Anda di halaman 1dari 80

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN

BERMOTOR RODA DUA DI POLRES SOLOK SELATAN


(Studi Kasus Laporan Polisi Nomor LP/62/III/2020/Polres)

SKRIPSI

Disusun oleh :

Nama : AWLIYA RAHMAN PUTRA


NPM : 1410005600075

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMAN SISWA
PADANG
2020
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN
BERMOTOR RODA DUA DI POLRES SOLOK SELATAN
(Studi Kasus Laporan Polisi Nomor LP/62/III/2020/Polres)

(Awliya Rahman Putra, NPM 1410005600075, Fakultas Hukum, Universitas


Tamansiswa Padang, 68 Halaman, Tahun 2021)

ABSTRAK

Penyidikan dilakukan untuk mencari bukti-bukti yang menguatkan suatu tindak


pidana serta mencari tersangkanya. Dalam penyidikan dilakukan pemeriksaan
tentang benar tidaknya suatu perbuatan pidana, agar pelaku tindak pidana dapat
diketahui Penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap seseorang yang
disangka telah melakukan suatu tindak pidana, penyidik harus memiliki cukup
bukti, baik mengenai unsur tindak pidana yang dipersangkakan maupun mengenai
identitas seseorang yang disangka tersebut. Namun dalam praktiknya tidak
menutup kemungkinan bahwa dalam proses penangkapan terjadi kekerasan dan
salah tangkap. Permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor roda dua di Polres Solok Selatan pada laporan polisi nomor
LP/62/III/2020/Polres (2) Apakah kendala dalam penyidikan tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor roda dua di Polres Solok Selatan pada laporan
polisi nomor LP/62/III/2020/Polres (3) Apakah upaya dalam mengatasi kendala
pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua di
Polres Solok Selatan pada laporan polisi nomor LP/62/III/2020/Polres?. Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris.
Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau
implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penanganan terhadap kasus tindak
pidana pencurian sepeda motor merupakan kewajiban pihak Kepolisan Sektor
Solok Selatan. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor roda dua di Polres Solok Selatan belum terlaksana sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan dan aturan-aturan mengenai tata cara pelaksanaan
proses penyelidikan dan penyidikan yang terdapat dalam KUHAP dan Peraturan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Penyidikan Tindak Pidana. Penanganan terhadap tindak pidana pencurian sepeda
motor ini selalu diawali dengan proses penyelidikan dari adanya laporan yang
diterima oleh pihak Kepolisian Sektor Sektor Solok Selatan. Dalam penyidikan
masih dijumpai kekerasan yang dilakukan oleh Polisi. Dalam kasus ini
ditemukannya kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen. Dalam proses
penegakan suatu perundang-undangan yang terkadang tidak dapat berjalan
sebagaimana yang direncanakan sebelumnya.

Kata Kunci: Penyidikan, Tindak Pidana Pencurian, Kendaraan Bermotor

i
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMAN SISWA

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI


No Reg : ________________________

NAMA : Awliya Rahman Putra


NPM : 1410005600075
JUDUL SKRIPSI : PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN
KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRES
SOLOK SELATAN (Studi Kasus Laporan Polisi Nomor
LP/62/III/2020/Polres)

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fadillah Sabri, SH. MH Nurlinda Yenti, SH. MH

Diketahui Oleh :
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Taman Siswa

H. Mardius, SH. MH

ii
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMAN SISWA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI


No Reg : ________________________
NAMA : Awliya Rahman Putra
NPM : 1410005600075
JUDUL SKRIPSI : PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN
KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRES
SOLOK SELATAN (Studi Kasus Laporan Polisi Nomor
LP/62/III/2020/Polres)

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji dalam sidang Komperehensif pada


hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2021 dan yang bersangkutan dinyatakan telah
LULUS oleh Tim Penguji yang terdiri dari :

Ketua Sekretaris

H. Mardius, SH. MH Joni Zulhendra, SH.I, MA

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fadillah Sabri, SH. MH Nurlinda Yenti, SH. MH

Penguji I Penguji II

Dr. Aria Zurnetti, SH. MH Fitra Oktoriny, SH. MH

Dekan Fakultas Hukum


Universitas Taman Siswa

H. Mardius, SH. MH

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam selalu penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita semua

kepada zaman yang penuh pendidikan dan ilmu pengetahuan, suri teladan hingga

akhir zaman dan semoga kita mendapat syafa’at dan manfaatnya hingga diakhir

nanti.

Penulis menyusun skripsi ini dengan segala kemampuan yang ada pada

penulis, skripsi dengan judul “PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRES

SOLOK SELATAN (Studi Kasus pada Laporan Polisi Nomor

LP/62/III/2020/Polres)” meskipun masih jauh dari kesempurnaan tapi

diselesaikan dan diajukan penulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa.

Didalam penulisan skripsi ini mulai dari awal sampai akhir, penulis

menyadari banyak pihak-pihak yang turut memberikan bantuan, motivasi,

semangat, saran, ide, bahkan fasilitas moril dan materil dan rasanya penulis tidak

mampu membalas jasa mereka semua, semoga ALLAH SWT senantiasa

berkenan melimpahkan rahmat dan menjadi amalan sholeh disisi-Nya. Untuk itu

penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua

orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa, Ayahanda

tersayang Dr. H Novirman,SKM. MM dan Ibunda tercinta Ns. Hj. Eli Fariani

iv
Ali,S.Kep, M.Kep. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

kepada Bapak Dr.Fadillah Sabri, SH.MH selaku pembimbing I dan Ibu Nurlinda

Yenti SH.MH selaku pembimbing II yang dengan sabar, tulus dan ikhlas

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya memberikan bimbingan, motivasi,

arahan dan saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

Seterusnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak H . Mardius,SH.MH selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Taman Siswa dan Bapak Joni Zulhendra,SH.I. MA selaku

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa.

2. Ibu Dr. Aria Zurnetti SH., MH dan Fitra Oktoriny, SH., MH selaku

Penguji I dan Penguji II

3. Seluruh jajaran Kepolisian Resor Solok Selatan yang telah

membantu penulis selama melakukan penelitian.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Taman

Siswa yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis

selama masa perkuliahan.

5. Seluruh civitas akademi Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa

yang telah memberikan bantuan selama penulis menjadi mahasiswa

di Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa.

6. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis

dalam penulisan skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT memberikan imbalan yang setimpal atas jasa-jasa

v
mereka. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih

banyak terdapat kekurangan-kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya

saran dan kritik yang bersifat membangun demi kebaikan skripsi ini. Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

terkhusus bagi pembaca.

Padang, Februari 2021

Penulis

Awliya Rahman Putra

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………………… i
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI …………………………………………………….……………….. vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah............................................................................... 7
C. Tujuan 8
Penelitian...................................................................................
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 8
E. Metode Penelitian….............................................................................. 9

BAB II TINJAUAN TENTANG PENYELIDIKAN, PENYELIDIK,


PENYIDIKAN, PENYIDIK TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN
KENDARAAN BERMOTOR
A. Pengertian Penyelidikan, Penyelidik, Penyidikan, Penyidik dan
Wewenangnya
1. Pengertian Penyelidikan, Penyelidik, Penyidikan, Penyidik…… 14
2. Wewenang Penyelidik dan Penyidik …………………………..... 23
B. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dan Jenis-jenisnya
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian…………………………… 43
2. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian dan unsur-unsurnya……… 44
C. Pengertian Kendaraan Bermotor dan Jenis-Jenisnya
1. Pengertian Kendaraan Bermotor …….………………………. 50
2. Jenis-jenis kendaraan Bermotor………….……………………. 51

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan 53
Bermotor Roda Dua Di Polres Solok Selatan ………………………..

B. Kendala Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan 62


Bermotor Roda Dua Di Polres Solok Selatan
………………………...

vii
C. Upaya Dalam Mengatasi Kendala Pelaksanaan Penyidikan Tindak 64
Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua Di Polres Solok
Selatan ………………………………………………………………..

BAB IV PENUTUP

65
A. Kesimpulan……………………………….........................................
66
B. Saran ………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia diidealkan dan dicita-citakan oleh the founding fathers sebagai

suatu negara hukum.Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk

Republik. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

amandemen ke empat Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia

adalah Negara Hukum”. Hukum menurut Achmad Ali yaitu “seperangkat kaidah

atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem menentukan apa yang boleh dan

tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam kehidupan

bermasyarakatnya”. Tujuan dari kesadaran hukum merupakan upaya untuk

menyadarkan masyarakat agar taat dan patuh terhadap peraturan hukum,

disamping itu agar segala kepentingan menanggulanginya terlindungi, sehingga

dapat menanggulangi tentram, damai dan sejahtera.1

Menurut Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia (Perkap) nomor 6 Tahun

2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan

melawan hukum berupa kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan

hukuman pidana penjara,kurungan atau denda. Salah satu bentuk tindak pidana

yang tercantum dalam Buku Kedua KUHP adalah tindak pidana pencurian secara

khusus diatur dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUHP. Secara umum tindak

pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa

mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena

1
Redaksi media, UUD 1945 dan Perubahannya, Bmedia Imprint Kawan Pustaka, Jakarta
Selatan, 2016, hlm. 4

1
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling

banyak enam puluh rupiah.”

Sedangkan Pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP,

Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, Pencurian dengan kekerasan

diatur dalam Pasal 365 KUHP, serta Pencurian dalam kalangan keluarga diatur

dalam Pasal 367 KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana

yang sangat sering terjadi di setiap tempat di Indonesia, oleh karena itu sangat

logis bahwa tindak pidana pencurian ini menjadi tindak pidana yang teratas dalam

urutan kasus tindak pidana. Hal ini dapat kita buktikan bahwa banyak yang

pelapor/terlapor dalam tindak pidana pencurian ini yang diajukan ke persidangan

pengadilan.

Tindak pidana menurut wujud atau sifatnya bertentangan dengan tata atau

ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, yaitu perbuatan yang melawan

(melanggar) hukum. Perbuatan dapat dikatakan menjadi suatu tindak pidana

apabila mempunyai sifat melawan hokum, merugikan masyarakat, dilarang oleh

aturan pidana, pelakunya diancam dengan pidana.2

Tercatat sejak tahun 2009 hingga 2020 presentase rerata pertumbuhan

kepemilikan kendaraan bermotor tiap tahunnya mencapai 9,05 persen. Menurut

data Unit Lalu Lintas Kepolisian Resor Kabupaten Solok Selatan, pada tahun

2020 total kendaraan bermotor adalah sebanyak 20.021. Meningkatnya jumlah

kendaraan bermotor yang dapat kita rasakan akhir- akhir ini, disuatu sisi dapat

dijadikan tolak ukur semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan

di sisi lain juga dapat dihubungkan dengan tingkat kejahatan kendaraan bermotor.
2
M. Sudrajat Bassar, 1992, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Ghalia Indonesia, Bandung,
hlm. 2

2
Semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor akhir-akhir ini dimungkinkan

dapat meningkatkan jumlah frekuensi pencurian kasus pencurian kendaraan

bermotor. Sasaran pencurian juga menjadi semakin banyak.3

Berdasarkan prapenelitian dengan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan,

Iptu Muhammad Arvi kasus yang terjadi di wilayah Kab. Solok Selatan adalah

tindak pidana pencurian, dalam sebulan terdapat beberapa kali pencurian motor

yang dilakukan pada siang hari maupun malam hari. Tindak pidana yang

berlangsung didalam masyarakat selalu meningkat baik segi kualitas maupun

kuantitasnya4. Untuk itu perlu dari penegak hukum yaitu kepolisian untuk

melakukan proses pemeriksaan tentang benar tindaknya suatu perbuatan pidana

terjadi dapat diketahui melalui proses penyidikan. Sebelum dilakukan penyidikan

terlebih dahulu dilakukan proses penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik.

Pada tahap inilah peranan polisi sebagai penyidik yang paling penting dalam

menemukan tersangka dari tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua

oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, apalagi masyarakat

mengaharapkan ditemukannya pelaku dari tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor roda dua ini agar murahnya menemukan si pelaku dari tindak pidana

pencurian.

Dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian kendaraan roda dua ini,

peranan kepolisian sebagai aparat penegak hukum sangatlah dibutuhkan, terutama

penyidik untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian

sepeda motor. Dalam hal ini dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Sat

Reskrim). Sat Reskrim bertugas membina fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-

3
Data Unit Lalu Lintas Kepolisian Resort Solok Selatan. 2019. Solok Selatan
4
Wawancara Prapenelitian dengan Iptu Muhammad Arvi, Kasat Reskrim Polres Solok
Selatan

3
kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi

dalam rangka penegakan hukum koordinasi dan pengawasan operasional dan

administrasi penyidik PPNS.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1,

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.5 Proses pemeriksaan tentang

benar tidaknya suatu perbuatan pidana terjadi dapat diketahui melalui proses

penyidikan, tetapi sebelum dilakukan penyidikan terlebih dahulu dilakukan proses

penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik. 6 Dalam tahap penyelidikan sangat

diperlukan adanya laporan dari masyarakat, namun banyaknya laporan yang

masuk tidak berbanding lurus dengan penyelesaiannya. Keinginan untuk

mewujudkan suatu metode penyidikan sering kali mengalami beberapa hambatan

yang dianggap problematik.

Pada kenyataannya bahwa masih ada kesenjangan antara bagaimana

hukum seharusnya sesuai dengan tatanan teoritisnya dengan praktek hukum yang

ada dilapangan. Penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap seseorang yang

disangka telah melakukan suatu tindak pidana, penyidik harus memiliki cukup

bukti, baik mengenai unsur tindak pidana yang dipersangkakan maupun mengenai

5
Yahya Harahap, 2017, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 109
6
Leden marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (penyelidikan &
penyidikan), Sinar Grafika,Jakarta, hlm. 6

4
identitas seseorang yang disangka tersebut. Namun dalam praktiknya tidak

menutup kemungkinan bahwa dalam proses penangkapan terjadi kekerasan dan

salah tangkap. Terjadinya salah tangkap oleh Penyidik Polri, dalam istilah hukum

disebut dengan error in persona yang artinya kekeliruan atau kekhilafan

mengenai orangnya.7 Selain error in persona, tindakan penyiksaan terkadang juga

dilakukan yang bertujuan memperoleh pengakuan dari tersangka. Tidak jarang

akibat tindakan penyiksaan ini membawa dampak kejiwaan kepada tersangka,

baik perlakuan yang mengakibatkan luka-luka serius bahkan sampai mati. Usaha

memperoleh pengakuan dengan cara penyiksaan itu kadang kala dianggap telah

“membudaya” demi efisiensi dan efektivitas pengungkapan suatu perkara pidana.

Penggunaan kekerasan dalam penyidikan pada masa sekarang ini telah

menjadi sorotan sebagian masyarakat, khususnya pemerhati hukum. Polri atau

dalam hal ini penyidik dianggap menggunakan kesewenang-wenangan dalam

melakukan tugasnya. Akibat kekerasan yang digunakan oleh penyidik dalam

mengorek keterangan dari tersangka menyebabkan terlanggarnya hak-hak

tersangka sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 52 Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang Undang Hukum Acara Pidana dalam melakukan proses pemeriksaan pada

tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Untuk mencegah adanya

paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.Maka dalam Pasal 117

ayat (1) dan (2) Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang

Hukum Acara Pidana menyatakan bahwasanya keterangan tersangka dan atau

saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam
7
Sudarsono, 2005, Kamus Hukum Edisi Baru, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 119.

5
bentuk apapun. Dalam hal tersangka memberikan keterangan tentang apa yang

sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang

dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya

sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

Berdasarkan keterangan dari tersangka Panut Ardianto saat prapenelitian,

dalam melakukan penyidikan perkara tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor, ada oknum penyidik yang menggunakan ancaman dan tindak kekerasan

terhadap tersangka saat melakukan penyidikan, agar tersangka mau mengakui

kesalahan dan memberikan fakta yang terkait dengan kasus pencurian kendaraan

bermotor. Kekerasan dalam penyidikan yang dialami oleh tersangka yang

diproses oleh Polres Solok Selatan yaitu Panut Ardianto pada tahun 2020, Panut

disangkakan melakukan pencurian motor dikawasan SMP Sungai Lambai,

Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan dan diproses di Polres Solok Selatan,

pada saat dimintai keterangan oleh penyidik Polres Solok Selatan, Panut

menjawab dengan bertele-tele atau berputar-putar, sehingga pihak penyidik

melakukan gertakan pada Panut untuk memaksa Panut mengakui bahwa benar

telah melakukan pencurian dan memberikan keterangan yang diinginkan pihak

kepolisian.8

Menurut keterangan korban dan saksi kepolisian melakukan

penangkapan terhadap pelaku tindak pidana pencurian bermotor roda roda dua,

dan dalam proses penyidikan pihak kepolisian pun melakukan tindak kekeresan

kepada pelaku yakni dengan menembak kaki pelaku dan mengurungnya di

sebuah rumah diluar area Polres Solok Selatan. Namun karena tidak cukupnya
8
Wawancara prapenelitian dengan Brigadir Ranual Prana, anggota Reskrim Polres Solok
Selatan

6
barang bukti maka pelaku dilepaskan oleh pihak kepolisian. 9

Berdasarkan dari uraian latar belakang ini maka terlihat dalam hal ini

bahwa kepolisian salah tangkap terhadap tersangka dan adanya tindak kekerasan

dalam penyidikan adanya pertentangan antara das sollen dan das sein dalam hal

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan roda dua sehingga penulis tertarik

mengkaji mengenai penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres Solok

Selatan terkait dengan tindak pidana pencurian kendaraan bernotor roda dua,

untuk itu penulis mengangkat judul “PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRES

SOLOK SELATAN (Studi Kasus pada Laporan Polisi Nomor

LP/62/III/2020/Polres)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor roda dua di Polres Solok Selatan pada laporan

polisi nomor LP/62/III/2020/Polres?

2. Apakah kendala dalam penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor roda dua di Polres Solok Selatan pada laporan polisi nomor

LP/62/III/2020/Polres ?

3. Bagaimanakah upaya dalam mengatasi kendala pelaksanaan

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua di

9
Wawancara dengan tersangka berinisial PA,tersangka kasus pencurian bermotor roda
dua .

7
Polres Solok Selatan pada laporan polisi nomor LP/62/III/2020/Polres?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penyusun mempunyai tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua di Polres Solok Selatan

pada laporan polisi nomor LP/62/III/2020/Polres

2. Untuk mengetahui apakah kendala dalam penyidikan tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor roda dua di Polres Solok Selatan pada

laporan polisi nomor LP/62/III/2020/Polres

3. Untuk mengetahui apakah upaya dalam mengatasi kendala

pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

roda dua di Polres Solok Selatan pada laporan polisi nomor

LP/62/III/2020/Polres

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan memberikan manfaat, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan referensi dalam pembelajaran

ilmu hukum khususnya dibidang hukum pidana dan menambah

pengetahuan dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang

sebenarnya yang ia telah lakukan sehubungandengan tindak pidana yang

dipersangkakan kepadanya sehingga tidak terjadi lagi salah tanggap

8
terhadap kasus tindak pidana pencururian maupun tindak pidana lainnya.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam membuat

kebijakan agar tidak terjadi kesalahan dalam menjatuhkan pidana

terhadap seseorang terutama terkait dengan tindakan salah tangkat

terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

E. METODE PENELITIAN

1. Bentuk Penelitian

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum

mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara

in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat.. Dalam hak ini metode pendekatan akan menitik beratkan pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman pembahasan

masalah. Juga dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam praktek dan

aspek-aspek sosial yang berpengaruh. 10

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis faktual terhadap suatu

populasi mengenai sifat-sifat, karaktereristik-karakteristik atau faktor-

faktor tertentu.

10
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum , Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hlm 134

9
3. Jenis Data

a. Data Primer

Data yang diperoleh lansung dari pihak pertama. Sumber data

yang diperoleh dengan cara memberikan pertanyaan kepada Kasat

Reskrim Kabupaten Solok Selatan, Penyidik dan Tersangka.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah memberikan informasi atau data yang telah

disalin, diterjemahkan atau dikumpulkan dari sumber-sumber

aslinya11. Adapun sumber data sekunder adalah :

1)  Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-

undangan yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan.

2)  Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder biasanya berupa pendapat hukum / doktrin/

teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel

ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian. Bahan hukum

sekunder pada dasarnya digunakan untuk memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Dengan adanya bahan hukum sekunder

maka peneliti akan terbantu untuk memahami/menganalisis bahan

hukum primer.

11
Kartini Kartono,1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju,
hlm. 73

10
Termasuk pula dalam bahan hukum sekunder adalah wawancara

dengan narasumber. Pada penelitian hukum normatif, wawancara

dengan narasumber dapat dilakukan dan digunakan sebagai salah satu

data sekunder yang termasuk sebagai bahan hukum sekunder. Hal

tersebut karena wawancara dengan narasumber digunakan sebagai

pendukung untuk memperjelas bahan hukum primer.

3)  Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan

penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Biasanya bahan hukum tersier diperoleh dari kamus

hukum, kamus bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, dan

sebagainya.

4. Teknik pengumpulan data

Data dalam suatu penelitian adalah merupakan bahan yang akan

dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang telah

dirumuskan dalam penelitian. Oleh karena itu, data-data tersebut

harus dikumpulkan agar permasalahan dalam penelitian itu dapat

dipecahkan. Proses pengumpulan data dalam suatu penelitian harus

memiliki cara atau tekhnik dalam pengumpulan data atau informasi

yang baik, terstruktur serta akurat dari setiap apa yang diteliti.

Sehingga apapun informasi yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan.

11
Teknik pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan data

sesuai tata cara penelitian sehingga diperoleh data yang dibutuhkan.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mengumpulkan data.12 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan studi kepustakaan dan wawancara.

a. Wawancara

Wawancara yaitu melakukan tanya jawab secara lansung dengan

informen. Sebelum melakukan wawancara, penulis menyiapkan

daftar pertanyaan yang diajukan. Penulis menggunakan teknik

wawancara semi terstruktur (semi structure interview) tujuan

wawancara jenis ini adalah untuk menentukan permasalahan

secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta

pendapatnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu

mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan

oleh infoman.13

b. Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-bahan

kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan

mempelajari peraturan perundang-undangan, teori-teori atau

tulisan-tulisan yang terdapat dalam buku-buku literatur dan

bahan-bahan bacaan ilmiah yang mempunyai keterkaitan

terhadap penelitian ini.


12
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta
hlm 224
13
Esterberg dukutip dalam sugiono (2012:233), Metode penelitian menurut Sugiono, 22
November 2018,http://rayendar.blogspot.co.id/2015/06/metode penelitian hukum sugiono.
2013.html.

12
5. Analisa Data
Data yang diperoleh baik studi kepustakaan maupun dari penelitian

lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif

kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan

menyelesaikan data yang diperoleh dari teor-teori, asas-asas dan

kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi pustaka dan

dihubungkan oleh data yang diperoleh dari lapangan sehingga

diperoleh jawaban dari permasalahan yang dirumuskan tersebut.

Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses

mengartikan/ memahami data-data lapangan dan perpustakaan dengan

tujuan, 87 rancangan dan sifat penelitian. Metode pengolahan data

dalam penelitian ini adalah:

a. Editing, data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali

mengenai kebenaran, kesesuaianya, kejelasanya sehingga terhindar

dari kesalahan dan kekuarangannya.

b. Sistemasi data, menempatkan data pada masing-masing bidang

pembahasan yang dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan

permasalahan yang dibahas

BAB II

TINJAUAN TENTANG PENYELIDIKAN, PENYELIDIK, PENYIDIKAN,


PENYIDIK TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN KENDARAAN
BERMOTOR

13
A. Pengertian Penyelidikan, Penyelidik, Penyidikan, Penyidik dan
Wewenangnya

1. Pengertian Penyelidikan, Penyelidik, Penyidikan, Penyidik

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan mencari dan menemukan

sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan

pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak

pidana.14

Penyelidikan merupakan tahap permulaan dalam proses penyidikan,

penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi

penyidikan, karena untuk melakukan proses penyidikan yang menentukan

tersangka dalam tindak pidana harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu

untuk menentukan apakah perbuatan tertentu merupakan perbuatan pidana

atau tidak yang dilakukan penyelidik dengan mengumpulkan bukti permulaan

yang cukup. Fungsi penyelidikan antara lain sebagai perlindungan dan

jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan

yang ketat dalam penggunaan alat-alat pemaksa, ketatnya pengawasan dan

adanya lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi, dikaitkan bahwa tidak semua

peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu terlihat bentuknya

secara jelas sebagai tindak pidana.15

Penyelidikan dilakukan berdasarkan :

a. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung

oleh penyelidik/penyidik

b. Laporan polisi
14
Yahya Harahap, 2017, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. hlm
101
15
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 56

14
c. Berita Acara pemeriksaan di TKP

d. Berita Acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi

Jadi penyelidikan merupakan cara atau tindakan pertama yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum sebelum adanya sidik atau penyidikan.

Tujuannya adalah untuk meneliti sejauh mana kebenaran sebuah informasi

berupa laporan atau aduan ataupun kejadian langsung yang tertangkap basah

langsung oleh aparat agar dapat memperkuat secara hokum penindakan

selanjutnya. Karena aparat tidak dapat menangkap, menahan,

menggeledah, menyita, memeriksa surat, memanggil dan menyerahkan

berkas kepada penuntut umum jikalau bukti pemulaan atau bukti

yang cukup saja belum dilakukan di awal. Hal ini dapat menjadi

kesalahan dalam menangkap pelaku jika aparat tidak menguji dahulu

informasi yang ada sehingga tidak merendahkan harkat dan martabat

manusia.

M Yahya Harahap dalam bukunya, yang diberi judul “pembahasan

Permasalahan dan Penerapan KUHAP” menyatakan bahwa sebelum

KUHAP berlaku “opsporningh” atau dalam istilah inggris disebut

“investigation” merupakan kata yang digunakan untuk menandakan

penyelidikan. Barangkali penyelidikan dapat kita samakan dengan

tindakan pengusutan (opsporningh). Tindakan pengusutan yang

dimaksud adalah usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan

dan bukti-bukti sebuah peristiwa yang diduga sebuah tindakan pidana. Akan

tetapi pada masa HIR, pengertian pengusutan (opsporningh) atau penyidikan

selalu dipergunakan secara kacau. Tidak jelas batasan-batasan fungsi

15
pengusutan dengan penyidikan. Sehingga sering menimbulkan ketidak

tegasan dari segi pengertian dan tindakan16

Tuntutan hukum dan tanggungjawab moral yang demikian

sekaligus menjadi peringatan bagi aparat penyidik untuk bertindak hati-hati,

sebab kurangnya ketidak hati-hatian dalam penyelidikan bias membawa

akibat yang fatal pada tingkatan penyidikan, penangkapan, dan penahanan

yang mereka lakukan ke muka sidang peradilan. Sedangkan sebagaimana

yang terdapat dalam KUHAP, terdakwa/tersangka behak menuntut ganti rugi

rehabilitasi atas tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan yang berlawanan dengan hukum.

Jadi dengan demikian agar suatu penyelidikan tidak dilanjutkan kepada

tingkat penyidikan, jika fakta dan bukti belum memadai di tangan

penyelidik. Namun bila terjadi, sebaiknya kegiatan tersebut dihentikan atau

masih dapat dibatasi pada usaha-usaha mencari dan menemukan

kelengkapan fakta, keterangan dan barang bukti agar memadahi untuk

melanjutkan penyidikan. Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri

melainkan hanya merupakan salah satu metode atau sub dari fungsi

penyidikan. 17

Penyidikan adalah suatu proses untuk mencari bukti-bukti yang

menguatkan suatu tindak pidana serta mencari tersangkanya. Tersangka itu

sendiri adalah seseorang yang dianggap atau diduga melakukan suatu tindak

pidana. Ketika dalam proses penyidikan sudah terkumpul bukti-bukti yang

16
M. Yahya Harahap. 2017, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Jakarta. hlm 99
17
H.Hamrat Hamid, dan Harun M.Husein, P embahasan Permasalahan KUHAP
Bidang Penyidikan, Jakarta: sinar grafika,1992,hlm 18

16
menguatkan, maka penyidik akan mengirim berita acara pemeriksaan (BAP)

kepada kejaksaan untuk kemudian kejaksaan membentuk penuntut umum

yang kemudian membuat surat dakwaan dan diajukan kepengadilan

negeri.18

Penyidikan adalah istilah yang dimasukkan sejajar dengan

pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan

atau siasat (Malaysia). KUHAP Pasal 1 angka 2 memberi definisi

penyidikan sebagai berikut “serangkaian tindakan penyidikan dalam hal

dan menurut cara yang diatur undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”19

Dalam bahasa Belanda, ini sama dengan opsporing. Menurut de

Pinto, menyidik (opsporing) berarti “ pemeriksaan permulaan oleh pejabat-

pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan

jalan apa pun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi

sesuatu pelanggaran hukum”.20

Penyidikan dilakukan setelah terjadinya delik. Diketahui terjadinya

delik dari empat kemungkinan yaitu sebagai berikut :

a. Kedapatan tertangkap tangan ( Pasal 1 butir 19 KUHAP)

b. Karena laporan ( Pasal 1 butir 24 KUHAP)

c. Karena pengaduan ( Pasal 1 butir 25 KUHAP)

d. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain

18
Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta , hlm.66.
19
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.120.
20
R. Tresna, 1957, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, Jakarta hlm.72

17
sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik seperti

membacanya disurat kabar, mendengar dari radio atau orang

bercerita, dan sebagainya.

Menurut ( Pasal 1 butir 19 KUHAP) tersebut, pengertian tertangkap

tangan meliputi yang dibawah ini :

a. Tertangkap tangan waktu sedang melakukan tindak pidana

b. Tertangkap segera sesudah beberapa saat tindakan itu

dilakukan

c. Tertangkap sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai

sebagai orang yang melakukan delik

d. Tertangkap sesaaat kemudian padanya ditemukan

benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk

lakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia

adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu

melakukan tindak pidana itu21

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan perbedaan antara

penyelidikan dengan penyidikan yaitu pada penyelidikan, penekanannya

diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang

dianggap atau yang diduga sebagai suatu tindak pidana, sedangkan

penyidikan lebih menekankan pada tindakan mencari serta

mengumpulkan bukti yang berguna untuk menemukan tersangka.

Yang dimaskud dengan penyidik dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil

21
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.120.

18
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan. Lebih tegasnya diatur dalam Pasal 6 KUHAP

yang menyatakan ditentukannya instansi dan kepangkatan sesorang pejabat

penyidik. Berdasarkan Pasal 6 KUHAP tersebut yang berhak diangkat

sebagai penyidik adalah :

a. Pejabat Penyidik POLRI

Pada dasarnya pejabat polisi dapat menjadi  penyidik

apabila memenuhi syarat kepangkatan yang diatur

dalam  Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6

ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah (PP), diselaraskan dan diseimbangkan

dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan

hakim peradilan umum. PP No. 27 Tahun 1983 adalah

peraturan yang mengatur masalah kepangkatan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010

tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana pada Pasal 2 telah ditetapkan pejabat

polisi yang berhak menjadi penyidik adalah sekurang-

kurangnya berpangkat Inspektur Dua Polisi dan

berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang

setara. Apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada

pejabat penyidik berpangkat pembantu letnan dua polisi,

maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara

dibawah Pembantu Letnan Dua yang berwenang Kepala

19
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk dapat

menunjuk Inspektur Dua Polisi atau yang berpangkat

Bintara di bawah Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik.

Penyidik tersebut ditunjuk oleh Kepala Kepolisian

Republik Indonesia dan dapat dilimpahkan kepada pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Persyaratan :

1) Tidak semua polisi yang berpangkat pembantu letnan

dua polisi dan pangkat keatasnya menjadi penyidik.

2) Apabila tidak ada yang berpangkat pembantu

Inspektur Dua polisi maka komandan sektor/kepala

kepolisian sektor yang pangkatnya Bintara di bawah

Inspektur Dua Polisi 22

3) Pasal 10 KUHAP juga menyebutkan adanya

penyidik pembantu, yaitu Pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia, yang diangkat oleh

Kepala Kepolisian Republik Indonesia menurut

syarat-syarat yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Pejabat polisi yang dapat diangkat menjadi

penyidik pembantu diatur dalam Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 dengan syarat :

a) Berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi


22
Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan , Sinar grafika, Jakarta, hlm.47

20
dan berpendidikan paling rendah sarjana strata

satu atau yang setara;

b) Bertugas di bidang fungsi penyidikan

paling singkat 2 (dua) tahun;

c) Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan

spesialisasi fungsi reserse kriminal;

d) Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan

surat keterangan dokter

e) Memiliki kemampuan dan integritas moral

yang tinggi

Sedangkan persyaratan sebagai penyidik pembantu

berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2010 Pasal 3

adalah :

a) berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi

b) mengikuti dan lulus pendidikan

mengembangan spesialisasi fungsi reserse

kriminal

c) bertugas dibidang fungsi penyidikan paling

singkat 2 (dua) tahun

d) sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan

surat keterangan dokter

e) memiliki kemampuan dan integritas moral

yang tinggi.

21
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Pasal 6 ayat

(1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang

mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada

dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada

undang-undang bersifat khusus yang  memberikan

wewenang  pegawai negeri sipil tertentu dalam melakukan

penyidikan berdasarkan suatu Pasal (norma hukum).

Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib mengadakan penyidikan

dan menyampaikan atau memberitahukan hasil penyidikan

kepada penuntut umum melalui penyidik Polri sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undangundang No. 8 tahun

1981 tentang KUHAP kemudian penyidik membuat berita

acara yang dibuat untuk setiap tindakan tentang :

Pemeriksaan tersangka, Pemasukan rumah, Penyitaan benda,

Pemeriksaan surat , Pemeriksaan saksi dan Pemeriksaan di

tempat kejadian dan mengirimkan kepada penyidik polri

setempat

2. Wewenang Penyilidik dan Penyidik

Wewenang penyelidik dan Penyidik meliputi ketentuan yang diperinci

22
pada Pasal 5 KUHAP. Dalam buku Yahya Harahap, S.H, membagi dan

menjelaskan fungsi dan wewenang aparat penyelidik dari dua sudut pandang

yang berbeda sesuai dengan bunyi Pasal tersebut, yaitu berdasarkan hukum

dan perintah penyidik.

1. Wewenang berdasarkan hukum sebagaimana pada Pasal 5

KUHAP. Berdasarkan ketentuan ini yang lahir dari sumber

undang-undang wewenang aparat penyidik menjadi 4 bagian, yaitu:

a) Menerima Laporan dan Pengaduan

Berdasarkan dari adanya laporan atau pengaduan atas tindak

pidana kepada pihak yang berwenang melakukan penyelidikan,

perlu dijelaskan lebih lanjut berkaitan dengan hal tersebut. Dalam

Pasal 1 angka 24 jo 25 KUHAP dikemukakan tentang pengertian

laporan dan pengaduan. Pasal 1 angka 24 KUHAP berbunyi: Laporan

adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak

atau kewajiban bedasarkan undang-undang kepada pejabat yang

berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya

peristiwa pidana. Pasal 1 angka 25 KUHAP berbunyi: Pengaduan

adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang

berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak

menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan

yang merugikan.

Proses selanjutnya, apabila pejabat yang berwenang (melakukan

penyelidikan) menerima pemberitahuan (baik berupa pengaduan

ataupun laporan), maka ia wajib segera melakukan langkah-langkah

23
guna mengetahui sejauh mana kebenaran atas pemberitahuan

tersebuat.23

b) Mencari Keterangan dan Barang Bukti

Setelah diketahui bahwa peristiwa yang di beritahukan

kepadanya itu memang benar-benar telah terjadi,maka penyelidik harus

mengumpulkan segala data dan fakta yang berhubungan dengan tidak

pidana tersebut. Bedasarkan data dan fakta yang diperolehnya

penyelidik dapat menentukan apakah apakah peristiwa itu benar

merupakan tindak pidana dan apakah terdapat tindak pidana tersebut

dapat dilakukan penyelidikan. Hasil yang diperoleh dengan

dilakukanya penyelidikan tersebut menjadi bahan yang diperlukan

penyidik aatau penyidik pembantu dalam melaksanakan penyelidikan24

c) Menyuruh Berhenti Orang Yang Dicurigai

Kewajiban dan wewenang ketiga yang diberikan Pasal 5 kepada

penyidik, menyuruh berhenti orang yang di curigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri. Dari apa yang kita pahami,

bahwa untuk melakukan hal ini aparat tidak perlu untuk meminta surat

perintah khusus atau dengan surat apapun. Karena sebagaimana dalam

Pasal 4 menegaskan bahwa polisi Negara RI adalah penyelidik, maka

sudah menjadi wajar dan haknya untuk polisi bila ada sesuatu yang

dicurigai melakukan tindakan tersebut.

Akan tetapi jika polisi mengalami kesulitan dalam melakukan

23
H. Hamrat Hamid, dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP
Bidang Penyidikan, Jakarta: sinar grafika, 1992, hlm 18
24
M. Yahya Harahap. 2017, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Jakarta., hlm 103

24
tindakan tersebut diatas, maka satu-satunya jalan yang dapat

dibenarkan hokum, pejabat penyelidik harus cepar-cepat mendatangani

pejabat penyidik atau lebih efisiensinya penyelidik mempersiapkan

“surat perintah” penangkapan atau surat perintah “membawa dan

menghadapkan” orang yang dicurigai ke muka penyidik25

d) Tindakan Lain Menurut Hukum

Memang terlihat sulit memahami apa yang dimaksud

tindakan lain menurut hukum ini. Tindakan lain yang

bertanggung jawab tidak bertentangan atas pertimbangan

yang layak berdasarkan keadaan memaksa. Kedua, kewenangan

bedasarkan perintah penyidik. Tindakan yang dilakukan

penyelidik dalam hal ini, tepatnya merupakan tindakan

melaksanakan perintah penyidik, yaitu berupa:

 Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

penggeledahan dan penyitaan.

 Pemeriksaan dan penyitaan surat.

 Mengambil sidik jari memotret seseorang.

 Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

Wewenang penyidik adalah tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh penyidik yang diberikan berdasarkan Undang-Undang

sehubungan dengan tindakan-tindakan mencari kebenaran dari suatu

kejahatan dan pelanggaran yang terjadi. Salah satu dampak

berlakunya KUHAP ialah Polri menjadi penyidik tunggal

25
M. Yahya Harahap. 2017, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Jakarta. hlm 104

25
terhadap tindak pidana umum. Penyidik diberikan kewenangan

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 KUHAP yang berbunyi

sebagai berikut :

“ (1) P enyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

huruf a, karena kewajibannya memiliki wewenang :

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang

adanya tindak pidana;

b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal tersangka;

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemerksaan perkara;

i) Mengadakan penghentian penyidikan;

j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggungjawab.”

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan

sesuatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik

memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum sehari-hari dikenal

26
dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

sesuai dengan aturan dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP

Sebagaimana disebut dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa Penyidik

karena kewajibannya mempunyai wewenang dari a sampai dengan

j. Hal tersebut menunjukkan lahirnya wewenang tersebut karena

adanya kewajiban sehingga wewenang a sampai dengan j tersebut

merupakan kewajiban pula. Diluar hal itu ada beberapa kewajiban

penyidik yaitu :

(1) Wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku (vide Pasal 7 ayat

(3)). Ini mengandung arti bukan hanya hukum tertulis, tetapi juga

harus mengindahkan norma agama, kesusilaan, kepatutan,

kewajaaran, kemanusiaan dan adat istiadat yang dijunjung tinggi

bangsa Indonesia.

(2) Wajib membuat berita cara tentang pelaksanaan tindakan (vide

Pasal 8 ayat (1) jo. Pasal 75 KUHAP).

(3) Wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan

(vide Pasal 106 KUHAP).

(4) Wajib memberitahukan dimulainya penyidikan, wajib

memberitahukan penghentian penyidikan kepada Penuntut Umum.

Bahkan penghentian penyidikan tersebut diberitahukan pula kepada

tersangka atau keluarganya (vide Pasal 109 KUHAP).

(5) Wajib segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada

Penuntut Umum (Pasal 110 ayat (1)).

(6) Wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk

27
penuntut umum, apabila Penuntut Umum mengembalikan hasil

penyidikan untuk dilengkapi (Pasal 110 ayat (3)).26

Pasal 10 KUHAP juga menyebutkan adanya penyidik pembantu.

Pada hakikatnya penyidik pembantu merupakan penyidik, sesuai Pasal

11 dan Pasal 12 KUHAP. Bunyi dari Pasal 11 adalah sebagai berikut :

“Penyidik pembantu mempunyai wewenang dalam Pasal 7 ayat (1),

kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan

wewenang dari penyidik”.

Penjelasan Pasal 11 KUHAP menyebutkan, “Pelimpahan wewenang

penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah

dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang

sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di

daerah terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan/

atau dalam hal lain dapat diterima menurut kewajaran”.

Penjelasan Pasal 11 KUHAP menegaskan bahwa pelimpahan

wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan

apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan. Hal itu dikarenakan

dalam keadaan yang sangat diperlukan; atau karena terdapat hambatan

perhubungan di daerah terpencil; dan atau dalam hal lain yang

dapat diterima menurut kewajibannya.27 Pasal 12 mengatur : “Penyidik

pembantu membuat berita cara dan menyerahkan berkas perkara kepada

penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat dapat

langsung diserahkan kepada penuntut umum”

26
Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan , Sinar grafika, Jakarta, hlm.47
27
Ibid, hlm 46

28
Untuk tindak pidana tertentu pelaksanaan penyidikannya diatur

secara khusus dalam Undang-Undang tertentu, yang dapat dilakukan

oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang

ditunjuk sesuai dengan aturan khusus yang dinyatakan dalam Undang-

Undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2)

KUHAP. Untuk penyidik Pegawai Negeri Sipil wewenangnya harus

disesuaikan dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya,

misalnya PPNS di bidang perikanan sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1985, PPNS di bidang perpajakan sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 dan sebagainya. 28 Dalam

hal pencurian kendaraan bermotor dan/ kendaraan roda dua diatur

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 262 yang

menyebutkan :

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 259 ayat (1) huruf b berwenang untuk :

a) Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis

dan laik jalan kendaraan bermotor yang pembuktiannya

memerlukan keahlian dan peralatan khusus;

b) Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan

orang dan/ atau barang dengan kendaraan bermotor umum;

c) Melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/ atau

dimensi Kendaraan Bermotor ditempat penimbangan yang

dipasang secara tetap;

28
Loc. cit

29
d) Melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan

Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis laik jalan;

e) Meminta keterangan dari pengemudi, pemilik Kendaraan

Bermotor, atau perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran

persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan

Bermotor, dan perizinan ; dan/ atau

f) Melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat

izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, dan huruf c dengan memuat dan menandatangani

berita acara pemeriksaan.

(2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan di Terminal dan/ atau tempat alat

penimbangan yang dipasang secara tetap.

a) Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, tugas utama

penyidik adalah

 Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan

bukti-bukti tersebut membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi;

 Menemukan tersangka.

Dalam penyidikan ada tahap-tahap yang harus dilakukan, tahapan

penyidikan yang diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP)

Sistem Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana menurut Perkap

Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana :

30
1. Penerimaan Laporan Polisi

Penyidikan diawali dengan adanya laporan polisi. Pada

Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik

indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional

Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Pasal 3

menyebutkan bahwa laporan polisi terdiri dari laporan polisi

model A dan laporan polisi model B. Laporan polisi model A adalah

laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami,

mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.

Sementara laporan polisi model B adalah laporan polisi yang dibuat

oleh anggota polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari

masyarakat.

2. Penyidikan

Tindakan-tindakan dalam suatu penyidikan antara lain:29

a. Penangkapan

Untuk memperlancar proses pelaksanaan penyidikan tindak

pidana, maka perlu dilakukan penangkapan terhadap

seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana

berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dasar

dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan tersebut adalah:

1) Pasal 5 ayat (1) b angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal

16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 37 KUHAP. 2)
29
KUHAP Dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 243.

31
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Republik Indonesia. Setelah penangkapan dilakukan, segera

dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui perlu diadakannya

suatu penahanan terhadap tersangka atau tidak, mengingat

jangka waktu penangkapan yang diberikan oleh undang-

undang hanya 1 x 24 jam, selain itu juga setelah penangkapan

dilakukan, diberikan salinan surat perintah penangkapan

terhadap tersangka dan keluarganya, sesudah itu dibuat berita

acara penangkapan yang berisi pelaksanaan penangkapan

yang ditandatangani oleh tersangka dan penyidik yang

melakukan penangkapan

b. Penahanan

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik

pembantu atas perintah berwenang untuk melakukan

penahanan atas bukti permulaan yang cukup bahwa tersangka

diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan

penahanan. Penahanan dilakukan dengan pertimbangan bahwa

tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak dan

menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak

pidana yang telah dilakukannya. Dasar dikeluarkannya surat

perintah penahanan tersebut adalah: 1) Pasal 17 ayat (1) huruf

d, Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 24 ayat (1)

KUHAP. 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Republik Indonesia

32
Dalam KUHAP yang berwenang melakukan penahanan

adalah :

1) Penyidik dan penyidik pembantu

Menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) KUHAP, untuk

kepentingan penyidikan, penyidik pembantu atas

perintah penyidik berwenang melakukan penahanan.

Sementara itu, untuk dapat menahan seseorang baik menurut

HIR maupun KUHAP harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1) Syarat subjektif, adalah penahanan yang dilihat

dari segi pentingnya orang itu ditahan. Dalam sistim

HIR, penahanan dapat dikenakan terhadap seorang

tersangka atau terdakwa dengan alasan :

a) Untuk kepentingan pemeriksaan

b) Untuk mencegah tersangka atau terdakwa

tidak mengulangi tindak pidana yang disangkakan

atau didakwakan kepadanya

c) Untuk mencegah agar tersangka atau terdakwa tidak

melarikan diri (Pasal 75 ayat (1) jo Pasal 83 huruf

c ayat (1) HIR).

Menurut sistim KUHAP, penahanan atau penahanan lanjutan

dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dalam hal adanya

keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa :

33
a) Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri

b) Merusak atau menghilangkan barang bukti

c) Mengulangi tindak pidana

2) Syarat objektif, adalah penahanan yang dilihat dari segi

perbuatan atau tindak pidananyang dilakukan. Penahanan

dilakukanterhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan

tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan

dalam tindak pidana. Penahanan ini dilakukan dengan

memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim

yang mencantumkan indentitasnya tersangka atau

terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta

uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau

didakwakan serta tempat ditahan. Selanjutnya surat

penahanan tersebut ditembuskan kepada pihak keluarga

tersangka atau terdakwa dan penahanan tersebut dapat berupa

penahanan rumah tahanan, penahanan rumah atau penahanan

kota

c. Penggeledahan

Menurut Pasal 32 KUHAP, untuk kepentingan penyidikan,

penyidik dapat melakukan penggeledahan baik

penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian atau badan

menurut cara yang ada didalam KUHAP. Dalam Pasal 1

angka 17 KUHAP dinyatakan yang dimaksud dengan

34
penggeledahan rumah adalah tindakan untuk memasuki

rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk

melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan

atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini. Sementara dalam Pasal

1 angka 18 KUHAP disebutkan, yang dimaksud dengan

penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk

mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian

tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada

badannya atau dibawanya serta disita.

Penggeledahan dilakukan oleh penyidik setelah

mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri dimana

penggeledahan tersebut dilakukan. Hal ini diatur dalam

Pasal 33 ayat (1) KUHAP yang menentukan : “dengan surat

izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, Penyidik dalam

melakukan penyidikan dapat mengadakan

penggeledahan rumah yang diperlukan”.

Setiap POLRI melakukan penggeledahan terhadap

tindak pidana dalam berbagai motif, yang selalu memiliki

taktik dan teknik penggeledahan, baik dengan taktik dan

teknik penggeledahan badan maupun taktik dan teknik

penggeledahan rumah. Pasal 32 KUHAP menjelaskan

bahwa : “untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat

melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan

35
pakaian atau penggeledahan badan menurut cara yang

ditentukan dalam undang-undang” Pasal 33 KUHAP juga

menentukan bahwa :

1) Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri

setempat Penyidik dalam melakukan penyidikan dapat

mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan

2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis

dari penyidik. Petugas Kepolisian Republik Indonesia dapat

memasuki rumah

3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh

dua orang saksi dalam hal ini tersangka atau penghuni

menyetujuinya

4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan kepala desa

atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal

penghuni atau tersangka menolak tidak hadir

5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau

menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan

tembusannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni

rumah yang bersangkutan

Ketentuan penggeledahan tersebut diatas, merupakan

dasar hukum penggeledahan kasus tindak pidana dalam

berbagai bentuk. Namun, dari ketentuan-ketentuan tersebut

dalam penggeledahan pidana terdapat pengecualian, dalam

hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan

36
memasuki :

1) Ruang dimana sidang berlangsung, sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2) Tempat dimana sedang berlangsung ibadah

3) Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan

Pengecualian yang terdapat dalam Pasal 35 KUHAP

tersebut masih ada pengecualian penggeledahan

lainnya yaitu tidak dibenarkan mengadakan

penggeledahan rumah dimalam hari. Tiap hal ini

tergantung pada kebutuhan pengusutan perkaranya, asal saja

dilakukan dengan mengindahkan norma-norma kesopanan,

perikemanusiaan, dan adat istiadat yang berlaku. Pada

umumnya penggeledahan dilakukan pada siang hari yaitu

antara matahari terbit dan terbenam.

d. Penyitaan

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk

mengambil alih dan atau menyimpan dibawah

penguasaannya beda bergerak atau tidak bergerak, berwujud

atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam

penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam Pasal 38

KUHAP ditegaskan bahwa :

1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik

dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat

37
2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak

bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak untuk

mendapatkan surat izin terlebih dahulu tanpa

mengurangi ketentuan- ketentuan ayat (1) penyidik dapat

melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan

untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua

Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh

persetujuannya.

Dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP bahwa benda-benda

yang dikenakan dengan penyitaan adalah sebagai berikut :

1) Benda atau tagigah tersangka atau terdakwa yang

seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak

pidana atau sebagai hasil tindak pidana

2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk

melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya

3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-

halangi penyidikan tindak pidana.

4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan

melakukan tindak pidana

5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung

dengan tindak pidana yang dilakukan

Selanjutnya Pasal 40 KUHAP menyatakan “dalam hal

tertangkap tangan, penyidik dapat menyita benda dan

alat yang ternyata atau patut diduga telah dipergunakan

38
untuk melakukan tindak pidana atas benda lain yang dipakai

sebagai barang bukti”

e. Pemeriksaan surat

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 47-49 KUHAP,

yang menyatakan bahwa yang berhak memeriksa surat dan

melakukan penyitaan adalah penyidik. Pemeriksaan surat

adalah permulaan permulaan dari penyitaan surat. Berikut

bunyi Pasal 47 :

(1) Penyidik berhak mebuka, memeriksa surat tersebut pada

kantor pos, kantor telekomunikasi, jawatan atau

perusahaan komunikasi atau pengangkutan juka benda

tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai

hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa,

dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua

pengadilan negeri

(2) Untuk kepentingan terebut, penyidik dapat meminta

kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala

jawatan ataua perusahaan komunikasi atau

pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya surat

yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda

penerimaan

(3) Hal sebagaimana dimaskud dalam ayat (1) dan ayat (2)

Pasal ini, dapat dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan

dalam proses peradilan menurut ketentuan yang diatur dalam

39
ayat tersebut. Pelaksanaan penyitaan tersebut harus sesuai

atau memenuhi syarat-syarat penyitaan. Jika isi surat tidak

ada hubungannya dengan perkara yang diperiksa, maka surat

tersebut disampaikan kepada alamatnya. Surat-surat dapat

diperiksa dan dibaca oleh penyidik adalah surat-surat yang

diterima atau dikirim terdakwa saja.

Apabila penyidik telah selesai maka penyidik wajib segera

menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut

umum yang merupakan penyerahan pada tahap pertama

yaitu hanya berkas perkaranya saja (Pasal 8 ayat (3) sub a

dan Pasal 110 ayat (1) KUHAP). Jika dalam empat belas

hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan

atau apabila sebelum waktu tersebut berakhir telah ada

pemberitahuan (karena sesuai dengan Pasal 138 ayat (1)

KUHAP dalam waktu tujuh hari penuntut umum wajib

memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan

itu telah lengkap atau belum) tentang hal itu dari penuntut

umum kepada penyidik, maka penyidikan dianggap telah

selesai (Pasal 110 ayat (4) KUHAP). Tetapi apabila penuntut

umum setelah menerima hasil penyidikan tersebut masih

kurang lengkap. Penuntut umum segera mengembalikan

berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk

dilengkapi dan penyidik wajib segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk tadi dan dalam waktu

40
empat belas hari sesudah tanggal penerimaan kembali berkas

tersebut penyidik harus sudah menyampaikan kembali

berkas perkara itu kepada penuntut umum (Pasal 110 ayat

(2) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP). Dalam hal ini dimana

penyidikan sudah dianggap selesai, maka penyidk

menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang

bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) sub b).

f. Gelar Pekara

Setelah proses pemeriksaan selanjutnya Polisi akan

melakukan Gelar Pekara. Meskipun tidak secara jelas diatur

dalam KUHAP, namun terkait gelar perkara ini dapat kita

ketahui melalui Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, dimana

salah satu wewenang penyidik adalah mengadakan tindakan

lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Gelar perkara

adalah bagian dari proses dan sistem peradilan pidana

terpadu (integrated criminal justice system). Secara formal,

gelar perkara dilakukan oleh penyidik dengan menghadirkan

pihak pelapor dan terlapor. Gelar perkara merupakan salah

satu rangkaian kegiatan dari penyidikan. Gelar perkara juga

diatur lebih jelas dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, yang

dalam Pasal 15 menentukan bahwa gelar perkara merupakan

salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan.

Gelar perkara dilaksanakan dalam rangka klarifikasi

41
pengaduan masyarakat (public complain) sehingga

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegak

hukum dan adanya kepastian hukum. Gelar perkara

dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dalam proses

penyidikan dan bukan merupakan intervensi dari pimpinan.

Kemudian penyelesaian berkas perkara, penyelesaian berkas

perkara meliputi dua tahapan yaitu pembuatan resume

berkas perkara dan pemberkasan. Resume berkas perkara

harus diselesaikan dengan sistematika yang baku dan

membuat antara lain daar penyidikan, uraian perkara

dan fakta, analisa kasus dan yuridis serta kesimpulan.

Berkas perkara diselesaikan sesuai dengan waktu dan

tingkat kesulitan perkara. Apabila penyidik mengalami

hambatan sangat sulit dalam penyidikan, maka ketentuan

waktu dapat diabaikan. Untuk kepentingan administrasi

penyidikan, resume berkas perkara ditanda tangani oleh

penyidik dan pengantar berkas perkara ditanda- tangani oleh

atasan penyidik.

Tersangka menurut Pasal 1 butir 14 KUHAP adalah seorang

yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

permulaan yang patut, diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Kedudukan tersangka didalam KUHAP adalah sebagai subjek,

dimana didalam pemeriksaan harus diperlakukan dalam keadaan

manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri

42
tersangka tidak dilihat sebagai objek yang ditanggali hak

asasinya secara sewenang-wenang.30 Tersangka telah diberikan

seperangkat hak-hak oleh KUHAP yang meliputi :

a. Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan. Tersangka

berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik yang

selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum, dan

tersangka berhak perkaranya segera dimajukan oleh

pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 dan ayat 2)

b. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas

dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang

disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai

(Pasal 51)

c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada

penyidik dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan

pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal

52 KUHAP)

A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dan Jenis-Jenisnya

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “curi”

yang memperoleh imbuhan “pe” diberi akhiran “an” sehingga

membentuk kata “pencurian”. Kata pencurian tersebut memiliki arti


30
http://www.negarahukum.co m/hukum/hak-hak-tersangka-terdakwa-secara-umum-
dalam-kuhap.html diakses pada 15 Oktober 2020

43
proses, perbuatan cara mencuri dilaksanakan.31 Pencurian adalah suatu

perbuatan yang sangat merugikan orang lain dan juga orang banyak,

terutama masyarakat sekitar kita. Maka dari itu kita harus mencegah

terjadinya pencurian yang sering terjadi dalam kehidupan seharihari,

karena terkadang pencurian terjadi karena banyak kesempatan.

Pengertian tindak pidana pencurian dapat dilihat dalam Pasal 362

KUHP yang isinya ” Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang

sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan

maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena

pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun

atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah “

Berdasarkan Pasal diatas, maka dapat diketahui bahwa delik pencurian

adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kepentingan individu yang

merupakan kejahatan terhadap harta benda atau kekayaan. Pengertian

pencuri perlu kita bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian pencurian

secara aktif adalah tindakan mengambil hak milik orang lain tanpa

sepengetahuan pemilik dan pencurian secara pasif adalah tindakan

menahan apa yang seharusnya menjadi milik orang lain. Seseorang yang

melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian disebut pencuri dan

tindakanya disebut mencuri. Dalam Kamus Hukum sudarsono pencurian

dikatakan proses, perbuatan atau cara mencuri.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pencurian dan Unsur-unsurnya

31
Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU
Press,Medan,1994. Hlm 8

44
Mengenai pencurian ini ilmu hukum pidana menggolongkan perbuatan

tersebut dalam perbuatan kejahatan terhadap kekayaan orang.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa jenis mengenai

pencurian diantaranya adalah:

a. Pencurian ternak

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran dan sebagainya

c. Pencurian pada waktu malam

d. Pencurian oleh dua orang atau lebih bersama-sama

e. Pencurian dengan jalan membongkar, merusak.

f. Pencurian dengan perkosaan

g. Pencurian ringan.

Dalam hukum pidana mengenai pencurian ini diatur dalam beberapa

Pasal dimana secara garis besarnya pencurian tersebut diatur dalam Pasal

362 - 365 yang mana pencurian dari Pasal tersebut dengan sebutan

pencurian biasa, pencurian pemberatan dan pencurian ringan.

Pasal 363 mengatur tentang pencurian dengan pemberatan, dimana Pasal

363 KUH Pidana ini berbunyi sebagai berikut: Dengan hukuman penjara

selama-lamanya tujuh tahun dihukum karena:

a. Pencurian hewan

b. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi,

gempa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar,

kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau kesengsaraan.

c. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada

45
disitu dengan atau bertentangan dengan kemauannya orang yang

berhak.

d. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan maksud ketempat

kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya dengan

jalan membongkar, memecah atau memajat atau dengan dengan

jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan

palsu.

Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas sudah jelas kita ketahui bahwa

dalam hal pencurian ini ada dikenal pencurian dengan pemberatan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 363 KUH Pidana Selanjutnya

mengenai pencurian pemberatan ini dalam KUHP dapat kita jumpai

dalam beberapa Pasal. Pasal 365 KUH Pidana yang bunyinya sebagai

berikut:

a. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan ancaman

kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau

memudahkan pencurian itu jika tertangkap tangan supaya ada

kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut

melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang

yang dicuri itu tetap ada ditangannya.

b. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan :

 Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam itu di dalam sebuah

rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya atau

46
dijalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang

berjalan.

 Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

 Jika sitersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan

membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

 Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapatkan luka berat.

c. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika

karena perbuatan itu ada orang mati.

d. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara

sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika

perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati,

dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih disertai pula oleh

salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.

Pemberatan hukuman dalam hal pencurian tersebut di atas sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 363 dan 265 KUHP tersebut haruslah disertai

dengan salah satu keadaan sebagai berikut :

a. Maksudnya dengan hewan diterangkan dalam Pasal 101 KUH

Pidana yaitu semua macam binatang yang memamah biak. Pencurian

hewan dianggap berat, karena hewan merupakan milik seorang

petani yang terpenting.

b. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu ada kejadian macam

malapetaka, hal ini diancam hukuman lebih berat karena pada waktu

itu semacam itu orangorang semua ribut dan barang-barang dalam

47
keadaan tidak terjaga, sedang orang yang mempergunakan saat orang

lain mendapat celaka ini untuk berbuat kejahatan adalah orang yang

rendah budinya.

c. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam rumah

atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya.

d. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih. Supaya

masuk dalam hal ini maka dua aorang atau lebih itu semua harus

bertindak sebagai pembuat atau turut melakukan.

e. Apabila dalam pencurian itu pencuri masuk ketempat kejahatan atau

untuk mencapai barang yang akan dicurinya dengan jalan

membongkar, memecah dan melakukan perbuatan dengan cara

kekerasan.32

Jenis pencurian yang kita kenal dalam hukum pidana ada juga disebut

dengan pencurian ringan, dimana mengenai pencurian ringan ini secara

jelas diatur dalam Pasal 364 KUH Pidana yang bunyinya sebagai

berikut : Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 begitu

juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363, asal saja tidak dilakukan

dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada

rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua

ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan dengan

hukuman selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 900.

Ketentuan dalam Pasal 364 KUH Pidana ini dinamakan dengan

32
Zamnari Abidin. Hukum Pidana Dalam Skema. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal.
68.

48
pencurian ringan, dimana hal ini diartikan sebagai berikut :

a. Pencurian biasa asal harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp.

250.

b. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih asal harga barang

tidak lebih dari Rp. 250.

c. Pencurian dengan masuk ke tempat barang yang diambilnya dengan

jalan membongkar, memecah dan sebagainya. Jadi bisa diketahui

bahwa mengenai pencurian ringan ini dalam KUH Pidana diatur

dalam Pasal 364 dalam KUHP.

Beberapa unsur tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut:

a. Mengambil barang Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah

perbuatan mengambil barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti

sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang

barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain. Sudah lazim masuk

istilah pencurian apabila seseorang mencuri barang cair, seperti bir,

membuka suatu keran untuk mengalirkannya ke dalam botol yang

ditempatkan di bawah keran itu. Bahkan, tenaga listrik sekarang

dianggap dapat dicuri dengan seutas kawat yang mengalirkan tenaga

listrik itu ke suatu tempat lain daripada yang dijanjikan.33

b. Seluruhnya atau sebagian milik orag lain Selain unsru mengambil

barang unsur kedua adalah barang yang diambil adalah milik orang

lain baik itu orang atau subyek hukum yang lain (badan hukum).

33
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Replika Aditama,
Bandung, 2008, hlm 15.

49
Barang yang diambil tidak hanya barang yang berwujud melainkan

juga barang yang tidak berwujud sepanjang memiliki nilai ekonomis.

c. Bertujuan untuk dimiliki dengan melanggara hukum Unsur yang harus

ada pada tindak pidana pencurian adalah memiliki barangnya dengan

melanggar hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro sebetulnya terdapat

suatu kontradiksi antara antara memiliki barang-barang dan melanggar

hukum. Memiliki barang berarti menjadikannya pemilik dan untuk

menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Setiap pemilik

barang adalah pemilik menurut hukum.

Maka sebenarnya, tidak mungkin orang memiliki barang orang lain

dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar tidak mungkin

orang tersebut menjadi pemilik barang. Definisi memiliki barang adalah

dari Noyon Lengemeyer menjelaskan memiliki barang adalah perbuatan

tertentu dari suatu niat untuk memanfaatkan barang sesuai dengan

kehendak sendiri. Sedangkan menurut Van Bemellen menjelaskan

memiliki barang adalah melakukan perbuatan yang di dalamnya jelas

tampak suatu niat yang sudah lebih dulu ditentukan untuk menjadi

satusatunya orang yang berdaya memperlakukan barang itu menurut

kehendaknya.34

B. Pengertian Kendaraan Bermotor dan jenis-jenisnya

1. Pengertian Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan mekanik berupa mesin yang digunakan untuk transportasi darat


34
Ibid, hlm 17

50
selain kendaraan yang berjalan di atas rel . Umumnya kendaraan bermotor

menggunakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik dan mesin

jenis lain juga dapat digunakan.

Fungsi utama dari kendaraan bermotor adalah memudahkan orang

untuk mengakses daerah yang jaraknya lebih jauh tapi hanya membutuhkan

waktu yang lebih singkat. Selain itu dengan adanya kendaraan bermotor

orang bisa memindahkan berbagai macam benda maupun barang dengan

mudah dengan daya angkut yang jauh lebih banyak dan besar.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013), perkembangan yang terjadi

pada jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan gambaran

mengenai kondisi subsektor angkutan darat. Jumlah kendaraan bermotor

yang cenderung meningkat, merupakan indikator semakin tingginya

kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang memadai sejalan

dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi.

2. Jenis-jenis Kendaraan Bermotor

Jenis kendaraan bermotor menurut Undang-undang Republik

Indonesia Tahun 2009 :

a. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan

atau tanpa rumah- rumah dan dengan atau tanpa kereta

samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-

rumah.

Sepeda motor adalah salah satu jenis kendaraan bermotor yang

memiliki roda dua atau tiga dengan atau tanpa rumah-rumah,

51
dengan atau tanpa kereta samping. S epeda motor merupakan

salah satu alat transportasi yang digemari masyarakat karena

memiliki ukuran yang kecil, cepat, dan harga yang tidak terlalu

mahal dibandingkan alat transportasi lainnya. Oleh karena itu,

para pabrikan sepeda motor saling bersaing dalam membuat

sepeda motor yang semakin canggih, sehingga dalam waktu

singkat menyebabkan sepeda motor baru cepat bermunculan.

Mayoritas masyarakat akan menjual sepeda motor lamanya

untuk membeli sepeda motor baru dengan spesifikasi yang

lebih canggih. Hal tersebut memicu meningkatnya pembelian

sepeda motor baru dan penjualan sepeda motor bekas.

b. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang

dilengkapi sebanyak- banyaknya 8 (delapan) tempat duduk

tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun

tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.

c. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang

dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak

termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa

perlengkapan pengangkutan bagasi.

d. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari

yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan

mobil bus.

Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain

daripada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor

52
untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau

mengangkut barang-barang khusus.

53
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan dalam Tindak Pidana Pencurian Kendaraan

Roda Dua di Polres Solok Selatan

Berdasarkan wawancara dengan Kasat Reskrim Iptu M.Arvi,

tentang pelaksanaan penyidikan dalam tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor roda dua dengan LP /62/III/2020 /Polres bahwa kejadiannya

berawal dari laporan seorang guru bidang kesiswaan di SMPN 14 Solok

Selatan, Pada saat tindak pidana pencurian kendaraan bermotor tersebut

Guru bidang kesiswaan bernama Kurniawan mendapat laporan dari siswa

bahwa ada sepeda motor diparkiran yang kontaknya sudah di bobol maling

di SMP N 14 Solok Selatan, selanjutnya guru tersebut langsung memeriksa

ke parkiran, dan setelah sampai diparkiran ternyata sepeda motor siswa

sudah tidak ada lagi. Pelapor akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke

Polres Solok Selatan, dan yang menerima laporan tersebut adalah Bamin II

SPKT, Dicky Al Falah.

Pelaksanaan dalam penyidikan pada kasus tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor roda dua dengan LP /62/III/2020 /Polres ini adalah :

1. Mendatangi Tempat Kejadian Pekara (TKP)

Setelah menerima laporan dari Kurniawan, Polisi mendatangi Tempat

Kejadian Pekara dan melakukan olah Tempat Kejadian Pekara dengan

membuat Police Line. Yang melakukan olah Tempat Kejadian Pekara

adalah Aipda Safita Hendri dengan surat perintah tugas nomor

54
Sp.Gas/70/III/2020/Polres sesuai dengan laporan polisi kasus ini untuk

melakukan proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Polisi

lalu meniterograsi pelapor dan saksi yang ada pada saat kejadian, yang

mana saksi yang diinterograsi adalah siswa dan guru yang ada ditempat

pekara kejadian saat itu.

Berdasarkan wawancara dengan pelapor dan saksi, pada saat kejadian di

SMPN 14 Solok Selatan sedang diadakan try out untuk UMBK, yang

dilaksanakan selama 3 sesi sampai sore. Sekitar Pukul 15.00 WIB saat

try out sudah selesai, seorang siswa yang bernama Andra melihat kunci

sepeda motornya ada yang mencoba untuk membobol, lalu siswa

tersebut melaporkan kepada gurunya yang masih berada diruang ujian

Tryout.35 Di ruang tryout saat mendengar kalau ada sepeda motor siswa

yang dibobol kuncinya, guru dan siswa tersebut langsung menuju

parkiran. Ketika mencek keadaan sepeda motor tersebut, pelapor sadar

kalau sepeda motornya sudah tidak ada diparkiran.36

Pelapor langsung menuju ke Polres Solok Selatan untuk membuat

laporan kehilangan. Menurut keterangan pelapor, ada 3 (tiga) orang

Polisi turun ke tempat kejadian pekara, untuk mencari alat bukti dan

meniterograsi saksi. Dalam upaya penyidikan, karena tidak adanya

CCTV yang terpasang di lingkungan sekolah, Polisi meminta rekaman

CCTV toko-toko yang ada di sekitar SMPN 14 Solok Selatan tersebut,

tetapi selama proses penyidikan, tidak ada Police Line yang dipasang di

tempat kejadian pekara.

35
Wawancara dengan saksi, Andra, tanggal 14 November 2020 Pukul 15.30 WIB
36
Wawancara dengan Pelapor, Kurniawan, tanggal 14 November 2020 Pukul 15.30 WIB

55
2. Penangkapan

Setelah melakukan olah TKP dan interogasi terhadap saksi, penyidik

melakukan penangkapan terhadap Panut Ardianto berdasarkan surat

perintah penangkapan nomor SP.Kap/36/III/2020/Reskrim. Pada 19

Maret 2020, tersangka sedang bekerja di ladang Sadin untuk menguliti

kulit manis yang ada di ladang tersebut. Sekitar Pukul 14.00 WIB,

datang seorang teman bernama Revo yang mengajak tersangka makan

bakso ke warung bakso Sungai Lambai dengan berboncengan

menggunakan sepeda motor milik Revo.37

Menurut wawancara dengan tersangka saat diatas motor rekannya yang

bernama Revo sibuk menelpon seseorang. Saat sampai di warung bakso

Sungai Lambai dan mereka memesan bakso sedangkan rekannya Revo

keluar sebentar dan mengaku menelpon temannya serta pergi dengan

sepeda motornya meninggalkan Panut. Tidak lama setelah itu datang

lima orang anggota Kepolisian Polres Solok Selatan yang langsung

mencengkram tersangka dan memaksanya masuk ke dalam mobil polisi

tersebut. Didalam mobil tersebut tersangka dipukuli dan dituduh

mencuri sepeda motor tersebut. Awalnya tersangka tidak mengaku dan

membantah telah mencuri sepeda motor, tetapi penyidik tersebut terus

memaksa dan memukul tersangka. Karena tidak tahan dipukuli dan

dipaksa untuk menyebutkan nama teman-temannya yang terlibat

akhirnya tersangka menyebutkan nama teman-temannya, Jefri, Wisnu

dan Arif. Setelah menyebutkan nama teman-teman tersangka, pihak


37
Wawancara dengan Panut pada 17 Oktober 2020 di Solok Selatan

56
penyidik membawa panut untuk menemui teman-temannya.

Pada saat penjemputan Arif terjadi penembakan, tersangka disuruh

turun dari mobil dan tiarap dengan kepala ditutup. Panut merasakan

ditembak pada betisnya, yang kemudian luka tersebut diikat dengan

baju temannya yang bernama Jefri dan dibawa ke RSUD Solok Selatan,

selepas menerima perawatan di RSUD, tersangka dimasukan ke dalam

ruangan penahan Polres. Berdasarkan wawancara dengan Iptu M. Arvi

tersangka juga sempat melawan dan mencoba melarikin diri sehingga

dilakukan penembakan.38

Karena Panut merasa tidak melakukan tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor roda dua tersebut dan merasa diperlakukan tidak

adil, Panut melaporkan Tindakan penembakka terhadap dirinya ke

Polda Sumatera Barat dengan nomor STPL/24/IV/2020/YANDUAN

pada tanggal 13 April 2020 dengan didampingi oleh Ketua DPC KPK

Tipikor Solok Selatan dan tim.

3. Penahanan

Setelah penanangkapan pada tanggal 19 Maret 2020, dimana tersangka

ditempatkan di ruang tahanan Polres Solok Selatan, namun pada

tanggal 20 Maret 2020, sekitar Pukul 12.00 WIB, tersangka

dipindahkan ke salah satu rumah di luar Polres dan setelah selama 20

hari, tepatnya tanggal 8 April 2020 Panut dilepaskan untuk

penangguhan penahanan dengan alasan, tersangka sudah kooperatif dan

38
Wawancara dengan Kanit Reskrim Iptu M. Arvi tanggal 15 Oktober 2020 pada Pukul
12.00 WIB

57
sudah mendapat jaminan, hingga pemberkasan dan adanya kelengkapan

barang bukti.39 Tapi menurut keterangan tersangka, dia dilepaskan

disertai dengan ancaman untuk tidak membicarakan kepada orang lain

tentang penembakan tersebut.

4. Penggeledahan

Berdasarkan wawancara, pelaksanaan penggeledahan tidak dilakukan

oleh tim penyidik.

5. Penyitaan

Selanjutnya adalah penyitaan barang bukti, tapi menurut wawancara

dengan Kanit Reskrim Solok Selatan tidak ada dilakukannya penyitaan

karena barang bukti sepeda motor tidak ditemukan.

Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjelaskan

bahwa penyidikan adalah “serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terangsuatu tindak

pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya”.40

Dikutip dari media antara news, menurut Kanit Reskrim M. Arvi,

sampai saat wawancara ini dilakukan Panut masih berstatus tersangka

sampai pemberkasan dan lengkapnnya barang bukti, tetapi pada

39
https://sumbar.antaranews.com/berita/347256/penjelasan-polres-solok-selatan-terkait-
dugaan-salah-tangkap-pelaku-curanmor
40
Adami Chazawi,Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,Alumni, Bandung, 2008,
hlm, 7

58
kenyataannya kasus ini tidak dilanjutkan sampain sekarang.

Penanganan terhadap kasus tindak pidana pencurian sepeda motor

merupakan kewajiban pihak Kepolisan Sektor Solok Selatan. Penanganan

terhadap tindak pidana pencurian sepeda motor ini selalu diawali dengan

proses penyelidikan dari adanya laporan yang diterima oleh pihak

Kepolisian Sektor Sektor Solok Selatan. Penyelidikan yang dilakukan oleh

penyelidik dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk “mengumpulkan

bukti permulaan” atau “bukti-bukti yang cukup”,sehingga dapat

memperjelas/membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi agar dapat

dilanjutkan pada tahap penyidikan.

Pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres Solok

Selatan terhadap kasus tindak pidana pencurian sepeda motor berdasarkan

keterangan yang diberikan oleh Kanit ResKrim (Ketua Unit Reserse

Kriminal) Polres Solok Selatan Bapak Iptu Muhammad Arvi dalam

melaksanakan proses penyidikan harus sesuai dengan aturan yang

diberlakukan yaitu KUHAP dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan

Tindak Pidana.41

Dalam Kasus ini penyelidikan berdasarkan ketentuan umum Pasal 1

angka 5 KUHAP merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini. Pengolahan TKP bertujuan untuk

41
Wawancara dengan Kasat Reskrim Iptu M.Arvi tanggal 15 Oktober 2020, Pukul
12.00WIB

59
mengumpulkan keterangan-keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas

tersangka, dan mencarai saksi/ korban guna untuk penyelidikan selanjutnya

yang dilakukan di sekitar kawasan-kawasan yang telah terjadinya suatu

tindak pidana tersebut.Dalam tahap ini juga digunakan untuk mencari

hubungan keterkaitan antara saksi/korban, tersangka, dan barang

bukti.Sehingga, dapat memperoleh gambaran atau modus operandi dari

suatu tindak pidana yang terjadi.Setelah itu dilakukan langkah-langkah

berikutnya sampai akhirnya setelah terkumpul barang bukti dilakukannya

penangkapan.

Pada saat ini pengakuan tersangka masih menjadi target utama dalam

pemecahan suatu kasus tindak pidana. Model pemeriksaan yang masih

mengutamakan pengakuan sebagai target utama, sehingga kepolisian masih

menjadikan objek saja dengan terkadang menjadikan kekerasan sebagai

modus utama untuk mendapatkan pengaduan.42

Sampai saat ini masih dijumpai kekerasan yang dilakukan oleh Polisi

dalam proses penyidikan. Kekerasan dimungkinkan karena saat diperiksa,

tersangka tidak didampingi penasehat hukum. Kekerasan ini menyebabkan

tersangka luka atau memar pada tubuh serta psikis jiwanya tertekan

.Pengakuan adanya kekerasan dalam proses penyidikan datang dari

tersangka Panut, tersangka kasus pencurian kendaraan bermotor. Panut di

dakwa melakukan pencurian kendaraan bermotor. Saat proses penyidikan

tersangka dipukul, dibentak dan pada akhirnya di tembak pada bagian betis.

Ketika dibebaskan karena kurangnya barang bukti, tersangka masih

42
Agus Raharjo. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka. Mimbar Hukum vol 23.
2011

60
diancam oleh oknum Polisi tersebut.43

Pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP,

Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, Pencurian dengan

kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP, serta Pencurian dalam kalangan

keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP. Tindak pidana pencurian

merupakan jenis tindak pidana yang sangat sering terjadi di setiap tempat di

Indonesia, oleh karena itu sangat logis bahwa tindak pidana pencurian ini

menjadi tindak pidana yang teratas dalam urutan kasus tindak pidana.

Secara teori dalam penyidikan tidak diperbolehkan adanya

kekerasan, penangkapan harus adanya surat perintah tugas, cukup barang

bukti dan penahanan harus dilakukan di tempat penahan resmi. Tetapi

praktek dilapangan yang terjadi adalah tersangka ditangkap tanpa adanya

surat perintah tugas, adanya kekerasan dalam bentuk pemukulan terhadap

tersangka dan penahanan tersangka dilakukan di luar lingkungan Polres

Solok Selatan.

Hal tersebut tentu saja sangat bertentangan dengan aturan yang

ada selama tahap penyidikan. Pada SOP Sistem Pelayanan Masyarakat Sat

Reskrim Polres Solok Selatan menjelaskan kewajiban penyidik, yaitu

1. Penyidik menerima dan memberikan pelayanan yang baik dengan

tutur kata yang ramah serta sikap santun

2. Memberikan kesempatan kepada pelapor/terlapor untuk melakukan

aktivitas pribadi yang tidak mengganggu dalam proses pemeriksaan

serta menjunjung tinggi HAM antara lain :

a. Memberi kesempatan kepada terlapor/pelapor apabila ingin


43
Wawancara dengan Panut pada 17 Oktober 2020 di Solok Selatan

61
buang air kecil/besar

b. Memberi kesempatan makan/minum

c. Memberi kesempatan melakukan kegiatan ibadah

d. Memberi kesempatan melakukan kegiatan lain yang dianggap

perlu dan tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang

berlaku

3. Tidak melakukan/menggunakan kata-kata yang kasar, tidak sopan,

arogan dan tindak kekerasan

4. Tidak meminta sesuatu/imbalan baik menggunakan bahasa

isyarat/secara terang-terangan

5. Pada saat melakuan pemeriksaan, penyidik berpakaian yang

sopan/kemeja berdasi dan tidak diperkenankan menggunakan baju

kaos

6. Paling lambat 15 menit pelapor/terlapor yang dipanggil telah datang

harus sudah dilakukan pemeriksaan

7. Tidak diperbolehkan melakukan pemeriksaan diluar komando kecuali

atas izin atasan dengan alasan yang tidak bertentangan dengan

hukum/peraturan yang berlaku

8. Dalam melakukan pemeriksaan harus mempertimbangkan waktu

yang wajar/pantas dan tidak larut malam.

Begitupun Perkap nomor 8 tahun 2009, khususnya dalam Pasal 11

ayat (1) telah ditegaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang

melakukan:

62
1. Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak

berdasarkan hukum

2. Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam

kejahatan

3. Pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang

yang disangka terlibat dalam kejahatan;

4. Penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan

martabat manusia;

5. Korupsi dan menerima suap;

6. Menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan

7. Penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum

(corporal punishment)

8. Perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan

kasus pelanggaran HAM oleh orang lain

9. Melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan

hokum

10. Menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan

harus disertai dengan alat bukti yang lain. Walaupun KUHAP dikatakan

amat menghormati hak-hak tersangka/terdakwa, tindak kekerasan dalam

penyidikan masih saja terjadi. Polisi masih menggantungkan proses

penyidikan pada keterangan tersangka.

63
B. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana

Pencurian Kendaraan Bemotor Roda Dua di Polres Solok Selatan

Kendala dalam pelaksanaan penyidikan ini adalah :

1. Tidak lengkapnya barang bukti

Barang bukti kurang lengkap, sepeda motor yang dicuri tidak

ditemukan lagi. Seringkali sepeda motor hasil curian dibawa

keluar Solok Selatan sehingga sulit untuk dilacak. Bahkan tak jarang

sepeda motor yang dicuri tersebut dipreteli/diganti baik mesin

maupun body motornya, sehingga sulit untuk dikenali dan

parahnya lagi jika kendaraan tersebut sudah berpindah tangan.

2. Kurangnya saksi yang melihat kejadian atau tersangka melakukan

suatu tindak pidana serta masyarakat yang apatis dalam membantu

pihak polisi

Saksi tidak mau terlibat dalam kasus tindak pidana ini karena takut

terlibat dalam masalah ini, waktunya akan terbuang untuk

penyelesaian kasus ini. Masyarakat yang menjadi saksi saat penyidik

meminta keterangan, saksi bersikap apatis, karena mereka tidak mau

ikut dan terlibat terlibat dalam kasus ini.

3. Sarana pendukung yang kurang memadai

Sarana yang kurang memadai dapat menjadi kendala dalam

pelaksanaan penyidikan, seperti tidak adanya alat pemindai sidik jari

sehingga sulit menemukan identitas pelaku.

64
Sarana pendukung di tempat kejadian pekara seperti CCTV untuk

mengetahui bagaimana kronologi kejadian dalam tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor. Sehingga penyidik sulit mengidentifikasi

detail dan rinci ciri-ciri pelakudan sulit mengidentifikasi semua informasi

yang dibutuhkan.

C. Upaya dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam

Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan

Bemotor Roda Dua di Polres Solok Selatan

1. Mengadakan razia gabungan di tempat-tempat rawan terjadinya

kasus pencurian kendaraan bermotor atau tempat yang dicurigai

sebagai wilayah penadah. Pihak kepolisian biasanya akan

memproses sepeda motor yang tidak memiliki surat tanda

kepemilikan dengan jelas, pada saat ciri-ciri motor dan nomor

mesin dicocokkan, sering ditemukan sesuai dengan ciri-ciri motor

yang dilaporkan hilang oleh korban.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan mengadakan

penyuluhan dan sosialisasi hukum kepada masyarakat terkait

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

Dengan adanya penyuluhan diharapkan kepada masyarakat agar

lebih menyadari pentingnya kerjasama baik dari saksi maupun

dengan masyarakat dalam menangkap tersangka tindak pidana

pencurian bermotor roda dua, menyadarkan masyarakat untuk

dapat saling membantu memberikan informasi kepada

65
penyidik agar keamanan dan ketertiban dapat ditegakkan dan

masyarakat lebih waspada dalam menjaga harta bendanya.

3. Pihak Kepolisian melakukan pengadaan untuk sarana yang kurang,

untuk hasil penyidikan lebih baik lagi. Untuk sekolahpun di

harapkan juga memasang CCTV di lingkungan sekolah untuk

meningkatkan keamaan.

66
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

roda dua di Polres Solok Selatan belum terlaksana sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan dan aturan-aturan mengenai tata cara

pelaksanaan proses penyelidikan dan penyidikan yang terdapat dalam

KUHAP dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Surat

perintah penangkapan yang tidak dibawa saat penangkapan, adanya

tindak kekerasan padam saat penyidikan, serta penahanan tersangka

diluar lingkungan Polres.

2. Kendala yang dihadapi dalam penyelidikan ini, Tidak lengkapnya

barang bukti, kurangnya saksi yang melihat kejadian atau tersangka

melakukan suatu tindak pidana serta masyarakat yang apatis dalam

membantu pihak polisi, dan sarana pendukung yang kurang memadai

3. Upaya yang dilakukan yaitu mengadakan razia gabungan di tempat-

tempat rawan terjadinya kasus pencurian kendaraan bermotor atau

tempat yang dicurigai sebagai wilayah penadah, meningkatkan

kesadaran masyarakat dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi

hukum kepada masyarakat terkait tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor dan pihak Kepolisian melakukan pengadaan untuk sarana

yang kurang, untuk hasil penyidikan lebih baik lagi.

67
B. Saran

1. Diharapkan pihak Kepolisian mengadakan razia gabungan di tempat-

tempat rawan terjadinya kasus pencurian kendaraan bermotor atau

tempat yang dicurigai sebagai wilayah penadah.

2. Diharapkan kepada masyarakat agar meningkatkan kesadaran

masyarakat dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi hukum

kepada masyarakat terkait tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor.

3. Diharapkan pihak Kepolisian melakukan pengadaan untuk sarana

yang kurang, untuk hasil penyidikan lebih baik lagi. Untuk

sekolahpun di harapkan juga memasang CCTV di lingkungan

sekolah untuk meningkatkan keamaan.

68
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : Citra


Aditya Bakti

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika

Bambang Waluyo, 2008. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika.

, 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali Pers.

Barda Nawawi Arief, 2002. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.

Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta

Hartono, 2010. Penyidikandan Penegakan Hukum Pidana. Jakarta: Sinar


Grafika.

Leden marpaung, 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana ( penyelidikan &


penyidikan ), Jakarta : Sinar Grafika

Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung : PT. Alumni

M.Sollly Lubis, 1994. Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung : CV Mandar Maju.

M. Sudrajat Bassar, 1992, Tindak-tindak Pidana Tertentu. Bandung: Ghalia


Indonesia

P.A.F.Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung:


PT.Citra Aditya Bakti.

Pudi Rahardi, 2007. Hukum Kepolisian Profesionalisme dan Reformasi


Polri.Surabaya: Laksbang Mediatama.

R. Soesilo, 1996. KUHP dan Komentar-komentarnya. Bogor: Politea

Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, 2015. Hukum Pidana. Malang : Setara Press.

Satjipto Raharjo, 1983. Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan


Sosiologis.Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

69
Kehakiman.
Soerjono Soekanto, 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Penerbit


Universitas Indonesia

Sudarsono. 2005. Kamus Hukum Edisi Baru. Jakarta : Rineka Cipta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantatif Kualitatif dan R&B. Bandung :


Alfabeta

Teguh Prasetyo, 2013. Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada.

Wirdjono Projodikoro, 2003. Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia.


Bandung : Cetakan kedua, Refika Aditama.

Yahya Harahap. 2017. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.


Sinar Grafika. Jakarta.

70
B. Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor I Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Peraturan Kapolri nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana

Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah


nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.

C. Sumber Lainnya
https://www.bps.go.id/ Tanggal 30 Oktober 2020

http://www.negarahukum.com/hukum/hak-hak-tersangka-terdakwa-secara-
umum- dalam-kuhap.html diakses pada 15 Oktober 2020

http://rayendar.blogspot.co.id/2015/06/metode_penelitian_hukum_sugiono_2013.
html diakses pada tanggal 15 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai