Anda di halaman 1dari 88

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN

SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN


KEPADA KORBAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)

SKRIPSI

OLEH :
MUHAMMAD DERRY SETIAWAN
NPM.20216600

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNVERSITAS BANDAR LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
Judul Skripsi : Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pelecehan
Seksual Dengan Cara Memperlihatkan Kelamin
Kepada Korban (Studi Kasus Putusan Nomor
1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)
Nama Mahasiswa : Muhammad Derry Setiawan
Nomor Pokok Mahasiswa : 20216600
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Prof. Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H.

2. Ketua Program Studi Hukum

Recca Ayu Hapsari, S.H., M.H.


MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua/Penguji : Prof. Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H. ............................

Penguji Utama : Prof. Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H. ............................

Penguji : Prof. Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H. ............................

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Erlina B., S.H., M.H.

Tanggal Lulus Ujian Skripsi :


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Derry Setiawan

NPM : 20216600

Program Studi/Jurusan : Ilmu Hukum/Hukum Pidana

Judul Skripsi :

Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pelecehan Seksual Dengan Cara


Memperlihatkan Kelamin Kepada Korban (Studi Kasus Putusan Nomor
1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)

Dengan ini menyatakan apabila dikemudian hari ternyata Skripsi dengan judul diatas
bukan merupakan hasil karya saya dan kesanggupan untuk menyelesaikan perbaikan
Skripsi sesuai dengan aturan dari Tim Penguji Komprehensif dalam waktu 15 (lima
belas) hari terhitung dari saat penutupan pelaksanaan Ujian Komprehensif.

Apabila ternyata melanggar pernyataan tersebut diatas, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Universitas
Bandar Lampung.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa mendapat tekanan atau
paksaan dari pihak manapun.

Bandar Lampung, Agustus 2023


Yang Membuat Pernyataan,

Muhammad Derry Setiawan


20216600
ABSTRAK
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN
SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN
KEPADA KORBAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)
Oleh :

MUHAMMAD DERRY SETIAWAN


NPM.20216600
Tindak pidana Pelecehan seksual merupakan penyimpangan dari standar
kesusilaan, dan tentunya penyimpangan ini tidak hanya mengganggu
ketentraman pribadi, yaitu suatu bentuk perilaku seksual yang tidak diinginkan
dari suatu sasaran, permintaan untuk melakukan suatu perbuatan seksual, baik
secara lisan maupun fisik, dimana peristiwa tersebut dapat terjadi di tempat
umum.
Permasalahan penelitian yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah
bagaimana faktor yang menyebabkan pelaku melakukan pelecehan seksual
dengan memperlihatkan alat kelaminnya, dan bagaimana pertanggung jawaban
pidana untuk pelecehan seksual dengan memperlihatkan alat kelamin.
Metode penelitian secara yuridis normatif dan empiris, menggunakan data
sekunder dan primer, yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi lapangan,
dan analisis data dengan analisis yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui Penerapan sanksi pidana
Pelecehan Seksual dengan memperlihatkan alat kelamin kepada korban
terdakwa dinyatakan sah secara hukum melakukan Tindak Pidana Pelecehan
Seksual dan di Pidana Penjara selama 5 (Lima) Bulan oleh Penuntut Umum,
serta bukti visum dengan Nomor R/VER/113/IX/KES.22/2021/RSB tanggal 15
September 2021 yang ditandatangani oleh dokter pemeriksa dr. Chatrina
Andryani, SP.FM pada kesimpulan menyebutkan bahwa telah dilakukan
pemeriksaan terhadap seorang perempuan umur Sembilan belas tahun, pada
pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gambaran berkebutuhan khusus, pada
pemeriksaan dalam ditemukan cairan kemerahan (haid) dalam batas normal, dan
robekan selaput dara pada arah jam pukul tiga hingga enam yang diakibatkan
trauma benda tumpul. Saran dalam penelitian ini yaitu masih terdapat
kekurangan dalam Pasal 4 maupun Pasal 10 Undang-undang Pornografi tersebut
karena dalam Pasal 4 tidak dijelaskan mengenai maksud dari kata menyajikan
ketelanjangan. Pasal 10 juga tidak jelas menuliskan apa yang dimaksud dengan
menggambarkan ketelanjangan. Tentunya hal-hal demikian membutuhkan
penafsiran lebih lanjut oleh penegak hukum.

Kata Kunci : Tindak Pidana Pelecehan Seksual, Memperlihatkan Alat


Kelamin, Kekerasan Seksual.
v
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada Tanggal 17 Desember 1996,


dari pasangan Ayahanda Sunaryo,S.Sos., M.H., dan Ibunda Meirita,
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDN 1 Sawah


Lama, Bandar Lampung, pada Tahun 2008.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Tingkat Pertama di SMPN 12


Bandar Lampung, pada Tahun 2011.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Tingkat Atas di SMAN 03,


Bandar Lampung pada Tahun 2014.

Penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum


Universitas Bandar Lampung pada Tahun 2014.
PERSEMBAHAN

Setiap kata penulis rangkai dengan cinta dan ketulusan


penulis persembahkan kepada :

Ayahanda Sunaryo,S.Sos., M.H., dan Ibunda Meirita, yang telah banyak


memberikan pengorbanan dan perhatiannya serta nasihat, doa dan semangat untuk
bisa menyelesaikan pendidikan S.1 selama ini kepada Penulis.

Saudari penulis : Devita Indriyani, S.E., dan Indah Rahmawati atas dukungan
moril dan serta dukungan disetiap langkah penulis dalam menggapai impian.

Untuk semua sanak keluarga, sahabat, rekan-rekan penulis sealmamater yang


telah memberi dorongan, pengarahan, usulan, kritik dan saran untuk penulisan
skripsi ini, serta semua pihak yang telah membantu untuk selesainya penulisan ini.

Para pembaca dan pecinta ilmu pengetahuan.


MOTO

“ Wa man jaahada fa-innamaa yujaahidu linafsihi.”


“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu
adalah untuk dirinya sendiri.”
(QS.Al-Ankabut:6)

“Aku Berpikir Maka Aku Ada”


(Descartes)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

Program Strata Satu (S.1) Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung yang

berjudul : Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pelecehan Seksual dengan

Cara Memperlihatkan Kelamin Kepada Korban (Studi Kasus Putusan

Nomor: 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk).

Penulisan skripsi ini, penulis menyadari baik isi maupun materinya masih kurang

sempurna dan adanya kelemahan-kelemahan yang mungkin kurang disadari oleh

penulis. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis,

namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun kepada

pembaca umumnya dan kepada rekan mahasiswa/mahasiswi khususnya demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulisan skripsi ini penulis mendapatkan berbagai

bantuan, bimbingan dan dorongan serta masukan-masukan yang sangat berguna

bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Sri Hayati Barusman, selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan

Administrasi Lampung;

2. Bapak Dr. Andala Putra Barusman, S.E., MA.Ec., selaku Ketua Yayasan

Administrasi Lampung;

3. Prof. Dr. Ir. M. Yusuf Sulfarano Barusman, MBA., selaku Rektor Universitas

Bandar Lampung;

ix
4. Bapak Dr. Bambang Hartono, S.H., M.Hum., selaku Wakil Rektor III

Universitas Bandar Lampung;

5. Ibu Dr. Erlina B, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Bandar Lampung;

6. Ibu Recca Ayu Hapsari, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung;

7. Bapak Anggalana, S.H., M.H., selaku Sekretaris Program Studi Fakultas

Hukum Universitas Bandar Lampung;

8. Bapak Prof. Dr. I Ketut Seregig, S.H., M.H., selaku Pembimbing Tunggal

dan Penguji Skripsi ini yang telah banyak memberikan saran dan motivasi

serta meluangkan waktu bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini;

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Karyawan dan Karyawati

Universitas Bandar Lampung, khususnya Bapak dan Ibu Dosen yang telah

mendidik serta memberikan ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti

pendidikan di Universitas Bandar Lampung;

10. Ibu Sely, selaku Direktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi

Lampung, yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian;

11. Ibu Hastuti, S.H., M.H., selaku Hakim Ketua Pada Pengadilan Negeri

Tanjung Karang Kelas IA, yang telah memberikan banyak bantuan selama

penelitian;

12. Ayahanda Sunaryo, S.Sos., M.H., dan Ibunda Meirita, yang telah banyak

memberikan pengorbanan dan perhatiannya serta nasihat, doa dan semangat

untuk bisa menyelesaikan pendidikan S.1 selama ini kepada Penulis;

13. Saudari penulis : Kakak Devita Indriyani, S.E., dan Adikku Indah Rahmawati

x
dukungan moril dan serta dukungan disetiap langkah penulis dalam

menggapai impian;

14. Buat seluruh rekan-rekan Angkatan 2014 Mahasiswa/Mahasiswi Fakultas

Hukum Universitas Bandar Lampung baik secara langsung maupun tidak

langsung telah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi ini;

15. Almamater tercinta, khususnya Fakultas Hukum Universitas Bandar

Lampung.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua yang membutuhkan terutama

bagi penulis. Tiada gading yang tak retak maka saran dan kritik yang bersifat

membangun Penulis harapkan dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan balasan yang sebaik-

baiknya atas segala jasa dan budi baiknya serta melindungi kita bersama.

Bandar Lampung, Agustus 2023

Penulis
(Muhammad Derry Setiawan)

xi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................vii
MOTO .................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1


B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 4
1. Permasalahan Penelitian ........................................................................... 7
2. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................................... 8
1. Tujuan Penelitian...................................................................................... 8
2. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 9
D. Kerangka Konsepsional ................................................................................. 10
E. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pidana ........................................................................................... 13


B. Pengertian Penegakan Hukum ....................................................................... 19
C. Pengertian Pertanggung Jawaban Hukum...................................................... 19
D. Faktor Penyebab Tindak Pidana Pelecehan Seksual ...................................... 22
E. Pengertian Tindak Pidana Pornografi ............................................................. 25

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ....................................................................................... 30


B. Sumber dan Jenis Data ................................................................................... 32

xii
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................ 33
D. Analisis Data .................................................................................................. 35

BAB IV. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN FAKTOR-FAKTOR


PERBUATAN PELAKU MELAKUKAN PELECEHAN
SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN
KEPADA KORBAN (Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)

A. Posisi Kasus.................................................................................................... 40
B. Hasil Wawancara ........................................................................................... 40
C. Hasil Analisis ................................................................................................. 50

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 52
B. Saran ............................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan zaman juga sangat mempengaruhi perubahan budaya

yaitu cara berpikir yang kemudian mempengaruhi perilaku dalam masyarakat.

Perubahan pola pikir masyarakat tidak hanya berkembang menjadi baik, tetapi

juga bisa berkembang menjadi pola pikir yang buruk. Pembangunan ke arah yang

buruk tentu akan membuat masyarakat hidup di luar norma kehidupan sosial.

Contohnya bisa berupa penyimpangan dari standar kesopanan.

Seksualitas adalah kebutuhan setiap tanda kehidupan. Manusia tidak diragukan

lagi adalah salah satu makhluk terbaik yang diciptakan oleh Tuhan. Selain akal

dan jiwa, manusia juga memiliki nafsu, salah satunya adalah nafsu seksual.

Karena dengan daging seksual ini, manusia bisa melahirkan keturunan. Kebutuhan

akan seks merupakan salah satu kebutuhan esensial manusia, bahkan menjadi

kebutuhan yang harus dipenuhi bukan berarti pemuasan kebutuhan tersebut tidak

normal. Berdasarkan uraian di atas, ada standar kesopanan yang bertujuan untuk

memaksa orang agar tetap tinggi dalam kebajikan.1

Hukum pidana Indonesia pada pokoknya memidanakan pengedaran gambar-

gambar porno, tulisan-tulisan yang melanggar kesusilaan di samping bertujuan

melindungi mereka yang belum dewasa (Pasal 533 KUHP) juga memidana tindak

pidana susila seperti Pasal 281 KUHP mengatur pelanggaran kesusilaan di muka

1
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), h. 1
umum dan mengenai menunjukkan alat kelamin, reaksi bugil berlaku terhadap

tayangan/pertunjukan yang berbau pornografi/aksi.2

Ada suatu kasus yang memprihatinkan yang menarik perhatian peneliti yaitu di

Kota Bandar Lampung. Pada April tahun 2021 di Sekolah Dasar Negeri 1

Rajabasa Kota Bandar Lampung terjadi tindakan kejahatan dengan menunjukkan

alat kelaminnya, ada seorang yang mengeluarkan alat kelaminnya kepada para

siswi SD yang telah pulang sekolah kemudian para siswi berteriak dan ketakutan

hingga membuat pria tersebut tancap gas meninggalkan lokasi menggunakan

sepeda motornya.

Hal seperti ini sudah dialami para siswi hingga 7 kali, namun baru bulan april

lalu para siswi mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah. Karena

banyaknya yang menjadi korban dan masyarakat juga resah terhadap pelaku

tersebut, maka pihak sekolah melaporkan ke pihak yang berwajib, akan tetapi kasus

ini tidak ditangani oleh pihak kepolisian. Dan kejahatan menunjukkan alat kelamin

juga terjadi di Pusat Kota Bandar Lampung pada September 2021, ada seorang laki-

laki tua dengan sengaja menunjukan alat kelaminnya dan melakukan pelecehan

seksual kepada anak remaja umur 19 (sembilan belas) tahun dengan kondisi

keterbelakangan mental yang sering bermain didaerah tersebut, namun pelaku

hanya di pidana penjara hanya dengan hukuman 5 (lima) bulan penjara.

Jadi, ada 2 (dua) kasus menunjukkan alat kelamin yang terjadi di Kota Bandar

Lampung pada tahun 2021, namun hanya 1 (satu) yang dapat ditangani oleh Polres

Kota Bandar Lampung. Banyak kasus menunjukkan alat kelamin yang terjadi di

2
Rendi Saputra Mukti, Tinjauan Yuridis Terhadap Pornografi Menurut Kuhp Pidana Dan Undang-
Undang No. 44 Tahun 2008, (Surabaya : Fh Universitas Wijaya Putra Surabaya, 2012), h.2

2
Kota Bandar Lampung tetapi belum terungkap semuanya oleh Polres Kota Bandar

Lampung sehingga membuat warga resah dan tidak nyaman atas aksi tindakan

menunjukkan alat kelamin yang dilakukan oleh pelaku.

Polres Kota Bandar Lampung yang pada umumnya adalah melaksanakan tugas

pokok kepolisian, yaitu menyelenggarakan tugas pokok dalam pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum dan pemberian perlindungan,

pelayanan kepada masyarakat, dan juga mempunyai fungsi mengidentifikasi

terhadap segala bentuk sumber pelanggaran hukum, penyimpangan norma sosial

lainnya dan sumber gangguan keamanan. Akan tetapi, Polres Kota Bandar

Lampung belum melaksanakan tugas pokok kepolisian secara maksimal, sehingga

kasus kejahatan menunjukkan alat kelamin yang terjadi di Kota Bandar Lampung

perlu dilakukan sebuah penelitian.3

Berdasarkan hal tersebut, terkait dengan masalah penunjukkan alat kelamin yang

ditujukan kepada anak-anak, dapat dilihat pada salah satu kasus putusan nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk yang dimulai pada akhir tahun. Saat itu tahun 2021

Terdakwa bernama Mul Sutiono melihat seorang remaja dengan kondisi

keterbelakangan mental yang berusia 19 (sembilan belas) tahun sedang bermain

dengan temannya. Pelaku melakukan pelecehan seksual pada anak tersebut dan

ternyata pelaku melakukan hal tersebut bukan untuk pertama kali, melainkan

beberapa kali.

Dalam kasus ini pelaku tinggal disebuah ruko kosong sehingga ketika anak-anak

bermain pasti berada didekat tempat tinggal pelaku, pelaku sering memperlihatkan

kemaluannya kepada anak-anak yang makan jajanan di warungnya. Karena

3
Abu Al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks Remaja, (Bandung: Mujahid, 2002), h. 30.

3
ulahnya, keluarga korban melaporkan pelaku ke polisi. Tidak lama kemudian

pelakunya pun langsung tertangkap. Selain itu, jaksa menuntut hukuman hanya 5

(lima) bulan penjara bagi pelaku karena perbuatan asusila terhadap anak dengan

kondisi keterbelakangan mental. Pengadilan Negeri Tanjung Karang mengabulkan

gugatan itu memutuskan bahwa pelaku sengaja merusak kesopanan di hadapan

orang lain dan menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara.4

Dalam pengertian kejahatan dikatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang

dilarang oleh undang-undang, dimana larangan itu disertai dengan hukuman.

Pelecehan seksual merupakan penyimpangan dari standar kesusilaan, dan tentunya

penyimpangan ini tidak hanya mengganggu ketentraman pribadi. Yuni Kartika dan

Andi Najemi mengatakan bahwa “pelecehan seksual adalah suatu bentuk perilaku

seksual yang tidak diinginkan dari suatu sasaran, permintaan untuk melakukan

suatu perbuatan seksual, baik secara lisan maupun fisik, dimana peristiwa tersebut

dapat terjadi di tempat umum”.5

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, Berdasarkan keterangan hasil data pada tabel

diatas LSM Damar menyebutkan jumlah kasus pelecehan seksual terhadap

perempuan dan anak di Provinsi Lampung yang telah ditinjau selama tahun 2021-

Juli 2023 sebanyak 689 kasus pelecehan dan kekerasan seksual dan kasus

pelecehan terbanyak yaitu kasus Memperlihatkan Alat Kelamin dengan jumlah

kasus sebanyak 243 kasus pada tahun 2021- Juli 2023.

4
Neng Djubaedah, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Perspektif Negara Hukum
Berdasarkan Pancasila), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.1.
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi,(Yogyakarta:
Bening, 2010), h. 62

4
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, Berdasarkan keterangan hasil data pada tabel

diatas LAP Damar menyebutkan jumlah kasus pelecehan seksual terhadap

perempuan dan anak di Provinsi Lampung yang telah ditinjau selama tahun 2021-

Juli 2023 sebanyak 689 kasus pelecehan dan kekerasan seksual dan kasus

pelecehan terbanyak yaitu kasus Memperlihatkan Alat Kelamin dengan jumlah

kasus sebanyak 243 kasus pada tahun 2021- Juli 2023.6

Kejadian kasus perkara pelecehan dan kekerasan seksual berdasarkan data yang

diperoleh dari LAP (Lembaga Advokasi Perempuan) Damar menyebutkan

Provinsi Lampug terdapat wilayah terbanyak terkait kasus pelecehan dan

kekerasan berdasarkan keterangan hasil pada data diatas dapat disimpulkan bahwa

kejadian kasus pelecehan dan kekerasan seksual menjadi daerah terbanyak terjadi

pada Kota Bandar Lampung dengan jumlah kasus 210 kasus pada tahun 2021 –

Juli 2023.

Ketidak jelasan norma yang diatur dalam Pasal 44 KUHP dalam kasus nyata,

yakni dalam kasus Ahmad Robi yang dibebaskan dari pertanggung jawaban

pidana penunjukkan alat kelamin dalam kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan

yang diberikan kepada Ahmad Darobi berbeda dengan Putusan Pengadilan tingkat

pertama yang memutus perkara tersebut, yakni Pengadilan Negeri Kebumen

menjatuhkan hukuman 1 (satu) tahun penjara. Berdasarkan hal tersebut, terdapat

perbedaan penafsiran Undang-undang Pertanggung jawaban Pidana mengenai

penyimpangan dalam peninjauan penunjukkan alat kelamin.

6
Lembaga Advokasi Damar Perempuan Provinsi Lampung, Data Pelecehan Seksual,2023

5
Perlindungan hukum bagi mereka yang melakukan pemaparan alat kelamin

bermasalah, padahal kegiatan tersebut jelas dikriminalisasi dalam hukum positif

Indonesia, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008.7

Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini harus membahas

tentang perlindungan hukum bagi mereka yang melakukan pemaparan alat

kelamin karena kelemahan Pasal-pasal pertanggung jawaban pidana menurut

Pasal 44 KUHP. Karena kelemahan pasal ini, maka terdapat perbedaan langkah

atau pembelaan hukum terhadap pelaku dalam proses hukum, yaitu terkait apakah

pelaku pemaparan alat kelamin dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya

dalam pengertian hukum positif Indonesia. terkait masalah ini.

Atas dasar permasalahan tersebut maka penulis menganggap permasalahan ini

penting untuk ditinjau secara mendalam dan menyajikannya dalam bentuk sebuah

karya tulis berupa penelitian. Agar kasus-kasus yang sedemikian rupa dapat di

tanggulangi sesuai dengan peraturan yang sudah di tentukan. Dengan demikian

peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : Pertanggung

Jawaban Pidana Pelaku Pelecehan Seksual dengan Cara Memperlihatkan

Alat Kelamin Kepada Korban (Studi Putusan Nomor:

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk).

7
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata KUHP, KUHAP, &
KUHPdt) (Cet. I; Jakarta: Visimedia, 2008), h. 98

6
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut :

a. Bagaimana faktor yang menyebabkan pelaku melakukan pelecehan seksual

dengan memperlihatkan alat kelaminnya?

b. Bagaimana pertanggung jawaban pidana untuk pelecehan seksual dengan cara

memperlihatkan alat kelaminnya?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian pada permasalahan di atas, maka perlu dilakukan pembatasan,

yakni pembatasan pada kajian hukum pidana pada ruang lingkup penelitian ini

adalah :

a. Faktor-faktor penyebab pelaku yang memperlihatkan alat kelamin melakukan

tindak pidana asusila.

b. Pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak asusila

memperlihatkan alat kelamin.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis Faktor-faktor penyebab

pelaku yang memperlihatkan alat kelamin melakukan tindak pidana asusila.

b. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis Pertanggung jawaban

pidana terhadap pelaku tindak asusila memperlihatkan alat kelamin.

7
2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka kegunaan dari penelitian ini adalah :

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian teoritis hukum

pidana tentang faktor penyebab pelaku Memperlihatkan Alat Kelamin dalam

hukum pidana di Indonesia serta pertanggung jawabannya.

b. Kegunaan Praktis

1) Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan praktisi

Akademisi khususnya di Bandar Lampung.

2) Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi dan meraih

gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.

D. Kerangka Konsepsional

Pidana berasal dari bahasa Belanda kata straf, yang ada kalanya disebut dengan

istilah hukuman, walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena

hukum sudah lazim.8

Pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan

atau diberikan oleh negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat

hukum (sanksi) baginya atas perbuatan-perbuatan yang telah melanggar larangan

hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai

tindak pidana (strafbaar feit).9

Menurut Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Strafbaar feit adalah
8
Yan Pramadya Puspa. 2008. Kamus Hukum Belanda-Indonesia-Inggris. Aneka Ilmu, Semarang, hlm.
470.
9
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana I. Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 23.

8
suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang dinyatakan

sebagai dapat dihukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan

atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.10

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa pelaku tindak pidana dalam

mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya berkaitan dengan kesalahan

yang dalam hukum pidana ada 2 (dua) macam yaitu sengaja (dolus/ opzet) dan

kealpaan (culpa) :

1. Kesengajaan (dolus/opzet)
Ada 3 (tiga) kesengajaan dalam hukum pidana yaitu :
a. Kesengajaan untuk mencapai sesuatu kesengajaan yang dimaksud/
tujuan.
b. Kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan melainkan disertai
keinsyafan, bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (kesengajaan dengan
kepastian);
c. Kesengajaan seperti sub diatas, tetapi dengan disertai keinsyafan hanya
ada kemungkinan (bukan kepastian, bahwa sesuatu akibat akan terjadi
(kesengajaan dengan kemungkinan).

2. Kurang hati-hati (kealpaan/culpa)

Kurang hati-hati/kealpaan (culpa) arti dari alpa adalah kesalahan pada

umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan mempunyai arti teknis yaitu suatu

macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti

kesengajaan yaitu kurang berhati-hati, sehingga berakibat yang tidak

disengaja terjadi.

Menurut Soedarto berpendapat, membicarakan penegakan hukum tidak

membicarakan bagaimana hukumnya, melainkan apa yang dilakukan oleh

10
Bambang Poernomo. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Ghalia Indonesia. 1997. hal. 86

9
aparatur penegak hukum dalam menghadapi masalah-masalah dalam penegakan

hukum.11

Hal ini berarti penegakan hukum selalu berkaitan dengan kegiatan yang

dilakukan oleh para penegak hukum. Secara lebih tegas lagi Soedarto

mengatakan bahwa apabila dilihat secara funsional penegakan hukum merupakan

sistem aksi Sebagai sistem aksi maka dalam penegakan hukum akan terjadi

aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para penegak hukum antara lain :

1. Aktifitas lembaga legislatif yang memformulasikan perundang-undangan;


2. Aktifitas kepolisian;
3. Aktifitas kejaksaan yang melaksanakan Undang-undang;
4. Aktifitas pengadilan yang melakukan aktifitas mengawasi pelaksanaan
Undang-undang.

Berdasarkan pendapat Soedarto di atas, penegakan hukum merupakan suatu

aktifitas atau kegiatan cara bekerjanya aparat penegak hukum dalam

melaksanakan penegakan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana menyamakan antara

pengertian penegakan hukum dengan fungsionalisasi, fungsionalisasi hukum

pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana dapat

terwujud secara konkrit. Jadi istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat

diidentikkan dengan istilah operasionalisasi atau konkritisasi hukum pidana yang

pada hakikatnya sama dengan pengertian penegakan hukum.12

Hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat yang sedang membangun itu

11
Soedarto. 1996. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung, hlm. 113.
12
Barda Nawawi Arief. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung, hlm. 157.

10
dapat pula merugikan, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati. Penggunaan

hukum itu harus dikaitkan juga dengan segi-segi sosiologi, antropologi, dan

kebudayaan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa

perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur (tertib), hukum berperan melalui

bantuan perundang-undangan dan keputusan pengadilan atau kombinasi dari

keduanya.

Pengertian pornografi, tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual

semata. Tetapi juga termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikan,

memuakkan, memalukan, orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan

atau menyentuhnya. Hal ini disebabkan oleh bangkitnya birahi seksual seseorang

akan berbeda dengan yang lain, apabila diukur perbuatan erotis atau gerak tubuh

maupun gambar, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti kelamin, suara dalam

nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan lain-lain yang

terdapat di media komunikasi baik cetak maupun elektronik, hanya di ukur dengan

perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pengertian

objek pornografi lebih luas daripada objek pornografi menurut KUHP. KUHP

menyebut 3 (tiga) objek, yaitu tulisan, gambar, dan benda. Adapun yang termasuk

benda ialah alat untuk mencegah dan menggugurkan kehamilan. Objek

pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

telah diperluas sedemikian rupa termasuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto,

tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak

tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media

komunikasi.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah

11
diundangkan pada tanggal 26 November 2008. Berbagai tanggapan telah terjadi

dalam masyarakat sejak difatwakannya Larangan Pornografi dan Pornoaksi oleh

Majelis Ulama Indonesia Nomor 287 Tahun 2001 yang dikeluarkan pada tanggal

22 Agustus 2001.13

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disesuaikan dengan format yang telah ditentukan

oleh Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, dengan urutan sebagai

berikut :

Bab I. Pendahuluan, Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan

dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran

dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka, Bab ini berisi tentang pengertian pidana dan tindak

pidana, pengertian pertanggung jawaban pidana, teori faktor penyebab timbulnya

kejahatan, pengertian tindak pidana pornografi.

Bab III. Metode Penelitian, Bab ini berisi tentang metode penelitian yang

dipakai untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang

digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur

pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

Bab IV. Pertanggung Jawaban Pidana Dan Faktor-Faktor Perbuatan Pelaku

Melakukan Pelecehan Seksual Dengan Cara Memperlihatkan Kelamin

Kepada Korban (Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk), Bab ini berisi

tentang hasil jawaban permasalahan yang terdiri dari bagaimana faktor yang

13
J.B. Daliyo. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta. Prenhalindo. 2001. hal. 93

12
menyebabkan pelaku melakukan pelecehan seksual dengan memperlihatkan alat

kelaminnya, bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pelecehan

seksual dengan memperlihatkan alat kelaminnya.

Bab V. Penutup, Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan yang

merupan jawaban terhadap permasalahan berdasarkan penelitian serta berisikan

saran-saran penulis mengenai upaya yang harus ditingkatkan dari pengembangan

teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana

1. Pengertian Pidana

Menurut Van Hamel yang dikutip dalam bukunya P.A.F Lamintang, pidana

menurut hukum positif dewasa ini adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus,

yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan untuk menjatuhkan pidana atas nama negara

sebagai penanggungjawab dari ketertiban umum bagi seorang pelanggar, yakni

karena semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum

yang ditegakkan oleh pemerintah.14

Menurut Simons, pidana atau straf adalah suatu penderitaan yang oleh Undang-

Undang Pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang

dengan putusan hakim telah dijatuhkan bagi seorang yang bersalah.15

Pidana adalah alat yang digunakan oleh penguasa atau Hakim untuk

meningkatkan mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat

dibenarkan. Reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagian dari

perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan

dan harta benda, yaitu seandainya ia tidak melakukan tindak pidana.16

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas maka yang

dimaksud dengan pidana itu adalah : penderitaan, reaksi atas delik, siksaan dan

14
P.A.F. Lamintang. 2007. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bhakti, Bandung,
hlm. 34.
15
Ibid, hlm. 35.
16
Ibid, hlm. 35-36.
sebagai alat negara dari negara atau penguasa yang dilimpahkan kepada pelanggar

Hukum Pidana. Antara pidana dan pemidanaan tidaklah sama, pidana masih

bersifat abstrak sedangkan pemidanaan bersifat konkrit. Penghukuman dalam hal

ini mempunyai makna sama” .

Membahas definisi pidana di atas, tidak terlepas dari pengertian pidana itu sendiri,

dimana salah satu definisi pidana adalah mengenai jenis-jenis pidana. Jenis-jenis

pidana terdapat dalam Pasal 10 KUHP yaitu :

a. Pidana Pokok, terdiri dari :

1) Pidana Mati;

Menurut R. Soesilo dalam bukunya Bambang Waluyo, mengatakan

bahwa pidana mati merupakan suatu reaksi atas delik yang dijatuhkan

berdasarkan vonis Hakim melalui proses persidangan atas terbuktinya

suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang secara terencana.

Penerapan pidana mati dalam praktik sering menimbulkan perdebatan

diantara yang setuju dan tidak setuju. Pidana mati ini adalah puncaknya

dari segala hukuman, terutama di dalam abad-abad terakhir telah banyak

dipersoalkan di antara golongan yang setuju dan yang tidak setuju

terhadap pidana mati ini. Salah satu yang dirasakan orang terhadap

pidana mati ini ialah sifatnya yang mutlak, sifatnya yang tidak

memungkinkan mengadakan perbaikan atau perubahan. Apabila pidana

mati itu telah dijalankan, hakim sebagai manusia yang tidak luput dari

kekeliruan dan meskipun di dalam suatu perkara nampaknya

pemeriksaan dan bukti-bukti menunjuk kepada kesalahan terdakwa, akan

tetapi karena kebenaran itu hanya pada Tuhan, tidaklah mustahil hakim

15
itu, walaupun dengan segala kejujuran, keliru di dalam pandangan dan

pendapatnya.17

2) Pidana Penjara;

Pidana penjara adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu

(Pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu

berkisar antara 1 (satu) hari sedikit-dikitnya dan 15 (lima belas) tahun

berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal lamanya

hukuman penjara sementara itu dapat ditetapkan sampai 20 (dua puluh)

tahun berturut-turut. Yaitu jikalau untuk suatu kejahatan disediakan

hukuman yang dapat dipilih oleh hakim diantaranya:

a) Hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, dan penjara untuk


sementara waktu;
b) Hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman penjara untuk
sementara waktu;
c) Terjadi gabungan peristiwa pidana;
d) Terjadi peristiwa pengulangan peristiwa pidana;
e) Terjadi perbuatan kejahatan seperti dimaksud dalam Pasal 52 KUHP,
jumlah hukuman menjadi lebih dari 15 (lima belas) tahun.

Akan tetapi, bagaimanapun juga hukuman penjara sementara waktu tidak

boleh melebihi 20 (dua puluh) tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat

(1) KUHP. Pidana penjara disebut juga pidana hilang kemerdekaan.

Tidak hanya itu, tapi narapidana juga kehilangan hak-hak tertentu,

diantaranya:

a) Hak untuk memilih dan dipilih;


b) Hak untuk memangku jabatan politik;

17
Bambang Waluyo. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika, Jakarta,hlm. 13.

16
c) Hak untuk bekerja di perusahaan;
d) Hak untuk mendapatkan perizinan tertentu;
e) Hak untuk mengadakan asuransi hidup;
f) Hak untuk kawin, dan lain-lain.

3) Pidana Kurungan;

Pidana kurungan sama seperti halnya dengan pidana penjara, maka

dengan pidana kurungan pun, Terpidana selama menjalani hukumannya,

kehilangan kemerdekaannya. Menurut Pasal 18 KUHP, lamanya pidana

kurungan berkisar antara 1 (satu) hari sedikit-dikitnya dan 1 (satu) tahun

paling lama. pidana kurungan ini mempunyai banyak kesamaan dengan

pidana penjara. di Dalam beberapa hal, seperti (samenloop, residive, dan

pemberatan karena jabatan) pidana kurungan itu dapat dikenakan lebih

lama, yaitu 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan (Pasal 18 ayat (2) KUHP).

Pidana kurungan dianggap lebih ringan dari pidana penjara dan hanya

diancamkan bagi peristiwa yang ringan sifatnya seperti di dalam

kejahatan yang tidak disengaja dan di dalam hal pelanggaran.

4) Pidana Denda

Beberapa pelanggaran dianggap kurang cukup dengan ancaman pidana

denda. Walaupun sifatnya pidana ini ditujukan pada orang yang bersalah,

akan tetapi berlainan dengan pidana lainnya, yang tidak dapat dijalankan

dan diderita orang yang dikenai pidana. Maka di dalam hal pidana denda

tidak dapat dihilangkan kemungkinan, bahwa pidana itu dibayar oleh

pihak ketiga.

Pidana Tambahan terdiri dari :

a. Pencabutan hak-hak tertentu;

17
Pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai

warga, tidak diperkenankan oleh Undang-undang sementara (Pasal 15

ayat 2 KUHP). Hak-hak yang dapat dicabut oleh keputusan, dimuat

dalam Pasal 35 KUHP, yaitu:

1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;


2) Hak memasuki angkatan bersenjata;
3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diakan berdasarkan
aturan-aturan umum;
4) Hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi
wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang
yang bukan anaknya sendiri;
5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
6) Hak menjalankan pencaharian yang tertentu. Untuk berapa
lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak
tersebut, hal ini dijelaskan dalam Pasal 38 KUHP, yaitu:
a. Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur hidup;
b. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan,
lamanya pencabutan paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling
banyak 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
c. Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 (dua) tahun
dan palin banyak 5 (lima) tahun.

Berdasarkan uraian di atas, mengenai pengertian jenis-jenis pidana dapat

diketahui bahwa Hukum Pidana itu adalah sanksi. Adanya sanksi, dimaksudkan

untuk menguatkan apa yang telah dilarang atau yang diperintahkan oleh ketentuan

hukum. Terhadap orang yang melawan ketentuan hukum, diambil tindakan

sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang bersangkutan.

Jenis pidana tercantum di dalam Pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi

delik yang tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu

18
menyimpang. Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana

tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan.

B. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan prosedur dilakukannya usaha agar berfungsinya atau

berdirinya kaidah-kaidah hukum secara benar sebagai pegangan berkelakuan dalam

hidup masyarakat,berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum, menurut Shant

adalah upaya untuk menciptakan gagasan dan rancangan hukum publik menjadi

kenyataan.

Hukum terpengaruh oleh unsur-unsur yang terlibat dalam penegakan hukum,

misalnya polisi, jaksa sebagai aparat penegak hukum serta masyarakat pembentuk

hukum dan masyarakat pendukung hukum dalam bentuk sikap, pendapat, perilaku,

keinginan untuk menegakkan hukum.18

Teori tentang sistem hukum diuraikan oleh Lawrance M. Friedman penegakan

hukum mencakup ciri substantif dan budaya hukum, maka ketiga faktor tersebul

momiliki pengaruh terhadap bagaimana penegakan hukum beroperasi.

Dari segi subjek, penegakan hukum dapat dimaknai sebagai upaya subjek yang luas

untuk menegakkan hukum, atau sebagai upaya subjek yang sempit untuk

menegakkan hukum. Penegakan hukum dalam arti luas mencakup segala hukum

dalam tiap-tiap relasi hukum.19

1. Pengertian Pertanggung Jawaban Hukum

Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggungjawab. Menurut kamus besar

18
Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. 2005. hal. 54
19
C.S.T. Kansil. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta. Pradnya Paramita. 2004. hal. 37

19
Bahasa Indonesia, Pengertian tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung

segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,

diperkarakan, dan sebagainya) Hak fungsi menerima pembebanan sebagai akibat

sikap pihak sendiri atau pihak lain. Sedangkan pertanggungjawaban adalah

perbuatan (hal dansebagainya) bertanggung jawab sesuatu yang dipertanggung

jawabkan.20

Istilah labil (tidak konsekuen) menunjuk pada pertanggung jawaban hukum yaitu

tanggung gugat akibat kesalahan yang. dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan

tanggung jawab menunjuk pada pertanggung jawaban politik. Dalam ensiklopedia

administrasi, tanggungjawab adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan

secara layaknya apa yang telah di wajibkan kepadanya.

Eksibisionis merupakan kelainan jiwa yangditandai dengan kecendrungan untuk

memperlihatkan hal-hal yang tidak senonoh, seperti alat kelamin pada lawan jenis.

Tidak jarang jugapelakunya melakukan kontak fisik pada korban.21

2. Faktor Penyebab Tindak Pidana Asusila

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai moral

manusia ke arah yang tidak baik sehingga berujung kepada terjadinya tindak pidana

asusila22, yaitu:

3. Kurangnya Iman

Iman adalah kepercayaan atau ketetapan hati kepada Tuhan. Manusia pasti

mengenal sang penciptanya, oleh karena itu manusia menganut suatu agama untuk

20
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 60.
21
C.S.T. Kansil. Pokok-pokok Hukum Pidana, Loc. Cit.,. hal. 38
22
J.B. Daliyo. Pengantar Hukum Indonesia,… hal. 93

20
mengenal penciptanya. Melalui agama yang dianutnya manusia itu memiliki

iman.Iman dapat menjaga kita dari suatu perbuatan yang tercela, karena melalui

iman, manusia pasti bisa mengendalikan diri jika dia memiliki iman yang kuat, dan

sebaliknya.23

4. Niat dan Kesempatan

Suatu peristiwa dapat dikatakan peristiwa pidana bila peristiwa itu benar-benar

peristiwa yang melanggar sistem hukum yang berlaku dan peristiwa itu memiliki

pelaku dan korban. Dalam hal mencapaitujuannya, seorang pelaku tindak pidana

harus mempunyai sebuah niat dan kesempatan di dalam dirinya sendiri.

5. Teknologi

Kemajuan dalam bidang teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola kehidupan

masyarakat di Indonesia dari yang hidup di kota-kota besar sampai pada pelosok

pedesaan, dari yang sudah usia senja sampai anak- anak dalam kehidupan sehari-

hari tidak lepas dari dunia teknologi.24

C. Pengertian Tindak Pidana Pornografi

Pengertian pornografi, tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual

semata. Tetapi juga termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikan,

memuakkan, memalukan, orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau

menyentuhnya. Hal ini disebabkan oleh bangkitnya birahi seksual seseorang akan

berbeda dengan yang lain, apabila diukur perbuatan erotis atau gerak tubuh maupun

gambar, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti kelamin, suara dalam

23
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 64
24
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta 2010, hal. 48-49

21
nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan lain-lain yang

terdapat di media komunikasi baik cetak maupun elektronik, hanya di ukur dengan

perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata.25

Secara etimologi pornografi berasal dari dua suku kata yakni pornos dan grafis.

Pornos artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan dengan

seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh atau cabul. Sedangkan grafis

adalah gambar atau tulisan, yang dalam arti luas termasuk benda benda patung,

yang isi atau artinya menunujukan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat

asusila atau menyerang rasa kesusilaan masyarakat.

Definisi pornografi yang diajukan Catherine Mckinnon, seperti dikutip oleh Ninuk

Merdiana Pambudy dapat dipakai sebagai acuan internasional, yaitu: “Grafis yang

menunjukkan subordinasi seksual perempuan secara eksplisit melalui gambar atau

kata-kata, termasuk dehumanisasi perempuan sebagai objek sosial, benda,

komoditas, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan, atau pemerkosaan (dengan

jalan diikat, disayat, dimutilasi, disiksa, atau bentuk-bentuk penyiksaan fisik);

menggambarkannya sebagai sasaran pemuas seksual atau perbudakan, dipenetrasi

dengan menggunakan benda atau pemuas seksual atau perbudakan secara biadab,

cedera, penyiksaan, dipertunjukkan, secara seronok atau tak berdaya, berdarah-

darah, tersiksa, atau disakiti dalam konteks dan kondisi seksual semata.”26

Departemen penerangan mengartikan pornografi sebagai sebagai berikut adalah

penyajian tulisan atau gambar yaitu:

25
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana: Reformasi Hukum Pidana, (Jakarta : PT.
Gramedia, 2008), hal. 332.
26
Burhan Bungin, Pornomedia Konstruksi Teknologi Telematika Dan Peryaan Seks Di Media Massa,
Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. 124

22
1. Mempermainkan selera rendah msyarakat semata-mata menonjolkan masalah
sex dan kemaksiatan
2. Bertentangan dengan:
a. Kaidah- kaidah moral dan tata susila serta kesopanan;
b. Kode etik jurnalistik
c. Ajaran agama yang merupakan prima causa di Indonesia dan;
d. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kesemuanya itu dapat menimbulkan nafsu birahi, rangsangan dan pikiran- pikiran

yang tidak sehat, terutama di kalangan anak-anak muda, serta menyinggung rasa

susila masyarakat luas, yang bertanggungjawab terhadap keselamatan generasi

dimasa datang dalam membina kepribadian bangsa yang berfalsafah pancasila.

Secara singkat pornografi adalah penyajian tulisan atau gambar-gambar yang

menimbulkan nafsu birahi dan menyinggung rasa susila masyarakat.27

M. Sofyan Pulungan, dalam artikelnya yang berjudul “Pornografi, Internet dan

RUU ITE” mengatakan bahwa beberapa tokoh telah memberikan definisi apa yang

dimaksud pornografi. Definisi tersebut terus berkembang seiring dengan dinamika

dan nilai yang ada ditengah-tengah masyarakat, pornografi bukan hanya mengacu

pada tindakan atau perbuatan seseorang. Namun sudah menjadi semacam ideologi

yang hidup subur di tengah-tengah masyarakat modern, dengan simbol utama

perjuangan pelecahan seksualitas wanita.28

Atmadi, menjabarkan analisis mengenai kriteria pornografi dari segi kesusilaan,

yang terlarang bagi pers adalah:

“Pemuatan gambar atau tulisan: menimbulkan pikiran yang ceroboh;

27
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 22
28
Sinar Harapan,(tanggal 11 mei 1970), dikutip dariAndi Hamzah, Pornografi Dalam Hukum Pidana
Indonesia Suatu Studi Perbandingan, Bina Mulia, Jakarta,1987, hlm 9

23
menyinggung rasa susila; meskipun ada unsur kemanfaatannya bagi kepentingan

umum tetapi efek dominannya cenderung pada rangsangan seks dan

tersinggungnya rasa susila; ekspos tentang seks yang berlebih-lebihan;

ketelanjangan; kegiatan seks seperti masturbasi, homo seksual, sodomi, senggama,

dan lain-lain kegiatan yang menimbulkan ereksi; uraian-uraian yang memberikan

gambaran tentang cinta bebas; lain-lain bentuk gambar atau tulisan yang

cenderung kepada penarikan perhatian orang akan hal-hal yang akan dapat

menimbulkan rasa malu, memuakkan, melanggar rasa kesopanan atau

menyinggung rasa susila”

Pornografi menurut Neng Djubaidah adalah sikap, perilaku, perbuatan gerakan

tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara tunggal atau bersama-

sama, atau dilakukan antara hewan yang sengaja dipertunjukan oleh orang atau

lebih yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu birahi orang, baik perbuatan

pornografi maupun pornoaksi yang dilakukan secara heteroseksual, homoseksual,

lesbian, oral-seks, fellatio, cunnilingus, onani, masturbasi, anal intercourse

(sodomi) baik dilakukan oleh orang sejenis maupun berlawanan jenis kelamin, yang

ditujukan atau mengakibatkan orang yang melihatnya dan atau mendengarnya, dan

atau menyentuhnya timbul rasa yang menjijikan dan atau memuakan dan atau

memalukan, yang bertentangan dengan agama dan atau adat istiadat setempat.29

Pengertian pornografi dan pornoaksi, tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan

sensual semata. Tetapi pengertian juga termasuk perbuatan erotis dan sensual yang

menjijikan, memuakkan, memalukan, orang yang melihatnya dan atau

29
Atmadi, Bunga Rampai (Catatan Pertumbuhan dan Perkembangan Sistem Pers Indonesia), Pantja Simpati,
Jakarta, 2001, hlm. 19-20

24
mendengarnya dan atau menyentuhnya. Hal ini disebabkan oleh bangkitnya birahi

seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain, apabila diukur perbuatan erotis

atau gerak tubuh maupun gambar, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti

kelamin, suara dalam nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan

lain-lain yang terdapat di media komunikasi baik cetak maupun elektronik, hanya

di ukur dengan perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata.

2. Pornografi dan pornoaksi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah diundangkan pada

tanggal 26 November 2008. Berbagai tanggapan telah terjadi dalam masyarakat

sejak difatwakannya Larangan Pornografi dan Pornoaksi oleh Majelis Ulama

Indonesia Nomor 287 Tahun 2001 yang dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus

2001.30

Larangan Pornografi di Indonesia yang ditentukan dalam Hukum Tertulis sudah

dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai warisan dari penjajah

Hindia Belanda dan berlaku di Indonesia sejak tahun 1917, yang kemudian menjadi

Undang-Undang dan berlaku setelah Indonesia merdeka berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1946 hingga saat ini. Pasal-pasal yang mengatur dan

menentukan larangan dan hukuman bagi setiap orang yang melakukan tindak

pidana pornografi dan pornoaksi terdapat Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal

532, dan Pasal 533 KUHP. Tetapi ketentuan-ketentuan dalam KUHP tidak efektif,

maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008tentang pornografi.31

30
Pasal 1 Undang – Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
31
Pasal 283, 534, 535 KUHP

25
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang

Pornografi pada Bab I Ketentuan Umum Pasal I Ayat I, yang dimaksud dengan

pengertian Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan

lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka

umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma

kesusilaan dalam masyarakat.

Berdasarkan pengertian tindak pidana dan pornografi tersebut, dapat diberi batasan

tindak pidana pornografi adalah perbuatan dengan segala bentuk dan caranya

mengenai dan yang berhubungan dengan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,

suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau

bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang

melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat yang dirumuskan dalam Undang-

undang pornografi dan pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut.32

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pengertian

objek pornografi lebih luas daripada objek pornografi menurut KUHP. KUHP

menyebut 3 (tiga) objek, yaitu tulisan, gambar, dan benda. Adapun yang termasuk

benda ialah alat untuk mencegah dan menggugurkan kehamilan. Objek pornografi

menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah

diperluas sedemikian rupa termasuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,

suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau

32
Ade Armando, Mengupas Batas Pornografi, (Jakarta: Meneg Pemberdayaan Perempuan,2004), h. 76

26
bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi.33

Dalam objek pornografi mengandung 3 (tiga) sifat, yaitu

1. Isinya mengandung kecabulan.


2. Eksploitasi seksual
3. Melanggar norma kesusilaan.

Sementara itu, KUHP menyebutnya dengan melanggar kesusilaan. Antara benda

pornografi dengan sifat kecabulan dan melanggar norma kesusilaan merupakan

suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena memuat kecabulan, maka

melanggar norma kesusilaan. Kecabulan merupakan isi dari pornografi. Pornografi

yang mengandung isi kecabulan tersebut harus terbentuk dalam suatu wujud,

misalnya dalam bentuk gambar, sketsa ilustarsi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar

bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan. Pada wujud inilah terdapat isi

kecabulan. Misalnya, dalam gambar terdapat kecabulan bila gambar tersebut

memuat secara eksplisit persenggamaan, termasuk persenggamaan yang

menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau

tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.34

A. Jenis-Jenis Pornografi

Unsur-unsur tindak pidana pornografi sebagaimana yang dirumuskan di dalam

pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 44 tahun 2008. Unsur-unsur tersebut adalah

sebagai berikut35:

1..Unsur Objektif Tindak Pidana Pornografi

a..Sifat melanggar hukum sifat melanggar hukum yang dimaksud adalah erat

33
Yusuf Madan, Sex Education Teens: Pendidikan Sex Remaja, (Jakarta:Hikmah, 2004), h. 103.
34
Undang-Undang Republik Indonesia 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, h. 71
35
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, h. 74

27
hubungannya dengan asas legalitas dalam hukum pidana, yakni tidak ada suatu

perbuatan yang dapat dipidana sebelum ditentukan oleh Undang- Undang

bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Dengan demikian yang

dimaksud dengan sifat melanggar hukum di sini adalah perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh

Undang-Undang, dalam hal ini adalah Undang-Undang pornografi. Jadi, jika

seseorang melakukan suatu perbuatan dan perbuatannya tersebut adalah tidak

melawan hukum (undang-undang pornografi), maka perbuatan tersebut tidak

dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pornografi. Berdasarkan hal

tersebut, maka suatu perbuatan yang dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana

pornografi yang mana merupakan bagian dari syarat objektif adalah

sebagaimana yang dirumuskan dalam Bab II Undang-undang Pornografi.

b. Memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,

menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,

menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat

persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan

seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang

mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak (pasal 4

ayat 1).

c. Menyediakan jasa pornografi yang menyajikan secara eksplisit ketelanjangan

atau mengesankan ketelanjangan, menyajikan secara eksplisit alat kelamin,

mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual, menawarkan atau

mengiklankan, baik langsung atau tidak langsung layanan seksual (pasal 4 ayat

2).

d. Meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana yang dijelaskan dalam

28
pasal 4 ayat 1 (pasal 5).

e. memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau

menyimpan produk pornografi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat

1 kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

f. Mendanai perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

g. Menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi (pasal 8).

h. Menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan

pornografi (pasal 9)

i. Mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum

yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau

yang bermuatan pornografi lainnya (Pasal 10).

j. Melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana

dimaksud dalam pasal 4,5,6,7,8,9,10 (pasal 11).

k. Mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan

kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa

pornografi (pasal 12).

29
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, pendekatan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan

yuridis normatif dan pendekatan empiris sebgai berikut36:

1. Pendekatan Yuridis Normatif adalah penelitian dorongan. Pendekatan melalui

studi kepustakaan, studi kompetitif dan studi dokumen dengan cara membaca,

mengutip, dan menelaah kaidah- kaidah atau aturan-aturan yang berhubungan

dengan masalah yang akan dibahas. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk

mengumpulkan berbagai macam peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan

literatur-literatur yang erat hubungannya dengan masalah dan pembahasan pada

penelitian ini.

2. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan penelitian hukum mengenai pemberlakuan

atau implementasi ketentuan hukum normatif (Kodifikasi, Undang-undang, atau

kontrak) pada peristiwa hukum tertentu. Pendekatan empiris dilakukan dengan

cara meneliti serta mengumpulkan data primer yang telah diperoleh secara

langsung pada objek penelitian melalui observasi dan wawancara dengan

narasumber pada objek penelitian yang berhubungan dengan pertanggung

jawaban pidana terhadap pelaku eksibionisme dalam yurisprudensi di

Indonesia.37

36
Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum; Edisi Revisi, (Jakarta:Kencana Prenada Mdia Group,
2005), hlm. 181.
37
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 174.
B. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ini, diperlukan data yang bersumber dari data

sekunder berupa yang sifatnya mengikat, literatur-literatur, kamus hukum,

surat kabar, media cetak dan media elektronik dan dari hasil penelitian di

lapangan secara langsung.

2. Jenis Data

Jenis data bersumber dari data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri

dari :

a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan

(Library Research) seperti buku-buku literatur dan karya ilmiah yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian, data sekunder terdiri dari 3

(tiga) bahan hukum, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat.

Dalam penulisan ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Hasil

Amandemen.

b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang

Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP).

d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

31
Republik Indonesia.

e) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia.

f) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman Republik Indonesia.

g) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pelaksanaan Hukum Acara Pidana (KUHAP).

h) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-

undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku

literatur dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, antara lain Kamus Bahasa Indonesia, Kamus

Bahasa Inggris, Kamus Hukum, majalah, surat kabar, media cetak

dan media elektronik.

b. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

secara langsung pada obyek penelitian (Field Research) yang dilakukan

dengan cara observasi dan wawancara secara langsung. Data primer ini

sifatnya hanya sebagai penunjang untuk kelengkapan data sekunder.


32
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Guna melengkapi pengujian hasil penelitian ini digunakan prosedur pengumpulan

data yang terdiri dari :

a. Data Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan

(Library Research). Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah

pemikiran dan tujuan penelitian dilakukan dengan cara membaca, mengutip

dan menelaah literatur yang menunjang, peraturan perundang-undangan serta

bahan bacaan ilmiah lainnya yang mempunyai hubungan dengan

permasalahan yang akan dibahas.

b. Data Lapangan

Pengumpulan data Lapangan (Field Research) dilakukan dengan 2 (dua) cara

yaitu :

1) Pengamatan

Pengamatan yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek

penelitian untuk memperoleh data yang valid dengan melakukan

pengamatan langsung sesuai dengan permasalahan.

2) Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan

wawancara (interview) secara langsung dengan alat bantu daftar

pertanyaan yang bersifat terbuka berkaitan dengan permasalahan.

Wawancara dilakukan terhadap narasumber :

a) Pendamping Korban Pelecehan Seksual Ibu Sely Lembaga Advokasi


Perempuan (LAP) Damar Provinsi Lampung ........................ 1 Orang

33
b) Saksi Korban Pelecehan Seksual ........................................... 2 Orang

c) Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA.............. 1 Orang

d) Terdakwa (Mul Sutiono) ........................................................ 1 Orang +

Jumlah ......................... 5 Orang

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yaitu

kegiatan merapihkan dan menganalisis data tersebut, kegiatan ini meliputi

kegiatan data seleksi dengan cara memeriksa data yang diperoleh mengenai

kelengkapannya, klasifikasi data, mengelompokan data secara sistematis.

Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Klasifikasi data, yaitu dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan


permasalahan yang akan dibahas.

b. Inventarisasi data, yaitu untuk mengetahui kelengkapan data, baik atau


tidaknya data dan kepastian data dengan pokok bahasan yang akan dibahas.
c. Sistematisasi data yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian
ditempatkan sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

D. Analisis Data

Setelah data terkumpul secara keseluruhan baik yang diperoleh dari hasil studi

pustaka dan studi lapangan, kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif yaitu

dengan mendeskripsikan permasalahan berdasarkan penelitian dan pembahasan

dalam bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara sistematis.

Setelah dilakukan analisis data maka kesimpulan secara deduktif suatu cara

berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ditarik suatu

kesimpulan secara khusus sebagai jawaban permasalahan berdasarkan hasil

penelitian.

34
Fokus penelitian ini berlokasi pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang menguatkan

putusan tersebut pada 23 Desember 2021. Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut

Umum mengajukan banding. Namun, hakim mencatat bahwa pelaku dinyatakan

bersalah atas tindakan tersebut dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, hakim

membebaskan terdakwa dalam semua proses. Namun ada sebab-sebab yang dapat

meringankan hukuman terdakwa yaitu penyakit terdakwa yaitu kelainan seksual

jenis pemaparan alat kelamin, dimana terdakwa tidak dapat mempertanggung

jawabkan perbuatannya karena mengalami gangguan seksual.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Perempuan yang menyebutkan secara rinci terkait kasus pelecehan seksual yang

tertinggi yaitu di Provinsi Lampung, seperti data yang dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut;

Tabel 1. Jumlah Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Provinsi


Lampung tahun 2021 – Juli 2023

Daftar Kasus Jumlah Kasus

Pemerkosaan 87
Pencabulan 224
Pelecehan Seksual
20
Berbasis
Pelecehan secara Online
Memperlihatkan Alat 243
Kelamin
Perdagangan Perempuan 115
Total Kasus 689
Sumber: LBH Damar Provinsi Lampung, 2023

35
Tabel 2. Jumlah Wilayah dengan Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual di
Provinsi Lampung tahun 2021 – Juli 2023

Daftar Wilayah Jumlah Kasus


Bandar Lampung 210
Tulang Bawang Barat 35
Lampung Timur 90
Lampung Tengah 52
Lampung Barat 20
Lampung Utara 80
Lampung Selatan 100
Pesawaran 20
Pringsewu 15
Tanggamus 13
Metro 27
Mesuji 12
Waykanan 15
Total 689
Sumber: LBH Damar Provinsi Lampung, 2023

36
BAB IV
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN
SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN
KEPADA KORBAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk)

A. Faktor dan Pertanggung Jawaban Pidana Yang Menyebabkan Pelaku


Melakukan Pelecehan Seksual dan Menunjukkan Alat Kelaminnya

Fenomena maraknya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi dewasa ini,

tidak dapat dianggap sebelah mata. Apalagi yang menjadi incaran bukan hanya

orang dewasa saja melainkan anak-anak yang dilihat dari kondisi fisik maupun

psikologisnya belum siap. Menurut Dr A. Nicholas Groth ruang lingkup dari

kekerasan seksual sangat luas, mulai dari kata-kata lisan maupun tulisan yang tidak

senonoh (termasuk telepon porno), memperlihatkan alat kelamin dengan unsur

kesengajaan, memanjakan serta menimang-nimang sambil meraba, memegang

bagian tubuh yang dilarang (payudara, alat kelamin, bokong), hingga pada

perbuatan oral seks dan hubungan kelamin. (Hawari, 2021:38)

Kehadiran dari kasus kekerasan seksual ini seperti fenomena gunung es dimana

kasus-kasus yang dilaporkan masih sedikit, berbanding terbalik dengan kasus yang

tidak dilaporkan. Banyak orang yang menganggap bahwa melaporkan kasus

kekerasan seksual sama saja membuka aib sendiri. Padahal anak yang menjadi

korban kekerasan seksual harus segera ditangani supaya tidak muncul dampak

negatif seperti trauma.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan

seksual mengalami trauma, kondisi trauma ini sebelum mendapatkan penanganan


dan pendampingan dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung.

Menurut Lembaga Damar, sangat dominan terbukti dengan anak yang masih sulit

mengontrol emosi, mood gampang berubah, cemas, gugup, takut, menyalahkan diri

sendiri, lemah, kesulitan berkomunikasi, menghindari tempat, orang atau sesuatu

yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, sulit belajar, sering menangis tiba-

tiba, gangguan tidur, lesu, gemetar dll. Dengan kondisi trauma yang seperti itu,

maka anak korban kekerasan seksual membutuhkan penanganan secara

keseluruhan atas peristiwa yang dialaminya, supaya anak tidak lagi merasa takut

terhadap peristiwa yang sudah terjadi.

Beberapa hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi trauma korban

kekerasan seksual sebelum mendapatkan penanganan dari Lembaga Advokasi

Perempuan Damar Provinsi Lampung korban yang bernama Wita Wulandari yang

berumur 19 (sembilan belas) tahun dan juga memiliki kesehatan mental

berkebutuhan khusus, maka terkait kejadian tersebut korban mengalami: kesulitan

mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, marah, mudah untuk dibuat emosi,

mood gampang berubah dari baik keburuk dan sebaliknya terjadi begitu cepat,

cemas, gugup, sedih, berduka, takut, khawatir kejadian akan terulang, memberikan

respon emosional yang tidak sesuai, atau mengingat kembali kejadian

traumatiknya. Seperti wawancara yang peneliti lakukan dengan ibu Sely selaku

direktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan juga selaku pendamping korban

dalam perkara berikut ini;

1. Posisi Kasus

Kasus Pidana Perkara Biasa ini telah diputuskan dan selesai pada tanggal 11

November 2021 oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang

38
tanpa ada upaya banding dari pihak Terdakwa.

2. Hasil Wawancara

Berdasarkan Infomasi yang peneliti peroleh dari para Informan sebagai

Narasumber, Bahwa terdakwa diajukan ke persidangan karena Terdakwa telah

melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan Penuntut Umum,

sebagai berikut :

Pada hari Minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekitar jam 18.00 WIB, atau setidak-

tidaknya dalam bulan Agustus Tahun 2021 bertempat di Jalan P Antasari Kelurahan

Kalibalau Kencana Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung di depan ruko

(gudang), atau setidak–tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Tanjung karang, telah melakukan perbuatan pelecehan seksual dengan

seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya, lebih

lanjut Ibu Sely selaku pendamping perkara korban menyatakan;

“Awalnya waktu itu setelah saya mendapat laporan dari keluarga korban waktu itu
hari Minggu Tanggal 29 Agustus 2021 sekira pukul 18.00 WIB, korban yang
bernama Wita Wulandari Alias Salama yang melihat terdakwa sedang memakan
roti duduk di depan ruko, lalu mendekati terdakwa dengan tujuan meminta roti,
dan oleh terdakwa yang sedang dalam posisi duduk memberikan roti miliknya,
kemudian memegang pipi sebelah kanan dan memegang perut bagian bawah
dekat alat kelamin, sambil menunjukkan alat kelamin pada korban, tidak lama
kemudian saksi Siti Rahayu selaku kakak kandung dari korban memanggil korban
untuk pulang ke rumah karna korban memiliki kelainan mental yaitu down
syndrome. Namun setelah kakak korban menjemput, adiknya sudah dalam keadaan
tidak sadarkan diri/pingsan. Maka saya dan tim Lembaga Damar melakukan
pendampingan kepada korban dan bergegas melakukan Visum di Rumah sakit
Bhayangkara Polda Lampung pada tanggal 15 september 2021.”

Berdasarkan keterangan dari hasil wawancara pada tanggal 1 Agustus 2023 dengan

menghubungi Wali Korban melalui telepon seluler pada pukul 13.00 wib tersebut

ditinjau bahwa korban adalah penyandang berkebutuhan khusus, dan karena

39
kejadian tersebut mengakibatkan korban mengalami luka sesuai dengan Visum Et

Repertum Nomor R/VER/113/IXKES.22/2021/RSB Tanggal 15 September 2021

dari Rumah sakit Bhayangkara Polda Lampung yang ditanda-tangani oleh

dr.Chatrina Andryani, Sp.FM., MH (Kes) yang telah dilakukan pemeriksaan

terhadap seorang perempuan, berumur 19 (sembilan belas tahun) pada pemeriksaan

fisik yang sesuai dengan gambaran berkebutuhan khusus, pada pemeriksaan dalam

ditemukan cairan kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan selaput dara

pada arah jam tiga hingga enam yang diakibatkan trauma tumpul.

Bahwa untuk membuktikan pernyataan diatas Peneliti juga bertanya terkait saksi-

saksi yang berada pada kejadian tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Ibu Sely

selaku pendamping perkara korban menyatakan;

“Untuk saksi-saksinya pada kejadian tersebut ada kakaknya korban yaitu Siti
Rahayu selaku kakak kandung korban, kemudian ada Asep selaku tetangga korban.
Untuk terdakwa sendiri bernama Mul Sutiono. Menurut pernyataan saksi waktu itu
kepada saya pada hari Minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekira jam 18.00 wib, di
Ruko Kosong yang terletak di Jalan P. Antasari, Kelurahan Kalibalau Kencana,
Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar Lampung saat itu saksi melihat korban sering
memperagakan perbuatan yang dilakukan oleh Pak Mul (panggilan diri terdakwa)
terhadap korban, dan saat korban bertemu dengan terdakwa, dia selalu terlihat
ketakutan dan sering berkata “kakal/nakal”. Kemudian menurut saksi bernama
Asep di waktu yang sama mau membuang sampah dan melihat korban sedang
bersama terdakwa dengan posisi saling berhadapan di depan ruko namun katanya
korban saat itu berteriak namun Asep tidak mengetahui teriakan apa yang dikatakan
korban karena bicaranya tidak jelas, saat itu korban mengenakan kaos oblong dan
celana pendek.”

Berdasarkan keterangan dari ibu Sely selaku pendamping perkara Pelecehan

Seksual ditarik kesimpulan bahwa pada kejadian tersebut terdapat 2 (dua) saksi di

lokasi kejadian perkara, yang pertama yaitu Saksi 1 Sri Rahayu selaku kakak dari

Korban, yang kedua Saksi 2 Asep selaku tetangga dari korban dan terdakwa. Maka

40
demi memperkuat hasil analisis, Peneliti juga mewawancarai para saksi dengan

melakukan wawancara melalui telepon seluler pada tanggal 1 Agustus 2023 pada

pukul 15.00 WIB dikarenakan para saksi tidak ingin ditemui secara langsung. Maka

berikut adalah pernyataan dari Saksi 1 Sri Rahayu selaku saksi dan kakak kandung

korban menyatakan;

“Saya memang dekat sekali dengan adik saya karna dia juga dalam kondisi lemah
mental jadi saya mengetahui persis gerak gerik adik saya Wita Wulandari walaupun
kondisinya lemah mental/ downsyndrome. Jadi kak pada saat itu saya melihat adik
saya sering memperagakan perbuatan yang dilakukan oleh Pak Mul (panggilan diri
terdakwa) terhadap adik saya, dan saat adik saya bertemu dengan terdakwa, dia
selalu terlihat ketakutan dan sering berkata (kakal/nakal). Jadi perbuatan cabul yang
dilakukan terdakwa juga baru saya ketahui pada hari Minggu Tanggal 29 Agustus
2021 sekira jam 18.00 wib, di Ruko Kosong. Disitu saya menemukan adik saya
dalam keadaan tidak sadarkan diri/pingsan.”

Berdasarkan kesimpulan pada hasil wawancara diatas menurut Saksi 1 yaitu Sri

Rahayu selaku kakak korban pernah melihat terdakwa memberi jajanan kepada

Korban. Sebelum Korban ditemukan saksi dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Menurut keterangan saksi, korban pernah bercerita dengan memperagakan cara

terdakwa melakukan perbuatan pelecehan seksual sambil memukul kemaluan saksi,

kemudian korban memperagakan posisi tidur dan mengatakan “Bapak Nakal”,

kemudian pada sekitar 2 (dua) bulan yang lalu saksi melihat terdakwa sedang

memeluk korban dengan posisi saling berhadapan di depan warung, saksi melihat

tangan kanan terdakwa meraba dada korban. Pada saat itu saksi melihat dari jarak

sekitar 3 (tiga) Meter, namun saksi pada saat itu belum mengetahui apakah adiknya

sering bermain bersama dengan terdakwa atau tidak.

Agar pernyataan saksi diatas dianggap kuat maka peneliti bertanya kepada saksi 2

untuk menyampaikan keterangan pada saat beliau juga berada di lokasi kejadian.

41
Maka berikut adalah pernyataan dari Saksi 2 Asep selaku saksi dan tetangga dari

korban dan pelaku menyatakan;

“Sebenarnya saya juga tidak mengenal terdakwa cuma sekedar tahu bapak Mul
Sutiono karna beliau memang sehari-harinya tinggal di ruko milik pak H. Nuri.
Untuk perbuatan pelecehan seksual itu saya juga tidak pernah tau sebelumnya tapi
saya pernah melihat korban dengan terdakwa ada di ruko itu karna waktu itu saya
sedang jalan untuk membuang sampah dipinggir jalan gang dekat ruko tempat
kejadian itu dengan sepeda motor saya. Kemudian saya mendengar ada suara
korban, suaranya khas karena korban kan kelainan mental, terus saya melihat waktu
itu terdakwa sedang berdiri didepan seperti menghalangi korban sambil memegang
kedua pundak korban karna korban terlihat memberontak, tapi waktu itu saya kira
mereka lagi bercanda karna sepengetahuan saya mereka bertetangga jadi saya tidak
berbuat apa-apa cuma melihat dan langsung pulang kerumah.”

Berdasarkan keterangan atas pernyataan saksi 2 diatas maka ditarik kesimpulan

bahwa terdakwa memang tinggal di ruko kosong milik bapak H. Nuri, namun saksi

2 tidak menyadari akan adanya pelecehan seksual karena pada saat saksi 2 di lokasi

kejadian saksi 2 tidak melihat adanya unsur perbuatan cabul dan pelecehan seksual.

Maka untuk saat ini perkara pelecehan seksual belum ditemukan titik temu

kebenaran konkritnya. Kemudian Peneliti melakukan turun lapangan langsung

untuk menghubungi Terdakwa terkait kasus perbuatan cabul yang dilakukan sesuai

dengan Putusan Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk. dan wawancara

dilakukan melalui telepon seluler pada hari rabu tanggal 2 Agustus 2023 pukul

11.00 wib dengan informasi kontak terdakwa yang Peneliti dapatkan dari ibu Sely

selaku pendamping dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung

pada korban Wita Wulandari. Namun pada saat Peneliti menghubungi terdakwa,

terdakwa tidak mau melakukan proses wawancara terkait perkara tersebut, tetapi

atas bantuan ibu Sely dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi

Lampung maka Peneliti berhasil melakukan proses wawancara, Maka berikut

adalah pernyataan dari Bapak Mul Sutiono selaku terdakwa atas Putusan

42
Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk menyatakan;

“ya saya mengenal Salama (Korban) karna anak itu memang sering main didekat
ruko tempat saya tinggal, dan saya memang benar saat itu memegang bagian bawah
perut si Salama tapi kan tidak ada buktinya saya melakukan Pelecehan Seksual
karna saya melakukan itu hanya sebatas bercanda karna saya pikir anak itu kan
cuma anak kecil dan keterbelakangan mental juga. Awalnya kejadian waktu itu
sehabis saya membeli roti, saya duduk didepan ruko, kemudian si Salama itu
mendatangi saya untuk minta roti, memang posisi dia ada didepan saya makanya
saya iseng mainin dia sambil megang bawah perutnya dan itu juga cuma sekali dia
juga tidak berontak cuma diam. Kemudian kakaknya datang nyuruh dia pulang.
Sudah itu saja yang saya lakukan dan tidak ada bukti juga saya melakukan
perbuatan cabul kan. Sudah ya saya sudah tidak mau bahas masalah ini lagi kan
sudah selesai juga putusannya.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan terdakwa diatas, maka ditarik kesimpulan

bahwa terdakwa sama sekali tidak mengakui bahwa beliau melakukan tindak

pidana Pelecehan Seksual dan Perbuatan Cabul dengan menunjukkan alat kelamin

kepada korban, mengelus pipi korban dan memegang perut bawah korban.

Terdakwa menyela dengan pernyataan bahwa tidak terdapat bukti bahwa terdakwa

melakukan Pelecehan Seksual dan Perbuatan Cabul.

Kemudian dikarenakan belum kuatnya kejelasan bukti perkara pada Putusan

Pengadilan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk, Peneliti kembali melakukan turun

lapangan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A untuk memecahkan

ruang lingkup dari permasalahan tindak pidana Pelecehan Seksual dan Perbuatan

Cabul yang dilakukan oleh Bapak Mul Sutiono, Peneliti melakukan wawancara

dengan turun langsung ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A dengan

menggunakan surat-surat izin penelitian dari pihak Universitas Bandar Lampung

dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) Kota Bandar Lampung pada tanggal 1 Juli 2023 pada pukul 13.00

Wib dengan menemui Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Nomor

43
1176/Pid.B/2021/PN.Tjk tersebut yaitu bapak Hendri Irawan, S.H., selaku Hakim

Anggota pada putusan perkara tersebut. Maka berikut adalah pernyataan dari bapak

Hendri Irawan, S.H., menyatakan;

“kalau yang saya tinjau lagi berdasarkan putusannya begini dek, nanti saya berikan
juga salinan putusannya bisa dibaca lagi disitu. Jadi penetapan majelis Hakim untuk
perkara Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk tanggal 11 November 2021 itu tanggal
untuk penetapan hari sidang, untuk penetapan tuntutan pidana oleh Penuntut Umum
itu pada tanggal 23 Desember 2021. Penuntut Umum udah menyatakan kalau
terdakwa Mul Sutiono terbukti dan secara sah dan meyakinkan memang bersalah
berbuat tindak pidana Pelecehan Seksual. Terdakwa juga menjatuhkan hukuman
Pidana Penjara selama 5 bulan dan kemudian terdakwa ditahan di tahanan rutan.
Pada saat putusan ditetapkan terdakwa juga tidak mengajukan keberatan, kemudian
juga Penuntut Umum mengajukan dua saksi untuk menjelaskan kronologi kejadian.
Kemudian hasil Visum yang diberikan oleh pendamping korban yaitu Lembaga
Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung yang juga memperkuat bukti kalau
terdakwa memang dinyatakan bersalah melakukan Pelecehan Seksual dan korban
juga pada kondisi keterbelakangan mental. Dalam persidangan juga LAP Damar
Perempuan mengajukan barang bukti berupa, 1 (satu) baju kaos tangan pendek
warna merah putih dan 1 (satu) celana pendek warna hitam, karena barang bukti
tersebut merupakan milik Korban untuk memperkuat putusan Penuntut Umum.”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama bapak Henri selaku Hakim

Anggota dari perkara putusan tersebut ditarik kesimpulan bahwa, terdakwa

dinyatakan sah secara hukum melakukan Tindak Pidana Pelecehan Seksual dan di

Pidana Penjara selama 5 (Lima) Bulan oleh Penuntut Umum, serta bukti visum

dengan Nomor R/VER/113/IX/KES.22/2021/RSB tanggal 15 September 2021 yang

ditandatangani oleh dokter pemeriksa dr. Chatrina Andryani, SP.FM pada

kesimpulan menyebutkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang

perempuan umur Sembilan belas tahun, pada pemeriksaan fisik yang sesuai dengan

gambaran berkebutuhan khusus, pada pemeriksaan dalam ditemukan cairan

kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan selaput dara pada arah jam

pukul tiga hingga enam yang diakibatkan trauma benda tumpul.

44
Kemudian untuk memperkuat bukti lagi pihak keluarga korban melakukan

pemeriksaan mental yang dibantu oleh pihak Lembaga Advokasi Perempuan

Damar melalui kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak pada tanggal 13 September 2021, dan berdasarkan Pemeriksaan

Psikologi korban Trauma Psikologi yang di tanda tangani oleh Cindani Trika

Kusuma, MPsi, Psikolog dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak, dengan hasil pemeriksaan Psikologis bahwa korban adalah anak dengan

Berkebutuhan khusus sedang, yaitu kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak

yang diakibatkan abnormalitas perkembangan kromosom (Kosasih, 2012),

Berkebutuhan khusus sedang menunjukkan bahwa ketika anak sudah berusia

dewasa, mereka baru mencapai tingkat kecerdasan yang setara dengan anak normal

berusia 7 (tujuh) tahun.

Mereka hampir tidak mampu untuk mengikuti kegiatan akademik, namun masih

bias di latih untuk merawat diri dan melakukan aktifitas sehari-hari, korban

mengalami keterlambatan perkembangan inteletektual dan bahasa jika

dibandingkan anak seusianya dengan perkembangan normal, korban kesulitan untuk

memahami situasi sebab akibat dan mengutarakan apa yang dialami dan dirasakan

karena keterbatasan kosa kata yang dimiliki.

Berdasarkan Hasil Kesimpulan dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa

narasumber diatas maka peneliti menganalisis hasil observasi penelitian dan

mengkaitkan dengan teori dan dasar-dasar hukum yang terkait dengan Kasus

Tindak Pidana Pelecehan Seksual dan Pencabulan pada Perempuan dan Anak.

Berdasarkan fakta- fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah

45
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, Terdakwa telah didakwa

oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal

290 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang

diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya, bahwa yang dimaksud

setiap orang adalah siapa saja yang menjadi subyek hukum sebagai pendukung

hak dan kewajiban, dimana perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan

secara hukum.

Setelah dikaitkan dasar hukum diatas dengan perkara putusan Pengadilan Nomor

1176/Pid.B/2021/PN.Tjk , diketahui bahwa selama persidangan telah diajukan

terdakwa yang telah mengaku sehat jasmani dan rohani Mul Sutiono Bin R. Sutejo

(Alm), di dalam persidangan terdakwa mampu menjawab seluruh pertanyaan

Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dengan baik dan lancar, dapat mengingat

serta menerangkan yang benar sesuai dengan perbuatan terdakwa telah dilakukan.

Maka hal tersebut menunjukan bahwa perbuatan terdakwa telah maupun saat

memberikan keterangan dimuka persidangan adalah berada dalam kondisi sehat

jasmani dan rohani serta ditemukan adanya alasan pembenar dan atau alasan

pemaaf sehingga kepada terdakwa dipandang mampu bertanggung jawab atas

seluruh perbuatan pidana yang telah dilakukannya dan sesuai dengan dasar hukum

tertera diatas.

Melakukan Perbuatan Cabul dengan Seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang

itu pingsan atau tidak berdaya, bahwa unsur tersebut bersifat alternatif yang artinya

apabila salah satu unsur dalam unsur ini telah terpenuhi, maka dianggap telah

terbukti secara sah dan meyakinkan. Dan yang dimaksud dengan cabul adalah

46
segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji

dan kotor, tidak senonoh, yang dimaksud tidak berdaya adalah tidak mempunyai

kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan

sedikitpun.

Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas

dirinya, yang dimaksud dengan pingsan adalah tidak ingat atau tidak sadar akan

dirinya. Orang yang pingsan tidak dapat megetahui apa yang terjadi akan dirinya.

Setelah dikaitkan dengan hasil penelitian perkara diatas dan berdasarkan fakta

hukum yang terungkap dari keterangan saksi-saksi, korban dan pengakuan

terdakwa diketahui bahwa benar terdakwa telah berbuat tidak senonoh (tidak

patut/tidak pantas) pada korban Wita Wulandari alias Salama adalah seorang gadis

yang mengalami keterbelakangan mental maka hal tersebut sesuai dengan unsur

dari Dasar Hukum tersebut diatas.

Berdasarkan Pendapat Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang tentang Pelaku

Pelecehan Seksual Menurut Bapak Hendri Irawan, S.H., M.H, selaku hakim yang

memutus perkara ini, dalam memutus perkara menyatakan bahwa dilihat pada

fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, alat bukti, dan keyakinan hakim.

Perbuatan terdakwa dinyatakan sah secara hukum ketika dakwaan yang diajukan

Jaksa Penuntut umum terbukti benar dengan adanya alat bukti dan keterangan para

saksi pada saat persidangan. Didalam Undang-Undang diatur mengenai hukuman

maksimal dan minimal suatu perkara, mengenai tinggi rendahnya hukuman yang

didapatkan oleh pelaku tergantung pada rasa keadilan hakim.

Hukuman bagi setiap perkara Pelecehan Seksual berbeda tergantung dengan

47
bagaimana kasusnya (kasuistik), sebab, alasan dan hal-hal lain yang

melatarbelakangi kasus tersebut. Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam Putusan

Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk.

Berdasarkan kaitannya perkara pidana Pelecehan Seksual dengan Pengaturan

Hukum tentang pertanggung jawaban Pidana terhadap Pelaku Pelecehan Seksual

dengan Cara Memperlihatkan Kelamin Kepada Korban dalam hukum Pidana

Indonesia adalah sebagai berikut yaitu terdapat beberapa Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pelecehan

Seksual yaitu KUHP dan Undang-undang Pornografi;

A. Kitab Undang-undang Hukum Pindana (KUHP)

Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUHP, maka terdapat pasal

yang dapat digunakan untuk menjerat tindak pidana pelecehan seksual yaitu Pasal

Pasal 281 angka 1 dan Pasal 281 angka 2 KUHP. Pasal 289 KUHP juga dapat

menjerat pelaku pelecehan seksual karena pasal ini memuat unsur pencabulan yaitu

“kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul.” Apabila pelaku tindak pidana pelecehan

seksual melakukan suatu tindak pidana kesusilaan berupa pencabulan terhadap anak

dibawah umur, maka perbuatan tersebut dapat dikenakan aturan dalam Pasal 290

KUHP dan apabila ada peraturan yang bersifat khusus maka dapat digunakan

Undang-Undang perlindungan anak.

1. Undang-undang Pornografi

Undang-undang Pornografi merupakan peraturan yang bersifat khusus dari KUHP.

Terkait dengan pengaturan mengenai pelecehan seksual, dalam Undang- Undang

Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 pengaturan delik kesusilaan difokuskan pada

48
perbuatan cabul yang tujuannya menimbulkanatau merangsang nafsu. Pasal-pasal

terkait yang dapat digunakan dalam menjerat pelaku pelecehan seksual ialah Pasal

4 angka 1 dan angka 2 Undang-undang Pornografi selain itu Pasal 10 Undang-

undang Pornografi juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku pelecehan seksual.

Masih terdapat kekurangan dalam Pasal 4 maupun Pasal 10 Undang-undang

Pornografi tersebut karena dalam Pasal 4 tidak dijelaskan mengenai maksud dari

kata menyajikan ketelanjangan. Pasal 10 juga tidak jelas menuliskan apa yang

dimaksud dengan menggambarkan ketelanjangan. Tentunya hal-hal demikian

membutuhkan penafsiran lebih lanjut oleh penegak hukum.

Pelecehan seksual merupakan suatu perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkan

perbuatannya karena terdapat unsur kesalahan pada diri pelaku yaitu adanya

kelakuan yang bersifat melawan hukum, adanya dolus atau kesengajaan yaitu

menghendaki dan menginsyafi atau mengerti, adanya kemampuan bertanggung

jawab yaitu kondisi batin yang normal yaitu adanya akal yang dapat membedakan

perbuatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dan faktor kehendak yang

dapat menyesuaikan tingkah laku yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan tidak

adanya alasan pemaaf karena pelecehan seksual dipandang sebagai bentuk

penyimpanganseksual seperti layaknya seorang pengidap pedofil, dan bukan

merupakan suatu penyakit layaknya orang gila yang tidak mengerti, menginsyafi

dan mengontrol apa yang diperbuat dan tidak memiliki tujuan tertentu terhadap

perbuatannya.

B. Komentar Penulis

Berdasarkan uraian keterangan hasil penelitian diatas, peneliti menyimpulkan

49
bahwa, terdapat surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum

menggunakan surat dakwaan alternatif yang berarti bahwa Hakim harus memilih

salah satu pasal yang didakwakan untuk menentukan dakwaan yang terbukti

dilakukan oleh terdakwa dengan melihat fakta-fakta dalam proses persidangan.

Peneliti menganggap Hakim sudah mengambil keputusan sesuai dengan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia dan dengan segala pertimbangan-pertimbangan yang

dilakukan majelis Hakim. Tetapi yang masih mengganjal adalah terkait dengan

bukti kasus dalam putusan kasus tersebut, seharusnya mereka memberikan bukti

fakta bukan hanya sekedar bukti visum untuk melakukan tindak pidana kepada

terdakwa. Sehingga hukuman yang didapat terdakwa akan lebih setimpal dengan

kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dihadapi oleh Korban.

Kemudian Pelecehan seksual merupakan suatu perbuatan yang dapat dipertanggung

jawabkan perbuatannya karena terdapat unsur kesalahan pada diri pelaku yaitu

adanya kelakuan yang bersifat melawan hukum, adanya dolus atau kesengajaan

yaitu menghendaki dan menginsyafi atau mengerti, adanya kemampuan

bertanggung jawab yaitu kondisi batin yang normal yaitu adanya akal yang dapat

membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dan faktor

kehendak yang dapat menyesuaikan tingkah laku yang boleh dan tidak boleh

dilakukan dan tidak adanya alasan pemaaf karena pelecehan seksual dipandang

sebagai bentuk penyimpangan seksual seperti layaknya seorang pengidap pedofil,

dan bukan merupakan suatu penyakit layaknya orang gila yang tidak mengerti,

menginsyafi dan mengontrol apa yang diperbuat dan tidak memiliki tujuan tertentu

terhadap perbuatannya.

50
Berdasarkan analisis peneliti, masih terdapat kekurangan dalam Pasal 4 maupun

Pasal 10 Undang-undang Pornografi tersebut karena dalam Pasal 4 tidak dijelaskan

mengenai maksud dari kata menyajikan ketelanjangan. Pasal 10 juga tidak jelas

menuliskan apa yang dimaksud dengan menggambarkan ketelanjangan. Tentunya

hal-hal demikian membutuhkan penafsiran lebih lanjut oleh penegak hukum.

Peraturan yang seharusnya yaitu harus sesuai dengan ketentuan yang dapat

menjerat pelaku pelecehan seksual dalam RUU-KUHP 2013, yakni diatur dalam

Bab XVI Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Bagian Kesatu mengenai Kesusilaan

di Muka Umum dapat dilihat pada Pasal 467 sampai Pasal 505 Bab XVI RUU-

KUHP. Istilah pelecehan seksual belum dimuat dalam penjelasan RUU-KUHP serta

penjelasan mengenai keadaan-keadaan seperti apa seseorang dapat dipertanggung

jawabkan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan yang tidak dijelaskan pada Pasal

44 KUHP.

Pemerintah dalam hal ini seharusnya membuat Undang-undang yang ideal di

masa mendatang guna mengatasi permasalahan yang muncul terkait kekaburan

norma pasal 44 KUHP dan belum adanya istilah pelecehan seksual dalam hukum

positif Indonesia maupun RUU-KUHP. Diperlukan penjelasan mengenai

eksibisionisme yang tegas, terang, serta mencantumkan pengertian, batasan serta

penjelasan terhadap unsur-unsur pelecehan seksual.

Pada awalnya penulis menganggap putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan

Negeri Tanjung Karang tidak adil, karena dirasa terlalu ringan, Namun setelah

mendengarkan penjelasan Hakim yang memutus perkara tersebut dan mengetahui

fakta-fakta dalam persidangan, barulah penulis dapat memahami makna keadilan

51
dalam kasus tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dan tinjauan dalam putusan pada kasus tersebut

diatas, diketahui bahwa Terdakwa Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual

tersebut diatas telah mengakui semua perbuatannya dan bersikap kooperatif selama

proses hukumnya berjalan dengan segala pertimbangan Hakim dengan menimbang

aspek kepantasan hukum memutus perkara tersebut. Berikut adalah tinjauan hasil

dari putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA;

Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA yang mengadili perkara pidana dengan

acara pemeriksaan biasa secara teleconference dalam tingkat pertama menjatuhkan

putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :

1. Nama lengkap : Mul Sutiono Bin R. Sutejo Alm;

2. Tempat lahir : Bandar Lampung;

3. Umur/Tanggal lahir : 66 tahun/ 24 April 1955;

4. Jenis kelamin : Laki-laki;

5. Kebangsaan : Indonesia;

6. Tempat tinggal : Jalan Imam Bonjol Gg. Sultan Anom No. 87


Kelurahan Langkapura Baru Kecamatan
Langkapura Kota Bandar Lampung;
7. Agama : Islam;

8. Pekerjaan : Supir;

Terdakwa Mul Sutiono Bin R. Sutejo Alm ditahan dalam tahanan rutan oleh:

1. Penyidik sejak tanggal 1 September 2021 sampai dengan tanggal 20 September

2021;

2. Penyidik Perpanjangan Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 21 September 2021

sampai dengan tanggal 30 Oktober 2021;

52
3. Penuntut Umum sejak tanggal 27 Oktober 2021 sampai dengan tanggal

15 November 2021;

4. Hakim Pengadilan Negeri sejak tanggal 11 November 2021 sampai dengan

tanggal 10 Desember 2021;

5. Hakim Pengadilan Negeri Perpanjangan Pertama Oleh Ketua Pengadilan Negeri

sejak tanggal 11 Desember 2021 sampai dengan tanggal 8 Februari 2022;

Terdakwa menghadap sendiri; Pengadilan Negeri tersebut; Setelah membaca:

a. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor


1176/Pid.B/2021/PN Tjk tanggal 11 November 2021 tentang penunjukan
Majelis Hakim;
b. Penetapan Majelis Hakim Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk tanggal 11
November 2021 tentang penetapan hari sidang;
c. Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;

Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi dan Terdakwa serta memperhatikan

bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan; Setelah mendengar

pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada

pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa MUL SUTIONO BIN R. SUTEJO (ALM) bersalah

melakukan tindak pidana sengaja melakukan Perbuatan Cabul sebagaimana

diatur dan diancam dalam Pasal 290 ayat (1) KUHP, dalam dakwaan kami.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 (tujuh)

bulan dikurangi masa penahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap

ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa :

a. 1(satu) baju kaos tanggan pendek warna merah putih.

b. 1(satu) celana pendek warna hitam.

53
Dikembalikan pada saksi WITA WULANDARI Als SALAMA Binti UTOYO;

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000 -,

Setelah mendengar permohonan Terdakwa yang pada pokoknya memohon

keringanan hukuman karena terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa tinggal

seorang diri dan tidak mempunyai keluarga, Setelah mendengar tanggapan Penuntut

Umum terhadap permohonan Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan tetap

pada tuntutannya dan terdakwa menyatakan tetap pada permohonannya.

54
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data serta pengkajian lebih dalam

mengenai tindak pidana Pelecehan Seksual dan Kekerasan seksual, disimpulkan

bahwa :

1. Hukuman bagi setiap perkara Pelecehan Seksual berbeda tergantung dengan

bagaimana kasusnya (kasuistik), sebab, alasan dan hal-hal lain yang

melatarbelakangi kasus tersebut. Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam

Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN.Tjk.

2. Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUHP, maka terdapat

pasal yang dapat digunakan untuk menjerat tindak pidana pelecehan seksual

yaitu Pasal Pasal 281 angka 1 dan Pasal 281 angka 2 KUHP. Pasal 289 KUHP

juga dapat menjerat pelaku pelecehan seksual karena pasal ini memuat unsur

pencabulan yaitu “ kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. ” Apabila pelaku

tindak pidana pelecehan seksual melakukan suatu tindak pidana kesusilaan

berupa pencabulan terhadap anak dibawah umur, maka perbuatan tersebut dapat

dikenakan aturan dalam Pasal 290 KUHP dan apabila ada peraturan yang

bersifat khusus maka dapat digunakan Undang-undang perlindungan anak.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan informasi yang telah diperoleh,

maka pada kesempatan kali ini peneliti dapat memberikan saran, yaitu :

55
1. Masih terdapat kekurangan dalam Pasal 4 maupun Pasal 10 tentang Undang-

undang Pornografi tersebut karena dalam Pasal 4 tidak dijelaskan mengenai

maksud dari kata menyajikan ketelanjangan. Pasal 10 juga tidak jelas

menuliskan apa yang dimaksud dengan menggambarkan ketelanjangan.

Tentunya hal-hal demikian membutuhkan penafsiran lebih lanjut oleh penegak

hukum, sebaiknya penelitian ini dilanjutkan kedepannya agar angka kasus

pelecehan dan kekerasan seksual tidak semakin meningkat.

2. Pemerintah dalam hal ini seharusnya membuat Undang-undang yang ideal di

masa mendatang guna mengatasi permasalahan yang muncul terkait kekaburan

norma pasal 44 KUHP dan belum adanya istilah pelecehan seksual dalam

hukum positif Indonesia maupun RUU-KUHP. Diperlukan penjelasan

mengenai eksibisionisme yang tegas, terang, serta mencantumkan pengertian,

batasan serta penjelasan terhadap unsur-unsur pelecehan seksual.

3. Hendaknya masyarakat berperan aktif dan mendukung penuh program

pemerintah terutama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan cara

melaporkan, jika mengetahui adanya kasus pelecehan dan kekerasan seksual

yang terjadinya dilingkungannya.

56
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU :

Abintoro Prakoso. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana. Laksbang Grafika,


Yogyakarta.

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana I. Rajawali Pers, Jakarta.

Anang Priyanto. 2012. Kriminologi. Penerbit Ombak, Yogyakarta.

Andi Hamzah. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta.

Bambang Waluyo. 2004. Pemidanaan dan Tindakan Hukum Anak. Citra Aditya
Bhakti, Bandung.

- ------- --. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika, Jakarta.

Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Penanggulangan Kejahatan. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

-----------. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

-----------. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana Prenada


Media Group, Jakarta.

-----------. 2013. Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime di


Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

C.S.T. Kansil. 1994. Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta.

Ediwarman. 2014. Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Kriminologi.


Genta Publishing, Yogyakarta.

Ende Hasbi Nassarudin. 2016. Ilmu Kriminologi. Pustaka Setia, Bandung.

Fuad Usfa dan Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. UMM Pers, Malang.

Gatot Supramono. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Djambatan, Jakarta.

Hendrojono. 2005. Kriminologi Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum.


Srikandi, Surabaya.

I.S. Susanto. 2011. Pengantar Ilmu Kriminologi. Genta Publishing, Yogyakarta.

Indah Sri Utami. 2012. Aliran dan Teori dalam Kriminologi. Thafa Media,
Yogyakarta.

57
Kartini Kartono. 2002. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Rajawali Pers,
Jakarta.

Leden Marpaung. 2008. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika,


Jakarta.

Maidin Gultom. 2014. Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem


Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Martiman Prodjohamidjodjo. 1996. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana


Indonesia. Paradnya Paramita, Jakarta.

M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika, Jakarta.

Mochtar Kusumaatmadja. 2012. Teori Hukum Pembangunan-Eksistensi dan


Implikasi. Epistema Institute, Jakarta.

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana-Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta.

M. Ali Zaidan. 2016. Kebijakan Kriminal. Sinar Grafika, Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2010. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni, Bandung.

P.A.F. Lamintang. 2007. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya


Bhakti, Bandung.

R. Soesilo. 1991. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik


Khusus. Politae Angkasa, Jakarta.

Satjipto Rahardjo. 2011. Masalah Penegakan Hukum : Suatu Tinjauan Sosiologis.


Sinar Baru, Bandung.

Setya Wahyudi. 2011. Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem


Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Genta Publishing, Yogyakarta.

Singgih D. Gunarsa. 2004. Psikologi Remaja. Gunung Mulia, Jakarta.

Simons. 1992. Kitab Pelajaran Hukum Pidana. Pioner Jaya, Bandung.

Soedarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Universitas Diponegoro, Semarang.

- ------- --. 1993. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat-Kajian terhadap


Pembaharuan Hukum Pidana. Sinar Baru, Bandung.

-----------. 1996. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

58
Soekedi. 2002. Menyiram Bara Narkoba. Daya Tama Milenia, Jakarta.

Tongat. 2008. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif


Pembaharuan. UMM Press, Malang.

Wagiati Soetodjo. 2005. Hukum Pidana Anak. Refika Aditama, Bandung.

Wirdjono Prodjodikoro. 2004. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco,


Jakarta.

Zainal Abidin Farid. 1995. Hukum Pidana I. Sinar Grafika, Jakarta.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAIN :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Hasil Amandemen.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun


1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan


Hukum Acara Pidana (KUHAP).

59
C. SUMBER LAIN :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Balai Pustaka. Jakarta.

Yan Pramadya Puspa. 2008. Kamus Hukum Belanda-Indonesia-Inggris. Aneka


Ilmu. Semarang.

Dwi Kusumadewi Aditia, Pujiyono, A.M. Endah Sri Astuti. 2016. Diponegoro
Law Journal Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016. Analisis Yuridis
Penjatuhan Sanksi Pidana terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tegal No. 32/Pid.Sus-
ank/2014/PN.TGL). Program Studi Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang.

Zainab Ompu Jainah. 2011. Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 2 September
2011. Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika (Studi tentang Lahirnya Badan
Narkotika Nasional). Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung,
Bandar Lampung.

Zainab Ompu Jainah. 2012. Jurnal Ilmu Hukum Jilid 2 Nomor 2 April 2012.
Persepsi Penerapan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana
Narkotika (Studi pada Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjungkarang
Kelas IA). Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Bandar
Lampung.

60
PEMERINTAH KOTA BANDARLAMPUNG
DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Jalan Dr. Susilo Nomor 2 Bandarlampung, Telepon (0721) 476362
Faksimile (0721) 476362 Website: www.dpmptsp.bandarlampungkota.go.id
Pos-el: dpmptsp.kota@bandarlampungkota.go.id

SURAT
: KETERANGAN PENELITIAN (SKP)
Nomor :1871/070/04026/SKP/III.16/VII/2023
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Penerbitan
Surat Keterangan Penelitian dan Rekomendasi dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kota Bandar
Lampung Nomor 070/00552/IV.05/2023 Tanggal 2023-06-22 14:36:56, yang bertandatangan dibawah ini Kepala
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bandar Lampung memberikan Surat
Keterangan Penelitian (SKP) kepada :

1. Nama : MUHAMMAD DERRY SETIAWAN


2. Alamat : JALAN GUNUNG KANCIL GG MENARA 2 NO 22 KEL./DESA JAGABAYA II
KEC. WAY HALIM KAB/KOTA KOTA BANDAR LAMPUNG PROV. LAMPUNG

3. Judul Penelitian : PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PELECEHAN SEKSUAL


DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN KEPADA KORBAN ( Studi
kasus Putusan1176/pid.B/2021/PN.tjk)

4. Tujuan Penelitian : UNTUK MENGETAHUI PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU


PELECEHAN SEKSUAL DENGAN CARA MEMPERLIHATKAN KELAMIN
KEPADA KORBAN

5. Lokasi Penelitian : PADA PENGADILAN NEGERI KELAS IA TANJUNG KARANG

6. Tanggal dan/atau lamanya : 1(satu ) BULAN


penelitian
7. Bidang Penelitian : HUKUM PIDANA
8. Status Penelitian :-
9. Nama Penanggung Jawab : Dr. HENDRI DUNAN, SE., MM
atau Koordinator
10. Anggota Penelitian : MUHAMMAD DERRY SETIAWAN

11. Nama Badan Hukum, : UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG


Lembaga dan Organisasi
Kemasyarakataan
Dengan Ketentuan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Penelitian tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu stabilitas
pemerintah.
2. Setelah Penelitian selesai, agar menyerahkan hasilnya kepada Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik
(BAKESBANGPOL) Kota Bandar Lampung.
3. Surat Keterangan Penelitian ini berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Bandarlampung
pada tanggal : 03 Juli 2023

Ditandatangani secara elektronik oleh :


Kepala Dinas
Pas Foto 4 x 6
MUHTADI A. TEMENGGUNG, S.T., M.Si.
NIP 19710810 199502 1 001

Tembusan :
1. BAKESBANGPOL Kota Bandar Lampung
2. Bapeda Kota Bandar Lampung
3. Pertinggal
PUTUSAN
Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA yang mengadili perkara
pidana dengan acara pemeriksaan biasa secara teleconference dalam
tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
Terdakwa :

1. Nama lengkap : Mul Sutiono Bin R. Sutejo Alm;


2. Tempat lahir : Bandar Lampung;
3. Umur/Tanggal lahir : 66 tahun/ 24 April 1955;
4. Jenis kelamin : Laki-laki;
5. Kebangsaan : Indonesia;
6. Tempat tinggal : Jalan Imam Bonjol Gg. Sultan Anom No. 87
Kelurahan Langkapura Baru Kecamatan
Langkapura Kota Bandar Lampung;
7. Agama : Islam;
8. Pekerjaan : Supir;

Terdakwa Mul Sutiono Bin R. Sutejo Alm ditahan dalam tahanan rutan oleh:
1. Penyidik sejak tanggal 1 September 2021 sampai dengan tanggal
20 September 2021;
2. Penyidik Perpanjangan Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 21
September 2021 sampai dengan tanggal 30 Oktober 2021;
3. Penuntut Umum sejak tanggal 27 Oktober 2021 sampai dengan tanggal
15 November 2021;
4. Hakim Pengadilan Negeri sejak tanggal 11 November 2021 sampai
dengan tanggal 10 Desember 2021;
5. Hakim Pengadilan Negeri Perpanjangan Pertama Oleh Ketua Pengadilan
Negeri sejak tanggal 11 Desember 2021 sampai dengan tanggal 8
Februari 2022;
Terdakwa menghadap sendiri;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca:

Halaman 1 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


- Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor
1176/Pid.B/2021/PN Tjk tanggal 11 November 2021 tentang penunjukan
Majelis Hakim;
- Penetapan Majelis Hakim Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk tanggal 11
November 2021 tentang penetapan hari sidang;
- Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;

Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi dan Terdakwa serta


memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan;

Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh


Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa MUL SUTIONO BIN R. SUTEJO (ALM) bersalah
melakukan tindak pidana sengaja melakukan Perbuatan Cabul
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 290 ayat (1) KUHP,
dalam dakwaan kami.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7
(tujuh) bulan dikurangi masa penahanan sementara dengan perintah
terdakwa tetap ditahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
a. 1(satu) baju kaos tanggan pendek warna merah putih.
b. 1(satu) celana pendek warna hitam.
Dikembalikan pada saksi WITA WULANDARI Als SALAMA Binti UTOYO;
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,;

Setelah mendengar permohonan Terdakwa yang pada pokoknya


memohon keringanan hukuman karena terdakwa menyesali perbuatannya,
terdakwa tinggal seorang diri dan tidak mempunyai keluarga;
Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap
permohonan Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan tetap pada
tuntutannya dan terdakwa menyatakan tetap pada permohonannya;

Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh


Penuntut Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
Bahwa terdakwa MUL SUTIONO BIN R. SUTEJO (ALM) pada hari Minggu
tanggal 29 Agustus 2021 sekira jam 18.00 WIB atau setidak-tidaknya
dalam bulan Agustus Tahun 2021 bertempat di Jalan P Antasari

Halaman 2 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


Kel.Kalibalau Kencana Kec.Kedamian Bandar Lampung di depan ruko
(gudang), atau setidak–tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Tanjungkarang, telah melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya,
dengan cara sebagai berikut :
Bahwa awalnya pada hari Minggu Tanggal 29 Agustus 2021 sekira pukul
18.00 WIB, saksi WITA WULANDARI Als SALAMA Binti UTOYO yang
melihat terdakwa sedang memakan roti duduk di depan ruko, lalu mendekati
terdakwa dengan tujuan meminta roti, dan oleh terdakwa yang sedang dalam
posisi duduk memberikan roti miliknya, kemudian memegang pipi sebelah
kanan dan memegang perut bagian bawah dekat alat kelamin, tidak lama
kemudian saksi SITI RAHAYU binti UTOYO memanggil saksi WITA
WULANDARI Als SALAMA Binti UTOYO untuk pulang ke rumah.
Akibat perbuatan terdakwa saksi korban mengalami luka sesuai dengan
Visum Et Repertum No. R/VER/113/IXKES.22/2021/RSB Tanggal 15
September 2021 dari Rumah sakit Bhayangkara Polda Lampung yang
ditandatangani oleh dr.Chatrina Andryani, Sp.FM., MH (Kes), dengan
kesimpulan :
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang perempuan, berumur
Sembilan belas tahun, pada pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gambaran down syndrome (berkebutuhan khusus), pada pemeriksaan dalam
ditemukan cairan kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan
selaput dara pada arah jam tiga hingga enam yang diakibatkan trauma
tumpul.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
290 Ayat (1) KUHP;

Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa


telah mengerti isi dakwaan dan tidak mengajukan keberatan;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut


Umum telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:
1. Siti Rahayu Binti Utoyo, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut:
- Bahwa saksi kenal dengan terdakwa namun tidak mempunyai
hubungan keluarga, terdakwa tinggal didekat rumah saksi;

Halaman 3 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


- Bahwa saksi dihadirkan ke persidangan ini terkait perbuatan tidak
senonoh/ cabul yang dilakukan terdakwa kepada adik kandung saksi
bernama Wita Wulandari yang biasa dipanggil Salama yang kondisi
fisiknya mengalami lemah mental/ downsyndrome;
- Bahwa perbuatan cabul/ tidak senonoh yang dilakukan terdakwa baru
saksi ketahui pada hari Minggu Tanggal 29 Agustus 2021 sekira jam
18.00 wib, di Ruko Kosong yang terletak di Jalan P. Antasari,
Kelurahan Kalibalau Kencana, Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar
Lampung;
- Bahwa menurut saksi selama ini adik saksi bernama Wita Wulandari
alias Salama, lebih dekat dengan saksi dan sering berkomunikasi
dengan saksi jadi saksi mengetahui persis gerak gerik Wita Wulandari
walaupun kondisinya lemah mental/ downsyndrome, saat itu saksi
melihat Wita Wulandari Alias Salama sering memperagakan perbuatan
yang dilakukan oleh Pak Mul (panggilan diri terdakwa) terhadap Wita
Wulandari Alias Salama, dan saat Wita Wulandari bertemu dengan
terdakwa, dia selalu terlihat ketakutan dan sering berkata (kakal/nakal);
- Bahwa tetangga saksi bernama Asep pada hari minggu tanggal 29
Agustus 2021 sekira jam 18.00 wib saat akan membuang sampah,
melihat Wita Wulandari alias Salama, sedang bersama Terdakwa (pak
Mul) dengan posisi saling berhadapan di depan ruko namun katanya
Wita Wulandari saat itu berteriak namun Asep tidak mengetahui
teriakan apa yang dikatakan Wita Wulandari karena bicaranya tidak
jelas, saat itu adik saksi mengenakan kaos oblong dan celana pendek;
- Bahwa bagaimana cara terdakwa melakukan perbuatan cabul pada
Wita Wulandari saksi tidak mengetahuinya, namun berdasarkan
keterangan Wita Wulandari, dia memperagakan perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa dengan cara memegang kemaluan,
selanjutnya Wita Wulandari memperagakan posisi tidur, dan
mengatakan PAK MUL kakal/ Nakal;
- Bahwa sekitar 2 (dua) bulan yang lalu saksi melihat terdakwa sedang
memeluk Wita Wulandari posisi saling berhadapan di depan warung,
saksi melihat tangan kanan terdakwa meraba dada Wita Wulandari,
saksi melihat dari jarak sekitar 3 (tiga) Meter, namun saksi tidak
mengetahui apakah Wita Wulandari sering bermain bersama dengan
terdakwa atau tidak;

Halaman 4 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


- Bahwa saksi pernah melihat terdakwa memberi jajanan pada WIta
Wulandari alias Salama;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa menyatakan ada yang tidak benar,
terdakwa hanya memegang bagian bawah perut korban sebagai bentuk
rasa saying pada anak-anak, tidak melakukan yang lain;
2. Wita Wulandari Alias Salama Bin Utoyo, dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa saksi adalah korban pencabulan yang dilakukan terdakwa Mul
Sutiono;
- Bahwa perbuatan cabul itu terdakwa lakukan berawal pada hari Minggu
Tanggal 29 Agustus 2021 sekira pukul jam 09.30 WIB, saat itu saksi
melihat terdakwa sedang memakan roti duduk di depan ruko, lalu saksi
mendekati terdakwa dengan tujuan meminta roti miliknya tersebut dan
terdakwa memberikan roti miliknya pada saksi dengan posisi berdiri,
sedangkan terdakwa dengan posisi duduk;
- Bahwa setelah menerima roti dari terdakwa, saksi di panggil oleh kakak
saksi bernama Sri Rahayu untuk pulang ke rumah, sesampainya di
rumah saksi bercerita dengan memperagakan sambil memukul
kemaluan saksi dan mengatakan “BAPAK NAKAL”;
- Bahwa sekanjutnya sekira jam 18.00 wib saksi mendatangi terdakwa di
ruko kosong untuk mengembalikan roti miliknya, sesampainya disana
saksi dengan posisi berdiri sedangkan terdakwa dengan posisi duduk
langsung memegang pipi sebelah kanan saksi menggunakan tangan
kirinya, setelah itu terdakwa memegang perut bagian bawah dekat
kemaluan menggunakan tangan sebelah kirinya sebanyak 1 (satu) kali,
saat itu saksi sempat berteriak namun saksi tidak tahu ada orang lain
yang mendengarnya atau tidak, saksi juga tidak tahu apakah ada orang
yang melihat saat saksi bersama dengan terdakwa di ruko tersebut
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan keterangan saksi,
namun terdakwa memegang bawah perut saksi hanya sebagai bentuk
kasih sayang pada anak-anak tidak ada niat lain;

3. Aseppi Bin Endang Sutalen, dibawah sumpah di persidangan pada


pokoknya menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa saksi tidak mengenal terdakwa tapi tahu terdakwa Mul Sutiono
karena sehari-hari tinggal di ruko milik pak H. Nuri;

Halaman 5 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


- Bahwa saksi dihadirkan kepersidangan ini terkait dengan peristiwa
pencabulan yang dilakukan terdakwa terhadap korban Wita Wulandari
gadis yang mengalami keterbelakangan mental downsyndrome;
- Bahwa saksi tidak mengetahui perbuatan cabul yang dilakukan
terhadap korban Wita Wulandari Alias Salama, namun saksi pernah
melihat korban dengan terdakwa di ruko tersebut;
- Bahwa kronologis saksi melihat terdakwa dan korban berawal pada hari
minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekira 18.00 Wib saksi membuang
sampah dipinggir jalan di gang waru II Kalibalau Kencana, Bandar
Lampung dengan mengendarai motor, pada saat saksi membuang
sampah didekat Ruko tersebut, saksi mendengar ada suara korban
Wita Wulandari Alias Salama dari ruko milik sdr Hi. NURI, lalu saksi
menoleh kearah suara tersebut dan saksi melihat saat itu terdakwa Mul
Sutiono sedang berdiri posisi berhadapan dan menghalangi korban
Wita Wulandari Alias Salama yang sepertinya akan pergi dari tempat
tersebut dengan memegangi kedua pundak korban Wita Wulandari
karena saksi lihat korban seperti memberontak, saat itu saksi kira
mereka bercandaan karena mereka bertetangga sehingga saksi tidak
berbuat apa-apa, saksi hanya melihat saja dan langsung pulang ke
rumah;
- Bahwa saksi tidak melihat apakah terdakwa melakukan perbuatan
cabul pada korban Wita Wulandari, yang saksi lihat terdakwa hanya
menghalangi korban dengan posisi berhadapan dan memegangi
pundak korban;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak ada
keberatan;

Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan


keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa terdakwa mengenal korban Wita Wulandari yang biasa dipanggil
Salama, terdakwa dihadirkan kepersidangan ini karena dituduh mencabuli
korban;
- Bahwa terdakwa hanya memegang bagian bawah perut korban Wita
Wulandari alias Salama, tidak mencabulinya, terdakwa memegang itu
karena hanya bercanda pada korban;

Halaman 6 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


- Bahwa korban WIta Wulandari masih terdakwa anggap anak kecil karena
korban itu mengalami keterbelakangan mental (downsyndrome), terdakwa
sayang sama anak-anak;
- Bahwa peristiwa terdakwa memegang bagian bawah perut korban Wita
Wulandari alias Salama terjadi pada hari minggu tanggal 29 Agustus 2021
sekira jam 16.00 Wib di depan ruko tempat terdakwa tidur yang beralamat
di jalan Pangeran Antasari di samping Gg. Waru II Kelurahan Kalibalau,
Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung;
- Bahwa saat itu terdakwa dari warung yang tidak jauh dari ruko membeli
roti, setelah membeli roti, terdakwa duduk di depan ruko, saat itu
datanglah korban Wita Wulandari menghampiri terdakwa, korban
meminta roti pada terdakwa dan terdakwa memberinya dengan posisi
korban Wita Wulandari didepan terdakwa, saat itu terdakwa memegang
perut bagian bawah dekat alat kelamin korban Wita Wulandari alias
Salama mengunakan tanggan sebelah kiri sebanyak 1 (satu) kali, saat itu
korban Wita Wulandari diam saja dan tidak lama kakak kandung korban
Wita Wulandari datang menyuruh korban pulang;
- Bahwa terdakwa mengakui telah mengelus pipi sebelah kiri korban Wita
WUlandari dan memegang perut bagian bawah dekat alat kelamin korban
dengan mengunakan tangan kiri sebanyak 1 (satu) kali, saat itu korban
hanya diam saja, perbuatan itu terdakwa lakukan karena terdakwa sayang
dengan korban Wita Wulandari alias Salama, korban terdakwa anggap
seperti cucu sendiri dengan maksud iseng atau bercanda;
- Bahwa terdakwa menyesal telah melakukan perbuatan itu pada korban,
terdakwa merasa tidak mencabuli korban, hanya memegang perut bagian
bawah dekat alat kelamin korban dengan mengunakan tangan kiri
sebanyak 1 (satu) kali hanya sekedar iseng;

Menimbang, bahwa Terdakwa tidak mengajukan Saksi yang


meringankan (a de charge);
Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan barang bukti
sebagai berikut:
1. 1 (satu) baju kaos tanggan pendek warna merah putih;
2. 1 (satu) celana pendek warna hitam;
Barang bukti diatas telah disita secara sah menurut ketentuan hukum yang
berlaku, sehinggga dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian;

Halaman 7 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang
diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa benar terdakwa telah berbuat tidak senonoh/ tidak patut/ tidak
pantas pada korban WIta Wulandari alias Salama korban Wita Wulandari
adalah seorang gadis yang mengalami keterbelakangan mental
downsyndrome;
- Bahwa peristiwa terdakwa memegang bagian bawah perut korban Wita
Wulandari alias Salama terjadi pada hari minggu tanggal 29 Agustus
2021 sekira jam 18.00 Wib di depan ruko tempat terdakwa tidur yang
beralamat di jalan Pangeran Antasari di samping Gg. Waru II Kelurahan
Kalibalau, Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung;
- Bahwa kronologis peristiwa itu adalah berawal saat terdakwa dari
warung yang tidak jauh dari ruko membeli roti, setelah membeli roti,
terdakwa duduk di depan ruko, saat itu datanglah korban Wita Wulandari
menghampiri terdakwa, korban meminta roti pada terdakwa dan
terdakwa memberinya dengan posisi korban Wita Wulandari didepan
terdakwa, saat itu terdakwa memegang perut bagian bawah dekat alat
kelamin korban Wita Wulandari alias Salama mengunakan tanggan
sebelah kiri sebanyak 1 (satu) kali, saat itu korban Wita Wulandari diam
saja dan tidak lama kakak kandung korban Wita Wulandari datang
menyuruh korban pulang;
- Bahwa setelah korban Wita Wulandari di panggil oleh kakak saksi
bernama Sri Rahayu untuk pulang ke rumah, sesampainya di rumah
saksi bercerita dengan memperagakan sambil memukul kemaluan saksi
dan mengatakan “Bapak Nakal”;
- Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan visum et repertum Nomo
R/VER/113/IX/KES.22/2021/RSB tanggal 15 September 2021 yang
ditandatangani oleh dokter pemeriksa dr. Chatrina Andryani, SP.FM
pada kesimpulan menyebutkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan
terhadap seorang perempuan, umur Sembilan belas tahun, pada
pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gambaran down syndrome
(berkebutuhan khusus), pada pemeriksaan dalam ditemukan cairan
kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan selaput dara pada
arah jam pukul tiga higga enam yang diakibatkan trauma benda tumpul;
- Bahwa berdasarkan Pemeriksaan Psikologi korban Trauma Psikologi
yang di tanda tangani oleh Cindani Trika Kusuma, MPsi, Psikolog dari
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tanggal 13

Halaman 8 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


September 2021, dengan hasil pemeriksaan Psikologis bahwa korban
adalah anak dengan Down Syndrome sedang, yaitu kondisi
keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan abnormalitas
perkembangan kromosom (Kosasih, 2012), Down Syndrome sedang
menujukkan bahwa ketika anak sudah berusia dewasa, mereka baru
mencapai tingkat kecerdasan yang setara dengan anak normal berusia 7
(tujuh) tahun. Mereka hamper tidak mampu untuk mengikuti kegiatan
akademik, namun masih bias di latih untuk merawat diri dan melakukan
aktifitas sehari-hari, korban mengalami keterlambatan perkembangan
inteletektual dan bahasa jika dibandingkan anak seusianya dengan
perkembangan normal, korban kesulitan untuk memahami situasi sebab
akibat dan mengutarakan apa yang dialami dan dirasakan karena
keterbatasan kosa kata yang dimiliki;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan


mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas,
Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya;

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum


dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 290 ayat (1)
KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Barangsiapa;
2. Melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim


mempertimbangkan sebagai berikut :
A.d. 1. Unsur “Barangsiapa”;
Menimbang, bahwa yang dimaksud setiap orang adalah siapa saja
yang menjadi subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, dimana
perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Kedepan
persidangan telah diajukan terdakwa yang telah mengaku sehat jasmani dan
rohani Mul Sutiono Bin R. Sutejo (Alm), di dalam persidangan terdakwa
mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum
dengan baik dan lancar, dapat mengingat serta menerangkan yang benar
sesuai dengan perbuatan terdakwa telah dilakukan. Maka hal tersebut

Halaman 9 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


menunjukan bahwa perbuatan terdakwa telah maupun saat memberikan
keterangan dimuka persidangan adalah berada dalam kondisi sehat jasmani
dan rohani serta ditemukan adanya alasan pembenar dan atau alasan
pemaaf sehingga kepada terdakwa dipandang mampu bertanggungjawab
atas seluruh perbuatan pidana yang telah dilakukannya;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
bahwa unsur diatas telah terpenuhi;

Ad.2. Unsur Melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang


diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya:
Menimbang, bahwa unsur ini bersifat alternatif yang artinya apabila
salah satu unsur dalam unsur ini telah terpenuhi, maka dianggap telah
terbukti secara sah dan meyakinkan;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan cabul adalah segala
perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji
dan kotor; tidak senonoh;
Menimbang, bahwa yang dimaksud tidak berdaya adalah tidak
mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat
mengadakan perlawanan sedikitpun. Orang yang tidak berdaya itu masih
dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan pingsan adalah tidak
ingat atau tidak sadar akan dirinya. Orang yang pingsan tidak dapat
megetahui apa yang terjadi akan dirinya;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dari
keterangan saksi-saksi, korban dan pengakuan terdakwa diketahui bahwa
benar terdakwa telah berbuat tidak senonoh/ tidak patut/ tidak pantas pada
korban WIta Wulandari alias Salama korban Wita Wulandari adalah seorang
gadis yang mengalami keterbelakangan mental downsyndrome;
Menimbang, bahwa peristiwa terdakwa memegang bagian bawah
perut korban Wita Wulandari alias Salama terjadi pada hari minggu tanggal
29 Agustus 2021 sekira jam 18.00 Wib di depan ruko tempat terdakwa tidur
yang beralamat di jalan Pangeran Antasari di samping Gg. Waru II Kelurahan
Kalibalau, Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung;
Menimbang, bahwa kronologis peristiwa itu adalah berawal saat
terdakwa dari warung yang tidak jauh dari ruko membeli roti, setelah
membeli roti, terdakwa duduk di depan ruko, saat itu datanglah korban Wita
Wulandari menghampiri terdakwa, korban meminta roti pada terdakwa dan

Halaman 10 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


terdakwa memberinya dengan posisi korban Wita Wulandari didepan
terdakwa, saat itu terdakwa memegang perut bagian bawah dekat alat
kelamin korban Wita Wulandari alias Salama mengunakan tanggan sebelah
kiri sebanyak 1 (satu) kali, saat itu korban Wita Wulandari diam saja dan
tidak lama kakak kandung korban Wita Wulandari datang menyuruh korban
pulang;
Menimbang, bahwa setelah korban Wita Wulandari di panggil oleh
kakak saksi bernama Sri Rahayu untuk pulang ke rumah, sesampainya di
rumah saksi bercerita dengan memperagakan sambil memukul kemaluan
saksi dan mengatakan “Bapak Nakal”;
Menimbang, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan visum et
repertum Nomor R/VER/113/IX/KES.22/2021/RSB tanggal 15 September
2021 yang ditandatangani oleh dokter pemeriksa dr. Chatrina Andryani,
SP.FM pada kesimpulan menyebutkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan
terhadap seorang perempuan, umur Sembilan belas tahun, pada
pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gambaran down syndrome
(berkebutuhan khusus), pada pemeriksaan dalam ditemukan cairan
kemerahan (haid) dalam batas normal, dan robekan selaput dara pada arah
jam pukul tiga higga enam yang diakibatkan trauma benda tumpul;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pemeriksaan Psikologi korban
Trauma Psikologi yang di tanda tangani oleh Cindani Trika Kusuma, MPsi,
Psikolog dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
tanggal 13 September 2021, dengan hasil pemeriksaan Psikologis bahwa
korban adalah anak dengan Down Syndrome sedang, yaitu kondisi
keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan abnormalitas
perkembangan kromosom (Kosasih, 2012), Down Syndrome sedang
menujukkan bahwa ketika anak sudah berusia dewasa, mereka baru
mencapai tingkat kecerdasan yang setara dengan anak normal berusia 7
(tujuh) tahun. Mereka hamper tidak mampu untuk mengikuti kegiatan
akademik, namun masih bias di latih untuk merawat diri dan melakukan
aktifitas sehari-hari, korban mengalami keterlambatan perkembangan
inteletektual dan bahasa jika dibandingkan anak seusianya dengan
perkembangan normal, korban kesulitan untuk memahami situasi sebab
akibat dan mengutarakan apa yang dialami dan dirasakan karena
keterbatasan kosa kata yang dimiliki;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta pertimbangan diatas Majelis
Hakim berkesimpulan benar bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan

Halaman 11 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


yang tidak sopan/ tidak senonoh kepada korban Wita Wulandari Alias
Salama dengan cara memegang perut bagian bawah dekat kemaluan
korban, yang mana diketahui berdasarkan keterangan saksi-saksi dan saat
Majelis Hakim memeriksa korban dipersidangan dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan visum et repertum dan hasil bukti Laporan Pemeriksaan
Psikologi korban Trauma Psikologi terhadap korban Wita Wulandari, benar
adanya bahwa korban adalah orang dengan gambaran down syndrome
(berkebutuhan khusus) artinya korban adalah termasuk pengertian “tidak
berdaya” sebagaimana pengertian yang telah disebutkan diatas;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
bahwa unsur ke-2 ini telah terpenuhi dan terbukti pada diri terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 290 ayat (1)
KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan tunggal;
Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak
menemukan hal-hal yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana
baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu
bertanggungjawab, maka haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa telah
dilakukan penangkapan dan penahanan yang sah, maka berdasarkan Pasal
22 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, masa penangkapan
dan penahanan tersebut haruslah dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup maka berdasarkan Pasal
193 ayat (2) sub b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka perlu
ditetapkan agar Terdakwa tetap ditahan;

Menimbang, bahwa di dalam persidangan ini telah diajukan barang


bukti berupa : 1 (satu) baju kaos tanggan pendek warna merah putih dan 1
(satu) celana pendek warna hitam, oleh karena barang bukti tersebut
merupakan milik Korban maka sudah sepatutnya apabila Majelis Hakim

Halaman 12 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


menetapkan status barang bukti tersebut dikembalikan kepada Korban Wita
Wulandari;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pemidanaan pada diri


Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang
memberatkan dan/atau meringankan, kecuali dalam Putusannya Hakim
memiliki pertimbangan tersendiri yang dengan itu keadaan mana dari diri
Terdakwa yang dapat memberatkannya dan/atau meringankannya dapat
dikesampingkan;
Keadaan yang memberatkan:
- Bahwa perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dijatuhi pidana dan


Terdakwa sebelumnya tidak mengajukan permohonan pembebasan dari
biaya perkara, maka berdasarkan Pasal 222 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana kepada Terdakwa dibebankan untuk membayar biaya
perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;

Memperhatikan, Pasal 290 ayat (1) KUHP, Undang-Undang No 8


tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta
peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini.
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Mul Sutiono Bin R. Sutejo (Alm) tersebut diatas,
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana Melakukan Perbuatan Cabul;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 5 (lima) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 1 (satu) baju kaos tangan pendek warna merah putih;
- 1 (satu) celana pendek warna hitam;

Halaman 13 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk


Dikembalikan kepada Saksi korban Wita Wulandari Als Salama Bin
Utoyo;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara
sejumlah Rp2.000,00,- (duaribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis


Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, pada hari Selasa, tanggal 21
Desember 2021, oleh kami, Hastuti, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua, Fitri
Ramadhan, S.H., dan Hendri Irawan, S.H., masing-masing sebagai Hakim
Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
secara teleconfence pada hari Kamis, tanggal 23 Desember 2021 oleh
Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh
Ririn Wijayanti, S.H.,M.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri
Tanjungkarang Kelas IA, serta dihadiri oleh Supriyanti, S.H., Penuntut Umum
dan Terdakwa.

Hakim Anggota, Hakim Ketua,

Fitri Ramadhan, S.H. Hastuti, S.H., M.H.

Hendri Irawan, S.H.,M.H.

Panitera Pengganti

Ririn Wijayanti, S.H.,M.H.

Halaman 14 dari 14 Putusan Nomor 1176/Pid.B/2021/PN Tjk

Anda mungkin juga menyukai