Anda di halaman 1dari 84

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG AKIBAT

HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP


NEGARA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan


memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum

Oleh :

TIFFANY YESSA
NIM. 100200332

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG AKIBAT
HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP
NEGARA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan


memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum

Oleh :

TIFFANY YESSA
NIM. 100200332

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Internasional

Arif, SH, M.Hum


NIP. 196408301993031002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Sulaiman, SH Arif, SH, M.Hum


NIP. 194712281979031001 NIP. 196408301993031002

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai

tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan tidak lupa shalawat

beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul : “TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL

TENTANG AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE

TERHADAP NEGARA INDONESIA”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan

di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan

saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen

pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing,

dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu

Universitas Sumatera Utara


Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin,

SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum selaku

Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Arif, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen

Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan

masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan

skripsi ini.

3. Prof. Sulaiman, SH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta

bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

4. Kepada Ayahanda Tersayang Naswin Yessa dan Ibunda Tersayang Ermina

Satina Waruwu, atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU dan

yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2010, selama

menjalani perkuliahan..

7. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Universitas Sumatera Utara


Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2014

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Permasalahan ........................................................................ 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 4

D. Keaslian Penulisan ................................................................ 5

E. Tinjauan Kepustakaan .......................................................... 5

F. Metodologi Penelitian ........................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ........................................................... 12

BAB II TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG

SUKSESI NEGARA ................................................................... 14

A. Negara dan Suksesi Negara .................................................. 14

B. Akibat Suksesi Negara........................................................ 34

C. Sekilas Sejarah Timor Leste................................................. 36

BAB III AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE

TERHADAP NEGARA INDONESIA ....................................... 39

A. Yurisdiksi/ Kedaulatan Negara Terhadap Suatu Wilayah .... 39

B. Aset-Aset Indonesia di Timor Leste ..................................... 41

C. Keberadaan Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste

Setelah Pemisahan................................................................. 42

Universitas Sumatera Utara


D. Akibat Hukum Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap

Indonesia ............................................................................... 51

BAB IV PENYELESAIAN TERHADAP ASET-ASET INDONESIA

DI WILAYAH TIMOR SETELAH PEMISAHAN ................... 69

A. Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste .............. 69

B. Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di Wilayah

Timor Setelah Pemisahan...................................................... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 73

A. Kesimpulan ........................................................................... 73

B. Saran...................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Hukum internasional positif yang mengatur bidang suksesi negara masih


belum ada. Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi
negara-negara. Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang
dapat diterima umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan,
mengingat hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum
yang ada dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai
perjanjian bilateral antara negara baru dan lama. Kajian skripsi ini membahas
suksesi negara timor Leste.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat
hukum suksesi negaraTimor Leste terhadap Indonesia, bagaimana keberadaan
aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan dan bagaimana
penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan akibat hukum suksesi
negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah terciptanya negara baru. Sedangkan
akibat-akibat yang berhubungan dengan hukum internasional baik itu mengenai
wilayah negara maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan hukum
internasional dinamakan suksesi negara. Suksesi negara merupakan bagian dari
suksesi negara. Keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan merupakan hak kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim
dirinya sebagai pemilik baru atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste
sebagai negara baru merdeka menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada di
sana. Penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan adalah adalah win-win solution karena memang sukar memberikan
kategorisasi aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi Timor
Lerte sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian masalah
aset Indonesia tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan. Karena (masalah)
aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor dari Indonesia.

Kata Kunci: Suksesi, Negara, Timor Leste

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Hukum internasional positif yang mengatur bidang suksesi negara masih


belum ada. Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi
negara-negara. Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang
dapat diterima umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan,
mengingat hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum
yang ada dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai
perjanjian bilateral antara negara baru dan lama. Kajian skripsi ini membahas
suksesi negara timor Leste.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat
hukum suksesi negaraTimor Leste terhadap Indonesia, bagaimana keberadaan
aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan dan bagaimana
penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan akibat hukum suksesi
negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah terciptanya negara baru. Sedangkan
akibat-akibat yang berhubungan dengan hukum internasional baik itu mengenai
wilayah negara maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan hukum
internasional dinamakan suksesi negara. Suksesi negara merupakan bagian dari
suksesi negara. Keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan merupakan hak kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim
dirinya sebagai pemilik baru atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste
sebagai negara baru merdeka menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada di
sana. Penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah
pemisahan adalah adalah win-win solution karena memang sukar memberikan
kategorisasi aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi Timor
Lerte sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian masalah
aset Indonesia tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan. Karena (masalah)
aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor dari Indonesia.

Kata Kunci: Suksesi, Negara, Timor Leste

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau

penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian

negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

Secara harfiah, istilah Suksesi negara (State Succession atau Succession of

State) berarti penggantian atau pergantian negara. Namun istilah penggantian atau

pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun

kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession

itu. Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan

keseluruhan persoalan suksesi negara. 1

Pemisahan menjadikan negara yang lama atau negara yang digantikan

disebut dengan istilah Predecessor State, sedangkan negara yang menggantikan


2
disebut Successor State.

Contohnya: sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari

suatu negara kemudian memerdekakan diri. Predecessor state-nya adalah negara

yang menguasai atau menjajah wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya

adalah negara yang baru merdeka itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah

menjadi beberapa negara baru, sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor

1
Materi Pelajaran FH, “Konsepsi Suksesi negara Dalam Hukum Internasional”,
http://materipelajaranfh.blogspot.com/2012/07/konsepsi-pemisahan-negara-dalam-hukum.html,
Diakses tanggal 22 Pebruari 2014
2
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


state-nya adalah negara yang hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state-

nya adalah negara-negara baru hasil pecahan itu.

Indonesia sendiri juga menghadapi masalah ini. Pertama adalah lepasnya

Timor Timur dari Indonesia dan kemudian menyatakan kemerdekaannya (dengan

bantuan masyarakat internasional yang tergabung dalam PBB). Kedua, adalah

masalah suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional ketika

Mahkamah Internasional memeriksa sengketa pulau Sipadan- Ligitan antara

Indonesia melawan Malaysia (1997-2002). 3

Masalah utama dalam pembahasan mengenai suksesi negara adalah:

apakah dengan terjadinya suksesi negara itu keseluruhan hak dan kewajiban

negara yang lama atau negara yang digantikan (predecessor state) otomatis

beralih kepada negara yang baru atau negara yang menggantikan (sucessor state).

Sebagaimana yang dikatakan oleh Starke,

Dalam hal istilah suksesi negara (state succession) terutama bersangkut


paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara
yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara
atau kesatuan-kesatuan lain, perubahan atau kehilangan identitas demikian
terjadi terutama apabila berlangsung perubahan baik secara keseluruhan
atau sebagian kedaulatan atas bagian-bagain wilayahnya. 4

Hukum internasional positif yang mengatur bidang ini masih belum ada.

Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi negara-negara.

Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang dapat diterima

umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan, mengingat

3
No Gain Without Pain, “Perspektif Hukum International Mengenai Suksesi negara
Dalam Menginterpretasi Kasus Timor-Timur”, http://el-ridho-el.blogspot.com/2009/03/perspektif-
hukum-international-mengenai.html, Diakses tanggal 22 Pebruari 2014.
4
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana
Djajaatmadja), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 431.

Universitas Sumatera Utara


hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum yang ada

dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai perjanjian

bilateral antara negara baru dan lama. Contoh klasik mengenai perjanjian bilateral

ini adalah Perjanjian tahun 1919 yakni the Treaty of Paris yang mengatur utang-

utang publik (negara lama) yang beralih kepada negara baru, yaitu Hungaria.

Upaya pembentukan hukum atau perjanjian internasional mengenai hal ini

bukannya tidak ada. Kekosongan hukum mengenai bidang hukum ini telah

mendorong Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission

atau ILC) untuk mengkodifikasi hukum internasional di bidang hukum ini. Tahun

1978, ILC mengesahkan Konvensi Wina mengenai suksesi negara dalam

kaitannya dengan perjanjian. Lalu pada tahun 1983, ILC juga mengesahkan

Konvensi Wina mengenai Suksesi negara dalam kaitannya dengan Harta Benda,

Arsip-arsip dan Utang-utang Negara. Khususnya untuk Konvensi Wina 1983,

Konvensi ini mensyaratkan ratifikasi agar Konvensi dapat berlaku efektif.

Hingga ini baru diketahui hanya 5 negara saja yang meratifikasi Hal ini

begitu sulit untuk mendapat pengaturan hukum internasional karena Masalahnya

adalah, di dalam suksesi negara terkait di dalamnya berbagai faktor hukum dan

factor-faktor non-hukum lainnya yang melekat. Faktor-faktor ini tampak cukup

banyak mengingat kasus-kasus yang menyangkut lahirnya suksesi negara ini satu

sama lainnya tidak sama.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul penelitian

tentang “Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi

Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia”.

Universitas Sumatera Utara


B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi

permasalahan tersebut adalah :

a. Bagaimana akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia?

b. Bagaimana keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah

pemisahan?

c. Bagaimana penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste

setelah pemisahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap

Indonesia.

2. Untuk mengetahui keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste

setelah pemisahan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor

Leste setelah pemisahan.

Manfaat penelitian di dalam pembahasan skripsi ini ditujukan kepada

berbagai pihak terutama :

a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang Hukum Internasional

khususnya terhadap akibat suksesi negara.

Universitas Sumatera Utara


b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran dan masukan mengenai

permasalahan suksesi negara.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum

Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap

Negara Indonesia” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri.

Penlisan skripsi yang bertemakan mengenai hukum internasional memang sudah

cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan masalah suksesi

negara Timor Leste ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi

ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini

masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Negara

Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam suatu daerah

tertentu dan mempunyai kekuasaan tertinggi guna menyelenggarakan kepentingan

umum dan kemakmuran bersama. 5

Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki

kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan

masyarakat luas serta memiliki kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan

mencerdaskan kehidupan bangsa.

5
JCT Simorangkir, dkk, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 104.

Universitas Sumatera Utara


Unsur-unsur Negara meliputi

1. Penduduk

Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga

memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau

penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain yang sedang berada di

Indonesia untuk tujuan tertentu.

2. Wilayah

Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari

sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur pembentuk negara yang

paling utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga laut*.

3. Pemerintah

Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan

roda pemerintahan.

2. Pengertian Suksesi

Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State Succession atau Succession of

State) berarti “penggantian atau pergantian negara”. Namun istilah penggantian

atau pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun

kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession

itu.

Suksesi negara didefinisikan sebagai Pengalihan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada

negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain. Suksesi negara terjadi karena adanya

latar belakang yaitu adanya perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian

Universitas Sumatera Utara


kedaulatan atas bagian-bagian wilayahnya negara yang bersangkutan. Jadi,

Suksesi negara ini berawal dari adanya kondisi perubahan pada negara yang

bersangkutan. 6

Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan

keseluruhan persoalan suksesi negara. Tetapi untuk memberikan gambaran

sederhana, suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau

penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam “pergantian

negara” yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. Negara yang

lama atau negara yang “digantikan” disebut dengan istilah Predecessor State,

sedangkan negara yang “menggantikan” disebut Successor State. Contohnya :

sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari suatu negara

kemudian memerdekakan diri.

Predecessor state-nya adalah negara yang menguasai atau menjajah

wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya adalah negara yang baru merdeka

itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara baru,

sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor state-nya adalah negara yang

hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state-nya adalah negara-negara baru

hasil pecahan itu.

3. Pengertian Hukum Internasional

Hukum Internasional adalah hukum yang berlaku antara negara-negara

yang satu dengan yang lain, hukum mana menimbulkan hak-hak dan kewajiban-

6
The Angga Fantasy, “Suksesi negara”, http://anggafantasy.blogspot.com/2011/10/
pemisahan-negara.html, Diakses tanggal 22 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


kewajiban terhadap negara-negara yang bersangkutan itu. 7

J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan

sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari

prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara

merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara

umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum dalam hubungan-

hubungan mereka satu sama lain. 8

Definisi ini melampaui batasan tradisional hukum internasional sebagai

suatu sistem yang semata-mata terdiri dari kaidah-kaidah yang mengatur

hubungan-hubungan sistem negara-negara saja. Definisi tradisional mengenai

pokok permasalahan ini, yaitu dengan pembatasan pada perilaku negara-negara

inter se, dapat dijumpai dalam sebagian besar karya standar hukum internasional

yang lebih tua usianya, tetapi mengingat perkembangan-perkembangan yang

terjadi selama empat dekade yang lampau, definisi tersebut tidak dapat berjalan

sebagai suatu deskripsi komprehensif mengenai semua kaidah yang saat ini diakui

merupakan bagian dari hukum internasional. 9

Selanjutnya peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas

kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan

kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara.

Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak

wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa),

7
JCT Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal. 67.
8
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3
9
Ibid., hal. 3-4.

Universitas Sumatera Utara


perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial

internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia

serta hukum humaniter.

Meskipun mengakui bahwa hukum internasional saat ini tidak hanya

mengatur hubungan antar negara, tetapi John O’Brien mengemukakan bahwa

hukum internasional adalah sistem hukum yang terutama berkaitan dengan

hubungan antar negara. Apa yang dikemukakan oleh Brien ini dapat dipahami

mengingat sampai saat ini negara adalah subjek yang paling utama. Adapun

subjek-subjek yang lain dapat dikatakan sebagai subjek derivatif atau turunan dari

negara. Negalah yang menghendaki pengakuan mereka sebagai subyek hukum

internasional. 10

Selain istilah hukum internasional, orang juga mempergunakan istilah

hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara untuk

lpangan hukum internasional. Aneka ragam istilah ini tidak saja terdapat dalam

bahasa Indonesia, tetapi terdapat pula dalam bahasa berbagai bangsa yang telah

lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu cabang ilmu hukum

tersendiri. 11

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang

berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional

selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan

alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum

10
Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Persada, hal. 3.
11
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional,
Bandung: Alumni, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara


internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan.

Hukum internasional terdiri dari:

1. Hukum perdata internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum

antara warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-

warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional (hubungan antar

bangsa)

2. Hukum publik Internasional (hukum antar negara), ialah hukum yang

mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain

dalam hubungan internasional. 12

Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum

internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi

Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.

Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang

sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam

ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada

piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan untuk memutuskan

sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan

kepadanya. Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung

legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.

12
CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, hal. 460.

Universitas Sumatera Utara


F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat penelitian ini adalah normatif, yaitu merupakan suatu bentuk

penulisan hukum yang mendasarkan pada karekteristik ilmu hukum yang

normatif. 13

2. Sumber data

Adapun sumber data penelitian ini didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai konvensi internasional

yang mengatur masalah suksesi negara.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang

diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun

kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,

studi dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis

13
Asri Wijayanti, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: Lubuk Agung, hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang

dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang

dapat dijadikan kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari

beberapa bab yang akan diuraikan di bawah ini.

Bab pertama yang merupakan Bab Pendahuluan. Bab ini pada dasarnya

membahas tentang: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta

Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, yang berjudul Tinjauan Hukum Internasional Tentang suksesi

Negara. Bab kedua ini membahas tentang: Negara dan Suksesi Negara, Jenis-

Jenis Suksesi Negara, Akibat Suksesi Negara serta Sekilas Sejarah Timor Leste.

Bab Ketiga yang berjudul: Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste

Terhadap Negara Indonesia. Bab ini membahas tentang: Yurisdiksi Kedaulatan

Negara Suatu WIlayah, Aset Indonesia di Timor Leste, Keberadaan Aset-Aset

Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan serta Akibat Hukum

Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap Indonesia.

Bab Keempat Berjudul: Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di

Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan. Bab ini membahas tentang:

Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste serta Penyelesaian Terhadap

Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan.

Universitas Sumatera Utara


Bab Kelima berjudul Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab

terakhir yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG SUKSESI NEGARA

A. Negara dan Suksesi Negara

1. Pengertian Negara

Negara merupakan subyek hukum yang terpenting (par excelence),

dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya. Sebagai subyek

hukum internasional negara memiliki hak-hak dan kewajiban menurut hukum


14
internasional. Negara adalah subyek hukum ekonomi internasional yang

utama. 15

Fenwick sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf mendefinisikan sebagai

suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, menduduki suatu daerah

tertentu dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari pengawasan

negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka

bumi”. 16

Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik dan telah

demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan hingga sekarangpun

masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakikatnya adalah

hukum antar negara. 17

Negara adalah subjek hukum yang paling utama, terpenting dan memiliki

14
Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hal. 1.
15
Huala Adolf, 2003, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.
62
16
Ibid., hal. 1-2.
17
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hal. 98.

14

Universitas Sumatera Utara


kewenangan terbesar sebagai subjek hukum internasional. Negara memiliki semua

kecakapan hukum. 18

Berdasarkan definisi mengenai negara seperti yang telah dikemukakan di

atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai sebuah negara

haruslah memenuhi 4 unsur yaitu:

a. Penduduk yang tetap.

b. Wilayah tertentu.

c. Pemerintah.

d. Kedaulatan. 19

Untuk lebih memperjelas permasalahan mengenai pengertian negara ini,

ada baiknya mengenai keempat unsur dari negara seperti yang telah disebut di atas

diuraikan yaitu:

a. Rakyat.
Dalam suatu negara mutlak harus ada rakyatnya. Rakyat yaitu
sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu perasaan dan
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.Rakyat merupakan
unsur yang utama berdirinya suatu negara, karena rakyatlah yang
pertama memiliki kehendak untuk mendirikan negara, melindunginya
serta mempertahankan kelangsungan berdirinya negara.
b. Wilayah.
Wilayah dalam suatu negara adalah tempat bagi rakyat untuk
menjalani kehidupannya. Bagi pemerintah merupakan tempat untuk
mengatur dan menjalankan pemerintahan. Wilayah suatu negara terdiri
dari wilayah darat, laut, udara dan dasar laut dan tanah dibawahnya.
c. Pemerintahan yang berdaulat.
Pemerintahan dalam arti luas yaitu seluruh lembaga negara yang terdiri
dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintahan dalam
arti sempit yaitu kekuasaan eksekutif yang terdiri dari Presiden, Wakil
Presiden Dan Menteri-Menteri. Pemerintah yang berdaulat yaitu
pemerintah yang syah yang diberi wewenang oleh rakyat sebagai
pemegang kedaulatan berdasarkan undang-undang.
18
Sefriani, Op.Cit., hal. 103.
19
Boer Mauna, 2001, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Bandung: Alumni, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara


d. Pengakuan dari negara lain.
Suatu negara syah berdiri manakala ada pengakuan dari negara lain,
baik secara de facto maupun secara de yure. Pengakuan secara nyata
(de facto) memang telah berdiri, mendapat banyak dukungan dari
negara internasional. Pengakuan secara de yure maknanya secara
hukum international telah memenuhi syarat untuk berdiri sebuah
negara. Misalnya Negara Republik Indonesia secara de facto telah
berdiri sejak tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan secara de yure
berdiri sejak taggal 18 Agustus 1945. 20

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapat diambil

pengertian bahwa suatu daerah baru dapat dimasukkan kedalam kategori negara

apabila telah memenuhi keempat unsur, seperti yang telah diijelaskan di atas.

Sementara itu secara yuridis ada dikenal kategori mengenai timbulnya

negara yaitu :

a. Pembentukan negara di atas daerah yang belum diduduki contohnya :

Transvaal (1837), Liberia (1847), dan konggo (1876).

b. Pembentukan negara didaerah dimana telah berjalan kekuasaan dari lain

negara. 21

Dengan cara ini ada 2 kemungkinan yaitu :

a. Pernyataan merdeka dari sebagian wilayah negara, dari suatu daerah

mendapat atau trust. Contoh : Indonesia dari Nederland, India, Pakistan dan

Birma dari Inggris, Philipina dari Amerika Serikat.

b. Pembentukan negara diatas daerah suatu negara yang tenggelam. Contoh :

Colombia tahun 1837 pecah menjadi negara-negara Venezuela, Equator dan

Colombia sehabis perang dunia I kerajaan Danau pecah menjadi Hongoria

20
Shvoong.com, “Syarat Berdiri Suatu Negara”, http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2160638-syarat-berdiri-suatu-negara/, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.
21
Junaidi Syahputra, “Kedudukan GSO (Geo Stasioner Orbit) Dan Implikasinya
Terhadap Suatu Negara”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003, hal. 20.

Universitas Sumatera Utara


yang menganggap dirinya lanjutan dari negara lama, Chechoslovakia yang

menganggap dirinya negara baru dan Austira yang menganggap pula dirinya

sebagai negara baru. Negara Serikat Soviet yang menyatakan dirinya bukan

lanjutan dari kerajaan Rusia, Pendirian mana banyak ditentang oleh lain-lain

negara. 22

Berangkat dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas dapat dikatakan

bahwa kesamaan titik pandang diantara para sarjana tersebut bahwa untuk suatu

eksistensi dari negara disyaratkan oleh hukum internasional, adanya suatu wilayah

tertentu dipermukaan bumi yang didiami oleh bangsa yang menjadi penduduk

tetap.

Ideologi yang dianut suatu Negara akan banyak mempengaruhi fungsi yang

harus dilaksanakan oleh Negara tersebut. Oleh karena itu, lahirlah beberapa teori

fungsi Negara, antara lain: 23

1. Teori Individualisme: suatu paham yang menempatkan kepentingan individu

sebagai pusat perhatian dalam berbagai hal, sehingga individualism lebih

menekankan pada kebebasan perseorangan, baik dalam bidang politik maupun

ekonomi.

Menurut paham ini konsep Negara hanyalah sebagai pemelihara dan penjaga

ketertiban serta keamanan individu dan masyarakat. Negara tidak perlu turut

campur dalam urusan di luar hal-hal yang berkaitan dengan ketertiban dan

keamanan. Dalam hal ini Negara bersifat pasif, dan baru aktif atau bertindak

22
Ibid.
23
White Lilies Nawulan, “Teori Terbentuknya Negara Serta Hubungan Negara Dan
Warga Negara”, http://yanawulan.blogspot.com/2012/03/teori-terbentuknya-negara-serta.html,
Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


apabila ada pelanggaran terhadap individu dan masyarakat. Fungsi Negara

menurut paham individualisme sering pula disebut sebagai penjaga malam.

2. Teori Sosialisme: sebagai semua gerakan sosial yang menghendaki campur

tangan pemerintah yang seluas mungkin dalam bidang perekonomian.

Menurut paham ini semua alat-alat produksi harus dikuasai bersama. Negara

harus turut campur tangan dalam bidang perekonomian untuk

mensejahterakan umat manusia. Sosialisme menganggap Negara sebagai

organisasi yang mewujudkan cita-cita sosialistis. Negara dipandang pula

sebagai faktor positif dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat.

Dalam masyarakat atau Negara sosialisme, hak milik perseorangan diakui

tetapi dalam batas-batas tertentu. Atas dasar itu sosialisme berpandangan

bahwa fungsi Negara bukan hanya sebagai pemelihara ketertiban dan

keamanan (penjaga malam), tetapi harus diperluas sedemikian rupa hingga

tiada lagi aktivitas sosial yang tidak diselenggarakan oleh negara. Semua

aktivitas Negara ditujukan pada pemenuhan kesejahteraan bersama.

3. Teori Komunisme: salah satu bentuk ajaran sosialisme yang diajarkan oleh

peletak dasarnya Karl Marx, dengan bantuan Friedrich Engels, dan pertama

kali dipraktekkan oleh Lenin di Rusia pada 1917.

Hak milik perseorangan atas segala macam alat produksi dan capital dalam

masyarakat/ Negara komunis tidak diakui. Dalam masyarakat/ Negara

tersebut, semua alat produksi dan capital dimiliki oleh Negara. Bahkan semua

benda lainnya yang tidak termasuk alat produksi dijadikan milik bersama atau

milik Negara. Menurut ajaran komunis dalam masyarakat selalu terdapat dua

Universitas Sumatera Utara


kelas, yaitu kelas pemilik alat produksi dan kelas bukan pemilik alat produksi.

Atas dasar hal tersebut, fungsi Negara menurut komunisme adalah sebagai alat

pemaksa oleh kelas pemilik alat produksi terhadap kelas lainnya sebagai

upaya untuk mempertahankan alat produksi yang dimilikinya.

4. Teori Anarkisme: suatu paham yang menolak adanya pemerintahan. Mereka

menginginkan masyarakat yang bebas tanpa organisasi paksaan. Paham ini

didasarkan pada anggapan bahwa secara kodrat manusia itu adalah baik dan

bijaksana.

Kaum anarkis berpendapat bahwa manusia tidak memerlukan negara dan

pemerintah yang dilengkapi dengan alat-alat paksaan untuk menjamin

ketertiban dan keamanan masyarakat. Sedangkan fungsi-fungsi Negara dan

pemerintah dapat dilaksanakan pula oleh kelompok atau perhimpunan yang

dibentuk secara sukarela, tanpa alat-alat paksaan, tanpa polisi, dan terutama

tanpa hukum serta pengadilan.

Sebagaimana diterangkan bahwa wilayah suatu negara meliputi :

a. Wilayah darat

b. Wilayah perairan

c. Wilayah udara.

ad. a. Wilayah Darat

Wilayah daratan adalah bagian dari daratan yang merupakan tempat

permukiman atau kediaman dari warga negara atau penduduk negara yang

bersangkutan. Di wilayah daratan itu jugalah pemerintah negara melaksanakan

dan mengendalikan segala kegiatan pemerintahan. Antara wilayah daratan negara

Universitas Sumatera Utara


yang satu dengan negara yang lain haruslah tegas batas-batasnya. 24

ad. b. Wilayah Perairan

Wilayah perairan atau disebut juga perairan teritorial adalah bagian

perairan yang merupakan wilayah suatu negara. Ini berarti bahwa di samping

perairan yang tunduk pada kedaulatan negara karena merupakan bagian

wilayahnya ada pula bagian perairan yang berada di luar wilayahnya atau tidak

tunduk pada kedaulatan negara. Perairan seperti ini misalnya adalah laut lepas

(high sea). 25

Untuk lebih memperjelasnya bahwa wilayah perairan ini maka akan

dibahas secara terperinci mengenai bagian-bagian yang termasuk wilayah perairan

suatu negara yaitu sungai, dimana apabila suatu sungai seluruhnya dari mata air

kehulu sampai ke hilir dan muaranya berada di bawah wilayah suatu negara, maka

sungai itu termasuk ke dalam wilayah dimana sungai itu berada. Akan tetapi ada

sungai yang tidak berada di suatu wilayah negara saja, tetapi mengalir melewati

beberapa negara. Jika suatu sungai mengalir melalui beberapa negara, maka setiap

negara menguasai bagian sungai yang mengalir melalui wilayahnya. 26

Sehingga sungai-sungai itu dapat juga disebut sebagai sungai

internasional. Misalnya Sungai Rijn dan Maas di Eropa Barat, Donow di Eropa

Timur serta Sungai Nil di Afrika.

Sungai internasional ini banyak terdapat perbedaan pendapat diantara para

24
Suryo Sakti Hadiwijoyo, 2011, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum
Internasional.Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 12.
25
Ibid. hal. 24.
26
Junaidi Syahputra,, Op.Cit, hal. 25.

Universitas Sumatera Utara


sarjana tentang apakah semua negara berhak menggunakan sungai itu. Grotius dan

beberapa sarjana hukum internasional lain berpendapat bahwa semua negara

berhak menggunakan sungai-sungai internasional itu, tetapi pendapat itu tidak

pernah diterima umum dalam praktek dan juga tidak merupakan azas hukum

kebiasaan internasional”. 27

Ketidaksamaan pendapat diantara para sarjana internasional ini juga terjadi

dalam hal penafsiran mengenai luas hak kebebasan navigasi di sungai

internasional tersebut.

1) Ada yang menyatakan bahwa hal itu hanya berlaku dalam waktu damai.

2) Hanya negara-negara yang wilayahnya dilalui sungai internasional itu berhak

melayari sungai. Mahkamah Internasional Permanet menandaskan

Persekutuan Kepentingan (Community of Interest) dari negara-negara yang

berbatas dengan sungai dalam perkara River Order Cas (P.C.I.J. 1929).

3) Kebebasan melayari sungai tidak terbatas, namun setiap negara takluk pada

aturan-aturan mengenai pemakaian sungai yang ditentukan oleh negara yang

dilalui sungai. 28

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat sub

b lah yang paling baik, dengan demikian negara-negara yang berada di bagian

hulu sungai itu tidak terhalang untuk menuju atau mencapai lautan. Hal ini juga

dikatakan oleh Starke sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf, bahwa pandangan

kelompok kedualah yang dapat diterima dan masuk akal. Alasannya, yaitu bahwa

27
Ibid, hal. 26.
28
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


negara-negara yang berada di bagian hulu sungai seyogyanya tidak boleh

dihalangi untuk melewati sungai itu menuju laut. 29

Tetapi untuk kebebasan pelayaran di sungai-sungai internasional

seluruhnya ditetapkan dalam traktat-traktat di mulai dengan traktat Paris 1814

dan dalam Konvensi 1922 Statuta Definitif Danube disetujui serta dibentuk dua

komisi, masing-masing untuk mengatur pelayaran disebelah atas dan bawah

sungai Danube.

Selanjutnya mengenai selat dasar-dasar yang dipakai adalah sama dengan

dasar-dasar umum yang berlaku untuk perairan teritorial. Selat yang lebarnya

kurang dari 6 mil adalah teritorial, dan apabila selat itu memisahkan dua negara

maka garis pemisah terletak di tengah-tengah selat tersebut. Apabila lebar dari

selat itu lebih 6 mil maka aturan yang dipakai adalah aturan-aturan untuk laut

terbuka

Dalam hal ini ada pengecualian yaitu Selat Juan de Fuka yang mempunyai

lebar kira-kira 15 mil dianggap sebagai daerah teritorial, dan selain ini

memisahkan Kanada dan Amerika Serikat.

Perlintasan inoffrensife mengenai selat yang merupakan perairan

internasional diperkenankan baik bagi kapal niaga maupun bagi kapal-kapal

perang asing. Selat yang menghubungkan dua bagian lautan adalah perairan

internasional, di samping penggunaannya bagi pelayaran internasional. Selat yang

menghubungkan laut lepas dengan teluk teritorial, contoh : Selat Juan De Fuca

tidak dianggap sebagai perairan internasional. Beberapa selat secara istimewa

29
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 143.

Universitas Sumatera Utara


takluk pada aturan-aturan setempat, seperti Selat Bosphorus dan Dardanella sesuai

Montreux Stzaits Convention, 1936. Konvensi ini berusaha mempertemukan

kepentingan-kepentingan negara pantai seperti Turki, dengan negara-negara

maritim asing. Azas umum yang disetujui dalam konvensi itu ialah bahwa

kebebasan pelayaran diperkenankan bagi semua kapal niaga baik diwaktu damai

maupun di waktu perang, dan harus tunduk atas hak-hak Turki untuk melarang

kapal-kapal negara yang berperang dengan Turki. Juga terdapat ketentuan-

ketentuan khusus bagi perlintasan kapal perang asing, misalnya pembatasan

Tonase dan sebagainya “.

Mengenai danau, semua ahli-ahli hukum internasional berpendapat bahwa

danau yang terletak dalam batas-batas wilayah suatu negara adalah merupakan

wilayah perairan dari negara tersebut.

Wilayah perairan yang lain adalah teluk, dimana keadaan hukum dari pada

teluk ini sejak lama telah menjadi persoalan. Sejak dahulu kala Inggeris menuntut

kekuasaan teritorial atas teluk-teluknya di pantai Inggeris dan Scotlandia,

terhitung dari tanjung sampai tanjung. Tuntutan ini akhirnya dilepaskan. Pendapat

sekarang adalah bahwa teluk dapat dipandang sebagai perairan teritorial. Artinya

perairan dalam, jika negara yang bersangkutan melaksanakan kekuasaan di

seluruh pantainya sedang lebarnya tempat masuk tidak melebihi sesuatu angka.

Inilah yang menjadi persoalan. Umumnya orang mengambil sebagai minimum,

jika ini lebih dari 6 mil maka ada aliran yang mengatakan bahwa teluk itu adalah

perairan teritorial jika pintu masuk dapat dikuasai oleh meriam-meriam yang

ditempatkan di kanan kirinya, pendapat ini sudah tentu tidak dapat diterima.

Universitas Sumatera Utara


Pendirian sekarang yang dianut ialah maximal 10 mil, pendirian mana diterima

juga oleh Komisi ke II dari Konfrensi Kodifikasi (1930). Jika lebarnya lebih dari

10 mil, tetapi dimukanya ada pulau-pulau sehingga jarak antara pulau-pulau dan

pantai tidak melebihi 10 mil maka teluk itu dianggap juga perairan teritorial.

Pengukuran garis pangkal teluk, tergantung pada jenis teluk bersangkutan.

Terkait dengan hal ini, ada beberapa macam teluk, yaitu:5

a. Teluk yang seluruh tepinya berada di bawah kedaulatan satu negara.


Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Wilayah, teluk adalah
suatu lekukan pantai yang lebih dari setengah lingkaran garis
tengahnya adalah garis lurus yang ditarik melintasi mulutnya (pasal 7
(2)). Jika lebar mulutnya melebihi 24 mil, maka dapat ditarik garis
pangkal lurus dari garis mulut teluk tersebut, dan perairan yang terletak
di sebelah garis pantai dari garis pangkal lurus adalah perairan
pedalaman, dan laut wilayah dapat ditarik dari garis pangkal lurus
tersebut ke arah laut.
b. Teluk yang tepi-tepinya dimiliki oleh beberapa negara
Teluk jenis ini tidak diatur dalam Konvensi Jenewa 1958 tetapi diatur
oleh hokum kebiasaan internasional. Berdasarkan ketentuan hokum
kebiasaan ini, garis pangkal untuk penentuan laut wilayah diteluk
tersebut biasanya mengikuti arah lekukan pantai kecuali ada
perjanjian-perjanjian lain di antara negara-negara pemilik teluk
tersebut.
c. Teluk Sejarah (historical bays)
Dalam kasus teluk sejarah, ketentuan batas maksimal 24 mil tidak
berlaku. Dalam hal ini beraapun lebar mulut telluk tersebut (kadang-
kadang lebih dari 100 mil) dianggap sebagai milik negara pantai
bersangkutan jika menurut sejarah negara pantai ini telah
memperlakukan teluk sebagai miliknya, atau diletakkan di bawah
kedaulatannya dan telah melaksanakan kedaulatannya secar efektif. Di
antara teluk-teluk sejarah yang terkenal adalah: Chesapeake Bay dan
Delaware Bay di Amerika Serikat, Peter the Great Bay (dekat
Vladivostok di Rusia, Pohay Bay (RRC), Spencer Bay, Shark Bay dan
Vincent Bay (Australia). 30

30
Supardan's Blog, “Hukum Laut Internasional dan Perkembangannya”, Melalui
http://supardanmansyur.blogspot.com/2011/09/hukum-laut-internasional-dan.html, Diakses
tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


Keputusan Mahkamah Internasional ini jelas kelihatan bahwa teluk harus

berada di bawah kekuasaan negara pantai karena berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan intgritas nasional ataupun perdagangan. Hal ini menentukan konsep

teluk-teluk historis yaitu teluk-teluk yang sudah sejak lama dianggap sebagai

wilayah teritorial dari suatu negara dan diakui oleh negara-negara lainnya.

Di samping hal-hal tersebut di atas terdapat lagi suatu wilayah yang

merupakan wilayah perairan suatu negara, wilayah ini disebut dengan laut

teritorial yaitu daerah laut dengan luas yang tertentu dan berbatasan langsung

dengan daratan.

Mengenai luas dari laut teritorial banyak terjadi ketidaksamaan pandangan

di antara negara-negara. Pada mulanya banyak negara-negara yang mengkalim

jarak 3 mil di hitung dari garis pantai menjadi wilayah teritorialnya. Jarak 3 mil

ini berasal dari sarjana hukum internasional bahwa negara-negara pantai hanya

dapat menguasai perairan sejauh tembakan meriam, dan jatuhnya tembakan

meriam pada waktu itu hanya berkisar 3 mil.

Pendapat ini sekarang tidak diikuti lagi oleh banyak negara disebabkan

oleh perkembangan kemajuan teknologi. Indonesia pada saat sekarang ini

mengkalim jarak 12 mil dan ini diakui oleh Konvensi Hukum Laut III Tahun 1982

yang dalam Pasal 3 dari Konvensi tersebut menyatakan bahwa setiap negara

berhak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak

melebihi 12 mil.

Apabila kita perhatikan redaksi Pasal 3 ini maka terlihatlah bahwa pasal

ini bukanlah bermaksud menetapkan batas laut teritorial yaitu 12 mil atau kurang

Universitas Sumatera Utara


dari 12 mil, tetapi maksimum adalah 12 mil. Walaupun demikian setidaknya telah

terdapat kepastian hukum mengenai lebar laut teritorial ini sehingga telah

mempunyai kekuatan secara hukum internasional.

Selanjutnya disamping laut teritorial ini juga termasuk menjadi wilayah

dari suatu negara tanah yang berada dibawah laut yaitu Continental Shelf

(landasan benua). Yang dimaksud dengan Continental Shelf ini adalah lanjutan

dari daerah Continental dibawah laut sampai pinggir Continental plateau. Karena

batas ini tidak sama di bawah permukaan air maka umumnya dalamnya diambil

rata-rata 200m di bawah permukaan air.

Mengenai batas dari Continental Shelf ini oleh konvensi laut yang ke 3

telah ditetapkan bahwa Continental Shelf tidak lagi diukur berdasarkan kedalaman

yaitu 200 mil seperti yang diatur oleh Konvensi Hukum Laut II tahun 1954, akan

tetapi diukur sejauh 200 mil dan boleh jauh lagi akan tetapi tidak boleh melebihi

batas 350 mil (Pasal 76 ayat 6). Dengan demikian pengukurannya tidak lagi

berdasarkan kedalaman akan tetapi berdasarkan jarak dari pinggir pantai.

Dengan memperhatikan penjelasan-penjelasan seperti yang telah

dikemukakan diatas, maka secara yuridis laut dapat dilihat secara horizontal dan

secara vertikal. Jika laut dilihat secara horizontal, yaitu dengan menganalisa dari

darat secara mendatar sampai ketengah laut, maka kedudukan dari hukum laut

tersebut dapatlah dibagi menjadi Perairan perdalaman (Internal Waters), laut

wilayah (teritorial Seas), dan laut bebas (high seas). Sebaliknya jika laut tersebut

dianalisa secara vertikal, maka kedudukan hukumnya dapatlah dibicarakan dari

segi: udaranya (air space), airnya (water colomn) dan daerah dasar laut dan tanah

Universitas Sumatera Utara


dibawahnya (Seabed and subsoil).

Perlunya pembagian tersebut untuk lebih menentukan wilayah perairan

suatu negara dan hubungannya dengan batas-batas serta yuridiksi suatu negara

terhadap wilayahnya. Sebagaimana diketahui bahwa pengertian perairan

pedalaman ini termasuk pula danau-danau, sungai-sungai, teluk-teluk, dan laut

pedalaman yaitu laut-laut yang menjadi terkurung oleh selat-selat tersebut.

Sedangkan laut wilayah adalah lajur laut yang terletak disebelah luar dari perairan

pedalaman.

ad. c. Wilayah Udara.

Wilayah udara suatu negara adalah ruang udara yang ada di atas wilayah

daratan, wilayah laut pedalaman, laut teritorial dan juga wilayah laut negara

kepulauan. Kedaulatan negara di ruang udaranya berdasarkan adagium Romawi

adalah sampai ketinggian tidak terbatas (cujus est olum eust ad coelum). Prinsip

sampai ketinggian tidak terbatas ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi seiring

dengan kemajuan teknologi seperti peluncuran dan penempatan satelit di ruang

angkasa. Peluncuran pesawat ruang angkasa yang melintasi ruang udara suatu

negara tidak pernah minta izin dari negara yang bersangkutan demikian pula

penempatannya pada orbit tertentu. Namun demikian sampai pada ketinggian

berapa kedaulatan negara atas ruang udaranya belum ada kesepakatan. 31

Di atas kapal-kapal atau di tempat-tempat perwakilan diplomatik tersebut

berlaku hukum dari negar yang memiliki kapal atau daerah perwakilan diplomatik

31
Sefriani, Op.Cit, hal. 224.

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Dan ditempat itu negara-negara itu bebas mengibarkan benderanya

sebagai lambang dari kedaulatannya ditempat tersebut.

Seperti telah diuraikan diatas yang termasuk wilayah suatu negara terdiri

dari wilayah darat, wilayah perairan dan wilayah udara. Walaupun demikian

tindakan semua negara memiliki ketiga unsur tersebut, misalnya ada negara yang

tidak mempunyai wilayah perairan yang disebut dengan “Landlocket Countries”,

seperti antara lain : Cekoslovakia, Hongaria,Laos, Loxembourg, San Marino,

Swiss, Bolovia dan lainnya.

Wilayah selain berfungsi sebagai unsur yang essensial dari suatu negara,

juga dapat berfungsi sebagai tapal batas dengan negara lain. Tapal batas ini

merupkan salah satu manifestasi penting dalam kedaulatan teritorial negara,

“perbatasan bukan hanya suatu garis imagener dipermukaan bumi melainkan

suatu garis yang memisahkan satu daerah lainnya”.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pada hakekatnya garis perbatasan,


merupakan tempat kedudukan (BLD. Meetkundige plaatsen) dari pada titik-
titik yang memisahkan suatu wilayah kedalam dua rejim hukum yang
berbeda. Perbatasan mempunyai sifat ganda, artinya bahwa garis batas
mengukat dua belah pihak pada sebelah menyebelah perbatasan. Perubahan
atas garis batas akan mempengaruhi sekaligus dua pihak, oleh karenanya
garis batas adalah milik bersama (Res Comunis). 32

Penjelasan yang telah dikemukakan diatas terlihat betapa pentingnya

penentuan tapal batas diantara negara-negara karena perbatasan itu memisahkan

suatu kedalam rejin-rejin hukum yang berbeda maka unsur terpenting dalam

menentukan tapal batas adalah kepastian hukum. Kepastian hukum ini memcakup

dua hal yakni peraturannya serta kedudukan fisik dari pada tapal batas tersebut

32
Junaidi Syahputra, Op.Cit, hal. 34.

Universitas Sumatera Utara


yaitu jelas tegas (tidak meragukan) serta dapat di ukur.

Keragu-raguan terhadap suatu tapal batas dapat terjadi karena dua hal

yaitu tidak tegangnya isi perjanjian yang dengan kenyataan dilapangan, ini dapat

menyebabkan munculnya berbagai masalah dikemudian dari.

Wilayah teritorial perbatasan merupakan manivestasi dari kedaulatan suatu

wilayah, baik itu wilayah negara, maupun wilayah yang cakupannya lebih sempit.

Karena pada dasarnya, eksistensi suatu wilayah teritorial dapat ditunjukkan

dengan bagaimana negara wilayah tersebut menata dan mengelola

perbatasannya 33.

Menurut pendapat ahli geografi pengertian perbatasan dapat dibedakan

menjadi 2 (dua), yaitu boundaries dan frontier. Kedua definisi ini mempunyai arti

dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai

nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan disebut frontier

karena posisinya yang terletak di depan (front) atau di belakang (hinterland) dari

suatu negara. 34

Mengingat betapa pentingnya penentuan garis perbatasan ini dalam hukum

internasional ada dikenal dalam dua bentuk perbatasan yaitu perbatasan “alam”

dan perbatasan buatan. Yang dimaksud dengan perbatasan alam ialah terdiri

dari pegunungan-pegunungan, sungai, pantai, hutan, danau dan gurun pasir. dalam

arti politis “perbatasan alam” luas maknanya yaitu sebagai garis yang ditentukan

oleh alam, garis mana memperluas atau membatasi kedaulatan negara.

33
Suryo Sakti Hadiwijoyo, 2011, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum
Internasional.Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 68.
34
Ibid., hal. 63.

Universitas Sumatera Utara


Perbatasan buatan dapat terdiri dari tanda-tanda yang diadakan dengan

sengaja untuk menunjukkan garis perbatasan yang imaginer atau dengan garis

bujur atau dengan garis lintang.

Selanjutnya bagaimana menentukan garis yang membatasi atau garis batas

yang membagi suatu negara dengan negara lain, misalnya garis batas itu sungai

dalam Traktat perdamaian 1919-1920 telah ditentukan bahwa wilayah itu tidak

dapat dilayari, maka garis perbatasan terletak ditengah sungai atau pada

pembengkokan utama sungai jika bengkokan itu meliputi kedua tepi sungai.

Namun sebaliknya jika sungai dapat dilayari, maka garis perbatasan terletak pada

garis tengah dari saluran yang paling dalam yang dapat dilayari, secara teknis

disebut Thalweg. Thalweg secara linguistik berasal dari bahasa Jerman, Thal

berarti lembah atau valley sedang weg berarti jalan, sedang Thalweg kurang lebih

berarti jalan lembah. 35

Kaedah Hukum Thalweg ini dalam praktek telah dipergunakan dalam

perjanjian perbatasan antara Belanda dan Inggeris pada tahun 1895 di daratan

Irian yang telah dipertegas oleh perjanjian perbetasan Indonesia – Papua New

Guinea pada tahun 1973, yang melibatkan sungai Fli. Dalam perjanjian 1895

disebutkan From that point the water way (Thalweg) of the fly river forms the

boundary. Menurut perjanjian tahun 1973 “ to the point of the most : northerly

inter section with the waterway (Thalweg) the fly river. Kemudian kaedah hukum

Thalweg ini juga dipergunakan dalam perjanjian perbatasan antara Amerika

dengan Canada pada tahun 1908 yang melibatkan Sungai St, Croix. Perjanjian

35
Junaidi Syahputra, Op.Cit., hal. 35.

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian perbatasan tersebut menyebutkan : “ The line should follow the centre

of the main channel of Thalweg as naturally existing“.

Danau dan perairan-perairan tertutup oleh darat, maka garis perbatasan

bergantung pada bentuk dan penggunaan danau dan perairan itu. Dan penggunaan

danau dan perairan itu. Dan pada umumnya garis tengah menjadi garis perbatasan.

Kemudian apabila perbatasan itu merupakan perbatasan buatan, seperti

misalnya perbatasan antara Republik Indonesia dengan Kalimantan Utara, maka

garis yang membatasi kedua negara itu adalah tanda-tanda berupa pancang-

pancang.

Dalam menentukan garis perbatasan ini sering kali terjadi persengketaan-

persengketaan internasional, hal ini disebabkan karena atau bersumber pada

keadaan tapal batas yang tidak jelas yang diakibatkan peninggalan pemerintah

kolonial. Misalnya sengketa perbatasan India dan RRC terjadi karena yang

tersebut belakangan tidak menerima garis MC. Mahon yang ditetapkan dalam

perjanjian SIMLA sebagai penyelesaian final. USSR dan RRC bersengketa karena

tidak ada kesepakatan tentang batas alam yang ditetapkan (Sungai Ussuri).

Sengketa antara Kamboja dan Muangthai diselesaikan oleh Mahkamah

Internasional dalam keputusannya mengenai Perkara Candi Preah Vihar. 36

Selain itu apabila suatu negara mempunyai wilayah laut bagaimana cara

menentukan garis perbatasannya dengan negara lain. Seperti yang telah

dikemukakan bahwa kedudukan hukum dari wilayah laut tersebut dapat dibagi

menjadi perairan pedalaman (internal waters), laut wilayah (teritorial seas) dan

36
Ibid., hal. 36.

Universitas Sumatera Utara


laut bebas. Mengenai perairan pedalaman termasuk pula danau-danau, sungai-

sungai, teluk-teluk. Untuk menentukan tapal batas wilayah suatu negara adalah

garis tengahnya, dan mengenai laut wilayahnya adalah di dalam Konvensi Jenewa

1958 tidak ditetapkan berapa lebar laut wilayah dari suatu negara. Tetapi ada

ketentaun pasal dari kovensi itu, laut wilayah ini dapat diukur dari garis air rendah

di sepanjang pantai ataupun dari garis-garis dasar yang lurus (straight baseline)

yang ditarik dengan cara-cara yang telah ditentukan tersebut.

Sementara itu dengan telah disetujuinya Konvensi Hukum Laut III Tahun

1982, maka dengan sendirinya mengenai ketentuan-ketentuan dalam bidang

hukum laut konvensi inilah yang dipergunakan, dimana untuk mengatur garis

pangkal laut teritorial ini ditetapkan dengan dua cara yaitu :

a. Dengan normal baseline yang diatur dalam Pasal 5 yaitu lebar laut teritorial itu

dikur dari garis air di waktu surut.

b. Dengan cara straight baseline yang diatur dalam Pasal 7 yaitu garis pangkal

lurus yang menghubungkan dua titik dari ujung ke ujung, sebagai cara

penarikan garis pangkal yang dapat dilakukan dalam keadaan tertentu.

2. Suksesi Negara

Suksesi Negara didefinisikan sebagai Pengalihan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada

negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain. Suksesi negara terjadi karena adanya

latar belakang yaitu adanya perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian

kedaulatan atas bagian-bagian wilayahnya negara yang bersangkutan. Jadi,

Suksesi negara ini berawal dari adanya kondisi perubahan pada negara yang

Universitas Sumatera Utara


bersangkutan. 37

Menurut Pasal 2 Konvensi Wina mengenai suksesi negara berkaitan

dengan Harta Benda, Arsip-Arsip dan Utang-Utang negara tanggal 7 April 1983,

Suksesi negara Didefinisikan sebagai “Penggantian kedudukan satu negara oleh

negara lainnya dalam hal tanggung jawab bagi hubungan-hubungan internasional

wilayah itu”. 38

Suksesi Pemerintahan lebih cenderung berdasarkan permasalahan-

permasalahan internal. Secara garis besar pengertian Suksesi negara dan suksesi

Pemerintahan tidak jauh berbeda, hanya saja suksesi Pemerintahan, terjadi melaui

proses konstitusional atau proses revolusi. Pemerintah yang baru memegang

kendali pemerintahan.

Persoalan-persoalan Internasional yang berkenaan dengan masalah suksesi

ini adalah sebagai berikut :

a. Sampai sejauh mana hak-hak dan kewajiban negara atau pemerintahan yang

digantikan akan terhapus.

b. Sampai sejauh mana Negara atau Pemerintahan yang diserahi seluruh atau

sebagian kedaulatan tersebut, berhak atas hak-hak atau tunduk pada

kewajiban-kewajiban demikian.

Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yakni :

a. Tanpa kekerasan. Dalam hal ini yang terjadi adalah perubahan wilayah secara

damai. Misalnya beberapa negara secara sukarela menyatakan bergabung

37
The Angga Fantasy, Op.Cit.
38
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


dengan suatu negara lain dan menjadi bagian daripadanya. Atau sebaliknya,

suatu negara tanpa melalui kekerasan (misalnya perang saudara) secara

sukarela memecah dirinya menjadi beberapa negara yang masing-masing

berdiri sendiri.

b. Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi negara yang melalui kekerasan

dapat berupa perang ataupun revolusi.

B. Akibat Suksesi Negara

Suksesi negara biasanya membawa beberapa implikasi yang sering terjadi

dalam masyarakat internasional, yaitu:

1. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara pengganti.

2. Keterikatan negara pengganti pada perjanjian interna-sional maupun kontrak

yang dibuat oleh negara pendahulu dan eksistensi berlakunya perjanjian antara

negara pendahulu dengan negara ketiga;

3. Nasionalitas;

4. Segala sesuatu yang berkaitan dengan hak milik, termasuk dana negara dan

arsip negara;

5. Tanggung jawab negara pengganti atas hutang negara pendahulu. 39

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu bentuk

implikasi dari terjadinya suksesi negara adalah mengenai sejauh mana keterikatan

negara pengganti pada perjanjian internasional maupun kontrak yang dibuat oleh

39
El Hikmah.com, “Timor Gap Treaty 1989 dan Implikasinya bagi Timor Timur”,
http://hanunghisbullahhamda.blogspot.com/2011/04/timor-gap-treaty-1989-dan-
implikasinya.html, Diakses tanggal 29 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


negara pendahulu dan eksistensi berlakunya perjanjian antara negara pendahulu

dengan negara ketiga.

Terdapat dua pendapat yang dapat dikemukakan mengenai keterikatan

negara pengganti terhadap kontrak-kontrak atau perjanjian-perjanjian

internasional dalam terjadinya suksesi negara.

1. Kewajiban-kewajiban kontraktual dengan negara ketiga atau dengan warga

negara sendiri, seperti konsesi untuk tambang atau kereta api pada umumnya

diterima negara pengganti.

2. Negara pengganti dapat mengahapuskan atau mengubah kewajibannya

terhadap kontrak tersebut dengan memperhitungkan hak ganti rugi bagi

pemilik konsesi. 40

Berbeda dengan itu, Boer Mauna mengemukakan pendapatnya dengan

mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang mencerminkan prinsip-prinsip yang

berlaku dalam hukum kebiasaan dan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam

konvensi.

1. Menurut hukum kebiasaan internasional; bahwa di dalam praktek

internasional telah diterima sebuah prinsip tidak dapat dipindahkannya

perjanjian-perjanjian politik, seperti perjanjian-perjanjian aliansi militer,

konvensi-konvensi mengenai status netralitas atau mengenai bantuan timbal

balik dua negara. Dengan kata lain, perjanjian atau kontrak politik yang telah

dibuat oleh negara lama dengan negara lain tidak beralih kepada negara baru

karena terjadinya suksesi negara. Sebaliknya, sejumlah perjanjian

40
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


internasional yang dianggap mempunyai nilai hukum kebiasaan, tetap berlaku

terhadap negara baru. Sebagai contoh perjanjian-perjanjian territorial yang

berkaitan dengan penetapan tapal batas atau jalur komunikasi.

Selain itu, perjanjian-perjanjian yang dibuat untuk kepentingan umum

masarakat internasional, yang biasanya disebut law making treaty dapat

dipindahkan dari negara sebelumnya kepada negara pengganti atau negara

baru.

2. Menurut konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara; bahwa pada prinsipnya

konvensi Wina 1978 mengkodifikasikan sebagian besar dari prinsip-prinsip

hukum kebiasaan (vide : Pasal 11 dan 12 Konvensi Wina 1978). Bahwa

pemisahan tidak merubah tapal batas dan status teritorial lainnya. Sebaliknya

Konvensi Wina 1978 memberikan kebebasan kepada negara-negara yang baru

merdeka untuk terikat atau tidak terikat terhadap kewajiban-kewajiban

konvensional yang dibuat oleh negara sebelumnya, dengan lebih memberikan

solusi kepada negara baru untuk tidak terikat pada konvensi-konvensi tersebut.

Dengan demikian maka konvensi-konvensi multilateral secara prinsip tidak

dapat dipindahkan kepada negara baru, kecuali negara baru tersebut

menghendakinya. 41

C. Sekilas Sejarah Timor Leste

Republik Demokratik Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa'e), yang

sebelum merdeka bernama Timor Timur, adalah sebuah negara kecil di sebelah

41
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga

meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan enklave Oecussi-Ambeno di

Timor Barat. 42

Timor Leste dulu adalah salah satu provinsi di Indonesia, Timor Leste

secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Sebelumnya bernama Provinsi

Timor Timur, ketika menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai

nama Portugis "Timor Leste" sebagai nama resmi negara mereka.

Adapun sejarah dari Timor Leste adalah:

1. Abad ke-16: Kedatangan kaum Portugis

2. 1902: Pembagian Timor antara kaum Portugis dan Belanda secara definitif

3. 1975: Timor Portugis ditelantarkan Portugal yang dilanda Revolusi Anyelir

4. 1976: Bergabung dengan Indonesia, menjadi Provinsi Timor Timur

5. 1976 - 1980: Perang saudara; konon sekitar 100.000 - 250.000 orang tewas

6. 1991: Insiden Santa Cruz

7. 1999: Referendum pemisahan diri Timor Timur diizinkan presiden B. J.

Habibie

8. 1999: Kerusuhan besar-besaran antara pro dan anti-kemerdekaan dan

pengungsian warga Timor Timur

9. 2002: Terbentuknya negara Timor Leste

10. 2006: Sepertiga mantan tentara nasional Timor Leste memberontak menuntut

keadilan; pecah konflik antara pihak polisi yang mendukung pemerintah

42
Wikipedia Indonesia, “Timor Leste”, http://id.wikipedia.org/wiki/Timor_Leste, Diakses
tanggal 28 Pebruari 2014..

Universitas Sumatera Utara


dengan pihak militer. 43

Kepala Negara Republik Timor Leste adalah seorang presiden, yang

dipilih secara langsung dengan masa bakti selama 5 tahun. Meskipun fungsinya

hanya seremonial saja, ia juga memiliki hak veto undang-undang. Perdana

Menteri dipilih dari pemilihan multi partai dan diangkat/ditunjuk dari partai

mayoritas sebuah koalisi mayoritas. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana

Menteri mengepalai Dewan Menteri atau Kabinet dalam Kabinet Pemerintahan.

Parlemen Timor Leste hanya terdiri dari satu kamar saja dan disebut

Parlamento Nacional. Anggotanya dipilih untuk masa jabatan selama lima tahun.

Jumlah kursi di parlemen antara 52 dan 65 tetapi saat ini berjumlah 65. Undang-

Undang Dasar Timor Leste didasarkan konstitusi Portugal. Angkatan Bersenjata

Timor Leste adalah FALINTIL-FDTL (F-FDTL), sedangkan angkatan

kepolisiannya adalah PNTL (Polícia Nacional Timor-Leste).

43
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP

NEGARA INDONESIA

A. Yurisdiksi / Kedaulatan Negara Terhadap Suatu Wilayah

Yurisdiksi/kedaulatan negara atas wilayah dipandang dan

diinterprestasikan di dalam hukum Romawi sebagai milik. Di dalam praktek

internasional adanya kaitan yang erat antara kedaulatan (sovereignty) dan milik

(property) dipakai menetapkan keabsahan dari hak suatu negara terhadap wilayah

tertentu dan rakyatnya. Dalam aspek hukumnya kedaulatan meliputi suatu

konsepsi yang lebih luas dan fundamentil yakni : hak berdasarkan hukum dan hak

yang melekat pada seseorang raja atau bangsa atas suatu wilayah.

Parthiana sebagaimana dikutip oleh Suryo Sakti Hadiwijoyo mengatakan

kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan yang tertinggi yang mutlak, utuh

dan bulat dan tidak dapat dibagi-bagi dan oleh karena itu tidak dapat ditempatkan

di bawah kekuasan lain. 44

Mochtar Kusumaatmadja sebagaimana dikutip oleh Suryo Sakti

Hadiwijoyo mengatakan bahwa kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki

dari negara, dimana negara tersebut berdaulat, tetapi mempunyai batas-batasnya

yaitu ruang berlakunya kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas-batas wilayah

negara itu, di luar wilayahnya negara tersebut tidak lagi memiliki kekuasaan

demikian. Berkenaan dengan hal tersebut, kedaulatan tidak dipandang sebagai

44
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Op.Cit. hal. 41.

39

Universitas Sumatera Utara


sesuatu yang bulat dan utuh, melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tunduk

pada pembatasan-pembatasan yang berupa hukum internasional maupun

kedaulatan dari sesama negara lainnya. Dengan demikian suatu negara yang

berdaulat tetap saja tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar

atau merugikan kedaulatan negara lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka

dapat dikatakan pula bahwa pada masa kini kedaulatan negara merupakan sisa

dari kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan melalui hukum

internasional. 45

Namun demikian suatu negara mempunyai kekuatan untuk menjalankan

jurisdiksinya di dalam wilayahnya sendiri. Jurisdiksi tersebut antara lain meliputi :

a. Yurisdiksi teritorial.

Yurisdiksi teritorial adalah yurisdiksi suatu negara untuk megatur,

menerapkan dan memaksakan hukum nasional negara tersebut terhadap segala

sesuatu yang terjadi dalam lingkup wilayah negara bersangkutan.

b. Yurisdiksiquasi teritorial.

Yurisdiksi ini disebut dengan quasi teritorial karena ruang atau tempat dimana

yurisdiksi negara tersebut diterapkan, sebenarnya bukanlah wilayah negara.

c. Yurisdiksi ekstrateritorial.

Kepentingan suatu negara tidak hanya cukup di dalam batas-batas wilayahnya

atau pada area di dekat wilayahnya, akan tetapi dapat juga meluas sampai pada

area yang jauh di luarnya.

45
Ibid., hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


d. Yurisdiksi Universal.

Yurisdiksi universal merupakan yurisdiksi negara yang tidak semata-mata

didasarkan pada tempat, waktu maupun pelaku dari peristiwa hukum tersebut,

akan tetapi lebih dititikberatkan pada kepentingan umat manusia yang

universal.

e. Yurisdiksi eksklusif.

Yurisdiksi eksklusif muncul sebagai akibat adanya keinginan dari kemampuan

negara-negara untuk mengeksploitasi dasar laut dan tanah di bawahnya serta

mengeksploitasi sumber daya alamnya. 46

B. Aset-Aset Indonesia di Timor Leste

Indonesia masih memiliki aset di Timor Leste, walau negara itu sudah

merdeka dari Begara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak pemerintah

Indonesia mengajukan permohonan pengembalian asset Warga Negara Indonesia

(WNI) di Timor Leste pada tahun 2004 lalu, hingga kini belum sepenuhnya

selesai diproses.

Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemlu, Muhammad Anshor

menyatakan, sebanyak 11.000 klaim resmi pemerintah Indonesia kepada pihak

Timor Leste hingga saat ini belum berhasil diselesaikan.

Menurut Muhamad Anshor hal ini dikarenakan Timor Leste belum

menyelesaian pembuatan UU pertanahan nasionalnya yang dijadikan sebagai

rujukan dari pengembalian asset WNI di Timor Leste.

46
Ibid., hal. 55-59.

Universitas Sumatera Utara


Asset individu ini masih diurusi dan memang perkembangannya baru 2 tahun

yang lalu disepakati terbentuknya working group Technical Sub Committee (TSC)

mengenai asset untuk mencari jalan keluar penyelesaian masalah ini, sejauh ini

belum ada kemajaun karena pemerintah Timor Leste masih memiliki kendala

yaitu belum diselesaikannya UU pertanahan nasional Timor Leste yang menjadi

rujukan dalam pembahasan masalah ini.

Hanya asset milik warga eks timor Leste saja yang dapat dikembalikan

oleh pemerintah Timor Leste. Sementara untuk asset milik pemerintah, negara,

termasuk BUMN sesuai hukum Internasional asset tersebut secara otomatis

langsung dimiliki oleh Timor Leste.

C. Keberadaan Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah

Pemisahan

Sewaktu Timor Leste menyatakan perpisahannya dari RI, masalah yang

segera timbul adalah bagaimanakah status hukum aset-aset pemerintah RI yang

ada di dalam wilayah negara tersebut. Pendirian RI dan Timor Leste berbeda. RI

berpendapat bahwa aset-asetnya di wilayah itu tidak secara otomatis beralih, tetapi

status tersebut harus atau tunduk kepada aturan-aturan hukum internasional yang

berlaku.

Sebaliknya Timor Leste berpendapat bahwa aset tersebut adalah milik

negaranya sesuai dengan Konstitusinya. Sudah diakui umum, suksesi terhadap

harta benda (aset) publik dari negara yang diambil alih adalah suatu prinsip

hukum kebiasaan internasional. Praktek negara-negara mengakui suksesi negara

Universitas Sumatera Utara


baru terhadap aset atau harta kekayaan milik negara sebelumnya. 47

Sarjana terkemuka yang memiliki otoritas di bidang kajian ini, yakni D.P.

O'Connell, mengemukakan bahwa negara pengganti (successor state) memiliki

hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari hak milik dari negara yang

digantikannya. 48

Konvensi Wina 1983 tidak membedakan harta benda publik dan privat.

Konvensi lebih menekankan kepada perlakuan yang seragam dari harta benda

negara (State property). Tampaknya yang menjadi alasan Konvensi untuk tidak

memberikan pembedaan ini karena tidak adanya kriteria dalam hukum kebiasaan

internasional mengenai pengertian harta negara ini. 49

Berdasarkan Konvensi 1983, harta benda negara (State property) adalah

"property, rights and interests (in a legal sense) which, at the date of the

succession of State, were owned by that State." Dengan kata lain, harta benda

negara adalah harta benda, hak dan kepentingan (dalam arti hukum) yang dimiliki

oleh negara pada waktu terjadinya suksesi negara. 50

Dalam hal negara pengganti (succession States) tersebut bukan suatu

negara baru merdeka, maka para negara akan berupaya mencari kesepakatan

(agreement). Manakala para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pada

prinsipnya benda-benda bergerak yang berada di dalam wilayah negara pengganti

beralih kepada negara tersebut.

47
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 5.
48
Ibid., hal. 6.
49
Ibid.
50
Blogspot.com, “Perspektif Hukum International Mengenai Suksesi Negara Dalam
Menginterpretasi Kasus Timor-Timur”, http://el-ridho-el.blogspot.com/2009/03/perspektif-
hukum-international-mengenai.html, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014..

Universitas Sumatera Utara


Pasal 17 (1) (b) Konvensi 1983 menjelaskan lebih lanjut bahwa harta

benda bergerak yang beralih tersebut adalah harta benda yang ada kaitannya

dengan kegiatan negara yang diganti (lama) di wilayah yang sekarang menjadi

milik negara pengganti. Tidak termasuk dalam hal ini adalah harta benda yang

diperoleh oleh negara yang digantikan sebelum, misalnya, terjadinya kolonisasi

atas wilayah yang sekarang menjadi negara pengganti (baru). Sedangkan harta

benda bergerak lainnya di mana suatu bagian wilayah terpisah harus dibagi

berdasarkan pembagian yang adil (equitable proportion). 51

Namun dalam hal negara pengganti adalah suatu negara yang baru

merdeka (newly independent State), maka kesepakatan di antara para pihak tidak

diperlukan (Pasal 15 (1) (b)). Demikian pula negara baru merdeka ini juga

mewarisi harta benda bergerak yang semula "milik" wilayah yang sekarang

menjadi negara baru meredeka selama jangka waktu wilayah tersebut masih

dimiliki negara lama.

Ketentuan yang sama juga berlaku terhadap harta benda bergerak yang

semula dimiliki atau dibentuk oleh wilayah yang sekarang merdeka.

Dari uraian di atas tampak bahwa Konvensi internasional memberi hak

kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim dirinya sebagai pemilik baru

atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste sebagai negara baru merdeka

menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada di sana.

Pada umumnya, negara-negara mempunyai hukum nasional-nya yang

mengatur masalah suksesi negara ini. Hukum nasional Timor Leste telah

51
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 6-7.

Universitas Sumatera Utara


dikemukakan di atas. Hukum Indonesia mengatur suksesi negara dalam Undang-

Undang Nomor 24 tahun 2000 mengenai Perjanjian Internasional. Namun UU ini

hanya mengatur suksesi negara dalam kaitannya dengan status hukum perjanjian

internasional di negara baru (pasal 20). RI tidak punya aturan susesi negara

mengenai status aset negara di suatu wilayah negara baru.

Contoh lain sebagai perbandingan adalah hukum Amerika Serikat (AS).

Pengaturan Suksesi Negara dalam hukum AS terdapat dalam the Foreign

Relations Law. Menurut Section 209 UU ini, "Subject to agreement between the

predecessor and successor states, title to state property passes as follows: ... (c)

where part of a state becomes a separate state, property of the predecessor state

located in the territory of the new state passes to the new state." 52

Hukum Amerika Serikat tersebut tampak senada dengan hukum nasional

(Konstitusi) Timor Leste. Namun yang menarik dari hukum AS ini adalah bahwa

kepemilikan tersebut akan beralih apabila ada kesepakatan di antara para pihak.

Artinya, ia tidak beralih secara otomatis. 53

Dari ulasan di atas, tampak ada persamaan berikut. Aset negara lama (RI)

yang terdapat di dalam wilayah negara yang baru merdeka pada prinsipnya beralih

menjadi milik negara yang baru merdeka. Ketentuan ini ditegaskan dalam

Konvensi Wina 1983, hukum AS dan hukum Timor Leste.

Permasalahannya adalah, apakah Konvensi Wina 1983 bersifat mengikat,

dan, apakah hukum nasional dapat dipakai sebagai pedoman dalam sengketa

52
Ibid., hal. 7-8.
53
Ibid., hal. 8.

Universitas Sumatera Utara


sekarang ini.

Pertama, Konvensi 1983 pada prinsipnya tidak berlaku terhadap Indonesia

karena Indonesia tidak meratifikasinya. Meskipun demikian, Konvensi 1983 dapat

berfungsi atau dianggap sebagai sumber hukum berupa doktrin. Dalam hal ini

ketentuan dalam Konvensi 1983 adalah hasil dari pendapat dari para ahli hukum

internasional terkemuka (para anggota ILC).

Kedua, status hukum nasional yang mengatur masalah suksesi negara.

Hukum nasional Timor Leste dan hukum AS sudah barang tentu tidak berlaku

keluar atau mengikat pihak lainnya. Hukum nasional tersebut tidak mengikat RI. 54

Namun demikian, apabila dilihat seksama, tampak bahwa bunyi ketentuan

mengenai suksesi negara antara hukum nasional (Konstitusi Timor Leste) dengan

hukum internasional tidak jauh beda. Artinya, klaim pemerintah Timor Leste

terhadap aset negara RI memiliki dasar hukum yang cukup kuat.

Masalah hukum lain yang mendapat sorotan di tanah air adalah status

Perjanjian Timor Gap (Timor Gap Treaty) antara RI dan Australia. Masalah

hukum yang lahir adalah:

1. Apakah Perjanjian Timor Gap masih berlaku setelah Timor Timur lepas dari

wilayah RI, dan

2. Kalau jawaban pertanyaan 1) di atas adalah negatif, apakah Timor Barat

mempunyai hak atas sumber daya alam di landas kontinen di wilayah Timor

Gap berdasarkan hukum internasional, khususnya Konvensi Hukum Laut

54
Blogspot.com, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara


1982. 55

Perjanjian Timor Gap mengikat Indonesia setelah diundangkan dengan

Undang-Undang No. 1 tahun 1991. Perjanjian ini merupakan pengaturan

sementara antara RI – Australia yang ditempuh mengingat upaya kedua negara

dalam menetapkan garis batas landas kontinennya di wilayah Timor Gap gagal

meskipun perundingan untuk itu telah berlangsung cukup lama (sekitar 10 tahun).

Kendala utamanya adalah perbedaan pandangan para pihak mengenai

prinsip hukum yang diterapkan di Timor Gap dan mengenai situasi geomorfologis

landas kontinen di wilayah Timor Gap. Daripada masalah penetapan garis batas

berlarut-larut, kedua pihak sepakat untuk mengadakan pengaturan sementara.

Pengaturan sementara ini sesuai dengan ketentuan Pasal 83 ayat 3 Konvensi

Hukum Laut 1982 yang antara lain menyatakan: “Pending agreement as provided

for in paragraph 1, the Sates concerned, in a spirit of understanding and

cooperation, shall make every effort to enter into provisional arrangements of a

practical nature and, during this transitional period, not to jeopardize or hamper

the reaching of the final agreement. Such arrangements shall be without prejudice

to the final delimitation ... “ 56

Wilayah yang menjadi sengketa dibagi ke dalam tiga zona, yakni zona A,

B, dan C. Zona A adalah wilayah tumpang tumpang tindih (overlapping) atau

daerah sengketa (disputed area). Di zona ini kedua pihak sepakat untuk membagi

keuntungan “fifty-fifty”.

55
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 9.
56
Ibid., hal. 9.

Universitas Sumatera Utara


Zona ini adalah daerah landas kontinen yang di Selatan dibatasi oleh klaim

maksimum Indonesia (median line), dan di utara dibatasi oleh klaim maksimum

Australia (di Palung Timor atau Timor Trough). Berdasarkan Konvensi Hukum

Laut 1982, dan sesuai dengan praktek negara, negara-negara yang bersangkutan

dapat membuat perjanjian untuk menjadikan disputed area tersebut sebagai joint

development zone atau zona pengembangan bersama dengan pembagian

keuntungan “fifty-fifty”. 57

Zona B adalah zona di mana Indonesia menuntut bagian dari keuntungan

yang diperoleh Australia atas daerah landas kontinen yang memang berada di

bawah yurisdiksi Australia karena terletak di luar batas klaim maksimal Indonesia

(terletak di sebelah selatan median line). Hal ini dimaksudkan untuk kompensasi

bagi garis batas landas kontinen berdasarkan Perjanjian tahun 1972 yang kurang

menguntungkan Indonesia (terlalu dekat dengan pantai Indonesia). Sebabnya

adalah ketentuan hukum laut yang berlaku waktu itu kurang menguntungkan

Indonesia. Karena itu, Zona B merupakan keuntungan tambahan bagi Indonesia

karena di samping memperoleh separuh dari hasil di Zona A, Indonesia

memperoleh 16% dari hasil yang diperoleh Australia di daerah yang seharusnya

merupakan daerah yurisdiksi eksklusif Australia.

Indonesia mengenai Zona B tersebut dapat menerima usulan, dan atas

dasar permintaan Australia untuk keseimbangan, Australia menuntut agar ada

daerah kecil di sebelah utara klaim maksimal Australia (di utara Palung Timor) di

mana Australia akan “memperoleh” 10% dari “keuntungan” di daerah tersebut,

57
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


yang kemudian dinamakan Zona C yang sejak semula sudah diketahui oleh kedua

belah pihak sebagai daerah yang tidak prospektif. Jadi sebenarnya Zona C

ditetapkan dan disepakati sekedar untuk menampung keinginan Australia untuk

menciptakan suatu keseimbangan tanpa merugikan Indonesia. 58

Menyusul jejak pendapat di Timor Timur tanggaal 30 Agustus 1999 di

mana penduduk Timor Timur memilih untuk berpisah dari RI, pemerintah

mengeluarkan TAP MPR No V/MPR/1999 yang menerima jejak pendapat

tersebut. TAP MPR ini sekaligus juga mencabut TAP MPR No VI/MPR/1976

tentang integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI.

Dengan keluarnya TAP MPR tahun 1999 tersebut, pemerintah RI

berpendapat Perjanjian Timor Gap telah kehilangan hukumnya. Dasar hukum

yang digunakan pemerintah untuk pendapatnya tersebut adalah berdasarkan pada

sumber hukum perjanjian internasional tentang berakhirnya perjanjian

internasional.

Pemerintah berpendapat bahwa apabila obyek dari suatu perjanjian

berubah, maka perubahan tersebut dapat dijadikan dasar oleh kedua belah pihak

untuk mengakhir perjanjian.

Pendapat pemerintah RI ini kurang tepat. Memang benar salah satu alasan

untuk mengakhiri perjanjian internasional adalah karena berubahnya obyek

perjanjian. Namun masalahnya adalah, obyek perjanjian ini yaitu wilayah Timor

Gap tidak berubah. Alasan yang tampaknya lebih tepat adalah alasan suksesi

negara, yaitu terpisahnya wilayah Timor Timur dari wilayah RI dan hilangnya

58
Blogspot.com, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara


kedaulatan RI atas wilayah Timor Timur.

Dengan beralihnya kedaulatan atas wilayah Timor Timur ini kepada Timor

Leste, maka kejadian ini dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri Perjanjian

Timor Gap.

Kedua negara melalui penandantangan Exchange of Letters tanggal 1 Juni

2000 sepakat untuk mengakhiri Timor Gap Treaty yang mulai berlaku sejak

tanggal 1 Juni 2000. Dengan demikian, perjanjian tersebut tidak berlaku lagi dan

wilayah Timor Gap karenanya bergantung kepada perjanjian atau kesepakatan

antara Timor Timor dan Australia. Terserah kepada kedua negara ini apakah

mereka akan merundingkan penetapan garis batas landas kontinennya atau juga

membuat pengaturan sementara seperti yang dilakukan antara RI–Australia.

Masalah hukum kedua adalah apakah Timor Barat mempunyai hak atas

sumber daya alam di wilayah landas kontinen Timor Gap berdasarkan hukum

internasinal, khususnya Konvensi Hukum Laut 1982. Daerah yang dinamakan

Timor Gap adalah daerah landas kontinen di antara Timor-Timur dan Australia,

yaitu daerah yang terletak di antara dua titik dasar pada pulau Timor, yaitu di

sebelah timur pada titik median line antara pulau Leti (Indonesia) dan pulau Yako

(Timor-Timur), dan di sebelah barat pada titik mulut sungai Mota Masin di

perbatasan Timor-Timur dan NTT, yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian RI-

Australia tahun 1972. Daerah tersebut dinamakan Timor Gap karena adanya gap

atau celah di mana garis batas landas kontinen kedua negara belum dapat

ditetapkan karena adanya perbedaan posisi antara Portugal dan kemudian

Indonesia- dengan Australia mengenai cara menarik garis batas landas kontinen di

Universitas Sumatera Utara


daerah itu. 59

Dengan demikian daerah di sebelah Barat dan Timur dari Timor Gap tidak

termasuk Timor Gap, dan garis batas landas kontinen antara kedua negara di

kedua daerah tersebut sudah ditetapkan berdasarkan Perjanjian tahun 1972.

Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa dengan lepasnya Timor-Timur

dari wilayah RI, Indonesia (termasuk Timor Barat) tidak lagi mempunyai hak

terhadap landas kontinen di daerah “Timor Gap” berdasarkan hukum

internasional.

D. Akibat Hukum Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap Indonesia

Membicarakan akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap

Indonesia adalah membicarakan terlepasnya Timor Leste dari negara kesatuan

Republik Indonesia. Suatu hal utama dalam membahas suksesi negara Timor

Leste terhadap Indonesia adalah dikenalnya istilah suksesi negara itu sendiri

dalam kasus Timor Leste, karena ada beberapa pendapat sarjana hukum

internasional memandang lepasnya Timor Leste dari negara Indonesia adalah

peristiwa suksesi negara.

Pendapat sarjana tersebut dapat dilihat dari yang dikemukakan oleh Huala

Adolf yang memberi judul tulisannya “Beberapa Masalah Suksesi Negara Dalam

Kasus Timor Timur”, 60 bukan beberapa masalah suksesi negara dalam kasus

Timor-Timur.

59
Ibid.
60
Huala Adolf, “Beberapa Masalah Suksesi Negara Dalam Kasus Timor Timur”,
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


Demikian juga pendapat Boer Mauna yang memandang pemisahan Timor

Timur dari wilayah RI juga berkaitan dengan masalah suksesi negara. Namun

dalam melihat masalah Timor Timur ini ini masih dapat diperdebatkan apakah

terjadi perubahan kedaulatan atas wilayah tersebut atau hanya sekedar

pengembalian kedaulatan. 61 Pendapat Boer Muna di atas pada dasarnya

memperdebatkan karena adanya masyarakat internasional tetap menganggap

bahwa Timor Timur merupakan wilayah yang diduduki oleh Indonesia yang

kemudian dikembalikan statusnya menjadi non-self governing teriroty. 62

Pendapat sarjana hukum internasional yang memandang kasus Timor-

Timur adalah kasus suksesi adalah Sefriani yang mengatakan “Lepasnya Timor-

Timur sebagai provinsi Indonesia yang ke-27 menjadi negara baru yang merdeka

merupakan kasus suksesi negara di Indonesia”. 63

Timor Timur merupakan sebuah wilayah bekas koloni portugis yang

dianeksasi oleh militer Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah menjadi

bagian Indonesia antara 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999. 64

Timor Timor atau Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976

sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral Timor Portugis terakhir Mario

Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan

pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi di

Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya

61
Boer Muna, Op.Cit., hal. 48.
62
Ibid., hal. 49.
63
Sefriani, Op.Cit., hal. 318.
64
Media Indonesia, “28 November 1975: Timor Timur memproklamasikan kemerdekaan
dari Portugal”, http://www.indonesiamedia.com, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014..

Universitas Sumatera Utara


walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan baik.

Sebelum bergabung dengan Indonesia di Timor Timur lahir lima partai,

yaitu: partai UDT yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan portugal,

partai ASDT yang berganti nama menjadi FRETILIN menginginkan Timor Timur

menjadi Negara merdeka, serta tiga partai lain yang menginginkan Timor Timur

bergabung dengan Indonesia yaitu: AITI yang berubah nama menjadi APODETI,

KOTA, dan Partido Trabalhista/Partai Buruh. Kemudian pada 11 September 1975

tiba-tiba UDT mendeklarasikan keinginannya untuk bergabung dengan Indonesia.

Dan pada tanggal 28 November 1975 atas cetusan FRETILIN, Timor Timur pun

merdeka dengan nama Republik Demokratik Timor Timur. Deklarasi tersebut

tidak diterima partai lain yang Pro-integrasi, sehingga kelompok Pro-integrasi

mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan

meminta dukungan agar Indonesia ambil alih Timor Timur dari kekuasaan

FRETILIN yang berhaluan marxis-Komunis. 65

Saat Indonesia mendarat di Timor Timur pada 7 Desember 1975,

FRETILIN dan ribuan rakyatnya mengungsi ke pegunungan untuk melawan

Indonesia. Pada akhirnya penduduk banyak yang meninggal karena pemboman

dari udara oleh Indonesia, kelaparan, penyakit, dan bahkan ada yang karena

dibunuh sesama FRETILIN di hutan. Perbedaan sikap politik antara partai-partai

yang ada menimbulkan perang saudara dan Indonesia terus mengikuti kondisi atas

peristiwa tersebut. Adapun tanggapan Indonesia terhadap permintaan kelompok

65
Blogspot.com, “Mengenang Kasus Lepasnya Timor Timur Dari Indonesia”,
http://kumsej.blogspot.com/2012/11/sejarah-lepasnya-timor-timur.html, Diakses tanggal 28
Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


Pro-integrasi yaitu menerima Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Timor

Timur pun bergabung dengan Indonesia secara legal/resmi sesuai UU No. 7

Tahun 1976, pada tanggal 17 Juli 1976. 66

Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur

terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari

Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste

yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk

menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk

mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste

sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975.

Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika

terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober

dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000

penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan

Indonesia). Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney

Morning Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa

“jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000″. 67

Integrasi “bumi Loro Sae“ ke NKRI tersebut merupakan buah aspirasi

masyarakat Timor Timur sendiri melalui deklarasi Balibo. Karena bergabung di

Indonesia belakangan, Timor Timur pun bukan bagian utuh dari Indonesia, karena

66
Ibid.
67
Media Indonesia, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara


tidak termasuk dalam Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 68

Dengan peristiwa integrasi tersebut, kemudian pihak pro integrasi meminta

dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan

FRETILIN yang berhaluan Komunis. 69

Pada waktu itu Presiden Habibie menganggap pembiaran integrasi Timor

Timur ke Indonesia oleh dunia internasional (terutama Amerika dan sekutunya)

disebabkan saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di Timor Timur dan karena

khawatir Timor Timur menjadi daerah komunis lewat FRETILIN. Namun setelah

Blok Timur/Komunis runtuh, dunia barat mulai mempermasalahkan integrasi

Timor Timur tersebut.

Pada hari Rabu Tanggal 27 Januari 1999, sesuai Sidang Kabinet Menlu Ali

Alatas menyampaikan sebuah kalimat, yaitu ‘Setelah 22 tahun kita mengalami

sejarah kebersamaan dengan rakyat kita di Timor Timor untuk menyatu dengan

kita. Maka kiranya adalah wajar dan bijaksana, bahkan demokratis dan

konstitusional bila kepada wakil-wakil rakyat kita yang kelak akan terpilih

diusulkan untuk mempertimbangkan agar dapat kiranya Timor Timor secara

terhormat, secara baik-baik berpisah dengan Negara Kesatuan Republik

Indonesia´. Pada tanggal 21-23 April 1999, pemerintah menawarkan Opsi untuk

meyakinkan masyarakat Timor Timor yaitu ‘Otonomi luas´. Hal-hal penting yang

ditawarkan pemerintah RI tentang Pemberian Otonomi luas kepada Timor Timor

meliputi antara lain :

68
Blogspot.com, Op.Cit.
69
Media Indonesia, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara


1. Timor Timor akan mempunyai bendera dan bahasa sendiri. Bahasa Indonesia

hanya digunakan untuk keperluan resmi (sebagai bahasa resmi).

2. Pemanfaatan/pengalokasian dana pembangunan tersebut diputuskan atau

ditentukansendiri oleh Pemerintah Daerah Otonomi Khusus Timor Timor.

3. Anggaran pembangunan tetap sama seperti selama ini, dengan rincian 93 %

berasal dari pemerintah pusat dan sisanya 7 % dari pendapatan asli daerah

(PAD) Timor Timor sendiri. 70

Dilihat sepintas, tawaran tersebut sangat menjanjikan buat masa depan

Timor Timor. Namun ternyata tawaran inipun ditolak sehingga tidak ada pilihan

lain selain merdeka atau harus melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Maraknya tekanan terhadap Pemerintah Indonesia agar melepaskan

Timor Timor menjadi sebuah keharusan dan tidak bisa dibendung lagi. Konflik

dan tindak kekerasan merebak dimana-mana. Pada akhirnya tanggal 08 Agustus

1998, semua satuan-satuan tempur TNI ditarik dari Timor Timor.

Terjadilah kekosongan kekuatan ‘Vacuum of Power´ tindak kekerasan

semakin merajalela dan banyak memakan korban jiwa. Pada saat itu muncul dua

kelompok kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Kelompok pertama adalah

mereka yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Kelompok yang kedua adalah

mereka yang berjuang ingin tetap bersatu dengan Indonesia. Pada tanggal 5 Mei

Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas dan Menlu Portugal Jame Gama,

bersama sekretaris Jenderal PBB Kofi Anan menandatangani kesepakatan bahwa

Indonesia tetap bertanggung jawab pada keamanan pelaksanaan tersebut.

70
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Disepakati, tanggungjawab keamanan akan diserahkan kepada Polri yang dibantu

TNI. Hal itu tertuang dalam dua kesepakatan, yaitu:

1. Kesepakatan tentang modalitas pelaksanaan penentuan pendapat melalui jejak

pendapat.

2. Kesepakatan tentang Polisi (Polri) sebagai penanggung jawab keamanan.

Selain desakan referendum oleh PBB dan Portugal serta desakan

internasional, sejak awal peralihan Orde Baru ke Reformasi Timor Timur masih

terus menjadi beban bagi Indonesia karena gejolak masyarakat disana yang

sebagian besar pro referendum sementara tidak sedikit curahan sumber daya untuk

Timor Timur yaitu 93% APBD provinsi ini ditanggung oleh Negara yang jauh

berbeda dengan bantuan untuk daerah lain. Alokasi dana dari Indonesia ditujukan

untuk pembangunan di Timor Timur yang luasnya 14.609 km². Bantuan itu

berupa dana pembangunan daerah (inpres) dan dana sektoral masing-masing

berjumlah Rp 350,7 miliar dan Rp 602,4 miliar yang mendorong kemajuan di

Timor Timur. Hasilnya kesejahteraan sosial, angka melek huruf, ruas jalan

beraspal, hingga bangsal di Rumah Sakit pun terus bertambah. Bahkan saat

semakin besar potensi untuk berpisah dengan Indonesia tahun 1999, Timor Timur

masih menerima alokasi APBN sebesar Rp 187,3 Miliar untuk pembangunan

provinsi, kota, desa, dan jaringan pengaman sosial, serta untuk menanggulangi

kemiskinan. Sehingga Timor Timur menjadi seperti benalu bagi Indonesia bahkan

sampai di akhir-akhir masa integrasinya. 71

71
Blogspot.com, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara


Selain dana yang cukup besar dari pemerintah untuk Timor Timur,

masalah daerah lain yang ikut ingin merdeka, masalah gerilya politik oleh

kelompok Anti-integrasi, dan kritik serta kecaman Negara-negara barat atas

pelanggaran HAM di Timor Timur yang terus ditujukan kepada Indonesia, semua

itu semenjak Timor Timur menjadi provinsi ke-27 di Indonesia.

Perang saudara selama 3 bulan (September-November 1975) di Timor

Timur dan pendudukan Indonesia selama 23 tahun (1976-1999), sudah lebih dari

200.000 orang meninggal dan 183.000 diantaranya disebabkan tentara Indonesia

yaitu karena keracunan bahan kimia dari bom. Karena hal tersebut PBB tidak

setuju dengan integrasi Timor Timur ke Indonesia. Ketidaksetujuan PBB juga

dikarenakan ada kaum anti-kemerdekaan yang didukung Indonesia melakukan

pembantaian balasan secara besar-besaran dimana sekitar 1.400 jiwa tewas dan

300.000 jiwa dipaksa mengungsi ke Timor Barat. Untuk mengatasi permasalahan

di Timor Timur, pemerintah Indonesia menawarkan otonomi diperluas dengan

status khusus/otonomi khusus. Namun PBB dan Portugal tetap menolak dan

mendesak dengan alasan walau kebijakan itu dibuat, kedepannya Timor Timur

tetap meminta referendum. Hal tersebut tentu saja merugikan Indonesia. 72

Akhirnya jajak pendapat pun dilakukan untuk memberi kebebasan kepada

rakyat Timor Timur untuk menerima ataupun menolak tawaran otonomi khusus.

Ternyata hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan 78,5% menolak (ingin

merdeka) dan 21,5% menerima (masih ingin bergabung dengan Indonesia).

Dengan kata lain lebih banyak rakyat Timor Timur yang memutuskan untuk

72
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


merdeka dan berpisah dari Indonesia. Kenyataan pahit tersebut harus diterima

Indonesia karena itu pilihan rakyat Timor Timur sendiri. Pada tanggal 20 Mei

2002 Timor Timur diakui dunia sebagai Negara merdeka dengan nama Timor

Leste/ Republica Democratica de Timor Leste dan mendapat sokongan dana yang

luar biasa dari PBB. Sejak merdeka, pemerintah Timor Leste berusaha memutus

segala hubungan dengan Indonesia seakan Indonesia penjajah dan tidak pernah

membantu mereka. Dengan kata lain Timor Timur tidak tahu berterimakasih atas

apa yang pernah dilakukan Indonesia terhadapnya. Lepasnya Timor Timur

menjadi catatan kelam bagi Indonesia karena dipertahankan dengan penuh

pengorbanan, dana, dan nyawa. Diperkirakan lebih dari 5.000 pahlawan gugur

dalam perang seroja demi mempertahankan provinsi ini. 73

Presiden BJ Habibie menyatakan menerima hasil jejak pendapat tersebut.

Pada tanggal 30 Oktober Pukul 09.00 waktu setempat, Bendera Merah Putih

diturunkan dari Timor Timor dalam upacara yang sangat sederhana dan tanpa

liputan. Interfet melarang wartawan untuk meliput acara tersebut, kecuali RTP

Portugal. Pada tanggal 31 Oktober pukul 00.00 waktu setempat seluruh prajurit

dan perwira TNI meninggalkan perairan Dili. Timor Timor telah lepas dari

pangkuan Ibu pertiwi. Secara resmi Timor Timur bukan lagi bagian dari wilayah

kedaulatan NKRI.

Permasalahan lepasnya Timor Timur dari Indonesia sempat menjadi

kesempatan lawan politik Presiden Habibie (yang saat itu menggantikan Presiden

Soeharto) untuk menjatuhkan Presiden Habibie. Lepasnya Timor Timur juga

73
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


dianggap sebagai ketidakmampuan Pak Habibie dalam mempertahankan Provinsi

Timor Timur yang saat itu menjadi bagian dari Indonesia.

Semua sudah jelas bahwa dari sejarahnya masyarakat Indonesia

mengetahui lepasnya Timor Timur tidak lain adalah keinginan masyarakatnya

sendiri ditambah desakan dunia internasional. Jadi, Indonesia dan Presiden

Indonesia yang menjabat pada waktu itu tidak salah dalam kasus Timor Timur,

karena Indonesia telah menjaga dan mempertahankan wilayah tersebut

sebelumnya. Dan lepasnya Timor Timur adalah memang jalan keluar terbaik pada

saat itu.

Melihat uraian di atas dapat dipahami bahwa terpisahnya Timor-Timur

dari Indonesia adalah merupakan peristiwa suksesi, sedangkan peristiwa suksesi

negara Timor Timur dari Indonesia adalah bagian dari suksesi sendiri. Hal ini

dikatakan sebab Indonesia menduduki Timor Timur bukan disebabkan oleh

penjajahan tetapi disebabkan sebagian rakyat Timor-Timur melakukan integrasi

dengan Indonesia melalui deklarasi Balibo.

Berdasarkan telah terjadinya integrasi antara Indonesia dengan Timor-

Timur yang mendudukkan Timor-Timur sebagai Provinsi ke 27, maka dapat

diketahui bahwa Timor-Timur tersebut adalah merupakan wilayah Indonesia.

Setelah terjadinya referendum yang menghasilkan pemisahan Timur Timor dari

Indonesia dan menjadi negara baru dengan nama Timor Leste, maka peristiwa

tersebut dikenal dengan istilah suksesi, bukan suksesi negara.

Terlepasnya Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia dan kemudian

membentuk negara baru (Timor Leste), melahirkan berbagai masalah baru.

Universitas Sumatera Utara


Masalah utamanya adalah adanya dua pendapat yang saling bertentangan antara

Indonesia dan negara-negara luar.

Indonesia menganggap Timur Timur adalah wilayah yang sebelumnya

telah resmi menjadi bagian wilayah Indonesia pada tahun 1976. Karena itu, ketika

Timor Timur kemudian memisahkan diri dari Indonesia pada tahun 1999, maka

telah terjadi suksesi negara pada waktu itu. Pandangan kedua dari negara-negara

lain, termasuk PBB, yang menganggap peristiwa tahun 1976 tersebut adalah

tindakan pendudukan dengan kekerasan terhadap wilayah Timor Timur. Karena

itu, ketika Timor Timur lepas dari wilayah Indonesia, yang terjadi bukanlah

suksesi negara, tetapi “pengembalian kedaulatan”. 74

Dari fakta ini, menurut Huala Adolf, suksesi negara telah terjadi. Wilayah

Timor Timur sebelumnya adalah wilayah pendudukan (Portugis sebelum diambil

alih Indonesia), bukan wilayah merdeka. Karena itu dengan lepasnya Timor

Timur dari Indonesia pada tahun 1999, telah terjadi pemisahan wilayah dan

kemudian telah lahirnya suatu negara baru. Artinya, telah terjadi suatu proses

suksesi negara. 75

Berdasarkan pendapat Huala Adolf di atas ditambah kenyataan bahwa

bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia karena keinginan sebagian besar

rakyat Timor Timur maka Indonesia bukanlah penjajah Timor- Timur sehingga

pemisahan Timor Timur dari Indonesia adalah peristiwa suksesi.

Suksesi negara dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu:

74
Huala Adolf, Op.Cit.
75
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


1. Universal succession (pemisahan keseluruhan).

Terjadi apabila suatu Negara secara keseluruhan dicaplok oleh Negara

lain, baik karena ditaklukkan maupun karena meleburkan diri kedalam Negara

lain secara sukarela. Ini juga dapat terjadi kalau suatu Negara pecah-belah

menjadi beberapa Negara bagian yang masing-masing menjadi “international

person” ataupun dicaplok semua oleh Negara yang mengelilinginya. 76

Pada bentuk pemisahan universal ini tidak ada lagi international identity

dari suatu negara (predecessor state) karena seluruh wilayahnya hilang. Sebagai

contoh dapat dikemukakan hilangnya Korea pada tahun 1910 karena dianeksasi

oleh Jepang, juga Kongo yang dianeksasi oleh Belgia. Dalam kasus lain Columbia

terpecah menjadi tiga negara merdeka yaitu Vezezuela, Equador serta New

Gradana pada Tahun 1832. Dengan demikian tidak ada lagi Columbia pada waktu

itu. 77

Mirip dengan kasus ini yang juga tergolong pemisahan universal adalah

ketika wilayah suatu negara (predecessor state) habis terbagi-bagi yang masing-

masing bagian dicaplok oleh negara-negara lain. Contohnya adalah wilayah

Polandia yang habis terbagi masing-masing bagian dimiliki oleh Rusia, Austria,

dan Prusia pada tahun 1975. Beberapa negara kecil yang kemudian meleburkan

diri menjadi satu negara besar juga tergolong bentuk pemisahan universal. 78

76
Prabu Gomong, “Suksesi negara”, http://prabugomong.wordpress.com/
2011/03/11/pemisahan-negara/, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.
77
Sefriani, Op.Cit., hal. 294.
78
Ibid., hal. 294-295.

Universitas Sumatera Utara


2. Partial succession (pemisahan sebagian),

Terjadi apabila sebagian daripada wilayah Negara memisahkan diri dari

kesatuan lewat revolusii dan menjadi “international person” sendiri sesudah

mencapai kemerdekaannya. Ini bisa juga terjadi kalau Negara memperoleh

sebagian dari wilayah Negara lain dengan cara sukarela (cession). Cara lain dari

terjadinya partial succession ialah kalau Negara yang berdaulat dan merdeka

penuh masuk ke dalam Negara federal. 79

Pada bentuk pemisahan parsial ini negara predecessornya masih eksis,

tetapi sebagian wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka maupun

bergabung dengan negara lain. Contoh untuk bentuk pemisahan parsial ini adalah

hilangnya Timor-Timor dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

membentuk negara Timor Leste pada tahun 1999. Negara Indonesia sebagai

predecessor state masih ada, yang terjadi adalah bahwa Indonesia kehilangan

sebagian wilayahnya. 80

Ada tiga teori yang menyatakan sejauh mana hak dan kewajiban negara

yang digantikan (predecessor state) beralih kepada negara yang menggantikan

(successor state), yaitu:

a. Teori Common Doctrine yaitu teori yang menyatakan apabila terjadi suksesi

negara maka seluruh hak dan kewajiban predecessor beralih kepada

suksesornya.

b. Teori Clean Slate Doctrine yaitu teori yang menyatakan apabila terjadi suksesi

79
Prabu Gomong, Op.Cit.
80
Sefriani, Op.Cit., hal. 295.

Universitas Sumatera Utara


negara, seluruh hak dan kewajiban predecessornya tidak beralih kepada

suksesornya kecuali dikehendakinya.

c. Teori dalam Konvensi Wina 1978 tentang perjanjian dan Konvensi Wina 1983

tentang suksesi negara yaitu konvensi hanya mengatur garis-garis besar atau

prinsip-prinsip umumnya saja dan diberlakukan sepanjang para pihak tidak

mengaturnya dalam devolution agreement. 81

Perbedaan dari kedua jenis suksesi negara ini terletak pada bagian wilayah

dari suatu negara yang digantikan kedaulatannya. Bilamana pemisahan itu terjadi

terhadap seluruh wilayah suatu negara (berarti negara yang lama atau predecessor

state lenyap) maka pemisahan yang demikian dinamakan pemisahan universal.

Sedangkan bilamana suksesi negara itu hanya meliputi bagian tertentu saja dari

wilayah suatu negara (berarti predecessor state masih ada hanya wilayahnya saja

yang berubah), maka pemisahan yang demikian dinamakan pemisahan parsial.

Dengan demikian, pada pemisahan universal, identitas internasional dari

suatu negara lenyap sebagai akibat lenyapnya seluruh wilayah negara itu. Di sini,

“kepribadian hukum internasional” (international legal personality) dari negara

itu hilang. Sedangkan pada pemisahan parsial, identitas internasional dari negara

itu tidak hilang melainkan hanya luas wilayahnya saja yang berubah. Dalam

hubungan ini, negara itu tidak kehilangan kepribadian hukum internasionalnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa suksesi negara

adalah merupakan bagian suksesi. Suksesi negara menghasilkan negara dan

81
Blogspot.com, “Hukum Internasional: suksesi negara”, http://wulansetyoningrumfh-
uii.blogspot.com/2013/01/hukum-internasional-pemisahan-negara.html, Diakses tanggal 28
Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


suksesi membicarakan akibat hukum internasional setelah terjadinya suksesi

negara tersebut. Maka tatkala dikaji dalam kasus Timor-Timur maka dapat

dipahami telah terjadi suksesi antara Timor Leste dengan Indonesia, dimana

Timor Leste menjadi negara baru ketika terpisah dari Indonesia. Kajian suksesi

akan meletakkan akibat suksesi negara dalam hubungan internasional, seperti

batas wilayah negara baru dengan negara lainnya serta hubungan-hubungan

internasional lainnya.

Ada dua kelompok masalah penting yang menjadi fokus bahasan dalam

persoalan suksesi negara, yaitu :

1. Factual State Succession, yakni yang berkenaan dengan pertanyaan fakta-

fakta atau peristiwa-peristiwa apa sajakah yang menunjukkan telah terjadi

suksesi negara?

2. Legal State Succession, yakni yang berbicara tentang apa akibat-akibat

hukumnya jika terjadi suksesi negara. 82

Dalam hubungannya dengan substansi yang disebut terdahulu (Factual

State Succession), akan dilihat pendapat para sarjana dan pengaturan dalam

Konvensi Wina 1978 yang telah disebutkan di atas.

Dalam pandangan para sarjana, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa

yang dipandang sebagai suksesi negara, yang bisa juga dikatakan sebagai bentuk-

bentuk suksesi negara adalah:

82
Internet, “Suksesi negara (Succession of State)”, http://www.pemisahannegara.doc,
Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


1. Penyerapan (absorption), yaitu suatu negara diserap oleh negara lain. Jadi di

sini terjadi penggabungan dua subjek hukum internasional. Contohnya,

penyerapan Korea oleh Jepang tahun 1910.

2. Pemecahan (dismemberment), yaitu suatu negara terpecah-pecah menjadi

beberapa negara yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa

terjadi, negara yang lama lenyap sama sekali (contohnya, lenyapnya Uni

Soviet yang kini menjadi negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri)

atau negara yang lama masih ada tetapi wilayahnya berubah karena sebagian

wilayahnya terpecah-pecah menjadi sejumlah negara yang berdiri sendiri

(contohnya, Yugoslavia).

3. Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu satu negara pecah menjadi

beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian itu lalu diserap oleh negara atau

negara-negara lain. Contohnya, pecahnya Polandia tahun 1795 yang beberapa

pecahannya masing-masing diserap oleh Rusia, Austria, dan Prusia.

4. Negara merdeka baru (newly independent states). Maksudnya adalah beberapa

wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara lain atau

berada di bawah jajahan kemudian memerdekakan diri menjadi negara-negara

yang berdaulat.

5. Bentuk-bentuk lainnya yang pada dasarnya merupakan penggabungan dua

atau lebih subjek hukum internasional (dalam arti negara) atau pemecahan

satu subjek hukum internasional (dalam arti negara) menjadi beberapa

negara. 83

83
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Sementara itu, dalam perkembangannya, dalam Konvensi Wina 1978

memerinci adanya lima bentuk suksesi negara, yaitu :

1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional

menjadi tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari

wilayah negara itu (Pasal 15).

2. Negara merdeka baru (newly independent state), yaitu bila negara pengganti

yang beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah

yang tidak bebas yang dalam hubungan internasional berada di bawah

tanggung jawab negara negara yang digantikan (Pasal 2 Ayat 1f).

3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah

atau lebih menjadi satu negara merdeka.

4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah

atau lebih menjadi suatu negara serikat (Pasal 30 Ayat 1).

5. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat terpecah-pecahnya suatu negara

negara menjadi beberapa negara baru (Pasal 34 ayat 1). 84

Sementara itu, untuk persoalan legal state succession, sebagaimana telah

disebutkan tadi adalah berbicara tentang akibat hukum yang ditimbulkan oleh

terjadinya suksesi negara. Dalam hubungan ini ada dua teori, yaitu teori yang

dikenal sebagai Common Doctrine dan teori tabula rasa (Clean State).

Menurut common doctrine, dalam hal terjadinya suksesi negara, maka

segala hak dan kewajiban negara yang lama lenyap bersama dengan lenyapnya

negara itu (predecessor state) dan kemudian beralih kepada negara yang

84
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


menggantikan (successor state). Sedangkan mereka yang berpegang pada teori

tabula rasa (clean state) menyatakan bahwa suatu negara yang baru lahir

(successor state) akan memulai hidupnya dengan hak-hak dan kewajiban yang

sama sekali baru. Dengan kata lain, tidak ada peralihan hak dan kewajiban dari

negara yang digantikan (predecessor state). 85

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan akibat hukum suksesi

negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah terhapusnya hak dan segala

kewajiban yang pernah dibuat oleh Indonesia pada wilayah Timor Leste dan

melahirkan hak dan kewajiban negara baru yaitu Negara Timor Leste. Hak dan

kewajiban tersebut hak untuk mengurus negara Timor Leste oleh pemerintah

negara Timor Leste sendiri dan membuat perjanjian-perjanjian internasional baru

antara Negara Timor Leste dengan negara-negara lainnya di luar Timor Leste.

85
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENYELESAIAN TERHADAP ASET-ASET INDONESIA DI WILAYAH

TIMOR SETELAH PEMISAHAN

A. Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste

Jika berbicara mengenai kasus yang terjadi mengenai Timor Timur yang

kini dikenal dengan nama Timor Leste, tampak bahwa terlepasnya Timor Timur

dari wilayah RI merupakan masalah suksesi negara. Dua masalah yang serta merta

lahir daripadanya, yakni masalah status aset pemerintah RI di wilayah Timor

Leste dan status Perjanjian Timor Gap merupakan sebagian kecil saja masalah

yang timbul dari terlepasnya Timor Timur dari RI , dengan demikian maka dapat

diambil beberapa poin dari permasalahan tersebut, yaitu:

1. Perbedaan pandangan mengenai status kemerdekaan Timor Leste. Timor-

Timur yang menganggap tahun kemerdekaannya adalah 1975, bukan 1999

ketika berpisah dari Indonesia. Demikian pula PBB dan negara-negara lain

yang menyatakan kasus Timor-Timur bukanlah suatu suksesi negara

melainkan tindakan pendudukan dengan kekerasan terhadap wilayah Timor

Timur. Hal ini tentu berbeda dengan pandangan Indonesia yang menganggap

telah terjadi suksesi negara.

2. Tidak hanya mengenai status kemerdekaan yang berbeda, diantaranya masalah

aset negara. Masalah aset negara Indonesia, menurut RI aset yang ada di

Timor-Timur tidak secara otomatis beralih, tetapi harus mengikuti hukum

Internasional yang berlaku. Menurut Timor Leste, bahwa klaim pemerintah

Timor Leste terhadap aset negara RI memiliki dasar yang cukup kuat. aset

69

Universitas Sumatera Utara


tersebut adalah milik mereka sesuai dengan konstitusinya. Pendapat Timor

Leste dikuatkan oleh Konvensi Wina 1983, namun Indonesia sendiri tidak

meratifikasinya, dan konstitusi nasional Timor Leste tentu tidak mengikat

Indonesia.

3. Untuk perjanjian Timor Gap antara Indonesia dan Australia, mengenai batas

wilayah juga menjadi permasalahan tersendiri, karena belum adanya

keputusan akhir tentang kasus tersebut, maka dibuat keputusan sementara.

Namun kemudian sejak kemerdekaan Timor Leste, maka perjanjian tersebut

telah resmi diakhiri oleh kedua negara dengan penandantangan Exchange of

Letters tanggal 1 Juni 2000, berlaku pada hari yang sama.

B. Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Setelah

Pemisahan

Berdasarkan informasi salah satu situs di internet dijelaskan ada sebanyak

11.000 klaim resmi pemerintah Indonesia terkait aset kepada Direktorat Land and

Property Timor Leste hingga saat ini belum diproses. Klaim aset milik Indonesia

tersebut telah diajukan sejak 2004 lalu, namun sampai saat ini masih dipending

oleh Timor Leste. 86

Kendala yang dihadapi pemerintah Timor Leste terhadap klaim aset

Indonesia tersebut, adalah adanya revisi peraturan hukum dan belum terbentuknya

tim teknis kedua Negara untuk penyelesaian klaim aset ini. Pemerintah RDTL saat

86
Inilah.com, “Ribuan Aset Indonesia Masih Ada di Timor Leste”,
http://m.inilah.com/read/detail/1791459/ribuan-aset-indonesia-masih-ada-di-timor-leste, Diakses
tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


ini sedang melakukan revisi UU No. 1 Tahun 2003 yang mengatur tentang benda

tidak bergerak termasuk permasalahan tanah, Revisi UU tersebut sudah disetujui

dewan menteri, dan saat ini sedang dibahas parlemen sebelum disahkan menjadi

undang-undang. 87

Apabila Rancangan Undang-Undang tersebut sudah disahkan, Undang-

undang tersebut menjadi dasar utama bagi Pemerintah RDTL untuk

menyelesaikan permasalahan aset WNI di RDTL. Sementara itu, tim teknis untuk

penyelesaian asset ini juga belum terbentuk. Pemerintah Indonesia berharap dapat

secara bersama dengan Pemerintah RDTL untuk membentuk working group

semacam Technical Sub Committee (TSC) mengenai aset, namun sampai saat ini

belum terlaksana, sehingga proses penyelesaian masih membutuhkan waktu. Jika

TSC sudah dibentuk, maka pihak RI dan RDTL bisa bersama-sama untuk

berunding menyelesaikan asset.

Konstitusi RDTL melarang kepemilikan tanah oleh warga negara asing.

Dalam UU No 1 Tahun 2003 mengenai status benda tak bergerak ditetapkan

bahwa semua akta yang dikeluarkan pada jaman Indonesia dinyatakan tidak

berlaku dan benda-benda tidak bergerak milik Pemerintah RI dinyatakan menjadi

milik negara RDTL. Sedangkan milik perseorangan masih akan dikaji dan

diputuskan lebih lanjut berdasarkan bukti-bukti kepemilikannya. Berkenaan

dengan klaim atas aset tersebut, Pemerintah TL telah memberikan batas waktu

untuk pengajuan klaim yaitu sampai 10 Maret 2004. Klaim resmi yang telah

diajukan kepada Direktorat Land and Property TL mencapai 11.000 klaim dan

87
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


hingga saat ini belum diproses atau masih di pending. 88

Pemerintah Timor Leste belum mampu memberikan ganti rugi kepada

pemerintah Indonesia atas aset-aset BUMN dan swasta maupun aset individu

WNI yang ditinggalkan pasca jajak pendapat 1999. Saah satu penyelesaian yang

coba ditawarkan salah satunya untuk aset BUMN dan swasta dikompensasikan

menjadi penanaman modal asing (Indonesia) di Timor Leste. 89

Prinsip yang dikembangkan oleh Timor Leste terhadap penyelesaian aset

Indonesia adalah win-win solution karena memang sukar memberikan kategorisasi

aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi Timor Lerte

sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian masalah aset

Indonesia di bekas provinsi ke-27 tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan.

Karena (masalah) aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor dari

Indonesia.

Mengenai aset-aset milik individu WNI, penghitungan dan ketegorisasinya

tidaklah semudah penghitungan aset milik pemerintah. Apalagi Undang-Undang

Timor Leste yang mengatur masalah konflik aset belum lagi tergarap tuntas.

Registrasi aset-aset tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan oleh

Departemen Dalam Negeri. Sedangkan untuk aset-aset BUMN didaftar Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Perundingan masalah aset

Indonesia ini merupakan salah satu agenda yang manjadi mata acara penting,

selain masalah perbatasan.

88
Ibid.
89
Tempo.Co, “Aset BUMN di Timor Leste Dikompensasi Menjadi PMA”,
http://www.tempo.co/read/news/2005/03/20/05558299/Aset-BUMN-di-Timor-Leste-Dikompensasi-
Menjadi-PMA, Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah

terciptanya negara baru. Sedangkan akibat-akibat yang berhubungan dengan

hukum internasional baik itu mengenai wilayah negara maupun hal-hal

lainnya yang berhubungan dengan hukum internasional dinamakan suksesi

negara. Suksesi negara merupakan bagian dari suksesi negara.

2. Keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan

merupakan hak kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim dirinya

sebagai pemilik baru atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste

sebagai negara baru merdeka menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada

di sana.

3. Penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah

pemisahan adalah adalah win-win solution karena memang sukar memberikan

kategorisasi aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi

Timor Lerte sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian

masalah aset Indonesia tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan.

Karena (masalah) aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor

dari Indonesia.

73

Universitas Sumatera Utara


B. Saran

1. Kepada negara baru dalam hal terjadinya suksesi negara hendaknya dapat

secara ringkas mengakomodasi ketentuan-ketentuan hukum internasional

dalam kaitannya dengan perjanjian tapal batas suatu negara.

2. Kepada negara yang dipemisahan hendaknya dapat menghormati hak-hak dan

kemerdekaan negara baru yang lahir akibat pemisahan.

3. Kepada PBB hendaknya dapat mengambil sikap secara tepat dan cepat dalam

merumuskan lahirnya suatu negara akibat pemisahan khususnya dalam

memberikan pengakuan terhadap negara baru yang lahir akibat pemisahan

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur:

Asri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung, 2011.

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2001.

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka,
Jakarta, 1986.

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2002.

Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2003.

JCT Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana


Djajaatmadja), Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

___________, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,


Alumni, Bandung, 2003.

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Persada, Jakarta, 2011.

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum


Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011.

B. Internet:

Blogspot.com, “Mengenang Kasus Lepasnya Timor Timur Dari Indonesia”,


http://kumsej.blogspot.com/2012/11/sejarah-lepasnya-timor-timur.html.

Blogspot.com, “Hukum Internasional: suksesi negara”,


http://wulansetyoningrumfh-uii.blogspot.com/2013/01/hukum-
internasional-pemisahan-negara.html.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai