SKRIPSI
Oleh:
160200576
PROGRAM STUDI
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS JAMINAN
i
SKRIPSI
Disetujui Oleh:
Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM
2023
ii
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
NIM : 160200576
1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan jiplakan dari
Demikian pernyataan ini saya buat dengan seharusnya tanpa paksaan atau tekanan
Medan, ….
160200576
iii
ABSTRAK
Ris Wahyuni Tamba
Dedi Harianto****
Syamsul Rizal******
Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu dibutuhkan untuk membeli atau
membayar atas setiap transaksi yang dilakukan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut tidak sedikit masyarakat melakukan peminjaman untuk memenuhi
kebutuhan hidup. perusahaan gadai menjadi salah satu bisnis yang membantu
kepentingan masyarakat seperti PT. Berkat Gadai Sumatera. Perusahaan gadai
bertujuan memberi pinjaman dana kepada masyarakat dengan prosedur yang lebih
mudah atau sederhana sehingga tidak terikat atau terjebak dengan menggunakan
jasa lembaga keuangan ilegal. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang muncul
permasalahaan terkait barang yang dibuat dalam jaminan saat transaksi Gadai
sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Permasalahannya adalah
pengaturan perlindungan konsumen dalam hal hilang atau rusaknya barang
sebagai obyek jaminan gadai, bentuk perlindungan bagi konsumen pengguna jasa
gadai dalam hal hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai pada
PT. Berkat Gadai Sumatera, pertanggungjawaban hukum PT. Berkat Gadai
Sumatera dalam hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sifat
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Jenis datanya adalah data
sekunder dan tersier yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, penelitian
ini memiliki sifat deskriptif. Penulisan penelitian melalui peraturan-peraturan dan
bahan hukum yang berhubungan dengan penulisan ini, dalam penelitian
melakukan studi lapangan di PT. Berkat Gadai Sumatera yang fungsinya untuk
mengkonfirmasi bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan pengaturan mengenai pegadaian serta
pertanggungjawaban atas hilang atau rusaknya obyek barang Gadai sudah diatur
sedemikian rupa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU Perlindungan
Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan serta adanya Peraturan Pemerintah
mengenai Pegadaian. PT. Berkat Gadai Sumatera sebagai salah satu lembaga
keuangan dalam melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlindungan
terhadap konsumen pengguna jasa pegadaian dan akan memberikan perlindungan
baik secara represif maupun prefentif. Pertanggungjawaban dalam pelaksanaan
gadai juga memungkinkan untuk apabila ditemukan permasalahan dapat
dimintakan pertanggungjawaban baik secara Perdata, Pidana maupun secara
Administrasi Negara jika memenuhi unsur.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
****
Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
******
Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan berkat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas
akhir bagi penulis sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program studi S-
1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang
bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak sehingga semua hal berjalan
dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara;
2. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Ibu Dr. Agusmidah S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas
5. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III
6. Ibu Dr. Yefrizawati S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum
v
7. Ibu Dr. Afilla S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
8. Detania Sukarja …., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah
9. Bapak Dr. Dedi Harianto S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang
10. Bapak Dr. Dedi Harianto S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
selama ini;
perkuliahan;
14. Segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas
doa, kasih sayang, motivasi, semangat, untuk penulis dalam setiap proses
menyelesaikan perkuliahan.
vi
Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput
dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan
hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menuju tulisan kearah yang lebih baik. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat
bagi siapapun yang memerlukan. Atas segala perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.
Penulis,
180200081
15.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................8
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................8
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................9
E. Keaslian Penulisan.........................................................................................10
F. Tinjauan Kepustakaan...................................................................................12
G. Metode Penelitian..........................................................................................14
H. Sistematika Penulisan....................................................................................20
BAB II : PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
MENGONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN YANG
DIPASARKAN DI KANTIN SMP NEGERI 17 MEDAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen...............................21
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen........................................21
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
3. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
viii
1. Pengelolaan Kantin SMP Negeri 17 Medan
2. Upaya Untuk Memberikan Perlindungan Kepada Konsumen Dalam
Mengonsumsi Makanan dan Minuman di Kantin SMP Negeri 17 Medan
Sesuai Dengan Ketentuan Hukum Yang Berlaku
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
indikator dalam melihat taraf perekonomian dari suatu negara adalah jumlah dan
persoalan ialah kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat dicukupi dengan uang
yang dimiliki.2 Jika sudah demikian, maka mau tidak mau hasrat setiap orang
untuk membeli berbagai keperluan yang dianggap kurang penting harus dikurangi,
namun untuk keperluan yang sangat penting tentu harus dipenuhi dengan berbagai
maka peranan lembaga keuangan bank maupun bukan bank (non bank) bahkan
1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
230
2
Ibid
3
Ibid
1
2
bukan bank memiliki jenis-jenis yang berbeda, meliputi pasar modal, asuransi,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain. Khusus
untuk lembaga jasa keuangan lain terdiri dari lembaga penjaminan kredit, lembaga
menjadi salah satu bisnis yang membantu kepentingan masyarakat dimana dalam
mencari jalan agar kebutuhan ekonomi dapat dipenuhi. Terkadang yang menjadi
persoalan ialah kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat dicukupi dengan uang
yang dimiliki.
dengan prosedur yang lebih mudah atau sederhana sehingga masyarakat tidak
4
Mutiara Islami, Candra, Rahmi, Aspek Hukum atas Rusaknya Barang Jaminan di PT.
Pegadaian (Persero) dan Perlindungan Hukumnya, Humani (Hukum dan Masyarakat Madani)
Volume 11, hlm. 193
5
Prof. Carunia Mulya Firdausy, MADE, Ph.D., APU, “Peran Industri Keuangan Non
Bank Terhadap Perekonomian Nasional”, https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/buku_tim/buku-tim-
public-98.pdf, diakses pada Senin 25 April 2022, Pukul 13:00 WIB
3
terikat atau terjebak dengan menggunakan jasa lembaga keuangan ilegal seperti
ramai peminat ditengah tingginya kebutuhan dana segar oleh masyarakat, beliau
juga mengatakan bahwa dalam dua tahun terakhir, perusahaan gadai bertambah
dicadangkan
6
https://bisnisindonesia.id/article/bisnis-gadai-makin-ramai-peminat, diakses pada Senin
25 April 2022, Pukul 15:00 WIB
4
pinjaman atas dasar hukum gadai, kemudian mencegah pegadaian gelap, praktek
Perusahaan gadai adalah “badan usaha milik negara maupun milik swasta
masyarakat atas dasar hukum gadai sesuai Pasal 1150 Kitab Undang-Undang
Gadai adalah :
suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang yang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian
biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana
harus didahulukan”8.
Salah satu bentuk pertumbuhan bisnis gadai yang ada di Indonesia yakni
dengan berdirinya banyak perusahaan gadai swasta, salah satunya adalah PT.
7
Julius R Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2017), hlm. 596
8
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Salemba Empat, 2008), hlm. 212
5
kepada perusahaan gadai untuk pelunasan suatu hutang gadai jika nanti pengguna
jasa gadai tidak mampu membayar uang yang telah dipinjam. Dari sini timbul
gadai adalah benda-benda bergerak, baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh. 9
atau pengguna jasa gadai melunasi utangnya. Hak untuk menguasai barang
tersebut tidak meliputi hak untuk memakai barang yang dijaminkan. 10 Syarat
Misalnya yang disebabkan kelalaian dari pihak perusahaan gadai atau barang
9
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2001), hlm. 4
10
Sri Soedewi Maschjoen Sofyan, Hukum Jaminan di Indonesia. Pokok-pokok Hukum
Jaminan Perseorangan, (Yogyakarta: Liberty Offset, 2011), Cet.Ke 2, hlm. 98
11
Ibid
6
jaminan disimpan terlalu lama yang menyebabkan barang jaminan rusak, atau
karena kelalaian penyimpan barang. Oleh karenanya untuk menjamin hak-hak dari
Perdata) yang berbunyi “tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
Poin 4 Surat Bukti Gadai (SBG) PT Berkat Gadai Sumatera yang berbunyi:
Berkat Gadai Sumatera yang beralamat di Jl. Jamin Ginting No. 275, Kelurahan
Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
12
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1365
13
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 2
14
Surat Bukti Gadai (SBG), PT. Berkat Gadai Sumatera, Point 4
7
Barang jaminan yang hilang berupa handphone merk Iphone dan ditaksir nasabah
mengalami kerugian sekira Rp. 7.200.000,- (tujuh juta dua ratus rupiah).
pertanggungjawaban atas barang jaminan yang hilang. Hal ini dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 1157 ayat (1) KUH Perdata bahwa: “Si berpiutang adalah
terjadi kelalaiannya”.15
atau bahkan kehilangan harus bisa diselesaikan dengan baik agar para pengguna
aman dan nyaman. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
15
Amalia, Y., F., & I Made, B., A., “Tanggung Jawab Kreditor Atas Hilangnya Barang
Gadai”, Jurnal Ilmu Hukum, Nomor 6 Volume 2 2014, hlm. 4
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya,
penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi
hal hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai pada PT.
C. Tujuan Penulisan
gadai dalam hal hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai
D. Manfaat Penulisan
9
sebagai berikut:
1. Secara Teoretis,
Adapun manfaat yang ingin dicapai penulis dari pembahasan skripsi ini
adalah:
2. Secara Praktis
datang.
perlindungan konsumen.
10
E. Keaslian Penulisan
Konsumen Pengguna Jasa Gadai Dalam Hal Hilang Atau rusaknya Barang
Jaminan Studi Pada PT. Berkat Gadai Sumatera” dan penulisan ini tidak sama
Penelitian ini merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-
asas keilmuan, yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, sehingga penelitian ini
Rumusan masalah :
Rumusan masalah :
gadai?
jaminan gadai?
Jaminan Gadai.
Rumusan masalah:
Rumusan masalah:
b. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah jika terjadi
Gadai.
Rumusan masalah:
awal hingga sampai akhir penulisan. Selain itu, penulisan skripsi didasarkan
peneliti terdahulu yang sudah disebutkan diatas yaitu dari fokus pembahasan.
Penelitian ini akan lebih jelas karena akan membahas pengaturan perlindungan
dalam hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai. Bila pun ada
faktor pendukung dan pelengkap karena hal tersebut sangat dibutuhkan untuk
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau
seorang lain atas namanya, yang diberikan kekuasaan kekuasaan kepada
siberpiutang itu untuk didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya:
dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan16
Dari definisi gadai tersebut di atas terkandung adanya beberapa unsur
pokok, yaitu:
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyaraka
diperdagangkan.” 18
a.
Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tuj
b.
Konsumen-antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk di
jasa lain atau untuk diperdagangkan;
c.
Konsumen – akhir, adalah setiap orang alami mendapatkan dan menggunakan barang d
16
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1150.
17
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 28.
18
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 2
14
19
3. Perlindungan Konsumen
G. Metode Penelitian
penulisan skripsi ini metode penelitian sangat diperlukan agar penelitian skripsi
data yang terhubung dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian
normatif yang mengacu kepada norma- norma hukum yang ada pada Peraturan
norma- norma hukum yang ada dalam masyarakat”.23 Penelitian dengan yuridis
19
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 3
20
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 1
21
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 28
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 6
23
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 105
15
Adapun sifat penulisan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yang
2. Metode Pendekatan
a. Pendekatan Perundang-Undangan;
b. Pendekatan Konsep; 26
pendekatan ini perlu dipahami bahwa hierarki dan asas-asas dalam peraturan
undangan yang digunakan dalam penulisan ini terkait dengan aturan yang
24
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 1996), hlm.3
25
Ronny Haniatjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: PT Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 97-98.
26
Johni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia,
Publishing, 2007), hlm. 300
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pres, 2007), hlm. 93.
16
para ahli”.28
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada setiap penelitian dapat terdiri dari data
primer dan data sekunder. Pengertian data primer menurut Sugiyono adalah
“sebuah data yang didapatkan dari sumber dan diberi kepada pengumpul data atau
peneliti”. Sedangkan data sekunder adalah “sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen”.29 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder adalah “data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
“bahan hukum yang utama, sebagai bahan hukum yang bersifat autoritatif, ya
otoritas”,32
, Bahan hukum primer meliputi peraturan
hukum.
(“UU PK”)
tambahan bagi penulisan skripsi ini yang berkaitan dengan penelitian ini.33
33
Abdurahman, Sosiologi dan Metodelogi Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009),
hlm. 25.
34
IqbaI Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm. 5.
18
Selain itu, penelitian ini termasuk penelitian lapangan ( field research) yaitu
“suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang
metode observasi, studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen yang dilakukan
6. Tempat Penelitian
Jalan Jamin Ginting No.275 Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi
Sumatera Utara.
tumbuh, proses yang sedang berlangsung serta akibat yang sedang terjadi dan juga
dan diolah akan dibahas dengan menggunakan analisa data kualitatif yang
dilakukan dengan cara menafsirkan dan mendiskusikan bahan hukum yang telah
metode deduktif, yaitu “dengan cara menarik kesimpulan dari data-data yang
bersifat umum ke data-data yang bersifat khusus. Data-data tersebut diperoleh dan
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab
dibagi lagi atas beberapa sub bab. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab
Bab I merupakan bab yang memuat uraian tentang latar belakang, rumusan
konsumen dalam hal hilang atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai.
bagi konsumen pengguna jasa gadai dalam hal hilang atau rusaknya barang
hukum PT. Berkat Gadai Sumatera dalam hilang atau rusaknya barang sebagai
sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke
dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum itu identik. 40
Posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah
konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.
kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi
dalamnya baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi negara maupun hukum
internasional. Cakupan dari hukum perlindungan konsumen itu sendiri adalah hak
40
Shidarta, Hukum perlindungan konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm 9.
41
Neni Sri, Panji Adam, Hukum Bisnis, (Bandung: PT Refika Aditama, 2017) hlm. 247
21
22
konsumen tiada lain adalah “Hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin
konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
merupakan hukum positif yang ada di Indonesia, maka hak-hak dan kepentingan
konsumen menjadi terlindungi dan terjamin secara pasti. Kepastian hukum untuk
meningkatkan harkat dan martabatnya, serta pelaku usaha yang membuka akses
informasi secara jujur dan terbuka berkaitan dengan kondisi bahkan jaminan atas
terbentuk dari pola hubungan perlindungan konsumen, unsurnya itu sendiri adalah
adalah “keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen
bagi konsumen dalam bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara.
46
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana, 2006), hlm. 3.
47
Eli Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk. Pertama, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2015), hlm. 5.
48
Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen: Problematika Kedudukan dan Kekuatan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), (Malang: Universitas Brawijaya Press,
2011), hlm. 42
49
Abdul Halim Barkatullah I, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran, (Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008), hlm. 23.
24
a. Kepentingan fisik
Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan
dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan
barang dan/atau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan
kesehatan dan keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus
diperhatikan oleh pelaku usaha.
b. Kepentingan sosial dan lingkungan
Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya
keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari
penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan
barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen
memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka
konsumsi sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila
konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman. 3)
c. Kepentingan ekonomi
Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang
sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi daya beli
konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha
jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil
produksi atas suatu produk yang dihasilkan.
d. Kepentingan perlindungan hukum
Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to
justice), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perlakuan
pelaku usaha yang merugikan. 52
50
Soedirman Kartohadiprodjo, Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1993), Cet. Ke-12, hal. 37.
51
Abdul Halim Barkatullah 1, Op.Cit, hlm. 14.
52
Mansyur, M, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam
Perwujudan Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Genta Press, 2007), hlm 81.
53
Republik Indonesia, Undang Undang Dasar 1945
25
yang berbunyi:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
pengertian hukum perdata dalam arti luas, yakni “Hukum perdata yang
mengatur masalah hubungan antara pelaku usaha. Salah satu aspek hukum
privat yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, yakni
adalah :
konsumen juga harus bersifat tidak berat sebelah dan harus adil. Sebagai landasan
55
Ibid.
56
Ibid., hlm. 26
57
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 2
27
tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak lain atau
adil. 59 Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum
adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang, oleh karena
itu, undang-undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan
produsen-pelaku usaha.
58
Shofie, Y, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 25
59
Ibid, hlm. 26
28
kepentingan konsumen, pelaku usaha ,dan pemerintah dalam arti materiil dan
usaha, dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai
bernegara.
atau digunakan. 61 Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen
sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan
jiwa dan harta benda nya. Oleh karena itu, undang-undang ini membebankan
sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan jumlah larangan yang
harus dipatuhi oleh produsen pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan
produknya.
60
Ibid
61
Ibid, hlm. 27
29
memiliki arti yang dalam yaitu tidak sekedar mengandalkan legalitas hukum
(otoritas) yang dimiliki untuk menjalankan administrasi publik, akan tetapi juga
hukum bagi konsumen dilandasi oleh motif yang dapat diabstrasikan untuk
dan atau jasa sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat luas pada era
globalisasi”. 64
undang adalah untuk mencegah timbulnya masalah dikemudian hari karena setiap
orang dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang
Demikian juga dinyatakan secara tegas dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Hal ini pemerintah melihat asal mula kejadian sengketa
konsumen adalah bermula dari barang dan atau jasa yang ditransaksikan dalam
kondisi “tidak baik”. Disini meliputi barang dan jasa yang diproduksi,
62
Ibid
63
Andriyadi, F., “Good Governance Government And Government”, Jurnal of
Multidisciplinary Islamic Studies, Nomor 2 Volume 1 2019, hlm 85.
64
Joko Widodo, Good Governance, (Surabaya: Insan Cendikia, 2003), hlm.30.
30
di diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999. Barang dan jasa yang ditransaksikan
adalah barang dan jasa yang ditransaksikan dengan sengaja atau sepatutnya dapat
dengan kata lain, barang dan jasa yang ditransaksikan seperti ini antara lain:
berbagai faktor, antara lain: yang berkaitan dengan struktur hukum, substansi
Secara garis besar kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
65
Larry Alexander and Emily Sherwin, The Rule of Rules: Morality, Rules and the
Dilemmasof Law, (Durkhani : Duke University Prels, 2018), hlm.64.
66
M, Makhfudz, “Kondisi Perlindungan Konsumen Di Negara Indonesia Pada Tahun
2019”, Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I, Nomor 2 Volumen 7 2020, hlm. 197-210
31
solusi, antara lain prasyarat-prasyarat apa yang harus dipenuhi agar era
sebaliknya menjadi musibah. Langkah yang ditempuh, antara lain sebagai berikut:
revisi terhadap UUPK yang ada, dimana di dalamnya diatur keseimbangan antara
67
Niru, A., S., & Nunuk, S., “Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, Nomor 2 Volume 5 2018, hlm. 21
68
Ibid.
32
Hukum yang akan dibentuk adalah hukum yang responsif, yang dapat
sehari-hari, merupakan istilah yang perlu untuk diberikan batasan pengertian agar
adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
dimana istilah tersebut berubah menjadi pelaku usaha, dimana tertuang di dalam
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
69
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 2
33
Union- IOCU) menambahkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi:
persaingan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan bahwa kegiatan bisnis
70
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 3
71
Amhadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 39
72
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 4
34
yang dilakukan pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum
untuk :
73
Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2003), hlm. 20
74
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 5
75
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 6
35
Surat Bukti Gadai (SBG) yang diterbitkan oleh pemilik PT. Gadai sebagai
surat tanda bukti perjanjian jaminan gadai yang merupakan bentuk perjanjiannya
dibuat secara tertulis. Eksistensi Surat Bukti Gadai (SBG) dalam perjanjian gadai
harus diakui kedudukannya oleh masing-masing pihak untuk tunduk dan patuh
Apabila nantinya terjadi sengketa antara kedua belah pihak, maka perjanjian
Kedudukan Surat Bukti Gadai merupakan alat bukti tulisan berupa surat
yang dilakukan dibawah tangan berisikan hal-hal tertentu mengenai peristiwa atau
keadaan yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang. Surat Bukti Gadai
76
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 7
36
(SBG) tersebut dibuat untuk memberikan kepastian hukum para pihak apabila
(SBG) ini berupa isi perjanjian yang tertuang, identitas para pihak, tanda tangan
para pihak yakni pihak pegadaian dilakukan seorang penaksir atau pengelola unit
pelayanan cabang atau pimpinan cabang untuk dan atas nama perusahaan dan
kartu identitas berupa KTP dan barang jaminan kemudian mengikuti prosedur PT
jaminan tersebut ke pihak PT Berkat Gadai Sumatera maka nasabah selaku debitur
menyetujui segala isi perjanjian yang termuat dalam SBG serta tunduk dan patuh
atas segala peraturan yang berlaku sepanjang ketentuan yang menyangkut utang
Pengaturan terkait hilang atau rusaknya barang jaminan yang menjadi objek
gadai diatur dalam Poin 4 Surat Bukti Gadai (SBG) yang berbunyi:
rusaknya barang jaminan yang menjadi objek gadai sebagai bentuk perlindungan
hukum terhadap konsumen yang diberikan oleh PT Berkat Gadai Sumatera diatur
dalam Surat Bukti Gadai (SBG). Tentu dalam mengganti kerugian yang terjadi
perlu disesuaikan dengan penyebab rusak atau hilang nya barang gadai. PT Berkat
Gadai dalam melalukan ganti rugi apabila telah dilakukannya perhitungan dengan
79
uang pinjaman nasabah, sewa modal dan biayanya (jika ada). Hal ini perlu
Gadai selaku lembaga kredit non-bank dengan jaminan gadai memiliki tingkat
risiko cukup tinggi dalam menyimpan sebuah benda jaminan nasabah, maka
diperlukan asuransi terhadap jaminan gadai tersebut agar pihak pemberi jaminan
terlindungi dari risiko-risiko yang akan mendatang atas kejadian yang tidak
barang jaminan dan asset PT Berkat Gadai yakni barang nasabah yang merupakan
barang-barang bergerak maupun tidak bergerak milik maupun yang dikuasai oleh
jaminan kebendaan yang dijadikan jaminan kredit termasuk barang jaminan jatuh
tempo yang belum dilelang, barang jaminan yang dalam proses pemberian kredit
atau sertifikasi taksiran dan yang barang jaminan yang telah dilunasi namun
belum diambil oleh nasabah yang tersimpan di gudang atau tempat penyimpanan
barang. 80
79
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 20 November 2022 di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
80
Ibid
38
kartu identitas berupa KTP dan barang jaminan kemudian mengikuti prosedur PT
jaminan tersebut ke pihak PT Berkat Gadai Sumatera maka nasabah selaku debitur
menyetujui segala isi perjanjian yang termuat dalam SBG serta tunduk dan patuh
atas segala peraturan yang berlaku sepanjang ketentuan yang menyangkut utang
Ketentuan mengenai gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal
1160 KUH Perdata.81 Perlindungan obyek gadai pun diatur guna menghindari
Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu,
sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya. Di pihak lain debitur wajib
mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan
oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu. 82
Pasal 1157 KUHPerdata menentukan bahwa pemegang gadai bertanggung
jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu telah terjadi
81
Nurizzulfi, A., Skripsi: Pelelangan Obyek Gadai Sebagai Akibat Debitur Wanprestasi
(Studi Kasus Di Kantor Pt Pegadaian Cabang Genteng), (Jember: Universitas Jember, 2017), hlm.
12
82
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1157
39
Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggung
jawaban, yakni liability (the state of being liable) dan responsibility (the state of
keamanan akan terjaga sebab apabila nasabah tidak dapat melunasi hutangnya
mempunyai tanggung jawab yang tidak kecil terhadap barang jaminan yang
dikuasainya. Jumlah barang jaminan yang diterima oleh pihak pegadaian sangat
banyak.
langsung pihak pegadaian, maka sesuai dengan asas pihak pegadaian harus
yakni berasal dari Pasal 1365 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1365 KUH Perdata
83
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 20 November 2022 di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
84
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1365
40
ada penjaminan terhadap pinjaman yang akan diberikan oleh pihak pegadaian.
hutangnya. Diketahui juga, jaminan adalah penting demi menjaga keamanan dan
diberikan oleh kreditur kepada debitur sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
Jaminan juga dapat diartikan sebagai pelindung dari para pihak yang saling
e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila.Pelaku Usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen. 85
19 ayat (1) (2) (3) dan (4) dengan tidak menutup kemungkinan kewajiban ganti
rugi oleh pelaku usaha tidak perlu dilakukan terhadap konsumen, apabila pelaku
ayat (5).
a. Kerusakan;
b. pencemaran;
c. kerusakan dan kerugian konsumen;
d. kerugian konsumen. 86
a. Pengembalian uang;
b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara;
c. Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 87
85
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 19
86
Rachmadi, S., Hukum Ekonomi Dalam Dinamika., (Jakarta : Cet. l. Djambatan, 2000),
hal. 217
87
Ibid
42
Tanggung jawab pelaku usaha dalam memberikan ganti rugi di atas tidak
tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pasal 8 menyatakan pada
ayat:
Barang gadai yang nantinya disimpan oleh pihak pegadaian akan diperhatikan
n Konsumen
eh pemerintah merupakan “hal yang penting, yang berguna untuk mengetahui keg
iatan yang dilakukan oleh masyarakat dan mengevaluasi kemajuan dan dampak ke
giatan yang terjadi di masyarakat”.89 Dalam Pasal 30 ayat (1) menyatakan “Penga
88
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 8
89
Kartikawati, R., “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pemakaian
Label Makanan Di Purwokerto”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
nomor 2 volume 7 2010, hlm. 82-83
44
onsumen berdasarkan Pasal 3 UUPK, yang harus diperhatikan baik oleh pemerint
tau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian pengujian dan/atau survey”.
90
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 30 ayat 1.
91
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 3.
45
dunia usaha.
onsumen serta pendapat dari Sudaryatmo, maka dapat diketahui bahwa “pemerint
sebagai berikut :
h yang terdaftar dan diaukui oleh pemerintah yang terdasaftar dan diakui oleh pem
bentuk pengawasan yaitu “pada angka (3) yaitu pengawasan oleh masyarakat dan
LPKSM dilakukan terhadap barang dan jasa yang beredar di pasar”. Bentuk penga
ah “dengan cara penelitian terhadap aspek yang meliputi pemuatan informasi tenta
menjadi sangat penting”. Secara lebih jelas bentuk pengawasan tersebut juga
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan
Secara konkrit pengawasan yang dilakukan oleh LPSKM diatur juga dalam
94
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 9.
95
Nurmahayani & Keneng, “Bentuk Pengawasan Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Konsumen”, Jurnal Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana, nomor 3 volume 4 2016, hlm 3-4.
47
masyarakat dan LPSKM, meningat banyak ragam dan jenis barang dan atau asa
lah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan e
fisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat de
97
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 30.
98
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 44.
49
ngan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilak
ankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerj
a tersebut.
gai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada
yang dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik. Di dalam
perbedaan antara rencana dan pelaksanaan dalam waktu yang tepat sehingga dapat
suatu kesalahan.
usaha, organisasi konsumen dan konsumen itu sendiri. tanpa adanya andil dari
99
Dian Puji n. Simatupang, s.h., Pengawasan dan Peradilan Administrasi, materi Hukum
Administrasi Negara Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal.2
50
Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan pengawasan
landasan hukum bagi OJK dalam ranga Pengawasan dan Pengaturan dibidang
pengawasan terhadap:
100
Otoritas Jasa Keuangan, Latar belakang Pembentukan OJK,
https://www.ojk.go.id/id/faq.aspx#:~:text=Otoritas%20Jasa%20Keuangan%20(OJK)
%20adalah,modal%2C%20dan%20sektor%20jasa%20keuangan, diakses pada 15 Februari 2023,
Pukul 22.30
101
Kasmir. 2014. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, halaman 269
51
keuangan secara terintegrasi dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sangat
penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, dan oleh sebab itu
102
Tri Handayani dan Lastuti Abubakar, “Perkembangan Hukum Sektor Jasa Keuangan
Dalam Upaya Pertumbuhan Ekonomi Nasional”, Jurnal De Lega Lata, Vol. 2, No.2, 2017,
halaman 421
BAB III
diantaranya:
Hak gadai menurut KUH Perdata diatur dalam Buku II Bab XX Pasal 1150
sampai dengan Pasal 1161.103 Beberapa hal yang diatur dalam Pasal 1150 sampai
1) Pengertian gadai diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang berbunyi:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai
jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui
kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan,
dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu
sebagai gadai dan yang harus didahulukan.104
2) Dalam pasal 1151 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Perjanjian gadai harus
dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian
pokoknya”.
3) Pasal 1152 KUH Perdata mengatur mengenai “Hak gadai atas barang bergerak
yang berwujud dan atas piutang bahwa timbul dengan cara menyerahkan gadai
itu kepada kekuasaan kreditur atau orang yang memberikan gadai atau yang
dikembalikan atas kehendak kreditur. Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari
kekuasaan pemegang gadai. Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari
kekuasaannya, maka ia berhak untuk menuntutnya kembali menurut Pasal
1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah kembali, maka hak gadai itu
dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak adanya wewenang pemberi gadai
untuk bertindak bebas atas barang itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan
103
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1150 - Pasal 1161
104
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1150
52
53
105
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1152
106
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1153
107
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1154
108
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1155
109
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1156
54
yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan
barang gadai itu”;110
9) Pasal 1158 KUH Perdata mengatur mengenai “Bila suatu piutang digadaikan,
dan piutang ini menghasilkan bunga, maka kreditur boleh memperhitungkan
bunga itu dengan bunga yang terutang kepadanya. Bila utang yang dijamin
dengan piutang yang digadaikan itu tidak menghasilkan bunga, maka bunga
yang diterima pemegang gadai itu dikurangkan dari jumlah pokok utang.
“bunga atas piutang yang digadaikan;111
10) Pasal 1159 KUH Perdata mengatur mengenai “Selama pemegang gadai itu
tidak menyalahgunakan barang yang diberikan kepadanya sebagai gadai,
debitur tidak berwenang untuk menuntut kembali barang itu sebelum ía
membayar penuh, baik jumlah utang pokok maupun bunga dan biaya utang
yang dijamin dengan gadai itu, beserta biaya yang dikeluarkan untuk
penyelamatan barang gadai itu. Bila antara kreditur dan debitur terjadi utang
kedua, yan g diadakan antara mereka berdua setelah saat pemberian gadai dan
dapat ditagih sebelum pembayaran utang yang pertama atau pada hari
pembayaran itu sendiri, maka kreditur tidak wajib untuk melepaskan barang
gadai itu sebelum ia menerima pembayaran penuh kedua utang itu, walaupun
tidak diadakan perjanjian untuk mengikatkan barang gadai itu bagi
pembayaran utang yang kedua.”;112
11) Pasal 1160 KUH Perdata mengatur mengenai “Gadai itu tidak dapat dibagi-
bagi, meskipun utang itu dapat dibagi antara para ahli waris debitur atau para
ahli waris kreditur. Ahli waris debitur yang telah membayar bagiannya tidak
dapat menuntut kembali bagiannya dalam barang gadai itu, sebelum utang itu
dilunasi sepenuhnya. Di lain pihak, ahli waris kreditur yang telah menerima
bagiannya dan piutang itu, tidak boleh mengembalikan barang gadai itu atas
kerugian sesama ahli warisnya yang belum menerima pembayaran.”
110
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1157
111
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1158
112
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1159
55
meliputi:
adalah “Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau seorang lain atas
namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta
(pandgever).
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak gadai”. Jadi
114
pemberi gadai adalah “pemilik benda yang digadaikan”. Dapat dibuktikan
(pandnemer).
Penerima gadai adalah “orang perorang atau badan hukum sebagai pihak
113
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1150
114
Uzlah, I., Skripsi: Tanggung Jawab Yuridis Pihak Kreditur Terhadap Jaminan Gadai
Milik Debitur (Crediteursverzuim), (Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945, 2018).
56
Penerima gadai inilah yang akan menguasai benda yang digadaikan. Benda yang
Yang dapat digadaikan ialah “semua barang bergerak, baik barang bertubuh
sebetulnya berupa pelbagai hak”.116 Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH
Perdata dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal
1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, maka jelas pada dasarnya semua
kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai. 117 Pada dasarnya
semua benda bergerak yang berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman
115
Padian Adi Siregar, “Akibat Hukum Pelelangan Objek Jaminan Gadai Oleh Kreditur
Tanpa Adanya Peringatan Terhadap Nasabah Oleh Perum Pegadaian”, Iuris Studia: Jurnal Kajian
Hukum, Nomor 1 Volume 1 2020, hlm. 21-30.
116
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, (PT Intermasa,
Jakarta, 1981), hlm. 155
117
Rachmadi usman, Hukum Kebendaan, (Sinar Grafika, Jakarta, 2011), hlm. 268.
118
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia,
(PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991), hlm.73
57
j. Benda yang digadaikan oleh seorang yang mabuk atau seorang yang
tidak dapat memberi keterangan-keterangan cukup tentang barang yang
mau digadaikan itu.
dan kewajiban yang harus dipenuhi, baik pada gadai benda bergerak bertubuh
a. Hak untuk menjual benda gadai atas kekuasaan sendiri atau mengeksekusi
Dalam Pasal 1155 KUH Perdata disebutkan bahwa “Apabila oleh para
pihak tidak telah diperjanjikan lain, jika si berutang atau si pengguna jasa
maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari
Pasal 1159 ayat (1) KUH Perdata menyatakan “dalam hal pemegang gadai
utang pokok, maupun bunga dan biaya utangnya yang untuk menjaminnya
barang jaminan telah diberikan, beserta segala biaya yang telah dikeluarkan
119
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2001), hlm. 7
120
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1155
121
Indonesia (UU PK), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8
Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, Pasal 1159 ayat 1
58
c. Hak untuk mendapatkan ganti rugi atas biaya uang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan benda
Pasal 1157 ayat (2) KUH Perdata “menetukan bahwa yang harus diganti
oleh debitur adalah biaya-biaya yang berguna dan perlu yang telah
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah debitur dinyatakan pailit, kecuali
e. Hak preferensi
122
Adrian Sutedi, loc.cit.
123
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1157 ayat 2
124
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2001), hlm. 8
125
Ibid.
126
Ibid.
59
Pemegang gadai dapat menuntut agar benda gadai akan ditetapkan dalam
pokok beserta bunga dan biaya.128 Hal ini biasanya terjadi jika benda gadai
Hak ini berdasarkan Pasal 1158 KUH Perdata yang menentukan bahwa
Hak ini dilakukan dengan cara pemberian kuasa yang tidak dicabut kembali
dari pengguna jasa gadai kepada pemegang gadai untuk menagih dan
127
Ibid.
128
Ibid.
129
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1158
130
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2001), hlm. 9
60
Adapun hak-hak Perusahaan Gadai sebagai salah satu pelaku usaha gadai
adalah “berhak untuk memastikan adanya itikad baik konsumen dan mendapatkan
informasi dan/atau dokumen mengenai konsumen yang akurat jujur, jelas, dan
tidak menyesatkan”.131
131
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 3
132
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 4
133
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 5
134
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 6
135
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 7
136
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 8
137
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 9
138
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 10
61
139
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 11
140
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 12
141
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 13
142
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 14
143
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 15
144
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 16
145
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 20
146
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 21
147
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 22
148
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 23
ayat 2
149
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 24
62
19)Wajib menjaga keamanan simpanan, dana atau aset konsumen yang berada
dalam tanggung jawab Pelaku usaha jasa keuangan;150
20)Wajib memberikan tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan
layanan kepada konsumen tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian
dengan konsumen;151
21)Wajib memberikan kepada konsumen tentang posisi saldo dan mutasi
simpanan, dana, aset atau kewajiban konsumen secara akurat, tepat waktu,
dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian dengan konsumen;152
22)Wajib melaksanakan isntruksi konsumen sesuai dengan pejanjian dengan
konsumen dan ketentuan peraturan perundang-undangan;153
23)Wajib mencegah pengurus, pengawas dan pegawainya dari pelaku
memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukannnya, yang dapat merugikan konsumen;154
24)Wajib dengan bersama pengurus juga untuk mentaati kode etik dalam
melayani konsumen, yang telah ditetapkan oleh masing-masing Pelaku
usaha jasa keuangan;155
25)Wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas tindakan yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan Pelaku usaha jasa
keuangan;156
26)Wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian
pegaduan bagi konsumen;157
27)Wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan konsumen dan tindak
lanjut pelayanan dan pnyelesaian pengaduan konsumen dimaksud kepada
OJK, dalam hal ini Kepala Eksekutif yang melakukan pengawasan ata
kegiatan Pelaku usaha jasa keuangan;158
28)Wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 hari
kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan;159
150
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 25
151
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 26
152
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 27
153
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 28
154
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 30
ayat 1
155
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 30
ayat 2
156
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 30
ayat 3
157
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 32
158
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 34
159
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 35
63
Selain itu, kewajiban Perusahaan Gadai juga diatur dalam POJK UP yakni
sebagai berikut:
160
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 36
161
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 38
162
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 48
ayat 1
163
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 48
ayat 2
164
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 49
165
Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 1/POJK.07/2013, LN No. 118 Tahun 2013, Pasal 50
166
Indonesia (POJK UP), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Tentang Usaha
Pergadaian, POJK No. 31/POJK.05/2016, LN No. 152 Tahun 2016, Pasal 15
64
kebendaan. Droit de preference artinya “hak kebendaan yang lebih dulu terjadi
akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian atau sering juga disebut
asas prioritas.” 178 Hak ini memperoleh landasannya melalui ketentuan Pasal 1132
KUH Perdata, Pasal 1133 KUH Perdata dan Pasal 1134 KUH Perdata, selanjutnya
dipertegas kembali dalam pengertian gadai yang diberikan dalam Pasal 1150
milik debitur.
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai
jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui
kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan,
dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu
sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
175
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1159 ayat 1
176
Adrian Sutedi, loc.cit.
177
Ibid, hal. 10
178
Hasbullah, F, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan, (Jakarta:
Ind-Hill, 2002), hlm.17.
179
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun
1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1150
66
langsung pihak gadai, maka sesuai dengan asas pihak gadai harus
milik nasabah mengandung tanggung jawab yang tidak kecil bagi pihak
unsur untung rugi bagi pihak gadai. Keamanan kredit terjaga dan dilain pihak
adanya beban untuk menjaga barang agar barang jaminan tidak rusak
barang jaminan yaitu sebuah kalung nasabah yang putus akibat kecerobohan
tersebut dan menegosiasikan tindakan apa yang harus dilakukan oleh pihak gadai,
memperbaiki atau disambung kembali kalung yang telah putus tersebut atas izin
dari pemeliknya. Barang jaminan ialah berupa kalung yang dibawah ketoko emas
untuk diperbaiki/disambung kembali dengan biaya perbaikan dua puluh lima ribu
rupiah tidak ditanggung oleh nasabah melainkan PT Berkat Gadai Sumatera. 181
180
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 24 Oktober 2022 di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
181
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 24 Oktober 2022 di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
67
bahwa kerusakan tersebut sebatas bukan kerusakan fisik misalnya jatuh atau
pecah yang dilakukan oleh petugas PT Berkat Gadai Sumatera, dan kerusakan
barang jaminan seperti kalung secara tidak sengaja terjatuh, tertumpuk oleh
nasabah tidak merasa dirugikan. Pemberian ganti rugi terhadap barang jaminan
yang rusak di PT Berkat Gadai Sumatera sudah sesuai dengan prosedur dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana kedua belah pihak (PT Berkat Gadai
Sumatera dan Nasabah) terjadi kerelaan dan tidak ada pihak yang merasa
dirugikan.
182
Wawancara, Imas Nur, Nasabah PT Berkat Gadai Sumatera, Pada Tanggal 27 Oktober
2022
68
disebabkan kelalaian dari pihak pegadaian atau barang jamianan disimpan terlalu
lama yang menyebabkan barang jamian rusak, atau karena disebabkan pencurian
harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga serta merawat agar
jaminan gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya, yang tentunya
barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai sangat berkaitan erat
dengan hakikat barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak
yang menggadai. Berdasarkan pernyataan yang tercantum pada Surat Bukti Gadai
(SBG) PT. Berkat Gadai Sumatera pada point 1 yaitu “Nasabah menerima dan
setuju terhadap uraian dan taksiran barang jaminan, penetapan uang pinjaman,
tarif sewa modal, biaya administrasi, biaya perawatan, biaya lainnya (jika ada)”.
gadai. Ketika barang gadai sudah berada di PT. Berkat Gadai Sumatera, maka
kerusakan, karena apabila barang gadai itu rusak, maka PT. Berkat Gadai
bernilai ekonomi dan penting dalam kehidupannya, maka agar tidak terjadi
kerugian terhadap barang yang dijaminkan tersebut sudah sewajarnya PT. Berkat
serta pemeliharaan barang yang berada dalam kekuasaannya, sehingga benda yang
dijaminkan tersebut tidak mengalami kerusakan atau hilang yang dapat merugikan
pemberi gadai (nasabah) yang telah menggadaikan barangnya. 185 Oleh karena itu
apabila terjadi hal yang menyebabkan jaminan tersebut rusak, hilang, berkurang,
atau bahkan tidak sesuai dengan kondisi awal saat penyerahan, maka hal tersebut
maka PT. Berkat Gadai Sumatera hakikatnya harus memberikan ganti rugi. Hal
ini telah secara tegas diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa
Pasal 1157 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pada intinya menyatakan
bahwa “pelaku usaha gadai bertanggung jawab untuk hilang atau kemerosotan
harganya sekadar itu telah terjadi kelalaian dari pihak Perusahaan Gadai”.
Pertanggung jawaban PT. Berkat Gadai Sumatera terhadap barang jaminan yang
maka PT. Berkat Gadai Sumatera akan bertanggungjawab memberikan uang ganti
a. Perlindungan Preventif
dengan tujuan untuk menjaga keamanan dan keselamatan barang atau aset. Dalam
hal ini, perlindungan preventif diterapkan pada barang jaminan untuk mengurangi
risiko kerusakan, hilang, atau kerugian selama proses gadai. Tindakan preventif
keamanan dan keselamatan barang jaminan dan memenuhi hak dan kewajiban
oleh PT. Berkat Gadai Sumatera, terhadap penaksiran barang gadai di PT. Berkat
Gadai Sumatera harus objektif berlaku ketentuan pihak pegadaian atas barang
gadaian. Nasabah dapat melihat dan menyaksikan sebelum surat gadai ditanda
71
obyek gadai.
b. Perlindungan Represif
denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi
sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.”188 Dalam hal ini, perlindungan
merugikan nasabah dan lembaga gadai akan dikenai sanksi hukum yang sesuai
186
ibid
187
ibid
188
H. Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum dan kebijakan publik: analisis atas praktek
ukum dan kebijakan publik dalam pembangunan sektor perekonomian di Indonesia (Universitas
Sunan Giri Surabaya bekerjasama dengan Averoes Press, 2002), hlm. 20
72
bagi pelaku yang melakukan tindakan merugikan nasabah dan lembaga gadai,
189
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 5 Desember di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
190
Wawancara dengan Ruben M Simbolon selalu Karyawan PT Berkat Gadai Sumatera,
Pada Tanggal 5 Desember di kantor PT Berkat Gadai Sumatera
BAB IV
1. Pertanggungjawaban Perdata
Setiap perusahaan tentunya memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan
dan pemeliharaan barang jaminan milik Nasabah yang telah dititipkan ataupun
sangat melekat terhadap pihak perusaahan yang dalam hal ini ialah PT. Berkat
Gadai Sumatera.
being liable) dan responsibility (the state of fact being responsible)”. Dengan
diserahkannya barang jaminan gadai, maka keamanan akan terjaga, dan juga
bertanggungjawab dalam hal rusak atau hilangnya barang milik debitur yaitu
sebagai berikut :
191
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976),
hlm. 1014.
192
73
74
Perdata, adalah:
jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu telah terjadi
penguasaan langsung pihak pegadaian, maka sesuai dengan asas pihak pegadaian
Selain ketentuan Pasal 1157 KUH Perdata, Pasal 1365 KUHPerdata juga
melawan hukum akibat kealpaan yang merugikan orang lain “perbuatan yang
kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung
pengelola gadai dalam hukum perdata Indonesia, maka PT. Berkat Gadai
atau rusaknya barang jaminan, PT. Berkat Gadai Sumatera akan memberikan
ganti rugi terhadap barang jaminan milik konsumen sesuai dengan syarat-syarat
dan ketentuan yang berlaku dalam PT. Berkat Gadai Sumatera. Dalam melakukan
ganti rugi atas kehilangan ataupun kerusakan terhadap barang gadai milik
nasabah, pihak PT. Berkat Gadai Sumatera hanya akan memberikan ganti rugi
Adapun besaran ganti rugi yang dapat diberikan oleh PT. Berkat Gadai
Sumatera ialah “maksimal seratus persen dari harga suatu barang dan minimalnya
menggantinya berupa barang second yang sesuai dengan barang merek barang
milik si nasabah”. Hal itu pun sangat jelas tertuang dalam lembaran Surat Bukti
Gadai (SBK) yang telah di tandatangani oleh perwakilan dari PT. Berkat Gadai
Sebelum PT. Berkat Gadai Sumatera memberikan ganti rugi atas hilang atau
rusaknya barang jaminan, maka PT. Berkat Gadai Sumatera terlebih dahulu akan
melakukan penaksiran berapa besaran rata-rata harga jual dari barang jaminan
milik konsumen melalui market place. Setelah menentukan berapa besaran harga
rata-ratanya maka, pihak dari PT. Berkat Gadai Sumatera akan menghubungi
konsumen dalam mengkompromikan terkait besaran nilai ganti rugi yang akan
diberikan oleh PT. Berkat Gadai Sumatera kepada pihak konsumen. Dan jika
195
Wawancara dengan Daniel, Customer Service PT. Berkat Gadai Sumatera, 16 Desember
2022, pukul 17:00 WIB.
196
Ibid
197
Ibid
76
konsumen setuju dengan besaran kerugian yang ditawarkan, maka PT. Berkat
Gadai Sumatera akan memberikan ganti rugi terhadap barang jaminan milik
2. Pertanggungjawaban Pidana
Selain bertanggung jawab secara perdata dalam hal hilang atau rusaknya ba
rang jaminan milik Nasabah, PT. Berkat Gadai Sumatera juga dapat dimintai
terhadap kesepakatan yang telah dibuat oleh pihak PT. Berkat Gadai Sumatera
dengan Nasabah. Adapun jika unsur pasal dalam pidana terpenuhi bukan tidak
mungkin PT. Berkat Gadai Sumatera dapat di tuntut pidana ke pengadilan. Contoh
kasus jika PT. Berkat Gadai Sumatera telah terbukti unsur melakukan perusakan
tidak dapat digunakan kembali ataupun menghilangkan barang sesuatu yang selur
uhnya atau sebagian milik orang lain, maka PT. Berkat Gadai Sumatera dapat
dijerat hukum dengan pasal Pasal 406 KUHP.199 Adapun isi dari pasal 406 yaitu :
(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merus
akkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu ya
ng seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penj
ara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan me
lawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan ata
u menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Adapun unsur-unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu:
a. Barangsiapa;
b. Dengan sengaja dan melawan hukum;
198
Ibid
199
Ibid.
77
aka PT. Berkat Gadai Sumatera dapat dihukum pidana penjara paling lama 2 tahu
n 8 bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta, sebagaimana telah disesuaikan den
gan Perma 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan
Dalam hukum pidana, pihak yang dapat dipidana sebagai pelaku tidak terba
tas hanya pada pelaku yang melakukan tindak pidana tersebut secara langsung. M
enurut Jan Remmelink dalam bukunya Hukum Pidana, “yang digolongkan atau di
anggap sebagai pelaku (dader) tindak pidana setidaknya ada 4 macam sebagaiman
200
Oktavira, B., Pasal 406 KUHP, Jerat Hukum bagi Pelaku Perusakan,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-406-kuhp-jerat-hukum-bagi-pelaku-perusakan-
lt507c193a38a75, diakses pada tanggal 16 Desember 2022 pukul 19:06 WIB.
201
Indonesia (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 56
78
Sedangkan, bagi pelaku pengrusakan Pasal 406 ayat (1) KUHP tersebut
a. Jika pelaku perusakan tidak tahu bahwa perintah tersebut bertujuan untuk
merusak sesuatu. Misalnya, pelaku mengira bahwa ia memang harus
menghancurkan suatu bangunan karena memang tidak terpakai lagi dan
akan dibuat bangunan baru, maka tidak ada unsur kesengajaan untuk
merusak sesuatu milik orang lain dengan cara yang melawan hukum.
b. Jika pelaku perusakan tahu sedari awal bahwa perintah tersebut memang
untuk merugikan orang lain dengan cara merusak barang, maka ada unsur
kesengajaan yang mengakibatkan pelaku dapat dijerat Pasal 406 KUHP
tentang perusakan.202
Contoh kasus lain ialah kasus penggelapan yang dilakukan oleh PT. Berkat
Gadai Sumatera ataupun anggota dari PT. Berkat Gadai Sumatera juga dapat
diminta pertanggungjawaban secara pidana. Adapun jika unsur pada pasal 372
yaitu “penggelapan terhadap barang jaminan gadai milik Nasabah, maka PT.
pidana yang dilakukan oleh PT. Berkat Gadai Sumatera ataupun anggota nya
sendiri”. Adapun isi dari pasal 372 yaitu “Barangsiapa dengan sengaja memiliki d
engan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagainya termasuk ke
punyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, d
un.”203
n kepemilikan yang melawan hak terhadap barang kepunyaan orang lain. Pasal 37
a. Pertama: sengaja;
b. Kedua: melawan hukum;
c. Ketiga: memiliki suatu barang;
d. Keempat: yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
202
Indonesia (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 406 ayat (1)
203
Indonesia (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 372
79
eluruhnya kepunyaan orang lain; Menguasai benda tersebut dengan melawan huku
m; dan Benda Yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan”. Menurut Cl
gkut secara melawan hukum memiliki suatu barang yang dipercayakan kepada ora
204
ndonesia (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 372
205
Ibid.
80
ng yang menggelapakan itu. Batas klasik antara pencurian dan penggelapan ialah
“pencurian "mengambil" barang yang belum ada padanya, sedangkan pada pengg
elapan barang itu sudah ada di dalam kekuasaannya”. Delik penggelapan adalah
“delik dengan berbuat atau delik komisi”. Waktu dan tempat terjadinya penggelap
an ialah “waktu dan tempat dilaksanakannya kehendak yang sudah nya”. Tiap kej
ahatan yang diatur dalam KUHP maupun diatur dalam peraturan perundang-unda
ngan yang lain mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan yang d
ilakukan.206
rugi terhadap barang jaminan yang rusak ataupun hilang milik konsumen
sebagaimana yang tertuang dalam point ke 4 pada Surat Bukti Gadai milik PT.
Berkat Gadai Sumatera. Jika terjadi suatu sengketa di kemudian hari antara PT.
Berkat Gadai Sumatera dan Nasabah, yang dimana salah satunya ialah “tidak
terjalin kesepakatan terkait besaran ganti rugi terhadap barang jaminan yang
hilang milik konsumen, maka upaya hukum sebelum melalui jalur pengadilan,
Sengketa yang dibentuk oleh OJK. LAPS adalah “lembaga yang melakukan
penyelesaian sengketa antara nasabah dengan PT. Berkat Gadai Sumatera. LAPS
menentukan apakah izin usaha dari PT. Berkat Gadai Sumatera akan dicabut atau
tidak. Sebelum pencabutan izin usaha suatu perusahaan maka LPAS akan
berikut:
Pelaporan Pasal 45
Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 28, Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 30 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 34,
Pasal 35 ayat (1), Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41
ayat (1), dapat dikenai sanksi administratif berupa:
1) peringatan tertulis;
2) denda;
3) larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama Lembaga
Jasa Keuangan;
4) pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha;
5) pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha;
6) pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan
7) pencabutan izin usaha.
b. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan
huruf g dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
c. Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dikenakan paling banyak sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).210
Pasal 50
210
Indonesia (POJK RI), Peraturan Otoritas Jasa Keungan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, Pasal
45.
211
Indonesia (POJK RI), Peraturan Otoritas Jasa Keungan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, Pasal
83
Pasal 53
50.
212
Indonesia (POJK RI), Peraturan Otoritas Jasa Keungan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, Pasal
53.
84
2) denda;
3) larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama
Lembaga Jasa Keuangan;
4) pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha;
5) pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha;
6) pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan
7) pencabutan izin usaha.
d. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sampai dengan
huruf g dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
e. Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat
dikenakan paling banyak sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).213
Dalam pencabutan izin usaha nantinya, OJK akan mengeluarkan Surat
Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terkait pencabutan izin
usaha gadai suatu perusaahan.
atau rusaknya barang jaminan antara pihak Pegadaian dengan para Nasabah
dilakukan melalui 2 cara yaitu “jalur non litigasi maupun jalur litigasi ke
menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan cara perdamaian atau arbitrase”. 215
213
Indonesia (POJK RI), Peraturan Otoritas Jasa Keungan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, Pasal
55.
214
Wawancara dengan Daniel, Customer Service PT. Berkat Gadai Sumatera, 16 Desember
2022, pukul 17:00 WIB.
215
Islami et. al., op.cit. Hal 201.
85
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
Hal itu pun juga telah diatur dalam poin 21 pada Surat Bukti Gadai milik
PT. Berkat Gadai Sumatera dalam upaya penyelesaian sengketa terhadap para
kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila
mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, yaitu POJK 2013 dan
216
Ibid.
217
Surat Bukti Gadai PT. berkat Gadai Sumatera, Poin 21.
218
Lex Journal: Kajian Hukum &
Keadilan”,https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/hukum, Vol. 6 No. 1 (2022), diakses pada
tanggal 16 Desember 2022 pukul 19:06 WIB.
86
antara nasabah dengan perusahaan pergadaian maka upaya yang harus dilakukan
melalui pengadilan.
karakteristik jasa keuangan yang senantiasa cepat, dinamis dan penuh inovasi
maka LAPS memerlukan prosedur yang cepat, berbiaya murah dengan hasil yang
objektif, relevan dan adil. LAPS dimuat dalam daftar Lembaga Alternatif
dengan pihak PT. Berkat Gadai Sumatera ialah sebagai berikut :219
melalui peradilan merupakan jalan terakhir jika tidak ada lagi jalan lain
dampak yang buruk bagi PT. Berkat Gadai Sumatera sendiri. Sehingga
nasabah jadi takut dan tidak percaya lagi kepada PT. Berkat Gadai
perdamaian.221
220
Wawancara dengan Daniel, Customer Service PT. Berkat Gadai Sumatera, 16 Desember
2022, pukul 17:00 WIB.
221
Ibid.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dalam skripsi
2. Bentuk perlindungan bagi konsumen pengguna jasa gadai dalam hal hilang
atau rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai pada PT. Berkat Gadai
hilang yang tidak disebabkan oleh suatu bencana alam (Force Majure)
88
89
Sumatera.
dalam hal hilang atau rusaknya barang jaminan, PT. Berkat Gadai
B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis terkait penulisan skripsi ini
perlindungan konsumen.
2. perlindungan bagi konsumen pengguna jasa gadai dalam hal hilang atau
rusaknya barang sebagai obyek jaminan gadai pada PT. Berkat Gadai
konsumen gadai.
dilaksanakan atau dipenuhi oleh PT. Berkat gadai sesuai dengan ketentuan
serta diharapkan kepada PT. Berkat Gadai Sumatera untuk lebih menjamin
Alexander, L. & Sherwin, E. 2018, The Rule of Rules: Morality, Rules and the
Dilemmasof Law. Duke University Prels. Durkhani.
Bandung.
Graha Ilmu.
Firdausy, C., 2018, Peran Industri Keuangan Non Bank terhadap Perekonomian
Hasan, I, 2008, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara.
Bayumedia, Publishing.
Aditya Bakti.
91
92
Persada.
Latumaerissa, J., 2017, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Miru, A., Yodo, S., 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Pustaka.
Prodjodikoro, W., 1981, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, Jakarta: PT
Intermasa.
Djambatan.
Persada.
Soemitro, R., 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta: PT Ghalia
Indonesia.
Soerjono, S., Sri, M., 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Alfabeta.
Persada.
Alfabeta.
Widiasarana.
Suwandono, A., & Dajaan, S., 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sirait, N., 2003, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan: Pustaka
Bangsa Press.
Pradnya Paramita.
94
Triandaru, S. & Budisantoso, T., 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
Sinar Grafika.
B. Peraturan Perundang-Undangan
1847.
Keuangan.
C. Jurnal
Aprilia, R., P., & Mas, A., T., 2022, Kedudukan Hukum Surat Bukti Gadai dalam
Febriani, A. Y., & Arsika, I. M. B., 2014, Tanggung Jawab Kreditor Atas
Islami et. al., 2021, Aspek Hukum atas Rusaknya Barang Jaminan di
Hukum, 1(11).
Niru, A., S., & Nunuk, S., 2018, Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di
Oktavianto, J., & R Suharto, T., 2016, Tanggung Jawab PT. Pegadaian (Persero)
Rif’ah, R., 2019, Perlindungan Hak Konsumen Dalam Transaksi Elektronik (E-
Indonesia, 4(6).
Siregar, P. A., 2020, Akibat Hukum Pelelangan Objek Jaminan Gadai Oleh
Zubaedah, R., dkk, 2021, Aspek Hukum atas Rusaknya Barang Jaminan di PT.
D. Skripsi
Nurizzulfi, A., 2017, Skripsi: Pelelangan Obyek Gadai Sebagai Akibat Debitur
Uzlah, I., 2018, Skripsi: Tanggung Jawab Yuridis Pihak Kreditur Terhadap
E. Internet
https://bisnisindonesia.id/article/bisnis-gadai-makin-ramai-peminat,
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=592#:~:text=Penggelapan
%20dalam%20rumusan%20KUHP%20adalah,dalam%20kekuasaannya
97
Oktavira, B., Pasal 406 KUHP, Jerat Hukum bagi Pelaku Perusakan,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-406-kuhp-jerat-hukum-
F. Sumber lain