Anda di halaman 1dari 80

PERAN KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN DUGAAN

PEMALSUAN IJAZAH
(STUDI KASUS POLRES POHUWATO)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S1)

Oleh :
MOHAMMAD RIZAL GAFUR
NIM : 1011417120

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
i
ii
iii
ABSTRAK

Mohammad Rizal Gafur, Nim :1011417120. Hukum Pidana, Fakultas Hukum


Universitas Negeri Gorontalo. Peran Kepolisian Dalam Proses Penyidikan
Dugaan Pemalsuan Ijazah (Studi Kasus Polres Pohuwato), Pembimbing I :Dr.
Fence M. Wantu, S.H., M.H. dan Pembimbing II : Lisnawaty W. Badu, S.H.,
M.H.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Peran Kepolisian


dalam proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian empiris yaitu suatu
metode penelitian yang menggunakan fakta-fakta empris yang di ambil dari
perilaku manusia, baik perilaku verbal yang di dapat dari wawancara maupun
perilaku nyata yang di lakukan melalui pengamatan langsung.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah Bahwa peran kepolisian Polres Pohuwato
dalam proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum ketua BPD Desa
siduwonge belum efektif sebab masih terjadi keterlambatan dalam proses
penyidikan keterlambatan dalam proses hukum khsusnya di bidang penyidikan
tidak dapat di benarkan sebab Kedudukan Penyidik Polri sebagai aparat penegak
hukum mempunyai Tugas dan fungsi. Maka Efektivitas peran Penyidik dapat dilihat
dari meningkatnya proporsi Penyidikan dan Proporsi Kecepatan penanganan
perkara dalam tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, sehingga dengan
menggunakan teori ini maka dapat di simpulakan bahwa peran kepolisian dalam
proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah belum efektif, sebab dalam proses
sangat lambat. Faktor yang menghambat proses penyidikan dugaan pemalsuan
ijazah oleh oknum pejabat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah (a), Diluar
wilayah hukum Polres Pohuwato (b), Kurangnya partisipasi saksi dalam
memberikan keterangan dalam proses penyidikan.. (c),Terbatasnya jumlah
penyidik (d), Kurangnya anggaran Penyidik.

Kata Kunci : Peran, Polisi, Penyidikan.

iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO

“JANGANLAH KAMU BERSIKAP LEMAH DAN JANGANLAH PULA KAMU

BERSEDIH HATI, PADAHAL KAMULAH ORANG ORANG YANG PALING

TINGGI DERAJATNYA JIKA KAMU BERIMAN”

(Qs. Al-Imran : 139)

PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Saya Persembahkan Sepenuhnya Kepada Dua Orang Hebat Dalam
Hidup Saya, Yaitu Ayah Dan Ibu Saya. Karena Merekalah Yang Membuat
Segalanya Menjadi Mungkin Sehingga Saya Bisa Sampai Pada Tahap Ini.
Terima Kasih Atas Segala Pengorbanan Dan Dukungan Baik Moral Maupun
Materil

Untuk Dosen Pembimbing Yang Tidak Bosan-Bosanya Membimbing Saya

Dalam Menyelesaikan Skripsi Ini Dari Awal Hingga Akhir. Bapak Dr. Fence

M. Wantu, S.H., M.H Selaku Pembimbing I Dan Ibu Lisnawaty W Badu, S.H,

M.H Selaku Pembimbing II

Untuk Semua Teman-Teman Seperjuangan Yang Selama Ini Membantu Saya

Dalam Suka Maupun Duka, Selalu Memberikan Motivasi, Semangat, dan

Arahan Menjadi Lebih Baik. TERIMA KASIH.......

ALMAMATERKU TERCINTA
TEMPAT AKU MENIMBA ILMU
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Tiada kata yang pantas peneliti ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah

SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skirpsi yang berjudul “PERAN KEPOLISIAN DALAM

PROSES PENYIDIKAN DUGAAN PEMALSUAN IJAZAH (STUDI KASUS

POLRES POHUWATO)”

Penyusunan skripsi ini tentunya menuai banyak hambatan dan kesulitan

sejak awal hingga akhir penyusunannya. Namun berkat bimbingan, bantuan, dan

kerjasama dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kesulitan yang dihadapi

peneliti dapat diatasi. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Fence M. Wantu, SH., MH

dan Ibu Lisnawaty W Badu, SH., MH, masing-masing sebagai Pembimbing I dan

Pembimbing II, yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan

saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama dalam proses

penyusunan skripsi ini.

Perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Eduart Wolok, ST, MT, selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo.

2. Dr. Harto S. Malik, M.Hum. selaku Wakil Rektor 1 Universitas Negeri

Gorontalo.

3. Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, MP selaku Wakil Rektor 2 Universitas Negeri

Gorontalo.

vii
4. Prof. Karmila Machmud, S.Pd, M.A., Ph. D, selaku Wakil Rektor 3

Universitas Negeri Gorontalo.

5. Prof. Dr. Phil. Ikhfan Haris, M.Sc selaku Wakil Rektor 4 Universitas Negeri

Gorontalo.

6. Prof. Dr. Fenty U. Puluhulawa, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Negeri Gorontalo.

7. Dr. Nur Mohamad Kasim, S.Ag., M.H, selaku Wakil Dekan I.

8. Lisnawati W. Badu, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan II.

9. Mutia Cherawaty Thalib, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III.

10. Novendri M. Nggilu, S.H., M.H, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum

Universitas Negeri Gorontalo.

11. Dr. Fence M. Wantu, S.H, M.H, selaku Pembimbing I.

12. Lisnawaty W Badu, S.H, M.H, selaku Pembimbing II.

13. Mutia Cherawaty Thalib, S.H., M.Hum, selaku Penguji I.

14. Mohamad Taufiq Zulfikar Sarson, S.H., M.H., M.Kn selaku Penguji II.

15. Weny Almoravid Dungga, S.H., M.H selaku Dosen Penasehat Akademik.

16. Kepada Seluruh Staf Pengajar Dan Staf Tata Usaha Fakultas Hukum

Universitas Negeri Gorontalo Yang Mendidik Dan Memberikan

Pengetahuan Kepada Penulis selama Menempuh Pendidikan Di Universitas

Negeri Gorontalo.

17. Untuk Kedua orang tuaku tercinta, bapak (Yuanis Gafur) dan ibu (Mastin

Madina), untuk beliau berdua lah skripsi ini saya persembahkan.

Terimakasih atas segala kasih sayang yang diberikan dalam membesarkan

viii
dan membimbing saya selama ini sehingga saya dapat terus berjuang dalam

meraih mimpi dan cita-cita. Kesuksesan dan segala hal baik yang

kedepannya akan saya dapatkan adalah karena dan untuk kalian berdua.

18. Untuk adik tercinta (Zhafira Mutmainnah dan Munira Wafida) terima kasih

karena selalu memberikan semangat. maaf belum bisa jadi panutan

seutuhnya

19. Untuk keluarga dari Bapak dan Ibu yang selalu menyemangati dan

mendoakanku. Semoga sehat selalu.

20. Untuk teman-teman yang selalu berjuang di kala suka maupun duka,

Andhika A.R Tobuhu, Ilham Lukum, Nur Hasilaini Hamzah, Deasy

Febryanti Rachman, Siti Anggriani Happy, Sri Handayani Rumampuk.

Terima kasih sudah mau berjuang bersama-sama dari proposal sampai

dengan skripsi ini. Semoga kelak kita bertemu kembali dengan kabar

kesuksesan masing-masing.

21. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman GH,

Ridho Mamonto, Rizki Herman, Riyanto Yunus, Hendriyanto Butota,

Alfian muda dan Faisal Rahman yang tak henti-hentinya memberikan

semangat dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

persahabatan kita tetap terjalin selamanya

22. Untuk teman-teman seperjuangan Mahmudin Mahmud, SH, Reza Setiawan,

Malik Abdillah Fadli, Taufik Mukmin dan Sofyan R Ishak Yang selalu

membantu, dan bertukar pendapat. Semoga diberikan kemudahan dalam

segala urusan.

ix
23. Untuk abang saya Fredik Tudja yang telah banyak membantu sehingga bisa

sampai pada tahap ini. Terutama dalam hal materil.

24. Teman-Temanku Ilmu Hukum Kelas D yang saya sangat cintai semoga

diberikan kemudahan dalam mnyelesaikan study.

25. Untuk teman-teman rumah Aldy Odja, Andriyanto Yusuf, Wahyu Mahmud,

Faisal Baso, Amal Fathan, Saprin Baso, Nur Suma, Rahmat Yahya, Apit

Humola, Nando Polingala, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,

terima kasih karena selalu memberikan semangat dan dorongan.

26. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang peneliti miliki, maka

dengan tangan terbuka dan hati yang lapang penulis menerima kritik dan saran

dari berbagai pihak demi kesempurnaan dimasa yang akan datang. Dalam

penulisan penelitian ini juga tidak luput dari bantuan serta dukungan dari

berbagai pihak.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambahkhasanah ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi amal shaleh di sisi

Allah SWT.Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Gorontalo, Agustus 2021

Penulis,

Mohammad Rizal Gafur


NIM: 1011417120

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................. i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN .............................................................................. iii

ABSTRAK..................................................................................................... iv

ABSTRACT ................................................................................................. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................. 7

1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Peran .......................................................................................... 9

2.1.1 Pengertian Peran ................................................................ 9

2.2 Pengertian Penyidikan ................................................................ 10

2.2.1 Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum .................. 15

2.2.2 Pengertian Waktu Dikaitkan Dengan Hukum Pidana ......... 16

xi
2.3 Pengertian Kepolisian ................................................................ 17

2.3.1 Tugas Polisi ...................................................................... 18

2.3.2 Wewenang Polisi .............................................................. 19

2.4 Pengertian Ijazah ........................................................................ 20

2.4.1 Pengertian Pemalsuan Ijazah .............................................. 21

2.4.2 Pandangan Hukum Terhadap Kepemilikan Ijazah Palsu ..... 23

2.5 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ......................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 31

3.2 Jenis Dan Sumber Data Hukum .................................................. 31

3.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 32

3.4 Teknik Analisis........................................................................... 33

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Peran Kepolisian Dalam Proses Penyidikan Pemalsuan Ijazah .............. 34

4.1.1 Peran Kepolisian Terhadap Proses Penyidikan Dugaan Pemalsuan

Ijazah Di Polres Pohuwato ................................................................ 45

4.1.2 Tinjauan Hukum Pemalsuan Ijazah Dalam Perspektif Hukum

Pidana ............................................................................................... 46

4.2 Faktor Yang Menghambat Proses Penyidikan Dugaan Pemalsuan

Ijazah Di Polres Pohuwato ................................................................... 50

4.2.1 Kurangnya Partisipasi Saksi Dalam Memberikan Keterangan

Dalam Proses Penyidikan ................................................................... 52

4.2.2 Terbatasnya Jumlah Personil ............................................................... 53

xii
4.2.3 Kasus Di Luar Wilayah Hukum Polres Pohuwato ............................... 54

4.2.4 Minimnya Anggaran Penyidikan ........................................................ 55

4.3 Hasil Analisis Peneliti ............................................................................ 56

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dan Saran ................................................................ 59

5.1.1 Kesimpulan ........................................................................ 59

5.1.2 Saran ................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61

CURRICULUM VITAE ........................................................................... 66

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, oleh karena

itu hukum harus dilaksanakan secara normal, damai tetapi dapat terjadi karena

pelanggaran hukum. Gustav Radbruch dalam Sudikno Mertokusumo

menyatakan bahwa : “ada 3 unsur yang selalu harus diperhatikan dalam

penegakan hukum yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan

(zweckmässigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit)”.1 Inti dari penegakan hukum,

secara konsepsional terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat guna

memelihara ketertiban. 2

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan

dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Masyarakat

mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum

masyarakat akan lebih tertib. Inti dan arti penegakan hukum, secara

konsepsional, terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat guna memelihara

dan mempertahankan ketertiban. Proses penegakan hukum, dengan demikian

merupakan penerapan dari kaidah yang berlaku pada masyarakat.3

1
Mertokusumo, Soedigno. 1991. Mengenal Hukum. Liberty. Yogyakarta.
2
Sulekha, R. R., Wantu, F., & Tijow, L. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan Umum 2019. JURNAL
LEGALITAS, 13(01), 51 69.
3
Wantu, F. (2012). Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam Putusan
Hakim di Peradilan Perdata. Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 479-489.

1
Setiap tindak pidana yang terjadi memiliki tenggang waktu daluwarsa

penuntutan sesuai dengan ancaman hukuman yang dirumuskan dalam undang-

undang, oleh karena itu proses penyidikan memegang peranan penting bagi

suksesnya penuntutan dan harus memperhitungkan waktu jangan sampai

keterlambatan penyelesaian penyidikan mengakibatkan perkara kadaluwarsa masa

penuntutannya. Batas Waktu proses penanganan perkara pada tahap penyidikan

Akan memberi kepastian Hukum terhadap perkara yang sedang ditangani baik

dipandang dari sudut aparat penegak hukum tidak mempunyai tunggakan

penanganan perkara yang bertumpuk, maupun dari sudut masyarakat pencari

keadilan dengan cepat mengetahui arah penanganan kasusnya.

Kabupaten Pohuwato, Kec. Randangan, Desa Siduwonge terdapat suatu

persoalan hukum adanya dugaan pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh oknum

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa, yang telah dilaporkan oleh

masyarakat atas nama Parman Supu, menurut pengakuan beliau saat di

wawancarai, bahwa terkait dengan dugaan adanya pemalsuan Ijazah tersebut telah

dilaporkan sejak tahun 2017, namun sampai saat ini proses penyidikannya tak

kunjung selesai padahal dalam laporan aduan tersebut pihak pelapor telah

melampirkan sejumlah bukti sebagai berikut:

1. Nama pihak yang dilaporkan sebagaimana bukti yang ada bahwa

oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namanya tidak

terdaftar di dokumen nama-nama siswa yang lulus di tahun

sebagaimana ijazah tersebut dikeluarkan.

2
2. Adanya surat pernyataan dari dinas pendidikan setempat yang

menyatakan ijazah tersebut diduga dipalsukan.

3. Adanya rekaman suara pernyataan dari sejumlah pihak yang

mengakui turut bersama bersama dalam memalsukan ijazah tersebut.

Tentu hal ini memerlukan proses penyidikan profesional apalagi mengingat

pihak yang bersangkutan adalah pejabat desa yang di mana terangkat berdasarkan

ijazah yang di duga di palsukan, jika proses penyidikan tersebut tak kunjung

memberikan kepastian hukum, tentu ini hal akan menyebabkan kerugian Negara

jika kelak terbukti beliau memalsukan ijazah tersebut.

Menurut keterangan AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK selaku Kapolres

Pohuwato menyatakan bahwa keterlambatan, proses penyidikan yang terjadi,

terhadap kasus pemalsuan ijazah dengan nomor perkara 8/Pid/2021/PN MAR

bukanlah sesuatu hal yang disengaja melainkan karena, kasus ini dalam proses

penyidikannya memerlukan perjalanan ke luar daerah terlebih ke pulau terpencil

yakni pulau sangir, di mana ijazah itu di terbitkan 4.

Pemalsuan ijazah merupakan bentuk tindak pidana pemalsuan surat

sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(“KUHP”),

khususnya pada ketentuan ayat (2). Pasal tersebut berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 263 KUHP :

4
Hasil wawancara bersama Bapak AKBP Teddy Rayendra SIK., M.Ik pada tanggal 26 Februari
2021.

3
“(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang

dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau

sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai

keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan

menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat surat

itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau

mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian

dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-

lamanya enam tahun.”

“(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan

sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-

olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan

dapat mendatangkan suatu kerugian”.

Saat dikonfirmasi oleh saudara Parman Supu mengapa proses penyidikan

sangat lambat, alasan dari pihak Polres Pohuwato, bahwa kasus ini masih dalam

proses.5

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta

Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang

diartikan dengan surat dalam ketentuan tersebut adalah segala surat baik yang

5
Wawancara bersama pihak pelapor Parman Supu Pada tanggal 28 Februari 2021

4
ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya.

Selain itu, surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang 6:

a. Dapat menerbitkan suatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda

masuk, surat andil, dll);

b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya: surat perjanjian

piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dsb);

c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi atau surat

semacam itu); atau

d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan

bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya: surat tanda

kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat

angkutan, obligasi dan masih banyak lagi).

Tentu dengan melihat ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa dugaan

pemalsuan ijazah yang dilaporkan oleh saudara Parman Supu perlu untuk diproses

hukum, dan proses penyidikan perlu untuk dilaksanakan seprofesional mungkin

sebagaimana ketetapan : Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Perkara Pidana di Lingkungan Polri menyebutkan: Pasal 31 Ayat (3)

Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah

Penyidikan meliputi :

a. 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit

b. 90 hari untuk penyidikan perkara sulit

6
R. Soesilo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

5
c. 60 hari untuk penyidikan perkara sedang

d. 30 hari untuk penyidikan perkara mudah

Jika melihat ketentuan Perkap Nomor 12 Tahun 2009 di atas maka tentu

dalam kasus penyidikan adanya laporan terkait dugaan Pemalsuan ijazah, yang

dilakukan oleh oknum Ketua Badan Permusyawaratan (BPD) Desa Sidowungu,

Pihak Kepolisian telah melanggar ketetapan Perkap Nomor 12 Tahun 2009, Maka

berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian

Proposal Skripsi dengan judul:

“PERAN KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN DUGAAN


PEMALSUAN IJAZAH (STUDI KASUS POLRES POHUWATO)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan


masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana peran kepolisian terhadap Proses Penyidikan oleh kepolisian

terkait dugaan Pemalsuan Ijazah oleh oknum Ketua BPD Desa

Siduwonge Di Polres Pohuwato ?

2. Apa saja faktor yang menghambat proses penyidikan oleh kepolisian pada

kasus penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum ketua BPD Desa

siduwonge di Polres Pohuwato ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tentu dalam proses penyusunan karya ilmiah ini, calon peneliti memiliki

beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu diantaranya sebagai berikut:

6
1. Untuk mengetahui Proses Penyidikan Oleh Kepolisian terkait dugaan

Pemalsuan Ijazah Oleh Oknum Ketua BPD Desa Siduwonge Di Polres

Pohuwato.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menghambat proses penyidikan

oleh kepolisian pada kasus penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh

oknum ketua BPD Desa siduwonge di Polres Pohuwato

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, calon peneliti berharap hasil penelitian ini dapat

memberi manfaat untuk:

1. Sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan

pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2. Menambah referensi dan bahan masukan bagi peneliti-peneliti

selanjutnya, utamanya menyangkut pelaksanaan penyidikan

oleh Aparat Kepolisian .

1.4.2 Manfaat Praktis

Sementara di sisi praktis, calon peneliti juga berharap agar hasil

penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

1. Sebagai salah satu syarat mutlak untuk memperoleh gelar

kesarjanaan dalam disiplin ilmu hukum di Universitas Negeri

Gorontalo (UNG).

7
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak Kepolisian

terutama dalam implementasi proses penyidikan.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Peran

2.1.1 Pengertian Peran

Pengertian Peran menurut Soerjono Soekanto, peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.

Dari pengertian diatas lebih lanjut kita melihat pendapat lain tentang peran yang

telah ditetapkannya sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam

hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan

hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh. Sedangkan

peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh

pemegang peranan tersebut. Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi

formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum dapat bertindak

sebagai pengayom bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan ketertiban,

keamanan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya

peranan yang nyata.7

Peran adalah kelengkapan dari hubungan – hubungan berdasarkan peran yang

dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Selanjutnya

dikatakan bahwa dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : harapan –

7
Soerjono Soekanto dalam S. Fahrizal. Digilib.unila.ac.id/85/8/BAB%2011.pdf

9
harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban – kewajiban

dari pemegang peran, dan harapan – harapan yang dimiliki oleh pemegang peran

terhadap masyarakat atau terhadap orang – orang yang berhubungan dengan

dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. 8

Identitas peran, terdapat sikap tertentu dan perilaku aktual yang konsisten

dengan sebuah peran dan menimbulkan identitas peran (role identify). Orang

memiliki kemampuan untuk berganti peran dengan cepat ketika mereka

mengenali terjadinya situasi dan tuntutan yang secara jelas membutuhkan

perubahan besar. Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan ( status ) yang

dimiliki oleh seseorang, sedangkan status merupakan sekumpulan hak dan

kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan.

Hak – hak dan kewajiban – kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka

ia menjalankan suatu fungsi. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai

suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.

Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus

dijalankan. Peran yang dimainkan hakikatnya tidak ada perbedaan, baik yang

dimainkan atau diperankan pimpinan tingkat atas, mencegah maupun bawah akan

mempunyai peran yang sama.

2.2 Pengertian Penyidikan

Salah satu rangkaian dalam menyelesaikan kasus dalam acara pidana

termasuk tindak pidana korupsi adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan

8
H.R.Abdussalam. 2007. Peran, cetakan ketiga. Jakarta: Restu Agung. Hal. 23

10
penuntutan terhadap tindak pidana ataupun tindak pidana korupsi. Salah satu hal

yang paling penting dalam suatu tindakan pemberantasan korupsi adalah pada saat

penyidikan. Tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting dalam

rangkaian tahap-tahap yang harus dilalui suatu kasus menuju pengungkapan

terbukti atau tidaknya dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana. Oleh sebab itu

keberadaan tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan dari adanya ketentuan

perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak pidananya. 9

Penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

tercantung dalam Pasal 1 angka 2 diartikan :

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terangnya suatu tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

mengumpulkan bukti agar dapat ditemukan tersangka. Sedangkan menurut K.

wantjik Saleh yang dikutip dalam jurnal hukum Sahuri Lasmadi, penyidikan sendiri

diartikan yaitu :

“Usaha dan tindakan untuk mencari dan menemukan kebenaran tentang


apakah betul terjadi suatu tindak pidana, siapa yang melakukan perbuatan itu,
bagaimana sifat perbuatan itu serta siapakah yang terlibat dengan perbuatan
itu.”10

9
Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Media Aksara
Prima, Jakarta, hlm 46
10
Sahuri Lasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana Korupsi Pada
Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2, Nomor 3, Universitas
Jenderal Soedirman Fakultas Hukum, Purwokerto, hlm 175

11
Penyidik sendiri menurut Pasal 45 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 adalah :

“Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan

oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Penyidik melaksanakan fungsi

penyidikan tindak pidana korupsi.”

Dalam penyidikan sendiri ada yang disebut penyidik yaitu orang yang

melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yang dijelaskan pada Pasal 1 butir

(1)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pejabat penyidik sendiri terdiri dari

Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 11

Tahap penyidikan terhadap suatu perkara biasanya dilakukan setelah penyidik

mengetahui adanya suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana.

Di samping itu, penyidikan juga akan dimulai apabila penyidik menerima laporan

ataupun pengaduan tentang dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, Yahya Harahap memberikan penjelasan

mengenai penyidik dan penyidikan yaitu :

“Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan ketentuan umum

Pasal I Butir 1 dan 2, Merumuskan pengertian penyidikan yang menyatakan,

penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi

wewenang oleh undang-undang. Sadangkan penyidik sesuai dengan cara

yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti,

11
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm 126

12
dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang suatu tindak pidana yang

terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak

pidananya.”

Sedangkan Andi Hamzah, definisi dari Pasal 1 butir 2 yaitu :

“Penyidikan dalam acara pidana hanya dapat dilakukan berdasarkan

Undang-undang, hal ini dapat disimpulkan dari kata-kata menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini.”12

Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto yang

dikutip dalam jurnal Bambang Tri Bawono menyebutkan bahwa menyidik

(opsporing)

berarti :

“Pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh

undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar

yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.” 13

Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyidikan merupakan suatu

proses atau langkah awal yang merupakan suatu proses penyelesaian suatu tindak

pidana yang perlu diselidiki dan diusut secara tuntas di dalam sistem peradilan

pidana, dari pengertian tersebut, maka bagian-bagian dari hukum acara pidana yang

menyangkut tentang Penyidikan adalah ketentuan tentang alat- alat bukti,

ketentuan tentang terjadinya delik, pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan

12
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 23
13
Bambang Tri Bawono, Tinjauan Yuridis Hak-Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Pendahuluan,
Jurnal
Ilmu Hukum, Volume 245, Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang, hlm 45

13
tersangka atau terdakwa, penahan sementara, penggeledahan, pemeriksaan dan

interogasi, berita acara, penyitaan, penyampingan perkara, pelimpahan perkara

kepada penuntut umum dan pengembalian kepada penyidik untuk disempurnakan.

Dalam melakukan proses penyidikan tentunya ada pejabat yang berwenang

melakukan penyidikan tersebut. Pejabat tersebut lebih dikenal dengan penyidik.

Menurut Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ditegaskan bahwa

penyidik adalah :

1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP karena

kewajiban menurut Pasal 7 KUHAP mempunyai wewenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari

tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau


saksi;

h. Mendengarkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan

pemeriksaan perkara;

14
i. Mengadakan penghentian penyidikan; dan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah

koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

KUHAP.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum

yang berlaku. Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

a KUHAP mempunyai wewenang melakukan tugas masing masing pada umumnya

di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing dimana

ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

2.2.1 Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum

Setiap tindak pidana yang terjadi memiliki tenggang waktu daluwarsa

penuntutan sesuai dengan ancaman hukuman yang dirumuskan dalam undang-

undang, oleh karena itu proses penyidikan memegang peranan penting bagi

suksesnya penuntutan dan harus memperhitungkan waktu jangan sampai

keterlambatan penyelesaian penyidikan mengakibatkan perkara kadaluwarsa

masa penuntutannya. Disamping itu adanya batas waktu proses penanganan

perkara pada tahap penyidikan akan memberi kepastian hukum terhadap perkara

yang sedang ditangani baik dipandang dari sudut aparat penegak hukum tidak

mempunyai tunggakan penanganan perkara yang bertumpuk, maupun dari sudut

15
masyarakat pencari keadilan dengan cepat mengetahui arah penanganan

kasusnya .

2.2.2 Pengertian Waktu Dikaitkan Dengan Hukum Pidana

Setiap peristiwa yang terjadi dimuka bumi memiliki tenggang terjadi waktu

tertentu, perlunya ditentukan tenggang waktu adalah untuk memastikan suatu

peristiwa terjadi, setelah terjadi peristiwa, langkah apa selanjutnya akan dilakukan.

Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia 3, tenggang (waktu) berarti “batas waktu”, batas

waktu yang dibutuhkan oleh suatu peristiwa ada singkat, ada juga yang lama.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Waktu” menurut Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia adalah : “Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau

keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval

antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu

kejadian; lamanya (saat yang tertentu); saat yang tertentu untuk melakukan

sesuatu”14

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana tidak ada memberi batasan apa yang disebut dengan

waktu, namun demikian dalam KUHP terdapat rumusan pengertian “sehari” dan “

sebulan” serta “ malam”, yaitu :

Ketentuan Pasal 97 KUHP : Yang dikatakan sehari yaitu masa yang lamanya dua

puluh empat jam.

14
Agustin, Risa, tanpa tahun, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Serba Jaya, Surabaya, hlm
54

16
Ketentuan Pasal 97 KUHP : Sebulan yaitu masa yang lamanya tiga puluh hari.

Pasal 98 KUHP : yang dikatakan malam yaitu masa diantara matahari terbenam

dan matahari terbit.15

Batas waktu dikaitkan dengan penyidikan perkara tindak pidana umum adalah

tenggang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyidikan suatu perkara

tindak pidana umum, misalnya selama sebulan, berarti penyidikan suatu perkara

pidana umum harus selesai dalam waktu selama tiga puluh hari

2.3 Pengertian Kepolisian

Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dibedakan dengan

Polisi Negara Republik Indonesia, karena perbedaan antara organ dan fungsinya.

Organ Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) mempunyai fungsi

kepolisian Negara Republik Indonesia, akan tetapi fungsi kepolisian Negara

Republik Indonesia tidak selalu dipegang oleh organ polisi Negara.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal-

ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Jadi kepolisian menyangkut semua aspek yang berkaitan

dengan tugas dan wewenang kepolisian serta kelembagaan yang ada di dalamnya.

15
Soesilo, R. 1994, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor, hlm. 23

17
2.3.1 Tugas Polisi

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, dijelaskan pada Pasal 13, bahwa tugas pokok Kepolisian

Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Dari ketiga tugas pokok kepolisian di atas dijelaskan pada Pasal 14 bahwa

dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian

Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

18
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-

undangan

lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung

tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.

2.3.2 Wewenang Polisi

Wewenang kepolisian dalam Pasal 15 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan


bahwa:

19
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret


seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;


k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan


masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara


waktu.

2.4 Pengertian Ijazah

Ijazah adalah sebuah sertifikat atau dokumen yang diberikan oleh suatu

instansi sebagai dokumen resmi tentang orang, santri, siswa atau mahasiswa. Ijazah

20
biasanya diperoleh sesudah tamat belajar oleh sekolah atau universitas baik di

dalam negeri atau mahasiswa luar negeri kepada siswanya atau mahasiswanya.

Dalam Islam ijazah digunakan terutama oleh Muslim Sunni untuk menunjukkan

bahwa satu telah disahkan oleh otoritas yang lebih tinggi untuk mengirimkan topik

tertentu atau teks dari pengetahuan Islam. Hal ini biasanya berarti bahwa siswa

telah belajar pengetahuan ini melalui tatap muka..

Ijazah biasanya diterbitkan oleh satuan pendidikan yang sudah terakreditasi,

misalnya, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sekolah Dasar (SD) Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi.

Untuk satuan pendidikan yang belum terakreditasi, ijazah ditandatangani atau

diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Instansi tempat satuan

pendidikan bernaung. Penerbitan Ijazah harus berpedoman berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku yang dikeluarkan oleh kementerian di setiap

tahun menjelang akhir tahun pelajaran. 16

2.4.1 Pengertian Pemalsuan Ijazah

Pengungkapan pemalsuan ijazah yang penulis fokuskan pada pemalsuan

surat menurut pasal 263 dan 264 KUHP, malah ada perkembangan baru yang

melebar sampai pada pasal 385 dan pasal 55 KUHP. Itulah sebabnya dalam

perkembangannya hukum pidana mungkin ada terjadi kekosongan-kekosongan

hukum seperti yang dikemukakan oleh Suratman SH. MH dan H Philips Dillah.

SH. MH sebagai berikut: Latar belakang masalah berisi uraian mengenai sesuatu

yang menjadi masalah hukum yang akan diteliti. Masalah didalam penelitian

16
https://id.wikipedia.org/wiki/Ijazah

21
hukum normatif harus menunjukkan kekosongan hukum, kekaburan hukum,

masalah dibidang teori hukum dan filsafat hukum. Sedangkan dalam penelitian

hukum empirik harus disertai data awal bahwa memang ada kesenjangan antara

sesuatu menurut hukum atas Das sollen dan sesuatu yang terjadi di masyarakat atau

Das sein, atau jika ada masalah penemuan hukum, pelaksanaan hukum dan

penegakkan hukum. 17

Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang terkodifikasi dan

sistem di luar kodifikasi. Sistem terkodifikasi adalah apa yang termuat dalam

Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) dan di dalam KUHP itu sendiri tersusun

berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana, perbuatan

mana dapat dihukum.

Namun di luar KUHP, masih terdapat pula berbagai pengaturan tentang

perbuatan apa saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi pidana Dewasa ini

hukum pidana ternyata juga berurusan dengan para pelaku kejahatan dari kelas

ekonomi mampu, terpelajar dan memiliki status sosial tinggi di tengah

masyarakat. Dalam sistem hukum itu sendiri muncul hukum pidana yang

memiliki sanksi paling keras di samping hukum perdata dan tata negara yang

demikian diharapkan menjadi kaidah hukum paling efektif dalam mengatasi

masalah-masalah kemasyarakatan termasuk masalah pemalsuan surat dalam hal

ini pemalsuan ijazah sarjana memakai alat-alat percetakan yang canggih dan

17
Suratman SH, MH, H. Philips Dillah, SH. MH : Metode Penelitian Hukum Dilengkapi Tata Cara
dan
Contoh Penulisan Karya Ilmiah Bidang Hukum. Cetakan ke-2. Alfa Beta, Bandung, Februari, 2014

22
mutakhir. Tidak berlebihan jika dalam perkembangannya hukum pidana semata-

mata mengatur masalah dasar di dalamnya, yaitu tentang kejahatan tetapi juga

sanksi pidana digunakan dalam banyak aspek hukum pidana seperti di bidang

perekonomian, ketatanegaraan dan lingkungan hidup. Muncul pandangan umum

yang makin menjadi tren (model) bahwa hanya dengan memasukkan sanksi

pidana dalam suatu kaidah hukum, efektivitas penegakan hukum menjadi seperti

yang diharapkan. Namun demikian, harapan dan gagasan serta tren

dimasukkannya sanksi pidana dalam banyak bidang hukum di luar hukum pidana

dewasa ini semakin diragukan efektivitasnya mengingat penegakan hukum atau

pengenaan pidana dalam hukum pidana pun masih dirasakan makin tidak efektif,

seperti halnya kasus-kasus pemalsuan ijazah sarjana hanya terhenti

pemeriksaannya di tingkat kepolisian.

Hukum pidana yang seharusnya merupakan bidang hukum yang paling

keras dan tegas sanksinya, sistem ini menjadi bidang hukum yang paling lemah.

Sebagaimana seorang mahasiswa yang tengah mendalami spesialis pada studi

hukum pidana, merasa tertarik pada masalah pemalsuan ijazah ini dengan satu

harapan agar kiranya melalui pembahasan yang sederhana ini, akan dapat

mengungkapkan serta menyajikan suatu pembahasan yang bernilai ilmiah.

2.4.2 Pandangan Hukum Terhadap Kepemilikan Ijazah Palsu

Pengertian ijazah palsu sebetulnya biasa dilihat dari bentuk dan ciri atau isi

ijazah itu sah atau tidak. Kriterianya atau ukurannya yaitu :

1. Blanko ijazah adalah palsu

23
2. Blanko itu sah, dan dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang

berwenang tapi ditanda tangani oleh pejabat yang tidak berwenang

3. Blanko itu sah, dan dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang diakui

serta ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang tapi isinya sebagian

atau seluruhnya adalah palsu.

Sedang ijazah ASPAL (asli tapi palsu), yaitu ijazah yang diperoleh dengan

cara yang tidak sah atau dengan cara yang tidak memenuhi ketentuan yang

berlaku pada waktu ijazah tersebut dikeluarkan. Bentuk atau model ijazahnya

adalah asli, hanya saja materinya atau isinya bisa dikategorikan palsu. Palsu atau

tidaknya suatu tulisan, maka harus ditinjau dari substansi (hakekat) tulisan itu

sendiri.

Agar pembahasan ini dapat diikuti dengan lebih jelas, maka dibawah ini dikutip

kembali terlebih dahulu bunyi pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat menurut

R. Soesilo, sebagai berikut :

Ayat 1 : Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau

sesuatu pembebasan utang atau yang boleh dipergunakan sebagai

keterangan bagi sesuatu perbuatan dengan maksud akan

menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu

seolah-olah surat itu asli atau tidak dipalsukan, maka kalau

mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum

karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya

enam tahun.

24
Ayat 2 : Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan
sengaja

menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah surat itu

asli dan tidak dipalsukan, kalah hal mempergunakan dapat

mendatangkan sesuatu kerugian.18

Bunyi pasal 263 KUHP ini, diketahui bahwa pada ayat satu khusus

ditujukan kepada para pembuat surat palsu, sedangkan pada ayat dua khusus

ditujukan kepada pemakainya.

Adapun unsur yang terdapat dalam pasal 263 (1) KUHP ada 3 (tiga) yaitu :

1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat.

2. Yang dapat menjadi bukti sesuatu hal yakni dapat menerbitkan

sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau suatu pembebasan

utang.

3. Dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain

menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak

dipalsukan.

Melihat unsur yang pertama, maka unsur ini telah terpenuhi karena si

pemegang ijazah tidak pernah mengikuti ujian atau dengan kata lain bahwa ijazah

yang dipegangnya adalah ijazah palsu.

Kemudian pada unsur kedua mengenai tujuan pembuktiannya, ingin

penulis mengutip suatu Arrest Hoge Raad yang dikemukakan oleh Soenarto

18
R. Soesilo : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal. Penerbit Politeia. Bogor. Hlm 47

25
Soerodibroto, SH, sebagai berikut : Untuk dapat diperuntukan sebagai bukti, maka

suatu tulisan harus memperoleh kekuatan dari suatu undang-undang atau peraturan

dari kekuasaan administratif yang berwenang. (H.R 27 Juni 1904). 19

Memperhatikan Arrest Hoge Raad tersebut diatas, karena suatu ijazah yang

dikeluarkan oleh suatu Universitas yang paling sedikit sudah terdaftar di

Departemen Pendidikan Nasional, maka ijazah tersebut telah memperoleh

ketentuan atau kekuatan dari suatu undang-undang atau peraturan dari kekuasaan

administratif yang berwenang yaitu Departemen Pendidikan Nasional. Oleh sebab

itu unsur yang kedua ini pun telah terpenuhi.

Tentunya yang dapat dikwalifikasikan adanya pemalsuan surat yaitu

apabila dengan terpenuhinya syarat-syarat yang terkandung dalam pasal tersebut.

Adapun pengertian pemalsuan surat menurut pasal 263 KUHP : Barang siapa

membuat surat atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak,

sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang atau yang boleh

dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan

menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah

surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat

mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan

hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. Dengan hukuman serupa itu juga

dihukum, barang siapa dengan sengaja mempergunakan surat palsu atau yang

dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal

19
Soenarto Soerjodibroto, SH : Op.Cit,

26
mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian (KUHP pasal 35, 52, 64-2,

276, 277, 416, 417, 486).

1. Yang diartikan dengan surat menurut ketentuan pasal ini, ialah segala

surat baik yang dituliskan dengan tangn, dicetak, maupun ditulis

memakai mesin tik dan lain-lainnya.

2. Surat yang dipalsukan itu haruslah suatu surat yang :

a. Dapat menerbitkan suatu hak (misalnya : ijazah, karcis tanda

masuk, surat andil dan lain-lain)

b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya : surat perjanjian

piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya)

c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (misalnya :

kwitansi atau surat semacam itu) atau

d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai surat keterangan

bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya : surat tanda

kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal,

surat angkutan, obligasi dan masih banyak lagi).

Dengan demikian kalau kita merujuk kepada pasal 264 KUHP, yang mana

dalam penulisan skripsi ini menunjuk juga pada pasal ini, maka semua unsur yang

terkandung dalam pasal 264 KUHP telah terpenuhi karena suatu ijazah adalah

merupakan, akta otentik yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.

Yang dimaksud dengan akta otentik menurut pasal 264 KUHP yaitu

mengutip dari pengertian yang termasuk pada pasal 266 KUHP.

Adapun bunyi pasal 266 KUHP :

27
1 Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam suatu

akta otentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus

dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau

menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya

itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam

mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum

penjara selama-lamanya tujuh tahun.

2 Dengan hukuman serupa itu, juga dihukum barang siapa dengan

sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal

yang sebenarnya jika pemakain surat dapat mendatangkan kerugian

(KUHP 35, 52, 64, 2641, 274, 276, 279, 451 bis, 451 ter, 452, 486).

Jadi yang dimaksud dengan akta otentik yaitu suatu surat yang dibuat

menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang atau

instansi yang berwenang, tentunya kalau suatu ijazah adalah Instansi Departemen

Pendidikan Nasional.

2.5 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga yang

melaksanakan fungsi pemerintahan desa yang anggotanya merupakan wakil dari

penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara

demokratis. Dalam sistem pemerintahan desa, pemerintahan desa akan berjalan

efektif apabila unsur-unsur atau lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan

desa dapat berjalan dengan baik.

28
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi

Daerah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan

kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

daerah. 20

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa disebutkan bahwa:

“Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain

adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya

merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah

dan ditetapkan secara demokratis.” 21

Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi

dalam

pembangunan dan penyelenggaraan administrasi Desa, maka setiap keputusan

yang diambil harus berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat. BPD

sebagai Badan Permusyawaratan merupakan wahana untuk melaksanakan

demokrasi berdasarkan Pancasila. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari

Pemerintah.

Desa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan

20
Kitab Undang-Undang Dasar 1945
21
Kitab Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

29
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil

dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Pada umumnya

yang terpilih menjadi anggota BPD terdiri dari ketua Rukun Warga, pemangku adat,

golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa

jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali untuk 1

kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan

merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

- Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menyusun dan menetapkan

Peraturan Desa bersama Kepala.

- Desa dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. 22 Pelantikan

anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Wali kota, sebelum

memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama

dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Wali kota.

22
Fitrianingsih Langoy, Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menyalurkan Aspirasi
Masyarakat Dalam Pembangunan (Suatu Studi Di Desa Tumani Selatan Kecamatan Maesaan
Kabupaten Minahasa Selatan), Skripsi,Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT Manado.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian

Hukum Empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-

fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang

didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui

pengamatan langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil

dari perilaku manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip. 23

3.2 Jenis dan Sumber Data Hukum

Jenis dan sumber data hukum diperoleh dari data hukum primer, data hukum

sekunder, dan data hukum tersier.

1. Data hukum primer meliputi segala peraturan Perundang-Undangan

yang ada kaitannya dengan tinjauan “Peran Kepolisian Dalam Proses

Penyidikan

Dugaan Pemalsuan Ijazah (Studi Kasus Polres Pohuwato)”

2. Data hukum sekunder merupakan data hukum yang memberikan

penjelasan terhadap data hukum primer terdiri dari naskah akademik,

buku-buku dan tulisan ilmiah para pakar hukum di bidang merek dll.

23
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif,
Pustaka Pelajar, hlm.280

31
3. Data hukum tersier adalah materi-materi hukum yang dapat memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap data hukum primer dan data

hukum sekunder yang terdiri dari kamus hukum, ensiklopedia hukum,

internet, majalah hukum dan koran hukum.

3.3 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi atau universe menurut Soerjono Soekanto adalah sejumlah

manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang

sama” 24 Dengan demikian, maka penulis menetapkan populasi dalam

penelitian ini adalah pihak penyidik Polres Pohuwato Dan dari pihak

pelapor

b. Sampel

Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad menjelaskan bahwa:

“Contoh dari suatu populasi atau sub-populasi yang cukup besar

jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi atau sub-

populasi”.21 Selain itu,

“Apabila jumlah sampel dalam populasi kecil atau sedikit yaitu suatu cara

menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau

menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya”. 25 Dalam penelitian

24
Soerjono Soekanto. 2014 Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. hlm.
172. 21 Mukti Fajar & Yulianto Achmad, Op, Cit, hlm.172.

25
Ibid., hlm. 173.

32
ini, dimana untuk teknik pengambilan sampel yaitu dengan Teknik

Purposive.

M. Nashihun Ulwan mengemukakan bahwa Teknik purposive sampling

adalah metode penetapan sampel dengan memilih beberapa sampel tertentu yang

dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian dalam sebuah populasi” 26

Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti memilih sampel sebanyak 2 (dua) orang

1. pelapor 1 (satu) orang

2. Penyidik 1 (satu) orang.

3.4 Teknik Analisis

Teknik Analisis yang diambil dalam penelitian adalah Analisis deskriptif

– analisis Deskriptif merupakan teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari

penggunaannya. Deskriptif berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau

posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non-hukum.

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, data akan diseleksi, di

kompilasi, untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu dengan mengolah

bahan-bahan hukum yang ada untuk selanjutnya dapat dianalisis guna menjawab

pokok permasalahan dalam penelitian ini.

26
M. Nashih Ulwan, Teknik Pengambilan Sampling dengan Metode purposive
Sampling,9 Desember 2019,http://www.portal-statistik.com/2014/02/teknik-
pengambilan- sampeldengan-metode.html.

33
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Peran Kepolisian Dalam Proses Penyidikan Pemalsuan Ijazah

Sebelum mengurai tentang peran Kepolisian dalam proses penyidikan

maka penulis akan mengurai terlebih dahulu apa itu penyidikan, Penyidikan suatu

istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan

investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). KUHAP dalam

Pasal 1 butir 2 memberi definisi penyidikan sebagai berikut, “ Serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya 27

Menurut De pinto, menyidik (opsporing) berarti “pemeriksaan permulaan

oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah

mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada

terjadi suatu pelanggaran hukum”. Pengetahuan dan pengertian penyidik perlu

dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena itu langsung menyinggung dan

membatasi hak-hak asasi manusia28 Bila diperhatikan pekerjaan ini mempunyai

segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan

disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan,

khususnya untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya

suatu tindakan atau perbuatan dilakukan penuntutan. Tujuan penyidikan secara

27
3 Kansil, C.S.T., Drs,S.H, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai
Pustaka, 1985.
28
DR Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta hal 121-122.

34
konkrit dapat diperinci sebagai tindakan penyidik untuk mendapatkan keterangan

tentang :

a) Tindak pidana apa yang dilakukan ;

b) Kapan tindak pidana dilakukan ;

c) Dengan apa tindak pidana dilakukan ;

d) Bagaimana tindak pidana dilakukan ;

e) Mengapa tindak pidana dilakukan ;

f) Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana tersebut.29

Penyidikan dilakukan setelah dilakukanya penyelidikan, sehingga penyidikan

tersebut mempunyai landasan atau dasar untuk melakukannya. Dengan kata lain

penyidikan dilakukan bukan atas praduga terhadap seseorang menurut penyidik

bahwa ia bersalah. Penyidikan dilaksanakan bukan sekedar didasarkan pada

dugaan belaka, tetapi suatu asas dipergunakan adalah bahwa penyidikan bertujuan

untuk membuat suatu perkara menjadi terang dengan menghimpun pembuktian-

pembuktian mengenai terjadinya suatu perkara pidana. Dengan kata lain bahwa

penyidikan dilakukan bila telah cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para

tersangka telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum. 30

Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia ( POLRI ) atau

Pejabat Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan31. Penyidik POLRI Pejabat POLRI

29
Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu
Agung, Jakarta. 2009. hlm. 86.
30
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana Bina Aksara,
Jakarta. 1993. hlm.105
31
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H,2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum
Pidana & Yurisprudensi, Sinar Grafika,Jakarta, Hal.73.

35
tertentu paling rendah Pembantu Letnan Dua (Pelda Ajun Inspektur II / Aipda)

yang ditunjuk/diangkat oleh Kepala Polisi Republik Indonesia. Jadi tidak setiap

anggota POLRI dengan pangkat terendah Aipda (Pelda) boleh bertindak selaku

penyidik, melainkan terbatas hanya pejabat POLRI yang diangkat/ditunjuk oleh

KAPOLRI (pejabat lain yang mendapat pelimpahan wewenang KAPOLRI) untuk

menjabat selaku penyidik POLRI.

Peranan kepolisian yang ideal dalam penyidikan tindak pidana

pemalsuan ijazah, pertama menerima laporan dan pengaduan dari

masyarakat. Kemudian dituangkan di dalam laporan Kepolisian menindak

lanjuti dengan penyidikan, guna menemukan perkara tersebut merupakan tindak

pidana atau bukan, guna menentukan dapat atau tidaknya perkara tersebut dapat

ditingkatkan ke tahap penyidikan dari tahap penyelidikan 32 Berdasarkan

rumusan Pasal 1 butir 2 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, unsur-unsur yang

terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-

tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan

bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan

tersangkanya.

32
Wawancara Bersama AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK polres pohuwato.

36
Berdasarkan keempat unsur tersebut sebelum dilakukan penyidikan,

telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan

belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum

terang itu diketahui dari penyelidikannya. 33

Peranan kepolisian yang seharusnya setelah melakukan penyelidikan

pihak kepolisian akan melakukan penyidikan untuk mencari bukti-bukti

yang dapat meyakinkan atau mendukung keyakinan bahwa tindak pidana itu

benar-benar terjadi dan agar menemukan siapa tersangka dalam tindak pidana

tersebut.34

Sebagaimana kita tahu menurut Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana ditegaskan bahwa penyidik adalah :

1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP karena

kewajiban menurut Pasal 7 KUHAP mempunyai wewenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari

tersangka;

33
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia
Publishing, 2005, Malang, hlm.380-381
34
Wawancara Brigpol Rama S. wawancara pada tanggal 19 februari 2018

37
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. Mendengarkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan; dan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah

koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

KUHAP.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum

yang berlaku. Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

a KUHAP mempunyai wewenang melakukan tugas masing masing pada umumnya

di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing dimana

ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KUHAP Karena

kewajibannya mempunyai wewenang 35:

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang.

35
Pasal 4 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

38
2) Mencari keterangan dan barang bukti.

3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Peranan kepolisian yang sebenarnya dilakukan dalam penyidikan tindak

pidana pemalsuan ijazah itu sendiri mempertimbangkan antara kehendak hukum

yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan, dalam kehendak ini kehendak hukum

harus menentukan kemampuannya berdasarkan kenyataan yang ada, kepolisian

melakukan penyidikan untuk mancari barang bukti kemudian bekerja sama dengan

kejaksaan lalu melimpahkannya ke pengdilan36 hal ini sebagaimana dikemukakan

oleh AKBP Teddy Rayendra S.IK., M.IK selaku kapolres pohuwato yang

menyatakan :

“Terkait dengan proses penyidikan dugaan pemalsuan surat (Ijazah), kami


sebagai Lembaga institusi akan bekerja se professional mungkin sesuai
dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun ketentuan
perkapolri”.

Saat ditanyakan soal lambatnya proses penyidikan yang kemudian dinilai oleh

peneliti bertentangan dengan Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan

dan Pengendalian Perkara Pidana di Lingkungan Polri menyebutkan: Pasal 31 Ayat

(3) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah

Penyidikan meliputi :

a. 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit

b. 90 hari untuk penyidikan perkara sulit

36
Wawancara Bersama AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK Polres Pohuwato

39
c. 60 hari untuk penyidikan perkara sedang

d. 30 hari untuk penyidikan perkara mudah

AKBP Teddy Rayendra S.IK., M.IKmengungkan37 :

“Iya memang benar ada perkap yang mengatur tentang, waktu penyidikan,
namun kita sebagai Lembaga kepolisian itu memiliki kewenangan untuk
mengajukan perpanjangan waktu penyidikan, apalagi di kasus-kasus yang
rumit seperti ini, perlu untuk diketahui pak, bahwa kasus ini Locus
(Tempat) pemalsuan surat (Ijazah) belum jelas di palsukan di mana,
mengingat surat (Ijazah) yang diduga dipalsukan itu dikeluarkan oleh dinas
Pendidikan kepulauan Sangihe Sulawesi utara, kemudian pelapor (Parman
Supu) beberapa kali kita panggil untuk tindak lanjut laporan ini beliau tidak
pernah hadir, sehingga ini yang menyebabkan kasus ini lambat”.

Dalam hal tindak pidana umum setiap orang atau warga negara Indonesia,

berhak untuk membuat laporan atau pengaduan, sebagai pemberitahuan kepada

pihak yang berwajib dan merupakan hak atau kewajiban oleh seorang tertentu yang

disampaikan kepada yang berwajib dengan permintaan agar yang berwajib

melakukan tindakan, hal yang diadukan merupakan tindak pidana umum

Berdasarkan hasil penelitian AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK selaku kapolres

pohuwato mengungkapkan perihal dengan adanya dugaan pemalsuan ijazah oleh

oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa sidowungu, hal tersebut

dilaporkan oleh masyarakat dengan bentuk laporan aduan, secara tertulis yang

dibuat oleh saudara Parman Supu yang mengatasnamakan dirinya sebagai

masyarakat Desa Siduwonge, dalam laporan aduan tersebut telah melampirkan

sejumlah bukti, seperti adanya dokumen atau surat pernyataan dari dinas

37
Wawncara Bersama AKPB Teddy Reyndra SIK., M.IK Polres Pohuwato

40
Pendidikan terkait, dan beberapa bukti lainnya, diadukan sejak tahun 2017 bulan

juni. 38

Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang

menyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik

adalah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana

yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak

pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusator. Tersangka harus

ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus

dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia

tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannya lah yang menjadi objek

pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang

dilakukan oleh tersangka. Tersangka harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan

prinsip hukum “praduga tak bersalah” (presumption of innocent) sampai diperoleh

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja

yang harus diperiksa. Adakalanya diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Demi

untuk terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada

tersangka harus ditegakkan perlindungan harkat martabat dan hak-hak asasi,

kepada saksi dan ahli, harus juga diperlakukan dengan cara yang

berperikemanusiaan dan beradab.

Penyidik Polri tidak secara serta merta dapat melakukan kegiatan

penyidikan dengan semaunya, melainkan ada juga Batasan-batasan yang harus

38
Wawancara Bersama AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK polres pohuwato

41
diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar hak asasi manusia mengingat

kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan tersebut terlampau

besar. Batasan-batasan kegiatan penyidik tersebut terdapat pada Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi

Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian

Republik Indonesia. Di dalam Pasal 13 Ayat (1) Peraturan tersebut disebutkan,

dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas POLRI dilarang 39 :

a. Melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis maupun seksual untuk

mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;

b. Menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan

di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang

c. Memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;

d. Memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan

hasil penyelidikan;

e. Merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau

memutarbalikkan kebenaran;

f. Melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang

berperkara.40

Setiap peristiwa yang terjadi dimuka bumi memiliki tenggang waktu

tertentu, perlunya ditentukan tenggang waktu adalah untuk memastikan suatu

39
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Republik Indonesia
40
Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009
tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
Kepolisian Republik Indonesia

42
peristiwa terjadi, setelah terjadi peristiwa, langkah apa selanjutnya akan

dilakukan. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, tenggang (waktu) berarti “batas waktu”, batas

waktu yang dibutuhkan oleh suatu peristiwa ada singkat, ada juga yang lama.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Waktu” menurut Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia adalah : “Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau

keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval

antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu

kejadian; lamanya (saat yang tertentu); saat yang tertentu untuk melakukan

sesuatu”41

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana tidak ada memberi batasan apa yang disebut dengan

waktu, namun demikian dalam KUHP terdapat rumusan pengertian “sehari” dan “

sebulan” serta “ malam”, yaitu :

Ketentuan Pasal 97 KUHP : Yang dikatakan sehari yaitu masa yang lamanya dua

puluh empat jam.

Ketentuan Pasal 97 KUHP : Sebulan yaitu masa yang lamanya tiga puluh hari.

Pasal 98 KUHAP : yang dikatakan malam yaitu masa diantara matahari terbenam

dan matahari

terbit.42

41
Agustin, Risa, tanpa tahun, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Serba Jaya, Surabaya, hlm
54
42
Soesilo, R. 1994, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor, hlm. 23

43
Batas waktu dikaitkan dengan penyidikan perkara tindak pidana umum yang

di dalamnya juga termasuk tindak pidana pemalsuan ijazah adalah tenggang waktu

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyidikan suatu perkara tindak pidana

umum, misalnya selama sebulan, berarti penyidikan suatu perkara pidana umum

harus selesai dalam waktu selama tiga puluh hari.

Meskipun terkait dengan keterlambatan proses penyidikan dugaan

pemalsuan ijazah oleh oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ini pihak

Polres Pohuwato memiliki alasan yang kuat namun menurut penulis keterlambatan

dalam proses hukum khususnya di bidang penyidikan menurut penulis tidak dapat

dibenarkan sebab Kedudukan Penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum

mempunyai Tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Undang–Undang Nomor

02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Undang-Undang

Kepolisian) dan Undang–Undang No. 08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Penyidik Polri dapat dikatakan berperan

dalam penegakan hukum tindak pidana apabila telah melaksanakan fungsi dan

tugasnya di bidang penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang–undangan yang ada.

Dengan menggunakan teori Hiroshi Ishikawa 43bahwa indikator pengukuran dilihat


dari Clearance rate, prosecution rate, conviction rate, speedy trial, and recall
to prison, yaitu Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan Prosedur undang
- undang dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial), maka Efektivitas
peran Penyidik dapat dilihat dari meningkatnya proporsi Penyidikan dan
Proporsi Kecepatan penanganan perkara dalam tahap penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, sehingga menurut penulis dengan menggunakan
teori ini maka dapat disimpulkan bahwa peran kepolisian dalam proses

43
Hiroshi Ishikawa, Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan Prosedur Undang - Undang
dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial). 1984: hlm.4

44
penyidikan dugaan pemalsuan ijazah belum efektif, sebab dalam proses sangat
lambat.

4.1.1 Peran Kepolisian Terhadap Proses Penyidikan Dugaan Pemalsuan


Ijazah Di Polres Pohuwato

Sebelum peneliti jauh mengurai tentang, peran kepolisian dalam proses

penyidikan dugaan pemalsuan ijazah, alangkah baiknya, perlu diuraikan terlebih

dahulu terkait dengan tinjauan hukum pemalsuan ijazah atau dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana disebut dengan pemalsuan surat, oleh pejabat public,

setelah telah di uraikan terkait dengan tinjauan hukum ijazah maka peneliti akan

menguraikan tentang bagaimana peran kepolisian dalam mengefektifkan proses

penyidikan di Lembaga kepolisian, dan pada penghujung sub bab ini penulis akan

masuk pada inti permasalahan yakni tentang peran kepolisian dalam proses

penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum pejabat Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) Desa Siduwonge Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato.

Adapun peran yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini adalah

Peran menurut Soerjono Soekanto, peran merupakan aspek dinamis kedudukan

(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.

Dari pengertian diatas lebih lanjut kita melihat pendapat lain tentang

peran yang telah ditetapkannya sebagai peranan normatif.

Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban

dinas perhubungan dalam penegakan hukum secara total enforcement, yaitu

penegakan hukum secara penuh. Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan

45
sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut.

Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan

berfungsi dalam penegakan hukum dapat bertindak sebagai pengayom bagi

masyarakat dalam rangka mewujudkan ketertiban, keamanan yang mempunyai

tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang nyata.

4.1.2 Tinjauan Hukum Pemalsuan Ijazah Dalam Perspektif Hukum Pidana

Pemalsuan ijazah sebagai kejahatan, secara kriminologis kejahatan adalah

suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang dan segala

aturan-aturan hukum. Sementara penjahat adalah seseorang yang melanggar

peraturan-peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh

pengadilan serta dijatuhi hukuman.

Dalam kehidupan masyarakat penyalahgunaan ijazah suatu pelanggaran

nilai-nilai yang terdapat dalam dunia pendidikan dikarenakan apabila ingin

mendapatkan gelar ataupun kedudukan harus melalui prosedur yang sah yang

sesuai dengan aturan pemerintah tidak dengan cara mengambil jalan yang cepat

dengan memalsukan suatu ijazah untuk mendapat gelar, dalam hal penyalahgunaan

ijazah ini sangatlah tidak berpendidikan. Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana) jenis-jenis perbuatan yang dilarang ini disebut dengan tindak

pidana

Diadakannya kejahatan pemalsuan surat ditujukan pada perlindungan

hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran akan isi surat. Surat

(geschrift) adalah suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang

46
terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi buah

pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan

mesin ketik, printer computer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara

apapun.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ijazah atau surat

pendamping ijazah seperti gelar akademik, transkrip nilai, dan lainnya tergolong

dalam bentuk surat yang dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP). Hal itu disebabkan karena ijazah merupakan suatu bukti tulisan yang

mengandung buah pikiran tentang hak seseorang dalam mendapatkan kompetensi

ilmu yang dipelajarinya dan hak untuk menyandang gelar akademik, oleh sebab itu

tindak pidana pemalsuan ijazah dapat digolongkan dalam tindak pidana pemalsuan

surat.

Tindak pidana pemalsuan ijazah oleh oknum Ketua Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) ini merupakan bentuk penyerangan suatu

kepercayaan masyarakat terhadap surat atau akta otentik, hal ini merupakan

suatu bentuk tindakan penyerangan terhadap dunia pendidikan.

Kegiatan pendidikan seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia

menuju suatu kualitas yang diharapkan dengan standar kompetensi dan

kualifikasi tertentu yang harus dikuasai bagi kelangsungan hidup manusia. Tindak

pidana pemalsuan ini bukan merupakan hal yang baru, karena sejak dahulu

memang sudah ada, tetapi tingkat keberadaannya tidak seperti sekarang ini.

47
Adanya perkembangan kemajuan ilmu, teknologi, serta perkembangan

penduduk, struktur masyarakat, perubahan nilai sosial budaya, pengaruh sosial

atau politik ataupun pengaruh krisis global, turut serta memberikan dampak

terhadap tindak pidana pemalsuan misalnya seperti tindak pidana pemalsuan

ijazah oleh pejabat oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa

Sidowunge,.

Parman Supu selaku masyarakat Desa Siduwonge Kecamatan Randangan

Mengungkapkan bahwa kasus ini telah beliau laporkan ke pihak Polres Kabupaten

sejak tahun 2017 silam, Terkait kasus tersebut Pelaku dilaporkan oleh saudara

Parman Supu selaku masyarakat Desa Siduwonge melalui laporan adannya dengan

meminta agar pelaku oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang

diduga pengguna ijazah palsu ini diproses sesuai dengan Pasal 263 KUHP

atau Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen menyatakan:

Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk

memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya

benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan

kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat

palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat

menimbulkan kerugian.

48
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 68 ayat 2 Dan Pasal 69 ayat 1 dan 2, menggunakan ijazah palsu,

sertifikat dengan sengaja tanpa hak.

Bedasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis sebagaimana di

kemukakan oleh Parman Supu sebagai orang yang mengadukan ke pihak Polres

Pohuwato yang juga merupakan masyrakat Desa Siduwonge Kecamatan

Randangan, Kabupaten Pohuwato menyatakan bahwa :

“dalam laporan aduan yang saya buat telah mencantumkan dugaan pemalsuan
Ijazah tersebut telah dilaporkan sejak tahun 2017, namun sampai saat ini
proses penyidikannya tak kunjung selesai padahal dalam laporan aduan
tersebut pihak pelapor telah melampirkan sejumlah bukti sebagai berikut:

Nama pihak yang dilaporkan sebagaimana bukti yang ada bahwa oknum ketua

Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namanya tidak terdaftar di dokumen nama

nama siswa yang lulus di tahun sebagaimana ijazah tersebut dikeluarkan.

Adanya surat pernyataan dari dinas pendidikan setempat yang menyatakan ijazah

tersebut diduga dipalsukan.

Adanya rekaman suara pernyataan dari sejumlah pihak yang mengakui turut

bersama bersama dalam memalsukan ijazah tersebut.

Tentu hal ini memerlukan , proses penyidikan profesional apalagi mengingat

pihak yang bersangkutan adalah pejabat desa yang di mana terangkat berdasarkan

ijazah yang di duga di palsukan, jika proses penyidikan tersebut tak kunjung

memberikan kepastian hukum, tentu ini hal akan menyebabkan kerugian negara

jika kelak terbukti beliau memalsukan ijazah tersebut.

Di tempat terpisah, pihak polres Pohuwato melalui AKBP Teddy Rayendra SIK.,

M.IK mengungkapkan bahwa :

49
“Proses penyidikan saat ini sedang dijalankan, namun perut, dugaan
pemalsuan ijazah oleh oknum ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
atas nama KL, ini sangat membutuhkan waktu yang Panjang, dalam hal
pencarian bukti-bukti, karena dalam kasus ini banyak pihak yang harus
kita periksa, di antaranya adalah dinas Pendidikan tempat ijazah ini di
keluarkan, ahli, kemudian saksi-saksi lain dan tentu tidak lain juga kita
membutuhkan informasi dari pihak pelapor, namun beberapa kali pihak
pelapor kita undang tidak pernah hadir, sehinggan kasus ini jalan di
tempat.”

Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa, setiap

proses hukum tidak akan berjalan dengan baik apabila, pihak pelapor, saksi dan

pihak-pihak lain yang terkait tidak terjalin kerja sama yang baik demikianlah yang

terjadi pada kasus dugaan pemalsuan ijazah yang di jadi objek penelitian oleh

penulis saat ini.

4.2 Faktor Yang Menghambat Proses Penyidikan Dugaan Pemalsuan Ijazah

Di Polres Pohuwato

Menurut pendapat penulis berkaitan dengan kewenangan penyidikan yang

dilakukan oleh pihak kepolisian dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah

Palsu, telah berjalan sebagaimana mestinya, Penyidik Polri tidak secara serta merta

dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan semaunya, melainkan ada juga

batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar hak

asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan

tersebut terlampau besar.

Hal tersebut terlihat dengan proses penyidikan yang telah mengikuti

prosedur yang ada. Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana

setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau

tidaknya tindak. pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana

50
terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil

penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan

“mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai

tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan

pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan

membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

Namun masih terdapat kekurangan berkaitan dengan sanksi hukuman yang

diberikan terhadap para pelaku dan kelembagaan yang digunakan sebagai sarana

atau alat yang dimanfaatkan untuk Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah Palsu,

harus diberikan sanksi yang lebih tegas lagi bisa berupa hukuman kurungan agar

dapat memberikan efek yang lebih terhadap para pelakunya serta akibat hukum

yang ditimbulkan. Beberapa kendala yang dihadapi penyidik Polri dalam proses

penyidikan perkara pidana adalah.

Dalam proses penyidikan perkara pidana terdapat beberapa permasalahan-

permasalahan yang menjadi kendala penyidik untuk meningkatkan

profesionalisme dalam melakukan penyidikan. dalam mewujudkan penegakan

hukum diperlukan satu mata rantai proses yang baik dan sistematis. Demi

terwujudnya penegakan hukum yang baik diperlukan juga hubungan koordinasi

yang baik antar aparat penegak hukum dengan berpedoman pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku Menurut Menurut keterangan AKBP Teddy

Reyndra SIK., M.IK selaku kapolres pohuwato faktor yang menghambat proses

51
penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum pejabat Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) adalah 44:

a. Diluar wilayah hukum polres pohuwato


b. Kurangnya partisipasi saksi dalam memberikan keterangan dalam proses
penyidikan..
c. Terbatasnya jumlah penyidik.
d. Kurangnya anggaran penyidikan.
4.2.1 Kurangnya Partisipasi Saksi Dalam Memberikan Keterangan Dalam

Proses Penyidikan

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana. Keterangan saksi

sebagai alat bukti adalah bagian yang sangat penting dalam proses penyidikan.

Dengan perkataan lain saksi yang di maksud adalah pelapor atas nama Parman

Supu, pihak dinas Pendidikan terkait dan saksi-saksi lain hanya keterangan saksi

yang diberikan kepada peyidik yang dapat melengkapi proses pemeriksaan agar

dapat di lanjutkan ke proses selanjutnya (Pasal 185 ayat (1) KUHAP) 45.

Menurut AKBP Tedy Reyndra SIK., M.IK selaku kapolres pohuwato

Kendala yang dialami penyidik dalam proses penyidikan salah satunya adalah

kurang partisipasinya saksi-saksi, terkadang saksi tidak mau datang untuk

memberikan kesaksian walaupun sudah dilakukan pemanggilan, salah satunya

adalah pihak pelapor atas nama parman supu, AKBP Tedy Reyndra S.IK., M.IK

Kapolres Pohuwato mengungkapkan46 :

44
Wawancara Bersama AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK “Polres Pohuwato”.
45
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 185
46
Wawncara Bersama AKPB Teddy Reyndra SIK., M.IK “Polres Pohuwato ''.

52
“ Pelapor parman supu, sudah berulang kali kami panggil tidak pernah
hadir, dari tahun 2017 beliau dipanggil untuk dimintai keterangan resmi
tidak hadir, hanya telepon terus, pas diundang tidak hadir”.

Terkadang masyarakat tidak memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi

dalam proses penyidikan tindak pidana. Masyarakat cenderung menghindar dan

tidak mau menjadi saksi karena takut memberikan kesaksian dan enggan mengikuti

proses penyidikan yang berbelit–belit. Sementara keterangan saksi merupakan

salah satu alat bukti dalam mengungkap suatu tindak pidana. Hal ini sangat

menghambat proses penyidikan.

4.2.2 Terbatasnya Jumlah Personil

Untuk menghadapi tingginya tingkat kejahatan di Kab. Pohuwato maka

tentu dibutuhkan jumlah personil yang memadai. Karena dengan kurangnya jumlah

personil penyidik akan menghambat proses penyidikan, prosesnya akan berjalan

lambat. Menurut keterangan AKBP Teddy Rayendra SIK., M.IK selaku kapolres

pohuwato Kita masih sangat kekurangan anggota dan untuk melakukan penyidikan

dengan jumlah lapor yang ada tidak relevan dengan 48 tenaga yang kita miliki saat

ini sehingga proses penyidikan berjalan lama. Dari hasil wawancara di atas jelas

terlihat bahwa, keterbatasan jumlah penyidik sangat berpengaruh terhadap

efektifnya kinerja penyidik dalam melakukan penyidikan. Dengan jumlah penyidik

yang ada saat ini jelas merasa kesulitan dalam menangani tingkat kejahatan yang

semakin tinggi. Dengan jumlah anggota penyidik yang ada, sangat tidak sebanding

dengan jumlah laporan yang harus diselesaikan, Hal ini disebabkan karena

kurangnya personil penyidik yang ada di Polres Pohuwato sehingga

53
mengakibatkan terhambatnya proses penyidikan dan bahkan sampai tidak

terselesaikan.

4.2.3 Kasus Di Luar Wilayah Hukum Polres Pohuwato

Dalam kasus laporan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum Ketua BPD Desa

Siduwonge, berdasarkan hasil wawancara Bersama pihak Polres Pohuwato,

diketahui bahwa ijazah tersebut dikeluarkan oleh dinas Pendidikan, kepulauan

sangihe sebagaimana diungkapkan oleh AKBP Teddy Rayendra S.IK., M.IK

selaku kapolres pohuwato bahwa47 :

“Iya benar berdasar laporan aduan yang dibuat oleh saudara Parman Supu,
bahwa ijazah tersebut dikeluarkan oleh dinas pendidikan kepulauan sangihe
Sulawesi utara melalui salah satu sekolah di wilaya sangihe sehingganya bisa
jadi ijazah ini di palsukan di sana, kalau ijazah ini di palsukan di kepulauan
sangihe maka ini kewenangan polres kepulauan sangihe, namun jika ijazah ini
di palsukan di pohuwato karena diduga juga digunakan di wilayah hukum
pohuwato, maka proses hukumnya di pohuwato, akan tetapi untuk penyidikan
kita harus bolak-balik pulau sangihe, bertemu dan memeriksa para saksi yang
ada di sana salah satunya kepala dinas pendidikan, kepala sekolah yang
menjabat saat ijazah ini dikeluarkan”. 48

Dengan alasan di atas Polres Pohuwato mengalami kesulitan dalam proses

penyidikan, terlebih saat mencari bukti-bukti, dan saksi guna untuk melengkapi

kebutuhan berkas perkara.

AKBP Teddy Rayendra S.IK., M.IK mengemukakan bahwa yang paling

sulit dalam kasus ini adalah mengungkap locus (tempat) ijazah ini di palsukan,

sebab beberapa orang saksi telah meninggal dunia, salah satunya adalah kepala

dinas Pendidikan yang menjabat saat ijazah ini dikeluarkan.

47
Ibid
48
Ibid

54
Selain alasan diatas menurut AKP Teddy Rayendra S.IK., M.IK faktor

lainnya adalah faktor cuaca, jadi penyidikan itu di pulau sangihe, penyidik

terkadang pada saat melakukan penyidikan itu cuaca buruk sehingga kapal menuju

pulau sangihe tidak berangkat dan kami harus menunggu beberapa hari lagi. 49

4.2.4 Minimnya Anggaran Penyidikan

Untuk memproses suatu perkara pidana tentu dibutuhkan anggaran

operasional untuk menunjang kinerja penyidik POLRI. Dengan minimnya

anggaran penyidikan, ini akan menghambat dari kinerja pihak penegak hukum

dalam hal ini penyidik polri. Menurut keterangan AKBP Teddy Rayendra SIK.,

M.IK selaku kapolres pohuwato

Minimnya anggaran operasional penyidikan merupakan salah satu kendala

dalam proses penyidikan karena sejauh ini anggaran operasional penyidikan masih

dirasa kurang, ini yang membuat proses penyidikan berjalan lamban. Kurangnya

biaya operasional penyidikan sangat menghambat proses penyidikan, tidak sedikit

dari anggota penyidik mengeluarkan uang pribadinya demi tugas dinas yang

diemban. Namun, tidak semua penyidik mau mengeluarkan uang pribadinya

untuk melaksanakan proses penyidikan sehingga perkara yang ditangani tidak

selesai. Permasalahan ini yang kemudian menjadi penghambat dalam pelaksanaan

proses penyidikan oleh Dengan jumlah dana yang terbatas tersebut tidak dapat

menutupi biaya proses penyidikan dalam setahun. Peningkatan biaya operasional

sangat dibutuhkan untuk menunjang dan memotivasi kinerja penyidik dalam

menjalankan tugasnya.

49
Ibid

55
AKBP Teddy Rayendra S.IK., M.IK selaku kapolres pohuwato menyatakan bahwa
50
:

“ Kasus dugaan pemalsuan ijazah ini menguras anggaran locus (Tempat)


penyidikannya bolak-balik sangihe, nah anggaran dari mana di kita, jadi
kita tunggu anggaran ada dulu baru kita berangkat pak”.

Berdasarkan Uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa proses

penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum pejabat BPD Desa siduwonge

bukanlah sesuatu hal yang kemudian di sengaja, akan tetapi semua dipengaruhi

oleh faktor-faktor, yang memang tidak memungkinkan proses penyidikan

berlangsung dengan cepat.

4.3 Hasil Analisis Peneliti

Berdasarkan hasil penelitian tidak efektifnya proses penyidikan dalam hal

dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum Ketua Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) desa siduwonge dipengaruhi oleh tidak terjalinnya komunikasi yang baik

antara penyidik dengan para saksi meskipun terkait dengan keterlambatan proses

penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum ketua Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) ini pihak Polres Pohuwato memiliki alasan yang kuat namun

menurut penulis keterlambatan dalam proses hukum khususnya di bidang

penyidikan menurut penulis tidak dapat dibenarkan sebab Kedudukan Penyidik

Polri sebagai aparat penegak hukum mempunyai Tugas dan fungsi sebagaimana

diatur dalam Undang–Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Undang-Undang Kepolisian) dan Undang–Undang No. 08

50
Ibid

56
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Penyidik Polri dapat dikatakan berperan dalam penegakan hukum tindak pidana

apabila telah melaksanakan fungsi dan tugasnya di bidang penegakan hukum

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan yang ada. Dengan

menggunakan teori Hiroshi Ishikawa, bahwa indikator pengukuran dilihat dari

Clearance rate, prosecution rate, conviction rate, speedy trial, and recall to

prison, yaitu Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan Prosedur Undang -

Undang dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial), maka Efektivitas peran

Penyidik dapat dilihat dari meningkatnya proporsi Penyidikan dan Proporsi

Kecepatan penanganan perkara dalam tahap penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana, sehingga menurut penulis dengan menggunakan teori ini maka dapat

disimpulkan bahwa peran kepolisian dalam proses penyidikan dugaan pemalsuan

ijazah belum efektif, sebab dalam proses sangat lambat.

Faktor yang menghambat proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh

oknum pejabat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah Diluar wilayah

hukum Polres Pohuwato, kurangnya partisipasi saksi dalam memberikan

keterangan dalam proses penyidikan, terbatasnya jumlah penyidik, kurangnya

anggaran penyidikan

Perlunya anggaran yang memadai untuk penyidik, hal guna untuk

meningkatkan efektivitas penyidik Polri dalam menjalankan tugas penyidikan.

Kerja sama antara para saksi dan penyidik adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi percepatan penyidikan sehingganya dalam penulisan skripsi ini

57
penulis menyarankan kiranya kepolisian khususnya penyidik kiranya dapat

membangun komunikasi yang baik bersama dengan para saksi tertua pelapor.

Dalam proses penyidikan, percepatan proses hukum adalah faktor penentu,

terwujudnya sebuah penegakan hukum yang efektif, sehingganya Lembaga

Kepolisian dalam menjalankan tugas penyidikan lebih mengutamakan proses

penyidikan yang cepat.

58
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Dan Saran

5.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa peran kepolisian Polres

Pohuwato dalam proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh oknum

ketua BPD Desa siduwonge belum efektif sebab masih terjadi

keterlambatan dalam proses penyidikan dalam proses hukum khususnya di

bidang penyidikan tidak dapat dibenarkan sebab Kedudukan Penyidik Polri

sebagai aparat penegak hukum mempunyai Tugas dan fungsi sebagaimana

diatur dalam Undang–Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia (Undang-Undang Kepolisian) dan Undang–

Undang No. 08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yaitu Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan

Prosedur undang - undang dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial),

maka Efektivitas peran Penyidik dapat dilihat dari meningkatnya proporsi

Penyidikan dan Proporsi Kecepatan penanganan perkara dalam tahap

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, sehingga dengan menggunakan

teori ini maka dapat disimpulkan bahwa peran kepolisian dalam proses

penyidikan dugaan pemalsuan ijazah belum efektif, sebab dalam proses

sangat lambat.

59
2. faktor yang menghambat proses penyidikan dugaan pemalsuan ijazah oleh

oknum pejabat Badan Permsusyawaratan Desa (BPD) adalah:

a. Diluar wilayah hukum Polres Pohuwato

b. Kurangnya partisipasi saksi dalam memberikan keterangan dalam

proses penyidikan..

c. Terbatasnya jumlah penyidik.

d. Kurangnya anggaran penyidikan

5.1.2 Saran

1. Perlunya anggaran yang memadai, untuk penyidik, hal guna untuk

meningkatkan efektivitas penyidik Polri dalam menjalan tugas penyidikan..

2. Kerjasama antara para saksi dan penyidik adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi percepatan penyidikan sehingganya dalam penulisan skripsi

ini penulis menyarankan kiranya kepolisian khususnya penyidik kiranya

dapat membangun komunikasi yang baik bersama dengan para saksi tertua

pelapor.

3. Dalam proses penyidikan, percepatan proses hukum adalah faktor penentu,

terwujudnya sebuah penegakan hukum yang efektif, sehingganya Lembaga

Kepolisian, dalam menjalankan tugas penyidikan lebih mengutamakan

proses penyidikan yang cepat.

60
DAFTAR PUSTAKA

. Buku

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

Agustin, Risa, tanpa tahun, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Serba Jaya,
Surabaya,

Aspirasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Suatu Studi Di Desa Tumani Selatan


Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan), Skripsi,Jurusan Ilmu
Pemerintahan FISIP UNSRAT Manado.

Adam Chazawi, 2008 Kejahatan Mengenai Pemalsuan,PT. Mahardika Jakarta

Abdussalam, H. R. 2009 Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin


Hukum. Restu Agung, Jakarta.

Adam Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan,PT. Mahardika Jakarta

Adami Chazawi, 2005 Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,
Bayumedia Publishing, Malang,

DR Aandi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta

Drs. P.A.F. Lamintang, S.H,2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu


Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi, Sinar Grafika,Jakarta,

Fitrianingsih Langoy, Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menyalurkan

Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,


Media
Aksara Prima, Jakarta,

Hiroshi Ishikawa, 1984 Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan Prosedur
Undang - Undang dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial)

H.R.Abdussalam. 2007. Peran, cetakan ketiga. Jakarta: Restu Agung.

Hiroshi Ishikawa, 1984 Penyidikan oleh Penyidik Polri sesuai dengan Prosedur
Undang - Undang dan kecepatan penanganan perkara (speedy trial).

Kansil, C.S.T., Drs,S.H, 1985 Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
PN Balai Pustaka.
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor,

61
Mertokusumo, Sudigno. 1991. Mengenal Hukum. Liberty. Yogyakarta.

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar


Grafika, Jakarta,

Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum. Normatif
dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moeljatno, 2010 Asas-Asas Hukum Pidana,PT. Garfika, Bandung

Moeljatno, 1993 Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana
Bina Aksara, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana

R. Soesilo : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Penerbit Politeia. Bogor.

Soerjono Soekanto. 2014 Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. hlm. 172.
21
Mukti Fajar & Yulianto Achmad,

Soesilo, R. 1994, Kitab Unang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor,

Solekha, R. R., Wantu, F., & Tijow, L. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan
Umum 2019. JURNAL LEGALITAS, 13(01),

Suratman SH, MH, H. Philips Dillah, SH. MH, 2014 : Metode Penelitian Hukum
Dilengkapi Tata Cara dan Contoh Penulisan Karya Ilmiah Bidang Hukum.
Cetakan ke-2. Alfa Beta, Bandung, Februari,

Soerjono Soekanto. 2014 Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soesilo, R. 1994, Kitab Unang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor,

Wantu, F. (2012). Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan


dalam Putusan Hakim di Peradilan Perdata. Jurnal Dinamika Hukum, 12(3),

62
B. Internet

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54df82aa4aab3/pemalsuan
ijazah-15-tahun-lalu--masih-bisakah-dituntut.

http://infopengertian.biz/pengertian-yuridis-dan-penerapannya-dimasyarakat.html
diakses Rabu 02 Oktober 2019 pukul 19.45 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ijazah

M. Nashihun Ulwan, 2019 Teknik Pengambilan Sampling dengan Metode


purposive Sampling,9Desember,http://www.portal-
statistik.com/2014/02/teknik pengambilan- sampeldengan-metode.html

Soejono Soekanto dalam S. Fahrizal. Digilib.unila.ac.id/85/8/BAB%2011.pdf

C. Jurnal

Bambang Tri Bawono, Tinjauan Yuridis Hak-Hak Tersangka dalam Pemeriksaan


Pendahuluan, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 245, Fakultas Hukum UNISULA,
Semarang,

Fitrianingsih Langoy, Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menyalurkan


Aspirasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Suatu Studi Di Desa Tumani
Selatan Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan), Skripsi,Jurusan
Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT Manado.

Pendahuluan, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 245, Fakultas Hukum UNISULA,


Semarang,

Sahuri Lasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana


Korupsi Pada Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 2, Nomor 3, Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum,
Purwokerto,

Soejono Soekanto dalam S. Fahrizal. Digilib.unila.ac.id/85/8/BAB%2011.pdf

Solekha, R. R., Wantu, F., & Tijow, L. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan Umum
. JURNAL LEGALITAS, 13(01), 51 69.

63
Suratman SH, MH, H. Philips Dillah, SH. MH : Metode Penelitian Hukum
Dilengkapi Tata Cara dan Contoh Penulisan Karya Ilmiah Bidang Hukum.
Cetakan ke-2. Alfa Beta, Bandung, Februari, 2014

Wantu, F. (2012). Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan


dalam Putusan Hakim di Peradilan Perdata. Jurnal Dinamika Hukum,

D. Undang Undang

Kitab Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 185

Pasal 4 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Perkara


Pidana di Lingkungan POLRI

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009


tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009


tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia

Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia
Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia

64
E. Wawancara

AKBP Tedy Reyndra S.IK., M.IK Polres Pohuwato

Wawancara Bersama Pihak Pelapor “Parman Supu”.

Hasil wawancara bersama Bapak AKBP Tedy Reyndra S.IK., M.Ik pada tanggal
26 Februari 2021.

Wawancara bersama pihak pelapor Parman Supu Pada tanggal 28 Februari 2021

Wawancara Bersama AKBP Tedy Reyndra S.IK., M.IK “Polres Pohuwato”.

Wawancara Brigpol Rama S. wawancara pada tanggal 19 februari 2018

Wawancara Bersama AKBP Tedy Reyndra S.IK., M.IK Polres Pohuwato

65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae

I. Data Pribadi

1. Nama : Mohammad Rizal Gafur


2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kab. Bone Bolango, 10
Desember 1998
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Warga Negara : Indonesia
6. Alamat : Jln. Noho Hudji Kec.
Tilongkabila
9. Nomor Telepon / HP : 082189291095
10. E-mail : mohrizalgafur10@gmail.com
11. Kode Pos : 96183

II. Pendidikan Formal :


Periode Sekolah / Institusi IPK /
(Tahun) / Universitas Jurusan UAN/
RAPOR
SD Negeri 33 Kota -
2005 - 2011
Selatan
SMP Negeri 1 Kota -
2011 - 2014
Gorontalo
SMA Negeri 1 Kota
2014 - 2017 IPA
Gorontalo
Universitas Negeri Ilmu 3.61
2017 - 2021
Gorontalo Hukum

III. Pengalaman Organisasi


Organisasi Jabatan Tahun Aktif
Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Anggota 2018-2019
Himpunan Mahasiswa Islam Anggota 2017-2019

66

Anda mungkin juga menyukai