Anda di halaman 1dari 70

DRAFT

PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG MERINTANGI


PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
NOFRY HARDI
NOMOR BP
07140068
PROGRAM KEKHUSUSAN
HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011

DAFTAR ISI
ABSTRAK................................
KATA PENGANTAR...............................
DAFTAR ISI...............................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................
B. Perumusan Masalah..........................
C. Tujuan Penelitian...........................
D. ManIaat Penelitian............................
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual......................
F. Metode Penelitian...........................
G. Sistematika Penulisan...........................
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana..............
1. Pertanggungjawaban Pidana....................
2. Kewajiban............................
3. Kesalahan...........................
4. Kesalahan Dalam Hukum Pidana...................
5. Unsur-unsur kesalahan......................
B. Tinjauan Tentang Advokat ......................
1. Sejarah Advokat.........................

2. Hak dan Kewajiban Advokat.....................


3. Fungsi dan Tugas Advokat.....................
4. Malpraktek dan Hak Imunitas Advokat.................
5. Advokat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 ..........
C. Tinjauan Tentang Tindak pidana Korupsi.................
1. Sebab-Sebab Tindak Pidana Korupsi.....................
2. Akibat Tindak Pidana Korupsi .....................
3. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi.............
4. Kendala-Kendala dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi........
5. Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 ....................
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan Tindak
Pidana Korupsi .............................
2. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ....................
3. Proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan Tindak
Pidana Korupsi ..............................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...............................
B. Saran.................................

DAFTAR PUSTAKA............................
LAMPIRAN...............................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan
bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi
masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Advokat
mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik terhadap diri
sendiri, klien, pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat
kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
1
Juga tidak akan dengan sengaja
atau rela menganjurkan suatu gugatan atau tuntutan yang palsu dan tidak mempunyai
dasar hukum, apalagi memberi bantuan untuk itu. Tidak akan menghambat seseorang
untuk keuntungan dan itikad jahat, tetapi akan mencurahkan semua pengetahuan dan
kebijaksanaan terbaik dalam tugas dengan penuh kesetiaan kepada klien, pengadilan,
dan Tuhan.
Pada saat menjalankan tugasnya seorang advokat memiliki hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban seorang advokat adalah menjalankan tugas dan Iungsinya sesuai
Kode Etik Advokat Indonesia dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat. Hubungan antara advokat dan kliennya dipandang dari advokat sebagai
officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :

Frans Hendra Winarta./;okat In/onesia Citra, I/ealisme /an Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995.hal,38

1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada
ketentuan Undang Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap
kliennya.
2. Karena advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin , maka advokat
harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.
Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan hukum yang
berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh merugikan
kepentingan orang lain. Advokat termasuk proIesi yang mulia (nobile officium, karena
ia berkewajiban memberikan jasa hukum yang berupa menjadi pendamping, pemberi
nasehat hukum, menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya, atau dapat
menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara, baik yang
berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Ia juga dapat
menjadi Iasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakan keadilan untuk membela
hak asasi manusia serta memberikan pembelaan hukum yang bebas dan mandiri.
2

ProIesi advokat adalah proIesi yang mulia karena advokat mengabdikan dirinya
kepada kepentingan masyarakat dan demi penegakan hukum yang berdasarkan kepada
keadilan, serta turut menegakkan hak-hak asasi manusia. Di samping itu, advokat
bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah kliennya dan tidak pandang bulu
terhadap terhadap kasus yang dibelanya. Namun seringkali dalam kenyataan, orang-
orang yang menggeluti proIesi advokat tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari

#ahmat rosyadi dan Sri Hartini, /;okat Dalam Perspektif Islam /an Hukum Positif, Ghalia Indonesia, hal
17.

proIesi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena Iaktor di luar dirinya yang begitu kuat
dan kurangnya penghayatan advokat yang bersangkutan terhadap esensi proIesinya.
Seringkali advokat dihadapkan pada pembelaan terhadap klien yang tersangkut
kasus korupsi yang mana hal itu adalah bagian dari tugasnya sebagai bagian dari
sistem peradilan pidana. Namun tidak jarang advokat berada pada kondisi dimana ia
dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan kemampuannya dalam meringankan atau
membebaskan kliennya dari tuduhan tindak pidana korupsi dengan cara menghalang-
halangi penyidikan tindak pidana korupsi. Penghalang-halangan penyidikan tindak
pidana korupsi oleh advokat harus diproses secara hukum akan tetapi proses tersebut
harus berdasarkan prosedur yang resmi agar advokat dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Berikut contoh kasus penangkapan advokat yang diindikasikan
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi :
Jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kembali membuat gebrakan. Kali ini,
bukannya tersangka korupsi yang ditahan, tetapi termasuk pengacaranya dengan
dugaan menghambat penyidikan. Jika di Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK menangkap Jaksa, maka di Sumatera Barat advokat yang ditangkap Jaksa.
Advokat tersebut bernama Manatap Ambarita,SH yaitu penasehat hukum dari AInel
Ambarita yang merupakan tersangka tiga kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan
jalan dan jembatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun Anggaran 2005, yang
akhirnya ditahan penyidik Kejaksaan Negeri Tua Pejat, pada hari Jumat 4 April 2008

pukul 14.35 WIB.


3
Kepala Kejaksaan Negeri Tua Pejat, Undang Mugopal,SH,MH
menyebutkan penahanan terpaksa diberikan kepada Manatap Ambarita,SH karena ia
telah menghambat penyidikan Jaksa terhadap kliennya yang tersangka dalam sebuah
kasus ditanganinya.
Manatap Ambarita,SH juga diindikasikan sengaja mempengaruhi kliennya
untuk tidak menghadiri panggilan pemeriksaan pada Jumat siang di Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat. Undang Mugopal,SH,MH juga menyebutkan pihaknya telah
memanggil tersangka AInel Ambarita untuk diperiksa pada, Kamis 3 April 2008.
Pelaksana kegiatan dalam kasus korupsi proyek pemeliharaan jalan dan jembatan di
Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun anggaran 2005 ini, diminta hadir pukul 09.00
WIB pemeriksaan bertempat di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Namun
kenyataannya, tersangka tidak datang. Ketika hendak menghubungi tersangka, seorang
lelaki datang menghadap penyidik. Ia mengenalkan dirinya dengan nama Manatap
Ambarita,SH yang mengatakan bahwa ia adalah pengacara dari AInel Ambarita.
Mendengar hal itu, Jaksa Penyidik Budi Sastera,SH, Yarnes,SH dan NoIiandri,SH
segera menanyakan kemana kliennya. Anehnya, Manatap Ambarita,SH justru
memberikan jawaban tidak jelas serta membingungkan. Ia menyebutkan kalau
kliennya belum bisa datang pada saat ini. Kondisinya baik-baik saja dan tidak sakit.
Yang lebih membingungkan, ia minta supaya penyidik mengundur pemanggilan
terhadap kliennya hingga dirinya memahami kasus yang dialami kliennya. Mendengar


3
www.tempo.com/ Menghalangi Pemeriksaan Kasus Korupsi, Pengacara Jadi Tersangka, diakses pada
tanggal 12 Juni 2011

jawaban tersebut, penyidik tidak mau melayani dan menyarankan Manatap


Ambarita,SH untuk menjemput kembali kliennya guna diperiksa dengan status
tersangka. Setelah dua jam Manatap Ambarita,SH tidak datang.
Kemudian penyidik menyusul tersangka ke alamatnya di Tunggul Hitam
Padang dengan maksud menjemput paksa. Namun tersangka tidak ditemukan di
alamat tersebut, salah seorang saksi menyebutkan, kalau AInel Ambarita pergi bersama
Manatap Ambarita,SH semenjak pagi. Pencarian berlanjut ke sejumlah penginapan dan
hotel di kota Padang. Hingga akhirnya sampai ke Hotel Pangeran pada Kamis 3 April
2008 pukul 23.30 WIB, Manatap Ambarita,SH yang akan memasuki lobby hotel
diciduk dan digiring ke kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Manatap
Ambarita,SH kemudian diminta untuk menyebutkan dimana keberadaan tersangka
AInel Ambarita. Akhirnya, Jumat 4 April 2008 pukul 00.30 WIB, AInel Ambarita
menyerahkan diri dan menyusul Manatap Ambarita,SH ke Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat. Kemudian Manatap Ambarita,SH ditahan bersama AInel Ambarita pada hari
Jumat 4 April 2008 pukul 03.30 WIB di Lembaga Permasyarakatan Muaro Padang.
4

Perbuatan Manatap Ambarita,SH dipandang sengaja merintangi penyidikan dan
dianggap melanggar pasal 21 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :
'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam

www.minor.com/ pengacara tindak pidana korupsi ditahan jaksa, diakses pada tanggal 12 Juni 2011

perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun
dan paling lama 12 (dua belas tahun dan atau denda paling sedikit #p.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak #p
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Dengan memperhatikan uraian dan contoh kasus diatas, maka pada kesempatan
ini penulis bermaksud untuk membahas dan melakukan penelitian mengenai apakah
seorang advokat dapat dipidana jika diindikasikan menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana korupsi, dengan skripsi yang berjudul :
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah
yang menjadi pokok atau inti dari permasalahan hukum ini dapat diidentiIikasikan
sebagai berikut:
4. Apakah kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
5. Bagaimanakah bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang
merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
6. Bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;


. Tujuan Penelitian
Dengan bertolak dari identiIikasi masalah yang telah penulis jabarkan, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan penulisan hukum yang berjudul
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat
yang merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
3. Untuk mengetahui proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi
proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
D. Manfaat Penelitian
1. ManIaat teoritis
Dari hasil penulisan ini diharapkan hasilnya bermanIaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan hukum khususnya di bidang hukum pidana. Hasil penulisan juga
bermanIaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan penulis sebagai wujud konkret
dari realisasi penerapan ilmu di bidang hukum yang penulis dapatkan selama ini.
2. ManIaat praktis
a Hasil penulisan ini diharapkan bermanIaat bagi Iungsionaris hukum dalam
menegakkan hukum khususnya hukum pidana serta mengadakan

penyempurnaaan terhadap penegak hukum khususnya advokat terkait dengan


Iungsi dan peran advokat dalam penegakan hukum.
b Hasil penulisan diharapkan juga bermanIaat bagi kalangan akademisi dan
masyarakat untuk mengetahui tugas dan kewajiban advokat untuk berperan
aktiI dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1) Kerangka Teoritis
Tindak pidana dalam perkara penghalang-halangan penyidikan tindak pidana
korupsi yang dimaksudkan disini didasarkan pada kesalahan, yang mana pelakunya
adalah advokat. Berkaitan dengan asas dalam hukum pidana yaitu ' een straf :on/er
schul/ atau'actus reus non facit reum nisi mens sir rea , bahwa ' tidak dipidana
jika tidak ada kesalahan, maka pengertian ' tindak pidana ' itu terpisah dengan yang
dimaksud dengan ' pertanggungjawaban pidana .
5
Artinya, seseorang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana kalau ia tidak melakukan tindak pidana
(strafbaar feit. Begitu pula dengan advokat, apabila ia melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada, maka advokat tersebut harus bertanggungjawab
terhadap tindakan yang dilakukannya.
Namun, kesalahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kesalahan yang
secara khusus dilakukan oleh advokat dalam tindak pidana korupsi yaitu berupa
penghalang-halangan penyidikan tindak pidana korupsi. Pada umumnya terdapat tiga
teori tentang kesalahan, yaitu ;

Moeljatno. 1993. sas-asas Hukum Pi/ana. #ineka Cipta: Jakarta, hal 153

a. Teori Psikologis, yang menganggap kesalahan sebagai sesuatu yang terdapat


dalam pikiran orang yang bersalah yang seakan-akan dapat ditangkap hakim
mungkin dengan bantuan Psikiater.
b. Teori NormatiI, yang menganggap kesalahan tidak sebagai sesuatu yang terdapat
dalam pikiran, tetapi sebagai sikap yang sedemikian rupa yang ditentukan oleh
pertimbangan hukum.
c. Teori yang melihat kesalahan dari segi putusan pengadilan, yaitu tindakan hukum
yang diambil. Tindakan yang dilakukan terhadap kesalahan tersebut bersiIat tegas,
seperti memasukkan orang yang bersalah tersebut ke dalam penjara atau berupa
denda.
6

Sedangkan asas dalam pertanggungjawaban hukum pidana dapat digolongkan :
1. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya
a Asas berlakunya undang-undang menurut tempat, mempunyai arti penting
bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya undang-undang hukum
pidana suatu negara apabila terjadi tindak pidana.
b Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang
menentukan saat kapan terjadinya tindak pidana.
c Asas berlakunya hukum pidana menurut orang, sebagai pembuat atau
peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya tindak pidana dan
penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu negara maupun yang
berada di luar wilayah suatu negara.

Soedjono Dirdjosiswono. Pertanunawaban Dalam Hukum Pi/ana. Bandung; Alumni Bandung,1985,


hal 54

2. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
tertulis serta dianut dalam yurisprudensi.
Para ahli pada umumnya mengakui asas yang tidak tertulis dalam hukum
pidana yaitu asas kesalahan, sebab dipidananya seseorang tidaklah cukup
apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
atau bersiIat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan
delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat penjatuhan pidana.
2) Kerangka Konseptual
Untuk lebih terarahnya penulisan proposal ini, disamping perlu adanya
kerangka teoritis juga diperlukan kerangka konseptual yang merumuskan deIinisi-
deIinisi dari peristilahan yang digunakan sehubungan dengan judul yang diangkat,
yaitu:
1. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah pengancaman hukuman terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban
pidana dikenal dengan Comminatoire Clausule, Strafbe/reiin, dan
%hreat of Punishment.
7
Menurut teori analitis Austin
pertanggungjawaban pidana adalah diwajibkan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, atau ditempatkan di bawah kewajiban atau
keharusan melakukan atau tidak melakukan, adalah menjadi dapat

Yan Pramadya Puspa,Kamus Hukum,Aneka, Semarang, hal.227

dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak


mematuhi suatu perintah.
8

2. Advokat
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
yang dimaksud dengan advokat adalah orang yang berproIesi memberi
jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
9

3. Merintangi
Merintangi berarti menghalang-halangi atau mengganggu jalannya
sesuatu.
10
Dalam pengertian dengan masalah yang diteliti maka
diartikan sebagai melakukan atau turut serta melakukan, dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung, penyidikan perkara korupsi.
4. Penyidikan
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
11

Hans Kelsen,%eori Hans Kelsen %entan Hukum,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkanah
Konstitusi #I,2006, hal.64

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, pasal 1 butir 1

http://www.artikata.com/arti-375824-merintangi.html,diakses pada 21-09-2011

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, pasal 1 butir 2

5. Tindak pidana korupsi


Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis yang tertuang
dalam pasal 2 sampai dengan pasal 13. Tindak pidana korupsi tersebut
dikelompokkan ke dalam tujuh bagian besar yaitu sebagai berikut:
1 Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara ;
2 Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap ;
3 Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan ;
4 Korupsi yang terkait dengan pemerasan ;
5 Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang ;
6 Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam
pengadaan ;
7 Korupsi yang terkait dengan gratiIikasi.
Selain deIinisi tindak pidana korupsi yang terdapat di atas, masih ada
tindak pidana pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Jenis tindak pidana lain itu tetuang pada pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab
III Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri
atas:
1 Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi ;

2 Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak


benar ;
3 Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka ;
4 Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan keterangan atau
memberi keterangan palsu ;
5 rang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberi keterangan palsu ;
6 Saksi yang membuka identitas pelapor.
12

Pengertian materil mengenai tindak pidana korupsi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia
13
yaitu korupsi adalah perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan ketidakjujuran
atau kecurangan seseorang dalam bidang keuangan. Sedangkan deIinisi
yang lebih universal dikemukakan oleh Henry Campbell Black, yang
mengartikan korupsi sebagai ' an act /one with an intent to i;e some
a/;antae inconsistent with official /uty an/ the riht of others '.
14

Artinya, suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban
resmi dan hak-hak dari pihak lain.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

W.J.S Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa In/onesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976.

Aria Zurnetti. 2002. Diktat Hukum Pi/ana Korupsi. Padang: Bagian Hukum Pidana Universitas Andalas,
hal 3-5.

F. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan menggunakan metode
yuridis normatiI
15
. Penelusuran berbagai peraturan yang ada kaitannya dengan
pertanggungjawaban pidana, peraturan yang berkaitan dengan perintangan proses
penyidikan tindak pidana korupsi, dan peraturan tentang advokat. Kemudian
menganalisanya secara yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder, dengan minitikberatkan penelitian dan pengkajian terhadap data di bidang
hukum.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatiI dengan metode
penelitian atas asas-asas hukum.
16
Penelitian yuridis normatiI penulis lakukan dengan
cara meneliti bahan pustakan atau data sekunder. Adapun data tersebut mencakup
17
:
1. 1enis data
1 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang berkaitan
dengan masalah yang dikaji penulis diantaranya:
a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2 Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum

Soerjono Soekanto, Penantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,2008 hal 50.


16
Ibi/,h.252.

17
Ibi/,h.201.

primer. Contohnya doktrin, hasil pemikiran akademisi, karya-karya ilmiah para


sarjana, jurnal dan tulisan lainnya yang bersiIar ilmiah terutama yang berkaitan
dengan permasalahan yang penulis bahas dalam peulisan hukum ini.
3 Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan perunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum, ensiklopedi legal, thesaurus dan bahan-
bahan dari internet.
Dalam penulisan hukum ini, penulis juga menggunakan metode deskriptiI
analisis. Metode deskriptiI analisis adalah metode pemecahan masalah-masalah aktual
dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasiIikasi, dijelaskan
kemudian dianalisa.
18

2. Teknik pengolahan dan analisis data
1 Pengolahan data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data yang telah berhasil
dikumpulkan sehingga menjadi sistematik dan siap dianalisis.
19
Dengan
melakukan proses editing data diperiksa dan disusun secara sistematis untuk
kesempurnaan penulisan.
2 Analisis data
Setelah mengumpulkan data-data dan melakukan klasiIikasi maka diadakan
suatu analisa dengan mempergunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem
hukum. Analisa hanya dilakukan terhadap pasal-pasal yang isinya merupakan
kaedah hukum. Setelah dilakukan analisa, maka konstruksi dilaksanakan

Winarno Surakhmad, Penantar Penelitian Ilmiah Dasar /an Meto/e %eknik, Tarsito, hal 60.

Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar GraIika; hlm. 72.

dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu ke dalam kategori-kategori atas


dasar pengertian-pengertian dasar dari sistim hukum tersebut. Analisa data
sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk dapat memecahkan dan
menguraikan masalah yang akan diteliti berdasarkan bahan hukum yang
diperoleh, maka diperlukan adanya teknik analisa bahan hukum.
20
Penulis
menggunakan teknik analisa deskripsi kuantitatiI yaitu dengan menggunakan
bahan yang sudah ada maka penulis menguraikan variable-variabel yang
terdapat dalam bahan tersebut untuk dikombinasikan dengan bahan yang lain
ditambah dengan pengetahuan statistik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum serta dapat dipahami dan dimengerti
secara tentang apa yang terdapat dalam usulan penelitian ini, maka dapat penulis
gambarkan kerangka pembahasan melalui sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manIaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
Di dalam bab ini penulis hendak menjabarakan mengenai azas-azas
pertanggungjawaban pidana, bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana, hak dan
kewajiban advokat, Iungsi dan tugas advokat, advokat dalam undang-undang nomor 18

Soerjono Soekanto ,op.cit.h.255.

tahun 2003, tindak pidana korupsi dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
undang-undang nomor 20 tahun 2001, proses penyelesaian tindak pidana korupsi,
kendala-kendala dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, unsur-unsur perintangan
proses penyidikan tindak pidana korupsi, dan ancaman pidana bagi yang merintangi
proses penyidikan tindak pidana korupsi.
BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN
Di dalam bab ini penulis hendak mengkaji mengenai apakah kriteria-kriteria perbuatan
yang dikategorikan merintangi proses penyidikan tindak pidana korupsi, bagaimanakah
bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang merintangi proses
penyidikan tindak pidana korupsi, dan bagaimanakah proses penegakan hukum
terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan tindak pidana korupsi.
BAB IV PENUTUP
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini penulis mencoba memberi kesimpulan terhadap
masalah yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Selain itu penulis akan
mencoba memberikan saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan tersebut.



BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang pertanggungjawaban pidana
6. Pertanggungjawaban pidana
a. Azas-azas Pertanggungjawaban Pidana
1 Culpability dan Absolute Liability
Suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab hukum liability). Seseorang dikatakan secara hukum
bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat
dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan.
Normalnya, dalam kasus sanksi dikenakan terhadap /eliquent adalah karena
perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus
bertanggungjawab. Dalam kasus ini subyek responsibility dan subyek
kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua
macam pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu;
(1Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan base/ on fault)
Prinsip pemberian sanksi terhadap tindakan individu hanya karena
akibat perbuatan tersebut telah direncanakan dan dengan maksud
yang salah tidak sepenuhnya diterima dalam hukum modern. Individu
secara hukum bertanggungjawab tidak hanya jika secara obyektiI
harmful effect dilakukan secara terlarang, tetapi juga jika akibat
perbuatan tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah,

atau jika akibat tersebut terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan
oleh individu pelaku.

Suatu sikap mental /elinquent tersebut, atau disebut mensrea, adalah


suatu elemen delik. Elemen ini disebut dengan terma kesalahan
fault) (dalam arti lebih luas disebut /olus atau culpa. Ketika sanksi
diberikan hanya terhadap delik dengan kualiIikasi psikologis inilah
disebut dengan pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan
responsibility base/ on fault atau culpability).
(2Pertanggungjawaban mutlak absolut responsibility).
Hukum primitiI melihat bahwa hubungan antara perbuatan dan eIeknya
tidak memiliki kualiIikasi psikologis. Apakah tindakan individu telah
diantisipasi atau dilakukan dengan maksud menimbulkan akibat atau
tidak adalah tidak relevan. Adalah cukup bahwa perbuatannya telah
membawa eIek yang dinyatakan oleh legislator sebagai harmful, yang
berarti menunjukkan hubungan eksternal antara perbuatan dan eIeknya.
Tidak dibutuhkan adanya sikap mental pelaku dan eIek dari perbuatan
tersebut. Pertanggungjawaban semacam ini disebut dengan
pertanggungjawaban absolut.
Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus
ketika tindakan individu telah direncanakan dan dimaksudkan untuk eIek
tertentu dari perbuatan tersebut dan kasus ketika tindakan seorang individu
membawa akibat harmful tanpa direncanakan atau dimaksudkan demikian
oleh pelaku. Ide keadilan individualis mensyaratkan bahwa suatu sanksi
harus diberikan kepada tindakan individu hanya jika harmful effect dari
perbuatan tersebut telah direncanakan dan dimaksudkan demikian oleh

individu pelaku, dan maksud tersebut merupakan perbuatan terlarang.


Akibat yang oleh legislator dianggap sebagai harmful mungkin secara
sengaja dilakukan oleh individu tanpa maksud menyakiti individu lain.
Sebagai contohnya, seorang anak mungkin membunuh ayahnya yang
sakitnya tidak sembuh-sembuh dengan tujuan untuk menghentikan
penderitaan. Maka maksud anak atas kematian ayahnya tersebut adalah
bukan tindakan yang terlarang malicious).
Dalam hukum modern juga dikenal bentuk lain dari kesalahan yang
dilakukan tanpa maksud atau perencanaan, yaitu kealpaan neliance).
Kealpaan adalah suatu delik omisi, dan pertanggungjawaban terhadap
kealpaan lebih merupakan pertanggungjawaban absolut dari pada
culpability.
2 Tanggungjawab Individual dan KolektiI
Pembedaan terminologis antara kewajiban hukum dan
pertanggungjawaban hukum diperlukan ketika sanksi tidak atau tidak hanya
dikenakan terhadap /elinquent tetapi juga terhadap individu yang secara
hukum terkait dengannya. Hubungan tersebut ditentukan oleh aturan
hukum. Pertanggungjawaban korporasi terhadap suatu delik yang dilakukan
oleh organnya dapat menjadi contoh. Suatu sanksi dapat dikenakan
terhadap individu yang tidak melakukan sendiri suatu delik tetapi
berposisi dalam suatu hubungan hukum tertentu dengan pelaku delik.
Dalam bahasa hukum, korporasi atau negara dipersoniIikasikan; mereka
adalah uristic person sebagai lawan dari natural person.

Ketika suatu sanksi dikenakan terhadap individu-individu yang


memiliki komunitas hukum yang sama dengan individu yang melakukan
delik sebagai organ komunitas tersebut, maka disebut sebagai
pertanggungjawaban kolektiI yang merupakan elemen karakteristik hukum
primitiI. Pertanggungjawaban individual terjadi pada saat sanksi dikenakan
hanya pada /eliquent. Baik pertanggungjawaban individual maupun
kolektiI dapat diberlakukan dengan mengingat Iakta bahwa tidak ada
individu dalam masyarakat yang sepenuhnya independen. Bahkan
dikatakan bahwa mempertentangkan antara individu dan komunitas adalah
dalil ideologis dari sistem liberal, yang harus ditempatkan sama dengan
dalil-dalil ideologi komunis.
Ketika sanksi tidak diterapkan kepada /eliquent, tetapi kepada individu
yang memiliki hubungan hukum dengan /eliquent, maka
pertanggungjawaban individu tersebut memiliki karakter
pertanggungjawaban absolut. Pertanggungjawaban kolektiI selalu
merupakan pertanggungjawaban absolut.
b. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana
1 Pengertian Kemampuan Bertanggungjawab
(urechnunsfahikeit %oerekenins;atbaarhei/
Untuk adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa
pelaku mampu bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu bertanggung jawab. Dalam

literatur hukum pidana Belanda dijumpai beberapa deIinisi untuk


'kemampuan bertanggung jawab.
(1Simons
Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan
psychis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu
upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari
orangnya. Dikatakan selanjutnya, bahwa seseorang mampu
bertanggung jawab, jika jiwanya sehat, yakni apabila :
a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya
bertentangan dengan hukum
b. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran
tersebut.
(2'an Hamel
Kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas
psychis dan kematangan (kecerdasan yang membawa 3 kemampuan :
a. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya
sendiri
b. Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut
pandangan masyarakat tidak dibolehkan
c. Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatannya-
perbuatannya itu

(3'an Bemmelen
Seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan ialah orang yang dapat
mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut. DeIinisi van
Bemmelen ini singkat, akan tetapi juga kurang jelas, sebab masih dapat
ditanyakan kapankah seseorang itu dikatakan 'dapat mempertahankan
hidupnya dengan cara yang patut.
(4Memorie van Toelichting (memori penjelasan
Secara negative menyebutkan mengenai kemampuan bertanggung
jawab itu, antara lain demikian :
Tidak ada kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku :
(1Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan
tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh
undang-undang.
(2Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat menginsyaIi bahwa perbuatannya itu
bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat
perbuatannya.
DeIinisi-deIinisi tersebut memang ada manIaatnya, tetapi untuk setiap
kali dalam kejadian yang kongkrit dalam praktek peradilan menilai jiwa
seorang terdakwa dengan ukuran-ukuran tadi tidaklah mudah. Sebagai
dasar untuk mengukur hal tersebut, apabila orang yang normal jiwanya itu

mampu bertanggung jawab, ia mampu untuk menilai dengan pikiran atau


perasaannya bahwa perbuatannya itu dilarang oleh undang-undang dan
berbuat sesuai dengan pikiran atau perasaannya itu.
Dalam persoalan kemampuan bertanggung jawab itu ditanyakan apakah
seseorang itu merupakan 'norm-a/ressat (sasaran norma, yang mampu.
Seorang terdakwa pada dasarnya dianggap (suppose/ mampu bertanggung
jawab, kecuali dinyatakan sebaliknya.
7. Kewajiban
a. Kritik terhadap Konsep Austin tentang Kewajiban Tidak ada Pembedaan antara
Kewajiban dan Pertanggungjawaban
Konsep kewajiban yang dikembangkan di sini adalah konsep yang
dimaksudkan oleh teori analitis Austin, tetapi tidak pernah benar-benar
berhasil mencapainya. Argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi bahwa
sanksi selalu dikenakan pada /eliquent dan tidak diperhatikan kasus di mana
sanksi juga dikenakan kepada individu dalam hubungan hukum tertentu dengan
/eliquent. Dia tidak menyadari perbedaan antara /iwaibkan bein obliate/)
dengan bertanunawab. DeIinisinya tentang kewajiban hukum
adalah: '/iwaibkan melakukan atau ti/ak melakukan sesuatu, atau
/itempatkan /i bawah kewaiban atau keharusan melakukan atau ti/ak
melakukan, a/alah mena/i /apat /imintai pertanunawaban untuk suatu
sanksi /alam hal ti/ak mematuhi suatu perintah. Tetapi bagaimana dengan
kasus di mana orang selain yang tidak mematuhi hukum, dalam bahasa Austin

perintah, bertanggungjawab terhadap suatu sanksi.


b. Kewajiban Hukum tidak Mengikat secara Psikologis
Pernyataan bahwa seorang individu diharuskan secara hukum untuk
perbuatan tertentu adalah suatu penekanan tentang isi suatu norma hukum,
bukan tentang peristiwa nyata, khususnya bukan tentang sikap mental individu
tersebut. Dalam menentukan kewajiban, yaitu dengan memberikan sanksi pada
pelanggaran kewajiban (delik, aturan hukum mungkin dengan maksud agar
individu memenuhi kewajibannya karena takut akan sanksi. Tetapi pertanyaan
apakah orang benar-benar takut atau tidak terhadap sanksi dalam melaksanakan
kewajibannya tidak relevan bagi teori hukum. Jika keharusan hukum
diekspresikan dengan mengatakan bahwa seorang individu terikat dengan
aturan hukum, model ekspresi ini tidak boleh dipahami secara psikologis
bahwa hal tersebut merupakan motiI perbuatannya. Ini hanya bermakna bahwa
dalam suatu norma hukum yang valid, perbuatan tertentu dari individu terkait
dengan suatu sanksi. Pernyataan hukum bahwa seorang individu diharuskan
secara hukum atas perbuatan tertentu mengikat walaupun jika individu tersebut
tidak peduli bahwa dia diharuskan. Bahkan dalam hukum positiI terdapat
kemungkinan di mana individu yang diharuskan oleh norma hukum tidak
mungkin dapat mengetahui norma tersebut, yaitu dalam kasus norma yang
berlaku surut.
21

c. Kewajiban sebagai Ketakutan terhadap Sanksi
Austin menyatakan bahwa orang terikat dengan keharusan

Hans Kelsen, eneral %heory, Op.Cit., hal. 71

melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah karena hal itu jahat dan orang
itu takut akan sanksi. Namun apakah seseorang bertanggungjawab terhadap
suatu sanksi atau tidak tidak bergantung pada apakah dia takut atau tidak
terhadap sanksi. Jika benar bahwa seseorang terikat atau diharuskan karena
takut pada sanksi, maka seharusnya deIinisinya berkembang menjadi 'to be
oblie/ is to fear the sanction. Tetapi deIinisi ini tidak sesuai dengan prinsip
teori hukum analisis yang menekankan pada perintah.
8. Kesalahan
a. Pengertian Kesalahan
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang
itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersiIat
melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang dan tidak dibenarkan (an obecti;e breach of a penal
pro;ision, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan
pidana. Untuk dapat dipertanggungjawabkannya orang tersebut masih perlu
adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai
kesalahan atau bersalah (subecti;e uilt. Dengan perkataan lain, orang
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat
dari sudut perbuatannya, perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada orang tersebut. Dalam hal ini berlaku asas 'tiada pidana tanpa
kesalahan atau Keine Strafe ohne Schul/ atau een straf :on/er Schul/ atau
Nulla Poena Sine Culpa ('culpa disini dalam arti luas, meliputi juga
kesengajaan.

Asas ini tidak tercantum dalam KUHP Indonesia atau dalam peraturan lain,
namun berlakunya asas tersebut sekarang tidak diragukan. Akan bertentangan
dengan rasa keadilan, apabila ada orang yang dijatuhi pidana padahal ia sama
sekali tidak bersalah, Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :
'Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan, bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah
bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.
Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana
yang menitikberatkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya
(%atstrafrecht atau Erfolstrafrecht ke arah hukum pidana yang berpijak pada
orang yang melakukan tindak pidana (taterstrafrecht, tanpa meninggalkan
sama sekali siIat dari %atstrafrecht. Dengan demikian hukum pidana yang ada
dewasa ini dapat disebut sebagai Scul/strafrecht, artinya bahwa, penjatuhan
pidana disyaratkan adanya kesalahan pada si pelaku.
Tidak berbeda dengan konsep yang berlaku dalam sistem hukum di Negara
Eropa Kontinental, unsur kesalahan sebagai syarat untuk penjatuhan pidana di
Negara Anglo Saxon tampak dengan adanya maxim (asas 'ctus non facit
reum nisi mens sit rea atau disingkat dengan asas 'mens rea. Arti aslinya
ialah 'e;il will 'uilty min/. Mens rea merupakan subecti;e uilt melekat

pada sipelaku subecti;e ilt ini berupa intent (kesengajaan setidak-tidaknya


nelience (kealpaan.

b. Dasar Pemikiran
FilosoIi dasar yang mempersoalkan kesalahan sebagai unsur yang menjadi
persyaratan untuk dapat dipertanggungjawabkannya pelaku berpangkal pada
pemikiran tentang hubungan antara perbuatan dengan kebebasan kehendak.
Mengenai hubungan antara kebebasan kehendak dengan ada atau tidak adanya
kesalahan ada 3 pendapat dari :
1 Aliran klasik yang melahirkan pandangan in/eterminisme, yang pada
dasarnya berpendapat, bahwa manusia mempunyai kehendak bebas (free
will dan ini merupakan sebab dan segala keputusan kehendak. Tanpa ada
kebebasan kehendak maka tidak ada kesalahan dan apabila tidak ada
kesalahan, maka tidak ada pencelaan, sehingga tidak ada pemidanaan.
2 Aliran positivist yang melahirkan pandangan /eterminisme mengatakan,
bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Keputusan kehendak
ditentukan sepenuhnya oleh watak dan motiI-motiI ialah perangsang-
perangsang yang datang dari dalam atau dari luar yang mengakibatkan
watak tersebut. Ini berarti bahwa seseorang, tidak dapat dicela atas
perbuatannya atau dinyatakan mempunyai kesalahan, sebab ia tidak punya
kehendak bebas. Namun meskipun diakui bahwa tidak punya kehendak
bebas, itu tak berarti bahwa orang yang melakukan tindak pidana tidak

dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Justru karena tidak


adanya kebebasan kehendak itu maka ada pertanggungan-jawab dari
seseorang atas perbuatannya. Tetapi reaksi terhadap perbuatan yang
dilakukan itu berupa tindakan (maatregel untuk ketertiban masyarakat, dan
bukannya pidana dalam arti penderitaan sebagai buah hasil kesalahan oleh
si pelaku.
3 Dalam pandangan ketiga melihat bahwa ada dan tidak adanya kebebasan
kehendak itu untuk hukum pidana tidak menjadi soal (irrele;ant.
Kesalahan seseorang tidak dihubungkan dengan ada dan tidak adanya
kehendak bebas.
c. Kesalahan Menurut Beberapa Sarjana
Guna memberi pengertian lebih lanjut tentang kesalahan dalam arti yang
seluas-luasnya, di bawah ini disebutkan pendapat-pendapat dari berbagai
penulis.
a. Mezger
Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya
pencelaan pribadi terhadap si pelaku tindak pidana (Schul/ist /er
Erberiiff/er Jcrrausset:unen, /ie aus /er Strafcat einen personlichen
Jerwurf een /en %ater berun/en.
b. Simons
Kesalahan sebagai pengertian yang 'sociaal ethisch dan mengatakan
antara lain:

'Sebagai dasar untuk pertanggungan jawab dalam hukum pidana ia


berupa keadaan psychisch dari si pelaku dan hubungannya terhadap
perbuatannya, dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan psychisch
(jiwa itu perbuatannya dapat dicelakakan kepada si pelaku.
c. 'an Hamel
Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psycholois,
perhubungan antara keadaan jiwa si pelaku dan terwujudnya unsur-
unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan
jawab dalam hukum (Schul/ is /e ;erant woor/elikhei/ rechtens.
d. 'an Helsing
Pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua unsur dalam
mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana
terhadap perbuatan yang melawan hukum, meliputi semua hal, yang
bersiIat psychisch yang terdapat dapat keseluruhan yang berupa
strafbaarfeit termasuk si pelakunya (al het een psychisch is aan /at
complex, /at bestaat uit een strafbaar feit en /eswee een strafbare
/a/er.
e. Karni
Mempergunakan istilah 'salah dosa mengatakan : 'Pengertian salah
dosa mengandung celaan. Celaan ini menjadi dasarnya tanggungan
jawab terhadap hukum pidana. Selanjutnya ia katakan : 'Salah dosa
berada, jika perbuatan dapat dan patut dipertanggungkan atas si perbuat;
harus boleh dicela karena perbuatan itu; perbuatan itu mengandung

perlawanan hak; perbuatan itu harus dilakukan, baik dengan sengaja,


maupun dengan salah.
I. Pompe
Mengatakan antara lain : 'Pada pelanggaran norma yang dilakukan
karena kesalahannya, biasanya siIat melawan hukum itu merupakan
segi luarnya. Yang bersiIat melawan hukum itu adalah perbuatannya.
Segi dalamnya, yang bertalian dengan kehendak si pelaku adalah
kesalahan. Pengertian kesalahan psycholoisch. Dalam arti ini
kesalahan hanya dipandang sebagai hubungan psycholois (batin
antara pelaku dan perbuatannya. Hubungan batin tersebut bisa berupa
kesengajaan atau kealpaan, pada kesengajaan hubungan batin itu berupa
menghendaki perbuatan (beserta akibatnya dan pada kealpaan tidak ada
kehendak demikian. Jadi di sini hanya digambarkan (/eskriptif keadaan
batin berupa kehendak terhadap perbuatan atau akibat perbuatan. Dari
pengertian-pengertian kesalahan dari beberapa sarjana di atas maka
pengertian kesalahan dapat dibagi dalam pengertian sebagai berikut :
Pengertian kesalahan yang normatiI
Pandangan yang normatiI tentang kesalahan ini menentukan
kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan
batin antara pelaku dengan perbuatannya, tetapi di samping itu harus
ada unsur penilaian atau unsur normatiI terhadap perbuatannya.

Penilaian normatiI artinya penilaian (dari luar mengenai hubungan


antara sipelaku dengan perbuatannya.
Penilaian dari luar ini merupakan pencelaan dengan memakai
ukuran-ukuran yang terdapat dalam masyarakat, ialah apa yang
seharusnya diperbuat oleh sipelaku secara lugas dikatakan bahwa
'kesalahan seseorang tidaklah terdapat dalam kepala sipelaku,
melainkan di dalam kepala orang-orang lain, ialah di dalamkepala dari
mereka yang memberi penilaian terhadap sipelaku itu. Yang memberi
penilaian pada instansi terakhir adalah hakim.
Di dalam pengertian ini sikap batin si pelaku ialah, yang berupa
kesengajaan dan kealpaan tetap diperhatikan, akan tetapi hanya
merupakan unsur dari kesalahan atau unsur dari pertanggung-jawaban
pidana. Di samping itu ada unsur lain ialah penilaian mengenai keadaan
jiwa sipelaku, ialah kemampuan bertanggungjawab dan tidak adanya
alasan penghapus kesalahan.
9. Kesalahan dalam Hukum Pidana
Kesalahan ini dapat dilihat dari 2 sudut :
1 Menurut akibatnya ia ada hal yang dapat dicelakakan (;erwitbaarhei/
2 Menurut hakekatnya ia adalah hal dapat dihindarkannya (;ermi/baar-hei/
perbuatan yang melawan hukum

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapatlah dimengerti


bahwa kesalahan itu mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang
telah melakukan tindak pidana. Jadi orang yang bersalah melakukan sesuatu
perbuatan, itu berarti bahwa perbuatan itu dapat dicelakakan kepadanya,
pencelaan disini bukannya pencelaan berdasarkan kesusilaan, melainkan
pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku. Bukan 'ethische schul/,
melainkan ';eranwoor/elikhei/ rechtens, seperti dikatakan oleh van Hamel.
Namun demikian, untuk adanya kesalahan harus ada pencelaan ethis,
betapapun kecilnya. Ini sejalan dengan pendapat, bahwa '/as recht ist /as
ethische minimum. Setidak-tidaknya pelaku dapat dicela karena tidak
menghormati tata dalam masyarakat, yang terdiri dari sesama hidupnya, dan
yang memuat segala syarat untuk hidup bersama.
Arti 'kesalahan dalam hukum Pidana
Dalam hukum pidana kesalahan memiliki 3 pengertian yaitu :
1 kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan
pengertian 'pertanggungjawaban dalam hukum pidana; di dalamnya
terkandung makna dapat dicelanya (;erwitbaarhei/ sipelaku atas
perbuatannya. Jadi apabila dikatakan, bahwa orang bersalah melakukan
sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas
perbuatannya.

2 kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (scul/;orm yang berupa


kesengajaan (/olus, op:et, ;or:at: atau intention atau kealpaan (culpa,
onacht:aamhei/, fahrlassikeit atau nelience.
3 kesalahan dalam arti sempit, ialah kealpaan (culpa seperti yang disebutkan
di atas. Pemakaian istilah 'kesalahan dalam arti ini sebaiknya dihindarkan
dan digunakan saja istilah 'kealpaan.
Dengan diterimanya pengertian kesalahan (dalam arti luas sebagai
dapat dicelanya si pelaku atas perbuatannya, maka berubahlah pengertian
kesalahan yang psycholois menjadi pengertian kesalahan yang normatiI
(normati;er schul/beriff.
10.Unsur-unsur dari kesalahan
Kesalahan dalam arti seluas-luasnya amat berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana dimana meliputi :
a. adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipelaku (schul/fahikeit atau
:urechnunsfahikeit; artinya keadaan jiwa sipelaku harus normal. Disini
dipersoalkan apakah orang tertentu menjadi 'norma/ressat yang mampu.
b. hubungan batin antara sipelaku dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan
(/olus atau kealpaan (culpa, ini disebut bentuk-bentuk kesalahan. Dalam hal
ini dipersoalkan sikap batin seseorang pelaku terhadap perbuatannya.
c. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaI
meskipun apa yang disebut dalam a dan b ada, ada kemungkinan bahwa ada
keadaan yang mempengaruhi sipelaku sehingga kesalahannya hapus, misalnya

dengan adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa (o;ermacht pada pasal


49 KUHP
Kalau ketiga-tiga unsur ada maka orang yang bersangkutan bisa dinyatakan
bersalah atau mempunyai pertanggungan jawab pidana, sehingga bisa dipidana.
Selain itu harus diingat bahwa untuk adanya kesalahan dalam arti yang seluas-
luasnya (pertanggungjawaban pidana orang yang bersangkutan harus pula
dibuktikan terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersiIat melawan hukum.
Kalau ini tidak ada, artinya, kalau perbuatannya tidak melawan hukum
maka tidak ada perlunya untuk menerapkan kesalahan sipelaku. Sebaliknya
seseorang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum tidak dengan
sendirinya mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan sendirinya dapat dicela
atas perbuatan itu.
Itulah sebabnya, maka kita harus senantiasa menyadari akan dua pasangan
dalam syarat-syarat pemidaan ialah adanya :
1 dapat dipidananya perbuatan (strafbaarhei/ ;an het feit
2 dapat dipidananya orangnya atau pelakunya (strafbaarhei/ ;an /e
persoon



B. Tinjauan Tentang Advokat

6. Sejarah Advokat
ProIesi advokat adalah proIesi luhur (nobile officium yang menjunjung tinggi
kehormatan, keberanian, komitmen, integritas, proIesional, hukum, dan keadilan.
ProIesi advokat diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat dan mengakui
advokat adalah bagian dari catur wangsa penegakan hukum disamping hakim, jaksa
dan polisi sehingga disebut sebagai 'officer of the court. Advokat indonesia
memiliki kode etik yang diatur oleh masing-masing organisasi advokat dan
mempunyai sumpah advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
Hubungan antara advokat dengan klien adalah hubungan kontraktual dan hubungan
Iiduciary. Lembaga advokat mulai dikenal di indonesia sejak zaman penjajahan
belanda sebagaimana diatur dalam;
1. reelement op /e rechterlike oranisatie en het belei/ /er ustitie in
in/onesie (stbld 1847:23 jo stbld 1848:57;
2. bepalinen betreffen/e het kostuum /er rechterlike ambtenaren /at /er
a/;okaten procereuers en /euwaar/ers (stbld 1848: 8;
3. be;oe/hei/ /epartement hoof in burelike :aken ;an lan/ (stbld
1910:446 jo stbld 1922:523; dan
4. ;erteenwoor/iin ;an /e lan/ in rechten (k.b.s 1922: 522
Pada zaman kemerdekaan, UU No. 14 tahun 1970 dan UU Mahkamah
Agung menyebut advokat sebagai penasihat hukum. Sejak diberlakukan UU
No. 18 tahun 2003 tentang advokat maka istilah advokat yang dipakai.

7. Hak dan Kewajiban Advokat

Hak advokat sebagaimana diatur dalam pasal 14-17 UU No. 18 tahun 2003
Tentang Advokat ;
1 Advokat berhak untuk secara bebas menjalankan tugas dan proIesinya untuk
membela perkara dengan tetap berpegang pada kode etik dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2 Advokat berhak untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam
membela perkara di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada
kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3 Advokat berhak memperoleh inIormasi, data, dan dokumen lainnya baik dari
internal pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
perkara
4 Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum.
Kewajiban Advokat:
1 Advokat harus tahu aturan hukum yang berlaku yang relevan terhadap kasus
yang ditangani.
2 Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi yang tidak
mampu
3 Advokat harus mengetahui posisi hukum yang sudah jelas dan tegas
4 Advokat harus mengetahui dasar-dasar dari hukum acara yang berlaku

5 Advokat harus mengetahui hukum asing yang relevan dan berlaku terhadap
kasus yang ditangani
6 Advokat harus melakukan riset, investigasi,dan review yang reasonable
tentang hukum yang berlaku terhadap kasus yang sedang ditangani
7 Advokat wajib menjaga kepercayaan dan kerahasiaan klien dan tidak berada
dalam conflict of interest
Kewajiban advokat secara detil diatur dalam Undang-undang advokat.
Kewajiban advokat erat kaitannya dengan tugas-tugasnya sebagai advokat agar
tidak terjadi malpraktek
8. Fungsi dan Tugas Advokat
Fungsi dan peranan ProIesi advokat:
a. Fungsi dan peranan proIesi advokat untuk Negara:
1 Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia
2 Memperjuangkan hak asasi manusia yang merupakan hak paling dasar
dari warga bangsa dan Negara
3 Sebagai anak bangsa berkewajiban untuk menjaga keutuhan bangsa dan
negara
b. Fungsi dan peranan proIesi advokat untuk diri dan organisasi
1 Melaksanakan kode etik advokat
2 Memegang teguh sumpah advokat
3 Menjunjung tinggi idealisme, kebenaran dan keadila

4 Menjaga kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat advokat


5 Meningkatkan mutu pelayanan
6 Menjaga persatuan dan kesatuan advokat
c. Fungsi dan peranan advokat untuk masyarakat
1 Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat
2 Membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat
3 Memberikan bantuan hukum kepada masyarakat
4 Membela kepentingan klien dan mewakili klien di muka pengadilan
5 Meningkatkan mutu pelayanan.
d. Fungsi dan peranan advokat untuk pengembangan hukum
1 Menemukan hukum, jadi bukan hanya tugas hakim belaka. Caranya
melalui penggunaan dalil-dalil hukum dalam beracara di pengadilan.
2 Melakukan penelitian-penelitian hukum yang bermanIaat bagi
pengembangan hukum.
3 Menyumbangkan pengetahuan dan ide-ide hukum yang bermanIaat bagi
pengembangan hukum. Caranya melalui tulisan, penerbitan jurnal
hukum, seminar, diskusi, atau menjadi dosen.
9. Hak Imunitas Advokat
Hak imunitas adalah kebebasan advokat untuk melakukan atau tidak
melakukan setiap tindakan dan mengeluarkan atau tidak mengeluarkan pendapat,
keterangan, atau dokumen kepada siapapun dalam menjalankan tugas proIesinya
sehingga karenanya dia tidak dapat dihukum sebagai konsekuensi dari pelaksanaan

tugasnya tersebut. kebebasan artinya tidak dibawah tekanan, ancaman, hambatan,


ketakutan atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat proIesi advokat.
Ada dua hak imunitas yang dimiliki advokat yaitu;
a. hak imunitas di dalam sidang pengadilan (pasal 14 dan 16 Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
b. hak imunitas di luar sidang pengadilan (pasal 15 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Tradisi Menjaga #ahasia Klien
Tradisi menjaga rahasia klien adalah tradisi paling tua dari hubungan antara
klien dengan advokat sejak zaman romawi kuno. tradisi ini dimaksudkan untuk
melindungi hak untuk tidak dilakukan pemberatan diri sendiri (self incrimination,
hak untuk menerima bantuan hukum yang eIektiI dari advokat, hak untuk tidak
dilakukan penggeledahan dan penyitaan yang tidak layak, dan hak untuk
mengontrol tidak berkembangnya inIormasi pribadi. Dengan adanya tradisi
menjaga rahasia klien maka advokat tidak boleh membuka rahasia klien, dan tidak
boleh menggunakan rahasia klien untuk kepentingan diri sendiri, kepentingan
orang lain yang merugikan klien.
Malpraktek ProIesi Advokat
Setiap tindakan advokat yang secara sengaja atau kelalaian telah memberikan
jasa hukum kepada kliennya di bawah standar proIesional atau diberikan dengan
melanggar kewajiban fi/uciary-nya atau melanggar hukum yang berlaku ataupun

wanprestasi terhadap kontrak pemberian jasa hukum yang berlaku atau tindakan
yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata
yang merugikan kliennya. Malpraktek di Indonesia diatur dalam UU Advokat.
tidak termasuk dalam pelanggaran kode etik, salah dalam penilaian (mere error in
ument, penempatan posisi yang salah atau kesalahan yang jujur (honest
mistake.
Penindakan Terhadap Advokat apabila ;
1 menelantarkan klien
2 perilaku tidak patut terhadap lawan atau rekan proIesinya
3 perbuatan dan pernyataan yang tidak hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan dan pengadilan
4 tingkat laku yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, harkat dan
martabat proIesi
5 melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau
melakukan perbuatan tercela
6 melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik proIesi advokat
7 Amerika Serikat memiliki co/e of professional responsibility an/ rules of
professional con/uct yang dibuat oleh merican Bar ssociation B).
indonesia ada kode etik Ikadin, kode etik AAI, dan Peradi.


10.Advokat dalam undang-undang nomor 18 tahun 2003


Jikalau dahulu lawyer adalah proIesi yang didambakan tetapi sekarang lawyer
adalah proIesi yang dibenci sebagaimana digambarkan dalam drama yang dibuat
oleh william shakespeare dengan judul 'lets kill all the lawyers. Ada penelitian
yang menyatakan semakin besar rasio antara jumlah advokat dan jumlah penduduk,
semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi (ronald mallen, 1989:37. Artinya
advokat biang kerok anjloknya ekonomi. Tapi sejarah membuktikan law an/
lawyers tetap saja dibutuhkan masyarakat alias 'benci tapi rindu Kenapa dibenci?
Karena tingkah laku advokat yang selama ini selalu merugikan masyarakat dalam
berhubungan dengan klien maupun dengan anggota masyarakat lain sehingga citra
advokat buruk.
. Tinjauan tentang tindak pidana korupsi
1. Sebab-sebab korupsi
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983 memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-

kekuatan Iormal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970 menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat
yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974 menemukan
dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan
moral (41,3, tekanan ekonomi (23,8, hambatan struktur administrasi (17,2
, hambatan struktur sosial (7,08 .
Sementara itu Merican (1971 menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah
sebagai berikut:

a. Peninggalan pemerintahan kolonial.


b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
I. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
Di sisi lain Ainan (1982 menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah
dengan upeti atau suap.
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan
dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat
dihindarkan.
I. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan
korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi
h. pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab
terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
a. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,
administrasi yang lamban.

b. Warisan pemerintahan kolonial.


c. sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak
ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah.
2. Akibat-akibat korupsi.
Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
a. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman
modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
b. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,
menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
c. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961 menyatakan bahwa akibat korupsi adalah
a. ketidak eIisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,
b. memboroskan sumber-sumber negara,
c. tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing,
d. ketidakstabilan politik,
e. pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represiI.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat
korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.

3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak eIisien, kurangnya kemampuan administrasi,
hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan
kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represiI.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi
kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
3. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang
selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end
justiIies the means. Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan
bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
Soerjono, 1980 memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi
sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
b. pembayaran tertentu.
c. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

d. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah


pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,
wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling
bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara
jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
e. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi yaitus dengan jalan
meningkatkan ancaman.
I. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi
dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban
korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya
ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi
kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized
tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal
dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk
kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi
haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab
pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa
meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987 memberi saran penaggulangan
korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan
administratiI yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih
disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras,

kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh


mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan social
ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi
harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat
lebih cepat diambil. rang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak
pula.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara
pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi
deduktiI saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktiInya yaitu mulai melihat
masalah praktisnya (practical problems, juga harus dilihat apa yang menyebabkan
timbulnya korupsi.
Kartono (1983 menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
a. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersiIat acuh tak acuh.
b. Menanamkan aspirasi nasional yang positiI, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
c. para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak
korupsi.
d. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum
tindak korupsi.
e. #eorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui
penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.

I. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan 'achievement dan


bukan berdasarkan sistem 'ascription.
g. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran
administrasi pemerintah.
h. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
i. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab
etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang eIisien.
j. Herregistrasi (pencatatan ulang terhadap kekayaan perorangan yang mencolok
dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989 mengatakan bahwa dalam menanggulangi
korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para
koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal
yang memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a PreventiI.
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara
milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji bagi pejabat dan pegawai
negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat
dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.

3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap


jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa
mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih eIektiI dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk
kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu
cenderung disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan 'sense
oI belongingness dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka
merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi,
dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
b #epresiI.
1 Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2 Herregistrasi (pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat.
4. Kendala-Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi
5. Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001












BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
7. Kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi
Fakta yang terungkap di persidangan :
Pada tanggal 3 April 2008 saksi AIner Ambarita datang ke Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat untuk memenuhi panggilan Aspidsus sebagai Tersangka dalam tindak

pidana hadapi didampingi Terdakwa sebagai Penasihat Hukumnya, akan tetapi yang
masuk ke ruang Aspidsus hanya Terdakwa yang minta supaya pemeriksaan di tunda 2
(dua minggu, sedangkan saksi AIner Ambarita menunggu di mobil, saksi Yarnes,SH
minta supaya menghadapkan saksi AIner Ambarita, Terdakwa tidak mau dan minta
supaya Terdakwa tidak ditahan kemudian Terdakwa pergi.
Pada saat saksi NoIiandri, SH. akan melakukan penangkapan saksi AIner
Ambarita bertemu di Hotel Pangeran dengan terdakwa. Terdakwa mengatakan saksi
sudah diantar pulang ke rumahnya sejak tadi siang, kemudian saksi NoIiandri, SH. ke
rumah saksi AIner, oleh isterinya dijawab bahwa suaminya sudah pergi bersama
Penasihat Hukumnya dan sampai sekarang belum pulang, kemudian saksi
NoIiandri,SH ke Hotel lagi menanyakan keberadaan AIner, Terdakwa mengaku tidak
tahu. Perbuatan Terdakwa tersebut sudah melampaui batas kewenangannya sebagai
seorang Penasihat Hukum, yang seharusnya membantu proses penyidikan.
22

Perbuatan Manatap Ambarita telah memenuhi unsur menghalang-halangi
penyidikan tindak pidna korupsi dengan tidak memberitahu keberadaan kliennya dan
memberikan keterangan yang bebrbelit-belit ditambah dengan sikap tidak
kooperatiInya terhadap jaksa selaku penyidik. leh karena tindak pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa termasuk ruang tindak pidana korupsi yang diatur dalam
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 tahun 2001, maka
Kejaksaan berwenang untuk melakukan Penyidikan perkara a quo;
Kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi Menurut pasal 21 Undang-Undang No.31 Tahun 1999

www.putusan.mahakamahagung.go.id/no.684kpidsus2009/diakses tanggal 4 november 2011.

jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi

'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam
perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun
dan paling lama 12 (dua belas tahun dan atau denda paling sedikit #p.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak #p
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Sedangkan kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan pasal 216 Bab 'III KUHP Tentang
Kejahatan Terhadap Penguasa Umum yang berbunyi :
'Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula dengan
barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang
dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
Menurut pengetahuan umum arti mencegah,menghalang-halangi, dan
menggagalkan adalah:

1. Mencegah artinya melakukan sesuatu yang nyata baik positiI untuk


menghindari sesuatu bahaya yang negatiI.
2. Menghalang-halangi adalah mempersulit suatu tindakan yang akan dilakukan.
3. Menggagalkan adalah membuat suatu tindakan tidak mempunyai akibat atau
membuat suatu tindakan yang telah di lakukan menjadi suatu kegagalan.
8. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang merintangi
proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Putusan Mahkamah Agung Nomor.684 K/Pid.Sus/2009 dalam memeriksa
perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam
perkara Terdakwa :
Nama : MANATAP AMBA#ITA, SH.
Tempat lahir : Tapanuli.
Umur / tanggal lahir : 42 tahun/ 17 November 1965.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Kebangsaan : Indonesia .
Tempat tinggal : Jl . Swadaya I' PD. #angon #T.006 #W.002 Pondok #anggo,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur .
Agama : Kristen Katholik .
Pekerjaan : Advokat.
M E N G A D I L I
1. Menyatakan Terdakwa MANATAP AMBA#ITA,SH telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'DENGAN SENGAJA

MENCEGAH, ME#INTANGI SECA#A LANGSUNG PENYIDIKAN


TE#HADAP TE#SANGKA DALAM PE#KA#A K#UPSI;
2. Menghukum Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3
(tiga tahun dan pidana denda sebesar #p.150.000.000,-(seratus lima puluh juta
rupiah, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan
pidana kurungan selama 1 (satubulan;
3. Menetapkan lamanya masa tahanan yang pernah di jalani Terdakwa
dikurangkan segenapnya dari pidana penjara yang dijatuhkan ;
- Menetapkan barang bukti berupa :
a. Hand phone Nokia Model 9210 dan Nomor Simpati 081385782888 dan
sarungnya;
b. Handphone Nokia model 1212 tanpa sarung dan kartu XL nomor
081932461888 disita dari Manatap Ambarita,SH;
c. 1 (satu buah Handphone merk Nokia seri 6101 disita dari AIner
Ambarita,SH. ; Di rampas untuk Negara;
d. Surat Kuasa dari AIner Ambarita,ST kepada Manatap Ambarita , SH dari
Kantor Law Firm Manatap Ambarita,SH & Associates ;
e. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-10/N.3.22/Fd.1/02/2008 , tanggal
19 Februari 2008 atas nama #inaldi, dkk disita dari Poppy Yulianti,SH.;
I. 1(satu lembar asli #egistration Card, Hotel Pangeran Beach Padang atas
nama A.Ambarita, alamat Mentawai No. HP.081363052849, tanggal check
in 2 April 2008 kamar 211 harga kamar #p.505.000, -ditanda-tangani oleh
pemesan, disita dari SEDJK;

Di lampirkan dalam berkas perkara ;


Membebankan Pemohon kasasi/Termohon kasasi/Terdakwa tersebut
untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam
tingkat kasasi ini sebesar #p 2.500,-(Dua ribu lima ratus rupiah;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Jumat, tanggal 16 Juli 2010 oleh H.Abbas Said,SH.,MH.
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, ProI.#ehngena Purba,SH.,MS. dan Suwardi,SH. Hakim-Hakim Agung
sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari
itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan
dibantu oleh Dwi Tomo,SH.,M.Hum. Panitera Pengganti dan tidak dihadiri
oleh para Pemohon kasasi: Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa.
23

Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang merintangi
proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi yaitu berupa pidana denda dan pidana
penjara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu :
a. Pidana Penjara
Menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu
pidana penjara paling singkat selama 3 tahun dan paling lama selama 12 tahun.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP pasal 216 yaitu
diancam dengan pidana penjara selama 4 bulan 2 minggu.

kepaniteraanmahkamahaun.o.i/ %elp . 021-384 3348 ext.318)

b. Pidana Denda
Menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu
pidana denda paling sedikit #p. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah
dan paling banyak #p 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP pasal 216 yaitu
diancam dengan pidana denda sebesar sembilan ribu rupiah atau
diakumulasikan sebesar sembilan juta rupiah.
. Proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi
Proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses penyidikan
Tindak Pidana Korupsi pada kasus Manatap Ambaarita,SH dilakukan oleh Kejaksaan.
Bahwa Terdakwa Manatap Ambarita,SH selaku Advokat/Penasihat Hukum AIner
Ambarita,ST, yaitu tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi
Penyalahgunaan Sisa Anggaran Tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten
Kepulauan Mentawai berdasarkan Surat Kuasa tanggal 3 April tahun 2008 pada hari
Kamis tanggal 03 April Tahun 2008 sekira pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul
23.50 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan April Tahun 2008
bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Jalan #aden Saleh Nomor 4
Padang, #umah Makan Surya Angkasa Tabing Padang, dan Pangeran Beach Hotel
Jl.Ir.Juanda No.79 Lolong Padang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang 'dengan sengaja mencegah,
merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap Tersangka atau Terdakwa


ataupun para saksi dalam perkara korupsi, yaitu Terdakwa telah merintangi secara
langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka AIner Ambarita,ST
dalam perkara Korupsi Penyalahgunaan Sisa Anggaran Tahun 2005 pada Dinas
Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai, perbuatan Terdakwa dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Bahwa AIner Ambarita,ST sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak
pidana korupsi Penyalahgunaan Sisa Anggaran Tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil
Kabupaten Kepulauan Mentawai yang dilakukan penyidikannya berdasarkan Surat
Perintah Penyidikan Nomor : Print-10/N.3.22 /Fd.1/02/2008 tanggal 19 Februari 2008,
telah menerima surat panggilan Nomor : SP-01/N.3.22 /Fd.1/04/2008 tanggal 28 Maret
2008, isi surat dimaksud adalah untuk meminta AIner Ambarita,ST hadir di ruang
Aspidsus Kejati Sumbar menghadap Penyidik Yarnes,SH untuk diminta keterangan
sebagai Tersangka pada hari Kamis tanggal 3 April 2008 pukul 09.00 WIB.
Bahwa pada hari Kamis tanggal 3 April 2008 AIner Ambarita,ST bersama-
sama dengan Terdakwa Manatap Ambarita,SH selaku Penasihat Hukumnya datang di
sekitar atau di halaman Kantor Kejati Sumatera Barat memenuhi panggilan secara
Tersangka untuk memberikan keterangan sesuai panggilan, tetapi Terdakwa
merintangi karena ternyata setelah kendaraan yang membawa mereka sampai di depan
Kantor Kejati Sumatera Barat AIner Ambarita,ST dilarang oleh Terdakwa untuk
masuk ke gedung Kejati Sumatera Barat dan diperintahkan oleh Terdakwa untuk
menunggu di dalam mobil, sedangkan Terdakwa masuk menemui Jaksa Penyidik
sambil memperhatikan surat kuasa tanggal 3 April 2008 dari AIner Ambarita,ST

dengan permintaan supaya pemeriksaan AIner Ambarita,ST ditunda selama 2 minggu


dengan alasan untuk mempela jari berkas perkara.
Bahwa mengingat alasan permintaan penundaan bukan merupakan keinginan
AIner Ambarita ,ST dan alasan untuk mempela jari berkas adalah tidak masuk akal
karena belum ada berkas perkara maka Jaksa Penyidik menolak permintaan tersebut
dan tetap meminta kepada Terdakwa untuk menghadirkan AIner Ambarita,ST guna
diperiksa selaku Tersangka perkara dugaan tindak pidana Penyalahgunaan Sisa
Anggaran Tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Bahwa mendengar permintaan Jaksa Penyidik tersebut, maka Terdakwa
menolak AIner Ambarita,ST untuk diperiksa dengan kata-kata yang keras dan
membentak tidak mau menghadirkan dan meminta jaminan agar kliennya tidak
ditahan, kemudian tanpa bicara apapun Terdakwa keluar dari ruang kantor Kejati
Sumatera Barat ;
- Bahwa kemudian Jaksa Penyidik NoIiandri,SH menelpon AIner Ambarita,ST yang di
jawab bahwa AIner Ambar ita,ST dilarang memenuhi panggilan oleh Terdakwa
kemudian pembicaraan telepon tersebut diambilalih oleh Terdakwa dan Terdakwa
kembali mengatakan agar pemeriksaan di tunda 2 (dua minggu dan dengan kata- kata
keras mengatakan bahwa dirinya Pengacara dari Jakarta.
Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan terhadap AIner Ambarita,ST maka
Jaksa Penyidik mendatangi Terdakwa yang menginap di Pangeran Beach Hotel,setelah
sebelumnya dilihat di buku tamu Pangeran Beach Hotel ternyata tercatat nama
Tersangka A. Ambarita menginap di kamar 211 di Hotel tersebut. Kemudian Penyidik
menanyakan keberadaan AIner Ambarita ,ST tetapi Terdakwa menyembunyikan

dengan cara Terdakwa mengatakan bahwa AIner Ambarita,ST sudah pulang ke


rumahnya dan tidak kemana-mana, tetapi setelah dicari ke rumahnya menurut isteri
AIner Ambarita,ST mengatakan Pak AIner Ambarita sejak pagi sudah berangkat
bersama-sama dengan Penasihat Hukumnya dan belum kembali sampai sekarang.
Bahwa dengan adanya perbuatan Terdakwa tersebut di atas maka pelaksanaan
penyidikan yang akan di lakukan oleh Penyidik NoIiandri,SH dan Yarnes,SH
berdasarkan SP Kepala Kejaksaan Negeri Tua Pejat Nomor : Print-
10/N.3.22/Fd.1/02/2008 tanggal 19 Februari 2008 terhadap Tersangka AIner
Ambarita,ST dalam perkara tindak pidana Korupsi Penyalahgunaan Sisa Anggaran
tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak terlaksana ;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 21 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001.
Judex Iacti telah salah menerapkan hukum dan lalai tidak menerapkan hukum
yang berlaku karena Jaksa tidak mempunyai wewenang untuk melakukan Penyidikan
terhadap tindak pidana umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang
No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam perkara a quo.
Karena berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 25 November 1992
Nomor : 31 PK/Pid /1988, menyatakan 'Dakwaan tindak pidana umum yang
didasarkan atas Berita Acara Penyidikan yang batal demi hukum, yaitu Berita Acara
Penyidikan yang bukan dibuat oleh Polisi Negara #I, tetapi dibuat oleh Jaksa yang
tidak mempunyai wewenang untuk melakukan Penyidikan terhadap tindak pidana

umum, in casu sebagaimana dimaksud Pasal 21 Undang-Undang No.31 tahun 1999


tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi ;
Tentang proses penahanan dan penyidikan ;
- Bahwa proses penahanan/penangkapan Terdakwa pada tanggal 3 April 2008 yang di
lakukan oleh Jaksa tanpa ada surat perintah penahanan/penangkapan dan surat perintah
baru ada pada tanggal 4 April adalah bertentangan dengan KUHAP Pasal 16, 17, 18
dan pasal 56, karenanya Terdakwa tersebut adalah batal demi hukum dengan segala
akibat hukumnya, yaitu batalnya dakwaan dan putusan-putussan Pengadilan Negeri
batal demi hukum;
- Bahwa alasan/keberatan Terdakwa tentang Judex Iacti salah menerapkan hukum yang
keliru karena 'Jaksa tidak mempunyai wewenang melakukan penyidikan terhadap
Tindak Pidana Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No.31
tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dalam perkara a quo dapat dibenarkan;
- Bahwa pasal 21 Undang-Undang No.31 tahun 1999 adalah Tindak Pidana Umum
(yang substansinya sama dengan pasal 216 KUHP, karena Terdakwa bukan pelaku
Tindak Pidana Korupsi ;
- Bahwa apabila dihubungkan dengan pasal 26 Undang-Undang No.31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi yang sudah diperbaharui dengan Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 ditegaskan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana
yang berlaku, kecuali ditentukan lain. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap
Terdakwa adalah pasal 21 (Tindak Pidana Umum, dalam proses penyidikan tidak di
lakukan sesuai hukum acara pidana (pasal 26 Undang-Undang Tindak Pidana

Korupsi/Dakwaan Tindak Pidana Umum yang didasarkan atas Berita Acara


Penyidikan yang bukan dibuat oleh Polisi, tetapi dibuat oleh Jaksa yang tidak
mempunyai kewenangannya untuk melakukan penyidikan penyidikan terhadap tindak
pidana umum adalah batal demi hukumHal ini dikuatkan oleh saksi ahli D#.Hairul
Huda,SH.,MM yang menyatakan :
'Kejaksaan hanya berwenang sebagai Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi
dan Tindak Pidana HAM Berat, sedangkan kasus a quo adalah bukan kriteria
Tindak Pidana Korupsi dan HAM Berat, tetapi Tindak Pidana Umum,
sehingga asas Lex specialis derogat lex generalis tidak berlaku, dan pasal 21
adalah merupakan Tindak Pidana Umum sehingga yang berwenang untuk
melakukan penyidikan adalah Polisi.












BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Advokat adalah proIesi yang mulia sekaligus lembaga penegak hukum yang
tergabung dalam interate/ criminal ustice system yang harus berkoordinasi dengan
lembaga penegak hukum lainnya selain membela kepentingan kliennya. Advokat
dilarang untuk merintangi berbagai proses penyidikan dan pemeriksaan perkara pidana
khususnya tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra or/inary crime.
Perbuatan advokat merintangi proses penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana
korupsi bisa diancam dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Namun dalam pelaksanaannya penangkapan dan penindakan terhadap
advokat yang merintangi proses penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi
juga harus memperhatikan hukum acara yang berlaku dan hak imunitas yang dimiliki
oleh advokat agar penerapan undang-undang berjalan dengan optimal.

Penerapan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-


Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
mengenai perbuatan merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi menyatakan setiap
orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung
atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun dan paling lama 12 (dua belas
tahun dan atau denda paling sedikit #p150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah
dan paling banyak #p600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah telah menjelaskan
unsur-unsur dan bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana tindak pidana merintangi
proses penyidikan dan pemeriksaan perkara korupsi. Namun perlu lebih dijelaskan
mengenai kriteria-kriteria dan prosedur penyelesaian perkara merintangi proses
penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi terlebih untuk advokat terkait
dengan tugas advokat yang juga menegakkan hukum dan hak imunitas advokat sebagai
penegak hukum.
B. SARAN
1. Advokat harus bersikap fair dan kooperatiI terhadap klien maupun terhadap
lembaga penegak hukum lainnya yang tergabung dalam integrated criminal
justice system.
2. Penangkapan advokat harus mempertimbangkan situasi dan kondisi advokat
dalam menjalankan tugasnya.
3. Penangkapan advokat harus memperhatikan hak imunitas advokat.

4. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi harus membedakan dengan jelas


antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
5. Perlu dibuatnya Undang-Undang yang mengatur Dewan Kehormatan ProIesi
Penegak Hukum.

Anda mungkin juga menyukai