Anda di halaman 1dari 108

SIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN


(STUDI di POLRESTA PEMATANG SIANTAR)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana


Hukum, pada Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara.

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

PUTRI SARI TAMPUBOLON


(050200278)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Universitas Sumatera Utara


SIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
(STUDI di POLRESTA PEMATANG SIANTAR)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana


Hukum, pada Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara.

SKRIPSI

OLEH :
PUTRI SARI TAMPUBOLON
NIM : 050200278
HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana

(Abul Khair, SH, M.Hum)


NIP. 131 842 854

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Abul Khair, SH, M.Hum) (Rafiqoh Lubis, SH,M. Hum)


NIP. 131 842 854 NIP. 132 300 076

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa

karena atas curahan berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “ SIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI

DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI di POLRESTA

PEMATANG SIANTAR) ” yang merupakan tugas akhir untuk mendapatkan

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan

kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi

perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini dengan rasa

hormat dan bahagia penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga pihak-pihak

yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan SH, M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera dan selaku dosen pembimbing I

penulis, yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan

dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum, selaku dosen pengajar dan dosen

pembimbing II penulis, yang telah meluangkan banyak waktu untuk dapat

membantu, membimbing penulis dan memberi arahan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Orangtua saya yang tercinta Bapak (Kompol. Firman Tampubolon) dan

Mama (Yanna.N.Situmorang) yang selalu memberikan dorongan baik

moril maupun materil, mulai dari awal saya mengenyam pendidikan

hingga perkuliahan dan sampai penyelesaian skripsi ini. Tiada kata yang

bisa saya sampaikan pada Bapak dan Mama selain ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya dan perasaan bangga mempunyai orang tua seperti

Bapak dan Mama.

8. Kakak dan adik-adik ku yang terkasih Hotma Mentalita T. Bolon, SE “kak

Ita”; Lilis Anamicel T.Bolon, SS “k’lilis”; Silvia Marsinta T. Bolon, S.Sos

“k’dedek”, Jeremia Herianto T. Bolon “Jeri” dan Eunike Firyanti T. Bolon

“Ike”(udah ikut bantu ngetikin juga..) yang selalu menjadi semangat,

motivasi, dorongan dan yang selalu mendoakan saya hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


9. Oloan Ihkwan MT. Sinaga, SH, yang selalu memberi semangat, motivasi,

dan doa serta bimbingan pada saya selama penyusunan skripsi ini. Kasih

sayang, perhatian serta kesabaran yang telah diberikan menjadi hal yang

sangat berarti bagi saya selama penyusunan skripsi ini. (Love is

always………)

10. Teman-teman terdekat saya yang nggak akan terlupakan; Indah P.Sitompul

(kindong), Indah L. Siahaan, SH (ndun), Martina Lova, SH (ina), Adelina

Siahaan (eci), Firdaus Girsang, SH (dauz), Reinhad Harvey Sembiring, SH

(acong), Bob Sadiwijaya, SH (bob). Terima kasih buat kalian semua

selama ini karena kita udah bisa saling pengertian, saling mendukung,

membantu, dan perhatian selama kita ngejalanin perkuliahan sampai

perjuangan terakhir menghadapi ujian skripsi dan mudah-mudahan sampai

selamanya.

11. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum USU Medan, yang telah memberi

banyak ilmu yang berharga serta bimbingan pada saya dan seluruh

mahasiswa/i lainnya.

12. Teman-teman dan senior di organisasi GMKI yang telah melibatkan,

mengundang saya dalam kegiatan keorganisasian, sehingga dapat memberi

pengalaman dan motivasi yang berarti bagi saya selama menjalani

perkuliahan.

13. Teman-teman satu angkatan (stb.2005) yang mungkin nggak bisa saya

sebutin satu persatu. Secara khusus buat Grace, Nove (teman satu

perguruan ”doping”..); uwie (yang udah ngasih info buku yang

Universitas Sumatera Utara


berhubungan dengan skripsi ini) makasih ya wie..; mulva, nti, ade, disa,

oline (teman-teman pertama yang aku kenal di awal perkuliahan).

14. Seluruh pihak yang terlibat dan menjadi bagian penting selama penulis

menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan dan selama proses

penyusunan skripsi ini yang mungkin tidak bisa penulis sebutin satu-

persatu.

Medan, April 2009

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. v
ABSTRAKSI……………………………………………………………….. vii

BAB.I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………... 1

B. Perumusan Masalah…………………………………………………... 5

C. Keaslian Penulisan……………………………………………………. 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………….. 6

E. Tinjauan Kepustakaan………………………………………………… 7

1. Pengertian tindak pidana dan tindak pidana pembunuhan………… 7

2. Pengertian sidik jari dan identifikasi………………………………. 11

3. Pemeriksaan di tingkat kepolisian………………………………… 14

F. Metode Penelitian……………………………………………………. 21

G. Sistematika Penulisan………………………………………………… 23

BAB.II. PROSES PERUMUSAN SIDIK JARI (DAKTILOSKOPI) DA-

LAM IDENTIFIKASI SUATU TINDAK PIDANA PEMBU-

NUHAN.

A. Pengambilan Sidik Jari (Daktiloskopi)……………………………….. 25

1. Pengambilan sidik jari (daktiloskopi) umum……………………… 25

2. Pengambilan sidik jari (daktiloskopi) kriminil……………………. 29

B. Identifikasi Dalam Suatu Tindak Pidana Pembunuhan………………. 50

Universitas Sumatera Utara


C. Proses Perumusan Sidik Jari Sebagai Sarana Identifikasi Dalam Tindak

Pidana Pembunuhan…………………………………………………. 62

BAB.III. PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES IDENTIFIKASI TIN-

DAK PIDANA PEMBUNUHAN DAN KENDALA-KENDALA

YANG DIHADAPI DALAM PEMANFAATANNYA.

A. Sarana atau Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Peranan Sidik Jari

Dalam Proses Identifikasi……………………………………………. 78

B. Peranan Sidik Jari Sebagai Sarana Identifikasi Tindak Pidana

Pembunuhan........................................................................................ 81

C. Kendala – Kendala Dalam Proses Identifikasi Dengan Pemanfaatan

Sidik Jari Sebagai Sarana Identifikasi………………………………. 84

D. Contoh Kasus………………………………………………………... 86

BAB. IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………………………………………………………….. 93
B. Saran…………………………………………………………………. 97

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 98

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAKSI
PUTRI SARI TAMPUBOLON
ABUL KHAIR, SH, M.Hum *
RAFIQOH LUBIS, SH, M.Hum **

Tindak pidana pembunuhan sekarang ini merupakan salah satu masalah


yang sangat rumit dan sangat serius yang dihadapi oleh orang pribadi, masyarakat,
penegak hukum, dan pemerintah. Dampak yang ditimbulkan dari tindakan
pembunuhan ini sangatlah kuat dirasakan oleh masyarakat yakni terganggunya
keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu tindak pidana
pembunuhan ini perlu ditangani atau di tanggulangi secara serius. Yang mana
dalam penanganan atau penanggulangannya berkaitan erat dengan peranan pihak
Kepolisian Republik Indonesia selaku perannya sebagai penyidik dan penyelidik,
untuk mengungkap terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan prosedur awal
yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah penyelidikan guna mencari dan
menemukan suatu kejadian yang diduga sebagai tindak pidana pembunuhan,
untuk kemudian menentukan dapat tidaknya dilakukan tindakan selanjutnya yaitu
penyidikan. Dalam bagian penyidikan inilah pihak Kepoloisian dapat melakukan
langkah awal yaitu mengola tempat kejadian perkara (TKP) dengan
mengidentifikasi setiap bukti-bukti yang ditemukan seperti benda-benda yang
diduga kuat berkaitan dengan kejadian antara lain korban, benda-benda yang
berada di sekitar korban atau di sekitar tempat kejadian perkara. Dan untuk
kepentingan penyidikan Kepolisian berwenang atau berhak melakukan beberapa
tindakan yang telah diatur atau ditentukan oleh Undang-Undang Kepolisian
Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 dalam pasal 15 ayat (1), diantaranya adalah
mengambil sidik jari dan identitas lain serta memotret seseorang. Alasan inilah
yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk menulis skripsi dengan
permasalahan diantaranya : Bagaimana proses perumusan sidik jari (daktiloskopi)
dalam mengidentifikasi suatu tindak pidana pembunuhan; Bagaimana peranan
sidik jari sebagai sarana identifikasi dalam suatu tindak pidana pembunuhan dan
kendala-kendala apa yang dihadapi dalam proses identifikasi tindak pidana
pembunuhan dengan memanfaatkan sidik jari sebagai salah satu sarana
identifikasi. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan metode
penelitian yuridis normatif yang mana dalam penelitian penulis umumnya
menggunakan bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan data dasar dalam
kegiatan penelitian. Melalui skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi aparat penegak hukum khususnya pihak POLRI dalam mengungkap tindak
pidana pembunuhan melalui sidik jari sebagai sarana identifikasi.

__________________________________________________________________
* Pembimbing I dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
** Pembimbing II dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, manusia dalam

menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara haruslah ditopang atau

didukung dengan adanya pengakuan atau perlindungan terhadap Hak azasi setiap

warga negara. Hak azasi menusia yang paling hakiki adalah hak untuk hidup,

karena hak untuk hidup ini adalah suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa jadi

bukan suatu pemberian dari manusia. Sehingga diharapkan dengan adanya

pengakuan serta jaminan perlindungan terhadap hak azasi yang paling hakiki ini

manusia dapat menikmati hak-haknya serta menjalankan kewajibannya sebagai

warga negara dengan baik dan seimbang sebagaimana mestinya.

Mengenai perwujudan terhadap pengakuan dan perlindungan terhadap

hak untuk hidup seseorang ini adalah suatu hal yang sangat serius karena seperti

dikemukakan sebelumnya bahwa hak ini adalah hak yang paling hakiki bagi setiap

manusia. Namun belakangan justru semakin banyak masalah yang dihadapi

berkenaan dengan perwujudan hak hidup ini diantaranya yang paling sering

terjadi adalah perampasan terhadap hak hidup tersebut. Perampasan terhadap hak

hidup yang biasanya atau sering kita temui adalah dengan pemaksaan dan

kekerasan yang secara umum dalam masyarakat kita ketahui sebagai tindakan

pembunuhan atau tindak pidana pembunuhan.

Tindak pidana pembunuhan sekarang ini merupakan salah satu masalah

yang sangat rumit dan sangat serius yang dihadapi oleh orang pribadi, masyarakat,

Universitas Sumatera Utara


penegak hukum, dan pemerintah, yang mana bentuk atau jenis metode-metode

yang dipakai dalam perbuatan tindak pidana pembunuhan ini sangat beragam.

Sebagaimana yang dapat kita ketahui dari media massa, contoh bentuk-bentuk

atau cara yang dipakai dalam melakukan jenis tindak pidana ini seperti; mutilasi,

tindak pidana terorisme yang merupakan tindakan mengancam keselamatan

nyawa banyak manusia dan bahkan merampas hak hidup oang-orang yang

menjadi korban, ataupun membunuh yang didahului dengan kekerasan

(penganiayaan).

Dampak yang ditimbulkan dari tindakan pembunuhan ini sangatlah kuat

dirasakan oleh masyarakat yakni terganggunya keamanan dan ketertiban di dalam

masyarakat itu sendiri, sehingga hal inilah yang menjadi salah satu alasan penting

hak dan kewajiban manusia sebagai warga negara tidak dapat berjalan seimbang

sebagaimana mestinya. Oleh karena itu tindak pidana pembunuhan ini perlu

ditangani atau di tanggulangi secara serius. Yang mana dalam penanganan atau

penanggulangannya berkaitan erat dengan peranan dari seluruh lapisan

masyarakat bersama-sama pemerintah dan penegak hukum yang berwenang

dalam hal ini terutama adalah pihak Kepolisian Republik Indonesia selaku

perannya sebagai penyidik dan penyelidik sebagaimana ditentukan oleh Undang-

Undang.

Pihak Kepolisian sendiri untuk mengungkap terjadinya suatu tindak

pidana pembunuhan adalah suatu hal yang tidak mudah, prosedur awal yang

dilakukan oleh pihak kepolisian adalah penyelidikan guna mencari dan

menemukan suatu kejadian yang diduga sebagai tindak pidana pembunuhan,untuk

Universitas Sumatera Utara


kemudian menentukan dapat tidaknya dilakukan tindakan selanjutnya yaitu

penyidikan. Dalam bagian penyidikan inilah pihak Kepoloisian dapat melakukan

langkah awal yaitu mengola tempat kejadian perkara (TKP) dengan

mengidentifikasi setiap bukti-bukti yang ditemukan seperti benda-benda yang

diduga kuat berkaitan dengan kejadian antara lain korban, benda-benda yang

berada di sekitar korban atau di sekitar tempat kejadian perkara. Dan untuk

kepentingan penyidikan Kepolisian berwenang atau berhak melakukan beberapa

tindakan yang telah diatur atau ditentukan oleh Undang-Undang Kepolisian

Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 dalam pasal 15 ayat (1), diantaranya adalah

mengambil sidik jari dan identitas lain serta memotret seseorang.

Pengambilan sidik jari oleh pihak Kepolisian atau penyidik dinilai sebagai

salah satu upaya atau cara yang seharusnya tidak bisa terlewat untuk dilakukan,

yang mana pengambilan sidik jari ini dapat dilakukan terhadap tubuh korban,

benda yang melekat di tubuh korban, benda yang berada disekitar korban, atau

benda-benda lain yang berada di sekitar tempat kejadian yang diduga berkaitan

dengan terjadinya tindak pidana pembunuhan tersebut. 1 Jadi dengan kata lain

pengambilan sidik jari oleh pihak penyidik merupakan salah satu tindakan yang

sangat penting didasari dengan alasan bahwa sidik jari dari setiap manusia adalah

berbeda dari manusia yang satu dengan manusia yang lain. Kemudian setelah

diperoleh sidik jari tersebut pihak penyidik dapat memanfaatkannya sebagai salah

satu sarana identifikasi dalam suatu tindak pidana pembunuhan. Dengan mengola

secara benar dan akurat sidik jari tersebut sebagai salah satu sarana identifikasi

1
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT.Rineka Cipta,
1991, Hal. 108.

Universitas Sumatera Utara


tindak pidana pembunuhan diharapkan dapat memberikan titik terang dalam

mengungkap siapa yang menjadi pelaku tindak pembunuhan, sehingga diperoleh

kebenaran materil mengenai apa yang terjadi berkaitan dengan tindakan

pembunuhan tersebut. 2

Selain pihak Kepolisian pemerintah sendiri dalam usaha atau bentuk

tanggung jawab nya terhadap penanganan tindak pidana pembunuhan ini juga

telah membuat peraturan-peraturan khusus dan instansi-instansi tertentu antara

lain seperti Kejaksaan dan Kedokteran (psycologis atau forensik) yang nantinya

apabila terjadi suatu kasus tindak pidana pembunuhan dapat dimintai bantuan oleh

pihak penyidik dalam menangani kasus tersebut menurut ketentuan Undang-

Undang. 3 Mengenai peraturan-peraturan yang dimaksud adalah seperti Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Undang-Undang tentang Terorisme

yang mana paraturan-peraturan ini ada mengatur tentang tindakan perampasan hak

hidup tersebut melalui ketentuan-ketentuan umum dan khusus di dalamnya serta

memuat ketentuan sanksi-sanksi yang tegas dalam hal pelanggaranya.

Diharapkan ketentuan-ketentuan umum dan khusus serta ketentuan sanksi

yang tegas yang termuat dalam peraturan-peraturan tersebut dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi masyarakat untuk menjauhi atau untuk tidak melakukan

perbuatan pidana seperti tindak pidana pembunuhan. Sehingga diharapkan tindak

pidana pembunuhan yang menjadi bentuk dari perampasan hak azasi manusia

untuk hidup ini dapat dicegah serta ditanggulangi.

2
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana
Hukum, GHALIA INDONESIA, 1986, Hal. 27
3
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pembrantasan dan
Prevensinya), Sinar Grafika, 1999, Hal. 67.

Universitas Sumatera Utara


Tertarik dengan faktor-faktor serta pemikiran-pemikiran dalam uraian di

atas maka penulis termotivasi membuat skripsi (tulisan / karya ilmiah) yang

berjudul :

“SIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI DI POLRESTA PEMATANG

SIANTAR)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah

dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana proses perumusan sidik jari (daktiloskopi) dalam mengidentifikasi

suatu tindak pidana pembunuhan ?

2. Bagaimana peranan sidik jari sebagai sarana identifikasi dalam suatu tindak

pidana pembunuhan dan kendala-kendala apa yang dihadapi dalam proses

identifikasi tindak pidana pembunuhan dengan memanfaatkan sidik jari sebagai

salah satu sarana identifikasi ?

C. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi mengenai peranan sidik jari dalam (daktiloskopi) dalam

perspektif kebijakan kriminal belum pernah diangkat di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa skripsi

ini adalah benar hasil karya penulis dan belum pernah diangkat oleh penulis lain

dengan permasalahan yang sama. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran

Universitas Sumatera Utara


dan juga referensi dan buku-buku serta informasi yang didapat dari media baik

cetak ataupun elektronik, juga dilengkapi dengan fakta-fakta yang didapat dari

hasil riset atau penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Dari penelitian diharapkan nantinya akan dapat dikemukakan mengenai

hal-hal yang dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum

khususnya hukum pidana yaitu :

a. Untuk mengetahui proses identifikasi suatu tindak pidana pembunuhan

dengan sarana identifikasi sidik jari.

b. Mengetahui peranan sidik jari dalam proses identifikasi tindak pidana

pembunuhan dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam

proses identifikasi tindak pidana pembunuhan dengan sarana identifikasi

sidik jari.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teoritis

 Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

dalam rangka perkembangan hukum pidana, khususnya mengenai peran

sidik jari dalam proses identifikasi tindak pidana pembunuhan.

Universitas Sumatera Utara


2. Praktis

 Memberikan masukan bagi aparat penegak hukum khususnya pihak

POLRI dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan melalui sidik jari

sebagai sarana identifikasi.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian tindak pidana dan tindak pidana pembunuhan

Pada dasarnya hukum pidana berpokok pada perbuatan yang dapat

dipidana (crime atau perbuatan jahat) dan pidana. Perbuatan yang dapat dipidana

atau disingkat perbuatan jahat itu menurut ilmu pengetahuan hukum pidana

(dalam arti luas), dan harus dibedakan antara lain:

a. Perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat yang dipandang secara konkret


sebagaimana terwujud dalam masyarakat yaitu perbuatan manusia yang
menyalahi norma-norma dasar dari masyarakat. Ini adalah pengertian
perbuatan jahat dalam artian kriminologis (criminologisch
misdaadbergrip).
b. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana (strafrechterlijk misdaadbgrip)
yaitu bagaimana yang terwujud secara abstrak dalam peraturan-peraturan
pidana. 4

Kalau semua unsur dalam rumusan delik terdapat dalam perbuatan pelaku,

maka perbuatan pelaku tersebut telah memenuhi rumusan delik dari undang-

undang yang bersangkutan. Dengan ini, maka peraturan undang-undang itu dapat

diterapkan pada perbutan pelaku tersebut. Di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) perumusan delik biasanya dimulai dengan kata “barang

4
MR. Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Dua
Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, Hal 17.

Universitas Sumatera Utara


siapa” dan selanjutnya dimuat gambaran perbuatan yang dilarang atau yang

diperintahkan oleh undang-undang.

Definisi tindak pidana menurut hukum positif adalah suatu peristiwa yang

oleh undang-undang ditentukan mengandung handeling (perbuatan) dan nalaten

(pengabaian, tidak berbuat, atau berbuat pasif) biasanya dilakukan dalam beberapa

keadaan, merupakan bagian dari suatu peristiwa. 5

Perbuatan yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang berarti

bukan perbuatan nyata si pelaku dengan harus mempunyai sifat atau ciri-ciri dari

delik itu sebagaimana yang disebutkan dalam undang-undang secara abstrak. Jadi

untuk dapat menjatuhkan pidana pada pelaku, maka perbuatan itu harus masuk

dalam rumusan delik tersebut.

Dalam rumusan tindak pidana maka, undang-undang untuk

menggambarkan perbuatan yang dimaksud secara skematis atau abstrak, tidak

secara konkret. Misalnya Pasal 338 KUHP menggambarkan secara skematis

tentang syarat-syarat yang harus ada pada suatu perbuatan agar dapat dipidana

berdasarkan Pasal 338 KUHP (pembunuhan) tersebut. Syarat itu juga disebut

unsur-unsur delik, pengertian unsur delik disini dipakai dalam arti sempit, yaitu

unsur-unsur yang ada dalam rumusan undang-undang.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek

van Strafrecht dikenal dengan istilah strafbaar feit. Strafbaar feit terdiri dari 3

kata yakni straf, baar dan feit, yang mana ‘straf’ artinya pidana, ‘baar’ artinya

dapat atau boleh dan ‘feit’ adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah

5
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, , PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, Hal. 70.

Universitas Sumatera Utara


strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum,

pada hal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-

olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. 6 Unsur

Di dalam kepustakaan ilmu pengetahuan secara universal dikenal dengan istilah

delik, sedangkan pembuat undang-undang dalam merumuskan undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam Kitab Undang Undang

Hukum Pidana (KUHP) maka dapat diketahui adanya 8 (delapan) unsur tindak

pidana yaitu :

a. Unsur tingkah laku.

b. Unsur melawan hukum.

c. Unsur kesalahan.

d. Unsur akibat konstitutif.

e. Unsur keadaan yang menyertai.

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana.

g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana.

h. Unsur syarat tambahan dapatnya dipidana. 7

Sedang dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan sebagai berikut :

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena

merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”

6
Ibid, Hal. 69.
7
Adami Chazawi, op.cit, Hal. 81.

Universitas Sumatera Utara


Dalam lingkup hukum pidana yang berlandaskan azas “legalitas” sebagai

hasil protes dan reaksi terhadap kesewenang-wenangan dari kekuasaan absolut,

maka harus diperhatikan penentuan ada tidaknya perbuatan pidana dilihat dari

rumusan Undang-Undang dan dalam hal ini apabila sifat perbuatan tidak bisa

dipahami maka akan memerlukan penafsiran-penafsiran.

Mengenai pengertian pembunuhan sebagai perbuatan pidana atau yang

dikenal dalam istilah asingnya “dooslag”, adalah merupakan suatu bentuk

kejahatan yang objeknya ditujukan pada jiwa atau nyawa seseorang. Oleh sebab

itu kejahatan ini sering juga dikenal dengan istilah kejahatan terhadap jiwa.

Kita dapat melihat mengenai pengertian pembunuhan dari beberapa

negara seperti di Thailand dirumuskan sebagai “melakukan pembunuhan terhadap

orang lain” sedangkan di Malaysia mempergunakan istilah “menimbulkan

kematian dengan melakukan suatu perbuatan” sedangkan pada code penal

mempergunakan istilah pembunuhan. 8

Perbuatan pidana ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) yang diatur dalam buku II Bab XIX. Dalam KUHP pembunuhan ini

dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “ Barang

siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena bersalah

melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

tahun ”. Pasal 340 KUHP yaitu, menghilangkan nyawa orang lain dengan

direncanakan lebih dahulu; Pasal 341 KUHP yaitu pembunuhan yang dilakukan

seorang ibu terhadap anaknya dengan sengaja ketika dilahirkan; dan Pasal 346

8
Leden Marpaung, op.cit, Hal 23.

Universitas Sumatera Utara


KUHP hal menggugurkan kandungan. Menghilangkan nyawa orang lain itu,

pelaku harus terlebih dulu melakukan rangkaian tindakan yang mengakibatkan

matinya orang lain.

Kiranya sudah jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang

itu sebenarnya adalah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain.

Akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang seperti itu

di dalam doktrin juga disebut konstitutif.

Van Hamel mengatakan perbuatan pidana pembunuhan disebut sebagai

suatu delik yang dirumuskan secara materil, yakni delik yang baru dapat dianggap

telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang

atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang. 9

2. Pengertian sidik jari dan identifikasi

Daktiloskopi berasal dari bahasa Yunani daktulos yang artinya jari atau

skopioo yang artinya mengamati. Jadi secara harfiah berarti tentang bagaimana

mengamati sidik jari. Pengertian sederhana dari sidik jari sendiri menurut

Ensiklopedia Bahasa Indonesia adalah gurat-gurat halus yang terdapat di kulit

ujung jari. Terjadinya sidik jari disebabkan oleh proses pembakaran dalam tubuh

manusia yang menghasilkan keringat. Keringat ini terdiri dari campuran air biasa

dengan beberapa zat antara lain garam dapur (NaCl) dan zat gemuk/lemak. 10

Berdasarkan hasil penelitian terungkap rahasia sidik jari yaitu, tidak

pernah ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama dan bersifat tetap.

9
P.A.F Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan
Kesehatan Serta Kejahatan yang Membahayakan Bagi Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, Bina Cipta,
Bandung, 1985, Hal. 24.
10
H. Hamrat Hamid, dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan, SINAR GRAFIKA, 1997, Hal. 30

Universitas Sumatera Utara


Berawal dari hasil penelitian inilah orang menggunakan sidik jari untuk

mengungkap suatu tindak pidana dan berusaha menemukan pelakunya. 11 Dan

pentingnya sidik jari telah lama dikenal oleh orang-orang dari sejak berabad yang

lalu. Dan kemudian diketahui berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran bahwa

terjadinya sidik jari disebabkan oleh proses pembakaran dalam tubuh manusia

yang mana menghasilkan keringat. Keringat itu sendiri terdiri dari campuran air

biasa dan beberapa zat antara lain garam (NaCl) dan zat gemuk/lemak.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak pernah ada dua orang

yang mempunyai sidik jari yang sama; dan bahwa garis sidik jari pada tangan

seseorang bersifat tetap sepanjang hidup. Berawal pada terungkapnya

pengetahuan tentang sidik jari itulah merupakan asal mula dipergunakannya sidik

jari sebgai sarana untuk mengungkap suatu tinda pidana dan upaya untuk

menemukan pelakunya. 12 Pemakaian sidik jari untuk identifikasi telah

berkembang diberbagai belahan dunia, terutama di negara-negara maju. Dan yang

menjadi guna atau fungsi sidik jari secara pokok adalah dapat dipakai untuk :

1. mencari atau mengenal penjahat pelarian (buron), yang lari dari penjara,

penjahat orang asing yang telah diusir keluar negeri; mencari penjahat

yang sudah dikenal menurut laporan dan pengaduan saksi-saksi;

2. pemberitahuan dari orang-orang yang hilang kepada sanak-saudaranya;

11
H. Hamrat Hamid, dan Harun M. husein, loc.cit
12
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT.Rineka Cipta,
1991, Hal 110.

Universitas Sumatera Utara


3. mencari penjahat yang belum dikenal, tetapi telah mendapat ciri-ciri dan

tanda-tanda dari saksi-saksi. 13

Untuk dapat menentukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak

pidana, benar-benar merupakan suatu tindak pidana maka penyelidik harus

memiliki kemampuan mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai suatu tindak

pidana. Identifikasi yang berarti pengenalan kembali perorangan, baik dengan

jalan daktiloskopi,pemotretan, maupun dokumentasi ternyata amat dibutuhkan

dalam negara-negara modern dan tidak dapat diabaikan dalam menjalankan tugas

penyidikan peristiwa pidana khususnya dan menjaga keamanan negara pada

umumnya. 14 Dan perhatian utama dalam usaha identifikasi ini bisa dimulai dari

pelaku-pelaku kejahatan yang tergolong profesional dan demikian pula terhadap

mereka yang tergolong recidivist. Namun orang-orang yang tergolong

professional atau recidivist itu sewaktu-waktu muncul dalam daftar tahanan

sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Bila identitas orang-

orang itu dapat dikuasai oleh petugas hukum, maka penyidikan akan memperoleh

bantuan dari pengenalan akan identitas penjahat. 15

Identifikasi terhadap pelaku-pelaku ini dapat dilakukan melalui seluruh

atau salah satu cara :

a) Tanda-tanda badaniah (signalelement) seperti tinggi badan, warna kulit,

kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan lain-lain.

13
M. Karjadi, Tindakan dan Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara,
POLITEIA, Bogor, 1981, Hal. 63.
14
R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, POLITEIA, Bogor, Hal
121.
15
Gerson W. Bawengan, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi, PT. Pradnya
Paramit, Jakarta, 1977, Hal. 12.

Universitas Sumatera Utara


b) Foto atau potret si pelaku.

c) Jejak (sidik) jari (daktiloskopi).

d) Modus operandi atau cara kerja si pelaku. 16

Sebenarnya identifikasi melalui cara pengenalan bentuk badaniah dan

paras muka, telah dikenal berabad-abad yang lalu. Ketepatan pengenalan ciri-ciri

pelaku merupakan kunci ke arah mengenal tersangka. Karena tiap orang

mempunyai ciri-ciri berlainan dari orang lain, seperti sikap, bicara, berjalan,

tanda-tanda badaniah tertentu dan sebagainya yang bersifat detail. Maka ciri-ciri

pengenalan (identifikasi) pelaku akan lebih mudah apabila ciri-ciri mereka telah

ada direkam sebelumnya di catatan Kepolisian, sehingga tinggal mencocokannya.

3. Pemeriksaan di Tingkat Kepolisian

a. Pengertian kepolisian

Melakukan identifikasi suatu tindak pidana,dalam hal ini suatu kasus

tindak pidana pembunuhan maka yang paling berperan adalah pihak penyidik

yang mana itu dilakukan oleh pihak Kepolisian. Untuk itu perlu dipaparkan

sedikit pembahasan tentang Kepolisian.

Secara teoritis dan harfiah pengertian mengenai polisi tidak ditemukan,

tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan melalui pengertian yang ada

diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebgai berikut :

“ Kepolisian adalah segala ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

16
M. Karjadi, op.cit, Hal. 59.

Universitas Sumatera Utara


Dari kutipan di atas maka dapat dikataan bahwa polisi adalah sebuah

lembaga yang memiliki fungsi dan pelaksanaan tugas sebgaimana yang ditentukan

dalam perundang-undangan.

Mengenai tugas dan fungsi POLRI secara umum, Polisi memiliki posisi

yang khusus dikalangan birokrasi negara, karena POLRI memegang tiga sistem

administrasi sekaligus yang tidak dilakukan oleh fungsi eksekutif maupun

kalangan birokrasi lain,yaitu : sistem administrasi negara, sistem administrasi

pertahanan dan keamanan, dan sistem administrasi peradilan pidana. Fungsi utama

meliputi penegakan hukum, pembinaan kekuatan POLRI maupun potensi

masyarakat dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat bersam kekuatan

sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab mengamankan dan

menyukseskan pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan bangsa. 17

Telah dikenal oleh masyarakat luas terlebih di kalangan Kepolisian bahwa

tugas yuridis Kepolisian tertuang didalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Republik Indonesia dalam Undang-undang Pertahanan dan

Keamanan. Tugas yuridis Kepolisian yang dimaksud adalah dalam Pasal 14 UU

No. 2 Tahun 2002 yaitu, tugas pokok nya sebagai berikut :

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,

kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan pengawalan dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

17
Suwarto, Irwan, POLRI Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia, Padang; Ekasakti
Presss, 2002, Hal 53.

Universitas Sumatera Utara


b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam meninjau keamanan, ketertiban,

dan kelancaran lalu lintas jalan,

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa.

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan.

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian,

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

linkungan hidup dari gangguan ketertiban dan bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak azasi

manusia,

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditandatangani oleh instansi atau pihak yang berwenang,

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya

dalam lingkup tugas kepolisian, serta

Universitas Sumatera Utara


l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-indangan.

b. Polisi sebagai penyelidik dan penyelidikan

Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan, ini

disebutkan dalam Pasal 1 butir 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Dan selanjutnya dalam Pasal 4 KUHAP “ penyelidik adalah setiap

pejabat polisi negara Republik Indonesia ”. Sementara yang dimaksud dengan

penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah sebagai berikut :

serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Penyelidikan bukanlah fungsi tersendiri yang terpisah dari penyidikan,

tetapi hanya merupakan salah satu cara atau metode dari fungsi penyidikan yang

mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan,

penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan

pemeriksaan, penyesalan dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut

Umum. 18 Penyelidikan sendiri menurut KUHAP bertujuan untuk :

1. mendahului guna mempersiapkan tindakan-tindakan penyidikan

yang akan dilakukan.

2. mencegah terjadinya pelanggaran hak warga negara.

3. mengatasi penanggulangan upaya paksa secara dini.

18
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Arikha Media Cipta, Jakarta 1993, Hal
141.

Universitas Sumatera Utara


4. menghindarkan penyidik dari kemungkinan timbulnya resiko

tuntutan hukum karena tindakan penyidikan yang dilakukan.

5. membatasi dan mangawasi pelaksanaan penyelidikan agar

dilakukan secara terbuka (Pasal 104 KUHAP). 19

Tidak semua peristiwa yang terjadi dapat diduga adalah tindak pidana,

maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan dengan

konsekuensi digunakannya upaya paksa, dengan berdasarkan data atau keterangan

yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan lebih dulu bahwa peristiwa yang

terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar merupakan tindak pidana

sehingga dapat dilanjutkan dengan penyidikan. 20

Tugas penyelidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelidik sebgaimana

yang dsebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi kegiatan :

1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana;

2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;

3. Mencari serta mengumpulkan barang bukti;

4. Membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi;

5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

Undang-undang No.8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) memberikan peran utama kepada Kepolisian RI untuk

melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana tanpa batas

19
MABES Kepolisian Negara Republik Indonesia, Himpunan Juklak dan Juknis tentang
Proses Penyidikan Tindak Pidana (Jakarta, Mei 1987) Hal 3.
20
Djoko Prakoso, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, PT. Bina Aksara,
Jakarta 1987, Hal 44.

Universitas Sumatera Utara


sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya

POLRI oleh KUHAP diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan

penyidikan terhadap semua tindak pidana. 21

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukan

tanda pengenalnya dan penyelidik dioordinasi,diawasi dan diberi petunjuk oleh

penyidik. 22

Dengan adanya sumber tindakan ini dilakukanlah penyelidikan, untuk

menentukan apakah dapat dilakukan atau tidak. Adapun hasil dan usaha

penyelidikan ini akan berjalan pada dua saluran, yaitu :

a. Saluran tindakan penyidikan.

b. Saluran pembelaan diri bagi tersangka.

Dengan kedua saluran ini, pada akhirnya bermuara pada terwujudnya

keadilan bebas, jujur dan tidak memihak. 23

Jadi jelas bahwa lembaga penyelidikan disini mempunyai fungsi sebagai

penyaring apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan atau tidak, sehingga

kekeliruan pada tindakan penyidikan yang sudah bersifat upaya paksa terhadap

seseorang dapat dihindarkan sedini mungkin. 24 Jadi disini kita melihat bahwa

penyelidikan memegang peranan penting, penyelidikan merupakan tindakan awal,

21
Momo Kelana, Memahami Undang-undang Kepolisian, PTIK Press, 2002 Hal 81.
22
Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT.Rineka Cipta,
1991, Hal 63
23
Soesilo Yuwono, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP, Penerbit
Alumni, Bandung, 1982, Hal.25.
24
Ibid Hal 37

Universitas Sumatera Utara


dan tindakan-tindak dalam rangka proses penyelesaian perkara itu tergantung pada

penyelidikan yang mengawalinya. 25

c. Polisi sebagai penyidik dan penyidikan

Dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dinyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau

pejabat negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan.” Pengaturan mengenai penyidik lebih lanjut

terdapat pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983, ditetapkan syarat

kepangkatan dan pengangkatan penyidik.

Pengertian penyidikan menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHP adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan

bukti-bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya.

Karena penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan, tentunya

pengertian penyidikan erat kaitannya dengan penyelidikan. Pada saat penyidik

akan memulai suatu penyidikan sebagai penyidik ia telah dapat memastikan

bahwa peristiwa yang akan disidik benar-benar merupakan suatu tindak pidana

dan terdapat cukup data dan fakta guna melakukan penyidikan terhadap tindak

pidana tersebut.

Penyidikan terhadap suatu tindak pidana merupakan suatu proses yang

terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka

25
Djoko Prakoso, op.cit, Hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


membuat terang suatu perkara dan menemukan pelakunya. Pada saat melakukan

penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti tercantum daam Pasal 15 ayat (1)

Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yaitu diantaranya adalah :

a. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

b. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

c. Mencari keterangan dan barang bukti;

d. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;

Penyidikan dapat dikatakan telah dimulai ketika penyidik telah

menggunakan kewenangannya yang berkaitan langsung dengan hak azasi

tersangka dalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan kewenangan

penyidik untuk menahan tersangka. 26 Hal ini dijelaskan dalam Tambahan

Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yaitu Lampiran Keputusan Mentri Kehakiman RI No. 14 - PW.07.03 Tahun 1983

pada butir 3 dijabarkan sebagai berikut :

“ Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam kegiatan penyidikan


tersebut sudah dilakukan tindakan upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan
proyustisi penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya”.

F. Metode Penelitian

Metode diartikan sebagai suatu jalan atau cara untuk mencapai sesuatu,

sebagaimana tentang tata cara penelitian harus dilakukan maka metode penelitian

hukum yang digunakan penulis mencakup antara lain ;

1) Jenis Penelitian

26
H.Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, op.cit, Hal.36

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian

yuridis normatif yang mana dalam penelitian penulis umumnya menggunakan

bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan data dasar dalam kegiatan

penelitian.

2) Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder

yang didukung oleh data primer. Data sekunder yang dipakai meliputi peraturan

perundang-undangan, situs internet, putusan pengadilan, dan bahan-bahan lain

yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedang data primer diperoleh dari

hasil wawancara dan penelitian di instansi terkait.

3) Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode pengumpulan data sebagai

berikut :

a) Library Research (Penelitian Kepustakaan), yakni :

Bahan hukum primer seperti; Kitab Undang Undang Hukum Pidana

(KUHP),Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia; bahan hukum sekunder

seperti; dokumen - dokumen resmi pemerintah berupa putusan pengadilan. Bahan

hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi

petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder serta

bahan-bahan primer, sekunder, tersier di luar bidang hukum.

b) Field Research (Penelitian Lapangan)

Yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan.

Dalam hal ini penulis secara langsung mengadakan penelitian di Pusat Identifikasi

Universitas Sumatera Utara


BARESKRIM Polresta Pematang Siantar dan melakukan wawancara dengan

Bapak Brigadir M. Nasib (anggota Pusat Identifikasi BARESKRIM Polresta

Pematang Siantar).

4)Analisis Data

Dalam penulisan ini, analisa data yang digunakan adalah dengan cara

kualitatif, yang mana data sekunder dan data primer yang diperoleh kemudian

dianalisis secara kualitatif untuk dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat dengan terperinci dan sistematis agar

memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan dapat pula

memperoleh manfaat. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang

sangat berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat seperti berikut

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan pembahasan seperti: latar belakang

penulisan skripsi; perumusan masalah dari tulisan; keaslian penulisan aau judul;

tujuan dan manfaat penelitian; tinjauan kepustakaan yang terdiri dari: pengertian

tindak pidana dan pembunuhan, sidik jari dan identifikasi, serta pemeriksaan di

tingkat kepolisian; seterusnya bab ini diuraikan metode yang dipakai dalam

penelitian kemudian terakhir sistematika penulisan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II PROSES PERUMUSAN SIDIK JARI DALAM IDENTIFIKASI
SUATU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

Dalam bab ini yang dibahas adalah mengenai pelaksanaan identifikasi

tindak pidana pembunuhan dan proses pemanfaatan sidik jari dalam

mengidentifikasi suatu tindak pidana pembunuhan.

BAB III PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES IDENTIFIKASI


TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DAN KENDALA-KENDALA YANG
DIHADAPI DALAM PEMANFAATANNYA

Yang dibahas dalam bab ini adalah; unsur-unsur atau sarana yang

mempengaruhi peranan sidik jari dalam mengidentifikasi suatu tindak pidana

pembunuhan; peran dari sidik jari sebagai sarana identifikasi tindak pidana

pembunuhan, kemudian kendala atau hambatan dalam proses identifikasi dengan

memanfaatkan sidik jari (daktiloskopi).

BAB IV PENUTUP

Bab ini menguraikan kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya,

yang juga di barengi dengan pemaparan saran-saran dari penulis yang diharapkan

berkenan dan dapat berguna bagi masyarakat dalam prakteknya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PROSES PERUMUSAN SIDIK JARI (DAKTILOSKOPI) DALAM


IDENTIFIKASI SUATU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Pengambilan Sidik Jari (Daktiloskopi)

Sidik jari (daktiloskopi) merupakan salah satu identifikasi yang latent

yaitu, tidak ada yang sama atau mirip satu sama lain, tidak dapat diubah kecuali

dihilangkan sama sekali, dipotong, dicacah, atau dirusak baik menggunakan

senjata tajam, senjata api maupun zat kimia, baru sidik jari tidak dapat

diidentifikasi lagi. Pengambilan sidik jari (daktiloskopi) mempunyai tujuan seperti

pengambilan sidik jari kriminal, pengambilan sidik jari umum, pencatatan dan

penyimpanan data sidik jari, yang mana pengambilan sidik jari, penyimpanan dan

pencatatan nya tersebut dilakukan dengan menggunakan alat-alat sidik jari

(daktiloskopi).

1. Pengambilan sidik jari (Daktiloskopi) umum

Dalam pengambilan sidik jari umum banyak digunakan baik oleh instansi

maupun masyarakat umum sebagai pengganti tanda tangan bagi mereka yang

tidak dapat menandatangani atau buta huruf dengan diambil sidik jari ibu jarinya,

tetapi tidak dengan dilanjutkan dengan perumusan, pencatatan dan

penyimpananya.

Berdasarkan hasil penelitian / studi yang penulis lakukan di Unit

Identifikasi Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM) Polresta Pematang Siantar

diperoleh bahwa, setiap orang yang ingin mendapatkan Surat Keterangan Catatan

Universitas Sumatera Utara


Kepolisian (SKCK), SIM, STNK, BPKB, lebih dahulu harus diambil sidik jari

nya dengan lengkap baik dari tangan kiri dan kanan pada kartu sidik jari AK-23.

Pengambilan sidik jari gunanya untuk pendataan serta filing dan recording dalam

rangka memperbanyak atau memperkaya database sidik jari guna keperluan

pelayanan masyarakat umum dalam rangka proses konfirmasi kebenaran identitas

dan catatan kriminal seseorang.

Jadi untuk kepentingan hal tersebut diatas seharusnya setiap warga negara

termasuk yang baru melahirkan diambil sidik jarinya, kegunaanya sangat penting

sekali, bila semua identitas lainnya sulit didapatkan atau identitas yang sama

seperti rupa, tinggi, berat badan, maupun alamat dan nama maka satu-satunya

hanya dapat diketahui dari identitas sidik jari. Karena hanya identifikasi sidik jari

saja yang tidak dapat diubah dan tidak sama pada setiap orang.

Setiap kartu sidik jari AK-23 yang sudah memuat rekaman sidik jari harus

segera dilaksanakan proses sidik jari AK-23. Penyortiran kartu sidik jari AK-23

dan AK-24 untuk memilah-milah dan mengelompokkan kartu sidik jari AK-23

menurut jenis kelaminnya dan urutan rumusnya. AK-24 disusun menurut urutan

abjad. Tujuannya untuk mempermudah dan mempercepat penyimpanan kartu

sidik jari AK-23 dan AK-24. Semua kartu sidik jari AK-23 maupun AK-24

penyimpanan masih dilakukan secara manual kedalam filing cabinetnya masing-

masing dan dirawat secara tertib dan baik higga tahan lama. Hal ini sangat penting

untuk bahan informasi banding dari pihak yang memerlukan sebagai bank data

yaitu AK-23 disimpan pada filing cabinet.

Universitas Sumatera Utara


Pencarian kembali kartu sidik jari AK-23 dalam filing cabinet

berdasarkan atas permintaan resmi dari pihak yang memerlukan baik dari intern

Polri maupun ekstern Polri. Tujuannya untuk memberikan layanan informasi

kepada masyarakat dalam rangka proses konfirmasi kebenaran identitas dan

catatan kriminal seseorang. 27

Peralatan yang dipakai dalam pengambilan sidik jari (daktiloskopi) umum

yang biasa dipakai adalah seperti ;

Stamping kit adalah seperangkat alat terdiri dari roller, tinta, plat kaca atau

stenless stell, alat penjepit kartu AK-23 yang sangat bermanfaat dan praktis untuk

kegiatan pengambilan sidik jari di lapangan dan mudah dibawa ke tempat kejadian

peristiwa / perkara (KTP).

Kartu sidik jari AK-23 adalah kartu sidik jari yang spesifikasi tekhnisnya

sudah dibakukan (standard) diseluruh wilayah Indonesia. Kartu tersebut dibuat

atau dicetak dengan kertas karton yang tebal warna putih dan licin dengan ukuran

20 x 20 cm. Gunanya untuk merekam kesepuluh sidik jari kanan dan kiri serta

data umum dan sinyalemen serta pas photo dan tanda tangan.

Kartu tik atau kartu sidik jari AK-24 dibuat, dicetak dengan kertas karton

tebal warna putih licin dengan ukuran 7 x 13 cm. Gunanya untuk mempermudah

dan mempercepat dalam proses verifikasi kartu AK-23, setelah kartu sidik jari

AK-23, tersebut sudah terisi rekaman sidik jari harus dibubuhi rumus dan harus

dibuatkan kartu tiknya (AK-24).

27
H. R. Abdussalam, Forensik, Restu Agung, 2006, Hal. 168-169

Universitas Sumatera Utara


Tinta daktiloskopi yaitu, sejenis tinta cetak hitam yang dicampur dengan

minyak khusus sehingga tinta cepat kering. Gunanya untuk mengambil atau

merekam sidik jari. Kelebihan dari tinta ini yaitu;

a) Bila diratakan sangat mudah dan cepat kering,

b) Tinta yang ada mudah dicuci,

c) Hasil sidik jari yang didapat garis papilairnya terlihat jelas

d) Sidik jari mudah dirumuskan.

Kemudian roller adalah alat yang dibuat dari sepotong karet bulat

berdiameter kurang lebih 2 cm panjang kurang lebih 5-6 cm. Dan gunanya untuk

meratakan tinta, pada plat kaca dengan gerakan maju mundur sampai tinta rata

menyeluruh. Lalu magnifier/ loop yaitu kaca pembesar yang digunakan untuk

merumuskan sidik jari atau untuk memperbesar gambar garis-garis papilair sidik

jari, sehingga sangat memudahkan proses perumusannya. Cara penggunaannya

seperti berikut : loop diletakkan di atas lukisan sidik jari, sehingga garis-garis

papilairnya akan terlihat jelas dan besar. Benang bayangan yang ada di tengah

atau di dalam kaca diletakkan di antara delta dan core, digunakan untuk

menghitung garis-garis papilair sidik jari.

Sinyalemen adalah ciri-ciri khusus pada seseorang yang harus dituangkan

pada urutan kolom data-data kartu sidik jari AK-23 kegunaannya untuk apabila

seseorang mengetahui suatu tindak pidana dilapangan atau ditempat kejadian

perkara (TKP), bisa mengenal atau merekam ciri-ciri pelaku, bisa dijadikan bahan

penyidikan untuk memberikan keterangan pada penyidik. 28

28
Ibid, Hal. 170

Universitas Sumatera Utara


2. Pengambilan sidik jari (Daktiloskopi) kriminil

Pengambilan, pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan sidik jari

kriminal secara terpusat dalam rangka menunjang kegiatan represif kepolisian

terpusat maupun mendukung kesatuan kewilayahan dan instansi-instansi di luar

Polri. Pencarian dan pengembangan sidik jari latent serta pemeriksaan

perbandingan sidik jari tepat dan akurat baik untuk kepentingan penyidikan

maupun dalam menunjang kegiatan represif kepolisian terpusat maupun

mendukung satuan kewilayahan dan untuk instansi-instansi di luar Polri juga.

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sidik jari (daktiloskopi)

kriminil yang utama adalah : 29

Finger prima magnifer adalah alat untuk melakukan proses pemeriksaan

sidik jari dengan cara kerja; gambar sidik jari yang dicurigai diletakkan disebelah

kiri pada tempat yang telah disediakan, gambar sidik jari pembanding diletakkan

disebelah kanan pada tempat yang telah disediakan, maka kamera setelah on akan

memancarkan sinar baik terhadap sidik jari yang dicurigai maupun sidik jari

pembanding, dan dari tampilan akan terlihat perbedaan gambar karakteristik garis-

garis papiler tersebut.

Forensic comparator adalah alat untuk melakukan proses pemeriksaan

dan perbandingan sidik jari dengan cara kerja yaitu :

Gambar sidik jari yang dicurigai diletakkan disebelah kiri di tempatnya, dan sidik

jari pembanding di sebelah kanan, kemudian selanjutnya sama dengan kerja pada

29
Unit Identifikasi BARESKRIM Polresta Pematang Siantar Makalah Daktiloskopi
Kriminal Dalam Mendukung Scientivic Crime Investigation oleh Tim Pusident Bareskrim Polri

Universitas Sumatera Utara


alat finger prima magnifer,begitu juga dengan alat forensic optical comparator

tipe FX-8A.

Laboratory fuming cabinet adalah alat untuk mengembangkan sidik jari

latent pada dokumen/kertas yang tempori dengan menggunakan yodium kristal

atau super gene dengan cara kerja yaitu; yodium crystal dituangkan ke dalam alat

takaran, dengan menggunakan kertas yang ditempel dalam fuming cabinet,

kemudian ditunggu sampai pada kertas tersebut muncul gambar / rekaman sidik

jari latent yang berwarana merah kebiru-biruan, barulah dilakukan pemotretan.

Laser photonics print finder ini adalah alat dalam daktiloskopi kriminil

berguna untuk mengembangkan sidik jeri latent pada permukaan benda yang

kasar seperti kulit jeruk atau yang tidak bisa dikembangkan dengan sistem bentuk

atau sistem kimia dengan cara kerja seperti berikut; laser photonics print finder

yang dinyalakan maka pengaman kabel dan optic pada bagian ujung akan

mengeluarkan sinar laser, lalu sinar laeser ini diarahkan kepermukaan benda yang

dicurigai, dan bila pada benda tersebut memang terdapat sidik jari latent maka

dengan pancaran sinar tersebut akan muncul dan dapat diamati dengan bantuan

kaca pembesar, kemudian sidik jari latent ini diberi bentuk khusus lalu di lakukan

pemotretan atau direkam.

Kemudian ada alat yang namanya ransel kit identifikasi yang berisi

peralatan-peralatan dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) yang antara lain

sebagai berikut :

Reguler powder brush (kuas serbuk) adalah alat untuk mengambil dan

mengoleskan serbuk sidik jari di atas permukaan benda yang diperkirakan akan

Universitas Sumatera Utara


terdapat sidik jari latent serta mengumpulkan kembali serbuk sidik jari yang tidak

terpakai untuk disimpan kembali.

Aluminium hanyele filterglash brush (kuas filter glass tangkai aluminium)

yaitu alat yang digunakan mengmbil dan mengoleskan serbuk sidik jari di atas

permukaan benda yang diperkirakan terdapat sidik jari latent serta mengumpulkan

kembali serbuk sidik jari yang tidak terpakai untuk disimpan kembali.

Magnietic brush (kuas magnit) adalah alat untuk mengambil dan

mengoleskan serbuk sidik jari di atas permukaan benda yang diperkirakan

terdapat sidik jari latent serta mengumpulkan kembali serbuk sidik jari yang tidak

terpakai untuk disimpan kembali. Dan meteran alat untuk mengukur jarak,

panjang atau tinggi benda.

Kemudian post marten (sendok mayat) dan powder black (serbuk hitam),

yang disebut dengan sendok mayat adalah alat untuk mengambil sidik jari mayat.

Dan serbuk hitam adalah alat yang berfungsi untuk mengembangkan sidik jari

latent pada permukaan benda yang tidak berpori (tidak menyerap keringat) yang

berwarna terang, sangat berguna untuk permukaan benda berwarna-warni.

Powder grey (serbuk abu-abu) dan powder magnictic black (serbuk

magnit hitam), sebuk abu-abu merupakan alat yang gunanya untuk

mengembangkan sidik jari pada permukaan benda yang tidak berpori (tidak

menyerap keringat) yang berwarna gelap. Dan serbuk magnit hitam adalah alat

yang berfungsi untuk mengembangkan sidik jari latent pada permukaan benda

(bukan logam) yang tidak berpori yang berwarna terang (khusus seperti kertas,

Universitas Sumatera Utara


karton, kayu, kaca, plastik, kulit, atau permukaan benda yang tidak berpori

lainnya).

Powder magnitic grey (serbuk magnit warna abu-abu) dan rubber roller

(penggiling tinta deri karet) yang masing-masing berguna untuk, mengembangkan

sidik jari latent pada permukaan benda bukan logam yang tidak tidak menyerap

keringat yang khusus berwarna gelap dan untuk merasakan tinta sidik jari pada

wadah dimana jari dibubuhi tinta.

Prinset (alat jepit) dan gunting yang juga masing-masing berguna untuk

mengambil barang bukti yang kecil agar barang bukti tersebut tidak

terkontaminasi dengan benda lain misalnya jari atau keringat petugas. Kemudian

gunting untuk memotong filter transparan atau filter karet sesuai kebutuhan atau

benda lainnya yang diperlukan.

Nomor, sarung tangan, dan masker masing-masing digunakan untuk

memberi nomor secara berurutan pada barang bukti yang ditemukan di tempat

kejadian perkara (TKP), kemudian sarung tangan berguna untuk mencegah agar

barang bukti tidak terkontaminasi apabila dipegang oleh tangan petugas,

sedangkan masker sendiri untuk mencegah agar bau busuk (seperti bau mayat atau

zat-zat kimia) tidak terlalu menusuk penciuman petugas.

Rubber filter white (filter karet berwarna putih) yaitu alat untuk

mengangkat sidik jari latent yang telah dikembangkan dengan serbuk biasa atau

magnit warna hitam atau abu-abu. Filter ini dapat digunakan untuk mengangkat

sidik jari latent yang terdapat pada benda yang permukaan nya bulat.

Universitas Sumatera Utara


Stamping kit (alat untuk mengambil sidik jari) dan alat tulis, berguna

untuk mengambil sidik jari tersangka dan non tersangka, sedang alat tulis untuk

membuat catatan pada waktu mengolah TKP.

Magnifer (kaca pembesar) dan hinger filter white (filter transparan

berbentuk engsel dan berwarna putih) masing-masing adalah alat untuk melihat

apakah ada sidik jari latent atau atau sidik jari latent yang dikembangkan telah

nampak jelas atau belum dan juga untuk benda-benda yang kecil agar dapat

terlihat jelas. Dan filter white sendiri berguna untuk mengangkat sidik jari latent

yang telah dikembangkan dengan bentuk biasa atau bentuk magnit warna hitam

atau warna abu-abu.

Evidence bag (kantong barang bukti), kartu AK-23 (kartu sidik jari) dan

polilight (alat untuk mendeteksi sidik jari latent) adalah alat-alat yang masing-

masing berfungsi, seperti berikut; kantong barang bukti untuk menempatkan

barang bukti terutama sidik jari latent yang diperoleh di tempat kejadian perkara

(TKP), kartu AK-23 untuk mengambil sidik jari seseorang. Polilight ini adalah

alat yang sumbernya dari cahaya bertahan lama hingga 1000 jam pakai. Sinar

tajam nya ini dikeluarkan dari lampu kemudian di filter (disaring) agar diperoleh

sinar murni seperti sinar laser, tetapi dengan gelombang yang lebih luas,

gelombang sinar warna dari warna ultra violet sampai warna merah bisa dipakai.

Sinar murni tersebut disalurkan lewat kabel besi supaya mudah difokuskan ke

target yaitu sidik jari. Jadi jelas alat tersebut untuk memperjelas sidik jari dengan

menggunakan sinar (gelombang berbagai jenis warna) sehingga sidik jari muncul

dengan jelas.

Universitas Sumatera Utara


Secara umum pemgambilan sidik jari ini dilakukan secara sederhana

dengan melakukan rekam sidik jari para tersangka pelaku, merumusakan,

meyimpan, dan menyiapkan serta mengirimkan data sidik jari untuk kepentingan

identifikasi kriminal pada data base yang disebut Computer Aided Automatic

Fingerprint Identification System (CAAFIS).

Alat-alat daktiloskopi (sidik jari) tersebut sangat efektif sekali

penggunaan dalam mengidentifikasi seseorang, bila didukung dengan

mendapatkan bekas-bekas sidik jari yang ditinggalkan di tempat kejadian perkara

(TKP) tanpa disentuh atau terhapus oleh apapun. Oleh karena itu bekas-bekas

sidik jari yang terdapat di tempat kejadian perkara (TKP) harus diamankan

sehingga memudahkan dalam pengambilan bekas sidik jari tersebut untuk

selanjutnya dilakukan pemeriksaan forensik.

Untuk lebih jelasnya berikut dapat dilihat gambar dari alat-alat (peralatan)

yang secara umum digunakan oleh penyidik / penyelidik dalam pengambilan sidik

jari, baik pengambilan sidik jari umum maupun sidik jari kriminil : 30

30
Dokumen Khusus Unit Identifikasi Polresta BARESKRIM Pematang Siantar.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
B. Identifikasi Dalam Suatu Tindak Pidana Pembunuhan

Yang dimaksud dengan identifikasi dalam tindak pidana pembunuhan

merupakan langkah awal yang sangat menentukan dalam upaya mengungkapkan

suatu tindak pidana pembunuhan secara ilmiah dengan metode tertentu meliputi

media daktiloskopi, fotografi, dan sinyalemen. 31 Dalam memaparkan pembahasan

mengenai identifikasi dalam suatu tindak pidana pembunuhan, maka lebih dulu

perlu dipaparkan beberapa hal sebagai berukut seperti : 32

a) Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM), sebagai unit/badan dari Polri

yang secara khusus mengemban tugas dalam identifikasi.

b) Tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TKP), sebagai tindakan

awal atau tindakan pendahuluan setelah diterima laporan telah terjadi suatu

pembunuhan, sebelum kemudian identifikasi dilakukan.

c) Pelaksanaan identifikasi pembunuhan melalui pengolahan tempat kejadian

perkara (TKP).

a. BARESKRIM (Badan Reserse Kriminal)

Selaku unsur tehnis operasional, Bareskrim Polri mengemban tugas pokok

mencari dan menemukan pelaku pelanggar hukum maupun kejahatan untuk

diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena lebih memfokuskan pada

31
Hasil wawancara dengan Brigadir M. Nasib (anggota Unit Identifikasi BARESKRIM
Polresta Pematang Siantar).
32
MABES Kepolisian Negara Republik Indonesia, Himpunan Juklak dan Juknis tentang
Proses Penyidikan Tindak Pidana (Jakarta, Mei 1987)

Universitas Sumatera Utara


tindakan atau penindakan terhadap para pelanggar hukum, Bareskrim Polri lebih

dominan melakukan upaya regresif dari pada preventifnya. 33

Dalam fungsi nya Reserse Polri melaksanakan praktek-praktek Kepolisian

regresif dari penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, pemeriksaan,

penggeledahan, dan identifikasi serta menyelenggarakan mekanisme sistem

administrasi peradilan dalam rangka diwujudkannya criminal justice system.

Fungsi Bareskrim Polri dalam melakukan identifikasi dalam tindak pidana

pembunuhan bisa dilaksanakan dengan bantuan tehnis operasional dari pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu, laboratorium forensik (LABFOR), Dokter

Kehakiman, dan Psikologi. Identifikasi yang dilakukan oleh Bareskrim Polri pada

perkara pembunuhan ini adalah berperan pada proses penyelidikan dan penyidikan

untuk melengkapi unsur-unsur dalam proses pembuktian. 34 Dalam kegiatan

identifikasi ini Reserse berkewajiban untuk :

1) Mempersiapkan anggota dan peralatan yang diperlukan untuk pengolahan

tempat kejadian perkara (TKP).

2) Melakukan pengolahan tempat kejadian perkara.

3) Untuk pemeriksaan tehnis di TKP maka memintakan bantuan penaganan

dari bantuan tehnis operasioanal lain seperti, dokter kehakiman, LABFOR,

atau ahli lain yang diperlukan.

b) Tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TKP).

33
Soedjadi, Brigadir Jendral Polisi (Direktur Reserse Polri) dan Kafandi, Jendral Polisi
(Komando Reserse Pori), Himpunan Juklak dan Juknis Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana,
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, 1987, Hal. 7
34
Ibid, Hal. 34

Universitas Sumatera Utara


Tindakan pertama di tempat kejadian perkara dilakukan oleh, petugas

Reserse / Polri yang datang pertama di TKP. Tempat kejadian perkara (TKP)

adalah tempat dimana bersumber data dan fakta (benda-benda, keterangan

maupun orang-orang yang diperlukan) yang menjadi pokok pangkal usaha

pengungkapan suatu tindak pidana adalah sangat penting.

Penyidik waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian

perkara sedapat mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di tempat kejadian

perkara agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama

dimaksudkan agar sidik jari, begitu pula bukti-bukti yang lainseperti jejak kaki,

bercak darah, air mani, rambut dan sebagainya tidak hapus atau hilang. 35 Setelah

menjumpai terjadinya tindak pidana atau menerima laporan dari masyarakat yang

menyampaikan telah terjadi tindak pidana pembunuhan, maka petugas wajib

melakukan tindakan seperti berikut : 36

1) Korban yang mati dijaga agar tetap pada posisinya semula dan jangan

pernah menyentuh korban, kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah

benar-benar meninggal. Dan menunggu sampai petugas Polri dari kesatuan

terdekat.

2) Dalam hal posisi atua letak korban dapat mengganggu lalu lintas, atau

ketertiban umum maka korban dapat dipindahkan dengan memberi tanda

letak mayat terlebih dahulu.

35
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana
Hukum, GHALIA INDONESIA, 1986, Hal.32
36
Soedjadi, Brigadir Jendral Polisi (Direktur Reserse Polri) dan Kafandi, Jendral Polisi
(Komando Reserse Pori), op.cit, Hal. 38

Universitas Sumatera Utara


3) Membuat batas di TKP dengan alat seperti tali, dimulai dari jalur yang

diperkirakan arah masuknya pelaku, lalu di sekitar korban dan sampai

pada tempat-tempat yang diperkirakan terdapat barang bukti.

4) Menjaga barang-barang yang diperkirakan sebagai barang bukti agar tidak

berkurang atau bertambah.

5) Memerintahkan orang-orang yang berada di tempat kejadian perkara

(TKP) pada waktu terjadinya pembunuhan untuk tidak meninggalkan TKP

dan berkumpul di luar batas yang telah dibuat.

6) Melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk berada dalam

TKP yang telah diberi batas.

7) Berusaha meminta bantuan masyarakat setempat dalam mengamankan

tempat kejadian perkara (TKP) dan membubarkan massa yang

berkerumun.

8) Kemudian menghubungi ataau memberitahukan pada Kesatuan Polri

terdekat, dengan tetap menjaga atau memperhatikan keamanan tempat

kejadian perkara (TKP).

c) Pelaksanaan identifikasi pembunuhan melalui pengolahan / penanganan

tempat kejadian perkara (TKP).

Penanganan atau pengolahan tempat kejadian perkara (TKP) ini dilakukan

dalam proses penyelidikan dan penyidikan di tingkat Polri, yang berarti tindakan

atau kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencari, mengumpulkan,

menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan bukti serta

Universitas Sumatera Utara


identitas tersangka guna memberi arah terhadap penyidikan selanjutnya. 37 Dan

mengingat pentingnya penanganan tempat kejadian perkara,tindakan atau kegiatan

ini menuntut ketelitian, kecermatan serta pengetahuan/pengalaman dan

keterampilan tehnis yang khusus dari penyidik, maka dalam praktek pemeriksaan

di tempat kejadian perkara adalah lebih efesien dilakukan oleh seorang perwira

reserse yang dipandang cukup berkompeten mengemban tugas tersebut.

Reserse setelah menerima laporan atau pemberitahuan tentang adanya

suatu tindak pidana pembunuhan di suatu tempat, dengan mempersiapkan segala

sesuatunya segera datang ke tempat kejadian perkara bersama unsur bantuan

tehnis (Labkrim, Identifikasi, atau dokumentasi), untuk melakukan pengolahan

tempat kejadian perkara dengan tindakan-tindakan seperti berikut : 38

1. Pengamatan umum (general observation)

Melakukan pengamatan yang diarahkan terhadap hal-hal atau objek antara

lain sebagai berikut :

1) Jalan masuk / keluarnya si pelaku

2) Adanya kejanggalan-kejanggalan yang didapati di tempat kejadian perkara

dan sekitarnya.

3) Keadaan cuaca waktu kejadian.

4) Alat-alat yang mungkin dipergunakan / ditinggalkan oleh si pelaku.

5) Tanda-tanda / bekas perlawanan / kekerasan.

37
Soedjadi, Brigadir Jendral Polisi (Direktur Reserse Polri) dan Kafandi, Jendral Polisi
(Komando Reserse Pori), op.cit, Hal. 30
38
Ibid, Hal.39

Universitas Sumatera Utara


Hasil dari pada pengamatan tersebut di atas dimaksudkan untuk dapat

memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah-

langkah mana yang harus didahulukan.

2. Pemotretan dan pembuatan sketsa.

1) Pemotretan (juknis identifikasi) tujuannya untuk ;

a) Mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain pada

saat ditemukan.

b) Untuk dapat memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP.

c) Membantu dan melengkapi kekurangan-kekurangan dalam pengolahan

TKP termasuk kekurangan-kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan

sketsa.

2) Pembuatan sketsa.

a) Untuk menggmbarkan TKP seteliti mungkin.

b) Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan.

3. Penanganan korban, saksi dan pelaku.

1) Penanganan korban.

a) Pemotretan mayat menurut letak dan posisinya baik secara umum

maupun close-up yang dilakukan dari berbagai arah sesuai dengan urut-urutan

pemotretan kriminal, ditujukan pada bagian badan yang ada tanda-tanda yang

mencurigakan.

b) Meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang berhubungan dengan

mayat korban yang terdapat pada tubuh atau yang melekat pada pakaian korban

Universitas Sumatera Utara


dengan memperhatikan tanda-tanda mati akibat pembunuhan, karena senjata

tajam, diracuni, dianiaya (kekerasan), dibakar, atau dengan cara lain.

c) Memanfaatkan bantuan tehnis Dokter Forensik/Kehakiman yang

didatangkan dengan menanyakan hal-hal :

1) Jangka waktu/lama kematian berdasarkan pengamatan tanda-tanda

kematian antara lain kaku mayat, lebam mayat, dan tanda-tanda

pembusukan.

2) Cara kematian (mode or manner of death).

3) Sebab-sebab kematian korban (cause of death).

4) Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa

dibandingkan dengan posisi semula pada saat terjadinya kematian.

d) Memberikan tanda garis pada letak dan posisi mayat sebelum dikirim

ke Rumah Sakit.

e) Setelah diambil sidik jarinya segera dikirim ke Rumah Sakit untuk

dimintakan Visum et Repertum dengan terlebih dahulu diberi label pada ibu jari

kakinya atau bagian tubuh lain. (Pengambilan sidik jari dapat juga dilaksanakan di

LABFOR, juga identitasnya).

2) Penanganan Saksi.

Mengumpulkan keterangan dari pada saksi :

a) Melakukan interview/wawancara/pembicaraan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada orang-orang/pihak-pihak yang diperkirakan/diduga

melihat, mendengar, dan mengetahuinya sehubungan dengan kejadian tersebut.

Universitas Sumatera Utara


b) Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari hasil interview

yang dilakukan dapat diperoleh beberapa saksi yang dapat digolongkan mana

saksi-saksi yang diduga keras terlibat dengan tindak pidana yang terjadi dan mana

saksi-saksi yang tidak terlibat.

c) Melakukan pemeriksaan singkat terhadap golongan saksi yang diduga

keras terlibat dalam tindak pidana yang terjadi guna mendapatkan keterangan-

keterangan dan petunjuk-petunjuk lebih lanjut.

d) Melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan korban, penampilan

korban, dan dibawa ke Rumah Sakit/Dokter Ahli untuk dimintakan Visum et

Repertum.

3) Penanganan Pelaku.

a) Meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang terdapat pada pelaku dan

atau melekat pada pakaiannya.

b) Melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan

sementara mengenai hal-hal baik yang dilakukannya sendiri maupun keterlibatan

orang lain sehubungan dengan kejadian.

c) Kalau dalam waktu singkat tersangka tertangkap segera diperiksakan

ke Dokter dan mintakan Visum et Repertum serta di ambil sidik jarinya untuk

dapat dirumuskan sebagai salah satu sarana identifikasi (jangan sampai sempai

pelaku mencuci bekas-bekas noda darah atau sperma dan lain-lainnya atau

merusak sidik jari nya).

4). Penanganan Barang Bukti.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan barang bukti :

Universitas Sumatera Utara


a) Setiap terjadi kontak fisik antara dua obyek akan selalu terjadi

pemindahan material dari masing-masing obyek, walaupun besar jumlahnya

mungkin sangat kecil/sedikit. Karenanya pelaku pasti meninggalkan jejak/bekas

sidik jari latent di T.K.P, dan pada tubuh korban.

b) Makin jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat kejadian, makin

tinggi nilainya sebagai barang bukti.

c) Barang-barang yang umum terdapat akan mempunyai nilai tinggi

sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik yang tidak umum dari barang

tersebut.

e) Barang-barang yang dikumpulkan diperiksakan oleh petugas

identifikasi dengan bantuan Laboratorium forensik (LABFOR) untuk melihat dan

mengambil sidik jari latent yang mungkin tertinggal pada barang-barang tersebut

untuk kemudian dirumuskan sebagai salah satu sarana identifikasi. 39

Kemudian tahap selanjutnya adalah melakukan pengembangan yang

dilakukan oleh unit identifikasi meliputi:

a. Identifikasi sidik jari (daktiloskopi)

b. Mempelajari modus operandi

c. Identifikasi fotografi

d. Sinyalemen (identifikasi dengan pengenalan bentuk badaniah)

ad. a. Identifikasi sidik jari (daktiloskopi)

Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah seperti berikut :

a) Cara pelaksanan sidik jari

39
Ibid, Hal. 39.

Universitas Sumatera Utara


b) Meneliti/mengembangkan sidik jari

c) Filing

d) Penyidikan sidik jari latent

e) Perumusan sidik jari latent

f) Penyidikan sidik jari mayat/korban

g) Membuat foto sidik jari

h) Memaparkan sidik jari sebagai bukti dalam proses

peradilan.

ad. b. Mempelajari modus operandi

Mempelajari modus operandi ini maksudnya adalah mempelajari atau

meneliti cara kerjanya seseorang melakukan suatu kejahatan, yang berarti dalam

tindak pidana pembunuhan adalah melakukan penelitian mengenai cara kerja

pelaku melakukan pembunuhan tersebut. Menurut teori bahwa seorang recidivist

yang pernah berhasil melakukan suatu kejahatan dengan cara atau teknik tertentu,

maka ada tendensi bahwa cara yang sama akan dilakukan kembali oleh pelaku

dalam melakukan suatu kejahatan berikutnya. Dalam kasus pembunuhan misalnya

yang mana korban ditemui di TKP dalam keadaan terikat dengan tali, maka cara-

cara yang dipergunakan untuk membuat simpul tali pengikat, dapat dibedakan

antar yang ahli dan yang belum ahli melakukannya.

ad. c. Identifikasi fotografi

Ada beberapa fungsi utama dalam dalam pelaksanaan identifikasi

fotografi yaitu diantaranya :

Universitas Sumatera Utara


1) menyiapkan foto pelaku kejahatan (pembunuhan) atau orang-orang yang

dicari/dicurigai;

2) kepentingan pengawasan maka fotografi digunakan sebagai media visual;

3) keaslian dari peristiwa pidana (pembunuhan) dapat ditampilkan di hadapan

pengadilan;

4) bukti-bukti yang mungkin saja bisa rusak karena pemeriksaan

laboratorium, dapat direkam dalam bentuk foto;

5) fotografi dengan kamera dapat dipergunakan untuk menampilkan segi-segi

tersembunyi dari barang bukti yang ditemukan. 40

ad. d . Sinyalemen

Identifikasi dengan pengenalan bentuk badaniah pelaku akan lebih mudah

dilakukan apabila ciri-ciri mereka (pelaku) telah ada terekam dicatatan

Kepolisian, sehingga tinggal mencocokannya. Kesulitan yang dihadapi adalah

keadaan saksi yang biasanya dalam keadaan masih tergoncang, sehingga sulit

memberi keterangan mengenai ciri-ciri pelaku. Mula-mula yang ditanyakan

adalah yang bersifat umum seperti tinggi badan, pakaian yang digunakan, bahasa

(dialek), dan sebagainya. Kemudian yang bersifat khusus seperti bentuk kepala,

rambut, warna kulit, bentuk alis, hidung, dan sebagainya. Tiap orang mempunyai

ciri-ciri yang berlainan dari orang lain, seperti sikap, cara berbicara, berjalan,

tanda-tanda badaniah tertentu dan sebagainya yang bersifat detail, yang sedapat

mungkin diperoleh dari ingatan saksi.

40
Gerson W. Bawengan, op.cit, Hal. 13

Universitas Sumatera Utara


Berikut prosedur pelaksanaan olah tempat kejadian perkara (TKP)

Identifikasi yang dimuat dalam bentuk sketsa/gambar : 41

Keterangan singkatan :

1.DanTim singkatan dari : Komandan tim

2.TKP singkatan dari : Tempat kejadian perkara

3.APP singkatan dari : Acara pemeriksaan perkara

4.Daktikrim singkatan dari : Daktiloskopi kriminil

5.Daktium singkatan dari : Daktiloskopi umum

Secara ringkas keterangan gambar/sketsa sebagai berikut :

1) Penyidik / penyelidik Polri memperoleh informasi tentang adanya suatu

kejadian atau perkara pidana baik secara lisan atau tulisan;

41
Pusident Bareskrim Polri, Daktiloskopi Kriminil Dalam Mendukung Scientivic Crime
Investigation, POLDASU, 2006, Hal.1

Universitas Sumatera Utara


2) Oleh Komandan tim diperintahkan atau dipimpin untuk melaksanakan

acara pemeriksaan perkara (APP), yang kemudian mengkoordinasi

anggota/tim identifikasi untuk masuk dan menjalankan tindakan pertama

di tempat kejadian perkara (TKP);

3) Selanjutnya dilakukan pengolahan atau olah identifikasi yang terdiri dari

identifikasi fotografi, dan identifikasi daktiloskopi kriminil dan

daktiloskopi umum, yang kemudian hasil identifikasi diproses / diperiksa

(dicuci dan dicetak);

4) Dan terakhir dari hasil yang telah diproses/diperiksa dapat dirumusakan

hal-hal yang memenuhi syarat/unsur sebagai bahan dalam berita acara

pemeriksaan (BAP).

C. Proses Perumusan Sidik Jari Sebagai Sarana Identifikasi Dalam Tindak

Pidana Pembunuhan.

Identifikasi berarti, usaha untuk mengenal kembali sesuatu, baik benda,

manusia, dan hewan. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari, baik yang

sengaja diambil/dicapkan tinta maupun bekas yang ditinggalkan pada benda

karena pernah tersentuh dengan kulit telapak tangan/kaki. Identifikasi sidik jari

sendiri dapat diartikan sebagai berikut yaitu, proses penentuan dua atau lebih sidik

jari yang berasal dari jari yang sama dengan membandingkan garis papilairnya. 42

Sidik jari dalam ilmu daktiloskopi digolongkan dalam tiga golongan besar

yaitu, golongan L (dari kata loops berarti sangkutan) terdiri dari ulnair loop,

42
H.R. Abdussalam, op.cit, Hal.167

Universitas Sumatera Utara


radial loop,W (dari kata whorls berarti putaran) terdiri dari double loop,

accdental/lukisan istimewa,leteral pocket loop. Golongan L dibagi atas tiga

golongan yaitu sangkutan, busur, dann tiang busur. Sedangkan golongan W dibagi

atas lima golongan lagi yaitu,lingkaran, saku sisi, sangkutan kembar, saku dalam

gambar luar biasa. Golongan ketiga ialah Arches (berarti lengkungan) yang dibagi

atas yang datar (plai) dan yang seperti tenda (tented). 43

Berikut bentuk-bentuk pokok lukisan sidik jari yang dibagi berdasarkan

/atas tiga golongan besar : 44

43
Andi Hamzah, op.cit, Hal. 22
44
Dokumentasi Reserse Polri Pusat Identifikasi Polresta Pematang Siantar

Universitas Sumatera Utara


Ada tiga jenis sidik jari yang secara umum diketahui oleh pihak penyidik

dalam melakukan identifikasi kriminil yaitu;

1) Visible impression, adalah Sidik jari yang dapat langsung dilihat tanpa

menggunakan alat bantu.

Universitas Sumatera Utara


2) Laten impression, adalah sidik jari yang biasanya tidak dapat dilihat

langsung harus menggunakan melalui beberapa cara pengenbangan

terlebih dahulu supaya nampak dengan jelas.

3) Plastic impression, adalah sidik jari yang berbekas pada benda yang lunak

seperti; sabun, gemuk, permen, dan coklat.

Ilmu sidik jari didasarkan atas tiga dalil yang nyata, yang mendasari

pemanfaatan sidik jari dalam identifikasi yaitu:

1) Setiap orang mempunyai ciri garis sendiri dan tidak sama dengan yang

lain.

2) Ciri garis sidik jari sudah terbentuk sejak janin berusia 120 hari (empat

bulan) dan sampai meninggal dunia tidak akan berubah.

3) Seperangkat sidik jari dapatdirumuskan dan dapat diadministrasikan /

disimpan dengan sistematis.

Sidik jari latent (SJL) adalah bekas tapak jari, telapak tangan, dan telapak

kaki, baik yang terlihat maupun tidak, yang tertinggal pada permukaan benda di

TKP, setelah benda tersebut dipegang atau diinjak. Ada beberapa faktor yang

yang mempengaruhi usia dari sidik jari latent ini diantaranya yaitu; keadaan

psycologis dari orang yang meninggalkan sidik jari, keadaan cuaca/iklim

setempat, dan jenis permukaan benda dimana sidik jari tertinggal/ditemukan.

dimaksud dengan garis papilairnya adalah, detail garis atau karakteristik garis

pada sidik jari yang terdapat pada ruas kedua dan ruas ketiga dari jari yang

terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki beserta jari-jari, yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara


nilai identifikasi yang sama dengan garis papilair pada ruas ujung jari tangan

(dapat di perbandingkan untuk menentukan persamaannya). 45

Dan berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak pernah ada dua

orang yang mempunyai sidik jari yang sama; dan bahwa garis sidik jari pada

tangan seseorang bersifat tetap sepanjang hidup. Berawal pada terungkapnya

pengetahuan tentang sidik jari itulah merupakan asal mula dipergunakannya sidik

jari sebgai sarana untuk mengungkap suatu tindak pidana dan upaya untuk

menemukan pelakunya. 46

Berdasarkan hal inilah yang kemudian menjadi alasan atau dasar

pemanfaatan sidik jari sebagai salah satu sarana identifikasi. Dalam kasus tindak

pidana pembunuhan perumusan sidik jari yang tepat dan akurat akan sangat

berperan dalam proses penyidikan dan pembuktian untuk menemukan atau

menentukan pelaku pembunuhan.

Dengan tahap-tahap sebagai berikut : 47

A). Melakukan pencarian sidik jari di tempat kejadian perkara (TKP).

Pada kasus pembunuhan pencarian sidik jari dapat dilakukan pada :

1) Tempat atau jalur pelaku diduga masuk dan keluar

2) Objek atau benda disekitar TKP yang ditemukan rusak atau

dicurigai

3) Alat atau senjata yang diduga digunakan pelaku

4) Benda/pakaian yang dikenakan korban

45
Pusident Bareskrim, op.cit, Hal. 5
46
H. Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, loc.cit.
47
Pusident Bareskrim Polri, Daktiloskopi Kriminil Dalam Mendukung Scientivic Crime
Investigation, POLDASU, 2006.

Universitas Sumatera Utara


5) Benda yang berada di sekitar korban

6) Tubuh korban yang ditemukan

B). Kemudian memastikan letak sidik jari, adalah dengan :

a) Sorotan senter, sidik jari pada permukaan dapat terlihat.

b) Mendekatkan kepala pada permukaan benda dan melihat dari berbagai

sudut.

c) Meniupi permukaan benda untuk memberikan kelembaban agar sidik jari

dapat terlihat.

d) Langsung menaburkan dengan serbuk.

C). Pengambilan sidik jari (misalnya; pengambilan sidik jari dari orang yang

diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan karena berada di TKP atau sekitar TKP)

yang baik dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

1) Petugas pengambil sidik jari dan orang yang akan diambil sidik

jari nya berdiri berdampingan. Kemudian orang yang akan diambil

sidik jarinya menghadap penuh pada kartu AK-23 yang sudah

disiapkan di atas meja.

2) Tinta daktiloskopi harus diratakan terlebih dahulu, tidak terlalu

tipis dan terlalu tebal

3) Setiap jari tangan harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian jari

dipegang oleh petugas/pengambil, lalu digulingkan secara

berurutan mulai dari jari jempol kanan sampai dengan kelingking

tangan kanan dan kiri jempol kiri sampai dengan kelingking

tangan kiri.

Universitas Sumatera Utara


4) Gulingkan jari-jari tersebut pada tinta yang sudah disiapkan diatas

meja, dari sisi kuku kiri ke sisi kuku kanan atau sebaliknya.

5) Jari-jari tersebut cukup digulingkan satu kali saja pada kartu

formulir sidik jari, dengan 1/3 bagian ruas kedua masing-masing

jari harus terekam.

6) Khusus sidik jari yang rata ( plain imprestion ), pada waktu

pengambilan ke 4 ( empat ) jari bersama, posisi jari harus

rapat/rata dan nampak jelas garis papilairnya serta 1/3 bagian ruas

kedua jari kelingking harus terekam.

7) Pada waktu pengambilan sidik jari rolled imprestion dan plain

imprestion, jangan terlalu keras menekannya karena

mengakibatkan adanya tanda-tanda lipatan kulit pada gambar sidik

jari.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan sidik jari:

1) Petugas konsentrasi penuh

2) Garis-garis papilairnya harus terang, sehingga membentuk suatu

gambar yang jelas

3) Pengisian kartu formulir sidik jari AK-23 harus diteliti dan

disesuaikan dengan KTP/SIM.

Alat-alat yang digunakan secara umum dalam pengambilan sidik jari

adalah:

1) Tinta khusus datiloskopi

Universitas Sumatera Utara


2) Sepotong kaca, marmer, porselin, logam dengan permukaan yang

licin

3) Roller berdiameter ± 2 cm, panjang : 5-6 cm

4) Kartu sidik jari model AK-23

Adapun cara pengambilan sidik jari ada 2 macam cara yakni :

1) Rolled Imprestion ( sidik jari yang digulingkan )

2) Plain Imprestion ( sidik jari yang rata/block ). 48

Sedangkan terhadap sidik jari latent yang diduga terdapat/melekat pada

barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan

dilakukan tindakan yaitu dengan membawa barang bukti yang diduga terdapat

sidik jari latent nya ke laboratorium daktiloskopi forensik untuk diproses. Untuk

kemudian dilakukan pengembangan melalui dua cara. Pertama dengan

mengembangkan data sidik jari tersebut melalui keterangan ahli. Cara kedua yaitu

membandingkan keterangan ahli mengenai data terbanding antara sidik jari yang

ada dalam dokumentasi Kepolisian dengan data sidik jari yang diperoleh di TKP

pembunuhan dan hasil pemotretan sidik jari para tersangka atau terdakwa. Yang

mana pengembangan sidik jari yang diperoleh di TKP (sidik jari latent) secara

umum dapat dilakukan dengan :

a) Pengembangan metode kimia, atau

b) Pengembangan metode serbuk.

Ad. a) . Pengembangan dengan metode kimia.

48
Ibid, Hal. 9

Universitas Sumatera Utara


Pengembangan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara

(TKP) pembunuhan dengan metode kimia dapat dilakukan dengan memanfaatkan

unsur-unsur atau larutan kimia, yaitu untuk pengembangan sidik jari yang

ditemukan pada permukaan benda yang berpori seperti: kertas, koran, kayu yang

dicat, dan sebagainya. 49 Unsur atau larutan kimia yang dimanfaatkan dalam

pengembangan metode kimia ini diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Uap yodium

b.Larutan ninhydrin

c. Larutan silver nitrat

d.Larutan gentian violet

e. Larutan molybdenum desulfide

f. Cyanoacrylate / CA (super glue)

a) Uap yodium

Jenis alat yang digunakan adalah; pipa peniup yodium, lemari penguap

yodium, dan kantong plastik. Cara pengembangannya yaitu, pipa peniup yodium

yang sudah terisi (yodium crystal, glass wool) kemudian ditiupkan dan bila sidik

jari sudah muncul atau kelihatan dapat langsung dipotret/direkam.

b) Larutan ninhydrin

Benda yang diduga ada sidik jari nya diolesi dengan larutan ninhydrin ini

dengan menggunakan kuas atau dapat pula dicelupkan. Kemudian benda

dikeringkan / didinginkan untuk mempercepat dapat dilakukan dengan

49
H. R. Abdussalam, Forensik, Restu Agung, 2006, Hal. 172

Universitas Sumatera Utara


menyetrika. Setelah kering maka sidik jari akan terlihat dan kemudian diambil

gambarnya.

c) Larutan silver nitrat

Benda / kertas yang diduga ada sidik jari latentnya diolesi dengan larutan

silver nitrat ini, atau bisa juga dicelupkan saja. Lalu panaskan benda / kertas yang

telah diolesi dengan larutan silver nitrat tesebut, dengan memanfaatkan sinar

matahari atau lampu. Barulah setelah beberapa waktu sidik jari latent akan

muncul.

d) Larutan gentian violet

Larutan ini dimanfaatkan untuk mengembangkan sidik jari latent yang ada

pada selotip/lakban/isolasi (benda yang bagian dalamnya ada perekat) yang biasa

digunakan untuk membungkus kado, paket, merakit bahan peledak, dan lain-lain.

Caranya adalah dengan terlebih dulu isolasi atau benda dibuka dengan

menggunakan larutan ninhydrin, celupkan isolasi/benda yang telah terbuka

tersebut ke dalam larutan gentian violet, lalu isolasi kemudian dicuci dengan air

yang mengalir, lalu keringkan dan sidik jari latent akan kelihatan.

e) Larutan molybdenum desulfide

Larutan ini digunakan untuk mengembangkan sidik jari latent yang

diduga ada pada benda yang permukaanya basah,berlemak, atau berkarat. Caranya

larutan ini di masukkan dalam alat penyemprot, kemudian larutan disemprotkan

ke benda yang diduga ada sidik jari latent nya tersebut, lalu setelah itu cuci

permukaan benda dengan air, dan setelah sidik jari kelihatan dapat dipotret dan

diangkat dengan selotip/lifter.

Universitas Sumatera Utara


f) Cyanoacrylate / CA (super glue)

CA (super glue) ini baik sekali untuk mengembangkan sidik jari latent

pada benda yang permukaan nya keras, seperti plastik, metal, kayu, dan

sebagainya. Dengan cara letakkan benda dalam kotak kantong yang dapat ditutup

dan letakkan segelas air panas dalam kotak. Lalu buka satu lembar CA (super

glue) dan tempelkan pada dinding kotak dengan selotip, kotak ditutup sehingga

penguapan akan terjadi, dan sidik jari latent akan muncul berwarna putih. 50

Ad. b). Pengembangan dengan metode serbuk.

Dalam pengembangan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian

perkara (TKP) pembunuhan yang dilakukan dengan metode serbuk ini, ada dua

jenis serbuk yang biasa digunakan yaitu, serbuk biasa dan serbuk magnet. Dan

terdapat beberapa tipe warna serbuk diantaranya, serbuk berwarna hitam

digunakan pada permukaan yang terang, berwarna putih digunakan pada benda

yang permukaanya gelap, berwarna grey (abu-abu) digunakan pada permukaan

benda yang gelap juga. Tujuan penggunaan serbuk-serbuk ini dalam

pengembangan sidik jari adalah dalam hal pengembangan sidik jari latent pada

permukaan benda yang tidak menyerap keringat (non-poros), seperti pada kaca,

tembok yang dicat, kayu yang dicat, dan lain-lain.

Secara ringkas proses pengembangan sidik jari latent dengan metode

serbuk ini adalah sebagai berikut;

1) Jangan menghadap arah angin;

50
Pusident Bareskrim Polri (POLDASU), op.cit, Hal. 15-20

Universitas Sumatera Utara


2) Kemudian pilih serbuk yang warnanya kontras dengan permukaan benda

yang diduga ada sidik jari latent nya;

3) Lalu tuangkan sedikit serbuk di kertas;

4) Lalu celupkan kuas di serbuk;

5) Bubuhkan serbuk yang ada di kuas dengan hati-hati ke permukaan benda;

6) Gerakkan kuas dengan hati-hati sesuai arah garis papilairnya;

7) Dan sidik jari yang sudah kelihatan langsung diambil gambarnya sebelum

diangkat dengan lifter.

Pengangkatan sidik jari latent dengan lifter dapat dibedakan atas :

a. Dengan lifter tembus pandang (transparan).

Sidik jari latent yang lebih dulu telah dibubuhi serbuk sebelum diangkat /

dipindah , sebaiknya dipotret dahulu. Cara pengangkatannya yaitu, tarik pita

transparan secukupnya, letakkan pita di atas sidik jari latent, urut pita tersebut

diatas sidik jari latent sampai rata, kemudian angkat pita sekali tarik, dan

tempelkan pada kartu/kertas alas.

b. Dengan lifter karet / rubber lifter.

Penggunaan lifter karet ini dibedakan atas; permukaan benda yang telah

dibubuhi dengan serbuk hitam diangkat dengan rubber lifter berwarna putih, untuk

yang menggunakan serbuk putih diangkat dengan rubber lifter hitam, dan untuk

yang menggunakan serbuk abu-abu diangkat dengan rubber lifter berwarna putih.

Cara pengangkatannya adalah, gunting lifter secukupnya, lalu buka plastik

penutupnya, tempelkan lifter di atas sidik jari latentnya, kemudian tarik perlahan

Universitas Sumatera Utara


dan sekali tarik, lalu tempelkan kembali plastik penutupnya dan posisi sidik jari

akan terbalik.

Untuk benda yang terdapat sidik jari latent yang sudah bercampur darah,

debu, atau sidik jari latent yang terdapat pada permukaan benda yang lunak seperti

mentega, permen, atau sabun tidak perlu dikembangkan dengan serbuk tapi dapat

langsung diambil gambarnya / dipotret. Dan untuk pengangkatan sidik jari latent

dengan menggunakan lifter, baik lifter transparan maupun lifter karet maka

setelah terdapat / terisi sidik jari latent harus diberi label/pengenal yang memuat;

tanggal kejadian, nama / alamat tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan,

korban, asal sidik jari latent yang diangkat (sidik jari latent diangkat dari),

tanggal/waktu pengembangan, nama dan paraf petugas yang melakukan

pengembangan, dan sketsa posisi sidik jari latent. 51

D). Pemeriksaan perbandingan (perumusan) sidik jari dalam proses identifikasi

adalah sebagai berikut:

Setelah pengembangan sidik jari latent yang ditemukan di tempat kejadian

perkara (TKP) pembunuhan dilakukan dan diangkat serta diperoleh gambar atau

lukisan dari sidik jari latent (garis-garis papilairnya), maka langkah atau tahap

selanjutnya adalah pemeriksaan perbandingan (perumusan) sidik jari yaitu dari

sidik jari latent ke sidik jari pembanding (sidik jari yang diketahui). Untuk

menentukan apakah kedua sidik jari mempunyai bentuk lukisan yang sama,

artinya dilihat apakah aliran garis-garis papileir antara kedua sidik jari tersebut

sama.

51
Ibid, Hal. 11-14

Universitas Sumatera Utara


Bila bentuk pokok lukisan dan garis-garis papileir antara kedua sidik jari

yang dibandingkan tidak sama, maka sudah pasti kedua sidik jari tersebut tidak

sama. Dan bila bentuk pokok lukisan/aliran garis papileir kedua sidik jari tersebut

sama maka pemeriksaan yang lebih rinci harus dilakukan lebih mendetail.

Pemeriksaan yang lebih rinci lagi antara lain adalah:

1) Menentukan salah satu galton detail pada sidik jari latent, kemudian

memeriksa galton detail yang sama dengan sidik jari pembanding / yang

diketahui.

2) Menentukan galton detail yang kedua (dekat titik awal) pada sidik jari

latent, dan juga galton detail yang kedua pada sidik jari pembanding /

diketahui apakah ada kesamaan atau tidak.

3) Proses ini diteruskan sampai ditemukan jumlah titik persamaan yang

cukup.

Untuk menentukan dua sidik jari yang sama atau identik, ada beberapa

faktor yang harus dinilai atau dilihat, antara lain adalah :

1) Bentuk pokok lukisan sidik jari antara sidik jari latent dengan sidik jari

pembanding.

a) Harus sama antara kedua sidik jari yang dibandingkan

tersebut

b) Walau sama keidentikannya belum dapat ditentukan, jika

faktor lainnya belum/tidak terpenuhi

Universitas Sumatera Utara


2) Karakteristik garis-garis papiler sidik jari (galton detail) jenis dan bentuk galton

detail antara kedua sidik jari (sidik jari latent dan sidik jari pembanding) harus

sama bentuk, posisi, dan arahnya.

3) Jumlah titik persamaan (galton detail yang sama jenis, bentuk arah dan posisi)

maka :

a) Jika titik persamaannya 11-12 atau lebih, berarti keidentikan nya pasti.

b) Jika titik persamaanya 8-10, berarti keidentikannya masih harus dikuatkan

dengan hal-hal seperti; kejelasan sidik jari, adanya core atau delta, bentuk

pokok lukisan sidik jari yang jarang dijumpai. 52

Contoh Gambar Perbandingan Sidik Jari

52
Pusident Bareskrim Polri (POLDASU), Daktiloskopi Kriminil Dalam Mendukung
Scientivic Crime Investigation, 2006.

Universitas Sumatera Utara


Dokumuen di atas memperlihatkan gambar pemeriksaan / perbandingan

antara sidik jari latent dengan sidik jari yang diketahui (sidik jari pembanding)

dalam usaha menentukan apakah 2 (dua) sidik jari yang diperbandingkan

merupakan sidik jari yang sama atau identik. 53

Hubungan antara titik-titik persamaan, bentuk pokok lukisan sidik jari,

jumlah internal garis papiler antara kedua sidik jari (sidik jari latent yang

diperoleh dari lokasi kejadian atau TKP pembunuhan dengan sidik jari

pembanding/diketahui) haruslah sama atau identik barulah mudah bagi penyidik

untuk menemukan atau mencari orang (orang-orang) yang memiliki sidik jari

latent yang ditemukan di TKP untuk kemudian dapat dijadikan sebagai tersangka

pelaku dalam suatu tindak pidana pembunuhan.

Pemanfaatan sistem sidik jari dalam mengidentifikasi suatu tindak pidana

atau kejahatan seperti pembunuhan memang masih jarang di Indonesia. Namun

meskipun demikian dalam suatu pembunuhan dimana mungkin pelaku

menggunakan topeng atau pelaku pembunuhan sebelumnya belum pernah

diketahui identitasnya sebagai pelaku kejahatan, kemudian dengan bantuan sistem

sidik jari ini para pelaku akhirnya bisa tertangkap dan diajukan ke pengadilan dan

sidik jari yang sudah dikembangkan atau diproses dapat berfungsi sebagai alat

bukti dalam proses pembuktian. 54

53
Unit Identifikasi BARESKRIM Polresta Pematang Siantar.
54
H. Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, op.cit, Hal. 32

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES IDENTIFIKASI TINDAK


PIDANA PEMBUNUHAN DAN KENDALA-KENDALA
YANG DIHADAPI DALAM PEMANFAATANNYA

A. Sarana atau Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Peranan Sidik Jari

Dalam Proses Identifikasi.

Dalam pemanfaatan sistem sidik jari sebagai sarana identifikasi tentunya

terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi peranan sidik jari tersebut. Diantaranya

adalah kualitas sumber daya manusia; peralatan pendukung/pembantu; dan sistem

teknologi. 55

a). Sumber daya manusia

Mengingat betapa pentingnya peranan sidik jari dalam usaha

mengungkapkan suatu tindak pidana dan menangkap pelakunya. Maka

pengetahuan tentang sidik jari bagi tiap-tiap penyidik Polri dari bawahan sampai

dengan atasan, sebenarnya suatu keharusan yang harus dimiliki, sebab bukti-bukti

sudah sangat banyak bahwa persentase yang paling besar penjahat atau pelaku

kejahatan dapat tertangkap karena pembuktian sidik jari. Sidik jari di samping

ciri-ciri manusia lainnya adalah alat yang ampuh untuk mencari dan menemukan

pelaku kejahatan. Maka hati-hatilah dengan tiap-tiap cap jari yang ditemukan di

tempat kejadian perkara (TKP), karena cap-cap jari atau bekas sidik jari ini dapat

dikumpulkan dan kemudian dicocokkan dengan sidik jari penjahat-penjahat yang

sudah tersimpan di data base Polri yang disebut Computer Aided Automatic

55
H.R Abdussalam, Forensik, 2006, Hal. 179

Universitas Sumatera Utara


Fingerprint Identification System (CAAFIS) yang terdapat pada Pusat Identifikasi

Bareskrim Polri di Jakarta. 56

Selanjutnya diketahui bahwa pekerjaan pengambilan sidik jari bukanlah

pekerjaan yang mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan ketekunan,

kejelian dan kesabaran. Sehingga untuk memaksimalkan fungsi atau peranan sidik

jari dalam proses identifikasi harus dilakukan secara profesional oleh petugas-

petugas yang tentunya ahli di bidang daktiloskopi (sidik jari) ini. Karena apabila

pengambilan atau pengembangan sidik jari ini dilakukan secara tidak profesional,

maka data sidik jari yang ada di data base komputer Bareskrim Polri tidak akan

berguna atau tidak ada manfaatnya sama sekali. Dan tenaga-tenaga penyidik

spesialis bidang daktiloskopi ini seharunya dimiliki merata di seluruh resort

Kepolisian. 57

b). Peralatan pendukung / pembantu

Tersedianya peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan bagi petugas

yang melakukan pengambilan dan pengembangan sidik jari yang ditemukan di

TKP juga sangat mendukung dalam melaksanakan proses identifikasi suatu tindak

pidana. Peralatan-peralatan ini dapat membantu petugas dalam pengambilan sidik

jari latent yang terdapat atau ditemukan di tempat atau keadaan nya berbeda-beda

yang mungkin saja hal ini dapat menyebabkan kesulitan atau kendala dalam

pengolahannya (pengembangan). Mengenai peralatan yang digunakan sebagai

pendukung atau pembantu dalam pengolahan sidik jari ini antara lain adalah

seperti telah diuraikan dalam uraian di bab sebelumnya.


56
Harun M. Hussein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, 1991 Hal. 109
57
H.Hamrat Hamid dan Harun M.Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan, 1997, Hal. 31

Universitas Sumatera Utara


c). Sistem teknologi

Namun betapapun canggihnya peralatan yang dipakai, kemanfaatan dan

keberhasilan peranan sidik jari dalam proses identifikasi juga memerlukan sistem

teknologi yang canggih dan mengikuti perkembangan zaman. Sehingga

pemanfaatan sistem teknologi yang sejalan dengan perkembangan zaman dan

kemajuan teknologi elektronik dan informatika, secara khusus bidang sidik jari

(daktiloskopi) ini sangat berperan dalam sistem meningkatkan ketahanan dan

keamanan nasional dari rongrongan para pelaku kejahatan yang dapat

membahayakan ketahanan ekonomi, politik, dan bahkan budaya bangsa. Yang

salah satu diantara sistem teknologi ini adalah ; piranti lunak komputer AFR

(Automatic Fingerprint Recognition System) dan CAAFIS (Computer Aided

Automatic Fingerprint Identification System) yang merupakan tempat

penyimpanan atau data base dari data sidik jari yang diperoleh. Di Indonesia

sendiri tercatat sudah memakai Morfo AFR system ini untuk memungkinkan

pendeteksian identitas, dengan cara membandingkan sidik jari seorang tersangka

dengan berjuta sidik jari yang telah tersimpan dalam data base computer yang

dapat dilakukan hanya dalam waktu relatif singkat, namun sistem ini baru terdapat

di Pusat Identifikasi BARESKRIM Polri di Jakarta. 58 Kembali lagi bahwa untuk

menggunakan atau memanfaatkan sistem teknologi yang canggih, yang utama

harus diperhatikan adalah tersedianya terlebih dahulu tenaga-tenaga operator yang

menguasai sistem dan terampil menggunakannya.

58
Ibid, Hal. 33

Universitas Sumatera Utara


B. Peranan Sidik Jari Sebagai Sarana Identifikasi Tindak Pidana

Pembunuhan.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa di tempat kejadian perkara

(TKP) sudah pasti terdapat sidik jari atau bekas-bekas lain, begitu juga di lokasi /

tempat kejadian perkara pembunuhan. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa untuk

melakukan suatu tindak pidana seperti tindak pidana pembunuhan, pelaku

melakukan beberapa tindakan yang kemungkinan bersinggungan/bersentuhan

dengan benda-benda di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), jadi pada benda-

benda tersebut kemungkinan besar akan tertinggal bekas sidik jari nya kecuali,

pelaku menggunakan alas tangan (kertas, kain atau arung tangan).

Dan berdasarkan hasil penelitian terungkap rahasia sidik jari yaitu, tidak

pernah ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama dan bersifat tetap.

Berawal dari hasil penelitian inilah orang menggunakan sidik jari untuk

mengungkap suatu tindak pidana dan berusaha menemukan pelakunya. 59

Pengetahuan tentang sidik jari bagi tiap-tiap penyidik Polri dari bawahan sampai

dengan atasan, sebenarnya suatu keharusan yang harus dimiliki, sebab bukti-bukti

sudah sangat banyak bahwa persentase yang paling besar penjahat atau pelaku

kejahatan dapat tertangkap karena pembuktin sidik jari. Sidik jari di samping ciri-

ciri manusia lainnya adalah alat yang ampuh untuk mencari dan menemukan

pelaku kejahatan. Maka hati-hatilah dengan tiap-tiap cap jari yang ditemukan di

tempat kejadian perkara (TKP), karena cap-cap jari atau bekas sidik jari ini dapat

dikumpulkan dan kemudian dicocokkan dengan sidik jari penjahat-penjahat yang

59
H. Hamrat Haid dan Harun M. Husein, op.cit. Hal. 30

Universitas Sumatera Utara


sudah tersimpan di data base Polri yang disebut Computer Aided Automatic

Fingerprint Identification System (CAAFIS) yang terdapat pada Pusat Identifikasi

Bareskrim Polri di Jakarta. 60

Dan untuk mensistematisasikan serta mengefektifkan pemanfaatan sidik

jari di Kepolisian sendiri telah dibentuk satuan tugas yang khusus menangani

masalah sidik jari dan pemeriksaan sidik jari di laboratorium Markas Besar Polri

(Mabes Polri) ditangani oleh para ahli sidik jari. Secara umum manfaat yang

didapat dari fungsi sidik jari ini adalah :

a. Sebagai bahan informasi dalam proses penyidikan, yang

mana blanko sidik jari AK-23 yang dapat digunakan untuk

mengambil/merekam ke 10 sidik jari, dan memuat data-data

lengkap perorangan yang meliputi ciri-ciri, umum, khusus /

sinyalemen, foto serta tanda tangan. Ini digunakan untuk

melengkapi informasi dalam upaya pelacakan riwayat pelaku

kejahatan/tindak pidana pembunuhan.

b. Sebagai bahan pembuktian, karena sidik jari sebagai salah

satu bukti materiil, yang mana tidak pernah berubah dan tidak

sama pada setiap orang sehingga sidik jari ini sangat efektif,

evisien dan akurat. 61

Lebih luasnya sistem sidik jari mempunyai peranan ganda dalam

penyidikan perkara pidana, khususnya perkara pidana pembunuhan, yaitu :

60
Harun M. Hussein, loc.cit.
61
Pusident Bareskrim Polri (POLDASU), Daktiloskopi Kriminil Dalam Mendukung
Scientivic Crime Investigation, 2006. Hal.7

Universitas Sumatera Utara


(1). Sebagai upaya pelacakan riwayat kejahatan dari para tersangka pelaku

pembunuhan yang ditahan dan sebagai dokumentasi para pelaku kejahatan yang

dijatuhi pidana oleh pengadilan.

(2). Sebagai upaya melacak para pelaku kejahatan khususnya tindak pidana

pembunuhan yang tidak / belum diketahui identitasnya namun secara tidak

sengaja dan tanpa disadari, meninggalkan bekas sidik jari (sidik jari latent) di

tempat kejadian perkara (TKP).

Agar sistem sidik jari ini dapat berperan / berfungsi dalam proses

penyidikan atau identifikasi suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana

pembunuhan maka harus didukung beberapa hal seperti yang telah dijabarkan

dengan rinci pada uraian sebelumnya, yang secara ringkas sebagai berikut :

a. Terdapatnya tenaga penyidik spesialis/ahli dalam bidang sidik jari

(daktiloskopi) yang memadai dan merata di seluruh Resort Kepolisian

(POLRES).

b. Adanya tenaga-tenaga pengambil sidik jari yang terlatih.

c. Tersedianya peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan bagi petugas

pengambil dan pengembangan sidik jari.

d. Adanya metode pengambilan, pengolahan dan analisis yang sudah

dikuasai oleh para petugas yang bersangkutan.

e. Penguasaan sistem teknologi modern, yang terpusat pada sistem

informasi.

Pemanfaatan sistem sidik jari dalam mengidentifikasi suatu tindak pidana

atau kejahatan seperti pembunuhan memang masih jarang di Indonesia. Namun

Universitas Sumatera Utara


meskipun demikian dalam suatu pembunuhan dimana mungkin pelaku

menggunakan topeng atau pelaku pembunuhan sebelumnya belum pernah

diketahui identitasnya sebagai pelaku kejahatan, kemudian dengan bantuan sistem

sidik jari ini para pelaku akhirnya bisa tertangkap dan diajukan ke pengadilan dan

sidik jari yang sudah dikembangkan atau diproses dapat berfungsi sebagai alat

bukti dalam proses pembuktian. 62

C. Kendala - Kendala Dalam Proses Identifikasi Dengan Pemanfaatan Sidik

Jari Sebagai Sarana Identifikasi.

Berdasarkan hasil riset yang diperoleh dari Polres pematang Siantar yaitu

dengan Bapak Brigadir M. Nasib di Pusat Identifikasi BARESKRIM Polres

Pematang Siantar, maka secara umum diketahui kendala - kendala yang dihadapai

dalam pemanfaatan atau penggunaan sistem sidik jari dalam proses

identifikasi,yaitu antara lain :

1) Sumber daya manusia, artinya bahwa personil atau petugas identifikasi

sendiri yang menguasai atau ahli dalam bidang identifikasi sidik jari

jumlahnya masih belum memadai.

2) Ketidaklengkapan peralatan pendukung/pembantu dalam melakukan

identifikasi sidik jari serta sarana dan prasarana yang juga tidak merata

dimiliki setiap Resort Kepolisian.

3) Penggunaan sistem teknologi yang terpusat pada sistem informasi masih

sangat terbatas, dikarenakan penguasaan sistem teknologi oleh petugas

62
H. Hamrat Haid, SH dan Harun M. husein, SH, loc.cit.

Universitas Sumatera Utara


idenifikasi sendiri juga masih kurang. Sehingga menyebabkan penerapan

pengolahan sidik jari secara cepat dan akurat juga terbatas.

4) Kesulitan - kesulitan yang juga ditemui oleh petugas atau para ahli sidik

jari dalam melakukan identifikasi, yaitu :

1. Dua sidik jari akan sulit atau mungkin tidak dapat diidentifikasi

jika berbeda tipenya.

2. Bekas sidik jari yang terdapat di tempat kejadian perkara (TKP)

sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna atau kabur karena

tergores, terkena noda, atau bertumpang tindih dengan bekas-bekas

sidik jari lainnya. Meskipun hal ini tidak menjadikan identifikasi

tidak dapat dilakukan. Membandingkan sidik jari yang telah

direkam dan yang didapatkan di tempat kejadian perkara bukan

merupakan ilmu yang khusus, tetapi tergantung pada keahlian dan

pengalaman dari ahli tersebut. Jika telah memenuhi sifat-sifat

antara kedua bekas sidik jari (sidik jari latent dan yang sudah

direkam), maka identifikasi dapat dilakukan. Perbedaan

kesimpulan para ahli terjadi jika sifat-sifat bekas sidik jari

diperoleh secara minimum. Sehingga terkadang ahli lain

berpendapat bahwa data tersebut kurang mencukupi untuk

dilakukan identifikasi.

3. Kesulitan lain adalah, sidik jari harusnya sudah tercatat di dalam

file Kepolisian sebelumnya. Namun sistem file yang ada di

Kepolisian masih belum baik, dan belum tersusun sistematis, serta

Universitas Sumatera Utara


masih banyak data sidik jari yang belum lengkap,artinya tidak

terekam sampai ke sepuluh jari-jari tangan. Ketidaksempurnaan ini

dapat menjadi salah satu penyebab identifikasi dengan / melalui

sidik jari menjadi kurang efektif.

D. Contoh Kasus.

Pemanfaatan sidik jari ini sebagai sarana identifikasi dalam tindak pidana

pembunuhan memang belum banyak ditemui di Indonesia, namun sudah ada

beberapa, contohnya adalah :

Perkara pidana pembunuhan dengan terdakwa bernama Harri Hutabarat

telah didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap korban bernama

Ng Teng So alias Samsudin dengan ringkasan kejadian/perkara sebagai berikut :

Pada hari Senin tanggal 21 Juli 2008 sekitar pukul 06.30 WIB, pelapor

bernama Ng Teng Yu alias Berkat selaku pemilik toko Andalas Jl. Merdeka

simpang Jl. Bandung No. 104 Kel. Dwikora Kec. Siantar Barat kota Pematang

Siantar. Ketika pelapor Ng Teng Yu alias Berkat hendak membuka pintu toko

nya sudah melihat situasi samping toko dipenuhi banyak orang berkerumun,

dan pada saat pelapor mendekati kerumunan tersebut ternyata ditemui seorang

laki-laki tergeletak yang dikenalnya bernama Ng Teng So alias Samsudin

yang tidak lain adalah abang kandung pelapor sendiri, dan keadaan orang

tersebut sudah bersimbah darah dan ditutupi dengan sehelai kain sarung, yang

mana diduga telah dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Selanjutnya pelapor

melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Siantar Barat kota Pematang Siantar,

Universitas Sumatera Utara


karena korban Ng Teng So alias Samsudin diduga dibunuh. Dan pada hari

Kamis tanggal 24 Juli 2008 saat petugas Polsek Siantar Barat melaksanakan

patroli melihat seorang laki-laki tergeletak di jalan dalam keadaan tidak sadar

yang kemudian diketahui dikarenakan terkena sengatan listrik, kemudian

petugas membawa laki-laki tersbut ke RSUD Djasamen Saragih kota

Pematang Siantar untuk mendapat perawatan, tidak berapa lama kemudian

setelah laki-laki tersebut sadar dan mendapat perawatan, lalu petugas

menginterogasi nya hingga diketahui ia bernama Harri Hutabarat, lalu petugas

melanjutkan dengan menanyakan kepada laki-laki tersebut apa yang

menyebabkan dia terkena sengatan arus listrik, dan menurut pengakuannya

dikarenakan dia berniat untuk mencuri kabel listrik di belakang Pos Polisi

Pasar Horas Kec.Siantar Barat kota Pematang Siantar, dan alias Samsudin

seorang penjual buah di simpang Jl. Merdeka - Jl. Bandung yang diduga telah

dibunuh, laki-laki tersebut pada awalnya mengatakan tidak tau menau tentang

kejadian itu, dan kemudian mengatakan tidak merasa terlibat dengan kejadian

tersebut. Kemudian petugas terus melakukan penyidikan dan identifikasi

sampai terkumpul petunjuk dan barang bukti untuk dapat digunakan dalam

usaha menemukan tersangka pelaku pembunuhan, untuk kemudian dapat

dijadikan sebagai terdakwa di pengadilan dan barang bukti tersebut telah

mencukupi untuk dihadapkan dalam proses pembuktian di peradilan. 63

Dalam proses penyidikan ini kemudian pihak penyidik atau petugas Polisi

Polsek Siantar Barat P.Siantar menyertakan alat bukti berupa Surat visum et
63
Aiptu.Sihombing, Resume / Laporan Polisi No. Pol : LP / 38 / VII / 2008 / Siantar
Barat tgl. 21 Juli 2008. (Putusan Perkara Pidana dengan Register No. 330/Pid.B/2008/PN-PMS.
Pematang Siantar)

Universitas Sumatera Utara


repertum dari RSUD Djasemen Saragih dan mengumpulkan beberapa barang

bukti berupa :

a. Satu buah mainan kalung besi model Salib;

b. Satu buah mancis warna biru merek Aladin;

c. Satu buah pisau belati;

d. Satu buah pisau lipat;

e. Satu buah cincin kuningan dengan mata warna merah;

f. Satu potong celana warna cream yang bercak darah;

g. Satu potong jas warna biru bercak darah;

h. Satu potong kain sarung warna merah motif kotak.

Kemudian terhadap barang-barang bukti ini dilakukan pengolahan oleh

petugas dengan salah satu nya adalah melakukan identifikasi sidik jari, yang mana

pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan adalah seperti berikut: Cara

pelaksanan sidik jari; meneliti/mengembangkan sidik jari; filing; penyidikan sidik

jari latent; perumusan sidik jari latent; penyidikan sidik jari mayat/korban;

penyidikan sidik jari tersangka/pelaku; membuat foto sidik jari; memaparkan sidik

jari sebagai bukti dalam proses peradilan.

Identifikasi sidik jari ini dilakukan terhadap benda-benda yang ditemukan

di tempat kejadian perkara (TKP) dan di sekitar TKP pembunuhan yang antara

lain pisau lipat, pisau belati, mancis berwarna biru dan barang lainnya, dengan

melakukan pengolahan dan pengembangan sidik jari latent yang diperoleh dari

benda-benda tersebut melalui tahap atau proses sebagaimana sudah dijabarkan

Universitas Sumatera Utara


peda uraian sebelumnya. Dan selain identifikasi daktiloskopi ini juga dilakukan

identifikasi sinyalemen dan identifikasi fotografi (pengambilan gambar).

Dan berdasarkan hasil penyidikan dan identifikasi serta melakukan

interogasi yang telah dilakukan oleh pihak petugas Polsek terhadap beberapa

saksi, maka kemudian penyidik memperoleh kesimpulan tentang tersangka pelaku

pembunuhan yang tidak lain adalah disangkakan terhadap Harri Hutabarat.

Dengan sebelumnya telah dilakukan interogasi dan pengambilan sidik jari serta

data sinyalemen dari yang bersangkutan. Maka ditemukan kesamaan pola /bentuk

pokok lukisan sidik jari yang ditemukan di TKP dengan sidik jari saudara Hari

Hutabarat yang berarti dengan kata lain penyidik atau petugas identifikasi

menemukan keidentikan antara sidik jari pembanding dengan sidik jari latent.

Begitu juga dengan mencocokkan data-data sinyalemen Harri Hutabarat yang

diperoleh melalui identifikasi siyalemen dengan keterangan dari saksi-saksi. Maka

petugas menaikkan status Harri Hutabarat dari saksi menjadi tersangka pelaku dan

kemudian menjadi terdakwa dalam proses peradilan. Sidik jari dan data-data lain

yang sudah dikembangkan atau diproses tersebut dapat dijadikan sebagai alat

bukti dalam proses pembuktian.

Sehingga pada waktu berjalannya persidangan, pada proses pembuktian

diajukan beberapa barang bukti seperti yang disebutkan di atas, dan juga hasil dari

pengolahan serta pengembangan sidik jari latent yang diperoleh. Yang mana

melalui hasil pemeriksaan/perbandingan atau identifikasi sidik jari ini majelis

Hakim yang terdiri dari : A.M.Siringoringo,SH,MH (Hakim Ketua); Dahlia

Panjaitan,SH (Hakim Anggota); J.Simarmata,SH (Hakim Anggota), yang

Universitas Sumatera Utara


berwenang mengadili perkara pembunuhan ini mengikutsertakan nya sebagai alat

bukti yang sterusnya menjadi salah satu dari beberapa pertimbangan majelis

Hakim dalam membuat atau merumusakan isi putusan nya, yang salah satunya

adalah menyatakan benar bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan

telah melakukan pembunuhan dengan menggunakan sebuah pisau belati yang dari

pada pisau tersebut oleh petugas penyidik/identifikasi diperoleh sidik jari latent

yang berkesesuaian atau identik dengan sidik jari saudara terdakwa Harri

Hutabarat. 64

Berikut penulis menyertakan lembaran penyerapan atau pengambilan

sidik jari dan data sinyalemen dari terdakwa Harri Hutabarat :

64
Aiptu.Sihombing, loc.cit

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1) Identifikasi berarti, usaha untuk mengenal kembali sesuatu, baik benda,

manusia, dan hewan. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari, baik

yang sengaja diambil/dicapkan tinta maupun bekas yang ditinggalkan pada

benda karena pernah tersentuh dengan kulit telapak tangan/kaki.

Identifikasi sidik jari sendiri dapat diartikan sebagai berikut yaitu, proses

penentuan dua atau lebih sidik jari yang berasal dari jari yang sama dengan

membandingkan garis papilairnya.

Dalam kasus tindak pidana pembunuhan perumusan sidik jari yang tepat

dan akurat sangat berperan dalam proses penyidikan dan pembuktian,

dengan tahap-tahap seperti berikut : melakukan pencarian sidik jari di TKP

atau sekitar TKP; kemudian memastikan letak sidik jari; pengambilan

sidik jari (misalnya; sidik jari dari orang yang berada tepat di TKP atau di

sekitar TKP); dan terakhir pemeriksaan perbandingan (perumusan) sidik

jari dalam proses identifikasi. Pada tahap yang terakir inilah merupakan

tahap yang paling utama karena dilakukan untuk dapat menentukan apakah

kedua sidik jari mempunyai bentuk lukisan yang sama dan merupakan

sidik jari yang identik, artinya dengan melihat apakah aliran garis-garis

papileir antara kedua sidik jari tersebut sama. Untuk menentukan dua sidik

jari yang sama atau identik, ada beberapa faktor yang harus dinilai atau

Universitas Sumatera Utara


dilihat, antara lain adalah melalui : a) Bentuk pokok lukisan sidik jari

antara sidik jari latent dengan sidik jari pembanding, yaitu: harus sama

antara kedua sidik jari yang dibandingkan tersebut, walau sama

keidentikannya belum dapat ditentukan, jika faktor lainnya belum/tidak

terpenuhi; b) Karakteristik garis-garis papiler sidik jari (galton detail)

jenis dan bentuk galton detail antara kedua sidik jari (sidik jari latent dan

sidik jari pembanding) harus sama bentuk, posisi, dan arahnya; c) Jumlah

titik persamaan (galton detail yang sama jenis, bentuk arah dan posisi)

maka : jika titik persamaannya 11-12 atau lebih, berarti keidentikan nya

pasti; jika titik persamaanya 8-10, berarti keidentikannya masih harus

dikuatkan dengan hal-hal seperti; kejelasan sidik jari, adanya core atau

delta bentuk pokok lukisan sidik jari yang jarang dijumpai. Hubungan

antara titik-titik persamaan, bentuk pokok lukisan sidik jari, jumlah

internal garis papiler antara kedua sidik jari (sidik jari latent yang

diperoleh dari lokasi kejadian atau TKP pembunuhan dengan sidik jari

pembanding/diketahui) haruslah sama atau identik barulah mudah bagi

penyidik untuk menemukan atau mencari orang (orang-orang) yang

memiliki sidik jari latent yang ditemukan di TKP untuk kemudian dapat

dijadikan sebagai tersangka pelaku dalam suatu tindak pidana

pembunuhan.

2) Secara umum manfaat yang didapat dari fungsi sidik jari ini adalah :

Sebagai bahan informasi dalam proses penyidikan, yang mana blanko

sidik jari AK-23 yang dapat digunakan untuk mengambil/merekam ke 10

Universitas Sumatera Utara


sidik jari, dan memuat data-data lengkap perorangan yang meliputi ciri-

ciri, umum, khusus / sinyalemen, foto serta tanda tangan. Ini digunakan

untuk melengkapi informasi dalam upaya pelacakan riwayat pelaku

kejahatan/tindak pidana pembunuhan; Sebagai bahan pembuktian, karena

sidik jari sebagai salah satu bukti materiil, yang mana tidak pernah

berubah dan tidak sama pada setiap orang sehingga sidik jari ini sangat

efektif, evisien dan akurat. Lebih luasnya sistem sidik jari mempunyai

peranan ganda dalam penyidikan perkara pidana, khususnya perkara

pidana pembunuhan, yaitu : (1) Sebagai upaya pelacakan riwayat

kejahatan dari para tersangka pelaku pembunuhan yang ditahan dan

sebagai dokumentasi para pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana oleh

pengadilan; (2) Sebagai upaya melacak para pelaku kejahatan khususnya

tindak pidana pembunuhan yang tidak / belum diketahui identitasnya

namun secara tidak sengaja dan tanpa disadari, meninggalkan bekas sidik

jari (sidik jari latent) di tempat kejadian perkara (TKP). Secara umum

diketahui kendala - kendala yang dihadapai dalam pemanfaatan atau

penggunaan sistem sidik jari dalam proses identifikasi, yaitu antara lain :

Sumber daya manusia, artinya bahwa personil atau petugas identifikasi

sendiri yang menguasai atau ahli dalam bidang identifikasi sidik jari

jumlahnya masih belum memadai. Ketidaklengkapan peralatan

pendukung/pembantu dalam melakukan identifikasi sidik jari serta sarana

dan prasarana yang juga tidak merata dimiliki setiap Resort Kepolisian.

Penggunaan sistem teknologi yang terpusat pada sistem informasi masih

Universitas Sumatera Utara


sangat terbatas, dikarenakan penguasaan sistem teknologi oleh petugas

idenifikasi sendiri juga masih kurang. Sehingga menyebabkan penerapan

pengolahan sidik jari secara cepat dan akurat juga terbatas. Kesulitan -

kesulitan yang juga ditemui oleh petugas atau para ahli sidik jari dalam

melakukan identifikasi, yaitu : 1)Dua sidik jari akan sulit atau mungkin

tidak dapat diidentifikasi jika berbeda tipenya; 2)Bekas sidik jari yang

terdapat di tempat kejadian perkara (TKP) sering menunjukkan bentuk

yang tidak sempurna atau kabur karena tergores, terkena noda, atau

bertumpang tindih dengan bekas-bekas sidik jari lainnya. Meskipun hal ini

tidak menjadikan identifikasi tidak dapat dilakukan. Membandingkan sidik

jari yang telah direkam dan yang didapatkan di tempat kejadian perkara

bukan merupakan ilmu yang khusus, tetapi tergantung pada keahlian dan

pengalaman dari ahli tersebut. Jika telah memenuhi sifat-sifat antara kedua

bekas sidik jari (sidik jari latent dan yang sudah direkam), maka

identifikasi dapat dilakukan. Perbedaan kesimpulan para ahli terjadi jika

sifat-sifat bekas sidik jari diperoleh secara minimum. Sehingga terkadang

ahli lain berpendapat bahwa data tersebut kurang mencukupi untuk

dilakukan identifikasi; 3)Kesulitan lain adalah, sidik jari harusnya sudah

tercatat di dalam file Kepolisian sebelumnya. Namun sistem file yang ada

di Kepolisian masih belum baik, dan belum tersusun sistematis, serta

masih banyak data sidik jari yang belum lengkap,artinya tidak terekam

sampai ke sepuluh jari-jari tangan.

Universitas Sumatera Utara


B. Saran

1. Mengingat pentingnya peranan sidik jari dalam usaha mengungkapkan

suatu tindak pidana dan menangkap pelakunya. Maka pengetahuan tentang

sidik jari bagi tiap-tiap penyidik Polri dari bawahan sampai dengan atasan

khususnya unit Identifikasi sudah seharusnya dimiliki, sebab sudah banyak

kasus yang menunjukkan bahwa persentase yang paling besar penjahat

atau pelaku kejahatan dapat tertangkap karena pembuktin sidik jari. Di

samping ciri-ciri manusia lainnya yang juga dapat mendukung dalam

upaya mencari dan menemukan pelaku kejahatan. Dan selain

meningkatkan kualitas sumber daya manusia nya, maka peralatan dan

bahan-bahan yang diperlukan bagi petugas penyidik/identifikasi juga

sangat mendukung dalam melaksanakan proses identifikasi suatu tindak

pidana begitu juga dengan pemanfaatan sistem teknologi yang sejalan

dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi elektronik dan

informatika dalam bidang sidik jari (daktiloskopi).

2. Mengenai kendala atau hambatan yang ditemukan dalam pemanfaatan

sidik jari ini sebagai sarana identifikasi, maka seharusnya sudah dapat

diminimalisasikan karena kendala / hambatan-hambatan ini dapat menjadi

salah satu penyebab identifikasi dengan sarana sidik jari (daktiloskopi)

menjadi kurang efektif. Jadi diharapkan bagi pemerintah untuk lebih serius

menangani permasalahan yang menjadi kendala/hambatan dalam

pemanfaatan sidik jari dalam proses identifikasi tindak pidana di

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, H.R, Forensik , Restu Agung, 2006.

Aiptu Sihombing, Resume / Laporan Polisi No. Pol : LP / 38 / VII / 2008 / Siantar

Barat tanggal 21 Juli 2008 (Putusan Perkara Pidana dengan

Register No. 330/Pid.B/2008/PN-PMS Pematang Siantar).

Hamzah, Andi, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana

Hukum, GHALIA INDONESIA, 1986.

________ Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Arikha Media Cipta, Jakarta

1993.

Hamid, H. Hamrat dan M.Husein, Harun, Pembahasan Permasalahan KUHAP

Bidang Penyidikan, SINAR GRAFIKA, 1997.

Karjadi, M, Tindakan dan Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara,

POLITEIA, Bogor, 1981.

Kelana, Momo, Memahami Undang-undang Kepolisian, PTIK Press, 2002.

Lamintang, P.A.F, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan

Kesehatan Serta Kejahatan yang Membahayakan Bagi Nyawa,

Tubuh dan Kesehatan, Bina Cipta, Bandung, 1985.

Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pembrantasan

dan Prevensinya), Sinar Grafika, 1999.

M.Husein, Harun, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT.Rineka

Cipta, 1991.

Universitas Sumatera Utara


Prakoso, Djoko, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, PT. Bina

Aksara, Jakarta 1987.

Pusident Bareskrim Polri, Daktiloskopi Kriminil Dalam Mendukung Scientivic

Crime Investigation, POLDASU, 2006.

Saleh, MR. Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Dua

Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta,

1983.

Soesilo, R, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, POLITEIA, Bogor.

Soedjadi, Brigadir Jendral Polisi (Direktur Reserse Polri) dan Kafandi, Jendral

Polisi (Komando Reserse Pori), Himpunan Juklak dan Juknis

Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, Markas Besar

Kepolisian Republik Indonesia, 1987.

Suwarto, Irwan, POLRI Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia, Padang;

Ekasakti Presss, 2002.

W. Bawengan, Gerson Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi, PT.

Pradnya Paramita, Jakarta, 1977.

Yuwono, Soesilo, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP, Penerbit

Alumni, Bandung, 1982.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

www.mabespolri.com.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai