Anda di halaman 1dari 91

I

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM LEASING


KENDARAAN BERMOTOR
(STUDI PADA PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE GRROUP
KOTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

REZKI ULI ARAFAH SIREGAR


NIM : 150200568

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


III

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM LEASING


KENDARAAN BERMOTOR ( STUDI PADA FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE ASTRA KOTA MEDAN )

Rezki Uli Arafah Siregar*)


Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum**)
Detania Sukarja***)

Perjanjian pembiayaan konsumen pada Federal International Finance Cabang


Kota Medan merupakan perjanjian hutang piutang antara pihak Federal International
Finance Cabang Kota Medan dan pihak konsumen dengan penyerahan barang secara
fidusia, dalam arti penyerahan barang tersebut dilakukan berdasarkan atas
kepercayaan, serta tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh konsumen untuk
melakukan pembayaran kembali hutang pembiayaan,tentunya hal itu merupakan
suatu perbuatan yang akan membawa akibat hukum.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis empiris,
penelitian ini digunakan untuk memperjelas kesesuaian antara teori dan praktik.
Sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer,
data sekunder, dan data tersier. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah
analisis data kualitatif, dimana keseluruhan data baik primer maupun sekunder akan
diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontrak pembiayaan konsumen yang
dilakukan oleh FIF ASTRA Cabang Medan telah memenuhi syarat-syarat perjanjian
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya
kesepakatan antara konsumen dan FIF cabang Kota Medan untuk membuat suatu
perjanjian yaitu kendaraan bermotor ,adanya kecakapan hukum dari para pihak dan
perjanjian pembiayaan kendaran bermotor tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu
sebab yang halal sehingga konsumen tidak akan dirugikan. FIF ASTRA Cabang
Medan dalam menangani kredit bermasalah selalu berusaha menempuh penyelesaian
dengan cara persuasif yaitu mengadakan pendekatan kepada Konsumen untuk dapat
menyelesaikan tunggakan angsurannya dengan melewati beberapa tahapan, seperti
tahapan menghubungi via telepon untuk mengingatkan keterlambatan pembayaran
kredit, jika cara tersebut tidak mendapat tanggapan dari Konsumen, FIF ASTRA
Cabang Medan akan menempuh cara persuasif lainnya yaitu dengan mendatangi
Konsumen secara langsung ke alamat yang tertera, tahap terakhir jika konsumen yang
tiga kali berturut-turut tidak membayar tunggakan angsurannya, maka FIF ASTRA
Cabang Medan akan menarik kendaraan bermotor yang menjadi jaminan.

Kata Kunci: Leasing, Kredit Bermasalah, Penyelesaian

*)
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**)
Dosen Pembimbing I
***)
Dosen Pembimbing II

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IV

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunianya dalam setiap tahapan kehidupan

sehingga dapat melewati masa perkuliahan sampai pada tahap pengerjaan skripsi

yang dapat terselesaikan dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN DALAM LEASING KENDARAAN BERMOTOR (STUDI PADA

FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE ASTRA KOTA MEDAN)”.

Penulisan skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat

untuk meraih gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut

merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan

perkuliahannya. Meskipun begitu, saya menyadari bahwa didalam penulisan skripsi

ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dari segi substansi maupun kata-perkata,

sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya

kritik dan saran yang membangun agar kemudian skripsi ini menjadi lebih baik.

Penulisan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan para pihak, sehingga dalam

kesempatan ini, dengan rendah hati dan tanpa mengurangi rasa hormat penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah memberikan dukungan

secara langsung maupun tidak langsung terhadap penulisan skripsi ini. Dalam

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
V

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

6. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan masukan

sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

8. Ibu Dr. Detania Sukarja, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan- arahan

berupa masukan dalam penulisan skripsi , yang selalu sabar harus dikejar-kejar

dan dihubungi “Terimakasih banyak ibu” ;

9. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

10. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik;

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
VI

11. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara;

12. Teristimewa kepada Orangtua tercinta yang tak henti-hentinya selalu mendoakan,

memperhatikan, menyemangati dan memberikan dukungan secara terus-menerus

dalam penyelesaian skripsi ini;

13. Kepada kakak saya Rahim Doli, Anggita Faradibah Siregar dan Junaida Siregar

yang selalu mendukung dan menyemangati saya baik secara langsung maupun

tidak;

14. Kepada sahabat dari SMP hingga sekarang, Gichara Angguna yang telah

menemani hari- hari penulis dengan kegilaannya dan menyemangati penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini;

15. Kepada sahabat sekaligus teman pertama di kampus, Gita Clarariska Pratama,

Khairunisa Tanjung, Nurul Qoedatul Khairiyah Siregar yang telah menemani

hari-hari selama perkuliahan dan selalu memberikan semangat untuk

menyelesaikan skripsi ini;

16. Kepada Kelompok Klinis yang telah bekerja bersama untuk berusaha

menyelesaikan klinis sebaik mungkin;

17. Kepada sahabat-sahabat dari SMA sampai sekarang, Gichara Angguna, Dira

Depira Prilia, Astriyani Karina, Rury anggun Fricilla, Yunita Anugrahani, Bayu

Prayoga yang telah menyemangati dan mendoakan dalam menyelesaikan skripsi

ini;

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


VII

18. Kepada Group F Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Seluruh Rekan

Sejawat Stambuk 2015;

19. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu dan berjasa dalam

penulisan skripsi ini dan dalam hidup penulis.

Atas semua dukungan tersebut, kiranya Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan

karunia-Nya dan balasan berlipat ganda. Demikian yang dapat di sampaikan, terima

kasih.

Medan, April 2019

Penulis,

Rezki Uli Arafah Siregar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


VIII

DAFTAR ISI

JUDUL: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM

LEASING KENDARAAN BERMOTOR (STUDI PADA FEDERAL

INTERNASIONAL FINANCE ASTRA KOTA MEDAN)

ABSTRAK………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...................................................................... 10

D. Keaslian Penulisan ........................................................................................ 10

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 11

F. Metode Penelitian ......................................................................................... 18

G. Sistematika Penulisan ................................................................................... 20

BAB II ASPEK HUKUM KONTRAK PEMBIAYAAN KENDARAAN

BERMOTOR FIF ASTRA KOTA MEDAN ............................................ 22

A. Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor ..................................................... 22

B. Dasar Pembiayaan Leasing ................................................................................ 32

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IX

C. Aspek Hukum Non Perfoming Financing (NPF) atau Pembiayaan

Bermasalah .......................................................................................................... 44

D. Aspek Hukum Kontrak Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada FIF

ASTRA Cabang Kota Medan ........................................................................... 51

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM

LEASING KENDARAAN BERMOTOR BERMASALAH PADA FIF

ASTRA KOTA MEDAN ......................................................................... 61

A. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Penyelesaian Kredit

Bermasalah Dalam Pembelian Kendaraan Bermotor Pada FIF ASTRA

Cabang Medan ............................................................................................ 61

B. Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Pembelian Kendaraan

Bermotor Pada FIF ASTRA Cabang Medan ................................................. 69

BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 77

A. Kesimpulan ................................................................................................... 77

B. Saran ............................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 80

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alat transportasi saat ini tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Segala

aktivitas manusia baik laki-laki maupun perempuan membutuhkan suatu alat

transportasi, alat transportasi yang digunakan pun sangat bervariasi tergantung

kebutuhan pemakainya. Pada umumnya seseorang memilih alat transportasi yang

aman dan nyaman hingga menginginkan alat transportasi yang mewah. Transportasi

adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin.

Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas

sehari-hari.1 Transportasi sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu transportasi laut, udara

dan darat. Dari tiga macam sarana transportasi tersebut, sarana transportasi darat

merupakan sarana transportasi yang paling banyak digunakan salah satunya

kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun berupa mobil. Dalam kenyataanya

kemampuan untuk memiliki sebuah kendaraan tidaklah mudah, mahalnya harga

kendaraan bermotor baik baru maupun bekas mengakibatkan tidak terjangkaunya

sebagian masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor, akan tetapi karena

pentingnya kegunaan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi di masyarakat

sekarang ini dan mahalnya kendaraan bermotor maka terbuka peluang usaha bagi

1
Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi : Karakteristik, Teori, dan Kebijakan (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

perusahaan pembiayaan untuk melayani atau membantu masyarakat agar bisa

mempunyai kendaraan bermotor sendiri yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-

hari.2

Kebutuhan akan alat transportasi dirasakan mendesak apalagi bagi mereka yang

tinggal di daerah yang tidak terjangkau sarana transportasi umum. Salah satu cara

mengatasi hal tersebut, yaitu dengan memiliki alat transportasi sendiri. Kendaraan

bermotor sebagai salah satu sarana transportasi menjadi sangat penting dalam

mendukung seluruh aktifitas sehari-hari. Keterbatasan financial selalu menjadi

penghambat seseorang untuk memiliki kendaraan bermotor tersebut karena tingginya

harga kendaraan yang harus dibayar. 3

Bentuk pelayanan atau bantuan yang diberikan kepada masyarakat yaitu

melalui pembiayaan konsumen dengan memberikan fasilitas pembiayaan berupa dana

untuk membeli kendaraan bermotor melalui transaksi jual beli bersyarat antara

pembeli dan penjual. Penjual di sini bisa perseorangan maupun perusahaan. Fasilitas

pembiayaan tersebut selanjutnya dituangkan dalam perjanjian yang diberi nama

perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia antara pembeli

atau konsumen disebut sebagai debitur dengan pihak perusahaan pembiayaan

konsumen sebagai kreditur. dalam pembelian kendaraan tersebut hak milik seolah-

olah beralih ke pembeli, akan tetapi pada kenyataannya tidak karena hak milik ada

2
Ibid, hlm. 24-25.
3
Sunaryo (1), Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2008), hlm.
95.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

ditangan kreditur, dimana penyerahan hak milik berupa BPKB merupakan salah satu

syarat terjadinya perjanjian pembiayaan tersebut.4

Kebutuhan masyarakat yang meningkat ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh

pelaku usaha dalam memberikan penawaran alat transportasi baik berupa kendaran

bermotor roda dua /motor/ kendaran bermotor roda empat kepada masyarakat.

Bahkan akhir-akhir ini pelaku usaha saling berlomba-lomba dalam menawarkan

barangnya dengan pemberian hadiah, diskon, kemudahan kemudahan cara pembelian

yaitu dengan cara pemberian kredit dengan uang muka yang ringan. Selain

memberikan kemudahan kepada konsumen yang membutuhkan alat tranportasi

tersebut, juga para pelaku usaha berlomba-lomba menawarkan dagangannya dengan

cara membuat iklan maupun langsung membuka show room dijalan-jalan khususnya

untuk alat transportasi sepeda motor atau melakukan promosi/pameran di mal/pasar

swalayan untuk alat tranportasi roda empat/mobil maupun sepeda motor. Segala

bentuk penawaran ini dilakukan agar konsumen tertarik untuk membelinya dan

akhirnya pelaku usaha dapat dengan mudah untuk meraup keuntungan dari

konsumen.5

Penjualan melalui sistem kredit mulai marak dan berkembang di masyarakat

seiring dengan banyaknya produk yang diluncurkan ke pasar dan juga kebutuhan

manusia yang kompleks yang juga didorong oleh kecenderungan masyarakat yang

konsumtif, mendorong manusia untuk selalu mencari alat yang bisa memudahkan

4
Munir Fuady (1), Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung :
P.T.Citra Aditia Bakti, 1995), hlm. 1-2.
5
Ibid, hlm. 4-5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

aktifitasnya sehari-hari salah satu kebutuhan penting manusia adalah alat transportasi,

untuk mendukung mobilitas manusia yang semakin tinggi. Sepeda motor adalah salah

satu sarana transportasi yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini menjadi

salah satu alternative yang sangat menggiurkan konsumen, masyarakat yang tadinya

kesulitan untuk membeli kendaraan secara tunai, akan dapat teratasi dengan mudah

dan cepat.6

Kondisi yang demikian ini melahirkan hubungan timbal balik di antara

mereka. Dengan adanya kelebihan dana, maka timbul suatu pemikiran untuk

menginvestasikan dana tersebut pada suatu usaha yang menguntungkan secara

ekonomis maupun sosial. Disinilah kemudian muncul lembaga-lembaga keuangan

sebagai perantara yang menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak

yang kekurangan dana, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan

merupakan perantara keuangan masyarakat.7

Lembaga keuangan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Lembaga

Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Bank merupakan salah satu

bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kridit, pinjaman dan

jasa-jasa keuangan lainnya, sehingga dapat dikemukakan bahwa fungsi bank pada

umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme

sistem pembayaran bagi banyak sektor perekonomian8.

6
R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, (Jakarta: Pradya Paramita, 1994),
hlm. 14.
7
Ibid, hlm. 23.
8
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 162.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Pada kenyataannya lembaga keuangan yang disebut “bank” ini tidak cukup

ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat, mengingat

keterbatasan jangkauan penyebaran kredit dan keterbatasan sumber dana yang

dimiliki. Hal ini semakin nyata terlihat dari banyaknya bank-bank yang ambruk dan

di likuidasi. Menyikapi berbagai kelemahan yang terdapat pada lembaga keuangan

“bank” dalam menyalurkan kebutuhan dana, maka muncul lembaga keuangan bukan

bank yang merupakan lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan moderat

daripada bank yang dalam hal-hal tertentu tingkat risikonya bahkan lebih tinggi.

Lembaga inilah yang kemudian dikenal sebagai “lembaga pembiayaan”, yang

menawarkan model-model formulasi baru dalam hal penyaluran dana terhadap pihak-

pihak yang membutuhkan.9

Pengertian lembaga keuangan bukan bank, dapat di lihat dalam Pasal 1 angka

(4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga

Pembiayaan, Lembaga Keuangan bukan bank, adalah badan usaha yang melakukan

kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun

dana, dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam

masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan.10 Adapun maksud dari

dikeluarkannya keputusan tersebut, adalah dalam rangka menunjang pertumbuhan

ekonomi dipandang perlu untuk memperluas sarana penyediaan dana yang

9
Ibid, hlm. 166.
10
Ibid, hlm. 200.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

dibutuhkan masyarakat, sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan

semakin meningkat.11

Dalam Surat Keputusan Bersama Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian Dan

Mentri Perdagangan Nomor: KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M/SK/2/1974,

pasal 1 tentang perizinan usaha leasing, memberi definisi mengenai leasing yaitu

yang dimaksud dengan leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam

bentuk penyediaan barang untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu

jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala dan

disertai dengan hak pilih (optio) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-

barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka leasing berdasarkan

nilai sisa yang disepakati bersama.12

Leasing adalah kegiatan pembiayaan yang dilakukan antara lembaga

pembiayaan (lessor) dengan seseorang/ pengusaha (lessee) dan bekerja sama dengan

pihak supplier/ dealer, dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna

usaha dengan hak OPSI (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak OPSI

(operating lease) untuk di gunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara berkala.13

11
Retnowulan Sutantio, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, (Jakarta : Dalam Pustaka
Peradilan Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI, 1994), hlm. 1.
12
Hasarudin Rahman, Legal Drafting, (Bandung : Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti, 1992),
hlm. 20.
13
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
(Bandung : Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti, 1992), hlm. 14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Federal International Finance Astra Cabang kota Medan, merupakan salah

satu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang

pembiayaan konsumen (consumer finance), yang berfokus pada pembiayaan sepeda

motor dan pembiayaan barang-barang elektronik serta furniture. Kegiatan

pembiayaan dilakukan melalui sistem pemberian kredit yang pembayarannya oleh

konsumen dilakukan secara angsuran atau berkala.

Perjanjian pembiayaan konsumen pada Federal International Finance Astra

Cabang Kota Medan merupakan perjanjian hutang piutang antara pihak Federal

International Finance Astra Cabang Kota Medan dan pihak konsumen dengan

penyerahan barang secara fidusia, dalam arti penyerahan barang tersebut dilakukan

berdasarkan atas kepercayaan. Perlu di pahami, bahwa yang dimaksud dengan fidusia

dalam hal ini bukanlah jaminan fidusia yang merupakan perjanjian accessoir atau

tambahan dari perjanjian pokoknya yaitu hutang piutang namun hanya pada

penyerahan barangnya saja yang dilakukan secara fidusia atau lebih sederhananya

penyerahan barang dilakukan secara kepercayaan. 14

Tindakan atau perbuatan perusahaan pembiayaan konsumen untuk

menyerahkan dana pembiayaan yang diperlukan oleh konsumen, serta demikian pula

tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh konsumen untuk melakukan

pembayaran kembali hutang pembiayaan,tentunya hal itu merupakan suatu perbuatan

yang akan membawa akibat hukum. Oleh karenanya, perbuatan tersebut perlu

14
Ibid, hlm. 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

mendapatkan penanganan dari aspek hukum. Maka dalam perjanjian ini

menggunakan asas kebebasan berkontrak.15

Perjanjian pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor dibuat sebagai

perwujudan kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen (Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata). Perjanjian pembiayaan tersebut berfungsi sebagai

dokumen sah bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen. Sebagai suatu

perjanjian yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat

pihak penanggung dengan tertanggung, maka kedua belah pihak harus menaati

seluruh isi perjanjian, karena jika salah satu pihak tidak memenuhi maka dapatlah

dikatakan pihak yang ingkar janji tersebut telah wanprestasi dan berhak menuntut

ganti kerugian, seperti yang tercantum dalam Pasal 1239 dan 1240 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.16

Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih”. 17 Para ahli hukum memberikan suatu pengertian

perjanjian yang berbeda-beda. Perjanjian adalah:” Suatu persetujuan dengan mana

dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam

lapangan harta kekayaan”18 Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia

15
Subekti, R, Hukum Perjanjian (Jakarta : Penerbit Intermasa, 1979), hlm. 98.
16
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, ( Hukum Perikatan dengan
Penjelasan ), (Bandung : Alumin, 2001), hlm. 99.
17
J Satrio, Hukum Perjanjian , (Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 1982), hlm. 322.
18
Abdul kadir muhamad, hukum perikatan , (Bandung : Penerbit PT Citra Aditia Bakti,
1992), hlm. 78.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Sedangkan Subekti

memberikan pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.

Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang

dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan

yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis Suatu

perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak.

Berdasarkan kondisi sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah

tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang

pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen dan penyelesaian masalah yang

timbul, jika terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen

tersebut. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Leasing Kendaraan Bermotor (Studi

Pada Federal Internasional Finance Astra Kota Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan pada penelitian ini

sebagai berikut:

1. Bagaimana kontrak pembiayaan kredit kendaraan bermotor FIF ASTRA

cabang kota Medan dalam memenuhi hak-hak konsumen?

2. Bagaimana penyelasaian kredit bermasalah dalam pembelian kendaraan

bermotor dengan cara leasing pada FIF ASTRA Cabang Medan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui kontrak pembiayaan kredit kendaraan bermotor FIF

ASTRA cabang kota Medan dalam memenuhi hak-hak konsumen.

b. Untuk mengetahui penyelasaian kredit bermasalah dalam pembelian

kendaraan bermotor dengan cara leasing pada FIF ASTRA Cabang

Medan

2. Manfaat Penulisan

a. Sebagai kontribusi pemikiran tentang permasalahan perjanjian

pembiayaan konsumen dalam hukum perjanjian dan diharapkan bisa

menjadi masukan serta pengembangan ilmu dalam penelitian-penelitian

berikutnya.

b. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

pemahaman intelektualitas tentang pelaksanaan perjanjian pembiayaan

konsumen kendaraan bermotor.

c. Menambah wawasan mengenai wanprestasi dan penyelesaian dalam

perjanjian pembiayaan konsumen dalam hal ini yang berkaitan dengan

kredit pada leasing.

D. Keaslian Penulisan

Dalam pengerjaan penulisan skripsi ini, penulis terlebih dahulu melakukan

pencarian atau penelusuran terhadap judul skripsi yang terdapat di Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan dinyatakan bahwa tidak ada judul

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

yang sama pada arsip Perpustakaan Universitas Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul skripsi “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam

Leasing Kendaraan Bermotor (Studi Pada Federal Internasional Finance Astra Kota

Medan)” adalah hasil dari pemikiran dan ide serta gagasan dari penulis sendiri dan

dikembangkan pemaparan dengan arahan Dosen Pembimbing. Keaslian dari

penulisan skripsi ini terjamin benar adanya. Jikalau ada terdapat judul yang

menyerupai dan terdaftar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Pusat

Dokumentasi dan Informasi Hukum / Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara seperti judul penulis di atas, tentunya di luar sepengetahuan penulis

dan pasti substansi di dalam skripsi tersebut berbeda dengan substansi di dalam

skripsi penulis ini. Namun demikian adanya, di dalam penulisan skripsi ini terdapat

kutipan-kutipan atau pendapat orang lain yang dilakukan sebagai referensi untuk

mendukung fakta-fakta dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga melihat beberapa

judul skripsi yang berkaitan dengan Kredit Lessing dalam hal ini berbeda substansi

dan lokasi penelitiannya dengan penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata. Pasal

1313 KUH Perdata memberikan pengertian perjanjian yakni, “ Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih”.19

19
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1313.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Mariam Darus Badrulzaman terhadap rumusan tersebut berpendapat bahwa

definisi perjanjian tersebut sudah otentik namun rumusannya disatu sisi adalah tidak

lengkap karena hanya menekankan pada perjanjian sepihak saja dan disisi lain terlalu

luas karena dapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan janji kawin yaitu

sebagai perbuatan yang terdapat dalam bidang hukum keluarga.20

Subekti dalam bukunya Perjanjian Indonesia, mendefinisikan kata perjanjian

adalah sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Dalam perjanjian terdapat beberapa asas dalam perjanjian, salah satunya

adalah asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari

ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. 21

Asas kebebasan berkontrak tersebut diatur dalam buku III KUH Perdata,

karena buku ke III KUH Perdata tersebut bersifat terbuka. Terbuka disini artinya

siapa saja diperbolehkan baik dari segi bentuk dan isinya untuk mengadakan suatu

perjanjian. Asalkan perjanjian yang akan diperjanjikan itu tidak dilarang oleh

Undang-Undang. Tidak berlawanan dengan kesusilaan, serta tidak bertentangan

dengan kepentingan umum. Hal tersebut sesuai dengan isi Pasal 1337 KUH Perdata.22

20
Mariam Daruz Badrulzaman (1), Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Penerbit Alumni, 1994),
hlm. 18.
21
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1338.
22
Ibid, Pasal 1337.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Berdasarkan kedua Pasal tersebut telah dijelaskan mengenai makna

“kebebasan bagi setiap orang”. Kebebasan disini bukan tanpa pembatasan, artinya

kebebasan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, sebagaimana yang telah ditegaskan

dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata untuk syarat

sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :23

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

c. Mengenai suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Lembaga pembiayaan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah badan

usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

barang modal. Lembaga Pembiayaan meliputi: 24

1) Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk

melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,

dan/atau usaha Kartu Kredit.

2) Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima

bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam

bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,

dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

23
Ibid, Pasal 1320.
24
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2001), hlm. 281.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan

khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada

proyek infrastruktur.

Pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam Pasal 1

huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank

dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan

kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Lembaga

pembiayaan yang berkembang saat ini seperti:25

a. Lembaga pembiayaan proyek (project finance)

b. Lembaga Pembiayaan Modal Ventura (ventura capital)

c. Lembaga pembiayaan sewa guna usaha (leasing)

d. Lembaga pembiayaan anjak piutang (factoring)

e. Lembaga pembiayan konsumen (consumer finance)

f. Lembaga pembiayaan kartu kredit (credit card)

g. Lembaga pembiayaan usaha kecil

Lembaga pembiayaan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009.

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud Lembaga Pembiayaan adalah badan

usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

barang modal. Sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah

25
Indonesia, (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan), Pasal 1 huruf (b).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak

Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau Usaha Kartu Kredit.26

Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) berdasarkan Peraturan Presiden

nomor 9 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (7) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan

barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara

angsuran.Perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa keuangan

Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan,

pengertian perusahaan pembiayaan dalam Pasal 1 adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.27

Pembiayaan konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah “Consumer

Finance”. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi

(Consumer Credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh


28
perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank.

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang dilakukan

oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance company).

Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang melakukan

kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen

dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Pembiayaan

konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan

26
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Rajawali Pers. 2008), hlm. 2.
27
Indonesia, (Peraturan Presiden nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan), Pasal
1 ayat (7).
28
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001),
hlm. 114.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh

konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun distribusi.29

Pihak- pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada umumnya terdiri

atas dua pihak, yaitu:

1. Perusahaan pembiayaan yang bertindak sebagai kreditur


2. Konsumen yang kedudukannya sebagai debitur
Di dalam praktek perjanjian konsumen umumnya dibuat dalam bentuk

perjanjian baku atau disebut juga perjanjian standar (standard contract, standard

segremeent). Menurut Purwahid Patrik perjanjian baku adalah “suatuperjanjian yang

di dalamnya terdapat syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh salah satu pihak”.

Selanjutnya J. Satrio merumuskan perjanjian standar sebagai “perjanjian tertulis, yang

bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu, yang mengandung syarat-syarat

baku, yang oleh salah satu pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk

disetujui”.

Jaminan yang ada dalam pembiayaan konsumen pada prinsipnya sama dengan

jaminan dalam kredit bank, khususnya kredit konsumen, yaitu:30

1. Jaminan Utama, sebagai suatu kredit maka jaminan pokoknya adalah

kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak

konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya.

29
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
(Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2000), hlm. 149.
30
Munir Fuady (3), Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, 2014), hlm. 168.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

2. Jaminan Pokok, sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan

konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut. Biasanya

jaminan tersebut dibuat dalam bentuk Fiduciary Transfer of

Ownership (fidusia).

3. Jaminan Tambahan, sering juga dimintakan jaminan tambahan

terhadap transaksi pembiayaan konsumen ini, walaupun tidak seketat

jaminan untuk pemberian kredit bank. Biasanya jaminan tambahan

terhadap transaksi seperti ini berupa pengakuan hutang (Promissory

Notes), atau Acknowledgement of Indebtedness, Kuasa Menjual

Barang, dan Assigment of Proceed (Cessie) dari asuransi.

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk.

Menurut Prof. Subekti, S.H, wanprestasi adalah “Apabila si berutang (debitur) tidak

melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. ia

alpa atau “lalai” atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia

melakukan atau bebuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya”. 31 Mengenai ganti

kerugian akibat wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yaitu:

“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian

barulah mulai diwajibkan apabila si debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi

kewajibannya, masih tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat tenggang waktu yang telah

dilampaukannya”.
31
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, (Jakarta : Penerbit PT. Intermasa, 1996), hlm. 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Empiris. Penelitian

ini digunakan untuk memperjelas kesesuaian antara teori dan praktik dengan

menggunakan data primer mengenai Perlindungan hukum bagi konsumen dalam

kredit kendaraan bermotor melalui leasing.. Dalam memperoleh data-data dilakukan

dengan cara wawancara secara langsung dengan narasumber di FIF ASTRA Cabang

Kota Medan yang berhubungan langsung dengan materi penelitian yang ingin peneliti

teliti tentang Perlindungan hukum bagi konsumen dalam leasing kendaraan bermotor

di FIF ASTRA Cabang Kota Medan. dan telaah pustaka serta dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti..

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis

empiris. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami

makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur Perlindungan

Hukum terhadap Konsumen dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah pada FIF

ASTRA Cabang Medan.

3. Lokasi Penelitian

Penulis mengambil lokasi penelitian pada Kantor FIF ASTRA Cabang

Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data

primer, data sekunder, dan data tersier antara lain sebagai berikut:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara lansung melalui

wawancara dengan pejabat yang berkompeten, narasumber, dan pihak-

pihak terkait dengan penulisan skripsi ini, dalam hal ini pihak-pihak

dari FIF ASTRA Cabang Kota Medan.

b. Data sekunder, yaitu data atau dokumen yang diperoleh dari instansi

lokasi penelitian, literatur, serta peraturan-peraturan yang ada

releansinya dengan materi yang dibahas..32

c. Data tersier, berupa hasil-hasil penelitian, internet, buku, artikel

ilmiah, dan lain-lain yang berkaitan dengan data primer dan sekunder.

5. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yaitu dengan studi lapangan pada FIF ASTRA

Medan, dengan melakukan wawancara untuk mendapatkan data primer dengan

beberapa narasumber, selanjutnya penelitian dilakukan dengan cara Studi

kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan menganalisis secara

sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel dan sumber

lainnya yang berkaitan tentang pencatatan sipil untuk mendapatkan data sekunder dan

tersier.

32
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia
Publishing, 2006), hlm. 392.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

6. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data kualitatif,

dimana keseluruhan data baik primer maupun sekunder akan diolah dan dianalisis

dengan cara menyusun data secara sistematis, dikategorisasikan dan diklasifikasikan,

dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk

memahami makna data dalam situasi sosial, serta dilakukan penafsiran dari perspektif

peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya tulis

ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan

yang teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang saling berhubungan satu sama lain.

Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar dari pembahasan

selanjutnya yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu: Latar Belakang , Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II ASPEK HUKUM PEMBIAYAAN KREDIT KENDARAAN

BERMOTOR

Pada bab ini berisikan 4 (empat) uraian sub bab yaitu yang pertama

menjelaskan tentang Pembayaran kredit kendaraan bermotor, yang kedua

menjelaskan tentang sumber-sumber pembiayaan, ketiga menjelaskan tentang aspek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

hukum Non Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah, dan yang

terkhir yang keempat menjelaskan tentang Aspek Hukum Kontrak Pembiayaan

Kendaraan Bermotor Pada FIF ASTRA Cabang Kota Medan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM

LEASING KENDARAAN BERMOTOR BERMASALAH PADA

PT.FIF GROUP KOTA MEDAN

Pada Bab ini berisikan uraian 2 (dua) sub bab yang pertama menjelaskan

tentang Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pembiayaan Kredit

Bermotor pada FIF ASTRA Medan, dan yang kedua menjelaskan tentang Proses

Penyelesaian Leasing kendaraan bermotor Bermasalah pada FIF ASTRA Medan.

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini, disertai

dengan saran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

BAB II

ASPEK HUKUM KONTRAK PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR


FIF ASTRA KOTA MEDAN

A. Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor

1. Pengertian Pembiayaan Kredit

Pembiayaan adalah salah satu tugas yang harus ada pada sebuah bank, seperti

menyediakan dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang

termasuk defisit unit.33 Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang

Perbankan, yang dimaksud pembiayaan adalah: “menyediakan dana atau tagihan atau

yang bisa disamakan dengan itu berdasarkan manfaat yang bisa diambil dari dana

tersebut atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang

mengambil manfaat dari dana tersebut yang mewajibkan pihak tersebut untuk

mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan jumlah

bunga, imbalan atau pembagian hasil.34

Jasa pembiayaan merupakan salah satu cara yang digunakan masyarakat untuk

mendapatkan sumber dana pembiayaan, disamping melalui badan usaha atau lembaga

lainnya yang sama-sama memberikan kredit seperti melalui jasa perbankan.

Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi, Hanya saja, jika

33
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm. 160.
34
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta:UUI Press, 2004),
hlm. 163.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit

konsumsi diberikan oleh bank.35

Menurut keputusan tersebut bidang usaha dari Lembaga Pembiayaan itu

meliputi ;

1. Sewa Guna Usaha ( Leasing )


2. Modal Ventura ( Ventura Capital )
3. Perdagangan Surat Berharga ( Securitas Company )
4. Anjak Piutang ( Factoring )
5. Usaha Kartu Kredit ( Credit Card )
6. Pembiayaan Konsumen ( Consumer Finance )36

Dari berbagai bidang usaha lembaga pembiayaan tersebut di atas, yang sama

pentingnya dengan bidang-bidang usaha dari lembaga pembiayaan lainnya adalah

Pembiayaan Konsumen, atau yang di kenal dengan istilah Consumer Finance.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tentang

Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa pembiayaan konsumen sebagai suatu

kegiatan yang “dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk

pembelian barang, yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh

konsumen”.37

Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut sangat diperlukan

sejumlah dana yang dalam dunia perekonomian lazim disebut dengan modal. Seirama

dengan perkembangan masa, maka jika yang mengatur perbankan dikenal adanya

35
Munir Fuady, Op.Cit,, hlm. 65.
36
Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan), Pasal
2.
37
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Penerbit Citra Aditya
Bakti, 1999), hlm. 315.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Hukum perbankan atau mengatur perkreditan yang namanya Hukum perkreditan,

tentunya yang mengatur bantuan finansial lewat lembaga pembiayaan dikenal juga

cabang Hukum bisnis yang namanya Hukum pembiayaan. Lembaga pembiayaan

adalah salah satu bentuk usaha dibidang lembaga keuangan bukan bank yang

mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah

satu sumber dana pembangunan di Indonesia. 38 Di tinjau berdasarkan taraf hidup

dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka dapat ditemui adanya

dua sisi yang berbeda, di satu sisi ada orang atau sekumpulan orang atau badan

hukum yang memiliki kelebihan dana dan di sisi lain begitu banyaknya masyarakat

baik perorangan maupun lembaga/badan usaha yang membutuhkan dana.

Dalam lembaga keuangan konvensional pembiayaan juga disebut kredit yang

diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dengan bahasa latin kredit berarti

“Credere” artinya percaya. Maka arti dari percaya tersebut adalah bahwa pihak yang

memberi kredit tersebut memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima

kredit bahwa kredit yang diberikan harus dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati.39

Kredit merupakan salah satu kegiatan usaha bank dalam penyaluran dana

kepada masyarakat, sebagai lembaga intermediasi harus dapat menjalankan fungsinya

dengan baik dan maksimal. Disamping itu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No.

10 Tahun 1998 selanjutnya di sebut UU Perbankan, perbankan Indonesia bertujuan

38
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 1-2.
39
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2005),
hlm. 92-93.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak. Pemberian kredit membantu masyarakat semakin

berkembang khususnya pada sektor riil yang diusahakan oleh pengusaha kecil, dan

akan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat sehingga kesejahteraan

masyarakat akan meningkat.40

Pemberian kredit dari bank kepada nasabah debitur didasarkan pada perjanjian

kredit, perjanjian kredit berisi kesepakatan tentang hak dan kewajiban masing-masing

pihak antara bank dengan nasabah debitur, yang akan menjadi undang-undang bagi

para pihak yang membuatnya. Asas ini membentuk suatu hubungan kontraktual serta

meletakan hak dan kewajiban terhadap para pihak sesuai dengan yang disepakati

bersama. Dalam praktek perbankan perjanjian kredit di buat secara tertulis dan dalam

bentuk perjanjian baku.41

Dari pengertian kredit dan pembiayaan diatas ternyata pengertian kredit pada

UU Perbankan 1998 lebih luas bila dibandingkan pengertian pembiayaan dalam UU

Perbankan 1998. Karena dalam UU Perbankan 1998 hanya diisyaratkan adanya

bunga, sedangkan dalam UU Perbankan 1998 tentang pembiayaan selain

mengisyaratkan adanya bunga, juga ada mengisyaratkan adanya imbalan atau

pembagian hasil keuntungan.

40
Etty Mulyati, “Asas Keseimbangan Pada Perjanjian Kredit Perbankan dengan Nasabah
Pelaku Usaha Kecil,” (Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol.1, No.1, 2016), hlm. 37.
41
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Pada dasarnya Pembiayaan dan Kredit merupakan salah satu jenis pelayanan

jasa suatu bank baik bank konvensional ataupun bank syariah yang mana bank

memberikan jasa peminjaman uang kepada masyarakat pada bank konvensional atau

bank membiayai pembelian sesuatu dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat pada

bank yang berbasis syariah.

2. Pengaturan Pembiayaan Kredit

Pengaturan hukum mengenai pembiayaan dan kredit itu berdasarkan kepada

pasal 1313 KUH Perdata. Dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUH Perdata) Pasal 1313, dinyatakan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan

overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan

juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut

sama artinya dengan perjanjian.42

Menurut pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian diperlukan empat

syarat, yaitu : 43

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

b. Cakap untuk membuat sesuatu perjanjian

c. Mengenai sesuatu hal tertentu

42
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1313.
43
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1320.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

d. Suatu sebab yang halal.

Syarat sepakat dan cakap bagi sahnya perjanjian, disebut sebagi syarat

subjektif karena menyangkut orang atau pihak – pihak yang terlibat dalam perjanjian,

sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut sebagai

syarat objektif karena menyangkut objek yang diperjanjikan oleh orang – orang atau

subjek yang membuat perjanjian. suatu syarat subjektif jika tidak terpenuhi ( sepakat

mereka yang mengikatkan dirinya atau cakap untuk berbuat sesuatu ) maka

perjanjiannya dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Apabila syarat

objektif tidak terpenuhi (mengenai sesuatu hal tertentu atau sebab yang halal) maka

perjanjiannya batal demi hukum.

Syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata sudah dipenuhi, maka berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian telah

mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu Undang-Undang.44

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, ditemukan

bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak lain, namun Undang-Undang tersebut tidak menentukan

lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut.

Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan, oleh karenanya perlu

untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum

antara lain, Marhainis Abdul Hay mengemukakan bahwa perjanjian kredit adalah

44
Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Di Gadaikan, (Medan :
USU Press, 2008), hlm. 49.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII

dari Buku III KUH Perdata.45

Perjanjian kredit bank berasaskan konsensualisme, artinya mengikat setelah

ada kesepakatan dari pihak yang melakukan perjanjian. Dengan demikian, perjanjian

kredit ini tunduk pada Buku III KUH Perdata juga ketentuan UU Perbankan 1998.

3. Perkembangan Leasing Sebagai Sumber Pembiayaan

Apabila dilihat dari latar belakang sejarah leasing itu sendiri, yang berasal

dari Amerika Serikat dan banyak diterapkan di Negara-negara dimana situasi, kondisi

serta hukumnya sangat berbeda dengan Amerika Serikat, maka kesulitan mencari

definisi leasing dapatlah dimengerti. Sedangkan dilihat dari arti katanya, leasing

berasal dari bahasa Inggris “lease” yang berarti “menyewakan”, yang merupakan

suatu pengertian yang kompleks. Tetapi secara umum leasing dipandang sebagai

kontrak antara pemilik atau penyewa barang (lessee), dimana pemilik barang

memberikan penempatan sementara dalam penggunaan barang kepada pihak pemakai

untuk jangka waktu tertentu.46

Di Indonesia sendiri lembaga leasing sudah ada sekitar dua puluh tahun

terakhir ini. Undang-undang yang secara resmi mengatur belum ada, karena itu masih

mengikuti peraturan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai

Bank Sentral dan merupakan lembaga keuangan yang mengatur keuangan secara

45
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, ( Bandung : Pradnya Paramita,
1975 ), hlm. 67.
46
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet-1 (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm. 258.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

keseluruhan. Penggunaan lembaga leasing sebagai lembaga pembiayaan yang relatif

masih belum lama, ternyata dalam dunia usaha nampaknya cukup menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Tetapi dalam prakteknya penggunaan jasa

leasing sering terjadi permasalahan yang antara lessor dan lesse, sehingga

mengakibatkan barang modal tersebut diambil kembali oleh lessor tanpa ada tuntutan

melalui peradilan perdata. Sedangkan sesuai dengan pasal 1238 KUH-Perdata pihak

lessor seharusnya memberikan somasi atas kelalaian lesse dan memberikan surat

pernyatan bahwa lesse telah lalai (wanprestasi), kecuali perjanjian leasing yang

bersangkutan menyatakan lain.47

Leasing atau perusahaan pembiayaan adalah lembaga keuangan non-bank

yang kegiatan utamanya adalah pemberian kredit untuk pembiayaan barang modal.

Berbeda dengan bank yang memperoleh sumber pendanaan dari deposan masyarakat

umum atau perusahaan, perusahaan leasing memperoleh sumber pendanaannya

melalui dana pinjaman dari bank.48

Perluasan bidang usaha kegiatan perusahaan pembiayaan (leasing)

dicanangkan oleh OJK pada tahun 2014 dalam rangka mengembangkan industi

pembiayaan di Indonesia. Semula bidang usaha perusahaan pembiayaan hanya

sebatas pemberian fasilitas pembiayaan finance dan operating lease, diperluas

menjadi finance dan operating lease, installment financing, fee based income,

47
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1238.
48
Kasmir, Op.Cit, hlm. 208.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek dan pembiayaan infrastruktur (POJK

No. 29 tahun 2014).

Seiring dengan perluasan kegiatan usaha perusahaan pembiayan (leasing),

OJK juga menerapkan sistem manajemen risiko yang berlaku pada 19 November

2015. OJK menetapkan one obligor concept dimana perusahaan pembiayaan wajib

menetapkan kualitas kredit yang sama terhadap 1 (satu) debitur dengan beberapa

kontrak pembiayaan atau kredit yang berbeda. OJK juga menetapkan bahwa batasan

maksimum piutang pembiayaan yang masuk dalam kategori Non Performing

Financing (NPF) kategori 3 (tiga) sebesar 5%. Definisi NPF kategori 3 (tiga) adalah

piutang pembiayaan tidak tertagih lebih dari 90 (sembilan puluh) hari.49

Berkaitan dengan aturan baru yang ditetapkan OJK, maka perusahaan leasing

sebagai salah satu lembaga non-bank wajib mengimplementasikan sistem manajemen

risiko yang dimulai dari penerapan manajemen risiko internal termasuk manajemen

risiko dalam kegiatan penyaluran dana leasing. Kegiatan penyaluran dana untuk

pembiayaan barang modal kepada para konsumen, merupakan kegiatan utama

perusahaan leasing. Selain memberikan pendapatan, kegiatan tersebut juga

melibatkan risiko apabila dana yang digunakan untuk kegiatan tersebut tidak tertagih

atau macet dikarenakan konsumen mengalami kesulitan keuangan atau mengalami

kebangkrutan.50

49
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Utama
Grafiti, 1993), hlm. 119.
50
Ibid, hlm. 121.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Risiko utama yang dihadapi perusahaan leasing adalah kemungkinan

konsumen tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Hal ini dapat

membahayakan kelancaran bisnis perusahaan, baik berupa penetapan cadangan

piutang tidak tertagih yang akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan,

penurunan tingkat kepercayaan bank sebagai kreditur perusahaan, penghapusan

piutang tidak tertagih yang akan menurunkan nilai keuntungan perusahaan,

penghentian kegiatan perusahaan, hingga risiko kebangkrutan yang mungkin dihadapi

perusahaan leasing.51

Pengelolaan risiko kredit bagi perusahaan leasing sangat penting untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Risiko kredit mendapatkan

perhatian yang besar karena tingkat risiko dari karakteristik dan kondisi konsumen

yang diberikan fasilitas leasing akan menentukan tingkat risiko yang ditanggung oleh

perusahaan leasing. Pengelolaan risiko kredit merupakan sebuah pendekatan

terstruktur untuk mengelola ketidakpastian melalui penilaian risiko, pengembangan

strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan manajerial

sumber daya. Strategi yang dapat diambil mencakup transfer risiko kepada pihak lain,

menghindari risiko, mengurangi dampak negatif dari risiko, dan menerima beberapa

atau semua konsekuensi dari risiko tertentu.52

51
Komar Andasasmita, Leasing dan Praktek . (Bandung : Ikatan Notaris Bandung, 1993),
hlm. 77.
52
Siti Ismijati, Tinjauan Umum mengenai Leasing dan Peranannya dalam Usaha Memenuhi
Kebutuhan akan Alat-alat Produksi, (Yogyakarta : Diktat Penataran Dosen Hukum Perdata Universitas
Gadjah Mada, 1994), hlm. 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Dalam perkembangannya leasing telah memperkenalkan metode baru untuk

memperoleh dan mendapatkan barang modal, yaitu dengan jalan membayar angsuran

tiap bulan atau tiap triwulan kepada perusahaan leasing, dengan demikian

perusahaaan-perusahaan dapat menggunakan barang modal tanpa harus memilikinya.

Bila perusahaan ingin membeli barang modal tersebut, maka hanya harga sisa yang

telah disepakati bersama saja yang dilunasi, sedangkan harga barang modal yang

digunakan perusahaan ditanggung oleh pihak leasing. Pihak perusahaan mempunyai

hak opsi dimana dapat memilih apakah akan membeli atau memperpanjang pinjaman

atau mengakhiri pinjaman leasing tersebut.53

B. Dasar Pembiayaan Leasing

1. Pengertian Pembiayaan Leasing

Perjanjian pembiayaan, lahir dari Kepres No.1251/KMK.013/1988 yang telah

di perbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga

Pembiayaan, KPTS Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01-1991 tentang kegiatan

Sewa Guna Usaha (leasing). Perjanjian pembiayaan ini antara lain sebagai berikut :

a. Perjanjian sewa Guna Usaha

b. Perjanjian Anjang Piutang

c. Perjanjian Modal ventura

d. Perjanjian Kartu kredit

e. Perjanjian pembiayaan konsumen

f. Perjanjian simpanan
53
Siti Ismijati, Op.Cit, hlm. 27.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

g. Perjanjian kredit

h. Perjanjian penitipan

i. Perjanjian bagi hasil54

Leasing merupakan suatu “kata atau peristilahan” baru dari bahasa asing yang

masuk kedalam bahasa Indonesia , yang sampai sekarang padanannya dalam bahasa

Indonesia yang baik dan benar tidak atau belum ada yang dirasa cocok. Istilah leasing

ini sangat menarik karena bertahan dalam nama tersebut tanpa diterjemahkan dalam

bahasa setempat, baik di Amerika yang merupakan asal-usul adanya lembaga leasing

ini, maupun di negara-negara yang telah mengenal lembaga leasing ini. 55

Istilah leasing yang berarti sewa-menyewa. Dalam peraturan perundang–

undangan yang berlaku di Indonesia, leasing diistilahkan “ sewa guna” dalam

Kepmenkeu No. 1169/KMK.01/1991 tentang kegitan Sewa guna usaha (leasing)

disebutkan bahwa sewa guna usaha merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan barang modal (misal mobil atau mesin pabrik) selama jangka waktu

tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.56

Secara umum leasing berarti equipment funding, yaitu pembiayaan

peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik

secara langsung maupun tidak langsung. Leasing juga berarti pembiayaan perusahaan

dalam bentuk penyediaan barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh

54
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Bisnis, (Bandung, : Alumni, 1994), hlm. 31.
55
Achmad Anwari, Leasing di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 43.
56
Indonesia, (Salinan keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia no :
1169/KMK.01/1991 tentang sewa guna usaha leasing) bab I Pasal 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

perusahaan yang menggunakan barang modal tersebut, dan dapat membeli atau

memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa.57

Perjanjian leasing tidak hanya sebatas suatu kontrak atau persetujuan sewa

yang obyeknya berupa barang modal, dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan

harga berdasarkan nilai sisa, namun lebih kompleks, karena dalam leasing dapat

timbul hak beli, dan hal ini sangat mendekati transaksi jual beli aktiva angsuran dan

dapat pula seperti sewa menyewa biasa. Leasing memiliki sejarah yang cukup

panjang.58

Sejak dikeluarkan Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai status hukum

leasing di Indonesia, maka para sarjana hukum di Indonesia bertanya-tanya tentang

apakah sebenarnya leasing itu bila ditinjau dari segi hukum di Indonesia, sebab

selama ini segi-segi ekonomislah yang lebih sering ditonjolkan dalam informasi

tehnis yang diberikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, namun aspek yuridisnya

belumlah dianalisis secara mendalam.

Bertalian dengan sifat hukum perdata dari leasing tampaknya ada dua

pendapat yang berlawanan : Pendapat yang pertama menyatakan “Bahwa leasing

dalam pengertian yuridis adalah sewa-menyewa”. Sedangkan pendapat yang kedua

menyatakan, “Bahwa kontrak lease berdasarkan hukum perdata tidak dapat

ditetapkan di bawah satu penyebutan (noemen).59

57
Ainun Naim (2), Akuntansi Keuangan. (Yogyakarta : BPEF, 1992 ), hlm. 150.
58
Achmad Anwari, Op.Cit, hlm. 45.
59
Komar Andasasmita, Leasing dan Praktek, (Bandung : Ikatan Notaris, 1993 ) hlm. 77.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Bandingkan dengan ketentuan Pasal 1 huruf (a) Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 1169 Tahun 1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). 60

“Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk


penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi
(Finance lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (operating lease)
untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala”.

Pada prinsipnya pengertian dari lembaga leasing itu sendiri adalah sama dan

harus terdiri dari unsur-unsur pengertian sebagai berikut61 :

1) Pembiayaan perusahaan

2) Penyediaan barang-barang modal

3) Adanya jangka waktu tertentu

4) Pembayaran secara berkala

5) Adanya hak pilih (optie)

6) Adanya nilai sisa yang disepakati bersama

Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu

barang dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan leasing ini ada dua katagori global,

sebagaimana yang dijelaskan dalam Kepmenkeu No 1169/KMK.01/1991 yaitu

operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses

menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya,

tidak terjadi pemindahan kepemilikan (transfer of title) asset, baik di awal maupun di

60
Indonesia, (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169 Tahun 1991 Tentang Kegiatan
Sewa Guna Usaha), Pasal 1 huruf (a).
61
Amin Widjaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, (Jakarta : Rineka
Cipta,2001), hlm. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

akhir periode sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam

syariah.62

Financial leasse merupakan suatu bentuk sewa dimana di akhir periode sewa

si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang

disewakan. Namun, dalam praktiknya (khususnya di Indonesia) sudah tidak ada hak

opsi karena sudah “dikunci” di awal periode. Sehingga jenis akadnya menjadi ganda,

yakni bila dalam masa akhir sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya,

barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya

dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila pada masa akhir sewa pihak penyewa

dapat melunasi cicilannya maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Intinya,

dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus : sewa sekaligus beli. Dan

inilah sebabnya mengapa leasing bentuk ini disebut sebagai sewa-beli.63

2. Macam-macam Leasing

Untuk memahami isi dan fungsi lembaga yang baru berkembang ini,

dirasakan perlu untuk mengadakan penggolongan jenis-jenis leasing tersebut, serta

meneliti ciri-ciri khususnya masing-masing, usaha ini telah dilakukan oleh bebarapa

penulis, oleh ikatan-ikatan profesi dan oleh Persatuan pengusaha Leasing itu sendiri.

Dalam melakukan klasifikasi ini berbagai macam kriteria telah dipergunakan,

misalnya :

62
Adiwarman karim, Bank Islam, (Analisis Fiqih Dan Keuangan), (Jakarta : IIIT Indonesia,
2003), hlm. 111.
63
Achmad Anwari, op.cit, hlm. 110.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

a. Pembagian resiko ekonomis di antara pihak-pihak yang terikat pada suatu

kontrak lease

b. Jenis benda yang merupakan obyek lease

c. Isi paket jasa yang dilakukan oleh lessor

Kriteria yang paling lazim dipergunakan adalah pembagian resiko ekonomis di antara

pihak-pihak yang terikat pada suatu kontrak lease, berdasarkan kriteria ini leasing

dapat dibedakan dalam operational leasing dan financial leasing.64

Vancil (dalam Siti Ismijati) memberikan tekanan pada fungsi financial leasing

sebagai suatu cara untuk melakukan pembiayaan, jadisuatu pandangan yang bersifat

ekonomis. Leasing dipandang sebagai suatu cara yang memungkinkan suatu badan

usaha memperoleh alat-alat produksi yang diinginkan oleh lessee, oleh karena itu

maka lessee berkewajiban memenuhi seluruh pembayarannya, ia tidak berhak

menghentikan perjanjian tersebut sebelum harga pembelian barang ditambah dengan

sejumlah keuntungan, biaya dan bunga terbayar lunas.65

Resiko ekonomis merupakan suatu unsur yang terkandung dalam pengertian

hak milik, pemilik atau benda dengan sendirinya senantiasa harus menanggung resiko

ekonomis atas benda tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas dapatlah dikatakan

bahwa lessee dalam suatu financial lease seolah-olah memperoleh hak milik atas

benda yang menjadi obyek lease tersebut, karena dialah yang harus menanggung

64
Siti Ismijati, Tinjauan Umum mengenai Leasing dan Peranannya dalam Usaha Memenuhi
Kebutuhan akan Alat-alat Produksi, (Yogyakarta : Diktat Penataran Dosen Hukum Perdata Universitas
Gadjah Mada, 1994), hlm. 22.
65
Ibid, hlm. 23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

resiko ekonomis atas benda itu, sedangkan Hak milik yang berada pada lessor

hanyalah sekedar alat untuk menjamin pemenuhan perikatan lessee kepada lessor .

Hak milik ini bukanlah Hak milik dalam arti yang sebenarnya, sebab didalamnya

tidak lagi terkandung unsur “resiko ekonomis”.66

Dilihat dari segi transaksi yang terjadi antara lessor dan lessee maka sewa

guna usaha dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu ;

a. Sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance lease) yang merupakan

pembahasan dalam tulisan ini

b. Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Ciri utama dari sewa guna usaha dengan hak opsi adalah pada akhir kontrak,

lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa

(residual value) yang disepakati atau pengembaliannya kepada lessor, atau

memperpanjang masa kontrak sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui

bersama. Pada sewa guna usaha jenis ini, lessee menghubungi lessor untuk memilih

barang modal yang dibutuhkan, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal

tersebut, selama masa sewa , lessee membayar sewa secara berkala dari jumlah

seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (full pay out), sehingga bentuk

pembiayaan ini disebut full pay out lease atau capital lease.67

66
Ibid, hlm. 24
67
Abdul kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 205.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

3. Kegiatan Leasing

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan leasing dengan

perusahaan leasing Iainnya dapat berbeda. Di dalam Surat I Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 1169/KMK. 01/1991 Tangga 21 November 1991, kegiatan leasing

dapat diiakukan dengan dua cara, yaitu:68

a. Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance

lease);

b. Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee

(operating lease).

Ciri-riri kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut

:69

1) Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi

persyaratan:

a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa

guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang

dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal

yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor,

b) Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai

hak opsi bagi lessee.

68
Indonesia (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK. 01/1991)
69
Siti Ismijati, Op.Cit, hlm. 55.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

2) Sedangkan kriteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a) Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat

menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan

ditambah keuntungan bagi pihak lessor;

b) Di dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi

bagi lessee.

Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-

bentuk sebagai berikut :70

1. Direct finance lease

Transaksi ini dikenal juga dengan nama true lease. Di mana dalam transaksi

ini pihak lesoor membeli barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus

menyewagunakan barang tersebut kepada lessee. Lessee dapat menentukan

spesifikasi barang yang diinginginkan termasuk penentuan harga dan supliernya.

Oleh karena itu, proses pembelian yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi

kebutuhan pihak lessee.

2. Sales dan lease back

Proses ini dilakukan di mana pihak lessee menjual barang modalnya kepada

lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha barang tersebut, antara lessee dengan

lessor. Metode ini biasa digunakan untuk menambah modal kerja pihak

lessee.Sedangkan dalam operating lease di mana pihak lessor membeli barang modal
70
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee. Biaya yang dikenakan terhadap

lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan

oleh lessee berikut bunganya.

4. Jenis-Jenis Perusahaan Leasing

Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya menurut jenis

usahanya dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:71

a. Independent leasing, Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri

dapat sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari

supplier Iain untuk dileasekan.

b. Captive lessor, Dalam perusahaan leasing jenis ini, produsen atau

supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka leasekan adalah

barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk dapat

meningkatkan penjualan sehingga mengurangi penumpukan barang di

gudang/toko.

c. Lease broker, Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan

keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor

untuk dileasekan. jadi dalam hal ini lease broker hanya sebagai perantara

antara pihak lessor dengan pihak lessee.

71
Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2001), hlm. 67.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

5. Perjanjian Leasing

Dalam pengumuman Direktorat Jenderal Moneter No. Peng 307/DJM/III.

1/7.1974 tanggal 8 Juli 1974, ruas 8. 2, menyebutkan bahwa untuk kepentingan

pengawasan dan pembinaan para pengusaha leasing diharuskan menyampaikan

kepada Direktur Jenderal Moneter, Departemen Keuangan, antara lain “copy kontrak

leasing.....dan sebagainya”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian leasing harus

dibuat secara tertulis, akan tetapi tidak ditentukan atau diwajibkan apakah perjanjian

lesing harus berbentuk Akta Otentik/Akta Notaris atau akta di bawah tangan. Jadi

terserah pada pihak-pihak yang bersangkutan untuk menentukan apakah akan

membuat perjanjian itu dengan akta Notaris atau tidak.72

Perjanjian leasing ini sepintas mirip dengan perjanjian sewa beli dan jual beli

dengan angsuran. Tetapi apabila ditelaah maka ternyata tidak sama. Adapun

persamaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian jual beli dengan angsuran

yaitu pembayaran imbalan jasa dari lessee kepada lessor, atau pembeli kepada

penjual adalah dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perbedaan

antara perjanjian leasing dengan perjanjian jual beli dengan angsuran adalah : 73

Dalam perjanjian leasing:

a. Lessor adalah pihak yang menyediakan dana dan membiayai seluruh

pembelian barang tersebut.

72
Amin Widjaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Op.Cit, hlm. 14.
73
Achmad Anwari, Leasing Di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 19.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

b. Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan perkiraan umur

kegunaan barang.

c. Pada akhir masa leasing, lessee dapat menggunakan hak OPSI-nya

(hak pilih), untuk membeli barang yang bersangkutan, sehingga hak

milik atas barang beralih pada lessee.

Namun ditinjau dari sudut hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia Pasal

1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa bukti yang paling

kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentik Pasal 1870 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata menentukan bahwa : 74

“Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi

orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik

memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya”

Menurut Pengumuman Direktorat Jenderal Moneter Nomor Peng307/DJM/III.

1/7/1974, isi perjanjian leasing harus memuat keterangan terperinci mengenai :

a. Obyek perjanjian finansial lease;

b. Jangka waktu finansial lease;

c. Harga sewa serta cara pembayarannya;

d. Kewajiban perpajakan;

e. Penutupan asuransi;

f. Perawatan barang;

74
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1870.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

g. Penggantian dalam hal barang hilang/rusak.

Dapat dibandingkan dengan pendapat Komar Andasasmita , bahwa dalam

perjanjian kontrak leasing /finansial lease sedikitnya harus memuat :

a. Obyek lease;

b. Hak milik dari barang lease;

c. Lamanya kontrak;

d. Kewajiban lessor dan lessee;

e. Pertanggungan garansi.75

C. Aspek hukum Non Performing Financing (NPF) atau Pembiayaan

Bermasalah

1. Pengertian Non Performing Financing (NPF)

Risiko dalam operasional perbankan selalu ada, salah satunya adalah risiko

pembiayaan. Risiko ini muncul jika bank tidak mendapatkan kembali cicilan pokok

ataupun keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan atau investasi yang

diberikan.76Risiko tersebut dalam bank syariah disebut pembiayaan yang bermasalah.

Pembiayaan bermasalah merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh bank tetapi

nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran tidak sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakati oleh Bank dan nasabah. Ada beberapa

pengertian pembiayaan bermasalah, antara lain:77

75
Komar Andasasmita, Op.Cit, hlm. 121-135.
76
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Tangerang : Azkia Publisher, 2009
), hlm. 263.
77
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung : mandar maju, 2000), hlm. 121.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

a. Pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko dikemudian

hari bagi Bank dalam arti luas.

b. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajibankewajibannya,

baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau

pembayaran bagi hasil maupun biaya-biaya yang menjadi beban

debitur.

c. Pembiayaan dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama

apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan

diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit sehingga

belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank.

d. Pembiayaan dimana terjadi cedera janji dalam pembayaran kembali

sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi

kerugian di perusahaan debitur sehingga memiliki kemungkinan

timbulnya risiko dikemudian hari bagi bank dalam arti luas.

e. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajibankewajibannyaa

terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran biaya-biaya bank yang

menjadi beban nasabah debitur yang bersangkutan.

f. Pembiayaan golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan

macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.

Bagi Bank, semakin dini menganggap pembiayaan yang disalurkan menjadi

bermasalah, maka semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam

upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakhibat semakin sulit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

78
penyelesaiannya. Mengingat bahwa tanggung jawab bank lebih berat ketika

pembiayaan yang telah disetujui oleh bank dicairkan kepada nasabah. Untuk

menghindari terjadinya kegagalan pembiayaan maka bank harus melakukan

pembinaan dan regular monitoring, yaitu dengan cara monitoring aktif dan

monitoring pasif. Monitoring aktif adalah mengunjungi nasabah secara reguler,

memantau laporan keuangan secara rutin dan memberikan laporan kunjungan

nasabah /call report kepada komite pembiayaan, sedangkan monitoring pasif adalah

memonitoring pembayaran kewajiban nasabah kepada bank setiap akhir bulan.

Bersamaan pula diberikan pembinaan dengan memberikan saran, informasi maupun

pembinaan teknis yang bertujuan untuk menghindari kegagalan pembiayaan. 79

Agar terhindar dari NPF bank perlu mempertimbangkan secara cermat calon

nasabah dalam menganalisa atau menilai sebuah permohonan pembiayaan yang

diajukan calon nasabah sehingga pihak bank memperoleh keyakinan bahwa usaha

yang dibiayai dengan pembiayaan bank layak untuk dijalankan. Untuk mengetahui

layak atau tidaknya pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, maka bank perlu

melakukan analisis 5C (character, capital,capacity, collateral dan condition of

economy) dan 7P (personality, party, payment, prospect, purpose, profitability dan

protection).80

78
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2015), hlm. 91-92.
79
Trisadini P. Usanti dan Abd Somad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), hlm. 101.
80
Tri Hendro dan Conny Tjandra Rahardja, Bank & Institusi Keuangan Non Bank di
Indonesia, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), hlm. 204.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

2. Sebab-sebab Terjadinya Non Performing Financing (NPF)

Dalam penyaluran pembiayaan, tidak selamanya pembiayaan yang diberikan

bank kepada nasabah akan berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan dalam

perjanjian pembiayaan. Kondisi lingkungan eksternal dan internal dapat

mempengaruhi kelancaran kewajiban debitur kepada bank sehingga pembiayaan yang

telah disalurkan kepada nasabah berpotensi atau menyebabkan kegagalan. 81 Ada

beberapa faktor penyebab pembiayaan bermasalah, antara lain:82

1) Faktor internal, antara lain:

(a)
Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah;
Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah;
(b)
(c)
Kesalahan setting fasilitas pembiayaan;
(d)
Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha
nasabah
(e) Proyeksi penjualan terlalu optimis;
(f) Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan
kurang memperhitungkan aspek kompetitor;
(g) Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable;
(h) Lemahnya supervisi dan monitoring;
(i) Terjadinya erosi mental, yaitu kondisi yang dipengaruhi timbal balik
antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakhibatkan proses
pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktik perbankan yang
sehat.
2) Faktor eksternal, antara lain:
(a) Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan
informasi dan laporan tentang kegiatannya);
(b) Melakukan sidestreaming penggunaan dana;
(c) Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah
dalam persaingan usaha;
(d) Usaha yang dijalankan relatif baru;
(e) Bidang usaha nasabah telah jenuh;
(f) Tidak mampu menanggulangi masalah/kurang menguasai bisnis;
(g) Meninggalnya key person;

81
Ikatan Bankir Indonesia, Op.Cit, hlm. 92.
82
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.132.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

(h) Perselisihan sesama direksi;


(i) Terjadi bencana alam;
(j) Adanya kebijakan pemerintah, yaitu peraturan suatu produk atau
sektor ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif
bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.

3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Bank dalam memberikan pembiayaan berharap bahwa pembiayaan tersebut

berjalan dengan lancar, nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian

dan membayar lunas ketika jatuh tempo. Akan tetapi, bisa terjadi dalam jangka waktu

pembiayaan nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang berakhibat

kerugian bagi bank.83Hal tersebut merupakan pembiayaan bermasalah. Upaya awal

dalam pengelolaan pembiayaan bermasalah agar memperoleh hasil yang optimal,

maka perlu dilakukan penagihan secara insentif terhadap nasabah bermasalah oleh

bank yang dapat dikategorikan sebagai upaya pembinaan sebelum masuk dalam

langkah penyelamatan. Pembianaan pembiayaan bermasalah berupa pendampingan

kepada nasabah bermasalah. Pembianaan ini bertujuan untuk mengetahui

permasalahan pembiayaan yang terjadi murni karena aktivitas usaha atau karena

kecurangan yang dilakukan nasabah terhadap fasilitas yang diterimanya. 84

Dari aktivitas pendampingan tersebut, bank dapat menetapkan nasabah mana

yang dapat dilakukan penyelamatan terhadap fasilitas pembiayaannya dan mana yang

harus dilakukan penyelesaian terhadap fasilitas pembiayaannya. Penyelamatan

pembiayaan bermasalah adalah serangkaian tindakan yang dapat dilakukan bank

83
Usanti dan Somad, Op.Cit, hlm. 10.
84
Ikatan Bankir Indonesia, Op.Cit, hlm. 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

terhadap nasabah bermasalah untuk dapat memperbaiki kinerja usaha nasabah yang

bersangkutan dan kualitas pembiayaannya berdasarkan atas hasil analisis bank,

nasabah tersebut masih mempunyai prospek terkait aktivitas usaha yang

dijalankannya dan dapat melaksanakan kewajibannya kepada bank dari potensi risiko

yang lebih besar.

Tindakan yang dapat dilakukan bank dalam penyelamatan pembiayaan

bermasalah, antara lain:85

1) Rescheduling, Reconditioning, dan Restructuring (R3)

a) Rescheduling, yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban

nasabah atau jangka waktunya.

b) Reconditioning, ialah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan

pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang

harus dibayarkan kepada bank, diantaranya meliputi pengurangan

jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran, perubahan jangka

waktu, perubahan nisbah bagi hasil atau margin dan pemberian

potongan.

c) Restructuring, yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang

meliputi penambahan dana fasilitas pembiayaan bank, konversi akad

pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah

berjangka waktu dan konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal

85
Usanti dan Somad, Op.Cit, hlm. 109-110.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

sementara pada perusahaan nasabah yang dapat disertai rescheduling

atau reconditioning.

2) Penyelesaian melalui jaminan

Penyelesaian melalui jaminan dilakukan oleh bank syariah ketika

berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan, prospek usaha nasabah tidak ada

dan/atau nasabah tidak kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan.

Eksekusi jaminan disesuaikan dengan lembaga jaminan yang memebebani

benda jaminan tersebut.86

3) Penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional

Berdasarkan klausul dalam perjanjian pembiayaan, bila salah satu

pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara

kedua belah pihak dan tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah,

maka penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Nasional.87

4) Penyelesaian lewat litigasi

Penyelesaian lewat litigasi akan ditempuh oleh bank bila nasabah

tidak beriktikad baik, yaitu tidak menunjukkan kemauan untuk memenuhi

kewajibannya, sedangkan nasabah sebenarnya masih mempunyai harta

kekayaan lain yang tidak dikuasai oleh bank atau sengaja disembunyikan

86
Usanti dan Somad, Op.Cit, hlm. 114.
87
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

atau mempunyai sumber-sumber lain untuk menyelesaikan

pembiayaanmacetnya. 88

D. Aspek Hukum Kontrak Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada FIF ASTRA

Cabang Kota Medan

Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan

yang dapat di berikan pada konsumen untuk pembelian barang yang pembayaranya

dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. 89 pelaksanaan kontrak

pembiayaan konsumen tidak terlepas dari syarat-syarat perjanjian sebagaimana yang

di atur dalam 1320 KUH Perdata yaitu adanya kesepakatan antara konsumen

(debitur) dan pihak FIF ASTRA Cabang Medan (kreditur) untuk membuat suatu

perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor roda dua, adanya kecakapan hukum dari

para pihak dan perjanjiaan pembiayayaan tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu

sebab yang halal.90

Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal

Coordinator FIF ASTRA Cabang Medan yang memaparkan bahwa sebelum melakukan

kontrak pembiayaan konsumen terhadap kendaraan bermotor, ada beberapa tahapan

yang harus di lalui. Adapun tahapan-tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut :91

88
Ibid.
89
Abdul Khadir Muhammad, dan Rilda Murniati, Op.Cit, hlm. 65.
90
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1320.
91
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

1. Tahap permohonan

Dalam tahapan ini ibu Erika menjelaskan Untuk dapat memperoleh fasilitas

pembiyaan konsumen berupa kendaraan bermotor, debitur (konsumen) biasanya

sudah mempunyai usaha yang baik atau mempunyai pekerjaan yang tetap dan

penghasilan yang memadai sehingga bisa menjadi jaminan bagi pihak FIF ASTRA

Medan untuk memberikan pembiayaan konsumen. Adapun syarat – syarat yang harus

dipenuhi oleh debitur untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pembiyaan

konsumen yaitu :92

a) Formulir permohonan aplikasi disediakan oleh FIF ASTRA

b) Fotokopi KTP calon peminjam

c) Fotokopi KTP suami/istri calon peminjam

d) Rekening listrik

e) NPWP

f) Kartu Keluarga

g) Surat keterangan gaji/Slip apabila seorang karyawan atau pegawai

h) Surat keterangan lainnya yang diperlukan.

2. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan

Dalam tahapan ini menurut keteranagan ibu Erika setelah melihat aplikasi dari

pemohon, bagian marketing akan melakukan pengecekan atas kebenaran dan

pengisian formulir aplikasi tersebut dengan melakukan analisa dan evaluasi terhadap

92
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

data dan informasi yang telah diterima, yang kemudian dilanjutkan dengan kunjungan

ketempat calon peminjam (plan visit), melakukan pengecekan ketempat lain (credit

checking) dan melakukan obeservasisecara khusus lainnya, bagian yang menangani

ini ini adalah bagian surveyor.93

Tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah memastikan keberadaan kreditur

dan memastikan akan barang kebutuhan konsumen untuk mempelajari keberadaan

barang kebutuhan yang dibutuhkan serta menghitung secara pasti berapa besar tingkat

kebenaran laporan calon debitur dibandingkan laporan yang telah disampaikan.

3. Tahap pembuatan costumer profile

Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan marketing department akan

membuat customer profile yang isinya akan menggambarkan tentang;

a) Nama calon debitur


b) Alamat dan nomor telpon
c) Nomor KTP
d) Pekerjaan
e) Alamat kantor
f) Kondisi pembiyaan yang akan diajukan
g) Jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen94

4. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite.

Pada tahap ini marketing department akan mengajukan proposal terhadap

permohonan yang diajukan oleh debitur kepada proposal pemohon yang diajukan

debitur kepada kredit komite. Proposal ini biasanya terdiri dari ;

a) Tujuan pemberian fasilitas pembiayaan konsumen

93
Ibid.
94
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

b) Struktur fasilitas pembiyaan yang mencakup harga barang, uangmuka, net


pembiayaan, bunga, jangka waktu, tipe dan jenis barang.
c) Latar belakang debitur disertai dengan keterangan mengenai kondisi
pekerjaan dan lingkungan tempat tingggalnya.
d) Analisa resiko
e) Saran dan kesimpulan

5. Keputusan kredit komite

Pada tahap ini menurut Ibu Erika bahwa Keputusan kredit komite merupakan

dasar bagi kreditur untuk melakukan pembiayaan atau ditolak”.Apabila permohonan

debitur ditolak maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila

disetujui maka marketing department akan meneruskan tahap berikutnya.95

6. Tahapan pengikatan.

Berdasarkan keputusan kredit komite bagian legal biasanya akan

mempersiapkan pengikatan sebagai berikut:96

a. Perjanjian pembiayaan konsumen beserta lampiran – lampiranya.


b. Jaminan pribadi
c. Jaminan perusahaan
d. Pengikatan perjanjian konsumen dapat dilakukan secara bawah tangan
yang dilegalisir oleh notaris atau dapat dikatakan secara moril.

7. Tahap pemesanan sepeda motor.

Setelah proses penandatangan perjanjian dilakukan oeh kedua belah pihak

selanjutnya kreditur akan melakukan hal–hal sebagai berikut:97

1) Kreditur memerintahkan dealer untuk menyerahkan kendaraan roda


dua yang telah disepakati.

95
Ibid.
96
Ibid.
97
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

2) Khusus objek pembiayaan bekas pakai kendaraan akan dilakukan


pemeriksaan BPKB ke instansi terkait.
3) Penerimaan pembayaran dari debitur kepada kreditur (dapat melalui
supplier/dealer) yang meliputi :
a) Pembayaran pertama antara lain : uang muka, angsuran
perma (jika in advance) premi asuransi untuk tahun
pertma, biaya adminstrasi dan pembayaran pertama
lainnya jika ada.
b) Pembayaran berikutnya yang meliputi: angsuran
berikutnya berupa cheque/bilyet giro mundur,
pembayaran premi asuransiuntuk tahun berikutnya dan
pembayaran lainnnya jika ada.

8. Tahap pembayaran kepada supplier.

Setelah barang diserahkan supplier kepada debitur selanjutnya supplier akan

melakukan penagihan kepada kreditur dengan melampirkan :kuitansi penuh, kuitansi

uang muka dan atau bukti pelunasan uang muka, confirm purchase order, bukti

pengiriman dan surat tanda penerimaan barang, gesekan rangka dan mesin, surat

pernyataan BPKB, kunci duplikat dan surat jalan. Sebelum pembayaran barang

dilakukan oleh kreditur kepada supplier hal- hal yang akan dilakukan oleh kreditur

adalah : 98

a. Melakukan penutupan pertanggungan asuransi keperusahaan asuransi


yang telah ditunjuk.
b. Melakukan pemeriksaan ulang seluruh dokumentasi perjanjian
pembiayaan konsumen oleh credit/legal adminsitrasion department
dengan ,mempergunakan form check list document.

98
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

9. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran.

Setelah seluruh proses pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan proses

selanjutnya adalah pembayaran angsuran dari debitur sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan. Adapun sistim pembayaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu;

dengan cara cash, cheque/bilyet giro, transfer dan ditagih langsung. Perlu diketahui

bahwa penentuan sistim pembayaran angsuran telah ditentukan pada waktu marketing

proses oleh collection departement berdasarkan jatuh pembayaran yang diterapkan.

Perlu dijelaskan bahwa monitoring oleh kreditur tidak terbatas hanya pada monitoring

pembayaran angsuran kredit juga terhadap jaminan, jangka waktu masa berlakunya

jaminan dan masa berlakunya penutupan asuransi.99

10. Pengambilan surat jaminan

Apabila seluruh kewajiban debitur telah dilunasi maka kreditur akan

mengembalikan kepada debitur : jaminan BPKB dan atau sertifikat dan atau invoice/

faktur berserta dokumen lainnya. Untuk dapat mengajukan permohonan kredit

pembiayaan sepeda motor pada FIF ASTRA Cabang Medan maka konsumen harus

memenuhi persyaratan– persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak FIF Kota

pekanbaru selaku perusahaan pembiayaan yang memberikan kredit kendaraaan

perorangan dalam pengajuan kredit kendaraan bermotor roda dua adalah :100

a. Untuk pemohon pegawai swasta/karyawan berusia 21 – 55 tahun dan


untuk pemohon wiraswasta berusia 21 – 60 tahun atau yang berusia di
bawah 21 tahun tetapi sudah menikah.

99
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.
100
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

b. Pemohon suami – istri memiliki pekerjaan atau usaha yang tetap,jelas,


legal yaitu jelas terlihat usahanya dan tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku. Tempat tinggal yang tetap dan usahanya tidak berganti –
ganti.
c. Tidak memproses apabila pemohon tidak memiliki usaha /pekerjaan yang
jelas walaupun yang bersangkutan memberikan uang muka (DP) yang
relatif besar, dalam hal ini yang dilihat bukannya DP-nya tetapi kegiatan
usaha pekerjaannya.
d. Tidak memproses pemohon yang tidak memiliki usaha / pekerjaan yang
jelas walaupun yang bersangkutan mempunyai tabungan deposito yang
besar.
e. Tidak memproses apabila pemohon, baru mendapat pekerjaan pada suatu
perusahaan atau usaha yang dilakukan baru atau kurang dari 6 bulan.
f. Pemohon kredit jelas penggunaanya yaitu; diri sendiri, keluarga,
operasional perusahaan, kendaraan digunakan didaerah pemohon tidak
digunakan diluar daerah.
g. Secara prinsip apabila pemohon memiliki rumah sendiri yang dibeli
secara tunai / kredit maka CMO harus meminta bukti kepemilikan rumah
tersebut. Data ini diperoleh dari proses melihat dokumen; rekekening
listrik, PBB, akta jual beli, sertifikat hak milik.
h. Apabila ada pengajuan calon debitur yang sudah pernah memiliki kontrak
sebelumnya maka perlu dianalisa history payment calon debitur.

Setelah menguraikan beberapa tahapan dalam proses kontrak pembiayaan

konsumen kendaraan bermotor, Ibu Erika juga menjelaskan yaitu :

“Mekanisme pelaksanaan kontrak pembiayaan konsumen kendaraan bermotor


pada kantor FIF ASTRA Cabang Medan pada dasarnya sama, perusahaan
memberikan pelayanan yang baik dan dapat di terima konsumen yaitu harus
melalui mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiyaan bermotor antara
konsumen dengan FIF ASTRA Cabang Medan”

Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda.

Perjanjian adalah:” Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling

mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

kekayaan”.Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha danmenjadi

dasar dari kebanyakan transaksi dagang. 101

Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal” Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang

tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

ditulis.102

Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak

yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang

berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. Undang-undang

tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orangmengadakan perjanjian, namun

yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-undang ialah isi perjanjian itu, yang

menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang

undang-undang atau tidak. Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance)

tidak diatur dalam KUHPerdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama.103

101
J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 24.
102
Subekti, Op.Cit, hlm.18.
103
J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, (Bandung : Alumni, 1993),
hlm. 45.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Dalam pasal 1338 KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang

dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.104 Sebenarnya yang dimaksud dalam pasal ini adalah Suatu perjanjian

yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat

kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali

dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang

telah ditetapkan oleh Undang-undang.

Dari hasil penelitian dilapangan yang telah dipaparkan dan dijelaskan pada

poin-poin diatas, dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan kontrak pembiayaan

konsumen yang dilakukan oleh FIF ASTRA Cabang Medan telah memenuhi syarat-

syarat perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu

adanya kesepakatan antara konsumen dan FIF ASTRA cabang Kota Medan untuk

membuat suatu perjanjian yaitu kendaraan bermotor ,adanya kecakapan hukum dari

para pihak dan perjanjian pembiayaan kendaran bermotor tersebut dilaksanakan

berdasarkan suatu sebab yang halal sehingga konsumen tidak akan dirugikan.

Hal ini dapat dilihat dari perjanjian pembiayaan konsumen yang telah diatur

oleh FIF ASTRA cabang Medan. Hubungan antara pihak kreditur (FIF ASTRA

Cabang Medan) dengan Kreditur (konsumen) adalah hubungan kontraktual dalam hal

ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya( FIF ASTRA

Cabang Medan) sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak

104
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847,Pasal 1338.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang

untuk pembelian suatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya

berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada

pihak pemberi biaya.105

Berdasarkan uraian diatas juga maka dapat diketahui bahwa perjanjian

pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada FIF ASTRA Cabang Medan

sebenarnya merupakan perjanjian timbal balik atau perjanjian baku. Dapat dikatakan

perjanjian baku karena dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor

roda dua tersebut terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yaitu FIF

ASTRA Cabang Medan selaku kreditur dan pihak konsumen selaku debitur. FIF

ASTRA Cabang Medan maupun pihak konsumen berkewajiban mentaati isi

perjanjian pembiayaan konsumen yang telah disepakati bersama. Hak konsumen atas

kepemilikan kendaraan bermotor.

105
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM LEASING
KENDARAAN BERMOTOR BERMASALAH PADA FIF ASTRA
KOTA MEDAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit


Bermasalah dalam Pembelian Kendaraan Bermotor pada FIF ASTRA
Cabang Medan
Perlindungan Hukum Kreditur itu diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia atau selanjutnya

disebut UUJF yang berbunyi :106

“Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam

tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda

persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.”

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa jaminan fidusia mempunyai sifat kebendaan

dan berlaku terhadap asas droit de suite, kecuali pengalihan atas benda persediaan

yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Perlindungan Hukum yang sama juga dilihat

dalam Pasal 23 ayat (2) UUJF yang berbunyi : 107

“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan

kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak

106
Indonesia, (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 20.
107
Indonesia, (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia) Pasal 23 Ayat (2).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penerima Fidusia”.

Sanksi terhadap ketentuan diatas adalah Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

35 UUJF, yaitu :108

“Setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau


dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika
hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian
jaminan fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000.-
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.-(seratus juta
rupiah)’’.

Atas segala tindakan dan kelalaian Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia berdasarkan

karena kelalaian tersebut tidak bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia, yaitu :

“Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau

kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau

yang timbul dari perbuatan hukum sehubungan dengan penggunaan dan

pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”.

Pada intinya maksud atau tujuan dari perjanjian Jaminan Fidusia dari segi

Perlindungan Hukum bagi Pemberi fasilitas adalah memberikan hak istimewa atau

108
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia) Pasal 35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

hak didahulukan baginya guna pelunasan hutang-hutang dari Penerima fasilitas

kepada Pemberi Fasilitas.109

Dalam wawancara dengan Ibu Erika tentang timbulnya hutang pada debitur

karena pembiayaan adalah sebagai berikut :110

“Timbulnya hutang Debitur pada FIF ASTRA Cabang Medan karena

Penerima fasilitas telah mendapatkan fasilitas pembiayaan untuk membeli

barang yang menjadi objek pembiayaan, dalam hal ini khususnya kendaraan

bermotor.”

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para

pihak yang membuatnya” (Pasal 1338 KUH Perdata). Pasal ini mengandung arti

bahwa para pihak boleh membuat berbagai persetujuan atau perjanjian baik yang

sudah diatur dalam Undang-Undang maupun yang tidak diatur dalam Undang-

Undang akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa. 111

Kebebasan dalam membuat perjanjian tersebut harus pula memperhatikan

pasal 1330 KUH Perdata terkait kecakapan seseorang dalam mengadakan sebuah

perjanjian. Hal ini menunjukkan orang yang tidak cakap hukum seperti orang yang

belum dewasa dan orang yang dibawah pengampuan tidak dapat dijadikan sebagai

subjek dalam perjanjian. Selain itu, perjanjian tersebut harus merupakan kesepakatan

109
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, (Yogyakarta :
Liberty, 1984).
110
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.
111
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1338.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

sesuai pasal 1321 KUHPerdata yang mana tidak ada unsur paksaan maupun rekayasa

dalam pembuatan perjanjian.

Selama apa yang disepakati itu sah, artinya memenuhi syarat-syarat sahnya

suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 112

(a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

(b) adanya kecakapan untuk

(c) membuat suatu perikatan

(d) suatu hal tertentu

(e) suatu sebab yang halal.

Dengan demikian, menurut Ibu Erika jika para pihak membuat Perjanjian

Pembiayaan Konsumen yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian,

maka menurut hukum yang berlaku di Indonesia, Perjanjian Pembiayaan Konsumen

itu mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para

pihak yang membuatnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya blanko kelengkapan

dokumentasi customer yang dibuat Penerima fasilitas pada saat melakukan perjanjian

pembiayaan Konsumen tersebut dengan FIF ASTRA Cabang Medan.113

Dalam hal pengajuan gugatan secara perdata terhadap Penerima fasilitas yang

melakukan wanprestasi pihak Perusahaan Pembiayaan (Pemberi fasilitas) dapat

mengajukan gugatan perdata tersebut ke Pengadilan Negeri setempat dengan tuntutan

112
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1320.
113
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

ganti rugi. Ketentuan mengenai wanprestasi, telah dimuat secara tegas dalam

Perjajian Pembiayaan Konsumen yang termuat dalam syarat-syarat Perjanjian

Pembiayaan Konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia antara FIF

ASTRA Cabang Medan dengan Penerima fasilitas.

Dalam perjanjian tersebut mengatur tentang Wanprestasi, Ibu Erika

menjelaskan bahwa:114

“Penerima Fasilitas atau Penerima Jaminan setuju dan mengikat diri kepada
Pemberi Fasilitas dan/atau kuasanya mengenai terjadinya atau keadaan
wanprestasi yang dengan lewatnya waktu telah cukup membuktikan
terjadinya salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut :
1. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin mengajukan permohonan untuk
dinyatakan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran
utang (Surseance van Betaling) atau Penerima fasilitas digugat pailit
oleh Pemberi fasilitas;
2. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin meninggal dunia, kecuali bila
Penerima Hak/para ahli warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban
Penerima fasilitas dan dalam hal ini disetujui oleh Pemberi fasilitas
(dalam hal Penerima fasilitas adalah perusahaan atau badan hukum
atau badan usaha atau lembaga maka klausal ini tidak berlaku);
3. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin ditaruh di bawah pengampuan
(die onder curatele gesteld zijn)
4. Penerima fasilitas lalai membayar angsuran secara penuh pada tanggal
yang telah ditetapkan, atau Penerima fasilitas dan/atau Penjamin
lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian ini atau
perjanjian/pernyataan lain yang berhubungan dan merupakan satu
kesatuan dengan perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yang
terpisah dari perjanjian ini.”

Secara pidana Penerima fasilitas dapat dituntut dengan Pasal 372 dan Pasal

378 KUHPidana. 115 Kemudian di dalam Pasal 23 ayat (2) jo. Pasal 35 UUJF

mengatur sanksi yang tegas apabila Debitur telah melakukan suatu pelanggaran

114
Ibid.
115
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 378.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

tindak pidana seperti yang telah dijelaskan diatas. Adapun bunyi Pasal tersebut yaitu

sebagai berikut :116

1. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42


Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu : “Pemberi Fidusia
dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak
lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan
benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari Penerima Fidusia”. Dalam hal ini, FIF ASTRA Cabang Medan
turut melaksanakan aturan ini.
2. Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, yaitu : “Pemberi Fidusia yang mengalihkan,
menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan
tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan dengan
paling banyak Rp. 50.000.000-. (lima puluh juta) rupiah.

Adapun menurut ibu Erika bentuk perlindungan hukum terhadap FIF ASTRA

Cabang Medan dari perbuatan debitur atau konsumen yang dianggap dapat

merugikan perusahaan adalah dengan cara sebagai berikut :117

“Perlindungan hukum terhadap Pemberi fasilitas yaitu FIF ASTRA akibat


tindakan Penerima fasilitas yaitu konsumen yang melakukan pelanggaran
terhadap kontrak adalah dengan didaftarkan jaminan fidusia ke Kantor
Pendaftaran Fidusia, dan akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-
irah “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini
memberikan kepastian hukum kepada PT. FIF ASTRA Cabang Medan untuk
melakukan penarikan unit kendaraan Penerima fasilitas apabila Penerima
fasilitas melakukan pelanggaran kontrak atau wanprestasi.”

Sesuai UUJF Penerima fasilitas yang melanggar larangan tersebut dan tidak

melakukan pembayaran lagi ,maka jalan terakhir yang ditempuh oleh PT. FIF

116
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia).
117
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

ASTRA Cabang Medan adalah melakukan penarikan objek jaminan berupa

kendaraan bermotor tersebut. Kemudian perlindungan hukum Pemberi fasilitas itu

diatur dalam Pasal 20 UUJF yang berbunyi :118

“Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam

tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda

tersebut, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek

jaminan fidusia”.

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Jaminan Fidusia mempunyai sifat

kebendaan dan berlaku asas droit de suite, kecuali pengalihan atas benda persediaan

yang menjadi objek jaminan fidusia. Perlindungan hukum yang sama juga dilihat

dalam Pasal 23 ayat (2) UUJF yang berbunyi : 119

“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan

kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak

merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penerima Fidusia”.

Sanksi terhadap ketentuan diatas adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 36 UUJF, yaitu : 120

“setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau


dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika

118
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 20.
119
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 23.
120
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 36.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian
jaminan fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000.-
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.-(seratus juta
rupiah).’’
Atas segala tindakan dan kelalaian Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia

berdasarkan karena kelalaian tersebut tidak bertanggung jawab, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 UUJF, yaitu :

“Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau

kelalaian Pemberi Fidusia baikyang timbul dari hubungan kontraktual atau

yang timbul dari perbuatan hukum sehubungan dengan penggunaan dan

pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”.121

Pada intinya maksud atau tujuan dari perjanjian jaminan fidusia dari segi

perlindungan hukum bagi Pemberi fasilitas adalah memberikan hak istimewa atau

hak didahulukan baginya guna pelunasan hutang-hutang Penerima fasilitas padanya.

Lebih jauh perlindungan hukum terhadap hak atas piutang yang didahulukan dapat

dilihat pada ketentuan Pasal 27 UUJF, yaitu :122

1. Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap Pemberi fidusia


lainnya.
2. Hak didahulukan sebagaimana, dimaksud dalam ayat 1 adalah hak Penerima
Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda
yang menjadi objek jaminan fidusia.

Hak yang didahulukan dan Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya

kepailitan dan atas likuidasi Pemberi Fidusia. Adapun beberapa hal yang dapat

121
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 24.
122
Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia), Pasal 27.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

menunjukkan adanya perlindungan hukum terhadap Penerima Fidusia menurut

UUJF, antara lain sebagai berikut :

1) Adanya lembaga pendaftaran jaminan fidusia, yang tidak lain adalah


untuk menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia.
2) Adanya larangan Pemberi Fidusia untuk memfidusiakan ulang objek
jaminan fidusia (Pasal 17)
3) Adanya ketentuan bahwa Pemberi Fidusia tidak diperbolehkan untuk
mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan (Pasal 23 sub 2).
4) Adanya ketentuan Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda jaminan,
kalau Kreditur hendak melaksanakan eksekusi atas objek jaminan
fidusia.
5) Adanya ketentuan pidana dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia

B. Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pembelian Kendaran

Bermotor pada FIF ASTRA Cabang Medan

Dalam menjalankan perusahaan terutama dalam menyalurkan kredit kepada

masyarakat, FIF ASTRA Cabang Medan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, hal

ini disampaikan oleh ibu Erika dalam wawancara dengan penulis, adapun

pernyataannya adalah sebagai berikut :123

“Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya mengharapkan agar


kegiatan usahanya berjalan lancar dan mendapatkan keuntungan yang besar.
Demikian pula dengan perusahaan pembiayaan mengharapkan kegiatan
usahanya dapat berjalan lancar dan menghasilkan keuntungan. Oleh karena
itu, perusahaan pembiayaan yang menyalurkan kredit kepada masyarakat
untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, perusahaan pembiayaan
khususnya FIF ASTRA Medan menerapkan asas kehatian-hatian seperti
halnya bank, namun penerapannya tidak seketat bank. Sebelum menyetujui
pemberian kredit kepada Konsumen, FIF ASTRA Medan melakukan survey
terhadap kelayakan Konsumen dan barang jaminan, kebenaran alamat
Konsumen serta menaksir nilai pinjaman yang diberikan Konsumen. FIF
ASTRA Medan berusaha agar jaminan yang diberikan oleh Konsumen sesuai

123
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

dengan nilai pinjaman yang akan diberikan kepada Konsumen sehingga bila
nanti terjadi kredit bermasalah maka Perusahaan dapat meminimalisir
kerugian yang terjadi.”

Meskipun Perusahaan Pembiayaan telah berusaha untuk mencegah terjadinya

kredit bermasalah, kredit bermasalah tetap saja dapat terjadi. Pada umumnya kredit

bermasalah yang dihadapi oleh Perusahaan seperti keterlambatan Konsumen

membayar angsuran kredit, Konsumen menunggak pembayaran angsuran kredit serta

terjadinya kredit macet dimana Konsumen tidak mampu melunasi kreditnya.124

Sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur tata cara penyelesaian kredit

bermasalah di perusahaan pembiayaan, sehingga apabila terjadi kredit bermasalah di

Perusahaan Pembiayaan maka peyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing

Perusahaan Pembiayaan untuk menyelesaikannya tapi juga harus tetap


125
memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Pada umumnya Perusahaan

Pembiayaan menerapkan cara yang sama untuk menyelesaikan kredit bermasalah

apabila hal itu terjadi.

Dalam pemaparan ibu Erika Ada dua cara yang ditempuh oleh FIF ASTRA

Cabang Medan dalam menyelesaikan kredit bermasalah yaitu melalui jalur litigasi

dan non-litigasi. Jalur litigasi dilakukan dengan menempuh jalur pengadilan

124
Edy Putra The ’aman, Kredit Pernbankan, Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberty,
1989), hlm. 1.
125
Ibid, hlm, 12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

sedangkan jalur non-litigasi dilakukan diluar jalur pengadilan. Jalur non-litigasi dapat

ditempuh dengan cara :126

1. Negosiasi, yaitu penyelesaian permasalahan kredit tanpa keterlibatan


pihak ketiga sebagai penengah dalam permasalahan. Negosiasi dapat
dilakukan apabila para pihak beritikad baik untuk menyelesaikan sengketa
secara damai yang diilihat dari sifat dan karakter para pihak.
2. Mediasi, yaitu penyelesaian permasalahan kredit dengan menarik pihak
ketiga sebagai penengah (Mediator) yang sifatnya pasif dalam sengketa.
3. Konsultasi, yaitu Penyelesaian permasalahan kredit dengan meminta
pendapat atau berkonsultasi pada konsultan kredit.
4. Penilaian/ meminta pendapat ahli, yaitu penyelesaian permasalahan kredit
dengan meminta penilaian ataupun pendapat ahli yang memahami
permasalahan kredit.
5. Konsiliasi, yaitu peneyelesaian permasalahan kredit melalui konsiliator
sebagai pihak ketiga sebagai penengah yang bersifat netral yang
memfasilitasi pertemuan pihak bersengketa untuk menyelesaikan masalah
dan menawarkan solusi dalam permasalahan kredit.

Menurut Ibu Erika FIF ASTRA Cabang Medan dalam menangani kredit

bermasalah selalu berusaha menempuh penyelesaian dengan cara persuasif yaitu

mengadakan pendekatan kepada Konsumen untuk dapat menyelesaikan tunggakan

angsurannya. Bagi Konsumen yang terlambat membayar angsuran kredit, pada

umumnya perusahaan akan mengenakan denda kepada Konsumen. Besarnya denda

berbeda tiap-tiap perusahaan tergantung dari kebijakan yang dibuat oleh masing-

masing Perusahaan Pembiayaan dan tertera pada perjanjian kredit.127

Penanganan kredit Konsumen yang menunggak angsurannya melewati 30

hari, FIF ASTRA Cabang Medan menerapkan dengan cara persuasif. FIF ASTRA

126
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.
127
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

berusaha mengadakan pendekatan kepada Konsumen untuk membayar tunggakan

angsurannya.

Dari uraian diatas mengenai Penyelesaian Kredit Bermasalah oleh FIF

ASTRA Cabang Medan, Ibu Erika menarik kesimpulan sebagai berikut :128

a. Pertama-tama FIF ASTRA Cabang Medan menghubungi Konsumen


melalui telepon untuk mengingatkan Konsumen mengenai tunggakan
angsuran yang telah melewati jatuh tempo selama lebih dari 30 (tiga
puluh) hari. Selain melalui telepon, FIF ASTRA Cabang Medan juga
mengirimkan surat peringatan kepada Konsumen agar segera membayar
tunggakan angsuran.
b. Apabila cara tersebut tidak mendapat tanggapan dari Konsumen, FIF
ASTRA Cabang Medan akan menempuh cara persuasif lainnya yaitu
dengan mendatangi Konsumen secara langsung ke alamat yang tertera di
dokumen perjanjian pembiayaan tersebut untuk mengupayakan
bagaimana pembayaran hutang Konsumen itu lebih lanjut. Konsumen
juga diingatkan kembali terhadap komitmen yang telah disepakati
sebelumnya dalam perjanjian untuk memenuhi kewajiban kepada FIF
ASTRA Cabang Medan.
c. Konsumen yang tiga kali berturut-turut tidak membayar tunggakan
angsurannya, maka FIF ASTRA Cabang Medan akan menarik kendaraan
bermotor yang menjadi jaminan. Kendaraan bermotor tersebut akan
ditahan oleh FIF ASTRA Cabang Medan guna sebagai pelunasan
terhadap hutang dari Konsumen. Konsumen yang mempunyai itikad baik
dan bersikap kooperatif masih diberikan kesempatan untuk melunasi
hutangnya. Konsumen diberi perpanjangan waktu untuk melunasi hutang
kepada FIF ASTRA Cabang Medan. Selama penahanan kendaraan
bermotor tersebut, FIF ASTRA Cabang Medan masih memberi
kesempatan kepada untuk melunasi hutangnya atau paling tidak
membayar tunggakan angsuran kreditnya. FIF ASTRA Cabang Medan
memberi waktu 14 (empat belas) hari kepada Konsumen untuk
menyelesaikan hutangnya sebelum perusahaan menjual kendaraan
bermotor jaminan tersebut dengan cara lelang.

Penarikan kendaraan bermotor yang dijadikan jaminan apabila Konsumen

tidak dapat melunasi hutang yang telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat

128
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

antara Konsumen dan FIF ASTRA Cabang Medan dan tercantum dalam klausa

perjanjian yang telah ditandatangani para pihak.

Penjualan kendaraan tarikan tersebut ditentukan oleh FIF ASTRA Cabang

Medan. Sistem pelelangan yang biasanya dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan

adalah dengan pengundang dealer sepeda motor bekas (minimal 2 dealer) untuk

melihat kendaraan tarikan di pool, dengan disertai daftar/ list kendaraan yang ditarik,

selanjutnya dealer diberi waktu 1 minggu untuk melihat-lihat kondisi kendaraan.

Setelah jangka waktu 1 minggu tersebut Perusahaan Pembiayaan menentukan

lelang.129

Harga yang diajukan oleh semua peserta lelang oleh FIF ASTRA Cabang

Medan selanjutnya diperbandingkan dengan jumlah hutang dan bunga yang masih

menjadi kewajiban Konsumen dan peserta lelang yang memberikan penawaran

dengan harga tertinggi berhak atas kendaraan tarikan tersebut.

Tahap ini sebenarnya Konsumen masih dapat mengetahui hasil penjualan

lelang kendaraannya, sehingga apabila ada selisih lebih dari hasil penjualan objek

jaminan tersebut setelah dikurangi dengan kewajiban dan bunga serta biaya

administrasi, Konsumen dapat meminta pengembalian uang hasil lelang tersebut.

Namun biasanya yang terjadi seorang Konsumen yang kendaraaannya telah ditarik

tidak berkomunikasi lagi dengan pihak lembaga pembiayaan. Sebaliknya, bila harga

penjualan lelang kendaraan tersebut tidak menutupi jumlah kredit yang telah

diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan, maka resiko itu ada pada lembaga
129
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

pembiayaan ini, dan tidak meminta tambahan dana pada pihak Konsumen. Bisnis

lembaga pembiayaan adalah bisnis resiko. Bagi piutang-piutang yang tidak mungkin

tertagih ini biasanya Lembaga Pembiayaan melakukan write off atas piutang

tersebut.130

Perusahaan selalu berusaha agar penyelesaian kredit bermasalah diselesaikan

dengan cara damai atau dengan cara persuasif dibandingkan dengan cara represif

yakni perusahaan harus menarik jaminan konsumen berupa sepeda motor untuk

dilelang guna melunasi hutang dari Konsumen. Penyelasaian dengan jalan damai

lebih mengurangi resiko kerugian yang dialami oleh perusahaan dibanding

perusahaan harus melelang sepeda motor yang menjadi jaminan Konsumen. 131

Menurut Erika Ramadhani selaku personal coordinator FIF ASTRA Cabang

Medan, apabila jaminan yang diberikan oleh Konsumen harus dijual dengan cara

dilelang terkadang hasil dari penjualannya tidak mencukupi pelunasan hutang dari

Konsumen sehingga perusahaan akan mengalami kerugian karena perusahaan tidak

akan meminta kekurangan tersebut dari Konsumen.132

Lebih lanjut menurut Erika Ramadhani, kasus kredit bermasalah yang sampai

ke Pengadilan sedikit sekali jumlahnya, hal ini dikarenakan Konsumen memandang

bahwa secara finansial mereka tidak akan kuat untuk melawan Lembaga Pembiayaan

yang mempunyai tim legal sendiri dan dukungan dana yang kuat. Terlebih lagi

mereka telah menandatangani perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia.133

130
Munir Fuady, Op.Cit, hlm.72
131
Ibid.
132
Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF
ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB.
133
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Sebenarnya seperti yang diuraikan pada pembahasan pertama bahwa kegiatan

usaha pinjaman tunai ini yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan secara

administratif belum mempunyai landasan hukum administratif yang mendasari

berjalannya kegiatan usaha pinjaman dana tunai ini sehingga belum ada pengaturan

penyelesaian kredit bermasalah yang menjadi pedoman bagi Perusahaan Pembiayaan.

Diharapkan nanti apabila Pemerintah akan membuat aturan baru mengenai

Perusahaan Pembiayaan dapat juga mengatur mengenai pedoman penyelesaian kredit

bermasalah yang dapat melindungi hak Konsumen dan Perusahaan Pembiayaan. 134

Jalur hukum ditempuh apabila jalur non hukum tidak dapat dilakukan.

Penyelesaian kredit bermasalah di Pengadilan tercantum dalam perjanjian yang telah

disepakati oleh kedua pihak. Konsumen yang tidak puas akan penyelesaian kredit

yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan dapat menggugat Perusahaan

Pembiayaan ke pengadilan jika Konsumen merasa dirugikan atas cara yang

digunakan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk menyelesaikan kreditnya. Kasus kredit

bermasalah yang sampai ke Pengadilan sedikit sekali jumlahnya, hal ini dikarenakan

Konsumen memandang bahwa secara finansial mereka tidak akan kuat untuk

melawan Lembaga Pembiayaan yang mempunyai tim legal sendiri dan dukungan

dana yang kuat. Terlebih lagi mereka telah menandatangani perjanjian pembiayaan

dengan adanya jaminan.135

134
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 211.
135
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

1. Kontrak pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh FIF ASTRA Cabang

Medan telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana yang telah diatur

dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kesepakatan antara konsumen

dan FIF ASTRA cabang Kota Medan untuk membuat suatu perjanjian yaitu

kendaraan bermotor ,adanya kecakapan hukum dari para pihak dan perjanjian

pembiayaan kendaran bermotor tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu

sebab yang halal sehingga konsumen tidak akan dirugikan.

2. FIF ASTRA Cabang Medan dalam menangani kredit bermasalah selalu

berusaha menempuh penyelesaian dengan cara persuasif yaitu mengadakan

pendekatan kepada Konsumen untuk dapat menyelesaikan tunggakan

angsurannya dengan melewati beberapa tahapan: Pertama-tama FIF ASTRA

Cabang Medan menghubungi Konsumen melalui telepon untuk mengingatkan

Konsumen mengenai tunggakan angsuran yang telah melewati jatuh tempo

selama lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Selain melalui telepon, FIF ASTRA

Cabang Medan juga mengirimkan surat peringatan kepada Konsumen agar

segera membayar tunggakan angsuran. Apabila cara tersebut tidak mendapat

tanggapan dari Konsumen, FIF ASTRA Cabang Medan akan menempuh cara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

persuasif lainnya yaitu dengan mendatangi Konsumen secara langsung ke

alamat yang tertera di dokumen perjanjian pembiayaan tersebut untuk

mengupayakan bagaimana pembayaran hutang Konsumen itu lebih lanjut.

Konsumen juga diingatkan kembali terhadap komitmen yang telah disepakati

sebelumnya dalam perjanjian untuk memenuhi kewajiban kepada FIF ASTRA

Cabang Medan. Konsumen yang tiga kali berturut-turut tidak membayar

tunggakan angsurannya, maka FIF ASTRA Cabang Medan akan menarik

kendaraan bermotor yang menjadi jaminan. Kendaraan bermotor tersebut akan

ditahan oleh FIF ASTRA Cabang Medan guna sebagai pelunasan terhadap

hutang dari Konsumen. Konsumen yang mempunyai itikad baik dan bersikap

kooperatif masih diberikan kesempatan untuk melunasi hutangnya. Konsumen

diberi perpanjangan waktu untuk melunasi hutang kepada FIF ASTRA

Cabang Medan. Selama penahanan kendaraan bermotor tersebut, FIF ASTRA

Cabang Medan masih memberi kesempatan kepada untuk melunasi hutangnya

atau paling tidak membayar tunggakan angsuran kreditnya. FIF ASTRA

Cabang Medan memberi waktu 14 (empat belas) hari kepada Konsumen

untuk menyelesaikan hutangnya sebelum perusahaan menjual kendaraan

bermotor jaminan tersebut dengan cara lelang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

B. Saran

Berdasarkan simpulan-simpulan di atas penulis mengutarakan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi Konsumen yang bermasalah kreditnya hendaknya tetap bersikap

kooperatif dan tetap menjalin komunikasi dan kerjasama dengan pihak

Lembaga Pembiayaan, karena dalam praktek beberapa hal yang sebenarnya

telah jelas ketentuan sanksinya dalam Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan

Fidusia dapat dilakukan penyelesaian yang bersifat lebih lunak dan

menguntungkan bagi Konsumen .

2. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, sebaiknya prinsip basic

(character, capacity, capital, collateral, condition of economic) Pemberian

dana oleh lembaga pembiayaan pada Konsumen harus selalu diperhatikan,

dan perlu dilakukan check langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada,

sehingga jangan sampai terjadi lembaga pembiayaan hanya mengejar target

jumlah Konsumen, dan mengabaikan hal-hal yang bersifat keamanan dan

kelayakan kredit.Pihak leasing dalam mengatasi permasalahan Pemberian

kredit seharusnya menggunakan upaya penyelesaian yang telah diatur oleh

Undang-undang. Hal ini dimaksudkan agar terciptanya sistem tertib hukum

dalam penyelenggaraan pemberian kredit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Achmad Anwari, 1987, Leasing di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia

Andasasmita Komar, 1993, Leasing dan Praktek , Bandung : Ikatan Notaris Bandung

Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, 2001, Aspek Yuridis Dalam

Leasing, Jakarta : Rineka Cipta

Arifin Zainul, 2009, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Tangerang : Azkia

Publisher

Darus Badrulzaman Mariam, 1994, Hukum Bisnis, Bandung, : Alumni

______________________, 2001, KUH Perdata Buku III, ( Hukum Perikatan

dengan Penjelasan ), Bandung : Alumni

Fuady Munir, 1995, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek,

Bandung : P.T.citra aditia bakti

Hadisoeprapto Hartono, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,

Yogyakarta : Liberty

Hasarudin Rahman, 1992, Legal Drafting, Bandung : Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti

Hendro Tri dan Tjandra Rahardja Conny, 2014, Bank & Institusi Keuangan Non

Bank di Indonesia, Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Ibrahim Johnny, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang :

Bayumedia Publishing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Ikatan Bankir Indonesia, 2015, Bisnis Kredit Perbankan, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Ismijati Siti, 1994, Tinjauan Umum mengenai Leasing dan Peranannya dalam Usaha

Memenuhi Kebutuhan akan Alat-alat Produksi, Yogyakarta : Diktat Penataran

Dosen Hukum Perdata Universitas Gadjah Mada

Kadir Muhammad Abdul, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan

Perdagangan, Bandung : Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti

______________________, 1992, hukum perikatan , (Bandung : Penerbit PT Citra

Aditia Bakti

______________________, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : Penerbit

Citra Aditya Bakti

______________________dan Murniati Rilda, 2000, Segi Hukum Lembaga

Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti

Kamaluddin Rustian, 2003, Ekonomi Transportasi : Karakteristik, Teori, dan

Kebijakan ,Jakarta : Ghalia Indonesia

Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Rajawali Pers

karim Adiwarman, 2003, Bank Islam, (Analisis Fiqih Dan Keuangan), Jakarta : IIIT

Indonesia

Marhainis Abdul Hay, 1975, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Pradnya

Paramita

Megarita, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Di Gadaikan,

Medan : USU Press

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Mulyati Etty, 2016 “Asas Keseimbangan Pada Perjanjian Kredit Perbankan dengan

Nasabah Pelaku Usaha Kecil,” Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol.1, No.1

Naim Ainun , 1992, Akuntansi Keuangan. Yogyakarta : BPEF

Ridwan Muhammad, 2004, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta:UUI

Press

Satrio J, 1982, Hukum Perjanjian , Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti

______. 1993, Hukum Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

______, 1993, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni

Sembiring Sentosa, 2000, Hukum Perbankan, Bandung : mandar maju

______________, 2001, Hukum Dagang, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti

Siamat Dahlan, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta : Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia

Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika

Sutantio Retnowulan, 1994, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Jakarta : Dalam

Pustaka Peradilan Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI

Subekti, R, 1993, hukum perjanjian, Jakarta : Penerbit Intermasa

Syafii Antonio Muhammad, 2001, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta:

Gema Insani

Tjiptoadinugroho,R., 1994, Perbankan Masalah Perkreditan, Jakarta: Pradya

Paramita

Usanti Trisadini P. dan Somad Abd, 2013, Transaksi Bank Syariah, Jakarta: Bumi

Aksara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Widjanarto, 1993, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka Utama Grafiti

Widjaya Tunggal Amin dan Djohan Tunggal Arif, 2001, Aspek Yuridis Dalam

Leasing, Jakarta : Rineka Cipta

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukun Perdata.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan

Pembiayaan

Peraturan Presiden nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan

keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia no : 1169/KMK.01/1991 tentang

sewa guna usaha leasing

C. WAWANCARA

Hasil wawancara dengan Ibu Erika Rahmadhani, selaku Personal Coordinator FIF

ASTRA Cabang Medan pada Tanggal 21 Mei 2019, Pukul 14.00 WIB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai