TESIS
Oleh:
ADHITYA FIRMANSYAH
NIM. E2B017048
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2020
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI TANAH
TESIS
Oleh:
ADHITYA FIRMANSYAH
NIM. E2B017048
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2020
i
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI TANAH
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 62/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Sby)
Adhitya Firmansyah
NIM : E2B017048
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Dekan Fakultas Hukum Koordinator Program Studi
Magister Kenotariatan
Prof. Dr. Ade Maman Suherman, SH, M.Sc Dr. Sulistyandari, SH, M.Hum
NIP. 19670711 199512 1 001 NIP. 19600526 198703 2
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini hasil
plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik
yang saya peroleh terkait dengan tesis ini.
Adhitya Firmansyah
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
➢ Bapakku
➢ Mamahku
➢ Adikku
➢ Keluarga besar Marnoto Mashar
iv
RINGKASAN
Adhitya Firmansyah, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum,
Universitas Jenderal Soedirman, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak
Pidana Korupsi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Tanah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 62/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Sby), Komisi Pembimbing, Ketua Prof. Dr. Agus Raharjo, S.H.,
M.Hum dan Anggota Dr. Sulistyandari, SH, M.Hum.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,
notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam membuat akta tidak luput
dari kesalahan atau kekeliruan sehingga terjadi permasalahan dalam akta yang
dibuatnya, pada kasus notaris bernama Rosidah dipidana karena kasus korupsi
penjualan tanah TKD dengan mengeluarkan akta PPJB, sehingga notaris dituntut
pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi.
Tujuan penelitian adalah mengkaji pertanggungjawaban pidana terhadap
tindak pidana korupsi notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli
tanah dan menganalisis penafsiran hakim terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Jabatan Notaris tentang prinsip kehati-hatian notaris pada putusan
nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode yuridis normatif, dianalisis secara normatif kualitatif.
Hasil penelitian pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pindana
korupsi, terhadap perbuatan tindak pidana korupsi pada Pasal 3 UU Tipikor unsur
kerugian negara terpenuhi, karena hakim menitik beratkan pada akibat yang timbul
dari tanah TKD yang beralih fungsi menjadi perumahan sehingga tidak dapat
dimanfaatkan dan tidak menerima penghasilan atas pengelolaan tanah TKD, maka
notaris dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya walaupun terhadap
perjanjiannya yaitu PPJB belum terjadi adanya levering sedangkan penafsiran
hakim dalam putusan nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby yaitu, notaris dalam
membuat akta bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi, akta
yang dimaksud adalah akta PPJB dan surat kuasa mutlak atas tanah TKD, sehingga
notaris dianggap tidak melaksanakan Pasal 16 ayat 1 UUJN yaitu bekerja secara
saksama, namun hakim tidak menjelaskan tentang bagaimana bekerja secara
seksama agar menjadi sebuah solusi hukum bagi para notaris dalam menerapkan
prinsip kehati-hatian. Sedangkan menurut doktrin secara prosedur sebagian sudah
dilaksanakan oleh notaris dengan mengecek data-data penghadap, memberikan
tenggang waktu dalam pembuatan akta, memenuhi syarat formil dalam teknik
pembuatan akta pengikatan jual beli, namun terhadap objek faktanya bertentangan
dengan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu suatu hal tertentu, hal tersebut disebabkan
notaris tidak mengecek objek dari pengikatan jual beli, karena terdapat perbedaan
alamat pada 112 SHM seluas lebih kurang 10 hektar dengan yang ada di siteplan di
mana ada tanah kas desa seluas 28.842 m² atau 2,8 hektar sehingga bertentangan
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan
Aset Desa, sekalipun ada tanda tangan bupati pada siteplan dan surat keputusan,
namun hal tersebut seharusnya tidak bisa dijadikan dasar, sehingga notaris dapat
disimpulkan tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian.
Kata Kunci : notaris, tindak pidana korupsi, pertanggungjawaban pidana,
prinsip kehati-hatian, perjanjian pengikatan jual beli.
v
SUMMARY
Adhitya Firmansyah, Notary Masters Program, Faculty of Law, General
Soedirman University, Criminal Liability for Notary Corruption In Making Deed
of Land Purchase Binding Agreement (Analysis of Decision of Surabaya District
Court Number: 62 / Pid.Sus-TPK / 2017 / PN.Sby ), Supervising Commission,
Chair Prof. Dr. Agus Raharjo, S.H., M.Hum and Member Dr. Sulistyandari, SH,
M.Hum.
Notary is a public official who is authorized to make an authentic deed, notary
in carrying out their duties and positions in making a deed not escape from mistakes
or mistakes so that problems occur in the deed he made, in the case of a notary
named Rosidah convicted for corruption of TKD land sales by issuing PPJB deed ,
so that the notary is charged with criminal liability for corrupt acts.
The purpose of this study is to examine criminal liability for notary corruption
in the drafting of the land purchase agreement agreement and analyze the judge's
interpretation of Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Position Act
concerning the principle of notary caution in decision number: 62 / Pid .Sus-TPK /
2017 / PN.Sby. The method used in this study is a normative juridical method,
analyzed normatively qualitatively.
The results of criminal liability research on corruption acts, on corruption in
Article 3 of the Anti-Corruption Act the element of state losses are fulfilled, because
the judge focuses on the consequences arising from TKD land that are converted
into housing so that they cannot be utilized and do not receive income from
management TKD land, then the notary may be held liable for the criminal even
though the agreement is PPJB, there has not been any levering, whereas the
interpretation of the judge in the decision number: 62 / Pid. SUS-TPK / 2017 / PN.
criminal corruption, the deed in question is the PPJB deed and the absolute power
of attorney for TKD land, so that the notary is deemed not to implement Article 16
paragraph 1 of the UUJN namely to work carefully, but the judge does not explain
how to work carefully in order to become a legal solution for the notaries in apply
the precautionary principle an. Whereas according to the doctrine, the procedure
has been partly carried out by a notary by checking the data of the user, giving a
grace period in making the deed, fulfilling the formal requirements in the technique
of making the sale and binding agreement, but the object of the fact is contrary to
Article 1320 of the Civil Code namely a certain matter, This is due to the notary not
checking the object of the binding sale and purchase, because there are differences
in address on 112 SHM covering an area of approximately 10 hectares with those
in siteplan where there is a village cash estate area of 28,842 m² or 2.8 hectares so
that it conflicts with the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 2016
concerning Village Asset Management, even though there is a regent's signature on
the siteplan and a decree, but this should not be used as a basis, so the notary can
be concluded not to implement the precautionary principle.
Keywords: notary, corruption, criminal liability, prudential principles,
binding purchase agreement.
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, atas limpahan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 62/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Sby). Adapun tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun akan diterima dengan
ketulusan hati. Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Prof. Dr. Agus Raharjo, S.H., M.Hum.. selaku Dosen pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis, serta
mengarahkan penulis menjadi lebih baik dalam membuat karya ilmiah ini,
semoga beliau selalu sehat dan semangat dalam membentuk generasi
intelektual bangsa.
3. Dr. Sulistyandari, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Ketua
Program Studi Magister Kenotariatan yang telah meluangkan waktu dan
kesabarannya untuk membimbing penulis, serta mengarahkan penulis menjadi
lebih baik dalam membuat karya ilmiah ini, semoga beliau selalu sehat dan
semangat dalam membentuk generasi intelektual bangsa.
4. Prof. Tri Lisiani Prihatinah, S.H., M.A., Ph.D., selaku Dosen Penguji yang
yang telah berkenan menguji pada seminar proposal dan ujian tesis yang
vii
bersedia memberikan berbagai saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini.
5. Dr. Setya Wahyudi, S.H.,M.H., selaku Penguji sekaligus Wakil Dekan Bidang
Akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, yang telah
berkenan menguji pada seminar proposal dan ujian tesis yang bersedia
memberikan berbagai saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
tesis ini.
6. Dr. Dwi Hapsari Retnaningrum, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji yang
telah berkenan menguji pada seminar proposal dan ujian tesis dan bersedia
memberikan berbagai saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
tesis ini.
7. Segenap Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Sudirman.
8. Bapakku Sukhari, S.Pd, Mamahku Eny Ismiati dan Adikku Fitria Aprilia
Rahmah yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat dan kasih
sayangnya kepada penulis selama masa studi dan proses pembuatan tesis
sampai selesai study.
9. Keluarga Besar Marnoto Mashar, yaitu Mamah Risah, Mas Arif Rachman,
Mba Erna, Mba Elvia, Endah Nadia Putriani yang selalu memberikan
dukungan, doa, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis selama masa
studi dan proses pembuatan tesis sampai selesai studi.
10. Sahabat penulis terutama Yurissa, Eko, Isnen, Ozan, Binar, Dias, Teguh, Obbi,
Mas Agung, Tante Nina dan seluruh teman-teman angkatan 2017 Magister
Kenotariatan.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Purwokerto, 21 Februari 2020
Penulis,
Adhitya Firmansyah
NIM. E2B017048
viii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ..........................................................................................................v
SUMMARY ........................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
ix
I. Tanah Kas Desa .......................................................................................38
BAB III METODE PENELITIAN
1. Simpulan............................................................................................138
2. Saran ..................................................................................................139
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................140
LAMPIRAN
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Notaris merupakan salah satu profesi yang dituntut professional dalam
menjalankan profesinya. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
aktanya, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya sepanjang
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.1 Notaris sebagai pejabat umum
(openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani
tanggungjawab atas perbuatanya sehubungan dengan pekerjaanya dalam membuat
akta tersebut.
Jabatan notaris diatur dengan suatu undang-undang yaitu, dengan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN), merupakan
pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang-
undang yang mengatur tentang jabatan notaris, sehingga dapat tercipta suatu
unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah Negara
Repubik Indonesia. Berdasarkan pada nilai moral dan etik notaris, maka jabatan
notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan tidak
memihak dalam bidang kenotariatan yang pengembangannya sebagai panggilan
hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi
kepentingan umum, serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia
pada umumnya dan martabat notaris pada khususnya. Kedudukan notaris yang
indenpendent dan tidak memihak, maka akta yang dihasilkan merupakan suatu
1
Habib Adjie, 2017, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2014
tetang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama,
Bandung, hlm. 1.
1
2
kepastian dan jaminan hukum yang pasti. Seorang notaris tidak bisa diintervensi
oleh kemauan salah satu pihak, sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya,
sehingga seorang notaris tidak boleh menodai kepercayaan yang telah diberikan
oleh undang-undang.
Notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouwens ambt) dan adanya hak
istimewa yakni hak ingkar atau verschoningrecht oleh karena itu seseorang bersedia
mempercayakan sesuatu kepadanya sebagai seorang kepercayaan (vertrouwens
persoon). Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara,
notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai karateristik tersendiri
dibandingkan profesi lain seperti advokat, jaksa, arbirter, dan hakim. Menempatkan
notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas, yang sengaja
dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi. Jabatan notaris merupakan
suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara, setiap wewenang yang diberikan
kepada jabatan harus ada aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat
berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya.2
Kewenangan yang di maksud adalah notaris sebagai openbaar ambtenaar
diberi wewenang oleh negara untuk membuat akta otentik berdasarkan UUJN,
dalam hukum kenotariatan dikenal dua akta yaitu :3
1. Akta Partij atau akta para pihak yaitu akta yang dibuat di hadapan notaris.
Artinya, akta yang dibuat berdasar keterangan atau perbuatan pihak yang
menghadap notaris, dan keterangan atau perbuatan itu agar di konstatir oleh
notaris untuk dibuatkan akta.
2. Akta Relaas atau akta pejabat yaitu akta yang dibuat oleh notaris sebagai
pejabat umum yang memuat uraian secara otentik tentang semua peristiwa
atau kejadian yang dilihat, dialami, dan disaksikan oleh notaris sendiri.
Misalnya berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (untuk selanjutnya
disebut sebagai RUPS).
2
Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm. 13
3
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta, Mandar Maju, Bandung, hlm. 7.
3
Berdasarkan pada ke dua jenis akta tersebut, kesalahan dari isi akta di karenakan
adanya pihak yang menyelundupkan perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan akta tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian secara materil,
walaupun secara lahiriah dan formalnya sudah sesuai dengan ketentuan yang sudah
ditentukan oleh undang-undang maka akta yang mempunyai salah satu unsur
kesalahan tersebut langsung dapat batal secara hukum, karena berdasarkan Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang syarat sahnya perjanjian
yaitu:
Syarat subjektif
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan
Syarat Objektif
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halal
Suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum, artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. 4
Berdasarkan penjelasan di atas, seorang notaris dalam menjalankan
pelayanannya harus berhati-hati, kesalahan karena kelalaian yang dibuatnya dapat
menimbulkan masalah hukum di kemudian hari, sehingga notaris dapat
diperhadapkan pada proses peradilan, notaris harus memberikan keterangannya
ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Seiring dengan itu sebagai pejabat
umum, notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan
pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada
notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap wajib
dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta.
Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan sebagaiamana penerapan Pasal 16
Ayat (1) huruf a UUJN, antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya wajib
bertindak seksama dan penuh kehati-hatian. Permasalahan yang terjadi dalam
4
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Perikatan yang lahir dari Undang-Undang, Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, hlm. 53
4
proses pembuatan akta autentik disebabkan karena dalam UUJN tidak mengatur
secara jelas prinsip-prinsip atau langkah-langkah notaris untuk bekerja lebih
berhati-hati dalam proses pembuatan akta, sehingga notaris tidak memiliki
pedoman dan tuntunan yang berguna untuk mencegah terjadinya kejahatan dalam
akta autentik yang dibuat oleh notaris.
Kekaburan norma dalam UUJN tersebut dapat dilihat dalam Pasal 16 ayat (1)
huruf a disebutkan mengenai kewajiban notaris yaitu dalam menjalankan
jabatannya, notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Kewajiban notaris di atas menyebutkan bahwa, notaris dalam menjalankan
kewajibannya membuat akta autentik berkewajiban untuk bertindak secara
saksama, namun tidak memberi penjelasan pengertian dan contoh kewajiban notaris
harus bertindak saksama dari Pasal tersebut. Kondisi norma yang demikian disebut
sebagai kekaburan norma atau vague van normen.5 Aarnio dalam buku I Made
Pasek Diantha mengatakan bahwa interpretation in turn has been understood as a
linguistic matter atau penafsiran disebabkan karena faktor bahasa. Oleh karena itu,
penting pula dicatat bahwa dalam ilmu hukum dikenal adagium yang berbunyi in
claris non fit interpretation yang artinya kalau undang-undang sudah jelas tidak
perlu dilakukan interpretasi.
Berpikir secara a contrario, maka justru adagium inilah yang sesungguhnya
merupakan landasan pokok bagi relevansi interpretasi bila undang-undang tidak
jelas.6 Menurut Pitlo apabila dalam bahasa atau kata-kata dalam suatu peraturan
perundang-undangan tersebut tidak jelas maka digunakan metode interpretasi
gramatikal, berarti menangkap arti atau teks bahasa dalam undang-undang
tersebut.7 Tidak adanya penjelasan baik secara khusus maupun umum dalam Pasal
16 ayat (1) huruf a UUJN, notaris harus bertindak “saksama” dalam membuat akta
5
I Made Pasek Diantha, 2015, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif (Dalam Justifikasi Teori
Hukum), Cetakan ke-1, Prenada Media Group, Denpasar, hlm. 118
6
Ibid, hlm. 119-120
7
Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persefektif Hukum Progresif, Cetakan
Pertama, Sinar Grafika, Malang, hlm. 64
5
Dasar akta pengikatan jual beli antara sunarto dengan petani, alasannya 101
Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 11 Surat Keputusan (SK) Gurbernur menjadi 446
akta, dan ternyata 160 akta, alamatnya menujuk letak diatas Tanah Kas Desa (TKD)
rencananya 101 SHM dan 11 SK Gurbernur yang belum digabung akan digabung
atas nama Sunarto dan dipecah atas nama warga, karena sebagian dari bangunan
tersebut belum lunas.
Masalah muncul pada tahun 2015, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo mulai
melakukan penyelidikan terhadap perkara ini dan tahun 2016 perkara ini mengikat
menjadi penyidikan, yang menjadi padangan Kejari Sidoarjo adalah Tanah Kas
Desa (TKD) telah berfungsi menjadi perumahan Renojoyo, sehingga notaris
Rosidah didakwa turut serta membantu melakukan penyimpangan tindakan korupsi
penjualan TKD di desa Renojoyo Porong Sidoarjo.
Kutipan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 62/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Sby hakim meyatakan dalam pokok perkara bahwa terdakwa
Rosidah, terbukti secara sah tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian,
menyalahgunakan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama
sebagaimana dalam dakwaan subsider, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan serta
denda sejumlah Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila
denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
Berdasarkan kronologis kasus diatas permasalahan hukum yang timbul
didalam kasus ini adalah dari total 446 akta pengikatan jual beli, di mana 160 akta
alamatnya menujuk letak diatas Tanah Kas Desa (TKD) dianggap sebagai
perbuatan tindak pidana korupsi karena menayalahgunakan kewenangan atas
jabatannya yang menimbulkan kerugian negara dan tidak melaksanakan prinsip
kehati-hatian, atas pembuatan perjanjian pengikatan jual beli (untuk selanjutnya
disebut sebagai PPJB) tersebut yang objeknya menujukan alamat Tanah Kas Desa
(TKD) sehingga notaris dituntut pertanggungjawaban pindana terhadap tindak
pidana korupsi.
7
8
Herlien Budiono, 2004, artikel Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret. Hlm. 57
8
pidana korupsi dan bagaimana penafsiran hakim terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Jabatan Notaris tentang prinsip kehati-hatian notaris pada putusan
nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas
penulis tertarik menulis sebuah tulisan ilmiah dalam bentuk Tesis yang berjudul
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Notaris Dalam
Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah” (Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi
notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli tanah ?
2. Bagaimana penafsiran hakim terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Jabatan Notaris tentang prinsip kehati-hatian notaris pada putusan
nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam suatu
penelitian sebagai suatu solusi atas masalah yang dihadapi, maupun untuk
memenuhi kebutuhan perorangan9. Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai
adalah :
1. Untuk mengkaji pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi
notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli tanah.
2. Untuk menganalisis penafsiran hakim terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Jabatan Notaris tentang prinsip kehati-hatian notaris pada
putusan nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, Hlm. 109
9
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan melengkapi bahan
pustaka di bidang hukum khususnya di bidang Hukum Kenotariatan
yakni mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana
korupsi notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli
tanah.
b. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi
penegak hukum dan masyarakat pada umumnya, khususnya bagi pihak
Notaris / PPAT.
E. Originalitas Penelitian
Penulis menggunakan pembanding penelitian-penelitian terdahulu baik
mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi notaris
dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli tanah, 6 (enam) diantaranya
adalah
1. Nama Ibnu Sajadi, Magister Kenotariatan, Universitas Sebelas Maret
Judul Penelitian Tanggung Jawab Notaris Terhadap Keabsahan Akta Notaris Yang
Dibuatnya Atas Penghadap Yang Tidak Dapat Membaca Dan
Menulis
Rumusan
Masalah
Hasil Penelitian Notaris bertanggungjawab atas akta yang dibuat di hadapannya
baik yang dibubuhi tanda tangan maupun yang menggunakan cap
jempol dengan disertai keterangan bahwa para pihak telah
mengetahui mengapa salah satu pihak menggunakan cap jempol.
Akta otentik yang dibuat notaris baik yang menggunakan
tandatangan maupun dengan cap jempol akta tetap sah asal Notaris
memberikan alasan yang jelas tentang sebab para pihak tidak
membubuhkan tanda tangannya. Alasan yang dikemukakan
tersebut merupakan pengganti tanda tangan yang dinamakan
“surrogaat”. Akta tersebut mempunyai kekuatan mengikat dan
sempurna.
2. Nama Kunni Afifah, Magister Kenotariata, Univeristas Islam Indonesia
10
Judul Penelitian Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara
Perdata Terhadap Akta yang dibuatnya
Rumusan 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris secara perdata
Masalah terhadap akta-akta yang dibuatnya? ?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Notaris terhadap
akta-akta yang dibuatnya terkait pertanggungjawaban Notaris
secara perdata ?
Hasil Penelitian 1. Pertanggungjawaban secara perdata seorang Notaris yang
melakukan perbuatan melawan hukum adalah Notaris wajib
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dijatuhi
sanksi perdata berupa penggantian biaya atau ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Notaris. Namun sebelum Notaris dijatuhi
sanksi perdata maka Notaris terlebih dahulu harus dapat
dibuktikan bahwa telah adanya kerugian yang ditimbulkan
dari perbuatan melawan hukum Notaris terhadap para pihak.
2. Bentuk perlindungan hukum bagi Notaris terhadap akta-akta
yang dibuatnya terkait pertanggungjawaban Notaris secara
perdata adalah adanya Majelis Kehormatan Notaris yang
bersifat independen, dalam hal ini keberadaan MKN tidak
merupakan sub bagian dari pemerintah yang mengangkatnya.
MKN dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan
suatu keputusan tidak dipengaruhi oleh pihak atau lembaga
lainnya, sehingga dalam hal ini keputusan yang dihasilkan
oleh MKN ini tidak dapat diganggu gugat.
3. Nama Lidya, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian Analisis Yuridis Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta
Yang Batal Demi Hukum Sesudah Berakhirnya Masa Jabatannya
Rumusan 1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Notaris sebagai Pejabat
Masalah Umum menurut UUJN Nomor 2 Tahun 2014 ?
2. Bagaimanakah peraturan pertanggung jawaban werda notaris
terhadap akta yang pernah dibuatnya?
3. Bagaimanakah penyebab dan tanggung jawab werda notaris
terhadap akta yang batal demi hukum sesudah berakhir masa
jabatannya ?
Hasil Penelitian 1. Notaris sangat terikat oleh Undang-Undang Jabatan Notaris
dan harus selalu berlandaskan Undang-Undang Jabatan
Notaris dalam setiap tindakannya dalam membuat akta yang
merupakan produknya. UUJN telah mengatur tentang bentuk
dari suatu akta notaris yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal
38 UUJN Nomor 2 Tahun 2014.
2. Pertanggungjawaban notaris tidak dijelaskan secara rinci
dalam UUJN sehingga sampai kepada batas usia pensiun dan
sampai seorang notaris meninggal dunia tanggung jawab tetap
melekat pada notaris.
11
F. Alur Pikir
Kewenangan Notaris
Membuat Akta
Perjanjian Pengikatan
Jual Beli
Prinsip Kehati-hatian
Jabatan Notaris
Kerugian Negara
Penafsiran Hukum
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Pertanggungjawaban Pidana
Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu
bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya
bertentangan/berlawanan hukum karena perbuatannya sendiri yang membuat orang
tersebut bertanggungjawab. Normalnya, dalam suatu kasus sanksi dikenakan
terhadap pelaku (deliquent) adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat
orang tersebut harus bertanggungjawab10. Menurut Moeljatno “orang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan
perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dia
dapat dipidana”.11 Wirjono Prodjodikoro terkait tentang kapan harus ada sanksi
pidana, menyatakan bahwa:
“Norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata negara dan
hukum tata usaha negara harus pertama-tama ditanggapi dengan sanksi
hukum administrasi, begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata
pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata. Hanya apabila sanksi
hukum administrasi dan sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai
tujuan meluruskan neraca. Selanjutnya kemasyarakatan, maka baru diadakan
juga sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (terakhir) atau ultimum
remidium. Melakukan perbuatan pidana dilihat dari segi persepsi masyarakat,
hal itu adalah perbuatan dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan
yang merugikan masyarakat padahal marnpu untuk mengetahui makna (jelek)
perbuatan tersebut, dan karenanya dapat bahkan harus menghindari untuk
berbuat demikian. Dengan demikian, perbuatan tersebut memang sengaja
dilakukan, dan celaannya dapat berupa: kenapa melakukan perbuatan yang
dia mengerti bahwa perbuatan itu merugikan masyarakat. Orang juga dapat
dicela karena melakukan perbuatan pidana, jika dia, meskipun tak sengaja
dilakukan, tapi terjadinya perbuatan tersebut dimungkinkan karena dia alpa
atau lalai terhadap kewajiban-kewajiban yang dalam hal tersebut, oleh
masyarakat dipandang seharusnya, (sepatutnya) dijalankan olehnya. Disini
celaan tidak berupa kenapa melakukan perbuatan padahal mengerti
(mengetahui) sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tapi
berupa kenapa tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya
10
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Terjemahan Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Cet. ke-2, Konstitusi Press, Jakarta, Hlm. 56
11
Moeljatno, 2008, Asas Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 155
17
Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar
dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak mempunyai
kesalahan. Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai
“toereken-baarheid”, “criminal reponsibilty”, “criminal liability”,
pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah
seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak
terhadap tindakan yang dilakukannya itu.13
Pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban oleh orang
terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Pada hakikatnya pertanggung
jawaban pidana merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana
untuk bereaksi atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.14 Kesepakatan
menolak tersebut dapat berupa aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis yang lahir
dan berkembang dalam masyarakat. Pertanggungjawaban pidana ditujukan kepada
pelaku tindak pidana yang melakukan kesalahan. Perihal kesalahan yang menjadi
salah satu unsur pertanggungjawaban ini dapat dilakukan atas dasar kesengajaan
dan karena kelalaiannya, untuk selanjutnya pengertian kesengajaan (dolus) dan
kelalaian (culpa) serta alasan penghapusan pidana atas pertanggung jawaban pidana
akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Kesengajaan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHP)
tidak memberikan petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, namun
pengertian kesengajaan dapat di ambil dari M.v.T. (Memorie van Toelichting)
artinya memori penjelasan dalam Crimineel Wetboek Kitab Undang-Undang
12
Wirjono Prodjodikoro, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung,
hlm. 15
13
S.R Sianturi, 2006, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan PenerapanyaCet IV, Alumni
Ahaem-Peteheam, Jakarta, hlm .245
14
Chairul Huda, 2011, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ menuju kepada ‘Tiada Pertanggung
Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan’, Kencana, Jakarta, hlm. 71.
18
15
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke II, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Undip,
Semarang. Hlm. 102
16
Moeljatno, Op.Cit, Hlm. 177
17
Martiman Prodjohamidjojo, 1997, Memahami dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 31
19
18
Chairul Huda, Op.Cit, Hlm. 74.
19
Mezger dalam Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
Kencana, Jakarta. Hlm. 70.
20
Sudarto, 2003, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung. Hlm. 72.
20
21
Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta, hlm. 49
22
Moeljatno, 1993, Asas-asas hukum pidana, Jakarta: Rineka cipta, hlm. 210
23
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9709/SKRIPSI%20LENGKAPPIDA
NA-ANDI%20ASRIANA.pdf?sequence=1,diakses hari, 08 Mei 2019 pukul 23.09
21
ia tidak yakin bahwa akibat itu benar akan terjadi dan ia tidak akan bertindak
demikian kalau ia yakin bahwa itu akan timbul.
3) Alasan Penghapusan Pidana
Alasan penghapusan pidana dibagi menjadi 2 (dua) alasan yakni sebagai
berikut :
a. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak pada
diri orang itu; dan
b. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak
di luar orang itu.
Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka
dibedakan 2 (dua) jenis alasan penghapusan pidana, yakni :24
a. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan,
meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik. Oleh karena sifat
melawan hukumnya perbuatan dihapuskan, maka si pembuat tidak dapat
dipidana. Kalau tidak ada unsur melawan hukum maka tidak mungkin
ada pemidanaan. Alasan pembenar yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHP). ialah pasal
49 ayat 1 (pembelaan terpaksa), pasal 50 (melaksanakan peraturan
undang-undang dan pasal 51 ayat 1 (melaksanakan perintah jabatan).
b. Alasan pemaaf menyangkut pribadi si-pembuat, dalam arti si-pembuat
tidak dapat dicela, dengan perkataan lain si-pembuat tidak dapat
dipersalahkan, atau tidak dapat dipertanggung jawabkan, meskipun
perbuatannya bersifat melawan hukum. Dengan demikian di sini ada
alasan yang menghapuskan kesalahan si-pembuat, sehingga tidak
mungkin ada pemidanaan. Alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP
ialah pasal 44 (tidak mampu bertanggung-jawab), pasal 49 ayat 2
(noodweer exces), pasal 51 ayat 2 (dengan iktikad baik melaksanakan
perintah jabatan yang tidak sah).
24
Soedarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, hlm. 139
22
Alasan penghapus pidana di luar KUHP yang diakui dalam hukum pidana
positif muncul melalui doktrin dan yuriprudensi yang menjadi sangat penting
dalam pengembangan hukum pidana, karena dapat mengisi kekosongan
hukum yang ada dan disebabkan oleh perkembangan masyarakat.
Perkembangan dalam hukum pidana sangat penting bagi hakim untuk
menghasilkan putusan yang baik dan adil. Sedangkan yurisprudensi melalui
metode penafsiran dan penggalian hukum tidak tertulis rechvinding sangat
berharga bagi ilmu hukum yang pada akhirnya akan menjadi masukan untuk
pembentukan hukum pidana yang akan datang (ius constituendum).25
25
Saryono Hanadi dan M.I. Wiwik Yuni Hastuti, 2010, Penerapan Dasar Penghapus Pidana
Perkara Korupsi Kajian Putusan Nomor 199/PiD.B/2008/Pn.PWT, Jurnal Yudisial, Volume
III Nomor 02, Komisi Yudisial, hlm. 128
26
P.A.F. Lamintang, 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung,
hlm. 7
23
27
Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia
Jakarta, hlm. 22
28
P.A.F. Lamintang Op.cit, hlm. 16
24
29
Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia
Jakarta, hlm. 25-27
30
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 7. Dikutip dari Adami
Chazawi, 2016, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
1.
25
pidana korupsi “murni merugikan keuangan negara” yakni Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7
ayat (1) huruf a dan c, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 12
huruf i, Pasal 12A, dan Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 junctoUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.31
Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 harus diakui merupakan pasal yang paling
sering digunakan oleh aparat penegak hukum dalam menjerat pelaku korupsi.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan :
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) Pasal 2 ayat (2) menyebutkan :
“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”.
Pasal 3 menyebutkan :
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada
padanya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).”
31
Ermansjah Djaja, 2010, Tipologi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Berdasarkan UU RI
No.30 Tahun 1999 jo. No.20 Tahun 2001, Mandar Maju Bandung, hlm. 147-149
26
C. Penafsiran Hukum
Penafsiran merupakan proses, cara, perbuatan menafsirkan upaya untuk
menjelaskan arti sesuatu yg kurang jelas (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Secara
istilah (terminology) upaya mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat Undang-undang dan berhubungan erat dengan soal bahasa,
yang terpakai untuk mewujudkan dalam kata-kata beberapa pengertian hukum,
dalam membicarakan hal-hal yang mengenai hukum, di antara orang-orang yang
saling memperdebatkan suatu hal pengertian hukum, harus ada katasepakat tentang
27
arti kata-kata yang dipergunakan.32 Maka perlulah adanya istilah hukum yang
tertentu dan mendapat pengesahan dari masyarakat umum dari dunia pengetahuan
ilmu hukum khususnya. Istilah hukum yang akan disusun selalu ada perbedaan
faham di antara para ahli hukum dalam mengartikan sesuatu atau beberapa
peraturan hukum, oleh karena peraturan hukum pada umumnya dapat
dimengertikan benar-benar, tidak cukup ditinjau dari sudut arti kata-kata yang
dipakai saja, melainkan membutuhkan pengetahuan tentang beberapa hal, di
antaranya yang terpenting ialah soal maksud dan soal tujuan dari peraturan hukum
itu.
Penafsiran hukum Trusto Subekti menjelaskan bahwa setiap penafsiran
hukum pada hakekatnya hanya menafsirkan apa yang dikehendaki oleh para
pembentuk undang-undang, oleh karena itu suatu penafsiran dibatasi sendiri oleh
undang-undang itu sendiri, yaitu oleh materi peraturan perundangundangan yang
bersangkutan, tempat perkara diajukan dan menurut jamannnya33. Ketentuan
undang-undang tidak dapat diharapkan begitu saja secara langsung pada peristiwa.
Apabila ketentuan Undang-undang yang bersifat abstrak dan umum harus diberi
arti, harus dijelaskan atau harus ditafsirkan, termasukmemberikan penafsiran
terhadap sahnya perkawinan. Seperti diketahui bahwa ada beberapa macam-macam
penafsiran hukum. Sedangkan menurut Ridwan Halim, penafsiran hukum ialah
suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, dan menegaskan, baik
dalam arti memperluas maupun membatasi/mempersempit pengertian hukum yang
ada, dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang
sedang dihadapi34. Soedikno Mertokususmo menjelaskan ada beberapa macam
metode penafsiran hukum adalah sebagai berikut35:
1. Interpretasi bahasa Interpretasi gramatikal ini merupakan metode interpretasi
paling sederhana menurut dengan mengetahui makna menurut bahasa, susun
kata atau bunyinya.
32
Wirjono Prodjodikoro, 1983, Azas-Azas Hukum Perdata, sumur Bandung, Bandung, hlm. 14
33
Trusto Subekti, 2012, Kumpulan Artikel dan Laporan Penelitian Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hlm. 131
34
A Ridwan Halim,2005, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 81
35
Trusto Subekti, Ibid, hlm. 131
28
12. Penemuan hukum bebas Penemuan hukum bebas ini sebetulnya tidak
termasuk dalam interpretasi, tetapi merupakan metode penemuan hukum
dengan menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkrit dan
tidak berdasarkan atas suatu undang-undang (kekosongan hukum).
Menafsirkan perbuatan melawan hukum oleh notaris yang menerbitkan
perjanjian pengikatan jual beli atas tanah kas desa dengan menggunakan penafsiran
sistematis yaitu penafsiran dengan cara menghubung-hubungkan satu undang-
undang dilihat merupakan bagian dari keseluruhan system perundang-undangan,
dan penafsiran secara gramatikal mengenai definisi perjanjian pengikatan jual beli.
Suatu peraturan hukum pada umumnya tidak boleh berdiri sendiri, melainkan ada
hubungan dengan peraturan hukum lain. Beberapa peraturan hukum bersama-sama
merupakan suatu rangkaian dengan peraturan antara satu dengan yang lainnya, dan
saling menambah dan menyempurnakan masing-masing. Maka dalam hal ini
peraturan-peraturan hukum itu sebagai suatu rangkaian. Peraturan hukum baru
dapat dimengerti benar-benar, apabila lain-lain peraturan hukum yang ada
hubungan, ditinjau dan dipelajarijuga. Penafsiran hukum seperti ini dapat disebut
sebagai penafsiran secara systematic.36
36
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm. 14
37
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan Ke-III, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 228
30
Keempat syarat tersebut merupakan syarat mutlak yang harus ada atau
dipenuhi dari suatu perjanjian, tanpa syarat-syarat tersebut maka perjanjian
dianggap tidak penah ada. Syarat yang pertama yaitu kesepakatan para pihak dan
kecakapan untuk membuat suatu perikatan dinamakan syarat Subyektif sedangkan
syarat yang terakhir yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal, dinamakan syarat
Obyektif dari perbuatan hukum yang dilakukan. Apabila syarat subyektif tidak
terpenuhi salah satu atau keduanya, maka perjanjian dapat dituntut pembatalannya,
dalam arti bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian itu
dibatalkan, apabila salah satu pihak ada yang dirugikan atau ada pihak yang tidak
cakap. Sedangkan dalam hal apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum. Kata sepakat berarti para pihak yang
mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju atau sekata mengenai hal-hal yang
pokok dalam perjanjian yang diadakan itu yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak
yang satu juga dikehendaki oleh pihak lain atau mereka menghendaki sesuatu yang
sama secara bertimbal balik.
38
R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Bina Cipta, Bandung. Hlm. 73
31
lain adalah sertifikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya
pelunasan harga39.
Sedangkan menurut Herlien Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah
perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya
bebas40. Pengertian yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
perjanjian pengikatan jual beli merupakan sebuah penjanjian pendahuluan yang
dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya.
Sebagaimana telah diterangkan tentang pengertiannya, maka kedudukan perjanjian
pengikatan jual beli sebagai perjanjian pendahuluan berfungsi untuk
mempersiapkan atau bahkan memperkuat perjanjian utama/pokok yang akan
dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan awal untuk lahirnya
perjanjian pokoknya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Herlien Budiono dari
yang menyatakan perjanjian bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk
mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur, mengubah atau
menyelesaikan suatu hubungan hukum41. Bahwa perjanjian pengikatan jual beli
berfungsi sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan
penegasan untuk melakukan perjanjian utamanya, serta menyelesaikan suatu
hubungan hukum apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan
jual beli telah dilaksanakan seutuhnya.
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/utama biasanya adalah berupa janji-
janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat- syarat yang
disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian utamanya. Misalnya dalam
perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam perjanjian pengikatan jual
belinya biasanya berisi janji-janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun
pihak pembelinya tentang pemenuhan terhadap syarat-syarat dalam perjanjian jual
beli agar perjanjian utamanya yaitu perjanjian jual beli dan akta jual beli dapat
ditanda tangani di hadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) seperti janji untuk
39
R. Subekti, Op.cit. Hlm. 75
40
Herlien Budiono, 2004, artikel Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret. Hlm. 57
41
Ibid, Hlm 58
32
F. Jabatan Notaris
Notaris sebagai oejabat umum (openbaar ambtenaar) notaris berwenang
membuat akta otentik, sehubungan dengan kewenangannya tersebut notaris dapat
dibebani tanggung jawab atas perbuatannya / pekerjaannya dalam membuat akta
otentik. Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab
profesi notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya :44
1. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta dibuatnya, dalam hal ini
adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi
perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat
aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang
42
Ibid, Hlm 59
43
Herlien Budiono Op.Cit., Hlm. 60
44
Kunni Afifah, 2017, Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata
Terhadap Akta yang Dibuatnya, Jurnal Lex Renainssance, Magister Kenotariatan, Univeristas
Islam Indonesia, hlm. 151
33
menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak
melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain
menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu
adanya suatu perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya
kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas,
yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar undangundang, tetapi juga
melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan
kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila
perbuatan tersebut:
a. Melanggar hak orang lain.
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.
c. Bertentangan dengan kesusilaan.
d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri
dan harta orang lain dalampergaulan hidup sehari -hari.
Tanggung jawab notaris dalam ranah hukum perdata ini, termasuk
didalamnya adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan
tambahan notaris yang diberikan oleh Undang-Undang Perpajakan.
2. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta dibuatnya. Pidana dalam hal
ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya
sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks
individu sebagai warga negara pada umumnya.
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN).
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam pasal 4 UUJN tentang sumpah
jabatan notaris.
Tanggung Jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang
dibuat dan berindikasi perbuatan pidana sangat diperlukan meskipun ranah
pekerjaan notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum administrasi serta
pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta yang dibuat dan
berindikasi perbuatan pidana maka notaris harus bertanggung jawab secara pidana,
mulai pemeriksaan dalam proses penyidikan hingga proses pembuktian di
34
45
Ibid,. Hlm. 152
46
Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Notaris
dan PPAT, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 86
35
47
Ibid,. Hlm. 86
36
H. Kerugian Negara
1. Pengertian Kerugian.
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 1365 dan Pasal 1366
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada umumnya kerugian dapat
dibedakan atas:
1) Kerugian material, yaitu kerugian yang dapat dinilai dengan uang dan
wajar jika ganti ruginya berwujud uang;
2) Kerugian immaterial, yaitu kerugian yang tidak berwujud dan
besarnya kerugian tidak dapat dinilai dengan uang.
48
Sam Dwi Zulkarnaen, 2008, Prinsip Kehati-Hatian Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam
Melaksanakan Jabatannya, Tesis Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Hlm.
75
37
49
Wirjono Prodjodikoro, 1973, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, hlm. 52
38
50
Hernold Ferry Makawimbang, 2014, Kerugian Keuangan Negara (Dalam Tindak Pidana
Korupsi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif), Thafa Media, Yogyakarta, hlm. 5
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis
normatif. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah
suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. 51 Peneliti
melakukan studi mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana
korupsi notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli tanah pada
Putusan Nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian yuridis ini ada 3 pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut
52
paut dengan permasalahan (isu hukum ) yang sedang dihadapi.
Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan mempelajari
konsestensi / kesesuaian antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dengan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
2. Pendekatan konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual adalah pendekatan yang menggunakan
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam Ilmu
Hukum. Pendekatan konseptual dilakukan apabila peneliti tidak beranjak
51
Peter Mahmud Marzuki, 2009 ,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Hlm.
27
52
Ibid, Hlm. 93.
41
dari aturan hukum yang ada, hal ini dilakukan karena memang belum ada
aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.
3. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus
terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok di dalam
pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan
hakim sebagai dasar memutus perkara untuk sampai kepada suatu putusan53.
Penelitian dalam hal ini mengkaji Putusan Nomor : 62/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Sby terkait pertanggungjawaban pidana terhadap tindak
pidana korupsi notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli
tanah.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan
yang sedang diteliti.54
C. Sumber Data
Bahan utama dari penelitian ini adalah Data Sekunder yang dilakukan
dengan menghimpun bahan-bahan berupa:
1. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan- peraturan
yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
53
Ibid, Hlm. 94.
54
Soemitro Ronny Hanitijo, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 11
42
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan
metode analisis normatif kualitatif, menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji
dalam hal ini memberikan pendapatnya bahwa normatif kualitatif yaitu dilakukan
dengan cara menjabarkan data-data yang diperoleh berdasarkan norma-norma
hukum, teori-teori, serta doktrin hukum dan kaidah yang relevan dengan pokok
43
55
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2010, Penelitian Hukum Normatif, PT.Grafindo Media
Pratama, Jakarta, hlm. 98.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Sekunder
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby.
a. Identitas Terdakwa :
Nama Lengkap : ROSIDAH, SH.;
Tempat Lahir : Sidoarjo;
Umur/Tanggal Lahir : 45 tahun / 02 April 1972;
Jenis Kelamin : Perempuan;
Tempat Tinggal : Jalan Diponegoro 145 Sidoarjo;
Pekerjaan : Notaris/PPAT;
b. Kronologis :
1) Bahwa Sunarto memperkenalkan diri sebagai Ketua Paguyuban Rakyat
Reno Kenongo Menolak Kontrak (Pagarekontrak), yang menyuruh warga
Reno Kenongo yang menjadi korban lumpur Lapindo;
2) Bahwa Sunarto datang ke Kantor terdakwa, bersama Kades Abdul
Rochman, Kasun Masyudi, dan Panitia Paguyuban Pagarrekontrak yang
diketuai Pak Sunarto, keperluannya Sunarto akan membeli tanah di
Kedungsolo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo dengan transaksi yang
banyak 10 hektar;
3) Bahwa tanah tersebut untuk merelokasi pengungsi korban luapan lumpur
Lapindo yang berada di tempat penampungan sementara di Pasar Baru
Porong;
4) Bahwa sebenarnya awalnya terdakwa menolak untuk membuatkan akte
tersebut, karena belum pernah pengalaman menangani transaksi jual beli
tanah dengan jumlah yang banyak;
5) Bahwa lalu mereka menceritakan kondisi keadaan korban luapan lumpur
Lapindo, di tempat penampungan sementara di Pasar Baru Porong;
45
6) Bahwa kalau soal honor terdakwa dapat honor, tapi sebagai Notaris/PPAT
punya idealisme sendiri, apalagi jika berurusan dengan developer mereka
sering ribet dan memaksakan kehendaknya sendiri;
7) Bahwa akte-akte yang sudah dibuat : Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara
: Petani Pemilik Sawah selaku penjual kepada Sunarto selaku pembeli waktu
sekitar Bulan November-Desember 2008. Disertai Kuasa Menjual dari
Petani pemilik sawah selaku pemberi kuasa kepada Sunarto selaku penerima
Kuasa Menjual;
8) Bahwa Kasun Masyudi yang sampaikan sertifikatnya, lalu terdakwa cek
bersih ke Kantor Pertanahan hasilnya bersih, sertifikat yang diberikan dari
petani ke pak narto ada 112 Sertifikat Hak Milik (SHM), itu saksi buat
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dulu, kalau langsung dibuatkan Akte
Jual Beli (AJB), selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
ditandatangani akte yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akte
yang terdakwa buat berikut dokumen-dokumennya untuk didaftarkan, selain
itu harus bayar pajak, kalau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)nihil jadi tidak dikenakan biaya;
9) Bahwa kalau langsung ke AJB banyak yang harus dilakukan, termasuk
dalam 7 (tujuh) hari kerja wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan dan
membayar pajak;
10) Bahwa akhirnya dari PPJB dan Surat Kuasa Menjual tersebut di AJB kan
pada sekitar bulan Februari 2009, Akte Jual Beli antara Sunarto sebagai
penjual kepada Sunarto selaku pembeli;
11) Bahwa AJB tersebut termasuk 22 bidang tanah SHM atas nama Sunarto
yang terletak disebelah Barat, yang merupakan bagian dari 112 SHM yang
terdakwa buatkan AJB dan sudah selesai balik nama atas nama Sunarto, tapi
terdakwa tidak tahu kalau itu calon tanah pengganti, tidak ada AJB lain yang
terdakwa proses selain itu;
12) Bahwa setelah AJB ada akte berikutnya, karena ada SK Gubernur Provinsi
Jawa Timur Soekarwo, setelah AJB ditransaksikan lagi karena akan
dibangun perumahan, sertifikat dijadikan jaminan kredit maka dibuat lagi
46
Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Sunarto, Developer PT. Gala Bumi
Perkasa yang diwakili Pak Raja Sirait dengan petani;
13) Bahwa data-data yang diberikan kepada terdakwa antara lain : KTP suami
isteri, atau waris kalau asal tanah dari warisan, Surat Keterangan Lurah atau
Camat, KK, SPPT PBB, SHM asli, pada waktu data-data diserahkan tidak
ada bukti kepemilikan berbentuk Leter C, semuanya 112 tersebut SHM jadi
terdakwa membuatkan 112 akte PPJB dan Surat Kuasa Menjual kemudian
menjadi 112 Akte Jual Beli, luasannya tidak sama, dan terdakwa tidak tahu
berapa luasan tanah seluruhnya;
14) Bahwa sebelum dilaksanakan pembuatan PPJB pihak DPD Real Estate
Indonesia (REI) Nur Wahid, bersama Pak Narto datang mereka katakan
akan melaksanakan jual beli tanah kavling, ditunjukan barang bukti oleh
terdakwa site plan tanah-tanah kavling, yang ada lingkaran ada
bangunannya dengan harga yang berbeda-beda karena ada yang membeli
lebih dari satu kavling, kata Pak Narto itu gambar atas nama 112 SHM-
SHM;
15) Bahwa terdakwa tidak pernah sama sekali ke lapangan untuk meninjau
lokasi, terdakwa ke Kantor Desa Kedungsolo sekitar bulan Juni 2009 untuk
keperluan transaksi jual beli antara petani ke Pak Narto, terdakwa hadir
bersama 2 (dua)orang karyawan terdakwa dan Pak Eki suami terdakwa,
yang hadir Pak Narto, perangkat desa Kedungsolo, Sekjen REI Pak
Nurwahid;
16) Bahwa itupun atas permintaan Kades Abdul Rochman karena para petani
kesulitan datang ke Kantor terdakwa karena bekerja, sehingga AJB
terdakwa kerjakan seharian sampai malam ;
17) Bahwa IJB nya dibuat dan ditandatangani sekitar bulan November 2009,
ijin-ijin dan sertifikat akan diurus oleh REI, terdakwa hanya buatkan IJB-
nya, saat itu belum balik nama;
18) Bahwa waktu itu sudah terdakwa tanyakan kepada Kepala BPN terdakwa
lupa namanya, katanya dibiarkan saja IJB nya nanti akan dibuatkan
diskresinya, waktu terdakwa tanyakan pengurusan balik namanya oleh
47
Kepala BPN dikatakan : iya, iya saya uruskan, betul itu dibantu, dan balik
nama atas nama Sunarto selesai pada tahun 2015, alas haknya AJB dan di
AJB sudah ada batas-batas tanahnya tertulis batas-batas sesuai dengan AJB
dari nomor 18 sampai dengan 118 tertanggal 26 Februari 2009;
19) Bahwa IJB, SKUM dan AJB dibuat dihadapan terdakwa selaku
Notaris/PPAT dan dibacakan kepada para pihak, waktu penandatanganan
dokumen sudah terdakwa siapkan di kantor, para pihak tinggal tandatangan
saja;
20) Bahwa tidak disebutkan batas-batas tanah, Pak Sunarto sendiri yang
membawa dan menunjukan bidang tanah kavling berdasarkan site plan yang
didapat dari Pak Nur Wahid, tidak ada batas-batas, hanya ditunjukan alamat
tersebut sesuai site plan, tidak ada di site plan ada keterangan ada TKD,
terdakwa juga tidak pernah membuat IJB di tanah TKD;
21) Bahwa yang SHM belum digabung, sedangkan yang 11 masih IJB karena
masih bentuk SK Gubernur;
22) Bahwa selain itu tidak ada acara lain misalnya rapat-rapat, terdakwa
melakukan penelitian data sudah dapat dari cek bersih di 112 SHM
keterangannya dari hasil cek bersih di Kantor Pertanahan sudah clear;
23) Bahwa pembeli tanah kavlingnya sejumlah 649, 476 yang datang
tandatangan PPJB dan Surat Kuasa Menjual, sudah diajukan permohonan
untuk penggabungan SHM pada tanggal 18 September 2016 berikut dengan
permohonan pemecahan sertifikatnya ke Kantor Pertanahan, selebihnya
belum buat PPJB;
24) Bahwa proses terdakwa pending karena jadi masalah hukum dan Pak Narto
sudah jadi Tersangka, terdakwa pernah diundang sendiri oleh BPN katanya
: akan dilakukan pensertifkatan atas nama warga diluat tanah TKD, dari Pak
Narto langsung pecah atas nama warga, sudah biarkan IJB nya, buat akte
pelepasan dari Pak Narto langsung ke warga Renojoyo, lalu terdakwa
siapkan perkavlingnya, BPN akan melakukan pensertifkatan karena
Presiden yang akan menyerahkan sertifikatnya, saya sarankan persatuan
48
30) Bahwa atas permintaan Pak Narto harus balik nama, tapi terbentur biaya
pengurusan, pengurusan tidak sekaligus tapi bertahap menunggu biaya;
31) Bahwa 112 SHM diatas namakan Sunarto bukan paguyuban, karena
paguyuban Pagar Rekontrak yang berbentuk perkumpulan belum didaftar
sebagai badan hukum hanya ada akte pendiriannya saja sesuai Akte Notaris
Nurbaya Linta, SH Nomor 05 tanggal 19 Juni 2007;
32) Bahwa selain itu ada larangan kepemilikan lahan oleh perseorangan
maksimal 2 (dua) hektar, sementara obyek tanah yang ditransaksikan
luasnya 10 hektar, tapi sudah balik nama atas nama Sunarto tahun 2015,
masih berdasarkan AJB yang terdakwa buat;
33) Bahwa semua itu terdakwa konsultasikan terlebih dulu kepada Kepala
Kantor BPN, atas saran dan alasan tersebut terdakwa sampaikan kepada
Sunarto dan karena sudah ada dibantu oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur
Soekarwo proses penyelesaiannya;
34) Bahwa terdakwa punya karyawan bernama Nuris Safitri dan Chayati di
Kantor terdakwa Notaris/PPAT Rosidah di Jalan Diponegoro Nomor 145
Sidoarjo;
35) Bahwa terdakwa tidak tahu ada TKD, terdakwa tahu ada TKD setelah sejak
diproses hukum, saat itu sudah diurus oleh pihak REI, saksi tahu Desember
2015 saat proses pengurusan, semua sudah diurus oleh REI, sebelum kasus
ini mencuat;
36) Bahwa sekitar bulan Oktober 2015 setelah pelunasan Pak Susilo dan Pak
Narto datang kepada terdakwa, akan melanjutkan penggabungan dan
pemecahan sertifikat;
37) Bahwa REI kemudian menyerahkan dokumen-dokumen surat antara lain
SK Kepala Desa Kedungsolo, Ijin Lokasi dari Bupati Sidoarjo, kepada
terdakwa untuk terdakwa lanjutkan prosesnya, terdakwa minta site plan,
untuk diproses ke Kantor BPN;
38) Bahwa terdakwa memproses lagi sekitar bulan Oktober 2015, setelah Pak
Narto dan Pak Susilo dari DPD REI katanya itu diproses saja, karena
sebagian besar sudah dilunasi BPN bilang ya sudah dilakukan
50
proses, karena pada saat itu selain terkendala biaya, tanah yang dibeli juga
seluas 10 (sepuluh) Ha ada batas kepemilikan perorangan terkait dengan
luas tanah, tetapi setelah Terdakwa konsultasikan kepada pihak Kantor
Pertanahan Sidoarjo, ada diskresi untuk warga lumpur lapindo
diperbolehkan karena akan segera dipecah-pecah sertifikat ke warga dan
ingin segera mendirikan rumah tinggal yang mendapat fasilitas dan bantuan
dari Pemerintahan Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan REI, baru balik
nama sertifikat atas nama Sunarto sekitar tahun 2012;
46) Bahwa Terdakwa mendapat dokumen-dokumen dari REI pada Desember
2015 untuk proses pensertifikatan dan saya sampaikan semua kepada
Kantor Pertanahan (BPN) Sidoarjo pada saat Penggabungan Sertifikat dan
pada prinsipnya BPN siap membantu, karena semua saya konsultasikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan Sidoarjo pada waktu itu;
47) Bahwa sebenarnya secara riil dari biaya yang terdakwa terima dari pengurus
Pagarekontrak antara lain dari Yudo Wintoko, sesuai kuitansi yang telah
ditunjukan sejumlah total Rp. 536.000.000,-, untuk pengurusan ini akta
selaku Notaris dan PPAT yang jumlahnya total seribu lebih akta, dengan riil
uang yang diterima sangat tidak sesuai, sejumlah Rp 59.174.780,- tetapi
Terdakwa sebagai orang asli Sidoarjo, senang bisa membantu warga korban
lapindo;
48) Bahwa yang terima uang sejumlah tersebut Eki suami terdakwa, biaya-biaya
pengurusan sesuai rincian tersebut termasuk untuk bayar pajak, BPHTB
tidak ada karena nihil;
49) Bahwa untuk 11 (sebelas) akta IJB yang alas haknya SK Gubernur,
kelanjutannya sudah diurus menjadi sertifikat atas nama Saksi Sunarto yang
ditindaklanjuti dengan proses penggabungan 112 (seratus dua belas)
sertifikat sebelum dipecah ke atas nama warga renojoyo;
50) Bahwa yang dijadikan alas hak dari akta IJB yang dibuat berdasarkan akta
AJB No. 18/2009 – 118/2009 adalah bagian dari 10 (sepuluh) Ha tanah dan
semuanya adalah sertifikat sebagaimana yang diterangkan para pihak dan
didalam AJB tersebut ada nama pemegang hak dan nomor sertifikat;
52
51) Bahwa sesuai keterangan Saksi Abdul Rochman, Saksi Saturi, Saksi
Masyudi, Saksi Basuni lahan TKD yang terletak di Blok Waru dan Kretek
Dusun Kedungkampil Desa Kedungsolo Kecamatan Porong Kabupaten
Sidoarjo luasnya kurang lebih 28.842 m² atau 2,8 hektar, sedangkan luas
lahan petani lebih kurang 10 hektare terdiri dari 112 SHM, jadi luas
seluruhnya hampir lebih kurang 13 hektar.
52) Bahwa peta terlampir dimaksud antara lain memuat peta gambar sejumlah
649 kavling bidang tanah dengan rincian, sebagai berikut :
NAMA PROYEK
Pembangunan Perumahan
RENO JOYO
Oleh : PT. GALA BUMIPERKASA.
LOKASI PROYEK
Desa : KEDUNG SOLO
Kecamatan : PORONG
Kabupaten : Sidoarjo
NAMA GAMBAR SKALA
BLOK PLAN (RENCANA TAPAK) 1 : 1000
RENCANA PEMANFAATAN TANAH
NO BLOK UNIT M2 NO BLOK UNIT M2
1 A 24 2688 10 K 20 2240
2 333 1 124
1 134
2 B 15 1680 11 L 40 4480
1 204 4 993
1 176
3 D 33 3696 12 M 40 4480
3 372 4 993
4 E 36 4032 13 N 40 4480
4 496 4 993
53
5 F 36 4032 14 O 40 4480
4 496 4 993
6 G 36 4032 15 P 40 4480
4 496 4 993
7 H 36 4032 16 Q 40 4480
4 496 4 993
8 I 36 4032 17 R 40 4480
4 496 4 993
9 J 18 2016 18 S 18 2016
1 124 1 124
1 132 1 164
Jumlah 299 34.064 Jumlah 350 43.110
REKAPITULASI LUASAN TOTAL
NO KETERANGAN LUASAN (M2) PROSENTASE LUAS
1 KAV. EFEKTIF 77.174 78.32%
2 FASUM & JLN 21.359 21.68%
GRAND TOTAL 98.533 100%
PEMOHON
PT. GALA BUMIPERKASA
(ttd dan stempel/cap perusahaan)
Drs. RAJA SIRAIT
Direktur Utama
Sidoarjo,
Mengetahui
Kadis PU, Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Sidoarjo
(ttd dan stempel/cap instansi)
Ir. SULAKSONO
Pembina Utama Muda
NIP. 19620129 1989031005
54
Sidoarjo,
Mengetahui
Kepala Bappeda
Kabupaten Sidoarjo
(ttd dan stempel/cap instansi)
Ir. KAMDANI, M.Si
Pembina Utama Muda
NIP. 19620129 1989031005
Sidoarjo,
Menyetuji
Bupati Sidoarjo
(ttd dan stempel/cap instansi)
H. WIN HENDARSO
KETERANGAN :
BLOK B 17 UNIT
BLOK C 36 UNIT
BLOK D 40 UNIT
BLOK E 40 UNIT
BLOK F 40 UNIT
BLOK G 40 UNIT
BLOK H 40 UNIT
BLOK I 40 UNIT
BLOK J 20 UNIT
55
BLOK K 22 UNIT
BLOK L 44 UNIT
BLOK M 44 UNIT
BLOK N 44 UNIT
BLOK O 44 UNIT
BLOK P 44 UNIT
BLOK Q 44 UNIT
BLOK R 44 UNIT
BLOK S 44 UNIT
c. Dakwaan :
Atas perbuatan Terdakwa, Penuntut Umum memberikan dakwaan kepada
Terdakwa, sebagai berikut :
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal
3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dan
ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1
KUHP;
1. Setiap orang
1.1 Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan orang perorangan
sebagai Terdakwa dalam perkara ini yaitu : ROSIDAH, SH., dengan
identitas yang lengkap dan jelas tertera dalam surat dakwaan, dan
Terdakwa tidak mengingkari identitas tersebut yang dibacakan pada
awal persidangan. Terdakwa dihadapkan ke persidangan dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani, dan Terdakwa telah
memperhatikan dan mengerti dakwaan yang diajukan Penuntut
Umum sesuai pasal 155 KUHAP, dengan demikian orang yang
dimaksud sebagai ROSIDAH, SH., adalah Terdakwa sebagaimana
yang dihadapkan oleh Penuntut Umum dipersidangan dan bukan
orang lain;
1.2 Menimbang, bahwa Terdakwa ROSIDAH, SH., adalah perorangan
yang bertindak dalam jabatan dan kedudukannya sebagai Notaris
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : C-
1346.HT.03.01-TH 1999 dan pada tanggal 28 Mei 2002, diangkat
sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)berdasarkan
57
cheking ini dilakukan oleh PPAT, maka akan dapat diketahui batas-
batas tanah secara pastinya termasuk keberadaan Tanah Kas Desa,
yang pastinya pula tidak akan dikeluarkan SKPT oleh kantor
pertanahan. Jika tanah yang akan dibeli terdapat permasalahan, akan
berujung pada jaminan kelancaran proses balik nama di kantor
pertanahan setempat. Dalam hal demikian PPAT wajib nenolak
membuatkan akta IJB/PPJB atas dasar Pasal 16 ayat (1) huruf e,
khususnya di Bagian Penjelasannya : Notaris wajib memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya, karena ada hal lain yang tidak
dibolehkan oleh undang-undang;
1.6 Menimbang, bahwa Terdakwa sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), sesuai keterangan Ahli Dr. Yagus Suyadi, S.H.,M.Si.
(Kepala Bagian Perundangundangan dari Kementerian Agraria dan
Tata Ruang), serta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1997 Jo. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997
dalam ketentuan itu Akta yang dibuat oleh PPAT dijadikan dasar
untuk melakukan perubahan data pendaftaran tanah yaitu peralihan
pencatatan artinya dicatat dalam daftar umum di kantor pertanahan
baru mengikat kepada pihak ketiga. Apabila terjadi peralihan hak
atas TKD, sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah Pasal 39 ayat (1) : PPAT menolak untuk membuat akta jika :
b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak
disampaikan : 1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal
24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah
tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2); dan 2) surat
keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk
tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor
60
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
2.1 Menimbang, bahwa unsur ini bersifat alternatif, yaitu apabila salah
satu terpenuhi maka unsur yang lain tidak perlu dibuktikan;
2.2 Menimbang, bahwa dengan tujuan dalam tindak pidana adalah salah
satu bentuk dari kesengajaan. Tindak pidana korupsi terjadi apabila
terdapat kesengajaan seseorang. Kesengajaan merupakan inti
perbuatan (animus homis est anima scripta). Kesengajaan harus
dilihat berdasarkan kasus per kasus (animus ad se omne jus ducit),
walaupun kesengajaan terkadang lebih diperhitungkan daripada
kejadian yang sesungguhnya (in maleficiis voluntas spectator, non
exitus);
2.3 Menimbang, bahwa bentuk kesengajaan dalam hukum pidana pada
pokoknya terdiri dari kesengajaan : sebagai maksud (pada dasarnya
seseorang mempunyai kehendak bebas (wilstheori) untuk
melakukan perbuatan dan mencapai akibat dari perbuatannya);
sebagai kepastian atau keharusan; sebagai kemungkinan, (pada
dasarnya seseorang pada kedua kesengajaan ini telah ada bayangan
yang terang akibat dari perbuatannya akan tercapai, oleh karena itu
seseorang tersebut akan menyesuaikan perbuatannya dengan
akibatnya agar tercapai teori bayangan (voorstelen theorie). Dengan
bentuk variasi dari ketiga kesengajaan tersebut berupa kesengajaan :
bersyarat (dolus eventualis); tidak berwarna (opzetkleurloos);
62
tidak dapat dipisahkan dari akta Pengikatan Jual Beli tertanggal hari
ini, yang dibuat dihadapan saya Notaris. Untuk menjual atau dengan
cara lain melepaskan hak/memindahkan kepada siapa saja, termasuk
kepada Penerima Kuasa sendiri. PIJB dari masing-masing lebih
kurang 476 Pembeli sesuai alamat kavling bidang tanah berdasarkan
site plan kepada Sunarto;
2.23 Menimbang, bahwa Terdakwa Rosidah, SH., mempercayai site plan
tersebut benar karena ada tanda tangan Bupati Sidoarjo. Selanjutnya
dibuatkan PJB Saksi Sunarto selaku Penjual kepada masing-masing
476 warga Renojoyo selaku Pembeli. Serta dibuatkan Kuasa untuk
Menjual dari Saksi Sunarto selaku Pemberi Kuasa Menjual kepada
Penerima Kuasa Menjual yaitu masing-masing 476 warga Renojoyo.
Pembuatan Kuasa menjual dari Saksi Sunarto ke Warga, kuasa untuk
proses balik nama. Di PJB sudah ada batas-batas tanahnya tertulis
batas-batas sesuai dengan AJB dari nomor 18 sampai dengan 118
tertanggal 26 Februari 2009. Terdakwa ROSIDAH, SH. selaku
Notaris, menandatangani Pengikatan Jual Beli (PJB), antara Saksi
Sunarto, selaku pemilik sebagai Pihak Pertama berdasarkan akta Jual
Beli, yang dibuat dihadapan saya selaku Pejabat Pembuat Akte
Tanah (PPAT). Dengan Pihak Kedua diantaranya para warga Reno
Joyo. Sedangkan Pihak Ketiga Drs. Raja Sirait, Direktur Utama PT.
Gala Bumi Perkasa, bertindak untuk dan atas nama PT. Gala Bumi
Perkasa, sebagai Pihak Ketiga. Yang melaksanakan pembangunan
rumah dan fasilitasnya, termasuk jalan, masjid, dan pengadaan
listrik. Apabila terjadi pelunasan maka pihak kedua berhak atas
sertifikatnya. Apabila belum lunas maka sertifikat akan disimpan di
kantor Notaris. Selain itu pada hari Senin, sejak tanggal 9 November
2009, Terdakwa ROSIDAH, SH., selaku Notaris membuat Kuasa
yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari akta
Pengikatan Jual Beli, yang dibuat dihadapan saya Notaris (Terdakwa
Rosidah, SH.)., antara Saksi Sunarto dan Drs. Raja Sirait selaku
72
bukan merupakan suatu tindak pidana, karena tidak ada niat jahat
saya serta perbuatan pidana yang didakwakan tersebut kehilangan
sifat melawan hukumnya, patut dikesampingkan. Oleh karena niat
Terdakwa, dapat dilihat dari perbuatannya yang nampak secara
obyektif, sebab suatu perbuatan atau tindakan Terdakwa sudah
merupakan bentuk perwujudan (manifetasi)pernyataan kehendak
Terdakwa;
2.31 Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan alat bukti berupa
: bukti surat, keterangan saksi-saksi, dan keterangan Terdakwa,
maka unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi dalam pasal ini sesuai ketentuan pasal 197
ayat (1) huruf h KUHAP, telah terpenuhi;
salah satu atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa
mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum
memindahkan hak, untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan
belum memperoleh ijin Pejabat atau instansi yang berwenang,
apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan
perundangundangan yang berlaku. Dengan kata lain jabatan
Terdakwa sebagai Notaris/PPAT sudah dibatasi secara formal, akan
tetapi senyatanya Terdakwa tetap melakukan perbuatan yang telah
diatur secara formal tersebut, sehingga memasuki wilayah tindak
pidana korupsi;
3.13 Menimbang, bahwa dengan demikian Nota Pembelaan Pribadi
Terdakwa mengenai perbuatan pidana kehilangan sifat melawan
hukumnya karena : (1) Kepentingan umum atau masyarakat
terlayani; (2) Terdakwa tidak mendapat keuntungan (3). Negara
tidak dirugikan, patut dikesampingkan karena hal tersebut sudah
direvisi sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun
2012 huruf B angka 4 : Mengenai alasan pemaaf dan pembenar
diluar ketentuan undang-undang. Pada prinsipnya tidak dibenarkan
alasan pemaaf dan pembenar diluar ketentuan undang-undang.
Alasan pembenar dan pemaaf sudah merupakan asas yang diatur
dalam KUHP (kembali kepada asas);
3.14 Menimbang, bahwa dengan demikian Nota Pembelaan Pribadi
Terdakwa maupun Penasehat Hukum Terdakwa mengenai agar
Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum, karena merupakan
wilayah hukum perdata. Patut dikesampingkan karena sesuai Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 : huruf A angka 8 :
dalam hal terjadi tindak pidana/korupsi yang ada kaitannya dengan
perkara yang sedang diperiksa secara perdata, maka putusan Perdata
tidak mengikat sesuai ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 1956 : Pengadilan dalam pemeriksaan
perkara pidana tidak terikat oleh suatu putusan Pengadilan dalam
91
PANUJI bin
4 M.772 Desa Kedung Solo
KURNIAWAN
5.12 Menimbang, bahwa tanah calon pengganti Tanah Kas Desa (TKD)
Kedungsolo tersebut oleh Ahli Irfan Yusa, SE., berdasarkan surat
dari Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Nomor : 745 / O.5.30 / Fd.1
/ 1 / 2017 Perihal : Permintaan Appraisal yang ditujukan kepada
Kepala Kantor KJPP Toto Suharto dan Rekan, telah dihitung
dibandingkan dengan nilai Aset Tanah Kas Desa (TKD) Kedungsolo
Kecamatan Porong pada waktu Ahli melaksanakan tugas penilaian,
dengan luas tanah 28.834 m2 sejumlah Rp 5.766.800.000,00 (Lima
miliar tujuh ratus enampuluh enam juta delapan ratus ribu rupiah).
Nilai pengganti Tanah Kas Desa (TKD) Kedungsolo Kecamatan
102
fakta bahwa tanah Kas Desa Kedungsolo telah dikuasai oleh Para
Pembeli yaitu sebagian warga perumahan Renojoyo yang
menempati tanah TKD sehingga tanah tersebut tidak dapat lagi
dimanfaatkan sebagai Tanah Kas Desa Oleh Perangkat desa sebagai
tanah ganjaran, serta untuk menghindarkan adanya kerugian Negara,
tanpa bermaksud menetapkan kepemilikan atas tanah tersebut
karena hal itu merupakan kewenangan Majelis Hakim perdata, maka
majelis menetapkan barang bukti tersebut dirampas untuk Negara
sebagai pengganti tanah kas desa
5.17 Menimbang, bahwa oleh karena itu, perbuatan Terdakwa telah
memenuhi unsurunsur pasal tersebut diatas, serta terpenuhinya
unsur-unsur tindak pidana korupsi tersebut tidak terlepas dari peran
serta dari Terdakwa, serta tidak ada kehendak dari Terdakwa untuk
mengakhiri keadaan terlarang yang diciptakannya, sehingga
perbuatan tersebut menjadi sempurna (voltoid), maka dalam
perbuatan Terdakwa tersebut terdapat kesalahan Terdakwa, yang
kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana;
5.18 Menimbang, bahwa mengenai pembelaan Terdakwa maupun
Penasehat Hukum Terdakwa, telah dipertimbangkan bersama-sama
unsur pasal tersebut diatas;
5.19 Menimbang, bahwa mengenai kemampuan bertanggungjawab dari
Terdakwa, dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan hal-
hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik
sebagai alasan pembenar, yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya, berupa keadaan darurat (noodtoestand)(pasal 48 KUHP),
pembelaan terpaksa (pasal 49 ayat (1) KUHP), melaksanakan
ketentuan undang-undang (pasal 50 KUHP)dan menjalankan
perintah jabatan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang (sah)
(pasal 51 ayat (1) KUHP). Serta tidak ditemukan adanya alasan
pemaaf yang menghapus kesalahan Terdakwa yaitu tidak mampu
bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), daya paksa (overmacht)mutlak
106
e. Amar Putusan :
1. Menyatakan Terdakwa ROSIDAH, SH., tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-
sama sebagaimana dalam dakwaan primer;
2. Membebaskan Terdakwa ROSIDAH, SH., dari dakwaan primer tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa ROSIDAH, SH., terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama
sama sebagaimana dalam dakwaan subsider;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 2 (dua)tahun dan 6 (enam) bulan serta denda sejumlah Rp.
50.000.000,(lima puluh tus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)
bulan;
5. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah NIHIL;
6. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
7. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
8. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.
5.000,(lima ribu rupah);
B. Pembahasan
diperlukan adanya pembuktian tertulis berupa akta autentik.56 Hal ini sejalan
dengan perkembangan tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan
ekonomi dan sosial, baik pada tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Akta autentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak akan
menjamin kepastian hukum sekaligus diharapkan dapat menghindari terjadinya
sengketa. Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan bahwa akta notaris adalah akta
autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam undang-undang ini. Ketentuan ini merupakan penegasan dari
Pasal 1868 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa akta autentik adalah suatu akta
yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat di mana akta
dibuatnya. Notaris dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, dituntut untuk
memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang profesional, untuk
mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung banyak risiko, diperlukan
pengetahuan hukum yang cukup dan ketelitian serta tanggung jawab yang tinggi.
Oleh karena itu dalam praktik, notaris diwajibkan untuk senantiasa menjunjung
tinggi hukum serta bertindak sesuai dengan sumpah jabatan.
Salah satu produk akta yang dibuat oleh notaris adalah akta Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (untuk selanjutnya disebut sebagai PPJB), menurut Herlien
Budiono perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi
sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas57. Pengertian yang
diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian perjanjian pengikatan jual
beli merupakan sebuah penjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum
dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya. Sebagaimana telah
diterangkan tentang pengertiannya, maka kedudukan perjanjian pengikatan jual beli
sebagai perjanjian pendahuluan berfungsi untuk mempersiapkan atau bahkan
memperkuat perjanjian utama/pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian
pengikatan jual beli merupakan awal untuk lahirnya perjanjian pokoknya. Hal yang
56
G.H.S. Lumban Tobing, 1982, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 2
57
Herlien Budiono, 2004, artikel Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret. Hlm. 57
111
sama juga diungkapkan oleh Herlien Budiono dari yang menyatakan perjanjian
bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan,
memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum58.
Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi sebagai
perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan untuk
melakukan perjanjian utamanya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum
apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah
dilaksanakan seutuhnya.
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/utama biasanya adalah berupa janji-
janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat- syarat yang
disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian utamanya. Misalnya dalam
perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam perjanjian pengikatan jual
belinya biasanya berisi janji-janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun
pihak pembelinya tentang pemenuhan terhadap syarat-syarat dalam perjanjian jual
beli agar perjanjian utamanya yaitu perjanjian jual beli dan akta jual beli dapat
ditanda tangani dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) seperti janji untuk
melakukan pengurusan sertifikat tanah sebelum jual beli dilakukan sebagaimana
diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera melakukan pembayaran oleh
pembeli sebagai syarat dari penjual sehingga akta jual beli dapat di tandatangani
dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT)59. Dalam pembuatan perjanjian
ikatan jual beli, haruslah memenuhi unsur syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal
1320 KUHPerdata, dikatakan syarat sahnya suatu perjanjian adanya kesepakatan
mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu
pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang adalah merupakan
unsur dari sahnya suatu perjanjian, keempat unsur tersebut digolongkan kedalam:
a. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yaitu kesepakatan mereka
yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan atau
sering disebut unsure Subyektif.
58
Ibid, Hlm 58
59
Ibid, Hlm 59
112
60
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 7. Dikutip dari Adami
Chazawi, 2016, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
1.
61
S. wojowasito, 1999, kamus umum belanda Indonesia, PT. Ichtiar baru, Jakarta, hlm. 128.
62
Ermansjah Djaja, 2010, Tipologi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Berdasarkan UU RI
No.30 Tahun 1999 jo. No.20 Tahun 2001, Mandar Maju Bandung, hlm. 147-149
113
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya disebut sebagai UU Tipikor) Jo Pasal 55
ayat (1) Ke – 1 KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Setiap orang;
Menimbang, bahwa Terdakwa ROSIDAH, SH., adalah perorangan
yang bertindak dalam jabatan dan kedudukannya sebagai Notaris berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : C-1346.HT.03.01-TH 1999
dan pada tanggal 28 Mei 2002, diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT)berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor :
6-X-202 tanggal 28 Mei 2002, yang berkedudukan hukum di Kabupaten
Sidoarjo. Oleh karena itu Terdakwa adalah sebagai orang perseorangan yang
mempunyai jabatan atau kedudukan sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT);
Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan alat bukti berupa :
bukti surat, keterangan saksi-saksi, dan keterangan Terdakwa, maka
sepanjang mengenai jati diri Terdakwa telah lengkap dan jelas, maka dengan
demikian sesuai ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf h KUHAP, unsur “setiap
orang” telah terpenuhi;
b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
Menimbang, bahwa karena ada perbedaan keterangan antara saksi
Abdul Rachman yang bersesuaian dengan Saksi Basuni, Saksi Masyhudi dan
Saksi Saturi yang bertentangan dengan Saksi Sunarto yang bersesuaian
dengan keterangan Terdakwa, mengenai pengetahuan Terdakwa atas
keberadaan Tanah Kas Desa tersebut, majelis mempertimbangkan keterangan
para saksi tersebut dengan mempedomani Pasal 185 ayat (6) KUHAP, dengan
memperhatikan persesuaian antara saksi satu dengan saksi lain, antara saksi
dengan alat bukti yang lain dan alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi
114
Dalam perkara ini tukar guling atau pergeseran antara tanah TKD Kedungsolo
yang berlokasi di Blok Waru dan Blok Kretek Dusun Kedungkampil Desa
Kedungsolo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo dengan calon tanah
pengganti TKD sebagaimana 22 SHM atas nama Sunarto dan telah disita oleh
Kejaksaan Negeri Sidoarjo, belum pernah dibalik nama menjadi atas nama
tanah kas desa Kedungsolo, sehingga telah terjadi perbuatan yang telah
selesai dilakukan secara penuh atau sempurna (voltoid). Karena Tanah Kas
Desa Kedungsolo telah beralih fungsi menjadi Perumahan yang dikuasai
Pembeli tanah dan bangunan di atas tanah TKD sehingga tanah tersebut tidak
dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya yaitu Para Perangkat Desa tidak
lagi menerima penghasilan atas tanah kas desa. Dengan demikian Pembelaan
Penasehat Hukum Terdakwa yang berkaitan dengan kerugian Negara dan
kewenangan menghitung kerugian Negara hanya pada BPK patut
dikesampingkan.
Menimbang, bahwa sesuai fakta hukum tersebut diatas terdapat
perbuatan, keadaan dan kejadian Terdakwa, sesuai keterangan Ahli Suyitno,
SH. MSi, sebagai Pegawai Negeri di Kantor Inspektorat Kabupaten Sidoarjo,
berdasarkan Surat Tugas Nomor : 800/122/404.4/2017, selaku Pengendali
Tekhnis, yang melaksanakan audit perhitungan kerugian keuangan negara
dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Pelepasan Tanah Kas Desa
Kedungsolo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo seluas sekitar 2,8 Ha
yang digunakan Perumahan tanpa ada pelepasan dari Pemerintah Desa
Kedungsolo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Terdapat temuan di
mana Saksi Sunarto menjual Tanah Kas Desa (TKD)lokasi di Blok Waru dan
Blok Kretek Dusun Kedungkampil Desa Kedungsolo seluas 28.834 m kepada
pihak eks warga Desa Renokenongo korban lumpur Lapindo secara pribadi
tidak sesuai prosedur Permendagri Nomor : 4 Tahun 2007, karena hanya
dilakukan di tingkat Pemerintah Desa oleh Kepala Desa, tanpa Ijin tertulis
dari Bupati Sidoarjo dan Gubernur Jawa Timur. Akibatnya terjadi Kerugian
Negara cq. Pemerintah Desa Kedungsolo Kecamatan Porong Kabupaten
Sidoarjo Rp. 5.766.800.000,00 (lima miliar tujuh ratus enampuluh enam juta
126
63
Eddy O.S. Hiariej, 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta,
hlm. 122
64
Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta, hlm. 49
129
65
Habib Adjie, Ibid, hlm. 35.
130
arti, bahwa segala perbuatan dan tindakan yang dibuat dalam rangka pembuatan
akta otentik harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Pada Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 Junto Undang – Undang
Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut
UUJN), Pasal 16 ayat (1) dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
Notaris
Identifikasi
Verifikasi
Prinsip kehati-hatian dapat dilihat pada kata “saksama” dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf a, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut pada UUJN. seorang notaris
dalam bekerja memang harus berhati-hati, “saksama” berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut sebagai KBBI) adalah teliti, cermat, tepat
benar, jitu66. Menurut habib adjie penerapan prinsip kehati-hatian ini wajib
dilaksanakan dalam pembuatan akta notaris yaitu dengan: 67
66
https://kbbi.web.id/saksama
67
Habib Adjie Op.Cit,. Hlm. 86
131
68
Sam Dwi Zulkarnaen, Op.Cit,hlm. 75
132
69
A Ridwan Halim, Op.,Cit, hlm. 81
134
kemudian akan menjadi 101 Akte Jual Beli, luasannya tidak sama, dan
terdakwa tidak tahu berapa luasan tanah seluruhnya;
b. Memeriksa data-data subyek dari para pihak apakah berwenang dan cakap
atau tidak dalam melakukan perbuatan hukum sehingga dapat memenuhi
syarat sahnya dari suatu akta seperti, apakah pihak yang bertindak sudah
berurumur minimal 18 Tahun atau telah menikah menurut Pasal 39 ayat 1
huruf a UUJNP. Sedangkan bagian dari proses memvalidasi data obyek
adalah merupakan bagian proses dalam memeriksa dokumen-dokumen obyek
yang dibawa oleh penghadap.
Hasil Penelitian :
Menimbang bahwa selain itu tidak ada acara lain misalnya rapat-rapat,
terdakwa melakukan penelitian data sudah dapat dari cek bersih di 101 SHM
keterangannya dari hasil cek bersih di Kantor Pertanahan sudah clear.
Menimbang bahwa terdakwa meyakini gambar kavling di site plan
tersebut sebagai dasar pembuatan PPJB dan SKUM, karena ada tandatangan
dan cap/stempel resmi Bupati Sidoarjo Win Hendarso dan Gubernur Provinsi
Jawa Timur Soekarwo, ditandatangani oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum,
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Sidoarjo Ir. Sulaksono, Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Sidoarjo Ir.
Kamdani, M.Si., dan berdasarkan alas hak 112 SHM, jadi terdakwa tidak
melakukan validasi kebenaran materilnya lagi;
Menimbang bahwa Terdakwa Rosidah, SH., menanyakan kepada Kepala
BPN lupa namanya, katanya dibiarkan saja IJB nya nanti akan dibuatkan
diskresinya, lalu Terdakwa Rosidah, SH., tanyakan pengurusan balik
namanya, oleh Kepala BPN dikatakan : iya, iya saya uruskan, betul itu
dibantu, dan balik nama atas nama Sunarto.
Menimbang bahwa sekitar bulan Oktober 2009 setelah pelunasan Pak
Susilo dan Saksi Sunarto datang kepada Notaris/PPAT Terdakwa Rosidah,
SH., dengan keperluan akan melanjutkan proses balik nama. DPD REI Jawa
Timur Wilayah Sidoarjo melalui Pak Susilo kemudian menyerahkan
dokumen-dokumen surat antara lain SK Kepala Desa Kedungsolo, Ijin Lokasi
135
bupati pada siteplan dan surat keputusan, namun hal tersebut seharusnya tidak
bisa dijadikan dasar, sehingga notaris dapat disimpulkan tidak melaksanakan
prinsip kehati-hatian.
Oleh karena itu pentingnya memahami prinsip kehati-hatian sekalipun tidak
dijelaskan dalam penjelasan UUJN terkait notaris harus bekerja secara seksama
dalam pembuatan akta notaris dengan prinsip kehati-hatian, notaris dapat
menggunakan pedoman doktrin-doktrin hukum terkait bekerjanya notaris secara
hati-hati agar tidak muncul seperti kasus notaris Rosidah dikemudian hari.
Selanjutnya hakim seharusnya menjelaskan uraian tentang bagaimana bekerja
secara seksama, agar menjadi solusi hukum, bagi para notaris dalam menerapkan
prinsip kehati-hatian.
138
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian yang telah dijabarkan dalam hasil peneltian dan pembahasan
dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pindana korupsi,
pertanggungjawaban pidana ditujukan kepada pelaku tindak pidana yang
melakukan kesalahan, kesalahan dalam perkara ini akibat dari kelalaian yang
dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta PPJB dan objek tersebut
menunjukan pada alamat Tanah Kas Desa yang merupakan tanah negara,
terhadap perbuatan tindak pidana korupsi pada Pasal 3 UU Tipikor unsur
kerugian negara terpenuhi karena hakim menitik beratkan pada akibat yang
timbul dari tanah TKD yang beralih fungsi menjadi perumahan sehingga tidak
dapat dimanfaatkan dan tidak menerima penghasilan atas pengelolaan tanah
TKD, maka notaris dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya walaupun
terhadap perjanjiannya yaitu PPJB belum terjadi adanya levering.
2. Penafsiran hakim dalam putusan nomor : 62/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby yaitu,
notaris dalam membuat akta bertentangan dengan undang-undang tindak pidana
korupsi, akta yang dimaksud adalah akta pengikatan jual beli dan surat kuasa
mutlak atas Tanah Kas Desa (TKD), sehingga notaris dianggap tidak
melaksanakan Pasal 16 ayat 1 UUJN yaitu bekerja secara saksama, namun hakim
tidak menjelaskan tentang bagaimana bekerja secara seksama agar menjadi
sebuah solusi hukum bagi para notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian.
Sedangkan menurut doktrin secara prosedur sebagian sudah dilaksanakan oleh
notaris dengan mengecek data-data penghadap, memberikan tenggang waktu
dalam pembuatan akta, memenuhi syarat formil dalam teknik pembuatan akta
pengikatan jual beli, namun terhadap objek faktanya bertentangan dengan Pasal
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu suatu hal tertentu artinya yang diperjanjikan
haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, hal tersebut
disebabkan notaris tidak mengecek objek dari pengikatan jual beli yang di
dalamnya tidak jelas, karena terdapat perbedaan alamat pada 112 SHM seluas
139
lebih kurang 10 hektar dengan yang ada di siteplan di mana ada tanah kas desa
seluas 28.842 m² atau 2,8 hektar hal tersebut bertentangan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
yaitu : Kekayaan desa yang berupa tanah desa / TKD tidak diperbolehkan
dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan
untuk kepentingan umum, sekalipun ada tanda tangan bupati pada siteplan dan
surat keputusan, namun hal tersebut seharusnya tidak bisa dijadikan dasar,
sehingga notaris dapat disimpulkan tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian.
B. Saran
1. Pentingnya memahami prinsip kehati-hatian sekalipun tidak dijelaskan dalam
penjelasan UUJN terkait notaris harus bekerja secara seksama dalam pembuatan
akta notaris dengan prinsip kehati-hatian, notaris dapat menggunakan pedoman
doktrin-doktrin hukum terkait bekerjanya notaris secara hati-hati agar tidak
muncul seperti kasus notaris Rosidah dikemudian hari.
2. Hakim seharusnya menjelaskan uraian tentang bagaimana bekerja secara
seksama, agar menjadi solusi hukum, bagi para notaris dalam menerapkan
prinsip kehati-hatian.
140
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adjie, Habib dan Sjaifurrachman, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris
Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung.
___________, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.
___________, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia
(Kumpulan Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, Bandung.
___________, 2017, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Berdasarkan UU
No. 2 Tahun 2014 tetang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 7. Dikutip
dari Adami Chazawi, 2016, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Diantha, I Made Pasek, 2015, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif (Dalam
Justifikasi Teori Hukum), Cetakan ke-1, Prenada Media Group, Denpasar.
Djaja, Ermansjah, 2010, Tipologi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Berdasarkan UU RI No.30 Tahun 1999 jo. No.20 Tahun 2001, Mandar Maju
Bandung.
Halim, A Ridwan,2005, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahalia
Indonesia, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1991, Korupsi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 7. Dikutip
dari Adami Chazawi, 2016, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
___________, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia
Indonesia Jakarta.
Hanitijo, Soemitro Ronny, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Hiariej, Eddy O.S., 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta.
141
Huda, Chairul, 2011, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ menuju kepada ‘Tiada
Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan’, Kencana, Jakarta.
Lamintang, P.A.F., 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya,
Bandung.
Makawimbang, Hernold Ferry, 2014, Kerugian Keuangan Negara (Dalam Tindak
Pidana Korupsi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif), Thafa Media,
Yogyakarta.
Mamuji, Sri dan Soerjono Soekanto, 2010, Penelitian Hukum Normatif,
PT.Grafindo Media Pratama, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan Ke-III, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Moeljatno, 1993, Asas-asas hukum pidana, Rineka cipta, Jakarta.
___________, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum
Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
___________, 2008, Asas Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Priyatno, Dwidja dan Muladi, 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
Kencana, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 1973, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung.
___________, 1983, Azas-Azas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung.
___________, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung.
Prodjohamidjojo, Martiman, 1997, Memahami dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persefektif Hukum
Progresif, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Malang.
Safa’at, M. Ali dan Jimly Asshiddiqie, 2012, Terjemahan Teori Hans Kelsen
Tentang Hukum, Cet. ke-2, Konstitusi Press, Jakarta.
Sianturi, S.R, 2006, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV,
Alumni Ahaem-Peteheam, Jakarta.
142