Anda di halaman 1dari 159

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Tesis Magister (Kenotariatan)

2017

Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian


Nominee Atas Kepemilikan Saham
Pada Perseroan Terbatas (Studi
Putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./201

Prabowo, Joko

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/912
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS
KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi
Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN
Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)

TESIS

Oleh :

JOKO PRABOWO
157011180/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS
KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi
Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN
Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada


Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara

Oleh :

JOKO PRABOWO
157011180/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada :
Tanggal 02 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH. CN. M.Hum.

2. Notaris Syafnil Gani SH, M.Hum.

3. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA.

4. Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : JOKO PRABOWO
Nim : 157011180
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN
NOMINEE ATAS KEPEMILIKAN SAHAM
PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269
/Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah
Agung Nomor : 3007 K/Pdt./2014)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya
sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat
karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya
tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dalam keadaan
sehat dan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Agustus 2017


Yang membuat Pernyataan

JOKO PRABOWO
NIM : 157011180

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Dalam Perseroan Terbatas dikenal istilah saham, yang merupakan modal
beroperasinya suatu perusahaan. Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham,
kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee.
Nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama
orang yang menunjuknya (beneficiary) untuk melakukan suatu perbuatan hukum
tertentu yang salah satunya adalah sebagai pemegang saham. Perjanjian nominee
telah dilarang dalam pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, namun tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis alasan larangan
perjanjian nominee di Indonesia, asas kebebasan berkontrak para pihak dikaitkan
dengan larangan nominee, dan penerapan hukum terhadap nominee dalam putusan
pengadilan.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif
analitis. Teknik Pengumpulan data diperoleh dengan cara telaah pustaka (Library
Research) berupa studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yakni
analisis digambarkan dalam bentuk kalimat dengan penarikan kesimpulan
menggunakan metode berpikir deduktif.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perjanjian nominee dibentuk
terutama oleh pihak asing untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan
melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investor asing di
Indonesia, alasan pelarangan perjanjian nominee adalah untuk melindungi
kepentingan Negara dalam bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman
modal agar tidak dikuasai pihak asing secara nominee, untuk mengantisipasi adanya
penyelundupan hukum, dan untuk mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial
Ownership. Kebebasan berkontrak pada perjanjian nominee dibatasi oleh undang-
undang yang tegas melarang perjanjian nominee dalam ketentuan pasal 33 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, secara otomatis
perjanjian nominee telah melanggar unsur itikad baik. Akibat hukum perjanjian
nominee adalah batal demi hukum. Akibat dari perjanjian nominee yang batal demi
hukum tersebut, legal owner yang diakui secara hukum memiliki hak penuh atas
saham yg dimiliki, sedangkan beneficiary tidak memiliki hak, ini adalah konsekuensi
akibat batalnya perjanjian nominee antara kedua belah pihak. Putusan pengadilan
negeri Medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3007 K/Pdt./2014, tidak mengakui kepemilikan saham secara nominee, pada
kedua putusan tersebut, hakim tetap mengacu pada apa yang disepakati para pihak
dalam anggaran dasar perseroan, sehingga kedua putusan tersebut telah memenuhi
kepastian hukum dari anggaran dasar perseroan. Dalam hal perjanjian nominee yang
dibuat secara terpisah dari anggaran dasar, perjanjian ini tidak memiliki kepastian
hukum, karena memang telah secara tegas dilarang dalam kepemilikan saham di
Indonesia serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam pembuatannya

Kata Kunci: Perjanjian Nominee, Pemegang Saham, Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

A limited liability company knows of shares, which are the capital of its
operation. Besides owned directly by shareholders, share ownership in a limited
liability company is also owned by a nominee. A nominee is a person or an individual
who is appointed to particularly take a legal action as a shareholder. Nominee
agreement has been banned in Article 33 paragraph (1) of the Law No. 25/2007 on
Capital Investment, yet it is widely used by the society. The objective of the research
is to find out and analyze the grounds for banning nominee agreement in Indonesia
and the law implementation to the nominee in a court ruling.
This is a normative juridical research with prescriptive analysis. Library
Research such as document study was employed as the data collecting technique. The
data were analyzed qualitatively, which means that the analysis is described in form
of sentences and the conclusion is drawn by applying the deductive reasoning
method.
The results show that a nominee agreement is made especially by a foreigner
to gain profits by investing capital in business sectors which are closed for foreign
investors in Indonesia. The grounds for banning a nominee agreement are to protect
the State’s sake in these sectors so that they will not be ruled by foreign party through
a nominee, to anticipate legal infiltration and money laundering by means of
Beneficial Ownership. The freedom to make agreement in nominee agreement is
limited by the laws which strongly ban nominee agreement stipulated in Article 33
paragraph (1) of the Law No. 25/2007 on Capital Investment, so automatically
nominee agreement violates the element of good faith. The legal consequence of the
nominee agreement is that it is void before the law. The consequence of the void
nominee agreement is that the legal owner who is legally acknowledged is the
rightful owner of the shares, while the beneficiary owner is not; this is the
consequence of the void nominee agreement between both parties. The Ruling of
Medan District Court No. 1269/Pid.B/2013/PN Mdn and the Ruling of the Supreme
Court No. 3007 K/Pdt./2014 do not acknowledge the ownership by nominee; in both
rulings, the Judges refer to what has been agreed by both parties in the company’s
articles of association. In case the nominee agreement is made separately from the
articles of association, the agreement does not have legal certainty, because it is
clearly banned for the share ownership in Indonesia in Indonesia and it does not
meet the requirement that his action is not in good faith.

Keywords: Nominee Agreement, Shareholder, Limited Liability Company

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

rahmat dan karunia-Nya jugalah akhirnya tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS

TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS KEPEMILIKAN SAHAM

PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan

Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor :

3007 K/Pdt./2014)” sebagai suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara ini dapat selesai tepat pada waktunya, penulis menyadari

bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

tesis ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., Selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta selaku

Pembimbing Kedua penulis, yang penuh kesabaran dalam memberikan

bimbingan serta arahan hingga selesainya penulisan tesis ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


4. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang

penuh kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk

yang sangat berarti hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum. selaku Pembimbing Ketiga, yang penuh

kesabaran dalam memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya

penulisan tesis ini.

6. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA. dan Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum. selaku

Komisi Penguji yang penuh ketelitian dalam memberikan masukan dan kritik

konstruktif demi penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Dosen pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan, berbagi pengalaman,

bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti

kegiatan perkuliahan, dan kepada seluruh pelaksana administrasi, seluruh pegawai

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah banyak memberikan bantuan teknis kepada penulis selama

menjalani perkuliahan.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan penulis stambuk 2015 Grup A, teman-teman

diskusi khususnya Odi Yehezkiel, SH; Stella, SH; Hari, Julio, SH; Riyanda

Kiransyah, SH; Raymond Saptahari, SH; Fadhil Yazid, SH;

Baharaja, SH; Muhammad Afdhol. SH, Debora Margareth, SH, serta rekan-rekan

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Dian Stevany Tongli yang tercinta, yang selalu menemani penulis dan selalu

memberikan dukungan serta masukan kepada penulis.

iv

Universitas Sumatera Utara


10. Seluruh rekan-rekan, adik-adik serta senior-senior penulis di Perhimpunan

Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Dewan Pimpinan Cabang Medan.

11. Notaris Suhendro Saputra, S.H., M.kn., selaku Notaris di kantor dimana penulis

magang dan menimba ilmu, yang selalu mendukung penulis dalam menjalani

perkuliahan, serta rekan-rekan penulis di kantor Notaris Suhendro Saputra, S.H.,

M.kn., Anton Sudjarot dan Hendra Jonsen.

12. Seluruh teman-teman penulis di Institut Karate-do Nasional dojo Tasbih abangda

Jordan Sitepu, SH, abangda Yogi, Restu Mahendra, ST, Fadhil Akbar, S.Hut. dkk.

Selanjutnya penulis persembahkan apa yang penulis hasilkan khusus kepada

kedua orang tua penulis, Robin dan Mariati Saragih, Terima kasih yang tidak

terhingga atas segala pengorbanan dan kasih kepada penulis dalam merawat,

membesarkan dan mendidik serta membimbing penulis agar menjadi orang yang

berguna. dan juga kepada kedua kakak tercinta, Widya Salina, Amd dan Wijuni Salim

Amd serta adik penulis tercinta, Achi, terima kasih atas perhatian dan semangatnya

kepada penulis.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2017


Penulis,

JOKO PRABOWO
NIM : 157011180

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I . IDENTITAS PRIBADI

Nama : Joko Prabowo

Tempa/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 24 Januari 1991

Alamat : Jalan Bayu-Ringroad No. 17C, Kelurahan


Tanjung Rejo, Kecamatan Medan
Sunggal, Kota Medan, Sumut.

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 26 Tahum

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Robin

Nama Ibu : Mariati Saragih

II. PENDIDIKAN

SD Pamardi Sunu Medan : Lulus Tahun 2003

SMP Brigjend Katamso Medan : Lulus Tahun 2006

SMK Raksana Medan : Lulus Tahun 2009

S1 Fakultas Hukum Universitas : Lulus Tahun 2014


Darma Agung Medan

S2 Magister Kenotariatan : Lulus Tahun 2017


Universitas Sumatera Utara

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 9
E. Keaslian Penelitian ............................................................................ 11
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ........................................................... 13
1. Kerangka Teori ............................................................................. 13
2. Konsepsi ....................................................................................... 19
G. Metode Penelitian.............................................................................. 20
1. Jenis Penelitian ............................................................................. 21
2. Sifat Penelitian .............................................................................. 22
3. Sumber Data ................................................................................. 22
4. Metode dan Alat Pengumpulan Data ............................................. 24
5. Metode Analisis Data .................................................................... 24
BAB II LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEGIATAN
PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
A. Konsep kepemilikan dalam Common Law System.............................. 26
1. Trust dalam Common Law System ................................................. 26
2. Pemilikan Ganda (Dual ownesrship) dalam Trust.......................... 44
B. Keberadaan Trust di Indonesia .......................................................... 46
1. Transplantasi Trust pada Negara-negara penganut sistem hukum
Civil Law System ......................................................................... 46
2. Lembaga Trust dalam Pasar Modal di Indonesia ........................... 49
C. Perjanjian Nominee dalam kepemilikan saham (Nominee Share
Agreement) ........................................................................................ 55
1. Nominee Share Agreement dan sistem kepemilikan Common Law
System ......................................................................................... 55
2. Maksud dan tujuan penggunaan Nominee ...................................... 57
3. Bentuk-bentuk perjanjian nominee ................................................ 60
D. Larangan Nominee Share Agreement dalam penanaman modal di
Indonesia ........................................................................................... 63

vii

Universitas Sumatera Utara


1. Konsep kepemilikan saham di Indonesia ....................................... 63
2. Filosofi penanaman modal di Indonesia ........................................ 64
3. Mengantisipasi penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di
Indonesia ..................................................................................... 70
4. Mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership ...... 73
BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN
NOMINEE SAHAM (NOMINEE SHARE AGREEMENT)
A. Tinjauan terhadap asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) .. 75
1. Pengertian umum kebebasan berkontrak (freedom of contract)...... 75
2. Sejarah Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak ..................... 78
B. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) .................. 84
C. Kebebasan Berkontrak (Freedom Of Contract) dan larangan Nominee
Share Agreement ............................................................................... 90
1. Nominee Share Agreement lahir dari kebebasan berkontrak (freedom
of contract) .................................................................................. 90
2. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam
Nominee Share Agreement ........................................................... 91
3. Akibat hukum dari Nominee Share Agreement .............................. 93
BAB IV ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN
NOMINEE SAHAM DALAM PUTUSAN PENGADILAN
A. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. 97
1. Kronologi Kasus ........................................................................... 97
2. Pertimbangan hakim dan putusan .................................................. 99
a. Pertimbangan Hakim ............................................................. 99
b. Putusan .................................................................................. 110
3. Analisa Putusan ............................................................................ 113
B. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 ........................ 118
1. Kronologi Kasus ........................................................................... 118
2. Pertimbangan Hakim dan Putusan ................................................. 121
a. Pertimbangan Hakim ............................................................. 121
b. Putusan .................................................................................. 122
3. Analisa Putusan ............................................................................ 124
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 134
B. Saran ................................................................................................. 137
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.1

Pembangunan perekonomian di Indonesia agar dapat berkembang dengan

pesat perlu didukung oleh suatu undang-undang yang memadai guna untuk menjamin

kepastian hukum dalam dunia usaha. Perseroan Terbatas sebagai perusahaan dapat

dijadikan sebagai wadah dalam organisasi badan usaha, serta menjadi motor

penggerak bagi kegiatan usaha sehingga keberadaannya dapat berfungsi untuk

mensejahterakan kehidupan rakyat.

Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang

paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawaban yang bersifat terbatas,

perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham)nya

untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh

saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari

1
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


2

saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.

Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan

kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.

Dalam Perseroan Terbatas dikenal istilah saham, yang merupakan modal

beroperasinya suatu perusahaan. Besarnya modal badan usaha seperti Perseroan

Terbatas tercantum dalam Anggaran Dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari

kekayaan pribadi pemilik perusahaan. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu

saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemegang saham mempunyai

tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang

perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak

menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat

keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan. Pemegang saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut

dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh

Perseroan Terbatas3

Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam

perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee. Nominee adalah orang atau

individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang menunjuknya

(beneficiary) untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum tertentu.

Nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan–tindakan hukum antara lain

3
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara


3

sebagai pemilik properti atau tanah, sebagai direktur, sebagai kuasa, sebagai

pemegang saham dan lain-lain4

Sebagaimana dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269

/Pid.B/2013/PN Mdn. dimana Ramli Lubis adalah pemilik dari PT. Rizkina Mandiri

Perdana, namun Kepemilikan saham dari perusahaan tersebut tidak dibuat atas nama

yang bersangkutan namun dibuat atas nama orang lain yakni salah satunya adalah

dalam kasus aquo yaitu terdakwa Syafwan Lubis yang menjabat sebagai Direktur

Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana sebagaimana tercantum dalam Akta Pendirian

Perseroan Terbatas Nomor : 2, tanggal 18 Oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris

Muhammad Hasyim Nasution, SH di Medan,

Kepemilikan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana secara legalitas dimiliki

oleh Syafwan Lubis, dalam hal ini Syafwan Lubis ditunjuk sebagai nominee dari

orang yang menujuknya (beneficiary) yaitu Ramli Lubis, disebut sebagai beneficiary

karena Ramli Lubis, adalah pemilik yang sebenarnya dalam arti bahwa modal nyata

yang disetor pada PT. Rizkina Mandiri Perdana berasal dari Ramli Lubis tersebut

(beneficiary).

Untuk meyakinkan diri sebagai pemilik modal yang sebenarnya dibuatlah

suatu bentuk perjanjian antara Ramli Lubis, dengan Syafwan Lubis, bentuk perjanjian

tersebut menyatakan bahwa saham yang dimiliki oleh Syafwan Lubis sebagaimana

tercantum pada akta pendirian PT. Rizkina Mandiri Perdana hanyalah pinjam nama

dan pemilik sebenarnya adalah Ramli Lubis.

4
Nella Hasibuan, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik
Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hal. 68.

Universitas Sumatera Utara


4

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN

Mdn. pengadilan mempertimbangkan keterangan ahli hukum perikatan, Mariam

Darus terkait Perjanjian Nominee, selanjutnya dalam putusannya yang menyatakan

bahwa berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan Perjanjian

nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai pemegang

saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam anggaran

dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, jika ada pihak yang

mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), perjanjiannya tidak memiliki

causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal demi hukum.

Putusan lain adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014,

dalam kasus ini terdapat kepemilikan saham secara nominee dalam perseroan,

rangkaian putusan dalam kasus ini menyimpulkan bahwa hakim tidak mengakui

keberadaan saham dari penggugat yang dimiliki secara nominee, hakim cenderung

menilai bahwa konsep nominee tidak diakui karena memang keberadaannya telah

dilarang oleh UUPM .

Dari kedua putusan di atas terdapat konsep nominee dalam struktur saham

perseroan, hakim cenderung memutuskan konsep/perjanjian nominee tersebut batal

demi hukum, karena itu menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap mereka

pemilik modal yang sebenarnya (beneficiary).

Konsep nominee atau kadang disebut konsep trust tidak dikenal dalam sistem

hukum civil law yang berlaku di Indonesia. Trusts yang pada mulanya dikatakan khas

tradisi hukum common law, kepemilikan secara absolut dipecah menjadi kepemilikan

Universitas Sumatera Utara


5

yang terdaftar dalam hukum atau disebut dengan legal owner dan kepemilikan secara

kemanfaatan atau kenikmatan dari benda atau disebut beneficial owner.5 Konsep

nominee pada awalnya hanya terdapat pada sistem hukum common law. Akan tetapi

seiring dengan arus investasi dari pemodal asing, pada sekitar tahun 90-an di

Indonesia mulai mengenal konsep nominee dan sering digunakan dalam beberapa

transaksi hukum.

Pemodal asing pada umumnya memilih Perseroan Terbatas sebagai bentuk

dari badan hukum untuk menjalankan kegiatan investasinya di Indonesia secara

langsung atau direct investment. Pemodal asing yang tertarik melakukan direct

investment di Indonesia diakibatkan terdapatnya beberapa keuntungan tertentu akan

tetapi terbentur oleh aturan daftar negatif investasi (negative list investment) yang

tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang

Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan

Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Pemerintah yang dalam hal ini adalah

Badan Koordinasi Penanaman Modal melarang pemodal asing melakukan investasi

pada bidang usaha tertentu dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap

kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa bidang usaha yang termasuk negative list

investment antara lain produksi senjata, mesiu, alat peledak, peralatan perang, dan

sebagainya.

Dengan terdapatnya pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah

sebagaimana tertuang dalam suatu ketentuan di peraturan perundang-undangan

5
Gunawan Widjaja, Pentingnya Pengaturan Trust dalam Institusi Di luar Pasar Modal,
Ed.18, (Jakarta: Buletin Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, 2013), hal7.

Universitas Sumatera Utara


6

tentunya menyebabkan individu tertentu mencari jalan keluar dengan membuat suatu

bentuk perjanjian-perjanjian semu, antara lain dengan membuat perjanjian topengan

atau yang lebih dikenal dengan Perjanjian Nominee. Hal tersebut menjadi salah satu

alasan yang mendasari penggunaan konsep nominee dalam sistem hukum di

Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(UUPT), pasal 7 ayat (1), Pendirian perseroan terbatas dapat dilakukan oleh 2 (dua)

orang atau lebih. 6 Pada bagian penjelasan dari UUPT pasal 7 ayat (1), yang dimaksud

orang adalah perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun asing atau badan

hukum Indonesia atau asing. Syarat mendirikan perseroan terbatas melalui perjanjian

yang menyebabkan pendirian perseroan terbatas harus dilakukan oleh 2 (dua) orang

atau lebih sebagai pemegang saham, karena tidak mungkin satu orang mengadakan

perjanjian dengan dirinya sendiri. Syarat pendirian perseroan terbatas dengan 2 (dua)

orang atau lebih ini juga memicu timbulnya pemegang saham nominee (nominee

shareholder), dimana pada umumnya pemodal asing ingin menguasai perseroan

terbatas secara tidak terbatas. Dalam Perjanjian nominee, keberadaan seseorang atau

suatu pihak tertentu yang dijadikan sebagai pemegang saham atau lebih tepatnya

pemilik terdaftar dari sejumlah lembar saham tertentu, sedangkan beneficiary

mendapatkan manfaat dari saham tersebut. Tujuan dari adanya Perjanjian nominee ini

dimaksudkan dalam rangka menyembunyikan kepemilikan nominee shareholder

terhadap masyarakat umum serta menghilangkan hubungan terafiliasi antara satu

perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sudah ada atau didirikan lebih dahulu.

6
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal.7. Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara


7

Dari beberapa transaksi hukum yang menggunakan konsep-konsep nominee di

Indonesia, yang paling tegas melarang terdapat di Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, untuk selanjutnya disebut

“UUPM”, dimana ditegaskan bahwa “penanaman modal dalam negeri dan

penanaman modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan

terbatas dilarang membuat perjanjian dan/ atau pernyataan yang menegaskan bahwa

kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.”

Dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki

seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang

lain. 7

Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan : “Dalam hal penanam

modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau

pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu

dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya

perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa tidak adanya kepastian hukum

dari perjanjian nominee, terutama bagi mereka pemilik modal (beneficiary), walaupun

perjanjian dan/atau pernyataan itu telah dibuat berdasarkan kebebasan para pihak

dalam membuat suatu perjanjian, tetapi tidak memiliki kepastian hukum apabila

terjadi masalah hukum dikemudian hari, seperti yang terjadi pada kasus dalam

7
Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, Penjelasan Pasal 33.
Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara


8

penelitian ini yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN

Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014

Penelitian dengan judul Analisis Yuridis terhadap Perjanjian Nominee atas

Kepemilikan Saham pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor

3007 K/Pdt./2014) menarik dan penting untuk diteliti dengan alasan sebagai berikut:

1. Penulis manaruh minat untuk melakukan penelitian ini karena kegiatan

penanaman modal adalah hal yang sangat penting untuk menumbuhkan

perekonomian demi kesejahteraan masyarakat yang seharusnya didukung oleh

kemudahan-kemudahan dari segi hukumnya, tetapi pemerintah melalui

UUPM melarang kegiatan penanaman modal dalam bentuk nominee, hal ini

menjadi perhatian penulis untuk menganalisis alasan-alasan pelarangan

tersebut.

2. Penulis juga ingin meneliti mengenai larangan nominee jika dikatikan dengan

kebebasan berkontrak para pihak, kebebasan berkontrak merupakan

kebebasan yang hakiki setiap pelaku usaha dalam membuat suatu perjanjian,

sehingga penulis ingin menganalisis kebebasan berkontrak para pihak dalam

membuat perjanjian nominee tersebut terhadap hukum yang berlaku yang

justru melarang konsep nominee tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


9

1. Mengapa perjanjian nominee dilarang dalam kegiatan penanaman modal di

Indonesia?

2. Bagaimana kebebasan berkontrak para pihak jika dikaitkan dengan larangan

nominee kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana penerapan hukum terhadap nominee kepemilikan saham pada

Perseroan Terbatas dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269

/Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007

K/Pdt./2014?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada topik penelitian dan rumusan masalah yang diajukan di atas,

maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan-alasan Perjanjian nominee

dilarang dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kebebasan berkontrak para pihak jika

dikaitkan dengan larangan nominee kepemilikan saham pada Perseroan

Terbatas.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum terhadap nominee

kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas dalam Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


10

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam menambah

kasanah ilmu hukum pada umumnya dan khususnya di bidang kenotariatan yang

berkaitan dengan perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan

Terbatas.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang

bersinggungan dengan topik penelitian meliputi :

a. Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan

memberikan kontribusi positif bagi pemerintah untuk melakukan studi dan kajian

lebih lanjut mengenai pengaturan terhadap fenomena maraknya perjanjian

nominee di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

b. Notaris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi

Notaris di dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut pembuatan akta

nominee. Dengan demikian notaris yang hendak membuat perjanjian nominee

dapat mengetahui mengenai resiko yang mungkin akan timbul di kemudian hari

dan memberikan informasi ini kepada klien sebagai bentuk penyuluhan hukum

sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


11

c. Mahasiswa Kenotariatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan studi yang bermanfaat

bagi mahasiswa kenotariatan, dapat menjadikan hasil `penelitian di dalam tesis ini

sebagai masukan guna menambah pengetahuan

d. Pelaku usaha

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran bagi pelaku

usaha yang sering menggunakan perjanjian pinjam nama dalam bentuk nominee

sehingga dapat mengetahui resiko yang mungkin akan timbul di kemudian hari.

E. Keaslian Penelitian

Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Yuridis terhadap perjanjian

nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 3007 K/Pdt./2014)”. Berdasarkan informasi yang ada terhadap penelusuran

kepustakaan khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa Judul Tesis ini belum ada yang membahasnya

sehingga Tesis ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

Meskipun terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang pernah melakukan penelitian

terkait Perjanjian Nominee, namun berbeda dengan penelitian ini.

Adapun penelitan yang berkaitan dengan Perjanjian nominee adalah :

1. Nama : Denny Salim

Judul : “Aspek Hukum Pertanggungjawaban Komisaris Nominee

Dalam Perseroan Terbatas Atas Tindak Pidana Yang

Dilakukan Perseroan”

Universitas Sumatera Utara


12

Rumusan Permasalahan :

a. Mengapa terjadi pengangkatan Komisaris Nominee dalam perseroan

terbatas?

b. Bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan

terhadap Komisaris Nominee atas tindak pidana yang dilakukan

perseroan?

c. Bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan

terhadap perseroan bersamaan dengan pengenaan sanksi pidana

terhadap Komisaris Nominee?

2. Nama : Sugondo

Judul : “Analisa Terhadap Batasan Tanggung Jawab Direktur

Nominee Dalam Perseroan Terbatas”

Rumusan Permasalahan :

a. Apakah yang menjadi dasar hukum dan alasan-alasan

eksistensi/keberadaan Direktur Nominee dalam pengelolaan PT?

b. Bagaimana batasan-batasan terhadap tanggung jawab dan kewajiban

Direktur Nominee dalam pengelolaan PT?

c. Apa akibat hukum yang mungkin timbul dalam pengelolaan PT yang

dilakukan oleh Direktur Nominee?

3. Nama : Syafnil Gani

Judul : “Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Semu (Schijhandeling)

Dalam Praktek Dengan Akta Notaris (Studi Kasus di Kota

Medan) “

Universitas Sumatera Utara


13

Rumusan Permasalahan :

a. Mengapa perjanjian semu dibuat oleh sekelompok masyarakat dengan

kata lain apa saja yang menjadi motivasi bagi kelompok masyarakat

membuat perjanjian semu ?

b. Bagaimana akibat hukum yang mungkin timbul dari perjanjian semu

dan dapatkah perjanjian semu dibendung?

c. Bagaimana pendapat penegak hukum terhadap perjanjian semu?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan

perbandingan penulis di bidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau

permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam

penelitian. 8 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk

mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.9 Teori adalah suatu

penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu

8
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju Bandung, 1994), hal.
27.
9
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta Jakarta, hal. 23.

Universitas Sumatera Utara


14

fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena

menjadi penjelasan yang sifatnya umum. 10

Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum,

yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum

berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. 11 Berkaitan dengan pendapat

tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan

dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala. 12

Sehubungan dengan hal tersebut di atas penelitian tentang perjanjian nominee

atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas menggunakan suatu teori untuk

menjawab permasalahan yang ada yaitu Teori Perjanjian, yang mengandung asas

kebebasan berkontrak, alasan penulis menggunakan asas kebebasan berkontrak ini

adalah guna memberikan deskripsi serta jawaban mengenai kebebasan berkontrak

para pihak terkait perjanjian nominee tersebut jika dikaitkan dengan larangan

perjanjian nominee di Indonesia.

Perjanjian Nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum

perjanjian, dan karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam undang-

undang karena belum terdapat pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee.

Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai perjanjian tidak

bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pacta sunt

servanda dan itikad baik para pihak.

10
Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hal. 134.
11
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 79.
12
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal.
141.

Universitas Sumatera Utara


15

Sebagai suatu perjanjian, perjanjian nominee adalah sah dan mempunyai

kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya ditinjau dari aspek kebebasan

untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan

untuk menandatangani perjanjian. Ketiga aspek tersebut merupakan perwujudan dari

asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata juncto Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Setiap dan seluruh

ketentuan yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat akan mengikat dan berlaku

sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya dan karenanya peraturan-

peraturan yang terdapat dalam buku III KUHPerdata hanya merupakan hukum

pelengkap saja13

Ketentuan yang mendasari kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak

suatu perjanjian dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1), yang

berbunyi "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya” 14 Sehingga menurut rumusan ketentuan di atas,

setiap orang atau pihak yang membuat suatu perjanjian dengan sah akan mengikat

dan berlaku bagi mereka sebagai undang-undang. Ketentuan tersebut sekaligus

mengandung unsur atau elemen dari kebebasan berkontrak, kekuatan mengikat dan

kepastian hukum.

Kekuatan mengikat suatu perjanjian yang hanya berlaku di antara para pihak

yang membuatnya tercermin dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata pada Pasal

1340 ayat (1) KUHPerdata “Perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak

13
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2001), hlm. 128
14
Vide Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara


16

yang membuatnya.”15, serta Pasal 1315 KUHPerdata “Pada umumnya tak seorang

dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari

pada untuk dirinya sendiri.” 16 Berdasarkan kedua pasal tersebut, dapat ditarik suatu

pengertian bahwa setiap perjanjian yang dibuat dimaksudkan hanya untuk dan

mengikat para pihak yang membuatnya saja.

Asas kebebasan berkontrak erat kaitannya dengan asas kekuatan mengikat

suatu perjanjian menurut KUHPerdata, mengandung arti bahwa pembuat undang-

undang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengatur sendiri hubungan

hukum antara mereka, meliputi menetapkan causa, syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan, bentuk serta judul, melalui suatu perjanjian dan sekaligus memberikan

kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

Pembatasan yang terdapat dalam asas kebebasan berkontrak adalah batasan

terhadap keabsahan suatu perjanjian dan batasan terhadap isi suatu perjanjian (dalam

arti batasan tersebut dapat dipakai sebagai dasar oleh para pihak yang membuatnya

untuk mengubah dan/atau melengkapi isi perjanjian). Batasan yang menyangkut

keabsahan perjanjian mengandung arti bahwa suatu perjanjian dianggap sah oleh para

pihak yang membuatnya apabila dalam pembuatan perjanjian tersebut telah

memenuhi keempat unsur yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,

sedangkan batasan yang mengenai isi perjanjian dapat dilihat dalam ketentuan pasal

1339 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut: “Persetujuan tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk

15
Vide Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
16
Vide Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


17

segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan

dan undang-undang.”17

Perbuatan hukum dibatasi akibat hukumnya oleh tiga hal, yaitu jika dilarang

oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, atau ketertiban umum. 18

Dengan demikian, penulis membuat jawaban sementara bahwa perjanjian nominee

saham adalah perjanjian yang lahir dari terdapatnya asas kebebasan berkontrak dan

asas kekuatan mengikat. Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian

nominee mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.

Perjanjian Nominee dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari perjanjian

Innominaat karena belum ada pengaturan secara khusus tentangnya dan tidak secara

tegas disebutkan dalam pasal-pasal KUH Perdata, namun timbul, tumbuh dan

berkembang di tengah masyarakat. seperti yang terjadi dalam Putusan Pengadilan

Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn dimana dibuat suatu bentuk

perjanjian nominee atas kepemilikan saham Perseroan Terbatas yang dibuat

dihadapan notaris yang dalam penulisan ini akan diteliti kepastian hukum dari

perjanjian nominee tersebut.

Alasan penggunaan Teori Kepastian hukum dalam penelitian ini karena

perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah sebagai Undang-Undang yang belaku

bagi mereka yang membuatnya, jika dikaitkan terhadap larangan perjanjian nominee,

kedua hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum, oleh sebab itu Teori ini

17
Vide Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
18
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 148.

Universitas Sumatera Utara


18

digunakan untuk meneliti kepastian hukum dari perjanjian nominee terhadap larangan

perjanjian nominee itu sendiri.

Kepastian hukum diungkapkan oleh Roscoe Pound, kepastian hukum

mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum

membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,

dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap

individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang

satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 19

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin

kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi

kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas

lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna.

Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2

(dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan

kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu

sebanyak-banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu

tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat

19
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2008), hal 137.

Universitas Sumatera Utara


19

berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang

tersebut tidak dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan. 20

Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang

berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat

dilaksanakan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindakan sewenang-wenang yang berati bahwa seseorang akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum bertugas menciptakan

kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional. 21 Menurut

Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang

dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan,

kemlompok atau individu tertentu.22

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah

a. Perjanjian, dalam pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah “suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih”

20
M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, USU Medan,
2007, hal. 43
21
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31.
22
Burhan Ashshofa, Op.Cit., hal 19.

Universitas Sumatera Utara


20

b. Nominee adalah “one designated to act for another as his representatives in a

rather limited sense. It is used sometimes to signify an agent or trustee. It has

no connotation, however, other than that of acting for another, in

representation of another, or as the grantee of another”23 pihak yang ditunjuk

untuk bertindak sebagai wakilnya dalam arti yang tidak terbatas, terkadang

bisa juga sebagai agen atau trustee

c. Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen

finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. 24

d. Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 25

e. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh

penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan

usaha di wilayah negera Republik Indonesia. 26

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan seuatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya,

kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
23
Bryan A, Garner, Black’s Law Dictionary With Guide to Pronunciation, St.Paul:West
Publising, 1992, Hal.1072.
24
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, (Salemba Empat,
Indonesia, 2001), hal. 8.
25
Lihat pasal 1 ayat (1) Undang-undang Perseroan terbatas
26
Lihat pasal 1 Undang-Undang tentang Penanaman Mdal

Universitas Sumatera Utara


21

tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 27

Agar penulisan tesis ini dapat dilakukan secara sederhana dan terarah

sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka metode penulisan yang

digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

Jenis penelitian yuridis normatif merupakan pendekatan yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang

lain. Penelitian dengan yuridis normatif secara garis besar ditujukan kepada penelitian

terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, dan taraf sinkronisasi hukum. 28 Jenis

penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-

norma hukum yang ada dalam masyarakat. Selain itu, juga melihat sinkronisasi suatu

aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.

Jenis penelitian yuridis normatif yang digunakan pada topik penulisan ini

adalah dengan melihat sinkronisasi perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada

Perseroan Terbatas pada aturan hukum yang ada, serta menganalisis penerapan

hukumnya pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN

Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)”.

27
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT RajaGrafido Persada, 2007),
hal 38.
28
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996),
hal 13.

Universitas Sumatera Utara


22

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian preskriptif, yaitu mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan

norma-norma hukum. 29

Tipe penelitian preskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk

mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi

masalah-masalah tertentu.30 Tipe penelitian preskriptif di sini disesuaikan dengan

sifat preskriptif ilmu hukum, dimana perbincangan tersebut biasanya diakhiri dengan

memberi rumusan-rumusan tertentu.31 Kegunaannya penelitian preskriptif dalam

penelitian ini untuk merumuskan atau melahirkan keharusan maupun pedoman

kebijakan penanggulangan dampak yang ditimbulkan dari lahirnya perjanjian

nominee.

Pada penelitian ini setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai

masalah-masalah dalam perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan

Terbatas maka akan diberi saran-saran atas masalahnya sehingga dapat dijadikan

pedoman untuk masalah yang berkaitan dengan topik peneltian yakni perjanjian

nominee.

3. Sumber Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian

yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan

29
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 22.
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 2010 , hlm. 10
31
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal 23

Universitas Sumatera Utara


23

diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga

dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya.

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data sekunder dibidang hukum

dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi:

a. Bahan Hukum Primer :

Bahan hukum primer terdiri dari asas dan kaidah hukum. Perwujudan asas dan

kaidah hukum ini berupa :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

5) Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn.

6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014

b. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah hukum,

yang terkait dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus

hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya. 32

32
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, ( Jakarta: Bumi
Intitama Sejahtera, 2010), hal.16.

Universitas Sumatera Utara


24

4. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian

yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan

diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga

dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya.

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi dokumen,

dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di

perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal

yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan

yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang

selaras dengan permasalahan penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,

memberikan kode dan mengategorikannya hingga kemudian mengorganisasikan

dalam suatu bentuk pengelolaan data untuk menemukan tema dan hipotesis kerja

yang diangkat menjadi teori substantif. 33 Untuk menemukan teori dari data tersebut

maka menggunakan metode kualitatif adalah penelitian yang mengacu pada norma

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan

serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 34

33
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993,
hal. 103.
34
Zainuddin Ali, Op.Cit, hal. 105.

Universitas Sumatera Utara


25

Analisis bahan-bahan hukum dalam penelitian ini akan dilakukan secara

analisis kualitatif dan komprehensif. Analisis kualitatif artinya menguraikan bahan-

bahan hukum secara bermutu dengan bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, dan

tidak tumpang tindih serta efektif, sehingga memudahkan interpretasi bahan-bahan

hukum dan pemahaman hasil analisa. Komprehensif artinya dilakukan secara

mendalam dan dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian. Analisis bahan

hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik deskriptif, kontruksi hukum dan

argumentasi yang selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan pada alasan-alasan

yang bersifat penalaran hukum, yaitu dengan mengemukakan doktrin dan asas-asas

yang ada kaitannya dengan permasalahan.

Selanjutnya analisis data yang diperoleh tersebut akan ditarik kesimpulan

secara deduktif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang

ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.

Universitas Sumatera Utara


26

BAB II

LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEGIATAN PENANAMAN

MODAL DI INDONESIA

A. Konsep kepemilikan dalam Common Law System

1. Trust dalam Common Law System

Di dunia ini tidak dijumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu.

Adapun yang dimaksud dengan sistem hukum disini meliputi unsur-unsur seperti:

struktur, kategori, dan konsep. Perbedaan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan

perbedaan dalam sistem hukum yang dipakai. Kita mengenal dua sistem hukum yang

berbeda, yaitu sistem hukum Eropa benua dan sistem hukum Inggris. Orang juga

lazim menggunakan sebutan sistem hukum Romawi-Jerman atau Civil Law system

untuk yang pertama dan Common Law System untuk yang kedua.35

Pandangan sistem hukum Common Law mengenai trust, “trusts is created the

absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in that property to a

person (the trustee) to hold that property on trust for the benefit of another person

(the beneficiary) in accordance with terms set out by the settlor”.36 Hal ini

mengandung pengertian bahwa trust dibuat pemilik mutlak dari properti (settlor)

melewati proses hukum properti tersebut untuk seseorang (wali amanat) untuk

menahan properti yang ada pada trust untuk kepentingan orang lain (penerima) sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik mutlak properti.

Konsepsi awal trusts tersebut menunjukkan bahwa “trusts is a relationship

35
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal 235.
36
Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan Undang-
Undnag Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 2008) hal 30.

Universitas Sumatera Utara


27

recognized by equity which arises where property is vested in (a person or) persons

called the trustees, which those trustees are obligated to hold for the benefit of other

persons called cestuis que trust or beneficiaries”.37 Konsep tersebut berarti trust

adalah hubungan yang diakui oleh ekuitas yang timbul di mana properti dipegang

(seseorang atau) orang yang disebut para wali (wali amanat), yang diwajibkan untuk

menahan untuk kepentingan orang lain yang disebut que cestuis trust atau penerima

manfaat.

Secara teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor38 menyerahkan suatu

benda untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan

trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban kepada trustee

untuk menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan benda tersebut kepada pihak ketiga

yang disebut dengan beneficiary39. Ini menunjukkan bahwa settlor sebagai pemberi

suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan olehnya dilaksanakan tidak

lagi menguasai, memiliki mempunyai kepentingan apapun atas benda yang sudah

diserahkan dalam trusts tersebut. Penyerahan benda tersebut tidak disertai dengan

suatu kontra prestasi langsung yang harus dilakukan oleh trustee40 kepada settlor,

melainkan kepada seorang pihak ketiga yang disebutkan oleh settlor dalam

pernyataan trusts-nya tersebut. Dalam konteks tersebut, antara settlor, trustee dan

37
Peter Joseph Loughlin, The Domestication of The Trust: Bridging the Gap Beetween
Common Law and Civil Law, hal 3, http://www.financialanalyst.org/newarticle2.html. diakses pada 01
Mei 2017
38
Seseorang yang menyerahkan harta kekayaannya untuk diatur kepada orang lain atau pihak
kedua yang dipercayainya (Trustor).
39
Pihak ketiga yang akan menerima keuntungan atau manfaat atas pengelolaan harta
kekayaan settlor sesuai dengan perjanjian.
40
Setiap orang yang memegang properti, otoritas, atau posisi kepercayaan atau tanggung
jawab terhadap harta kekayaan untuk kepentingan orang lain (settlor).

Universitas Sumatera Utara


28

beneficiary tidak ada perjanjian (kontrak) sama sekali. Beneficiary tidaklah

mempunyai kewenangan dalam hukum (Common Law) untuk menuntut pemenuhan

kewajiban trustee, demikian juga settlor (oleh karena settlor sudah kehilangan haknya

atas benda tersebut dalam hukum).41

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa seorang trustee adalah pihak yang

mempunyai kewenangan atas benda yang berada dalam trusts, yang merupakan

bagian dari kewajibannya terhadap beneficiary atau cestui que trust, meskipun

kewenangan tersebut hanya sebatas pencatatan dan pendaftaran atas nama trustee

tersebut.42 Dalam perkembangannya sebagaimana dikatakan oleh Gary Watt dalam

Briefcase Equity & Trusts :43

A Trust has the following characteristics :


a. The assets constitute a separate Fund and ae not part off the trustee’s
estate
b. Title to the trust assests stand in the name of the trustee or in the name of
another person on behalf of the trustee
c. The trustee has the power and the duty, in respect of which he is
accountable, to manage, to employ or dispose of the assests in accordance
with the terms of the trusts and the special duties imposed upon him by
law
The reservation by the settlor of certain rights and powers, and the fact that the
trustee may himself have have rights as a benefiaciay, are not necessarily
inconsistent with the existence of a trusts.

1. Trust dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Express Trust

b. Not Express Trust

41
Gunawan Widjaja, Op.cit, hal 30.
42
Phillip H. Pettit,Equity and the Law of Trusts, 12th edition (London: Oxford University
Press, 2009) hal. 23.
43
Gary Watt ,Briefcase Equity and Trusts 2nd ed.,(London: Cavendish
Publishing Ltd., 1999), hal. 2

Universitas Sumatera Utara


29

a. Express Trusts

Express trusts terjadi jika seorang settlor membuat pernyataan bahwa harta

kekayaan tertentu diserahkan dalam trusts untuk kepentingan orang-orang atau

tujuan tertentu.44

Express trusts selanjutnya dibedakan ke dalam :

1) Private trusts ;

2) Public trusts ;

3) Trusts of imperfect obligation.

1) Private trust45

Express trusts dapat melahirkan private trusts maupun public trusts.

Express trust melahirkan private trusts jika benda yang diletakkan dalam trusts

tersebut hanya dimanfaatkan oleh suatu orang atau satu kelompok orang tertentu.

Sementara itu, express trusts dinilai melahirkan public trusts jika benda yang

diletakkan dalam trusts tersebut dipergunakan untuk tujuan sosial tertentu, yang dapat

dinikmati oleh banyak orang, seperti misalnya suatu charitable trusts.

Private trusts selanjutnya dibedakan ke dalam fixed trusts, protective trusts, dan

discretionary trusts.

a) Discretionary dan Fixed Trusts46

Discretionary trusts adalah suatu trusts di mana trustee diberikan kebebasan

(kebijakan) untuk melakukan suatu tindakan untuk kepetingan dari salah satu atau

lebih beneficiary tertentu dalam suatu kelompok orang yang telah ditentukan oleh

44
Ibid hal 3.
45
Ibid, hal. 4.
46
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


30

settlor atau kepada seluruh beneficiary dalam kelompok tersebut, semata-mata atas

pertimbangan dari trustee. Sementara itu, dalam fixed trusts, kewajiban trustee sudah

ditentukan dengan pasti. Trustee hanya melaksanakan segala sesuatu yang telah

ditentukan dalam pernyataan trusts dan wajib untuk melaksanakannya untuk

kepentingan dari seluruh beneficiary, serta tidak diperkenankan untuk bertindak

berdasarkan pada kebijakannya sendiri.

b) Protective Trusts47

Protective trusts adalah trusts yang dengan sengaja secara khusus diciptakan

oleh settlor agar beneficiary tidak menghabiskan atau menghilangkan atau

meniadakan dengan cara apapun juga hak-haknya dalam equity (beneficiary rights)

kepada pihak lain, selama benda yang dinikmatinya tersebut masih berada dalam tusts

di bawah pemilikan trustee.

2) Charitable Trusts

Charitable trusts adalah suatu public trusts yang dengan sengaja dibuat atau

dibentuk untuk kegiatan bagi kepentingan umum yang diakui oleh pengadilan sebagai

charitable (suatu bentuk amal atau kedermawaan). 48 Charity adalah pengertian

hukum, sehingga apa yang dikandung atau dirasakan oleh donor (sebagai settlor)

tidaklah penting. Pengadilan menentukan apakah suatu tindakan yang dilakukan

termasuk ke dalam tindakan charity atau bukan. Dalam Re.Hummeltenberg tahun

1923 seorang pewasiat meninggal dunia mewasiatkan sebagai harta peninggalannya

untuk mendirikan sekolah yang melatih orang-orang dalam bidang kerohanian untuk

47
Ibid, hal 4-5.
48
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


31

tujuan amal. Mengenai hal tersebut Russie LJ mengemukakan : 49 “in my opinion the

question whether a gift is or may be operative for the public benefit is the question to

be answered by the court by forming an opinion on the evidence before it.” Pendapat

Russie LJ mengandung pengertian bahwa jawaban yang dikeluarkan oleh pengadilan

adalah dengan cara membentuk pendapat atas bukti-bukti yang dikumpulkan

sebelumnya.

Pada sisi lain, meskipun dalam pandangan pemberi wasiat suatu tindakan hanya

ditujukan untuk kepentingan pemberi wasiat, namun jika dalam pandangan

pengadilan hal tersebut membawa kepentingan bagi masyarakat banyak, wasiat yang

ditinggalkan tersebut dapat menjadi suatu charitable trusts.50

Untuk menilai apakah suatu tindakan pemberian adalah charitable trusts atau

bukan, ada tiga hal pokok yang diperhatikan oleh pengadilan yaitu sebagai berikut: 51

a) Trusts must be of a charitable nature within the spirit and intend of the preamble

to the Statute of Elizabeth as interpreted by the courts and extended by statute ;

b) It must promote a public benefit of a nature recognized by the courts as a public

benefit;

c) The purpose of the trusts must be wholly and exclusively charitable

Hal diatas dalam terjemahan bebas berarti:

a) Trust harus bersifat amal dalam semangat dan berniat dari Piagam Statuta

Elizabeth sebagaimana ditafsirkan oleh pengadilan dan diperpanjang oleh

undang-undang

49
Ibid. hal 171.
50
Gunawan Widjaja, Op.Cit hal 100.
51
Margareth Halliwell, Equity and Trusts, (London: Old Bailey Press, 2002) hal. 172.

Universitas Sumatera Utara


32

b) Harus mempromosikan kepentingan publik yang bersifat diakui oleh pengadilan

sebagai manfaat publik;

c) Tujuan dari trust harus sepenuhnya dan secara eksklusif amal

3) Purpose Trusts ( Trusts of Imperfect Oboigations)

Purpose trusts adalah trusts yang dibuat untuk tujuan tertentu dan bagi

kepentingan tujuan tersebut daripada untuk kepentingan seorang atau lebih

beneficiary. Purpose trusts ini sering kali disebut juga dengan nama “trusts of

imperfect obligation”. Secara umum trusts yang demikian batal dan tidak memiliki

kekuatan hukum, karena dalam konsepsi private trusts, trusts dibuat dan diciptakan

untuk kepentingan dari seorang atau lebih beneficiary tertentu dan dicptakan untuk

kepentingan tertentu.52 Rocburgh J dengan tegas mengemukakan bahwa suatu trusts

bukanlah trusts jika tidak ada objek yang tertuju pada kepentingan orang perorangan

tertentu.53

Ada tiga kondisi yang harus diperhatikan dalam suatu purpose trusts, yang

sering kali dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu purpose

trusts adalah purpose trusts yang memiliki akibat hukum dan atau memiliki kekuatan

hukum. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut.54

a) The trusts must be for a purpose which has been previously upheld by the court

b) The trusts must be limited in perpetuity

c) There must be someone who will execute the purpse trusts

Dengan demikian pada dasarnya suatu purpose trusts merupakan pengecualian

52
Ibid hal 5.
53
Ibid hal 155.
54
Ibid hal 157.

Universitas Sumatera Utara


33

dari berlakunya ketentuan trusts secara umum. Purpose trusts hanya dibatasi pada

pelaksanaan suatu wasiat yang jika tidak dilaksanakan akan menyebabakan terjadinya

hibah atas sisa benda milik pewasiat. Pengadilan dapat secara tidak langsung

melaksanakan trusts tersebut dengan meminta jaminan dari trustee untuk

melaksanakan wasiat tersebut sesuai dengan dan untuk kepentingan yang telah

ditentukan tersebut, dan selanjutnya memberikan kepada para penerima wasiat sisa

(lainnya) untuk melaksanakan wasiat tersebut secara bebas jika hal tersebut tidak

dilaksanakan.55

b. Not - Express Trusts

Not - Express trusts dapat dibedakan lagi ke dalam :

1) resulting trusts

2) conctructive trusts

1) Resulting Trusts

Resulting trusts sering kali dinamakan juga implied trusts.56 Suatu trusts

dikatakan merupakan implied ataiu resulting trusts jika, misalnya seorang settlor

menyatakan kehendaknya untuk memberikan kepada seoranng beneficiary uang

sejumlah tertentu untuk keperluan selama hidup dari orang tersebut. Trusts yang

demikian tidak menjelaskan ke mana perginya sisa uang yang diletakkan dalam trusts

tersebut, ketika beneficiary telah meninggal dunia. Dalam konteks yang demikian

kepada settlor atau masuk harta kekayaan settlor pada saat meninggal dunia.57

Dalam konteks yang lain, resulting trusts dapat terjadi misalnya dalam hal dua

55
Pettit, Op.cit., hal 49.
56
Halliwell, Op.cit. hal 5.
57
Ibid. hal 5

Universitas Sumatera Utara


34

atau lebih orang memberli sesuatu benda secara bersama-sama, baik atas nama

seseorang dari mereka atau atas nama bersama. Dalam hal ini, equity mengatakan

bahwa suatu resulting trusts telah terjadi untuk kepentingan atas benda yang dibeli

tersebut untuk kepentingan dari seluruh pihak yang telah berkontribusi untuk

membeli benda tersebut.58

2) Construtive Trusts

Suatu trusts adalah contructive trusts jika trusts tersebut dipaksakan

pelaksanaannya oleh Pengadilan karena perilaku dari pihak tertentu dalam trusts

tersebut yang tidak adil yang berkehendak untuk mempertahankan seluruh atau

sebagian kepetingan atau manfaat atas suatu benda tertentu hanya untuk kepentingan

dirinya sendiri. Dalam trust jenis ini, kehendak dari settlor tidak lagi menjadi

perhatian (penting), oleh karena constructive trusts ini berjalan demi hukum dan

diatur sepenuhnya menurut ketentuan atau aturan hukum yang berlaku.

Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan terjadinya contructive trusts

adalah misalnya :59

a) Seorang pihak ketiga (di luar instrumen trusts), yang bukan bona fide

purchaser for value without notice60, menguasai suatu benda yang

diletakkan atau diserahkan dalam trusts diwajibkan unk menjadi

constructive trustee bagi beneficiary benda yang berada dalam

kekuasaanya tersebut;

58
Ibid. hal 6.
59
Pettit, Op.cit., hal. 55.
60
Seseorang yang memperoleh hak atas properti tanpa pemberitahuan aktual, pemberitahuan
konstruktif tetapi didasari dengan itikad baik.

Universitas Sumatera Utara


35

b) Trustee memperoleh manfaat pribadi dari suatu trusts, yang selanjutnya

diwajibkan untuk tetap memeliharanya dalam trusts untuk kepentingan dari

beneficiary;

c) Dalam suatu perjanjian yang bertujuan melaksanakan jual beli tanah, pemilik

menjadi constructive trustee bagi pembeli hingga seluruh proses jual beli

diselesaikan dan pembeli menjadi pemiliik.

Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa jika ada pemisahan

kepemilikkan, sedangkan tidak ada express trusts, implied trusts atau resulting trusts,

pihak terhadap siapa suatu benda diserahkan penguasaan dan kepemilikannya

menjadi trustee dalam suatu constructive trusts.61 Constructive trust lahir karena

kehendak hukum semata-mata. Dikatakan karena kehendak hukum, oleh karena

constructive trust diwajibkan oleh dan berdasarkan pada putusan pengadilan tanpa

perlu memerhatikan kehendak dari para pihak yang ada dalam hubungan hukum

tersebut.62

1. Konsep Trust di negara Amerika Serikat

Secara historis, Amerika Serikat berbeda dengan negara-negara yang menganut

tradisi hukum Common Law lainnya, yang tergabung dalam negara persemakmuran

(British Commonwealth). Sebagai suatu negara serikat, Amerika Serikat tidaklah

pernah dijajajah oleh Negara Inggris Raya, meskipun sejarah menunjukan bahwa

sebagian besar Negara bagian dalam Amerka Serikat merupakan bekas jajahan

Inggris Raya. Sejarah juga menunjukan bahwa negara-negara bagian dalam Amerika

61
Ibid. hal 55.
62
Ibid. hal 342.

Universitas Sumatera Utara


36

Serikat pernah dijajah juga oleh negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law

seperti Spanyol di Florida, Perancis di New Orleans dan Swedia di Delaware. Dengan

demikian, sesungguhnya setiap negara bagian di Amerika Serikat memiliki sistem

hukumnya sendiri. Dari muatan-muatan hukum yang ada, disamping hukum Inggris,

hukum Perancis masih meninggalkan bekasnya di Lousiana, dan hukum Spanyol di

California dan beberapa negara bagian di sebelah barat Amerika Serikat.63

Pilihan penggunakan hukum Inggris di negara-negara bagian Amerika Serikat

tidaklah sepenuhnya sama dengan hukum yang berkembang di Inggris itu sendiri.

Pengaruh budaya hukum yang berkembang di tiap-tiap negara bagian juga

menyebabkan berbagai perbedaan antara tradisi hukum Common Law yang

berkembang di negara-negara bagian Amerika Serikat dengan tradisi hukum Common

Law di Inggris. 64 Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan serta penyimpangan

dalam penegakan hukum dan keadilan baik di Amerika Serikat maupun di Inggris.

Sistem peradilan Equity yang dikenal di Inggris tidaklah dikenal sepenuhnya oleh

seluruh negara bagian di Amerika Serikat yang menganut tradisi hukum Common

Law.

Berbeda dengan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang mempunyai

sistem hukum yang berbeda-beda dan perlakuan yang berbeda terhadap Equity, pada

tingkat Federal hanya dikenal satu jenis peradilan yang menyelesaikan segala macam

persoalan/ sengketa yang terkait baik dengan Common Law maupun equity. Seiring

dengan pertumbuhan equity yang berbeda dengan sumber asalnya, perkembangan

63
Lawrence M. Friedman, History of American Law2nd, edition 1st, (New York: Simon &
Schulster, 1958), hal 19.
64
Ibid, hal 20.

Universitas Sumatera Utara


37

trust di Amerika Serikat pun berbeda dengan yang terjadi di Inggris Raya.

Trust bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity dan semata-mata untuk

memberikan perlindungan bagi hak-hak yang tidak dapat diperoleh atau

dipertahankan dalam Common Law. Trust adalah “A right property, real or personal,

heldby one party, the person appointed or required by law to administer a trust, for

benefit of another.”65 dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa trust dibentuk

berdasarkan perjanjian. Selain itu, trust dapat dibentuk berdasarkan perjanjian yang

tunduk pada ketentuan Common Law.

Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai hukum

tertulis yang mengatur mengenai trust, trust dimungkinkan untuk dibentuk atau

dibuat melalui perjanjian. 66 Dalam konteks demikian trust seringkali disebutkan

sebagai “a three party contact, a private legal Agreement.”67

Perjanjian yang mengatur mengenai trust disebut dengan nama indenture.68

Trust yang demikian disebut dengan nama pure trust. Sebagai suatu perjanjian, pure

trust tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Common Law dan karenanya masuk

dalam yuridiksi sistem peradilan Common Law. Pure trust tidak berada dalam

wilayah equity karena pure trust tunduk sepenuhnya pada aturan-aturan hukum

perjanjian, terutama asas kebebesan kontrak yang diberikan konstitusi Amerika

Serikat.

Selanjutnya oleh karena pure trust ini tunduk sepenuhnya pada ketentuan
65
James D. Fullerton, Trust Fund Laws and Agreements, hal 1,
www.fullertonlaw.com/trustfundchap.htm diakses pada 01 Mei 2017.
66
Ibid, hal 2.
67
Gwen H. Wycoff, What Is The Common Law Trust?, hal 1, www.socal.print.com/574.html
diakses pada 10 Mei 2017.
68
Lawrence M. Friedman, Op. Cit, hal 19.

Universitas Sumatera Utara


38

hukum perjanjian dalam Common Law, seperti halnya Common Law yang tidak

mengakui pemisahan kepemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal ownership) dan

pemilikan manfaat (beneficial ownership 69), pure trust juga tidak mengakui

pemisahan pemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal owner) dan pemilikan

manfaat (beneficial owner). 70 Peran trust dalam kegiatan ekonomi di Amerika Serikat

telah berkembang sedemikian rupa sehingga trust sudah berperan sebagai:

a. Kegiatan operasional dari suatu bisnis keluarga

b. Kegiatan operasional dari skema investasi kolektif (investment collective

scheme)

c. Pemilikan/ penguasaan harta kekayaan (asset holding) dari sekelompok invidu

tertentu, keluarga dan kelompok-kelompok lainnya.71

Secara praktis, trust khususnya pure trust dalam berbagai kegiatan ekonomi

tersebut di atas mengambil bentuk yang serupa dengan suatu perusahaan, hanya saja

bentuk perusahaan yang demikian tidaklah tunduk pada ketentuan peraturan

perundang-perundangan yang berlaku seperti misalnya suatu perseroan

terbatas/persekutuan perdata, melainkan tunduk pada peraturan kebebasan berkontrak

dalam hukum perjanjian. Sehubungan dengan hal tersebut, pure trust dalam

perkembangannya mengambil bentuk Unincorporated Business Trust Organization

(UBTO).72

Sebagai suatu bentuk organisasi perusahaan serupa tetapi tidak sama dengan

69
Siapa saja yang memiliki manfaat kepemilikan barang atau harta namun bukan merupakan
pemilik terdaftar melainkan pemilik sebenarnya atas barang atau harta tersebut.
70
Ibid.
71
Gunawan Widjadja, Op. Cit, hal 143.
72
Joe Sweet, Op.cit hal 3 diakses pada 10 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara


39

suatu perseroan terbatas maupun persekutuan perdata, bergantung pada ketentuan

trust indenture yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para

pihak yang ada dalam pure trust atau UBTO tersebut, pure trust dapat mengambil

bentuk antara lain: 73

a. Baik sebagai pengelola dan pengurus trust corpus secara aktif dan

bertanggung jawab atas pengurusan tersebut (actively manage assets and

icurliabilities) maupun hanya sebagai pemilik trust corpus yang pasif (only

hold assets passively)

b. Suatu bare trust74, dengan manajemen atau pengelolaan trust corpus

sepenuhnya atas instruksi dari beneficiary.

c. Suatu bentuk kepemilikan trust corpus dengan kewenangan untuk

menerbitkan bagian pemilikan bersama yang diwadahi oleh trust corpus

tersebut.

d. Dengan kewenangan pendelegasian kepada pihak ketiga dalam suatu

investment trust atau dana pension atau dengan kewajiban untuk melakukan

pengelolaan sendiri dalam unit trust.

Hal-hal tersebut diatas memperlihatkan bahwa pure trust dalam bentuk UBTO,

kepemilikan trust corpus secara hukum dan kenikmatan berada di tangan trustee

tetapi dengan kewajiban bagi trustee untuk menyerahkan kepada beneficiary setiap

keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari trust corpus tersebut berdasarkan trust

73
Gunawan Widjaja, op.cit hal 153.
74
Bare trust adalah suatu trust yang dalam instrumen penerbitannya tidak secara tegas dan
terang memberikan beban atau kewajiban kepada seorang trustee melainkan menyerahkan persoalan
tersebut kepada ketentuan atau aturan hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


40

indenture. Beneficiary bukan lagi pemilik manfaat dalam pengertian pemilik manfaat

yang dipisahkan dari pemilik hukum. Setiap keuntungan atau manfaat yang diperoleh

benefiaciary adalah benda yang secara dominium merupakan milik beneficiary yang

dikeluarkan dari kepemilikan dominium trustee.75

Eksistensi pure trust atau UBTO yang berada dalam lapangan Common Law

dan bukan equity76 menyebabkan terjadinya pergeseran dalam hal

pertanggungjawaban trustee yang semula berada dalam equity menjadi

pertanggungjawaban dalam Common Law. Fiduciary duty yang merupakan

pertanggungjawaban trustee dalam equity selanjutnya menjadi default rules77 yang

menunjukan bahwa fiduciary duty dapat disimpangi dan dikesampingkan oleh para

pihak berdasarkan pada kesepakatan yang diatur dalam trust indenture. 78

Penjelasan yang diberikan memperlihatkan bahwa trust dalam tradisi hukum

Common Law juga telah mengalami perubahan dari yang semula berada dalam

lapangan equity semata-mata pada akhirnya juga masuk ke dalam hukum perjanjian

yang berada dalam lapangan Common Law. Namun demikian, trust yang berada

dalam lapangan hukum perjanjian Common Law memiliki perbedaan dengan trust

yang berada di dalam lapangan hukum equity.

Trust dalam lapangan hukum perjanjian sebagai bagian dari Common Law tidak

mengenal pemisahan pemilikan ke pemilikan hukum dan pemilikan manfaat.

75
Gunawan Widjaja, op.cit hal 154.
76
Tindakan atau prinsip memperlakukan semua orang sama-sama sesuai dengan hukum,
proses hukum, atau sesuai keadilan.
77
Aturan hukum yang dapat ditimpa oleh kontrak, trust, keinginan, atau perjanjian hukum
efektif lainnya. Ide default rules dalam hukum kontrak kadang-kadang dihubungkan dengan gagasan
tentang kontrak lengkap.
78
Melanie B. Leslie, Trusting Trustee: Fiduciary Duties and The Limits of Default Rules,
(Cardozo: School of Law, 2005), hal 2.

Universitas Sumatera Utara


41

Beneficiary dalam trust yang lahir dari perjanjian merupakan pihak yang berdasarkan

perjanjian yang dibuat memperoleh manfaat hasil hasil pengelolaan harta kekayaan

yang diletakan kepemilikannya dalam semua harta kekayaan terpisah yang dikelola

trustee. Harta kekayaan yang terikat tersebut yang dicatatkan atas nama trustee

bukanlah harta kekayaan trustee sebagai dominium, melainkan hanya sebagai suatu

bentuk rekening terpisah dari kekayaan pribadi trustee. Pemisahan ini menjadi

penting artinya bagi kepentingan beneficiary dari kepailatan trustee dan jangkauan

kreditor pribadi trustee.79

2. Konsep Trust di negara Inggris

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa trust dalam tradisi hukum

Common Law adalah: “Legal relationship created under the laws of equity whereby

property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the benefit of other (cestui

que trust or beneficiaries)”80

Rumusan tersebut memperlihatkan bahwa trust pada negara-negara dengan

tradisi hukum Common Law merupakan produk dari equity, yang berada di luar

sistem peradilan Common Law. Common Law sendiri tidaklah mengakui eksistensi

trust. Trust lahir karena adanya equity, tanpa equity tidak ada trust.81

Pihak-pihak yang terkait hubungan hukum dalam suatu trust tidak dapat

menyelesaikan permasalahan hukum yang ada melalui sistem peradilan Common

Law. Mereka hanya akan memperoleh penyelesaiannya dalam sistem peradilan

79
Melanie B. Leslie, Op. Cit, hal 3.
80
AR Fullarton, The Common Law and Taxation of Trust in Australia in the Twenty-First
Century, hal 3, www.arfullartonassociates.com.au/trust%20paper.htm. diakses pada 01 Mei 2017.
81
Peter Joseph Loughlin, The Domestication of Trust : Bridging the gap between Common
law and Civil Law, hal 3, www.jurisconsultsgroup.com/trust.com diakses pada 01 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara


42

equity. Sistem peradilan equity ini sejak awalnya memang tidak dimaksudkan untuk

menjadi sistem dengan hukum yang terpisah. Segala sesuatu yang diputuskan oleh

equity akan diberikan jika hukum yang berlaku saat itu (Common Law) atau hukum

yang ada ternyata tidak dapat memberikan keadilan bagi rakyat.82

Sebagai suatu sistem yang berkembang dan berjalan seiring dengan

perkembangan dan perjalanan Common Law, equity dan Common Law memiliki

hubungan yang saling melengkapi. Di antara keduanya ada garis-garis merah yang

menjadi dan merupakan batasan hubungan dan sekaligus menjadi dasar bekerjanya

equity dan Common Law secara bersama-sama. Prinsip-prinsip dasar yang menjadi

batasan hubungan equity dan Common Law tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut

: 83

a. Dalam pandangan yuridiksi Common Law hanya trustee yang diakui oleh

Common Law sebagai pemilik dari suatu benda dan bukan beneficiary. Ini

berarti suatu gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran equitable

obligation84 tidak pernah dapat dimajukan di hadapan sistem peradilan

Common Law.

b. Sistem peradilan equity tidak berwenang untuk memtuskan perkara yang

berkaitan dengan legal rights dan titles. Dengan demikian setiap pihak yang

bermaksud untuk menegakan haknya dalam hukum harus memajukannya

dihadapan sistem peradilan Common Law.

82
Gunawan Wijaya, Op.Cit, hal 59.
83
Ibid, hal 60-62.
84
kewajiban yang tidak dikuatkan kontrak atau hanya karena kewajiban moral atau kewajiban
demi kewajaran atau keadilan.

Universitas Sumatera Utara


43

c. Equity tidak berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi. Sistem

peradilan ini hanya berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi dalam

bentuk restitusi dan bukan jenis-jenis kerugian lainnya yang dikenal dalam

Common Law.

d. Sistem peradilan Common Law tidak mempunyai kewenangan untuk

melakukan tindakan-tindakan sementara. Hanya sistem peradilan equity

yang memiliki kewenangan yang demikian seperti menghentikan perbuatan

yang merugikan dan mengangkat pengurus sementara.

e. Perkara yang tengah diperiksa di sistem peradilan Common Law tidak dapat

begitu saja dialihkan proses pemeriksaannya ke sistem peradilan equity dan

begitu pula sebaliknya. Masing-masing peradilan mempunyai batas

kewenangan pemeriksaan dan yuridiksinya sendiri-sendiri. Ketentuan-

ketentuan tersebut memperlihatkan batasan yang jelas antara kedua sistem

peradilan yang dikenal dalam tradisi hukum Common Law. Sistem peradilan

equity bukan merupakan bagian dari sistem Common Law pada nyatanya

menunjukan bahwa equity memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

perkembangan hukum di negara penganut tradisi hukum Common Law. 85

Salah satu kontribusi besar equity adalah trust. Melalui equity seseorang

memiliki suatu benda untuk kepentingan pihak lain, yang dalam Common Law

disebut dengan owner, dalam equity diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya

berdasarkan trust (yang menjadikan orang yang memiliki benda tersebut dalam

hukum sebagi legal owner) kepada pihak, untuk siapa kemanfaatan atas benda

85
Ibid, hal 71.

Universitas Sumatera Utara


44

tersebut harus diberikan (beneficial/ equitable owner).86

2. Pemilikan Ganda (Dual ownesrship) dalam trust

Salah satu ciri khas trusts adalah adanya pemilikan ganda (dual ownership).

Maksud pemilikan ganda tersebut adalah pemilikan yang berada di tangan dua orang

atau subjek hukum. Pemilikan pertama yang dinamakan dengan legal ownership atau

pemilikan dalam hukum yang ada di tangan trustee. Sementara itu, pemilikan kedua

yang disebut dengan beneficial ownership atau equity owner adalah pihak yang

menerima manfaat dari atau menikmati benda yang diserahkan kepada trustee sebagai

pemilik hukum. Ini berarti setiap tindakan atau perbuatan hukum yang bertujuan atau

terkait dengan kepemilikan atas benda tersebut dalam hukum hanya dapat dilakukan

oleh trustee. Beneficiary, di mata hukum bukanlah pemilik yang berhak atas benda

yang berada dalam trusts tersebut.

Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam suatu trusts, trustee

memiliki kewenangan yang terbatas, khususnya dalam hal tidak boleh menikmati

benda yang berada dalam trusts, serta ketiadaan wewenang untuk melakukan

tindakan-tindakan yang semata-mata ia kehendaki atas trusts corpus yang dapat

merugikan kepentingan beneficiary. Trustee tidak memiliki dominium plenum atas

benda yang berada dalam pemilikannya. Tindakan trustee untuk merusak atau

menghancurkan benda dalam trusts adalah suatu tindakan yang merupakan

pelanggaran terhadap hak dalam equity dari seorang beneficiary. Hal ini

menunjukkan bahwa seorang trustee tidaklah memiliki kewenangan sepenuhnya

86
Paul Todd, Textbook on Trust 4th edition, (London: Blackstone Press Limited, 1999), hal
22.

Universitas Sumatera Utara


45

untuk bertindak bebas atas benda yang berada dalam trusts. Kewenangan trustee yang

terbatas ini mencerminkan adanya perbedaan antara kepemilikan dalam trusts oleh

trustee dan makna pemilikan yang sebenarnya.87

Dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan beneficiary, trustee

diberikan kewenangan dan sekaligus juga kewajiban. Kewenangan yang dimaksud

adalah serangkaian kemampuan dan kecakapan yang dilahirkan dari instrumen yang

menciptakan trusts tersebut, maupun yang diberikan oleh undang-undang kepada

trustee sebagai ”pemilik” benda yang diletakkan dalam trusts, untuk melakukan

tindakan atau perbuatan hukum yang terkait dengan benda yang berada dalam trusts

tersebut. Tindakan atau perbuatan hukum tersebut antara lain meliputi kegiatan untuk

melakukan investasi atas dana tunai yang dipercayakan kepadanya. Trustee wajib

melaksanakan kepercayaan yang diberikan untuk menentukan sendiri beneficiary

yang berhak atas dana yang diserahkan dalam (discretionary) trusts dan lain

sebagainya.

Hubungan trustee-beneficiary adalah suatu bentuk hubungan kepercayan yang

dinamakan ”fiduciary relation”. Pengertian ”fiduciary” itu sendiri tidaklah dapat

dengan mudah untuk dijabarkan atau didefinisikan. Secara sederhana hubungan

kepercayaan (fiduciary) dapat dilihat dari hubungan antara direksi perusahaan dengan

perusahaan itu sendiri, agen dengan perusahaan prinsipalnya, rekanan bisnis dalam

hubungan dengan rekanan lainnya, pengguna asuransi yang terdaftar dengan

penerima manfaat asuransi.

87
Maurizio Lupoi, “The Civil Law Trusts”, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol.
32 : 1999], hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


46

B. Keberadaan Trust di Indonesia

1. Transplantasi Trust pada Negara-negara penganut sistem hukum Civil Law

System

Defenisi transplantasi dikemukakan oleh Alan Watson bahwa Transplantasi

Hukum merupakan “the borrowing and transmissibility of rules from one society or

sistem to another”. Definisi semacam ini bisa disebut sebagai definisi yang luas, yang

mempertimbangkan bukan saja pembentukan hukum sebagai hubungan antar negara

melainkan pula pengaruh dari tradisi hukum antar masyarakat 88. Demikian juga

pendapat dari sudut pandang ahli pemerintahan Frederick Schauer yang memberi

pengertian “Legal transplantation is process by whichlaws and legals institutions

developed in one country are then adopted byanother”89 (terjemahan bebasnya adalah

transplantasi hukum adalah proses hukum dan lembaga hukum yang dikembangkan

di satu negara kemudian diadopsi oleh negara lain). Hal ini diperjelas bahwa

transplantasi hukum tidak saja merupakan proses adopsi hukum sebagai aturan

tertulis saja, melainkan pula adopsi terhadap kelembagaan hukum yang menyertainya.

Pergaulan dalam dunia yang semakin intesif telah mengakibatkan masuknya

atau berbagai macam institusi dan/atau pranata hukum dari negara yang satu negara

ke negara yang lain masuknya pranata hukum tersebut, dari satu negara ke negara

yang lain melalui tranplantasi hukum. Salah satu transplantasi hukum yang telah

terjadi adalah masuknya trusts yang bernuansa atau bersumber dari negara-negara

88
Budiyoni, Tri, 2009, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan Studi
Transplantasi Doktrin Yang Dikembangkan dari Tradisi Common Law pada UU PT, Griya Media,
Salatiga, hal 9
89
Frederick Schauer, “The Politics and Incentives of Legal Transplantations” (Working
Paper: Center for international development at Harvard University. 2000).

Universitas Sumatera Utara


47

dengan tradisi hukum Common Law ke negara-negara yang bertradisi hukum Civil

Law. Transplantasi trusts tersebut sebagian terjadi di negara-negara yang berada

dalam mixedjurisdiction90 seperti Louisiana, Quebec, South Africa dan Scotland

sedang yang lainnya terjadi karena masuknya pranata-pranata ekonomi, khususnya

pranata finansial yang mengglobal, yang mau tidak mau juga membawa akibat

masuknya yang pranata hukum yang menyertai pranata ekonomi dan finansial

tersebut.

Transplantasi trusts yang berakar dari tradisi hukum Common Law ke dalam

negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law pada umumnya terjadi karena dua

alasan pokok berikut:91

a. Negara-negara tersebut merupakan negara-negara dengan mixed jurisdiction,

yaitu negara-negara yang secara historis, teritorial dan kultural berbaur antara

tradisi hukum Civil Law dengan tradisi hukum Common Law, seperti terjadi di

Provinsi Quebec (Civil Law), di Canada (Common Law), Negara Bagian

Louisiana (Civil Law), di Amerika Serikat (Common Law), ceylon (Civil Law)

diantara negara persemakmuran (Common Law) dan Afrika Selatan yang pernah

dijajah oleh Belanda (Civil Law) dan Inggris (Common Law) pada kurun yang

berbeda.

b. Negara-negara berkembang yang tengah memacu perkembangan perekonomian

dunia usaha yang memasukkan (transplantasi) berbagai institusi finansial ke

90
William Tetley, Q.C., Mixed jurisdiction: “Common Law vs Civil Law (Codified and
Uncodified) (2000) hal 680.
91
Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan Undang-
Undnag Pasar Modal Indonesia, PT Raja Gafindo Persada, Jakarta, 2008 hal. 273.

Universitas Sumatera Utara


48

dalam negara-negara berkembang tersebut, khususnya pasar uang dan pasar

modal. Negara-negara tersebut antara lain jepang (Civil Law), Korea Selatan

(Civil Law), Taiwan (Civil Law),dan Cina (Civil Law) yang membuat undang-

undang khusus tentang trusts guna mengakomodasi masuknya berbagai instrumen

pasar modal seperti Mutual Fund dan asset securitization di negara mereka

masing-masing.

Selanjutnya sebagai suatu bentuk transplantasi, trusts yang ditransplantasikan

pada negara-negara yang bertradisi hukum Civil Law tersebut juga menunjukkan

terjadinya perubahan dan perbedaan dengan sumber asalnya. Trusts yang

ditransplantasikan pada negara-negara yang bertradisi hukum Civil Law tidak

mengubah konsepsi hukum yang sudah dibakukan, norma-norma dan kaidah-kaidah

hukum dalam kitab undang-undang (code) sama sekali tidak disimpangi. Bentuk-

bentuk transplantasi trusts ke dalam negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law

tetap tidak mengakui adanya dualisme pemilikan yaitu dalam bentuk legal owner dan

equity owner sebagaimana diakui dan dikenal dalam tradisi hukum Common Law.

Bentuk-bentuk trusts dan pranata-pranata serupa trusts dalam negara-negara

dengan tradisi hukum Civil Law bersama-sama dengan trusts yang ditransplantasikan,

dalam perkembangannya dipergunakan tidak saja oleh Negara-negara dengan tradisi

hukum Civil Law, melainkan juga negara-negara dengan tradisi hukum Common

Law, dalam rangka mengisi kebutuhan hukum akan pranata-pranata trusts dalam

kehidupan perekonomian atau bisnis mereka.

Universitas Sumatera Utara


49

2. Lembaga Trust dalam Pasar Modal di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.15

tahun 1952 mengenai bursa efek. Pembukaan kembali bursa efek terutama ditujukan

untuk menangani transaksi RI 3% pada tahun 1950. Sementara itu, pemerintah orde

baru dibawah presiden Soeharto segera melaksanakan sistem ekonomi terbuka.

Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dikeluarkan tahun 1967,

Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) pada tahun 1968.

Spuluh tahun kemudian perekonomian Indonesia mengalami keberhasilan dan pada

tanggal 10 Agustus 1977 kegiatan bursa efek diaktifkan kembali serta diorganisasi

dengan baik dengan terbentuknya Bursa Efek Jakarta (BEJ).92

Pengaktifan kembali pasar modal di Indonesia pada tahun 1977 didasarkan

pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia nomor 52/1976 dan dilanjuti

dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan. Undang-Undang Pasar Modal no. 8

tahun 1995 serta Peraturaan Pemerintah No. 45 dan 46 keluar setelah pasar modal

berjalan selama 18 tahun. 93 Maka sejak semua peraturan yang berhubungan dengan

pasar modal itulah pranata trust mulai masuk ke dalam pasar modal Indonesia. Ini

merupakan bentuk transplantasi trust di Indonesia dengan motif memacu

perkembangan perekonomian dalam negeri.

Bentuk-bentuk Trust dalam Pasar Modal di Indonesia:

a. Kustodian Trust

92
Mohamad Samsul, Pasar Modal & Manejemen Portofolio. Erlangga, Jakarta,
2006. hal 27
93
ibid. hal 28

Universitas Sumatera Utara


50

Kustodian merupakan salah satu pihak yang dapat menjadi trustee, yang

merupakan pemilik yang tercatat dari suatu kumpulan investasi kolektif yang dikelola

oleh manager. Sebagai trustee dalam Mutual Fund, kustodian memiliki kewajiban

fidusia yang sehubungan dengan penyimpanan harta kekayaan yang berwujud efek-

efek pasar modal dan pasar uang. Kustodian ini selanjutnya bertindak sebagai satu-

satunya pemilik dari efek-efek tersebut, sedangkan pengelolaan investasi dalam

bentuk efek-efek yang disimpan dan tercatat ata snama kustodian dilakukan oleh

trustee yang lain, yaitu manajer.

Dalam hal demikian, dapat dikatakan juga bahwa kustodian tidak lebih dari

sekedar nominee, yang mencatatkan kepemilikan atas suatu harta kekayaan tertentu

atas namanya. 94 Di luar konteks Mutual Fund, fungsi kustodian sangatlah diperlukan

dalam transaksi perdagangan efek yang tidak berbasis pada warkat atau penyerahan

bukti pemilikan, melainkan pada pemindahbukuan rekening melalui sistem kliring.

Dalam konteks tersebut, kustodian adalah registered titleholder, dan nasabah dari

kustodian tersebut adalah beneficial owner. 95

Kustodian dalam pasar modal Indonesia memiliki tanggung jawab untuk

menyimpan efek milik pemegang rekening dan kewajiban lain sesuai dengan kontrak

antara kustodian dan pemegang rekening. Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan

dicatatkan secara tersendiri, hal ini dikarenakan efek custodian bukan merupakan

bagian dari harta kustodian tersebut.96

94
Alastair Hudson, Equity and Trust (London: Cavendish Publishing, 2002) hal 3.
95
Madeline Times, Global Custody – an Overview,Volume 1, hal 2.
96
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 44.

Universitas Sumatera Utara


51

Kustodian hanya mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening

efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang

untuk bertindak atas namanya.97 Selain itu kustodian juga wajib memberikan ganti

rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat

kesalahannya98

b. Unit trust

Unit trust dibentuk atau didirikan melalui declaration of trust, berdasarkan

akta trust atau perjanjian trust yang dibuat antara trustee dengan manajer atau antara

kustodian dan management company. Isi akta pembentukan unit trust secara prinsipil

berisikan kewajiban trustee untuk menyimpan efek-efek yangdibeli oleh manajer

untuk kepentingan manajer itu sendiri pada mulanya. Kepentingan sebagai penikmat

dari efek-efek yang diserahkan ke dalam pemilikan trustee tersebut (yang mulanya

berada di tangan manajer) akan dibagi-bagi kedalam unit penyertaan yang lebih kecil

atau bukti-bukti penyertaan lainya untuk kemudian ditawarkan dan dijual kepada

umum.

Investor atau masyarakat yang membeli setiap unit penyertaan atau bagian

penyertaan lainya demi hukum akan menjadi beneficiary dari efek-efek yang

diserahkan dalam trust kepada trustee. Seluruh investor yang membeli, yang

selanjutnya menjadi pemilik unit penyertaan adalah pemilik bersama yang terikat,

yang tidak terpisahkan dari harta bersama ‘milik’ persekutuan perdata khusu atau

perseroan terbatas tersebut.

97
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 45.
98
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 46.

Universitas Sumatera Utara


52

Dalam unit trust seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap investor

memperoleh unit-unit penyertaan yang besarnya sebanding dengan bagian penyertaan

mereka dalam pool investasi secara keseluruhan. Seluruh nilai investasi tersebut

dimiliki dalam trust, namun terdaftar atau tercatat atas nama trustee untuk

kepentingan para investor sebagai beneficiary. Keputusan mengenai investasi atas

harta kekayaan yang berada dalam trust diserahkan kepada manajer investasi

independen yang juga memiliki kewajiban fidusia (fidusia duty) terhadap investor

sebagai beneficiary.

Manajer yang merupakan investment adviser atau management company99

atau manajer investasi di Indonesia inilah yang membeli efek yang menjadi dasar

penerbitan unit trust ini. Seluruh penerimaan yang diterima oleh manajer yang terkait

dengan efek yang dibeli olehnya tersebut dipergunakan untuk membayar biaya-biaya

yang terkait dengan kepemilikan efek tersebut, termasuk pembayaran gaji-gaji

karyawannya yang melaksanakan kegiatan investasi dalam efek tersebut. Sisa hasil

investasi setelah dikurangi biaya-biaya, yang merupakan sebagian besar nilai hasil

investasi efek tersebut kemudian didistribusikan secara prorata kepada seluruh

pemegang unit penyertaan atau bagian penyertaan dalam jumlah yang seimbang

dengan bagian penyertaan mereka terhadap seluruh investasi yang ada dalam pool

investasi yang dikelola oleh manajer tersebut.

c. Invesment trust

Pada prinsipnya suatu investment trust tidak jauh berbeda dengan suatu unit

trust. Jika pada unit trust dimungkinkan berbentuk persekutuan perdata, disamping

99
Investment Company Institute, A Guide to Understanding Mutual Fund, hal 16.

Universitas Sumatera Utara


53

bentuk suatu perseroan terbatas (Mutual Fund corporation) suatu investment trust

melibatkan eksistensi suatu perseroan terbatas berbadan hukumyang melakukan

pengelolaan portofolio efek, yang menerbitkan saham-saham sebagai bukti

kepemilikan dari bagian portofolio efek-efek tersebut. Hanya saja berbeda dengan

Mutual Fund corporation dengan mana unit-unit penyertaan yang dikeluarkan

bersifat redeemable, dalam investment trust company, saham-saham yang dikeluarkan

tidaklah redeemable.100

Dengan demikian, investment trust company merupakan suatu perseroan

terbatas yang menawarkan sahamnya di bursa efek. Hal ini menunjukan bahwa pada

prinsipnya suatu investment trust company tidak berbeda dengan perusahaan publik

lainya yang terdaftar di bursa efek. Hal yang membedakan investment trust company

dari perusahaan publik lainnya adalah kriteria yang ditetapkan untuk perusahaan.

Seperti yang telah disebutkan di muka, salah satu perbedaan utama investment trust

company ini dengan perseroan terbatas publik lainnya bahwa dalam hal ini,

pengelolaan harta kekayaan trust investment company disearahkan kepada manager

berdasarkan perjanjian. Bahkan harta kekayaan ini pundiserahkan kepada kustodian

untuk disimpan dan dipelihara dalam pemilikan kolektif.

d. Trust Indenture

Trust Indenture adalah a document containing the terms and conditions

governing a trustee’s conduct and the trust beneficiaries.101 Rumusan tersebut secara

tegas menunjuk pada suatu dokumen yang mengatur mengenai hak dan kewajiban

100
Section five paragraph 1 and 2 Invesment Company Act of 1940 as Amended
101
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, (St. Paul: West 2004), hal 773

Universitas Sumatera Utara


54

yang harus dipenuhi oleh seorang trustee terhadap beneficiary. Trust Indenture secara

historis berkembang di Amerika Serikat dan sampai kini dipergunakan sebagai salah

satu instrumen pokok untuk mengeluarkan surat utang (debentures) atau obligasi

(bonds).

Trust Indenture di Negara Indonesia dikenal dengan sebutan

Perwaliamanatan. Wali Amanat didefinisikan sebagai “Pihak yang mewakili

kepentingan pemegang efek yang bersifat utang”. 102 Dalam gambaran yang lebih

rinci, Wali Amanat merupakan institusi yang mendapatkan kewenangan fidusia dari

emiten untuk memonitor pelaksanaan dan menegakkan klausula-klausula yang ada

dalam perjanjian perwali-amanatan. Salah satu tugas pokok Wali Amanat tersebut

adalah mengesahkan perjanjian per wali-amanatan. Tugas pokok Wali Amanat adalah

memastikan pembayaran bunga dan pokok pinjaman dilakukan oleh emiten sesuai

dengan jadwal dan tata cara yang telah ditetapkan dan melindungi kepentingan

pemegang obligasi dalam kasus emiten melakukancedera janji. 103

Keberadaan trust di Indonesia masuk melalui transplantasi hukum dengan

motivasi memasukkan berbagai institusi finansial ke dalam negeri, khususnya pasar

uang dan pasar modal. Hal ini terlihat dalam UU Pasar Modal Indonesia di dalam

pasal-pasalnya telah memuat keberadaan yuridis lembaga-lembaga trust seperti

kustodian, manajer investasi, penasihat investasi, dan perwaliamanatan.

Lembaga trust di Indonesia masuk melalui penanaman modal tidak langsung

yang telah memiliki pengaturan hukum secara jelas yakni UU Pasar Modal, namun

102
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasal 1 angka 30.
103
http://id.beritasatu.com/home/trustee-sang-wali-amanat/51027, diakses pada tanggal 08
Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara


55

dalam konteks penanaman modal langsung (Foreign Direct Investment) lembaga

trust yang telah dilarang adalah trust dalam bentuk perjanjian Nominee atas

kepemilikan saham (Nominee Share Agreement).

C. Perjanjian Nominee dalam kepemilikan saham (Nominee Share Agreement)

1. Nominee Share Agreement dan sistem kepemilikan Common Law System

Sistem hukum Common law hidup dan berkembang melalui pengajaran turun

temurun secara lisan dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Common Law

System diterapkan dan mulai berkembang sejak abad XVI di negara Inggris. Di

dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus,

sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di

Kanada, Amerika, dan negara-negara bekas koloni Inggris.

Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku, sumber hukum tertinggi

hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan/telah menjadi

keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang

kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut Common Law System.

Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk perjanjian yang menganut

system commom law. Perjanjian nominee sedemikian hebatnya di negara-negara yang

menganut sistem hukum Common Law yang kiblatnya adalah negara Kerajaan

“monarchy” Inggris dan terutama Amerika Serikat. Hal ini tentu berbeda dengan

Indonesia dengan warisan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental dari Belanda,

sebagaimana pendapat Erman Rajagukguk : “yang digolongkan sebagai negara

dengan sistem hukum “Civil Law” yang tidak menganut “Stare Decisis Doctrine”

Universitas Sumatera Utara


56

seperti “Common Law”, yaitu hakim yang belakangan wajib mengikuti putusan

putusan hakim terdahulu dalam perkara yang faktanya sama.” 104

Sebagai bahan perbandingan dalam pembahasan lebih lanjut diambil salah

satu contoh negara yang menjadi acuan secara Internasional yaitu negara Inggris yang

menganut sistem Common Law. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama

dan kawan – kawan yang menyatakan:

“Salah satu bentuk organisasi usaha dalam wilayah United Kingdom dikenal
dengan registered Companies (perseroan yang terdaftar), dimana perseroan
yang terdaftar ini didirikan oleh dua atau lebih banyak orang. Sebagaimana
diatur dalam Companies Act tahun 1948, perseroan yang telah terdaftar ini
memperoleh status badan hukum yang terpisah daripada pribadi orang-orang
yang telah menjadi anggota daripada perseroan ini. Seperti halnya dengan
perseroan terbatas menurut hukum Indonesia, maka pada umumnya para
pemegang saham yang dianggap sebagai anggota daripada perseroan yang
terdaftar ini mempunyai tanggung jawab secara terbatas (limited liability)
untuk hutang-hutang dari pada perseroan terhadap pihak ketiga. Karena
statusnya sebagai badan hukum maka perseroan ini berjalan terus sampai ia
dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasarnya. Berdirinya
perseroan ini tidak terpengaruh oleh perubahan dalam keanggotaan. Demikian
pula milik daripada perseroan ini terlepas daripada anggotaanggota pribadi
yang merupakan pemegang saham perseroan ini. Pengurusan (management)
dipisahkan daripada keanggotaan (pemegang saham). Para anggota dalam
kualitasnya sebagai pemegang saham tidak berhak untuk mengikat perseroan.
Mereka ini seolah-olah mempunyai status yang terlepas dari pada perseroan
yang terdaftar itu.”105

Ketentuan-ketentuan dalam Companies Act berlaku untuk, baik Public

Companies maupun Private Companies setelah didirikan. Suatu Private Company

sekurang – kurangnya mempunyai 2 (dua) pemegang saham dan 1 (satu) orang

Direktur. Sedangkan suatu Public Company harus mempunyai sekurang-kurangnya 7

104
Erman Rajagukguk, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang
Saham, Komisaris dan Direksi”, 2007, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No.
3, hal. 14
105
Sudargo Gautama, Komala Lumanau, dan Liz Asnahwati, Ikhtisar Hukum Perseroan
Berbagai Negara yang Penting bagi Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 53-55.

Universitas Sumatera Utara


57

(tujuh) pemegang saham dan 2 (dua) Direktur.106 Shareholding: The nominee

shareholding relationship would usually be confirmed by appropriate declarations or

pre-configured share transfer documents from the nominee toward the actual

clients.107 (pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:

pemegang saham: hubungan pemegang saham yang telah ditunjuk biasanya

ditentukan dengan suatu pernyataan ataupun rancangan awal dokumen-dokumen

pemindahan saham dari yang ditunjuk kepada klien-klien).

Dari paparan tersebut di atas, kemudian dapat ditarik suatu pemahaman

perihal bagaimana sebenarnya keberadaan nominee saham pada negara dengan sistem

hukum Common Law. Bahwa untuk memenuhi pemegang saham yang mensyaratkan

pemegang saham lebih dari 1 (satu) tersebut dapat menggunakan pemegang saham

nominee dengan menggunakan perjanjian atau pernyataan nominee atau dokumen-

dokumen yang dibuat pada awal pembentukan suatu perusahaan yang isinya

pemindahan saham dari nominee kepada beneficiary.

2. Maksud dan tujuan penggunaan Nominee

Penggunaan konsep nominee tidak hanya dalam kepemilikan saham (nominee

shareholder) oleh pihak asing tetapi juga kepemilikan tanah oleh Warga Negara

Asing dengan status hak milik di Indonesia, serta penunjukan seseorang untuk

menjabat sebagai direktur dari perusahaan (nominee director).

Latar belakang dari penggunaan konsep nominee dalam kepemilikan saham

oleh pihak asing adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan-pembatasan yeng

106
Ibid, hal. 57-58.
107
Fidelity Corporate Services, Shareholder, https://www.seychellesoffshore.com/offshore-
company-management.php, tanggal 10 Mei 2017

Universitas Sumatera Utara


58

ditetapkan oleh Pemerintah. Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia sebagai

nominee tentunya memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk mendapatkan

keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang

tertutup bagi investasi di Indonesia. Dengan tujuan untuk kepentingan komersial

tersebut, pihak asing memiliki keinginan untuk tidak diketahui oleh khalayak umum

ataupun pemerintah Indonesia sebagai pihak yang sebenarnya memiliki saham.

Dengan menggunakan konsep nominee, maka nama dan identitas dari pemilik saham

yang sebenarnya akan dapat dirahasiakan dari khalayak umum dan pemerintah

Indonesia karena nama dan identitas yang tercatat sebagai pemilik dari saham

tersebut adalah nama dan identitas dari pihak nominee yang ditunjuk.

Di dalam Pasal 13 ayat (2) UUPM telah ditentukan daftar bidang usaha

tertutup bagi investasi, baik investasi domestik maupun investasi asing yang meliputi:

a. produksi senjata;

b. mesiu;

c. alat peledak;

d. peralatan perang; dan

e. bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan undang-undang

(Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal).108

Penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan

kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing mempunyai tujuan yang hampir sama,

108
Salim HS. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara


59

yaitu untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah

Indonesia. Secara garis besar dapat dilihat bahwa tujuan dari penggunaan nominee

dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga

Negara Asing adalah agar nama dan identitas dari pihak beneficiary tidak diketahui

oleh khalayak umum dan pemerintah. Penggunaan nominee dalam pengelolaan

perusahaan oleh Direktur Nominee hampir memiliki tujuan yang sama juga dengan

kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara

Asing, yaitu agar nama dan identitas diri dari pihak yang sesungguhnya

mengendalikan perusahaan tidak diketahui oleh khalayak umum. Hal ini dapat

disebabkan karena adanya antipati ataupun respon negatif dari masyarakat terhadap

figur pihak tertentu, sehingga untuk menghindari hal tersebut diperlukan penggunaan

nominee dalam direksi perusahaan. Pihak yang mendapai respon negatif akan

menunjuk seseorang untuk menjadi Direktur Nominee perusahaan. Direktur Nominee

seolah-olah melakukan tindakan pengelolaan perusahaan, namun sebenarnya setiap

tindakan yang dilakukan ataupun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Nominee

atas perusahaan harus berdasarkan perintah beneficiary. Pihak yang pada umumnya

menjadi beneficiary adalah para pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang

bersangkutan . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep

nominee baik dalam kepemilikan saham oleh pihak asing, kepemilikan tanah oleh

Warga Negara Asing dan kepengurusan perusahaan oleh Direktur Nominee memiliki

tujuan yang sama, yaitu untuk menjaga kerahasiaan nama dan identitas asli dari pihak

yang memiliki benda tersebut (saham, tanah atau wewenang pengelolaan perusahaan)

dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia, sehingga pihak yang diakui dan

Universitas Sumatera Utara


60

memiliki kedudukan secara hukum adalah pihak nominee. Tujuan lain yang tentunya

ingin dicapai dalam penggunaan nominee adalah untuk menghindari pembatasan-

pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana dinyatakan

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Bentuk-bentuk perjanjian nominee

a. Nominee Langsung (Direct Nominee)

Pembentukan nominee secara langsung dibentuk dengan cara membuat dan

menandatangani nominee Agreement antara beneficiary dan nominee dalam satu

perjanjian. Di dalam perjanjian tersebut diatur secara tegas dan jelas mengenai

pemberian kepercayaan dan kewenangan dari beneficiary kepada nominee untuk

melakukan kegiatan atau bisnis tertentu atas perintah dan kepentingan beneficiary.

Dalam kepemilikan saham oleh pihak asing yang menggunakan konsep

nominee, pada umumnya nama dan identitas dari pihak yang tercatat sebagai pemilik

sah dalam daftar pemegang saham perusahaan hanya nama dan identitas diri dari

pihak nominee. Nama dan identitas diri dari pihak beneficiary tidak muncul dalam

bentuk apapun juga dalam daftar pemegang saham perusahaan. Dengan

digunakannya nama serta identitas dari nominee sebagai pihak yang tercatat secara

hukum, maka pihak beneficiary memberikan kompensasi dalam bentuk nominee fee.

Jumlah dari nominee fee tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara nominee

dan beneficiary. Setelah tercapainya kesepakatan bersama, maka jumlah dan tata cara

pembayaran dari nominee fee akan dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis

yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary sebagai suatu bentuk persetujuan.

Universitas Sumatera Utara


61

Adapun karakteristik atau ciri-ciri penggunaan konsep nominee saham antara

lain:

a. terdapatnya 2 jenis kepemilikan yaitu kepemilikan secara hukum (juridische

eigendom) dan secara manfaat (economische eigendom);

b. nama dan identitas nominee akan didaftarkan sebagai pemilik dari saham di

Daftar Pemegang Saham perusahaan dalam kepemilikan saham oleh nominee;

c. pihak nominee menerima fee dalam jumlah tertentu sebagai kompensasi

penggunaan nama dan identitas dirinya untuk kepentingan beneficiary.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa struktur yang digunakan dalam konsep

nominee adalah terdapatnya perjanjian yang dibuat oleh dan antara nominee dengan

beneficiary, yang dikenal dengan nama nominee Agreement. Nominee dan beneficiary

akan menentukan hal-hal apa saja yang akan dituangkan dalam nominee Agreement

tersebut. Dalam perjanjian tersebut selain mengatur mengenai jumlah dan tata cara

pembayaran nominee fee, juga akan mengatur mengenai ketentuanketentuan yang

mewajibkan dan/atau melarang nominee untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan

dengan penggunaan konsep nominee.

b. Nominee Tidak Langsung (Undirect Nominee)

Nominee ini tidak dibentuk dari nominee Agreement yang secara tegas dan

jelas memberikan kepercayaan dan kewenangan dari beneficiary kepada nominee.

Nominee tidak langsung tidak dibuat hanya terdiri dari satu perjanjian saja, melainkan

terdiri dari beberapa perjanjian yang apabila dihubungkan satu sama lain akan

menghasilkan nominee saham. Beneficiary dapat mengendalikan nominee untuk

Universitas Sumatera Utara


62

melakukan tindakan atau kegiatan bisnis tertentu atas perintah dan kepentingan

beneficiary.

Adapun akta-akta yang dibuat baik secara notaril maupun di bawah tangan

adalah sebagai berikut:

a. Akta Perjanjian Kredit (Loan Agreement);

b. Perjanjian Gadai Saham (Pledge of Share Agreement);

c. Perjanjian Penggantian Kerugian (Indemnity Agreement);

d. Surat Kuasa Untuk Bersuara (Power of Attorney to Vote);

e. Perjanjian Jual Beli Saham dan Kuasa Menjual (Sale And Purchase of and

Attorney to Sell Shares).

Apabila dilihat dari akta-akta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

nominee sebagai pemegang saham sebenarnya di dalam hukum tidak mempunyai

kewenangan dalam melaksanakan hak-hak yang melekat atas saham-saham yang

dipegangnya dalam perseroan terbatas karena telah diserahkan kepada beneficiary.

Namun pada kenyataannya secara yuridis formal pemegang saham nominee yang

bewenang melaksanakan hak-hak atas saham yang dipegangnya.

Pembentukan nominee Agreement baik yang melalui pembentukan nominee

langsung maupun nominee tidak langsung mempunyai tujuan atau prestasi yang sama

untuk menghasilkan nominee saham di Indonesia109. Tujuan atau prestasi yang ingin

dicapai adalah:

109
Lucky Suryo Wicaksono, Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham
Perseroan Terbatas, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 42 – 57
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Universitas Sumatera Utara


63

a. beneficiary sebagai pengendali dari saham dan nominee adalah sebagai

pemilik terdaftar.

b. sumber dana yang digunakan berasal dari beneficiary namun dibuat seolah-

olah merupakan pinjaman beneficiary kepada nominee;

c. hak atas saham yang dimiliki oleh nominee menjadi hilang, sehingga

beneficiary yang mempunyai hak untuk menjual, mentransfer, mengalihkan

saham tersebut;

d. beneficiary menerima manfaat dari saham tersebut berupa deviden maupun

keuntungan lainnya.

D. Larangan Nominee Share Agreement dalam penanaman modal di Indonesia

1. Konsep kepemilikan saham di Indonesia

Dalam ketentuan Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: ”setiap saham

memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi” 110, artinya konsep

kepemilikan saham di Indonesia yang terdapat dalam UUPT merupakan saham

kepemilikan mutlak (dominium plenum). Pasal tersebut sebenarnya secara tidak

langsung merupakan pelarangan tentang penggunaan nominee dimana UUPT yang

hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas

dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti

menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee

Dalam ketentuan Undang-undang Pasar Modal, kepemilikan saham secara

nominee diakui melalui bentuk penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana

lembaga kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam

110
Lihat pasal 52 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara


64

perseroan terbatas tersebut. Dengan demikian berarti, selama dan sepanjang diakui

oleh undang-undang yang khusus (lex specialis) dan diatur dengan jelas dan tegas

pengaturannya dalam perjanjian penunjukan nominee shareholders, maka keberadaan

nominee shareholders tidak melanggar hukum. Namun demikian, seperti diketahui

bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang mengesampingkan atau

memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak

(dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam daftar pemegang

saham perseroan terbatas, selain Undang-undang Pasar Modal dalam bentuk

penitipan kolektif, maka jelaslah keberadaan nominee share Agreement, dapat

dikatakan belum diakui keberadaannya di Indonesia. Undang-undang PT hanya

mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan

tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium

plenum).111

2. Filosofi penanaman modal di Indonesia

Dalam sebuah teori ekonomi yang diungkapkan oleh Evsey Domar dan Roy

Harrod, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. 112

Jika tabungan dan investasi rendah pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara

tersebut juga akan rendah.113 Dengan demikian, berhasil atau tidaknya suatu

pembangunan sangat bergantung kepada investasi.

Pembangunan nasional di Indonesia harus dilaksanakan dengan prinsip

kemandirian. Prinsip kemandirian dalam pembangunan nasional tersebut dapat dilihat

111
Lihat Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
112
Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 6
113
Ibid

Universitas Sumatera Utara


65

pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan

dan kesatuan ekonomi nasional”. Makna dari kemandirian dalam pembangunan

nasional yang dijalankan dewasa ini adalah bahwa meskipun penggunaan dana yang

dimiliki oleh pemerintah lebih diutamakan, pembangunan nasional tersebut tidak

terlepas dari bantuan dan kerjasama pihak luar, sepanjang dana dari pihak luar

tersebut berfungsi sebagai pelengkap.114

Modal untuk membiayai pembangunan nasional dapat bersumber baik dari

sektor pemerintah maupun dari sektor swasta. Karena modal yang diperlukan untuk

membiayai kebutuhan pembangunan nasional cukup besar, sedangkan di pihak lain

modal yang dimiliki pemerintah relatif terbatas, kegiatan pembangunan tidak

mungkin seluruhnya dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Sebagaimana diatur

Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyiratkan secara tidak langsung bahwa sektor swasta

menjadi salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Besarnya kebutuhan mengakibatkan pemerintah harus membuka kesempatan

bagi para pemilik modal, baik pemilik modal dalam negeri maupun pemilik modal

asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Setiap penanaman modal akan

memberikan konstribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara,

karena penanaman modal akan mendorong berkembangnya aktivitas perekonomian

secara keseluruhan. Di samping adanya kebutuhan perekonomian pembangunan,

keberadaan penanaman modal baik domestik maupun asing juga memberikan

114
Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : UI-Press, 1986), hal 5.

Universitas Sumatera Utara


66

sejumlah manfaat bagi pemerintah yakni dapat menyerap tenaga kerja di negara

penerima modal, dapat menciptakan tuntutan bagi produk dalam negeri sebagai bahan

baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat

menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of

technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). 115

Salah satu fungsi diundangnya investor, khususnya investor asing untuk

masuk ke Indonesia adalah memanfaatkan modal, teknologi, skill atau kemampuan

yang dimiliki oleh investor guna mengelola potensi-potensi ekonomi “economic

resources” yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara garis besar, penanaman

modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci

menjadi 5 (lima) yakni :

a. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang

berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan

ekonomi;

b. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan

struktur produksi dan perdagangan;

c. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun

transformasi struktural;

d. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan

struktural benar - benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya

lebih produktif;

115
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi dengan Undang - Undang No.
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), Hal 24

Universitas Sumatera Utara


67

e. Bagi negara - negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai

membangun industri - industri berat dan industri strategis, adanya modal asing

akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik - pabrik baja, alat - alat

mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. 116

Secara material, hadirnya investasi menyumbangkan satu faktor produksi

yang penting yaitu faktor modal non-manusia baik berupa uang atau surat-surat

berharga atau peralatan usaha. Khusus bagi investasi asing, modal yang ditanamkan

memberikan sejumlah kelebihan, walaupun ada pula kekurangannya. Di negara-

negara berkembang investasi asing seringkali digalakkan untuk melakukan

pengusahaan sumber daya alam atau membangun usaha pelayanan jasa untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan harapan, usaha yang dilakukan dengan

modal asing juga mampu berkontribusi pada pembangunan nasional misalnya untuk

sumber daya tambang terdapat production sharing atau pun penerimaan berupa pajak

yang akan masuk pada kas negara.

Kehadiran investasi asing (langsung) mempunyai manfaat yang cukup luas

(multipliereffect),117 seperti misalnya rekruitmen tenaga kerja dari negara tempat

ditanamkannya modal, atau bentuk usaha lainnya yang berkembang dari usaha pokok.

Akan tetapi, seringkali investasi asing terutama pada bidang-bidang usaha yang

mengeksploitasi sumber daya alam takterbarukan, menjadikan negara tersebut

kehilangan sejumlah potensi sumberdaya alam. Dalam hal ini Kenichi Ohmae

berpendapat bahwa:

116
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2009),
hal 43.
117
Sentosa Sembiring, Op. Cit, hal. 23

Universitas Sumatera Utara


68

“Jika sumber daya alam adalah sumber utama kekayaan negara, sehingga
perusahaan-perusahaan atau negara asing yang menginginkan akses ke sana
paling banter berupa penerobos yang ditoleransi dan paling buruk adalah
pengeksploitasian yang tidak berperasaan yang harus dijauhkan dengan segala
cara yang ada”.118

Begitu pula dengan proses transfer teknologi yang tidak tepat atau tidak

dilakukan, menjadikan negara yang menjadi tujuan investasi asing tidak mendapatkan

banyak hal dibandingkan para investor asing. Hal-hal di atas seringkali menimbulkan

kebergantungan khususnya bagi dunia ketiga sebagai tujuan investasi kepada para

investor yang sebagian besar berasal dari negara maju.

Secara praktis, investasi asing di suatu negara memiliki sejumlah keuntungan

dan potensi kerugian yang harus diminimalisasikan. Dalam sebuah direct investment,

potensi untuk mengolah bahan mentah yang sebelumnya tidak dimiliki oleh suatu

negara karena kekurangan modal, dapat terwujud melalui suatu industri pengolahan

dengan modal asing. Dari hasil produksi tersebut negara tujuan investasi menerima

sejumlah production sharing dan keuntungan lain, seperti devisa dan pajak.

Penyebaran proyek terutama ke daerah-daerah menjadi suatu keuntungan terutama

dalam meningkatkan pembangunan fisik di daerah, perluasan lapangan pekerjaan dan

berimplikasi pada peningkatan pendapatan masyarakat. Realisasi dan perizinan serta

pajak dari perumaman modal juga memberikan sejumlah keuntungan dalam konteks

peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi berupa produksi barang yang bersifat

masal dan sangat dibutuhkan bagi masyarakat dapat mengurangi kebergantungan

barang melalui impor. Bahkan dengan adanya produksi masal tersebut volume ekspor

118
Ibid., hal 27.

Universitas Sumatera Utara


69

pun dapat meningkat. Selain dampak langsung seperti di atas, terdapat beberapa

dampak tidak langsung dari hadimya suatu investasi.

Terjadinya alih teknologi yang sudah seharusnya menjadi kebijakan investasi

kepada para investor asing juga akan memberikan dampak penguasaan teknologi

untuk membangun usaha serupa secara mandiri. Hal tersebut tidak hanya dalam level

produksi tetapi juga termasuk pola-pola pemasaran yang diterapkan perusahaan dan

pola pengelolaan perusahaan secara umum. Seringkali adanya investasi asing

memancing kreatifitas, baik pekerja dengan etos yang lebih baik atau bahkan pihak

lain seperti pengusaha dalam negeri untuk menjalankan usaha serupa atau bahkan

pengembangannya.

Meskipun kegiatan penanaman modal memberikan sumbangan positif bagi

pembangunan nasional seperti yang dipaparkan di atas, kegiatan tersebut perlu diatur

dan diawasi secara saksama karena motif utama pemilik modal untuk menanamkan

modalnya adalah untuk mencari keuntungan. Motif mencari keuntungan sering

menjadikan investor mengabaikan pemenuhan terhadap ketentuan perundang-

undangan yang berkaitan dengan penanaman modalnya. Perlu diciptakan dan

dipelihara keseimbangan antara motif untuk menyertakan penanaman modal dalam

menyukseskan pembangunan nasional sebagaimana yang dikehendaki oleh

pemerintah, dengan motif untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya

sebagaimana yang dikehendaki oleh para pemilik modal.

Keseimbangan tersebut perlu dijaga setiap saat karena pemerintah tentunya

tidak menghendaki agar penanaman modal yang telah dilakukan oleh investor asing

berlangsung selamanya, keberadaan investor asing hanya diharapkan dapat memicu

Universitas Sumatera Utara


70

pembangunan nasional dari segi sumber daya manusia akibat alih pengetahuan dan

alih teknologi seperti yang telah diuraikan di atas, sehingga modal dalam negeri tetap

dijadikan sebagai prioritas dalam pembangunan. Hal ini mengantisipasi terhadap

prinsip kemandirian pembangunan nasional yang akan hilang jika secara terus-

menerus mengharapkan modal asing.

Keberadaan nominee dalam penanaman modal di Indonesia khususnya bagi

investor asing dapat digunakan sebagai sarana pemilikan modal secara sembunyi-

sembunyi, dengan penggunaan nominee, pemodal asing tetap dapat menanamkan

modalnya dengan motivasi menghindari adanya pembatasan dalam Daftar Negatif

Investasi serta pembatasan jangka waktu penanaman modal asing di Indonesia. Hal

ini menyebabkan modal asing menjadi dominan dalam jangka waktu yang tidak

terbatas.

3. Mengantisipasi penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di

Indonesia

Di Indonesia, pada umumnya konsep nominee digunakan sebagai

sarana penyelundupan hukum oleh orang asing. Dimana dengan

menggunakan konsep nominee maka pihak yang terlarang secara hukum dapat

tetap menikmati hal yang terlarang tersebut dengan mengangkat seorang

nominee.119 Dalam prakteknya, penggunaan nominee sebagai sarana

penyelundupan hukum digunakan untuk kepemilikan tanah dan saham. Dalam

hal tanah disebabkan karena adanya kebijakan yang membatasi kepemilikan atas hak

119
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, (Bandung: PT. Citra
Aditya, 1997), hal. 107-108.

Universitas Sumatera Utara


71

milik tanah sehingga pada akhirnya mendorong pihak asing untuk meminjam nama

orang Indonesia untuk memiliki tanah tersebut. Seperti adanya kebijakan

Vervreemding Verbod, yang melarang pengasingan atas tanah-tanah milik

Indonesia bumi putera kepada golongan asing, baik Eropa maupun Timur Asing, 120

dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dalam hak kepemilikan saham

disebabkan karena adanya kebijakan yang membatasi kepemilikan saham oleh

para penanam modal, pembatasan-pembatasan kepemilikan saham oleh pihak asing

terdapat dalam Daftar Negatif Investasi, hal itu pada akhirnya mendorong penanam

modal asing untuk memiliki saham dengan nama orang lain, terutama orang

Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang membatasi kepemilikan saham tersebut

adalah pada masa lalu berupa ketentuan joint venture yang disertai dengan kewajiban

divestasi saham. Sedangkan pada masa kini adanya kebijakan untuk membuat

perseroan terbatas minimal oleh dua orang dan adanya Daftar Negatif Investasi.

Konstruksi Penyelundupan Hukum Nominee Share Agreement

Terkait dengan penggunaan konsep nominee sebagai sarana penyelundupan

hukum maka perlu dilakukan adanya kontruksi hukum guna memberikan

kesan agar penyeludupan hukum tersebut terkesan sah dan memiliki dasar

hukum. Pada umumnya proses kontruksi hukum untuk penyeludupan huukum

secara nominee ini melibatkan tiga jenis dokumen, yaitu: 121

a. Dokumen inti yang merupakan perjanjian nominee itu sendiri;

120
Ibid,hal.108-109.
121
Ibid, hal. 111

Universitas Sumatera Utara


72

b. Dokumen Pengaman yang merupakan dokumen yang dibuat

untuk memberikan kepastian hukum dan juga perlindungan bagi pihak

beneficiary. Dokumen pengaman untuk penyelundupan hukum atas tanah

dan saham umumnya berbeda. Dimana dokumen pengaman untuk

nominee atas tanah terdiri dari122 Perjanjian Pengakuan Hutang, Akta

Pemberian Hak Tanggungan, Surat Kuasa Mutlak, dan Perjanjian

Pemberian Hak Kepada Pihak Warga Negara Asing. Sedangkan untuk

nominee atas saham adalah 123 Surat Pengakuan Hutang, Perjanjian Gadai

Saham, Surat Kuasa untuk RUPS, dan surat Kuasa untuk menjual saham.

c. Dokumen Tambahan yaitu berupa dokumen lainnya yang dibuat

antara nominee dan beneficiary untuk melengkapi kontruksi hukum

proses nominee tesebut.

Penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di Indonesia bertujuan

untuk menghindari adanya kebijakan untuk membuat perseroan terbatas minimal

oleh dua orang, penyelundupan hukum ini dapat dilakukan oleh WNI maupun

WNA, pada umumnya pihak WNI ingin mendominasi secara penuh terhadap

perseroan, sedangkan penyelundupan hukum oleh WNA bertujuan untuk

menghindari larangan kepemilikan asing yang terdapat dalam Daftar Negatif

Investasi (negative list investment).

Dampak yang timbul akibat adanya penyelundupan hukum atas kepemilikan

saham adalah menimbulkan keadaan dimana perseroan yang secara normatif dimiliki

122
Herlina Latief, “Tanggung Jawab Notaris Terkait Praktek Nominee di Indonesia,” (Tesis
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2010), hal.22-23.
123
Ibid, hlm. 22

Universitas Sumatera Utara


73

seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang

lain, hal ini dapat merugikan pemerintah dalam hal pendataan administrasi perseroan

akibat dari kepemilikan yang fiktif tersebut.

4. Mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership

Penggunaan nominee tidak hanya dimanfaatkan dalam rangka peroleh hak

atas tanah maupun saham, melainkan juga dalam perbuatan-perbuatan hukum lain

yang sifatnya membutuhkan peminjaman nama pihak lain. Sifat perikatan hukum

nominee yang demikian membuka celah penyalahgunaan nominee untuk tujuan-

tujuan ilegal seperti pencucian uang, suap dan korupsi, menyembunyikan aset dari

kreditur, dan aktivitas-aktivitas terlarang lainnya, Dalam konteks pencucian uang

(money laundering), perjanjian nominee digunakan para pelaku kejahatan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya (beneficiary) dari

suatu aset yang berasal dari hasil tindak pidana.

Secara sederhana tindak pidana pencucian uang dapat diartikan sebagai

perbuatan yang dilakukan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta

kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana. Perbuatan ini dilakukan agar harta

kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dinikmati dengan aman tanpa

menimbulkan kecurigaan dari aparat penegak hukum. Salah satu cara yang dilakukan

oleh beneficiary owner adalah dengan menggunakan atau meminjam nama orang lain

sebagai pemilik atas aset tersebut. Secara de jure, aset tersebut dimiliki oleh orang

lain, sementara secara de facto pihak yang menguasai dan menerima manfaat dari aset

tersebut adalah beneficiary owner sebagai pelaku kejahatan pencucian uang.

Universitas Sumatera Utara


74

Pada tahun 2015, Transparency International (TI) telah melakukan penelitian

mengenai kepatuhan Indonesia terhadap transparansi beneficial ownership. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Indonesia baru patuh pada satu prinsip di antara

sepuluh prinsip, yakni prinsip mengenai bearer shares dan Nominee Shareholders

dan directors, yang sudah dilarang dalam hukum Indonesia. 124

Pengaturan mengenai beneficial ownership yang transparan penting karena

sulitnya untuk menyelidiki aliran dana korupsi atau pencucian uang sampai

menemukan orang yang mendapat manfaat terbesar (beneficial owner) dari uang

tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya pengaturan yang

menyebabkan badan hukum dapat dipergunakan sebagai upaya untuk mengaburkan

jejak. 125

124
Humas KPK, 2016, KPK Dorong Transparansi Beneficial Ownership,
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3610-kpk-dorong-transparansi-beneficial-
ownership, diakses tanggal 10 Mei 2017.
125
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


75

BAB III

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN NOMINEE

SAHAM (NOMINEE SHARE AGREEMENT)

A. Tinjauan terhadap asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

1. Pengertian umum kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak

dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan

bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah

kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan

individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu

memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Berlakunya asas

konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia mempertegas adanya asas

kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian,

Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat

dipaksa untuk memberikan sepakatnya.

Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat

perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, kepatutan dan ketertiban umum, serta bebas untuk membuat perjanjian

kepada pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orang-

orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal

ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari

ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang

Universitas Sumatera Utara


76

ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak

cakap. tetapi dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andai katapun seseorang membuat

perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH

Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya

oleh pihak yang tidak cakap. Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian

dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya juga tidak diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata Indonesia maupun ketentuan perundang-undangan lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundang-

undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk

tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki,

yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat

dengan akta di bawah tangan atau akta autentik

Negara-negara yang mempunyai sistem hukum Common Law mengenal

kebebasan berkontrak dengan istilah Freedom of Contract atau laisseiz faire. Yang

dirumuskan oleh Jessel M.R. dalam kasus “Printing and Numerical Registering Co.

Vs. Samson”126; “…… men of full age understanding shall have the utmost liberty of

contracting, and that contracts which are freely and voluntarily entered into shall be

held and onforce by the courts…… you are not lightly to interfere with this freedom

of contract”.

Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat

perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal

126
Jessel dalam Haridjan Rusli, “Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law”, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1993), Hal-39

Universitas Sumatera Utara


77

1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang

dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian

mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan

bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar

ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk mebuat perjanjian

apa saja, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-

peraturan yang termuat dalam KUH Perdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan

sistem terbuka (openbaar system).

Hal tersebut juga dipertegas dalam rumusan angka 4 Pasal 1320 KUHPerdata.

Dengan asas ini para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan

untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan

kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut

bukanlah sesuatu yang terlarang.127

Hal yang dilarang tadi diatur pada Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”

Berdasarkan gambaran umum tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang

dan hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak

127
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2003) hal 46.

Universitas Sumatera Utara


78

yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum saja yang

dilarang128

2. Sejarah Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas utama dalam hukum perdata,

khususnya dalam hukum perjanjian yang dikenal baik dalam civil law system maupun

dalam common law system. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan

common law, berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat yang

menekankan kepada semangat individualism serta pasar bebas 129. Yohanes Sogar

Simamora130 juga mengurai bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan topik

dalam setiap kajian hukum yang berkaitan dengan kontrak. Ini mungkin menjadi

domain terpenting dalam kontrak tetapi dalam perkembangannya mengalami pasang

surut. Tidak seperti asas itikad baik yang menunjukkan fungsi lebih kuat, kebebasan

berkontrak justru mengalami penurunan secara fungsional karena kuatnya intervensi

Negara dalam membatasi individu dalam menciptakan dan mengatur hubungan

kontraktual. Adanya intervensi negara, dalam perkembangan selanjutnya

mengintervensi asas kebebasan berkontrak mungkin disebabkan untuk mencegah

tindakan yang bersifat penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan salah satu

pihak. Kemungkinan juga intervensi negara ini dimaksudkan untuk menghindari

terjadinya kontrak yang isi klausula dianggap bertentangan dengan kepentingan

umum.
128
Ibid
129
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama), (Yogyakarta: FH UII Press, 2013) hal. 100.
130
Yohanes Sogar Simamora, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Indonesia, (Surabaya: Kantor Hukum “Wins & Partners” bekerjasama Laksbang
Justitia, 2013) hal. 30.

Universitas Sumatera Utara


79

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral

dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum

namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para

pihak. 131

Asal mula perkembangan asas kebebasan berkontrak adalah berawal dari abad

18 dan 19 yakni pada masa ajaran Hukum Alam dan filsafat laissez faire begitu

dominan. Oleh karena hakim pada masa itu, sebagai konsekuensi pengaruh teori

hukum alam, menganut paham bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memiliki

(right to own property) dan karenanya berhak untuk melakukan perbuatan hukum

menjual atau membeli atau jenis yang lain menyangkut harta mereka serta membuat

kontrak mereka sendiri. Campur tangan pemerintah ditolak sebaliknya individu harus

diberikan kebebasan, yaitu kebebasan untuk mengejar kebahagiaan dan kebebasan

untuk mengadakan hubungan sesuai yang dikehendaki. Dalam era ini, konsep klasik

kebebasan berkontrak meliputi dua hal yaitu kontrak didasarkan kepada persetujuan

dan kontrak merupakan hasil dari pilihan kebebasan 132. Jadi asas kebebasan

berkontrak pada masa klasik telah didudukan dalam posisi yang sangat sentral dalam

perjanjian yang hendak dibuat oleh para pihak. asas kebebasan berkontrak tersebut,

sangat dipengaruhi oleh paham individualisme yang secara embrional lahir pada masa

peradaban Yunani, yang dilanjutkan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat

pada masa Renaissance (dan semakin ditumbuhkembangkan pada masa Aufklarung

melalui antara lain ajaranajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan

131
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial), (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013) hal. 108.
132
Yohanes Sogar Simamora, Op.cit.,hal. 32.

Universitas Sumatera Utara


80

Rousseau133

Perkembangan asas kebebasan berkontrak tersebut, mencapai puncaknya

setelah periode Revolusi Perancis. Sebagai asas yang bersifat universal yang

bersumber dari paham hukum klasik, maka asas kebebsan berkontrak (freedom of

contract) muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang

mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas134

Menurut Ridwan Khairandy135, kebebasan berkontrak pada masa klasik itu,

memiliki kecenderungan kearah kebebasan tanpa batas (unrestricted freedom of

contract). Pada masa itu, kebebasan berkontrak menjadi paradigma baru dalam

hukum kontrak. keberadaan kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dipisahkan

dari berbagai pengaruh aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang berkembang

pada abad kesembilan belas. Seperti konsep laissez faire atau persaingan bebas yang

digagas Adam Smith yang menekankan prinsip nonintervensi oleh pemerintah

terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham

yang menekankan adanya free choice juga memberikan pengaruh cukup besar bagi

perkembangan asas kebebasan berkontrak. Baik pemikiran Adam Smith maupun

Jeremy Bentham didasarkan kepada filsafat individualisme. Kedua pemikiran

tersebut, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat etika Emanuel Kant. Semua

filsafat yang menekankan pada aspek kebebasan indvidu yang dikembangkan para

filosof Barat dimaksud, jika dilacak lebih jauh, berakar kepada filsafat hukum alam

133
Agus Yudha Hernoko. Loc. Cit.
134
Ibid.
135
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Universitas
Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003) hal. 45.

Universitas Sumatera Utara


81

(natural law) yang sangat berkembang pada abad pencerahan (enlightenment atau

aufklarung)136.

Memasuki awal abad ke19 terjadilah perubahan sosial dan ekonomi di Inggris

yang membawa implikasi pada praktik peradilan yang kemudian berimplikasi pada

terjadinya perubahan paradigma terhadap pemahaman tentang asas kebebasan

berkontrak yang tadinya menganut pemahaman klasik, yaitu kebebasan berkontrak

hanya dapat diterima dalam sebuah situasi yang menempatkan kedudukan para pihak

berada dalam posisi tawar menawar (equality in bargaining power). Selanjutnya,

pada abad ke20, makna asas kebebasan berkontrak mulai mengalami perubahan

dalam pengertian yang tidak seekstrim abad sebelumnya, sebab makna kebebasan

berkontrak abad ke-19 sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia

modern.

Asas kebebasan berkontrak yang berkembang sampai mempengaruhi berbagai

sistem hukum di dunia ini, merupakan asas yang bersifat universal. Seperti juga untuk

Indonesia yang masih mengadopsi hukum perjanjian versi BW peninggalan Kolonial

Belanda, telah mengakui penempatan asas kebebasan berkontrak yang terkristalisasi

dalam Pasal 1320 BW yang menyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah

sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Secara historis pasal ini mencerminkan

kontrak ada waktu itu yang berpijak pada revolusi Perancis 137. Selain pada pasal

tersebut, juga kebebasan berkontrak tersirat dalam Pasal 1338 BW Ayat (1) bahwa

semua kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka

136
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2012), hal. 92.
137
Ridwan Khairandy., Op. cit., hal. 87.

Universitas Sumatera Utara


82

yang membuatnya138.

Revolusi Perancis yang mengusung tiga semboyan liberte’, fraternite’, dan

egalite’ (kemerdekaan, persaudaraan, dan persamaan)139 telah menginspirasi

pembuatan kontrak dengan menitikberatkan individualisme sebagai dasar semua

kekuasaan. Gagasan ini kemudian menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang

juga bebas untuk mengikatkan diri kepada orang lain, kapan dan bagaimana yang

diinginkan kontrak terjadi berdasarkan kehendak yang mempunyai kekuatan

mengikat sebagai undangundang.

Asas kebebasan kontrak memasuki abad ke-20 mengalami perubahan

paradigma sesuai dengan tuntutan dunia modern. Pada abad tersebut, keberatan

terhadap asas kebebasan berkontrak dengan penekanan individualistik yang bertumpu

pada pendekatan subjektif mulai mengemuka. Pada akhirnya, kebebasan berkontrak

dengan pendekatan subjektif tergeser oleh pendekatan objektif sesuai dengan tuntutan

kebutuhan masyarakat modern sejak memasuki awal abad ke-20.

Pendekatan doktrin objektivitas terhadap makna asas kebebasan berkontrak

diperkenalkan oleh Hakim Oliver Wendel Holmes bahwa seluruh doktrin kontrak

adalah formal dan eksternal. Professor Samuel Williston menyatakan bahwa semua

pengadilan umumnya telah meninggalkan pendekatan subjektif terhadap asas

kebebasan berkontrak dan lebih menyukai pendekatan obyektif yang didasarkan

kepada manifestasi eksternal dari kesepakatan bersama. Pendekatan ini berusaha

138
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak (Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat,
Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum Seri Pengayaan Hukum Perikatan, (Bandung: CV Mandar Maju,
2012), hal. 82.
139
Peter Mahmud Marzuki., Op.cit, hal. 75.

Universitas Sumatera Utara


83

mengurangi peranan kehendak di dalam kontrak140.

Hakim Oliver Wendel dan Professor Samuel Williston, menyetujui apabila

kewajiban yang lahir dari hubungan kontraktual harus ditafsirkan sesuai dengan

maksud subjektif para pihak, tetapi harus menurut interpretasi yang reasonable dari

bahasa dan perilaku para pihak. Interpretasi yang reasonable tentu saja bermakna

bahwa para pihak dalam kontrak haruslah mencerminkan kehendak yang tidak

merugikan pihak lain, melanggar normanorma kesusilaan, melanggar kepatutan, dan

bertentangan dengan kepentingan umum. Dengan demikian asas kebebasan

berkontrak pada masa klasik yang menekankan paradigma individualisme sebagai

karakteristik dasar yang mengkooptasi perjanjian telah mengalami perubahan

paradigma ketika masyarakat barat berada pada fase modernisme parah awal abad

ke20 ketika paham absolutisme individualistik mulai ditinggalkan. Sejalan dengan

itu, menurut pendapat Arthur S Hartkamp dan Marianne 141 menguraikan tentang

prinsip kebebasan berkontrak tersebut, sebagai berikut:

The principle of freedom of contract, according to which, as a rule, any body is

free to enter into a contract with somebody of his choice, to agree upon the

contents of the contract, and to submit it to a form and application of a chosen

law. This principle is also a least partly contained in the provision mentioned

before.

Dari uraian tersebut, kendatipun asas kebebasan berkontrak menjadi mainframe

dari perjanjian versi BW, akan tetapi asas kebebasan berkontrak menurut Arthur S

140
Ridwan Khairandy., Op. cit, hal. 116.
141
Arthur S Hartkamp dan Marianne MM Tilemma, Contract Law In the Netherlands, (The
HagueLondonBoston: Kluwer Law International, 1995), hal. 34.

Universitas Sumatera Utara


84

Hartkamp dan Marianne142 tetap berada dalam batasan yang menghormati hak-hak

dan kepentingan orang lain.

B. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Sejak dikumandangkannya azas kebebasan berkontrak dalam sistem hukum

Common Law melalui doktrin Laissez Faire di Inggris dan juga dikembangkan di

Amerika yang menganut kebebasan tanpa batas maka pemerintah menyadari betapa

pentingnya arti perjanjian itu terutama bagi pihak yang lemah posisinya agar terjadi

kesetaraan dan tidak terjadi ketimpangan dalam perjanjian. Pemerintah tidak lagi

melaksanakan filosofi Laissez Faire yang mendasari kebebasan ini dan mereka lebih

banyak mengejar tujuan-tujuan kesejahteraan sosial yang kelihatannya bertentangan

dengan ide ini, yang merupakan penghargaan pasif bagi pihak-pihak swasta dalam

kepentingan publik. Kebebasan berkontrak menimbulkan banyak kesulitan dalam

seluruh sistem hukum modern. Kebeasan berkontrak menganggap tingkat rasionalitas

ekonomi tidak dicapai dalam kehidupan yang nyata dan kebebasan ini tidak berarti

bagi orang-orang yang tidak mampu memanfaatkan keuntungan-keuntungan ekonomi

selama berlangsungnya negosiasi kontrak. 143

Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, kebebasan

berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public policy. Apabila

suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau suatu public policy

maka kontrak tersebut menjadi ilegal. Suatu undang-undang biasanya telah

142
Ibid.,hal. 37.
143
Paul H. Briestzke, Relevansi Hukum Kontrak Amerika di Indonesia, Lokakarya Elips Project
(Economic Law and Improved Procurement System) Materi Perbandingan Hukum Perjanjian,
Surabaya, 1993, hal 25

Universitas Sumatera Utara


85

mencantumkan mengenai ketentuan mana yang boleh dan mana yang dilarang dan

khusus mengenai public policy lebih banyak berhubungan dengan ukuran kepatuhan

menurut penilaian masyarakat. Oleh karena itu public policy tersebut dapat berbeda-

beda menurut waktu dan tempat.

Dalam ketentuan di Indonesia pasal-pasal yang mencantumkan mengenai

batasan-batasan azas kebebasan berkontrak ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasan

1320 BW khususnya syarat keempat, yaitu yang mengatur mengenai suatu sebab

(causa) yang diperbolehkan, di mana pengaturan persyaratan adanya sebab yang halal

ini harus sesuai dengan Pasal-pasal 1335 – 1337 BW. Kausa yang halal merupakan

salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, artinya

perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan

kesusilaan baik.144 Tindakan hukum yang mengandung kausa yang terlarang atau

kausa yang palsu, diatur dalam KUH.Perdata yaitu:

Pasal 1335 KUH.perdata, yang berbunyi: Tindakan hukum yang mengandung kausa

yang terlarang atau kausa yang palsu, diatur dalam KUH.Perdata yaitu: “Suatu

persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

Pasal 1337 KUH.Perdata, yang berbunyi: “Suatu sebab adalah terlarang apabila

dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum.”

Pembatasan kebebasan berkontrak pada ketentuan hukum lainnya terdapat

pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

144
J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 305-355

Universitas Sumatera Utara


86

(UUPK), pembatasan ini ditujukan pada perjanjian yang memuat klausula baku,

kalusula baku lahir karena asas kebebasan berkontrak, pada umumnya digunakan oleh

pelaku usaha dalam menjalankan usahanya untuk meminimalisir potensi kerugian

dengan cara mengalihkan potensi kerugian itu kepada konsumen.

Pada pasal 18 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa Pelaku usaha dalam

menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen

dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang

yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak

yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

Universitas Sumatera Utara


87

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.”

Pada prinsipnya dapat dilihat bahwa maksud dan tujuan pelaku usaha

mencantumkan klausula baku dalam perjanjian ataupun dokumen kepada konsumen

merupakan itikad yang tidak baik karena mengalihkan tanggung jawab kepada

konsumen yang seharunya ditanggung oleh pelaku usaha.

Selanjutnya akibat hukum dari dibuatnya klausula baku pada pasal 18 ayat (3)

UUPK menyatakan dokumen atau perjanjian itu menjadi batal demi hukum.

Pembatasan kebebasan berkontrak pada UUPK dalam lingkup klausula baku adalah

wujud intervensi pemerintah terhadap pembatasan kebebasan berkontrak yang

ditakutkan apabila tidak diatur dalam bentuk aturan hukum akan mengakibatkan

kerugian bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen.

Suatu perjanjian dilarang oleh Undang-Undang, dapat ditinjau dari 3 aspek

yaitu substansi perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang, pelaksanaan perjanjian

yang dilarang oleh Undang-Undang atau motivasi atau maksud dan tujuan dalam

membuat perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang145 Suatu Perjanjian yang

dibuat dengan motivasi untuk menyelundupi Undang-Undang digolongkan sebagai

perjanjian simulasi yaitu suatu perjanjian dimana para pihak menyatakan keadaan

yang berbeda dengan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam perjanjian

simulasi, terdapat dua persetujuan, dimana persetujuan lanjutan (akta lanjutan) dibuat

berbeda dengan persetujuan semula (akta aslinya), dan keadaan yuridis dari perbuatan

145
Herlien Budiono, Op.Cit, hal. 376

Universitas Sumatera Utara


88

hukum yang dimuat dalam akta lanjutan, disembunyikan dari pihak ketiga. Akibat

hukum dari perjanjian simulasi baik absolut maupun relatif diatur dalam pasal 1873

KUH.Perdata yang berbunyi: 146 “Persetujuan-persetujuan lebih lanjut, yang dibuat

dalam suatu akta tersendiri (dimaksudkan disini perjanjian simulasi) yang

bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut

serta dan para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripada mereka, tetapi

tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik.”

Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH.Perdata mengenai pelaksanaan

suatu perjanjian, berbunyi:

“Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Maksud pasal

ini bahwa perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, bagi para pihaknya bukan

hanya terikat oleh kata-kata dalam perjanjian itu, dan oleh kata-kata ketentuan

ketentuan perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh

itikad baik. Itikad baik disebut bona fides, artinya bahwa kedua belah pihak

harus berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut saja antara orang-

orang sopan, tanpa tipu tipu daya, tanpa tipu muslihat, akal akalan, tanpa

menggangu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja tetapi

juga dengan melihat kepentingan pihak lain. 147

146
Ibid, hal. 89
147
P.L Wery, Perkembangan Hukum Tentang Itikad Baik di Nederland: Ceramah pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1990, (Jakarta: Percetakan
Negara RI, 1990),

Universitas Sumatera Utara


89

Ada 2 pemahaman itikad baik yang dimaksud dalam pasal 1338 ayat 3

KUH.Perdata yaitu: 148

a. Tingkah laku para pihak dalam pelaksanaan perjanjian harus diuji atas dasar

norma norma objektif yang tidak tertulis. Pengertian objektif adalah tingkah

lakunya harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik.

Normanorma tidak tertulis dapat dibandingkan dengan norma tidak tertulis

yang dianut Pasal 1365 KUH.Perdata mengenai perbuatan melawan hukum

yaitu kecermatan yang patut dalam pergaulan masyarakat.

b. Tidak menunjuk pada nilai-nilai objektif yang tidak tertulis tetapi kepada

keadaan jiwa dan keadaaan jiwa itu dilindungi oleh undang-undang seperti

“tidak mengetahui adanya cacat” meliputi juga “tidak usah mengetahui.”

Itikad baik memiliki fungsi menambah (aanvullende werking van de geode

trouw) yaitu menambah isinya suatu perjanjian tertentu dan juga dapat

menambah kata-kata ketentuan-ketentuan perundang-undangan sebagai

hukum pelengkap. Itikad baik juga memiliki fungsi membatasi dan

meniadakan yaitu pembatasan perjanjian dalam kasus kasus dalam mana

pelaksanaan menurut katakata betul-betul tidak dapat diterima karena tidak

adil. Fungsi membatasi dari itikad baik merupakan pengecualian dari asas

pacta sunt servanda.

Kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan kepada setiap orang

untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan

untuk menandatangani perjanjian tidaklah memiliki makna yang mutlak, tetapi

148
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


90

terdapat pembatasan melalui undang-undang tidak boleh berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum, serta harus dilaksanakan dengan itikad baik

yang tidak mempunyai arti lain atau maksud-maksud jahat lainnya yang bertentangan

dengan niat baik itu sendiri

C. Kebebasan Berkontrak (Freedom Of Contract) dan larangan Nominee Share

Agreement

1. Nominee Share Agreement lahir dari kebebasan berkontrak (freedom of

contract)

Hukum perjanjian di Indonesia yang menganut sistem terbuka mengakibatkan

lahirnya kebebasan berkontrak dan karenanya dapat dimungkinkan pembuatan suatu

perjanjian yang mengikat para pihak dalam perjanjian tersebut sebagai undang-

undang. Asas kebebasan berkontrak merupakan hal pokok dan penting dalam

penggunaan konsep nominee karena terdapatnya perjanjian nominee yang dibuat oleh

dan antara para pihak. Pihak yang ditunjuk sebagai nominee adalah pihak yang

sesungguhnya akan menikmati kemanfaatan dari benda yang dimiliki oleh nominee

(beneficial owner).

Perjanjian nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum

perjanjian, dan karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam undang-

undang karena belum terdapat pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee.

Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai perjanjian tidak

bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pacta sunt

servanda dan itikad baik para pihak.

Universitas Sumatera Utara


91

2. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam Nominee

Share Agreement

Sebagai suatu perjanjian, perjanjian nominee adalah sah dan mempunyai

kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya ditinjau dari aspek kebebasan

untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan

untuk menandatangani perjanjian. Ketiga aspek tersebut merupakan perwujudan dari

asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata juncto Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Ketentuan yang mendasari kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak

perjanjian nominee dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1), yang

berbunyi "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”149 Sehingga menurut rumusan ketentuan di atas,

setiap orang atau pihak yang membuat perjanjian nominee dengan sah akan mengikat

dan berlaku bagi mereka sebagai undang-undang. Ketentuan tersebut sekaligus

mengandung unsur atau elemen dari kebebasan berkontrak, kekuatan mengikat dan

kepastian hukum.

Kekuatan mengikat perjanjian nominee yang hanya berlaku di antara para

pihak yang membuatnya tercermin dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata di bawah

ini, yaitu:

a. Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata “Perjanjian-perjanjian hanya berlaku

antara pihak-pihak yang membuatnya.”150

149
Vide Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
150
Vide Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


92

b. Pasal 1315 KUHPerdata “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan

diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya

sendiri.”151 Berdasarkan kedua pasal tersebut di atas, dapat ditarik suatu pengertian

bahwa setiap perjanjian yang dibuat dimaksudkan hanya untuk dan mengikat para

pihak yang membuatnya saja.

Pada dasarnya Perbuatan hukum dibatasi akibat hukumnya oleh tiga hal, yaitu

jika dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, atau ketertiban

umum. 152 Serta harus memiliki itikad baik dalam pembuatan perjanjian tersebut,

pembatasan kebebasan berkontrak dalam perjanjian nominee dibatasi oleh undang-

undang yang tegas melarang perjanjian nominee terdapat dalam ketentuan Pasal 33

ayat (1) UU PM ditegaskan bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal

asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang

membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan

saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Dan akibat hukum

adanya perjanjian pinjam nama saham tersebut berdasarkan kententuan pasal 33 ayat

(2) UU PM adalah perjanjian yang dibuat akan batal demi hukum.

Selanjutnya untuk menganalisis unsur itikad baik dalam pembuatan perjanjian

nominee perlu diketahui dahulu maksud dan tujuan penggunaan nominee itu sendiri,

seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dalam bab terdahulu mengenai maksud dan

tujuan penggunaan nominee, maksud dan tujuan penggunaan nominee adalah untuk

151
Vide Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
152
Herlien Budiono, Op. Cit hal. 148.

Universitas Sumatera Utara


93

menghindari pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia

sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menghindari pembatasan-pembatasan hukum di Indonesia dengan cara

membentuk perjanjian nominee pada akhirnya akan menciptakan penyelundupan

hukum sedemikian rupa, sampai pada tindak pidana pencucian uang, secara logika

umum maksud dan tujuan penggunaan nominee telah melanggar unsur itikad baik

dalam pembuatan perjanjian, karena memiliki maksud tersembunyi yang sengaja

melanggar ketentuan hukum di Indonesia.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian nominee

adalah sah dan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya

saja, tetapi tidak memiliki daya paksa dimuka hukum dan hanya menjadi perikatan

alamiah belaka, hal ini dikarenakan perjanjian nominee yang lahir karena kebebasan

berkontrak telah melanggar ketentuan hukum yang yang secara tegas berlaku di

Indonesia serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam penggunaannya.

3. Akibat hukum dari Nominee Share Agreement

Dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1873 menyebutkan bahwa: “Persetujuan

lebih lanjut, yang dibuat dalam suatu akta tersendiri (yang bertentangan dengan akta

asli) hanya memberikan bukti diantara para pihak, para ahli waris atau penerima hak,

tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik.

Perjanjian nominee dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1873 tersirat dalam frasa

“yang dibuat dalam suatu akta tersendiri (yang bertentangan dengan akta asli)” yang

lebih lanjut memiliki akibat hukum “hanya memberikan bukti diantara para pihak,

para ahli waris atau penerima hak, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang

Universitas Sumatera Utara


94

pihak ketiga yang beritikad baik.” pasal ini secara tegas menyatakan perjanjian

nominee tidak dapat dijadikan bukti secara hukum oleh pihak ketiga yang beritikad

baik, oleh karena itu tidak memiliki kekuatan di mata hukum.

Selanjutnya Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa untuk sahnya suatu

perjanjian harus memenuhi 4 syarat diantaranya syarat adanya kausa yang halal,

kausa yang halal lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 1335 dan 1337 KUHPer. Pasal

1335 KUHPerdata, berbunyi: “Suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat

karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuataan.” Pasal

1337 KUHPerdata, berbunyi: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh

undang-undang atau apabila berlawanan dengan atau ketertiban umum”.

Kausa halal yang dimaksudkan dalam Pasal 1335 dan 1337 KUHPer di atas

pada prinsipnya adalah sama yaitu melarang suatu perjanjian dibuat apabila dilarang

oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan atau ketertiban umum,

Undang-undang Penanaman Modal (UU PM) memberikan larangan-larangan

terhadap perjanjian nominee, Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU PM ditegaskan

bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan

penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian

dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan

terbatas untuk dan atas nama orang lain. Dan akibat hukum adanya perjanjian pinjam

nama saham tersebut berdasarkan kententuan pasal 33 ayat (2) UU PM adalah

perjanjian yang dibuat akan batal demi hukum.

Jika dianalisis terdapat harmonisasi peraturan perundang-undangan antara

UUPM dengan ketentuan Pasal 1335 dan 1337 KUHPer, dimana secara lex specialis

Universitas Sumatera Utara


95

UUPM melarang penggunaan perjanjian nominee atas saham yang mengakibatkan

batal demi hukum apabila perjanjian itu dibuat, dengan kata lain perjanjian tersebut

dianggap tidak pernah ada, hak dan kewajibannya yang timbul dari perjanjian

tersebut juga dianggap tidak ada.

Akibat dari perjanjian nominee yang batal demi hukum tersebut,

mengakibatkan kepemilikan saham yang terdaftar saja yang diakui, legal owner yang

diakui secara hukum memiliki hak penuh atas saham yg dimiliki, sedangkan

beneficiary tidak memiliki hak sama sekali atas saham miliknya yg terdaftar atas

nama orang lain, ini adalah konsekuensi akibat batalnya perjanjian nominee antara

kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara


96

BAB IV

ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE

SAHAM DALAM PUTUSAN PENGADILAN

Tujuan dari suatu proses di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan

penentuan bagaimanakah hukum yang seharusnya dalam suatu kasus. Putusan adalah

hasil yang di dasarkan pada pengadilan atau dengan kata lain putusan dapat berarti

pernyataan Hakim disidang pengadilan yang berisi pertimbangan menurut kenyataan,

pertimbangan hukum153. Dari beberapa proses ataupun tahapan-tahapan yang

dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu

dilaksanakan adalah suatu tahapan ataupun hasil akhir dari persidangan yang menjadi

tujuan dari para pihak yang berperkara. Sebab putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap menjadi dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk

menuntut haknya berdasarkan putusan pengadilan tersebut, baik secara sukarela

maupun dengan paksaan.

Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap memiliki kekuatan

mengikat bagi para pihak yang berperkara dan memiliki kekuatan eksekutorial yang

artinya bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan secara paksa oleh para pihak

dengan bantuan alat-alat negara terhadap para pihak yang tidak melaksanakan

putusan secara sukarela.

153
Fence M. Wantu, Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran, cara cepat belajar Hukum
Acara Perdata. (Jakarta: Reviva Cendekia, 2010, Hal 171.

Universitas Sumatera Utara


97

Dalam menganalisis penerapan putusan pengadilan ini, penulis menggunakan

2 buah putusan yang berkaitan dengan perjanjian nominee saham, yang selanjutnya

akan dipaparkan secara rinci, yakni :

1. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014

A. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn.

1. Kronologi Kasus

Kasus ini terjadi antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis, Syafwan Lubis

merupakan supir dan orang kepercayaan Ramli Lubis, pada tahun 2003 Ramli Lubis

hendak mendirikan Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak di bidang Perkebunan

Kelapa Sawit, selanjutnya didirikannlah perusahaan tersebut dengan nama PT.

Rizkina Mandiri Perdana, berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor : 2,

tanggal 18 Oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution di

Medan, modal dasar dalam pendirian PT tersebut seluruhnya adalah milik Ramli

Lubis, tetapi karena sesuatu hal Ramli Lubis tidak masuk dalam akta pendirian PT

tersebut, Ramli Lubis menempatkan Syafwan Lubis beserta 6 orang lainnya yakni

Nuhud Pulungan, Ramlan Bayanuddin Disebut Juga Ramlan By, Mara Monang

Pulungan, Henri Pardede, Ingrita Pulungan, Arwan Efendi Lubis sebagai pendiri PT

tersebut. Kepemilikan saham oleh Syafwan Lubis beserta 6 orang lainnya tersebut

dibuat secara nominee, hal ini berdasarkan Surat Pernyataan dan Surat Kuasa yang

dibuat antara Ramli Lubis dengan Syafwan Lubis beserta pemegang saham lainnya

masing-masing,

Universitas Sumatera Utara


98

Dalam susunan Perseroan tersebut Syafwan Lubis diangkat dengan jabatan

selaku Direktur Utama, Kemudian pada tahun 2004 telah dilakukan Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) yang isinya penambahan modal dan penambahan nilai

saham serta pengangkatan pengurus baru dimana Syafwan Lubis tetap menjabat

Direktur Utama, Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan lagi Rapat Umum

Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Rizkina Mandiri Perdana yang isinya

melakukan Penambahan Modal Dasar Perseroan menjadi 10. 000.- (Sepuluh Ribu)

Saham dengan nilai Nominal atau sebesar Rp. 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar

Rupiah)

Selanjutnya pada tanggal 12 Desember 2007, Syafwan Lubis selaku Direktur

Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana menjumpai Notaris Ikhsan Lubis dan meminta

Notaris membuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

(RUPSLB). Atas permintaan tersebut, Notaris membuat Akta Berita Acara No.12

tanggal 12 Desember 2007. Akte bernomor 12 tersebut menerangkan perihal tentang

telah dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Kantor

Notaris yang mana RUPSLB tersebut untuk pengalihan seluruh saham PT. Rizkina

Mandiri Perdana kepada saksi Ivan Iskandar Batubara dan PT Sumatera Borneo Palm

Oil dan perubahan Manajemen PT. Rizkina Mandiri Perdana yang sebelumnya

terdakwa Safwan Lubis dan para pemegang saham lainnya sebagai pengurus PT.

Rizkina Mandiri Perdana berubah menjadi Ivan Iskandar Batubara sebagai Direktur

Utama dan Maslin Batubara sebagai Komisaris

Selanjutnya Berita Acara Nomor 12 tersebut dijadikan sebagai Dasar oleh

saksi Ivan Iskandar Batubara dan Maslin Batubara untuk menguasai seluruh saham

Universitas Sumatera Utara


99

beserta seluruh aset-aset dari PT. Rizkina Mandiri Perdana. sehingga akibat dari

beralihnya seluruh saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana kepada Ivan Iskandar

Batubara dan PT. Sumatera Borneo Palm Oil (Maslin Batubara) kemudian terjadi

perubahan terhadap Managemen PT. Rizkina Mandiri Perdana dimana Ivan Iskandar

Batubara menjabat sebagai Direktur Utama dan Maslin Batubara sebagai Komisaris

di PT. Rizkina Mandiri Perdana, dimana akibat terjadinya Pengalihan seluruh saham-

saham PT. Rizkina Mandiri Perdana tersebut Mengakibatkan Ramli Lubis mengalami

kerugian sebesar lebih kurang lebih 400 M (Empat ratus milyar rupiah).

Atas kerugian tersebut Ramli Lubis melapor kepada pihak berwajib dengan

tuduhan Syafwan Lubis telah melakukan tindak pidana memasukkan keterangan

palsu dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa

(RUPSLB) No.12 tanggal 12 Desember 2007, yang diatur pasal 266 ayat (1)

KUHPidana.

2. Pertimbangan hakim dan putusan

a. Pertimbangan hakim

Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa Penuntut Umum dengan dakwaan

secara alternatif, yaitu :

Pertama :

Primair: pasal 266 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana ;

Subsidair: pasal 266 ayat(1) KUHPidana

Atau:

Kedua :

Primair: pasal 263 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana;

Universitas Sumatera Utara


100

Subsidair: pasal 263 ayat (1) KUHPidana;

Maka Majelis akan mempertimbangkan dahulu dakwaan primair dari dakwaan Jaksa

Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa dakwaan Pertama Primair dari Penuntut Umum adalah

pasal 266 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) KUHP mempunyai unsurunsur sebagai

berikut:

1. Unsur barang siapa ;

2. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut

melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai

sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah

keterangannya sesuai dengan kebenaran;

3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian;

1. Unsur barang siapa :

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah orang

perorangan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai subyek hukum pidana dan

mampu bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya, dan sepanjang

kemampuan bertanggung jawab akan dipertimbangkan setelah majelis

mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, yaitu

dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri, maka barang siapa yang

dimaksud adalah terdakwa Syafwan Lubis, dengan segala identitasnya yang telah

diakui kebenarannya;

Universitas Sumatera Utara


101

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “barang siapa” menurut Majelis

telah terbukti;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur

selanjutnya :

2. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut

melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai

sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud

untuk memakai atau

menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai

dengan kebenaran :

Menimbang, bahwa yang dimaksud Penuntut Umum tentang melakukan

keterangan palsu dalam perkara ini adalah keterangan yang menyatakan tentang

berita acara kehadiran pemegang saham didalam Rapat Umum Pemegang Saham PT.

Rizkina Mandiri Perdana pada tanggal 12 Desember 2007;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap telah terjadi perbuatan

hukum tentang pengalihan saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana berdasarkan

Akta Nomor: 12 tanggal 12 Desember Tahun 2007 yang dibuat di hadapan Saksi

Notaris Ikhsan Lubis, SH.;

Menimbang, bahwa Akta Nomor: 12 tanggal 12 Desember Tahun 2007 yang

dibuat di hadapan Saksi Notaris Ikhsan Lubis, SH. telah diakui dan ditanda tangani

serta dengan cap jempol dari seluruh pemilik saham dari PT. Rizkina Mandiri

Perdana;

Universitas Sumatera Utara


102

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap, bahwa tidak

seluruh pemilik saham yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina

Mandiri Perdana;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum para pemilik saham yang tidak

hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana pada

tanggal 12 Desember 2007 adalah : saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita

Pulungan;

Menimbang, bahwa akan tetapi dalam berita acara Akta No.12 tanggal 12

Desember 2007, saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita Pulungan walaupun tidak

hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana, tetapi juga

ikut menanda tangani daftar hadir Rapat Umum Pemegang Saham tersebut di atas;;

Menimbang, bahwa di persidangan Terdakwa telah mengakui bahwa saksi

Ramli Lubis yang menyuruh Terdakwa untuk menanda tangani berita acara dalam

Akta No.12 Tahun 2007 dan juga kepada para pemegang saham lainnya, termasuk

saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita Pulungan yang tidak hadir pada saat itu;;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Majelis

berpendapat bahwa Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan

atau turut melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta

otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta

itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta

itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, telah terbukti secara sah

dan meyakinkan;

Universitas Sumatera Utara


103

3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian;

Menimbang, bahwa tentang unsur ini Majelis berpendapat bahwa pengertian

dari kata “dapat” ini mempunyai pengertian bahwa pasal ini menganut delik formil,

yaitu pasal ini tidak memerlukan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan Terdakwa,

akan tetapi perbuatan melawan hukumnya yang harus dibuktikan;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka, Majelis

berpendapat unsur dapat menimbulkan kerugian telah terbukti secara sah dan

meyakinkan;

Menimbang, bahwa walaupun keseluruhan dari unsur-unsur dalam dakwaan

Pertama Primair telah terbukti namun Majelis akan mempertimbangkan apakah

Terdakwa dapat dijatuhi pidana atas perbuatannya tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan Akta No.12 tanggal 12 Desember Tahun

2007 telah terjadi pengalihan saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana dari seluruh

pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, yang dilakukan di hadapan saksi Notaris

Ikhsan Lubis, SH.;

Menimbang, bahwa pengalihan seluruh saham-saham PT.Rizkina Mandiri

Perdana adalah atas perintah dari saksi Ramli Lubis;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa saksi

Ramli Lubis telah menerima sejumlah uang hasil dari pengalihan saham PT. Rizkina

Mandiri Perdana tersebut di atas sebesar Rp. 48.000.000.000 (empat puluh delapan

milyar);

Universitas Sumatera Utara


104

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum saksi Ramli Lubis mempunyai

hutang sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) kepada saksi Ivan

Batubara dan Maslin Batubara;

Menimbang, bahwa pembayaran atas pengalihan saham-saham PT. Rizkina

Perdana Mandiri juga telah dibuat Akta Perdamaian No.37 tanggal 28 Oktober 2009

antara saksi Ramli Lubis dengan saksi Ivan Batubara yang dibuat di hadapan Notaris

Pejabat Pembuat Akta Tanah, P.Suandi Halim, SH.;

Menimbang, bahwa dengan telah ditanda tanganinya Akta No.12 tanggal 12

Desember 2007 tahun 2007 tentang pengalihan kepemilikan saham PT. Rizkina

Mandiri Perdana oleh para pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, maka para

pemilik saham telah sepakat akan menggunakan cara-cara sebagaimana yang telah

dilakukan tersebut di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan barang bukti surat tertanggal 14 Mei 2011

dari saksi Ramlan Bayanuddin yang ditujukan kepada saksi Notaris Ikhsan Lubis,

SH., yang menyatakan bahwa saksi Ramlan Bayanuddin yang meminta untuk

dibuatkan Akta Nomor 12 Tahun 2007, tentang pengalihan seluruh saham PT.

Rizkina Mandiri Perdana;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan akhli Prof. DR. Mariam Darus,

SH.FCArb. bahwa didalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas dinyatakan

Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilakukan dengan secara kehadiran phisik

maupun dengan melalui media eletronik;

Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa perbuatan

yang dilakukan oleh para pemilik saham ini, dengan telah menanda tangani daftar

Universitas Sumatera Utara


105

hadir sebagaimana berita acara dalam Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 adalah

suatu kesepakatan yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak sebagai

pemilik saham PT. Rizkina Mandiri Perdana:

Menimbang, bahwa terungkap dalam fakta hukum bahwa masalah yang

timbul antara saksi DR.Drs. Ramli Lubis, MM dengan saksi Ivan iskandar Batubara

dan saksi Maslin Batubara adalah tentang belum terlaksananya seluruh hasil

pembayaran dari pengalihan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana ;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Majelis

berpendapat perbuatan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa bukanlah termasuk

dalam lingkungan hukum pidana (public rechts) melainkan termasuk dalam

lingkungan hukum perdata (privaat rechts);

Menimbang, bahwa karena perbuatan Terdakwa bukanlah perbuatan pidana,

maka sudah sepatutnya Terdakwa dinyatakan untuk dilepaskan dari tuntutan hukum

(onstlag van alle rechts vervolging) dari dakwaan Pertama Primer tersebut;

Menimbang, bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan

dakwaan Pertama Subsidair penuntut umum yaitu pasal 266 ayat (1) KUHP yang

unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Unsur barang siapa ;

2. Unsur menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik

mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,

dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu

seolaholah keterangannya sesuai dengan kebenaran;

3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian;

Universitas Sumatera Utara


106

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Pertama Primair unsurunsur

terpenuhi, sedangkan unsur-unsur pokoknya dalam dakwaan Pertama Subsidair

adalah sama dengan dakwaan Pertama Primair, maka Majelis mengambil alih

seluruh pertimbangan unsure-unsur pokok dalam dakwaan Pertama Primair ke

dalam pembuktian dakwaan Pertama Subsidair;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Majelis

berpendapat demi hukum melepaskan Terdakwa dari tuntutan hukum (onstlag van

alle rechts vervolging) atas dakwaan Pertama Subsidair tersebut;

Menimbang, bahwa Majelis selanjutnya akan mempertimbangkan unsur-unsur

dalam dakwaan Kedua Primair pasal 263 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHPidana yang unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur Barang Siapa;

2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat;

3. Unsur Yang Dapat Menerbitkan Sesuatu Hak, Sesuatu Perjanjian

(kewajiban) Atau Pembebasan Utang, Atau Yang Boleh Dipergunakan Sebagai

Keterangan Bagi Suatu Perbuatan;

4. Unsur Dengan Maksud Akan Mempergunakan Atau Menyuruh Orang Lain

Menggunakan Surat-surat Itu Seolah-olah Surat Itu Asli Dan Tidak

Dipalsukan;

5. Unsur Dapat Mendatangkan Sesuatu Kerugian.

6. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta

melakukan;

Universitas Sumatera Utara


107

1. Unsur Barang Siapa;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah setiap

orang yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai subyek hukum pidana dan mampu

bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya, dan sepanjang kemampuan

bertanggung jawab akan dipertimbangkan setelah majelis mempertimbangkan unsur-

unsur tindak

pidana;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, yaitu

dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri, maka barang siapa yang

dimaksud adalah terdakwa Syahwan Lubis dengan segala identitasnya yang diakui

kebenarannya;

2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat.

Menimbang, bahwa yang dimaksud oleh penuntut umum tentang surat

sebagaimana dalam dakwaannya, adalah surat kuasa dari akhli waris Mara Monang

Pulungan yang memberikan kuasa kepada saksi Ramlan Bayanuddin;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan surat kuasa yang

dimaksud adalah sebagaimana surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007, yang

dibuat di hadapan Notaris Ikhsan Lubis, SH.;

Menimbang, bahwa para akhli waris dari Mara Monang Pulungan menyatakan

bahwa tanda tangan di dalam surat kuasa yang memberikan kuasa kepada Ramlan

Bayanuddin, adalah bukan tanda tangan dari para akhli waris Mara Monang

Pulungan;

Universitas Sumatera Utara


108

Menimbang, bahwa para akhli waris menyatakan tidak pernah memberikan

kuasa kepada Ramlan Bayanuddin;

Menimbang, bahwa para akhli waris Mara Monang Pulungan tidak

mengetahui siapa yang membuat surat kuasa tersebut;

Menimbang, bahwa di persidangan tidak ada satupun saksi-saksi yang

menyatakan Terdakwa yang telah membuat surat palsu atau memalsukan surat berupa

surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum bahwa terhadap tanda tangan

para akhli waris dari Mara Monang Pulungan di dalam surat kuasa No. 11 tanggal 12

Desember 2007 tidak pernah dilakukan pemeriksaan di laboratorium forensik dari

yang berwajib agar dapat sebagai bukti pembenar adanya tanda tangan yang tidak sah

untuk itu;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, maka Majelis

berpendapat bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan tentang ketidak

benaran dari tanda tangan para akhli waris dari Mara Monang Pulungan di dalam

surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007 yang di buat dihadapan Notaris Ikhsan

Lubis, SH.;

Menimbang, bahwa oleh karenanya unsur Membuat Surat Palsu atau

Memalsukan Surat adalah tidak terbukti, maka Majelis tidak akan

mempertimbangkan unsur-unsur lainnya;

Menimbang, bahwa oleh karenanya sudah sepatutnya Terdakwa dibebaskan

dari dakwaan Kedua Primair tersebut;

Universitas Sumatera Utara


109

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan dakwaan

Kedua Subsidair penuntut umum pasal 263 ayat (1) KUHPidana yang unsur-

unsurnya sebagai berikut:

1. Unsur Barang Siapa;

2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat;

3. Unsur Yang Dapat Menerbitkan Sesuatu Hak, Sesuatu Perjanjian

(kewajiban) Atau Pembebasan Utang, Atau Yang Boleh Dipergunakan Sebagai

Keterangan Bagi Suatu Perbuatan;

4. Unsur Dengan Maksud Akan Mempergunakan Atau Menyuruh Orang Lain

Menggunakan Surat-surat Itu Seolah-olah Surat Itu Asli Dan Tidak

Dipalsukan;

5. Unsur Dapat Mendatangkan Sesuatu Kerugian.

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Kedua Primair tidak terbukti,

sedangkan unsur-unsur dalam dakwaan Kedua Subsidair adalah sama dengan

dakwaan Kedua Primair, maka Majelis mengambil alih seluruh pertimbangan dalam

dakwaan Kedua Primair ke dalam pembuktian dakwaan Kedua Subsidair;

Menimbang, bahwa karena dakwaan Kedua Primair tidak terbukti, maka

Majelis berpendapat Terdakwa haruslah juga dibebaskan dari dakwaan Kedua

Subsidair tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karenanya Majelis untuk sebagian adalah sependapat

menyangkut melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum (onstlag van alle

rechtsvervolging) dengan nota pembelaan dari terdakwa dan Penasihat Hukum

Universitas Sumatera Utara


110

terdakwa sedangkan pledooi selain dan selebihnya tidak beralasan maka haruslah

dikesampingkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena hal-hal tersebut di atas, maka kepada

terdakwa haruslah dipulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan

harkat serta martabatnya;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa berada dalam tahanan kota, maka

sudah seharusnya untuk diperintahkan di keluarkan dari tahanan kota tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dilepaskan dalam dakwaan Pertama

Primair dan Subsidair serta dibebaskan dari seluruh dakwaan kedua Primair dan

Subsidair, maka biaya dalam perkara ini dibebankan kepada Negara;

Menimbang, bahwa barang bukti yang diajukan di persidangan sebagaimana

daftar barang bukti akan ditentukan dalam amar putusan ini;

Memperhatikan, akan pasal 191 ayat (1); (2) KUHAP dan pasal 97

KUHAP, serta peraturan hukum yang bersangkutan dengannya;

b. Putusan

MENGADILI:

1) Menyatakan terdakwa Syahwan Lubis telah terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan perbuatan hukum sebagaimana dalam dakwaan Pertama Primair dan

dakwaan Pertama Subsidair, namun perbuatan terdakwa Syahwan Lubis bukan

termasuk dalam perbuatan pidana.

2) Melepaskan terdakwa Syahwan Lubis dari dakwaan Pertama Primair dan

dakwaan Pertama Subsidair tersebut; Menyatakan terdakwa Syahwan Lubis

Universitas Sumatera Utara


111

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana

dalam dakwaan Kedua Primair dan dakwaan Kedua Subsidair.

3) Membebaskan terdakwa Syahwan Lubis dari dakwaan Kedua Primair dan

dakwaan Kedua Subsidair tersebut;

4) Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya;

5) Memerintahkan terdakwa di keluarkan dari tahanan kota;

6) Membebankan biaya perkara kepada Negara;

7) Memerintahkan barang bukti berupa :

a) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12

Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH,

SpN di Medan ;

b) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12

Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH,

SpN di Medan

c) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12

Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH,

SpN di Medan

d) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 3, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ramlan

Bayanuddin

Universitas Sumatera Utara


112

e) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH, Surat Kuasa Nomor : 4, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat

oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ramlan Bayanuddin

Alias Ramlan By

f) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 5, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Haji Mara Monang

Pulungan 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris

Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 6, tanggal 18 oktober

2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Haji

Mara Monang Pulungan

g) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 7, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Syafwan Lubis

h) (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 8, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat

oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Syafwan Lubis

i) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 9, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Henri Pardede

j) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 10, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat

oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Henri Pardede

Universitas Sumatera Utara


113

k) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 11, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ingrita Pulungan

l) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 12, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat

oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ingrita Pulungan

m) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim

Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 14, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Arwan Efendi

Lubis 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad

Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 15, tanggal 18 oktober 2003 yang

dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Arwan Efendi

Lubis dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam

perkara lain ;

3. Analisa Putusan

Pada kasus di atas yang terjadi antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis,

hubungan keduanya dalam perseroan adalah hubungan antara seorang nominee

dengan beneficiary, hal itu sesuai dengan fakta persidangan yakni :

“Bahwa benar Terdakwa Syafwan Lubis sampai dengan bulan Desember

tahun 2007 adalah Direktur Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana dengan miliki 2.000.

lembar saham”

Selanjutnya dalam fakta persidangan menyatakan bahwa nama Ramli Lubis

tidak tertera dalam perseroan:

Universitas Sumatera Utara


114

“Bahwa benar dalam Anggaran Dasar PT. Rizkina Mandiri Perdana tidak ada

nama Ramli Lubis Sebagai pemilik saham”

Namun kepemilikan seluruh saham dalam perseroan tersebut hanyalah atas

nama saja, berdasarkan surat pernyataan seluruh pemegang saham:

“Bahwa benar berdasarkan surat pernyataan No.3; No.5; No.7; No.9; No.11

dan No.15 serta surat kuasa No.4; No.6; No.8; No.10; No.12 dan No.16 menyatakan

bahwa pemilik seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana adalah saksi Ramli Lubis

dan isterinya yang bernama saksi Hj. Erna Rostini Pulungan sedangkan para

pemegang saham hanyalah atas nama saja;”

Namun kasus tersebut bermula ketika Syafwan Lubis sebagai direktur utama

perseroan mengalihkan seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana kepada saksi

Ivan Iskandar Batubara dan PT Sumatera Borneo Palm Oil yang mengakibatkan

Ramli Lubis mengalami kerugian sebesar lebih kurang 400 M (Empat ratus milyard

rupiah).

Di dalam perkara tersebut Ramli Lubis yang merasa dirugikan kemudian

melaporkan Syafwan Lubis karena telah mengalihkan seluruh saham-saham

perseroan secara melawan hukum. Dalam pertimbangannya hakim pengadilan negeri

medan menyatakan bahwa dengan telah ditanda tanganinya Akta No.12 tanggal 12

Desember 2007 tahun 2007 tentang pengalihan kepemilikan saham PT. Rizkina

Mandiri Perdana oleh para pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, maka para

pemilik saham telah sepakat akan menggunakan cara-cara sebagaimana yang telah

dilakukan tersebut di atas. selanjutnya Majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan

yang dilakukan oleh para pemilik saham, dengan telah menanda tangani daftar hadir

Universitas Sumatera Utara


115

sebagaimana berita acara dalam Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 adalah suatu

kesepakatan yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak sebagai

pemilik saham PT. Rizkina Mandiri Perdana.

Selanjutnya hakim dalam putusan tersebut menyatakan bahwa perbuatan

hukum yang dilakukan oleh Syafwan Lubis bukanlah termasuk dalam lingkungan

pidana melainkan termasuk dalam lingkungan perdata, atas pertimbangan itu hakim

memutuskan untuk membebaskan Syafwan Lubis dari segala tuntutan.

Menindaklanjuti putusan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam

rangkaian pertimbangan hakim, hakim tidak secara tegas menyatakan status hukum

dari perjanjian nominee antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis tetapi secara tidak

langsung majelis hakim bependapat mengenai perjanjian nominee itu adalah batal

demi hukum karena dalam fakta persidangan hakim memuat fakta-fakta hukum

mengenai nominee dimana berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang

mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku

sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham

dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, kemudian

jika ada pihak yang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement),

perjanjiannya tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal

demi hukum;

Saksi ahli M. Yahya Harahap dalam persidangan tersebut juga menyinggung

tentang nominee dimana dalam Hukum Perseroan Terbatas organ Perseroan terbatas

adalah RUPS, Direksi dan Komisaris. RUPS adalah Organ Perseroan yang

Universitas Sumatera Utara


116

mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris, yang

hanya dimiliki Pemegang Saham dan Pemegang Saham adalah orang yang terdaftar

dalam Anggaran Dasar yang namanya tertulis, kemudian yang punya hak menghadiri

RUPS adalah Pemegang Saham. Dalam UU Perserotan Terbatas tidak dikenal orang

luar mengatakan itu sahamnya (Nominee) maka sama sekali tidak boleh ada

intervensi dari pihak diluar pemegang saham. Seandainya nomine hadir ada dibuat

perjanjian, itu perjanjian internal pemegang saham dengan pihak ketiga, yang

menyuruh membuat akta otintek adalah tanggung jawab orang yang menyuruh.

Menurut pasal 61 UU Perseroan terbatas yang berhak menunut kerugian akibat

keputusan RUPS adalah pemegang saham ;

Saksi ahli Mariam Darus dalam persidangan tersebut juga menyinggung

tentang nominee dimana dalam anggaran dasar harus disebutkan nama-nama dari

pemegang saham, saham adalah atas nama, maka nama yang tercantum dalam

anggaran dasar adalah yang memiliki saham itu. Saham adalah atas nama dan

namanya tercantum dalam anggaran dasar. Jadi undang-undang hanya mengakui

nama yang tercantum dalam anggaran dasar sajalah yang punya hak, pihak-pihak lain

tidak punya hak karena namanya tidak tercantum dalam anggaran dasar. Pada pasal

33 Undang-Undang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang itu tidak boleh

mengadakan perjanjian bahwa dia itu adalah pemegang saham milik orang lain.

Dalam ilmiah hukum Perdata ada dikenal perjanjian nominee. Perjanjian Nominee

adalah suatu konsep yang dikenal dalam Comman Law, kita tidak mengenal itu, Civil

Law tidak mengenal konsep perjanjian nominee dalam hukum nasional kita itu tidak

diakui. Dalam praktek, perjanjian nominee orang yang menyediakan uang disebut

Universitas Sumatera Utara


117

beneficiary ownership dan orang yang tercantum namanya dalam anggaran dasar

disebut legal ownership jadi jika ada pihak yang mengadakan perjanjian nominee,

maka perjanjian itu tidak memiliki causa sehingga perjanjian itu batal demi hukum,

Orang yang tidak tercantum namanya dalam akta tidak berhak meminta kerugian dari

badan hukum itu, itu adalah resiko janji yang tidak mempunyai causa. Seseorang bisa

saja mengaku sebagai pemeilik Perseroan, perlu ditanya bukti kepemilikannya apa,

bukti kepemilikan harus namanya tercantum dalam anggaran dasar dan kreteria itu

sifatnya memaksa

Pendapat saksi ahli dan majelis hakim terhadap perjanjian nominee

menunjukkan bahwa Ramli Lubis sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk

menunut kerugian akibat keputusan RUPS, mengintervensi perseroan, diakarenakan

Ramli Lubis tidak tercantum namanya dalam anggaran dasar perseroan. Mengenai

perjanjian nominee yang menyatakan kepemilikan seluruh saham perseroan adalah

milik Ramli Lubis, berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan

perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai

pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam

anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, perjanjiannya

seperti itu tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal

demi hukum. Sehingga terhadap putusan pengadilan negeri medan tersebut penulis

berpendapat putusan hakim telah memenuhi keadilan dimana kepastian hukum dari

anggaran dasar perseroan telah terpenuhi sebagai bukti pertimbangan hakim dalam

Universitas Sumatera Utara


118

memutus, putusan hakim dalam perkara ini menurut penulis telah sesuai dengan

hukum dan tidak terdapat kekhilafan hakim dalam memutus.

B. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014

1. Kronologi kasus

Kasus ini terjadi antara Penggugat yakni Taw Kining alias Kining dengan

Tergugat yakni Hoi Fat alias Patrick Pangestu, Tergugat (Hoi Fat) awalnya berniat

mendirikan usaha dalam bentuk Perseroan Komanditer (CV) tetapi terbentur dengan

adanya syarat minimal 2 orang pendiri, karena kendala tersebut ia meminta kepada

adik iparnya yaitu Penggugat (Kining) untuk mau meminjamkan namanya agar dapat

mendirikan akta CV.

Kemudian pada tanggal 3 November 1994, Penggugat dengan Tergugat telah

melakukan kesepakatan untuk mendirikan Perseroan Komanditer, yang diberi nama

CV. Prima, selanjutnya atas kesepakatan itu dibuatlah akta pendiriannya yang

dituangkan dalam Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3

November 1994 yang dibuat di hadapan Soehendro Gautama, Notaris di Batam,

dengan komposisi pengurus yaitu Tergugat (Hoi Fat) sebagai Pengurus (Direktur)

sedangkan Penggugat (Kining) sebagai Pesero Komanditer,

Selanjutnya mengenai modal perseroan, Tergugat (Hoi Fat) menyetor secara

penuh uang pribadinya ke dalam perseroan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah), sedangkan Penggugat (Kining) tidak menyetor modal sama sekali, karena

memang pada dasarnya hanya pinjam nama saja. namun secara formalitas dalam akta

pendirian CV. Prima tertera untuk pertama kali menyetor modal awal dalam

perseroan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), masing-masing Tergugat

Universitas Sumatera Utara


119

(Hoi Fat) sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan Penggugat (Kining)

sebesar Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah);

Selanjutnya setelah perseroan berjalan, sebagai seorang Pesero Komanditer,

Penggugat (Kining) beberapa kali menuntut haknya untuk memperoleh informasi

laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan kepada Tergugat, namun selalu

ditolak Tergugat dengan alasan untuk pengembangan usaha perseroan ke depannya.

Kemudian pada pertengahan tahun 2011, tiba-tiba saja Tergugat meminta

Penggugat untuk mengundurkan diri sebagai persero komanditer pada perseroan CV.

Prima dan akan digantikan oleh anak kandung Tergugat. Atas permintaan itu

Penggugat tidak terlalu mempersalahkan keinginan Tergugat untuk menggantikan

kedudukan Penggugat sebagai persero komanditer tersebut, akan tetapi Penggugat

terlebih dahulu meminta pertanggungjawaban keuangan perseroan CV. Prima kepada

Tergugat. Karena selama berdirinya perseroan Penggugat tidak pernah mendapatkan

laporan keuangan dan laporan rugi laba dari Tergugat termasuk pembagian

keuntungan atas usaha perseroan,

permintaan Penggugat atas laporan keuangan dan pembagian keuntungan

perseroan tersebut ditolak oleh Tergugat, Tergugat menyatakan tidak bersedia untuk

memberikan laporan keuangan perseroan CV. Prima kepada Penggugat, sehingga atas

penolakan itu akhirnya Penggugat melayangkan gugatan kepada pengadilan Negeri

Batam.

Selanjutnya Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Batam memberikan

putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat tersebut untuk seluruhnya;

Universitas Sumatera Utara


120

b. Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV.

Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994;

c. Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan perbuatan

wanprestasi (ingkar janji);

d. Menghukum Tergugat menyerahkan laporan keuangan dan laporan

rugi laba perseroan komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999

sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat;

e. Menghukum Tergugat membayarkan 40 (empat puluh) persen bagian

keuntungan perseroan komanditer CV. Prima terhitung semenjak

tahun 1994 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat;

f. Menyatakan sah sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap:

(1). 2 (dua) unit ruko kantor CV. Prima yang terletak di Komplek

Bumi Indah Blok V Nomor 19 dan 20, Kecamatan Batu

Ampar, Kota Batam;

(2). 2 (dua) unit ruko Hotel Prima Asia yang terletak di Komplek

Nagoya 2000 Nomor 9 dan 10, Nagoya, Kota Batam;

(3). 1 (satu) unit rumah yang terletak di Komplek Perumahan

Penuin Baloi Permai, Blok J Nomor 11, Kecamatan Batu

Ampar, Kota Batam, dan;

(4). 1 (satu) unit mobil sedan Toyota Corolla, warna merah, Nomor

Polisi BP 1565 ZI; Kuat dan berharga;

g. Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar

Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per hari keterlambatan, penyampaian

Universitas Sumatera Utara


121

laporan keuangan dan pembayaran 40 (empat puluh) persen bagian

keuntungan Penggugat, terhitung sejak putusan berkekuatan hukum

tetap (inkracht van gewijsde), untuk pelaksanaannya bila perlu

menggunakan alat kekuasaan negara;

h. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih

dahulu, meskipun ada banding ataupun kasasi (uitvoerbaar bij

voorraad), bila ingkar dengan bantuan Polisi;

i. Menghukum Tergugat membayar semua biaya-biaya yang timbul

dalam perkara ini;

Terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya

sebagai berikut:

a. Bahwa, gugatan Penggugat kabur (obscuur libel), dimana dalil

gugatan angka 8 (delapan) bertentangan (kontradiksi) dengan dalil

gugatan angka 22 (dua puluh dua)

b. Bahwa gugatan Penggugat kurang pihak atau Tergugat tidak lengkap

pihakpihaknya (plurium litis consortium)

2. Pertimbangan Hakim dan Putusan

a. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan Majelis hakim pengadilan Negeri Batam sebelum memutus

perkara yang pada intinya adalah sebagai berikut :

- akta pendirian CV. Prima adalah tidak sah, dan oleh karenanya dapat dibatalkan

karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke), yang awalnya hanya atas nama saja

sebagai persero (pengurus), telah meminta sebesar 40 (empat puluh) persen padahal

Universitas Sumatera Utara


122

tidak pernah memasukkan modalnya, sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan

kesepakatannya pada waktu membuat akta dimaksud, dan oleh karenanya akta

tersebut adalah tidak sah dan dapat dibatalkan; dan isinya tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat lagi bagi Tergugat untuk memenuhi agar menyerahkan aset CV.

Prima sejumlah 40 (empat puluh) persen”;

- perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris atau Pejabat yang berwenang bukanlah

selalu dianggap benar, namun dianggap menjadi autentik, sehingga akta pendirian

tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan, karena faktanya akta tersebut tidak sesuai

dengan fakta yang terjadi pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani pun

ternyata bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku;

b. Putusan

Selanjutnya Pengadilan Negeri Batam dalam putusannya, yaitu putusan

Nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm., tanggal 4 Juli 2013 yang amarnya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

- Menolak eksepsi Tergugat;

Dalam Pokok Perkara:

- Menyatakan gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya;

- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang ditaksir sebesar

Rp571.000,00 (lima ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);

Atas putusan Pengadilan Negeri Batam tersebut, pihak Penggugat

mengajukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi yang amarnya sebagai berikut:

- Menerima permohonan banding dari Pembanding;

Universitas Sumatera Utara


123

- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batam tanggal 4 Juli 2013 Nomor

82/Pdt.G/2012/PN Btm., yang dimohonkan banding tersebut;

MENGADILI SENDIRI

Dalam Eksepsi:

- Menolak Eksepsi Tergugat;

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

- Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14

tanggal 3 November 1994;

- Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi;

- Menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV.

Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat;

- Menghukum Tergugat untuk membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan

Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012

dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh

Penggugat kedalam CV. Prima kepada Penggugat;

- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua

tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00

(seratus lima puluh ribu rupiah);

- Menolak petitum gugatan Penggugat selain dan selebihnya;

Tergugat merasa keberatan dan kemudian mengajukan upaya hukum kasasi

kepada Mahkamah Agung, kemudian terhadap alasan-asalan yang dikemukakan

Pemohon Kasasi (Hoi Fat) Mahkamah Agung berpendapat :

Universitas Sumatera Utara


124

Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, oleh

karena Judex Facti/Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang membatalkan putusan

Pengadilan Negeri Batam tidak salah menerapkan hukum sebab putusan dan

pertimbangannya telah benar;

Bahwa sesuai akta pendirian CV. Prima terbukti keikutsertasaan Penggugat

dalam memberikan modal adalah sebesar 40 (empat puluh) persen saham;

Bahwa akta autentik yang tidak dilawan dengan bukti yang kuat, isi akta

autentik harus dianggap benar;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas lagi pula ternyata bahwa

putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau

undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi HOI

FAT alias PATRICK PANGESTU tersebut harus ditolak

M E N G A D I L I:

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi HOI FAT alias

PATRICK PANGESTU, tersebut;

Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

3. Analisis Kasus

Kasus yang terjadi antara Hoi Fat dengan Kinning adalah terdapatnya

nominee dalam kepemilikan saham kinning pada CV. Prima, dalam akta pendirian

CV. Prima, Hoi Fat menyetor sebesar 60 % saham dan Kinning sebesar 40 % saham,

secara materil total 100 % saham dalam CV. Prima tersebut sebenarnya berasal dari

Universitas Sumatera Utara


125

Hoi Fat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kepemilikan saham kinning

pada CV. Prima hanyalah pinjam nama saja (nominee).

Kemudian permasalahan timbul ketika Kinning menuntut laporan keuangan

dan laporan rugi laba perseroan, atas permintaan itu Hoi Fat menolak karena dalam

kasus ini penulis berasumsi bahwa hoi fat sebagai pemilik modal (beneficial owner)

menganggap kinning (legal owner) tidak memiliki hak untuk menuntut laporan

keuangan dan laporan rugi laba perseroan tesebut, karena modal yang masuk ke

dalam perseroan adalah miliknya. Penulis berasumsi bahwa Hoi Fat meyakini

kepemilikan saham kinning sebesar 40 % saham adalah miliknya karena dimiliki

secara nominee.

Selanjutnya atas penolakan itu, Kinning menggugat hoi fat telah melakukan

wanprestasi atau ingkar janji atas kewajiban Hoi Fat, kwalifikasi wanprestasi menurut

Subekti154, “wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa

empat macam:

a. Tidak melakukan apa yang sanggup akan dilakukan;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya;

Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis tindakan Hoi Fat yang tidak pernah

menyerahkan laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan setiap tahunnya

kepada Kinning selaku persero komanditer dari tahun pertama perseroan berdiri yaitu

154
Subekti, Op. Cit, hal 45

Universitas Sumatera Utara


126

1994 hingga tahun 2012 saat gugatan diajukan, adalah merupakan tindakan

wanprestasi.

Atas gugatan yang dilayangkan kinning, Pengadilan Negeri Batam telah

mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm., Pengadilan

Negeri Batam pada putusannya menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,

pertimbangan majelis hakim pada putusan itu pada intinya yakni :

- Judex Facti Tingkat Pertama menganggap akta pendirian CV. Prima tidak sah, dan

oleh karenanya dapat dibatalkan karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke), yang

awalnya hanya atas nama saja sebagai persero (pengurus), telah meminta sebesar 40

(empat puluh) persen padahal tidak pernah memasukkan modalnya, sehingga sudah

tidak sesuai lagi dengan kesepakatannya pada waktu membuat akta dimaksud, dan

oleh karenanya akta tersebut adalah tidak sah dan dapat dibatalkan; dan isinya tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi bagi Tergugat untuk memenuhi agar

menyerahkan aset CV. Prima sejumlah 40 (empat puluh) persen”;

- Judex Facti Tingkat Pertama dalam pertimbangannya bahwa perjanjian yang dibuat

dihadapan Notaris atau Pejabat yang berwenang bukanlah selalu dianggap benar,

namun dianggap menjadi autentik, sehingga akta pendirian tersebut tidak sah dan

dapat dibatalkan, karena faktanya akta tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi

pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani pun ternyata bertentangan dengan

aturan-aturan yang berlaku;

Terhadap amar putusan serta pertimbangan hakim tingkat pertama tersebut di

atas, menurut penulis telah terjadi suatu kekhilafan Hakim yakni :

Universitas Sumatera Utara


127

a) Dalam pembuktian Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum

terdiri dari:

1) Bukti tulisan;

2) Bukti dengan saksi-saksi;

3) Persangkaan-persangkaan;

4) Pengakuan;

5) Sumpah155

Alat bukti tulisan ditempatkan dalam urutan pertama, hal ini membuktikan

bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata memiliki peran yang sangat

penting. Bukti tulisan dimaksudkan sengaja dibuat dalam bentuk tertulis

sebagai maksud untuk menjadi alat bukti yang sempurna atas peristiwa

hubungan hukum yang terjadi apabila suatu ketika timbul sengketa atas

peristiwa itu sehingga dapat dibuktikan permasalahan dan kebenarannya oleh

akta yang bersangkutan di hadapan pengadilan. dalam perkara perdata, alat

bukti yang dianggap paling dapat diterima adalah alat bukti surat atau tulisan,

karena dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formil.

Adapun yang dimaksud dengan kebenaran formil tidak lain adalah kebenaran

yang didasarkan pada apa yang dikemukakan oleh para pihak di muka

pengadilan. Disini hakim tidak bebas dalam menentukan kebenaran formil.

Dalam hukum acara perdata, hakim terikat pada apa yang dikemukakan oleh

para pihak di hadapannya.

155
Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


128

Dalam kasus a quo, bukti tulisan yang dimaksud adalah akta pendirian

CV. Prima yang dianggap oleh hakim tidak sah, karena nyatanya kinning

tidak pernah menyetor modal sebesar 40% ke dalam perseroan. Pertimbangan

hakim tersebut menurut penulis tidak sesuai dengan kebenaran formil yang

tertera dalam akta pendirian CV. Prima. Jika hakim menilai akta itu tidak

sesuai lagi dengan kesepakatannya justru adalah penilaian yang keliru,

menurut penulis wujud dari kesepakatan para pihak untuk mendirikan CV.

Prima adalah akta pendirian itu sendiri, penulis berpendapat bahwa hakim

tingkat pertama secara sadar mengakui kepemilikan saham Kinning hanya

atas nama saja yang sebenarnya adalah milik Hoi Fat, tentu hal ini dapat

disimpulkan bahwa hakim membenarkan praktek nominee terjadi di

Indonesia, padahal nominee sendiri telah diatur oleh peraturan perundang-

undangan di indonesia yang secara tegas dilarang pada pasal 33 ayat (1) dan

ayat (2) UUPM.

Mengenai saham nominee yang dimiliki oleh kinning, secara tidak

langsung Hoi Fat telah mengakui modal tersebut adalah berasal dari Kinning,

itu adalah konsekuensi yang didapat akibat ditandatanganinya akta tersebut

sebagai bukti persetujuannya. Sehingga akta pendirian CV. Prima adalah

bukti tulisan yang sempurna yang tidak dapat dibatalkan karena telah

memenuhi syarat-syarat pembentukan perjanjian.

b) Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai suatu alat

bukti mengenai perbuatan atau peristiwa di lapangan hukum. Nilai kekuatan

pembuktian akta otentik sebagaimana diatur dalam pasal 1870 KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara


129

dan Pasal 285 Rbg yaitu sempurna dan mengikat. Kemampuan lahiriah akta

otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan

keabsahannya sebagai akta otentik. Kemampuan tersebut menurut Pasal 1875

KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan

sehingga akta yang dibuat di bawah tangan tersebut baru berlaku sah apabila

yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau

apabila hal tersebut dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap

sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Suatu akta otentik yang

diperlihatkan harus dianggap sebagai akta otentik kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya, bahwa akta itu bukan akta otentik. Akta otentik membuktikan

sendiri keabsahannya apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik

artinya menandakan akta tersebut dilihat dari luar dan dari kata-katanya

sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap

setiap orang dianggap sebagai akta otentik sampai pihak lawan dapat

membuktikan bahwa akta yang diajukan bukan akta otentik karena pihak

lawan dapat mebuktikan adanya:

1) Cacat hukum, karena pejabat yang membuatnya tidak berwenang atau;

2) Tanda tangan pejabat di dalamnya adalah palsu;

3) Isi yang terdapat didalamnya telah mengalami perubahan, baik berupa

pengurangan atau penambahan kalimat.

Berdasarkan pemaparan di atas jika dikaitkan dengan pertimbangan hakim PN

Batam yang menyatakan perjanjian bukanlah selalu dianggap benar namun dianggap

otentik adalah penilaian yang keliru, hal ini tentu dapat menimbulkan ketidakpastian

Universitas Sumatera Utara


130

hukum, dimana dalam pembuktian perdata seharusnya hakim mengacu pada apa yang

diperjanjikan para pihak, terlebih lagi perjanjian itu telah dituangkan dalam akta

otentik. menurut Mahmul Siregar, kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian

substansi hukum tetapi juga penerapannya dalam putusan-putusan badan peradilan156,

hal ini menunjukkan hakim PN Batam dalam putusannya tidak menunjukkan

kepastian hukum dari substasnsi hukum yang telah diperjanjikan para pihak.

Selanjutnya pada putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor

10/PDT/2014/PT PTR, tanggal 10 Juni 2014 yang membatalkan putusan Pengadilan

Negeri Baram nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm.

MENGADILI SENDIRI

Dalam Eksepsi:

- Menolak Eksepsi Tergugat;

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

- Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14

tanggal 3 November 1994;

- Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi;

- Menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV.

Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat;

- Menghukum Tergugat untuk membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan

Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012

156
Mahmul Siregar “Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis Internasional dan
Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 4, Tahun
2008, hal 4.

Universitas Sumatera Utara


131

dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh

Penggugat kedalam CV. Prima kepada Penggugat;

- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua

tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00

(seratus lima puluh ribu rupiah);

- Menolak petitum gugatan Penggugat selain dan selebihnya;

Pada putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang membatalkan putusan

Pengadilan Negeri Baram nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm. Keputusan hakim menurut

penulis adalah tindakan yang tepat, dalam putusan ini terdapat perbedaan yang

mencolok dari putusan PN Batam dimana hakim Menyatakan sah menurut hukum

Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994,

Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi dan

selanjutnya menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan

Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada

Penggugat; membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan

Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 dan modal

sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh Penggugat

kedalam CV. Prima kepada Penggugat; membayar biaya perkara yang timbul dalam

kedua tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00

(seratus lima puluh ribu rupiah);

Putusan Pengadilan Tinggi di atas menurut penulis telah sesuai dengan

pembuktian dalam hukum perdata yakni kebenaran formilnya, putusan itu

Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14

Universitas Sumatera Utara


132

tanggal 3 November 1994, sehingga Kinning berhak memperoleh haknya sebagai

pesero komanditer yaitu atas

1) laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun

1999 sampai dengan tahun 2012,

2) 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan Komanditer CV.

Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 dan modal sebesar

Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh

Penggugat kedalam CV. Prima

Penulis berpendapat bahwa hakim tingkat banding telah tepat memutus untuk

membatalkan putusan tingkat pertama, hal ini menandakan hakim tingkat banding

tidak mengakui keberadaan saham kinning yang dimiliki secara nominee, dan tetap

mengacu pada Akta Perseroan Komanditer CV. Prima, sehingga menurut penulis

putusan tingkat banding telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di

indonesia yang melarang kepemilikan saham secara nominee, serta putusan tingkat

banding memberikan kepastian hukum terhadap apa yang diperjanjikan para pihak

yang tertuang dalam Akta Perseroan Komanditer CV. Prima.

Kemudian pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung permohonan kasasi Hoi

Fat tersebut ditolak dan Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk

membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus

ribu rupiah);

Rangkaian putusan dalam kasus ini menyimpulkan bahwa keberadaan

nominee tidak diakui keberadaannya, sehingga kebenaran materil dari kepemilikan

saham yang sebenarnya dimiliki oleh beneficiary cenderung tidak memiliki kepastian

Universitas Sumatera Utara


133

hukum dan akibatnya menjadi batal demi hukum karena telah menyalahi aturan

hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


134

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemaparan mengenai konsep, definisi dan penjelasan dalam tesis ini diakhiri

dengan kesimpulan yang diperoleh dari proses pembahasan terhadap rumusan

permasalahan yang diangkat di dalam tesis ini, dimana terdapat beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Trust adalah suatu konsep yang dikenal dalam Common Law System, trust

masuk ke Negara-negara penganut Civil Law System melalui transplantasi

hukum, di Indonesia lembaga trust dapat terlihat dalam UU Pasar Modal, di

dalam pasal-pasalnya telah memuat keberadaan lembaga-lembaga trust seperti

kustodian, manajer investasi, penasihat investasi, dan perwaliamanatan.

Dalam kegiatan penanaman modal langsung (Direct Investment) di Indonesia,

bentuk perjanjian nominee saham (nominee share agreement) telah dilarang

eksistensinya dalam pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM, Latar belakang dari

penggunaan konsep nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing

adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan-pembatasan yang

ditetapkan oleh Pemerintah, Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia

sebagai nominee memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk

mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam

bidang usaha yang tertutup bagi investor asing di Indonesia. Alasan mengapa

perjanjian nominee dilarang dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia

meliputi:

Universitas Sumatera Utara


135

a. Untuk melindungi kepentingan Negara dalam bidang-bidang usaha yang

tertutup untuk penanaman modal agar tidak dikuasai pihak asing secara

nominee .

b. Untuk mengantisipasi adanya penyelundupan hukum dalam kepemilikan

saham di Indonesia, dalam hal menghindari terjadinya perseroan yang

secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi

pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.

c. Untuk mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership.

2. Kebebasan berkontrak memiliki pembatasan yang tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang, tidak boleh berlawanan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum, serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam hal

perjanjian nominee, kebebasan berkontrak dibatasi oleh undang-undang yang

tegas melarang perjanjian nominee itu dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1)

UUPM, berdasarkan pelarangan itu jika dikaitkan dengan pasal 1320

KUHPerdata menyebabkan perjanjian nominee tidak memenuhi syarat

adanya kausa yang halal. Penggunaan perjanjian nominee bertujuan untuk

menghindari pembatasan-pembatasan hukum di Indonesia, menciptakan

penyelundupan hukum, serta tindak pidana pencucian uang, maksud dan

tujuan penggunaan nominee itu telah melanggar unsur itikad baik dalam hal

kebebasan berkontrak. Akibat hukum adanya perjanjian nominee tersebut

karena tidak memenuhi pasal 1320KUHPerdata dan tidak dibuat dengan

itikad baik mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Akibat dari

perjanjian nominee yang batal demi hukum tersebut, mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


136

kepemilikan saham yang terdaftar saja yang diakui, legal owner yang diakui

secara hukum memiliki hak penuh atas saham yg dimiliki, sedangkan

beneficiary tidak memiliki hak sama sekali atas saham miliknya yg terdaftar

atas nama orang lain, ini adalah konsekuensi akibat batalnya perjanjian

nominee antara kedua belah pihak.

3. Sekalipun perjanjian nominee telah secara tegas dilarang oleh hukum di

Indonesia, tetapi penggunaannya masih banyak ditemui dalam kepemilikan

saham di Indonesia, hal tersebut disebabkan adanya niat yang tidak baik oleh

para penanam modal pada suatu perseroan ataupun karena ketidaktahuan akan

aturan pelarangan perjanjian nominee. Dalam penelitian ini 2 putusan yang

penulis pakai yakni Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269

/Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007

K/Pdt./2014, kedua putusan tersebut tidak mengakui kepemilikan saham

secara nominee, pada kedua putusan tersebut, hakim tetap mengacu pada apa

yang disepakati para pihak dalam anggaran dasar perseroan, sehingga kedua

putusan tersebut telah memenuhi kepastian hukum dari anggaran dasar

perseroan. Dalam hal perjanjian nominee yang dibuat secara terpisah dari

anggaran dasar, perjanjian ini tidak memiliki kepastian hukum, karena

memang telah secara tegas dilarang dalam kepemilikan saham di Indonesia

serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam pembuatannya.

Universitas Sumatera Utara


137

B. Saran

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Perjanjian nominee telah secara tegas dilarang dalam penanaman modal

langsung di Indonesia tetapi pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha

yang membuat perjanjian nominee, oleh sebab itu hendaknya pemerintah

memberikan upaya preventif berupa soasialisasi kepada pelaku usaha yakni

dengan cara memberi informasi larangan penggunaan perjanjian nominee

pada surat keputusan (SK) pendirian perseroan terbatas yang diterbitkan oleh

Kementerian Hukum dan HAM, seperti dengan mencantumkan himbauan

sebagai berikut “kepemilikan saham pada perseroan terbatas dalam Surat

Keputusan ini adalah bersifat mutlak, perjanjian dan/atau pernyataan yang

menegaskan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas

nama orang lain adalah batal demi hukum”

2. Pembentukan perjanjian nominee tidak jarang dikarenakan ketidaktahuan

oleh pelaku usaha terhadap larangan nominee, faktor lain adalah dikarenakan

pelaku usaha menganggap pembentukan perjanjian nominee adalah wujud

dari asas kebebasan berkontrak, padahal terdapat pembatasan-pembatasan

yang mengakibatkan perjanjian nominee menjadi batal demi hukum, untuk

itu hendaknya perlu dilakukan sosialisasi oleh notaris sebagai pihak yang

potensial membuat perjanjian nominee tersebut, hendaknya memberikan

pemahaman tentang akibat hukum dari perjanjian nominee itu lalu

memberikan informasi ini kepada klien sebagai bentuk penyuluhan hukum

Universitas Sumatera Utara


138

sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris.

3. Hendaknya hakim di Indonesia memiliki persamaan pemahaman terhadap

konsep nominee serta larangannya, sehingga putusan pengadilan dalam

tingkat pertama, tingkat banding maupun kasasi dapat menghasilkan putusan

yang konsisten mengenai nominee, tentunya pemahaman tersebut haruslah

sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,


2009.

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta,


Jakarta, 2004.

Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang


Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Budiman, Arief, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia,


Jakarta, 1985.

Briestzke, Paul H., Relevansi Hukum Kontrak Amerika di Indonesia,


Lokakarya Elips Project (Economic Law and Improved Procurement System)
Materi Perbandingan Hukum Perjanjian, Surabaya, 1993.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di


Indonesia, (Salemba Empat, Indonesia, 2001.

Friedman, Lawrence M., History of American Law2nd, edition 1st,


Simon & Schulster, New York, 1958.

Fuady, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku


Keempat, PT. Citra Aditya, Bandung, 1997

Gautama, Sudargo, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara


yang Penting bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Garner, Bryan A, Black’s Law Dictionary With Guide to


Pronunciation, West Publising, St.Paul, 1992.

Halliwell, Margareth, Equity and Trusts, Old Bailey Press, London,


2002.

HS, Salim. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali


Pers, Jakarta, 2008.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas


dalam Kontrak Komersial), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2013.

Hartkamp, Arthur S dan Marianne MM Tilemma, Contract Law In the


Netherlands, Kluwer Law International, The HagueLondonBoston, 1995.

Universitas Sumatera Utara


Hudson, Alastair, Equity and Trust, Cavendish Publishing, London,
2002.

Khairandy, Ridwan, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif


Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2013.

Khairandy, Ridwan, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak,


Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, Jakarta, 2003.

Leslie, Melanie B, Trusting Trustee: Fiduciary Duties and The Limits


of Default Rules, School of Law, Cardozo, 2005.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung,


1994.

Lubis, M. Solly, Diktat Teori Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu


Hukum USU, Medan, 2007.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari


Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja


Rosdakarya, Bandung, 1993.

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada


Media Group, Jakarta, 2008.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju,


Bandung, 2008.

Nurdewata, Mukti Fajar et al, Penelitian Hukum Normatif dan


Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Pettit, Phillip H, Equity and the Law of Trusts, 12th edition Oxford
University Press, London, 2009.

Rusli, Jessel dalam Haridjan, Hukum Perjanjian Indonesia dan


Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,


1991.

Sihombing, Jonker, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT.


Alumni, Bandung, 2009.

Universitas Sumatera Utara


Samsul, Mohamad, Pasar Modal & Manejemen Portofolio. Erlangga,
Jakarta, 2006.

Schauer, Frederick, “The Politics and Incentives of Legal


Transplantations” Working Paper: Center for international development at
Harvard University. 2000.

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001.

Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI-Press, Jakarta, 1986

Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 1998.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafido


Persada, Jakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta,


2010.

Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan


Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010.

Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi, Pembahasan Dilengkapi


dengan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal:
Nuansa Aulia, Bandung, 2007.

Simamora, Yohanes Sogar, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan


Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Kantor Hukum “Wins & Partners”
bekerjasama Laksbang Justitia, Surabaya, 2013.

Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak (Memahami Kontrak dalam


Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum Seri Pengayaan
Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2012.

Satrio, J., Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

Tetley, William, Q.C., Mixed jurisdiction: “Common Law vs Civil


Law (Codified and Uncodified), 2000.

Todd, Paul, Textbook on Trust 4th edition, Blackstone Press Limited,


London, 1999.

Budiyoni, Tri, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi


Benturan Studi Transplantasi Doktrin Yang Dikembangkan dari Tradisi
Common Law pada UU PT, Griya Media, Salatiga, 2009.

Universitas Sumatera Utara


Watt, Gary, Briefcase Equity and Trusts 2nd ed., Cavendish Publishing
Ltd, London, 1999.

Wery, P.L, Perkembangan Hukum Tentang Itikad Baik di Nederland:


Ceramah pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada
tanggal 26 Januari 1990, Percetakan Negara RI, Jakarta, 1990

Widjaja, Gunawan, Pentingnya Pengaturan Trust dalam Institusi Di


luar Pasar Modal, Ed.18, Buletin Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal,
Jakarta, 2013.

Widjaja, Gunawan, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD,


dan Undang-Undnag Pasar Modal Indonesia, PT Raja Gafindo Persada,
Jakarta, 2008.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,


Jakarta, 1996.

Wantu, Fence M., Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran, cara


cepat belajar Hukum Acara Perdata. Reviva Cendekia, Jakarta, 2010.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan


Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

TESIS & JURNAL

Latief, Herlina, “Tanggung Jawab Notaris Terkait Praktek Nominee di


Indonesia,” (Tesis Magister Kenotariatan UI, 2010).

Hasibuan, Nella, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk


Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara
Asing”, (Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 2012).

Investment Company Institute, A Guide to Understanding Mutual


Fund (https://www.ici.org/pdf/bro_understanding_mfs_p)

Madeline Times, Global Custody – an Overview,Volume 1

Rajagukguk, Erman, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung


Jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi”, Artikel Utama pada Jurnal
Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3, 2007.

Universitas Sumatera Utara


Siregar, Mahmul “Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis
Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia”
Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 4, 2008

Wicaksono, Lucky Suryo, Kepastian Hukum Nominee Agreement


Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM
NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 42 – 57 Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, LN


No. 67 Tahun 2007

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, LN


No. 106 Tahun 2007

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, LN No. 64


Tahun 1995

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2016 Tentang


Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

INTERNET

http://www.financialanalyst.org/newarticle2.html. diakses pada


tanggal 01 Mei 2017

https://www.seychellesoffshore.com/offshore-company-
management.php, diakses pada tanggal 01 Mei 2017

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3610-kpk-dorong-
transparansi-beneficial-ownership, diakses pada tanggal 10 Mei 2017.

http://www.socal.print.com/574.html diakses pada tanggal 10 Mei


2017.

http://id.beritasatu.com/home/trustee-sang-wali-amanat/51027, diakses
pada tanggal 08 Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara


KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR AHU-0005364.AH.01.01.TAHUN 2017
TENTANG
PENGESAHAN PENDIRIAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG

Menimbang : a Bahwa berdasarkan Permohonan Notaris SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN ,


sesuai salinan Akta Nomor 02 Tanggal 02 Februari 2017 yang dibuat oleh
SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN tentang Pendirian Badan Hukum PT CAHAYA
CASTINDO HASANAH CEMERLANG tanggal 06 Februari 2017 dengan Nomor
Pendaftaran 4017020612100796 telah sesuai dengan persyaratan pengesahan
Pendirian Badan Hukum Perseroan;
b Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
Pengesahan Pendirian Badan Hukum PT CAHAYA CASTINDO HASANAH
CEMERLANG.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Mengesahkan pendirian badan hukum - PT CAHAYA CASTINDO HASANAH
CEMERLANG - yang berkedudukan di KOTA MEDAN karena telah sesuai dengan
Data Format Isian Pendirian yang disimpan di dalam database Sistem Administrasi
Badan Hukum sebagaimana salinan Akta Nomor 02 Tanggal 02 Februari 2017 yang
dibuat oleh SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN , yang berkedudukan di KABUPATEN
DELI SERDANG.
KEDUA : Modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor sebagaimana yang
tercantum dalam akta yang disebut pada poin PERTAMA.
KETIGA : Jenis Perseroan UMUM.
KEEMPAT : Susunan Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi Terlampir.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan maka akan diperbaiki
sebagaimana mestinya dan/atau apabila terjadi kesalahan, keputusan ini akan
dibatalkan atau dicabut.

Ditetapkan di Jakarta, Tanggal 06 Februari 2017.

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM
UMUM,

DR. FREDDY HARRIS, SH, LL.M, ACCS.

DICETAK PADA TANGGAL 06 Februari 2017


DAFTAR PERSEROAN NOMOR AHU-0015864.AH.01.11.TAHUN 2017 TANGGAL 06 Februari 2017

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR AHU-0005364.AH.01.01.TAHUN 2017
TENTANG
PENGESAHAN PENDIRIAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG

1. Modal Dasar : Rp. 500.000.000


2. Modal Ditempatkan : Rp. 250.000.000
3. Susunan Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi
Klasifikasi Jumlah Lembar
Nama Jabatan Total
Saham Saham
INSINYUR AMIRULLAH DIREKTUR UTAMA - 225 Rp. 112.500.000
ZEPRI SYARIZAL DIREKTUR - 50 Rp. 25.000.000
HAJI SOEPARNO, KOMISARIS - 225 Rp. 112.500.000
BACHELOR OF SCIENCE

Ditetapkan di Jakarta, Tanggal 06 Februari 2017.

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM
UMUM,

DR. FREDDY HARRIS, SH, LL.M, ACCS.

DICETAK PADA TANGGAL 06 Februari 2017


DAFTAR PERSEROAN NOMOR AHU-0015864.AH.01.11.TAHUN 2017 TANGGAL 06 Februari 2017

saran pencantuman larangan nominee

kepemilikan saham pada perseroan terbatas dalam Surat Keputusan ini adalah bersifat
mutlak, perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan saham dalam
perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain adalah batal demi hukum

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai