OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sa{ana Hukum Pada Fakultas
OLEH:
AMMAR YT]SUT'SIREGAR
1602003s3
Disetujui Oleh:
986011001
-DOSEN PEMBIMBING II
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang mana
kesehatan dan kesempatan untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kasus gagal
bayar polis oleh PT. Jiwasraya Persero”. Tidak lupa penulis juga panjatkan
shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, yang
mana telah menjadi suri tauladan yang baik bagi kita serta menunjukkan jalan
kebenaran yang terang dan menyelamatkan penulis sebagai bagian dari umatnya
dari jurang kegelapan hingga saat ini, dan semoga syafa‟at nya dapat sama-sama
ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak demi memperbaiki kekurangan didalam penulisan skripsi ini dan
sebagai acuan penulis untuk dapat lebih baik lagi dalam penulisan karya ilmiah
lainnya.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis dibantu oleh banyak pihak
yang memberikan bantuan baik itu secara moril, materil, semangat, dan do‟a dari
Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
6. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum
8. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang
9. Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang mana
ii
11. Kepada Papa dan Mama yang penulis cintai dan banggakan, Panerangan
Efendi Siregar, S.T., dan Mawar Cinta Murni Hasibuan, S.Psi. Penulis
dukungan, bimbingan, petunjuk dan arahan nya yang maksimal dan tulus
skripsi ini mulai dari awal hingga selesai saat ini dengan baik.
12. Kepada adik-adik yang penulis cintai dan banggakan juga, Adena Nur
Asiah Siregar dan Muhammad Riski Qamat Siregar yang telah menjadi
menyelesaikan skripsi dan perkuliahan ini dan juga untuk hal-hal lainnya.
Tetap semangat untuk kita dan kita semua harus sukses kedepan demi
13. Kepada keluarga besar yang sudah mendukung penulis dalam proses
Tobang, Bou, Amangboru, Uda, Nanguda, Abang dan Kakak yang telah
iii
berpetualang dalam mencari kuliner, dan teman senang dan susah bagi
dan waktunya untuk ikut menemani penulis dari awal proses pengerjaan
15. Kepada Sahabat penulis sejak masa SMA di SMA Negeri 3 Medan hingga
mengerjakan skripsi ini sampai selesai dan baik. Semoga kedepan kita
Universitas Sumatera Utara, kepada para abang dan kakak alumni dan
senioren, terkhusus kepada abang dan kakak alumni yang menjadi dosen di
lebih dari bersaudara serta bersaudara lebih dari saudara kandung. Yakin
Usaha Sampai!
iv
berproses bersama, semoga kita dapat sukses bersama pula kedepan kelak.
2019/2020 yang sudah bekerja sama dengan baik dengan penulis yang
juga menjabat sebagai Ketua Bidang, dari awal pelantikan dan perjalanan
pengurus hingga saat ini. Tetaplah belajar dan jadilah seperti padi, yang
19. Kepada seluruh teman-teman Kader HMI angkatan 2016, tetap semangat
dan semoga kita tetap dapat berjuang bersama-sama kedepan kelak sebab
Fastabiqul Khairat.
Walaupun satu persatu diantara kita telah pergi berpencar, tetaplah ingat
untuk perubahan.
vi
kedepannya, amin.
amin.
Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
NIM.160200353
vii
viii
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………..i
ABSTRAK…………………………………………………………………...vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………viii
BAB I : PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah……………………………………………........10
D. Keaslian Penulisan…………………………………………………..11
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………….12
F. Metode Penelitian……………………………………………….......17
G. Sistematika Penulisan………………………………………………..21
ix
Asuransi………………………………………………………………62
PERSERO
Persero…………………………………………………………………77
Persero…………………………………………………………………82
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..90
B. Saran……………………………………………………………………92
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah negara yang besar dan dikatakan maju dapat dilihat melalui
beberapa indikator penting, salah satu yang dilihat adalah bagaimana tingkat
apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
1
Tafeta Febriyani dan Sri Kusreni, Determinan Pertumbuhan Ekonomi di 4 Negara
ASEAN, (Surabaya: Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Airlangga) , Volume 1, No.2, 2017, hlm 1.
mereka akan mampu memacu pertumbuhan dengan baik. Namun jika yang dipilih
pembangunan harus dibagi secara merata dan hal ini kurang memungkinkan
tercapainya Gross National Product secara nasional pada tingkat yang lebih
tinggi.3
rendah, menengah, dan tinggi. Perlu dibangun pemikiran masyarakat agar dapat
menggunakan pendapatan yang mereka dapatkan dengan baik dan bijak, salah
2
Rinaldi Syahputra, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Di Indonesia, Jurnal Samudra Ekonomika Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas
Ekonomi Universitas Samudra Langsa Aceh, Volume 1, No. 2, Oktober 2017, hlm 184.
3
Tafeta Febriyani dan Sri Kusreni, Op Cit, hlm. 2.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh beberapa ahli, seperti Menurut Lewis
dimulai dari investasi di sektor industri, dan akumulasi modal secara keseluruhan
tersebut. Pengalihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor modern (industri)
dijelaskan sebelumnya.
pada masa modern kini juga mulai untuk menyiapkan dana investasi yang
sebagai tempat untuk menyiapkan dana investasi untuk hal tersebut yakni
asuransi.
4
Rini Sulistiawati, Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan
Tenaga Kerja Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia, Jurnal Ekonomi Bisnis
dan Kewirausahaan, Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Volume 3, No.1,
2012, hlm 33.
Indonesia, sedangkan istilah asuransi banyak dipakai dalam praktik dunia usaha.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-
yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan
langkah melakukan investasi dana untuk meminimalisir kerugian yang nanti nya
muncul kedepannya, hal itu dikarenakan asuransi telah menjadi bagian yang
ensensial dari setiap perusahaan. Investment banker misalnya, akan merasa lebih
5
Abdul Kadir Muhammad , Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti,
2002), hlm 5.
6
Sunarmi, Pemegang Polis Asuransi Dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 3, No. 1.
asuransi mulai dari jasa asuransi kerugian, asuransi jiwa, asuransi kesehatan,
asuransi tenaga kerja dan lain-lain sampai dengan asuransi yang memiliki unsur
Pasal 247 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang membagi jenis asuransi sebagai
berikut : Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai bahaya kebakaran, bahaya
yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni, jiwa satu atau
7
Ibid, hlm.2.
utama seorang pemegang polis atau nasabah mengikatkan diri dalam perjanjian
asuransi adalah untuk menerima ganti kerugian bila terjadi suatu peristiwa yang
maka di Indonesia sendiri telah dibentuk sebuah lembaga khusus yang bertujuan
independen yang dibentuk dengan tujuan untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan juga memiliki tujuan agar
teratur, adil dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
keuangan.9 Pasal 2 ayat (2) UU OJK juga menegaskan bahwa OJK sebagai
8
Ibid, hlm.5.
9
Muhamad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2008), hlm 139.
dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
pegang oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
tegas dan jelas, yaitu OJK dibentuk dan dilandasi oleh prinsip prinsip tata kelola
dalam menjalankan tugas serta kewenangannya bebas dari campur tangan pihak
atau lembaga negara lainya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas di atur dalam
UU OJK.
administratif atau bentuk pelanggaran yang berujung pada kerugian bahkan tindak
Indonesia juga kerap menemui permasalahan terhadap tugas dan tanggung jawab
nya kepada lembaga jasa keuangan tersebut, terkhususnya kepada lembaga jasa
10
Bismar Nasution, “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, (Medan : Makalah
disampaikan pada Seminar tentang Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang Terintegrasi, 19 Juni 2012),
hlm 3.
1) Bakrie Life, kasus gagal bayar perusahaan asuransi milik Grup Bakrie
tersebut terjadi pada produk Diamond Investa yang berjenis unit link
Bakrie Life.
2) Asuransi Bumi Asih Jaya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin
usaha di Bidang Asuransi atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ)
dihasilkan perusahaan.11
Kemudian yang baru ini terjadi adalah mengenai gagal bayar polis oleh
perusahaan tersebut mengalami gagal bayar polis atas produk asuransi tersebut
dikarenakan nilai kerugian yang tercatat cukup besar, yakni sekitar 17 triliun
Rupiah. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat mengenai bagaimana
pola pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai
asuransi yang ada di Indonesia terhadap kasus ini. Berdasarkan hal tersebut diatas,
penulis ingin mengetahui sekaligus mendalami lebih lanjut mengenai kasus ini
kepada masayarakat mengenai pengawasan OJK dalam kasus ini, maka penulis
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Kasus Gagal Bayar Polis Oleh PT.
11
Yazid Muamar, CNBC Indonesia, “Selain Jiwasraya, Ini Sederet Asuransi Jiwa yang
Gagal Bayar” dalam https://www.cnbcindonesia.com/market/20191219173405-17-124519/selain-
jiwasraya-ini sederet-asuransi-jiwa-yang-gagal-bayar (Di akses pada tanggal 28 April 2020 Pukul
07.16 WIB)
B. Rumusan Masalah
asuransi di Indonesia?
asuransi.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
yang ada di Indonesia secara umum, dan dalam kasus gagal bayar polis
D. Keaslian Penulisan
“Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kasus gagal bayar polis oleh
dipilih oleh penulis belum ada ataupun belum ditemukan di direktori skripsi
Sumatera Utara, tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama ataupun belum
pernah ada yang mengangkat judul yang sama sebelumnya sebagai judul skripsi.
Keuangan (OJK) dalam kasus gagal bayar polis oleh PT. Asuransi Jiwasraya
Persero” dapat diangkat sebagai judul skripsi dan dapat dibuktikan serta di
E. Tinjauan Pustaka
jurnal, pendapat para ahli yang dimuat dalam buku, jurnal, makalah, opini,
maupun catatan pidato, dan informasi yang didapatkan baik melalui media cetak
memberikan batasan dan penegasan terhadap pengertian dari judul skripsi yang
pengertian kalimat dengan bersumber dari sudut pandang ilmu hukum, baik itu
yaitu :
1. Pengawasan
dikenal sebagai salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Dalam bahasa
12
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Kamus Besar Bahasa
Indonesia”, dalam https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Pengawasan, (Diakses pada tanggal 24 April
2020, Pukul 21.17 WIB).
13
Ibnu Syamsi, Administrasi Perlengkapan Materiil Pemerintahan Daerah, (Jakarta :
Bina Aksara, 1982), hlm 5.
tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. 15 Sedangkan
pengikat tidak juga dapat ditarik begitu kencang, karena akan menyebabkan
14
Victor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Aspek Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan
Aparatur Pemerintah, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), hlm 18.
15
Jum Anggraini, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), hlm
78.
16
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Negara, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2004), hlm 74.
17
Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1994), hlm. 181.
“lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini”.19
mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan, setiap pihak dilarang campur tangan
sektor jasa keuangan yang optimal, Otoritas Jasa Keuangan harus dapat bekerja
keuangan. Oleh karena itu, setiap pihak kecuali pihak sebagaimana dimaksud
18
Siti Mariyam, Kebijakan Pengawasan Terhadap Produk UMKM Sebagai Upaya
Perlindungan Pada Konsumen, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Vol.15, No.1, Oktober 2017, hlm 46.
19
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga
keuangan yang kompleks, dinamis dan saling terkait. Alasan lainnya adalah
20
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Rev. Cet. 4 (Jakarta :
Kencana, 2008), hlm 62.
21
Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan.
penegakan hukum.22
3. Asuransi
diharapkan, yang mungin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk:
a) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
hasil pengelolaan dana”.24
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan diatas, terlihat adanya unsur-
22
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada seminar tentang keberadaan
Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil,
25 November 2014), 25 November 2014, hlm 2.
23
Sunarmi, Loc. Cit.
24
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
kepada Penanggung
Keempat unsur di atas adalah unsur mutlak dalam asuransi, tanpa salah
satu unsur di atas tidak dapat disebut sebagai Perjanjian Asuransi. Salah satu
unsur penting dalam peristiwa asuransi dalam Pasal 246 KUHD adalah ganti
Sebetulnya tujuan dari semua asuransi ialah untuk menutup suatu kerugian
yang diderita selaku akibat dari suatu peristiwa yang bersangkutan dan yang
F. Metode Penelitian
25
Abdul Kadir Muhammad , Op Cit, hlm 9.
26
Wirjono Prodjodikoro , Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta : PT. Intermasa, 1981),
hlm 4.
tujuan dari penelitian, kemudian penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang
ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan,
masalah.27
Metode penelitian yang digunakan untuk menulis skripsi ini, yaitu sebagai
berikut:
27
Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum, (Depok : Prenadamedia
Group Divisi Kencana), 2018, hlm 3.
pengawasan OJK terhadap kasus gagal bayar polis oleh PT. Jiwasraya
Persero.
2. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari :
Perasuransian;
akan dipilih guna memperoleh pasal- pasal, dan data serta fakta yang berisi
4. Analisis data
G. Sistematika Penulisan
ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar
penulisan.
BAB II berjudul Karakteristik Usaha dari Perusahaan Asuransi. Pada bab ini
BAB IV berjudul Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Kasus Gagal
Bayar Polis oleh PT. Asuransi Jiwasraya Persero. Pada bab ini akan
dibahas mengenai kronologi kasus gagal bayar polis oleh PT. Asuransi
Persero.
BAB V berjudul Penutup. Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan
saran.
atau perlindungan atas suatu obyek dari ancaman bahaya yang menimbulkan
kerugian.28
penanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang satu sanggup
menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu
kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan
terjadinya.29
28
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional ; Teori, Sistim, Aplikasi &
Pemasaran, (Jakarta : Kholam Publishing, 2006), hlm 39.
29
Wirjono Projodikoro, Op Cit, Hlm 1.
30
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm 1.
23
dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
belah pihak, dimana adanya pihak yang menjadi penanggung dan ada pihak yang
menjadi tertanggung (pemegang polis), serta adanya premi yang didapatkan pihak
dari pihak penanggung kepada pihak tertanggung terhadap peristiwa yang tidak
pesat, khusunya di kota pelabuhan seperti Semarang dan Batavia saat itu.
Indonesia saat itu. “Perusahaan asuransi pertama di Indonesia berasal dari modal
Maatschappij yang berdiri pada 18 Januari 1843 dan berlokasi di Kali Besar
dagangan dan kapal anggotanya, perusahaan asuransi menarik biaya (premi) dari
para anggotanya. Prinsip ini dikenal dengan fortuned many help fortuned one.
31
Hendaru Tri Hanggoro, Historia.id, Sejarah Bisnis Asuransi di Indonesia, dalam
https://historia.id/ekonomi/articles/sejarah-bisnis-asuransi-di-indonesia-DWqk1 (Diakses pada
tanggal 29 Mei 2020, Pukul 22.57 WIB)
diperuntukkan untuk kaum kolonial, tidak untuk para kaum pribumi. Perusahaan
asuransi yang berdiri saat itu melihat para kaum pribumi bukan target potensial
untuk menjadi nasabah mereka. Hal itu terjadi karena selain secara ekonomi
terjajah yang pastinya hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan dari bangsa
penjajah. Hingga tahun 1900-an, tidak ada satupun anak pribumi yang bergabung
kedalam perusahaan asuransi ini, karena anak pribumi cenderung berada didalam
dunia mereka sendiri dan tidak melihat asuransi sebagai sebuah kebutuhan.
Utomo. Peralihan pemahaman tersebut dimulai dari kehidupan guru pribumi pada
saat itu yang mengalami kehidupan yang sangat sulit secara ekonomi. Gaji yang
kecil, ekonomi yang tak pasti, serta tidak adanya jaminan kedepan seandainya
dalam satu keluarga tersebut sang tulang punggung meninggal dunia, membuat
asuransi jiwa bersama dalam rapat Persatoean Goeroe Hindia Belanda (PGHB).
ini, termasuk pihak swasta. Namun oleh pihak pemerintah kolonial dilarang,
dikarenakan lembaga ini dikhususkan untuk guru dan pegawai negeri saja.
Merespon hal tersebut, maka oleh pengurus dibentuk sebuah badan asuransi lain
yang khusus menaungi pihak swasta dengan nama OL Mij Boemi Poetera
Merdeka.
produksi yang penting untuk masyarakat dan menguasai hajat hidup orang
masyarakat, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak," catat Soepartono
berasal dari kalangan menengah hingga kalangan atas. Kalangan bawah sama
dan lebih mengutamakan uang mereka untuk dialokasikan kepada biaya makan
perkembangan asuransi saat itu ketika promosi asuransi tidak terlalu memiliki
gaung yang kuat dan masif, ketiadaan pemikir asuransi, serta ditambah dengan
munculnya pemotongan nilai uang (sanering) oleh pemerintah beberapa kali pada
saat itu yang mengakibatkan nilai uang dan klaim para nasabah tergerus sehingga
membuat nasabah merugi. Tahun 1965 menjadi titik awal kebangkitan asuransi
32
Hendaru Tri Hanggoro, Ibid
seiring dengan kenaikan pendapatan masyarakat, perubahan politik pada masa itu,
dan dengan isu pembangunan ekonomi serta stabilitas politik oleh rezim
pemerintahan yang baru (Orde Baru). Kemudian pada tahun 1966, sektor swasta
kembali ditumbuhkan oleh pemerintah Orde Baru dan jalur perekonomian yang
dalam ketentuan dan perundangan. Salah satu produk perundangan yang penting
saat itu berkaitan dengan hal ini adalah dikeluarkan nya Surat Keputusan Menteri
mengenai usaha perasuransian yang juga menjadi Dasar Hukum pertama asuransi
73 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 223 sampai
atas dirinya dan harta kekayaan nya semakin besar, maka asuransi dan usaha
asuransi sampai dengan saat ini dapat dikategorikan dalam beberapa masa, yaitu :
yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu di
tangkap, atau jika tidak ditangkap akan dibayar dengan sejumlah uang
sebagai gantinya. Apabila ditelaah dan diteliti, uang yang diterima oleh
Antimenes dari pemilik budak adalah semacam premi yang di terima dari
yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena karena budak
Perjanjian ini mirip dengan asuransi kerugian. 33 Selain itu, dimasa itu juga
33
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hlm 1.
asuransi jiwa.
memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul
ke-12. Pada abad ke-13 dan pertengahan abad ke-14 perdagangan melalui
laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang
mulai terpikir oleh pedagang untuk mencari upaya yang dapat mengatasi
34
Ibid, hlm. 2-3.
Pada abad ke-17 sampai abad ke-18, asuransi laut dan asuransi kebakaran
Pada masa ini, tepatnya pada abad ke-20 ilmu pengetahuan dan teknologi
35
Ibid, hlm 4.
mobilitas penumpang dari satu daerah ke daerah lain. Tetapi hal tersebut
milik Indonesia yang mengalami gagal masuk garis orbit. Oleh karena
36
Ibid, hlm 4-5.
banyak sekali jenis asuransi yang berkembang dan dapat digunakan masyarakat,
seperti asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial dan semuanya diatur
Karakteristik adalah bagian yang sangat penting dari sebuah hal, termasuk
tersebut dapat berupa ukuran perusahaan (size), leverage, basis perusahaan, jenis
karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lainnya, hal tersebut terjadi karena
perasuransian dan salah satu poin yang menjadi karakteristik khusus yang dimiliki
oleh usaha asuransi serta menjadi faktor yang dapat dikenal sehingga produk yang
asuransi tersebut. Hal itu dapat dimaklumi karena para calon nasabah tentu tidak
produk yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi tanpa adanya kepastian dan
kepercayaan.
melihat permasalahan yang selalu dialami oleh pemegang polis adalah sulitnya
utama seorang pemegang polis atau nasabah mengikatkan diri dalam perjanjian
asuransi adalah untuk menerima ganti kerugian bila terjadi suatu peristiwa yang
tidak diduga menimpa objek asuransi karena ketika seorang pemegang polis atau
38
Sunarmi, Loc Cit.
3. Obyek asuransi, dapat berupa benda hak atau kepentingan yang melekat
pada benda, dan sejumlah yang disebut premi atau ganti kerugian;
juga tidak terlepas dari syarat-syarat yang mengikatnya. Menurut pasal 1320 BW,
Selain itu, didalam pasal 251 KUHD disebutkan bahwa selain harus
mengenai benda pertanggungan. Semua pemberitaan yang salah atau tidak benar
jujurnya itu terjadi pada pihaknya yang bersifat sedemikian rupa sehingga
perjanjian tidak akan diadakan atau diadakan dengan syarat-syarat yang sama
Asuransi sendiri menganut asas atau prinsip khusus, yakni sebagai lex
Principle of utmost good faith atau disebut dengan istilah prinsip itikad
baik sempurna atau juga disebut sebagai asas kejujuran yang sempurna
penanggung mengenai fakta-fakta dan hal pokok yang diketahuinya, dan berkaitan
39
Selvi Harvia Santri, Prinsip Utmost Good Faith Dalam Perjanjian Asuransi Kerugian,
UIR Law Review, Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Volume 01, Nomor 01, April 2017.
40
Mehr,Cammack, Dasar-dasar Asuransi, terjemahan AA. Hasyimi (Jakarta : Balai
Aksara, 1981), hlm. 30-40.
batal apabila keterangan yang disampaikan tidak benar atau informasi yang tidak
disampaikan. Asas kejujuran ini pada dasarnya merupakan asas bagi tiap
perjanjian sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
Tidak dipenuhinya asas ini pada saat menutup suatu perjanjian akan menyebabkan
adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari keseluruhan dasar yang diatur
merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian
dan juga hukum pada dasarnya tidak melindungi pihak yang beritikad buruk.41
sebagai sebuah poin karakteristik khusus yang harus dimiliki oleh tiap-tiap
perusahaan asuransi, karena melalui itikad baik maka akan memunculkan sebuah
publik terhadap perusahaan asuransi tersebut. Hal tersebut juga tidak lepas dari
apa yang terdapat dalam filosofi utama prinsip ini sendiri. Filosofi utama dari
adalah adanya unsur penipuan. Dengan kata lain, prinsip ini memegang teguh
kejujuran dalam sebuah perjanjian. Yang perlu juga dipahami bahwa asuransi
merupakan perjanjian baku karena bentuk kontraknya yang telah ditetapkan dalam
bentuk sebuah polis. Terkait dengan prinsip ini, maka pihak perusahaan tidak
41
Selvi Harvia Santri, Op Cit, hlm. 80.
penyebab batalnya perjanjian dalam hukum positif di Indonesia. Hal ini juga
nasabah memperoleh kepuasan dan kenyamanan dari sisi jaminan hukum dan
asuransi, dan perusahaan asuransi menerapkan prinsip ini dengan baik kepada
Selain itu, asuransi sendiri juga merupakan sebuah produk yang dirancang
untuk memberikan perlindungan terhadap resiko yang akan datang. Hal itu selaras
dengan apa yang terdapat dalam salinan POJK Nomor 23/POJK.05/2015 tentang
produk asuransi dan pemasaran produk asuransi, dimana di dalam Bab I pasal 1
disebutkan bahwa :
pemegang polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak
dalam hal terjadi kecelakaan”.42
Dari isi-isi didalam pasal diatas, terdapat sebuah kesamaan antara satu
poin dengan poin lainnya, yakni secara keseluruhan bahwa produk asuransi ini
terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Program adalah
produk asuransi sendiri memiliki tahapan-tahapan yang mana hal tersebut sudah
diatur sebagai bentuk rancangan, dan harus dilalui baik oleh para calon nasabah
pada umumnya yaitu sebelum perjanjian asuransi itu diterbitkan dalam bentuk
polis, agen asuransi sebagai wakil dari institusi asuransi akan melakukan
mengenai aktifitas dan kesehatan calon tertanggung terutama dalam dua tahun
diketahuinya secara terbuka dan jujur.44 Hal itu dilakukan untuk memastikan tidak
ada informasi yang tidak jelas dan terdapat unsur-unsur penipuan didalamnya.
42
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015
Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.
43
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Kamus Besar Bahasa
Indonesia”, dalam https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/program, (diakses pada tanggal 18 Agustus
2020, Pukul 02.52 WIB).
44
Man Suparman Sastrawidjadja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
(Jakarta : PT. Alumni, 2003), hlm 79.
perantara dan juga pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
Para agen harus mentaati prosedur yang tersedia. Biasanya dalam rangka
didalam produk tersebut. Selain itu agen juga menjelaskan tentang daftar yang
berisi tarif premi dan jumlah uang asuransi dari berbagai produk asuransi yang
nasabah untuk menawarkan produk asuransi, jika calon nasabah tertarik dan
ingin diikutsertakan dalam produk asuransi jiwa yang ditawarkan, maka calon
nasabah harus mengisi terlebih dahulu surat pengajuan aplikasi jiwa (SPAJ) dan
jiwa (SPAJ) merupakan lembar formulir dari perusahaan yang perlu diisi oleh
calon tertanggung dan agen yang bersangkutan. SPAJ berisi mengenai seluruh
data calon tertanggung, termasuk riwayat penyakit dan kesehatan. Pengisian SPAJ
oleh calon tertanggung dalam asuransi jiwa merupakan salah satu bentuk nyata
45
Aditama Setya Prakoso dkk, Polis Asuransi Jiwa Sebagai Alat Bukti Penuntutan Klaim
Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa (Studi Di PT. Asuransi Jiwasraya Semarang Timur), Diponegoro
Law Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Volume 05, Nomor 03, 2016,
hlm 3.
46
Adyan Agit Pratama dkk, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Perjanjian
Perpanjangan Asuransi Melalui Telemarketing, Diponegoro Law Jurnal, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro Semarang, Volume 06, Nomor 01, 2017, hlm 5-6.
mengenai syarat khusus terjadinya perjanjian asuransi yaitu mengenai itikad baik
dan notifikasi. Surat permintaan asuransi jiwa (SPAJ) dan surat-surat keterangan
lain yang diisi calon tertanggung menjadi dasar perjanjian asuransi antara
penanggung dan pemegang polis. Agen asuransi sebagai pihak penanggung akan
meneliti dan memeriksa surat permintaan asuransi jiwa (SPAJ) serta surat-surat
keterangan yang lain apakah tertanggung layak untuk dicover atau tidak, jika
perlu dapat dilakukan medical check up untuk memeriksa riwayat kesehatan calon
tertanggung.47
47
Aditama Setya Prakoso dkk, Op Cit, hlm 4.
48
Loc. Cit.
hak untuk mempelajari dan memahami mengenai isi dan ketentuan yang terdapat
dalam polis (free look provision) tersebut, apabila terdapat hal-hal yang tidak
Kemudian setelah itu polis diterbitkan dan pertanggungan mulai berlaku sejak
tanggal yang tercantum di dalam polis dan kewajiban membayar premi sudah
sampai jangka waktu yang ditentukan sebagaimana yang tertulis didalam polis. 49
dengan istilah prinsip iktikad baik sempurna atau asas kejujuran yang sempurna
(uberrimae fidei). Dari prinsip ini dapat dinyatakan bahwa tertanggung wajib
menginformasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang
yang dilakukan. Keterangan yang tidak benar dan informasi yang tidak
50
disampaikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi. Prinsip ini
sangat penting dalam perjanjian asuransi yang dilakukan oleh pihak penanggung
dan tertanggung.
of material fact) dalam perjanjian asuransi sangat penting karena menyangkut hak
49
Ibid, hlm 4-5.
50
Selvi Harvia Santri, Loc. Cit.
dan kewajiban tertanggung serta penanggung di lain pihak. Pada prinsip utmost
good faith tertanggung pada saat melakukan mengajukan form aplikasi penutupan
fakta penting yang berkaitan dengan dirinya atau obyek yang diasuransikan serta
tidak berusaha dengan sengaja untuk mengambil untung dari penanggung. Dengan
diri atau obyek yang dipertanggungkan, mengingat hal ini berkaitan erat dengan
kerugian yang diderita oleh tertanggung. Prinsip ini jika dicermati juga sesuai
dengan implementasi Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian
yang dibuat harus berdasarkan atas dasar sebab yang halal serta persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Apakah prinsip ini hanya menjadi kewajiban dari
lembaga asuransi).51
kebenaran dan keakuratan informasi yang ia miliki terhadap peserta adalah satu
hal yang wajib. Informasi yang harus diberikan perusahaan kepada peserta tidak
ditangani, tetapi juga efek-efek yang akan diterima peserta, serta hal lain yang
sangat berkait.52
51
Bronto Hartono, Prinsip Utmost Good Faith Dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi
Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di Regional Office Semarang, Tesis Program Magister
Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2005, hlm 33.
52
Selvia Halvia Santri, Op Cit, hlm 81.
Hal itu didasari karena Filosofi utama dari principle of utmost good faith
Cacat kehendak yang dimaksud adalah penipuan. Dengan kata lain, prinsip ini
Principle of Utmost Good Faith Hal lain yang perlu dipahami bahwa asuransi
termasuk dalam perjanjian baku sebab bentuk kontraknya telah ditetapkan dalam
bentuk polis. Berkaitan dengan prinsip ini pihak perusahaan tidak boleh
memang terkadang form perjanjian yang ada juga sering menjadi titik
pilihan jawaban yang ada dalam blangko tidak mencukupi atau bahkan blangko
tidak bisa mengorek informasi lebih jauh terhadap kondisi tertanggung karena
hanya berupa tulisan. Kondisi seperti inilah yang masih menjadi keterbatasan
kejujuran yang tidak maksimal. Namun demikian keterbatasan yang ada tidak
menimbulkan kerugian yang besar dan dimaklumi maka tidak menjadi persoalan
serius. Sebab dengan pengisian blangko yang diajukan oleh penanggung dan
53
Ibid, hlm 81-82.
perjanjian tersebut. Jika hal demikian telah dipahami bersama dan telah menjadi
telah dibuat.54
Keterbatasan kejujuran yang ada sebagai akibat keterbatasan ruang, yang tidak
semua pernyataan bisa dituangkan dalam blangko perjanjian (polis), bila sudah
esensi perjanjian maka hal demikian tidak menjadi persoalan yang perlu
telah membuat perkembangan yang pesat terhadap usaha perasuransian dari awal
kemunculannya hingga saat ini. Pengaruh perekonomian secara global juga ikut
membantu membentuk daya beli masyarakat semakin tinggi sehingga hal itu juga
dengan hal tersebut, maka perusahaan asuransi juga memiliki kewajiban yang
besar terhadap para nasabah yang menggunakan produknya. Selain itu perusahaan
54
Ibid, hlm 82.
55
Loc. Cit, hlm 82.
a. Pengalihan Risiko
sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss).
diderita.56
undang.57
56
Deny Guntara, Asuransi Dan Ketentuan-Ketentuan Hukum Yang Mengaturnya, Jurnal
Justisi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang, Volume 01,
Nomor 01, 2016, hlm 33.
57
Loc. Cit.
asuransi sendiri dibentuk adalah sebagai pengalihan resiko dari pihak tertanggung
Resiko merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
manusia serta resiko merupakan suatu keadaan tidak pasti yang berwujud dalam
kehilangan atau kerugian merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, sehingga
yaitu dengan mengalihkan risiko kepada pihak lain, karena pihak lain tersebut
kemudian ditanggung oleh pihak lain tersebut. Pihak lain yang dimaksud adalah
perusahaan asuransi.59
ia dapat dipakai sebagai salah satu wahana untuk mengadakan peralihan resiko
antara pihak yang satu (tertanggung) dialihkan kepada pihak lain (penanggung).
58
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm 1 .
59
Atyanta Nanda Dhanistha dan Djuwityastuti, Proses Pembayaran Klaim Asuransi
Kendaraan Bermotor Bagi Tertanggung (Studi di Brins General Insurance Cabang Yogyakarta),
Jurnal Privat Law, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Volume 03, Nomor 01,
2019, hlm 131.
atau suatu institusi bahkan masyarakat luas. Sedangkan yang dapat berposisi
bertanggungjawab terhadap resiko yang terjadi dari pihak tertanggung atas sebuah
normal, tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat
terjadinya tidak dapat ditentukan dan juga tidak dapat diharapkan akan terjadi,
jika terjadi juga akan menyebabkan kerugian.61 Namun harus dipahami pula
bahwa terdapat perbedaan antara resiko dan evenement itu sendiri. Hal itu dapat
dilihat dari objek asuransinya, dimana selama belum terjadi penyebab timbulnya
kerugian, selama itu pula bahaya yang mengancam obyek asuransi disebut resiko.
Apabila resiko itu sungguh - sungguh menjadi kenyataan, maka resiko berubah
menjadi evenement, yaitu peristiwa yang menimbulkan kerugian .62 Maka dengan
demikian bahwa pengalihan resiko dapat terjadi jika resiko tersebut sudah
60
Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2001), hlm 72.
61
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hlm 120.
62
Selvi Harvia Santri, Pelaksanaan Prinsip Subrogasi Pada Asuransi Kendaraan
Bermotor Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Jurnal UIR Law Review, Fakultas
Hukum Universitas Islam Riau, Volume 02, Nomor 02, 2018, hlm 357.
ganti kerugian. Akan tetapi tidak setiap kerugian (loss) akibat evenement harus
mendapat ganti kerugian. Antara evenement yang terjadi dan kerugian yang timbul
ada hubungan kausal. Evenement adalah sebab dan kerugian adalah akibat. Jika
sudah dipastikan evenemen yang terjadi itu dijamin oleh polis dan karenanya
dengan prinsip tata kelola perusahaan asuransi yang telah diatur didalam Pasal 2
meliputi:
63
Loc. Cit, hlm 357.
dan efisien;
yang dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari Benturan
Kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak
asuransi juga harus mengikuti prinsip khusus yang diatur dalam 1320
yang dibuat diantara kedua belah pihak, dan hal tersebut tidak dapat dielakkan.
64
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73 /POJK.05/2016
Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
menjalankan proses usaha asuransi sesuai dengan tujuan asuransi itu sendiri.
jelas kewajiban nya sesuai dengan penjabaran poin-poin diatas serta mengikuti
prinsip tata kelola usaha yang telah dirumuskan dan juga prinsip-prinsip khusus
yang dimiliki sebagai perusahaan asuransi sebagai karakteristik nya, serta didasari
pada kejujuran dan itikad baik, maka dalam melaksanakan seluruh kewajiban nya
terkhusus kepada para nasabah sebagai pemegang polis pasti nya akan berjalan
dengan baik dan memberikan kepercayaan lebih diantara kedua belah pihak dalam
information adalah kondisi dimana informasi tidak tersebar merata antar pelaku
koordinasi yang baik dan efektif dalam menangani permasalahan yang timbul
Keuangan.
65
Lina Maulidina, Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Pengawas
Perbankan Nasional Di Indonesia, Jurnal Keadilan Progresif, Fakultas Hukum Universitas Sang
Bumi Ruwaijura Bandar Lampung, Volume 5, Nomor 1, Maret 2014, hlm 103.
52
kegiatan lembaga sektor jasa keuangan, baik itu lembaga keuangan perbankan
ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
yang berbunyi :
Pada dasarnya, Otoritas Jasa Keuangan sendiri juga bisa dikatakan sebagai
ini mendapat pemindahan fungsi pengaturan dan pengawasan pada lembaga jasa
keuangan, seperti perbankan, pasar modal, dan lembaga jasa keuangan non-bank
seperti asuransi, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan konsumen yang bersifat
dari manapun.66
Otoritas Jasa Keuangan belum dibentuk pada waktu itu walaupun telah
diamanatkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan dibentuk sebelum akhir tahun 2002,
66
Nazia Tunisa, Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Pendaftaran
Jaminan Fidusia, Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Volume 3, Nomor 2, 2015, hlm 367.
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menjelaskan bahwa Otoritas Jasa
Jasa Keuangan.
Indonesia, maka lahirlah suatu lembaga supervise yaitu Otoritas Jasa Keuangan
yang bersifat independen dalam menjalanan tugas dan kedudukannya yang berada
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan antara lain adalah makin kompleks dan
samping itu, salah satu alasan rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat
dilihat pada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, dimana sejumlah bank
67
Annisa Arifka Sari, Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Jasa Keuangan
di Indonesia, (Padang : Supremasi Jurnal Hukum Sekolah Tinggi Ilmu ekonomi Perbankan
Indonesia), Volume 1, No. 1, 2018, hlm 25-26.
koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani masalah keuangan yang timbul
keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Hal ini juga sebagai akibat
teknologi dan informasi serta inovasi finansial yang telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antara sub sektor
transaksi dan interaksi antara lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
68
Ibid, hlm. 26-27.
dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal
jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
69
Ibid, hlm. 29.
Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral ini datang
sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi
DPR dan Bank Indonesia. Sebagai kompromi, disepakati bahwa lembaga yang
akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga bertugas
mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat
Bank Sentral. Nantinya Otoritas Jasa Keuangan akan mengawasi seluruh industri
70
Ibid, hlm. 27-28.
perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank perlu dilakukan secara
dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya
dan pengawas lembaga keuangan dan industri keuangan non bank (INKB)
diyakini akan lebih efektif menggantikan peran dan fungsi pengawasan yang
selama ini dilakukan oleh beberapa lembaga. hal itu dapat terjadi karena OJK
megakrisis ekonomi 1998 disusul krisis tahun 2008 dan dibentuk sebagai lembaga
71
Laporan Akhir Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,
2010, hlm. 5.
72
Laporan Akhir Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Loc Cit.
merupakan salah satu isu penting dalam peran yang dibuat untuk lembaga ini.
pengawasan sesuai dengan keinginan mereka. Hal itu terjadi karena independensi
dimilikinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan tanpa campur tangan pihak
diluar OJK. Hal itu juga disebut sebagai Instrument Independence, bukan Goal
Independence. Hal itu membuat OJK harus lebih akuntabel untuk tindakan yang
Dalam perjalanan setiap lembaga apapun, selalu terdapat visi dan misi
didalamnya. Begitu juga dengan Otoritas Jasa Keuangan, yang dimana visi
Otoritas Jasa Keuangan sendiri adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa
nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
stabil;
73
Bismar Nasution, “Keberadaan Pungutan Otoritas Jasa Keuangan Untuk Pelaksanaan
Tugas, Fungsi, dan Wewenangnya Secara Independen”, Makalah dari
https://bismarnasution.com/keberadaan-pungutan-otoritas-jasa-keuangan-untuk-pelaksanaan-
tugas-fungsi-dan-wewenangnya-secara-independen/ (diakses pada tanggal 22 Juli 2020 Pukul
19.54 WIB)
tugasnya sebagai lembaga yang mengatur serta mengawasi hampir kesemua sektor
pembentukan OJK yakni agar keseluruhan kegiatan di Indonesia dalam sektor jasa
keuangan dapat:
dan stabil;
jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkat kan daya saing nasional. 74
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
yang dimaksud adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan lembaga jasa
74
Lina Maulidina, Op Cit, hlm 111-112.
Keuangan Lainnya. Sehingga dapat diketahui 3 (tiga) tugas atau fungsi utama
OJK yaitu pengaturan dan pengawasan yang diatur dalam Pasal 5 UU OJK serta
fungsi perlindungan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU OJK. Tugas
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan.
OJK. Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan lebih lanjut dapat dilihat
dan pengawasan terhadap bank merupakan salah satu fungsi yang penting
khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan pada
tidak terlepas dari fungsi ketiga yaitu fungsi perlindungan. Fungsi perlindungan
diatur dalam Pasal 4 Huruf (c) dimana OJK harus mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat sebenarnya juga telah dilakukan oleh Bank Indonesia
Dengan demikian dengan fungsi dan tugas yang telah ada pada OJK dan
Kasus default (gagal bayar) beberapa perusahaan besar asuransi besar telah
menjadi sorotan tajam. Penyebab utama yang mengakibatkan hal tersebut adalah
75
Amanda Athasya dan Yudho Taruno Muryanto, Tugas Dan Fungsi Otoritas Jasa
Keuangan Dalam Sengketa Perdata Terkait Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Jurnal Privat
Law, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Volume 7, Nomor 2, Juli-Desember 2019.
76
Ibid, hlm 167.
dan menimbulkan tekanan likuiditas pada perusahaan yang berujung pada gagal
bayar.77 Dalam konteks ini, OJK harus melakukan upaya inisiasi untuk
menjalankan fungsi dasar supervisi. Sadar atau tidak, nasabah asuransi (sebagai
OJK perlu turun tangan membenahi industri keuangan nonbank ini dalam banyak
Namun hal ini kemudian menjadi sebuah pertanyaan, bagaimana pola pengawasan
77
Fika Nurul Ulya, Kompas.com, Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi
BPK, dalam https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-lengkap-
kasus-jiwasraya-versi-bpk (diakses pada tanggal 19 Agustus 2020 Pukul 00.22 WIB)
78
Haryo Kuncoro, Media Indonesia, Menakar Fungsi Pengawasan OJK, dalam
https://www.medcom.id/ekonomi/analisis-ekonomi/ObzAQy9N-menakar-fungsi-pengawasan-ojk
(diakses pada tanggal 10 Juni 2020 Pukul 21.13 WIB)
tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan pengaturan dan
keuangan.79
79
Muhammad Thariq dkk, Pelaksanaan Pengawasan Asuransi Jiwasraya Oleh OJK
Provinsi Sumatera Barat di Kota Padang, Jurnal Notarius, Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Volume 13, Nomor 1, 2020, hlm 112.
Hal pengawasan OJK tersebut di atas sejalan dengan yang diatur di dalam
meminta data dan informasi dari PUJK (Pelaku USsaha Jasa Keuangan) berkaitan
perusahaan, baik itu laporan keuangan disertai laporan lain seperti pengaduan
konsumen yang direkap oleh kantor pusat dari seluruh regional dan kantor cabang
Otoritas Jasa Keuangan setiap 3 bulan sekali. Laporan tersebut apabila telah
diaudit oleh Otoritas Jasa Keuangan, kemudian hasil audit tersebut diserahkan
kembali kepada kantor pusat untuk dapat ditindaklanjuti oleh perusahaan sebelum
dilakukan perbaikan.
80
Alum Simbolon, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kegiatan Perusahaan
Asuransi, Jurnal Law Pro Justitia, Volume 1, Nomor 1, Desember 2015.
terhadap laporan yang telah direkap dari seluruh kantor cabang dan kantor
dan kantor regional, Otoritas Jasa Keuangan tidak melakukan pengawasan secara
langsung, itu dilakukan untuk demi keefektifan dan keefisienan dalam melakukan
Salah satu fungsi, tugas, dan wewenang yang dimiliki oleh Otoritas Jasa
nya, Otoritas Jasa Keuangan juga mempunyai hak untuk memberikan sanksi jika
tersebut diatur secara jelas didalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17
Syariah. Didalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17
ayat 1 adalah :
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha;
c. Larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah
untuk lini usaha tertentu;
d. Pencabutan izin usaha;
e. Pembatalan pernyataan pendaftaran bagi Pialang Asuransi, Pialang
Reasuransi, dan Agen Asuransi;
f. Pembatalan pernyataan pendaftaran bagi Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, Penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan
Perasuransian;
g. Pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi;
h. Denda administratif; dan/atau
i. Larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris,
DPS, atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara
dengan jabatan eksekutif di bawah direksi pada Perusahaan Perasuransian.
disebutkan bahwa:
81
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 /POJK.05/2017 Tentang
Prosedur Dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Di Bidang Perasuransian Dan
Pemblokiran Kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Kemudian dilanjutkan pada pasal 38 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan :
maka dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan dapat langsung melakukan tindakan
penyidikan, sesuai dengan pasal 49 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 21 Tahun
82
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
83
Republik Indonesia, Ibid.
asuransi, Otoritas Jasa Keuangan memberikan beberapa upaya hukum antara lain :
pengadilan.
pengajuan di pengadilan.84
sebenarnya telah membuat standarisasi bagi upaya hukum ini, dimana terkait
Pengaduan, kecuali untuk layanan lain yang diminta oleh Konsumen diluar
kewajiban, tanggung jawab dan wewenang baik dari pihak PUJK maupun
dan/atau layanan.85
Prinsip ini menjadi dasar utama bagi PUJK dalam rangka penyelesaian
sengketa dengan konsumen atau nasabah. Hal ini selaras pula dengan tujuan yang
c) Pemenuhan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang tepat dari sisi
Konsumen; dan
korektif.86
Namun, apabila upaya hukum ini tidak mencapai kesepakatan, maka dapat
digunakan upaya hukum selanjutnya yaitu External dispute resolution, yang mana
Jika tidak mencapai kata sepakat juga dalam upaya hukum ini, maka konsumen
perkembangan di sektor jasa keuangan yang senantiasa cepat, dinamis, dan penuh
memerlukan prosedur yang cepat, berbiaya murah, dengan hasil yang obyektif,
yang memang memiliki keahlian sesuai dengan jenis Sengketa, sehingga dapat
87
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.
Konsumen kepada Lembaga Jasa Keuangan dan membawa dampak positif bagi
penjatuhan sanksi berbentuk sanksi administratif berupa denda untuk lembaga jasa
cara penagihan sanksi administratif berupa denda yang berlaku selama ini, antara
lain pada sektor Pasar Modal yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor XIV.B.1
tanggal 5 Agustus 1999 serta pada sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB)
88
Ibid.
Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan
Didalam pasal 1 ayat (3), dijelaskan bahwa sektor jasa keuangan yang
Sanksi Administratif Berupa Denda, dalam surat tanggapan OJK atas permohonan
keberatan yang diajukan oleh Setiap Orang yang dikenakan Sanksi Administratif
Berupa Denda, dalam surat teguran, atau dalam surat penagihan terpisah.90
antara lain melalui pendebetan rekening giro bank umum untuk untung
rekening OJK di Bank Indonesia atau melalui pembayaran secara tunai dalam
hal rekening OJK di bank karena suatu hal tidak dapat menerima pembayaran
89
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 4/POJK.04/2014
Tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda Di Sektor Jasa Keuangan.
90
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
4/POJK.04/2014 Tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda Di Sektor
Jasa Keuangan
sejumlah uang dari Setiap Orang yang dikenakan Sanksi Administratif Berupa
Denda.91
ini menjadi instrumen nya dalam menjalankan fungsi tersebut, dan didalamnya
terdapat prosedur serta ketentuan yang telah diatur secara jelas dan rinci.
91
Ibid.
Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Kasus Gagal Bayar Polis
A. Kronologi kasus gagal bayar polis oleh PT. Asuransi Jiwasraya Persero
Kasus gagal bayar polis PT. Asuransi Jiwasraya Persero ternyata sudah ada sejak
tahun 2004 saat perusahaan asuransi PT. Jiwasraya Persero melaporkan cadangan yang lebih
kecil dari seharusnya, insolvensi (risiko pailit) mencapai Rp2,76 triliun. Kemudian pada
tahun 2006 laporan keuangan perseroan menunjukkan ekuitas negatif Rp3,29 triliun,
sehingga membuat aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban sehingga
membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun memberikan opini disclaimer (tidak
menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan dari tahun 2006-2007 lantaran penyajian
informasi cadangan dianggap tidak dapat diyakini kebenarannya ditambah pada kurun waktu
tahun 2008-2009, defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada tahun 2008 dan
Rp6,3 triliun pada tahun 2009, sehingga membuat PT. Jiwasraya Persero melakukan tindakan
Pada kurun waktu tahun 2010-2012, Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan
mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011, lalu pada tahun 2012, Bapepam-
LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan
dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance) melalui Bank BTN, KEB Hana
Bank, BPD Jateng, BPD Jatim, dan BPD DIY, dan Per tanggal 31 Desember 2012 melalui
skema finansial reasuransi Jiwasraya masih mencatat surplus Rp1,6 triliun. Namun, tanpa
skema finansial reasuransi, maka Jiwasraya mengalami defisit sebesar Rp3,2 triliun.93
92
Safir Makki, CNN Indonesia, Kronologi Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Versi OJK, dalam
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191230095752-78-460918/kronologi-kasus-gagal-bayar-jiwasraya-
versi-ojk (Diakses pada tanggal 20 Agustus 2020, Pukul 06.57 WIB)
93
Ibid.
Kemudian pada tahun 2013, fungsi, tugas, dan wewenang Bapepam-LK resmi beralih
kepada OJK. Saat itu, OJK meminta Kementerian BUMN menyampaikan langkah alternatif
permasalahan rasio solvabilitas (RBC) kurang dari 120 persen. Kemudian direksi Jiwasraya
merspon dengan menyampaikan alternatif penyehatan berupa penilaian kembali aset tanah
dan bangunan revaluasi menjadi RP6,56 triliun dan mencatatkan laba Rp457,2 miliar. Pada
rentang tahun 2013-2016, OJK memeriksa langsung Jiwasraya dengan aspek pemeriksaan
investasi dan pertanggungan. Setelah itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian
melakukan audit pada tahun 2015, dan melalui hasil audit tersebut menunjukkan terdapat
dugaan penyalahgunaan wewenang Jiwasraya dan laporan aset investasi keuangan melebihi
realita (overstated) dan kewajiban di bawah realita (understated) dan menyebutkan Jiwasraya
banyak melakukan investasi pada aset berisiko dengan tujuan untuk mengejar imbal hasil
Pada tahun 2016, OJK meminta Jiwasraya menyampaikan rencana pemenuhan rasio
kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme reasuransi. Perlu
penjualan produk JS Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun. Pada tahun 2017,
OJK mengklaim telah meminta Jiwasraya mengevaluasi produk tersebut agar sesuai
kemampuan pengelolaan investasi. Pada tahun yang sama, OJK kemudian mengklaim
laporan aktuaria tahun 2017 dan OJK juga mengenakan denda administratif sebesar Rp175
juta atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan tersebut. Pada bulan April tahun
2018, OJK dan direksi Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara signifikan
94
Ibid.
akibat penurunan guaranteed return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan.
Pada bulan Mei 2018 terjadi pergantian direksi Jiwasraya, dimana Asmawi Syam
ditunjuk menjadi direktur utama. Direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan
keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan tersebut ternyata benar, hal itu
disebabkan karena berdasarkan hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Price water house
Coopers (PwC) atas laporan keuangan tahun 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari
laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar. Kemudian pada bulan Oktober-
November tahun 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Mersepon
hal tersebut, kemudian OJK mengadakan rapat dengan direksi Jiwasraya dengan agenda
membahas kondisi perusahaan pada kuartal III tahun 2018 dan upaya manajemen Jiwasraya
mengatasi kondisi perseroan. Pada bulan yang sama, terjadi kembali pergantian di tubuh
direksi PT. Jiwasraya Persero, dimana pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko
sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam. Pada tahun 2019, Hexana
triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan
tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun.
Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari
Pada bulan November 2019, jajaran baru kementrian BUMN yang dipimpin oleh
Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang
dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir manajemen investasi yang
dilakukan tidak tepat, dengan investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan.
95
Ibid.
96
Ibid.
Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya. Selain
Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta ternyata juga menaikkan status
Pada bulan Desember tahun 2019, hasil penyidikan Kejagung menyebutkan bahwa
aset-aset berisiko. Hal tersebut berimbas terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik
defisit anggaran Jiwasraya. Selain itu, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen)
Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab
atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.
skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak tahun 2006 disebut semu karena
melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi
dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas
kondisi Jiwasraya.98
Kemudian Kejagung menetapkan 6 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, diantara
nya adalah Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro (Inisial BT),
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat (Inisial HH), mantan
Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo (Inisial HP), mantan Direktur
Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim (Inisial HR) dan mantan Kepala Divisi
Investasi dan Keuangan PT Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko
Hartono Tirto (Inisial JHT). Keenamnya diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. pada tanggal 3 Juni tahun
97
Ibid.
98
Ibid.
2020, Pengadilan Tipikor melakasanakan sidang perdana terhadap kasus gagal bayar polis
Sampai saat ini, kasus gagal bayar polis yang dialami oleh PT. Asuransi Jiwasraya
Persero masih tetap berlanjut dan sudah memasuki persidangan di pengadilan dan belum
adanya vonis yang dikeluarkan hakim terhadap para tersangka, dan kemungkinan akan
Peristiwa kasus gagal bayar polis yang menimpa perusahaan asuransi PT. Jiwasraya
Persero tentu tidak lepas dari peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang bertugas
untuk mengawasi lembaga jasa keuangan perbankan dan non-perbankan di Indonesia, khusus
nya terhadap perusahaan asuransi. Banyak pihak mempertanyakan terkait bagaimana cara
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, terlebih oleh DPR dalam kasus ini. Tetapi apakah hal
tersebut menjustifikasi OJK tidak perduli atau lepas tangan terhadap pengawasan kasus
gagal bayar polis yang dialami oleh perusahaan asuransi PT. Jiwasraya Persero?
Menurut keterangan yang disampaikan oleh ketua dewan komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam laman berita CNBC Indonesia, kasus gagal
bayar polis oleh perusahaan asuransi PT. Jiwasraya Persero telah masuk dalam
pengawasan OJK sejak tahun 2006 ketika otoritas ini masih bernama Badan Pengawas Pasar
menyampaikan bahwa OJK sampai saat ini terus berusaha mencari jalan keluar terkait
permasalahan tersebut. "ya tidak masalah (untuk industri asuransi ke depan), yang penting
kita cari jalan keluar ke depannya (untuk Jiwasraya) sehingga nanti bisa berikan kontribusi
kepada masyarakat," kata Wimboh singkat, ditemui saat menghadiri Natal tahun 2019 di
99
Ibid.
kediaman Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Rabu, tanggal
25 Desember 2019.100
Strategis OJK Anto Prabowo, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengklaim bahwa telah
menjalankan prosedur saat menerima aduan para pemegang polis saving plan PT Asuransi
Jiwasraya (Persero). Otoritas pun menyatakan telah melakukan fungsinya sebagai lembaga
pengawasan dalam masalah kasus gagal bayar polis oleh PT. Jiwasraya Persero. Beliau
pemberitahuan sebelumnya. Dia pun menyatakan permohonan maaf jika penerimaan tersebut
tidak sesuai ekspektasi nasabah Jiwasraya. "Prosedur kami adalah ketika ada pengaduan dari
nasabah maka kami melibatkan ketiga pihak tersebut. Itu prosedur yang sudah dilakukan, jadi
tidak ada yang bermaksud untuk mengecilkan arti kedatangan mereka dengan tidak diterima
oleh pejabat di level tertinggi OJK," ujar Anto. Namun, dia menjabarkan bahwa penerimaan
tersebut telah sesuai prosedur OJK karena para nasabah diterima oleh Deputi Direktur
Pengawasan Asuransi OJK I Wayan Wijana, Deputi Direktur Hubungan Kelembagaan OJK
Nurita, dan staf dari bidang edukasi perlindungan konsumen.101 Selain itu, mereka
mengklaim bahwa OJK telah melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam penyelesaian masalah
gagal bayar Jiwasraya. Regulator tengah mengupayakan penyehatan ketika disaat yang
bersamaan proses hukum sedang berjalan. Menurutnya, upaya penyehatan Jiwasraya tidak
dilakukan oleh otoritas, melainkan oleh pemegang saham utama yakni Kementerian Badan
100
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia, Kerugian Negara Rp 13,7 T, Ini Respons Bos OJK soal
Jiwasraya, dalam https://www.cnbcindonesia.com/news/20191225121706-4-125555/kerugian-negara-rp-137-t-
ini-respons-bos-ojk-soal-jiwasraya (diakses pada tanggal 23 Juni 2020, Pukul 21.58 WIB)
101
Ibid.
OJK berperan untuk memfasilitasi upaya penyehatan yang diusulkan oleh pemilik
perseroan. "Misalkan adakah aturan-aturan yang bisa diterapkan untuk suatu perusahaan yang
sedang dalam penyehatan, misalkan apakah dia harus langsung dikenakan risk based capital
(RBC) 120% langsung? Kan enggak mungkin seperti itu. Kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan untuk menilai seberapa jauh penyehatan dan angka-angka pemenuhan indikator
yang harus dipenuhi," ujar dia. Anto juga menekankan bahwa Otoritas Jasa Keuangan
memasang rambu bagi Kementerian BUMN dan Jiwasraya dalam melakukan penyehatan
agar bisa dilakukan secepat mungkin. Hal tersebut agar hak nasabah dapat segera terpenuhi.
"Ada risiko bagi otoritas ketika induknya sedang mengalami penyehatan tapi menghasilkan
anak (usaha). Maka kami memberikan batasan jangka waktu usaha ini untuk segera
dilakukan, jangan sampai ini dibiarkan terlalu lama. Itu salah satu fungsi dari regulator,"
ujarnya.
pengawasan yang maksimal guna menyelesaikan permasalahan ini. OJK sendiri sudah
melakukan komunikasi baik terhadap nasabah perihal menerima pengaduan mereka sampai
penyehatan di dalam manajemen perusahaan dan keuangannya. Penulis juga melihat bahwa
salah satu alasan mengapa langkah-langkah pengawasan yang dilakukan oleh OJK terkesan
tidak berjalan dan kurang melihat dikarenakan kewenangan yang dimiliki oleh OJK itu
sendiri. OJK dalam hal ini merupakan fasilitator yang harus memfasilitasi upaya penyehatan
yang dilakukan pihak perseroan, bukan sebagai eksekutor yang melaksanakan proses
penyehatan, karena hal tersebut merupakan wewenang yang dimiliki oleh para pemilik
Dengan demikian, proses pengawasan yang dilaksanakan oleh OJK dalam kasus
ini sebenarnya tetap dijalankan, tetapi tetap mengikuti prosedur dalam ketentuan yang
OJK terhadap lembaga jasa keuangan, yakni pasal 9 UU No. 21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, dan sinergi antara lembaga-lembaga lainnya seperti kementrian
BUMN, BPK, dan juga bersama dengan DPR RI dan Kejagung. Beberapa langkah -
langkah juga sudah diambil oleh OJK dengan tujuan untuk menyelamatkan perusahaan
asuransi ini, dan juga menunjukkan peran OJK dalam persoalan kasus ini meskipun
belum sempurna.
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Penyelesaian Kasus Gagal Bayar Polis oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas dan juga sebagai regulator
terhadap lembaga jasa keuangan yang terdapat di Indonesia tentu harus memiliki peran ketika
terdapat permasalahan yang menimpa lembaga jasa keuangan tersebut, baik perbankan
maupun non-perbankan di Indonesia. Begitu pula hal nya dalam kasus gagal bayar polis yang
dialami oleh PT. Asuransi Jiwasraya Persero, OJK dalam hal ini mengklaim sudah berperan
dalam proses penyelesaian kasus ini. Seperti yang disampaikan oleh ketua dewan pengawas
OJK Wimboh Santoso, bahwa OJK telah membuat beberapa skenario penyelamatan PT.
flow untuk membayar semua klaim-klaim nasabah ini. Kita semua tahu, bahwa ini tidak
Skenario pertama yang akan dibuat sifatnya sebagai solusi jangka pendek, yakni
pembentukan anak perusahaan yakni PT. Jiwasraya Putra. Perseroan dalam bentuk anak
perusahaan ini telah diberikan konsensi untuk menjamin asuransi dari beberapa Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan PT.
Asuransi Jiwasraya Persero, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pegadaian
(Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel. Selain itu, keberadaan
anak perusahaan ini juga diwajibkan untuk menarik investor, dengan tujuan dapat
membantu pendanaan kewajiban klaim polis oleh PT. Asuransi Jiwasraya Persero yang
sudah jatuh tempo melalui Top-Up Cashflow. PT Jiwasraya Putra nantinya akan
memanfaatkan kerja sama BUMN ini untuk menjual produk asuransi dengan memanfaatkan
Kemudian Skenario kedua adalah solusi untuk jangka panjang. Ia mengatakan hal
tersebut masih dibicarakan oleh para pemangku kepentingan. "Kalau jangka pendek teratasi
dengan cara tadi, ke depan jangka menengah panjang harus ada program bagaimana
dana sekitar Rp32,89 triliun agar bisa mencapai rasio Risk Based Capital (RBC) minimal
120 persen. Secara umum, RBC adalah pengukuran tingkat kesehatan finansial suatu
perusahaan asuransi, dengan ketentuan OJK mengatur minimal batas RBC sebesar 120
persen.
Selain skenario diatas, terdapat skenario lainnya yang sudah disiapkan juga oleh OJK,
yakni mulai dari strategic partner yang menghasilkan dana Rp5 triliun, inisiatif holding
asuransi Rp7 triliun, menggunakan skema finansial reasuransi sebesar Rp1 triliun, dan
sumber dana lain dari pemegang saham sebesar Rp19,89 triliun. Diharapkan melalui langkah-
langkah tersebut dapat membantu mencapai target dana yang harus dikumpulkan oleh
Jiwasraya untuk memenuhi rasio Risk Based Capital (RBC) minimal 120 persen. Sampai saat
ini telah terdapat delapan perusahaan yang tertarik menyuntikan dana untuk pemulihan
Jiwasraya. Nantinya satu perusahaan dengan penawaran terbaik akan dipilih untuk menjadi
102
Tony Hartawan, Tempo.co.id, Bos OJK Ungkap 2 Skenario Penyelamatan OJK, dalam
http://bisnis.tempo.co/read/1282150/bos-ojk-ungkap-2-skenario-penyelamatan-jiwasraya (diakses pada tanggal
26 Juni 2020, Pukul 03.56 WIB)
pemegang saham di Jiwasraya Putra sebagai anak usaha dari Jiwasraya. 103 Selain
pembentukan skenario diatas, OJK juga telah melakukan pertemuan dengan nasabah PT.
Jiwasraya Persero untuk menerima aduan dari para nasabah terkait permasalahan ini.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa
keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini,
OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga
mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga
kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian,
dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif
globalisasi.104
Sejalan dengan hal diatas, maka dalam kasus ini OJK sudah berusaha untuk
menjalankan fungsi dan wewenang nya sesuai dengan tujuan tersebut. meski harus diakui
bahwa dalam perjalanan nya, peran yang dilakukan oleh OJK dalam rangka penyelematan di
kasus ini belum sempurna, karena sejatinya OJK dapat melakukan pemeriksaan lebih dalam
terhadap produk asuransi yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Jiwasraya Persero tersebut
sebagai bentuk menjalankan fungsi pengawasan. namun setidaknya OJK sudah menunjukkan
itikad baik untuk berperan aktif didalam kasus ini, dengan hadirnya skenario-skenario yang
dirancang tersebut dan tindakan lain yang sudah dijabarkan sebelumnya diatas. Dengan
demikian anggapan yang mengatakan OJK lepas tangan terhadap kasus ini tidak terbukti,
serta terkait pendapat-pendapat diatas, penulis sepakat bahwa OJK sudah berperan didalam
penyelesaian kasus ini. Perihal dengan proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan,
103
Desi Angriani, Medcom.id, 4 Skenario OJK selamatkan Jiwasraya, dalam
https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/8kog66rk-4-skenario-ojk-selamatkan-jiwasraya (diakses pada tanggal
26 Juni 2020, Pukul 04.10 WIB)
104
Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
penulis berpendapat bahwa itu bukan lagi bagian dari domain OJK, melainkan bagian dari
lembaga penegak hukum. Biarlah proses hukum ini tetap berjalan dan biarkan pula OJK
menjalankan perannya dalam penyelesaian kasus ini sesuai dengan tupoksi dan wewenang
yang telah diamanatkan kepada lembaga ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
1. Bahwa karakteristik adalah bagian yang sangat penting dari sebuah hal, termasuk pula
perusahaan perasuransian terdapat ciri khusus yang menjadi ciri khas nya, yakni
bagaimana tingkat kepercayaan publik terhadap usaha asuransi tersebut. Hal itu dapat
dimaklumi karena para calon nasabah tentu tidak ingin sembarangan dalam memilih
sebuah usaha asuransi dan menggunakan produk yang ditawarkan oleh perusahaan
hukum bagi para pemegang polis yang telah mengikatkan diri didalam sebuah
terdapat didalam asuransi sebagai sebuah lex spesialis yang diatur didalam 1320
KUHPerdata khususnya prinsip itikad baik atau Utmost Good Faith harus dilakukan,
serta filosofi utama yang terkandung didalam prinsip ini yang mana sejatinya
didalamnya. Hal itu karena itikad baik dan kepercayaan publik sendiri memiliki
korelasi yang saling berdekatan sebagai poin karakteristik khusus didalam perusahaan
perasuransian.
berawal dari permasalahan lintas sektoral di sektro jasa keuangan yang memunculkan
tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
stabilitas sistem keuangan yang terganggu. OJK sebagai lembaga independen yang
88
3. memiliki fungsi pengaturan dan pengawasn terhadap seluruh lembaga jasa keuangan
perusahaan asuransi telah diatur didalam Pasal 6 UU OJK yang mengatur secara
khusus pengawasan OJK terhadap asuransi dan ditambahkan juga didalam Pasal 9 UU
OJK dimana memuat wewenang yang dimiliki OJK dalam rangka menjalankan fungsi
pengawasannya.
4. Bahwa dalam pengawasan OJK dalam kasus gagal bayar polis oleh PT. Asuransi
Jiwasraya Persero, OJK sendiri sudah melaksanakan fungsi pengawasan nya dengan
baik meskipun belum sempurna. Hal itu dapat penulis sampaikan berdasarkan
keterangan-keterangan yang sudah penulis dapatkan dan dituangkan dalam skripsi ini.
B. Saran
publik. Isu jaminan hukum terhadap perjanjian oleh pemegang polis yang sering
dialami oleh para pemegang polis sebagai nasabah dan konsumen perusahaan harus
sampai stigma buruk tersebut terus berlanjut dan menjadi budaya atau kebiasaan yang
mengarah pada ciri khas perusahaan perasuransian nanti nya. Hendaknya perusahaan
2. terhadap perjanjian walaupun hal tersebut bukan merupakan faktor penyebab batalnya
tumbuh dengan sendirinya jika nasabah memperoleh kepuasan dan kenyamanan baik
dari jaminan hukum dan jaminan kemanfaatan terhadap produk asuransi yang
digunakan nya, dan hal tersebut akan turut mempengaruhi pandangan publik itu
3. Otoritas Jasa Keuangan harus lebih meningkatkan sistem pengawasan nya terhadap
semua lembaga jasa keuangan yang ada di Indonesia, khususnya terhadap perusahaan
asuransi yang ada di Indonesia. Tindakan ceroboh yang dilakukan oleh para direksi
perusahaan yang salah menempatkan investasi terhadap dana nasabah PT. Asuransi
Jiwasraya Persero tidak boleh lagi terulang di masa depan. Perlu adanya koordinasi
yang baik dan harmonis antara Otoritas Jasa Keuangan dan Kementrian BUMN serta
lembaga lainnya yang terkait dalam menempatkan sosok di dalam dewan direksi
perusahaan asuransi milik BUMN dan hal-hal lain yang berkaitan dengan operasional
dan kebijakan yang diambil oleh perusahaan asuransi. Jika memang dibutuhkan nya
terciptanya sistem pengawasan yang lebih baik lagi, maka opsi tersebut bisa
4. Bahwa dalam kasus ini, menurut hemat penulis bahwa dewan legislatif yakni DPR,
Kementrian BUMN, lembaga yang terkait lainnya serta masyarakat harus mengawal
proses skenario-skenario yang telah dirancang dan disampaikan oleh Otoritas Jasa
sampai ada langkah-langkah lain yang dilakukan sekelompok elit untuk mengambil
dibutuhkan kerjasama dan kesepahaman yang baik kepada seluruh pihak agar dapat
membuka pihak-pihak kunci yang terlibat didalam nya. Penulis berpendapat bahwa
selama kasus ini berjalan dan ditangani oleh pihak pengadilan dan Kejaksaan Agung,
A. Buku
Aditya Bakti.
Junaedy Ganie, Junaedy. 2011. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Handayaningrat, Soewarno. 2004. Pengantar Studi Ilmu Administrasi Negara, hlm 74. Bogor
: Ghalia Indonesia.
Sri Redjeki Hartono, Redjeki Sri. 2001. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta :
Hermansyah. 2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Rev. Cet. 4, hlm 61. Jakarta :
Kencana.
Manan, Bagir. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945”. Jakarta :
Muhammad, Kadir Abdul. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta : PT. Citra Aditya
Bakti.
Salim, Abbas. 2011. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Situmorang, M. Victor dan Juhir Jusuf. 1994. Aspek Pengawasan Melekat Dalam
Suma, Amin. M. 2006. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional; Teori, Sistim, Aplikasi
Bina Aksara.
B. Peraturan Perundang-undangan
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan
Usaha Perasuransian
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 4/POJK.04/2014 Tentang Tata Cara Penagihan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 /POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi Dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73 /POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 /POJK.05/2017 Tentang Prosedur Dan Tata
Reasuransi Syariah.
Otoritas Jasa Keuangan tentang Standar Internal Dispute Resolution Sektor Jasa Keuangan.
Cahyono, Dwi Yuliawan dan Marfuah. 2011. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial” dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 15,
Djuwityastuti dan Dhanista Nanda Atyanta. 2019. “Proses Pembayaran Klaim Asuransi
Yogyakarta)” dalam Jurnal Privat Law, Volume 03, Nomor 01 : Fakultas Hukum Universitas
Dkk, Aditama Setya Prakoso. 2016. “Polis Asuransi Jiwa Sebagai Alat Bukti Penuntutan
Klaim Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa (Studi Di PT. Asuransi Jiwasraya Semarang Timur)”
Diponegoro, Semarang.
Dkk, Adyan Agit Pratama. 2017. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap
Dkk, Putra Pradita Deva Wayan I. ”Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi
Lembaga Keuangan Non Bank Berkaitan Dengan Sektor Asuransi di Bali” dalam Jurnal
Udayana, Bali.
Dkk, Thariq Muhammad. 2010. “Pelaksanaan Pengawasan Asuransi Jiwasraya Oleh OJK
Provinsi Sumatera Barat di Kota Padang” dalam Jurnal Notarius, Volume 13, Nomor 1 :
Febriyani, Tafeta dan Kusreni Sri. 2017. “Determinan Pertumbuhan Ekonomi di 4 Negara
ASEAN” dalam Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan, Volume I, No.1 : Fakultas Ekonomi dan
dalam Jurnal Justisi Ilmu Hukum, Volume 01, Nomor 01 : Fakultas Hukum Universitas
Hartono, Bronto. 2005. “Prinsip Utmost Good Faith Dalam Pelaksanaan Perjanjian
Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di Regional Office Semarang” dalam Tesis
Semarang.
Perlindungan Pada Konsumen” dalam Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat : Fakultas
Maulidina, Lina. 2014. “Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Pengawas
Muryanto, Taruno Yudho dan Athasya Amanda. 2019. “Tugas Dan Fungsi Otoritas Jasa
Keuangan Dalam Sengketa Perdata Terkait Perlindungan Hukum Bagi Konsumen” dalam
Jurnal Privat Law, Volume 7, Nomor 1 : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Nasution, Bismar. 2011. “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, dalam makalah
yang disampaikan pada Seminar tentang Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang Terintegrasi.
Nasution, Bismar. “Keberadaan Pungutan Otoritas Jasa Keuangan Untuk Pelaksanaan Tugas,
https://bismarnasution.com/keberadaan-pungutan-otoritas-jasa-keuangan-untuk-pelaksanaan-
19.54 WIB)
Sari, Arifka Annisa. 2018. “Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Jasa
Keuangan Di Indonesia” dalam Supremasi Jurnal Hukum, Volume 1, No. 1 : Sekolah Tinggi
Bermotor Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang” dalam Jurnal UIR Law Review,
Santri, Harvia Selvi. 2017. “Prinsip Utmost Good Faith Dalam Perjanjian Asuransi
Kerugian” dalam Jurnal UIR Law Review, Volume 01, Nomor 01 : Fakultas Hukum
Sitompul, Zulkarnain. 2014. “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan” disampaikan dalam makalah disampaikan pada seminar tentang
Sunarmi. “Pemegang Polis Asuransi Dan Kedudukan Hukumnya”. dalam Jurnal Ilmu
Ekonomi Di Indonesia” dalam Jurnal Samudra Ekonomika, Volume 1, No. 1 : Program Studi
Jaminan Fidusia” dalam Jurnal Cita Hukum, Volume 3, Nomor 1 : Fakultas Syariah dan
D. Sumber Internet
https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/8kog66rk-4-skenario-ojk-selamatkan-jiwasraya,
https://bisnis.tempo.co/read/1181150/bos-ojk-ungkap-1-skenario-penyelamatan-jiwasraya,
https://www.medcom.id/ekonomi/analisis-ekonomi/ObzAQy9N-menakar-fungsi-
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/10191110095751-78-460918/kronologi-kasus-
Muammar, Yazid. 2019. , “Selain Jiwasraya, Ini Sederet Asuransi Jiwa yang Gagal Bayar”,
https://www.cnbcindonesia.com/market/10191119171405-17-114519/selain-jiwasraya-ini
WIB.
Putri, Adinda Cantika. Kerugian Negara Rp 11,7 T, Ini Respons Bos OJK soal
Jiwasraya,https://www.cnbcindonesia.com/news/10191115111706-4-115555/kerugian-
11.58 WIB.
Ulya, Nurul Fika. Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi BPK,
https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-lengkap-kasus-
E. Kamus
F. Lain-lain
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2010. Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Laporan Akhir.
Jakarta.