DAFTAR ISI
ABSTRAK................................
KATA PENGANTAR...............................
DAFTAR ISI...............................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................
B. Perumusan Masalah..........................
C. Tujuan Penelitian...........................
D. ManIaat Penelitian............................
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual......................
F. Metode Penelitian...........................
G. Sistematika Penulisan...........................
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana..............
1. Pertanggungjawaban Pidana....................
2. Kewajiban............................
3. Kesalahan...........................
4. Kesalahan Dalam Hukum Pidana...................
5. Unsur-unsur kesalahan......................
B. Tinjauan Tentang Advokat ......................
1. Sejarah Advokat.........................
DAFTAR PUSTAKA............................
LAMPIRAN...............................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan
bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi
masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Advokat
mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik terhadap diri
sendiri, klien, pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat
kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
1
Juga tidak akan dengan sengaja
atau rela menganjurkan suatu gugatan atau tuntutan yang palsu dan tidak mempunyai
dasar hukum, apalagi memberi bantuan untuk itu. Tidak akan menghambat seseorang
untuk keuntungan dan itikad jahat, tetapi akan mencurahkan semua pengetahuan dan
kebijaksanaan terbaik dalam tugas dengan penuh kesetiaan kepada klien, pengadilan,
dan Tuhan.
Pada saat menjalankan tugasnya seorang advokat memiliki hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban seorang advokat adalah menjalankan tugas dan Iungsinya sesuai
Kode Etik Advokat Indonesia dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat. Hubungan antara advokat dan kliennya dipandang dari advokat sebagai
officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :
Frans Hendra Winarta./;okat In/onesia Citra, I/ealisme /an Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995.hal,38
1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada
ketentuan Undang Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap
kliennya.
2. Karena advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin , maka advokat
harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.
Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan hukum yang
berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh merugikan
kepentingan orang lain. Advokat termasuk proIesi yang mulia (nobile officium, karena
ia berkewajiban memberikan jasa hukum yang berupa menjadi pendamping, pemberi
nasehat hukum, menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya, atau dapat
menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara, baik yang
berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Ia juga dapat
menjadi Iasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakan keadilan untuk membela
hak asasi manusia serta memberikan pembelaan hukum yang bebas dan mandiri.
2
ProIesi advokat adalah proIesi yang mulia karena advokat mengabdikan dirinya
kepada kepentingan masyarakat dan demi penegakan hukum yang berdasarkan kepada
keadilan, serta turut menegakkan hak-hak asasi manusia. Di samping itu, advokat
bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah kliennya dan tidak pandang bulu
terhadap terhadap kasus yang dibelanya. Namun seringkali dalam kenyataan, orang-
orang yang menggeluti proIesi advokat tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari
#ahmat rosyadi dan Sri Hartini, /;okat Dalam Perspektif Islam /an Hukum Positif, Ghalia Indonesia, hal
17.
proIesi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena Iaktor di luar dirinya yang begitu kuat
dan kurangnya penghayatan advokat yang bersangkutan terhadap esensi proIesinya.
Seringkali advokat dihadapkan pada pembelaan terhadap klien yang tersangkut
kasus korupsi yang mana hal itu adalah bagian dari tugasnya sebagai bagian dari
sistem peradilan pidana. Namun tidak jarang advokat berada pada kondisi dimana ia
dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan kemampuannya dalam meringankan atau
membebaskan kliennya dari tuduhan tindak pidana korupsi dengan cara menghalang-
halangi penyidikan tindak pidana korupsi. Penghalang-halangan penyidikan tindak
pidana korupsi oleh advokat harus diproses secara hukum akan tetapi proses tersebut
harus berdasarkan prosedur yang resmi agar advokat dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Berikut contoh kasus penangkapan advokat yang diindikasikan
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi :
Jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kembali membuat gebrakan. Kali ini,
bukannya tersangka korupsi yang ditahan, tetapi termasuk pengacaranya dengan
dugaan menghambat penyidikan. Jika di Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK menangkap Jaksa, maka di Sumatera Barat advokat yang ditangkap Jaksa.
Advokat tersebut bernama Manatap Ambarita,SH yaitu penasehat hukum dari AInel
Ambarita yang merupakan tersangka tiga kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan
jalan dan jembatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun Anggaran 2005, yang
akhirnya ditahan penyidik Kejaksaan Negeri Tua Pejat, pada hari Jumat 4 April 2008
3
www.tempo.com/ Menghalangi Pemeriksaan Kasus Korupsi, Pengacara Jadi Tersangka, diakses pada
tanggal 12 Juni 2011
www.minor.com/ pengacara tindak pidana korupsi ditahan jaksa, diakses pada tanggal 12 Juni 2011
perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun
dan paling lama 12 (dua belas tahun dan atau denda paling sedikit #p.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak #p
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Dengan memperhatikan uraian dan contoh kasus diatas, maka pada kesempatan
ini penulis bermaksud untuk membahas dan melakukan penelitian mengenai apakah
seorang advokat dapat dipidana jika diindikasikan menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana korupsi, dengan skripsi yang berjudul :
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah
yang menjadi pokok atau inti dari permasalahan hukum ini dapat diidentiIikasikan
sebagai berikut:
4. Apakah kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
5. Bagaimanakah bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang
merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
6. Bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
. Tujuan Penelitian
Dengan bertolak dari identiIikasi masalah yang telah penulis jabarkan, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan penulisan hukum yang berjudul
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat
yang merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
3. Untuk mengetahui proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi
proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
D. Manfaat Penelitian
1. ManIaat teoritis
Dari hasil penulisan ini diharapkan hasilnya bermanIaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan hukum khususnya di bidang hukum pidana. Hasil penulisan juga
bermanIaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan penulis sebagai wujud konkret
dari realisasi penerapan ilmu di bidang hukum yang penulis dapatkan selama ini.
2. ManIaat praktis
a Hasil penulisan ini diharapkan bermanIaat bagi Iungsionaris hukum dalam
menegakkan hukum khususnya hukum pidana serta mengadakan
Moeljatno. 1993. sas-asas Hukum Pi/ana. #ineka Cipta: Jakarta, hal 153
2. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
tertulis serta dianut dalam yurisprudensi.
Para ahli pada umumnya mengakui asas yang tidak tertulis dalam hukum
pidana yaitu asas kesalahan, sebab dipidananya seseorang tidaklah cukup
apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
atau bersiIat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan
delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat penjatuhan pidana.
2) Kerangka Konseptual
Untuk lebih terarahnya penulisan proposal ini, disamping perlu adanya
kerangka teoritis juga diperlukan kerangka konseptual yang merumuskan deIinisi-
deIinisi dari peristilahan yang digunakan sehubungan dengan judul yang diangkat,
yaitu:
1. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah pengancaman hukuman terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban
pidana dikenal dengan Comminatoire Clausule, Strafbe/reiin, dan
%hreat of Punishment.
7
Menurut teori analitis Austin
pertanggungjawaban pidana adalah diwajibkan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, atau ditempatkan di bawah kewajiban atau
keharusan melakukan atau tidak melakukan, adalah menjadi dapat
Hans Kelsen,%eori Hans Kelsen %entan Hukum,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkanah
Konstitusi #I,2006, hal.64
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, pasal 1 butir 2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
W.J.S Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa In/onesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976.
Aria Zurnetti. 2002. Diktat Hukum Pi/ana Korupsi. Padang: Bagian Hukum Pidana Universitas Andalas,
hal 3-5.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan menggunakan metode
yuridis normatiI
15
. Penelusuran berbagai peraturan yang ada kaitannya dengan
pertanggungjawaban pidana, peraturan yang berkaitan dengan perintangan proses
penyidikan tindak pidana korupsi, dan peraturan tentang advokat. Kemudian
menganalisanya secara yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder, dengan minitikberatkan penelitian dan pengkajian terhadap data di bidang
hukum.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatiI dengan metode
penelitian atas asas-asas hukum.
16
Penelitian yuridis normatiI penulis lakukan dengan
cara meneliti bahan pustakan atau data sekunder. Adapun data tersebut mencakup
17
:
1. 1enis data
1 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang berkaitan
dengan masalah yang dikaji penulis diantaranya:
a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2 Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
16
Ibi/,h.252.
17
Ibi/,h.201.
Winarno Surakhmad, Penantar Penelitian Ilmiah Dasar /an Meto/e %eknik, Tarsito, hal 60.
Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar GraIika; hlm. 72.
tahun 2003, tindak pidana korupsi dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
undang-undang nomor 20 tahun 2001, proses penyelesaian tindak pidana korupsi,
kendala-kendala dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, unsur-unsur perintangan
proses penyidikan tindak pidana korupsi, dan ancaman pidana bagi yang merintangi
proses penyidikan tindak pidana korupsi.
BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN
Di dalam bab ini penulis hendak mengkaji mengenai apakah kriteria-kriteria perbuatan
yang dikategorikan merintangi proses penyidikan tindak pidana korupsi, bagaimanakah
bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang merintangi proses
penyidikan tindak pidana korupsi, dan bagaimanakah proses penegakan hukum
terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan tindak pidana korupsi.
BAB IV PENUTUP
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini penulis mencoba memberi kesimpulan terhadap
masalah yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Selain itu penulis akan
mencoba memberikan saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan tersebut.
BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang pertanggungjawaban pidana
6. Pertanggungjawaban pidana
a. Azas-azas Pertanggungjawaban Pidana
1 Culpability dan Absolute Liability
Suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab hukum liability). Seseorang dikatakan secara hukum
bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat
dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan.
Normalnya, dalam kasus sanksi dikenakan terhadap /eliquent adalah karena
perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus
bertanggungjawab. Dalam kasus ini subyek responsibility dan subyek
kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua
macam pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu;
(1Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan base/ on fault)
Prinsip pemberian sanksi terhadap tindakan individu hanya karena
akibat perbuatan tersebut telah direncanakan dan dengan maksud
yang salah tidak sepenuhnya diterima dalam hukum modern. Individu
secara hukum bertanggungjawab tidak hanya jika secara obyektiI
harmful effect dilakukan secara terlarang, tetapi juga jika akibat
perbuatan tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah,
atau jika akibat tersebut terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan
oleh individu pelaku.
(3'an Bemmelen
Seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan ialah orang yang dapat
mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut. DeIinisi van
Bemmelen ini singkat, akan tetapi juga kurang jelas, sebab masih dapat
ditanyakan kapankah seseorang itu dikatakan 'dapat mempertahankan
hidupnya dengan cara yang patut.
(4Memorie van Toelichting (memori penjelasan
Secara negative menyebutkan mengenai kemampuan bertanggung
jawab itu, antara lain demikian :
Tidak ada kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku :
(1Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan
tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh
undang-undang.
(2Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat menginsyaIi bahwa perbuatannya itu
bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat
perbuatannya.
DeIinisi-deIinisi tersebut memang ada manIaatnya, tetapi untuk setiap
kali dalam kejadian yang kongkrit dalam praktek peradilan menilai jiwa
seorang terdakwa dengan ukuran-ukuran tadi tidaklah mudah. Sebagai
dasar untuk mengukur hal tersebut, apabila orang yang normal jiwanya itu
melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah karena hal itu jahat dan orang
itu takut akan sanksi. Namun apakah seseorang bertanggungjawab terhadap
suatu sanksi atau tidak tidak bergantung pada apakah dia takut atau tidak
terhadap sanksi. Jika benar bahwa seseorang terikat atau diharuskan karena
takut pada sanksi, maka seharusnya deIinisinya berkembang menjadi 'to be
oblie/ is to fear the sanction. Tetapi deIinisi ini tidak sesuai dengan prinsip
teori hukum analisis yang menekankan pada perintah.
8. Kesalahan
a. Pengertian Kesalahan
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang
itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersiIat
melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang dan tidak dibenarkan (an obecti;e breach of a penal
pro;ision, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan
pidana. Untuk dapat dipertanggungjawabkannya orang tersebut masih perlu
adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai
kesalahan atau bersalah (subecti;e uilt. Dengan perkataan lain, orang
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat
dari sudut perbuatannya, perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada orang tersebut. Dalam hal ini berlaku asas 'tiada pidana tanpa
kesalahan atau Keine Strafe ohne Schul/ atau een straf :on/er Schul/ atau
Nulla Poena Sine Culpa ('culpa disini dalam arti luas, meliputi juga
kesengajaan.
Asas ini tidak tercantum dalam KUHP Indonesia atau dalam peraturan lain,
namun berlakunya asas tersebut sekarang tidak diragukan. Akan bertentangan
dengan rasa keadilan, apabila ada orang yang dijatuhi pidana padahal ia sama
sekali tidak bersalah, Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :
'Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan, bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah
bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.
Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana
yang menitikberatkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya
(%atstrafrecht atau Erfolstrafrecht ke arah hukum pidana yang berpijak pada
orang yang melakukan tindak pidana (taterstrafrecht, tanpa meninggalkan
sama sekali siIat dari %atstrafrecht. Dengan demikian hukum pidana yang ada
dewasa ini dapat disebut sebagai Scul/strafrecht, artinya bahwa, penjatuhan
pidana disyaratkan adanya kesalahan pada si pelaku.
Tidak berbeda dengan konsep yang berlaku dalam sistem hukum di Negara
Eropa Kontinental, unsur kesalahan sebagai syarat untuk penjatuhan pidana di
Negara Anglo Saxon tampak dengan adanya maxim (asas 'ctus non facit
reum nisi mens sit rea atau disingkat dengan asas 'mens rea. Arti aslinya
ialah 'e;il will 'uilty min/. Mens rea merupakan subecti;e uilt melekat
6. Sejarah Advokat
ProIesi advokat adalah proIesi luhur (nobile officium yang menjunjung tinggi
kehormatan, keberanian, komitmen, integritas, proIesional, hukum, dan keadilan.
ProIesi advokat diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat dan mengakui
advokat adalah bagian dari catur wangsa penegakan hukum disamping hakim, jaksa
dan polisi sehingga disebut sebagai 'officer of the court. Advokat indonesia
memiliki kode etik yang diatur oleh masing-masing organisasi advokat dan
mempunyai sumpah advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
Hubungan antara advokat dengan klien adalah hubungan kontraktual dan hubungan
Iiduciary. Lembaga advokat mulai dikenal di indonesia sejak zaman penjajahan
belanda sebagaimana diatur dalam;
1. reelement op /e rechterlike oranisatie en het belei/ /er ustitie in
in/onesie (stbld 1847:23 jo stbld 1848:57;
2. bepalinen betreffen/e het kostuum /er rechterlike ambtenaren /at /er
a/;okaten procereuers en /euwaar/ers (stbld 1848: 8;
3. be;oe/hei/ /epartement hoof in burelike :aken ;an lan/ (stbld
1910:446 jo stbld 1922:523; dan
4. ;erteenwoor/iin ;an /e lan/ in rechten (k.b.s 1922: 522
Pada zaman kemerdekaan, UU No. 14 tahun 1970 dan UU Mahkamah
Agung menyebut advokat sebagai penasihat hukum. Sejak diberlakukan UU
No. 18 tahun 2003 tentang advokat maka istilah advokat yang dipakai.
7. Hak dan Kewajiban Advokat
Hak advokat sebagaimana diatur dalam pasal 14-17 UU No. 18 tahun 2003
Tentang Advokat ;
1 Advokat berhak untuk secara bebas menjalankan tugas dan proIesinya untuk
membela perkara dengan tetap berpegang pada kode etik dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2 Advokat berhak untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam
membela perkara di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada
kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3 Advokat berhak memperoleh inIormasi, data, dan dokumen lainnya baik dari
internal pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
perkara
4 Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum.
Kewajiban Advokat:
1 Advokat harus tahu aturan hukum yang berlaku yang relevan terhadap kasus
yang ditangani.
2 Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi yang tidak
mampu
3 Advokat harus mengetahui posisi hukum yang sudah jelas dan tegas
4 Advokat harus mengetahui dasar-dasar dari hukum acara yang berlaku
5 Advokat harus mengetahui hukum asing yang relevan dan berlaku terhadap
kasus yang ditangani
6 Advokat harus melakukan riset, investigasi,dan review yang reasonable
tentang hukum yang berlaku terhadap kasus yang sedang ditangani
7 Advokat wajib menjaga kepercayaan dan kerahasiaan klien dan tidak berada
dalam conflict of interest
Kewajiban advokat secara detil diatur dalam Undang-undang advokat.
Kewajiban advokat erat kaitannya dengan tugas-tugasnya sebagai advokat agar
tidak terjadi malpraktek
8. Fungsi dan Tugas Advokat
Fungsi dan peranan ProIesi advokat:
a. Fungsi dan peranan proIesi advokat untuk Negara:
1 Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia
2 Memperjuangkan hak asasi manusia yang merupakan hak paling dasar
dari warga bangsa dan Negara
3 Sebagai anak bangsa berkewajiban untuk menjaga keutuhan bangsa dan
negara
b. Fungsi dan peranan proIesi advokat untuk diri dan organisasi
1 Melaksanakan kode etik advokat
2 Memegang teguh sumpah advokat
3 Menjunjung tinggi idealisme, kebenaran dan keadila
wanprestasi terhadap kontrak pemberian jasa hukum yang berlaku atau tindakan
yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata
yang merugikan kliennya. Malpraktek di Indonesia diatur dalam UU Advokat.
tidak termasuk dalam pelanggaran kode etik, salah dalam penilaian (mere error in
ument, penempatan posisi yang salah atau kesalahan yang jujur (honest
mistake.
Penindakan Terhadap Advokat apabila ;
1 menelantarkan klien
2 perilaku tidak patut terhadap lawan atau rekan proIesinya
3 perbuatan dan pernyataan yang tidak hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan dan pengadilan
4 tingkat laku yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, harkat dan
martabat proIesi
5 melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau
melakukan perbuatan tercela
6 melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik proIesi advokat
7 Amerika Serikat memiliki co/e of professional responsibility an/ rules of
professional con/uct yang dibuat oleh merican Bar ssociation B).
indonesia ada kode etik Ikadin, kode etik AAI, dan Peradi.
kekuatan Iormal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970 menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat
yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974 menemukan
dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan
moral (41,3, tekanan ekonomi (23,8, hambatan struktur administrasi (17,2
, hambatan struktur sosial (7,08 .
Sementara itu Merican (1971 menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah
sebagai berikut:
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak eIisien, kurangnya kemampuan administrasi,
hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan
kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represiI.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi
kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
3. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang
selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end
justiIies the means. Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan
bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
Soerjono, 1980 memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi
sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
b. pembayaran tertentu.
c. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
7. Kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi
Fakta yang terungkap di persidangan :
Pada tanggal 3 April 2008 saksi AIner Ambarita datang ke Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat untuk memenuhi panggilan Aspidsus sebagai Tersangka dalam tindak
pidana hadapi didampingi Terdakwa sebagai Penasihat Hukumnya, akan tetapi yang
masuk ke ruang Aspidsus hanya Terdakwa yang minta supaya pemeriksaan di tunda 2
(dua minggu, sedangkan saksi AIner Ambarita menunggu di mobil, saksi Yarnes,SH
minta supaya menghadapkan saksi AIner Ambarita, Terdakwa tidak mau dan minta
supaya Terdakwa tidak ditahan kemudian Terdakwa pergi.
Pada saat saksi NoIiandri, SH. akan melakukan penangkapan saksi AIner
Ambarita bertemu di Hotel Pangeran dengan terdakwa. Terdakwa mengatakan saksi
sudah diantar pulang ke rumahnya sejak tadi siang, kemudian saksi NoIiandri, SH. ke
rumah saksi AIner, oleh isterinya dijawab bahwa suaminya sudah pergi bersama
Penasihat Hukumnya dan sampai sekarang belum pulang, kemudian saksi
NoIiandri,SH ke Hotel lagi menanyakan keberadaan AIner, Terdakwa mengaku tidak
tahu. Perbuatan Terdakwa tersebut sudah melampaui batas kewenangannya sebagai
seorang Penasihat Hukum, yang seharusnya membantu proses penyidikan.
22
Perbuatan Manatap Ambarita telah memenuhi unsur menghalang-halangi
penyidikan tindak pidna korupsi dengan tidak memberitahu keberadaan kliennya dan
memberikan keterangan yang bebrbelit-belit ditambah dengan sikap tidak
kooperatiInya terhadap jaksa selaku penyidik. leh karena tindak pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa termasuk ruang tindak pidana korupsi yang diatur dalam
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 tahun 2001, maka
Kejaksaan berwenang untuk melakukan Penyidikan perkara a quo;
Kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi Menurut pasal 21 Undang-Undang No.31 Tahun 1999
jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi
'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam
perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun
dan paling lama 12 (dua belas tahun dan atau denda paling sedikit #p.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak #p
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Sedangkan kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan pasal 216 Bab 'III KUHP Tentang
Kejahatan Terhadap Penguasa Umum yang berbunyi :
'Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula dengan
barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang
dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
Menurut pengetahuan umum arti mencegah,menghalang-halangi, dan
menggagalkan adalah:
b. Pidana Denda
Menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu
pidana denda paling sedikit #p. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah
dan paling banyak #p 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP pasal 216 yaitu
diancam dengan pidana denda sebesar sembilan ribu rupiah atau
diakumulasikan sebesar sembilan juta rupiah.
. Proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi
Proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi pada kasus Manatap Ambaarita,SH dilakukan oleh Kejaksaan.
Bahwa Terdakwa Manatap Ambarita,SH selaku Advokat/Penasihat Hukum AIner
Ambarita,ST, yaitu tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi
Penyalahgunaan Sisa Anggaran Tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten
Kepulauan Mentawai berdasarkan Surat Kuasa tanggal 3 April tahun 2008 pada hari
Kamis tanggal 03 April Tahun 2008 sekira pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul
23.50 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan April Tahun 2008
bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Jalan #aden Saleh Nomor 4
Padang, #umah Makan Surya Angkasa Tabing Padang, dan Pangeran Beach Hotel
Jl.Ir.Juanda No.79 Lolong Padang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang 'dengan sengaja mencegah,
merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Advokat adalah proIesi yang mulia sekaligus lembaga penegak hukum yang
tergabung dalam interate/ criminal ustice system yang harus berkoordinasi dengan
lembaga penegak hukum lainnya selain membela kepentingan kliennya. Advokat
dilarang untuk merintangi berbagai proses penyidikan dan pemeriksaan perkara pidana
khususnya tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra or/inary crime.
Perbuatan advokat merintangi proses penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana
korupsi bisa diancam dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Namun dalam pelaksanaannya penangkapan dan penindakan terhadap
advokat yang merintangi proses penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi
juga harus memperhatikan hukum acara yang berlaku dan hak imunitas yang dimiliki
oleh advokat agar penerapan undang-undang berjalan dengan optimal.