Anda di halaman 1dari 120

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM STUDI PUTUSAN

GEPREK BENSU MELAWAN I AM GEPREK BENSU

Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

OLEH :
ANDRE WIJAYA
NIM. 160200120

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karuniaNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan Salam juga senantiasa Penulis sampaikan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan

keselamatan dan keberkahan. Skripsi yang diberi judul “PENYELESAIAN

SENGKETA DAGANG DALAM STUDI PUTUSAN GEPREK BENSU

MELAWAN I AM GEPREK BENSU ” disusun untuk memenuhi tugas dan

memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orangtua saya, Bapak tercinta Hendru Wambri dan ibu tersayang

Herni Zahar yang telah mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian,

dukungan, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat

melanjutkan dan menyelesaikan studi dengan baik.

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan

dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah

diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, Sitepu S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara;

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Bapak Prof. Dr. Budiman, Ginting S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H, selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Dr. T. Keizerina Devi Azwar SH.,CN.,M.Hum, selaku Dosen

Pembimbing I. Terima kasih banyak atas saran, arahan, dan masukan yang

membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang Bapak berikan

sehingga saya menyelesaikan skripsi ini;

8. Ibu Dr. Detani Sukarja, S.H.,LLM, selaku Dosen Pembimbing II. Terima

kasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang ibu berikan selama ini

disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

9. Seluruh Dosen-Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta

membimbing penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

10. Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi;

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11. Teman-teman seperjuangan Badan Ta’amirul Musholla Aladdinsyah,S.H

yang biasa disebut BTM Aladdinsyah,S.H. Terima Kasih atas bantuan dan

dukungan yang tak terbalaskan. Bangga dan bahagia bisa menjadi bagian

dari organisasi ini;

12. Teman-teman, kakak, abang, dan adik-adik yang ada di Organisasi Ikatan

Mahasiswa Imam Bonjol atau IMIB USU. Terima kasih telah memberikan

pengalaman yang berharga selama kuliah di USU.

13. Ikatan Mahaiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) stambuk 2016 yang

memberikan saya kesempatan untuk memberikan untuk berkembang lebih

dalam mengelola kegiatan kita bersama. Dukungan dan semangat

membuat hari-hari selama akhir perkuliahan menjadi lebih berarti;

14. Teman-teman stambuk 2016 Fakultas Hukum USU yang selalu

memberikan semangat serta terima kasih atas waktu dan bantuannya

kepada penulis selama ini;

Medan, Oktober 2020

Andre Wijaya

NIM.160200120

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
ABSTRAK....................................................................................................... vii

BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 7
E. Keaslian Penulisan ..................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
G. Metode Penelitian ...................................................................... 22
H. Sistematika Penulisan ................................................................. 26

BAB II: PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HAK


KEKAYAAN INTELEKTUAL ...................................................... 28
A. Sengketa dalam Hak Kekayaan Intelektual ................................ 28
1. Sengketa Hak Cipta............................................................... 29
2. Sengketa Merek dan Indikasi Geografis ............................... 32
3. Sengketa Paten ...................................................................... 36
4. Sengketa Rahasia Dagang ..................................................... 39
5. Sengketa Desain Industri ...................................................... 44
6. Sengketa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu ....................... 49
7. Sengketa Perlindungan Varietas Tanaman ........................... 52
B. Sarana Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual ......... 56
C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual ......... 61
1. Penyelesaian Sengketa secara Litigasi .................................. 63

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Penyelesaian Sengketa secara Non Litigasi .......................... 78

BAB III: ANALISA PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG ANTARA


GEPREK BENSU DAN I AM GEPREK BENSU ........................ 89
A. Kronologi Gugatan Sengketa ...................................................... 89
B. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Sengketa .......................... 93
C. Analisis Penyelesaian Sengketa .................................................. 97

BAB V: PENUTUP......................................................................................... 104


A. Kesimpulan ................................................................................. 104
B. Saran ........................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 107

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Andre Wijaya*
Keizerina Devi Azwar **
Detania Sukarja***

Sengketa Hak Kekayaan Intelektual banyak terjadi di dalam dunia


perdagangan yang semakin kompleks ini, terutama di Indonesia. Dalam
perkembangannya Sengketa Hak Kekayaan Intelektual terjadi setiap bidangnya
yaitu Hak Cipta, Merek dan Indikasi Geografis, Paten, Rahasia Dagang,
Perlindungan Varietas Tanaman, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. Melalui Putusan Pengadilan 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jakarta
Pusat, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa menolak gugatan
Ruben Onsu yang mana sebagai pemilik Geprek Bensu dan menyatakan bahwa
PT Ayam Geprek Benny Sujono sebagai pemilik yang sah atas Merek I Am
Geprek Bensu berdasarkan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
sebagai dasar aturan penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual di bidang
Merek.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode


penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pengumpulan data primer dan
data sekunder serta dengan penelitian kepustakaan. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan metode analisis data kualitatif.

Indonesia punya dua bentuk penyelesaian sengketa Hak Kekayaan


Intelektual, yaitu secara litigasi dan Non Litigasi. Dari sengketa antara Geprek
Bensu dan I Am Geprek Bensu kedua belah pihak memilih jalur pengadilan untuk
menyelesaikan sengketanya. Berkaca dari kasus rebutan merek "Bensu" hakim
tidak melihat kata "Bensu" ini sebagai singkatan dari nama orang terkenal. Dari
persidangan terkuak berdasarkan first to file tersebut nama "Bensu" pertama kali
terdaftar merek I Am Geprek Bensu milik PT Ayam Geprek Benny Sujono 3 Mei
2017. Terakhir Ruben Onsu mendaftar dengan merek sama pada 7 juni 2018, dan
sesuai putusan pengadilan yaitu membatalkan merek “Geprek Bensu” Ruben
Onsu secara keseluruhan.

Kata Kunci: Hak Kekayaan Intelektual, Sengketa, Penyelesaian Sengketa

*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
**
Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
***
Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumen ayam goreng di Indonesia pada saat sekarang ini sangat punya

banyak pilihan dalam memuaskan nafsu makannya, mulai dari ayam goreng

tepung, ayam penyet, ayam geprek, dan sejenisnya. Banyak outlet-outlet kecil di

pinggir jalan yang menjualnya dengan harga terjangkau, dan ada juga restoran-

restoran besar yang khusus menjual atau mengangkat konsep ayam goreng, seperti

usaha dari seorang publik figur yaitu Ruben Onsu yang memperkenalkan

usahanya dengan nama Geprek Bensu.

Penikmat ayam geprek pasti tau betapa nikmatnya ayam Geprek Bensu,

dimana brand usaha ini langsung terkenal ketika pertama kali di buka dan

sekarang sudah mempunyai banyak cabang di seluruh Indonesia, tentunya hal itu

tidak luput terjadi karena kepopuleran sang pemiliknya yaitu Ruben Onsu sebagai

artis terkenal, namun siapa sangka dibalik nikmatnya ayam Geprek Bensu dan

kepopuleran pemiliknya ternyata terjadi sengketa merek dagang dengan merek

lain yaitu I Am Geprek Bensu yang juga membuka usaha dengan konsep ayam

geprek.

Berkaca dari kasus Geprek Bensu ternyata dalam dunia perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual masih terdapat ketidakpastian hukum didalamnya. Usaha-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

usaha dagang di Indonesia harus peduli akan pentingnya perlindungan atas Hak

Kekayaan Intelektual nya sendiri.

Hak Atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) merupakan hak

kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. HKI

memang menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya

kemampuan intelektual manusia yang harus dilindungi. Kemampuan intelektual

manusia dihasilkan oleh manusia melalui daya, cipta, rasa, dan karsanya yang

diwujudkan dengan karya-karya intelektual. Karya-karya intelektual juga

dilahirkan menjadi bernilai, apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat

sehingga akan menumbuhkan konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual.1

Perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar artinya bagi peningkatan taraf

kehidupan, peradaban dan martabat manusia, selain itu juga akan memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dengan kemampuan

intelektual yang digunakan dalam rangka kegiatan penelitian dan pengembangan

yang melibatkan tenaga, waktu dan dana, manusia menghasilkan karya-karya

intelektual yang mempunyai nilai dan manfaat ekonomi.2

Penciptaan dari karya-karya tersebut membutuhkan suatu pengorbanan

berupa tenaga, pikiran, waktu, bahkan biaya yang tidak sedikit. Pengorbanan

demikian tentunya menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai yang patut

dihargai. Ditambah lagi dengan adanya manfaat yang dapat dinikmati yang dari

1
Budi Agus Riswandi dan M Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2005), hal.5.
2
Djumhana, Djubaedilah, , Hak Milik Intelektual Sejarah teori dan Praktiknya Di
Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2014), hlm.20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

sudut ekonomi karya-karya yang dihasilkan tentunya memiliki nilai ekonomi yang

tinggi.3

Karena adanya nilai serta manfaat ekonomi tersebut, pada gilirannya timbul

konsep karya-karya cipta intelektual sebagai kekayaan. Dalam ilmu hukum hak

terhadap kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia

dikategorikan sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud. Dalam rangka

pengertian hak milik, apabila kekayaan itu memiliki wujud dan jangkauan di

bidang ilmu pengetahuan maka hak terhadapnya termasuk dalam kelompok hak

milik intelektual.

Terjadinya sebuah sengketa HKI pasti dikarenakan ada pihak yang

dirugikan dalam suatu keaadan. Ini terjadi karena adanya pihak yang ingin

mengambil keuntungan dengan cara curang agar menaikkan pendapatan usahanya

sendiri. Dengan mengambil HKI orang lain maupun dari pesaingnya sendiri

seperti konsep dan dan ide bisnis, tentu sangat merugikan bisnis pihak yang

dicurangi HKI nya tersebut. Disitu pentingnya kepastian hukum mengenai

penyelesaian sengketa dibidang HKI dimana si pemakai HKI tanpa hak dapat

digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum.4

Sekarang ini permasalahan HKI menjadi sorotan dan bahan kajian yang

mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik nasional maupun internasional.

Masalahnya adalah bahwa HKI tidak semata-mata berkaitan dengan hukum saja,

3
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hlm. 67.
4
Indonesia (KUHPerdata), Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Staatsblad No.23 tahun
1848, pasal 1365.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

melainkan erat hubungannya dengan masalah perdagangan, ekonomi,

pengembangan teknologi serta menjadi landasan bagi usaha untuk memajukan

kesejahteraan bangsa dan masyarakat pada umumnya.

Dalam Pasal 24 Undang – Undang Dasar 1945 (untuk selanjutnya disebut

UUD 1945) didijelaskan bahwa penyelesaian sengketa yang terjadi dikalangan

masyarakat dilakukan melaui jalur pengadilan (litigasi). Badan peradilan adalah

pemegang kekuasaan kehakiman yang mewujudkan hukum dan keadilan.

Meskipun demikian, sistem hukum Indonesia juga membuka peluang

menyelesaikan sengketa di luar masalah-masalah yang terkait dengan HKI, yang

meliputi kewenangan memeriksa sengketa seperti hak cipta, merek, paten, rahasia

dagang, perlindungan varietas tanaman, desain industri, dan desain tata letak

sirkuit terpadu.5

Indonesia sebagai Negara berkembang telah mampu menyesuaikan segala

perubahan peraturan terkait dengan kebijakan tentang HKI. Pemerintah dalam hal

ini Direktoral Jendral HKI Kementerian Hukum dan HAM telah mengeluar

peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa di bidang HKI,

agar permasalahan-permasalahan di bidang HKI di Indonesia diselesaikan secara

damai tanpa ada perselisihan yang berkepanjangan.6

Seiring dengan semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis sehingga

sangatlah mungkin terjadi sengketa diantara para pelaku bisnis. Salah satu kasus

5
Indonesia (UUD 1945), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Pasal 24.
6
Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, (Malang:Setara Press,2014),
hlm.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

sengketa HKI dalam bidang merek yang cukup menarik perhatian adalah kasus

sengketa antara Geprek Bensu dengan I Am Geprek Bensu. Dua merek bisnis ini

memiliki kemiripan dari segi “Bensu” nya, dimana bagi kedua perusahaan nama

Bensu sendiri memiliki arti yang berbeda. Ruben Onsu selaku pemilik Geprek

Bensu, dihadapkan dengan kasus perebutan hak paten merek dagang “Bensu”

antara dirinya dan pemilik restoran I Am Geprek Bensu.

Ruben Onsu Menggugat PT Ayam Geprek Benny Sudjono yang

menggunakan nama I Am Geprek Bensu. Gugatan tersebut terkait dengan Hak

Kekayaan Intelektual merek dagang Bensu. Keunikan kasus ini dimana PT Ayam

Geprek Bensu Benny Sudjono didirikan telebih dahulu dari Geprek Bensu, dan

Ruben Onsu selaku pemilik Geprek Bensu pernah terlibat kontrak kerja sebagai

duta promosi I Am Geprek Bensu. Usai ditunjuk sebagai duta promosi, Ruben

Onsu mendirikan Geprek Bensu, kemudian mendaftarkan nama Bensu sebagai

singkatan namanya Ruben Onsu ke pihak pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu

mengajukan gugatan ke PT Ayam Geprek Benny Sudjono untuk menghapus nama

Bensu dari merek dagang mereka.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan

menuangkannya dalam suatu penulisan skripsi mengenai proses penyelesaian

sengketa antara Ruben Onsu dengan PT Ayam Geprek Benny Sudjono dalam

memperebutkan Hak Merek dagang “Bensu” berdasarkan Undang-Undang Nomor

20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagai dasar hukum dalam

proses penyelesaian sengketa HKI di bidang merek, dengan judul

“PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM STUDI PUTUSAN

GEPREK BENSU MELAWAN I AM GEPREK BENSU”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan diatas, terdapat

beberapa hal yang akan menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini,

permasalah-permasalahnya antara lain:

1. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa dagang dalam kasus Hak

Kekayaan Intelektual?

2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa dagang atas kasus Geprek

Bensu dan I Am Geprek Bensu berdasarkan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk serta proses penyelesaian sengketa dagang

dalam kasus Hak Kekayaan Intelektual.

2. Untuk menganalisis proses penyelesaian sengketa berdasarkan UU MIG

dalam putusan Hakim menyangkut sengketa antara Geprek Bensu

melawan I Am Geprek Bensu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

D. Manfaat Penulisan

Penelitian merupakan cara pengamatan atau inkuiri dan mempertujukan

untuk mencari jawaban permasalah atau proses penemuan.7 Penulis berharap agar

penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Adapun manfaat yang

ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi untuk berbagai

konsep ilmiah yang selanjutnya akan memberikan efek baik bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang HKI. Khususnya

dibidang proses penyelesaian sengketa secara litigasi maupun non

litigasi.

2. Secara Praktis

Hasil penulisan ini diharapkan menjadi acuan dalam sengketa yang

berkaitan dengan HKI di Indonesia. Penulisan ini juga diharapkan agar

memberikan pengetahuan tentang perkembangan proses penyelesaian

sengketa HKI di Indonesia . Penulisan ini juga diharapkan agar

memberikan pertimbangan-pertimbangan atas kasus sengketa HKI

dimasa lampau dan juga agar lebih baik kedepannya dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan tentang HKI.

7
Mulyono, Strategi Pembelajaran; Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global,
(Malang : UIN-Maliki Press, 2011), hlm.71.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang

dilakukan khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi

yang berjudul “PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM STUDI

PUTUSAN GEPREK BENSU MELAWAN I AM GEPREK BENSU” belum

pernah ditulis sebelumnya.

Oleh karena itu dapat dikatakan skripsi ini merupakan karya tulis penulis

sendiri dan bukan merupakan jiplakan atau plagiat dari skripsi orang lain.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan berdasarkan pada hasil pemikiran sendiri,

referensi, buku-buku, makalah, jurnal, dan media elektronik yang dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

F. Tinjauan Pustaka

Sebelum diuraikan lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan

pengertian judul dengan maksud untuk menghindarkan kesalahpahaman dan

memberikan batasan yang jelas, yaitu sebagai berikut :

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual

manusia yang mempunyai manfaat ekonomi. Konsepsi mengenai HKI didasarkan

pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia

memerlukan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya. Pengorbanan ini menjadikan

karya yang telah dihasilkan memiliki nilai ekonomi karena manfaat yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

dinikmatinya. Ini mendorong butuhnya penghargaan atas hasil berupa

perlindungan hukum.8 HKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property

Rights (IPR), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994

tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade

Organization, yang artinya hak atas kekayaan dari kemampuan intelektual

manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi

(human rights). World Intellectual Property Organization (WIPO) menyatakan

hal ini sebagai kreasi pemikiran manusia yang meliputi invensinya, karya sastra

dan seni, simbol, nama, citra dan desain yang digunakan dalam perdagangan.9

HKI merupakan hak privat di mana seorang pencipta/penemu bebas

mengajukan ataupun tidak mengajukan permohonan pendaftaran karya

intelektualnya. Sedangkan pemberian hak ekslusif kepada para pelaku HKI

(pencipta, penemu, pendesain, dan sebagainya) dimaksudkan sebagai penghargaan

atas hasil karya kreativitasnya, sehingga orang lain ikut terangsang untuk

mengembangkan lebih lanjut. Pengembangan HKI ditentukan melalui mekanisme

pasar yang sehat dan diarahkan untuk memajukan masyarakat, sehingga HKI

mengenal adanya pembatasan tertentu untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Sistem HKI mendorong adanya sistem dokumentasi yang baik sehingga dapat

mencegah timbulnya ciptaan atau temuan yang sama. Melalui dokumentasi HKI

yang baik maka individu-individu dalam masyarakat didorong untuk selalu kreatif

8
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Sinar Grafika,2013), hlm. 13.
9
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globalisasi, Sebuah Kajian
Kontemporer,(Yogyakarta:Graha Ilmu,2010), hlm. 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

dan inovatif menghasilkan karya-karya intelektual yang khas dan baru demi

kemajuan bangsa dan peradaban umat manusia.10

Esensi dari HKI ini sendiri didasarkan pada suatu pandangan yang sangat

mendasar di mana karya-karya intelektual yang dihasilkan oleh manusia, di dalam

proses pembuatannya tentunya memerlukan suatu skill ataupun keahlian khuss

danjuga keuletan dan tentunya memerlukan banyak daya upaya juga pengorbanan.

Kepemilikan hak atas hasil kreasi intelektual ini sangat abstrak dibandingkan

dengan hak kepemilikan benda yang terlihat, tetapi hak-hak tesebut mendekati

hak-hak benda, lagipula kedua hak tersebut bersifat mutlak. Selanjutnya, terdapat

analogi bahwa setelah benda yang tak berwujud itu keluar dari pikiran manusia,

menjelma dalam suatu ciptaan kesusastraan, ilmu pengetahuan, kesenian atau

dalam bentuk pendapat. Jadi, berupa berwujud (lichamelijke zaak) yang dalam

pemanfaatannya (exploit) dan reproduksinya dapat merupakan sumber keuntungan

uang. Inilah yang membenarkan penggolongan hak tersebut ke dalam hukum harta

benda yang ada.11

Berikut ini beberapa definisi HKI menurut para ahli, antara lain:

a. Syafrinaldi, Fahmi dan M. Abdi Almaktsur, dalam bukunya berpendapat

bahwa, “Hak atas Kekayaan Intelektual adalah suatu hak yang timbul

dari hasil olah fikir manusia, yang menghasilkan suatu produk atau

proses yang berguna bagi manusia”.12

b. Iswi Hariyani dalam bukunya menyebutkan bahwa, “Hak atas Kekayaan

Intelektual (HaKI) atau Intellectual Property Rights adalah hak hukum

10
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, Cet
1, 2010), hlm. 16.
11
Djumhana, Djubaedilah, op.cit, hlm. 13.
12
Syafrinaldi, Fahmi dan M. Abdi Almaktsur, Hak Kekayaan Intelektual, (Pekanbaru:
Suska Press, 2008), h. 18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

yang bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu

sebagai hasil aktivitas intelektual dan kreativitas yang bersifat khas dan

baru”.13

c. Muhammad Djumhana & R. Djubaedillah mendefinisikan HKI sebagai

hak yang berasal dari kegiatan kreatif manusia yang diekspresikan

kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki

manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga

bernilai ekonomi.14

d. A. Zen Umar Purba mendefinisikan bahwa, “HKI merupakan aset yang

secara hukum menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemiliknya, seperti

juga aset-aset yang lain, seperti tanah dnegan sertifikat, dan kepemilikan

benda-benda bergerak, melekat pada yang menguasai. Untuk itu

diperlukan suatu proses pendaftaran guna mendapatkan tanda

kepemilikan dari negara. Kesadaran bahwa karya intelektual merupakan

benda tidak berwujud yang dapat dijadikan aset adalah kunci pokok

permasalahan, selanjutnya dengan adaya unsur kepemilikan, diharapkan

dapat menumbuhkan kreativitas usaha.15

e. OK. Saidin mengemukakan bahwa, “HKI itu adalah hak kebendaan, hak

atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja

rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya

itu berupa benda immaterial. Benda tidak berwujud.16

13
Iswi Hariyani, op.cit, hlm.16.
14
Djumhana, Djubaedilah, op.cit, hlm 150-160.
15
Ibid., hlm. 55-56.
16
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan ke 7, (Jakarta :
PT.RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

f. Sudargo Gautama mengemukakan bahwa, “Intellectual Property Rights

atau hak milik intelektual adalah hak yang dimiliki oleh seseorang dari

kreasi dan inovasi yang ditimbulkan, hal inilah yang menjadi esensi

terpenting dari hak milik intelektual. Ciptaan yang merupakan kreasi

dan inovasi manusia dapat terbagi atas bidang kesenian (art), di bidang

industrial atau dalam bidang ilmu pengetahuan mungkin pula suatu

kombinasi dari tiga bidang tersebut yang diciptakan, bagian-bagian

tersebut mempunyai istilah-istilah tertentu.”17

Dapat dikatakan bahwa HKI adalah pengakuan dan pengahargaan pada

seseorang atau badan hukum atas penemuan atau ciptaan karya intelektual mereka

dengan memberikan hak-hak khusus bagi mereka baik yang bersifat sosial

maupun ekonomis.18

Objek yang diatur dalam kekayaan intelektual adalah karya-karya yang

timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.19 Apabila orang lain

dibiarkan untuk memanfaatkan suatu karya secara sebebas-bebasnya maka

manfaat dari karya itu hanya akan dinikmati orang lain, sedangkan pemiliknya

tidak memperoleh hal yang sebanding.20

17
Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Hak atas kekayaan intelektual (HAKI), (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.32.
18
Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual - Aspek Hukum
Bisnis, (Jakarta, Grasindo,2002), hlm 24.
19
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006
hlm 7.
20
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta,
Paten,Merek, dan Seluk-Beluknya, (Jakarta, Erlangga,2008), hlm. 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Ada 4 prinsip dasar dalam sistem HKI untuk menyeimbangkan kepentingan

individu dengan kepentingan masyarakat:21

a. Prinsip Keadilan: Para investor berhak mendapatkan imbalan berupa

materi maupun imateri atas karyanya berdasarkan kemampuan

intelektualnya.

b. Prinsip Ekonomi: HKI yang dituangkan dalam berbagai bentuk kepada

publik memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang bermanfaat bagi

kehidupan manusia.

c. Prinsip Kebudayaan: Perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra

sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan

martabat manusia.

d. Prinsip Sosial: Hukum berfungsi menyeimbangkan kepentingan individu

dengan masyarakat, terlebih dalam dunia global yang memandang

bahwa seluruh komunitas manusia di seluruh belahan dunia adalah satu

masyarakat.

Memahami HKI merupakan hal yang mendasar dibutuhkan oleh semua

pihak yang mempunyai minat untuk memanfaatkan dan mengembangkan HKI

bagi kegiatan usaha. Apalagi memanfaatkan dan mengembangkan HKI tersebut

untuk tujuan meningkatkan nilai produktifitas usaha. Secara dasarnya HKI

mengandung arti sebagai sarana untuk melindungi penuangan ide dan gagasan

yang telah diwujudkan secara nyata, dimana penuangan ide ini mempunyai

implikasi pada munculnya nilai ekonomi terhadap hasil penuangan ide dan

gagasan.

21
Syafrinaldi, Fahmi dan M. Abdi Almaktsur, op.cit. hlm. 19.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

2. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Perkembangan dunia dalam aspek HKI berawal dari penemuan-penemuan

yang membuka kemungkinan terhadap pihak ketiga untuk melakukan tindakan

plagiasi dan berakibat merugikan penemu secara ekonomi. Perlindungan HKI

secara internasional dimulai dengan disetujuinya Paris Convention pada tahun

1883 di Brussels, yang mengalami beberapa perubahan terakhir di Stokholm

tahun 1979,22 HKI telah ada di Indonesia sejak zaman penjajahan Hindia

Belanda, Indonesia sebagai Negara jajahan Belanda, memberlakukan Peraturan

Undang-Undang Negara Belanda dengan berdasarkan asas konkordasi. Hak

kekayaan intelektual yang diakui pada masa itu adalah Hak Cipta/Austerswet

1912, Merek Dagang dan Industri/Reglement Indutriele Eigendom Kolonien 1912,

dan Paten/Octrooiwet 1910.23

Undang-Undang Merek pertama Indonesia lahir pada tahun 1961 dengan

diundangkannya Undang-Undang Merek Dagang dan Merek Perniagaan, pada

tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11 November 1961, yang

dikenal dengan nomenklatur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961. Dengan

diundangkannya dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961,

maka Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik

Industrial Kolonial 1912;S.1912-545 jo. S. 1913-214) tersebut dinyatakan dicabut

dan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1992 terjadi pembaruan hukum merek di

22
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung:P.T. Alumni,2003),
hlm. 9.
23
Adrian Sutedi, op.cit, hlm. 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Indonesia, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 yang mencabut dan menggantikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

1961. Selanjutnya pada tahun 1997, terjadi lagi penyempurnaan terhadap Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1992, dengan diundangkan dan diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Lalu pada Tahun 2001, Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1992 jo. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 tersebut

diganti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Kemudian

terakhir pada tahun 2016 diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (untuk selanjutnya

disebut UU MIG).24

Undang-Undang Hak Cipta pertama Indonesia pasca kemerdekaan baru ada

pada tahun 1982, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982. Kemudian pada tahun 1987, Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1982 tersebut diubah dan disempurnakan dengan diundangkan dan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. Selanjutnya pada tahun

1997, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1987 tersebut. Lalu pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1997 jis. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1982 tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dan

terakhir diubah dan disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya disebut UU Hak Cipta).

Undang-Undang Paten Indonesia pertama baru ada pada tahun 1989 dengan

diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989.

24
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Kemudian pada tahun 1997, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tersebut

diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997. Lalu pada tahun 2001,

Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1989 tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Dan

Terakhir diubah dan disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2016 tentang Hak Paten (untuk selanjutnya disebut UU Paten).25

Dengan demikian, sejak tahun 1961 s.d. tahun 1999, yang berarti selama 54

tahun sejak Indonesia merdeka, bidang hak kekayaan intelektual yang telah

mendapat perlindungan dan peraturan dalam tata hukum Indonesia baru tiga

bidang, yaitu merek, hak cipta, dan paten. Adapun empat bidang hak kekayaan

intelektual lainnya varietas tanaman, rahasia dagang, desaian industri, serta desain

tata sirkuit terpadu, baru mendapat pengaturan dalam hukum positif Indonesia

pada tahun 2000, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2000 tentang perlindungan varietas tanaman (atau disebut UU PVT), Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (atau disebut UU Rahasia

Dagang), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desaian Tata Letak

Sirkuit Terpadu (atau disebut UU DTLST), dan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2000 tentang Desain Industri (atau disebut UU Desai Industri).26

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikaji bahwa sejarah

perkembangan HKI di Indonesia pada dasarnya merupakan akibat perkembangan

hukum asing. Tuntutan perkembangan zaman yang semakin kompleks,

25
Ibid,
26
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

mengharuskan Indonesia untuk menerapkan hukum HKI, sehingga Indonesia

dapat mampu bersaing dengan Negara lain khususnya dibidang HKI.

3. Kepemilikan Hak Kekayan Intelektual

Secara umum kepemilikan HKI dapat dikelompokan menjadi dua bagian,

yakni: 27

a. Kepemilikan hak intelektual secara personal/individu, yaitu adalah

adalah hak intelektual yang sepenuhnya dimiliki oleh individu atau

kelompok individu dengan atau tanpa mengajukan permohonan kepada

Negara untuk mendapatkan hak monopoli atas eksploitasi secara

ekonomi.

b. Kepemilikan hak intelektual secara komunal/kelompok, yaitu adalah hak

intelektual yang dimiliki sepenuhnya oleh suatu kelompok masyarakat

yang hidup disuatu tempat secara tetap.

Hak personal dan hak komunal mempunyai prinsip-prinsip yang mana

menjadi perbedaan antara keduanya. Adapun prinsip-prinsip yang terkandung

dalam hak komunal dan hak personal sebagaimana dikemukakan oleh Sudarmanto

diantaranya adalah sebagai berikut:28

a. Prinsip Hak Personal:

1) Diteruskan dari penelitian ilmiah/praktik bisnis/karya seniman.

27
Sudarmanto, KI dan HKI Serta Implementasinya Bagi Indonesia, (Jakarta: Elexmediia,
2012), hlm. 3-4.
28
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

2) Memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, teknologi,

atau sastra dari individu/badan hukum tertentu.

3) Bagian dari perkembangan iptek/seni/perdagangan bisnis.

4) Dikenali inventornya/penciptanya/pelaku bisnisnya.

5) Untuk tujuan komersial dan kepemilikannya bersifat monopoli.

b. Prinsip Hak Komunal:

1) Diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.

2) Memperlihatkan identitas dan budaya masyarakat tertentu.

3) Bagian dari warisan budaya.

4) Tidak dikenali pembuatnya/penciptanya.

5) Umumnya bukan untuk tujuan komersial tetapi lebih diutamakan

sebagai sarana budaya dan agama.

6) Berkembang dan muncul dikalangan masyarakat.

7) Kepemilikan dan pelestariannya bersifat komunal (bersama).

8) Perlindungan dan pelestarian dikehendaki tidak terbatas waktunya.

9) Perlindungan hukumnya harus berdasarkan pengakuan setiap pihak

dan bersifat deklaratif (otomatis/tanpa pendaftaran) dan hak

kebendaan (tangible and intangible/material dan moral dimiliki

Negara).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikaji bahwa prinsip-prinsip yang

dikemukakan tersebut, pada dasarnya HKI personal adalah hak individu atau

badan hukum yang keuntungan atas karyanya bersifat individual serta tersusun

secara tertulis dan sistematis, dan lebih menekankan pada aspek bisnis dan

memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan pada hak intelektual komunal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

lebih menekankan pada sarana agama dan kebudayaan dan sangat sulit untuk

dikembangkan karena dapat bertentangan dengan nilai-nilai, karena merupakan

hak masyarakat adat yang merupakan milik bersama serta disusun, dijaga, dan

dipelihara oleh tradisi.

4. Pengertian Sengketa dan Penyelesaian Sengketa

Pengertian Sengketa dan Konflik saling berdekatan maknanya, maka untuk

memperoleh pemahaman secara menyeluruh harus mengetahui arti dari istilah

Sengketa dan Konflik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI,

Sengketa adalah segala sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat,

pertikaian, dan perbantahan. Sedangkan Konflik adalah percecokan atau

perselisihan.29 Suatu konflik tidak akan berkembang menjadi suatu sengketa

apabila pihak yang dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau

keprihatinanya. Sebuah Konflik akan berkembang menjadi sengketa bila pihak

yang merasa dirugikan telah menyatakan tidak puas atau keprihatinnanya, baik

secara langsung maupun tidak langsung.30

Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari

persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat

menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.31 Sengketa dapat terjadi pada siapa

29
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id, diaskses pada tanggal 9 Oktober
2020, pukul 14.21 WIB.
30
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung:PT citra
Aditya Bakti,2003). hlm 1.
31
Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2003), hlm. 14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

saja dan dimana saja. Sengketa dapat terjadi antara individu dengan individu,

antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, antara

perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan negara, antara negara

satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata lain, sengketa dapat

bersifat publik maupun bersifat privat dan dapat terjadi baik dalam lingkup lokal,

nasional maupun internasional.

Sengketa terjadi karena situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan

oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini

kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadi

lah apa yang dinamakan dengan sengketa. Dalam konteks hukum khususnya

hukum kontrak, yang dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi

antara para pihak karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah

dituangkan dalam suatu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata

lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak.32

Ada tiga unsur pokok dalam suatu sengketa, yaitu :33

a. Adanya dua atau lebih pihak yang terlibat.

b. Adanya perbedaan kehendak/pendapat/atau kepentingan.

c. Adanya ketidaksediaan salah satu pihak untuk menanggapi secara positif

atau melakukan kehendak (prestasi) yang diinginkan oleh pihak lainnya

(wanprestasi).

32
Nurnaningsih Amriani, MEDIASI: Aternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,
(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2012), hlm. 12.
33
Korma Kantaatmadja, Beberapa Hal Tentang Arbitrase, (Bandung:Citra Aditya
Bakti,2001), hlm.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Dengan demikian, yang dimaksud dengan sengketa ialah suatu perselisihan

yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling mempertahankan persepsinya

masing-masing, di mana perselisihan tersebut dapat terjadi karena adanya suatu

tindakan wanprestasi dari pihak-pihak atau salah satu pihak dalam perjanjian.

Munculnya sengketa jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk

berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian.

Pencarian berbagai jenis proses dan metode untuk menyelesaikan sengketa yang

muncul adalah sesuatu yang urgent dalam masyarakat. Berbagai model

penyelesaian sengketa, baik formal maupun informal, dapat dijadikan acuan untuk

menjawab sengketa yang mungkin timbul asalkan hal itu membawa keadilan dan

kemaslahatan.

Macam-macam penyelesaian sengketa pada awalnya kita ketahui bahwa

bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dipergunakan selalu berorientasi pada

bagaimana supaya memperoleh kemenangan (seperti peperangan, perkelahian

bahkan lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan

utama, para pihak cenderung berupaya mempergunakan berbagai cara untuk

mendapatkannya, sekalipun melalui cara-cara melawan hukum. Akibatnya,

apabila salah satu pihak memperoleh kemenangan tidak jarang hubungan diantara

pihak-pihak yang bersengketa menjadi tidak baik, bahkan berubah menjadi

permusuhan. Dalam perkembangannya, bentuk-bentuk penyelesaian yang

berorientasi pada kemenangan tidak lagi menjadi pilihan utama, bahkan sedapat

mungkin dihindari. Pihak-pihak lebih mendahulukan berdiskusi dalam setiap

penyelesaian sengketa yang muncul di antara mereka, dengan harapan melalui

berdiskusi tidak ada pihak yang merasa dikalahkan/dirugikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Upaya manusia untuk menemukan cara-cara penyelesaian yang lebih

mendahulukan kompromi, dimulai pada saat melihat bentuk-bentuk penyelesaian

yang dipergunakan pada saat itu (terutama lembaga peradilan) menunjukkan

berbagai kelemahan/kekurangan, seperti: biaya tinggi, lamanya proses

pemeriksaan, dan sebagainya.34 Akibat semakin meningkatnya efek negatif dari

lembaga pengadilan, maka masyarakat sadar untuk mulai juga memperhatikan

bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

G. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Penggunaan metode merupakan suatu keharusan mutlak dalam penelitian.

Disamping itu mempermudah penelitian juga untuk menjadikan penelitian lebih

efektif dan rasional guna mencapai hasil penelitian yang lebih optimal. Penelitian

merupakan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh data-data yang

akurat, oleh karena itu diperlukan adanya metode penelitian yang harus ada

relevansinya antara komponen yang satu dengan komponen yang lain. Dalam

Penelitian hukum normatif, hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan atau kaidah maupun norma yang berfungsi sebagai

patokan berperilaku dalam masyarakat.35

34
M. Faiz Mufisi, ”Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Ilmu Hukum Syiar
Hukum, Vol. 8, No. 3, November 2005.
35
Sutrisno Hadi, Metodologi Research,(Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Penelitian ini merupakanpenelitian pustaka (library research) dalam

penelitian hukum, penelitian dalam bentuk ini disebut dengan jenis penelitian

hukum normatif , yaitu penelitian hukum yang memposisikan hukum sebagai

sebuah bangunan sistem norma,36 yang bersifat ideal penjelajahan pada sisi

dassolen.37 Sistem norma yang dimaksud adalah asas, norma, kaedah dari

peraturan perundang-undangan, putusan suatu lembaga, perjanjian dan doktrin.38

Objek kajian hukum normatif adalah sistem norma yang akan memberikan

justifikasi perspektif tentang suatu peristiwa atau gejala. Sistem norma dalam arti

yang sederhana ialah sistem kaedah atau aturan hukum.39

Penelitian hukum normatif meneliti kaedah atau aturan hukum sebagai suatu

bangunan sistem hukum yang terkait dengan suatu peristiwa hukum, penelitian ini

dimaksudkan untuk memberikan argumentasi hukum dasar penentu apakah suatu

gejala atau fenomena sudah benar atau salah serta bagaimana seharusnya gejala

atau fenomena itu menurut hukum.40

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penlitian ini adalah bersifat deskriptif analisis,

yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

36
Hajar M, Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum Dan Fikih, (Pekanbaru:
Suska Press, 2015), hlm. 65.
37
Nico Ngani, Metodologi Penelitian Dan Penulisan Hukum, Cet. ke-1,(Jakarta: Pustaka
Yustisia, 2012), hlm. 83
38
Hajar M, op.cit. hlm 65.
39
Ibid, hlm 67.
40
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelakasanaan peraturan

perundang-undangan yang menyangkut permasalahan diatas.41

3. Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari

studi kepustakaan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.42 Bahan-

bahan tersebut terdiri atas bahan kepustakaan seperti dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar, makalah,peraturan

perundang-undangan yang berkembang mengenai ketentuan tentang merek, dan

lain sebagainya. Data sekundernya yaitu terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Berupa peraturan perundang-undangan yang meliputi :

1) UUD 1945

2) UU MIG

3) UU Hak Cipta

4) UU Paten

5) UU Rahasia Dagang

6) UU Desain Industri

7) UU DTLST

41
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta:Ghalia
Indonesia,Cetakan Kelima,1994), hlm.34.
42
Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Semarang: Mandar Maju, 2004), hlm.
23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

8) UU PVT

9) UU Arbitrase

10) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti misalnya literatur yang diperoleh dari

perpustakaan seperti bahan bacaan, buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi, tesis, dan

artikel-artikel lain yang berhubungan dengan Merek.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer serta bahan hukum sekunder, seperti bahan-bahan yang memberikan

informasi, berupa kamus yang terdiri dari kamus bahasa Indonesia, kamus hukum

dan data lainnya yang dibutuhkan untuk melengkapi bahan bagi penulis dalam

penelitian ini.

4. Teknik Pengumpukan Data

Dalam penelitian digunakan data sekunder yaitu data yang secara tidak

langsung diperoleh dari sumbernya dengan cara Library Research (Studi

Kepustakaaan) adalah kegiatan penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan

informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di

perpustakaan seperti buku referensi, hasil penelitian sebelumnya yang sejenis,

artikel, catatan, serta berbagai jurnal yang berkaitan dengan masalah yang ingin

dipecahkan. Kegiatan dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

mengolah, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode/teknik tertentu

guna mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.43

5. Analisis Data

Analisa data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif , metode ini

digunakan agar penulis dapat mengerti dengan gejala yang ditelitinya. Metode

penelitian data sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang

sudah terkumpul digunakan metode analisis normatif yaitu penelitian yang

bertolak dari peraturan perundang-undangan yang ada sebagai hukum positif.

Penelitian kualitatif merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara

logis, sistematis dan empiris terhadap fenomena – fenomena sosial yang terjadi di

sekitar kita untuk direkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran, bermanfaat

bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Analisis data kualitatif adalah

bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya

dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.44

H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN
43
Milya Sari, Asmendri, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian
Pendidikan IPA”, NATURAL SCIENCE: Jurnal Penelitian Bidang IPA dan Pendidikan IPA, Vol.6
(1), 2020, hlm.44.
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta.CV,2013), hlm.14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Bab ini membahas mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika

penulisan.

2. BAB II : PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HAK

KEKAYAAN INTELEKTUAL

Bab ini membahas mengenai Perlindungan Hukum pengguna yang

mendaftarkan mereknya serta Tata Cara Pendaftaran Merek itu sendiri.

3. BAB III : ANALISA PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG

ANTARA GEPREK BENSU DENGAN I AM GEPREK BENSU

Bab ini membahas mengenai latar belakang sengketa tersebut, kronologi

gugatan sengketa, pertimbangan hakim dalam putusan sengketa, serta

analisa proses penyelesaian sengketa dalam putusan hakim apakah sudah

sesuai dengan unsur keadilan dalam UU MIG sebagai dasar peraturan

sengketa merek dalam bidang HKI.

4. BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga

bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi

penulisan skripsi ini, serta saran-saran yang penulis berikan mengenai

masalah yang dibahas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

A. Sengketa dalam Hak Kekayan Intelektual

Pelanggaran terhadap HKI ruang lingkupnya sangat luas dan kompleks

sesuai dengan permasalahan HKI nya itu sendiri yang sangat kompleks. Kondisi

seperti itu semakin bertambah dengan begitu pesatnya perkembangan ekonomi

dan perdagangan, baik nasional maupun internasional.

Pelanggaran terhadap HKI pada dasarnya sebagai tindakan manusia yang

ditimbulkan oleh adanya hubungan akan kebutuhan untuk mendapatkan

keuntungan dengan jalan pintas secara mudah.45 Bentuk-bentuk pelanggaran

terhadap HKI, yaitu seperti berupa pemalsuan, pembajakan, penyadapan,

pembocoran informasi rahasia, persaingan tidak jujur, turut menawarkan serta

memperdagangkan hasil pemalsuan, dan sebagainya.

Terjadinya pelanggaran itu kini di pandang tidak hanya merugikan si

pemilik HKI, tetapi juga dapat merugikan kepentingan umum, misalnya,

merugikan bidang perpajakan, perindustrian, konsumen, serta tatanan sosial,

hukum dan ekonomi secara luas. Dalam rangka penanggulangan pelanggaran

terhadap HKI tersebut melalui sarana hukum, maka hukum perdata, hukum

pidana, ataupun hukum administrasi negara dapat digunakan secara saling mengisi

45
Jacklin Mangowal, “Perlindungan Hukum Merk Terkenal Dalam Perspektif Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merk dan Indikasi Geografis”, Lex Et Societatis, Volume
V No. 9 November 2017, hlm.24.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

di samping tindakan-tindakan pencegahan lain yang bersifat nonyuridis.46 Lalu,

sepanjang hukum pidana hendak digunakan, haruslah selalu diingat sifat hukum

pidana yang mempunyai fungsi subsidair, mengingat sifatnya yang keras, yakni

janganlah menggunakan hukum pidana apabila masih ada sarana-sarana lain yang

memadai (ultimum remedium).47 Salah satu pokok persoalan dan yang menjadi

sorotan berbagai pihak dalam masalah HKI, yaitu penegakan hukum. Persoalan

ini sangat penting sebab perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang

karya intelektual, tidak ada artinya tanpa penegakan hukum.

Sebagai instrumen hukum untuk melindungi kekayaan intelektual tentu

dalam pengaturan nya banyak sengketa yang terjadi dengan berbagai sebab dan

keadaan dalam bidang HKI, yang mana terdiri dari dua pembagian besar, yaitu

Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Selanjutnya dalam Hak Kekayaan Industri

tercakup Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia dagang, Desain Industri,

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.

1. Sengketa Hak Cipta

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

46
Djumhana, Djubaedilah, , op.cit, hlm, 33-34.
47
Sudarto, Hukum Pidana I Edisi Revisi, (Semarang:Yayasan Sudarto,Cet.IV,2013),
hlm.20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undan gan.48

Ide dasar sistem Hak Cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya

manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini

hanya berlaku pada Ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat

dilihat, didengar atau dibaca. Dengan gambaran seperti itu menunjukkan bahwa

Hak Cipta mempunyai syarat substansif, yaitu originalitas, kreativitas, dan fiksasi.

Suatu karya dapat dikatakan memiliki unsur originalitas dan merupakan suatu

bentuk kreativitas jika merupakan hasil kreasi sendiri walaupun bisa saja

terinspirasi dari karya orang lain. Adapun elemen fiksasi mengandung maksud

suatu karya berhak mendapatkan Hak Cipta apabila telah tertuang dalam bentuk

nyata bukan dalam bentuk suatu ide.49

Dalam Pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta disebutkan, dalam UU ini ciptaan

yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

yang mencakup :50

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

48
Indonesia (Hak Cipta), Undang-Undang Hak Cipta, UU No.28 tahun 2014, LN Nomor
266 Tahun 2014, TLN Nomor 5599, Pasal 1 ayat 1.
49
Djumhana, Djubaedilah, , op.cit, hlm. 21.
50
Indonesia (Hak Cipta), op.cit, pasal 40 ayat 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. Karya seni terapan;

h. Karya arsitektur;

i. Peta ;

j. Karya seni batik atau seni motif lain;

k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi,aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan program komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. Permainan video; dan

s. Program computer.

Sengketa akibat pelanggaran terhadap hak cipta akan terjadi apabila ada

pihak-pihak yang melakukan perbuatan yang melanggar ciptaan yang dilindungi

berdasarkan UU Hak Cipta. Akibat pelanggaran terhadap hak cipta sangat

merugikan bagi pencipta dan pemegang hak cipta, karena hak cipta terdiri dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi

adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak

terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau

pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun walaupun

hak cipta tersebut telah dialihkan 51 Apabila hal ini dibiarkan dan tidak dilindungi,

maka para Pencipta dan dan pemegang hak cipta akan kehilangan motivasi untuk

lebih kreatif membuat karya cipta yang baru, padahal hasil ciptaan dapat

menunjang pertumbuhan ekonomi dan mernberikan kontribusi bagi peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 19 tahun

2002 tentang Hak Cipta diharapkan lebih memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pencipta, pemegang hak cipta, dengan masyarakat sesuai dengan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, sehingga pelanggaran terhadap hak

cipta dapat dicegah dan apabila pelanggaran tersebut terjadi, maka sanksi hukum

dapat diberlakukan bagi pelakunya.

2. Sengketa Merek dan Indikasi Geografis

UU MIG melindungi HKI di bidang Merek dan Indikasi Geografis, merek

meliputi merek dagang dan merek jasa. Merek adalah tanda yang dapat

ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan

warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/ atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram,

51
Adrian Sutedi, op.cit, hlm 115.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang

dan Zatau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan

perdagangan barang darr/ atau jasa.52 Sedangkan Indikasi Geografis adalah suatu

tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang danjatau produk yang karena

faktor lingkungan geografis termasuk faktor alarn, faktor manusia atau kornbinasi

dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu

pada barang danjatau produk yang dihasilkan.53

Pasal 1 butir 4 UU MIG menyatakan hak atas merek adalah hak esklusif

yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu

tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya. Hak atas merek merupakan hal yang

sangat penting untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat yang dapat

merugikan kepentingan konsumen dari perbuatan produsen yang memiliki itikad

buruk.54

Hak merek berfungsi sebagai suatu monopoli karena hanya pemilik merek

yang dapat menggunakan merek tersebut. Hak merek bukan merupakan monopoli

mutlak karena apabila jangka waktu perlindungan merek telah habis dan pemilik

merk tidak memperpanjang waktu perlindungan tersebut, maka pihak lain dapat

menggunakannya. Hak atas merek dapat dipertahankan terhadap siapapun juga,

pihak yang tidak berhak tidak bisa menggunakan merek sebagai hak eksklusif.

Suatu merek menjadi hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemilik merek
52
Indonesia (Merek dan Indikasi Georafis), Undang-Undang Merek dan Indikasi
Geografis, UU No.20 Tahun 2016, LN Nomor 252 Tahun 2016, TLN Nomor 5953, Pasal 1 angka
1..
53
Ibid, Pasal 1 angka 6.
54
Ibid, Pasal 1 angka 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

atau pihak lain yang diperbolehkan memanfaatkan hak tersebut dengan seizin

pemilik merek.55

Pendapat dan pengertian mengenai hak eksklusif dapat disimpulkan bahwa

hak eksklusif merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek

terdaftar dalam daftar umum untuk jangka waktu tertentu, dimana dengan adanya

hak eksklusif yang dimiliki pemilik merek, maka ia dapat memanfaatkan sendiri

merek miliknya dan pihak lain tidak dapat diperbolehkan menggunakan merek

tersebut kecuali izin dari pemilk merek.56

Hak merek menimbulkan hak eknomi (economi right) bagi pemiliknya

dikarenakan hak merek merupakan hak eksklusif, maka hanya pemilik merek saja

berhak atas hak ekonomi dari suatu merek. Hak ekonomi adalah suatu hak untuk

memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Hak ekonomi

tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena menggunakan

sendiri merek atau karena menggunakan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak

ekonomi pada merek terbatas hanya 3 (tiga) jenis yaitu penggunaan sendiri,

penggunaan melalui lisensi merek dagang, lisensi merek jas tanpa variasi lain.57

Dalam perkembangannya masalah merek juga banyak terjadi pelanggaran.

Adanya pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak-pihak yang beritikad tidak

baik dan tidak bertanggung jawab terhadap merek terkenal yang dilanggarnya,

tentu akan menimbulkan kerugian yang dirasakan oleh produsen atau pengusaha

pemegang hak atas merek yang terkenal. Sebagai pihak yang dirugikan, tentu

55
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni,2003), hal.
131.
56
Ibid,
57
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

pemegang hak atas merek terkenal akan menempuh jalur hukum untuk

menyelesaikan kasus pelanggaran merek. Hal tersebut bertujuan agar pelaku

pelanggaran merek tidak akan lagi memakai merek yang menyerupai pada

pokoknya atau keseluruhan-nya dari merek terkenal atau bahkan menghentikan

aktivitas produksinya.58

Pada hakekatnya pelanggaran merek yang terjadi di Indonesia diakibatkan

oleh sikap konsumtif masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki

kecenderungan berorientasi pada pemakaian produk-produk luar negeri (label

minded), apalagi kalau itu merek terkenal.59 Akan tetapi daya beli masyarakat

yang rendah menyebabkan mereka belum mampu untuk membeli produk luar

negeri yang harganya lebih tinggi dari produk lokal pada umumnya. Hal ini

memicu adanya perilaku pelaku usaha atau produsen yang memiliki itikad tidak

baik untuk melakukan pelanggaran merek.

Pelanggaran terhadap merek terutama disebabkan adanya keinginan untuk

mendapatkan keuntungan yang besar dalam perdagangan yang biasanya dilakukan

dengan menggunakan merek-merek terkenal dalam masyarakat. Dalam praktek

banyak dijumpai kasus pelanggaran merek terkenal yang bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dalam waktu singkat dengan cara memalsukan atau

meniru merek terkenal tersebut. Pemilik merek terkenal dalam hal ini sudah tentu

sangat dirugikan karena dapat mengurangi omset penjualan serta mengurangi

kepercayaan konsumen terhadap kualitas merek terkenal tersebut.60

58
Djumhana, Djubaedilah, op.cit, hlm 93.
59
Ismail Saleh, Hukum dan Ekonomi, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,1990), hlm.51.
60
Tim Redaksi Tata Nusa, Himpunan Putusan-putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara
Merek, (Jakarta:PT. Tatanusa,2004), hlm.319.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

UU MIG sudah sedemikian mengatur penyelesaian pelanggaran merek

melalui putusan pengadilan maupun gugatan ganti rugi, agar pihak pihak yang

berselisih bisa berdamai. Gugatan ganti kerugian dan/atau penghentian perbuatan

yang berkaitan dengan penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang

sudah sewajarnya, karena tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek yang

sah. Bukan hanya kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat merusak

citra merek tersebut apabila barang atau jasa menggunakan merek secara tanpa

hak tersebut kualitasnya lebih rendah daripada barang atau jasa yang

menggunakan merekk secara sah.61

3. Sengketa Paten

Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu

melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak

lain untuk melaksanakannya.62 Berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU Paten

merupakan hak Eksklusif atau hak istimewa yang diberikan negara kepada

pemegang hak paten, Negara memberikan hak eksklusif kepada pemegang hak

paten, karena hak paten merupakan penemuan dibidang teknologi yang

mempunyai peran strategis dan penting untuk memajukan pembangunan guna

mensejahterakan masyarakat. Hak paten tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh

pemegangnya atau dialihkan kepada pihak lain.

61
Ahmadi Miru, Hukum Merek, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.93.
62
Indonesia (Paten), Undang-Undang Paten, UU No.13 Tahun 2016, LN Nomor 176
Tahun 2016, TLN Nomor 5922, Pasal 1 angka 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Hak Paten merupakan salah satu ruang lingkup hak kekayaan intelektual.

Hak kekayaan intelektual termasuk benda. Benda adalah segala sesuatu yang

dapat dihaki oleh orang.63 Kemajuan di bidang perdagangan dan bisnis seiring

dengan perkembangan teknologi sebagai isyarat telah terjadi perkembangan

masyarakat sederhana kearah masyarakat modern. Perkembangan bisnis dan

perdagangan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi menjadi penting

bagi inventor atau penemuannya dibidang teknologi untuk mendaftarkan

temuannya untuk mendapatkan hak paten agar tidak di klaim oleh pihak lain

sebagai temuannya.

Perlindungan hukum terhadap pemegang paten bertujuan untuk memotivasi

inventor dalam menigkatkan hasil karyanya baik secara kuantitas maupun kualitas

untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta menciptakan iklim usaha

yang sehat. Paten yang diberikan perlindungan bukan hanya terhadap temuan

dibidang teknologi, tapi juga hak eksklusif yang melekat pada pemilik atau

pemegang hak paten, sehingga apabila pihak lain yang yang menerima peralihan

berkeinginan untuk mendapat manfaat ekonomi mengunakan hak paten tersebut

wajib memperoleh lisensi (izin) dari pemiliknya atau pemegangnya.64

Objek paten adalah termasuk benda yaitu benda tak berwujud (imnaterial)

yang merupakan bagian hak kekayaan industri. Maksudnya temuan di bidang

paten merupakan karya seseorang atau secara bersama yang digunakan proses

industri. Hak paten sebagai hak kebendaan yang dapat dijadikan jaminan dengan

63
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: Intermasa, Cetakan ke-XX, 1982),
hlm. 60.
64
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

fidusi, juga dapat dialihkan kepada pihak lain karena, pewarisan, hibah, wasiat,

perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-Undang.65

Paten mempunyai objek dari temuan atau invensi atau invention di bidang

teknologi yang secara praktis dapat digunakan dalam bidang perindustrian. Yang

dimaksud dengan industri adalah industri dalam arti seluas-luasnya termasuk

didalamnnya hasil perkembangan teknologi dalam bidang industri pertanian,

industri bidang peternakan dan industri bidang pendidikan.66 Invensi yang dapat

diberikan adalah Invensi dianggap baru yang dapat diterapkan dalam industri dan

tidak sama dengan teknologi yang diungkapan sebelumnya yang telah diumumkan

di Indonesia atau diluar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui

peragaan, penggunaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli

untuk melaksanakan invensi tersebut.67

Ruang lingkup perlindungan hukum paten dapat dibedakan jadi dua yaitu

paten dan paten sederhana. Paten yang dimaksud disini adalah untuk invensi yang

baru yang dapat diterapkan dalam industri. Sedangkan yang dimaksud dengan

paten sederhana diberikan untuk invensi produk baru, pengembangan dari produk

atau proses yang ada yang dapat diterapkan dalam industri.68

Mengenai subjek paten diatur dalam Pasal 10-13 UU Paten. Pihak yang

berhak memperoleh paten adalah inventor atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut. Invensi dapat dihasilkan secara bersama-sama oleh inventor yang pertama

kali mengajukan permohonan. Invensi dapat dihasilkan oleh inventor dalam

65
Ibid, hlm. 206.
66
Ibid, hlm. 230.
67
Indonesia (Paten), op.cit, Pasal 5.
68
Ibid, Pasal 2 dan 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

hubungan kerja, sebagai pemegang patennya adalah perusahaan, kecuali

diperjanjikan lain. Begitu karyawan yang bekerja mengunakan fasilitas kantor,

maka pemegang patennya adalah perusahaan, kecuali diperjanjikan lain.

Walalupun pemegang paten adalah perusahaan tidak menghapuskan nama

penemu invensi pada sertifikat hak paten.69

Paten yang menggunakan hasil-hasil riset yang diterapkan dalam praktik

memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa dan

negara. Dalam bidang industri yang merupakan media untuk pembangunan

ekonomi secara terus-menerus di cari sumber pengembangannya. Oleh karena itu,

perlindungan hukum bagi temuan (invention) paten adalah mutlak demi

merangsang kreativitas penemu sekaligus menciptakan kepastian hukum.

4. Sengketa Rahasia Dagang

Rahasia Dagang (Trade Secret) memegang peranan penting dalam ranah

HKI. Rahasia Dagang sama pentingnya seperti Hak Cipta (Copyright), Merek

(Trade Mark)maupun Desain Industri (Industrial Design). Persaingan usaha

global menyebabkan perlu diberikannya perlindungan terhadap Rahasia Dagang

agar tercipta dunia usaha yang sehat dan dinamis.70 Pengaturan Rahasia Dagang di

Indonesia tertuang dalam UU Rahasia Dagang. Pengertian Rahasia Dagang yang

dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu rahasia dagang adalah informasi yang

tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai

69
Ibid, Pasal 10-13.
70
Rachmadi Usman, op.cit, hlm.395.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh

pemilik rahasia dagang.71

Rahasia dagang merupakan semua informasi yang dimiliki oleh setiap

individu yang tidak diketahui secara umum oleh masyarakat baik di bidang

teknologi dan/atau bisnis. Informasi rahasia dagang tersebut dikatakan berharga

karena dapat mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dalam menjalankan

usaha, dan harus ada upaya yang menunjukkan bahwa informasi tersebut memang

dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya.72

Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk :73

a. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;

b. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk

menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu

kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Perlindungan rahasia dagang ditujukan untuk melindungi buah karya dari

pikiran manusia yang memiliki nilai komersial serta menjadi sarana untuk

mencegah persaingan usaha yang tidak sehat. Pemilik rahasia dagang tersebut

memiliki hak untuk membagikan rahasia dagangnya miliknya melalui skema

lisensi ataupun melarang pihak lain untuk menggunakannya. Sekilas, konsep

perlindungan rahasia dagang mirip dengan paten yaitu perlindungan terhadap

suatu informasi yang dimiliki oleh perorangan atau korporasi. Yang menjadi

71
Indonesia (Rahasia Dagang), Undang-Undang Rahasia Dagang, UU No.30 Tahun 2000,
LN Nomor 242 Tahun 2000, TLN Nomor 4044, Pasal 1 angka 1.
72
Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia (Sejarah, Pengertian, dan Prinsip
Hukum Dagang), (Malang, Setara Press, 2016),hlm. 244.
73
Indonesia (Rahasia Dagang), op.cit, Pasal 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

perbedaan adalah terkait dengan waktu diberikannya perlindungan terhadap

informasi tersebut. Untuk paten dapat diberikan perlindungan setelah penemu

mengajukan permohonan paten ke pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

(HAM). Sedangkan untuk rahasia dagang berlaku secara otomatis tanpa perlu

didaftarkan atau dimohonkan terlebih dahulu asalkan memenuhi kriteria sebagai

suatu rahasia dagang.74

Ada empat elemen kritis dalam rahasia dagang, elemen kritis tersebut antara

lain sebagai berikut:

a. Elemen pertama

Suatu rahasia dagang harus merupakan informasi, baik informasi

dibidang teknologi, bisnis seperti daftar pelanggan, resep makanan dan

minuman, komposisi obat, dan proses-proses internal untuk

menghasilkan produk atau jasa.

b. Elemen kedua

Suatu rahasia dagang harus mempunyai nilai ekonomi yang berguna

dalam kegiatan usaha.

c. Elemen ketiga

Suatu informasi harus dijaga oleh pemilik rahasia dagang dengan wajar,

layak, dam patut.

Dari uraian diatas, rahasia dagang suatu perusahaan bersifat sangat rahasia,

dimana tidak boleh ada seorangpun yang tahu. Rahasia dagang perusahaan ini

74
Riandhani Septian Chandrika, “Perlindungan Hukum Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang
Di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, Volume 2, Nomor 1, Februari 2016, hlm.
12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

menyangkut tentang teknologi dan atau bisnis yang mempunyai nilai ekonomi.

Beberapa perusahaan yang mempunyai rahasia dagang diantaranya adalah Coca

Cola, Kentucky Fried chicken (KFC), Mc Donald (McD) dan sebagainya.

Sebagian perusahaan meyakini bahwa akan lebih baik invensi yang ditemukan

oleh seseorang atau perusahaan tidak diumumkan pada masyarakat. Hal ini

dikarenakan invensi tersebut mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi

sehingga perusahaan merahasiakan invensi tersebut.

Ruang lingkup perlindungan rahasia dagang berdasarkan UU Rahasia

Dagang meliputi, sebagai berikut :75

a. Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi,

metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang

teknologi dan/ atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak

diketahui oleh masyarakat umum.

b. Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut

bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiannya

melalui upaya sebagaimana mestinya.

c. Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya

diketahui oleh pihak tertentu dan tidak diketahui secara umum oleh

masyarakat.

d. Informasi dianggap tersebut nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan

informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau

usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan

secara ekonomi.

75
Indonesia (Rahasia Dagang), op.cit, Pasal 2 dan 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

e. Informasi dianggap dijaga kerahasiannya apabila pemilik atau para

pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak

dan patut.

Dalam perkembangannya perselisihan rahasia dagang terjadi karena

persaingan dalam dunia bisnis, sehingga memanfaat kan informasi rahasia dagang

tersebut tanpa ijin. Pencipta informasi akan perlu memperlihatkan bahwa

penerima menggunakan konsep atau informasi tanpa ijin dari si pencipta. Ada dua

bentuk penggunaan tanpa ijin :76

a. Dimana pencipta infonnasi tidak memberikan izin kepada pengguna

sama sekali.

b. Dimana pencipta informasi mengizinkan penerirna menggunakan

informasi untuk tujuan tertentu, tetapi si penerima informasi telah

menggunakan informasi itu untuk tujuan lain dicakupan izin yang

diberikan.

Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjad apabila seseorang dengan sengaja

mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kepesapakatan, atau mengingkari

kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang

bersangkutan.77

76
OK. Saidin,op.cit, hlm.459.
77
Indonesia (Rahasia Dagang), op.cit, Pasal 13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Seseorang dianggap melanggar rahasia dagang pihak lain jika ia

memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.78

Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran rahasia dagang

jika tindakan mengungkapkan rahasia dagang atau penggunaan pertahanan

Keamanan, Kesehatan atau keselamatan masyarakat; serta tindakan rekayasa

ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dagang milik orang

lain yang dilakukan dengan semata-mata untuk kepentingan pengembanganlebih

lanjut produk yang bersangkutan.79

5. Sengketa Desain Industri

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau

komposisi garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga

dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan

dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan

suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.80 Dari pengertian

seperti itu maka produk atau barangnya merupakan gabungan kreativitas dan

teknikal dalam proses perancangan produk industri dengan tujuan untuk dapat

78
Ibid, Pasal 14.
79
Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HAKI, (Jakarta : Visimedia, 2008), hlm.66-
67
80
Indonesia (Desain Industri), Undang-Undang Desain Industri, UU No.31 Tahun 2000,
LN Nomor 243 Tahun 2000, TLN Nomor 4045, Pasal 1 angka 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

dipakai oleh manusia atau pengguna serta sebagai hasil produksi dari satu sistem

manufaktur.81

Dari pengertian desai industri dalam UU Desain Industri dapat diketahui

bahwa sesuatu hal dikatakan sebagai Desain Industri apabila mempunyai unsur-

unsur:

a. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis, warna,

atau garis dan warna atau gabungan dari padanya berbentuk tiga dimensi

atau dua dimensi

b. Memberikan kesan estetis

c. Dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi

d. Untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri atau

kerajinan tangan

Hak Desain Industri berdasarkan Pasal 1 Ayat (5) UU Desain Industri

adalah “hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada

pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri,

atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak

tersebut”.82

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (5) UU Desain Industri tersebut, dapat

disimpulkan bahwa hak atas Desain Industri adalah hak khusus pemilik desain

terdaftar yang diperoleh dari negara. Dengan kata lain, berarti diperolehnya hak

kepemilikan atas Desain Industri adalah sebagai konsekuensi telah didaftarkannya

81
Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 113.
82
Indonesia (Desain Industri), op.cit, Pasal 1 angka 5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Desain Industri tersebut pada kantor Desain, dalam hal ini adalah Direktorat

Jenderal HKI.

Adapun subjek dari desain industri atau penerima hak atas desain industri

yaitu :83

a. Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain

b. Pendesain dengan dua orang atau lebih berkerja secara bersama,

diberikan secara bersama kecuali ada perjanjian lain.

Kemudian, Ruang lingkup untuk hak atas desain industri yaitu meliputi :84

a. Pemegang hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk

melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk

melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai,

menjual, mengimpor, mengekpor, dan/atau mengedarkan barang yang

diberi Hak Desai Industri.

b. Pemakaian Desain Industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan

sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dan pemegang hak

Desain Industri.

Setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan perlindungan dari

pemerintah Indonesia, termasuk perlindungan terhadap hak desain industri.

Perlindungan terhadap hak desain industri baik perlindungan hak ekonomi

maupun hak moral apabila diberikan secara memadai akan mempunyai korelasi

yang erat dengan peningkatan kreasi pendesaian yang pada akhirnya akan

83
Ibid, Pasal 6.
84
Ibid, Pasal 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik untuk pendesain maupun untuk

negara.

Perlindungan desain industri dalam kehidupan industri merupakan

pendorong iklim industri yang sehat karena ketentuan-ketentuan di bidang desain

mengandung unsur-unsur pokok adanya hal-hal berikut ini :85

a. Insentif yang adil dan wajar untuk kegiatan penelitian dan

pengembangan, berupa jaminan pemberian hak tidak dapat diganggu

gugat atas suatu karya desain baru dari seorang pendesain, disertai

dengan imbalan yang bernilai ekonomi apabila desain tersebut

dimanfaatkan dalam kehidupan.

b. Pencegahan tindakan-tindakan peniruan desain serta praktikpraktik

persaingan yang tidak jujur.

Dengan adanya perlindungan hukum atas desain industri akan mengurangi

penyalahgunaan hak ata desain industri itu sendiri. Penyalahgunaan hak desain

industri dapat terjadi salah satunya adalah karena didalam pengaturan perundang-

undangan sendiri terutama didalam pasal 2 UU Desain Industri Tidak dijelaskan

mengenai batasan-batasan suatu desain industri dapat dikatakan sama atau tidak

sama. Tetapi yang jelas di Indonesia memahami sesuatu yang disebut dengan

identik immaterial dimana suatu desain yang memiliki kemiripan yang secara

kasat mata sangat signifikan, walaupun konfigurasinya berbeda tetapi dianggap

85
Muhammad Djumhana, op.cit, hlm 49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

tidak memenuhi persamaan dalam “tidak sama” di dalam pasal 2 ayat 2 UU

Desain Industri.86

Desain Industri jadi bagian dari HKI pada dunia perindustrian yang

harus dilindungi oleh suatu negara. Di Indonesia pengaturan mengenai Desain

Industri, diatur dalam UU Desain Industri. Semakin meningkatnya

perindustrian di Indonesia sehingga banyak pula pelanggaran yang muncul

didalam bidang perindustrian. Salah satunya dalam bidang desain industri,

meskipun sudah adanya pengaturan desain industri.

Dalam konteks desain industri, sengketa dapat diartikan sebagai perselisihan

antara para pihak dalam kaitannya dengan hak desain industri, yang

ditimbulkan oleh adanya penggunaan hak desain industri oleh pihak lain

tanpa seizindari pemegang hak. Penggunaan hak desain industri tanpa izin

dapat berupa membuat, menjual, mengimpor, mengekspor, dan mengedarkan

desain industri yang terdaftar. Dari hal tersebutlah sengketa desain industri

kemudian muncul, baik dari aspek keperdataan maupun aspek

pidana.Sengketa di bidang desain industri di Indonesia tidak sedikit diusut

melalui jalur hukum oleh pihak yang merasa telah dirugikan untuk

mendapatkan penyelesaian dari sengketa desain industri yang dihadapinya

karena para pihak yang dirugikan tidak memahami mekanisme dari

penyelesaian sengketa yang timbul di bidang desain industri.87

86
Indonesia (Desain Industri), op.cit, Pasal 2.
87
Ni Putu Rinawati, I Gusti Ngurah Wairocana, “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di
Bidang Desain Industri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri”, Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, Vol. 01, No. 09, September 2013, hlm 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Lahirnya undang-undang desain industri di Indonesia dilatarbelakangi oleh

dua alasan. Alasan pertama, terkait dengan kewajiban Indonesia sebagai anggota

WTO yang harus menyediakan peraturan yang lebih baik tentang perlindungan

Desain Industri, sedangkan alasan kedua adalah berhubungan dengan tekad

pemerintah untuk memberikan perlindungan yang efektif terhadap berbagai

bentuk pelanggaran terhadap desain industri seperti penjiplakan, pembajakan atau

peniruan. Upaya perlindungan yang lebih komprehensif tersebut diharapkan dapat

menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan daya kreativitas para pendesain

dan sebagai wahana untuk melahirkan para pendesain yang produktif.88

6. Sengketa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Berasarkan UU DTLST, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk

jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-

kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau

seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan

semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.89

Sedangkan Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga

dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut

adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit

88
Tomi Suryon Utomo, op.cit, hlm 225.
89
Indonesia (Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu), Undang-Undang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, UU No.32 Tahun 2000, LN Nomor 244 Tahun 2000, TLN Nomor 4046, Pasal 1
angka 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan

pembuatan Sirkuit Terpadu.90

Desain tata letak sirkuit terpadu yang mendapat perlindungan adalah desain

tata letak sirkuit terpadu yang orisinal, dimana desain tersebut merupakan hasil

karya mandiri pendesain, serta pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut

dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.91 Dan ada juga

desain tata letak sirkuit terpadu yang tidak mendapat perlindungan yaitu desain

tata letak sirkuit terpadu yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.92

Subjek desain tata letak sirkuit terpadu adalah seseorang atau beberapa

orang yang menghasilkan desain tata letak sirkuit terpadu, yang kepadanya negara

memberikan hak pemanfaatan desain tata letak sirkuit terpadu yang bersangkutan

secara eksklusif dalam jangka waktu tertentu (10 tahun dan tidak dapat

diperpanjang), terhitung sejak desain tata letak sirkuit terpadu itu untuk pertama

kalinya dimanfaatkan secara komersial.93

Pemegang hak desain tata letak sirkuit terpadu dapat menggugat siapa saja

yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 8 UU DTLSP, yaitu

membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan

barang yang didalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain yang telah

diberikan Hak Desain tata letak sirkuit terpadu.94 Pelanggaran Desain tata letak

90
Ibid, Pasal 1 angka 2.
91
Ibid, Pasal 2.
92
Ibid, Pasal 3.
93
Ibid, Pasal 4-5.
94
Ibid, Pasal 8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

sirkuit terpadu selain dapat digugat secara perdata juga tidak menutup

kemungkinan untuk digugat secara pidana.

Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan bentuk HKI baru, baik dalam

hukum Indonesia maupun dalam hukum internasional. Perlindungan hukum HKI

muncul karena alasan adanya tuntutan kebutuhan akibat perkembangan teknologi

informasi dan perekonomian di bidang terkait, yang belum tertampung

pengaturannya dalam pengaturan hukum HKI yang ada.

Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan salah satu bentuk HKI baru

dalam hukum internasional dan hukum Indonesia., dibandingkan dengan bentuk

HKI lain, seperti hak cipta, paten, merek, dan desain industri. Keberadaan

pengaturan muncul akibat adanya sifat khusus desain tata letak sirkit terpadu yang

tidak dapat ditampung pengaturannya melalui rejim hukum HKI yang ada.

Kebutuhan pengaturan khusus tersebut juga didorong oleh adanya perkembangan

ekonomi, teknologi, dan industri berkaitan dengan penggunaan sirkuit terpadu di

negara-negara maju dan negara-negera berkembang. Oleh karena merupakan

bidang baru dari hukum kekayaan intelektual Indonesia, diperlukan dahulu

pemahaman tentang garis besar pengaturan tentang hal ini sebelum dapat

memahami secara lebih mendalam ke depan.95

95
Sanusi Bintang, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Hukum Indonesia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 20, No. 1, (April, 2018), hlm.24.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

7. Sengketa Perlindungan Varietas Tanaman

Menurut Pasal 1 angka 3 UU PVT disebutkan bahwa varietas tanaman

adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh

bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi

karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis

atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan

apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.96 Berdasarkan pengertian di

atas, maka dapat diketahui bahwa varietas tanaman yang dihasilkan harus berbeda

dengan varietas tanaman yang lain yang ditandai dengan perbedaan bentuk fisik

sampai perbedaan karakteristik tanaman.

Perlindungan varietas tanaman secara khusus yang diberikan negara, yang

dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor

Perlindungan Varietas Tanaman (Kantor PVT), terhadap varietas tanaman yang

dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.97

Kegiatan pemuliaan tanaman merupakan rangkaian kegiatan penelitian dan

pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai

dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan

kemurnian benih varietas yang dihasilkan,98 yang dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan suatu varietas tanaman baru yang bersifat unggul. Pemuliaan

tanaman dapat juga diartikan sebagai rangkaian kegiatan untuk 3 mempertahankan

kemurnian jenis dan/atau varietas tanaman yang sudah ada, atau menghasilkan
96
Indonesia (Perlindungan Varietas Tanaman), Undang-Undang Perlindungan Varietas
Tanaman, UU No.29 Tahun 2000, LN Nomor 241 Tahun 2000, TLN Nomor 4043, Pasal 1 angka
3.
97
Ibid, Pasal 1 angka 1.
98
Ibid, Pasal 1 angka 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

jenis dan/atau varietas tanaman baru yang lebih baik. Pada dasarnya pemuliaan

tanaman merupakan suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman

genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Varietas tanaman yang dapat diberi perlindungan varietas tanaman, antara

lain :99

a. Varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, dimana bahan

perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah

diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak

lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih

dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk

tanaman tahunan.

b. Varietas unik, dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan

secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui

secara umum pada saat penerimaan permohonan hak perlindungan

varietas tanaman.

c. Varietas seragam, dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau

penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi

sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.

d. Varietas stabil, dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami

perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak

melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada

setiap akhir siklus tersebut.

99
Ibid, Pasal 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

e. Varietas dengan nama, varietas yang dapat diberi perlindungan varietas

tanaman harus diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas

yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa :

(1) nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa

perlindungannya telah habis;

(2) pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-

sifat varietas;

(3) penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak perlindunngan

varietas tanaman dan didaftarkan pada Kantor PVT;

(4) apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir 2, maka

Kantor PVT berhak menolak penamaan tersebut dan meminta

penamaan baru;

(5) apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas

lain, maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;

(6) nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek

dagang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan varietas yang tidak dapat diberi perlindungan varietas tanaman

adalah varietas yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama,

kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup.100

Perlindungan hukum varietas tanaman keberlakuannya tidak absolut

sebagaimana hak cipta, namun dibatasi. Jangka waktu berlaku hak perlindungan

varietas tanaman selama 20 tahun untuk tanaman semusim. Untuk tanaman

100
Ibid, Pasal 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

tahunan selama 25 tahun dihitung sejak tanggal pemberian hak perlindungan

varietas tanaman oleh Negara. Sebelum diberikan hak, diberikan hak sementara

yang berlaku sejak tanggal pengajuan permohonan sampai dengan diberikannya

hak.101

Sementara itu, subjek hukum yang diberikan perlindungan hak perlindungan

varietas tanaman adalah pemulia - orang pribadi atau badan hukum.102 Selain

pemulia, orang atau badan hukum lain dapat menjadi subjek hukum hak

perlindungan varietas tanaman yang menerima peralihan hak dari pemulia melalui

pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian lisensi dalam bentuk notariel, atau sebab-

sebab lain, misalnya lisensi wajib karena putusan pengadilan.103

Perlindungan terhadap varietas tanaman berupa bentuk hak pemulia

diharapkan harus mampu :104

a. Menjamin terpenuhinya sebanyak mungkin kebutuhan petani akan benih

yang bermutu secara berkesinambungan dan merata di seluruh wilayah

pertanaman secara spesifik.

b. Mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dan mendorong

tumbuhnya industri perbenihan dan mendorong invensi serta

pengembangan varietas-varietas baru tanaman sebanyak mungkin oleh

masyarakat.

101
Rio Christian Wenas, “Tindak Pidana Terhadap Perlindungan Varietas Tanaman Dan
Pengaturannya Di Indonesia”, Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014, hlm. 142.
102
Indonesia (Perlindungan Varietas Tanaman), op.cit, Pasal 5.
103
Ibid, Pasal 40.
104
Dwi Afni Maileni, “Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman”, Jurnal Ilmu
Hukum UNRIKA, hlm.6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

c. Mendorong perluasan lapangan kerja baru di bidang pertanian dan

meningkatkan kegiatan teknologi pemuliaan oleh masyarakat.

d. Menjamin perkayaan, pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah.

e. Mendorong peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani.

Pemberian perlindungan varietas tanaman juga dilaksanakan untuk

mendorong dan memberi peluang kepada dunia usaha meningkatkan peranannya

dalam berbagai aspek pembangunan pertanian. Hal ini semakin penting mengingat

perakitan varietas unggul di Indonesia saat ini lebih banyak dilakukan oleh

lembaga penelitian pemerintah. Pada waktu yang akan datang diharapkan dunia

usaha dapat semakin berperan, sehingga lebih banyak varietas tanaman yang lebih

unggul dan lebih beragam dapat dihasilkan. Namun, varietas baru yang

penggunaannya bertentangan dengan peraturan undang-undang yang berlaku,

ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kelestarian lingkungan hidup

dan kesehatan tidak akan memperoleh perlindungan. Perlindungan tersebut juga

tidak dimaksudkan untuk menutup peluang bagi petani kecil memanfaatkan

varietas baru untuk keperluannya sendiri, serta dengan tetap melindungi varietas

lokal bagi kepentingan masyarakat.105

B. Sarana Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual

Dalam rangka untuk mengantisipasi munculnya sengketa sebagai

konsekuensi diberlakukannya perlindungan hukum HKI di wilayah Indonesia,

peraturan perundang-undang telah menyediakan beberapa lembaga yang bisa

105
Rachmadi Usman, op.cit, hlm.505.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

dimanfaatkan untuk menyelesaikan sengketa. Pemanfatan lembaga tersebut

ditentukan berdasarkan jenis sengketa HKI yang dialami oleh para pihak yang

terlibat. Dalam aturan normatif, sengketa aKI dapat digolongkan dalam tiga

kategori, yaitu:106

1. Sengketa Administratif

Sengketa administratif adalah sengketa yang terjadi antara pihak yang

mengajukan HKI (pemohon) dengan Pemerintah (Dirjen HKI), yang berkaitan

dengan penolakan permohonan yang dilakukan oleh Dirjen HKI akibat tidak

dipenuhinya beberapa persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan

normatif; atau sengketa antara Pemegang HKI dan Dirjen HKI dengan Pihak

Ketiga, yang berkaitan dengan gugatan pembatalan HKI karena diduga adanya

kesalahan keputusan administratif yang telah dikeluarkan oleh Dirjen HKI. Untuk

penyelesaian sengketa administratif ketentuan normatif telah menyediakan Komisi

Banding, Pengadilan Niaga, dan Mahkamah Agung, sebagai sarana untuk

mendapatkan putusan.107

Dalam ketentuan perundang-undangan bidang HKI, untuk komisi banding

hanya diperuntukkan untuk menyelesaikan sengketa administratif bidang paten, 108

merek,109 dan perlindungan varietas tanaman,110 khususnya yang berkaitan dengan

106
Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, (Memahami
Prinsip Dasar, Cakupan dan Undang-Undang Yang Berlaku), (Bandung:Oase Media, 2010), hal.
203.
107
Adi Sulistiyono, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Haki (Hak Atas Kekayaan
Intelektual), (Surakarta: UNS Press,Cet 1, 2004), hlm. 54.
108
Indonesia (Paten), op.cit, Pasal 64.
109
Indonesia (Merek dan Indikasi Geografis), op.cit, Pasal 33.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

permohonan banding karena adanya penolakan permintaan pendaftaran.

Sedangkan dalam hal sengketa administratif HaKI yang berkaitan dengan

penolakan permohonan pendaftaran jenis HaKI yang lain tidak dikenal adanya

komisi banding. Komisi banding merupakan badan khusus yang independen dan

berada di lingkungan departemen terkait, untuk paten dan merek adalah

Departemen Kehakiman dan HAM, sedangkan untuk PVT adalah Departemen

Pertanian.111

Pengadilan niaga diberi peran untuk menyelesaikan sengketa bidang merek

dan paten dengan obyek sengketa yang berada di bawah yurisdiksinya adalah

gugatan karena tidak puas atas putusan komisi banding merek/paten. Walaupun

dari konstelasi sistem peradilan, pemberian fungsi penyelesaian sengketa HKI

pada pengadilan niaga sudah tepat, namun kalau melihat materi sengketa yang

bersifat administratif dan teknis substantif nampaknya pemberian tugas ini justru

akan merepotkan dan menyulitkan hakim-hakim di pengadilan niaga. Akan lebih

tepat sebenarnya kalau penyelesaian sengketa administratif bidang paten dan

merek hanya ditangani oleh Komisi Banding saja tidak perlu ada lembaga banding

ke pengadilan niaga dan kasasi ke Mahkamah Agung.112

Untuk sengketa adminitrasi di bidang desain industri, pengadilan niaga

menangani sengketa antara pemohon desain industri melawan Dirjen HKI, di

mana meteri sengketa berkaitan dengan penolakan permohonan pendaftaran

desain industri oleh Dirjen HKI, dan sengketa pemegang desain industri melawan

pihak-pihak yang berkepentingan, di mana materi sengketa berkaitan dengan

110
Indonesia (Perlindungan Verietas Tanaman), op.cit, Pasal 36 ayat 2.
111
Adi Sulistiyono, op.cit, hlm.55.
112
Ibid, hlm.60.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

pembatalan pendaftaran desain industri.113 Sedangkan untuk sengketa desain tata

letak sirkuit terpadu, pengadilan niaga menangani sengketa yang melibatkan

pemegang hak desain tata letak sirkuit terpadu melawan pihak-pihak yang

berkepentingan, di mana materi sengketa berkaitan dengan gugatan pembatalan

pendaftaran desain tata letak sirkuit terpadu.114

2. Sengketa Perdata

Dalam Sengketa Perdata bidang HKI, lembaga yang yang bisa diakses oleh

masyarakat untuk mendapat keadilan adalah pengadilan negeri, pengadilan niaga,

arbitrase, dan alternatif penyelesaian sengketa. Sengketa perdata bisa timbul

karena adanya berbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian, atau salah satu pihak

wanprestasi atas perjanjian (perjanjian lisensi) yang sebelumnya telah mereka

sepakati. Untuk jenis sengketa ini pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan

prosedur gugatan melalui lembaga peradilan (pengadilan negeri, pengadilan

niaga), arbitrase, atau jalur non-litigasi.115

Penggunaan salah satu lembaga penyelesaian sengketa tersebut ditentukan

berdasarkan isi atau klausul perjanjian yang dibuat oleh para pihak, ketika

pertama kali membuat suatu perjanjian. Penggunaan lembaga peradilan bisa

dipilih pihak yang merasa dirugikan (penggugat) untuk menyelesaikan sengketa,

bila dalam perjanjian (lisensi) tidak termuat klausul untuk menyampingkan

penggunaan lembaga peradilan, seperti adanya klausul arbitrase atau klausul

113
Indonesia (Desain Industri), op.cit, Pasal 28 dan 38.
114
Indonesia (Desain tata letak sirkuit terpadu), op.cit, Pasal 30 dan 32.
115
Adi Sulistiyono, op.cit, hlm.62.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

alternatif penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di

kemudian hari.116 Namun, bila dalam perjanjian yang dibuat para pihak memuat

klausul arbitrase atau dibuat perjanjian arbitrase, maka lembaga peradilan tidak

lagi berwenang menangani sengketa tersebut..117

Untuk jenis sengketa perdata yang timbul karena adanya pelanggaran atau

pembajakan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum yang tidak berhak atas

HKI, penyelesaiannya juga dapat dilakukan melalui pengadilan negeri, pengadilan

niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa. Penggunaan salah satu

tempat untuk penyelesaian sengketa tersebut ditentukan oleh obyek sengketanya

atau kehendak pihak-pihak yang bersengketa untuk melakukan pilihan, melalui

jalur litigasi atau non litigasi.

3. Sengketa Pidana

Untuk sengketa tindak pidana bidang HKI, yang melibatkan negara

melawan pelaku tindak pidana HKI, berdasarkan aturan yang berlaku, wajib

diselesaikan melalui jalur lembaga peradilan umum. Dalam sistem hukum di

Indonesia, semua pelanggaran bidang HKI, baik itu hak cipta, merek, paten,

rahasia dagang,PVT, desain industri,dan desain tata letak sirkuit terpadu,

dikategorikan sebagai suatu tindak pidana.118

Sekarang ini hanya tinggal PVT yang tindak pidananya digolongkan delik

biasa, hal ini mengandung makna bahwa penyidik harus pro-aktif melakukan

kegiatan investigasi manakala ada dugaan telah terjadi tindak pidana HKI.

116
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 1 angka 1.
117
Ibid, Pasal 3 dan 11.
118
Adi Sulistiyono, op.cit, hlm.73.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Padahal untuk jenis tindak pidana HKI wawasan atau pengetahuan sebagian besar

polisi masih rendah, sehingga seringkali penyelidikan terhadap tindak pidana HKI

baru dilakukan pada saat ada laporan dari pemegang HKI yang dirugikan.

Sedangkan merek, paten, rahasia dagang, desain produk industri, dan desain tata

letak sirkuit terpadu, tindak pidananya digolongkan sebagai delik aduan.119

Pemberian hukuman pada pelaku tindak pelanggaran HKI dimaksudkan oleh

pembuat undang-undang agar para pelaku jera setelah terkena sanksi hukuman,

dan bagi anggota masyarakat lain diharapkan juga akan takut bila mengatahui

adanya sanksi pidana pada pelanggaran HKI. Dalam hal proses penegakan hukum

di bidang HKI, nampaknya pemerintah hanya mengandalkan kebijakan legislatif

dengan memberi ancaman sanksi pidana penjara yang lama dan atau ancaman

pidana denda dengan jumlah besar pada para pembajak. Padahal penegakan

hukum di bidang HKI tidak sesederhana dengan sekedar menaikan sanksi pidana,

tapi juga memerlukan pendekatan budaya, sosial, dan ekonomi. Tanpa menyadari

hal tersebut, pembajakan atau pelanggaran HKI sulit untuk dicarikan solusinya.

B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual

Asal mula sengketa biasanya bermula pada situasi di mana ada pihak yang

merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya ini diawali oleh perasaan tidak puas,

bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami perorangan maupun

kelompok. Jika hal ini berkelanjutan, pihak yang merasa dirugikan menyampaikan

ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua dapat menanggapi

119
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

dan memuaskan pihak pertama, maka selesailah hubungan konfliktual tersebut.

Sebaliknya jika beda pendapat terus berlanjut, maka terjadi apa yang disebut

sebagai sengketa.120

Dalam situasi sengketa, perbedaan pendapat dan perdebatan yang

berkepanjangan biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat

sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib

ataupun kepentingan pihak lainnya.

Untuk adanya proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat bahwa

hak didengar kedua belah pihak sama-sama diperhatikan harus terpenuhi. Dengan

itu baru dapat dimulai proses dialog dan pencarian titik temu yang akan menjadi

panggung dimana proses penyelesaian sengketa dapat berjalan. Tanpa kesadaran

pentingnya langkah ini, proses penyelesaian sengketa tidak dalam arti yang

sebenarnya. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian

sengketa, yaitu kepentingan, hak-hak, dan status kekuasaan. 121

Para pihak yang bersengketa ingin kepentingannya tercapai, hak-haknya

dipenuhi serta ingin status kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan dan

dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang

bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan ketiga faktor tersebut

diatas.

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa dapat

diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni jalur litigasi/pengadilan dan jalur

120
Sri Soemantri, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, (Bandung:PT. Citra
Aditya Bakti, 2001), hlm. 21.
121
Ibid, hlm.22.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

alternatif penyelesaian di luar pengadilan. Jalur litigasi di mana dalam jalur

litigasi ini dibagi menjadi dua macam yakni jalur perdata dan jalur pidana. Untuk

jalur perdata ditempuh melalui suatu proses gugatan ganti kerugian di Pengadilan

Niaga. Sedangkan untuk jalur pidana prosedurnya adalah dari pelaporan pihak

yang dirugikan kepada instansi yang berwenang.122

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa HKI yang diatur dalam Undang-

Undang HKI adalah melalui jalur peradilan. Meskipun asas peradilan yang cepat

dan murah tetap dipakai, namun dalam kenyataannya peradilan justru banyak

kendala dalam menyelesaikan sengketa karena prosesnya seringkali menyita

waktu dan biaya. Terlebih lagi, para pihak dalam sengketa terkuras konsentrasinya

dalam sengketa yang diselesaikan melalui jalur litigasi tersebut. Masyarakat yang

tidak beruntung yang dihadapkan pada proses peradilan seperti dihadapkan pada

medan terjal tanpa pengetahuan hukum yang cukup. Oleh karena itu bentuk-

bentuk penyelesaian sengketa non litigasi lebih diminati.

1. Penyelesaian Sengketa secara Litigasi

Hukum acara yang digunakan dalam persidangan yang menyidangkan

perkara mengenai HKI adalah dengan menggunakan hukum acara perdata biasa

yang selama ini digunakan dalam persidangan perkara-perkara dilingkungan

peradilan umum. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang sama mengenai

hukum acara perdata.

122
Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia, (Bandung: Eresco,
1989), hlm. 52.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Kekuasaan Kehakiman telah membagi kedalam empat badan lingkungan

peradilan, yaitu Peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan

Peradilan Tata Usaha Negara. Pembahasan dalam tulisan ini lebih mengarah pada

Peradilan Umum yang didalamnya terdapat Pengadilan Niaga yang menggunakan

Hukum Acara Perdata yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini berkaitan

dengan sengketa HKI.123

Dalam penyelesaian sengketa secara litigasi di bidang HKI, maka badan

peradilan tingkat pertama yang diberikan kewenagan menanganinya berada pada

Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan

umum dan khusus untuk pelanggaran Rahasia Dagang, gugatan diajukan ke

Pengadilan Negeri. Untuk upaya hukum banding terhadap hasil putusan dari

Pengadilan Niaga hanya dapat dilakukan melalui upaya hukum kasasi ke

Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat terakhir dalam proses penyelesain

sengkata HKI.124

Contoh perkara yang dapat diajukan tuntutan ke pengadilan, yaitu tuntutan

hak yang mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan yang melibatkan

penggugat dan tergugat untuk mendapatkan putusan. Tuntutan tersebut sering

disebut dengan “gugatan”. Misalnya, gugatan mengenai warisan, wanprestasi atau

ingkar janji, perbuatan melawan hukum, gugatan pembatalan hak kekayaan

intelektual dan lain sebagainya.125

123
Djamal, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Rekacipta,2009), hal. 30.
124
Eben Paulus Muaja, “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa
Haki Di Bidang Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014”, Jurnal Ilmu Hukum
FH UNSRAT Lex Crimen, Vol. VII/No. 6 /Ags/2018, hlm.90.
125
Djamal, op.cit, 27.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Keberhasilan suatu gugatan di pengadilan, selain tergantung pada alasan-

alasan yang menjadi dasar pengajuan gugatan beserta bukti-bukti pendukungnya,

tidak kalah pentingnya juga mengenai langkah-langkah awal yang perlu

dipersiapkan. Langkah-langkah awal itupun selain berkenaan dengan kewenangan

pengadilan di mana gugatan diajukan juga langkah-langkah untuk menjamin agar

gugatan tidak sia-sia.126

Adapun cara penyelesaian sengketa HKI secara litigasi setiap bidang nya

telah diatur dengan lengkap berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yaitu sebagai berikut :

a. Penyelesaian Sengketa Hak cipta

Penyelesaian sengketa hak cipta jalur pengadilan dilakukan melalui

Pengadilan Niaga, pengadilan selain Pengadilan Niaga tidak berwenang

menangani penyelesaian sengketa hak cipta. Selain pelanggaran hak cipta

dan/atau hak terkait dalam bentuk pembajakan, sepanjang para pihak yang

bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian

sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.127

Adapun tata cara gugatan sengketa hak cipta ke Pengadilan Niaga yaitu :128

1. Gugatan diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga.

2. Lalu dicatat oleh panitera Pengadilan Niaga dalam register perkara

pengadilan pada tanggal gugatan tersebut didaftarkan.

126
Ibid, 31.
127
Indonesia (Hak Cipta), op.cit, Pasal 95.
128
Ibid, Pasal 100.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

3. Panitera Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang telah

ditandatangani pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

4. Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan permohonan gugatan kepada

ketua Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 2 hari terhitung sejak

tanggal gugatan didaftarkan.

5. Dalam waktu paling lama 3 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan,

Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang.

6. Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita

dalam waktu paling lama 7 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

Putusan atas gugatan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

paling lama 90 hari sejak gugatan didaftarkan. Jika dalam jangka waktu tersebut

tidak dapat dipenuhi, atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung jangka waktu nya

dapat diperpanjang selama 30 hari. Putusan sengketa disampaikan oleh juru sita

kepada para pihak paling lama 14 hari terhitung sejak putusan diucapkan.129

Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa hak cipta hanya dapat diajukan

kasasi. Permohonan kasasi dapat diajukan paling lama 14 hari terhitung sejak

tanggal putusan Pengadilan Niaga diucapkan dalam sidang terbuka atau

diberitahukan kepada para pihak. Dalam waktu paling lama 7 hari terhitung sejak

Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi, Mahkamah Agung menetapkan

hari sidang. Putusan kasasi harus diucapkan paling lama 90 hari terhitung sejak

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.130

129
Ibid, Pasal 101.
130
Ibid, Pasal 102-104.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

b. Penyelesaian Sengketa Merek dan Indikasi Geografis

Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan

Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau

jasa yang sejenis berupa :131

1. Gugatan ganti rugi dan/atau;

2. Penghentian semua perbuatan berkaitan dengan penggunaan merek

tersebut.

Adapun gugatan ganti rugi sengketa merek tertera dalam pasal 90 dan 91

UU MIG :132

(90) “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang

sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk

barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

(91) “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang

sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang

dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”

131
Adrian Sutedi, op.cit, hlm.55.
132
Indonesia (Merek dan Indikasi Geografis), op.cit, Pasal 90 dan 91.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Gugatan ganti kerugian dan/atau penghentian perbuatan yang berkaitan

dengan penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya,

karena tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek yang sah. Bukan hanya

kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat merusak citra merek tersebut

apabila barang atau jasa menggunakan merek secara tanpa hak tersebut

kualitasnya lebih rendah daripada barang atau jasa yang menggunakan merekk

secara sah.133

Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih

besar, atas permohonan pemilik merek atau penerima lisensi selaku penggugat,

hakim dapat memerintah tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran

dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara

tanpa hak.134

Tata cara gugatan sengketa merek dan indikasi geografis pada Pengadilan

Niaga, yaitu:135

1. Gugatan diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum

tempat tinggal atau domisili tergugat, jika di luar wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

2. Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang bersangkutan

diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang

133
Ahmadi Miru, op.cit, hlm 93.
134
Ibid, 94.
135
Indonesia (Merek dan Indikasi Geografis), op.cit, Pasal 85.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal

pendaftaran gugatan.

3. Panitera menyampaikan gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam

jangka waktu paling lama 2 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

4. Dalam jangka waktu paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal gugatan

disampaikan, ketua Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan

menunjuk majelis hakim untuk menetapkan hari sidang.

5. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 hari

setelah gugatan didaftarkan.

6. Sidang pemeriksaan sampai dengan putusan atas gugatan sebagaimana

harus diselesaikan paling lama 90 hari setelah perkara diterima oleh

majelis yang memeriksa perkara tersebut dan dapat diperpanjang paling

lama 30 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

7. Putusan atas gugatan yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum

yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum.

8. lsi putusan Pengadilan Niaga wajib disampaikan oleh juru sita kepada

para pihak pating lama 14 hari setelah putusan atas gugatan diucapkan.

Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa merek dan indikasi geografis

hanya dapat diajukan kasasi. Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari

setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan

kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera pada Pengadilan Niaga

yang telah memutus gugatan. Sidang pemeriksaan dan putusan permohonan kasasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

harus diselesaikan paling lama 90 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima

oleh Majelis Kasasi dalam siding terbuka untuk umum.136

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara gugatan merek serta kasasi

sebagaimana diatur dalam UU MIG berlaku secara mutatis mutandis terhadap

syarat dan tata cara gugatan Indikasi Geografis.137 Mutatis Mutandis adalah asas

yang menyatakan bahwa pada dasarnya sesuai dengan prosedur yang terdapat

dalam ketentuan Peraturan UU MIG tetapi memiliki kewenangan melakukan

perubahan prosedur pada hal-hal yang diperlukan atau penting sesuai dengan

kondisi yang mendesak.138

c. Penyelesaian Sengketa Paten

Pihak yang memperoleh hak paten dapat menggugat ke Pengadilan Niaga

jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak memperoleh

paten. Pemegang paten berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan

Niaga terhadap setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sesuai pasal 19 ayat 1 UU Paten. Dimana hanya dapat diterima jika

produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah

diberi paten.139

136
Ibid,, Pasal 87-88.
137
Ibid, Pasal 86 dan 90.
138
Indonesia (Pembentukan Produk Hukum Di Lingkungan Arsip Nasional Republik
Indonesia), Berita Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2016, No.253 tahun 2016, Pasal 1 angka 11.
139
Indonesia (Paten), op.cit, Pasal 142-143.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Tata cara gugatan sengketa paten pada Pengadilan Niaga, yaitu :140

1. Gugatan didaftarkan kepada pengadilan niaga dalam wilayah hukum

tempat tinggal atau domisili tergugat, jika salah satu pihak bertempat

tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan didaftarkan kepada

Pengadilan Niaga Jakarta pusat.

2. Ketua Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang dalam waktu paling

lama 14 hari sejak tanggal gugatan didaftarkan.

3. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lambat 60

hari sejak tanggal gugatan didaftarkan.

4. Juru sita melakukan pemanggilan para pihak paling lama 14 hari

sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.

Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat 180 hari sejak tanggal

gugatan didaftarkan dalam siding terbuka untuk umum. Setelah itu Pengadilan

Niaga wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak yang tidak hadir

paling lambat 14 hari sejak putusan diucapkan. Pengadilan Niaga juga wajib

menyampaikan salinan putusannya tentang penghapusan paten yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual paling iama 14 hari sejak putusan diucapkan.141

Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa paten hanya dapat diajukan

kasasi. Permohonan kasasi didaftarkan kepada Pengadilan Niaga yang telah

memutus gugatan paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diucapkan atau

diterimanya putusan yang dimohonkan kasasi. Putusan kasasi diucapkan dalam

140
Ibid, Pasal 144.
141
Ibid, Pasal 145.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

sidang terbuka untuk umum paling lama 180 hari sejak tanggal berkas perkara

kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.142

d. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang

Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat

siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 UU Rahasia Dagang ke Pengadilan Negeri, berupa :143

1. gugatan ganti rugi; dan/atau

2. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU

Rahasia Dagang.

Di Indonesia, terdapat tujuh ragam HKI, yaitu Hak Cipta, Paten, Merek,

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Desain Industri, Varietas Tanaman, dan

Rahasia Dagang. Namun, diantara ketujuh HKI tersebut, Rahasia Dagang adalah

satu-satunya hak yang jika terjadi sengketa, maka diselesaikan di Pengadilan

Negeri, selebihnya di Pengadilan Niaga.

Alasan utamanya adalah karena pemeriksaan sengketa rahasia dagang harus

diselesaikan secara tertutup. Namanya juga rahasia dan di Pengadilan Niaga tidak

mengenal adanya persidangan secara tertutup. Hanya Pengadilan Negerilah dapat

dilakukan persidangan secara tertutup. Jadi, wajarlah jika undang-undang

menentukan Rahasia Dagang diselesaikan di Pengadilan Negeri.144

142
Ibid, Pasal 148-152.
143
Indonesia (Rahasia Dagang), op.cit, Pasal 11.
144
Yanni Lewis Paat, “Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang Menurut Hukum Positif
Indonesia”, Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013, hlm 42.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Jika terjadi pelanggaran rahasia dagang, pemegang hak rahasia dagang bisa

melaporkan tindakan tersebut ke pihak berwajib. Untuk dilakukan penyidikan

apakah ada terjadi pelanggaran rahasia dagang sesuai pasal 13-15 UU Rahasia

Dagang atau tidak.145

e. Penyelesaian Sengketa Desain Industri.

Pemegang Hak Desain Industri atau penerima Lisensi dapat menggugat

siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 UU Desain Industri ke Pengadilan Niaga, berupa :

1. gugatan ganti rugi; dan/atau

2. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU

Desain Industri.

Adapun tata cara gugatan sengketa desain industri pada Pengadilan Niaga,

yaitu :146

1. Gugatan didaftarkan kepada pengadilan niaga dalam wilayah hukum

tempat tinggal atau domisili tergugat, jika salah satu pihak bertempat

tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan didaftarkan kepada

Pengadilan Niaga Jakarta pusat.

2. Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang bersangkutan

diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang

ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal

pendaftaran gugatan.

145
Indonesia (Rahasia Dagang), op.cit, Pasal 17 ayat 2.
146
Ibid, Pasal 48.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

3. Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam

jangka waktu paling lama 2 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

4. Dalam jangka waktu paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal gugatan

didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan

hari sidang.

5. Sidang pemeriksaan atas gugatan diselenggarakan dalam jangka waktu

paling lama 60 hari setelah gugatan didaftarkan.

6. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 hari

setelah gugatan pembatalan didaftarkan.

Putusan atas gugatan sengketa harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum paling lama 90 hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang

paling lama 30 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Salinan putusan

Pengadilan Niaga wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama

14 hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.147

Putusan sengketa Pengadilan Niaga hanya dapat dimohonkan kasasi.

Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari setelah tanggal putusan yang

dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan

mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut. Untuk sidang

pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung, sedangkan putusan

147
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum paling lama 90 hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.148

f. Penyelesaian Sengketa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu atau penerima Lisensi

dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU DTLST ke Pengadilan

Niaga, berupa :149

1. gugatan ganti rugi; dan/atau

2. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU

DTLST.

Adapun tata cara gugatan sengketa desain tata letak sirkuit terpadu pada

Pengadilan Niaga, yaitu :150

1. Gugatan didaftarkan kepada pengadilan niaga dalam wilayah hukum

tempat tinggal atau domisili tergugat, jika salah satu pihak bertempat

tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan didaftarkan kepada

Pengadilan Niaga Jakarta pusat.

2. Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang bersangkutan

diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang

ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal

pendaftaran gugatan.

148
Ibid,
149
Indonesia (Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu), op.cit, Pasal 38.
150
Ibid, Pasal 40.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

3. Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam

jangka waktu paling lama 2 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

4. Dalam jangka waktu paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal gugatan

didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan

hari sidang.

5. Sidang pemeriksaan atas gugatan diselenggarakan dalam jangka waktu

paling lama 60 hari setelah gugatan didaftarkan.

6. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 hari

setelah gugatan pembatalan didaftarkan.

Putusan atas gugatan sengketa harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum paling lama 90 hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang

paling lama 30 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Salinan putusan

Pengadilan Niaga wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama

14 hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan. 151

Putusan sengketa Pengadilan Niaga hanya dapat dimohonkan kasasi.

Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari setelah tanggal putusan yang

dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan

mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut. Untuk sidang

pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung, sedangkan putusan

151
Ibid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum paling lama 90 hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.152

g. Penyelesaian Sengketa Perlindungan Varietas Tanaman

Jika suatu hak perlindungan varietas tanaman (PVT) diberikan kepada orang

atau badan hukum selain orang atau badan hukum yang seharusnya berhak atas

hak PVT, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat menuntut ke

Pengadilan Negeri.153 Hak menuntut tersebut berlaku sejak tanggal diberikan

Sertifikat hak PVT. Salinan putusan atas tuntutan tersebut oleh Panitia Pengadilan

Negeri segera disampaikan kepada kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam

Daftar Umum PVT dan di umumkan dalam Berita Resmi PVT.154

Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang Lisensi Wajib

berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang

dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 UU PVT. Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan

pelanggaran hak PVT hanya dapat diterima apabila terbukti varietas yang

digunakan sama dengan varietas yang telah diberi hak PVT. Putusan Pengadilan

Negeri tentang tuntutan tersebut, oleh Panitera Pengadilan Negeri yang

bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat

dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.155

Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya

dilanggar, maka Hakim dapat memerintahkan pelanggar hak PVT tersebut, selama
152
Ibid,
153
Suyud Margono, Amir Angkasa, op.cit, hlm.155.
154
Indonesia (Perlindungan Varietas Tanaman), op.cit, Pasal 66 ayat 2 dan 3.
155
Ibid, Pasal 67.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

masih dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri, untuk menghentikan sementara

kegiatan produksi varietas tanaman tersebut. Hakim dapat memerintahkan

penyerahan hasil pelanggaran hak PVT untuk dilaksanakan, apabila putusan

Pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah orang atau badan

hukum yang dituntut, membayar ganti rugi kepada pemilik barang yang beritikad

baik.156

2. Penyelesaian Sengketa secara Non Litigasi

Nonlitigasi sebagai kebalikan dari litigasi (argumentum analogium) adalah

untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan melalui perdamaian dan

penangkalan sengketa dengan perancangan-perancangan kontrak yang baik.

Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi meliputi bidang yang sangat luas bahkan

mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diselesaikan secara hukum.157

Penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan menghasilkan

kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para

pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan

dan tetap menjaga hubungan baik. Satu-satunya kelebihan proses nonlitigasi ini

sifat kerahasiaannya, karena proses persidangan dan bahkan hasil keputusannya

156
Ibid, Pasal 68.
157
I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan,
(Denpasar:Udayana University Press,2010), hlm.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

pun tidak dipublikasikan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya

dinamakan Alternative Dispute Resolution (ADR).158

Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan istilah yang pertama kali

muncul di Negara Amerika Serikat. Konsep ADR merupakan jawaban atas

ketidakpuasan (dissatisfaction) yang muncul di tengah kehidupan masyarakat di

Amerika terhadap system pengadilannya. Ketidakpuasan tersebut muncul karena

penyelesaian sengketa melalui pengadilan memakan waktu yang cukup lama

karena adanya penumpukan perkara di pengadilan, sehingga membutuhkan biaya

yang cukup besar, serta keraguan masyarakat terhadap kemampuan hakim dalam

menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat rumit yang memerlukan

keahlian tertentu untuk menyelesaikannya. Kerumitan tersebut dapat disebabkan

oleh substansi kasus yang sarat dengan persoalan ilmiah (scientifically

complicated) atau dapat juga karena banyaknya serta luasnya stake holders yang

harus terlibat. Oleh sebab itulah para praktisi hokum dan para akademisi

mengembangkan Alternative Dispute Resolution (ADR) sebagai penyelesaian

sengketa yang mampu menjembatani kebutuhan masyarakat yang mencari

keadilan dalam menyelesaikan sengketa di antara mereka.159

Berdasarkan pasal 1 angka 10 UU Arbitrase yang dimaksud dengan

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau

beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di

158
Rachmadi Usman, op.cit, hlm 2-3.
159
Ibid, hlm 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli.160

Selain sengketa HKI, dalam penjelasan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

(untuk selanjutnya disebut UU Arbitrase), dirumuskan lebih lanjut tentang ruang

lingkup kegiatan perdagangan yang sengketanya bisa dengan lembaga alternatif

penyelesaian sengketa, yang meliputi antara lain kegiatan di bidang perniagaan,

perbankan, keuangan, penanaman modal (investasi), dan industri.161

Di Indonesia, proses penyelesaian sengketa melalui ADR bukanlah sesuatu

yang baru dalam nilai-nilai budaya bangsa, karena jiwa dan sifat masyarakat

Indonesia dikenal dengan sifat kekeluargaan dan kooperatif dalam menyelesaikan

masalah. Di berbagai suku bangsa di Indonesia biasanya menggunakan cara

penyelesaian musyawarah dan mufakat untuk mengambil keputusan. Misalnya

saja di batak dalam forum runggun adatnya menyelesaikan sengketa secara

musyawarah dan kekeluargaan, di minang kabau, dikenal adanya lembaga hakim

perdamaian yang secara umum berperan sebagai mediator dan konsiliator dalam

menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat.162 Oleh

sebab itu masuknya konsep ADR di Indonesia tentu saja dapat dengan mudah

diterima oleh masyarakat Indonesia.

Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam penyelesaian

sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu dikembangkan untuk


160
Indonesia (Arbitrase), Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
UU No.30 Tahun 1999, LN Nomor 138 Tahun 1999, TLN Nomor 3872, Pasal 1 angka 10.
161
Ibid, Penjelasan pasal 66.
162
Suyud Margono, “ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum”, (Bogor: Ghlmia Indonesia,2004), hlm. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

mengatasi kemacetan dan penumpukan perkara di pengadilan maupun di

Mahkamah Agung.

Penyelesaian sengketa melalui non litigasi jauh lebih efektif dan efisien

sebabnya pada masa belakangan ini, berkembangnya berbagai cara penyelesaian

sengketa di luar pengadilan, yang dikenal dengan ADR dalam berbagai bentuk,

seperti :

a. Arbitrase

Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase menjelaskan bahwa arbitrase adalah cara

penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi

maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara

negosiasi atau konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari

penyelesaian sengketa melalui Lembaga peradilan yang selama ini dirasakan

memerlukan waktu yang lama.163

Terdapat dua aliran ADR, yang pertama adalah pendapat bahwa arbitrase

terpisah dari alternatif penyelesaian sengketa dan aliran yang kedua berpendapat

bahwa arbitrase merupakan pula alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan di

dalam UU Arbitrase menganut aliran kombinasi dari kedua aliran tersebut diatas

163
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 1 angka 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

(combination of processes). Arbitrase dapat berdiri sendiri, di samping dapat

merupakan bagian dari alternatif penyelesaian sengketa.164

Pada umumnya Lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan

dengan Lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain :165

1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak sehingga citra yang sudah

dibangun tidak terpengaruh karena sifat privat penyelesaian sengketa;

2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural dan

administrative, karena sidang dapat langsung dilaksanakan ketika

persyaratan sudah dipenuhi para pihak;

3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya

mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup

mengenai masalah yang disengketakan, jujur, dan adil;

4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan

masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan

5. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan

dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung

dapat dilaksanakan, karena putusan arbitrase memiliki sifat final dan

binding

Meskipun demikian kebenaran tersebut relatif, sebab di negara-negara

tertentu proses peradilan dapat lebih cepat dari pada proses arbitrase. Karena satu-

164
Sudargo Gautama, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia : Penyelesaian
Sengketa Secara Alternatif (ADR). (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2001). hlm. 122.
165
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Penjelasan bagian umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

satunya kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiannya karena

keputusannya tidak dipublikasikan.166

b. Mediasi

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA 1/2016)

bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.167

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui

perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non intervensi)

dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa serta

diterima kehadirannya oeh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut

dinamakan “mediator” atau “penengah”, yang tugasnya hanya membantu pihak-

pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai

kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator di sini

hanya bertindak sebagai fasilitator belaka. Dengan mediasi diharapkan dicapai

titik temu penyeesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak yang

bersengketa dan selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama.

Pengambian keputusan tidak berasa di tangan mediator, tetapi di tangan para

pihak yang bersengketa. Mediasi sifatnya tidak formal, sukarea, melihat ke depan,

kooperatif, dan berdasar kepentingan.168

166
Ibid,
167
Indonesia (Prosedur Mediasi), Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 1 angka 1.
168
Rachmasi Usman, op.cit, hlm.99.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Pengaturan mediasi dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3), (4),

dan (5) UU Arbitrase bahwa terhadap sengketa yang tidak dapat diselesaikan

melalui negosiasi, maka penyelesaian sengketa diselesaikan melalui bantuan

seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Mediasi pada

dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian

mengenai prosedur mediasi yang efektif, sehingga dapat membantu dalam situasi

konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif

dalam proses tawar menawar. Mediasi juga dapat diartikan sebagai upaya

penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator

yang bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para

pihak tetapi menunjang sebagai fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak

dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya

mufakat.169

c. Konsultasi

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara satu

pihak tertentu yang disebut dengan klien dengan satu pihak lain yang merupakan

pihak konsultan yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk

memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Klien dapat menggunakan

pendapat yang telah diberikan ataupun memilih untuk tidak menggunakan adalah

bebas, karena tidak terdapat rumusan yang menyatakan sifat “keterikatan” atau

“kewajiban” dalam melakukan konsultasi.170

169
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 6 ayat 3-5.
170
Sri Hajati, Sri Winarsi, dkk. Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan. (Surabaya :
Airlangga University Press,2018) Hal. 429.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Ini berarti dalam konsultasi, peran dari konsultan dakam menyelesaikan

sengketa atau perselisihan hanyalah sebatas memberikan pendapat hukum saja

sebagaimana permintaan klien. Selanjutnya mengenai keputusan penyelesaian

sengketa akan diambil sendiri oleh para ihak yang bersengketa, meskipun

adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan

bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang

bersengketa tersebut.

d. Negosiasi

Pengertian negosiasi tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang,

namun dapat dilihat dalam Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase bahwa pada dasarnya

para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul

dalam pertemuan langsung dan hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam

bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Kata “Pertemuan langsung”

menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa atau beda pendapat dilakukan melalui

negosiasi. Selain dari ketentuan tersebut tidak diatur lebih lanjut mengenai

“negosiasi” sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa oleh para pihak.171

Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang

dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki

berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda172. Hal ini selaras dengan

apa yang diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho bahwa, negosiasi ialah proses

tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses

interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan

171
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 6 ayat 2.
172
Nurnaningsih Amriani, op.cit, hlm. 23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh

kedua belah pihak.173

e. Konsiliasi

Pengertian mengenai konsiliasi tidak diatur secara eksplisit dalam UU

Arbitrase. Namun penyebutan konsiliasi sebagai salah satu Lembaga alternatif

penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka (10) dan

Alinea ke-9 dalam penjelasan umum.174

Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi

menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif

dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada

para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan

menjadi resolution.175

Tujuan dari pertemuan konsiliasi adalah untuk membawa pihak yang

berkepentingan untuk bersama-sama mencari jalan keluar dalam menyelesaikan

perselisihan. Pada dasarnya konsiliasi memiliki karakteristik yang hampir sama

dengan mediasi, hanya saja peran konsiliator lebih aktif dibandingkan mediator

yaitu :176

1. Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara

kooperatif.

173
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta : Prenada
Media, 2009), hlm. 21.
174
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 1 angka 10.
175
Nurnaningsih Armani, op.cit, hlm. 34.
176
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solusi dan Antisipasi bagi Peminat
Bisnis dalam menghadapi Sengketa kini dan mendatang, (Yogyakarta: Citra Media Hukum,2006),
hlm. 92.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

2. Konsiliator adalah pihak ketiga yang netral yang terlibat dan diterima

oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.

3. Konsiliator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk

mencapai penyelesaian.

4. Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai kewenangan mengusulkan

pendapat dan merancang syarat-syarat kesepakatan di antara para pihak.

5. Konsiliator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama

perundingan berlangsung.

6. Konsiliasi bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan

yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri

sengketa.

f. Penilaian Ahli

Sebagaimana dapat diambil kesimpulan atas pengertian Alternatif

Penyelesaian Sengketa dalam Pasal 1 Angka (10) bahwa Penilaian Ahli

merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.177 Ini

Berarti Penilaian ahli merupakan salah satu alternatif penyelesian sengketa oleh

para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan

yang sedang terjadi.

Selain dari cara penyelesaian sengketa sebagaimana disebutkan di atas yang

didasarkan kepada UU Arbitrase, dalam sistem hukum Indonesia tentang hal

tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman sebagaimana disebutkan dalam Pasal 58 dan Pasal 60,

177
Indonesia (Arbitrase), op.cit, Pasal 1 angka 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

yang pada pokoknya menentukan tentang penyelesaian sengketa yang dilakukan

melalui mediasi. Hasil akhir dari rangkaian proses penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6

ayat 7 UU Arbitrase yang berhasil maka akan menghasilkan kesepakatan atau

perdamaian diantara para pihak.178

Berdasarkan uraian pada bab ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya

sengketa HKI karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak

tertentu dalam bidang HKI, yaitu hak cipta, merek dan indikasi geografis, paten,

rahasia dagang, varietas tanaman, desain industri dan desain tata letak sirkuit

terpadu. Dengan tanpa hak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang

mengakibatkan Pemilik HKI dirugikan karena bentuk pelanggaran HKI seperti

melakukan pembajakan, pemalsuan, peniruan, penggandaan ciptaan dan produk

Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan

dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Setiap lembaga-lembaga penyelesaian sengketa HKI pati punya kekurangan

dan kelebihan, para pihak yang bersengketa bisa menentukan lembaga mana yang

akan di pilih untuk menyelesaikan masalahnya sesuai kebutuhan masing-masing

pihak. Oleh karena itu sangat penting sekali hadirnya lembaga-lembaga

penyelesaian sengketa HKI di Indonesia, baik secara litigasi maupun non litigasi,

engan adanya lembaga-lembaga tersebut sengketa HKI di Indonesia bisa di

selesaikan dengan baik tanpa ada konflik yang berkepanjangan dengan

ditemukannya solusi oleh lembaga yang menyelesaian sengketa HKI terkait.

178
Ibid, Pasal 6 ayat 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

BAB III

ANALISA PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG ANTARA GEPREK

BENSU DAN I AM GEPREK BENSU

A. Kronologi Gugatan Sengketa

Ruben Onsu yang merupakan pemilik dari Geprek Bensu mengajukan

gugatan kepada I Am Geprek Bensu di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri pada tanggal 22 Agustus 2019 dalam Register Nomor

57/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst, dimana Ruben Onsu menggugat

PT Ayam Geprek Benny Sujono dan Pemerintah Republik Indonesia, yaitu

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual, serta Direktorat Merek dan Indikasi Geografis. Dalam gugatannya itu

Ruben mengklaim sebagai pemilik hak dan pendaftar pertama merek "Bensu"

yang digunakan dalam usaha bisnis kulinernya. Merek Bensunya ini telah

dimohonkan Ruben sejak tanggal 3 September 2015 dan terdaftar pada tanggal 7

Juni 2018 serta mendapatkan perlindungan sampai dengan tanggal 3 September

2025, dimana nama Bensu, menurut Ruben, diambil dari singkatan namanya,

yakni Ruben Onsu.

Ruben Onsu mengatakan PT. Ayam Geprek Benny Sudjono telah

menggunakan merek Bensu untuk usaha kulinernya yakni "I Am Geprek Bensu

Sedep Beneerrr" yang sekarang dikenal dengan sebutan “I Am Geprek Bensu”

tanpa seizinnya berdasarkan informasi pangkalan data kekayaan intelektual

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

I Am Geprek Bensu sebenarnya telah beroperasi sejak 17 April 2017 hingga

saat ini, dan perusahaannya telah mengajukan permohonan pendaftaran merek

usaha "I Am Geprek Bensu " pada 3 Mei 2017. Usaha kuliner ini didirikan oleh

tiga sekawan, bernama Yangcent, Kurniawan, dan Stefani Livinus. Pemberian

nama Bensu diberikan berdasarkan nama ayah Yangchen yang bernama Benny

Sujono atau dikenal dengan nama Bensu.

Usaha kuliner tersebut kemudian terdaftar sebagai badan hukum

berdasarkan Akta Perseroan Terbatas PT Ayam Geprek Benny Sujono Nomor 130

tanggal 15 Maret 2017. PT Ayam Geprek Benny Sujono telah mendapat

pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor AHU-0040249.AH.01.01.Tahun 2017 tanggal 13

September 2017. Penggunaan singkatan "Bensu" merupakan penghargaan

terhadap Benny Sujono yang dinilai telah memberikan saran dan masukan

terhadap berdirinya perusahaan. Kemudian, didirikan resto pertama perusahaan

tersebut bernama "I Am Geprek Bensu Sedep" pada tanggal 17 April 2017 di

Jalan Padamengan I Gang 5 Nomor 2A, Gunung Sahari, Kecamatan Pademangan

Timur, Jakarta Utara.

Lalu Adik Ruben Onsu yaitu Jordi Onsu, menawarkan diri mau bergabung

ke PT Ayam Geprek Benny Sujono sebagai manajer operasional. Tawaran itu

disetujui karena Jordi merupakan teman dari Yangcent dan Stefani Livinus.

Meskipun demikian, bergabungnya Jordi hanya sebatas kerja sama pengelolaan

bisnis makanan merek "I Am Geprek Bensu", bukan kepemilikan merek I Am

Geprek Bensu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Usaha kuliner "I Am Geprek Bensu" terus berkembang hingga dibuka

beberapa cabang di wilayah Jakarta. Jordi pun kemudian menawarkan kakaknya,

yaitu Ruben Onsu, untuk bergabung ke perusahaan sebagai duta promosi pada

Mei 2017. Alasannya, Ruben telah dikenal masyarakat sebagai seorang artis dan

punya banyak penggemar. Foto dan nama Ruben kemudian dipasang di sejumlah

cabang atau outlet usaha kuliner merek "I Am Geprek Bensu". Ruben dan Jordi

juga tidak mempermasalahkan penggunaan nama Bensu dalam usaha kuliner

tersebut.

Sejak tanggal 9 Mei 2017 sampai 14 Agustus 2017, Ruben Onsu diketahui

telah diberikan kompensasi sehubungan dengan posisinya sebagai duta promosi

sejumlah cabang/outlet bisnis makanan merek "I Am Geprek Bensu". Dalam

putusan 57/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst disebutkan, berdasarkan

bukti, setidaknya Ruben sudah menerima sekitar Rp 663 juta. Oleh karena itu,

sudah jelas Ruben Onsu selama ini hanya berkedudukan sebagai duta promosi,

bukan pemilik "I Am Geprek Bensu".

Setelah Ruben bergabung sebagai duta promosi, Jordi Onsu kemudian

meminta seorang karyawannya dipekerjakan di bagian dapur sebagai quality

control pada perusahaan kuliner "I Am Geprek Bensu".

Pada Juli 2017, Jordi menarik kembali karyawannya yang telah bisa

memasak dan mengetahui resep usaha kuliner "I Am Geprek Bensu". Kemudian,

pada Agustus 2017, Ruben Onsu membuka usaha kuliner bernama "Geprek

Bensu" yang memiliki kesamaan jenis makanan, logo, dekorasi ruangan, susunan

kata, dan susunan gambar dengan usaha kuliner "I Am Geprek Bensu". Ruben dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Jordi kemudian mulai mempromosikan usaha "Geprek Bensu" sehingga

menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Konsumen "I Am Geprek

Bensu" pun mulai beralih ke "Geprek Bensu".

Pada Mei 2018, Ruben memohon penetapan nama merek Bensu sebagai

singkatan namanya Ruben Samuel Onsu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

dengan Nomor 384/Pdt.P/2018/PN.Jkt.Sel.

Pada 31 Agustus 2019, Ruben melakukan somasi kepada Yangchent agar

tidak menggunakan merek Bensu pada usaha kuliner "I Am Geprek Bensu".

Bahkan, Ruben meminta uang ganti rugi senilai Rp 100 miliar dari PT Ayam

Geprek Benny Sujono. PT Ayam Geprek Benny Sujono kemudian mengajukan

rekonvensi atau gugatan balik.

Akhirnya, Majelis Hakim PN Jakpus memutuskan bahwa PT Ayam Geprek

Benny Sujono adalah pemilik dan pemakai pertama yang sah atas merek "I Am

Geprek Bensu".

Lalu Hakim juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, serta Direktorat Merek dan

Indikasi Geografis untuk membatalkan merek-merek atas nama Ruben Samuel

Onsu dengan mencoret pendaftaran merek-merek tersebut dari Indonesia Daftar

Merek. Ruben Onsu juga diwajibkan membayar biaya perkara senilai Rp

1.911.000.

Pada 23 April 2020, Ruben Onsu kemudian mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengajuan kasasi

tersebut terdaftar dengan nomor register 575 K/Pdt.Sus-HKI/2020. Namun, MA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

menolak kasasi Ruben pada 20 Mei 2020. Oleh karena itu, putusan tersebut telah

berkekuatan hukum tetap.

B. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Sengketa

Adapun yang menjadi pertimbangan Hakim dalam putusan kasus yang

terjadi antara PT Ayam Geprek Benny Sujono dan Ruben Onsu adalah, sebagai

berikut :

1. PT Ayam Geprek benny Sujono adalah pemilik dan pengelola bisnis

makanan merek “I AM GEPREK BENSU” yang mulai dibuka pada

tanggal 17 April 2017 di Jalan Pedemangan I Gang 5 Nomor 2 A

tanggal 17 April 2017. Mereka telah mendaftarkan Merek “I Am Geprek

Bensu Sedep Beneerrr”, dan telah mendapatkan Sertifikat Merek.

Adapun tanggal permohonannya yaitu 03 Mei 2017, dan waktu

perlindungan sampai dengan tanggal 03 Mei 2027 sedangkan Ruben

Onsu mendaftarkan merek “Geprek Bensu”nya pada tanggal 7 Juni 2018

serta mendapatkan perlindungan sampai dengan tanggal 3 September

2025. Sesuai dengan pasal 1 angka 5 UU MIG dimana hak atas merek

diberikan oleh negara kepada pernilik Merek yang terdaftar,179 lalu juga

pada pasal 21 ayat 2 huruf a UU MIG dimana permohonan pendaftaran

ditolak jika ada kesamaan sebagian atau keseluruhan dengan pihak lain

yang telah mendaftar terlebih dahulu,180 maka PT Ayam Geprek Benny

179
Indonesia (Merek dan Indikasi Geografis), op.cit. Pasal 1 angka 5.
180
Ibid, Pasal 21 ayat 1(a).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Sujono berhak menggunakan dan sebagai pemegang hak eksklusif atas

merek “I Am Geprek Bensu Sedep Beneerrr”.

2. Mari bandingkan Logo Merek dari “Geprek Bensu” dengan “I Am

Geprek Bensu dibawah ini:181

Kedua logo diatas jika di lihat secara teliti mempunyai banyak

kesamaan, mulai dari warna logo dimana warna yang cenderung ke

orange dengan api yang sama berwarna merah, lalu lihat bentuk

ayamnya dimana sangat mirip sekali, yang menjadi pembedanya hanya

pada gaya ayamnya, dimana “Geprek Bensu” dengan kedua tangan

ayamnya di pinggang, sedangkan “I Am Geprek Bensu” salah satu

tangannya memberi hormat. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU MIG

menyebutkan “merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar,

logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)

dimensi dan/ atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari

181
Nur Tiffany Ariana, https://kuyou.id/homepage/read/9745/viral-kasus-merek-geprek-
bensu-dan-i-am-geprek-bensu-sebenarnya-mana-yang-asli-simak-disini-gaes, diakses pada 5
Oktober 2020, pada pukul 19.45 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/ atau

jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan

perdagangan barang dan/atau jasa”.182 Maka kemiripan antara kedua

unsur-unsur logo diatas tentu ada salah satu logo yang seharusnya

dilindungi hak nya oleh pemerintah, dan logo lainnya bertanggung

jawab atas serupanya logo tersebut.

3. Dilihat dari nama mereknya yaitu “Geprek Bensu” dengan “I Am

Geprek Bensu”, berdasarkan Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU MIG

memberikan pengertian bahwa: "Yang dimaksud dengan "persamaan

pada pokoknya" adalah kemiripan dalam suatu merek yang disebabkan

adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang

lain, sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai

bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur,

maupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat di dalam merek

tersebut".183 Maka kedua merek yaitu Merek milik Penggugat “Geprek

Bensu” dan Merek milik Tergugat “I Am Geprek Bensu” mempunyai

kemiripan persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara

penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan

yang terdapat di dalam merek tersebut.

4. Dilihat dari produk-produk yang diproduksi atau diperjualbelikan juga

sama yaitu produk-produk sajian makanan berupa ayam.

182
Ibid, Pasal 2 ayat 3.
183
Ibid, Pasal 21 ayat 1, bagian penjelasan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

5. Iktikad tidak baik dari Pemohon pendaftaran Ruben Onsu karena

setidak-tidaknya patut diketahui adanya unsur kesengajaan dalam

meniru Merek yang sudah dikenal tersebut. Bahwa sejak dari tanggal 09

Mei 2017 sampai 14 Agustus 2017 PT Ayam Geprek Benny Sujono

telah memberi kompensasi kepada Ruben Onsu dan telah disertai bukti

yang sah yaitu sehubungan dengan posisinya sebagai Duta Promosi

(ambassador) pada sejumlah cabang/outlet bisnis makanan merek “I AM

GEPREK BENSU” milik PT Ayam Geprek Benny Sujono sehingga

Ruben Onsu seharusnya sudah mengetahui bahwa posisinya adalah

semata-mata sebagai Duta Promosi (ambassador) untuk kepentingan

Usaha dagang milik dari PT Ayam Geprek Benny Sujono, jadi bukan

sebagai pemilik dari Merek PT Ayam Geprek Benny Sujono tersebut.

Jadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (3) UU MIG menyebutkan: (3)

Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak

baik, dengan penjelasan yaitu “Pemohon yang beritikad tidak baik"

adalah pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya

memiliki niat untuk meniru menjiplak atau mengikuti merek pihak lain

demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha

tidak sehat, mengecoh atau menyesatkan konsumen.184 Maka Ruben

Onsu adalah pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya

memiliki niat untuk meniru, menjiplak atau mengikuti merek pihak lain

demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha

tidak sehat, mengecoh atau menyesatkan konsumen, sehingga Majelis

184
Ibid, Pasal 21 ayat 3, bagian penjelasan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Hakim berpendapat Ruben Onsu adalah Pemohon yang beriktikad tidak

baik.

B. Analisa Penyelesaian sengketa

HKI masih menjadi masalah besar bagi pelaku usaha di Indonesia.

Khususnya pelaku usaha yang baru merintis usahanya. Kasus Geprek Bensu

melawan I Am Geprek Bensu merupakan kasus sengketa HKI di bidang merek,

dengan dasar pengaturannya ada pada UU MIG.

Kasus antara Ruben Onsu dengan PT Ayam Geprek Benny Sujono

merupakan salah satu contoh kasus dari beberapa ratusan sengketa merek yang

sering terjadi didalam dunia usaha. Upaya perlindungan terhadap sebuah merek,

baik itu merek dagang maupun jasa wajib hukumnya untuk didaftarkan didalam

Undang-Undang Merek di Indonesia, sebagaimana diatur di dalam UU MIG.

Prinsip perlindungan menjadi sangat penting bagi sebuah produk baik dibidang

jasa maupun barang, mengingat merek merupakan sebuah pembeda bagi produk

barang atau jasa lainnya.

Masyarakat sebelumnya dibingungkan dengan adanya kasus dugaan

plagiarisme merek dagang olahan makanan ayam geprek. Merek dagang tersebut

dimiliki oleh salah satu selebritas kenamaan Indonesia, Ruben Onsu. Tidak

disangka, pasca viralnya ayam “Geprek Bensu”, ada pihak lain yang mengklaim

bahwa merek dagang tersebut sudah didaftarkan sebagai merek dagang oleh

pihaknya, jauh sebelum Bensu memiliki usaha sejenis, yaitu tentu saja oleh PT.

Ayam Geprek Benny Sudjono denga mereknya “I Am Geprek Bensu”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Memang pelaku usaha sudah menyadari akan pentingnya ide atau konsep

merek (branding) sebuah usaha atau produk yang mereka jajakan agar bisa

memikat pelanggan. Namun kesadaran akan pentingnya branding ini tidak

dibarengi dengan pemahaman akan pentingnya mendaftarkan brand atau merek

dagang agar tidak diklaim oleh pihak lain.

Setidaknya inilah pelajaran yang bisa dipetik dari kasus sengketa merek

"Bensu" yang menjadi sorotan akhir-akhir ini. Mungkin di benak masyarakat

umum kalau ditanya apa Bensu, maka mayoritas akan merujuk sosok pelaku dunia

hiburan bernama Ruben Samuel Onsu alias Ruben Onsu. Apalagi sang sosok

punya usaha makanan dengan menggunakan brand "Bensu", yang diklaim

singkatan dari nama Ruben Onsu.

Dilihat dari data yang ada, perbandingan outletnya tipis antara Geprek

Bensu dan I Am Geprek Bensu, 120: 111. Artinya, skala produksinya tidak terlalu

jauh. Kedua merek ini bisa dikatakan sebagai merek terkenal di Indonesia, dengan

fakta juga dimana merek Geprek Bensu pemiliknya adalah Ruben Onsu yang

merupakan artis terkenal, dan dia juga pernah menjadi brand ambassador merek I

Am Geprek Bensu yang membuat usaha tersebut makin terkenal.

Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, yakni UU MIG,

pasal 3 menyebutkan bahwa Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut

terdaftar. Penjelasannya yang dimaksud dengan "terdaftar" adalah setelah

Permohonan melalui proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

proses pemeriksaan substantif serta mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia untuk diterbitkan sertifikat atas hak itu.185

Berkaca dari kasus rebutan merek "Bensu" hakim tidak melihat kata

"Bensu" ini sebagai singkatan dari nama orang terkenal. Dari persidangan terkuak

berdasarkan first to file tersebut nama "Bensu" pertama kali terdaftar milik PT.

Ayam Geprek Benny Sudjono dengan merek I Am Geprek Bensu pada tanggal 3

Mei 2017, lalu baru Ruben Samuel Onsu mendaftar dengan merek sama pada 7

Juni 2018.

Dalam gugatannya Ruben Onsu juga turut menggugat Dirjen HKI sebagai

tergugat II nya, ini terjadi karena menurut tim Ruben Onsu, Dirjen HKI tidak

menolak permohonan merek yang di ajukan oleh PT Ayam Geprek Benny

Sudjono. Menurutnya jelas sekali bahwa Dirjen HKI tidak melaksanakan Asas-

Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), dimana seharusnya suatu

keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat, meneliti semua fakta

berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, serta mengenyampingkan

kepentingan pribadi untuk kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat

sehingga tidak menimbulkan keputusan yang merugikan salah satu pihak.

Berdasarkan keterangan ahli di pengadilan, bahwa disini Dirjen HKI tidak

perlu digugat dalam perkara sengketa merek karena ketika terjadi pendaftaran

ataupun penghapusan pendaftaran merek tentunya ada perintah dari putusan

pengadilan untuk mencatatkan suatu penghapusan dari daftar hukum merek.

Karena hal itu sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 91 ayat (1) UU MIG

yang menyatakan pembatalan berdasarkan putusan pengadilan dilakukan setelah

185
Indonesia (Merek dan Indikasi Georafis), op.cit, Pasal 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Menteri menerima salinan resmi Putusan,186 sedangkan menurut ketentuan Pasal

78 ayat (3) UU MIG menyatakan panitera hanya dapat menyampaikan putusan

kepada para pihak yang bersengketa.187

Jenis sengketa Merek yang dilakukan oleh Ruben Onsu ini termasuk dengan

jenis sengketa dengan pelanggaran Peniruan Label atau kemasan suatu produk,

disini Ruben Onsu lebih tepat di sebut sebagai pelaku usaha yang berlaku curang

dalam menjalankan bisnis. Ruben Onsu berusaha mengambil keuntungan dengan

cara memirip-miripkan produknya dengan produk pesaingnya atau menggunakan

merek yang begitu mirip sehingga dapat menyebabkan kebingungan di

masyarakat. Bisa kita lihat dari logo, nama merek, dan produk yang di jual itu

serupa dengan I Am Geprek Bensu milik PT. Ayam Geprek Benny Sudjono.

Setelah kalah di Pengadilan Niaga, pihak Ruben Onsu mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung (MA) yang terdaftar dengan nomor register 575 K/Pdt.Sus-

HKI/2020. Namun, pengajuan kasasi ditolak pada 20 Mei 2020. Dengan

pertimbangan MA bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat dalam sengketa ini tidak bertentangan dengan hukum atau UU MIG.

Oleh karena itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah berkekuatan

hukum tetap.

Menarik juga dilihat bahwa Ruben Onsu yang menggugat PT. Ayam Geprek

Benny Sudjono terlebih dahulu, dan PT. Ayam Geprek Benny Sudjono disebut

sebagai tergugat. Itu dilakukan Ruben Onsu karena semua permohonan mereknya

telah di akui oleh Dirjen HKI dengan penerbitan sertifikat. Namun Sertifikat yang

186
Ibid, Pasal 91 ayat 1.
187
Ibid, Pasal 78 ayat 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

di ajukan PT Ayam Geprek Benny Sudjono untuk nama yang sama juga

dikabulkan oleh Dirjen HKI, sertifikatnya keluar di hari yang sama dengan Ruben

Onsu. Karena itulah Ruben Onsu mengajukan gugatan pembatalan merek pada

Agustus 2019.

Pihak PT. Ayam Geprek Benny Sudjono mengklaim memiliki hak atas

nama merek “Bensu”, karena lebih dulu mendaftarkan permohonannya pada Mei

2017. Sedangkan pihak Ruben Onsu pada Agustus di tahun yang sama. Dan

Ruben Onsu mengetahuinya karena dia pernah jadi Brand Ambassador di usaha I

Am Geprek Bensu, serta honornya telah dibayarkan oleh pihak PT. Ayam Geprek

Benny Sudjono berdasarkan buktinya.

Disesalkan sekali Ruben Onsu memilih proses hukum di pengadilan untuk

menyelesaikan sengketa mereknya, dengan harapan bisa memiliki hak atas

mereknya yaitu Geprek Bensu. Namun Ruben Onsu kurang mempertimbangkan

prinsip pendaftar pertama dalam permohonan merek, dan PT Ayam Geprek Benny

Sudjono bisa membuktikan dengan baik bahwa pihaknya memang benar pemohon

pertama atas mereknya I Am Geprek Bensu. Maka sudah jelas bahwa hak atas

merek “Bensu” jadi milik PT Ayam Geprek Benny.

Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu sebelumnya sama-sama berkembang

dengan baik sebagai usaha makanan dengan konsep ayam geprek. Ruben Onsu

tahu bahwa I Am Geprek Bensu lebih dulu didirikan dan di mohonkan

pendaftaran mereknya, seharusnya lebih baik pihaknya menggunakan lembaga

penyelesaian di luar pengadilan seperti mediasi. Dengan mediasi sengketa perdata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

seperti ini lebih mudah di temukan solusinya agar kedua belah pihak ketemu titik

terang yang lebih baik.

Namun apa daya, Ruben Onsu telah menggugat terlebih dahulu PT Ayam

geprek Benny Sudjono, dan sengketa merek terkenal dan viral di media. Dan

Berdasarkan putusan yang sudah putus di pengadilan persepsi masyarakat pasti

buruk kepada Ruben Onsu, kerena mengetahui latar belakang sebenarnya siapa

pemilik sah atas nama “Bensu”. Pada akhirnya Kompromi ataupun Negosiasi

dengan pihak PT Ayam Geprek Benny sudjono adalah juga jalannya agar Ruben

Onsu tetap bisa menggunakan mereknya, dan usahanya tetap berjalan seperti

biasa.

Pada bab ini berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

permohonan pendaftran merek di Indonesia dalam memulai menjalankan usaha

sangat penting sekali. Prinsip first to file dalam UU MIG, menjadi dasar

penentuan siapa yang dapat menjadi pemilik sah hak atas merek tersebut.

Sengketa Merek antara Ruben Onsu dan PT Ayam Geprek Benny Sudjono sudah

wajar terjadi karena kedua belah pihak sama-sama ingin mendapatkan HKI atas

mereknya. Dan yang paling penting adalah pemiliha lembaga penyelesaian

sengketa HKI yang terjadi, apakah di pengadilan atau di luar pengadilan, intinya

pilihlah sesuai kebutuhan agar sengketa selesai sesuai keinginan kedua belah

pihak yang bersengketa.

Dari beberapa merek yang didaftarkan oleh Ruben Onsu, bahwa semuanya

menggunakan jasa konsultan kekayaan intelektual. Artinya, setiap konsultan pasti

melakukan prinsip kehati-hatian. Persoalannya yang memutuskan merek itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

diterima atau ditolak bukan konsultan tetapi negara. Oleh karena itu keputusan

Hakim pengadilan dalam sengketa ini sudah memenuhi unsur keadilan menurut

UU MIG. Kejadian ini tentunya sangat mengedukasi orang banyak, bahwa ide

sebenarnya sangat dinamis dan pergerakannya cepat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. HKI milik suatu warga negara telah menjadi bagian penting pembangunan

ekonomi suatu negara, karena telah tekait dengan kelangsungan hidup sebuah

perusahaan, penyerapan tenaga kerja, pajak, dan pemasukan devisa. Dalam

perkembangannya sengketa HKI terjadi si setiap bidang HKI yaitu, hak cipta,

merek dan indikasi geografis, paten, rahasia dagang, perlindungan varietas

tanaman, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Sengketa HaKI

di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: pertama, Sengketa

Administratif, Sengketa Perdata, dan Sengketa Pidana. Setiap sengketa punya

penyelesaian sendiri berdasarkan aturan hukum dalam HKI. Secara garis besar

ada 2 bentuk penyesaian sengketa HKI, yaitu secara litigasi dan non litigasi.

Para pihak yang bersengketa bisa memilih lembaga mana yang di ambil untuk

menyelesaikan sengketa HKI miliknya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2. Sengketa HKI Geprek Bensu melawan I Am Geprek Bensu merupakan

sengketa HKI di bidang merek, dimana proses penyelesaian sengketanya

berdasarkan UU MIG sebagai dasar hukum pengaturan merek di Indonesia.

Proses penyelesaian sengketa kedua belah pihak diselesaikan dengan secara

litigasi tepatnya di Pengadilan Niaga. Sengketa dalam perkara ini merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

sengketa perdata dengan gugatan yang menghendaki penghentian usaha pihak

tergugat. Disini Ruben Onsu menggugat PT Ayam Geprek Bensu untuk

pembatalan pendaftaran merek “I Am Geprek Bensu” yang punya kemiripan

dengan “Geprek Bensu’ miliknya. Akhirnya Putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 57/Pdt.Sus-

HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst telah di putus, dan berdasarkan

pertimbangan MA setelah diajukan kasasi bahwa putusan tersebut tidak

bertentangan dengan hukum dan UU MIG. Dengan ini berarti Ruben Onsu

tidak bisa menggunakan merek “Geprek Bensu” nya lagi sesuai hasil putusan

pengadilan Jakarta Pusat.

B. Saran

1. Untuk mencegah terjadinya sengketa mengenai HKI diperlukan pengawasan

yang efektif oleh pihak pemerintah agar pelaksanaan aturan hukum setiap

bidang HKI dapat berjalan dengan baik dan tentunya diharapkan pemerintah

dapat meningkatkan kerjasama dengan masyarakat guna melaporkan bentuk-

bentuk pelanggaran HKI yang terjadi guna dapat diproses secara hukum. Agar

sengketa seperti Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu tidak terjadi lagi.

2. Penyelesaian sengketa HKI antara Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu

seharusnya lebih baik melalui jalur non litigasi atau melalui lembaga mediasi

karena lebih mudah menemukan persamaan pendapat kedua belah pihak untuk

menemukan perdamaian serta tentunya lebih cepat dan biaya murah. Tetapi

dalam pelaksanaannya masih banyak para pelaku sengketa Kekayaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Intelektual yang menyelesaikan sengketanya melalui litigasi termasuk sengketa

Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Amriani, Nurnaningsih, MEDIASI: Aternatif Penyelesaian Sengketa di


Pengadilan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2012.

Atmadjaja, Djoko Imbawani, Hukum Dagang Indonesia (Sejarah, Pengertian,


dan Prinsip Hukum Dagang), Malang, Setara Press, 2016.

Chomzah, Ali Achmad, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak
Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi
Pemerintah, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003.

Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Panduan Hak Kekayaan Intelektual,


2006.

Djamal, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Indonesia, Bandung:


Pustaka Rekacipta,2009.

Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Malang:Setara


Press,2014.

Djumhana, Djubaedilah, , Hak Milik Intelektual Sejarah teori dan Praktiknya Di


Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2014.

Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak


Kekayaan Intelektual, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Firmansyah, Muhamad, Tata Cara Mengurus HAKI, Jakarta : Visimedia, 2008.

Gautama, Sudargo, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia, Bandung:


Eresco, 1989.

Gautama, Sudargo, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia :


Penyelesaian Sengketa Secara Alternatif (ADR). Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,2001.

Gautama, Sudargo, Rizawanto Winata, Hak atas kekayaan intelektual (HAKI),


Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

Hajar, M. Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum Dan Fikih,


Pekanbaru: Suska Press, 2015.

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta: Pustaka


Yustisia, Cet 1, 2010.

Johan, Bahder. Metode Penelitian Ilmu Hukum, Semarang: Mandar Maju, 2004.

Kantaatmadja, Korma, Beberapa Hal Tentang Arbitrase, Bandung:Citra Aditya


Bakti,2001.

Margono, Suyud dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual - Aspek


Hukum Bisnis, Jakarta, Grasindo,2002.

Margono, Suyud, “ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses


Pelembagaan dan Aspek Hukum”, Bogor: Ghlmia Indonesia,2004.

Miru, Ahmadi, Hukum Merek, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Muhammad, Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,


Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.

Mulyono. Strategi Pembelajaran; Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad


Global, Malang : UIN-Maliki Press, 2011.

Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, Mengenal Hak Kekayaan Intelektual, Hak
Cipta, Paten,Merek, dan Seluk-Beluknya, Jakarta, Erlangga,2008.

Ngani, Nico. Metodologi Penelitian Dan Penulisan Hukum, Cet. ke-1, Jakarta:
Pustaka Yustisia, 2012.

Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta : Prenada


Media, 2009.

Riswandi. Budi Agus dan M Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Saidin, OK., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan ke 7, Jakarta :


PT.RajaGrafindo Persada, 2010.

Saleh, Ismail, Hukum dan Ekonomi, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,1990.

Simatupang, Richard Burton, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: Rineka Cipta,
2003.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Soemantri, Sri, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung:PT.


Citra Aditya Bakti, 2001.

Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,


Jakarta:Ghalia Indonesia,Cetakan Kelima,1994.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung: Intermasa, Cetakan ke-XX,


1982.

Sudarmanto, KI dan HKI Serta Implementasinya Bagi Indonesia, Jakarta:


Elexmediia, 2012.

Sudarto, Hukum Pidana I Edisi Revisi, Semarang:Yayasan Sudarto,Cet.IV,2013.

Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual,


(Memahami Prinsip Dasar, Cakupan dan Undang-Undang Yang Berlaku),
Bandung:Oase Media, 2010.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta.CV,2013.

Sulistiyono, Adi, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Haki (Hak Atas Kekayaan


Intelektual), Surakarta: UNS Press,Cet 1, 2004.

Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta:Sinar Grafika,2013.

Sutiyoso, Bambang, Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solusi dan Antisipasi bagi


Peminat Bisnis dalam menghadapi Sengketa kini dan mendatang,
Yogyakarta: Citra Media Hukum,2006.

Syafrinaldi, Fahmi dan M. Abdi Almaktsur, Hak Kekayaan Intelektual,


Pekanbaru: Suska Press, 2008.

Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung:


Alumni,2003.

Tim Redaksi Tata Nusa, Himpunan Putusan-putusan Pengadilan Niaga dalam


Perkara Merek, Jakarta:PT. Tatanusa,2004.

Usman, Rachmadi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual,Bandung:P.T.


Alumni,2003.

Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,


Bandung:PT citra Aditya Bakti,2003.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Utomo, Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globalisasi, Sebuah
Kajian Kontemporer, Yogyakarta:Graha Ilmu,2010.

Wiryawan, I Wayan dan I Ketut Artadi, Penyelesaian sengketa di Luar


Pengadilan, Denpasar:Udayana University Press,2010.

B. Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia dagang

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit


Terpadu

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

C. Artikel, Jurnal, Makalah

Dwi Afni Maileni, “Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman”, Jurnal Ilmu Hukum UNRIKA.

Eben Paulus Muaja, “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian


Sengketa Haki Di Bidang Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014”, Jurnal Ilmu Hukum FH UNSRAT Lex Crimen, Vol. VII/No.
6 /Ags/2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

Faiz Mufisi, ”Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Undang-Undang Nomor


30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
Jurnal Ilmu Hukum Syiar Hukum, Vol. 8, No. 3, November 2005.

Jacklin Mangowal, “Perlindungan Hukum Merk Terkenal Dalam Perspektif


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merk dan Indikasi
Geografis”, Lex Et Societatis, Volume V No. 9 November 2017.

Milya Sari, Asmendri, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam


Penelitian Pendidikan IPA”, NATURAL SCIENCE: Jurnal Penelitian
Bidang IPA dan Pendidikan IPA, Vol.6 (1), 2020.

Ni Putu Rinawati, I Gusti Ngurah Wairocana, “Mekanisme Penyelesaian Sengketa


Di Bidang Desain Industri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 Tentang Desain Industri”, Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum,
Vol. 01, No. 09, September 2013.

Riandhani Septian Chandrika, “Perlindungan Hukum Perjanjian Lisensi Rahasia


Dagang Di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, Volume 2,
Nomor 1, Februari 2016.

Rio Christian Wenas, “Tindak Pidana Terhadap Perlindungan Varietas Tanaman


Dan Pengaturannya Di Indonesia”, Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-
Nov/2014.

Sanusi Bintang, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Hak Kekayaan
Intelektual Dalam Hukum Indonesia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 20,
No. 1, (April, 2018).

Yanni Lewis Paat, “Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang Menurut Hukum


Positif Indonesia”, Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013.

D. Website

Nur Tiffany Ariana, https://kuyou.id/homepage/read/9745/viral-kasus-merek-


geprek-bensu-dan-i-am-geprek-bensu-sebenarnya-mana-yang-asli-simak-
disini-gaes, diakses pada 5 Oktober 2020, pada pukul 19.45 WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id, diaskses pada tanggal 9


Oktober 2020, pukul 14.21 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai