SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
NIM : 170200536
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, Penulis juga banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung guna
ikhlas memberikan bimbingan, motivasi, dan doa sehingga penulisan skripsi ini
terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
3. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas
telah memberikan waktunya dan arahan selama proses penulisan skripsi ini.
7. Ibu Aflah, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah sabar
8. Bapak Yusrin, S.H., M.Hum selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah
9. Kepada Bapak Syaiful Anwar selaku Kepala UPT BPSK Kota Medan yang
skripsi ini.
10. Kepada Saudara Kandung yang sangat Penulis sayangi yaitu Kakak Penulis,
Intan Natalya Manik, S.I.P, dan Letda Irene Novita Manik, S.Tr.Han, yang
kepada penulis. Kedua Adik penulis yaitu Josua Putra Manik dan Andreas
11. Kepada saudara yang dikasihi penulis yaitu Monica Sitorus, Michelle
bertukar pikiran penulis dan selalu ada disaat penulis dalam keadaan suka
maupun duka.
ii
penulis.
13. Kepada Sahabat yang penulis kasihi yaitu Olivia Harefa, Ombi, Regitta,
14. Kepada teman-teman seperjuangan dari awal perkuliahan yang selalu setia
menemani penulis yaitu Ruth, Randyta, Dinda, Glory, Nakita, Aldi, Zulfa,
Teman Klinis Penulis yang juga sangat membantu dan selalu memberikan
Perdi Kurniawan.
besarnya kepada yang teristimewa dan terkasih, kedua orangtua penulis selaku
motivator terbesar dalam hidup penulis, yaitu Bapak Bosman Manik, S.H dan Ibu
Faridawaty, S.pd. yang telah memberikan doa, kasih sayang yang tak terbatas, serta
segala kebutuhan moril maupun materil kepada penulis, hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dan dapat menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu
(S1).
iii
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan keterbatasan ilmu
pengetahuan, waktu, tenaga serta literatur bacaan. Oleh karena itu, penulis akan
menerima segala saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Semoga skripsi ini
Penulis
170200536
iv
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................... 7
D. Keaslian Penulisan ............................................................................ 8
E.Tinjauan Kepustakaan……….……………………………………..10
F. Metode Penelitian ............................................................................ 15
G. Sistematika Penulisan....................................................................... 18
A. KESIMPULAN ............................................................................. 92
B. SARAN.......................................................................................... 94
LAMPIRAN..........................................................................................................99
vi
vii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang tidak sesuai dengan standar pemasangan dalam Surat Perjanjian Jual Beli
Nomor : 088‐ZP DIIV 2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik. Dasar
antisipasi atas kerugian kehilangan atau susut daya listrik yang diakibatkan faktor
Konsumen (BPSK) Kota Medan nomor 10 tahun 2019 dengan memilih alternatif
penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Perkara ini berawal dari konsumen selaku
BPSK. Dalam hal ini, konsumen sangat keberatan dengan kesewenangan Tim
secara sepihak.
Tanpa alasan yang jelas, petugas PT. PLN (Persero) langsung melakukan
pemutusan arus listrik secara sepihak dan menyatakan seseorang itu bersalah,
karena dugaan penggunaan arus ilegal maupun tuduhan telah merusak segel
instalasi listrik dengan cara menyambung kumparan arus terminal 1 dan 3 dengan
kabel NYAF 1X2 mm2 sehingga mempengaruhi pembatas daya yang sudah
Dilihat dari putusan Arbitrase BPSK Kota Medan nomor 10 tahun 2019
kumparan arus terminal 1 dan 3 dengan kabel NYAF 1X2 mm2. Dapat dilihat dari
segel instalasi listrik tidak ada kerusakan. Dengan demikian, patut diduga bahwa
pemeriksaan, Tim P2TL juga melanggar SOP dalam menjalankan tugasnya, yakni
tidak sopan memanjat rumah konsumen dan menyentuh atau mendekat APP (Alat
Pembatas dan Pengukur) tanpa disaksikan oleh konsumen listrik dan tanpa
didampingi oleh penyidik baik dari aparatur kelurahan maupun pihak berwajib.
atau mendekat APP (Alat Pembatas dan Pengukur) sebelum disaksikan oleh
penghuni atau saksi, untuk menghindari dugaan merusak segel sebelum diadakan
pemeriksaan”.
1. Pada saat memasuki persil (tanah) Pemakai Tenaga Listrik, Tim P2TL harus
1
Tim YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Bersikap Kritis Bertindak Cermat
: Panduan Konsumen Menghadapi P2TL, YLKI, Jakarta, 2010, hal 9-12.
serta tujuan pelaksanaan P2TL kepada Pemakai Tenaga Listrik atau yang
mewakili dan kepada Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili diminta
dan/atau video kamera dalam memeriksa dan meneliti APP (Alat Pembatas
4. Dalam hal P2TL dilaksanakan bersama Penyidik dan Berita acara hasil
dalam implementasinya. Tim P2TL telah melanggar peraturan yang dibuat sendiri.
oknum PLN yang melakukan kejahatan dalam pemriksaan arus listrik tidak hanya
merugikan PT PLN (Persero) sebagai pemasok tenaga listrik, tetapi juga sangat
sejumlah jutaan bahkan belasan juta rupiah tanpa mengetahui secara pasti kesalahan
yang telah dibuatnya. Tanpa diberikan kesempatan untuk membela diri, PT PLN
listrik dan harus membayar tagihan denda listrik tersebut agar meteran konsumen
terencana menurut PT PLN (Persero) yang berarti pemadaman listrik yang memang
sudah direncanakan oleh PLN. Ini disebabkan karena diduga adanya pengaruh
sebagai upaya dari PLN untuk menghindari terjadinya mati listrik secara total pada
suatu sistem jaringan listrik. Hal ini dilakukan untuk menghindari situasi sewaktu-
waktu permintaan listrik melebihi kapasitas suplai daya dari jaringan dan
2
Ibid., hal 8.
3
Awang Bayu, Siti Maliakhatun & Aminah, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Terhadap Pemadaman Listrik Oleh PT PLN (Persero) Wilayah Jawa Tengah Area Salatiga,
menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan dan keandalan yang
hukum (1365 KUH Per) dengan terpenuhinya 4 (empat) unsur pokok, salah satunya
berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Dalam hal ini juga sangat jelas
terpenuhinya hak atas informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa. Dalam ketentuan tersebut, konsumen berhak untuk
pengertian bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan produk maupun jasa yang
nyaman, aman, dan selamat. Masyarakat Indonesia sebagai penerima jasa layanan
publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan standar pelayanan yang jelas,
sehingga masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak dijatuhi sanksi.4
Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dapat timbul dari akibat adanya
hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen (perjanjian jual beli) atau
melalui akibat perbuatan melawan hukum (tidak ada perjanjian jual beli). Dua hal
ini sebagai bentuk tuntutan yang dapat dilakukukan oleh konsumen kepada pelaku
melakukan studi untuk menemukan kepastian hukum terkait fenomena yang terjadi
Maka dari itu penulis membuat skripsi ini dengan judul “Analisis Yuridis
B. Rumusan Masalah
5
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi
Syariah, Pustaka Baru Press, Yogyakata, 2018, Hal 15.
1. Tujuan Penulisan
2. Manfaat Penulisan
a) Secara praktis
yang lebih ketat lagi terhadap Konsumen agar untuk kedepannya tidak
b) Secara Teoritis
D. Keaslian Penulisan
(Studi Putusan Arbirase BPSK Medan Nomor 10 Tahun 2019)”. Didalam penulisan
skripsi ini, dilakukan peneliti atas ide dan pemikiran sendiri serta dibantu oleh
(Persero) dengan Konsumen, baik melalui literatur yang diperoleh dari Putusan
Arbitrase BPSK Medan Nomor 10 Tahun 2019, perpustakaan, media cetak maupun
elektronik.
bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan
berkenaan dengan skripsi lain yang sudah ditulis oleh mahasiswa Fakultas Hukum
Nim : 110200588
Rumusan Masalah :
Nim : 040200044
Rumusan Masalah :
2) Bagaimana perjanjian baku dalam pemakaian arus listrik antara PLN dan
pelanggan?
kelalaian?
Jika dilihat dari judul diatas, dan dari setiap permasalahan yang ada, serta
berdasar pada Arsip Perpustakaan USU cabang Fakultas Hukum, maka penelitian
ini merupakan karya ilmiah penulis sendiri karena tidak terdapat kesamaan judul,
permasalahan, objek, tempat penelitian, dan lainnya. Apabila ditemukan judul yang
E. Tinjauan Kepustakaan
“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada orang lain atau
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal”,6 sedangkan menurut R.
Setiawan “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”.7
hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan
hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada
pihak lain untuk melaksanakan prestasi. Dari pengertian Yahya Harahap diatas
menegaskan tentang hubungan hak dan juga kewajiban bagi orang yang
melaksanakan perjanjian. Jadi, ketika melakukan suatu perjanjian, ada hak &
6
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2010, hal 1.
7
P.N.H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Kencana, Jakarta, 2015, hal 285.
8
Syahmin, Hukum Perjanjian Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2006, hal 8.
tersebut berisi janji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu, dimana janji itu
harus ditepati.
adanya sepakat (consensus) dari kedua belah pihak dan mengikat mereka yang
pada hal yang konkrit atau lebih mengacu pada suatu peristiwa. Kita tidak dapat
melihat dengan mata kita sendiri suatu perikatan, kita hanya dapat
membayangkannya dalam alam pikiran kita, tetapi kita dapat melihat atau membaca
isi dari perjanjian. Apabila dua orang melakukan suatu perjanjian maka
sesungguhnya mereka atau para pihak yang bermaksud supaya diantara mereka
timbul suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu
prestasi.9
umum diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan “Jual-beli adalah
suatu perjanjian, dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
9
Subekti, op.cit., hal 6.
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah diperjanjikan.”
telah bersedia membayar sejumlah uang kepada PT PLN (Persero) untuk dicatat
penyedia listrik memberikan tawaran terkait besaran daya listrik yang diperlukan.
Dengan demikian, karena calon pelanggan telah setuju maka timbullah suatu
lisan, perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara 2 (dua) orang yang
Menurut Schyut, konflik berarti suatu situasi yang di dalamnya terdapat dua pihak
atau lebih yang mengejar tujuan-tujuan, yang satu dengan yang lain tidak dapat
diserasikan dan mereka dengan daya upaya mencoba dengan sadar menentang
tujuan-tujuan pihak lain. Dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi ketika para pihak
bersaing untuk dapat mencapai tujuannya masing-masing. Para pihak dibatasi oleh
10
HR Daeng Naja, Contrant Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 6.
11
Tim Redaksi KBBI, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Pendidikan Nasional,
Jakarta, 2008, hal 1315.
situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain yang diawali oleh
perasaan tidak puas yang bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami
permukaan apabila terjadi konflik kepentingan. Proses sengketa terjadi karena tidak
adanya titik temu antara pihak-pihak yang bersengketa. Secara potensial, dua pihak
situasi sengketa.13
yaitu :14
1) Kepentingan (interest)
12
Jimmy Joses, Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan : Negosiasi, Mediasi,
Konsiliasi, & Arbitrase, Visimedia, Jakarta, 2011, hal 4.
13
Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution)& Arbitrase Proses Pelembagaan
dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 34.
14
Ibid., hal 35.
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.
Arbitrase berasal dari bahasa Latin, yaitu arbitrare, yang mempunyai arti
kebijaksanaan. Oleh karena itu, R. Subekti dalam bukunya yang berjudul Arbitrase
sengketa yang prosesnya dibantu oleh seorang pihak ketiga dengan menggunakan
pengertian tentang arbitrase itu sendiri. Hal ini dikarenakan pengertian yang
demikian akan menimbulkan kesan seolah-olah seorang arbiter atau suatu majelis
arbitrase dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa tidak akan mengindahkan
Pengertian ini keliru karena seorang arbiter atau majelis arbitrase dalam
hukum perundang-undangan vang ada. Dengan kata lain, arbiter dalam memutus
suatu sengketa tidak hanya didasarkan pada kebebasan arbiter semata. Oleh sebab
adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakinm
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati
15
Suleman Batubara & Orinton Purba, Arbitrase Internasional : Penyelesaian Sengketa
Investasi Asing, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2013, Hal 8.
keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim vang mereka pilih atau
tunjuk tersebut.16
yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat
agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya
diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak
sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak, sehingga apabila suatu
sengketa telah diputuskan oleh seorang hakim atau dalam arbitrase disebut arbiter
maka diharapkan para pihak dapat menerima serta melaksanakan hasil putusan
tersebut.17
tribunal yaitu forum yang dibentuk khusus untuk kegiatan menyelesaikan sengketa
yang terjadi.
F. Metode Penelitian
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu
Bahan-bahan atau data yang diperlukan dalam skripsi ini, penulis peroleh
16
Ibid., Hal 9.
17
H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, Kepailitan
dan Penundaan Pembayaran, Cetakan III, Djambatan, Jakarta, 1992, hal 1.
1. Jenis Penelitian
yuridis normatif, yang merupakan suatu metode pendekatan yang menekankan pada
norma hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berlaku melalui studi kepustakaan.18
2. Spesifikasi Penelitian
menggambarkan dan menguraikan keadaan atau fakta-fakta yang ada tentang kasus
teori yang ada, dan pendapat-pendapat para ahli yang bertujuan untuk mendapatkan
jawaban atas pokok masalah yang teridentifikasi untuk dibahas lebih lanjut.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi adalah
terdiri dari :
18
Amirudin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Radja
Grafindo Persada, 2004, hal 118.
19
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 141.
Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang
Negara (PERSERO).
b) Bahan hukum sekunder, antara lain berupa semua publikasi tentang hukum
tulisan hukum yang berisi tentang perkembangan atau isu-isu yang aktual.21
penunjang bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan
kamus bahasa.
20
Ibid., hal. 142.
21
Ibid., hal. 141..
informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang
berkaitan dengan materi penelitian guna memperoleh gambaran secara teoritis dan
sistematis.
5. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu penelitian
penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini disusun secara sistematis dalam bentuk skripsi yang
BAB I PENDAHULUAN
menyeluruh, dan sistematis yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
yang mengatur tentang hak, kewajiban serta tanggung jawab PT PLN (Persero)
BPSK, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase BPSK dan peran dan
penulis juga akan memaparkan hasil analisa yang berisi tentang seperti apa arbiter
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini yang
berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan dan juga berisi saran dari hasil
sebelumnya.
Konsumen selaku orang atau badan yang memakai dan membeli tenaga
listrik dari Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang digunakan
sebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk diperdagangkan memiliki hubungan jual
beli tenaga listrik yang diatur dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.
bagi konsumen yang terikat di dalam perjanjian. Dalam hal ini, menyebabkan
konsumen. Walaupun sangat beragam, secara garis besar hak-hak konsumen dapat
22
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Raja
Grafindo, Depok, 2017, hal 111.
20
yang dihadapi.
Ketiga hak yang menjadi prinsip dasar tersebut sangat esensial bagi
pada 15 Maret 1962, yaitu mengemukakan adanya empat hak dasar konsumen,
terdiri atas:23
informasi).
untuk memilih).
merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan oleh
23
Ibid., hal 103.
PBB. Selain dari empat hak dasar yang dikemukakan di atas, dalam literatur hukum
lingkungan hidup yang bersih sehingga kelima-limanya disebut dengan Panca Hak
Konsumen.24
terhindar dari kerugian baik fisik maupun psikis dalam mengonsumsi suatu produk.
b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam kedaan tertentu konsumen dapat
saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau
24
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata bisnis Modern di Era Global, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 228.
25
Ahmadi Miru, op.cit., hal 109.
c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
tersebut dapat disampaikan baik secara lisan , maupun secara tertulis, baik yang
dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk,
maupun mengenai iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang
digunakan.
Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah
suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini
26
Ibid., hal 105.
27
Ibid., hal 107.
keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan
menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.28
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang
telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa
yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan
penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian
materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian)
konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu,
28
Ibid., hal 109.
baik yang diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan
melalui pengadilan.29
lainnya.
lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh tentang informasi tentang
Selain dalam ketentuan diatas, hak hak konsumen sebagai Pengguna Arus
Listrik juga diatur dalam UU Ketenaga listrikan. Dalam Pasal 29 ayat (1)
yang baik.
c) Memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar.
dan
29
Ibid., hal 108.
tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga
listrik.
berkaitan dengan kewajiban produk (product liability), produk bukan hanya berupa
barang berwujud (tangible goods), tapi juga yang bersifat intangible goods seperti
liability).
30
Erman Radjagukguk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hal 46.
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.
pemakaian tenaga listrik yang mana kewajiban tersebut tentu harus dilakukan agar
secara patut.
Adapun mengenai Harga jual tenaga listrik untuk konsumen, terdiri dari: 31
2) Biaya pemakaian(Rp/kWh).
3) Khusus untuk konsumen industri dan komersial, selain biaya beban dan
31
Irpan, Tinjauan Hukum Tentang PT. Pln (Persero) Sebagai Pelaku Usaha Didalam
Penyediaan Listrik Bagi Konsumen, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, vol. 1 edisi 1, hal 7,
http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/404419, 1 april 2013,Diakses pada 25 november
2020 pukul 20.35.
Ketenagalistrikan).
Hak pelaku usaha dalam hal ini PT PLN (Persero) secara umum diatur
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan.
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan.
lainnya.
sementara waktu.
Untuk kewajiban pelaku usaha secara umum diatur dalam pasal 7 Undang-
usaha, yaitu :
merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Asas sikap
b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d) Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/ atau
yang berlaku.
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian atas kerugian akibat
diperdagangkan.
perjanjian.
yang berlaku.
masyarakat.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik
Kewajiban PLN juga diatur dalam pasal 9 yang mengatakan bahwa PT PLN
realisasi tingkat mutu pelayanan tenaga listrik melebihi 10% (sepuluh persen) di
atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik yang ditetapkan, untuk indikator:
a) Lama gangguan;
b) Jumlah gangguan;
Pemerintah.
dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh
para pihak dapat dikaji dari Aspek Hukum Perdata terhadap Tanggung Jawab dalam
memiliki dasar, yaitu perihal yang menyebabkan timbulnya hak hukum seseorang
untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum
orang lain itu untuk memberi pertanggung jawabannya. Secara teoritis, pertanggung
jawaban terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut
pertanggung jawaban dengan pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab. Oleh
karena itu berdasarkan jenis hubungan hukum atau peristiwa hukum yang ada,
32
Shidarta, op.cit., hal 59.
33
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014,
hal 90-91.
b) Pertanggung jawaban atas dasar risiko adalah tanggung jawab yang harus
dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas
kegiatan usahanya.
tanggung jawab pelaku usaha dengan konsumen yang menderita kerugian karena
produk cacat, maka fakta-fakta sekitar peristiwa yang menimbulkan kerugian itu
terlebih dahulu dikualifisir menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Artinya dapat
hukum, baik itu berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, atau pelaku usaha
based on fault)
kurang cermat ini terjadi apabila suatu perilaku tidak sesuai dengan standar
masyarakat terhadap resiko yang tidak masuk akal (unreasonable risk). Dengan
34
Ibid, hal 89.
1) Suatu tingkah yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap hati-
terhadap penggugat.
Prinsip pada ketiga pasal ini dipegang secara mutlak dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata khususnya pasal 1365 dan 1367. Dalam Pasal 1365 KUH
Perdata, suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika
terpenuhi empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, unsur kesalahan, kerugian
yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian. Asas
tanggung jawab ini dapat diterima karena adil bagi korban yang berbuat salah untuk
mengganti kerugian bagi pihak korban. Mengenai beban pembuktiannya, asas ini
mengikuti ketentuan Pasal 163 HIR atau Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUH
Perdata, yang mengatur bahwa barangsiapa yang mengakui mempunyai suatu hak
35
Ahmadi Miru, op.cit., hal 45.
36
Shidarta, op.cit., hal 59-64.
sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada
ini tentunya bertentangan dengan asas hukum praduga tak bersalah (presumption of
innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Ketika asas ini diterapkan dalam
kasus konsumen maka akan tampak bahwa teori ini sangatlah relevan di mana yang
digugat.37
nonliability)
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung
jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan, di
mana kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin yang biasa diawasi oleh si
tanggung jawab absolut (absolute liability). Namun demikian, ada juga ahli yang
mengatakan bahwa prinsip tanggung jawab mutlak ini tidak selamanya sama
37
Ibid., hal 61-62.
38
Ibid., hal 62-63.
dengan prinsip tanggung jawab absolut. Dalam tanggung jawab mutlak, kesalahan
force majeur. Di pihak lain, tanggung jawab absolut merupakan prinsip tanggung.
jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya39. Prinsip tanggung jawab
mutlak ini, digunakan dalam hukum perlindungan konsumen untuk menjerat pelaku
konsumen. Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability.
Gugatan product liability. ini dapat dilakukan berdasarkan tiga hal yaitu: melanggar
Prinsip ini disenangi oleh pelaku usaha untuk dimuat dalam perjanjian
standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen
jika ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha, misalnya saja dalam perjanjian
binatu, di mana ditentukan bahwa jika baju rusak karena kesalahan petugas, maka
konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali biaya mencuci
39
Ibid., hal 63.
40
Ibid., hal 65.
Listrik
kerugian pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Hal ini diatur di dalam
dan/atau pembongkaran rampung. Hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang terkait dengan Penyaluran
bagi pelanggan listrik berupa denda dan mengganti kerugian selama kelalaian itu
biaya penggantian dan denda sedangkan pencuri listrik yang tidak berstatus sebagai
pelanggan PLN akan mendapat hukuman pidana berupa kurungan 7 tahun dan
41
Pebrianto Eko Wicaksono, Ketahuan Curi Listrik, Apa Hukumannya,
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2542797/ketahuan-curi-listrik-apa-hukumannya, 12 Juli
2016, Diakses pada 27 november 2020 pukul 10.15 wib.
sah diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Permen ESDM Republik Indonesia Nomor 27
(kVA) x 0,85 x harga per kWh yang tertinggi pada golongan tarif konsumen
Kedapatan (kVA) x 0,85 x Tarif tertinggi pada golongan tarif sesuai Tarif
2) Untuk Daya Kedapatan lebih besar dari 900 VA: TS4 = {9 x (2 x 40 jam
nyala x Daya Kedapatan (kVA) x Tarif tertinggi pada golongan tarif sesuai
720 jam x Daya Kedapatan (kVA) x 0,85 x Tarif tertinggi pada golongan
Kedapatan)}.
Modus yang biasa dilakukan oleh oknum untuk mencuri arus listrik, berupa:
Pencurian ini dengan mengganti batasan daya listrik ke yang lebih tinggi
sehingga bisa menggunakan listrik dengan daya lebih besar tanpa izin resmi dari
PLN
konsumsi listrik.
Arus Listrik
listrik kepada konsumen karena adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh PT.PLN (Persero) berupa adanya kesalahan, berlawanan dengan hak orang lain
dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat. Pasal 1365 KUH Perdata mengatakan
bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang dalam hal ini PT PLN yang karena kesalahannya
1366 KUH Per, setiap orang bertanggun jawab tidak saja untuk kerugian yang
atau kurang hati-hatinya. Adapun menurut pasat 1367 ayat (1) KUH Per, seseorang
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
pengawasannya.42
ESDM Nomor 27 Tahun 2017 menjelaskan secara rinci mengenai tanggung jawab
ganti rugi berupa pengurangan tagihan listrik kepada konsumen apabila realisasi
Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) melebihi 10% diatas besaran TMP yang
ditetapkan. Pengurangan tagihan listrik yang dimaksud ini diberikan sebesar 35%
dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen golongan tarif
42
P.N.H Simanjuntak, op.cit., hal 303-304.
adjustment. Serta 25% dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen
konsumen berhak untuk mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang
diakibatkan kesalahan dan/ atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik yang disebutkan pada ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf e
Undang-Undang Ketenagalistrikan.
Perlindungan Konsumen, yakni : Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan. Dapat dikatakan bahwa substansi pasal 19 ayat (1) mengatur
mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang meliputi : Ganti kerugian atas
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan, cacat barang
timbul pada kemudian hari, cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai
waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu
yang diperjanjikan.
PLN (Persero)
bahwa perjanjian tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata,
yaitu adanya pihak yang membuat perjanjian tersebut dan pihak- pihak yang
membuat perjanjian tersebut telah bersepakat dan para yang membuat perjanjian
jual beli tenaga listrik adalah mereka yang sudah mempunyai kecakapan untuk itu,
tentang suatu hal tertentu jelas dalam perjanjian jual beli tenaga listrik yang
dengan besarnya daya yang dimintakan oleh pelanggan, suatu sebab yang halal
disini terlihat apabila tenaga listrik dapat dialirkan kerumah pelanggan dan
dan lain-lain. 43
43
Riry Elizabeth & Sri Redjeki, Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik,
Lex Jurnalica, Vol. 12, no. 1, hal 37, https://www.neliti.com/publications/147618/wanprestasi-
dalam-perjanjian-jual-beli-tenaga-listrik, April 2015, diakses pada 2 Desember 2020 pukul 22.00
wib.
jual beli pada umumnya, karena dalam perjanjian jual beli tenaga listrik tidak terjadi
peralihan hak milik atas barang yang di perjual belikan. Barang yang diperjual
belikan (tenaga listrik) secara keseluruhan masih tetap menjadi milik daripada
penjual dan penjual hanya menyerahkan tenaga listrik sesuai besar tenaga yang
perjanjian jual beli tenaga listrik dengan perjanjian jual beli pada umumnya ialah
teknis pelaksanaan penyerahan kebendaan yang menjadi objek perjanjian itu sendiri
dan tidak serta merta mengalihkan hak milik kepada si pembeli, dalam hal ini
pelanggan.44
Di dalam pelaksanaan jual beli arus listrik terjadinya hubungan antara PT.
pelanggan agar dapat menjadi pelanggan PT. PLN (Persero) dapat mengajukan
44
Ibid.
45
Rifan Aditya, 3 Cara Pasang Sambungan Listrik Baru PLN dan Biayanya, Bisa Via
Online, https://www.suara.com/news/2020/10/20/205513/3-cara-pasang-sambungan-listrik-baru-
pln-dan-biayanya-bisa-via-online?page=all, 20 Oktober 2020, diakses pada 05 desember 2020 pukul
20.30 wib.
a) Langsung
(UP) PT. PLN (Persero) di Lokasi tenaga listrik yang akan disalurkan dengan
membawa dokumen persyaratan (fotokopi kartu identitas, denah atau peta lokasi
rumah untuk memudahkan tim survei lapangan, dan surat kuasa apabila pengurusan
diwakilkan orang lain) Selanjutnya, tim PLN datang ke rumah untuk melakukan
survey dan mengukur jarak tiang listrik dan pemeriksaan teknis lainnya. Setelah
langsung ke kantor PLN dan menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (SPJBTL) yang disediakan oleh pihak PLN. PLN akan memasang
b) Via Telepon
Sama halnya dengan cara langsung, hanya saja calon pelanggan awalnya
c) Via Online
www.pln.co.id. Pada situs PT. PLN (Persero) tersedia formutir-formulir yang dapat
diisi oleh calon pelanggan dan mengisi data pemohon, setelah itu akan tertera
berapa nominal yang harus dibayar oleh calon pelanggan untuk membuat
Dari laman resmi PLN, ada 12 golongan tarif baru yang telah diberlakukan,
yaitu tarif adjustment. Hal itu merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 31
dan 33 Tahun 2014. Selain itu, ditetapkan pula biaya lain-lain, seperti Biaya Guna
Sedangkan biaya lain seperti bagian instalasi akan diserahkan kepada pihak PT
tarif dasar listrik yang dimuat dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 tentang
dalam Tarif Dasar Listrik berdasarkan Golongan Tarif Dasar Listrik diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang
sedang pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (S-2/TR);
1) Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga keeil pada tegangan rendah,
3) Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan rendah,
1) Golongan tarif untuk keperluan bisnis keeil pada tegangan rendah, dengan
1) Golongan tarif untuk keperluan industri keeill industri rumah tangga pada
4) Golongan tarif untuk keperluan industri besar pada tegangan tinggi, dengan
1) Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah kedl dan sedang pada
rendah (P-3/TR).
e) Tarif Dasar Listrik untuk keperluan penjualan Curah (bulk) pada tegangan
f) Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Layanan Khusus pada tegangan rendah,
khusus dan yang karena berbagai hal tidak tennasuk dalam ketentuan
1. Pengertian Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Dalam beberapa hal,
arbitrase mirip dengan adjudikasi publik dan memiliki beberapa keuntungan dan
kelemahan. Dalam arbitrase, para pihak dapat memilih hakim yang mereka
inginkan berbeda dengan sistem pengadilan yang telah menetapkan hakim yang
akan berperan. Hal ini dapat menjamin kenetralan dan keahlian yang mereka
anggap perlu dalam sengketa mereka. Para pihak juga dapat memilih hukum yang
akan diterapkan pada sengketa tersebut sehingga akan melindungi pihak yang
merasa takut atau tidak yakin dengan hukum substantif dari yurisdiksi tertentu.46
kepada umum yang merugikan mereka atau pengungkapan informasi dalam proses
adjudikasi. Arbitrase dapat lebih cepat dan murah dibandingkan dengan adjudikasi
publik karena para pihak secara efektif memilih hakim mereka. Meraka tidak perlu
Arbitrase juga tidak sering mengalami penundaan dan prosedur pada umumnya
46
Suyud Margono, Op.cit.,hal 25.
49
publik. 47
sesuai dengan ketentuan "hukum yang telah dipilih" oleh para pihak dalam
Perjanjian Arbitrase. Jika ada kesepakatan dari para pihak maka dapat diberikan
putusan "Ex aequo et bono" atau sebagai "Amiable compositeur". Artinya, menurut
kaidah Keadilan dan Kepatutan dan tidak hanya berdasarkan kaidah-kaidah hukum
yang disampaikan oleh ahli hukum menjadi suatu norma. seorang Arbitrase lebih
arbitrase para pihak dapat menentukan di mana perwasitan itu akan berlangsung,
terms of referencenya (yang juga disebut hasil kompromi antar para pihak).
arbitrase dapat dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian yang dibuat antara para
pihak dapat dibuat sebelum sengketa tersebut timbul atau setelah sengketa timbul.
47
Ibid., hal 26.
48
Sudargo Gautama, Aneka Hukum Arbitrase Ke Arah Hukum Arbitrase Indonesia yang
Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 19.
49
Sri Setianingsih, Penyelesaian Sengketa Internasional, Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press), Jakarta, 2006, hal 40-41.
Jika dibuat setelah sengketa timbul maka perjanjian arbitrase itu hanya berlaku
mengetahui sumber hukum yang mengatur keberadaan arbitrase itu sendiri dalam
sistem tata hukum Indonesia. Dengan demikian, kita akan tahu persis titik tolak
pemikiran dalam mengupas arbitrase. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
yang tidak mengetahui rujukan ketentuan yang menyangkut arbitrase dalam tata
hukum Indonesia. 51
hukumnya bertitik tolak dari Pasal 377 HIR (Herzien Inlandsch Reglement yang
sering diterjemahkan menjadi Reglemen Indonesia yang berlaku di pulau Jawa dan
Madura) atau Pasal 705 RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten yang sering
diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar jawa Madura), yang
menyatakan bahwa jika orang Indonesia dan orang Timur Asing menghendaki
perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti
50
Ibid., hal 42.
51
Suyud Margono, Op.cit., hal 110-114.
Pasal 377 HIR di ataslah yang menjadi titik tolak keberadaan arbitrase dalam
kehidupan dan praktek hukum. Pasal ini menegaskan hal-hal sebagai berikut :52
bentuk keputusan.
3) Untuk itu, baik para pihak maupun arbiter "wajib" tunduk menuruti
peraturan hukum acara yang berlaku bagi bangsa atau golongan Eropa.
Jelas terlihat, Pasal 377 HIR memberi kemungkinan bagi para pihak yang
bersengketa untuk membawa dan menyelesaikan perkara yang timbul di luar jalur
keputusannya dapat mereka serahkan sepenuhnya kepada juru pisah yang lazim
berpijak pada ketentuan pasal 377 HIR. Akan tetapi, HIR maupun RBG tidak
memuat aturan lebih lanjut tentang arbitrase. Untuk mengisi kekosongan aturan
tentang arbitrase, Pasal 377 HIR atau pasal 705 RBG langsung menunjuk aturan
52
Ibid., hal 111.
– 63). Hal itu jelas terbaca dalam kalimat "wajib memenuhi peraturan pengadilan
Bertitik tolak dari sejarah politik hukum yang digariskan dalam Pasal 75 RR
dan lebih lanjut diatur dalam Pasal 131 IS, di zaman pemerintahan Belanda dikenal
peradilan tingkat pertama, sedangkan hukum acara yang dipergunakan adalah HIR
untuk daerah pulau Jawa-Madura dan RBG untuk daerah tanah seberang. 53
Bagi golongan penduduk Timur Asing dan Eropa, hukum perdata materil
yang diberlakukan adalah KUH Perdata (BW) dan KUH Dagang (WvK),
sedangkan hukum acara perdatanya adalah Reglement Acara Perdata (Rv). Dalam
buku ketiga Reglemen Acara Perdata tentang Aneka Acara, pada Bab I diatur
ketentuan mengenai putusan wasit (arbitrase) yang terdiri atas Pasal 615 sampai
Pasal 651. Pasal-pasal inilah yang wajib dituruti dan diterapkan sebagai landasan
hukum umum kearbitrasean sejak dulu sampai sekarang, baik untuk golongan
hukum acara mengenai arbitrase dalam KV adalah "wajib" apabila para pihak
53
Ibid., Hal 112.
Perdata (Rv) wajib dituruti oleh siapa pun jika mereka ingil menyelesaikan
arbiter.
perkembangan yang makin cepat dan beraneka ragam, sudah saatnya dipikirkan dan
utuh dan terpadu, meliputi juga segala segi yang menyangkut arbitrase "asing" yang
diputus di luar negeri. Hal ini disebabkan ketentuan arbitrase yang diatur dalam
Reglemen Acara Perdata belum meliputi hal-hal yang berkenaan dengan pengakuan
dan eksekusi putusan arbitrase asing. Arbitrase asing pada saat sekarang sudah
merupakan kebutuhan yang tak dapat dihindari, terutama dalam era globalisasi dan
modal asing maupun dalam lalu lintas dunia perdagangan. 54 Lebih ironis lagi,
54
Ibid., Hal 113.
bentuk klausul pactum compromittende yang diatur dalam Pasal 615 Ayat 3, boleh
yang diatur dalam Pasal 641, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Mengenai
masalah pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 632, tidak tegas diungkapkan apakah
harus bersifat audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak) sehingga
sering menimbulkan selisih pendapat. Ada yang berpendapat bahwa audi et alteram
keharusan para pihak harus hadir atau diwakili dalam forum arbitrase sehingga
benar-benar tercipta suatu forum yang memberi kesempatan yang pantas dan layak
kepentingannya
antara lain disebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar
Penggunaan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata
1941:44), dan Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura
arbitrase sudah tidak memadai lagi dengan kondisi ketentuan dagang yang bersifat
conditio sine qua non dan perlu perubahan secara substantif dan filosofis atas
Undang ini merupakan perubahan atas pengaturan mengenai arbitrase yang sudah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara
Staadblad 1941:44), dan Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan
berlaku." 55
Menurut Pasal 5 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
55
Ibid., Hal 115.
a) Perniagaan
Perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang dan jasa atau keduanya.
b) Perbankan
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
c) Keuangan
dengan waktu dan juga menghitung resiko dalam menjalankan proyek mereka.
d) Penanaman modal
ekonomi, berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan
e) Industri
Industri adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode
56
Suleman Batubara & Orinton Purba, op.cit., hal 206.
Hak kekayaan intelektual (HaKI) adalah hak yang timbul bagi hasil olah
pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk
manusia. Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual. Ruang lingkup HaKI mencakup, hak cipta, hak
merek, hak paten, hak rahasia dagang, hak desain industri, hak desain tata letak
arbitrase. Menurut Pasal 5 angka (2) UU No. 30 Tahun 1999, Sengketa yang tidak
oleh arbitrase menurut hukum perjanjian tersebut atau menurut hukum tempat
efektif. Karena, putusan arbitrase yang dikeluarkan tidak dapat dilaksanakan atau
bahwa pelaksanaan suatu putusan arbitrase akan ditolak jika sengketa atau pokok
perkaranya tidak dapat diselesaikan oleh arbitrase menurut hukum nasional di mana
putusan tersebut diminta untuk dilaksanakan. Karena itu pula, para pihak perlu,
bentuk-bentuk sengketa yang bisa dan tidak bisa diselesaikan oleh arbitrase di
Proses penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan dengan suasana yang
informal. Pasal 45 Ayat (4) UUPK menentukan apabila telah dipilih upaya
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah
satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Dan sesuai dengan Pasal 47
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
arbitrase juga ditentukan dengan kesepakatan para pihak. Jika para pihak telah
menyetujui suatu prosedur untuk mengangkat arbitrator ini, maka prosedur dipilih
para pihak itulah yang dipakai. yang Akan tetapi jika Dewan Arbitrase belum
dibentuk, setelah jangka waktu yang telah ditentukan para pihak atau 45 hari setelah
57
Adolf Huala, Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Ed. 1, Cet. 1, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1994, hal 25.
Jadi, para pihak dapat membina sendiri suatu tim arbitrase atau hanya
seorang arbiter yang akan memutus sengketa mereka ini. Arbiter ini dapat diangkat
sendiri oleh para pihak atau apabila tidak ada kesepakatan antara mereka ini dapat
authority”.59
1) Nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai
bukti diri;
5) Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang atau jasa tersebut;
Konsumen.
58
Sudargo Gautama, Aneka Hukum Arbitrase Ke Arah Hukum Arbitrase Indonesia yang
Baru, op.cit., hal 112.
59
Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, hal 38.
dimulai dari tahap pengajuan gugatan sampai pada tahap putusan ialah : 60
dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan sendiri atau kuasanya atau ahli
waris yang bersangkutan jika konsumen telah meninggal dunia, sakit atau telah
berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan sendiri baik secara
tertulis maupun lisan, atau konsumen belum dewasa sesuai dengan ketentuan
kepada sekretariat BPSK, maka secretariat BPSK akan memberikan tanda terima
kepada pemohon, dan jika permohonan diajukan secara lisan, maka sekretariat
BPSK akan mencatat permohonan tersebut dalam bentuk formulir yang disediakan
secara khusus, dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi. Apabila permohonan
Jika permohonan memenuhi persyaratan dan diterima, maka Ketua BPSK harus
60
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, kencana, Jakarta, 2008, hal 104.
Jika pada hari yang ditentukan pelaku usaha tidak hadir memenuhi
panggilan, maka sebelum melampaui 3 hari kerja sejak pengaduan, pelaku usaha
dapat dipanggil sekali lagi. Jika pelaku usaha tetap tidak hadir tanpa alasan yang
menghadirkan pelaku usaha tersebut. Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen
memilih cara penyelesaian sengketanya yang harus disetujui oleh pelaku usaha.
cara yang dipilih para pihak adalah arbitrase, maka prosedurnya adalah para pihak
memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebagai anggota majelis. Arbiter yang terpilih oleh para pihak, memilih
arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal unsur pemerintah sebagai ketua
2. Tahap Persidangan
pihak yang bersengketa. Jika terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang
61
Ibid
62
Ibid., hal 106-118
yang diputus oleh majelis BPSK, lebih tepat jika dituangkan dalam bentuk putusan
perdamaian, bukan penetapan. Karena putusan yang telah fiat eksekusinya kepada
pengadilan negeri lebih mempunyai daya paksa daripada penetapan. Hal ini adalah
membacakan isi gugatan konsumen, dengan surat jawaban dari pelaku usaha. Ketua
majelis BPSK harus memberikan kesempatan yang sama kepada kedua belah pihak
bahwa gugatan dicabut. Apabila pelaku usaha dan atau konsumen tidak hadir dalam
(lima) hari kerja terhitung sejak persidangan pertama dan diberitahukan kepada
konsumen dan pelaku usaha dengan panggilan sekretariat BPSK. Sesuai dengan
63
Ibid.
gugatannya dinyatakan gugur demi hukum, sebaliknya jika pelaku usaha yang
tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh Majelis tanpa kehadiran
pelaku usaha. Selama proses penyelesaian sengketa, alat-alat bukti barang atau jasa,
surat dan dokumen keterangan para pihak, keterangan saksi dan atau saksi ahli, dan
bukti-bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada majelis. Dalam proses
penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku
usaha tetapi pihak konsumen juga harus mengajukan bukti-bukti untuk mendukung
serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan
putusan.
3. Tahap Putusan
Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata,
BPSK didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, tetapi jika setelah
dengan cara arbitrase dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua
dan anggota majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi
kesalahan dari pelaku usaha. Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen
maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti kerugian yang
nyata atau riil yang dialami oleh konsumen. UUPK tidak mengenal gugatan
mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan sebaiknya. Oleh sebab itu,
64
Ibid., hal. 120-122.
kerugian yang nyata atau riil yang dialami konsumen yang digugat melalui BPSK.
Majelis BPSK selain mengabulkan gugatan ganti kerugian yang nyata, yang dialami
ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif ini, hanya dapat dibebankan kepada
a) Perdamaian
b) Gugatan ditolak
c) Gugatan dikabulkan
konsumen dan/atau pelaku usaha menolak putusan BPSK, maka mereka dapat
65
Ibid.
konsumen yang dirugikan pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak
kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui, pelaku usaha tidak
Para Arbiter berperan sebagai “Hakim Partikulir” yang artinya orang yang
mengadili perkara “harus dibayar” oleh pihak yang kalah nantinya, dan telah
dipilih sendiri atau dipercaya oleh para pihak yang berperkara karena para pihak
yang memilih menganggap arbiter yang mereka pilih akan bertindak lebih jujur,
adil dan obyektif serta lebih menguasai permasalahannya, karena expertise atau
Para pihak akan menerima putusannya secara final serta mengikat dan
arbiter yang bersangkutan tidak bisa menarik diri, kecuali atas persetujuan para
pihak. Bila penarikan dirinya tersebut di atas disetujui oleh para pihak, maka arbiter
tersebut nyatanya tidak menemukan persetujuan dari para pihak, maka arbiter harus
Pengadilan Negeri. 67
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Dalam hal
arbiter atau majelis arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, arbiter dapat dihukum untuk mengganti
biaya dan kerugian yang diakibatkan karena kelambatan tersebut kepada para pihak.
Namun, Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab
hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan
66
Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru, 1999, op.cit., hal 7.
67
Aryani Witasari, Konsekuensi Hukum Bagi Seorang Arbiter Dalam Memutus Suatu
Perkara Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, hal
12,https://media.neliti.com/media/publications/12323-ID-konsekuensi-hukum-bagi-seorang-
arbiter-dalam-memutus-suatu-perkara-berdasarkan-u.pdf ,April 2011, diakses pada 26 Januari 2021
pukul 22.00 wib.
Arbitrator yang ditunjuk harus bersikap tidak memihak, baik kepada para
pihak maupun kepada pokok persoalan Arbitrase. Sikap netral dari Arbiter sangat
Penyelesaian Sengketa, Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus
memenuhi syarat:
arbitrase; dan
sedikit 15 tahun.
panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai
arbiter.
umur 65 tahun, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Karya Kasih No.
tergugat yaitu:
Keterangan Konsumen
Pada hari Rabu tanggal 09/01/2019, datang 3 orang masuk kedalam pekarangan
rumah konsumen mengaku dari Tim P2TL PLN. Saat memasuki tanah (persil)
konsumen, Tim P2TL tidak ada permisi dan langsung memanjat meteran listrik
dari rumah konsumen. Saat saksi I (keponakan konsumen) pulang kuliah dan
melihat ada orang yang memanjat meteran rumah, lantas Saksi I memanggil
Penggugat selaku pemilik rumah dan mendapati Tim P2TL sudah memanjat
70
meteran tersebut. Kemudian Tim P2TL meminta kwitansi bukti bayar tagihan
menanyakan “apa yang anda lakukan terhadap meteran listrik tersebut?”. Lalu
konsumen tidak ada menambah daya, tetapi Tim P2TL tetap memutuskan
Konsumen meminta surat tugas Tim P2TL tersebut, lalu mereka pergi menuju
mobil yang diparkirkan sejauh 50 M untuk mengambil surat tugas. Ketika Tim
ada pada PT PLN dan dibalik suratnya ada kuasa PLN ULP Medan Johor.
meteran konsumen akan dibawa. Namun, konsumen tidak mendapat respon yang
Pada Tanggal 14/1/2019 Konsumen membuat laporan ke 123 Call Center PLN
Kamis tanggal 31 Januari 2019 Konsumen dan pelaku usaha hadir, maka sidang
untuk mencapai kesepakatan tetapi tidak tercapai perdamaian dan para pihak
Pada hari Rabu, tanggal 09 Januari 2019 petugas P2TL PTPLN ( Pesero ) ULP
berikut :
Nama : Supyanto
ID Pelanggan: 126150270957
Tarik/Daya : R1/2200 VA
Pada saat Tim P2TL melakukan pemeriksaan, pemilik rumah berada ditempat
kejadian dan pemeriksaan dilanjutkan Tim P2TL dengan disaksikan oleh pemilik
arus) dari terminal 1 dan 3 dengan kabel NYAF 1x2 mm2 dan mempengaruhi
pembatas daya dengan cara memakai MCB 20 A yang tidak sesuai daya kontrak.
Petugas P2TL menuliskan hasil pemeriksaan tenaga listrik pada Berita Acara
(BA) P2TL dengan nomor Berita Acara 003203-B yang ditanda tangani oleh
Lalu pemilik rumah menanda tangani berita acara (BA) P2TL hasil pemeriksaan.
Petugas P2TL membawa alat pengukur & pembatas (APP) sebagai barang bukti
Pada hari jumat, tanggal 11 Januari 2019, pelanggan selaku pemilik rumah
datang ke kantor PT.PLN (Pesero) ULP Johor untuk meminta penjelasan terkait
Pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2019 pelanggan kembali datang kekantor PT
PLN (Pesero) ULP Medan Johor untuk meminta penjelasan kembali terkait hasil
tersebut sudah sesuai SOP & Petugas P2TL pada saat itu merupakan petugas
PT PLN ULP Johor secara prinsip tetap, berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN
nomor : 088- Z.P/DIR/2016 pada BAB VII pasal 13 ayat ke-4 yang mengatur
langsung terminal (kumparan arus) dari terminal 1 dan 3 dengan kabel NYAF 1
adalah tidak sesuai daya kontrak yang termasuk pada jenis pelanggaran P-III
IX Bagian ke-3 ayat ke-1 yang mengatur tentang Perhitungan Tagihan Susulan,
Pada hari Kamis, 24 Januari 2019 pelanggan mendatangi PT PLN ULP Medan
yang akan dibayarkan lewat rekening listrik secara angsuran sebanyak dua belas
kali mulai bulan Februari 2019, dengan uang muka angsuran Rp. 1.000.000,-
Pada hari yang sama pada tanggal 24 Januari 2019 Petugas PLN ULP Medan
Johor telah melakukan pemasangan kembali Kwh meter & MCB yang sesuai
dengan daya kontrak pelanggan sesuai dengan Berita Acara Pemasangan Nomor
Sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku, maka terhadap
Tagihan Susulan & SPH yang telah ditetapkan menggunakan sistem aplikasi
terpusat yang berlaku di PLN, serta uang muka yang telah dibayarkan tersebut
10/Arbitrase/2019/BPSK.MDN
maka dengan ini Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan
"Setiap orang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain makhluk hidup lain
datang kerumah tanpa permisi padahal saat itu konsumen sedang berada
arus listrik atau menyambung langsung antara arus terminal (kumparan arus)
memanggil Kepling atau Lurah dan tidak didampingi oleh Penyidik baik dari
langsung oleh pelanggan guna mengatasi kejujuran cara bekerja P2TL apakah
atau diluar dari APP (alat pengukur dan pembatas arus listrik) yang tidak
listrik adalah kebutuhan warga negara demi kemakmuran bangsa, maka setiap
9. Menimbang, bahwa dalam bukti PU-No. 6 yaitu Photo hasil temuan P2TL an.
kabur, tetapi didalam Bukti PU-6 tersebut, MCB 20 A kelihatan masih baru.
Maka diduga yang di photo Pihak PLN tersebut bukan milik Konsumen.
langsung terminal 1 dan 3 dengan kabel NYAF 1x2 mm2. Berdasarkan photo
karena jika ada sambungan kabel yang dibuat konsumen maka segel tersebut
patut diduga tidak jujur dan dicurigai apakah harus mengejar Target dari
Perusahaan.
12. Menimbang, bahwa setelah konsumen datang ke kantor PLN ULP Johor,
kekhawatiran bagi konsumen karena arus listrik tidak ada pembatasnya dan
meteran tersebut dengan membayar panjar atas denda dimaksud yaitu Bukti
pengakuan hutang (PU-1), bukti surat pengakuan hutang (PU-12) dan bukti
13. Menimbang, bahwa pelaku usaha tidak membawa meteran atau APP
gambar atau photo saja. Dalam hal ini tidak dapat dibuktikan kesalahan
bukan miliknya karena MCB dalam photo tersebut kelihatan masih baru
sementara MCB Konsumen sudah tua dan warna putihnya sudah pudar.
sendiri tidak dapat dibuktikan dipersidangan oleh Tim P2TL. Tim P2TL
Bukti PU-3 (Berita acara hasil pemeriksaan P2TL) saja, Meteran beserta
dipersidangan.
surat tugas tersebut, Bukti PU-1 (fotocopy surat tugas) dan bukti PU-2
para petugas Tim P2TL. Seharusnya Pihak PT.PLN harus ikut dilapangan
dan didampingi oleh penyidik Polri serta Tim P2TL. Maka Pelaku Usaha
tersebut adalah tebang pilih bukan Razia Penertiban P2TL secara Program
karena konsumen mempunyai daya listrik sebesar 2.200 Va. Daya listrik
tersebut sudah melebihi arus listrik yang dipakai dan setiap bulannya rata-
rupiah). Maka sesuai dengan pemakaiannya adalah telah sesuai berat daya
dan temuan yang dilakukan oleh Tim P2TL tersebut patut dikaji Ulang.
17. Menimbang, bahwa dalam hal ini Pelaku Usaha tidak hati-hati dan
Wewenang dan Tugas Badan dimana dalam pasal 1 ayat (8) disebutkan
pelaku Usaha yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) UU No.8 Tahun 1999
dan pelaku usaha harus diberi kesempatan untuk memperoleh haknya dan
berkualitas.
22. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas oleh karena Pelaku
dikabulkan.
MENGINGAT
Kota Medan
2. Bahwa benar, Tim P2TL selaku pihak yang bertanggung jawab atas teknis
15, 17.
konsumen mencuri arus listrik serta tidak dapat membuktikan apa saja yang
Suatu perkara yang diajukan ke BPSK harus berakhir dengan adanya suatu
putusan Majelis BPSK atau Arbiter. Putusan arbiter adalah suatu pernyataan yang
antara pihak.
(sembilan belas juta lima ratus sembilan puluh ribu delapan ratus sembilan
Dalam kasus ini penulis berpendapat bahwa PT PLN ULP Johor bersalah
dan telah melanggar hak-hak Konsumen. Hal ini didasarkan karena adanya
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Tim P2TL yang tidak sesuai dengan
SOP.
dinyatakan bahwa pada saat memasuki persil Pemakai Tenaga Listrik harus
bersikap sopan, menunjukkan surat tugas dan tanda pengenal lainnya, selanjutnya
petugas P2TL menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan P2TL tersebut kepada
Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili. Akan tetapi pada kasus ini, Tim P2TL
memasuki persil tanpa permisi dengan cara memanjat meteran konsumen dan tanpa
menunjukkan surat tugas terlebih dahulu. Tim P2TL menunjukkan surat tugas saat
diminta oleh Konsumen dan surat tugas tersebut diambil di mobil. Hal ini tentu
pemeriksaan P2TL di lapangan. Dalam kasus ini, Tim P2TL dalam melaksanakan
Dalam ketentuan pasal pasal 10 ayat (1) huruf (b) sebaiknya petugas P2TL
tidak menyentuh atau mendekat (Alat Pembatas dan pengukur) APP sebelum
disaksikan oleh penghuni atau saksi, untuk menghindari dugaan merusak segel
sebelum diadakan pemeriksaan. Dalam kasus ini, Tim P2TL sudah menyentuh APP
tanpa disaksikan oleh Konsumen. Hal ini tentu melanggar ketentuan pasal tersebut
yang menuntut petugas P2TL berbentuk tim dan tidak menyentuh APP semena-
Tim P2TL memaksa Konsumen menandatangani surat. Pada pasal 10 ayat (5) huruf
(d) dinyatakan bahwa dalam hal Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakilinya
tidak bersedia menandatangani formulir dan Berita Acara, maka petugas P2TL
mencatat bahwa Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakilinya tidak bersedia
Masyarakat Pihak yang mengenal Pemakai Tenaga Listrik sebagai saksi. Pada
kasus pelaksanaan P2TL, tidak dilakukan bersama penyidik, akan tetapi tidak juga
disaksikan oleh saksi sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Maka seharusnya
Dalam ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf (b) dinyatakan bahwa dalam hal
berita acara pengamanan barang bukti tersebut dibuat berita acara dan
Pada saat pengambilan barang bukti berupa meteran, tidak disaksikan oleh
saksi dan berita acara pengambilan barang bukti tidak ditandatangani oleh penyidik
ataupun saksi. Karena tidak dipenuhnya ketentuan pasal tersebut diatas, maka
susulan berupa denda sebesar RP. 19.590.894,- atas tuduhan yang dituduhkan PT
PLN kepada Konsumen yakni pencurian arus listrik atau menyambung langsung
arus terminal, padahal tidak dijumpainya Segel MCB rusak. Kemudian Naintan
Nasution terpaksa membayar panjar atas denda agar PT PLN memasang Kembali
meteran karena konsumen khawatir adanya kebakaran karena arus listrik tidak ada
disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Dalam kasus ini telah terjadi
susulan tersebut.
Jika dilihat dalam pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini dimaksudkan,
bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu
setuju ataupun sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan
diadakan. Kata sepakat tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan apabila kata
sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau
Dalam pasal 1324 KUH Perdata dinyatakan bahwa Paksaan terjadi, bila
tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan
ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau
kekayaannya terancam dengan suatu kerugian. Dalam kasus ini, Pihak PLN telah
memutus aliran listrik dan langsung membawa meteran. Karena ancaman tersebut,
Konsumen merasa takut akan terjadi hal hal yang tidak diinginkan yakni adanya
kebakaran karena arus listrik tidak ada pembatas dan terpaksa menyepakati
melawan hukum yang berbunyi : “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
sebagai perbuatan melawan hukum, apabila terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
Dalam kasus ini dapat ditunjukkan bahwa perbuatan pelaku usaha adalah
yang dijamin oleh hukum, Tim P2TL melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban hukumnya sendiri baik secara tertulis maupun tidak tertulis, Tim
P2TL juga melanggar kesusilaan yang berkaitan dengan sikap ataupun moral dalam
dalam menjalankan tugasnya dengan berlaku tidak sopan, pemutusan listrik secara
sepihak dan memaksa konsumen menandatangani surat tugas yang diberikan Tim
P2TL.
b) Unsur kesalahan
kerugian bagi konsumen dengan membawa meteran konsumen. Hal ini dapat
menyebabkan kebakaran akibat arus listrik tidak ada pembatasnya. Hal ini jelas
membuktikan bahwa Tim P2TL lalai dalam kewajiban berhati-hati dan kurang
cermat yang tidak sesuai dengan standar kelakuan yang ditetapkan dalam undang-
Kerugian disini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil dan Immateril. Tim P2TL
karena pencabutan meteran listrik dapat menyebabkan kebakaran akibat arus listrik
tidak ada pembatasnya, sehingga konsumen membayar panjar atas denda agar Tim
Dalam hal ini, terdapat hubungan sebab akibat antara perbuatan yang
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang terkait dengan
Sedangkan dalam kasus ini, Naintan Nasution tidak pernah menerima penetapan
seperti yang dimaksud. Oleh karena itu, maka penetapan Naintan Nasution sebagai
pelanggar adalah tidak sah sehingga dibebaskan dari tagihan denda susulan
tersebut.
konsumen membayar tagihan susulan, maka dalam kondisi seperti ini menyebabkan
kenyamanan dan keamanan Konsumen terganggu. Dalam hal ini PT PLN sebagai
2) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
PT PLN Johor tidak memberikan informasi yang jelas terkait asal usul
besaran nilai tagihan susulan kepada Naintan Nasution dan pemeriksaan APP tidak
disaksikan oleh pemilik rumah dan pihak berwajib, sehingga diragukan kejujuran
pelaku usaha. Maka PT PLN Johor melanggar ketentuan pasal 4 ayat (3) UUPK.
3) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang
digunakan.
hukum yaitu pencurian arus listrik, atas tuduhan tersebut Konsumen mengeluarkan
pendapat dan melakukan pembelaan. Dalam kasus ini, PT PLN Johor enggan
sudah membuat laporan ke Call Center PLN, tetapi tidak menemui titik terang.
Berdasarkan hal tersebut, PLN telah melanggar pasal 4 ayat (4) UUPK.
penyelesaian kepada Naintan Nasution. Pihak PLN hanya memberikan satu solusi
yaitu membayar tagihan susulan tersebut jika ingin meteran Konsumen dipasang
untuk mengambil kebijakan sehingga mencapai tujuan dan hak konsumen tetap
5) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
Hak ini telah dilanggar oleh PT PLN Johor. Pada saat melakukan
prosedur yang telah ditentukan dalam Keputusan Direksi PLN tentang P2TL. Pihak
PLN juga memiliki indikasi merekayasa barang bukti pada saat persidangan dengan
memberikan photo hasil MCB 20 A milik konsumen dalam kondisi baru, padahal
kenyataanya MCB 20 A milik Konsumen sudah tua dan warnanya sudah kabur.
Berdasarkan hal tersebut, pihak PLN telah melanggar pasal 4 ayat (7) UUPK.
sengketa konsumen tersebut. Dari kasus tersebut, putusan majelis Arbiter menerima
PENUTUP
A. KESIMPULAN
agar dapat menjadi pelanggan. Selain itu, ditetapkan pula biaya lain-lain,
(UJL), Biaya Materai. Sedangkan biaya lain seperti bagian instalasi akan
Presiden No. 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disesuaikan
listrik sesuai besar tenaga yang dibutuhkan kepada pelanggan secara terus-
2. Proses penyelesaian sengketa yang dipilih oleh konsumen dan pelaku usaha
melalui arbitrase ditangani oleh BPSK Kota Medan. Yang dimaksud dengan
92
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam Arbitrase, para
pihak dapat memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur
pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Atau apabila tidak ada
Para pihak juga dapat memilih hukum yang akan diterapkan pada sengketa
tersebut sehingga akan melindungi pihak yang merasa takut atau tidak
yakin.
yang tidak sesuai dengan SOP Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL)
P2TL melakukan perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Per) dengan
kesalahan berupa Tim P2TL lalai dalam kewajiban berhati-hati dan kurang
cermat yang tidak sesuai dengan standar kelakuan. Adanya kerugian yang
diderita dalam hal ini adalah kerugian Materil dan kerugian Immateril. Tim
akibat antara perbuatan yang dilakukan Tim P2TL dengan akibat yang
sembilan puluh ribu delapan ratus sembilan puluh empat rupiah) oleh
Majelis BPSK.
B. SARAN
oleh oknum PLN tidak terjadi lagi, serta menindak secara tegas oknum yang
melakukan pelanggaran.
A. BUKU
Daeng Naja, H,R, 2006, Contrant Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fuady, Munir, 2005, Pengantar Hukum Bisnis : Menata bisnis Modern di Era
Global, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Huala, Adolf, 1994, Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Ed. 1, Cet. 1, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Muthiah, Aulia, 2018, Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif dan
Ekonomi Syariah, Pustaka Baru Press, Yogyakata.
96
Tim Redaksi KBBI, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Pendidikan
Nasional, Jakarta.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bayu, Awang, Maliakhatun, Siti & Aminah, 2016, Perlindungan Hukum Bagi
Konsumen Terhadap Pemadaman Listrik Oleh PT PLN (Persero) Wilayah
Jawa Tengah Area Salatiga, Diponegoro Law Journal, Vol. 5, no. 3, h. 5,
Dilihat 30 november 2020,
<http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dir/>
Elizabeth, Riry & Redjeki, Sri, 2015, Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli
Tenaga Listrik, Lex Jurnalica, Vol. 12, no. 1, h. 37, Dilihat 2 Desember
2020,<https://www.neliti.com/publications/147618/wanprestasi-dalam-
perjanjian-jual-beli-tenaga-listrik>
Irpan, 2013, Tinjauan Hukum Tentang PT. Pln (Persero) Sebagai Pelaku Usaha
Didalam Penyediaan Listrik Bagi Konsumen, Jurnal Ilmu Hukum Legal
Opinion, Vol. 1, h. 7, Dilihat 25 november 2020,
<http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/404419>
Witasari, Aryani, 2011, Konsekuensi Hukum Bagi Seorang Arbiter Dalam
Memutus Suatu Perkara Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun
1999, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, hal 12, Dilihat pada 26 Januari
2021 <https://media.neliti.com/media/publications/12323-ID-konsekuensi-
hukum-bagi-seorang-arbiter-dalam-memutus-suatu-perkara-berdasarkan-
u.pdf>
D. WEBSITE
Rifan Aditya, 2020, 3 Cara Pasang Sambungan Listrik Baru PLN dan Biayanya,
Bisa Via Online, Dilihat 05 desember 2020,
<https://www.suara.com/news/2020/10/20/205513/3-cara-pasang
sambungan listrik-baru-pln-dan-biayanya-bisa-via-online?page=all>
99