SKRIPSI
Oleh :
120200064
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2016
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada
terbaik dalam penyusunan skripsi ini.Namun, ‘tak ada gading yang tak retak’
penulis menyadari penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna, karena masih
kata sehingga masih jauh dari kata sempurna.Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran agar kemudian skripsi ini menjadi baik adanya.
Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada senior, guru, rival
sekaligus orang tua terbaik ayahanda Dr. Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum dan
dalam setiap sujudnya, tidak pernah letih berusaha memberikan yang terbaik
untuk penulis serta selalu mengingatkan untuk belajar keras, cerdas dan ikhlas.
Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
7. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I
10. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA., yang telah banyak memberikan ilmu dan
beracara;
13. Bapak Subhan Zein Siagian, SH., M.H., yang telah banyak memberikan
15. Sahabat penulis sejak SMA yang dipertemukan dalam sebuah organisasi
ditentukan;
16. Indah dan Saudari Rumondang Siagian yang tak hanya mempunyai
Eka, Silvia, dan kawan-kawan lainnya yang tak dapat penulis sebutkan
satu-persatu;
Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Penulis,
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………….i
ABSTRAK………………………………………………………….….…….v
DAFTAR ISI………………………………………………...………………vi
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………….1
A. Latar Belakang……………………………………………...……1
B. Perumusan Masalah………………………………………...……7
E. Tinjauan Kepustakaan………………………….…………...……9
1. Pengertian Pembuktian……………………………………9
2. Alat Bukti Keterangan Ahli………………………………17
3. Putusan……………………………………………………20
4. Tindak Pidana Lingkungan Hidup………………...……..23
F. Metode Penulisan…………………………………………………28
G. Sistematika Penulisan……………………………………………32
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
global, tumpahan minyak di laut, ikan mati di anak sungai karena zat-zat kimia,
tangan manusia, hal ini diperjelas dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 41 yang
sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali“ (Qs. ar-Rum : 41). 2
1
Jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya
dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan
perusakan lingkungan hidup. Pembedaan masalah lingkungan tersebut dapat dilihat dalam
Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH) yang kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) lalu kembali dicabut oleh Undang-Undang
Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Lihat Takdir
Rahmadi, 2015, Hukum Lingkungan di Indonesia Edisi Kedua, PT. RajaGrafindo, Jakarta, hlm. 1).
2
M. Quraish Shihab, 2009, Tafsir Al-Misbah Volume 10, Lentera Hati, Jakarta, hlm. 236.
bidang ekonomi dalam arti yang luas, karena cakupan kriminalitas dan
negara yang luar biasa, selain juga berdampak pada rusaknya lingkungan. Data
Walhi mencatat dari tahun 2001 hingga 2006 kerugian akibat pencemaran
mencapai 5,8 miliar dolar AS. 3Data Indonesia Corruption Watch (ICW)
tahun 2011-2012 mencapai Rp. 691 Triliun. 4 Bahkan pada tahun 2013, Badan
2014 masih akan dihadapkan pada pencemaran air, udara, sampah, dan limbah
industri dan jasa, rumah tangga (limbah domestik), sektor transportasi. Adapun
permasalahan kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS) yang saat ini
pada umumnya sudah tercemar sedang hingga berat. Selain itu kerusakan
3
Lihat Http:// www.walhi.or.id/wp-content/uploads/2015/01/OutLook-2015_Final diakses pada 1
Maret 2016.
4
Lihat Http:// www.antikorupsi.org/en/node/55444 diakses pada tanggal 2 Mei 2016
5
lihat Http://www.bpk.go.id/magazine/majalah-bpk diakses pada tanggal 13 Juli 2016
kerusakan lingkungan harus dipandang sebagai suatu perbuatan, yang tidak saja
bertentangan dengan moral, tetapi juga layak untuk dikenakan sanksi pidana
karena perbuatan itu dapat mengancam kesehatan dan jiwa manusia perorangan
manusia tidak dapat menikmati harta benda dan kesehatannya dengan baik apabila
persyaratan dasar tentang kualitas lingkungan yang baik tidak terpenuhi, kedua,
6
A’an Efendi, 2014, Hukum Lingkungan; Instrumen Ekonomik dan Pengelolaan Lingkungan Di
Indonesia dan Perbandingan dengan Beberapa Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 5.
7
Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional Edisi
Ketiga, Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 1.
8
Koesnadi Hardjosoemantri, 1999, Hukum Tata Lingkungan Edisi Ketujuh, Gajahmada Universiy
Press, Yogyakarta, hlm. 38-39.
dalam lingkup hukum pidana atau yang harus dilindungi oleh hukum pidana.
KUHP sebagai induk dari hukum pidana tidak memuat ketentuan-ketentuan yang
Sistem peradilan pidana sebagai salah satu cara untuk mencegah dan
9
Alvi Syahrin, 2009, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, PT. Sofmedia, Medan, hlm.
1.
bukti yang sah. Pembuktian tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Pasal 96
UUPPLH mengenai alat bukti yang sah terdiri atas : keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan/ atau alat bukti lain, termasuk alat
dapat melihat dari alat bukti yang dihadapkan pada hakim dan hakim berhak
menilai dari keterangan dan alat bukti. Pasal 180 KUHAP menyatakan bahwa
dalam hal jika diperlukan untuk menjernihkan persoalan yang timbul di sidang
pengadilan maka hakim ketua sidang dapat meminta bantuan keterangan ahli dan
dapat pula meminta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
mengenai perkara tersebut. Apalagi jika hal ini dihubungkan dengan Pasal 183
KUHAP yang menegaskan putusan harus dengan dibuktikan dengan dua alat
bukti yang sah, sehingga ketika seorang hakim tidak mengetahui akan sesuatu hal
maka keterangan ahli diperlukan untuk memberikan gambaran pada hakim dalam
memerlukan scientific proof. Peran ahli sangat penting dalam dalam proses
kasus lingkungan. 10
peran hakim sebagai pembentuk hukum baru, termasuk pengertian tindak pidana
argumentasi kausa yang cermat secara ilmiah untuk mengukur dampak atau
Dari hal ini dapat diperoleh bahwa seorang ahli dengan keahliannya memiliki
peran untuk membuat terang suatu perkara tindak pidana, sehingga hakim
pidana lingkungan hidup. Fungsi ahli dalam pembuktian pidana memang sudah
B. Permasalahan
10
Alvi Syahrin,Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan,Op.Cit, hlm. 70
1. Bagaimana peran keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dalam
hidup?
1. Tujuan Penulisan
pencapaian dari yang akan dipaparkan oleh penulis. Adapun yang menjadi tujuan
2. Manfaat Penulisan
di atas, maka penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat baik secara teoritis
a) Manfaat Teoritis
penelitian selanjutnya.
b) Manfaat Praktis
D. Keaslian Penulisan
keterangan ahli, tetapi dalam hal ini penulis menitik beratkan pada pembuktian
tindak pidana lingkungan hidup. Skripsi ini dibuat sendiri oleh penulis dengan
melihat dasar-dasar yang telah ada baik melalui literatur mupun pengumpulan
perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini serta melalui media
Sumatera Utara yang dilakukan oleh penulis belum terdapat judul yang sama
dengan judul yang diangkat oleh penulis dalam skripsi ini. dengan kata lain
skripsi ini belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada penulis yakin substansi
berbeda dengan tulisan yang lain. Dengan demikian, keaslian penulisan skiripsi
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pembuktian
Dalam kosa kata bahasa Inggris, ada dua kata yang sama-sama
kata tersebut memiliki perbedaan yang cukup prinsip. Pertama adalah kata
“evidence” dan yang kedua adalah kata “proof”. Kata evidence memiliki arti, yaitu
beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu benar. Sementara itu, proof adalah
suatu kata dengan berbagai arti. dalam wacana hukum, kata proof mengacu
kepada hasil suatu proses evaluasi dan menarik kesimpulan terhadap evidence
atau dapat juga digunakan lebih luas untuk mengacu kepada proses itu sendiri. 11
11
Menurut Law Dictionary Evidence “all the means by which any alleged matter of fact, the truth
of which is submitted to investigation a judicial trial, is established or disproved. Evidence
includes the testimony of witnesses, introduction of records, documents, exhibits, object or any
orther probative matter offered for the perpose of inducing belief in the party’s contention by the
fact-finder. Sedangkan Proof isthe evidence that tends to establish the existence of a fact in issue;
the persuasion of the trier of fact by the production of evidence of the truth of a fact alleged. (Lihat
Steven H. Gifis, Law Dictionary Sixth Edition, 2010, Barrons, New York). Hal ini secara
gamblang dikemukakan oleh Ian Dennis: “Evidence is information. It is information that provides
kebenaran suatu peristiwa. Dalam kamus hukum, bewijs diartikan sebagai segala
lain oleh para pihak dalam perkara pengadilan, guna memberi bahan kepada
ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil dalam suatu
grounds for belief that a particular fact or set of fact is true. Proof is a term with a variable
meaning. In legal discourses it may refer to the outcome of the process of evaluating evidence and
drawing inferences from it, or it may bee used more widely to refer to the process tiself and/or to
the evidence which is being evaluated” Lihat Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum
Pembuktian, Erlangga, Jakarta, hlm. 2.
12
Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 83.
13
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 218.
14
R. Subekti, 2008, Hukum Pembuktian cetakan ke- 17, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.1.
15
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit., hlm. 4.
adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-
macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam
pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. 17M.
yang berisi penggarisan dan pedoman tentang tata cara yang dibenarkan undang-
dan mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan hakim guna
arti yang luas, pembuktian membenarkan hubungan hukum antara penggugat dan
tergugat adalah benar, Kedua, dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya
16
Ibid.
17
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju,
Bandung, hlm. 10.
18
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit., hlm. 4. Lihat M. Yahya Harahap, 2005, Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan sidang pengadilan, Banding Kasasi dan Peninjauan
Kembali, Jakarta, hlm. 252.
19
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 274.
tergugat. 20Pembuktian menurut Adami Chazawi dapat diartikan secara luas dan
sempit. Pembuktian dalam arti luas mengandung dua bagian sebagai berikut: 21
20
R. Subekti, Op.Cit., hlm 7.
21
Adami Chazawi, SH, 2011, Kemahiran & Keterampilan Praktik Hukum Pidana Edisi Revisi,
Media Nusa Creative, Malang, hlm. 201-203.
tersebut bergantung kepada sikap, titik tolak dan pandangan para pihak dalam
22
Setyo Utomo, 2014, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (Asas Praduga
Tidak Bersalah Dalam Negara Hukum), PT. Sofmedia, Jakarta, hlm. 160.
23
Ibid., hlm. 161.
proses pidana yang dilakukan mulai tahap penyelidikan sebagai awalnya dan
menandaskan bahwa: 24
oleh adanya pendekatan dari hukum perdata sehingga aspek pembuktian ini
masuk kedalam kategorisasi hukum perdata materiil dan hukum perdata formil
24
Ibid., hlm. 163.
Pada dasarnya, aspek pembuktian ini sudah dimulai sebenarnya pada tahap
untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Begitu pula halnya dengan
penjatuhan pidana (vonnis) oleh hakim didepan sidang pengadilan baik di tingkat
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi (yudex facti) jikalau perkara tersebut
1) Mengenai apa yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut
hukum berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa (Pasal 184 KUHAP).
2) Adanya asas pembuktian Undang-Undang secara negatif untuk
menyatakan seseorang bersalah melakukan suatu tindak pidana yaitu
dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah sehingga hakim
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP).
25
Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana; Perspektif, Teoritis, dan Praktik, PT.
Alumni, Bandung, hlm. 92.
26
Ibid.
27
Ibid., hlm. 164-165.
memberikan putusan yang seadilnya. Pada proses pembuktian ini ada korelasi dan
berikut, yaitu:
28
Lilik Mulyadi, Op.Cit., hlm. 93.
29
Ibid.
seseorang yang mahir atau mempunyai keahlian dalam suatu keilmuan. 30 Dalam
Kamus Hukum, ahli sebagai terjemahan kata ‘deskundige’ yang dalam Bahasa
Belanda diartikan sebagai orang yang memiliki keahlian, kecakapan ataus suatu
bidang ilmu. 31 Dalam konteks hukum pembuktian yang dimaksudkan dengan ahli
adalah keterangan seseorang yang memili keahlian khusus mengenai suatu hal
yang sedang diperkarakan guna membuat terang suatu peristiwa hukum. 32 Phyllis
B. Gerstenfeld memberi defenisi saksi ahli atau expert witness sebagai saksi yang
berkualifikasi untuk menjadi ahli dalam bidangnya, seperti ilmuan, teknisi, ahli
medis, dan ahli khusus lainnya. 33 Senada dengan Phyllis B. Gerstenfeld, Arthus
Best berpendapat bahwa expert testimony atau kesaksian ahli adalah kesaksian
Menurut Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah ialah: Keterangan Saksi;
alat bukti dalam HIR, maka ada penambahan alat bukti baru, yaitu keterangan
30
Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 11
31
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Op.Cit., hlm. 32.
32
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit., hlm. 61.
33
Ibid
34
Ibid., hlm. 62
35
M. Karjadi, R. Soesilo, 1997, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan
Resmi dan Komentar, Politeia, Bogor, hlm. 162
tetapi ada suatu ketentuan yaitu Sbld 1949 Nomor 275 yang menurut pendapat
Andi Hamzah tidak bertentangan dengan KUHAP, oleh karena itu, masih berlaku
pada Pasal 1 mengatakan bahwa berita-berita tertulis dari orang-orang ahli yang
bekerja pada lembaga-lembaga penyelidikan praktis ilmu alam yang diadakan atau
perkara pidana, asal dibuat atas sumpah khusus seperti yang dimaksud pada Pasal
2 Sbld tersebut yakni menetapkan bahwa sumpah itu dapat dilakukan satu kali,
yaitu sumpah yang dilakukan pada waktu menerima jabatan di hadapan Menteri
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
36
Pasal 295 HIR Sebagai upaya bukti menurut undang-undang hanya diakui:
1. Kesaksian-kesaksian (getuigenissen);
2. Surat-surat (schriftelijke bescheiden);
3. Pengakuan (bekentenis);
4. Isyarat-isyarat (aanwijzingen)
Menurut HIR, hakim tidak terikat pada keterangan ahli (Pasal 306) Lihat Andi Hamzah,
Irdan Dahlan, 1984, Perbandingan KUHAP HIR dan Komentar, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 255.
37
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
275.
38
Expert witness is a witness having special knowledge of the subject about which he is to testify;
that knowledge must generally be such as is normally possessed by the average person. The expert
witness is thus able to afford the tribunal having the matter under consideration a special
assistance. This expertise may derive from either study and education, or from experience and
observation. An expert witness must be qualified by the court to testify as such. To qualify, he or
she need not have formal training, but the court must be satisfied that the testimony presented is of
akind which in fact requires special knowledge, skill or experience. (Lihat Steven H. Gifis,Op.Cit.,
hlm. 201).
seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 40 Menurut Pasal 179 KUHAP yang
surat berdasarkan (Pasal 132 ayat (1) KUHAP) dan keterangan palsu serta ahli
yang mempunyai keahlian untuk menentukan korban luka, keracunan, atau mati
yang dikenal dengan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
berdasarkan (Pasal 133 ayat (1) KUHAP). Keterangan ahli diperlukan dalam
proses penyidikan ataupun dalam upaya pembuktian di pengadilan hal ini sesuai
39
M. Karjadi, R. Soesilo, Op.Cit., hlm. 6.
40
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk
memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Lihat penjelasan Pasal 186
KUHAP Ibid., hlm. 165.
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di atur dalam undang-
undang ini. Menurut Leden Marpaung pengertian putusan hakim adalah Putusan
adalah ‘hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai
Lilik Mulyadi putusan hakim itu merupakan putusan yang diucapkan oleh hakim
karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum
setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya
berisakan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum
41
Putusan (Vonnis) adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang
terbukauntuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri pemeriksaan perkara. Setiap putusan
memberikan “kepastian hukum” dan “keadilan”. Setiap putusan diawali dengan kata-kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga putusan pengadilan mempunyai
kekuatan eksekutorial, artinya bisa dilaksanakan secara paksa. Pencantuman kata-kata demikian
sebagai kepala putusan, juga dimaksudkan oleh pembuat undang-undang agar hakim menginsyafi,
bahwa karena sumpah jabatannya dia tidak hanya harus bertanggungjawab kepada hukum, pada
diri sendiri, dan kepada rakyat tetapi juga bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (lihat
di H. Riduan Syahrani SH, 2009, Kata-kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,
hlm. 224).
42
Leden Marpaung, 1995, Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 406.
43
Lilik Mulyadi, 2010, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia
(Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahannya), PT. Citra Adiya Bakti,
Bandung, hlm. 131.
44
Ibid., hlm 132-137.
dilakukan oleh hakim dalam praktik lazim melalui tahapan sebagai berikut: 45
1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
2. Terdakwa dipanggil masuk ke depan persidangan dalam keadaan bebas,
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa serta
terdakwa diingatkan supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar
serta dilihatnya dalam persidangan.
3. Pembacaan surat dakwaan untuk acara biasa atau catatan dakwaan untuk
acara singkat oleh jaksa/penuntut umum.
4. Selanjutnya terdakwa dinyatakan apakah sudah benar-benar mengerti akan
dakwaan/catatan dakwaan tersebut. Apabila terdakwa ternyata tidak
mengerti, penuntut umu atas permintaan hakim ketua sidang wajib
memberikan penjelasan yang diperlukan.
5. Keberatan terdakwa atau penasihat hukum terhadap surat dakwaan
jaksa/penuntut umum.
6. Dapat dijatuhkan putusan sela/penetapan atau keberatan tersebut hakim
berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara, maka
sidang dilanjutkan.
7. Pemeriksaan alat bukti yang dapat berupa :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Petunjuk; dan
d. Keterangan terdakwa.
8. Kemudian, pernyataan hakim ketua sidang bahwa pemeriksaan dinyatakan
selesai lalu penuntut umum mengajukan tuntutan pidana (requisitoir).
9. Pembelaan (pledoi) terdakwa atau pensihat hukumnya.
10. Replik dan duplik (bila ada).
11. Pemeriksaan dinyatakan tertutup “ditutup” dan hakim mengadakan
musyawarah terakhir untuk menjatuhkan putusan.
45
Ibid.
1) Pemidanaan/veroordeling;
Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah memperoleh
keyakinan dan dalam persidangan alat bukti telah cukup, bahwa terdakwa
melakukan perbuatan yang didakwakan dan hakim memiliki keyakinan
bahwa perbuatan terdakwa dapat dipidana.
2) Putusan bebas/vrijspraak;
Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang bunyinya
“Jika pengadilan berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
3) Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum atau onslag van alle
rechtsvervolging.
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur daam Pasal 191 ayat
(2) KUHAP yang bunyinya “Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari
segala tuntutan hukum.”
harus memuat idee des recht, yang meliputi 3 (tiga) unsur yakni: (1) keadilan
46
Ibid.
47
Hoge Raad dalam arrestnya tanggal 3 April 1939, N.J 1939 Nomor 947 hanya mensyaratkan,
bahwa putusan hakim itu dapat dilihat : “dat voor ieder onderdeel van het telastgelegde een
bewijsmiddel aanwezig is” atau “bahwa bagi tiap-tiap unsur dari tindak pidana yang didakwakan
itu terdapat suatu alat bukti (Lihat di Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana Dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan
Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hlm. 422).
putusan yang dihasilkan adalah putusan yang berkualitas dan memenuhi harapan
kata Tindak Pidana danLingkungan Hidup. 50Dalam setiap tindak pidana yang
48
Gustav Redbruch sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum
Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 15.
49
Bambang Sutiyoso, 2009, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan, UII Pres, Yogyakarta, hlm. 6.
50
Secara etimologis kata Tindak Pidana dan Lingkungan Hidup berasal dari kata:
a) Istilah Tindak Pidana merupakan istilah teknis-yuridis dari kata bahasa Belanda
Strafbaar Feit atau Delict dengan pengertian perbuatan yang dilarang oleh peraturan
hukum pidana dan tentu saja dikenakan sanksi pidana bagi siapa saja yang melanggarnya.
Dalam kepustakaan ilmu hukum pidana istilah Strafbaar Feit atau Delict ini ada yang
menterjemahkannya dengan istilah-istilah:
1. Tindak Pidana, istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita seperti
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana
Terorisme dan seterusnya.
2. Perbuatan Pidana (Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,
Jakarta, hlm. 3.
3. Perbuatan Kriminal menurut A. Z. Abidin, istilah ‘perbuatan pidana’ yang
dipakai oleh Moeljatno kurang tepat karena dua kata benda bersambungan, yaitu
‘perbuatan’ dan ‘pidana’ (Lihat Andi Hamzah, 2015, Hukum Pidana, PT.
Sofmedia, Jakarta, hlm. 119).
4. Peristiwa Pidana, Prof. Drs. E. Utrecht, SH mempergunakan istilah ‘peristiwa
pidana’ dikarenakan menerjemahkan istilah ‘feit’ menjadi peristiwa, tetapi
Moeljatno menolak istilah ‘peristiwa pidana’ karena peristiwa itu adalah
pengertian konkret yang hanya menunjuk kepada suatu kejadian yang tertentu
saja (Lihat Andi Hamzah, 2015, Hukum Pidana, PT. Sofmedia, Jakarta, hlm.
118).
5. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latinDelictum. Istilah ini dapat
dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya Prof. DR. Jur. Andi Hamzah, SH
(Andi Hamzah, 2012, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia &
Perkembangannya, PT. Sofmedia, Jakarta, hlm. 118).
b) Istiah Lingkungan Hidup dalam bahasa asingnya disebut environment (bahasa Inggris), l’
evironnment (bahasa Prancis), umwelt (bahasa Jerman), Milieu (bahasa Belanda) secara
harfiah diterjemahkan menjadi life environment namun pada kenyataannya selalu
diterjemahkan sebagai enviment. Menurut Emil salim (1982:14-15) lingkungan hidup
diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam
ruangan yang kita tempati yang mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan
manusia. Menurut Danusaputro (1980:65) lingkungan adalah semua benda dan kondisi
besar dibagi dalam dua macam unsur yaitu unsur yang bersifat objektif yakni
perbuatan dan objek tindak pidana.Kemudian unsur subjektif yakni unsur yang
mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya. Unsur-unsur tindak
pidana dapat juga dilihat setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni : 51 (1)
dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan
pendapat para ahli hukum, yakni yang tercermin pada bunyi rumusannya.
Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah: 52 (a) perbutan; (b) yang dilarang
(oleh aturan hukum); (c) ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
termasuk didalamnya manusia dan tingkah laku perbuatannya, yang terdapat dalam ruang
dimana manusia berada dan mepengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad hidup lainnya. (lihat Prof. syamsul Arifin SH., M.H, 2014, Hukum
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Edisi Revisi, PT.
Sofmedia, Jakarta, hlm. 47). Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 1 ayat (1) adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, 2009, Fokus Media, Bandung). Fuad Amsyari mengelompokkan
lingkungan hidup terdiri atas 3 (tiga) macam yakni :
1. Lingkungan fisik (physical environment), yaitu segala sesuatu yang di sekitar
kita yang berbentuk benda mati, seperti rumah, kenderaan, gunung, udara, sianr
matahari, dan lain-lain yang semacamnya;
2. Lingkungan biologis (biological environment), yaitu segala sesuatu yang berada
di sekitar manusia yang berupa organisme hidup lainnya selain dari manusia
sendiri, binatang, tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lain-lain;
3. Lingkungan sosial (social environment), yaitu manusia-manusia lain yang
berada di sekitarnya seperti tetangga, teman dan lain-lain (Lihat DR. Ruslan
Renggong, SH., M.H, 2016, Hukum Pidana Khusus (Memahami Delik-delik di
Luar KUHAP), Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 157).
51
Adami Chazawi, 2013, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hlm. 79.
52
Ibid.
diantaranya adalah: 54
53
Ibid., hlm. 82
54
Andi Hamzah, Op.Cit.,hlm. 226.
delik formil. 55
tindak pidana umum (delict genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak
Pasal 98 UUPPLH sampai Pasal 115 UUPPLH, melalui metode kontruksi hukum
dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan hidup
55
Kejahatan atau rechtdelicten menurut Prof. Moeljatno adalah perbuatan-perbuatan yang
meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan
sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum (lihat Prof. Moeljatno,
2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 78).
56
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. RajaGrafindo, Jakarta, hlm. 221.
57
Kata “mencemarkan” dengan “pencemaran” dan “merusak” dengan “perusakan” adalah memiliki
makna substansi yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan, tetapi keduanya berbeda
dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal yakni dengan kalimat aktif dan dengan kalimat
pasif (kata benda) dalam proses menimbulkan akibat (lihat di Alvi Syahrin, 2011, Ketentuan
Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, PT. Sofmedia, Jakarta, hlm. 35). Menurut Muhammad Erwin pencemaran lingkungan
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, atau komponan lain ke dalam
abstrak, hal ini dapat menyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sebab jika
lain);
lainnya);
lingkungan hidup oleh karena kegiatan manusia sehingga malampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan, sedangkan perusakan lingkungan adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan
hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (lihat di Muhammad Erwin,
2015, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Indonesia, PT. Rafika Aditama, Bandung, hlm. 39).
58
Alvi Syahrin,Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan,Op.Cit, hlm. 23.
padang lamun);
F. Metode Penelitian
metodologis, dan konsisten. 59 Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah
segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan
pengetahuan. 60 Metode penelitian pada dasarnya adalah suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, sehingga dalam suatu
1. Jenis Penelitian
59
Kata ‘’penelitian” sebenarnya merupakan terjemahan dari istilah research yang di Negeri
Belanda baru digunakan secara umum sekitar tahun 1930-an. Semula pengertian researchhanya
digunakan untuk penelitian di bidang teknik dan ilmu alam. Kemudian istilah research juga mulai
digunakan dalam ilmu ekonomi, ilmu-ilmu sosial dan yang terakhir dalam ilmu hukum serta
politik (Lihat Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,
Alumni, Bandung, hlm. 96),
60
Koentjaraningrat, 1974, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 37.
61
Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 17
62
Abdul Hakim, dalam disertasi Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku dan
Asas Kepatutan Dalam Perlindungan Konsumen (studi hubungan hukum antara pelaku usaha
dengan konsumen perumaha), Universitas Sumatera Utara, 2013, hlm. 41.
activities in human society. It involves locating both the rules are enforced
pengertian penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum
penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
63
Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 38.
64
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm.
35.
65
F. Sugeng Susanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogjakarta, hlm. 29.
hukum sebagai sistem norma, mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
undangan. 69
bentuk buku ataupun jurnal-jurnal serta artikel ahli hukum pidana yang
66
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 13-14.
67
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 13.
68
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hlm. 141.
69
Ibid., hlm. 142
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.
4. Analsis Data
asas-asas, pengertian serta sumber hukum yang ada dan menarik kesimpulan dari
bahan tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
bukti keterangan ahli, putusan dan jenis putusan serta pengertian dan ruang
penulisan skripsi. Berlatar belakang kepada pengaruh alat bukti keterangan ahli
yang subjektif pada diri seorang hakim yang karena profesinya memiliki
membuat putusan, peran ahli yang mempengaruhi keyakinan hakim pada putusan
tindak pidana lingkungan hidup dalam rangka penegakan hukum lingkungan serta
materiil akan lumpuh, tetapi sebaliknya tanpa hukum formal akan liar dan
penuh dari hukum acara pidana, apabila tidak didukung maka hukum materiil
akan menjadi tidak berdaya, begitu pula jika hukum acara pidana tersebut
penerapannya. Oleh karena itu antara hukum pidana materiil dan hukum pidana
mutualisme. 71 Tujuan dari hukum acara pidana itu adalah mencari, menemukan,
70
Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, S.H, 2007, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Pasca Reformasi,
BIP, Gramedia, hlm. 511.
71
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi, dan Putusan Peradilan, Teoritis dan Praktik, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 4.
dapat menetapkan prihal adanya kebenaran melalui proses hukum acara pidana,
maka aspek ini merupakan pembuktian tentang suatu hal dengan tujuan
meliputi: 74
72
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan
(lihat Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia:
Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat, dan Permasalahannya, Op. Cit., hlm. 6)
73
Menurut R. Wirjono Projodikoro kebenaran biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan yang
tertentu yang sudah lampau.Makin lama waktu lampau itu, makin sukar bagi hakim untuk
menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Oleh karena roda pengalaman di dunia tidak
mungkin diputar balikkan lagi, maka kepastian seratus persen, bahwa apa yang diyakini oleh
hakim tentang suatu keadaan, betul-betul sesuai dengan kebenaran, tidak mungkin dicapai maka
acara pidana sebetulnya hanya dapat menunjukkan jalan untuk berusaha guna mendekati sebanyak
mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan kebenaran sejati. Untuk mendapaykan
keyakinan hakim, maka membutuhkan alat-alat guna menggambarkan lagi keadaan-keadaan yang
sudah lampau itu. (Lihat
74
Ibid., hlm. 119.
75
Bewijsmiddelen adalah alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu
peristiwa hukum (Lihat Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit., hlm 17). Dalam hukum acara pidana di
Indonesia, alat bukti yang diakui di pengadilan berdasarkan Pasal 184 KUHAP mengenai alat
bukti yang sah dalam hukum acara pidana adalah :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa
pembuktian maupun jenis alat buktinya, tetapi dibebaskan kepada para pihak
sistem pembuktian ini dikenal di berbagai suku bangsa di Eropa, Afrika dan India.
(ordeal), dimana Tuhan/roh nenek moyang dianggap akan membantu pihak yang
tidak bersalah dari kesakitan/bahaya fisik atas siksaan yang diberikan kepada
seorang tersangka. Model siksaan ini ada berbagai macam, termasuk model
siksaan dengan memakai api yang menyala, besi panas, air panas, air dingin.
Model pembuktian dengan memakai tangan Tuhan juga muncul dalam wujud
76
Secara harfiah Bewijsvoering diartikan sebagai penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-
alat bukti kepada hakim di pengadilan. Bagi negara-negara cederung menggunakan due process
model, negara begitu menjunjung tinggi hak asai manusia (hak-hak tersangka) sehingga acap kali
seseorang tersangka di bebaskan oleh pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan lantaran alat
bukti diperoleh dengan cara yang tidak sah atau yang disebut denga istilah unlawful legal
evidence. Bewijsvoering ini semata-mata menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat fornalistis.
Konsekuensi selanjutnya sering kali mengesampingkan kebenaran dari fakta yang ada (Ibid.,hlm
20).
77
Bewijskracht dapat diartikan sebagai kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti dalam
rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan.Penilaian tersebut merupakan otoritas hakim,
hakimlah yang menilai dan menentukan kesesuaian alat bukti yang satu dengan alat bukti yang
lainnya. Dalam hukum acara pidana kekuatan semua alat bukti pada hakikatnya sama, tidak ada
satu melebihi yang lain. Tegasnya alat bukti dalam dalam hukum acara pidana tidak mengenai
hierarki, hanya saja ada ketentuan yang mensyaratkan keterkaitan antara bukti yang satu dengan
bukti yang lain. Oleh karena itu dalam hukum acaa pidana terdapat bukti yang bersifat sebagai
pelengkap. Bukti tersebut timbul dari bukti yang lain (Ibid.,hlm 26).
78
DR. Munir Fuady, SH., M.H., LL.M. 2012, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 13-14.
ini lebih banyak terjadi di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxion,
pada saat itu banyak pembuktian dengan siksaan dilakukan atas nama gereja
dengan upacara kegerejaan. Oleh karena itu sekitar tahun 400 Masehi gereja di
undang dalam kekuasaan kepausan, yaitu the Fourth Council of Lateran di bawah
kekuasaan Paus Innocent III, pada tahun 1215 Masehi melarang penggunaan
sistem juri. Kebijaksanaan Paus Innocent III tersebut diikuti oleh otoritas-otoritas
sekuler, seperti di Inggris, di mana Raja Henry III, pada tahun 1219 Masehi
ini jiwa dari ordeal itu yaitu pembuktian dengan bantuan magis atau agama masih
alat bukti yang masih di anut di berbagai negara termasuk Indonesia.Dalam arti,
benar.Jika nyatanya dia tidak benar, berarti dia telah mengangkat sumpah yang
tradisional menuju pembuktian modern yang dianut saat ini, terdapat tiga sistem
bewijs theorie).
karena didasarkan kepada undang-undang melulu, artinya jika telah terbukti suatu
perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka
keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. 79Sistem ini disebut juga teori
raisonce).
keyakinan hakim belaka, dengan tidak terikat oleh suatu perturan (bloot
79
Menurut Simon, teori pembuktian ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan
subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang
keras. (Lihat Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Op. Cit., hlm. 251).
80
Ibid.
demikian, putusan hakim di sini tampak timbul nuansa subjektif, penerapan sistem
‘keyakinan hakim’ mempunyai dua bentuk polarisasi, yaitu conviction intime dan
81
Yahya Harahap, 2009, Op.Cit.,, hlm. 277.
dalam artian keyakinan hakim ‘dibatasi’ dengan harus didukung oleh ‘alasan-
alasan yang jelas dan rasional’ dalam mengambil keputusan. 83Sebenarnya sistem
menyebutkan bahwa:
bewijs theorie)
82
Lilik Mulyadi, Op.Cit., hlm. 121.
83
Ibid., hlm. 122.
84
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Op. Cit.,, hlm 253-254.
terdakwa jika alat bukti tersebut secara limitatif ditentukan oleh undang-undang
dan didukung pula oleh keyakinan hakim terhadap eksistensinya alat-alat bukti
tersebut. 85 Untuk menentukan terdakwa bersalah atau tidak menurut teori ini
85
Lilik Mulyadi, Op.Cit., hlm. 123.
86
Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 279
87
Ibid.
pidana, pihak yang menjadi penggugat adalah negara, yang mewakili korban dan
kebenaran atas fakta dan tidak memihak biasanya diwakili oleh para juri, serta
pihak yang bertugas menerapkan hukum yang berlaku dan juga tidak memihak
ialah hakim.Hakim bertugas sebagai penemu kebenaaran atas fakta yang diajukan
dalam persidangan.
Dalam adversary system dikenal adanya due process of law yang diartikan
88
Adversary system dimaksudkan: “a system which arrives at a decision by (1) having each side to
dispute present its best case and (2) then permitting a neutral decision-maker to determine the facts
and apply the law in light of the opposing presentations of two sides”. Adversay system atau
dikenal sebagai accusatorial system mempunyai ciri adanya perlindungan terhadap hak asasi
seseorang (tertuduh) yang dilandaskan pada klausula due process of law sebagaimana yang secara
tegas telah dicantumkan dalam konstitusi Amerika serikat sebagai berikut: “... No State shall make
or enforce any law which shall abridge the privilege of immunities of citizens of the United States;
nor shall any State deprive any person of life, liberty, or property, without due process og law, ...
(Lihat Romli Atmasasmita, SH.,LL.M, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana,
Jakarta, hlm. 122).
89
Dalam menghendaki agar kebenaran dapat diungkapkan secara akurat dalam suatu keadaan di
mana masing-masing pihak yang berperkara berada dalam posisi yang bertentangan (Lihat Eddy
O.S. Hiariej, Op. Cit., hlm. 40).
90
Ibid.
process menguji dua hal, yaitu: (a) apakah penuntut umum telah menghilangkan
kehidupan, kebebasan, dan hak milik tersangka tanpa adanya prosedur; (b) jika
menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due
process. Oleh karena itu, due process memiliki karakteristik menolak efisiensi,
hukum amat penting dengan tujuan penjatuhan hukum kepada yang tidak
hubungan yang sangat erat dengan masalah bewijsvoering yaitu cara memperoleh,
kebenaran materiil. 94
Real evidence yang berupa objek materiil yang meliputi tapi tidak
terbatas atas peluru, pisau, senjata api, perhiasan intan permata, televise dll.
Benda-benda Real evidence ini berwujud, biasanya disebut alat bukti yang
bebicara untuk diri sendiri (speak for it self). Bukti ini dipandang paling bernilai
daripada jenis bukti yang lain karenanya, alat bukti ini disebut sebagai “Res Ipsa
Liquitor” yang artinya sebagai alat bukti yang sangat dominan menentukan
adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan seseorang. 99Real evidence ini tidak
termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana di Indonesia, pada sistem hukum
continental seperti Indonesia real evidence hanyalah sebagai ‘barang bukti’ yang
perlu diidentifikasikan oleh saksi ataupun terdakwa, agar barang bukti itu
memiliki nilai sebagai alat bukti berdasarkan keyakinan hakim, karena itulah
barang bukti berupa objek materiil ini tidak akan bernilai jika tidak diidentifikasi
Tidak disebut kesaksian ahli dan keterangan terdakwa sebagai alat bukti
dalam hukum acara pidana Amerika Serikat, karena digabungkan dengan bukti
bersumpah atas kesaksiannya bahwa dia benar-benar mengetahui kejadian tersebut; (b) pendapat
atas kesaksian (opinion testimony) , dan (c) pendapat ahli (expert opinion).
99
Indriyanto Seno Adji, 2011, KUHAP Dalam Prospektif, Diadit Media, Jakarta, hlm. 147.
100
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Op. Cit., hlm 258.
101
http://www.leginfo.ca.gov/cgi-bin/displaycode?section=evid&group=00001-01000&file=800-
805, diakses pada 11 April 2016.
memenuhi syarat sebagai ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya.
sistem common law, menurut Stanley A. Scriff harus memenuhi 2 (dua) elemen
penting, yaitu:
a. The subject-metter of the inquiry must be such that ordinary people are
special knowledge.
b. The witness offering expect evidence must have gained his specia
Elemen pertama yang harus dipenuhi oleh keterangan ahli tersebut adalah
kemampuan menyampaikan materi (dari suatu fakta atau bukti) secara pasti,
keeterangan ahli diperlukan jika dalam persidangan alat bukti yang lain tidak
membantu menemukan fakta. Elemen kedua, yang harus dipenuhi adalah seorang
ahli haruslah memuhi kelayakan, kelayakan dalah hal ini dapat dinilai dari
pembuktian undang-undang yang bersifat negatif, seperti halnya yang dianut oleh
KUHAP Indonesia dewasa ini adalah, bahwa menurut sistem pembuktian ini
bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah
Di Negara Belanda hukum acara pidananya dalam Sv. Yang telah diubah
pada tahun (1926) Pasal 339 menyebutkan alat-alat bukti sebagai berikut: 104
esensial karena hakimlah yang menguasai eksistensi proses persidangan. 105 Dalam
membuat putusan, hakim harus berpikir secara logis, mereka akan berusaha untuk
menjelaskan dan memberikan arti mengenai sejumlah gejala yang mereka jumpai,
dengan cara menghubungkan secara timbal balik gejala yang satu dengan gejala
102
Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Pembahasan Secara
Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hlm.
421.
103
Ibid.
104
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Op. Cit., hlm 259.
105
Indriyanto Seno Adji, Op. Cit., hlm. 149.
tanggal 3 April 1939, N.J. 1939 Nomor 947 hanya mensyaratkan, bahwa dari
suatu putusan hakim itu harus dapat dilihat: “dat voor onderdeel van het
telastgelegde een bewijsmiddel aanwezig is” atau “bahwa tiap-tiap unsur dari
tindak pidana yang didakwakan itu terdapat suatu alat bukti. 107 Penilaian atas
kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan ke depan persidangan oleh
penuntut umum itu sepenuhnya diserahkan kepada majelis hakim. 108 Kalau
Indonesia dengan Pasal 339 Ned. Sv. tersebut, maka tidak semua pembaruan
dalam Ned. Sv. tersebut ditiru KUHAP. Selain tata susunannya berbeda, juga
masih tetap tercantum dalam KUHAP petunjuk (aanwijzing) sebagai alat bukti
Fungsi hukum acara pidana dapat dibagi dalam 4 (empat) tahapan, sebagai
berikut: 109
106
Lamintang, Op. Cit., hlm. 422.
107
Perkataan ‘een bewijsmiddle atau suatu alat bukti diartikan sebagai ‘alat bukti’ yang sekurang-
kurangnya terdiri dari 2 (dua) alat bukti yang sah, dan dari alat-alat bukti mana ia memperoleh
keyakinan bahwa unsur tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum sebagai telah
dipenuhi oleh terdakwa itu, ternyata benar telah dipeenuhi terdakwa. (
108
Ibid.
109
H.P Panggabean, 2014, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, PT.
Alumni, Bandung, hlm. 122.
menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang harus ada dan disebut
negatief karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti yang ditentukan
oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim harus menjatuhkan pidana
bagi seorang terdakwa, apabila jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti itu belum
dapat menimbulkan keyakinan hakim atas suatu tindak pidana itu benar-benar
telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana
tersebut. 110 Hal ini dapat dilihat Pasal 183 KUHAP yang berbunyi : “Hakim tidak
bukti yang sah yang ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
110
Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Pembahasan Secara
Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hlm.
421.
secara negatif dalam KUHAP adalah hakim dipaksa menjelaskan alasan atau
dasar apa ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar
telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut,
oleh karena itu penilaian atas kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang
diserahkan kepada majelis hakim. Untuk itu hakim harus berpikiran logis dengan
cara berusaha untuk menjelaskan dan memberikan arti mengenai sejumlah gejala
yang dijumpai dengan cara menghubungkan secara timbal balik gejala yang satu
Jika direnungkan lebih jauh, sangat berbahaya dan sangat dekat dengan
ditentukan oleh keyakinan hakim, sebab keyakinan itu bersifat abstrak dan
tersembunyi secara subjektif, dan sulit mengujinya dengan cara dan ukuran yang
digantungkan kepada ketentuan cara dan menurut alat-alaat bukti yang sah tanpa
berikut: 111
Pada dasarnya prihal alat-alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP ayat
1. Keterangan Saksi
111
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Op. Cit., hlm 286
112
R. Subekti ,Op. Cit., hlm. 7.
keterangan ahli secara materiil hampir tidak ada perbedaan, karena adanya dua
keterangan tersebut dimaksud untuk membuat terang suatu tindak pidana yang
113
Menurut Ranoemihardja, dalam kesaksian dikenal saksi-saksi sebagai berikut:
a. Saksi biasa, yaitu kesaksian yang diberikan orang umum;
b. Saksi ahli, yaitu kesaksian yang diberikan oleh orang yang mempunyai keahlian;
c. Saksi a charge, yaitu saksi yang dipilih dan diajukan oleh jaksa dikarenakan
kesaksiannya memberatkan terdakwa;
d. Saksi a de charge, yaitu saksi yang dipilih dan diajukan atas permintaan terdakwa. (Lihat
R. Atang Ranoemihardja, 1980, Hukum Acara Pidana, Tarsito, Bandung, hlm. 57-58).
114
Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana &
Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 412.
a. Berlaku prinsip unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi), jadi
minimal saksi harus ada dua orang;
b. Saksi mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri;
c. Pendapat atau rekaan semata-mata dari saksi bukan alat bukti;
d. Saksi harus disumpah. Keterangan saksi yang tidak disumpah bukanlah
alat bukti penuh, malainkan alat bukti tambahan yang memperkuat alat
bukti lain.
2. Keterangan Ahli
kemungkinan berdasarkan Pasal 1 S. 1949 Nomor 275. 116 Hal ini didasarkan
keterangan ahli tidak dapat digunakan sebagai alat bukti, berhubung dalam Pasal
306 HIR dikatakan “...hanya boleh dipakai unttuk memberikan keterangan kepada
ahli tidak dipandang sebagai alat bukti yang sah, melainkan hanya sebagai
sebagai pendapatnya sendiri jika hakim menilai keterangan ahli tersebut dapat
115
Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 128.
116
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Op. Cit., hlm. 256.
salah satu alat-alat bukti yang sah. Selain di Indonesia, keterangan ahli juga
menjadi salah satu alat bukti dalam hukum acara pidana di Belanda.
nyatakan di sidang pengadilan. 118 Menurut Pasal 179 KUHAP yang berisi sebagai
berikut :
(Pasal 132 ayat (1) KUHAP) dan keterangan palsu dan ahli yang mempunyai
keahlian untuk menentukan korban luka, keracunan, atau mati yang dikenal
dengan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya (Pasal 133 ayat
(1) KUHAP). Keterangan ahli diperlukan dalam proses penyidikan ataupun dalam
117
Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 274
118
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk
memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Lihat penjelasan Pasal 186
KUHAP Ibid., hlm. 165.
bunyinya adalah:
tidak diatur secara spesifik dan berurutan pada satu bab, melainkan berada dalam
sejumlah bab yang terpencar. Pasal-pasal tersebut antara lain dapat dilihat dalam
tabel berikut :
Sipil berwenang
meminta bantuan
keterangan ahli
dalam rangka
pelaksanaan
tindak pidana di
bidang
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup
dalam
pembuktian
tindak pidana
lingkungan
hidup
3. Surat
tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk
mengemukakan surat sebagai salah satu alat bukti yang sah dibuat atas sumpah
atau dikuatkan dengan sumpah, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 KUHAP ayat (1) huruf c,
dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan dengan sumpah adalah :
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi atau yang dibuat
dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan
yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dab yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. Surat ketengan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi dari padanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain.
119
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op. Cit., hlm. 62.
120
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidan Indonesia Edisi Kedua, Op. Cit., hlm. 276.
121
Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif dan Teoritis dan Praktik, Op.
Cit.,hlm. 113.
4. Petunjuk, dan
Alat bukti petunjuk menurut Hendar Soetarna 125 adalah alat bukti yang
‘tercipta’ berbeda dengan alat-alat bukti yang lain, karena alat bukti petunjuk
Menurut Andi Hamzah alat bukti petunjuk ini seharusnya diganti dengan
alat bukti pengamatan oleh hakim seperti halnya dalam Ned. Sv. yang baru. Hal
122
Akta otentik yaitu akta yang dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat umum. Tampak pada Pasal
187 huruf a dan b KUHAP . Untuk klasifikasi ini dapat disebut berupa berita acara sidang yang
dibuat panitera pengganti, panggilan/relaas sidang yang dibuat juru sita/juru sita pengganti,
putusan hakim, akta jual beli, berita acara pemeriksaan setempat, dan lain sebagainya
123
Akta dibawah tangan yaitu berupa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat oendaat
berdasarkan keahliannya. Tampak eksistensinya pada Pasal 187 huruf c KUHAP seperti, visum et
repertum, surat keterangan ahli tentang sidik jari (daktiloskopi), surat keterangan ahli tentang
balistik, surat keterangan ahli tentang kedokteran kehakiman dan lain sebagainya.
124
Surat biasa yaitu sesuai pada Pasal 187 huruf d KUHAP.
125
Hendar Soetarna, Op. Cit., hlm. 75.
5. Keterangan Terdakwa
Istilah ‘keterangan terdakwa’ (Pasal 184 jo. Pasal 189 KUHAP) lebih luas
maknanya daripada ‘pengakuan terdakwa’ yang dahulu disebut dalam Pasal 295
126
Apa yang disebut dengan pengamatan oleh hakim harus dilakukan selama sidang, apa yang telah
dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali
kalau perbuatan tersebut diketahui oleh umum. (Lihat Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana
Indonesia Edisi Kedua, Op. Cit., hlm. 278). Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana tidak
terdapat suatu kesamaan pendapat tentang hal-hal yang mana saja yang dapat dipandang sebagai
hal-hal yang secara umum telah diketahui. Menurut Prof. Bemmelen pada umumnya yang dapat
dipandang sebagai hal-hal yang secara umum telah diketahui orang yaitu, kenyataan-kenyataan
menurut sejarah, secara geografis, menurut ilmu pengetahuan alam, dan pengetahuan medis.
Dalam berbagai arrest-nya, HOGE RAAD telah memandang kenyataan sebagai hal-hal yang dapat
dipandang sebagai telah diketahui secara umum, masing-masing yaitu :
a. Bahwa kemungkinan mendapatkan hadiah dari lotere yang diselenggarakan oleh negara
merupakan suatu harapan yang digantungkan pada kenyataan yang bersifat untung-
untungan (HR 31 Mei 1939, N.J. 1939 Nomor 975);
b. Bahwa suatu jalan raya merupakan jalan yang diperuntukkan bagi umum (HR 10 Maret
1941, N.J 1941 Nomor 511);
c. Bahwa termasuk ke dalam pengertian memotong hewan adalah juga perbuatan
memotong-motong bagian-bagian dari tubuh binatang yang telah mati (HR 8 November
1943, N.J. 1943 Nomor 166);
d. Bahwa arak merupakan minuman keras (HR 12 Maret 1946, N.J. 1946 Nomor 211).
Lamintang pengertian keterangan terdakwa yaitu, bukan saja hal-hal yang diakui
terhadap dirinya atau mengenai unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan
2.5 Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti yang Sah Dalam Pembuktian Tindak
Pidana
fakta-fakta baru atau menelaah fakta-fakta yang sudah diketahui dalam persepktif
yang baru. 128Dengan mengacu pada pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
hukum acara pidana dan ilmu pengetahuan juga dikemukakan oleh Yahya
127
Lamintang, Op. Cit., hlm. 413.
128
Mardjono Reksodiputro, “Survai dan Riset untuk Sistem Peradilan Pidana yang Lebih
Rasional,” dalam Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana; Kumpulan Karangan Buku Kedua,
(Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 2007), hlm. 100.
dalam pemeriksaan perkara baik pada penyidikan maupun persidangan tidak dapat
diabaikan begitu saja. Bagi penuntut umum seperti Sarjono Turin, keterangan ahli
kalanya, pemeriksaan perkara terkait dengan bidang ilmu lain yang tidak dikuasai
oleh penegak hukum. Kedua keterangan ahli berguna untuk meyakinkan hakim
serta terdakwa dan penasihat hukum yang mendampinginya ketika alat bukti yang
jaksa cederung memilih alat bukti yang minim, umumnya berupa rekaman suara
Bagi pengacara Abdul Hakim Siagian 129 ahli sangat diperlukan untuk
dianggap sebagai pihak yang netral sehingga dapat memberikan pendapat yang
jernih dan tidak terkungkung dengan asumsi dakwaan yang diajukan penuntut
umum. Peranan ahli akan semakin penting jika perkara yang diperiksa terkait
129
Hasil wawancara Tanggal 20 Mei.
namun ketentuan itu telah menunjukkan peranan keterangan ahli dalam konteks
tidak mempuyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. 130
Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan
nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi. Oleh
karena itu, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada pembuktian ahli adalah:
Dalam diri seorang ahli tidak melekat nilai kekuatan yang sempurna,
karena ahli hanya terbatas pada kemampuan dan keilmuannya sehingga hal
130
Yahya Harahap, Op.,Cit hlm. 283-284.
tanpa didukung dengan alat bukti yang lain, maka hal ini tidaklah
Tata cara pembuktian keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dapat
keterangan ahli.Tetapi juga bisa terjadi walaupun penyidik dan penuntut umum
waktu pemeriksaan penyidikan telah meminta keterangan ahli, jika hakim atau
keterangan ahli di sidang pengadilan dapat memina keterangan kepada ahli yang
131
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidan Indonesia Edisi Kedua, Op. Cit., hlm. 296-297.
e. Dengan dipenuhinya tata cara dan bentuk keterangan yang demikian dalam
alat bukti yang sah menurut undang-undang dan sekaligus keterangan ahli
mempersoalkan berbagai kepentingan dan telah menjadi salah satu masalah pokok
terkait dengan sifat teknis yang rumit, ragam disiplin ilmu yang terlibat dan
syarat-syarat sahnya alat bukti dan kesaksian ahli serta peranan laboratorium.
Tujuan dan guna pembuktian sautu alat bukti bagi para pihak yang terlibat
132
Syamsul Arifin, Op.Cit.,hlm. 224.
sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang memiliki tanggung jawab untuk
memastikan penegakan hukum lingkungan hidup sumber daya alam yang baik
berjalan di Indonesia.
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya perihal alat bukti
yang secara terbatas (limitative) sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
133
Lilik Mulyadi, 2010, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia
(Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahannya), Op.Cit., hlm. 49-50.
134
Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan,Op.Cit., hlm. 8.
Pasal 96 menyebutkan “Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa; dan/atau
f. Alat bukti lain yang diatur dalam pertauran perundang-undangan.
Besarnya pengaruh ilmu dan teknologi disertai dengan makin majunya
model analisis resiko lingkungan membawa pengaruh pada peran hakim sebagai
sudah cukup jelas.Bukti ilmiah 138 harus didukung dengan keterangan ahli
tidaklah selalu berkaitan dengan penerapan hukum acara pidana dan sistem
137
Alvi Syahrin,Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan,Op.Cit., hlm. 70
138
Penerapan alat bukti ilmiah atau alat bukti sainstifik memiliki 2 (dua) klasfikasi kreteria
penerapan ala bukti yakni:
1) Jenis-Jenis alat bukti saintifik:
a) Keterangan dari orang yang dihipnotis untuk menolong atau mengingat masa
lalunya;
b) Keterangan dari orang yang sedang mabuk minuman keras;
c) Penggunaan truth serum test;
d) Blood typing test;
e) The systolic blood pressure deception test;
f) Mathemathical certainity (the calculus of probability) atau the frequency theory
of probability;
g) Penggunaan tes statistik untuk mengukur kemungkinan tingkat kesalahan dari
suatu kesimpulan;
h) Penggunaan anjing pelacak untuk menentukan pelaku pembunuhan,
perampokan, pencurian.
2) Model-model alat bukti saintifik yang sudah dapat diterapkan, yakni:
a) Tes kimia/darah terhadap orang mabuk;
b) Pencatatan dan deteksi kecepatan (penggunaan radar atau VASCAR);
c) Laboratorium polisi, seperti sidik jari (termasuk fingerprinting, soleprints, dan
palmprints), analisis kimia terhadap narkotika, test kepalsuan tanda tangan,
kepalsuan dokumen dll;
d) Tes darah untuk membuktikan ada tidaknya hubungan darah antara ibu dan
anak;
e) Test urine untuk membuktikan adanya pemakian narkotika;
f) Test breathalyzer untuk menganalisis sempel penafsiran dalam membuktikan
kandungan alkihol dalam darah;
g) Tes nalline untuk membuktikan penggunaan narkotika;
h) Tes DNA untuk membuktikan pelaku kejahatan;
i) Microanalysis, untuk menganalisis benda-benda yang sangat kecil, seperti
pecahan kaca, serat kayu, jenis tanah, dll;
j) Neutron activation analisys untuk mengidentifikasi dan membandingkan alat
bukti fisik;
k) Tes psychiatry dan psychology untuk melihat kesehatan mental dari pelaku
kejahatan;
l) Analisis suara spectrographic voice identification (voice print)
m) Pemakaian foto, video dll. (lihat HP, Panggabean, op.,cit, hlm. 98).
Selain dari alat bukti dalam Pasal 164 HIR dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, untuk perkara lingkungan hidup perlu adanya bukti ilmiah, misalnya
hasil analisa laboratorium, perhitungan ganti rugi akibat pencemaran dan/atau kerusakan dari ahli.
keterangan ahli tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar pertimbangan
hakim. Apalagi pada umumnya perkara tindak pidana lingkungan hidup bukanlah
hal yang mudah untuk dimengerti dan dipahami dan pada umumnya para praktisi
formal dan pengalaman sebagai syarat yang telah berlaku secara umum, untuk itu
hakim harus tetap memiliki argument dalam menentukan kualifikasi ahli yang
akan diterimanya.
kapasitas ahli dari bidang yang berasal dari luar ilmu hukum. Hakim memang
139
Indriyanto Seno Adji, Op.Cit.,hlm. 148.
antara suatu kegiatan yang diduga sebagai suatu sumber pencemaran lingkungan
masalah teknis ilmiah.Oleh sebab itu, tugas saksi ahli adalah memberikan
kejelasan apakah memang terdapat hubungan sebab akibat antara suatu kegiatan
tertentu dengan pencemaran lingkungan. 141 Saksi ahli juga sering kali diperlukan
lingkungan yang dapat dipergunakan oleh industry tertentu. Keterangan ahli itu
baku mutu diperlukan saksi ahli. Saksi ahli dapat mmeperjelas ada tidaknya
140
Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 286.
141
Ibid.
ahli juga lazim dihadirkan untuk memperjelas jumlah ganti kerugian akibat
Kreteria tentang saksi ahli, khususnya lingkungan hidup tidak mudah untul
konversi air, kimia, dsb) serta bidang hukum yang mempunyai pengalaman cukup
membantu hakim memahami kausa fakta yang menimbulkan akibat dan seberapa
mungkin pakar dibilangnya dengan tulisan yang dapat pengakuan umum di bidang
tersebut.
Umum menghadirkan beberapa Saksi Ahli yakni: Pertama, Ir. Eddy Purwanto M.
Bakri yang kapasitasnya sebagai ahli. Adapun riwayat pekerjaan ahli adalah:
142
Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor 155Pid.Sus/2013/PN.Cms tanggal 4 September 2013
atas nama terdakwa-terdakwa Crisdianto Rahardjo, PT. Albasi Priangan yang dalam hal ini
diwakili oleh Iwan Irawan Yohan.
Utara, adapun pengalaman ahli adalah sejak tahun 2001, ahli telah memberikan
pendapat sebagai ahli dalam kasus pidana lingkungan menerangkan tentang aspek
143
Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 130/Pid.Sus/2015/PN.blb tanggal 23 April
2015 atas nama terdakwa Herawan Koswara.
144
Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 781/Pid/B/2009/PN.Cbn tanggal 12 Juli 2010 atas
nama terdakwa Lee Sang Bok
Universitas Sumatera Utara, adapun pengalaman ahli adalah sejak tahun 2001,
ahli telah memberikan pendapat sebagai ahli dalam kasus pidana lingkungan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung dan ahli dalam bidang
hukum pidana kurang 36 (tiga puluh enam) tahun selain itu pengarang buku serta
Menurut Daud Silalahi saksi ahli tidak boleh menilai fakta, seperti orang
ilmu terkait yang diuraikan secara ilmu pengetahuan. 145Para pihak atau penasihat
hukumnya dan hakim harus menguji keahlian yang bersangkutan, terutama dari
sebagai ahli pada dasarnya tidak berpihak, sebab informasi seorang ahli terbatas
Kualifikasi ahli adalah salah satu masalah terkait keterangan ahli yang
tidak diatur secara rinci dalam KUHAP maupun peraturan pelaksananya. Meski
tampak sebagai persoalan teknis belaka, namun hal tersebut juga berkaitan
dengan perdebatan mengenai kulifikasi ahli dan keahlian yang seperti apa yang
145
http://www.pkh.komisiyudisial.go.id/id/files/Materi/TINGGI01/TINGGI01_DAUD_TPL.pdf,
Diakses pada Tanggal 20 Juni 2016.
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana.
Penjelasan ini bersifat umum dan tidak memberi batasan mengenai kualifikasi ahli
riwayat pendidikan formal yang tinggi atau cukup dengan pengalamannya saja,
dan atas rekomendasi siapa seseorang itu dapat disebutkan sebagai ahli.
Kreteria ahli yang dapat diajukan sebagai ahli dalam perkara pidana
klasifikasi kesaksian ahli berasal dari 2 (dua) rumpun ilmu yakni fisik dan sosial.
keamanan pabrik.
c. Ilmu klinis, terutama mengenai diagnosa medis dan pertawatan oleh dokter
Sementara itu dari rumpun ilmu sosial, kesaksian ahli dapat berasal dari
b. Statistik.
d. Antropologi.
mengenai ahli bidang apa yang diperlukan untuk memberi kesaksian, sehingga
ahli dari disiplin ilmu pengetahuan apa yang diperlukan untuk memberi
pidana, maka ahli itu sidah memenuhi sayarat untuk dapat dimintai
dan Transaksi Elektronik (UU ITE), memuat ketentuan mengenai ahli dalam
bagian penjelasan Pasal 43 ayat (5) huruf h, penyidik yang menangani tindak
146
Yahya Harahap, Op.Cit.,hlm. 279-280.
147
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), penjelasan Pasal 43 ayat (5) huruf h.
Tanda Tangan dan Tulisan Sebagai Alat Bukti dan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) No. 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli
Dewan Pers. Selain surat edaran tersebut, pengaturan mengenai keterangan ahli
yang bersifat internal adalah Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI No. Pol :
3.3 Peran Ahli Sebagai Alat Bukti yang Sah Dalam Pembuktian yang
Hidup
148
Surat Keputusan tersebut memuat perlunya dukungan teknis dari ahli tertentu dalam
pelaksanaan penyidikan secara ilmiah untuk kepentingan pembuktian, yaitu:
a. Identifikasi:
1. Untuk mengenali seseorang melalui sidik jari (dectiloscopy);
2. Untuk mengenali orang atau benda melalui potret dan/atau pemotretan;
3. Untuk pengenalan seseorang melalui signalement portrait parly;
4. Untuk pengenalan seseorang melalui identifikasi gigi.
b. Laboratorium Forensik
Usaha pengungkapan tindak pidana yang menggunakan aspek teknologi, diperlukan
peranan laboratorium forensik untuk melaksanakan pemeriksaan benda mati (physical
evidence) dengan menggunakan SCI (scientific crime investigation) yang meliputi kimia
forensik, biologi forensik, balistik forensik, metalurgi forensik, dokumen forensik, uang
palsu forensik, fotografi forensik.
c. Kedokteran Kepolisian (forensik)
Dalam usaha pengungkapan tindak pidana yang berhubungan dengan pemeriksaan
tubuh/badan akibat luka dan pemeriksaan mayat diperlukan peranan kedokteran forensik
untuk menentukan sebab-sebab luka, sebab kematian dan lain-lain yang dituangkan dalam
bentuk visum et repertum.
d. Dinas Psikologi
1. Peranan dinas psikologi dalam penyidikan tindak pidana adalah untuk
melakukan pemeriksaan psikologi terhadap saksi/tersangka tentang keadaan
jiwanya. Apakah keterangannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum
atau tidak.
2. Hasil pemeriksaan psikologis yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
3. Di samping sebagai bahan pertimbangan dalam penuntutan dan pengadilan, hasil
pemeriksaan psikologi juga dapat dipergunakan untuk menentukan metode dan
cara penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan
tersangka/saksi.
merupakan suatu masalah yang memegang peranan yang sangat penting dalam
terkait fakta dan peristiwa dalam kasus yang diperiksanya. Kemudian hakim harus
mengkaji apakah terdakwa benar-benar bersalah atau tidak atas kasus tersebut. Inti
Hakim sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum menjadi benteng
professional serta moral dan integritas yang tinggi agar mampu mencerminkan
dalam putusan hakim terdapat skala prioritas dimana prioritas pertama adalah
asas-asas tersebut.
mutlak sifatnya karena tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan
Beberapa hal yang ada dalam diri hakim yang berpengaruh dalam
kelamin, usia dan pengalaman kerja. 149 Satjipto Rahardjo dalam tulisannya
mengatakan bahwa “putusan hakim ditentukan oleh sarapan pagi hakim”. Hal ini
menimbulkan kegegeran di kalangan peradilan yang pada waktu itu masih sangat
penegak hukum lain. Hakim tak ubahnya hanya bagian dari masyarakat yang
memiliki tugas sebagai orang yang memeriksa, mengadili dan memutus di sidang
149
Yusti Prabowati, Di Balik Putusan Hakim Kajian Psikologis Hukum dalam Perkara Pidana,
2005, Srikandi, Jakarta. Hlm. 113.
150
Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung, hlm. 79.
tiga hal: Pertama, apakah putusan yang diambil mengandung nilai tanggungjawab
keadilan yang diharapkan. Kedua, apakah putusan yang diambil benar-benar telah
hati sebagai cermin yang bisa menunjukkan perasaan bersalah ketika seorang
Menjadi hakim tidaklah mudah dalam agama islam. Dia haruslah seorang
yang berilmu, jujur, berani dan istiqomah dalam kebenaran karena hakim harus
memutuskan perkara dengan ilmu dan kebenaran yang hakiki. Begitu beratnya
hadits tersebut dapat kita peroleh pemahaman bahwa hakim adalah pemegang
berikut :
151
Ahmad Kamil, 2012, Filsafat Kebebasan Hakim, Kencana, Jakarta, hlm. 175.
memahami urgensi perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alam untuk
itulah terhadap kasus pencemaran lingkungan hidup harus diadili oleh hakim yang
memiliki sertifikat lingkungan. 152hal ini sesuai dengan program sertifikasi hakim
ahli sebagai alat bukti yang sah, maka konsekuensinya hakim tidak dapat
mengabaikan keterangan ahli apalagi jika proses pembuktian tindak pidana seperti
ahli yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu hakim
152
Takdir Rahmadi, Op.Cit.,hlm. 214.
153
Djoko Prakoso, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana, Liberty,
Yogyakarta, hlm. 132.
ahli yang dapat dilihat dalam putusan yang dibuat oleh hakim.
yang dalam hal ini diwakili oleh Iwan Irawan Yohan yang menyatakan terdakwa
Crisdianto Rahardjo dan terdakwa PT. Albasi Priangan Lestari terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran baku mutu air
dakwaan khusus terdakwa Crisdianto Rahardjo Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) jo
Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
serta dakwaan atas khusus terdakwa PT. Albasi Priangan Lestari Pasal 100 ayat
(1) dan ayat (2) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia
adalah keterangan yang diberikan saksi-saksi ahli yang diajukan pihak Jaksa
Penuntut Umum yakni Ahli Edy Purwanto M. Bakri, menerangkan hasil analisa
Laboratorium terhadap limbah cair dari outlet Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) PT. Albasi Priangan Lestari atas sampel air limbah terhadap baku mutu
limbah cair industri kayu lapis oleh terdakwa PT. Albasi Priangan Lestari tersebut
Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri
di Jawa barat. Oleh karena bukti dokumen hasil analisa baku mutu yang dikuatkan
oleh keterangan ahli tersebut maka majelis hakim memperoleh keyakinan telah
terbukti terjadi pelanggaran baku mutu air limbah. Kemudian Ahli Prof. DR. Alvi
Syahrin yang memberikan pendapat mengenai Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2)
melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan, dan
dapat dijatuhi pidana jika sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi
atau pelanggaran yang dilakukan lebih dari satu kali. Kedua, sanksi administratif
yang telah diberi perintah untuk melakukan tindakan tertentu guna melaksanakan
hidup yang ditujukan kepada Direktur PT. Albasi Priangan Lestari diberi jangka
waktu tiga bulan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, tetapi pada waktu
ini Direktur PT. Albasi Periangan Lestari dapat dikatakan telah melakukan
pelanggaran yang dilakukan lebih dari satu kali. Kelima, ahli memberikan
dilakukan untuk dan atas badan usaha, ahli juga memberikan pendapat mengenai
Pasal 116 UUPPLH dikaitkan dengan badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas.
PT. Albasi Priangan Lestari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana pelanggaran baku mutu air limbah, untuk itu hakim
selama 5 (lima) bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalankan
kecuali apabila dalam tanggang waktu selama 7 (tujuh) bulan dengan putusan
hakim, terdakwa telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, kemudian
menjatuhkan pula pidana kepada terdakwa PT. Albisa Priangan Lestari denda
sebesar Rp. 100.000.000,-- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
2015 Pengadilan Negeri Bale Bandung atas nama terdakwa Herawan Koswara
Herawan Koswara terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan
tindak pidana melangar baku mutu air limbah sesuai pertimbangan hakim
100 jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Bandung. Adapun keterangan menurut ahli yakni: Pertama, PT. Daya Pratama
Lestari (DP)L telah membuang limbah melebihi baku mutu limbah cair pada
tanggal 16 Januari 2014, 19 Februari 2014 dan tanggal 25 Maret 2014 serta
diperkuat bukti dokumen pada tanggal 11 Juni 2012 dan pada tanggal 28 Januari
2014. Kedua, PT. DPL berdasarkan hasil laboratorium telah terbukti melakukan
Sesuai dengan keterangan ahli yang yang diberikan dan disertai dengan
alat bukti yang sah lainnya serta pertimbangan-pertimbangan lainnya, maka hakim
Lestari (DPL) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana pelanggaran baku mutu air limbah, untuk itu hakim menjatuhi pidana
kepada terdakwa Herawan Koswara selaku Direktur PT. Daya Pratama Lestari
(DPL) dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan, menetapkan pidana penjara
tersebut tidak perlu dijalani oleh terdakwa kecuali jika di kemudian hari dalam
Pengadilan Negeri Cibinong atas nama terdakwa Lee Sang Bok. Salah satu yang
Sang Bok adalah keterangan yang diberikan saksi-saksi ahli yang diajukan pihak
Jaksa Penuntut Umum yakni Ahli Muhammad Zakaria, menerangkan hasil analisa
Sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh ahli disertai dengan alat-
hakim, maka majelis hakim menyatakan terdakwa Lee Sang Bok tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 41 ayat (1) jo
Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 tentang
kedua Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan pertama
dalam kasus Republik Indonesia v. Kim Young Woo (2010).Kim Young Woo
Sempu tersebut berbentuk cairan dan lumpur berserat gergaji yang berwarna
hitam pekat dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.Di samping itu, selama
untuk limbah yang datang untuk diolah dan dikirim ke PPLI.Mereka hanya
mengalami kepala pusing, tenggorokan kering, dada sesak, perut mual dan
Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi serta limbah dari TKP PT.
penyebab gejala keracunan yang dialami oleh penduduk yang terpapar oleh bau
(gas) yang keluar dari limbah tersebut”; dan Ketiga, “Penampakan fisik dan
Tahun 1997 (untuk dakwaan primair), Pasal 43 (1) UU No. 23 Tahun 1997 Jo
Pasal 45 UU No. 23 Tahun 1997 (untuk dakwaan subsidair), Pasal 42 (1) UU No.
Tahun 1997 (untuk dakwaan lebih subsidair lagi). Oleh PN Bekasi, terdakwa
primair, dan dijatuhi hukuman denda sebesar Rp. 325.000.000,-. Putusan ini
dikuatkan oleh PT Jawa Barat No. 465/Pid /2009 /PT.Bdg. Mahkamah Agung
dengan hakim H. Mansur Kartayasa, SH.,MH. sebagai Ketua Majelis, serta H.M.
PT. Dongwoo sejak bulan Oktober 2005 sampai dengan bulan Juni 2006, ke
pelarut organik yang bersifat racun akut dan kronis yang dapat menyerang
menderita sakit sesuai Visum Et Repertum Dr. Ridwan Juansyah maupun hasil
Environmental Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kim Young Woo telah
[italics dari penulis], dan karenanya “menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.
650.000.000,- (enam ratus lima puluh juta rupiah ) dan apabila denda tersebut
tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enum) bulan”.
4.1 Kesimpulan
kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait dengan pembahasan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
bukti yang diselaraskan dengan alat bukti yang lain. Keterangan ahli dalam
keahliannya sehingga membuat terang suatu perkara, opini dan fakta yang
bagian dalam alat bukti yang sah dan sistem pembuktian perkara tindak
Independen bukan hanya milik ahli saja, dalam komponen peradilan hakim
jauh lebih netral, berdiri sendiri dan professional adalah ciri khas hakim.
satu garis lurus yang sama rata dalam sidang pengadilan. Kedudukan
Akademisi sebagai alat bukti saja dan tidak harus untuk selalu dihadirkan
umum alat buktinya kurang, dan untuk majelis hakim keterangan ahli jika
keilmuan dari hakim akan dipakai jika bertentangan maka tidak akan
4.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan terkait dengan skirpsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Perlu adanya regulasi untuk syarat seseorang bisa dikatakan sebagai ahli
pidana lingkungan hidup maka sebaiknya orang yang menjadi ahli dalam
Buku-Buku
Adji, Indroyanto Seno, 2011, KUHAP Dalam Prosepektif, Diadit Media, Jakarta
Chazawi, Adami, 2011, Kemahiran & Keterampilan Praktik Hukum Pidana Edisi
Revisi, Media Nusa Creative, Malang,
Fuady, Munir, 2012, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
Gifis, Steven H, 2010, Law Dictionary Sixth Edition, Barrons, New York
----------------, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta
Hartono, Sunaryati , 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-
20, Alumni, Bandung
Hiariej, Eddy O.S, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta
Mamuji, Sri dan Soerjono Soekanto 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta
-------------------, 2010, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana
di Indonesia (Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan
Permasalahannya), PT. Citra Adiya Bakti, Bandung
Nurbani,Erlis Septina dan Salim HS, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Prabowati, Yusti, 2005, Di Balik Putusan Hakim Kajian Psikologis Hukum dalam
Perkara Pidana, Srikandi, Jakarta
Prakoso, Djoko, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses
Pidana, Liberty, Yogyakarta
Shihab, M. Quraish, 2009, Tafsir Al-Misbah Volume 10, Lentera Hati, Jakarta
Subekti, R, 2008, Hukum Pembuktian cetakan ke- 17, Pradnya Paramita, Jakarta
Rifa’i, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum
Progresif, Sinar Grafika, Jakarta
Rosita, Lily dan Hari Sasangka, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara
Pidana, Mandar Maju, Bandung
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
INTERNET
Http:// www.walhi.or.id/wp-content/uploads/2015/01/OutLook-2015_Final
Http:// www.antikorupsi.org/en/node/55444
Http://www.bpk.go.id/magazine/majalah-bpk
http://www.leginfo.ca.gov/cgi-bin/displaycode?section=evid&group=00001-
01000&file=800-805
http://www.pkh.komisiyudisial.go.id/id/files/Materi/TINGGI01/TINGGI01_DAU
D_TPL.pdf