Anda di halaman 1dari 118

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN

CV TANPA ADANYA PERSERO KOMANDITER

TESIS

Oleh :

CUT RAISHA YANNAZ


157011146/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA
PENDIRIAN CV TANPA ADANYA PERSERO KOMANDITER

TESIS

Diajukan Untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan pada


Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CUT RAISHA YANNAZ


157011146/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telahdiujipada

Tanggal : 6 Februari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. BudimanGinting, S.H, M.Hum


Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum
2. Dr. DediHarianto, S.H, M.Hum
3.Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, C.N, M.Hum
4. Dr. MahmulSiregar, S.H, M.Hum

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : CUT RAISHA YANNAZ

Nim : 157011146

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA


PENDIRIAN CV TANPA ADANYA PERSERO
KOMANDITER

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri bukan
Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan
saya sendiri,maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Magister
Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan
tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat pernyataan,

Nama : CUT RAISHA YANNAZ

Nim : 157011146

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang perlu
mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang dibidang merek
akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang
menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit oriented),
sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan
motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk
memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya..
Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang
dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan
peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang
dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan
(Library Research) dan analisis data yang digunakan adalah data kualitatif.
Implikasi hukum pendaftaran suatu merek yang didaftarkan dengan iktikad
tidak baik adalah tidak mendapatkan perlindungan hukum dan dibatalkan
pendaftarannya serta dicoret dai Daftar Umum Merek (DUM) karena perbuatan
tersebut dikualifikasikan mengandung itikad tidak baik (bad faith) dan persaingan
tidak sehat (unfair competition). Pendaftaran merek oleh Badan Hukum harus
didaftarkan oleh Direktur atau orang yang dikuasakan. Pendaftaran merek milik
Badan Hukum tidak boleh didaftarkan atas nama pribadi walaupun yang
menandatanggani permohonan pendaftaran merek adalah seorang direktur, ia
mewakili badan hukumnya bukan atas nama pribadi. Syarat dan ketentuan untuk
mendaftarkan sebuah merek atas nama badan hukum tidak sulit. Ketentuan hukum
tentang penyelesaian sengketa merek dalam hal terjadinya pendaftaran 2 (dua) merek
yang sama dalam kelas yang sama diselesaikan secara litigasi adalah penyelesaian
melalui lembaga pengadilan. Penyelesaian sengketa secara litigasi diatur dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
sedangkan penyelesaian sengketa secara non litigasi merupakan penyelesaian
sengketa diluar pengadilan, seperti melalui alternatif penyelesaian sengketa ataupun
arbitrase. Pertimbangan hakim tentang status pendaftaran merek dengan iktikad tidak
baik dalam putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 01/2013/Merek/PN. Niaga
Medan adalah suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang
diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Hal tersebut yang menjadi dasar
Penggugat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Medan. Majelis Hakim
dalam pertimbangan hukumnya bahwa Tergugat (Suparno) dikatakan beritikad tidak
baik karena tidak mengajak rekan bisnisnya ketika mendaftarkan merek. Pengadilan
Niaga berpendapat bahwa antara Suparno dan Ahmad Saiful Bahri memiliki
hubungan kerjasama yang erat untuk mempopulerkan Ayam Lepaas. Sehingga merek
tersebut harus dibatalkan dari Daftar Umum Merek.

Kata Kunci : Sengketa, Merek, Iktikad Tidak Baik

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

A brand is one of the intellectual property components which need specific


attention since there are still violations against it. This is related to fraudulent
business behavior which needs competitive and profit oriented efforts that brings
about an opportunity for fraudulent and illegal business. Moreover, a person’s
motivation to violate against the use of brand is to get advantages in his business
practice.
The research used descriptive and juridical normative method, using legal
provisions as problem solution. Secondary data were gathered by conducting library
research and analyzed qualitatively.
The legal implication of registering a brand with bad faith is that it will not
get legal protection, and the registration is revoked and eliminated from DUM
(Brand General List) since it contains bad faith and unfair competition. Brand
registration by Legal Entity should be done by a director or any authorized person.
Registration of a brand owned by legal entity cannot be done personally although it
is signed by a director since he represents his legal entity and not his own name. The
prerequisite for registering a brand on behalf of legal entity is actually not difficult. A
dispute on registering 2 (two) similar brands with the same class is settled by
litigation (in court) is regulated in Law No. 20/2016 on Brand and Geographical
Indication, while the settlement by non-litigation (outside the court) is carried out
through arbitration. The judge’s decision on the status of brand registration done
with bad faith in the Medan District Court’s Verdict No. 01/2013/Merek/PN.Niaga
Medan states that the brand cannot be registered by a person who has no good faith.
It becomes the plaintiff’s reason to file a complaint to the Commercial Court, Medan.
The Panel of Judges in their legal decision state that the defendant (Suparno) has bad
faith because he does not ask his business partner to register the brand. They argue
that Suparno and Ahmad Saiful Bahri have close cooperation in popularizing Ayam
Lepaas so that the brand has to be revoked from DUM.

Keywords: Dispute, Brand, Bad Faith

ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul “ANALISIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA

PENDIRIAN CV TANPA ADANYA PERSERO KOMANDITER” ini guna

penyelesaian studi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan kepada pihak yang

telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan,

yaitu :

1. Prof. Dr. Runtung, SH,M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.


2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M. Hum, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku pembimbing utama yang
telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran
dan perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M. Hum selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan
perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.
7. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum selaku pembimbing ketiga yang telah
meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan
perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.
8. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum dan Bapak Dr. Mahmul
Siregar, S.H, M.Hum selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan
saran untuk perbaikkan penulisan tesis.
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti
proses kegiatan perkuliahan.
10. Seluruh staff/pegawai Pegawai Administrasi Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak
membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga
penulis menyelesaikan tesis ini.
11. Teristimewa, kedua orangtuaku tercinta, Ir. Teuku Yanuar dan Dra. (Almh)
Cut Nazli untuk segala doa, dukungan, nasehat, dan bimbingannya kepada
penulis selama ini. Terimakasih ayah dan bunda untuk kesabaran dan segenap
kasih sayang yang luar biasa.
12. Untuk yang tercinta Unyak, M’Atik, Om Irwan, Ka Iva, dan Tania, terima
kasih untuk segala Kasih sayang, doa dan semangat yang telah diberikan
13. Abang-abang, Kakak-kakak, dan Adik-adik sepupu yang telah memberikan
doa dan semangat untuk penulisan tesis ini.
14. Untuk sahabat- sahabat tersayang Pratanya, Gadiza , Rizka, Novy, Rahma,
Silfia, Dita, Indah, ASPEMO, The Tong Familia, dan Kantil Home Stay
terima kasih telah menemani dan mewarnai hari-hari penulis sebagai anak
rantau.
iv

Universitas Sumatera Utara


14. Rekan-rekan seperjuangan Stambuk 2015 Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang ikut
mewarnai masa perkuliahan penulis. Terkhusus untuk sahabat-sahabat sekelas
di grup C yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus
memberikan motivasi, semangat, selalu saling membantu, saling memberikan
kritik dan saran dari awal masuk perkuliahan sampai saat penulis selesai
menyusun tesis ini. Semoga persahabatan kita tetap terjaga sampai kapanpun.
Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan

kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah. Akhirnya, semoga

tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang

berkaitan dengan bidang Pembuatan Pendirian Akta CV..

Medan, Februari 2018


Penulis,

(Cut Raisha Yannaz)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : Cut Raisha Yannaz

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 4 September 1992

Alamat : Jl. Fatahillah No.4 Geuce Kayee Jato, Banda Aceh

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 25 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Ir. Teuku Yanuar

Nama Ibu : (Almh) Cut Nazli

II. PENDIDIKAN

1. SDN 50 (1998-2005)

2. SMP NEGERI 7 Banda Aceh (2005-2007)

3. SMA NEGERI 7 Banda Aceh (2007-2010)

4. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (2010-2015)

5. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2015-2018)

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PEWNGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 10
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ....................................................... 13
1. Kerangka Teori ...................................................................... 13
2. Konsepsi ........................................................................... 19
G. Metode Penelitian ......................................................................... 21
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 21
2. Sumber Data .......................................................................... 22
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ...................................... 23
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................. 25

BAB II PROSEDUR DAN SYARAT PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN


CV

A. Tinjauan Umum Perseroan Komanditer (CV) .............................. 27


1. Pengertian dan Pengaturan tentang Badan Usaha
pada Umumnya ........................................................................ 27
2. Pengertian dan Dasar Hukum CV ............................................. 30

B. Prosedur dan Syarat Pembuatan Akta Pendirian CV ..................... 37


1. Prosedur Pendirian CV ............................................................ 37
2. Prosedur dan Syarat Pembuatan Akta Pendirian CV ................. 39

BAB III PENGURUSAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PERSERO


DALAM PERSEROAN KOMANDITER (CV)

A. Para Persero dalam CV dan Hubungan Hukum Antara Persero


Pengurus (Komplementer) dengan Persero Komanditer ............... 43

1. Para Persero dalam CV ............................................................ 43

ii

Universitas Sumatera Utara


2. Hubungan Hukum antara Pesero Pengurus (Komplementer)
dengan Persero Komanditer ...................................................... 44

B. Pengurusan dan Tanggung Jawab Para Persero dalam Perseroan


Komanditer (CV) ........................................................................... 46
1. Pengurusan Perseroan Komanditer (CV) ................................. 46
2. Tanggung Jawab Para Persero .................................................. 52
C. Prosedur dan Syarat Pendaftaran CV.............................................
1. Tata Cara dan Prosedur Pendaftaran CV ................................. 59
2. Tanggung Jawab Pengurus CV Sesudah dan
Sebelum CV Didaftarkan .......................................................... 62
3. Kendala Dalam Pengurusan Pendaftaran CV .......................... 64

BAB IV KEKUATAN HUKUM AKTA PENDIRIAN CV TANPA ADANYA


PERSERO KOMANDITER

A. Kekuatan Hukum Akta Notaris...................................................... 67


1. Pengertian Akta Otentik ........................................................... 67
2. Kekuatan Hukum Akta Notaris sebagai Akta Otentik ............... 71

B. Kekuatan Hukum Akta Pendirian CV Tanpa Adanya


Persero Komanditer ...................................................................... 76
1. Syarat Sahnya Akta Notaris sebagai Akta Otentik Yang
Memiliki Kekuatan Pembuktian Sempurna ............................ 76

2. Kekuatan Hukum Akta Pendirian CV Tanpa


Adanya Persero Komanditer ..................................................... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .................................................................................... 97
B. Saran .............................................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 100

iii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu negara tak dapat terlepas dari pertumbuhan

ekonominya. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,79 %

(empat koma tujuh puluh Sembilan persen) terendah selama 6 tahun, demikian

menurut laporan Badan Pusat Statistik, ini adalah kali pertama ekonomi Indonesia

berada dibawah 5% (lima persen) sejak tahun 2009 ketika terjadi krisis keuangan

global. Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi

Indonesia sepanjang 2015 mencapai 4,8 % (empat koma delapan persen), sedikit

lebih tinggi dibandingkan proyeksi kementrian keuangan sebesar 4,74% (empat

koma tujuh puluh empat persen).1

Selain itu pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap

perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Dampak positif tersebut

disambut baik oleh para pengusaha domestik untuk mendukung pertumbuhan

ekonomi di berbagai sektor yang meliputi perdagangan, jasa kontruksi, industri,

pertambangan, pertanian, perkebunan, otomotif, barang-barang konsumsi, dan

lain-lain.

Dunia usaha di Indonesia yang semakin pesat mengakibatkan semakin

banyak persoalan yang timbul di masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Begitu juga dengan pelaku usaha memerlukan biaya untuk menjalankan

operasional usahanya. Setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dijalankan biasanya

1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diperkirakan Capai 6% Tahun ini – Ekonomi,
http://ekonomitvone.co.id/mobile/read.php?id=34206.Terakhir diakses tanggal 22 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara


2

menggunakan operasional bisnis perusahaan bagi pengusaha baru dalam bentuk

badan usaha.

Salah satu bentuk badan usahanya adalah Perseroan Komanditer atau

Comanditaire Vennotschap (untuk selanjutnya disingkat “CV”), merupakan

bentuk badan usaha paling banyak digunakan oleh para pengusaha Usaha Kecil

dan Menengah (UKM) sebagai bentuk identitas organisasi badan usaha di

Indonesia. Hal ini dikarenakan CV merupakan badan usaha yang proses

pendiriannya yang tidak serumit badan usaha lain seperti Perseroan Terbatas (PT).

Keberadaan CV dalam lalu lintas bisnis telah dikenal masyarakat, terutama

masyarakat pengusaha, sebagai salah satu bentuk badan usaha. Dasar pengaturan

CV dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat

“KUHD”) tidak diatur secara khusus sebagaimana persekutuan firma dan

persekutuan perdata (maatschap), namun beberapa kalangan ahli hukum

berpendapat bahwa bagi CV dapat diberlakukan terhadap pasal-pasal mengenai

persekutuan perdata. Ketentuan CV diatur dalam Pasal 19, 20, 21, dan 32

KUHD.2

Ketentuan pada Pasal 19 sampai dengan Pasal 21 KUHD tentang firma,

mengatur bahwa CV merupakan firma dengan bentuk khusus. Kekhususan CV

terletak pada eksistensi sekutu komanditer yang tidak ada pada firma. Firma

2
I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana
(Undang-Undang di Bidang Usaha), Kesain Blanc, Bekasi, 2005, h.1. (untuk selanjutnya disingkat
“I.G. Rai Widjaya-I”)

Universitas Sumatera Utara


3

hanya mempunyai sekutu aktif yang disebut firma, sedangkan pada CV selain ada

sekutu aktif juga ada sekutu komanditer atau sekutu pasif (sleeping partner).3

Pasal 19 KUHD menentukan bahwa, “Perseroan secara melepas uang

yang juga dinamakan Perseroan komanditer, didirikan antara satu orang atau

beberapa orang yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk

seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada

pihak lain”.

Rumusan Pasal 19 KUHD tersebut di atas mendapat perhatian khusus dari

kalangan ahli hukum berkenaan dengan istilah “geldschieters” terhadap

pengertian “commanditaire” yang memberikan suatu pengertian bahwa

komanditer adalah identik dengan tiap-tiap orang yang meminjamkan uang

(gelduittener), oleh sebab itu seorang komanditer akan menjadi seorang penagih

(schuldeiser). Padahal pengertian komanditer dalam CV bukanlah menjadi

seorang penagih atas uang yang telah dilepaskannya. Seorang komanditer adalah

sebagai peserta dalam suatu perusahan yang memiliki hak dan kewajiban untuk

memperoleh keuntungan dan pembagian sisa dari harta kekayaan apabila

perusahaan tersebut dilikuidasi. Disamping itu memikul resiko apabila perusahaan

mengalami kerugian sesuai dengan jumlah modal yang dimasukkannya.

Sebaliknya komanditer juga tidak diperbolehkan menarik modal yang telah

diserahkan selama perusahaan masih berjalan dan berlangsung. 4

3
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua, Rajawali Pers, Jakarta,
1991, h.102 (untuk selanjutnya disingkat “Soekardono-I”)
4
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


4

Para pakar hukum mengatakan bahwa KUHD telah “salah” menggunakan

perkataan “geldschieter” untuk menunjuk suatu komanditer.5 Digunakannya

istilah geldschieter untuk sekutu komanditer telah menimbulkan kesalahpahaman

yang cukup prinsipil, oleh karena perbuatan hukum dari kedua istilah tersebut

mempunyai akibat hukum yang berbeda.

Bentuk usaha CV ada 3 (tiga) macam yaitu :6

1. Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang


belum menyatakan dirinya dengan terang-terangan kepada pihak ketiga
sebagai persekutuan komanditer. Bertindak keluar perusahan, persekutuan
itu masih menyatakan dirinya sebagai persekutuan firma, tetapi bertindak
kedalam perusahaan, persekutuan itu sudah menjadi persekutuan
komanditer.
2. Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer
yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya sebagai persekutuan
komanditer kepada pihak ketiga.
3. Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer
terang-terangan yang modalnya terdiri dari saham-saham. Persekutuan
bentuk ini sama sekali tidak diatur dalam KUHD.

Sumber modal CV dalam menjalankan usahanya dapat ditinjau dari segi

internal maupun eksternal CV itu sendiri. Sumber modal internal yaitu dari

pemasukan modal (inbreng) para pengurus dan sumber modal eksternal misalnya

dari pinjaman dari lembaga perbankan maupun dari lembaga non-perbankan

dengan jaminan tertentu. Apabila pinjaman tersebut ternyata tidak dapat

dikembalikan sejak jatuh tempo dan telah dapat ditagih maka CV tersebut dapat

diajukan pailit, ke Pengadilan Niaga baik oleh kreditor maupun debitor.7

5
Ibid., hlm.101
6
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk
Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2005, h.76 (selanjutnya disingkat “H.M.N.Purwosutjipto-I”)
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, h.55 (selanjutnya disingkat “Abdulkadir Muhammad-I”)

Universitas Sumatera Utara


5

Karakteristik CV yang tidak dimiliki badan usaha lainnya adalah CV

didirikan minimal oleh dua orang, dimana salah satunya akan bertindak selaku

Persero aktif (Persero pengurus) yang nantinya akan bergelar direktur, sedangkan

yang lain akan bertindak selaku Persero komanditer (Persero diam). Seorang

Persero aktif akan bertindak melakukan segala tindakan pengurusan atas

Perseroan, dengan demikian dalam hal terjadi kerugian maka Persero aktif akan

bertanggung jawab secara penuh dengan seluruh harta pribadinya untuk

mengganti kerugian yang di tuntut oleh pihak ketiga, sedangkan Persero

komanditer karena dia hanya bertindak selaku sleeping partner, maka dia hanya

bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkannya ke dalam Perseroan.8

CV dapat didirikan dengan syarat dan prosedur yang lebih mudah dari

pada PT, yaitu hanya mensyaratkan pendirian dengan dua orang, dengan

menggunakan akta notaris. Walaupun dewasa ini pendirian CV mengharuskan

adanya akta notaris namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

dinyatakan bahwa pendirian CV tidak mutlak harus dengan akta notaris.

Menurut A. Kohar akta adalah “tulisan yang sengaja dibuat untuk

dijadikan alat bukti. Apabila akta dibuat dihadapan notaris maka akta tersebut

dikatakan sebagai akta notarial, atau akta otentik, atau akta notaris. Suatu akta

dikatakan otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang”9. Tujuan

akta dibuat dihadapan pejabat berwenang adalah agar akta tersebut dapat

digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para

pihak atau ada gugatan dar pihak lain.

8
Ibid., h.57.
9
A.Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983, h.64.

Universitas Sumatera Utara


6

Berdasarkan uraian diatas, jelas begitu pentingnya fungsi dari akta notaris

tersebut, oleh karena itu untuk menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka

lembaga Notaris diatur didalam UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris). Posisi

notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan

hukum bagi para pihak yang ingin membangun badan usaha.10

Status sekutu komanditer dapat disamakan dengan seorang yang

menitipkan modal pada suatu perusahaan, kemudian hanya menantikan hasil

keuntungan dari inbreng yang dimasukkannya itu dan tidak ikut campur dalam

kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan. Meskipun

sekutu komanditer diberikan kuasa sekalipun, sekutu komanditer tidak boleh

melakukan pengurusan apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 19 KUHD.

Di dalam CV terdapat 2 macam sekutu yaitu11:

1. Sekutu aktif atau sekutu kerja atau komplementer, yaitu sekutu yang menjadi

pengurus CV.

2. Sekutu pasif atau sekutu tidak kerja atau sekutu komanditer, yaitu sekutu yang

tidak melakukan pengurusan CV dan hanya memberikan inbreng (pelepasan

uang) saja.

Prakteknya di Indonesia telah menunjukkan suatu kebiasaan bahwa orang

yang mendirikan CV berdasarkan akta notaris (berbentuk otentik). Hal-hal yang

perlu diperhatikan adalah pendirian dapat dilakukan dengan berbagai cara asalkan

tidak merugikan pihak ketiga.12 Pendirian dengan akta otentik adanya kewajiban

10
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati diri Notaris Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka, Jakarta, 2008, h.7.
11
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, h.34.
12
Pasal 22 KUHD

Universitas Sumatera Utara


7

pendaftaran akta resminya dalam register yang disediakan pada kantor Panitera

Pengadilan Negeri tempat kedudukan Perseroan. Akan tetapi yang didaftarkan

hanyalah berupa Anggaran Dasar saja sebagaimana diatur menurut ketentuan

Pasal 24 KUHD yang dimana sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan :13

1. Nama, pekerjaan, tempat tinggal dari sekutu


2. Pernyataan bahwa CV tersebut melaksanakan kegiatan usaha yang umum
atau terbatas pada cabang usaha tertentu dengan menunjukkan maksut dan
tujuan dari usaha yang hendak dilakukan oleh CV tersebut
3. Penunjukan para sekutu baik yang aktif maupun pasif
4. Saat mulai berlakunya dan berakhirnya
5. Klausul penting lainnya yang berlaitan dengan pihak ketiga terhadap
persekutuan.

Satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam CV adalah dimana

selayaknya perusahan persekutuan maka tidak ditemukan besarnya modal dalam

persekutuan. Menurut ketentuan dalam Pasal 1619 KUHPerdata bahwa, “para

sekutu tidak hanya memasukkan bagian persekutuan dalam bentuk uang ataupun

barang akan tetapi juga dalam bentuk tenaga dan kerajinannya.” Sehingga hal ini

tidak secara keseluruhan ditentukan dalam bentuk uang untuk modal dasar yang

digunakan dalam persekutuan. akan tetapi seharusnya yang memasukkan barang

dan tenaga dan kerajinan hanyalah sekutu pengurus atau sekutu komplementer,

sedangkan sekutu pelepas uang hanya dapat pemasukan uang saja.

Setelah anggaran dasar CV tersebut didaftarkan di kantor Panitera

Pengadilan Negeri bertempat dimana CV tersebut berada dan ditanggali pada

hari akta atau ketikannya dibawa di kepaniteraan, selanjutnya keharusan adanya

pengumuman dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia bahwa CV

tersebut telah berdiri dan didirikan dengan akta otentik sebagaimana dimaksud

13
Lihat Pasal 26 KUHD

Universitas Sumatera Utara


8

dalam ketentuan Pasal 25 juncto Pasal 27 dan Pasal 28 KUHD tersebut. Terkait

dengan pendaftaran dan pengumuman tersebut apabila hal itu belum terjadi maka

CV terhadap pihak ketiga dianggap sebagai persekutuan perdata sebagaimana

diatur dalam KUHPerdata dimana semua sekutu diperkenankan untuk bertindak

dan dianggap berhak mengurus CV tersebut.14

CV sebagaimana halnya dengan persekutuan lain yang berbentuk

persekutuan, secara umum tidak dapat dikatakan sebagai badan hukum. Dalam

hubungannya dengan pihak ketiga, pihak ketiga tersebut tidak dapat menuntut

sekutu komanditer dalam hal ini pihak ketiga hanya berurusan dan bertransaksi

dengan CV bilamana hal itu diwakili oleh sekutu aktif.15 Tetapi dalam hal ini

bilamana sekutu komanditer menampilkan kewenangannya sebagai pengurus,

sekutu komanditer juga dapat dituntut dan berkedudukan sama dengan sekutu

aktif. Namun demikian, ditinjau dari bentuk hukumnya sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 23 KUHD, dapat diketahui bahwa CV bukan merupakan

badan hukum dikarenakan tidak adanya pengesahan menjadi badan hukum oleh

instansi yang terkait. Selain itu tanggung jawabnya pun dari para sekutunya tidak

terbatas (unlimited liability) sampai meliputi harta pribadi para sekutu atau tidak

secara mutlak terbatas seperti halnya PT sehingga hal ini tidak dapat

dikategorikan sebagai badan hukum.

Dalam pendirian CV sebagaimana diatur dalam KUHD, pengurus CV

minimal harus terdiri dari 2 (dua) orang yang terdiri dari Persero aktif dan

Persero pasif, dimana kedua Persero tersebut dapat saling mengawasi dalam
14
Cut Era Fitriyeni, Notaris di Kota Banda Aceh, hasil wawancara tanggal 22 Agustus
2017.
15
Lihat Pasal 21 KUHD.

Universitas Sumatera Utara


9

setiap kegiatan yang dilaksanakan CV. Permasalahan dalam penelitian ini

dilatarbelakangi oleh pendirian CV yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut,

dimana Akta Pendirian CV.A dengan nomor akta 23 mempunyai 2 orang

pendiri, akan tetapi kedudukan yang dimiliki adalah sama, yaitu sama-sama

sebagai Persero aktif.

Pada Pasal 5 Akta Pendirian CV.A diketahui bahwa, “ para penghadap

Tuan AB dan Tuan AC adalah para Persero pengurus yang bertanggungjawab

sepenuhnya, sedangkan Persero yang diterima kemudian adalah Persero

komanditer yang hanya turut bertanggung jawab sampai jumlah modal yang

dimasukkannya dalam Perseroan.” Kedudukan Tuan AB dan Tuan AC

ditentukan pada Pasal 6, dimana tuan AB diangkat sebagai Direktur dan tuan AC

sebagai Wakil Direktur. Akta pendirian CV. A tersebut juga telah didaftarkan

pada Pengadilan Negeri dimana CV.A tersebut berkedudukan.

Salah satu fungsi dari sekutu pasif, yaitu untuk mengawasi jalannya

perusahaan dan juga berfungsi menambah modal CV tersebut. Walaupun

tanggung jawab sekutu komanditer sebatas modal, namun sekutu komanditer

tersebut berhak mendapatkan keuntungan dari modal yang diberikan. Sehingga

kedudukan dari Persero pasif dapat dikatakan penting adanya dalam sebuah CV,

apalagi jika memiliki lebih dari satu Persero pasif.

Uraian di atas melatarbelakangi dilakukannya penelitian secara lebih

mendalam terhadap akta pendirian CV tanpa adanya komanditer dengan judul

penelitian “Analisis Yuridis Terhadap Akta Pendirian CV Tanpa Adanya Persero

Komanditer”.

Universitas Sumatera Utara


10

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan

diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana prosedur dan syarat pembuatan akta pendirian CV

(Commanditaire Vennootschap) ?

2. Bagaimana pengurusan dan tanggung jawab para persero dalam perseroan

komanditer (CV) ?

3. Bagaimana kekuatan hukum akta pendirian CV (Commanditaire

Vennootschap) tanpa adanya Persero komanditer?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur dan syarat pembuatan akta

pendirian CV (Commanditaire Vennootschap).

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengurusan dan tanggung jawab para

persero dalam perseroan komanditer (CV).

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum akta pendirian CV

(Commanditaire Vennootschap) tanpa adanya Persero komanditer.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dimiliki dalam penelitian ini yaitu manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


11

1. Manfaat Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan serta manfaat

di bidang hukum perusahaan sehingga pengetahuan tentang bagaimana cara

pendirian akta CV (Commanditaire Vennootschap) menjadi lebih baik dari

sebelumnya bagi penyempurnaan pranata hukum di bidang hukum

perusahaan.

2. Manfaat Secara Praktis

Manfaat penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para praktisi hukum dan

instansi-instansi pemerintah khususnya diharapkan akan bermanfaat bagi para

notaris serta masyarakat yang akan membuat dan mengurus pembuatan akta

CV (Commanditaire Vennootschap).

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di

perpustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian

dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pendirian Akta CV Tanpa Adanya

Komanditer” belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah

tersebut di atas, dengan demikian penelitian ini adalah asli, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan

penelitian mengenai masalah pendirian akta CV namun secara substansi pokok

permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian

yang berkaitan dengan pendirian akta CV tanpa adanya komanditer adalah :

Universitas Sumatera Utara


12

1. Daniel Duha, NIM: 137011088, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Kepastian

Hukum Akta Pendirian Perseroan Komanditer (commanditaire vennotschap)

Yang Tidak Diumumkan Dalam Berita Negara Ditijau Dari Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang, dengan rumusan masalah : bagaimana kedudukan

hukum Perseroan komanditer (Commanditaire Vennootschap) yang tidak

diumumkan dalam berita Negara menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, bagaimana tangung jawab para pengurus Perseroan Komanditer

(Commanditaire Vennootschap) yang akta pendirian tidak diumumkan dalam

berita Negara, dan apa yang menjadi persoalan dalam pendirian Perseroan

Komanditer (CV) (Commanditaire Vennootschap) dalam praktek notaris

sehari-hari.

2. Hujjatul Marwiyah, NIM: 127011015, Mahasiswa Program Studi Ilmu

Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian

Perseroan Terbatas dan Akibat Hukumnya dengan rumusan masalah :

bagaimana pengaturan hokum atas penyetoran modal Perseroan Terbatas

yang dilakukan pendiri dengan hanya menyerahkan pernyataan untuk

menyetorkan modal saham, bagaimana akibt hukumnya jika pendiri yang

memberikan pernyataan menyetorkan modal ternyata lalai atau tidak bias

menyetorkan uang tunai untuk Perseroan Terbatas yag didirikan tersebut, dan

bagaimana perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang sudah

menyetorkan modalnya secara tunai.

Universitas Sumatera Utara


13

3. Tengku Ninoy Rafina, NIM: 087011122, Mahasiswa Program Studi Ilmu

Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Analisis Tentang Perjanjian Pendirian SPBU Antara PT.Pertamina, TBK

Dengan CV. Kali Baru dengan rumusan masalah : Apa yang menjadi

karakteristik dari perjanjian pendirian SPBU antara PT.Pertamina dan

pengusaha, Bagaimana perlindungan konsumen dari pihak SPBU 14.201.103

Setia Budi Medan sebagai pengelola terhadap masyarakat umum yang

menggunakan bahan bakar di SPBU tersebut, dan Bagaimana upaya

penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa.

F. Kerangka Teori Dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

spesifik atau proses tertentu terjadi,16 dan suatu teori harus diuji

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

benarannya.17

Menurut Soejorno Soekanto bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu

hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi

sosial ditentukan oleh teori.18 Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan

“serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu

16
J.J.J. M.Wuisman, dengan penyuntingan M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I
Asas-Asas, FE-UI, Jakarta, 1996, h.203.
17
Ibid., h.16.
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, h.6.

Universitas Sumatera Utara


14

fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep”.19

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis.20 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

mendirikan arahan dan menjelaskan keadaan yang diamati, dan dikarenakan

penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif.

Selanjutnya teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian

ini adalah kepastian hukum dan perlindungan hukum.

a. Teori Kepastian Hukum

Oleh John Austin dan Van Kan Ajaran kepastian hukum ini berasal dari

ajaran yuridis-dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistik di

dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai suatu yang otonom, yang

mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan

aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin

terwujudnya kepastian hukum kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum

dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.

Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikkan bahwa hukum tidak

bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata

untuk kepastian.21

Menurut Van Kan bahwa hukum bertujuan “menjaga kepastian tiap-tiap

manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu, hukum mempunyai


19
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, h.9.
20
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, h.80.
21
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Gunung Agung, Jakarta, 2002, h.82.

Universitas Sumatera Utara


15

tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat”.22 Kepastian

hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum atas hak dan kewajiban tiap-tiap

warganegara. Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian,

yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan ketua berupa keamanan bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu.23

Menurut Guvtav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai

identitas, yaitu sebgai berikut :24

1) Asas kepastian hukum (rechtmatigheid), asas-asas ini meninjau dari sudut


yuridis.
2) Asas keadilan hukum (gerectigheid), asas ini meninjau dari sudut filosofis,
dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan
pengadilan.
3) Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau utility).

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,

sedangkan Kaum Fungsionaalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan

sekiramya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria, summa lex,

summa crus”, yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali

keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan

22
C.S.T. Kansil, op.cit., h.44.
23
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pradana Media Group,
Jakarta, 2008, h.158.
24
Achmad Ali, op.cit., h.95.

Universitas Sumatera Utara


16

merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling

substantive adalah keadilan.25

Tujuan digunakannya teori kepastiaa hukum disini ialah untuk mengetahui

kepastian hukum terhadap pembuatan akta pendirian CV tanpa adanya komanditer

yang mana dalam proses pendiriannya terjadi kesalahan pada syarat pendirian CV

yang seharusnya pendirian CV didirikan oleh dua orang atau lebih yang mana

diisi dengan Persero aktif dan Persero pasif, akan tetapi dalam kenyataanya di

dalam pendirian ini memang memiliki dua orang pendiri yang mana akan tetapi

kedudukan yang dimiliki keduanya sama yaitu sebagai Persero aktif. Maka

dengan menggunakan teori kepastian hukum disini akan dilihat kedudukan akta

yang telah dibuat oleh Notaris menjadi akta otentik ataupun akta dibawah tangan.

b. Teori Perlindungan Hukum

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia

adalah negara hukum. Dengan demikian negara menjamin hak-hak hukum warga

negaranya dengan memberikan perlindungan hukum dan perlindungan hukum

akan menjadi hak bagi setiap warga negara. Ada beberapa pengertian terkait

perlindungan hukum menurut para ahli, antara lain:

1) Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut.26

25
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memaham Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, h.59.
26
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, h.
121.

Universitas Sumatera Utara


17

2) Menurut CST Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa

aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman

dari pihak manapun.

3) Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari

perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.

Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan

kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum

dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai

subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu

tindakan hukum.27

Dari pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perlindungan

hukum adalah berbagai upaya hukum dalam melindungi hak asasi manusia serta

hak dan kewajiban yang timbul karena hubungan hukum antar sesama manusia

sebagai subyek hukum. Teori dan konsep mengenai perlindungan hukum adalah

sangat relevan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yang

membahas perlindungan Notaris dalam pembuatan akta berdasarkan pemalsuan

surat yang dilakukan oleh para pihak.

Philipus M. Hadjon merumuskan prinsip perlindungan hukum bagi rakyat

Indonesia dengan cara menggabungkan ideologi Pancasila dengan konsepsi

perlindungan hukum rakyat barat. Konsep perlindungan hukum bagi rakyat barat

bersumber pada konsep-konsep pengakuan, perlindungan terhadap hak-hak asasi

27
Teori Hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli”
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/

Universitas Sumatera Utara


18

manusia, konsep-konsep rechtsstaat3, dan the rule of law. Ia menerapkan

konsepsi barat sebagai kerangka berpikir dengan Pancasila sebagai Ideologi dan

dasar falsafah. Sehingga prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah

prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang

bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara hukum yang berdasarkan Pancasila.

Satjipto Raharjo berpendapat bahwa :

”Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan


suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti,
ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah
yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa
disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan
melekatnya hak itu pada seseorang”.28

Menurut Setiono, “perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia”.29

Menurut Muchsin, perlindungan hukum “merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia”.30

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-

subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

28
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Cet-V, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.53.
29
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, h.3.
30
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, h.14.

Universitas Sumatera Utara


19

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:31

a) Perlindungan Hukum Preventif. Perlindungan yang diberikan oleh


pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan
dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b) Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum represif merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah
dilakukan suatu pelanggaran.

Dalam tesis ini lebih cenderung menggunakan Perlindungan Hukum

Preventif dimana dalam hal ini perlu adanya perlindungan kepada para pihak

dalam akta pendirian CV ini, agar apa bila terjadi suatu permasalahan di kemudian

hari menyangkut Akta pendirian CV maka Subjek hukum di dalamnya dapat di

lindungi oleh pemerintah dimana yang sudah di atur di dalam perundang-

undangan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori peranan konsepsi dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara

abstraksi dan realitas32. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi

yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.33

a. Kepastian Hukum Menurut Gustaf Radbruch adalah hubungan antara

keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan, oleh jkarena kepastian

hukumharus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif

31
Ibid., h.20.
32
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta,
1989, h.34.
33
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, h.3.

Universitas Sumatera Utara


20

selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau kurang sesuai dengan

tujuan hukum. Tetapi dapat pengecualian bila mana pertentangan antara isi

hukum tentang keadilan begitu besar. Sehingga tata hukum ini tampak

tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.34

b. Akta Pendirian adalah dokumen hukum yang menjelaskan tujuan

perusahaan, dan memuat anggaran dasar serta pengurus yang dibuat

dihadapan Notaris dan pada intinya merupakan perjanjian diantara

sekutu.35

c. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan, yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta Autentik. Menjamin kepastian tanggal pembuatan

Akta, menyimpan Akta, memberikaan grosse, salinan, dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

d. Persekutuan Komanditer (CV) adalah persekutuan firma yang memiliki

satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Seekutu komanditer adalah

sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai

pemasukkan pada persekutuan (sebagai modal, namun ia tidak ikut campur

dalam pengurusan atau penguasaan persekutuan, dan tanggung jawabnya

34
Theo Hujibers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982,
h.163.
35
Rudi Prasetya, Maatschap, Firma dan Perseroan Komanditer, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002, h.26.

Universitas Sumatera Utara


21

terbatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukkannya. Artinya, sekutu

komanditer tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap Perseroan

Komanditer (CV), sebab hanya sekutu koplementer yang diserahi tugas

untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga (pasal 19 KUH

Dagang).

G. Metode Penelitian

Metode berarti jalan atau cara kerja untuk dapat memahami objek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.36

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa penelitian pada

hakekatnya mencakup kegiatan pengumpulan data, pengelolaan data, analisis data

dan kontruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten.

Data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti, gejala yang diamati oleh

peneliti dan hasil pencatatan terhadap gejala yang diamati oleh peneliti. 37

Jenis penelitian merupakan penelitian normatif, yang mengkaji hukum

tertulis dengan berbagai aspek seperti teori, sejarah, filosofi, perbandingan,

struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan

penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu

perundangan.38

36
Koentjara Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1997,
h.16.
37
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peran dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam
Penelitian Hukum, PDHUL, Jakarta, 1979, h.1-2.
38
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni,
Bandung, 2006, h.140.

Universitas Sumatera Utara


22

Pendekatan hukum normatif memiliki beberapa ciri, yakni : 39

a. Penggunaan kerangka teori intern tentang hukum seperti undang-undang


atau peraturan pemerintah
b. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan.
c. Biasanya menggunakan bentuk analisis kualitatif dengan menarik
kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan atau penjelasan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian akan

menggambarkan secara rinci dan sistematis mengenai objek yang diteliti. 40

Penelitian menggambarkan secara rinci dan sistematis permasalahan mengenai

pendirian CV tanpa adanya persero komanditer. Pendekatan hukum normatif

diharapkan dapat menjawab permasalahan mengenai syarat dan prosedur

pendirian CV, tanggungjawab masing-masing persero dan kekuatan hukum akta

pendirian CV tanpa adanya persero komanditer dalam CV. Semua permasalahan

tersebut diharapkan dapat ditemukan jawabannya dengan melandaskan pada

hukum positif yang terkait dengan hal tersebut.

2. Sumber Data

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data

sekunder yang meliputi hal-hal berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu Akta Pendirian CV.A No.23, KUHD,

KUHPerdata, UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan pelaksananya, serta peraturan-

peraturan terkait pendirian dan pembuatan akta pendirian CV lainnya.

39
Ibid.
40
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit.,h.10.

Universitas Sumatera Utara


23

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti buku hukum, tesis, jurnal hukum,

laporan hukum, makalah, dan media cetak atau elektronik. Bahan hukum

sekunder yang digunakan adalah yang merupakan publikasi tentang

hukum yang bukan dokumen resmi, seperti seminar atau pertemuan ilmiah

yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus umum,kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya. 41

Penelitian ini akan menggunakan bahan kepustakaan sebagai tumpuan

utamanya, yang berarti akan cenderung pada penelaahan dan penyajian data

primer dan data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan sehingga tidak

diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa.42

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian dikenal dua jenis teknik pengumpulan data,

yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field

research). Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan untuk

mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-

undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah yang

41
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama
Sejahtera, 2010, h.16.
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, h.53.

Universitas Sumatera Utara


24

berkaitan dengan penelitian ini.43 Penelitian lapangan (field research) merupakan

penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung tempat yang menjadi

objek penelitian.44 Penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan

melakukan wawancara kepada beberapa informan yang dinilai memiliki

kompetensi di bidangnya masing-masing, terkait dengan penelitian yang akan

dilakukan.

Peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi

dokumen/ kepustakaan atau penelitian kepustakaan (library research) yang

didukung pula oleh penelitian lapangan (field research) untuk memperoleh data

sekunder yang berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan

data yakni studi dokumen, pengamatan dan pedoman wawancara. Ketiga alat

pengumpulan data tersebut dapat dipakai secara bersamaan ataupun sendiri-

sendiri.45 Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Studi dokumen.

Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang

terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari

buku hukum, tesis, jurnal hukum, laporan hukum, makalah dan media

cetak atau elektronik.

43
Riduan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, 2004, h.97.
44
Mohammad Nazir, Metode Penelitan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, h. 65.
45
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, h.21.
(selanjutnya disingkat “Soerjono Soekanto-I”)

Universitas Sumatera Utara


25

b. Pedoman wawancara.

Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara,

merupakan wawancara yang dilakukan dengan teknik wawancara

terarah (directive interview), dimana wawancara dilakukan dengan

berdasarkan pada pedoman wawancara yang telah disusun

sebelumnya.

Wawancara dilakukan secara tidak kaku atau luwes dengan tetap

memperhatikan dan membuat rencana pelaksanaan wawancara,

mengatur daftar pertanyaan atau pedoman wawancara, serta

membatasi aspek-aspek wawancara yang hanya berkaitan dengan

pokok permasalahan dalam penelitian ini.46

Informan dalam penelitian merupakan informan yang diharapkan

dapat memberikan informasi yang dapat berguna bagi penelitian

sesuai dengan kompetensinya masing-masing, adapun yang menjadi

informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1). Cut Era Fitriyeni merupakan Notaris di Kota Banda Aceh.

2). Tigor Sinambela merupakan Notaris di Kota Binjai.

4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan.

Analisis data dilakukan secara kwalitatif, artinya menggunakan data secara

bermutu dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif

46
Soerjono Soekanto-I, op.cit., h.229.

Universitas Sumatera Utara


26

sehingga memudahkan interprensi data dan pemahaman hasil analisis. Analisis

data yang dilakukan secara kwalitatif bertujuan agar gejala yang terjadi dalam

masyarakat (yang menjadi objek penelitian) dapat dimengerti dan dipahami secara

utuh.47

Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan

dikumpulkan dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan

kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang dikumpulkan

diperbaiki, diolah dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan

dengan menggunakan metode deduktif.48

Data yang telah dianalisis menjadi dasar untuk memperoleh jawaban atau

kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Penarikan kesimpulan dalam metode

penelitian ada 2 (dua), yaitu metode deduktif dan induktif. Penarikan kesimpulan

dengan metode induktif diawali dengan proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil

pengamatan) dan diakhiri dengan suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa

asas umum.

Penarikan kesimpulan dengan metode deduktif bertolak dari suatu

proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) atau tidak perlu

dipermasalahkan lagi dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru)

yang bersifat lebih khusus. 49

47
Soerjono Soekanto-I, op.cit., h.32.
48
Zainudin Ali, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dan Penelitian Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, h.18.
49
Bambang Sunggono, op.cit., h.10.

Universitas Sumatera Utara


27

BAB II
PROSEDUR DAN SYARAT PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN CV

A. Tinjauan Umum Perseroan Komanditer (CV)

1. Pengertian dan Pengaturan tentang Badan Usaha pada Umumnya.

Perusahaan dan bentuk usaha memiliki defenisi yang berbeda. Perusahaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 huruf b UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan, didefenisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan

setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan didirikan, bekerja serta

berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh

keuntungan dan atau laba”. Sementara yang dimaksud dengan “bentuk usaha”

merupakan suatu organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah

penggerak setiap jenis usaha. Organisasi atau badan usaha tersebut diatur/diakui

oleh undang-undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan atau badan hukum.50

Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal di Indonesia tidak semua diatur

dalam undang-undang. Bentuk badan usaha perseorangan, seperti Perusahaan

Otobis (PO) dan Perusahaan Dagang (PD) merupakan contoh bentuk badan usaha

perseorangan yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang.

Pelaksanaannya berkembang sesuai kebutuhan masyarakat pengusaha dan dalam

prakteknya dibuat secara tertulis di hadapan notaris.51

Bentuk badan usaha yang telah diatur dalam undang-undang seperti

persekutuan, Firma dan CV yang ketiganya diatur dalam KUHD, Perseroan

50
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2010, h.1. (selanjutnya disingkat “Abdulkadir Muhammad-II”)
51
Ibid.

27

Universitas Sumatera Utara


28

Terbatas (PT) diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero) diatur

dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan-badan Usaha Milik Negara.

Pelaksanaan suatu badan usaha tersebut dapat dilakukan oleh perseorangan

atau beberapa orang sebagai suatu perkumpulan, dimana pelaksanaan badan usaha

tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Keempat unsur ini selalu ada pada tiap-

tiap perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan

hukum.

Adapun keempat empat unsur dalam suatu perkumpulan, yaitu :52


a. Unsur kepentingan bersama
b. Unsur kehendak bersama
c. Unsur tujuan
d. Unsur kerjasama yang jelas.

Jenis badan usaha dapat dibedakan atas dua, yaitu badan usaha yang

berbadan hukum dan badan usaha yang tidak berbadan hukum. Sebelum diuraikan

lebih lanjut mengenai kedua jenis badan usaha tersebut, diuraikan terlebih dahulu

mengenai defenisi yang dimaksud dengan badan hukum. Beberapa ahli hukum

yang memberikan defenisi mengenai badan hukum, antara lain53 :

a. Utrecht yang mendefenisikan badan hukum (rechtpersoon), sebagai


setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau yang lebih tepat bukan
manusia.
b. Subekti mendefenisikan badan hukum pada pokoknya merupakan suatu
badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan
perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri,
dapat digugat atau menggugat di depan hakim.
c. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah
suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti
orang pribadi.

52
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, h.3.
53
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1999, h.18-19.

Universitas Sumatera Utara


29

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa badan hukum

merupakan subjek hukum yang perwujudannya tidak tampak seperti manusia

biasa, namun mempunyai hak dan kewajiban serta dapat melakukan perbuatan

hukum seperti orang pribadi (natural person).

Perseroan sebagai badan hukum, pada prinsipnya harta benda perseroan

terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu tanggung jawab secara

hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang

berbentuk badan hukum.54 Dengan demikian, apabila perseroan melakukan suatu

perbuatan dengan pihak lain, maka tanggung jawabnya berada di pihak perseroan

tersebut dan hanya sebatas harta benda yang dimiliki perseroan. Tanggung jawab

perseroan terlepas dari orang-orang yang ada di dalamnya, apabila timbul

kerugian pada perseroan maka harta pribadi pemilik/pendiri tidak dapat ikut disita

atau dibebankan untuk tanggung jawab Perseroan.

Badan usaha bukan badan hukum merupakan badan usaha swasta yang

didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama.

Bentuk badan usaha ini merupakan badan usaha persekutuan yang dapat

menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, yaitu bidang perindustrian,

perdagangan, dan perjasaan. Perusahaan persekutuan dapat mempunyai bentuk

hukum firma dan CV.55

Badan usaha berbadan hukum terdiri atas perusahaan swasta yang

didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama dan

54
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen Dalam Corporate Law & Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.2. (untuk selanjutnya disingkat
“Munir Fuady-I”)
55
Abdulkadir Muhammad-II, op.cit.,h.8.

Universitas Sumatera Utara


30

perusahaan negara yang didirikan dan dimiliki oleh negara. Badan usaha ini

mempunyai bentuk hukum Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi yang dimiliki

oleh pengusaha swasta, sedangkan Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan

Perseroan (Persero) yang dimiliki oleh negara.56

Perbedaan yang sangat mencolok antara bentuk usaha yang berbadan

hukum dan bentuk usaha yang tidak berbadan hukum, dapat diketahui dari

prosedur pendirian badan usaha tersebut. Untuk mendirikan suatu badan hukum,

mutlak diperlukan pengesahan dari pemerintah, misalnya dalam hal mendirikan

PT, mutlak diperlukan pengesahan akta pendirian dan anggaran dasarnya oleh

pemerintah (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Perdata).

Sementara bentuk usaha yang tidak berbadan hukum, syarat adanya pengesahan

akta pendirian oleh pemerintah tidak diperlukan. Misalnya untuk mendirikan CV

walaupun didirikan dalam sebuah akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri, dimana tidak diperlukan adanya pengesahan dari Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Perdata.57

2. Pengertian dan Dasar Hukum CV

Bentuk badan usaha (business organization) yang dapat dijumpai di

Indonesia saat ini beranekaragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk

usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu, yaitu berasal dari pemerintah

Belanda. Bentuk badan usaha tersebut diantaranya ada yang telah diganti dengan

sebutan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian tetap

56
Ibid.
57
Richard Burton Simatupang, op.cit., h.3.

Universitas Sumatera Utara


31

mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan

belum diubah pemakaiannya, misalnya maatschap (persekutuan perdata), firma

dan persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap) atau yang disingkat

CV, sedangkan nama yang sudah sudah di-Indonesiakan yaitu Perseroan Terbatas

(PT) yang sebenarnya berasal dari sebutan Naamloze Vennootschap (NV).58

Beberapa para ahli hukum memberikan pandangannya mengenai

pengertian CV. Menurut Jamal Wiwoho, CV merupakan “suatu persekutuan

dimana satu atau beberapa orang sekutu mempercayakan uang atau barang kepada

salah satu atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan yang bertindak

sebagai pimpinan.”59 Menurut Ridwan Khairandy, CV merupakan “persekutuan

firma yang mempunyai satu atau lebih sekutu komanditer.”60

Pengertian CV juga dapat diketahui dari ketentuan Pasal 19 KUHD. Pasal

19 KUHD menentukan bahwa, “perseroan yang terbentuk dengan cara

meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer, didirikan antara

seseorang atau antara beberapa orang persero yang bertanggung jawab secara

tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai

pemberi pinjaman uang.”

Perkataan komanditer berasal dari perkataan “commandere” yang berarti

mempercayakan, maka Perseroan Komanditer (CV) adalah perseroan atas dasar

kepercayaan.61 M.Manullang menyebut terjemahan dalam bahasa Indonesia

dengan istilah "perseroan", berbeda dengan literatur yang lain dengan menyebut

58
I.G.Rai Widjaya-I, op.cit., h.1.
59
Jamal Wiwoho, Pengantar Hukum Bisnis, UNS, Surakarta, 2007, h.45.
60
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press,Yogyakarta, 2006, h.27.
61
I.G.Rai Widjaja-I, op.cit.,h.51.

Universitas Sumatera Utara


32

istilah "perusahaan".62 Dalam bentuk perusahaan seperti ini seseorang atau

beberapa orang mempercayakan uang atau barang kepada seseorang yang

menjalankan perusahaan. Orang yang menjalankan perusahaan inilah yang

bertanggung jawab sepenuhnya, yang sering disebut sekutu pemelihara atau

sekutu komplementer, sedangkan orang atau sekutu yang mempercayakan modal

lazim disebut sekutu komanditer.

Secara garis besar pengertian CV dapat dikelompokkan dalam 2 (dua)

pengertian, yaitu :63

a. CV dari sisi bentuk institusi atau badan usahanya, yaitu kelompok yang
memberikan pengertian CV sebagai suatu bentuk khusus daripada firma.
b. CV dari segi peranan dan tanggung jawab masing-masing sekutu, yaitu
kelompok yang memberikan pengertian CV sebagai suatu bentuk
kerjasama antara sekutu komplementer dan sekutu komanditer.

Ketentuan lainnya yang mengatur CV ada pada Pasal 20 dan Pasal 21

KUHD. Pengaturan CV ini berada di dalam pengaturan masalah firma sebab pada

dasarnya CV juga merupakan firma dengan bentuk khusus, dimana

kekhususannya terletak pada adanya sekutu komanditer yang pada firma tidak

ada. Pada firma hanya ada sekutu kerja atau firmant, sedangkan pada CV, kecuali

ada sekutu kerja juga ada sekutu komanditer atau sekutu diam (sleeping partner).

Hal ini sesuai dengan defenisi CV sebagaimana dikemukakan Ridwan Khairandy

sebelumnya.

Menurut H.M.N.Purwosutjipto terdapat 3 (tiga) macam bentuk

Persekutuan Komanditer (CV), yaitu64 :

62
M.Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, h.37.
63
Vernon A. Musselman, dkk., Ekonomi Perusahaan Konsep-Konsep dan Praktek-
Praktek Sezaman, Jilid 1, Intermedia, Jakarta, 1988, h.78.

Universitas Sumatera Utara


33

a. Persekutuan Komanditer Diam-diam


Persekutuan Komanditer yang belum menyatakan dirinya secara terang-
terangan kepada pihak ketiga sebagai persekutuan komanditer.
Persekutuan Komanditer Diam-diam masih menyatakan diri sebagai
persekutuan firma kepada pihak ketiga (ke luar atau secara ekstern),
sedangkan kepada pihak intern (ke dalam) telah menyatakan diri menjadi
persekutuan komanditer (secara intern telah membedakan antara sekutu
aktif dan sekutu pasif).
b. Persekutuan Komanditer Terang-terangan
Persekutuan Komanditer Terangan-terangan merupakan persekutuan
komanditer yang telah menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer.
c. Persekutuan Komanditer dengan Saham
Persekutuan Komanditer dengan Saham yang secara terang-terangan
modalnya terdiri dari saham-saham. Bentuk persekutuan komanditer ini
tidak diatur dalam KUHD, karena dianggap sama seperti persekutuan
komanditer biasa (terang-terangan). Perbedaan kedua bentuk persekutuan
komanditer tersebut hanya terletak pada pembentukan modalnya saja,
yaitu dengan cara mengeluarkan saham-saham.

Berdasarkan perkembangannya, bentuk persekutuan komanditer (CV)

dapat dibedakan atas 65:

a. Persekutuan Komanditer Murni


Persekutuan Komanditer Murni merupakan bentuk persekutuan
komanditer yang pertama, dimana dalam persekutuan ini hanya terdapat
satu sekutu komplementer dan sekutu yang lain merupakan sekutu
komanditer.
b. Persekutuan Komanditer Campuran
Persekutuan Komanditer Campuran umumnya berasal dari bentuk firma.
Dalam keadaan firma membutuhkan tambahan modal, maka sekutu firma
diubah kedudukannya menjadi sekutu komplementer dan sekutu lain atau
sekutu tambahan menjadi sekutu komanditer.
c. Persekutuan Komanditer Bersaham
Persekutuan Komanditer Bersaham merupakan persekutuan komanditer
yang mengeluarkan saham yang tidak dapat diperjualbelikan dan sekutu
komplementer maupun sekutu komanditer mengambil satu saham atau

64
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan : Step by Step Prosedur Pendirian
Perusahaan,Cet-I, Pustaka Yustitia, Yogyakarta, 2013, h.54.
65
Deni Damay, 501 Pertanyaan Terpenting tentang PT, CV, Firma, Maatschap dan
Koperasi, Cet-I, Araska, Yogyakarta, 2013, h.93.

Universitas Sumatera Utara


34

lebih. Saham dikeluarkan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya


modal beku, karena dalam persekutuan komanditer (CV) tidak mudah
untuk menarik kembali modal yang telah disetorkan.

Sebagai suatu organisasi kerjasama antar beberapa pribadi, CV memiliki

karakteristik hubungan yang didominasi oleh kondisi subyektif masing-masing

pribadi. Jadi walaupun orang perorangannya dipandang telah mengikatkan diri

menjadi satu kelompok organisasi, namun yang dilihat semata-mata adalah segi

manusia orang perorangan (individunya), tergolong kelompok ini adalah firma

dan CV serta maatschaap (persekutuan perdata).66

Pembentukan CV diawali dengan adanya sekutu komplementer (sekutu

aktif) sebagai pendiri baik seorang maupun beberapa orang yang telah saling

kenal dan percaya, kadangkala para sekutu komplementer ini merupakan suatu

keluarga atau kerabat. Oleh karena dominannya unsur kekeluargaan di dalam

konstruksi CV sehingga turut mempengaruhi sistem yang ada dalam perusahaan.

Secara ekonomis hal ini berarti sebagai suatu institusi bisnis, perasaan,

emosional dan mentalitas para pribadi cendrung turut memberi pengaruh pada

penentuan kendali usaha. Secara yuridis, walaupun unsur kekeluargaan dominan

tetapi tidak berarti jika terjadi kerugian bisa melepaskan tanggung jawab.

Secara umum, dari banyak bentuk badan usaha yang memiliki

karakteristik hubungan seperti ini, cenderung mengabaikan sistem yang telah

tertata dalam perusahaan dan ini dapat mengganggu efisiensi dalam organisasi. 67

66
Rudy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1995, h.33.
67
Peter Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, Edisi Kedua,
UI-Press, Jakarta, 1987, h.12.

Universitas Sumatera Utara


35

Hal ini merupakan satu kelemahan dari organisasi dengan karakteristik

demikian seperti CV walaupun perusahaan persekutuan mempunyai beberapa

kelebihan dibanding perusahaan milik perorangan namun perusahaan jenis ini

juga mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu :68

a. kewajiban sekutu yang tidak terbatas

b. kemungkinan adanya perbedaan pendapat antar sekutu

c. kelangsungan hidup perusahaan tidak terjamin

d. investasi yang beku

Ketentuan CV yang terdapat di dalam KUHD sangat terbatas, karena

hanya diatur dalam tiga pasal yaitu Pasal 19, 20 dan Pasal 21 KUHD. Dalam

kaitannya dengan berakhirnya CV, ahli hukum Purwosutjipto berpendapat bahwa

pada hakekatnya CV merupakan persekutuan firma dan persekutuan firma adalah

persekutuan perdata, maka aturan tentang berakhirnya CV juga dikuasai oleh

persekutuan firma dan persekutuan perdata.69

Hubungan hukum di antara para sekutu baik intern maupun ekstern,

beberapa sarjana tidak terdapat perbedaan pandangan. Hubungan tersebut lebih

banyak diatur dengan melalui pasal-pasal persekutuan perdata seperti hubungan

mengenai pemasukan modal, dapat mengacu pada Pasal 1625 KUHPerdata.

Pasal 1625 KUHPerdata menentukan bahwa, “Tiap peserta wajib

memasukkan ke dalam perseroan itu segala sesuatu yang sudah ia janjikan untuk

dimasukkan, dan jika pemasukan itu terdiri dari suatu barang tertentu, maka

68
Vernon A. Musselman, op.cit., h.75.
69
H.M.N. Purwositjipto-I, op.cit., h.84.

Universitas Sumatera Utara


36

peserta wajib memberikan pertanggungan menurut cara yang sama dengan cara

jual beli.”

Pembagian keuntungan CV dapat mengacu pada ketentuan Pasal 1633

KUHPerdata yang menentukan bahwa :

“Jika dalam perjanjian perseroan tidak ditetapkan bagian masing-masing


peserta dari keuntungan dan kerugian perseroan, maka bagian tiap peserta
itu dihitung menurut perbandingan besarnya sumbangan modal yang
dimasukkan oleh masing-masing. Bagi peserta yang kegiatannya saja yang
dimasukkan ke dalam perseroan, bagiannya dalam laba dan rugi harus
dihitung sama banyak dengan bagian peserta yang memasukkan uang atau
barang paling sedikit.”

Jika terjadi kerugian dalam pelaksanaan CV, maka dapat mengacu pada

ketentuan Pasal 1634 KUHPerdata yang menentukan bahwa :

“Para peserta tidak boleh berjanji, bahwa jumlah bagian mereka masing-
masing dalam perseroan dapat ditetapkan oleh salah seorang dari mereka atau
orang lain. Perjanjian demikian harus dianggap dari semula sebagai tidak
tertulis dan dalam hal ini harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 1633
KUHPerdata.”

Dalam struktur CV dikenal dua jenis sekutu yang memegang peranan

sangat menentukan untuk dapat disebut sebagai CV, yaitu sekutu komplementer

dan sekutu komanditer. Beberapa penulis menyebut sekutu komplementer sebagai

sekutu kerja atau sekutu aktif dan sekutu komanditer sebagai sekutu tidak kerja

atau sekutu pasif.

Sekutu komplementer adalah sekutu yang aktif mengurus dan menjalankan

perusahaan serta mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, sedangkan

sekutu komanditer merupakan sekutu yang tidak berwenang menjalankan

Universitas Sumatera Utara


37

perusahaan, tetapi hanya mempunyai kewajiban memberi pemasukan modal

kepada perusahaan.70

Dari kedua sekutu tersebut, yang justeru lebih menentukan untuk dapat

disebut sebagai CV yaitu keberadaan sekutu komanditer, karena ketiadaan sekutu

komanditer pada struktur suatu CV, maka persekutuan tersebut tidak dapat disebut

sebagai CV. Apabila terdapat beberapa sekutu komplementer ada kemungkinan

disebut sebagai firma atau bisa juga disebut sebagai maatschaap apabila di

dalamnya hanya terdapat seorang sekutu komplementer.

Sebaliknya juga jika hanya terdapat sekutu komplementer saja, tentu tidak

mungkin disebut sebagai CV karena tidak ada sekutu yang menjalankan

perusahaan. Jadi di dalam konstruksi CV, baik sekutu komanditer atau sekutu

komplementer mempunyai fungsinya masing-masing yang saling melengkapi.

Sekutu komanditer ini berfungsi seolah-olah sebagai pemegang merek pada

bentuk CV. CV tanpa sekutu komanditer bukanlah CV.71

B. Prosedur dan Syarat Pembuatan Akta Pendirian CV

1. Prosedur Pendirian CV

KUHD tidak mengatur secara tegas dasar prosedur pendirian suatu CV.

Dasar prosedur pendirian CV dapat didasarkan pada dasar prosedur pendirian

firma yakni Pasal 19 KUHD. Hal tersebut dapat diketahui dari kedua pendapat

ahli, yakni R.Soerjatin dan H.M.N.Purwosutjipto. R.Soerjatin berpendapat

bahwa :

70
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Cet-2, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.23.
71
Ibid., h.24.

Universitas Sumatera Utara


38

“berdasarkan ketentuan Pasal 19 KUHD dapat diketahui bahwa, sebuah


perseroan komanditer (CV) merupakan suatu perseroan di bawah firma (para
anggotanya yang bertanggung jawab secara berenteng) ditambah dengan
anggota-angota sebagai pelepas uang (geldschieter), sehingga ketentuan-
ketentuan mengenai firma harus digabungkan dengan ketentuan-ketentuan
mengenai perseroan komanditer. Sebuah perseroan komanditer merupakan
bentuk khusus dari perseroan firma, sehingga dasar prosedur pendirian CV
sama halnya dengan prosedur pendirian suatu firma.“72

Pendapat R.Soerjatin tersebut sejalan dengan pendapat


H.M.N.Purwosutjipto yang mendefenisikan CV sebagai :

“perseroan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu


komanditer. Sekutu komanditer yang dimaksud adalah sekutu yang hanya
menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pada perseroan, sedangkan dia
tidak turut campur dalam pengurusan atau penguasaan dalam perseroan.”73

Pendirian suatu firma diatur pada Pasal 22, 23, 27 dan Pasal 28 KUHD.

Pasal 22 KUHD menentukan bahwa, “tiap-tiap perseroan firma harus didirikan

dengan akta otentik, akan tetapi tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak

ketiga.” Berdasarkan ketentuan Pasal 22 KUHD tersebut dapat diketahui bahwa

akta otentik bukan merupakan syarat mutlak untuk mendirikan firma, sehingga

pendirian firma juga dapat didirikan secara lisan.

Pendirian CV yang merupakan suatu badan usaha, hanya berlandaskan

pada perjanjian para pihak, sesuai dengan yang diinginkan para pihak tersebut

sepanjang tidak melanggar undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Walaupun pembuatan akta otentik tersebut bukan merupakan syarat mutlak

72
R.Soerjatin, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976, h.22.
73
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk-Bentuk
Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 1998, h.73 (selanjutnya disingkat “H.M.N.Purwosutjipto-II”)

Universitas Sumatera Utara


39

pendirian CV, akan tetapi dalam praktik di masyarakat, pendirian perseroan

komanditer tetap dibuat dengan akta otentik yaitu di hadapan notaris. 74

2. Prosedur dan Syarat Pembuatan Akta Pendirian CV

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa

pembuatan akta otentik pendirian CV bukan merupakan suatu syarat mutlak,

namun demikian pendirian CV dengan akta otentik atau akta yang dibuat di

hadapan notaris menjadi suatu kebiasaan yang sering dilakukan dalam praktik di

masyarakat.

Dasar kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik pendirian CV

didasarkan pada kewenangan Notaris sebagaimana diatur dalam UU No.2 Tahun

2014 tentang Perubahan UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk

selanjutnya disingkat “UUJN”) dan defenisi akta otentik itu sendiri. Defenisi akta

otentik dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata, yang

menentukan bahwa, “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk

yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”

Pasal 1 Angka 1 UUJN menentukan bahwa, “Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.” Kewenangan notaris

sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUJN, yaitu :

a. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

74
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, h.46.

Universitas Sumatera Utara


40

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk


dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta - akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang - undang.
b. Notaris berwenang pula :
1). Mengesahkan tanda - tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2). Membukukan surat - surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
3). Membuat kopi dari asli surat - surat di bawah yangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
4). Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5). Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6). Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7). Membuat akta risalah lelang.

Salah satu kewenangan Notaris berdasarkan ketentuan Pasal 15 huruf a

UUJN tersebut adalah kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik mengenai

perjanjian yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

akata otentik. CV dilandaskan pada perjanjian para pendiri CV untuk saling

mengikatkan diri mendirikan dan menjalankan CV. Pendirian CV dengan akta

otentik merupakan perwujudan kehendak para pendiri CV. Berdasarkan ketentuan

yang mengatur tentang akta otentik, pengertian dan kewenangan Notaris, maka

dapat diketahui bahwa Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta otentik

mempunyai dasar kewenangan membuat akta otentik pendirian CV.

Pendirian CV dengan akta otentik di hadapan Notaris harus memenuhi

beberapa syarat pembuatan akta. Syarat pembuatan akta pendirian CV diawali

dengan kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan diri mendirikan CV. Hal

Universitas Sumatera Utara


41

ini dilatarbelakangi bahwa pendirian CV didasarkan pada perjanjian para pihak

yang berkepentingan. Pada saat para pihak sudah sepakat untuk mendirikan

Perseroan Komanditer (CV), selanjutnya datang menghadap notaris dengan

membawa Kartu Tanda Pengenal (KTP).

Notaris akan meminta kepada pendiri CV untuk menerangkan hal–hal

sebagai berikut75 :

a. Nama yang akan digunakan dan kedudukan CV.


Pemakaian nama perseroan komanditer tidak diatur secara khusus
oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, artinya kesamaan atau
kemiripan nama perseroan dapat dimungkinkan terjadi. Dalam pendirian
Perseroan Komanditer (CV) tidak diperlukan adanya pengecekan nama
Perseroan Komanditer (CV) terlebih dahulu, tidak seperti pendirian PT.
Hal ini menyebabkan proses pendirian CV menjadi lebih cepat dan
mudah dibandingkan dengan proses pendirian suatu PT.
Pada proses pendirian PT, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 PP
No.43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas wajib dilakukan pengecekan nama dan salah satu
syarat pengecekan nama PT adalah bahwa nama tersebut belum dipakai
secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan
nama perseroan lain. Tidak adanya proses pengecekan nama CV dapat
menimbulkan kemungkinan terjadinya kesamaan nama antara dua atau
lebih CV yang berbeda.
Kedudukan perseroan harus berada di wilayah Republik Indonesia
dengan menyebutkan nama kota/kabupaten sebagai tempat perseroan
melakukan kegiatan usaha dan sebagai kantor pusat perseroan.
b. Pengurus Perseroan.
Minimal dua orang pendiri CV dengan menentukan siapa yang
akan Persero komplementer (aktif) dan siapa yang akan bertindak selaku
Persero komanditer (pasif).
c. Maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut, di samping maksud
dan tujuan yang luas dari CV tersebut.
Setiap perseroan yang didirikan dapat melakukan kegiatan usaha
yang sama dengan perseroan lain atau berbeda, bersifat khusus atau
umum sesuai dengan keinginan para pendiri perseroan, kecuali bidang
usaha tertentu yang hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha
berbentuk badan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang
tertentu.

75
Tigor Sinambela, Notaris Kota Binjai, hasil wawancara tanggal 19 Agustus 2017.

Universitas Sumatera Utara


42

d. Modal perseroan
Di dalam Akta Pendirian CV tidak dinyatakan besar jumlah modal
dasar, modal ditempatkan atau modal disetor. Jumlah modal CV
diperlukan dan akan dinyatakan kemudian dalam izin operasional lainnya
seperti SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
Setelah akta pendirian CV selesai dibuat di hadapan Notaris, maka
pendiri CV melengkapi pendaftaran dan perizinan yang harus dimiliki
untuk dapat melakukan kegiatan usaha seperti, Surat Keterangan
Domisili Perusahaan (SKDP) yang dikeluarkan oleh Lurah, Nomor
Pokok Wajib Pajak Perseroan (NPWP Perseroan), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP). CV juga wajib melakukan pendaftaran perusahaan
pada kantor pendaftaran perusahaan tempat didirikan CV sebagaimana
diatur dalam UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
(WDP).

Universitas Sumatera Utara


43

BAB III
PENGURUSAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PERSERO DALAM
PERSEROAN KOMANDITER (CV)

A. Para Persero dalam CV dan Hubungan Hukum antara Persero Pengurus


(Komplementer) dengan Persero Komanditer

1. Para Persero dalam CV

Perseroan Komanditer (CV) merupakan perseroan secara melepas uang,

didirikan antara satu orang atau beberapa sekutu yang secara tanggung

menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu dan satu orang

atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal

19 Ayat 1 KUHD.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Ayat 1 KUHD tersebut, maka menurut

Soekardono, CV mempunyai dua macam sekutu, yaitu sekutu kerja yang

dinamakan sekutu komplementer dan sekutu tidak kerja (stille vennoot) yang

dinamakan sekutu komanditer76 atau disebut juga sekutu diam (sleeping

partner).77 Sekutu kerja atau sekutu komplementer adalah sekutu yang menjadi

pengurus persekutuan, sedangkan sekutu tidak kerja atau sekutu komanditer tidak

mengurus persekutuan. Baik sekutu kerja maupun sekutu tidak kerja masing-

masing memberikan pemasukannya, yang berwujud uang, barang atau tenaga

(fisik atau pikiran) atas dasar pembiayaan bersama, artinya untung rugi dipikul

76
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Cet-III, Djambatan, Jakarta, 1989, h.101
(untuk selanjutnya disingkat “Soekardono-II”)
77
Abdulkadir Muhammad-I, op.cit., h.55.

43

Universitas Sumatera Utara


44

bersama antara sekutu kerja dan sekutu komanditer, meskipun tanggung jawab

sekutu komanditer terbatas pada modal yang disanggupkan untuk dimasukkan.78

Dalam hal kerjasama baik persero komplementer dan persero komanditer,

sama-sama berkewajiban untuk memasukkan modal ke dalam perseroan yang

dikumpulkan khusus disediakan sebagai modal perseroan melakukan kegiatan

usahanya dengan pihak ketiga. Persero komanditer tidak terikat pada pihak ketiga

dan terhadap Pesero komplementer (persero pengurus), persero komanditer hanya

mempunyai kewajiban menyerahkan modal yang telah diperjanjikan.79

Pesero komplementer (Pesero Pengurus) yang melakukan tindakan-

tindakan bertanggung jawab atau terikat pada pihak ketiga. "Jika mereka bersama-

sama melakukan tindakan-tindakan perusahaan dengan suatu nama bersama-sama,

maka mereka bertanggung jawab renteng untuk seluruh tindakan-tindakan itu.”80

2. Hubungan Hukum antara Persero Pengurus (Komplementer) dengan Persero


Komanditer
Ketentuan KUHD yang mengatur firma sebagian juga dijadikan dasar

ketentuan yang mengatur CV. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya CV juga

merupakan firma dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada

adanya sekutu komanditer yang pada firma tidak ada. CV tidak hanya

berpedoman pada ketentuan firma dalam KUHD, akan tetapi CV juga

berpedoman pada ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang maatschap.

78
H.M.N.Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 Bentuk-Bentuk
Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2007, h.74 (untuk selanjutnya disingkat “Purwosutjipto-III”)
79
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, An Indonesian-English
Dictionary, Third Edition, Gramedia, Jakarta, 1992, h.3.
80
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


45

Pasal-pasal yang mengatur tentang Maatschap dan Perseroan Firma dalam

KUHD antara lain Pasal 19, 20, 21, dan 30 ayat (2) dan Pasal 32 KUHD,

sedangkan dalam KUHPerdata diatur pada Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652

KUHPerdata, sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan khusus. "Kedudukan

hukum Perseroan Komanditer (CV) dikenal dalam keadaan statis, tunduk

sepenuhnya dalam Hukum Perdata, demikian pula dalam keadaan bergeraknya". 81

Kedudukan hukum Perseroan Komanditer (CV) dalam keadaan statis

dimaksudkan semua perbuatan dan perhubungan hukum intern Perseroan

Komanditer (CV), seperti antara lain perbuatan hukum pendirian Perseroan

Komanditer (CV) yang dilakukan dihadapan Notaris berdasarkan ketentuan Pasal

22 ayat (1) KUHD, perhubungan hukum intern CV antara persero pengurus

maupun persero komanditer. Kedudukan hukum Perseroan Komanditer (CV)

dalam keadaan bergeraknya dimaksudkan setiap perbuatan dan hubungan hukum

keluar (extern) dengan pihak ketiga yang mengikat Perseroan Komanditer (CV). 82

Hubungan intern di antara sekutu biasa atau pengurus (gewone vennooten)

dengan sekutu komanditer terdapat perbedaan, dimana sekutu biasa atau pengurus

(gewone vennooten), selain memasukan uang atau benda kedalam perseroan, juga

memasukan tenaga, dalam rangka mengurus dan menjalankan perseroan.

Disamping itu, sekutu biasa atau pengurus juga memikul tanggung jawab tidak

terbatas ada kerugian yang diderita perseroan dalam usahanya, kecuali jika

ditentukan lain dalam perjanjian perseroan. Sedangkan sekutu komanditer, tidak

81
M. Natsir, Hukum Perusahaan di Indonesia, Alumni, Bandung, 1987, h.237.
82
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


46

terbebani kerugian yang lebih dari jumlah modal yang dimasukkan. 83

Dasar hubungan hukum di antara sesama sekutu Perseroan Komanditer

(CV) pada dasarnya adalah hubungan kerja sama untuk mencari dan membagi

keuntungan. Hal itu ditetapkan dalam ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata yang

menetapkan bahwa perseroan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih

yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam perseroan, dengan

maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Seorang

komanditer yang memasukkan uangnya dalam perseroan bermaksud untuk

mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, jika perseroan menderita kerugian, maka

sekutu komanditer juga ikut memikulnya, akan tetapi tidak boleh melebihi

pemasukannya.

B. Pengurusan dan Tanggung Jawab Para Persero Dalam Perseroan


Komanditer (CV)
1. Pengurusan Perseroan Komanditer (CV)

Pengurusan dan tanggung jawab persero dalam CV diatur dalam KUHD

dan KUHPerdata. Ketentuan KUHD mengenai pengurusan dan tanggungjawab

persero CV diatur dalam Pasal 20 KUHD. Pasal 20 KUHD menentukan bahwa :

“Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea


kedua, maka nama persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma.
Persero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam
perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun.
Ia tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah
dimasukkannya dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa
diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya.”

83
Ibid., h.237.

Universitas Sumatera Utara


47

Dari ketentuan Pasal 20 KUHD tersebut, dapat diketahui bahwa persero

komanditer tidak diperbolehkan melakukan tindakan pengurusan perseroan dan

hanya dapat dipertanggungjawabkan menanggung kerugian hanya terbatas pada

jumlah uang yang dimasukkan persero komanditer tersebut ke dalam perseroan.

Dalam perjanjian pendirian CV juga dapat ditentukan bahwa mengenai

beberapa tindakan pengurusan tertentu sekutu kerja (komplementer) harus

meminta izin terlebih dulu kepada sekutu komanditer/pengawas persekutuan,

kecuali tindakan pengawasan dan pemberian izin pada perbuatan pengurusan

tertentu, yang diperkenankan oleh perjanjian pendirian sekutu komanditer dilarang

mencampuri persoalan pengurusan. Pelanggaran terhadap larangan tersebut

menyebabkan sekutu komanditer yang berkaitan kena sanksi sebagaimana diatur

dalam Pasal 21 KUHD, yaitu tanggung jawabnya diperluas sama dengan

tanggung jawab sekutu kerja, yaitu pribadi untuk keseluruhan.84

CV lazimnya dalam praktik di masyarakat dalam melakukan pengurusan

diwakili oleh yang disebut sebagai “Direktur”, dimana kewenangan yang dapat

dilakukan sendiri oleh pengurus tersebut mengenai :85

a. Perbuatan yang bersifat sehari-hari, yang merupakan perbuatan-perbuatan


yang rutin yang dinamakan sebagai daden van beheren.
b. Perbuatan yang tidak bersifat sehari-hari, yang tidak rutin yang bersifat
baru atau khusus istimewa, yang dinamakan sebagai daden van eigendom
(yang atas dasar kata daden van eigendom sering diterjemahkan sebagai
perbuatan kepemilikan).

84
Purwosutjipto-II,op.cit., h.82.
85
Rudi Prasetya,op.cit.,h.26.

Universitas Sumatera Utara


48

Dalam hal-hal yang menyangkut perbuatan kepemilikan dan perbuatan

tertentu lainnya, Direktur tidak selalu diberikan kewenangan melakukannya,

melainkan harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari segenap sekutu CV.

Dalam kenyataannya untuk menentukan perbuatan mana yang perlu persetujuan

sekutu lainnya tidak mudah.86 Sehingga dalam praktik di masyarakat, CV

menentukan perbuatan apa saja yang dipandang sebagai perbuatan kepemilikan

dan mencantumkannya dalam Anggaran Dasar persekutuan. Konsekwensi

pencantuman tersebut adalah bahwa perbuatan diluar apa yang telah ditentukan

sebagai perbuatan kepemilikan itu, bagi persekutuan sebagai perbuatan sehari-

hari.

Pada umumnya perbuatan yang dicantumkan sebagai perbuatan pemilikan

dalam Anggaran Dasar adalah :

a. Perbuatan meminjam atau meminjamkan uang (tidak termasuk dalam


menarik warkat bank sebagai realisasi kredit yang telah disepakati).
b. Membebani barang-barang harta kekayaan persekutuan untuk jaminan
hutang.
c. Mengalihkan atau menjual barang-barang tidak bergerak milik persekutuan.
d. Ikut serta dalam perusahaan lain.87

Dalam keadaan tidak diatur perjanjian-perjanjian tertentu dalam Anggaran

Dasar tentang tindakan pengurusan CV sehari-hari, maka berlaku ketentuan dalam

KUHPerdata. Pengurusan sehari-hari CV dan pihak yang berwenang melakukan

pengurusan tersebut, dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1639 Ayat 1

KUHPerdata.

86
Ibid., h.26.
87
Ibid., h.20.

Universitas Sumatera Utara


49

Pasal 1639 Ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa :


“Para peserta dianggap telah memberi kuasa satu sama lain untuk mengurus
perseroan itu. Apa yang dibuat oleh masing-masing peserta sekalipun tanpa
izin dari peserta lain, mengikat mereka, tanpa mengurangi hak mereka atau
salah seorang dari mereka untuk melawan perbuatan tersebut selama
perbuatan itu belum ditutup.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 1639 Ayat 1 KUHPerdata tersebut dapat

diketahui bahwa dalam keadaan tidak dibuat perjanjian tentang pengurusan

perseroan (dalam hal ini CV), maka para sekutu dianggap secara bertimbal balik

telah memberikan kuasa kepada sekutu lainnya untuk melakukan pengurusan CV

sehari-hari. Perlawanan dari sekutu lain diperbolehkan sebelum tindakan

pengurusan tersebut belum dilaksanakan dan jika telah dilakukan, maka perbuatan

pengurusan menjadi tanggungjawab sekutu yang melakukan pengurusan. Dari

ketentuan Pasal 1639 Ayat 1 KUHPerdata tersebut juga dapat diketahui bahwa

semua sekutu dalam CV dapat melakukan pengurusan CV.

Pasal 1639 ayat 2 KUHPerdata menentukan bahwa :

“setiap peserta boleh menggunakan barang-barang kepunyaan perseroan asal


untuk keperluan biasa dan tidak dengan cara yang bertentangan dengan
kepentingan perseroan atau dengan cara sedemikian rupa, sehingga para
peserta lain mendapat halangan untuk menggunakannya berdasarkan
haknya.”

Salah satu tindakan pengurusan sehari-hari CV berdasarkan ketentuan

tersebut adalah penggunaan barang-barang perseroan, dimana setiap sekutu

diperbolehkan menggunakan barang-barang perseroan untuk kepentingan yang

tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.

Ketentuan tersebut hanya berlaku sepanjang apa yang dilakukan tergolong

sebagai perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan pengurusan (daden van

Universitas Sumatera Utara


50

beheren) dan bukan tergolong sebagai perbuatan kepemilikan. Menurut Pasal

1639 ayat 4 KUHPerdata, jika perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan

kepemilikan, maka harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan seluruh

sekutu.88 Pasal 1639 Ayat 4 mengatur bahwa, “tanpa izin peserta lain, tidak

seorang peserta pun boleh mengadakan pembaruan-pembaruan pada barang tak

bergerak kepunyaan perseorangan dengan alasan bahwa pembaruan-pembaruan

itu bermanfaat bagi perseroan.”

Berdasarkan ketentuan KUHPerdata dan KUHD sebagaimana telah

diuraikan di atas, maka dapat dipahami bahwa hanya sekutu pengurus

(komplementer) yang dapat melakukan tindakan, tidak sekedar melakukan

pengurusan terhadap sekutu Perseroan Komanditer tetapi juga melakukan

perbuatan/ hubungan hukum atas nama Perseroan Komanditer (CV) dengan pihak

ketiga, sedangkan sekutu komanditer hanya memiliki hubungan intern saja dengan

sekutu komplementer dan tidak diperkenankan melakukan tindakan hukum atas

nama perseroan dengan pihak ketiga. Hal ini disebabkan karena kedudukan sekutu

komanditer yang hanya bertanggung jawab terbatas pada perseroan sebesar

jumlah pemasukannya dan berkewajiban melunasi pemasukan (modal) tersebut

sebagaimana telah dijanjikan untuk dimasukkan dalam perseroan.

Sekutu komanditer tidak diperkenankan menjadi menjadi sekutu pengurus

atau bekerja dalam perusahaan, termasuk dengan surat kuasa (Pasal 20 ayat 2

KUHD) dan bahkan penggunaan namanya pun dilarang menurut undang-undang.

Hal ini dapat dipahami karena para sekutu komanditer tidak bertanggung jawab

88
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


51

dalam pengurusan Perseroan Komanditer (CV) dan hanya bertanggung jawab

sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Keadaan ini sama sekali tidak

diketahui oleh pihak ketiga dan pihak ketiga hanya mengetahui bahwa yang

melakukan pengurusan Perseroan Komanditer (CV) adalah sekutu komplementer

yang bertanggung jawab tidak terbatas.

Sekutu komanditer dapat melakukan pengawasan atas pengurusan

Perseroan Komanditer (CV) apabila hal ini ditetapkan dalam perjanjian pendirian

Perseroan Komanditer (CV), akan tetapi pengawasan tersebut hanya bersifat

intern dan tidak boleh dilakukan sedemikian rupa yang memberikan suatu kesan

seakan-akan sekutu komanditer tersebut sebagai sekutu pengurus. Dalam

perjanjian pendirian Perseroan Komanditer (CV) dapat ditetapkan bahwa terhadap

hal-hal tertentu yang sangat penting dalam pengurusan perseroan maka diharuskan

adanya persetujuan dari para sekutu komanditer.89

Modal yang dimasukkan oleh sekutu komanditer dapat merupakan modal

tambahan terhadap modal yang telah ada atau dijanjikan dimasukkan. Para sekutu

komplementer pada dasarnya mempunyai kedudukan yang sama dengan

perseroan firma yang bertanggung jawab secara tanggung menanggung

bersama.90Sehingga dengan demikian maka sekutu-sekutu komanditer hanya

bertanggung jawab secara intern kepada sekutu komplementer (pengurus), untuk

secara penuh memasukkan modal yang telah dijanjikan dan uang yang

89
M. Natsir, op.cit., h.196.
90
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


52

dimasukkan itu dikuasai dan dipergunakan sepenuhnya oleh pengurus dalam

rangka pengurusan perseroan guna mencapai tujuan.

Hubungan intern diantara sekutu biasa/pengurus (gewone vennoot) selain

memasukkan uang atau benda ke dalam perseroan juga memasukkan tenaga

dalam rangka mengurus/menjalankan perseroan. Disamping itu, sekutu

komplementer juga memikul tanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang

diderita perseroan dalam usahanya, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian

perseroan. Sedangkan sekutu komanditer, tidaklah dibebani kerugian yang lebih

dari jumlah modal yang dimasukkannya. 91

2. Tanggung Jawab Para Persero

Dalam perseroan dibawah Firma, para pesero bertanggung jawab renteng

dengan seluruh kekayaannya terhadap semua hutang perseroan dengan tidak

dipersoalkan apakah tindakan itu merupakan tindakan persero itu sendiri atau

bersama pesero lainnya. Hal tersebut berbeda dengan CV, dimana CV

bertanggung jawab terbatas pada uang yang dimasukan/diserahkan para persero

itu untuk Perseroan Komanditer (CV).

Tanggung jawab terbatas itu diberikan oleh Pasal 20 KUHD apabila

pesero komanditer itu memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Nama pesero komanditer tidak dibenarkan dipakai pada waktu


pembentukan perseroan itu, terkecuali yang ditentukan dalam Pasal 30
KUHD.

91
M. Natsir, op.cit., h.198.

Universitas Sumatera Utara


53

b. Pesero Komanditer tidak dibenarkan melakukan tindakan-tindakan dalam


CV atau melakukan sesuatu pekerjaan kepengurusan dalam perusahaan itu.
c. Pesero Komanditer tidak ikut memikul kerugian lebih dari pada jumlah
uang yang telah dimasukannya.

Apabila syarat-syarat yang disebut di atas tersebut dilanggar, maka

hilanglah sifat tanggung jawab terbatas itu dan Pesero Komanditer itu

bertanggung jawab renteng bersama-sama dengan Pesero Komplementer

mengenai seluruh utang dan perjanjian perseroan.

"Pesero-pesero pengurus (pesero komplementer) mendapat bagian dari


keuntungan yang jumlahnya seimbang dengan modal yang telah
disetorkannya sedangkan pesero pendiam (pesero komanditer) hanya
mendapat bunga yang jumlahnya tetap dan tidak tergantung pada hasil-hasil
perusahaan".92

Adapun hak dan kewajiban sekutu komplementer dan sekutu komanditer,

yaitu :93

a. Sekutu komplementer
Sekutu komplementer biasa disebut dengan sekutu aktif (active partner)
atau sekutu kerja. Sekutu komplementer mempunyai hak dan kewajiban sebagai
berikut :
1). Wajib mengurus Perseroan Komanditer (CV)
2). Berhak memasukkan uang atau kekayaan lainnya kepada Perseroan
Komanditer (CV).
3). Wajib bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kewajiban
Perseroan Komanditer (CV) terhadap pihak ketiga.
4). Berhak menerima pembagian keuntungan
b. Sekutu komanditer
Sekutu komanditer biasa disebut dengan sekutu diam (silent partner) atau
sekutu pelepas uang. Sekutu komanditer mempunyai hak dan kewajiban sebagai
berikut :
1). Wajib menyerahkan uang atau kekayaan lainnya kepada Perseroan
Komanditer (CV).

92
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Bandung,
1993, h.5 (untuk selanjutnya disingkat “Rochmat Soemitro-I”)
93
Arus Akbar Silonde Wirawan Ellyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, Salemba, Jakarta,
Empat, 2012, h.38-40.

Universitas Sumatera Utara


54

2). Wajib bertanggung jawab atas kewajiban persekutuan terhadap pihak


ketiga terbatas pada jumlah pemasukan yang telah disetor untuk modal
perseroan.
3). Berhak memperoleh pembagian keuntungan
4). Sekutu komanditer dilarang untuk melakukan pengurusan meskipun
dengan menggunakan surat kuasa. Akan tetapi, sekutu komanditer boleh
melakukan pengawasan jika ditetapkan dalam akta pendirian. Apabila
sekutu komanditer melakukan pengurusan perseroan maka tanggung
jawabanya diperluas menjadi sama dengan sekutu komplementer, yaitu
tanggung jawab secara tanggung renteng.

Hubungan intern adalah hubungan antara sekutu komplementer dan sekutu

komanditer. Sekutu komplemnter memiliki kewajiban untuk memasukkan uang

atau barang ke dalam persetujuan atau memasukkan tenaganya untuk menjalankan

perseroan. Sekutu komplementer memikul tanggungjawab yang tidak terbatas atas

kerugian yang diderita perseroan dalam menjalankan usahanya. Sekutu

komanditer hanya memasukkan uang atau barang kedalam kas perseroan dan juga

hanya bertanggungjawab sebesar pemasukan (inbreng) atau modal yang

dimasukkan tersebut.

Pembagian keuntungan dan kerugian di antaranya pada sekutu sebaiknya

diatur dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan. Apabila pengaturan

tersebut tidak ada, maka harus diberlakukan ketentuan Pasal 1633 ayat (1) dan

Pasal 1634 KUHPerdata. Mengingat dalam Perseroan Komanditer (CV) hanya

sekutu komplemnter atau sekutu kerja saja yang berhak menjalankan perusahaan,

maka yang berhak mengadakan hubungan dengan pihak ketiga hanyalah sekutu

biasa.

Didalam hubungan dengan pihak ketiga ini terdapat masalah yang erat

hubungannya dengan para sekutu Perseroan Komanditer (CV), yaitu mengenai

Universitas Sumatera Utara


55

kewenangan mewakili perseroan, tanggungjawab pribadi para sekutu (personal

liability atau personality aanspraktekeljkheid) dan menyangkut persoalan

pemisahan kekayaan Perseroan Komanditer (CV) yang bersangkutan. 94

Menurut ketentuan Pasal 1633 KUHPerdata, pesero komanditer mendapat

bagian keuntungan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar perseroan. Jika dalam

anggaran dasar tidak ditentukan, maka pesero komanditer terdapat keuntungan

sebanding dengan jumlah pemasukannya. Jika perseroan menderita kerugian,

pesero komanditer hanya bertanggung jawab sampai jumlah pemasukannya itu

saja. Bagi pesero komplementer beban kerugian tidak terbatas kekayaannya pun

ikut menjadi jaminan seluruh kerugian perseroan. Pesero komanditer tidak boleh

dituntut supaya menambah pemasukanya guna kerugian dan tidak dapat diminta

supaya mengembalikan keuntungan telah diterimanya. Dengan perkataan lain

"dalam hal pembagian keuntungan pesero pengurus (pesero komplementer)

mempunyai hak dan kewajiban serta tanggung jawab seperti seorang pesero dalam

firma, sedangkan tanggung jawab pesero diam (pesero komanditer) adalah sama

dengan jawab pemegang saham dalam perseroan". 95

Pasal 20 ayat (2) KUHD menyatakan sekutu diam ini menjadi bertanggung

jawab tidak lebih daripada jumlah uang yang telah atau harus dimasukkan olehnya

sebagai modal dalam perseroan juga tidak usah mengembalikan segala

keuntungan yang telah nikmatinya. Dalam hal ini Rudhi Prasetya tidak

sepenuhnya setuju dengan bunyi rumusan pasal tersebut, menurut Rudi Prasetya :

94
M. Natsir, op.cit., h.205.
95
Rochmat Soemitro. Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, h.18 (untuk
selanjutnya disingkat “Rochmat Soemitro-II”)

Universitas Sumatera Utara


56

"Jika diikuti, maka berarti tanggung jawab sekutu diam itu tidak lebih
daripada inbrengnya. Apa yang dimaksud dengan inbreng ini adalah sekadar
jumlah modal yang ia masukkan. Jika demikian halnya maka tidak adil.
Sebab bisa terjadi dari inbreng yang dimasukkan itu, kemungkinan telah
menjadi barang, dan harga barang ini sebagai akibat dari inflasi telah
menjadi sangat tinggi. Dengan kata lain, para kreditur tidak dapat menuntut
bagian sekutu diam menurut harga barang tersebut, tetapi hanya sekadar
sebesar uang inbreng".96

Dalam keadaan ada keuntungan yang menjadi bagian sekutu diam, tetapi

belum diambil oleh sekutu diam, maka jika mengikuti rumusan pasal di atas,

maka bagian keuntungan ini tidak dapat dijadikan objek tagihan pihak kreditur.

Menurut Rudhi Prasetya, "demi keadilan, jika sekutu komanditer harus

bertanggung jawab, maka sekutu komanditer tersebut harus bertanggung jawab

sampai pada bagiannya yang ada dalam Perseroan Komanditer (CV)”.97

Pasal 1633 KUHPerdata menentukan bahwa :

“sekutu komanditer mendapat bagian keuntungan sesuai dengan ketentuan


anggaran dasar persekutuan. Jika dalam anggaran dasar tidak ditentukan,
maka sekutu komanditer mendapat keuntungan sebanding dengan jumlah
pemasukannya. Jika persekutuan menderita kerugian, sekutu komanditer
hanya bertanggung jawab sampai jumlah pemasukannya itu saja.”
Beban kerugian bagi sekutu komplementer tidak terbatas, kekayaannya

pun ikut menjadi jaminan seluruh kerugian persekutuan sebagaimana diatur dalam

Pasal 18 KUHD dan Pasal 1131 serta Pasal 1132 KUHPerdata.

Sekutu komanditer tidak dapat dituntut untuk menambah pemasukannya

menutupi kerugian dan tidak dapat diminta untuk mengembalikan keuntungan

telah diterimanya sebagaimana diatur menurut Pasal 1625 KUHPerdata dan


96
Rudi Prasetya, op.cit.,h.9.
97
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


57

seterusnya dan Pasal 20 Ayat 3 KUHD. Pasal 19 ayat (1) KUHD menentukan

bahwa, sekutu komanditer hanya bertanggung jawab kepada sekutu komplementer

dengan menyerahkan sejumlah pemasukan. Sekutu komplementer yang

bertanggung jawab kepada pihak ketiga. Sekutu komanditer hanya bertanggung

jawab ke dalam, sedangkan sekutu komplementer bertanggung jawab keluar

maupun ke dalam.

Ketentuan Pasal 20 ayat (1) KUHD menentukan bahwa, “sekutu

komanditer tidak boleh memakai namanya sebagai nama Firma.” Pasal 20 Ayat 2

KUHD menentukan bahwa, “sekutu komanditer tidak boleh melakukan

pengurusan walaupun dengan surat kuasa.” Sekutu komanditer yang melanggar

pasal ini, bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan, atau dengan kata

lain berarti tanggung jawabnya sama dengan pemasukannya sebagaimana diatur

dalam Pasal 21 KUHD.

Atas dasar prinsip Pasal 19 KUHD, maka pihak ketiga tidak diperbolehkan

menagih utang persekutuan langsung pada sekutu komanditer karena sekutu

komplementer yang harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada pihak ketiga.

Hal ini dinilai cukup relevan jika pihak ketiga tidak diperkenankan menagih

secara langsung kepada sekutu komanditer, mengingat sekutu komanditer tidak

dikenal pihak luar (pihak ketiga) dan tidak berwenang melakukan hubungan

hukum keluar perusahaan sehingga tanggung jawabnya juga tidak sampai kepada

pihak ketiga (ekstern), melainkan hanya terhadap intern persekutuan.

Universitas Sumatera Utara


58

Sekutu komanditer tidak diperkenankan menjadi sekutu pengurus atau

bekerja dalam perusahaan termasuk dengan surat kuasa (Pasal 20 Ayat 2 KUHD),

dan bahkan penggunaan namanya pun dilarang menurut undang-undang. Hal ini

dapat dimengerti karena para sekutu komanditer tidak bertanggung jawab dalam

pengurusan Perseroan Komanditer (CV) dan mereka hanya bertanggung jawab

terbatas sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Keadaan ini sama sekali

tidak diketahui oleh pihak ketiga, dan pihak ketiga hanya tahu bahwa yang

melakukan pengurusan Perseroan Komanditer (CV) adalah sekutu komplementer

yang bertanggung jawab tidak terbatas.

Hanya sekutu pengurus (komplementer) yang dapat melakukan tindakan,

tidak sekedar melakukan pengurusan terhadap jalannya Perseroan Komanditer

(CV) tetapi juga melakukan perbuatan/hubungan hukum atas nama Perseroan

Komanditer (CV) dengan pihak ketiga, termasuk pendaftaran akta pendirian

Perseroan Komanditer (CV) ke Paniteraan Pengadilan Negeri tempat kedudukan

Perseroan dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia,

sedangkan sekutu komanditer hanya memiliki hubungan intern saja dengan sekutu

komplementer, tetapi tidak diperkenankan melakukan tindakan hukum atas nama

perseroan dengan pihak ketiga. Hal ini disebabkan kedudukan sekutu komanditer

yang hanya bertanggung jawab terbatas pada perseroan sebesar jumlah

pemasukannya dan berkewajiban melunasi pemasukan (modal) tersebut

sebagaimana telah dijanjikan untuk dimaksudkan dalam perseroan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, akibat dari pertanggungjawaban setiap


sekutu untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan dari persekutuan CV ialah

Universitas Sumatera Utara


59

bahwa yang dapat digugat di muka Pengadilan adalah persekutuannya maupun


setiap sekutu. Dalam gugatan nama-nama dari semua sekutu sebaiknya disebutkan
di samping persekutuannya, sehingga putusan hakim juga dapat dijalankan
(eksekusi) terhadap kekayaan sekutu. Apabila yang digugat hanya salah seorang
sekutu, maka putusan hakim yang mengabulkan gugatan hanya dapat dijalankan
terhadap harta kekayaan sekutu yang digugat, tidak terhadap kekayaan
persekutuan dan juga tidak terhadap kekayaan lain-lain sekutu.98

C. Prosedur dan Syarat Pendaftaran CV

1. Tata Cara dan Prosedur Pendaftaran CV

CV yang didirikan dengan akta otentik, selanjutnya melakukan

pendaftaran ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat CV tersebut

berkedudukan sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 23 KUHD. Pasal 23 KUHD

menentukan bahwa, “Para Persero firma diharuskan mendaftarkan akta tersebut

dalam register yang disediakan untuk itu di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang

dalam daerah hukumnya perseroan mereka bertempat kedudukan.” Pendaftaran

akta tersebut harus ditanggali pada hari akta dibawa ke kepaniteraan pengadilan

negeri tersebut sebagaimana diatur Pasal 27 KUHD.

Berdasarkan ketentuan pendirian firma yang dapat dijadikan dasar

prosedur pendirian suatu CV tersebut, maka dapat diketahui bahwa adapun

prosedur pendirian CV, yaitu :

a. Pendirian CV diawali dengan membuat akta otentik berupa akta pendirian


CV di hadapan Notaris.
b. Akta pendirian CV tersebut didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang sama dengan tempat kedudukan CV. Penanggalan register
atau pendaftaran akta pendirian CV didasarkan pada tanggal akta pendirian
dibawa ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri, bukan berdasarkan tanggal
penandatanganan akta pendirian. Pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan

98
Rudi Prasetya, op.cit., h.10.

Universitas Sumatera Utara


60

Negeri tempat kedudukan CV bertujuan agar khalayak ramai (pihak


ketiga) dapat mengetahui pihak yang bertanggungjawab serta perbuatan-
perbuatan/ tindakan-tindakan yang dapat diselenggarakan atas nama
perseroan.99
c. Akta pendirian CV yang telah didaftarkan tersebut wajib diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman dalam Berita
Negara memiliki tujuan yang sama dengan pendaftaran akta otentik atau
petikan otentik akta pendirian CV, yaitu sama-sama bertujuan agar
khalayak ramai (pihak ketiga) dapat mengetahui pihak yang
bertanggungjawab serta perbuatan-perbuatan/ tindakan-tindakan yang
dapat diselenggarakan atas nama perseroan.100

Pendaftaran di Pengadilan tersebut tidak hanya dapat dilakukan terhadap

akta otentik saja, melainkan juga pendaftaran terhadap petikan otentik akta saja,

sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 24 KUHD. Pasal 24 KUHD menentukan

bahwa, “dalam pada itu para persero diperbolehkan untuk hanya mendaftarkan

petikannya saja dari akta itu, dalam bentuk otentik.”

Petikan akta pendirian CV yang telah didaftarkan secara resmi di

kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, berdasarkan Pasal 27 KUHD

diwajibkan untuk diumumkan dalam surat kabar resmi. Petikan akta pendirian CV

yang dimaksud sebagaimana diatur dalam Pasal 24 KUHD harus memuat :

a. Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para persero firma;
b. Pernyataan firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum,
ataukah terbatas pada suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan
dalam hal terakhir, dengan menunjukkan cabang khusus itu;
c. Penunjukan para persero, yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas
nama firma;
d. Saat mulai berlakunya perseroan dan saat berakhirnya;
e. dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang
harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para
persero.

99
R.Soerjatin, op.cit., h.15.
100
Ibid., h.16.

Universitas Sumatera Utara


61

Surat kabar yang dimaksud dalam KUHD, saat ini dikenal dengan Berita

Negara Indonesia. Penyelenggaraan Berita Negara Indonesia merupakan

kewenangan yang diberikan kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan

Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2012 tentang Perusahaan

Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia (untuk selanjutnya

disingkat “PP No.72/2012”).

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat 1 PP No.72/2012, Perum Percetakan

Negara RI merupakan Perum yang berwenang untuk :

a. mencetak dan menyebarluaskan Lembaran Negara Republik Indonesia,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
yang berfungsi sebagai tempat pengundangan;
b. mencetak dan menyebarluaskan Berita Negara Republik Indonesia dan
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang berfungsi sebagai
tempat pengumuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. mengelola administrasi penomoran Berita Negara Republik Indonesia
dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang berfungsi sebagai
tempat pengumuman; dan
d. mencetak Naskah Pidato Kenegaraan

Kewenangan Perum Percetakan Negara RI mengumumkan Berita Negara

Indonesia dan Tambahan Berita Negara berupa pendirian suatu CV, diberikan

oleh ketentuan Pasal 3 Ayat 1 huruf c tersebut. Perum berwenang untuk mencetak

dan menyebarluaskan Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia yang berfungsi sebagai tempat pengumuman sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan perundang-undangan

yang dimaksud dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 27 KUHD yang mewajibkan

pengumuman pendirian CV pada surat kabar resmi. Tujuan pengumuman CV

Universitas Sumatera Utara


62

dalam Berita Negara RI dimaksudkan agar terciptanya ketertiban pengurus CV

dalam menjalankan usaha dan untuk kepentingan pengawasan pemerintah

terhadap kegiatan usaha CV.101

Pengurusan pendaftaran akta pendirian CV ke kepaniteraan Pengadilan

Negeri bukan menjadi kewenangan Notaris secara hukum, akan tetapi dalam

praktiknya tidak jarang pendiri CV/ penghadap juga meminta kepada Notaris

untuk mengurus pendaftaran akta pendirian tersebut dengan alasan notaris sudah

lebih memahami hal tersebut, sehingga pendaftaran akta pendirian dan

pengurusan izin CV dapat menjadi lebih efektif dan efisien.102

2.Tanggung Jawab Pengurus CV Sebelum dan Setelah CV Didaftarkan

CV dapat didirikan secara lisan maupun secara tertulis yaitu dengan suatu

akta pendirian yang dibuat di hadapan Notaris. CV yang tidak didirikan dengan

suatu akta otentik tidak dapat dijadikan alasan merugikan pihak ketiga. Para

persero tidak dapat mengelakkan kewajiban terhadap kerugian pihak ketiga

tersebut.

CV yang didirikan dengan akta otentik diwajibkan mendaftarkan akta atau

petikan akta otentik di kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat kedudukan CV

tersebut didirikan, untuk selanjutnya diumumkan dalam Berita Negara. Tujuan

diumumkannya pendirian CV tersebut adalah dimaksudkan agar khalayak ramai

mengetahui103 :

a. siapa yang menjadi persero ;


101
Gatot Supratmono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan di
Pengadilan, Rine Cipta, Jakarta, 2007, h.28.
102
Tigor Sinambela, Notaris di Kota Binjai, hasil wawancara tanggal 12 Oktober 1988.
103
R.Soerjatin, op.cit., h.43-44.

Universitas Sumatera Utara


63

b. tujuan perseroan ;
c. ketentuan-ketentuan tentang pengurusan;
d. lamanya perseroan didirikan ;
e. persetujuan perseroan lainnya yang diperlukan untuk menentukan hak-hak
pihak ketiga terhadap perseroan.

Tanggungjawab para persero CV yang telah didaftarkan adalah tergantung

pada posisi seorang persero merupakan persero komplementer (sekutu aktif) atau

persero komanditer (sekutu pasif), sebagaimana tanggungjawab tersebut telah

diuraikan secara mendalam pada bagian sebelumnya dalam tesis ini.

CV yang didirikan tidak selalu didaftarkan, baik itu dilakukan secara

sengaja atau karena ketidaktahuan atau kelalaian. Akibat hukum jika para persero

tidak mendaftarkan dan mengumumkan akta/petikan pendirian CV tersebut diatur

dalam Pasal 29 KUHD. Pasal 29 KUHD menentukan bahwa :

“Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan firma


itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala
urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap
tiada seorang persero pun yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan
bertanda tangan untuk firma itu.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 KUHD tersebut, maka dapat diketahui

bahwa sama sekali tidak ada pembatasan mengenai maksud dan tujuan

didirikannya CV, waktu berlangsungnya CV demikian pula halnya dengan

tanggungjawab para persero yang tidak terbatas. Setiap persero dapat bertindak

mengurus dan memakai nama CV melakukan perjanjian dengan pihak ketiga.

Ketentuan tersebut juga memberikan pemahaman, bahwa pendaftaran dan

pengumuman juga berfungsi menciptakan ketertiban dengan membatasi maksud

dan tujuan, waktu serta tanggungjawab para persero.

Universitas Sumatera Utara


64

Ketiadaan pendaftaran dan pengumuman pendirian CV tersebut

mengakibatkan pula tidak adanya pembatasan pembedaan jenis persero menjadi

persero pengurus (sekutu komplementer) dan persero komanditer (sekutu pasif),

dimana sekutu pasif dapat mengadakan hubungan eksternal dengan pihak ketiga

atas nama CV.

Dalam keadaan demikian, maka para persero bertanggung jawab renteng

untuk seluruh tindakan-tindakan itu. Kerugian pihak ketiga yang mungkin terjadi

akibat tindakan persero tersebut, menimbulkan kewajiban mengganti kerugian

yang tidak hanya terbatas pada modal dalam CV, tetapi juga harta kekayaan

pribadi para persero jika diperlukan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai isi akta yang didaftarkan

di kepaniteraan Pengadilan Negeri dengan yang diumumkan dalam Berita Negara.

Dalam keadaan yang demikian, Pasal 29 KUHD menentukan, “dalam hal adanya

perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap pihak

ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu yang

dicantumkan dalam surat kabar resmi.”

3. Kendala dalam Pendaftaran CV

Akta otentik atau petikan akta otentik pendirian CV yang telah dibuat,

didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Berita Negara RI. Pada umumnya, tidak ada

kendala yang berarti dalam proses pendaftaran CV di Kepaniteraan PN, jika

pemohon dapat melengkapi persyaratan di tersebut.104 Pendaftaran di

104
Tigor Sinambela, Notaris di Kota Binjai, hasil wawancara tanggal 12 Oktober 2017.

Universitas Sumatera Utara


65

Kepaniteraan Pengadilan Negeri mengisyaratkan agar dilengkapi syarat-syarat

berupa :

a. Fotokopi KTP Pengurus/Pendiri CV


b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama CV yang berasal dari
Kantor Pratama Pajak (KPP) Kementerian Keuangan tempat CV tersebut
berkedudukan
c. Salinan Akta Otentik atau Petikan Akta Otentik Pendirian CV yang dibuat
di hadapan Notaris.

Menurut Vina, pendaftaran akta CV ke Pengadilan Negeri dilakukan di

ruangan Panitera Muda Hukum, dengan membawa syarat-syarat berupa Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) CV, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP),

fotocopy Akta Pendirian CV, serta Surat Keterangan Domisili CV yang

dikeluarkan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat. Pendaftaran tidak

membutuhkan waktu lama dan dapat selesai pada hari yang sama. 105

Pada umumnya, tidak terdapat kendala yang berarti dalam proses

pendaftaran akta CV di PN. Permohonan pendaftaran diterima jika pemohon dapat

memenuhi syarat-syarat pendaftaran. Permohonan pendaftaran CV ditandai

dengan pemberian nomor dan tanggal register dari kepaniteraan PN yang

ditandatangani oleh Panitera PN dan dicap stempel PN tersebut pada salinan akta

atau petikan akta otentik tersebut.106

Pada pendaftaran BN dan TBN di Perum Percetakan RI, disyaratkan untuk

dilengkapi syarat berikut :

a. Akta atau Salinan Akta Otentik pendirian CV yang telah diregister di

kepaniteraan PN.
105
Vina, Panitera Muda Hukum di Pengadilan Negeri Medan, hasil wawancara tanggal
11 Januari 2018.
106
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


66

b. Bukti pembayaran pendaftaran Berita Negara RI.

Informasi pemberitahuan permohonan pendaftaran BN dan TBN RI

tersebut, dapat diketahui tidak hanya melalui nomor telepon Kantor Pusat Perum

Percetakan Negara, tetapi juga dapat diakses melalui website resmi. Demikian

pula halnya seperti pendaftaran CV di kepaniteraan PN, tidak terdapat kendala

dalam melakukan pendaftaran BN dan TBN, jika syarat untuk itu telah dipenuhi.

Universitas Sumatera Utara


67

BAB IV
KEKUATAN HUKUM AKTA PENDIRIAN CV TANPA ADANYA
PERSERO KOMANDITER

A. Kekuatan Hukum Akta Notaris

1. Pengertian Akta Otentik

Sebelum menguraikan mengenai pengertian akta otentik, maka dinilai

perlu untuk terlebih dahulu menguraikan pengertian akta secara etimologi. Kata

“akta” secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, berasal dari bahasa latin

“acta” yang berarti “geschrift” atau surat.107

Pengertian akta menurut A.Pitlo diartikan sebagai, “surat-surat yang

ditandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti dan dipergunakan oleh orang,

untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Menurut Sudikno Mertokusumo akta

merupakan, “surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa,

yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula

dengan sengaja untuk pembuktian.”108

Surat-surat tersebut merupakan segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan

buah pikiran seseorang.109 Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui

bahwa akta dibuat dalam bentuk tulisan atau surat mengenai suatu peristiwa atau

107
Suharjono, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Varia Peradilan Tahun XI No.123,
Jakarta, 1995, h.128.
108
Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, h.1.
109
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2009,
h.151 (untuk selanjutnya disingkat “Sudikno Mertokusumo-I”)

67

Universitas Sumatera Utara


68

perbuatan dengan tujuan membuktikan peristiwa atau perbuatan yang dimuat

dalam akta tersebut.

Pembuktian merupakan tujuan dibuatnya suatu akta. Dalam Kamus

Bahasa Indonesia disebutkan pembuktian secara umum diartikan sebagai,

“perbuatan (hak dan sebagainya) membuktikan, sedangkan membuktikan berarti

memberi (memperlihatkan bukti), melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran,

melaksanakan (cita-cita dan sebagainya), menandakan (menyatakan bahwa

sesuatu benar), serta meyakinkan (menyaksikan).110

Dalam ilmu hukum, pembuktian diartikan beragam oleh para ahli hukum

seperti Munir Fuady dan Yahya Harahap. Munir Fuady mendefenisikan

pembuktian sebagai :

“suatu proses, baik dalam acara perdata maupun acara pidana, maupun acara-
acara lainnya, dimana dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah,
dilakukan tindakan dengan prosedur yang khusus, untuk mengetahui apakah
suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta atau yang dipersengketakan di
Pengadilan, yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses
pengadilan itu benar atau tidak seperti yang dinyatakan itu.”

Menurut M.Yahya Harahap, pembuktian dalam suatu hukum acara di

persidangan membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan

mempertahankan kebenaran tidak boleh leluasa bertindak dengan caranya sendiri

dalam menilai pembuktian. Para pihak tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu

yang dianggapnya benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.

Majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan
110
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, h.1 (untuk selanjutnya disingkat “Munir Fuady-II”)

Universitas Sumatera Utara


69

dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-

undang secara limitatif, sebagaimana yang disebut dalam undang-undang.111

Ketentuan alat-alat bukti didasarkan Pasal 164 HIR juncto Pasal 1866

KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan tersebut, bukti tertulis/ surat merupakan

salah satu alat bukti dalam acara perdata selain bukti dengan saksi, persangkaan,

pengakuan dan sumpah. Berdasarkan ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata,

pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan/akta otentik maupun dengan

tulisan/akta di bawah tangan.

Perbedaan yang dimaksud dengan tulisan/akta otentik dengan tulisan/akta

di bawah tangan dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1874 dan Pasal 1868

KUHPerdata. Tulisan/akta di bawah tangan berdasarkan ketentuan Pasal 1874

KUHPerdata merupakan akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar,

surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa

perantaraan seorang pejabat umum. Seain itu, pengertian akta di bawah tangan

juga ditemukan pada ketentuan Pasal 101 Ayat b UU No. 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, yang menentukan bahwa akta di bawah

tanganmerupakan surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang

bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang

peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Ketentuan mengenai akta otentik diatur dalam ketentuan Pasal 165

HIR/Pasal 285 Rbg juncto Pasal 1868 KUHPerdata. Pasal 165 HIR/Pasal 285 Rbg

mendefenisikan akta otentik sebagai “suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan

111
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, 2012, h.273 (selanjutnya disingkat “M.Yahya Harahap-I”)

Universitas Sumatera Utara


70

pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara

para pihak dari para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya

tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka,

akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan langsung dengan perihal pada

akta itu.” Pengertian akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata merupakan

“suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat

di mana akta dibuatnya.” Akta otentik tersebut memuat keterangan seorang

pejabat yang menerangkan tentang apa yang dilakukan atau dilihat dihadapan

pejabat tersebut.112

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa

perbedaan utama dari akta di bawah tangan dan akta otentik terletak dari peran

pejabat umum yang berwenang pada saat akta dibuat. Akta otentik dibuat di

hadapan pejabat umum yang berwenang, tidak seperti akta di bawah tangan yang

tidak dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang melainkan hanya para

pihak yang berkepentingan saja.

Akta otentik dan pejabat umum yang berwenang membuatnya, misalnya

akta notaris, vonis oleh hakim, seorang panitera dalam persidangan, juru sita

dalam membuat exploit, jaksa atau polisi dalam membuat pemeriksaan

pendahuluan, pegawai catatan sipil dalam membuat akta kelahiran atau

perkawinan.113

112
Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo,
Yogyakarta, 2011, h.11.
113
Daeng Naja, op.cit., h.32.

Universitas Sumatera Utara


71

Salah satu contoh akta otentik adalah akta notaris. Akta notaris sebagai

akta otentik didasarkan pada ketentuan Pasal 1 Angka 7 dan kewenangan notaris

dalam membuat akta otentik diatur dalam Pasal 15 Ayat 1 UUJN yang

menentukan bahwa, “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan

dalam Akta otentik,...”

2. Kekuatan Hukum Akta Notaris sebagai Akta Otentik

Secara teoretis akta notaris sebagai akta otentik merupakan surat atau akta

yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian.114

Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik harus dibuat

dalam bentuk yang sesuai aturan hukum, dibuat dihadapan pejabat umum, serta

dibuat dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di tempat akta

tersebut dibuat.

Pasal 38 sampai dengan Pasal 53 UUJN mengatur tentang bentuk dan

sifat akta. Ada 2 bentuk akta notaris, yaitu :

a. Akta yang dibuat oleh notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Relaas atau

Akta Pejabat. Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh notaris atas

permintaan para pihak, agar notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu

hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau

114
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998,
h.149 (untuk selanjutnya disingkat “Sudikno Mertokusumo-II”)

Universitas Sumatera Utara


72

tindakan lainnya yang dilakukan oleh para pihak, agar tindakan tersebut dibuat

atau dituangkan dalam suatu akta notaris.115 Notaris menulis atau mencatatkan

semua hal yang dilihat atau didengar dan dialami sendiri secara langsung atau

disaksikan oleh notaris terhadap apa yang dilakukan oleh para pihak dalam

Akta Relaas. Kebenaran isi dari akta pejabat tidak dapat digugat, kecuali

dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu.116

b. Akta yang dibuat di hadapan (en overstaan) notaris, biasa disebut dengan istilah

Akta Pihak atau Akta Partij. Akta Partij merupakan akta yang dibuat di

hadapan notaris atas permintaan para pihak. Notaris berkewajiban untuk

mendengarkan pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau

diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan notaris, kemudian dituangkan

ke dalam akta notaris.117Akta Partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan

kepalsuannya, dengan cara menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang

bersangkutan ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi

keterangan itu adalah tidak benar. Keterangan yang diberikan itu

diperkenankan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).118

Perbedaan kedua jenis akta notaris tersebut dapat diketahui dengan

membandingkan antara Akta Rapat Umum Pemegang Saham dengan Akta Sewa

Menyewa. Akta Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh notaris (akta

115
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, 1992, h.129
(untuk selanjutnya disingkat “Abdulkadir Muhammad-III”)
116
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris), PT.Refika Aditama, Bandung, 2011, h.45 (untuk selanjutnya
disingkat “Habib Adjie-I”)
117
Abdulkadir Muhammad-III, op.cit., h.129.
118
Habib Adjie-I, op.cit.,h.45.

Universitas Sumatera Utara


73

relaas), didasarkan pada kehadiran notaris itu sendiri di dalam rapat untuk

mendengar, melihat dan mengalami sendiri keberlangsungan rapat, untuk

kemudian mencatatkan atau menuangkan hal-hal yang didengar, dilihat dan

dialami notaris tersebut. Akta sewa menyewa dibuat di hadapan notaris (akta

partij), bukan dibuat oleh notaris (akta relaas), artinya keterangan atau pernyataan

para penghadap yang disampaikan kepada notaris merupakan hal-hal yang

kemudian dituangkan ke dalam akta notaris.119

Akta notaris merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian

sempurna, jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar,

maka orang atau pihak tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya

sesuai aturan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini

berhubungan dengan sifat publik dari jabatan Notaris.120 Jika seseorang

mengajukan akta otentik kepada hakim sebagai bukti dalam persidangan, maka

hakim harus menerima dan menganggap apa yang tertulis di dalam akta,

merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh telah terjadi dan hakim tidak boleh

memerintahkan penambahan pembuktian.121

Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 1870 KUHPerdata yang

menentukan bahwa “bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli

warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu

akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di

119
Tigor Sinambela, Notaris di Kota Binjai, hasil wawancara tanggal 6 Des 2017.
120
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, h.35 (untuk selanjutnya disingkat “Habib Adjie-II”)
121
I.G.Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Cet-II, Kesaint Blanc, Jakarta, 2007, h.14
(untuk selanjutnya disingkat “I.G. Rai Widjaya-II”)

Universitas Sumatera Utara


74

dalamnya.” Akta otentik memberikan di antara para pihak termasuk para ahli

warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang

sempurna tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan di dalam akta ini.

Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik

merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan yang

terdapat padanya. Akta notaris sebagai suatu akta otentik harus memenuhi

kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil.

a.Kekuatan Pembuktian Lahir

Kekuatan pembuktian lahir suatu akta otentik merupakan kekuatan

pembuktian akta yang didasarkan atas keadaan lahirnya akta itu sendiri dan

sebagai asas berlaku acta publica probant sese ipsa yang berarti suatu akta yang

lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik

sampai terbukti sebaliknya. Suatu akta otentik mempunyai kemampuan untuk

membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik. 122

Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar. Kekuatan

pembuktian keluar yang dimaksud adalah akta otentik membuktikan tidak saja

antara para pihak yang bersangkutan, tetapi terhadap siapapun seperti terhadap

pihak ketiga.123

122
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993,
h.121 (untuk selanjutnya disingkat “Sudikno Mertokusumo-III”)
123
R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Rajawali,
Jakarta, 1982, h.55.

Universitas Sumatera Utara


75

b. Kekuatan Pembuktian Formil

Menurut Notodisoerjo kekuatan pembuktian formil dimaksudkan bahwa,

“kepastian suatu kejadian dan fakta yang tersebut dalam akta betul-betul

dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh para penghadap dalam kaitannya

dengan kepastian tanggal dan tempat akta tersebut dibuat, serta keaslian tanda

tangan para pihak.” Akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang (ambtelijke

acte) tidak terdapat pernyataan atau keterangan dan para pejabat yang

menerangkan. Akta para pihak (partij acte), bagi siapapun telah pasti bahwa

pihak-pihak dan pejabat menyatakan seperti yang tercantum di atas tanda tangan

mereka.124

Kekuatan pembuktian formil akta otentik itu dibuktikan dengan apa yang

dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian

kehendak pihak-pihak. Akta notaris dalam arti formil membuktikan kebenaran

dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh

notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya. Hal tersebut

membedakan akta notaris dengan akta dibawah tangan yang tidak mempunyai

kekuatan pembuktian formil, terkecuali bila si penandatangan dari surat/ akta itu

mengakui kebenaran tanda tangannya.

c. Kekuatan Pembuktian Materiil

Kekuatan pembuktian materiil, yang berarti membuktikan antara para

pihak, bahwa benar peristiwa yang tersebut dalam akta tersebut sungguh benar-

124
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


76

benar telah terjadi atau dijamin kebenarannya. 125Dalam perkembangannya terkait

kekuatan pembuktian akta otentik, suatu kekuatan pembuktian akta otentik tidak

hanya berupa kekuatan pembuktian formal, melainkan juga kekuatan pembuktian

materiil. Suatu akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian materiil jika, tidak

terdapat perbedaan antara keterangan notaris yang tercantum dalam akta itu

dengan keterangan dari para pihak dalam akta.

Kekuatan pembuktian materiil akta otentik tidak hanya mengenai yang

dinyatakan dalam akta sesuai dengan kenyataan, akan tetapi juga isi dari akta itu

dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap penghadap/ para pihak

sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan “preuve

preconstituee.” 126

Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun persyaratan tersebut

akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan

pembuktian yang sempurna (volledig) dan mengikat (bindende) sehingga akta

akan kehilangan keotentikannya dan tidak lagi menjadi akta otentik.127

B. Kekuatan Hukum Akta Pendirian CV Tanpa Adanya Persero Komanditer

1. Syarat Sahnya Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang Memiliki Kekuatan
Pembuktian Sempurna

125
Subekti, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta, 1986, h.68 (untuk
selanjutnya disingkat “Subekti-I”)
126
Daeng Naja,op.cit., h.26.
127
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993,
h.121.

Universitas Sumatera Utara


77

Ketentuan Pasal 15 ayat 1 UUJN tersebut menjadi dasar hukum notaris

dalam menjalankan kewenangan. Hal itu dapat diketahui dari isi Pasal 15 ayat 1

UUJN yang menentukan bahwa :

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.”
Kewenangan tersebut tidak terlepas kaitannya dengan syarat sahnya

perjanjian yang dinyatakan dalam akta notaris tersebut. Hal tersebut dikarenakan

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat dan disumpah untuk patuh dan

setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan UUD 1945, UUJN serta

peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana isi sumpah yang diatur

dalam Pasal 4 UUJN.

Perjanjian yang dinyatakan dalam akta notaris merupakan perjanjian yang

wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata. Syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal

1320 KUH Perdata, yang terdiri dari :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. cakap untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Universitas Sumatera Utara


78

Keempat syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320

KUHPerdata tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang

atau lebih dengan pihak lainnya. 128 Menurut Subekti, yang dimaksud dengan

sepakat adalah kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,

setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang

diadakan itu.129 Hal yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh

pihak lain atau dengan kata lain para pihak menghendaki sesuatu yang sama

secara timbal balik.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa

para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan

atau saling menyetujui kehendak masing-masing yang dilahirkan oleh para pihak

dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Persetujuan mana dapat

dinyatakan secara tegas maupun diam-diam.130

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Yang dimaksud dengan cakap untuk membuat suatu perjanjian

berdasarkan Pasal 1329 KUH Perdata adalah: “Setiap orang adalah cakap untuk

membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak

128
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002,
h.161(selanjutnya disingkat “Salim-I”)
129
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet-12, Intermasa, Jakarta, 1987), h.7 (untuk selanjutnya
disingkat “Subekti-II”)
130
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, h.205.

Universitas Sumatera Utara


79

cakap”. Menurut Abdul Kadir Muhammad, pada asasnya setiap orang yang sudah

dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.131

Sedangkan yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian

berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Suatu hal tertentu

Salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya unsur suatu hal

tertentu, yaitu objek dari suatu perjanjian. Suatu perjanjian haruslah mempunyai

objek tertentu (bepaald onderwerp), sekurang-kurangnya dapat ditentukan.132

4. Suatu sebab yang halal

Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai sebab (causa),

tetapi menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi atau

maksud dari perjanjian. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata, dinyatakan bahwa:

“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang

palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.

131
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, h.93
(selanjutnya disingkat “Abdulkadir-IV”)
132
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III (Hukum Perikatan dengan
Penjelasan), Alumni, Bandung, 1993, h.105 (selanjutnya disingkat Mariam Darus-I)

Universitas Sumatera Utara


80

Pembentuk undang-undang mempunyai pandangan bahwa perjanjian-

perjanjian mungkin juga diadakan tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab

yang palsu atau terlarang. Yang dimaksud dengan sebab yang terlarang dalam

Pasal 1337 KUH Perdata adalah: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang

oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum”. Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak

mempunyai kekuatan.133

Para ahli hukum Indonesia, umumnya berpendapat syarat subyektif

mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pihak yang berjanji dan

kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian, sedangkan syarat obyektif

meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang

diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk

dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan

menurut hukum. Pelanggaran atau tidak terpenuhinya syarat subjektif tersebut

mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan

kebatalan, yaitu perjanjian dapat dibatalkan, maupun batal demi hukum dalam hal

tidak terpenuhinya syarat obyektif .134

Syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat subjektif dicantumkan

dalam awal akta dan syarat objektif objektif dicantumkan dalam badan akta

sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUH Perdata

133
Ibid., h.106.
134
Kartini Muljadi-II, op.cit.,h.93.

Universitas Sumatera Utara


81

mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan

hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. 135 Apabila pada

awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak

memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut

dapat dibatalkan, sedangkan jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif,

maka akta tersebut dinyatakan batal demi hukum. 136

Akta Notaris dapat dibatalkan apabila akta notaris tersebut tidak

memenuhi unsur subjektif akta, yaitu :

1. Tidak memenuhi unsur kesepakatan mereka yang mengikatkan diri pada suatu

perjanjian sebagaimana dapat diketahui pada Pasal 1321 KUH Perdata yang

menentukan bahwa, “tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan

karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”

Berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa

yang dapat menyebabkan suatu perjanjian “cacat” dari unsur subjektifnya adalah:

a. Kekhilafan137

Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilah

tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang

penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai orang

dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kekhilafan tersebut harus sedemikian

135
Habib Adjie-II, op.cit., h.38.
136
Ibid.
137
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet-XXI, PT. Intermasa, Jakarta, 2005, h.23 (untuk
selanjutnya disingkat “Subekti-III”)

Universitas Sumatera Utara


82

rupa, hingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia

tidak akan memberikan persetujuannya.

b. Paksaan

Paksaan adalah suatu ancaman melawan hukum yang akan menimbulkan

suatu kerugian terhadap seseorang atau harta bendanya, dengan maksud agar

orang itu melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.138Hal tersebut

dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1323 KUH Perdata yang menentukan

bahwa, “paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu

perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan

itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian

tersebut tidak telah dibuat.”

Paksaan yang dimaksudkan disini adalah paksaan rohani atau paksaan

jiwa (physics), jadi bukan paksaan badan (fisik). Misalnya, salah satu pihak,

karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian.139

Dalam hal ini salah satu pihak dalam perjanjian memberikan persetujuannya

karena pihak itu takut terhadap suatu ancaman, misalnya akan dianiaya atau

akan dibuka suatu rahasia kalau pihak itu tidak menyetujui suatu perjanjian.

Pada Pasal 1324 KUH Perdata menentukan bahwa, “paksaan telah

terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan

seseorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat

138
Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru van
Hoeve, Jakarta, 2007, h.408.
139
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


83

menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya

terancam dengan suatu kerugian yang nyata.”

c. Penipuan

Penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu

muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan persetujuannya.

Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak

lawannya.140

2. Tidak memenuhi unsur kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1330 KUH Perdata, menentukan bahwa orang yang tidak cakap

untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah :

a. Orang-orang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang,

membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa, “belum dewasa adalah

mereka yang belum mencapai umur genap 21 (duapuluh satu) tahun dan tidak

lebih dahulu telah kawin.” Menurut Pasal 433 KUH Perdata, orang-orang yang

diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada

140
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


84

dalam keadaan dungu sakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini

pembentuk undang-undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu

menyadari tanggungjawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk

mengadakan perjanjian. Apabila seseorang yang belum dewasa dan mereka yang

diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang

mewakilinya masing-masing adalah orang tua dan pengampunya.

Akta Notaris dinyatakan batal demi hukum apabila akta tersebut tidak

memenuhi unsur objektif akta, yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal.

Dalam hal yang demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian

dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat

perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat

mereka satu sama lain, telah gagal. Salah satu pihak tidak dapat menuntut pihak

yang lain di depan hakim, karena dasar hukumnya tidak ada.

Dalam Pasal 84 UUJN juga ditentukan ada 2 jenis sanksi perdata jika

Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga

sanksi yang sama jenisnya diatur dalam pasal-pasal lainnya, yaitu:141

1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan.

2. Akta Notaris menjadi batal demi hukum.

141
Habib Adjie-II, op.cit., h.99.

Universitas Sumatera Utara


85

Akibat dari akta Notaris yang seperti itu, maka ini dapat menjadi alasan

bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi

dan bunga kepada Notaris.

Pasal 1869 KUH Perdata menentukan batasan akta notaris yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dapat terjadi jika

tidak memenuhi ketentuan karena:142

1. Tidak bewenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau

2. Tidak mempunyai pejabat umum yang bersangkutan, atau

3. Cacat dalam bentuknya.

Ketentuan-ketentuan tersebut dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal

tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, sehingga

akta Notaris tersebut mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan, yaitu:143

1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i UUJN, yaitu tidak membacakan

akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang

saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8) UUJN, yaitu jika Notaris

pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap

menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri,

mengetahui dan memahami isi akta.

142
Ibid., h.100.
143
Ibid., h.101.

Universitas Sumatera Utara


86

3. Melanggar ketentuan Pasal 41 UUJN dengan menunjuk kepada Pasal 39 UUJN

dan Pasal 40 UUJN, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan :

a. Pasal 39 UUJN bahwa:

1) Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum.

2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh


2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau
telah menikah dan cakap melakukan perbuatan melawan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
b. Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan

dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun

atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa

yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf

serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam

garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa derajat pembatasan derajat dan garis

kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

c. Melanggar ketentuan Pasal 52 UUJN, yaitu membuat akta untuk diri sendiri,

istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan

dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam

garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat,

serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi

pihak untuk diri sendiri, atau dalam suatu kedudukan ataupun dengan

perantaraan kuasa.

Universitas Sumatera Utara


87

Akta Notaris dinyatakan batal demi hukum selain karena melanggar unsur

objektif syarat sahnya suatu perjanjian juga karena melanggar ketentuan

sebagaimana diatur dalam UUJN, yaitu:144

1. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i

UUJN, yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke daftar

pusat wasiat dalam waktu lima hari pada Minggu pertama setiap bulan

(termasuk memberitahukan bilamana nihil).

2. Melanggar kewajiban sebagaimana termasuk dalam Pasal 16 ayat (1) huruf k

UUJN, yaitu tidak mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara

Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,

jabatan, dan tempat kedudukannya.

3. Melanggar ketentuan Pasal 44 UUJN, yaitu pada akhir akta tidak disebutkan

atau dinyatakan dengan tegas mengenai penyebutan akta telah dibacakan untuk

akta yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia atau bahasa lainnya yang

digunakan dalam akta, memakai penerjemah resmi, penjelasan,

penandatanganan akta di hadapan penghadap, notaris dan penerjemah resmi.

4. Melanggar ketentuan Pasal 48 UUJN, yaitu tidak memberikan paraf atau tidak

memberikan tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan notaris atas

pengubahan atau penambahan berupa tulisan tindih, penyisipan, pencoretan

atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain dengan cara

penambahan, penggantian atau pencoretan.

144
Ibid., h.105.

Universitas Sumatera Utara


88

5. Melanggar ketentuan Pasal 49 UUJN, yaitu tidak menyebutkan atas perubahan

akta yang tidak dibuat di sisi kiri akta, tetapi untuk perubahan yang dibuat pada

akhir akta sebelum penutup akta dengan menunjuk bagian yang diubah atau

dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa

menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.

6. Melanggar ketentuan Pasal 50 UUJN, yaitu tidak melakukan pencoretan,

pemarafan dan atas perubahan berupa pencoretan kata, huruf atau angka. Hal

tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan

yang tercantum semula dan jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret

dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta mengenai

jumlah perubahan, pencoretan dan penambahan.

7. Melanggar ketentuan Pasal 51 UUJN, yaitu tidak membetulkan kesalahan tulis

dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah

ditandatangani, juga tidak membuat berita acara tentang pembetulan tersebut

dan tidak menyampaikan berita acara pembetulan tersebut kepada pihak yang

tersebut dalam akta.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa syarat sahnya

suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan syarat-

syarat yang harus dipenuhi dalam ketentuan UUJN merupakan syarat-syarat yang

harus dipenuhi agar suatu akta notaris memiliki kekuatan pembuktian sempurna

sebagai akta otentik. Akta notaris yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai akta

Universitas Sumatera Utara


89

otentik tersebut, menyebabkan akta hanya memiliki kekuatan pembuktian akta di

bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum.

2. Kekuatan Hukum Akta Pendirian CV Tanpa Adanya Persero Komanditer

Perjanjian merupakan hubungan hukum yang menyangkut hukum

kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan

kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi menurut M.Yahya Harahap.145

Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan

perikatan.146 Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan

hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji

untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.147

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih. Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud dalam Pasal

1313 KUH Perdata hanya terjadi atas izin atau kehendak (toestemming) dari

145
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, h.6
(selanjutnya disingkat “M.Yahya Harahap-II”)
146
R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet-31, Intermasa, Jakarta, 2003, h.5
(selanjutnya disingkat "Subekti-IV”)
147
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
Sumur Bandung, Jakarta, 1981, h.11 (selanjutnya disingkat “Wirjono Prodjodikoro-I”)

Universitas Sumatera Utara


90

semua mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang

mengadakan persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan. 148

Pasal 1313 KUH Perdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan

seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain,149dimana menurut

H.F.Vollmar perikatan tersebut akan ada selama seorang itu (debitur) harus

melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur, jika

perlu dengan bantuan hakim.150

Para pihak dapat saling mengikatkan diri berjanji untuk melaksanakan atau

tidak melaksanakan sesuatu hal dan pihak lain berhak untuk menuntut

pelaksanaan janji tersebut. Perjanjian dapat berupa apa saja yang memenuhi syarat

sahnya perjanjian, salah satunya adalah perjanjian para pihak untuk mendirikan

CV. A yang merupakan objek penelitian dalam tesis ini.

Para pihak yakni Tuan AB dan Tuan AC menghadap kepada Notaris X

untuk dibuatkan akta pendirian CV. A, sehingga kepada tuan AB dan Tuan AC

dibuatkan akta pendirian CV.A dengan judul Akta “Perseroan Komanditer CV.A”

nomor 23 (duapuluh tiga) yang diperbuat di hadapan Notaris X.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Akta“Perseroan Komanditer CV.A, CV.A

didirikan dengan komposisi pendiri CV yang hanya terdiri dari persero pengurus,

yaitu :

148
Komar Andasasmita, Notaris, Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Cet-2, Ikatan
Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1990, h.430.
149
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003, h.92 (selanjutnya disingkat “Kartini Muljadi-I”)
150
Mariam Darus-I, op.cit., h.1.

Universitas Sumatera Utara


91

1. Penghadap Tuan AB selaku Direktur CV dan

2. Penghadap Tuan AC selaku Wakil Direktur.

Pada Pasal 5 Akta “Perseroan Komanditer CV.A”, ditentukan bahwa

kedua penghadap, Tuan AB dan Tuan AC merupakan para persero pengurus yang

bertanggung jawab sepenuhnya, sedangkan pesero yang diterima kemudian adalah

pesero komanditer yang hanya turut bertanggungjawab sampai jumlah modal yang

dimasukkannya kedalam perseroan.

Ketentuan Pasal 5 Akta “Perseroan Komanditer CV.A” tersebut

menunjukkan bahwa, pada saat akta tersebut dibuat di hadapan Notaris X yang

hadir menandatangani akta “Perseroan Komanditer CV.A” selaku penghadap

hanya Tuan AB dan Tuan AC saja. Akta “Perseroan Komanditer CV.A” tidak

dibuat dengan dihadiri dan ditandatangani oleh satu atau lebih penghadap lainnya

selaku komisaris CV.

Kekuatan hukum akta Pendirian CV tanpa adanya Persero Komanditer

dapat diketahui dengan menguji secara hukum syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian pendirian CV.A yang dinyatakan dalam akta notaris dan syarat-syarat

sahnya akta otentik yang diatur dalam UUJN. Sebagaimana diuraikan

sebelumnya, syarat sahnya perjanjian turut mempengaruhi kekuatan hukum akta

pendirian selain syarat sahnya akta notaris yang diatur dalam UUJN.

Pasal 19 KUHD menentukan bahwa, “Perseroan Komanditer (CV)

merupakan perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang yang

didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang persero yang bertanggung

Universitas Sumatera Utara


92

jawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih

sebagai pemberi pinjaman uang.” Dari ketentuan tersebut maka dapat diketahui

bahwa Perseroan Komanditer terdiri dari minimal satu orang persero pengurus

dan minimal satu orang sebagai pemberi pinjaman uang.

Dalam ilmu hukum, persero yang bertanggungjawab secara tanggung

renteng untuk keseluruhannya disebut sekutu komplementer atau sekutu aktif.

Persero yang memberikan pinjaman uang disebut sebagai sekutu komanditer atau

sekutu pasif. Sekutu komplementer merupakan sekutu yang aktif mengurus dan

menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga,

sedangkan sekutu komanditer tidak berwenang menjalankan perusahaan dan

hanya mempunyai kewajiban memberi pemasukan modal kepada perusahaan saja.

Sehingga dapat diketahui bahwa eksistensi CV tergantung pada ada

tidaknya sekutu komanditer di dalamnya. Suatu CV bukanlah merupakan CV

tanpa adanya sekutu komanditer selaku pendiri. Jika di dalam suatu CV yang

didirkan hanya terdapat satu atau beberapa sekutu komplementer saja, tanpa

keberadaan sekutu komanditer, maka itu bukan merupakan CV melainkan sebuah

firma atau bisa juga disebut sebagai maatschaap.

Sebaliknya juga, jika hanya terdapat sekutu komplementer saja, tentu tidak

mungkin disebut sebagai CV karena tidak ada sekutu yang menjalankan

perusahaan. Sehingga di dalam konstruksi CV, baik sekutu komanditer atau

sekutu komplementer mempunyai fungsinya masing-masing yang saling

melengkapi.

Universitas Sumatera Utara


93

Hal tersebut juga diperkuat oleh ketentuan Pasal 17 KUHD. Pasal 17

KUHD yang menentukan pula bahwa, “tiap-tiap persero kecuali yang tidak

diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan

menerima uang atas nama perseroan dan mengikat perseroan kepada pihak ketiga,

dan pihak ketiga kepada perseroan…”

Berdasarkan pada Pasal 17 tersebut, bahwa Firma dan CV memiliki

perbedaan yang cukup jelas dimana, persero Firma dapat mengadakan hubungan

hukum dengan pihak ketiga, sedangkan pada CV tidak semua persero dapat

mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, yaitu persero komanditer yang

merupakan sekutu pasif sebagai pelepas uang dalam CV.

Pada bagian premise151 Akta “Perseroan Komanditer CV. A”, diterangkan

kehendak penghadap Tuan AB dan Tuan AC untuk mendirikan suatu perseroan

komanditer. Isi premise tersebut sesuai dengan judul Akta yaitu “Perseroan

Komanditer “CV.A”. Judul dan Premise akta tersebut menunjukkan bahwa,

adalah benar kedua Penghadap Tuan AB dan Tuan AC sama-sama sepakat untuk

mendirikan suatu CV. Akan tetapi judul dan premise akta pendirian tersebut, tidak

sesuai dengan isi akta yakni Pasal 5 Akta “Perseroan Komanditer CV. A”.

Menurut Daeng Naja, judul dan isi akta harus saling selaras karena akan

menentukan ketentuan hukum mana yang mengatur isi atau apa yang

151
Premise Akta merupakan penjelasan resmi atau merupakan latar belakang atas suatu
keadaan dalam suatu akta untuk menjelaskan mengapa terjadi suatu perikatan. Pada premise juga
diterangkan mengenai sebab (consideration) masing-masing pihak. Sebab (consideration) masing-
masing pihak yang diterangkan dalam premise adalah penting karena merupakan syarat sahnya
perjanjian. (Daeng Naja, op.cit., h.105-106.)

Universitas Sumatera Utara


94

diperjanjikan dalam akta tersebut.152 Ketidakselarasan antara judul dan isi akta

CV.A tersebut menimbulkan hambatan dalam menentukan ketentuan hukum mana

yang digunakan. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan berpedoman pada

kehendak penghadap Tuan AB dan Tuan AC yang tertuang dalam bagian premise

akta, dimana dinyatakan dalam premise bahwa kehendak para penghadap adalah

untuk mendirikan perseroan komanditer.

Dari uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa ketentuan yang

digunakan untuk mengetahui kekuatan hukum akta CV.A tanpa perseroan

komanditer adalah ketentuan yang mengatur CV bukan Firma. Sehingga dapat

diketahui bahwa, akta pendirian “Perseroan Komanditer CV.A” harus sesuai

dengan ketentuan pasal-pasal KUHD yang mengatur tentang CV.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 KUHD, Perseroan Komanditer (CV)

didirikan setidaknya oleh satu orang atau lebih sekutu aktif (persero

komplementer) yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan satu orang atau

lebih sekutu pasif (persero komanditer) sebagai pelepas uang untuk modal CV.

Sehingga jika diuji secara yuridis maka akta “Perseroan Komanditer CV. A”,

maka Akta “Perseroan Komanditer CV.A” tidak sesuai atau saling bertentangan

dengan ketentuan Pasal 19 KUHD.

Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata memberikan kebebasan bagi para

pihak untuk mengadakan perjanjian, dimana isi Pasal 1338 KUHPerdata adalah

bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak


152
Daeng Naja, op.cit., h.105-106.

Universitas Sumatera Utara


95

dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.” Kebebasan para pihak

membuat perjanjian bukan merupakan kebebasan yang absolut atau mutlak dapat

dilakukan, melainkan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Kebebasan para pihak membuat perjanjian juga dibatasi dengan ketentuan

Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa, “suatu

sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab

itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. “

Para penghadap Tuan AB dan Tuan AC diberikan kebebasan untuk saling

mengikatkan diri dalam perjanjian pendirian CV dengan ketentuan-ketentuan

yang disepakati bersama dalam akta pendirian CV. A. Walaupun Pasal 1338

KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para penghadap Tuan AB dan Tuan

AC, akan tetapi para penghadap Tuan AB dan Tuan AC tetap dibatasi

kebebasannya dengan adanya ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 1337

KUHPerdata. Perjanjian Tuan AB dan Tuan AC untuk mendirikan CV. A dan

menentukan klausul untuk disepakati bersama, harus dibuat sesuai dengan

undang-undang, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan,

ketertiban umum dan kesusilaan.

Undang-undang tidak memperdulikan apa yang terjadi sebab orang yang

mengadakan perjanjian, yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang

adalah “isi perjanjian itu” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah

Universitas Sumatera Utara


96

dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban

umum dan kesusilaan atau tidak.153

Dasar hukum pendirian suatu CV termasuk CV.A yang didirikan Tuan AB

dan Tuan AC harus didasarkan pada ketentuan KUHD secara khusus pada Pasal

19 KUHD. Sehingga dapat diketahui bahwa, perjanjian pendirian CV.A yang

dinyatakan dalam Akta “Perseroan Komanditer CV.A” tidak memenuhi syarat

objektif sahnya perjanjian, yaitu causa yang halal.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, akta otentik memiliki 3 (tiga)

kekuatan hukum, yakni kekuatan pembuktian formil, lahiriah dan materiil.

Sehingga dapat diketahui bahwa Akta “Perseroan Komanditer CV.A” yang tidak

memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, tidak mempunyai kekuatan hukum

pembuktian materiil sebagai suatu akta otentik.

153
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, h.94.

Universitas Sumatera Utara


97

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Prosedur pembuatan akta pendirian CV diawali dengan kesepakatan para

pihak mendirikan CV, datang menghadap notaris dengan membawa Kartu

Tanda Pengenal (KTP) dan memberikan informasi tentang nama, kedudukan

CV, pengurus perseroan, maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut, di

samping maksud dan tujuan yang luas dari CV tersebut dan modal perseroan.

Akta pendirian CV didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat

kedudukan CV di ruang Panitera Muda Hukum dengan syarat Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) CV, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotocopy

Akta Pendirian CV, serta Surat Keterangan Domisili CV yang dikeluarkan oleh

Lurah dan diketahui oleh Camat dan setelah pendaftaran selesai, pendirian CV

diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.

2. CV terdiri dari sekutu komanditer dan sekutu komplementer (pengurus).

Sekutu komplementer melakukan pengurusan berupa perbuatan yang bersifat

sehari-hari yang rutin (daden van beheren), perbuatan yang tidak bersifat

sehari-hari atau yang tidak rutin yang bersifat baru atau khusus istimewa

(daden van eigendom). Sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan dan

berhubungan dengan pihak ketiga. Sekutu komanditer yang hanya bertanggung

jawab terbatas pada perseroan sebesar jumlah pemasukannya dan berkewajiban

97

Universitas Sumatera Utara


98

melunasi pemasukan (modal) tersebut sebagaimana telah dijanjikan untuk

dimaksudkan dalam perseroan. Sekutu komplementer memikul tanggungjawab

yang tidak terbatas atas kerugian yang diderita perseroan dalam menjalankan

usahanya.

3. Dasar hukum pendirian suatu CV termasuk CV.A yang didirikan Tuan AB dan

Tuan AC harus didasarkan pada ketentuan Pasal 19 KUHD, sehingga dapat

diketahui bahwa perjanjian pendirian CV.A yang dinyatakan dalam Akta

“Perseroan Komanditer CV.A” tidak memenuhi syarat objektif sahnya

perjanjian, yaitu causa yang halal. Akta “Perseroan Komanditer CV.A” yang

tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, tidak mempunyai kekuatan

hukum pembuktian materiil sebagai suatu akta otentik.

B. Saran

Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kepada para penghadap yang akan membuat akta pendirian CV di hadapan

Notaris untuk terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan,

serta memberikan keterangan yang sebenar-benarnya kepada Notaris terkait

pendirian CV tersebut, sehingga maksud dan tujuan untuk membuat akta

notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dapat terwujud.

2. Kepada para sekutu CV, baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer

untuk tetap tunduk pada kesepakatan awal pendirian CV, selain itu juga

memiliki komitmen untuk tetap bertindak sesuai dengan kedudukan

Universitas Sumatera Utara


99

tanggungjawab dan melaksanakan kewajiban masing-masing dalam

menjalankan CV.

3. Kepada pemerintah secara khusus instansi pembina notaris Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pembinaan

berkesinambungan melalui kegiatan menyelenggarakan seminar, pertemuan

dan sosialisasi terkait kenotariatan agar wawasan dan pengetahuan notaris

semakin bertambah, sehingga berguna bagi notaris dan masyarakat terkait.

Universitas Sumatera Utara


100

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologis dan Metode Penelitian Hukum. Malang:


UMM Press.

Adjie, Habib. 2008. Sanksi Perdata dan Administrasi terhadap Notaris sebagai
Pejabat Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.

-----------------. 2011. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU


No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Bandung: PT.Refika
Aditama.

Ali, Achmad. 2002. Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Gunung Agung.

Ali, Chidir. 1999. Badan Hukum, Bandung: Alumni.

Ali, Zainudin. 2010. Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dan Penelitian
Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Andasasmita, Komar. 1996. Notaris, Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya,


Cet-2, Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat.

Ashshofa, Burhan. 1996. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1993. KUH Perdata Buku III (Hukum Perikatan
dengan Penjelasan). Bandung: Alumni.

Blau, Peter dan Marshall W. Meyer. 1987. Birokrasi dalam Masyarakat Modern,
Edisi Kedua. Jakarta: UI-Press.

Damay, Deni, 2013. 501 Pertanyaan Terpenting tentang PT, CV, Firma,
Maatschap dan Koperasi, Cet-I, Yogyakarta: Araska.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1992. Kamus Indonesia-Inggris, An
Indonesian-English Dictionary, Third Edition. Jakarta: Gramedia.

Ellyas, Arus Akbar Silonde Wirawan. 2012. Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Jakarta:
Salemba.

Fuady, Munir. 2002. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law &


Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

100

Universitas Sumatera Utara


101

-----------------. 2006. Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Bandung:


PT.Citra Aditya Bakti.

Harahap, M.Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.

-----------------------. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.


Jakarta: Sinar Grafika.

HS., Salim. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar
Grafika.

Hujibers, Theo. 1982. Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Yogyakarta:


Kanisius.

Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Notaris, Jati diri Notaris Indonesia. 2008.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Khairandy, Ridwan. 2006. Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta: FH UII


Press.

Kie, Tan Thong. 2007. Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:


Gramedia.

Kohar, A. 1983. Notaris Dalam Praktek Hukum. Bandung: Alumni.

Lubis, M.Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju.

Manullang, M., 1980. Pengantar Ekonomi Perusahaan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Pradana
Media Group.

Mertokusumo, Sudikno. 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:


Liberty.
------------------------------. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.
------------------------------. 2009. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.

Muchsin. 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia.


Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.

Universitas Sumatera Utara


102

Muhammad, Abdul Kadir. 1982. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni.

-------------------------------. 1990. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

-------------------------------. 1992. Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya.

------------------------------. 1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung :


PT.Citra Aditya Bakti.

-------------------------------. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT.


Citra Aditya Bakti.

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja. 2003. Perikatan Yang Lahir dari
Perjanjian. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Musselman, Vernon A. dkk. 1988. Ekonomi Perusahaan Konsep-Konsep dan


Praktek-Praktek Sezaman, Jilid 1. Jakarta: Intermedia.

Naja, Daeng. 2012. Teknik Pembuatan Akta. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Natsir, M. 1987. Hukum Perusahaan di Indonesia. Bandung: Alumni.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notodisoerjo, R.Soegondo. 1982. Hukum Notariat di Indonesia (Suatu


Penjelasan). Jakarta: Rajawali.

Prasetya, Rudy. 1995. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Bandung: Citra


Aditya Bakti.

---------------------. 2002. Maatschap, Firma dan Perseroan Komanditer, Bandung:


Citra Aditya Bakti.

Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan


Tertentu. Jakarta: Sumur Bandung.

Purwosutjipto, H.M.N. 1998. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,


Bentuk-Bentuk Perusahaan, Jakarta: Djambatan.

-----------------------------. 2005. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2:


Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan.

------------------------------. 2007. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2


Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan.

Universitas Sumatera Utara


103

Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu hukum, Cet-V. Bandung: Citra Aditya Bakti.

----------------------. 2003. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:


Kompas.

Raharjo, Handri. 2013. Hukum Perusahaan : Step by Step Prosedur Pendirian


Perusahaan,Cet-I, Yogyakarta: Pustaka Yustitia.

Rato, Dominikus. 2010. Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memaham


Hukum,Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Riduan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Bina Cipta.

Santiago, Faisal. 2012. Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.
2012.

Sembiring, Sentosa, 2004. Hukum Dagang, Cet-2. Bandung: Citra Aditya Bakti.

----------------------. 2008. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Setiono. 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum).Surakarta: Magister Ilmu Hukum


Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

Sinamo, Nomensen. 2010. Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei, Jakarta:
LP3ES.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1979. Peran dan Penggunaan


Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum. Jakarta: PDHUL.

-----------------------------------------------. 1990. Penelitian Hukum Normatif: Suatu


Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers,.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

------------------------. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soekardono. 1989. Hukum Dagang Indonesia. Cet-III. Jakarta: Djambatan.

-------------. 1991. Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua. Jakarta:


Rajawali Pers, .

Universitas Sumatera Utara


104

Soemitro, Rochmat. 1993. Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf.


Bandung: Eresco.

--------------------------. 1983.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Soerjatin, R. 1976. Hukum Dagang I dan II, Jakarta: Pradnya Paramita.

Subekti. 1986. Pembuktian dan Daluwarsa, Jakarta: Intermasa.

---------. 1987. Hukum Perjanjian, Cet-12. Jakarta: Intermasa.

---------. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet-31, Jakarta: Intermasa.

---------. 2005. Hukum Perjanjian, Cet-XXI, Jakarta: PT. Intermasa.

Suharjono. 1995. Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum. Jakarta : Varia


Peradilan Tahun XI No.123.

Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syahrani, Riduan. 2004. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.

Thamrin, Husni. 2011. Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris. Yogyakarta:


Laksbang Pressindo.

Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar


Grafika.

Widjaya, I.G. Rai. 2005. Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan


Pelaksana (Undang-Undang di Bidang Usaha), Bekasi: Kesain Blanc.

------------------------------. 2007. Merancang Suatu Kontrak, Cet-II. Jakarta:


Kesaint Blanc.

Wiwoho, Jamal. 2007. Pengantar Hukum Bisnis, Surakarta: UNS.

Wuisman, J.J.J.M., dengan penyuntingan M.Hisyam. 1996. Penelitian Ilmu-Ilmu


Sosial, Jilid I Asas-Asas. Jakarta: FE-UI.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, Tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP).

Universitas Sumatera Utara


105

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, Tentang Perubahan Undang-undang


Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012, Tentang Perusahaan Umum


(Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

C. Internet
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diperkirakan Capai 6% Tahun ini – Ekonomi,
http://ekonomitvone.co.id/mobile/read.php?id=34206. Terakhir diakses pada
tanggal 22 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai