Anda di halaman 1dari 145

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DENGAN

JAMINAN HARTA BERSAMA TANPA PERSETUJUAN SUAMI ATAU

ISTRI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI

NOMOR : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

Rohani Ruth Monisa Simarmata

NIM : 140200231

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Rohani Ruth Monisa Simarmata*


Tan Kamello**
Edy Ikhsan***
Salah satu cara untuk mendukung kegiatan perekonomian dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan pinjam-meminjam uang.
Dalam memberikan pinjaman uang, kreditur meminta jaminan untuk mengurangi
resiko terjadinya wanprestasi oleh debitur. Jaminan ini dapat berupa harta bergerak
dan harta tidak bergerak yang dimiliki oleh debitur. Yang menjadi fokus
permasalahan adalah dalam membuat perjanjian terkadang kreditur dan debitur
kurang memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sehingga
perjanjian tersebut tidak sah secara hukum karena tidak memenuhi syarat yang telah
ditetapkan oleh undang-undang. Permasalahan ini jugalah yang terjadi dalam Putusan
Nomor : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD dimana dalam gugatannya Anna sebagai Penggugat
memohon agar harta bersama selama perkawinan dibagi secara adil. Namun dalam
fakta persidangan diketahui bahwa harta bersama milik Penggugat dan Tergugat
selama masa perkawinan telah dijadikan jaminan hutang oleh Tergugat untuk
kelansungan usahanya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum primer dan sekunder
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.
Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui akibat hukum
dari perjanjian pinjam-meminjam dengan jaminan harta bersama tanpa persetujuan
suami atau istri sesuai dengan Putusan Nomor : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD adalah
perjanjian tersebut batal demi hukum. Karena perjanjian telah dinyatakan batal demi
hukum, maka perjanjian tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

Kata Kunci : Perjanjian, Syarat Sah Perjanjian, Perjanjian Pinjam Meminjam,


Harta Bersama

*Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


** Dosen Pembimbing I
***Dosen Pembimbing II

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat

dan kasih karuniaNya yang tiada berkesudahan dan telah memberikan penulis

kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DENGAN

JAMINAN HARTA BERSAMA TANPA PERSETUJUAN SUAMI ATAU

ISTRI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI

NOMOR : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD)”. Penelitian ini dibuat guna memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan,

semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Secara khusus saya ucapkan

terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak saya Jona Pandapotan Simarmata

dan Mamak saya Minaria Sihaloho yang telah memberikan dukungan dan motivasi

baik secara moril maupun materil, juga memberikan kasih sayang yang luar biasa

kepada saya. Terimakasih sebesar-besarnya buat Bapak dan Mamak, sungguh kasih

yang kalian berikan kepada saya sangat luar biasa. I just can’t describe in words

anymore, but Jesus exactly knows how strong my love for you both is. A parent’s love

is whole no matter how many times divided. Thankyou for such love dad and mom.

Secara khusus juga saya ucapkan terima kasih kepada abang saya Edu Lando

Simarmata, dan juga adik-adik saya Risnatama Guleneng Simarmata, Nila Muhedina

ii

Universitas Sumatera Utara


iii

Simarmata dan Pinka Mohidini Simarmata yang memberikan dukungan dan motivasi

kepada saya, Thankyou for that sibling’s love bro sis.

Selain itu, saya ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. O.K Saidin, S.H., M,Hum., Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Keperdataan Universitas Sumatera Utara;

8. Prof. Tan Kamello, S.H., MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing penulis;

9. Dr. Edy Ikhsan, S.H., MA, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing penulis;

10. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembina

Akademik;

Universitas Sumatera Utara


iv

11. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh

perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Goklas Mario Sitindaon, S.H. yang telah memberikan dukungan, doa dan

nasehat kepada penulis. Thankyou for your kindness, generosity and

support. It’s such a blessing to have you;

13. Kepada sahabat-sahabat penulis sejak awal perkuliahan, Melviany Sri

Rezeki Tobing, Nurul Alida Hanum Siregar dan Nurul Rahmadhani yang

telah banyak memberikan dukungan, motivasi dan telah menemani penulis

selama masa perkuliahan. You guys are dope. Im lucky to have you guys.

Thankyou for always being there for me;

14. Kepada teman-teman SMA penulis Mutiara Azmi Panjaitan, Ikha Handayani

Marpaung dan Clara Lubis. Terima kasih buat dukungan dan motivasi kepada

penulis. Terkhusus kepada Mutiara. Thankyou for giving me that kind of

friendship for years. It has been seven years and still counting;

15. Kepada Srikandi Berdikari. Chessa Stefany dan Dian Meinar buat motivasi,

dukungan, saran dan yang telah menemani penulis 7/24. You both know why

its 7/24. Im lucky to have you guys, thankyou for always being there for me;

16. Kepada teman-teman werewolf, Natasha Karina Sianturi, Melviany Sri

Rezeki Tobing, Dian Melati Amelia, Syadzwina Rizq, Adelina Tarigan,

Annisa Herwina, Alsya Azhari, Laura Silaban, Indra Sakti Ginting,

Ridwan Lubis dan Amsari Ramadan. Terima kasih buat dukungan, motivasi

dan menemani penulis selama perkuliahan;

Universitas Sumatera Utara


v

17. Kepada adik-adik penulis selama perkuliahan, Benedicta Manurung dan

Kwartaria Gultom. Terima kasih buat dukungan dan motivasi yang kalian

berikan dan tetaplah melayani;

18. Kepada teman-teman penulis selama perkuliahan, Gian Edith Sojuaon,

Tony Adam Lingga, Hans Saragih, Yudika Ferinando Sormin dan Yeni

Febrina Ginting. Terima kasih buat dukungan dan menemani penulis

selama masa perkuliahan. Terkhusus kepada Gian terima kasih sudah

menjadi pendengar yang baik;

19. Kepada kak Tari, kak Rina dan kak Vopy. Terima kasih buat selalu

mendengarkan penulis sejak awal memasuki perkuliahan. Terima kasih

buat doa dan dukungan kalian;

20. Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Masa Bakti

2016-2017. Bang Alex, Bang Yonas, Kak Pasca, Hans, Resmi, Yudika,

Dian, Vina, Andre, Amos, Ray, Ishak, Yeni dan Epin. Terima kasih buat

satu keperiodean yang telah kita jalani. Terima kasih sudah menjadi

tempatku bertumbuh dan melayani;

21. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat Fakultas Hukum USU.

Terima kasih sudah menjadi wadah bagi mahasiswa untuk dapat melayani.

Ut Omnes Unum Sint;

22. Buat teman-teman ARMY Medan. Terima kasih buat dukungan dan doa

kalian. terima kasih juga telah mendukung BTS. You guys know once you

jimin you can’t jimout;

Universitas Sumatera Utara


vi

23. Kepada keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan kepada

penulis;

24. Seluruh teman-teman Grup A dan Ikatan Mahasiswa Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; dan

25. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik

secara lansung maupun tidak lansung, yang tidak dapat saya sebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Semoga

skripsi ini dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.

Medan, April 2018

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 9

C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 10

D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 10

E. Metode Penelitianan ............................................................................ 11

F. Keaslian Penulisan .............................................................................. 13

G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perikatan dan Perjanjian ...................................................... 16

B. Asas dan Syarat Sah Perjanjian ........................................................... 27

C. Perjanjian Pinjam-Meminjam ............................................................. 45

D. Berakhirnya Perjanjian ........................................................................ 50

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

A. Pengertian dan Pengaturan Harta Bersama ............................................ 55

B. Persatuan dan Pemisahan Harta Kekayaan Suami Istri ........................ 58

C. Wewenang dan tanggung Jawab Suami dan Istri Terhadap Harta

Bersama ........................................................................................................6
vii

Universitas Sumatera Utara


viii

D. Harta Bersama Sebagai Objek Jaminan ................................................. 70

BAB V ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PADA

PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI NOMOR :

56/Pdt.G/2013/PN.TTD

A. Peristiwa Konkret ...................................................................................... 73

B. Norma Hukum Yang Digunakan Para Pihak Dalam Memnpertahankan

Haknya ....................................................................................................... 84

C. Dasar Pertimbangan Hukum Oleh Majelis Hakim ................................ 94

D. Analisis Putusan Majelis Hakim ........................................................... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .............................................................................................. 129

B. Saran ......................................................................................................... 130

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 131

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan

masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui

bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan

perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Pihak pemberi

pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia memberikan pinjaman uang

kepada yang memerlukannya. Sebaliknya, pihak peminjam berdasarkan keperluan

atau tujuan tertentu melakukan peminjaman uang tersebut. Secara umum dapat

dikatakan bahwa pihak peminjam meminjam uang kepada pihak pemberi pinjaman

untuk membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau untuk

memenuhi keperluan dana guna pembiayaan kegiatan usahanya. Dengan demikian,

kegiatan pinjam-meminjam uang sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat

saat ini. 1

Prof. R. Subekti, SH mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan

1
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


2

hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. 2

Suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan

mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-

syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu : 3

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

3. Mengenai hal atau obyek tertentu; dan

4. Suatu sebab (causa) yang halal.

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut orang-

orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak-pihak ini

sebagai subjek yang membuat perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat

disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut mengenai objek yang

diperjanjikan oleh orang-orang atau subjek yang membuat perjanjian.

Ada bermacam-macam mengenai perjanjian, baik yang telah diatur secara

khusus dalam KUHPerdata yang disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama

maupun perjanjian yang diatur diluar KUHPerdata yang disebut perjanjian tidak

bernama. Salah satu jenis perjanjian bernama adalah perjanjian pinjam-meminjam.

Pasal 1754 KUHPerdata memberikan pengertian bahwa pinjam-meminjam adalah

suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan

2
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: ALFABETA, CV, 2004),
hlm. 74.
3
Ibid, hlm. 78.

Universitas Sumatera Utara


3

syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari

jenis dan mutu yang sama pula.4

Dalam halnya peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri

atas sejumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika, sebelum saat pelunasan,

terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga (nilai) atau ada perubahan mengenai

berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan

dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya

(nilainya) yang berlaku pada saat itu (pasal 1756). Dengan demikian maka untuk

menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah yang

disebutkan dalam perjanjian.5

Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang, setiap pemberi pinjaman yang

meminjamkan uang kepada debitur harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam

memberikan pinjaman. Dalam hal ini pemberi pinjaman memberikan syarat kepada

peminjam ketika melakukan perjanjian pinjam-meminjam. Salah satu syarat yang

penting adalah peminjam diwajibkan menyerahkan jaminan utang atas pinjaman uang

yang telah dilakukan.

Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan

penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan

usaha. Badan usaha umumnya secara tegas menyaratkan kepada pihak peminjam

untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai objek jaminan utang pihak

peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan (diajukan) oleh pihak peminjam

4
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
(Jakarta : Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1754.
5
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 126.

Universitas Sumatera Utara


4

umumnya akan dinilai oleh badan usaha tersebut sebelum diterima sebagai objek

jaminan atas pinjaman yang diberikannya.6

Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak pemberi

pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan hukum yang

berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan

utang yang disebut sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan merupakan himpunan

ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang-

piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-

undangan yang berlaku saat ini.7

Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata semua kebendaan si berutang, baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan

ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Ini

dinamakan sebagai jaminan umum.8

Jika dikaitkan dengan hukum kebendaan. Prof. R Subekti, SH berpendapat

bahwa seseorang yang mempunyai hak milik atas suatu benda dapat berbuat apa saja

dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal ia

tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain. Namun dalam praktek untuk

membuktikan pemilik yang sah dari suatu benda terkadang sulit, sehingga dapat

timbul masalah untuk menentukan siapa yang benar-benar memiliki kewenangan

terhadap benda tersebut. Dalam hal jika benda tersebut dijadikan jaminan utang oleh

6
M. Bahsan, Op.cit., hlm.3.
7
Ibid., hlm.3.
8
Subekti dan Tjitrosudibio, Op.cit., Pasal 1131.

Universitas Sumatera Utara


5

perorangan tetapi terikat dalam perkawinan maka benda yang menjadi objek jaminan

dapat berupa milik orang itu sendiri (suami/istri) atau milik bersama.

Perkawinan yang dilangsungkan antara suami istri memiliki 3 (tiga) akibat

hukum yaitu pertama, akibat dari hubungan suami istri; kedua, akibat terhadap harta

benda perkawinan; ketiga, akibat terhadap anak yang dilahirkan.9

Persoalan harta benda dalam perkawinan sangat penting karena salah satu

faktor yang cukup signifikan tentang bahagia dan sejahtera atau tidaknya kehidupan

rumah tangga terletak kepada harta benda. Walaupun kenyataan sosialnya

menunjukkan masih adanya keretakan hidup berumah tangga bukan disebabkan harta

benda melainkan faktor lain. Harta benda hanya merupakan penopang dari

kesejahteraan tersebut.10

Undang-Undang Perkawinan mengenal 3 (tiga) macam harta yaitu pertama,

harta bersama; kedua, harta bawaan; dan ketiga, harta perolehan. Harta bersama

diatur dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang

mengatakan “harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”.

Berdasarkan pasal ini, secara yuridis formal dapat dipahami pengertian harta bersama

adalah harta benda suami istri yang didapatkan selama perkawinan. Yang

mendapatkan bisa suami istri secara bersama-sama, atau suami saja yang bekerja dan

istri tidak bekerja atau istri yang bekerja dan suami yang tidak bekerja. Tidak

ditentukan yang mendapatkan harta, melainkan harta itu diperoleh selama

perkawinan. Jadi sangat jelas dan tegas, hukum menentukan bahwa harta yang

9
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Hukum Orang & Keluarga, (Medan: USU Press,
2011), hlm. 65.
10
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


6

diperoleh sebelum perkawinan bukanlah harta bersama. Dengan demikian, sifat

norma hukum yang melekat pada pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 adalah memaksa (dwingendrecht) atau disebut juga imperative norm.11

Oleh karena adanya kebersamaan harta kekayaan antara suami istri, maka harta

gono-gini menjadi hak milik keduanya. Untuk menjelaskan hal ini sebenarnya ada

dua macam hak dalam harta bersama (harta gono-gini), yaitu hak milik dan hak guna.

Harta gono-gini suami istri memang telah menjadi hak milik brsama, namun jangan

dilupakan bahwa disana juga terdapat hak gunanya. Artinya, mereka berdua sama-

sama berhak menggunakan harta tersebut dengan syarat harus mendapat persetujuan

dari pasangannya. Jika suami yang akan menggunakan harta gono-gini, dia harus

mendapat izin dari istrinya. Demikian hal sebaliknya, istri harus mendapat izin

suaminya jika akan menggunakan harta gono-gini. UU Perkawinan Pasal 36 ayat (1)

menyebutkan, “Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas

persetujuan kedua belah pihak”.12

Suami/istri juga diperbolehkan menggunakan harta gono-gini sebagai barang

jaminan asalkan mendapat persetujuan dari salah satu pihak. Tentang hal ini, KHI

Pasal 91 ayat (4) mengatur, “Harta bersama dapat dijadikan sbagai barang jaminan
13
oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya”. Ketika suami/istri

menggunakan harta bersama sebagai jaminan maka setiap pemberian penanggungan

utang oleh suami atau istri harus mendapat persetujuan dari suami/istri tersebut

11
Ibid.
12
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta: Visimdia,
2008), hlm. 34.
13
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


7

kecuali jika suami atau istri telah membuat suatu perjanjian kawin tanpa percampuran

harta, maka penanggungan utang hanya sebatas pada harta kekayaan masing-masing.

Kaitannya dengan putusan nomor : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD adalah harta

bersama suami istri selama perkawinan telah dijaminkan oleh suami untuk

memperoleh pinjaman tanpa sepengetahuan istri. Istri tidak mengetahui sama sekali

tentang adanya perjanjian pinjam-meminjam uang antara suami dan pemberi

pinjaman. Suami sebagai Tergugat menjaminkan harta tidak bergerak atas nama

Surianto (Tergugat) yang diperoleh selama perkawinan. Tergugat menjaminkan 11

bidang tanah kepada pemberi pinjaman yaitu Hardi Mistani tanpa seizin anna

(Penggugat) sebagai istri yang juga memiliki kewenangan bertindak terhadap harta

tersebut.

Penelitian ini berfokus pada bagaimana pertimbangan Hakim terhadap

perjanjian pinjam-meminjam yang dilakukan oleh Tergugat dengan Hardi Mistani

tersebut. Selain itu juga berfokus kepada akibat hukum yang timbul jika suatu

perjanjian dilakukan dengan tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Karena dalam putusan ini jelas perjanjian yang dilakukan oleh

Tergugat dengan Hardi Mistani bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mana dijelaskan bahwa

mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua

belah pihak.14

14
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Universitas Sumatera Utara


8

Selain itu, dalam Putusan Mahkamah Agung No. Reg: 2691 PK/Pdt/1996

dinyatakan bahwa, “Tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau istri harus

mendapat persetujuan suami istri”.

Tindakan terhadap penggunaan harta bersama sebagai objek jaminan tanpa

sepengetahuan dan izin istri dalam putusan ini juga membawa akibat terhadap

perjanjian yang telah disepakati sebelumnya oleh suami dan pemberi pinjaman.

Perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak memenuhi unsur syarat sahnya suatu

perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.

Salah satu syarat yang tidak terpenuhi adalah syarat objektif yakni suatu sebab

atau kausa yang halal. Tidak ada penjelasan dalam KUHPerdata tentang makna

‘sebab yang halal’ itu, tetapi para ahli hukum sepakat memaknainya sebagai isi atau

dasar perjanjian, bukan sebagai penyebab ataupun motif dibuatnya perjanjian. 15

Kausa suatu perjanjian dinyatakan bukan merupakan sebab yang halal sehingga

terlarang, apabila kausa tersebut menurut Pasal 1337 KUH Perdata merupakan kausa

yang “dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, baik

atau ketertiban umum”. Perjanjian seperti ini tidak boleh atau tidak dapat

dilaksanakan sebab melanggar hukum atau kesusilaan atau ketertiban umum. 16

Undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa

yang dalam bahasa Belanda disebut Oorzaak. Oleh karena itu, banyak ahli hukum

yang mencoba memberikan tafsirannya, antara lain H.F.A. Vollmar dan Dr. R.

Wirjono Prodjodikoro, S.H. yang menafsirkan sebab (kausa) sebagai maksud atau

15
Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian,
(Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hlm. 10.
16
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


9

tujuan dari perjanjian. Sementara Prof. Subekti menyatakan bahwa sebab adalah isi

perjanjian itu sendiri.17

Jika dilihat dari pasal 1337 KUH Perdata maka perjanjian pinjam-meminjam

dengan jaminan harta bersama dalam putusan tersebut bertentangan dengan Undang-

Undang Perkawinan. Hal ini disebabkan perjanjian dilakukan tanpa sepengetahuan

istri sesuai dengan pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan.

Oleh karena perjanjian tersebut bertentangan dengan Undang-Undang

Perkawinan maka perjanjian tersebut tidak memenuhi salah satu unsur syarat sahnya

perjanjian yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Suatu perjanjian yang tidak

memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, baik itu syarat subjektif maupun syarat

objektif memiliki akibat hukum. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian

tersebut dapat dibatalkan. Namun, jika syarat yang tidak terpenuhi adalah syarat

objektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “Akibat Hukum Perjanjian Pinjam-Meminjam Dengan Jaminan Harta

Bersama Tanpa Persetujuan Suami Atau Istri”.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan didalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan oleh undang-undang?

17
Ibid., hlm. 81.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Bagaimanakah pengaturan tentang harta bersama yang dijadikan sebagai

objek jaminan?

3. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menilai perjanjian tidak

berkekuatan hukum sudah sesuai dengan hukum perjanjian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka adapun

tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi syarat

yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

2. Untuk mengetahui pengaturan tentang harta bersama jika dijadikan

sebagai objek jaminan.

3. Untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan hakim dalam menilai

perjanjian tidak berkekuatan hukum sudah sesuai dengan hukum

perjanjian.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini dapat dilihat dari dua sisi

yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi

untuk menambah literatur dalam bidang hukum perdata pada umumnya

Universitas Sumatera Utara


11

dan perjanjian sera harta bersama dalam perkawinan pada khususnya

sehingga dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi

pembaca dan pemahaman tentang harta bersama sebagai objek jaminan

dalam perjanjian pinjam- meminjam bagi pihak-pihak yang terlibat dalam

perjanjian.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk

mendukung isi skripsi ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah penelitian

hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum yang meneliti hanya pada bahan pustaka atau data sekunder,

yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.18

Penelitian hukum yang bersifat deskriptif yaitu sebuah penelitian yang

bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena

yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur yang ilmiah untuk

menjawab masalah secara aktual.19

18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2005), hlm. 52.
19
Bambang Soenggon, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara


12

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder

yang diperoleh disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara

yuridis untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. Adapun

data sekunder adalah data yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat dan disahkan

oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang-undangan dan

putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini, yakni : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam

dan Putusan Pengadilan Tebing Tinggi Nomor : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberi penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. 20 Bahan

sekunder disini yang dimaksud oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang

ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah

kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.21

20
Soerjono Soekanto, Loc.Cit.
21
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


13

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori

atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu

yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa

peraturan perundang-undangan, dokumen, literatur, dan karya ilmiah lainnya.

4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses untuk menafsirkan, merumuskan, atau

memaknai suatu data. Analisis data merupakan tindak lanjut proses

pengelolaan data yang dilakukan peneliti yang melakukan kecermatan,

ketelitian, dan pencurahan daya pikir yang optimal. Hasil analisis data ini

diharapkan mampu memberikan jawaban dari permasalahan yang

dikemukakan dalam skripsi yang akan dibuat. Adapun metode analisa data

yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan

karateristik dari data-data yang telah terkumpul, dilakukan pengolahan data,

kemudian disimpulkan.

F. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, skripsi dengan judul Akibat Hukum Perjanjian Pinjam-Meminjam Dengan

Jaminan Harta Bersama (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tebing tinggi Nomor :

Universitas Sumatera Utara


14

56/Pdt.G/PN.TTD) belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi dari Departemen

Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum

ada atau belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ditinjau dari

materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini, sejauh ini belum

pernah didapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada penulisan skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini pada prinsipnya penulis menyusunnya dengan

literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian dan harta bersama. Oleh karena

itu, penulisan skripsi ini adalah asli oleh karya penulis.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini terbagi dalam beberapa bab dan antara

bab-bab tersebut berisi pula atas sub bab yang saling berhubungan satu sama lain.

adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan skripsi,

permasalahan, tujuan penulisan, mamfaat penulisan, metode

penelitian, keaslian penulisan dan diakhiri dengan sistematika

penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Universitas Sumatera Utara


15

Bab ini merupakan bab yang memberi penjelasan mengenai hal;hal

yang berkaitan pengertian perjanjian, asas dalam perjanjian, jenis-jenis

perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, perjanjian pinjam-

meminjam dan berakhirnya perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan mengenai

pengertian dan pengaturan harta bersama, akibat perkawinan terhadap

kekayaan suami-istri, wewenang dan tanggung jawab suami-istri

terhadap harta bersama, dan harta bersama sebagai objek jaminan.

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PADA

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI NOMOR :

56/Pdt.G/2013/PN.TTD

Bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang posisi kasus, norma

hukum yang digunakan para pihak dalam mempertahankan haknya,

dasar pertimbangan hukum oleh majelis hakim dan analisis putusan

majelis hakim.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perikatan dan Perjanjian

Buku III B.W. berjudul “Perihal Perikatan”. Perkataan “Perikatan” (verbitenis)

mempunyai arti yang lebih luas dari kata “Perjanjian”, sebab dalam buku III itu diatur

juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu

persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang

melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan perihal perikatan yang timbul dari

pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan

(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari buku III ditujukan pada perikatan-

perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum

perjanjian.22 Hal ini memberi pengertian bahwa antara perikatan dan perjanjian pada

dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang terikat

didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan

hukum yang ada dalam perikatan muncul tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari

perundang-undangan.

Perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri dari dua bagian, yakni

perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan perikatan yang lahir dari undang-

undang karena perbuatan seorang, sedangkan perbuatan orang ini dapat berupa

perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukuman.

22
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 2001), hlm. 122.

16

Universitas Sumatera Utara


17

Yang dimaksudkan dengan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang

saja ialah perbuatan-perbuatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Sedangkan

perikatan yang lahir karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama

timbul jika seorang melakukan suatu “pembayaran yang tidak diwajibkan”. Perbuatan

yang demikian menerbitkan suatu perikatan yang memberikan hak kepada orang yang

telah membayar itu untuk menuntut kembali apa yang telah dibayarkan dan

meletakkan kewajiban di pihak lain untuk mengembalikan pembayaran-pembayaran

itu.

Perihal perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang

melanggar hukum, diatur dalam pasal 1365 BW. Pasal ini menetapkan bahwa tiap

perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) mewajibkan orang yang

melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian, untuk

membayar kerugian itu. 23

Bagi perikatan yang lahir dari perjanjian, kewajiban atau prestasi yang

disepakati oleh para pihak yang membuat perjanjian jelas adalah sesuatu yang

dikehendaki oleh para pihak, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam perikatan jenis

ini, kewajiban atau prestasi yang lahir dari perikatan ini adalah prestasi yang

seyogyanya dapat dilaksanakan. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan

bahwa adakalanya dengan berjalannya waktu kemampuan pihak yang berkewajiban

23
Ibid., hlm.133.

Universitas Sumatera Utara


18

untuk melaksanakan prestasinya tersebut (debitur) menjadi mundur sedemikian rupa,

sehingga pada akhirnya perikatan tersebut tidak dapat dilaksanakan.24

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi,

maupun arti istilah “perikatan”. Diawali dengan ketentuan pasal 1233, yang

menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik

karena undang-undang”, ditegaskan bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi

karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang terkait dalam perikatan yang secara

sengaja dibuat oleh mereka ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Adapun yang dimaksudkan dengan “perikatan” oleh Buku III BW ialah : suatu

hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi

hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan

orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku II mengatur perihal

hubungan-hubungan hukum orang dengan benda (hak-hak perbendaan). Buku III

mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak

perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda. 25

Ketentuan dalam pasal tersebut tidak menyinggung tentang maksud dari

perikatan secara jelas. Tetapi para ahli hukum memberikan rumusan bahwa perikatan

adalah hubungan hukum antara dua pihak didalam lapangan harta kekayaan dimana

24
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 23.
25
Subekti.,Op.Cit. hlm. 123.

Universitas Sumatera Utara


19

pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain berhak memenuhi prestasi

itu. Dari rumusan itu dapat disimpulkan unsur-unsur perikatan yaitu26 :

1. Adanya hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat

hukum antara dua pihak misalnya jual-beli, sewa-menyewa adalah

hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

2. Dua pihak yaitu dalam perikatan setidak-tidaknya ada dua pihak. Yang satu

berhak untuk menuntut kepada pihak yang lain yang berarti memiliki hak

dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi berarti memiliki

kewajiban. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam perikatan lebih dari

dua pihak artinya terdapat lebih dari seorang kreditur dan lebih dari

seorang debitur.

3. Harta kekayaan artinya hubungan hukum dua pihak tersebut harus terletak

dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian, milik, gadai, dan

sebagainya.

4. Prestasi adalah sesuatu yang harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh

masing-masing pihak dalam perikatan itu.

Ahli hukum Prof. Subekti, SH memberikan rumusan perikatan yaitu hubungan

hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak

menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan pihak yang lain berkewajiban untutk

memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut kreditur sedangkan

pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu disebut debitur. Hubungan antara

26
Sutarno, Op.Cit., hlm. 70.

Universitas Sumatera Utara


20

dua orang atau dua pihak merupakan hubungan hukum yaitu hubungan yang

menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. 27

Dalam hukum perdata Nederland dalam hubungannya dengan istilah perjanjian

dikenal dua istilah yaitu VERBITENIS dan OVEREENKOMST. Dari dua istilah ini

para ahli hukum berbeda pula dalam menafsirkan istilah tersebut ke dalam hukum

Indonesia.

Prof. Utrecht, SH verbitenis diterjemahkan dengan perutangan dan

overeenkomst menggunakan istilah perjanjian. Achmat Ichsan, SH menggunakan

istilah perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst. Drs. Kansil,

SH verbintenis diterjemahkan perikatan dan perjanjian untuk menterjemahkan

overeenkomst. KUHPerdata terjemahan Prof. R. Subekti, SH dan Tjitro Sudibio

menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan istilah persetujuan untuk

overeenkomst. 28

Dari kamus bahasa Belanda istilah verbintenis berasal dari kata Binden artinya

ikat atau mengikat sedangkan kata perjanjian dalam bahasa Indonesia berasal dari

kata dasar janji yang dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomst. Sedangkan

istilah overeenkomst juga bisa diterjemahkan persetujuan dan persetujuan berasal dari

kata setuju dan kata setuju sendiri dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomtig.

Mengenai istilah memang terdapat perbedaan antara ahli hukum satu dengan ahli

hukum lain. hal ini tergantung dari sudut pandang, tinjauan dan argumentasi ahli

hukum itu sendiri yang masing-masing tentu berbeda.

27
Ibid., hlm. 71.
28
Sutarno., Op.Cit. hlm. 72.

Universitas Sumatera Utara


21

Pengertian Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang berbunyi

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu pihak lain atau lebih”. Perumusan dalam Pasal 1313

KUHPerdata tersebut mendapatkan kritikan dari pakar hukum yang menganggap

perumusan tersebut mengandung banyak kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut

adalah sebagai berikut :29

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan

kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,

tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling

mengikatkan diri, jadi ada konsensus kedua belah pihak

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian

“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan

(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang

tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah

“persetujuan”

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga

perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang

dimaksud adalah hubungan antara debitor dan kreditor mengenai harta

kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata sebenarnya

hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat

kepribadian (personal).

29
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000),
hlm. 224.

Universitas Sumatera Utara


22

d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan

mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak

jelas untuk apa.

Berdasarkan alasan-alasan diatas maka Abdulkadir Muhammad memberikan

pengertian tentang perjanjian merupakan suatu persetujuan dengan mana dua orang

atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta

kekayaan. Dalam hal ini harta kekayaan yang dimaksudkan adalah bentuk hubungan

antara debitor dan kreditor bukan hubungan yang bersifat pribadi.

Prof. R. Subekti, SH mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di

mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum

antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa

suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang

membuat perjanjian.30

Perjanjian merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu

perjanjian yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dari

perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan

30
Sutarno., Op.Cit, hlm. 74.

Universitas Sumatera Utara


23

itu hanya merupakan akibat dari adanya perjanjian tersebut yang menyebabkan orang

atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.31

Terdapat 3 hal yang diperjanjikan oleh para pihak dalam suatu perjanjian. Hal-

hal yang diperjanjikan adalah: 32

a. Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misal : jual beli,

tukar menukar, sewa menyewa, hibah dan lain-lain);

b. Perjanjian berbuat sesuatu (perjanjian perburuhan dan lain-lain);

c. Perjanjian tidak berbuat sesuatu (tidak membuat tembok yang tinggi-

tinggi, dan lain sebagainya).

Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata. Bagian kesatu yaitu dari Pasal

1313 sampai dengan Pasal 1319 mengatur tentang ketentuan umum. Bagian kedua

yang dimulai dari Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 mengatur tentang syarat-

syarat sahnya perjanjian. Bagian ketiga dimulai dari Pasal 1338 sampai dengan Pasal

1342 mengatur tentang akibat dari suatu perjanjian. Dan pada bagian keempat yang

dimulai dari Pasal 1342 sampai dengan 1351 mengatur tentang penafsiran perjanjian.

Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata memiliki sifat terbuka

(openbaarsystem) dan berfungsi sebagai hukum pelengkap (optional law)

sebagaimana telah diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi :

“semua perjanjianyang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”.

31
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2011), hlm.3.
32
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, (Jakarta : Cakrawala, 2012), hlm.12.

Universitas Sumatera Utara


24

Hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya hukum perjanjian

memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian

yang berisi apa saja yang diinginkan para pihak asal tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dengan kata lain para pihak yang

akan mengadakan perjanjian diberi kebebasan untuk menentukan isi dari perjanjian

sehingga memungkinkan orang dapat membuat mengenai perjanjian apapun baik

perjanjian yang sudah ada dalam undang-undang bahkan dapat mengadakan

perjanjian jenis baru yang belum dikenal dalam undang-undang.33

Selain menganut sistem terbuka maka sifat pengaturan hukum perjanjian dalam

buku III KUHPerdata atau pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum

pelengkap atau dalam bahasa Inggris disebut optional law atau aanvullend recht

dalam bahasa Belanda, yang berarti pasal-pasal dalam KUHPerdata atau

KUHDagang boleh disingkirkan atau tidak diikuti bila para pihak menghendaki

dalam membuat perjanjian. Dalam membuat perjanjian para pihak dapat membuat

sendiri ketentuan dan syarat perjanjian yang menyimpang dari ketentuan hukum

perjanjian dalam buku III KUHPerdata. Para pihak boleh mengatur sendiri

kepentingan yang ada dalam perjanjian yang mereka adakan. Tapi bila para pihak

yang membuat perjanjian tidak mengatur suatu persoalan dalam perjanjian maka para

pihak tunduk pada ketentuan-ketentuan perjanjian buku III KUHPerdata atau undang-

undang lainnya. Bahwa pasal-pasal dalam hukum perjanjian disebut pelengkap

33
Sutarno, Op.Cit., hlm.75.

Universitas Sumatera Utara


25

karena pasal-pasal itu hanya bersifat melengkapi perjanjian yang dibuat secara tidak

lengkap oleh para pihak.34

Para pihak yang dimaksudkan adalah debitur dan kreditur yang melaksanakan

suatu perjanjian. Seperti yang telah ditegaskan bahwa perjanjian timbul karena

adanya hubungan hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih. Masing-masing para

pihak tersebut menduduki tempat yang berbeda. Salah satu pihak menjadi debitur dan

di pihak lain sebagai kreditur. Kreditur dan debitur inilah yang menjadi subjek

perjanjian dimana debitur harus memnuhi suatu prestasi sedangkan kreditur memiliki

hak untuk menerima suatu prestasi.

Beberapa orang kreditur berhsadapan dengan seorang debitur atau sebaliknya,

tidak mengurangi sahnya perjanjian. Atau jika pada mulanya kreditur terdiri dari

beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan

dengan debitur, juga tidak mengurangi nilai sahnya perjanjian. Hal seperti ini bisa

saja terjadi pada “percampuran hutang” (schuld vermeging) sebagaimana diatur

dalam pasal 1436 BW. Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri

dari 35:

1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan.

a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu

b. Rechts persoon atau badan hukum

Subjek yang berupa seorang manusia harus memenuhi syarat umum

untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus

34
Ibid., hal.76.
35
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hlm. 15.

Universitas Sumatera Utara


26

sudah dewasa, sehat pikirannya tidak oleh peraturan hukum dilarang atau

diperbatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah.

Jika badan hukum yang menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama

“perjanjian atas nama”/verbintenis op naam, dan kreditur yang bertindak

sebagai penuntut disebut “tuntutan atas nama”

2. Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/hak orang

lain tertentu : Misalnya seorang bezitter atas kapal.

Bezitter ini dapat bertindak sebagai kreditur dalam suatu perjanjian.

Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan atas nama pemilik kapal

inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai bezitter.

3. Persoon yang dapat diganti.

Mengenai persoon kreditur yang “dapat diganti”/vervnagbaar, berarti

kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan dalam perjanjian;

sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru.

Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian

“aan order” atau perjanjian atas orde/atas perintah. Demikian juga dalam

perjanjian “aan toonder”. Perjanjian “atas nama” atau “kepada

pemegang/pembawa” pada surat-surat tagihan hutang (schuldvordering

papier)

Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan

orang-orang yang dapat menjadi kreditur yaitu 36:

a. Individu sebagai persoon yang bersangkutan.

36
Ibid., hlm. 16.

Universitas Sumatera Utara


27

b. Seorang atas kedudukan/keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu

c. Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula baik

atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dari persetujuan kreditur.

Jika undang-undang telah menetapkan “subjek perjanjian”, yaitu pihak kreditur

yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang wajib melaksanakan prestasi, maka

intisari atau “objek” dari perjanjian ialah prestasi itu sendiri. Seperti yang telah diatur

dalam pasal 1234 KUHPerdata bahwa prestasi yang diperjanjikan antar para pihak

ialah untuk menyerahkan, menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu.

Pasal 1235 KUHPerdata memberikan pengertian bahwa memberikan sesuatu

berarti suatu kewajiban untuk menyerahkan suatu benda sebagai objek perjanjian.

Namun dalam suatu perjanjian menyerahkan sesuatu bukan hanya dalam wujud

benda nyata saja tetapi dapat juga menyerahkan suatu objek perjanjian dalam jenis

dan jumlah benda tertentu.

Objek perjanjian haruslah dapat ditentukan, hal ini adalah logis dan praktis

karena tidak akan ada arti perjanjian jika undang-undang tidak menentukan hal

demikian, agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum yang sah, bernilai, dan

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Itulah sebabnya Pasal 1320 (3) mentukan bahwa objek/prestasi perjanjian harus

memenuhi syarat yaitu objeknya harus tertentu (een bepaalde onderwerp). Atau

Universitas Sumatera Utara


28

sekurang-kurangnya objek itu mempunyai “jenis” tertentu seperti yang dirumuskan

dalam Pasal 1333 BW.37

B. Asas dan Syarat Sah Perjanjian

Dalam hukum perjanjian dikenal asas-asas serta syarat sahnya perjanjian yang

akan diuraikan sebagai berikut:

1. Asas-Asas Perjanjian

Dalam buku III KUHPerdata terkandung beberapa asas pokok perjanjian, asas

ini merupakan pokok-pokok yang harus diperhatikan karena merupakan dasar

kehendak masing-masing pihak di dalam mencapai tujuannya. Asas-asas tersebut

antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di

dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum

namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para

pihak. 38

Asas kekuatan mengikat kontraktual mengandaikan adanya suatu kebebasan di

dalam masyarakat untuk turut serta di dalam lalu lintas yuridikal dan sekaligus hal

tersebut mengimplikasikan asas kebebasan berkontrak. Apabila di antara para pihak

37
Ibid., hlm.10.
38
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm. 108.

Universitas Sumatera Utara


29

ditutup suatu perjanjian, akan diandaikan adanya kehendak bebas dari pihak-pihak

tersebut. di dalam di andaikan adanya kehendak bebas dari pihak-pihak tersebut.39

Dengan demikian menurut asas kebebasan berkontrak, seseorang pada

umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam asas ini

terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan perjanjian, bebas

dengan siap ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan

bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Menurut Sutan Remi Sjahdeini asas

kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup

sebagai berikut :40

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian.

c. Kebebasan untuk menentukan arah atau memilih kausa dari perjanjian

yang akan dibuatnya.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional.

2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Dalam hukum perjanjian berlaku asas konsensualitas yang berasal dari bahasa

Latin “consensus” yang artinya sepakat. Dalam membuat perjanjian disyaratkan

39
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Jakarta : PT
Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 104.
40
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 110.

Universitas Sumatera Utara


30

adanya konsensus yaitu para pihak sepakat atau setuju mengenai suatu soal yang

diperjanjikan. Dengan adanya asas konsensualitas berarti perjanjian itu sejak lahir ada

kesepakatan mengenai hal yang pokok misalnya dalam perjanjian jual-beli sudah

tercapai sepakat mengenai barang dan harganya. Tetapi untuk perjanjian tertentu

diperlukan hal yang bersifat formalitas misalnya perjanjian hibah harus dilakukan

secara formal dengan akta notaris. Sepakat adalah persesuaian faham dan kehendak

antara para pihak yang membuat perjanjian. Apa yang dikehendaki pihak yang satu

adalah juga dikehendaki pihak lainnya. Asas konsensualitas dapat disimpulkan dari

pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut tidak ditentukan adanya formalitas

tertentu selain kata sepakat yang telah tercapai maka setiap perjanjian sudah sah

dalam arti mengikat para pihak bila sudah tercapai sepakat mengenai hal pokok dari

perjanjian itu.41

Apabila menyimak rumusan pasal 1338 (1) BW yang menyatakan bahwa :

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam perjanjian

yang sah menurut hukum adalah mengikat (vide Pasal 1320 BW), karena di dalam

asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan

menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap pemenuhan

perjanjian.42

Hal ini berarti sejak tercapainya kesepakatan antara para pihak untuk saling

mengikatkan diri dalam suatu perjanjian maka lahir pula lah hak dan kewajiban bagi

41
Sutarno, Op.Cit., hlm. 77.
42
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 121.

Universitas Sumatera Utara


31

mereka atau biasa disebut perjanjian tersebut bersifat obligator, yakni melahirkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi perjanjian tersebut.

Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan

berkontrak dan atas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 (1) BW. Hal

ini sedasar dengan pendapat Subekti yang menyatakan bahwa asas konsensualisme

terdapat dalam Pasal 1320 jo 1338 BW. Pelanggaran terhadap ketentuan ini

mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-

undang. Sementara Rutten, menggarisbawahi bahwa perjanjian yang dibuat itu pada

umumnya bukan secara formal tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena

persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata.43

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undng-

undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal

1338 ayat (1) KUHPer. 44

Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu

disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang

melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa

43
Ibid.
44
M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak,
https://publikasiilmiah.ums.ac.id diakses pada 22 maret 2018.

Universitas Sumatera Utara


32

setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak merupakan perbuatan yang

sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun dalam perkembangan

selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat

yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.

Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

Ketentuan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dimengerti

dalam artian para pihak yang membuat perjanjian dapat bertindak seoalah sebagai

pembuat undang-undang dengan menggunakan perjanjian. Maka dari itu perjanjian

tersebut kemudian dianggap sebagai salah satu sumber hukum selain undang-undang

karena sama kuat mengikatnya sebagai undang-undang.

Adagium pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan bahwa

semua perjanjian yang dibuat manusia satu sama lain, mengingat kekuatan hukum

yang terkandung di dalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya

dapat dipaksakan penaatannya. 45

4. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi

“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas ini merupakan asas bahwa

para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak

berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan dari para

pihak. 46

45
Herlien Budiono, Op.Cit., hlm.102.
46
M. Muhtarom, Op. cit.

Universitas Sumatera Utara


33

Pengaturan pasal 1338 (3) BW, yang menetapkan bahwa persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikad baik (contractus bonafidei – kontrak berdasarkan itikad

baik) maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan.

Prof. R. Subekti, SH mengatakan bahwa itikad baik yang dituliskan dalam

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata merupakan salah satu sendi yang terpenting dari

hukum perjanjian. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata memberikan kekuasaan kepada

hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian agar pelaksanaan perjanjian itu

tidak melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti hakim berkuasa untuk

menyimpang dari perjanjian bila pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan

kepatutan dan keadilan. Hakim dapat mencegah pelaksanaan atau pemenuhan

perjanjian yang amat melanggar rasa keadilan. Kalau pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata menuntut kepastian hukum artinya bahwa syarat dan ketentuan dalam

perjanjian itu harus dilaksanakan atau dipenuhi. Namun dalam pasal 1338 ayat (3)

menuntut adanya kepatutan dan keadilan artinya tuntutan adanya kepastian hukum

yang berupa pemenuhan perjanjian tidak boleh melanggar norma kepatutan dan

keadilan.47

Itikad baik juga dibedakan dalam sifatnya yang nisbi (relatif-subjektif) dan

mutlak (absolut-objektif). Pada itikad baik yang nisbi (relatif-subjektif), orang

memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang

absolut-objektif atau hal yang sesuai dengan akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran

47
Sutarno, Op.Cit., hlm.77.

Universitas Sumatera Utara


34

objektif untuk menilai keadaan sekitar perbuatan hukumnya (penilaian tidak memihak

norma-norma yang objektif).48

Wirjono prodjodikoro membagi itikad baik menjadi dua macam, yaitu 49 :

a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad

baik disini biasanya berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa

syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah

terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada

pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang beritikad tidak baik

(te kwader trouw) harus bertanggungjawab dan menanggung resiko.

Itikad baik semacam ini dapat disimak dari ketentuan Pasal 1977 (1)

BW dan Pasal 1963 BW, dimana terkait dengan salah satu syarat untuk

memperoleh hak milik atas barang melalui daluarsa. Itikad baik ini

bersifat subjektif dan statis.

b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

yang termaktub dalam hubungan hukum itu. Pengertian itikad baik

semacam ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (3) BW adalah

bersifat objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan

hukumnya. Titik berat itikad baik di sini terletak pada tindakan yang

akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai

pelaksanaan sesuatu hal.

48
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm.136.
49
Ibid., hal.137.

Universitas Sumatera Utara


35

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Ketentuan mengenai asas kepribadian diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata

dan Pasal 1340 KUHPerdata. Yang mana Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “Pada

umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji kecuali untuk dirinya sendiri.” Pasal ini menerangkan

bahwa seseorang tidak dapat mengatas namakan orang lain dalam mebuat suatu

perjanjian. Dalam membuat suatu perjanjian hak dan kewajiban yang timbul hanya

untuk para pihak yang melaksanakan suatu perjanjian, hal ini dapat dikecualikan jika

para pihak memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan suatu perjanjian.

Pasal 1340 menentukan bahwa suatu perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara

pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat membawa rugi

kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat mamfaat

karenanya, selain hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Pasal ini

menerangkan bahwa perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya,

sehingga tidak bolehnya seseorang melakukan perjanjian yang membebani pihak

ketiga, sedangkan memberikan hak kepada pihak ketiga dapat saja dilakukan jika

sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata.50

2. Syarat Sah Suatu Perjanjian

Untuk membuat suatu perjanjian, haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu

agar perjanjian tersebut dianggap sah secara hukum sehingga mengikat kedua belah

50
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
1456 BW, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 78.

Universitas Sumatera Utara


36

pihak. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu

perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Kesepakatan merupakan salah satu perwujudan dari kehendak para pihak yang

melakukan perjanjian. Kehendak para pihak tersebut dapat berupa hal-hal yang

diinginkan dalam perjanjian, baik bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut, kapan

dilaksanankan dan siapa yang akan melaksanakan perjanjian tersebut. hal ini

terlaksana ketika salah satu pihak yang akan melaksanakan suatu perjanjian

memberikan penawaran kepada pihak lainnya tentang apa yang dikehendakinya

dalam suatu perjanjian. Isi dari penawaran tersebut kemudian disampaikan kepada

pihak lainnya yang terlibat dalam suatu perjanjian. Begitu pula sebaliknya. Dan

apabila para pihak menerima penawaran satu sama lain maka tercapailah kata sepakat

diantara kedua belah pihak untuk melaksanakan suatu perjanjian.

Menurut perjanjian konsensuil kesepakatan terjadi pada saat diterimanya

penawaran terakhir yang diajukan. KUHPerdata menyatakan bahwa dalam perjanjian

konsensuil dengan adanya kesepakatan maka lahirlah perjanjian yang pada saat

bersamaan juga melahirkan perikatan, karena perjanjian merupakan sumber dari

perikatan. Dengan lahirnya perikatan tersebut maka menimbulkan hak dan kewajiban

antara debitur dan kreditur. Pasal 1236 KUHPerdata menegaskan bahwa debitur

wajib memberi penggantian berupa biaya, ganti rugi dan bunga dalam hal debitur ini

tidak memenuhi apa yang telah diperjanjikan.

Lahirnya kesepakatan harus didasari dengan adanya kebebasan oleh para pihak

dalam perjanjian tersebut. pasal 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

Universitas Sumatera Utara


37

kesepakatan itu sah apabila diberikan tidak karena kekhilafan, atau tidak dengan

paksaan ataupun tidak karena penipuan.51

Paksaan terjadi jika salah satu pihak dalam perjanjian memberikan persetujuan

karena takut ada ancaman. Misalnya ancaman akan dibunuh jika tidak bersedia

menandatangani perjanjian. Dengan adanya ancaman ini berarti tidak ada kemauan

bebas bagi orang yang menandatangani perjanjian bahkan orang tersebut sebenarnya

tidak menginginkan adanya perjanjian. Kekhilafan dapat terjadi mengenai orang yang

mengadakan perjanjian atau barang yang menjadi objek perjanjian. Penipuan terjadi

bila salah satu pihak dalam perjanjian memberikan keterangan yang tidak benar

disertai kelicikan-kelicikan sehingga membuat pihak yang lain terbujuk untuk

memberikan persetujuan atau sepakat mengenai hal itu. 52

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Syarat kedua adalah cakap dalam membuat perjanjian. Maksudnya adalah

dalam membuat suatu perjanjian para pihak yang terlibat haruslah cakap menurut

hukum. Cakap dalam artian para pihak tersebut telah dewasa, akil balik dan sehat

secara jasmani dan rohani. Syarat ini diperlukan agar para pihak yang melaksanakan

suatu perjanjian mampu memahami dan melaksanakan isi dari erjanjian yang telah

disepakati.

Pasal 1330 KUHPerdata telah menentukan siapa saja para pihak yang tidak

cakap, yaitu : 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2 mereka yang ditaruh dibawah

pengampuan; 3. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-

51
I. G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Bekasi : Megapoin, 2004), hlm.47.
52
Sutarno, Op.Cit., hlm.80.

Universitas Sumatera Utara


38

undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

untuk membuat perjanjian tertentu.53 Akan tetapi ketentuan ketiga ini telah dikoreksi

Mahkamah Agung melalui surat edaran No. 3/1963 tanggal 4 agustus 1963 yang

ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh

Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang memnuhi syarat telah dewasa

dan tidak dibawah pengampuan.

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada umumnya

diukur dari standar usia dewasa dan cukup umur (bekwaamheid – meerderjarig).

Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan

hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu

sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar 21 tahun sebagai titik tolak

kedewasaan seseorang dengan landasan 1330 BW jo. 330 BW. Sementara pada sisi

lain mengacu pada standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam pasal 47 jo.

50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.54

Telaah kritis terkait standar usia dewasa dapat dilakukan melalui pengujian

asas-asas hukum maupun interpretasi komprehensif terhadap muatan materi beberapa

ketentuan terkait. Asas hukum lex specialis, lex posteriori digunakan untuk

menyelesaikan konflik norma, sedang interpretasi komprehensif untuk memahami

muatan materi serta maksud pembuat undang-undang. Melalui pengujian tersebut

53
Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata :
Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2005), hlm.142.
54
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm.184.

Universitas Sumatera Utara


39

diharapkan muncul suatu pemahaman utuh dan konsisten, khususnya bagi pihak-

pihak yang sementara ini masih menganut paradigma lama. 55

Beberapa undang-undang yang menegaskan standar usia 18 tahun merupakan

standar usia yang berkorelasi dengan kecakapan melakukan perbuatan hukum, antara

lain :

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (vide

Pasal 5 jo. 61).

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan

Notaris (vide Pasal 39 jo. 30)

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia (vide Pasal 5 jis. 6, 9, 21, 22, 41).

3. Suatu Hal Tertentu

Mengenai syarat suatu hal tertentu dalam perjanjian diatur dalam Pasal 1332

sampai dengan 1334 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :

a. Pasal 1332 KUHPerdata menegaskan;

Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok

perjanjian.

b. Pasal 1333 KUHPerdata menegaskan;

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti,

asal saja jumlah itu kemudian dapat dihitung.

55
Ibid., hlm.184.

Universitas Sumatera Utara


40

c. Pasal 1334 KUHPerdata menegaskan;

Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok

suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu

warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan

sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang

yang nantinya akan meninggalkan warisaan yang menjadi pokok

perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan

178

Apabila ditinjau dari pasal 1332 KUHPerdata, maka benda yang dapat menjadi

pokok perjanjian adalah benda-benda yang dapat diperdagangkan atau hanya benda

yang masuk dalam lingkup lapangan harta kekayaan saja. Benda-benda yang berada

diluar lapangan harta kekayaan tidak dapat menjadi pokok perjanjian. Hal tersebut

disebabkan benda-benda tersebut tidak termasuk dalam rumusan Pasal 1131

KUHPerdata sehingga tidak dapat dijadikan jaminan pelunasan suatu perjanjian.

Berdasarkan rumusan Pasal 1333 KUHPerdata tersebut diatas menjelaskan

bahwa semua jenis perjanjian pasti melibatkan beradaan dari suatu kebendaan

tertentu. Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, maka benda yang diserahkan

tersebut harus dapat ditentukan secara pasti. Pada perikatan untuk melakukan sesuatu,

dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hal yang wajib dilakukan

oleh satu pihak dalam perikatan tersebut (debitor) pasti juga berhubungan dengan

suatu kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud.56

56
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Undang-Undang (Jakarta
: RajaGrafindo Perkasa, 2005), hlm.156.

Universitas Sumatera Utara


41

Selanjutnya dalam perikatan untuk tidak melakukan atau tidak beruat sesuatu,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menegaskan kembali bahwa apapun yang

ditentukan untuk tidak dilakukan atau tidak diperbuat, pastilah merupakan kebendaan,

baik yang berwujud maupn tidak berwujud, yang pasti harus telah dapat ditentukan
57
pada saat perjanjian dibuat. Dengan demikian maka menurut KUHPerdata,

kebendaan yang dijadikan objek dari perjanjian adalah objek yang telah ditentukan

jenisnya.

Selanjutnya Pasal 1334 KUHPerdata menegaskan bahwa hanya sedeorang yang

dapat berbuat bebas dengan kebendaan yang menjadi pokok perjanjian saja yang

dapat membuat perjanjian yang mengikat kebendaan tersebut. 58akan tetapi undang-

undang tidak memperbolehkan barang-barang yang akan ada untuk dijadikan objek

perjanjian. Sekalipun benda tersebut merupakan suatu warisan yang belum dibuka.

Hal ini dikarenakan belum adanya kepastian bahwa benda yang diwariskan tersebut

menjadi milik dari orang yang akan membuat perjanjian tersebut.

4. Sebab Yang Halal.

Syarat keempat adalah sebab yang halal. Syarat ini diatur dalam Pasal 1335

sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa

: “suatu prjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karna suatu sebab yang palsu

atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”. KUHPerdata tidak menjelaskan

secara rinci mengenai pengertian sebab yang halal, akan tetapi Pasal 1335

KUHPerdata menyatakan sebab yang halal itu adalah :

57
Ibid., hlm.158.
58
Ibid., hlm.159.

Universitas Sumatera Utara


42

1. Bukan tanpa sebab;

2. Bukan sebab yang palsu;

3. Bukan sebab yang terlarang

Pada dasarnya hukum hanya memperhatikan apa yang tertulis dalam suatu

perjanjian, mengenai segala sesuatu yang wajib dipenuhi oleh para pihak dalam

perjanjian tersebut. dengan kata lain, hukum tidak memperhatikan apa alasan dari

subjek hukum untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Pasal 1336

KUHPerdata menyatakan lebih lanjut bahwa suatu perjanjian yang dibuat para pihak

adalah sah jika tidak bertentangan dengan sebab yang dilarang. Selanjutnya Pasal

1337 KUHPerdata menyatakan sebab yang halal maksudnya adalah isi perjanjian

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pengertian tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang disini adalah yang bersifat melindungi kepentingan umum,

sehingga jika dilanggar dapat membahayakan kepentingan umum.59

Syarat pertama dan syarat kedua disebut sebagai syarat subjektif, syarat ini

dikatakan sebagai syarat subjektif karena menyangkut orang atau pihak yang

membuat suatu perjanjian. Pihak yang membuat perjanjian ini disebut sebagai subjek

perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat

objektifkarena menyangkut mengenai objek yang diperjanjikan oleh para pihak yang

membuat perjanjian.

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan

(cancelling) oleh salah stu pihak yang tidak cakap. Dapat dibatalkan oleh salah satu

59
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hlm. 99.

Universitas Sumatera Utara


43

pihak artinya salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan

pembatalan. Apabila salah satu pihak tidak membatalkan perjanjian itu maka

perjanjian yang dibuat tetap sah. Yang dimaksud adalah salah satu pihak yang

membatalkan disini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum. Y aitu orang

tuanya atau walinya atau orang yang tidak cakap itu apabila suatu saat menjadi cakap

atau orang yang membuat perjanjian itu bila pada saat membuat perjanjian tidak

bebas atau karena tekanan pemaksaan.60

Akibat hukum bagi perjanjian yang dibuat karena adanya cacat pada kehendak

pihak yang membuatnya sehingga tidak ada kata sepakat, adalah dapat dibatalkan.

Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1449 KUHPerdata yang menegaskan bahwa

“Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan, penipuan, menimbulkan

tuntutan untuk membatalkannya”. Kalimat terakhir pasal itu, yaitu ‘menimbulkan

tuntutan untuk membatalkannya’ menunjukkan bahwa perjanjian yang cacat pada

kehendak pihak-pihak yang membuat tidak otomatis batal demi hukum atau batal

dengan sendirinya, tetapi menjadi batal apabila ada penuntutan untuk

membatalkannya. 61

Akibat hukum bagi perikatan yang ditimbulkan dari perjanjian yang dibuat oleh

mereka yang tidak cakap hukum, diatur dalam Pasal 1446 yang menyatakan bahwa :

“(1) semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-

orang yang berada dibawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas

tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-

60
Sutarno, Op. cit., hlm. 78.
61
Elly Erawati dan Herlien Budiono, Op. cit., hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara


44

mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya; (2) perikatan yang dibuat

oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah

disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut

tidak melampaui batas kekuasaan mereka”.

Walaupun Pasal 1446 ayat (1) menyebutkan bahwa perikatan tersebut batal

demi hukum, para ahli berpendapat bahwa frasa ‘batal demi hukum’ itu tidak tepat.

Mereka berpendapat akibat hukum dari perjanjian seperti itu yang benar adalah

‘dapat dibatalkan’. Hal ini ditegaskan oleh Subekti, Mariam Darus Badrulzaman, dan

Herlien Budiono. Menurut Subekti, “Perjanjian yang tidak memenuhi syarat

subjektif, tidak begitu saja dapat diketahui oleh Hakim jadi harus dimajukan oleh

pihak yang berkepentingan, dan bila dimajukan kepada Hakim mungkin sekali

disangkal oleh pihak lawan sehingga memerlukan pembuktian. Oleh karena itu maka

dalam halnya ada kekurangan mengenai syarat subjektif, oleh undang-undang

diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, apakah ia menghendaki pembatalan

perjanjian atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian itu bukannya batal demi hukum,

tetapi dapat diminta pembatalan.”62

Apabila syarat ketiga yakni suatu hal tertentu dan keempat yaitu sebab yang

halal tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum dalam bahasa Inggris

disebut null and void. Batal demi hukum artinya perjanjian yang dibuat para pihak

tersebut sejak awal dianggap tidak pernah ada. Jadi para pihak tidak terikat dengan

62
Ibid., hlm. 19-20.

Universitas Sumatera Utara


45

perjanjian itu sehingga masing-masing pihak tidak dapat menuntut pemenuhan

perjanjian karena perjanjian sebagai dasar hukum tidak ada sejak semula.63

Perjanjian yang objeknya tidak jelas karena tidak dapat ditentukan jenisnya,

atau tidak dapat diperdagangkan, atau tidak dapat dinilai dengan uang, atau yang

tidak mungkin dapat dilakukan, menjadi batal demi hukum. Tanpa objek yang jelas,

perjanjian akan sulit atau bahkan mustahil dilakukan oleh para pihak. Perjanjian yang

tidak jelas objeknya bukanlah perjanjian yang sah sehingga ipso jure batal demi

hukum.64

Kausa suatu perjanjian dinyatakan bukan merupakan sebab yang halal sehingga

terlarang, apabila kausa tersebut menurut Pasal 1337 KUHPerdata merupakan kausa

“dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, baik

atau ketertiban umum”. Perjanjian seperti in I tidak boleh atau tidak dapat

dilaksanakan sebab melanggar hukum atau kesusilaan atau ketertiban umum. Kondisi

semacam ini menurut Subekti, sudah sangat jelas dapat diketahui seketika oleh hakim

dan juga oleh umum sehingga untuk alasan ketertiban dan keamanan umum maka

perjanjian semacam itu dengan sendirinya batal demi hukum. 65

C. Perjanjian Pinjam-Meminjam

Perjanjian pinjam-meminjam diatur pada Pasal 1754 KUHPerdata yang

menentukan bahwa : “pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang

satu memberikan kepada pihak yang lain sesuatu jumlah tentang barang-barang atau

63
Sutarno, Op. cit., hlm. 79.
64
Elly Erawati dan Herlien Budiono, Op.cit., hlm. 9.
65
Ibid., hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara


46

uang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini mengembalikan dengan jumlah yang sama dari macam dan keadaan

yang sama pula.” Dari pengertian tersebut maka unsur-unsur penting dari perjanjian

pinjam-meminjam yaitu :

a. Persetujuan

b. Pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

tertentu dari barang-barang

c. Sifat barang tersebut habis karena pemakaian

d. Syarat bahwa pihak yang lain tersebut akan mengembalikan sejumlah

yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Berdasarkan pengertian diatas maka orang yang menerima pinjaman menjadi

pemilik mutlak barang pinjaman itu dan bila barang itu musnah maka yang

bertanggung awab adalah peminjam itu sendiri. Dalam hal ini Mariam Darus

Badrulzaman berpendapat bahwa : “apabila dua pihak telah mufakat mengenai semua

unsur dalam perjanjian pinjam-meminjam uang maka tidak berarti bahwa perjanjian

tentang pinjam uang itu telah terjadi. Yang hanya baru terjadi adalah perjanjian untuk

mengadakan perjanjian pinjam uang. Apabila uang yang diserahkan kepada pihak

peminjam, lahirlah perjanjian pinjam-meminjam uang dalam pengertian menurut bab

XIII buku ketiga KUHPerdata.”66

Dalam hal pinjaman uang, utang terjadi hanyalah teridir dari jumlah uang yang

disebutkan dalam perjanjian. Jika sebelum saat pelunasan terjadi kenaikan atau

kemunduran harga atau nilai atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang,

66
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Alumni, 1983), hal. 24.

Universitas Sumatera Utara


47

maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang

berlaku pada waktu pelunasan dihitung menurut harga yang berlaku pada saat itu

(Pasal 1756 KUHPerdata). Dengan demikian untuk menetapkan jumlah uang yang

terutang, kita harus berpedoman pada jumlah uang yang disebutkan dalam

perjanjian.67

Subjek dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah pemberi pinjaman dalam hal

ini disebut sebagai kreditur dan penerima pinjaman yang disebut sebagai debitur.

Kreditur adalah orang yang memberi pinjaman uang kepada debitur, sedangkan

debitur adalah orang yang menerima pinjaman yang diberikan oleh kreditur.

Sedangkan yang menjadi objek dari perjanjian pinjam-meminjam adalah semua

barang-barang yang habis dipakai, dengan syarat barang-barang tersebut tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut, baik

kreditur maupun debitur ketika melakukan perjanjian maka akan menimbulkan suatu

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian yang dibuat. Adapun

yang menjadi hak kreditur dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah :68

a. Berhak mendapatkan pengembalian pinjaman sesuai dengan perjanjian.

b. Jika objek pinjaman tersebut adalah uang, maka pemilik uang itu berhak

menetapkan bunga (komisi).

c. Berhak menuntut peminjam jika tidak mengembalikan barang sesuai

perjanjian.

67
Lukman Santoso., Op.cit., hlm. 39.
68
Ibid., hlm. 44-45.

Universitas Sumatera Utara


48

d. Berhak menuntut ganti rugi jika peminjam terlambat atau lalai

melaksanakan kewajibannya.

e. Berhak menyita barang milik peminjam dalam rangka memaksa

peminjam melaksanakan kewajibannya.

Adapun yang menjadi kewajiban dari kreditur adalah :

a. Wajib menyiapkan barang atau uang yang dipinjamkannya dalam

keadaan dan jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

b. Tidak boleh meminta pengembalian pinjaman lebih awal dari jadwal yang

ditetapkan dalam perjanjian.

c. Setelah barang beralih, tidak dapat melarang atau membatasi peminjam

untuk menggunakan atau memakai barang yang dipinjamkan tersebut.

Adapun yang menjadi hak peminjam (debitur) adalah :

a. Berhak menerima dan menggunakan secara bebas barang atau uang yang

dipinjamnya.

b. Kalau terjadi perubahan nilai dan harga barang atau uang yang

dipinjamkannya, ia berhak menolak tuntutan pemilik untuk membayar

lebih akibat perubahan nilai atau harga barang tersebut.

c. Berhak untuk menolak pembayaran lebih awal dari yang diperjanjikan.

Adapun yang menjadi kewajiban peminjam (debitur) adalah :

a. Wajib mengembalikan uang atau barang yang dipinjamnya dalam jumlah

dan keadaan yang sama.

b. Jika si peminjam tidak mampu membayar dalam jumlah dan keadaan

yang sama, maka ia diwajibkan membayar harganya dalam bentuk uang.

Universitas Sumatera Utara


49

c. Apabila barang yang dipinjamkannya itu bukan uang tapi berupa barang

yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik, peminjam harus

menanggung kerugian tersebut.

Salah satu yang menjadi hak kreditur adalah berhak menyita barang peminjam

dalam rangka memaksa peminjam melaksanakan kewajibannya. Hal ini merupakan

salah satu risiko yang harus diterima oleh peminjam ketika melakukan wanprestasi

terhadap perjanjian yang dilakukan. Risiko adalah kewajiban dalam memikul suatu

kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian luar salah satu pihak yang menimpa

benda dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi, pokok pangkalnya adalah “keadaan

memaksa”, titik pangkalnya yaitu risiko dan titik pangkal pada wanprestasi adalah

ganti rugi.

Risiko diatur dalam Pasal 1237 KUHPerdata yang berbunyi : “bahwa dalam hal

adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu maka barang tertentu

tersebut semenjak perikatan dilahirkan, adalah tanggungan si berpiutang.

(tanggungan = risiko)”. Dengan begitu, dalam perikatan untuk memberikan suatu

barang tertentu jika barang ini belum diserahkan musnah karena suatu peristiwa di

luar kesalahan salah satu pihak, kerugian ini harus dipikul oleh si berpiutang, yaitu

pihak yang menerima barang itu.69

Untuk mengurangi terjadinya risiko, para kreditor dalam memberikan pinjaman

dalam bentuk uang akan meminta jaminan kepada debitor untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya wanprestasi. Pemberian jaminan oleh debitur ini merupakan

salah satu prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam menyalurkan kredit. Dengan

69
Ibid., hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara


50

adanya barang jaminan tersebut, maka manakala debitur wanprestasi atau ingkar

janji, kreditur dapat mengambil pemenuhan utang dari penjualan barang jaminan

melalui suatu pelelangan umum.70

Hak-hak jaminan dalam praktik pada umumnya bersifat : (1) memberikan hak

kebendaan; dan (2) memberikan hak perorangan. Sifat hak kebendaan memberikan

kekuasaan lansung terhadap bendanya. Tujuan pemberian hak jaminankhusus yang

bersifat kebendaan itu adalah untuk memberikan hak verhaal (hak meminta

pemenuhan piutang) kepada debitur manakala dia wanprestasi. Pemenuhan mana

diambilkan dari hasil penjualan benda-benda milik debitur. Ciri yang khas dari sifat

kebendaan pada hak jaminan adalah dapat dipertahankan dari siapapun dan senantiasa

mengikuti bendanya (droit de suite, zaakgevolg). Artinya, hak jaminan yang bersifat

kebendaan senantiasa mengikuti bendanya di tangan siapapun benda tersebut

berada.71

Sedangkan hak jaminan yang bersifat perorangan menimbulkan hubungan

lansung antara perorangan yang satu terhadap yang lain. jaminan yang bersifat

perorangan memberikan hak verhaal kepada kreditur terhadap perorangan lain selaku

penjamin (penanggung) manakala debitur tidak dapat memenuhi prestasinya. Dengan

catatan, pihak penjamin dapat terlebih dahulu meminta agar kreditur mengajukan

tuntutan terhadap harta kekayaan debitur.72

70
M. Khoidin, Hukum Jaminan, (Surabaya : Laksbang Yustitia, 2017), hlm. 7.
71
Ibid., hlm. 8
72
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


51

D. Berakhirnya Perjanjian

Hapusnya suatu perjanjian berarti, menghapuskan semua pernyataan kehendak

yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara pihak kreditur dan debitur.

Dengan dihapusnya perjanjian sebagai hubungan antara kreditur dan debitur maka

dengan sendirinya juga akan menghapuskan seluruh perjanjian yang dilakukan oleh

keduanya. Pasal 1381 KUHPerdata mengatur tentang cara-cara hapusnya perikatan

yang ditentukan oleh undang-undang.

Cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381, adalah :

a. Karena pembayaran

Pertama sekali harus kita sadari, sesuai dengan maksud undang-undang,

pengertian “pembayaran”/betaling dalam hal ini harus dipahami secara

“luas”. Tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit; seperti

yang selalu diartikan orang hanya terbatas pada masalah yang berkaitan

dengan pelunasan hutang semata-mata. Mengartikan pembayaran hanya

terbatas pada “pelunasan hutang” semata-mata, tidaklah selamanya benar.

Karena ditinjau dari segi “yuridis teknis”, tidak selamanya mesti

berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu. Bisa saja dengan

pemenuhan jasa.73

b. Karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPerdata, salah satu cara

menghapuskan perjanjian adalah melalui tindakan penawaran

pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan. Debitur dapat melunasi

73
M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 107.

Universitas Sumatera Utara


52

hutangnya melalui cara ini. Hal seperti ini dapat terjadi apabila kreditur

lalai atau enggan menerima pembayaran atau penyerahan benda prestasi.

c. Karena pembaharuan hutang

Pembaharuan utang atau dapat disebut “novasi” merupakan salah satu

cara penghapusan hutang yang telah ditentukan oleh Pasal 1381

KUHPerdata. Namun dalam pembaharuan hutang, hubungan hukum

antara kreditur dan debitur tidak terputus begitu saja. Berbeda dengan

cara penghapusan perjanjian yang menghapuskan juga hubungan hukum

antara para pihak, dalam pembaharuan hutang, yang dihapuskan adalah

perjanjian yang lama dan hubungan hukum yang lama. Dalam artian, para

pihak sepakat untuk membuat perjanjian yang baru. Dengan kata lain,

novasi adalah pernyataan kehendak para pihak kreditur dan debitur; yang

berisi penghapusan perjanjian lama, dan pada saat yang sama diganti

dengan persetujuan yang baru yang berupa kelanjutan dari perjanjian

yang lama.

d. Karena kompensasi atau perhitungan laba-rugi

Kompensasi terjadi karena kedua pihak yang melakukan perjanjian sama-

sama berkedudukan sebagai debitur. Dalam hal ini para pihak mempunyai

tagihan piutang satu sama lain yang mewajibkan mereka saling melunasi

dan membebaskan diri. Saling perhitungan dan membebaskan diri inilah

yang disebut dengan kompensasi.

e. Karena konfusi atau pencampuran antara hutang dan pinjaman

Universitas Sumatera Utara


53

Pencampuran hutang atau konfusio terjadi akibat keadaan “bersatunya”

kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang. Dengan bersatunya

kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya

menurut hukum telah terjadi “pencampuran hutang” atau konfusio dan

dengan sendirinya pula semua tagihan menjadi terhapus (Pasal 1436

KUHPerdata).

f. Karena penghapusan hutang

Penghapusan hutang merupakan tindakan kreditur membebaskan

kewajiban debitur untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian. Maksudnya

adalah kreditur menyatakan kehendaknya untuk membebaskan kewajiban

debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian.

g. Karena pernyataan tidak sah atau terhapus

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata, bahwa : perjanjian

hapus dengan musnah atau hilang/lenyapnya barang tertentu yang

menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk

menyerahkannya kepada kreditur. Akan tetapi tentang musnah atau

lenyapnya dari Pasal 1444 KUHPerdata tersebut 74:

- Musnahnya atau lenyapnya barang harus diluar perbuatan dan

kesalahan debitur.

- Kemudian kemusnahan barang itu sendiri harus terjadi pada saat

sebelum jatuh tenggang waktu lebvering/penyerahan.

74
Ibid., hlm. 164.

Universitas Sumatera Utara


54

- Menyimpang dari apa yang disebut diatas, terdapat pengecualian.

Yakni debitur terbebas dari kewajiban; sekalipun musnahnya barang

terjadi sesudah lewat tenggang waktu penyerahan. Asalkan

kemusnahan barang itu akan terjadi juga ditangan kreditur

seandainya barang itu diserahkan oleh “sebab peristiwa yang sama”.

h. Karena daluarsa atau verjaring.

Jika dilihat dari ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata, salah satu penyebab

hapusnya suatu perjanjian adalah karena lampau waktu atau verjaring.

Ditinjau dari segi yuridis, lampau waktu tiada lain dari pada “suatu

anggapan hukum” (wettelijke vermoeden); yakni dengan lampaunya

jangka waktu tertentua “dianggap” :

1. Perjanjian telah hapus; sehingga debitur bebas dari kewajiban

pemenuhan prestasi.

2. Atau dianggap seseorang telah memperoleh hak milik atas sesuatu

setelah jangka waktu tertentu lewat.

Dengan demikian, jika seseorang mengatakan hutang telah lampau waktu;

kalimat tersebut tiada lain dari pada penjelasan : hutang telah “di anggap”

hapus disebabkan lampau waktu.75

75
Ibid., hlm. 167.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

A. Pengertian dan Pengaturan Harta Bersama

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 memberikan pengertian bahwa :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.76

Dalam suatu perkawinan, dimaksud dengan ikatan lahir batin adalah bahwa

perkawinan yang dilakukan tersebut tidak cukup hanya dengan adanya ikatan lahir

saja atau ikatan batin saja. Akan tetapi hal tersebut harus ada kedua-duanya sehingga

akan terjalin ikatan lahir dan ikatan batin yang merupakan pondasi yang kuat dalam

membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.77

Perkawinan yang telah dilakukan oleh suami istri memiliki 3 akibat hukum

yaitu :

a. akibat dari hubungan suami istri

b. akibat terhadap harta benda

c. akibat terhadap anak

Akibat dari adanya suatu perkawinan yang sah salah satunya adalah persatuan

harta benda yang ada sejak setelah melakukan perkawinan tersebut. Hal itu berarti

76
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
77
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:
PT Bina Aksara, 1987), hal. 4.

55

Universitas Sumatera Utara


56

bahwa dengan perkawinan antara suami dengan istri, maka harta mereka dilebur

menjadi satu. Dengan demikian di dalam suatu keluarga, terdapat satu kekayaan harta

milik bersama atau yang sering disebut dengan harta bersama.78

Persoalan harta benda dalam perkawinan sangat penting karena salah satu

faktor yang cukup signifikan tentang bahagia dan sejahtera atau tidaknya kehidupan

rumah tangga terletak kepada harta benda. Walaupun kenyataan sosialnya

menunjukkan masih adanya keretakan hidup berumah tangga bukan disebabkan harta

benda melainkan faktor lain. harta benda hanya merupakan penopang dari

kesejahteraan tersebut. 79

Undang-Undang Perkawinan mengenal 3 (tiga) macam harta yaitu pertama,

harta bersama; kedua, harta bawaan; dan ketiga, harta perolehan.

Harta bersama diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 yang mengatakan “harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi

harta bersama”. Berdasarkan pasal ini, secara yuridis formal dapat dipahami

pengertian harta bersama adalah harta benda suami istri yang didapatkan selama

perkawinan. Yang mendapatkan bisa suami istri secara bersama-sama, atau suami

saja yang bekerja atau istri yang bekerja dan suami tidak bekerja. Tidak ditentukan

yang mendapatkan harta, melainkan harta itu diperoleh selama perkawinan. Jadi

sangat jelas dan tegas, hukum menentukan bahwa harta yang diperoleh sebelum

perkawinan bukanlah harta bersama. Dengan demikian, sifat norma hukum yang

78
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 38.
79
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


57

melekat pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah

memaksa (dwingendrecht) atau disebut juga imperative norm.80

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harta bersama adalah harta yang

diperoleh selama perkawinan tanpa mempersoalkan siapa yang mencarinya dan juga

tanpa mempersoalkan atas nama siapa harta bersama tersebut didaftarkan. Namun hal

ini juga telah dibatasi oleh para ahli hukum, bahwa harta yang diperoleh baik itu oleh

suami dan/atau istri adalah harta bersama jika diperoleh atas hasil usaha dan jerih

payah selama perkawinan berlansung. Dengan demikian harta yang dibawa sebelum

perkawinan, harta yang berasal dari warisan, hibah, dan hadiah bukan merupakan

harta bersama walaupun diperoleh ketika terikat dalam perkawinan.

Harta bersama diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) berbunyi : “harta benda

yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Cakupan atau batasan

dari harta bersama diatur dalam ayat (2) yaitu : “harta bawaan dari masing-masing

suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau

warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, harta bersama diatur dalam Pasal 1 huruf F

Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa : “Harta kekayaan dalam

perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau

80
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


58

bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlansung selanjutnya disebut

harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 119 menyatakan bahwa :

“sejak saat dilansungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama

menyeluruh antara suami istri, sejauh hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain

dalam perjanjian perkawinan”.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa harta benda dalam perkawinan

terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Harta Bersama, merupakan harta kekayaan yang dihasilkan dari jerih

payah suami dan/atau istri selama perkawinan berlansung. Bukan

merupakan harta yang berasal dari harta perseorangan atau pribadi yang

diperoleh sebelum perkawinan berlansung. Dan bukan juga pula harta

yang diperoleh ketika perkawinan berlansung melalui warisan, hibah dan

hadiah.

2. Harta Pribadi, merupakan harta kekayaan perorangan baik itu merupakan

harta suami dan/atau istri yang diperoleh sebelum perkawinan berlansung,

dan harta benda yang diperoleh ketika perkawinan berlansung melalui

warisan, hibah dan hadiah.

B. Persatuan dan Pemisahan Harta Kekayaan Suami Istri

Akibat perkawinan terhadap harta kekayaan yang diatur oleh KUHPerdata ada

empat kemungkinan, yaitu :81

81
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga,
(Bandung : CV. NUANSA AULIA, 2006), hlm. 63-64.

Universitas Sumatera Utara


59

1. Ada persatuan bulat (Pasal 119 KUHPerdata);

2. Tidak ada sama sekali persatuan (Pasal 140 ayat 2 KUHPerdata);

3. Persatuan hasil dan pendapatan (Pasal 164 KUHPerdata);

4. Persatuan untung dan rugi (Pasal 155 KUHPerdata).

Pasal 119 KUHPerdata mengatur tentang persatuan bulat harta kekayaan yang

menyatakan bahwa : “Mulai saat perkawinan dilansungkan, demi hukum berlakulah

persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan

perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. persetujuan itu sepanjang perkawinan

tak boleh diadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri.”

Persatuan bulat (seluruhnya) harta kekayaan terjadi jika suami dan istri pada

perkawinannya tiada mengadakan perjanjian suatu apa. Lain persatuan terjadi dengan

suatu perjanjian. Perjanjian kawin ini harus dibuat sebelum dilansungkannya

perkawinan dengan akta notaris dan mulai berlaku sejak saat perkawinan (Pasal 147).

Setelah perkawinan perjanjian kawin tidak dapat diubah (Pasal 149).82

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197483, perjanjian kawin hanya diatur

dalam 1 (satu) pasal saja yaitu Pasal 29 yang berbunyi :

1. Pada waktu atau perkawinan dilansungkan, kedua belah pihak atas

persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan

oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga

terhadap pihak ketiga tersangkut;

82
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta : PT. RINEKA
CIPTA, 2004), hlm. 166.
83
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Op. cit., hlm. 62-63

Universitas Sumatera Utara


60

2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas

hukum, agama dan kesusilaan;

3. Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilansungkan;

4. Selama perkawinan berlansung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah,

kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan

perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Jika suami dan istri telah sepakat melakukan perjanjian perkawinan, maka

sudah tidak dimungkin lagi ada persatuan bulat harta suami dan istri. Sebab persatuan

bulat hanya terjadi ketika suami dan istri tidak mengadakan perjanjian perkawinan.

Berbicara tentang persatuan harta bersama, maka ada 2 (dua) hal yang akan

dibahas yang disebutkan dalam Pasal 154 KUHPerdata mengenai persatuan untung

dan rugi, dan yang kedua diatur dalam Pasal 164 KUHPerdata mengenai persatuan

hasil dan pendapatan. Selain itu dalam Pasal 120 dan Pasal 121 KUHPerdata telah

ditentukan bahwa persatuan itu meliputi harta kekayaan suami dan istri, baik harta

yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sekarang maupun yang kemudian,

termasuk juga yang diperoleh dengan cuma-cuma (warisan, hibah); segala beban

suami dan istri yang berupa hutang suami dan istri, baik sebelum maupun sepanjang

perkawinan.

Namun, dalam Pasal 120 KUHPerdata diakhir kalimat ditegaskan bahwa jika

itu berkaitan dengan waris atau hibah maka akan ada pengecualian. Yang mana jika

yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan bahwa barang yang menjadi

warisan atau hibah tersebut untuk tidak dimasukkan kedalam harta persatuan maka

harta tersebut tidak dapat dimasukkan kedalam harta bersama.

Universitas Sumatera Utara


61

Maka menurut Pasal 120 jo. 121 KUHPerdata, persatuan bulat meliputi 84:

1. Benda bergerak dan tidak bergerak baik yang dimiliki sekarang maupun

di kemudian hari.

2. Hasil, penghasilan dan keuntungan yang diperoleh selama perkawinan.

3. Utang-utang suami/istri sebelum dan sesudah perkawinan.

4. Kerugian-kerugian yang dialami selama perkawinan.

Akibat hukum perkawinan terhadap harta kekayaan selanjutnya adalah tidak

ada sama sekali persatuan harta kekayaan. Ini harus dengan tegas diperjanjikan, kalau

hanya disebut tidak ada persatuan harta kekayaan saja, maka masih bisa berarti ada

persatuan untung dan rugi (Pasal 144). Arti dari perjanjian ini ialah sebagai disebut

dalam Pasal 140 ayat 2 kalimat terakhir ialah : istri akan mengatur sendiri harta

kekayaanya pribadi dan akan menikmatinya sendiri pula dengan bebas segala

pendapatan pribadi. Jadi di dalam hal ini tiada ada barang suatupun yang menjadi

harta kekayaan persatuan. 85

Walaupun tidak ada sama sekali persatuan harta kekayaan, istri dapat

menyumbangkan harta kekayaan pribadinya untuk setiap keperluan atau biaya rumah

tangga. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 145 KUHPerdata yang menentukan bahwa

dapat ditetapkan jumlah yang harus disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari

kekayaan pribadinya untuk biaya rumah tangga dan keperluan pendidikan anak-anak.

Jika dalam perjanjian kawin tidak dimuat tentang hasil dan pendapatan istri, maka

suami dapat mempergunakannya buat keperluan rumah tangga.

84
Djaja S. Meliala, Op. cit., hlm. 62.
85
Ali Afandi, Op. cit., hlm. 178.

Universitas Sumatera Utara


62

Akibat hukum perkawinan terhadap harta kekayaan selanjutnya adalah adanya

persatuan hasil dan pendapatan suami dan istri. Mengenai persatuan hasil dan

pendapatan suami dan istri terjadi dengan pernyataan secara tegas dalam perjanjian

kawin, dan secara diam-diam berarti bahwa persatuan bukanlah persatuan harta

kekayaan seluruhnya dan juga bukan merupakan persatuan untung dan rugi.

Ketentuan mengenai persatuan ini telah diatur dalam Pasal 164 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa : “perjanjian bahwa antara suami-istri hanya akan berlaku

persatuan hasil dan pendapatan, berarti secara diam-diam suatu ketiadaan persatuan

harta kekayaan seluruhnya menurut undang-undang, dan ketiadaan persatuan untung

dan rugi.”

Maksud pasal tersebut adalah persatuan hasil dan pendapatan adalah bentuk lain

dari macam harta kekayaan perkawinan yang tidak berupa pemisahan harta secara

keseluruhan dan bukan pula persatuan untung dan rugi. Jadi, di samping persatuan

untung dan rugi, para pihak (suami-istri) juga dapat memperjanjikan dalam perjanjian

perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan. Persatuan hasil dan pendapatan

ini pada prinsipnya hampir sama dengan persatuan untung dan rugi, hanya saja

bentuk persatuan ini dilakukan dengan pembatasan bahwa hutang-hutang yang

melebihi aktiva persatuan hasil dan pendapatan akan menjadi tanggungan si pembuat

hutang tersebut. Dengan demikian, semua hutang-hutang ada di luar persatuan atau

dengan perkataan lain hutang-hutang tersebut akan menjadi kewajiban atau

Universitas Sumatera Utara


63

tanggungan pribadi dari pihak yang berutang tersebut kepada pihak ketiga

(kreditur).86

Akibat hukum perkawinan terhadap harta kekayaan lainnya adalah persatuan

untung dan rugi persatuan seperti ini dapat diadakan dengan 2 cara, yaitu :87

a. Dengan tegas memperjanjikan persatuan untung dan rugi.

b. Dengan memperjanjikan bahwa; tidak diadakan persatuan harta kekayaan.

Menurut hukum perjanjian ini berarti : persatuan untung dan rugi (Pasal

144)

Pasal 155 mengandung prinsip bahwa :

a. Pada mulanya tidak ada persatuan.

b. Setelah perkawinan maka segala-galanya yang jatuh pada suami istri

sebagai keuntungan dan kerugian adalah menjadi hak dan kewajiban

persatuan.

Jadi di dalam hal ini ada milik dan hutang pribadi suami, asal sebelum

perkawinan; milik dan hutang pribadi suami, asal sebelum perkawinan; milik dan

hutang pribadi istri, asal sebelum perkawinan; milik dan hutang bersama-sama yaitu

harta yang jatuh pada persatuan selama perkawinan, kecuali jika ditentukan lain. 88

Kendati dengan demikian, maka dalam rumah tangga tersebut tiga macam harta

kekayaan, yaitu harta persatuan yang terbatas yaitu persatuan untung dan rugi, harta

pribadi suami, dan harta pribadi istri. Yang termasuk dalam harta pribadi adalah
86
Asrin R Abjul, Perjanjian Perkawinan Tentang Harta Yang Diperoleh Sebelum dan
Sesudah Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/15394/14941+&cd=2&hl=en&
ct=clnk&gl=id&clien, diakses pada 29 Maret 2018 pukul 21:09.
87
Ali Afandi, Op. cit., hlm. 175.
88
Ibid., hlm. 176.

Universitas Sumatera Utara


64

barang atau benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri ke dalam

perkawinan dan yang masing-masing (suami-istri) terima sepanjang perkainan

sebagai warisan, hibah wasiat atau hibah. Terjadinya persatuan untung dan rugi maka

semua keuntungan yang diperoleh dan semua kerugian yang diderita sepanjang

perkawinan akan menjadi bagian dan beban suami-istri menurut perbandingan yang

sama besarnya. Yang dimaksud sebagai keuntungan menurut Pasal 157 KUHPerdata

adalah semua pertambahan nilai harta suami-istri sepanjang perkawinan yang muncul

sebagai hasil dan pendapatan dari barang-barang milik suami dan istri, dari kerja dan

usaha suami dan istri, dan dari sisa pendapatan yang tak dibelanjakan.89

Mengenai pemisahan harta kekayaan, hal ini terjadi, jika masih terdapat dalam

ikatan perkawinan karena 90:

a. Pemisahan harta kekayaan

b. Perpisahan meja dan ranjang yang dengan sendirinya mengakibatkan

pemisahan harta kekayaan

Selain itu, pemisahan harta kekayaan juga dapat terjadi karena perkawinan

bubar yaitu menurut ketentuan Pasal 199 KUHPerdata 91 :

a. Karena kematian;

b. Karena keadaan tak hadir;

c. Karena putusan Hakim setelah adanya perpisahan meja dan ranjang;

d. Karena perceraian.

89
Asrin R Abjul., Op. cit.
90
Ali Afandi, Op. cit., hlm. 171.
91
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


65

Pengaturan hukum atas harta bersama jika terjadi perceraian adalah menurut

hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah

hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya. Dalam praktik, penggunaan

hukum agama atau hukum adat tergantung kepada agama dan suku dari suami istri.

Jika suami dan istri yang putus karena perceraian menganut agama Islam, mereka

selalu membagi harta benda berdasarkan hukum Islam, namun tidak pula menutup

kemungkinan dibagi berdasrkan hukum adatnya. Bagi agama Non-Islam, pembagian

harta benda karena perceraian selalu tunduk pada hukum adat jika mereka satu suku,

dan kalau tidak ada kesepakatan diselesaikan menurut hukum adat maka yang berlaku

adalah hukum positif.92

Jika dilihat dari KUHPerdata, apabila perkawinan tersebut berakhir maka hal

itu diatur oleh Pasal 128 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setelah bubarnya

persatuan (perkawinan), maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri,

atau antara para ahli waris mereka masing-masing dengan tidak memperdulikan soal

dari pihak yang manakah barang-barang itu diperolehnya. 93 Sama halnya seperti

pembagian yang diatur dalam KUHPerdata, dalam Kompilasi Hukum Islam pun

ditentukan bagi yang beragama islam yaitu janda atau duda cerai hidup masing-

masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam

perjanjian perkawinan.94

92
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Op. cit., hlm. 68-69
93
I Ketut Oka Setiawan dan Arrisman, Hukum Perdata Tentang Orang dan Benda, (Jakarta :
FH Utama Jakarta, 2010), hlm. 71.
94
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 97.

Universitas Sumatera Utara


66

Di dalam hal bubar karena kematian maka menurut ketentuan Pasal 127

KUHPerdata orang tua yang masih hidup harus mengadakan pendaftaran harta

kekayaan persatuan di dalam waktu 3 bulan, jika ada anak yang belum dewasa.

Di dalam Burgelijk Wetboek pemisahan harta dapat diminta oleh istri, dan di

sini disebutkan tentang hak-hak istri untuk meminta pemisahan harta beda, yang

diatur dalam Pasal 186 BW menyebutkan : sepanjang perkawinan setiap istri berhak

memajukan tuntutan kepada hakim akan pemisahan harta kekayaan, akan tetapi hanya

dalam hal-hal sebagai berikut :95

1. Jika si suami karena kelakuannya yang nyata tak baik telah memboroskan

harta kekayaan persatuan dan karena itu menghadapkan segenap keluarga

rumah berada dalam bahaya keruntuhan.

2. Jika karena tak adanya keterlibatan dan cara yang baik dalam mengurus

harta kekayaan si suami sendiri, jaminan guna harta kawin si istri dan

guna segala apa yang menurut hukum menjadi hak si istri, akan menjadi

kabur atau jika karena sesuatu kelalaian besar dalam mengurus harta

kawin si istri, kekayaan ini dalam bahaya.

Hak untuk meminta pemisahan harta benda ini hanyalah ada pada pihak istri,

sedangkan suami tidak mempunyai hak untuk itu. Karena pemisahan harta benda ini

justru ditujukan kepada si suami yang memang kadang-kadang lebih dominan

daripada istri.

95
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 68-
69.

Universitas Sumatera Utara


67

C. Wewenang dan Tanggung Jawab Suami dan Istri Terhadap Harta

Bersama

Dalam pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menegaskan tentang

wewenang suami dan istri terhadap bersama, yang menyatakan bahwa : “mengenai

harta bersama suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”. Dari

pasal tersebut menegaskan bahwa wewenang atau kekuasaan atau hak suami dan istri

sama besarnya.

Oleh karena itu suami dan istri dapat menggunakan atau melakukan perbuatan

hukum terhadap harta mereka. Namun dalam melakukan perbuatan hukum terhadap

harta bersama tersebut, suami dan istri haruslah mendapatkan persetujuan atau izin

dari pihak lainnya hal ini dikarenakan suami dan istri mempunyai wewenang yang

sama besarnya terhadap harta tersebut sehingga untuk melakukan perbuatan hukum

tertentu terhadap harta kekayaan maka harus ada kesepakatan terlebih dahulu antar

suami istri dalam mempergunakan harta tersebut.

Pada prinsipnya harta bersama itu diatur bersama dan dipergunakan dalam

segala sesuatu harus persetujuan bersama. 96 Hal ini dikarenakan kedudukan suami

dan istri adalah seimbang dalam rumah tangga dan masyarakat maka suami dan istri

bersama-sama berhak atas harta bersama tersebut. hal ini ditegaskan dalam Pasal 31

ayat (1) UUP mengenai hak dan kewajiban suami istri yang menyatakan bahwa : “hak

96
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan : Zahir Trading, 1975), hlm.
123.

Universitas Sumatera Utara


68

dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam rumah

tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.”

Akibat dari wewenang suami dan istri terhadap harta bersama adalah seimbang,

maka perbuatan hukum terhadap harta benda tersebut adalah seimbang. Misalnya

suami ingin menjaminkan harta bersama sebagai jaminan kredit, hal ini adalah sah

secara hukum tetapi ada syarat yang harus dipenuhi yaitu persetujuan istri jika harta

tersebut dijadikan sebagai objek jaminan.

Mengenai harta bersama, suami istri tidaklah bebas dan leluasa melakukan

perbuatan hukum melainkan jika salah satu pihak akan menjaminkan atau

mengalihkan harta tersebut wajib untuk meminta persetujuan dari pihak lainnya.

Misalnya seorang suami istri memiliki rumah sebagai harta bersama yang diperoleh

selama perkawinan. suaminya seorang pelaku usaha danistrinya seorang guru. Suami

membutuhkan modal usaha dan memerlukan rumah tersebut untuk dijadikan jaminan

hutang kepada bank. Tindakan suami menjaminkan rumah harus mendapatkan izin

dari istri. Jika tidak demikian maka perjanjian kredit dengan jaminan rumah tersebut

menjadi cacat hukum, dan dapat dibatalkan. Biasanya bank (kreditur) sangat hati-hati

mengucurkan kreditsnya sehingga dalam contoh di atas, bank meminta kepada istri

untuk turut menandatangani perjanjian kredit agar dibelakang hari tidak menjadi

masalah hukum.97

Berbeda halnya dengan harta bawaan masing-masing suami atau istri yang

tidak memerlukan izin salah satu pihak jika harta tersebut mau dialihkan atau dijual

97
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Op. cit., hlm. 68.

Universitas Sumatera Utara


69

kepada pihak lain. suami atau istri mempunyai hak penuh untuk melakukan perbuatan

hukum terhada harta tersebut.98

Ketika ada wewenang suami istri terhadap harta bersama, maka akan ada pula

tanggung jawab yang dipikul suami istri tersebut. tanggung jawab disini adalah dalam

artian siapa yang akan memikul beban ketika ada hutang yang dibuat oleh suami dan

istri. Baik itu dilakukan secara pribadi maupun bersama. Mengenai tanggung jawab

ini sebenarnya tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Perkawinan, namun

dapat kita lihat dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang

menyatakan bahwa : “Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”.

Dari pasal tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa terhadap harta pribadi,

baik itu milik suami atau istri secara pribadi maka harta benda tersebut berada di

bawah penguasaan masing-masing. Oleh karena itu, tanggung jawab terhadap harta

benda tersebut adalah secara pribadi. Hutang-hutang yang timbul dari perbuatan

hukum terhadap harta tersebut dipikul secara pribadi oleh suami atau istri. Lain

halnya jika itu adalah harta bersama. Karena harta bersama merupakan harta benda

yang diperoleh selama perkawinan, maka seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

wewenang terhadap harta tersebut adalah seimbang. Karena wewenangnya seimbang,

maka tanggung jawab yang dipikul pun seimbang.

Oleh karena tanggung jawab suami istri seimbang maka hutang-hutang yang

ditimbulkan dari suatu perbuatan hukum terhadap bersama tersebut dipikul bersama.

98
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


70

Walaupun yang melakukan perbuatan hukum adalah salah satu pihak, baik itu pihak

suami atau pihak istri. Namun, untuk pertanggungjawabannya tetap dipikul oleh

keduanya. Karena sebelum perbuatan hukum tersebut dilakukan, telah dimintakan

persetujuan oleh pihak suami atau istri sehingga keduanya sepakat terhadap perbuatan

hukum tertentu yang melibatkan harta bersama.

Di dalam soal inii di dalam Undang-undang tidak terdapat ketentuan apa-apa.

Yang ada hanya ketentuan jika persatuan telah dibubarkan, seperti tersebut dalam

Pasal 130, pasal 131, sehingga ketentuan-ketentuan itu boleh dipakai penggunaannya

di dalam keadaan sebelum perkawinan bubar.99 Jika demikian, maka tanggung jawab

suami istri terhadap hutang yang timbul selama perkawinan adalah masing-masing

setengah bagian dipikul oleh suami istri tersebut.

D. Harta Bersama Sebagai Objek Jaminan

Pada umumnya kredit yang diterima oleh debitor diamankan dengan adanya

jaminan kredit. Faktor jaminan merupakan faktor yang sangat penting bagi kreditor

maka memerlukan kepastian, 100 bahwa pinjaman yang telah diberikan oleh kreditor

akan dibayar pada waktu yang telah disepakati. Jadi, jaminan disini dipermaksudkan

untuk mengurangi resiko jika debitor lalai dalam mengembalikan uang yang telah

dipinjamkan oleh kreditor.

Jaminan kredit merupakan suatu jaminan baik itu berupa benda atau orang yang

diberikan oleh debitor kepada kreditor untuk memberikan rasa aman kepada kreditor

99
Ali Afandi, Op. cit., hlm. 169.
100
Sunarti Hartono, Beberapa Pemikiran ke Arah Pemberharuan Hukum Tanah, (Bandung :
Alumni, 1998), hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara


71

dalam memberikan pinjaman kepada debitor, selain itu dilakukan untuk mengurangi

resiko kerugian jika debitor lalai dalam mengembalikan pinjaman tersebut.

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “segala

kebendaan, yang bergerak dan tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada

maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan debitor itu”. Ini

berarti setiap tindakan seseorang dalam lapangan harta kekayaan selalu akan

membawa akibat terhadap harta kekayaannya, baik yang bersifat menambah jumlah

harta kekayaan (kredit), maupun yang nantinya akan mengurangi jumlah harta

kekayaannya (debit). Demikianlah harta kekayaan setiap orang akan selalu berada

dalam keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Setiap

perjanjian yang dibuat maupun perikatan yang terjadi akan mengakibatkan harta

kekayaan seseorang bertambah atau berkurang. 101

Jaminan yang dimaksudkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata merupakan bentuk

jaminan umum. Yang dimaksud dengan jaminan umum adalah jaminan yang

ditentukan oleh undang-undang. Tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak

(kreditur dan debitur), secara otomatis kreditur sudah mempunyai hak verhaal atas

benda-benda milik debitur. Jaminan umum tertuju pada semua benda milik debitur.

Jaminan umum tertuju pada semua benda milik debitur, yaitu benda bergerak dan

benda tidak bergerak, baik benda yang sudah ada maupun benda yang baru akan ada.

Terhadap jaminan umum ini, para kreditur berkedudukan sebagai kreditur konkuren

101
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung
Menanggung, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


72

(persaingan). Artinya kedudukan para kreditur adalah sama, tidak ada yang lebih

diutamakan di antara kreditur yang satu dengan yang lain. 102

Sesuai dengan Pasal 1131 KUHPerdata, segala kebendaan milik debitor akan

dijadikan jaminan dalam setiap perikatan yang dilakukan oleh debitor. benda yang

dimiliki debitor dapat merupakan benda milik pribadi dan benda milik bersama.

Benda tersebut dapat dikatakan milik bersama jika seorang debitor terikat dalam

suatu perkawinan dan benda tersebut dihasilkan oleh suami istri selama terikat

perkawinan. benda tersebut merupakan harta bersama yang menjadi milik suami istri

walaupun kepemilikan terhadap harta bersama tersebut hanya terdaftar atas nama satu

orang saja.

Dengan demikian, harta kekayaan suami istri ini dapat dijadikan sebagai objek

jaminan dalam suatu perjanjian jika salah satu baik itu suami atau istri melakukan

perjanjian dengan kreditor. Namun, harta bersama tersebut hanya dapat dijadikan

sebagai objek jaminan jika pihak lainnya menyetujui harta bersama tersebut dijadikan

sebagai objek jaminan. Misalnya ketika suami sebagai debitur memberikan jaminan

yaitu surat tanah kepada kreditor, maka suami harus mendapatkan izin istri karena

tanah tersebut merupakan milik suami dan istri. Karena mengenai harta bersama,
103
suami dan istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

102
M. Khoidin, Hukum Jaminan, (Surabaya : Laksbang Yustitia, 2017), hlm. 11.
103
Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, (Bandung : Alumni, 1980), hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PADA PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI TEBING TINGGI NOMOR : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD

A. Peristiwa Konkret

Peristiwa ini dimulai ketika pada tanggal 16 Oktober 2013 Penggugat

mendaftarkan gugatannya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Para

pihak yang bersengketa pada saat itu adalah Anna sebagai Penggugat, umur 36 tahun,

kewarganegaraan Indonesia, agama Buddha, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, alamat

Komplek Senangin Blok C No. 2, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing

Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi, dalam hal ini diwakili oleh kuaasanya Syafrizal,

S.H., M.H. dan Salmi Saleh, S.H. Advokat Penasehat Hukum berkantor di Jl. Denai

No. 75 Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 5 Oktober 2013.

Selanjutnya ialah kedudukan Tergugat yaitu bernama Surianto, laki-laki,

tempat/tanggal lahir ; Bah Gunung 29 Juni 1975, kewarganegaraan Indonesia, agama

Budha, wiraswasta, alamat Komplek Senangin Blok C No. 2, Kelurahan Badak

Bejuang, Kecamatan Tebing tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi, dalam hal ini diwakil

oleh kuasanya Sukiran, S.H., M.Kn, Mangara Manurung, S.H, Edy Martino, S.H.,

M.H, Budi Hartono Purba, S.H, B Hans B Silalahi, S.H, Maya Manurung, S.H., SpN,

Para Advokat – Konsultan Hukum pada kantor Hukum “JASATAMA &

ASSOCIATES” yang berkantor di Komplek Cilincing Indah No. 50 B Jalan Yos

Sudarso Lingkungan 14 B Kelurahan Glugur Kota.

73

Universitas Sumatera Utara


74

Penggugat dan Tergugat sebelumnya adalah suami istri yang sah yang terikat

dalam suatu perkawinan, dan perkawinan tersebut telah dicatatkan pada Kantor

Catatan Sipil Kota Medan sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999

tertanggal 8 Maret 1999, diterbitkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kota Medan.

Perkawinan Penggugat dan Tergugat telah pula diputus karena perceraian dengan

putusan verstek oleh Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN.TTD

tanggal 13 September 2012.

Dari perkawinan tersebut, Penggugat dan Tergugat memperoleh 4 (empat)

orang anak masing-masing bernama Alessandro, Angelia Intan, Lorenzo Cartan, dan

Carlene Intan. Dan selama masa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat juga

telah memperoleh harta bersama, baik harta yang tidak bergerak dan harta yang

bergerak. Harta yang tidak bergerak berupa :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


75

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan

Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera

Utara, seluas 97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan

Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera

Utara, seluas 16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan

Serba Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

14. 582 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Seluruh tanah tersebut di atas sudah diblokir tanggal 20 Desember 2012

atas permintaan Penggugat dan berdasarkan surat Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai No. 256/12.18-300-2/V/2013

tanggal 3 Mei 2013 masih terdaftar atas nama SURIANTO (tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan

Universitas Sumatera Utara


76

Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas

98 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Sertifikat tersebut di atas telah diblokir atas permintaan Penggugat dan

masih terdaftar atas nama SURIANTO (Tergugat) sesuai Surat

Keterangan Pendaftaran Tanah No. 19-M/KET-12.07/V/2013 tanggal 10

Mei 2013 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

Deli Serdang;

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C,

Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing

Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama

Surianto (Tergugat), yang telah diblokir atas permintaan Penggugat,

sesuai surat Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi No. DI.

3066319/2012 No. Berkas : 0216-6368/2012, tanggal cetak 12 Desember

2012;

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C,

Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing

Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama

Surianto (Tergugat), yang telah diblokir atas permintaan Penggugat,

sesuai surat Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi No. DI.

3066318/2012 No. Berkas : 0216-6367/2012, tanggal cetak 12 Desember

2012;

Universitas Sumatera Utara


77

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat), yang telah diblokir

atas permintaan Penggugat, sesuai surat Kantor Pertanahan Kota Tebing

Tinggi No. DI. 3066242/2012 No. Berkas : 0216-6036/2012, tanggal

cetak 10 Desember 2012;

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat), yang telah diblokir

atas permintaan Penggugat, sesuai surat Kantor Pertanahan Kota Tebing

Tinggi No. DI. 3066385/2013 No. Berkas : 0216-6452/2013, tanggal

cetak 24 Oktober 2013.

Seluruh Sertifikat Hak Milik tanah-tanah yang diperoleh Penggugat dan

Tergugat selama masa perkawinan di atas berada di tangan Tergugat yaitu Surianto.

Selain harta tidak bergerak tersebut diatas, terdapat juga harta bergerak yang

diperoleh selama perkawinan yaitu berupa uang baik dalam bentuk Tabungan,

ataupun Deposito dan harta benda produk perbankan yang dimiliki atau disimpan di

bank, baik bank swasta atau bank pemerintah yang terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat).

Oleh karena perkawinan mereka telah putus karena perceraian dan seluruh

surat-surat asli yang berkaitan dengan harta bersama dsisimpan oleh Tergugat, maka

Universitas Sumatera Utara


78

Anna (Penggugat) mengajukan gugatan terhadap pembagian harta bersama selama

perkawinan agar dibagi secara natural seluruh harta bersama tersebut. jika pembagian

secara natural dimaksud tidak dapat dilaksanakan, maka dapat dilakukan pelelangan

melalui Kantor Pelayanan Pelelangan Piutang Negara (KP3N).

Pada tanggal 03 Maret 2014, Tergugat mengajukan jawaban terhadap gugatan

Penggugat pada saat itu. Setelah mendengar jawaban dari Tergugat didapati fakta di

Persidangan bahwa harta bersama yang merupakan harta tidak bergerak yang

diperoleh selama masa perkawinan telah dijadikan jaminan hutang untuk kelansungan

usaha oleh Tergugat. Adapun harta bersama yang dijadikan jaminan hutang adalah :

1. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

825.000.000.- (delapan ratus lima puluh juta rupiah) dengan agunan

berupa : Sertifikat hak Milik No. 138 dan Sertifikat Hak Milik No. 139

atas nama Surianto sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Pinjam

Meminjam tanggal 17 Oktober 2000 dimana hutang tersebut hingga saat

ini belum dilunasi sehingga yang menjadi agunan/jaminan tersebut masih

dipegang oleh Hardi Mistani;

2. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

620.000.000,- (enam ratus dua puluh juta rupiah) dengan agunan berupa :

Sertifikat hak Milik No. 1097 dan Sertifikat Hak Milik No. 1098 atas

nama Surianto sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Pinjam

Meminjam tanggal 24 November 2000 dimana hutang tersebut hingga

saat ini belum dilunasi sehingga yang menjadi agunan/jaminan tersebut

masih dipegang oleh Hardi Mistani;

Universitas Sumatera Utara


79

3. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dengan agunan berupa : Sertifikat

hak Milik No. 142 sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Pinjam

Meminjam tanggal 16 Juli 2001 dimana hutang tersebut hingga saat ini

belum dilunasi sehingga yang menjadi agunan/jaminan tersebut masih

dipegang oleh Hardi Mistani;

4. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp. 80.000.000,-

(delapan puluh juta rupiah) dengan agunan berupa : Sertifikat hak Milik

No. 140 atas nama Surianto sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian

Pinjam Meminjam tanggal 03 Agustus 2001 dimana hutang tersebut

hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang menjadi agunan/jaminan

tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

5. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

125.000.000,- (seratus dua puluh lima juta rupiah) dengan agunan berupa

: Sertifikat hak Milik No. 82 atas nama Surianto sebagaimana tertuang

dalam Surat Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 01 Oktober 2008

dimana hutang tersebut hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang

menjadi agunan/jaminan tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

6. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

110.000.000,- (seratus sepuluh juta rupiah) dengan agunan berupa :

Sertifikat hak Milik No. 685 atas nama Surianto sebagaimana tertuang

dalam Surat Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 14 Juni 2000 dimana

Universitas Sumatera Utara


80

hutang tersebut hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang menjadi

agunan/jaminan tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

7. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dengan agunan berupa :

Sertifikat hak Milik No. 223 atas nama Surianto sebagaimana tertuang

dalam Surat Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 26 Agustus 2003

dimana hutang tersebut hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang

menjadi agunan/jaminan tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

8. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah) dengan agunan berupa

: Sertifikat hak Milik No. 233 atas nama Surianto sebagaimana tertuang

dalam Surat Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 26 Juli 2006 dimana

hutang tersebut hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang menjadi

agunan/jaminan tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

9. Tergugat meminjam uang kepada Hardi Mistani sebesar Rp.

210.000.000,- (dua ratus sepuluh juta rupiah) dengan agunan berupa :

Sertifikat hak Milik No. 2 atas nama Surianto sebagaimana tertuang

dalam Surat Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 6 Juli 2007 dimana

hutang tersebut hingga saat ini belum dilunasi sehingga yang menjadi

agunan/jaminan tersebut masih dipegang oleh Hardi Mistani;

Bahwa laporan Penggugat tersebut diproses secara hukum di Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi. Akhirnya pada tanggal 03 April 2014 perkara tersebut telah diputus di

Universitas Sumatera Utara


81

Pengadilan Negeri Tebing Tinggi dalam Putusan Nomor : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD

dengan amar putusan sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sesuai

dengan Kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999 tertanggal 8 Maret 1999,

kemudian telah dinyatakan putus karena perceraian berdasarkan

Keputusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN/TTD

tanggal 13 September 2012;

3. Menetapkan sebagai harta bersama milik Penggugat dan Tergugat yang

diperoleh selama masa perkawinan, berupa :

Harta tidak bergerak,

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Universitas Sumatera Utara


82

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai,

Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai,

Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah,

Kecamatan Serba Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 14. 582 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu,

Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 98 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


83

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok

C, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota

Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok

C, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota

Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara,

seluas 1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara,

seluas 4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

4. Menghukum Tergugat dan Penggugat agar segera membagi harta bersama

tersebut diatas secara natural, dengan ketentuan 50% sebagai bahagian

Penggugat dan 50 % sisanya sebagai bahagian Tergugat. Kalau tidak

dapat dibagi secara natural maka pembagian dilaksanakan melalui lelang

dengan bantuan Kantor Pelayanan Pelelangan Piutang Negara (KP3N);

Universitas Sumatera Utara


84

5. Menyatakan Sita Marital yang diletakkan dalam perkara aquo sah dan

berharga;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.

5.321.000,- (lima juta tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah);

7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

B. Norma Hukum Yang Digunakan Para Pihak dalam Mempertahankan

Haknya

A. Pihak Penggugat

1. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 64/PUU-X?2012 tanggal 28

Februari 2013 yang antara lain menegaskan bahwa “Kerahasiaan bank bisa diterobos

dengan adanya harta gono gini”, maka Penggugat memohonkan kepada Majelis

Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo dan menyurati Bank Indonesia

agar memberi penjelasan serta keterangan atas Tabungan, Deposito dan harta benda

produk Perbankan, baik yang ada pada bank swasta atau bank pemerintah yang

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

2. Sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan yang menyatakan bahwa : “Harta Benda diperoleh selama masa

perkawinan menjadi harta bersama”, maka seluruh harta kekayaan yang dihasilkan

oleh Penggugat dan Tergugat selama masa perkawinan adalah sah sebagai harta

bersama;

3. Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yang berbunyi : “Mengenai harta bersama suami atau istri dapat

Universitas Sumatera Utara


85

bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”. Penggugat merasa khawatir harta

bersama tersebut akan berpindak kepada pihak ketiga tanpa persetujuan Penggugat;

4. Bahwa dari dan oleh karena itu sangat patut dan beralasan bagi Majelis Hakim

yang Mulia mengadili perkara aquo untuk mengabulkan permohonan penggugat,

yaitu meletakkan Sita Marital terhadap harta bersama antara Penggugat dan Tergugat.

Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 190 KUHPerdata yang berbunyi :

“Sementara perkara berjalan, dengan seizin Hakim istri boleh mengadakan tindakan-

tindakan untuk menjaga agar harta kekayaan persatuan tidak habis atau diboroskan”;

5. Bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang diikatkan berdasarkan

Akta Perkawinan No. 184/1999 tertanggal 8 Maret 1999 diterbitkan oleh Kepala

Dinas Kependudukan Kota Medan, kemudian telah dinyatakan putus karena

perceraian berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No.

29/Pdt.G/PN/TTD tanggal 13 September 2012;

6. Setelah dinyatakannya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah putus

karena perceraian, maka sangat patut dan beralasan bagi Majelis Hakim untuk

mengadili perkara aquo, untuk mengabulkan Gugatan Penggugat agar seluruh harta

bersama tersebut dibagi sama banyak antara Penggugat dan Tergugat , dengan

ketentuan 50% Penggugat dan 50% Tergugat.

Berdasarkan dalil-dalil dan uraian di atas, Penggugat memohon kepada

Majelis Hakim untuk mengadili dan mengambil keputusan yang amarnya sebagai

berikut :

(a) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.

Universitas Sumatera Utara


86

(b) Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sesuai dengan

Kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999 tertanggal 8 Maret 1999, kemudian

telah dinyatakan putus karena perceraian berdasarkan Keputusan Pengadilan

Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN/TTD.

(c) Menetapkan sebagai harta bersama milik Penggugat dan Tergugat yang

diperoleh selama masa perkawinan, berupa :

1. Harta Tidak Bergerak

a. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

b. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

c. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu

Kecamatan Sei Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


87

d. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai,

Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

e. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti

hak) Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai,

Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

f. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah,

Kecamatan Serba Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 14. 582 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

g. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu,

Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara, seluas 98 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

h. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok

C, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota

Universitas Sumatera Utara


88

Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

i. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok

C, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota

Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas

nama Surianto (Tergugat);

j. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara,

seluas 1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

k. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik

No. 00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara,

seluas 4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

2. Harta Bergerak, berupa uang baik dalam bentuk Tabungan, Deposito, dan

harta benda produk prbankan yang dimiliki atau disimpan di bank, baik

bank swasta atau bank pemerintah yang terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat).

(d) Menghukum Tergugat dan Penggugat agar segera membagi harta bersama

tersebut diatas secara natural, dengan ketentuan 50% sebagai bahagian

Penggugat dan 50% sisanya sebagai bahagian Tergugat. Kalau tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


89

dibagi secara natural maka pembagian dilaksanakan melalui lelang dengan

bantuan Kantor Pelayanan Pelelangan Piutang Negara (KP3N).

(e) Menyatakan Sita Marital yang diletakkan dalam perkara aquo sah dan

berharga.

(f) Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan secara serta merta (Uitvoerbaar

bij voorraad), walaupun ada upaya banding, kasasi, maupun Peninjauan

Kembali.

(g) Membebankan kepada Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul

dalam perkara aquo.

B. Pihak Tergugat

1. Bahwa Tergugat membantah secara tegas dalil-dalil yang disampaikan oleh

Penggugat dalam gugatannya kecuali ada yang diakui dan sejalan dengan jawaban

ini.

2. Bahwa benar antara Tergugat dan Penggugat pernah melansungkan perkawinan

dihadapan Pemuka Agama Budha yang bernama Ling Ku tanggal 3 Januari 1998 di

Vihara Vimala Diepa Jl. H.O.S Cokrominoto No. 15 A Medan dan perkawinan

tersebut telah dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil Kota Medan sesuai dengan

kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999 tanggal 8 Maret 1999 Diterbitkan oleh

Kepala Dinas Kependudukan Kota Medan.

3. Oleh karena perkawinan Tergugat dan Pengugat telah diputus karena perceraian

dengan putusan verstek oleh Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt-

G/2012/PN-TTD tanggal 13 September 2012 dan telah berkekuatan hukum.

Universitas Sumatera Utara


90

4. Tergugat dan Penggugat memiliki harta bersama yang diperoleh selama masa

perkawinan, berupa harta tidak bergerak seperti yang telah disebutkan dalam gugatan

Tergugat, dan atas benda bergerak yang telah disebutkan sebelumnya dalam bentuk

Tabungan, Deposito dan produk perbankan yang dimiliki Tergugat adalah tidak

benar. Karena Tergugat tidak memiliki harta bergerak dalam bentuk Tabungan,

Deposio maupun produk perbankan lainnya.

5. Oleh karena seluruh harta bersama tersebut telah dijadikan jaminan hutang oleh

Tergugat oleh untuk kelansungan usahanya maka patut dan beralasan hukum harta

tidak bergerak tersebut tidak dapat dikatakan sebagai harta bersama dengan alasan

harta tidak bergerak tersebut suratnya ada di tangan orang lain (Hardi Mistani)

sehingga alasan-alasan yang dikemukakan Penggugat terhadap harta bersama untuk

dibagi secara bersama adalah tidak benar dan harus ditolak. Jawaban Tergugat ini

menurut penulis adalah tidak mendasar dan tidak sesuai dengan kaidah hukum yang

berlaku. Tergugat tidak memberikan alasan mengapa harta tersebut tidak dapat dibagi

secara bersama dengan berdasarkan hukum. Bahkan hal tersebut telah melanggar

ketentuan dalam Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang

menyebutkan bahwa suami istri dapat bertindak atas harta bersama dengan

persetujuan kedua belah pihak. Sementara, dalam hal ini perjanjian yang dibuat

dengan Hardi Mistani tidaklah sah karena tanpa persetujuan Anna (Penggugat)

sebagai istri yang berhak terhadap harta bersama tersebut.

6. Bahwa dalam perkara ini tidaklah didasarkan pada suatu akta atau akta autentik

sehingga permintaan agar dilaksanakan putusan serta merta (Uitvoerbaar bij

Universitas Sumatera Utara


91

voorraad) tidaklah beralasan hukum karena tidak memenuhi syarat sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR dan Pasal 191 ayat (1) Rbg.

Berdasarkan dalil-dalil dan uraian di atas, Penggugat memohon kepada

Majelis Hakim untuk mengadili dan mengambil keputusan yang amarnya sebagai

berikut :

(a) Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang telah

diputus karena perceraian dengan putusan verstek oleh Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi No. 29/Pt-G/2012/PN-TTD tanggal 13 September 2012.

(b) Menolak permohonan Penggugat atas penetapan harta tidak bergerak berupa :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Universitas Sumatera Utara


92

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


93

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat)

(c) Menolak pembagian harta bersama agar dibagi secara natural dengan

pembagian 50% pembagian untuk Penggugat dan 50% untuk Tergugat.

(d) Menolak penetapan harta bergerak yang dimiliki oleh tergugat baik itu dalam

bentuk Tabungan maupun Deposito.

(e) Menolak sita marital dalam perkara aquo atas harta bergerak dan tidak

bergerak.

(f) Membebankan biaya perkara ini kepada penggugat.

Universitas Sumatera Utara


94

C. Dasar Pertimbangan Hukum Oleh Majelis Hakim

Menimbang, bahwa pada pokoknya Penggugat mendalilkan hal-hal sebagai

berikut :

 Bahwa, antara Penggugat dan Tergugat pernah melansungkan perkawinan di

hadapan Pemuka Agama Budha yang bernama Ling Ku tanggal 3 Januari

1998 di Vihara Vimala Diepa Jl. H.O.S Cokrominoto No. 15 A Medan dan

perkawinan tersebut telah dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil Kota Medan

sesuai dengan kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999 tanggal 8 Maret 1999

Diterbitkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kota Medan. Perkawinan

Penggugat dan Tergugat telah pula diputus karena perceraian dengan putusan

verstek oleh Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN-TTD

tanggal 13 September 2012;

 Bahwa, dari perkawinan tersebut di atas antara Penggugat dan Tergugat telah

memperoleh 4 (empat) orang anak masing-masing bernama Alessandro,

Angelia Intan, Lorenzo Cartan dan Carlene Intan;

 Bahwa, dari perkawinan antara Penggugat dan Tergugat juga telah

memperoleh harta selama masa perkawinn, baik harta yang tidak bergerak dan

harta bergerak;

Harta yang tidak bergerak, berupa :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Universitas Sumatera Utara


95

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Universitas Sumatera Utara


96

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Universitas Sumatera Utara


97

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat).

Harta bergerak, berupa uang baik dalam bentuk Tabungan, Deposito, dan harta benda

produk prbankan yang dimiliki atau disimpan di bank, baik bank swasta atau bank

pemerintah yang terdaftar atas nama Surianto (Tergugat).

Menimbang, bahwa dalil gugatan Penggugat tersebut dibantah oleh Tergugat

dengan menyatakan pada pokoknya :

 Bahwa atas harta tidak bergerak yang telah disebutkan diatas yang menjadi

jaminan hutang oleh Tergugat maka patut dan beralasan hukum harta tidak

bergerak tersebut tidak dapat dikatakan sebagai harta bersama dengan alasan

harta tidak bergerak tersebut suratnya ada ditangan orang lain (Hardi Mistani)

sehingga alasan-alasan yang dikemukakan oleh Penggugat terhadap harta

bersama dalam gugatannya untuk dibagi secara bersama adalah tidak benar

dan harus ditolak;

Menimbang, bahwa untuk mnguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah

mengajukan alat-alat bukti tertulis yaitu : bukti bertanda P-1 sampai dengan P-9 dan 2

(dua) orang saksi;

Menimbang, bahwa untuk mendukung sangkalannya, Tergugat di persidangan

telah mengajukan alat-alat bukti tertulis yaitu : bukti bertanda T-1 sampai dengan T-9

dan 2 (dua) orang saksi;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 dan bukti P-2 diperoleh fakta bahwa

Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di Komplek Senangin Blok C No. 2

Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing Kota, Kota Tebing Tinggi dan

Universitas Sumatera Utara


98

berstatus sebagai suami istri dan mempunyai 4 (empat) orang anak yaitu yang

bernama :

1. Alessandro tempat lahir di Medan 15 Oktober 1998;

2. Angelia Intan tempat lahir di Medan tanggal 28 November 1999;

3. Lorenzo Cartan tempat lahir di Medan tanggal 09 Januari 2001;

4. Charlene Intan tempat lahir di tebing Tinggi tanggal 13 Agustus 2004.

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 pada tanggal 13 September 2012

Pengadilan Negeri Tebing Tinggi telah memeriksa dan memutus bahwa perkawinan

antara Penggugat dan Tergugat yang dilakukan pada tanggal 08 Maret 1998 putus

karena perceraian dan perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap tertanggal 05

Oktober 2012;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 bahwa putusan Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi mengenai putusnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat karena

perceraian sudah didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil;

Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan bahwa selama pernikahan antara

Penggugat dan Tergugat diperoleh harta benda bergerak dan tidak bergerak yaitu :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Universitas Sumatera Utara


99

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Universitas Sumatera Utara


100

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat)

Berupa uang baik dalam bentuk Tabungan, Deposito dan harta benda produk

perbankan yang dimiliki atau disimpan di bank swasta atau bank pemerintah yang

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


101

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-4 bahwa Sertifikat Hak Milik No.

138/Pon, 139/Pon, 140/Pon, Sertifikat Hak Milik 223/Binjai, 233/Binjai, Sertifikat

Hak Milik No. 2/Karang Tengah masih terdaftar atas nama Surianto (Tergugat) dan

terhadap Sertifikat Hak Milik tersebut telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-5 disebutkan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 842/Bakaran Batu terdaftar atas nama Surianto (Tergugat) terhadap

Sertifikat Hak milik tersebut telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Deli Serdang;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-6 disebutkan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 01097/Badak Bejuang telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor

Pertanahan Kota Tebing Tinggi;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-7 disebutkan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 01098/Badak Bejuang telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor

Pertanahan Kota Tebing Tinggi;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-8 disebutkan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 00824/Brohol telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor Pertanahan Kota

Tebing Tinggi;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-9 disebutkan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 00685/Brohol telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor Pertanahan Kota

Tebing Tinggi;

Menimbang, bahwa terhadap harta tidak bergerak yang didalilkan oleh

Penggugat sebagaimana dalam jawaban Tergugat hal tersebut diakui oleh tergugat

Universitas Sumatera Utara


102

sebagai harta yang diperoleh ketika Penggugat dan Tergugat masih terikat

perkawinan;

Menimbang, bahwa Tergugat mendalilkan bahwa harta-harta bersama Tergugat

dengan Penggugat telah dijadikan jaminan hutang hal ini sebagaimana disebutkan

dalam bukti-bukti yang diajukan oleh tergugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-1 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam-meminjam uang tertanggal 14 Juni 2000 sejumlah Rp.

110.000.000,- (seratus sepuluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani dimana

Tergugat memberikan jaminan :

1. Surat ganti rugi akta camat No. 593.83/69 atau surat Notaris/PPAT No.

47/W/1995 seluas +/- 2.000 M2;

2. Surat ganti rugi akta camat No. 593.83/70 atau surat Notaris/PPAT No.

48/W/1995 seluas +/- 275 M2;

3. Surat ganti rugi akta camat No. 593.83/71 atau surat Notaris/PPAT No.

49/W/1995 seluas +/- 275 M2;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

sejak tanggal perjanjian dan apabila surat-surat jaminan ditingkatkan menjadi

Sertifikat Hak Milik, maka surat tersebut sebagai pengganti jaminan;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-2 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam-meminjam uang tertanggal 17 Oktober 2000 sejumlah

Rp. 825.000.000,- (delapan ratus dua puluh lima juta) dengan saksi Hardi Mistani

dimana Tergugat memberikan jaminan :

Universitas Sumatera Utara


103

1. SHM No. 138 terletak di Desa Pon Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli

Serdang;

2. SHM No. 138 terletak di Desa Pon Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli

Serdang;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-3 bahwa Tergugat telah melakukan

perjanjian pinjam-meminjam uang tertanggal 24 November 2000 sejumlah Rp.

620.000.000,- (enam ratus dua puluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani dimana

Tergugat memberikan jaminan :

1. SHM No. 1097 Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Rambutan Kota

Madya Tebing Tinggi;

2. SHM No. 1098 Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Rambutan Kota

Madya Tebing Tinggi;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian.

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-4 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 16 Juli 2001 sejumlah Rp.

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani dimana Tergugat

memberikan jaminan SHM No. 842 Jln. Perbatasan gg Lesatari Desa Bakaran Batu,

Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian;

Universitas Sumatera Utara


104

Menimbang, bahwa berdasarkan T-5 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 03 Agustus 2001 sejumlah Rp.

80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani dimana

Tergugat memberikan jaminan : 1 (satu) unit ruko di Jalan Poni Indah No. 10 E Desa

Pon kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli Serdang;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian;

Menimbang, bahwa berdasarkan T-6 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 26 Agustus 2003 sejumlah Rp.

750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani.

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian;

Menimbang, bahwa berdasarkan T-7 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 21 Juni 2006 sejumlah Rp.

450.000.000,- (empat ratus lima puluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani

dimana Tergugat memberikan jaminan :

1. Surat Akta Pelepasan Hak No. 28/1975;

2. Surat Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi No.

53/VIII/1992;

3. Surat Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi No.

40/VIII/1993;

Universitas Sumatera Utara


105

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian dan apabila surat-surat jaminan ditingkatkan menjadi Sertifikat

Hak Milik, maka surat tersebut sebagai pengganti jaminan;

Menimbang, bahwa berdasarkan T-8 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 06 Juli 2007 sejumlah Rp.

210.000.000,- (dua ratus sepuluh juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani dimana

Tergugat memberikan jaminan : Surat Ganti Rugi No. 592.2/49/1989 tanggal 21

Maret 1989;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian dan apabila surat-surat jaminan ditingkatkan menjadi Sertifikat

Hak Milik, maka surat tersebut sebagai pengganti jaminan;

Menimbang, bahwa berdasarkan T-9 disebutkan bahwa Tergugat telah

melakukan perjanjian pinjam meminjam tertanggal 01 Oktober 2008 sejumlah Rp.

125.000.000,- (seratus dua puluh lima juta rupiah) dengan saksi Hardi Mistani

dimana Tergugat memberikan jaminan : Sertifikat Hak Milik No. 824 Kelurahan

brohol Kecamatan bajenis Kota tebing Tinggi;

Dimana Tergugat harus mengembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

tanggal perjanjian;

Menimbang, bahwa sebagaimana dalam jawab jinawab antara Penggugat dan

Tergugat bahwa selama perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memperoleh harta

bersama dimana apabila melihat ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan harta benda yang diperoleh selama

perkawinan akan menjadi harta bersama;

Universitas Sumatera Utara


106

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan harta bawaan dari masing-

masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai

hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masiing-masing sepanjang

para pihak tidak menentukan lain;

Menimbang, bahwa berdasarkan jawab jinawab antara Penggugat dan

Tergugat serta berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Penggugat dan Tergugat serta

berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat tidak

ada perjanjian antara Penggugat dan tergugat yang mengatur tentang harta bersama

atau harta bawaan atau hibah dan warisan dari Penggugat dan Tergugat sehingga

dengan demikian Majelis Hakim menilai bahwa harta bersama Penggugat dan

Tergugat tunduk pada ketentuan BAB VII Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan tentang Harta Benda dalam Perkawinan Pasal 35, Pasal 36, Pasal

37;

Menimbang, bahwa apabila melihat Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor

1 tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan mengenai harta bersama suami atau

istri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak;

Menimbang, bahwa sebagaimana diakui oleh Tergugat dalam jawabannya

bahwa harta bersama yang diakui oleh Penggugat adalah harta bersama tetapi sudah

dijaminkan sebagai jaminan Tergugat dalam meminjam uang kepada saksi Hardi

Mistani;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-1 sampai dengan T-9 adalah benar

Tergugat meminjam sejumlah uang dalam jangka waktu dari tahun 2000 sampai

Universitas Sumatera Utara


107

dengan 2008 kepada saksi hardi Mistani, dimana peminjaman uang dilakukan ketika

Penggugat dan Tergugat masih terikat perkawinan;

Menimbang, bahwa apabila melihat bukti T-1 sampai dengan bukti T-9

dimana pihak yang meminjam hanya Tergugat dan yang meminjamkan uang adalah

saksi Hardi Mistani, tidak adanya Penggugat sebagai pihak peminjam, serta

berdasarkan keterangan saksi Hardi Mistani dan keterangan saksi Muhammad Husin

bahwa Penggugat tidak tahu tentang perjanjian pinjam meminjam uang yang

dilakukan Tergugat dengan saksi Hardi Mistani serta Penggugat tidak diberitahukan;

Menimbang, bahwa mengenai utang dalam perkawinan, oleh Prof. Subekti,

S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 34), dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu utang pribadi (utang prive) dan utang persatuan (utang

gemeenschap), yaitu suatu utang untuk keperluan bersama), untuk suatu utang pribadi

harus dituntut suami atau istri yang membuat utang tersebut, sedangkan yang harus

disita pertama-tama adalah benda prive (benda pribadi), apabila tidak terdapat benda

pribadi atau ada tetapi tidak mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita juga.

Akan tetapi, jika suami yang membuat utang, benda pribadi istri tidak dapat disita,

dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan untuk utang persatuan, yang pertama-tama

harus disita adalah benda gemeenschap (benda bersama) dan apabila tidak

mencukupi, maka benda pribadi suami atau istri yang membuat perjanjian itu disita

pula;

Menimbang, bahwa utang pribadi yang bisa dimintai pelunasannya dari harta

bersama adalah utang pribadi yang berasal dari perjanjian utang piutang dengan

persetujuan pasangan. Ini merupakan hal yang logis karena utang yang dibuat oleh

Universitas Sumatera Utara


108

suami/istri dapat berdampak pada harta bersama apabila suami atau istri tidak dapat

melunasinya, dan untuk bertindak atas harta bersama diperluka persetujuan pasangan;

Menimbang, bahwa oleh karena itu, utang yang dibuat oleh istri tanpa

sepengetahuan suami dan tanpa persetujuan suami, tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada harta suami (utang pribadi tidak dapat diambil

pelunasannya dari harta pribadi pasangan), dan tidak dapat diambil pelunasannya dari

harta bersama (akibat tidak adanya persetujuan);

Menimbang, bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung No. Reg: 2691

PK/Pdt/1996 dinyatakan bahwa, “Tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau

istri harus mendapat persetujuan suami istri”;

Menimbang, bahwa Tindakan Tergugat yang membuat perjanjian pinjam

meminjam uang dengan menjaminkan harta bersama antara Penggugat dan Tergugat

tetapi dalam perjanjian tersebut Penggugat tidak diikutsertakan sebagai pihak serta

tidak adanya persetujuan dari Penggugat dan Penggugat sama sekali tidak tahu

tentang adanya perjanjian pinjam meminjam uang antara Tergugat dengan saksi hardi

Mistani sehingga dengan demikian perjanjian pinjam meminjam uang yang dilakukan

oleh Tergugat dengan saksi Hardi Mistani, sehingga Majelis Hakim menilai bahwa

perjanjian pinjam meminjam uang antara Tergugat dengan saksi Hardi Mistani

bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tenang

Perkawinan, sehingga Majelis Hakim menilai perjanjian pinjam meminjam antara

Tergugat dan saksi Hardi Mistani tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak

mengikat terhadap Penggugat;

Universitas Sumatera Utara


109

Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim menilai bahwa harta

bersama antara Penggugat dan tergugat berupa :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Universitas Sumatera Utara


110

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Universitas Sumatera Utara


111

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Merupakan harta bersama antara Penggugat dan Tergugat yang tidak dibebani

sebagai jaminan hutang atau hak apapun diatasnya;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil

Penggugat tentang adanya harta bersama berupa benda bergerak yaitu :

Berupa uang baik dalam bentuk tabungan, deposito dan harta benda produk

perbankan yang dimiliki atau disimpan di bank swasta atau bank pemerintah yang

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Menimbang, bahwa selama persidangan sampai dengan putusan ini dijatuhkan

bahwa Penggugat tidak ada mengajukan bukti tertulis maupun saksi-saksi yang

mendukung tentang dalil bahwa selama Penggugat dan Tergugat melansungkan

pernikahan telah diperolehharta bersama berupa uang baik dalam bentuk tabungan,

deposito dan harta benda produk perbankan yang dimiliki atau disimpan di bank

swasta atau bank pemerintah yang terdaftar atas nama Surianto (Tergugat), sehingga

dengan demikian dalil Penggugat mengenai harta bersama untuk harta bergerak

Majelis Hakim kesampingkan;

Universitas Sumatera Utara


112

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas dengan demikian

bahwa Penggugat dapat membuktikan bahwa selama perkawinan antara Penggugat

dan Tergugat telah dibuktikan diperoleh harta bersama;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan

petitum-petitum gugatan Penggugat;

Menimbang, bahwa mengenai petitum pertama yang meminta mengabulkan

gugatan Penggugat untuk seluruhnya Majelis akan mempertimbangkan petitum

pertama Penggugat setelah Majelis Hakim mempertimbangkan petitum-petitum

lainnya;

Menimbang, bahwa mengenai petitum kedua Majelis Hakim menilai dapat

dikabulkan karena antara Penggugat dan Tergugat pernah melansungkan perkawinan

sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan No 184/1999 tertanggal 08 Maret 1999, dan

telah dinyatakan putus karena perceraian berdasarkan putusan Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN.TTD tanggal 13 september 2012;

Menimbang, bahwa untuk petitum ketiga sebagai pertimbangan diatas, bahwa

hanya untuk harta tidak bergerak saja yang terbukti sebagai harta bersama antara

Penggugat dan tergugat sedangkan untuk harta tidak bergerak tidak dapat dibuktikan

maka Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagai harta bersama milik Penggugat dan

Tergugat yang diperoleh selama masa perkawinan berupa :

1. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Universitas Sumatera Utara


113

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

2. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

3. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

4. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

5. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

6. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Universitas Sumatera Utara


114

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

7. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

8. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

9. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

10. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

11. Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Universitas Sumatera Utara


115

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Menimbang, bahwa mengenai petitum keempat bahwa karena telah terbukti

bahwa selama perkawinan antara Penggugat dan tergugat diperoleh harta bersama

berupa harta benda tidak bergerak dan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat

telah putus karena perceraian maka petitum keempat ini dapat dikabulkan yaitu

menghukum Tergugat dan Penggugat agar segera membagi harta bersama tersebut

diatas secara natural, dengan ketentuan 50% sebagai bahagian Penggugat dan 50%

sisanya sebagai bahagian Tergugat. Kalau tidak dapat dibagi secara natural maka

pembagian dilaksanakan melalui lelang dengan bantuan Kantor Pelayanan Piutang

Negara (KP3N);

Menimbang, bahwa mengenai petitum kelima yang menyatakan Sita Marital

yang diletakkan dalam perkara aquo sah dan berharga dapatlah dikabulkan karena

dalam persidangan Majelis Hakim telah menetapkan Sita Marital No.

56/Pdt.G/2013/PN.TTD tertanggal 16 Desember 2013, Berita Acara Sita Marital

Nomor 56/Pdt.G/2013/PN.TTD tertanggal 16 Januari 2014, 17 Januari 2014, 23

Januari 2014, 24 Januari 2014, 29 Januari 2014, 13 Maret 2014, dan Penetapan No.

01/CB/2014/56/Pdt.G/2014/Pn.TTd/PN.LP tanggal 30 Januari 2014 Berita Acara

tanggal 24 Maret 2014, dimana sampai dengan putusan ini dijatuhkan terhadap sita

marital tersebut belum dicabut atau diangkat;

Menimbang, bahwa mengenai petitum keenam yang menyatakan putusan ini

dapat dilaksanakan secara serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad), walaupun ada

upaya banding, kasasi, maupun Peninjauan Kembali, Majelis Hakim tidak sependapat

Universitas Sumatera Utara


116

karena Majelis Hakim tidak menemukan alasan-alasan sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 191 ayat (1) RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik

Indonesia No. 3 Tahun 2000 dan No. 4 Tahun 2001 oleh karena itu haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan petitum

ketujuh sebagaimana pertimbangan diatas ada petitum Penggugat yang dikabulkan

dan ada petitum Penggugat yang ditolak, oleh karena itu gugatan Penggugat haruslah

dinyatakan dapat dikabulkan sebahagian dan menolak gugatan Penggugat untuk

selain dan selebihnya, maka petitum pertama haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa terhadap petitum ketujuh haruslah dikabulkan oleh karena

gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebahagian, maka pihak Tergugat selaku pihak

yang kalah harus dihukum untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam

perkara ini.

D. Analisis Putusan Majelis Hakim

Adapun yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No :

56/Pdt.G/2013/PN.TTD yaitu :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan sah perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sesuai dengan

Kutipan Akta Perkawinan No. 184/1999 tertanggal 8 Maret 1999, kemudian

telah dinyatakan putus karena perceraian berdasarkan Keputusan Pengadilan

Negeri Tebing Tinggi No. 29/Pdt.G/2012/PN/TTD tanggal 13 September

2012;

Universitas Sumatera Utara


117

3. Menetapkan sebagai harta bersama milik Penggugat dan Tergugat yang

diperoleh selama masa perkawinan, berupa :

Harta tidak bergerak,

(a) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 138/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

(b) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 139/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

(c) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 140/Pon, yang terletak di Desa Pon, dahulu Kecamatan Sei

Rampah sekarang Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 78 M2 terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

(d) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

97.843 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


118

(e) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat (tanda bukti hak)

Hak Milik No. 223/Binjai, yang terletak di Desa Binjai, Kecamatan Tebing

Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas

16.551 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

(f) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

2/Karang Tengah, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Serba

Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, seluas 14. 582

M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

(g) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

842/Bakaran Batu, yang terletak di Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk

Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, seluas 98 M2,

terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

(h) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01097/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 74 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

(i) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

01098/Badak Bejuang, yang terletak di Komplek Senangin Blok C, Kelurahan

Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi,

Provinsi Sumatera Utara, seluas 71 M2, terdaftar atas nama Surianto

(Tergugat);

Universitas Sumatera Utara


119

(j) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00824/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

1.716 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

(k) Sebidang tanah sebagaimana diterangkan sesuai Sertifikat Hak Milik No.

00685/Berohol, yang terletak di Jl. Setia Budi, Kelurahan Berohol,

Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, seluas

4.266 M2, terdaftar atas nama Surianto (Tergugat);

4. Menghukum Tergugat dan Penggugat agar segera membagi harta bersama

tersebut diatas secara natural, dengan ketentuan 50% sebagai bahagian

Penggugat dan 50% sisanya sebagai bahagian Tergugat. Kalau tidak dapat

dibagi secara natural maka pembagian dilaksanakan melalui bantuan Kantor

Pelayanan Pelelangan Piutang Negara (KP3N);

5. Menyatakan Sita Marital yang diletakkan dalam perkara aquo sah dan

berharga;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.

5.321.000,- (lima juta tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah);

7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

Universitas Sumatera Utara


120

Analisis Putusan Majelis Hakim :

Menurut penulis gugatan hanya dikabulkan sebagian karena tidak semua

gugatan yang diajukan oleh Penggugat dikabulkan oleh Majelis Hakim. Namun

pokok persoalan yang dimintakan oleh Penggugat terkait dengan harta bersama

dikabulkan oleh Majelis Hakim selama itu berkaitan dengan harta tidak bergerak

karena dapat dibuktikan kebenarannya bahwa harta tidak bergerak tersebut diperoleh

selama masa perkawinan dan baik itu pihak Penggugat dan pihak Tergugat mengakui

bahwa harta tidak bergerak tersebut diatas adalah harta bersama. Namun, untuk harta

bergerak tidak dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim karena Penggugat tidak

memberikan bukti-bukti yang kuat bahwa Penggugat dan Tergugat memiliki harta

bersama dalam bentuk harta bergerak baik tabungan, deposito dan produk perbankan

lainnya atas nama Surianto.

Dalam penyelesaian suatu perkara perdata di pengadilan senantiasa dituntut

bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk membuktikan dalilnya masing-masing.

Untuk itu, di dalam persidangan Penggugat dan Tergugat dapat mengajukan alat bukti

untuk menguatkan dalilnya dan untuk meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil

atau peristiwa tersebut.

Alasan tidak dikabulkannya gugatan Penggugat terhadap harta bergerak adalah

karena tidak ada alat bukti yang diajukan oleh Penggugat selama persidangan

berlangsung. Di dalam Hukum Acara Perdata dalam rangka penilaian keabsahan

penggunaan alat bukti hanya mengenal prinsip pembuktian sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 163 HIR/283 RBg jo. Pasal 1865 KUHPerdata yang menentukan bahwa :

Universitas Sumatera Utara


121

“Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas suatu barang, atau menunjuk suatu

peristiwa untuk meneguhkan haknya, ataupun menyangkal hak orang lain, maka

orang itu harus membuktikannya”.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh para

pihak yang berperkara kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan untuk

memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa,

sehingga hakim memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan keputusan.104 Oleh

karena Penggugat tidak dapat menguatkan dalil gugatannya dengan alat bukti maka

dalil gugatan Penggugat terhadap harta bergerak ditolak.

Selanjutnya untuk pembagian harta bersama yang telah ditetapkan 50% bagian

untuk Penggugat dan 50% bagian untuk Tergugat dan telah diputuskan adalah sesuai

dengan norma hukum yang berlaku. Dalam Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, dasar hukum pembagian harta bersama berdasarkan :

a. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang

berbunyi : “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama

diatur menurut hukumnya masing-masing”

Dalam hal ini yang dimaksud dengan “hukumnya masing-masing” adalah

hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Contoh dahulu di Bali azas

suami mendapat 2/3 bagian dan istri 1/3 bagian dari harta bersama apabila

104
Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian
Dalam Perkara Perdata (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara


122

terjadi perceraian, azas ini disebut “sasuhun-sarembat”, sedangkan di

Jawa Tengah disebut “sagendong-sapikul”.105

b. Pasal 96 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi : “Apabila terjadi

cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang

hidup terlama”

Yang dimaksud “separuh harta bersama”, berarti apabila salah satu

pasangan meninggal dunia, maka setengah dari harta yang diperoleh

selama perkawinan menjadi hak pasangan yang hidup terlama sedangkan

separuhnya lagi dibagikan kepada ahli waris sehingga menjadi harta waris

dari salah satu pasangan yang meninggal.

c. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi : “janda atau duda cerai

hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”

Yang dimaksud dengan “sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan” adalah sepanjang mereka tidak membuat perjanjian

perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan berlansung.

Selanjutnya adalah berkaitan dengan putusan majelis Hakim terhadap Sita

Marital dalam perkara aquo dinyatakan sah dan berharga. Sita marital (marital beslag)

adalah suatu tindakan hukum Pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak

bergerak milik Tergugat atau permohonan Penggugat untuk diawasi dan diambil

untuk menjamin agar tuntutan Penggugat /Kewenangan Penggugat tidak menjadi

105
Marlianita, Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian di Pengadilan
Jakarta Selatan, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta
2014), hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara


123

hampa atau dalam pengertian yang lainnya dapat diterjemahkan, bahwa sita marital

adalah mengambil atau menahan barang-barang (harta kekayaan dari kekuasaan

suami/istri) dilakukan berdasarkan atas penetapan dan perintah Ketua Pengadilan

/Ketua Majelis.

Mengenai sita marital tersebut tidak banyak diatur dalam Undang-undang

Perkawinan, dan tidak secara jelas juga disebut sita marital, hanya saja mengandung

makna yang sama dengan sita marital, yaitu dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) huruf c

PP No.9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974.

Demikian pula dalam HIR/RBg juga tida mengatur tentang sita marital, karena sita

marital lebih banyak diatur dalam ketentuan Reglemen Acara Perdata/RV (Reglement

Op De Rechtsvordering Staatsblad 1847 No.52 juncto 1849 No.63).

Setiap sita mempunyai tujuan tertentu, tujuan sita marital merupakan :

 Bukan untuk menjamin tagihan pembayaran kepada Penggugat

(suami/istri)

 Juga bukan untuk menuntut penyerahan hak milik

 Akan tetapi tujuan utamanya untuk membekukan harta bersama suami istri

melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses

perkara perceraian atau pembagian harta bersama berlansung. Dengan

adanya penyitaan terhadap harta bersama, baik Penggugat atau tergugat

Universitas Sumatera Utara


124

(suami istri), dilarang memindahkannya kepada pihak lain dalam segala

bentuk transaksi.106

Hal ini dilakukan untuk menjamin keutuhan dan keselamatan harta bersama

selama proses perkara berlansung, hanya dengan cara meletakkan proses sita marital

diatasnya. Hal ini jika ditinjau dari segi penjaminan keberadaan harta bersama dalam

pembagian harta bersama, sangat mendesak meletakkan sita marital selama proses

pemeriksaan berlansung. Oleh karena itu sangat penting untuk menerapkan sita

marital dalam perkara pembagian harta bersama.

Untuk itu, adalah benar ketika Penggugat menggugat untuk dilakukannya sita

marital terhadap harta bersama tersebut untuk menghindari terjadinya kerugian yang

menyebabkan pemborosan atau hangusnya harta bersama tersebut. selain itu, untuk

menghindari harta tersebut berpindah tangan kepada pihak lain.

Sejalan dengan permohonan sita marital yang diajukan oleh Penggugat,

diketahui bahwa dalam fakta persidangan Tergugat telah menjaminkan seluruh harta

bersama yang berupa harta tidak bergerak menjadi jaminan perjanjian pinjam

meminjam yang dilakukan oleh tergugat dengan saksi Hardi Mistani. Mengenai hal

ini, dalam pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat bahwa apabila melihat Pasal

36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan

mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas perjanjian kedua

belah pihak dan dalam Putusan Mahkamah Agung No. Reg: 2691 PK/Pdt/1996

dinyatakan bahwa, “Tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau istri harus

106
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1998),
hlm. 57.

Universitas Sumatera Utara


125

mendapat persetujuan suami istri”. Oleh karena itu, melihat tindakan Tergugat yang

membuat perjanjian pinjam meminjam uang dengan menjaminkan harta bersama

antara Penggugat dan Tergugat tetapi dalam perjanjian tersebut Penggugat tidak

diikutsertakan sebagai pihak serta tidak adanya persetujuan dari Penggugat dan

Penggugat sama sekali tidak tahu tentang adanya perjanjian pinjam meminjam uang

antara Tergugat dengan saksi hardi Mistani sehingga dengan demikian perjanjian

pinjam meminjam uang yang dilakukan oleh Tergugat dengan saksi Hardi Mistani,

sehingga Majelis Hakim menilai bahwa perjanjian pinjam meminjam uang antara

Tergugat dengan saksi Hardi Mistani bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sehingga Majelis Hakim menilai

perjanjian pinjam meminjam antara Tergugat dan saksi Hardi Mistani tidak

mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat terhadap Penggugat.

Menurut penulis, dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim adalah

benar. Karena perjanjian pinjam meminjam antara Tergugat dengan Hardi Mistani

bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang

Perkawinan maka hal ini berakibat pada perjanjian pinjam meminjam yang dibuat

oleh Tergugat dengan saksi Hardi Mistani. Perjanjian yang dilakukan tidak lagi dapat

dilanjutkan karena tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang telah

ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.

Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 (empat) syarat seperti yang

ditegaskan oleh Pasal 1320 KUHPerdata yaitu 107:

107
C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Pradnya
Paramita, 2006), hlm. 223.

Universitas Sumatera Utara


126

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan syarat kedua disebut sebagai syarat subjektif, syarat ini

dikatakan sebagai syarat subjektif karena menyangkut orang atau pihak yang

membuat suatu perjanjian. Pihak yang membuat perjanjian ini disebut sebagai subjek

perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif

karena menyangkut mengenai objek yang diperjanjikan oleh para pihak yang

membuat perjanjian.

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan

oleh salah satu pihak yang tidak cakap. Dapat dibatalkan oleh salah satu pihak artinya

salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan pembatalan.

Apabila salah satu pihak tidak membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang

dibuat tetap sah. Yang dimaksud adalah salah satu pihak yang membatalkan disini

adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum. Yaitu orang tuanya atau walinya atau

orang yang tidak cakap itu apabila suatu saat menjadi cakap atau orang yang

membuat perjanjian itu bila pada saat membuat perjanjian tidak bebas atau karena

tekanan pemaksaan.108

Apabila syarat ketiga yakni suatu hal tertentu dan keempat yaitu sebab yang

halal tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum dalam bahasa Inggris

disebut null and void. Batal demi hukum artinya perjanjian yang dibuat para pihak

108
Sutarno, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


127

tersebut sejak awal dianggap tidak pernah ada. Jadi para pihak tidak terikat dengan

perjanjian itu sehingga masing-masing pihak tidak dapat menuntut pemenuhan

perjanjian karena perjanjian sebagai dasar hukum tidak ada sejak semula.109

Syarat yang dilanggar dari perjanjian pinjam-meminjam antara Tergugat

dengan Hardi Mistani adalah kausa atau sebab yang halal yang merupakan syarat

objektif dari suatu perjanjian. Sebab yang halal ini diatur dalam Pasal 1335

KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang

telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai

kekuatan hukum”, selain itu Pasal 1337 juga merumuskan bahwa : “Dilarang oleh

undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban

umum”. Akibat hukum terhadap perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif ini

adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini juga diperkuat dengan Putusan

MARI No. 209K/PDT/2000 Tanggal 26 Februari 2002, yang batal demi hukum atas

perjanjian kredit karena objek yang diperjanjikan adalah harta bersama sehingga

apabila hendak dijaminkan atau dialihkan kepada pihak lain oleh suami, harus

mendapatkan persetujuan dari istri sebagai pihak yang berhak. Jika tidak maka

perjanjian merupakan hak orang lain.

Jadi dapat kita pahami bahwa, bila syarat subjektif tidak terpenuhi maka

perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan bila syarat objektif tidak terpenuhi maka

109
Ibid., hlm. 79.

Universitas Sumatera Utara


128

perjanjian batal demi hukum yang mana maksudnya perjanjian tersebut sejak semula

dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan110

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, perjanjian yang dilakukan oleh Tergugat

dengan saksi Hardi Mistani adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena

telah menyalahi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sehingga segala

hubungan keduanya jika itu berkaitan dengan perjanjian pinjam-meminjam diantara

mereka dianggap telah batal demi hukum dan tidak dapat dimintakan

pertanggungjawaban pemenuhan hutang tersebut terhadap harta bersama yang

sebelumnya telah dijadikan jaminan karena perjanjian antara keduanya dianggap

tidak pernah ada karena telah batal demi hukum.

110
Herniwati, Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata Terhadap Jual Beli Secara Online,
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/jit/article/viewFile/13/12 diakses pada 04 April 2018 pukul
15.00 Wib

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Didalam Pasal 1320 KUHPerdata dikenal ada 4 syarat sahnya suatu

perjanjian. Syarat pertama adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

syarat kedua cakap untuk membuat suatu perjanjian, syarat ketiga adalah

mengei suatu hal tertentu dan syarat terakhir adalah suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif, apabila syarat

subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dilakukan

pembatalan. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat objektif, apabila syarat

objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

2. Suami istri dapat melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama,

termasuk menjadikannya sebagai objek jaminan. Namun, perlu diketahui

bahwa untuk bertindak secara hukum terhadap harta bersama tersebut suami

atau istri memerlukan persetujuan kedua belah pihak. Hal ini telah diatur di

dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan bahwa mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak

atas persetujuan kedua belah pihak.

3. Salah satu yang menjadi pertimbangan Hakim pada Putusan Nomor :

56/Pdt.G/2013/PN.TTD berkaitan dengan tindakan Tergugat yang

melakukan perjanjian pinjam meminjam dengan Hardi Mistani. Hakim

berpendapat bahwa perjanjian antara Tergugat dan Hardi Mistani tersebut

129

Universitas Sumatera Utara


130

tidak berkekuatan hukum karena bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Pertimbangan Hakim tersebut sudah

sesuai dengan hukum perjanjian. Karena perjanjian yang dilakukan oleh

Tergugat dan Hardi Mistani tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan

oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian tersebut telah

melanggar syarat objektif sehingga perjanjian antara Tergugat dan Hardi

Mistani dinyatakan batal demi hukum.

2. Saran

1. Diperlukan penyuluhan tentang perjanjian perkawinan terhadap masyarakat

sebelum perkawinan dilansungkan. Hal ini dilakukan agar para pihak yang

akan melansungkan perkawinan tersebut dapat menyepakati terlebih dahulu

bagaimana pengurusan harta kekayaan keduanya selama terikat perkawinan.

Dengan dilakukan perjanjian perkawinan tersebut, maka dapat mengurangi

resiko tindakan sewenang-wenang terhadap harta kekayaan perkawinan.

2. Dalam melakukan suatu perjanjian, masyarakat perlu memahami apakah

perjanjian tersebut telah sesuai dengan aturan hukum atau tidak. Pihak

pemberi pinjaman dapat lebih berhati-hati lagi dalam memberikan pinjam.

Pemberi pinjaman terlebih dahulu memastikan tentang objek yang

diperjanjikan, apakah itu milik pribadi atau milik bersama. Sehingga tidak

ada yang dirugikan ketika perjanjian dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Afando, Ali. 2004. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Jakarta
: PT. RINEKA CIPTA

Badrulzaman, Mariam Darus. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni

Bahsan, M. 2015. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.


Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Budiono, Herlien. 2006. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia.


Jakarta : PT Citra Aditya Bakti

Effendie, Bachtiar, Masdari Tasmin, dan A. Chodari. 1999. Surat Gugat dan
Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung : Citra Aditya Bakti

Erawati, Elly dan Herlien Budiono. 2010 Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan
Perjanjian. Jakarta: Nasional Legal Reform Program

Harahap, M. Yahya. 1975. Hukum Perkawinan Nasional. Medan : Zahir Trading

________________. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni

Hartono, Sunarti. 1998. Beberapa Pemikiran ke Arah Pemberharuan Hukum


Tanah. Bandung : Alumni,

Hernoko, Agus Yudha. 2013. Hukum Perjanjian. Jakarta : Kencana

Kamello, Tan dan Syarifah Lisa Andriati. 2011. Hukum Orang & Keluarga.
Medan: USU Press

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. 2006. Modul Hukum Perdata. Jakarta :
PT Pradnya Paramita

131

Universitas Sumatera Utara


132

Khoidin, M. 2017. Hukum Jaminan. Surabaya : Laksbang Yustitia

Mahdi, Sri Soesilowati, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono. 2005.
Hukum Perdata : Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Gitama Jaya

Meliala, Djaja S.. 2006. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan
Hukum Keluarga. Bandung : CV. NUANSA AULIA

Mertokusumo, Sudikno. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta :


Liberty

Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. Jakarta : Raja
Grafindo Persada

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati. 2013. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal
1233 sampai 1456 BW. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : Citra


Aditya Bakti, 2000

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2004. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada

_______________________________. 2005. Perikatan yang lahir dari Undang-


Undang. Jakarta : RajaGrafindo Perkasa

Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika.1987. Azas-azas Hukum Perkawinan di


Indonesia Jakarta: PT Bina Aksara

Rusli, Hardijan. 1996. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan

Santoso, Lukman. 2012. Hukum Perjanjian Kontrak. Jakarta : Cakrawala

Satrio, J.. 1991. Hukum Harta Perkawinan. .Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Soekanto, Soerjono. 1980. Intisari Hukum Keluarga. Bandung : Alumni

________________. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-PRESS

Soenggon. Bambang. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada

Universitas Sumatera Utara


133

Soimin. Soedharyo. 2010. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta : Sinar Grafika

Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

_________. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT Intermasa

Susanto, Happy. 2008. Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian.


Jakarta: Visimdia

Sutarno. 2004. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung:


ALFABETA, CV

Widjaya, I. G. Rai. 2004. Merancang Suatu Kontrak. Bekasi : Megapoin

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. 2003. Penanggungan Utang dan


Perikatan Tanggung Menanggung. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

2. Instrumen Hukum

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi No : 56/Pdt.G/2013/PN.TTD

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3. Skripsi

Marlianta. 2014. Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian di

Pengadilan Jakarta Selatan. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

4. Internet

Asrin R Abjul, Perjanjian Perkawinan Tentang Harta Yang Diperoleh Sebelum

dan Sesudah Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,

Universitas Sumatera Utara


134

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/15

394/14941+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id&clien, diakses pada 29 Maret

2018 pukul 21:09.

Herniwati, Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata Terhadap Jual Beli Secara

Online, http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/jit/article/viewFile/13/12

diakses pada 04 April 2018 pukul 15.00 Wib

M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam

Pembuatan Kontrak, https://publikasiilmiah.ums.ac.id, diakses pada 22

Maret 2018 pukul 08.00.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai