Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kepariwisatan

1. Pengertian Pariwisata

Menurut pengertian secara etymologis, kata pariwisata yang berasal

dari bahasa sansekerta, sesungguhnya bukanlah berarti tourisme (bahasa

Belanda atau tourism (bahasa Inggris). Kata pariwisata menurut

pengertian ini, sinonim dengan pengertian tour. Kata Pariwisata terdiri

dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari, berarti banyak, berkali-

kali, berputar-putar. Wisata, berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal

ini sinonim dengan kata travel dalam bahasa Inggris.

Atas dasar tersebut, maka kata pariwisata seharusnya diartikan

sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari

suatu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan kata

tour. Untuk pengertian jamak, kata kepariwisataan dapat digunakan

kata tourisme atau tourism. Hal semacam ini sudah menjadi kebiasaan

untuk memberikan pengertian yang lebih luas bagi suatu kata. Biasanya kata

tersebut diberi awalan ke dan akhiran an seperti halnya dalam

bahasa Inggris dan bahasa Belanda dengan menambahkan akhiran ism

atau isme.

11
12

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, perhatikan

penyebaran kata-kata dalam Oka A. Yoeti (1984:113) sebagai berikut :

a. Wisata : Perjalanan yang dalam bahasa Inggris dapat


disamakan dengan travel.
b. Wisatawan : Orang yang melakukan perjalanan, dalam
bahasa Inggris disebut traveller.
c. Para Wisatawan : Orang-orang yang melakukan perjalanan,
dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan
istilah travellers (jamak).
d. Pariwisata : Perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat
ke tempat lain dan dalam bahasa Inggris
disebut dengan istilah tour.

Penjelasan lebih luas tentang pengertian wisata dapat dilihat dari

beberapa definisi sebagai berikut :

a. Menurut Echols & Shadily dalam Warpani (2007:7), yang menyatakan

bahwa :

Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau


sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan
bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan
untuk mencari nafkah.

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 butir 1,

menyatakan bahwa :

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau


sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya
tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Sedangkan pengertian pariwisata yang lebih luas dapat dilihat dari

beberapa definisi sebagai berikut :


13

a. Menurut Warpani (2007:7), yang menyatakan bahwa :

Pariwisata adalah berbagai bentuk kegiatan wisata sebagai kebutuhan


dasar manusia yang diwujudkan dalam berbagai macam kegiatatan
yang dilakukan oleh wisatawan, didukung oleh fasilitas dan pelayanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 butir 3,

menyatakan bahwa :

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung


berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

c. Menurut Robert McIntosh bersama Shaskinant Gupta dalam Oka A.Yoeti

(1992:8), menyatakan bahwa :

Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari


interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat
tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan
serta para pengunjung lainnya.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan sebelumnya maka

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu

yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud

bukan untuk berbisnis ataupun melakukan pekerjaan dan mencari nafkah di

tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk memenuhi keinginan

yang beraneka ragam.

2. Definisi Wisatawan

Ditinjau dari arti, kata wisatawan berasal dari kata wisata. Maka

sebenarnya tidaklah tepat sebagai pengganti kata tourist dalam bahasa

Inggris. Kata ini berasal dari kata sansekerta, wisata yang berarti
14

perjalanan yang sama dengan kata travel dalam bahasa Inggris.

Undang-undang No.10 Tahun 2009 pasal 1, menjelaskan bahwa

Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Menurut Ogilvie dalam

Pendit (2002:35) , yang menyatakan bahwa :

wisatawan adalah semua orang yang memenuhi syarat, yaitu pertama,


bahwa mereka meninggalkan rumah kediamannya untuk jangka waktu
kurang dari satu tahun dan kedua, bahwa sementara mereka bepergian
mereka mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa
dengan maksud mencari nafkah di tempat tersebut.

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk

sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain

meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan

maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang

dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan

rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

B. Konsep Kawasan Wisata

1. Definisi Daerah Tujuan Wisata

Daerah tujuan wisata adalah tempat atau daerah yang karena

atraksinya, situasinya dalam hubungan lalu-lintas dan fasilitas-fasilitas

kepariwisataannya menyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi objek

kebutuhan wistawan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Bab I

Pasal 1 butir 6 :
15

Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi


Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau
lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik
wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.

Ada tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu daerah

untuk menjadi tujuan wisata :

a. Memiliki atraksi atau objek menarik

b. Mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan

c. Menyediakan tempat untuk tinggal sementara

Adapun atraksi atau objek menarik yang dimaksudkan dalam Pendit

(2002:66) adalah :

Sesuatu yang dihubungkan dengan keindahan alam, kebudayaan,


perkembangan ekonomi, politik, lalu-lintas, kegiatan olahraga dan
sebagainya, tergantung kepada kekayaan suatu daerah dalam soal
pemilikan atraksi atau objek ini.

2. Definisi Kawasan Wisata

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Bab I Pasal 1 butir 10

dijelaskan bahwa :

Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi


utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih
aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,
pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup,
serta pertahanan dan keamanan.

Warpani (2007:129) Kawasan wisata pada umumnya menempati

ruang wilayah yang cukup luas. Pembangunan suatu kawasan wisata adalah

bagian dari tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan.


16

3. Zonasi Kawasan

Untuk pengertian tentang zonasi kawasan Jafari (2000:635)

mengatakan bahwa:

Zoning merupakan usaha untuk mencapai keberhasilan dalam


pengelompokan fungsi dari fasilitas dan aktivitas resort, seperti
akomodasi, fasilitas kebudayaan dan komersil, dan fasilitas rekreasi
dalam area yang berkelanjutan.

Dalam hand out Gumelar Sastrayuda (2006) zonasi suatu kawasan

wisata di bagi menjadi tiga zona yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona

pelayanan.

Gambar 2.1
Pembagian Zonasi Kawasan Wisata

Area dimana seluruh aktifitas


dan fasilitas pendukung
Zona
ditempatkan/dikelompokkan.
Pelayanan

Area yang memisahkan daya tarik


Zona utama dengan kelompok-kelompok
Penyangga aktifitas dan fasilitas pendukung.

Zona
Inti Area atraksi/daya tarik
utama berada.
Akses Internal

Kriteria pembagian zona diatas antara lain :

a. Zona Inti adalah area dimana atraksi atau daya tarik utama wisata berada.

Aktivitas utama berwisata di daerah ini harus dilengkapi dengan fasilitas

utama.
17

b. Zona Penyangga (Buffer Zone) adalah area antara atau buffer antara dua

kegiatan berbeda, yaitu aktivitas utama dan fasilitas pendukung. Fungsi

utama daerah ini adalah menjaga citra ODTW dan kenyamanan

pengunjung.

c. Zona Pelayanan adalah area dimana seluruh aktifitas dan fasilitas

pendukung ditempatkan atau dikelompokkan.

C. Konsep Infrastruktur

1. Definisi Infrastruktur

Kodoatie (2003:76), Infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang

dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Grigg

(2000:113) menjelaskan bahwa :

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi


sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau
struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil)

mendefenisikan infrastruktur sebagai berikut:

Infrastruktur merupakan bangunan dasar yang sangat


diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup
bersama-sama dalam suatu ruang yang berbatas agar manusia dapat
bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam
segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat
berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan
kehidupannya.

Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur (perkotaan)

adalah bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan


18

instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung

berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga

mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat

luas dan banyak, namun secara umum terdiri dari 12 (dua belas) komponen

sesuai dengan sifat dan karakternya, yaitu:

a. Sistem air bersih, termasuk bendungan, waduk, transmisi, instalasi

pengolah air dan fasilitas distribusinya;

b. Sistem manajemen air limbah termasuk pengumpulan, pengolah,

pembuang, dan sistem pakai ulang;

c. Fasilitas manajemen limbah padat atau persampahan;

d. Fasilitas transportasi termasuk jalan raya, rel kereta api dan lapangan

terbang;

e. Sistem transit publik;

f. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusinya;

g. Fasilitas gas alam;

h. Fasilitas drainase/pengendalian banjir;

i. Bangunan umum, seperti pasar, sekolah, rumah sakit, kantor polisi dan

fasilitas pemadam kebakaran;

j. Fasilitas perumahan;

k. Taman, tempat bermain, fasilitas rekreasi dan stadion;

l. Fasilitas telekomunikasi;
19

Dari kedua belas komponen tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam

7 (tujuh) grup infrastruktur, yaitu:

a. Kelompok air meliputi: air bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian

banjir;

b. Kelompok jalan meliputi: jalan raya, jalan kota dan jembatan;

c. Kelompok sarana transportasi meliputi: terminal, jaringan rel dan stasiun

kereta api, pelabuhan dan bandara;

d. Kelompok pengelolaan limbah meliputi: sistem manajemen limbah padat

(persampahan);

e. Kelompok energi meliputi: produksi dan distribusi listrik dan gas;

f. Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka;

g. Kelompok telekomunikasi.

2. Infrastruktur Pariwisata

Oka A. Yoeti (2008:16) pada dasarnya ada 3 unsur penting yang

membentuk produk industri pariwisata, yaitu:

a. Accessibilities of the destinations,


Termasuk dalam kelompok ini adalah airport, seaport, ststion,
highway, telecommunications, atau transportations, electric and
water supply. Pada dasarnya semua prasarana yang memberikan
kemudahan bagi wisatawan untuk datang berkunjung pada suatu
DTW, tanpa itu tidak mungkin pariwisata dikembangkan sebagai
suatu industry.
b. Facilities of destinations
Yaitu semua bentuk fasilitas yang memberikan pelayanan bagi
wisatawan untuk segala kebutuhan selama tinggal atau berkunjung
paa suatu DTW, seperti: hotel, motel, restaurant, bar, discotheques,
caf, shopping center, souvenir shop. Perusahaan-perusahaan inilah
yang memberi pelayanan bila mereka datang berkunjung pada suatu
DTW.
20

c. Attraction of the destinations


Yaitu semua objek dan atraksi yang tersedia sebagai daya tarik
mengapa wisatawan mau datang berkunjung ke negara, kota, atau
DTW tersebut. Temasuk dalam kelompok ini adalah natural
resources, cultural resources, theme park, sport activities, dan events.

Pengertian Infastruktur menurut pendapat Suwantoro (2004:22-23),

bahwa :

Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana


wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di
atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah.

Sedangkan jenis-jenis pengelompokkan infrastruktur Suwantoro

(2004:22-23), yaitu :

a. Sistem pengairan, distribusi air bersih, sistem pembuangan air limbah


yang membantu sarana perhotelan/ restaurant.
b. Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusinya yang
merupakan bagian vital bagi terselenggaranya penyediaan sarana
wisata yang memadai.
c. Sistem jalur angkutan dan terminal yang memadai dan lancer akan
memudahkan wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata.
d. Sistem komunikasi yang memudahkan para wisatawan untuk
mendapatkan informasi maupun mengirimkan informasi secara cepat
dan tepat.
e. Sistem keamanan atau pengawasan yang memberikan kemudahan
diberbagai sektor bagi wisatawan. Keamanan di terminal, di
perjalanan, di objek-objek wisata, di pusat-pusat perbelanjaan, akan
meningkatkan daya tarik suatu objek wisata maupun daerah tujuan
wisata. Disini perlu adanya kerjasama antara petugas keamanan,
pihak swasta, maupun pemerintah, karena dengan banyaknya orang
di daerah tujuan wisata dan mobilitas manusia yang begitu cepat
membutuhkan system keamanan yang ketat dengan para petugas
yang selalu siaga setiap saat.

Penjelasan lebih luas tentang pengertian prasarana wisata dapat dilihat

dari beberapa definisi sebagai berikut. Menurut Warpani (2007:98), yang

menyatakan bahwa Prasarana wisata adalah segala sesuatu yang


21

memungkinkan proses kegiatan pariwisata dapat berjalan, misalnya:

pengangkutan, komunikasi, dan sumber energi. Dan menurut Suwantoro

(2004:21), yaitu :

Prasarana wisata adalah sumber daya alam buatan manusia yang mutlak
dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan
wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan
lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan
dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana tersebut
perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi objek
wisata yang bersangkutan.

Menurut warpani (2007:98) prasarana khusus bagi pariwisata dapat

dikatakan tidak ada. Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan

kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesibilitas suatu objek wisata yang

pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri.

Disamping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan

wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti

bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan, barber, dan

sebagainya.

Penjelasan tentang pengertian sarana wisata dapat dilihat dari

beberapa definisi seperti menurut pendapat Suwantoro (2004:22) Sarana

wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk

melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Dan

menurut pendapat Warpani (2007:98), yang menyatakan bahwa :

Sarana pariwisata adalah segala sesuatu yang melengkapi dan atau


memudahkan proses kegiatan pariwisata berjalan, seperti: penginapan,
rumah makan, perbelanjaan, biro perjalanan, lembaga keuangan, dan lain-
lain. Sarana pariwisata adalah fasilitas yang harus diadakan apabila suatu
daerah tujuan wisata ingin dikembangkan.
22

Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek

wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara

kuantitatif maupun secara kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat

menentukan tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang

harus disediakan di daerah tujuan wisata ialah hotel, biro perjalanan, alat

transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tak

semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap.

Dalam Perda No. 9 Tahun 2005 tentang rencana induk pengembangan

pariwisata provinsi Banten, fasilitas pelayanan umum pariwisata meliputi:

a. Hotel

b. Mandala Wisata

c. Penginapan

d. Pondok Wisata

e. Rumah Makan

f. Gerai Cinderamata

g. Tempat Penukaran Mata Uang Asing

h. Tempat Rekreasi dan Hiburan Tempat Ibadah

i. Tempat Ibadah

j. Sarana Kebersihan dan Kesehatan

Standar kebutuhan sarana pelayanan dalam Laporan Akhir BAPPEDA

Kabupaten Tangerang tahun 2004 tentang Penyusunan Perencanaan

Prioritas Lokasi Pengembangan Wisata Pantai di Kabupaten Tangerang

adalah :
23

a. Sarana Parkir : 0,05 m2/orang

b. Terminal Bus : 0.32 m2/orang

c. Pos Polisi : 1 tempat/1000 orang

d. Pemadam Kebakaran : 1 tempat/1000 orang

e. Sarana Areal Akomodasi : 50-500 m2/orang

f. Kantor Penerangan : 1 buah/1000 orang

g. Pertokoan : 30 toko/1000 orang

h. Restoran dan Bar : 33 kursi/1000 orang

i. Kantor Pos : 1 tempat/1000 orang

j. Air Bersih : 30 liter/orang/hari

k. Tenaga Listrik : 300 watt/orang

l. Sambungan Telepon : 2,3 sambungan telepon/1000 orang

3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Infrastruktur.

Oka A. Yoeti (2008:17) Pemerintah (government) memberi kemudahan

kepada wisatawan dengan membangun prasarana pariwisata (tourism

suprastructure) seperti:

a. Airport, pelabuhan, terminal, stasiun, jalan raya, dan jembatan


b. Pembangkit tenaga listrik
c. Persediaan air bersih
d. Telekomunikasi
e. Peraturan pemerintah :
1) Visa regulation
2) Penetapan jadwal keberangkatan sarana transportasi/angkutan
wisata
3) Penetapan tarif angkutan secara periodik
24

Sedangkan peran pemerintah menurut pendapat Suwantoro (2004:21)

adalah :

Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan


karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan
tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu-lintas
ekonomi, arus mobilitas manusia antar daerah, dan sebagainya, yang
tentu saja meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat.

Penyelenggaraan fasilitas pelayanan umum pariwisata sebagaimana

dimaksud pada Bab VIII tentang pengembangan infrastruktur

kepariwisataan, Perda No. 9 Tahun 2005 tentang rencana induk

pengembangan pariwisata provinsi Banten, dapat diserahkan kepada pihak

swasta pada ayat. Persyaratan penyelenggaraan infrastruktur kepariwisatan

sebagaimana dimaksud, ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Tabel 2.1
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata

PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
SUB BIDANG PEMERINTAH PUSAT DAERAH
DAERAH PROVINSI
KABUPATEN/KOTA
Kebijakan 1. Penetapan kebijakan: 1. Pelaksanaan kebijakan 1. Pelaksanaan kebijakan
Bidang a. Rencana Induk nasional dan penetapan nasional, provinsi dan
Kepariwisataan Pengembangan kebijakan skala provinsi: penetapan kebijakan
Pariwisata (RIPP) a. RIPP provinsi. skala kabupaten/kota:
nasional. b. Pelaksanaan kebijakan a. RIPP
b. Pengembangan nasional dan penetapan kabupaten/kota.
sistem informasi kebijakan provinsi b. Pelaksanaan
pariwisata nasional. dalam pengembangan kebijakan nasional,
c. Standarisasi bidang sistem informasi provinsi dan
pariwisata. pariwisata. penetapan kebijakan
d. Pedoman c. Pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota
manajemen nasional dan penetapan dalam
pengembangan kebijakan provinsi pengembangan
destinasi pariwisata. dalam penerapan sistem informasi
e. Pedoman pembinaan standarisasi bidang pariwisata.
dan pariwisata. c. Pelaksanaan
penyelenggaraan d. Pelaksanaan kebijakan kebijakan nasional
izin usaha nasional dan penetapan dan provinsi serta
penetapan kebijakan
25

pariwisata. pedoman kabupaten/kota


f. Pedoman pengembangan dalam penerapan
perencanaan destinasi pariwisata standarisasi bidang
pemasaran. skala provinsi. pariwisata.
g. Pedoman partisipasi e. Pelaksanaan kebijakan d. Pelaksanaan
dan nasional dan penetapan kebijakan nasional
penyelenggaraan kebijakan provinsi dan provinsi serta
pameran/event dalam pembinaan penetapan pedoman
budaya dan usaha dan pengembangan
pariwisata. penyelenggaraan usaha destinasi pariwisata
h. Pedoman dan pariwisata skala skala kabupaten/
penyelenggaraan provinsi. kota.
widya wisata f. Penetapan dan e. Pelaksanaan
(familiarization pelaksanaan pedoman kebijakan nasional
trip/tour). perencanaan dan provinsi serta
i. Pedoman kerjasama pemasaran skala penetapan kebijakan
pemasaran nasional provinsi. dalam pembinaan
dan internasional. g. Penetapan dan usaha dan
pelaksanaan pedoman penyelenggaraan
partisipasi dan usaha pariwisata
penyelenggaraan skala kabupaten/
2. Pemberian izin usaha kota.
pameran/event budaya
pariwisata skala
nasional.
dan pariwisata skala f. Penetapan dan
provinsi. pelaksanaan
h. Penetapan dan pedoman
3. Fasilitasi kerjasama pelaksanaan pedoman perencanaan
internasional dan penyelenggaraan pemasaran skala
pengembangan widya wisata skala kabupaten/kota.
destinasi pariwisata. provinsi. g. Penetapan dan
i. Penetapan dan pelaksanaan
4. Fasilitasi kerjasama pelaksanaan pedoman pedoman partisipasi
pengembangan kerjasama pemasaran dan
destinasi pariwisata skala provinsi. penyelenggaraan
skala nasional. pameran/event
2. Pemberian izin usaha budaya dan
5. Monitoring dan pariwisata skala pariwisata skala
evaluasi provinsi. kabupaten/ kota.
pengembangan h. Penetapan dan
pariwisata skala pelaksanaan
3. Pelaksanaan kerjasama
nasional. pedoman dan
internasional
penyelenggaraan
pengembangan destinasi
widya wisata skala
pariwisata skala
kabupaten/ kota.
provinsi.
i. Penetapan dan
pelaksanaan
4. Fasilitasi kerjasama pedoman kerjasama
pengembangan destinasi pemasaran skala
pariwisata skala kabupaten/kota.
provinsi.
2. Pemberian izin usaha
5. Monitoring dan evaluasi pariwisata skala
pengembangan kabupaten/ kota.
pariwisata skala
provinsi.
3. Pelaksanaan
26

kerjasama
internasional
pengembangan
destinasi pariwisata
skala kabupaten/kota.

4. Pelaksanaan
kerjasama pengem-
bangan destinasi
pariwisata skala
kabupaten/ kota.

5. Monitoring dan
evaluasi
pengembangan
pariwisata skala
kabupaten/kota.
Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2007 (Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)

Tabel 2.2
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Penataan Ruang

PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
SUB BIDANG PEMERINTAH PUSAT DAERAH
DAERAH PROVINSI
KABUPATEN/KOTA
1. Pengaturan 1. Penetapan peraturan 1. Penetapan peraturan 1. Penetapan peraturan
perundang-undangan daerah bidang daerah bidang
bidang penataan ruang penataan ruang penataan ruang di
tingkat provinsi tingkat kabupaten/kota
2. Penetapan Norma, 2.
Standar, Prosedur dan 2. Penetapan pedoman
Kriteria (NSPK) pelaksanaan NSPK 3. Penetapan penataan
bidang penataan ruang. bidang penataan ruang perairan sampai
ruang. dengan 4 (empat) mil
3. Penetapan penataan dari garis pantai.
ruang perairan di luar 3. Penetapan penataan
12 (dua belas) mil dari ruang perairan di luar 4. Penetapan kriteria
garis pantai. 4 (empat) mil sampai penentuan dan
12 (dua belas) mil perubahan fungsi
4. Penetapan kriteria dari garis pantai. ruang kawasan/lahan
penentuan dan kriteria wilayah dalam rangka
perubahan fungsi 4. Penetapan kriteria penyelenggaraan
ruang suatu kawasan penentuan dan penataan ruang.
yang berskala besar perubahan fungsi
dan berdampak penting ruang kawasan lintas 5. Penetapan kawasan
dalam rangka kabupaten/kota dalam strategis
penyelenggaraan rangka penyusunan kabupaten/kota
penataan ruang. tata ruang khususnya
untuk menjaga 6.
27

5. Penetapan kawasan keseimbangan


strategis nasional. ekosistem, sesuai
dengan kriteria yang 7.
6. Penetapan kawasan- ditentukan oleh
kawasan andalan. pemerintah.

5. Penetapan kawasan
7. Penetapan Standar strategis provinsi.
Pelayanan Minimal
(SPM) bidang 6. Pemberian arahan
penataan ruang. pengelolaan kawasan
andalan sebagai
bagian RTRWP.

7.

2. Pembinaan 1. Koordinasi 1. Koordinasi 1.


penyelenggaraan penyelenggaraan
penataan ruang pada penataan ruang 2. Sosialisasi NSPK
semua tingkatan wilayah bidang penataan
wilayah. kabupaten/kota. ruang.

2. Sosialisasi NSPK 2. Sosialisasi NSPK 3. Sosialisasi SPM


bidang penataan ruang. bidang penataan bidang penataan
ruang. ruang.
3. Sosialisasi SPM
bidang penataan ruang. 3. Sosialisasi SPM
4.
bidang penataan
4. Pemberian bimbingan, ruang.
supervisi, dan 5. Pendidikan dan
konsultasi pelaksanaan 4. Pemberian pelatihan.
penataan ruang bimbingan, supervisi,
terhadap pemerintah dan konsultasi 6. Penelitian dan
provinsi dan pelaksanaan penataan pengembangan.
kabupaten/kota. ruang terhadap
kabupaten/kota. 7. Pengembangan
5. Pendidikan dan sistem informasi dan
pelatihan. 5. Pendidikan dan komunikasi penataan
pelatihan. ruang
6. Penelitian dan kabupaten/kota.
pengembangan. 6. Penelitian dan
7. Pengembangan sistem pengembangan. 8. Penyebarluasan
informasi dan informasi penataan
komunikasi penataan 7. Pengembangan sistem ruang kepada
ruang nasional. informasi dan masyarakat.
komunikasi penataan
8. Penyebarluasan ruang provinsi. 9. Pengembangan
informasi penataan 8. Penyebarluasan kesadaran dan
ruang kepada informasi penataan tanggungjawab
masyarakat. ruang kepada masyarakat.
masyarakat.
9. Pengembangan 10.
kesadaran dan 9. Pengembangan
tanggungjawab kesadaran dan
28

masyarakat. tanggungjawab
masyarakat. 11.
10. Koordinasi dan
fasilitasi penataan 10. Koordinasi dan
ruang lintas provinsi. fasilitasi penataan
ruang lintas
11. Pembinaan penataan kabupaten/kota.
ruang untuk lintas 11. Pembinaan penataan
provinsi. ruang untuk lintas
kabupaten/kota.
3. Pembangunan a. Perencanaan Tata Ruang
1. Penyusunan dan 1. Penyusunan dan 1. Penyusunan dan
penetapan Rencana penetapan Rencana penetapan Rencana Tata
Tata Ruang Wilayah Tata Ruang Wilayah Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Provinsi (RTRWP). Kabupaten/Kota
(RTRWK).
2. Penyusunan dan 2. Penyusunan dan
penetapan Rencana penetapan Rencana 2. Penyusunan dan
Tata Ruang Kawasan Tata Ruang Kawasan penetapan Rencana Tata
Strategis Nasional. Strategis Provinsi. Ruang Kawasan
Strategis
3. Penetapan rencana 3. Penetapan rencana kabupaten/kota.
detail tata ruang untuk detail tata ruang
RTRWN untuk RTRWP. 3. Penetapan rencana detail
tata ruang untuk
RTRWK.

b. Pemanfaatan Ruang
1. Penyusunan program 1. Penyusunan program 1. Penyusunan program
dan anggaran nasional dan anggaran dan anggaran
di bidang penataan provinsi di bidang kabupaten/kota di
ruang, serta fasilitasi penataan ruang , bidang penataan ruang.
dan koordinasi antar serta fasilitasi dan
provinsi. koordinasi antar 2. Pemanfaatan kawasan
kabupaten/kota. strategis
2. Pemanfaatan kawasan kabupaten/kota.
strategis nasional. 2. Pemanfaatan
kawasan strategis 3. Pemanfaatan NSPK
3. provinsi. bidang penataan ruang.

4. Pemanfaatan kawasan 3. 4. Pemanfaatan kawasan


andalan sebagai andalan sebagai bagian
bagian dari RTRWN 4. Pemanfaatan dari RTRWK.
kawasan andalan
sebagai bagian dari 5. Pemanfaatan investasi
5. Pemanfaatan investasi RTRWP. di kawasan strategis
di kawasan andalan
kabupaten/kota dan
dan kawasan strategis
5. Pemanfaatan kawasan lintas
nasional serta kawasan
investasi di kawasan kabupaten/kota
lintas provinsi
strategis provinsi bekerjasama dengan
bekerjasama dengan
dan kawasan lintas pemerintah daerah,
pemerintah daerah,
kabupaten/kota masyarakat dan dunia
masyarakat dan dunia
bekerjasama dengan usaha.
usaha.
pemerintah daerah,
29

6. Pemanfaatan SPM di masyarakat dan


bidang penataan ruang. dunia usaha. 6. Pemanfaatan SPM di
bidang penataan ruang.
7. Penyusunan neraca 6. Pemanfaatan SPM di 7.
penatagunaan tanah, bidang penataan
neraca penatagunaan ruang. 8. Perumusan kebijakan
sumber daya air, 7. strategis
neraca penatagunaan 8. Perumusan operasionalisasi
udara, neraca kebijakan strategis RTRWK dan Rencana
penatagunaan operasionalisasi Tata Ruang Kawasan
sumberdaya alam RTRWP dan Strategis
lainnya. Rencana Tata Ruang kabupaten/kota.
Kawasan Strategis
8. Perumusan kebijakan Provinsi. 9. Perumusan program
strategis sektoral dalam rangka
operasionalisasi 9. Perumusan program perwujudan struktur
RTRWN dan Rencana sektoral dalam dan pola pemanfaatan
Tata Ruang Kawasan rangka perwujudan ruang wilayah
Strategis Nasional. struktur dan pola kabupaten/kota dan
pemanfaatan ruang kawasan strategis
9. Perumusan program wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
sektoral dalam rangka kawasan strategis
perwujudan struktur provinsi. 10. Pelaksanaan
dan pola pemanfaatan pembangunan sesuai
ruang wilayah nasional 10. Pelaksanaan program pemanfaatan
dan kawasan strategis pembangunan sesuai ruang wilayah
nasional. program kabupaten/kota dan
pemanfaatan ruang kawasan strategis
10. Pelaksanaan wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
pembangunan sesuai kawasan strategis
program pemanfaatan provinsi.
ruang wilayah nasional
dan kawasan strategis
nasional.
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
1. Pengendalian 1. Pengendalian 1. Pengendalian
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
wilayah nasional wilayah provinsi wilayah kabupaten/kota.
termasuk lintas termasuk lintas
provinsi. lintas 2. Pengendalian
kabupaten/kota. pemanfaatan ruang
2. Pengendalian kawasan strategis
pemanfaatan ruang 2. Pengendalian kabupaten/kota.
kawasan strategis pemanfaatan ruang
nasional. kawasan strategis 3. Penyusunan peraturan
provinsi. zonasi sebagai pedoman
3. Penyusunan peraturan pengendalian
zonasi sebagai 3. Penyusunan pemanfaatan ruang
pedoman pengendalian peraturan zonasi kabupaten/kota.
pemanfaatan ruang sebagai pedoman
nasional. pengendalian 4. Pemberian izin
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang yang
4. Pemberian izin provinsi. sesuai dengan RTRWK.
pemanfaatan ruang
30

yang sesuai dengan 5. Pembatalan izin


RTRWN. 4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang
pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan
5. Pembatalan izin yang sesuai dengan RTRWK.
pemanfaatan ruang RTRWP.
yang tidak sesuai 6.
dengan RTRWN. 5. Pembatalan izin
pemanfaatan ruang 7.
6. Pengambilalihan yang tidak sesuai
kewenangan dengan RTRWP. 8.
pemerintah provinsi
dalam hal pemerintah 6. Pengambilalihan 9. Pembentukan lembaga
provinsi tidak dapat kewenangan yang bertugas
memenuhi SPM di pemerintah melaksanakan
bidang penataan ruang. kabupaten/kota pengendalian
dalam hal pemanfaatan ruang
7. Pemberian pemerintah tingkat kabupaten/kota.
pertimbangan atau kabupaten/kota
penyelesaian tidak dapat
permasalahan penataan memenuhi SPM di
ruang yang tidak dapat bidang penataan
diselesaikan pada ruang.
tingkat provinsi.
7. Pemberian
8. Fasilitasi penyelesaian pertimbangan atau
perselisihan dalam penyelesaian
pelaksanaan penataan permasalahan
antara provinsi dengan penataan ruang
kabupaten/kota. yang tidak dapat
diselesaikan pada
9. tingkat
kabupaten/kota.

8. Fasilitasi
penyelesaian
perselisihan dalam
pelaksanaan
penataan antar
kabupaten/kota.

9. Pembentukan
lembaga yang
bertugas
melaksanakan
pengendalian
pemanfaatan ruang
tingkat provinsi.
4. Pengawasan 1. Pengawasan terhadap 1. Pengawasan 1. Pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan terhadap pelaksanaan penataan
ruang di wilayah pelaksanaan ruang di wilayah
nasional. penataan ruang di kabupaten/kota.
wilayah provinsi.
2. Pengawasan terhadap 2.
pelaksanaan penataan 2. Pengawasan
31

ruang di wilayah terhadap 3.


provinsi. pelaksanaan
penataan ruang di
3. Pengawasan wilayah .
terhadap pelaksanaan
penataan ruang di 3.
wilayah
kabupaten/kota.
Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2007 (Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)

4. Rencana Tata Ruang dalam Pembangunan Infrastruktur

Pada tataran operasional, RTRW perlu dikembangkan lagi menjadi

Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang dilengkapi dengan aturan

pemanfaatan (zoning regulation) yang dapat dijadikan dasar dalam

pemberian ijin dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Selanjutnya,

indikasi program yang tertuang dalam RTRW/RDTR merupakan basis bagi

penyusunan Rencana Induk Sektor yang menjadi dasar pengembangan

infrastruktur.

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur merupakan kebutuhan

turunan sebagai konsekuensi logis dari perencanaan tata ruang, dimana

infrastuktur merupakan unsur pembentuk struktur ruang wilayah. Dengan

demikian rencana tata ruang yang ada dapat diwujudkan dalam bentuk

pemanfaatan ruang yang sesuai dengan karakteristik wilayah yang ada.

Anda mungkin juga menyukai