Anda di halaman 1dari 77

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PASAL 183 KUHAP DALAM

PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA


(Studi Putusan Nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Skripsi Pada
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH:

WA ODE ANDI MUSNI IDATI


H1A119536

BAGIAN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
ii
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Wa Ode Andi Musni Idati

Nama Orang Tua : La Ode Idati

Tempat/Tanggal Lahir : Lailangga, 24 November 2000

Program Studi/Jurusan : Ilmu Hukum/Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah murni merupakan gagasan, rumusan dari penelitian saya

sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari tim dosen

pembimbing

2. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana di

Universitas Halu Oleo

3. Dalam Skripsi ini semua sumber yang termuat dalam Skripsi ini

dicantumkan dalam Daftar Pustaka

Demikian Lembaran Pernyataan Keaslian ini saya buat dengan sesungguhnya dan

apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diberikan, serta

sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2023

Wa Ode Andi Musni Idati


H1A119536

iii
ABSTRAK

Wa Ode Andi Musni Idati, (H1a119536) Hukum Pidana Fakultas Hukum


Universitas Halu Oleo, “Analisis Yuridis Penerapan Pasal 183 KUHAP Dalam
Perkara Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Nomor 2/Pid.Sus/2021/PN
Ffk)”. Dibawah bimbingan Bapak D. Herman, S.H., LL.M sebagai Pembimbing
I dan Bapak La Ode Muh. Sulihin, S.H., M.Hsebagai Pembimbing II
Tujuan dari penelitian ini adalah yaitu untuk mengetahui dasar
pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada tindak pidana
kepemilikan narkotika dalam perkara nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian
Hukum Normatif, yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan cara
mengumpulkan data dan bahan dari buku-buku, jurnal, artikel ilmiah dan berbagai
literatur yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dasar
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan
hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan menggunakan Pasal 183 KUHAP
pada nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk adalah karena majelis hakim berpendapat
bahwa untuk dapat membuktikan terdakwa benar-benar bersalah melakukan
tindak pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyadiakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman hakim harus memiliki
keyakinan dan mendapatkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah.
Selain itu, majelis hakim berpendapat bahwa tidak ada hubungan yang bisa
dipertanggungjawabkan oleh terdakwa terhadap narkotika seberat 8,41 (delapan
koma empat satu) garam tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis
memiliki pandangan berbeda bahwa terdakwa dapat mempertanggungjawabkan
mengenai 2 (dua) bungkus plastik bening narkoba dengan berat 8,41 (delapan
koma empat satu) gram yang menjadi bukti di persidangan. Sehingga terdakwa
Sumadi seharusnya dipidana dengan pidana penjara 4 (empat) tahun dan denda
Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Kata Kunci: Analisis Yuridis, Putusan Bebas, Tindak Pidana, Tindak Pidana
Narkotika, Narkotika.

iv
ABSTRACT

Wa Ode Andi Musni Idati, (H1a119536), Criminal Law Faculty of Law Halu
Oleo University “Judicial Analysis Of The Application Of Article 183 Of The
Criminal Procedure Code In Cases Of Narcotics Crimes (Study Of Decision
Number 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk)”. Under the guidance of Mr. Dr. Herman, S.H.,
LL.M. as Counsellor land Mr. La Ode Muh. Sulihin, S.H., M.H. as Counsellor
II.
Juridical analysis the purpose of this research is to find out the basis for
the legal considerations of judges in passing acquittals on the crime of possession
of narcotics in case number.
Juridical analysis of the purpose of the type of research used in this study,
namely normative legal research, namely library research by collecting data and
materials from books, journals, scientific articles and various literature related to
the problems in this study.
Based on the result of the research and discusion, it shows that the basic
considerations of the judge in imposting a verdinct are acquitted of all lawsuits
againts the perpetrators of criminal actsby using Article 183 of the Criminal
Procedure Code at number 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk is because the panel of judges
is of the opinion that in order to be able to prove the defedant is truly guilty of
planting, maintaining, possessing, storing, controlling, or providing narcotics
class I in the form of plants the judge must have conviction and at least 2 (two)
valid evidence. In addition, the panel of judges was of the opinion that could be
accounted for by the defendant for the narcotics amounting to 8,41 (eight point
four one) grams. Based on these considerations, the author has a different view
that the defendant can be held responsible 2 (two) clear plastic packs drugs
weighing 8,41 (four point eigt one) grams as evidence at trial. So that the
defedant Sumadi should have been sentenced to imprisonment for 4 (four) years
and a Fine of Rp. 800.000.000,00(eigt hundred million rupiah)

Keywords: Judicial Analysis, Free Verdict, Crime, Narcotics Crime, Narcotis.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga penyusunan Skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik, shalawat serta salam semoga selalu tercurah

kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

beserta seluruh keluarganya, sahabatnya dan kita umat muslim sampai akhir

hayat.

Skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Penerapan Pasal 183 KUHAP

Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk)”, guna untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo Kendari. Sebagai seorang hamba yang memiliki

kemampuan terbatas dan tidak lepas dari kesalahan, serta tidak sedikit kendala

yang dialami oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini. Akan tetapi berkat

pertolongan Allah kendala tersebut dapat diatasi.

Ucapan terima kasih, penghormatan, dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada kedua orangtua saya, Ayah tercinta La Ode Idati dan Ibu

tercinta Wa Ode Ate, yang telah melahirkan, membesarkan dengan seluruh cinta

dan kasih sayang, yang selalu mendoakan, selalu mendukung, mendidik,

memberikan bantuan materil serta pengorbanan yang tak henti-hentinya, dan saya

vi
ingim mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar La Ode Santaonga dan

Wa Ode Obone serta keluarga besar La Ode Dumbira Dan Wa Woka. Tak lupa

saya ingin mengucapkan terimakasih kepada kakak tercinta saya La Ode

Munawal Akbar Idati S.T dan WA Ode Zaitun Idati S.Pd dan adik tercinta

saya La Ode Andi Tao Idati yang selalu mendukung, membantu, memberikan

perhatian, menyemangati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa

bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan menghanturkan ucapan terimakasih tidak terhingga dan

penghormatan kepada Dr. Herman, S.H., LL.M. selaku Pembimbing I dan La

Ode Muh. Sulihin, S.H., M.H. selaku Pembimbing II atas segala waktu, tenaga

dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada

penulis mulai saat awal penyusunan proposal sampai terselesaikannya skripsi ini.

Penulis juga tentunya mengcapkan terimakasih kepada penguji pertama Dr.

Sabrina hidayat, S.H., M.H. penguji kedua Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H.

dan penguji ketiga Ahmad Firman Tarta, S.H., M.H. atas sumbangsih kritik,

saran, pemikiran, tenaga, dan waktu dalam memberika saran yang terbaik bagi

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini secara khusus dan penuh kerendahan hati, ucapan

terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muh. Zamrun Firihu, S.Si., M.Sc. selaku rektor Universitas

Halu Oleo, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melaksanakan studi di Universitas Halu Oleo.

vii
2. Bapak Dr. Herman S.H., LL.M. selaku Dekan Fakultas Hukum, yang telah

memberikan motivasi dan dukungan kepada mahasiswa Fakultas Hukum yang

akan menyelesaikan studinya.

3. Bapak Dr. Guasman Tatawu, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang Umum,

Perencanaan, dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

5. Bapak Lade Sirjon, S.H., LL.M. selaku wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

6. Bapak Laode Muh. Sulihin, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

7. Bapak Iksan, S.H., M.H. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo.

8. Bapak Ahmad Firman Tarta, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum yang telah memberikan banyak ilmu dan

arahan selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

10. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

11. Terimakasih penulis ucapkan kepada teman-teman kelas I angkatan 2019,

yang telah menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.

12. Terimakasih kepada Isnah, Hamlia Kasmadi, Sitti Sopiah Arlana. Teman-

teman saya yang saya kenal sejak di bangku sekolah hingga sekarang meski

viii
beda-beda jurusan, yang selalu menyemangati dan mendengarkan curhatan-

curhatan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13. Terimakasih kepada anggota grup jurnalis tekukur Wa Ode Rahma Wati,

Fatmawati S.E., Lisa Efriani, dan Sriana Wati yang selalu memberikan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Terimakasih kepada teman-teman dan adik-adik terdekat saya angkatan 2019,

angkatan 2021, dan angkatan 2022 di Asrma Putri Bidikmisi UHO yang telah

menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.

15. Selanjutnya terimakasih kepada pihak pengelola Bidikmisi UHO.

16. Yang terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada semua teman-teman

yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu dan semua pihak yang

telah membantu sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii

LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

BAB I PNDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

1. Manfaat teoritis ..................................................................................... 6

2. Manfaat praktis ..................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana ................................................. 7

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika ................................ 11

1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika .................................................. 11

2. Jenis-Jenis Narkotika ........................................................................... 11

C. Tinjauan Umum Tentang Teori Pembuktian ............................................ 22

D. Tinjauan Umum Tentang Dasar Pertimbangan Hakim ........................... 24

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode penelitian ....................................................................................... 33

x
B. Metode pendekatan penelitian .................................................................. 33

C. Jenis dan sumber bahan hukum ................................................................ 34

D. Teknik pengumpulan bahan hukum .......................................................... 35

E. Teknik bahan hukum ................................................................................. 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas

Pada Tindak Pidana Kepemilikan Narkotika (Studi Putusan Nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk ............................................................................... 37

BAB V PENUTUP

A. Kesimpilan ................................................................................................. 62

B. Saran ........................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum berkaitan dengan manusia. Manusia memenuhi tugasnya didunia

ini dengan menciptakan suatu aturan hidup bersama yang baik yakni secara

rasional dan moral dengan bertumpu pada hak-hak manusia. 1 Kejahatan dalam

kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap

manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa

kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi tetapi sulit diberantas secara tuntas.

Narkotika adalah zat yang berkhasiat dan sangat dibutuhkan bagi

kepentingan umat manusia, terutama dari sudut medis. Di dalam dunia

kedokteran, narkotika digunakan untuk mebius pasien sebelum dioperasi. Hal ini

dilakukan karena didalam narkotika terdapat zat yang mempengaruhi perasaan,

pikiran, dan kesadaran pasien. Namun disisi lain, justru sifat dan khasiat yang

berharga dalam dunia pengobatan menimbulkan efek lain yang dapat

disalahgunakan orang untuk memakainya secara terus-menerus dan diluar

ketentuan undang-undang serta kepentingan pengobatan, yakni penyalahgunaan

beserta berbagai akibatnya. Maka masalah utama narkotika adalah disatu pihak

diperlukan untuk medis dan ilmu pengetahuan, dipihak lain harus diberantas

karena disalah gunakan. 2

Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus. Sebagaimana

tindak pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok
1
Ishaq, 2018, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 312.
2
Soedjino Drjosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 55.

1
sekaligus pada umumnya hukuman badan dan pidana denda. Hukuman badan

berupa pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara. Tujuannya agar

pemidanaan itu memberatkan pelakunya supaya kejahatan dapat ditanggulangi di

masyarakat, karena tindak pidana narkotika sangat membahayakan kepentingan

bangsa dan negara. 3

Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang

diajukan ke pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan hakim dalam

menjatuhkan pidana akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang

menyangkut langsung ke pelaku yang telah dipidana maupun ke masyarakat

secara luas. Proses penegakan hukum, khususnya yang terjadi di lembaga

pengadilan kadang kala dipandang bersifat diskriminatif, inkonsisten, cenderung

tidak objektif, dan lebih mengedepankan kepentingan kelompok.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika sudah diatur tentang sanksi pidana yang akan diberikan kepada yang

melanggarnya. Sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana sebenarnya

cukup berat, disamping dikenakan pidana penjara dan pidana denda, juga yang

paling utama adalah dikenakannya batasan minimum ancaman pidana, baik

pidana penjara maupun pidana denda serta adanya ancaman pidana mati

menunjukkan beratnya sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3
Bambang Sitiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Prwujudan Hukum yang
Pasti dan Berkeadilan, UU Press, Yogyakarta, hal. 21.

2
Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika dan zat atau bahan pembuat narkotika, dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diatur mengenai pemberatan

sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua

puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, denda, maupun pidana mati.

Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan berdasarkan pada golongan, jenis,

ukuran, dan jumlah narkotika. 4

Pembuktian menjadi suatu proses yang amat penting di dalam peradilan

dan harus dicermati betul-betul bagaimana proses tersebut dilakukan. Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 183 menyebutkan bahwa

“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”.5

Alat bukti yang digunakan hakim, juga harus sesuai dengan ketentuan

undang-undang. Kitab Hukum Acara Pidana menjelaskan yang dimaksud alat

bukti yang sah adalah:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

4
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tantang Narkotika.
5
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

3
Hakim, melalui alat bukti yang sah yang dapat memutuskan putusan

perkara yang dijalani disidang pengadilan. Hal ini karena pembuktian dipandang

sebagai sesuatu yang tidak memihak, objektif, dan memberikan informasi kepada

hakim untuk mengambil keputusan. 6

Penulis tertarik meneliti putusan perkara Nomor:2/Pid.Sus/2021/PN Ffk.

Adapun kronologis perkara tersebut berawal pada hari Selasa tanggal 8 Sebtember

2020 pukul 02.10WIT, di Pasar Ikan Tanjung Wangon, Terdakwa dan saksi

Filadelfia Rohrohmana pergi untuk membeli makan di Warung Makan Aura, di

Jalan Yos Sudarso Fakfak. Setelah keluar dan akan pergi dari warung makan

tersebut, Saksi dihentikan oleh petugas kepolisian. Kemudian dilakukan

pemeriksaan pada Terdakwa serta 1 (satu) unit sepeda motor matic Yamaha tipe

Mio 125 warna merah hitam dengan nomor polisi A 5090 DH yang dikendarai

oleh terdahwa. Kemudian di dalam jok motor tersebut, ditemukan bungkus rokok

Sampoerna yang berisikan 2 (dua) plastik bening Narkotika Golongan I (satu)

dalam bentuk tanaman jenis ganja. Berdasarkan pemeriksaan labolatoris

kriminalistik pusat labolatorium forensik Polri Cabang Makassar nomor

LAB:3906/NNF/IX/2020, tanggal 18 sebtember 2020 dengan hasil pemeriksaan

terhadap barang bukti yang ditemukan tersebut adalah positif Narkotika Golongan

I. Selanjutnya berdasarkan bukti surat Hasil Test Narkoba RSUD Fakfak atas

nama tuan Sumandi (Terdakwa) tanggal 8 sebtember 2020 yang dibuat dan

ditandatangani oleh dr. Era Maryani, Sp. PK dengan kesimpulan hasil

pemeriksaan bahwa urine tidak mengadung Narkoba (negatif).

6
Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Airlangga, hal. 96.

4
Namun pada saat di persidangan, Penuntut Umum menyatakan bahwa

kesimpulan pada hasil tes urine tersebut terdapat kesalahan, bahwa seharusnya

positif. Terdapat 2 (dua) keterangan yang berbeda meskipun surat tersebut

keduanya ditandatangani oleh dokter pemeriksa yang sama, pada hari tanggal

yang sama.

Kemudian, pada putusan Nomor:2/Pid.Sus/2021/PN Ffk, hakim

menyatakan bahwa Terdakwa bebas dari semua dakwaan penuntut umum karena

hakim tidak mendapatkan cukup bukti dan memperoleh keyakinan bahwa

Terdakwalah yang melakukan perbuatan memiliki, meyimpan atau menguasai dan

melakukan perbuatan menanam atau memelihara tanaman jenis ganja atau

setidak-tidaknya Terdakwa pernah melakukan transaksi narkotika yang kemudian

bertindak dalam penyediaan narkotika untuk orang lain.

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Penerapan Pasal 183

KUHAP Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam

menjatuhkan putusan bebas pada tindak pidana kepemilikan narkotika dalam

perkara Nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk?

C. Tujuan Penelitian

5
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan

bebas pada tindak pidana kepemilikan narkotika dalam perkara Nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis bagi

perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya perkembangan dan

kemajuan ilmu hukum pidana. Selain itu, penulisan ini diharapkan dapat menjadi

referensi tambahan bagi para akademisi, penulis, dan para kalangan yang berminat

dalam kajian bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat sebagai

sabagai referensi bagi siapa saja, dan sebagai bahan atau media informasi kepada

peneliti lainnya dalam menyusun suatu karya ilmiah yang ada kaitannya dengan

judul di atas.

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana(selanjutnya disingkat KUHP) dikenal dengan istilah straafbaar feit dan

dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau tindak pidana. Perkataan feit itu

sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een

gedeelte van de werkjkheid sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga

secara harfiah perkataan straafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian

dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat,

oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarya

adalah manusia sebagai pribadi danbukan kenyataan, perbuatan ataupun

tindakan.7

Pengertian perbuatan pidana atau yang sering digunakan adalah tindak

pidana telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Moeljatno mengatakan

perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum yang disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 8

Selain itu terdapat juga istilah pengertian straafbaar feit menurut beberapa

ahli, antara lain:

7
P.A.F., Lamintang, 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 181
8
Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Bina Aksara, Jakarta,
1983, hal. 59.

7
a. Adami Chazawi

Straafbaar feit terdiri dari tiga kata yakni straaf, baar, dan feit, beberapa

istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari straafbaarfeit, terntara straf

diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan

dapat dan boleh, sementara itu untuk feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,

pelanggaran dan perbuatan. 9

b. Simons

Strafbaar feit adalah kelakuan (heandeling) yang diancam dengan pidana,

yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. 10

c. Van Hattum

Perkataan straafbaar feit itu berarti voor straaf innanmerking komend atau

straaf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum,

sehingga perkataan straafbar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat

undang-undang di dalam KUHP itu secara eliptis harus diartikan sebagai suatu

tindakan, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang

menjadi dapat dihukum atau feit terzakevan hetwelkeen person straafbaar is.

Jadi, menurut pendapat Van Hattum tersebut diatas, antara feut dan pesoon

yang melakukannya tidak dapat dipisahkan. 11

d. Pompe

Memberi pengertian straafbaar feit itu dari dua segi yaitu:

9
Adami Chazawi, 2008, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 69.
10
Ibid, hal. 56
11
Ibid, hal. 184.

8
1) Dari segi teoritis, straafbaar feit itu dapat dirumuskan sebagai suatu

pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib umum) yang dengan sengaja

maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku,

dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku tersebut adalah perlu, demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

2) Dari segi hukum positif, straafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain

daripada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan Undang-Undang

telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 12

e. Tresna

Walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang

tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik suatu definisi yang

menyatakan bahwa: peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian

perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan

perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman. 13

f. Zainal Abidin

Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, sesungguhnya istilah straafbaar feit

secara harfiah dapat diterjemahkan dengan peristiwa pidana adalah keliru, karena

bukan peristiwa yang dipidana, akan tetapi orang yang mewujudkan peristiwa

yang dilarang atau dijatuhi sanksi. 14

Pada hakekatnya, istilah yang paling tepat untuk digunakan ialah “delik”

yang berasal dari bahasa latin delictum atau delicta, karena:


12
Ibid, hal. 182.
13
Ibid, hal. 72-73.
14
Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 143.

9
1) Bersifat universal (umum), semua orang di dunia mengenalnaya

2) Bersifat ekonomis karena singkat

3) Tidak menimbulkan kejanggalan seperti pada peristiwa pidana, perbuatan

pidana (bukan peristiwa dan perbuatan yang dipidana, akan tetapi

pembuatnya)

4) Luas pengertiannya, sehingga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan

oleh korporasi, orang mati, orang yang tidak dikenal menurut hukum

pidana ekonomi Indonesia. 15

Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana tersebut di atas,

maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan

hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana.

Unsur-unsur tindak pidana sangat penting diuraikan sebagai dasar bagi

hakim untuk menguraikan seseorang telah melakukan suatu tindak pidana atau

seseorang tersebut diyakini telah melanggar beberapa unsur pidana. Setiap tindak

yang terdapat dalam KUHP dibagi dalam dua bagian, yaitu unsur yang bersifat

subjektif dan unsur yang bersifat objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang

melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan

termasuk di dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Unsur ini antara lain:

1) Kesengajaan atau kealpaan (dollus atau culpa)

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

3) Macam-macam maksud atau oogmerk

15
Ibid, hal. 231.

10
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voordebeachte raad

5) Perasaan takut atau vrees.16

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan-keadaan yang di dalam keadaan mana tindakan dari

si pelaku harus dilakukan. Unsur-unsur ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Sifat melawan hukum

2) Kausulitas dari si pelaku

3) Kausulitas yaitu hubungan antar tindakan sebagai penyebab dengan

suatu kenyataan sebagai akibat. 17

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika

1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Narkotika, narkotika adalah

senyawa berupa zat atau obat yang asalnya dari tanaman, baik tanaman sintesis

maupun tanaman semi sintesis, yang berdampak bagi perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi nyari dan efek sampingnya menimbulakan rasa candu

dan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana

terlampir dalam Undang-Undang Hukum Pidana. 18

Menurut Agus Setiawan narkotika yang disalahgunakan atau digunakan

tidak sesuai dengan standar pengobatan akan menimbulkan akibat yang sangat

merugikan perorangan maupun masyarakat, bahkan dapat menimbulkan bahaya

yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya

16
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebujakan Pidana. Alumni,
Bandung, hal. 2.
17
P.A.F. Lamitang, Op.Cit, hal. 194.
18
P.A.F Lamintang, 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, hal.
59.

11
akan dapat melemahkan kethanan nasional. 19 Kejahatan narkotika sangat

mengancam keselamatan generasi bangsa, adapun bahaya narkotika bagi

kehidupan yaitu sebagai berikut: 20

1) Dehidrasi

2) Halusinasi

3) Menurunnya tingkat kesadaran

4) Kematian, dan gangguan kualitas hidup

Berdasarkan pada dampak bahaya di atas penyalahgunaan narkotika maka

negara menerbitkan Undang-Undang khusus untuk tindak pidana narkotika yang

diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Terbitnya Undang-Undang Narkotika disadari

pada kejahatan narkoba merupakan kejahatan internasional (International Crime),

kejahatan yang terorganisir (Organize Crime), kejahatan narkotika mempunyai

jaringan yang luas serta mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah

menerapkan teknologi yang canggih. 21

Penyalahgunaan narkotika merupakan tindak pidana yang mempunyai

kekhususan tersendiri dibandingkan tindak pidana pada umumnya. Adapun ciri-

ciri khusus dari tindak pidana narkotika menjadikan setiap kasus narkotika

haruslah mendapat upaya penanggulangan secara terpadu. 22

19
Agus Setiawan, 2019, Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika, Jurnal Hukum Unisulla, Vol. 35 No. 2, hal. 145.
20
https://bnn.go.id/pengertian-narkoba-dan-bahaya-narkoba-bagi-kesehatan/ diases pada
18 Desember 2022.
21
Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha
Pencegahan dan Penanggulangan (Suatu Tinjauan Teoritis), Jurnal Hukum, Vol. XXXV, No. 1,
April 2011, hal. 440.
22
Frans Simangunsong, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika,
RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8. No. 1 Maret 2014, hal. 11.

12
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, tindak pidana narkotika adalah peredaran ilegal narkotika dan

prekusor narkotika. Lebih lajut berdasarkan Pasal 1 angka 18 UU Narkotika

tindak kejahatan narkotika dilakukan baik oleh sendiri maupun permfakatan jahat

yaitu perbuatan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan,

melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan,

memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan

narkotika atau mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika. Menurut

Mardani, pada dasrnay jenis-jenis tindak pidana narkotika dapat dibedakan

menjadi berikut ini: 23

a. Tindak pidana menyangkut penyalahgunaan narkotika. Tindak pidana

penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu:

perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri

b. Tindak pidana menyangkut produksi dan jual beli narkotika. Tindak

pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya dalam

arti semoit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor, import dan tukar

menukar narkotika

c. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan narkotika. Tindak pidana

dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, meengirim, mengangkut,

dan mentrasito narkotika. Selain iti, ada juga tindak pidana di bidang

pengangkutan narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau

23
Mardani, 2010, Penyalahgunaan Narkotika dalam prespektif Hukum Islam dan Hukum
Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

13
kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik

sebagaimana diatir dalam pasal 139 Undang-Undang Narkotika.

d. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan narkotika

e. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika.

Orang tua atau wali memiliki keawjiban untuk melaporkan pecandu

narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat

merupakan tindak pidana bagi orangtua atau wali dan pecandu yang

bersangkutan

f. Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi. Seperti yang

diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada

kemasan narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku narkotika

(Pasal 45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 Undang-

Undang narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetap ilmiah

kedokteran atau media cetak farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat

merupakan tindak pidana.

g. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika.

Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan

untuk dijadikan barang bukti perkara persangkutan dan barag bukti

tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan

dalam putusan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti

dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk

dimusnahkan. Dalam tindak pidana narkotika ada kemungkinan barang

bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga

14
tidak mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya.

Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan dengan

tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan

kemidian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal

tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik

merupakan tindak pidana.

h. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur 19.

Tindak pidana narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa,

tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama dengan anak

dibawah umur (belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena ini, perbuatan

memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan narkotika

merupakan tindak pidana.

Pengaturan mengenai tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotikadiantaranya sebagai berikut: 24

1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,

memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika

2. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika

3. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengespor, atau menyalurkan Narkotika

24
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narktika

15
4. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika

5. Setiap penyalahguna narkotika

Perbuatan tindak pidana narkotika merupakan perbuatan yang melanggar

ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

narkotika yang sebagaimana sudah dijelaskan di atas, juga penjelasan para ahli

yang semakin memperjelas tentang apa itu perbuatan tindak pidana, yang pada

intinya tindak pidana narkotika yaitu suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan

dan harus dihindari walaupun secara sengaja ataupun tidak sengaja.

2. Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika memiliki beberapa bentuk jenis-jenis yang diklasifikasikan

berdasarkan golongan-golongannya serta berbagai bentuk narkotika dan

psikotropika itu sendiri, atara lain adalah: 25

a. Opiat/Opium

Opium adalah getah berwarna putih seperti susu yang keluar dari kotak biji

tanaman Papaver Samni Verum yang belum masak. 26 Jika buah candu yang bulat

telur itu kena orehan, getah tersebut jika di tamping dan kemudian dijemur akan

menjadi opium mentah. Cara modern untuk memprosesnya sekarang adalah

dengan jalan mengolah jeraminya secara besar-besaran, kemudian dari jerami

25
Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Hukum
Pidana Nasional, Jakarta, hal. 81-86.
26
Andi Hamzah dan R.M Surahman, 1994, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 16.

16
candu yang matang setelah diproses akan menghasilkan alkolida dalam bentuk

cairan, padat dan bubuk.

Ciri-ciri tanaman Papever adalah sebagai berikut:

1) Tingginya 70-110 cm

2) Daunnya hijau lebar berlekuk-lekuk

3) Panjangnya (daun) 10-25 cm

4) Tngkainya besar berdiri menjulang keatas keluar dari rumpun

pohonnya

5) Berbunga (merah, putih, ungu) dan

6) Buahnya berbentuk bulat telur

b. Morphin

Morphin adalah jenis narkotika yang bahan bakunya berasal dari candu

atau opium. Sekitar 4-21% morphin dapat dihasilkan dari opium. Morphin adalah

prototype analgetik yang kuat, tidak berbau, rasa pahit, berbentuk Kristal putih,

dan warnanya makin lama berubah menjadi kecoklat-coklatan.

c. Ganja

Tanaman ganja adalah dammar yang diambil dari semua tanaman genus

cannabisi, termasuk biji dan buahnya termasuk hasil pengolahan.27 Dammar ganja

adalah dammar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya

yang menggunakan dammar sebagai bahan dasar.

27
Ibid, hal.84.

17
Ganja atau marihuana (marijuana) atau cannabis. Ganja bagi para

pengedar maupun pecandu diistilahkan dengan cimeng, gele, daun, rumput jayus,

jum, barang, marijuana, gelek hijau, banh, bunga, ikat dan labang.

Ganja di Indonesia pada umumnya banyak terdapat di daerah lain pun bias

tumbuh. Gnja terbagi atas dua jenis, yakni:

1) Ganja jenis jantan, dimana jenis seperti ini kurang bermanfaat, yang

diambil hanya seratnya saja untuk pembuatan tali

2) Ganja jenis betina, jenis ini dapat berbunga dan berbuah, biasanya

digunakan digunakan untuk pembuatan rokok ganja.

d. Cocainnel/ kokain

Kokain adalah suatu alkoida yang berasal dari daun Erythoxylum coca

lam.28 Daun koka adalah daun yag belum atau sudah dikeringkan atau dalam

bentuk serbuk dari semua tanaman genus erithroxylon dari keluarga

erythoxlaceae, yang menghasilakan kokain secara langsung atau melalui

perubahan kimia. Kokain mentah adalah semua hal-hal yang diperoleh dari daun

koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.

Ganja yang timbul akibat penggunaan kokain diantaranya adalah mudah

marah, depresi, cemes, gelisah, dan kehilangan gairah untuk melakukan sesuatu.

Sementara dampak yang timbul dari penggunan kokain adalah pandangan

kabur, halusinasi, gemetar berlebihan, perilaku agresif, memicu serangan jantung,

stroke, dan gagal ginjal.

e. Heroin

28
Hari Sasangka, 2003,Narotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju,
Bandung, hal. 55.

18
Heroin atau diacethyl morphin adalah suatu semi sintesis turunan morphin.

Proses pembuatan heroin adalah melalui proses kimia lainnya di labolatorium

dengan cara acethalasi dan atecitanybrida. Bahan bakunya adalah morphin, asam

cuka, anhidraid atau asetikloid.

Heroin dapat diklasifikasikan sebagai erikut:

1) Heroin nomor satu, bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan

yang berwarna kuning tua sampai coklat. Jenis ini sebagian besar

masih berisi morphin dan merupakan hasil ekstraksi. Nama dipasaran

gelep disebut juga gula merah (red sugar)

2) Heroin nomor dua, sudah merupakan bubuk berwarna abu-abu sampai

putih da masih merupakan bentuk transisi dari morphin ke heroin yang

belum murni

3) Heroin nomor tiga, merupakan bubuk butir-butir kecil kebanyakan

agar berwarna abu-abu juga diberi warna lain untuk menandai ciri khas

pembuatannya. Biasanya masih dicampur kafein, barbital, dan kinin

4) Heroin nomor empat, bentuknya sudah merupakan Kristal khusus

untuk disuntikkan. 29

f) Narkotika sintesis atau buatan

Narkotika sintesis atau buatan adalah sejenis narkoba yang dihasilkan

dengan melalui proses kimia secara farmakologi yang farmakologi yang sering

disebut dengan istilah Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif

lainnya).

29
Sumarno Ma’sum, 1987, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan
Obat, Mas Agung, Jakarta, hal. 78.

19
Napza tergolong zat psikoaktif, yaitu zat yang terutama berpengaruh pada

otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi,

dan kesadaran.

Narkotika sintesis ini terbagi atas 3 (tiga) bagian sesuai menurut reaksinya

terhadap pemakaiannya:

1) Depressants

Depressants atau depresif, yaitu mempunyai efek mengurangi kegiatan

dari susunan syarat pusat, sehingga dipakai untuk menenangkan syaraf

seseorang atau mempermudah orang untuk tidur

2) Stimulants

Merangsang system syaraf simpatis dan berefek kebalikan dengan

depressants, yaitu menyebabkan peningkatan kesiagaan, frekuensi

denyut jantung bertabah/berdebar, merasa lebih tahan kerja,

merangsang gembira, suka tidur, dan tidak merasa lapar

3) Hallucinogens/halusinasi

Zat semacam halusinasi dapat menimbulkan perasaan-perasaan yang

tidak nyata yang kemudian meningkatkan pada halusinasi-halusinasi

atau khayalan karena persepsi yang salah, artinya si pemakai tidak

dapat membedakan apakah itu nyata atau hanya ilusi saja.

20
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 narkotika

digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1

undang-undang tersebut. Yang termasuk jenis narkotika adalah: 30

1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan

2) Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan

3) Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau unyuk bertujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan.

C. Tinjauan Umum Tentang Teori Pembuktian

Dalam rangka menerapkan pembuktian atau hukum pembuktian, hakim

lalu bertolak pada system pembuktian dengan tujuan mengetahui bagaimana cara

meletakkan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diadilinya.

30
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

21
Unsur itu, secara teoritik guna penerapan sitem pembuktian ada 4 macam teori

system pembuktian, yaitu: 31

1) Conviction-in Time

Menentukan salah tidaknya seseorang terdakwa, Conviction-in Time

system pembuktian semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan

hakim.Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa.

2) Convection-Raisonee

Dalam sistem inipun dapat dikatakan keyakinan hakimtetap memegang

peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, dalam

system pembuktian ini, faktor keyakinan hakim dibatasi. Jika dalam system

pembuktian conviction-in time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas maka

pada system conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan alas

an-alasan yang jelas.

3) Pembuktian menurut undang-undang secara positif

Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap memegang

peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, dalam

sistem pembuktian ini, tidak ikut berperan menentukan salah atau tidaknya

terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukanundang-undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya

terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah.

4) Pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijk

stelse)

31
Tjuk Suharjanto, 1996, Penuntutan dan Teknik Membuat Surat Dakwaan, Dharma
Surya Berlian, Surabaya, hal. 277.

22
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan

keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara eksterm.

Dari keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-undang secara

negatif menggabungkan kedalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian

menurut keyakinan dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara

positif. Dari hasil penggabungan kedua sistem dari yang bertolak belakang itu,

terwujudlah suatu sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Rumusannya berbunyi salah tidaknya seseorang terdakwa ditentukan oleh

keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah

menurut undang-undang.

Beberapa teori pembuktian yang telah dijelaskan sebagaimana diatas

bahwa sistem pembuktian yang paling tepat hendaknya penegakan hukum di

Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Hal

ini diatur secara tegas dalam KUHAP yang berbunyi “Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. 32

Bahwa menurut pasal ini maka unsur untuk dapat memidana terdakwa itu adalah

minimum dua buah alat bukti yang sah dan keyakinan hakim, bahwa suatu tindak

pidana betul-betul telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya. Akan tetapi walaupun demikian ada satu kecualiannya yaitu

32
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

23
bahwa dalam pemeriksaan cepat keyakinan hakim cukup di dukung oleh satu alat

bukti yang sah.

D. Tinjauan Umum Tentang Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.33

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima dan memutus

perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, tidak memihak disidang pengadilan

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.34 Berdasarkan

pengertian hakim menurut KUHAP di atas sesungguhnya menunjukkan tugas dan

fungsi dari seorang hakim adalah sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan, yang pada dasarnya adalah mengadili. Kata mengadili merupakan

rumusan yang sederhana, namun didalamnya terkandung pengertian yang sangat

luas, yang pelaksanaannya tidaklah sesederhana kata-katanya. Didalam mengadili,

seorang hakim bertanggjawab kepada manusia dan bertanggujawab dihadapan

Tuhan Yang Maha Esa. Juga dalam memeriksa dan mengadili berlandaskan

keadilan melihat dari segi korban, pelaku dan masyarakat.

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung

keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, selain itu juga

mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan

hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan

33
Pasal 1 ayat (8) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
34
Pasal 1 ayat (9) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

24
hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari

pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau

Mahkamah Agung. 35

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya

pembuktian, dimana hasil pembuktian itu akan digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang paling

penting dalam pemeriksaan di peridangan. Pembuktian bertujuan untuk

memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta yang diajukan benar-

benar terjadi, yakni dibuktikan kebenarannya, sehingga Nampak adanya hubungan

hukum antara para pihak. 36

Selain itu pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat

hal-hal sebagai berikut: 37

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak

disangkal

b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut

semua fakta atau hal-hal yang terbukti dalam persidangan

c. Adanya semua bagian dari petitum penggugat harus dipertimbangkan atau

diadili secara satu demi satu sehinga hakim dapat menarik kesimpulan

tentang terbukti atau tidaknya dan dapat dikabulkan atau tidaknya tuntutan

tersebut dalam amar putusan.

35
Mukti Aro, 2004, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama Cet V, Pustaka
Belajar, Yogyakarta, hal. 140.
36
Ibid, hal. 141.
37
Ibid, hal. 142.

25
Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang

diperiksa dan diadili oleh hakim. Hakim memberikan keputusannya mengenai hal-

hal sebagai berikut: 38

a. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan

perbuatan yang dituduhkan kepadanya

b. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah perbuatan yang dilakukan

terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah

dan dapat dipidana

c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana

d. Apakah beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh

hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,

yaitu sebagai berikut: 39

1. Teori keseimbangan

Yaitu teori keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh

Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau

berkaitan dengan perkara

2. Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan

dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan

menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap

pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat

keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam

38
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1986, Alumni, Bandung, hal. 74.
39
Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 102.

26
pihak perkara perdata pihak terdakwa atau penuntut umum dalam

perkara pidana. Penjatuhan putusan, hakim mempergunakan

pendekatan seni, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada

pengetahuan dari hakim

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan

pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian

khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam

rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat

membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya

sehari-hari

5. Teori ratio decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara

yang disengketakan kemudian mencari peraturan perundang-undangan

yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar

hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim harus

didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan

memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6. Teori kebijaksanaan

27
Aspek dari teori ini adalah menekankan bahwa pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orangtua ikut bertanggungjawab untuk

membimbing, mendidik, membina dan melindungi terdakwa, agar

kelak menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan

bangsanya.

Pertimbang hakim dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni:

1. Pertimbangan yuridis

Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada

fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh undang-undang

ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan. Hal-hal dimaksud

tersebut antara lain:

a. Dakwaan penuntut umum. Dakwaan merupakan dasar hukum acara

pidana karena dasar itulah pemeriksaan dipersidangan dilakukan.

Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa, juga memuat uraian

tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat

tidak pidana itu dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan

hakim adalah dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang

pengadilan

b. Keterangan terdakwa. Keterangan terdakwa menurut Pasal 184 butir e

KUHAP, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah

apa yang dinyatakan terdakwa disidang tentang perbuatan yang ia

lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Keterangan

28
terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas peryataan hakim,

penuntut umum ataupun dari penasihat hukum

c. Keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat

bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana

yang didengar, dilihat, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam

sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi

menjadi pertimbangan utama oleh hakim dalam putusannya

d. Barang-barang bukti. Pengertian barang bukti disini adalah benda yang

dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan

sidang pengadilan, yang meliputi: 40

1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau

sebagian diduga diperolah dari tindak pidana atau sebagain hasil

tindak pidana

2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak

pidana atau mempersiapkan

3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan

tindak pidana

4) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan

5) Pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana. Dalam praktek

persidangan pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan

dengan perbuatan terdakwa dalam hal ini penuntut umum dan

40
Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

29
hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-

alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak

memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan

hukum pidana.

2. Pertimbanga non-yuridis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan non-yuridis adalah

sebagai berikut: 41

a. Latar belakang terdakwa. Latar belakang terdakwa adalah setiap

keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras

pada diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal

b. Akibat perbuatan terdakwa. Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa

sudah pasti membawa korban dari kejahatan yang dilakukan tersebut

dapat pula berpengaruh buruk pada masyarkat luas paling tidak

keamanan dan ketentraman mereka senantiasa terancam

c. Kondisi dari terdakwa. Pengertian kondisi terdakwa adalah keadaan

fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk

pula status sosial yang melekat pada terdakwa. Keadaan fisik

dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan sementara keadaan

psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan perasaan yang dapat

berupa tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, keadaan marah

dan lain-lain. Adapun yang dimaksudkan dengan status social adalah

predikat yang dimiliki dalam masyarakat

41
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Konteporer, Citra Aditya, Jakarta, hal.
212-220.

30
d. Agama terdakwa. Keterkaitan para hakim terhadap ajaran agama tidak

cukup bila sekedar meletakkan kata ketuhanan pada kepala putusan,

melaikan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik

tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama terhadap

tindakan para pembuat kejahatan.

Bahwa dasar pertimbangan hakim merupakan dasar atau hal-hal yang

menjadi bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Dalam hal

ini hakim harus benar-benar mempertimbangkan segala dasar pertimbangan yang

ada mulai dari kronologis kasus, keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti

hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan.

Ada beberapa hal-hal yang meringankan hukuman yang dapat dijadikan

pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dalam

persidangan antara lain: 42

1) Terdakwa belum dihukum. Artinya dimana terdakwa sesudah putusan

pengadilan sebelumnya tidak pernah melakukan tindak pidana lainnya

2) Terdakwa sopan di persidangan. Selama proses berjalannya

persidangan terdakwa sopan, selama proses persidangan tersebut dan

tidak menujukkan raut muka yang menantang

3) Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. Dengan mengakui

terusterang perbuatannya dan menunjukkan sikap penyesalan terhadap

tindak pidana yang telah dilakukan serta berjanji dihadapan majelis

hakim tidak akan mengulangi perbuatan pidana dikemudian hari

42
Bangdidav, Loc,Cit.

31
4) Terdakwa sudah berusia lanjut/sakit-sakitan. Terdakwa dengan usia

lanjut atau kondisi yang sakit-sakitan sehingga tidak memungkinkan

untuk menjalani hukuman yang lebih lama

5) Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya. Terdakwa belum sama

sekali menikmati hasil dari kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa

6) Terdakwa mengganti kerugian/kerusakan. Terdakwa bersedia

mengganti kerugian atau kerusakan yang diakibatkan dari kejaatan

yang dilakukan oleh terdakwa

7) Korban memafkan terdakwa di persidangan. Terdakwa didalam proses

persidangan mendapatkan kata maaf dari si korban sehingga korban

memaafkan kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran

koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma

yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah

tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan

hukum) atau prinsip hukum. 43 Istilah (legal research) atau bahasa Belanda

rechtsonderzoek selalu normatif. 44

Penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan cara

mengumpulkan data dan bahan dari buku-buku, jurnal, artikel ilmiah dan berbagai

literatur yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 45

B. Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah:

1. Pendekatan Undang-Undang (statuate approach)

Pendekatan Undang-Undang (statuate approach) yang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang besangkut paut dengan isu

hukum yang ditangani. 46 Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian

hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis. Hasil

43
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenamedia Group,
Jakarta, hal. 47.
44
Ibid , hal. 55.
45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normmatif, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 23.
46
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal. 133.

33
dari telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan isu yang

dihadapi.

2. Pendekatan kasus (case approach)

Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah

menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang

menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio recidendi atau

reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampaia kepada suatu putusan. 47

3. Pendekatan konseptual (conseptual approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari perundang-undangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan

ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum,

dan asas-asas ukum relavan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman-pemahaman

akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi

peneliti daklam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu

yang dihadapi. 48

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

1. Bahan Hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer antara lain dari

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam hal ini terutama

47
Ibid, hal. 134.
48
Ibid, hal.135.

34
menyangkut peraturan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Bahan hukum primer yang dimaksud antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

c. Putusan Pengadilan Negeri Fkfak Nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk

2. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-

komentas atas putusan pengadilan. 49

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu dokumen yang berisi konsep-konsep dan

keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti: kamus, ensklopedia, dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan buku yang digunakan agar memperoleh hasil

penelitian yang maksimal yaitu dengan metode kepustakaan yakni mengumpulkan

bahan hukum untuk memecahkan suatu isu hukum yang dibahas untuk

memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang diteliti. Metode

studi kepustakaan ini diperoleh dengan menelaah dan mengkaji peraturan

perundang-undangan yang berlaku social, karya-karya ilmiah serta buku-buku

literature berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

49
Ibid, hal. 141-142.

35
E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik bahan hukum merupakan suatu metode analisis normatif

merupakan bahan hasil penelitian berdasarkan pada pengertian hukum, norma

hukum. Maka kegiatan lebih lanjut yang dilakukan adalah menganalisa bahan-

bahan hukum secara prespektif yaitu menguraikan bahan-bahan hukum kedalam

bentuk kalimat secara sistematis berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari

penelitian, sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan dalam menjawab isu

hukum yang diangkat dalam permasalahan dam penulisan ini.

36
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas

Pada Tindak Pidana Kepemilikan Narkotika (Studi Putusan Nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk)

1. Kronologis Kasus

Kasus yang menjadai objek dalam penelitian ini adalah perkara nomor

2/Pid.Sus/2021/PN Ffk yakni dengan nama terdakwa Sumadi alias Bendot. Kasus

ini terjadi di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Kasus ini bermula saat

Yulvianus Liwan Ramma dan tim dihubungi seseorang yang memberikan

informasi terkait adanya kepemilikan narkotika golongan I di wilayah Kelurahan

Wangon distrik pariwisata Kabupaten Fakfak. Kemudian Yulvianus Liwan

Ramma sebagai polisi satuan reserse narkoba yang bertugas di Polrse Fakfak,

melakukan penyelidikan dan pengembangan terhadap dugaan kasus tersebut.

Kronologis kejadiannya bermula pada tanggal 7 September 2020 Sumadi

alias Bendot (Terdakwa), pergi ke pasar ikan tanjung wangon untuk bertemu

dengan teman-temannya, sebelumnya ia juga berjanji untuk bertemu dengan

Filadelfia Rohrohmana (yang juga merupakan teman terdakwa) di tempat tersebut.

Kemudian pada tanggal 08 Sebtember 2020 pukul 02.20 WIT, terdakwa mengajak

Filadelfia Rohrohmana untuk mencari makan, lalu terdakwa menuju warung

makan aura di Jl. Yos Sudarso, namun saat hendak ingin pulang tiba-tiba

terdakwa dihentikan oleh Yulvianus Liwan Ramma bersama petugas kepolisian

lainnya yang sedang melaksanakan kegiatan rutin pencegahan penyalahgunaan

37
narkotika. Kemudian petugas melakukan penggeledahan badan pada terdakwa dan

motor yang dipakainya. Kemudian petugas kepolisian menemukan dus rokok

sampoerna yang berisikan 2 (dua) bungkus bening narkotika golongan I dalam

bentuk tanaman ganja di dalam jok motor yang dikendarai oleh terdakwa, dengan

berat 8,41 (delapan koma empat satu) gram.

Atas kejadian tersebut, Sumadi alias Bendot beserta barang bukti dibawa

di polres untuk dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan keterangannya, terdakwa

mengatakan bahwa ia tidak mengetahui tentang keberadaan barang berupa ganja

tersebut, dan motor yang ia kendarai tenyata bukan motor miliknya sendiri

melainkan sepeda motor tersebut ia sewa dari Arifin selama 10 hari. Pada saat

meminjam dan memakai motor itu dari keterangan terdakwa tidak ada orang lain

yang memakainya. Ketika mengisi minyak terdakwa juga tidak melihat adanya

barang tersebut. Pada saat kejadian tersebut ternyata terdakwa mengetahui

keberadaan petugas polisi di lokasi pasar ikan tanjung wangon, ia juga

memarkirkan motornya sekitar 500 meter dari tempatnya berada. Pada proses

penegakan hukumnya, Sumadi alias Bendot didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum

dengan menggunakan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Terdakwa Sumadi alias Bendot diajukan kepersidangan oleh penuntut

umum dengan dakwaan Tunggal, melanggar Pasal 111 Ayat (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

38
Pada dakwaan tunggal, terdakwa Sumadi alias Bendot di dakwa

melakukan perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,

atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

3. Putusan Hakim

Adapun amar putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Fakfak pada

perkara nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk pada pokoknya yaitu:

1. Menyatakan terdakwa Sumadi alias Bendot tersebut diatas, tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan tunggal Penuntut Umum

2. Membebaskan terdakwa oleh karena itu semua dakwaan Penuntut Umum

3. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan

4. Memulhkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta

martabanya.

4. Analisis Penulis

Suatu proses peradilan diakhiri dengan jatuhnya putusan akhir (vonis) dan

di dalam putusan itu hakim menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah

dipertimbangkan dan apa yang menjadi amar putusannya. Pertimbangan hakim

merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari

suatu putusan hakim yang mengandung keadilahn (ex aequo et bono) dan

mengandung kepastian hukum. 50

Dan sebelum sampai pada tahapan tersebut, ada tahapan yang harus

dilakukan sebelumnya, yaitu tahapan pembuktian dalam menjatuhkan pidana

50
Tri Andrisman, 2010, Hukum Acara Pidana, Universitas Lampung, Lampung, hal. 88.

39
terhadap terdakwa. Penerapan alat bukti dalam proses peradilan pidanan sering

kali mengalami berbagai masalah, entah itu dari pihak jaksa dalam

memperolehnya, ataupun hakim dalam mencermati dan menilai suatu alat bukti.

Karim Nasution mengatakan, bahwa hakim atas dasar alat-alat bukti yang

sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima,

bahwa sesutu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa dalam hal

tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan

meyakinkan. 51

Hakim dalam menjatuhkan pidana benar-benar harus mensinkronkan

antara tindak pidana yang dilakukan terdakwa dengan alat bukti yang diajukan

oleh Jaksa Penuntut Umum, dengan mengaitkan alat bukti yang satu dengan alat

bukti yang lain. Alat bukti yang dimaksud adalah seperti yang tertuang dalam

ketentuan Pasal 148 ayat 1 KUHAP yaitu:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya dikatakan bahwa hakim sekurang-

kurangnya membutuhkan 2 (dua) alat bukti yang sah barulah memperoleh

keyakinan, maksudnya minimum alat bukti yang diajukan dalam persidangan

secara kualitatif sebanyak 3 (tiga) dari 5 (lima) alat bukti yang ada dalam

51
Karim Nasution, 1975, Masalah Hukum Pembuktian dalam Proses Pidana, Jakarta, Korp
kejaksaan republik Indonesia, hal. 71.

40
ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Pada perkara nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk,

alat bukti yang diajukan untuk membuktikan dakwaan penuntut umum adalah

sebagai berikut:

a) Keterangan saksi

Ada beberapa saksi yang dihadirkan dan diambil keterangannya yaitu

saksi Yulvianus Liwan Ramma polisi di satuan reserse narkoba di

Polres Fakfak, Filadelfia Rohrohmana yang merupakan teman

terdakwa, Bandi sebagai orang yang kenal dengan terdakwa namun

tidak hadir di persidangan sehingga penuntut umum membacakan

keterangan saksi Bandi sebagaimana yang termuat dalam Berita Acara

Penyidikan

b) Surat

Adapun buti surat yang dihadirkan di persidangan yaitu, bukti surat

berupa hasil pemeriksaan laboratorium forensik Polri cabang makassar

Nomor LAB: 3906/NNF/IX/2020 tanggal 18 september dengan hasil

pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditemukan dalam jok sepeda

motor yang dikendarai terdakwa adalah POSITIF (+) narkotika

golongan I nomor urut 8 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika yaitu jenis ganja, selanjutnya bukti surat

penimbangan barang bukti narkotika jenis ganja kering di PT

Pegadaian (Persero) Nomor: 96/11662/2020 tanggal 08 september

2020, dibuat dan di tanda tangani oleh Firmasyah Mooduto berupa 2

(dua) buah plastik bening ukuran kecil yang berisikan daun ganja

41
kering dengan berat 8,41 (delapan koma empat satu) gram, dan bukti

surat hasil tes narkotika di RSUD Fakfak atas nama Tuan Sumadi

(Terdakwa) tanggal 8 september 2020 yang dibuat dan ditandatangani

oleh dr. Era Maryani, Sp. PK dengan kesimpulan hasil pemeriksaan

bahwa urine tidak mengandung narkoba (NEGATIF)

c) Keterangan terdakwa

Yaitu keterangan dari Sumadi alias Bendot (Terdakwa) yang telah

menerangkan beberapa hal dipersidangan.

Pada perkara nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk mengenai alat bukti yang

dihadirkan di persidangan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, penulis

memiliki pendapat lain bahwa alat bukti yang diajukan dalam persidangan

tersebut sudah mencapai batas minimum secara kualitatif, dalam Pasal 184 telah

menyebutkan terdapat lima alat bukti diantaranya keterangan saksi, keterangan

ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa yang keseluruhannya bisa di

hadirkan di persidangan. Pada kasus tersebut menurut pendapat penulis kelima

alat bukti bila di hadirkan di persidangan maka akan mencapai batas

keseluruhannya. Yang penulis paparkan sebagai berikut:

1. Dua orang saksi yang dihadirkan di persidangan yaitu saksi Yulvianus

Liwan Rama dan saksi Filadelfia Rohrohmana serta saksi Bandi yang tidak

hadir di persidangan yang keterangannya dibacakan oleh Penuntut Umum.

Menurut pendapat penulis selain saksi-saksi yang telah disebutkan tersebut

yang juga perlu untuk dihadirkan di persidangan dan di dengar

keterangannya adalah pemilik sepeda motor matic Yamaha tipe Mio yang

42
dikendarai oleh terdakwa saat diperiksa dan di dapatkan narkotika. Karena

motor tersebut ternyata bukanlah motor milik terdakwa sendiri namun ia

menyewanya selama 10 hari untuk dipakai ojek dari Arifin selaku pemilik

yang sebenarnya.

Menurut penulis bila Arifin di hadirkan di persidangan sebagai saksi maka

akan diketahui apakah ia mengetahui keberadaan narkotika jenis ganja

tersebut, atau untuk menerangkan bahwa tiada orang lain, dan hanya

Terdakwa yang memiliki kunci untuk membuka jok sepeda motor tersebut,

sehingga bisa memberikan keyakinan pada Majelis Hakim secara logika

bahwa Terdakwa adalah satu-satunya orang yang tahu tentang keberadaan

2 (dua) bungkus plastik berisi ganja tersebut.

Selain itu dr. Era Maryani, Sp. PK selaku dokter yang malakukan tes

pemeriksaan pada urine terdakwa, menurut penulis bila dihadirkan sebagai

saksi ahli untuk memberikan keterangannya sesuai dengan keahliannya

apakah benar kesimpulan hasil pemeriksaan pada urine terdakwa

mengandung narkotika (positif) atau tidak (negatif).

2. Bukti surat berupa hasil tes narkoba RSUD fakfak atas nama Tuan Sumadi

(Terdakwa) tanggal 8 September 2020 yang dibuat dan ditandatangani

oleh dr. Era Maryani, Sp. PK, terdapat 2 (dua) kterangan yang berbeda.

Dalam berkas perkara menyimpulkan bahwa hasil tes urine terdakwa tidak

mengandung narkoba (negatif), hal tersebut berbanding terbalik dengan

penuntut umum yang mana penuntut umum menyatakan bahwa hasil tes

urine tersebut terdapat kesalahan, bahwa hasilnya seharusnya positif.

43
Padahal bukti surat tersebut keduanya ditandatangani oleh dokter

pemeriksa yang sama pada hari dan tanggal yang sama. Surat hasil tes

urine yang hasilnya menyatakan bahwa terdakwa positif narkotika di

ajukan oleh penuntut umum di persidangan tetapi tidak diserahkan sebagai

bukti tambahan. Meskipun hasil tes urine tersebut tidak menjadi satu bukti

kuat untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana, tetapi dengan hasil tes urine bisa menjadi petunjuk.

Berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat 1 dan 2 KUHAP dinyatakan

petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya

baik diantara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana dan siapa

pelakunya, petunjuk tersebut hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi-saksi,

alat bukti surat dimana dari fakta yang terungkap di persidangan justru

mempertegas bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana

disebutkan oleh keterangan saksi-saksi dan diperkuat oleh keterangan terdakwa

sebagaimana tersebut di atas.

Sebelum memutuskan suatu perkara, hakim selalu memperhatikan hal-hal

yang dapat menjadi suatu pertimbangan-pertimbangan baik secara yuridis maupun

diluar ketentuan-ketentuan yuridis demi menemukan suatu kebenaran dan

menciptakan keadilan. Sesuai dengan asas tindak pidana tanpa kesalahan (geen

straaf zonder schuld) pidana hanya dapat dijatuhkan bila ada kesalahan terdakwa,

yang dibuktikan di sidang pengadilan, yaitu kesalahan terdakwa sebagaimana

dimaksud dalam dakwaan penuntut umum. Jadi,pengadilan menjatuhkan pidana

apabila terdakwa bersalah melakukan tindakan pidana yang didakwakan

44
kepadanya (Pasal 193 KUHAP). Bukan begitu saja dapat dijatuhi pidana tetapi,

harus didukung dengan alat bukti yang sah sesuai dengan rumusan Pasal 183

KUHAP.52

Hakim adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman

sebagaimana diatur dalam undang-undang. Menurut undang-undang kekuasaan

kehakiman, pertimbangan hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat

hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat

meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan

pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Hakim merupakan personifikasi lembaga peradilan, dalam membuat

keputusan suatu perkara selain dituntut memiliki moral dan integritas yang tinggi

sehingga diharapkan dapat mencerminkan rasa keadilan, menjamin kepastian

kuhum dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan Pasal 53

ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, yang menjadi dasar hukum bagi hakim dalam menjalankan tugasnya

memutus suatu perkara, bahwa harus didasarkan pada berbagai pertimbangan

yang dapat diterima semua pihak dan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah

hukum yang ada, yang disebut dengan pertimbangan hukum atau legal reasoning.

Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran

yuridis, kebenaran filosofis dan sosiologis. Kebenaran yuridis artinya landasan

hukum yang dipakai apakah telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
52
Anshari, 2018, Faktor-Faktor Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Pontianak, Volue 1, Nomor 1, Juni 2018.

45
Kebenaran filosofis artinya hakim harus mempertimbangkan sisi keadilan apakah

hakim telah membuat dan bertindak yang seadil-adilnya dalam memutus suatu

perkara. Pertimbangan sosiologis artinya hakim juga harus mempertimbangkan

apakah putusannya akan berakibat buruk dan berdampak di masyarakat dengan

kata lain bahwa seorang hakim harus membuat keputusan yang adil dan bijaksana

dengan mempertimbangkan dampak hukum dan dampak yang terjadi dalam

masyarakat.

Pengambilan keputusan sangatlah diperlukan oleh hakim dalam membuat

keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan setelah proses pemeriksaan dan persidangan selesai, maka

hakim harus mengambil keputusan yang sesuai. Hal ini sangat perlu untuk

menciptakan putusan yang proporsional dan mendekati rasa keadilan. Untuk itu

sebelum menjatuhkan sanksi pidana, hakim melakukan tindakan untuk menelaah

terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya dengan

melihat bukti-bukti yang ada (fakta persidangan) dan disertai keyakinannya

setelah itu mempertimbangkan dan memberikan penilaian atas peritiwa yang

terjadi serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku.

Keyakinan hakim menjadi salah satu hal penting dalam memutuskan suatu

perkara pidana. Pada Pasal 183 KUHAP diawali dengan kata hakim. Jadi hakim

memiliki pengaruh yang sangat penting dalam kemampuan dan pengetahuan

hakim dalam beracara pidana dan menganalisa alat bukti. Hal ini menjadi sangat

penting disebabkan karena peran hakim dalam persidangan pidana bersifat aktif.

46
Seorang hakim tidak boleh memperoleh suatu keyakinan yang

diketahuinya di luar dari persidangan, hal tersebut sesuai dengan syarat-syarat

yang ditentukan dalam undang-undang. Jika hakim dari alat-alat bukti yang sah

tidak memperoleh keyakinan, maka ia berwenang untuk menjatuhkan putusan

pembebasan dari tuduhan.

Keyakinan seorang hakim tersebut bukanlah timbul dengan sendirinya

saja, tetapi haruslah timbul dari alat-alat bukti yang sah disebut dalam Undang-

Undang, dan tidak dari keadaan-keadaan lain. Tidaklah dapat

dipertanggungjawabkan suatu putusan yang walaupun sudah cukup alat-alat bukti

yang sah, hakim dengan begitu saja menyatakan bahwa ia tidak yakin, dan karena

itu ia membebaskan terdakwa, tanpa menjelaskan lebih jauh apa sebab-sebabnya

ia tidak yakin tersebut. 53

Masalah keyakinan hakim ini sangat ditentukan dalam penerapan alat-alat

bukti yang diajukan dalam persidangan. Sebagaimana diketahui, bahwa hakim

dalam aturannya harus berpegang pada 5 macam alat bukti yang sah yang diatur

Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Maka dalam hal ini, sistem teori pembuktian yang

digunakan oleh hakim adalah Negatief Wettelijk, yaitu pembuktian yang

bedasarkan undang-undang secara negatif. Hal itu juga dikatakan oleh Prof. Dr.

Andi Hamzah, S.H. bahwa HIR maupun KUHAP, begitupula Ned. Sv. Yang lama

dan yang baru, semuanya menganut sistem atau teori pembuktian berdasarkan

undang-undang negatif. 54

53
Djoko Prakoso, 1998, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian dalam Proses Pidana, Yogyakarta,
Liberty, hal. 38.
54
Andi Hamzah, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hal. 250.

47
Selanjutnya dalam Pasal 183 KUHAP tersebut disebutkan persesuaian atas

keyakinan hakim terhadap peristiwa pidana yang terjadi dan terdakwa yang

melakukannya. Hal ini yang terkadang sangat sulit untuk dibuktikan, sebab alat

bukti yang diajukan dipersidangan terkadang belum cukup kuat, hal ini terjadi

karena banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi pada alat bukti.

Kalimat ia (hakim) memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar tejadi dan bahwa benar terdakwalah yang bersalah melakukannya,

dalam Pasal 183 KUHAP, adalah sebenar-benar pembuktian, di mana antara alat

bukti dan perbuatan pidana yang di tujukan itu benar-benar dilakukan oleh

terdakwa. Artinya, terdakwa benar-benar meakukan tindak pidana dengan

kesesuaian alat bukti yang ditunjukan, sehingga ia hakim benar-benar

memperoleh keyakinan bahwaterdakwa benar-benar bersalah.

Pada putusan nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk sebagaimana telah diuraikan

di atas, hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan terdakwa Sumadi alias

Bendot, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum. Oleh karena itu,

terdakwa di bebaskan dari dakwaan penuntut umum, dipulihkan hak-haknya

dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya, dan dibebaskan dari

tahanan. Dalam putusan tersebut, majelis hakim mempertimbangkan unsur yuridis

dari pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Pasal yang didakwakan kepada

terdakwa adalah Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

48
Untuk dapat dipidana dengan menggunakan Pasal 111 ayat (1) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika harus

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Setiap orang

2. Tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I

dalam bentuk tanaman.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim bahwa karena salah satu unsur

dalam dakwaan tunggal dari dakwaan penuntut umum di atas tidak terpenuhi,

karena dari pertimbangan-pertimbangan majelis hakim berkesimpulan bahwa

tidak ada hubungan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum antara

terdakwa dengan keberadaan barang bukti narkotika jenis ganja dalam jok sepeda

motor yang dikendarai oleh terdakwa, maka terhadap diri terdakwa haruslah

dibebaskan dari dakwaan tersebut.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim sehingga

mengatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dan oleh

karena itu terhadap diri terdakwa harus dibebaskan karena majelis hakim mengacu

pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dan sesuai dengan ketentuan Pasal

183 KUHAP untuk menentukan kesalahan terdakwa harus didukung oleh 2 (dua)

alat bukti yang sah sehingga memberikan keyakinan pada majelis hakim bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

49
Oleh karena itu, majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa

terdakwa tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari dakwaan penuntut umum

didasarkan pada ketentuan tersebut dan dihubungkan dengan fakta yang terungkap

di persidangan ternyata majelis hakim tidak menemukan 2 (dua) alat bukti yang

sah dan memberi keyakinan untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan

suatu tindak pidana yang membuktikan bahwa terdakwa sebagai orang yang

menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

narkotika golingan I jenis tanaman, maka majelis hakim berpendapat bahwa unsur

ini tidak terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.

Pertimbangan hakim adalah argumen atau alasan yang dipakai oleh hakim

sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara.

Dalam praktik sebelum pertimbangan yuridis dibuktikan, maka hakim terlebih

dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan

konsklusi komulatif dan keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang

bukti.

Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada

fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh undang-undang

ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan misalnya dakwaan

jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang

bukti, dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana. Fakta-fakta persidangan

yang dihadirkan, berorientasi, waktu kejadian, dan modus operasi tentang

bagaimana tindak pidana itu dilakukan. Selain itu, dapat pula diperhatikan

bagaimana akibat langsung atau tidak langsung dari perbuatan terdakwa, barang

50
bukti apa saja yang digunakan, dihasilkan atau yang berhubungan dengan objek

tindak pidana, serta apakah terdakwa dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya atau tidak.

Menurut majelis hakim, berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan

yakni saksi Yulvianus Liwan Ramma petugas kepolisian di Polres Fakfak,

Filadelfia Rohrohmana, dan saksi Bandi yang keteranganya dibacakan oleh jaksa

penuntut umum sebagaimana yang termuat dalam berita acara pemeriksaan,

menerangkan bahwa benar telah ditemukan 2 (dua) bungkus plastik bening

berisikan ganja golongan I yang diisi dalam bungkus bungkus rokok sampoerna di

dalam jok motor yang dikendarai oleh terdakwa, dan keterangan bahwa tidak ada

yang mengetahui asal usul benda tersebut, dimana terdakwa mendapatkn benda

tersebut, serta apakah barang tersebut milik terdakwa atau bukan.

Selain keterangan saksi-saksi di atas, majelis hakim juga

mempertimbangkan keterangan terdakwa yang menerangkan bahwa, terdakwa

terdakwa bukanlah orang yang membawa/mempunyai barang tersebut dan tidak

mengetahui tentang keberadaan barang berupa ganja tersebut, terdakwa

membenarkan bahwa 2 (dua) bungkus plastik bening di dalam bungkus rokok

sampoerna yang berisikan narkotika golongan I bentuk tanaman jenis ganja

tersebut di temukan di dalam jok motor yang ia kendarai.

Selain itu, untuk mendapatkan kesesuaian satu sama lainnya sehingga

diperoleh fakta-fakta hukum majelis hakim mempertimbangkan bukti surat dan

barang bukti yang didapatkan diantaranya yaitu narkotika golongan I yang

ditemukan dalam jok motor terdakwa, 2 (dua) plastik bening ukuran kecil yang

51
berisikan daun ganja kering dengan berat 8,41 (delapan koma empat satu) gram,

hasil tes narkoba atas nama tuan Sumadi dengan kesimpulan hasil pemeriksaan

negatif narkoba, dan 1 (satu) buah dus bekas rokok sampoerna, serta 1 (satu) unit

motor matic yamaha tipe mio 125 warna merah hitam dengan nomor polisi A5090

DH.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan tersebut, majelis hakim berpendapat

bahwa barang bukti sebagaimana ditemukan di dalam jok sepeda motor yang

dikendarai terdakwa adalah benar merupakan narkotika golongan I dalam bentuk

tanaman jenis ganja. Namun hakim tidak bisa langsung mengambil kesimpulan

bahwa barang bukti narkotika tersebut adalah milik terdakwa hanya dikarenakan

barang tersebut ditemukan dalam jok sepeda motor yang dipakai terdakwa.

Sehingga majelis hakim harus mempunyai alasan kuat bahwa ada hubungan

antara terdakwa dengan keberadaan barang tersebut.

Adapun yang menjadi pertimbangan-pertimbanagan dan alasan kuat

sehingga majelis hakim menyatakan dan berkesimpulan bahwa, tidak ada

hubungan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum antara terdakwa

dengan keberadaan barang bukti jenis ganja dalam jok sepeda motor tersebut

adalah bukti surat yang diajukan penuntut umum di persidangan sebagaimana

yang termuat dalam berkas perkara nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk, berupa hasil

tes narkoba RSUD Fakfak atas nama tuan Sumadi (terdakwa) yang dikeluarkan

dan ditandatangani oleh dr. Era Maryani, Sp. PK dengan hasil pemeriksaan bahwa

urine tidak mengandung narkoba (negatif).

52
Namun pada saat pemeriksaan di persidangan penuntut umum menyatakan

bahwa kesimpulan dari hasil tes urine tersebut terdapat kesalahan, bahwa

seharusnya hasilnya positif berdasarkan hasil pengujian terhadap hasil

pemeriksaan urine terdakwa. Jadi, terdapat 2 (dua) keterangan yang berbeda

meskipun surat tersebut keduanya ditandatangani oleh dokter pemeriksa yang

sama, pada hari dan tanggal yang sama.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim dari keadaan-keadaan tersebut,

majelis hakim tetap meyakini keberadaan akan bukti surat yang dilampirkan

dalam berkas perkara yaitu hasil tes narkoba RSUD Fakfak atas nama tuan

Sumadi (terdakwa) yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Era Maryani, Sp. PK

dengan kesimpulan hasil pemeriksaan bahwa urine tidak mengandung narkotika.

Cara hakim memandang sebuah perkara berbeda jika dibandingkan dengan

penegak hukum yang lain. Menjadi hakim tidaklah mudah dalam agama islam.

Dia haruslah seorang yang berilmu, jujur, dan istiqomah dalam kebenaran yang

hakiki.55 Putusan hakim haruslah berisi pertimbangan hukum yang terlebih dahulu

hakim meyakini akan fakta yang terjadi. Keyakinan hakim dalam proses

persidangan merupakan keyakinan sebagai hasil penarikan kesimpulan secara

sadar dari suatu perkara.

Suatu keyakinan sendiri berbeda dengan persepsi, ingatan, imajinasi, atau

harapan. Keyakinan merupakan istilah yang mempunyai pengertian yang sangat

55
Abu Dawud, 2001, Kitab Adfiyah, Lebanon. Darul Kutub Al imiyah yang dikutib dari buku
Syamsyudin, 2012, Rekomendari Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Jakarta,
Kencana Perdana Media Group.

53
luas, dan keadaan dalam meyakini sesuatu tidak terpisah secara tajam dari

keadaan-keadaan yang secara wajar tidak kita sebut sebagai meyakini. 56

Dalam sistem hukum pidana, dikenal dengan suatu asas yang disebut

dengan in dubio pro reo, yang berarti bahwa jika hakim ragu-ragu mengenai

sesutu perkara maka haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan

terdakwa.57 Hakim mempunyai wewenang untuk menerapkan asas ini pada

putusannya. Bahkan sampai pada hakim Mahkamah Agung sekalipun sering

digunakan. Pertimbangannya menyebutkan bahwa asas in dubio pro reo yang

menyatakan jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidaknya maka

sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa yaitu di bebaskan

dari dakwaan. 58

Majelis hakim pada tingkat kasasi juga pernah menyatakan bahwa

mengenai keterkaitan antara hukum acara pidana dengan asas in dubio pro reo,

dikaitkan bahwa sistem pembuktian negara Indonesia memakai sistem “Negatief

Wettelijk” yaitu keyakinan yang disertai dengan alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang.59 Hal ini sesuai dengan Pasal 183 Undang-Undang No. 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berbunyi “Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”. Asas in dubio pro reo berlaku bagi hukum pidana walaupun asas

56
M Gultom Binsar, 2012, Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakan HukumDi
Indinesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
57
JCT Simorangkir, et.al, 2002, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 73.
58
Putusan Mahkamah Agung No. 33 K/MIL/2009
59
Putusan Mahkamah Agung No. 2175/K/Pid/2007

54
ini tidak tertulis dalam undang-undang pidana, namun tidak dapat dihilangkan

kaitannya degan asas tiada pidana tanpa kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld)

atau Anwijzigheid van alle Schuld yang sudah menjadi yurisprudensi konstan. 60

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim sebagaimana telah penulis

uraikan di atas, penulis mengklasifikasi beberapa hal yang menjadi dasar majelis

hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum karena

tidak terpenuhinya unsur melawan hukum sehingga hakim membebaskan

terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Pertimbangan tersebut

diantaranya:

1. Majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di

persidangan pada perkara tersebut, majelis hakim tidak menemukan 2

(dua) alat bukti yang sah dan memberi keyakinan pada majelis haki,

untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak

pidana.

2. Majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan hukum dalam kasus tersebut tidak ada satupun fakta

yang membuktikan bahwa terdakwa sebagai orang yang menanam,

memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan

narkotika golongan I yang ditemukan petugas kepolian di dalam jok

sepeda motornya.

60
Putusan Mahkamah Agung No. 2175/K/Pid/2007

55
Adapun dari pertimbangan majelis hakim di atas, penulis memiliki dasar

argumen yang berbeda dengan pendapat majelis hakim. Adapun dasar

argumentasi penulis mengenai penerapan Pasal 183 KUHAP, yaitu:

1. Terhadap dasar pertimbangan hukum hakim, yaitu majelis hakim tidak

memiliki keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana.

Dasar pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara tersebut untuk

memberikan keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana

sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP bahwa Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.61

Majelis Hakim yang tetap meyakini keberadaan akan bukti surat tes

narkotika dengan kesimpulan hasil pemeriksaan urine tidak mengandung narkoba

(negatif). Menurut penulis, bukti surat tes urine dengan hasil kesimpulan yang

menyatakan bahwa urine terdakwa mengandung narkoba (positif) yang diajukan

oleh Penuntut Umum, harus pula diterima dan diperiksa sebagai bukti tambahan

yang bisa menjadi petunjuk. Selain itu, dr. Era Maryani Sp. PK selaku dokter

yang memeriksa dan mengeluarkan bukti hasil tes urine tersebut juga perlu

dihadirkan di persidangan untuk memberikan keterangannya. Sehingga, dapat

memberikan jawaban yang mana bukti surat hasil tes narkoba yang benar.

61
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

56
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan yuridis menurut majelis hakim

adalah setiap orang dan unsur tanpa hak melawan hukum menanam, memelihara,

memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam

bentuk tanaman.

Adapun yang dimaksud unsur “barang siapa” sebagaimana menurut

putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni kata

“barangsiapa” identik dengan “setiap orang” atau “hij” sebagai siapa saja yang

harus dijadikan terdakwa atau setiap orang sebagai subjek hukum pendukung hak

dan kewajiban yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakanya.

Unsur “tanpa hak atau melawan hukum” mengandung arti bahwa

perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

sedangkan menurut Simons dalam bukunya “Leerbook” halaman 175-176

menerangkan bahwa suatu anggapan umum menyatakan tanpa hak sendiri (zonder

eigen rec) adalah perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) diisyaratkan telah

melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum (in stijd met het recht) pasal

ini mencangkup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti

materil, yakni meskipun perbutan tersebut tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak

sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial kehidupan

masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana. Menanam berarti menaruh (bibit,

benih, setek dan sebagainya) di dalam tanah supaya tumbuh (KBBI). Memelihara

berarti menjaga dan merawat baik-baik (KBBI). Memiliki berarti mempunyai

(KBBI). Menyimpan berarti menaruh di tempat yang aman supaya jangan rusak

57
atau hilang (KBBI). Menguasai berarti berkuasa atas (sesuatu), memegang

kekuasaan atas sesuatu (KBBI). Menyediakan berarti menyiapkan,

mempersiapkan, mengadakan (menyiapkan, mengatur, dan sebagainya) sesuatu

untuk (KBBI).

2. Terhadap dasar pertimbangan hukum hakim, bahwa majelis hakim tidak

mendapatkan 2 (dua) alat bukti yang sah untuk dapat memberikan

keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana.

Majelis hakim mengacu pada ketentuan Pasal 184 KUHAP bahwa majelis

hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah yaitu dari keterangan saksi, keterangan

ahli, surat, petunjuk, dan peterangan terdakwa. 62 Atas alat-alat bukti tersebut dapat

memberikan keyakinan pada majelis hakim bahwa terdakwa telah melakukan

suatu tindak pidana. Namun menurut penulis, semua alat bukti bisa dihadirkan

dipersidangan untuk benar-benar dapat dipertimbangkan secara keseluruhan

karena alat bukti tersebut juga memang ada untuk dihadirkan. Sehingga hakim

dapat memperoleh 2 (dua) alat bukti yang sah. Menurut penulis, 2 (dua) alat bukti

tersebut bisa di peroleh dari bukti surat tes urin yang diajukan oleh Penuntut

Umum dengan hasil kesimpulan bahwa urine terdakwa mengandung narkoba

(positif) dan yang kedua yaitu dengan dihadirkannya dr. Era Maryani Sp. PK

selaku dokter yang mengeluarkan surat hasil ter urine terdakwa.

Penyalahgunaan narkotika ialah salah satu jenis kejahatan yang memiliki

dampak sosial yang sangat luas serta kompleks. Pada konsideran huruf c Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tantang Narkotika disebutkan bahwa, narkotika di

62
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

58
satu sisi ialah obat atau bahan yang bermanfaat dalam bidang pengobatan atau

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan di sisi lain dapat

pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan

atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.

Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak

pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat

dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan

dalam Bab XV ketentuan pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat empat kategorisasi

tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam

dengan saksi pidana, yakni: 63

1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117

untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan

Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf a)

2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk

narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika golongan III

serta pasal 129 huruf b)

63
Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy: Pendakatan Integral Penal Policy dan Non Penal
Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan, Pustaka Bangsa Press, hal. 67.

59
3. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika

(Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika golongan II Pasal 124 untuk

narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf c)

4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa,

mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk

narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta

Pasal 129 huruf d).

Pada kasus ini, majelis hakim menyatakan terdakwa bebas dari dakwaan,

sebagaimana dakwaan penuntut umum terhadap terdakwa yaitu menggunakan

Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

kategori pertama bahwa “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum

menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyadiakan

Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)” karena salah satu unsur

dari pasal tersebut tidak terpenuhi dan hakim tidak mendapatkan 2 (dua) alat bukti

yang cukum sehingga dapat memberikan keyakinan pada majelis hakim.

Berdasarkan uraian tersebut yang telah penulis paparkan di atas maka

menurut analisa penulis, unsur dari Pasal 111 ayat (1), setiap orang, dan tanpa hak

60
melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dapat terpenuhi.

Sehingga terdakwa dapat dijatuhi hukuman pidana. Dilihat dari barang bukti 2

(dua) bungkus plastik bening yang berisikan daun ganja kering dengan berat 8,41

(delapan koma empat satu) gram yang ditemukan oleh aparat kepolisian dalam jok

motor yang dikendarai oleh terdakwa. Menurut penulis, tidak ada orang lain selain

terdakwa sendiri yang memiliki barang tersebut dengan di dukung dengan bukti

surat dari penuntut umum dengan hasil kesimpulan pemeriksaan bahwa urine

terdakwa pisitif narkoba.

61
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah

diuraikan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dasar Pertimbangan

Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan hukum terhadap

pelaku tindak pidana dengan menggunakan Pasal 183 KUHAP pada perkkara

nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk adalah karena majelis hakim berpendapat bahwa

untuk dapat membuktikan terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak

pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman hakim harus memiliki

keyakinan dan mendapatkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah.

Selain itu majelis hakim berpendapat bahwa tidak ada hubungan yang bisa

dipertanggungjawabkan oleh terdakwa terhadap narkotika seberat 8,41 (delapan

koma empat satu) garam tersebut.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis memiliki pandangan berbeda

mengenai dua alat bukti surat hasil tes urine terdakwa yang dihadirkan di

persidangan yang dapat membuktikan hubungan antara terdakwa dengan 2 (dua)

bungkus plastik bening narkoba dengan berat 8,41 (delapan koma empat satu)

gram yang menjadi bukti di persidangan. Sehingga terdakwa Sumadi seharusnya

dipidana dengan pidana penjara 4 (empat) tahun dan denda Rp. 800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah).

62
B. Saran

Dari uraian kesimpulan yang telah disampaikan di atas, Penulis dapat

memberikan saran bahwa majelis hakim yang sedang memimpin jalannya sidang

peradilan pidana sebaiknya harus lebih memperhatikan bukti surat yang

digunakan atau yang dihadirkan di persidangan. Karena tidak jarang alat bukti

yang dihadirkan terdapat kesalahan bahkan terdapat dua alat bukti yang sama.

Oleh karena itu, bila terdapat dua alat bukti maka keduanya harus benar-benar

diperhatikan. Sebaiknya hakim harus benar-benar menggunakan keyakinannya

dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana agar tidak ada keragu-raguan dan

kesalahan pada putusannya dalam memutus suatu perkara tindak pidana.

63
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abu Dawud, 2001, Kitab Adfiyah, Lebanon. Darul Kutub Al imiyah yang dikutib
dari buku Syamsyudin, 2012, Rekomendari Budaya Hukum Hakim
Berbasis Hukum Progresif, Jakarta, Kencana Perdana Media Group.

Adami Chazawi, 2008, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I,. Jakarta, Raja
Grafindo Persada.
Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.

Andi Hamzah dan R.M Surahman, 1994, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika,
Jakarta, Sinar Grafika.

Andi Hamzah, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika.

Bambang Sitiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Perwujudan Hukum


Yang Pasti dan Berkadilan, UU Press, Yogyakarta.
Djoko Prakoso, 1998, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian dalam Proses Pidana,
Yogyakarta, Liberty.

Eddy O.S. Hieariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Airlangga.


Hari Sasangka, 2003, Nakotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,
Bandung, Mandar Maju..
Ishaq, 2018, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.

JCT Simorangkir, et.al, 2002, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.


Karim Nasution, 1975, Masalah Hukum Pembuktian dakam Proses Pidana,
Jakarta, Korp Kejaksaan Republik Indonesia.

Lamintang P.A.F., 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra


Aditya Bakti.
Lamintang P.A. F., 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Refika
Aditama.

Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy: Pendakatan Integral Penal Policy dan
Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan,
Pustaka Bangsa Press.

Mardani, 2010, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Prespektif Hukum Islam dan


Hukum Nasional, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
M Gultom Binsar, 2012, Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakan
HukumDi Indinesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta,


Bina Aksara.

Mukti Aro, 2004, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama Cev,
Yogyakarta, Pustaka Belajar.
Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta,


Prenamedia Group.

Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Konteporer, Jakarta, Citra Aditya.
Soedjino Drjosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung, Citra Aditiya
Bakti.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta,
Raja Grafindo Persada.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1986, Alumni, Bandung.

Sumarno Ma’sum, 1987, Penanggukangan Bahaya Narkotika dan


Ketergantungan Obat, Jakarta, Mas Agung.
Tjuk Suharjo, 1996, Penemuan dan Teknik Membuat Surat Dakwaan, Surabaya,
Dharma Surya.

Tri Andrisman, 2010, Hukum Acara Pidana, Lampung, Universitas Lampung.

Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana I, Jakarta, Sinar Grafika.

Peraturan Per Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)


Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1959)
Jurnal

Agus Setiawan, 2019, Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan


Narkotika, Hukum Unisulla, Vol. 35 No. 2.

Ashari, 2018, Faktor-Faktor Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan


Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Pengadilan Negeri
Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Pontianak, Vol.
1, Nomor 1, Juni 2018.

Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha


Pencegahan dan Penanggulangan (suatu tujuan teoritis), Vol. XXXV,
No. 1, April 2011.

Frans Simangunsong, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana


Narkotika, RECHSTAAT Ilmu HUkum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8,
No. 1, Maret 2014.

Putusan Pengadilan

Putusan Nomor 2/Pid.Sus/2021/PN Ffk.

Putusan Mahkamah Agung No. 33 K/MIL/2009


Putusan Mahkamah Agung No. 2175/K/Pid/2007

Putusan Mahkamah Agung No. 2175/K/Pid/2007

Sumber Lainnya

https://bnn.go.id/pengertian-narkoba-dan-bahaya-narkoba-
bagikesehatan/diases pada 18 Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai