Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mediasi

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemahiran Non Litigasi

Dosen Pengampu:

Rustam D.K.A. Harahap, M.Ag.

Disusun Oleh:

Umi Kalsum 1702046019


Syikma R. Jannah 1702046100
M. Alfan Ali Musthafa 1702046102

PROGRAM STUDI ILMU FALAK

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang
merasa dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan
apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan
menyampaikan ketidak puasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat
menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut,
sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau
memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.

Dalam menyelesaikan sengketa, proses perkara di pengadilan justru


berjalan lambat dan memakan waktu yang lama, sehingga terjadi pemborosan
waktu. Dalam proses yang demikian akan berakibat pada mahalnya biaya yang
harus di keluarkan sehingga tercapainya peradilan yang sederhana,cepat dan
berbiaya ringan sangat sulit di capai. Hal lain yang terjadi di dalam proses litigasi
adalah putusan menang kalah (win lose), dimana perasaan menang kalah tidak
akan memberikan kedamaian salah satu pihak dan justru dapat menimbulkan
dendam dan konflik baru. Pada sisi lain keterbatasan jumlah hakim dan
menumpuknya perkara perdata di pengadilan juga memberikan dampak pada
lambatnya proses perkara perdata di pengadilan.

Maka dari itu pemakalah mencoba memberi sedikit penjelasan mengenai


Mediasi, dimana mediasi merupakan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
dikenal memberikan win-win solution.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Mediasi?
2. Apa saja macam-macam dari Mediasi?

2
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip Mediasi?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, Mediare yang
berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan kepada peran yang ditampilkan
pihak ketga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna
mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa
secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan (trust) dari pihak
yang bersengketa.1
Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa
mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna
menghasilkan kesepakatan (agreement).2
Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan
pada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak yang bersengketa
untuk menyelesaikan perselisihannya.3
Pihak ketiga itu disebut dengan mediator. Syarat utama mediator adalah
kemampuan mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari
jalan terbaik menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi).4

1
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2002), hlm. 2.
2
Loena Gilmour, Penny Hand, dan Cormac Mckeown (eds), Collins English Dictionary and
Thesaurus, Third edition, (Great Britain: Harper Collins Publishers, 2007), hlm. 510.
3
Ahmad Musaddad, Alternative Dispute Resolution Resolusi Konlik Nonlitigasi, (Malang:
Literasi Nusantara, 2020), hlm. 137.
4
Sugiatminingsih, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan,
Jurnal, Vol. 12, No, 2, Juli-Desember 2009.

3
Mediator berfungsi untuk membantu para pihak yang berselisih untuk
menyediakan fasilitas bagi pihak-pihak di dalam negosiasi untuk mencapai
kesepakatan.
Penunjukkan pihak ketiga sebagai mediator dapat terjadi karena:
1. Kehendak sendiri (mencalonkan diri)
2. Ditunjuk oleh penguasa (misalnya wakil dari para pihak yang
bersengketa)
3. Diminta oleh kedua belah pihak.5

Menurut Moore ada tiga tipe mediator, yaitu:


1. Social network mediator (mediator jaringan sosial)
Mediator tipe ini biasanya dipilih oleh para pihak karena mereka
mengenal baik dan percaya bahwa orang yang mereka pilih sebagai
mediator mampu membantu penyelesaian sengketa. Mediator jaringan sosial
dikenal dalam sengketa keluarga, rekan usaha, atau antar ternan. Para pihak
biasanya memilih tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala adat, atau orang-
orang yang dekat dengan mereka.
2. Authoritative mediator (mediator otoritatif)
Dalam membantu penyelesaian suatu sengketa, seorang mediator
otoritatif biasanya adalah orang yang mempunyai kapasitas atau potensi
untuk mempengaruhi hasil akhir perundingan. Mediator tipe ini dalam
menjalankan fungsinya tetap menggunakan cara-cara yang dipersyaratkan
bagi seorang mediator, akan tetapi dalam situasi tertentu mungkin akan
memberikan batasan-batasan agar penyelesaian sengketa dapat dilakukan
secara kooperatif. Biasanya mediator berasai dari pihak yang memiliki
otorita misalnya dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan
sebagainya.

3. Independent mediator (mediator mandiri)


5
Andi Ardillah Akbar, Dinamika Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam
Konteks Hukum Bisnis Internasional, Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol 1, No. 1,
Januari 2019.

4
Mediator mandiri adalah orang yang berprofesi sebagai penengah yang
membantu penyelesaian sengketa, sebagai pihak ketiga yang netral.
Mediator ini berasal dari lembaga penyedia jasa atau kantor yang
memberikan jasa layanan penyeiesaian sengketa di luar pengadilan. Tipe
mediator semacam inilah yang berkembang di berbagai negara dan saat ini
sedang dikembangkan di Indonesia.6

B. Model-Model Mediasi
Seorang Professor dalam ilmu hukum dan Direktur Disputes Resolution
Centre-Bond University, yang bernama Lawrence Boulle, membagi mediasi
dalam beberapa jenis diantaranya:
1. Settlement mediation (mediasi kompromi)
Merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong
terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang bertikai.
2. Facilitative mediation
Mediasi yang berbasis kepentingan (interest-based) dan problem
solving yang bertujuan untuk menghindarkan para pihak yang bersengketa
dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para
pihak hak-hak legal mereka secara kaku.
3. Transformative mediation (mediasi terapi dan rekonsiliasi)
Mediasi ini menekankan untuk mencari penyebab yang mendasari
munculnya permasalahan di pihak yang bersengketa, dengan pertimbangan
untuk meningkatkan hubungan diantara mereka melalui pemberlakuan dan
pemberdayaan sebagai dasar resolusi konflik dari pertikaian yang ada.
4. Evaluative mediation (mediasi normatif)
Merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan
berdasarkan hak-hak legal dari para pihak yang bersengketa dalam wilayah yang
diantisipasi oleh pengadilan.7

Sri Mamudji, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jurnal
6

Hukum dan Pembangunan, No. 3, Tahun 2004.


7
Nyoman Satyayudha Dananjaya, dkk, Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative
Dispute Resolution), (Denpasar: Universitas Udhayana, 2017), hlm. 98-100.

5
Mediasi Mediasi Mediasi Mediasi
Penyelesaian Fasilitatif Tranformati Evaluatif
f

Juga disebut Mediasi Mediasi Mediasi Mediasi


Kompromi Pemecahan Terapi atau Nasihat
Masalah Rekonsiliasi

Tujuan Mediasi titik Menghindari Menangani Menemukan


Utama tengah posisi posisi, penyebab kesepakatan
para pihak mencari masalah sesuai dengan
kepentingan untuk hak-hak para
yang memperbaiki pihak
mendasari hubungan
posisi para pihak

Mediator Orang yang Orang yang Keahlian Punya keahlian


dihormati punya dalam substantif
dalam keahlian konseling dan dalam kasus,
masyarakat, teknik kerja sosial, tidak harus
tidak harus mediasi pemahaman punya keahlian
punya penyebab mediasi
keahlian psikologis
mediasi konflik

Peran Utama Mencari Melaksanakan Teknik terapi Memberikan


Mediator kompromi, proses dan diagnosa dan nasihat dan
jalan tengah menjaga menangani penilaian
komunikasi masalah
para pihak hubungan

Ciri lain Peran Campur Pengambilan Campur tangan


mediator tangan keputusan mediator kuat
dalam hal mediator ditunda

6
prosedur lemah, para sampai
sangat pihak masalah
terbatas, didorong hubungan
perundingan untuk kreatif dapat diatasi
posisional guna
memenuhi
kepentingan
secara adil

Bidang Sengketa Sengketa Sengketa Sengketa


Penerapan dagang, masyarakat, suami isteri, dagang,
perburuhan, keluarga, orang tua dan kecelakaan,
kecelakaan lingkungan anak, diskriminasi,
hidup, hubungan harta
kemitraan berlanjut perkawinan

Kekuatan Dipahami Dapat Dapat Mirip dengan


oleh para manfaatkan menghasilkan proses
pihak, tidak mufakat penyembuhan pengadilan
sulit secara daripada yang
dilakukan maksimal sekadar mengutamakan
penyelesaian hak para pihak
sengketa

Kelemahan Mengabaikan Dapat makan Dapat makan Tidak ajarkan


kepentingan waktu, perlu waktu dan inisiatif dan
para pihak keahlian tanpa ketrampilan
bernegosiasi penyelesaian, pada para
kabur antara pihak karena
batas mediator aktif
konseling dan dan direktif,
mediasi tidak jelas
batas antara

7
mediasi dan
arbitrase.

C. Kelebihan dan Kekurangan Mediasi


Menurut Takdir Rahmadi, terdapat delapan kelebihan mediasi, yakni:
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif
murah dibandingkan membawa perselisihan ke pengadilan atau arbitrase.
2. Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata
dan pada kebutuhan emosi atau psikologis. Jadi bukan hanya pada hak-hak
hukumnya.
3. Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung
dan informal dalam menyelesaikan perselisihan.
4. Mediasi memberi kesempatan bagi para phak untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya.
5. Mediasi dapat mengubah hasil dalam litigasi dan arbitrase karena sulit
diprediksi dengan kepastian melalui konsensus.
6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan menciptakan sikap saling
pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena
merekalah yang memutuskannya.
7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan akibat putusan yag
telah dijatuhkan oleh hakim di pengadilan dan arbitrase.
8. Mediasi diselenggarakan secara tertutup dan rahasia.
Di samping sisi kelebihan tentu saja sebagai sebuah sistem alternatif
penyelesaian sengketa juga memiliki kekurangan, di antaranya:
1. Mediasi hanya dapat diselenggarakan secara efektif jika para pihak memiliki
kemauan atau keinginan untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus. Jika
hanya salah satu pihak yang memiliki keinginan menempuh mediasi maka
mediasi tidak akan pernah terjadi. Jika mediasi pun terlaksana maka prosesnya
tidak akan berjalan efektif. Keadaan ini terutama jika penggunaan mediasi
bersifat sukarela.

8
2. Pihak yang beriktikad tidak baik dapat memanfaatkan proses mediasi sebagai
taktik untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa, misalnya dengan
tidak mematuhi jadwal mediasi atau berunding sekadar untuk memperoleh
informasi.
3. Beberapa jenis kasus mungkin tidak dapat dimediasi, terutama kasus-kasus
yang berkaitan dengan masalah ideologis dan nilai dasar yang tidak
menyediakan ruang bagi para pihak untuk melakukan kompromi.
4. Medasi dipandang tidak tepat digunkaan jika masalah pokok dalam sengketa
adalah penentuan hak (rights) karena sengketa penentuan hak haruslah
diputuskan oleh hakim, sedangkan mediasi lebih tepat digunakan
menyelesaikan sengketa terkait dengan kepentingan (interest).
5. Secara normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan
hukum privat tidak dalam lapangan hukum pidana.8

D. Prinsip-Prinsip Mediasi
Menurut Ruth Carlton (Hoynes dkk, 2004:16), terdapat lima prinsip dasar
mediasi yang dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi, yaitu: prinsip
kerahasiaan (confidentiality), prinsip sukarela (volunteer), prinsip pemberdayaan
(empowerment), prinsip netralitas (neutrality), dan prinsip solusi yang unik (a
unique solution).
1. Prinsip Kerahasiaan (confidentiality) 

Kerahasiaan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa segala sesuatu yang


terjadi di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-
pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh
masing-masing pihak. Demikian juga sang mediator harus menjaga
kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, serta sebaiknya menghancurkan seluruh
dokumen di akhir sesi yang ia lakukan. Masing-masing pihak yang bertikai
diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan kepentingan.
2. Prinsip Suka Rela (volunteer)
8
Ahmad Musaddad, Alternative Dispute Resolution Resolusi Konlik Nonlitigasi, (Malang:
Literasi Nusantara, 2020), hlm. 147-148.

9
Masing-masing pihak yang bertikai datang ke mediasi atas keinginan dan
kemauan mereka sendiri secara sukarela dan tidak ada paksaan dan tekanan
dari pihak-pihak lain. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa
orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari
persengketaan mereka, bila mereka datang ke tempat perundingan atas pilihan
mereka sendiri.

3. Prinsip Pemberdayaan (empowerment) 

Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi
sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka
sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Kemampuan
mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai dan oleh karena itu, setiap
solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar.
Penyelesaian sengketa harus muncul dari pemberdayaan terhadap masing-
masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak untuk
menerima solusinya.

4. Prinsip Netralitas (neutrality) 

Di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya saja,


dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator
hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi.
Dalam mediasi, seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim
atau juri yang memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau
mendukung pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.
5. Prinsp solusi yang unik (a unique solution) 

Bahwasannya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai
dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas. Oleh

10
karena itu, hasil mediasi mungkin akan lebih banyak mengikuti keinginan
kedua belah pihak, yang terkait erat dengan konsep pemberdayaan masing-
masing pihak.9

Asas-Asas Umum dalam Proses Mediasi :

a. Proses mediasi bersifat informal, artinya tatacara dan pelaksanaan mediasi


tidak terikat pada ketentuan hukum formal proses beracara layaknya
pemeriksaan perkara pada pengadilan dikesampingkan seperti proses
pembuktian/pengajuan alat-alat bukti. Yang diutamakan adalah
penyelesaian menurut selera para pihak yang berujung pasti pada
perdamaian asalkan tidak melanggar peraturan perundang undangan,
ketertiban umum dan kesusilaan. Karena dalam mediasi tidak boleh ada
pihak yang merasa dirugikan.
b. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa yang
menggunakan mediasi relatif singkat, karena didasari adanya antusiasme
para pihak yang ingin berdamai, waktu selama 40 hari tersebut akan lebih
efektif, sehingga apabila dapat diselesaikan sebelum 40 hari maka
mediator dapat mengajukan kesepakatan damai kepada hakim yang
memeriksa perkaranya agar dikukuhkan sebagai akta perdamaian yang
berkekuatan hukum tetap. 10
c. Penyelesaian sengketa lingkungan didasarkan atas kesepakatan para pihak
Hanya dibutuhkan perundingan untuk mencapai kesepakatan sehingga
timbul perdamaian. Mediator hanya menengahi bukan mengintervensi
artinya, mediator memacu para pihak agar menemukan penyelesaian
damai. Para pihak yang menentukan, mediator menfasilitasi dan
menuangkan dalam butir butir perdamaian, mediator tidak boleh menekan
salah satu pihak dan seolah memenangkan pihak lainnya.

9
Muchlisin Riadi, diakses dari https://www.kajianpustaka.com/2018/11/pengertian-prinsip-
dan-dasar-hukum-mediasi.html/ /Pengertian,Prinsip,dan Dasar Hukum Mediasi/, pada tanggal 7
April 2020 pukul 11.50
10
Nyoman Satyayudha Dananjaya, dkk, Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative
Dispute Resolution), (Denpasar: Universitas Udhayana, 2017), hlm. 100.

11
d. Biaya ringan dan murah Murah tidaknya tergantung kesepakatan para
pihak, artinya apabila memilih mediator diluar hakim pengadilan maka
akan ada biaya yang dikeluarkan, atau memilih tempat penyelenggaraan
akan ada biaya yang dikeluarkan. Ini artinya murah dan ringannya biaya
tergantung kemauan para pihak. Sehingga sifat relatif dan karena
prosesnya cepat dan tidak berlarut, maka banyak biaya yang dapat ditekan.
e. Prosesnya bersifat tertutup dan rahasia, artinya agar adanya kenyamanan
untuk menyampaikan tawaran dan kepentingan, juga bagi para pihak agar
sengketa yang terjadi diantara mereka tidak banyak diketahui oleh pihak
luar sehingga mengindari aib para pihak di masyarakat luas.
f. Kesepakatan bersifat mengakhiri perkara, artinya dengan adanya
kesepakatan perdamaian yang nantinya dikukuhkan menjadi akta
perdamaian sehingga memiliki kekuatan eksekutorial maka sengketa telah
selesai dengan tuntas. Hal ini dikarenakan begitu menjadi akta perdamaian
maka klausula perdamaian yang terdapat dalam akta tidak dapat dirubah
lagi.
g. Proses mediasi dapat mengesampingkan pembuktian, ciri khas dari proses
penyelesaian perkara secara litigasi adalah proses pembuktian sesuai
dengan HIR dan RBg. Namun dalam mediasi para pihak dapat dan/atau
tidak perlu saling memperdebatkan alat bukti. Karena tujuan mediasi
adalah mempertemukan dua kepentingan dengan sikap kesukarelaan untuk
mencapai kesepakatan perdamaian.
h. Hasil mediasi bersifat win win solution, artinya tidak ada pihak yang
dirugikan, selalu ada manfaat dan keuntungan yang berimbang diantara
para pihak, hal ini dapat dicapai dengan adanya sikap kooperatif antara
para pihak sehingga para pihak akan merasa menang. Berbeda dengan
proses pengadilan win lose solution, ada pihak yang menang ada pihak
yang kalah, walaupun pada intinya kalah jadi abu menang jadi arang
(artinya walaupun menang dalam perkara, ada juga kerugian yang diderita,

12
yang dicari dalam suatu kemenangan adalah kepuasan manakala pihak
lawan dinyatakan kalah dan diajtuhi putusan, harga diri dan kehormatan).11

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, Mediare yang
berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan kepada peran yang ditampilkan
pihak ketga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna
mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa
secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan (trust) dari pihak
yang bersengketa.

11
Nyoman Satyayudha Dananjaya, dkk, Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative
Dispute Resolution), (Denpasar: Universitas Udhayana, 2017), hlm. 98-102.

13
Penunjukkan pihak ketiga sebagai mediator dapat terjadi karena:
1. Kehendak sendiri (mencalonkan diri)
2. Ditunjuk oleh penguasa (misalnya wakil dari para pihak yang bersengketa)
3. Diminta oleh kedua belah pihak.

Seorang Professor dalam ilmu hukum dan Direktur Disputes Resolution


Centre-Bond University, yang bernama Lawrence Boulle, membagi mediasi
dalam beberapa jenis diantaranya:
1. Settlement mediation (mediasi kompromi)
2. Facilitative mediation
3. Transformative mediation (mediasi terapi dan rekonsiliasi)
4. Evaluative mediation (mediasi normatif)

C. Saran
Akhirnya, pemakalah mengharap ridla Alloh SWT., semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Meskipun makalah ini belum
berarti apa-apa bila dibandingkan dengan perubahan dunia yang begitu cepatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Dananjaya, Nyoman Satyayudha, dkk. 2017. Penyelesaian Sengketa Alternatif


(Alternative Dispute Resolution). Denpasar: Universitas Udhayana.

Loena Gilmour, Penny Hand, dan Cormac Mckeown (eds). 2007. Collins English
Dictionary and Thesaurus, Third edition. Great Britain: Harper Collins
Publishers.

Musaddad, Ahmad. 2020. Alternative Dispute Resolution Resolusi Konlik


Nonlitigasi. Malang: Literasi Nusantara.

14
Widjaja, Gunawan. 2002. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.

Jurnal:

Akbar, Andi Ardillah. Dinamika Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa


Dalam Konteks Hukum Bisnis Internasional, Otentik’s: Jurnal Hukum
Kenotariatan, Vol 1, No. 1, Januari 2019.

Mamudji, Sri. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar


Pengadilan, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No. 3, Tahun 2004

Sugiatminingsih. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar


Pengadilan, Jurnal, Vol. 12, No, 2, Juli-Desember 2009.

Website:

Riadi,Muchlisin. diakses dari https://www.kajianpustaka.com/2018/11/pengertian-


prinsip-dan-dasar-hukum-mediasi.html//Pengertian,Prinsip,danDasarHukum
Mediasi/, pada tanggal 7 April 2020 pukul 11.50

15

Anda mungkin juga menyukai