Anda di halaman 1dari 85

ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR JUDEX

FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN


MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA PELANGGARAN
TERHADAP MEREK
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)

Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh

YUNUS DELLA AMARTHA

NIM. E0012421

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR JUDEX


FACTI SALAHM ENERAPKAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN
MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA PELANGGARAN
TERHADAP MEREK
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)

Disusun Oleh:

YUNUS DELLA AMARTHA

NIM. E0012421

Disetujui untuk Dipertahankan


Dosen Pembimbing

Edy Herdyanto, S.H. , M.H

NIP. 195706291985031002

ii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR JUDEX
FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN
MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA PELANGGARAN
TERHADAP MEREK
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)
Oleh :
YUNUS DELLA AMARTHA
NIM. E0012421
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Pada :
Hari :
Tanggal :
DEWAN PENGUJI
1.
NIP. : ………………………
Ketua
2. : ………………………
NIP.
Sekretaris
3. : ………………………
NIP.
Anggota

Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Supanto,S.H.,M.Hum


NIP. 196011071986011001

iii
PERNYATAAN

Nama : Yunus Della Amartha


NIM : E0012421
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul:ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR
JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN
MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA PELANGGARAN
TERHADAP MEREK (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 503
K/Pid.Sus/2016)adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya
dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan
hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2017

Yang membuat pernyataan

Yunus Della Amartha

NIM.E0012421

iv
ABSTRAK

Yunus Della Amartha. E0012421. ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN


KASASI ATAS DASAR JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM
DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA
PELANGGARAN TERHADAP MEREK (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Terdakwa mengajukan Kasasi
atas dasar judex facti Pengadilan Tinggi Bandung salah menerapkan hukumserta
pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan KasasiTerdakwa dan
mengadili sendiri perkara memperdagangkan barang hasil pelanggaran pihak lain.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum, bersifat preskriptif dan
terapan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, pengumpulan bahan hukum dengan cara studi pustaka,
menggunakan pendekatan kasus dan teknik analisis bahan hukum menggunakan
metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alasan Terdakwa mengajukan
Kasasi atas dasar judex facti Pengadilan Tinggi Bandung salah menerapkan
hukum telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a perihal “apakah
benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya” yakni Judex Facti Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan secara
cermat fakta berupa Terdakwa secara jelas telah membeli barang tersebut dengan
harga Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah) bila Terdakwa mengetahui jika barang
tersebut adalah barang palsu serta Pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan
permohonan Kasasi oleh Terdakwa menyatakan Terdakwa Hariyantotelah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah “memperdagangkan barang yang diketahui
atau patut diketahui bahwa barang tersebut merupakan hasil pelanggaran merek
terdaftar pihak lain” telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1)
KUHAP. Pernyataan tersebut didukung oleh pembatan putusan Putusan
Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 39/PID.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal 17
Maret 2015 oleh Mahkamah Agung dan menjatuhkan menjatuhkan pidana oleh
karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan,
menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dikemudian
hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena Terdakwa melakukan suatu
tindakan pidana sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan.
Kata Kunci: Kasasi, Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana di Bidang Merek.

v
ABSTRACT

Yunus Della Amartha. E0012421. REASON FOR DEFENDANTS HAVE


APPEALED JUDEX FACTI INCORRECTLY APPLYING THE LAW AND
CONSIDERATIONS OF THE SUPREME COURT DECIDING THE CASE
VIOLATION OF BRAND (Study of Supreme Court Ruling Number 503 K /
Pid.Sus / 2016).
This research aims to determine the reason for the Defendant filed an appeal on
the basis of judex facti Bandung High Court wrongly apply the law and
consideration of the Supreme Court granted the request of the Defendant's
Cassation and tried his own case of trading the goods of violation of other
parties. The type of research used is legal research, prescriptive and applied.
Sources of legal materials used are primary legal materials and secondary legal
materials, the collection of legal materials by way of literature study, using case
approaches and techniques of legal material analysis using the method of
syllogism and interpretation by using deductive thinking patterns. Based on the
results of the research, it is known that the reason for the Defendant filed an
appeal on the basis of judex facti of the Bandung High Court wrongly applied the
law in accordance with the provisions of Article 253 paragraph (1) letter a
"whether or not a rule of law is applied or improperly" ie Judex Facti Court High
did not consider carefully the facts in the form of the Defendant had clearly
purchased the item for Rp. 4,000,000 (four million rupiahs) if the Defendant
acknowledges that the goods are counterfeit goods and the Supreme Court's
Consideration granted the Cassation by the Defendant states that the Defendant
Hariyanto has been proven legally and convincingly guilty of "trafficking in
known or known goods that the goods are the offense Other registered trademarks
"are in conformity with the provisions of Article 256 jo of Article 193 paragraph
(1) of the Criminal Procedure Code. The statement was supported by the decision
of the High Court Decision of Bandung Number 39 / PID.Sus Brands / 2015 /
PT.BDG dated March 17, 2015 by the Supreme Court and dropped a criminal
therefore to the Defendant by imprisonment for 4 (four) months, That the crime
shall not be served unless in the future there is a decision of another judge,
because the Defendant commits a criminal act before the trial period of 8 (eight)
months.
Keywords: Cassation, Judge Consideration, Brand Crime.

vi
MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S.AL-Insyirah:6)

“I am not failed, I just tried thousand execution that haven’t succeeded yet”

(Penulis)

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu dan orang-
orangyang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan”

(Mario Teguh)

vii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulisan hukum (Skripsi) ini penulis persembahkan kepada:


1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada penulis;
2. Baginda besar Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan;
3. Kedua orang tua tercinta Bapak Achmad Marsono dan Ibu Tri Artati atas
seluruh kasih sayang, semangat, dan doa yang tiada hentinya;
4. Pihak-pihak lain yang turut memberikan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu; dan
5. Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
member bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pendidikan.
Demikianlah semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua.

Surakarta,
Penulis

Yunus Della Amartha

viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dengan judul: “ALASAN
TERDAKWA MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR JUDEX FACTI
SALAH MENERAPKAN HUKUM DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH
AGUNG MEMUTUS PERKARA PELANGGARAN TERHADAP MEREK
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)”.
Penyusunan penulisisan hukum (skripsi) ini merupakan sebagian dari
syarat-syarat dalam mencapai derajat Sarjana (S1) dalam bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan hukum (skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak baik materil maupun non-materil sehingga
penulisan hukum ini dapat diselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kehidupan dan melimpahkan rahmat
hidayah-Nya serta Nabi besar Muhammad SAW, junjungan dan suri teladan
yang terbaik.
2. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada
penulis untuk megembangkan ilmu hukum dalam menyelesaikan penulisan
hukum ini
3. Bapak Dr. Soehartono S.H, M.H selaku Kepala Bagian Hukum Acara yang
telah membantu penulis didalam pelaksanaan mekanisme pemilihan
pembimbing guna menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H selaku Pembimbing yang didalam kesibukan
beliau telah bersedia meluangkan waktu serta pikirannya untuk memberikan
bimbingan, nasihat, semangat dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

ix
5. Bapak Sapto Hermawan, S.H, M.H selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan penulis dorongan baik secara moral maupun materiil sejak
awal masuk fakultas hukum sampai dengan akhir penulisan hukum (skripsi)
ini.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga kedepannya
dapat penulis amalkan.
7. Kedua orang tua tercinta
8. Kepada teman-teman

Penulis hanya dapat mendoakan mereka yang telah membantu dalam segala
hal yang berkaitan dengan pembuatan skripsi ini semoga diberikan balasan dan
rahmat dari Allah SWT. Selain itu saran, kritik dan perbaikan senantiasa sangat
diharapkan. Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, kalangan akademis, praktisi seta
masyarakat umum.

Surakarta, September 2017


Penulis

Yunus Della Amartha

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Mafaat Penelitian .................................................................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ....................................................................................... 14
1. Upaya Hukum Kasasi ........................................................................ 14
a. Pengertian Kasasi .......................................................................... 14
b. Alasan Pengajuan Kasasi .............................................................. 15
c. Tujuan Kasasi ................................................................................ 20
2. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim ............................................. 21
3. Tinjauan tentang Terdakwa................................................................ 28
a. Pengertian Terdakwa ..................................................................... 28
b. Hak-Hak Terdakwa ....................................................................... 30
4. Tinjauan tentang Putusan Pengadilan ............................................... 31
5. Tinjauan tentang Judex Facti ............................................................. 36
a. Pengertian Judex Facti .................................................................. 36
b. Judex Factie Perspektif Hukum Pidana Indonesia ........................ 37
6. Tinjauan tentang Tindak Pidana di Bidang Merek ........................... 38

xi
a. Pengertian dan Penggolongan Merek ............................................ 38
b. Tindak Pidana di Bidang Merek.................................................... 40
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 42
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 45
1. Identitas Terdakwa ............................................................................. 45
2. Uraiaan Singkat Fakta Peristiwa ....................................................... 45
3. Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandung .................... 46
4. Tuntutan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandung ..................... 54
5. Putusan Majelis HakimPengadilan Negeri Bandung ......................... 55
6. Putusan Mejelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung ....................... 56
7. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ............................... 56
B. Pembahasan ........................................................................................... 57
1. Kesesuaian Alasan Terdakwa Mengajukan Kasasi Atas Dasar
Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung Salah Menerapkan
Hukum dalam Perkara Memperdagangkan Barang Hasil
Pelanggaran Merek Pihak Lain dengan Ketentuan Pasal 253ayat
(1) KUHAP ....................................................................................... 57
2. Kesesuaian Pertimbangan Mahkamah Agung Mengabulkan
Permohonan Kasasi Terdakwa dan Mengadili Sendiri Dalam
Perkara Memperdagangkan Barang Hasil Pelanggaran Merek
Pihak Lain Telah Sesuai Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1)
KUHAP .............................................................................................. 62

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................... 68
B. Saran ........................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA

xii
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perkembangan perekonomian dunia yang berlangsung sangat


cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi,
telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak di sector ekonomi
secara khusus dalam konteks transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan
dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun
barang impor. Oleh karena itu, barang dan jasa produksi merupakan suatu hasil
kemampuan dari kreativitas manusia yang dapat menimbulkan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI).
HKI adalah kekayaan manusia yang tidak berwujud nyata tetapi berperan
besar dalam memajukan peradaban umat manusia, sehingga perlindungan HKI
diberikan oleh negara untuk merangsang minat para Pencipta, Penemu,
Pendesain, dan Pemulia, agar mereka dapat lebih bersemangat dalam
menghasilkan karya-karya intelektual yang baru demi kemajuan masyarakat
(Iswi Hariyani, 2010: 6).
HKI merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan
intelektual manusia dalam berbagai bidang yang menghasilkan suatu proses
atau produk yang bermanfaat bagi umat manusia. Karya-karya di bidang ilmu
pengetahuan, seni, sastra, ataupun invensi di bidang teknologi merupakan
contoh karya cipta sebagai hasil kreativitas intelektual manusia, melalui cipta,
rasa, dan karsanya. Karya cipta tersebut menimbulkan hak milik bagi pencipta
atau penemunya (Budi Santoso, 2009: 4).
Salah satu dari kelompok yang tergolong dalam HKI adalah merek.
Pengaturan perihal perlindungan terhadap merek sesungguhnya sudah diatur
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek). Penjelesan umum Undang-Undang tersebut menyebutkan jika:

1
2

“Salah satu perkembangan di bidang Merek adalah munculnya


pelindungan terhadap tipe Merek baru atau yang disebut sebagai
Merek nontradisional. Dalam Undang-Undang ini lingkup Merek
yang dilindungi meliputi pula Merek suara, Merek tiga dimensi,
Merek hologram, yang termasuk dalam kategori Merek
nontradisional tersebut. Selanjutnya, beberapa penyempurnaan
untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon
Merek. Untuk lebih memudahkan bagi Pemohon dalam melakukan
pendaftaran Merek perlu dilakukan beberapa revisi atau perubahan
berupa penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek.
Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum Permohonan
akan memberikan kemudahan dalam pengajuan Permohonan
dengan cukup mengisi formulir Permohonan, melampirkan label
atau contoh Merek yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar
biaya Permohonan. Dengan memenuhi kelengkapan persyaratan
minimum Permohonan tersebut, suatu Permohonan Merek akan
diberikan tanggal penerimaan atau filling date. Perubahan terhadap
alur proses pendaftaran Merek dalam Undang-Undang ini
dimaksudkan untuk lebih mempercepat penyelesaian proses
pendaftaran Merek. Dilaksanakannya pengumuman terhadap
Permohonan sebelum dilakukannya pemeriksaan substantif
dimaksudkan agar pelaksanaan pemeriksaan substantif dapat
dilakukan sekaligus jika ada keberatan dan/atau sanggahan
sehingga tidak memerlukan pemeriksaan kembali.”

Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Merek dan Indikasi


Geografis tersebut, dibubuhkan pengaturan perihal tindak pidana di bidang
merek yang diatur dalam Bab XVIII Ketentaun Pidana mulai dari Pasal 100
hingga Pasal 103 (sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek Bab XIV Ketentuan Pidana mulai dari Pasal 90 hingga Pasal
95). Disematkannya pengaturan ketentuan pidana dalam Undang-Undang
tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap merek. Menguti pendapat
Adrian Sutedi yang menyatakan bahwa Merek sebagai salah satu wujud karya
intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan
perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi.
Merek (Brand Image) dapat memenuhii kebutuhan konsumen akan tanda
pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan
kualitas barang atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu
merek adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun
3

perusahaan (badan hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar.


Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadap merek tersebut
dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai obyeknya terkait hak-hak
perseorangan atau badan hukum (Adrian Sutedi, 2009: 91).
Berdasarkan pada pemaparan pengaturan tindak pidana di bidang merek
sebagaimana disebutkan diatas, hukum acara Indonesia melalui ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) telah mengakomodasi beragam ketentuan untuk menunjang jalannya
hukum materil (hukum pidana) diantaranya terkait dengan proses beracara dan
upaya hukum yang disediakan.
Terkait dengan penelitian ini, penulis membahas perihal Upaya Hukum
Kasasi dalam perkara penipuan. KUHAP membedakan Upaya Hukum menjadi
dua jenis, yaitu Upaya Hukum biasa dan luar biasa. Upaya Hukum biasa ada
beberapa jenis, diantaranya adalah Upaya Hukum banding dan Upaya Hukum
Kasasi sedangkan Upaya Hukum luar biasa dibedakan menjadi Upaya Hukum
peninjauan kembali dan Upaya Hukum Kasasi demi kepentingan hukum.
Terkait dengan penelitian yang penulis lakukan yakni tentang Upaya Hukum
biasa berupa Kasasi yang diatur dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa
dan Bagian Kesatu tentang Kasasi secara khusus dalam Pasal 244 hingga Pasal
258 KUHAP.
Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa Mahkamah
Agung dalam tingkat Kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk
diajukan Kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi
pengajuannya (Asril dan Dimas Prasidi, 2012: 296).
Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam kaitannya dengan kedudukan
Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan Kasasi, maka tujuan
pemeriksaan sengketa pada Upaya Hukum Kasasi ini hakikatnya adalah untuk
mengoreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan di tingkat bawahnya.
4

menciptakan dan membentuk hukum baru dan melakukan pengawasan guna


terciptanya keseragaman penerapan hukum (Agus Budi Susilo, 2016: 300).
Terlepas dari pemaparan penulis perihal salah satu upaya hukum yang
tersedia dalam konteks beracara di peradilan pidana, salah satu dari sekian
banyak Perkara dibidang merek yang cukup menarik perhatian adalah Perkara
yang diputus Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 503 K/Pid.Sus/2016
dengan Terdakwa bernama Hariyanto yang didakwa oleh Penuntut Umum dari
Kejaksaan Negeri Bandung telah melanggar ketentuan yang termuat dalam
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana
dalam dakwaan kesatu, Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek sebagaimana dalam dakwaan kedua serta Pasal 94 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana dalam
dakwaan ketiga dan diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri
Bandung. Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan Terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidana memperdagangkan “SOFFELL” yang diketahui atau patut diketahui
bahwa “SOFFELL” tersebut merupakan hasil pelanggaran merek terdaftar
milik pihak lain sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga Pasal 94 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan menjatuhkan
pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan serta
menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000 (lima
ribu rupiah).
Pengadilan Negeri Bandung kemudian mengadili perkara pidana di
bidang pelanggara terhadap merek tersebut melalui Putusan Nomor
1220/Pid.B/2014/PN.Bdg tertanggal 17 Desember 2014 yang pada pokoknya
menyatakan bahwa Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperdagangkan barang yang
diketahui atau patut diketahui bahwa barang tersebut merupakan hasil
pelanggaran merek terdaftar milik pihak lain. Majelis Hakim juga menjatuhkan
Pidana kepada Terdakwa Hariyanto dengan pidana penjara selama 4 (empat)
bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika
5

dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena Terdakwa
melakukan suatu tindakan pidana sebelum masa percobaan selama 8 (delapan)
bulan berakhir.
Menanggapi Putusan Pengadilan Negeri Bandung tersebut, Penuntut
Umum kemudian mengajukan Upaya Hukum Banding terhadap Putusan
tersebut yang kemudia oleh Pengadilan Tinggi Bandung melalui Putusan
Nomor 39/Pid.Sus.Merek/2015/PT.BDG tertanggal 17 Maret 2015 yang pada
pokoknya menyatakan bahwa menerima permintaan banding dari Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Bandung, memperbaiki putusan Pengadilan
Negeri Bandung Nomor 1220/Pid.B/2014/PN.Bdg tanggal 17 Desember 2014
yang dimintakan banding tersebut sekedar mengenai kwalifikasinya dan
pemidanaannya, sehingga amar selengkapnya berbunyi menyatakan Terdakwa
Hariyanto tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “memperdagangkan barang yang patut diketahui
merupakan barang hasil pelanggaran merek milik orang lain”, menjatuhkan
pidana terhadap Terdakwa tersebut diatas oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan agar barang bukti berupa 9
(sembilan) dus “Soffell” palsu aroma jeruk dalam kemasan sachet dirampas
untuk dimusnahkan dan membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat Banding sebanyak Rp. 2.000 (dua ribu rupiah).
Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut, Terdakwa
kemudian mengajukan upaya hukum Kasasi melalui akta Permohonan Kasasi
Nomor 13/Akta.Pid/2015/PN.Bdg yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri
Bandung pada tanggal 22 Juni 2015 dengan alasan Judex FactiPengadilan
Tinggi Bandung tidak tepat dalam menerapkan hukum dalam mengadili
perbuatan Terdakwa berupa pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi terdapat
kekhilapan dan kekeliruan serta tidak sesuai dengan hukum karena Terdakwa
dalam persidangan dipengadilan telah menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui
barang tersebut palsu dan seandainya sudah mengetahui barang tersebut palsu
maka Terdakwa tidak mau menerima barang tersebut. Setelah diperiksa
kembali oleh Mahkamah Agung, berpendapat bahwa Judex Factitelah salah
6

menerapkan hukum karena Judex Factitidak mempertimbangkan dengan baik


dan benar terhadap fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
Perkara ini akhirnya diputus secara Kasasi yang pada intinya menyatakan
mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa dan
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor
39/PID.Sus.Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Maret 2015 yang memperbaiki
putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1220/PID.B/2014/PN.BDG
tanggal 17 Desember 2014, menyatakan Terdakwa Hariyanto telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“memperdagangkan barang yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang
tersebut merupakan hasil pelanggaran merek terdaftar pihak lain”, menjatuhkan
pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4
(empat) bulan, menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali
jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena
Terdakwa melakukan suatu tindakan pidana sebelum masa percobaan selama 8
(delapan) bulan berakhir serta membebankan kepada Terdakwa tersebut untuk
membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima
ratus rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
terkait dengan argumentasi Kasasi Penuntut Umum, pertimbangan Mahkamah
Agung dan tindak pidana di bidang merek yang kemudian dituangkan dalam
penulisan hukum dengan judul: “ALASAN TERDAKWA MENGAJUKAN
KASASI ATAS DASAR JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM
DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PERKARA
PELANGGARAN TERHADAP MEREK (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 503 K/Pid.Sus/2016)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan
sebelumnya, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan
penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7

1. Apakah Alasan Terdakwa Mengajukan Kasasi atas dasar Judex Facti


Pengadilan Tinggi Bandung Salah Menerapkan Hukum dalam Perkara
Memperdagangkan Barang Hasil Pelanggaran Merek Pihak lain Telah
Sesuai dengan ketetentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP?
2. Apakah Pertimbangan Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan
Kasasi Terdakwa dan Mengadili Sendiri Dalam Perkara
Memperdagangkan Barang Hasil Pelanggaran Merek Pihak Lain
Telah Sesuai Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan
hukum ini, dibagi menjadi dua, yakni tujuan objektif dan tujuan subjektif.
Tujuan objektif berasal dari tujuan penelitian itu sendiri sedangkan tujuan
subjektif merupakan tujuan yang berasal dari penulis. Tujuan penelitian hukum
ini bertujuan untuk menentukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter
Mahmud Marzuki, 2013:35). Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian hukum ini yaitu:
1. Tujuan Objektif
a. Mengetahui alasan Terdakwa mengajukan Kasasi atas dasar Judex
Facti Pengadilan Tinggi Bandung salah menerapkan hukum dalam
perkara memperdagangkan barang hasil pelanggaran merek pihak
lain disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
b. Mengetahui pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan
permohonan Kasasi Terdakwa dan mengadili sendiri dalam perkara
memperdagangkan barang hasil pelanggaran merek pihak lain
disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.

2. Tujuan Subjektif
8

a. Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai hukum


nasional dalam bidang hukum pidana dan hukum acara pidana
khususnya tentang proses persidangan terkait dengan Upaya
Hukum Kasasi dan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan
hukuman bagi pelaku tindak dibidang merek.
b. Memperoleh bahan hukum primer dan sekunder sebagai bahan
penulisan hukum (skripsi) guna melengkapi persyaratan akademis
untuk memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana
dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dalam penulisan hukum ini ada 2 (dua),
yakni manfaat teoritis yang bertalian dengan pengembangan ilmu hukum dan
manfaat praktis yang bertalian dengan pemecahan masalah yang diteliti.
Adapun manfaat tersebut yakni:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum
khususnya pada Hukum Acara Pidana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam kepustakaan Hukum Acara Pidana dan dapat
digunakan sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis
pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.
b. Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang
dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
9

Penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan suatu


proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian
hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter
Mahmud, 2013: 35).
Agar suatu penelitian ilmiah dapat dilaksanakan dengan baik maka
diperlukan suatu metode penelitian yang tepat, yang meliputi jenis penelitian,
sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber bahan hukum
penelitian, teknik pengumpulan bahan hukum, dan teknik analisis bahan
hukum. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum (legal research). Peneltian hukum disebut juga
penelitian normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian
doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang
fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer
dan sekunder. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis,
dikaji, dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan
masalah yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2013:95). Penelitian
hukum norrmatif adalah Penelitian hukum atau disebut legal research
adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu
adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang
berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta
apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum atau prinsip
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013:55-56).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat Ilmu
Hukum itu sendiri. Ilmu Hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang
preskriptif dan terapan. Sebagai Ilmu yang bersifat preskriptif, objek
10

ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip


hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara
tingkah laku (act) bukan perilaku (behavior) individu dengan norma
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 41). Sebagai ilmu terapan,
ilmu hukum hanya dapat diterapkan oleh ahlinya sehingga yang dapat
menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-
kaidahnya. Penelitian hukum harus melahirkan preskripsi yang dapat
diterapkan dan harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang
berpangkal pada moral. Penerapan ilmu hukum harus berdasarkan
teori yang melandasinya dan tidak boleh menyimpangi teori (Peter
Mahmud Marzuki, 2013:67-70).
3. Pendekatan Penelitian
Mengenai pendekatan penelitian, Peter Mahmud Marzuki
mengemukakan bahwa di dalam penelitian terdapat beberapa
pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam
penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (statute
approach), pendekatan kasus (caseapproach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter
Mahmud Marzuki, 2013: 133).
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kasus (case approach). Menurut Perter Mahmud
Marzuki dalam Pendekatan kasus (case approach) perlu memahami
ratio-decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh
Hakim untuk sampai kepada keputusannya serta dilakukan dengan
cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan
isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 134)
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
11

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat
autoritatif, yang artinya bahan hukum tersebut mempunyai otoritas.
Bahan hukum primer terdiri dari perUndang-Undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perUndang-Undangan
dan putusan-putusan Hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 141).
Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini
antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana (KUHP);
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP);
3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;
4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis;
5) Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor
1220/Pid.B/2014/PN.Bdg;
6) Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor
39/Pid.Sus.Merek/2015/PT.BDG;
7) Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, kamus-
kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas
putusan Pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Bahan
hukum sekunder berupa bahan yang diperoleh dari bahan-bahan
kepustakaan, literatur, peraturan perUndang-Undangan, jurnal,
makalah, artikel, media massa, bahan dari internet serta sumber lain
yang berkaitan dengan masalah yang penulis kaji yang mendukung
bahan hukum primer. Sumber bahan hukum sekunder dalam
penelitian ini antara lain:
1) Buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum;
12

2) Jurnal-jurnal Hukum;
3) Artikel; dan
4) Bahan-bahan dari media internet dan sumber lain yang
memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan cara yang
dipergunakan untuk memperoleh bahan hukum yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi dokumen atau
bahan pustaka terkait, hukum lingkungan dan literatur, kamus, dan
bahan pustaka lainnya.
6. Teknik Analisis Sumber Bahan Hukum
Peneliti menggunakan metode deduktif silogisme yang menarik
dari premis mayor lalu kemudian di tarik premis minornya. Philipus
M. Hadjon mengemukakan bahwa untuk penalaran hukum yang
merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis
minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian
ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013:
47).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum dilakukan guna memberikan gambaran,
penjabaran maupun pembahasan secara menyeluruh mengenai pembahasan
yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan
hukum. Adapun sistematika penulisan hukum (skripsi) terdiri dari 4 (empat)
bab, tiap bab terbagi dari beberapa sub-bab yang dimaksudkan untuk
mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
Keseluruhan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai uraian latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
dan sistematika penulisan hukum.
13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini terdapat landasan teori atau penjelasan secara teoritik yang
bersumber pada bahan hukum yang digunakan dan doktrin ilmu
hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dan
kerangka berpikir penulisan dalam merumuskan dan meneliti
permasalah yang dibahas. Dalam sub-bab kerangka teori meliputi
sub bab pertama yakni tentang Upaya Hukum Kasasi, sub-bab
kedua memuat tentang pertimbangan Hakim kemudian dalam sub-
bab ketiga memuat tentang putusan pengadilan dilanjutkan dengan
sub-bab keempat tentang Judex Factidan subbab terakhir tentang
tindak pidana di bidang Merek.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai uraian dari hasil penelitian dan sajian
pembahasan berdasarkan rumusan masalah yaitu kesesuaian alasan
Terdakwa mengajukan Kasasi atas dasar Judex Facti Pengadilan
Tinggi Bandung salah menerapkan hukum dalam perkara
memperdagangkan barang hasil pelanggaran merek pihak lain
dengan ketetentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP serta
kesesuaian pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan
permohonan Kasasi Terdakwa dan mengadili sendiri dalam perkara
memperdagangkan barang hasil pelanggaran merek pihak lain
dengan ketentuan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang menguraikan secara singkat
tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang dapat
dilakukan berdasarkan hasil keseluruhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori

1. Upaya Hukum Kasasi


a. Pengertian Kasasi
Selama proses beracara di Pengadilan salah satu tahapan akhir
setelah adanya putusan Pengadilan adalah tersedianya kesempatan berupa
hak untuk menyatakan menerima atau menolak putusan yang dijatuhkan
Hakim. Apabila menolak suatu putusan Hakim maka dapat
memanfaatkan haknya untuk mengajukan upaya hukum
(rechtsmiddelen). Upaya hukum adalah usaha melalui saluran hukum dari
pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap keputusan Hakim yang
dianggap tidak adil atau kurang tepat (Atang Ranoemihardja, 1981: 123).
Menurut Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, upaya hukum dimaksudkan
merupakan sarana untuk melaksanakan hukum, yaitu hak terpidana atau
Jaksa Penuntut Umum untuk tidak menerima penetapan atau putusan
Pengadilan karena tidak merasa puas dengan penetapan atau putusan
tersebut (Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987: 3).
Upaya hukum diatur dalam Bab I Pasal 1 Angka 12 KUHAP yang
menyatakan “Upaya hukum adalah hak Terdakwa atau Penuntut Umum
untuk tidak menerima putusan Pengadilan yang berupa perlawanan atau
Banding atau Kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan
Peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang ini”. Berdasarkan ketentuan Pasal 67 jo Pasal 233 ayat
(1) KUHAP, upaya hukum Banding merupakan hak yang dimiliki oleh
Terdakwa atau Penuntut Umum untuk mengajukan pemeriksaan ulangan
kepada Pengadilan Tinggi atas pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
Pengadilan Negeri untuk memeriksa kembali fakta-fakta kecuali terhadap
putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum. Sedangkan Kasasi
berdasarkan Pasal 244 KUHAP adalah suatu hak yang dapat

14
15

dipergunakan atau dikesampingkan oleh Terdakwa atau Penuntut Umum.


Apabila Terdakwa atau Penuntut Umum tidak menerima putusan yang
dijatuhkan pengadilan tingkat bawahnya maka dapat mengajukan
permohonan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap
pelaksanaan dan pengetapan hukum yang telah dijalankan oleh
Pengadilan di bawahnya kecuali terhadap putusan yang mengandung
pembebasan. Lembaga Kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata
asalnya ialah casser yang artinya memecah. Suatu putusan Hakim
dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan (Andi Hamzah,
2013: 297).
Menurut Wirjono Prodjodikoro, Kasasi adalah pembatalan, yaitu
suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan tertinggi atas
putusan-putusan Pengadilan-Pengadilan lain (Wirjono Prodjodikoro,
1983: 10). Kasasi merupakan jalan hukum untuk melawan keputusan-
keputusan Hakim tingkat tertinggi yaitu putusan yang tidak dapat
dimohonkan Banding baik oleh karena tidak diperbolehkan oleh Undang-
Undang maupun karena kesempatan Banding itu telah dipergunakan (R.
Soesilo, 1988: 138).
b. Alasan Pengajuan Kasasi
Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat
Kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan karena:
1) Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3) Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh Peraturan
Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
16

Alasan pengajuan Kasasi terbagi menjadi dua yaitu alasan Kasasi


yang dibenarkan Undang-Undang dan alasan Kasasi yang tidak
dibenarkan oleh Undang-Undang.
1) Alasan Kasasi yang Dibenarkan oleh Undang-Undang
Alasan Kasasi yang sudah ditentukan secara “limitatiif”
dalam Pasal 253 ayat (1). Pemeriksaan Kasasi dilakukan
Mahkamah Agung berpedoman kepada alasan-alasan tersebut.
Sejalan dengan itu, permohonan Kasasi harus mendasarkan
keberatan-keberatan Kasasi bertitik tolak dari alasan yang
disebutkan pada Pasal 253 ayat (1). Yang harus diutarakan
dalam memori Kasasi ialah keberatan atas putusan yang telah
dijatuhkan Pengadilan kepadanya, karena isi putusan itu
mengandung kekeliruan atau kesalahan yang tidak dapat
dibenarkan oleh Pasal 253 ayat (1) (M. Yahya Harahap, 2012:
565).
Alasan Kasasi yang diperkenankan atau yang dapat
dibenarkan Pasal 253 ayat (1) terdiri dari:
a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang;
c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya.
Ketiga hal ini kebertan Kasasi yang dibenarkan oleh
undang-undang sebagai alasan Kasasi. Diluar ketiga alasan ini,
keberatan Kasasi ditolak karena tidak dibenarkan undang-
undang. Penentuan alasan Kasasi yang limitatif dengan
sendirinya serta sekaligus “membatasi” wewenang Mahkamah
Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat Kasasi,
terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal
tersebut. Diluar ketiga hal itu, Undang-Undang tidak
17

membenarkan Mahkamah Agung menilai dan memeriksanya.


Oleh karena itu, bagi seseorang yang mengajukan permohonan
Kasasi harus benar-benar memperhatikan keberatan Kasasi yang
disampaikan dalam memori Kasasi, agar keberatan itu dapat
mengenai sasaran yang ditentukan Pasal 253 ayat (1).
Menyimpang dari makna dan jiwa yang terkandung dari ketiga
alasan tadi, tidak diperhatikan dan tidak dibenarkan oleh
Mahkamah Agung. Sedapat mungkin permohonan Kasasi dapat
memeperlihatkan dalam memori Kasasi bahwa putusan
Pengadilan yang diKasasi mengandung:
a) Kesalahan penerapan hukum;
b) Atau Pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara
tidak melaksanakan cara mengadili menurut Undang-
Undang;
c) Atau pengadilan telah melampaui batas wewenangnya,
baik hal itu mengenai wewenang absolut maupun relatif
atau pelampauan wewenang dengan cara memasukkan
hal-hal yang nonyuridis dalam pertimbangannya (M.
Yahya Harahap, 2012: 565).
2) Alasan Kasasi Tidak dapat Dibenarkan oleh Undang-Undang
a) Keberatan Kasasi Putusan Pengadilan Tinggi Menguatkan
Putusan Pengadilan Negeri
Alasan yang memuat keberatan, putusan Pengadilan
Tinggi tanpa pertimbangan yang cukup menguatkan putusan
Pengadilan Negeri, tidak dapat dibenarkan dalam
pemeriksaan Kasasi. Percuma permohonan Kasasi
mengajukan alasan keberatan yang demikian, sebab
seandainya Pengadilan Tinggi menguatkan putusan serta
sekaligus menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri, hal
itu:
18

(1)Tidak merupakan kesalahan penerapan hukum, dan


tidak merupakan pelanggaran dalam melaksanakan
peradilan menurut ketentuan Undang-Undang serta
tidak dapat dikategorikan melampaui batas
wewenang yang ada padanya;
(2)Tindakan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan
Pengadilan Negeri, masih dalam batas wewenang
yang ada padanya, karena berwenang penuh
menguatkan dan mengambil alih putusan Pengadilan
Negeri yang dianggap telah tepat.
b) Keberatan atas Penilaian Pembuktian
Keberatan Kasasi atas penilaian pembuktian termasuk
diluar alasan Kasasi yang dibenarkan Pasal 253 ayat (1). Oleh
karena itu, Mahkamah Agung tidak berhak menilainya dalam
pemeriksaan tingkat Kasasi. Hal ini berbeda dengan
kesalahan penerapan hukum pembuktian, kesalahan
penerapan hukum pembuktian bukan atau tidak merupakan
penilaian pembuktian. Oleh karena itu, keberatan tersebut
“dapat dibenarkan” dalam tingkat Kasasi;
c) Alasan Kasasi yang Bersifat Pengulangan Fakta
Alasan Kasasi yang sering dikemukakan pemohon
adalah “pengulangan fakta”, padahal sudah jelas alasan
Kasasi seperti ini tidak dapat dibenarkan oleh Undang-
Undang. Arti pengulangan fakta ialah mengulang-ulang
kembali hal-hal dan peristiwa yang telah pernah
dikemukakannya baik dalam pemeriksaan sidang Pengadilan
Negeri maupun dalam memori Banding. Isi memori Kasasi
yang diajukan hanya mengulang kembali kejadian dan
keadaan yang telah pernah dikemukakannya dalam
pemeriksaan Pengadilan Negeri, pemohon telah
mengemukakan keadaan dan fakta-fakta. Kemudian hal itu
19

kembali lagi diutarakannya dalam memori Kasasi menjadi


alasan Kasasi. Keberatan Kasasi yang seperti ini, tidak
dibenarkan Undang-Undang, dan Mahkamah Agung
menganggapnya sebagai pengulangan fakta yang tidak perlu
dipertimbangkan dalam tingkat Kasasi.
d) Alasan yang Tidak Menyangkut Persoalan Perkara
Alasan yang seperti ini pun sering dikemukakan
pemohon dalam memori Kasasi, mengemukakan keberatan
yang menyimpang dari apa yang menjadi pokok persoalan
dalam putusan perkara yang bersangkutan. Keberatan Kasasi
yang seperti ini dianggap irrelevant karena berada diluar
jangkauan pokok permasalahan atau dianggap tidak
mengenai masalah pokok yang bersangkutan dengan apa
yang diputus Pengadilan.
e) Berat Ringannya Hukuman atau Besar Kecilnya Jumlah
Denda
Keberatan semacam ini pun pada prinsipnya tidak dapat
dibenarkan Undang-Undang, sebab tentang berat ringannya
hukuman pidana yang dijatuhkan maupun tentang besar
kecilnya jumlah denda adalah wewenang Pengadilan yang
tidak takhluk pada pemeriksaan tingkat Kasasi.
f) Keberatan Kasasi atas Pengembalian Barang Bukti
Alasan Kasasi semacam ini tidak dapat dibenarkan.
Pengembalian barang bukti dalam perkara pidana adalah
wewenang Pengadilan yang tidak tahluk pada pemeriksaan
Kasasi. Pengadilan sepenuhnya berhak menentukan kepada
siapa barang bukti dikembalikan.
g) Keberatan Kasasi Mengenai Novum
Suatu prinsip yang juga perlu diingat dalam masalah
keberatan Kasasi harus mengenai hal-hal yang telah “pernah
diperiksa” sehubungan dengan perkara yang bersangkutan,
20

baik dalam sidang Pengadilan Negeri maupun dalam tingkat


Banding. Berarti suatu hal yang diajukan dalam keberatan
Kasasi, padahal hal itu tidak dapat diperiksa dan diajukan
baik pada pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri maupun
pada pemeriksaan tingkat Banding tidak dapat dibenarkan
karena tidak takhluk pada pemeriksaan Kasasi. Pengajuan hal
seperti ini dalam keberatan Kasasi dianggap “hal baru” atau
“novum” (M. Yahya Harahap, 2012: 567-573).
c. Tujuan Kasasi
Tujuan Kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan
hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan
undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum (Andi Hamzah,
2013: 298). Tujuan upaya hukum Kasasi menurut M. Yahya Harahap
antara lain sebagai berikut:
1) Koreksi terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan
Salah satu tujuan Kasasi, memperbaiki dan meluruskan
kesalahan penerapan hukum, agar peraturan hukum benar-benar
diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili
perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan Undang-
Undang;
2) Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru
Disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah
Agung dalam peradilan Kasasi, adakalanya tindakan koreksi
sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk
yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada
padanya dalam bentuk judge making law, sering Mahkamah
Agung menciptakan hukum baru yang disebut “hukum kasus”
atau case law, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam
rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-
undang sesuai dengan “elastisitas” pertumbuhan kebutuhan
lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat.
21

Apabila putusan Kasasi baik yang berupa koreksi atas


kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan
hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi
pengadilan dalam mengambil keputusan maka Mahkamah
Agung akan menjadi yurisprudensi tetap. Sekalipun sistem
peradilan Indonesia tidak menganut prinsip “preseden” (yang
mengharuskan peradilan bawahan mengikuti putusan
Mahkamah Agung sebagai peradilan Kasasi), namun kenyataan
dalam praktek, putusan Mahkamah Agung selalu dipedomani
sebagai panutan. Sebab setiap penyimpangan dari yurisprudensi,
akan kembali diluruskan Mahkamah Agung dalam putusan
Kasasi ke arah yang sesuai dengan jiwa yurisprudensi yang telah
diciptakannya. Oleh karena itu secara psikologis pengadilan
bawahan dalam mengambil putusan selalu cenderung mengikuti
dan mendekati putusan Mahkamah Agung.
3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum
Tujuan lain daripada pemeriksaan Kasasi adalah
mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau
unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan
adanya putusan Kasasi yang menciptakan adanya yurisprudensi,
akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak
dalam penerapan hukum, serta dapat menghindari
kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para Hakim
(M.Yahya Harahap, 2012: 539-542).
2. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim
Dasar Hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan
kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan
hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan
praktek. Salah satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, di
mana Hakim merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat
menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum. Hakim juga
22

dianggap memiliki fungsi sebagai pembuat hukum atau “The law-making


function of judges in general and more specifically of the judges of the court
of justice, was and continues not only to provoke debates and confron
oppasing ideologies regarding the funtoins, power and limits of the
judiciary in our society” (Oreste Pollicino, 2004: 283).
Terdapat 2 (dua) pertimbangan Hakim dalam memutus suatu perkara
yang khususnya putusan yang mengandung pemidanaan, yaitu
pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis dan pertimbangan Hakim yang
bersifat non yuridis. Berikut adalah penjelasan mengenai pertimbangan yang
bersifat yuridis dan yang bersifat non yuridis.
a. Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan
Hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam
persidangan dan oleh Undang-Undang telah ditetapkan sebagai hal
yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat
yuridis ini diantaranya yaitu:

1) Dakwaan Penuntut Umum


Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat
rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
Terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil
pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta
landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan di muka
Pengadilan. Dalam menyusun sebuah surat dakwaan, hal-
hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil
dan materilnya. Dakwaan berisi identitas Terdakwa juga
memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya
tindak pidana dan memuat Pasal yang dilanggar (Pasal 143
ayat (2) KUHAP).
2) Tuntutan Pidana
Tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis
dan beratnya pidana atau jenis-jenis tindakan yang dituntut
23

oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dijatuhkan oleh


Pengadilan kepada Terdakwa, dengan menjelaskan karena
telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana, Jaksa
Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan pidana
tersebut di atas. Penyusunan surat tuntutan oleh Jaksa
Penuntut Umum disesuaikan dengan dakwaan Jaksa
Penuntut Umum dengan melihat proses pembuktian dalam
persidangan, yang disesuaikan pula dengan bentuk
dakwaan yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum
sebelum sampai pada tuntutannya di dalam requisitoir itu
biasanya Penuntut Umum menjelaskan satu demi satu
tentang unsur-unsur tindak pidana yang ia dakwakan
kepada Terdakwa, dengan memberikan alasan tentang
anggapannya tersebut.
3) Keterangan Saksi
Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang merupakan keterangan dari Saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan
dari pengetahuannya itu. Keterangan Saksi merupakan alat
bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a
KUHAP. Keterangan Saksi merupakan keterangan
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat
sendiri, dan alami sendiri, yang harus disampaikan dalam
sidang Pengadilan dengan mengangkat sumpah.
Keterangan Saksi yang disampaikan di muka sidang
Pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau
hasil rekaan yang diperoleh dari keSaksian orang lain
tidak dapat dinilai sabagai alat bukti yang sah. KeSaksian
semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan
24

istilah testimonium de auditu. KeSaksian de auditu


dimungkinkan dapat terjadi di persidangan.
4) Barang Bukti
Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh
Terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau
barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana. Barang yang
digunakan sebagai bukti yang diajukan dalam sidang
Pengadilan bertujuan untuk menguatkan keterangan Saksi,
keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa
untukmembuktikan kesalahan Terdakwa. Adanya barang
bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan
menambah keyakinan Hakim dalam menilai benar
tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa
dan sudah barang tentu Hakim akan lebih yakin apabila
barang bukti itu dikenal dan diakui oleh Terdakwa
maupun para Saksi.
5) Keterangan Terdakwa
Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf e memuat bahwa
keterangan Terdakwa digolongkan sebagai alat bukti.
Keterangan Terdakwa adalah apa yang dinyatakan
Terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan
atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri, ini
diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Keterangan Terdakwa
dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan
keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang
didakwakan kepadanya.
6) Pasal-Pasal dalam Peraturan Per-Undang-Undang-an yang
terkait.
Pertimbangan Hakim dalam pengambilan putusan
berpedoman pada rumusan Pasal 197 huruf d dan f
KUHAP yang berbunyi (d) pertimbangan yang disusun
25

secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-


pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang
yang menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa, (f)
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan
Terdakwa. berdasarkan rumusan Pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa salah satu yang harus dimuat dalam
surat putusan pemidanaan adalah Pasal peraturan per-
Undang-Undang-an yang menjadi dasar pemidanaan.
Pasal-Pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum
menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan
putusan.
Selain ketentuan tersebut, diatur pula dalam Pasal 50
ayat (1) yang berbunyi “Putusan Pengadilan selain harus
memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili” dan Pasal 53 ayat (2)
yang berbunyi “Penetapan dan putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan
hukum Hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar
hukum yang tepat dan benar” Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b. Pertimbangan Non-Yuridis
Hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan
yang bersifat Non-yuridis, disamping pertimbangan yang bersifat
yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk
menentukan nilai keadilan, tanpa ditopang dengan pertimbangan
Non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan
26

filosofis. Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang


sosial mengapa seseorang melakukan suatu tindak pidana, aspek
psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis pelaku pada
saat melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjalani pidana,
sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-
sebab seseorang melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap
serta perilaku seseorang yang melakukan tindak pidana, dengan
demikian Hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang adil
sesuai dengan kebutuhan pelaku.
Pertimbangan Non yuridis meliputi pertimbangan pada hal-
hal yangmemberatkan ataupun yang meringankan hukuman bagi
Terdakwa. Seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mempertimbangkan apakah Terdakwa benar-benar melakukan
perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Hakim juga harus
mempertimbangkan juga hal-hal yang memberatkan dan
meringankan Terdakwa. Dalam hal penjatuhan pidana, Hakim
dipengaruhi oleh banyak hal yang dapat dipakai sebagai
pertimbangan untuk menjatuhkan berat ringannya pemidanaan,
baik yang terdapat di dalam maupun di luar Undang-Undang,
jangan sampai penentuan pidana oleh Hakim itu akan berdampak
buruk dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan hukum itu
sendiri pada khususnya.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam hal Hakim
diberi kebebasan dalam menentukan berat ringannya pidana yang
akan dijatuhkan, tentunya Hakim juga terikat oleh alat bukti yang
sah dimuat dalam Pasal 184 KUHAP. Hal ini sesuai dengan Pasal
183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan
secara tegas bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
27

pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah


melakukannya.
Selain alat bukti yang sah, untuk menentukan berat ringannya
pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa, ada faktor lain
yang harus diperhatikan oleh Hakim, yaitu hal-hal yang
meringankan dan hal-hal yang memberatkan.
1) Pertimbangan yang Memberatkan
a) Hal-hal yang Memberatkan Pidana dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya
mengatur hal-hal yang dijadikan alasan memberatkan
pidana, yaitu pertama, sedang memangku suatu jabatan
(Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
dimana pemberatan karena jabatan ditentukan dalam
Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
rumusannya sebagai berikut:
“Bilamana seseorang pejabat karena
melakukan tindakan pidana, melanggar suatu
kewajiban khusus dari jabatannya atau pada
waktu melakukan tindak pidana memakai
kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang
diberikan kepadanya karena jabatannya,
pidananya dapat ditambah sepertiganya”
Kedua yaitu recidive atau pengulangan dimana
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menganut
sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana
hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak
pidana tertentu saja dan yang dilakukan dalam
tenggang waktu tertentu, dan yang terakhir yaitu
gabungan atau semenloop (adalah orang yang
melakukan beberapa peristiwa pidana).
28

b) Hal-hal yang Memberatkan pada Putusan Pengadilan


Meresahkan masyarakat adalah hal yang
dijadikan dasar alasan memberatkan pidana tersebut.
2) Hal-hal yang Meringankan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memuat
alasan-alasan yang dapat meringankan pidana, yaitu
sebagai berikut:
a) Percobaan [Pasal 53 ayat (2 dan 3)];
b) Membantu atau medeplichgqheid [Pasal 57 ayat
(1 dan 2)];
c) Belum dewasa atau minderjarigheid (Pasal 47).
Hal-hal yang dapat meringankan dalam persidangan
adalah sebagai berikut:
a) Sikap correct dan hormat Terdakwa terhadap
Pengadilan, dan pengakuan terus terang sehingga
memperlancar jalannya persidangan;
b) Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang
berhubungan dengan latar belakang publik;
c) Dalam persidangan, Terdakwa telah menyatakan
penyesalan atas perbuatannya.
3. Tinjauan tentang Terdakwa
a. Pengertian Terdakwa
Terdakwadan Tersangka merupakan sebutan atau status
bagipelakutindak pidana sesuai tingkat atau tahap pemeriksaan.
Dinyatakan dalamPasal 1 butir 14 KUHAP bahwa Tersangka adalah
seorang yang karenaperbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut didugasebagai pelaku tindak pidana. Selanjutnya Pasal 1
butir 15 KUHAPmenyatakan, Terdakwa adalah seorang Tersangka yang
dituntut, diperiksa,dan diadili di sidang pengadilan (Bambang Waluyo,
2000:35-36).
29

Menyimak perumusan tersebut, dapat dikatakan bahwa


Tersangkaadalah seorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana
dalam tahappenyidikan. Terdakwa berada dalam tahap penuntutan atau
pemeriksaan dipengadilan. Apabila nantinya ada vonis penjatuhan pidana
yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap disebut terpidana dan
narapidana. Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilanyang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan
narapidanaadalahterpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lapas (Pasal 1 butir6 dan 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Permasyarakatan).
Berdasarkan penjelasan di atas, baik Tersangka maupun
Terdakwaadalah orang yang diduga melakukan tindak pidana sesuai
dengan buktiataukeadaan yang nyata atau fakta, oleh karena itu orang
tersebut (M. YahyaHarahap, 2012:331):
1) Harus diselidiki, disidik, dan diperiksa oleh penyidik;
2) Harus dituntut dan diperiksa dimuka sidang pengadilan oleh
Penuntut Umum dan Hakim;
3) Jika perlu terhadap Tersangka atau Terdakwa dapat dilakukan
tindakanupaya paksa, berupa penangkapan, penahanan,
penggeledahan, danpenyitaan benda sesuai dengan cara
yangditentukan oleh Undang-Undang.
Menurut pendapat J.C.T Simorangkirmenyatakan bahwa definisi
mengenai Terdakwa yaituseseorang yang diduga telah melakukan suatu
tindak pidana dan ada cukupalasan untuk dilakukan pemeriksaan dimuka
persidangan. SedangkanTersangka adalah seorang yang disangka telah
melakukan suatu tindakpidana dan ini masih dalam tahap pemeriksaan
pendahuluan untukdipertimbangkan apakah Tersangka ini mempunyai
cukup dasar untukdiperiksa di persidangan (J.C.T Simorangkir,
2009:166-167).
Menurut Darwan Prinst (1998:14-15), dari rumusan di atas
dapatdisimpulkan, bahwa unsur-unsur Terdakwa adalah:
30

1) Diduga sebagai pelaku suatu tindak pidana;


2) Cukup lasan untuk melakukan pemeriksaan atas dirinya didepan
siding pengadilan;
3) Orang yang sedang dituntut;
4) Sedang diadili di sidang pengadilan.
b. Hak-Hak Terdakwa
Terdakwa atau Tersangkadiberikan seperangkat hak-hak oleh
KUHAPmulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 dan Undang-
Undang Nomor 48Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hak-hak
itu meliputi sebagaiberikut (Andi Hamzah, 2012: 69-71):
1) Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan
diadili(Pasal 50 ayat (1), (2), (3)).
2) Hak untuk mengetahui dengan bahasa yang jelas dan
yangdimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa
yangdidakwakan (Pasal 51 butir a dan b).
3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidikdan hakim seperti tersebut dimuka (Pasal 52).
4) Hak untuk mendapat Juru Bahasa (Pasal 53 ayat (1)).
5) Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap
tingkatpemeriksaan (Pasal 54).
6) Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum
yangditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua
tingkat padasemua tingkat pemeriksaan bagi Tersangka atau
Terdakwayangdiancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma.
7) Hak Tersangka atau Terdakwa yang berkebangsaan asing
untukmenghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya
(Pasal 57ayat (2)).
8) Hak untuk menghubungi dokter bagi Tersangka yang ditahan
(Pasal58).
9) Hak untuk diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain
yangserumah dengan Tersangka atau Terdakwa yang ditahan
31

untukmendapat bantuan hukum atau jaminan bagi


penangguhannya danhak untuk berhubungan dengan keluarga
dengan maksud yang samadiatas (Pasal 59 dan 60).
10) Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada
hubungandengan perkara Tersangka atau Terdakwa. Untuk
kepentingankekeluargaan (Pasal 61).
11) Hak Tersangka atau Terdakwa untuk berhubungan surat
menyuratdengan penasihat hukumnya (Pasal 62).
12) Hak Tersangka atau Terdakwa untuk mengunjungi dan
menerimakunjungan rohaniawan (Pasal 63).
13) Hak Tersangka atau Terdakwauntuk mengajukan saksi dan ahli
yanga de charge (Pasal 65).
14) Hak Tersangka atau Terdakwa untuk menuntut ganti kerugian
(Pasal68).
15) Hak Terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap
hakimyang mengadili perkaranya (Pasal 27 ayat (1)).
16) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
ataudihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak
bersalahsebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dantelah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman).
4. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 11 KUHAP dinyatakan bahwa
Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
Pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Putusan Hakim dalam hukum acara pidana yang dikenal
selama ini terdapat 2 (dua) macam, yaitu putusan sela dan putusan akhir.
Berikut adalah penjelasannya:
32

a. Putusan Sela
Masalah terpenting dalam peradilan pidana adalah mengenai
surat dakwaan Penuntut Umum, sebab surat dakwaan merupakan
dasar atau kerangka pemeriksaan terhadap Terdakwa di suatu
persidangan. Sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat berupa antara lain
sebagai berikut:
1) Menyatakan Keberatan (Eksepsi) Diterima
Apabila keberatan (Eksepsi) Terdakwa atau
penasihat hukum Terdakwa diterima, maka pemeriksaan
terhadap pokok bergantung kepada jenis Eksepsi mana
yang diterima oleh Hakim. Jika Eksepsi Terdakwa yang
diterima mengenai kewenangan relatif, maka perkara
tersebut dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk
dilimpahkan kembali ke wilayah Pengadilan Negeri yang
berwenang mengadilinya.
2) Menyatakan Keberatan (Eksepsi) Tidak Dapat Diterima
Apabila dalam putusan selanya Hakim menyatakan
bahwa keberatan dari Terdakwa atau penasihat hukum
Terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima atau Hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai
pemeriksaan perkara a quo, maka dakwaan Penuntut
Umum dinyatakan sah sebagaimana ketentuan Pasal 143
ayat (2) huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana dan persidangan dapat dilanjutkan untuk
pemeriksaan materi pokok perkara (Pasal 156 ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
b. Putusan Akhir
Setelah pemeriksaan perkara dinyatakan selesai oleh Hakim,
maka sampailah Hakim pada tugasnya, yaitu menjatuhkan putusan,
yang akan memberikan penyelesaian pada suatu perkara yang
33

terjadi antara negara dengan warga negaranya. Putusan yang


demikian biasanya disebut sebagai putusan akhir (Ahmad Rifai,
2010: 112).
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ada
beberapa jenis putusan akhir yang dapat dijatuhkan oleh Hakim
dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:
1) Putusan Bebas (vrijspraak) adalah Putusan yang
dijatuhkan oleh Hakim yang berupa pembebasan
Terdakwa dari suatu tindak pidana yang dituduhkan
terhadapnya, apabila dalam dakwaan yang diajukan oleh
Penuntut Umum terhadap Terdakwa dipersidangan (Pasal
191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana). Menurut Wiryono Prodjodikoro, vrijspraak
diterjemahkan dengan, “Pembebasan Terdakwa dan ada
pula yang menerjemahkan dengan pembebasan murni”
(Wirjono Prodjodikoro, 1987: 93). Djoko Prakoso
mengatakan, Vrijspraak adalah putusan Hakim yang
mengandung pembebasan Terdakwa, karena peristiwa-
peristiwa yang disebutkan dalam surat dakwaan setelah
diadakan perubahan atau penambahan selama persidangan,
bila ada sebagian, atau seluruh dinyatakan oleh Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan
dianggap tidak terbukti (Djoko Prakoso, 1985: 270).
2) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (onslaag
vanallerecht vervolging) adalah Putusan pelepasan
Terdakwa dari segala tuntutan dijatuhkan oleh Hakim
apabila dalam persidangan ternyata Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam
dakwaan Penuntut Umum, tetapi diketahui bahwa
perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana,
dan oleh karena itu terhadap Terdakwa akan dinyatakan
34

lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana).Berikut alasan-
alasan dijatuhkannya putusan lepas darisegala tuntutan
hukum (Djoko Prakoso, 1985: 272-273): karena peristiwa-
peristiwa yang dalam surat dakwaan yang didakwakan
kepada Terdakwa adalah terbukti, akan tetapi yang terang
terbukti itu tidak merupakan suatu kejahatan atau
pelanggaran maka Terdakwa dalam putusan Hakim harus
dilepas dari segala tuntutan hukum, apabila ada keadaan
istimewa yang mengakibatkan bahwa Terdakwa tidak
dapat dijatuhi suatu hukuman pidana menurut beberapa
Pasal dari Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP)
atau adanya alasanalasan pemaaf, yaitu seperti yang
disebutkan dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48, Pasal 49,
Pasal 50 dan Pasal 51 KUHP
3) Putusan Pemidanaan artinya bahwa Terdakwa telah
terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Penuntut
Umum, maka terhadap Terdakwa harus dipatuhi pidana
yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya
(Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana) (Ahmad Rifai, 2010: 113).Alasan dijatuhkannya
putusan yang mengandungpemidanaan oleh Hakim
yangmenangani suatu perkara pidana, yakni terbuktinya
unsur kesalahan yang didakwakan kepadaTerdakwa secara
sah dan meyakinkan, dalam arti bahwa berdasarkan alat-
alat bukti yang sah, yaitu berupa adanya alat-alat bukti
konvensional yang diakui oleh KUHAP,
sebagaimanadimuat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
Hakimmempunyaikeyakinan bahwa Terdakwa memang
bersalah telah melakukanperbuatan yang didakwakan
35

itu.Mengenai unsur “kesalahan” tersebut, menurut


Moeljatno,mengatakan, bahwa kesalahan adalah, “Adanya
keadaan psycisyang tertentu pada orang yang melakukan
perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan
tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian
rupa, hingga orang itu dapat dicela karenamelakukan
perbuatan tadi” (Moeljatno, 2004: 106).
4) Hal-hal yang dimuat dalam Putusan Pemidanaan menurut
Pasal 197 KUHAP menyatakan bahwa:
(1)Surat putusan pemidanaan memuat:
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI
KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan Terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat
dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai
fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi
dasar penentuan kesalahan Terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat
tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan
dan yang meringankan Terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis
Hakim kecuali perkara diperiksa oleh Hakim
tunggal;
h. pernyataan kesalahan Terdakwa, pernyataan telah
terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana
disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau
tindakan yang dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan
dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan
ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau
keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika
terdapat surat otentik dianggap palsu;
36

k. perintah supaya Terdakwa ditahan atau tetap dalam


tahanan atau dibebaskan;
l. hari dan tanggal putusan, nama Penuntut Umum,
nama Hakim yang memutus dan nama panitera;
(2)Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b,
c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan
batal demi hukum.
(3)Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan
dalam undang-undang ini.

5. Tinjauan tentang Judex Facti


a. Pengertian Judex Facti
Istilah Judex Facti berasal dari bahasa Latin yakni “Judex” berarti
Hakim dan “Facti” berarti fakta, sehingga definisi dari Judex Facti
adalah Hakim yang memeriksa fakta-fakta. Judex Facti merupakan badan
peradilan yang memeriksa fakta-fakta tentang terjadinya suatu tindak
pidana yang didakwakan kepada Terdakwa. Judex Facti dalam
memeriksa dan memutus perkara adalah berdasarkan surat dakwaan yang
telah disusun sedemikian rupa oleh Penuntut Umum. Dari pemeriksaan
perkara tersebut maka akan terungkap fakta-fakta di persidangan yang
menjadi penilaian serta pertimbangan Hakim untuk memberikan putusan
atas tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa. Di negara dengan
sistem hukum Common Law, Hakim dalam persidangan bersikap aktif,
sebagaimana dikemukakan oleh Baosheng Zhang and Hua Shang (2009:
495) dalam jurnalnya yang berjudul Evidentiary Provisions of the
People’s Courts and Transition of the Judges’ Role disebutkan bahwa
“In the Common Law System, the litigants play a dominant role in
driving the trial process.Such trials are typically conducted with a jury,
so the judge’s role oftenis to supervise these proceedings rather than
actually render a decisionon the merits of the case. This function
includes such tasks as applyingrules of evidence, instructing juries, and
maintaining order in thecourt.”
Terjemahan bebas penulis:
“Dalam sistem hukum common law (anglo saxon), Penuntut
Umum berperan dominan dalam proses persidangan. Hal
37

tersebut dikarenakan dalam persidangan melibatkan dewan


juri, jadi peran hakim lebih sering mengawasi proses atau
jalannya persidangan daripada membuat suatu keputusan
pada kasus tersebut. Fungsi tersebut mencakup pengaturan
perihal alat bukti, menginstruksikan para juri dan menjaga
ketertiban jalannya persidangan”.
Judex Facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan
menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut, kemudian Judex Juris
memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara dan tidak memeriksa
fakta dari perkara tersebut. Terdapat suatu hierarki dalam suatu sistem
peradilan dimana Judex Juris yang dipegang oleh Mahkamah Agung
memiliki kedudukan yang lebih tinggi untuk mengawasi jalannya
peradilan yang dilakukan oleh Judex Facti. Seperti yang diungkapkan
oleh Lax bahwa Judex Facti sebagai Pengadilan yang lebih rendah
tingkatannya akan mematuhi peraturan dari Judex Juris yang
memberikan pengaruh yang besar terhadapnya (Lee Epstein and Tonja
Jacobi, 2010: 345).
b. Judex Factie Perspektif Hukum Pidana Indonesia
Sistem peradilan Indonesia pada prinsipnya terdiri atas Pengadilan
Tingkat Pertama, Pengadilan Tingkat Banding, dan Pengadilan Tingkat
Kasasi. Pengadilan Tingkat Pertama adalah Pengadilan Negeri tingkat
pertama yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus
perkara pidana yang dilimpahkan kepadanya. Ketentuan tersebut diatur
dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum yang menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.” Lebih lanjut,
berdasarkan ketentuan Pasal 84, Pasal 85 dan Pasal 86 KUHAP yang
pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang
mengadili segala perkara dalam daerah hukumnya.
38

Pengadilan Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi Negeri yang


diberikan kewenangan oleh Peraturan Perundang-Undangan untuk
memeriksa permohonan Banding yang diajukan atas putusan Pengadilan
Tingkat Pertama oleh Penuntut Umum atau Terdakwa yang tidak
menerima putusan yang bersangkutan. Pengadilan Tingkat Banding
menerima, memeriksa, dan mengadili perkara Banding terhadap perkara
yang diputus Pengadilan Tingkat Pertama secara de nova. Artinya,
Pengadilan Tingkat Banding harus memeriksa ulang bukti-bukti dan
fakta yang ada. Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyatakan
bahwa “Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara
pidana dan perdata di tingkat Banding”. Lebih lanjut, dalam Pasal 87
KUHAP juga dijelaskan tentang wewenang yang dimiliki oleh
Pengadilan Tinggi yakni “Mengenai wewenang Pengadilan Tinggi juga
telah diatur dalam Pasal 87 KUHAP, yang menyebutkan bahwa
Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh
Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan Banding”.
Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding
adalah Judex Factiyang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu
perkara dan menentukan fakta-fakta dari suatu perkara. Di Indonesia
terdapat 2 (dua) tingkatan pemeriksaan Judex Facti, yaitu tingkat
pertama yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri dan tingkat Banding
sebagai upaya hukum atas putusan Pengadilan Negeri tingkat pertama
yang dijalankan oleh Pengadilan Tinggi.
Pengadilan Tingkat Kasasi adalah Judex Juris yang hanya
memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara dan tidak memeriksa
fakta dari perkara tersebut. Kedua istilah tersebut secara etimologis
seringkali dieja salah menjadi “Judex Facti” dan “Judex Juris” (Dudu
Duswara, 2015: 379-380). Judex Juris memeriksa penerapan hukumnya
atau dengan kata lain penerapan hukum Judex Factidalam memeriksa
39

dan memutus perkara yang telah menjadi kewenangannya berdasarkan


Peraturan Perundang-Undangan (Puslitbang Mahakamah Agung RI,
2013: 37).
6. Tinjauan tentang Tindak Pidana di Bidang Merek
a. Pengertian dan Penggolongan Merek
Secara yuridis, pengertian merek tercantum dalam Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang berbunyi “Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsurtersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatanperdagangan barang dan
jasa.”
Selain menurut batasan yuridis, beberapa sarjana ada juga yang
memberikan pendapatnya tentang merek, diantaranya menurut M.
Djumhana dan R. Djubaedillah yang menyatakan bahwa merek harus
mengandung unusr-unsur sebagi berikut (M. Djumhana dan R.
Djubaedillah, 1997: 158):
1) Merupakan tanda pada barang atau jasa (unsur-unsur, gambar,
nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut);
2) Mempunyai fungsi pembeda (distinctive, distinguish);
3) Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum;
4) Bukan menjadi milik umum;
5) Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang atau
jasa yang yang dimintakan pendaftaran.
Lebih lanjut, menurut pendapat Molengraaf sebagaiman dikutip
oleh Adami Chazawi dalam bukunya menyatakan bahwa “merek yaitu
sebuah barang tertentu yang dipribadikan untuk menunjukkan asal
barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan
barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang atau
perusahaan lain” (Adami Chazawi, 2007: 146).
40

Senada dengan pendapat diatas, menurut Sudargo Gautama,


berdasarkan perumusan pada Paris Convention, suatu trademark atau
merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan
untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-
barang dari perusahaan lain (Sentosa Sembiring, 2015: 216).
Berdasar pada pemaparan tersebut, Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek memberikan penggolangan terhadap Merek
yakni:

1) Merek Dagang
Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya.
2) Merek Jasa
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasa-jasa sejenis lainnya.
3) Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan
atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan
oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama
untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
b. Tindak Pidana di Bidang Merek
Perspektif Nasional, pengaturan perihal tindak pidana di bidang
merek mengindung pada ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Ketentuan tersebut termuat dalam
Bab XIV tentang ketentuan pidana. Pasal 90 menyatakan bahwa
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
41

barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,


dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Lebih
lanjut, Pasal 91 berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Lebih lanjut, dalam Pasal 92 juga mengatur perihal tindak pidana di
bidang merek yang berbunyi:
(1)Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis
milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang pada pokoknya dengan indikasigeografis milik
pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3)Terhadap pencatuman asal sebenarnya pada barang yang
merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata
yang menunjukkan bahwa baranng tersebut merupakan tiruan
dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan
indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Selain ketentuan tersebut, Pasal 93 juga mengatur tindak pidana di
bidang merek yang berbunuyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
42

hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal


padabarang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan
masyarakat mengenai asal barang atau asal jasatersebut, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Ketentuan terakhir dalam Undang-Undang Merek terkait dengan
tindak pidana di bidang merek diatur dalam ketentuan Pasal 94 yang
berbunyi: “(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
diketahui atau patut diketahui bahwa barangdan/atau jasa tersebut
merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90,
Pasal 91, Pasal92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.”
Terhadap ketetuan yang telah diuraikan oleh penulis diatas dan
dikolerasikan dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 95 penting
untuk diketahui bahwa tindak pidana di bidang merek merupakan delik
aduan.
43

B. Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana di Bidang Merek

Putusan Pengadilan Negeri


Bandung Nomor
1220/Pid.Sus.Merek/2015/PN.Bdg

Putusan Pengadilan Tinggi


Bandung Nomor
39/PID.Sus.Merek/2015/PT.BDG

Putusan Pengadilan Tinggi


Bandung Nomor
39/PID.Sus.Merek/2015/PT.BDG

Alasan Kasasi Terdakwa


disesuaikan dengan Pasal 253 ayat
(1) huruf a KUHAP

Pertimbangan MA disesuaikan
dengan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat
(1) KUHAP

Putusan Mahkamah Agung Nomor


503 K/Pid.Sus/2016
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Keterangan:
Kerangka pemikiran di atas menjelaskan pemikiran dalam menganalisis,
menjabarkan, dan menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang dikaji.
Alur berpikir dimulai dari adanya tindak pidana di bidang merek yang diputus
44

oleh Pengadilan Negeri Bandung melalui Putusan Pengadilan Negeri Bandung


Nomor 1220/Pid.Sus/2015/PN.Bdg dengan Terdakwa bernama Hariyanto yang
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
‘memperdagangkan barang yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang
tersebut merupakan hasil pelanggaran merek terdaftar milik pihak lain’ dengan
putusan Pidana kepada Terdakwa Hariyanto dengan pidana penjara selama 4
(empat) bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika
dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena Terdakwa
melakukan suatu tindakan pidana sebelum masa percobaan selama 8 (delapan)
bulan berakhir.
Kemudian Penuntut Umum mengajukan upaya hukum Banding terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Bandung tersebut dan oleh Pengadilan Tinggi
Bandung menerima permohonan Banding tersebut dan mengadili perkara tersebut
melalui Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 39
K/Pid.Sus.Merek/2015/PT.Bdg yang pada pokoknya menyatakan bahwa
Terdakwatelah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana ‘memperdagangkan barang yang patut diketahui merupakan barang hasil
pelanggaran merek milik orang lain’ dan menjatuhkan pidana penjara selama 4
(empat) bulan.
Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut, Terdakwa
kemudian mengajukan upaya hukum kasasi dan oleh Mahkamah Agung melalui
Putusan Nomor 503 K/Pid.Sus/2016 yang pada pokoknya menyatakan bahwa
mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa serta
membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor
39/PID.Sus.Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Maret 2015 yang memperbaiki
putusanPengadilan Negeri Bandung Nomor 1220/PID.B/2014/PN.BDG tanggal
17Desember 2014 serta menyatakan Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah
dan meyakinkanbersalah melakukan tindak pidana ‘memperdagangkan barang
yangdiketahui atau patut diketahui bahwa barang tersebut merupakan
hasilpelanggaran merek terdaftar pihak lain’ dan menjatuhkan pidana oleh karena
itu terhadap Terdakwa dengan pidanapenjara selama 4 (empat) bulan dengan
45

ketentuan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jikadikemudian hari
ada putusan Hakim yang menentukan lain, karenaTerdakwa melakukan suatu
tindakan pidana sebelum masa percobaanselama 8 (delapan) bulan berakhir.
Permasalahan yang diteliti penulis mengenai alasan Kasasi Terdakwa
disesuaikan dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP dan
pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi Terdakwa dan
mengadili sendiri perkara perkara memperdagangkan barang hasil pelanggaran
merek pihak lain tanpa izin disesuaikan dengan ketentuan Pasal 256 jo Pasal 193
ayat (1) KUHAP.
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

Berdasarkan telaah terhadap bahan hukum yang penulis kumpulkan, berikut


merupakan hasil penelitian yang telah penulis teliti:
1. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : Hariyanto
Tempat lahir : Pria
Umur / Tanggal lahir : 33 Tahun / 29 April1981
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jalan Karasak Utara 3-6 Nomor 12,
RT.03/RW.05, Kelurahan Karasak, KecamatanAstana Anyar, Kota
Bandung.
Agama : Katholik
Pekerjaan : Dagang
2. Uraian Singkat Fakta Peristiwa
Kronologi singkat fakta peristiwa berawal ketika Terdakwa
bernama Hariyanto selaku pemilik Toko PD. Harry yang beralamat
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32 Kota
Bandungbergerak dalam usaha dagang barang berupa korek gas, lampu
dankelontongan yang barangnya dapat order dari toko-toko yang ada di
KotaBandung dan Ciamis, kemudian pada sekitar bulan Juni 2013
datangsaudara Yanto (belum tertangkap) menawarkan Soffel Lotion
antinyamuk kulit jeruk dengan warna kemasan kuning dalam bentuk
sashetkepada Terdakwa dengan cara barter, setelah ada kesepakatan
harga antaraTerdakwa dengan saudara Yanto selanjutnya saudara
Yantomenyerahkan lotion anti nyamuk kulit jeruk merek Soffel, dengan
warnakemasan kuning sebanyak sebanyak 10 (sepuluh) karton

45
46

sehargaRp. 3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah) kepada


Terdakwa dankemudian Terdakwa menyerahkan korek gas seharga Rp.
3.900.000,00 (tigajuta sembilan ratus ribu rupiah) kepada saudara Yanto.
Selanjutnya lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet
merekSoffel warna kemasan kuning yang didapat dari saudara Yanto
dengancara barter tersebut oleh Terdakwa pada sekitar bulan September
2013 dijual kepada saksi Atet Sumarsono Lukito selaku pemilik Toko
SinarBandung yang beralamat di Jalan Cibadak Nomor 119 Kota
Bandungsebanyak 10 karton seharga Rp. 4.100.000,00 (empat juta
seratus ribu rupiah)dengan cara barter ditukar dengan korek gas,
selanjutnya oleh saksi AtetSumarsono Lukito di jual lagi kepada orang
yang datang ke took miliknya sebanyak 1 (satu) karton dan sisanya
sebanyak 9 (sembilan) kartonmasih tersimpan di tokonya, namun setelah
mengetahui lotion anti nyamukkulit jeruk dalam bentuk sashet merek
Soffel warna kemasan kuning yangdidapat dari Terdakwa adalah palsu,
kemudian saksi Atet SumarsonoLukito mengembalikan kepada
Terdakwa.
Lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merek
Soffelwarna kemasan kuning sebanyak 10 (sepuluh) karton yang
Terdakwa jualkepada saksi Atet Sumarsono Lukito pada keseluruhannya
samadengan merek terdaftar milik PT. Herlina Indah akan tetapi bukan
hasilproduksi dari PT. Herlina Indah yang beralamat di Kawasan
IndustriPulogadung Jalan Rawa Sumur II Blok DD Nomor 16 Jakarta
Timur selakupemegang Sertifikat Merek dan Desain Industri yang telah
terdaftar padaDepartemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor
IDM000063707, untukkelas Barang/Jasa Nomor 05 dan Nomor terdaftar
Desain Industri ID 0 014236-D.
3. Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandung
Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
Bandung adalah sebagai berikut:
KESATU:
47

a. Terdakwa Hariyanto pada hari dan tanggal yang tidakdapatdiingat lagi


dengan pasti pada bulan September 2013 atau setidaknya dalamkurun
waktu bulan September 2013 bertempat di Toko PD. Harry
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32 Kota
Bandung atausetidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum
Pengadilan NegeriBandung yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkaranya, dengansengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada keseluruhannyadengan merek terdaftar milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yangdiproduksi dan/atau
diperdagangkan, perbuatan tersebut dilakukanolehTerdakwa dengan
cara:
b. Terdakwa selaku pemilik toko PD. Harry yang beralamat
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32
KotaBandungbergerak dalam usaha dagang barang berupa korek gas,
lampu dankelontongan yang barangnya dapat order dari toko-toko
yang ada di KotaBandung dan Ciamis, kemudian pada sekitar bulan
Juni 2013 datangsaudara Yanto (belum tertangkap) menawarkan
Soffel Lotion antinyamuk kulit jeruk dengan warna kemasan kuning
dalam bentuk sashetkepada Terdakwa dengan cara barter, setelah ada
kesepakatan harga antaraTerdakwa dengan saudara Yanto selanjutnya
saudara Yantomenyerahkan lotion anti nyamuk kulit jeruk merek
Soffel, dengan warnakemasan kuning sebanyak sebanyak 10 (sepuluh)
karton sehargaRp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah)
kepada Terdakwa dankemudian Terdakwa menyerahkan korek gas
seharga Rp3.900.000,00 (tigajuta sembilan ratus ribu rupiah) kepada
saudara Yanto.
c. kemudian lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk
sashetmerekSoffel warna kemasan kuning yang didapat dari saudara
Yanto dengancara barter tersebut oleh Terdakwa pada sekitar bulan
September 2013 dijual kepada saksi Atet Sumarsono Lukito selaku
pemilik Toko SinarBandung yang beralamat di Jalan Cibadak Nomor
48

119 Kota Bandungsebanyak 10 karton seharga Rp4.100.000,00 (empat


juta seratus ribu rupiah)dengan cara barter ditukar dengan korek gas,
selanjutnya oleh saksi Atet Sumarsono Lukito di jual lagi kepada
orang yang datang ketokomiliknya sebanyak 1 (satu) karton dan
sisanya sebanyak 9 (sembilan) kartonmasih tersimpan di tokonya,
namun setelah mengetahui lotion anti nyamukkulit jeruk dalam bentuk
sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning yangdidapat dari
Terdakwa adalah palsu, kemudian saksi Atet SumarsonoLukito
mengembalikan kepada Terdakwa.
d. lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merek
SOFFELwarna kemasan kuning sebanyak 10 (sepuluh) karton yang
Terdakwa jualkepada saksi Atet Sumarsono Lukito pada
keseluruhannya samadengan merek terdaftar milik PT. Herlina Indah
akan tetapi bukan hasilproduksi dari PT. Herlina Indah yang beralamat
di Kawasan IndustriPulogadung Jalan Rawa Sumur II Blok DD
Nomor 16 Jakarta Timur selakupemegang Sertifikat Merek dan
Desain Industri yang telah terdaftar padaDepartemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Nomor IDM000063707, untukkelas Barang/Jasa
Nomor 05 dan Nomor terdaftar Desain Industri ID 0 014236 – D.
e. lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merekSoffelwarna
kemasan kuning yang di Produksi oleh PT. Herlina Indah
selakupemegang Sertifikat Merek Soffel dengan Lotion anti nyamuk
kulit jerukdalam bentuk sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning
yang di jualoleh Terdakwa berbeda kualitas kemasan maupun
aromanya, Soffel asliProduk PT. Herlina Indah kemasan tidak mudah
kusut/Iecek ketikadiremas sedang Soffel palsu yang dijual oleh
Terdakwa kemasan mudahkusut/lecek ketika diremas, dibeberapa
bagian kemasan SoffelproduksiPT. Herlina Indah terdapat bagian yang
diberi aksen bold untuk fontnyasedang dibeberapa bagian Soffel palsu
yang dijual Terdakwa tidakmenggunakan font dengan type bold
dikemasannya, dari aroma Soffelproduksi PT. Herlina Indah aromanya
49

wangi sedang aroma Soffelpalsu yang dijual Terdakwa aromanya tidak


wangi.
f. perbuatan Terdakwa tersebut baru diketahui oleh saksiZaenalAbidin
dan saksi Dikdik Subarkah Anggota Kepolisian dari DirektoratReserse
Kriminal Khusus pada tanggal 13 September 2013 setelahmelakukan
penyelidikan atas laporan dari PT. Herlina Indah tentangmaraknya
lotion anti nyamuk palsu merek Soffel di daerah Bandung
dandiketahui Terdakwa telah menjual Lotion anti nyamuk kulit jeruk
dalam bentuksashet merek Soffel palsu warna kemasan kuning kepada
saksi AtetSumarsono Lukito dan telah menyita 9 (sembilan) karton
lotion antinyamuk kulit jeruk merek Soffel palsu kemasan warna
kuning didalam tokomilik Terdakwa, selanjutnya pada tanggal 14
September 2013 PT.HerlinaIndah membuat laporan pengaduan ke
Polda Jawa Barat untuk memprosessecara hukum.
g. perbuatan Terdakwa Hariyanto telah mencemarkan citra PT.Herlina
Indah sebagai produsen Soffel di masyarakat.
h. Perbuatan Terdakwa Hariyanto sebagaimana diatur dan
diancampidana dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001tentang Merek.
KEDUA:
a. Terdakwa Hariyanto pada hari dan tanggal yang tidakdapatdiingat lagi
dengan pasti pada bulan September 2013 atau setidaknya dalamkurun
waktu bulan September 2013 bertempat di Toko PD. Harry
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32 Kota
Bandung atausetidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum
Pengadilan NegeriBandung yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkaranya, dengansengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada keseluruhannyadengan merek terdaftar milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yangdiproduksi dan/atau
diperdagangkan, perbuatan tersebut dilakukanolehTerdakwa dengan
cara:
50

b. Terdakwa selaku pemilik toko PD. Harry yang beralamat


diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32
KotaBandungbergerak dalam usaha dagang barang berupa korek gas,
lampu dankelontongan yang barangnya dapat order dari toko-toko
yang ada di KotaBandung dan Ciamis, kemudian pada sekitar bulan
Juni 2013 datangsaudara Yanto (belum tertangkap) menawarkan
Soffel Lotion antinyamuk kulit jeruk dengan warna kemasan kuning
dalam bentuk sashetkepada Terdakwa dengan cara barter, setelah ada
kesepakatan harga antaraTerdakwa dengan saudara Yanto selanjutnya
saudara Yantomenyerahkan lotion anti nyamuk kulit jeruk merek
Soffel, dengan warnakemasan kuning sebanyak sebanyak 10 (sepuluh)
karton sehargaRp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah)
kepada Terdakwa dankemudian Terdakwa menyerahkan korek gas
seharga Rp3.900.000,00 (tigajuta sembilan ratus ribu rupiah) kepada
saudara Yanto.
c. Kemudian lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk
sashetmerekSoffel warna kemasan kuning yang didapat dari saudara
Yanto dengancara barter tersebut oleh Terdakwa pada sekitar bulan
September 2013 dijual kepada saksi Atet Sumarsono Lukito selaku
pemilik Toko SinarBandung yang beralamat di Jalan Cibadak Nomor
119 Kota Bandungsebanyak 10 karton seharga Rp4.100.000,00 (empat
juta seratus ribu rupiah)dengan cara barter ditukar dengan korek gas,
selanjutnya oleh saksi Atet Sumarsono Lukito di jual lagi kepada
orang yang datang ketokomiliknya sebanyak 1 (satu) karton dan
sisanya sebanyak 9 (sembilan) kartonmasih tersimpan di tokonya,
namun setelah mengetahui lotion anti nyamukkulit jeruk dalam bentuk
sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning yangdidapat dari
Terdakwa adalah palsu, kemudian saksi Atet SumarsonoLukito
mengembalikan kepada Terdakwa.
d. Lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merek
SOFFELwarna kemasan kuning sebanyak 10 (sepuluh) karton yang
51

Terdakwa jualkepada saksi Atet Sumarsono Lukito pada


keseluruhannya samadengan merek terdaftar milik PT. Herlina Indah
akan tetapi bukan hasilproduksi dari PT. Herlina Indah yang beralamat
di Kawasan IndustriPulogadung Jalan Rawa Sumur II Blok DD
Nomor 16 Jakarta Timur selakupemegang Sertifikat Merek dan
Desain Industri yang telah terdaftar padaDepartemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Nomor IDM000063707, untukkelas Barang/Jasa
Nomor 05 dan Nomor terdaftar Desain Industri ID 0 014236 – D.
e. Lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merekSoffelwarna
kemasan kuning yang di Produksi oleh PT. Herlina Indah
selakupemegang Sertifikat Merek Soffel dengan Lotion anti nyamuk
kulit jerukdalam bentuk sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning
yang di jualoleh Terdakwa berbeda kualitas kemasan maupun
aromanya, Soffel asliProduk PT. Herlina Indah kemasan tidak mudah
kusut/Iecek ketikadiremas sedang Soffel palsu yang dijual oleh
Terdakwa kemasan mudahkusut/lecek ketika diremas, dibeberapa
bagian kemasan SoffelproduksiPT. Herlina Indah terdapat bagian yang
diberi aksen bold untuk fontnyasedang dibeberapa bagian Soffel palsu
yang dijual Terdakwa tidakmenggunakan font dengan type bold
dikemasannya, dari aroma Soffelproduksi PT. Herlina Indah aromanya
wangi sedang aroma Soffelpalsu yang dijual Terdakwa aromanya tidak
wangi.
f. Perbuatan Terdakwa tersebut baru diketahui oleh saksiZaenalAbidin
dan saksi Dikdik Subarkah Anggota Kepolisian dari DirektoratReserse
Kriminal Khusus pada tanggal 13 September 2013 setelahmelakukan
penyelidikan atas laporan dari PT. Herlina Indah tentangmaraknya
lotion anti nyamuk palsu merek Soffel di daerah Bandung
dandiketahui Terdakwa telah menjual Lotion anti nyamuk kulit jeruk
dalam bentuksashet merek Soffel palsu warna kemasan kuning kepada
saksi AtetSumarsono Lukito dan telah menyita 9 (sembilan) karton
lotion antinyamuk kulit jeruk merek Soffel palsu kemasan warna
52

kuning didalam tokomilik Terdakwa, selanjutnya pada tanggal 14


September 2013 PT.HerlinaIndah membuat laporan pengaduan ke
Polda Jawa Barat untuk memprosessecara hukum.
g. Perbuatan Terdakwa Hariyanto telah mencemarkan citra PT.Herlina
Indah sebagai produsen Soffel di masyarakat.
h. Perbuatan Terdakwa HARIYANTO sebagaimana diatur dan
diancampidana dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001tentang Merek.
KETIGA
a. Terdakwa Hariyanto pada hari dan tanggal yang tidakdapatdiingat lagi
dengan pasti pada bulan September 2013 atau setidaknya dalamkurun
waktu bulan September 2013 bertempat di Toko PD. Harry
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32 Kota
Bandung atausetidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum
Pengadilan NegeriBandung yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkaranya, dengansengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada keseluruhannyadengan merek terdaftar milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yangdiproduksi dan/atau
diperdagangkan, perbuatan tersebut dilakukanolehTerdakwa dengan
cara:
b. Terdakwa selaku pemilik toko PD. Harry yang beralamat
diPerumahan Mekar Wangi Jalan Mekar Agung Nomor 32
KotaBandungbergerak dalam usaha dagang barang berupa korek gas,
lampu dankelontongan yang barangnya dapat order dari toko-toko
yang ada di KotaBandung dan Ciamis, kemudian pada sekitar bulan
Juni 2013 datangsaudara Yanto (belum tertangkap) menawarkan
Soffel Lotion antinyamuk kulit jeruk dengan warna kemasan kuning
dalam bentuk sashetkepada Terdakwa dengan cara barter, setelah ada
kesepakatan harga antaraTerdakwa dengan saudara Yanto selanjutnya
saudara Yantomenyerahkan lotion anti nyamuk kulit jeruk merek
Soffel, dengan warnakemasan kuning sebanyak sebanyak 10 (sepuluh)
53

karton sehargaRp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah)


kepada Terdakwa dankemudian Terdakwa menyerahkan korek gas
seharga Rp3.900.000,00 (tigajuta sembilan ratus ribu rupiah) kepada
saudara Yanto.
c. Kemudian lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk
sashetmerekSoffel warna kemasan kuning yang didapat dari saudara
Yanto dengancara barter tersebut oleh Terdakwa pada sekitar bulan
September 2013 dijual kepada saksi Atet Sumarsono Lukito selaku
pemilik Toko SinarBandung yang beralamat di Jalan Cibadak Nomor
119 Kota Bandungsebanyak 10 karton seharga Rp4.100.000,00 (empat
juta seratus ribu rupiah)dengan cara barter ditukar dengan korek gas,
selanjutnya oleh saksi Atet Sumarsono Lukito di jual lagi kepada
orang yang datang ketokomiliknya sebanyak 1 (satu) karton dan
sisanya sebanyak 9 (sembilan) kartonmasih tersimpan di tokonya,
namun setelah mengetahui lotion anti nyamukkulit jeruk dalam bentuk
sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning yangdidapat dari
Terdakwa adalah palsu, kemudian saksi Atet SumarsonoLukito
mengembalikan kepada Terdakwa.
d. Lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merek
SOFFELwarna kemasan kuning sebanyak 10 (sepuluh) karton yang
Terdakwa jualkepada saksi Atet Sumarsono Lukito pada
keseluruhannya samadengan merek terdaftar milik PT. Herlina Indah
akan tetapi bukan hasilproduksi dari PT. Herlina Indah yang beralamat
di Kawasan IndustriPulogadung Jalan Rawa Sumur II Blok DD
Nomor 16 Jakarta Timur selakupemegang Sertifikat Merek dan
Desain Industri yang telah terdaftar padaDepartemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Nomor IDM000063707, untukkelas Barang/Jasa
Nomor 05 dan Nomor terdaftar Desain Industri ID 0 014236 – D.
e. Lotion anti nyamuk kulit jeruk dalam bentuk sashet merekSoffelwarna
kemasan kuning yang di Produksi oleh PT. Herlina Indah
selakupemegang Sertifikat Merek Soffel dengan Lotion anti nyamuk
54

kulit jerukdalam bentuk sashet merek SOFFEL warna kemasan kuning


yang di jualoleh Terdakwa berbeda kualitas kemasan maupun
aromanya, Soffel asliProduk PT. Herlina Indah kemasan tidak mudah
kusut/Iecek ketikadiremas sedang Soffel palsu yang dijual oleh
Terdakwa kemasan mudahkusut/lecek ketika diremas, dibeberapa
bagian kemasan SoffelproduksiPT. Herlina Indah terdapat bagian yang
diberi aksen bold untuk fontnyasedang dibeberapa bagian Soffel palsu
yang dijual Terdakwa tidakmenggunakan font dengan type bold
dikemasannya, dari aroma Soffelproduksi PT. Herlina Indah aromanya
wangi sedang aroma Soffelpalsu yang dijual Terdakwa aromanya tidak
wangi.
f. Perbuatan Terdakwa tersebut baru diketahui oleh saksiZaenalAbidin
dan saksi Dikdik Subarkah Anggota Kepolisian dari DirektoratReserse
Kriminal Khusus pada tanggal 13 September 2013 setelahmelakukan
penyelidikan atas laporan dari PT. Herlina Indah tentangmaraknya
lotion anti nyamuk palsu merek Soffel di daerah Bandung
dandiketahui Terdakwa telah menjual Lotion anti nyamuk kulit jeruk
dalam bentuksashet merek Soffel palsu warna kemasan kuning kepada
saksi AtetSumarsono Lukito dan telah menyita 9 (sembilan) karton
lotion antinyamuk kulit jeruk merek Soffel palsu kemasan warna
kuning didalam tokomilik Terdakwa, selanjutnya pada tanggal 14
September 2013 PT.HerlinaIndah membuat laporan pengaduan ke
Polda Jawa Barat untuk memprosessecara hukum.
g. Perbuatan Terdakwa Hariyanto telah mencemarkan citra PT.Herlina
Indah sebagai produsen Soffel di masyarakat.
h. Perbuatan Terdakwa Hariyanto sebagaimana diatur dan
diancampidana dalam Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15
Tahun2001 tentangMerek.
4. Tuntutan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandung
Adapun tuntutan yang diajukan oleh Penuntut Umum Kejaksaan
Negeri Bandung tertanggal 10 Desember 2014 adalah sebagai berikut:
55

a. Menyatakan Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah


danmeyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidanamemperdagangkan Soffell yang diketahui atau patut diketahui
bahwaSoffell tersebut merupakan hasil pelanggaran merek terdaftar
milik pihaklain sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga Pasal 94
ayat (1)Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
b. Menghukum Terdakwa Hariyanto dengan pidana penjara selama
6(enam) bulan.
c. Menetapkan barang bukti berupa 9 (sembilan) dus Soffell palsu aroma
jeruk dalam kemasan sachet; Dirampas untuk dimusnahkan.
d. Menghukum Terdakwa Hariyanto dibebani untuk membayar
biayaperkara sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
5. Putusan Majelis HakimPengadilan Negeri Bandung
Adapun Putusan Majelis HakimPengadilan Negeri Bandung Nomor
1220/Pid.B/2014/PN.Bdg tanggal 17 Desember 2014 yang amar
lengkapnya sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah
danmeyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
memperdagangkanbarangyang diketahui atau patut diketahui bahwa
barang tersebut merupakan hasilpelanggaran merek terdaftar milik
pihak lain.
b. Menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa Hariyanto dengan
pidanapenjara selama 4 (empat) bulan dengan ketentuan pidana
tersebuttidakperlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan
Hakim yangmenentukan lain, karena Terdakwa melakukan suatu
tindakan pidanasebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan
berakhir.
c. Menetapkan barang bukti berupa9 (Sembilan) dus Soffell palsu aroma
jeruk dalam kemasan sachet, dirampas untuk dimusnahkan.
d. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesarRp.
5.000,00(lima ribu rupiah).
56

6. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung


Adapun Putusan Majelis Hakim Pengadilan TinggiBandungNomor
39/Pid.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Maret 2015 yang amar
lengkapnya sebagaiberikut:
a. Menyatakan Terdakwa Hariyanto tersebut diatas telah terbukti
secarasah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana"memperdagangkan barang yang patut diketahui merupakan
baranghasil pelanggaran merek milik orang lain".
b. Memidana Terdakwa tersebut diatas oleh karena itu dengan pidana
penjaraselama 4 (empat) bulan.
c. Menetapkan agar barang bukti berupa 9 (sembilan) dus "Soffell"
palsuaroma jeruk dalam kemasan sachet dirampas untuk
dimusnahkan.
d. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
bandingsebanyak Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah).
7. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Adapun Putusan Mahkamah Agung Nomor 270K/Pid/2016 tanggal
19Mei 2016 yang amar lengkapnya sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkanbersalah melakukan tindak pidana “memperdagangkan
barang yangdiketahui atau patut diketahui bahwa barang tersebut
merupakan hasilpelanggaran merek terdaftar pihak lain.
b. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan
pidanapenjara selama 4 (empat) bulan.
c. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali
jikadikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain,
karenaTerdakwa melakukan suatu tindakan pidana sebelum masa
percobaanselama 8 (delapan) bulan berakhir.
57

d. Menetapkan agar barang bukti berupa9 (sembilan) dus Soffel palsu


aroma jeruk dalam kemasan sachet,dirampas untuk dimusnahkan.
e. Membebankan kepada Terdakwa tersebut untuk membayar
biayaperkaradalam tingkat kasasi sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima
ratus rupiah).
B. Pembahasan
1. Kesesuaian Alasan Terdakwa Mengajukan Kasasi Atas Dasar Judex
Facti Pengadilan Tinggi Bandung Salah Menerapkan Hukum dalam
Perkara Memperdagangkan Barang Hasil Pelanggaran Merek Pihak
Lain dengan Ketentuan Pasal 253 Ayat (1) huruf aKUHAP

Berdasarkan ketentuan dalam KUHAP, dikenal dua macam upaya


hukum, yaitu upaya hukum biasa (gewone rechtsmiddelen) dan upaya
hukum luar biasa (buiten gewone rechtsmiddelen). Upaya hukum biasa
terdiri dari perlawanan (verzet), banding (revisi/hoger beroep), Kasasi
(cassatie). Ketentuan terhadap upaya hukum biasa diatur dalam BAB
XVII Bagian Kesatu dan Bagian Kedua. Sedangkan upaya hukum luar
biasa (buiten gewone rechtsmiddelen) yang terdiri dari pemeriksaan
tingkat Kasasi demi kepentingan hukum (cassatie in het belang van
hetrecht) serta peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (herziening) (Janpatar Simamora,
2014: 7).
Kasasi adalah merupakan salah satu hak yang termasuk dalam
kategori upaya hukum biasa. Sebagai suatu hak, maka pengajuan Kasasi
menimbulkan kewajiban bagi pihak lain, yaitu pengadilan. Pengajuan
Kasasi wajib diterima oleh pihak pengadilan, jadi tidak ada alasan untuk
menolaknya. Persoalan apakah nantinya permohonan itu diterima atau
ditolak, hal itu sepenuhnya merupakan kompetensi dari Mahkamah
Agung untuk memutuskannya.
Rusli Muhammad berpendapat, Kasasi dapat diartikulasikan
sebagai hak yang diberikan kepada Terdakwa dan Penuntut Umum untuk
58

meminta kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pemeriksaan terhadap


putusan perkara pidana yang diberikan oleh pengadilan tingkat bawahnya
(Rusli Muhammad, 2007: 266).
Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh Terdakwa atau Penuntut
Umum atas ketidakpuasan terhadap suatu Putusan Pengadilan. Terkait
dengan Upaya Hukum Kasasi, Terdakwa atau Penuntut Umum harus
mengetahui syarat fomil Upaya Hukum Kasasi yang diatur dalam
ketentuan Pasal 244, Pasal 245 dan Pasal 246 KUHAP.
Upaya Hukum Kasasi juga memuat ketentuan syarat materil
sebagaimana diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a, b
dan c KUHAP yang berbunyi:
(1)Pemeriksaan dalam tingkat Kasasi dilakukan oleh Mahkamah
Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan:
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya.
Berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan dimana
Terdakwa melakukan Upaya Hukum Kasasi yang tertuang dalam Akta
permohonan Kasasi Nomor 13/Akta.Pid/2015/PN.Bdg yang dibuat oleh
Panitera pada Pengadilan Negeri Bandung, yang menerangkan, bahwa
pada tanggal 22 Juni 2015, Terdakwa mengajukan permohonan Kasasi
terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut.
Memerhatikan memori Kasasi tanggal 03 Juli 2015 dari Terdakwa
tersebut sebagai Pemohon Kasasi yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 06 Juli 2015. Oleh sebab itu,
mengingat ketentuan terkait dengan syarat fomil Upaya Hukum Kasasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 244, Pasal 245 dan Pasal 246 KUHAP
telah dapat diterima.
59

Terkait dengan tindak pidana pelanggaran terhadap


merekdenganTerdakwaHariyantoyang diputus oleh Pengadilan Negeri
Bandungmelalui putusan Nomor 1220/Pid.B/2014/PN.Bdg dengan vonis
menyatakan bahwa Terdakwa Hariyanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperdagangkan
barangyang diketahui atau patut diketahui bahwa barang tersebut
merupakan hasilpelanggaran merek terdaftar milik pihak lain dan
menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa Hariyanto dengan pidanapenjara
selama 4 (empat) bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidakperlu
dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim
yangmenentukan lain, karena Terdakwa melakukan suatu tindakan
pidanasebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir.
Kemudian dilakukan upaya hukum Banding terhadap putusan
tersebut dan oleh Pengadilan Tinggi Bandung mengadili perkara tersebut
melalui Putusan Nomor 39/Pid.Sus Merek/2015/PT.BDG yang
menyatakanTerdakwa Hariyanto tersebut diatas telah terbukti secarasah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana"memperdagangkan
barang yang patut diketahui merupakan baranghasil pelanggaran merek
milik orang lain" dan memidana Terdakwa tersebut diatas oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.Melalui Putusan
Pengadilan Tinggi Bandung tersebut, Terdakwa mengajukan Upaya
Hukum Kasasi dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung pada halaman 11 alinea 1
yangmenyatakan Menimbang, bahwa atas keberatan yang termuat dalam
memori bandingsehingga pidana percobaan yang dijatuhkan Pengadilan
Tingkat Pertamadipandang tidak tepat dan perlu diperbaiki".
Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi terdapat kekhilapan dan
kekeliruanserta tidak sesuai dengan hukum karena Terdakwa dalam
persidangan dipengadilantelah menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui
barang tersebut palsu dan seandainyasudah mengetahui barang tersebut
palsu maka Terdakwa tidak mau menerima barangtersebut dan selain itu
60

pula oaring yang bernama Yanto sebagai Dadernya sampaisekarang


masih tetap berkeliaran tidak di proses secara hukum dan
seharusnyaditangkap dulu pelaku utamanya yang mana sebagai dadernya
bukan Terdakwa yangharus duduk di kursi pesakitan tersebut sedangkan
dadernya masih tetap berkeliarandengan bebas.
Selain itu, berdasarkan Pasal 94 Ayat (1) Undang-undang Nomor
15 Tahun 2001sangatlah jelas bahwa yang melanggar Pasal 94 ayat (1)
tersebut tidak dapat dihukumpenjara akan tetapi dengan ancama pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun ataudengan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), sehinggadengan sangat jelas
dan nyata, bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung
terebuttelahkeliru dalam penerapan hukumnya, maka sudah sepatutnya
harusdibatalkan.
Bahwa dalam Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung pada
halaman 11 alinea 2 danalinea 4 yaitu : "Menimbang, bahwa selain itu
apabila ditinjau dari fakta yang terbuktidipersidangan bahwa beredar
lotion anti nyamukdipandangsebagai hal yang memberatkan".
Bahwa dari Pertimbangan tersebut diatas jelas Majelis
HakimPengadilan TinggiBandung tidak mempertimbangkan adanya rasa
keadilan karena tidak dapat dikatakanitu sebagai hal yang memberatkan
karena Terdakwa sendiripun adalah sebagai korbanjuga dari perbuatan
dadernya itu tat kala bila mengetahui barang tersebut adalah
palsumanamungkinTedakwa mengedarkan dan menjual barang tersebut,
pendapatMajelisHakim Tinggi tersebut sangatlah tidak memenuhi rasa
keadilan, maka dari itu putusanPengadilan Tinggi tersebut haruslah
dibatalkan.
Mengenai pertimbangan dalam alinea yang ke 2 yang teiah
merubah putusanmengenai hukuman yang telah mempertimbangkan hal-
hal yang memberatkan yangtidak mendasar sehingga dengan demikian
ini sangatlah keliru dan bertentangandengan KUHAP.Bahwa putusan
Hakim tinggi tersebut diatas terdapat kekhilafan dankekeliruan yang
61

nyata karena Putusan Pengadilan Tinggi telah merubah Strafmaat


darihukuman selama 4 (empat) bulan dengan ketentuan pidana tersebut
tidak usah dijalanikecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang
menentukan lain karenaTerdakwa melakukan suatu tindakan pidana
sebelum masa percobaan selama 8(delapan) bulan berakhir menjadi 4
(empat) bulan penjara, hal ini jelas bertentangandengan Pasal 197 Ayat
(1) butir f KUHAP maupun Yurisprudensi Mahkamah AgungRepublik
Indonesia serta Pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001.
Bahwa Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung telah
memperlihatkan suatukekhilafan dan kekeliruan yang sangat nyata
karena Hakim Banding dalammenjatuhkan putusannya tidak memenuhi
ketentuan Pasal 94 Ayat (1) Undang-UndangNomor 15 Tahun 2001 dan
Pasal 197 Ayat (1) butir k KUHAP hal ini mengakibatkanputusan batal
demi hukum.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terkait
dengan alasanTerdakwa mengajukan upaya hukum Kasasisebagaimana
telah dipaparakan sebelumnya disesuaikan dengan ketentuan Pasal 253
ayat (1) KUHAP maka dapat diketahui bahwa alasan Terdakwa
mengajukan Kasasi dengan dasar Judex FactiPengadilan Tinggi
Bandungdalam Putusan Nomor 39/Pid.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal
17 Mei 2015telah salah menerapakan hukum dengan tidak
mempertimbangkan fakta berupa Terdakwa membeli barang tersebut
seharga Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah) bila Terdakwa mengetahui
jika barang tersebut adalah barang palsu. Atas dasar fakta tersebut, alasan
Terdakwa mengajukan Kasasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253
KUHAP secara khusus Pasal 253 ayat (1) huruf a perihal “apakah benar
suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya”.
Pernyataan penulis tersebut didukung oleh amar pertimbangan
Mahkamah Agung yang meyatakan bahwa alasan Kasasi dari Terdakwa
dapat dibenarkan, putusan Judex FactiPengadilan Tinggi Bandung telah
62

salah menerapkan hukum dengan tidak mempertimbangakan fakta bahwa


Terdakwa tidak mengetahui jika barang yang dibelinya adalah barang
palsu.
2. Kesesuaian Pertimbangan Mahkamah Agung Mengabulkan
Permohonan Kasasi Terdakwa dan Mengadili Sendiri Dalam
Perkara Memperdagangkan Barang Hasil Pelanggaran Merek Pihak
Lain Dengan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP
Mengutip pendapat Andi Hamzah yang menyebutkan bahwa tujuan
dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
kebenaran materiil. Kebenaran matetiil adalah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dan suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat guna mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwa melakukan suatu pelanggaran
hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan putusan dari pengadilan
guna menentukan apakah suatu tindak pidana itu terbukti telah dilakukan
dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah,
2013: 7-8).

Pertimbangan Hakim yang tertuang dalam suatu putusan, Hukum


Acara Pidana Indonesia (dalam hal ini KUHAP) telah mengatur tata cara
yang harus ditaati oleh Hakim sebelum mengeluarkan keputusannya.
Mengutip pendapat Sudarto (1990: 74) yang menyatakan bahwa Putusan
Hakim adalah merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang
diperiksa dan diadili oleh seorang Hakim. Hakim memberikan
keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut: keputusan mengenai
peristiwanya, apakah Terdakwa telah melakukan perbuatan yang
dituduhkan kepadanya; keputusan mengenai hukumnya, apakah
perbuatan yang dilakukan Terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana
dan apakah Terdakwa bersalah dan dapat dipidana serta keputusan
mengenai pidananya, apabila Terdakwa memang dapat dipidana.
Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus di tingkat
Kasasi harus memperhatikan ketentuan yang termuat dalam Pasal 256
63

KUHAP yang berbunyi “Jika Mahkamah Agung mengabulkan


permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah
Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dan
dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255”. Mengingat ketentuan Pasal
255 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Dalam hal suatu putusan dibatalkan
karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara
tersebut”. Sehingga dalam hal alasan permohonan Kasasi telah
memenuhi syarat formil dan materil, maka Mahkamah Agung akan
mengabulkan, membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi
dan selanjutnya mengadili sendiri perkara tersebut. Selain itu, jika
pengadilan berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan kesalahan sesuai pasal yang didakwakan maka
harus dijatuhkan pidana. Ketentuan tersebut termuat dalam Pasal 193
ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Jika pengadilan berpendapat bahwa
Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim harus mempertimbangkan
apa yang menjadi putusannya nanti. Pertimbangan Hakim dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu pertimbangan yang bersifat
yuridis dan pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan Judex
Juris yang bersifat yuridis dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 503
K/Pid.Sus/2016 tertanggal 04 Mei 2016 dengan Terdakwa bernama
Hariyanto menjatuhkan sanksi pidana yang didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa alasan kasasi Terdakwa dapat dibenarkan karena Judex
FactiPengadilan Tinggi tidak tepat dalam menerapkan hukum dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa benar Terdakwa telah menjual barang yang diketahui atau
patutuntuk diketahui bahwa barang tersebut merupakan hasil pelanggaran
64

merekterdaftar pihak lain yaitu Soffel anti nyamuk aroma kulit jeruk
sebanyak 10(sepuluh) karton.
Bahwa barang berupa soffel anti nyamuk tersebut adalah sebagai
barteranatas kekurangan pembayaran penjualan korek api gas yang dijual
di Tokogrossier PD. Harry milik Terdakwa sebesar Rp4.000.000,00
(empat jutarupiah) untuk kekurangan dari Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah)oleh Yanto (DPO), karena Yanto (DPO) hanya
membawa uangRp14.000.000,00 (empat belas juta rupiah) sehingga
kekurangan tersebutdibayar dengan barang yang dipalsukan tersebut.
Bahwa adalah tidak masuk dalam logika hukum, Terdakwa mau
membayarsuatu barang palsu seharga Rp4.000.000,00 (empat juta
rupiah), bilaTerdakwa mengetahui bahwa Soffel anti nyamuk a quo
adalah barang palsudengan menyerahkan barangnya berupa korek api gas
diganti denganbarang palsu, karenanya harus dinyatakan bahwa
Terdakwa tidakmengetahui bahwa barang yang dijualnya adalah barang
palsu.
Bahwa namun demikian Terdakwa telah terbukti
memperdagangkanbarang yang merupakan hasil pelanggaran merek
terdaftar pihak lainsebagaimana dakwaan Penuntut Umum, tetapi tentang
pemidanaanterhadap Terdakwa harus dipertimbangkan kembali
sebagaimana telahdipertimbangkan tentang ketidaktahuan Terdakwa
terhadap barang palsubarteran untuk penjualan barang Terdakwa berupa
korek api in casu.
Bahwa ternyata putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang
memperbaikilamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Terdakwa
tidak disertaidengan pertimbangan yang cukup tentang fakta hukum yang
meringankanbagi Terdakwa, yaitu Terdakwa tidak mengetahui bahwa
obat anti nyamukmerek Soffel yang dibelinya dari Yanto (DPO) adalah
palsu, Terdakwa barumengetahui obat nyamuk itu palsu setelah
diberitahu Atet Sumarsono yangmembeli obat anti nyamuk Soffel dari
Terdakwa, kemudian Terdakwamenghubungi Yanto (DPO) untuk
65

meminta pertanggung jawaban namunternyata Yanto (DPO) tidak bisa


dihubungi.
Bahwa oleh karenanya permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
dapatdikabulkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara a
quoyang seluruh amarnya akan dinyatakan dalam putusan ini.
Pertimbangan Hakim selanjutnya adalah perimbangan yang bersifat
non-yuridis yang berupa hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan. Pertimbangan non-yuiridis Judex Juris pada putusan
Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016 tertanggal 04 Mei
2016tidak menyebutkan secara rinci dikarenakan putusan Judex Factie
yang pada pokoknya menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa merupakan
tindak pidana. Oleh sebab itu, dalam putusan Judex Juris disebutkan
bahwa Terdakwa telah menjual barang hasil pelanggaran merek
meskipun Terdakwa tidak mengetahui jika barang tersebut adalah hasil
pelanggaran merek.

Pertimbangan Hakim selanjutnya adalah perimbangan yang bersifat


non-yuridis yang berupa hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan. Pertimbangan non-yuiridis Judex Juris pada putusan
Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016 tertanggal 04 Mei 2016,
antara lain:
a) Hal-hal yang memberatkan
1) Perbuatan Terdakwa telah merugikan pihak lain.
b) Hal-hal yang meringankan
1) Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya;
2) Terdakwa belum pernah dihukum.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka


Mahkamah Agung berpendapat permohonan Kasasi dari Penuntut Umum
telah memenuhi ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 254 KUHAP terdapat cukup alasan untuk
mengabulkan permohonan Kasasi dariTerdakwa dan membatalkan
66

putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 39/Pid.Sus


Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Mei 2015 yang memperbaiki Putusan
Pengadilan Negeri Bandung Nomor1220/Pid.B/2014/PN.BDG tanggal 17
Desember 2014 tidak dapat dipertahankanlagi, oleh karena itu harus
dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadilisendiri perkara tersebut
seperti tertera di bawah ini:
a) Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
Terdakwa/Hariyanto tersebut.
b) Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor
39/PID.SusMerek/2015/PT.BDG tanggal 17 Maret 2015 yang
memperbaiki putusanPengadilan Negeri Bandung Nomor
1220/PID.B/2014/PN.BDG tanggal 17Desember 2014.
Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal
193 ayat (1) KUHAP, dalam kasus yang penulis teliti Mahkamah Agung
menyatakan dalam amar putusannya bahwa TerdakwaHariyanto telah
terbukti secara sah dan meyakinkanbersalah melakukan tindak pidana
“memperdagangkan barang yangdiketahui atau patut diketahui bahwa
barang tersebut merupakan hasilpelanggaran merek terdaftar pihak lain,
menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan
pidanapenjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan bahwa pidana
tersebut tidak perlu dijalani kecuali jikadikemudian hari ada putusan
Hakim yang menentukan lain, karenaTerdakwa melakukan suatu
tindakan pidana sebelum masa percobaanselama 8 (delapan) bulan
berakhir, menetapkan agar barang bukti berupa 9 (sembilan) dus Soffel
palsu aroma jeruk dalam kemasan sachet,dirampas untuk dimusnahkan
dan membebankan kepada Terdakwa tersebut untuk membayar biaya
perkaradalam tingkat kasasi sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus
rupiah).
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis meyimpulkan bahwa
pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili
permohonan KasasiTerdakwadan mengabulkan permohonan Kasasi
67

tersebut, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor


39/Pid.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Mei 2015 yang memperbaiki
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor1220/Pid.B/2014/PN.BDG
tanggal 17 Desember 2014dan mengadili sendiri perkara pelanggaran
merek yang dilakukan olehTerdakwaHariyantotelah sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

1. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 270 K/Pid/2016 terkait


dengan alasan Terdakwa mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan
Tinggi Bandung Nomor 39/Pid.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Mei
2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Facti telah salah
menerapkan hukum dalam putusannya mengadili perkara pelanggaran
terhadap merek. Lebih lanjut, atas dasar alasan tersebut Terdakwa yang
mengajukan Kasasi yang tertuang dalam Akta permohonan Kasasi Nomor
13/Akta.Pid/2015/PN.Bdg yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan
Negeri Bandung pada tanggal 03 Juli 2015 dan diterima oleh Kepaniteraan
Bandung pada tanggal 06 Juli 2015 telah memenuhi syarat formil.
Kemudian, terkait dengan syarat materil dari Terdakwa yang menyatakan
bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum berupa tidak
mempertimbangkan fakta berupa Terdakwa membeli barang tersebut
seharga Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah) bila Terdakwa mengetahui jika
barang tersebut adalah barang palsu. Atas dasar fakta tersebut, alasan
Terdakwa mengajukan Kasasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253
KUHAP secara khusus Pasal 253 ayat (1) huruf a perihal “apakah benar
suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya”.
2. Pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasioleh
Terdakwa dalam perkara pelanggaran terhadap merek yang dilakukan oleh
TerdakwaHariyantotelah sesuai dan memenuhi ketentuan Pasal 256 jo Pasal
193 ayat (1) KUHAP, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan
KasasiTerdakwa, kemudian menciptakan kesatuan penerapan hukum
dengan membatalkan Putusan Pengadilan TinggiBandung Nomor
39/PID.Sus Merek/2015/PT.BDG tanggal 17 Maret 2015 yang memperbaiki
putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1220/PID.B/2014/PN.BDG

68
69

tanggal 17 Desember 2014 dan mengadili sendiri menyatakan


TerdakwaHariyantotelah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
“memperdagangkan barang yang diketahui atau patut diketahui bahwa
barang tersebut merupakan hasil pelanggaran merek terdaftar pihak lain,
menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana
penjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan bahwa pidana tersebut tidak
perlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang
menentukan lain, karena Terdakwa melakukan suatu tindakan pidana
sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhirtelah sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1)
KUHAP.

B. Saran
1. KepadaHakim di tingkat Pengadilan Tinggi
dalammemutussuatuperkarahendaknyalebihtelitisertalebihmemperhatikanse
galaaspekbaikaspekyuridismaupunaspeknon-yuridisputusan Hakim
terhadappelakutindak pidana penipuan.
2. Kepada Mahkamah Agung yang merupakan institusi peradilan terakhir agar
terus menjaga konsistensi pengawasan terhadap Peradilan di tingkat Negeri
maupun di tingkat Tinggi agar segenap masyarakat yang berpekara dalam
merasakan keadilan sebagaimana yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adami Chazawi. 2007. Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual. Malang:
Bayumedia Publishing.
Adrian Sutedi. 2009. Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.
Ahmad Rifai. 2010. Pemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum
Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan. 1987. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana.
Jakarta: Bina Aksara.
Andi Hamzah. 2013. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Atang Ranoemihardja. 1981. Hukum Acara Pidana. Bandung: Tarsito.
Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Budi Santoso. 2009. Pengantar HKI Dan Audit HKI Untuk Perusahaan.
Semarang: Penerbit Pustaka Magister.
Darwan Prints. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Dojoko Prakoso. 1985. Kedudukan Justisiabel di dalam KUHAP. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Iswi Hariyani. 2010. Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Yustisia.
J.C.T Simorangkir. 2009. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
M. Djumhana dan R. Djubaedillah. 1997. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori
danPrakteknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
M.Yahya Harahap. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding dan Peninjauan Kembali. Edisi
Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Sinar Grafika.
Moeljatno. 2004. Asas-Asas Hukum Pidana (Edisi Revisi). Bandung: Rineka
Cipta.
Peter Mahmud Marzuki. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Surabaya: Kencana
Prenada Media Group.
R. Soesilo. 1988. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana
Bagi Penegak Hukum). Bogor: Politeia.

71
72

Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: Citra


Aditya Bakti.
Sentosa Sembiring. 2015. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.
Wirjono Projodikoro. 1983. Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: Sumur
Bandung.

Jurnal/Makalah/Artikel Ilmiah :

Agus Budi Susilo. 2016. “Pembatasan Hak Kasasi dan Konsekuensi Hukum Bagi
Pencari Keadilan dalam Sistem Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.
Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 5 Nomor 2. Jakarta: Sekertariat
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Asril dan Dimas Prasidi. 2012. “Evaluasi Atas Implementasi Pasal 45a UU
Mahkamah Agung”. Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 1 Nomor 2.
Jakarta: Sekertariat Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Baosheng Zhang and Hua Shang.2009. “Evidentiary Provisions of the People's
Courts and Transition of the Judges' Role”. Supreme Court Law Review.
Vol. 49. USA: Canada.
Dudu Duswara. 2015. “Optimalisasi Peran Hakim Agung dalam Penyelesaian
Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali”. Jurnal Konstitusi Volume 12
Nomor 2. Jakarata: Makahkamah Konstitusi RI
Janpatar Simamora. 2014. “Kepastian Hukum Pengajuan Kasasi Oleh Jaksa
Penuntut Umum Terhadap Vonis Bebas (Kajian Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012)”. Jurnal Yudisial Volume 7 Nomor 1
April 2014. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Lee Epstein and Tonja Jacobi.2010. “The Strategic Analysis of Judicial
Decisions”. Annual Review of Law and Social Science. Vol. 6. Chicago:
Northwestern University School of Law Chicago Illinois.
Oreste Pollicino. 2004. “Legal reasoning of The Court of Justice in The Context
of The Principle of Equality Between Judicial Activism and Self-Restaint”.
German Law Journal. Volume 05 Number 03. Virginia: Washington & Lee
University School of Law.
Puslitbang Mahkamah Agung RI. 2013. “Mahkamah Agung Sebagai Judex Juris
ataukah Judex Facti (Kajian Terhadap Azas, Teori dan Praktek)”. Laporan
Penelitian Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI. Jakarta:
Mahkamah Agung RI.
73

Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan Pengadilan:


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
(sebagai penggantiUndang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek)
Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pid.Sus/2016;
Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 39/Pid.Sus.Merek/2015/PT.BDG;
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1220/Pid.B/2014/PN.Bdg.

Anda mungkin juga menyukai