Anda di halaman 1dari 145

TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN HAK ATAS

PENDIDIKAN NON-DISKRIMINATIF BAGI PENYANDANG

DISABILITAS (ACESS TO JUSTICE DALAM PENDIDIKAN TINGGI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

M. RIDHO

NIM. 125010101111039

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2016
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN


HAK ATAS PENDIDIKAN NON-DISKRIMINATIF BAGI
PENYANDANG DISABILITAS (ACESS TO JUSTICE
DALAM PENDIDIKAN TINGGI)

Identitas Penulis :
a. Nama : M. RIDHO
b. NIM 125010101111039
Konsentrasi : Hukum Tata

Negara Janka waktu penelitian : 4 bulan

Disetujuin pada tanggal : 02 Februari 2016

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

HerlinWijayati, S.H.,M.H. Mohammad Dahlan, S.H.,M.H


NIP. 196010201986012001 NIP.198009062008121002

Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum Tata Negara

Dr. Tunggul Anshari SN, S.H.,M.H.


NIP. 19590524 198601 1 001

i
HALAMAN PENGESAHAN

TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN HAK ATAS


PENDIDIKAN NON-DISKRIMINATIF BAGI PENYANDANG
DISABILITAS (ACESS TO JUSTICE DALAM PENDIDIKAN TINGGI)

Oleh :

M. Ridho

125010101111039

Skripsi ini telah disahkan oleh Majelis Penguji pada tanggal :

PembimbingUtama Pembimbing Pendamping

HerlinWijayati, S.H.,M.H. Mohammad Dahlan, S.H.,MH.


NIP. 19601020 198601 2 001 NIP. 19800906 200812 1 002

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Ketua Bagian Hukum Tata Negara

Dr. Rachmad Safa'at, SH., M.Si. Dr.Tunggul Ansari SN, S.H.,M.H.


NIP. 19620805 198802 1001 NIP. 19590524 198601 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT., Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang telah memberikan anugerah dan rahmat Nya kepada penulis. Segala

pintu kemudahan yang tertutup tidaklah terbuka semata-mata berkat rahmat Allah

Yang Maha Membuka dan segala pintu ketidak-tahuan dan ketidak-mengertian

manusia menjadi gerbang pencerahan melainkan karena kehendak Allah Yang

Maha Mengetahui. Tiada pengingkaran atas setiap penjagaan Allah SWT terhadap

diri penulis, sehingga diberikan kemudahan selama penulisan skripsi yang

berjudul

TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN HAK ATAS

PENDIDIKAN NON-DISKRIMINATIF BAGI PENYANDANG

DISABILITAS (ACESS TO JUSTICE DALAM PENDIDIKAN TINGGI)

Shalawat serta salam semoga senantiasadicurahkankepadaRasulullah Muhammad

SAW., segenapkeluargabeliau, parasahabat, dankaummuslimsertakaummukmin

yang di hatinya tidak pernah mengingkari kebenaran Allah SWT. Berkat perantara

beliau dunia terbebas dari belenggu kebodohan dan manusia selamat dari jurang

kezaliman dalam naungan Islam. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak

dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak yang membantu penulis baik

dalam bentuk materil maupun moril. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika

pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Rachmad Syafa’at, S.H. M.Si. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya

2. Tunggul Anshari SN, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

iii
3. Herlin Wijayati, S.H., M.H. selaku pembimbing utama atas kritikan, masukan,

kesabaran, motivasi, dan kesediaan menyediakan waktu di tengah padatnya

kegiatan beliau selama proses penyusunan Skripsi ini.

4. M. Dahlan, S.H., M.H. selaku pembimbing pendamping serta partner diskusi

dalam penelitian penulis sehingga memberikan masukan, arahan, nasehat, dan

bimbingan dengan penuh kesabaran di sela kesibukan mengajar beliau.

5. Semua Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang telah memberikan

banyak sekali pengetahuan, ilmu, wawasan dan pengalamannya sehingga

penulis dapat memperbanyak ilmunya, dan semoga berguna dan bermanfaat

bagi orang lain.

6. Ibunda Erlinda atas Do’a, motivasi, kasih sayang, semangat dan bimbingannya

yang menginspirasi penulis serta ayahanda tercinta Alm Rismansyah Syamsir

Alam. Atas bimbingan dan arahan serta kasih sayangnya kepada penulis

sehingga penulis bisa menyelesaikan study ilmu hukum dan mendapat ilmu

yang bermanfaat.

7. Saudara kandung penulis Ridwan Khalid, Riska Rahmalina, Rina Julianti,

Rahma Dini atas motivasi dan kelucuannya yang membuat penulis segera

menyelesaikan study-Nya.

8. Untuk perempuan yang selalu saya cintai yaitu Putri Ayu Mutsiratu yang selalu

mendukung dan menyemangati saya dalam membuat skripsi ini serta yang

mendoakan dan juga berusaha meluangkan waktunya untuk menemani saya

dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga apa yang perjuangkan akan indah

pada akhirnya.

iv
9. Untuk kawan-kawan ANTIFA (Tidak Tunduk Tertindas Tapi Bangkit Menatap

Untuk Melawan) 2012 terimakasih atas rasa guyub, kebersamaan, persaudaran

motivasi, ilmu, proses dialektika dan perjuangan selama ini.

10. Sahabat, Teman, Kawan dan saudara dalam perantauan penulis, Gulam Dalula

May Volta, Asa Azuma Alba, Hussein Achmad, Dito Suryo, Faizal Bayi

Muizin, Azna Abrory, M. Arganata, Abiyoga, Septiono Rizky, Faizal

Bayimuizin, Jannathan Dio, Amelia Rahmi, Yeni Oktavia, Annisa Hanifa,

Wisnu Adhitama, Annisa Putri, Achmad Syahreza, Tezar Trias Pramana,

Widhi Yuliawan, Wisnu Wardana, Firdaus Kafabih, Handy Wijaya, Gibta

Wilda, Lisan, Yunizar terima kasih telah melengkapi hidup penulis dalam

kehidupan persaudaraan dan perjuangan bersama. Terimakasih juga untuk

senior sekaligus inspirator penulis bang sutikno sebagai teman diskusi yang

menyenangkan di selal-sela penulisan skripsi ini.

11. Seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) Komisariat Hukum

Universitas Brawijaya baik kakanda, ayunda maupun adinda atas ilmu dan

bimbingannya selama mengarungi proses candradimuka ini.

12. Seluruh adik-adik HMI Koms. Hukum UB atas ilmu, dukungan dan

perjuangan serta persaudaraan yang telah terjalin. -YAKUSA-

13. Kawan-kawan LPM ManifesT atas proses belajar menjadi reporter dan penulis

yang penulis sangat banyak memperoleh ilmu di dunia pers mahasiswa.

14. Seluruh teman Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dari angkatan tua

sampai angkatan termuda, teman-teman FORMATERA (Forum Mahasiswa

Hukum Tata Negara) 2012

v
15. Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini, penulis

ucapkan terima kasih tanpa mampu menyebutkannya satu demi satu.

Tidak ada yang mampu penulis berikan selain ucapan terima kasih dan

rangkaian do’a agar Allah SWT. memberikan kelapangan dan kelanggengan ilmu

yang bermanfaat, rezeki yang berkah, dan ampunan yang melimpah kepada

seluruh pihak yang membantu penulisan skripsi ini. Aamiin.

Penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaan membaca dan mengkaji

hasil penelitian ini. Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kekurangan.

Penulis membuka hati terhadap kesediaan menyampaikan masukan dan kritik

yang membangun demi meningkatnya kualitas skripsi ini. Akhir kata, penulis

mohon maaf atas segala kesalahan dalam penyusunan skripsi ini, baik kesengajaan

atas kekhilafan semata. Semoga Allah SWT. Memberikan petunjuk dan

memberikan kemudahan untuk mengikutinya bagi kita semua. Aamiin.

-Yakinkan dengan niat sampaikandengan usaha,

Maka… Yakin Usaha Sampai

Malang, 2016

M. Ridho

vi
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan...............................................................................................i
Lembar Pengesahan...............................................................................................ii
Kata Pengantar.......................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................vi
Daftar Diagram......................................................................................................ix
Daftar Table...........................................................................................................x
Daftar Lampiran....................................................................................................xi
Ringkasan..............................................................................................................xii
Summary................................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................13
C. Tujuan Penelitian..................................................................................13
D. Manfaat Penelitian................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................16
A. Konsep Tanggung Jawab Negara..........................................................16
B. Konsep Negara Hukum.........................................................................18
C. Hak Asasi Manusia...............................................................................21
D. Konsep Negara Kesejahteraan (WelefareRechtsstaat)..........................22
E. Perlindungan Hukum dan Konsep Perlindungan Hukum.....................24
F. Kajian Umum Terhadap Penyandang Disabilitas.................................29
G. Psikologi Sosial.....................................................................................40
H. Konsep Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Disabilitas....................42
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................45
A. Jenis Penelitian......................................................................................45
B. Metode Pendekatan...............................................................................46
C. Jenis Bahan Hukum..............................................................................47
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum....................................................50
E. Teknik Analisis Bahan Hukum.............................................................50
F. Kerangka Pemikiran Hukum.................................................................52

vii
G. Sistematika Penulisan Penelitian..........................................................53
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................56
A. Implementasi yuridis yang sudah dilakukan Negara terhadap
penyandang disabilitas untuk memperoleh Access to justice dalam
pendidikan tinggi.................................................................................56
1. Penjabaran Amanat UUD NRI 1945 dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang melindungi dan menjamin hak-hak
penyandang disabilitas.........................................................................56
2. Upaya Implementasi Peraturan/Kebijakan yang sudah dilakukan
Negara terhadap penyandang disabilitas untuk memperoleh Access to
justice dalam pendidikan tinggi...........................................................71
3. Tanggung jawab Negara dalam memenuhi Hak atas pendidikan Non
Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess to
justice dalam pendidikan tinggi berdasarkan tinjauan Yuridis............86
B. Langkah- langkah Pemenuhan Hak atas Pendidikan Non Diskriminatif
bagi Penyandang Disabilitas untuk Memperoleh Acess to justice dalam
Pendidikan Tinggi.....................................................................................87
a) Landasan Yuridis Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi
Penyandang Disabilitas.......................................................................87
b) Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan
Norma..................................................................................................91
c) Gagasan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non Diskriminatif bagi
penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess to justice dalam
pendidikan tinggi.................................................................................93
d) Koordinasi dan penyedian layanan yang akan menyelenggarakan
gagasan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non Diskriminatif bagi
penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess to justice dalam
pendidikan tinggi.................................................................................97
BAB V PENUTUP...............................................................................................109
A. Kesimpulan..........................................................................................109
B. Saran....................................................................................................110

viii
DAFTAR PUSAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR DIAGRAM

Diagram1. Landasan Konseptual Pembentukan Perguruan Tinggi Luar Biasa…44


Diagram 2.Kerangka Berfikir Urgensi (PT LB) dalam Landasan Yuridis…… 52

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Data Siswa SDLB Perjenis Kebutuhan Khusus…....................................74


Tabel 2. Data Siswa SMPLB Perjenis Kebutuhan Khusus…................................74
Tabel 3 Data Satuan Pendidikan (SEKOLAH LUAR BIASA).............................75
Tabel 4.Kebijakan Pemerintah dan Anggaran Pendidikan Bagi Penyandang
Disabiltas................................................................................................................79
Tabel5.Klasifikasi Sistem Model Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas.........82
Tabel6.Hambatan Arstitektural Bagi penyandang disabilitas di Perguruan Tinggi
Normal…................................................................................................................85
Tabel 5.Pihak-Pihak yang terlibat dalam Master Planning Pembentukan Perguruan
Tinggi Luar Biasa (PT-LB)…..............................................................................103

xi
DAFTAR LAMPIRAN

A. Surat Pernyataan Keaslian Skripsi


B. Tabel Analisis Peraturan Perundang undangan

xii
RINGKASAN
M. Ridho, Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Februari
2016, TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN HAK
ATAS PENDIDIKAN NON-DISKRIMINATIF BAGI PENYANDANG
DISABILITAS (ACESS TO JUSTICE) DALAM PENDIDIKAN TINGGI),
Herlin Wijayati, S.H.,M.H., M. Dahlan, S.H.,M.H
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan tanggung jawab Negara dalam
pemenuhan hak atas pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas, pilihan tema
tersebut dilator belakangi oleh adannya sikap diskriminatif yang dilakukan
pemerintah dalam upaya pemenuhan hak pendidikan khususnya pendidikan tinggi
bagi penyandang disabilitas. Akan tetapi di dalam pengaturan terhadap akses
pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas maupun tata kelola pendidikan
khusus bagi penyandang disabilitas belum sempurna. Sehingga penyerapan
terhadap calon mahasiswa penyandang disabilitas yang akan menempuh
pendidikan setelah menempuh pendidikan terakhir ditingkat menengah dianggap
sangatlah penting untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu hal yang mendasari dari
tujuan bangsa ini agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan pemenuhan hak
menyandang pendidikan dan tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas.
Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini mengangkat rumusan masalah : (1)
Bagaimana bentuk Implementasi yuridis yang sudah dilakukan Negara terhadap
penyandang disabilitas untuk memperoleh Access to justice dalam pendidikan
tinggi ? (2) Bagaimana tanggung jawab Negara dalam memenuhi Hak atas
pendidikan Non Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh
Access to justice dalam pendidikan tinggi berdasarkan tinjauan Yuridis ?
Kemudian skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis (statuta approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis yuridis kualitatif, analisa oleh penulis yang digunakan dalam
disiplin ilmu hokum untuk menganalisis pesan-pesan yang terkandung dalam
peraturan perundang undangan, sehingga dapat ditemukan suatu pengertian
berkaitan dengan bahan hukum primer yang lain yaitu terhadap pengaturan
pemenuhan pendidikan bagi penyandang disabilitas.
Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas
permasalahan yang ada bahwa yaitu Peraturan Perundang-undangan yang ada saat
ini khususnya konteks pemenuhan pendidikan orang normal dengan orang
disabilitas untuk memperoleh pendidikan tinggi tidaklah seimbang, maka
dibutuhkan pembentukan Perguruan Tinggi Luar Biasa adalah hak bagi
penyandang disabilitas untuk bias mendapatkan akses pendidikan di pendidikan
tinggi serta menjadi tanggungjawabpemerintahatasamanatkonstitusipasal 31 ayat
(1) dan (2), segera melaksanakan pembentukan Naskah Akademik mengenai Tata
Kelola Perguruan Tinggi Luar Biasa, sehingga dapat terlaksana pembentukan
peraturan-undang terkait dalam pemenuhan hak pendidikan tinggi bagi
penyandang disabilitas.

xiii
SUMMARY
M. Ridho, Constitutional Law, Faculty of Law, Brawijaya University, February
2016, STATE RESPONSIBILITY IN FULLFILMENT RIGHT OF NON-
DISKRIMINATIVE EDUCATION FOR PERSON WITH DISABILITY
(ACESS TO JUSTICE) IN UNIVERSITY, HerlinWijayati, S.H.,M.H., M.
Dahlan, S.H.,M.
In this thesis, author discusse a theme about fullfiment the right of education for
person with disability, this theme has choiced because there is a discriminative
action from the government towards to person with disability especially about
right to get a higher education. However, regulation and also the management
that regulated that case still incomplete. So, the admission of students with
disability where they want to continue their education from high school to
university are small. Educating the nation is one of the purposes of this nation
that become a based to fulfillment their right to get education and no exception
for person with disability.
Based on that case, this thesis disscuss some issues. That are 1) What forms of
juridical implementation has been done by state against persons with disabilities
to gain access to justice in higher education? 2) How is the state's responsibility
in fullfill the right for persons with disabilities to get Access of Justice to gain o
justice in higher education based on the Juridical?
Then this thesis use some methods. That arestatuta approach and conceptual
approach. Primary legal materials, secondary, and tertiary obtained by the
author will be analyzed using qualitative juridical analysis, analysis by the
authors used in the disciplines of law to analyze the messages contained in the
laws and regulations, so as to find an understanding with regard to legal
materials another primer is the fulfillment of the arrangement of education for
persons with disabilities.
From the research above, author obtain answers to solve that problem, that are
the legislation that exist today, especially about fulfillment of educational right
between normal students and students with disabilities is unfair. So, it needs to
make an extra ordinary university, to fulfill the right of students with disabilities
to obtain education in university. And also become state responsibility according
to mandate of Indonesian Constitution article 31 clause (1) and (2), immidietly
implement establishment of an academic paper about management of extra
ordinary university, so the legislation which regulate the fulfillment of education
for persons with disabilities can be formed.

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak asasi tidak lepas dari hak-hak yang dimiliki manusia di karenakan

semata-mata ia manusia. Pada prinsipnya manusia memiliki hak tersebut

bukan karena pemberian dari masyarakat pada umumnya atau berdasarkan

hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai

manusia.1 Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan

warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang

berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. 2 Inilah sifat universal

dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak tersebut juga tidak

dapat dicabut (inalienable).3 Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah

dialami oleh seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena

itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat

pada dirinya sebagai makhluk insani.4 Asal-usul gagasan mengenai hak

asasi manusia bersumber dari teori kodrati (natural right theory).5 Teori

kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law

theory),6 yang terakhir ini dapat dirunut kembali ke zaman modern melalui

tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aguinas.7

1
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki (Ed.), HUKUM HAK ASASI MANUSIA, Pusat
Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008, hlm.11
2
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki (Ed.), Ibid. hlm. 11
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki (Ed.), Ibid. hlm. 12
6
Ibid. hal.12
7
Ibid. hal.12

1
Islam sendiri mengajarkan umatnya agar menghormati dan mengakui

hak-hak untuk hidup seseorang. Islam mengajarkan bahwa hidup dan

matinya seseorang merupakan kekuasaan maha kuasa yaitu Allah SWT,

maka tak boleh seorang pun menganggu hak hidup orang lain. Islam juga

tidak lupa mengajarkan bahwa di samping tiap orang harus terjamin hak

hidup dan kemerdekaannya, hendaklah hak jama‟ah (hak orang banyak)

diutamakan atas hak perorangan.8 Prinsip dasar dalam ajaran islam

mengenai HAM kata Maududi, karena dalam Islam hak-hak asasi manusia

diberikan oleh Allah SWT, maka tak satupun lembaga atau negara di dunia

yang berhak atau berwenang untuk membuat perubahan yang menyangkut

hak yang telah diberikan Allah.9

Diantara ajaran-ajaran Islam yang prinsipil adalah Al-Musaawaah

bermakna persamaan hak. Islam menganggap bahwa diskriminasi adalah

suatu penyakit dalam tubuh umat manusia yang harus disembuhkan.

Karena Allah SWT dalam firmanNya surat An-Nisa ayat 1 menegaskan:

“Wahai ummat manusia ber-taqwalah kamu kepada Tuhan kamu yang

menciptakan kalian dari diri yang satu” (yaitu Adam a.s.). Allah tidak

membeda-bedakan hamba-hambanya.10

Didalam islam sangat jelas bahwasanya islam mengajarkan untuk tidak

berprilaku diskriminatif terhadap hubungan ketuhanan dan juga hubungan

sesama manusia, islam juga menjunjung tinggi atau memulikan umat

manusia berdasarkan pengakuan dalam al-Quran “dan sungguh Kami telah

8
Eko Riyadi, Supriyanto Abdi, Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia (Kajian
Multi Perspektif), Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM
UII), Yogyakarta, 2007, hlm 3.
9
Eko Riyadi, Supriyanto Abdi, Ibid. hlFm 7
10
Ibid. hlm 7

2
memuliakan anak Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan

Kami rizkikan mereka dengan makanan-makanan yang baik, dan Kami

utamakan mereka dari pada kebanyakan makhluk Kami yang lain”. (QS :

70:17)11

Pengakuan terhadap hak asasi manusia melalui perjalanan yang sangat

panjang merupakan suatu langkah perubahan yang dimiliki umat manusia.

Kebebasan berpikir, berasa, dan berkarsa adalah sifat hakikat keberadaan

manusia dan berfungsi sebagai sumber kemajuan kehidupan. Tetapi, jika

kebebasan yang demikian itu tidak dibatasi tentu akan merusak bangunan

keharmonisan kehidupan umat manusia. Oleh sebab itu, dalam hal ini

sangat jelas bahwa bangunan hukum dalam kehidupan bermasyarakat

sangat diperlukan. Jadi, untuk memenuhi keharmonisan fungsi hukum di

masyarakat untuk mengawal tahapan terhadap pencapaian tujuan agar

berlangsung secara metodis dan sistematis, sehingga tidak terjadi

penyimpangan.

Berbicara tentang hukum, tentu kita mengetahui bahwa hukum yang

dimaksud disini adalah segala jenis aturan yang harus ditaati demi

pencapaian tujuan. Jika tidak ditaati, maka akan dikenakan sanksi bagi

pelanggarnya. Pada dasarnya, ada dua jenis hukum, yaitu hukum dasar

sebagai sumber dari segala peraturan-perundangan dan segala jenis

peraturan-perundangan sebagai bentuk penjabaran dari konstitusi.

Konstitusi bisa tertulis dan juga bisa tidak tertulis. Konstitusi tertulis

biasanya dituangkan di dalam konstitusi Negara sedangkan yang tidak

11
Eko Riyadi, Supriyanto Abdi, Ibid. hlm 8

3
tertulis secara implisit dan alami hidup di dalam masyarakat dalam bentuk

adat istiadat, kepercayaan, dan kehidupan keagaamaan.

Mengenai penjelasan hukum tanpa menyadari satu hal yang paling

penting ialah kedaulatan hukum, menurut Krabbe yang berdaulat itu

adalah hukum.12 Kedaulatan hukum yang harus penulis sampaikan sebagai

landasan berfikir dalam membuat penulisan skripsi ini karena merupakan

salah satu point untuk mendapatkan suatu tujuan hukum itu sendiri.

Kedaulatan hukum beriringan dengan konsep kedaulatan rakyat, yang

mana secara garis besar haluannya telah menjadi parameter baru untuk

memenuhi kebutuhan yang dimiliki oleh rakyat mengenai pemenuhan hak

dan juga kewajiban. Semenjak berakhirnya perang dingin dan lahirnya

The Universal Declation of Human Right pada 10 Desember 194813 isu

terhadap hak asasi manusia menjadi konsumsi masyarakat internasional.14

Tuhan menciptakan manusia di dunia ini sebagai entitas yang sama.

Karena pada dasarnya sifat, bentuk fisik, jasmani dan juga rohani pada

awal hakekatnya secara kodrati seorang manusia dihadapan tuhan itu sama

namun seringkali manusia itu sendirilah yang membedakan diantara

sesama manusia baik dalam hal sikap, perilaku maupun perlakuannya,

pembedaan ini masih sangat dirasakan oleh mereka yang kebetulan

penyandang cacat, baik cacat sejak lahir maupun setelah dewasa, dan

kecacatan tersebut tentunya tidak diharapkan oleh semua manusia baik

yang menyandang cacat maupun yang tidak menyandang cacat.

12
Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Intrans Publishing, Malang, 2011, hlm. 38.
13
M. Syafi‟ie & Nova Umiyati, To Fulfill and To Protect: Membaca Kasus-Kasus
Aktual tentang Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, 2012, hlm 133
14
M. Syafi‟ie & Nova Umiyati, Ibid. hlm 133

4
Pengertian dari Penyandang cacat ialah setiap orang yang

memiliki/mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat

menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk

melakukan secara selayaknya.15

Penerapan definisi penyandang cacat bagi orang yang menderita

kelainan dalam bentuk fisik maupun rohani yang tidak terlihat

mendapatkan tanggapan yang kurang positif dari penggunaan kata

“Penyandang Cacat”, baru pada awal pertemuan perwakilan seluruh dunia

di dalam Konvensi Majelis Umum PBB pada tanggal 13 Desember 2006

untuk mengesahkan Convention on the Right of person with disabilities.

Filosofis awal perubahan kata tersebut ialah tidak ada orang yang cacat,

manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan yang paling sempurna dan

dengan derejat yang setinggi-tingginya.16

Muncullah istilah Disabilitas, hal ini dipertegas melalui

dikeluarkannya Peraturan Perundang-Undang Nomor 19 Tahun 2011

tentang Pengesahan Convention on the Rights of Person with Disabilities

(Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Menimbang dari

konvensi tersebut, maka dalam hal ini istilah penyandang disabilitas lebih

harfiah digunakan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. 17

15
Undang-Undang nomer 4 tahun 1997 tentang penyandang catat, yang menjelaskan
pengertian penyandang cacat, yang terdiri dari: a. penyandang cacat fisik, b. penyandang
cacat mental, c. penyandang cacat fisik dan mental.
16
http://www.academia.edu/4728310/KRONOLOGIS_UPAYA_RATIFIKASI_THE_CO
NVENTION_ON_THE_RIGHTS_OF_PERSONS_WITH_DISABILITIES_KONVENSI_HAKH
AK_PENYANDANG_DISABILITAS_DI_INDONESIA_Oleh_Eva_Rahmi_Kasim_, diakses 16
September 2015
17
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights
of Person with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5251.

5
Hal ini telah disepakati dalam pertemuan Penyusunan Bahan Ratifikasi

Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Penyandang Cacat.18 Dimana

para peserta pertemuan tersebut juga mensepakati mengganti istilah

penyandang cacat dengan penyandang disabilitas. Hal ini pun di dasari

beberapa faktor tambahan, diantaranya adalah istilah penyandang cacat

secara tentatif mempunyai arti yang bernuansa negatif sehingga

mempunyai dampak yang sangat luas bagi penyandang cacat itu sendiri

terutama pada substansi kebijakan publik yang sering memposisikan

penyandang cacat sebagai obyek dan tidak menjadi prioritas.

Dalam segala hal yang berurusan dengan aktivitas fisik, penyandang

cacat mengakui dan menyadari, bahwa mereka memang “beda”, bukan

dalam arti kemampuan. Namun lebih pada mode of production atau dalam

cara-cara berproduksi.

Sehingga hal ini dapat mereduksi beberapa hak-hak dasar para

penyandang disabilitas seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang

non-diskriminatif khususnya untuk memperoleh pendidikan. Di Indonesia,

seperti diketahui sendiri berbicara mengenai landasan hukum pendidikan

dan kebijakan dasar penyelenggaraan pendidikan nasional tentunya dapat

dilihat di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Repubilik Indonesia 1945 dalam alinea keempat yang dimaksud dalam

satu kesatuan integral tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan

bangsa, secara tegas UUD NRI 1945 mengakui hak asasi manusia atas

pendidikan. Oleh sebab itu, negara wajib melaksanakan pendidikan

18
Kementrian sosial menyelenggarakan pertemuan penyusunan bahan Ratifikasi
Konvemsi Internasional tentang hak-hak penyandang cacat, tanggal 29 Maret hingga 1 April 2010
di Gran Setiabudhi Hotel, Bandung.

6
nasional yang diatur di dalam pasal 31 ayat 1 dam 2 Undang undang dasar

NRI 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi:

“Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapat pengajaran, dan ayat 2

berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pengajaran nasional, yang diatur dengan peraturan perundang-

undangan.” 19

Pasal-pasal tersebut mengandung arti jelas bahwa, jika ada warga

Negara tidak mendapatkan haknya atas pendidikan, maka warga Negara

itu bisa menuntut haknya kepada Negara. Sebaliknya, jika ada warga

Negara tidak melaksanakan kewajiban pendidikanya, Negara berhak

mengenakan sanksi kepada yang bersangkutan. Bila kita melihat ketentuan

di atas. Maka sebenarnya bisa ditarik kesimpulan bahwasanya Negara

sangat menjamin kepada semua warga Negara nya dalam hal ini tanpa

terkecuali untuk dapat memperoleh pendidikan yang layak.

Landasan filosofis yang tertanam di pembukaan UUD 45 NKRI

merupakan cita-cita besar para pendiri bangsa yang merupakan sebuah

keharusan, dalam hal perlindungan dan jaminan hukum yang mutlak

bahwa pendidikan harus bisa dirasakan dan dinikmati oleh setiap warga

Negara.

Untuk mencapai mandat tersebut strategi yang sangat penting dan

harus dilaksananakan adalah pendidikan untuk setiap warga negara

Indonesia, tanpa pengecualian, melalui suatu sistem pendidikan nasional

berdasarkan Pancasila sebagai falsafah negara. Selain itu, proses

19
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

7
pendidikan harus meningkatkan toleransi dan penghormatan terhadap hak

asasi manusia. Sangat penting ketika menciptakan budaya HAM yang

universal.

Aspirasi-aspirasi tersebut tercermin dalam peraturan perundang-

undangan dan pedoman-pedoman yang dibuat berdasarkan Konstitusi

NKRI dan hukum hak asasi internasional. Selanjutnya kita bisa menemui

landasan pendidikan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional, dimana dengan jelas pasal 1 ayat 1 berbunyi:

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagaamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan Negara.”20

Tegas sekali disampaikan dalam Undang-undang Sisdiknas tersebut

bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah agar peseta didik

secara aktif mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik ada

hal penting juga peserta didik bisa mengendalikan diri dengan baik.

Pengendalian diri ini erat kaitannya dengan kematangan jiwa seseorang, di

sinilah selama mengikuti proses pendidikan para peserta didik

dikembangkan jiwanya agar menemukan kematangan. Sesungguhnya pada

20
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor. 4301.

8
saat seseorang mempunyai kematangan jiwa yang baik ia akan bisa

mengendalikan dirinya dengan baik.21

Berdasarkan faktor untuk pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas

dalam bentuk tanggungjawab Negara berdasarkan pasal 15 Undang-

undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, jenis

pendidikan bagi anak penyandang disabilitas adalah pendidikan khusus.

Pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 memberikan suatu batasan bahwa:

“pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang

memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa.”22

Teknis pelayanan pendidikan dan jenis pendidikan khusus untuk

peserta didik yang berkelainan, atau peserta didik yang memiliki

kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif dan juga

pendidikan luar biasa atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat

pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan khusus hanya ada pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenjang pendidikan tinggi

secara khusus belum tersedia, untuk itu maka diperlukan adanya suatu

perlindungan hukum sebagai bentuk tanggungjawab negara, dalam hal ini

hak-hak penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan

untuk menempuh jenjang pendidikan tinggi khusus. Perguruan tinggi

21
Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan Yang Membebaskan, Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta
2011, hlm. 16.
22
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor. 4301.

9
adalah satuan pendidikan sebagai mana yang dimaksud sebagai pendidikan

tinggi.

Berdasarkan hal tersebut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor

12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Pasal 1 menjelaskan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.”23

Dalam menjelaskan definisi perguruan tinggi menurut peraturan

tersebut seharusnya negara melindungi dan memenuhi hak-hak

penyandang disabilitas atas pendidikan tinggi.

Sayangnya, dewasa ini yang terjadi di Indonesia bahwa pendidikan

khusus sebagian besar masih berada pada tingkat sekolah anak luar biasa

(SLB), tidak ada yang setara dengan perguruan tinggi luar biasa (PT-LB).

Jenjang pendidikan tinggi untuk penyandang disabilitas hanya sebatas

pendidikan iklusif yang menyatukan dengan mahasiswa normal lainnya

sebagai salah satu langkah yang sudah diambil pemerintah sebagai upaya

non-diskriminasi padahal jumlah disabilitas di Indonesia pada tahun 2007

sekitar 7,8 juta jiwa24. Sebuah angka yang relatif kecil dibandingkan

23
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5336.
24
Lihat Suharto, Edi, Penerapan Kebijakan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan
Khusus, Pengalaman Kementerian Sosial, disampaikan pada diskusi terbatas Pusat Kajian
Manajemen Pelayanan LAN RI di Hotel SahiraBogor, 9-10 Oktober 2010.

10
jumlah penduduk indonesia pada waktu itu yang berjumlah sekitar 220

juta jiwa. Walaupun demikian semangat penyandang disabilitas untuk

menempuh pendidikan tinggi tidak diiring dengan kuota yang diberikan

dalam pemenuhan hak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. pelayanan

itu tidak terpengaruhi jumlah besar atau kecilnya pengguna layanan. Oleh

sebab itu maka dalam rangka mewujudkan suatu sistem pendidikan yang

non-diskriminatif penulis mengangkat judul “TanggungJawab Negara

dalam pemenuhan hak atas pendidikan Non-Diskriminatif bagi

penyandang disabilitas (Acess to Justice dalam pendidikan tinggi)”

penulis berharap dengan pembuatan skripsi ini dapat memberikan

sumbangsi keilmuan dalam hal mengatasi fenomena sosial terhadap

pelayanan bagi disabilitas khususnya untuk memperoleh pendidikan

tinggi.

Berikut akan penulis jabarkan mengenai penelitian yang pernah di buat sebelumnya,

sebagaimana table 1.1 dibawah ini :

No Tahun Identitas Penulis Judul Rumusan Keterangan


Masalah
1. 2011 Kamal Fuadi, Analisis Kebijakan 1.Bagaimana Penelitian ini mengkaji
tentang bagaimana
Mahasiswa Fakultas Penyelenggaraan kebijakan
Kebijakan yang
Ilmu Tarbiyah dan Pendidikan Inklusif penyelenggaraan dilakukan oleh
Pemerintah DKI
Keguruan Universitas di Provinsi DKI pendidikan inklusif
Jakarta untuk
Islam Negeri Syarif Jakarta dilaksanakan di menyelenggarakan
Pendidikan Inklusif di
Hidayatullah, Provinsi DKI
DKI Jakarta. Lebih
Angkatan 2010. Jakarta? mendalam lagi
mengatur tentang
bagaimana sistem
pelaksanaan
pendidikan inklusif di
TK,SD dan PLB Dinas
Provinsi
Jakarta.Berbeda
dengan penelitian
dalam proposal ini
bahwa lebih mengkaji

11
tentang aturan Hukum
apa yang dijadikan
Landasan Pelaksanaan
Pendidikan Inklusif di
UB, serta bagaimana
pelayanan terkait
dengan sarana dan
prasarana nya.
2. 2013 Masri‟ah, Mahasiswa Pendidikan Inklusi 1. Bagaimana Pada penelitian ini
dibahas secara khusus
Fakultas Tarbiyah dan di UIN Sunan pembelajaran
dan mendalam
Keguruan Universitas Kalijaga Yogyakarta inklusi bagaimana
pembelajaran
Islam Negeri Sunan (Studi Kasus mahasiswa
pendidikan inklusif
Kalijaga Yogyakarta, Pelaksanaan tunanetra pada yang dilakukan
mahasiswa penyandang
Angkatan 2009. Pembelajaran Studi studi keislaman
disabilitas tunanetra di
Keislaman di UIN Sunan Universitas
UIN Sunan
Mahasiswa Kalijaga?
Kalijaga
Tunanetra UIN 2. Apa saja faktor Yogyakarta.
Perbedaannya dengan
Sunan Kalijaga penghambat dan
penelitian yang ditulis
Yogyakarta) pendukung pada skripsi ini adalah,
skripsi ini tidak
dalam
mengkaji bagaimana
pelaksanaan sistem pendidikan
inklusif yang
pembelajaran
dilaksanakan di UB,
studi keislaman tetapi secara lebih
mendalam mengkaji
pada mahasiswa
bagaimana aturan
tunanetra di hokum yang terkait,
apakah pelaksanaanya
UIN Sunan
di lapangan sudah
Kalijaga sesuai. Terutama
aturan hukum
Yogyakarta?
mengenai kewajiban
Universitas untuk
menyediakan sarana

12
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang tersebut di atas terdapat masalah yang

perlu di kaji:

1. Bagaimana bentuk Implementasi yuridis yang sudah dilakukan

Negara terhadap penyandang disabilitas untuk memperoleh Access to

justice dalam pendidikan tinggi ?

2. Bagaimana tanggungjawab negara dalam memenuhi Hak atas

pendidikan Non Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk

memperoleh Access to justice dalam pendidikan tinggi berdasarkan

tinjauan Yuridis ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka terdapat tujuan penelitian,

yaitu:

a) Menjawab problematika kondisi sosial dalam ruang pendidikan

terhadap penyandang disabilitas

b) Menjawab dan menganalisa keterbatasan program-program pemerintah

yang selama ini telah di laksanakan

c) Menjawab permasalahan terhadap Tanggung Jawab Negara dalam

pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas

d) Menganalisis strategi pelaksanaan pemenuhan hak bagi penyandang

disabilitas sebagai upaya pemberian jaminan pendidikan yang Non-

diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

13
Secara teoritik penulisan proposal ini diharapkan mampu

mengembangkan khasanah keilmuan dibidang hukum dan HAM sebagai

kajian akademik dalam memberikan gagasan kritis, solutif dan kontributif

bagi penegakan hukum dan pemberantasan diskriminasi terhadap penyang

disabilitas yang berdimensikan aspek penataan hukum (restorasi hukum)

demi mewujudkan keadilan sosial di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis penyusunan skripsi ini antara lain:

1) Bagi DPR RI

Skripsi ini dapat dijadikan kajian akademik oleh DPR dalam kerangka

penyempurnan RUU Penyandang Disabilitas khususnya dalam hal

pemenuhan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas sebagai bentuk

pendidikan non-diskriminatif dalam sistem legislasi nasional.

2) Bagi Pemerintah

Skripsi ini menjadi sumber referensi bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan terhadap penyandang disabilitas dengan didasarkan

pada argumentasi akademik yang ilmiah sehingga tercipta keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

3) Bagi Penyandang Disabilitas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menghasilkan suatu

aturan hukum yang pasti terkait pelaksanaan pendidikan untuk

penyandang disabilitas. Sehingga diharapkan dengan hal ini akan

mengurangi hambatan-hambatan penyandang disabilitas dalam

memperoleh pendidikan yang layak. Juga diharapkan tidak akan ada

14
diskiriminasi lagi kepada anak berkebutuhan khusus terkait dengan hak

nya untuk memperoleh pendidikan yang layak.

4) Bagi Mahasiswa

Diharapkan skripsi ini menjadi sumber referensi bagi

mahasiswa dalam membuka cakrawala dibidang pemenuhan hak

penyandang disabilitas yang non-diskriminatif untuk memperoleh

pendidikan tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan

menambah wacana dalam mengatasi berbagai permasalahan

perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas dalam memperoleh

pendidikan, karena peran mahasiswa sangat dibutuhkan sekali dengan

turut mendukung program penyetaraan pendidikan ini.

15
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Tanggung Jawab Negara

Tanggung jawab berasal Dari kata tanggungjawab, yang berarti

keadaan wajib menanggung Segala sesuatunya, dalam kamus hukum ada

istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban yaitu kewajiban (keadaan

yang bertanggung jawab) Dan responbility (keadaan sebenarnya yang

bertanggungjawab).25

Kewajiban menunjuk pada makna yang komprehensif, meliputi

hampir setiap karakter risiko dan tanggungjawab yang bergantung atau

yang mungkin. Kewajiban didefinisikan untuk menunjuk semua karakter

hak dan kewajiban. Tanggungjawab berarti hal dapat di

pertanggungjawabkan perbedaan suatu keterampilan, kemampuan dan

kecakapan.

Secara historis tanggungjawab Negara memiliki kaitan erat dengan

hak asasi manusia. HAM yang dewasa ini telah diatur dalam hukum

internasional, pada awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggungjawab

Negara atas perlakuan terhadap orang asing (state responsibility for the

treatment of aliens). Dalam konteks penegakkan HAM, Negara juga

merupakan sarana terhadap pengembangan subjek hukum utama. Negara

diberikan kewajiban melalui deklarasi dan kovenan-kovenan Internasional

25
I Dewa Gede Palguna, Tanggung Jawab Individu dan Negara Menurut Hukum
Internasional, makalah pengantar hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia bagi
perwiea kostrad, bertempat di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
(KOSTRAD), Jakarta, 21 Oktober 2008.

16
tentang HAM sebagai entitas utama yang harus bertanggung jawab secara

penuh untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM.

TanggungJawab Negara terlihat dalam UDHR 1948, International

Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) 1966, dan International

Covenant on Economic, Social and Culture Rights (ICESCR) 1966,

mukkaddimah udhr 1948 menegaskan bahwa:26

“As a common standard of achievement for all peoples and all

nations, to the end that every individual and every organ of society,

keeping this declaration constantly in mind, shall strive by

teaching and education to promote respect for these right and

freedoms and by progressive measures, nation and international,

to secure their universal and effective recognition and observance,

both among the peoples of Member States themselves and among

the peoples of territories under their jurisdiction”.

Dalam hal ini merupakan suatu dasar dalam tanggungjawab Negara

karena akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk

menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan

tersebut, dan pengajuan dan penghormatan secara universal dan efektif,

baik oleh bangsa-bangsa tersebut secara sendiri maupun oleh bangsa-

bangsa dari daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan hukum.

Penegakan HAM adalah tugas dari semua bangsa dan Negara, yang

sama sekali bukan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang sangat

26
Undang-Undang Nomer 11 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on
Civil and Political Right (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor. 4301.

17
ideal bagi seluruh Negara di dunia. Pandangan seperti ini menunjukkan

keterbukaan HAM pada Negara-negara dalam menegakkan HAM,

bagaimanapun penegakan HAM harus memperhitungkan ketersedian

sumberdaya yang dimiliki oleh suatu Negara, sehingga tidak menimbulkan

suatu problem yang berkelanjutan manakala HAM dijalankan Negara.

Pertanggungjawaban menurut peraturan perundang-undangan yaitu

Kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar

hukum. Tanggungjawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah,

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga

bertanggungjawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah berkewajiban

menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya ysng

seyogyanya memberikan jawab dari menanggung akibatnya.

Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.

Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran

akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah

menjadi bagian dari negara, bahwa Negara pasti dibebani tanggungjawab,

apabila Negara tidak mau bertanggungjawab, maka ada pihak lain yang

memaksakan tanggungjawab tersebut.

B. Konsep Negara Hukum

Konsep Negara hukum merupakan bentuk pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan prioritas utama

dan dapat dikatakan sebagai tujuan dari Negara hukum. Perlu diperhatikan

bahwa sebenarnya hukum bertolak belakang dengan kemanusiaan, karena

18
hukum yang terlalu kaku karena kesederhanaannya (zekelijk) cenderung

tidak memperhatikan kemanusiaan, sebaliknya kemanusiaan yang

berlebihan pada gilirannya tidak memperdulikan hukum.27 Jimly

Asshiddiqie mengatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara

hukum (rechtstaat), bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka

(machstaat) yang menjalankan kekuasan mutlak dan memberlakukan

hukum secara absolut (kekuasaan tidak tak terbatas pada eksekutif). Di

dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip

supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan

pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam

Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak

memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum,

serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap

penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.28

Sebagai negara hukum pun Indonesia bukanlah negara yang begitu

kaku memberlakukan hukum sehingga mengesampingkan kemanusiaan

dan juga bukan sebaliknya, yang begitu menjunjung tinggi kemanusiaan

tanpa memahami pentingnya penegakan hukum. Indonesia yang

berlandaskan pada Pancasila, secara khusus menggolongkan statusnya

sebagai sebuah ”Negara Hukum Pancasila” yang memiliki ciri-ciri:29

27
Inu Kencana Syafiie dan Azhari, Sistem Politik Indonesia, Refika Aditama, Bandung,
2009, hlm. 152.
28
Marwan Effendy, Kejaksaan RI – Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 31-32.
29
Marwan Effendy, Ibid., hlm. 32-33.

19
1. Keserasian hubungan antara Pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan;

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan

negara;

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Paham Negara Hukum Indonesia berangkat dari prinsip dasar

bahwa ciri khas suatu negara hukum adalah negara memberikan

perlindungan kepada warganya dengan cara berbeda. Negara hukum

adalah suatu pengertian yang berkembang, yang terwujud sebagai reaksi

masa lampau. Oleh karena itu unsur negara hukum berakar pada sejarah

dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara memiliki

sejarah yang berbeda, oleh karena itu pengertian dan isi negara hukum dari

berbagai bangsa pun berbeda-beda.

Sebagai konsekuensi dari Negara hukum, wajib adanya jaminan

bagi administrasi negara sebagai alat perlengkapan negara untuk dapat

menjalankan Pemerintahan, sedangkan warga negara memiliki hak dan

kewajiban untuk mendapat jaminan perlindungan. Oleh karena itu

kekuasaan Pemerintah tidak dapat lepas dari perkembangan asas legalitas

yang artinya setiap tindakan Pemerintah harus berdasarkan pada undang-

undang.

Asas legalitas ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada

anggota masyarakat dari tindakan Pemerintah. Perlindungan ini bertujuan

20
untuk memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan

oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat

agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum.30

Negara Indonesia dibangun dan berdiri di atas dasar ideologi dan

dasar falsafah Negara ”Pancasila” sehingga harus dikembalikan kepada

Pancasila sebagai landasannya, sehingga dengan sendirinya perlindungan

hukum bagi rakyat pun dapat digali pendasarannya pada Pancasila karena

pengakuan harkat dan martabat manusia secara intrinsik telah melekat di

dalam Pancasila.

C. Hak Asasi Manusia

Mahfud MD berpendapat Hak asasi manusia merupakan kebebasan

yang melekat pada manusia sejak pada kandungan yang merupakan

karunia Tuhan Yang Maha Esa.31 Hak tersebut harus dijamin perlindungan

hukumnya tidak hanya sebagai masyarakat akan tetapi juga sebagai warga

Negara. Selain hak merupakan esensi dasar dari manusia juga terdapat

kewajiban pokok manusia yang juga harus dijalankan secara beriringan

agar tercipta keseimbangan.

Hak asasi manusia tercantum dalam sila ke 2 Pancasila dan Pasal

28 UUD NRI 1945 serta kewajiban pokok manusia yang diatur dalam

Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.


30

31 Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
2001, hlm. 127

21
D. Konsep Negara Kesejahteraan (Welefare Rechtsstaat)

Dilihat dari tujuan pembangunan nasional, Indonesia menganut tipe

Negara kesejahteraan (welfare state). Ciri dari penganut tipe Negara

kesejahteraan dapat dilihat dari beberapa hal32, Pertama, salah satu sila di

pancasila menyebutkan sebagai falsafah Negara, yakni pada sila keliama

yang menyebutkan:

”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang menegaskan

bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mewujudkan

kesejahteraan lahir batin yang adil dan merata bagi seluruh

masyarakat Indonesia.”

Kedua, dalam pembukaan UUD NRI 1945, yakni keempat menyebutkan:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia

itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang

terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha

Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

32
Adrian Sutedi, Hukum perburuan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 14.

22
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Pembukaan UUD NRI 1945 tersebut menyatakan secara implicit

bahwa Negara memiliki tanggungjawab untuk melindungi warga

negaranya tanpa terkecuali, dan juga merupakan penjabaran dari upaya

tanpa mensejahterakan rakyat yang akan diwujudkan oleh bangsa

Indonesia. Konsekuensinya, Negara mengemban 4 fungsi pokok, yakni:33

a. Protectional function (melindungi): melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

b. Welfare function (menyejahterakan); memajukan kesejahteraan

umum.

c. Educational function (mendidik); mencerdaskan kehidupan bangsa.

d. Peacefulness function (menciptakan perdamaian); ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Berdasarkan ketentuan pembukaan UUD NRI 1945 bahwasannya

hukum merupakan suatu sarana mencapai tujuan yang diidealkan bersama

cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan

negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui gagasan

negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk meningkatkan

kesejahteraan umum, Negara juga sangat berfungsi sebagai sarana untuk

mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara tersebut. Dengan

demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi

33
Adrian Sutedi,Ibid. hlm 15

23
sekedar rule-driven, melaikan tetap mission driven, yang didasarkan atas

aturan hukum yang jelas dan konfrehensif.34

E. Perlindungan Hukum Dan Konsep Perlindungan Hukum

Hukum mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama.

Sebagai konsekuensinya, maka tata hukum bertolak pada penghormatan

perlindungan hukum bagi manusia. Penghormatan dan perlindungan

hukum untuk manusia ini tidak lain merupakan pencerminan dari

kepentingan sendiri.

Perlindungan hukum didalam pembukaan konstitusi Undang-

undang dasar Negara Republik Indonesia juga di jelaskan secara

konfrehensi di alinea ke IV.35 Hukum terdapat di dalam masyarakat

demikian juga sebaliknya dalam masyarakat selalu ada sistem hukum.

Sehingga dalam hal ini tentunya kita mengenal adagium terkenal ibi

societas ibi jus.36 Secara gramatikal, perlindungan berasal dari kata

lindung yang berarti mendapatkan dirinya di bawah sesuatu supaya jangan

kelihatan. Sedangkan arti perlindungan adalah segala upaya yang

dilakukan untuk melindungi subjek tertentu, juga dapat diartikan sebagai

34
http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf
(diakses 09-Oktober-2015)
35
Alinea Ke IV “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”
36
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Suatu Hukum Pengantar,Liberty, Yogyakarta, 1999,
hlm. 14

24
tempat berlindung dari segala sesuatu yang mengancam.37 Jika dikaitkan

dengan perlindungan hukum terhadap anak berkebutuhan khusus, maka

perlindungan dapat diartikan sebagai segala upaya yang dilakukan oleh

unsur-unsur terkait sehingga dalam hal ini anak berkebutuhan khusus

sebagai salah satu subjek hukum dapat terlindungi dan merasa aman.

Terutama dalam prosesnya untuk memperoleh kesetaraan pendidikan.

Perlindungan hukum memiliki beberapa arti dalam khasanah

kehidupan manusia. Menurut pandangan sosiologis dan antropologis,

perlindungan hukum merupakan bagian dari kata hukum dalam pengertian

hukum Negara yang termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan,

peraturan daerah serta kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah. Pada

prinsipnya suatu bentuk perlindungan hukum itu tidak pernah

membedakan terhadap pria maupun wanita.

Sedangkan Satjipto Rahardjo menerangkan bahwa perlindungan

hukum yaitu dimana hukum melindugi kepentingan seseorang dengan cara

menempatkan suatu kekuasaan yang dilakukan secara terukur (tertentu

luas dan dalamnya) untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.38

Perlindungan hukum dapat dikatakan pula adalah segala bentuk daya

dan upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga

pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk mengusahakan pengamanan,

penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak asasi

manusia yang telah lama ada. Berarti dalam hal ini dapat dikatakan pula

bahwa perlindungan hukum merupakan sebuah perlindungan yang

37
W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1989, hlm. 68
38
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hlm. 53

25
diberikan terkait dengan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban

yang dimiliki manusia sebagai subjek hukum dalam interaksinya dengan

sesama manusia dan lingkunganya.39

Sehingga dapat berjalan dengan seimbang serta adil dalam arti setiap

subyek hukum untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya serta dapat

menjanjikan kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil

sebagai aturan main yang berfungsi untuk mengatur, melindungi serta

menjaga hubungan tersebut.

Berbicara mengenai teori perlindungan hukum. Tentu tidak lengkap

apabila kita tidak mengkaji prinsip ataupun konsep mengenai perlindungan

hukum tersebut. Perlindungan hukum juga adalah memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyrakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Sehingga dalam hal ini juga dapat dikaitkan bahwa perlindungan

hukum adalah kewajiban dan tanggungjawab yang diberikan dan dijamin

oleh Negara untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan

memajukan hak-hak asasi manusia berdasarkan peraturan perundang-

undangan.40

Teori perlindungan hukum yang terkenal adalah dari Philipus

M.Hadjon. dimana beliau menyatakan bahwa perlindungan hukum adalah

perlindungan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi

39
CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta, 1989. Hlm. 117
40
O.C Kaligis, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Alumni, Bandung,
2006, hlm 17

26
manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam Negara hukum

berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna

mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.

Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan

tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya

sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya. Terkait

dengan permasalahan perlindungan hukum hak anak berkebutuhan khusus

ini. Tentu diharapkan ada suatu aturan hukum yang tegas dan tertulis, serta

bersifat mengikat. Sehingga dalam hal ini apabila ada sekolah-sekolah

yang melakukan diskriminasi ataupun mempersulit anak berkebutuhan

khusus untuk mendapatkan haknya memperoleh kesetaraan pendidikan,

maka dalam hal ini tentu dapat langsung dijatuhi sanksi yang tegas.

Perlindungan hukum untuk anak berkebutuhan khusus dalam hal ini

sangat mutlak diperlukan adanya. Karena sebagai manusia mereka juga

memiliki harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia

yang dimiliki oleh setiap subyek hukum. Perlindungan hukum ini juga

diharapkan dapat menghindarkan mereka dari segala diskriminasi ataupun

kesewenang-wenangan pemerintah. Karena sampai saat ini belum ada

aturan tegas mengenai hak anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh

kesetaraan pendidikan melalui jalur pendidikan tinggi luar biasa. Menurut

Philipus M. Hadjon terdapat beberapa prinsip perlindungan hukum bagi

rakyat Indonesia yang berdasarkan pancasila, yaitu41 :

41
Oc Kaligis, Ibid, hal. 38

27
a. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,

pada prinsip ini bertumpu dan bersumber dari konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena

menurut sejarah di barat konsep tentang pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia lahir diarahkan kepada pembatasan-

pembatasan dan peletakan-peletakan.

b. Prinsip Negara hukum, prinsip kedua yang melandasi perlindungan

hukum bagi rakyat. Apabila dikaitkan dengan prnsip pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia maka prinsip tersebut

merupakan tujuan dari Negara hukum.

Sedangkan mengenai jenis perlindungan hukumnya sendiri, maka

perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu42 :

a). Perlindungan hukum preventif

Dalam perlindungan hukum preventif subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau menyampaikan

pendapatnya sebelum suatu putusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitive. Tujuan dari perlindungan hukum secara preventif ini adalah

untuk mencegah terjadinya sengketa ataupun permasalahan. Upaya

perlindungan preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang

didasarkan pada kebebasan bertindak karena adanya perlindungan

preventif ini pemerintah akan terdorong untuk bersifat hati-hati dalam

mengambil keputusan.

b.) Perlindungan Hukum Represif

42
CST. Kansil, Loc.Cit, Hlm.3

28
Tujuan dari perlindungan hukum represif ini adalah untuk

menyelesaikan sengketa. Penanganan dalam menyesaikan sengketa

tersebut dilakukan oleh badan peradilan yang berwenang baik secara

absolute maupun relatif.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan perlindungan

hukum adalah segala perbuatan atau upaya perlindungan baik dalam

bentuk preventif maupun represif yang dilakukan oleh pemerintah ataupun

penegak hukum dalam memenuhi hak hak anak berkebutuhan khusus

untuk dapat memperoleh keadilan dan kesetaraan dalam bidang

pendidikan. Perlindungan preventif dalam hal ini bisa dilakukan

pemerintah dengan memberikan aturan ataupun pengayoman kepada pihak

sekolah ataupun masyarakat sekitar. Sehingga dalam hal ini diharapkan

dapat mencegah terjadinya hambatan hambatan ataupun diskriminasi

berlebihan bagi anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan

inklusif.

Sedangkan perlindungan represif dalam hal ini bisa dilakukan oleh

pemerintah ataupun penegak hukum dengan cara memberikan sanksi yang

tegas. Terhadap instansi instansi pendidikan yang mungkin melakukan

kecurangan ataupun diskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan

khusus.

F. Kajian Umum Terhadap Penyandang Disabilitas

a). Pengertian Penyandang Disabilitas

Sejarah panjang tentang gerakan penyelamatan anak disabilitas dari

ketidakadilan dan ketidakberpihakan menjadi cerminan dari kepedulian

29
pemerhati pendidikan untuk memberikan kesempatan kepada individu

berkebutuhan khusus agar memperoleh haknya.

Pengertian disabilitas merupakan hasil dari rangaian diskursus yang

panjang tentang makna yang tepat bagi para penyandang cacat. Istilah

penyandang cacat dianggap masih bersifat diskriminatif sehingga

dirumuskan istilah disabilitas yang dianggap lebih tepat serta menghormati

hak-hak penyandang cacat sebagai individu yang bermartabat. Istilah

penyandang disabilitas menggantikan istilah penyandang cacat

diberlakukan di Indonesia sesudah meratifikasi Convention on the right of

Persons with Disabilities (CRPD) pada 30 Maret 2007. Bahkan sebagai

bentuk komitmen terhadap CRPD tersebut dikelurkanlah Undang-Undang

No.19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas.

Pada pokok-pokok isi konvensi bagian pembukaan pada angka 1

dijelaskan pengertian penyandang disabilitas sebagai orang yang memiliki

keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu

lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan sikap masyarakatnya

dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh

dan efektif berdasarkan kesamaan hak.43

Disabilitas juga adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai

akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam

fungsinya yang normal atau dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang

menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan

43
Undang-undang No.19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas

30
pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu

untuk mengikuti pendidikan dan berdiri sendiri. Kondisi ini dapat

disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh

bawaan sejak lahir.44

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan

fisik dan/atau mental, yang dapat mengggangu untuk melakukan secara

selayaknya, yang terdiri dari :

a. Penyandang disabilitas fisik;

b. Penyandang disabilitas mental;

c. Penyandang disabilitas fisik dan mental.45

b) Model Pendekatan Penyandang Disabilitas

berbicara tentang penyandang disabilitas terdapat dua macam

paradigma atau pendekatan disabilitas yaitu46:

1. Paradigma lama: individual-medical model

Menurut paradigma ini disabilitas yang bersumber dari individu

penyandang disabilitas (disinilah istilah individual model muncul).

Disabilitas kerap dipandang sebagai sebuah hukuman dari Tuhan akibat

kesalahan yang diakibatkan individu atau orang tuanya. Disabilitas

dikonotasikan dengan kekurangan atau keterbatasan fisik-mental yang

dimiliki individu (impairment).

2. Paradigma baru: Socal political model

44
Somantri,S, Psikologi Anak Luar Biasa, PT.Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm.2
45
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomer 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat
46
Ro‟fah, dkk, Membangun Kampus Inklusi, PSLD UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2010, hlm.6-11

31
Karakteristik klien dalam paradigma baru yang disebut socialmodel

menyatakan bahwa individu menjadi difabel bukan karena kekurangan

fisik dan mentalnya (impairment), melainkan karena sistem yang

terbangun tidak mampu mengakomodir kebutuhan disabilitas. Disinilah

social model mengubah persepsi kita tentang sebab disabilitas(line of

causation).

c). Klasifikasi Penyandang Disabilitas

Klasifikasi penyandang disabilitas dapat juga dikategorikan dalam dua

kelompok besar, yaitu penyandang terhadap disabilitas yang bersifat

sementara (temporer) dan penyandang disabilitas yang bersifat menetap.

Hambatan belajar dan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus ini

masih bisa dilakukan penyembuhan asalkan orangtua dan orang-orang

yang terdekatnya mampu memberikan terapi penyembuhan yang bisa

mengembalikan kondisi kejiwaan menjadi normal kembali.47

Sementara penyandang disabilitas yang bersifat menetap atau

permanen adalah yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan

akibat langsung karena kecacatan atau bawaan sejak lahir.48

Terkait dengan penyandang disabilitas / anak berkebutuhan khusus

yang bersifat sementara dan menetap, dalam hal ini terdapat masalah-

masalah perilaku psikososial, dan juga berkesulitan belajar, ataupun anak

dengan gangguan terhadap pemusatan perhatian. Terdapat pula anak

dengan tingkat intelegensi yang sangat luar biasa, contohnya adalah seperti

anak tunagrahita. Jenis jenis penyandang disabilitas ini membutuhkan

47
Ro‟fah Ibid, hlm. 140
48
Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja Karya, Bandung, 2005
hlm. 23

32
layanan pendidikan khusus yang secara konsisten dan penuh perhatian

sehingga mengatasi segala hambatan belajar dan perkembangan jiwanya.

Berikut ini adalah jenis jenis penyandang disabilitas yang sering kita

temui:

a. Tunarungu

Tunarungu adalah seseorang yang memiliki hambatan dengan

pendengaranya Baik permanen ataupun tidak permanen. Hal ini

disebabkan karena organ pendengaran anak tidak berfungsi sebagai

mana mestinya, sehingga menyebabkan mereka memiliki karakteristik

yang khas, berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya.

Tunarungu sendiri dibagi dalam beberapa kelompok:

1. pendengaran sangat ringan (27-40 db),

2. pendengaran ringan (41-55 db),

3. pendengaran sedang(56-70 db),

4. pendengaran berat (71-90 db),

5. pendengaran ekstrem/tuli ( 71-90 db).

Memiliki hambatan dalam pendengaran, seorang tunarungu juga

memiliki hambatan dalam berbicara. Oleh karena itulah mereka juga biasa

disebut dengan tunawicara. Cara berkomunikasi dengan orang lain

menggunakan bahasa isyarat. Dalam hal ini isyarat terdapat dua macam,

seperti menggunakan abjad jar dan isyarat bahasa. Jika isyarat jari sudah

dipatenkan secara internasional sedangkan isyara bahasa tergantung pada

bahasa yang digunakan masing-masing anak tunarungu.49

49
Aphroditta M,Panduan Lengkap Untuk Anak dengan Disleksia, Javalitera,
Yogyakarta, 2012, hlm. 45

33
b. Tunanetra

Tunanetra merupakan individu yang memiliki permasalahan dalam hal

penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu

buta total dan low vision. Defenisi tunanetra adalah individu yang

memiliki ganguan terhadap penglihatan atau akurasi penglihatan kurang

dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.

Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan,

proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain, yaitu indra

peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu, prinsip yang harus

diperhatikan dalam hal ini memberikan pengajaran kepada individu

tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat tactual dan bersuara.

Contohnya adalah penggunaan tulisan Braille, gambar timbul, benda

model, dan benda nyata.50

c. Tunagrahita

Tunagrahita adalah anak yang memiliki kekurangan terhadap mental

intelektual. Anak ini cenderung memiliki intelegensi di bawah rata-rata

normal. Disertai dengan ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, yang

muncul dalam masa perkembanganya. Perilaku adaptif ini diartikan

sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial

menurut ukuran normal sosial tertentu. Sifatnya kondisional sesuai dengan

tahapan perkembanganya.

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ adalah:

1. Tunagrahita dalam kondisi ringan (IQ 51-70),

50
Ibid, hlm 44.

34
2. Tunagrahita dalam kondisi sedang (IQ 36-51),

3. Tunagrahita dalam kondisi berat (IQ 20-35),

4. Tunagrahita dalam kondisi sangat berat (IQ di bawah 20)

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titikberatkan pada

kemampuan bina diri dan sosialisasi.51

d. Tunadaksa

Tunadaksa merupakan anak yang mengalami gangguan pada

anggota tubuhnya. Biasanya mengalami kelainan terhadap fisik atau

cacat pada bagian tubuhnya. Selain itu anak tunadaksa juga memiliki

gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan

struktur tulang yang bersifat bawaan sejak lahir, sakit, disebabkan

obat-obatan atau kecelakaan, termasuk kelainan yang terdapat di syaraf

pusat atau otak, amputasi, polio, dan lumpuh.

Secara umum, anak tunadaksa sebenarnya memiliki peluang

sama untuk melakukan aktualisasi diri di tengah-tengah masyarakat

yang beragam. Tetapi terkadang lingkungan kurang mempercayai

kemampuanya disebabkan terlalu iba, maka anak-anak tunadaksa

mempunyai hambatan dalam psikologis. Tidak percaya diri dan

tergantung dengan orang lainnya.

Karakteristik yang dapat ditemui dari individu penyandang

tunadaksa adalah:

1. Gangguan tingkat kecerdasan

51
Endang Rochyadi, Pengembangan program pembelajaran individual bagi anak
tunagrahita,
DepDikNas Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2005, hlm. 8

35
Secara defenisi dapat diartiakn kata cerebral itu adalah otak,

sedangkan palsy adalah kelumpuhan, kelemahan, atau kurangnya

pengendalian otot dalam setiap pergerakan atau bahkan tidak

terkontrol. Kecerdasan otak anak yang mengalami cerebral palsy

sangat beragam, meskpun penyebabnya adalah kelainan yang terdapat

di syaraf pusat dan otak.

2. Kemampuan berbicara

Kemampuan bicara anak tunadaksa umumnya kurang jelas,

biasanya sulit dipahami oleh lawan bicaranya padahal sudah diucapkan

dengan susah payah. Gangguan ini disebabkan oleh kelainan motorik

alat bicara, bibir, rahang, maupun lidah. Bisa juga tidak terjadi proses

interaksi dengan lingkungan, sehingga kelainan itu menggangu

pembentukan artikulasi yang benar.

3. Emosi dan penyesuaian sosial

Secara umum emosi anak tunadaksa tidak terlalu jauh beda dengan

anak normal lainnya. Sangat bervariasi tergantung dengan rangsangan

yang diterimanya. Berawal dari konsep diri anak yang merasa dirinya

cacat dan menjadi beban orang lain. Hal itu akan membuat mereka

malas belajar, bermain, dan perilaku yang tidak sesuai lainnya.

Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan anak tunadaksa

sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak secara umum, sikap

atau penerimaan masyarakat terhadap kehadirannya dapat

memunculkan keadaan anakyang rendah diri, kurang pd, mudah

tersinggung, suka menyendiri, pemalu, bahkan frustasi.

36
4. Gangguan sensorik

Gangguan yang sering dialami anak tunadaksa berkaitan dengan

sensoriknya adalah penciuman, perasa, penglihatan, pendengaran,

perabaan. Gangguan penglihatan ada hubungannya dengan bagi yang

mempunyai kelainan pada pusat syaraf. Gangguan penglihatan terjadi

karena adanya ketidakseimbangan otot mata disebabkan karena terjadi

kerusakan pada otak.kerusakan ini mempengaruhi system saraf dan

menyebabkan akan mengalami koordinasi tubuh yang kurang bak,

keseimbangan kurang, pola-pola gerakan abnormal atau bahkan

kombinasi dari karakter-karakter tersebut.

5. Gangguan motorik

Pada anak tunadaksa biasanya terjadi kelainan gerakan dan postur

tubuh yang tidak serasi, karena gangguan pada sel motorik dan susunan

saraf pusat.gangguan motorik yang dialami biasanya gerakan-gerakan

yang tidak mampu dikendalikan, gangguan keseimbangan maupun gerak

ritmisnya, dan kekakuan pada organ tubuh maupun kelumpuhan.

a. Disleksia

Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata dys yang berarti

kesulitan, dan kata lexis yang berarti bahasa. Jadi disleksia berarti

kesulitan dalam berbahasa. Anak ini mengalami kesulita mengenali huruf

maupun kata-kata. Tidak hanya itu anak disleksia mengalami

kesulitanmembaca, mengeja, menulis maupun tata bahasa lainnya. Akan

tetapi dilihat dari segi intelegensinya mereka mempunyai level normal,

bahkan sebagian lain ada yang di atas normal.

37
Beberapa ahli lain mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi

pemprosesan input ata informasi yang berbeda yang seringkali ditandai

dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognitif

seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan

waktu aspek kordinasi dan pengendalian gerak.

b. Disgrafia

Disgrafia merupakan anak yang mengalami hambatan secara fisik

yaitu kemampuan menulis, tulisan buruk atau bahkan tidak mampu

memegang pensil dengan baik. Anak ini kesulitan ketika memadukan

ingatan dengan penguasaan gerak otot secara ototmatis ketika menulis

huruf abjad dan angka-angka.

c. ADHD

Istilah ADHD atau Attention Deficit Hyperacivity Disorder adalah

suatu kondisi medis yang mencakup disfungsi otak, ketika seseorang

mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku,

dan tidak mendukung rentang perhatian mudah teralihkan. Jika hal ini

terjadi pada seorang anak, dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar,

kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan kesulitan lain yang

saling berkaitan. Jika didefenisikan secara umum, ADHD adalah suatu

kondisi ketika seseorang memperlihatkan gejala-gejala yang kurag

konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan

ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.52

d. Autis

52
M.Sugiarmin & Baihaqi, Memahami dan Membantu anak ADHD, RefikaAditama,
Bandung,
2007, hlm. 29

38
Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada

anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga

tahun. Penyebab autis adalah gangguan neurobiologist yang memengaruhi

fungsi otak sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi

dengan dunia luar secara efektif.

Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak

mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak

berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup di dalam dunianya

sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa

dan berkomunikasi secara verbal. Di samping itu seringkali mereka

tampak seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap,

berjalan berjinjit, dan lain sebagainya. Gejala autis juga sangat bervariasi.

Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi

ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosi

dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Lebih lanjut lagi,

autis juga bisa diartikan sebagai suatu kondisi mengenai seseoarang sejak

lahir ataupun saat balita , yang membuat dirinya tidak dapat membentuk

hubungan sosial atau komunikasi yang normal. 53

Berdasar beberapa pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki perbedaan rata-

rata anak seusianya atau anak-anak pada umumnya. Perbedaan ini dapat

terjadi dalam beberapa hal, seperti proses pertumbuhan maupun

perkembangan yang mengalami kelainan atau penyimpangan dari segi

53
Nattaya Lakshita, Panduan Simpel Mendidik Anak Autis, Javalitera, Yogyakarta,
2012, hlm 14

39
fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional. Satu hal yang perlu

diperhatikan sekali bahwa jangan sampai adanya perbedaan perlakuan dan

kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus. Terutama dalam prosesnya

untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan di bidang pendidikan

G. Psikologi Sosial

Psikologi sosial merupakan cabang ilmu pengetahuan yang baru saja

timbul dalam masyarakat modern. Perkembangan anak termasuk

didalamnya misalnya sekolah. anak berkebutuhan khusus dipengaruhi oleh

Perkembangan anak tidak hanya lingkungan sekitarnya melalui sosialisasi,

anak dipengaruhi oleh hubungan anak dengan orang disosialisasinya dan

didukung oleh keluargan, sekolah, kelompok teman sekolah, dan

masyarakat tempat ia berada, teman sebaya, atau masyarakat. Namun juga

dipengaruhi karena agen-agen sosial yang signifikat ini oleh interaksi antar

anggota dalam hal tanggungjawab untuk mewujudkan mikrosistem yang

dimaksud.54 Misalnya, hubungan kesejahteraan anak, agen-agen sosialisasi

ini seperti ayah dengan ibu yang mempengaruhi perlakuan terhadap

perkembangan anak. Berdasarkan penjelasan dan ahli tersebut, penulis

mendapatkan suatu kesimpulan terhadap psikologi sosial yang merujuk

kepada penyandang disabilitas sebagai sarat menjelaskan gejala-gejala

yang terjadi terhadap penyandang disabilitas dengan menggunakan teori-

teori psikologi sosial. Hal ini di perkuat juga dengan pendapat para ahli

lainnya bahwasanya psikologi sosial adalah suatu cabang dari ilmu

54
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-artikel%202-13-1.pdf.html (diakses 08
Oktober 2015) hlm. 10

40
psikologi yang menjelaskan secara menyeluruh terhadap hakikat dan

sebab-sebab perilaku individu dalam lingkungan sosial.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang melalui tahapan tersebut.

Individu memperoleh suatu pengetahuan, kemapuan, dan terkait

kepribadian yang memungkinkan berpartisipasi sebagai anggota dan

masyarakat yang efektif. Konsep penerapan sosialisasi terdiri dari

pengasuhan anak, perkembangan sosial, dan juga pendidikan yang

berlangsung sampai interaksi di dalam lingkungan masyarakat. Faktor

internal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyandang

disabilitas ialah melalui sekolah, masyarakat, lingkungan dan juga media.

Nantinya konteks sosial ini akan menentukan interaksi yang dilakukan

serta pengalaman sebagai penentu derajat kemampuan individu terhadap

pengembangan dirinya dan menyadari potensi yang dimiliki.55

H. Konsep Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Disabilitas

Konsep pendidikan bagi penyandang disabilitas bisa dilihat dari

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat di

dalam pasal 6, berbunyi:

“Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: 1. Pendidikan pada

semua satuan jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.”

Pendidikan bagi penyandang disabilitas juga terdapat di dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di

dalam pasal 42, berbunyi:

55
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-artikel%202-13-1.pdf.html (diakses 08
Oktober 2015), Ibid. hlm 11

41
“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat

mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan

bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang

layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa

percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”

Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program

magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis,

yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan

bangsa Indonesia.56

Konsep pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas terdapat di

dalam peraturan menteri pendidikan nomer 46 tahun 2014 tentang

pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran

layanan khusus pada pendidikan tinggi pasal 1 ayat 1 menjelaskan

bahwasanya:

“pendidikan khusus pada pendidikan tinggi adalah pelaksannan

pendidikan di perguruan tinggi bagi mahasiswa yang mengalami

hambatan fisik, emosi, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa.”57

Pengaturan terhadap penyandang disabilitas terhadap perguruan tinggi

penyandang disabilitas dijelaskan di peraturan menteri pendidikan nomer

56
Undang-undang Republik Indonesia nomer 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
yang menjelaskan konsep pendidikan tinggi.
57
Peraturan menteri pendidikan nomer 46 tahun 2014 tentang pendidikan khusus,
pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran layanan khusus pada pendidikan tinggi

42
46 tahun 2014, tetapi pengaturan tersebut membatasi pendidikan tinggi

bagi penyandang disabilitas, pasal 2 peraturan menteri nomer 46 tahun

2014 menjelaskan:

“pendidikan layanan khusus pada pendidikan tinggi adalah

pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi bagi mahasiswa yang

berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, serta

mahasiswa yang mengalami bencana alam atau bencana sosial,

dan mahasiswa yang tidak mampu dari segi ekonomi.”58

Seharusnya Pengaturan di dalam Hirarki peraturan perundang-

undangan selaras dan tidak membatasi penggunaan layanan pendidikan

tinggi bagi penyandang disabilitas.

Pengaturan tersebut berdampak terhadap permasalahan penerima calon

mahasiswa penyandang disabilitas seperti yang terjadi terhadap quota

yang diberikan, berdasarkan data resmi Direktorat PSLB tahun 2009

menyebutkan bahwa jumlah Penyandang Disabilitas yang sudah mengikuti

pendidikan formal baru mencapai 24% atau 78.689 anak populasi anak

penyandang disabilitas di Indonesia, yaitu 318.600 anak.59 Hal ini artinya

masih terdapat sebanyak 65% penyandang disabilitas yang masih

termajinalkan dan terabaikan hak pendidikannya.60 Tetapi bukan hanya

58
Peraturan menteri pendidikan terlalu membatasi/adanya proses Diskriminasi pelayanan
pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas yang mana hanya membatasi bagi calon
mahasiswa yang berasal dari luar atau daerah tertinggal, yang seolah-olah membatasi hak
penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan tinggi.
59
Makalah Seminar, Pendidikan Penyandang Cacat dari Sudut Pandang Model
Pendidikan Inklusi di Indonesia, disampaikan dalam seminar hari Internasional Penyandangt
Cacat pada kegiatan pelayanan sosial dasar bagi PMKS kamis, 25 Nopember 2012. Hlm 8 pada
matari yang disampaikan pada pemaparan seminar tersebut.
60
Makalah Makalah Seminar, Pendidikan Penyandang Cacat dari Sudut Pandang Model
Pendidikan Inklusi di Indonesia, disampaikan dalam seminar hari Internasional Penyandangt

43
terbentur di permasalahan kuota, sarana serta prasarana yang kurang

ramah bagi para mahasiswa yang belaja dan juga kurangnya sumberdaya

pengajar bagi penyandang disabilitas. Peneliti menjelaskan ke dalam

bagan pemikiran sebagai berikut :

Diagram 2.1 Landasan Konseptual Pembentukan Perguruan Tinggi

Luar Biasa

SMA-I

SD-I SMP-I PT-I

SMK-I
SMP-LB

SMA-LB

SD-LB SMA-LB

SMK-LB

PT-LB

Cacat pada kegiatan pelayanan sosial dasar bagi PMKS kamis, 25 Nopember 2012.. Hlm 9 pada
materi yang disampaikan pada pemaparan seminar tersebut.

44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian61

Adapun jenis penelitian skripsi yang digunakan oleh peneliti adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah sebuah

metode penelitian hukum yang berupaya melihat hukum dalam artian

membandingkan dengan norma hukum positif yang berkaitan dengan

kajian penelitian skripsi. Jenis penelitian skripsi ini bersifat kualitatif,

merupakan suatu proses penelitian sekaligus pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi guna menyelidiki suatu gambaran fenomena

sosial dan masalah manusia. Pada jenis penelitian ini, peneliti membuat

suatu gambaran dalam bentuk kompleks, dan juga melakukan studi pada

situasi yang alami. Bogdan dan Taylor menjelaskan bahwa metodologi

kualitatif adalah prosedur penulisan dan penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis, tidak tertulis maupun lisan dari

orang orang dan perilaku yang diamati

Penelitian kualitatif lebih mengkhusukan pada makna dan terikat pada

nilai. Penelitian kualitatif ini digunakan jika ada masalah yang belum jelas,

untuk mengetahui makna apasaja yang tersembunyi, untuk memahami

interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan

kebenaran data, dan untuk meneliti sejarah perkembangan. Sejalan dengan

hal tersebut maka dalam penulisan proposal ini penulis hendak

menganalisis nilai-nilai pentingnya pendidikan untuk penyandang

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja


61

Rosdakarya. hlm 89-101

45
disabilitas sekaligus memformulasikannya ke dalam sistem pendidikan

nasional Indonesia sebagai upaya untuk dapat membuat suatu pendidikan

tinggi.

B. Metode Pendekatan

Pendekata Perundang-undangan (Statute Aproach)62

Metode pendekatan yuridis (statuta approach) yaitu hendak mengkaji

aspek hukum perundang-undangan di bidang pendidikan dan di bidang

hak-hak warga Negara yang sama seperti penyandang disabilitas dalam

memperoleh pendidikan yang prima dan non-diskriminatif diantaranya

UUD NKRI Tahun 1945, UU tentang HAM, UU tentang Sistem

Pendidikan Nasional, UU tentang Penyandang Cacat, dan berbagai

konvensi Internasional mengenai hak memperoleh pendidikan yang sama

antara orang normal dan orang penyandang disabilitas sebagai dasar

pijakan keluarnya kebijakan pendidikan karakter dan budaya bangsa yang

demokratis dan partisipatif.

Pendekatan Konseptual (Conceptual approach)63

Pertama adalah metode pendekatan konsep (Conceptual approach)

yang melihat karena belum adanya aturan yang mengatur terhadap aspek

pemenuhan hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas. Dalam hal

ini penulis menawarkan solusi kongkrit mengenai rencana tanggungjawab

pemerintah dalam pemenuhan hak untuk pendidikan bagi penyandang

disabilitas dalam upaya pembangunan pendidikan yang non-diskriminatif

bagi seluruh warga negara Indonesia.

62
Peter Mahmud Marzuki, 2014,Penelitian Hukum, Jakarta: Prenadamedia, hlm 136-158
63
Peter Mahmud Marzuki, Ibid. Hlm 140

46
C. Jenis Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan data yang diperoleh dari

bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetep dan

mengikat64 serta berhubungan langsung dengan masalah yang

diteliti. Adapun bahan hukum dalam penelitian terdiri dari:

a. Pasal 31 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Undang-Undang republik Indonesia nomor 2 tahun 1989

tentang sistem pendidikan nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 6 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3390)

c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3886);

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang

Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 9 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3670)

e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik

64
Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, Hlm 47

47
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

f. UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5336)

g. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Pengesahan Convention on the Rights of Person with

Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang

Disabilitas), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomer 5251);

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun

1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991

Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3460);

i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun

2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomer 41,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer

4496);

j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomer 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah.

48
k. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi

Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau

Bakat Istimewa

l. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomer 46 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Khusus,

Pendidikan Layanan Khsusus dan/atau Pembelajaran

Layanan Khusus pada Pendidikan Tinggi.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum Sekunder dalam penulisan skripsi ini meliputi data

yang berbentuk informasi sebagai penunjang dalam penulisan, yang

diperoleh dari dokumen, penelitian serta studi literature yang

berhubungan, yaitu :

a. doktrin-doktrin,

b. buku-buku,

c. jurnal-jurnal,

d. data-data dan informasi dari internet.

e. Hasil Penelitian sebelum yang relevan dengan topik

3. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum Tersier, yaitu:

a) Ensiklopedia,

b) kamus bahasa Indonesia,

c) kamus Bahasa Inggris.

49
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan

teknik penelusuran bahan dan dokumentasi, yaitu dengan melakukan

pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen atau berkas yang

berhubungan dengan perundang-undangan yang terkait dengan sistem

pendidikan nasional serta melalui studi kepustakaan yang diantaranya

berasal dari perpustakaan, penelusuran literatur, konsultasi dengan dosen

pembimbing maupun penelusuran website melalui internet.

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode

deskriptif analytis. Sumber data dan informasi yang diperoleh kemudian

dianalisis dengan cara; pertama mendiskripsikan ataupun memberikan

suatu gambaran berdasarkan objek kajian di analisis berkaitan dengan

potret pendidikan Indonesia. Disini diartikan bahwa data yang diperoleh

berkenaan dengan objek kajian yaitu mengenai gagasan tanggungjawab

Negara dalam pemenuhan hak atas pendidikan bagi penyandang

disabilitas. Kedua melakukan interpretasi dari kalimat yang terdapat dalam

pasal perundang-undangan yang akan dikaji.

Ketiga membandingkan hasil dari hasil interpretasi pasal-pasal tersebut

dengan pasal dalam peraturan perundang-undang lain yang berkaitan agar

terlihat permasalahan-permasalahan yang timbul untuk kemudian

dilakukan analisis terhadap beberapa hal yang diperbandingakan tersebut

agar diperoleh suatu hasil analisis berupa kelebihan ataupun kelemahan,

hambatan, tantangan, maupun peluang yang terdapat di dalam proses

50
implementasi penerapan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas.

Keempat memberikan suatu simpulan serta rekomendasi terhadap data-

data yang telah dianalisis tersebut ataupun berdasarkan dari hasil

pembahasan yang telah dilakukan.

Pertanggungjawaban Menurut peraturan perundang-undangan yaitu

Kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena Perbuatan melanggar

hukum. Tanggungjawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah,

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga

bertanggungjawab Menurut kamus bahasa Indonesia adalah berkewajiban

menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya yang

seyogyanya memberikan jawab dari menanggung akibatnya.

Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

Perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.

Aspirasi-aspirasi tersebut tercermin dalam sejumlah peraturan

perundang-undangan dan pedoman-pedoman yang dibuat berdasarkan

Konstitusi Indonesia dan hukum hak asasi internasional. UU No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia secara tegas mengharuskan Negara untuk

menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak semua warga negara

atas pendidikan.

51
F. Kerangka Pemikiran Hukum

Diagram 3.1 Kerangka Berfikir Urgensi (PT LB) dalam Landasan Yuridis

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Bangsa Indonesia.

seringkali “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Yang dapat diartikan bahwa

orang disabilitas dan orang normal adalah satu, bukan menjadi suatu

permasalahan perbedaan di Pembukaan antaranya.

UUD NRI 1945 aline 4


.... untuk mencerdaskan kehidupan bangsa...

UUD 1945 Pasal 31 (1)


“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

UU NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG


UU Sistem CACAT
Pendidikan Nasional No 20 tahun
UU No 2003
39 Pasal
TAHUN 5 mengenai
1999 TENTANG
Hak dan
Pasal 6 : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama HAK
untuk
ASASI
memperoleh
MANUSIA pendidikan
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan
Setiappenyandangcacat berhak memperoleh : Pasal 42

1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;


Setiap warga negara yang
... cacat fisik dan atau cacat mental berhak Mempero
..., pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas bi

atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa penyandang disabilitas pun berhak atas pendidikan yang sama dengan warga negara yang norma

PTN-LB

52
G. Sistematika Penulisan Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN

Pada pendahuluan ini diuraikan secara terperinci mengenai

keseluruhan yang mengantarkan pokok pemikiran yang termuat dalam

penulisan penelitian, yaitu berisi latar belakang penelitian yang memuat

alasan penulis mengambil judul, rumusan masalah yang memuat apa-apa

saja yang ingin penulis kaji, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta

sistematika penelitian.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka ini diuraikan mengenai tinjauan teori-teori ilmiah

yang berhubungan dan terkait dengan konsep-konsep yang menjadi

rumusan masalah dan dipakai sebagai pisau analisis penulis, membahas

hasil-hasil kajian ilmiah lain yang berhubungan dengan permasalahan

yang dikaji, kemudian merangkum hasil dari kajian teori terhadap rumusan

masalah. memuat uraian mengenai teori-teori maupun konsep secara

umum yaitu :

1. Konsep Negara Hukum

2. Hak Asasi Manusia

3. Kajian tentang teori Tanggung Jawab Negara

4. Konsep Negara Kesejahteraan

5. Perlindungan dan Konsep Perlidungan Hukum

6. Kajian Umum Terhadap Penyandang Disabilitas

7. Psikologi Sosial

8. Konsep Pendidikan Tinggi bagi penyandang disabilitas

53
Teori-teori maupun konsep tersebut berkaitan dengan penelitian dan

bahan analisis yang akan digunakan dalam menjawab rumusan

masalah.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada metode penelitian ini, akan menguraikan mengenai metode

yang digunakan dalam penelitian Proposal ini, sehingga nanti hasi

penelitiannya akan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam bab

ini diantaranya akan memuat metode jenis penelitian dan pendekatan,

bahan-bahan hukum yang akan digunakan, metode penelusuran dan

pengumpulan bahan hukum, teknik analisa bahan hukum, serta

definisi konseptual.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini merupakan bagian inti dari penulisan

yang akan menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana bentuk Implementasi yuridis yang sudah dilakukan

Negara terhadap penyandang disabilitas untuk memperoleh

Access to justice dalam pendidikan tinggi ?

2. Bagaimana tanggungjawab negara dalam memenuhi Hak atas

pendidikan Non Diskriminatif bagi penyandang disabilitas

untuk memperoleh Acess to justice dalam pendidikan tinggi

berdasarkan tinjauan Yuridis?

BAB V : PENUTUP

Dalam penutup ini mengemukakan kesimpulan berdasarkan

urutan dan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari

54
permasalahan serta saran-saran yang diharapkan agar dapat

memberikan manfaat dan dapat dijadikan referensi bagi pihak-

pihak yang berkepentingan.

55
BAB IV

PEMBAHASA

A. Implementasi yuridis yang sudah dilakukan Negara terhadap

penyandang disabilitas untuk memperoleh Access to justice dalam

pendidikan tinggi

1. Penjabaran Amanat UUD NRI 1945 dalam bentuk peraturan

perundang-undangan yang melindungi dan menjamin hak-hak

penyandang disabilitas

Hak asasi manusia merupakan suatu konsep dari adanya demokrasi,

dalam perkembangannya sangat terikat dengan konsepsi negara hukum.

Sebuah negara hukum sesungguhnya yang memerintah atau yang

memberikan arahan ialah hukum itu sendiri, bukan manusia. Hukum juga

dimaknai sebagai suatu kesatuan hirarkis sebagai tatanan norma yang

berlandaskan pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa suatu negara yang

berlandaskan terhadap supremasi hukum menghendaki adanya supremasi

konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari

konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi

karena konstitusi adalah wujud dari suatu perjanjian sosial tertinggi.65

Selain itu, prinsip demokrasi merupakan cerminan dari adanya

kedaulatan rakyat yang dapat menjamin peran serta masyarakat dalam

proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-

undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan

65
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005), hal. 152-162.
56
perasaan keadilan masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang

berlaku harus tercermin dari keinginan masyarakat pada umumnya tidak

boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan

penguasa hal ini sangat bertentangan terhadap prinsip demokrasi. Hukum

tidak dimaksudkan hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang

berkuasa, melainkan menjamin seluruh kepentingan demi terciptannya

suatu keadilan bagi semua orang. Dengan begitu negara hukum yang

dikembangkan sekarang adalah democratische rechtsstaat bukan absolute

rechtsstaat absolute rechtsstaat.66

Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua

UUD 1945, ketentuan yang mengatur mengenai hak-hak asasi manusia

telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam

Undang-Undang Dasar. Sudah sebagian besar materi Undang-Undang

Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah

disahkan sebelumnya, yaitu Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.

Jika dirumuskan kembali, maka materi yang telah diadopsikan ke dalam

rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut:

a) Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk memper-

tahankan hidup dan kehidupannya67.

b) Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah68

66
Ibid.
67
Dari Pasal 28A Perubahan Kedua UUD 1945.
68
Ayat (2) ini berasal dari Pasal 28B ayat (1) Perubahan Kedua.

57
c) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi69.

d) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskri-

minatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan

terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu70.

e) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut aga-

manya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah

negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali71.

f) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, me-

nyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya72.

g) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat73.

h) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya

serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang tersedia74.

i) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, ke-

hormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekua-

69
Berasal dari ayat 28B ayat (2) Perubahan Kedua.
70
Dari Pasal 28I ayat (2) Perubahan Kedua.
71
Dari Pasal 28E ayat (1) Perubahan Kedua.
72
Pasal 28E ayat (2) Perubahan Kedua.
73
Pasal 28E ayat (3) Perubahan Kedua.
74
Dari Pasal 28F Perubahan Kedua.

58
saannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari an-

caman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi75.

j) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan

yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak mem-

peroleh suaka politik dari negara lain76.

k) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan77.

l) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus

untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna

mencapai persamaan dan keadilan78.

m) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang ber-

martabat79.

n) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik

tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh

siapapun80.

o) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memper-

oleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

75
Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28G ayat (1) Perubahan Kedua.
76
Dari Pasal 28G ayat (2) Perubahan Kedua.
77
Ayat (1) ini berasal dari Pasal 28H ayat (1) Perubahan Kedua.
78
Pasal 28H ayat (2) Perubahan Kedua.
79
Pasal 28H ayat (3) Perubahan Kedua.
80
Pasal 28H ayat (4) Perubahan Kedua.

59
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejah-

teraan umat manusia81.

p) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam mem-

perjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masya-

rakat, bangsa dan negaranya82.

q) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum83.

r) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja84.

s) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan85.

t) Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak

setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut86.

81
Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28C ayat (1) Perubahan Kedua.
82
Dari Pasal 28C ayat (2) Perubahan Kedua.
83
Ayat (7) ini berasal dari Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua.
84
Ayat (8) ini berasal dari Pasal 28D ayat (2) Perubahan Kedua.
85
Ayat ini berasal dari Pasal 28E ayat (4) Perubahan Kedua.
86
Berasal dari rumusan Pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua yang perumusannya
mengundang kontroversi di kalangan banyak pihak. Disini perumusannya dibalik dengan subjek
negara.

60
u) Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak

masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan

tingkat peradaban bangsa87.

v) Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan

yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran

agamanya88.

w) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah89.

x) Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia

sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka

pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan90.

y) Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas,

dibentuk suatu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat

87
Berasal dari Pasal 28I ayat (3) yang disesuaikan dengan sistematika perumusan
keseluruhan pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.
88
Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan penyempurnaan
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam lampiran TAP No.IX/MPR/2000,
yaitu alternatif 4 dengan menggabungkan perumusan alternatif 1 butir „c‟ dan „a‟. Akan tetapi,
khusus mengenai anak kalimat terakhir ayat ini, yaitu: “...serta melindungi penduduk dari
penyebaran paham yang bertentangan dengan ajaran agama”, sebaiknya dihapuskan saja,
karena dapat mengurangi kebebasan orang untuk menganut paham yang meskipun mungkin
sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak sesat menurut sebagian orang lain. Negara
atau Pemerintah dianggap tidak selayaknya ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan
pendapat dalam paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan internal agama menjadi
domain masyarakat sendiri (public domain). Sebab, perlindungan yang diberikan oleh negara
kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti pemberangusan hak asasi kelompok
paham yang lain dari kebebasan yang seharusnya dijamin oleh UUD.
89
Ayat (6) ini berasal dari Pasal 28I ayat (4) Perubahan Kedua.
90
Dari ayat (5) Pasal 28I Perubahan Kedua dengan menambahkan perkataan
“...memajukan..”, sehingga menjadi “Untuk memajukan, menegakkan, dan melindungi. ”

61
independen menurut ketentuan yang diatur dalam undang-un-

dang91

z) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain da-

lam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk

kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan

maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil

sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan

ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis92

Di Indonesia mengenai penjabaran UUD NRI 1945 yang sudah

dilakukan Negara terhadap penyandang disabilitas dalam hal pendidikan

bagi penyandang disabilitas dan juga mengenai kebijakan dasar

penyelenggaraan pendidikan nasional tentunya dapat kita lihat di dalam

Pembukaan UUD 45 alinea keempat, yang masuk dalam satu kesatuan

integral tujuan Negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini

berarti secara tegas Negara Republik Indonesia mengakui hak asasi

manusia atas pendidikan. Oleh sebab itu, Negara wajib melaksanakan

pendidikan nasional, yang diatur dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD NRI

45. Pasal 31 ayat 1 berbunyi:

“Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapat pengajaran”; dan

ayat 2 berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

91
Komnas HAM memang telah dikukuhkan keberadaannya dengan undang-undang.
Akan tetapi, agar lebih kuat, maka hal itu perlu dicantumkan tegas dalam UUD.
92
Berasal dari Pasal 28J Perubahan Kedua.

62
satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-

undang”.93

Bunyi pasal 31 ayat 1 UUD NRI 1945 tidak membatasi siapa saja yang

mendapatkan pendidikan, yang terpenting ialah warga Negara dan

berkependudukan di Indonesia. Tidak ada pembatasan terhadap orang

yang kemampuan yang sama pada umumnya maupun bagi penyandang

disabilitas karena semuanya layak menerima pendidikan dan dijamin oleh

Negara.

Penjabaran terhadap pendidikan bagi penyandang disabilitas dalam

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 8 (1) menjelaskan bahwasanyan setiap warga

Negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh

pendidikan luar biasa, dan juga pasal 11 (1) menjelaskan terhadap jenjang

pendidikan penyandang disabilitas, pendidikan penyandang disabilitas

terhadap jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan formal yaitu

sekolah. Terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan

keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan professional. Pasal 11

(4) menjelaskan klasifikasi penyandang disabilitas, yaitu pendidikan luar

biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta

didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Mengenai

klasifikasi tingkatan pendidikan di Indonesia terdapat di pasal 15 (2) yang

berbunyi pendidikan menengah terdiri dari pendidikan umum, pendidikan

93
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

63
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan

keagamaan.94

Peraturan pelaksanaan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia

Nomer 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional terdapat dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1991 pasal 1

(1) menjelaskan bahwasanya:

“pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus

diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik

dan/atau mental”.

Sedangkan ayat 2 menjelaskan tentang satuan pendidikan luar biasa

yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan luar biasa, sedangkan

ayat 5 berbunyi:

“bahwasanya siswa ialah peserta didik pada sekolah dasar luar biasa,

sekolah lanjutan tingkat pertama luar biasa dan sekolah menegah luar

biasa”.95

Perjalanan terhadap pengaturan pendidikan bagi penyandang

disabilitas terus berlanjut, sebelum reformasi tahun 1998 terdapat 2

pengaturan bagi pendidikan penyandang disabilitas yaitu Undang-Undang

Republik Indonesia Nomer 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan juga Undang-Undang nomer 4 tahun 1997 tentang

Penyandang Cacat. Undang-Undang Penyandang Cacat Nomer 4 tahun

1997 pasal 6 angka 1 menjelaskan :

94
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390
95
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan
Luar Biasa

64
“pendidikan penyandang cacat merupakan satuan jalur, jenis dan

jenjang pendidikan”.

Penjabaran terhadap amanat UUD NRI 1945 terhadap pendidikan yang

dikhususkan bagi penyandang disabilitas terus berlajut setelah reformasi

1998. Satu tahun setelah masa-masa sulit Negara ini dilanda krisis dan

minimnya kepercayaan terhadap Negara pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Hak Asasi Manusia untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Bagi

penyandang disabilitas pengaturan tentang hak asasi manusia ini

merupakan angin segar, karena pasal 12 menjelaskan:

“setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan

pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan

meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman,

bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan

sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”.

Pasal 42 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 bahwasanya:

“setiap warga Negara yang berlanjut, cacat fisik dan atau cacat

mental memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan khusus atas

biaya Negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan

martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan

kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa,dan bernegara”.

Peran demokrasi dan juga perubahan amandemen terhadap pengaturan

Hak asasi manusia dan pemenuhan hak terhadap pengembangan diri dalam

65
hal pendidikan bagi penyandang disabilitas terdapat di dalam Undang-

Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Jo

Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 yang menjelaskan dari pasal 1

angka 1 yang berbunyi:

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat,

bangsa dan Negara”.

Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang 20 tahun 2003 mengenai pendidikan

khusus, yang berbunyi:

“Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang

memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan fisik emosional, mental, sosialdan/atu memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.96

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 telah

memiliki kemajuan mengenai pengaturan pendidikan bagi penyandang

disabilitas. Tapi tidak hanya berhenti disitu pengaturan terhadap

penjabaran amanat UUD NRI 1945 mengenai pendidikan bagi penyandang

disabilitas ini berlanjut dengan keluarnya begitu banyak peraturan maupun

kebijakan yang mengatur pendidikan bagi penyadang disabilitas.

96
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

66
Pendidikan merupakan salah satu hak yang diberikan kepada setiap

orang dan juga kepada para penyandang disabilitas yang mana telah

dijamin oleh pemerintah sebagai bentuk tanggungjawab negara. Undang–

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Penididikan Nasional

sudah memiliki beberapa aturan terkait tentang hak dan kewajiban bagi

para penyandang disabilitas. Dijelaskan pada pasal 5 ayat 1 bahwa:

“setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memeperoleh

pendidikan yang bermutu”.

Pasal 5 ayat 2 bahwa:

“seluruh warga negara dengan kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, atau sosial berhak memeperoleh pendidikan khusus”.

Keluarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menjadi jaminan kepada pemerintah untuk

mengeluarkan kebijakan baru bagi penyandang disabilitas dengan metode

Inklusif (Penyatuan), Peraturan Menteri Pendidikan tahun 70 tahun 2009

tentang pendidikan inklusif menjadi salah satu cara yang dilakukan

pemerintah untuk memenuhi hak bagi penyandang disabilitas. Peraturan

menteri pendidikan tahun 70 tahun 2009 tentang pendidikan iklusif

menjelaskan defines di point (a) menimbang:

“bahwa peserta didik yang mempunyai kelainan dan mempunyai

potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan

layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya”.

Pasal 1 berbunyi:

67
“bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem

penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada

semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau

pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-

sama dengan peserta didik pada umumnya”.

Sedangkan pasal 2 ayat 1 berbunyi:

“pemberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta

didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau

memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya”.

Pendidikan inklusif merupakan sebuah strategi yang bertujuan

untuk mengurangi, bahkan menghilangkan batasan atau hambatan dalam

mengakses pendidikan bagi anak penyandang disabilitas. Selama ini

seringkali anak penyandang disabilitas mengalami penolakan ketika

mendaftar di sekolah umum, dan diminta untuk bersekolah di Sekolah

Luar Biasa (SLB). Alasan yang seringkali disampaikan pihak sekolah

adalah keterbatasan tenaga pendidik serta sarana dan prasarana. Model

pendidikan inklusif telah dibahas pada Konferensi Dunia tentang

Pendidikan Kebutuhan Khusus, yang dilaksanakan pada Bulan Juni 1994,

para Menteri Pendidikan sedunia mendeklarasikan Salamanca Statement

yang mengakui karakteristik khusus yang dimiliki setiap anak, menjamin

hak setiap anak memperolah pendidikan, merekomendasikan agar sistem

68
pendidikan dirancang untuk dapat mengakomodasi kebutuhan dan

karakteristik anak yang sangat bervariasi, mendorong layanan pendidikan

bagi anak berkebutuhan khusus secara inklusif di sekolah biasa, dan

menegaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan cara paling efektif

untuk memerangi sikap diskriminatif97

Prinsip dari pendidikan inklusif adalah selama memungkinkan, semua

anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan

ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sapon-Shevin

menjelaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem layanan

pendidikan yang memungkinkan semua anak penyandang disabilitas

mendapatkan pelayanan di sekolah-sekolah terdekat dan di kelas-kelas

reguler, untuk itu dibutuhkan restrukturisasi sekolah, sehingga terbentuk

komunitas yang mendukung pelaksanaan sistem tersebut, dan kebutuhan

khusus anak penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Dukungan ini tidak

hanya dari pihak orang tua dan guru, tetapi juga dari anak penyandang

disabilitas, teman-teman, dan masyarakat sekitar.98

Keluarnya Deklarasi universal hak asasi manusia di dalam kovenan-

konvenan internasional mengenai hak asasi manusia, telah

memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang sangat berhak atas

seluruh hak dan kebebasan sebagaimana yang telah diatur di dalamnya,

tanpa perbedaan dalam bentuk apa pun, menegaskan kembali universalitas,

ketidakterpisahkan, keselingantugan, dan kesalingterkaitan dari semua hak

97
http://muna.staff.iainsalatiga.ac.id/wpcontent/uploads/sites/65/2015/09/Sejarah_Kurikul
um_PLB.pdf diakses 04 desember 2015 pukul 12.40 wib
98
Disability Action in Islington. Tanpa Tahun. Social Model of Disability.
http://www.daii.org/about/social_model_of _disability/, diakses pada tanggal 4 Desember
2015.

69
asasi manusia dan merupakan suatu kebebasan fundamental yang di miliki

manusia. Kebutuhan bagi penyandang disabilitas untuk dijamin

pemenuhan hak tanpa adanya diskriminasi merupakan suatu perwujudan

keluarnya deklarasi tersebut.

Mengakui bahwa disabilitas merupakan suatu konsep yang terus

berkembang melalui interaksi dan konsolidasi antara orang-orang yang

dengan keterbatasan kemampuan dan sikap serta linkungan yang

menghambat partisipasi penuh dan efektif penyandang disabilitas. Di

dalam masyarakat terbentuk kesetaraan dengan yang lainnya, mengakui

pentingnya pedoman prinsip dan kebijakan yang termuat dalam program

aksi dunia mengenai penyandang disabilitas dalam peraturan maupun

kebijakan merupakan standar mengenai persamaan kesempatan bagi

penyandang disabilitas dalam mempengaruhi promosi, perumusan dan

evaluasi atas kebijakan, rencana, program dan aksi pada tingkat nasional,

regional dan internasional untuk lebih menyamakan kesempatan bagi

penyandang disabilitas, menekankan pentingnya pengaruh isu-isu

disabilitas sebagai bagian integral dari strategi yang relevan bagi

pembangunan yang berkesibambungan, mengakui juga bahwa

diskriminasi atas setia orang terhadap penyandang disabilitas merupakan

pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang,

Mengakui pula keragaman penyandang disabilitas.99

Berdasarkan perumusan bersama terhadap deklarasi tersebut maka

pada tahun 2011 pemerintah meratifikasi Undang-Undang Nomor 19

99
http://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-penyandang-hak-hak-dissabilitas/ (diakses
kamis, 03 Desember 2015 jam 11.50 wib

70
tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas pada angka 1 dijelaskan pengertian penyandang disabilitas.

Angka 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011, berbunyi:

“Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan

fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang

dalam berinteraksi dengan lingkungan sikap masyarakatnya dapat

menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan

efektif berdasarkan kesamaan hak”.

Rumusan pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 tentang

Hak-Hak Penyandang Disabilitas tersebut bahwasanya Undang-Undang

Nomor 19 tahun 2011 menjamin persamaan hak terhadap pendidikan bagi

penyandang disabilitas.

Mengenai pendidikan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga

menjelaskan mengenai pendidikan itu sendiri, Pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, berbunyi:

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasaan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlakukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

71
Mengenai pendidikan khusus terdapat di dalam Peratuan Menteri

Pendidikan Nomor 46 tahun 2014 tentang Pendidikan Khusus,

bahwasanya:

“pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran layanan

khusus pada pendidikan tinggi”.

Pasal 1 ayat 1 menjelaskan:

“pendidikan khusus pada pendidikan tinggi adalah pelaksannan

pendidikan di perguruan tinggi bagi mahasiswa yang mengalami

hambatan fisik, emosi, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa”.

2. Upaya Implementasi Peraturan/Kebijakan yang sudah dilakukan

Negara terhadap penyandang disabilitas untuk memperoleh

Access to justice dalam pendidikan tinggi

Pada dasarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk hidup

sejahtera dan aman dari segala bentuk tindakan yang merugikan dirinya.

Keinginan tersebut menjadi cita-cita bersama seluruh manusia dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dituangkan

dalam bentuk tertulis sebagai landasan dalam menjalankan hidup dan

kehidupan bangsa dan Negara. Kranenburg berpendapat bahwa untuk

menciptakan kesejahteraan dan keamanan sebagai keinginan bersama

tersebut diperlukan suatu aturan yang menimbulkan akibat bahwa manusia

yang pada awalnya merupakan makhluk yang bebas harus mau untuk

72
dibatasi tindakannya oleh hukum yang berlaku dan mengikat demi

tercapainya keinginan bersama.100

Keinginan dan cita-cita bersama Negara Indonesia dituangkan kedalam

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara serta Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai

konstitusi Negara. Dalam pancasila dan UUD NRI 1945 diatur adanya

konsep kedaulatan rakyat, Ketuhanan, hak asasi manusia, Negara hukum

serta demokrasi sebagai nilai dasar dalam menciptakan Negara yang

sejahtera.

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan salah satu bentuk

adanya kebebasan disatu pihak dan perlindungan di lain pihak bagi setiap

warga Negara untuk meyakini dan memeluk agama masing-masing tanpa

adanya ancaman dan gangguan terhadap kebebasan tersebut.Secara tidak

langsung agama sangat mempengaruhi pemikiran dan perilaku setiap

warga Negara dalam berinteraksi dengan sesama. Perbedaan pendapat dan

sudut pandang akan suatu hal dimungkinkan terjadi dan dapat

menimbulkan permasalahan apabila tidak ada aturan dan tindakan yang

tegas yang mengatur hal tersebut, oleh karena itu, prinsip Ketuhanan Yang

Maha Esa dicantumkan pada sila ke 1 pancasila dan Pasal 28I ayat (1)

serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945.

Tidak satupun Negara di belahan dunia yang terbebas dari penyandang

disabilitas. Artinya setiap Negara, baik Negara itu yang telah maju

maupun sedang berkembang pasti memiliki penyandang disabilitas.

100
Soehino, Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 184

73
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahunan serta kesejahteraan

masyarakat suatu bangsa tidak menjamin Negara tersebut dari warganya

yang disabilitas. Besar kecilnya persentasi penyandang disabilitas di suatu

negara dapat dikatakan tidak berubah secara signifikan dari tahun ke

tahun. Dengan kata lain penyandang disabilitas, dari dulu hingga sekarang,

selalu ada di setiap negara. Oleh karena itu setiap negara, secara langsung

maupun tidak, akan selalu memiliki tantangan berkaitan dengan isu-isu

penanganan atau pelayanan terhadap warga negaranya yang menyandang

disabilitas.

Kebijakan dan peraturan pemerintah dalam menyelaraskan hak bagi

penyandang disabilitas dalam pendidikan tidak sejalan dengan upaya

pemerintah dalam implementasi banyak hal yang tidak sesuai dengan

bahasa-bahasa yang indah yang tertuang di dalam berbagai macam

instrumen hukum di atas, hal ini dibuktikan dengan tabel sebagai berikut

ini :

Tabel 4.1.1 Data Siswa SDLB Perjenis Kebutuhan


Khusus101

TOTAL SISWA
JENIS KEBUTUHAN Sekolah Dasar ( SD ) Per Kelas
NO SD
KHUSUS
I II III IV V VI
1 Tunagrahita ( C ) 5387 4582 4273 3876 3458 2730 24,306
2 Tunarungu ( B ) 3073 2521 2479 2155 1728 1321 13,277
Tunagrahita
3 2785 2219 2215 1774 1436 1152 11,581
Sedang ( C1 )

Kementrian Pendidikan dan Dirktorat Jendaral Pendidikan Dasar Direktorat Pendidikan


101

Khusus dan Layanan Khusus, Program Pembinaan Tingkat Nasional Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus Pendidikan Dasar, Pendidikan Khusus dan Layanan Rapat Koordinasi, 2012,
halaman 17

74
4 Authis ( F ) 1129 610 454 304 251 172 2,920
5 Tunanetra ( A ) 628 403 385 337 303 259 2,315
6 Tunadaksa ( D ) 495 380 321 253 242 157 1,848
7 Kesulitan Belajar ( H ) 217 167 122 119 75 62 762
8 Tunadaksa Sedang ( D1) 211 131 123 94 101 72 732
9 Tuna Laras ( E ) 116 102 100 125 110 92 645
10 Tuna Ganda ( G ) 197 132 113 82 70 48 642
GRAND TOTAL : 14238 11247 10585 9119 7774 6065 59,028
Sumber : Diolah dari data Kementrian Pendidikan
Berdasarkan data yang ada diatas, penulis juga mentabulasi data dari
kementrian pendidikan untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMP-LB).
Tabel 4.1.2 Data Siswa SMPLB Perjenis Kebutuhan Khusus102

Sekolah Menengah Pertama ( SMP )


TOTAL SISWA
NO JENIS KEBUTUHAN KHUSUS Per Kelas
SMP
I II III
1 Tunagrahita ( C ) 2378 2000 1476 5854
2 Tunarungu ( B ) 1454 1191 1103 3748
3 Tunagrahita Sedang ( C1 ) 1057 878 619 2554
4 Tunanetra ( A ) 284 254 223 761
5 Tunadaksa ( D ) 175 130 103 408
6 Tuna Laras ( E ) 54 84 109 247
7 Authis ( F ) 93 78 36 207
8 Tuna Ganda ( G ) 73 36 30 139
9 Tunadaksa Sedang ( D1 ) 48 44 37 129
10 Kesulitan Belajar ( H ) 28 20 9 57
GRAND TOTAL : 5,644 4,715 3,745 14,104

Sumber : Diolah dari data Kementrian Pendidikan


Data menunjukan bahwasanya kebutuhan terhadap pendidikan bagi
penyandang disabilitas di Indonesia masih kurang di karenakan akses
terhadap pendidikan dan jenjang pendidikan bagi penyandang disabilitas
belum terpenuhi. Ini dilihat dari data atau pun keinginan penyandang

102
Ibid. ,halaman 19

75
disabilitas untuk dapat memenuhi hak nya dalam mengakses jenjang
pendidikan. Padahal ini adalah upaya dari tanggungjawab Negara dalam
memenuhi hak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam bidang
pendidikan. Pemerintah belum bisa mewadahi sepenunya kebutuhan
pendidikan bagi penyandang disabilitas. Padahal sudah ada jaminan
melalui konstitusi yang diberikan melalui Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 dan juga peraturan pelaksana lainnya.
Tabel 4.1.3 Data Satuan Pendidikan (SEKOLAH LUAR
BIASA)103

SLB SDLB SMPLB


No PROVINSI N S N S N S

1. Prop. D.K.I. 8 68 0 7 0 1
Jakarta
2. Prop. Jawa Barat 37 307 0 2 0 0
3. Prop. Jawa 27 110 13 11 1 4
Tengah
4. Prop. 9 63 0 0 0 0
D.I.Yogyakarta
5. Prop. Jawa Timur 16 181 39 77 7 57
6. Prop. Aceh 6 13 11 4 2 11
7. Prop. Sumatera 9 16 15 1 0 1
Utara
8. Prop. Sumatera 16 90 11 7 0 4
Barat
9. Prop. Riau 12 20 2 3 0 0
10. Prop. Jambi 8 2 3 0 0 1
11. Prop. Sumatera 12 14 0 1 0 0
Seratan
12. Prop. Lampung 8 10 0 0 0 0
13. Prop. Kalimantan 8 6 3 0 0 0
Barat
14. Prop. Kalimantan 11 3 3 0 2 0
Tengah
15. Prop. Kalimantan 9 2 6 3 0 9
Selantan
16. Prop. Kalimantan 9 16 0 2 0 1
Timur
17. Prop. Sulawesi 4 14 0 1 0 0
Utara

103
Berdasarkan Data yang diolah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
http://referensi.data.kemdikbud.go.id/index41.php , pada tanggal 11 Januari 2016

76
18. Prop. Sulawesi 12 5 0 0 1 0
Tengah
19. Prop. Sulawesi 21 50 7 6 0 6
Tenggara
20. Prop. Maluku 7 21 1 0 0 0
21. Prop. Bali 12 3 0 0 0 0
22. Prop. Nusa 13 22 0 0 0 0
Tenggara Barat
23. Prop. Nusa 16 5 4 0 4 1
Tenggara Timur
24. Prop. Papua 1 2 2 1 1 1
25. Prop. Bengkulu 12 3 0 0 0 0
26. Prop. Maluku 7 1 2 0 1 2
Utara
27. Prop.Banten 6 66 0 1 0 0
28. Prop. Bangka 7 2 0 0 0 0
Belitung
29. Prop. Gorontalo 8 0 0 0 0 0
30. Prop. Kepulaan 4 8 0 0 0 0
Riau
31. Prop. Papua Barat 1 0 1 1 1 0
32. Prop. Sulawesi 9 11 0 0 0 0
Barat
33. Prop. Kalimantan 4 0 0 0 0 0
Utara
TOTAL 356 1,137 125 129 20 99
Sumber : Diolah dari data Kementrian Pendidikan
Berdasarkan data dari kementerian pendidikan jumlah Sekolah Luar
Biasa (SLB) mengalami penurunan yang sangat signifikat dari kategori
SD-LB – SMP-LB –SMA-LB di setiap provinsi yang ada diseluruh
Indonesia. Pemenuhan fasilitas dan juga pelayanan terhadap pendidiikan
inilah yang penulis sebut adanya diskriminasi yang terlihat dalam
penyetaraan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia dan khususnya
terhadap penyandang disabilitas, seharusnya tidak ada diskriminasi dalam
memenuhi akses terhadap pendidikan. Diskriminasi masih menjadi
permasalahan utama dalam hal pemenuhan hak pendidikan bagi
penyandang disabilitas jika kita mengacu kepada table yang ada diatas.
Permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas tidak hanya pada
pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas, tetapi juga setelah
menempuh pendidikan menengah atas. Secara formal, akses pendidikan

77
Non-Diskriminatif bagi penyandang disabilitas sudah dijamin oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusi. Kebijakan ini memungkinkan
penyandang disabilitas untuk mengakses pendidikan bersama dengan
siswa umum, sesuai dengan kemampuan penyandang disabilitas. Selama
penelitian ini dilakukan, pendidikan inklusi di Indonesia sudah diterapkan
pada semua jenjang pendidikan, dari pendidikan anak usia dini hingga
Perguruan Tinggi. Penulis mengetahui. bahwa tidak semua anak
penyandang disabilitas mampu bersekolah di sekolah inklusi. Akan tetapi,
semakin terbukanya akses pendidikan bagi penyandang disabilitas, maka
semakin luas juga kesempatan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas
pasca sekolah menengah atas.
Salah satu bentuk diskriminasi yang dialami oleh penyandang

disabilitas adalah terbatasnya akses pendidikan tinggi bagi penyandang

disabilitas, padahal hak pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang

disabilitas dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28C, pasal

28E (ayat 1), pasal 28 H (ayat 2), dan pasal 28I (ayat 2). Selanjutnya hak

pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas dilindungi oleh

Undang-Undang dan Konvensi Internasional, yaitu : 1) UndangUndang

Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat; 2) Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM; 3) UndangUndang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 4) Konvensi Internasional Hak-

hak Penyandang Disabilitas atau Convention on The Rights for Persons

with Disabilities (CRPD) Tahun 2006; 5) UndangUndang Nomor 19

Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD; 6) Undang-Undang Nomor 66

Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17

Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; 7)

78
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2010-2014;

Terbatasnya akses perguruan tinggi bagi penyandang disabilitas, membuat

jumlah penyandang disabilitas yang memiliki gelar sarjana sangat sedikit.

Adapun hasil survei Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) mencatat

bahwa hanya ada 250 orang tunanetra di Indonesia yang berhasil

menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Sementara data Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa angka kebutaan di

Indonesia adalah 1,5% dari jumlah penduduk atau lebih dari tiga juta

orang. Dengan demikian, jumlah 250 orang tunanetra yang berhasil

menyelesaikan studi di perguruan tinggi104 merupakan kondisi yang

memprihatinkan.

Di dalam makalah Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian

Kementerian Sosial (Kabadiklit Kesos) mengatakan bahwa “persentase

tingkat pendidikan penyandang disabilitas yang berhasil memiliki ijazah

S1 hanya sebesar 0,95%”.105 Padahal program pemerintah selama ini

terhadap pemenuhan Hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas

belum maksimal. Adapun persentase pemenuhan hak atas pendidikan bagi

penyandang disabilitas. Program pemerintahan selama ini terhadap

pemenuhan hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas.

Tabel 4.1.4 Kebijakan Pemerintah dan Anggaran


Pendidikan Bagi penyandang disabilitas 106

No Kebijakan Kegiatan Anggaran (X 1000)

104
http://ijds.ub.ac.id/index.php/ijds/article/view/27/19 diakses tanggal 05 Desember
2015 pukul 12.44 wib
105
Ibid.
106
Ibid. Halaman 36

79
2011
2010 2012
(APBN + APBNP)
Rp.233.152 Rp.450.341.25
ANGGARAN DIT. PPK LK DIKDAS Rp.504.240.052.-
. 169.- 5.-

Rp.175.638. Rp.387.458.56
Rp.378.994.632.-
1 PENDIDIKAN UNTUK KECACATAN 209.- 8.-
65,14% 75,17% 86,04%
Rp.19.499.
Rp.56.126.966.- Rp29.453.572.-
2 PENDIDIKAN UNTUK INKLUSI 3 51.-

8,36% 11,13% 6,54%

PENDIDIKAN UNTUK (CI BI) CERDAS Rp.18.875. Rp.16.433.440.


Rp.35.338.813.-
ISTIMEWA 2 59.- -
3
8,10% 7,01% 3,65%
&
BAKATISTIMEWA/KEBERBAKATAN/GIF
TED TALENTED (e.g. Aksel)

Rp.8.697.7
PENDIDIKAN UNTUK Rp.16.789.900.- Rp.808.553.-
4 8 8.-
LAYANAN KHUSUS
3,73% 3,33% 0,18%

Rp.10.441. Rp.16.187.122.
Pemeliharaan, operasional kantor dan lain- Rp.16.989.741.-
5 9 12.- -
lain
4,48% 3,37% 3,59%

Sumber : Diolah dari data Kementrian Pendidikan


Berdasarkan data hasil wawancara dari wartawan Okezone.com

dengan kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

(Kemristekdikti). Kementrian hanya mendapatkan anggaran Rp 40,267

Triliun..107

Berdasarkan penuturan kementerian KEMENRISTEKDIKTI jumlah tersebut dirasakan


107

kurang oleh Menristekdikti Nasir. Karena tahun lalu kementeriannya mendapat Rp42,5 triliun,
lalu dinaikkan menjadi Rp44 triliun. Sedangkan tahun ini, anggaran awal justru turun menjadi
Rp33 triliun. Setelah diprotes, lalu dinaikkan menjadi Rp37,9 triliun, kemudian ditambah
Rp2,63 triliun menjadi Rp40,267 triliun. "Tapi memang masih kurang. Kami punya 103
perguruan tinggi negeri (PTN) dan 4.200 perguruan tinggi swasta (PTS). Bagaimana kami akan
mengembangkannya jika dana hanya segitu?" ujar Nasir retoris
http://news.okezone.com/read/2015/12/02/65/1259808/rp40-t-masih-kurang-untuk-
menristekdikti (tanggal 06 Desember 2015)

80
Berdasarkan penjelasan dari KEMRISTEKDIKTI tersebut fokus

pengembangannya kearah lulusan yang berkualitas dan juga mendorong

SDM berdaya saing. Perkembangan dan terjamuhnya fasilitas sepadan

penyandang disabilitas ke perguruang tinggi bukan menjadi fokus utama

KEMERISTEKDIKTI.

Mengenai sarana prasarana, dalam peraturan menteri pendidikan

nasional nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa satuan pendidikan

penyelenggara pendidikan inklusif berhak memperoleh bantuan

professional dengan kebutuhan dari pemerintah kabupaten/kota.

Melihat penyerapan terhadap anggaran yang di dapatkan

KEMERISTEKDIKTI maka bisa ditarik kesimpulan penyedian bantuan

dana professional berdasarkan peraturan menteri nomor 70 Tahun 2009

khsususnya dari KEMENRISTEKDIKTI tidak kearah pelayanan dan

pembangunan sarana kepada penyandang Disabilitas di Perguruan Tinggi.

Dalam konteks penegakkan HAM, Negara juga merupakan sarana

terhadap pengembangan subjek hukum utama. Negara diberikan

kewajiban melalui deklarasi dan kovenan-kovenan Internasional tentang

HAM sebagai entitas utama yang harus bertanggung jawab secara penuh

untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM terhadap

pendidikan bagi penyandang disabilitas dilihat dari kebijakan pemerintah

kepada penyandang disabilitas di dalam pendidikan ataupun klasifikasi

kebijakan terhadap pendidikan bagi penyandang disabilitas bisa dilihat di

Tabel 4 :

Berbagai kebijakan di atas


menimbulkan klasifikasi model
pembelajarn bagi disabilitas
81
Tabel 4.1.5 Klasifikasi Sistem Model Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas 108

108
Sari Rudiyati, Potret Sekolah Inklusif di Indonesia (Makalah disampaikan dalam
Seminar Umum “Memilih Sekolah yang Tepat Bagi Anak Berkebutuhan Khusus” pada
Pertemuan Nasional Asosiasi Kesehatan Jiwa dan Remaja (AKESWARI), PLB FIP UNY :
Yogyakarta, 2011, hlm 8-10

82
83
Mengacu pada berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak
pemerintahan pada tabel diatas, yang kemudian diruncingkan kedalam
pembagian klasifikasi berbagai macam bentuk organ pendidikan, hanya
ada satu bentuk model sekolah yang dapat memberikan peluang kepada
penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan di Perguruan
Tinggi. Model pendidikan tersebut adalah dengan jalan menggunakan
model sekolah inklusif, dimana para mahasiswa disabilitas ini belajar
dalam satu atap serta satu ruang di tempat yang sama, akan tetapi hal ini
tidak sepenuhnya dapat diterima, karena banyak sarana serta prasarana
yang masih belum mendukung terhadap tumbuh kembang para mahasiswa
disabilitas yang menuntut ilmu disana.
Sebagaimana sifat dari hukum yaitu mengatur dan menguasai
manusia dalam kehidupan bersama. Sebagai konsekuensinya, maka tata
hukum bertolak pada penghormatan perlindungan hukum bagi manusia.
Penghormatan dan perlindungan hukum untuk manusia ini tidak lain
merupakan pencerminan dari kepentingan sendiri. Perlindungan hukum
juga terdapat didalam pembukaan konstitusi Undang-undang dasar Negara
Republik Indonesia, maka dari itu gunannya perlindungan hukum untuk
menjamin dan menghilangkan diskriminasi terhadap pendidikan yang ada
saat ini bagi penyandang disabilitas.
Pendidikan Tinggi yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas
belumlah menjadi isu yang secara serius digarap baik oleh pemerintah
maupun pihak universitas. Dalam rangka mewujudkan kampus yang
ramah dan non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas ini, pemerintah
haruslah berupaya melakukan diseminasi secara menyeluruh mengenai isu
pendidikan bagi penyandang disabilitas ini. Kebijakan–kebijakan terkait
penyandang disabilitas yang kurang menyediakan ruang memadai untuk
penyelenggaraan pendidikan tinggi perlu untuk dirumuskan kembali

84
Tabel 4.1.6 Hambatan Arstitektural Bagi penyandang disabilitas di Perguruan Tinggi Normal 109

Sumber : Ferry Firdaus dan Fajar Iswahyudi, Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik
untuk 1 Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus
Kebijakan pemerintah berkaitan pemberian kemudahan akses bagi
penyandang disabilitas masih belum dijalankan sepenuhnya dan juga tidak
terdapat sanksi berkaitan dengan diabaikannya pemberian akses kepada
para disabilitas.
Sesungguhnya kebijakan aksesibilitas pelayanan telah cukup banyak
pengaturannya dan juga mengatur berbagai hal yang menyangkut
aksesibilitas pelayanan dan fasilitas publik untuk masyarakat dengan
kebutuhan khusus. Pemikiran untuk meningkatkan kualitas hidup bagi
kelompok masyarakat penyandang disabilitas atau sering disebut dengan

Ferry Firdaus dan Fajar Iswahyudi, Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik untuk 1
109

Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus, Jakarta, 2010, hlm 176-177

85
“orang yang memiliki kemampuan berbeda” didasarkan atas prinsip
kesetaraan (persamaan) kesempatan dan partisipasi dalam berbagai aspek
hidup dan kehidupan terutama yang berkenan dengan masalah
aksesibilitas, rehabilitasi, kesempatan kerja, kesehatan serta pendidikan.
secara umum sudah cukup tersedia baik pada tataran konstitusional
maupun peraturan perundang undangan.
3. Tanggungjawab negara dalam memenuhi Hak atas pendidikan

Non Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh

Acess to justice dalam pendidikan tinggi berdasarkan tinjauan

Yuridis

Perlindungan, pemajuan, penegakan dan juga suatu pemenuhan hak

asasi manusia menjadi tanggung jawab Negara hal ini terwakilkan oleh

pemerintah, Undang-Undang Dasar NRI 1945 pun telah menyebutkan hal

tersebut. Implementasi pemerintah ini telah tertuang dalam Rencana Aksi

Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang diantaranya berisi mengenai upaya

perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di tingkat pusat sampai

daerah yang dilakukan melalui pendidikan, penyuluhan dan sosialisasi

baik bagi para penegak hukum, instansi pemerintah, siswa dan mahasiswa.

Bentuk suatu jaminan hukum tersebut diantaranya dilakuakan dengan

melengkapi berbagai peraturan perundangan berkaitan dengan

perlindungan hak asasi manusia yang mana diantaranya peratifikasiann

berbagai instrument internasional yang berkaitan dengan hak asasi

manusia.110

110
Perangkat hukum berkaitan dengan hak asasi manusia yang telah dimiliki Indonesia di
antaranya: A. Undang-Undang Dasar 1945 1. Undang Undang Dasar 1945 2. Amandemen
Pertama UUD 1945 3. Amandemen Kedua UUD 1945 4. Amandemen Ketiga UUD 1945 5.
Amandemen Keempat UUD 1945 B. Tap MPR-RI Nomor : XVIII/MPR/1998 Tahun 1998 tentang
Hak Asasi Manusia C. UU 20/1999 : Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk

86
B. Langkah-langkah Pemenuhan Hak atas Pendidikan Non

Diskriminatif bagi Penyandang Disabilitas untuk Memperoleh

Acess to justice dalam Pendidikan Tinggi

Pemenuhan hak atas pendidikan tinggi terhadap penyandang disabilitas

memang belum teralisasi sempurna, tetapi di dalam pemenuhan hak atas

pendidikan bagi penyandang disabilitas yang Non Diskriminatif untuk

memperoleh Acess to justice telah menuai banyak perubahan terlihat dari

kebijakan maupun peraturan dari masa ke masa.111 Perhatian pemerintah

terhadap tunas-tunas penerus bangsa dalam bidang pendidikan harus

diakui belum menunjukan perubahan yang signifikan. Buktinya masih

terdapa sistem kategorisasi yang memisahkan antara anak normal dengan

anak penyandang disabilitas. Realita dilapangan menunjukan bahwa

seluruh Negara Indonesia memperoleh haknya dalam mendapatkan

pendidikan sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang.

Penyelenggaraan pendidikan bagi penyandang disabilitas.

a) Landasan Yuridis Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi

Penyandang Disabilitas

Sebagaimana yang telah disebut di atas, pemerintah bertanggung

jawab atas terselenggaranya pendidikan sebagai implikasi dari kontrak

sosial

Diperbolehkan 1. UU 1/2000 : Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2.


UU 12/1995 : Pemasyarakatan 3. UU 19/1999 : Tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai
Penghapusan
111
Kerja Paksa 4. UU 21/1999 : Tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan 5. UU 26/2000 : Pengadilan Hak Asasi Manusia 6. UU 29/1999 :
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 7. UU 3/1997 : Pengadilan Anak 8. UU
39/1999 : Hak Asasi Manusia 9. UU 4/1979 : Kesejahteraan Anak 10. UU 5/1998 : Menentang
Penyiksaan 11. UU 7/1984 : Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 12.
UU 9/1999 : Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum 13.UU 11/2005 : Ratifikasi
Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya 14. UU 12/2005 : Ratifikasi
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Selengkapnya dapat dilihat di
www.ham.go.id/sjdi_first
87
dengan masyarakat. Sikap tanggung jawab ini kemudian dimunculkan

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta batang tubuh

Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dikarenakan baik dari pembukaan

maupun batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu kesatuan

konstitusi yang tak terpisahkan serta menjadi dasar dari semua hukum

yang ada di Indonesia. Secara spesifik wujud tanggung jawab ini

dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea ke-4 yang

berbunyi:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia

itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang

terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang

Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia

dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”112

Sedangkan perumusan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945

dituliskan dalam pasal 31, yang berbunyi:

112
Alinea Ke IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

88
b. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.113

c. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya.114

d. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan

dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang.115

e. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan

dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan

belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan pendidikan nasional.116

f. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta

kesejahteraan manusia.117

113
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Bab XII Tentang Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 ayat (1)
114
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Bab XII Tentang Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 ayat (2)
115
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Bab XII Tentang Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 ayat (3)
116
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Bab XII Tentang Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 ayat (4)
117
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Bab XII Tentang Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 ayat (5)

89
Kedua hal tersebut dapat menjadi bukti bahwa pemerintah telah

berkomitmen untuk melaksanakan kewajibannya atas pemenuhan

pendidikan. Dalam implementasinya lebih lanjut untuk menjalankan

amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah kemudian membuat

peraturan turunan sebagai regulasi terhadap penyelenggaraan pendidikan

tinggi di Indonesia. Dasar regulasi terhadap berlangsungnya pendidikan

tinggi pasca amandemen konstitusi adalah Undang-Undang No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Undang-Undang

Sisdiknas ini kemudian mengamanatkan untuk dibentuknya suatu Undang-

Undang pelaksana penyelenggaraaan perguruan tinggi di Indonesia dengan

sistem badan hukum, yang pada akhirnya memunculkan Undang-Undang

No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Namun Undang-

Undang ini mendapat pertentangan keras dari seluruh elemen masyarakat

terutama dari pelaku penyelenggara pendidikan tinggi karena dirasa tidak

sesuai dengan kepribadian bangsa dan hanya akan memberatkan beban

biaya bagi mahasiswa karena merasa bahwa Undang-Undang ini

memberikan celah kepada pemerintah untuk lepas tangan terhadap

pembiayaan pendidikan tinggi. Kemudian undang-undang ini dijudicial

review kapada Mahkamah Konstitusi yang pada akhirnya melalui putusan

MK-BHP No.11-14-21-126-136PUU-VII-2009 Undang-Undang ini

dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki keuatan hukum mengikat.

Hal ini kemudian menjadikan pemerintah harus membuat suatu hukum

yang baru untuk mencegah adanya kekosongan hukum. Sehingga

munculah Undang-Undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

90
akan tetapi sagat disayangkan karena dalam Undang-Undang ini

khususnya pasal 52 ayat (1) sama sekali tidak memberi celah bagi

penyandang disabilitas untuk dapat mengakses pendidikan tinggi.

Sehingga sebagai bentuk terhadap amanat konstitusi dan spirit bhinneka

tunggal ika maka perlu dibentuknya suatu peraturan baru yang mengatur

degan jelas terkait permasalahan di atas, sehingga pembentukan

Rancangan Undang-Undang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi

bagi penyandang disabilitas menjadi sesuatu yang wajib teralisasikan demi

terwujudnya pendidikan untuk semua warga negara indonesia tidak

terkecuali bagi warga negara penyandang disabilitas.

b) Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan

norma Tabel 4.2.1 kajian terhadap asas/prinsip penyusunan

norma

Norma Hukum Isi Asas Yang


Terkandung
pasal Setiap warga negara Non-Diskriminatif
31 berhak mendapat
ayat pendidikan
UUD 1945 (1)
(Amandemen) ayat Setiap warga negara Non-Diskriminatif
(2) wajib mengikuti
pendidikan dasar
dan pemerintah
wajib
membiayainya
Pendidikan Pelayanan Prima
Nasional berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan
membentuk watak
serta peradaban
bangsa yang
bermartabat dalam
dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa,
bertujuan untuk
91
UU No. 20 berkembangnya
tahun 2003 potensi peserta didik
Sistem Pasal agar menjadi
Pendidikan 3 manusia yang
Nasional beriman dan
bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, Berahlak
mulia, sehat,
berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan
menjadi warga
negara yang
demokratis serta
bertanggung jawab.
Pasal Setiap warga negara Non-Diskriminatif
5 mempunyai hak
Ayat yang sama untuk
(1) memperoleh
pendidikan yang
bermutu
Pasal Warga negara yang Pelayanan Prima
5 mempunyai
Ayat kelainan fisik,
(2) emosional, mental,
intelektual, dan/atau
sosial berhak
memperoleh
pendidikan khusus
Pasal Warga negara di Pelayanan Prima
5 daerah terpencil Non-Diskriminatif
Ayat atau terbelakang
(3) serta masyarakat
adat yang terpencil
berhak memperoleh
pendidikan layanan
khusus
Pasal Warga negara yang Non-Diskriminatif
5 memiliki potensi
Ayat kecerdasan dan
(4) istimewa berhak
memperoleh
pendidikan khusus.
Pasal Pendidikan khusus Pelayanan Prima
32 merupakan NonDiskriminatif
ayat merupakan
(1) pendidikan bagi
peserta peserta
didik

92
yang memiliki
tingkat kesulitan
dalam mengikuti
proses pembelajaran
karena kelainan
fisik, emosional,
mental, sosial,
dan/atau memiliki
potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
Pasal Pendidikan layanan Pelayanan Prima
32 khusus merupakan Non-Diskriminatif
ayat pendidikan bagi
(2) peserta didik di
daerah terpencil
atau terbelakang,
masyarakat adat
yang terpencil,
dan/atau mengalami
bencana alam,
bencana sosial, dan
tidak mampu dari
segi ekonomi.
Setiap penyandang Non-Diskriminatif
UU No. 4 Pasal cacat mempunyai
1997 tentang 5 dan kesempatan
Penyandang yang sama dalam
Cacat segala aspek
kehidupan dan
penghidupan
Sumber : Data Sekunder

c) Gagasan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non Diskriminatif bagi

penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess to justice dalam

pendidikan tinggi

Pengertian Pendidikan terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 mengenai

pendidikan, berbunyi:

“pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

93
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Sedangkan pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program

sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta

program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

Jenjang pendidikan setelah menempuh pendidikan terakhir di

sekolah maka nantinya akan melanjutkan ke perguruan tinggi, adapun

definisi dari perguruan tinggi yang Non-Diskriminatif ialah satuan

pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi khusus bagi

mahasiswa penyandang disabilitas. Sehingga nantinya akan timbul

suatu Perguruan Tinggi Negeri Luar Biasa yang selanjutnya disingkat

PTN LB yang menjadi perguruan tinggi khusus bagi calon mahasiswa

penyandang disabilitas yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh

pemerintah sebagai perwujudan dari pendidikan Non-Diskriminatif.

Selanjutnya upaya dari pihak swasta untuk membangun pendidikan

yang berbasis Perguruan Tinggi Swasta atau yang disingkat sebagai

PTS-LB yang nantinya dapat diselenggarakan juga oleh mahasiswa

penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki/mempunyai

kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu dan/hambatan

94
baginya untuk melakukan secara selayaknya. Sehingga perlu adanya

peningkatan derajat bagi penyandang disabilitas dalam menempuh

pendidikan, derajat disabilitas adalah tingkat berat dan ringannya suatu

keadaan yang diperoleh seseorang. Kesamaan kesempatan dan juga

kemudahan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada

penyandang Disabilitas untuk mendapatkan kesempatan yang sama

dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Selanjutnya akan ada

suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi

sosialnya secara wajar didalam kehidupan bermasyarakat. Pemberian

bantuan kepada penyandang disabilitas yang tidak mampu secara

materil maupun non-materil agar ada upaya dalam meningkatkan taraf

kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.

Upaya yang harus dilakukan ialah perlindungan dan pelayanan

yang bersifat terus menerus, agar penyandang Disabilitas dapat

mewujudkan taraf kesejahteraan hidup yang wajar. Maka dari itu

dibutuhkan suatu wadah bagi penyandang disabilitas dalam

meningkatkan taraf hidupnya dengan cara penguatan aspek Ilmu

Pengetahuannya dan teknologi yang di dapat dalam pendidikan tinggi

agar penerapan dan pemanfaatan berbagai cabang Ilmu Pengetahuan

yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan

hidup, serta peningkatan mutu kehidupan penyandang disabilitas.

Pendidikan tinggi yang sifatnya Non-Diskriminatif tidak lepas dari

kewajibannya dari kewajiban pada umunya ada di perguruan tinggi,

95
yaitu penerapan asas Tridharma yang menyelenggarakan Pendidikan,

Penelitian dan Pengabdian terhadap masyarakat. Salah satu bentuk

yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan kegiatan sivitas

akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Metode pembelajaran yang digunakan ialah dengan

cara interaksi mahasiswa penyandang disabilitas dengan dosen dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terdapat di dalam

pendidikan tinggi Non-Diskriminatif.

Proses mentransformasikan, mengembangkan dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan melalui

pendidikan, penelitian dan pengabdian yang di kontrol secara

langsung. Nantinya hanya ada mahasiswa penyandang disabilitas

sebagai peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi Luar biasa (PT-

LB) dan juga nanti dapat dibantu oleh kelompok warga Negara

Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian khusus dan

peranan dalam bidang Pendidikan Tinggi Luar Biasa (PT-LB).

program studi yang didapatkan dalam pendidikan tinggi ini ialah

memiliki kurikulum dan juga metode pembelajaran tertentu dalam satu

jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan

vokasi. Satuan standar yang juga meliputi standar nasional pendidikan,

ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian.

Pendidikan Tinggi Luar Biasa (PT-LB) berjalan dengan adanya

pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan sebagai bentuk

96
tanggungjawab Negara dalam menyetarakan pendidikan yang Non-

Diskriminatif, pemerintah daerah , kementerian, dan juga lembaga

pemerintah Nonkementrian.

d) Koordinasi dan penyedian layanan yang akan menyelenggarakan

gagasan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non Diskriminatif bagi

penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess to justice dalam

pendidikan tinggi .

Langkah Strategis

D. Pelaporan
C. Pengendalian Stage holder Stage Pusat
: - Pemerintah holderd
A.Perencanaan - Organisasi Disabilitas na
Stage holder : A. Pelaksanaan
Pemerintah Pusat Stage holder : -
Organisasi Pemerintah Pusat
Disabilitas - Seluruh Aspek
nasional – Civitas Bangsa
Academica

e. Perencanaan gagasan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non

Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess

to justice dalam pendidikan tinggi

Pembentukan suatu lembaga Perguruan Tinggi Luar Biasa

(PT-LB), yang tata cara serta prosedur yang sama dengan

Perguruan Tinggi lainnya tetapi dalam pembuatan PT-LB ini

haruslah difasilitasi dengan sarana serta prasarana yang ramah

terhadap disabilitas, mungkin untuk awalnya penulis menawarkan

sebuat master planning sebagai proyek percontohan, yaitu mungkin

97
dengan membentuk beberapa/ sebagaian program studi, sehingga

kemudian apabila dalam perkembangannya (5 tahun ke depan)

proyek percontohan ini berhasil maka akan langsunng dapat

ditambahkan beberapa jenis tambahan program studi baru,

sehingga kedepannya dangan rentan waktu yang lebih sedikit (1

tahun) dapat segera diambil tindakan untuk melanjutkan

penambahan program studi.

f. Pelaksanaan dalam memenuhi hak atas pendidikan Non

Diskriminatif bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh Acess

to justice dalam pendidikan tinggi

Strategi pencapaian :

1. Sinergi Program Pembentukan PT-LB secara lintas sektor

dengan melibatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten

kota. Agar terpenuhi pendidikan yang layak dan non-

diskriminatif bagi penyandang disabilitas.

2. Mobilisasi sumber daya (program, sumber pendanaan,

organisasi pemerintah, organisasi sosial/ ekonomi/ keagamaan/

politik dan organisasi non-pemerintah lainnya) dalam

mensukseskan pembentukan PT-LB dalam memenuhi hak

pendidikan bagi penyandang disabilitas terhadap akses ke

perguruang tinggi.

3. Apresisasi terhadap para pihak yang telah mensukseskan

pembentukan PT-LB

Strategi Pencapaian

98
1. Pembentukkan Kelompok Kerja Tingkat Pusat oleh Menteri

Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi

2. Sosialisasi Rencana pembentukan PT-LB di Tingkat Pusat,

Provinsi, dan Kabupaten /Kota

3. Mobilisasi segenap sumber daya yang ada, yaitu :

a) Identifikasi program pemgbentukan PT-LB secara

komperhensif

b) Identifikasi potensi Sumber Daya Manusia yang dapat segera

merealisasikan terbentuknya PT-LB

c) Identifikasi potensi wilayah pembentukan PT-LB yang

diamana tingkat partisipasi dari pemerintah, swasta, serta

warganya yang sangat pro-aktif dalam mempercepat

pembentukan PT-LB

d) Identifikasi tata kelola dan tata cara perawatan yang baik.

4. Kampanye membentuk suatu gerakan dukungan bagi

pembentukan PT-LB untuk menciptakan pendidikan non-

diskriminatif bagi penyandang disabilitas di Tingkat Pusat,

Provinsi, dan Kabupaten/Kota

5. Pengendalian (monitoring,evaluasi dan pengawasan)

pelaksanaan PT-LB

e) Pengendalian

Monitoring dan Evaluasi

Proses pengendalian secara monitoring merupakan suatu

aktivitas agar mengetahui gambaran mengenai tahapan kinerja

99
dalam proses pelaksanaan, masalah yang dihadapi dan hasil-hasil

keragaan (perfomance) kegiatan secara menyeluruh sebagai bentuk

input untuk menyempurnakan kegiatan hasil lebih lanjut. Proses

pengendalian secara evaluasi merupakan aktivitas untuk

mengetahui persentase rencana dengan realisasi target sebagai

dasar langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pencapaian

target yang telah di tetapkan. Pemantauan dan juga evaluasi

dilaksanakan oleh :

1. Tingkat Pusat dilaksanakan oleh Menteri Riset, Teknologi dan

Pendidikan Tinggi

2. Tingkat Provinsi dilaksanakan oleh dinas dari kementrreian

riset, teknologi dan pendidikan tinggi tingkat provinsi

3. Tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh dinas pendidikan

tinggi serta instansi terkait lainnya di kabupaten/kota Kriteria

keberhasilan pembentukan PT-LB adalah dengan

terfasilitasinya kepada para pihak dalam rangka pembentukan

PTLB tersebut. Ukuran tingkat keberhasilan pembentukan PT-

LB adalah :

a) Keberadaan dan efektivitas kinerja kelompok kerja di Tingkat

Pusat, Provinsi, serta Kabupaten/Kota

b) Keberadaan dan efektivitas kinerja para anggota

organisasiorganisasi terhadap penyandang disabilitas dalam hal

pemberian sumbangan ide terhadap mekanisme pembentukan

100
PT-LB serta mensosialisasikan pembentukan PT-LB yang

sebagaimana mestinya.

c) Keberadaan para Civitas Akademica serta masyrakat yang

inklusif yang mau menerima serta mendukung program

pembentukan PTLB.

d) Realisasi jumlah Sumber Daya, baik berupa pemberian alokasi

dana serta sumber daya manusia sebagai pengelolah dan

manajemen terhadap pembentukan PT-LB.

f) Pelaporan

Mekanisme pelaporan dilakukan secara berjenjang dari

unsur/elemen masyarakat (para orang tua penyandang disabilitas

serta para pemerhati penyandang disabilitas), pemerintah

kabupaten/kota, pemerintah provinsi,Pusat serta kementrian Riest,

Teknologi dan Perguruan Tinggi serta instansi terkait lainnya,

selanjutanya secara nasional dilaporkan kepada Presiden melalui

Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan, Pengendalian dan

Pembangunan (UKP4)

g. Pembentukan Sistem Tata Kelolah Perguruan Tinggi Luar

Biasa Yang Komprehensif Dengan Menitikberatkan Pada:

a) Pencegahan, Pengurangan Resiko, Dan Penanganan Terhadap

Akses Pendidikan Tinggi Yang Berbasis Pada Pelayanan Prima

Dan NonDiskriminatif; Dalam perspektif pendekatan HAM

(rights based approach) terdapat : (i) pihak yang bertanggung

jawab untuk memenuhi hak penyandang disabilitas; dan (ii)

101
pihak yang yang dilekati hak. Pihak yang disebut pertama,

terdiri dari: (i) masyarakat sipil; (ii) korporasi; dan (iii) negara.

Masing-masing pelaku ini mempunyai tanggungjawab yang

sama namun dengan beban tanggungjawab yang berbeda.

Berdasarkan tinjauan yuridis pada bab II dan bab IV negaralah

yang diberikan mandat utama bertanggungjawab untuk

melaksanakan kewajibannya memenuhi hak bagi penyandang

disabilitas. Kemudian diikuti oleh korporasi yang kini

semestinya juga bertanggung jawab untuk melindungi hak

penyandang disabilitas karena dalam menjalankan usahanya

berpotensi turut berkontribusi dalam pelanggaran hak asasi

penyandang disabilitas. Sedangkan masyarakat sipil

bertanggung jawab sekaligus sebagai pihak yang memiliki

kewajiban moral dan hukum untuk mendukung upaya anak-

anak menuntut hak-haknya. Pihak yang kedua, adalah

kelompok anak sebagai subyek hukum yang dilekati hak

berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1997, sehingga

penyandang disabilitas memiliki legalitas untuk menuntut

Negara untuk memenuhi haknya (claim rights) khususnya

dalam hal pemenuhan hak memperoleh pendidikan tinggi sama

seperti halnya warga negara indonesia normal lainnya

b) Langkah-Langkah Pemenuhan Hak penyandang disabilitas

Dalam Hal Memperoleh Akses Pendidikan Tinggi Yang Wajib

102
Dilakukan Oleh Negara Dengan Kejelasan Antara Norma,

Struktur/Kelembagaan, Dan Proses/Prosedur;

Pemerintahan dan masyarakat menjadi dua aktor utama

dalam penciptaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas

dalam pembentukan PT-LB. Kondisi aksesibiltas yang saat ini

masih memprihatinkan juga dipengaruhi oleh rendahnya

responsivitas dan kepedulian aparat pemerintah terhadap

kelompok masyarakat berkebutuhan khusus tersebut. Hal ini

dapat digambarkan ke dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2.2 Pihak-Pihak yang terlibat dalam Master Planning

Pembentukan Perguruan Tinggi Luar Biasa (PT-LB)

NO Pihak Peran Kendala


1 Pemerintah Untuk Memenuhi, Untuk 1. Adanya
Menghargai, dan Untuk anggapan
Melindungi Hak-Hak bahwa jumlah
Penyandang disabilitas, penyandang
Khususnya dalam ini Hak disabilitas
Memperoleh Pendidikan tidak lebih
Tinggi Non-Diskriminatif dari 1%,
sehingga
pembangunan
aksesibilitas
tersebut
dianggap
mubazir;
2. Aparat
pemerintah
masih
mengembangk
an pelayanan
yang standar
dan bersifat
umum,
sehingga tidak
responsif
terhadap
pemenuhan

103
kebutuhan
khusus
kelompok
masyarakat
marjinal dan
minoritas
termasuk
penyandang
disabilitas;
3. Kurangnya
sosialisasi
Kebijakan,
Juklak dan
Juknis yang
terkait dengan
penyediaan
aksesibilitas
bagi
masyarakat
yang memiliki
kebutuhan
khusus;
4. ini
menempatkan
kelompok
masyarakat
yang memiliki
kebutuhan
khusus
sebagai obyek
"pasif" atas
kebijakan
karitatif.
Kebijakan
dimaksud
biasanya
diwujudkan
dalam
berbagai
program atau
kegiatan
"program
pember
dayaan yang
tidak tuntas"
5. Aparatur
pemerintah
sering kali

104
memberikan
program
pelatihan
keterampilan
dasar
(vocational
training) yang
disertai
pemberian
yang cuma -
cuma, namun
tidak di sertai
dengan
program
pendampingan
, yang
nantinya
berfungsi
sebagai media
control.
Sehingga
program ini
hanya sekedar
"proyek"
kegiatan rutin
unit kerja biro
krasi.
2 Masyarakat Peran masyarakat adalah Belum terbangunnya
sebagai Kelompok rasa kepedulian baik
Pemberdaya, yaitu suatu secara prilaku
kelompok melihat maupun pikiran.
disabilitas sebagai Bahkan tidak terbersit
persoalan ketidakadilan sedikitpun dalam
sosial. Mereka melihat pikirannya tentang
disabilitas lebih sebagai disabilitas. Hal ini
korban dari pertarungan dikarenakan memang
struktur kekuasaan sosial dalam hidup
di masyarakat. Sehingga kesehariannya
kelompok pemberdaya kelompok ini tidak
berpendapat bahwa pernah berinteraksi
santunan bukan cara tepat dengan disabilitas
untuk menyelesaikan
persoalan disabilitas.
3 Praktisi Pendidikan Membantu dalam Sedikit praktisi
perumusan penciptaan PT- pendidikkan yang
LB, Pengawasan jalannya faham dan
PT-LB, dan melakukan mengetahui seluk
penelitian guna per beluk mengenai komu

105
kembangan PT-LB nitas disabilitas
kedepannya
4 Organisasi Disabilitas Melakukan fungsi Jumlahnya masih
sosialisasi terhadap sedikit serta
masyarakat dan juga persebaran
pemerintah terhadap jangkauannya masih
informasi-informasi terkini terlokalisasi di daerah
mengenai perkembangan pusat (kota-kota
dan kebutuhan penyandang besar) dan minim di
disabilitas dan juga men kota-kota kecil
jadi media penyalur
aspirasi dari penyandang
disabilitas
Sumber : Data Sekunder

Mengacu pada tabel diatas maka dalam era globalisasi,

keberadaan Pendidikan Tinggi Bagi penyandang disabilitas

merupakan penopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang merupakan sumber keilmuan. Dalam kondisi demikian,

tuntutan terhadap kualitas menusia terdidik, baik kemampuan

intelektual, kemampuan vokasional dan rasa tanggung jawab

kemasyarakatakan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat

sesuai dengan perkembangan masyarakat. Berdasarkan empat pilar

dasar urgensitas penerapan nilai-nilai Pancasila dalam upaya

membangun pendidikan bagi semua (Education For All)

sebagaimana telah di uraikan diharapkan mampu menghasilkan

sebuah model implementasi yang efektif dan efisien di masyarakat.

Dengan terwujudnya gagasan perguruan tinggi luar biasa yang

merupakan konsekuensi yuridis pemenuhan hak atas pendidikan

tinggi yang berbasis pada pelayanan prima dan Non-Diskriminatif

bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

106
c) Pelibatan penyandang disabilitas sebagai pemilik hak dalam

pembuatan kebijakan yang mempengaruhi dirinya, khususnya

di dalam hal pembuatan kebijakan rancangan undang-undang

perguruan tinggi luar biasa dan peran serta masyarakat dalam

pemenuhan hak memperoleh pendidikan tinggi bagi

penyandang disabilitas Dalam hal ini seharusnya partisipasi

dimaknai sebagai melibatkan secara luas seluruh elemen

masyarakat madani (civil society). Penyandang disabilitas

termasuk selama ini belum dilibatkan dalam dialog dengan para

pengambil kebijakan di tingkat nasional dan lokal dan

sekaligus memberikan pengakuan terhadap kepentingan

mereka. Instrumen demokrasi yang ada belum cukup

merefleksikan kepentingan terbaik bagi penyandang disabilitas.

Oleh karena itu tanpa akses pada setiap peristiwa proses

demokrasi, penyandang disabilitas tidak memiliki kekuatan

untuk menuntut pemenuhan apa yang menjadi hak asasinya.

Pengabaian penyandang disabilitas berpartisipasi merupakan

diskriminasi ganda terhadap penyandang disabilitas. Padahal

setiap legalisasi, regulasi, dan alokasi anggaran berdampak

pada kehidupan penyandang disabilitas. Pengambil kebijakan

selalu mengasumsikan bahwa mereka telah mewakili

kepentingan penyandang disabilitas. Hal yang bersifat

mendasar yakni terdapatnya perbedaan perspektif antara

penyadang disabilitas dengan orang normal mengenai

107
bagaimana kehidupan yang sesuai dengan kepentingan terbaik

bagi anak tidak pernah menjadi bahan pertimbangan.

Pengembangan mekanisme untuk melibatkan perspektif

penyandang disabilitas dalam berbagai kebijakan publik yang

mempengaruhi kehidupan mereka sudah seharusnya menjadi

agenda pemerintah. Kemudian kesempatan bagi penyandang

disabilitas dalam melaksanakan hak-hak sebagai warga negara

dalam perdebatan publik juga semestinya dikembangkan. Di

sisi lain penyandang disabilitas juga dipastikan dapat

memperoleh akses atas semua informasi yang dibutuhkan oleh

mereka untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Oleh

karena itu membangun dan mengadaptasi struktur dan

departemen/institusi yang ada guna menyediakan kondisi yang

diperlukan bagi partisipasi anak sudah semestinya menjadi

landasan dalam menetapkan kebijakan. Penyandang disabilitas

sebagai bagian dari masyarakat yang tengah bertumbuh

kembang, mereka memiliki harapan untuk dapat berpartisipasi

secara luas dari ranah privat sampai ranah publik dan dapat

mempengaruhi suatu kebijakan dari tingkat lokal hingga

tingkat global.

108
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan atas pemaparan penulis dari pembahasan pada bab

sebelumnya maka bab ini penulis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Program pembentukan Perguruan Tinggi Luar Biasa adalah hak

bagi penyandang disabilitas untuk bisa mendapatkan akses

pendidikan di pendidikan tinggi serta menjadi tanggungjawab

pemerintah atas amanat konstitusi pasal 31 ayat (1) dan (2), PT-LB

diperlukan untuk pemenuhan hak memperoleh pendidikan yang

non-diskriminatif khususnya dalam pendidikan tinggi (perguruan

tinggi), banyak penawaran yang kemudian ditawarkan oleh

pemerintah dalam berbagai kebijakannya, salah satunya kebijakan

pendidikan inklusif. Akan tetapi dalam implementasinya justru

kebijakan ini bagaikan pedang bermata dua, yang terkadang dapat

melukai bahkan membunuh penyandang disabilitas itu sendiri,

dikarenakan pendidikan inklusif disemua jenjang pendidikan tidak

diikuti dengan berbagai macam fasilitas serta sarana yang sesuai

dengan kebutuhan para penyandang disabilitas dan juga sudut

pandang masyrakat normal yang sudah terbiasa dengan

eksklusifitas terhadap penyandang disabilitas. Tenaga pendidik/

pengajar dalam memberikan pembelajaran kepada penyandang

disabilitas juga berdeda dari tenaga pendidik/pengajar bagi orang

109
yang normal dan juga untuk melengkapi, melanjutkan, serta

menyempurnakan program pemerintah yang sudah ada.

2. Pembentukan Perguruan Tinggi Luar Biasa (PT-LB) adalah

sesuatu gagasan inovatif dalam meningkatkan partisipasi

penyandang disabilitas untuk mendapatkan quota yang lebih dalam

mendapatkan pendidikan tinggi selayaknya warga negara yang

normal.

3. Peraturan Perundang-undangan yang ada saat ini khususnya

konteks pemenuhan pendidikan orang normal dengan orang

disabilitas untuk memperoleh pendidikan tinggi tidaklah seimbang,

hal ini dapat dipaparkan di dalam pembagian klasifikasi bentuk

perguruan tinggi, yang didalamnya sama sekali tidak

menggambarkan suatu tata kelola serta prasarana yang

memungkinkan untuk kemudian dapat dijadikan rujukan bagi

penyandang disabilitas untuk mengenyam bangku kuliah di

dalamnya, sehingga pemerintah dalam hal ini terkesan men

diskriminasikan penyandang disabilitas untuk memperoleh

pendidikan tinggi layaknya orang pada normalnya.

B. SARAN

Setelah menympulkan hasil pembahasan, maka penulis

menyarankan beberapa hal yang berkaitan sebagai berikut :

1. Pemerintah diberbagai level (pusat dan daerah), beserta seluruh

pihak yang terlibat seyogyanya bersinergi melaksanakan

pembangunan Perguruan Tinggi Luar Biasa (PT-LB) guna

110
menciptkan pendidikan tinggi yang non-diskriminatif untuk

penyandang disabilitas.

2. Prioritaskan pembangunan PT-LB dengan APBN sebesar 20%,

sehingga gagasan mengenai pembentukan PT-LB sebagai upaya

penghapusan diskriminasi kepada penyandang disabilitas dapat

teralisasikan.

3. Pembentukan Naskah Akademik mengenai Tata Kelola Perguruan

Tinggi Luar Biasa, sehingga dapat terlaksana pembentukan

peraturan-undang terkait dalam pemenuhan hak pendidikan tinggi

bagi penyandang disabilitas.

4. Peran masyarakat secara positif dan aktif sangat dibutuhkan untuk

mempercepat dan mendukung pemerintah melakukan respon

terhadap pengembangan master planning ini, dalam hal pemenuhan

hak bagi penyandang disabilitas.

111
SURAT PERNYATAAN

KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama : MUHAMMAD RIDHO

NIM : 125010101111039

Menyatakan bahwa dalam penulisan karya ilmiah hukum berupa skripsi ini adalah
asli karya penulis, tidak ada karya/data orang lain yang telah dipublikasikan, juga
bukan karya/data orang lain dalam rangka mendapatkan gelar kesarjanaan di
perguruan tinggi, selain yang diacu dalam kutipan dan atau dalam daftar pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, jika dikemudian hari terbukti karya ini
merupakan karya orang lain baik yang dipublikasian maupun dalam rangka
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi, saya sanggup dicabut gelar
kesarjanaan saya.

Malang, 02 Februari 2016

Yang
Menyatakan,

MUHAMMAD RIDHO
NIM.125010101111039
Analisis terhadap peraturan peraturan perundang-undangan terkait dengan pemenuhan hak pendidikan tinggi bagi

penyandang disabilitas

NORMA HUKUM NORMA STRUKTUR PROSES


pasal Setiap warga negara Analisis : Analisis : Sejalan Analisis : Implementasi pene
31 ayat berhak mendapat Amanat konstitusi dalam dengan amanat rapan rasio alokasi 20 % di
(1) pendidikan pemenuhan hak konstitusional konstitusi, yaitu dunia pendidikan, khususnya
ayat (2) Setiap warga negara dalam bidang pendidikan pasal 31 ayat (1) pendidikan bagi penyandang
wajib mengikuti terhadap warga negara, dan (2) UUD’45 disabilitas di Indonesia
pendidikan dasar dimana warga negara disini yang telah sangatlah minim dengan
dan pemerintah terdiri dari warga negara terimplementasi rasionalisasi bahwasanya ada
wajib membiayainya normal dan warga negara berupa alokasi dana skala prioritas yang di terapkan
dengan kebutu han khusus. anggaran sebesar 20 dalam pengambilan kebijakan
Yang kemudian di break % dari APBN pengelolahan APBN tersebut,
down kedalam peraturan (Anggaran sehingga dengan tabulasi data
perundang-undangan yang Pendapatan dan penyandang disabilitas yang
beradah di bawah UUD ’45. Belanja Negara) kecil seperti data pada bab
Sehingga dalam Hal ini dalam bidang sebelumnya yaitu kurang dari
muncul suatu konsekuensi pendidikan, yang 10 % total penduduk sehingga
yuridis berupa pemenuhan kemudian terafiliasi kaum mayoritas yaitu
hak memperoleh pendidikan dalam bentuk masyarakat normal
yang sama dan non- berbagai macam mendapatkan prioritas
UUD 1945 diskriminatif antara warga kebijakan-ke pemenuhan hak konstitusional
(Amandem negara normal dengan warga bijakan pemerintah dalam hal pendidikan tinggi.
en) negara ber kebutuhan khusus dalam upaya
(disabilitas). memberikan
pendidikan dengan
pelayanan prima, di
berbagai macam
jenjang pendidikan,
akan tetapi untuk
jenjang pendidikan
tinggi masih belum
optimal dan
terjangkau. Apalagi
bagi para
penyandang
disabilitas yang
sangat sedikit sekali
yang bisa
mengkonsumi
bangku
perkuliahan.
Sehingga perlu kebi
jakan/regulasi yang
tepat demi
menciptakan
pendidikan tinggi
untuk semua.
Pasal 3 Pendidikan Nasional Analisis : Analisis : Alokasi Analisis : Kebutuhan akan
berfungsi Selaras dengan semangat dana pendidikan pendidikan merupakan suatu
mengembangkan UUD’45 pasal 31 ayat (1) dan yang sebegitu agenda yang begitu besar
kemampuan dan (2) untuk menciptakan besarnya seperti seperti yang tergambarkan dari
membentuk watak pemenuhan hak konstitusional yang tercermin beberapa pasal yang ada di
serta peradaban warga negara dalam bidang pada kolom diatas, dalam UU No.20 Tahun 2003
bangsa yang pendidikan yang Prima Non- dapat diuraikan seperti yang tampak pada tabel
bermartabat dalam Diskriminatif Hal ini bahwasanya di samping, sehingga di rasa
dalam rangka tercermin di dalam banyak konsumsi akan perlu adanya suatu prioritas
mencerdaskan pasal yang termuat didalam pendidikan di penerapan kebijakan seperti
UU No. 20 kehidupan bangsa, UU No. 20 Tahun 2003 masyarakat itu yang telah di uraikan diatas,
Tahun 2003 bertujuan untuk tentang Sistem Pendidi kan sangat diperlukan, akan tetapi benarkah ketika kita
( Sistem berkembangnya Nasional, berupa upaya untuk melalui UU No.20 memulai sesuatu yang baik
Pendidikan potensi peserta didik menciptakan suatu pendidikan tahun 2003 ini dengan cara melakukan
Nasional ) agar menjadi yang bermutu terhadap pemerintah men kejahatan/kedhaliman sosial
manusia yang penyandang disabilitas, yang coba memberikan berupa perilaku yang
beriman dan dalam hal kekiniian suatu master diskriminatif terhadap
bertaqwa kepada merupakan kaum yang terma planning terhadap penyandang disabilitas yang
Tuhan Yang Maha ginalkan oleh kebijakan - peta rencana lemah dan tak berdaya.
Esa, Berahlak mulia, kebijakan pemerintah. Hal ini pendidikan di Sehingga mungkin perlu di buat
sehat, berilmu, dapat dilihat dengan adanya Indonesia, hal ini suatu pemecahan masalah yang
cakap, kreatif, kata “ pendidikan khusus” di tercermin dalam di kemudian tidak menimbulkan
mandiri, dan dalam UU ini, yang kemudian bentuknya suatu masalah (solusi hukum) yaitu
menjadi warga mengatur tentang pemenuhan wawasan yang dengan menciptakan suatu
negara yang pendidikan bagi penyandang mawas akan betapa bentuk perguruan tinggi luar
demokratis serta disabilitas, akan tetapi sangat pentingnya biasa yang memungkinkan bagi
bertanggung jawab. disayangkan sekali karena pendidikan bagi para penyandang disabilitas
Pasal 5 Setiap warga negara pendidikan khusus yang penyandang untuk dapat memperoleh pen
Ayat mempunyai hak dimaksud disini belum disabilitas yang didikan tinggi layak nya orang
(1) yang sama untuk dijelaskan lebih rinci lagi, tercermin dalam ke normal.
memperoleh sehingga perlu wadah berupa tentuan pasal 5 ayat
pendidikan yang instrument hukum yang berisi (1), (2), (3), (4) dan
bermutu kan tentang hal tersebut. pasal 32 ayat (1)
Pasal 5 Warga negara yang sehingga salah satu nya dan (2) tentang
Ayat mempunyai kelainan pembentukan Undang- pendidikan khusus
(2) fisik, emosional, Undang pendidikan tinggi yang kemudian
mental, intelektual, bagi penyandang disabilitas. terimple mentasi
dan/atau sosial dalam bentuk SD-
berhak memperoleh LB (Sekolah Dasar
pendidikan khusus Luar Biasa) , SMP-
Pasal 5 Warga negara di LB (Sekolah
Ayat daerah terpencil atau Menengah Luar Bia
(3) terbelakang serta sa), SMA-LB/SMK
masyarakat adat LB (Sekolah
yang terpencil Menen gah
berhak memperoleh Atas/Kejuruan Luar
pendidikan layanan Biasa, yang me
khusus rupakan suatu
Pasal 5 Warga negara yang pendidikan dasar
Ayat memiliki potensi yang wajib pagi
(4) kecerdasan dan penyandang
istimewa berhak disabilitas, serta
memperoleh adanya suatu
pendidikan khusus. bentuk sekolah
Pasal Pendidikan khusus inklusif
32 ayat merupakan (Mencampurkan
(1) merupakan pendi antara Orang
dikan bagi peserta Normal dengan
peserta didik yang Orang Disabilitas
memiliki tingkat dalam satu kelas).
kesulitan dalam
mengikuti proses
pembelajaran karena
kelainan fisik,
emosional, mental,
sosial, dan/atau
memiliki potensi
kecerdasan dan
bakat istimewa
Pasal Pendidikan layanan
32 ayat khusus merupakan
(2) pendidikan bagi
peserta didik di
daerah terpencil atau
terbelakang,
masyarakat adat
yang terpencil,
dan/atau mengalami
bencana alam,
bencana sosial, dan
tidak mampu dari
segi ekonomi.
Pasal 5 Setiap penyandang Analisis : Analisis : Analisis : Amanat yang
cacat mempunyai Satu-satunya instrument Pembentukan tertuang dalam ketentuan pasal
dan kesempatan hukum yang mengatur dengan Perguruan Tinggi ini khususnya dalam
yang sama dalam spesifik terkait permaslahan Luar Biasa (PT-LB) pemenuhan hak untuk memper
segala aspek penya ndang Disabilitas, yang sudah tidak bisa oleh pendidikan yang non-
kehidupan dan di dalam UU No. 4 Tahun dielakkan lagi, dari diskriminatif khususnya dalam
penghidupan 1997 ini terdapat beberapa program kerja pendidikan tinggi (perguruan
hak-hak penyandang pemerintah yang tinggi), banyak penawaran yang
disabilitas yang merupakan terdekat, hal ini kemudian ditawarkan oleh
tan ggungjawab Negara dalam dikarenakan pemerintah dalam berbagai
pemenuhannya ( State bahwasanya kebijakannya, salah satunya
Responsibilty), salah satunya pemerintah dalam kebijakan pendidikan inklusif.
adalah hak memperoleh pendi hal ini mempunyai Akan tetapi dalam
dikan dengan pelayanan tanggungjawab implementasinya justru
UU No. 4 prima dan Non-Diskri minatif, untuk menciptakan kebijakan ini bagaikan pedang
1997 hal ini telah jelas terpapar dan suatu pendidikan bermata dua, yang terkadang
tentang tersebar sebagaimana yang yang prima dan dapat melukai bahkan
Penyandan ditulis disamping. Akan tetapi Non-diskriminatif. membunuh penyandang
g Cacat hal ini belum dirasa cukup Sehingga dalam disabilitas itu sendiri,
dalam memberikan suatu ketentuan UU No.4 dikarenakan pendidikan inklusif
bentuk perlindungan hukum Tahun 1997 di disemua jenjang pendidikan
terhadap hak-hak penyandang deskripsikan tidak diikuti dengan berbagai
disabilitas khususnya hak bahwasanya konsep macam fasilitas serta sarana
memperoleh pendidikan pendidi kan bagi yang sesuai dengan kebutuhan
tinggi. Hal ini dikarenakan penyandang para penyandang disabilitas dan
karena UU No.4 Tahun 1997 disabilitas tidak juga sudut pandang masyrakat
ini dirasa tidak sesuai dengan hanya sebatas normal yang sudah terbiasa
dinamika perkembangan formalitas saja, dengan eksklusifitas terhadap
masyrakat, hal ini jelas berupa adanya penyandang disabilitas
terlihat ditinjau dari ke jenjang pendidikan sehingga memungkinkan
tentuan pasal 1 ayat (1) UU luar biasa dari SD- memunculkan suatu konflik pe
Pasal 6 Setiap penyandang ini, sebagaimana telah SMA/ SMK, akan radaban yang kemudian akan
cacat berhak dijelaskan di bab II terkait tetapi niat baik hanya menyisahkan
memperoleh : klasifikasi/ penggolongan pemerintah dalam kesengsaraan dan kesedihan
1. pendidikan pada terhadap penyandang menciptakan suatu bagi penyandang disabilitas itu
semua satuan, jalur, disabilitas. Serta adanya tatanan pendidikan sendiri
jenis, dan jenjang sanksi yang dirasa kurang dengan pelaya nan
pendidikan; bisa menimbulkan sautu efek prima Non-
2. pekerjaan dan jerah bagi pelanggarnya diskriminatif
penghidupan yang (Sanksi Adminisistratif) terhadap
layak sesuai dengan sebagaimana tertera di dalam penyandang
jenis dan derajat pasal 29 ayat disabilitas dan
Disabilitas, (1) UU ini. Karena sanksi warga negara yang
pendidikan, dan yang bersifat administratif normal harus sama.
kemampuannya; adalah merupakan contoh Jadi muncul suatu
3. perlakuan yang hukum dalam bentuk (Soft konsekuensi logis
sama untuk berperan Law), sedangkan pelanggaran bahwasanya
dalam pembangunan yang terjadi adalah suatu pembentukan
dan menikmati hasil- bentuk pelanggaran terhadap Perguruan Tinggi
hasilnya; hak asasi manusia (UU No.39 Luar Biasa adalah
4. aksesibilitas Tahun 1999 Tentang HAM) hak bagi
dalam rangka dan amanat konstitusi pasal penyandang
kemandiriannya; 5. 31 ayat (1) dan (2) UUD’45 disabilitas untuk
rehabilitasi, bantuan yang seharusnya diganjar bisa mendapatkan
sosial, dan dengan sanki yang lebih tegas akses pendidikan di
pemeliharaan taraf (Hard Law) yang merupakan pendidikan tinggi
kesejahteraan sosial; penghormatan ter hadap hak serta
dan asasi manusia serta nilai-nilai tanggungjawab
6. hak yang sama ke manusiaan. pemerintah atas
untuk amanat konstitusi
menumbuhkembang pasal 31 ayat (1)
kan bakat, dan (2)
kemampuan, dan
kehidupan sosialnya,
teru tama bagi
penyandang
disabilitas anak
dalam lingku ngan
keluarga dan mas
yarakat.
Pasal 8 Pemerintah dan/atau
masyarakat
berkewajiban mengu
payakan
terwujudnya hak-hak
penyandang cacat
Pasal 9 Setiap penyandang
cacat mempunyai
kesamaan kesem
patan dalam segala
aspek kehidupan dan
penghidupan.
Pasal Setiap penyandang
11 cacat mempunyai
kesamaan kesem
patan untuk
mendapatkan
pendidikan pada
satuan, jalur, jenis,
dan jenjang
pendidikan sesuai
dengan jenis dan
derajat kecacatannya
Pasal Setiap lembaga
12 pendidikan
memberikan
kesempatan dan
perlakuan yang sama
kepada penyandang
cacat sebagai peserta
didik pada satuan,
jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan
sesuai dengan jenis
dan derajat
kecacatan serta
kemampuannya
Pasal Barang siapa tidak
29 ayat menyediakan
(1) aksesibilitas sebagai
mana dimaksud
dalam Pasal 10 atau
tidak memberikan
kesempatan dan
perlakuan yang sama
bagi penyandang
cacat sebagai peserta
didik pada satuan,
jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan
sebagai mana
dimaksud dalam
Pasal 12 dikenakan
sanksi administrasi.
Pasal Pendidikan Khusus Analisis : Cerminan yang Analisis : Analisis : Mempertegas
32 dan Pendidikan tidak sesuai dengan amanat Gambaran umum keberpihakkan pemerintah
Layanan Khusus UUD’45 khususnya pasal 31 yang dapat direflek dalam merumuskan suatu
1) Program Studi ayat (1) dan (2) dapat sikan dari UU No kebijakan yang dalam hal ini
dapat dilaksanakan digambarkan dengan isi 12 Tahun 2012 tercermin dengan jelas di dalam
melalui pen didikan materi UU No. 12 Tahun adalah tidak adanya ketentuan UU No 12 Tahun
khusus bagi Maha 2012 Tentang Pendidikan suatu lembaga 2012 Tentang Pendidikan
siswa yang memiliki Tinggi. Dimana di dalam UU pendidikan tinggi Tinggi, yang berisikan materi
tingkat kesulitan ini khususnya beberapa pasal yang secara jelas tentang suatu diskrimiansi
dalam mengikuti yang telah disajikan di mengakomodir dalam konteks pemenuhan
proses pembelajaran samping dapat diambil suatu penyandang pendidikan orang normal
dan/atau Mahasiswa hipotesa bahwasanya disabilitas di dengan orang disabilitas untuk
yang memiliki gambaran umum pendidikan dalamnya, sehingga memperoleh pendidikan tinggi,
potensi kecerdasan tinggi khususnya penyandang logika hukum yang hal ini dapat dipaparkan di
dan bakat istimewa. disabilitas atau berkebutuhan muncul adalah dalam pembagian klasifikasi
2) Selain pendidikan khusus sesuai dengan ketika orang normal bentuk perguruan tinggi, yang
khusus sebagaimana ketentuan pasal 32 UU ini lulus SMA/SMK didalamnya sama sekali tidak
dimaksud pada ayat kuranglah sesuai dengan maka dia dengan menggambarkan suatu tata
(1) Program Studi ketentuan pasal 1 ayat (1) UU mudahnya dapat kelola yang kemudian dapat
juga dapat dilaksa No.4 Tahun 1997 yang berisi mendapatkan akses dijadikan rujukan bagi
nakan melalui tentang klasifikasi pendidikan tinggi di penyandang disabilitas untuk
UU No 12 pendidikan layanan penyandang disabilitas. berbagai wilayah di mengenyam bangku kuliah di
Tahun 2012 khusus dan/atau Hipotesa diatas dipertajam Indonesia, dalamnya, sehingga pemerintah
Tentang pembelajaran lagi dengan adanya klasifikasi sedangkan bagi dalam hal ini terkesan men
Pendidikan layanan khusus. bentuk perguruan tinggi penyandang diskriminasikan penyandang
Tinggi 3) Ketentuan lebih sesuai dengn pasal 59 UU No disabilitas ketika disabilitas untuk memperoleh
lanjut mengenai 12 Tahun 2012, dimana yang mereka sudah lulus pendidikan tinggi layaknya
Program Studi yang di dalamnya tidak mengatur SMA/SMKLB orang pada normalnya.
melaksanakan pendi sama sekali tentang bentuk maka kemanakah
dikan khusus perguruan tinggi yang dapat mereka akan
sebagaimana diakses oleh para penyand melanjutkan
dimaksud pada ayat disabilitas untuk dapat pendidikan,
(1) dan pendidikan memperoleh pendidikan akankah jenjang
layanan khusus tinggi selayaknya warga
dan/atau pembela negara normal lain nya.
jaran layanan khusus Sehingga berdasarkan
sebagaimana akumulasi hipotesa diatas
dimaksud pada ayat dapat diasumsikan
(2) diatur dalam bahwasanya pemerintah
Peraturan Menteri. terkait kurang memperhatikan
pemenuhan hak memperoleh pendidikan mereka
pendidikan bagi penyandang akan berhenti
disabilitas khususnya dalam sampai disana.
hal mem peroleh pendidikan Tentu gambaran
tinggi, sikap diskrimantif diatas sangatlah me
yang tercermin dalam UU ini, mprihatinkan bagi
harapannya bisa kemudian dunia pendidikan In
direduksi dengan dibentuknya donesia. Sehingga
suatu Undang-Undang yang dari potret buram di
mengatur tentang hak atas maka
memperoleh pendidikan pemerintah m
tinggi bagi penyandang enerapkan
disabilitas, sebagai wujud kebijakan
cerminan dari amanat pendidikan inklusif
UUD’45 Pasal 31 ayat (1) yang kemudian men
Pasal 1) Bentuk Perguruan dan gelaborasikan
59 Tinggi terdiri atas: (2) dan sebagai wujud tanggu antara lulusan
a) universitas; ng jawab negara terhadap SMA/SMK umum
b) institut; penyandang disabilitas dibi dengan SMA
c) sekolah tinggi; dang pendidikan, sikap /SMK-LB di dalam
d) politeknik; diskrimantif yang tercermin dunia pendidikan
dalam UU ini, harapannya
e) akademi; dan bisa kemudian direduksi tin ggi seperti yang
f) akademi dengan dibentuknya suatu ada di Universitas
komunitas. 2) Undang-Undang yang Brawijaya, akan
Universitas mengatur tentang hak tetapi hal ini
merupakan memperoleh pendidikan memunculkan
Perguruan Tinggi tinggi bagi penyandang berbagai
yang disabilitas sebagai wujud kontradiksi berupa
menyelenggarakan tanggu ngjawab negara ketidaksesuaian
pendidikan terhadap penyandang kurikulum
akademik dan dapat disabilitas di bidang pendidikan, sarana
menyelenggarakan pendidikan serta prasaran yang
pendidikan vokasi tidak memadahi,
dalam berbagai dan kesulitan dalam
rumpun Ilmu berkomunikasi baik
Pengetahuan sesama teman
dan/atau Teknologi ataupun antara
dan jika memenuhi dosen dan
syarat, universitas mahasiswa,
dapat sehingga hara
menyelenggarakan pannya
pendidikan profesi. pembentukan
3) Institut payung hukum
merupakan Pergu berupa Undang-
ruan Tinggi yang Undang yang
menyele nggarakan mengatur tentang
pendidikan hak memperoleh
akademik dan dapat pendidikan tinggi
menyelenggarakan bagi penyandang
pendidikan vokasi disabilitas sebagai
dalam sejumlah wujud tanggu
rumpun Ilmu ngjawab negara
Pengetahuan dan terhadap
/atau Teknologi penyandang
tertentu dan jika disabilitas di bi
memenuhi syarat, dang pendidikan
institut dapat segera
menyeleng garakan teraplikasikan
pendidikan profesi. sebagai upaya serta
4) Sekolah Tinggi semangat untuk
merupakan meciptakan
Perguruan Tinggi pendidikan tinggi
yang yang kondusif serta
menyelenggarakan layak bagi
pendidikan penyandang
akademik dan dapat disabilitas,
menyelenggarakan sebagaimana telah
pendidikan vokasi diamanatkan di
dalam satu rumpun dalam konstitusi,
Ilmu Pengetahuan yaitu pasal 31 ayat
dan/atau Teknologi (1) dan (2) UUD’45
tertentu dan jika
memenuhi syarat,
sekolah tinggi dapat
menyelenggarakan
pendidikan profesi.
5) Politeknik
merupakan
Perguruan Tinggi
yang
menyelenggarakan
pendidikan vokasi
dalam berbagai
rumpun Ilmu
Pengetahuan
dan/atau Teknologi
dan jika memenuhi
syarat, politeknik
dapat
menyelenggarakan
pendidikan profesi.
6) Akademi
merupakan Per
guruan Tinggi yang
menyelenggarakan
pendidikan vokasi
dalam satu atau
beberapa cabang
Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi
tertentu.
7) Akademi
Komunitas
merupakan
Perguruan Tinggi
yang
menyelenggarakan
pendidikan vokasi
setingkat diploma
satu dan/atau
diploma dua dalam
satu atau beberapa
cabang Ilmu
Pengetahuan
dan/atau Teknologi
tertentu yang
berbasis keunggulan
local atau untuk
memenuhi
kebutuhan khusus.
Pasal Setiap orang berhak Analisis : Analisis : Dengan Analisis : Kenyataan di
12 atas perlindungan Dari subtansi norma dianggap nya hak masyarakat yang
bagi pengembangan disamping maka muncu suatu memper oleh menggambarkan potret buram
pribadinya, untuk konsekuensi yuridis pendidikan yang pendidikan bagi penyandang
memperoleh bahwasanya hak untuk bermutu adalah disabilitas khususnya hak untuk
pendidikan, memperoleh pendidikan yang bagian dari HAM, mem peroleh pendidikan tinggi,
mencerdaskan bermutu adalah bagian dari maka disini muncul adalah suatu bentuk
dirinya, dan Hak Asasi Manusia (HAM) suatu lembaga pereduksian terhadap nilai-nilai
meningkatkan sehingga jelas bahwasanya KOMNASHAM kemanusian karena tindakan
kualitas hidupnya nilai-nilai yang terkandung (Komisi Nasional diskriminatif oleh pemerintah ,
UU. No 39 agar menjadi berlaku secara universal dan Hak Asasi sehingga dalam hal ini perlu
Tahun 1999 manusia yang tak ada satu pun yang Manusia) yang dibentuknya suatu Undang-
Tentang beriman, bertaqwa, kemudian dapat mengambil merupakan suatu Undang yang mengatur
Hak Asasi bertanggung jawab, ataupun menghilangkannya. komisi pemantau mengenai hak pendiikan tinggi
Manusia berahlak mulia, Sehingga pelanggaran ter serta sekaligus dan tentang Tata Kelolah Pergu
bahagia, dan hadap hak memperoleh lembaga yudikatif ruan Tinggi Luar Biasa
sejahtera sesuai pendidikan yang bermutu khusus yang
dengan hak asasi adalah bentuk pe langgaran memiliki
manusia HAM kompetensi absolut
dirana perlindungan
HAM.
Sumber : Data Sekunder

Anda mungkin juga menyukai