Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS HUKUM

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

Tinjauan Yuridik tentang Pertanggungjawaban Pelaku Usaha dalam Multi


Level Marketing di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen

Oleh

Lora Rebecca Novianti Simanjuntak


NPM : 2011 200 038

Pembimbing I
Aluisius Dwi Rachmanto, S.H., M.Hum.

Penulisan Hukum

Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan


Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana
Program Studi Ilmu Hukum

2019
Yeremia 29:11

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa

yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan,

yaitu rancangan damai sejahtera bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Kupersembahkan skripsi ini untuk keluargaku,

kepada kedua orangtuaku yang selalu memberikan

Semangat dan pengharapan untukku sehingga

aku tidak menyerah dan tetap berusaha untuk terus maju.


ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis tentang pelaku usaha multi level marketing di


Indonesia yang ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-Dag/PER/9/2007
Tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Multi level marketing adalah
suatu kegiatan usaha penjualan berjenjang sebagai salah satu sistem pemasaran
barang dan/atau jasa yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sebagai akibat dari
perkembangan ekonomi dunia. Maraknya bisnis MLM, secara jelas disebabkan
oleh keuntungan (reward) yang dijanjikan oleh bisnis ini. Biasanya, para distributor
dan/atau para konsumen menjadi sangat tertarik untuk ikut menggeluti kegiatan
MLM setelah mendengar keuntungan-keuntungan yang ditawarkan distributor
MLM kepada para calon konsumennya.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
yuridis-normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan
menelaah bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang ada. Sumber hukum primer
yang menjadi bahan penelitian terdiri dari UU No. 7 Tahun 2014, UU No. 8 Tahun
1999, UU Nomor 13 Tahun 2003 serta peraturan lain yang terkait. Sumber hukum
sekunder terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel dalam web yang berkaitan
dengan penelitian ini. Sumber hukum tersier terdiri dari ensiklopedia, KBBI, dan
Black Law’s Dictionary.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) Pembagian Pelaku Usaha dalam
multi level marketing serta pertanggungjawaban pelaku usaha multi level marketing
di Indonesia yang dilihat dari UU No. 8 Tahun 1999. Dimana tanggung jawab yang
diberlakukan terhadap para pelaku usaha multi level marketing berbeda. 2)
Perlindungan yang berlaku bagi konsumen multi level marketing ditinjau dari UU
No. 8 Tahun 1999 ketika konsumen berlaku sebagai konsumen akhir maupun
konsumen yang bertindak sebagai distributor.

Kata Kunci: Multi Level Marketing, Perlindungan Konsumen, Ketenagakerjaan,


Pertanggungjawaban Pelaku Usaha

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat
dan kemampuan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Penulisan Hukum
dengan judul:

“Tinjauan Yuridik Tentang Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Dalam


Multi Level Marketing Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.

Penulisan Hukum ini disusun sebagai salah satu prasyarat untuk menyelesaikan
pendidikan Strata-1 pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan
Bandung. Penulis meyakini bahwa Penulisan Hukum ini tidak dapat selesai
sepenuhnya tanpa bantuan, dorongan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini, dengan segenap ketulusan dan
kerendahan hati Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Tristam P. Moeliono, S.H., M.H., LL.M., selaku Dekan


Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
2. Ibu Dr. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
3. Ibu Grace Juanita, S.H., M.Kn., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan.
4. Ibu Wurianalya Maria Novenanty, S.H., LL.M., selaku Wakil Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan sekaligus yang menjadi
Dosen Pembimbing Proposal yang telah memberikan dukungan, tenaga,
bimbingan, pengetahuan dan juga waktunya dalam penyusunan Proposal
Penulisan Hukum.
5. Bapak Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M., selaku Dosen Wali
Penulis selama ini, yang banyak memberikan nasihat dan saran dalam
menempuh pendidikan di Fakulas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan.

ii
6. Bapak Aluisius Dwi Rachmanto, S.H., M.Hum., selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan dukungan, tenaga, bimbingan,
pengetahuan dan juga waktunya dalam penyusunan Penulisan Hukum.
7. Bapak Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M., dan Ibu Dr. Ida
Susanti, S.H., LL.M.,C.N., selaku dosen penguji Penulis yang telah
memberikan masukan dan saran terhadap kekurangan Penulisan Hukum
ini.
8. Kedua orangtua tercinta, Bernath Djoko M. Simanjuntak, S.E.,Ak., dan
Natalria Tetty Swan Siagian, S.H., yang telah memberikan doa dan kasih
sayang yang tulus kepada Penulis serta memberikan dukungan baik secara
moril maupun materiil sehingga Penulis diberikan kelancaran dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
9. Patrick Naomi Simanjuntak, S.E., dan Daniel Raja Simanjuntak, yang
selalu memberikan support dan semangat kepada Penulis sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
10. Lionel Rhava Nathanael yang dengan senyum dan tawanya membuat
penulis semangat dalam menyelesaikan studi Penulis.
11. Keluarga Tulang Toea Siagian, S.T., dan Opung Bandung A.
Simanjuntak yang telah mendukung Penulis dari awal datang ke Bandung
hingga akhirnya Penulis pindah ke kosan. Memberikan perhatian dan
menjaga penulis selalu.
12. Opung Tarutung T. Hutabarat yang selalu memberikan semangat kepada
Penulis yang membuat rasa semangat selalu muncul. Memberikan doa dan
pada akhirnya Penulis berhasil menyelesaikan studi Penulis.
13. Keluarga Besar Simanjuntak dan Keluarga Besar Siagian yang selalu
mendukung dan memberikan semangat kepada Penulis sehingga berhasil
menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
14. Florensia Ratna Sari, S.Kom., yang merupakan teman Penulis dari SMP
hingga saat ini. Yang selalu mendukung Penulis ketika suka maupun duka.
Memberikan semangat serta doa kepada Penulis agar selalu semangat.
Akhirnya aku selesai juga Flo!

iii
15. Personil #Sharing (Vincent Pribadi, Mario Antoniya, Jeffry, Julie,
Baskara) yang memberikan canda dan tawa dikala Penulis sedang lelah.
Melewati masa pemulihan batin bersama Penulis. Serta memberikan warna
kepada cerita hidup Penulis.
16. Sharah Anzelia, S.H., Claudia Grace Cynthia Leiwakabessy, S.E.,
Greata Bokslag, S.E., Valeria Datu Tallulembang, S.H., Lita Aryani
Manalu, S.H., dan Yanawati, S.H., yang selalu mendukung Penulis
selama kuliah di FH Unpar.Memberikan doa dan semangat kepada
Penulis. Terima kasih sudah memberikan warna warni dalam hidup
penulis. Tanpa kalian hidup Penulis kayaknya bakal hampa selama di FH
Unpar.
17. Personil Junior BI21 (Shandy Angelica, Gabriella Irene, dan “Si
Bungsu” Priscilia Visakha) yang selalu bisa membuat Penulis tersenyum
mendengar cerita mereka. Yang selalu aja ada cerita aneh ketika ngumpul
bareng. Terima kasih sudah menemani Penulis selama berkuliah di Unpar.
18. Bang Cucun dan Kak Lidya yang menjadi teman dan saudara selama
penulis menempuh pendidikan di Unpar dan selalu menolong penulis
disaat penulis susah.
19. Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Divisi Humaniora
2012-2013 (Kak Ribka, Kak Dinda, Boris Evan, Andini Tri, David Dori,
Agus Setiawan, Amna Martha, Dewi Manurung, Maria Yolanda, Reymon
Hutahuruk, Christine Sonia, dan Lita Manalu).
20. Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Periode 2014-
2015 (Steven Adidarma, Galang Prianggara, Wien Perdani, Sylviani
Septiani, Shabilla Fatharani, Redina Syafril, Michael Sentoso, Nugraha
Pratama, Manuel Cornelis, Andrew Ginting, Gibty A.L., Intan Permata,
Rahdityanto Regowo, Chika Purbaresia, Felisia Puji, Ranya Edwin,
Ignatius Hernandi, Alvita Rizki, Rizal Bakrie, Alexander Prasetyo, Adelia
Anggita, Raden Zulfikar, Rifi Thomas, dan Fahri Rena).
21. Staff Divisi Humaniora 2014-2015 (Jonathan Sihaloho, Putri Engelina,
Frans Xaverius, Dewi Galih, Adithia Sembiring, Olivia Bella, Aviona

iv
Kardjundi, Aziz Dwi, Eldridge Mikha, Eyghia Sinulingga, Geraldi
Januarius, Jacinta Janice, dan Monang Manurung).
22. Senior Fakultas Hukum Unpar (Bang Deep ‘07, Bang Deni ‘07, Bang
Rico ‘07, Bang Roy ’07, Bang Arta’08, Bang Andri ’08, Bang Gultom
’08, Bang Rico ’08, Ko Handoko ’08, Bang Givson ’09, Bang Ranto ’09,
Kak Yuri ’09, Kak Rinda ’10)
23. Teman seangkatan 2011 khususnya Julian Andreas, Yohan Tanuwiharja
Jilly Feianita, Bernard Lim, Zahid Johar, Fahmi Mulya, Perdana Teja
Kusuma, Tya Rurina, Mellisa Silalahi dan Julius Adiwidjaya.
24. Junior Fakultas Hukum Unpar khususnya Ugani Sianipar, Dinda
Maharani, Bunga Dwi Lestari, Febry Ramadhani, Ita Sinaga, Karen
Kuntoro, Yuni Clara, Gaby, dan Ratih)
25. Amang dan Inang (Kak Maya Safitra, Kak Gita Yuliana, Bang Benny
Clinton, Bang Handy Barus, Bang Mathew Lintin) yang menyemangati
Penulis dan selalu mendukung Penulis.
26. Komunitas Berbagicinta (Bang Willy, Kak Irene, Bang Anto, Kak Elis,
Ko Jerry, Bang Eko, Bang Valen, dan yang lainnya) yang telah
memberikan pengalaman kepada Penulis untuk dapat berbagi terhadap
orang yang membutuhkan. Memberikan semangat kepada Penulis juga.
27. 911 Squad (Ko Arief, Ce Danar, Teteh, dan yang lainnya yang selalu
kutemui di tempat fotocopyan) terima kasih selalu sabar dalam
mendengarkan keluh kesah dan selalu membuat penulis ceria. Senang
dapat kenal dan berinteraksi dengan kalian semua. Terutama buat selalu
menjadi tempat penuh cinta dan kasih sayang.
28. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, “Terima
kasih juga untuk semua dukungan dan perhatiannya selama ini”.

Bandung, 20 April 2017

Lora Rebecca Novianti Simanjuntak

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang ........................................................................... 1
2. Identifikasi Masalah ................................................................... 9
3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
5. Metode Penelitian .....................................................................10
6. Sistematika Penelitian .............................................................. 11
BAB II Hukum Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ............................13
2. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ................. 14
3. Konsumen ................................................................................ 17
3.1. Pengertian Konsumen ..................................................... 17
3.2. Hak dan Kewajiban Konsumen ...................................... 19
4. Pelaku Usaha ............................................................................ 23
4.1. Pengertian Pelaku Usaha ............................................... 23
4.2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................. 25
4.3. Larangan Bagi Pelaku Usaha .......................................... 27
4.4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ...................................... 29
BAB III Tinjauan Umum Mengenai Multi Level Marketing dan Kegiatan
Usaha Multi Level Marketing
1. Pengertian Multi Level Marketing ........................................... 34
1.1. Unsur-Unsur Kegiatan Multi Level Marketing ............... 37
1.2. Perikatan dan Perjanjian dalam Multi Level Marketing
.........................................................................................40

vi
1.3. Pyramid Scheme dan Ponzi Scheme dalam Multi Level
Marketing ....................................................................... 44
2. Sejarah Lahirnya Multi Level Marketing ................................. 46
2.1. Di Dunia ......................................................................... 46
2.2. Di Indonesia ................................................................... 48
3. Ruang Lingkup Multi Level Marketing.................................... 50
3.1. Produsen .......................................................................... 50
3.2. Distributor ........................................................................ 52
3.3. Konsumen ........................................................................ 53
4. Sistem Kerja ............................................................................. 55
BAB IV Analisis Pertanggungjawaban Pelaku Usaha dalam Multi Level
Marketing di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Multi Level Marketing
Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
.................................................................................................. 59
2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Multi Level Marketing Atas
Kerugian Yang Dialami Konsumen ......................................... 71
2.1 Tuntutan Ganti Kerugian Berdasarkan Wanprestasi
............................................................................................ 72
2.2 Tuntutan Ganti Kerugian Berdasarkan Perbuatan Melawan
Hukum ............................................................................... 73
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan .............................................................................. 75
2. Saran ........................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perubahan ekonomi dan bisnis saat ini dapat dikatakan telah
menimbulkan berbagai macam keuntungan dan kesempatan yang dapat
dinikmati masyarakat dunia saat ini. Keuntungan dan kesempatan ini dapat
dilihat dalam berbagai kemudahan yang dapat diambil manusia dalam
melaksanakan kegiatan bisnis dan mendapatkan keuntungan. Indonesia,
dalam reaksinya terhadap kesadaran akan perubahan perekonomian secara
global, kemudian menciptakan salah satu aturan hukum yang dapat
mengakomodir setiap kepentingan para pelaku usaha yang melaksanakan
kegiatannya di wilayah negaranya, yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Secara umum, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun


1999 tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disebut dengan UUPK
memiliki maksud untuk menjembatani kewajiban pelaku usaha yang ingin
mendapatkan keuntungan dengan hak-hak konsumen yang harus
dipertahankan. Adapun jembatan tersebut dapat diwujudkan apabila sesuai
dengan semangat dan cita-cita pemerintahan dan bangsa Indonesia. Cita-
cita dan semangat itu terwujud dalam konsideran di dalam UUPK. Pada
bagian menimbang butir 4 (empat) dalam UUPK menyatakan bahwa untuk
meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap
pelaku usaha yang bertanggung jawab. Poin tersebut memberikan arti
bahwa konsumen harus dapat melindungi dirinya agar tidak diperdaya oleh
pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab.

1
Selanjutnya dalam konsideran butir 5 (lima) dalam UUPK
menyatakan bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan
konsumen di Indonesia belum memadai. Hal ini berarti kebutuhan hukum
Indonesia akan perlindungan konsumen sangat mendesak, meskipun dalam
pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dan Peraturan
Peralihan lain telah dirasa memumpuni untuk melindungi kepentingan
konsumen. Meskipun demikian kebutuhan peraturan terkait perlindungan
konsumen dirasa masih dibutuhkan untuk menciptakan sistem hukum yang
komprehensif.

Terakhir, dalam konsideran butir 6 (enam) dinyatakan bahwa


berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan
kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian
yang sehat. Dapat dijelaskan untuk mencapai perekonomian yang sehat
pemerintah dan masyarakat memerlukan kesamaan tujuan hukum yang
sinergis untuk menghindari adanya itikad tidak baik dari para pihak dalam
melaksanakan kegiatan bisnis khususnya para konsumen dan lebih khusus
lagi terhadap para pelaku usaha. Sinergis tersebut sangat dibutuhkan
khususnya dalam kegiatan bisnis dalam bentuk penjualan langsung (direct
selling) dalam bentuk multi level marketing.

Kegiatan bisnis multi level marketing adalah suatu kegiatan usaha


penjualan berjenjang sebagai salah satu sistem pemasaran barang dan/atau
jasa yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sebagai akibat dari
perkembangan ekonomi dunia sebagaimana dijelaskan di dalam
konsiderans butir (a), Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No. 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan
Usaha Penjualan Berjenjang. Maraknya bisnis MLM yang terjadi, secara
jelas disebabkan oleh keuntungan (reward) yang dijanjikan oleh bisnis ini.

2
Biasanya, para distributor dan/atau para konsumen menjadi sangat tertarik
untuk ikut menggeluti kegiatan MLM setelah mendengar keuntungan-
keuntungan yang ditawarkan distributor MLM kepada para calon
konsumennya. Alasan lain yang juga penting dalam perkembangan bisnis
MLM di Indonesia adalah pangsa pasarnya. Biasanya, bisnis MLM akan
berhasil apabila target-konsumen mereka adalah orang-orang yang
tergolong dalam masyarakat ekonomi menengah-bawah. Hal ini penting,
karena kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah bahwa golongan
masyarakat dengan kapasitas ekonomi ini sangat ingin melaksanakan
kegiatan bisnis yang “tidak sulit” dan memiliki keuntungan yang besar
(profit) yang cepat. Kegiatan MLM yang dilakukan di Indonesia saat ini
telah diatur dalam beberapa ketentuan, diantaranya Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No 13/M-Dag/Per/3/2006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung,
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 32/M-
Dag/Per/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan sistem Penjualan Langsung, dan yang muncul kemudian adalah
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Salah satu produk undang-undang yang mengatur mengenai


kegiatan MLM1, adalah Permendag No. 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Sistem Penjualan Langsung. Undang-Undang ini dibentuk
dalam rangka penataan, peningkatan tertib usaha, perlindungan konsumen,
kepastian hukum, dan penciptaan iklim usaha yang kondusif guna
mendorong peningkatan investasi di bidang perdagangan yang berkaitan
dengan sistem penjualan langsung sebagaimana tertuang di dalam
Konsiderans butir (a). Produk hukum ini merupakan perkembangan dari
beberapa peraturan perundang-undangan, seperti UU Penanaman Modal,
UU Perlindungan Konsumen, dan UU Larangan Praktik Monopoli dan

1
Dalam bahasa undang-undang, istilah “MLM” disebut dengan istilah penjualan berjenjang. Penulis
tetap menggunakan istilah MLM karena istilah ini lebih lazim digunakan masyarakat dalam
kegiatan direct selling.

3
Persaingan Usaha Tidak Sehat, selain didukung oleh berbagai peraturan
lain.

Bahwa setiap individu masyarakat yang mengikuti kegiatan MLM


pada hakikatnya telah melaksanakan kerja sama secara sejajar dengan
perusahaan asing dan telah terikat dengan hukum perdagangan internasional
seperti GATT/WTO. Kebanyakan para pelaku usaha tersebut melakukan
bisnisnya melalui dua (2) metode, yaitu skema Ponzi dan Rantai (Pyramid).
Permasalahannya, kedua metode tersebut sangat fleksibel dan serba guna
untuk dapat disamarkan dan hadir dalam berbagai kegiatan bisnis seperti:
BO (Bussiness Opportinity), franchise, Koperasi, dsb. Hasilnya adalah para
pelaku usaha dapat dengan mudah memperdaya calon distributor/konsumen
mengenai bentuk usahanya. Di pihak lain masyarakat kesulitan dalam
membuktikan apakah bisnis tersebut termasuk permainan uang atau tidak 2.

MLM merupakan kegiatan usaha yang mengedepankan distributor


sebagai ujung tombak penjualan produk usaha. Dengan menjadikan
distributor sebagai ujung tombak usaha, maka pelaku usaha MLM dapat
melindungi kepentingan distributor. Meski demikian, masih banyak
hubungan antara pelaku usaha dan konsumen akhir yang belum dilindungi
oleh hukum dalam kegiatan multi level marketing. Distributor-distributor di
dalam bisnis MLM tidak mengetahui persis posisinya dalam organ
perusahaan MLM. Ketidaktahuan tersebut menyebabkan ketimpangan
informasi bagi para konsumen akhir untuk mengetahui isi dan bentuk dari
produk yang diperjual belikan oleh distributor-distributor tersebut. Hal
demikian menyebabkan kerancuan dalam aspek pertanggungjawaban dan
kehati-hatian bagi pihak penjual dan pihak pembeli. Oleh sebab itu prinsip
kehati-hatian dan tanggungjawab sangat perlu dalam menerangkan
pembagian tanggungjawab antara para pihak tersebut.

2
Peter Vander & Willian Keep, Marketing Fraud: An Approach for Differentiating Multi Level
Marketing from Pyramid Schemes, Journal of Public Polity & Marketing, 2002, hlm.141.

4
Sebagaimana kegiatan bisnis pada umumnya, sebuah potensi resiko
kerugian biasanya secara langsung terletak pada kedua belah pihak.
Pembagian resiko yang berimbang dan ideal merupakan bagian penting
dalam bisnis kemitraan. Dalam pasal 1 ayat (3) Permendag No. 13/M-
Dag/PER/3/2006 dijelaskan bahwa mitra usaha adalah anggota mandiri
jaringan pemasaran yang berbentuk badan usaha dan perorangan yang
memasarkan barang dan/atau jasa milik Perusahaan dengan mendapatkan
imbalan berupa komisi dan/atau bonus penjualan. Dengan pengertian
tersebut, maka mitra usaha MLM dianalogikan sebagai agen/distributor
yang bertugas untuk menperjualkan barang-barang secara langsung kepada
calon konsumen. Meski terdapat pembatasan yang jelas antara mitra usaha
dan konsumen, dalam praktiknya distributor/agen MLM di tingkat atas
malah menyatakan agen/distributor MLM dibawahnya sebagai bagian dari
perusahaan MLM tersebut. Permasalahan yang muncul kemudian adalah
banyaknya agen/distributor baru yang ikut mengklasifikasikan
kedudukannya baik sebagai mitra usaha dan konsumen produk tanpa
mengetahui betul kedudukannya yang bukan sebagai bagian dari struktur
organisasi bisnis MLM. Kebingungan tersebut dapat melemahkan posisi
para agen/distributor MLM, terutama dalam hal pengembalian produk dan
besaran komisi yang kemungkinan didapatkan.

Dalam kaitan dengan sejarah perlindungan konsumen, terdapat


empat prinsip dasar yaitu: (1) let the buyer beware (caveat emptor); (2) the
due care theory; (3) the privity of contract, dan (4) prinsip kontrak bukan
merupakan syarat.3 Prinsip caveat emptor, berasumsi bahwa pelaku usaha
dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga tidak
diperlukan adanya proteksi apapun bagi konsumen. Dalam suatu hubungan
keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Adalah kesalahan si
pembeli (konsumen) jika ia sampai membeli dan mengkonsumsi barang-
barang yang tidak layak. Dengan adanya UUPK, kecenderungan caveat

3
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Grasindo: Jakarta, 2006 hlm. 61

5
emptor dapat mulai diarahkan menuju kepada caveat venditor, dimana
pelaku usahalah yang harus berhati-hati dalam melaksanakan usahanya.
Sedangkan prinsip the due care theory menunjukkan bahwa pelaku usaha
mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk,
baik barang maupun jasa. Selama ia berhati-hati dengan produknya, ia tidak
dapat dipersalahkan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka untuk
mempersalahkan si pelaku usaha, seseorang (konsumen) harus
membuktikan pelaku usaha itu telah melanggar prinsip kehati-hatian.
Selanjutnya juga ada prinsip privity of contract dimana pelaku usaha
mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal tersebut baru
dapat dilakukan jika di antara mereka terjalin suatu hubungan kontraktual. 4

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkan,


biasanya digolongkan ke dalam beberapa alasan, antara lain 5 : (1)
Pembelaaan dengan alasan bahwa konsumen yang menderita itulah yang
ternyata sumber dari kecelakaan/kerugian tersebut. Ini kadangkala disebut
sebagai kelalaian “kontributif” karena konsumen mempunyai kontribusi,
oleh kelalaiannya sendiri, terhadap kecelakaan/kerugian itu. Hal ini
kadangkala dapat menjadi pembelaan mutlak atau kadangkala mengurangi
ganti rugi yang harus dibayar oleh badan usaha tersebut; (2) Pembelaan
dengan alasan bahwa konsumen yang menderita itu benar-benar sadar atas
risiko yang terlibat dalam penggunaan produk itu dan tetap memakainya.
Argumentasi “asumsi risiko” ini dapat berlaku bilamana konsumen pada
kenyataannya tidak ada pilihan lain selain menggunakan produk itu (karena
kekuatan tawar-menawar yang tidak sama) dan bila produk tersebut tadinya
dibuat lebih aman; (3) Pembelaan dengan alasan bahwa status ilmu
pengetahuan atau teknologi pada waktu produk itu diproduksi atau
didistribusikan tidaklah cukup maju untuk menemukan suatu cacat; dan (4)
Pembelaan dengan alasan bahwa peringatan yang memadai atau penangkal

4
Sujana, dan Elisantris Gultom, Rahasia Dagang Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Keni:
Bandung, 2016 hlm.88
5
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Elips II, Jakarta, 2002, hlm. 64

6
sudah diberikan untuk meminta konsumen waspada akan risiko yang ada
dalam penggunaan produk tersebut dan tanggung jawab terbatas yang
diterima oleh pembuat dan penjual produk tersebut. Berdasarkan alasan-
alasan tersebut dapat diketahui bahwa argumentasi pelaku usaha akan
menjadi lebih beragam dan dapat menutupi banyak aspek apabila
diasosiasikan ke dalam proses pengaduan konsumen atau, dalam hal ini,
mitra usaha. Apabila hal ini tetap dibiarkan, kemugkinan akan memberikan
dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia dan patron bisnis
MLM di mata masyarakat Indonesia.

Hubungan prinsip privity of contract dalam hukum perlindungan


konsumen dengan multi level marketing dapat dilihat dari prinsip yang
dikaitkan dengan kegiatan dari bisnis multi level marketing itu sendiri.
Prinsip privity of contract hubungannya dalam perusahaan MLM dilihat dari
kontraktual si perusahaan. Dimana dalam arti privity of contract bahwa
konsumen dapat terlindungi apabila adanya kontrak langsung. Dalam
perusahaan MLM para pihaknya ada perusahaan MLM, distributor, dan
konsumen. Tetapi distributor bisa saja menjadi konsumen begitupula
sebaliknya. Sehingga dapat dilihat bahwa terjadi ketidakjelasan ketika
adanya transaksi antara konsumen yang seharusnya dengan perusahaan
MLM tetapi yang terjadi adanya transaksi antara distributor dan konsumen
sehingga perusahaan MLM dapat saja tidak bertanggungjawab apabila
adanya kerugian yang dirasakan oleh konsumen.

Salah satu badan usaha direct selling, Talk Fusion, selanjutnya


disebut TF adalah perusahaan MLM asal Amerika yang dibentuk oleh Bob
Reina selaku Founder & CEO pada tahun 2007. TF menawarkan applikasi
video komunikasi (video chat) dimana di dalamnya termasuk fasilitas video
e-mail (e-mail video), video conference, dan video newsletter6. Dengan kata

6
http://www.talkfusion.com/en/about/, diakses pada tanggal 23 Mei 2017 pukul 02.13.

7
lain, TF menjual sarana aplikasi bebasis audio visual yang dapat disebarkan
melalui sarana internet dan teknologi komunikasi.

TF telah hadir di Indonesia sejak tahun 2012, dan mulai


mengembangkan usahanya hingga di wilayah Jakarta, Bandung, dan kota-
kota besar lainnya. Hingga saat ini, TF telah menciptakan cukup banyak up-
line dan down-line dalam bentuk skema piramida (pyramid scheme) dan
kemungkinan besar akan terus berkembang. Yang dimaksud dengan upline
adalah member yang melakukan perekrutan atau mensponsori member
lainnya, dimana peringkat upline berada diatas downline. Upline akan
mendapatkan bagian keuntungan dari member yang ada
dibawahya. Sedangkan yang dimaksud dengan down-line adalah member
yang masuk atas rekrutan, anjuran, atau disponsori member lainnya
(upline), dan berada dibawah upline dalam hirarki sistem MLM. Member
bisnis MLM pertama kali akan menjadi downline, setelah berhasil merekrut
anggota baru dibawahnya, maka member ini akan menjadi upline bagi
anggota baru tersebut. Walaupun telah merekrut anggota baru, member akan
tetap menjadi downline bagi perekrutnya atau upline-nya. 7

Akan tetapi yang tidak diketahui para down-line TF adalah ketidak-


hadiran Kantor Perwakilan TF di wilayah Indonesia. Para down-line
akhirnya tidak dapat berhubungan secara langsung kepada perusahaan TF
dan hanya dapat mempertanyakan berbagai permasalahan mengenai syarat
& ketentuan kepada up-line mereka yang juga bukan merupakan bagian dari
perusahaan TF. Kondisi seperti ini menciptakan peluang yang sangat besar
untuk menciptakan bisnis gadungan (fraudulent scheme/scam)8 yang dapat
merugikan masyarakat Indonesia dan pemerintah.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridik Tentang

7
http://gensei-mlm.blogspot.co.id/2013/08/kamus-istilah-dan-pengertian-di-bisnis.html diakses
pada tanggal 6 Desember 2017 Pukul 9.53
8
Richard Lehman, Ponzi Scheme Tax Losses, Tax Management Real Estate Journal, 2011

8
Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Dalam Multi Level Marketing Di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen” sebagai judul penelitian skripsi ini.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah dijabarkan, maka masalah yang akan
diidentifikasi dan diteliti sebagai berikut:

Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha multi level marketing


berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen?

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi, tujuan dilakukannya
penelitian sebagai berikut:

Menjelaskan tentang pertanggungjawaban pelaku usaha multi level


marketing berdasarkan hukum perlindungan konsumen.

4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak
pihak, antar lain:

A. Bagi penulis
- Menambah wawasan penulis dalam hukum perlindungan
konsumen, terutama dalam perlindungan kegiatan multi level
marketing.
- Menerapkan ilmu yang telah didapat selama masa perkuliahan.
B. Bagi pemerintah
- Menambah masukan bagi pemerinah terkait dengan hukum
perlindungan konsumen, terutama dalam perlindungan kegiatan
multi level marketing.

9
- Menjadi bahan evaluasi bagi permerintah dalam menggunakan
hukum perlindungan konsumen, terutama dalam perlindungan
kegiatan multi level marketing.
C. Bagi peneliti lain
- Menjadi bahan referensi dalam melakukan penelitian serupa.
D. Bagi pembaca
- Menambah wawasan mengenai hukum perlindungan konsumen,
terutama dalam perlindungan kegiatan multi level marketing.

5. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penulisan hukum
normatif, metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum
kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian
pustaka yang digunakan oleh peneliti adalah bahan pustaka yang berkaitan
dengan permasalahan yang penulis teliti. Penelitian ini merupakan suatu
penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti dan menelaah bahan-bahan pustaka atau data sekunder.9
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer
berupa perundang-undangan terkait. Kemudian menggunakan bahan hukum
sekunder berupa buku-buku teks, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah, hasil
penelitian, dan bahan-bahan bacaan lain yang terkait dengan topik penulisan
hukum ini. Sementara bahan lain diluar bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder ialah kamus hukum, ensiklopedia, KBBI, dan Black Law’s
Dictionary.

Karena metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian yuridis


normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan penulis ialah studi
kepustakaan (library research) dan dan penelitian lapangan. Studi
kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti dalam

9
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003, hlm. 13

10
menghimpun informasi yang relevan dengan topik permasalahan yang
sedang diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data dari bahan-
bahan hukum primer dan sekunder. Semua bahan-bahan yang terkumpul
akan didokumentasikan untuk diteliti, dikaji, dan dianalisa. Selanjutnya
penelitian lapangan dilakukan dimana peneliti akan melakukan penelitian
langsung untuk menunjang pokok permasalahan yang akan dibahas dan
diuraikan dalam penulisan hukum yang sedang dilakukan agar data yang
diperlukan dapat terkumpul dan disinkronanasikan dengan studi
kepustakaan yang sebelumnya telah diuraikan. Oleh karena itu dua metode
tersebut dirasa penulis dapat menunjang penulisan hukum terhadap hasil
penelitian yang dilakukan dan kemudian disatukan untuk mendapatkan
tujuan dari penulisan hukum.

6. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini berisi megenai uraian latar belakang penulisan yang diajukan
sebagi usulan penelitian. Dimana terdapat tentang identifikasi masalah,
tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Hukum Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian hukum perlindungan


konsumen, ruang lingkup hukum perlindungan konsumen, asas dan tujuan
dari perlindungan konsumen, para pihak dalam hukum perlindungan
konsumen; pengertian, hak, dan kewajiban dari konsumen; pengertian, hak,
dan kewajiban dari konsumen.

Bab III Tinjauan Umum mengenai Multi Level Marketing dan Kegiatan
Usaha Multi Level Marketing

11
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian hukum dan non hukum
terkait multi level marketing. Selain itu, dalam bab ini akan dijelaskan secara
rinci tentang sistem usaha multi level marketing. Dalam bab ini juga akan
dibahas mengenai undang-undang yang membahas tentang multi level
marketing.

Bab IV Analisis Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Dalam Multi Level


Marketing di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai prinsip dalam hukum perlindungan
konsumen serta akan dijelaskan tentang pertanggungjawaban pelaku usaha
secara terperinci terhadap upinernya dalam kaitannya dengan kegiatan multi
level marketing yang berjalan di Indonesia.

Bab V Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan serta saran yang diharapkan akan berguna
untuk masalah yang sedang diteliti tersebut.

12

Anda mungkin juga menyukai