SKRIPSI
OLEH
ARIMANSYAH
140200050
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Oleh :
ARIMANSYAH
NIM : 140200050
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum
NIP : 1956003291986011001 NIP : 197302202002121001
**)
Dosen Pembimbing I
***)
Dosen Pembimbing II
i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
rahmatnya, kesempatan dan serta kekuatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk dapat menyelesaikan
penghargaan kepada banyak orang yang berperan dalam penulisan skripsi ini.
bimbingan, serta motivasi dari mereka. Oleh karena itu penulis ingin
3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I
ii
Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III
7. Ibu Tri Murti Lubis, SH., MH, selaku Sekretaris Departemen Hukum
dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
10. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
12. Kepada sahabat saya Sayid Harris Firza, Fauzan Akbar Lubis,
13. Kepada seluruh rekan organisasi saya di JAPNAS, HIPMI, JCI, dan
saya.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta juga bagi penulis sendiri. Walaupun penulis menyadari skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyajian materi maupun
penyampaiannya. Untuk itu penulis tetap menerima masukan dalam bentuk kritik
dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang dapat penulis
sampaikan, atas segala kekurangan dan kesalahan saya mohon maaf. Atas
Penulis
Arimansyah
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
B. Permasalahan ..................................................................... 9
CREDIT (L/C)
v
Universitas Sumatera Utara
1. Pengertian Letter of Credit ........................................... 40
Credit
L/C ..................................................................................... 64
BANK
L/C ................................................................................ 88
vi
Universitas Sumatera Utara
E. Pilihan Forum dalam Letter of Credit ······························· 95
Principle) ........................................................................... 98
B. Saran................................................................................... 124
vii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kebutuhan itu belum tentu dapat dihasilkan oleh negara itu sendiri dan harus
terikat dalam suatu perdagangan barang karena faktor kebutuhan, dan terjalinlah
pengusaha asing di luar negeri biasanya memerlukan campur tangan bank. Salah
satu cara pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dari suatu negara kepada
penjual di negara lain ialah dengan “Letter of Credit” atau pembukaan kredit
Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu
(export-import).
1
Moerdjono dan Jamal Wiwoho, Seri : Hukum Dagang Transaksi Perdagangan Luar
Negeri Documentary Credit & Devisa, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hal. 1.
1
Universitas Sumatera Utara
2
mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang atau jasa yang
diserahkan. Dengan dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak
perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang
diserahkan tidak (kurang) dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang
penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki
kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C
permohonan “Kredit Ekspor (KE)” guna memperoleh dana lebih awal dari bank
devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam produksi barang yang
difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan
bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto. 2
pembayaran ini dikarenakan adanya jaminan yang melibatkan pihak bank sebagai
pihak penjamin. Jaminan yang melindungi kedua belah pihak. Bagi importir
sesuai dengan syarat L/C. Hal ini dikarenakan adanya faktor ketidakpercayaan
2
Adrian Sutedi, Tinjauan Yuridis Letter Of Credit dan Kredit Sindikasi, (Bandung:
Alfabeta, 2012), hal. iii.
wilayah yang jauh, bahasa pengantar yang berbeda dan sebagainya. Oleh karena
itulah dipilih L/C karena adanya pihak bank sebagai pihak ketiga yang menjadi
penengah dalam hal ini. Dan dengan L/C pula, dapat diketahui kapan eksportir
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
pasal dari Undang-Undang Perbankan yang lama No. 7 Tahun 1992. Sehingga
yang sekarang berlaku adalah bahwa baik undang-undang lama yaitu Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 yaitu terhadap pasal-pasalnya yang belum diubah,
Bank. Adapun Bank dalam Pasal 1 huruf 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
3
Darwin, “Faktor-Faktor Mengapa L/C Paling Diminati Bagi Eksportir Dan Importir”
dalam http://darwin-arsip.blogspot.co.id/2010/12/faktor-faktor-mengapa-lc-paling.html Minggu 12
Desember 2010, diakses 21 Agustus 2017.
4
Moerdjono dan Jamal Wiwoho, Loc. Cit.
5
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 1.
bank, mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
Bank mempunyai asas yang sangat penting yang diselalu dijunjung tinggi,
kehati-hatian (prudentiality). Bila asas ini tidak dilaksanakan, maka bank tidak
Terwujudnya suatu sistem perbankan nasional yang sehat dan stabil itu
kesejahteraan rakyat.
Peran penting yang harus dimainkan oleh dunia perbankan nasional untuk
masa sekarang dan akan datang adalah memposisikan diri sebagai salah satu pilar
perbankan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pembangunan ekonomi yang
sedang berusaha untuk dipulihkan setelah terjadinya krisis ekonomi dan moneter
sejak tahun 1997. Berkaitan dengan hal itu, peranan peraturan di bidang
keuangan yang memberi jasa keuangan yang paling lengkap. Usaha keuangan
6
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Kanisius,
2003), hal. 17. Lebih jelas mengenai definisi perbankan lihat Pasal 1 Huruf 1 UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan.
7
Ibid, hal. 21.
8
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005),
hal. v.
juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk
kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan
kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan sektor perbankan. Peran sektor
perbankan dalam pembangunan juga dapat dilihat pada fungsinya sebagai alat
prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya
yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 10 Tahun
1998 sebagai perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa
9
T. Darwini, “Urgensi Pengaturan Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle)
Dalam Pengelolaan Bank” Jurnal Equality, Volume 10 No. 2, Agustus 2005, hal. 75.
Tahun 1998 itu tidak diberikan penjelasan secara resmi, namun ada beberapa
pasal lain yang secara eksplisit mengandung substansi prinsip kehati-hatian yakni
Pasal 29 ayat (2), (3), dan (4) serta Pasal 8, 10, dan 11 UU No. 10 Tahun 1998.10
Collection (UCP) yang menjadi dasar pengaturan L/C yang berlaku secara
pembayaran L/C jika semua dokumen yang dipersyaratkan L/C telah dipenuhi
oleh penerima. UCP tidak mengatur kualitas pemenuhan dimaksud apakah seratus
Disini, resiko atas importir diambil alih bank setelah tentu saja melalui tahapan
10
Ibid, hal. 77.
11
Ramlan Ginting (I), Letter Of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta:
Salemba Empat, 2000), hal. 3.
pemberian kredit agar tidak terjadi krisis kredit macet atau yang lazim disebut
Penipuan merupakan alasan hukum bagi bank penerbit (issuing bank) atau
semua dokumen yang diajukannya kepada bank sesuai dengan persyaratan L/C.14
Penipuan yang biasa terjadi dalam hal pemalsuan dokumen. Dengan kemajuan
dokumen ini merupakan suatu tindak pidana dimana dapat mencemarkan nama
baik bank yang menangani pembayaran dengan menggunakan L/C tersebut, sebab
pihak bank lah yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan
L/C. Secara lebih luas, tindakan tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan
Walaupun UCP tidak mengatur masalah penipuan (fraud) ini namun Pengadilan
L/C hanya jika terdapat penipuan dalam transaksi L/C. 16 Maka dengan itu bank
harus teliti dalam menerbitkan atau pun memeriksa dokumen agar tidak terjadi
demikian.
12
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 43.
13
Gunarto Suhardi, Op. Cit, hal. 9.
14
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
15
Denny Hernawan, Skripsi Mahasiswa: “Akibat Hukum Dari Penyerahan Dokumen-
Dokumen Palsu Dalam Pembayaran Eskpor Impor Yang Menggunakan L/C (Letter Of Credit)”
(Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011), hal. 3.
16
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
mestinya dalam penanganan L/C segala resiko yang terjadi atas transaksi tersebut
sudah diluar tanggung jawab bank lagi, atau dapat dikatakan bank tidak dapat
membuktikan hal tersebut dalam kasus Gyan Singh& Co. Ltd. vs. Banque de
L‟Indoschine, dalam kasus ini penggugat memesan sebuah new fishing vessel
bank tergugat untuk menerbitkan L/C dengan klausul pembayaran dilakukan atas
perusahaan penggugat sepanjang fishing vessel telah selesai dan sesuai dengan
pada saat pengiriman fishing vessel, pemesan menemukan bahwa fishing vessel
pembayaran dilakukan bank sesuai dengan persyaratan L/C, maka bank yang telah
Di Indonesia opini publik atas L/C semakin buruk karena ada 2 kasus
besar (yaitu Bank BNI dan Bank Century) yang mempermasalahkan L/C dalam
jumlah dana besar18 akibat tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian, kasus ini
17
Ibid, hal. 67.
18
Rivera Pantro Sukma, “Analisis Discrepancy L/C Dan Cara Penanganannya Untuk
Meningkatkan Pemakaian L/C Pada Perdagangan Internasional” Jurnal Ilmiah Panorama
Nusantara, Edisi IX, Juli-Desember 2010, hal. 25.
secara lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang berjudul : Penerapan
Perbankan.
B. Permasalahan
1. Tujuan
a. Tujuan Umum:
b. Tujuan Khusus:
masyarakat.
Bank.
2. Manfaat Penulisan
Ada salah satu pendapat ahli yaitu Soerjono Soekanto yang mengatakan
bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
Disamping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum
bagi pembacanya, adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam bidang ilmu
19
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.18.
b. Secara Praktis
Tulisan ini secara praktis dapat menjadi bahan masukan bagi para
dan wawasan khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat.
D. Keaslian Penulisan
Ditinjau Dari UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada Bank
Mandiri Area Balai Kota Medan), Restika Capriana yang berjudul “Penerapan
Kepemilikan Rumah (Studi PT. Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan),
Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 Tentang Pasar Modal”, Irfan Haryantho yang berjudul “Prinsip Kehati-
hatian Dalam Program Kredit Usaha Rakyat”, Unggul Mardiatmo yang berjudul
Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk), M. Yusuf Ismail yang berjudul
Pada Bank Aceh Cabang Lhokseumawe), Liza Bayduri Nasution yang berjudul
“Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit Pada PT. Bank Negara
Kehati-hatian Dalam Penyaluran Kartu Kredit Kepada UMKM Pada Bank BUMN
Dari beberapa skripsi maupun master theses yang diuraikan diatas tidak
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, yang ditulis oleh Priskila Gratianinta
diterapkan oleh PT. CIMB Niaga Tbk sedangkan pada penelitian ini penulis
dalam penerbitan Letter of Credit selain itu rumusan permasalahan dan subtansi
skripsi tersebut berbeda jauh dengan permasalahan dan substansi skripsi yang
penulis teliti.
Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah
tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kerjasama sebelum skripsi ini dibuat,
E. Tinjauan Pustaka
maka sebelum diuraikan lebih lanjut terlebih dahulu penulis akan memberikan
1. Pengertian Perbankan
Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi “bank” maka kita akan
ketemukan bahwa kata bank berasal dari Bahasa Italy “banca” yang berarti bence
yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir
suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan
20
Munir Fuadi, Op. Cit, hal. 13.
mengatakan :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”.23
merupakan produk perbankan internasional. Setiap bank, dalam hal ini bank
21
Ibid, hal. 14.
22
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
23
Ibid.
Letter of Credit. Di Indonesia, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat. Bank yang dapat melakukan transaksi Letter of Credit adalah
Bank Umum yang telah diberi izin oleh Bank Indonesia untuk melakukan
kegiatan devisa. Bank Umum yang demikian disebut juga bank devisa.
Sebaliknya, Bank Umum yang belum diberi izin untuk melakukan kegiatan devisa
tidak dapat melakukan penerbitan atau pembayaran Letter of Credit. Bank Umum
yang seperti ini disebut juga bank non-devisa. Sementara, Bank Perkreditan
Letter of Credit ini banyak penulis (yang dapat kita baca di dalam literatur) telah
Credit (L/C) adalah suatu persetujuan atau surat perintah untuk membayarkan
uang dari seorang kepada orang lain dengan syarat. Biasanya surat perintah
Kartono SH, mengatakan L/C adalah suatu alat atau surat, yang
dikeluarkan oleh suatu bank, atas permintaan dan atas beban si pembeli. Dengan
L/C itu bank tersebut menyetujui, bahwa wesel-wesel si penjual dapat menarik
atas bank itu atau bank lainnya, yang ditunjuk dalam L/C, dan bahwa wesel-wesel
terakhir ini bergantung kepada jenis-jenis wesel yang ditentukan dalam L/C yaitu
24
Ramlan Ginting (II), Metode Pembayaran Perdagangan Internasional, (Jakarta:
Universitas Trisaksi, 2009), hal. 13.
apakah wesel-wesel itu adalah “time bills of exchange” atau “bill of exchange
payable on demand”.
Amir MS, Letter of Credit atau biasa disingkat dengan L/C adalah suatu
surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas permintaan importir langganan Bank
tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi
importir itu, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel
atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.
wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum
memberi definisi mengenai L/C pada article 2 UCP 600 yang berisi:
diuraikan, yang bersifat irrevocable dan karenanya merupakan janji pasti dari
a) Membayar atas unjuk jika kredit tersedia dengan pembayaran atas unjuk.
ditangguhkan.
membayar pada saat jatuh tempo, jika kredit tersedia dengan akseptasi. 26
25
Hartono Hadisoeprapto, Op. Cit, hal. 25.
26
Article 2, Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP 500) yang sudah
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.
Selain itu, pada Pasal 29 ayat (2), (3), dan (4) juga menyebutkan:
27
T. Darwini, Loc. Cit.
28
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
29
Ibid.
yang berlaku dalam dunia perbankan, agar bank yang bersangkutan selalu dalam
gilirannya akan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien, dalam arti
secara wajar dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi nasional. Oleh karena
F. Metode Penelitian
Untuk mencapai hal tersebut, maka dalam penulisan skripsi ini penulis
1. Spesifikasi Penelitian
dalam ilmu hukum.32 Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum
in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
30
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hal. 19.
31
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2012),
hal. 150.
32
Zainuddin Ali, Op. Cit, hal. 24.
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 33 Dalam penelitian ini akan
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu yang
hatian pada Bank dalam menerbitkan Letter of Credit yang biasanya terjadi dan
2. Sumber Data
penelitian terhadap data skunder. Data skunder di bidang hukum dipandang dari
sudut kekuatan mengikatnya. 35 Data skunder yang dipakai dalam penulisan ini
33
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), hal. 118.
34
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 137.
35
Suratman dan Philips Dillah, Op. Cit, hal. 66.
36
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hal. 181.
600).
adalah studi kepustakaan, dimana bahan dasar penelitian kepustakaan ini dapat
merupakan bahan/ sumber primer dan bahan/ sumber skunder yang mempunyai
4. Analisis Data
pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang, bahan-bahan
37
Ibid.
38
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op. Cit, hal 32.
39
Suratman dan Philips Dillah, Op. Cit, hal. 123.
a. Merumuskan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data
G. Sistematika Penulisan
Secara sistematis, penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan
masing-masing bab terbagi lagi atas sub bab yang diuraikan sebagai berikut:
yang dapat melakukan transaksi Letter of Credit, dan peranan Bank Indonesia
dalam mendukung transaksi Letter of Credit. Pembahasan pada bab II ini akan
oleh Bank yang mana nantinya akan dimuat mengenai pihak-pihak yang terkait
dalam Letter of Credit, hubungan hukum para pihak dalam Letter of Credit,
40
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op. Cit, hal. 166.
41
Ibid, hal. 167.
mekanisme penerbitan Letter of Credit oleh bank, pilihan hukum dalam Letter of
Credit, dan pilihan forum dalam Letter of Credit. Pembahasan pada bab III akan
nantinya akan dimuat mengenai prinsip kehati-hatian pada bank (prudent banking
bank dalam melakukan penelitian dokumen, dan sengketa dalam Letter of Credit
akibat tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian pada bank. Pembahasan pada bab
Bab V merupakan bab kesimpulan dan saran, bab ini berisi kesimpunlan
dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin berguna dan
A. Kelembagaan Perbankan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan
mengandung arti suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di
bidang jasa keuangan, yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara
42
Uswatun Hasanah, Hukum Perbankan, (Malang: Setara Press, 2017), hal. 20.
43
Munir Fuady, Op. Cit, hal. 14.
24
berikut:45
deposit, cash, checks or drafts, discount commercial paper, make loans, and issue
Pasal 1 angka 2 memberikan definisi tentang bank yang mengatakan bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak
bisa dipisahkan. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan
kerja.47
dengan memenuhi syarat tertentu. Biasanya bentuk badan usaha bank sebagai
44
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 21.
45
Hermansyah, Op. Cit, hal. 7.
46
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
47
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 60.
perseroan terbatas atau bentuk badan usaha lainnya yang ditentukan oleh
suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
dan lain-lain;
48
Uswatun Hasanah, Loc. Cit.
49
Munir Fuady, Op. Cit, hal. 13.
50
Ibid, hal. 14.
dan lain-lain;
Dasar Republik Indonesia pada Pasal 33 ayat (4) yang menyatakan perekonomian
ekonomi nasional.52
Asas Kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama
51
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
52
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar
kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap
Tahun 1998 pada ayat (1) menyatakan bank wajib merahasiakan keterangan
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
Dan juga di ayat (2) menyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku pula bagi pihak Terafiliasi.54 Baru-baru ini ada penyelewengan yang
dilakukan bankir dengan memperjual belikan paket data nasabah yang ditawarkan
dengan bervariasi harga mulai dari Rp. 350.000 untuk 1000 nasabah sampai
dengan paket Rp. 1.100.000 untuk 100.000 nasabah per paket database, saat ini
Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
hatian dalam melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 56 Asas ini
53
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 16.
54
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
55
Detik News, “Bareskrim Tangkap Jaringan Penjualan Data Nasabah Bank” dalam
https://news.detik.com/berita/3610769/bareskrim-tangkap-jaringan-penjualan-data-nasabah-bank
Rabu, 23 Agustus 2017, diakses 29 Agustus 2017.
56
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 18.
kebutuhan masyarakat akan jasa perbankan yang tangguh dan sehat maka
lebih nyata dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI 1945. 58 Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang
strategis dan tidak semata-mata berorientasi kepada hal-hal yang non ekonomis
seperti masalah yang menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain
fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.60 Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-
pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang
57
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
58
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 25.
59
Hermansyah, Op. Cit, hal. 19.
60
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
61
Hermansyah, Loc. Cit.
development);
yakni:
tanpa terkecuali;
62
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 61.
diserasikan;
masyarakat luas.
wadah penghimpun dan penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan
investor, tetapi fungsinya akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat
banyak, agar masyarakat menjadi lebih baik dan sejahtera daripada sebelumnya.
B. Kredit Perbankan
1. Pengertian Kredit
menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama
untuk pengertian kredit. Kedua istilah itu adalah kredit dan pembiayaan
kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam menjalankan
Kita dapat membedakan kedua dari istilah tersebut dengan berpandu dari
Tahun 1998 tentang Perbankan yang menjelaskan mengenai arti kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
yang mewajibkan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
63
Ibid, hal 62.
64
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 66.
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.65 Perbedaan antara rumusan kedua istilah tersebut terletak
pada bentuk kontraprestasi yang diberikan nasabah peminjam dana (debitur) atas
untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Oleh
analisis kredit. Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan,
analisis kredit ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-
benar aman.
membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-
data fiktif, sehingga mungkin saja kredit sebenarnya tidak layak menjadi layak
sehingga akan berakibat sulit untuk ditagih alias macet. Namun, faktor salah
analisis ini bukanlah merupakan penyebab utama kredit macet. Penyebab lainnya
65
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
66
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 67.
mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh
nasabah. Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam
yang diberikannnya baik dalam bentuk yang, barang, atau jasa, akan
akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio
dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat
pemberian kredit.
67
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 112.
68
Hermansyah, Op. Cit, hal. 56.
d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
Bertitik tolak dari pendapat diatas, maka bisa dikemukakan bahwa selain
mengandung unsur lain, yaitu unsur waktu, unsur resiko, dan unsur prestasi.69
bank wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1)
berbunyi:70
69
Ibid, hal. 57.
70
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
diterapkan oleh Bank Indonesia wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam
nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama
nasabah debitur.
Syariah.
f. Penyelesaian Sengketa.
71
Hermansyah, Op. Cit, hal. 58.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan
bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu,
karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka
tentang Perbankan.72 Selain itu, disebutkan bahwa bank juga harus mempunyai
usaha dari nasabah debitur, yang kemudian terkenal dengan sebutan “the five C of
Dalam rangka mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk
calon debitur. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup,
kemampuan manajerialnya harus dilakukan oleh bank sehingga bank yakin bahwa
usaha yang akan didanai dikelola oleh orang-orang yang tepat sehingga dalam
masa yang akan datang perlu dilakukan dalam rangka mengetahui kemampuan
72
Ibid, hal. 59.
73
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 72.
bersangkutan.
yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik
masa lalu maupun yang akan datang sehingga masa depan pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.
1. Personality
mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi
2. Party
74
Kasmir, Op. Cit, hal. 138.
3. Purpose
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat
4. Prospect
menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai
tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, akan tetapi juga nasbah.
5. Payment
telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
Semakin banyak sumber penghasilan debitur, maka akan semakin baik. Sehingga
jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh usaha lainnya.
6. Profitability
Profitiability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan
7. Protection
aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau
Credit untuk selanjutnya disebut L/C adalah janji membayar dari bank penerbit
apa yang disebut dengan Letter of Credit. Mengenai istilah Letter of Credit ini
juga di dalam percakapan sehari-hari disingkat orang dengan sebutan L/C yaitu
singkatan dari Letter of Credit dan ada juga yang mengatakan credit
dan bahasa Perancis lettre de credet, sedangkan di Negara Jerman dikenal dengan
nama Accreditief dan di negara Belgia dan Amerika Serikat lebih dikenal denan
istilah crediet tetapi bukan dalam arti yang sebenarnya bagi kredit.
diperbarui) oleh Mr. Chr. Zevenbergen membuka kredit atau credit opening
75
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/11 /PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi
Impor.
sebenarnya bukan credit opening di dalam arti sebenarnya yaitu suatu pemberian
diperjanjikan dalam perjanjian jual beli itu telah dikuasainya/ dipegangnya untuk
kepentingan penjualan”.76
opening) maka perlu kiranya dilihat di dalam General Privitation and Difinitions
arrangement, how ever named of described, where by a bank (the issuing bank),
acting at the request and in accordance with the instructions of a customer (the
the banneficiary, or
documents, provided that the term and conditions of the credit are
complited with.
Adapun syarat dan ketentuan dasar dari sebuah dokumen Letter of Credit
sebelum Letter of Credit diterbitkan yang dikutip dari buku Rumu Sakar yang
76
Hartono Hadisoeprapto, Op. Cit, hal 23.
77
Ibid, hal. 24.
jumlah maksimum yang dapat ditarik daripada Letter of Credit (biasanya harga
oleh para pihak pada awalnya. Kedua, Letter of Credit harus menentukan tanggal
kadaluwarsa, dengan kata lain, Letter of Credit harus dibatasi pada waktunya.
Ketiga, para pihak harus memutuskan apakah Letter of Credit perlu Revocable
tersebut yakni Uniform Custom and Practice for Documentary Credits (UCP).
„revisi‟ (revision). UCP pertama kali diterbitkan oleh ICC pada tahun 1933. UCP
yang pertama ini hanya diadopsi oleh perbankan di beberapa negara Eropa tidak
termasuk Inggris. Pada tahun 1951 dilakukan revisi pertama atas UCP yang
diterbitkan pada tahun 1933 tersebut. UCP hasil revisi tahun 1951 ini kemudian
Revisi ketiga terhadap UCP dilakukan pada tahun 1974. Hasil revisi tahun 1974
78
Rumu Sakar, Transnational Business Law:A Development Law Perspective, (London:
Kluwer Law International, 2003), hal 18.
79
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal 112.
ini diadopsi oleh hampir semua perbankan internasional. Revisi UCP yang
keempat dilakukan tahun 1983 dan juga tetap diadopsi oleh perbankan
dengan nomor publikasi 500, sering juga dinamakan UCP 500 yang berlaku
tanggal 1 Januari 1994.80 Terakhir hingga saat ini, UCP tahun 1993 direvisi pada
tahun 2007 dengan nomor publikasi 600 yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2007
Hal yang perlu dipahami juga dalam mekanisme revisi UCP, UCP
terdahulu yang materinya direvisi tidak pernah dicabut oleh UCP hasil revisi
sebagai UCP baru. Sehingga, semua UCP terdahulu dan UCP hasil revisi terbaru
yaitu UCP 600, tetap dapat digunakan oleh para pihak dalam Letter of Credit
sesuai dengan kebutuhan. Pilihan UCP yang digunakan oleh para pihak dalam
1338 KUH Perdata. Bahkan, para pihak juga berhak untuk tidak menggunakan
UCP sama sekali untuk Letter of Credit yang diterbitkan. Artinya, Letter of Credit
dapat diterbitkan dengan memuat pernyataan tunduk pada UCP atau tidak.
UCP. Sahnya suatu Letter of Credit diuji berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu
kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata karena Letter of Credit
adalah kontrak. Sepanjang suatu Letter of Credit, sesuai dengan hukum yang
berlaku, memenuhi persyaratan sahnya suatu kontrak, maka Letter of Credit sah
80
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 20.
81
Ramlan Ginting (II), Op. Cit, hal. 28.
mengikat (force of law). UCP bukan produk hukum legislatif. UCP juga bukan
160 negara. Oleh karena itu C.F.G. Sunaryati Hartono berpendapat bahwa UCP
1993 mengatur bahwa L/C yang diterbitkan bank devisa (bank umum) boleh
tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia secara yuridis formal memberikan
Isi Surat Edaran Bank Indonesia tersebut dilatarbelakangi status UCP yang
bukan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Jika
Bank Indonesia dalam Surat Edaran dimaksud secara eksplisit mengharuskan L/C
diterbitkan bank umum tunduk pada UCP, ini berarti Bank Indonesia menjadikan
UCP bagian dari hukum nasional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
implisit Bank Indonesia mendukung agar L/C yang diterbitkan bank umum
tunduk pada UCP. Sikap di atas, pada satu sisi mencerminkan rasa percara Bank
sebagai bagian dari hukum nasional Indonesia demi fleksibilitas penerbitan L/C
terkait terutama beneficiary dan applicant bahwa dengan L/C semua pihak akan
discrepancy.
berupa L/C yang menjadi jembatan bagi eksportir dan importir yang terpisah oleh
negara dan belum saling mengenal dengan baik. L/C akan memudahkan
82
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal 18.
83
Maryam, “Mekanisme Pembayaran Melalui Letter Of Credit (L/C) Dalam Transaksi
Perdagangan Internasional Pada PT. Semen Bosowa Maros”, Sulesana, Volume 8 Nomor 2 Tahun
2013, hal. 183.
terjamin. Pada jenis L/C tertentu seperti Sight L/C pembayaran dapat segera
diterima yang berarti eksportir memperoleh kredit tanpa bunga. L/C juga dapat
Bagi importir dengan adanya L/C tersebut berarti dengan dana minimum
merasa aman karena bank akan menolak pembayaran kalau semua persyaratan
means of prompt payment to the seller provided the credit details are
fulfilled).
karena resiko kredit dari penjual telah dilakukan oleh bank penerbit
investigation of the buyer, since the seller‟s credit tisk has been
the buyer it will only be required to pay if the conditions of the credit
are met).
84
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 29.
85
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 58.
liability).
kerugian bagi penjual dan pembeli dalam penggunaan L/C sebagai bahan
pertimbangan untuk berhati-hati dari awal. Keuntungan yang didapat bagi penjual
yaitu:87
86
Ibid.
87
Rumu Sarkar, Op. Cit, hal. 26.
e. L/C adalah pesanan pembeli yang dijamin oleh bank asing (penyediaan
barang.
88
Ibid.
89
Ramlan Ginting (II), Op. Cit, hal. 39.
90
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 39.
rangka sight payment L/C, maka fungsi wesel hanya sebagai tanda
b. Deferred Payment
di kemudian hari. Dalam L/C jenis ini tidak termasuk wesel sebagai
91
Gunawan Widjaja & Ahman Yani, Op. Cit, hal. 28.
92
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 23.
93
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
karena ada jaminan dari bank penerbit. Namun, jika pemohon harus
penjualan barang tersebut terpisah dari barang dan uang lainnya dan
c. Acceptance L/C
L/C dibayar pada saat pembayaran jatuh tempo, tidak pada saat
kredit kepada pembeli oleh penjual sebab pembeli di luar negeri akan
94
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 43.
atas wesel berjangka yang ditarik oleh penerima. Akseptasi atas wesel
Indonesia.96
d. Negotiation L/C
95
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 24.
96
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 40.
sedangkan negosiasi oleh bank lainnya selalu dengan hak regress (with
cara kerja L/C pada umumnya dapat diklasifikasikan atas beberapa kriteria. Paling
revocable, confirmed atau unconfirmed, dan payable at sight atau time draft.
97
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 31.
98
John H. Willes dan John A. Willes, International Business Law Environments and
Transactions, (New York: Mc Graw Hill, 2005), hal. 398.
Selain itu, Amir M.S juga memberi klasifikasi L/C atas beberapa jenis
yaitu:99
b. Clean L/C
Clean L/C adalah suatu L/C yang dapat dicairkan dananya dengan
c. Open L/C
Open L/C adalah L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima
yang diinginkannya.
d. Restricted L/C
e. Straight L/C
99
Amir M.S., Letter of Credit Dengan Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta: PPM, 2009), hal. 8.
f. Revocable L/C
Revocable L/C adalah L/C yang dapat dibatalkan kembali kapan saja
g. Irrevocable L/C
Irrevocable L/C adalah L/C yang dibuka oleh bank devisa untuk
janji.
k. Revolving L/C
perubahan syarat.
tidak perduli kredit itu dipakai atau tidak. Dengan sendirinya kredit
batal.
diperbarui secara otomatis setiap kali jumlah itu dipakai, asal saja
l. Transferable L/C
kepada pihak lain atau eksportir lain yang menyanggupi. Hal ini terjadi
m. Back-to-Back L/C
barang karena tidak punya, maka transaksi itu masih bisa diteruskan
melalui 2 cara:
produsen lain. Hal ini mungkin dilakukan kalau L/C itu bersifat
transferable.
n. Standby L/C
asing itu.
o. Usance L/C
untuk jangka waktu antara 90 hari sampai 180 hari. Eksportir tetap
p. Merchant L/C
Merchant L/C adalah L/C yang dibuka oleh importir untuk eksportir,
tersebut.
jenis dari L/C yang dimaksud diatas. Hal ini sejalan dengan asas kebebasan
berkontrak karena L/C juga merupakan kontrak seperti yang telah dijelaskan
dimaksud, tidak berlaku untuk Letter of Credit lainnya. Hal ini mengingat
perubahan materi aturan UCP 600 dalam materi Letter of Credit, bila diperlukan,
dilakukan atas dasar kasus per kasus. Perubahan pada satu L/C dapat berbeda
dengan perubahan pada L/C yang lain dan demikian seterusnya. 100
merupakan produk perbankan internasional. Setiap bank, dalam hal ini bank
Letter of Credit. Di Indonesia, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat. Bank yang dapat melakukan transaksi Letter of Credit adalah
Bank Umum yang telah diberi izin oleh Bank Indoneisa Untuk melakukan
kegiatan devisa. Bank Umum yang demikian disebut juga bank devisa.
Sebaliknya, Bank Umum yang belum diberi izin untuk melakukan kegiatan devisa
tidak dapat melakukan penerbitan atau pembayaran Letter of Credit. Bank Umum
yang seperti ini disebut juga bank non-devisa. Sementara, Bank Perkreditan
100
Ramlan Ginting (II), Op. Cit, hal. 40.
101
Ibid.
102
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/11 /PBI/2013 tentang Pembayaran Transaksi
Impor.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang telah mendapat izin dari Bank
Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing
Adapun persyaratan bank umum dapat diberi izin oleh Bank Indonesia
untuk melakukan kegiatan devisa terdapat dalam Surat Edaran Eksternal Bank
103
Surat Edaran Eksternal Bank Indonesia Nomor : 15/27/DPNP tanggal 19 Juli 2013
Prihal Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasi sebagai Capital
1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus
a. Tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi Bank,
104
Ibid.
umum;
Bank; dan
dengan:
meliputi:
negeri.
Indonesia.
yang paling penting dalam transaksi Letter of Credit. Disamping itu Bank
Indonesia sebagai bank sentral juga telah melakukan beberapa upaya untuk
US$ 1 miliar pada 12 bank asing guna menjamin L/C dan memberikan
fasilitas yang telah diberikan tercatat sebesar US$ 931 juta dan DM 1,1
juta.
pembiayaan kepada dunia usaha atas dasar L/C ekspor/ purchase order
dari pembeli luar negeri. Jumlah fasilitas yang telah diberikan sampai
dengan penghentian fasilitas tercatat sebesar US$ 554 juta dan Rp 1,8
105
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 132.
4. Fasilitas swap beli dan forward beli. Fasilitas swap beli dan forward
dari hasil ekspor. Selanjutnya pada waktu yang telah ditentukan dapat
jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, importir melalui perbankan dapat
membeli US$ dari Bank Indonesia dengan kurs yang telah disepakati.
bersifat pemberian kredit kepada perbankan dihentikan. Saat ini, Bank Indonesia
melalui PBI No. 5/11/ PBI/2013 yang mengatur penerbitan L/C oleh perbankan
pemerintah.
Kerjasama tersebut telah dilakukan dengan bank sentral di 27 negara Asia, Eropa
106
Ibid, hal. 133.
kestabilan nilai tukar dan penurunan suku bunga SBI secara bertahap dan berhati-
hati. Bank Indonesia juga telah membuat dan mengembangkan Website Investor
Information and Enquires (IIE) yang menyediakan informasi dan data yang akurat
makro ekonomi, utang luar negeri, restrukturisasi sektor keuangan dan ketentuan
secara proporsional.107
107
Ibid, hal 135.
Bank, perlu dikemukakan lebih dahulu pihak-pihak yang terlibat dalam proses
eksportir. Oleh karena itu, “nilai” L/C sangat tergantung pada nama
baik dan reputasi dari bank devisa yang membuka L/C tersebut.
berikut:
108
Amir M.S., Op. Cit, hal. 3.
69
menarik uang dari dana L/C yang tersedia itu disebut sebagai Penerima
mana saja yang disukainya asalkan memenuhi syarat L/C. Bank yang
dilakukan melalui bank tertentu saja, maka L/C semacam itu disebut
boleh dilakukan di bank mana saja, maka disebut Open L/C. Oleh
Kontrak penjualan memuat hak dan kewajiban pembeli (yang dalam UCP menjadi
pemohon) dan penjual (yang dalam UCP menjadi penerima). Klausul cara
pembayaran dengan L/C yang akan menimbulkan kewajiban bagi pembeli untuk
transaksi dari pembeli melalui bank. Dengan demikian tidak terdapat pembayaran
langsung oleh pembeli dan penjual. Dalam kontrak tersebut pada umumnya juga
Bank penerbit atau bank penerus bukan para pihak dalam kontrak
penjualan walaupun nama kedua bank ini dimuat dalam kontrak penjualan. Para
pihak dalam kontrak penjualan adalah pembeli dan penjual. Sengketa mengenai
barang yang menjadi subyek kontrak penjualan harus diselesaikan antara pembeli
L/C yang diterbitkan atas dasar kontrak penjualan, menurut hukum L/C
penjualan tidak boleh dikaitkan dengan L/C. L/C adalah L/C dan kontrak
109
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 85.
110
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 142.
lahir pada saat pembeli dan penjual melakukan negosiasi kontrak penjualan. Bila
pembeli dan penjual beritikad tidak baik, maka relatif mudah bagi keduanya untuk
menguras dana bank melalui penipuan. Kegiatan penipuan ini beraneka ragam
penggantian kualitas barang dengan sengaja oleh penjual atau oleh pihak ketiga
oleh penjual atau oleh pihak ketiga dengan sepengatahuan penjual, atau ekspor
fiktif. Penipuan dalam transaksi L/C ini dapat terjadi dalam lingkup hukum
perdata atau hukum pidana, sehingga penipuan dapat berupa penipuan perdata
dan penjual, maka penipuan ini terjadi dalam transaksi internasional. Dalam
fiktif atau pengiriman barang yang tidak sesuai dengan kontrak penjualan, maka
111
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
merupakan perbuatan pidana. Namun, hukum pidana nasional relatif sulit untuk
diberlakukan terhadap pelaku ekspor fiktif yang berasal dari negara lain.
Penerapan hukum pidana nasional hanya dapat dilakukan terhadap pihak ketiga
yang berasal dari negara lain jika di antara kedua negara, yaitu negara yang warga
perjanjian bilateral yang berisi kerja sama di antara kedua negara dalam bidang
pemohon, maka bank penerbit menerbitkan L/C. L/C dengan demikian diterbitkan
persyaratan dan kondisi yang ditetapkan pembeli dan membayar apabila penjual
112
Ramlan Ginting (III), Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, (Jakarta: Salemba
Empat, 2007), hal. 92.
113
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 86.
mengajukan dokumen yang sesuai dengan (comply with) persyaratan dan kondisi
Dalam praktik, kontrak penerbitan L/C terdiri atas dua dokumen, yaitu
Kedua dokumen wajib disetujui oleh pembeli selaku pemohon dan bank selaku
pembubuhan tanda tangan pada kedua dokumen. Bukti persetujuan dari bank
adalah berupa pembubuhan „fiat setuju‟ atau rumusan kata lain yang maksudnya
maka bank penerbit bertanggung jawab akan dampak negatif (resiko) yang
mungkin timbul dari tindakannya. Pemohon hanya bertanggung jawab sebatas isi
kepada bank penerbit terhadap L/C yang diterbitkan bank tersebut yang
menyimpang dari permintaan penerbitan L/C. Sikap ini sejalan dengan Trust
Theory yang mengatakan bahwa dana pemohon yang dibayarkan langsung kepada
114
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 142.
115
Ramlan Ginting (III), Op. Cit, hal. 93.
Dana permohon tersebut sudah pasti hanya boleh digunakan oleh bank
penerbitan L/C yang telah disepakati antara pemohon dan bank penerbit. Apabila
pembayaran yang telah dilakukan oleh bank penerbit kepada penerima baik
terjadi penipuan, kecuali pembeli dan penjual memang sejak saat pembuatan
kontrak penjualan telah sepakat untuk melakukan penipuan. Jika demikian halnya,
kontrak penjualan yang dibuat oleh keduanya tidak merupakan kontrak penjualan
yang sebenarnya. Bila benar telah ada kesepakatan tersebut, maka sebagai
akibatnya kontrak penerbitan L/C antara pembeli dan bank penerbit hanya
Namun, dalam hubungan kontraktual antara pembeli dan bank penerbit ini
dapat juga terjadi penipuan bila pembeli dan „pihak‟ bank penerbit sepakat dan
bekerja sama melakukannya. Penipuan dapat terjadi bila „pihak tertentu‟ pada
dengan pembeli. Pada bentuk penipuan terakhir ini, oknum dimaksud dapat
hubungan yang bersifat nasional. Sehingga, dalam hal terjadi penipuan baik
116
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 87.
dari hubungan hukum yang bersifat nasional ini dapat bersifat internasional bila
Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar L/C
untuk menyetujui L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum L/C disetujui
oleh penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari bank penerbit yang
tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasar permintaan penerbitan L/C
Hak dan kewajiban bank penerbit dan penerima diatur dalam UCP
sepanjang L/C tunduk pada UCP. Namun, walaupun L/C tunduk pada UCP tidak
berarti bahwa semua ketentuan UCP harus berlaku bagi L/C tersebut. L/C dapat
UCP, maka yang berlaku adalah klausul-klausul tersebut. Namun, dalam hal
klausul-klausul tersebut tidak diatur dalam UCP maka dengan sendirinya klausul-
L/C sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang dikenal secara internasional.
117
Ramlan Ginting (III), Op. Cit, hal. 93.
dengan masalah L/C yang tidak diatur dalam UCP dan L/C tunduk pada hukum
nasional. Penentuan hukum nasional tersebut dilakukan atas dasar klausul pilihan
hukum dalam L/C atau berdasarkan teori penentuan hukum nasional yang berlaku
bagi L/C yang dilakukan oleh hakim. Terlepas dari L/C tunduk atau tidak pada
UCP atau L/C tunduk sekaligus pada UCP dan hukum nasional, hakikat dari L/C
adalah “janji pembayaran” dari bank penerbit kepada penerima. Bank penerbit
dokumen yang dipersyaratkan L/C. Hal ini sejalan dengan Agency Theory dan
tersirat dari penjual kepada pembeli untuk melakukan pembayaran sesuai dengan
penjualan atas dasar mana bank berjanji untuk membayar harga penjualan kepada
dalam kontrak penjualan ketentuan L/C yang tidak dapat dibatalkan menawarkan
untuk menyerahkan document of title atas barang kepada bank pembayar yang
Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus didasarkan pada
instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank
Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus adalah “hubungan
keagenan” dimana bank penerbit bertindak sebagai prinsipal dan bank penerus
sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua bank ini diatur dalam instruksi bank
penerbit yang dimuat didalam L/C. Selain itu, hak dan kewajiban kedua bank juga
diatur dalam UCP jika L/C tunduk pada UCP. UCP mengatur hak dan kewajiban
bank penerbit dan bank penerus dalam melakukan penerusan dan perubahan L/C
kepada penerima. Sebagai bank penerus saja bank ini tidak berkewajiban untuk
terkecuali bank penerbit menentukan peranan bank yang ditunjuk sebagai bank
Tugas suatu bank sebagai bank penerus adalah menerima L/C dari bank
penjual, menerima dokumen L/C dari penjual, dan mengirimkan dokumen L/C
bank penerus, maka bank yang ditunjuk menjalankan peran ganda, yaitu sebagai
institusi yang menangani lalu lintas „dokumen‟ dan institusi yang melakukan
118
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 89.
pembayaran L/C. Pelaksanaan peran ganda semacam ini lazim ditemukan dalam
Setiap bank penerbit berhak menunjuk suatu bank sebagai bank sebagai
pembayaran L/C. Namun, setiap bank yang ditunjuk berhak pula menolak
penunjukan sebagai bank yang ditunjuk. Artinya, bank penerbit tidak berhak
persetujuan bank yang ditunjuk, instruksi bank penerbit tidak akan pernah
juga dikatakan, bank penerbit adalah pemberi kuasa dan bank yang ditunjuk
kuasa.
yang berdiri sendiri. Kontrak keagenan merupakan bagian dari L/C sebagai
kontrak. Dalam kontrak L/C yang telah dikenal secara internasional lebih dari 70
tahun, selalu ditemukan keberadaan dua kontrak sekaligus , yaitu L/C sendiri atau
sering disebut L/C murni sebagai kontrak dan kontrak keagenan. Kedua kontrak
mengatur hubungan kontraktual antara bank penerbit dan bank yang ditunjuk.
Dilihat dari segi transaksi, transaksi L/C murni selesai ketika penjual
menerima pembayaran L/C dari bank yang ditunjuk. Sementara, transaksi kontrak
keagenan baru selesai setelah bank yang ditunjuk menerima reimbursement dari
bank penerbit. Transaksi L/C murni lebih dahulu selesai dibanding transaksi
kontrak keagenan.
bahkan universal, bahwa kedua kontrak tersebut berada sebagai kesatuan dalam
satu dokumen yang sama yang dinamakan L/C. Dengan demikian, L/C yang
dikenal sehari-hari itu adalah L/C dalam arti luas yang mencakup L/C murni dan
kontrak keagenan.119
(confirming bank), maka kewajiban bank ini adalah sama dengan kewajiban bank
penerima, tetapi sebagai bank penegosiasi bank ini tidak turut menjamin
119
Ramlan Ginting (III), Op. Cit, hal. 96.
120
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
pembayaran kembali kepada bank penerbit atau pereimburs yang ditunjuk bank
penerbit.121
(paying bank), maka bank ini melakukan pembayaran kepada penerima yang
asing bank penerbit yang ada pada bank pembayar atau pembayaran kembali dari
bank penerbit atau atas beban rekening bank penerbit pada bank pereimburs yang
maka bank ini diminta melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang diajukan
penerima atau pemegang yang sah (bonafide holder) pada saat pembayaran jatuh
tempo. Bank pengaksep meminta pembayaran kembali dari bank penerbit atas
Bank yang diberi kuasa oleh bank penerbit menjadi bank penerus tidak
atau bank pengaksep. Artinya, bank penerus dapat berfungsi murni hanya sebagai
bank penerus dan fungsi sebagai bank pengkonfirmasi, bank pembayar, bank
penegosiasi, atau bank pengaksep dilakukan oleh bank lain. Tindakan bank
penerus atau bank lain untuk melakukan pembayaran, negosiasi atau akseptasi
121
Ibid, hal. 90.
fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai dengan persyaratan L/C. Bank
L/C dan penerusan perubahannya. Oleh karena itu, penerima tidak berhak untuk
meminta pembayaran L/C dari bank penerus. Tetapi, dalam hal bank penerus juga
sebagai bank pengkonfirmasi maka selain meneruskan L/C kepada penerima bank
ini juga melakukan konfirmasi atas L/C tersebut. Konsekuensinya, penerima dapat
bank penerbit terhadap penerima. Kemudian, jika bank penerus bertindak pula
sebagai bank penegosiasi maka kewajiban bank ini yaitu selain meneruskan L/C
Seterusnya, apabila bank penerus diminta pula sebagai bank pembayar maka
kewajiban bank ini adalah meneruskan L/C dan melakukan pembayaran kepada
pengaksep, maka kewajiban bank ini selain meneruskan L/C kepada penerima
122
Ibid, hal. 91.
juga melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang diajukan penerima dan
Kecuali dalam kapasitas bank penerus murni sebagai bank penerus, maka
dalam transaksi L/C. Lihat misalnya pengadilan internasional yang memutus isu
penipuan tersebut dalam kasus Sztejn vs. J. Henry Schroder Banking Co. dan
kasus Bossier Bank &Trust Co. & Union Planters National Bank masing-masing
di Amerika, dan kasus United City Merchants vs. Royal Bank of Canada di
Inggris. Dalam hal terjadi penipuan, bank yang ditunjuk tidak perlu lagi terikat
pada „pemenuhan persyaratan L/C‟ yang dilihat sesuai dengan prinsip keterikatan
pada dokumen dan prinsip independensi. Singkatnya, bank yang ditunjuk wajib
Pengaturan mengenai penipuan tidak ditemukan dalam UCP 500 atau UCP
600. Bahkan UCP 500 atau UCP 600 menyatakan, walaupun tidak tegas, bahwa
bank tidak bertanggung jawab atas terjadinya penipuan dalam transaksi L/C (UCP
123
Ibid, hal. 92.
500 Artikel 15 atau UCP 600 Artikel 34). Penipuan memang dimaksudkan untuk
selain dibuat untuk tujuan kelancaran pelaksanaan L/C, sebaliknya dapat juga
dimanfaatkan oleh pihak yang beritikad tidak baik untuk tujuan melakukan
penipuan. Dengan perkataan lain, sistem L/C memiliki kekuatan dan kelemahan
sekaligus. Pemanfaatan kelemahan L/C dimaksud perlu dideteksi oleh bank agar
Pelaksanaan pembayaran L/C tunduk pada UCP dan hukum nasional yang
nasional.
Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia dan Kitab Undang-Undang
(UCC) dan di Inggris diatur dalam Bills of Exchange Act 1882. UCP dan hukum
Amerika, fungsi UCP sebagai payung bahkan dapat digantikan oleh UCC. 125
124
Ramlan Ginting (III), Op. Cit, hal. 98.
125
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
adalah keuntungan bagi penjual untuk membuka L/C sesegera mungkin setelah
t. Jenis wesel, misalnya: wesel untuk (Demand/ Sight Bill of) atau wesel
b. Kelengkapan dokumen.
126
Rumu Sarkar, Op. Cit, hal. 21.
127
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 54.
f. Klausula tentang ada atau tidaknya suatu hak penerima L/C untuk
g. Waktu berlakunya L/C harus lebih lama dari pada waktu pengapalan
terakhir.
a. Nama Issuing Bank, dan tipe kredit dengan nomor dan tanggal;
dapat dipaparkan;
w. Apakah draft akan ditarik pada sebuah bank yang ditunjuk atau
pembeli;
g. Ports dari pengiriman dan tujuan dari barang (terkadang hanya negara
yang dituliskan);
128
Ibid, hal. 57.
negosiasi;
dalamnya.
yang telah selesai, dan memprosesnya. L/C kemudian dikirim ke penerima secara
langsung atau melalui Bank Penerus (Advising Bank) melalui transmisi elektronik.
bahwa daya jual barang-barang yang mendasarinya tidak menjadi masalah dan
oleh karena itu tidak memerlukan jaminan khusus diberikan oleh pihak pemohon.
Jika tidak ada jaminan dari pihak pemohon oleh bank penerbit, hal ini dikenal
sebagai L/C tanpa jaminan (unsecured L/C).129 Setelah selesai pada tahapan ini
Pembayaran Barang.
129
Rumu Sarkar, Loc. Cit.
Credit
a. Bill of Lading (B/L) yang dikeluarkan oleh pengangkut atau agen yang
bertindak dan untuk dan atas nama pengangkut atau nakhoda kepada
penjual untuk barang yang akan diangkut. Bill of Lading ini berfungsi
dagangan tersebut.
bank penerbit dan/ atau pembeli, hampir seperti cek yang ditarik pada
130
Ibid.
131
Ibid, hal. 19.
lisensi devisa).
asuransi untuk pengangkutan barang atau jika ada, bahwa penjual telah
tersebut kepada Bank Penerus (Advising Bank) dan Bank Penerus akan
syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Bank
Penerbit (Issuing Bank) untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen
dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan Term and Condition di dalam
L/C. Jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak dan jika sesuai maka Bank
Penerbit akan membayar pihak penerima (seller) melalui Bank Penerus (Advising
asli yang diterima dari Bank Penerbit, pihak buyer akan mengambil barang/ jasa
di custom. Tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak akan bisa mengambil
barang/ jasa tersebut.132 Dari penjelasan diatas dapat digambarkan skema tahapan
Pemohon
5 Penerima
(Applicant)
(Beneficiary)
10 9 2 6 4 8
3
Bank Penerbit Bank Penerus
(Issuing Bank) (Advising Bank)
8
(Issuing Bank).
132
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 36.
133
Kasmir, Op. Cit, hal. 215.
perjanjian.
memenuhi syarat.
(Advising Bank).
sebagaimana halnya penentuan pilihan hukum dalam kontrak pada umumnya. Hal
ini disebabkan transaksi L/C melibatkan beberapa kontrak yang terkait satu sama
permintaan penerbitan L/C, L/C dan kontrak keagenan134 seperti yang juga telah
(i) pemohon dengan penerima, (ii) bank penerbit dengan penerima, dan (iii) bank
para pihak dalam kedua hubungan tersebut berkedudukan di dua negara yang
berbeda. Sementara hubungan hukum yang terjadi antara (i) pemohon dengan
bank penerbit dan (ii) bank penerus dengan penerima, tidak menimbulkan
terjadi pada negara yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pilihan
hakim atau arbiter yang akan menentukan hukum mana yang harus
hakim atau arbiter dapat menggunakan teori yang ada dalam Hukum
Perdata Internasional, antara lain teori lex loxi contractus, lec loxi
134
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 117.
Teori lex loci contractus menetapkan bahwa hukum nasional yang berlaku
ditandatangani oleh bank penerbit dan oleh karena itu, hukum nasional yang
Teori lex loci solutions mengatakan bahwa hukum nasional yang berlaku
adalah hukum negara tempat pelaksanaan kontrak L/C. L/C dilaksanakan dengan
cara menerbitkan dan melakukan pembayaran L/C. Bank yang menerbitkan dan
membayar L/C adalah bank penerbit, sehingga hukum nasional yang berlaku atas
yang berlaku adalah hukum negara yang memiliki keterkaitan paling dekat dan
paling nyata dengan transaksi L/C. Terdapat perbedaan antara negara yang
menganut civil law dan common law yang berdampak kepada penentuan hukum
negara yang digunakan. Dalam yang menganut civil law masih terdapat sejumlah
bank tertunjuk merupakan realokasi pelaksanaan L/C dari bank penerbit kepada
demikian, dalam hal bank koresponden hanya bertindak sebagai bank penerus
(advising bank), maka hukum yang berlaku adalah hukum negara bank penerbit
135
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 144.
mengingat kewajiban bank penerus yang terbatas memberikan jasa penerusan L/C
hukum yang digunakan adalah merujuk kepada hukum yang berlaku dimana
Khusus bagi L/C yang dikonfirmasi, baik yurisdiksi yang menganut civil
law maupun common law berpendapat bahwa hukum yang berlaku adalah hukum
Dalam hal L/C tunduk pada UCP, maka hak dan kewajiban para pihak
dalam rangka pelaksanaan L/C telah jelas diatur dalam UCP selain dalam L/C.
Untuk kontrak keagenan, dalam praktik, penulis belum pernah melihat ada
pengaturan klausul pilihan hukum tersendiri di luar L/C antara bank penerbit dan
bank penerus. Pilihan hukum untuk kontrak keagenan ini adalah UCP sepanjang
L/C tunduk pada UCP. Hal ini karena instruksi pelaksanaan L/C tunduk pada
UCP, maka dengan sendirinya kontrak keagenan yang lahir berdasarkan instruksi
tersebut dan merupakan bagian dari L/C juga tunduk pada UCP. 137 Namun ada
kalanya pilihan hukum sebagai hukum yang berlaku atas L/C sebagai kontak juga
merupakan isu penting. Dengan menerbitkan L/C yang tunduk pada UCP 500 atau
UCP 600 belum berarti L/C telah memiliki governing law. UCP 500 atau UCP
600 dapat dianggap sebagai „governing law‟ hanya untuk mekanisme dan
prosedur penerbitan L/C. Untuk isu-isu hukum seperti penipuan, governing law-
136
Ibid, hal. 145.
137
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 118.
nya harus tersendiri di luar UCP 500 atau UCP 600. Dalam hal ini perlu
pemberlakuan hukum nasional berkenaan dengan L/C dari negara tertentu, misal
Amerika, Inggris, atau negara lainnya. Dengan demikian, idealnya, L/C selain
tunduk pada UCP 500 atau UCP 600, L/C juga tunduk pada hukum nasional
tertentu.138
Transaksi L/C tidak selamanya berjalan dengan normal, ada kalanya terdapat
perselisihan hukum dalam pelaksanaan L/C. Dalam hal ini para pihak tentu perlu
perselisihan hukum tersebut. Forum dimaksud berupa forum peradilan umum atau
peradilan arbitrase. Mengingat bahwa kedudukan kedua forum ini sederajat dalam
menangani perselisihan hukum dalam pelaksanaan L/C, maka para pihak dalam
L/C sudah sewajarnya diberi pilihan untuk memilih forum peradilan umum atau
peradilan arbitrase. Para pihak tidak boleh memilih kedua forum sekaligus.
Putusan peradilan arbitrase (arbitral award) bersifat final dan binding, sama
hukum tetap. Dengan demikian, bila perselisihan hukum dalam pelaksanaan L/C
telah diperiksa dan diselesaikan oleh forum peradilan arbitrase yang dibuktikan
dengan arbitral award, maka terhadap penyelesaian arbitrase ini tidak dapat
138
Ramlan Ginting (III), Op. Cit, hal. 67.
sebaliknya.139
putusan arbitrase asing (internasional) seperti yang diatur dalam Konvensi New
York 1958.140
139
Ibid.
140
M. Hussyen Umar, “Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional di Indonesia” dalam
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bbd785494fc7/pokokpokok-masalah-pelaksanaan-
putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-br-oleh-m-husseyn-umar- Kamis 8 April 2010,
diakses 2 Desember 2017.
141
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
142
Ibid.
dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.143
143
Ibid.
dasar, sehingga menggunakan asas hukum berarti fondasi atau landasan dari suatu
Suatu prinsip adalah suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok,
operasional bank.
sebagai kata benda dan carefull sebagai kata sifat. Sedangkan prudent sebagai
kata sifat diartikan sebagai bijaksana atau hati-hati. Menurut Black istilah prudent
caution”.144
144
Toto Octaviano Dendhana, “Penerapan Prudential Banking Principle Dalam Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana” Lex et Societatis, Vol.1/No.1/Jan-
Mrt/2013, hal. 41.
98
hatian diambil dari istilah prudent yang dalam tulisan-tulisan tersebut diistilahkan
sebagai prudential banking. Disamping itu ada pula tulisan yang menggunakan
1992 telah diambil sebagai terjemahan dari prudential principle yang sudah
pasal dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya dalam UU No. 10 Tahun
1998 ditemukan istilah prinsip kehati-hatian seperti tersebut dalam Pasal 2, Pasal
29 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berikut perubahannya dalam
Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 maupun peraturan perbankan lainnya. Oleh
sebab itu menyimak isi yang tercantum dalam kedua undang-undang perbankan,
penerapan prinsip tersebut diharapkan dapat tercipta kondisi atau keadaan bank
sebagai berikut:
sikap dan prilaku dari manajemen dan direksi perusahaan, serta dituangkan dalam
Pada korporasi yang bergerak dalam jasa perbankan, aspek hukum “the
hal lain yang serupa) yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam/ nasabah
yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
bank tersebut.147
145
Ibid, hal. 42.
146
Juni Sjafrien Jahja, Prinsip Kehati-hatian Dalam Memberantas Manajemen Koruptif
Pada Pemerintah & Korporasi, (Jakarta: Visimedia, 2013), hal. 16.
147
Ibid, hal. 18.
Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena
yang mempercayakan dananya kepada masyarakat, tetapi juga sebagai bagian dari
bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja. Dengan demikian,
prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik
berlaku dalam dunia perbankan agar bank selalu dalam keadaan sehat sehingga
sistem perbankan yang sehat dan efisien serta berkembang secara wajar dan
Begitu pun dalam hal bank melaksanakan kegiatan penanganan L/C, baik
(negotiating bank), bank harus selalu menerapkan prinsip kehati-hatian. Hal itu
penting agar menghindari dari adanya sengketa yang berakibat bagi kesehatan
Resiko-resiko itu mungkin terjadi apabila adanya gagal bayar ataupun penipuan
dari pihak-pihak yang terlibat di dalam L/C tersebut. Oleh karena itu, secara garis
besar penerapan kehati-hatian bank dalam penanganan L/C dapat dibagi atas 2
tahap yaitu tahap penerbitan L/C dan tahap penelitian dokumen atas L/C. Kedua
148
Uswatun Hasanah, Op. Cit, hal. 24.
Tahun 1998
bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib
ketentuan Pasal 2 di atas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam Undang-
prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, 149 yakni
bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.
149
Hermansyah, Op. Cit, hal. 124.
150
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
37B), maka Pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup
pembinaan dan pengawasan bank. Lebih lagi menurut Anwar Nasution, ketentuan
prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti
sempit.151 Pada penjelasan Pasal 29 ini menegaskan bahwa Bank Indonesia diberi
dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya, baik yang bersifat
151
T. Darwini, Op. Cit, hal. 77.
termasuk juga pada bagian pasal sebelumnya, seperti Pasal 8, 10, dan 11 UU
Perbankan.153
Pasal 10 mengemukakan:
152
Juni Sjafrien Jahja, Op. Cit, hal. 20.
153
T. Darwini, Loc. Cit.
154
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau
melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan
c. Anggota Direksi;
dan huruf c;
d, dan huruf e.
diatas, yang pada sub bab selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut.
ini tahap bank akan menerbitkan Letter of Credit maka sudah menjadi kewajiban
untuk menerapkan prinsip kehati-hatian tersebut. Mulai dari tahap inilah timbul
mencakup hal-hal yang bersifat teknis yang sengaja diadakan untuk mencegah
krisis dengan cara mengurangi risiko yang dihadapi bank. Ketentuan yang bersifat
pemberian kredit.155Namun, khusus untuk penanganan L/C ada beberapa hal yang
155
Juni Sjahfrien Jahja, Op. Cit, hal. 19.
harus dipastikan oleh bank penerbit sebelum L/C diterbitkan, hal tersebut
adalah:156
menyetorkan MD (marginal deposit) tidak secara full cover, maka disini bank
memegang peranan sangat penting karena di sini risiko atas importir diambil alih
oleh bank. Oleh karena itu bank sebelumnya harus melalui tahapan analisis kredit
sebelumnya. Hal ini tentunya juga sejalan dengan penerapan prinsip kehati-hatian
kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
156
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 44.
157
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Jika hal-hal di atas telah dipenuhi pemohon, maka bank penerbit siap
berkomitmen untuk:158
persetujuan pemohon.
dengan Letter of Credit (L/C), maka pembeli akan meminta kepada banknya
c. Nilai L/C yang dibuka dengan shipping terms yang telah disetujui
(FOB/CIF/C&F);
158
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 45.
159
Ibid.
f. Uraian barang;
date”;
Atas dasar aplikasi pembukaan L/C yang telah disetujui, bank penerbit
membuka dan menerbitkan L/C yang ditujukan kepada penerima, yang isinya
sesuai benar dengan apa yang telah tercantum pada formulir aplikasi. Ketentuan-
ketentuan yang ditambahkan oleh bank penerbit tersebut umumnya terdiri dari:160
penagihan terhadapnya);
160
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 46.
Setelah formulir aplikasi diisi, dan juga telah diinput serta disempurnakan
oleh bank penerbit, maka L/C telah siap untuk diterbitkan dan diteruskan kepada
agar L/C dapat dibayar atau diaksep dan dibayar pada saat jatuh tempo.
kehati-hatian dan penelitian yang seksama atas semua dokumen yang terkait
dengan pelaksanaan ekspor impor menjadi suatu keharusan bagi semua pihak. 163
Bank dan pihak-pihak lainnya dalam merealisasi L/C hanya berurusan dengan
bank telah sesuai dengan persyaratan L/C maka sejalan dengan Pasal 4 UCP 500
persyaratan L/C. Oleh karena itu, bank harus melakukan penelitian atas dokumen-
161
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 93.
162
Uniform Custom dan Practice for Documentary Credits (UCP 500)
163
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 79.
dokumen tersebut untuk dasar menentukan apakah dapat dibayar atau tidak. Hal
tersebut juga harus dibarengi dengan pengawasan intern dalam rangka menjamin
UU Perbankan.164
disebutkan pada Pasal 13 huruf a UCP 500. 165 Ukuran kesesuaian tersebut
yang tidak konsisten satu terhadap yang lainnya merupakan cerminan bahwa tidak
berdasarkan “tampak muka” (appear on their face). Bank tidak perlu meneliti
lebih jauh dari itu. Pernyataan tampak muka jangan ditafsirkan sebagai muka atau
belakang dokumen.
dalam mana ketelitian yang wajar diaplikasikan. Gagasan ketelitian yang wajar
164
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
165
Uniform Custom and Practice for Documentary Credits (UCP 500).
kepalsuan atau akibat hukum dari setiap dokumen, atau kondisi umum atau
maka penanganan dokumen palsu tersebut tidak menjadi tanggung jawab bank.
Pembeli dan penjual yang akan melakukan penanganan dokumen palsu dimaksud.
Bank dianggap telah melakukan pembayaran L/C dengan itikad baik bila pada
saat bank melakukan proses pembayaran L/C bank tidak mengetahui keberadaan
166
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 94.
beneficiary. Dalam hal ini, prinsip independensi dan prinsip keterikatan pada
dalam pelaksanaan L/C. Ketika ditemukan penipuan sebelum L/C dibayar maka
atas dasar penipuan itu bank wajib menolak pembayaran kepada beneficiary.
menemukan penipuan dalam proses pembayaran L/C maka bank tidak lagi
dokumen dimaksud. Akan tetapi, dalam era persaingan perbankan yang sangat
menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari batas waktu 5 (lima) hari tersebut.168
Namun dalam keadaan force majeur karena tindakan pemerintah atau akibat-
akibat alam, jangka waktu tersebut dimaksud dapat terlampaui. 169 Adapun jenis
167
Ramlan Ginting (II), Op. Cit, hal. 34.
168
Article 14 huruf b, Uniform Custom and Practice for Documentary Credits (UCP 600).
169
Ramlan Ginting (I), Loc. Cit.
170
Rumu Sarkar, Op. Cit, hal. 25.
berakhir;
(misalnya, lebih dari 21 hari setelah barang dikirim), namun L/C masih
berlaku;
transportasi, atau nama dan / atau alamat yang salah muncul di faktur);
disetujui, tidak berlaku bila cakupan asuransi efektif, atau bila klaim
dibayarkan).
ketentuan yang disebutkan di atas. Mulai dari tahap analisis sebelum L/C
sendiri dalam membuat SOP atau standar prosedur dalam penanganan L/C harus
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum sesuai dengan Pasal 29 ayat (2) UU
terjadi sengketa pun segala resiko yang terjadi atas transaksi tersebut sudah diluar
tanggung jawab bank lagi, atau dapat dikatakan bank tidak dapat dipertanggung
jawabkan.172
Kasus ini bermula dari Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta
menerima 105 lembar L/C dengan nilai transaksi US$ 157,4 juta dan euro 56,1
atau senilai Rp 1,7 triliun, terhitung mulai juni 2002 sampai dengan juni 2003.
L/C tersebut diterbitkan oleh Issuing Bank dari Rosbank Switzerland, Dubai Bank
Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd
dengan tujuan ekspor Congo dan Kenya. Oleh karena BNI belum mempunyai
mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank. L/C ini
Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo Group. 173 Dimana L/C yang dibuka
171
Hermansyah, Op. Cit, hal. 125.
172
Ramlan Ginting (I), Op. Cit, hal. 67.
173
Media Indonesia, “Terjadi 105 L/C Fiktif di BNI Kebayoran Baru” dalam
https://antikorupsi.org/news/terjadi-105-lc-fiktif-di-bni-kebayoran-baru Jum‟at, 28 Mei 2004,
diakses 5 Desember 2017.
adalah jenis Usance, yang artinya wesel ekspor berjangka yang dibuat eksportir
adalah wesel ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu
tertentu.
berjangka (kredit ekspor) atas L/C tersebut kepada BNI dan disetujui oleh pihak
Bank BNI. Dalam hal ini Gramarindo Group menerima Rp 1,6 triliun dan Petindo
Group menerima Rp 105 miliar. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo,
Issuing Bank tidak dapat membayar kepada Bank BNI dan pihak importir pun
Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah
terjadi.
miliar dan sisanya Rp 1,2 triliun merupakan potensi kerugian BNI yang juga
Terkait dengan hal itu, Bank BNI banyak melakukan pelanggaran dalam
mengatakan bahwa bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
berlaku bagi transaksi bisnis terkait dari ketentuan Bank Indonesia, UCP 600, dan
yang beredar bahwa Bank BNI tidak membuat work sheet atau lembaran catatan
174
Liputan6, “Aset Hasil L/C Fiktif BNI Belum Dikembalikan” dalam
http://news.liputan6.com/read/79968/aset-hasil-lc-fiktif-bni-belum-dikembalikan Jum‟at, 11 Juni
2004, diakses 5 Desember 2017.
bank yang seharusnya selalu diisi untuk menjadi pedoman petugas-petugas bank
dalam menangani L/C tersebut, dari mulai saat L/C itu diterima sampai saat L/C
itu dinegosiasikan dan dibayar. Work sheet yang berisi informasi mengenai siapa
issuing bank, nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, untuk komoditas apa
(barang yang diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya, berapa nilainya dan
dalam mata uang apa, batas waktu L/C (expire date), batas waktu tanggal bill of
lading (dokumen pengangkutan kapal), maupun jenis L/C yang dipakai. Dengan
tidak adanya work sheet tersebut, Bank pun tidak dapat mengetahui secara jelas
dengan mendiskonto wesel yang diajukan oleh pihak eksportir (Gramarindo &
Petindo Group), dimana dalam hal ini bank dianggap tidak melawati tahap
tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal
BNI melihat prestasi ekspotir terlebih dahulu, dan menganalisis apakah transaksi
memang sesuai dengan usaha yang selama ini digeluti, bila tidak, maka harus
diwaspadai.
dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh bank di luar negeri, Bank
BNI sebagai Negotiating Bank dapat menarik kembali dari pihak eksportir atau
sering disebut dengan hak regres. Hak regres adalah hak yang dimiliki oleh
Negotiating Bank berupa surat jaminan dimana jika ternyata wesel ekspornya
tidak dibayar oleh bank di luar negeri, negotiating bank dapat menarik kembali
dari beneficiary.176 Hak ini hanya berlaku bagi L/C yang tidak di konfirm, untuk
L/C yang di konfirm negotiating bank tidak mempunyai hak regres (Pasal 9 angka
meminta terlebih dahulu surat jaminan yang nantinya digunakan negotiating bank
untuk mengeksekusi hak regresnya. Bank juga harus meyakini bahwa pada saat
hak regres itu akan dieksekusi, maka rekening nasabah masih tersedia cukup dana.
Dalam kasus L/C di Bank Century, disinyalir L/C tersebut adalah fiktif
dengan tujuan pencucian uang (money laundry) oleh pemiliknya Robert Tantular.
L/C yang diterbitkan oleh Bank Century yang bertindak sebagai issuing bank,
17,999 juta, 2. PT. Trio Rhythm: US$ 10,999 juta, 3. Selalang PT Prima
Intenational: US$ 22,5 juta, 4. PT. Sinar Central Clothing: US$ 26,5 juta, 5. PT.
Petrobas Indonesia: US$ 4,3 juta, 6. PT. Citra Abadi Always (CSA): US$ 19,9
juta, 7. PT. Dwi Putra Mandi: US$ 9,999 juta, 8. PT. Damar Crystals Mas: US$
176
Rivera Pantro Sukma, Op. Cit, hal. 31.
177
Uniform Custom and Practice for Documentary Credits (UCP 600).
21,499 juta, 9. PT Sakti Terpadaya Raya: US$ 21,999 juta, 10. PT. Energy
namun hanya kasus L/C dari PT Selalang Prima Indonesia (SPI) milik Misbakhun
yang di ekspos oleh beberapa media. Dalam hal ini PT SPI sebagai applicant atau
istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C. Dimana L/C yang diberikan didasarkan
kepada intruksi dari pemegang saham Bank Century yaitu Robert Tantular dan
Fasilitas L/C yang diberikan kepada PT SPI sebesar US$ 22,5 juta dengan
jaminan (margin deposit) berupa deposito sebesar US$ 4,5 juta (atau 20% dari
Condensate dari Grains and Industrial Product Trading PTE, Ltd. di Singapura
Jeddah dan Bank Koresponden adalah Saudi National Commercial Bank (SNCB),
Bahrain.
Pemberian fasilitas L/C tidak didukung oleh analisa dan prosedur yang
tersebut telah mendapat persetujuan dari Komite Kredit, baik ditingkat cabang,
wilayah, pusat, serta komisaris.179 Kondisi tersebut tidak sesuai dengan prinsip
178
Kompasiana, “L/C Fiktif atau Gagal Bayar” dalam
https://www.kompasiana.com/umarhapsoro/l-c-fiktif-atau-gagal- bayar,54fd4114a33311l
c92150f85c Jum‟at, 26 Juni 2015, diakses pada 7 Desember 2017.
179
Berita Satu, “Pemegang Saham Bank Century Disebut Sumbang Banyak
Penyimpangan” dalam http://www.beritasatu.com/hukum/179263-pemegang-saham-bank-century-
disebut-sumbang-banyak-penyimpangan.html Selasa, 22 April 2014, diakses pada 7 Desember
2017.
Dalam pencairan L/C ini pun penuh penyimpangan. Syarat L/C yang
diajukan SPI tidak umum dan sangat beresiko yang mengakibatkan terjadinya
Pada kasus Bank Century terlihat jelas bahwa hampir semua proses L/C
proses pembuatan L/C dilakukan sebagai kasus pencucian uang bailout Century
Rp 6,7 triliun, yang sebelumnya Bank Century sempat menerima suntikan dana
CAR perbankan.
Jadi seharusnya untuk kasus L/C Bank Century deteksi dini sudah dapat
dengan peraturan yang ada. Masalahnya adalah siapakah yang akan mengawasi
penyelewengan ini, bila semua memang adalah rekayasa Bank Century dari mulai
180
Detik, “Polisi Beberkan Kronologi Kasus L/C Misbakhun” dalam
https://news.detik.com/berita/d-1346448/polri-beberkan-kronologi-kasus-lc-misbakhun Selasa, 27
April 2010, diakses pada 7 Desember 2017.
181
Rivera Pantro Sukma, Op. Cit, hal. 33.
bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun dalam
maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-
terutama pada bank yang telah menerima suntikan dana (bail out).
sanksi keras berupa pencabutan wewenang yang dimiliki bank yang mempunyai
PENUTUP
A. Kesimpulan
merupakan janji dari bank penerbit untuk membayar sejumlah uang kepada
Disamping itu, L/C juga dapat digunakan sebagai dasar permohonan Kredit
Ekspor (KE) guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk
oleh L/C tersebut. Dalam pelaksanaannya juga dibatasi, tidak semua bank
yang ada bukan hanya berdampak pada kesehatan bank itu sendiri tapi juga
bank yang dapat melakukan transaksi L/C ini hanya Bank Umum yang telah
Bank Indonesia sebagai bank sentral juga mempunyai peranan penting dalam
122
Indonesia.
2. Mekanisme penerbitan Letter of Credit (L/C) oleh bank selain diatur dalam
PBI No. 5/11/PBI/2013 juga terdapat dalam Uniform Custom and Practice
publikasi UCP 600. Di dalam pengaturan tersebut, L/C dibuka oleh bank
bank penerus. Bank penerus akan menyerahkan L/C berikut dokumen kepada
pedoman bagi bankir yang menganani L/C dalam penangannya agar tidak
terjadi sengketa atas L/C tersebut selain juga berpedoman pada peraturan
yang perlu diperhatikan oleh bank dalam penanganan L/C, yaitu pertama,
dahulu, terutama pada L/C yang dibuka dengan fasilitas yang menyetorkan
penanganan L/C sesuai dengan ketentuan UCP ataupun PBI yang mengatur
mengenai hal itu. Ketiga, dalam hal bank bertindak sebagai negotiating bank,
maka bank itu juga harus memperhatikan kredibilitas dari bank penerbit/
pembinaan dan pengawasan oleh Bank Indonesia baik dalam bentuk regulasi-
dua kasus sengketa L/C dalam sejarah yang terjadi pada Bank Century dan
memperbaiki diri.
B. Saran
hal penanganan L/C. Maka dengan itu sudah menjadi kewajiban bagi bank
hal ini bank tidak boleh menganggap remeh setiap proses dalam penanganan
L/C yang diatur dalam peraturan tersebut maupun peraturan internal bank itu
sendiri sebagai upaya untuk menghindari adanya sengketa yang terjadi seiring
2. Disamping itu Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki fungsi
menjalankan fungsi itu dengan baik. Potensi adanya itikad buruk dari para
pihak yang bekerjasama dengan pihak bank harus diantisipasi oleh Bank
L/C. Hal itu diperlukan untuk menghindari adanya kesempatan yang dapat
internal bank, upaya menghindari itikad buruk yang dilakukan oleh bank
4. Pada kasus Bank BNI dan Bank Century harus menjadi pelajaran bagi
kedua kasus tesebut adalah adanya ketidaksesuaian tahapan proses yang telah
Daftar Buku
Ginting, Ramlan, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum Dan Bisnis, Jakarta:
Trisaksi, 2009.
Empat, 2007.
2005.
M.S., Amir, Letter of Credit Dengan Pembahasan Khusus UCP 600 dan
127
Kanisius, 2003.
Sutedi, Adrian, Tinjauan Yuridis Letter of Credit dan Kredit Sindikasi, Bandung:
Alfabeta, 2012.
Persada, 2003.
Peraturan Perundang-Undangan
Penyelesaian Sengketa
Impor.
2011.
Societatis, Vol.1/No.1/Jan-Mrt/2013.
Agustus 2005.
Internet
https://antikorupsi.org/news/terjadi-105-lc-fiktif-di-bni-kebayoran-baru Jum‟at,
http://darwin-arsip.blogspot.co.id/2010/12/faktor-faktor-mengapa-lc-paling.html,
https://news.detik.com/berita/3610769/bareskrim-tangkap-jaringan-penjualan-
https://news.detik.com/berita/d-1346448/polri-beberkan-kronologi-kasus-lc-
http://news.liputan6.com/read/79968/aset-hasil-lc-fiktif-bni-belum-dikembalikan
http://www.beritasatu.com/hukum/179263-pemegang-saham-bank-century-
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bbd785494fc7/pokokpokok-
masalah-pelaksanaan-putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-br-oleh-