TESIS
NURLYNA SEMBIRING
167011052
K/Pdt/2015)
ABSTRAK
Tanah merupakan suatu unsur yang tidak dapat terlepaskan didalam kehidupan di dunia
ini karena tanah memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia dalam berbagai
bidang,Sengketa tanah adalah suatu permasalahan yang menyebabkan pertengkaran antara
beberapa orang terhadap suatu objek tanah,yang mana masing-masing pihak memperjuangkan
kepentingannya.adapun objek sengketa adalah tanah suguhan dari Gubernur Sumatera Utara di
Desa Sigara-gara dengan surat BPPST/Agr/1961. Permasalahan ini menimbulkan berbagai
pertanyaan yang disimpulkan sebagai rumusan masalah yaitu,Bagaimana faktor-faktor penyebab
timbulnya sengketa pertanahan atas kepemilikan tanah suguhan bedasarkan putusan MA. NO
3418 K/PDT/2015. Bagaimana keabsahan status tanah suguhan berdasarkan surat keputusan
Gubernur Sumatera Utara No.16/BPPST/agr/1961, Bagaimana pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara gugatan dalam putusan MA. NO 3418 K/PDT/2015,
Penelitian ini menggunakan metode penulisan dengan penelitian hukum normatif dan
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berasal dari premis umum yang kemudian
berakhir pada suatu kesimpulan khusus
Hasil dari penelitian tesis ini adalah faktor nilai ekonomis dari tanah tersebut, dimana
harga tanah yang semakin meninggkat setiap tahunnya sehingga menimbulkan penyerobotan
tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dahulu kepemilikan tanah di desa Sigara-
gara ini, hanya berdasarkan patok atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat
apapun, sehingga penyerobotoan tanah sering terjadi, Keabsahan status tanah suguhan
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.16/BPPST/Agr/1961 ialah sebuah
tanah yang keabsahannya tetap diakui oleh BPN, dimana tanah suguhan ini Sah dan memiliki
alas hak sebagai bukti kepemilikan tanah, akan tetapi tanah suguhan ini tetap harus di daftarkan
menjadi sertifikat Karena sertifikat merupakan bukti kepemilikan tanah yang terkuat. Tanah
suguhan tersebut memiliki bukti hak dari surat keterangan dari Gubernur yaitu,
No.16/BPPST/AGR/1961, Terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat
bahwa alasan-alasan tidak dapat dibenarkan, karena alasan-alasan tersebut mengenai penilaian
hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat
kasasi hanya berkenaan dengan kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang berlaku,
atau kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam pelanggaran itu dengan batalnya putusan,maka permohonan kasasi
dari pemohon kasasi di tolak.
I. IDENTITAS PRIBADI
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
II. PENDIDIKAN
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
masih banyak kekurangan baik dari isi tulisan maupun cara penulisannya. Hal ini
ke dalam tesis ini, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan maupun saran guna
memperbaiki kualitas dari penulisan dan bermanfaat pada masa yang akan datang.
Saat penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari tidak akan mampu
untuk membalas kebaikan dari berbagai pihak tersebut dan hanya dapat berdo’a
agar semua pihak yang sudah terlibat membantu penulis selalu dalam lindungan
Allah SWT.
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M. Hum selaku Ketua Program Studi
saran dan arahan yang membangun selama penyusunan tesis ini serta atas ilmu
yang diberikan selama masa studi pada Program Magister Kenotariatan USU.
4. Prof. Dr. Syafruddin Kalo. SH., M.Hum selaku dosen pembimbing 2, yang
penyusunan tesis.
6. Dr. Edy Ikhsan,SH,MA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.
Terima kasih kepada para sahabat saya Sonny Kurniawan, Nurfika Afni ,
Monika silvia, Rindy Santika, Irhamni Tanjung dan semua teman yang tidak dapat
dituliskan satu persatu yang selalu menyemangati dan membuat kecerian setiap
Terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada, Suami tercinta
Mustafa Alwi dan anak tercinta Muhammad Irsany Alwi dan Fatir Gifahri Alwi ,
tak lupa pula kepada orang tua yaitu Ayahanda Mutiara Sembiring,SH dan Ibunda
Yusnizar Barus, juga Ayah mertua yaitu Azhar dan Ibu mertua Rahmi
Sriwahyuni,Sds, Nurdianta dan semua sanak saudara yang tidak bisa penulis
ucapkan satu persatu dimana selalu memberikan dukungan, semangat, dan saran.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
berharap semoga tesis ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu
Nurlyna Sembiring
Nim : 167011052
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
TANGGAL LULUS UJIAN
PERNYATAAN ORISINALLITAS
PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ................................................................................................... .ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ........................................................................ 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ....................................................... 10
1. Kerangka Teori ......................................................................... 10
2. Konsepsi ................................................................................... 16
G. Metode Penelitian .......................................................................... 19
1. Sifat dan Jenis Penelitian .......................................................... 20
2. Sumber Data ............................................................................. 21
3. Tehknik Pengumpulan Data .................................................... 22
4. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 23
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 24
MA.NO.3418K/PDT/2015
NO.16/BPPST/AGR/1961
MA.NO.3418K/PDT/2015
MA.No.3418K/Pdt/2015 .................................................................. 71
Berlaku.............................................................................................. 90
BAB V PENUTUP
A. . Kesimpulan......................................................................................... 106
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
kehidupan di dunia ini karena tanah memiliki hubungan yang sangat erat dengan
sebagai tempat bercocok tanam, semua itu untuk mendukung prekonomian kehidupan
manusia.
jumlah penduduk dan meninggkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah.
Tanah tidak hanya tempat untuk bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dipakai
sebagai objek jaminan di bank, untuk keperluan jual beli,sewa menyewa, sehingga
begitu pentingnya kegunaan tanah bagi kepentingan umum bagi orang atau badan
hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1 Kitab
tanah dan benda-benda yang melekat pada tanah.2 Pasal 520 Kitab Undang-Undang
1
Florianus,S.P Sangsun,Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah,Visi Media, Jakarta, 2008,
hal.1
2
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2004,
hal.1
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
“ Perkarangan dan kebendaan tak bergerak lainnnya yang tidak terpelihara dan tiada
Dapat diketahui bahwa tanah memiliki sifat yang khusus bagi Negara. Dari
rumusan yang diberikan tersebut diatas,jelaslah bahwa prinsifnya semua tanah harus
ada pemiliknya.3 Indonesia yang dikenal sebagai negara yang kaya raya. Negara
agraris disematkan bagi rakyat Indonesia sebagai pewaris daulat tanah Nusantara.
Negara agraris bukan hanya berarti sebagian besar penduduknya bermata pencarian di
bidang ini ,akan tetapi lebih dari itu. Negara agraris adalah sebuah system kehidupan
semakin tumbuh dan mengalami kemajuan yang berarti. Adapun Sebelum tahun
1960, di Indonesia berlaku dualisme hukum pertanahan. Disatu sisi berlaku hukum-
hukum tanah hak kolonial Belanda, tanah yang tunduk dan diatur Hukum Perdata
Barat yang sering disebut Tanah Barat atau Tanah Eropa misalnya tanah hak
3
Ibid.
4
Al Araf Dan Awan Puryadi, Perbutan Tanah,. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002,
hal.102
5
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Jakarta:
Djambatan, Jakarta, 2007, hal.1
hektar menjadi 125.000 hektar atau setengah dari luas tanah sebelumnya dimana
ternyata penggarap tanah perkebunan belum brakhir karena tidak jelasnya restribusi
tanah tersebut. Untuk mencegah agar penggarapan tanah perkebunan tidak semakin
penggarap di atas lahan HGU PTPN II tersebut. Tanah suguhan, adalah merupakan
bahagian tanah eks perkebunan yang diserahkan oleh pemerintah kepada petani
penggarap untuk mengatasi kekacauan dan kekeruhan yang mudah dipolitisir ketika
didasari atau diikuti dengan penataan status pertanahan, ternyata telah menimbulkan
6
Tarmizi,Pergeseran Hak atas Tanah-Tanah Komunal Masyarakat Hukum Adat Oleh
Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No 86 Tahun 1958 Tentang
Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Program Doktor Ilmu Hukum.USU.2013,hal.376
7
Ibid, hal 73
8
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, Hal. 21
Secara konseptual, terdapat dua system hukum yang saling berpijak pada
landasan yang berbeda dalam memberi makna dan pendefinisian tentang hak-hak atas
tanah. Di satu sisi mayarakat hukum adat mengklaim hak-hak atas tanah berdasarkan
konsep ipso facto, di mana keberadaan hak-hak masyarakat tunduk pada sistem
hukum adat, yang tidak tertulis, bersifat komunal dan memiliki hubungan magis
berdasarkan konsep ipso jure, yang tunduk pada sistem hukum Agraria Nasional,
yakni Undang-undang No. 5 Tahun 1960, hukum tertulis, cenderung individualis dan
berakar dari pasal 33 ayat 3 undang-undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara
9
Ibid.
10
Tarmizi. 2005, Penyelesaian Sengketa Agraria Nasional Subsector Perkebunan Di
Sumatera Utara”. Jurnal Equality,2(8):1-74
11
Ibid Hal 11.
hakikatnya telah terjamin oleh konstitusi yang ada di Indonesia. Selain pemberian
hak atas tanah yang dipunyai seseorang atau masyarakat hukum adat.12
haknya jika tidak ada legalisasi dari pihak yang berwenang. Justru penguasaannya
yang melanggar hak pada pihak pemilik tanah atau hak negara jika yang diduduki itu
tanah negara. Kalaupun ada pemberian biaya pindah, hal tersebut semata
pemanfaatan tanah, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA (undang-
undang pokok agraria) yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan
tanah dan juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
12
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi,
Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, Hal. 179
13
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan, 2005, hal 114
memperjuangkan kepentingannya.
Patumbak berawal dari perebutan lahan,dimana pada tahun 1962 Alm. M. Kasim
Barus menguasai dan mengelola lahan seluas ± 4.000 M2 (empat ribu meter persegi)
Alm. M. Kasim Barus telah memperoleh tanah objek terperkara pada tahun 1961
yang merupakan Tanah Suguhan dari Gubernur Sumatera Utara yang diberikan
Sawiyah yaitu anak dari M. Kasim Barus berdasarkan Surat Penyerahan Tanah
tertanggal 2 September 1982 , kemudian tanah ini dikelola oleh Burhanuddin Lubis
Tanpa alasan hukum yang pasti pada tahun 1982, Amri Nasution (Tergugat- I)
dan M. Rusli Nasution (Tergugat-II) telah mengklaim bahwa tanah tersebut sebagai
tanah orang tuanya yang dimiliki melalui Grand Sultan No.68 dan bukan tanah
penggugat, dimana dalam perkara sengketa tanah suguhan ini beberapa kali
penggugat diancam bahkan dianiaya oleh para tergugat, yang akhirnya berujung
perdamaian mengenai sengketa tanah tersebut, sehingga sengketa pertanahan ini tetap
yang sering terjadi di Indonesia, khusunya di Desa Sigara-Gara ini sehinnga menarik
untuk di teliti lebih lanjut mengenai permasasahan tentang tanah suguhan ini dengan
mengambil judul
Sudah dijelaskan diatas untuk melatar belakangi proposal tesis ini adapun
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
NO 3418 K/PDT/2015.
No.16/BPPST/agr/1961.
D. Manfaaat Penelitian
secara teoritis maupun praktis di bidang hukum pertanahan pada umumnya dan
hukum kenotaritan pada khususnya dan dengan demikian dari penelitian ini
1. Secara Teoritis
dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum bidang pertanahan pada
patumbak kabupaten Deli Serdang diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat
2. Secara Praktisi
dan masukan bagi pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang
hukum agraria. Dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
dan patumbak.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan dengan
searcing dari internet maka belum ada judul yang sama dan penelitian tentang ini.dan
ini belum pernah dilakukakan. Akan tetapi, di temukannya beberap judul tesis
Rumusan Masalah :
dengan judul “Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Melalui Lembaga Adat (Studi
Rumusan Masalah :
c. Bagaimana upaya yang dilakukan lembaga adat agar sengketa tanah wakaf
1. Kerangka Teori
atau proses tertentu terjadi,14 dan suatu teori harus di uji menghadapkannya pada
Menurut M.Solly lubis kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau
penulisan.16
pendapat, teori, tesis dari pada penulis, ilmu-ilmu hukum dibidang Agraria dan
pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dan
teori keadilan hukum. Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis dalam
sengketa tanah yang sejatinya dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak
dalam upaya memberikan kepastian. Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan
14
J.J.J.M.Wuisman, Dengan Penyuntingan M.Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Social,Jilid I
Asas-Asas, Jakarta :FE.UI,1996, hal. 203
15
Ibid, hal.16.
16
M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung,Mandar Maju,1990, Hal.80
memeriksa secara teliti,cermat dan seksama atas sengketa pertanahan yang terjadi,
sehingga terbukti menimbulkan kerugian bagi para pihak tersebut. Jadi pendapat
mereka terhadap sengketa merupakan suatu perspektif yang lebih sebagai faktor yang
aspek lainnya. Dengan kata lain sengketa disini dilihat sebagai masalah ekonomi,
menyatakan bahwa, “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta
yang bersandar pada hukum agama”. Hukum adat yang dimaksud dalam Pasal 5
UUPA Nomor 5 Tahun 1960 di atas bukanlah hukum adat yang dikenal sebagaimana
adanya selama ini, tapi adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifat khusus
Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat dalam
Adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan
fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional itu. Hal ini menimbulkan
pertanyaan akademis maupun praktis, oleh karena dengan berlakunya hukum adat
disamping UUPA memberi kesan masih adanya sifat dualisme dalam masalah agraria
ini.
adalah hukum adat yang telah diterima menjadi hukum nasional, dan ketentuan Pasal
5 UUPA sendiri tidak memberikan kejelasan mengenai pengertian hukum adat yang
kepada hukum adat di dalam UUPA tidak menyebabkan terjadinya dualisme seperti
Indonesia akan lebih berhasil jika kita mampu memahami jiwa hukum adat yang akan
adat di dalam UUPA, apalagi penempatan itu di dalam posisi dasar, merupakan
kristalisasi dari azas-azas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat
yang sebenarnya.
Menurut Budi Harsono hukum adat yang dapat dipakai sebagai hukum
agraria adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah
dan diberi sifat nasional. Sehingga dalam hubungannya dengan prinsip persatuan
bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu
hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya sendiri, harus diteliti dan
dibedakan antara :
a) Hukum adat yang tidak bertentangan dengan prinsip persatuan bangsa dan
Hukum adat yang tidak bertentangan tersebut dalam point a di atas, tetap
berlaku dan merupakan hukum agraria nasional yang berasal dari hukum adat, kecuali
hak-hak atas tanah menurut hukum adat yang merupakan ketentuan konversi pasal II,
VI, dan VIII. Hukum adat yang bertentangan seperti tersebut dalam point b tidak
bahwa penggunaan norma-norma Hukum Adat sebagai pelengkap dari hukum tanah
yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, bahkan
pasal 5 UUPA memberikan syarat yang lebih rinci, yaitu sepanjang tidak
adat yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi,
merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-
unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang
Oleh john Austin dan van kan ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran
mandiri,karena bagi penganut pemikiran ini hukum tak lain hanya kumpulan
aturan,bagi penganut ini tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terujudnya
kepastian hukum.
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan
bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat
bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara
17
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
Bandung, Nusa Media, 2011, hal. 7.
tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tiga hal tentang pengertian adil.18
Prinsif keadilan ini merupakan patokan dari apa yang benar, baik dan tepat dalam
hidup dan karenanya mengikat semua orang baik masyarakat maupun penguasa. 19
2. Konsepsi
Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori peranan konsepsi dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observas, antara abstraksi
dan realitas.20 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Dengan demikian
konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum
18
Ibid.
19
Wolfgang Friedman,Legal Theory dalam Bernard L, Tanya,et,al,Teory Hukum, Strategi
Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.hal.45.
20
Masri Singa Rimbun Dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989)
hal.34
21
Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta,Raja Grafindo Persada,1998). hal.3
pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai penelitian (observasi) masalah
pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali
menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai agar tidak terjadi kekeliruan maka dijelaskan beberapa istilah
sebagai berikut;
22
Lili Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,
hal. 46.
beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara
satu sistem.23
berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara
dibidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara
e. Tanah adalah permukaan bumi yang ada dibagian atas sekali atau yang sering
23
Boedi Harsono, Op. Cit, hal 1.
24
Ali Achmad Chomzah, , Hukum Agraria(Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: 2004
Prestasi Pustaka, hal 29
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia
26
Ibid.
masyarakat.27
G. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsif-prinsip dan tata cara untuk
jalan atau cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
27
Ibid.
28
Salsabila, Analisis Yuridis Sengketa Pelep asan Hak Dengan Ganti Rugi Dengan
Menggunakan Akta Notaries Atas Tanah Garapan, Hal, 21
29
Koentjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1997
tujuan penelitian.30
Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa penelitian pada
dan konstruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten.
Data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti,gejala yang diamati oleh peneliti
perbandingan hukum serta sejarah hukum.32 Sesuai dengan permasalahan dan tujuan
penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis,
maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang
bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.33
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan
dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif) dan penelitian yang
undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berasal dari premis umum
yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Penelitian ini juga berupaya
30
Jujun Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Popular,(Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan,1995, hal. 328
31
Soerjona Soekanto Dan Sri Mamudji, Peran Dan Penggunaan Perpustakaan Dalam
Penelitian Hukum, Jakarta,PDHUL,1979 hal, 1-2
32
Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta,Sinar Grafika, 1991, hal.15
33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,
Universitas Sumatera Utara.hal 38
2. Sumber Data
Data- data yang di pergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder seperti
utamanya,yang berarti akan cenderung pada penelaahan dan penyajiaan data primer
dan data skunder yang diproleh dari bahan kepustakaan sehingga tidak diperlukan
majalah, Koran, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian.36
penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) guna
34
Nomensen Sinamo,Metode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek,(Bumi Intitama
Sejahtera,2010), hal.53.
35
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta:Sinar Grafika,1996, hal 14
36
Ibid.
Kemudian dengan cara wawancara dengan pihak yang memberikan data sehubungan
dengan masalah sengketa pertanahan yang terjadi di desa sigara-gara yang dalam hal
ini adalah ahli waris dari pemilik tanah yang bersengketa, pihak kepolisian daerah
setempat dan para pihak yang berperkara dalam sengketa pertanahan yang
a. Studi kepustakaan
Tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah
sengketa.
pertanahan tersebut, dalam hal ini oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang,
diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara lebih mendalam dan integral
antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya, sehingga dengan demikian
merupakan langkah terahir dalam suatu kegiatan penulisan. Analisis data dilakukan
secara kwalitatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang
teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan
interprensi data.
BAB II
kepemilikan tanah suguhan di desa sigara-gara, maka penulis merasa perlu untuk
pertanahan dan hubungan sosial kemasyarakatan yang terus berinteraksi dan bagian
pengembangan usahanya dalam ukuran sangat luas dan tidak mungkin dipenuhi oleh
37
Kusbianto Penyelesaian Sengketa Tanah Perkebunan Pada Areal Perusahaan Badan Usaha
Milik Negara (Bumn) Perkebunan Di Sumatera Utara.Program studi Doktor,Ilmu Hukum.USU.hal.2
mendekati para raja yang dianggap sebagai penguasa seluruh tanah di Sumatera Utara
agar menyediakan tanah milik rakyat melalui jalur kontrak sewa (conssesie).38
Sumatera Timur”. Sumatera Timur pada zaman kolonial adalah daerah milik raja-raja
Melayu yang terletak di sebelah Utara Sungai Kampar dan di Selatan Sungai
Tamiang dengan luas wilayah sekitar 92.000 km2. Wilayah ini sering disebut sebagai
Residentie van Oostkust soematra yang mencakup daerah Kesultanan Deli Serdang,
yang di kuasai etnis batak, daerah yang lain di Sumatera Timur merupakan kekuasaan
para Sultan Melayu dan di huni oleh etnis melayu dengan hak milik tanahnya yang
berlaku menurut adat melayu. 39 Begitu pula dengan bentuk persekutuan hukum adat
yang mengenal status hukum kolektif, hak ulayat. Sengketa tanah antara masyarakat
penggarap, rakyat penunggu dan masyarakat adat dengan pemerintah dan pihak
onderneming, yang sekarang menjadi pihak PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) sulit
didalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tanggal 16 Juli 1863 kapal
38
Subekti, R. dan Tjiptosudibio, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Burgerlijk
Wetboek, dengan Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan. Hal.
495
39
TJ. Boezemer,Encyclopaedie van Nederlandsch indie, dalam Syafruddin Kalo, Di bawah
cengkraman kapitalisme, Konflik Status Tanah Jaluran Antara Onderneming dan Rakyat Penunggu di
Sumatera Timur Jaman Kolonial, Paper, Program Pasca Sarjana USU, Medan,2004, hal. 1.
40
Syafruddin Kalo, Kapita Selekta Hukum Pertanahan Studi Tanah Perkebunan di Sumatera
Timur, USU Press, 2005, hal 2
Josephine membongkar sauh di kuala sungai Deli untuk bertemu dengan Sultan
Mahmud Perkasa Alam. Demi kepentingan Sultan yang menjalankan politik bebas
dari Aceh dan Siak, Nienhuys diberi hak pakai lahan selama 20 tahun tanpa
perjanjian sewa di Tanjung Sepassai seluas 400 bahu (satu bahu sama dengan 800
meter bujur sangkar). Tahun 1867 Nienhuys, Janssen dan Clemen mendirikan
bentuk sewa diantara sungai Deli dan Percut. Terkesan atas keberhasilan NHM
yang pertama didirikan di Sumatera Timur pada tahun 1869 dengan mendapat izin
kontrak sewa tanah seluas 25.000 ha.41 Selama 20 tahun, antara tahun 1870-1890,
berkembang tidak saja dalam usaha perkebunan tembakau, tetapi diikuti dengan
41
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agrariadi
Sumatera Timur, 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal . 52.
42
Kusbianto Op.cit. hal.3
menjadi masalah. Perhatian bertumpu pada masalah aspek hukum konsesi yang diatur
para Sultan dan bagaimana pemberian tanah-tanah konsesi yang luas itu sebagai hak
para sultan yang kehilangan hak mereka atas tanahnya. Pihak perkebunan, Sultan dan
yang diperlukan untuk melindungi hari depan kedua belah pihak, tanpa menyinggung
pengurangan tanah perkebunan dari 250.000 hektar menjadi 125.000 hektar atau
setengah dari luas tanah sebelumnya dimana walaupun perkebunan telah memberikan
brakhir karena tidak jelasnya restribusi tanah tersebut. Untuk mencegah agar
Darurat Nomor 8 Tahun 1954 tentang penyelesaian soal pemakaian tanah perkebunan
43
Karl J. Pelzer, Toean Keboen Dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Sinar
Harapan, 1977, hal 51-69
banyak sekali sebutan, seperti tanah jaluran, tanah suguhan, tanah grand sultan, dan
Sekertaris Desa Sigara-gara (Darwis) bahwa pada tahun 1960-an warga Desa Sigara-
gara diberikan tanah oleh pihak perkebunan yang disebut tanah suguhan dan masing-
masing kepala keluarga memperoleh seluas 2.000 m2 dan ada yang lebih dari 2.000
m2 pembagian tanah suguhan tersebut adalah melalui Kepala Desa berdasarkan Surat
ada yang berupa Surat Keterangan Gubernur, ada juga grand Sultan tahun 1970 an
dan ada tanah suguhan tahun 1960 an. Berdasarkan sepengetahuanya hanya warga
Desa Sigara-gara yang diberikan tanah suguhan .44 sedikit gambaran umum mengenai
kabupaten Deli serdang dengan luas wilayah 600 Ha, dimana di desa ini sebagian
besar penduduknya adalah petani dan pekerja buruh pabrik, secara administratif desa
sigara-gara terdiri dari 5 dusun, yang di pimpin oleh seorang kepala desa, dan 5
Letak Geografis.
44
Darwis,Sekertaris Desa Sigara-gara,20 Agustus 2018
Sigara gara merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Patumbak
Sebelah Utara : Berbatasan dengan desa Patumbak Kampung dan desa Marindal
dua
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan desa Lantasan Lama dan desa Patumbak Dua
12.126 jiwa, yang terdiri dari 7.837 penduduk dewasa, 6.084 jiwa adalah pria dan
6.042 jiwa adalah wanita serta jumlah keluarga didesa Sigara-gara ini adalah 2.846
Karena tidak ada aktivitas orang ataupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan
hak atas kepemilikan tanah yang jelas maupun karena kepemilikan tanah yang tidak
jelas, dan sengketa tanah terjadi karena adanya sebuah kepentingan dan hak .
45
Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Cetakan Pertama, Multi
Grafika
Medan, 2005. hal.2.
politis,dalam kehidupan masyrakat ,sengketa tanah ini sering terjadi dalam hal
perallihan hak atas tanah seperti jual beli tanah ,pembagian tanah warisan,hinah
ataupun perbuatan hukum lainnya yang berkaitan langsung dengan tanah. Sengketa
ini pada umumnya hanya berdampak pada pihak-pihak yang terlibat langsung dal am
sengketa ( tidak berdampak secara sosio politis). Sengketa tanah dapat berupa
hak ulayat.46
1/1999,yaitu ;
suatu hak,peberian hak atas tanah,pendaftaran hak atas tanah,termasuk peralihan dan
penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa
mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh
46
Http://Www.Bpn.Go.Id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan Yang Diakses Pada
Tanggal 17 Mei 2015 Pukul 15:24.
terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut
pentingnya tanah untuk tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah
yang tidak jelas kepemilikannya diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas
(orang/ badan) yang berisi keberatan–keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik
47
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Penerbit Alumni, Bandung,
1991 ,hal 1.
48
Ibid.
49
Ibid.hal 7.
politis bahkan dengan penyelesaian sifatnya sementara saja, sehingga tetap menjadi
Hukum tanah itu sendiri adalah hukum yang mengatur hak-hak penguasaan
atas tanah atau permukaan bumi; dan jika pengertian sistem hukum dikaitkan dengan
Daya Alam, maka yang dimaksud dengan sistem Hukum Agraria adalah suatu
mengatur hak-hak penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.52
Menurut Subekti dan R.Tjitrisoedibio, agraria adalah urusan tanah dan segala
apa yang ada di dalam dan diatasnya, yang didalam tanah misalnya batu, kerikil,
50
Ibid hal.22
51
Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,
Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal. 192
52
TAP MPR IX/MPR/2001 Tanggal 9 November 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
kaidah hukum baik yang tertulis yang mengatur agraria. Hukum agraria diindonesia
diatur dalam undang-undang pokok agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960. UUPA
menganut azas unifikasi hukum Agraria untuk seluruh wilayah tanah air,artinya
hanya ada satu system yaitu yang ditetapkannya dan hal ini akan lebih jelas jika kita
Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.53 Dengan demikian dinyatakan oleh
ketentuan tersebut dan dari ketentuan konversi hanya akan berlaku satu sistem hukum
untuk seluruh wilayah tanah air bukan lagi dari ketentuan hukum adat yang bersifat
kedaerah di seluruh tanah air ,ataupun disamping ketentuan yang lama menurut BW
maupun ketentuan baru berdasarkan UUPA/PP 10/61 tetapi suatu ketentuan Hukum
53
Ap.Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1994,
hal. 1
54
Ibid.
pokok dalam pengadaan tanah. Ketentuan hukum tanah nasional mengenai pemberian
apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah
nasional, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai.
2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak
51 Prp 1960).
3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang dilandasi hak yang disediakan oleh
hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak
sekalipun.
diberikan kepada orang maupun kepada badan hukum tetapi semua hak atas
55
Boedi Harsono, Sengketa Tanah Dewasa Ini, Akar Permasalahan Dan Penanggulangannya,
Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional “Sengketa Tanah, Permasalahan Dan
Penyelesaiannya”, Jakarta, 20 Agustus 2003, hal. 4-5.
kepentingan umum.56
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
yang disebutkan dalam Pasal 53. Sesuai ketentuan Pasal 16 Ayat (1) UUPA,
pemerintah Indonesia mengakui keberadaan delapan macam hak atas tanah kendati
56
R.Rosmidah, Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, 25 Maret
2011
57
Tampil Anshari Siregar,Op.Cit, hal .26
beberapa di antaranya tidak dirinci. Adapun rincian dari hak-hak atas tanah yang
1. Hak Milik
Pengertian dengan Hak milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan
kembali apabila terjadi perpindahan hak .hak milik diartikan hak yang terkuat
diantara sekian hak-hak yang ada,dalam pasal 570 KUHPerdata, hak milik ini
dirumuskan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kedaulatan sepenuhnya.59
Pasal 20 UUPA ayat (1) menjelaskan, hak milik adalah hak turun-
temurun,terkuat dan terpenuhi, yang dapat dipunyai ornag atas tanah. Ayat (2), hak
dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain, misalnya dengan pewarisan, jual
beli, hibah, wasiat, perkawinan dengan pencampuran harta dan lain sebagainya. Hak
milik dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya yang lebih rendah, kecuali
58
Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus
Pertanahan,PT.Gramedia, Jakarta, 2012. hal.151
59
Soedharyo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1993. hal.1
60
Tampil Anshari Siregar,Op.Cit, hal.27
hak guna usaha (HGU) karena HGU hanya dapat diberikan di atas tanah negara.
Untuk keperluan kredit, hak milik juga dapat dibebani dengan hak tanggungan. Hak
dan Pasal 26 Ayat (2) UUPA. Keberadaan hak milik atas tanah dibuktikan
tanah setempat.
Hak guna usaha dalam UUPA merupakan hak yang baru yang tidak terdapat di
dalam hukum adat namun tidak sama dengan hak erpacht dalam hukum perdata
Barat/Bw yang merupakan hak kebendaan. Hak guna usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (tanah Negara) guna usaha
diperpanjang 25 tahun dan kemudian dapat diberikan pembaruan hak.62 HGU dapat
dijadikan Hukum agraria sepanjang masa jaminan hutang dengan dibebani hak
61
Elza Syarief, Loc.Cit.
62
Ibid.hal.39
e. Ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.
subjek HGU.63
Hak guna bangunan dalam UUPA juga merupakan hak yang baru yang tidak
terdapat di dalam hukum adat namun tidak sama dengan hak erpacht dalam hukum
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah hak milik,tanah hak pengelolaan dan tanah Negara dalam jangka
waktu paling lama 30 tahun,dapat diperpanjang 20 tahun (pasal 35 UUPA) dan dapat
63
Elza Syarief,Op.Cit.hal.153
diberi pembaharuan hak guna bangunan diatas tanah yang sama (pasal 25 peraturan
pemerintah No.40 tahun 1996).64 Dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari
pemilik hak atas tanah Dimana bangunan tersebut didirikan.ini berarti seorang
pemegang hak guna bangunan adalah berbeda dari pemegang hak guna bangunan
adalah berbeda dari pemegang hak milik atas bidang tanah Diana bangunan tersebut
pemegang hak milik dari tanah dimana bangunan tersebut didirikan.65 HGB terjadi
karena:
(Pasal 35 Ayat (3) UUPA). HGB juga dapat dijadikan jaminan hutang
setempat.
dipenuhi.
64
Ibid.hal.44
65
Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta
,2003, hal.190
4. Hak pakai
Hak atas tanah berikutnya yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria
adalah hak pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,yang
atau perjanjian pengolahan tanah,segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa
Indonesia, hal ini dilakukan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat serta
keperluan lalu lintas sosial ekonomis masyarakat. Secara legal formal pendaftaran
tanah menjadi dasar bagi status/kepemilikan tanah bagi individu atau badan hukum
66
Ibid.hal.246
67
Ulfia Hasanah,Status Kepemilikan Tanah Hasil Konvesi Hak Barat Berdasarkan Uu No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan Pp No. 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Jurnal Ilmu Hukum, 2013, Ejournal.Unri.Ac.Id, 12 Volum 3 No 1.
yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas
sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak dan luas tanah. Serta memungkinkan
kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ketahui berkenaan dengan sebidang
Menurut kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat,setidaknya ada tiga hal
a) Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada
tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.
distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan
tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik
tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga
murah.
68
Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya,
Alumni, Bandung, 1983, hal. 7
69
Laporan BPN RI Tahun 2007,Hal.26
(de jure), boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau
para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik
tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian
sengketa tanah ini, padahal persoalan ini merupakan persoalan yang harus
terjadinya konflik antar ras, suku dan agama. Akibatnya harga diri harus
dipertaruhkan.
Secara umum, sengketa tanah timbul akibat adanya beberapa faktor, faktor-faktor ini
yang sangat dominan dalam setiap sengketa pertanahan dimanapun, adapun faktor-
2. Ketidaksesuaian peraturan;
3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah
yang tersedia;
70
Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan, Penerbit Kompas Gramedia, 2008, hal. 38.
tanah;
kewenangan.
71
Abdurrahman. 1995. Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Bandung. Alumni, hal 85
72
Ali Achmad Chomzah. 2002. Pedoman Pelaksanaan UUPA Dan Tata Cara Penjabat
Pembuat Akta Tanah, Bandung. Alumni, hal. 64
masalahnya dalam suatu lembaga peradilan yang diatur khusus oleh undang undang.
(UUPA). namun, sengketa tanah yang terjadi di Indonesia tidak pernah berakhir,
selalu ada permasalahan terkait masalah kepemilikan tanah dan hak guna pakainya.
berhak atas tanah yang menjadi obyek sengketa. Seperti yang di kemukakan oleh
rangka memperoleh akses dan memanfaatkan sumber daya alam yang bersifat
langka.
2. Secara garis besar tipologi sengketa tanah yang sering terjadi di berbagai
73
Http://Www.Dpr.Go.Id/Dokakd/Dokumen/K2_Laporan_RDPU_Panja_Konflik_Dan_Sengk
eta_Pertanahan_Komisi_II_DPR_RI_Dengan_Deputi_V_BPN_RI_Dan_Pakar_Prof._Maria_S.Pdf.
data.
sedangkan didalam permasalahan terkait tanah suguhan yang berada di Desa Sigara-
gara ada beberapa faktor pendukung terjadinya sengketa tanah ini adalah,
sengketa, karena kesadaran diri untuk tidak mengambil atau menguasai sesuatu
satu ahli waris yaitu NK bahwa sengketa tanah suguhan ini sudah berlangsung
Dusun III Desa Lantasan Lama dan Tergugat III sebagai anggota kepolisian
yang mana adalah perangkat desa dan pihak kepolisian dimana semestinya
suguhan tersebut, bukan hanya itu tergugat I dan tergugat II bahkan tidak segan-
hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, karena keadaan ini
membuat para penggugat merasa di rugikan secara materil dan formil sehingga
para penggugat merasa perlu untuk melakukan suatu upaya hukum, demi
mendapatkan keadilan, dan kepastian hukum atas tanah suguhan yang mereka
kuasai.
Salah satu yang menjadi faktor terjadinya sengketa tanah suguhan ini adalah
tentang tanah suguhan ini, dimana pada kenyataannya tanah suguhan ini
memang ada, dan masih ada beberapa masyarakat yang memiliki tanah
patok atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat apapun,
sehingga penyerobotoan tanah sering terjadi, menurut salah satu ahli waris,
bahwa para tergugat dengan sengaja ingin memiliki objek terperkara Karena
garapan yang tidak memiliki alas hak, dan hanya berdasarkan patok dan
tersebut.
jawab.
BAB III
diketehui mengenai asal-usul dari tanah suguhan tersebut dan mana di dalam perkara
putusan yang akan diteliti ini tanah yang bersengketa ini merupakan tanah bekas
perkebunan PTPN II, bukan hanya diakui sebagai tanah suguhan melainkan adanya
pengakuan dari pihak tergugat bahwa tanah bersengketa adalah tanah Bersertifikat
Kebun menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sebidang tanah yang
adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau
media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan
barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan
pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Dalam rangka pemberian kepastian hukum
mengaturnya dengan diberi hak guna usaha.74 Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-
Kabupaten/ Kota.75
dan ruang angkasa.76 Di samping itu merupakan kewenangan negara untuk mengatur
bumi, air dan ruang angkasa, artinya bahwa negara memiliki kewenangan secara
berupa penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya
agraria lainnya.
Pemberian hak atas tanah bagi usaha perkebunan mengandung arti bahwa
negara bukanlah sebagai pemilik sumber daya agraria khususnya lahan perkebunan
berupa tanah yang ada di wilayah Republik Indonesia, melainkan hanya sebagai
74
Pengertian Hak Guna Usaha Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 28 UUPA adalah Hak
Untuk Mengusahakan
75
Supardy Marbun,Persoalan Areal Perkebunan Padakawasan Kehutanan, Jurnal Hukum
Vol.01.No. 1 Tahun 2005 hal.83
76
Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA
walaupun negara hendak dikatakan sebagai pemilik maka harus dipahami dalam
Boedi Harsono ; Hak Grant tersebut berlaku di Sumatera bagian timur, yaitu
di wilayah Kesultanan Deli. Hak Grant di Sumatera Timur, dimana hak grant adalah
hak atas tanah, yaitu berdasarkan pemberian raja-raja atau Sultan kepada kaulanya,
maupun kepada bangsa asing. Penggunaan istilah “grant” yang berasal dari bahasa
inggris ini diperkirakan karena latar belakang historis dimana terdapat hubungan
kekeluargaan yang erat antara Sultan Sumatra Timur dengan Sultan di Malaysia yang
“Tanah-tanah hak adat hampir semuanya belum didaftar karena tanah-tanah tersebut
tunduk pada hukum Tanah Adat yang tidak tertulis. Jadi tanah-tanah hak Adat juga
merupakan tanah-tanah hak Indonesia, yang cakupannya lebih luas. Artinya, tanah-
tanah dengan hak Indonesia tersebut meskipun merupakan tanah adat, ada pula
terdapat tanahd milik adat. Jadi tanah milik adat ini berbeda dengan tanah adat,
disebabkan tanah milik adat dapat dikategorikan sebagai hak milik dan kemudian
didaftarkan. Contohnya, tanah didaerah Swapraja yang berstatus Grant, yang terdapat
di Sumatera Timur, maupun yang terdapat di Kesultanan Yogyakarta dan
Surakarta.”79
77
Fat’hul Achmadi Abby, Sengketa Pertanahan Hak Masyarakat Adat Dengan Hak Guna
Usaha (Hgu) Perkebunan Sawit Di Kalimantan Selatan, Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September -
Desember 2016.hal.55
78
Ayamiseba, Kedudukan Hak Ulayat Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Kepentingan Umum, Disertasi S3 Universitas Padjadjaran Bandung, 2004, hal.. 180
79
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 29
dimana pada saat itu daerah Singaraja mempunyai hak pemerintahan sendiri. Grant
tempatnya oleh keinginan menetap diatas sebidang tanah tertentu dan serentak
dengan itu timbul pula keinginan, supaya hak atas tanah itu mendapat penetapan atau
pengakuan dari penguasa.81 Baru kira-kira dalam tahun 1890 Sultan Deli
ditulis tangan dengan mempergunakan huruf Arab. Dalam surat-surat keterangan itu
ditambahkan ketetapan, bahwa hak yang diberikan itu akan gugur, apabila tanah tidak
dipergunakan dengan baik dan bahwa pengalihan hak kepada orang lain harus dengan
Senembah Deli). Setelah ditanda-tangani oleh Kepala Urung dan diberi cap Grant
dikirim kepada Sultan untuk diberi tanda tangan Sultan dan cap.83
Grant Sultan berasal dari kata grant yang berarti diperuntukkan perizinan hak
tanah bagi pembangunan rumah.84 Grant sultan diberikan kepada hamba sahaya raja-
raja pribumi terkait dengan hak-hak pribumi atas pertanahan. Dasar utama hak atas
80
Mahadi, Sedikit-Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di Sumatera
Timurǁ (Tahun 1800-1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Diedarkan Penerbit Alumni,
Bandung, 1976, hal. 256
81
Ibid hal.257
82
Ibid hal .258
83
Ibid hal. 258
84
Gerard Jansen, Hak-Hak Grant Di Deli, (Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van Sumatra-
Instittuut, 1925), hal. 3
tanah ini adalah tanah itu milik seluruh suku dan pada prakteknya penduduk sebuah
desa.85 Secara pengertian, Grant Sultan adalah hak milik untuk mengusahakan tanah
tanah, atau dapat juga dikatakan sebagai alas hak dan dapat di tingkatkan menjadi
sertifikat, seiring dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan akan lahan baik
perlu untuk menetapkan bentuk hak-hak atas tanah, jika terjadi peralihan hak atas
tanah.
pemberian dari Gubernur, kepada masyarakat, untuk memakai dan mengusahai lahan
bekas ordenaming, dimana tanah suguhan ini dapat di tingkatkan satatus hak atas
Tanah suguhan, adalah merupakan bahagian tanah eks perkebunan yang diserahkan
oleh pemerintah kepada petani penggarap untuk mengatasi kekacauan dan kekeruhan
85
Ibid. hal. 34
86
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1. (Jakarta: Pustaka,
2004) hal.129
87
Dhani , Loc.Cit
88
Tarmidzi, Op.Cit. hal.73
Keabsahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat yang sah atau
ke sahaan, sedangkan keabsahan satatus tanah ialah keabsahan yang sah dari status
tanah tersebut, dimana tanah tersebut harus sudah terdaftar yang memiliki surat
keterangan hak atas tanah terkait.Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai
suatu kepastian.apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda
miliknya yang sangat berharga seperti halnya tanah.89 Suatu objek itu dapat dikatakan
mendukung.
Keabsahan status tanah suguhan menurut BPN ialah sebuah tanah yang
keabsahannya tetap diakui oleh BPN dimana tanah ini tetap harus di daftarkan ,
terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah terdaftar.
Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster ) suatu istilah teknis
untuk suatu record (rekaman) menunjuk kepada luas, nilai dan kepemilikan misalnya
89
Tampil Anshari Siregar.Pendaftaran Tanah Kepastian Hak.Multi Grafika. Medan.2007, hal
1
90
Ibid, hal.24
hak atas tanah untuk membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya dan
yang harus dilakukan,diawali dari pengukuran sampai dengan adanya tanda bukti
hak atau biasa disebut sertifikat hak.92 Adapun defenisi pendaftaran tanah dalam
Undang-undang semua menjelaskan tentang bukti hak dari tanah tersebut, seperti
yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
91
Urip Santoso,Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah,Cet 2, Jakarta: Kencana, 2010,
hal.2.
92
Ibid hal. 25
pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan
dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,
keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya
oleh panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala
memenuhi syarat mendaftar hak,pemengang hak dan hak-hak pihak lain yang
yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan. Tanah suguhan tersebut memiliki
Begitu juga dengan tanah suguhan ini dapat didaftarkan seperti yang dikatakan oleh
salah satu pihak BPN, tanah suguhan ini harus di konversi ke Sertifikat Hak
Milik,adapun tanah suguhan ini sebagian tetap diakui oleh pihak BPN selama tidak
adanya sengketa atas tanah tersebut.93 Dan tercantum di dalam PMA No. 3 Tahun
1. Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun karena pemindahan hak yang dibuktikan dengan akta PPAT
tidak diperlukan syarat berupa dokumen lain dari pada yang disebut dalam
pasal 103 ayat (1) atau ayat (2), kecuali apabila hal tersebut dipersyaratkan
93
Dhani, Anggota Seksi 5 BPN, Kantor BPN Medan, Senin 30 Juli 2018.
dalam pasal 97 terjadi perubahan data pendaftaran tanah yang tercatat dalam
buku tanah akan tetapi tidak tercatat di sertifikat ,maka kepala kantor
ditolak dengan surat sesuai bentuk sebagimana tercantum dalam lampiran 24.
berupa :
b. Adanya catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 atau Pasal 127
Pada dasarnya menurut keterangan di atas, jelaslah bahwa tanah suguhan ini
BAB IV
A. Posisi Kasus.
a. Identitas penggugat
PENGGUGAT-X ;
Masing-masing adalah ahli waris Almh. Sawiyah dalam hal ini suami dan
Juniarti, SH, 2. Marjoko, SH, 3. Riki Irawan, SH. Para Advokat/ Penasehat Hukum
yang tergabung pada Kantor Advokat JMT & Associates, beralamat kantor di Jl.
Kenanga Sari No. 20, Pasar VI Tanjung Sari – Medan berdasarkan Surat Kuasa
b. Identitas tergugat;
Beralamat di Jalan Pertahanan Gg. Sedap Malam Dusun III Desa Lantasan
sebagai TERGUGAT-I;
Tukang Ojek, Beralamat di Jalan Pertahanan Dusun III Desa Lantasan Lama
TERGUGAT-II ;
sebagai TERGUGAT-III ;
2. Objek gugatan
Objek gugatan adalah sebidang tanah dengan luas ± 4.000 M2 (empat ribu meter
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dahulu dikenal dengan Pasar III
sebagai berikut :
3. Kronologis kasus
Penggugat telah mengusahai dan menguasai sebidang tanah sejak tahun 1962,
dengan luas ± 4.000 M2 (empat ribu meter persegi) yang terletak di Jalan Pertahanan
dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah Matshappij daerah hukum
yang diperoleh Penggugat dari Alm. M. KASIM BARUS (ic. mertua Penggugat-I)
dan telah diserahkan kepada Almh. SAWIYAH (ic. istri Penggugat-I) berdasarkan
Alm. Kasim Barus telah memperoleh tanah objek terperkara pada tahun 1961 yang
kepada anaknya Almh. Sawiyah (ic. Istri penggugat-I) untuk mengusahai dan
menguasai tanah tersebut dengan membuka perladangan bahkan sejak Alm. Sawiyah
terperkara, tanpa alasan hukum yang pasti pada tahun 1982, Tergugat- I dan
Tergugat-II telah mengklaim bahwa tanah tersebut sebagai tanah orang tuanya yang
dimiliki melalui Grand Sultan No.68, akan tetapi terkait Grand Sultan No.68 tersebut,
maupun masyarakat lain yang tanahnya juga “diakui” oleh Tergugat-I dan Tergugat-
II. Bahkan Kepala Kampung Lantasan yang menjabat sejak tahun 1951 hingga 1957
yaitu Alm. AMIR semasa hidupnya pernah bercerita kepada Penggugat-I dan
masyarakat bahwa ketika dia (Alm. AMIR) melihat Grand Sultan No. 68 tersebut di
tahun 1982, saat Tergugat-I dan Tergugat-II hendak membagi warisan dari ayah
mereka, Alm. AMIR melihat bahwa tulisan di dalam Grand Sultan No. 68 yang
terkait dengan luas tanah tersebut baru ditulis dengan tinta yang pada waktu itu
Alm.AMIR juga menyatakan bahwa terkait tanah yang disebutkan dalam Grand
Sultan No.68 (milik ayah Tergugat-I dan Tergugat-II) terletak jauh dari tanah
terperkara milik Para Penggugat dan berada diseberang Sungai Mati, pada
pertengahan tahun 1982 Tergugat-I yang pada saat itu telah menjabat sebagai Kepala
Dusun III Desa Lantasan Lama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, tanpa
seizin Penggugat telah menyewakan tanah terperkara kepada PT. UTAMA KARYA
untuk diambil tanah dan batunya guna pembangunan jalan Tol Belawan-Tanjung
keluhannya baik lisan maupun tulisan kepada aparatur Kecamatan, Kepolisian dan
Pada bulan Desember tahun 1982, pada saat Penggugat-I hendak bekerja
mengusahai tanah perkara, di Lorong II Desa Lantasan Lama tiba-tiba Tergugat-I dan
oleh pekerja-pekerja PT. UTAMA KARYA yang ada di lokasi kejadian, akibat
Polsek Patumbak dan dicatat dalam Register Laporan Polisi No. Pol.: 201/XII/1982,
panggilan untuk diambil keterangan ke Polsek Patumbak, akan tetapi hingga beberapa
dituntaskan oleh pihak Polsek Patumbak dan belum dikirim ke Kejaksaan Negeri
supaya disidangkan, beberapa tahun setelah peristiwa tersebut, sekitar bulan Januari
1985, Penggugat-I dan keluarga didatangi oleh M. MUSA tersebut, yang pada saat itu
menjabat sebagai kepala Desa Lantasan Lama tempat tinggal Penggugat-I, yang
Januari 1985 yang dibawa oleh M. MUSA tersebut, Penggugat-I sempat membaca
dan mempertanyakan isi surat kepada M. MUSA, dimana pihak Pertama yang
Tergugat-I yang saat itu sudah menjabat sebagai Kepala Dusun III Desa Lantasan
Tergugat-I memiliki relasi kuasa karena jabatannya sebagai kepala Dusun III
Lantasan Lama, Penggugat-I dan isteri Penggugat-I menjadi “trauma” dan tidak lagi
Tergugat-I dan Tergugat-II masih tetap melakukan intimidasi dan ancaman baik
langsung atau melalui orang lain kepada Penggugat-I dan keluarga sehingga
Penggugat-I merasa terancam dan terganggu untuk mencari nafkah, beberapa kali
akan tetapi Tergugat-I dan Tergugat-II yang letak rumahnya berdekatan dengan tanah
Penggugat-I atau keluarga selalu dicabut atau dirusak oleh orang yang tidak ketahui,
akibatnya Penggugat-I merasa dirugikan secara materi namun tidak bisa berbuat apa-
apa karena Penggugat-I masih merasa trauma mengingat tindakan Tergugat-I dan
Tergugat-II dan usia anak-anak Penggugat –I (ic. Penggugat-II s/d. X) yang masih
Walaupun tidak bisa mengusahai tanah terperkara, tetapi Penggugat-I s/d. X tetap
melakukan monitoring terhadap tanah objek terperkara, yang ternyata juga tidak
pernah diusahai oleh Tergugat-I, Tergugat-II maupun orang lain. Tanah Terperkara
tersebut sebahagian masih kosong dan tidak pernah diusahai hanya saja pada tanah
yang terletak di sebelah utara dan sebelah barat dekat dengan bagian batas tanah
terperkara telah diusahai oleh orang lain dengan melakukan penanaman jagung.
terperkara. Kepala Desa Lantasan Lama saat ini yaitu Mulkan Lubis memberikan
informasi kepada Penggugat dan kuasanya bahwa tanah terperkara sudah dijual oleh
Tergugat-I ketika jabatan Kepala Desa Lantasan Lama dipegang oleh Rasikin kepada
mendatangi Tergugat-I yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dusun III
Lantasan Lama. karena tidak juga mendapat kejelasan terkait tanah terperkara
s/d Tergugat-III guna bermusyawarah terkait tanah berperkara, akan tetapi Tergugat-
Karena tidak ada tanggapan dari Tergugat-I s/d III, maka pada tanggal 2 Januari
terperkara, akan tetapi keesokan harinya tanggal 3 Januari 2013 diketahui plang yang
dipasang sudah dirusak orang yang tidak diketahui identitasnya, melihat kondisi
tersebut, pada tanggal 4 Januari 2013, Penggugat-V dan anak-anak Penggugat-IV dan
dan pada tanggal 5 Januari 2013 diketahui plang tersebut kembali telah dirusak dan
Pada 7 Januari 2013 ketika anak – anak Penggugat – IV dan anak – anak
Penggugat-V atas perintah Para Penggugat kembali memasang Plang, tiba – tiba
Tergugat I, II dan III, sehingga seluruh Penggugat mendatangi lokasi kejadian dan
adalah milik Para Penggugat namun orang – orang suruhan Tergugat-I, II dan III
suruhan Para Tergugat melakukan ancaman terhadap Nurlela Tanjung anak dari
melakukan pengaduan atas ancaman yang telah diterima kepada Polsekta Patumbak
sesuai dengan Laporan Polisi No. Pol. STPL / 33 / I2013 / SU / Polresta Medan/Sek.
orang yang mengendarai sepeda motor dengan “menggeber atau menggas” sepeda
rumah Penggugat-I.
Pada tanggal 8 Januari 2013, Kepala Desa Lantasan Lama Bapak MULKAN
terperkara tersebut saat ini adalah milik Tergugat-III yang di beli dari Tergugat-I pada
tahun 1998, ketika itu Tergugat-III menjabat sebagai Kapolsek Patumbak, pada saat
itu Tergugat-III juga meminta agar Penggugat-I ataupun keluarga Penggugat-I jangan
klaimnya terhadap tanah terperkara, demikian juga Tergugat-I selaku Kepala Dusun
III Desa Lntasan Lama tidak pernah memberi kesempatan kepada Para Penggugat
perintah Tergugat-I, II dan III yang dengan sengaja menghalang – halangi Para
dengan sengaja mencabut ataupun merusak tanaman yang di taman oleh Para
menghalangi Para Penggugat untuk menguasai tanah terperkara maka Para Penggugat
mengalami kerugian materiel sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) setiap tahun,
dan bila di total kerugian selama Para Penggugat tidak dapat menguasai tanah
terperkara sejak tahun 1982 hingga saat ini (selama 30 tahun) maka total kerugian
melakukan pengklaiman dan pengalihan hak atas tanah terperkara tanpa seijin dari
matigedaad”, dan karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata maka
kepada Para Penggugat, akibat tindakan Para Tergugat tersebut Penggugat juga
mengalami kerugian moriel berupa rasa cemas, takut, stress, khawatir, malu dan
terhalang untuk mencari nafkah karena adanya tindakan intimidasi, teror, penghinaan,
Menjadikan gugatan ini tidak hampa dan menjaga agar tanah objek terperkara
tidak dialihkan Tergugat-I dan Tergugat-III kepada pihak ketiga, maka para
“Revendicatoir Beslag”, untuk menjadikan gugatan ini tidak hampa adanya, kepada
Majelis Hakim para penggugat memohon meletakkan Sita Jaminan atas harta milik
kerugian yang di derita oleh Para Penggugat, yang akan dimohonkan kemudian.
Berdasarkan uraian dan alasan-alasan di atas maka Penggugat mohon agar Ketua
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk menunjuk Majelis Hakim dan selanjutnya
menetapkan satu hari persidangan dan memanggil para pihak yang terlibat guna
memeriksa dan mengadili perkara ini, dan selanjutnya memberikan putusan hukum
yang ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat-I) dan
3. Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari Almh. SAWIYAH
adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 M2 (empat ribu meter
kerugian materil sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
berikut:
Dalam eksepsi:
yang ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat I) dan
3. Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari almh. Sawiyah
adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 m² (empat ribu meter
timbul dalam dalam perkara ini yang sampai saat ini sebesar Rp2.726.000,00
(dua juta tujuh ratus dua puluh enam ribu rupiah) secara tanggung renteng;
Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan
Negeri Lubuk Pakam pada tanggal 10 Juni 2015 . Permohonan kasasi a quo beserta
dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh
karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima bahwa alasan-
1. Bahwa supaya perkara ini menjadi terang dan jelas serta tidak kekurangan
kedalam arus perkara ini, karena berdasarkan dalil gugatan Penggugat pada
Utama Karya.
2. Bahwa, selain itu, mengingat kondisi pada saat ini tanah terpekara sudah
dialihkan oleh Tergugat I dan telah pula dikuasai oleh pihakpihak lain, yakni
PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa, maka secara hukum Para
Penggugat juga harus mengikut sertakan mereka kedalam arus perkara ini;
3. Bahwa, oleh karena Penggugat tidak menarik PT. Utama Karya, PT. Sabda
Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa kedalam arus perkara ini, maka
Agung R.I Nomor 663 K/Sip/1971, tanggal 6 Agustus 1971 Jo. Putusan MA
Desa Sigara-gara, melainkan terletak di Desa Lantasan Lama, hingga saat ini
objek sengketa tetapi berada di Desa Lantasan Lama, bukan di Desa Sigara-
gara;
persidangan, diperoleh fakta bahwa tanah yang dikuasai dan dialihkan oleh
Pemohon (Tergugat I dan II) kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi
Makayasa, adalah tanah yang terletak di Desa Lantasan Lama, dan tidak
ontvankelijk verklaard);
dengan demikian Judex Facti Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara a quo
tidak pernah mempertimbangkan eksepsi yang telah diberikan oleh Pemohon Kasasi,
Judex Facti Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang telah
(halaman 46 alinea ke-2 dan ke 3) yang menyatakan bahwa Para Penggugat telah
dapat membuktikan kepemilikannya yang sah atas objek pekara sedangkan bukti-
bukti yang diajukan Para Tergugat sangat meragukan sehingga cukup beralasan
menurut hukum untuk menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris almh.
Sawiyah adalah pemilik tanah seluas kurang lebih 4000 m² (empat ribu meter
Kecamatan Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Senembah Matshappij
Utara adalah pertimbangan yang salah dan keliru karena Judex Facti Majelis Hakim
alenia ke 4 yang menyebutkan tidak ada hal-hal yang baru yang dapat membatalkan
bukti-bukti (P-3, P-20, P-21) yang diterima oleh para Termohon yang
Sumatera Utara secara jelas telah salah dan keliru dengan begitu saja
alat bukti yang lainya, dan lebih fatalnya lagi Amri yang merupakan
Termohon;
- Bahwa, bukti P-21 berupa surat pernyataan dari Kasum, Boniman, dan
memiliki nilai pembuktian hal ini dikarena Para Terbanding I tidak dapat
1985 tanggal 9 Desember 1987 yang menyatakan “Surat bukti foto copy
batas tanah tersebut yang hanya menunjukan dari sini sampai 20 Meter,
dari sini kesana 200 Meter, yang jelas telah menyalahi aturan hukum
yang berlaku;
keliru dan tidak masuk akal, dimana fakta yang terungkap yakni alat
- Bahwa dilihat secara lahir alat bukti tersebut bukan merupakan dasar
menjadi objek sengketa, sebab selain tidak menyebutkan letak dan luas
tanah seabgai salah satu ciri perolehan atas hak milik serta diragukan
menerangkan bahwa saksi adalah adik kandung dari alm. Sawiyah (istri
alasan tersebut diatas, alat bukti P.8 tidak memiliki kekuatan pembuktian
lahir sesuai yang dimaksud dalam pasal 1876 B.W Juncto Pasal 2 Stb
1867 Nomor 29, Pasal 289 Rbg sehingga alat bukti P.1 tidak dapat
dijual oleh Tergugat I dan Tergugat II kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan
PT. Adi Makayasa, secara tanpa hak adalah perbuatan melawan hukum
adalah tidak benar dan merupakan pertimbangan yang salah dan keliru
- Bahwa, bukti surat bertanda T-I, II, III/1 dihubungkan dengan bukti
surat bertanda P-9 dan bukti surat bertanda P-40 diperoleh fakta hukum
bahwa letak tanah yang dimaksud dalam 3 (tiga) bukti surat tersebut
III juga mendalilkan tanah yang dikuasai dan dialihkan oleh Para
Tergugat-II mengalihkan tanah kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT.
Adi Makayasa adalah tanah yang terletak di Desa Lantasan lama sesuai
dengan bukti bertanda P-9 dan Bukti surat bertanda P-40, dan
dalam keadaan kosong dengan kata lain tidak berada dalam penguasaan
Para Pemohon;
perubahan perbatasan tanah sebagai akibat dari peralihan hak milik atas
tanah dari pemegang semula kepada pemilik baru merupakan hal hal
- Bahwa dalam eksepsi dan jawaban Pemohon Kasasi didalam poin 2 dan
warisan orang tua mereka (alm. Udin Nasution), dimana orang Para
Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1 atas nama PT. Sabda Cipta Jaya
seluas ± 47.455.- m² (empat puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh
lima meter persegi) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1 atas
nama PT. Adi Makayasa Cipta Jaya, seluas ± 47.618 m² (empat puluh
tujuh ribu enam ratus delapan belas meter persegi) sesuai dengan bukti
T-II, II, III/2 dan bukti I, II, III/3, yang saling mendukung dan tidak
setempat;
mengabaikan arti jual beli yang sebenarnya, karena dalam jawaban dan
depan persidangan bahwa tanah sesuai dengan bukti surat T-I, II, III/2
dan bukti surat T-I, II, III/3 telah dijual oleh Para Pemohon/Tergugat I
dan Tergugat II pada tahun 1998 kepada PT. Sabda Cipta Jaya dan PT.
dengan adanya jual beli tersebut secara otomatis surat-surat atas tanah
tersebut telah beralih ke PT. Sabda Cipta Jaya dan PT. Adi Makayasa,
- Bahwa, bukti surat T-I, II, III/1 dihubungkan dengan surat bukti diberi
tanda P-9 dan surat bukti P-40 diperoleh fakta hukum bawa letak tanah
yang dimaksud dalam 3 bukti surat tersebut dengan alas hak Gran Sultan
juga mendalilkan tanah yang dikuasai dan didalilkan oleh para pemohon
adalah tanah yang terletak di Desa lantasan lama, bukan tanah yang
memanipulir fakta-fata ada dalam Perara a quo adalah keliru dan salah,
dengan sebenarnya;
mengenai letak, luas dan ukuran yang ditunjukkan oleh Pemohon Kasasi,
dan Jawaban dalam poin 2 dan 4 halaman 3, hal ini dipertegas dalam
2014;
Negeri Lubuk pakam telah salah dan keliru melahirkan putusan yang
tidak masuk akal dan tidak berdasar, dimana Majelis Hakim dengan
Pakam telah melanggar peraturan yang sebagai mana diatur dalam Surat
objek perkara yang perlu dilakukan oleh Majelis Hakim dibantu oleh
seperti dalam perkara a quo yang mana letak, luas, ukuran maupun
ketentuan hukum yang berlaku khususnya dengan Pasal 178 HIR ayat
(3)/189 Rbg ayat (3) Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1001
penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang
hukum, pelanggaran hukum yang berlaku, atau kelalaian dalam memenuhi syarat-
pelanggaran itu dengan batalnya putusan, atau bila hakim tidak berwenang atau
14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan yang kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009
Selain itu putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena sudah
benar perbuatan seseorang menguasai sebidang tanah tanpa hak adalah perbuatan
melawan hukum bahwa dalam keadaan tidak ada anak dan istri masih hidup maka
pihak istri in casu Penggugat adalah pihak yang berhak mewarisi harta yang diperoleh
bersama mendiang suaminya selama dalam perkawinan, hal mana telah dapat
Puah Tjianto Pangalila Penggugat tidak dikaruniai anak, sedangkan tanah beserta
Pangalila ketika berada dalam ikatan perkawinan dengan Penggugat sehingga sudah
benar objek sengketa adalah hak Penggugat, tindakan Tergugat menguasai objek
melawan hukum. dan alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena putusan
Judex Facti sudah tepat dan benar. Objek sengketa oleh Kasim Barus telah diserahkan
Sawiyah, dimana saksi Hj. Salmah ikut menandatangani surat penyerahan tersebut
dengan demikian objek sengketa telah menjadi milik sah alm. Sawiyah, dan dengan
ahliwarisnya, perbuatan Tergugat I dan II menguasai objek sengketa tanpa alas hak
Tinggi Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-
undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: Amri
Oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak dan Pemohon
Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi ini. Memperhatikan Undang Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor
Yang Berlaku.
dipertentangkan mulai dari hubungan sosial, ekonomi, politik, dan religi, kesenjangan
hubungan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia, yang
dibutuhkanlah alas hak tanah sebagai bukti kepemilikan, baik berupa sertifikat hak
milik, atau hak-hak lain yang terdaftar, untuk menjamin suatu kepastian hukum bagi
permasalahan hukum baik yang di sengaja maupun tidak disengaja antara anggota
permasalahan hukum tersebut ternyata tidak kunjung selesai dengan cara damai
melalui negosiasi, mediasi, kompromi dan lain sebagainya, maka salah satu upaya
hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa kepentingan hukumnya
teraniaya atau terusik dengan tindakan pihak lain yang merugikannya adalah dengan
hukum tersebut pada Pengadilan Negeri yang berwenang dalam wilayah hukumnya
1. Gugatan perdata atau tuntutan hak yang pada tingkat pertama masuk
kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan
yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123
94
Adrian sutedi,Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika 2013,hal.21
Berdasarkan penjelasan diatas jelaslah tindakan para penggugat yaitu ahli waris dari
Almh. Sawiyah dalam melakukan tindakan hukum yaitu pengajuan gugatan terhadap
Lubuk Pakam dan meminta kepada majelis hakim untuk penetapan keputusan seadil-
adilnya, dan berdasarkan permasalahan tersebut, adapun putusan majelis hakim iyalah
adalah tangkisan, bantahan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap materi
formil dari sebuah gugatan, yang mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Eksepsi yang diajukan penggugat tidak
ditujukan atau menyangkut pada pokok perkara (verweer ten principale). Tujuan dari
eksepsi yaitu majelis hakim mengakhiri proses pemeriksaan perkara tanpa lebih lanjut
memeriksa materi pokok perkara dengan menjatuhkan putusan negatif, gugatan tidak
dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) Cara pengajuan eksepsi diatur dalam
Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 136 HIR. Cara pengajuan suatu
eksepsi berbeda satu sama lain dikaitkan dengan jenis eksepsi yang bersangkutan.
Pengajuan eksepsi kewenangan absolut dilakukan dengan (Pasal 134 HIR dan Pasal
132 Rv):
K/Pdt/1984), sesuai dengan bunyi Pasal 132 Rv yaitu “dalam hal hakim tidak
kompetensi relatif diatur dalam Pasal 125 ayat (2) dan Pasal 133 HIR. Menurut
ketentuan tersebut, bentuk pengajuan eksepsi dapat berbentuk lisan dan tertulis, yang
diajukan pada saat menyerahkan Surat Jawaban/Eksepsi (Vide Putusan MA No. 1340
K/Sip/1971).
Eksepsi Yang Tidak Diajukan Pada Jawaban Pertama Gugur Menurut Pasal 136
HIR, eksepsi yang tidak diajukan dengan jawaban pertama bersama-sama dengan
keberatan terhadap pokok perkara, dianggap gugur. Oleh karena itu, eksepsi yang
diajukan melampaui batas tidak dipertimbangkan oleh hakim. Pasal 114 Rv juga
sengketa tanah ini para tergugat juga telah melakukan atau mengajukan eksepsi dari
gugatan penggugat dengan prosedur dan cara yang benar akan tetapi hakim menolak
perkara adalah tanah suguhan milik dari Alm. M. Kasim Barus yang terletak di Desa
Sigara-gara bukan objek yang termasuk dalam bukti surat bertanda P-9, P-40 dan T-I,
II,III/1 yang terletak di Kampung Lantasan atau Desa Lantasan Lama saat ini,
suatu gugatan adalah dengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh
penggugat sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yaitu : setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak
atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah
suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang
(“HIR”). Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang
Menyatakan sah Surat Penyerahan Atas Tanah tertanggal 2 September 1982 yang
ditandatangani oleh M. Kasim dan Sawiyah (ic. isteri Penggugat-I) dan disaksikan
oleh para ahli waris M. Kasim Barus tersebut. sebagaimana telah dipertimbangkan di
atas bahwa berdasarkan surat bukti bertanda P-8 objek perkara telah diserahkan oleh
Alm. M. Kasim Barus sewaktu masih hidup kepada anak kandungnya yang bernama
Sawiyah yang disetujui istri dan anak-anak Alm. M. Kasim Barus yang lain, surat
bukti mana adalah akta dibawah tangan namun didukung oleh Hj. Salmah di
persidangan yang mana saksi tersebut ikut bertanda tangan dalam surat bukti bertanda
P-8 tersebut, sehingga dengan demikian surat bukti bertanda P-6 berupa Surat
Kasim dan Sawiyah (ic. Isteri Penggugat I) dan disaksikan oleh para ahli waris M.
Kasim Barus adalah sah menurut hukum. Dalam Hukum Acara Perdata hakim terikat
pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini bermakna bahwa Hakim hanya dapat
Undang-Undang.
Macam-macam alat bukti terdapat dalam pasal 164 HIR, 283 R.Bg, 1866
BW.Alat bukti tersebut terdiri dari :Alat Bukti Surat, Alat Bukti Saksi, Alat Bukti
tersebut diatas penulis merasa tindakan hakim atau putusan hakim pengadilan negeri
dalam memutus bahwa menyatakan sah surat penyerahan atas tanah tertanggal 2
September 1982 adalah tepat karena berdasarkan bukti dan saksi dan sesuai dengan
perintah Undang-Undang.
Menyatakan bahwa Para Penggugat selaku ahli waris dari Almh. SAWIYAH
adalah pemilik sah tanah seluas kurang lebih 4000 M2 (empat ribu meter persegi)
Patumbak, dahulu dikenal dengan Pasar III Kebun Sinembah Matshappij Daerah
yang menjadi objek perkara. Bahwa berdasarkan Surat Bukti bertanda P-35 diperoleh
fakta hukum bahwa Almh. Sawiyah meninggal dunia pada tanggal 10 April 2010 dan
meninggalkan ahli waris suami dan 9 (sembilan) anak kandung yakni Para
Penggugat. bahwa surat bukti bertanda P-35 yaitu Foto copy Surat Pernyataan Ahli
Waris atas nama Burhan Lubis, dkk dan Surat Keterangan Ahli Waris, Nomor
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Sesuai dengan keterangan Hj. Salmah
yang menerangkan bahwa Almh. Sawiyah meninggal pada tahun 2010 dengan
meninggalkan suami dan anak-anaknya sebagai ahli warisnya yakni Para Penggugat,
maka dengan meninggalnya Almh. Sawiyah maka objek perkara menjadi milik dari
Menurut Pasal 832 KUHPerdata/BW yang berhak menjadi ahli waris ialah
keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar
perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, sehingga putusan hakim dalam
penulis juga merasa setuju atas keputusan hakim tersebut dalam memutus perkara ini.
konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau
Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain yaitu para penggugat, dan berdasarkan
indikasi tersebut maka hakim benar memutuskan bahwa para tergugat I dan II
merupakan melakukan perbuatan melawan hukum dan penulis juga merasa putusan
membayar kerugian materil sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah) kepada Para Penggugat dan untuk itu para tergugat I dan II karena
Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya. Dalam suatu
putusan hakim, tidak selalu isinya mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, dapat juga
gugatan dikabulkan untuk sebagian. Karena gugatan dikabulkan untuk sebagian saja,
maka gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam hal-hal tertentu dinyatakan tidak
dapat diterima. Selain itu, dapat juga terjadi bahwa seluruh gugatan ditolak oleh
hakim. Di dalam kasus ini hakim menolak gugatan para penggugat untuk selain dan
selebihnya yaitu tentang petitum gugatan point 6 mohon menyatakan agar putusan
perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta , oleh karena syarat-syarat penjatuhan
tidak dapat dipenuhi oleh Para Penggugat maka haruslah dinyatakan ditolak Putusan
serta merta sebenarnya terjemahan dari “uitvoerbaar bij voorraad” yang artinya
adalah putusan yang dapat dilaksanakan serta merta. Artinya, putusan yang
kekuatan hukum tetap. Akan tetapi sekarang ini hakim takut untuk memberi putusan
serta merta seperti yang disampaikan oleh Bagir Manan pada acara pelantikan lima
kepala pengadilan tinggi di Gedung MA, Jl Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (26/3).
Menurutnya putusan ini sering menimbulkan masalah karena bisa jadi putusan
bandingnya berkebalikan dengan putusan tingkat pertama. Ini justru jadi bumerang
bagi pengadilan karena nantinya pengadilan yang disalahkan, imbuhnya. Akan tetapi
seperti yang tercantum pada Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG
serta merta, adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta
otentik, gugatan didasarkan atas akta di bawah tangan yang diakui, dan putusan serta
merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap. bukankah tanah yang terperkara atau tanah sengketa adalah tanah merupakan
Tanah Suguhan dari Gubernur Sumatera Utara BPPST yang diberikan kepada
foto copy surat, atau merupakan pemberian oleh pejabat yang berwenang seperti yang
Pengadilan Tipikor Medan, Senin (30/7), atas tanah seluas 106 hektare yang
diterbitkan Gubsu pada 1954 masih tetap berlaku sepanjang instansi terkait belum
tanah tersebut, jika seorang hakim tidak berani untuk memberi putusan serta merta
karena takut disalahkan maka menurut penulis seorang hakim harus berani tegas di
dalam memutus suatu perkara, agar tercipta kepastian hukum di yang baik did ala
suatu Negara. Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU No 48 tahun 2009 tentang kekuasan
yang telah diletakkan, oleh karena dalam perkara ini tidak diletakkan revindicatoir
beslag maka tidak dapat dinyatakan sah .tentang petitum gugatan poin 8 mohon
menyatatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang diletakkan
dalam perkara ini oleh karena dalam perkara ini tidak ada diletakkan sita jaminan
(conservatoir beslag) maka tidak dapat dinyatakan sah dan berharga.selain maksud
surat-surat bukti, saksi-saksi, juga jawaban Para Tergugat dan fakta-fakta yang
itu sepantasnya bila gugatan Para Penggugat dikabulkan untuk sebagian dan oleh
karenanya, gugatan Para Penggugat untuk selebihnya harus ditolak. Menurut penulis
dalam memutus perkara di pengadilan negeri hakim harus bertindak tegas Bahkan,
dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, seperti hal
nya pada pasal 158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dilarang menunjukkan
sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau
tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas
mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP).
Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
bunyi pasal 32 UU No. 4 tahun 2004. Disamping itu, pada Pasal 25 amandemen UUD
putusan hakim pengadilan Negeri lubuk pakam maka para tergugat mengajukan
Pengadilan Negeri karena merasa tidak puas terhadap putusan yang dijatuhkan
tersebut. Dengan diajukannya permohonan banding oleh salah satu pihak yang
kekuatan hukum tetap, sehingga belum dapat dilaksanakan. Adapun hakim dalam
banding yang diajukan oleh Pembanding telah diajukan dalam tenggang waktu
menurut tata cara yang ditentukan oleh undang-undang oleh karena itu permintaan
banding tersebut secara formal dapat diterima. Permohonan banding harus diajukan
kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu
14 hari setelah putusan dijatuhkan atau jika yang mengajukan banding tidak hadir
pada waktu putusan dijatuhkan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan itu
diberitahukan padanya. Permohonan banding dapat diajukan secara tertulis dan dapat
juga diajukan secara lisan, baik oleh orang yang berkepentingan sendiri maupun
orang yang telah mendapat kuasa khusus untuk itu. Upaya hukum banding diadakan
oleh pembuat undang-undang karena hakim adalah manusia biasa dikhawatirkan bisa
pengadilan tinggi. Untuk itu penulis merasa setuju dengan putusan hakim yang
banding tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan telah membaca dan
meneliti dengan seksama memori banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum
membayar seluruh ongkos perkara yang timbul pada kedua tingkat pengadilan,
penulis juga merasa setuju dengan putusan pengadilan tersebut dikarenakan sudah
berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku dan putusan tersebut tepat dan
Putusan pengadilan tingkat tinggi juga tidak membuat para terbanding merasa
puas sehingga para tergugat mengajukankan lagi upaya kasasi pada tingkat
dibenarkan, karena alasan alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang
dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi
berlaku, atau kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
bila hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang sebagaimana dimaksud
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan yang kedua dengan Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung Oleh karena permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah,
maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta
tersebut berarti tidak sesuai dengan syarat alasan Peninjauan Kembali 11 yang diatur
oleh Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo.
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009
Mahkamah Agung. Penulis juga marasa setuju terhadap putusan pengadilan yang
karena pembatalan putusan atau penetapan dari semua lingkungan Peradilan oleh MA
bersangkutan.
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan
menerapkan hukum. akan tetapi putusan pengadilan tinggi tidaklah keliru dalam
BAB V
A. KESIMPULAN
b. Faktor tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai tanah suguhan Salah
satu yang menjadi faktor terjadinya sengketa tanah suguhan ini adalah faktor
tidak adanya Undang-undang atau Peraturan terkait yang mengatur tentang
tanah suguhan ini, dimana pada kenyataannya tanah suguhan ini memang
ada, dan masih ada beberapa masyarakat yang memiliki tanah suguhan,
dahulu kepemilikan tanah di desa sigara-gara ini, hanya berdasarkan patok
atau batas-batas antar tanah, tidak memiliki bukti suatu surat apapun, sehingga
penyerobotoan tanah sering terjadi, menurut salah satu ahli waris, bahwa para
tergugat dengan sengaja ingin memiliki objek terperkara Karena para tergugat
tidak mengetahui bahwa sebenarnya penggugat memiliki bukti kepemilikan
tanah suguhan ini berdasarkan Sk.Gubernur Sumut No.16.BPPST/agr/1961,
mereka berfikir bahwa objek terperkara hanya tanah garapan yang tidak
memiliki alas hak, dan hanya berdasarkan patok dan pengakuan semata,
sehingga mereka berani dan berusaha menguasai tanah tersebut.
c. Faktor nilai ekonomis dari tanah
Dimana harga tanah yang semakin meninggkat setiap tahunnya sehingga
menimbulkan penyerobotan tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
2. Keabsahan status tanah suguhan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera
oleh BPN, dimana tanah suguhan ini Sah dan memiliki alas hak sebagai bukti
kepemilikan tanah, akan tetapi tanah suguhan ini tetap harus di daftarkan menjadi
terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah
terdaftar. seperti yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah
bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-
hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Permohonan tersebut harus disertai
bersangkutan. Tanah suguhan tersebut memiliki bukti hak dari surat keterangan
atau bila hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Selain itu
putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena sudah benar perbuatan
Para Pemohon Kasasi: Amri Nasution, dan kawan-kawan, tersebut harus ditolak
oleh hakim. Penulis juga marasa setuju terhadap putusan pengadilan yang
karena pembatalan putusan atau penetapan dari semua lingkungan Peradilan oleh
undang atau keliru dalam menerapkan hukum. akan tetapi putusan pengadilan
tinggi tidaklah keliru dalam menerapkan hukum dan tetap berpedoman pada
B. SARAN
perorangan dimana setiap manusia harus memiliki itikad baik untuk tidak
mengambil yang bukan miliknya dan tidak mengambil yang bukan haknya, akan
tetapi Perlu adanya upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pihak pemerintah agar
upaya peningkatan administrasi yang mana harus jeli melihat alas hak yang
dimiliki oleh masyarakat, maupun dalam pembagian tanah untuk pemukiman yang
merata bagi setiap rakyat Indonesia. Agar masyarakat memiliki kejelasan akan
tanah yang mereka miliki, bukankah perlu di kemudian hari nanti pihak Bpn
masyarakat yang tidak mengerti dan tidak mau mengerti betapa pentingnya
pertanahan di Indonesia.
2. Untuk terjaminnya suatu hak atas tanah tersebut, maka suatu objek tanah haruslah
terdaftar. seperti yang tercantum di dalam pasal 24 ayat (1) peraturan pemerintah
bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-
hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
dan hak-hak pihak lain yang membebaninya berdasarkan hal ini agar penggugat
hak milik karena sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
masyarakat yang status tanahnya masih belum Sertifikat Hak Milik untuk
meningkatkan status tanah menjadi sertifikat Hak Milik untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan di kemudian hari seperti halnya sengketa pertanahan, atau
lainya.
3. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
harus berani dalam memutus suatu perkara tanpa melihat siapa orang yg
berperkara, atau apa jabatannya, kerena seorang hakim dituntut berani, dalam
secara besar hati menerima, mematuhi dan melaksanakan isi putusan secara
sukarela.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
1995
Yogyakarta, 2002
Jansen Gerard, Hak-Hak Grant Di Deli, (Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van
Sumatra-Instittuut, 1925
1997
Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1990
Lubis Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual
Bandung, 1976
Jakarta, 2004
1991
Bandung,1994
2003
Rasyidi Lili, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001
1989
Jakarta, 2008
Kencana, 2010
Sinamo Nomensen. Metode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi
Multi Grafika
Soimin Soedharyo, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta,
1993
Sumantri Jujun Suria, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Popular, Pustaka Sinar
Jakarta, 1997
1998
1996
Undang-Undang
Jurnal
Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Sawit Di Kalimantan Selatan, Al’Adl, Volume
2004
Wawancara Riset
Wawancara Dhani, Anggota Seksi 5 BPN, Kantor BPN Medan, Senin 30 Juli
2018
2018
Internet
Http://Www.Dpr.Go.Id/Dokakd/Dokumen/K2_Laporan_RDPU_Panja_Konflik
_Dan_Sengketa_Pertanahan_Komisi_II_DPR_RI_Dengan_Deputi_V_BPN_RI_Dan
_Pakar_Prof._Maria_S.Pdf