dan di Selatan Sungai

Tamiang dengan luas wilayah sekitar 92.000 km2. Wilayah ini sering disebut sebagai

Residentie van Oostkust soematra yang mencakup daerah Kesultanan Deli Serdang,

Asahan, Langkat dan Simalungun – Tanah Karo. Kecuali daerah Simalungun-Karo

yang di kuasai etnis batak, daerah yang lain di Sumatera Timur merupakan kekuasaan

para Sultan Melayu dan di huni oleh etnis melayu dengan hak milik tanahnya yang

berlaku menurut adat melayu. 39 Begitu pula dengan bentuk persekutuan hukum adat

yang mengenal status hukum kolektif, hak ulayat. Sengketa tanah antara masyarakat

penggarap, rakyat penunggu dan masyarakat adat dengan pemerintah dan pihak

onderneming, yang sekarang menjadi pihak PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) sulit

untuk diselesaikan, bahkan sebelum diselesaikan muncul lagi sengketa baru. 40

Kilas balik sebagai benang merah berdirinya perusahaan perkebunan di tanah

Sumatera Utara hingga sekarang menjadi perusahaan perkebunan yang berada

didalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tanggal 16 Juli 1863 kapal

38
Subekti, R. dan Tjiptosudibio, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Burgerlijk
Wetboek, dengan Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan. Hal.
495
39
TJ. Boezemer,Encyclopaedie van Nederlandsch indie, dalam Syafruddin Kalo, Di bawah
cengkraman kapitalisme, Konflik Status Tanah Jaluran Antara Onderneming dan Rakyat Penunggu di
Sumatera Timur Jaman Kolonial, Paper, Program Pasca Sarjana USU, Medan,2004, hal. 1.
40
Syafruddin Kalo, Kapita Selekta Hukum Pertanahan Studi Tanah Perkebunan di Sumatera
Timur, USU Press, 2005, hal 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Josephine membongkar sauh di kuala sungai Deli untuk bertemu dengan Sultan

Mahmud Perkasa Alam. Demi kepentingan Sultan yang menjalankan politik bebas

dari Aceh dan Siak, Nienhuys diberi hak pakai lahan selama 20 tahun tanpa

perjanjian sewa di Tanjung Sepassai seluas 400 bahu (satu bahu sama dengan 800

meter bujur sangkar). Tahun 1867 Nienhuys, Janssen dan Clemen mendirikan

perkongsian perusahaan dagang Belanda, Nederlansche Handel Mashapaij (NHM)

memperoleh konsesi selama 99 tahun memberikan ijin pengelolaan lahan dengan

bentuk sewa diantara sungai Deli dan Percut. Terkesan atas keberhasilan NHM

sebagai perusahaan dagang Belanda, maka Janssen, Clemen dan Nienhuys

mendirikan sebuah perseroan terbatas (NV= Naamloze Vennooschap) di Deli yaitu

Deli Maatschappij sebuah onderneming perkebunan tembakau milik bangsa Belanda

yang pertama didirikan di Sumatera Timur pada tahun 1869 dengan mendapat izin

kontrak sewa tanah seluas 25.000 ha.41 Selama 20 tahun, antara tahun 1870-1890,

merupakan tahun-tahun paling produktif bagi perkebunan tembakau di Sumatera

Timur dan mengalami sukses besar. Ekspansi onderneming di Sumatera Timur

berkembang tidak saja dalam usaha perkebunan tembakau, tetapi diikuti dengan

berdirinya perusahaan-perusahaan perkebunan karet, teh, kelapa sawit dan serat di

Pulau Raja, Asahan dan Labuhan Batu. 42

Tanah-tanah perkebunan yang berkaitan dengan perjanjian sewa antara sultan

dengan onderneming-onderneming perkebunan tersebut pada awal tahun 1900 mulai

41
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agrariadi
Sumatera Timur, 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal . 52.
42
Kusbianto Op.cit. hal.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

menjadi masalah. Perhatian bertumpu pada masalah aspek hukum konsesi yang diatur

para Sultan dan bagaimana pemberian tanah-tanah konsesi yang luas itu sebagai hak

intern penduduk pribumi. Masalahnya menjadi berkepanjangan sehingga pada tahun

1940 terjadi ketegangan antara pengusaha-pengusaha perkebunan, Sultan-Sultan dan

Pemerintah Hindia Belanda. Persoalanya mengenai urusan tanah-tanah yang diduduki

perusahaan-perusahaan onderneming atas perjanjian sewa berdampak kepada kawula

para sultan yang kehilangan hak mereka atas tanahnya. Pihak perkebunan, Sultan dan

pemerintah Hindia Belanda berusaha sekali menyelesaikan kekisruhan permasalahan

hak-hak pertanahan antara Perkebunan Belanda dengan para petani tersebut.

Penyelesaian tidak berhasil karena mereka tidak dapat menyepakati syarat-syarat

yang diperlukan untuk melindungi hari depan kedua belah pihak, tanpa menyinggung

kepentingan kewenangan Sultan.43 Selanjutnya berdasarkan surat keputusan Menteri

Dalam Negeri R.I. No.Agr.12/5/14 Tahun 1951 Jo Surat Keputusan Gubernur

Sumatera Utara Nomor 36/K/Agr/1951 tanggal 28 September 1951 menetapkan

pengurangan tanah perkebunan dari 250.000 hektar menjadi 125.000 hektar atau

setengah dari luas tanah sebelumnya dimana walaupun perkebunan telah memberikan

50 % luasan tanahnya kepada rakyat ternyata penggarap tanah perkebunan belum

brakhir karena tidak jelasnya restribusi tanah tersebut. Untuk mencegah agar

penggarapan tanah perkebunan tidak semakin luas maka diterbitkan Undang-undang

Darurat Nomor 8 Tahun 1954 tentang penyelesaian soal pemakaian tanah perkebunan

43
Karl J. Pelzer, Toean Keboen Dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Sinar
Harapan, 1977, hal 51-69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

oleh rakyat yang menentukan pemakaian tanah perkebunan harus mendapatkan

persetujuan dari perkebunan. Adapaun tanah-tanah bekas ordenaming ini memiliki

banyak sekali sebutan, seperti tanah jaluran, tanah suguhan, tanah grand sultan, dan

lain-lain. Tetapi disini penulis memfokuskan pada tanah suguhan berdasarkan

putusan MA mengenai sengketa tanah suguhan. Berdasarkan keterangan dari

Sekertaris Desa Sigara-gara (Darwis) bahwa pada tahun 1960-an warga Desa Sigara-

gara diberikan tanah oleh pihak perkebunan yang disebut tanah suguhan dan masing-

masing kepala keluarga memperoleh seluas 2.000 m2 dan ada yang lebih dari 2.000

m2 pembagian tanah suguhan tersebut adalah melalui Kepala Desa berdasarkan Surat

Keteragan Gubernur Sumatera Utara, Bahwa kepemilikan tanah di Desa Sigara-gara

ada yang berupa Surat Keterangan Gubernur, ada juga grand Sultan tahun 1970 an

dan ada tanah suguhan tahun 1960 an. Berdasarkan sepengetahuanya hanya warga

Desa Sigara-gara yang diberikan tanah suguhan .44 sedikit gambaran umum mengenai

lokasi penelitian. Lokasi penelitian terletak di desa sigara-gara kecamatan patumbak,

kabupaten Deli serdang dengan luas wilayah 600 Ha, dimana di desa ini sebagian

besar penduduknya adalah petani dan pekerja buruh pabrik, secara administratif desa

sigara-gara terdiri dari 5 dusun, yang di pimpin oleh seorang kepala desa, dan 5

kepala dusun yang masing-masing mengawasi dusunnya masing-masing.

Letak Geografis.

44
Darwis,Sekertaris Desa Sigara-gara,20 Agustus 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Sigara gara merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Patumbak

Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara,Secara administratif desa Sigara-

gara terdiri atas 5 dusun.Adapun batas-batas desa Sigara gara

adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan desa Patumbak Kampung dan desa Marindal

dua

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan desa Lantasan Lama dan desa Patumbak Dua

Sebelah Barat : Berbatasan dengan desa Marindal Satu

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Medan Sinembah

a. Keadaan Jumlah Penduduk

Dilihat dari kependudukannya, jumlah penduduk desa Sigara-gara telah mencapai

12.126 jiwa, yang terdiri dari 7.837 penduduk dewasa, 6.084 jiwa adalah pria dan

6.042 jiwa adalah wanita serta jumlah keluarga didesa Sigara-gara ini adalah 2.846

Kepala keluarga (Desa Sigara-gara data tahun;2015).

B. PENGERTIAN SENGKETA PERTANAHAN

Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah,

Karena tidak ada aktivitas orang ataupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan

pembangunan yang tidak membutuhkan tanah.45Sengketa tanah merupakan perebutan

hak atas kepemilikan tanah yang jelas maupun karena kepemilikan tanah yang tidak

jelas, dan sengketa tanah terjadi karena adanya sebuah kepentingan dan hak .

45
Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Cetakan Pertama, Multi
Grafika
Medan, 2005. hal.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang

perseorangan,badan hukum,atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-

politis,dalam kehidupan masyrakat ,sengketa tanah ini sering terjadi dalam hal

perallihan hak atas tanah seperti jual beli tanah ,pembagian tanah warisan,hinah

ataupun perbuatan hukum lainnya yang berkaitan langsung dengan tanah. Sengketa

ini pada umumnya hanya berdampak pada pihak-pihak yang terlibat langsung dal am

sengketa ( tidak berdampak secara sosio politis). Sengketa tanah dapat berupa

sengketa administrative, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan

pemilikan,transaksi,pendaftaran,penjaminan,pemanfaatan,penguasaan, dan sengketa

hak ulayat.46

Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam pasal 1 Peraturan menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang

tatacara penanganan sengketa pertanahan,selanjutnya disebut PMNA/KBPN

1/1999,yaitu ;

“ Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan

suatu hak,peberian hak atas tanah,pendaftaran hak atas tanah,termasuk peralihan dan

penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa

mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh

status hukum tanah tersebut,”

46
Http://Www.Bpn.Go.Id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan Yang Diakses Pada
Tanggal 17 Mei 2015 Pukul 15:24.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Menurut rusmadi murad ; sengketa pertanahan adalah perselisihan yang

terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut

untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya,yang diselesaikan secara

musyawarah atau melalui pengadilan. Warga masyarakat selalu ingin

mempertahankan hak-haknya, sedangkan pemerintah juga harus menjalankan

kepentingan terselenggaranya kesejahteraan umum bagi seluruh warga masyarakat.47

Sengketa tanah banyak terjadi karena adanya sebuah benturan kepentingan

antara orang perorangan,anggota masyarakat,maupun badan hukum, karena

pentingnya tanah untuk tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah

yang tidak jelas kepemilikannya diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas

kepemilikannyapun masih saja ada yang memperubutkan.

Sengketa-sengketa demikian tidak dapat diabaikan tanpa ditangani secara

sungguh-sungguh,oleh karena apabila hal tersebut dibiarkan,maka akan mebahayakan

kehidupan masyarakat, terganggunya tujuan Negara serta program pemerintah itu

sendiri.48 Penetapan-penetapan yang sering menyebabkan sengketa pada umumnya

adalah perbuatan (hukum) administrasi yang mengandung kekurangan (kesalahan,

kekeliruan, keterlambatan, keganjilan, keanehan dan lain-lain sebagainya).49

Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak

(orang/ badan) yang berisi keberatan–keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik

47
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Penerbit Alumni, Bandung,
1991 ,hal 1.
48
Ibid.
49
Ibid.hal 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

terhadap status tanah,prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat

memproleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang

berlaku.50 Dari berbagai permasalahan yang terjadi seputar masalah sengketa

pertanahan di masyarakat tersebut, hanya sebahagian kecil saja yang memperoleh

penyelesaian secara tuntas selebihnya penyelesaian yang dilakukan hanya bersifat

politis bahkan dengan penyelesaian sifatnya sementara saja, sehingga tetap menjadi

atau menyimpan masalah.51

C. Kepemilikan Tanah Berdasarkan Hukum Agraria

Hukum tanah itu sendiri adalah hukum yang mengatur hak-hak penguasaan

atas tanah atau permukaan bumi; dan jika pengertian sistem hukum dikaitkan dengan

pengertian Hukum Agraria tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber

Daya Alam, maka yang dimaksud dengan sistem Hukum Agraria adalah suatu

rangkaian yang teratur mengenai aturan-aturan hukum agraria, yang di dalamnya

mengatur hak-hak penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya.52

Menurut Subekti dan R.Tjitrisoedibio, agraria adalah urusan tanah dan segala

apa yang ada di dalam dan diatasnya, yang didalam tanah misalnya batu, kerikil,

tambang, sedangkan yang ada diatas tanah berupa tanaman,bangunan.

50
Ibid hal.22
51
Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,
Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal. 192

52
TAP MPR IX/MPR/2001 Tanggal 9 November 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Menurut Soedikno Mertokusumo, hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-

kaidah hukum baik yang tertulis yang mengatur agraria. Hukum agraria diindonesia

diatur dalam undang-undang pokok agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960. UUPA

menganut azas unifikasi hukum Agraria untuk seluruh wilayah tanah air,artinya

hanya ada satu system yaitu yang ditetapkannya dan hal ini akan lebih jelas jika kita

membaca ketentuan dalam pasal 5 UUPA,sebagai berikut :

Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum

adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang

bedasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan

peraturan-peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan

unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.53 Dengan demikian dinyatakan oleh

ketentuan tersebut dan dari ketentuan konversi hanya akan berlaku satu sistem hukum

untuk seluruh wilayah tanah air bukan lagi dari ketentuan hukum adat yang bersifat

kedaerah di seluruh tanah air ,ataupun disamping ketentuan yang lama menurut BW

maupun ketentuan baru berdasarkan UUPA/PP 10/61 tetapi suatu ketentuan Hukum

adat yang tafsirannya telah diberikan oleh pasal 5 UUPA tersebut.54

53
Ap.Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1994,
hal. 1
54
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Secara yuridis Undang-Undang Pokok Agraria telah menetapkan asas-asas

pokok dalam pengadaan tanah. Ketentuan hukum tanah nasional mengenai pemberian

perlindungan kepada rakyat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.55

1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan

apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah

nasional, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak

Pakai.

2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak

dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana (Undang-Undang Nomor

51 Prp 1960).

3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang dilandasi hak yang disediakan oleh

hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak

manapun, baik oleh sesama warga masyarakat, maupun oleh penguasa

sekalipun.

UUPA melalui Negara menentukan macam-macam hak atas tanah yang

diberikan kepada orang maupun kepada badan hukum tetapi semua hak atas

tanah tersebut mempunyai fungsi sosial,artinya mengandung unsur

55
Boedi Harsono, Sengketa Tanah Dewasa Ini, Akar Permasalahan Dan Penanggulangannya,
Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional “Sengketa Tanah, Permasalahan Dan
Penyelesaiannya”, Jakarta, 20 Agustus 2003, hal. 4-5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

kebersamaan dan keseimbangan antara kepentingan paribadi dan

kepentingan umum.56

a. Hak-hak atas tanah berdasarkan sistem UUPA

Hak-hak atas tanah berdasarkan sistem UUPA terikat kepada beberapa

azas atau perinsip terutama azas hak menguasai Negara,azas

kebangsaan (prinsif nasionalitas),prinsif unifiaksi,prinsif kesamaan

kedudukan antara laki-laki dan wanita untuk memproleh hak atas

tanah,prinsif terjadi dan hapusnya hak,prinsif fungsi sosial

tanah,kewajiban-kewajiban subyek dalam penggunaan tanah dan lain-

lainnya. Semua azas/prinsif dimaksud melekat pada masing-masing

hak atas tanah tersebut.57

Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan: Hak-hak atas tanah sebagai

yang dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) ialah:

Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan

ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai

yang disebutkan dalam Pasal 53. Sesuai ketentuan Pasal 16 Ayat (1) UUPA,

pemerintah Indonesia mengakui keberadaan delapan macam hak atas tanah kendati

56
R.Rosmidah, Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, 25 Maret
2011
57
Tampil Anshari Siregar,Op.Cit, hal .26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

beberapa di antaranya tidak dirinci. Adapun rincian dari hak-hak atas tanah yang

diatur dalam UUPA antara lain:58

1. Hak Milik

Pengertian dengan Hak milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan

secara turun-temurun secara terus-menerus dengan tidak harus memohon haknya

kembali apabila terjadi perpindahan hak .hak milik diartikan hak yang terkuat

diantara sekian hak-hak yang ada,dalam pasal 570 KUHPerdata, hak milik ini

dirumuskan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu

kebendaaan dengan leluasa,dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu,dengan

kedaulatan sepenuhnya.59

Pasal 20 UUPA ayat (1) menjelaskan, hak milik adalah hak turun-

temurun,terkuat dan terpenuhi, yang dapat dipunyai ornag atas tanah. Ayat (2), hak

milik dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain.

Hak milik berdasarkan UUPA tidak diperkenalkan sebagai hak kebendaaan

Dimana pemegang haknya diberi keleluasaan mengambil nikmat dengan lebih

mengutamakan kepentingan individu pemiliknya dari kepentingan sosial.60 Hak milik

dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain, misalnya dengan pewarisan, jual

beli, hibah, wasiat, perkawinan dengan pencampuran harta dan lain sebagainya. Hak

milik dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya yang lebih rendah, kecuali

58
Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus
Pertanahan,PT.Gramedia, Jakarta, 2012. hal.151
59
Soedharyo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1993. hal.1
60
Tampil Anshari Siregar,Op.Cit, hal.27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

hak guna usaha (HGU) karena HGU hanya dapat diberikan di atas tanah negara.

Untuk keperluan kredit, hak milik juga dapat dibebani dengan hak tanggungan. Hak

milik hapus jika:

a. Tanahnya jatuh kepada negara, baik karena pencabutan hak (Pasal 18

UUPA), penyerahan sukarela oleh pemiliknya, ditelantarkan atau karena

melanggar prinsip nasionalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (3)

dan Pasal 26 Ayat (2) UUPA. Keberadaan hak milik atas tanah dibuktikan

dengan sertifikat hak milik yang telah didaftarkan di kantor pendaftaran

tanah setempat.

b. Tanahnya musnah. Artinya objek haknya sudah tidak ada lagi.61

2. Hak Guna Usaha

Hak guna usaha dalam UUPA merupakan hak yang baru yang tidak terdapat di

dalam hukum adat namun tidak sama dengan hak erpacht dalam hukum perdata

Barat/Bw yang merupakan hak kebendaan. Hak guna usaha adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (tanah Negara) guna usaha

pertanian ,perikanan atau peternakan dalam jangka waktu 25 atau 35 tahun,dapat

diperpanjang 25 tahun dan kemudian dapat diberikan pembaruan hak.62 HGU dapat

dijadikan Hukum agraria sepanjang masa jaminan hutang dengan dibebani hak

tangungan. HGU hapus jika:

a. Jangka waktu berakhir.

61
Elza Syarief, Loc.Cit.
62
Ibid.hal.39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

b. Dihentikan sebelum jangka waktu HGU berakhir karena sesuatu syarat

tidak dipenuhi (misalnya karena pemegang hak tidak memenuhi kewajiban

yang telah ditetapkan atau karena melanggar ketentuan), karena putusan

pengadilan (misalnya karena kesalahan pemegang hak atau karena cacat

administrasi), dan sebagainya.

c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu HGU berakhir.

d. Dicabut untuk kepentingan umum.

e. Ditelantarkan.

f. Tanahnya musnah.

g. Karena ketentuan Pasal 30 Ayat (2) UUPA, yaitu karena pelanggaran

prinsip nasionalitas sehingga dianggap tidak lagi memenuhi syarat sebagai

subjek HGU.63

3. Hak Guna Bangunan.

Hak guna bangunan dalam UUPA juga merupakan hak yang baru yang tidak

terdapat di dalam hukum adat namun tidak sama dengan hak erpacht dalam hukum

perdata Barat/Bw yang merupakan hak kebendaan.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang hak guna bangunan dalam UUPA telah

disempurnakan melalui peraturan pemerintah No.40 Tahun 1996.

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-

bangunan atas tanah hak milik,tanah hak pengelolaan dan tanah Negara dalam jangka

waktu paling lama 30 tahun,dapat diperpanjang 20 tahun (pasal 35 UUPA) dan dapat

63
Elza Syarief,Op.Cit.hal.153

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

diberi pembaharuan hak guna bangunan diatas tanah yang sama (pasal 25 peraturan

pemerintah No.40 tahun 1996).64 Dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari

pemilik hak atas tanah Dimana bangunan tersebut didirikan.ini berarti seorang

pemegang hak guna bangunan adalah berbeda dari pemegang hak guna bangunan

adalah berbeda dari pemegang hak milik atas bidang tanah Diana bangunan tersebut

didirikan,atau dalam konotasi umum,peegang hak guna bangunan bukanlah

pemegang hak milik dari tanah dimana bangunan tersebut didirikan.65 HGB terjadi

karena:

a. Penetapan pemerintah (untuk tanah yang dikuasai langsung oleh negara).

b. Perjanjian otentik antara pemilik tanah dengan pemohon HGB. HGB

dapat dialihkan melalui jual beli, tukar-menukar, penyertaan modal, hibah

dan pewarisan karena peristiwa hukum bukan karena perbuatan hukum

(Pasal 35 Ayat (3) UUPA). HGB juga dapat dijadikan jaminan hutang

dengan dibebani hak tanggungan. HGB dibuktikan dengan keberadaan

sertifikat HGB yang telah didaftarkan di kantor pendaftaran pertanahan

setempat.

HGB hapus karena:

a. Jangka waktunya berakhir.

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak

dipenuhi.

64
Ibid.hal.44
65
Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta
,2003, hal.190

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

d. Dicabut untuk kepentingan umum.

4. Hak pakai

Hak atas tanah berikutnya yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria

adalah hak pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut

hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,yang

member wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya

oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam keputusan pemberiannya

oleh pejabat yang berwenang memberikannya ataua dalam perjanjian sewa-menyewa

atau perjanjian pengolahan tanah,segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa

dan ketentuan- ketentuan undang-undang ini. 66

Pasal 19 UUPA mengamanahkan bahwa untuk menjamin adanya kepastian

hukum, pemerintah wajib melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah

Indonesia, hal ini dilakukan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat serta

keperluan lalu lintas sosial ekonomis masyarakat. Secara legal formal pendaftaran

tanah menjadi dasar bagi status/kepemilikan tanah bagi individu atau badan hukum

selaku pemegang hak yang sah secara hukum.67

Bachtiar Effendi menyatakan bahwa pendaftaran tanah merupakan recht cadaster

yang bertujuan memberikan kepastian hak, yakni untuk memungkinkan orang-orang

66
Ibid.hal.246
67
Ulfia Hasanah,Status Kepemilikan Tanah Hasil Konvesi Hak Barat Berdasarkan Uu No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan Pp No. 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Jurnal Ilmu Hukum, 2013, Ejournal.Unri.Ac.Id, 12 Volum 3 No 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas

sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak dan luas tanah. Serta memungkinkan

kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ketahui berkenaan dengan sebidang

tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur, dan sebagainya.68

D. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Pertanahan

Menurut kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat,setidaknya ada tiga hal

utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah :69

a) Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada

tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.

b) Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidak seimbangan dalam

distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan

pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis

maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya

petani/penggarap tanah memikul beban paling berat. Ketimpangan distribusi

tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik

dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau

tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga

murah.

68
Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya,
Alumni, Bandung, 1983, hal. 7

69
Laporan BPN RI Tahun 2007,Hal.26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

c) Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal

(sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal

(de jure), boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau

para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik

tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian

orang menganggap remeh dengan memandang sebelah mata persoalan

sengketa tanah ini, padahal persoalan ini merupakan persoalan yang harus

segera di carikan solusinya. Karena sengketa tanah sangat berpotensi

terjadinya konflik antar ras, suku dan agama. Akibatnya harga diri harus

dipertaruhkan.

Secara umum, sengketa tanah timbul akibat adanya beberapa faktor, faktor-faktor ini

yang sangat dominan dalam setiap sengketa pertanahan dimanapun, adapun faktor-

faktor tersebut antara lain:70

1. Peraturan yang belum lengkap;

2. Ketidaksesuaian peraturan;

3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah

yang tersedia;

4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap;

5. Data tanah yang keliru;

70
Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan, Penerbit Kompas Gramedia, 2008, hal. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa

tanah;

7. Transaksi tanah yang keliru;

8. Ulah pemohon hak atau

9. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih

kewenangan.

Secara umum, sengketa pertanahan yang timbul di Indonesia dapat dikelompokkan ke

dalam 4 klasifikasi permasalahan, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan:71

1. Pengakuan kepemilikan atas tanah;

2. Peralihan hak atas tanah;

3. Pembebanan hak dan

4. Pendudukan eks tanah partikelir.

Ditinjau dari subyek yang bersengketa, sengketa pertanahan dapat dikelompokkan ke

dalam 3 macam yaitu :72

1. Sengketa tanah antar warga;

2. Sengketa tanah antara Pemerintah Daerah dengan warga setempat, dan

3. Sengketa yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam

71
Abdurrahman. 1995. Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Bandung. Alumni, hal 85

72
Ali Achmad Chomzah. 2002. Pedoman Pelaksanaan UUPA Dan Tata Cara Penjabat
Pembuat Akta Tanah, Bandung. Alumni, hal. 64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Indonesia adalah negara yang berdasar hukum, maka semua aspek

kehidupan bermasyarakat diatur oleh hukum yang diujudkan dalam peraturan

perundang - undangan. Masyarakat dalam suatu negara hukum akan menyelesaikan

masalahnya dalam suatu lembaga peradilan yang diatur khusus oleh undang undang.

Begitu pula dengan pertanahan yang mempunyai undang-undang politik agraria

(UUPA). namun, sengketa tanah yang terjadi di Indonesia tidak pernah berakhir,

selalu ada permasalahan terkait masalah kepemilikan tanah dan hak guna pakainya.

Sengketa tentang kepemilikan tanah timbul karena masing-masing pihak merasa

berhak atas tanah yang menjadi obyek sengketa. Seperti yang di kemukakan oleh

Prof. Maria Soemardjono, SH. MCL telah menyampaikan beberapa point-point

penting yang terkait dengan permasalahan pertanahan yaitu : 73

1. Adapun akar permasalahan yang terdapat dalam sengketa pertanahan adalah

adanya persaingan (yang tidak seimbang) antar kelompok kepentingan dalam

rangka memperoleh akses dan memanfaatkan sumber daya alam yang bersifat

langka.

2. Secara garis besar tipologi sengketa tanah yang sering terjadi di berbagai

daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Masalah penguasaan dan pemilikan tanah.

b. Masalah penetapan hak dan pendaftaran tanah.

c. Masalah mengenai batas/letak bidang tanah.

73
Http://Www.Dpr.Go.Id/Dokakd/Dokumen/K2_Laporan_RDPU_Panja_Konflik_Dan_Sengk
eta_Pertanahan_Komisi_II_DPR_RI_Dengan_Deputi_V_BPN_RI_Dan_Pakar_Prof._Maria_S.Pdf.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

d. Masalah tuntutan ganti rugi eks tanah partikelir.

e. Masalah tanah ulayat.

f. Masalah tanah obyek landreform.

g. Masalah pembebasan/pengadaan tanah.

h. Masalah pelaksanaan putusan pengadilan

3. Banyaknya permasalahan sengketa pertanahan yang ada berawal dari konflik

kepentingan, konflik struktural, konflik nilai, konflik hubungan, dan konflik

data.

Demikianlah faktor-faktor sengketa tanah menurut beberapa pendapat para ahli,

sedangkan didalam permasalahan terkait tanah suguhan yang berada di Desa Sigara-

gara ada beberapa faktor pendukung terjadinya sengketa tanah ini adalah,

1. Faktor psikologis manusia :

Kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya fungsi sosial dalam kehidupan

masyarakat dimana haruslah menjaga kerukunan dan perdamaian didalam

lingkungan agar teciptanya perdamain dan tidak terjadinya konflik atau

sengketa, karena kesadaran diri untuk tidak mengambil atau menguasai sesuatu

yang bukan miliknya sehingga akan terciptalah perdamaian. Menurut salah

satu ahli waris yaitu NK bahwa sengketa tanah suguhan ini sudah berlangsung

lama, dimana menurut keterangannya bahwa Tergugat I yang merupakan kepala

Dusun III Desa Lantasan Lama dan Tergugat III sebagai anggota kepolisian

yang mana adalah perangkat desa dan pihak kepolisian dimana semestinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

mengayomi dan melindungi masyarakat bukan sebaliknya dimana para tergugat

malah memanfaatkan jabatan mereka untuk mengambil keuntungan dari

masyarakat lemah, sehingga mencoba mengambil atau menguasai tanah

suguhan tersebut, bukan hanya itu tergugat I dan tergugat II bahkan tidak segan-

segan menyuruh orang untuk memukuli dan menganiaya penggugat I yang

berinisial BL. Dan dari hasil wawancara penulis terhadap penggugat,jelaslah

bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tergugat benar-benar perbuatan melawan

hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, karena keadaan ini

membuat para penggugat merasa di rugikan secara materil dan formil sehingga

para penggugat merasa perlu untuk melakukan suatu upaya hukum, demi

mendapatkan keadilan, dan kepastian hukum atas tanah suguhan yang mereka

kuasai.

2. Faktor tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai tanah suguhan

Salah satu yang menjadi faktor terjadinya sengketa tanah suguhan ini adalah

faktor tidak adanya Undang-undang atau Peraturan terkait yang mengatur

tentang tanah suguhan ini, dimana pada kenyataannya tanah suguhan ini

memang ada, dan masih ada beberapa masyarakat yang memiliki tanah

suguhan, dahulu kepemilikan tanah di desa sigara-gara ini, hanya berdasarkan

patok atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat apapun,

sehingga penyerobotoan tanah sering terjadi, menurut salah satu ahli waris,

bahwa para tergugat dengan sengaja ingin memiliki objek terperkara Karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

para tergugat tidak mengetahui bahwa sebenarnya penggugat memiliki bukti

kepemilikan tanah suguhan ini berdasarkan Sk.Gubernur Sumut

No.16.BPPST/agr/1961, mereka berfikir bahwa objek terperkara hanya tanah

garapan yang tidak memiliki alas hak, dan hanya berdasarkan patok dan

pengakuan semata, sehingga mereka berani dan berusaha menguasai tanah

tersebut.

3. faktor nilai ekonomis dari tanah

Dimana harga tanah yang semakin meninggkat setiap tahunnya sehingga

menimbulkan penyerobotan tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung

jawab.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

BAB III

KEABSAHAN STATUS TANAH SUGUHAN BERDASARKAN SURAT

KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NO.16/BPPST/AGR/1961

Sebelum menganalisis mengenai status tanah suguhan berdasarkan surat

keputusan Gubernur Sumatera Utara No.16/Bppst/Agr/1961. maka perlulah

diketehui mengenai asal-usul dari tanah suguhan tersebut dan mana di dalam perkara

putusan yang akan diteliti ini tanah yang bersengketa ini merupakan tanah bekas

perkebunan PTPN II, bukan hanya diakui sebagai tanah suguhan melainkan adanya

pengakuan dari pihak tergugat bahwa tanah bersengketa adalah tanah Bersertifikat

Grand Sultan sehingga perlulah dijelaskan mengenai tanah Perkebunan, tanah

Suguhan dan tanah Grand Sultan

A. Pengertian Tanah Perkebunan

Kebun menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sebidang tanah yang

ditanami pohon musiman (buah-buahan dan sebagainya). Perkebunan menurut

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan,

adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau

media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan

barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, permodalan serta manejemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi

pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Dalam rangka pemberian kepastian hukum

terhadap penguasan dan pengusahaan tanah untuk bidang perkebunan, UUPA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

mengaturnya dengan diberi hak guna usaha.74 Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-

undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan dinyatakan bahwa usaha di

bidang perkebunan dilakukan dengan perencanaan provinsi , dan perencanaan

Kabupaten/ Kota.75

Hak atas tanah yang diberikan. bagi usaha perkebunan merupakan

implemetasi dari kewenangan negara untuk menguasai dan juga merupakan

kewenangan negara sebagai kekuasaan bangsa Indonesia untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air

dan ruang angkasa.76 Di samping itu merupakan kewenangan negara untuk mengatur

dan menentukan hubungan-hubungan dan perbuatan- perbuatan hukum mengenai

bumi, air dan ruang angkasa, artinya bahwa negara memiliki kewenangan secara

normatif untuk mengatur, perencana, pelaksana dan pengendali kegiatan- kegiatan

berupa penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya

agraria lainnya.

Pemberian hak atas tanah bagi usaha perkebunan mengandung arti bahwa

negara bukanlah sebagai pemilik sumber daya agraria khususnya lahan perkebunan

berupa tanah yang ada di wilayah Republik Indonesia, melainkan hanya sebagai

74
Pengertian Hak Guna Usaha Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 28 UUPA adalah Hak
Untuk Mengusahakan
75
Supardy Marbun,Persoalan Areal Perkebunan Padakawasan Kehutanan, Jurnal Hukum
Vol.01.No. 1 Tahun 2005 hal.83
76
Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

penguasa.77 Dalam kaitannya dengan kewenangan negara untuk menguasai maka

walaupun negara hendak dikatakan sebagai pemilik maka harus dipahami dalam

koteks hukum publik (publiekrechtstelijk) bukan sebagai pemilik (eigenaar) dalam

pengertian yang bersifat keperdataan (privaatrechtstelijk).78

B. Pengertian Tanah Grand Sultan Dan Tanah Suguhan

Boedi Harsono ; Hak Grant tersebut berlaku di Sumatera bagian timur, yaitu

di wilayah Kesultanan Deli. Hak Grant di Sumatera Timur, dimana hak grant adalah

hak atas tanah, yaitu berdasarkan pemberian raja-raja atau Sultan kepada kaulanya,

maupun kepada bangsa asing. Penggunaan istilah “grant” yang berasal dari bahasa

inggris ini diperkirakan karena latar belakang historis dimana terdapat hubungan

kekeluargaan yang erat antara Sultan Sumatra Timur dengan Sultan di Malaysia yang

dulunya merupakan tanah jajahan Inggris.

“Tanah-tanah hak adat hampir semuanya belum didaftar karena tanah-tanah tersebut
tunduk pada hukum Tanah Adat yang tidak tertulis. Jadi tanah-tanah hak Adat juga
merupakan tanah-tanah hak Indonesia, yang cakupannya lebih luas. Artinya, tanah-
tanah dengan hak Indonesia tersebut meskipun merupakan tanah adat, ada pula
terdapat tanahd milik adat. Jadi tanah milik adat ini berbeda dengan tanah adat,
disebabkan tanah milik adat dapat dikategorikan sebagai hak milik dan kemudian
didaftarkan. Contohnya, tanah didaerah Swapraja yang berstatus Grant, yang terdapat
di Sumatera Timur, maupun yang terdapat di Kesultanan Yogyakarta dan
Surakarta.”79

77
Fat’hul Achmadi Abby, Sengketa Pertanahan Hak Masyarakat Adat Dengan Hak Guna
Usaha (Hgu) Perkebunan Sawit Di Kalimantan Selatan, Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September -
Desember 2016.hal.55
78
Ayamiseba, Kedudukan Hak Ulayat Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Kepentingan Umum, Disertasi S3 Universitas Padjadjaran Bandung, 2004, hal.. 180
79
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Grant Sultan pada mulanya dikenal di masa pemerintahan Kolonial Belanda

dimana pada saat itu daerah Singaraja mempunyai hak pemerintahan sendiri. Grant

Sultan diberikan kepada kaula Swapraja.80

Dengan demikian, kebiasaan berpindah-pindah mulai berkurang dan diambil

tempatnya oleh keinginan menetap diatas sebidang tanah tertentu dan serentak

dengan itu timbul pula keinginan, supaya hak atas tanah itu mendapat penetapan atau

pengakuan dari penguasa.81 Baru kira-kira dalam tahun 1890 Sultan Deli

mengeluarkan surat keterangan penyerahan tanah kepada seseorang sebagai Kurnia,

ditulis tangan dengan mempergunakan huruf Arab. Dalam surat-surat keterangan itu

ditambahkan ketetapan, bahwa hak yang diberikan itu akan gugur, apabila tanah tidak

dipergunakan dengan baik dan bahwa pengalihan hak kepada orang lain harus dengan

seizin Sultan.82 Grant Sultan diurung-urung, sepanjang mengenai bagian Melayunya,

dikeluarkan oleh Kepala-Kepala Urung (XII Kota, Serbanyaman, Sukapiring dan

Senembah Deli). Setelah ditanda-tangani oleh Kepala Urung dan diberi cap Grant

dikirim kepada Sultan untuk diberi tanda tangan Sultan dan cap.83

Grant Sultan berasal dari kata grant yang berarti diperuntukkan perizinan hak

tanah bagi pembangunan rumah.84 Grant sultan diberikan kepada hamba sahaya raja-

raja pribumi terkait dengan hak-hak pribumi atas pertanahan. Dasar utama hak atas

80
Mahadi, Sedikit-Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di Sumatera
Timurǁ (Tahun 1800-1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Diedarkan Penerbit Alumni,
Bandung, 1976, hal. 256
81
Ibid hal.257
82
Ibid hal .258
83
Ibid hal. 258
84
Gerard Jansen, Hak-Hak Grant Di Deli, (Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van Sumatra-
Instittuut, 1925), hal. 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

tanah ini adalah tanah itu milik seluruh suku dan pada prakteknya penduduk sebuah

desa.85 Secara pengertian, Grant Sultan adalah hak milik untuk mengusahakan tanah

yang diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja.86

Grant Sultan, merupakan bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas

tanah, atau dapat juga dikatakan sebagai alas hak dan dapat di tingkatkan menjadi

sertifikat, seiring dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan akan lahan baik

untuk perkebunan maupun permukiman penduduk semakin bertambah, karena dirasa

perlu untuk menetapkan bentuk hak-hak atas tanah, jika terjadi peralihan hak atas

tanah.

Sedangkan tanah suguhan menurut Dhani : Tanah suguhan merupakan tanah

pemberian dari Gubernur, kepada masyarakat, untuk memakai dan mengusahai lahan

bekas ordenaming, dimana tanah suguhan ini dapat di tingkatkan satatus hak atas

tanahnya menjadi sertifikat, atau di konversikan menjadi sertifikat Hak Milik.87

Tanah suguhan, adalah merupakan bahagian tanah eks perkebunan yang diserahkan

oleh pemerintah kepada petani penggarap untuk mengatasi kekacauan dan kekeruhan

yang mudah dipolitisir ketika itu.88

85
Ibid. hal. 34
86
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1. (Jakarta: Pustaka,
2004) hal.129
87
Dhani , Loc.Cit
88
Tarmidzi, Op.Cit. hal.73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

C. Keabsahan Status Tanah Suguhan

Keabsahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat yang sah atau

ke sahaan, sedangkan keabsahan satatus tanah ialah keabsahan yang sah dari status

tanah tersebut, dimana tanah tersebut harus sudah terdaftar yang memiliki surat

keterangan hak atas tanah terkait.Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai

suatu kepastian.apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda

miliknya yang sangat berharga seperti halnya tanah.89 Suatu objek itu dapat dikatakan

milik seseorang berdasarkan suatu bukti kepemilikan, misalnya surat-surat yang

mendukung.

Keabsahan status tanah suguhan menurut BPN ialah sebuah tanah yang

keabsahannya tetap diakui oleh BPN dimana tanah ini tetap harus di daftarkan ,

seperti yang terkandung di dalam UUPA mengenai pendaftaran tanah. Untuk

terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah terdaftar.

Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster ) suatu istilah teknis

untuk suatu record (rekaman) menunjuk kepada luas, nilai dan kepemilikan misalnya

atas sebidang tanah .90

Salah satu tujuan pokok diberlakukannya Undang-undang no 5 tahun 1960 tentang

peraturan dasar pokok-pokok agraria (UUPA) adalah untuk mewujudkan kepastian

hukum tersebut yaitu :

1) Menyediakan perangkat hukum tertulis,lengkap dan jelas.

89
Tampil Anshari Siregar.Pendaftaran Tanah Kepastian Hak.Multi Grafika. Medan.2007, hal
1
90
Ibid, hal.24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

2) Menyelenggarakan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi pemegang

hak atas tanah untuk membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya dan

bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.91

Pendaftaran tanah menurut ketentuan pasal 19 ayat (2) UUPA meliputi;

a) Pengukuran, perpetaan, pembukuan tanah.

b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak tersebut.

c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak.yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

Dari ketentuan pokok tersebut sudah tergambar kegiatan pendaftaran tanah

yang harus dilakukan,diawali dari pengukuran sampai dengan adanya tanda bukti

hak atau biasa disebut sertifikat hak.92 Adapun defenisi pendaftaran tanah dalam

peraturan pemerintah No.24 Tahun 1997. Pasal 1 angka 1 peraturan pemerintah

No.24 Tahun 1997 ;

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah


secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis
dalam bentuk peta dan data mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.”

Dari beberapa rumusan pendaftaran tanah diatas yang tercantum di dalam

Undang-undang semua menjelaskan tentang bukti hak dari tanah tersebut, seperti

yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997

91
Urip Santoso,Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah,Cet 2, Jakarta: Kencana, 2010,
hal.2.
92
Ibid hal. 25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

tentang pendaftaran tanah ( PP no 24 tahun 1997) mengatur bahwa, untuk keperluan

pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan

dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,

keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya

oleh panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala

Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadic,dianggap cukup untuk

memenuhi syarat mendaftar hak,pemengang hak dan hak-hak pihak lain yang

membebaninya.Permohonan tersebut harus disertai bukti kepemilikan/dokumen asli

yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan. Tanah suguhan tersebut memiliki

bukti hak dari surat keterangan dari Gubernur yaitu, No.16/BPPST/AGR/1961.

Begitu juga dengan tanah suguhan ini dapat didaftarkan seperti yang dikatakan oleh

salah satu pihak BPN, tanah suguhan ini harus di konversi ke Sertifikat Hak

Milik,adapun tanah suguhan ini sebagian tetap diakui oleh pihak BPN selama tidak

adanya sengketa atas tanah tersebut.93 Dan tercantum di dalam PMA No. 3 Tahun

1997, Pasal 104 yang isinya sebagai berikut :

1. Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun karena pemindahan hak yang dibuktikan dengan akta PPAT

tidak diperlukan syarat berupa dokumen lain dari pada yang disebut dalam

pasal 103 ayat (1) atau ayat (2), kecuali apabila hal tersebut dipersyaratkan

oleh suatu peraturan yang lebih tinggi

93
Dhani, Anggota Seksi 5 BPN, Kantor BPN Medan, Senin 30 Juli 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

2. Apabila sesudah dilakukan pengecekan sertifikat sebagaimana dimaksud

dalam pasal 97 terjadi perubahan data pendaftaran tanah yang tercatat dalam

buku tanah akan tetapi tidak tercatat di sertifikat ,maka kepala kantor

pertanahan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon pendaftarannnya

ditolak dengan surat sesuai bentuk sebagimana tercantum dalam lampiran 24.

3. Perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berupa :

a. Hapusnya hak atas tanah;

b. Adanya catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 atau Pasal 127

yang belum dihapus dengan sendirinya karena lewatnya waktu;

c. Adanya perintah status quo atau peletakkan sita oleh Pengadilan.

4. Atas penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon pendaftaran

dapat mengajukan keberatan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya menurut keterangan di atas, jelaslah bahwa tanah suguhan ini

dapat di daftarkan menjadi Sertfikat Hak Milik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA

GUGATAN DALAM PUTUSAN MA.NO.3418K/PDT/2015

Sebelum menganalisis putusan yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim

dalam memeriksa,mengadili,memutuskan perkara dalam putusan Mahkamah Agung

Nomor.3418K/PDT/2015, terlebih dahulu dijelaskan mengenai posisi,meliputi

deskripsi terhadap para pihak,kronologis kasus,gugatannya,eksepsi,putusan hakim

dan pertimbangan hakim.

A. Posisi Kasus.

1. Pihak-pihak yang berperkara

a. Identitas penggugat

- Burhanuddin Lubis Alias Burhan Lubis Alias Lian, Warganegara Indonesia,

umur 79 tahun, Jenis Kelamin laki-laki, Pekerjaan Petani, beralamat di

Dusun II, Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Del

Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT I

- Nurkiyah, Umur 52 Tahun, Jenis Kelamin Perempuan, Pekerjaan Ibu rumah

tangga, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak,

Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-II

- Usman, Umur 49 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki, Pekerjaan Buruh,

beralamat di Dusun III Desa Patumbak II, Kecamatan Patumbak, Kabupaten

Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-III ;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

- Nurijah, Umur 47 Tahun, Jenis Kelamin Perempuan, Pekerjaan Ibu rumah

tangga, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak,

Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-IV ;

- Nurhayati, Umur 44 Tahun, Jenis Kelamin Perempuan, Pekerjaan Ibu rumah

tangga, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak,

Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-V

- Abdul Rahman Lubis, Umur 42 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki, Pekerjaan

Buruh, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak,

Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-VI ;

- Abdul Rahim, Umur 38 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki, Pekerjaan

Wiraswasta, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan

Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-VIII ;

- Muhammad Said, Umur 38 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki, Pekerjaan

Karyawan Swasta, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama, Kecamatan

Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai PENGGUGAT-IX ;

- Muhammad Amir Hamzah, Umur 34 Tahun, Jenis Kelamin laki-laki,

Pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Dusun II Desa Lantasan Lama,

Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, disebut sebagai

PENGGUGAT-X ;

Masing-masing adalah ahli waris Almh. Sawiyah dalam hal ini suami dan

anak-anak Almh. Sawiyah, yang telah memberikan kuasa kepada 1. Elisabeth

Juniarti, SH, 2. Marjoko, SH, 3. Riki Irawan, SH. Para Advokat/ Penasehat Hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

yang tergabung pada Kantor Advokat JMT & Associates, beralamat kantor di Jl.

Kenanga Sari No. 20, Pasar VI Tanjung Sari – Medan berdasarkan Surat Kuasa

Khusus tertanggal 25 Oktober 2012 ;

b. Identitas tergugat;

- Nasution, Umur 70 Tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Pekerjaan Kepala Dusun,

Beralamat di Jalan Pertahanan Gg. Sedap Malam Dusun III Desa Lantasan

Lama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang,selanjutnya disebut

sebagai TERGUGAT-I;

- M. Rusli Nasution, Umur 63 Tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Pekerjaan

Tukang Ojek, Beralamat di Jalan Pertahanan Dusun III Desa Lantasan Lama

Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, selanjutnya disebut sebagai

TERGUGAT-II ;

- Suhadi, Umur 49 Tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Pekerjaan Anggota Polri,

Beralamat di Jalan Pertahanan Gg. Al-Qadar Dusun IV Desa Patumbak

Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, selanjutnya disebut

sebagai TERGUGAT-III ;

2. Objek gugatan

Objek gugatan adalah sebidang tanah dengan luas ± 4.000 M2 (empat ribu meter

persegi) yang terletak di Jalan Pertahanan Gang Bandrek Desa Sigara-gara

Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dahulu dikenal dengan Pasar III

Kebun Sinembah Matshappij daerah hukum Kampung Sigar-gara, dengan batas-batas

sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

• Sebelah Utara berbatasan dengan Jafar....... 20 meter

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kasum...... 20 meter

• Sebalah Timur berbatasan dengan PTPN IX Afd.

Patumbak.................................. 200 meter

• Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Mati..200 meter

3. Kronologis kasus

Penggugat telah mengusahai dan menguasai sebidang tanah sejak tahun 1962,

dengan luas ± 4.000 M2 (empat ribu meter persegi) yang terletak di Jalan Pertahanan

Gang Bandrek Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah Matshappij daerah hukum

Kampung Sigara-gara, dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Jafar....... 20 meter;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kasum...... 20 meter;

- Sebalah Timur berbatasan dengan PTPN IX Afd. Patumbak…..200 meter;

- Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Mati..200 meter;

yang diperoleh Penggugat dari Alm. M. KASIM BARUS (ic. mertua Penggugat-I)

dan telah diserahkan kepada Almh. SAWIYAH (ic. istri Penggugat-I) berdasarkan

Surat Penyerahan Tanah tertanggal 2 September 1982 ;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Alm. Kasim Barus telah memperoleh tanah objek terperkara pada tahun 1961 yang

merupakan Tanah Suguhan dari Gubernur Sumatera Utara BPPST)yang diberikan

kepada masyarakat Sigara-gara sesuai dengan surat BPPST No.16/BPPST/ Agr/1961

sejak penyerahan tanah Suguhan tersebut, Alm.Kasim Barus telah mempercayakan

kepada anaknya Almh. Sawiyah (ic. Istri penggugat-I) untuk mengusahai dan

menguasai tanah tersebut dengan membuka perladangan bahkan sejak Alm. Sawiyah

masih gadis atau belum menikah dengan Penggugat-I;

Bukti pengusahaan atas tanah, Alm.Kasim Barus juga telah melaksanakan

kewajiban untuk membayar Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) terhadap tanah

terperkara, tanpa alasan hukum yang pasti pada tahun 1982, Tergugat- I dan

Tergugat-II telah mengklaim bahwa tanah tersebut sebagai tanah orang tuanya yang

dimiliki melalui Grand Sultan No.68, akan tetapi terkait Grand Sultan No.68 tersebut,

Tergugat I dan Tergugat II tidak pernah memperlihatkannya kepada Penggugat

maupun masyarakat lain yang tanahnya juga “diakui” oleh Tergugat-I dan Tergugat-

II. Bahkan Kepala Kampung Lantasan yang menjabat sejak tahun 1951 hingga 1957

yaitu Alm. AMIR semasa hidupnya pernah bercerita kepada Penggugat-I dan

masyarakat bahwa ketika dia (Alm. AMIR) melihat Grand Sultan No. 68 tersebut di

tahun 1982, saat Tergugat-I dan Tergugat-II hendak membagi warisan dari ayah

mereka, Alm. AMIR melihat bahwa tulisan di dalam Grand Sultan No. 68 yang

terkait dengan luas tanah tersebut baru ditulis dengan tinta yang pada waktu itu

banyak beredar di pasaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Alm.AMIR juga menyatakan bahwa terkait tanah yang disebutkan dalam Grand

Sultan No.68 (milik ayah Tergugat-I dan Tergugat-II) terletak jauh dari tanah

terperkara milik Para Penggugat dan berada diseberang Sungai Mati, pada

pertengahan tahun 1982 Tergugat-I yang pada saat itu telah menjabat sebagai Kepala

Dusun III Desa Lantasan Lama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, tanpa

seizin Penggugat telah menyewakan tanah terperkara kepada PT. UTAMA KARYA

untuk diambil tanah dan batunya guna pembangunan jalan Tol Belawan-Tanjung

Morawa Terhadap kegiatan tersebut Penggugat-I berulang kali menyampaikan

keluhannya baik lisan maupun tulisan kepada aparatur Kecamatan, Kepolisian dan

Koramil setempat namun tidak mendapat tanggapan.

Pada bulan Desember tahun 1982, pada saat Penggugat-I hendak bekerja

mengusahai tanah perkara, di Lorong II Desa Lantasan Lama tiba-tiba Tergugat-I dan

Tergugat-II datang menghalang-halangi dan melakukan penganiayaan dengan cara

memukul, mengeroyok, menendang dan memijak-mijak tubuh Penggugat-I, yang

mengakibatkan Penggugat-I pingsan dan tidak sadarkan diri, sehingga diselamatkan

oleh pekerja-pekerja PT. UTAMA KARYA yang ada di lokasi kejadian, akibat

kejadian tersebut Penggugat-I dan Penggugat-II membuat laporan Pengaduan ke

Polsek Patumbak dan dicatat dalam Register Laporan Polisi No. Pol.: 201/XII/1982,

tertanggal 11 Desember 1982, dan selanjutnya Penggugat-I juga melakukan Visum et

Repertum ke Rumah Sakit Umum DR. Pirngadi Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Terhadap laporan pengaduan tersebut, Penggugat-I telah beberapa kali memenuhi

panggilan untuk diambil keterangan ke Polsek Patumbak, akan tetapi hingga beberapa

tahun kemudian, kasus penganiayaan terhadap Penggugat-I tersebut belum juga

dituntaskan oleh pihak Polsek Patumbak dan belum dikirim ke Kejaksaan Negeri

supaya disidangkan, beberapa tahun setelah peristiwa tersebut, sekitar bulan Januari

1985, Penggugat-I dan keluarga didatangi oleh M. MUSA tersebut, yang pada saat itu

menjabat sebagai kepala Desa Lantasan Lama tempat tinggal Penggugat-I, yang

mengatakan mewakili kepentingan Penggugat-I dan Tergugat-II berusaha membujuk

Penggugat-I dan keluarga untuk menyelesaikan persoalan penganiayaan Penggugat-I

tersebut secara kekeluargaan.

Tetapi sebelum menanda-tangani surat pernyataan perdamaian tertanggal 27

Januari 1985 yang dibawa oleh M. MUSA tersebut, Penggugat-I sempat membaca

dan mempertanyakan isi surat kepada M. MUSA, dimana pihak Pertama yang

disebutkan dalam Surat Perdamaian tersebut hanyalah Tergugat-II sedangkan

Tergugat-I yang saat itu sudah menjabat sebagai Kepala Dusun III Desa Lantasan

Lama tidak disebutkan, padahal Terguagat-I juga turut melakukan penganiayaan

terhadap Penggugat-I. Akan tetapi M. MUSA kembali membujuk sehingga

Penggugat-I membubuhkan tanda tangan di surat pernyataan perdamaian tersebut.

Akibat tindak penganiayaan yang dilakukan Tergugat-I dan Tergugat-II apalagi

Tergugat-I memiliki relasi kuasa karena jabatannya sebagai kepala Dusun III

Lantasan Lama, Penggugat-I dan isteri Penggugat-I menjadi “trauma” dan tidak lagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

berani bekerja dan mengusahai tanah terperkara, sebab meskipun telah

menandatangani surat pernyataan perdamaian tertanggal 27 Januari 1982 tersebut,

Tergugat-I dan Tergugat-II masih tetap melakukan intimidasi dan ancaman baik

langsung atau melalui orang lain kepada Penggugat-I dan keluarga sehingga

Penggugat-I merasa terancam dan terganggu untuk mencari nafkah, beberapa kali

Penggugat-I dan keluarga mencoba melakukan pengolahan diatas tanah terperkara,

akan tetapi Tergugat-I dan Tergugat-II yang letak rumahnya berdekatan dengan tanah

terperkara selalu menghalang-halangi bahkan melakukan pengusiran terhadap

anggota keluarga Penggugat-I. Bahkan tanaman yang sempat ditanami oleh

Penggugat-I atau keluarga selalu dicabut atau dirusak oleh orang yang tidak ketahui,

akibatnya Penggugat-I merasa dirugikan secara materi namun tidak bisa berbuat apa-

apa karena Penggugat-I masih merasa trauma mengingat tindakan Tergugat-I dan

Tergugat-II dan usia anak-anak Penggugat –I (ic. Penggugat-II s/d. X) yang masih

kecil-kecil dan membutuhkan kehadiran Penggugat-I sebagai ayah mereka.

Walaupun tidak bisa mengusahai tanah terperkara, tetapi Penggugat-I s/d. X tetap

melakukan monitoring terhadap tanah objek terperkara, yang ternyata juga tidak

pernah diusahai oleh Tergugat-I, Tergugat-II maupun orang lain. Tanah Terperkara

tersebut sebahagian masih kosong dan tidak pernah diusahai hanya saja pada tanah

yang terletak di sebelah utara dan sebelah barat dekat dengan bagian batas tanah

terperkara telah diusahai oleh orang lain dengan melakukan penanaman jagung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Pada tanggal 10 Desember 2012, Penggugat melalui kuasanya datang ke Kantor

Kepala Desa Lantasan Lama untuk mempertanyakan keterangan terkait tanah

terperkara. Kepala Desa Lantasan Lama saat ini yaitu Mulkan Lubis memberikan

informasi kepada Penggugat dan kuasanya bahwa tanah terperkara sudah dijual oleh

Tergugat-I ketika jabatan Kepala Desa Lantasan Lama dipegang oleh Rasikin kepada

Tergugat-III, dan untuk kepastiannya Mulkan Lubis menyarankan Penggugat-I untuk

mendatangi Tergugat-I yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dusun III

Lantasan Lama. karena tidak juga mendapat kejelasan terkait tanah terperkara

tersebut kemudian pada tanggal 26 Desember 2012, Penggugat melalui Kuasanya

melayangkan “Somasi” dan Undangan Musyawarah Kekeluargaan kepada Tergugat-I

s/d Tergugat-III guna bermusyawarah terkait tanah berperkara, akan tetapi Tergugat-

I, Tergugat-II dan Tergugat-III tidak pernah memberikan penjelasan tentang status

tanah terperkara kepada Para Penggugat.

Karena tidak ada tanggapan dari Tergugat-I s/d III, maka pada tanggal 2 Januari

2013 Penggugat-V dan anak-anak dari Penggugat-IV memutuskan untuk menanami

serta memasang “plang yang menyatakan kepemilikan Penggugat-I” atas tanah

terperkara, akan tetapi keesokan harinya tanggal 3 Januari 2013 diketahui plang yang

dipasang sudah dirusak orang yang tidak diketahui identitasnya, melihat kondisi

tersebut, pada tanggal 4 Januari 2013, Penggugat-V dan anak-anak Penggugat-IV dan

V kembali melakukan pemasangan “plang kepemilikan” diatas tanah objek perkara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

dan pada tanggal 5 Januari 2013 diketahui plang tersebut kembali telah dirusak dan

dipatahkan sehingga tidak bias terpakai lagi.

Pada 7 Januari 2013 ketika anak – anak Penggugat – IV dan anak – anak

Penggugat-V atas perintah Para Penggugat kembali memasang Plang, tiba – tiba

anak-anak Penggugat-IV dan Penggugat-V diserang dengan orang yang mengaku

keluarga dari Tergugat-1, Tergugat-II dan Tergugat-III, orang-orang tersebut

mengancam akan membunuh anak-anak Penggugat-IV dan V, dengan ancaman

tersebut, anak – anak Penggugat IV dan V memanggil seluruh Penggugat

memberitahukan adanya ancaman yang dilakukan oleh orang – orang seluruh

Tergugat I, II dan III, sehingga seluruh Penggugat mendatangi lokasi kejadian dan

bertemu dengan orang – orang yang mengancam tersebut, selanjutnya Penggugat-I

memberikan penjelasan kepada orang-orang telah mengancam bahwa tanah tersebut

adalah milik Para Penggugat namun orang – orang suruhan Tergugat-I, II dan III

mengatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Tergugat-III, karena orang-orang

suruhan Para Tergugat melakukan ancaman terhadap Nurlela Tanjung anak dari

Penggugat-IV yang mendapat ancaman pembunuhan dari orang – orang yang

melakukan penyerangan maka pada tanggal 7 Januari 2013, Nurlela Tanjung

melakukan pengaduan atas ancaman yang telah diterima kepada Polsekta Patumbak

sesuai dengan Laporan Polisi No. Pol. STPL / 33 / I2013 / SU / Polresta Medan/Sek.

Patumbak tanggal 7 Januari 2013,pada malam harinya ternyata Penggugat-I s/d X

kembali mendapatkan teror yang menakuti-nakuti Para Penggugat dengan adanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

orang yang mengendarai sepeda motor dengan “menggeber atau menggas” sepeda

motor sekuat-kuatnya dan berputar – putar di depan rumah Penggugat-I, perbuatan

mana dilakukan berulangulang sehingga membangunkan warga yang tinggal dekat

rumah Penggugat-I.

Pada tanggal 8 Januari 2013, Kepala Desa Lantasan Lama Bapak MULKAN

LUBIS menelepon Kuasa Penggugat dan mengatakan Tergugat III mengundang

Penggugat ke kantor Tergugat-III di MAPOLDASU. Atas undangan lisan tersebut,

Penggugat-I bersama Kuasanya dan BAPAK MULKAN LUBIS hadir ke

MAPOLDASU memenuhi undangan dari Tergugat III, ternyata pertemuan tersebut

bukan merupakan musyawarah, Tergugat-III malah mengklaim bahwa tanah

terperkara tersebut saat ini adalah milik Tergugat-III yang di beli dari Tergugat-I pada

tahun 1998, ketika itu Tergugat-III menjabat sebagai Kapolsek Patumbak, pada saat

itu Tergugat-III juga meminta agar Penggugat-I ataupun keluarga Penggugat-I jangan

lagi melakukan “klaim” terhadap kepemilikan tanah, memasang “plank kepemilikan”

ataupun melakukan penanaman di atas tanah terperkara. ketika Penggugat-I

mempertanyakan tentang dasar kepemilikan atas tanah objek terperkara, Tergugat-III

tidak pernah menunjukkan ataupun memperlihatkan surat – surat yang berkaitan

klaimnya terhadap tanah terperkara, demikian juga Tergugat-I selaku Kepala Dusun

III Desa Lntasan Lama tidak pernah memberi kesempatan kepada Para Penggugat

untuk mengetahui segala administrasi surat terkait tanah objek perkara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Perbuatan yang dilakukan oleh orang – orang yang mengaku dibawah

perintah Tergugat-I, II dan III yang dengan sengaja menghalang – halangi Para

Penggugat untuk mengusahai ataupun mengolah tanah objek terpekara, bahkan

dengan sengaja mencabut ataupun merusak tanaman yang di taman oleh Para

Penggugat di atas tanah terpekara telah menimbulkan kerugian terhadap Para

Penggugat, akibat tindakan Tergugat-I, Tergugat-II dan Tergugat-III yang

menghalangi Para Penggugat untuk menguasai tanah terperkara maka Para Penggugat

mengalami kerugian materiel sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) setiap tahun,

dan bila di total kerugian selama Para Penggugat tidak dapat menguasai tanah

terperkara sejak tahun 1982 hingga saat ini (selama 30 tahun) maka total kerugian

material Para Penggugat adalah Rp. 5.000.000.- x 30 tahun = Rp. 150.000.000.-

(seratus lima puluh juta rupiah).

Perbuatan Tergugat-1, Tergugat-II dan Tergugat-III yang dengan sengaja

melakukan pengklaiman dan pengalihan hak atas tanah terperkara tanpa seijin dari

Para Penggugat selaku pemilik adalah perbuatan melawan hukum “onrecht

matigedaad”, dan karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata maka

Tergugat-I, Tergugat-II dan Tergugat-III wajib untuk membayar ganti kerugian

kepada Para Penggugat, akibat tindakan Para Tergugat tersebut Penggugat juga

mengalami kerugian moriel berupa rasa cemas, takut, stress, khawatir, malu dan

terhalang untuk mencari nafkah karena adanya tindakan intimidasi, teror, penghinaan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

pengancaman dan hasutan dari Tergugat-I, Tergugat-II dan Tergugat-III yang

tentunya tidak ternilai bila diukur dengan uang.

Menjadikan gugatan ini tidak hampa dan menjaga agar tanah objek terperkara

tidak dialihkan Tergugat-I dan Tergugat-III kepada pihak ketiga, maka para

penggugat memohonkan agar terhadap tanah terperkara diletakkan sita milik

“Revendicatoir Beslag”, untuk menjadikan gugatan ini tidak hampa adanya, kepada

Majelis Hakim para penggugat memohon meletakkan Sita Jaminan atas harta milik

Tergugat-I , Tergugat-II dan Tergugat-III “Conservatoir Beslag” sebagai jaminan atas

kerugian yang di derita oleh Para Penggugat, yang akan dimohonkan kemudian.

Berdasarkan uraian dan alasan-alasan di atas maka Penggugat mohon agar Ketua

Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk menunjuk Majelis Hakim dan selanjutnya

menetapkan satu hari persidangan dan memanggil para pihak yang terlibat guna

memeriksa dan mengadili perkara ini, dan selanjutnya memberikan putusan hukum

yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan sah Surat Penyerahan Atas Tanah tertanggal 2 September 1982

yang ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat-I) dan

disaksikan oleh para ahli waris M. Kasim Barus tersebut;

3. Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari Almh. SAWIYAH

adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 M2 (empat ribu meter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

persegi) yang terletak di Jalan Pertahanan Gg. Bandrek Desa Sigara-Gara

Kecamatan Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah

Matshappij Daerah Hukum Kampung Sigara-gara, Kabupaten Deli Serdang

Propinsi Sumatera Utara yang menjadi objek perkara.

4. Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat-I, Tergugat-II dan Tergugat-III yang

menghalang-halangi Para Penggugat untuk mengusahai tanah terperkara dan

selanjutnya mengakui pengalihan hak atas tanah terperkara merupakan

perbuatan melawan hukum.

5. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar

kerugian materil sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)

kepada Para Penggugat.

6. Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan secara serta merta.

7. Menyatakan sah Revendicatoir Beslag yang telah diletakkan.

8. Menyatakan sah sita jaminan”consevatoir beslag” terhadap harta milik

Tergugat I, II, dan III yang telah diletakkan.

9. Menghukum Tergugat-Tergugat secara tanggung renteng membiayai seluruh

perkara yang timbul akibat gugatan ini.

B. Dasar pertimbangan hakim

Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Lubuk Pakam telah memberikan

Putusan Nomor 23/Pdt.G/2013/PN.LP tanggal 22 Januari 2014 dengan amar sebagai

berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Dalam eksepsi:

- Menolak eksepsi dari para Tergugat seluruhnya;

Dalam pokok perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat sebahagian;

2. Menyatakan sah Surat Penyerahan Atas Tanah tanggal 2 September 1982

yang ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat I) dan

disaksikan oleh para ahli waris M. Kasim Barus tersebut;

3. Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari almh. Sawiyah

adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 m² (empat ribu meter

persegi) yang terletak di Jalan Pertahanan Gang Bandrek Desa Sigara-Gara

Kecamatan Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah

Matshappij Daerah Hukum Kampung Sigara-gara, Kabupaten Deli Serdang

Propinsi Sumatera Utara yang menjadi objek perkara;

4. Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I dan Tergugat II yang menguasai

dan berusaha mengalihkan tanah terperkara kepada orang lain adalah

merupakan perbuatan melawan hukum;

5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk

membayar kerugian materil sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh

juta rupiah) kepada Para Penggugat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

6. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar seluruh biaya yang

timbul dalam dalam perkara ini yang sampai saat ini sebesar Rp2.726.000,00

(dua juta tujuh ratus dua puluh enam ribu rupiah) secara tanggung renteng;

7. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya; Menimbang,

Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat putusan Pengadilan

Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan

Nomor 361/PDT/2014/PT.MDN tanggal 28 Januari 2015. Bahwa memori kasasi dari

Para Pemohon Kasasi/Para Tergugat/Para Pembanding tersebut telah diberitahukan

kepada Para Termohon Kasasi/Para Penggugat/Para Terbanding pada tanggal 29 Mei

2015; Kemudian Para Termohon Kasasi/Para Penggugat/Para Terbanding

mengajukan tanggapan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Lubuk Pakam pada tanggal 10 Juni 2015 . Permohonan kasasi a quo beserta

alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan

dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh

karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima bahwa alasan-

alasan yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi/Para Tergugat/Para Pembanding

dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya sebagai berikut:

1. Tentang eksepsi Para Pemohon Kasasi yang ditolak:

- Bahwa, adapun eksepsi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Pembanding

dalam perkara a quo adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

A. Gugatan kurang pihak (plurium litis consortium);

1. Bahwa supaya perkara ini menjadi terang dan jelas serta tidak kekurangan

pihak, maka seharusnya Penggugat mengikut-sertakan PT. Utama Karya

kedalam arus perkara ini, karena berdasarkan dalil gugatan Penggugat pada

halaman 4 Point 8 menguraikan “bahwa pada pertengahan tahun 1982,

Tergugat I ……..dst…… telah menyewakan tanah terpekara kepada PT.

Utama Karya.

2. Bahwa, selain itu, mengingat kondisi pada saat ini tanah terpekara sudah

dialihkan oleh Tergugat I dan telah pula dikuasai oleh pihakpihak lain, yakni

PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa, maka secara hukum Para

Penggugat juga harus mengikut sertakan mereka kedalam arus perkara ini;

3. Bahwa, oleh karena Penggugat tidak menarik PT. Utama Karya, PT. Sabda

Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa kedalam arus perkara ini, maka

mengakibatkan gugatan Penggugat menjadi kurang pihak (plurium litis

consortium), maka sebagai konsekwensi hukumnya, gugatan Penggugat harus

ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (neit

onvankelijke verklaad), hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah

Agung R.I Nomor 663 K/Sip/1971, tanggal 6 Agustus 1971 Jo. Putusan MA

Nomor 1038 K/Sip/1972, tanggal 1 Agustus 1973;

B. Gugatan salah objek (error in objecto):

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

1. Tanah (objek sengketa) bukanlah terletak di Jalan Pertanahan, Gang Bandrek,

Desa Sigara-gara, melainkan terletak di Desa Lantasan Lama, hingga saat ini

objek sengketa tetapi berada di Desa Lantasan Lama, bukan di Desa Sigara-

gara;

2. Berdasaran bukti Surat dan Keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di

persidangan, diperoleh fakta bahwa tanah yang dikuasai dan dialihkan oleh

Pemohon (Tergugat I dan II) kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi

Makayasa, adalah tanah yang terletak di Desa Lantasan Lama, dan tidak

pernah menguasai dan mengalihkan tanah yang terletak di Desa Sigara-gara,

sehinga Para Termohon/Penggugat telah salah dan keliru dalam menempatkan

lokasi/wilayah tanah objek sengketa (error in objecto), maka sebagai

konsekwensi hukumnya, gugatan para Penggugat haruslah ditolak atau setidak-

tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard);

C. Gugatan salah subjek (error in person):

a. Bahwa, antara Para Penggugat dengan Tergugat III tidak

mempunyai hubungan hukum, baik yang terbit karena perjanjian

maupun yang terbit dari hubungan hukum lainnya;

b. Bahwa, jika mencermati dalil posita gugatan Para Penggugat pada

halaman 6 point 17 yang intinya menyebutkan bahwa Tergugat I

telah menjual tanah terpekara kepada Tergugat III;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

c. Bahwa, dalil Para Penggugat tersebut adalah keliru, sebab

Tergugat I tidak pernah menjual tanah terpekara kepada Tergugat

III, dengan kata lain Tergugat-III sama sekali tidak mempunyai

kapasitas apapun di dalam perkara ini, maka dalil Para Penggugat

yang menarik Tergugat kedalam arus Perkara ini jelas-jelas telah

bertentangan dengan azas hukum “point d’intret point d’action”,

hal ini sejalan pula dengna Yurisprudensi Tetap Putusan

Mahkamah Agung R.I Nomor 4 K/Sip/1986, tanggal 13 Desember

1958, yang intinya menyebutkan syarat mutlak untuk mengajukan

gugatan terhadap orang lain di Pengadilan adalah harus ada

Perselisihan Hukum yang timbul dari hubungan Hukum;

d. Bahwa, berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan

Pemohon/ Pembading (ic. Tergugat III), tidak terbukti telah

menguasai dan mengusahain objek terpekara, dan berdasarkan

pertimbangan Judex Facti, halaman 42 alenia 2 menyebutkan

bahwa berdasarkan bukti surat bertanda P-24 berupa foto copy

Surat Pelepasan Hak Penguasaan dengan Ganti Rugi yang

diterbitkan oleh Camat Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli

Serdang, …. Dan seterusnya;

e. Bahwa, pertimbangan Judex Facti, pada halaman 42 alenea 3

menyebutkan bahwa berdasarkan letak dan batas – batas tanah

objek Akta Camat Surat Pelepasan Hak Penguasaan Dengan Ganti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Rugi tersebut tidak berada diatas objek pekara meskipun yang

bertindak sebagai pihak pemilik tanah termasuk kedalam objek

Surat Pelepasan Hak penguasaan dengan ganti rugi nomor

2796/PTB/XII/1998 tanggal 31 Desember 1998;

f. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka patut dan

beralasan hukum untuk melepaskan Tergugat III didalam perkara a

quo dan selanjutnya memohon kepada Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan kiranya

menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet

ontvankelijk verklaard);

Judex Facti Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang telah

membenarkan pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dan

dengan demikian Judex Facti Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara a quo

tidak pernah mempertimbangkan eksepsi yang telah diberikan oleh Pemohon Kasasi,

dengan demikian Judex Facti telah salah menerapkan hukum;

2. Tentang Pembuktian Termohon/Terbanding/Para Penggugat Batal Demi Hukum;

Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang telah

membenarkan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

(halaman 46 alinea ke-2 dan ke 3) yang menyatakan bahwa Para Penggugat telah

dapat membuktikan kepemilikannya yang sah atas objek pekara sedangkan bukti-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

bukti yang diajukan Para Tergugat sangat meragukan sehingga cukup beralasan

menurut hukum untuk menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris almh.

Sawiyah adalah pemilik tanah seluas kurang lebih 4000 m² (empat ribu meter

persegi), yang terletak di Jalan Pertanahan Gang Bandrek Desa Sigara-gara,

Kecamatan Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Senembah Matshappij

daerah Hukum Kampung Sigara-gara, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera

Utara adalah pertimbangan yang salah dan keliru karena Judex Facti Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam pertimbangannya pada halaman 41-42

alenia ke 4 yang menyebutkan tidak ada hal-hal yang baru yang dapat membatalkan

Putusaan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam;

- Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara telah

salah dan keliru dalam pertimbangan hukumnya, dimana pertimbangan

hukumnya tidak pernah menyentuh secara mendetail tentang keabsahan

bukti-bukti (P-3, P-20, P-21) yang diterima oleh para Termohon yang

menjadi dasar penguasaan atas tanah terpekara oleh Pemohon;

- Bahwa, pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi

Sumatera Utara secara jelas telah salah dan keliru dengan begitu saja

mengaminkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan tidak

mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dalam perkara a quo;

- Bahwa, seandaipun benar (quad non) Para Penggugat/Para Termohon

Kasasi ada menerima Surat pernyataan dari AMRI yang merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Kepala Kampung Lantasan, Kecamatan Patumbak, (P-20), akan tetapi

bukti P-20 tersebut adalah tidak mempunyai kekuatan pembuktian dalam

perkara a quo, karena sifatnya hanya berupa surat keterangan sepihak,

supaya mempunyai alat pembuktian yang sempurna harus didukung oleh

alat bukti yang lainya, dan lebih fatalnya lagi Amri yang merupakan

Kepala Kampung Lantasan Kecamatan Patumbak, secara hukum tidak

mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan surat keterangan untuk

tanah–tanah yang terletak di Desa Sigara-gara yang dikleim oleh

Termohon;

- Bahwa, bukti P-21 berupa surat pernyataan dari Kasum, Boniman, dan

Sumino, hanya merupakan pernyataan sepihak yang harus didukung oleh

bukti pendukung lainnya, dan surat pernyataan tersebut tidak dapat

dijadikan sebagai alat pembuktian yang sah menurut hukum;

- Bahwa, bukti P-4 secara hukum harus dikesampingkan dan tidak

memiliki nilai pembuktian hal ini dikarena Para Terbanding I tidak dapat

menunjukkan asli Surat BPPST Nomor 16/BPPST/Agr/1961 tersebut,

karena berdasarkan hukum acara Perdata keabsahan pembuktian

berdasarkan aslinya sebagaimana diatur dalam Pasal 1888 KUHPerdata.

Yang dipertegas dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3609 K/Pdt/

1985 tanggal 9 Desember 1987 yang menyatakan “Surat bukti foto copy

yang tidak pernah diajukan ada surat aslinya, haruslah dikesampingkan

sebagai bukti surat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

3. Tentang pemeriksaan setempat (sidang lapangan):

- Bahwa, setelah dilakukan pemeriksaan setempat pada tanggal 11

September 2013 atas batas-batas dan ukuran objek perkara para

Termohon tidak dapat menunjukan dengan pasti objek Perkara, batas –

batas tanah tersebut yang hanya menunjukan dari sini sampai 20 Meter,

dari sini kesana 200 Meter, yang jelas telah menyalahi aturan hukum

yang berlaku;

- Bahwa, Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menguatkan

putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada alenia ke 3 halaman 42

dengan berani menyatakan bahwa memori banding yang diajukan oleh

Pembanding tidak berhasil membuktikan dalil sangahan terhadap

gugatan Penggugat/Terbanding adalah merupakan pertimbangan yang

keliru dan tidak masuk akal, dimana fakta yang terungkap yakni alat

bukti P.8 dan keterangan saksi dari Termohon/Penggugat dalam

persidangan dan pada pemeriksaan setempat terbukti

Termohon/Penggugat bukan sebagai pemilik tanah objek sengketa, hal

tersebut terungkap sebagaimana terurai dibawah ini:

- Bahwa dilihat secara lahir alat bukti tersebut bukan merupakan dasar

perolehan hak atas tanah milik Terbanding/Penggugat yang sekarang

menjadi objek sengketa, sebab selain tidak menyebutkan letak dan luas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

tanah seabgai salah satu ciri perolehan atas hak milik serta diragukan

kebenaran isi dari alat bukti p-8.

- Bahwa, ternyata apabila alat bukti P-8 dihubungkan dengan keterangan

saksi Hj. Salmah, yang tidak disumpah di persidangan, yang

menerangkan bahwa saksi adalah adik kandung dari alm. Sawiyah (istri

Penggugat I Burhanuddin Lubis), sebagai salah satu pihak yang bertanda

tangan dalam alat bukti P.8;

- Bahwa, keterangan saksi Hj. Salmah, harus dikesampingkan karena

diberikan tidak dibawah sumpah karena masih ada hubungan darah

dengan pihak Penggugat/Terbanding/Termohon yang cenderung

keterangannya tersebut memihak;

- Bahwa, alat bukti P.1 tidak memenuhi persyaratan perolehan hak

sebagai mana diwajibkan oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960

Juncto PP Nomor 19 Tahun 1976; Oleh karenanya berdasarkan alasan-

alasan tersebut diatas, alat bukti P.8 tidak memiliki kekuatan pembuktian

lahir sesuai yang dimaksud dalam pasal 1876 B.W Juncto Pasal 2 Stb

1867 Nomor 29, Pasal 289 Rbg sehingga alat bukti P.1 tidak dapat

diterima sebagai akta/surat, maka terbukti tidak ada hubungan hukum

antara alat bukti P.8 dengan tanah objek sengketa;

4. Tentang perbuatan melawan hukum:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

- Bahwa Judex Facti majelis Hakim Pengadilan tinggi menguatkan

putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, bahwa objek terpekara telah

dijual oleh Tergugat I dan Tergugat II kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan

PT. Adi Makayasa, secara tanpa hak adalah perbuatan melawan hukum

adalah tidak benar dan merupakan pertimbangan yang salah dan keliru

serta saling kontradiksi dengan pertimbangan-pertimbangan sebelumnya;

- Bahwa, bukti surat bertanda T-I, II, III/1 dihubungkan dengan bukti

surat bertanda P-9 dan bukti surat bertanda P-40 diperoleh fakta hukum

bahwa letak tanah yang dimaksud dalam 3 (tiga) bukti surat tersebut

dengan alas hak Gran Sultan Nomor 68 tanggal 29 September 1913

adalah kampung Lantasan, karena Para Pemohon Kasasi/Tergugat I, II,

III juga mendalilkan tanah yang dikuasai dan dialihkan oleh Para

Pemohon Kasasi adalah tanah yang terletak di Desa Lantasan lama,

bukan tanah yang di Desa Sigara-gara;

- Bahwa, berdasarkan fakta tersebut diperoleh fakta bahwa Pemohon

(Tergugat I dan Tergugat II) tidak pernah menguasai dan mengalihkan

tanah yang terletak di desa Sigara-gara seperti yang diklaim oleh

Termohon, Demikian para Pemohon tidak dapat dikategorikan

melakukan perbuatan melawan hukum, karena faktanya Tergugat-I dan

Tergugat-II mengalihkan tanah kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT.

Adi Makayasa adalah tanah yang terletak di Desa Lantasan lama sesuai

dengan bukti bertanda P-9 dan Bukti surat bertanda P-40, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

berdasarkan pemeriksaan setempat ditemukan bahwa objek perkara

dalam keadaan kosong dengan kata lain tidak berada dalam penguasaan

Para Pemohon;

5. Tentang penerapan hukum yang salah:

- Bahwa Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi telah memanifulir

fakta yang terungkap dalam persidangan perkara a quo dihubungkan

dengan Pemeriksaan setempat posita dan petitum gugatan Termohon/

Penggugat betentangan dengan kondisi fisik objek perkara hal ini

bertentangan dengan Yurispurdensi Mahkamah Agung RI Nomor 1497

K/Sip/1983 tanggal 20 Desember 1984, dengan kaidah hukumnya:

hakim atau pengadilan dapat menetapkan luas tanah terperkara

berdasarkan hasil Pemeriksaan setempat, sedang mengenai batas-batas,

tidak begitu relevan, sebab menurut pengalaman, sering terjadi

perubahan perbatasan tanah sebagai akibat dari peralihan hak milik atas

tanah dari pemegang semula kepada pemilik baru merupakan hal hal

yang baru yang dapat membatalkan putusaan Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam, karena berkaitan tentang batas-batas objek perkara tersebut;

- Bahwa dalam eksepsi dan jawaban Pemohon Kasasi didalam poin 2 dan

poin 4 halaman 3 sudah jelas disebutkan bahwa objek perkara terperkara

adalah milik Para Pemohon/Tergugat I dan II, yang diperoleh dari

warisan orang tua mereka (alm. Udin Nasution), dimana orang Para

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Pemohon/ Tergugat I dan II memperoleh tanah itu berdasarkan Surat

Jual Beli, tertanggal 6 November 1956 yang dibuat dihadapan Asiten

Waden Ketjatmanata Patumbak Nomor 4/1956, tanah mana seluruhnya

seluas ± 11 hektar, yang terletak di Desa lantasan lama bukan di desa

sigara-gara, dimana pada tahun 1998 tanah (objek perkara) telah

dialihkan oleh para Pemohon/Tergugat I dan II kepada PT. Sabda Cipta

Jaya dan PT. Adi Makayasa, perusahaan yang bergerak dibidang

pembangunan rumah (developer) dimana saat ini diatas tanah tersebut

telah dibangun dan berdiri pula beberapa bangunan rumah, berdasarkan

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1 atas nama PT. Sabda Cipta Jaya

seluas ± 47.455.- m² (empat puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh

lima meter persegi) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1 atas

nama PT. Adi Makayasa Cipta Jaya, seluas ± 47.618 m² (empat puluh

tujuh ribu enam ratus delapan belas meter persegi) sesuai dengan bukti

T-II, II, III/2 dan bukti I, II, III/3, yang saling mendukung dan tidak

bertentangan dengan kondisi fisik objek perkara pada saat pemeriksaan

setempat;

- Bahwa, Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dengan

menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, telah

mengabaikan arti jual beli yang sebenarnya, karena dalam jawaban dan

Duplik maupun keterangan saksi yang dihadirkan oleh Para Pemohon di

depan persidangan bahwa tanah sesuai dengan bukti surat T-I, II, III/2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

dan bukti surat T-I, II, III/3 telah dijual oleh Para Pemohon/Tergugat I

dan Tergugat II pada tahun 1998 kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT.

Adi Makayasa, perusahaan yang bergerak di bidang Pembangunan

rumah (developer), dimana saat inipun diatas sebagian tanah tersebut

telah dibangun dan berdiri pula beberapa bangunan rumah, sehingga

dengan adanya jual beli tersebut secara otomatis surat-surat atas tanah

tersebut telah beralih ke PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa,

sehingga tidak bisa dihadirkan di persidangan;

- Bahwa, bukti surat T-I, II, III/1 dihubungkan dengan surat bukti diberi

tanda P-9 dan surat bukti P-40 diperoleh fakta hukum bawa letak tanah

yang dimaksud dalam 3 bukti surat tersebut dengan alas hak Gran Sultan

Nomor 68 tanggal 29 September 1913 adalah kampung lantasan, adalah

suatu pengakuan yang tidak terbantahkan karena para pemohon Kasasi

juga mendalilkan tanah yang dikuasai dan didalilkan oleh para pemohon

adalah tanah yang terletak di Desa lantasan lama, bukan tanah yang

didesa sigara-gara, dimana Judex Facti Pengadilan Tinggi yang

menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam talah secara nyata

memanipulir fakta-fata ada dalam Perara a quo adalah keliru dan salah,

dimana Majelis Hakim Pengdilan Tinggi tidak menrapkan hukum

dengan sebenarnya;

- Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan baik

mengenai bukti surat dan keterangan Saksi-saksi serta hasil pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

setempat tanggal 11 September 2013 bahwa Termohon Kasasi telah

mengakui dan tidak ada bantahan mengenai objek perkara baik

mengenai letak, luas dan ukuran yang ditunjukkan oleh Pemohon Kasasi,

sehingga Pengakuan dari Termohon Kasasi tersebut telah membuktikan

dalil-dalil eksepsi dan jawaban Pemohon Kasasi, maka seharusnya Judex

Facti dapat dijadikan dasar mengabulkan Permohonan Para Pemohon

Kasasi/ Pembanding/Tergugat I, II, III, karena berdasarkan hasil

pemeriksaan setempat sama dengan yang tercantum dalam dalil eksepsi

dan Jawaban dalam poin 2 dan 4 halaman 3, hal ini dipertegas dalam

putusan Mahkamah Agung Nomor 3197 K/Sip/1983 tanggal 9 Februari

1985, yang berpendapat; hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan

dasar pengabulan gugatan, asal pengabulan itu tidak melebihi petitum

gugatan, tetapi dalam perkara a quo Judex Facti Pengadilan Tinggi

Sumatera Utara sama sekali tidak mempergunakan pemeriksaan

setempat tersebut sebagai dasar untuk membatalkan Putusan Pengadilan

Negeri Lubuk Pakam Nomor 23/Pdt.G/2013/PN.LP, tanggal 22 Januari

2014;

- Bahwa, Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi jo Pengdilan

Negeri Lubuk pakam telah salah dan keliru melahirkan putusan yang

tidak masuk akal dan tidak berdasar, dimana Majelis Hakim dengan

beraninya mengatakan bahwa tanah tersebut milik Para Temohon/para

Penggugat, yang secara nyata-nyata para Termohon/Para Penggugat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

tidak menggugat tanah yang dikabulkan oleh Majelis Hakim, dimana

Para Termohon/Para Penggugat tidak dapat memastikan mengenai letak

objek terpekara, luas dan batas-batas objek terpekara, Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Jo Putusan Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam telah melanggar peraturan yang sebagai mana diatur dalam Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan

setempat, poin 1 berbunyi” mengadakan pemeriksaan setempat atas

objek perkara yang perlu dilakukan oleh Majelis Hakim dibantu oleh

Panitera Penggati baik atas inisiatif Hakim karena merasa perlu

mendapat penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas objek perkara

maupun karena diajukannya eksepsi atau atas permintaan salah satu

pihak yang berperkara” yang mana tujuan dari pemeriksaan setempat

adalah untuk mencegah ketidak sesuaian diktum putusan baik mengeanai

letak, luas, batas-batas maupun situasi dengan gugatan Penggugat,

seperti dalam perkara a quo yang mana letak, luas, ukuran maupun

batas-batasnya maupun situasi dan fisik dengan gugatan yang diajukan

oleh Para Termohon/Pembanding (ic. Penggugat);

- Bahwa putusaan Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera

Utara yang telah menguatkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Medan telah bertentangan dengan hukum yang berlaku karena Judex

Facti telah memutuskan hal-hal yang tidak digugat/dituntut oleh

Termohon Kasasi maupun keberatan-keberatan dari Termohon Kasasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

dalam Repliknya sehingga putusan tersebut tidak sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku khususnya dengan Pasal 178 HIR ayat

(3)/189 Rbg ayat (3) Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1001

K/Sip/1972, dengan kaidah hukumnya: hakim dilarang mengabulkan

hal-hal yang tidak diminta atau melebihi yang diminta”, sehingga

mengakibatkan gugata yang diajukan Termohon adalah kabur;

- Bahwa berdasarkaan fakta hukum yang terungkap di persidangan

dihubungkan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1497

K/Sip/1983 tanggal 20 Desember 1984, maka tidak beralasan menurut

hukum gugatan Pemohon kasasi dinyatakan tidak dapat diterima dan

putusan tersebut harus dibatalkan;

Terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa

alasan-alasan tidak dapat dibenarkan, karena alasan-alasan tersebut mengenai

penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang

tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan kesalahan penerapan

hukum, pelanggaran hukum yang berlaku, atau kelalaian dalam memenuhi syarat-

syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam

pelanggaran itu dengan batalnya putusan, atau bila hakim tidak berwenang atau

melampaui batas wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 30 Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

2004 dan perubahan yang kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009

tentang Mahkamah Agung.

Selain itu putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena sudah

benar perbuatan seseorang menguasai sebidang tanah tanpa hak adalah perbuatan

melawan hukum bahwa dalam keadaan tidak ada anak dan istri masih hidup maka

pihak istri in casu Penggugat adalah pihak yang berhak mewarisi harta yang diperoleh

bersama mendiang suaminya selama dalam perkawinan, hal mana telah dapat

dibuktikan oleh Penggugat yaitu bahwa dalam perkawinannya dengan almarhum

Puah Tjianto Pangalila Penggugat tidak dikaruniai anak, sedangkan tanah beserta

bangunan objek sengketa diperoleh/dibeli oleh suaminya almarhum Puah Tjianto

Pangalila ketika berada dalam ikatan perkawinan dengan Penggugat sehingga sudah

benar objek sengketa adalah hak Penggugat, tindakan Tergugat menguasai objek

sengketa adalah tanpa persetujuan Penggugat sehingga benar sebagaimana

dipertimbangkan oleh Judex Facti bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan

melawan hukum. dan alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena putusan

Judex Facti sudah tepat dan benar. Objek sengketa oleh Kasim Barus telah diserahkan

kepemiliknya kepada Sawiyah dengan telah disetujui seluruh saudara kandung

Sawiyah, dimana saksi Hj. Salmah ikut menandatangani surat penyerahan tersebut

dengan demikian objek sengketa telah menjadi milik sah alm. Sawiyah, dan dengan

meninggal dunianya Sawiyah maka menjadi hak Para Penggugat sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

ahliwarisnya, perbuatan Tergugat I dan II menguasai objek sengketa tanpa alas hak

adalah perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan

Tinggi Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-

undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: Amri

Nasution, dan kawan-kawan, tersebut harus ditolak.

Oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak dan Pemohon

Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini. Memperhatikan Undang Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor

3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan.

C. Analisis putusan Yang berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan

Yang Berlaku.

Permasalahan pertanahan sejatinya memiliki banyak dimensi sosial yang

dipertentangkan mulai dari hubungan sosial, ekonomi, politik, dan religi, kesenjangan

hubungan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia, yang

penyelesaiannya,membutuhkan iktikad baik dari pihak bersengketa agar tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

menimbulkan gejolak kemasyarakatan. Persoalan tanah dalam era pembangunan dan

industrialisasi memang semakin rumit dan potensial menimbulkan gejolak.

Pendekatan pemecahannya tidak semata bersifat aspek yuridis, tetapi juga

menyangkut pertimbangan psikologi.94

Pada dasarnya setiap sengketa kepemilikan atas tanah yang terjadi

dibutuhkanlah alas hak tanah sebagai bukti kepemilikan, baik berupa sertifikat hak

milik, atau hak-hak lain yang terdaftar, untuk menjamin suatu kepastian hukum bagi

pemegang hak sebidang tanah, di dalam kehidupan bermasyarakat dapat terjadi

permasalahan hukum baik yang di sengaja maupun tidak disengaja antara anggota

masyarakat yang mengakibatkan benturan kepentingan masing-masing. Apabila

permasalahan hukum tersebut ternyata tidak kunjung selesai dengan cara damai

melalui negosiasi, mediasi, kompromi dan lain sebagainya, maka salah satu upaya

hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa kepentingan hukumnya

teraniaya atau terusik dengan tindakan pihak lain yang merugikannya adalah dengan

mengajukan suatu tuntutan hak berupa gugatan perdata terhadap permasalahan

hukum tersebut pada Pengadilan Negeri yang berwenang dalam wilayah hukumnya

berdasarkan Pasal 118 HIR.

berikut bunyi keseluruhan Pasal 118 H.I.R.:

1. Gugatan perdata atau tuntutan hak yang pada tingkat pertama masuk
kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan
yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123

94
Adrian sutedi,Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika 2013,hal.21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat


diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, ke tempat tinggal sebetulnya.
2. Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal dalam wilayah
yang sama, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggal salah seorang dari tergugat yang dipilih oleh penggugat. Namun, jika
tergugat-tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama
dan penanggung, maka gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan
negeri di tempat orang yang berutang utama, kecuali dalam hal yang
ditentukan pada Pasal 6 ayat (2) reglement tentang aturan hakim dan
mahkamah serta kebijakan kehakiman (R.O.).
3. Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat diam
sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka surat
gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal
penggugat atau salah seorang dari para penggugat, atau jika gugatan itu
tentang barang gelap, maka surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
4. Bila dengan surat sah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan,
maka penggugat dapat memasukan surat gugatan itu kepada ketua pengadilan
negeri dalam daerah hukum yang dipilih itu.

Berdasarkan penjelasan diatas jelaslah tindakan para penggugat yaitu ahli waris dari

Almh. Sawiyah dalam melakukan tindakan hukum yaitu pengajuan gugatan terhadap

sengketa pertanahan yang terjadi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

Lubuk Pakam dan meminta kepada majelis hakim untuk penetapan keputusan seadil-

adilnya, dan berdasarkan permasalahan tersebut, adapun putusan majelis hakim iyalah

Menolak eksepsi dari para Tergugat seluruhnya.

Eksepsi atau exception berarti pengecualian. Dalam hukum acara, eksepsi

adalah tangkisan, bantahan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap materi

gugatan penggugat. Eksepsi diajukan penggugat menyangkut hal-hal yang bersifat

formil dari sebuah gugatan, yang mengandung cacat atau pelanggaran formil yang

mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Eksepsi yang diajukan penggugat tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

ditujukan atau menyangkut pada pokok perkara (verweer ten principale). Tujuan dari

eksepsi yaitu majelis hakim mengakhiri proses pemeriksaan perkara tanpa lebih lanjut

memeriksa materi pokok perkara dengan menjatuhkan putusan negatif, gugatan tidak

dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) Cara pengajuan eksepsi diatur dalam

Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 136 HIR. Cara pengajuan suatu

eksepsi berbeda satu sama lain dikaitkan dengan jenis eksepsi yang bersangkutan.

Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Declinatoir atau Absolute Competency)

Pengajuan eksepsi kewenangan absolut dilakukan dengan (Pasal 134 HIR dan Pasal

132 Rv):

a. Dapat diajukan setiap saat selama proses pemeriksaan berlangsung di sidang

tingkat Pengadilan Negeri;

b. Dinyatakan oleh hakim secara ex-officio (Vide Putusan MA No. 317

K/Pdt/1984), sesuai dengan bunyi Pasal 132 Rv yaitu “dalam hal hakim tidak

berwenang karena jenis pokok perkaranya, maka ia meskipun tidak diajukan

tangkisan tentang ketidakwenangannya, karena jabatannya wajib menyatakan

dirinya tidak berwenang”.

Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie) Pengajuan eksepsi

kompetensi relatif diatur dalam Pasal 125 ayat (2) dan Pasal 133 HIR. Menurut

ketentuan tersebut, bentuk pengajuan eksepsi dapat berbentuk lisan dan tertulis, yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

diajukan pada saat menyerahkan Surat Jawaban/Eksepsi (Vide Putusan MA No. 1340

K/Sip/1971).

Eksepsi Yang Tidak Diajukan Pada Jawaban Pertama Gugur Menurut Pasal 136

HIR, eksepsi yang tidak diajukan dengan jawaban pertama bersama-sama dengan

keberatan terhadap pokok perkara, dianggap gugur. Oleh karena itu, eksepsi yang

diajukan melampaui batas tidak dipertimbangkan oleh hakim. Pasal 114 Rv juga

menegaskan bahwa, tergugat yang mengajukan eksepsi, wajib mengajukannya

bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok perkara.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam perkara

sengketa tanah ini para tergugat juga telah melakukan atau mengajukan eksepsi dari

gugatan penggugat dengan prosedur dan cara yang benar akan tetapi hakim menolak

eksepsi dari tergugat berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang di hadirkan di

persidangan dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku sehingga Majelis berkesimpulan bahwa objek

perkara adalah tanah suguhan milik dari Alm. M. Kasim Barus yang terletak di Desa

Sigara-gara bukan objek yang termasuk dalam bukti surat bertanda P-9, P-40 dan T-I,

II,III/1 yang terletak di Kampung Lantasan atau Desa Lantasan Lama saat ini,

melainkan di desa sigara-gara.

Di Dalam Pokok Perkara hakim memutus mengabulkan gugatan Para Penggugat

sebahagian. Menurut pakar hukum acara perdata, M. Yahya Harahap, dikabulkannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

suatu gugatan adalah dengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh

penggugat sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yaitu : setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak

atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah

suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang

dikemukakan itu . (“KUHPerdata”)/Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement

(“HIR”). Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang

dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan majelis hakim.

Menyatakan sah Surat Penyerahan Atas Tanah tertanggal 2 September 1982 yang

ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat-I) dan disaksikan

oleh para ahli waris M. Kasim Barus tersebut. sebagaimana telah dipertimbangkan di

atas bahwa berdasarkan surat bukti bertanda P-8 objek perkara telah diserahkan oleh

Alm. M. Kasim Barus sewaktu masih hidup kepada anak kandungnya yang bernama

Sawiyah yang disetujui istri dan anak-anak Alm. M. Kasim Barus yang lain, surat

bukti mana adalah akta dibawah tangan namun didukung oleh Hj. Salmah di

persidangan yang mana saksi tersebut ikut bertanda tangan dalam surat bukti bertanda

P-8 tersebut, sehingga dengan demikian surat bukti bertanda P-6 berupa Surat

Penyerahan Atas Tanah tertanggal 2 September 1982 yang ditandatangani oleh M.

Kasim dan Sawiyah (ic. Isteri Penggugat I) dan disaksikan oleh para ahli waris M.

Kasim Barus adalah sah menurut hukum. Dalam Hukum Acara Perdata hakim terikat

pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini bermakna bahwa Hakim hanya dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

diperbolehkan mengambil keputusan berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh

Undang-Undang.

Macam-macam alat bukti terdapat dalam pasal 164 HIR, 283 R.Bg, 1866

BW.Alat bukti tersebut terdiri dari :Alat Bukti Surat, Alat Bukti Saksi, Alat Bukti

Persangkaan, Alat Bukti Pengakuan,dan Alat Bukti Sumpah. berdasarkan hal

tersebut diatas penulis merasa tindakan hakim atau putusan hakim pengadilan negeri

dalam memutus bahwa menyatakan sah surat penyerahan atas tanah tertanggal 2

September 1982 adalah tepat karena berdasarkan bukti dan saksi dan sesuai dengan

perintah Undang-Undang.

Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari Almh. SAWIYAH

adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 M2 (empat ribu meter persegi)

yang terletak di Jalan Pertahanan Gg. Bandrek Desa Sigara-Gara Kecamatan

Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah Matshappij Daerah

Hukum Kampung Sigara-gara, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara

yang menjadi objek perkara. Bahwa berdasarkan Surat Bukti bertanda P-35 diperoleh

fakta hukum bahwa Almh. Sawiyah meninggal dunia pada tanggal 10 April 2010 dan

meninggalkan ahli waris suami dan 9 (sembilan) anak kandung yakni Para

Penggugat. bahwa surat bukti bertanda P-35 yaitu Foto copy Surat Pernyataan Ahli

Waris atas nama Burhan Lubis, dkk dan Surat Keterangan Ahli Waris, Nomor

470/0051/LL/I/2013, tertanggal 28 Januari 2013, yang diketahui Kepala Desa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Lantasan Lama Kec. Patumbak, yang sudah dinazagelen dan dilegalisir di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Sesuai dengan keterangan Hj. Salmah

yang menerangkan bahwa Almh. Sawiyah meninggal pada tahun 2010 dengan

meninggalkan suami dan anak-anaknya sebagai ahli warisnya yakni Para Penggugat,

maka dengan meninggalnya Almh. Sawiyah maka objek perkara menjadi milik dari

ahli warisnya yakni Para Penggugat.

Menurut Pasal 832 KUHPerdata/BW yang berhak menjadi ahli waris ialah

keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar

perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, sehingga putusan hakim dalam

memutus perkara ini juga benar berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

penulis juga merasa setuju atas keputusan hakim tersebut dalam memutus perkara ini.

Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat-I dan Tergugat-II yang menguasai dan

berusaha mengalihkan tanah terperkara kepada orang lain adalah merupakan

perbuatan melawan hukum. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam

konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau

Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-

perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:“Tiap perbuatan

melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut.”Dalam memutus perkara ini dimana hakim memutus bahwa perbuatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

tergugat-I dan tergugat-II yang menguasai dan berusaha mengalihkan tanah

terperkara adalah suatu perbuatan melawan hukum karena perbuatan tersebut

mengakibatkan kerugian bagi orang lain yaitu para penggugat, dan berdasarkan

indikasi tersebut maka hakim benar memutuskan bahwa para tergugat I dan II

merupakan melakukan perbuatan melawan hukum dan penulis juga merasa putusan

hakim benar dalam memutus perkara ini.

Menghukum Tergugat-I dan Tergugat-II secara tanggung renteng untuk

membayar kerugian materil sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta

rupiah) kepada Para Penggugat dan untuk itu para tergugat I dan II karena

perbuatannya yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain sehingga harus

mengganti kerugian yang timbul karena perbuatannya.

Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya. Dalam suatu

putusan hakim, tidak selalu isinya mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, dapat juga

gugatan dikabulkan untuk sebagian. Karena gugatan dikabulkan untuk sebagian saja,

maka gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam hal-hal tertentu dinyatakan tidak

dapat diterima. Selain itu, dapat juga terjadi bahwa seluruh gugatan ditolak oleh

hakim. Di dalam kasus ini hakim menolak gugatan para penggugat untuk selain dan

selebihnya yaitu tentang petitum gugatan point 6 mohon menyatakan agar putusan

perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta , oleh karena syarat-syarat penjatuhan

putusan seperti ini membutuhkan syarat-syarat tertentu dan syarat-syarat tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

tidak dapat dipenuhi oleh Para Penggugat maka haruslah dinyatakan ditolak Putusan

serta merta sebenarnya terjemahan dari “uitvoerbaar bij voorraad” yang artinya

adalah putusan yang dapat dilaksanakan serta merta. Artinya, putusan yang

dijatuhkan dapat langsung dieksekusi, meskipun putusan tersebut belum memperoleh

kekuatan hukum tetap. Akan tetapi sekarang ini hakim takut untuk memberi putusan

serta merta seperti yang disampaikan oleh Bagir Manan pada acara pelantikan lima

kepala pengadilan tinggi di Gedung MA, Jl Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (26/3).

Menurutnya putusan ini sering menimbulkan masalah karena bisa jadi putusan

bandingnya berkebalikan dengan putusan tingkat pertama. Ini justru jadi bumerang

bagi pengadilan karena nantinya pengadilan yang disalahkan, imbuhnya. Akan tetapi

seperti yang tercantum pada Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG

menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan

serta merta, adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta

otentik, gugatan didasarkan atas akta di bawah tangan yang diakui, dan putusan serta

merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap. bukankah tanah yang terperkara atau tanah sengketa adalah tanah merupakan

Tanah Suguhan dari Gubernur Sumatera Utara BPPST yang diberikan kepada

masyarakat Sigara-gara sesuai dengan surat BPPST No.16/BPPST/ Agr/1961 berupa

foto copy surat, atau merupakan pemberian oleh pejabat yang berwenang seperti yang

di kemukakan oleh Dr.Ridwan.Sh.Mh sewaktu manjadi saksi ahli dalam perkara

sidang dugaan penyelewengan aset negara, dengan terdakwa Tamin Sukardi di

Pengadilan Tipikor Medan, Senin (30/7), atas tanah seluas 106 hektare yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

diterbitkan Gubsu pada 1954 masih tetap berlaku sepanjang instansi terkait belum

membatalkannya. Bukankah disini para tergugat sudah memenuhi syarat-syarat atas

tanah tersebut, jika seorang hakim tidak berani untuk memberi putusan serta merta

karena takut disalahkan maka menurut penulis seorang hakim harus berani tegas di

dalam memutus suatu perkara, agar tercipta kepastian hukum di yang baik did ala

suatu Negara. Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU No 48 tahun 2009 tentang kekuasan

kehakiman yaitu: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Tentang petitum gugatan poin 7 mohon menyatakan sah revindicatoir beslag

yang telah diletakkan, oleh karena dalam perkara ini tidak diletakkan revindicatoir

beslag maka tidak dapat dinyatakan sah .tentang petitum gugatan poin 8 mohon

menyatatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang diletakkan

dalam perkara ini oleh karena dalam perkara ini tidak ada diletakkan sita jaminan

(conservatoir beslag) maka tidak dapat dinyatakan sah dan berharga.selain maksud

permohonan Para Penggugat seperti yang sudah dipertimbangkan diatas, disamping

surat-surat bukti, saksi-saksi, juga jawaban Para Tergugat dan fakta-fakta yang

diperoleh dipersidangan dimana Para Penggugat mampu membuktikan sebahagian

dalil-dalil gugatannya, sedangkan para Tergugat dengan bukti-bukti yang diajukan

tidak dapat membuktikan kebenaran sangkalannya-sangkalannya, maka oleh karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

itu sepantasnya bila gugatan Para Penggugat dikabulkan untuk sebagian dan oleh

karenanya, gugatan Para Penggugat untuk selebihnya harus ditolak. Menurut penulis

dalam memutus perkara di pengadilan negeri hakim harus bertindak tegas Bahkan,

dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, seperti hal

nya pada pasal 158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dilarang menunjukkan

sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau

tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas

mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP).

Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak

tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum, demikian

bunyi pasal 32 UU No. 4 tahun 2004. Disamping itu, pada Pasal 25 amandemen UUD

1945 ditentukan bahwa syarat–syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai

Hakim ditetapkan oleh undang–undang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

jaminan agar hakim dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan sungguh–sungguh

dan memiliki independensi, secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah atau kekuasaan lain dalam masyarakat.Karena merasa keberatan akan

putusan hakim pengadilan Negeri lubuk pakam maka para tergugat mengajukan

banding ke pengadilan tingkat tinggi dan kemudian putusan pengadilan tersebut

mengenai memori banding dari tergugat dimana hakim Menerima permohonan

banding pembanding tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Pengertian Banding adalah upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan

Pengadilan Negeri karena merasa tidak puas terhadap putusan yang dijatuhkan

tersebut. Dengan diajukannya permohonan banding oleh salah satu pihak yang

berperkara, maka putusan Pengadilan Negeri tersebut masih belum mempunyai

kekuatan hukum tetap, sehingga belum dapat dilaksanakan. Adapun hakim dalam

memutus untuk menerima permohonan banding dari tergugat bahwa permohonan

banding yang diajukan oleh Pembanding telah diajukan dalam tenggang waktu

menurut tata cara yang ditentukan oleh undang-undang oleh karena itu permintaan

banding tersebut secara formal dapat diterima. Permohonan banding harus diajukan

kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu

14 hari setelah putusan dijatuhkan atau jika yang mengajukan banding tidak hadir

pada waktu putusan dijatuhkan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan itu

diberitahukan padanya. Permohonan banding dapat diajukan secara tertulis dan dapat

juga diajukan secara lisan, baik oleh orang yang berkepentingan sendiri maupun

orang yang telah mendapat kuasa khusus untuk itu. Upaya hukum banding diadakan

oleh pembuat undang-undang karena hakim adalah manusia biasa dikhawatirkan bisa

membuat kesalahan dalam menjatuhkan keputusan. Karena itu dibuka kemungkinan

bagi orang yang dikalahkan untuk mengajukan permohonan banding kepada

pengadilan tinggi. Untuk itu penulis merasa setuju dengan putusan hakim yang

menerima permohonan banding dari tergugat dahulu, Dasar hukumnya adalah UU No

4 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No

20 tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20

tahun 1947). Kemudian hakim PT Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam Nomor 23/Pdt.G/2013/PN-LP tanggal 22 Januari 2014 yang dimohonkan

banding tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan telah membaca dan

meneliti dengan seksama memori banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum

Pembanding berdasarkan bukti-bukti sehingga hakim merasa yakin utuk menguatkan

putusan pengadilan tingkat pertama tersebut. Dan menghukum Pembanding untuk

membayar seluruh ongkos perkara yang timbul pada kedua tingkat pengadilan,

penulis juga merasa setuju dengan putusan pengadilan tersebut dikarenakan sudah

berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku dan putusan tersebut tepat dan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Putusan pengadilan tingkat tinggi juga tidak membuat para terbanding merasa

puas sehingga para tergugat mengajukankan lagi upaya kasasi pada tingkat

Mahkamah Agung dimana pengadilan Menolak permohonan kasasi dari Para

Pemohon Kasasi tersebut dikarenakan permohonan kasasi tersebut tidak dapat

dibenarkan, karena alasan alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang

bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat dipertimbangkan

dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi

hanya berkenaan dengan kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang

berlaku, atau kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan yang mengancam pelanggaran itu dengan batalnya putusan, atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

bila hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang sebagaimana dimaksud

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan yang kedua dengan Undang

Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung Oleh karena permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah,

maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi

ini. Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun

2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta

peraturan perundangan lain yang bersangkutan. Permohonan Peninjauan Kembali

tersebut berarti tidak sesuai dengan syarat alasan Peninjauan Kembali 11 yang diatur

oleh Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo.

Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung. Penulis juga marasa setuju terhadap putusan pengadilan yang

menolak kasasi tergugat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

karena pembatalan putusan atau penetapan dari semua lingkungan Peradilan oleh MA

dengan alasan-alasan sebagai berikut ( Pasal 30 undang-undang nomor 14 tahun 1985

tentang Mahkamah Agung ) :

- Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

- Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

- Lalai memenuhi syarat - syarat yang diwajibkan oleh peratran perundang

- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan

membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam

menerapkan hukum. akan tetapi putusan pengadilan tinggi tidaklah keliru dalam

menerapkan hukum dan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan

berdasarkan pembuktian di lapangan dan keterangan saksi-saksi sehingga pengadilan

di tingkat kasasi benar dalam memutus perkara ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pertanahan atas kepemilikan tanah


suguhan adalah
a. Faktor psikologis manusia :
Kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat dimana haruslah menjaga kerukunan dan perdamaian didalam
lingkungan agar teciptanya perdamain dan tidak terjadinya konflik atau
sengketa, karena kesadaran diri untuk tidak mengambil atau menguasai
sesuatu yang bukan miliknya sehingga akan terciptalah perdamaian. Menurut
salah satu ahli waris yaitu NK bahwa sengketa tanah suguhan ini sudah
berlangsung lama, dimana menurut keterangannya bahwa Tergugat I yang
merupakan kepala Dusun III Desa Lantasan Lama dan Tergugat III sebagai
anggota kepolisian yang mana adalah perangkat desa dan pihak kepolisian
dimana semestinya mengayomi dan melindungi masyarakat bukan sebaliknya
dimana para tergugat malah memanfaatkan jabatan mereka untuk mengambil
keuntungan dari masyarakat lemah, sehingga mencoba mengambil atau
menguasai tanah suguhan tersebut, bukan hanya itu tergugat I dan tergugat II
bahkan tidak segan-segan menyuruh orang untuk memukuli dan menganiaya
penggugat I yang berinisial BL. Dan dari hasil wawancara penulis terhadap
penggugat,jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tergugat benar-benar
perbuatan melawan hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,
karena keadaan ini membuat para penggugat merasa di rugikan secara materil
dan formil sehingga para penggugat merasa perlu untuk melakukan suatu
upaya hukum, demi mendapatkan keadilan, dan kepastian hukum atas tanah
suguhan yang mereka kuasai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

b. Faktor tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai tanah suguhan Salah
satu yang menjadi faktor terjadinya sengketa tanah suguhan ini adalah faktor
tidak adanya Undang-undang atau Peraturan terkait yang mengatur tentang
tanah suguhan ini, dimana pada kenyataannya tanah suguhan ini memang
ada, dan masih ada beberapa masyarakat yang memiliki tanah suguhan,
dahulu kepemilikan tanah di desa sigara-gara ini, hanya berdasarkan patok
atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat apapun, sehingga
penyerobotoan tanah sering terjadi, menurut salah satu ahli waris, bahwa para
tergugat dengan sengaja ingin memiliki objek terperkara Karena para tergugat
tidak mengetahui bahwa sebenarnya penggugat memiliki bukti kepemilikan
tanah suguhan ini berdasarkan Sk.Gubernur Sumut No.16.BPPST/agr/1961,
mereka berfikir bahwa objek terperkara hanya tanah garapan yang tidak
memiliki alas hak, dan hanya berdasarkan patok dan pengakuan semata,
sehingga mereka berani dan berusaha menguasai tanah tersebut.
c. Faktor nilai ekonomis dari tanah
Dimana harga tanah yang semakin meninggkat setiap tahunnya sehingga
menimbulkan penyerobotan tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
2. Keabsahan status tanah suguhan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera

Utara No.16/BPPST/Agr/1961 ialah sebuah tanah yang keabsahannya tetap diakui

oleh BPN, dimana tanah suguhan ini Sah dan memiliki alas hak sebagai bukti

kepemilikan tanah, akan tetapi tanah suguhan ini tetap harus di daftarkan menjadi

sertifikat Karena sertifikat merupakan bukti kepemilikan tanah yang terkuat,

seperti yang terkandung di dalam UUPA mengenai pendaftaran tanah. Untuk

terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah

terdaftar. seperti yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah ( PP no 24 tahun 1997) mengatur

bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-

hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa

bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang

kadar kebenarannya oleh panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara

sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadic,dianggap cukup untuk memenuhi syarat mendaftar hak,pemengang hak

dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Permohonan tersebut harus disertai

bukti kepemilikan/dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang

bersangkutan. Tanah suguhan tersebut memiliki bukti hak dari surat keterangan

dari Gubernur yaitu, No.16/BPPST/AGR/1961 tersebut.

3. Pertimbangan Mahkamah Agung karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya

berkenaan dengan kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang berlaku,

atau kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan yang mengancam pelanggaran itu dengan batalnya putusan,

atau bila hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Selain itu

putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena sudah benar perbuatan

seseorang menguasai sebidang tanah tanpa hak adalah perbuatan melawan

hukum. berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex

Facti/Pengadilan Tinggi Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh

Para Pemohon Kasasi: Amri Nasution, dan kawan-kawan, tersebut harus ditolak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

oleh hakim. Penulis juga marasa setuju terhadap putusan pengadilan yang

menolak kasasi tergugat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

karena pembatalan putusan atau penetapan dari semua lingkungan Peradilan oleh

MA berdasarkan Pasal 30 undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung. Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan

hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-

undang atau keliru dalam menerapkan hukum. akan tetapi putusan pengadilan

tinggi tidaklah keliru dalam menerapkan hukum dan tetap berpedoman pada

peraturan perundang-undangan dan berdasarkan pembuktian di lapangan dan

keterangan saksi-saksi sehingga pengadilan di tingkat kasasi benar dalam

memutus perkara ini

B. SARAN

1. Untuk mengurangi sengketa pertanahan pada dasarnya adalah sikap pribadi

perorangan dimana setiap manusia harus memiliki itikad baik untuk tidak

mengambil yang bukan miliknya dan tidak mengambil yang bukan haknya, akan

tetapi Perlu adanya upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pihak pemerintah agar

lebih menindak lanjuti mengenai sengketa pertanahan yang terjadi dikalangan

masyarakat dan dapat menyelesaikan perkara sengketa pertanahaan tersebut,baik

upaya peningkatan administrasi yang mana harus jeli melihat alas hak yang

dimiliki oleh masyarakat, maupun dalam pembagian tanah untuk pemukiman yang

merata bagi setiap rakyat Indonesia. Agar masyarakat memiliki kejelasan akan

tanah yang mereka miliki, bukankah perlu di kemudian hari nanti pihak Bpn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

memberi penyuluhan kepada masyarakat agar mereka yang belum mendaftarkan

tanahnya agar segera mendaftarkan, karena pada dasarnya masi banyak

masyarakat yang tidak mengerti dan tidak mau mengerti betapa pentingnya

pensertifikatan tanah tersebut, bahkan tak jarang masyarakat mengeluh Karena

mahalnya pengurusan sertifikat, bukan tidak mungkin kepada pemerintah untuk

mengratiskan pengurusan sertifikat tanah, untuk mengurangi kasus sengketa

pertanahan di Indonesia.

2. Untuk terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah

terdaftar. seperti yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah

nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah ( PP no 24 tahun 1997) mengatur

bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-

hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa

bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang

kadar kebenarannya oleh panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara

sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadic,dianggap cukup untuk memenuhi syarat mendaftar hak,pemengang hak

dan hak-hak pihak lain yang membebaninya berdasarkan hal ini agar penggugat

segera mendaftarkan tanahnya dan meningkatkan tanah tersebut menjadi sertifikat

hak milik karena sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat, mendaftarkan atau mensertifikatkan tanah suguhan

tersebut ke BPN untuk mencegah terjadinya sengketa tanah, dan kepada

masyarakat yang status tanahnya masih belum Sertifikat Hak Milik untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

meningkatkan status tanah menjadi sertifikat Hak Milik untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan di kemudian hari seperti halnya sengketa pertanahan, atau

lainya.

3. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hakim

harus berani dalam memutus suatu perkara tanpa melihat siapa orang yg

berperkara, atau apa jabatannya, kerena seorang hakim dituntut berani, dalam

membuat keputusan. Mengingat pihak Tergugat tidak bisa membuktikan dalil

bantahannya dan terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum, hendaknya

secara besar hati menerima, mematuhi dan melaksanakan isi putusan secara

sukarela.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman. Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Bandung. Alumni,

1995

Araf Al Dan Awan Puryadi, Perbutan Tanah,. Lappera Pustaka Utama,

Yogyakarta, 2002

Chomzah Ali Achmad, Pedoman Pelaksanaan U.U.P.A Dan Tata Cara

Penjabat Pembuat Akta Tanah, Alumni, Bandung, 2002

Chomzah Ali Achmad, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1,

Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004

Effendi Bachtiar, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan

Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia Jilid 1 Hukum Tanah Nasional,

Jakarta: Djambatan, Jakarta, 2007

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2005

Jansen Gerard, Hak-Hak Grant Di Deli, (Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van

Sumatra-Instittuut, 1925

Koentjara Ningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia,Jakarta

1997

Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1990

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Lubis Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual

Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004

Mahadi, Sedikit-Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di

Sumatera Timurǁ (Tahun 1800-1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Alumni,

Bandung, 1976

Muljadi Kartini, Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media,

Jakarta, 2004

Murad Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung,

1991

Parlindungan A.P, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Mandar Maju,

Bandung,1994

Raharjo Satjipto, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas, Jakarta,

2003

Rasyidi Lili, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001

Rimbun Masri Singa, Sofian Effendi,Metode Penelitian Survey,LP3ES, Jakarta,

1989

Sangsun Florianus S.P, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah,Visi Media,

Jakarta, 2008

Santoso Urip, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah,Cet 2, Kencana,

Kencana, 2010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Sinamo Nomensen. Metode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi

Intitama Sejahtera, 2010

Siregar Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah ,Cetakan Pertama,

Multi Grafika

Siregar Tampil Anshari, Siregar.Pendaftaran Tanah Kepastian Hak. Multi

Grafika. Medan, 2007

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Peran Dan Penggunaan Perpustakaan

Dalam Penelitian Hukum, PDHUL, Jakarta, 1979

Soimin Soedharyo, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta,

1993

Sumantri Jujun Suria, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Popular, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1995

Sumardjono Maria S.W, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan

Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005

Sumardjono Maria S.W, Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan, Kompas Gramedia, 2008

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1997

Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1998

Sutedi Adrian, Tinjauan Hukum Pertanahan. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

Syarief Elza, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus

Pertanahan, PT.Gramedia, Jakarta, 2012

Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,

1996

Wuisman J.J.J. M, Penyuntingan M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Social,Jilid I

Asas-Asas, FE.UI, Jakarta, 1996

Undang-Undang

PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah

UU No. 4 tahun 2004

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan,

PMA No. 3 Tahun 1997

TAP MPR IX/MPR/2001 Tanggal 9 November 2001 Tentang Pembaruan

Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA

Jurnal

Abby Fat’hul Achmadi, Sengketa Pertanahan Hak Masyarakat Adat Dengan

Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Sawit Di Kalimantan Selatan, Al’Adl, Volume

VIII Nomor 3, September - Desember 2016

Ayamiseba, Kedudukan Hak Ulayat Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Kepentingan Umum, Disertasi S3 Universitas Padjadjaran Bandung,

2004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

Boedi Harsono, Sengketa Tanah Dewasa Ini, Akar Permasalahan Dan

Penanggulangannya, Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional “Sengketa Tanah,

Permasalahan Dan Penyelesaiannya”, Jakarta, 20 Agustus 2003

Marbun Supardy, Persoalan Areal Perkebunan Pada kawasan Kehutanan,

Jurnal Hukum Vol.01.No. 1 Tahun 2005

Rosmidah R, Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia, Jurnal Ilmu

Hukum,25 Maret, 2011

Salsabila, Analisis Yuridis Sengketa Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi

Dengan Menggunakan Akta Notaries Atas Tanah Garapan

Tarmizi, Penyelesaian Sengketa Agraria Nasional Subsector Perkebunan Di

Sumatera Utara”, Jurnal Equality, 2005

Ulfia Hasanah, Status Kepemilikan Tanah Hasil Konvesi Hak Barat

Berdasarkan Uu No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Dihubungkan Dengan Pp No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Jurnal

Ilmu Hukum ,2013,Ejournal.Unri.Ac.Id, 12 Volum 3 No 1.

Wawancara Riset

Wawancara Dhani, Anggota Seksi 5 BPN, Kantor BPN Medan, Senin 30 Juli

2018

Wawancara Jamaluddin, Hakim di Pengadilan Negeri Medan, Selasa 30 Juli

2018

Internet

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

Http://Www.Bpn.Go.Id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan (Diakses Pada

Tanggal 17 Mei 2018 Pukul 15:24.)

Http://Www.Dpr.Go.Id/Dokakd/Dokumen/K2_Laporan_RDPU_Panja_Konflik

_Dan_Sengketa_Pertanahan_Komisi_II_DPR_RI_Dengan_Deputi_V_BPN_RI_Dan

_Pakar_Prof._Maria_S.Pdf

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai