TESIS
Oleh:
Sylvester Enricho Mahardika, S.H.
NIM. 11000119410050
PEMBIMBING:
Prof. Dr. Eko Soponyono, S.H., M.H.
2022
i
Halaman Persetujuan
TESIS
Disusun dalam Rangka Memenuhi
Persyaratan Program Studi
Pembimbing Peneliti
Prof. Dr. Eko Soponyono, S.H., M.H Sylvester Enricho Mahardika, S.H.
NIDK. 8883720016 NIM. 11000119410050
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Dewan Penguji :
Ditetapkan di Semarang
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Ekslusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan, mengalih media atau
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir Saya, tanpa meminta ijin dari Saya selama tetap
mencantumkan nama Saya sebagai Penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Dibuat di : Semarang
Pada tanggal : Agustus 2022
Yang Menyatakan
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Karya Ilmiah Tesis ini adalah asli hasil karya saya sendiri yang dibuat
dengan sebenar-benarnya dan Karya Ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai
lainnya.
Semua informasi yang dimuat dalam Karya Ilmiah ini yang berasal dari Penulis
lain baik yang dipublikasikan atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan
mengutip nama sumber Penulis secara benar dan semua isi Karya
Ilmiah/Tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya sebagai Penulis.
Yang membuat
pernyataan,
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
(Pepatah Jawa)
Semua menjadi indah tepat pada waktunya karena rencana Tuhan itu baik dan
luar biasa
(Papa Yohanes Suhardjo)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
Pada Kejaksaan Negeri Kota Semarang) ini dengan baik. Penulisan hukum ini
disusun sebagai tugas dan syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan
Universitas Diponegoro.
terselesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis
2. Bapak Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., selaku Rektor
Universitas Diponegoro;
3. Ibu Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
4. Bapak Dr. Joko Setiyono, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Magister
membantu penulis dalam mengejar kesulitan yang dihadapi oleh penulis saat
5. Ibu Dr. Ratna Herawati, S.H, M.H, selaku Sekretaris Program Studi
Prof. Dr. Muladi, S.H., M.H., Alm. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya
selaku Guru Besar serta Dosen Program Studi Hukum Pidana Universitas
Diponegoro Semarang.
7. Bapak Prof. Dr. Eko Soponyono, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing
atas waktu, arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan sehingga penulis
8. Ibu Dr. Irma Cahyaningtyas, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji atas waktu,
dan arahan, serta ilmu yang diberikan sehingga penulis dapat mengerjakan
9. Alm. Eyang Buyut, Alm. Eyang Kakung, Alm. Eyang Putri di Lampung
dan Eyang Putri di Semarang, yang telah memberikan doa dan nasihat-
nasihat terbaiknya.
10. Mama Dra. Dionisia Indriati Sri Catur Pardrini, M.Pd. dan Papa Dr.
Yohanes Suhardjo, S.E., M.Si., Ak., CA., orang tuaku yang selalu
saling memelihara rasa welas asih dalam persaudaraan dan arti ngunduh
wohing pakarti, dan selalu memberi semangat juga doanya untuk lekas
12. Gus Luqman Hakim dan Ibu Wahyu Hermawati, yang telah berperan
seperti orang tua penulis sendiri dalam menemani dan menjadi tempat
viii
curahan hati selama proses pengerjaan tesis ini.
13. Sahabat dan teman-teman terkasih, yang tidak dapat saya sebutkan satu
ix
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang
x
ABSTRAK
Dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 memuat
mengenai kewenangan jaksa untuk menghentikan penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif yang selanjutnya menjadi terobosan dalam penyelesaian tindak
pidana. Kejaksaan Negeri Kota Semarang telah berhasil menerapkan restorative
justice terhadap empat tindak pidana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisa kebijakan penghentian penuntutan tindak pidana
ringan oleh Kejaksaan Republik Indonesia berbasis Restorative Justice saat ini
dan yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian yuridis empiris. Dengan menggunakan pendekatan hukum atau
peninjauan terhadap peraturan terkait Restorative Justice. Perkara pidana yang
dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif adalah perkara tindak pidana ringan
dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407
dan Pasal 482 KUHP dengan nilai kerugian tindak lebih dari Rp. 2.500.000,- (dua
juta lima ratus ribu rupiah). Substansi dalam RUU KUHP memiliki konsep
restorative justice yang didasarakan pada kriteria penerapan hukum yang hidup
dalam masyarakat, perubahan paradigmatik mengenai konsepsi penghukuman
yang mulai beralih dari konsep konsepsi pembalasan (retributif/absolute) yang
berupaya semaksimal mungkin memberikan efek jera dengan penghukuman yang
keras berubah menjadi konsep verbeterings/rehabilitasi.
Kata Kunci: Penghentian Penuntutan; Tindak Pidana Ringan; Restorative Justice.
xi
ABSTRACT
In the Attorney General's Regulation Number 15 of 2020, it contains the authority
to follow up based on restorative justice which will then become a settlement in
the settlement of criminal acts. The Semarang District Attorney has successfully
applied restorative justice to four crimes. The purpose of this study is to
determine and analyze the policy of stopping criminal acts by the Attorney
General's Office of the Republic of Indonesia based on current and future
Restorative Justice. The research method used is an empirical juridical research
method. By using a legal approach or to regulations related to Restorative
Justice. Criminal cases that can be resolved with restorative justice are cases of
minor crimes with criminal threats as stipulated in 364, 373, 379, 384, 407 and
Article 482 of the Criminal Code with a loss value of more than Rp. 2.500.000, -
(two million five hundred thousand rupiah). The substance in the Draft Criminal
Code has the concept of restorative justice which is based on the criteria for
applying the law that lives in society, a paradigmatic change in the concept of
punishment which has begun to shift from the concept of retribution
(retributive/absolute) which as much as possible provides a deterrent effect with
harsh punishment turning into a concept of retaliation verbeterings/rehabilitation
Keywords: Dismissal of Prosecution; Minor Crimes; Restorative Justice
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................i
Halaman Persetujuan.......................................................................................ii
Halaman Pengesahan.......................................................................................iii
Halaman Persembahan.....................................................................................vi
Abstrak...............................................................................................................viii
Daftar Isi............................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.............................................................................................1
2. Perumusan Masalah.....................................................................................6
3. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
4. Manfaat Penelitian.......................................................................................7
5. Kerangka Pemikiran....................................................................................8
6. Metode Penelitian
a. Pendekatan Masalah.......................................................................24
b. Spesifikasi Penelitian.....................................................................25
c. Sumber dan Jenis Data..................................................................26
d. Teknik Pengumpulan Data............................................................28
e. Teknik Analisis Data.....................................................................28
7. Orisinalitas Penelitian...............................................................................32
xiii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP...........................................................................................132
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................133
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh
pidana, kejahatan atau tindak pidana (strafbaat feit). Untuk itu eksistensi
kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada
1
1
Ojak Nainggolan, Pengantar Ilmu Hukum, (Medan: UHN PRESS, 2010), hlm. 10.
2
dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem
peradilan pidana.2
penegakan hukum (law enforcement) ke arah jalur lambat. Hal ini karena
penegakan hukum itu melalui jarak tempuh yang panjang, melalui berbagai
Selain itu, keadilan yang diharapkan melalui jalan formal ternyata belum
tidak menyelesaikan masalah serta yang lebih parah lagi adalah di dalamnya
kasus tindak pidana yang pada umumnya diselesaikan melalui jalan formal
perkara pidana dilakukan dalam suatu rangkaian sistem yang terdiri dari
2
Reynaldi Sinyo Wakkary. “Implementasi Prinsip Restorative Justice Dalam Sistem Penuntutan
Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020”, Jurnal Lex Crimen. Vol X (9),
2021, hlm.116
3
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta, Kompas, 2003, hlm. 170
3
Salah satu proses terpenting ialah proses penuntutan. Lembaga yang
pendekatan dalam penyelesaian tindak pidana yang saat ini kembali banyak
pidana
4
Kejaksaan membuat kebijakan tersebut atas dasar asas peradilan cepat,
pelaku dapat hidup normal kembali dalam masyarakat tanpa melalui proses
4
Anggara dan Riesta Aldilah, Bahasan.id, Penghentian Penuntutan karena Dasar Perdamaian,
https://bahasan.id/penghentian-penuntutan-karena-dasar-perdamaian/,. Diakses pada 18
Februari 2022 pukul 10.38 WIB
5
hukuman penjara berakibat pada meningkatnya jumlah narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan.
perkara dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang
sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan berada di poros dan menjadi
dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi
penuntutan
6
5
Ibnu Mazjah, “Peningkatan Peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai Dominus Litis dalam
Melaksanakan Keadilan Restoratif ”, diakses di KomisiKejaksaan.go.id, pada 15 februari
2022 pukul 10.49
7
Pasal 80 Ayat (1) UU RI No. 35 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No.
Kota Semarang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP atau
Pasal 351 Ayat (1) KUHP; ketiga, tersangka JAROT ADI HARYANTO
Semarang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP; dan
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut:
ini?
akan datang?
C. Tujuan Penelitian
telah dikemukakan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
D. Manfaat Penelitian
dan tujuan yang ingin dicapai maka, diharapkan penelitian ini dapat
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
9
penghentian penuntutan berdasarkan prinsip Restorative Justice
kehidupan masyarakat.
1
0
E. Kerangka Pemikiran
1. Flowchart
KEBIJAKAN PENGHENTIAN PENUNTUTAN TINDAK
PIDANA RINGAN OLEH KEJAKSAAN REPUBLIK
INDONESIA BERBASIS RESTORATIVE JUSTICE (STUDI
KASUS KEJARI SEMARANG)
PERMASALAHAN
TEORI TEORI
RESTORATIVE TEORI PERBANDINGAN HUKUM
TEORI HUKUM
JUSTICE HUKUM INTEGRATIF
PROGRESIF
Restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan,
dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban. Jaksa agung tidak memungkiri
bahwa upaya penegakan hukum saat ini masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas
formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat sehingga untuk
kedepannya penegak hukum khususnya pada kejaksaan baik dalam tingkatan kejaksaan agung,
kejaksaan tinggi maupun kejaksaan negeri dapat menerapkan keadilan restorative dalam
penanganan perkara tindak pidana.
9
2. Kerangka Konseptual
bukan sebagai gejala yang akan diteliti, namun suatu abstraksi dari gejala
tersebut.9
penuh dengan para terpidana, bahkan lembaga pemasyarakatan saat ini over
6
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hlm. 29.
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press), 1986,) hlm 132
8
Ibid. hlm. 132
9
Ibid. hlm. 132
10
kapasitas dan menjadi masalah utama dalam lingkungan lapas di
Indonesia.10 Hal ini terjadi karena semua perkara baik perkara besar maupun
kekuasaan lainnya.
10
Rufinus Hotmaulana Hutauruk, Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan
Restoratif Suatu Terobosan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 107
11
1. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. Melakukan penuntutan;
berdasarkan undang-undang;
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
meyelenggarakan kegiatan:
dan negara;
12
b. Penuntutan
hukuman. Asas ini adalah suatu perwujudan dari asas Equality before the
law.
untuk menuntut pelaku tindak pidana dengan hukum yang ada berdasarkan
11
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, KUHAP, Pasal 1 angka 7
12
Djoko Prakoso, Tugas dan Peran Jaksa dalam Pembangunan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984),
hal 26
13
13
Hadari Djenawi Tahir, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan,(Jakarta:Sinar Grafika,2002) hal 37
14
Umum tidak akan menuntut sesorang walaupun sesorang tersebut telah
c. Penghentian Penuntutan
Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Dari ketentuan Pasal tersebut secara garis besar
penuntutan.
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP,
hukum.
Secara harfiah arti kata penghentian penuntutan adalah suatu perkara telah
15
prosesnya dan kemudian dicabut dengan alasan tidak terdapat cukup bukti
Namun demikian dua alasan tersebut bisa digunakan juga untuk tidak
jadi menuntut oleh penuntut umum seperti yang ditentukan dalam Pasal 46
dilimpahkan ke pengadilan.
Perkara ditutup demi hukum (Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP)
menutup perkara demi kepentingan hukum. Suatu perkara yang ditutup demi
dilakukan oleh penuntut umum, apabila mengenai suatu tindak pidana itu
telah disangka melakukan suatu tindak pidana tertentu. Dalam suatu tindak
pidana itu terdapat dasar-dasar yang meniadakan pidana atau tidak, apakah
suatu tindak pidana itu telah dilakukan oleh pelakunya berdasarkan sesuatu
unsur
14
PAF Lamintang, KUHAP dengan Pembahasan secara yuridis menurut Yurisprudensi dan Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 106
16
schuld atau tidak, apakah sesuatu tindakan itu bersifat melawan hukum atau
dapat dipandang sebagai toerekenbaar atau tidak, maka setelah seorang itu
memutuskannya.
d. Restorative Justice
hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak
maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya
keluarga mereka dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana
keadilanyang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pidana
tersebut yaitu pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana untuk mencari
17
solusi terbaik yang disetujui dan disepakati oleh para pihak. Restorative
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, tindak pidana ringan lebih dikenal
(KUHAP) No. 8 Tahun 1981 sebagai ketentuan hukum pidana formal dari
15
Eriyantouw Wahid, Keadilan Restoratif Dan Peradilan Konvensional Dalam Hukum Pidana,
Universitas Trisaksi, Jakarta, 2009, hal. 43
18
merupakan definisi umum tentang tindak pidana ringan menurut Kitab
yang ancaman hukuman penjara atau kurungan paling lama tiga bulan
dan/atau denda paling banyak tujuh ribu lima ratus rupiah dalam Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana. Apabila dianalisis lebih lanjut pada setiap
bunyi Pasal yang menjelaskan tentang pidana kurungan atau penjara paling
16
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981.
19
e. Pasal 379 : Penipuan Ringan;
Pidana Ringan (tipiring) ini didasarkan atas ancaman hukuman penjara atau
sendirinya dianggap sebagai tindak pidana ringan tanpa adanya lagi lembaga
banding atau kasasi dan lembaga penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum
terhadap diri tersangka atau terdakwa oleh pihak penyidik dan jaksa
17
Pasal 2 Ayat (2) PERMA RI No. 02 Tahun 2012
20
Perintah penahanan dapat dilakukan oleh penyidik atau jaksa penuntut
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Dengan begitu, asas peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan pada penyelesaian kasus tindak pidana
klasifikasi tindak pidana ringan antara ketentuan dalam perma dengan Kitab
sebelumnya. Jenis-jenis tindak pidana ringan yang termuat dalam perma ini
hanya terfokus pada enam Pasal yang tergolong dalam tindak pidana ringan,
yaitu Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482. Bentuk kejahatan ringan
tergolong dalam tindak pidana ringan. Pada PERMA RI No. 02 tahun 2012
Terhadap Hewan, Pasal 352 ayat (1) tentang Penganiayaan Ringan, dan
Pasal tersebut dalam perma ini yaitu didasarkan atas pertimbangan nilai
21
Kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam Pasal 364, 373, 379, 384,
407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima
Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Ketua Pengadilan
segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang
diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP.
kemudian diubah dalam perma ini lebih menitik-beratkan pada kasus tindak
pidana ringan yang memiliki objek perkara dengan nilai dan/atau jumlah
denda sebesar dua ratus lima puluh rupiah dan dilipatgandakan 10.000 kali
3. Kerangka Teori
Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran
18
Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994) hlm.80.
22
yang menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati.19 Tujuan
Hukum Progresif yang digagas oleh Satjipto Rahardjo dan Teori Hukum
hukum hakim dan juga penegak hukum lainnya harus berani membebaskan
diri dari penggunaan pola baku. Ada tiga cara untuk melakukan rule
19
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press,
2003) hlm.39.
20
Any Farida, “Teori Hukum Pancasila Sebagai Sintesa Konvergensi Teori-Teori Hukum Di
Indonesia”, Jurnal Perspektif, Volume XXI No. 1, 2016, hlm. 61.
23
menggunakan kecerdasan spiritual untuk bangun dari keterpurukan hukum
perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan yaitu substantif.
Namun juga harus dikeluarkan peraturan yang mengatur tata cara dan tata
21
Suteki. Masa Depan Hukum Progresif. Thafa Media:Yogyakarta. 2015.Hlm.38
22
Fence M. Wantu, Opcit.484
24
Peradilan Pidana. Kelemahan pendekatan represif sebagai penyelesaian
tersebut karena antara pelaku dan korban tidak dilibatkan dalam proses
23
Mansyur Kartayasa, “Restorative Justice dan Prospeknya dalam Kebijakan Legislasi” makalah
disampaikan pada Seminar Nasional, Peran Hakim dalam Meningkatkan Profesionalisme.
Menuju Penelitian yang Agung, Diselenggarakan IKAHI dalam rangka Ulang Tahun
IKAHI ke59, 25 April 2012, hlm. 1-2.
25
kepentingan saja, baik pelaku maupun korban. Maka diperlukan suatu teori
dalam tulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah
ini?
conflict law atau dialih bahasakan menjadi hukum perselisihan yang artinya
perbandingan.26
24
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,
1995, hlm. 81
25
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana, Bandung:
Gramedia, 2000, hlm. 6
26
Ibid, hlm. 12
26
Manfaat atau kegunaan dari perbandingan sistem hukum yaitu seperti
internasional.
perilaku dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai filsafat
27
Ade Maman Suherman, Hukum Perdata Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 17
27
norma, sistem perilaku dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila
hukum sebagai sistem perilaku (system behavior), maka teori ini melengkapi
bahwa hukum dapat diartikan juga sebagai sistem nilai (system of values).
perilaku, dan sistem nilai yang tidak lain bersumber pada Pancasila sebagai
F. Metode Penelitian
28
Romli Atmasasmita. Teori Hukum Integratif Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif.,(Yogyakarta: Genta Publisihing, 2018),
hlm 34
28
1. Metode Pendekatan
memadukan data dan fakta yang terjadi, yang mana penelitian ini sering
dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
memadukan
29
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik), (Depok : Raja Grafindo
Persada, 2018),, hlm 152
30
Suteki dan Galang Taufani, Metodolocgi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik),
(Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018), hlm. 175
31
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit 2004), hlm. 4
29
bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer
2. Spesifikasi Penelitian
mana data–data dalam penelitian tersebut tidak berupa angka – angka, tapi
maupun kelompok.32
berupa kata kata. Data yang digunakan berupa bahan hukum yang terbagi
menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Bahan hukum primer terdiri atas dokumen yang memiliki kekuatan
32 Ibid. hlm.
29
berupa
33 Ibid. hlm.
29
pendapat para ahli hukum dalam buku – buku, hasil penelitian, RUU, risalah
sidang pembahasan UU dan lain lain. Bahan hukum tersier dapat berupa
1) Data Primer
Wawancara ini dilakukan dengan Bapak Galang Prama Jasa, S.H., M.H.
selaku Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Pra Penuntutan pada Seksi Tindak
2) Data Sekunder
dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
33
Ibid. hlm. 266.
30
2. Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana;
.
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
Yaitu bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
1) Kamus Hukum
4) Internet
35
efisien, cepat dan murah.
undangan terebut.34
G. Sistematika Penulisan
36
BAB I:
PENDAHULUAN
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini akan dimuat secara rinci dan sistematis berbagai teori,
BAB III:
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
Semarang)”
BAB IV :
PENUTUP
37
H. ORISINALITAS PENELITIAN
Karya ilmiah sebagai bahan pembanding orisinalitas tesis ini dapat dilihat pada matriks berikut:
38
tantangan pelaksanaan Peraturan Kejaksaan Indonesia. Pendekatan hukum progresif dalam
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 implementasi Restorative Justice dinilai sangat
tentang Penghentian Penuntutan berperan karena dengan sejalan dengan
Berdasarkan Keadilan Restoratif di wilayah penegakan pada aspek moral, sehingga dalam
hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, pembentukan hukum berinkorporasi dengan nilai
termasuk bagaimana langkah strategis dasar/prinsip moral. Selain itu juga pendekatan
untuk menjawab problem faktual tersebut. hukum integratif yang teradopsi dalam
2 Novi Widi restorative justice dinilai membantu para pelaku
Astuti Analisis Yuridis Konsep penghentian penuntutan demi kejahatan untuk menghindari kejahatan lainnya
Penghentian kepentingan hukum berdasarkan keadilan pada masa yang akan datang.
(2021, Tesis Penuntutan Demi restoratif diatur dalam Peraturan Kejaksaan
Universitas Kepentingan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
Brawijaya Hukum yang memiliki batasan dan syarat dalam
Malang) Berlandaskan Asas pelaksanaanya. Selain itu sebagai peraturan
Keadilan Restoratif perundang-undangan, memiliki beberapa
kelemahan yaitu telah melanggar ketentuan
norma dalam KUHAP sebagai hukum yang
lebih tinggi kedudukannya, serta kekaburan
norma sehingga tidak memiliki kekuatan
39
hukum yang mengikat maka, perlu
penyempurnaan makna penghentian
penuntutan demi kepentingan hukum
berdasarkan keadilan restoratif.
40
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana
pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang
harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-
“stafbaarfeit”.
yuridis, lain halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime
atau verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum)
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
35
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya
Bhakti,1997), hlm. 7
36
Sudarto, Hukum Pidana 1 Edisi Revisi (Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Undip,
2013), hlm. 13
41
ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang
adalah tindak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan
terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
a. Hazewinkel Suriga :
Strafbaar Feit adalah suatu perilaku manusia yang suatu saat tertentu
lelah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai
undang.
b. Simons
37
Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: Rinike Cipta, 2002), hlm. 54
38
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian Pertama., (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2002), hlm. 72
39
P.A.F.Lamintan, Op.cit, hlm. 182
40
Ibid, hlm. 181
42
Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
c. Pompe
tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak disengaja telah dilakukan
umum.
bahwa pelanggaran norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu perdata,
yaitu sifat dilarang dengan ancaman pidana apabila dilanggar. Apakah yang
demi pertanggung jawaban pidana. Lain halnya dengan Strafbaar Feit yang,
41
Wirjono Prodjokodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Aditama,
2003), hlm. 1
43
Bahwa untuk pertanggung jawaban pidana tidak cukup dengan
dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping itu harus ada
kesalaham, atau sikap batin yang dapat dicela dan ada pula asas hukum yang
Pertama, bahwa criminal act ini juga berarti kelakuan dan akibat, atau
dengan kata lain sebagai akibat dari suatu kelakuan yang dilarang oelh
hukum. Kedua, karena criminal act juga dapat dipisahkan dari pertanggung
tindak pidana, terdapat hubungan yang erat antara larangan dan ancaman
pidana. Oleh karena, antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian
mengenai unsur-
42
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 32
44
unsur tindak pidana telah mengarah kepada dua golongan yang berbeda,
a. Pandangan Monistis
1) Simons
2) Van Hamel
3) J. Bauman
4) Wirjono Prodjodikoro
perbuatannya.
5) Karni
dilakukan dengan salah dosa, oleh oleh orang yang sempurna akal
b. Pandangan Dualistis
43
Soedarto, Op.cit, hlm. 67-70
45
1) H.B. Vos
2) Moeljanto
a. Perbuatan (manusia)
seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana, sedang bagi
46
Sedangkan, menurut Adami Chazawi dari rumusan-rumusan tindak
pidana, yaitu:44
3. Unsur kesalahan.
hukum objektif). Atau pada Pasal 251 KUHP pada kalimat “tanpa izin
memerintah” juga pada Pasal 253 KUHP pada kalimat “menggunakan cap
44
Adami Chazawi, Op.cit, hlm. 82
47
Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan
hukum dalam penipuan (Pasal 378 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP),
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur
benda orang lain yang ada dalam kekuasaannya itu merupakan celaan
masyarakat.
1. Unsur perbuatan
45
P.A.F Lamintang, Op.cit, hlm. 193-194
48
Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
wetsdelicten.
tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dalam Buku III memuat
setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada
rumusan tertentu.
49
pelanggaran. Menurut ilmu pengetahuan ada dua jenis kriterium untuk
antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kualitatif.
delik ini disebut kejahatan (Mala per se). Kedua wetsdelict ialah
perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana,
50
apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum,
tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat seperti ibu yang
340 KUHP)
misal
Pasal 187 KUHP. Kedua, delik culpa yaitu delik yang memuat
samengestelde delicten)
51
perbuatan satu kali. Kedua, delik berganda yaitu delik yang baru
52
merupakan delik apabila dilakukan beberapa kali perbuatan misal
klacht delicte)
menurut sifatnya yaitu, delik aduan yang absolut misal Pasal 310
menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat (2) (3)
(Pasal
53
341 KUHP) delik ini disebut “geprivilegeerd delict”. Delik sederhana,
Tahun 1955.
elemen lain yang ada didalamnya seperti badan-badan peradilan yang telah
1. Peradilan Umum
46
Sudarto, Hukum Pidana I (Semarang : Yayasan Sudarto,2013) hlm. 94-100
47
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
54
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
elemen yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah jaksa, seperti yang
48
Lihat Pada Pertimbangan Huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
49
Ibid.
55
Menurut KUHAP Pasal 1 butir 6 huruf jo Pasal 270 jo Pasal 33 ayat 1
Undang-Undang.
50
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan
Resmi dan Komentar, Politeia, Bogor, 1988, hlm. 3.
56
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
dalam KUHAP. Penuntut umum diatur dalam bab II, bagian ketiga yang
penuntutan diatur dalam bab XV dimulai dari Pasal 137 sampai dengan
Pasal 144.
dilihat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur secara jelas posisi
menyandang asas dominus litis.52 Asas dominus litis ini merupakan asas
pengadilan.
57
51
Lihat Pasal 1 Butir 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
52
https://kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&idsu=35&id=54 Diakses pada Tanggal 16
Maret 2022 pukul 17:09 WIB
58
2. Tugas dan Wewenang Jaksa
pemerintahan namun jika dilihat dari sisi lain ia juga menjalankan tugasnya
setiap orang baru bisa diadili jika ada tuntutan pidana dari penuntut umum,
persidangan.53
53
Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, hlm. 52.
59
Fungsi utama kejaksaaan dalam sistem peradilan pidana adalah
inkracht, hal ini sesuai dengan Pasal 1 butir 1,2,3 dan Pasal 2 ayat 1, 2
Indonesia.
yang sebenernya telah diberikan oleh Negara kepada lembaga ini. Adapun
dimaksud oleh 8 ayat (3) huruf a dan b dalam hal acara pemeriksaan
(Pasal 12)
14 huruf b
54
Daniel S Barus, “Dasar Hukum Pertimbangan Jaksa Dalam Melakukan Prapenuntutan Di
Kejaksaan Negeri Medan” Skripsi Pada Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2010, hlm. 37.
60
d. Melakukan penahanan (Pasal 20 ayat 2) dan memberikan
penahanan.
(Pasal 31 KUHAP)
surat dakwaan
140 ayat2
61
pengadilan menetapkan hari sidang atau selambat-lambatnya 7
Undang- Undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak
berlaku lagi.
284 ayat
peraturan perundang-undangan”.55
sebagai berikut:
55
Lihat Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
62
2. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim sidang pengadilan.56
Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2), (3) dan (4) menyebutkan:
dilaksanakan
63
56
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 757
64
secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
penuntutan tidak terlalu ketat mengikuti garis komando seperti saat ini,
alat bukti yang sah. Karena jaksa selaku penuntut umum di dalam
wewenang di bidang pidana, bidang perdata dan tata usaha negara serta
a. Melakukan penuntutan;
berdasarkan undang-undang;
dalam
65
57
Lihat Penjelasan Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undnag No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
66
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
meyelenggarakan kegiatan:
dan negara;
lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri
67
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
khusus tugas dan wewenang Jaksa Agung di dalam Pasal 35, yakni:
undang-undang;
(asas oportunitas);
Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara (Undang-
68
Secara garis besar wewenang penuntut umum menurut KUHAP dapat
tindak pidana (Pasal 109 ayat (1) KUHAP) dan pemberitahuan baik
hukum;
58
HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktek Hukum, UMM, Malang, 2004, hal. 216
69
e. Atas permintaan tersangka atau terdakwa mengadakan
untuk
70
menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana
KUHAP).
71
p. Mengadakan pemecahan penuntutan (splitsing) terhadap satu
Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Dari ketentuan Pasal tersebut secara garis besar
penghentian penuntutan.59
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP,
hukum.
59
Lihat Penjelasan Pasal 50 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
72
“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
pengadilan.”
Secara harfiah arti kata penghentian penuntutan adalah suatu perkara telah
prosesnya dan kemudian dicabut dengan alasan tidak terdapat cukup bukti
Namun demikian dua alasan tersebut bisa digunakan juga untuk tidak
jadi menuntut oleh penuntut umum seperti yang ditentukan dalam Pasal 46
dilimpahkan ke pengadilan.
Perkara ditutup demi hukum (Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP)
menutup perkara demi kepentingan hukum. Suatu perkara yang ditutup demi
60
PAF Lamintang, KUHAP dengan Pembahasan secara yuridis menurut Yurisprudensi dan Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 106
73
Perbuatan menutup perkara demi hukum ini antara lain dapat
dilakukan oleh penuntut umum, apabila mengenai suatu tindak pidana itu
telah disangka melakukan suatu tindak pidana tertentu. Dalam suatu tindak
pidana itu terdapat dasar-dasar yang meniadakan pidana atau tidak, apakah
suatu tindak pidana itu telah dilakukan oleh pelakunya berdasarkan sesuatu
unsur schuld atau tidak, apakah sesuatu tindakan itu bersifat melawan
hukum atau tidak, apakah seorang tersangka itu dapat dipandang sebagai
dapat dipandang sebagai toerekenbaar atau tidak, maka setelah seorang itu
memutuskannya.
74
-apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat
61
Lihat Penjelasan Pasal 140 ayat (2) huruf b,c dan d. KUHAP, mengenai prosedur melakukan
penghentian penuntutan
75
Hal ini berarti kewenangan mengesampingkan perkara hanya ada pada
Jaksa Agung dan bukan pada jaksa di bawah Jaksa Agung (vide Penjelasan
Pasal 77 KUHAP).62
membutuhkan waktu yang lama dan juga penerapan hukumnya sulit. Acara
diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP. Tata cara atau prosedur yang
sebagai berikut:
keadaan bebas. Bebas artinya tidak diikat atau diborgol atau hal lain
62
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 20
76
c. Pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
d. Eksepsi (jika ada) yakni sifat eksepsi tergantung pada terdakwa atau
perkara.
kesalahan terdakwa.
f. Pemeriksaan terdakwa
77
Replik adalah tanggapan Penuntut Umum atas pembelaan terdakwa
dijatuhi pidana.
didakwakan terbukti
tata cara pemeriksaan, jenis tindak pidana yang diadili, dan mudah atau
pembuktianya mudah
78
maka akan menggunakan hukum acara pemeriksaan singkat, lalu jika untuk
tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas akan menggunakan hukum
KUHAP. Hukum acara ini atau yang dikenal dalam bahasa asing the short
session of the court pada hakikatnya hampir sama dengan perkara sumir
dapat berlaku jika penuntut umum menilai dan berpendapat suatu perkara
63
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Cet 15, Sinar Grafika, 2016, hlm.
109
64
Ibid., hlm 396
79
sepenuhnya tindak pidana yang dilakukan. Selain itu pengakuan tersebut
didukung dengan alat bukti yang cukup. Begitu juga dengan sifat dan tindak
dijatuhkan pada acara pemeriksaan singkat tidak lebih dari 3 (tiga) Tahun
penjara. Dalam hal ini penuntut umum harus meneliti dengan seksama
hukuman diatas tiga bulan penjara dan denda lebih dari Rp. 7.500,00. Inilah
Bagian ini mengatur tentang tata cara pemeriksaan terdakwa dan saksi
maupun ahli. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 145 dan 146 KUHAP,
65
Lihat Pasal 145 dan 146 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
80
a) Surat pemanggilan disampaikan pada terdakwa pada alamat
tinggalnya
mengadili
dimulainya persidangan
86. Asas yang paling utama menurut Pasal 84 ayat 1 ialah asas tempat
81
3) Bagian Ketiga Bab XVI
Pada bagian ini berlaku acara pemeriksaan yang mengatur tentang tata
cara pemeriksaan. Pada dasarnya semua aturan yang berlaku pada hukum
singkat, baik berupa tata cara pemeriksaan saksi dan ahli yang diatur pada
Pasal 159- 181 KUHAP maupun tata cara pemeriksaan terdakwa yang juga
lebih baik jika penuntut umum membuat surat dakwaan agar lebih mudah
kepada ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b dan Pasal 203 ayat 3 huruf a
angka
82
b) Menyebutkan tempat, waktu dan tindak pidana yang dilakukan
pidana.
panitera dalam berita acara pemeriksaan sidang pengadilan dan catatan ini
pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari dan
66
Ibid. hlm 400
83
sidang, hal ini sesuai dengan Pasal 203 ayat 3 huruf d yang menyatakan
sidang. Dalam hal jika pemeriksaan suatu perkara yang menggunakan acara
sederhana.
67
http://www.pn-muaraenim.go.id/index.php/layanan-hukum/pidana/pidana-acara-singkat Diakses
pada 19 Maret 2022 pada pukul 20.00 WIB
84
e) Penunjukan Majelis / Hakim dan hari persidangan disesuaikan
i) Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta
secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang
perkara.
pengantar (ekspedisi),
85
n) Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari,
s) BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex
sudah diminutasi.
86
Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2009 sebagai
berikut:68
perkara tindak pidana yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 199 dan
Umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, barang bukti, ahli, dan juru
ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua, dan Bagian Ketiga Bab ini
belas) hari dan apabila dalam waktu tersebut Penuntut Umum belum
68
Lihat Pasal 198 Rancangan Undang-Undang KUHAP Tahun 2009
87
juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim
iv. Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam Berita
Acara sidang;
dari Pasal 205 sampai dengan Pasal 210 KUHAP. Menurut Pasal 205 ayat 1
Pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda
sebanyak-banyaknya Rp. 7500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah), Penghinaan
ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHAP, yang ancaman
hukumanya paling lama 4 bulan penjara. Pada perkara tindak pidana ringan,
yang melimpahkan perkara ke pengadilan adalah penyidik, penyidik atas
kuasa penuntut umum.
69
Ramelan, Hukum Acara Pidana : Teori dan Implementasi, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2005, hlm.
282
88
Acara Pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, yang diatur
dalam paragraf 2 dari Pasal 211 sampai dengan Pasal 216. Kalau dalam
sekalipun berupa berita acara ringkas dalam pelanggaran lalu lintas jalan
tindak pidana”.)71
70
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali…,Op.Cit, hlm. 423.
71
Mark Umbreit, Family Group Conferencing: Implications for Crime Victims, The Center for
Restorative Justice, University of Minnesota, http://www.ojp.us-
doj/ovc/publications/infores/restorative_justices/9523-family_group/family3.html., 2001.
Lihat: Mark M. Lanier dan Stuart Henry, Essential Criminology, Second Edition,
Wastview, Colorado, USA, 2004, hlm. 332 dan 407-408.
89
Terhadap pandangan tersebut Daly72 mengatakan, bahwa konsep
kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana” yang harus ditunjang melalui
kerugian yang diderita oleh pra korban tindak pidana dan memfasilitasi
terjadinya perdamaian”.73
pemulihan, sedangkan tujuan kedua adalah ganti rugi.75 Hal ini berarti
memulihkan
72
Kathleen Daly, Restorative Justice in Diverse and Unequal Societies, Law in Context 1:167-190,
2000. Lihat : Mark M. Lanier dan Stuart Henry, Essential Criminology, Second Edition,
Westview, Colorado, USA, 2004, hlm. 332 dan 367.
73
Sthepanie Coward-Yaskiw, Restorative Justice: What Is It? Can It Work? What Do Women
Think?, Horizons 15 Spring), http: web.infotrac.gale-group.com; Lihat : Mark M. Lanier
dan Stuart Henry, Essential Criminology, Second Edition, Westview, Colorado, USA,
2004, hlm. 332 dan 365
74
Tony Marshall, Restorative Justice: An Overview, London: Home Office Research Development
and Statistic Directorate, 1999, hlm. 5, diakses dari website:
http//www.restorativejustice.org. pada tanggal 21 Maret 2022 pukul 17.01
75
Wright, 1991 hlm. 117 diakses dari website http://www.restorativejustice.org pada tanggal 21
Maret 2022 pukul 17.01
90
keadaan yang di dalamnya termasuk ganti rugi terhadap korban melalui
cara- cara tertentu yang disepakati oleh para pihak yang terlibat di
dalamnya.
dan masyarakat.76
perilaku kriminal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melukai korban
yang terluka, selain menyediakan yang dibutuhkan bagi korban dan pelaku
remaja.78
disebabkan oleh perilaku kriminal. Hal ini paling baik dilakukan ketika para
76
UNODC, Handbook on Restorative Justice Programmes. Criminal Justice Handbook Series,
(Vienna: UN New York, 2006), hlm. 5
77
Rocky Mabun, Restorative Justice Sebagai Sistem Pemidanaan di Mas Depan,
http://forumduniahukumblogku.wordpress.com, diakses pada 21 Maret 2022 pukul 17.07
78
Susan C. Hall, Restorative Justice in the Islamic Penal Law. A Cintribution to the Global System,
Duquesne University School of Law Research Paper, No. 2012-11, hlm. 4.
91
pihak bersama-sama secara sadar bertemu untuk memutuskan bagaimana
untuk melakukan hal ini. Hal ini dapat menyebabkan transformasi hubungan
antar masyarakat.79
keadilan yang diharapkan oleh para pihak yaitu antara lain pelaku tindak
pidana serta korban tindak pidana untuk mencari solusi terbaik yang
Dalam hal ini restorative justice mengandung arti yaitu keadilan yang
direstorasi atau dipulihkan. Masing masing pihak yang terlibat dalam suatu
berhak menuntut ganti rugi kepada pelaku tindak pidana yaitu kerugian yang
Menurut Sarre:80
79
Dvannes, Restorative Justice Briefing Paper-2, Centre for Justice & Reconciliation, November
2008, hlm. 1.
80
Rick Sarre, Restorative Justice: A Paradigm of Possibility, dalam Martin D. Schwartz dan Suznne
E. Hatty, eds., Contoversies in Critical Criminology, 2003, hlm. 97-108. Lihat: Mark M.
Lanier dan Struart Henry, Essential Criminology, Second Edition, Westview, Colorado,
USA, 2004, hlm. 332 dan 400.
92
…, restorative justice is concerned with rebuilding relationships after
kembali hubungan yang rusak akibat tindak pidana” telah lama dikenal dan
81
Burt Galaway dan Joe Hudson, Criminal Justice, Restitution and Reconciliation (Criminal
Justice) Penggantian Kerugian dan Perdamaian). Monsey, NY: Criminal Justice Press, 1990
hlm. 2, diakses dari wbsite http://www.restorativejustice.org pada tanggal 21 Maret
2022 pukul
93
17.16 WIB
94
kedua, tujuan dari proses (criminal justice) haruslah menciptakan
partisipasi aktif oleh para korban, pelaku dan masyarakat untuk menemukan
atau kerusakan yang timbul akibat terjadinya suatu tindak pidana memiliki
hak sepenuhnya untuk ikut serta dalam proses penyelesaian dan pemulihan
pengertian tindak pidana yang bukan lagi harus dipandang sebagai suatu
perbuatan melanggar hukum yang harus diberi sanksi oleh Negara tetapi
suatu perbuatan yang harus dipulihkan melalui ganti rugi atau jenis sanksi
95
prosedural perlindungan tertetu ketika dihadapkan pada penuntutan atau
penghukuman.82
tersangka yang terkait dengan due process. Akan tetapi, karena dalam
adil.83
restoratif, keadilan harus timbul dari suatu proses saling memahami akan
makna dan
82
Van Ness dan Strong, 1997, hlm. 15, diakses dari website http://www.restorativejustice.org pada
96
tanggal 23 Maret 2022 pukul 17.21
83
Dr. Rufinus Hotmalana Hutauruk, S.H, M.M, M.H. 2013. Penanggulangan Kejahatan Korporasi
Melalui Pendekatan Restoratif Suatu Terobosan Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. hlm. 127.
97
tujuan keadilan itu, tanpa memandang suku, jenis kelamin, agama, asal
c) Hak-Hak Korban
hakiki dari korban sering terabaikan dan kalaupun itu ada hanya sekedar
d) Proporsionalitas
84
Ibid.
98
memberlakukan sanksi-sanksi yang tidak sebanding terhadap pelanggar
penyelesaian.
bantuan
85
Warner,1994, diakses dari website http://www.restorativejustice.org pada tanggal 21 Maret 2022
pukul 17.30
99
86
Moore, 1993, hlm. 19, diakses dari website http://www.restorativejustice.org pada tanggal 21
Maret 2022 pukul 17.30
10
0
penasehat hukum mengenai hak dan kewajibannya yang dapat dipergunakan
restoratif yang akan menjadi pilihan alternative dalam sistem hukum pidana.
Dalam hal ini ada berbagai macam model sistem pendekatan restoratif yang
a) Unified System
dalam hukum melihat hiptesa Christie, yaitu bahwa Negara telah mencuri
87
Ibid.
88
Rufinus Hotmalana Hutauruk. 2013. Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan
Restoratif Suatu Terobosan Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. hlm. 141-145.
10
1
konflik dari para pihak menjadi suatu pilihan yang dapat member
pidana.
dan Negara tidak memiliki hak mutlak atas konflik yang dimaksud,
Model dual track system ini dapat dibuat menjadi suatu pendamping
alternatif bersama sistem peradilan pidana yang ada. Dalam suatu model
proses dari suatu kasus tertentu. Jika kesepakatan untuk memasuki proses
dasarnya terdiri dari suatu sistem dua jalur, yang sistem peradilan
10
2
Negara demokrasi industry, dengan hukum pidana materiil dan hukum
pidana formilnya yang mengatur jalannya proses suatu kasus tindak pidana.
c) Safeguard System
Model ini adalah suatu model yang dirancang untuk menangani tindak
tindak pidana maka hal ini berarti bahwa akan terjadi suatu peralihan besar
dari sistem peradilan pidana pada umunya yang akan mengalami reduksi ke
yang dianggap tidak sesuai untuk ditangani oleh suatu proses atau program
diperlakukan suatu jawaban pasti atas adanya suatu pertanyaan yang riil
d) Hybrid System
diproses dalam sistem peradilan pidana pada umumnya dan kemudian dalam
10
3
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kebijakan Penghentian Penuntutan Tindak Pidana Ringan Oleh
place for people” guna menemukan solusi perbaikan hubungan dan kerusakan
akibat kejahatan.
dan pergeseran dari prosedur retributive justice ke arah restorative justice, dari
masyarakat luas.
10
4
Perbedaan antara Retributive Justice dengan Restorative Justice dapat
Tabel 1.1
konflik dari kejahatan dikaburkan dan lain, dan diakui sebagai konflik.
ditekan.
dasar hasil.
10
5
Masyarakat berada pada garis samping Masyarakat merupakan fasilitator di
negara.
Aksi diarahkan dari negara pada Peran korban dan pelaku tindak
pelaku tindak pidana , koraban harus pidana diakui, baik dalam masalah
bertanggungjawab.
Terbaik.
dihilangkan. restoratif.
Dari uraian di atas nampak bahwa keadilan restoratif sangat peduli terhadap
10
6
memperparah keretakan antara pelaku, korban dan masyarakat yang merupakan
karakter sistem peradilan pidana modern saat ini. Keadilan restoratif merupakan
reparasi, restorasi atas kerusakan, kerugian yang diderita akibat kejahatan dan
menjauhi keputusan terhadap yang menang atau kalah melalui system adversarial
pihak yang terlibat atau dipengaruhi akibat kejahatan, termasuk korban, pelaku,
memperbaiki diri, dan tidak melakukan tindak pidana lagi ketika kembali ke
masyarakat. Namun pada kenyataannya, tujuan dari sistem pemidanaan ini tidak
bersumber dari hancurnya sistem pemidanaan saat ini yang dinilai hanya
89
Muladi, Loc.cit. hlm. 5.
10
7
Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan perkara ini adalah
mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini.90
maka untuk saat ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menjalankan
bukan hanya bagi korban namun juga kepada tersangka atas dasar musyawarah
Jika dilihat dari kacamata hukum progresif, maka kejaksaan dengan asas
dapat dilihat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang
mengatur secara jelas posisi dari Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia yang
10
8
Asas dominus litis ini merupakan asas kewenangan mutlak dari penutut umum
maupun putusan pengadilan. Lebih singkatnya asas dominus litis ini memiliki arti
“jaksa” atau penguasa perkara sehingga dalam proses peradilan pidana, jaksalah
atau tidak.91
perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya
91
Tiar Adi Riyanto. Fungsionalisasi Prinsip Dominus Litis Dalam Penegakan Hukum Pidana Di
Indonesia. Lex Renaissan Vol 6(3), 2021. Hlm 481-492
109
Terdapat beberapa hak yang dimiliki oleh seorang tersangka. Hak-hak
tersebut, yakni:
6. Hak mendapatkan bantuan juru bahasa jika tersangka tidak paham bahasa
Indonesia dan penerjemah jika tuli dan atau bisu dalam pemeriksaan pada
tingkat penyidikan.
Terdapat frasa “baru pertama kali melakukan tindak pidana” maka terkait
penyidik Kepolisian apakah benar tersangka baru pertama kali melakukan tindak
pidana.
Membedah poin b, “tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau
diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun”. Sampai sekarang,
belum ada suatu peraturan atau literatur yang memberikan pedoman baku yang
Untuk menentukan suatu tindak pidana dapat diancam pidana denda ataupun
pidana penjara serta menentukan seberapa lama hukuman yang dijalani, suatu
110
tindak pidana dapat dikualifikasikan pada pemberian bobot tindak pidana sebagai
berikut:
pidananya;
dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari
tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).”
diharapkan tidak ada lagi perkara-perkara ringan yang diselesaikan seperti tindak
dapat diterapkan. Selain daripada itu, pada Pasal 5 Ayat 6 Peraturan Kejaksaan
111
(d) memperbaiki kerusakan yang timbul dari kejahatan;
2. Telah ada kesepakatan perdamaian; dan
3. Masyarakat merespon positif.
Mengenai tata cara perdamaian telah diatur dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal
komponen dalam tata cara penghentian penuntutan atas dasar perdamaian, yaitu
upaya perdamaian yang tertuang dalam Pasal 7 dan Pasal 8 serta proses
perdamaian yang telah diatur dalam Pasal 9. Upaya perdamaian ini merupakan
upaya yang ditawarkan oleh penuntut umum saat memasuki tahap penuntutan,
Pasal 7
112
disampaikan kepada Jaksa Agung secara berjenjang.
(7) Dalam hal upaya perdamaian ditolak oleh Korban dan/ atau Tersangka
maka Penuntut Umum:
a. menuangkan tidak tercapainya upaya perdamaian dalam berita acara;
b. membuat nota pendapat bahwa perkara dilimpahkan ke pengadilan
dengan menyebutkan alasannya; dan
c. melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.
Tahap upaya perdamaian ini dimulai dengan pemanggilan terhadap korban
dan tujuan upaya perdamaian, hak dan kewajiban korban dan tersangka dalam
tokoh/ perwakilan masyarakat, dan pihak lain yang terkait apabila diperlukan.
Dalam hal tawaran upaya perdamaian diterima oleh korban dan tersangka,
Namun apabila upaya perdamaian ditolak oleh korban dan/atau tersangka, maka
keterkaitan dengan perkara, korban maupun tersangka baik secara pribadi maupun
belas) hari sejak penyerahan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh tersangka,
proses ini dilakukan di kantor Kejaksaan. Setelah itu, jika proses perdamaian telah
113
92
Lihat Pasal 9 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
Apabila kesepakatan perdamaian telah tercapai, maka penuntut umum
Penghentian Penuntutan.
sebagai berikut:
seorang atau lebih mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para
2) Musyawarah Keluarga
dengan difasilitasi oleh seorang fasilitator dari pihak yang netral agar memperoleh
b) Pihak lain yang perlu dilibatkan yaitu pihak yang mendukung korban dan
93
Lihat Pasal 1 butir 6 dan butir 7 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2008
115
c.) Hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain memberikan
pertemuan.
3) Musyawarah Masyarakat
melalui musyawarah yang melibatkan keluarga pelaku, keluarga korban dan tokoh
b) pihak lain yang perlu dilibatkan yaitu pihak yang mendukung korban dan
116
Selanjutnya harus ditempuh prosedur sebagai berikut:
menjamin keadilan dan kejujuran pelaku dan korban, adalah sebagai berikut:
a. Di bawah hukum nasional korban dan pelaku harus memiliki hak untuk
anak di bawah umur memiliki hak untuk dibantu orang tua atau
pendamping;
c. Baik korban maupun pelaku tidak dapat dipaksa atau dibujuk dengan
cara- cara tidak jujur untuk ikut serta dalam proses keadilan restoratif atau
94
Lihat Penjelasan Pasal 140 ayat (2) huruf b,c dan d. KUHAP, mengenai prosedur melakukan
penghentian penuntutan
95
Muladi, Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Dan Implementasinya Dalam
Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak, Makalah Dalam Focus
Group Discussion (FGD) Penerapan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana
Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak, Diselenggarakan oleh Puslitbang SHN – BPHN, Jakarta,
117
26 Agustus 2013. Di BPHN Jakarta, hlm 7.
118
Teori restorative justice telah berkesinambungan dengan implementasi
merupakan salah satu teori dalam hukum untuk menutup celah kelemahan dalam
pidana yaitu antara lain karena berorientasi pada pembalasan berupa pemidanaan
dan pemenjaraan pelaku, tetapi walaupun pelaku telah menjalani hukuman korban
tidak dapat menyelesaikan perkara secara tuntas, terutama antara pelaku dengan
pihak korban serta lingkungannya. Hal tersebut karena antara pelaku dan korban
96
Mansyur Kartayasa, “Restorative Justice dan Prospeknya dalam Kebijakan Legislasi” makalah
disampaikan pada Seminar Nasional, Peran Hakim dalam Meningkatkan Profesionalisme.
Menuju Penelitian yang Agung, Diselenggarakan IKAHI dalam rangka Ulang Tahun
IKAHI ke59, 25 April 2012, hlm. 1-2.
Keadilan Restoratif Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan
Gilang Prama Jasa, S.H., M.H. selaku Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Pra Penuntutan
pada Seksi Tindak Pidana Umum, sesuai dengan pasal tersebut, Kejaksaan Negeri
Perlindungan Anak;
melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP;
120
dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang di Kota Semarang, yang disangka
dilakukan dengan restorative justice pun telah sesuai dengan ketentuan pada Bab
c. Penghindaran pembalasan.
97
Wawancara dengan Kasubsi Pra Penuntutan pada Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Kota
Semarang pada 10 Juli 2022 di Kantor Kejari Semarang
121
e. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
h. Tingkat ketercelaan.
tindak pidana ringan dijelaskan lebih lanjut dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981 sebagai ketentuan hukum pidana
tersebut bukan merupakan definisi umum tentang tindak pidana ringan menurut
pemahaman tentang tindak pidana ringan adalah suatu perkara kejahatan yang
98
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981.
122
ancaman hukuman penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda
paling banyak tujuh ribu lima ratus rupiah dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Apabila dianalisis lebih lanjut pada setiap bunyi pasal yang
menjelaskan tentang pidana kurungan atau penjara paling lama tiga bulan dalam
pasal yang tergolong ke dalam bentuk Tindak Pidana Ringan, antara lain:
sama dengan muatan pokok dalam Pasal 205-210 KUHAP dimana kategori
Tindak Pidana Ringan (tipiring) ini didasarkan atas ancaman hukuman penjara
atau kurungan paling lama tiga bulan melalui pemeriksaan perkara yang dilakukan
dengan acara cepat dengan segera menetapkan Hakim tunggal untuk memeriksa,
123
mengadili dan memutuskan perkara tersebut,99 yang selanjutnya nilai denda
(sepuluh ribu kali) menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
dalam perma ini, sehingga dengan sendirinya dianggap sebagai tindak pidana
ringan tanpa adanya lagi lembaga banding atau kasasi dan lembaga penuntutan
pada lembaga kejaksaan ini sesuai dengan arah teori hukum progresif di mana
teori ini menyebutkan bahwa hukum merupakan bagian dari proses searching for
the truth (pencarian kebenaran) yang tidak pernah berhenti. Satjipto Rahardjo
membebaskan diri dari penggunaan pola baku. Ada tiga cara untuk melakukan
dari keterpurukan hukum dan tidak membiarkan diri terkekang cara lama. Kedua,
melakukan pencarian makna lebih dalam hendaknya menjadi ukuran baru dalam
99
Pasal 2 Ayat (2) PERMA RI No. 02 Tahun 2012
100
Suteki. Masa Depan Hukum Progresif. Thafa Media:Yogyakarta. 2015.Hlm.38
124
mekanisme yang digunakan oleh hukum, dengan membuat dan mengeluarkan
masyarakat berdasarkan peraturan yang telah dibuat itu, perbuatan apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan yaitu substantif. Namun juga harus dikeluarkan
peraturan yang mengatur tata cara dan tata tertib untuk melaksanakan peraturan
untuk saat ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menjalankan amanat
hanya bagi korban namun juga kepada tersangka atas dasar musyawarah dan
Datang.
pendekatan restorative justice dalam sebuah sistem hukum pada umumnya dan
mekanisme penyelesaian yang ditawarkan oleh sistem peradilan pidana yang ada
saat ini sehingga masih sulit untuk diterima. Hal ini dikarenakan restorative
101
Fence M. Wantu, Opcit.484
125
rekonsiliasi di mana pelaku, korban, aparat penegak hukum dan masyarakat luas
yang sudah diberlakukan sejak lama dan berlaku hingga saat ini.
Hal ini di latar belakangi oleh fokus perhatian dan pandangan atas suatu
tindak pidana dan keadilan yang dicapai atas suatu penyelesaian perkara pidana.
Pandangan terhadap arti dari suatu tindak pidana dan pemidanaan yang dianut
dalam sistem peradilan pidana tradisional saat ini adalah “is a violation of the
dalam menjatuhkan pidana. Otoritas demikian pada akhirnya justru berimbas pada
102
Hanafi Arief; Ningrum Ambarsari. Penerapan Prinsip Restorative Justice
Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jurnal Al’adl vol X(2), 2018. Hlm 173-190
126
Implementasi atau pelaksanaan konsep keadilan restoratif (restorative
Tabel 1.2
103
Ahmad Faizal Azhar. Penerapan Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam
Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 4(2), 2019.
Hlm 134-143
127
tetapi, keputusan Keputusan dibuat
dialog antara
beberapa para
pemangku
kepentingan.
segala
128
konsekuensi pertanggungjawaban
diberikan kepada
mereka yang
secara langsung
terkena dampak
restorative justice di Indonesia saat ini maka penerapan konsep atau pendekatan
keadilan restoratif di Indonesia sedang berada pada tahap “bisa menjadi restoratif”
atau setidaknya pada tahap “restoratif sebagian” dan belum bisa menerapkan
pada aturan yang bersifat formal dan kaku sehingga tidak memberikan alternatif
129
lain untuk pelaku dan korban dalam menyelesaikan permasalahanya.
Australia
memperlajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum
Manfaat atau kegunaan dari perbandingan sistem hukum yaitu seperti yang
keadilan
104
Ibid, hlm. 12
105
Ade Maman Suherman, Hukum Perdata Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal.
17
130
dan kemaslahatan masyarakat dapat lebih diperhatikan. Implementasi dari
sudah ada dalam pola penyelesaian perkara pidana adat. Mekanisme penyelesaian
di Indonesia pada umumnya dan pada sistem peradilan pidana pada khsusunya,
sistem peradilan pidana yang ada saat ini sehingga masih sulit untuk diterima. Hal
konsep “mediasi” dan konsep rekonsiliasi di mana pelaku, korban, aparat penegak
peradilan pidana tradisional yang sudah diberlakukan sejak lama dan berlaku
Hal ini dilatar belakangi oleh fokus perhatian dan pandangan atas suatu
tindak pidana dan keadilan yang dicapai atas suatu penyelesaian perkara
pidana.
131
Pandangan terhadap arti dari suatu tindak pidana dan pemidanaan yang dianut
dalam sistem peradilan pidana tradisional saat ini adalah “is a violation of the
dalam menjatuhkan pidana. Otoritas demikian pada akhirnya justru berimbas pada
1. Tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut akibat dari adanya tindak pidana.
3. Mengatur hubungan para pihak yang berperkara agar kembali menjadi baik.
kembali masih diperdebatkan, berfokus pada sejauh mana manfaat lainnya, seperti
kepuasan korban, tanggung jawab pelaku atas tindakan dan peningkatan kepatuhan
Many pilot programs have successfully been adopted and expanded, however
132
there remain difficulties in this area. Several pilot programs across Australia
have not been adopted despite positive results. The reasons for this are not
restorative justice.)
2. Caseflow problems
For many programs, problems relating to low referrals have dissipated as key
However, low referral rates remain a challenge for some programs and this is
tantangan bagi beberapa program dan ini lebih terasa pada tahap awal
implementasi.
3. Safeguarding right
characterise any benefit for, or enhancement in the rights of, one party as being
‘at the expense of the other’ (Strang & Sherman 2003: 36). Research on the
impact of restorative justice has contradicted this zero-sum approach and has
133
also failed to show that offender’s rights are violated in restorative justice
processes.
lain.
Many of the issues relating to the use of restorative justice in Indigenous and
ethnic communities that were identified in 2001. Notably, efforts have been
better understand the impact of restorative justice for racial and ethnic minority
groups in Australia.
134
(Terkait dengan keefektif dalam masyarakat adat dan etnis, banyak
komunitas adat dan etnis yang diidentifikasi pada tahun 2001 (yaitu
106
Hanafi Arief; Ningrum Ambarsari. Penerapan Prinsip Restorative Justice
Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jurnal Al’adl vol X(2), 2018. Hlm 173-190
107
Vanny Ritasari. Studi Perbandingan Konsepsi Efektifitas Pencarian Keadilan Dalam
Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan Hukum Acara Pidana : Telaah Konsep
Restorative Justice, Plea Bargaining Dan Rechtelijk Pardon. Jurnal Verstek Vol. 9(2), 2021.
Hlm 435-44
135
B.2 Konsep Restorative Justice Pada Substansi dalam RUU KUHP
hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). mengenai sejauh mana hukum
kejam dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, penting pembatasan mengenai
kriteria kerugian dan syarat untuk tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,
konstitusi, hak asasi manusia dan prinsip umum dalam negara demokratis.
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5
(lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
pardon yang secara konsep diarahkan pada pemberian kewenangan kepada hakim
tindak pidana.
terhadap penerapan asas legalitas, ketentuan ini akan memperluas konsep alasan
136
pemaaf bagi pelaku tindak pidana yang diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2)
perkara hukum dalam konteks criminal justice system dengan stakeholder utama
reparasi, proses reintegrasi dan partisipasi penuh dari para pihak. Konsep keadilan
Pasal 53
Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakan hukum dan
keadilan. Jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan,
hakim wajib mengutamakan keadilan.
Pasal 54 ayat (2)
137
g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak
Pidana tersebut;
i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak
mungkin terulang lagi;
j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan
melakukan Tindak Pidana yang lain;
k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa
atau keluarganya;
l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil
untuk diri terdakwa;
m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat
Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;
n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau
o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
Pasal 132 ayat (1)
hukum integratif dimana teori tersebut memiliki peranan penting dan menentukan
Menurut hukum integratif, rekayasa hukum, masyarakat dan penegak hukum yang
dilakukan haruslah dilandaskan pada sistem norma, sistem perilaku dan sistem
nilai yang tidak lain bersumber pada Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia.108
Romli Atmasasmita, “Memahami Teori Hukum Integratif”, Jurnal Legalita, Vol. III No. 2,
108
138
Keadilan restoratif khas kejaksaan adalah keadilan yang menitik beratkan
pada memperbaiki keadaan yang timbul akibat adanya sebuah perbuatan pidana
yang fokus penentuan keadilan bagi korban dalam rangka untuk mengembalikan
kejahatan tertentu. Tetapi perlu ditegaskan juga bahwa jaksa dalam menerapkan
keadilan restoratif tunduk pada tekanan masyarakat, tetapi berarti bahwa setiap
tindakan yang dijalankan oleh jaksa harus berlandaskan hati nurani dan
Tindak Pidana Umum Kejari Kota Semarang sebagai wujud sarana bagi
Genuk. Rumah restorative justice ini berada di tempat-tempat atau wilayah yang
ada potensi sering terjadinya kasus seperti penganiayaan, pencurian, tawuran, dan
139
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Restoratif, perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan
sebagai berikut:
Mengenai tata cara perdamaian telah diatur dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal
proses perdamaian yang telah diatur dalam Pasal 9. Upaya perdamaian ini
Umum.
dari :
pada umumnya dan pada sistem peradilan pidana pada khsusunya, terletak
sistem peradilan pidana yang ada saat ini sehingga masih sulit untuk
sudah diberlakukan sejak lama dan berlaku hingga saat ini. Sedangkan di
menjadi tantangan bagi beberapa program dan ini lebih terasa pada
komunitas adat dan etnis yang diidentifikasi pada tahun 2001 (yaitu
B. Saran
tindak pidana di luar ketentuan tindak pidana yang diatur dalam Peraturan
Restorative Justice.
restoratif seperti pada Pasal 5 Ayat (1) huruf c terkait syarat nominal kerugian.
144
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Genta Publishing.
Djoko, Prakoso, 1984. Tugas dan Peran Jaksa dalam Pembangunan, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Grafika
145
Ojak, Nainggolan, 2010. Pengantar Ilmu Hukum, Medan: UHN PRESS
Kompas.
Rianto Adi, 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.
Ramelan, 2005. Hukum Acara Pidana : Teori dan Implementasi, Sumber Ilmu
Jaya: Jakarta.
Suteki, 2018. Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik), Depok :
Solly Lubis, 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju
Bandung: Aditama
Jurnal:
146
Ahmad Faizal Azhar. Penerapan Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice)
Hlm 121-141
Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jurnal Al’adl vol X(2), 2018.
Hlm 173-190
Ivo Aertsen, , Restorative Justice and the Active victim: Exploring the Concept of
July Ester, “Mediasi Penal Dalam Penanganan Pelaku Tindak Pidana Sebagai
Hukum Pidana Di Indonesia. Lex Renaissan Vol 6(3), 2021. Hlm 481-492
2013,hlm. 27
147
Pratomo Beritno. “Penghentian Penuntutan Berdasarkan Peraturan Kejaksaan
269.
Novi Widi Astuti (2021, Tesis Universitas Brawijaya Malang). Analisis Yuridis
Keadilan Restoratif
148
Internet:
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/441912/kejaksaan-terapkan-
restorative-justice-secara-profesional.
Perdamaian, https://bahasan.id/penghentian-penuntutan-karena-dasar-
perdamaian/
https://www.antaranews.com/berita/2687101/icjr-beban-rutan-dan-lapas-per-
WIb
http://evacentre.blog spot.com/2009/11/definisi-keadilan-restoratif.html.
https://fh.unair.ac.id/jaksa-agung-ri-ungkap-pendekatan-restorative-justice-
2022
Mark Umbreit, Family Group Conferencing: Implications for Crime Victims, The
doj/ovc/publications/infores/restorative_justices/9523-
149
Kathleen Daly, Restorative Justice in Diverse and Unequal Societies, Law in
dan 365
pukul 17.05
Peraturan Perundang-undangan:
150