SKRIPSI
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
MEDAN)”. Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah
satu syarat dalam menempuh ujian sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Teristimewa dan tersayang kepada kedua orang tua penulis, Bapak Usnan
skripsi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak mungkin dapat selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Untuk itu
penulis mengucapakan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat:
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin SH, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas
4. Bapak Dr. Jelly Leviza SH, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
6. Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah
7. Ibu Dr. Marlina, SH.M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
8. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Teruntuk kedua kakak saya Lila dan Dina yang telah memberikan dukungan
moril maupun materi dan juga telah memotivasi penulis dan memberi
10. Teruntuk sahabat-sahabat terbaik saya Raja, Rahmad, Yoga, Ilham, Bella,
Rissa yang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis, yang setiap hari
11. Teruntuk sahabat saya di grup IJIN JP yang senantiasa mendukung dan
12. Teruntuk sahabat saya di grup YUHU yang senantiasa mendukung dan
13. Teruntuk keluarga besar UKM SEPAK BOLA FH USU yang menjadi
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua bantuan
yang diberikan, penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk skripsi ini dimasa yang
ii
Penulis
iii
ABSTRAK ..............................................................................................................v
ABSTRACT ...........................................................................................................vi
1. Undang-Undang .....................................................................14
4. Sumber Data............................................................................28
7. Analisa Data............................................................................30
iii
B. Saran ..............................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 86
vi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945) bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dikaitkan dengan konsepsi
bernegara hukum maka hukum haruslah menjadi instrument atau sarana yang
mewujudkan hukum sebagai instrument atau sarana yang efektif untuk mencapai
hukum yang dilakukan guna melahirkan atau mewujudkan sebuah sistem hukum
penggunaan berbagai macam jenis narkoba secara tidak sah dan melawan hukum.
Hal tersebut diperparah dengan peredaran narkoba yang semakin meluas di semua
lapisan masyarakat bahkan pada saat sekarang ini peredaran narkoba tidak saja
dan bervariasi motif penyalahgunaan dan pelakunya, dapat dilihat dari cara
1
Aminuddin Ilmar, Membangun Negara Hukum Indonesia, (Makassar: Phinatama
Media, 2014) halaman. 5.
melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan
anak-anak.3 Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak juga
memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia dan
dunia.4
kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi pengguna, akan tetapi
juga berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini
biasa terjadi di Indonesia.6 Setiap hari jika melihat tayangan berita kriminal tidak
7
luput dari penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba mengandung
2
Ibid.
3
Lydia Harlina Marton, Membantu Pencandu Narkotika dan Keluarga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2006), halaman 1
4
Asep Syarifuddin Hidayat, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir
Narkotika, Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, Vol. 5 No. 3 (2018), halaman 308.
5
Julianan Lisa Fr dan Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa
Tinjauan Kesehatan dan Hukum, ( Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), halaman 26
6
O.C Kaligis & Soedjono Dirdjosisworo, Narkoba & Peradilannya Di Indonesia,
(Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2006), halaman. 288
7
Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), halaman.
169
maksud orang yang tanpa hak atau melawan hukum memanfaatkan narkoba.
Narkoba merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
serta masa depan bangsa dan negara. Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,
telah menjadi salah satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat
narkoba ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi
Narkoba pada dasarnya adalah obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah viresal
dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong, masih sadar tetapi harus
8
Ibid.
9
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh
Anak (Malang: UMM Press, 2014), halaman. 30
10
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar
Maju, 2011), halaman. 35
oleh kasus narkoba. Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh
peredaran narkoba lambat laun berubah menjadi sentra peredaran narkoba. Begitu
pula anak-anak yang berumur di bawah 21 tahun yang seharusnya masih tabu
mengenai barang haram ini, belakangan ini telah berubah menjadi sosok pecandu
kejahatan. Kejahatan itu pada dasarnya merupakan rumusan yang nisbi. Kejahatan
masyarakat.12
narkoba. Penyalahgunaan narkoba tak lagi memandang usia, mulai dari anak-
anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun tak luput dari jeratan
penyalahgunaan narkotika ini. Diperkirakan sekitar 1,5 persen dari total penduduk
peredaran narkotika ini juga tak kalah mengkhawatirkan, karena tidak hanya
11
Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), halaman. 101
12
Mustafa, Muhammad, Krimonologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku
menyimpang, dan Pelanggar Hukum, (Yogyakarta: FISIP UI Press, 2007), halaman.17.
13
Asep Syarifuddin Hidayat, Loc.Cit.
letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam dunia
Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). 14 Perlu untuk diketahui bahwa
1997 tentang Narkotika. Karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan
situasi dan kondisi, maka Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
berhadapan dengan hukum, yaitu anak yang dalam kategori juvenile delinquency,
hakim dalam menjatuhkan sanksi pasti bertujuan memberikan efek jera agar
pelaku tidak mengulangi perbuatan pidananya lagi, namun hal ini bisa
14
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perpektif Hukum Islam dan Hukum Pidana,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), halaman., 9
bahwa anak berkedudukan atau bersetatus sebagai anak yang berkonflik dengan
hukum sebab anak tersebut berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan telah
diduga menjadi pelaku tindak pidana penyalahguna narkoba. Anak juga dapat
(UU SPPA) Pasal 1 ayat (4) karena anak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak
dipaksa untuk memakai narkoba dan bahkan sudah menjadi pecandu narkoba
peredaran narkoba secara illegal, tetapi dalam kapasitas kategori anak yang
menjadi kurir, ini merupakan satu hal yang begitu memprihatinkan dimana anak
tersebut telah berhadapan dengan hukum dan tergolong telah melakukan tindak
pidana narkoba.17
15
Dian Ety Mayasari, Perlindungan Hak Anak Kategori Juvenile Delinquency Children's
Rights Protection In The Juvenile Delinquency Category, Vol. 20, No. 3, Desember, 2018,
halaman 387
16
Abd. Basid, Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Positif, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Volume 26, Nomor 4, Februari 2020, halaman 463
17
Ibid, halaman 309
berat terhadap para pelakunya, serta bekerjasama secara terpadu dalam usaha
Rentannya anak terkait tindak pidana (baik korban maupun pelaku tindak
pidana) yang merupakan makhluk khusus dimana memiliki peran strategis yang
secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas
perundang-undangan.18
yang sama walaupun pada proses peradilannya berbeda dengan orang dewasa. Hal
ini berkaitan perlindungan khusus yang diberikan kepada anak oleh negara
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UU
Perlindungan Anak.19Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia yang mana pemerintah selak
kebijakan sosialcy). Salah satu bagian dari kebijakan sosial ini adalah kebijakan
18
I Wayan Govinda Tantra, Pertanggungjawaban Pidana Anak Sebagai Kurir dalam
Tindak Pidana Narkotika, Jurnal Analogi Hukum, Volume 2, Nomor 2, tahun 2020, halaman 219
19
Yuliana Primawardani, Pendekatan Humanis Dalam Penanganan Anak Pelaku Tindak
Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Kasus Di Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal Penelitian
Hukum DE JURE, Vol. 17 No. 4 , Desember 2017, halaman 413
hukum.20
diselesaikan secara diversi agar menghindarkan anak dari pemidanaan, anak yang
tidaklah salah namun yang perlu dicatat setelah penetapan tersangka maka
dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana".22 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara yan
20
Mahmud Mulyadi, Politik Hukum Pidana, Bahan-bahan kuliah Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, (Medan: USU Press 2011), halaman. 6.
21
Surjono dan Bony Daniel, Narkotika, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), halaman 72
22
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), halaman.
127
perundang-undangan.24 Kepolisian yang dikenal dengan istilah the gate keeper of Criminal Justice
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dewasa ini.25Polisi sebagai gerbang terdepan proses p
penyidik polisi seringkali dianggap sebagai tonggak utama penegak hukum pidana
pada umumnya dan hukum pidana anak pada khususnya, polisi melakukan
penggunanya atau pengedarnya. Narkoba adalah zat atau obat baik yang bersifat
Tabel 1.
Data Kasus Keterlibatan Anak Sebagai Pengedar Narkoba
di Jajaran Polrestabes Medan Tahun 2020
Jenis Kelamin Jumlah Jumlah Jumlah
No Bulan Pria Wanita Kasus Selesai Tersangka
terungkap Perkara
23
Atmasasmita, Romli, Independensi Kepolisian dalam Penegakan Hukum, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, (Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM, 2014), halaman 7
24
Ediwarman, dkk, Tindak Pidana Narkotika dalam Perspeketif Kriminologi di Wilayah
Kabupaten Labuhan Batu, (Medan: Yayasan Al-Hayat, 2019), halaman 1
25
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: Eresco, 2005),
halaman 56.
26
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2008), halaman 81
1 Januari 2 - 2 - 2
2 Februari 2 - 2 - 2
3 Maret 7 3 7 3 10
4 April 1 - 1 - 1
5 Mei 2 - 2 - 2
6 Juni 1 - 1 - 1
Jumlah 15 3 15 3 18
Sumber : Polrestabes Medan, Juli 2020.
B. Perumusan Masalah
untuk lebih memfokuskan penulisan skripsi ini, maka yang menjadi pokok
pengedar narkoba?
Medan?
pengedar narkoba.
Polrestabes Medan.
1. Manfaat teoretis
kriminologi.
2. Manfaat praktis
D. Keaslian Penelitian
Universitas Sumatera Utara tahun 2020 baik secara fisik maupun online tidak
tentang Keterlibatan Anak Dibawah Umur Sebagai Pengedar Narkoba, antara lain:
narkoba.
Perantara Jual Beli Narkotika Di Wilayah Hukum Polres Polewali Mandar (Studi
2. Upaya apakah yang dapat dilakukan oleh aparat hukum untuk mencegah agar
Polewali Mandar.
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak sebagai pelaku dan korban
adalah:
Anak/2017/PN.Mks
2. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam tindak pidana terhadap anak
Nomor.96/Pid.Sus Anak/20176/PN.Mks.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Undang-Undang
Pidana
bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik
mengenai narkoba. 27
Narkoba atau nama lazim yang diketahui oleh orang awam berupa narkoba
tidak selalu diartikan negatif, didalam ilmu kedokteran narkoba dengan dosis yang
tepat digunakan sebagai obat bagi pasien. Selain narkoba, istilah lain yang
Sudarto mengatakan bahwa kata narkoba berasal dari perkataan Yunani “narke”,
yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa. Narkoba adalah zat-zat atau
27
Adam Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas
Berlakunya Hukum Pidana: Bagian 1. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014). halaman. 79.
UU Narkoba, yaitu pidana mati, pidana penjara, denda, serta kurungan. Sepanjang
Narkotika. Ketentuan Pasal 148 yang berbunyi: “apabila putusan pidana denda
sebagaimana diatur dalam undangundang ini tidak dapat dibayar dan pelaku
tindak pidana narkoba dan tindak pidana precursor narkoba, pelaku dijatuhi
pidana penjara paling lama dua tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak
dapat dibayar29
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 21 dijelaskan bahwa yang
Penegakan hukum tidak akan lepas dari proses peradilan yang bersumber
pada hukum formil, dimana hukum formil Indonesia bersumber pada KUHAP.
28
Ibid
29
A.R. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan pembahasan Undang-Undang No. 35
Tahun 2009, (Bandung: Alumni, 2013), halaman. 214.
30
Chartika Junike Kiaking, Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum Pidana Dan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-
Feb/2017, halaman 180
berhubungan secara terpadu antara satu sama lain sebagaimana layaknya suatu
sistem. Seluruh kegiatan dalam proses hukum penyelesaian perkara pidana pada
oleh majelis hakim adalah berupa kegiatan yang berhubungan dengan pembuktian
untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal
suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,
acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,
sistem yang dianut dalam pembuktian, syaratsyarat dan tata cara mengajukan
bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai
suatu pembuktian.32
31
Andika Haryanto dan Eunike Freskilia Sintisye Pardede, Pengungkapan Alibi Oleh
Terdakwa Sebagai Bentuk Penyangkalan Terhadap Pembuktian Penuntut Umum Dan Respon
Normatif Hakim (Studi putusan No 279 / Pid. B / 2011 / PN.Plg), jurnal Verstek Vol. 1 No. 3
Tahun 2013, halaman 37
32
Ibid.
Narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang
disepakati. 33 Tindak pidana narkoba merupakan salah satu tindak pidana yang
serius dan perlu mendapat perhatian khusus dari para penegak hukum, pemerintah
maupun masyarakat. Tindak pidana narkoba pada umumnya tidak dilakukan oleh
narkoba atau sering disebut pecandu narkoba adalah orang yang menggunakan
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus
menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas, dan penyalahguna adalah orang
33
Donny Michael, Implementasi Undang-Undang Narkotika Ditinjau Dari Perspektif Hak
Asasi Manusia, Jurnal Penelitian Hukum, Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016, hlm
419
34
Wijayanti Puspita Dewi, Penjatuhan Pidana Penjara Atas Tindak Pidana Narkotika
Oleh Hakim Di Bawah Ketentuan Minimum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, Jurnal Hukum Magnum Opus Volume 2, Nomor 1 Februari 2019, halaman 55-
56
Beberapa pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku, yaitu Pasal
112, Pasal 114, dan Pasal 127 UU Narkotika. Ketiga pasal tersebut, terdapat dua
pasal yang multitafsir dan ketidakjelasan rumusan yaitu Pasal 112 dan Pasal 127
pelaksanaannya.35
Pelaku tindak pidana narkoba dapat dikenai sanksi pidana yang terdapat
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 114, dan Pasal 116 untuk Narkotika Golongan I.
Pasal 117, Pasal 119, dan Pasal 121 untuk Narkotika Golongan II. Serta Pasal
122, Pasal 124, dan Pasal 126 untuk Narkotika Golongan III.
langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau non-ekstraksi dari sumber
produsen Narkotika adalah Pasal 113, Pasal 118, dan Pasal 123 UU Narkotika.
35
Fitri Resnawardhani, Kepastian Hukum dalam Pasal 112 dan Pasal 127 UndangUndang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jurnal Lentera Hukum, Volume 6 Issue 1 (2019),
halaman 119
hak atau melawan hukum. Penerapan sanksi pidana bagi Penyalahguna diatur
sendiri telah diatur dalam Pasal 54 hingga Pasal 59 UU Narkotika. Pada Pasal 54
Pasal yang diterapkan kepada anak yang menjadi kurir narkoba dalam
Narkotika. Berikut adalah pasal-pasal yang diterapkan kepada anak yang masuk
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang dalam bentuk
tanamanberatnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
36
Berliandista Yustianjarnimas Irianto, Disparitas Pidana Pada Penyalahguna Narkotika,
Jurist-Diction Vol. 3 No. (3) tahun 2020, halaman 824-825
37
Ibid.
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
1/3 (sepertiga).
Pasal 115.
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliarrupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana
penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 119.
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga)
Anak
dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B UUD
Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
Hukum Tata Negara, hak memilih dalam Pemilu misalnya seseorang dianggap
telah mampu bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya kalau
Tahun 2009 yang tidak dapat diterapkan lagi karena masih merujuk pada Undang-
bahwa narapidana atau tahanan narkoba, yang termasuk kategori pemakai harus
orang yang menderita sakit. Sehingga SEMA ini memberikan rujukan kepada
38
M. Nasir Djamil, Op.Cit, halaman. 127
SEMA Nomor 4 Tahun 2010 dan SEMA Nomor 7 Tahun 2009 memiliki
semangat yang sama yaitu penjara bukanlah langkah pemidanaan yang tepat bagi
pecandu serta penyalah guna narkotika, sehingga perlu adanya upaya rehabilitasi.
Hal tersebut dapat terlihat dari isi SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yang merupakan
petunjuk lebih lanjut tentang tata cara penjatuhan pemidanaan rehabilitasi pada
b) Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi di dalam
rehabilitasi mana yang dapat dipilih oleh hakim dalam amar putusannya.
39
Albert Wirya, dkk, Di Ujung Palu Hakim: Dokumentasi Vonis Rehabilitasi di
Jabodetabek Tahun 2014, Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, 2016, halaman 18
40
Ibid.
narkoba
lain:
pertama kali. Keluarga adalah satu kesatuan sosialyang terkecil yang terdiri
atas suami, istri, dan jika ada anak-anak dan didahului oleh perkawinan.
Dengan kata lain karakter atau kepribadian seseorang terbentuk oleh pola asuh
yang diperolehnya sejak kecil. Hal itu karena fungsi keluarga sangat penting
seorang anak.
tempat tinggalnya.41
c. Faktor Keadaan Ekonomi. Salah satu teori yang tertua diketahui oleh banyak
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu keadaan ekonomi yang baik dan ekonomi
yang kurang baik atau miskin. Hubungannya dengan narkotika, bagi orang-
orang yang tergolong dalam ekonominya sulit dapat juga ikut mengetahui,
dilambangkan kepada rumah yang jelek dan pendidikan famili yang miskin.
dari faktor pendidikan, maka juga disebabkan karena tidak tuntasnya si anak
dalam menempuh pendidikan atau terjadi putus sekolah. Putus sekolah bisa
41
Moh. Taufik Makarao, dkk, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2005), halaman 21
42
M Ridwan dan Ediwarman, Asas-Asas Krimonologi, (Medan: USU Perss, 1994),
halaman 81
43
Moh. Taufik Makaro, Op.Cit, halaman 54
memicu dan dipicu penggunaan narkoba pada anak. Dengan putus sekolah
maka anak akan banyak bergaul pada lingkungan yang tidak baik dan pada
dipicu oleh penggunaan narkoba oleh anak yang ditandai dengan rendahnya
minat dan kemasalan anak untuk sekolah tidak bersekolahnya anak, selain
stigma negatif dari masyarakat maka semakin berkurang pula input positif
jaringan narkoba.44
lebih spesifik. Istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah
politik hukum pidana atau dengan istilah yang lain yaitu penal policy atau
a. Dengan tetap pada ketentuan yang saat ini tanpa merubah UU Narkotika serta
44
Retno Wibowo, dkk. Cerdas Hadapi Narkoba, Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keluarga Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2018, halaman. 23
45
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Cetakan Ketiga, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2011,
halaman. 26
Indonesia maka semakin banyak juga narkotika jenis baru yang tidak terjerat
ke dalam:
1) Narkotika Golongan I;
Adanya dengan perubahan ini, maka setiap turunan zat dari narkotika
Narkotika Golongan I, II, III yang telah ada dalam Lampiran UU Narkotika
perubahan ini adalah apabila ada zat narkotika yang benar-benar baru terlepas
dari zat-zat narkotika yang telah masuk ke dalam lampiran maka terhadap
Pasal 5 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
46
Gilang Fajar Shadiq, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New
Psychoactive Subtances Berdasarkan Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Yayasan Yuridika, Vol. 1 | No. 1 | Maret 2017, halaman 50
F. Metode Penelitian
Selain itu metode penelitian juga merupakan cara untuk mendapatkan data secara
1. Spesifikasi penelitian
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier.
47
Ibid, halaman 51
48
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 18.
49
Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan penulisan skripsi, Tesis
dan Disertasi, (Medan: Sofmedia, 2016), halaman 94
setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 50 Dalam hal
undangan dan berbagai literatur yang berkatian dengan permasalahan skripsi ini.
2. Metode Pendekatan
3. Lokasi Penelitian
4. Sumber data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang meliputi
tertulis lainnya, baik terhadap bahan-bahan hukum, bahan hukum primer, bahan
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
50
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), halaman 134
Sosial.
skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan penunjang lain yang ada keterkaitan
apa isi informasi, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
b. Wawancara (interview)
d. Pengamatan (observasi)
51
Ibid, halaman.52
Bahan sekunder, yang meliputi karya penelitian, karya dari kalangan hukum
lainnya, dan hasil penelitian, dan bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-
hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan sebagainya. Studi
selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba, Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020,
Pukul 10.01 Wib dan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
perspektif kriminologi.
7. Analisis Data
melakukan kajian terhadap hasil pengelolahan data. Adapun analisis data yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini menggukan sifat deskriptif, yaitu
atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan.52
52
Mukti Fajar & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), halaman 183
metode kualitatif, yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan
menseleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menuru tkualitas dan
kualitatif yang nantinya akan diperoleh arti dan kesimpulan untuk menjawab
permasalahan.53
53
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit.,halaman. 50.
(Staatsblad 1929 Nomor 278 jo. Nomor 536) yang diubah tahun 1949 (Lembaran
menetapkan sanksi pidana kepada penyalah guna dan pengedar Narkotika. Namun
guna Narkotika dan pengedar Narkotika terus saja meningkat dari waktu ke
waktu.55
Tahun 1997. Undang-Undang yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor
status hukum penyalahguna yaitu bagi penyalahguna yang terlibat masalah hukum
54
Andi Hamzah dan RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), halaman 13.
55
Ibid.
32
(tertangkap aparat) dan penyalahguna yang tidak terlibat masalah hukum (tidak
tertangkap aparat).56
Narkotika.57
1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan
psikotropika.58
dalam lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 10 mulai berlaku pada tanggal 11
Maret 1997. Sebelum keluarnya undang undang ini, sudah banyak kasus-kasus
Psikotropika, akan tetapi pada waktu itu kasus-kasus tersebut tidak akan mudah
56
Novita Sari, Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Penegakan Hukum Tindak
Pidana Penyalahgunaan Narkotika, Jurnal Penelitian Hukum, Volume 17, Nomor 3, September
2017, halaman 358
57
Sunarso, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), halaman. 80-85
58
Ahmad Ariwibowo, Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalah Gunaan Psikotropika
Dan Penanggulangannnya Di Kalangan Remaja Di Jambi, Jurnal Law reform 2011 Vol. 6 No.2
Oktober 2011, halaman 46
59
Gatot Supramono,.Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Jambatan, 2001), halaman 37
Psikotropika merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik bukan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku. Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan
bahwa: “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
60
Ibid
61
Ahmad Ariwibowo, Op.Cit, halaman 45
Tentang Psikotropika adalah: “Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
62
Gilang Fajar Shadiq, Op.Cit, halaman 37
sebagai berikut :
Pasal 59
(1) Barangsiapa :
a. Menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2), atau;
b. Memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika
golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau;
c. Mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), atau;
d. Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, atau
e. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan / atau membawa psikotropika
golongan 1. Dipidana dengan penjara paling singkat 4 (empat) tahun,
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.
750.000:000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp.
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (3) Jika tindak pidana
dalam pasal ini dilakukan oleh koorporasi maka, disamping dipidananya
pelaku tindak pidana, kepada koorporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Pasal 60
(1) Barangsiapa :
a. Memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 5, atau;
b. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang
tidak memenuhi dan / atau pensyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, atau
c. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Dipidana dengan penjara
63
Ibid, halaman 37-38
paling lama 15 (lima belas) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa yang menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa yang menerima penyaluran selain yang ditetapkan dalam Pasal 12
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barangsiapa yang menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga)tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta) rupiah.
(5) Barangsiapa menerima menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana dengan paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 61
(1) Barang siapa:
a. Mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan dalam
Pasal 16, atau
b. Mengekspor atau mengimpor psikotropika tanpa surat persetujuan ekspor
atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau
c. Melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa
dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal 22 ayat (4).
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada orang yang
bertanggungjawab atau pengangkutan ekspor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).
Pasal 62
Barang siapa tanpa hak, memiliki, menyimpan dan / atau membawa psikotropika
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 63
(1) Barang siapa
a. Melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, atau
b. Melakukan perubahan negara tujuan eksport yang tidak memenuhi
peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, atau
c. Melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Barang siapa
a. Tidak mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, atau
b. Mencantumkan tulisan berupa keterangan dalam label yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), atau
c. Mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1), atau d. Melakukan pemusnahan psikotropika tidak
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) atau Pasal
53 ayat (3). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 64
Barang siapa :
a. Menghalang-halangi penderita sindroma ketergantungan untuk menjalani
pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37, atau
b. Menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin. Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah)
Pasal 65
Barang siapa tidak melaporkan adanya penyalahgunaan dan / atau pemilikan
psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 66
Sanksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika yang
sedang dalam pemeriksaan di sedang pengadilan yang menyebut nama, alamat
atau hal-hal yang dapat terungkapnya identitas pelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.
Pasal 67
(1) Kepada warga negara asing yang melakukan tindak pidana psikotropika dan
telah selesai menjalankan hukuman pidana dengan putusan pengadilan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini dilakukan pengusiran keluar wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat kembali ke
Indonesia setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan putusan pengadilan.
Pasal 70
Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61,
Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 dilakukan oleh koorporasi, maka di samping
dipidananya pelaku tindak pidana, kepada koorporasi dikenakan pidana denda
sebanyak dua (2) kali pidana denda yang berlaku untuk tindak pidana tersebut
dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
Pasal 71
(1) Barang siapa bersenkongkol atau bersepekat melakukan, melaksanakan,
membantu, menyuruh turut melakukan, menganjur atau mengorganisasikan
suatu tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal
62, atau Pasal 63 dipidana sebagai permufakatan jahat.
(2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dipidana dengan
ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.
Pasal 72
Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang
berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah atau orang yang di bawah
pengampuan atau ketika melakukan tindak pidana belum lewat 2 (dua) tahun sejak
selesai menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan
kepadanya ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak
pidana tersebut.
Psikotropika berupa pidana mati, kurungan dan denda. Untuk sanksi kurungan
rendah 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan pidana
denda ditetapkan paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).
Permusyarakatan Rakyat (MPR) pada sidang umum tahun 2002 melalui ketetapan
64
Human Immunodeficiency Virus, merupakan virus yang bisa menyebabkan sebuah
kondisi yang disebut AIDS
65
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi
virus HIV.
MPR oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA Pada Sidang Tahunan MPR Tahun
Narkotika. Atas dasar surat presiden tersebut dilaksanakan rapat paripurna pada
BAMUS ke-1 pada masa sidang II tahun sidang 2005-2006 tertanggal 27 Otober
2005 yang memutuskan akan ditangani oleh pansus yang diserahkan pada komisi
2007.66
letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam dunia
perwujudan dari asas lex specialis derogaat legi generalis. Oleh karena itu,
66
Supriyadi Widodo Edyyono, dkk, Kertas Kerja : Memperkuat Revisi Undang-Undang
Narkotika Indonesia Usulan Masyarakat Sipil , (Pejaten Barat :Institute for Criminal Justice
Reform, 2017), halaman 11
67
I Wayan Govinda Tantra, Op.Cit, halaman 217
secara jelas terlihat adalah bahwa Indonesia hanya mengakui psikotropika sebagai
dampak sosial yang sangat luas serta kompleks. Pada konsideran huruf c UU
Narkotika disebutkan bahwa narkoba di satu sisi ialah obat atau bahan yang
ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
68
Junaidi, Penerapan Pasal 54, 103 Dan 127 Ayat (2) Dan (3) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika Dalam Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Negeri Terhadap
Penyalahgunaan Narkotika Bagi Diri Sendiri Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 8 No. 2, Desember
2019, halaman 196
69
AR.Sujono dan Bony Daniel, Op.Cit, halaman 50
70
Ibid, halaman 137
dijelaskan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa
teknologi, hal tersebut secara jelas tertuang dalam Pasal 7. Hal tersbeut dapat
dan tanpa hak, maka dapat dikenakan pidana. Penggunaan narkotika golongan 1
Obat dan Makanan. Pembatasan tersebut tertuang dalam Pasal 8 ayat (2) UU
Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. UU Narkotika, terdapat empat kategorisasi
tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undangundang dan dapat diancam
dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II
dan Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a));
71
Fitri Resnawardhani, Op.Cit, halaman 120
72
Ibid, halaman 120-121
untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal
atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116
untuk narkotika golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika
golongan II,
Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129
115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal
125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d)).73
menggunakan narkotika spertti halnya yang diatur dalam Pasal 114 ayat (1) yang
berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Dan
pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar) dan paling banyak
73
Siswanto Sunarso, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2012), halaman. 256.
74
Anda Hermana, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pengguna Narkotika
Dihunbungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 jo. Undang-undang nomor 35
undang-undang sehingga setiap orang dapat dipidana tanpa kecuali. Tetapi jika
melihat UU Perlindungan anak maka ada yang disebut dengan anak yang
dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui
masyarakat”. Pemidanaan kepada anak bukanlah sesuatu balasan atas apa yang
telah anak tersebut atas perbuatannya. Kalaupun anak harus bertanggung jawab
atas perbuatannya yang merugikan orang lain, maka harus ditekankan kepadanya
bahwa hukuman bukanlah harga mati atas pembalasan apa yang telah anak
tersebut perbuat.75
Sesuai dengan rumusan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika yang
(1) Setiap orang “setiap orang” menunjukkan kepada orang perorangan pada UU
korporasi.
tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan,
Volume 4 No. 2 September 2016, halaman 163
75
Ibid
Golongan I dirumuskan dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 116 UU Narkotika,
antara lain:
1. Pasal 111 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
2. Pasal 112 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
3. Pasal 113 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
4. Pasal 114 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
76
Junaidi, Op.Cit, halaman 196
5. Pasal 115 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
6. Pasal 116 ayat (1) menentukan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau
memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).77
pidana narkoba merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
hukuman yang berat terhadap pelaku tindak pidana dalam memberantas tindak
agar tidak melebihi batas yang telah ditentukan dalam undang-undang. Hal itu
maksimum khusus yang telah diatur dalam undang-undang karena terdakwa juga
Keterlibatan anak dalam narkoba yang dilakukan oleh anak adalah suatu
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dalam UU Narkotika. Artinya
perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak sebagai kurir merupakan perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana baik berupa pidana penjara atau
77
Wijayanti Puspita Dewi, Op.Cit, halaman 62-63
78
Ibid, halaman 63
denda sebagaimana ketentuan pidana dalam Pasal 111 s/d 147 UU Narkotika.
Namun proses penanganan anak yang melakukan tindak pidana tidak diatur dalam
peradilan anak diatur secara khusus dalam UU SPPA. Oleh karena itu penyidik
dalam menangani anak yang menjadi kurir, pengintai atau posisi lain yang
Anak
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana UU SPPA Pasal (1) angka
1. Sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenile
Justice System, yaitu suatu definisi yang digunakan dengan sejumlah institusi
yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan
dalam Pasal 5 ayat (1). Keadilan restoratif ini dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi (a)
undang ini; (b) persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
79
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), halaman.35
Menghadapi dan menangani proses peradilan anak nakal, maka hal yang
pertama yang tidak boleh dilupakan adalah melihat kedudukannya sebagai anak
dengan semua sifat dan ciri-cirinya yang khusus, dengan demikian orientasi
penangannya sehingga hal ini akan akan berpijak ada konsep kejahteraan anak dan
yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap
dengan penegakan hukum itu sendiri, dimana dalam Sistem Peradilan Pidana
dasarnya anak tidak dapat berjuang sendiri. Anak tidak dapat melindungi dirinya
sendiri tanpa bantuan orang tua, keluarga dan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa perlindungan anak sebagai kepentingan
yang utama. Penerapan perlindungan hak anak yang masuk kategori juvenile
delinquency ini tampak dalam UU SPPA dengan adanya proses mediasi yang
diterapkan melalui proses diversi, dimana proses diversi ini dilakukan mulai dari
80
Martha Lalungkan, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Anak Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak, Lex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015, halaman 8
81
Ibid
mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Oleh karena itu, diperlukan
mengenai pedoman, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi dalam peraturan
persidangan.83
dengan hukum, dalam UU SPPA telah diatur khusus mengenai diversi dan
keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara anak yang tentunya dengan tujuan
agar hak-hak anak dalam hal ini yang bermasalah dengan hukum lebih terlindungi
dan terjamin. Dimana dalam undang-undang ini diatur pada tingkat penyidikan,
82
Meily dkk., Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Pelaku Tindak Pidana
Pemerkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana, e Jurnal Katalogis, Vol. 5, No. 2, Februari 2017,
halaman. 63-64
83
R. Ismala Dewi, Sistem Peradilan Pidana Anak: Peradilan Untuk Keadilan Restoratif,
(Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika 2015), halaman 120
diversi. Diversi sebagai langkah musyawarah bersama dalam hal ini dari pihak
pelaku maupun korbannya namun tetap di dalam tiap-tiap tahap proses peradilan.
mulai dari proses hukum hingga proses pemulihan korbannya. Persoalan hukum
undang tersebut merupakan tindak pidana dan di sisi lain korban ketergantungan
Indonesia yang telah bersifat transnasional dan untuk mengurangi jumlah korban
tersebut maka dalam UU Narkotika dibuatkan bab khusus yaitu dalam Bab IX
84
Ida Bagus Putu Swadharma Diputra, Kebijakan Rehabilitasi Terhadap Penyalah Guna
Narkotika Pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jurnal Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2012, halaman 6-7
Medis dan Rehabilitasi Sosial (SEMA No. 04 tahun 2010), yang merupakan revisi
dari SEMA No. 07 Tahun 2009 untuk mencapai penyembuhan para korban
pembinaan dan rehabilitasi ini telah diatur dalam Pasal 54, dan Pasal 103 UU
Narkotika, serta diatur juga dalam SEMA No. 7 Tahun 2009 serta SEMA No.4
Tahun 2010.85
termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari
karena itu memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena
85
Ibid, halaman 7
86
Ibid.
rehabilitasi bagi korban narkoba, memberikan posisi yang sangat sentral kepada
polisi, jaksa, dan hakim khususnya terkait dengan penempatan dalam lembaga
rehabilitasi medis dan sosial sejak dalam proses penyidikan, penuntutan sampai
diminta untuk memperhatikan dan merujuk pada SEMA No. 4 Tahun 2010.87
87
Hotman Sitorus, Rehabilitasi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Panti Rehabilitasi
Jiwa Dan Narkoba Getsemani Anugerah, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 8 No. 2, Desember 2019,
halaman 152
Narkoba
berita baik dari media cetak, media sosial, maupun elektronik yang memberitakan
tentang pengedar dan penyalahguna narkoba dan bagaimana korban dari berbagai
saja anak akan dihadapkan pada proses hukum, kasus anak tidak diupayakan
diversi secara maksimal yang berujung pada proses persidangan bahkan tidak
jarang diputus pidana penjara dan tidak diputus untuk menjalani rehabilitasi.
dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak jera dan menjadi lebih
88
Nur Hidayati, “Peradilan Pidana Anak Dengan Pendekatan Keadilan Restorative dan
Kepentingan Terbaik Bagi Anak,” Jurnal Pengembangan Humaniora, Vol. 13 No. 2, (Agustus
2013), halaman 146.
53
1. Faktor usia
Usia belia, pada dasarnya belum mampu menerima pengaruh buruk dari
luar, hal ini dapat menjadi faktor penyebab pribadi anak untuk melakukan suatu
penyimpangan perilaku, dalam usia belia cenderung lebih mudah terpengaruh oleh
lingkungan sekitar yang bersifat negatif, disebabkan ingin mencoba hal-hal baru
guna mencari jati diri, pengalaman dan menunjukan keberadaannya kepada teman
teman sebaya. Disamping itu mental anak yang belum siap untuk
mempertimbangkan baik dan buruk hal-hal baru yang ia terima dari lingkungan
sekitar.89
2. Faktor kejiwaan
mengatasi masalah yang dihadapinya. Keadaan jiwa yang masih labil, jika ada
dengan mudah terlibat kenakalan remaja pengguna narkoba jiwa, bahwa reaksi
frustasi negatif atau kegonjangan jiwa timbul karena secara kejiwaan tidak
mampu menghadapi atau beradaptasi dengan keadaan zaman yang serba modern
dan kompleks, sehingga menimbulkan reaksi yang keliru atau tidak sesuai dengan
lingkungan sekitarnya.90
89
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
90
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
Rasa ingin tahu anak tersebut mengenai suatu hal selalu dimiliki semua
orang bahkan untuk sesuatu yang tidak harus diketahui, manusia berusaha mencari
tahu. Mencoba sesuatu hal merupakan usaha untuk mencari tahu. Sama halnya
dengan mencoba narkoba, orang yang hanya ingin tahu, bagaimana narkotika
pada anak-anak usia masih muda ingin mencoba untuk menikmati tentang
narkoba itu yang dapat mendorong seseorang itu melakukan perbuatan tindak
Sifat ini hakikatnya merupakan suatu sifat dasar yang dimiliki oleh
banyak norma-norma yang membatasi kehendak bebas itu. Kehendak bebas itu
muncul dan terwujud ke dalam perilaku setiap kali seseorang ditimpa beban yang
maka dengan sangat mudah orang tersebut terjerumus pada tindak pidana
narkoba.93
Narkoba
91
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
92
Ediwarman, dkk, Op.Cit, halaman 50
93
Ibid, halaman 49
1. Faktor keluarga
Keluarga adalah faktor utama anak dalam membentuk sifat, kebiasaan dan
jati diri anak, ketidak harmonisan antara anak dan orang tua dapat menjadi
penyebab perilaku delikuensi anak, hal ini dikarenakan tidak adanya keterikatan
batin antara anak dan orang tua sehingga terjadi kesenjangan antara kehendak
orang tua dan kehendak anak kemudian anak dapat melakukan perilaku delikuensi
yang ditimbulkan karena tidak ada kepekaan terhadap pikiran, perasaan dan
kehendak orang lain. Oleh karena itu peran keluarga sangat penting dalam
membina anak sebagai pribadi yang baik sehingga tidak terjerumus ke dalam hal-
hal negatif yang mempengaruhi pribadi anak. Apabila anak tidak dibina dengan
baik maka tidak heran jika anak akan melakukan hal-hal buruk dikarenakan tidak
ada peran keluarga untuk mengawasi dan membatasi pribadi anak dalam berbuat
sifat, watak, kebiasaan dan jati diri anak, ketidakharmonisan anak dan orang tua
dapat menjadi penyebab perilaku delikuensi anak, hal ini dikarenakan tidak
adanya keterikatan batin antara anak dan orang tua sehingga terjadi kesenjangan
antara kehendak orang tua dan kehendak anak selanjutnya anak dapat melakukan
perilaku delikuensi yang ditimbulkan karena tidak ada kepekaan terhadap pikiran,
perasaan dan kehendak orang lain. Setelah anak tidak mendapatkan yang
94
Romli Atmasasmita, Op.Cit, halaman. 46.
95
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
orang tua dan anaknya hidup dalam kebudayaan yang harmonis, tidak banyak
timbul pengaruh dari luar dan akibatnya tercipta suasana yang mantap dan
dengan masyarakat yang moderen seperti sekarang ini, dipenuhi berbagai aktifitas,
hal tersebut banyak menyita waktu para orang tua, sehingga waktu yang
semestinya mengurusi anak tersita oleh hal tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka
demikian akan membuat anak menjadi frustasi, disebabkan tidak ada lagi tempat
2. Faktor ekonomi
atau meminta sesuatu yang orang tua tidak mampu untuk memenuhi keinginan si
anak tersebut yang disebabkan pendapatan dari orang tua hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, hal itu juga menjadi alasan utama mengapa anak
anak akan mengalami frustasi, dan menghalalkan segala cara yang menyebabkan
si anak mau menjadikan dirinya perantara jual beli agar mendapatkan tambahan
uang jajan dan juga mau mengikuti penampilan gaya masa kini, akan tetapi
beberapa dari mereka ada yang tidak mengetahui apa yang mereka antarkan yang
96
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
97
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
Seorang anak belia yang secara ekonomi cukup mampu, tetapi kurang
memperoleh perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk kedalam lingkungan
narkoba. 98 Salah satu teori yang tertua diketahui oleh banyak orang adalah
Plato (427- 347SM) berpendapat di setiap negara dimana terdapat banyak orang
miskin, dengan cara diam-diam terdapat banyak penjahat, pelanggar agama dan
kejahatan/pemberontakan.99
3. Faktor pendidikan
sedikit dari anak yang hanya menempuh pendidikan sampai jenjang SD.
Disamping itu banyak dari mereka yang putus sekolah. Sehingga pemahaman
mereka tentang bahaya narkoba tidak diketahui dengan baik. Sosialisasi tentang
bahaya narkoba juga tidak pernah mereka dapatkan. Baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat.100
98
Ida Listyarini Handoyo, Narkoba Perlukah Mengenalnya? (Bandung: Pakar Raya,
2004), halaman 5
99
M Ridwan dan Ediwarman, Asas-Asas Krimonologi, (Medan: USU Perss, 1994),
halaman 8
100
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
4. Adanya kemudahan
di pasar gelap yang ada dalam masyarakat, maka akan semakin besar pula peluang
5. Pergaulan/lingkungan
pergaulannya. Artinya saat pertama remaja mengenal dan mencoba narkoba dan
suatu pergaulan khusus dan diam-diam, antara pecandu di tengah suatu pergaulan
masyarakat luas yang mungkin acuh atau tidak begitu mudah untuk mengetahui
hidup dalam dunia pergaulan tersendiri, lepas dari lingkungan pergaulan yang
wajar. Anak-anak dipaksa oleh pengaruh narkoba untuk tidak peduli dengan
norma-norma dan nilai-nilai pergaulan hidup yang sebenarnya telah dianut sejak
masa kanak-kanak dalam asuhan orang tua dan kekerabatan harmonis lingkungan
101
Ediwarman, dkk, Op.Cit, halaman 52
102
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
103
Ediwarman, dkk, Op.Cit, halaman 33
disebabkan :
1. Faktor individu
tahu, mudah kecewa, sifat tidak sabar dan rendah diri, sedangkan faktor
Faktor sosial budaya artinya dari kondisi keluarga atau rumah tangga serta
disharmonis seperti orang tua yang bercerai, orang tua yang sibuk dan jarang
serba kekurangan.
3. Faktor lingkungan
Faktor narkoba itu sendiri artinya mudah sekali mendapatkan narkoba serta
narkoba.104
104
Ediwarman, dkk, Op.Cit, halaman 31-32
antara lain:
b. untuk menantang suatu otoritas terhadap orangtua, guru, hukum atau instansi
berwenang;
d. untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman-
pengalaman emosional;
kesibukan;
problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi
d. karena didorong rasa ingin tahu (curiosity) dan karena iseng (just for kicks).105
105
Hari Sasangka, Op.Cit, halaman 76
106
Ibid.
Kejahatan
yang tergolong baru, dan dampaknya sangat besar baik terhadap individu,
masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai macam sanksi hukum yang diancamkan
ini. Mulai dari hukuman kurungan dan hukuman denda serta hukuman mati.
Bahkan dalam tidak jarang dalam beberapa putusan yang dikeluarkan oleh hakim,
para pelaku kejahatan bidang narkoba ini dihukum dengan hukuman mati.107
pidana penjara paling lama empat tahun, golongan II pidana 2 tahun dan golongan
III pidana 1 tahun. Kadangkala atau seringkali para pemakai misalnya dalam suatu
kesempatan tertentu memberikan narkoba kepada orang lain, hal ini juga diancam
pidana penjara dan pidana denda, yang masing bervariasi mulai dari 15 tahun dan
denda tujuh ratus lima puluh juta rupiah (golongan I), 10 tahun dan denda paling
banyak lima ratus juta rupiah (golongan II) dan paling lama 5 tahun dengan denda
orang tua yang mana anaknya atau anak dibawah perwaliannya (masih di bawah
umur) terlibat sebagai pemakai narkoba, tetapi karena takut untuk melaporkan
107
Asrianto Zainal, Penegakkan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Ditinjau Dari
Aspek Kriminologi, Jurnal Jurnal Al-‘Adl, Vol. 6 No. 2 Juli 2013, halaman 56
62
kegiatan anaknya, secara hukum orang tua atau wali tersebut dapat dikenai sanksi
hukum dengan pidana penjara enam bulan dan denda satu juta rupiah. Alasan
yang dijadikan dasar oleh orang tua untuk tidak melaporkan anaknya tersebut,
tentu sangat beralasan, yaitu ketakutan kalau anaknya ditangkap dan dipenjara.
tindakan anak tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan posisi dari orang tua atau
dituntut pidana.108
Keterlibatan anak dalam dunia narkotika, tidak lepas dari kontrol orang
tua, karena sebagaimana mestinya orang tua harus melindungi, mendidik dan
memberikan kehidupan yang layak baik kebutuhan dari segi fisik maupun psikis.
Orang tua diharapkan untuk mengawasi dan mendidik anaknya agar selalu
maupun pendidikan umum. Generasi muda adalah tulang punggung bangsa dan
negara.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
puber. Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa "pancaroba" keadaan
remaja penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan
emosi tinggi, selalu ingin coba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah
penyalahgunaan psikotropika.109
108
Ibid, halaman 56-57
109
Ahmad Ariwibowo, Op.Cit, halaman 46-47
khusus, terutama dalam hal pemenuhan hak atas kesehatan dan akses terhadap
terdapat empat prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan atau pemenuhan hak anak
penjaga gawang, atau penentu untuk dapat lanjut atau tidaknya suatu perkara pada
memperhatikan berbagai aspek, seperti aspek yuridis dan aspek non-yuridis atau
yang dikenal dengan pendapat Muladi tentang aspek ekstra yuridis termasuk
1. Aliran anthropologi
Aliran ini berkembang di negara Italia, tokoh dalam aliran ini adalah C.
dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang berbeda dengan manusia lainnya,
110
Donny Michael, Op.Cit, halaman 424.
111
Ema Dewi, Kebijakan Polri Sebagai Penyidik Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Ringan Dalam Mewujudkan Keadilan (stud! Pada wilayah hukum polda lampung),
MMH, Jilid 41 No. 2April 2012, halaman 220-221
muka yang lebar, mukanya miring, hidungnya pesek, tulang dahi melengkung
kebelakang, rambut tebal dan bila sudah tua lekas botak dibagian tengah.
2. Aliran lingkungan
3. Aliran Biossiologi
a. Faktor individu seperti keadaan psychis dan fisik penjahat serta faktor
pemilihan umum.
112
Ediwarman,dkk, Op.Cit, halaman 30
4. Aliran Spritualisme
Tokoh dari aliran ini FAK Krauss dan M de Baets. Menurut tokoh ini
dalam arti seseorang menjadi jahat karena tidak beragama atau kurang beragama.
Kasus narkoba masih menjadi tren atau masih dominan diantara beberapa
tindak kejahatan/pidana lainnya dan itupun hanya sebatas kasus yang terungkap
atau terdata. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak kasus Narkotika yang
tergabung dalam kebijakan sosial (social policy). Salah satu bagian dari kebijakan
sosial ini adalah kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), termasuk
113
Ibid, halaman 30-31
114
Wenda Hartanto, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Dan Obat-Obat
Terlarang Dalam Era Perdagangan Bebas Internasional Yang Berdampak Pada Keamanan Dan
Kedaulatan Negara, Jurnal Legalisasi Indonesia, Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017, halaman 3-4
bahwa fungsi Polri adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang
atau yudisial), dan eksekusi (kebijakan eksekutif atau administratif). 117 Tahap
formulasi atau kebijakan legislatif dapat dikatakan sebagai tahap perencanaan dan
dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang telah memperoleh kekuatan
yang paling strategis dari yang lain. Kesalahan atau kelemahan tahap formulasi
115
Mahmud Mulyadi, Politik Hukum Pidana, Bahan-bahan kuliah Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, (Medan: Sumatera Utara: 2011), halaman. 6.
116
Ediwarman, dkk, Op.Cit, halaman 1-2
117
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Op.Cit, halamana. 75
118
Teguh Prasetyo, Op Cit, halaman. 22
penghambat bagi tahap berikutnya dalam hukum pidana yaitu tahap aplikasi dan
eksekusi.119
system atau "informal and traditional system" yang ada dalam masyarakat. Selain
kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam
masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya penal itu digali dari berbagai sumber
119
Ibid, halaman 22
120
Ema Dewi, Op.Cit, halaman 222
121
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, halaman. 188
122
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit, halaman. 45.
KUHAP dikaitkan dengan tindak pidana yang terjadi. Upaya represif pada
dasarnya adalah penindakan terhadap para pelaku yang melakukan tindak pidana
pengendaran dan penggunaan narkoba, guna diproses sesuai dengan hukum yang
berlaku.123
yang pada hakekatnya merupakan bagian dari usaha pencegahan hukum oleh
karena itu sering pula dikatakan, bahwa politik dan kebijakan hukum pidana juga
faktual dengan sanksi tegas dan konsisten dapat membuat jera terhadap para
yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni
pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Mengingat tindak pidana
narkoba dan psikotropika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus maka
menjatuhkan dua jenis pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara dan
123
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
124
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
125
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
dapat menjadi faktor kondusif timbulnya kejahatan tidak dapat diatasi semata-
mata dengan upaya penal, karena keterbatasan upaya penal, oleh karena itu harus
maupun kejahatan.126
kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka
informasi tersebut. 127 Upaya non penal dapat pula digali dari berbagai sumber
dari aparat penegak hukum. Kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara
kontinu termasuk upaya non penal yang mempunyai pengaruh preventif bagi
126
Ema Dewi, Op.Cit, halaman 221-222
127
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
edukatif dengan masyarakat, dapat pula dilihat sebagai upaya non penal yang
perlu diefektifkan.128
perempuan agar anak tidak merasa takut. Hal tersebutsesuai dengan Peraturan
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.129 Polri adalah salah satu
aparat penegak hukum yang berperan dalam penanganan setiap tindak pidana.
dengan sarana non penal sebab menghindari jauh lebih baik dari pada mengobati.
nilai sosial budaya. Dilihat dari sisi upaya non penal ini berarti, perlu digali,
128
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit, halaman 48
129
Yuliana Primawardani, Op.Cit, halaman 417
130
Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010),
halaman. 109
penegak hukum harus memiliki rasa tanggung jawab dalam hal ini karena
ketebalan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang mesti dimiliki setiap
Esa.132
rehabilitasi.133
131
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta. Kencana Prenadamedia Group, 2007) halaman. 52.
132
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan
dan penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), halaman. 5
133
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
sistem dua jalur dimana disamping mengatur sanksi pidana juga mengatur
tindakan. Melalui penerapan sistem dua jalur (double track system), sanksi yang
dijatuhkan akan lebih mencerminkan keadilan, baik bagi pelaku, korban, dan
masyarakat.134
sangat diperlukan dalam pengawasan terhadap produksi dan distribusi bahan obat
berbahaya. Polri biasa bekerja sama dengan instansi pemerintah lain, misalnya
termasuk perkara yang penting, maka penanganan narkoba dan psikotropika ini
dibedakan dengan perkara yang lain yaitu harus dilakukannya suatu rencana
tuntutan terlebih dahulu berkas perkara narkoba dan psikotropika tersebut harus
134
Stanley Oldy Pratasik, Pemidanaan dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang
Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, Lex et Societatis, Vol. III (April, 2015), h., 71
135
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
pelaku, korban dan masyarakat yang dilakukan oleh para penegak hukum, yakni
pemerintah diatur dalam UU Narkotika Pasal 60 ayat (2) huruf b dan huruf c
dengan narkoba dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas”. Ini
pembinaan dan pengawasan terhadap anak agar dapat terhindar dari tindak pidana
penyalahgunaan narkoba, maka dari itu anak atau melalui perantara orang tua atau
136
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
137
I Wayan Govinda Tantra, Op.Cit, halaman 218
memanglah tidak mudah untuk mencari upaya atau cara yang terbaik. Namun
dalam hal ini, baik orang tua, masyarakat umum maupun aparat penegak hukum
Medan.139
yaitu:
1. Upaya pre-emtif
penyebab pendorong dan faktor peluang (faktor korelatif kriminogen) dari adanya
138
Abd. Basid, Op.Cit, halaman 464
139
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
dan daya tangkal serta terbina dan terciptanya kondisi perilaku dan norma hidup
perbuatanm yang dapat merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi
dan harmonis. Di samping itu, sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat
Oleh karena itu, perlu terbina hubungan dengan pengajar, sehingga akan
penyalahgunaan narkotika.141
140
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
141
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
2. Upaya preventif
juga melibatkan instansi terkait, seperti bea cukai, pemuka agama seperti ustadz,
pendeta, biksu dan tidak lepas dari dukungan maupun peran serta masyarakat.
Pencegahan lebih baik dari pada pemberantasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengawasan dan pengendalian untuk mencegah suplay and demand agar tidak
saling interaksi atau dengan kata lain mencegah terjadinya ancaman faktual.
tempat-temapt yang diduga keras sebagai jalur lalu lintas gelap narkoba
terutama di pelabuhan laut dan udara yang menjadi jalur masuknya para
remaja kumpul-kumpul.
penyalahgunaan narkoba.
narkoba.
positif.
elektronik.142
3. Rehabilitasi
nakotika dan hidup normal sehat jasmani dan rohani sehingga dapat
142
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
pemerintah maupun masyarakat setelah mendapat persetujuan dari Menteri, hal ini
bagi pecandu.
kondisi dari para penyalahgunaan narkoba, dewasa ini Polrestabes dan jajarannya
anti madat), Granat (gerakan anti narkoba), dan lembaga-lembaga lainnya untuk
masyarakat maka segala usaha dan kegiatan penegakan hukum akan mengalami
143
Lydia Harina Martono dan Satya Joewana, Op.Cit, halaman.87.
144
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
Selama ini peran anak dalam tindak pidana narkoba biasanya berfokus
sebagai pecandu atau pengguna dan kurir narkotika, hal tersebut dikarenakan anak
dianggap masih belum mampu dalam melakukan tindak pidana, padahal hal
tersebut bisa saja terjadi. Misalnya memanfaatkan anak sebagai kurir, maka
bandar dan pengedar tidak perlu membayar anak tersebut dengan uang secara
dengan polosnya melakukan tindak pidana tersebut. Atau seorang anak yang
memang tidak kecanduan narkoba akan tetapi dengan diiming-imingi uang jajan
mau mengantar narkoba dimana anak tidak tau isi barang yang diantarnya. Kedua
kemungkinan tersebut yang sering terjadi dalam praktik anak terlibat sebagai kurir
narkoba.146
145
Teguh Prasetyo, Op.Cit, halaman. 13-14.
146
Ibid.
yang menggunakan narkoba sebanyak 3,5 gram, kalau dibawah 3,5 gram wajib
direhabilitasi, hal ini masih dipahami oleh masyarakat khususnya anak-anak yang
Medan adalah sosialisasi dan pembinaan tentang bahaya narkoba melalui sat
narkoba kepada pelajar yang dijadwalkan setiap satu bulan sekali ke setiap
sekolah atau jika ada permintaan dilakukanya sosialisasi baik di sekolah, desa atau
narkoba.148
narkotika yang dilakukan oleh anak di Kota Medan belum pernah dilakukan
pasti tentang tidak dilakukanya diversi dalam perkara tersebut. Proses penegakan
147
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
148
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
polsek
2. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, dalam hal ini perlunya
pemberantasan narkotika.
yang sangat tinggi akan serangan balik dari kelompok orang yang dilaporkan,
kedua adalah masyarakat memiliki anggapan bahwa polisi memiliki sifat yang
keras, ketiga adalah masyarkat memiliki sifat acuh tak acuh terhadap kondisi
ada sebagian kecil msyarakat yang berpartisipasi, yaitu dengan cara memberikan
yang ditunjukkan oleh kaum minoritas ini karena anak-anak merasa resah dengan
149
Hasil wawancara dengan Briptu Santa Sitepu, selaku Banum Sat Res Narkoba
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 11.25 Wib
penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat dan para orang tua menyadari
150
Hasil wawancara dengan Ipda PM Tambunan, selaku KAUR Minti Sat Res Narkoba,
Polrestabes Medan, tanggal 20 Juli 2020, Pukul 10.01 Wib
A. Kesimpulan
bawah ini:
mengedarkan narkotika.
83
a. Faktor internal yaitu faktor usia, faktor kejiwaan, faktor ingin mencoba,
dilihat dari sudut politik criminal secara makro dan global, maka
B. Saran
ketentuan hukum yang sudah ada baik ketentuan hukum internasional maupun
ketentuan hukum nasional. Karena narkoba dan psikotropika adalah dua jenis
zat yang berbeda dan diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu Undang-
2. Hendaknya semua pihak ikut serta dalam menggalakkan sarana penal dan non-
sekali jenis jenis narkotika baru, misalnya tembakau gorilla, dan permen
berbahan narkotika, dan roti brownies narkoba sehingga anak dapat mengerti
sebagai pengedar.
A. Buku
Adi, Rianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit.
Arinanto, Satya. 2008. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Indonesia,
Jakarta: Rineka Cipta
Chazawi, Adam. 2014. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan &
Batas Berlakunya Hukum Pidana: Bagian 1. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Dewi, R. Ismala. 2015. Sistem Peradilan Pidana Anak: Peradilan Untuk Keadilan
Restoratif, Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.
vi
Fajar, Mukti & Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
B. Peraturan Perundang-Undangan
C. Jurnal
Abd. Basid, Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam
Perspektif Hukum Positif, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Volume 26, Nomor
4, Februari 2020.
Ema Dewi, Kebijakan Polri Sebagai Penyidik Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Ringan Dalam Mewujudkan Keadilan (stud! Pada wilayah
hukum polda lampung), MMH, Jilid 41 No. 2April 2012.
Fitri Resnawardhani, Kepastian Hukum dalam Pasal 112 dan Pasal 127
UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jurnal Lentera
Hukum, Volume 6 Issue 1 tahun 2019.
Gilang Fajar Shadiq, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New
Psychoactive Subtances Berdasarkan Undangundang Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika, Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 1 | No. 1 | Maret
2017.
Junaidi, Penerapan Pasal 54, 103 Dan 127 Ayat (2) Dan (3) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dalam Penyelesaian Perkara Di
Pengadilan Negeri Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Bagi Diri Sendiri
Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 8 No. 2, Desember 2019.
Meily dkk., Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Pelaku Tindak Pidana
Pemerkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana, e Jurnal Katalogis, Vol. 5,
No. 2, Februari 2017.