Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM ACARA PERDATA, PIDANA, PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Diajukan guna memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia diampu oleh:

Saiful Anshori, M.H

Disusun Oleh : Kelompok 3

ALIF RIZKISANI (2283130079)

MUHANDIS SATRIA (2283130078)

WULANDARI (2283130070)

ADI FIRMAN HIDAYAT (2283130050)

JURUSAN HUKUM TATANEGARA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas terstruktur untuk Mata Kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia, dengan
judul: “HUKUM ACARA PERDATA, PIDANA, PERADILAN TATA USAHA
NEGARA”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
Kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak, demi tercapainya makalah yang sempurna.

Cirebon, 01 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar belakang masalah ......................................................................1


B. Perumusan masalah ............................................................................1
C. Tujuan Makalah ..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................2

A. Hukum Acara Perdata..........................................................................2


B. Hukum Acara Pidana ..........................................................................3
C. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara ......................................5

BAB III PENUTUP ..........................................................................................7

A. Kesimpulan .........................................................................................7
B. Saran ...................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Baik, sebagai informasi awal, hukum acara adalah salah satu cabang hukum yang
berfungsi mengatur cara-cara atau prosedur dalam mengajukan, memproses, dan
menyelesaikan sebuah perkara atau masalah hukum di hadapan pengadilan. Hukum acara
memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah hukum acara perdata, hukum acara pidana, dan
hukum acara peradilan tata usaha negara.

Hukum acara perdata mengatur prosedur dalam menyelesaikan masalah hukum yang
bersifat perdata, seperti sengketa perdata, perceraian, pembagian warisan, dan sebagainya.
Hukum acara perdata menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat dalam perkara harus
diberi kesempatan untuk di dengar dan menjelaskan pandangan mereka. Hukum acara perdata
juga mengatur proses pengajuan gugatan, persidangan, hingga putusan akhir dari pengadilan.

Hukum acara pidana, di sisi lain, mengatur prosedur dalam menangani masalah
hukum yang berkaitan dengan tindak pidana atau kejahatan. Hukum acara pidana
menegaskan bahwa setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak atas
pembelaan dan pengadilan yang adil. Selain itu, hukum acara pidana juga mengatur proses
penyidikan, penahanan, persidangan, hingga putusan akhir dari pengadilan.

Sementara itu, hukum acara peradilan tata usaha negara (TUN) mengatur prosedur
dalam menangani masalah hukum yang terkait dengan tata usaha negara. Hukum acara
peradilan TUN menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak secara rechtmatig atau sesuai
dengan hukum yang berlaku. Selain itu, hukum acara peradilan TUN juga mengatur proses
pengajuan permohonan, persidangan, hingga putusan akhir dari pengadilan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dan asas-asas Hukum Acara Perdata
2. Apa Pengertian dan asas-asas Hukum Acara Pidana
3. Apa Pengertian dan asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negar
C. TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui Pengertian dan asas-asas Hukum Acara Perdata
2. Mengetahui Pengertian dan asas-asas Hukum Acara Pidana
3. MengetahuiPengertian dan asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Acara Perdata

Hukum Acara Perdata atau Hukum Perdata Formil adalah aturan hukum yang
mengatur tindakan orang di depan Pengadilan dan tindakan Pengadilan itu sendiri untuk
melaksanakan peraturan Hukum Perdata. Sumber hukum acara perdata masih terdapat dalam
kodifikasi warisan zaman kolonial Belanda yang terdapat dalam HIR (Herziene Inlands
Reglement) yang diterjemahkan menjadi RIB (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui). 1
Bertitik tolak kepada praktik peradilan Indonesia maka dapatlah disebutkan beberapa asas-
asas umum hukum acara perdata Indonesia.

1. Peradilan yang terbuka untuk umum (Openbaarheid Van Rechtsspraak) Aspek


fundamental dari hukum acara perdata adalah peradilan yang terbuka untuk umum.
Sebelum perkara disidangkan, hakim ketua harus menyatakan bahwa “persidangan
terbuka untuk umum” kecuali jika undang-undang mengharuskan sidang tertutup,
seperti pada kasus perceraian. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, maka putusan akan
dibatalkan sesuai dengan Pasal 19 Ayat 1 dan 2 UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
2. Hakim bersifat pasif (Lijdelijkeheid Van De Rehter) Dalam asas ini terdapat sebuah
aturan yang dikenal dengan (Nemo Judex Sine Actore) yang artinya apabila gugatan
tidak diajukan oleh para pihak, maka tidak ada hakim yang mengadili perkara
bersangkutan.
3. Mendengar kedua belah pihak, adalah prinsip yang menuntut agar kedua belah pihak
dalam suatu perselisihan diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan
argumen, bukti, dan pandangan mereka kepada pengadilan yang memeriksa perkara
tersebut.
4. Pemeriksaan dalam dua instansi (Onderzoek In Tween Instanties), adalah untuk
memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada hukum yang benar dan
fakta yang tepat, serta memberikan kesempatan bagi pihak yang dirugikan untuk
memperoleh perlindungan hukum yang lebih lengkap dan adil

1
Siti soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (PT Refika Aditama: Bandung 2007) hal 69.

2
5. Pengawasan Putusan Lewat Kasasi, adalah suatu proses dimana sebuah putusan
pengadilan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan di tingkat lebih rendah dapat
diajukan banding oleh pihak yang merasa dirugikan ke pengadilan ditingkat yang
lebih tinggi.
6. Peradilan dengan membayar biaya, adalah kewajiban pihak yang mengajukan gugatan
atau banding untuk membayar biaya-biaya yang terkait dengan proses
peradilan,seperti biaya pendaftaran gugatan, biaya pengacara, biaya ekspert witness,
dan biaya persidangan2

B. Hukum Acara Pidana

Istilah Hukum Acara Pidana Sebelum secara resmi nama Undang-undang


hukum acara pidana disebut "Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana" (pasal
285 KU-HAP), telah menggunakan istilah "wetboek van Strafvordering" (Belanda)
dan kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi kitab Undang-Undang tuntutan
pidana, maka berbeda apabila dipakai istilah "wetboek van strafprocesrecht"
(Belanda) atau " procedure of criminal" (inggris) yang terjemahan dalam bahasa
indonesia "kitan undang-undang hukum acara pidana" . Menurut materi kehakiman
belanda.

Istilah" strafvordering" itu meliputi seluruh prosedur acara pidana. Istilah lain
yang diterjemahkan dengan "tuntutan pidana" adalah "strafvervolging", dan istilah ini
menurut mentri kehakiman belanda tersebut yang tidak meliputi seluruh pengertian
"strafprocesrecht" (hukum acara pidana). Jadi, istilah "strafvordering" lebih luas
artinya dari pada istilah "strafvervolging" .

Perancis menamai kitab Undang-undang Hukum Acara pidananya yaitu "code


d'instruction criminelle", dijerman dengan nama "Deutsche strafprozessodnung",
sedangkan diamerika serikat ditemukan istilah "Criminal procedure rules".

Berdasarkan uraian tersebut, maka istilah yang paling tepat digunakan


sebagaimana dimaksud oleh pembuat Undang-undang. yaitu " Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana" (KUHAP), karena dalam pengertian ini telah mencakup
seluruh prosedur acara pidana, yaitu mulai dari proses tingkat penyelidikan dan
penyidikan perpenuntutan dan

2
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Depok : Rajawali Pers, 2019). 245-246

3
penuntutan sampai pemeriksaan dipengadilan dan pelaksanaan putusan hakin (eksekusi),
demikian pula diatur tentang hukum biasa (banding dan kasasi) dan upaya hukum luar biasa
(peninjauan kembali (herzienting) dan kasasi demi kepentingan hukum).

Istilah lain hukum acara pidana dapat disebut juga sebagai "hukum pidana formal",
maksud untuk membedakan dengan "hukum pidana materiel". Adapun maksud dengan
"hukum pidana materiel" atau aturan-aturan hukum pidana sebagaimana dalam kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) adalah berisi petunjuk dan uraian tentang delik atau
tindak pidana atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana, yaitu peraturan tentang syarat-
syarat atau unsur-unsur dapat tidaknya seseorang dijatuhi pidana (hukuman) dan aturan
tentang pemindanan, yaitu mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dijatuhkan,
sedangkan "hukum pidana formil" atau KUHAP adalah mengatur bagaimana negara memalui
alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara
pidana.Jadi hukum materiel adalah hukum yang berisikan materi hukuman, sedangkan hukum
formil adalah hukuman yang mengatur tentang tata cara bagaimana melaksanakan hukum
materiel

Adalah seperangkat aturan dan prosedur yang mengatur tentang bagaimana proses
peradilan atau pengadilan dalam menangani kasus pidana dilakukan. Hukum Acara Pidana
mencakup proses mulai dari tahap penyelidikan hingga pelaksanaan putusan pengadilan,
termasuk hak dan kewajiban para pihak, tata cara penyidikan, pengumpulan bukti,
persidangan, hingga pelaksanaan putusan. Hukum Acara Pidana mengatur hal-hal seperti
ketentuan-ketentuan mengenai kewenangan pengadilan, cara pemeriksaan terhadap
tersangka, cara penyitaan, cara penggeledahan, cara penyitaan barang bukti, tata cara
penyidikan, tata cara persidangan, hak-hak tersangka, kewajiban penyidik dan jaksa penuntut
umum, serta cara penjatuhan hukuman dan pelaksanaannya.3

Hukum acara pidana di Indonesia tidak hanya berdasarkan undang-undang, tetapi juga
nilai-nilai, asas-asas, dan tujuan yang ingin dicapai. Tujuannya adalah agar hukum tidak
diterapkan secara sewenang-wenang. Asas-asas hukum acara pidana sangat penting karena
menjadi dasar dalam pembentukan hukum acara pidana dan memastikan bahwa hak-hak
tersangka dan terdakwa terlindungi dalam proses peradilan

3
Prof. Dr. Basuki Prasetyo SH, MH, Hukum Acara Pidana Indonesia, (2018): hal 1-2

4
Macam-macam asas-asas hukum acara pidana antara lain sebagai berikut:

1. Asas diferensiasi fungsional


Setiap aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana memiliki tugas dan
fungsinya sendiri yang terpisah antara satu dengan yang lain.
2. Asas legalitas
Setiap Penuntut Umum wajib menuntut setiap perkara. Artinya, setiap perkara hanya
dapat diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan gugatan terhadapnya. Namun,
dalam beberapa kasus tertentu, Jaksa Agung dapat mengesampingkan penuntutan
perkara pidana demi kepentingan umum, yang disebut dengan asas oportunitas.
3. Asas lex scripta
Berarti segala peraturan dan kewenangan yang ada harus tertulis dengan jelas dan
tegas. Ini berarti bahwa aturan dalam hukum acara pidana harus ditegakkan secara
ketat dan harus diikuti dengan ketat oleh semua pihak yang terlibat dalam proses
peradilan pidana. Dalam hal ini, peraturan hukum acara pidana harus diinterpretasikan
secara konsisten dan jelas untuk memastikan bahwa keadilan tercapai dalam setiap
tahap proses peradilan pidana.

Selain ketiga asas tersebut di atas, terdapat asas asas lain yang diatur dalam KUHAP
Indonesia sebagai berikut:

1. Asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan. Hal ini dapat ditemukan
dalam Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 67 KUHAP.
2. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas kesalahan dalam penangkapan,
penahanan, dan penuntutan. Tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya
berhak menuntut ganti kerugian jika mereka ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili
tanpa alasan yang sah atau karena kesalahan identitas. Ganti rugi ini dapat diajukan
dalam sidang praperadilan atau Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut
3. Asas Oportunitas menyatakan bahwa penuntut umum tidak harus menuntut seseorang
jika itu merugikan kepentingan umum. Namun, hanya berlaku jika benar-benar
merugikan kepentingan umum dan sesuai dengan kriteria tertentu.

5
4. Asas Pengadilan Terbuka untuk Umum memastikan bahwa sidang peradilan pidana
harus transparan dan terbuka untuk umum. Namun, dalam perkara tentang kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak, sidang mungkin tidak terbuka untuk umum dan jika
tetap dilakukan, putusan sidang bisa dibatalkan.
5. Asas Diperlakukan Sama di Depan Hukum menegaskan bahwa semua orang harus
diperlakukan sama di muka hukum tanpa membedakan latar belakang apapun. Ini
berlaku dalam penerapan hukum di pengadilan.
6. Praduga tak bersalah, yang berarti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, dan dihadapkan di pengadilan tidak boleh dianggap bersalah sampai
ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap. Asas ini juga diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Universal Declaration of
Human Rights 1948.
7. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap. Hal ini berbeda dengan
sistem juri di mana kesalahan terdakwa ditentukan oleh suatu dewan yang mewakili
golongan-golongan dalam masyarakat.
8. Asas akusator, yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subjek
bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan.
9. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, yang memiliki tujuan agar pemeriksaan
dapat mencapai kebenaran yang hakiki. Dasar hukum mengenai asas ini diatur dalam
Pasal 154, 155 KUHAP, dan seterusnya.
10. Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang
advokat/pengacara. Asas ini diadopsi dari “miranda rule” yang kemudian diakomodir
dalam KUHAP.Komitmennya terhadap penghormatan miranda rule telah dibuktikan
dengan mengadopsinya ke dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP.4

4
Arthur Daniel, asas-asas hukum acara pidna, (PT Reasuransi Indonesia Utama /Persero : Jakarta,
2022).

6
C. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PATUN)

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PATUN) adalah kumpulan aturan
tentang bagaimana cara mengajukan kasus terkait administrasi negara ke pengadilan,
bagaimana proses persidangan berlangsung, dan bagaimana putusan pengadilan harus
dijalankan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses hukum di bidang administrasi
negara berjalan dengan adil dan efektif, dan memberikan perlindungan hukum kepada warga
negara dalam menyelesaikan sengketa dengan pemerintah atau lembaga administrasi negara
lainnya. PATUN sangat penting untuk melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat
dalam aspek administrasi negara.5

HukumAcara PATUN ini diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang telah direvisi dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan saat ini telah Direvisi kembali dengan
Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009.6 Beberapa asas Hukum Acara PATUN

1. Asas praduga rechtmatig, setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatig sampai
ada pembatalan (lihat Pasal 67 ayat (1) dan ayat (4) huruf a UUPTUN).
2. Asas para pihak harus didengar.
3. Asas kesatuan beracara.
4. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam
campur tangan kekuasaan (Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 48/2009).
5. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU
No. 48/2009).
6. Asas hakim aktif (Pasal 58, 62, 63, 80, 83 UUPTUN).
7. Asas sidang terbuka untuk umum (Pasal 13 ayat (1) UU No. 48/2009 dan Pasal 70
UUPTUN).
8. Asas peradilan berjenjang.
9. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan (Pasal 48 UUPTUN).
10. Asas obyektivitas (Pasal 78, 79 UUPTUN). 7

5
Rozali abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2005).
6
Riawan Tjandra, Teori & Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta, 2010, hlm. 1.
7
Wacipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1994, hlm. 88-92.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Hukum Acara Perdata atau Hukum Perdata Formil adalah aturan hukum yang mengatur
tindakan orang di depan Pengadilan dan tindakan Pengadilan itu sendiri untuk
melaksanakan peraturan Hukum Perdata.
a. Peradilan yang terbuka untuk umum
b. Hakim bersifat pasif (Lijdelijkeheid Van De Rehter)
c. Mendengar kedua belah pihak
d. Pemeriksaan dalam dua instansi (Onderzoek In Tween Instanties)
2. Hukum Acara Pidana Adalah seperangkat aturan dan prosedur yang mengatur tentang
bagaimana proses peradilan atau pengadilan dalam menangani kasus pidana dilakukan.
Hukum Acara Pidana mengatur hal-hal mengenai kewenangan pengadilan, cara
pemeriksaan terhadap tersangka, cara penyitaan, cara penggeledahan, cara penyitaan
barang bukti, tata cara penyidikan, tata cara persidangan, hak-hak tersangka, kewajiban
penyidik dan jaksa penuntut umum, serta cara penjatuhan hukuman dan
pelaksanaannya. Macam-macam asas hukum acara pidana.
a. Asas diferensiasi fungsional
b. Asas legalitas
c. Asas Lex Scripta
3. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PATUN) adalah kumpulan aturan tentang
bagaimana cara mengajukan kasus terkait administrasi negara ke pengadilan,
bagaimana proses persidangan berlangsung, dan bagaimana putusan pengadilan harus
dijalankan.

a. Asas praduga rechtmatig, setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatig


sampai ada pembatalan (lihat Pasal 67 ayat (1) dan ayat (4) huruf a UUPTUN).
b. Asas para pihak harus didengar.
c. Asas kesatuan beracara.
d. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala
macam campur tangan kekuasaan (Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 48/2009).
e. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2)
UU No. 48/2009).

8
f. Asas hakim aktif (Pasal 58, 62, 63, 80, 83 UUPTUN).
g. Asas sidang terbuka untuk umum (Pasal 13 ayat (1) UU No. 48/2009 dan Pasal 70
UUPTUN).
h. Asas peradilan berjenjang.
i. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan (Pasal 48
UUPTUN)
j. Asas obyektivitas (Pasal 78, 79 UUPTUN).

4. SARAN
Tentunya kelompok kami menyadari jika dalam menyusun makalah di atas masih
banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna, karna kami manusia yang adalah
tempatnya salah dan dosa, dan kami juga butuh saran/kritikan agar ketika membuat
makalah kedepannya lebih baik dari sebelumnya. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Saiful Anshori, M.H selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Tata Hukum
Indonesia yang telah memberi tugas struktur ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali.Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.(Jakarta: RajawaliPers. 2005).


Asikin, Zainal. Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Depok : Rajawali Pers, 2019).
Daniel, Arthur. asas-asas hukum acara pidana, (PT Reasuransi Indonesia Utama/Persero:
Jakarta, 2022).
Prasetyo, Basuki.Hukum Acara Pidana Indonesia, (2018)
soetami, Siti. Pengantar Tata Hukum Indonesia, (PT Refika Aditama: Bandung 2007).
Tjandra, Riawan.Teori & Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. (Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. 2010).
Wacipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan,
(Raja Grafindo Persada: Jakarta.1994).

10

Anda mungkin juga menyukai