Anda di halaman 1dari 60

KEMENTERIAN PENDIDIKAN,KEBUDAYAAN

RISET, DAN TEKNOLOGI


UNVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

KENDALA SATRESKRIM DALAM PENYIDIKAN


TINDAK PIDANA PENCURIAN
KENDARAAN BERMOTOR
(Studi Kasus di Polres Tanjung Jabung Barat)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

M.Zulfikar
RRB10016261

JAMBI
2021

i
ABSTRAK

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kendala
Satreskrim dalam melakukan proses penyidikan tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat dan untuk mengetahui dan
menganalisis upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pada proses
penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung
Barat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apakah kendala
Satreskrim dalam melakukan proses penyidikan tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat? dan 2) Bagaimanakah
upaya yang dilakukan Satreskrim dalam mengatasi kendala penyidikan
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat?.
Metode penelitian adalah yuridis empiris. Berdasarkan Penelitian ini diketahui
bahwa kendala dalam melakukan penyidikan pencurian kendaraan bermotor di
Polres Tanjung Jabung Barat antara lain adalah karena factor internal, yaitu
kurangnya dana operasional, kurangnya personil penyidik reskrim Polri, dan
Jaringan informasi yang terputus, Faktor eksternal adalah kurangnya kerjasama
dari masyarakat, kurangnya alat bukti dan saksi, dan sarana pendukung pada
tempat kejadian perkara yang kurang memadai.Upaya Meningkatkan kesadaran
masyarakat dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi hukum kepada
masyarakat terkait tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, serta menyusun
rencana kebutuhan untuk penanganan tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor.

Katakunci: Penyidikan,Tindak Pidana Pencurian

ii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN
RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama :M. ZULFIKAR

NIM :RRB10016261

Program Kekhususan :HukumPidana

JudulSkripsi :Kendala Satreskrim Dalam Penyidikan


Tindak Pidana Pencurian Kendaraan
Bermotor (Studi Kasus Di Polres Tanjung
Jabung Barat)

Telah Disetujui oleh Pembimbing Pada Tanggal Seperti Tertera Di Bawah Ini
Untuk dipertahankan dihadapanTim Penguji Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Jambi

Jambi, September 2021


Pembimbing I Pembimbing II,

Dr.H.HerryLiyus,S.H,M.H Nys.Arfa,S.H,M.H
NIP 196812261993031003 NIP 198106032006042001

iii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN
RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

PENGESAHAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa :M. ZULFIKAR


Nomor Induk Mahasiswa :RRB10016261
Program Kekhususan : HUKUM PIDANA
Judul Skripsi :KENDALA SATRESKRIM DALAM
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN
BERMOTOR (STUDI KASUS DI
POLRES TANJUNG JABUNG BARAT)

Skripsi ini Telah Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Jambi Pada Tanggal September 2021
Dan Dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI

NAMA JABATAN TANDA TANGAN


Dr. H. Usman, S.H., M.H. Ketua Tim Penguji
Dheny Wahyudhi, S.H.,M.H Sekretaris
Hj. Andi Najemi, S.H.,M.H Penguji Utama
Dr. Herry Liyus, S.H., M.H. Anggota
Nys. Arfa, S.H., M.H. Anggota

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jambi

Dr. H. Usman, S.H.,M.Hum


NIP. 19640503 199003 1 004

iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik sarjana, baik diUniversitas Jambi maupun di

perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan,rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing Skripsi.

3. Dalam k arya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam penyiaran ini, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang

telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan

norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.

Jambi, September2021
Yang membuat pernyataan

M.ZULFIKAR
RRB10016261

v
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb.

Puji syukur penulis limpahkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat, karunia,

hidayah, nikmat kesehatan, nikmat keselamatan,serta kebahagiaan. Penulis dapat

menyelesaikan skripsiyang berjudul: “Kendala Polri Dalam Penyidikan

Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Di

PolresTanjung Jabung Barat)”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk

memenuhi persyaratan akhir akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

(S.H) pada Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Sebelumnya penulis mohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini

masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan yang tidak penulis sengaja dan

penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pengetahuan yang ada pada

penulis.

Mengingat dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah mendapatkan

bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. H. Herry

Liyus, S.H,M.H., selaku Pembimbing I dan Ibu Nys. Arfa,S.H,M.H., selaku

Pembimbing II atas bimbingan, arahan,solusi dan kebijaksanaan yang telah

diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

1. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno,M.Sc.,Ph.D., selaku Rektor Universitas Jambi

yang telah memberikan kemudahan dan memfasilitasi sarana dan prasarana

dilingkungan Universitas Jambi serta tersedianya para dosen yang berkualitas

vi
dan berwawasan luas guna mempermudah penulis dalam mengikuti kegiatan

perkuliahan pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Jambi;

2. Bapak Dr. Usman, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jambi yang telah memberikan kemudahan dalam pelaksanaan akademis

penulis;

3. Ibu Dr. Hj. Muskibah, S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik

Kerjasama dan Sistem Informasi Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

memberikan kemudahan dalam pelaksanaan akademisi penulis;

4. Bapak Dr. H. Umar Hasan,S.H.,M.H.,selaku Wakil Dekan II Bidang Umum,

Perencanaan dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

memberikan kemudahan dalam hal perlengkapan sarana dan prasarana

perkuliahan penulis;

5. Bapak Dr.A. Zarkasi, S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

memberikan kemudahan terkait keperluan penulis di bidang kemahasiswaan;

6. Ibu Dr. Elly Sudarti, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian dan Bapak Dheny

Wahyudhi, S.H.,M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Jambi yang telah menyetujui judul dalam penulisan

skripsi ini;

7. Bapak Dr.H. Herry Liyus, S.H,M.H., selaku Pembimbing I dan ibu Nys.

Arfa,S.H,M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan dan

membimbing penulisan hingga terselesainya skripsi ini.

vii
8. Bapak Dr. Helmi,S.H.,M.H.,selaku Pembimbing Akademik yang telah

banyak memberikan pengetahuan, bimbingan,petunjuk dan arahan bagi

penulis selama perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak

memberikan pengetahuan, ilmu, dan membimbing penulis selama masa

perkuliahan.

10. Kedua orang tua tercinta, atas segala doa, nasehat, dan dukungan yang telah

diberikan selama awal perkuliahan hinngga saat ini.

11. Seluruh teman-teman penulis tercinta dan pihak terkait yang ikut

berpartisipasi dalam membantu penulisan skripsi ini, terimakasih atas

bantuan dan dukungan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya mempunyai banyak

kekurangan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi sumbang

pemikiran bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Jambi, September 2021


Penulis

M.ZULFIKAR

viii
DAFTARISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………………... i
ABSTRAK............................……………………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
PENGESAHAN SKRIPSI..............................................................................v
KATA PENGANTAR..........................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1


B. Perumusan Masalah………………………………………………… 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………….. 8
D. Kerangka Konseptual……………………………………………… 9
E. LandasanTeoretis…………………………………………………. 12
F. Metode Penelitian…………………………………………………. 17
G. Sistematika Penulisan……………………………………………... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYIDIKAN DAN TINDAK


PIDANA PENCURIAN

A. Penyidikan…………………………………………………………… 21
B. Tindak Pidana Pencurian……………….……………………………. 25

BAB III KENDALA SATRESKRIM DALAM PENYIDIKAN TINDAK


PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus
Polres Tanjung Jabung Barat)

A. Kendala yang Dihadapi Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian


Kendaraan Bermotor Di Polres Tanjung Jabung
Barat......................................................................................................33
B. Upaya Dalam Mengatasi Kendala Penyidikan Tindak Pidana Pencurian
Kendaraan Bermotor............................................................................42

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan…......................................................................................44
B. Saran.....................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................46

ix
BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penegakkan hokum ada tiga unsure yang selalu harus diperhatikan,

yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Hukum harus dilaksanakan

dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hokum dalam

hal terjadi peristiwa yang konkrit. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian

hukum, karena dengan adanya kepastian hokum masyarakat akan lebih tertib.

Hukum bertugas menciptakan kepastian hokum karena bertujuan ketertiban

masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan

atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum

atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.1

Sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) sebagai suatu system

dalam penegakan hukum pidana berupaya untuk menanggulangi masalah

kejahatan dimaknai sebagai upaya untuk mengendalikan atau membatasi

kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Komponen-

komponen yang berkerja dalam system ini meliputi kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Empat komponen ini diharapkan dapat

bekerjasama sehingga menghasilkan suatu keterpaduan yang dikenal dengan

integrated criminal justice system.2

1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,
hlm.160.
Sahuri Lasmadi, “Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana
2

Korupsi Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana” ,UniversitasNegeriJambi,Jambi,2010,hlm.34.


https://media.neliti.com/media/publications/43171-ID-tumpang-tindih-kewenangan-penyidikan-
pada-tindak-pidana-korupsi-dalam-perspektif.pdf

1
2

Kejahatan merupakan masalah yang cukup kompleks yang setiap waktu

dihadapi oleh pihak aparat penegak hukum.Semakin hari masalah kejahatan yang

terjadi di perkotaan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kejahatan

yang cenderung meningkat dipengaruhi dengan datangnya krisis multidimensi

yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun1997. Badai krisis yang

menimpa Indonesia saat itu mengakibatkan angka pengangguran yang cukup

tinggi dan turunnya daya beli masyarakat. ”Penduduk sering mengalami tekanan

psikis dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama karena tajamnya

persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup”.3

Hal tersebut berpotensi menyebabkan semakin tingginya angka kejahatan

yang terjadi dimasyarakat. Sesuai dengan berkembangnya zaman, cara yang

dilakukan para pelaku kejahatan semakin canggih dan dilakukan dengan

menggunakan teknologi yang cukup tinggi. Kejahatan yang dilakukanpun

semakin terorganisir dan cukup rapisehingga menyulitkan pihak berwajiban dalam

hal ini pihak kepolisian dalam mengungkapnya.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial yang semakin kompleks,

setiap individu ingin merasakan kenikmatan hidup didunia ini dengan nyaman.

Untuk merasakan kenikmatan bersama yang baik itu batasan-batasan tingkah laku

yang mengandung unsure saling menghargai dari masing-masing kepentingan

individu dalam situasi kebersamaan dan situasi social dapat dirasakan

keserasiannya secara bersama.4

3
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penghantar, Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta,1993,hlm.287.
4
Ibid.
3

Kompleksnya perkembangan kehidupan sosial tersebut dapat

menimbulkan tingkah laku abnormall atau perilaku menyimpang baik individu

atau kelompok. Tingkah laku abnormal atau menyimpang adalah tingkah laku

yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan

pribadi yang abnormal itupada umumnya jauh dari pada status integrasi, baik

secara internal dalam batin sendiri, maupun secara eksternal dengan lingkungan

sosialnya5. Seseorang berperilaku menyimpang jika menurut anggapan sebagian

besar masyarakat (minimal suatu kelompok/komunitas tertentu) perilaku atau

tindakannya diluar kebiasaan, adatistiadat, aturan,nilai-nilai atau norma yang

berlaku.6 Perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat bermacam-macam,

salah satunya tindakan criminal atau kejahatan.7

Ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh Negara

karena merupakan perbuatan yang merugikan Negara dan terhadap perbuatan itu

Negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas. Pengertian yuridis

membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai

kejahatan dalam hokum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Sementara

penjahat merupakan para pelaku pelanggar hokum pidana tersebut dan telah

diputus oleh pengadilan atas perbuatannya tersebut.8 Kriminalitas adalah suatu

hasil interaksi karena adanya interrelasi antara yang ada dan saling

mempengaruhi.9

5
ArtiniKartono,PatologiSosialJilid1EdisiBaru,Rajawali,Jakarta,1992,hlm.13
6
SyahrialSyarbainidkk,Dasar-dasarSosiologi,GrahaIlmu,Yogyakarta,2009,hlm.
7
Ibid
8
Toposantosodkk,Kriminologi,Rajawali,Jakarta,2009,hlm.14.
9
NinikWidiyanti,YuliusWaskita,Kejahatandalammasyarakatdanpencegahannya,BinaAk
sara,Jakarta,1987,hlm.1.
4

Seiring perkembangan zaman, transportasi menjadi salah satu kebutuhan

pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas.10 Masyarakat dalam menjalankan aktivitas kesehariannya

seringkali memanfaatkan alat transportasi,berupa sepeda motor, mobil pribadi,

maupun truk supaya dapat mempermudah mereka dalam menyelesaikan tugas-

tugasnya, misalnya tugas rumah tangga, pekerjaankantor, ataupun kegiatan

lain.11

Berhubungan dengan itu salah satu bentuk kejahatan yang dapat

merugikan masyarakat dewasa ini adalah pencurian kendaraan bermotor. Tindak

pidana curanmor adalah tindak pidana pencurian dengan obyek khusus kendaraan

bermotor. Dikatakan merugikan karena tindak pidana curanmor yang obyek

sasarannya adalah kendaraan bermotor yang mempunyai mobilitas tinggi dan

mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Menyikapi hal ini, penegak hukum

yang berwajib untuk menanganinya adalah kepolisian. Akantetapi, nyatanya

tidak mudah untuk melakukan upaya penyidikan tindak pidana curanmor,

dikarenakan terdapat kendala yang ditemui oleh pihak kepolisian.

Karena kecenderungan melakukan pencurian dengan delik apapun sering

dilakukan, namun dalam beberapa kasus pencurian dilakukan dalam waktu

tertentu,yaitu melibatkan kondisi dimana setiap orang akan mencari waktu yang

tepat dalam melakukan aksi operandinya. Dari beberapa pengamatan terhadap

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil,Disiplin Berlalu Lintas Di JalanRaya,


10

RinekaCipta,Jakarta,1995.hlm.17
11
UssiAstikaAnggraeni,Hafrida,NysArfa,“PenegakanHukumPidanaMengenaiMobil
BarangDipergunakanUntukAngkutan Orang”,https://online- journal.unja.ac.id/Pampas,Jurnal
IlmuHukum,Fakultas Hukum,Universitas Jambi. 2020. hlm.
5

kasus-kasus tampak bahwa kejadian pencurian yang sangat rawan (rentan)

terhadap perilaku pencurian adalah di waktu malam hari.

Sehingga hampir setiap saat diwaktu malam seluruh komponen

masyarakat cenderung menyiapkan berbagai cara untuk mengatasi atau

meminimalkan peluang pencurian, untuk itu dilakukan dengan melibatkan

masyarakat dalam ronda-rondamalam (jagamalam) ini memberikan indikasi

bahwa peluang pencurian dan Sasaran waktu yang dipilih oleh komplotan atau

individu dalam melakukan aksi pencurian dilakukan pada malam hari, sehingga

dapatlah diindikasikan waktu malam memiliki potensi pencurian yang sangat

tinggi dibandingkan dengan waktu-waktu lain, sementara aktivitas pencurian yang

dilakukan memiliki kecenderungan berkelompok yang dibentuk untuk menyusun

aktivitas pencuriannya.

Untuk itu perlu sebuah tindakan konsisten untuk dapat menegakkan

hukum, sehingga terjalin kerukunan. Berdasarkan analisis penulis faktor

kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian dalam kenyataan

yang terjadi ditengah masyarakat, ini dapat dibuktikan dari rasio pencurian yang

makin meningkat ditengah kondisi obyektif pelaku didalam melakukan

aktivitasnya, kondisi ini dapat berdampak pada beberapa aspek,yaitu ekonomi,

social dan lingkungan kehidupan pelaku tersebut, namun sejauh mana aktivitas itu

dapat memberikan nilai positif dalam membangun masyarakat yang taat hukum.

Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), buku ke-2 mulai

dari Pasal 362 sampai Pasal 367 KUHPm engatur tentang kejahatan pencurian

namun bentuk pokok pencurian tertuang dalam Pasal 362 KUHP, sedangkan
6

pencurian kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap

harta benda yang banyak menimbulkan kerugian yang delik perbuatannya diatur

sebagaimana dalam pasal pencurian tersebut. Berikut adalah table jumlah tindak

pidana curanmor yang terjadi di Polres Tanjung Jabung Barat dari Tahun 2017

hingga Tahun 2019 yang terus mengalami peningkatan,dapat dilihat pada table

berikut:

Tabel
Jumlah Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Pada
Tahun 2017-2020
Di Polres Tanjung Jabung Barat.
No Tahun Jumlah Kasus Yang Kasus Yang
kasus Terungkap Belum
Terungkap
1 2017 12 kasus 7 kasus 5 kasus
2 2018 31 kasus 10 kasus 21 kasus
3 2019 51 kasus 37 kasus 14 kasus
4 2020 29 kasus 24 kasus 5 kasus
Jumlah 118 kasus 78 kasus 45 kasus
Sumber:PolresTanjungJabungBarat

Dilihat dari keseluruhan data pada tabel-tabel di atas, keseluruhan

jumlah kasus kejahatan atau tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di

Tanjung Jabung Barat terus mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Dapat

dibuktikan dengan perbedaan jumlah keseluruhan kasus yang diketahui semakin

menunjukkan peningkatan pada setiap keseluruhan jumlah kasus pertahunnya, hal

ini menandakan bahwa diTanjung Jabung Barat kejahatan atau tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor terus berkembang pesat pada setiap tahunnya,

khususnya peningkatan itu terlihat pada tahun 2019 lalu, yang keseluruhan jumlah

kasusnya mencapai angka 37kasus, lebih banyak daripada tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 10 kasus dalam setahun. Dan jumlah kasus yang belum terungkap
7

mencapai angka 45 kasus. Ini membuktikan perlunya Tindakan khusus dari

penyidik untuk menyelesaikan kasus tindak pidana tersebut.

Sebagaimana kasus-kasus yang dijelaskan diatas bahwa tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun.

Untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana demikian itu dibutuhkan

kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh.12 Tindak pidana yang

semakin pelik dan rumit dengan dampak yang luas, dewasa ini menuntut penegak

hukum oleh aparat yang berwenang menerapkan sanksi hokum dan kebijakan

penegakan yang tepat guna, sesuai hokum yang berlaku yang dampaknya

diharapkan dapat mengurangi sampai batas minimum tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor tersebut. Penegakan hukum terhadap ketentuan undang-

undang hokum pidana tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat

dengan menekan semaksimal mungkin adanya pelanggaran hokum dan tindak

pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil bahkan jiwa

seseorang.13 Para pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dapat

melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan dengan berbagai cara.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sulit untuk kepolisian dalam

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, sehingga penulis

merasa tertarik untuk menelitinya lebih lanjut. Adapun judul yang diangkat yaitu

“Kendala Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan

Bermotor (Studi Kasus Di PolresTanjungJabung Barat)”.

W.A.Bonger,“PengantarTentangKriminologi”,BalaiPusataka,Jakarta,2004,hlm. 169
12

JonSianturi,dkk,“PolitikHukumPidanaTerhadapPenangananTindak
13
Pidana
PencuriandenganKekerasanyangTerjadi di Jalanan KotaMedan”,Jurnal Ilmiah Magister
Hukum,UniversitasMedanArea,2020,https://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma, hlm.4.
8

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan menjadi dasar

dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah kendala Satreskrim dalam melakukan proses penyidikan tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor diPolres Tanjung Jabung Barat?

2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan Satreskrim dalam mengatasi

kendala penyidikan tindak pidanan pencurian kendaraan bermotor?

C. Tujuandan Manfaat penelitian

1. TujuanPenelitian

Yang menjadi tujuandari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala Satreskrim dalam

melakukan proses penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat.

b. Untuk mengetahui dan menganalisi Upaya yang dilakukan

Satreskrim dalam mengatasi kendala penyidikan tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang penulis lakukan ini antara

lain adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagia bahan kajian lebih

lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiahyang pada

gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi


9

perkembangan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan

kendala Satreskrim dalam penyidikan tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat.

b. Secara praktis.

1) Sebagai pedomandan masukan bagi lembaga hukum,

institusi pemerintah dan penegak hokum dikalangan

masyarakat luas.

2) Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang

berkaitan dengan penegakan dan pengembangan hokum

pidana.

3) Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk

menambah wawasan dalam bidang hokum pidana,

khususnya yang berkaitan dengan kendala polri dalam

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di

Polres Tanjung Jabung Barat.

D. KerangkaKonseptual

Untuk memahami maksud yang terkandung dalam penulisan skripsi ini,

terlebih dahulu haruslah diketahui dari judulnya, maka terlebih dahulu penulis

akan mengartikan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

1. Kendala
1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kendala adalah

“halangan rintangan dengan keadaan yang membatasi, menghalangi atau

mencegah pencapaian sasaran”.14

2. Satreskrim

Menurut Pasal 16 Undang-undang RI nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia Satreskrim (satuanreserse kriminal)

bertugas membina Fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi

dalam rangka penegakan hukum, koordinasi dan pengawasan operasional dan

administrasi penyidikan PPNS sesuai ketentuan hokum dan peraturan yang

berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Kasat Reskrim dibantu oleh

Kanit dan Kasubnit. Kasat Reskrim Polres bertanggung jawab atas

pelaksanaan tugasnya kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-

hari dibawah kendali Waka Polres.

3. Penyidikan

Pasal 1 butir 2 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) KUHAP

diuraikan bahwa:”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang, mencari dan

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

4. Tindak pidana Pencurian

14https://kbbi.web.id/kendala
.
1

Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal

362 KUHP terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut :

a. Unsur subjektif : met het oogmerk om het zich wederrechtelijk toe

te eigenen.“Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut

secara melawan hukum”.

b. Unsur objektif :

1) Hij atau barangsiapa.

2) wegnemen atau mengambil.

3) eenig goed atau sesuatu benda.

4) dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau

yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.

5. KendaraanBermotor

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan Kendaraan bermotor adalah: “kendaraan yang

digerakkan oleh peralatan teknik untuk pergerakannya, dan digunakan

untuk transportasi darat”. Umumnya kendaraan bermotor menggunakan

mesin pembakaran dalam (perkakas atau alat untuk menggerakkan atau

membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda, digerakkan oleh tenaga

manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau

tenaga alam). Kendaraan bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di

atas jalanan.
1

Dari uraian karangka konsep di atas adapun maksud dari skripsi ini

adalah mengenai Kendala Polri DalamPenyidikan TindakPidana pencurian

kendaraan bermotor di Polresta Tanjung Jabung Barat.

E. Landasan Teoretis

1. Teori Penyidikan

KUHAP memberikan definisi penyidik adalah pejabat polisi negara

Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Kemudian dipertegas dan diperinci lagi dalam Pasal 6 KUHAP. Di samping

apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal 6, terdapat lagi Pasal 10 yang

mengatur tentang adanya penyidik pembantu di samping penyidik yang

pengangkatannya berdasarkan syarat kepangkatan tertentu.

a. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 KUHAP dijelaskan

bahwa:

1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a) Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

b) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;


1

f) Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g)Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

h)Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

i) Mengadakan penghentian penyidikan;

j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

b. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada

dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat

(1) huruf a.

2. Teori Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor yang mempengaruhi

penegakanhokumtersebutadalima,yaitu:

1) Hukumnyasendiri
2) Penegakhukum.
3) Saranadan fasilitas.
4) Masyarakat.
5) Kebudayaan.15

a) FaktorHukum

Dalam praktik penyelenggaraan hokum dilapangan adakalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hokum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh

15
Soerjono Soekamto, factor yang mempengaruhi penegakan hokum, Rajawali pers,
Jakarta, 1999, hlm. 6.
1

konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang

tidak sepenuhnya berdasar hokum merupakan sesuatu yang dapat

dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan

dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hokum bukan

hanya mencakup low enforcement saja, namun juga peacemaintenance,

karena penyelenggaraan hokum sesungguhnya merupakan proses

penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan

untuk mencapai kedamaian.

Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan social hanya

dapat diselesaikan dengan hokum yang tertulis, karena tidak mungkin ada

peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku

manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya

dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas

yang mendukungnya.

Pada hakikatnya, hokum itu mempunyai unsur-unsur antara lain

hokum perundang-undangan, hukum traktat, hokum yuridis, hokum adat,

dan hokum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus

harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun

secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang

lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena
1

isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena

perundang-undangan itu.

b) Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hokum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,

tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah

satu kunci keberhasilan dalam penegakan hokum adalah mentalitas atau

kepribadian penegak hokum dengan mengutip pendapat J. E. Sahetapy

yang mengatakan: “Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi

penegakan hokum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah

suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu

kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hokum oleh setiap lembaga

penegakan hokum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus

dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”.

Didalam konteks diatas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas

penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di

kalangan masyarakat untuk mengartikan hokum sebagai petugas atau

penegak hukum, artinya hokum diidentikkan dengan tingkah laku nyata

petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan

wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang

dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap

melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh

kualitas yang rendah dari aparat penegak hokum tersebut.


1

c) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat

penting didalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas

tersebut, tidak akan mungkin penegak hoku menyerasikan peranan yang

seharusnya dengan peranan yang aktual.

d) Faktor Masyarakat

Penegak hokum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian didalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hokum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hokum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

e) Faktor Kebudayaan

Dalam kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan

soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai

fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur

agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,

dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang peri

kelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan,

dan apa yang dilarang.


1

Kelima factor diatas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal

pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas

penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor

penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Halini disebabkan

oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun

dilaksanakan oleh penegak hokum dan penegakan hukumnya sendiri juga

merupakan panutan oleh masyarakat luas.

Kelima factor yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, tidaklah

disebutkan factor mana yang sangat dominan berpengaruh atau mutlaklah

semua factor tersebut harus mendukung untuk membentuk efektifitas hukum.

Namun sistematika dari kelima factor ini jika bisa optimal, setidaknya hokum

dinilai dapat efektif.

Sistematika tersebut artinya untuk membangune fektifitas hukum harus

diawali untuk mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul

bagaimana penegak hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang

menunjang, kemudian bagaimana masyarakat merespon serta kebudayaan

yang terbangun.

Dari apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto,tentu bukan hanya kelima

factor tersebut, tetapi banyak faktor-faktor lainnya yang ikut mempengaruhi

efektifnya suatu hokum diterapkan. Salah satu inisialnya adalah faktor

keadaan atau kondisi yang melingkupi penerapan suatu hukum.

Hukum disini bisa saja menjadi tidak menentu dan menjadi wilayah “abu-

abu” tidak jelas dan samar-samar bahkan kerap kali dipermainkan untuk
1

kepentingan tertentu sehingga tidaklah heran bila orang yang tidak bersalah

sama sekali bisa dihukum dan orang yang bersalah menjadi bebas.

F. Metode Penelitian

Agar dalam penulisan skripsi ini mengandung suatu kebenaran objektif,

maka penulis melakukan metode penelitian sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis adalah Polres Tanjung

Jabung Barat.

2. Spesifkasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini berbentuk deskriptif, yaitu penulis hanya

memberikan gambaran dan uraian tentang kendala polri dalam penyidikan

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung Barat.

3. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

empiris, yaitu penelitian tentang fakta-fakta social masyarakat atau fakta

tentang berlakunya hokum ditengah-tengah masyarakat yang bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap suatu keadaan

yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini akan digambarkan

keadaan atau suatu fenomena yang berhubungan dengan kendala polri dalam

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung

Jabung Barat.

4. Tata Cara Penarikan Sampel


1

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling dimana terlebih dahulu ditentukan kriteria-kriteria

tertentu yang dianggap lebih mengetahui masalah dengan masalah yang

diteliti dengan beberapa responden sebagai sampel. Berhubungan dengan ciri-

ciri karakter dapat berupa pengetahuan, pengalaman, pekerjaan dan atau

jabatannya yang bersangkutan dengan masalah penelitian, antara lain:

a. Kasatreskrim Polres Tanjung Jabung Barat

b. 5 anggota satuan Resksrim Polres Tanjung Jabung Barat

5. SumberData

Sumber penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder.

Data sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang

berkaitan dengan objek atau materi penelitian yang meliputi:

a. Bahan hokum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah KUHP dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, KUHAP.

b. Bahan hokum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi

yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu dengan menggunakan kamus hokumdan

kamus Bahasa Indonesia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen yang berupa


2

pengambilan data yang berasal dari bahan literatur atau tulisan ilmiah sesuai

dengan objek yang diteliti dan penelitian lapangan.

7. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif yang menggambarkan fenomen-fenomena mengenai hasil penelitian

dengan kalimat-kalimat sehingga dapat memecahkan rumusan masalah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui isi dari penulisan skripsi ini, perlulah diperhatikan

sistematika penulisan dibawah ini:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam babini berisikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual,

Landasan teoretis, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab ini merupakan bab permasalahan yang akan dijawab pada bab

pembahasan nantinya.

BAB II TINJAUANPUSTAKA

Dalam bab ini berisikan tentang Kendala polri dalam penyidikan

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung

Jabung Barat. Pada bab ini merupakan kerangka konseptual untuk

bab selanjutnya.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam babini dibahas mengenai Bagaimanakah penanganan

terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres


2

Tanjung Jabung Barat, Apa kendala Polri dalam penyidikan tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Tanjung Jabung

Barat, dan Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala dalam

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres

Tanjung Jabung Barat.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dari uraian-uraian pada bab

pembahasan dan sekaligus berisikan saran yang berkenaan dengan

permasalahan yang dihadapi dalam penulisan skripsi ini.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENYIDIKAN DAN

TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah

penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi,

maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.

Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana.

Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan

mencari serta mengumpulkan bukti. Penyidikan menurut KUHAP (Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dalam pasal 1 butir 2 adalah sebagai

berikut: Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai

dengan cara yang diatur oleh undang-undang ini untuk mencari dan

mengumpulkan alat bukti, dengan bukti tersebut menjadi terang tentang tindak

pidana yang terjadi sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidana.

Sejalan dengan rumusan didalam KUHAP pada hakikatnya penyidikan

adalah suatu upaya penegakan hokum yang bersifat pembatasan dan penegakan

hak-hak warga negara, bertujuan untuk memulihkan terganggunya keseimbangan

antara individu dan kepentingan umum agar terpelihara dan terciptanya situasi

keamanan dan ketertiban, oleh karna penyidikan tindak pidana juga merupakan

22
2

bagian dari penegakan hukum pidana, maka harus dilaksanakan berdasarkan

Ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.

Sehingga dalam pandangan penulis dari beberapa pengertian diatas

terdapat bagian-bagian dari hokum acara pidana yang menyangkut tentang

penyidikan adalah sebagai berikut: ketentuan tentang alat-alat bukti, ketentuan

tentang terjadinya delik, pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan

tersangka atau terdakwa, penahanan sementara, penggeledahan, pemeriksaan dan

introgasi, Berita acara, penyitaan, penyampingan perkara pada penuntut dan

pengembalian kepada penyidik untuk disempurnakan.

Dalam hal melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud diatas, KUHAP

telah memberikan batasan pada pasal 1angka1 KUHAP dan Pasal 6 Ayat (1)

Penyidik adalah: (a) pejabat polisi Negara Republik Indonesia; (b) pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

sedangkan mengenai organisasi dan penegak hokum yang berhak atas satuan

tugas dan fungsi penyidikan yaitu: Penyidik adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Penulis berpandangan maksud dan tujuan adanya pembatasan terhadap

lemabaga negara yang berperan dalam penyidikan, agar tidak terjadinya tumpang

tindih kewenangan dengan lemabaga Negara lainnya, sehingga proses

pelaksanaan penyidikan dapat berjalan sesuai kompetensi lembaga yang

dimaksud dalam hal ini kepolisian bersama dengan pejabat pegawai negri sipil,

sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan secara kelembagaan.


2

2. Tugas dan Wewenang Penyidik

a. Tugas Penyidik

Yang berwenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6

KUHAP, namun pada prakteknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak

pidana tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam

KUHAP. Untuk itu pada subbab ini akan dipaparkan siapa sajakah

penyidik yang disebutkan di dalam KUHAP dan siapa saja yang juga yang

merupakan penyidik namun tidak tercantum di dalam KUHAP. Adapun

tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:

1) Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 75 KUHAP. (Pasal 8 Ayat (1) KUHAP).

2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8

Ayat (2) KUHAP).

3) Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan

tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan

tindak pidana korupsi wajib segera melakukan penyidikan yang

diperlukan (Pasal 106 KUHAP).

4) Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti

kepada penuntut umum (Pasal 8 Ayat (3) KUHAP).

5) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu

peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik

memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum. (Pasal 109

Ayat (1) KUHAP).


2

6) Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada

penuntut umum, jika penyidikan dianggap telah selesai. (Pasal

110 Ayat (1) KUHAP).

7) Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan

untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum (Pasal 110

Ayat (3) KUHAP).

8) Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib

melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka

penyidikan (Pasal 112 Ayat (2) KUHAP).

9) Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib

memberitahukan kepada orang yang disangka melakukan suatu

tindak pidana korupsi, tentang haknya untuk mendapatkan

bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib

didampingi oleh penasihat hukum (Pasal 114 KUHAP).

10) Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan

bagi tersangka (Pasal 116 Ayat (4) KUHAP).

11) Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang

dipergunakan oleh tersangka (Pasal 117 Ayat (2) KUHAP).

12) Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan

atau saksi, setelah mereka menyetujui isinya (Pasal 118 Ayat (2)

KUHAP).
2

13) Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah

perintah penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan

pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP).

14) Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih

dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau

keluarganya (Pasal 125 KUHAP).

15) Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan

rumah (Pasal 126 Ayat (1) KUHAP).

16) Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan

rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan

ditandatanganinya, tersangka atau keluarganya dan atau kepala

desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 126

Ayat (2) KUHAP).

17) Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal

melakukan penyitaan (Pasal 128 KUHAP).

18) Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan

dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan

disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua lingkungan dengan dua

orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP).

19) Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 Ayat (2)

KUHAP)

20) Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya,

keluarganya dan Kepala Desa (Pasal 129 Ayat (4) KUHAP).


2

21) Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130

Ayat (1) KUHAP).

b. Kewenangan Penyidik

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Kemudian kewenangan

dari penyidik adalah: Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1) KUHAP, penyidik

berwenang untuk:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya


tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

B. TindakPidanaPencurian

1. PengertianPidana

Menurut Van Hamel, arti pidana atau straf menurut hokum positif dewasa

ini adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh

kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama Negara

sebagai penanggung jawab dari ketertiban hokum umum bagi seorang

pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebuttelah melanggar suatu

peraturan hokum yang harus ditegakan oleh Negara.16

16
P.A.FLamintang,HukumPenitensierIndonesia,CV.Armico,Bandung,1984,hlm.47.
2

Algra Janssen telah merumuskan pidana atau straf sebagai alat yang

digunakan oleh penguasa (hakim) untuk memperingatkan mereka yang telah

melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan reaksi dari penguasa

tersebut telah mencabut kembali sebagaian dari perlindungan yang seharusnya

dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan harta kekayaannya, yaitu

seandainya ia telah melakukan suatu tindak pidana.17

Hazewinkel Suringa mengatakan straft atau pidana sebagai suatu reaksiatas

dilakukannya suatu delik atau tindak pidana (strafbaarfeit) yang telah

dinyatakan sebagai terbukti, berupa suatu kesengajaan untuk memberikan

semacam penderitaan kepada pelaku karena ia telah melakukan tindak pidana

tersebut.18

Menurut Pompe, “Hukum pidana (hukum materiil) adalah keseluruhan

peraturan-peraturan hukum, yang menunjukkan perbuatan-perbuatan mana

yang seharusnya dikenakan pidana dan dimana pidana itu harus

ditempatkan.”19

Sementara menurut Moeljatno, Hukum pidana adalah sebagian daripada

keseluruhan hokumyang berlakudisuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar

dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,


yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi siapa saja melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang diancamkan.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
BambangWaluyo,MasalahTindakPidanadanUpayaPenegakanHukum,SumberIlmuJaya,J
akarta,2007,hlm.19.
2

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat


dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.20
Pidana seringkali diartikan sebagai suatu hukuman, demikian dapat

dikatakan pula bahwa pidana atau hukumana dalah perasaan tidak enak

(yakni penderitaan dan perasaan sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim

dengan vonis kepada orang yang melanggar undang-undang hokum

pidana. Tujuan hukuman itu menurut beberapa filsafat bermacam-macam,

misalnya:21

a. Berdasar atas pepatah kuno ada yang berpendapat, bahwa hukuman

adalah suatu pembalasan.

b. Ada yang berpendapat, bahwa hukuman harus dapat memberi rasa

takut agar orang tidak melakukan kejahatan.

c. Pendapat lain mengatakan bahwa hukuman itu hanya akan

memperbaiki orang yang telah melakukan kejahatan.

2. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Tindak pidana dalam bahasa Belanda disebut straafbaarfeit, yang

terdiri dari dua kata yaitu straafbar dan feit, perkataan straafbaar dalam

Bahasa Belanda artinya dapat dihukum, sedangkan feit artinya sebagian

dari kenyataan, sehingga berarti straafbaarfeit berarti sebagian dari

kenyataan yang dapat dihukum.

Mengenai istilah tindak pidana menurut Moeljatno memberikan

komentar sebagai berikut, Istilah ini timbul dan berkembang dari pihak

20
Ibid.
21
R.Sugandhi,KUHPdanPenjelasannya,UsahaNasional,Surabaya,2001,hlm.13.
3

Kementerian Kehakiman yang sering dipakai dalam perundang-undangan

meskipun katanya lebih pendek dari pada perbuatan, akan tetapi tindak

pidana menunjukkan kata yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya

menunjukkan hal yang konkrit. Tentang apa yang diartikan dengan

straafbaarfeit (tindak pidana) para sarjana memberikan pengertian yang

berbeda-beda.22

Menurut R. Tresna menyebutkan bahwa peristiwa pidana adalah

sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan

dengan undang- undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap

perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman juga mengatakan bahwa

supaya suatu perbuatan dapat disebut peristiwa pidana harus mencukupi

syarat-syarat yaitu:23

a. Harus ada suatu perbuatan manusia.

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan

hukum.

c. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya

harus dapat dipertanggung jawabkan.

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya didalam

Undang-undang”.

22
WiryonoProdjodikoro,Tindak-tindakPidana TertentuDiIndonesia,PT.RefikaAditama,
Bandung,2003,hlm.1.
23
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 69
3

Jonkers dan Utrecht merumuskan merupakan suatu rumusan yang

lengkap, yaitu sebagai berikut:24

a. Diancam dengan pidana oleh hukum.

b. Bertentangan dengan hukum.

c. Dilakukan oleh orang yang bersalah.

d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.

Tindak Pidana atau straafbarfeit dalam kamus hokum artinya adalah suatu

perbuatan yang merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman,

tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu

perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah

suatu kejadian dalam alam lahir disamping kelakuan dan akibat untuk adanya

perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan

tertentu yang menyertai perbuatan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidanadapat digolongkan 2 (dua)

bagian, yaitu:25

a. Tindak pidana materiil.

Pengertian tindak pidana materil adalah, apabila tindak pidana yang

dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkansuatu akibat

tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu.

b. Tindak pidana formil.

24
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,Cetakan keempat, P.T.Rienka Cipta, Jakarta,
2010, hlm
25
R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana
Yang Penting, Tiara LTD, Jakarta, 1979, hlm. 27
3

Pengertian tindak pidana formil yaitu apabila tindak pidana yang

dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat

yang disebabkan oleh perbuatan itu.

3. Unsur-unsur Tindak Pidana

Pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian

unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-

undang. Pengertian yang pertama (unsur), ialah lebih luas dari yang kedua

(unsur-unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana

pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasa l362 KUHPidana Unsur

tindak pidana terdiri atas dua macam,yaitu:

a. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri sipelaku atau

yang berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk didalamnya

segala sesuatu yang terkandung didalamhatinya, unsur-unsur subjektif

dari suatu tindakan adalah:

1) Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolusatau culpa).

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging.

3) Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat didalam

kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan.

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti

yang terdapat didalam kejahatan pembunuhan.

5) Perasaan takut seperti antara lain terdapat didalam rumusan tindak

pidana menurut Pasa l308 KUHP.


3

b. Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu dalam keadaan seketika tindakan-tindakan dari

sipelaku itu harus dilakukan, unsur-unsur objektif dari suatu tindak

pidana adalah:

1) Sifat melawan hokum atau wederrechtlijkheid.

2) Kualitas dari sipelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai

negeri dalam kejahatan menurut Pasa l415 KUHP.

Kualitas yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan

suatu kenyataan sebagai akibat. Kejahatan pencurian adalah salahsatu

kejahatan terhadap kepentingan individu yang merupakan kejahatan terhadap

benda/kekayaan. Hal ini termuat dalam Bab XXII Pasa l362-367 KUH Pidana.

Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata Dasar “curi” yang

memperoleh imbuhan “pe” diberi akhiran“an” sehingga membentuk kata

“pencurian”. Kata pencurian tersebut memiliki arti proses, perbuatan cara

mencuri dilaksanakan.26

Pencurian adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan orang lain dan

juga orang banyak, terutama masyarakat sekitar kita. Maka dari itu kita harus

mencegah terjadinya pencurian yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-

hari, karena terkadang pencurian terjadi karena banyak kesempatan. Dalam

Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa mencuri adalah suatu perbuatan

yang mengambil barang milik orang lain dengan jalan yang tidak sah. Untuk

mendapat batasan yang jelas tentang pencurian, maka dapat dilihat dari Pasal

Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU
26

Press,Medan,1994.Hal.8
3

362 KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa mengambil

sesuatu barang yang mana sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang

lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum

karena pencurian dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun atau

denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-“

Berdasarkan pasal diatas, maka dapat diketahui bahwa delik pencurian

adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kepentingan indiidu yang

merupakan kejahatan tehadap kekayaan harta benda. Pengertian pencuri dapat

kita bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian

secara pasif:

1. Pencurian secara aktif; adalah tindakan mengambil hak milik orang

lain tanpa sepengetahuan pemilik.

2. Pencurian secara pasif adalah tindakan menahan apa yang seharusnya

menjadi milik orang lain.

Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian

disebut pencuri dan tindakanya disebut mencuri. Dalam Kamus Hukum

sudarsono pencurian dikatakan proses, perbuatan atau cara mencuri.27

a. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian

Dalam ilmu hukum pidana mengenai pencurian ini telah diatur

dalam beberapa pasal diantaranya Pasal 362KUHPidana. Pasal

362KUHPidana berbunyi: Barangsiapa mengambil suatu barang yang sama

dengan maksudakan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum

27
Ibid.
3

karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau

denda sebanyak-banyaknya Rp.900. Namun dalam KitabUndang-Undang

Hukum Pidana ada juga tentang pencurian yang memberatkan dan juga

pencurian dengan kekerasan.

Berdasarkan bunyi Pasal 362 KUHPidana tersebut dapat kita lihat

unsur- unsurnya sebagai berikut:

1) Mengambil barang

2) Yang diambil harus sesuatu barang

3) Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki

barang itu dengan melawan hokum (melawan hak).


BAB III

KENDALA SATRESKRIM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA


PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
(Studi Kasus Polres Tanjung Jabung Barat)

A. Kendala yang Dihadapi Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian


Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Di Polres Tanjung Jabung Barat)

Dalam hal melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud diatas,

KUHAP telah memberikan batasan pada pasal 1 angka1 KUHAP dan

Pasal 6 Ayat (1) Penyidik adalah: (a) pejabat polisi Negara Republik

Indonesia; (b) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang. Sedangkan mengenai organisasi dan penegak

hokum yang berhak atas satuan tugas danfungsi penyidikan yaitu:

Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang untuk melakukan penyidikan.

Berdasarkan hasil penelitian penulis terdapat 2 situasi yang perlu

diperhatikan sebelum dilakukan penyidikan oleh anggota kepolisian,

karena dalam penyidikan tindak pidana curanmor upayanya berbeda.

Situasi tersebut antara lain apabila pelaku belum diketahui identitasnya

dan pelaku tertangkap tangan. Berikut penanganan suatu tindak pidana

curanmor oleh satreskrim diwilayah hokum Polres Tanjung Jabung Barat,

antaralain adalah:

3
1. Pelaku belum diketahui identitasnya

Berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa dalam melakukan

suatu penyidikan terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor jika

dalam suatu kasus pelaku dari tindak pidana tersebut belum diketahui

identitasnya maka terdapat beberapa prosedur yang dapat dilakukan pihak

satreskrim dalam melakukan penyidikan, berikut adalah penjabarannya:28

a) Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana curanmor

Laporan terbagi menjadi 2 jenis yaitu, laporan model A laporan yang

disampaikan oleh anggota kepolisian yang mengetahui sendiri suatu tindak

pidana dan laporan model B yaitu adalah laporan yang dibuat oleh anggota

kepolisian berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh seseorang baik

saksi maupun korban. Pelapor dimintai keterangan seperti bagaimana awal

WawancaradenganM.Hasiholan,KanitReskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1
28

Maret2021.

3
3

kejadiannya, kapan terjadinya (tempusdelicti), dimana tempatnya terjadinya

(locusdelicti), bagaimana dengan bukti kepemilikanny asehingga jelas

apakah memenuhi unsur-unsur tindak pidana curanmor atau tidak.

b) Melakukan olah tempat kejadian perkara atau TKP

Olah TKP merupakan kegiatan salah satu penyelidikan yang dilakukan

untuk identifikasi, mencari saksi yang berada diTKP, mencari petunjuk dan

membuat sketsa mengenai keadaan diTKP, sehingga jelas bagaimana

gambaran kejadiannya. Identifikasi dibantu oleh pelapor atau korban.Dalam

tahap ini, penyidik dibantu oleh bantuan teknologi atau bantek.

c) Mencaritahu bagaimana modus operandi yang dilakukan oleh pelaku

Setelah dilakukan olah TKP Anggota kepolisian selanjutnya mencari

tahu moduso perandi yang digunakan dengan mempelajari keterangan-

keterangan yang diberikan oleh korban dan para saksi, dan juga meminta

keterangan kepada para tahanan dan mantan tahanan, khususnya tahanan

dan mantan tahanan atas tindakan curanmor lain. Modus operandi sendiri

dibagi menjadi 2, yaitu modus operandi dengan alat bantu dan modus

operandi dengan melihat tempatnya. Modus operandi dengan alat bantu

contohnya seperti menggunakan anak kunci palsu dan kunci letter L,

sedangkan modus operandi dengan melihat tempatnya yaitu apakah di

tempat parker, rumah, atau tempat umum.

d) Melakukan penyelidikan dalam rangka penyidikan

Penyelidikan ini dilakukan oleh reserse mobil atau disebut resmob.

Pada tahap ini, penyelidikan ditujukan untuk menemukan barang dalam hal
3

ini kendaraan bermotor dan penyelidikan untuk menemukan dan menangkap

pelaku dan penadah. Kegiatan penyelidikan ini antaralain dengancara

observasi, wawancara, pembuntutan, penyamaran, dan merekam

pembicaraan baik dengan izin atau tidak. Kegiatan tersebut dilakukan

dengan tujuan untuk pengumpulan bahan keterangan.Pencarian dilakukan

dengan dibantu oleh jaringan informasi yang dikelola oleh resmob. Jaringan

informasi yang dikelola oleh resmob ini terdiri dari jaringan antar polres

atau polsek, jaringan dari informan, dan jaringan dari masyarakat.

e) Tahap melakukan upaya paksa

Apabila dalam kegiatan penyelidikan dalam rangka penyidikan anggota

kepolisian mendapatkan bukti permulaan dan menemukan pelaku, maka

dilakukanlah upaya-upaya paksa seperti penangkapan, diikuti dengan

penggeledahan dan penyitaan barang bukti yang berkaitan dengan tindak

pidana curanmor.

f) Membuat berita acara perkara

Langkah terakhir yaitu membua tberita acara perkara atau BAP. Tujuan

dibuatnya BAP ini untuk pertimbangan jaksa penuntut umum untuk

melakukan penuntutan. Bersama dengan penyerahan BAP ini, maka tugas

kepolisian dinyatakan selesai.

2. Pelaku tertangkap tangan

Terkait hal ini, anggota kepolisian dapat langsung melakukan tindakan

tanpa izin dari atasan terlebih dahulu. Penanganannya juga tanpa perlu

dilakukan penyamaran dan pembuntutan karena tersangka sudah diketahui.


4

Karena pelaku sudah diketahui, maka penyidikan dapat dilakukan dengan

seketika. Anggota kepolisian atau penyidik yang melakukan penyidikan

curanmor secara seketika ini dapat melakukan tindakan berikut:29

1) Melarang saksi untuk meninggalkan TKP;

2) Mengumpulkan keterangan dari para saksi;

3) Menggeledah orang yang dicurigai tanpa izin;

4) Menyita barang bukti tanpa izin;

5) Menangkap orang yang patut dicurigai tanpa izin;

6) Dan tindakan lain yang diperlukan untuk penyidikan.

Dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor diwilayah hokum Polres Tanjung Jabung Barat satreskrim

setempat tentunya memiliki kendala tersendiri. Adapun kendala yang dihadapi

tersebut menurut wawancara penulis dengan Kanit Reskrim Polres Tanjung

Jabung Barat menjelaskan: Kendala yang kami hadapi dalam proses penegakan

hokum dan penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor diwiliayah

hukum Polres Tanjung Jabung Barat antaralain:30

1) Faktor internal:

- Kurangnya dana operasional.

- Kurangnya Personil.

- Jaringan informasi yang terputus

2) Factor Eksternal

29
Wawancara dengan Agung, Satreskrim Polres Tanjung Jabung Barat, Senin 1 Maret,
2021.
Wawancara dengan M.Hasiholan, Kanit Reskrim Polres Tanjung Jabung Barat. Senin1
30

Maret 2021.
4

- Kurangnya kerjasama dari masyarakat.

- Kurangnya alat bukti dan saksi

- Sarana pendukung pada tempat kejadian perkara kurang

memadai

Dari keterangan diatas telah diketahui ada beberapa kendala dalam

melakukan penegakan hokum dan penyidikan tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor, adapun ulasan untuk penjelasannya antara lain adalah:

a) Kendala Internal

1. Kurangnya dana Operasional.

Berdasarkan analisis penulis menyimpulkan bahwa dalam

melaksanakan penyidikan Satreskrim Polres Tanjung Jabung Barat

memilik ikendala yang sama yaitu kurangnya dana operasional untuk

bertugas. Dana operasional yang dibutuhkan Satreskrim Polres Tanjab

Barat antara lain untuk biaya sarana dan prasarana kendaraan, biaya

transportasi, pelatihan dan perbaikan alat dan kendaraan serta biaya

operasional dan prasarana lainnya.

Dengan demikian tentunya dapat diketahui akan membutuhkan

anggaran yang cukup besar, jika anggaran operasional tidak mencukupi

dari kebutuhan maka tentunya akan terjadi kendala dalam melakukan

operasional pelaksanaan tugas penegakan hukum.31

Dengan keadaan demikian, keharusan dalam melakukan

penyampaianin formasi atau himbawan kepada masyarakat dan anggota

31
WawancaradenganAgung,KanitReskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1Maret202
4

lainnya sebagai upaya pencegahan dan penegakan hokum tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor sulit untuk dilaksanakan sesuai rencana.

Berdasarkan hasil penelitian penulis dengan anggota satsreskrim

Polres Tanjung Jabung Barat mengemukakan: “Mengenai besaran biaya

untuko perasional Satreskrim itu berdasarkan luas wilayah, banyaknya

personil dan peralatan atau perlengkapan satuan, serta lingkup operasi

yang direncanakan. Untuk anggaran prasarana dan pelaksanaan

operasional Satreskrim mendapat anggaran 1 Milyar pertahunnya, tetapi

anggaran tersebut belum mencukupi untuk membiayai operasional

satreskrim karna kebutuhan yangdinilai cukup banyak.”22

Curanmor termasuk dalam kategori kasus sulit.Dibutuhkan biaya yang

tidak sedikit untuk penanganan tindak pidana curanmor selain yang dalam

keadaan tertangkap tangan karena memang untuk mendapatkan informa

sipara penyidik harus melakukan koordinasi antar polsek dan bahkan antar

polres.32

2. Kurangnya Personil

Dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadaptindakpidana

pencurian kendaraan bermotor diwilyah hukum PolresTanjab Barat

tentunya sumber daya manusia sangat dibutuhkan yaitu keterlibatan

personil Satreskrim yang mencukupi dalam menangani suatu kasus

pencurian kendaraan bermotor. Mengingat dalam kegiatan penegakan

hokum yang diawali dengan operasi penangkapan hingga tahap

32
WawancaradenganAgus,KanitReskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1Maret202
4

persidangan dibutuhkan tenaga dan keahlian yang cukup dalam

menjalankan proses penegakan hokum hingga proses peradilan.

“Penindakan dan penyampaian informasi sangatlah penting bagi

satuan kepolisian guna mempermudah penyelidikan dan penyidikan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari itu

kurangnya personil Kepolisian akan dapat menghambatdan membutuhkan

waktu lama dalam proses penegakan hokum pencurian kendaraan

bermotor tersebut.”33

Berdasarkan hasil penelitian penulis dengan anggota satreskrim Polres

Tanjung Jabung Barat mengemukakan: “Kurangnya personil satreskrim

Polres Tanjung Jabung Barat yang hanya berjumlah 46 orang, diniliai

masih tidak mencukupi jika dibandingkan dengan keseluruhan wilayah

Tanjung Jabung Barat yang luasnya mencapai 5,445Km2, dengan

keseluruhan luas wilayah tersebut tentunya akan membutuhkan lebih

banyak lagi personil untuk dapat mengontrol dan mengawasi masyarakat,

serta menindak lanjuti penegakan hukum tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor”34

3. Jaringan informasi yang terputus

Penyebab dari terputusnya jaringan informasi ini adalah karena pelaku

curanmor lebih rapi dan lebih berkembang dalam melakukan tindak

pidananya, barang hasil curian dalam hal ini kendaraan bermotor telah

33
WawancaradenganAgus, SatreeskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1Maret2021.
34
Wawancara denganHadi, SatreeskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1Maret2021.
4

dibongkar sehingga menjadi beberapa bagian yang oleh pelaku dijual

keberbagai tempat.26

b) Kendala Eksternal

1. Kurangnya Kerjasama Dari Masyarakat

Faktor masyarakat serta kurang perdulinya masyarakat untuk melapor

kepihak berwajib membuat penegak hukum sulit memberantas tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor. Dalam penegakan hukum tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor masyarakat harus berperanaktif,

masyarakat harus bekerja sama dengan aparat penegak hokum dan

melaporkan tindak pidana tersebut agar dapat segera ditindak lanjuti oleh

aparat penegak hukum. Karena latar belakang dan karakteristik pribadi

yang dimiliki anggota Polisi membuatnya lebih cerdik dan pintar untuk

dapat melacak pelaku kejahatan tersebut.

Saat diminta keterangan oleh penyidik, masyarakat yang menjadi saksi

kurang begitu jelas dalam memberikan keterangan sehingga penyidik tidak

mendapatkan informasi bagaimana kronologi yang sebenarnya terjadi.

Selain itu, peran masyarakat juga dibutuhkan oleh pihak kepolisian untuk

ikut berpartisipasi dalam melakukan ungkap kasus sebagai jaringan

informasi.35

2. Kurangnya alat bukti dan saksi

Saksiyang juga dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan terkait

suatu tindak pidana curanmor kurang bahkan tidak ada. Barang bukti dan

35
WawancaradenganHericon, SatreeskrimPolresTanjungJabungBaratSenin1Maret2021.
4

keterangan saksi sangat penting untuk kelancaran kegiatan penyidikan

tindak pidana curanmor. Dibeberapa tempat kejadian perkara yang di

ketahui bahwa lokasi tersebut merupakan daerah yang sepi, namun

terkadang dalam operasinya pelaku kejahatan akan selalu melihat situasi

tempat mereka beraksi terlebih dahulu untuk melancarkan aksinya dan

juga memperkecil kemungkinan untuk dapat disaksikan oleh orang lain

sehingga identitas pelaku tersebut tidak diketahui maka dari itu sering

sekali dalam suatu kasus pencurian kendaraan bermotor tidak memiliki

saksi.

3. Sarana pendukung pada tempat kejadian perkara kurang memadai

Sarana pendukung yang dimaksud adalah sarana yang sengaja

disediakan untuk mengetahui bagaimana kronologi suatu kejadian dalam

hal ini tindak pidana curanmor. Sarana tersebut yaitu kamera CCTV. Baik

disuatu tempat parker sebuah toko, sebuah perumahan, dan pada

tempatumum, kamera CCTV yang dipasang kurang berkualitas dalam

menangkap suatu gambar yang direkamnya. Hasilnya penyidik tidak dapat

mengetahui bagaimana modus operandi yang dilakukan oleh pelaku, tidak

mengetahui secara detail dan rinci ciri-ciri dari pelaku tindak pidana

curanmor, dan sulit mengidentifikasi semua informasi yang dibutuhkan.

B. Upaya Dalam Mengatasi Kendala Penyidikan Tindak Pidana Pencurian

Kendaraan Bermotor

1. Menyusun Rencana Kebutuhan untuk penanganan tindak pidana

pencuriankendaraanbermotor
4

Terkait dengan penyusunan rencana kebutuhan ini dilaksanakan oleh

bagian perencanaan atau bagren. Dalam hal pencairan anggaran, bagren

membuat rencana anggaran biaya atau RAB lalu menyusun rancangan kerja

anggaran kementerian lembaga atau RKA-LK. Apabila RKA-LK telah

selesai dibuat, maka selanjutnya akan diformulir ke Kepolisian Daerah lalu

ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia lalu ke Kementerian

keuangan.36

2. Merekrut penyidik pembantu dalam penanganan tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor

Mengingat karena SDM yang kurang memadai dari segi kuantitas, dan

semakin berat tugas kepolisian dan semakin meningkatnya jumlah tindak

pidana, maka anggota kepolisian yang berpangkat bintara dapat diangkat

menjadi penyidik pembantu untuk membantu penyidikan tindak pidana

curanmor.

3. Mengadakan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan Sumber Daya

Manusia (SDM) dibidang teknologi

Polres Tanjung Jabung Barat mengadakan program-program seperti

program pelatihan (prolat) di SPN Jambi.Hal ini dilakukan guna untuk

pengembangan kemampuan fungsi teknis kepolisian, selanjutnya mengikuti

pendidikan-pendidikan pengembangans pesialis yangs ecara berjenjang

dipilih dari perwira maupun bintaranya, dana dan pelatihan pendidikan untuk

kenaikkan pangkat setiap 6 bulan sekali yang diprogramkan oleh Bagsumda.33

36
WawancaradenganRudi,SatreskrimPolresTanjungJabungBarat,Senin1 Maret 2021
4

4. Meningkatkankesadaranmasyarakatdenganmengadakanpenyuluhand

ansosialisasihokumkepadamasyarakatterkaittindakpidanapencurian

kendaraanbermotor.

Dengan adanya penyuluhan diharapkan kepada masyarakat lebih waspada

agar harta bendanya yang berupa kendaraan bermotornya tidak hilang.

Penyuluhan dilakukan pada lingkungan masyaraka tpada umumnya. Selain

penyuluhan, sosialisasi juga diupayakan oleh Polres Tanjabbarat. Sosialisasi

dilakukan dengan cara siaran radio, televise maupun media cetak. Informasi

yang disebarkan melalui media-media tersebut berkaitan dengan tindak

pidana curanmor baik kasus-kasus curanmor serta sanksi yang dikenakan jika

terjadi tindak pidana curanmor.


BABVI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa kendala

yang dialami oleh Satreskrim Dalam Penyidikan Tindak Pidana

Pencurian Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Tanjung JAbung

Barat adalah kendala internal yaitu kurangnya dana operasional,

kurangnya personil penyidik reskrim Polri, dan Jaringan informasi yang

terputus, kendala eksternal yaitu kurangnya kerjasama dari masyarakat,

kurangnya alat bukti dan saksi, dan sarana pendukung pada tempat

kejadian perkara yang kurang memadai.

2. Adapun Upaya yang dilakukan Satreskrim Dalam Mengatasi Kendala

Penyidikan Tindak Pidana Pencurian kendaraan bermotor ialah

Menyusun Rencana Kebutuhan untuk penanganan tindak pidana

pencurian kendaraan bermotor, Merekrut penyidik pembantu dalam

penanganan tindak pidana pencurian, Mengadakan pelatihan-

pelatihan guna meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)

dibidang teknologi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat

dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi hukum kepada

masyarakat terkait tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

4
49

B.Saran

1.Diharapkan masyarakat lebih waspada lagi untuk dapat memberikan alat

pengaman tambahan agar tidak terjadi curanmor seperti alat pelacak

sepeda motor dana alarm. Apabila menjadi korban tindak pidana

curanmor, sebisa mungkin untuk langsung melapor agar dapat ditindak

lanjuti oleh kepolisian.

2.Kepolisian harus lebih aktif lagi dalam memperkirakan keadaan ditengah

lingkungan masyarakat, untuk dapat menanggulangi tindak pidana

ditengah masayarakat, tentunya berbagai macam kejahatan didalam

masyarakat terutama dikota jambi. Harusnya Kepolisian dapat lebih siaga

di jalanan dan di tempat tempat yang rawan terjadinya suatu kejahatan,

terutama untuk tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang sering

terjadi ditempat-tempat tertentu yang tidak terjangkau oleh khalayak

ramai, Kepolisian harus sering-sering turun kejalan untuk patroli.


DAFTARPUSTAKA

A. Buku

BardaNawawiArief,BungaRampaiKebijakanHukumPidana,Semarang:Fajar
Interpratama,2011.

Dellyana,Shant.KonsepPenegakanHukum.Yogyakarta:Liberty,1988.

DepartemenPendidikanNasional,KamusBesarBahasaIndonesia,PN.Balai
Pustaka,Jakarta,2003.

Hartono, Penyidikandan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan


HukumProgresif,SinarGrafika,Jakarta,2010.

Kartono,Kartini,PatologiSosialJilid1EdisiBaru,Rajawali,Jakarta,1992.

Kelik Pramudyadan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat


Hukum,PustakaYustisia,Yogyakarta,2010.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta,2007.

Moeljatno,Asas-asasHukumPidana,RinekaCipta,Jakarta,1993.

Mulyadi,Lilik,KapitaSelektaHukumPidanaKriminologidanVictimologi,
Djambatan,Jakarta,2004.

Ninik Widiyanti, Yulius Waskita, Kejahatan dalam masyarakat dan


pencegahannya,BinaAksara,Jakarta,1987.

Santoso,Topodkk,Kriminologi,Rajawali,Jakarta,2009.

Soekanto,Soerjono,SosiologiSuatuPenghantar,YayasanPenerbitUniversitas
Indonesia,Jakarta,1993.

Syarbaini,Syahrialdkk,Dasar-dasarSosiologi,GrahaIlmu,Yogyakarta,2009.

5
B. Jurnal

Dr. SahuriLasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak


Pidana KorupsiDalam PerspektifSistem Peradilan Pidana, Universitas
Negeri Jambi, Jambi, 2010. https://online-
journal.unja.ac.id/jimih/issue/view/87.

Kabib Nawawi, Progresifitas Polisi Menuju Polisi Profesional, Universitas


Negeri Jambi,Jambi, 2010. https://online-
journal.unja.ac.id/jimih/issue/view/87

Nys.Arfa,dkk, Pengaturan Peninjauan KembaliDalam PerspektifSistem


PeradilanPidanadiIndonesia,Volume 4Nomor 1Juni2020. https://online-
journal.unja.ac.id/JSSH/article/view/9774/5641.

Ussi Astika Anggraeni, Hafrida, NysArfa, Penegakan Hukum Pidana Mengenai


Mobil Barang Dipergunakan Untuk Angkutan Orang,https://online-
journal.unja.ac.id/Pampas, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
UniversitasJambi.2020

Yulia Monita Dan Dheny Wahyudhi, PerananDokterForensik Dalam Pembuktian


Perkara Pidana, UniversitasNegeri Jambi, Jambi, 2013. https://online-
journal.unja.ac.id/jimih/issue/view/373.
.

C. Undang-undang

Undang-Undang No. 2 Tahun2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Kitab Undang-undang HukumAcara Pidana

Anda mungkin juga menyukai