Anda di halaman 1dari 152

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM OLEH YAYASAN LEMBAGA

BANTUAN HUKUM INDONESIA DALAM PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

DAN DEMOKRASI

PENULISAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum

Oleh:

LAILI ANA FAHRUNNISA

NIM 11010115120201

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM OLEH YAYASAN LEMBAGA

BANTUAN HUKUM INDONESIA DALAM PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

DAN DEMOKRASI

PENULISAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna


menyelesaikan Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum

Oleh:

LAILI ANA FAHRUNNISA


NIM 11010115120201

Penulisan hukum dengan judul di atas telah disahkan dan disetujui untuk diperbanyak

Pembimbing I Pembimbing II

Untung Dwi Hananto, S.H., M.H. Sekar Anggun Gading P., S.H., M.H.
NIP. 196407071988031003 NIP. 198905212014042001

ii
HALAMAN PENGUJIAN

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM OLEH YAYASAN LEMBAGA

BANTUAN HUKUM INDONESIA DALAM PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

DEMOKRASI

Dipersiapkan dan Disusun

Oleh :

LAILI ANA FAHRUNNISA


11010115120201

Telah Diujikan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 13 Juni 2019


Dewan Penguji
Ketua

Untung Dwi Hananto, S.H., M.H.


NIP. 196407071988031003

Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Sekar Anggun Gading P., S.H., M.H. Dr. Fifiana Wisnaeni, S.H., M.Hum.
NIP. 198905212014042001 NIP. 196208011987032001

Mengesahkan : Mengetahui :
Dekan Fakultas Hukum Ketua Program Studi
Universitas Diponegoro S1 Ilmu Hukum

Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum. Marjo, S.H., M.Hum


NIP. 196711191993032002 NIP. 196503181990031001
iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain dan

sepanjang pengetahuan saya didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 13 Juni 2019

Laili Ana Fahrunnisa


11010115120201

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Allah bersama dengan orang-orang yang berusaha, dan terdapat keajaiban di


dalamnya”

“I will so excited about the change of seasons, the sound of the ocean, watching a
sunset, the smell of rain and starry nights.”

“Semua yang dibawah langit ada masanya, juga jalannya masing-masing. Maka,
bersabarlah dan berusaha.”

“Igonorance is the curse of God, knowledge is the wing wherewith we fly to heaven.”
(William Shakespeare)

“Without equal access to the law, the sistem not only robs the poor of their only
protection, but it places in the hands of their oppressors the most powerful and
ruthless weapon ever invented.”
(Reginald Heber Smith)

“Hukum ada, untuk melindungi manusia.”

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan pada-Mu Ya Allah yang telah melimpahkan rahmat dan berkat dan

segala-galanya kepada hamba. Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Penulisan Hukum

ini menjadi persembahan yang Penulis tujukan untuk Keluarga Penulis yang amat

sangat penulis sayangi, orang-orang terdekat yang penulis sayangi dan cintai, Sahabat

serta teman-teman penulis yang selalu sayangi dan banggakan, seluruh civitas

akademik Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang dibanggakan.

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, yang memberikan berkahNya yang melimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM

OLEH YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA DALAM

PRINSIP HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI”.

Skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna menyelesaikan

Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Semarang. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak memperoleh

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan rasa hormat penulis

menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

dalam penulisan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Diponegoro Semarang.

2. Ibu Prof. Dr. Retno Saraswati, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro Semarang.

3. Untung Dwi Hananto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

menyediakan waktu, pemikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini serta dengan sabar dan tanpa lelah dalam

vi
memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

4. Sekar Anggun Gading P., S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

dengan sabar dan penuh perhatian untuk membimbing penulis secara online

maupun langsung dalam menyelesaikan Skripsi serta selalu diberi ilmu-ilmu

yang bermanfaat sehingga dapat menyelesaikan Skripsi dengan baik.

5. Ibu Dr. Fifiana Wisnaeni, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji III yang telah

memberikan petunjuk, dorongan serta nasihat dalam ujian skripsi ini.

6. Ibu Mira Novana, S.H., M.H., selaku Dosen Wali yang telah memberikan

petunjuk, dorongan serta nasihat selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro Semarang.

7. Ayah tercinta penulis yang selama ini telah memberikan dukungan secara

materi dan immateri, serta memberikan motivasi dengan semangat penuh

sehingga bisa mencapai tahap ini dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Ibu tercinta penulis yang selama ini selalu memberi doa, semangat dan motivasi

penulis agar menjadi anak yang memiliki hati yang baik dan berjiwa emas, dan

menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

9. Keluarga penulis yang selalu memberikan perhatian, kesabaran, dukungan dan

dorongan kepada penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik dimasa depan.

vii
10. Syarifah Mauliddiyah selaku kakak penulis yang selalu ada di masa-masa

penulis susah dan memiliki masalah, terima kasih atas waktu, motivasi, saran,

dan semuanya.

11. Ivan Wagner, selaku narasumber yang telah membantu dan membimbing

penulis, hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Seluruh dosen pendidik Universitas Diponegoro yang telah mendidik dan

mengajar dengan penuh kesabaran. Serta para staff karyawan Universitas

Diponegoro yang telah membantu kelancaran penulisan Skripsi ini.

13. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada diriku sendiri yang selalu

berjuang dan pantang menyerah, walaupun banyak hal yang telah terjadi di

setiap perjalanan hidup. Keikhlasan dan hati yang kuat membuat penulis

membentuk karakter diri yang sangat membanggakan. Terimakasih untuk

diriku sendiri atas segala pencapaian yang tidak pernah kamu bayangkan. Tetap

menajadi manusia yang berhati baik dan berjiwa emas, karena itulah dirimu.

Ucapan terima kasih penulis berikan kepada semua pihak, dan semoga

diberikan doa terbaik untuk semuanya. Akhir kata penulis berharap Skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin

Semarang, 13 Juni 2019

Penulis,

Laili Ana Fahrunnisa

viii
ABSTRAK

Indonesia sebagai negara hukum pancasila yang berkedaulatan rakyat


menganut sistem politik demokrasi sehingga memiliki dua lembaga diantaranya,
suprastruktur politik (struktur politik pemerintah) dan infrastruktur politik (struktur
politik masyarakat). Kedua lembaga tersebut akan melahirkan konfigurasi politik
demokratis. Konfigurasi politik demokratis akan terwujud apabila kestabilan sistem
politik dari suprastruktur politik dengan infrastruktur politik berjalan dengan baik.
Sehingga dapat merubah timpang tindih sistem politik demokrasi di Indonesia
menjadi lebih berkeadilan dan dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat berdasarkan
keadilan sosial. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sebagai organisasi
masyarakat yang mewakili struktur politik masyarakat melaksanakan bantuan hukum
dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi untuk mewujudkan keadilan
substantif.
Permasalahan yang diangkat adalah kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia dan pelaksanaan bantuan hukum
oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia
dan demokrasi.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi
penelitian bersifat deskriptif analitis. Jenis data sekunder. Metode pengumpulan data
dengan studi kepustakaan dan dilengkapi wawancara dengan metode analisis data
adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia sebagai lembaga infrastruktur politik yang berperan sebagai
kelompok kepentingan assosional merupakan organisasi masyarakat yang bersifat
formal dan terstruktur. Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi menerapkan dua
pendekatan, pertama pendekatan formal-legal yang menggunakan jalur peradilan
hukum atau litigasi dan kedua pendekatan non-legal yang menggunakan jalur
kesepakatan atau non litigasi.
Keseimbangan kedua lembaga tersebut akan membentuk negara Indonesia
yang berlandaskan hak asasi manusia dengan keabsahan hukum yang didasarkan pada
keadilan substantif, dan sistem politik demokrasi substantif sehingga dapat
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

Kata kunci : Bantuan Hukum, Hak Asasi Manusia, Demokrasi.

ix
ABSTRACT

Indonesia as a state of the Pancasila law which has people's sovereignty


adheres to a democratic political system so that it has two institutions including, the
political superstructure (government political structure) and political infrastructure
(the political structure of society). Both institutions will give birth to a democratic
political configuration. The configuration of democratic politics will be realized if the
stability of the political system of the political superstructure with political
infrastructure is going well. So that it can change the overlapping political system of
democracy in Indonesia to be more just and able to realize people's welfare based on
social justice. The Indonesian Legal Aid Foundation as a community organization
representing the political structure of the community implements legal assistance in
the principles of human rights and democracy to realize substantive justice.
The problem raised was the position of the Indonesian Legal Aid
Foundation in Indonesian state administration and the implementation of legal
assistance by the Indonesian Legal Aid Foundation in the principles of human rights
and democracy.
The approach method used is normative juridical. Research specifications
are descriptive analytical. Secondary data types. The method of collecting data with
library studies and equipped with interviews with the method of data analysis is
qualitative analysis.
The results of the study indicate that the position of the Indonesian Legal
Aid Foundation as a political infrastructure institution that acts as an assosi- tional
interest group is a formal and structured community organization. The
implementation of legal assistance by the Indonesian Legal Aid Foundation in the
principles of human rights and democracy applies two approaches, first a formal-
legal approach that uses legal justice or litigation lines and both non-legal
approaches that use agreement or non-litigation channels.
The balance of the two institutions will shape an Indonesian state based on
human rights with legal validity based on substantive justice, and a substantive
democratic political sistem so as to realize people's welfare based on social justice.

Keywords : Legal Aid, Human Rights, Democracy.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

HALAMAN PENGUJIAN...................................................................................iii

PERNYATAAN.....................................................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN.........................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

ABSTRAK............................................................................................................. ix

ABSTRACT............................................................................................................x

DAFTAR ISI..........................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................1

B. Perumusan Masalah............................................................................ 12

C. Tujuan Penelitian................................................................................ 13

D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 13

E. Sistematika Penelitian......................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................17

A. Tinjauan Umum Mengenai Negara hukum yang Demokratis............ 17

B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Asasi Manusia dan Demokrasi........26

C. Tinjauan Umum Mengenai Sistem Politik yang Demokratis............. 33

xi
D. Tinjauan Umum Mengenai Organisasi Masyarakat............................47

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 60

A. Metode Pendekatan............................................................................. 60

B. Spesifikasi Penelitian.......................................................................... 60

C. Jenis data............................................................................................. 61

D. Metode Pengumpulan Data................................................................. 63

E. Metode Analisis Data..........................................................................63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................64

A. Gambaran Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia..... 64

1. Latar Belakang Terbentuknya Yayasan lembaga Bantuan

Hukum Indonesia.......................................................................... 64

2. Konsep Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia....................................................................................... 69

B. Kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Dalam Ketatanegaraan Indonesia....................................................... 85

C. Pelaksanaan Bantuan Hukum Oleh Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia Dalam Prinsip Hak Asasi Manusia Dan

Demokrasi...........................................................................................92

BAB V PENUTUP..............................................................................................127

A. Kesimpulan....................................................................................... 127

B. Saran..................................................................................................131

xii
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................133

LAMPIRAN........................................................................................................137

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”,

maka, Undang-Undang Dasar telah memberikan ruang kepada masyarakat untuk

berserikat dan berkumpul serta memiliki hasrat bangsa Indonesia untuk membangun

negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial

dan perikemanusiaan. Pembangunan Negara Indonesia yang bersifat demokratis

merupakan upaya negara dalam melaksanakan tujuan negara.

Tujuan Negara Indonesia dituangkan secara jelas dalam alenia ke-4

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk

1
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,

persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.”

Dalam mewujudkan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (2)

yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar” dan Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah

Negara Hukum,” maka konstitusi dengan tegas menentukan Negara Indonesia adalah

Negara Hukum dan kedaulatan negara berada di tangan rakyat. Sebagai sebuah

konsep, negara hukum dan demokrasi merupakan konsep yang berkembang dan

terbuka untuk diperdebatkan dan diperbarui.1 Dari kedua konsep tersebut diintrodusir

perlindungan hak warga negara, karena perlindungan hak asasi adalah satu elemen

dalam cita negara hukum dan perlindungan hak warga negara merupakan manifestasi

kedaulatan rakyat yang merupakan unsur penting dalam konsep demokrasi.2

Konsep negara hukum dan demokrasi merupakan konsep yang berbeda tetapi

mempunyai kesamaan dan keselarasan dalam memberikan perlindungan hak asasi

manusia dan pembatasan kekuasaan. Konsep negara hukum berakar dari paham

kedaulatan hukum yang pada hakikatnya berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di


1
Muhammad Asrun, Hak Asasi Manusia Dalam Kerangka Cita Negara Hukum, Jurnal Cita Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Vol. 4. No. 1 (2016), halaman 137.
2
Ibid, halaman 138.
2
dalam suatu negara adalah berdasarkan hukum.3 Negara hukum merupakan substansi

dasar dari kontrak sosial yang diciptakan pemerintah dengan rakyat, di dalamnya

akan tercantum kewajiban-kewajiban terhadap negara untuk memelihara, mematuhi,

dan mengembangkan pembangunan negara hukum. Selain kewajiban terhadap negara,

negara juga berkewajiban terhadap warga negaranya, seperti; negara wajib untuk

menghormati (to respect), negara wajib untuk memenuhi (to fulfill), dan negara wajib

untuk melindungi (to protect) hak asasi manusia bagi warga negaranya.

Prof. Utrecht membedakan negara hukum menjadi 2 macam;4

1. Negara hukum formil atau negara hukum klasik, yang bertugas

melaksanakan peraturan perundang-undangan, untuk melaksanakan

ketertiban atau lebih dikenal sebagai negara penjaga malam

(nachtwackerstaats).

2. Negara hukum materiil atau negara hukum modern, negara tidak

hanya bertugas sebagai penjaga ketertiban melainkan juga mencapai

kesejahteraan rakyat untuk mencapai keadilan (welfarestate).

Kedua tipe hukum tersebut, dikembangkan untuk kemajuan suatu negara,

sehingga menciptakan konsep negara hukum kesejahteraan. Konsep negara hukum

kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi pemerintah (bestuurfunctie)

dalam negara-negara modern. Negara kesejahteraan merupakan antitesis dari konsep

3
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, (Malang: Alumni, 2009),
halaman 9.
4
Uthrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1962), halaman 9.

3
negara hukum formil (klasik), yang didasari oleh pemikiran untuk melakukan

pengawasan yang ketat terhadap penyelenggara kekuasaan negara.5 Sehingga

pelaksanaan undang-undang di dalam negara kesejahteraan, bertujuan untuk

kesejahteraan rakyat.

Pengawasan tersebut akan memberikan ruang kepada rakyat dalam

pembangunan suatu negara. Rakyat diberikan hak dalam pembangunan suatu negara

berdasarkan teori-teori kontrak sosial. Teori kontrak sosial merupakan usaha untuk

mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat.

Bermula dari John Locke yang mencetuskan gagasan hak-hak politik rakyat

diantaranya, hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik (life,

liberty,and propery). Diteruskan Montesquieu dengan menyusun suatu sistem yang

dapat menjamin hak-hak politik tersebut, yang dikenal dengan Trias Politika.6

Akibat dari pergolakan tersebut munculah gagasan mengenai demokrasi

dengan wujud yang konkret sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada

tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas

kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights), serta hak pilih untuk semua

warga negara (universal suffrage). Dalam menyelenggarakan hak-hak politik secara

efektif timbullah gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah ialah dengan

konstitusi. Konstitusi yang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan

5
W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, (Jakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), halaman
1.
6
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008),
halaman 111.
4
pembagian kekuasaan negara sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi dengan

kekuasaan parlemen dan lembaga negara.7

Perkembangan negara kesejahteraan yang memadukan prinsip negara hukum

(nomokrasi) sering bersanding dengan prinsip demokrasi. Konsep negara hukum

tidak dipertentangkan dengan konsep demokrasi. Kedua konsep (negara hukum dan

demokrasi) berjalan bersama dan saling mendukung. Berbagai definsi tentang negara

hukum memasukkan demokrasi (dalam hal ini partisipasi publik) dan hak asasi

manusia menjadi elemen penting dalam negara hukum.8 Prinsip dasar hak asasi

manusia yang menjadi elemen penting dalam negara hukum diantaranya; prinsip

universal dan tidak dapat dicabut, prinsip tidak bisa dibagi, prinsip saling bergantung

dan berkaitan, prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, prinsip partisipasi dan

kontribusi, dan prinsip tanggung jawab negara dan penegakan hukum.9

Konsep negara hukum memiliki historis dalam perjuangan menegakkan

konsep demokrasi. Oleh karena itu, konsep negara hukum dan demokrasi seringkali

dijadikan satu istilah, yaitu satu negara hukum yang demokratis. Hal ini disebabkan

adanya keterkaitan antara nilai-nilai penunjang demokrasi dan elemen-elemen negara

hukum. Kesamaan tersebut yang menjadikan satu nafas untuk menyebutkan bentuk

ideal negara hukum yang melindungi hak-hak warga negara dalam satu istilah negara

7
Ibid, halaman 111-112.
8
Muhammad Asrun, Op.Cit, halaman 139.
9
Prof. Dr. Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2015), halaman 34-36.
5
hukum yang demokratis.10 Sifat demokratis dari konsep negara hukum itu

diperlihatkan melalui pemahaman bahwa hukum dalam negara demokratis ditentukan

oleh rakyat, yang tidak lain merupakan pengaturan hubungan di antara sesama rakyat

dan perlindungan hak-hak warga negara dalam konteks hubungan penguasa dan

rakyat.11

Dalam perspektif demokrasi, berkembang konsep Constitutional democratic

yaitu pemerintahan yang dibatasi kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak

sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan tersebut

dituangkan dalam konstitusi.12 Tepatnya, dalam amandemen ketiga Pasal 1 ayat (2)

yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar” dan amandemen kedua pada BAB XA mengenai Hak Asasi

Manusia pada Pasal 28C ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak untuk

memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”, serta pada Pasal 28E ayat (3) yang

berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat.” Dengan dimuatnya pasal tersebut, dapat dikatakan sebagai

bentuk perubahan yang paling penting dalam perjalanan sejarah demokrasi Indonesia.

Warga negara Indonesia diberikan kebebasan berpendapat dan memperjuangkan hak-

haknya secara kolektif berdasarkan undang-undang yang mengatur. Indonesia sudah

10
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, (Jakarta: Penerbit CV Rajawali, 1985), halaman 25.
11
Muhammad Asrun, Op.cit, halaman 140.
12
Miriam Budiardjo, Op.cit, halaman 107.
6
menerapkan konsep “pemerintahan berdasarkan konstitusi (constitutional

goverment)”.13

Penerapan konsep constitusional government di negara Indonesia,

mengakibatkan penerapan sistem politik demokratis di negara Indonesia. Sistem

politik demokratis adalah penerapan tiga dimensi demokrasi dalam suatu negara yaitu

kompetisi, partisipasi dan kebebasan di suatu negara. Sistem politik demokratis

dicirikan memiliki dua lembaga yaitu suprastruktur politik (struktur politik

pemerintah) dan infrastruktur politik (struktur politik masyarakat). Kedua lembaga

tersebut merupakan suatu kesatuan struktur organisasi negara yang merumuskan dan

berusaha mencapai tujuan-tujuan negara. Sistem politik yang baik akan menciptakan

iklim keterbukaan dan pertukaran gagasan antara lembaga suprastruktur politik

dengan lembaga infrastruktur politik.

Dengan adanya perubahan tersebut maka kedudukan pemerintah dibatasi dan

diawasi oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Rakyat diberikan

kesempatan dalam proses politik di negara Indonesia sebagai struktur politik

masyarakat (infrastruktur politik), untuk mengawasi dan mempengaruhi pemerintah.

Masyarakat dalam proses politik diberikan fasilitas untuk kebebasan berpendapat dan

memperjuangkan hak-haknya secara kolektif, serta dilindungi oleh hukum. 14

13
Loc.cit.
14
Emanuel Raja Danaitu, Wewenang Pemerintah Dalam Pembubaran Organisasi Masyarakat,
Universitas Katolik Widya Karya, e-Jurnal Lentera Hukum, Volume 4, Issue 3 (2017), halaman 150-
163.
7
Sistem politik yang demokratis akan melahirkan konfigurasi politik.15

Konfigurasi politik suatu negara akan melahirkan produk hukum tertentu di negara

tersebut. Di negara yang konfigurasi politiknya demokratis, maka produk hukumnya

berkarakter responsif/populistik, sedangkan di negara yang konfigurasi politiknya

otoriter, maka produk hukumnya berkarakter ortodoks/konservatif/elitis.16

Konfigurasi politik demokratis sebagai sistem politik yang membuka peluang

bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan

umum. Selain itu, negara yang konfigurasi politiknya demokratis, terdapat ciri

pluralitas organisasi.17 Pluralitas organisasi menerapkan konsep civil society. Civil

society adalah wilayah kehidupan sosial yang terletak diantara “negara” dan

“komunitas lokal” tempat terhimpunnya kekuatan masyarakat untuk mempertahankan

kebebasan, keanekaragaman, serta kemandirian masyarakat terhadap kekuasaan

negara dan pemerintah.18 Organisasi ini yang biasa disebut sebagai organisasi

masyarakat. Organisasi kemasyarakatan sebagai salah satu pilar demokrasi akan

menampung partisipasi rakyat dalam pembangunan suatu negara. Peran organisasi

kemasyarakatan sangatlah strategis, maka keberadaan organisasi ini penting dalam

membangun kesadaran mesayarakat dalam partisipasi pembangunan dan pencegahan

penyalahgunaan kewenangan oleh negara (check and balance).

15
Mahfud MD, Hukum dan Politik di Indonesia (Kesinambungan dan Perubahan), (Jakarta: LP3ES
anggota Ikapi, 2014), halaman vii – ix.
16
Ibid, halaman x.
17
Ibid, halaman x.
18
Bachrtiar Alam, Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan, Jurnal Antropologi
Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. XXIII, No. 60 (1999), halaman 3.
8
Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan bertujuan sebagai penopang rakyat dalam menyuarakan pendapat

dan memperjuangkan hak asasi manusia. Adanya dasar hukum Pasal 1 ayat (2) dan

Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, maka setiap ormas atau kelompok-

kelompok lainnya dalam melakukan aktifitasnya dilindungi oleh hukum.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan berfungsi penyalur

aspirasi masyarakat, pemberdayaan sosial, pemenuhan pelayanan sosial, penyalur

kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota/tujuan organisasi, partisipasi masyarakat

untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta

pemelihara dan pelestarian norma, nilai dan etika dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Untuk menerapkan fungsi partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga,

dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, organisasi masyarakat yang

berdasarkan pada nilai-nilai tentang demokrasi, sosial, hak-hak asasi manusia,

kesetaraan, solidaritas, pluralisme, dan pertumbuhan pribadi martabat manusia.

Sesuai Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 bertujuan untuk

meningkatkan partisipasi dan kebudayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada

masyarakat, menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup

9
dalam masyarakat, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup,

mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam

kehidupan bermasyarakat, menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan

kesatuan bangsa, dan mewujudkan tujuan negara yang berlandaskan prinsip-prinsip

demokrasi dan hak asasi manusia.

Untuk mewujudkan tujuan organisasi masyarakat dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat yang

berdasarkan pada keadilan sosial. Organisasi kemasyarakatan dalam mencegah

penyalahgunaan kewenangan oleh negara (check and balance), organisasi

kemasyarakatan mengembangkan konsep access to justice menjadi konsep bantuan

hukum struktural. access to justice adalah kemampuan masyarakat untuk

mendapatkan pemulihan hak yang dilanggar melalui sarana formal maupun informal

yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia. Sedangkan bantuan hukum

struktural adalah gerakan perubahan struktural yang mendasarkan gerakan pada nilai-

nilai tentang demokrasi, hak-hak asasi manusia, kesetaraan, solidaritas, pluralisme,

dan pertumbuhan pribadi martabat manusia. Sehingga orientasi dari bantuan hukum

struktural adalah untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip

demokrasi dan hak asasi manusia, sehingga dengan menggunakan hukum sebagai

pisau analisis dapat merubah tatanan sosial, ekonomi, dan budaya dengan tujuan

untuk mewujudkan sistem hukum yang berkeadilan dalam konsep negara hukum

yang demokratis, serta menuju demokrasi substantif.

10
Dalam penerapan sistem politik demokratis di Indonesia, negara Indonesia

yang mengupayakan terbentuknya konfigurasi politik demokratis, tidak berjalan

dengan baik. Terjadi tumpang tindihnya tatanan sosial masyarakat di negara

Indonesia, yang mengakibatkan banyak kondisi pemenuhan, perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia di Indonesia belum berjalan dengan baik. Dominasi

salah satu lembaga politik di Indonesia, tepatnya suprastruktur politik (struktur politik

pemerintah) mengakibatkan tidak terpenuhinya penerapan kedaulatan rakyat dengan

demokrasi substantif di Indonesia. Keadaan tersebut perlu adanya pembenahan

dengan menyeimbangkan kedua lembaga negara yaitu suprastruktur politik dengan

infrastruktur politik. Apakah keduanya berjalan dengan baik dan saling mendukung

sehingga dapat membentuk keadilan substantif di Indonesia.

Dari konsep diatas, penulis ingin mengamati kestabilan penerapan sistem

politik demokrasi dari lembaga struktur politik pemerintah (suprastruktur politik)

dengan lembaga struktur politik masyarakat (infrastruktur politik) di negara Indonesia,

dengan menggunakan bantuan hukum sebagai pembangunan hukum nasional yang

berdasarkan demokrasi substantif sehingga dapat merubah tatanan sosial yang semula

timpang menjadi berkeadilan. Dengan perwujudan upaya pemerintah dalam

penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai penegakan

prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam politik demokratisasi di negara Indonesia.

Sehingga, dari penelitian ini diharapkan dapat membentuk sistem politik yang baik

11
dan berkeadilan di negara Indonesia, melalui peningkatan menuju sistem politik

demokrasi substantif.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dan merujuk pada Pasal 1 ayat (2) dan Pasal

28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur

tentang kedaulatan rakyat sehingga dibutuhkan perlindungan hukum atas kebebasan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, maka penulis tertarik mengambil

penulisan hukum dengan judul PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM OLEH

YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA DALAM PRINSIP

HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menggunakan perumusan

masalah untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai dalam suatu penulisan karya

ilmiah. Selain itu, perumusan masalah ini juga memudahkan penulis dalam

membahas permasalahan yang telah diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang

tersebut, maka pokok permasalahan yang dirumuskan oleh penulis adalah :

1. Bagaimana Kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam

ketatanegaraan Indonesia?

2. Bagaimana pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi?

12
C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian itu mempunyai

tujuan positif dan bermanfaat bagi masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan

perumusan masalah seperti yang telah disebutkan di atas, maka tujuan yang dicapai

penulis setelah mengadakan penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia berdasarkan dalam ketatanegaraan Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan bantuan hukum oleh

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam prinsip hak asasi

manusia dan demokrasi.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penelitian yang telah

dilakukan penulis, maka beberapa manfaat yang diperoleh ialah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rujukan dan referensi untuk

kajian dalam perkembangan dan kemajuan ilmu hukum, khususnya Hukum Tata

Negara, yang dapat dilakukan oleh kalangan akademisi maupun pemerintah

sebelum mengambil kebijakan terkait dengan Program Pembelajaran, Kebijakan

Publik, Hak Asasi Manusia, Kepentingan Rakyat, dan Kebutuhan Rakyat.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktis yang diperoleh dari hasil penelitian ini ialah :

13
(1) Bagi Pemerintah

Membantu pemerintah dalam menerapkan dan meningkatkan kualitas

demokrasi menuju demokrasi substantif sekaligus sebagai mekanisme check

and balance terhadap implementasi konsep negara hukum yang demokratis.

Sebagai pertimbangan pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik dan

memberikan ruang kepada masyarakat secara kolektif dalam pelaksanaan

sistem demokrasi di Indonesia.

(2) Bagi Organisasi Masyarakat Lainnya

Membantu organisasi masyarakat lain dalam melakukan kerja sama

dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia untuk meningkatkan

kualitas demokrasi Negara Indonesia serta menciptakan kualitas kehidupan

politik yang baik di Negara Indonesia.

(3) Bagi Masyarakat

Membantu masyarakat dalam menyalurkan aspirasi, memberdayakan

masyarakat, memberikan pelayanan sosial dibidang kebijakan publik dan

hukum, serta sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam memelihara,

menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa negara Indonesia.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan hukum ini mengacu kepada Buku Panduan Penulisan

Hukum (Skripsi) S1 Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. Dalam membahas

penulisan hukum ini, penulis menguraikan masalah yang dibagi dalam 5 (lima) bab.

14
Adapun maksud pembagian penulisan hukum ini ke dalam bab-bab adalah untuk

menjelaskan dan menguraikan setiap masalah dengan baik. Untuk lebih jelasnya,

maka diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan terkait dengan Latar Belakang Permasalahan yang

menjadi sebab kenapa penulis mengangkat topik bahasan ini dalam penelitian ini,

kemudian uraian tentang Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan terkait dengan Konsep Negara Hukum yang

Demokratis, Prinsip-prinsip mengenai Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Sistem

Politik yang Demokratis, Konsep Civil Society, Konsep Organisasi Masyarakat di

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menguraikan terkait dengan langkah-langkah atau prosedur yang

digunakan dalam penyusunan penulisan hukum secara sistematis yang terdiri dari

Metode Pendekatan, Spesifikasi Penelitian, Jenis dan Sumber Bahan Hukum, Metode

Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas satu-persatu dari kedua rumusan masalah yang

menjadi dasar penelitian ini, mulai dari Kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan

15
Hukum Indonesia dalam Ketatanegaraan Indonesia, Pelaksanaan bantuan hukum oleh

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan

demokrasi.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bagian penutup dari penelitian yang memuat kesimpulan dari dua

rumusan masalah yang dibahas dalam BAB IV, kemudian penulis mengambil suatu

saran atau masukan terhadap masalah yang telah dikaji dan diuraikan tersebut, guna

mencapai tujuan dari penulisan hukum ini.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Negara hukum yang Demokratis

Masalah mendasar yang menentukan bangunan suatu negara adalah konsep

kedaulatan yang dianut.19 Kedaulatan (sovereignty) merupakan konsep kekuasaan

yang tertinggi (supreme authority) dalam suatu negara.20 Konsepsi kedaulatan

pertama kali dirumuskan secara sadar dan sistematis oleh seorang pemikir perancis

yaitu Jean Bodin. Jean Bodin telah mengasosiasikan kedaulatan dengan negara

sehingga kedaulatan merupakan atribut negara. Kedaulatan dipandang

mengekspresikan kapasitas untuk menjalankan kewajiban dan mempunyai hak serta

kemampuan untuk melakukan tindakan.21

Dalam pandangan Thomah Hobbes, dalam buku De Cive (1642), kedaulatan

(sovereignty) bukan saja merupakan atribut negara, tetapi merupakan suatu fungsi

esensial yang ada di dalamnya. Kedaulatan adalah jiwa (soul) dari lembaga politik

yang disebut negara.22 Dari penjabaran di atas kedaulatan dalam studi hukum dan

politik dapat dicirikan sebagai kekuasaan yang mutlak, abadi, utuh, tunggal, tak

19
Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional (Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945), (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), halaman. 3.
20
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi HTN UI dan
Mahkamah Konstitusi RI, 2003), halaman 95.
21
Adi Sulistiyono, Negara Hukum Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, (Solo: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press), 2008),
halaman 35-36.
22
Jimly Asshidiqie, Op.Cit, halaman 100-101.
17
terbagi, dan bersifat tertinggi. Karena ciri tersebut, sangat penting pemahaman makna

dari konsep kedaulatan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Pada masa sekarang konsep kedaulatan absolut sudah tidak dapat

dipertahankan lagi. Sebaliknya, konsep kedaulatan haruslah dipahami sebagai konsep

kekuasaan tertinggi yang dapat saja dibagi dan dibatasi. Pembatasan kekuasaan di

dalam kedaulatan absolut berdasarkan gagasan John Locke mengenai hak-hak politik

rakyat, diantaranya; hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai

milik (life, liberty, and propery). Sehingga pembatasan kekuasaan dilakukan oleh

rakyat, yang disebut sebagai kedaulatan rakyat (democratic). April Carter

mendefinisikan demokrasi secara singkat, padat dan tepat sebagai “membatasi

kekuasaan”. Disempurnakan oleh Lyman Tower Sargent, demokrasi mensyaratkan

adanya keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan, adanya persamaan hak di

antara warga negara, adanya kemerdekaan dan kebebasan yang diberikan pada atau

dipertahankan dan dimiliki oleh warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif,

dan akhirnya adanya sistem pemilihan yang menjamin dihormatinya prinsip

ketentuan mayoritas.23

Konsep kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi,

sehingga sinergitas kedua konsep ini adalah bagaimana membentuk suatu

pemerintahan yang didasarkan atas kehendak orang banyak dan untuk menjalankan

kepentingan bersama. Rakyatlah yang pada hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi

23
Ibid, halaman 33.
18
dalam suatu negara. Pemerintahan dalam suatu negara dilakukan dari, oleh, dan untuk

rakyat.24

Demokrasi sebagai gagasan untuk membatasi kekuasaan sebagaimana konsep

dan uraian di atas, maka dibutuhkan wadah normatif dari gagasan tersebut. Di dalam

teori ilmu hukum dikenal kedaulatan hukum. Hans kelsen berpendapat bahwa

kedaulatan hukum terletak pada aturan-aturan konstitusi dalam suatu negara.

Pandangan ini berpijak kepada asumsi bahwa negara merupakan suatu tatanan hukum

nasional sehingga kedaulatan tertinggi terletak pada norma hukum yang secara

hierarkis merupakan norma tertinggi (Grundnorm).25 Konstitusionalisme menurut

Andrew Heywood, merupakan perangkat nilai dan aspirasi politik yang

mencerminkan adanya keinginan untuk melindungi kebebasan dengan melakukan

pengawasan (checks) internal maupun eksternal terhadap kekuasaan pemerintah.26

Pembatasan terhadap pemegang kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara,

dilakukan dengan memadukan kedua konsep dasar yang akan mengintrepetasikan

makna baru. Konsep kedaulatan rakyat (democratic) dan kedaulatan hukum

(nomocratic), keduanya akan melahirkan konsep negara hukum yang demokratis.

Konsep negara hukum yang demokratis merupakan pengembangan dari konsep

negara kesejahteraan. Negara hukum yang demokratis memiliki keterkaitan antara

nilai-nilai penunjang demokrasi dan elemen-elemen negara hukum. Kesamaan

24
Jenedjri M. Gaffar, Op.Cit, halaman 4-5.
25
Adi Sulistiyono, Op.Cit,halaman 37.
26
Miriam Budiardjo, Op.Cit, halaman 172.
19
tersebut yang menjadikan satu nafas untuk menyebutkan bentuk ideal negara hukum

yang melindungi hak-hak warga negara.

Terdapat korelasi yang jelas antara hukum yang bertumpu pada konstitusi dan

peraturan perundang-undangan dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui

sistem demokrasi. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah demokrasi

konstitusional. Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara itu harus bertumpu

pada partisipasi dan kepentingan rakyat. Implementasi negara hukum harus ditopang

dengan sistem demokrasi, oleh karenanya hubungan antara negara hukum dan

demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan

kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan

makna. Demokrasi adalah cara pelaksanaan negara sebagai organisasi kekuasaan

yang menjamin pengakuan terhadap hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi

dan pelaksaan demokrasi juga harus dilandasi oleh hak asasi manusia, oleh sebab itu,

memahami demokrasi secara komprehensif maka didalamnya juga harus memahami

hak asasi manusia, demikian juga sebaliknya.27

Konsep negara hukum pada umumnya seperti konsep negara hukum eropa

continental (rechsstaat) dan anglo amerika (the rule of law). Hans Kelsen

memberikan argumentasi bahwa dalam kaitan negara hukum yang juga merupakan

negara demokratis setidak-tidaknya harus memiliki 4 (empat) syarat rechtsstaat:28

27
Bobi Aswandi, Kholis Roisah, Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila Dalam Kaitannya Dengan
Hak Asasi Manusia (HAM), Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, Volume 1 Nomor 1 (2019), halaman 129-130.
28
Ibid, halaman 132-133.
20
1. Negara yang kehidupannya sejalan dengan konstitusi dan Undang-Undang.

2. Negara yang mengatur mekanisme pertanggung jawaban atas setiap

kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh penguasa.

3. Negara yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman serta adanya

peradilan administrasi negara dan

4. Negara yang melindungi hak asasi manusia.

Dari argumen yang diberikan oleh Hans Kelsen tersebut dapat di simpulkan

bahwa konsep hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Negara

hukum yang tentunya mengedepankan dan melindungi hak asasi manusia.

Rechtsstaat misalnya, pada prinsipnya mengandung sejumlah ciri pokok di antaranya

adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan atau pembagian

kekuasaan lembaga negara dalam rangka menjamin pelaksanaan kekuasaan negara itu

sendiri, serta adanya peradilan administrasi. Adapun the rule of law pada prinsipnya

mengandung ciri pokok seperti adanya supremasi hukum, adanya persamaan

kedudukan di hadapan hukum (equility before the law) serta adanya jaminan

perlindungan hak asasi manusia.29

Dalam konsep negara hukum yang demokratis terkandung makna demokrasi

diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan substansi hukum itu sendiri

ditentukan dengan cara-cara yang demokratis berdasarkan konstitusi yang di

dalamnya termuat hak asasi manusia. Demokrasi dan nomokrasi menyatukan dua

Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas
29

HKBP Nommensen, Jurnal Sosiohumaniora, Volume 18 Nomor 2, (2016), halaman 132.


21
pendekatan. Pertama, pendekatan kuantitatif dalam mekanisme demokrasi. Kedua,

pendekatan logika kebenaran dan keadilan hukum berdasarkan kehendak seluruh

rakyat yang tertuang dalam konstitusi.30

Menurut Miriam Budiardjo, ciri khas demokrasi konstitusional ialah gagasan

bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya

dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang pada warga negaranya.

Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah berdasarkan konstitusi

(Constitutional Government).31 Konstitusi terbentuk berdasarkan atas pemenuhan,

penghormatan dan perlindungan hak-hak asasi manusia sebagai prinsip-prinsip

negara hukum.

Adnan Buyung Nasution mengemukakan ciri-ciri pemerintahan konstitusional

sebagai berikut: (1) terdapat prosedur hukum untuk memberi wewenang kepada

pejabat; (2) terdapat batasan yang efektif terhadap penggunaan kekuasaan; (3)

terdapat prosedur hukum yang dilembagakan untuk menjamin pertanggungjawaban

dan akuntabilitas dari pejabat-pejabat pemerintah; dan (4) terdapat satu sistem

jaminan hukum bagi hak-hak warga negara. Tujuan utama pemerintahan

konstitusional adalah membatasi pelaksanaan kekuasaan politik untuk mencegah

penyalahgunaan kekuasaan dengan berdasarkan pada pemenuhan, penghormatan dan

perlindungan hak asasi manusia.32

30
Ibid, halaman 7.
31
Miriam Budiardjo, Op.Cit, halaman 107.
32
Adi Sulistiyono, Op.Cit, halaman 31.
22
Menurut Dahrendorf negara hukum yang demokratis dapat tercapai dengan

adanya empat perangkat kondisi sosial, diantaranya: (1) perwujudan nyata atas

persamaan status kewarganegaraan bagi semua peserta dalam proses politik, (2)

kehadiran kelompok-kelompok kepentingan dan elite di mana tak satu pun mampu

memonopoli jalan menuju kekuasaan, (3) berlakunya nilai-nilai kebajikan publik, dan

(4) menerima perbedaan pendapat dan konflik kepentingan sebagai sesuatu yang tak

terhindarkan dan elemen kreatif dalam kehidupan sosial.

International Commission of Jurists, 1965, merumuskan syarat-syarat dasar

untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis, adalah:33

1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin

hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk

memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and

Impartial Tribunal).

3. Pemilihan umum yang bebas.

4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi.

6. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Demokrasi konstitusional diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan

kehendak rakyat, sehingga harus menjamin adanya peran serta warga negara dalam

33
Dr. Nurul Qamar, Op.Cit, halaman 73-74.
23
proses pengambilan keputusan kenegaraan. Hukum sebagai kaidah normatif, di

samping sebagai kerangka dan pembatas kekuasaan, hukum juga dimaksudkan

sebagai legitimasi bagi kekuasaan itu sendiri. Hukum tidak dibuat untuk menjamin

kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan untuk menjamin kepentingan

segenap warga negara, sehingga kehendak segenap warga negara tercermin dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai grundnorm

dari Negara Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut

kedaulatan rakyat sekaligus kedaulatan hukum. Hal ini termaktub dalam alinea 4

Pembukaan UUD 1945,“...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu

dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk

dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...”.

Pilihan kebijakan hukum (legal policy) bahwa Indonesia adalah merupakan negara

hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, serta Negara Indonesia

adalah negara hukum.34 Sehingga Negara Indonesia berdasarkan pemenuhan,

penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dengan menerapkan demokrasi

substantif akan membentuk negara hukum yang berkeadilan dan sepenuhnya

bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.

34
Janedjri M. Gaffar, Op.Cit.,halaman 7.
24
Konsep negara hukum yang dianut dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 adalah negara hukum yang aktif dan dinamis. Model negara

hukum seperti ini menjadikan sebagai pihak yang aktif berorientasi pada pemenuhan

dan perwujudan kesejahteraan rakyat sesuai dengan prinsip welvaarstaat. Sebagai

konsekuensi, terlepas dari konsep acuan yang dianut, apakah konsep Rechtsstaat dari

tradisi Eropa Kontinental (Civil Law), atau konsep Rule of Law tradisi Anglo Saxon

(Common Law), masalah penegakan supremasi hukum dan penghormatan (Respect),

perlindungan (protect), serta pemenuhan (fulfill), hak asasi manusia (HAM) haruslah

menjadi pilar utama penyelenggaraan negara, disamping adanya pembagian

kekuasaan dalam mekanisme checks and balances dengan dijaminnya independensi

yudisial.35

Tahir Azhari, mengemukakan bahwa meskipun dalam penjelasan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 digunakan istilah rechtsstaat,

namun yang dianut oleh negara Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat maupun rule

of law, tetapi negara hukum Pancasila. Konsep negara hukum baru, yang bersumber

pada pandangan dan falsafah hidup luhur bangsa Indonesia, yaitu negara hukum

pancasila. Dimana negara hukum pancasila merupakan negara hukum yang

berasaskan kepada nilai-nilai pancasila. Menurut M. Tahir Azharry, menyebutkan

salah satu ciri dari negara hukum pancasila ialah adanya asas negara kekeluargaan.36

35
Bobi Aswandi, Kholis Roisah , Op.Cit, halaman 132-133.
36
Bobi Aswandi, Kholis Roisah , Op.Cit, halaman 134.
25
Dalam suatu negara kekeluargaan terdapat pengakuaan terhadap hak-hak

individual termasuk pula hak milik ataupun hak asasi tetapi dengan tetap

mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) diatas kepentingan

individu. Disamping karakter, konsep negara hukum pancasila juga memiliki

beberapa prinsip yang salah satunya, adanya perlindungan hak asasi manusia dengan

jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan

terhadap hak asasi manusia ini dimasyarakatkan secara luas untuk mempromosikan

penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia sebagi ciri

yang penting suatu negara hukum yang demokratis.37

B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Konsep negara hukum yang demokratis sangat melekat pada hak asasi

manusia, karena salah satu prinsip negara hukum, diantaranya adalah ditegakkannya

hak asasi manusia. Selain itu, dalam upaya mewujudkan penghormatan, penghargaan,

perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, menjadi tanggung jawab negara atau

pemerintah yang dilaksanakan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Negara hukum yang demokratis dapat menjamin perlindungan dan penegakan hak

asasi manusia, karena pada negara tersebut dapat melahirkan hukum-hukum yang

responsif dan bahkan progresif terhadap nilai-nilai fundanental kemanusiaan

berdasarkan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai anugrah Tuhan Yang

Mahakuasa.38

37
Loc.Cit.
38
Dr. Nurul Qamar, Op.Cit, halaman 5.
26
Menurut Hans Kelsen, sebagaimana dikutip oleh M. Hatta, “negara hukum

(Allgemeine Staatslehre) akan lahir, apabila sudah dekat sekali identieit der

Staatsordnung mit der rechtsordnung-identitas susunan negara dengan susunan

hukum-semakin bertambah keinsafan hukum dalam masyarakat, semakin dekat kita

pada pelaksanaan negara hukum yang sempurna”. Dengan demikian negara hukum

tanpa mengakui, menghormati sampai melaksanakan sendi-sendi hak asasi manusia

tidak dapat dan tidak tepat untuk disebut sebagai negara hukum.39

Kedudukan hukum dalam negara hukum yang demokratis diposisikan sebagai

alat sarana untuk mewujudkan ide, cita, dan harapan-harapan perwujudan nilai-nilai

keadilan kemanusiaan. Keadilan kemanusiaan hanya ada apabila hak asasi manusia

dihormati dan ditegakkan. Disinilah ditemukan titik singgung, dan keberpautan

(kohesi dan korelasi) antara hukum dan hak asasi manusia. Atas dasar itulah nilai-

nilai universal hak asasi manusia dinormakan dalam hukum dasar negara (konstitusi)

Grondrechtten sebagai Grondnorm dalam tatanan bernegara.40 Terbukti nilai-nilai

universal hak asasi manusia yang berhasil dinormakan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada BAB XA, tepatnya pada pasal 28A-28J

yang secara normatif mengatur mengenai hak asasi manusia.

Negara Indonesia sudah berusaha untuk menegakkan hak asasi manusia

sebagai dasar hukum negara, karena sebagai negara hukum yang demokratis hukum

dan hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Prof.
39
H. A. Masyhur Effendi, Dimensi atau Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan
Hukum Internasional,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), halaman 32.
40
Dr. Nurul Qamar, Op.Cit, halaman 18.
27
Mansyur A. Effendy (dalam buku Kapita Selekta Hukum) mengatakan bahwa, hukum

dan hak asasi manusia merupakan kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, seperti dua

sisi dalam satu mata uang. Apabila bangunan hukum dibangun tanpa hak asasi

manusia yang merupakan pengawal bagi hukum dalam merealisasi perwujudan dalam

nilai-nilai keadilan kemanusiaan, maka hukum tersebut menjadi alat bagi penguasa

untuk melanggengkan kekuasaannya (abuse of power). Sebaliknya apabila hak asasi

manusia dibangun tanpa didasarkan atas suatu komitmen hukum yang jelas, maka hak

asasi manusia tersebut hanya akan menjadi bangunan yang rapuh dan mudah untuk

disimpangi. Artinya, hukum harus berfungsi sebagai instrumentarium yuridis, sarana

dan alat untuk penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.41

Prinsip dasar yang menjiwai hak asasi manusia internasional diantaranya

adalah:42

1. Prinsip universal dan tidak dapat dicabut (universality and inalienability)

Hak asasi manusia dimiliki oleh semua umat manusia di dunia, karena hak

asasi manusia merupakan prinsip yang diterima secara umum sebagai hak

yang sifatnya melekat tanpa dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, agama,

etnis dan pandangan politik, asal usul sosial maupun kebangsaan. Hak-hak

tersebut tidak dapat diserahkan secara sukarela atau dicabut. Hal ini

selaras dengan Pasal 1 Pernyataan Umum Tentang Hak-Hak Asasi

41
Ibid,. halaman 19.
42
Prof. Dr. Rahayu, Op.Cit., halaman 33-36.
28
Manusia (Universal Declaration Of Human Rights), bahwa “Setiap umat

manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya”.

2. Prinsip tidak bisa dibagi (indivisibility)

Hak asasi manusia didasarkan pada prinsip penghormatan terhadap

martabat manusia, sehingga setiap orang berhak atas kebebasan, keamanan,

dan standar hidup layak pada waktu bersamaan. Hal ini menunjukkan

bahwa hak asasi manusia yang meliputi hak sipil politik serta hak ekonomi

sosial dan budaya merupakan hak yang menyatu sebagai bagian dari

harkat dan martabat manusia yang tidak terpisahkan. Konsekuensinya,

semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat, dan tidak dapat

digolong-golongkan secara hirarki. Pengabaian pada satu hak akan

berdanpak pada pengabaian hak-hak lainnya.

3. Prinsip saling bergantung dan berkaitan (interdependence and

interrelation)

Baik secara keseluruhan atau sebagian, pemenuhan dari satu hak

seringkali bergantung pada pemenuhan hak-hak lainnya. Sebaliknya,

pengabaian pada satu hak akan berdanpak pada pengabaian hak-hak

lainnya.

4. Kesetaraan dan non-diskriminasi (equality and non-discrimination)

Prinsip kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana

pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama, dan pada situasi

29
berbeda juga harus diperlakukan secara berbeda pula. Salah satu

konsekuensi dari prinsip kesetaraan adalah pelarangan terhadap

diskriminasi, karena diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan

dari perlakuan yang seharusnya atau sama. Diskriminasi dapat terjadi

secara langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung maupun tidak

langsung diperlakukan dengan berbeda (less favourable) dibanding

dengan lainnya. Sedangkan diskriminasi tidak langsung muncul ketika

danpak dari hukum atau dalam praktik hukum.

Prinsip non-diskriminasi dipahami sebagai prinsip yang meletakkan

pandangan bahwa semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan

dalam hak asasi manusia. Setiap manusia berhak sepenuhnya atas hak-

haknya tanpa ada pembedaan dengan alasan apapun.

5. Prinsip partisipasi dan kontribusi (participation and contribution)

Setiap orang dan seluruh masyarakat berhak untuk turut berperan aktif

secara bebas dan berarti dalam partisipasi serta berkontribusi untuk

menikmati kehidupan pembangunan, baik kehidupan sosial politik

maupun sosial, ekonomi dan budaya.

6. Prinsip tanggung jawab Negara dan penegakan hukum (state responsibility

and rule of law)

Di dalam hukum hak asasi manusia internasional diakui bahwa negara tidak

boleh mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan warganya, sehingga

30
diasumsikan bahwa negara memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif

dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut. Pelarangan

dan pembatasan terhadap hak dan kebebasan tersebut hanya diperkenankan sepanjang

ditentukan oleh hukum. Hal ini berarti bahwa negara bertanggung jawab untuk

menaati hak asasi manusia. Negara harus tunduk pada norma hukum dan standar yang

tercantum dalam berbagai instrumen hukum hak asasi manusia yang berlaku.

Berbagai macam hak dan kewajiban sebagai manifestasi prinsip-prinsip hak

asasi manusia yang dirumuskan dalam berbagai instrumen hukum (internasional)

menempatkan hak asasi manusia sebagai sekumpulan hak yang bersifat normatif yang

harus diimplementasikan dan dijamin pelaksanaannya. Setiap individu, sebagai

bagian dari masyarakat, pada hakikatnya memiliki kewajiban untuk

mengimplementasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia tersebut. Akan tetapi,

sebagai keterbatasan individu sebagai anggota masyarakat untuk menjamin

implementasi dari prinsip-prinsip hak asasi manusia karena ketidakmampuan individu

untuk melakukan upaya paksa seperti penghukuman, atau pemenuhan hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya. Dengan demikian, maka diperlukan tanggung jawab

negara untuk memastikan bahwa setiap individu yang berada di bawah kekuasaan

negara menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dan melaksanakan

penegakannya atas pelanggaran yang terjadi serta menjamin pemenuhan hak-hak

tersebut.43

43
Dr. Rahayu, Op.Cit., halaman 58.
31
Pada prinsipnya, dalam hukum hak asasi manusia, negara mempunyai

kedudukan sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dan individu-individu yang

berdiam di wilayah jurisdiksinya sebagai pemegang hak (rights holder). Kewajiban

yang diemban negara adalah kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban

untuk memenuhi (to fulfill), dan kewajiban untuk melindungi (to protect) hak asasi

manusia bagi warga negaranya.44

Pemenuhan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia warga negaranya

dengan merumuskan prinsip-prinsip hak asasi manusia kedalam instrumen hukum

yang bersifat normatif yang menjadi hukum dasar negara (konstitusi) sehingga

implementasi pelaksanaan hak asasi manusia dapat dipertanggung jawabkan.

Konstitusi sebagai implementasi dari teori kontrak sosial, memunculkan gagasan

mengenai demokrasi sebagai pemenuhan hak-hak politik rakyat. Oleh karenanya,

hubungan antara hak asasi manusia dengan demokrasi yang bersifat utuh dan saling

mendukung. Rakyat sebagai manusia dari negara harus dihormati hak-haknya oleh

negara dan pemerintah. Karenanya pada paham demokrasilah hak asasi manusia

dapat memperoleh penghormatan dan penghargaan serta perlindungan yang layak.

Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa hak asasi manusia dan demokrasi

merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah

peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Maka, dapat dikatakan bahwa hubungan

antara hak asasi manusia dengan demokrasi bersifat kohesi urgen karena keduanya

44
Dr. Rahayu, Op.Cit, halaman 59.
32
meletakkan nilai dan kepentingan rakyat sebagai manusia yang harus dihormati dan

diperhatikan dalam tatanan kehidupan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat.

Demokrasi menghendaki kekuasaan pemerintahan oleh dan untuk rakyat dengan

model-model pilihan rakyat sendiri, hal ini hanya dapat dijalankan bilamana HAM

(hak asasi manusia) dari manusia sebagai warga negara (rakyat) dari suatu negara

benar-benar memberikan dan menghargai. Demokrasi dapat tumbuh subur bilamana

hak asasi manusia dihormati, sebaliknya hak asasi manusia akan dihormati bilamana

dipraktikkan.45

Pemenuhan kewajiban negara untuk memastikan bahwa setiap individu yang

berada dibawah kedaulatannya harus menghormati prinsip-prinsip dasar hak asasi

manusia dan melaksanakan penegakan atas pelanggaran yang terjadi serta menjamin

pemenuhan dan perlindungan hak-hak tersebut. Prinsip kesetaraan dan non

diskriminasi, Prinsip partisipasi dan kontribusi dan prinsip tanggung jawab negara

dan penegakan hukum, sebagai nyawa dan dasar pengembangan sistem politik

demokratis untuk menuju negara kesejahteraan dengan mengimplementasikan

prinsip-prnsip dasar hak asasi manusia untuk kesejahteraan rakyat yang berdasarkan

keadilan sosial.

C. Tinjauan Umum Mengenai Sistem Politik yang Demokratis

Negara Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi bukan hanya

mekanisme semata, melainkan sebagai suatu sistem. Terbukti dalam Undang-Undang

45
Dr. Nurul Qamar, Op.Cit,halaman 20-21.
33
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (2) menyatakan

bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar”. Perwujudan dari demokrasi juga dirinci melalui sistem

ketatanegaraan Indonesia yang menerapkan konsepsi negara hukum yang demokratis,

diantaranya pengaturan kelembagaan negara berdasarkan prinsip separation of power

dengan sistem checks and balances serta jaminan hak konstitusional warga negara

dan hak asasi manusia.46

Penerapan prinsip checks and balance di dalam negara Indonesia dengan

menggunakan konsep civil society, merupakan upaya peningkatan kualitas demokrasi,

dari demokrasi mekanis menuju demokrasi substantif. Untuk menerapkan prinsip

tersebut dibutuhkan pula pemahaman yang rigid terhadap konsep negara Indonesia

dan karakteristik yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Konsep demokrasi di negara

Indonesia yang memiliki karakter pluralisme, terbukti dari semboyan negara

Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap

satu. Pendekatan pluralisme, memiliki karakter utama yaitu negara adalah netral,

kelompok masyarakat secara terbuka memiliki potensi yang sama dalam pengaruh

dan akses pada sistem politik. Ciri utama pluralisme adalah mengakui adanya

perbedaan atau keragaman. Peningkatan kualitas demokrasi di negara Indonesia

menuju demokrasi substantif yang memiliki ciri negara pluralisme sehingga

dibutuhkan pengelompokan dalam masyarakat yang bersifat sukarela, menyediakan

46
Ibid,halaman 39.
34
wilayah publik yang bebas demi terjaminnya suatu transaksi wacana dan berjalannya

diskusi reflektif sesuai dengan persamaan pandangan, nilai dan keyakinan. Kelompok

ini biasa disebut dengan civil society atau yang disebut dengan masyarakat sipil.

Konsepsi civil society muncul kembali ke permukaan teori politik terutama

setelah runtuhnya sejumlah negara otoriter komunis di Eropa Timur dan Uni Soviet.

Dalam pandangan seperti ini tentu saja timbul kesan bahwa strategi demokratisasi

melalui civil society adalah untuk menumbangkan rezim otoritarian. Civil society

dalam strategi demokratisasi tidak hanya dimaknai dengan upaya penumbangan rezim

otoriter saja, tetapi demokratisasi melalui civil society di sini memiliki relevansi

dengan cara pandang yang diarahkan pada suatu kondisi dimana konsep negara

dihadapkan dengan konsep civil society.47

Cohen dan Arato dalam bukunya (Civil Society and Political Theory, 1992)

mengatakan bahwa teori tentang civil society hanya dapat dipahami dalam konteks

interksi antara negara, ekonomi, dan individu warga negara. Tiga komponen yang

secara terus-menerus berada dalam situasi hubungan interaktif dengan berbagai

ketegangan yang mewarnai dinamika kehidupan masyarakat modern. Negara sebagai

instrumen politik kekuasaan tidak seharusnya mendominasi kehidupan ekonomi dan

kebebasan individual warga negara.48 Civil society yang disebut juga masyarakat sipil,

menginginkan perubahan dengan menolong diri sendiri dikarenakan penuntutan hak-

47
Hasyim Asy’ari, LBH (Demokratisasi Dan Pemberdayaan Civil Society Di Indonesia 1971-1996),
(Jakarta: Pensil-324, 2010), halaman 1.
48
Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, (Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), halaman xxiii.
35
hak politik yang melekat pada individu dan penegakan serta perlindungan hak asasi

manusia menjadi pijakan civil society untuk melakukan gerakan perlawanan.

Civil society (masyarakat sipil) pada umumnya dimaknai sebagai sebuah

ruang atau wadah bagi partisipasi masyarakat. Salain itu, masyarakat sipil juga bisa

dipahami sebagai ideal type sebuah perwujudan masyarakat yang diharapkan.

Gerakan-gerakan civil society dapat menjadi instrumen untuk mengubah karakter

negara dari otoriter menjadi demokratis. Perubahan tersebut membuat civil society

merupakan bagian dari sistem politik yang demokratis. Saat ini, civil society tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan politik modern. Untuk melindungi civil society

terhadap kekuasaan politik, negara harus melindungi dengan menyediakan ruang-

ruang publik tertentu bagi masyarakat untuk mengekspresikan pandangan dan

kepentingannya tanpa harus mengganggu otoritas negara.

Hubungan antara negara (sistem politik yang demokrasi) dengan civil society,

berhubungan dan saling melengkapi. Manfred Henningsen dalam bukunya, (Civil

Society versus Socialism dalam Modern Praxis, 1992) menilai bahwa civil society

sesungguhnya merupakan syarat bagi kehidupan politik modern yang kehadirannya

akan mencerminkan berfungsinya sebuah sistem negara yang demokratis. Kehadiran

civil society akan menyemarakkan ruang publik, dimana negara dapat menyerap

berbagai artikulasi kepentingan yang secara objektif hidup dalam masyarakat. Negara

sangat bergantung kepada civil society, tidak hanya dalam konteks membangun dan

mempertahankan legitimasi, tetapi juga dalam membuat berbagai kebijakan yang

36
sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Sistem demokrasi yang yang baik

dan sehat memang seharusnya terus-menerus memelihara kualitas hubungan yang

harmonis serta produktif antara negara dan civil society.49

Perlindungan negara dengan menyediakan ruang publik merupakan upaya

untuk menghubungkan negara dengan civil society atau struktur masyarakat.

Menurut Habermas dalam bukunya, (The Struktural Transformation of the Publik

Sphere, 1989) ruang publik memainkan peran kunci dalam menjembatani dua benua

yang cenderung terpisah. Ini merupakan forum dalam kehidupan sosial warga negara

tempat opini publik yang berkenaan dengan kepentingan umum (general interest)

bisa terbentuk secara jernih dan objektif. Di ruang publik itu dapat berlangsung

berbagai tataran diskusi yang intensif tentang berbagai isu kepentingan umum,

sekaligus merefleksikan komitmen dan tanggung jawab civil society dalam

memperjuangkannya. Dari ruang publik itu pula segala pandangan kritis, segala

keinginan dan kesepakatan masyarakat dikomunikasikan kepada negara melalui

berbagai media massa. Dengan kata lain, membangun civil society identik dengan

memperluas jangkauan suara rakyat melalui partisipasi mereka dalam berbagai

kegiatan yang terorganisasi, dan karena itu memiliki cukup “power” dalam

melakukan transaksi dengan negara.50

Transaksi dengan negara dapat menciptakan demokrasi substantif, yang

tercermin dari kebijakan-kebijakan negara yang berpihak kepada kepentingan dan

49
Ibid, halaman xxiv-xxv.
50
Ibid, halaman xxv.
37
kebutuhan masyarakat. Untuk menciptakan hubungan dan keterkaitan antara negara

dengan masyarakat sipil yang dapat menciptakan transaksi yang berkeadilan untuk

kesejahteraan rakyat, dibutuhkan korelasi yang baik. Negara dengan kedaulatan yang

dimiliki serta struktur pemerintahan yang terorganisir dan sistematis dipadukan

dengan civil society (masyarakat sipil) yang memiliki kemandirian, keberanian, serta

paham akan hak-hak serta kewajiban yang dimiliki sebagai masyarakat yang hak-hak

politiknya merupakan tanggung jawab negara.

Keberhasilan demokrasi suatu negara bergantung pada tata aturan yang sesuai

dengan prinsip supremasi hukum (sistem politik) dan pelaku demokrasi itu sendiri.

Sistem politik merupakan organisasi melalui mana masyarakat merumuskan dan

berusaha mencapai tujuan bersama. Untuk melaksanakan aktivitas yang kompleks itu,

maka sistem politik memerlukan badan-badan atau struktur-struktur yang akan

bekerja dalam sistem politik seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, partai

politik, dan civil society yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.51

Para Ilmuwan politik mencoba menyusun model-model sistem politik dengan

menggunakan dua kriteria yang berbeda, yaitu siapa yang memerintah dan ruang

lingkup jangkauan kewenangan pemerintah. Model-model sistem politik dimulai dari

sistem politik otokrasi tradisional ke totaliter sampai pada sistem politik demokrasi.

Dari sudut struktural, sistem politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yang

memelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. Artinya, demokrasi

51
Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia: Pemahaman Secara Teoretik dan Empirik,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), halaman 82.
38
memungkinkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara individu,

di antara individu dan kelompok, individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah,

bahkan di antara lembaga-lembaga pemerintah. Demokrasi hanya mentolerir konflik

yang tidak menghancurkan sistem, sehingga sistem politik demokrasi menyediakan

mekanisme dan prosedur yang mengatur dan menyalurkan konflik sampai pada

“penyelesaian” sampai dengan kesepakatan (konsensus).52

Asas dan tujuan sistem politik demokrasi untuk melindungi, mempertahankan,

dan menjunjung tinggi serta memuliakan hak-hak asasi manusia maka terdapat dan

dipertahankan adanya organisasi politik sebagai penyalur aspirasi rakyat. Organisasi

politik sebagai wadah dalam menyalurkan kebebasan berfikir, kebebasan berpendapat

dan rakyat diberikan kesempatan untuk andil dalam pemerintahan. Sistem politik

demokrasi memberikan kesinambungan antara lapisan pemerintahan dengan lapisan

masyarakat. Sistem politik demokrasi juga memiliki pers yang bebas, yaitu bebas

untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat, baik kepentingan politik, sosial,

ekonomi, dan budaya, maupun kepentingan-kepentingan yang bertalian dengan hak-

hak asasi manusia. Pers dimaksudkan sebagai social control atau kontrol sosial

masyarakat agar sistem politik demokrasi dapat berjalan dengan bersih, baik dan

danai.53

Dalam konteks ini, kekuasaan (power) pada pembicaraan sistem politik,

menurut Ossip K. Flechtheim (1952) dibagi dua jenis (vertikal atau struktural), yaitu:

52
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1992), halaman 228.
53
Sukarna, Sistem Politik 2, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990), halaman 9
39
(1) kekuasaan yang ditujukan kepada Negara, dan (2) kekuasaan yang ada di dalam

Negara. Pembagian kekuasaan ini dipandang dari pendekatan struktural-fungsional

Gabriel A. Almond, yaitu:54

1. Kekuasaan yang ditujukan kepada Negara identik dengan infrastruktur politik.

2. Kekuasaan yang ada di dalam Negara sama dengan suprastruktur politik.

Menurut Robert Dahl dalam Sri Sumantri (1976:4) mengemukakan, bahwa

sistem politik adalah suatu sistem hubungan antara manusia yang dilembagakan

dalam bermacam-macam badan politik, baik suprastruktur politik maupun

infrastruktur politik, serta hubungan satu dengan lainnya.55

Istilah suprastruktur politik berasal gabungan dari kata supra artinya atas,

struktur artinya bangunan atau tata hubungan, dan politik artinya kekuasaan. Jadi,

suprastruktur politik merupakan bangunan atau tata hubungan kekuasaan yang

dipandang sebagai pembagian kekuasaan secara horizontal-fungsional yang ada

dalam Negara yang bersangkutan, yang merupakan mesin politik resmi atau mesin

politik formal, yaitu bidang kekuasaan Negara atau pemerintahan yang terdiri dari

kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.56

Suprastruktur politik adalah cara hubungan kerja pemerintah dan sekaligus

hubungan fungsi antara lembaga-lembaga negara, yang biasanya telah ditetapkan

dalam konstitusi (UUD).57 Suprastruktur politik berfungsi sebagai:58 a) pembuat

54
Beddy Iriawan Maksudi, Op.Cit, halaman 83.
55
Ibid, halaman 19.
56
Beddy Iriawan Maksudi, Op.cit, halaman 83.
57
Eko Sabar Prihatin, Hukum dan Politik, (Semarang: Pustaka Magister Semarang, 2014), halaman 75.
40
peraturan (rule making); b) penerapan peraturan (rule application); c) pemberian

peradilan (rule adjudication).

Pengembangan konsep civil society menjadi infrastruktur politik sebagai

struktur politik masyarakat dengan mengupayakan ruang publik yang diakui dan

dilindungi oleh konstitusi negara atas hak kesetaraan, hak kebebasan, hak dalam

menyalurkan aspirasi, dan hak dalam mendapatkan keadilan dihadapan hukum.

Sehingga, membentuk sistem politik demokrasi yang sehat dan menciptakan iklim

demokrasi substantif yang menjamin kesejahteraan rakyat.

Istilah infrastruktur politik berasal gabungan dari kata infra artinya bawah,

struktur artinya bangunan atau tata hubungan, dan politik artinya kekuasaan. Jadi,

infrastruktur politik adalah struktur politik masyarakat, yang merupakan struktur, atau

bangunan, pranata yang tak tampak secara jelas, atau tidak terlihat wujudnya, namun

keberadaannya dapat dirasakan karena adanya fungsi-fungsi yang mengalir, atau

infrastruktur politik merupakan mesin politik tidak resmi atau mesin politik informal

(masyarakat), yaitu suasana kehidupan politik masyarakat yang merupakan bagian

dari dinamika politik.59

Infrastruktur politik dalam kenyataannya dapat mempengaruhi pemerintah

(penguasa), dengan cara masyarakat mengemukakan, menyalurkan tuntutan,

58
Loc.cit.
59
Beddy Iriawan Maksudi, Op.cit, halaman 83.
41
dukungan, dan masalah lainnya yang menyangkut dengan kepentingan umum.

Infrastruktur politik suatu negara pada umumnya terdiri atas lima komponen, yaitu;60

(1) Partai politik (political party)

(2) Kelompok kepentingan (interest group)

(3) Kelompok penekan (pressure group)

(4) Alat komunikasi politik (media of political communication)

(5) Tokoh politik (political figure)

Infrastruktur politik berfungsi sebagai:61

a) Sarana pendidikan politik (political education)

b) Sarana mempertemukan kepentingan yang beraneka ragam (interest

articulation)

c) Sarana menyalurkan segala kepentingan dan aspirasi maupun pendapat

yang berkembang di masyarakat (interest aggregation)

d) Sarana seleksi kepemimpinan (political selection)

e) Dan sarana komunikasi politik (political communication)

Dengan demikian, mekanisme sistem politik demokrasi yang diterapkan di

Indonesia terdiri dari lembaga suprastruktur politik dan lembaga infrastruktur politik,

yang keduanya merupakan satu kesatuan struktur organisasi masyarakat yang besar

guna merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama. Sistem politik yang

baik akan mendorong terciptanya iklim keterbukaan dan pertukaran gagasan-gagasan


60
Loc.cit.
61
Eko Sabar, Op.Cit, halaman 75.

42
antara satu kelompok kepentingan dengan kelompok kepentingan lainnya atau antara

struktur politik pemerintah (suprastruktur politik) dengan struktur politik masyarakat

(infrastruktur politik).

Penerapan infrastruktur politik sebagai struktur politik masyarakat memang

sangat penting. Infrastruktur politik sebagai wadah untuk menyediakan ruang publik

dalam menghubungkan dan menyeimbangkan negara dan masyarakat (civil society)

untuk menjalankan sistem politik yang demokratis. Terdapat hubungan yang

harmonis dan produktif antara negara dan masyarakat akan memudahkan negara

dalam membuat berbagai kebijakan serta aturan hukum yang sesuai dengan harapan

dan kebutuhan masyarakat. Komponen dari sistem politik demokrasi yang akan

mempengaruhi kemajuan sistem politik Indonesia tidak hanya berpacu pada satu

lembaga pemerintah, akan tetapi kesinambungan antara negara (pemerintah) dengan

masyarakat (civil society) melalui lembaga struktur politik masyarakat. Infrastruktur

politik sendiri tidak hanya terpacu pada partai politik saja akan tetapi juga golongan

kepentingan, golongan penekan, alat komunikasi politik dan tokoh politik sangat

mempengaruhi berjalannya kehidupan politik dalam suatu negara. Sangat baik

apabila kelima komponen tersebut dapat berjalan beriringan dan mendukung satu

sama lain, sehingga akan menciptakan kehidupan politik yang baik di negara

Indonesia.

Implementasi konsep civil society (masyarakat sipil) sebagai struktur politik

masyarakat (infrastruktur politik) yang menjadi wadah bagi partisipasi masyarakat

43
diantaranya, partai politik, golongan kepentingan dan golongan penekan untuk

menyalurkan aspirasi masyarakat, dengan banyaknya forum atau organisasi politik

yang diberikan sistem politik demokrasi Indonesia dengan tujuan rakyat memiliki

pilihan dalam penyampaian aspirasi sehingga lebih berkreasi, berprestasi, dan

berproduktifitas tinggi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehingga

negara didorong lebih maju untuk kepentingan bersama.

Civil society (masyarakat sipil) dapat ditafsirkan dari berbagai sudut pandang,

tetapi dari banyaknya tafsiran terdapat satu perspektif yang sama yaitu civil society

sebagai wadah dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Pembangunan sistem politik

yang direncanakan dengan prinsip bottom-up planning yang merupakan perencanaan

yang awalnya dilakukan di tingkat yang paling rendah dan selanjutnya disusun

rencana organisasi di atasnya sampai dengan tingkat pusat atas dasar rencana dari

bawah akan membentuk demokrasi substantif di Negara Indonesia. Bottom-up

planning diimplementasikan dengan civil society membentuk wadah aspirasi

masyarakat yang mencakup kelompok-kelompok sosial seperti organisasi non-

pemerintah, mahasiswa, organisasi keagamaan, petani dan buruh. Kelompok-

kelompok civil society ini mempresentasikan kelompok kepentingan yang dapat

menjadi kelompok penekan.

Kelompok kepentingan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah orang

karena adanya kesamaan sikap, kepercayaan, dan/atau tujuan. Kelompok kepentingan

pada dasarnya asosiasi manusia yang terorganisir, memiliki keanggotaan, pola

44
kepemimpinan, sumber keuangan untuk membiayai kegiatan, dan pola komunikasi ke

dalam maupun ke luar organisasi.62 Dalam sistem politik, sebagaimana teori

struktural fungsional yang dikemukakan oleh Gabriel A. Almond, kelompok

kepentingan memiliki fungsi artikulasi, yakni memperkuat dan mengefektifkan

penyampaian aspirasi/tuntutan-tuntutan masyarakat, sehingga dapat mem-pengaruhi

kebijakan pemerintah. Selain fungsi artikulasi, kelompok kepentingan juga

menjalankan fungsi pengawasan dan melakukan kritik terhadap kinerja pemerintah

Kelompok kepentingan dapat terdiri dari organisasi masyarakat atau lembaga

swadaya masyarakat yang ingin melindungi kepentingan-kepentingan bersama, baik

kepentingan politik, sosial, ekonomi, budaya maupun kepentingan hak asasi manusia,

sehingga mereka sebagai social control dalam menjalankan pemerintahan Indonesia

untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Terdapat 4 (empat) jenis kelompok kepentingan dalam mempengaruhi

kehidupan sosial politik, yaitu:63

1. Kelompok anomik, yakni kelompok kepentingan yang berasal dari unsur

masyarakat dan tidak memiliki nilai atau norma standar yang mengatur

sebagaimana halnya dalam suatu organisasi. Gerakan politik dilakukan

secara spontan dan partisipasi politik cenderung bersifat non konvensional.

62
Novie Indrawati Sagita, Strategi Gerakan Kelompok Kepentingan Dalam Pengawasan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, Departemen Ilmu Pemerintahan
Universitas Padjadjaran, Jurnal Wacana Politik, Volume 1, Nomor 2, Oktober (2016), halaman 98.
63
Loc.Cit.
45
2. Kelompok non assosiasional, merupakan kelompok yang tidak terorganisir

dengan baik, tidak memiliki agenda kerja secara berkala, umumnya

berasal dari klan keluarga yang berpengaruh, pemimpin-pemimpin agama,

kelompok etnis, kelompok regional maupun lokal. Gerakan politik yang

dilakukan dengan memanfaatkan hubungan pribadi dan kedekatan dengan

elit politik.

3. Kelompok institusional adalah kelompok kepentingan yang bersifat

formal, berbadan hukum. Anggota kelompok ini umumnya berasal dari

basis profesi yang sama.

4. Kelompok assosiasional adalah kelompok kepentingan yang bersifat

formal, menggunakan staf yang bekerja penuh, memiliki agenda dan

prosedur kerja yang teratur dan diakui masyarakat atas kemampuannya

secara efektif menyampaikan tuntutan kepada pemerintah. Diantaranya

serikat buruh, kelompok keagamaan, organisasi sosial, organisasi profesi

dsb.

Kelompok kepentingan memiliki 4 (empat) peranan dalam kehidupan

bernegara yaitu:64

(1) katalisasi perubahan sistem dengan cara melakukan advokasi dan berusaha

membentuk kesadaran kolektif masyarakat terhadap masalah-masalah yang penting

dalam kehidupan. Melalui peran ini, kelompok kepentingan berusaha

64
Loc.Cit.
46
mengembangkan kemauan politik dan inisiatif masyarakat sehingga dapat bersama-

sama mempengaruhi kebijakan.

(2) Monitoring atau melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

Melakukan kritik hingga memprotes apabila ditemukan indikasi penyalahgunaan

kekuasaan dan pelanggaran hukum oleh pejabat negara.

(3) memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Kelompok

kepentingan ini kerap membela masyarakat umum yang kerap menjadi korban

kekerasan dan korban ketidakadilan hukum oleh pemerintah, dan

(4) mewujudkan sejumlah program dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Persamaan kesempatan politik bagi setiap individu dijamin dengan hukum,

karenanya setiap individu harus menggunakan kesempatan politik dengan

menggabungkan diri ke dalam organisasi sukarela untuk bersama-sama

mempengaruhi pemerintah dan membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan

dan kebutuhan masyarakat, sehingga penerapan demokrasi substantif di Negara

Indonesia dapat terwujud dan menciptakan negara yang berkeadilan substantif.

D. Tinjauan Umum Mengenai Organisasi Masyarakat

Konsepsi civil society (masyarakat sipil) sebagai ruang atau wadah bagi

partisipasi masyarakat. Ruang ini mencakup kelompok-kelompok sosial seperti

organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organization), mahasiswa, organisasi

keagamaan, petani dan buruh yang bukan menjadi bagian dari negara dan sektor

bisnis. Selain sebagai konsep untuk menjelaskan realitas, civil society juga bisa

47
dipahami sebagai ideal type untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan.

Karenanya, term masyarakat sipil harus dihubungkan langsung dengan objek

representasinya. Salah satu elemen penting yang menjadi representasi masyarakat

sipil adalah organisasi non-pemerintah atau bisa disebut dengan organisasi

masyarakat. Dalam perspektif itu organisasi masyarakat dituntut untuk berusaha

membangun dan mengembangkan karakteristik utama masyarakat sipil seperti

kemandirian (autonomy), keswadayaan (self-generating) dan keswasembadaan (self-

supporting).65

Karaktersitik organisasi masyarakat sebagai lembaga struktur politik

masyarakat (infrastruktur politik) yang berkembang dikalangan organisasi non-

pemerintah Indonesia apakah sudah dipresentasikan menjadi gerakan masyarakat sipil

yang merujuk pada kemandirian, keswadayaan, dan keswasembadaan. Organisasi

masyarakat sebagai gerakan demokrasi di Indonesia mulai lahir tepatnya pada tanggal

20 mei 1908, yang didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu

Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi

dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal

gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.

Organisasi-organisasi pemuda lainnya mulai berkembang, sehingga pada

tahun 1985 terbentuklah Undang-Undang organisasi masyarakat pertama kali yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, pada

65
Adi Suryadi Culla, Op.Cit, halaman 15.
48
tahun 2013 Undang-Undang Ormas dicabut dan diganti dengan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Tahun 2017 Pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan pada tahun 2018 Perppu tersebut

disahkan sebagai undang-undang.

Keberadaan organisasi masyarakat di tengah-tengah masyarakat merupakan

suatu realitas yang harus diakui keberadaannya dengan berpola pikir ke depan dan

berwawasan ke depan dalam rangka untuk memperkokoh pembangunan di segala

bidang.66 Pemenuhan berbagai faktor untuk mengupayakan perkembangan sistem

politik Indonesia dengan menyeimbangkan unsur pemerintahan (suprastruktur politik)

dengan unsur masyarakat (infrastruktur politik) sehingga kebutuhan negara Indonesia

dalam mengupayakan demokrasi substantif untuk menuju kesejahteraan rakyat dapat

terpenuhi dengan baik.

Sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan bahwa yang dinamakan Organisasi Masyarakat (Ormas)

adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela

berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan

tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara

Kesatun Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.


66
M. Yusuf B.A, Peran Organisasi Masyarakat Ikatan Pemuda Loktuan Bersatu (Ormas Iplb) Dalam
Penyediaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan Di Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara,
eJournal Ilmu Pemerintahan, 4 (1) 2016, halaman 428-441.
49
Menurut Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai asas dan pegangan organisasi masyarakat

dalam menyusun AD-ART yang akan menjadi acuan berkembangnya organisasi

masyarakat di Indonesia. Organisasi masyarakat juga berhak mencantumkan ciri khas

dari organisasi masyarakat yang mencerminkan kehendak dan cita-cita organisasi

masyarakat yang tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Organisasi masyarakat dapat bersifat

sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.

Berdasarkan Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi masyarakat dapat didirikan oleh

3 orang atau lebih warga negara Indonesia, sehingga organisasi masyarakat memiliki

persamaan kesempatan politik bagi setiap individu yang akan mempersatukan

masyarakat. Organisasi masyarakat dapat berbadan hukum atau tidak berbadan

hukum, dapat berbasis anggota atau tidak berbasis anggota. Organisasi masyarakat

yang berbadan hukum harus berbentuk perkumpulan atau yayasan. Organisasi

masyarakat yang berbadan hukum perkumpulan didirikan berbasis anggota,

sedangkan organisasi masyarakat yang berbadan hukum yayasan tidak berbasis

anggota. Pendirian organisasi masyarakat akan mempengaruhi legalitas organisasi

masyarakat dalam menjalankan kegiatan kemasyarakatan kedepannya.

50
Pembentukan organisasi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan partisipasi

dan keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjaga

nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, melestarikan dan

memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat,

melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, mengembangkan

kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat,

menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, dan

mewujudkan tujuan negara sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013.

Pendirian organisasi masyarakat berfungsi untuk penyalur kegiatan sesuai

dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi, pembinaan dan

pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi, penyalur aspirasi

masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pemenuhan pelayanan sosial, partisipasi

masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan

bangsa, dan/atau pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No

17 Tahun 2013.

Keberadaan organisasi masyarakat dalam sistem politik demokrasi Indonesia

memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri

dan terbuka, memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang

organisasi masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

51
memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi, melaksanakan kegiatan untuk

mencapai tujuan organisasi, mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan

dan kegiatan organisasi dan melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah

Daerah, swasta, organisasi masyarakat lain, dan pihak lain dalam rangka

pengembangan dan keberlanjutan organisasi sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam mendapatkan hak-hak organisasi masyarakat yang tercantum dalam

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan,

organisasi masyarakat juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan kegiatan sesuai

dengan tujuan organisasi, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia, memelihara nilai agama, budaya, moral, etika,

dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat, menjaga

ketertiban umum dan terciptanya kedanaian dalam masyarakat, melakukan

pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel dan berpartisipasi dalam

pencapaian tujuan negara sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan, setiap organisasi masyarakat yang berbadan hukum dan yang

terdaftar wajib memiliki AD dan ART. AD dan ART tersebut harus memuat nama

dan lambang organisasi, tempat kedudukan, asas, tujuan, dan fungsi organisasi

masyarakat, kepengurusan organisasi masyarakat, hak dan kewajiban anggota

52
organisasi masyarakat, pengelolaan keuangan, mekanisme penyelesaian sengketa dan

pengawasan internal dan pembubaran organisasi. Keuangan organisasi masyarakat

yang tercantum dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan, dapat bersumber dari iuran anggota, bantuan/sumbangan

masyarakat, hasil usaha organisasi masyarakat, bantuan/sumbangan dari orang asing

atau lembaga asing, kegiatan lain yang sah menurut hukum dan/atau anggaran

pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.

Organisasi Kemasyarakatan yang merupakan sarana untuk menyalurkan

pendapat dan pikiran, yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian,

keswadayaan, dan keswasembadaan bagi masyarakat Indonesia, mempunyai peranan

yang sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat berdasarkan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka menjamin persatuan dan

kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai pengamalan

pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang dengan tegas menyatakan kedaulatan berada ditangan rakyat.

Peran organisasi masyarakat yang sangat penting harus diimbangi dengan

tanggung jawab negara dalam memberikan pemberdayaan organisasi masyarakat,

sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan. Pada Pasal 40 ayat (1) “pemerintah dan/atau pemerintah daerah

melakukan pemberdayaan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan

53
menjaga keberlangsungan hidup organisasi masyarakat”. Tentunya dalam melakukan

pemberdayaan organisasi masyarakat, pemerintah harus melihat sejarah, rekam jejak,

peran dan integritas organisasi masyarakat sehingga fungsi organisasi masyarakat

dalam sistem politik demokrasi yang ada di Indonesia akan berjalan dengan baik dan

sesuai dengan cita-cita organisasi masyarakat. Pemberdayaan organisasi masyarakat

bukan sebagai upaya untuk menggiring opini atau kepentingan lain, tetapi sebagai

kewajiban negara bahwa negara wajib untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan

transparansi kebijakan serta ruang publik untuk berdiskusi secara terbuka dan

memberi solusi.

Dalam melaksanakan peran-peran yang sudah diatur dalam undang-undang,

berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan. Organisasi masyarakat juga dilarang melakukan tindakan

permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan, melakukan penyalahgunaan,

penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia, melakukan

kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,

atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial, melakukan kegiatan yang menjadi

tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan

dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, mengumpulkan dana untuk partai politik dan organisasi masyarakat

54
dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang

bertentangan dengan Pancasila.

Apabila dalam melaksanakan kegiatan, organisasi masyarakat melakukan

kegiatan yang dilarang dalam undang-undang tepatnya pada Pasal 59. Organisasi

masyarakat diberikan sanksi seperti yang tercantum dalam Pasal 61 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan diantaranya peringatan

tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan,

dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Organisasi masyarakat sebagai lembaga infrastruktur politik, harus diberikan

fasilitas kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan peningkatan kualitas

sumber daya manusia agar konsepsi civil society dapat bergerak dan berkembang

dengan baik sesuai dengan karakteristik dasar diantaranya berlandaskan kemandirian,

keswadayaan dan keswasembadaan. Pemberian fasilitas kebijakan dapat berupa

perlindungan hukum yang diatur melalui peraturan perundang-undangan yang

melindungi, mengembangkan, dan tidak mematikan hak-hak atas ideologi untuk

kemajuan politik demokrasi di Negara Indonesia agar berjalan dengan baik dan

berkesinambungan.

Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan memang sangat penting, sehingga

perlu adanya pengakuan serta perlindungan hukum terhadap keberadaannya di negara

Indonesia. Adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan memang sangat dibutuhkan sebagai perlindungan hukum akan tetapi

55
juga dapat menjadi pembatas dalam melaksanakan peran-peran organisasi masyarakat

yang berdasarkan pada cita-cita organisasi masyarakat, sehingga pengertian

organisasi masyarakat adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat

secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan,

kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya

tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengertian organisasi masyarakat menurut undang-undang sangat menitik

beratkan pada tindakan masyarakat dalam berpendapat berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keberadaan

organisasi masyarakat memang diakui dan dilindungi, akan tetapi pemerintah juga

membatasi organisasi masyarakat dalam mengutarakan pendapat, aspirasi, dan

pelaksanaan fungsi social control (kontrol sosial) dan agent of change (agen

perubahan) sebagai generasi muda.

Pada masa sekarang, organisasi kemasyarakatan telah berkembang secara

dinamis dengan berbagai jenis pandangan, landasan, dan sebaran kegiatan yang

beragam, selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Realita yang tampak di masyarakat sering

kali menunjukkan hal yang sebaliknya menyangkut keberadaan suatu organisasi

56
masyarakat.67 Beberapa organisasi masyarakat kehadirannya sering kali meresahkan

masyarakat sekitar. Permasalahan akan kehadiran organisasi masyarakat dalam sistem

politik di Indonesia sering tidak dianggap dan tidak terlihat, sehingga membawa

kesan negatif dan di cap “masyarakat yang sukanya menentang negara”. Ini

merupakan masalah dasar yang dimiliki Negara Indonesia bahwa masih rendahnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya lembaga struktur politik masyarakat

(infrastruktur politik) sebagai penyeimbang dari lembaga struktur politik pemerintah

(suprastruktur politik).

Bukankah sudah kewajiban negara dalam memenuhi prinsip-prinsip dasar hak

asasi manusia yang salah satunya adalah dengan memberikan hak kesetaraan dalam

mendapatkan pendidikan dan memberikan hak partisipasi dan kontribusi dalam

penerapan sistem politik yang demokratis di negara Indonesia yang bertujuan untuk

kemajuan negara. Pemenuhan prinsip dasar kesetaraan dalam mendapatkan

pendidikan dapat dipresentasikan dengan pemberdayaan organisasi masyarakat,

pendidikan politik untuk masyarakat, transparansi pemerintahan, dan terbukanya

pemerintah akan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dalam pembuatan peraturan.

Pemenuhan prinsip partisipasi dan kontribusi dengan memberikan perlindungan,

memberikan fasilitas kebijakan, memberikan penguatan kapasitas kelembagaan, dan

memberikan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah dalam

memberikan perlindungan dan fasilitas kebijakan dapat berupa peraturan perundang-


67
Putu Eva Ditayani Antari, Pengaturan Larangan Dan Sanksi Organisasi Masyarakat (Ormas)
Sebagai Pembatasan Hak Berserikat Dalam Negara Demokrasi, Jurnal Hukum Undiknas Vol. 2 No. 2
(2015), halaman 145.
57
undangan sebagai payung hukum lembaga struktur politik masyarakat (infrastruktur

politik), yang sekarang dikenal dengan undang-undang organisasi kemasyarakatan.

Undang-undang organisasi kemasyarakatan yang menjadi payung hukum

lembaga struktur politik masyarakat (infrastruktur politik) diharapkan memberikan

fasilitas kebijakan yang memadahi untuk pemenuhan hak partisipasi dan kontribusi

lembaga struktur politik masyarakat (infrastruktur politik). Selain untuk melindungi

organisasi masyarakat, juga harus memberikan fasilitas kebijakan pemberdayaan

organisasi masyarakat dengan pemerintah memberikan fasilitas yang

mempresentasikan pemberdayaan secara langsung seperti, penguatan manajemen

organisasi, penyediaan data dan informasi, pengembangan kemitraan, dukungan

keahlian, program, dan pendanpingan, penguatan kepemimpinan dan kaderisasi,

pemberian penghargaan, penelitian dan pengembangan.

Pemerintah dapat memenuhi hak kesetaraan pendidikan dan hak partisipasi

dan kontribusi kualitas sumber daya manusia dengan pendidikan, pelatihan,

pemagangan serta kursus. Fasilitas ini tidak hanya ditujukan pada organisasi

kemasyarakatan, tetapi juga kepada masyarakat awam agar lebih dekat dengan

pendidikan politik serta penanaman karakter masyarakat Indonesia. Pemberian

fasilitas ruang publik bagi masyarakat sebagai wadah partisipasi rakyat untuk

mengembangkan diri, juga mengembangkan proses kemajuan Negara Indonesia

dengan tingginya tingkat kualitas sumber daya manusia sehingga dapat memilih dan

menyaring, ruang publik mana yang cocok dan sesuai dengan cita Negara Indonesia

58
sebagai negara kesejahteraan, yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat yang

berdasarkan keadilan sosial.

59
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah

pendekatan hukum yuridis normatif, yaitu penelitian yang berdasarkan pada kaidah-

kaidah hukum yang ada dan juga dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi.

Pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.68 Sedangkan pendekatan normatif

dengan pendekatan yang menggunakan bahan pustaka, atau data sekunder terhadap

asas-asas hukum dengan melalui buku-buku serta penelitian, sehingga sering disebut

dengan penelitian kepustakaan. Menggunakan analisis yuridis normatif karena yang

dikaji adalah produk-produk hukum yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah/elit

politik dan dipadukan dengan asas-asas ideal terhadap perkembangan kehidupan

masyarakat dan kenegaraan. Dengan demikian data yang digunakan adalah data

sekunder baik merupakan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian secara deskriptif

analitis, karena penulis hanya akan memaparkan obyek yang diteliti, diselidiki

dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan

68
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982), halaman 20.
60
dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan perundang-undangan yang

menyangkut permasalahan di atas. Arikunto menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan deskriptif analitis adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa

adanya pada saat penelitian dilakukan69. Dengan memadupadankan bahan hukum

primer sebagai produk pemerintah dengan bahan hukum sekunder sebagai asas-asas,

prinsip-prinsip serta teori idealisme sebagai bentuk visi dalam pelaksanaan

pemerintahan. Dengan menggunakan deskriptif analitis penghubungan antara

keduanya dapat terlihat relevan atau tidak, serta pencapaian yang telah diusahakan

dalam pemerintahan sudah sesuai dengan penerapan prinsip-prinsip yang ada dalam

pemerintahan.

C. Jenis data

Penelitian hukum ini diharapkan dapat menjadi sebuah penelitian yang

bersifat deskriptif, sehingga data yang diperoleh adalah data sekunder. Data sekunder

adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka atau disebut studi kepustakaan,

Data sekunder sendiri dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer, sekunder, serta

penelitian ini akan dilengkapi dengan wawancara, sebagai bahan pertimbangan untuk

menyinkronkan mengenai teori, peraturan perundang-undangan dengan implikasi

peraturan perundang-undangan tersebut di lapangan.

69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),
halaman 45.
61
1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang memiliki kekuatan

hukum mengikat. Dalam penulisan hukum ini bahan hukum primer yang digunakan

antara lain :

a. Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia.

e. Catatan akhir tahun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan-bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat

memberikan penjelasan dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum primer, yaitu:

a. buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh.

b. pendapat para sarjana.

c. jurnal-jurnal hukum.

d. Penelitian hukum seperti Tesis, Skripsi dsb.

e. makalah dan artikel, dan

f. internet yang berkaitan dengan topik penelitian.

62
Wawancara sebagai pelengkap dari studi kepustakaan akan dilakukan dengan

meminta keterangan dan pendapat beberapa narasumber seperti Kepala Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, perwakilan anggota Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia dsb.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang didasarkan pada sumber data yang telah

diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan (library

research), baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, serta penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan objek kajian penelitian ini yang dapat berupa

peraturan perundang-undangan, literatur dan karya tulis ilmiah lainnya. Selain itu,

penulis juga melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan meminta

keterangan dan pendapat kepada beberapa narasumber seperti Kepala Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, perwakilan anggota Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia terkait sebagai pelengkap dari penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis

kualitatif, yaitu dengan cara menyajikan dan menjelaskan data dalam bentuk kalimat

yang tersusun secara sistematis sehingga diberikan penafsiran dan gambaran yang

jelas sesuai dengan pokok bahasan untuk kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan

secara deskriptif. Hasil penelitian disusun secara sistematis kemudian dianalisis

secara kualitatif.

63
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

1. Latar Belakang Terbentuknya Yayasan lembaga Bantuan Hukum

Indonesia

Tahun 1969, tiga tahun setelah Jendral Soeharto berkuasa, suasana penegakan

hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia di Indonesia sudah tidak terkontrol dan

diabaikan. Pemerintah mulai menancapkan kuku otoriternya untuk mengendalikan

arus utama politik dan hukum yang dianggap dapat mengancam kelangsungan sebuah

rezim. Setelah Kongres Peradin ketiga, pada tahun 1969 Adnan Buyung Nasution

menyampaikan kertas kerja yang berisikan gagasan untuk mendirikan Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) yang dikhususkan untuk membantu mereka yang hak-haknya

di bidang politik dan hukum terampas dan tersisihkan. Hak-hak politik yang dimiliki

oleh rakyat diantaranya, hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk memiliki

(life, liberty, and propery), serta penerapan dari asas-asas hukum diantaranya asas

persamaan di hadapan hukum (equality before the law), keadilan untuk semua (justice

for all), dan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocent).

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, bantuan hukum sangat diperlukan untuk membela

orang yang tidak mampu dan buta hukum. Dewan Pimpinan Pusat Peradin

mengukuhkan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang diputuskan pada

64
tanggal 28 Oktober 1970 melalui Surat Keterangan (SK) bertepatan dengan hari

Sumpah Pemuda.70

Hak atas bantuan hukum adalah salah satu hak asasi manusia. Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur bahwa negara

wajib melindungi hak setiap warga negara, tanpa diskriminasi. Warga negara berhak

memperoleh keadilan dengan cara mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan,

baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi. Setiap warga negara juga

berhak diadili melalui proses peradilan yang menjamin pemeriksaan yang objektif

oleh hakim untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. Dengan demikian,

penghormatan, pemenuhan dan perlindungan serta terselenggaranya kepastian hukum

yang adil bagi seluruh warga negara merupakan kewajiban penyelenggara negara. Di

antara perwujudannya ialah dengan membentuk sistem bantuan hukum untuk

memberi perlindungan terhadap hak asasi manusia tiap warga negara. Pemenuhan hak

atas bantuan hukum tersebut sama dengan mewujudkan sistem hukum yang

berkeadilan dalam konsep negara hukum.71

Bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu ini sudah semestinya

dikembangkan dalam konsep access to justice. Menurut United Nation Development

Programme (UNDP), access to justice adalah kemampuan masyarakat untuk

mendapatkan pemulihan hak yang dilanggar melalui sarana formal maupun informal

70
Achmad Santosa dan Henny Supolo, Verboden Voor Honden En Inlanders Dan Lahirlah LBH
(Catatan 40 Tahun Pasang Surut Keadilan), (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI), 2012), halaman xiii-xiv.
71
M. Faiq Assiddiqi, Sistem Bantuan Hukum Di Indonesia dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 2014), halaman 5-6.
65
yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia. Bantuan hukum dalam konsep

access to justice ini tidak dipandang sebagai bantuan hukum yang harus diarahkan

penyelesaian masalah hukum ke dalam ranah institusi formal, tapi juga dapat

diselesaikan melalui mekanisme yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia

atau lembaga informal.72

Bantuan hukum tidak hanya berjalan dalam kerangka berpikir yang legal-

formalistik, tetapi juga berorientasi pada pemikiran yang lebih luas, yang juga

mencakup dimensi politik dan hak asasi manusia. Implementasi yang dilakukan

dengan proses penyadaran akan hak-hak konstitusional rakyat Indonesia, dan

penghormatan terhadap hak asasi manusia. Penghormatan terhadap hak asasi manusia

tertera dalam mukadimah Akta Pendirian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia sebagai ciri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sesuai

dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan yang berbunyi “Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang

mencerminkan kehendak dan cita-cita ormas…” ciri tersebut adalah latar belakang

terbentuknya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia bahwa manusia tanpa

membeda-bedakan asal-usul, agama, keturunan, suku, keyakinan politik, jenis

kelamin, maupun latar belakang sosial budaya adalah satu. Mereka diikat dalam suatu

nasib dan kepentingan bersama sebagai warga dunia untuk hidup secara layak dan

dilengkapi hak-hak sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum. Di depan hukum

72
Ibid, halaman 6-7.
66
semua manusia adalah sama. Namun persamaan hak dan kewajiban asasi itu bukan

sesuatu yang mudah didapat, terutama oleh mereka yang miskin dan terpinggirkan

secara struktural. Karena itulah pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,

bertekad dan berkomitmen untuk terus menerus berusaha dan berjuang dengan jalan

menjaga agar hak-hak dasar dan hak-hak asasi manusia yang langsung diberikan oleh

Tuhan Yang Maha Esa tidak dikurangi, dirampas atau dipasung.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia akan menumbuhkan,

mengembangkan, memajukan pengertian, penghormatan terhadap nilai-nilai negara

hukum, martabat dan hak asasi manusia pada umumnya dan meninggikan kesadaran

hukum dalam masyarakat pada khususnya, baik kepada pejabat maupun warga negara

biasa, agar supaya mereka sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai

subjek hukum, memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat

yang tidak mampu, berperan aktif dalam proses pembentukan hukum, penegakan

hukum, dan pembaharuan hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan

Deklarasi Umum Hak-hak asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right),

dan selanjutnya memajukan dan mengembangkan program-program yang

mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan

gender dengan fokus tetapnya pada bidang hukum.

Dasar pembentukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia berasaskan

pancasila dan berdasarkan konstitusi yang berlaku. Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia bersifat organisasi non-pemerintah (swasta), bebas (independen),

67
dan tidak mencari keuntungan serta tidak mempunyai anggota. Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia bergerak dalam bidang sosial dan kemanusiaan. Asas dan

sifat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sesuai dengan Pasal 2 dan 4

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang berbunyi “Asas ormas tidak

bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi, serta ormas bersifat sukarela, sosial,

mandiri, nirlaba dan demokratis.” Dengan berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi

dan pemenuhan hak-hak asasi manusia Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,

menggunakan konsep bantuan hukum struktural untuk membentuk hukum yang

berkeadilan substantif. dalam pelaksanaannya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia membuka cabang di seluruh wilayah Indonesia, sampai saat ini ada 15

kantor Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia mulai dari Aceh, Medan, Padang,

Pekanbaru, Jogya, Surabaya, Bali, Ujung Pandang (Makassar), Manado dan Papua.

15 kantor Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia memiliki profil kerja serta

kebijakan sendiri mengenai struktur organisasi, ruang lingkup, penanganan,

pendanpingan serta pengembangan kasus yang disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat.

Upaya Lembaga Bantuan Hukum dalam menggunakan hukum sebagai jalan

pintas untuk melakukan perubahan struktural, yang akan merubah tatanan sosial,

ekonomi dan budaya yang semula timpang menjadi lebih berkeadilan, menggunakan

metode pendekatan struktural yang difokuskan pada reformasi hukum. Gagasan

mengenai perlunya reformasi hukum, mengacu pada perlunya modernisasi di bidang

68
hukum dengan mengubah hukum ke arah yang lebih responsif terhadap kepentingan

rakyat dan bukan lagi sebagai alat penguasa yang akan membawa pada reformasi

demokratisasi di Negara Indonesia.73 Strategi responsif dengan menempatkan hukum

sebagai suatu alat bagi perubahan yang independen terhadap sistem politik.

Keabsahan hukum didasarkan pada keadilan substantif, koersi lebih bercorak insentif

dan kewajiban moral mandiri, sedangkan moralitas yang berkembang adalah

keterpaduan antara aspirasi hukum dan politik yang tidak bersifat subordinatif.

Strategi hukum responsif akan memberikan ruang yang besar bagi partisipasi

masyarakat dalam pembangunan hukum dan memungkinkan lembaga peradilan

menjadi kreatif dan mandiri.74 Selain itu dari aspirasi politik, strategi hukum responsif

akan membentuk sistem politik yang berkesinambungan antara struktur politik

pemerintah (suprastruktur politik) dengan struktur politik masyarakat (infrastruktur

politik) serta berkeadilan melalui penerapan sistem politik yang demokratis.

2. Konsep Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Secara konsepsional, access to justice sebagai upaya masyarakat dalam

mendapatkan pemulihan hak yang dilanggar melalui sarana formal maupun informal

73
Benny K. Harman, Mulyana W. Kusumah, Hendardi, Paskah Irianto, Sigit Pranawa, Tedjabayu,
Memberdayakan Rakyat Membangun Demokrasi, (Jakarta: Direktorat Komunikasi dan Program
Khusus YLBHI, 1995), halaman 20-21.
74
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Bantuan Hukum: Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan
(Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai Negara), (Jakarta:
Sentralisme Production, 2007), halaman 26.
69
dan berdasarkan dengan standar hak asasi manusia. Perkembangan access to justice

di Amerika Utara diidentifikasi kedalam 3 (tiga) gelombang menurut M. Cappelletti

dan B. Garth. 1978: (1) pertumbuhan bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu

(bantuan hukum konvensional), (2) publik interest litigation dengan pengembangan

hak-hak prosedural dengan memudahkan komunitas kolektif mengajukan pemulihan

hak yang dilanggar melalui pengadilan, seperti class action, dan (3) alternative

dispute resolution (ADR) dan pembaruan peradilan, seperti pengembangan akses

masyarakat terhadap informasi peradilan.75

Berdasarkan pada tujuan dan orientasi, sifat, cara pendekatan dan ruang

lingkup kegiatan dari program bantuan hukum untuk masyarakat tidak mampu, di

Indonesia ada dua konsep bantuan hukum yang sedang dikembangkan, yaitu konsep

bantuan hukum tradisional dan konsep bantuan hukum konstitusional. Konsep

bantuan hukum tradisional (bantuan hukum konvensional) adalah pelayanan hukum

yang diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu secara individual. Sifat dari

jenis bantuan hukum ini pasif, dan cara pendekatannya sangat formal legal. Orientasi

dan tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan untuk masyarakat yang kurang

mampu menurut hukum yang berlaku. Sedangkan, konsep bantuan hukum

konstitusional adalah bantuan hukum untuk masyarakat yang kurang mampu yang

dilakukan dalam kerangka usaha-usaha dan tujuan-tujuan yang lebih luas seperti,

75
Ibid, halaman 20-21.
70
menyadarkan hak-hak masyarakat sebagai subyek hukum, penanaman nilai-nilai hak

asasi manusia sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum.76

Dalam upaya untuk memajukan access to justice di negara Indonesia

sebaiknya diarahkan kegiatan yang dilakukan di luar gelombang ketiga akses ke

keadilan yang diistilahkan beyond the third wave of access to justice dengan maksud

sebagai berikut: (1) pencegahan terjadinya sengketa hukum untuk mendorong social

harmony. Hal ini berarti program access to justice tidak selalu harus selalu dikaitkan

dengan pengadilan, tetapi jauh sebelum persoalan diselesaikan melalui pengadilan

seperti tersedianya prosedur pengaduan masyarakat seperti ombudsman, publik

complaint sistem, atau sistem ADR tradisional dan modern, (2) pengembangan hak-

hak prosedural masyarakat yang diperlukan dalam publik interest litigation seperti

class action, legal standing Ornop, strict liability, pembuktian terbalik dan lain

sebagainya, (3) pembaruan sistem peradilan seperti halnya pembaruan peradilan,

kejaksaan dan kepolisian untuk memastikan bahwa rasa keadilan masyarakat benar-

benar terpenuhi, dan (4) pendampingan hukum (beyond legal representation dimuka

pengadilan) bagi kelompok marjinal yang dilakukan oleh pro bono lawyers, pekerja

bantuan hukum dan paralegal.

Untuk melaksanakan beyond the third wave of access to justice dapat

menggunakan konsep bantuan hukum konstitusional, karena orientasi dan tujuan dari

konsep bantuan hukum konstitusional adalah usaha mewujudkan negara hukum yang
76
Nur Kholis, “LBH dan Konsep Bantuan Hukum Struktural” Bantuan Hukum Struktural (BHS)
Antara Hidup dan Mati” Lembaga Bantuan Hukum Palembang bekerjasama dengan Yayasan Tifa,
Jurnal Analisis Hukum Kritis, Volume 1, Issue 9 (2005), halaman 48.
71
berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Sifat dari

bantuan hukum jenis ini lebih aktif, di mana bantuan hukum diberikan tidak saja

secara individual akan tetapi juga kepada kelompok-kelompok masyarakat secara

kolektif. Cara pendekatan yang dilakukan bersifat formal-legal yang berarti

menggunakan jalur-jalur hukum formal yang ada, juga bersifat non-legal seperti

lobby ke lembaga-lembaga politik resmi, dalam hal ini, pemerintah dan DPR,

pembentukan opini publik melalui media massa dalam rangka mempengaruhi proses

pengambilan keputusan berkenaan penyelesaian kasus-kasus tertentu yang

menyangkut kepentingan umum.77

Permasalahan dasar yang dihadapi masyarakat miskin di Indonesia adalah

‘kemiskinan struktural’. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang tidak timbul

secara alamiah namun disebabkan struktur kelembagaan yang timpang. Struktur yang

timpang ini menyebabkan penguasaan akses terhadap sumber daya dan penguasa

teknologi. Dalam kemiskinan struktural, struktur sosial yang ada telah memfasilitasi

berlangsungnya proses yang merenggut hak-hak dasar manusia. Suatu masyarakat

dengan pola hubungan yang tidak sejajar tidak mungkin mengahasilkan hukum yang

adil bagi semua orang. Adanya kebutuhan bagi suatu ideologi hukum yang bersifat

‘merombak’ untuk membebaskan mayoritas masyarakat yang selama ini

dimarjinalisasi dan ditelantarkan oleh struktur yang timpang. Oleh karenanya, konsep

bantuan hukum struktural bukan hanya aksi kultural namun juga melibatkn aksi

77
Loc.Cit.
72
struktural untuk mengubah tatanan masyarakat dan membebaskan masyarakat dari

struktur politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sarat dengan penindasan.78

Konsep bantuan hukum konstitusional yang bertujuan untuk mewujudkan

keadilan sosial dan demokrasi, melahirkan rumusan konsep baru yang disebut

bantuan hukum struktural (BHS), konsep ini sebagai perefleksian bantuan hukum

akan kesadaran politik untuk melakukan perubahan-perubahan struktural sosial

politik. Bantuan hukum struktural pada prinsipnya merupakan suatu konsep gerakan

perubahan struktural yang mendasarkan gerakan pada nilai-nilai tentang demokrasi,

hak-hak asasi manusia, kesetaraan, solidaritas, pluralisme dan pertumbuhan pribadi

martabat manusia.79 Perubahan struktural dapat dikaji dengan menggunakan metode

pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah salah satu pendekatan yang mulai

banyak digunakan terutama untuk menemukan unsur-unsur yang pokok dalam

kehidupan masyarakat. Tujuan pendekatan ini adalah mengungkapkan struktur yang

immanent dalam gejala sosial yang dapat diamati dengan cara menganalisa sistem-

sistem yang terkandung didalamnya.80

Pembenahan struktur yang timpang menuju ke arah struktur yang lebih adil,

tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin persamaan kedudukan baik di

lapangan politik maupun ekonomi. Patra M. Zen menjelaskan bahwa hukum sebagai

sistem bisa dipilah menjadi tiga elemen, yaitu struktur sistem hukum (structure of

78
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Op.Cit, halaman 29-30.
79
Loc.Cit.
80
Abdurahman Wahid, Bantuan Hukum Sebagai Sarana Menanggulangi Masalah Kemiskinan
Struktural, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Januari 1983, halaman 44.
73
legal sistem), substansi sistem hukum (substance of legal sistem), dan budaya hukum

masyarakat (legal culture). Bantuan hukum struktural melihat bahwa perubahan yang

signifikan hanya bisa dilakukan melalui perombakan struktur sistem hukum dan

karena struktur tersebut berimpitan dengan sistem sosial maka perombakan struktur

sosial adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari. Tujuan akhir dari bantuan hukum

struktural bukanlah lagi menawarkan jasa bantuan hukum pada rakyat yang kurang

mampu (miskin) namun lebih kepada perubahan tatanan sosial dari yang semula

timpang menjadi lebih berkeadilan. Seperti yang kemudian direfleksikan oleh Lev

(1990), dalam bantuan hukum struktural, organisasi bantuan hukum menggunakan

hukum sebagai ‘jalan pintas bagi pembaharuan politik, sosial, bahkan kultural’.81

Merujuk pada Fauzi Abdullah gerakan bantuan hukum struktural, terdapat

pada ‘positioning’ dimana:82 (1) analisa yang dilakukan menggunakan pisau analisis

struktural, (2) berpegang pada nilai-nilai keadilan sedangkan hukum positif

merupakan obyek analisis, (3) relasi yang dikembangkan setara antara masyarakat

(pencari keadilan) dengan publik defender (pemberi jasa bantuan hukum), (4) fakta

yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial, dan (5) melibatkan tindakan-tindakan non

hukum/non litigasi, seperti penyadaran hak dan pengorganisasian serta penelitian.

Pemberian bantuan hukum struktural yang dikembangkan untuk mewakili

kepentingan petani dan buruh, kritisisme sosial-legal dan politik, desakan melalui

lobby untuk pembaharuan hukum, pembelaan terhadap pengadilan-pengadilan politik

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Op.Cit, halaman 30-31.


81
82
Loc.Cit.

74
yang juga dipakai sebagai forum untuk komentar politik dan hukum, serta kampanye

untuk hak-hak asasi sebagai jalur-jalur non legal merupakan bagian penting dalam

bantuan hukum karena dapat membangkitkan daya di dalam masyarakat untuk

mengaktualisasikan hak-haknya di dalam hukum.

Bantuan hukum struktural dapat diartikan secara luas, dengan

mempresentasikan gagasan bantuan hukum struktural menjadi kegiatan yang konkrit

dan dapat dipertanggung jawabkan diantaranya, memberi pelayanan hukum kepada

rakyat miskin, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dan

mengusahakan perubahan dan perbaikan hukum untuk mengisi kebutuhan baru dari

masyarakat berkembang. Dari implikasi kegiatan diatas dapat diartikan bahwa

bantuan hukum struktural yaitu meningkatkan kesadaran hukum daripada masyarakat

sehingga mereka menyadari hak-hak mereka sebagai manusia dan sebagai warga

negara Indonesia yang bermartabat. Bantuan hukum struktural juga berarti berusaha

melaksanakan reformasi hukum agar hukum dapat memenuhi kebutuhan rakyat dan

mengikuti perubahan jaman.83

Langkah konkrit yang dilakukan bantuan hukum struktural untuk

mengusahakan perubahan dan perbaikan hukum untuk mengisi kebutuhan baru dari

masyarakat berkembang adalah dengan melakukan aksi-aksi yang memperkuat posisi

masyarakat (empowering society) vis a vis kekuasaan negara yang omnipoten.

Dengan demikian pembelaan-pembelaan hukum dan aksi-aksi atau advokasi lembaga

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Op.Cit, halaman 7.


83

75
bantuan hukum dalam arti luas telah memberikan kontribusi menuju perubahan ke

arah demokratisasi, dan menjadikannya sebagai lokomotif demokrasi.84 Perluasan

peranan lembaga bantuan hukum sebagai salah satu gerakan pembaharuan bersama

dengan organisasi non-pemerintah lainnya, membawa hasil yang tidak sia-sia,

meningkatnya proses demokratisasi yang nyata terbukti melalui reformasi Negara

Indonesia pada masa kepemimpinan Soeharto.

Kontribusi paling besar dari gerakan bantuan hukum struktural pada masa

kepemimpinan Soeharto adalah menjaga agar arus ganda ‘liberalisasi-demokratisasi’

saling berinteraksi sepanjang waktu. Di bawah rezim otoriter Orde Baru, gerakan

bantuan hukum secara terus menerus mendorong berjalannya kedua proses tersebut,

baik liberalisasi dalam bentuk jaminan dan perlindungan hak warga, maupun

demokratisasi institusi publik dan proses pemerintahan. Demokratisasi adalah suatu

perjalanan yang rumit, sebagai sebuah proses demokratisasi tidak bisa dilihat sebagai

sesuatu yang berjalan linear karena melibatkan berbagai tahapan dan perubahan-

perubahan dalam berbagai dimensi. Transisi yang terjadi di Indonesia telah membawa

negara ini dari otokrasi ke dalam zona abu-abu dari demokrasi politik yang terbatas

(democradura). Dari sinilah dapat menggunakan hukum dengan gerakan bantuan

hukum struktural sebagai alat menepis gejala ‘pluralisme yang mandul’ maupun

‘sistem kuasa yang dominan’ pada zona abu-abu. Suatu tantangan untuk

memberdayakan hukum guna mewujudkan demokrasi yang substantif.

84
Ibid, halaman 10.
76
Bantuan hukum struktural sebagai upaya untuk pemenuhan keadilan substantif

dan perwujudan demokrasi substantif dengan mengubah pola ketimpangan sosial dan

penindasan terhadap masyarakat miskin, agar hak-hak dasar mereka akan sumber-

sumber daya politik, ekonomi, teknologi, informasi dan sebagainya agar mereka bisa

menentukan masyarakat bagaimana yang mereka kehendaki dan mendorong

masyarakat berkembang dengan sumber daya manusia yang memumpuni. Bantuan

hukum struktural menerapkan dua pendekatan dalam pelaksanaannya, pertama

pendekatan formal-legal yang menggunakan jalur hukum atau litigasi, kedua

pendekatan non-legal yang menggunakan jalur non litigasi, diantaranya:85

1. Pemberian bantuan hukum secara litigasi, meliputi: pendanpingan dan

menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan, pendanpingan dan menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan

di persidangan, serta pendanpingan dan menjalankan kuasa terhadap penerima

bantuan hukum di pengadilan tata usaha negara.

2. Pemberian bantuan hukum non-litigasi, meliputi: penyuluhan hukum,

konsultasi hukum, investigasi perkara (secara elektronik dan non-elektronik),

penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat,

pendanpingan di luar pengadilan dan drafting dokumen hukum.

Melalui strategi internal dengan mengimplementasikan kegiatan-kegiatan

bantuan hukum struktural, diharapkan dapat berperan dalam pelaksanaan

85
M. Faiq Assiddiqi, Op.Cit, halaman 38-39.
77
pembangunan di Negara Indonesia. Adnan Buyung Nasution mengartikan bantuan

hukum struktural sebagai rangkaian program baik melalui jalan hukum yang dapat

merubah tatanan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan menuju pola hubungan

yang lebih sejajar. Implementasi kegiatan bantuan hukum struktural dengan

derdasarkan hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan prasyarat dengan

pembangunan hukum yang berkeadilan. Konsep bantuan hukum struktural

dikembangkan dalam konteks pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.

Perombakan ketimpangan struktural yang ada dalam masyarakat yang telah

menyebabkan kemacetan pelaksanaan hukum, dengan cara menggunakan hukum dan

sumber daya hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Mulya Lubis

menyebutkan ada 7 ciri bantuan hukum struktural: 86

1. Sifat bantuan hukum haruslah struktural, artinya bantuan hukum haruslah

sepenuhnya memihak pada pinggiran dalam menghadapi pusat. Bantuan

hukum struktural haruslah mengutamakan bantuan kepada kelompok, bukan

lagi kepada perorangan.

2. Sistem hukum kita juga harus diubah dalam arti aksi-aksi hukum kelompok

atau aksi-aksi hukum struktural harus mulai dimungkinkan.

3. Sifat bantuan hukum kita haruslah menjadi pedesaan disamping tetap

berurusan dengan kota. Bantuan hukum harus lebih banyak di pedesaan, di

86
Benny K. Harman, dkk, Op.Cit, halaman 65.
78
pinggiran, karena memang lapisan yang tertindas itu justru lebih banyak di

pinggiran.

4. Sifat bantuan hukum haruslah aktif. Bantuan hukum bukan lagi rumah sakit

yang menunggu, tetapi haruslah bantuan hukum yang berjalan dari satu

tempat ke tempat lain di kota dan di desa.

5. Bantuan hukum harus mulai mendayagunakan pendekatan-pendekatan di luar

hukum atau bukan hukum.

6. Bantuan hukum harus mulai membuka diri terhadap organisasi sosial yang

bukan hukum.

7. Bantuan hukum untuk bisa efektif haruslah menjadi suatu gerakan sosial yang

bertujuan tidak saja pada konsentrasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya

tetapi justru harus menciptakan power resource untuk menghadapi pusat.

Konsepsi bantuan hukum struktural merupakan konsepsi yang baik dan dapat

menyeimbangkan pemerintah melalui prinsip checks and balances dalam

menjalankan kekuasaannya. Pelaksanakan konsep bantuan hukum struktural, Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang terdiri dari 15 LBH-LBH di Indonesia

bersatu dalam satu tujuan yaitu mewujudkan negara Indonesia yang berlandaskan hak

asasi manusia dan demokrasi berdasarkan prinsip pemenuhan, perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia yang dipadukan dengan asas-asas hukum yang

diantaranya asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law), keadilan

untuk semua (justice for all), dan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of

79
innocent) yang akan membawa Negara Indonesia menuju demokrasi substantif sesuai

dengan tujuan negara untuk kesejahteraan rakyat yang berlandaskan keadilan sosial.

Kantor-kantor Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia diberikan kewenangan

dalam menentukan profil kerja serta kebijakan yang akan mempengaruhi struktur

organisasi, ruang lingkup, penanganan, pendanpingan dan pengembangan kasus yang

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dibawah ini akan ditampilkan profil kerja

bantuan hukum dan penanganan kasus oleh kantor-kantor LBH di Indonesia.

Tabel 1. Profil kerja kantor-kantor Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia

No Kantor LBH Penanganan Kasus Upaya dan Hasil


1. LBH Banda Aceh 1.Keadilan transisional Pembentukan Komisi
2.Intoleransi beragama Kebenaran dan
3.Kebebasan berekspresi Rekonsiliasi (KKR) dan
4.Eksploitasi sumberdaya alam mengupayakan kasus
5.Kelompok rentan (LGBT) keadilan transisional.
2. LBH Medan 1.Akses Bantuan Hukum bagi Penyelenggaraan BPHN
masyarakat miskin. dan Mahkamah Agung.
3. LBH Padang 1.Sumber daya alam Pendanpingan secara
2.Masyarakat adat terstruktur dan sistematis
3.Intoleransi agama dalam penanganan kasus,
4.Penyiksaan seperti regulasi daerah
5.Kelompok rentan. terkait Nagari dan potensi
6.Perempuan dan anak. korupsinya.
6.Perburuhan
7.Korupsi
4. LBH Pekanbaru 1.Konflik agrarian (sektor Pendanpingan secara
perkebunan, kehutanan, dan terstruktur dan sistematis
pertambangan). dalam penanganan kasus,
2.Pengakuan terhadap wilayah seperti penanganan kasus
masyarakat adat. perburuhan yang
3.Pengungsi luar negeri. menangani pelanggaran
hak normatif dan
pemutusan hubungan
kerja.
5. LBH Jakarta 1.Peradilan yang adil. Pelanggaran hak buruh
80
2.Perkotaan dan masyarakat dilakukan dengan pola
urban. kriminalisasi, sehingga
3. Advokasi terhadap hak-hak perlu dilakukan
komunitas (Intoleransi agama, pendanpingan secara
perempuan dan anak, kelompok terstruktur.
rentan(LGBT)).
4.Perburuhan.
6. LBH Bandung 1.Advokasi terhadap hak-hak LBH bandung
komunitas (Intoleransi agama, memberikan perhatian
perempuan dan anak, buruh, khusus di kasus intoleransi
kelompok rentan) agama yang selama 8
2.Penggusuran pedagang tahun menjadi provinsi
3.Lingkungan dan agraria dengan tingkat intoleransi
tertinggi.
7. LBH Palembang 1.Penggusuran paksa Penggusuran paksa dan
(pemukiman dan pedagang kaki penguasaan tanah menjadi
lima) kasus yang membutuhkan
2.Perburuhan. perhatian lebih, karena
3.Konflik agraria. kerap kali berujung pada
kriminalisasi.
8. LBH Lampung 1.Konflik agraria. Konflik agraria menjadi
2.Penyiksaan. kasus terbesar, sehingga
3.Perburuhan. diupayakan dengan
pengorganisasian petani
dan masyarakat dalam
Dewan Rakyat Lampung
(DRL).
9. LBH Semarang 1.Lingkungan dan agraria. Konflik lingkungan dan
2.Masyarakat yang bermukim di agraria sebagai kasus
kawasan karst melawan terbesar sehingga
perusahaan dan pemerintah. diupayakan dengan
3.Advokasi terhadap hak-hak pengorganisasian petani,
komunitas (nelayan,buruh, masyarakat, mahasiswa
miskin kota, kelompok rentan, dalam komunitas seperti,
intoleransi agama). peduli kendeng,
tambakrejo melawan dsb.
10. LBH Yogyakarta 1.Konflik agraria. Menangani kasus di
2.Perburuhan dan perkotaan. wilayah hak sipil dan
3.Peradilan yang adil. politik, LBH Yogyakarta
4. Advokasi terhadap hak-hak melihat persoalan
komunitas (nelayan,buruh, ketidakadilan yang muncul
miskin kota, kelompok rentan, berakar dari masalah
81
intoleransi agama). kebijakan di tingkat
nasional dan daerah yang
mendukung struktur
politik, pemerintah, sosial
dan kultural yang
feodalistik.
11. LBH Surabaya 1.Lingkungan dan agraria. Pendanpingan secara
2.Serangan terhadap pembela terstruktur dan sistematis
HAM. dalam penanganan kasus
3.Kekerasan domestik. yang diorganisir bersama
4.Korupsi. masyarakat sipil.
5.Intoleransi agama.
12. LBH Bali 1.Perburuhan. Kasus perburuhan banyak
2.Lingkungan dan agraria. menangani masalah
3.Advokasi hak-hak komunitas outsourcing dan upah
minoritas dan rentang (LGBT). minimum, disektor agraria
4.Kekerasan terhadap anak dan persoalan HGU.
perempuan.
13. LBH Makassar 1.Konflik agraria (penggusuran Pendanpingan dan
dan perampasan tanah). advokasi secara terstruktur
2.Perubahan (pelanggaran hak dan sistematis dalam
normatif). penanganan kasus.
3.Perkotaan (pengusiran
penghuni rumah negara dan
revitalisasi pasar).
4.Advokasi hak-hak kelompok
rentan (Pembubaran LGBT).
5.Anak korban kekeran seksual.
14. LBH Manado 1.Konflik agraria. Permasalahan hukum dan
2.Korupsi peradilan. HAM terletak pada
3.Advokasi hak-hak kelompok kebijakan, kelembagaan
minoritas dan rentan (LGBT). dan kultur masyarakat.
4.Akses bantuan hukum. Kebijakan pemerintah
lebih memfasilitasi
pengembangan investasi,
di ranak kelembagaan
maraknya korupsi baik di
sektor pemerintah atau
yudisial, dan rendahnya
kesadaran masyarakat
tentang hak dan hukum.
15. LBH Papua 1.Konflik lingkungan dan Permaslahan perampasan
82
agraria. tanah-tanah adat untuk
2.Perburuhan (pemutusan perkebunan sawit marak
hubungan kerja sepihak). terjadi, dan kasus
3.Konflik antar suku. perburuhan yang berkaitan
4.Advokasi korban kriminalisasi.
dengan pemutusan
5.Intoleransi beragama. hubungan kerja secara
sepihak, keduanya menjadi
fokus utama dalam LBH
Papua.
Sumber: Catatan Akhir Tahun YLBHI Tahun 2017 (Demokrasi dan Perguatan)

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kasus-kasus struktural

yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Indonesia diantaranya:

1. Kasus hak atas tanah dan agraria.

2. Kasus terkait hak perburuhan.

3. Kasus terkait hak masyarakat miskin kota, termasuk penggusuran pemukiman

dan kaki lima.

4. Kasus terkait hak atas lingkungan.

5. Kasus terkait hak atas kemerdekaan dan toleransi beragama, termasuk

diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan rentan, dan

6. Kasus terkait hak atas peradilan yang adil, termasuk isu salah tangkap,

peradilan sesat, dan penyiksaan.

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia memanifestasikan kerja-kerja bantuan

hukum struktural dalam bentuk:

1. Penanganan kasus-kasus struktural secara litigasi dan non-litigasi, termasuk

litigasi strategis atau litigasi untuk kepentingan umum.

2. Riset hukum dan kebijakan.


83
3. Penguatan dan pemberdayaan hukum komunitas, termasuk pengembangan

paralegal berbasis komunitas dan pendidikan hukum kritis.

4. Peningkatan kesadaran publik, dan

5. Reformasi hukum dan institusi pemerintahan.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang terdiri dari 15 Lembaga

Bantuan Hukum di Indonesia berorientasi pada kasus-kasus yang akan berdanpak

luas dan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan, dalam segi pemerintahan yang

akan berdanpak pada kehidupan masyarakat. Kasus-kasus yang akan berdanpak

diantaranya kasus agraria yang seringkali berdanpak pada kriminalisasi, kasus

perburuhan yang seringkali terjadi PHK sepihak oleh perusahaan, kasus lingkungan

yang berdanpak pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan,

kasus yang terkait pada masyarakat miskin kota yang diantaranya penggusuran

pemukiman, dan pedagang kaki lima, kasus reklamasi yang berdanpak pada

penggusuran pemukiman warga, kasus intoleransi agama, kelompok rentan dan

minoritas yang berdanpak pada diskriminasi, dan kasus peradilan yang adil. Dari

kasus-kasus tersebut, dengan menggunakan hukum sebagai pisau analisis dan

menerapkan konsep bantuan hukum struktural. Hukum akan berpengaruh dan mampu

untuk merubah tatanan sosial, ekonomi dan budaya dalam kehidupan masyarakat

untuk menuju kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

84
B. Kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Dalam

Ketatanegaraan Indonesia

Dalam melaksanakan tujuan negara, yang secara jelas dituangkan dalam

alenia ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang berbunyi “…untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdanaian abadi dan

keadilan sosial…” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sebagai konstitusi Negara Indonesia, secara jelas membentuk susunan negara

Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan

berdasarkan dengan Pancasila.

Terbukti dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” maka rakyatlah yang

memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Dalam menerapkan kedaulatan

rakyat di negara Indonesia melalui sistem politik yang demokratis, negara dicirkan

memiliki dua lembaga yaitu suprastruktur politik (stuktur politik pemerintah) dan

infrastruktur politik (struktur politik masyarakat). Kedua lembaga tersebut merupakan

suatu kesatuan struktur organisasi negara yang merumuskan dan berusaha mencapai

tujuan-tujuan negara. Sistem politik yang baik akan menciptakan iklim keterbukaan

85
dan pertukaran gagasan antara lembaga suprastruktur politik dengan lembaga

infrastruktur politik.

Lembaga suprastruktur politik (struktur politik masyarakat) merupakan

lembaga yang ada dalam negara, diantaranya lembaga eksekutif, lembaga legislatif,

dan lembaga yudikatif. Sedangkan lembaga infrastruktur politik (sruktur politik

masyarakat) merupakan lembaga yang ditujukan kepada negara, diantaranya partai

politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi politik, dan

tokoh politik. Kedua lembaga tersebut memiliki peran yang sangat penting, dalam

pelaksanaan sistem politik Indonesia. Keseimbangan kedua lembaga tersebut akan

membentuk hubungan yang harmonis dan produktif. Sehingga akan memudahkan

negara dalam pengambilan kebijakan serta aturan hukum yang sesuai dengan harapan

dan kebutuhan masyarakat, serta penerapan prinsip checks and balance dengan

menggunakan konsep civil society sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas

demokrasi, dan penerapan sistem politik yang demokratis substantif berdasarkan

keadilan sosial, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Sebagai wadah bagi partisipasi masyarakat (civil society), lembaga

infrastruktur politik (struktur politik masyarakat) pelaksanaannya melalui partai

politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan yang bertujuan untuk

menyalurkan aspirasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Dalam

melaksanakan amanat konstitusi yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan

86
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” dan Pasal

28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Sehingga dibentuklah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang

bertujuan untuk mensejahterakan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

Dalam ketatanegaraan Indonesia Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia berkedudukan sebagai kelompok kepentingan assosional, karena sebagai

organisasi masyarakat yang bersifat formal, menggunakan staf yang bekerja penuh,

memiliki agenda dan prosedur kerja yang teratur dan diakui masyarakat atas

kemampuannya secara efektif menyampaikan tuntutan kepada pemerintah, yang

berlandaskan pada pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak asasi manusia

dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum diantaranya persamaan di hadapan hukum,

keadilan untuk semua, dan praduga tidak bersalah. Dalam melaksanakan prinsip

tersebut, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menggunakan Bantuan

Hukum Struktural untuk mewujudkan tujuan negara. Bantuan hukum struktural pada

prinsipnya, merupakan suatu konsep gerakan perubahan struktural yang mendasarkan

gerakan pada nilai-nilai demokrasi, hak-hak asasi manusia, kesetaraan, solidaritas,

pluralisme, dan pertumbuhan pribadi martabat manusia. Perubahan struktural dikaji

dengan menggunakan metode pendekatan struktural.

87
Metode pendekatan struktural melakukan pendekatan melalui unsur-unsur

pokok dalam kehidupan masyarakat, yang kemudian menganalisa sistem-sistem yang

terkandung didalamnya, dilanjutkan dengan pemberian solusi, perombakan, serta

pembenahan struktur sistem hukum yang juga akan berdanpak pada pembenahan

struktur/tatanan sosial, ekonomi, dan budaya yang semula timpang menjadi lebih

berkeadilan. Perombakan struktur sistem hukum dapat di bagi menjadi 3 elemen,

yaitu struktur sistem hukum, substansi sistem hukum, dan budaya hukum masyarakat.

Ketiga elemen tersebut merupakan kesatuan, berjalannya hukum yang berkeadilan

substantif dipengaruhi ketiga elemen tersebut. Menggunakan hukum sebagai pisau

analisis dalam men-sejajarkan tatanan sosial, ekonomi dan budaya yang berlandaskan

pada hak asasi manusia merupakan jalan pintas yang akan membentuk keadilan

substantif dan demokrasi substantif. Sehingga struktur sistem hukum sangat

berpengaruh terhadap berjalannya pembangunan suatu negara yang bertujuan untuk

kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di tinjau dari sudut pandang

konstitusi Indonesia dalam pemenuhan hak asasi manusia pada BAB XA Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam melaksanakan konsep

bantuan hukum struktural sesuai dengan Pasal-Pasal diantaranya, Pasal 28C ayat (2)

yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan

negaranya.” Pada Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

88
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum.” Pada Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang

berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Pada Pasal 28I ayat (1) yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak

disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” Pada Pasal 28I ayat (2) yang berbunyi

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa

pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif.” Pada Pasal 28I ayat (4) yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan,

penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,

terutama pemerintah.” Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia dalam melaksanakan konsep bantuan hukum struktural sebagai

organisasi masyarakat sudah sesuai dengan konstitusi dan tujuan negara yang

berorientasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan

sosial.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di tinjau dari sudut

kelembagaan dapat dilihat pada pola-pola hubungan yang berkembang antara

lembaga-lembaga bantuan hukum sebagai organisasi non-pemerintah (NGO) atau

disebut dengan organisasi masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17

89
tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan pada Pasal 10 dan Pasal 11 dimana

pendirian organisasi masyarakat dapat berbentuk badan hukum, yang berbentuk

yayasan dengan tidak berbasis anggota. Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

merupakan organisasi masyarakat yang berbentuk yayasan. Sedangkan pengertian

yayasan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang

Yayasan adalah “Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.” Dari pengertian tersebut Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia secara sah merupakan organisasi masyarakat dengan

bentuk yayasan yang bertujuan untuk sosial dan kemanusiaan.

Kegiatan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

di tinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum,

dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan bantuan hukum struktural yang berdasarkan

pada pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan asas-asas

hukum diantaranya persamaan dihadapan hukum, keadilan untuk semua, dan praduga

tidak bersalah sesuai dengan asas yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum diantaranya keadilan, persamaan

kedudukan di dalam hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas.

Dalam pelaksanaan bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia bertujuan untuk mewujudkan negara hukum yang

berkeadilan substantif dan demokrasi substantif, sesuai dengan tujuan bantuan hukum

90
yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang

Bantuan Hukum, diantaranya menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan

hukum untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional segala

warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum,

menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di

seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, dan mewujudkan peradilan yang efektif,

efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan asas dan tujuan yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

dapat disimpulkan pemerintah memberikan akses dalam perubahan struktur/tatanan

sosial, ekonomi, dan budaya dengan berdasarkan hukum sebagai pisau analisis dalam

upaya menuju keadilan substantif.

Berdasarkan analisis di atas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

merupakan organisasi masyarakat, yang dalam ketatanegaraan Indonesia

berkedudukan sebagai kelompok kepentingan assosiasional sebagai salah satu

lembaga infrastruktur politik (struktur politik masyarakat) yang berdasarkan pada

pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia dan asas-asas hukum

diantaranya persamaan di hadapan hukum, keadilan untuk semua, dan praduga tidak

bersalah dengan menggunakan hukum sebagai pisau analisis dalam upaya merubah

struktur/tatanan sosial, ekonomi dan budaya yang mewujudkan tujuan negara yang

diantaranya mensejahterakan rakyat berdasarkan keadilan sosial.

91
C. Pelaksanaan Bantuan Hukum Oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia Dalam Prinsip Hak Asasi Manusia Dan Demokrasi

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi, menggunakan pendekatan

struktural dengan analisa struktural yang pelaksanaannya menggunakan dua metode,

pertama metode pendekatan formal-legal yang menggunakan jalur hukum atau litigasi

dan kedua metode pendekatan non-legal yang menggunakan jalur non litigasi,

diantaranya: 87

1. Pemberian bantuan hukum secara litigasi, meliputi: pendanpingan dan

menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan, pendanpingan dan menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan

di persidangan, serta pendanpingan dan menjalankan kuasa terhadap penerima

bantuan hukum di pengadilan tata usaha negara.

2. Pemberian bantuan hukum non-litigasi, meliputi: penyuluhan hukum,

konsultasi hukum, investigasi perkara (secara elektronik dan non-elektronik),

penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat,

pendanpingan di luar pengadilan dan drafting dokumen hukum, penelitian

hukum dan kebijakan, penguatan dan pemberdayaan hukum komunitas,

termasuk pengembangan paralegal berbasis komunitas dan pendidikan

hukum kritis.

87
M. Faiq Assiddiqi, Op.Cit, halaman 38-39
92
Pemberian bantuan hukum secara litigasi, akan berpengaruh pada putusan

pengadilan yang secara inovatif menggunakan prinsip legal standing yang

berdasarkan pada penelitian hukum dan kebijakan untuk mewakili kepentingan publik

dalam memperkarakan aktor-aktor, baik negara maupun non negara, pemerintah

ataupun perusahaan swasta, yang dinilai menyalahi prosedur, dan menekan

masyarakat marjinal dengan merampas hak-hak asasi manusia. Tugas dan fungsi

tradisional yakni pembelaan hukum di pengadilan merupakan niche Lembaga

Bantuan Hukum, apakah pembelaan perkara pidana, perkara perdata, tata usaha

negara, uji materil di Mahkamah Agung maupun di Mahkamah Konstitusi.

Selektifitas kasus yang dibela Lembaga Bantuan Hukum telah disepakati berdasarkan

pada konteks dan kebutuhan Lembaga Bantuan Hukum, dimana indikator-indikator

kasus struktural sebagai berikut:88

1. Kasus yang ditangani memberi danpak pada perbaikan kondisi sosial,

ekonomi, dan budaya dari kelompok masyarakat marjinal (marginalized

group).

2. Kasus yang ditangani memberi danpak secara signifikan pada kehidupan

negara hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kelangsungan demokrasi.

3. Apabila diperlukan inovasi dan terobosan hukum digunakan dalam proses

litigasi-inovasi dan terobosan yang dimaksud adalah aspek formal maupun

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Op.Cit, halaman 228-229.


88

93
material hukum yang belum diatur dalam sistem hukum tetapi diperlukan

dalam rangka melakukan advokasi hukum kelompok masyarakat marjinal.

Indikator tersebut akan memudahkan Lembaga Bantuan Hukum dalam

mengkualifikasikan kasus-kasus struktural. Dengan menggunakan pendekatan

formal-legal/litigasi dalam penyelesaian kasus bantuan hukum struktural dapat

merubah substansi sistem hukum dan struktur sistem hukum yang akan berdampak

pada perubahan budaya hukum masyarakat, sehingga perubahan struktur/tatanan

sosial, ekonomi, dan budaya yang timpang menjadi lebih berkeadilan. Menggunakan

hukum sebagai alat bagi perubahan yang independen terhadap struktur sistem hukum

merupakan strategi responsif, karena Negara Indonesia adalah negara hukum yang

sesuai dengan amanat konstitusi tepatnya Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga negara bertanggung jawab dalam

penegakan hukum.

Berdasarkan indikator kasus struktural diatas akan diselesaikan menggunakan

pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian

terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur

sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula

kepada hubungan antar unsurnya. Lembaga bantuan hukum melakukan advokasi

kasus-kasus struktural dengan menggunakan pendekatan struktural dan analisa

struktural, diantaranya:89

Ibid, halaman 67
89

94
1. Analisa kasus yang digunakan menggunakan analisis struktural.

2. Berpegang pada nilai-nilai keadilan sedangkan hukum positif merupakan

obyek analisis.

3. Relasi yang dikembangkan setara antara masyarakat (pencari keadilan)

dengan public defender (pemberi jasa bantuan hukum).

4. Fakta yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial, dan

5. Melibatkan tindakan-tindakan non hukum/non litigasi, seperti penyadaran

hak dan pengorganisasian serta penelitian.

Penegakan hukum negara yang yang demokratis harus berdasarkan dengan

pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia sehingga dapat

terwujud negara hukum yang berkeadilan substantif. Pendekatan struktural dan

analisis struktural sebagai metode penelitian dalam menyelesaikan permasalahan

hukum di negara Indonesia sehingga dapat membentuk hukum yang berkeadilan

substantif. Hukum yang berkeadilan substantif memiliki koersi yang lebih bercorak

insentif dan kewajiban moral mandiri, sedangkan moralitas yang berkembang adalah

keterpaduan antara aspirasi hukum dan politik yang tidak bersifat subordinatif.

Strategi hukum responsif akan memberikan ruang yang besar bagi partisipasi

masyarakat dalam pembangunan hukum dan memungkinkan lembaga peradilan

menjadi kreatif dan mandiri. Namun, kegiatan pembelaan hukum di pengadilan ini

memiliki keterbatasan, sepanjang independensi peradilan-khususnya korupsi dalam

dunia peradilan belum mampu diatasi oleh bangsa ini, sehingga tetap membentuk

95
hukum yang timpang. Oleh karenanya, secara pararel keikutsertaan Lembaga Bantuan

Hukum dalam mewujudkan independensi peradilan, terutama gerakan pemberantasan

korupsi di dalam sistem peradilan menjadi sangat penting.

Pemberian bantuan hukum secara non litigasi, dapat dilakukan dengan lobby,

pressure, penguatan dan pemberdayaan hukum komunitas (termasuk pengembangan

paralegal berbasis komunitas dan pendidikan hukum kritis), menumbuhkan dan

membina kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai subyek hukum,

mengadakan pembaharuan hukum (modernisasi) sesuai dengan tuntutan zaman,

maupun kampanye publik serta jalur lain yang dapat membangkitkan daya di dalam

masyarakat untuk mengaktualisasikan hak-haknya di dalam hukum. Pendekatan non

legal/non litigasi yang bertujuan untuk membangun civil society dengan memperluas

jangkauan suara rakyat melalui partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan yang

terorganisir, dengan metode penyadaran hukum yang didasarkan pada pendekatan

dialogis-kritis di tingkat akar rumput (grass root) sehingga memiliki cukup ‘power’

dalam melakukan transaksi dengan negara.90

Transaksi dengan negara dapat menciptakan demokrasi substantif, yang

tercermin dari kebijakan-kebijakan negara yang berpihak kepada kepentingan dan

kebutuhan masyarakat. Untuk menciptakan hubungan dan keterkaitan antara negara

dengan masyarakat yang dapat menciptakan transaksi yang berkeadilan untuk

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Op.Cit, halaman 68


90

96
kesejahteraan rakyat, dibutuhkan korelasi yang baik antara negara dengan civil

society sebagai wadah bagi partisiasi masyarakat.

Lembaga Bantuan Hukum sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam

melaksanakan program penyadaran hukum masyarakat penting untuk

mengembangkan kapasitas pemuka masyarakat atau pemimpin informal untuk

menjadi mitra Lembaga Bantuan Hukum dalam memfasilitasi program-program

penyadaran yang ditujukan untuk memberdayakan dan memperkuat posisi tawar

(bargaining power) mereka terhadap negara maupun perusahaan swasta. Tidak jarang,

negara dan perusahaan swasta masih memiliki kecenderungan mengabaikan hak-hak

asasi kelompok masyarakat marjinal. Pemimpin informal yang disebut juga paralegal

masih sangat terbatas, sehingga tidak dapat mengakomodir. Pengembangan program

paralegal inilah yang ditahun-tahun kedepan perlu direncanakan secara lebih matang

mengingat kapasitas dan sumberdaya dalam bantuan hukum sangat terbatas.

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi sesuai dengan selektifitas

kasus-kasus struktural yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum berdasarkan

pada konteks dan kebutuhan Lembaga Bantuan Hukum menggunakan metode

pendekatan formal-legal/litigas dan non legal/non litigasi, kasus-kasus struktural

tersebut akan berdanpak secara signifikan pada kehidupan negara hukum,

perlindungan hak asasi manusia dan kelangsungan demokrasi di negara Indonesia,

97
sehingga dibutuhkan analisa kasus struktural untuk menetapkan ‘positioning’ suatu

kasus dalam pendekatan struktural dan analisis struktural.

Menggunakan pendekatan formal-legal/litigasi dan non legal/non litigasi

dalam upaya penyelesaian kasus-kasus bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia terdapat dua prosedur, pertama pengaduan dan yang kedua

pendanpingan. Kedua prosedur ini dapat menggunakan metode pendekatan formal-

legal/litigasi atau non legal/non litigasi. Selektifitas kasus yang ditangani oleh

Lembaga Bantuan Hukum berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan

demokrasi akan ditangani dengan pendekatan formal-legal/litigasi dan non legal/non

litigasi. Sedangkan, kasus yang tidak bersifat struktural ditangani dengan pendekatan

non legal/non litigasi melalui konsultasi hukum atau mediasi. Berdasarkan kedua

prosedur bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia terdapat

alur dan skema pelaksanaan bantuan hukum prosedur pengaduan dengan prosedur

pendanpingan diantaranya sebagai berikut:

98
Skema 1. Alur Penyelenggaraan Bantuan Hukum (Pengaduan)

Surat Permohonan Pemberi


Pengaduan bantuan
Bantuan Hukum
hukum

Bersedia
Layanan Bantuan Surat memberikan
Hukum kuasa layanan
bantuan Ditolak,
dengan
alasan
Litigasi Non-litigasi
tertulis

Sumber: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Prosedur penyelenggaraan bantuan hukum pengaduan dapat menggunakan

metode pendekatan formal-legal/litigasi atau non legal/non litigasi. Prosedur bantuan

hukum pengaduan ditentukan oleh selektifitas kasus yang dapat ditangani Lembaga

Bantuan Hukum harus berdanpak pada perbaikan kondisi ekonomi sosial dan budaya

dari kelompok masyarakat marjinal dan kasus harus berdampak secara signifikan

pada kehidupan negara hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kelangsungan

demokrasi menuju keadilan substantif. Kasus yang bersifat struktural akan ditangani

oleh Lembaga Bantuan Hukum dengan menggunakan metode pendekatan pembelaan

hukum di pengadilan (litigasi) atau penyadaran hukum masyarakat (non-litigasi).

Kasus-kasus struktural yang diatangan Lembaga Bantuan Hukum melalui

prosedur penyelenggaraan bantuan hukum pengaduan diantaranya; kasus terkait hak

99
perburuhan, kasus terkait hak atas kemerdekaan (intoleransi beragama, diskriminasi

terhadap kelompok minoritas dan rentan), kasus terkait hak atas peradilan yang adil

(isu salah tangkap, peradilan sesat, penyiksaan), dsb. Kasus-kasus tersebut dapat

diselesaikan dengan menggunakan metode pendekatan litigasi karena kasus tersebut

terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, seperti perampasan kemerdekaan dan

prosedur hukum, sehingga dibutuhkan penetapan pengadilan untuk memutuskan

kasus tersebut.

Kasus yang tidak bersifat struktural, akan ditangani dengan konsultasi hukum

dan mediasi. Kasus ini biasanya bersifat individu dan privasi, sehingga Lembaga

Bantuan Hukum hanya dapat memberikan konsultasi hukum, dan tidak dapat

diteruskan pada pembelaan hukum di pengadilan (litigasi). Kasus yang bersifat non

struktural ini biasanya kasus-kasus perdata seperti, kekerasan dalam rumah tangga

yang mengakibatkan perceraian, perkara hukum waris, kasus jual-beli, kasus

penipuan, dsb. Kasus-kasus tersebut dilayani oleh Lembaga Bantuan Hukum dengan

upaya non legal/non litigasi dengan memberikan konsultasi hukum atau mediasi.

Karena memang sudah menjadi kesepakatan Lembaga Bantuan Hukum dalam

selektifitas kasus harus berdasarkan dengan indikator yang sudah ditetapkan.

100
Skema 2. Alur Penyelenggaraan Bantuan Hukum (Pendampingan)

Informasi kasus
struktural; isu, Lembaga bantuan hukum Analisis permasalahan
media, info dari melakukan pendanpingan struktural dan hukum
komunitas lain, info kasus-kasus struktural
dari jaringan2 dll

Penelitian
Pengorganisasian
Mengkonsolidasi jaringan hukum dan
masyarakat
kebijakan

Pemenuhan prosedur
pengadilan

Melakukan lobby dan


konsiliasi (ADR) maupun
arbitrase dengan pihak Litigasi
pemerintah atau swasta

Reformasi hukum:
1. Struktur sistem hukum.
Non-litigasi 2. Supremasi/substansi sistem
hukum.
3. Budaya hukum masyarakat.

1. Penguatan dan pemberdayaan hukum


komunitas, termasuk pengembangan
paralegal berbasis komunitas dan
pendidikan hukum kritis.
2. Peningkatan kesadaran publik.

Sumber: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

101
Prosedur penyelenggaraan bantuan hukum pendampingan, pada prosedur ini

Lembaga Bantuan Hukum bersifat aktif sesuai dengan fungsi organisasi masyarakat

diantaranya; penyalur aspirasi masyarakat, pemberdayaan sosial, pemenuhan

pelayanan sosial, serta partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga dan

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang sesuai

dengan amanat konstitusi pada Pasal 28C ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang

berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif

untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Dan Pasal 28D ayat (1) yang

berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dan terakhir pada

Pasal 28I ayat (4) yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”,

sehingga sudah kewajiban negara dalam pemenuhan, penghormatan serta

perlindungan hak asasi manusia dan penegakan hukum di Negara Indonesia.

Lembaga Bantuan Hukum dalam pelaksanaan fungsi organisasi masyarakat

berperan aktif untuk mendampingi kasus-kasus struktural diantaranya; kasus hak atas

tanah dan agraria yang seringkali berdanpak pada kriminalisasi, kasus terkait hak

masyarakat miskin kota (penggusuran pemukiman, penggusuran pedagang kaki lima,

reklamasi, revitalisasi pasar), dan kasus terkait hak atas lingkungan. Kasus-kasus

tersebut ditangani dengan prosedur yang sangat panjang karena kasus struktural ini

102
berdanpak luas dan signifikan pada kehidupan negara hukum, perlindungan hak asasi

manusia, dan kelangsungan demokrasi sehingga dapat berdanpak pada kondisi

ekonomi, sosial, dan budaya pada kelompok masyarakat marjinal.

Pendanpingan kasus-kasus struktural tersebut dimulai dari analisis kasus

struktural dengan menggunakan prinsip legal standing yang diantaranya: (1) analisa

kasus yang digunakan menggunakan analisis struktural, (2) berpegang pada nilai-nilai

keadilan sedangkan hukum positif merupakan obyek analisis, (3) relasi yang

dikembangkan setara antara masyarakat (pencari keadilan) dengan publik defender

(pemberi jasa bantuan hukum), (4) fakta yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial,

dan (5) melibatkan tindakan-tindakan non hukum/non litigasi, seperti penyadaran hak

dan pengorganisasian serta penelitian.

Setelah melakukan analisis kasus menggunakan prinsip legal standing,

dilanjutkan dengan penelitian hukum dan kebijakan, setelah mengetahui kasus posisi

dan identifikasi masalah yang tepat, dilanjutkan dengan pengorganisasian masyarakat

yang terdiri dari pemuka masyarakat/pemimpin informal atau bisa disebut dengan

pemberdayaan paralegal yang berbasis komunitas dan pendidikan hukum kritis untuk

memperkuat posisi tawar (bargaining power) mereka terhadap pemerintah atau

pemilik modal (perusahaan swasta). Setelah pemberdayaan masyarakat, Lembaga

Bantuan Hukum bersama dengan organisasi masyarakat yang lain/komunitas lain

mengkonsolidasi jaringan untuk melakukan lobby dan konsiliasi (ADR) maupun

arbitrase dengan pihak pemerintah atau swasta. Pada proses ini akan menetukan

103
bagaimana kasus ini dapat diselesaikan, dengan menggunakan metode formal-

legal/litigasi atau non legal/non litigasi, atau juga dapat menggunakan keduanya

sebagai strategi dalam penyelesaian kasus tersebut.

Lembaga Bantuan Hukum dalam menangani kasus struktural melibatkan

tindakan-tindakan yang lebih luas dengan menggunakan pendekatan non legal/non

litigasi sehingga merupakan bagian penting dalam bantuan hukum, upaya pendekatan

non litigasi sebagai kritisisme sosial-legal dan politik, desakan melalui lobby untuk

pembaharuan hukum, pembelaan terhadap pengadilan-pengadilan politik yang juga

dipakai sebagai forum untuk komentar politik dan hukum, serta kampanye untuk hak-

hak asasi manusia merupakan upaya dalam memperluas jangkauan suara rakyat

melalui partisipasi yang diakomodir menjadi satu (konsolidasi massa) dalam

penuntutan keadilan atas kasus tersebut, sehingga masyarakat memiliki cukup

‘power’ dalam melakukan transaksi dengan negara.

Lembaga Bantuan Hukum dalam mengupayakan pendekatan non legal/non

litigasi, juga mengupayakan pendekatan formal-legal/litigasi. Proses hukum ditempuh

Lembaga Bantuan Hukum berdasarkan legal standing yang sudah dianalisis dan

dilakukan penelitian hukum dan kebijakan sesuai dengan prosedur pengadilan.

Dengan menggunakan kedua pendekatan diantaranya formal-legal/litigasi dan non

legal/non litigasi dalam menangani kasus struktural yang berdanpak luas dan

signifikan dalam kehidupan negara hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan

kelangsungan demokrasi sehingga mampu memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan

104
budaya dari kelompok masyarakat marjinal. Upaya dalam pembentukan keadilan

substantif, dapat dilakukan dengan pembentukan produk hukum yang lebih responsif

terhadap tuntutan-tuntutan dari berbagai kelompok sosial dan individu dalam

masyarakat, hal ini hanya akan dapat dicapai melalui strategi pembangunan hukum

yang menempatkan hukum sebagai wahana emansipasi. Dengan menempatkan

hukum sebagai suatu alat bagi perubahan yang independen terhadap sistem politik,

sehingga dapat merubah struktur/tatanan sosial, ekonomi, dan budaya yang timpang

menjadi berkeadilan substantif sesuai dengan tujuan dari kegiatan bantuan hukum

struktural.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia merupakan lembaga

infrastruktur politik (struktur politik masyarakat) yang diantaranya kelompok

kepentingan assosional, sebagai organisasi masyarakat yang bersifat formal dan

terorganisir secara baik, dengan keanggotaan yang resmi dan berbadan hukum.

Sebagai organisasi masyarakat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

bersama dengan komponen masyarakat berupaya untuk:

1. Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan

hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis.

2. Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan

tata cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak

dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum.

105
3. Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik, dan budaya yang membuka akses

bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan

dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu

tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia

Dalam upaya mewujudkan negara yang berlandaskan hak asasi manusia dan

demokrasi seperti yang telah tertera dalam VISI tersebut, dalam pelaksanaannya

menggunakan kegiatan bantuan hukum struktural yang bertujuan untuk menciptakan

kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu mengubah struktur/tatanan

sosial, ekonomi, dan budaya yang timpang menjadi lebih adil, tempat peraturan

hukum dan pelaksanaannya menjamin persamaan kedudukan baik di lapangan politik

maupun ekonomi, sehingga dalam melaksanakan tujuan tersebut Yayasan Lebaga

Bantuan Hukum Indonesia berdasarkan dengan tujuan organisasi masyarakat yang

tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi

Kemasyarakatan diantaranya:

1. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat.

2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat.

3. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang

hidup dalam masyarakat.

5. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

106
6. Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi

dalam kehidupan bermasyarakat.

7. Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,

dan

8. Mewujudkan tujuan negara.

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia merupakan implementasi tujuan organisasi masyarakat yang tercantum

dalam Pasal 5 tepatnya memberikan pelayanan kepada masyarkat. Pelayanan kepada

masyarakat sebagai salah satu tujuan organisasi masyarakat diimplementasikan oleh

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dengan konsep bantuan hukum

struktural. Penerapan konsep bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia sebagai pelayanan kepada masyarakat agar terciptanya

keadilan substantif di Negara Indonesia, dengan menggunakan metode pendekatan

struktural, pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap

suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai

individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada

hubungan antara unsur-unsurnya.

Konsep bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia berfokus pada penanganan kasus-kasus struktural yang berdasarkan

perlindungan, pemenuhan, penghormatan hak asasi manusia dan asas-asas hukum.

Kasus yang ditangani akan memberi danpak secara signifikan pada kehidupan negara

107
hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kelangsungan demokrasi, sehingga

kasus tersebut dapat memberi danpak pada perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan

budaya dari kelompok masyarakat marjinal. Apabila diperlukan inovasi dan

terobosan hukum digunakan dalam proses litigasi-inovasi, terobosan yang dimaksud

adalah aspek formal maupun material hukum yang belum diatur dalam sistem hukum

tetapi diperlukan dalam rangka melakukan advokasi hukum kelompok masyarakat

marjinal.

Kasus-kasus struktural tersebut kemudian ditangani menggunakan analisis

struktural yang tahapannya sebagai berikut, analisa kasus yang digunakan

menggunakan analisis struktural, berpegang pada nilai-nilai keadilan sedangkan

hukum positif merupakan obyek analisis, relasi yang dikembangkan setara antara

masyarakat (pencari keadilan) dengan publik defender (pemberi jasa bantuan hukum),

fakta yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial, dan melibatkan tindakan-tindakan

non hukum/non litigasi, seperti penyadaran hukum masyarakat dan pengorganisasian

serta penelitian.

Bantuan hukum struktural yang menggunakan metode pendekatan struktural

dan analisis struktural dalam mewujudkan tujuan negara, merupakan strategi

responsif dalam merubah struktur/tatanan sistem politik yang akan berdanpak pada

perubahan tatanan sosial, ekonomi, budaya kelompok masyarakat marjinal. Tujuan

negara yang juga sebagai tujuan oraganisasi masyarakat tercantum dalam alenia ke-4

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi

108
“…untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdanaian abadi dan keadilan

sosial…”

Pelaksanaan bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga bantuan

Hukum Indonesia dalam melaksanakan tujuan negara, dapat diwujudkan melalui

kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam Pasal 3 Akte Penderian Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia diantaranya:

1. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat luas yang

tidak mampu tanpa membedakan agama, keturunan, suku, keyakinan politik,

jenis kelamin maupun latar belakang sosial budaya.

2. Menumbuhkan, mengembangkan dan memajukan pengertian dan

penghormatan terhadap nilai-nilai negara hukum, dan martabat serta hak-hak

asasi manusia pada umumnya dan meninggikan kesadaran hukum dalam

masyarakat pada khususnya, baik kepada pejabat maupun warga negara biasa,

agar supaya mereka sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai

subyek hukum.

3. Berperan aktif dalam proses pembentukan hukum, penegakan hukum dan

pembaharuan hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan Deklarasi

Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right).

109
4. Memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi

keadilan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan gender dengan

fokus tetapnya pada bidang hukum.

5. Menyelenggarakan pemberian bantuan hukum, di dalam maupun di luar

pengadilan, termasuk nasehat hukum (konsultasi), pembelaan, mewakili

kepentingan umum, negosiasi, mediasi, konsiliasi (Alternative Dispute

Resolution) maupun arbitrase.

6. Menyelenggarakan pendidikan dan penerangan hukum kepada masyarakat

tentang pengertian bantuan hukum dalam arti seluas-luasnya dengan bentuk dan

cara-cara antara lain kursus-kursus, ceramah-ceramah, konferensi-konferensi,

seminar, workshop, panel diskusi, penerbitan buku-buku, majalah, brosur,

pamflet dan lain sebagainya.

7. Mengajukan pendapat baik berupa usul-usul, kritik-kritik maupun komentar

tentang masalah-masalah hukum kepada lembaga yang berwenang dibidang

yudikatif, legislatif maupun eksekutif serta kepada masyarakat luas.

8. Mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga dan/atau instansi-instansi

Pemerintah maupun non-Pemerintah di dalam maupun di luar negeri.

9. Mengadakan studi dan penelitian (research) mengenai masalah-masalah

bantuan hukum dalam arti luas yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial,

politik, ekonomi dan budaya.

110
10. Mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang antara lain meliputi usaha

meningkatkan kesadaran hukum dan kemampuan masyarakat yang tidak

mampu dan/atau buta hukum untuk membela dirinya dan memperjuangkan hak-

hak dan kepentingan yang sah menurut hukum.

11. Memberikan bimbingan-bimbingan dan latihan praktik hukum bagi para sarjana,

terutama sarjana hukum dan mahasiswa yang berminta dalam usaha-usaha

lembaga bantuan hukum, antara lain magang dan mock trial.

12. Mendirikan perpustakaan.

Kegiatan-kegiatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia merupakan

implementasi dari tujuan organisasi masyarakat diantaranya memberikan pelayanan

masyarakat yang dilaksanakan melalui pemberian bantuan hukum, menyelenggarakan

pendidikan hukum, mengadakan penelitian dan kegiatan-kegiatan sosial dan hukum,

memberikan pelatihan menjadi advokat, serta mendirikan perpustakaan. Kegiatan

tersebut dengan maksud dan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial, sesuai dengan

tujuan negara.

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia yang berdasarkan pada kegiatan-kegiatan diatas terbentuklah struktur

organisasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam kondisi

terstruktur, stabil, sistematis, dan independent. Dalam melaksanakan kegiatan

tersebut, Yayasan Lembaga bantuan Hukum Indonesia yang terdiri dari 15 kantor

111
Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia dengan profil-profil LBH yang disesuaikan

dengan kondisi masyarakat. Data penanganan kasus Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia yang terdiri dari 15 kantor di Indonesia sampai desember tahun

2017 terdapat 2.797 kasus, dan sebesar 1.160 kasus merupakan kasus pengaduan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan tingginya perkara kasus-kasus di

Indonesia, dan tingginya kesadaran akan hukum. Ruang lingkup kasus tersebut

diantaranya, kasus perdata, kasus pidana, dan kasus tata usaha negara yang pada

lingkupnya perseorangan ataupun struktural. Tingginya jumlah perkara yang masuk

harus diimbangi dengan jumlah sumber daya manusia yang terdapat dalam Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, diantaranya terdiri dari Pengabdi Bantun

Hukum (Advokat/Calon Advokat, Non-Advokat, Staf Administrasi,

Asisten/Volunteer) dan Paralegal. Seluruh Pengabdi Bantuan Hukum berjumlah 316

orang, sedangkan paralegal berjumlah 608 orang yang tersebar di 15 kantor LBH di

Indonesia.

Pelaksanaan bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia, dapat berbentuk advokasi kasus struktural yang diantaranya

sebagai berikut:

112
Tabel 2. Advokasi Penanganan Kasus Struktural Berdasarkan Kantor-Kantor

LBH di Indonesia Sepanjang Tahun 2017

No. Kantor LBH Kasus Hasil dan Pencapaian


1. LBH Semarang 1. Kasus Semen di Terbentuknya Tim Khusus
pegunungan Kendeng yang dibentuk oleh presiden
Rembang. dalam Kasus Pegunungan
2. Kriminalisasi terhadap Kendeng, Tim penyusun KLHS
Joko Prianto, petani yang merekomendasikan
rembang atas dakwaan pemberhentian sementara serta
melakukan pemalsuan mengaudit izin lingkungan yang
tanda tangan warga dikeluarkan pemerintah daerah
penolakan pabrik karena terbukti danpak Lingkungan
semen di Rembang. yang akan terjadi di Jawa Tengah
3. Kasus penggusuran berpotensi sangat
lahan pemukiman di besar.
daerah Tambakrejo
Semarang.
2. LBH Surabaya 1. Kriminalisasi Warga Kemenangan eksepsi LBH
Tolak Pertambangan Surabaya yang dianggap
Tumpang Pitu dakwaan kabur (obscuur libel),
Banyuwangi Danpak buruh spindo kepada PT. spindo.
Pertambangan Kasus masih berjalan pada
Tumpang Pitu. upaya litigasi.
2. Konsolidasi komunal di
Jawa Timur setelah
terjadi praktik
Intoleransi atas dasar
agama dan keyakinan
serta advokasi
kelompok rentan
(LGBT).
3. Kriminalisasi terhadap
buruh Spindo.
3. LBH Bandung 1. Buku Nikah dan Kemenangan gugatan dalam
Diskriminasi Terhadap kasus PLTU II di Cirebon
Warga JAI di melalui jalur litigasi oleh PTUN
Purwakarta. Bandung atas Izin Lingkungan
2. PLTU Indramayu, yang dikeluarkan oleh Bupati
Cirebon, dan Indramayu.
Bendungan Jatigede.
113
4. LBH Pekanbaru 1. Pengakuan Masyarakat Tahun 2016, Pemerintah
Hukum Adat Talang (Kementerian ESDM) mencabut
Mamak atas Sumber Izin Pertambangan PT Riau Bara
Daya Alam di Indragiri Harum karena melakukan
Hulu. pertambangan batu bara di
2. Kasus Pelanggaran kawasan hutan tanpa izin dan
Perizinan PT Runggu tidak bertanggung jawab dalam
Prima Jaya. menyelesaikan reklamasi lubang
3. Kasus pencabutan izin galian batu bara.
pertambangan PT Riau
Bara Harum yang
masuk dalam kawasan
Hutan Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh.
5. LBH Banda Aceh 1. PHK sepihak oleh Kemenangan gugatan dalam
perusahaan Sawit (PT. kasus PHK sepihak PT.
Parasawita). Parasawita, dikabulkan PN
2. Perlindungan Terhadap setempat atas PHK sepihak salah
Nelayan Tradisional. satu karyawan PT. Parasawita
tanpa alasan yang jelas
berdasarkan Pasal 14 UU No. 2
tahun 2004. PN setempat
mengabulkan gugatan LBH
banda aceh.
6. LBH Jakarta 1. Kasus kebijakan Kemenangan gugatan terhadap
swastanisasi air Jakarta hak atas air (kebijakan
yang berdanpak pada swastanisasi air Jakarta),
perampasan hak atas air kemenangan ditingkat kasasi
bersih kepada atas kebijakan swastanisasi air
masyarakat. yang tidak berjalan dengan baik
2. JAKARTA KRITIS serta berdanpak pada masyarakat
(Gerakan Partisipasi yang dirugikan karena perjanjian
Masyarakat Jakarta tersebut. MA mengabulkan
untuk Jakarta yang gugatan yang dalam
Lebih Baik). pertimbangannya mengutip
3. Reklamasi Teluk ktentuan Komentar Umum
Jakarta. HAM PBB Nomor 15 Tahun
4. Penyerangan Kantor 2002 tentang hak atas air.
LBH Jakarta-YLBHI.
7. LBH Makassar 1. Kasus penggusuran Membangun Instalasi
lahan masyarakat bara- perlawanan pada kasus kaum
baraya oleh kodan XIV miskin kota (sengketa lahan
114
Hasanuddin dan mafia masyarakat bara-baraya vs
tanah. kodan XIV Hasanuddin dan
2. Penangkapan 4 Petani mafia tanah). Kasus ini
dalam kawasan hutan dimenangkan dengan gerilya
di Kab. Sopeng, non litigasi, persatuan
Provinsi Sulawesi masyarakat dalam melawan
Selatan. penggusuran oleh kodan
3. Reklamasi dan PLTU hasanuddin yang telah
Batubara. mengklaime tanah tersebut milik
asrama TNI bara-baraya. Yang
kemudian diteruskan
menggunakan jalur litigasi.
8. LBH Bali 1. Kasus perlindungan Pesamuan agung majelis utama
anak dalam desa pakraman mengesahkan
pelaksanaan UU SPPA upaya perlindungan anak
di daerah Bali yang sebagai bagian dari ruang
masih menggunakan lingkup desa pakraman se-bali,
hukum adat. upaya adat lebih efektif dalam
2. Isu Sumber Daya Alam menyelesaikan kasus pidana
(Pembangunan PLTU anak di daerah bali. Sehinggal
Tahap I Celukan LBH Bali melakukan penelitian,
Bawang dan PLTU pelatihan, workshop, uji coba
Celukan Bawang strategis yang mengupayakan
Tahap II). penyelesaian kasus anak yang
3. Kriminalisasi terhadap berhadapan dengan hukum
aktivis Bali tolak berbasis kearifan lokal.
reklamasi.
4. Kasus kematian anak
akibat tersetrum air
minum otomatis.

9. LBH Lampung 1. Polisi Menembak Mati Upaya reklaming kembali tanah


Lima Pelajar Asal ulayat masyarakat adat buay
Jabung Terduga Begal.yang pada masa orba tanah
2. Reklaming tanah ulayat
tersebut dipaksa dijual kepada
masyarakat adat buay perusahaan swasta. Reklaming
pemuka pangeran tua. ini berakhir dengan perjanjian
antara warga dan perusahaan
swasta atas pembagian tanah
ersebut.
10. LBH Padang 1. Kriminalisasi Pengadilan memenangkan
Masyarakat Adat Agam permohonan LBH padang untuk
115
yang didakwa dengan mencabut 26 izin tambang. Pada
tindak pidana tahun 2014-2017 LBH padang
penebangan kayu fokus dalam mengupayakan
secara tidak sah yang kasus pertambangan, karena
berada di kawasan dtemukannya permasalahan-
hutan konservasi cagar permasalahan normatif pada
alam. pertambang.
2. Penolakan
Pembangunan
Geothermal.
3. Kasus pertambangan.
11. LBH Yogyakarta 1. Kasus penggusuran Kemenangan gugatan klasis
paksa atas kebijakan gereja Kristen jawa, penolakan
bandara Internasional warga terhadap rencana
Kulonprogo. pembangunan kantor klasis oleh
2. Kriminaalisasi kepada bapelklas di gunung kidul.
petani karena menolak Penolakan perizinan oleh dinas
pembangunan bandara perizinan dikarenakan penolakan
dengan pasal warga dapat menimbulkan
penghasutan dan konflik sosial, pengajuan IMB
pengrusakan. ditolak. PTUN Yogyakarta
3. Kasus penolakan memutuskan penolakan
pembangunan kantor penerbitan IMB harus dicabut.
klasis GKJ oleh
masyarakat.

12. LBH Palembang 1. Kasus pembebasan Advokasi dilakukan LBH


lahan atas kebijakan Palembang sampai masyarakat
jalan tol yang memperoleh ganti rugi
merugikan masyarakat. seutuhnya.
Sumber: Catatan Akhir Tahun YLBHI Tahun 2017 (Demokrasi dan Pergulatan)

116
Tabel 3. Advokasi Penanganan Kasus Struktural Berdasarkan Kantor-Kantor

LBH di Indonesia Sepanjang Tahun 2018

No Kantor LBH Kasus Hasil dan Pencapaian


.
1. LBH Banda Aceh 1. Sengketa lahan desa Kasus sengketa lahan desa
perkebunan sungai Iyu perkebunan sungai Iyu dengan PT.
dengan PT. Rapala atas Rapala. Bulan oktober 2017 LBH
reklaming desa sebagai Banda Aceh menyampaikan
kawasan perusahaan pengaduan secara resmi dan
dan meminta warga langsung kepada beberapa institusi
keluar dari desa. yaitu; kementerian dalam negeri,
2. Kriminalisasi 23 orang kementerian lingkungan hidup dan
warga desa perkebunan kehutanan, kementerian agraria dan
sungai Iyu atas dugaan tata ruang, badan pertanahan
menempati lahan nasional, kantor staff presiden dan
perusahaan tanpa izin. melakukan audiensi dengan pemda,
3. Penganiayaan sofie tetapi solusi yang ditawarkan kepada
dan kawan-kawan di masyarakat adalah uang sebagai
tempat umum sebagai pengganti. Sampai 2018 kasus ini
anggota komunitas belum ada kepastian hukum.
minoritas.
4. Advokasi kebijakan
qanun aceh tentang
pertanahan.
5. Advokasi kebijakan
moratorium HGU
perkebunan kelapa
sawit.
2. LBH Medan 1. Kriminalisasi jurnalis Kasus penolakan pembangunan
(M. Yusro Hasibuan) PLTA Batang Toru, alasannya
karena mengirimkan adalah;
gambar demonstrasi 1. Laporan AMDAL mengabaikan
mahasiswa di Siantar spesies yang terancam punah dan
ke grup WA berita batu danpak pada masyarakat yang
bara. tinggal di hilir sungai.
2. Matinya demokrasi 2. Lokasi tidak cocok untuk
kampus: skorsing bendungan PLTA besar karna
mahasiswa UMSU. berada di patahan yang memiliki
3. Upaya kriminalisasi potensi gempa bumi.
ketua kelompok tani 3. Lokasi pembangunan berada di
117
Nipah. kawasan dengan nilai konservasi
4. Advokasi pengesahan tinggi di Sumut.
Raperda Sumatra Utara 4. Deputi manajer strategi
tentang perlindungan pemasaran PLN wilayah Sumut,
pekerja rumahan. menyatakan kondisi kelistrikan di
5. Menggugat PLTA Prov. Sumut sudah surplus 15%.
Batang Toru ke PTUN Kasus ini masih dalam proses
Medan. gugatan izin lingkungan PLTA
Batang Toru ke PTUN Medan.
3. LBH Padang 1. Advokasi pelembagaan Kasus Faisal-Budri, meninggalnya 2
informasi publik sektor remaja kakak beradik yang dituduh
SDA. mencuri kotak amal di surau jorong
2. Advokasi anggaran koto tangah, keduanya mendapat
biaya eksekusi putusan penyiksaan oleh sejumlah oknum
terhadap 30 petani kepolisian polsek sijunjung hingga
korban TMMD-Bungus keduanya meninggal di ruang
sebesar Rp. 2,9 milyar. tahanan polsek sijunjung. Upaya
3. MA kabulkan hukum ditempuh dan menghasilkan
permohonan kasasi putusan pada tingkat kasasi di MA
Faisal-Budri, polri mengabulkan gugatan keluarga
wajib membayar ganti bahwa polisi sudah melakukan
sebesar 500jt kepada perbuatan melawan hukum (PMH)
orang tua Faisal-Budri. dan dihukum dengan membayar
4. BPN serahkan ganti rugi 500jt.
dokumen HGU PT.
TKA.
5. Talang melawan (1,5
tahun mempertahankan
lahan dan lingkungan
dari bayang-bayang
pembangkit listrik
panas bumi).
4. LBH Palembang 1. Perjuangan seorang Kasus perlindungan anak dan
juru parker. realitasnya (Aldo mencuri 2 buah
2. Perjuangan seorang baju kaos menggunakan tangga
buruh. alumunium milik korban. Aldo
3. Tantangan mengaku dimuka persidangan, dia
perlindungan anak dan mencuri karena tidak makan dan
realitasnya. kelaparan, sedangkan ayahnya tidak
pulang dan ibunya sedang sakit.
Dalam penanganan kasus, penyidik,
JPU, atau hakim tidak melakukan
118
diversi. Karena terkena dakwaan
pidana diatas 7 th. Walaupun korban
sudah memaafkannya. Penegak
hukum belum mempertimbangkan
penerapan prinsip keadilan
restoratif.)
4. LBH Pekanbaru 1. Advokasi pengakuan Kasus kematian janggal mantan
masyarakat talang bandar narkoba (Ahong). Ahong
mamak. dijadikan obyek jebakan bagi 2 orang
2. Uji keberatan Perda sindikat yang berasal dari Malaysia.
Riau Nomor 10 Tahun Tetapi keterangan penyidik atas
2015. kronologis kematian Ahong berbeda-
3. Advokasi kematian beda dan sangat janggal.
janggal mantan bandar Kasus ini sudah berjalan dan
narkoba di Batam. berkembang dengan melaporkan tim
perkara kasus penangkapan Ahong
kepada Propan Mabes Polri.
5. LBH Lampung 1. Mendorong revisi Kasus kekerasan oleh kepolisian
Perda bantuan hukum dalam penanganan dugaan tindak
di Kab. Tulang pidana, aparat kepolisian Bandar
Bawang. lampung melakukan penembakan
2. Mendorong pada 5 orang yang diduga residivis
penyusunan Perda dan DPO hingga tewas. Sebelumnya,
bantuan hukum di Kab. aparat kepolisian sempat melakukan
Way Kanan. selfie bersama meraka, ternyata 5
3. Penggusuran orang tersebut merupakan pelajar
sewenang-wenang SMA di kabupaten lampung timur.
pasar Griya Sukarame. Menurut keterangan pihak sekolah,
4. Penyiksaan terhadap mereka merupakan siswa yang aktif.
kelompok rentan di Kasus ini didanpingi oleh LBH
pesisir Barat Lampung. Bandar lampung dengan mengawal
5. Upaya kriminalisasi proses ini ke Komnas Anak, LPSK,
yang dilakukan aparat. Kadiv Propam Polri, dan
6. Penghilangan hak Kompolnas. Sampai di penghujung
politik warga negara. tahun 2018, perkara ini masih
7. Tindakan represif berlangsung di Kompolnas dan
aparat dalam belum ada kejelasan konsekuensi
penggusuran. perbuatan oknum aparat kepolisian
8. Kekerasan oleh dalam kasus ini.
kepolisian dalam
penanganan dugaan
tindak pidana.
119
6. LBH Jakarta 1. Krminalisasi terhadap Kasus 857 hari eksekusi ganti rugi
26 aktivis tolak pp korban salah tangkap. Kasus salah
pengupahan. tangkap yang dilakukan kepolisian
2. Pemberangusan serikat pada tahun 2013. Polda metro jaya
pekerja lion air. memaksa dengan menyiksa andro
3. Kriminalisasi nelayan dan nurudin agar mengaku sbg
pulau pari: perampasan pelaku pembunuhan, kemudian
tanah berkedok pro menetapkan andro dan nurudin sbg
yustisia. pelaku pembunuhan dicky maulana
4. Instruksi tembak mati di jembatan cipulir. Jalur litigasi
dan extrajudicial ditempuh, PN Jaksel menetapkan
killing. andro dan nurudin bersalah, tapi
5. 857 hari ekesekusi pada PT dan MA andro dan nurudin
ganti rugi korban salah tdk bersalah. Kemudian andro dan
tangkap. nurudin melayangkan gugatan ganti
6. Kekerasan seksual, kerugian kpd negara karna mjd
kejahatan yang korban salah tangkap melalui
dilanggengkan negara. mekanisme praperadilan. Pengadilan
memenangkan gugatan, dan negara
harus membayar ganti rugi sebesar
72jt rupiah. Tetapi realitanya, hampir
3 th menkeu belum membayar.
Menkeu beralasan tdk adanya aturan
teknis pelaksanaan eksekusi ganti
rugi. Pasal 11 peraturan pemerintah
No. 92 Tahun 2015 tentang
perubahan pelaksanaan KUHAP
mewajibkan menkeu untuk
membayar ganti rugi kpd korban
salah tangkap dalam waktu maksimal
14 hari. Jalur non-litigasi ditempuh,
ADR dilakukan di kemenkumham,
setelah 857 hari putusan eksekusi,
kemenkeu baru mau membayar ganti
rugi.
7. LBH Bandung 1. Potret lemahnya Kasus lemahnya pemenuhan hak atas
pemenuhan hak atas informasi dan kaitannya dengan
informasi dan perlindungan lingkungan hidup oleh
kaitannya dengan pemerintah kabupaten sukabumi.
perlindungan Kasus ini, menandakan tingginya
lingkungan hidup oleh kejanggalan mengenai hubungan
pemerintah kabupaten antara pemerintah dengan
120
sukabumi. perusahaan. Warga desa sinaresi
2. Penerbitan PP no 13 Kec. Gunung guruh sejak th 2103
tahun 2017 tentang tata memperjuangkan haknya atas
ruang: penyelundupan lingkungan hidup akibat pendirian
hukum dan danpaknya pabrik semen SCG yang lokasinya
terhadap perlindungan berjarak 200meter. Berdasar Permen
lingkungan hidup di LH No. 5/2012 pabrik semen wajib
kabupaten cirebon AMDAL, karena persebaran limbah
dalam kasus berada dlm titik 2-3km dari desa, dan
pembangunan pltu ii danpak lingkungan yang sangat
cirebon. besar. Penuntutan mengenai
3. Kriminalisasi petani di permohonan informasi ke dinas
indramayu atas penanaman modal dan perizinan
penolakannya terhadap terpadu satu pintu terkait dokumen
pembangunan pltu ii IMB beserta dokumen turunannya.
indramayu 2 x 1000 m. Proses persidangan ditempuh sampai
4. Jalan panjang dengan peninjauan kembali, putusan
perjuangan warga pengadilan masih sama yaitu
tamansari bandung dokumen tersebut merupakan
akan hak atas tanah dan informasi publik yang terbuka, dan
pemukiman. memerintahkan kpd Pemkab
5. Surat edaran bupati Sukabumi utk memberikan salinan
yang sarat diskriminasi. selambat-lambatnya 14 hari
semenjak putusan ini.
8. LBH Semarang 1. Pencemaran Kasus relokasi puluhan warga
Lingkungan oleh PT Tambakrejo. Berdasarkan AMDAL
RUM Sukoharjo dan BBWS Pemali Juana, normalisasi
kriminalisasi warga. sungai sepanjang 6,7 KM akan
2. Rencana relokasi berdanpak pada penggusuran 1374
puluhan warga petak pedagang kaki lima dan 666
Tambakrejo. petak hunian. 97 KK warga
3. Advokasi pengakuan Tambakrejo menolak direlokasi ke
dan perlindungan rusunawa kudu. Dengan alasan
pekerja rumahan. jaraknya sangat jauh dari laut,
4. Advokasi revisi Perda mereka yang berprofesi sebagai
Rencana Tata Ruang nelayan akan kesulitan. Pemkot juga
Wilayah Prov. Jawa tdk memberikan ganti kerugian atas
Tengah. rumah-rumah warga yang telah
ditempati sejak th 1989. Perumahan
kudu hanya memberikan bebas biaya
selama setahun. Dan terlebih lagi
tidak adanya akses informasi
121
mengenai dasar hukum atas rencana
relokasi yang dilakukan.
9. LBH Surabaya 1. Gugatan dikabulkan Kasus bebasnya petani hutan
PTUN Surabaya, Satumin Banyuwangi yang
Kepala Desa Kepuh dikriminalisasi. Tahun 2016 sutamin
Kediri wajib melantik menanam jahe dan kopi, sutamin
calon perangkat desa merupakan anggota LMDH green
terpillih. forest sejak th 2010. Tahun 2018 saat
2. Bebasnya petani hutan memanen jagung ditangkap oleh
Satumin Banyuwangi polhut, dan ditahan di lapas II B
yang dikriminalisasi. Banyuwangi. Dengan menggunakan
3. Posko pengaduan Pasal 17 ayat (2) huruf a dan b ju.
Tudnjangan hari raya Pasal 92 ayat (1) huruf a dan b UU
Jatim tahun 2018. No. 18/2013. PN Banyuwangi
4. Advokasi kasus memutuskan sutamin bebas murni.
rencana penggusuran Perlu dijadikan pelajaran, UU No.
Warga Medokan 18/2013 dinyatakan tdk memenuhi
Semampir oleh Pemkot unsur tindak pidana. UU P3H dpt
Surabaya. digunakan utk kejahatan yg
5. Mendorong kebijakan terorganisir dan bertujuan utk
bantuan hukum di Jawa merusak hutan spt, penebangan hutan
Timur untuk illegal dsb.
memperluas akses
terhadap keadilan.
10. LBH Bali 1. Kasus pelecehan Kasus pedofilia anak di
seksual oleh oknum Karangasem. Kasus pedofilia dari th
TNI. 2017-2018 dengan dalih
2. Kasus pembangunan memberikan beasiswa pendidikan.
PLTU Celukan Dalam melakukan aksinya predator
Bawang. anak mengancam akan mencabut
3. Kasus pedofilia anak di beasiswa dan menyebar fitnah
Karangasem. terhadap anak kepada ortunya,
4. Kasus perselisihan hak sehingga ankpun diam. LBH Bali
ketenagakerjaan. melaporkan ke Polsek Singaraja,
5. Pekerja tidak diayar ditolak. Kemudian dilanjutkan
dan pengusaha pulang pelaporan ke Polda Bali, dan
ke Jepang. melakukan investigasi lapangan tapi,
6. Pemutusan hubungan hasilnyapun nihil. Kemudian LBH
kerja pekerja Sky Bali dibantu dengan pihak yayasan
Garden (A). melakukan investigasi lapangan
7. Pemutusan hubungan diperoleh kronologis beserta alat
kerja pekerja Sky bukti. Hasil yg diperoleh kemudian
122
Garden (B). ditindaklanjuti oleh Polda Bali, dan
pada januari 2019 PN Bali memutus
terdakwa bersalah dan dijatuhi
pidana penjara selama 10 th dengan
denda 1 milyar rupiah, apabila tidak
dibayarkan diganti denda kurungan
selama 2 bulan. Dari kasus ini dapat
pelajaran bahwa, kurang cakapnya
penegak hukum di Indonesia.
11. LBH Manado 1. Perjuangan kalawiran Kasus penggusuran kampung Bobo,
dalam wanti-wanti cacat hukum tapi dibenarkan
penggusuran. pemerintah. Tahun 1960 masyarakat
2. Penggusuran kampung menimbun rawa-rawa di daerah
Bobo, cacat hukum tapi tersebut dan mulai menetap. Tahun
dibenarkan pemerintah. 2004, terdapat penggusuran
3. Drama penggusuran berdasarkan Surat Perintah Pemkot
Taas. Manado No:640/TIBUM/276 atas
4. Advokasi perda klaim sepihak Hanny Wala sebagai
bantuan hukum. pemilik tanah berdasarkan SHM No.
91,92,94,96/Bitung Karangria.
Penggusuran dilakukan tanpa adanya
eksekusi pengadilan. Kemudian
oktober 2018 LBH Manado
mendaftarkan gugatan di PN
Manadoatas nama 97 warga
Kampung Bobo.
12. LBH Makassar 1. Pekara pekerja SPBU LBH Makassar pada tahun 2018
Rappocini Makassar. mendorong lahirnya Perda bantuan
2. Pembangunan hukum di Kota Makassar. Perda ini
bendungan Pamukkula akan menjadi acuan bagi Pemda
yang mencerabut nilai untuk membiayai aktifitas bantuan
sosial-budaya hukum di Sulawesi Selatan. Selain
masyarakat Lokal. itu Perda ini dapat menyempurnakan
3. Advokasi perda kelemahan sistem bantuan hukum
bantuan hukum di nasional. LBH Makassar membuat
Sulawesi Selatan. workshop yang dihadiri OBH se-
4. Rencana penggusuran Sulsel baik yg sudah terakreditasi
pedagang kaki lima atau belum, Paralegal, NGO
kampus Universitas Advokasi dan Disabilitas. Hambatan
Makassar. terbesar adalah Kemendagri
memberikan masukan bahwa
Ranperda ini sebaiknya tidak
123
dilanjutkan mengingat persoalan
hukum merupakan kewenangan
pemerintah pusat.
13. LBH Papua 1. Perjuangan mogok Kasus perjuangan mogok kerja buruh
kerja buruh PT. PT. Freeport Indonesia.sejak tahun
Freeport Indonesia. 11 april 2017-desember 2018 pekerja
2. Sengketa informasi buruh PT Freeport melakukan
publik dokumen mogok kerja, berawal dari protes
hakatas tanah (HGU) buruh karena PHK buruh secara
perkebunan kelapa besar-besaran dg alasan
sawit di Prov. Papua. ketidakpastian investasi dan
3. Kepastian ruang untuk perpanjangan Kontrak Karya dari
masyarakat hukum adat pemerintah yg sedang dirundingkan.
papua: delapan alasan Kemudian LBH Papua dg buruh
perlunya merevisi beserta mahasiswa membentuk
RTRW Prov. Papua. koalisi. Koalisi tersebut mendesak
Gubernur Papua utk membantu
menyelesaikan persoalan yang
dialami oleh buruh FI. Lukas
Enembe selaku perwakilan dari
Gubernur Papua menerima tuntutan
koalisi dan menanggapi dengan
seluruh buruh Moker yang berjumlah
8300 menandatangani surat bersama
dengan Gubernur Papua utk
diserahkan ke PT. Freeport
Indonesia.
Sumber: Catatan Akhir Tahun YLBHI Tahun 2018 (Derita Rakyat Ketika Negara Di

Bawah Kuasa Modal)

Penanganan kasus-kasus struktural dalam pelaksanaan bantuan hukum oleh

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sebagai tujuan dalam mewujudkan

negara yang berlandaskan pemenuhan, perlindungan serta penghormatan hak asasi

manusia dan demokrasi substantif yang membentuk keadilan substantif di negara

Indonesia dilakukan secara terstruktur dan sistematis, sehingga dapat membawa

124
pencapaian dan hasil dalam pembangunan hukum serta pembangunan nasional

Indonesia dengan baik. Dalam pelaksanaan bantuan hukum struktural tersebut,

melakukan berbagai metode serta upaya hukum dan sosial dengan menggunakan

pendekatan struktural dan analisis struktural. Metode pendekatan struktural akan

menghasilkan perubahan yang signifikan baik dalam struktur sistem hukum, substansi

sistem hukum dan budaya masyarakat terhadap hukum.

Upaya Lembaga Bantuan Hukum dalam memenuhi, menghormati dan

melindungi hak asasi manusia memang tidak semua berbuah manis, upaya yang

dilakukan Lembaga Bantuan Hukum dalam mengupayakan keadilan substantif

seringkali dapat merubah serta mengembangkan sejarah hukum di Indonesia menjadi

lebih progresif. Akan tetapi hasil dan pencapaian yang seringkali dapat dimenangkan

Lembaga Bantuan Hukum, dalam pelaksanaan di lapangan masih terjadi banyak

kejanggalan. Ini menunjukkan kondisi hukum di Indonesia yang masih belum

ditegakkan secara benar dan berkeadilan.

Pembangunan hukum di Indonesia yang akan mempengaruhi pembentukan,

konseptualisasi, penerapan dan pelembagaan hukum dalam suatu proses politik.

Sistem poltik sebagai penggerak dalam berjalannya suatu pemerintahan negara,

sehingga sangat penting perubahan sistem politik kearah demokrasi substantif.

Indonesia sebagai negara berkembang, yang berada dalam proses transisi dari sistem

pemerintahan otoriter menuju sistem politik yang demokratis sering kali terperangkap

dalam zona abu-abu, wilayah antara otoritarianisme dan demokrasi yang penuh
125
ketidakpastian. Zona ini, menurut Carothers sering dicirikan dengan “pluralisme yang

mandul” dimana pranata-pranata dan prosedur demokrasi yang telah dibangun tidak

mampu mewujudkan berjalannya demokrasi substantif. pembangunan hukum

ortodoks, dimana lembaga-lembaga negara (suprastruktur politik) dan aparat

birokrasinya mendominasi arah perkembangan hukum. Hukum yang dihasilkan dari

pola ortodoks adalah hukum yang bersifat positivis-instrumentalisdan menempatkan

hukum sebagai alat yang ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program negara.

Pelaksanaan bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia bertujuan untuk pembangunan hukum responsif. Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia dengan melaksanakan kegiatan bantuan hukum struktural

sebagai strategi responsif pembangunan hukum dengan menempatkan hukum sebagai

suatu alat bagi perubahan yang independen terhadap sistem politik dengan keabsahan

hukum yang didasarkan pada keadilan substantif. hukum yang memiliki tiga elemen

utama diantaranya, struktur sistem hukum, substansi sistem hukum, dan budaya

hukum masyarakat, dengan berdasarkan tiga elemen tersebut kegiatan bantuan hukum

struktural akan membawa perubahan yang signifikan karena dengan merombak

struktur sistem hukum yang berimpitan dengan sistem sosial, maka perombakan

struktur/tatanan sosial adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Perubahan

struktur/tatanan sosial yang lebih berkeadilan akan mewujudkan tujuan negara dalam

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

126
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Kedudukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dalam

ketatanegaraan Indonesia sebagai lembaga infrastruktur politik (struktur

politik masyarakat) yang berperan sebagai kelompok kepentingan assosional,

karena sebagai organisasi masyarakat yang bersifat formal, menggunakan staf

yang bekerja penuh, memiliki agenda dan prosedur kerja yang teratur dan

diakui masyarakat atas kemampuannya secara efektif menyampaikan tuntutan

kepada pemerintah, yang berlandaskan pada pemenuhan, perlindungan, dan

penghormatan hak asasi manusia dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum

diantaranya persamaan di hadapan hukum, keadilan untuk semua, dan praduga

tidak bersalah. Dalam melaksanakan prinsip tersebut, Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia menggunakan Bantuan Hukum Struktural untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

2. Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia dalam prinsip hak asasi manusia dan demokrasi, menggunakan

pendekatan struktural dengan menggunakan analisa struktural, yang

pelaksanaannya menggunakan dua metode, pertama metode pendekatan

127
formal-legal yang menggunakan jalur hukum atau litigasi dan kedua metode

pendekatan non-legal yang menggunakan jalur non litigasi, diantaranya:

a. Pemberian bantuan hukum secara litigasi, meliputi: pendanpingan dan

menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan, pendanpingan dan menjalankan kuasa dalam proses

pemeriksaan di persidangan, serta pendanpingan dan menjalankan kuasa

terhadap penerima bantuan hukum di pengadilan tata usaha negara.

b. Pemberian bantuan hukum non-litigasi, meliputi: penyuluhan hukum,

konsultasi hukum, investigasi perkara (secara elektronik dan non-

elektronik), penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan

masyarakat, pendanpingan di luar pengadilan dan drafting dokumen

hukum, penelitian hukum dan kebijakan, penguatan dan pemberdayaan

hukum komunitas, termasuk pengembangan paralegal berbasis komunitas

dan pendidikan hukum kritis.

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia yang menggunakan metode pendekatan struktural dan analisa

struktural, dengan melaksanakan kegiatan bantuan hukum struktural, kegiatan

bantuan hukum struktural adalah kegiatan pelayanan bantuan hukum dalam

penanganan kasus-kasus struktural. Kasus-kasus struktural memiliki indikator

yang berlandaskan pada pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak

asasi manusia dan penerapan asas-asas negara hukum untuk mewujudkan

128
negara yang berlandaskan hak asasi manusia dan demokrasi. Indikator

selektifitas kasus struktural yang dapat ditangani oleh Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum diantaranya:

(1) Kasus yang ditangani memberi danpak pada perbaikan kondisi sosial,

ekonomi, dan budaya dari kelompok masyarakat marjinal (marginalized

group).

(2) Kasus yang ditangani memberi danpak secara signifikan pada kehidupan

negara hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kelangsungan

demokrasi.

(3) Apabila diperlukan inovasi dan terobosan hukum digunakan dalam proses

litigasi-inovasi dan terobosan yang dimaksud adalah aspek formal

maupun material hukum yang belum diatur dalam sistem hukum tetapi

diperlukan dalam rangka melakukan advokasi hukum kelompok

masyarakat marjinal.

Advokasi kasus-kasus struktural dengan menggunakan pendekatan struktural

dan analisa struktural diantaranya:

6. Analisa kasus yang digunakan menggunakan analisis struktural.

7. Berpegang pada nilai-nilai keadilan sedangkan hukum positif

merupakan obyek analisis.

8. Relasi yang dikembangkan setara antara masyarakat (pencari keadilan)

dengan publik defender (pemberi jasa bantuan hukum).

129
9. Fakta yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial, dan

10. Melibatkan tindakan-tindakan non hukum/non litigasi, seperti

penyadaran hak dan pengorganisasian serta penelitian.

Pelaksanaan bantuan hukum oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan bantuan hukum struktural,

yang menggunakan pendekatan struktural dan analisa struktural dalam

penanganan kasus-kasus struktural akan membawa pada pembangunan hukum

responsif. Kegiatan bantuan hukum struktural merupakan strategi responsif

dalam pembangunan hukum, dengan menempatkan hukum sebagai suatu alat

bagi perubahan yang independen terhadap sistem politik, yang mengukur

keabsahan hukum yang berdasarkan pada keadilan substantif. Pelaksanaan

bantuan hukum struktural oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

akan membawa perubahan yang signifikan karena dengan merombak struktur

sistem hukum yang berimpitan dengan sistem sosial, maka perombakan

struktur/tatanan sosial adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Perubahan

struktur/tatanan sosial yang lebih berkeadilan akan mewujudkan tujuan negara

dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berdasarkan keadilan sosial.

130
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disajikan saran

sebagai berikut:

1. Untuk Pemerintah

a. Pemerintah harus menyediakan sistem pelayanan bantuan hukum yang

diakomodir oleh Kementerian Hukum dan HAM secara terstruktur, dan

sistematis agar pembangunan hukum responsif dapat berjalan dengan baik.

b. Dibentuknya sistem klinik hukum Universitas yang diakomodir oleh

Kemeterian Riset, Pendidikan dan Perguruan Tinggi, sehingga

terbentuknya keterampilan mahasiswa dalam menangani kasus-kasus

hukum secara aktif dan juga dapat bermanfaat untuk masyarakat secara

langsung.

c. Dibentuknya pemberdayaan paralegal di setiap desa, dapat diakomodir

oleh pemerintah daerah sebagai program resmi dari pemerintah pusat

dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

d. Dibentuknya Street Law yaitu program pendidikan masyarakat berkaitan

dengan konstitusi, hukum, politik yang terdapat dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat. Bertujuan untuk menumbuhkan budaya penghormatan

terhadap hak warga negara serta penerapan sistem yang demokratis dapat

diakomodir oleh pemerintah daerah sebagai program resmi dari

pemerintah pusat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.


131
2. Untuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

a. Konsep bantuan hukum struktural dapat dikembangkan kepada organisasi

lain atau komunitas lain, dengan pemberdayaan hukum melalui

pendekatan struktural dan analisa struktural.

b. Pendidikan bantuan hukum struktural dapat diajarkan kepada masyarakat

awam, terlebih kepada mahasiswa di universitas sehingga dapat

membentuk calon penegak hukum yang berlandaskan hak asasi manusia

dan demokrasi, dengan pendekatan struktural dan analisa struktural.

c. Pengenalan konsep bantuan hukum struktural kepada pemerintah tepatnya

Kementerian Hukum dan HAM, sehingga dapat membantu dalam

pembangunan hukum responsif di negara Indonesia.

d. Membentuk hubungan yang baik antara Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia dengan Pemerintah sehingga dapat menyelesaikan

masalah dengan kesepakatan, yang keduanya saling menyempurnakan.

132
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Achmad Santosa dan Henny Supolo, Verboden Voor Honden En Inlanders Dan
Lahirlah LBH (Catatan 40 Tahun Pasang Surut Keadilan), (Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 2012)

Adi Sulistiyono, Negara Hukum Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, (Solo:
Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan
Pencetakan UNS (UNS Press), 2008)

Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006)

Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, (Jakarta: Penerbit CV Rajawali, 1985)

Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia: Pemahaman Secara Teoretik dan
Empirik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)

Benny K. Harman, Mulyana W. Kusumah, Hendardi, Paskah Irianto, Sigit Pranawa,


Tedjabayu, Memberdayakan Rakyat Membangun Demokrasi, (Jakarta:
Direktorat Komunikasi dan Program Khusus YLBHI, 1995)

Eko Sabar Prihatin, Hukum dan Politik, (Semarang: Pustaka Magister Semarang,
2014)

Hasyim Asy’ari, LBH (Demokratisasi Dan Pemberdayaan Civil Society Di Indonesia


1971-1996), (Jakarta: Pensil-324, 2010)

H. A. Masyhur Effendi, Dimensi atau Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum
Nasional dan Hukum Internasional, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994)

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia,


(Malang: Alumni, 2009)
133
Jenedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional (Praktik Ketatanegaraan Indonesia
Setelah Perubahan UUD 1945), (Jakarta: Konstitusi Press, 2012)

Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, (Jakarta: Pusat


Studi HTN UI dan Mahkamah Konstitusi RI, 2003)

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Bantuan Hukum: Akses Masyarakat Marjinal


Terhadap Keadilan (Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan
Perbandingan di Berbagai Negara), (Jakarta: Sentralisme Production, 2007)

Mahfud MD, Hukum dan Politik di Indonesia (Kesinambungan dan Perubahan),


(Jakarta: LP3ES anggota Ikapi, 2014)

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008)

M. Faiq Assiddiqi, Sistem Bantuan Hukum Di Indonesia dan Perkembangannya,


(Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 2014)

Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Human
Rights in Democratiche Rechtsstaat), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)

Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, (Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro, 2015)

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1992)

Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1982)

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:


Rineka Cipta, 2005)

Sukarna, Sistem Politik 2, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990)

Uthrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1962)

134
W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, (Jakarta: Cahaya Atma Pustaka,
2014)

JURNAL

Abdurahman Wahid, Bantuan Hukum Sebagai Sarana Menanggulangi Masalah


Kemiskinan Struktural, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Januari 1983)

Bachrtiar Alam, Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,


Jurnal Antropologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. XXIII, No. 60
(1999)

Bobi Aswandi, Kholis Roisah, Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila Dalam
Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (HAM), Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 1 Nomor 1
(2019)

Emanuel Raja Danaitu, Wewenang Pemerintah Dalam Pembubaran Organisasi


Masyarakat, Universitas Katolik Widya Karya, e-Jurnal Lentera Hukum,
Volume 4, Issue 3 (2017)

Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum Di Indonesia, Fakultas


Hukum Universitas HKBP Nommensen, Jurnal Sosiohumaniora, Volume 18
Nomor 2, (2016)

Muhammad Asrun, Hak Asasi Manusia Dalam Kerangka Cita Negara Hukum,
Jurnal Cita Hukum , Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Vol. 4. No. 1
(2016)

M. Yusuf B.A, Peran Organisasi Masyarakat Ikatan Pemuda Loktuan Bersatu


(Ormas Iplb) Dalam Penyediaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan Di
Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara, eJournal Ilmu Pemerintahan,
4 (1) 2016

Novie Indrawati Sagita, Strategi Gerakan Kelompok Kepentingan Dalam


Pengawasan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara,
Departemen Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran, Jurnal Wacana
Politik, Volume 1, Nomor 2, Oktober (2016)
135
Nur Kholis, “LBH dan Konsep Bantuan Hukum Struktural” Bantuan Hukum
Struktural (BHS) Antara Hidup dan Mati” Lembaga Bantuan Hukum
Palembang bekerjasama dengan Yayasan Tifa, Jurnal Analisis Hukum Kritis,
Volume 1, Issue 9 (2005)

Putu Eva Ditayani Antari, Pengaturan Larangan Dan Sanksi Organisasi Masyarakat
(Ormas) Sebagai Pembatasan Hak Berserikat Dalam Negara Demokrasi,
Jurnal Hukum Undiknas Vol. 2 No. 2 (2015)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

136
LAMPIRAN

1. Surat Riset/Penelitian.

2. Surat Penelitian dari Yayasan Lembaga bantuan Hukum Indonesia.

137
138
139

Anda mungkin juga menyukai