Anda di halaman 1dari 69

PENEGAKAN HUKUM BAGI ORANG YANG TANPA HAK

MEMBAWA SENJATA TAJAM ATAU SENJATA PENUSUK


(Studi Kasus Di Kepolisian Resort Seluma)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh


gelar Sarjana Hukum

Disusun oleh:

Nama : FERDIAN DWI SAPUTRA


NPM : 1680740120
Bidang : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
BENGKULU
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

PENEGAKAN HUKUM BAGI ORANG YANG TANPA HAK


MEMBAWA SENJATA TAJAM ATAU SENJATA PENUSUK
(Studi Kasus Di Kepolisian Resort Seluma)

Hari:
Tanggal:

Penyusun:

FERDIAN DWI SAPUTRA


NPM. 1680740120

Menyetujui:
Dosen Pembimbing

Randy Pradityo, S.H., M.H.


NBK. 1001231382

III
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji


Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu pada:

Hari:
Tanggal:

TIM PENGUJI

NAMA TANDA TANGAN

1. Dr. Rangga Jayanuarto, S.H., M.H.


NIDN. 0225018501
(Penguji I) (..................................................)

2. Mikho Ardinata, S.H., M.H


NBK. 1011260072
(Penguji II) (..................................................)

3. Randy Pradityo, S.H., M.H.


NBK. 1001231382
(Pembimbing) (..................................................)

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Dr. Hasmi Suyuthi, M. Pd.


NBK. 013638879

IV
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Ferdian Dwi Saputra
NPM : 1680740120
Fakultas : Hukum
Bidang : Hukum Pidana
Judul Skripsi : PENEGAKAN HUKUM BAGI ORANG YANG
TANPA HAK MEMBAWA SENJATA TAJAM
ATAU SENJATA PENUSUK (Studi Kasus Di
Kepolisian Resort Seluma)

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi ini merupakan


hasil karya saya sendiri dan tanpa menjiplak karya ilmiah orang lain.

Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi saya ini bukan hasil karya saya
sendiri atau plagiat maka saya bersedia dikenakan sanksi menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan pencabutan gelar kesarjanaan yang telah
saya peroleh.

Bengkulu, Maret 2021

Ferdian Dwi Saputra


NPM. 1680740120

V
ABSTRAK

Salah satu tindak pidana yang perlu mendapat perhatian adalah tindak pidana
membawa senjata penikam, atau sering disingkat dengan senjata tajam. Membawa
senjata tajam yang dilakukan oleh masyarkat adalah salah satu dari bentuk tindak
pidana , seperti yang diatur dalam pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor
12 Tahun 1951 atas penetapan Undang-Undang entang mengubah “ Ordonnantie
Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 No.17) dan
Undangundang R.I. dahulu No.8 tahun 1948. menyatakan bahwa “Barang siapa
yang tanpa hak memasukan ke indonesia, membuat, menerima, mencoba
memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau dihukum dengan
hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Rumusan masalah penelitian
ini adalah: 1). Bagaimana upaya aparat Kepolisian Resort Seluma dalam
penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam atau
senjata penusuk. 2). Apa faktor yang menyebabkan orang yang tanpa hak
membawa senjata tajam atau senjata penusuk di Kabupaten Seluma. Jenis
Penelitian ini merupakan metode penelitian hukum lapangan (Yuridis Empiris)
dengan melakukan studi kasus di Markas Kepolisian Resort Seluma. Sumber data
primer melalui wawancara dengan beberapa jajaran anggota Kepolisian Resort
Seluma. Data sekunder berupa aturan perundang-undangan terkait tindak pidana
senjata tajam. Metode pengumpulan data adalah observasi dan wawancara.
Metode analisa data adalah pendekatan Kualitatif. Dianalisa dengan analisis
deskriptif. Teknisnya menggunakan analisa deduktif. Hasil penelitian ini yaitu:
beberapa tindakan yang dilakukan jajaran POLRES seluma terhadap upaya
penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam yaitu;
1.Tindakan Preventif (Pencegahan). Yaitu;1).Penyuluhan. 2).Razia. 3).Kemitraan.
2.Tindakan Revresif (Penanggulangan). Yaitu;1). Penyelidikan. 2).Penyidikan.
3).Penangkapan.4).Penahanan.5).Penyitaan.6).Penyerahan Berkas Perkara.
Faktor-faktor penyebab orang yang tanpa hak membawa senjata tajam atau
senjata penusuk; 1. Faktor Individu. 2. Faktor Ekonomi. 3. Faktor Agama. 4.
Faktor Keluarga. 5. Faktor Pendidikan. 6. Faktor lingkungan.

Kata Kunci: penegakan hukum, senjata tajam.

VI
ABSTRACT

One of the crimes that need attention is the crime of carrying a stabbing weapon,
or often abbreviated as a sharp weapon. Carrying sharp weapons carried out by
the community is one of the forms of criminal acts, as regulated in Article 2
Paragraph 1 of the Emergency Law Number 12 of 1951 on the enactment of the
Law on amending "Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere Strafbepalingen"
(Stbl. 1948 No .17) and the Laws of the Republic of Indonesia previously No. 8 of
1948. stated that "Whoever without the right to enter into Indonesia, makes,
receives, tries to obtain it, delivers or tries to surrender, controls, carries in
possession of it or has in his possession, keeps, transports, hides, uses or uses it.
remove from Indonesia a weapon of bat, stabbing weapon or punishable by a
maximum imprisonment of ten years. The formulation of the research problems
are: 1). How are the efforts of the Seluma Resort Police officers in enforcing the
law for people without the right to carry sharp weapons or stabbing weapons. 2).
What are the factors that cause people without rights to carry sharp weapons or
stabbing weapons in Seluma District. This type of research is a field legal research
method (juridical empirical) by conducting a case study at the Seluma Resort
Police Markaz. The primary data source was through interviews with several
members of the Seluma Resort Police. Secondary data is in the form of statutory
regulations related to sharp weapons crimes. Data collection methods are
observation and interviews. The data analysis method is a qualitative approach.
Analyzed by descriptive analysis. The technique uses deductive analysis. The
results of this study are: Some of the actions taken by the POLRES personnel
were only related to law enforcement efforts for people without the right to carry
sharp weapons, namely;1. Preventive Measures (Prevention). Namely; 1).
Counseling. 2) raids. 3) Partnership. 2. Revressive Actions (Countermeasures).
Namely; 1). Investigation. 2) .Investigation. 3). Arrests. 4). Detention. 5).
Confiscation. 6). Submission of Case Files. The factors causing the person
without the right to carry a sharp weapon or stabbing weapon; 1. Individual
Factors. 2. Economic factors. 3. Religious factors. 4. Family Factors. 5.
Educational factors. 6. Environmental factors.

Keywords: law enforcement, sharp weapons.

VII
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Setelah melakukan penelitian, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul: PENEGAKAN HUKUM BAGI ORANG YANG

TANPA HAK MEMBAWA SENJATA TAJAM ATAU SENJATA

PENUSUK (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Seluma)

Penulis telah menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat beberapa kekurangan yang dapat terus disempurnakan dalam penelitian-

penelitian yang selanjutnya oleh peneliti lain. Semoga skripsi ini dapat menambah

khazanah pengetahuan bagi kita semua.

Penulis menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta

alam dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

terselesaikannya skripsi ini terutama kepada :

1. Bapak Dr. Sakroni, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Bengkulu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

belajar dan menimba ilmu di Kampus ini.

2. Bapak DR. Hasmi Suyuthi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Bengkulu, yang turut memotivasi penulis.

VIII
3. Bapak Dr. Sinung Mufti Hangabei, S.H., M.H., Selaku Ketua Program

Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang selalu

memberi arahan akademik dan menyemangati penulis.

4. Bapak Randy Pradityo, S.H., M.H, selaku pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada penulis.

Semoga Allah membalas kebaikan bapak. Amiin...

5. Bapak Dr, Rangga Jayanuarto S.H., M.H. Selaku Penguji I yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran. Semoga Allah membalas kebaikan

bapak. Amiin...

6. Bapak Mikho Ardinata, S.H., M.H Selaku Penguji II yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran. Semoga Allah membalas kebaikan

bapak. Amiin...

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang

telah banyak mencurahkan ilmu pengetahuannya serta mendidik dan

membimbing penulis.

8. Ayahanda dan Ibunda, Kakak-kakak serta Adik-Adikku, yang semuanya

banyak memotivasi dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi

ini.

9. Kapolres Seluma dan personil Sat Reskrim Polres Seluma yang telah

membantu dan memfasilitasi penulis dalam penelitian dan penyusunan

skripsi ini.

10. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu

yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis.

IX
Akhirnya penulis berdo’a semoga amal serta budi baik kita diterima oleh

Allah Swt dan mendapat ridhonya , Aamiin yaa rabbal’aalamiin

Bengkulu, Maret 2021


Penulis

Ferdian Dwi Saputra


NPM. 1680740120

X
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................I


HALAMAN JUDUL ...........................................................................................II
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................III
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................IV
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................V
ABSTRAK ..........................................................................................................VI
ABSTRAC .........................................................................................................VII
KATA PENGANTAR ....................................................................................VIII
DAFTAR ISI .......................................................................................................XI
DAFTAR TABEL .............................................................................................XIII
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................8


A. Tinjauan Tentang Penegakan Hukum..........................................................8
B. Tinjauan Tentang Senjata Tajam...............................................................15
C. Tinjauan Tentang Tindak Pidana...............................................................18
D. Tinjauan Tentang Penyelidik Dan Penyidik Kepolisian............................20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................24


A. Jenis dan Sifat Penelitian ..........................................................................25
B. Subjek dan Objek Penelitian......................................................................26
C. Lokasi Penelitian ......................................................................................26
D. Populasi dan Sampel .................................................................................26
E. Sumber Data .............................................................................................27
F. Alat Pengumpulan Data ............................................................................28
G. Metode Analisa Data .................................................................................29

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ...................................31


A. Upaya Aparat Kepolisian Resort Seluma

XI
Dalam Penegakan Hukum Bagi Orang Yang Tanpa Hak
Membawa Senjata Tajam Atau Senjata Penusuk .....................................31
B. Faktor Yang Menyebabkan Orang Yang Tanpa Hak
Membawa Senjata Tajam Atau Senjata Penusuk
Di Kabupaten Seluma...............................................................................47

BAB V PENUTUP ...............................................................................................52


A. Kesimpulan................................................................................................52
B. Saran...........................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA

XII
DAFTAR TABEL

TABEL I.1 : Data Kasus SAJAM Tahun 2018..................................................4


TABEL I.1 : Data Kasus SAJAM Tahun 2018..................................................5
TABEL I.1 : Data Kasus SAJAM Tahun 2018..................................................5

XIII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membawa senjata tajam adalah salah satu contoh sebab terjadinya

kejahatan. membawa senjata tajam merupakan suatu tindakan kriminal yang

dapat mengakibatkan atau menimbulkan kerugian pada orang lain baik harta

benda bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Selain akibat kejahatan dapat

menimbulkan kerugian pada orang lain, juga dapat mengakibatkan timbulnya

kerugian pada diri si penjahat itu sendiri, misalnya si penjahat mendapatkan

celaan/ejekan dari masyarakat bahkan mengakibatkan korban jiwa1.

Allah SWT melarang mempergunakan senjata tajam untuk yang

bukan peruntukannya sebagaimana mestinya. Penggunaan senjata tajam

hendaknya untuk hal-hal baik dan sesuai peruntukannya agar terhindar dari

prilaku buruk yang tidak diinginkan. Sebagaimana Allah SWT berfirman

dalam Q.S. Al-Hadid ayat 25 berbunyi:

          

       

Artinya: “ Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang
hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang

1
Syarifuddin Pettanasse, Mengenal Krminologi, Palembang: Unsri, 2007, hal. 48.

1
2

menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak


dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa”2.

Penggunaan senjata tajam hendaknya dipergunakan sebagaimana

mestinya yang diatur dalam al-Quran dan pula hukum negara yang berlaku.

Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti perkelahian,

pembunuhan, perampokan, pemalakan, dan tindak pidana lain yang

disebabkan oleh membawa senjata tajam yang bukan sebagaimana mestinya

peruntukannya seperti berkebun, berladang, kerja bakti atau sebagainya.

Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia pada penjelasan Pasal 15 ayat 2 huruf e juga

disebutkan pengertian senjata tajam, yang dimaksud dengan senjata tajam

dalam Undang-undang ini adalah senjata tajam penikam, senjata tajam

penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang nyatanyata

dipergunakan untuk pertanian, untuk pekerja rumah tangga, untuk

kepentingan melakukan pekerjaan yang sah atau nyata, untuk tujuan barang

pusaka, barang kuno, barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Nomor 12/Drt/19513.

Membawa senjata tajam yang dilakukan oleh masyarkat adalah salah

satu dari bentuk tindak pidana , seperti yang diatur dalam pasal 2 Ayat 1

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas penetapan Undang-

Undang entang mengubah “ Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere

2
Departemen Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit
Jumanatul Ali, hal. 537
3
Mabes Polri, 2000, Buku Petunjuk Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non
Organik, Jakarta: TNI/POLRI, hal 225.
3

Strafbepalingen” (Stbl. 1948 No.17) dan Undangundang R.I. dahulu No.8

tahun 1948. menyatakan bahwa “Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke

indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau

mencoba menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu

senjata pemukul, senjata penikam atau dihukum dengan hukuman penjara

setinggi-tingginya sepuluh tahun”4.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat

dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur

objektif. Unsur-unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana adalah: a.

Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa) b. Maksud atau

Voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam

Pasal 53 ayat (1) KUHP c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti

terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,

pemalsuan, dan lain-lain. d. Merencanakan terlebih dahulu atau

voorbedachteraad yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal

340 KUHP e. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan

tindakan pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Sedangkan unsur-unsur objektif suatu tindak pidana adalah sebagai

berikut : a. Sifat melawan hukum atau wederrchttelijkheid b. Kualitas dari

pelaku, misalnya keadaan sebagai seseorang pegawai negeri c. Kausalitas,

4
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
4

yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan segala

sesuatu kenyataan sebagai akibat5.

Diberbagai wilayah dalam wilayah hukum Kepolisian Resort Seluma

banyak dari masyarakat yang dengan bebas membawa senjata tajam terutama

diantara mereka membawanya dengan bebas diluar kegiatan bercocok tanam

atau kegiatan kerja bakti dan sebagainya yang dikhawatirkan akan

mengakibatkan tindak pidana seperti perkelahian, pembunuhan, perampokan,

begal dan lain sebagainya.

Beberapa data yang penulis peroleh dari Satuan Reserse Kriminal

Kepolisian Resort Seluma mengenai kasus penyalahgunaan senjata adalah:

TABEL I.1
Data Kasus SAJAM SatReskrim Polres Seluma Tahun 2018-2020

No Nomor Tersangka Korban Pasal Vonis Tahun


Laporan
Polisi ( LP
)
Pasal 2
ayat 1
LP / A /
Undang –
272 / XI /
undang 6
1 2018 / Bkl MARDIANTO - 2018
darurat bulan
/ Res
nomor 12
Seluma
tahun
1951
Pasal 2
ayat 1
LP / A /
Undang –
273 / XI /
M. ALI undang 6
2 2018 / Bkl - 2018
AKBAR darurat bulan
/ Res
nomor 12
Seluma
tahun
1951

5
P.A.F Laminating, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, hal 193-194.
5

Pasal 2
ayat 1
LP / B / Undang –
344 / XI / undang
2020 / Bkl HUSNUL darurat
3 HAIRI 2020
/ Res HAMIDAH nomor 12
Seluma / tahun
SPKT 1951 dan
Pasal 353
ayat 1
Sumber: Data SatReskrim Polres Seluma Tahun 2018-2020.

Arti penting dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah sebagai bentuk

penyadaran masyarakat akan penggunaan dan peruntukan senjata tajam

sebagaimana mestinya. Sehingga mereka tidak dengan serta merta membawa

senjata tajam yang bukan untuk tujuan sebagaimana mestinya yang diatur

oleh perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan latar belakang tersebut

diatas maka penulis ingin melakukan penelitian dalam bentuk penulisan

skripsi dengan judul : PENEGAKAN HUKUM BAGI ORANG YANG

TANPA HAK MEMBAWA SENJATA TAJAM ATAU SENJATA

PENUSUK (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Seluma).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya aparat Kepolisian Resort Seluma dalam penegakan

hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam atau senjata

penusuk?

2. Apa faktor yang menyebabkan orang yang tanpa hak membawa senjata

tajam atau senjata penusuk di Kabupaten Seluma?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya aparat Kepolisian Resort

Seluma dalam penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa

senjata tajam atau senjata penusuk.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor yang menyebabkan orang

yang tanpa hak membawa senjata tajam atau senjata penusuk di

Kabupaten Seluma.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Agar dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang hukum

pidana, khususnya terkait dengan upaya penegakan hukum bagi orang

yang tanpa hak membawa senjata tajam atau senjata penusuk berdasarkan

legalitas hukum yang kuat dalam menjatuhkan sanksi tegas bagi pelaku

penyalahgunaan senjata tajam tersebut.

2. Manfaat Praktis.

Agar penelitian ini dapat memberikan sumbangsih kepada aparat

penegak hukum khususnya jajaran Kepolisian Resort Seluma dalam

upaya penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata

tajam atau senjata penusuk agar dijatuhi sanksi yang tegas. Serta agar

aparat penegak hukum dapat mengoptimalkan perannya sebagai alat

kelangkapan negara yang harus menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya

atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman

perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara6.

Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan

hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai

kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan

hukum yang berlaku. Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan

proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan

terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana7.

Pengertian penegakan hukum pidana dapat diartikan sebagai

penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang

yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing

menurut aturan aturan hukum yang berlaku8.

Satjipto Raharjo berpendapat bahwa penegakan hukum itu bukan

merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan suatu tindakan yang

6
Nawawi Barda, Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 21.
7
M.Husen Harun, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta, hal 58.
8
Arief, Nawawi Barda, 1991, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Semarang : Makalah Seminar Kriminologi UI. Hukum Undip, hal. 42.

8
9

pasti yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat di

ibaratkan menarik garis lurus antara dua titik9.

Penegakan hukum menurut Jimmly Asshiddiqi adalah proses

dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum

secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kata lain

dari penegakan hukum adalah fungsionalisasi hukum pidana yang

dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui

penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa keadilan dan

daya guna10.

Penegakan hukum sebagaimana dirumuskan oleh Abdul Kadir

Muhamad adalah sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya,

mengawasi pelaksanaanya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi

pelanggaran, memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan

kembali. Pengertian itu menunjukkan bahwa penegakan hukum itu terletak

pada aktifitas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Aktifitas penegak

hukum ini terletak pada upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan

norma-norma yuridis. Mewujudkan norma berarti menerapkan aturan yang

ada untuk menjerat atau menjaring siapa saja yang melakukan pelanggaran

9
Raharjo Satjipto, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah,
Yogyakarta: Sinar Grafika , hal.190.
10
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Guru Besar Hukum Tata
Negara Universitas Indonesia, Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Hukum Tata Negara dan
Administrasi Negara Indonesia. http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf,
diakses tanggal 22 Desember 2020, Pukul 23.25 WIB.
10

hukum. Pelanggaran hukum menjadi kata kunci yang menentukan berhasil

tidaknya misi penegakan hukum (law enforcement)11.

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum

adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup12.

Penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto terletak pada faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral,

sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada sisi faktor tersebut.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut13 :

1. Faktor perundang-undangan (subtansi hukum)

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang

tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan sesuatu yang dapat

dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan

dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelanggaraan hukum bukan

11
Sunardi, Tanuwijaya Danny, Wahid Abdul, 2005, Republik “Kaum Tikus”; Refleksi
Ketidakberdayaan Hukum dan Penegakan HAM, Jakarta: Edsa Mahkota, Cet. I, hal 15-16.
12
Soekanto Soerjono, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: UI Pres, hal 35.
13
Soekanto Soerjono, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Endasa, hal. 5.
11

hanya mencangkup law enforcement, namun juga peace maintenance,

karena penyelanggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses

penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan

untuk mencapai kedamaian.

2. Faktor aparat penegak hukum.

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas

petugas yang kurang baik, ada masalah,. Oleh karena itu, salah satu kunci

keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian

penegak hukum.

3. Faktor sarana dan fasilitas.

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencangkup perangkat lunak dan

perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

Pendidikan yang diterima oleh polisi cenderung pada hal-hal yang praktis

konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di

dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan

komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan

wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi

dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa

tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

4. Faktor masyarakat.

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok


12

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul

adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi,

sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

5. Faktor kebudayaan.

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan, kebudayaan menurut Soerjono Soekanto,

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu

mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,

berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungandengan

orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok

tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang

harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

Dalam penegakan hukum, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu

kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan14;

1. Kepastian hukum.

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang

menginginkan dapat ditegakkan hukum terhadap peristiwa konkret

yang terjadi, bagaimana hukumnya, itulah yang harus diberlakukan

pada setiap peristiwa yang terjadi. Jadi pada dasarnya tidak ada

penyimpangan. Bagaimana pun juga hukum harus ditegakkan, sampai-

14
Darmodiharjo, Darji, 2002, Pokok – Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum, hal. 235.
13

sampai timbul perumpaan “meskipun besok hari kiamat, hukum harus

tetap ditegakkan”. Inilah yang diinginkan kepastian hukum. Dengan

adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat tercapai15.

2. Kemanfaatan

Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus memperhatikan

kemanfaatannya dan kegunaannya bagi masyarakat. Sebab hukum

justru dibuat untuk kepentingan masyarakat (manusia). Karenanya

pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberi manfaat dalam

masyarakat. Jangan sampai terjadi pelaksanaan dan penegakan hukum

yang merugikan masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan

keresahan16.

3. Keadilan

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa keadilan pada hakikatnya

didasarkan pada 2 hal : pertama asas kesamarataan, dimana setiap

orang mendapat bagian yang sama. Kedua, didasarkan pada kebutuhan.

Sehingga menghasilkan kesebandingan yang biasanya diterapkan di

bidang hukum. Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus

mencapai keadilan. Peraturan hukum tidak identik dengan keadilan.

Selain itu juga ada penegakan hukum melalui aliran Sosiologis dari

Roscoe Pound yang memandang hukum sebagai kenyataan sosial,

hukum sebagai alat pengendali sosial atau yang dikenal dengan istilah

Law As a Tool of Social Enginering. Inti dari penegakan hukum itu

15
Ibid.
16
Ibid.
14

terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan dari nilai yang

menjabarkan di dalam kaedah-kaedah untuk menciptakan, memelihara

dan memperhatikan kedamainan dalam pergaulan hidup.17

Aspek yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum adalah

sebagai berikut18:

a. Penegakan hukum bertujuan untuk penanggulangan kejahatan maka

diperlukan perlindungan bagi masyarakat dari perbuatan anti sosial yang

dapat merugikan dan membahayakan masyarakat.

b. Penegakan hukum bertujuan untuk memperbaiki atau berusaha mengubah

tingkah laku yang tadinya buruk menjadi baik, patuh pada hukum dan

berguna dalam masyarakat, maka diperlukan perlindungan bagi

masyarakat dari seseorang yang memiliki sifat berbahaya.

c. Penegakan hukum bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan

sewenang-wenang, maka diperlukan perlindungan bagi masyarakat

terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun

dari masyarakat pada umumnya.

d. Penegakan hukum harus bisa menyelesaikan konflik, memulihkan

keseimbangan dan mendatangkan kembali rasa damai dalam masyarakat.

Diperlukannya perlindungan bagi masyarakat terhadap keseimbangan atau

keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat

dari adanya kejahatan.

17
Ibid.
18
Rahardjo Sucipto, 2009, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta:
Genta Publishing, hal. 12.
15

B. Tinjauan Tentang Senjata Tajam

Pengertian Senjata itu sendiri dalam Wikipedia adalah bahwa Senjata

merupakan suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau

menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang

maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan

melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi

dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti

pentungan atau lebih kompleks seperti peluru kendali balistik19.

Menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: Senjata tajam adalah senjata

penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-

barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan

rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau

nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib20.

Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

menjelaskan bahwa:

(1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,

menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya

atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia

sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-,


19
https://id.wikipedia.org/wiki/Senjata, Diakses pada tanggal 3 Januari 2021, Pukul 10.15
wib.
20
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
16

steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-

tingginya sepuluh tahun.

(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk

dalam Pasal ini, tidak termasuk barangbarang yang nyatanyata

dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan

pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah

pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang

pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid) 21.

Membawa senjata tajam yang dilakukan oleh masyarkat adalah salah

satu dari bentuk tindak pidana , seperti yang diatur dalam pasal 2 Ayat 1

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas penetapan Undang-

Undang entang mengubah “ Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere

Strafbepalingen” (Stbl. 1948 No.17)dan Undang-undang R.I. dahulu No.8

tahun 1948. menyatakan bahwa “Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke

indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau

mencoba menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu

senjata pemukul, senjata penikam atau dihukum dengan hukuman penjara

setinggi-tingginya sepuluh tahun”22.

Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun

1951 Pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik penguasaan tanpa hak senjata api,

21
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
22
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
17

amunisi atau sesuatu bahan peledak, senjata pemukul, senjata penikam, atau

senjata penusuk dapat di uraikan unsur-unsurnya23 : Unsur subjektifnya

terdiri dari:

1. Barangsiapa;

2. Tanpa hak;

Sedangkan unsur objektifnya terdiri dari:

1. Memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba

memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,

membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

menyimpan mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau

mengeluarkan dari Indonesia;

2. Sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag,

steek, of stoot wapen).

Undang-Undang No.8 tahun 1981 pada pasal 6 Kitab Hukum Acara

Pidana, menyebutkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia adalah badan

penyidik dan menjaga ketertiban dalam masyarakat. Tentang hal ini juga

dijabarkan dalam Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia yang diatur dalam Pasal 1 bahwa tugas Kepolisian

Indonesia menjaga ketertiban dan menjamin ketertiban umum sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. sebagai penyelidik sistem peradilan pidana

adalah sistem masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Menanggulangi

23
S. Watak Fransiska,Tindak Pidana Berkenaan Dengan Senjata Tajam Menurut
Undang-Undang Nomor 12/Darurat Tahun 1951 (Kajian Putusan Pn Jember No.
847/Pid.B/2008/Pn.Jr). Jurnal Lex Crimen Vol. VII/No. 4 /Jun/2018, hal. 4.
ejournal.uinsuska.ac.id, diakses tanggal 20 Januari 2021, pukul 22.30 WIB.
18

mengandung pengertian pengendalian dapat diartikan mencegah dan

memberantas kejahatan24.

Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar

dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat

perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam

melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan

mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana.

Disebabkan oleh itu pertanggungjawban pidana adalah pertanggungjawaban

orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang

dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya.

Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang

dilakukan oleh seseorang25.

C. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Tindak adalah

suatu langkah atau perbuatan sedangkan Pengertian Pidana adalah kejahatan

tentang Pembunuhan, Perampokan, Korupsi dan sebagainya jadi dapat

disipulkan bahwasanya Tindak Pidana merupakan suatu langkah untuk

berbuat kejahatan seperti Pembunuhan, Perampokan, Korupsi dan

sebagainya26.

Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi)

24
Kunarto, HAM dan POLRI, Jakarta:Cipta Manunggal, 1997. hal. 129.
25
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal.156.
26
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, Balai
Pustaka, hal. 993.
19

dimana larangan tersebut ditujukan kepada perbuatan yaitu merupakan suatu

keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang, sedangkan

ancaman pidana ditujukan kepada seseorang yang menimbulkan kejadian

tersebut berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar aturan tersebut

maka diancam pidana karena antara larangan dan ancaman pidana terdapat

hubungan yang erat27.

Menurut W.P.J Pompe, strafbaarfeit atau tindak pidana adalah tindakan

lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan Undang-Undang

telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Bahwa strafbaarfeit

itu secara teori dapat dirumuskan sebagai suatu pelangaran norma yang

dengan sengaja ataupun tidak telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana

penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum28.

Tindak pidana dalam bahasa belanda yaitu strabaarfeit, “strafbaar”

berarti dapat dihukum, Kata “feit” berarti sebagian dari suatu kenyataan atau

“een gedeelte van de werkelijkheid”, jadi secara harafiah kata straafbarfeit

itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat

dihukum, yaitu adalah manusia sebagai seorang pribadi. Ada kalanya sering

disebut juga dengan delict/delik yang berasal dari bahasa Latin delictum29.

R. Tresna dan Utrecht dalam buku C.S.T Kansil dan Christine S.T

Kansil mngeartikan beberapa terjemahan yang lain dari tindak pidana seperti

27
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta, hal. 59
28
Ibid., hal. 182.
29
Lamintang P.A.F., 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, hal. 181
20

Perbuatan Pidana, Pelanggaran Pidana, Perbuatan yang boleh di hukum atau

Perbuatan yang dapat dihukum30.

D. Tinjauan Tentang Penyelidik Dan Penyidik Kepolisian

Penyelidikan dalam KUHAP didasarkan pada upaya perlindungan

terhadap Hak Asasi Manusia dan pembatasan ketat terhadap upaya paksa

yang dilakukan di dalam proses penyidikan sehingga dengan adanya

penyelidikan maka upaya paksa hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa dan

dilakukan demi kepentingan yang lebih luas. Wewenang penyelidik antara

lain menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana, mencari keterangan dan barang bukti, memeriksa seorang yang

dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, serta

mengadakan tindakan lain menurut hukum selaras dengan tugas dan fungsi

penyelidik. Dengan adanya penyelidikan maka dilakukanlah upaya

pendahuluan terhadap tindakan-tindakan lain yang digunakan untuk

menentukan apakah sebuah peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

dapat diteruskan pada proses penyidikan atau tidak31.

Sedangkan penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara-cara yang di atur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangka. penyidik harus memiliki pengetahuan yang

30
Kansil C.S.T, Kansil Christine S.T, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: PT
Pradnya Paramitha, hal.37.
31
Hart A.C.’t, Hakim G. Abdul, Nusantara, 1986, Hukum Acara Pidana dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, hal. 9.
21

mendukung karena Pelaksanaan penyidikan bertujuan memperoleh kebenaran

yang lengkap. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu penguasaan beberapa

pengetahuan tambahan disamping pengetahuan tentang hukum pidana dan

hukum acara pidana. Ilmu-ilmu yang dapat membantu dalam menemukan

kebenaran material, antara lain logika psikologi, kriminalistik, psikiatri,dan

kriminologi32.

Penyelidikan dalam KUHAP didasarkan pada upaya perlindungan

terhadap Hak Asasi Manusia dan pembatasan ketat terhadap upaya paksa

yang dilakukan di dalam proses penyidikan. Dengan adanya penyelidikan

maka dilakukanlah upaya pendahuluan terhadap tindakan-tindakan lain yang

digunakan untuk menentukan apakah sebuah peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana dapat diteruskan pada proses penyidikan atau tidak33.

Berdasarkan perintah penyidik, penyelidik melakukan tugas antara lain

penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan,

pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret

seseorang, membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik antara lain menerima laporan atau pengaduan dari

seseorang tentang adanya tindak pidana, mencari keterangan dan barang

bukti, memeriksa seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

32
Malarangan Kartini, Clavia, 2006, “Sarana Komunikasi dan Pengembangan Hukum,
Fakultas Hukum Universitas 45, Makassar, hal. 161.
33
Hart A.C.’t , Nusantara Abdul Hakim G., Hukum Acara Pidana dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia, Jakarta,Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1986, hal. 9.
22

tanda pengenal diri, serta mengadakan tindakan lain menurut hukum selaras

dengan tugas dan fungsi penyelidik34.

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke 1 KUHAP : “Penjabat polisi Negara

Republik Indonesia atau penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberikan

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

Penyidik mempunyai wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP

adalah sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.

2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri

tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan

suatu tindak pidana.

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi.

8. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

9. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

34
Marpaung Leden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana ( Penyelidikan dan
Penyidikan ), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 8.
23

10. Mengadakan penghentian penyidikan.

Melalui pengertian diatas maka tampak bahwa penyelidikan merupakan

tindakan tahap pertama untuk memulai penyidikan, namun pada tahap

penyelidikan yang harus ditekankan adalah mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Jadi dapat

disimpulkan bahwa sebenarnya penyelidikan itu adalah penentuan suatu

perbuatan dapat dikatakan sebagi suatu tindak pidana atau tidak, ketika suatu

perbuatan tersebut dinggap suatu tindak pidana baru dapat dilakukan proses

penyidikan. Penyelidikan mutlak merupakan wewenang pihak kepolisian.

Sedangkan polisi sebagai penyidik sendiri karena kewajibanya mempunyai

wewenang untuk:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.

2. Mencari keterangan dan alat bukti.

3. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa

tanda pengenal diri.

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertindak.


BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan

konsisten melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konsisten.

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap

data yang telah dikumpulkan dan diolah. Oleh karena penelitian merupakan

suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

maka metodologi penelitian menjadi induknya dan hal ini tidaklah selalu

berarti metodologi yang dipergunakan berbagai ilmu pengetahuan pasti akan

berbeda secara utuh. Penelitian hukum juga merupakan suatu proses untuk

menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi46.

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya. Metode penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang

dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan

penelitian, sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan,

46
Soekanto Soerjono, Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta:Raja Grafindo Persada,1985, hal.1.

24
25

menemukan, menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu

penelitian tanpa metode penelitian47.

A. Jenis dan Sifat penelitian.

Jenis Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (Field

Research) dengan mengambil lokasi penelitian pada Kepolisian Resort

Seluma. Penelitian ini bersifat yuridis empiris yaitu penelitian dengan

menggali data-data pada lapangan penelitian untuk menemukan teori-teori

mengenai proses terjadinya dan proses bekerjanya hukum pada lapangan

penelitian kemudian ditelaah dengan teori-teori hukum yang telah ada dan

berlaku48. Penelitian empiris adalah cara-cara berfikir dan berbuat yang

dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dilapangan penelitian

demi mencapai suatu tujuan penelitian49. Penelitian ini mengumpulkan data

dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa,

pandangan para responden guna menciptakan konsep sebagai temuan50.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif yaitu dengan

menggali data lapangan kemudian menganalisa dengan aturan hukum yang

berlaku51. Sedangkan sifat penelitian adalah diskriptif analitis yaitu proses

menggambarkan temuan dilapangan penelitian untuk menemukan aturan

hukum, prinsip hukum, dan doktrin hukum guna menjawab problematika

47
Soekanto Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, hal. 43.
48
Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997, hal. 42.
49
Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung,
1995,hal. 5
50
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, UMM Press, Malang, 2004, hal. 15.
51
Ibid.
26

hukum52. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan kajian teoritis

mengenai upaya aparat Kepolisian Resort Seluma dalam penegakan hukum

bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam atau senjata penusuk di

Kabupaten Seluma.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian adalah orang yang tanpa hak membawa

senjata tajam atau senjata penusuk. Sedangkan yang menjadi objek penelitian

adalah senjata tajam atau senjata penusuk.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian bertempat di Markas Kepolisian Resort Seluma

dalam menggali data guna studi kasus mengenai beberapa kasus yang

ditangani oleh aparat Kepolisian Resort Seluma.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan jumlah variable penelitian yang akan

diteliti53. Populasi merupakan kuantitas umum yang menjadi sasaran

penelitian. Populasi dalam penelitian ini aparat Kepolisian Resort Seluma

beserta masyarakat yang mengetahui fakta akan keberadaan orang yang tanpa

hak membawa senjata tajam atau senjata penusuk di Kabupaten Seluma.

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi variable penelitian.

Pengambilan sampel dimaksudkan untuk mempermudah penelitian sesuai

dengan kemampuan dan jangkauan peneliti dalam pengumpulan data-data

penelitian berdasarkan ketentuan metode penelitian.Teknik pengambilan

52
Ibid., hal. 70-71.
53
Sunggono Bambang, Op., Cit., hal. 118.
27

sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Random Sampling,

yaitu mengambil beberapa jumlah populasi untuk dijadikan sampel54, yaitu

beberapa aparat Kepolisian Resort Seluma beserta masyarakat yang

mengetahui fakta akan keberadaan orang yang tanpa hak membawa senjata

tajam atau senjata penusuk di Kabupaten Seluma.

E. Sumber Data

Sumber Data dalam dalam penelitian observasi ini dapat

dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu:

a. Sumber Data Primer

Data Primer diperoleh dari responden55. Merupakan data yang diperoleh

langsung dengan mengadakan wawancara dengan beberapa aparat

SatReskrim Kepolisian Resort Seluma mengenai orang yang tanpa hak

membawa senjata tajam atau senjata penusuk di Kabupaten Seluma.

b. Sumber Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang dapat dijadikan sebagai pendukung data

pokok, atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber yang mampu atau

dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat

data pokok56. Diantara data sekunder tersebut yaitu Undang-Undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang

54
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2007, hal. 61
55
Subagyo Joko P., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta,1991, hal. 88.
56
Suryabrata Sumardi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal. 85.
28

Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)

F. Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah:

a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan dan penelusuran langsung

lapangan penelitian yaitu pada Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort

Seluma mengenai orang yang tanpa hak membawa senjata tajam atau

senjata penusuk di Kabupaten Seluma, kemudian mencatat peristiwa dan

kabar-kabar penting yang berhubungan dengan penelitian, dari hasil

catatan tersebut selanjutnya dianalisis57.

b. Wawancara, yaitu penulis mendatangi langsung dan mengadakan tanya

jawab dengan aparat Kepolisian Resort Seluma mengenai orang yang

tanpa hak membawa senjata tajam atau senjata penusuk di Kabupaten

Seluma. Wawancara yang digunakan peneliti adalah teknik wawancara

yang terstuktur/berencana yaitu wawancara dengan berbekalkan daftar

pertanyaan panduan58 dan juga wawancara tidak terstruktur, atau

wawancara tanya jawab biasa tanpa bahan panduan wawancara berupa

garis besar yang akan dipertanyakan untuk mendapatkan data atau

informasi59

57
Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, , hal. 70.
58
Ashshofa Burhan,Op.Cit, hlm. 96.
59
Arikunto Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Jakarta:
Rineka Cipta, hal. 202.
29

G. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Kualitatif,yaitu mengumpulkan data-data yang ada, kemudian

menggambarkan hasil penelitian dengan uraian-uraian berbentuk data tertulis

dan terjabar. Dalam menganalisa data peneliti menggunakan analisis

deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya60. Dan

teknisnya menggunakan analisa deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari

pernyataan umum menuju pernyataan khusus yang akhirnya diperoleh

jawaban permasalahan61.

Salah satu prosedur yang harus ditentukan dalam suatu penelitian

adalah pendekatan penelitian yang merupakan cara yang harus ditempuh

dalam mencapai suatu tujuan tertentu, terutama saat penganalisisan data

dilakukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga pendekatan yaitu

pendekatan yuridis (statute approuch) yaitu dengan menelaah aturan

perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum, dan

pendekatan kasus (case approuch) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan

cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang sedang dihadapi

dan sudah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) yaitu Pendekatan dengan

60
Nawawi Hadari, 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, GajahmadaUniversity Press,
Yogyakarta , hal. 63.
61
Arikunto Suharsimi, 1989, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan , UI Press, Jakarta,
hal. 204.
30

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang

dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin dalam ilmu hukum peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan

suatu pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas

hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Penggunaan pendekatan

dalam penelitian ini adalah untuk saling melengkapi antara satu pendekatan

dengan pendekatan lainnya62.

62
Ibid.
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Upaya Aparat Kepolisian Resort Seluma Dalam Penegakan Hukum

Bagi Orang Yang Tanpa Hak Membawa Senjata Tajam Atau Senjata

Penusuk

Diberbagai wilayah dalam wilayah hukum Kepolisian Resort Seluma

banyak dari masyarakat yang dengan bebas membawa senjata tajam terutama

diantara mereka membawanya dengan bebas diluar kegiatan bercocok tanam

atau kegiatan kerja bakti dan sebagainya terlebih lagi bagi para pemuda yaitu

pemuda desa. Seperti halnya membawa senjata tajam ketika menghadiri pesta

perkawinan warga, atau membawanya ketika sedang berkumpul dalam suatu

wadah perkumpulan pemuda yang dikhawatirkan akan mengakibatkan tindak

pidana seperti perkelahian, pembunuhan, perampokan, begal dan lain

sebagainya.

Beberapa tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum Kepolisian

Resort Seluma menurut Kasat Reskrim Polres Seluma mengatakan bahwa

beberapa tindakan yang dilakukan jajaran POLRES seluma terhadap upaya

penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam yaitu63;

1. Tindakan Preventif (Pencegahan).

Tindakan preventif yang dilakukan aparat penegak hukum Kepolisian

Resort Seluma yaitu;

63
Wawancara dengan AKP. Andi Ahmad Bustanil, Kasat Reskrim Polres Seluma, 05
Maret 2021, pukul 10.30 wib

31
32

1). Penyuluhan.

Memberi penyuluhan hukum kepada masyarakat tentang bahaya

membawa senjata tajam yang tanpa peruntukkannya sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Agar

masyarakat sadar hukum dan tidak membawa senjata tajam yang

bukan peruntukkannya sebagaimana mestinya, agar menghindari dari

terjadinya suatu pelanggaran atau tindak pidana.

2). Razia.

Melakukan Razia dalam wilayah hukum jajaran Kepolisian Resort

Seluma terutama beberapa wilayah yang dianggap rawan terjadi

tindak pidana, guna menciptakan keamanan dan ketertiban.

3). Kemitraan.

Menjalin kemitraan dengan masyarakat agar masyarakat dapat

menjadi mitra polisi begitupula sebaliknya. Sehingga dapat sama-

sama memantau penggunaan senjata tajam dan masyarakat tidak

merasa khawatir untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran

berkenaan dengan penyalahgunaan senjata tajam tersebut.

2. Tindakan Represif (Penanggulangan).

Tindakan Revresif yang dilakukan aparat penegak hukum Kepolisian

Resort Seluma terhadap para tersangka yaitu;

1). Penyelidikan.

2). Penyidikan.

3). Penangkapan.
33

4). Penahanan.

5). Penyitaan.

6). Penyerahan Berkas Perkara.

Tindakan Represif (penaggulangan) terhadap kasus tersebut oleh

penyidik SatReskrim Polres Seluma yaitu;

1. Pemanggilan :

Dalam perkara ini tidak dilakukan Pemanggilan.

2. Penangkapan:

Dalam perkara ini tidak dilakukan penangkapan.

3. Penahanan:

Dalam perkara ini tidak dilakukan penahanan dikarenakan adanya

permohonan tertulis dari orang tua tersangka an.WA kepada penyidik pada

hari Jumat tanggal 29 Juni 2018 agar tidak melakukan penahanan terhadap

tersangka, maka sehubungan dengan hal tersebut terhadap tersangka untuk

kepentingan pengawasan / pembinaan dikenakan wajib lapor dengan

SWLD No. Pol : SWLD / / VI / 2018 / Reskrim Tanggal 29 Juni

2018.

4. Penggeledahan:

Dengan Surat Penggeledahan No.Pol : Sp. Dah / 06 / VI / 2018 /

Reskrim,tanggal 29 Juni 2018 dan telah dibuatkan Berita Acara

Penggeledahan.Melakukan penggeledahan terhadap rumah / badan

ataupun tempat tertutup lainnya yang diduga sebagai tempat

disembunyikan barang-barang bukti, Menguasai, suatu senjata tajam


34

penikam / penusuk berupa belati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat ( 1 ) UU RI Darurat No. 12 Tahun 1951.

5. Penyitaan :

Dengan Surat Penyitaan No. Pol : Sp. Sita / 31 / VI / 2018 / Reskrim,

tanggal 28 Juni 2018 dan telah dibuatkan Berita Acara Penyitaan.

Melakukan Penyitaan barang bukti berupa : 1 (satu) bilah senjata penikam

/ penusuk berupa belati dengan gagang berwarna putih, sarung dari kayu

yang diikat dengan tali warna hijau dengan panjang sekira 25 cm.

6. Barang Bukti :

Dalam perkara ini barang bukti yang berhasil disita adalah sebagai berikut:

1 (satu) bilah senjata penikam / penusuk berupa belati dengan gagang

berwarna putih, sarung dari kayu yang diikat dengan tali warna hijau

dengan panjang sekira 25 cm.

7. Keterangan Saksi – saksi:

Sampel kasus yang dapat kita telaah dalam tindakan Represif

(penaggulangan) yang dilakukan dalam penegakan hukum bagi orang yang

tanpa hak membawa senjata tajam yang penulis dapatkan datanya dari salah

satu personil SatReskrim polres Seluma Briptu Sandi Yaseva, yaitu satu

kasus pada tersangka MD64, beliau menuturkan;

“Telah terjadi dugaan tindak pidana Kepemilikan Senjata Tajam (Penikam)


yang tidak sesuai dengan peruntukannya yang dilakukan tersangka atas
nama MD dengan cara membawa,menyembunyikan, menguasai senjata

64
Wawancara dengan Briptu Sandi Yaseva, Penyidik Pembantu SatReskrim Polres Seluma,
08 Maret 2021, pukul 14.30 wib.
35

tajam (penikam) jenis belati dipinggang sebelah kirinya yang terjadi pada
hari jum’at tanggal 29 Juni 2018 sekira pukul 21.00 Wib, di Jl. Raya
Bengkulu-Manna Km.65 tepatnya di depan Mapolres Seluma Kec. Seluma
Timur Kab. Seluma ketika personil SatReskrim Polres Seluma mengadakan
razia, yang ketika itu Kasat Reskrim dijabat oleh AKP. A. Lumban Raja
Tersangka ketika itu ditahan dan dilakukan pemeriksaan dalam LP / A / 272 /
XI / 2018 / Bkl / Res Seluma. Terhadap tersangka MD dikenakan Pasal 2
Ayat (1) UU RI No.12 Undang-Undang Darurat Tahun 1951”. Menurut
keterangan saksi-saksi baik saksi YS Bin YT, saksi YL Bin RL, saksi YS Bin
DW, ketiganya memberikan keterangan dan kesaksian serupa bahwa
senjata tajam (penikam) yang tidak sesuai dengan peruntukannya tersebut
adalah milik pelaku sendiri yaitu Sdr. MD warga Pasar Tais,dimana pelaku
mengatakan bahwa senjata tajam (penikam) tersebut pelaku bawa dari
rumahnya hendak menuju kekebun di daerah Kec.Semidang Alas Maras
Kab.Seluma.Pada saat pelaku membawa senjata tajam tersebut,ia
mengenakan pakaian yang rapi seperti hendak menghadiri pesta dan tidak
sesuai dengan keterangannya bahwa ia akan hendak pergi kekebunnya.
Kemudian anggota kepolisian Resort Seluma menghentikan dan
mengamankan orang pelakut saat membawa senjata tajam (penikam) yang
tidak sesuai dengan peruntukannya. Saksi menerangkan ciri-ciri dari pisau
kecil/belati (senjata penikam) yang saksi dan rekan-rekan temukan
dipinggang Sdr. MD tersebut yaitu panjang sekira 25 Cm,Gagang berwarna
putih dan sarungnya terbuat dari kayu yang diikat dengan tali warna hijau.
Saksi menerangkan tidak ada orang lain yang ikut bersama pelaku pada saat
dihentikan dan diamankan saat pelaku membawa senjata tajam (penikam)
yang tidak sesuai dengan peruntukannya tersebut. Saksi menerangkan pada
saat saksi dan rekan-rekan menghentikan dan mengamankan orang tersebut,
ia menggunakan kendaraan sepeda motor jenis bebek dan diamankan oleh
satuan lantas. Saksi menerangkan pada hari jumat tanggal 29 Juni 2018
sekira pukul 21.00 wib saksi dan rekan-rekan diperintahkan oleh kapolres
seluma dibawah pimpinan kabagops Polres seluma untuk melakukan razia
didepan mako Polres Seluma.kemudian sekira pukul 21.00 Wib saksi dan
rekan-rekan kepolisian Resort Seluma menghentikan dan memeriksa
kelengkapan kendaraan seorang warga yang tidak saksi kenal.setelah
dilakukan pemeriksaan surat-surat kendaraan kemudian saksi dan rekan-
rekan menemukan 1 (satu) bilah pisau kecil (belati) yang terselip dipinggang
orang tersebut.melihat ada senjata tajam ada dipinggangnya kemudian saksi
langsung mengamankan senjata tajam itu beserta orang tersebut. Saat itu
pelaku mengelak dan sedikit melakukan perlawanan kecil karena merasa
senjata tajam tersebut untuk dibawa kekebun. setelah sampai dikantor polres
36

seluma,SatReskrim Polres Seluma menanyai identitasnya dan menanyakan


kepemilikan senjata tajam tersebut. pelaku juga mengakui bahwa senjata
tajam tersebut adalah miliknya dan hanya untuk jaga diri dan pelaku hendak
pergi kekebunnya. Atas keterangan orang tersebut kami langsung
mengamankan orang itu di Markas Kepolisian Resort Seluma.

Penyelidikan dalam KUHAP didasarkan pada upaya perlindungan

terhadap Hak Asasi Manusia dan pembatasan ketat terhadap upaya paksa

yang dilakukan di dalam proses penyidikan. Dengan adanya penyelidikan

maka dilakukanlah upaya pendahuluan terhadap tindakan-tindakan lain yang

digunakan untuk menentukan apakah sebuah peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana dapat diteruskan pada proses penyidikan atau tidak65.

Berdasarkan perintah penyidik, penyelidik melakukan tugas antara lain

penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan,

pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret

seseorang, membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik antara lain menerima laporan atau pengaduan dari

seseorang tentang adanya tindak pidana, mencari keterangan dan barang

bukti, memeriksa seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri, serta mengadakan tindakan lain menurut hukum selaras

dengan tugas dan fungsi penyelidik66.

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke 1 KUHAP : “Penjabat polisi Negara

Republik Indonesia atau penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberikan

wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

65
Hart A.C.’t, Nusantara Abdul Hakim G., Hukum Acara Pidana dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia, Jakarta,Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1986, hal. 9.
66
Marpaung Leden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana ( Penyelidikan dan
Penyidikan ), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 8.
37

Penyidik mempunyai wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP

adalah sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.

2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri

tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan

suatu tindak pidana.

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi.

8. Mendatangkan seorang ahli dalam pemeriksaan perkara.

9. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

10. Mengadakan penghentian penyidikan.

Menurut AKP. Andi Ahmad Bustanil selaku Kasat Reskrim Polres

Seluma menuturkan67:

“Jika kita menelaah tabel kasus pada Laporan Polisi yang masuk maka akan
kita dapatkan bahwa para pelaku banyak dijerat Pasal 2 ayat 1 Undang –
undang darurat nomor 12 tahun 1951. Semestinya para pelaku dapat
dihukum berat agar mereka mendapatkan efek jera dan lebih berhati-hati
agar tidak membawa senjata tajam yang bukan untuk peruntukanya

67
Wawancara dengan AKP. Andi Ahmad Bustanil, Kasat Reskrim Polres Seluma, 05 Maret
2021, pukul 11.00 wib
38

sebagaimana mestinya yang diatur menurut Undang-Undang. Mereka


terancam hukuman 10 (Sepuluh) tahun penjara.

Pasal 2 Undang – undang darurat nomor 12 tahun 1951 disebutkan

bahwa:

(1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,


menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya
atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-,
steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-
tingginya sepuluh tahun.

(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk
dalam Pasal ini, tidak termasuk barangbarang yang nyatanyata
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan
pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang
pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid) 68.

Membawa senjata tajam yang dilakukan oleh masyarakat adalah salah

satu dari bentuk tindak pidana , seperti yang diatur dalam pasal 2 Ayat 1

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas penetapan Undang-

Undang tentang mengubah “ Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere

Strafbepalingen” (Stbl. 1948 No.17) dan Undang-undang R.I. dahulu No.8

tahun 1948 menyatakan bahwa “Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke

indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau

mencoba menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

68
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
39

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu

senjata pemukul, senjata penikam atau dihukum dengan hukuman penjara

setinggi-tingginya sepuluh tahun”69.

Dalam subtansi pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

terdapat suatu permasalahan. Permasalahan yang terjadi dalam aturan tersebut

dapat mengganggu berjalannya aturan serta penegakan hukum di masyarakat.

Permasalahan yang pertama adalah bahwa aturan tersebut sudah terlalu lama

sejak tahun 1951 dikeluarkan dan belum ada perubahan hingga pada tahun

2021 ini.

Pada regulasi yang disebutkan di atas terdapat permasalahan kekaburan

hukum. Permasalahan tersebut terdapat pada pada klausul kata “tanpa hak”.

Klausul “tanpa hak” memiliki unsur kekaburan hukum. Tidak ada penjelasan

lebih spesifik pada pasal 2 ayat (1) bahwa klausul “tanpa hak” itu memiliki

maksud seperti apa. Atas masalah kekaburan hukum di atas dapat berpotensi

terjadinya multi tafsir bagi para pihak. Kemudian secara praktikal akan terjadi

permasalahan di ranah penegak hukum khususnya para penyidik. Terlebih

jika berbenturan dengan penafsiran kejaksaan dan hakim70.

Atas permasalan kekaburan hukum ini, perlu dilakukan sebuah tafsir

yang jelas memiliki kepastian hukum dalam pemaknaannya. Tujuannya agar

69
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
70
Hartawan Agung, “Tafsir hukum Klausul “Tanpa Hak” Dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 12/Darurat Tahun 1951 tentang mengubah “ Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere
Strafbepalingen” (Stbl. 1948 No.17) dan Undang-undang R.I. dahulu No.8 tahun 1948”, Jurnal
Yurispruden Vol. 03 Nomor. 01, Edisi Januari 2020, hal. 46,
http://riset.unisma.ac.id/index.php/yur/article/view/4861/pdf, diakses tanggal 10 Maret 2021,
pukul 22.30 WIB.
40

tidak terjadinya multitafsir atas pasal 2 undang-undang darurat sebagai

pembaharuan hukum pidana atas kebijakan kriminal yang dapat berjalan

dalam penanggulangan kejahatan dibidang penggunaan senjata tajam dan

tidak merugikan masyarakat akibat tafsir kata tersebut71.

Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan senjata tajam

dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951 sebagai usaha preventif untuk mencegah atau

mengurangi penggunaan senjata tajam dalam suatu kejahatan. Undang-

undang Darurat No.12 tahun 1951 ini selain mengatur senjata api dan bahan

peledak juga didalamnya mengatur masalah senjata tajam. Undang-undang

Darurat Nomor 12 tahun 1951 merupakan suatu dasar regulasi yang mengatur

penggunaan senjata tajam yang dilarang. Pembentukan aturan ini

memberikan amanat terkait dengan ancaman pidana terhadap penyalahgunaan

senjata tajam. Adanya pengaturan tersebut tentu dalam kriminologi hukum

dikenal dengan istilah kriminalisasi. Secara umum kriminalisasi dapat

diartikan suatu perbuatan yang dilakukan untuk membuat suatu perbuatan

yang awalnya tidak masalah jika dilakukan, menjadi tidak boleh untuk

dilakukan dan diancam pidana jika melanggarnya. Undang-Undang Darurat

ini umurnya tergolong tua karena dibentuk pada saat Indonesia baru saja

merdeka. Sampai saat ini Undang-Undang Darurat ini belum juga direvisi

atau diganti. Terdapat berbagai isu atas berlakunya Undang-Undang Darurat

ini terkait kekaburan hukum dalam aturan sebagai penjeratan pemidanaan

71
Ibid., hal.47.
41

terhadap penggunaan senjata tajam yang menjadi objek dalam pengaturan

dalam Undang-undang Darurat ini. Atas isu kekaburan hukum ini sangat

wajib untuk dilakukan tafsir dari salah satu unsur pasal agar mendapatkan

suatu makna kata yang memiliki maksud tunggal agar tidak terjadi

multitafsir. Penafsiran yang sangat jelas atas unsur pasal tersebut sangat

penting dikarenakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan

penyelenggaraannya harus berdasarkan hukum yang tepat tanpa perbedaan

pandangan antar pihak-pihak baik dari para penegak hukum dan

masyarakat72.

Jika kita mengkaji Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

berkenaan dengan membawa senjata tajam tanpa hak maka sebenarnya setiap

orang yang tanpa hak membawa senjata tajam dan/atau mempergunakannya

untuk melakukan tindak pidana seperti perampokan, pencurian, perkelahian

dan lain sebagainya, maka para pelaku dapat ditindak setegas-tegasnya dan

pula dijerat serta divonis dengan setegas-tegasnya. Hal itu guna memberikan

efek jera bagi para pelaku serta agar membuat masyarakat yang lain tidak

serta merta membawa dan mempergunakan senjata tajam yag bukan untuk

tujuan pekerjaan atau bukan untuk peruntukannya. Karena hal itu akan

dikhawatirkan timbulnya tindak kejahatan yang akan merugikan orang lain.

Akan tetapi Vonis yang dijatuhkan bagi para pelaku oleh Pengadilan Negeri

Seluma hanya berkisar sekitar 6 (enam) bulan saja73.

72
Ibid, hal. 48.
73
Wawancara dengan AKP. Andi Ahmad Bustanil, Kasat Reskrim Polres Seluma, 05
Maret 2021, pukul 10.15 wib
42

Seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap

terdakwa lebih mempetimbangkan dalam hal dampak perbuatan terdakwa

terhadap segala aspek yang bersangkutan, karena dampak dari perbuatan

terdakwa bisa sangat meresahkan masyarakat sekitar, mengganggu

kenyamanan dan keamanan, hal ini juga berdampak terhadap tujuan

pemidanaan dalam hal menimbulkan efek jera. Majelis hakim harus benar-

benar mempertimbangkan dengan baik fakta yang terjadi sebenarnya

mengenai keadaan yang seperti apa dan bagaimana para pelaku tersebut

membawa senjata tajam tersebut. Karena pada umumnya para pelaku yang

tertangkap tengah membawa senjata tajam yang bukan peruntukannya

semisal untuk bekerja diladang dan sejenisnya, mereka membawa senjata

tajam ketika sedang berkumpul dengan rekan-rekan atau duduk-duduk

dipinggiran jalan atau ketika menghadiri pesta perkawinan, yang

dikhawatirkan nantinya terjadi perkelahian atau pula rencana jahat bersama

rekan-rekan untuk melakukan tindak kejahatan. Maka para pelaku pembawa

senjata tajam yang tanpa hak ataupun tanpa peruntukannya ditangkap oleh

aparat Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Seluma dan adapula oleh

aparat beberapa Polsek yang ada, karena diduga dan dicurigai akan

menimbulkan kerusuhan atau kejahatan. Pada umumnya mereka tertangkap

ketika berlangsung Razia74.

74
Wawancara dengan AKP. Andi Ahmad Bustanil, Kasat Reskrim Polres Seluma, 05
Maret 2021, pukul 10.15 wib.
43

Bukankah praktik penyelenggaraan penegakan hukum itu harus

memperhatikan beberapa faktor berikut75 :

1. Faktor perundang-undangan (subtansi hukum).

Dalam substansi Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang – undang Darurat Nomor

12 tahun 1951 mengenai siapa saja yang tanpa hak membawa senjata

tajam yang bukan untuk peruntukannya maka diancam dengan setinggi-

tingginya 10 (sepuluh) tahun penjara. Jika penjatuhan vonis masing-

masing terdakwa tersebut benar-benar memperhatikan fakta

sesungguhnya mengenai kronologi kejadiannya maka seharusnya majelis

hakim dapat memberikan vonis yang tinggi guna menciptkan keamanan

dan ketertiban masyarakat serta memberi efek jera pelaku. Hal itu

dimungkinkan pula agar masyarakat yang lain tidak dengan serta merta

begitu saja membawa senjata tajam tanpa tujuan jelas kecuali memang

dengan peruntukkannya. Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada

kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini

disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang

bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur

yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau

tindakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan sesuatu

yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak

bertentangan dengan hukum.

2. Faktor aparat penegak hukum.

75
Soekanto Soerjono, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Endasa, hal. 5.
44

Selain aparat penegak hukum harus benar-benar serius dalam penegakan

hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata tajam, maka aparat

penegak hukum pula harus dibekali oleh mentalitas tinggi dan ilmu

pengetahuan guna menjalin mitra dengan masyarakat baik secara lembaga

maupun secara personal dan pula memberikan edukasi kepada masyarakat

mengenai peruntukan senjata tajam tersebut sebgaimana mestinya yang

diatur dalam perundang-undangan.

3. Faktor sarana dan fasilitas.

Aparat penegak hukum terutama dalam hal ini aparat kepolisian sebagai

garda terdepan penegakan hukum harus mendapat sarana dan fasilitas

pendukung dari Satuan kepolisian yang berada diatasnya berupa

keterampilan personality mereka dan pula penempatan jumlah personil

sesuai dengan tingkat kejahatan dan resikonya.

4. Faktor masyarakat.

Antara masyarakat dan aparat penegak hukum harus saling bersinergi

dalam menjaga keamanan dan ketertiban dimasyarakat sebagai mitra yang

saling bekerjasama. Bagi masyarakat agar membantu penegak hukum

dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana. Masyarakat harus

tahu akan aturan hukum yang hidup dan berkembang. Terutama aturan

hukum yang berlaku dan merupakan aturan hukum baru.

5. Faktor kebudayaan.

Budaya yang baik tentunya harus selalu dilestarikan. Sebaliknya budaya

yang buruk harus dihilangkan. Dengan adanya suatu aturan hukum yang
45

tegas, adil dan bijaksana diharapkan dapat mengatur ketertiban

masyarakat sehingga tercipta budaya yang baik dalam masyarakat.

termasuk menghilangkan budaya membawa senjata tajam diluar

peruntukkannya. Sehingga budaya untuk tidak membawa senjata tajam

tanpa peruntukkannya tercipta dalam masyarakat.

Dalam penegakan hukum, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu

kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan76;

1. Kepastian hukum.

Kepastian hukum dalam penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak

membawa senjata tajam tentunya sangatlah jelas dan tegas dalam

Undang – undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 terkait dengan siapa

saja yang tanpa hak membawa senjata tajam yang bukan untuk

peruntukannya maka diancam dengan penjara setinggi-tingginya 10

(sepuluh) tahun penjara.

2. Kemanfaatan

Penegakan hukum juga harus memperhatikan kemanfaatannya dan

kegunaannya bagi masyarakat. Dengan memperhatikan kemanfaatan

dalam penegakan hukum agar para pelaku tindak pidana mendapat

efek jera dan tidak mengulangi perbuatannya serta memberikan

pelajaran bagi masyarakat lainnya, maka diperlukan penegakan hukum

yang bersumber dari kepastian hukum yang pula memperhatikan

kemanfaatan. Sehingga penerapan aturan-aturan hukum dalam

76
Darmodiharjo, Darji, 2002, Pokok – Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum, hal. 235.
46

mengatur ketertiban masyarakat diharapkan dapat berjalan dengan baik

dan benar dengan keberadaan aturan hukum yang semestinya.

3. Keadilan

Penegakan hukum juga harus mencapai keadilan. Selain itu juga ada

penegakan hukum melalui aliran Sosiologis dari Roscoe Pound yang

memandang hukum sebagai kenyataan sosial, hukum sebagai alat

pengendali sosial atau yang dikenal dengan istilah Law As a Tool of

Social Enginering. Inti dari penegakan hukum itu terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan dari nilai yang menjabarkan di dalam

kaedah-kaedah untuk menciptakan, memelihara dan memperhatikan

kedamainan dalam pergaulan hidup77. Maka tentulah berbeda

penerapan aturan hukum bagi orang yang tertangkap membawa senjata

tajam antara dipergunakan memang peruntukkannya dengan yang

bukan peruntukkannya. Apalagi bagi yang tertangkap membawa

senjata tajam yang bukan peruntukkannya dan dicurigai menimbulkan

kerusuhan atau kejahatan. Maka para penegak hukum baik aparat

kepolisian, kejaksaan dan para hakim harus memperhatikan pula fakta-

fakta dilapangan mengenai suatu tindak pidana terjadi. Sehingga

penegakan hukum benar-benar memperhatikan keadilan. Sehingga

dengan adanya kepastian hukum, penegakan hukum juga

memperhatikan kemanfaatan, dan keadilan, yang pada akhirnya

77
Ibid.
47

penegakan hukum dapat mencegah tindak pidana, menanggulangi

kejahatan, memperbaiki tingkah laku, menyelesaikan konflik.

B. Faktor Yang Menyebabkan Orang Yang Tanpa Hak Membawa Senjata

Tajam Atau Senjata Penusuk Di Kabupaten Seluma.

Membawa senjata tajam adalah salah satu contoh sebab terjadinya

kejahatan. membawa senjata tajam merupakan suatu tindakan kriminal yang

dapat mengakibatkan atau menimbulkan kerugian pada orang lain baik harta

benda bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Selain akibat kejahatan dapat

menimbulkan kerugian pada orang lain, juga dapat mengakibatkan timbulnya

kerugian pada diri si penjahat itu sendiri, misalnya si penjahat mendapatkan

celaan/ejekan dari masyarakat bahkan mengakibatkan korban jiwa78.

Seringnya masyarakat membawa senjata tajam atau senjata penusuk

disetiap mereka pergi keluar rumah terutama bagi pemuda, tentunya

mempunyai faktor-faktor tertentu yang menyebabkan mereka gemar

melakukan itu. Beberapa faktor tersebut menurut Kasat Reskrim Polres

Seluma AKP. Andi Ahmad Bustanil yaitu79:

1. Faktor Individu.

“Faktor individu atau faktor diri sendiri terjadi berdasarkan kepribadian


masing-masing masyarakat. Kepribadian baik akan membuahkan prilaku
yang baik. Sebaliknya kepribadian buruk akan membuahkan prilaku yang
buruk yang terkadang seringkali dapat menimbulkan kelakuan atau
perbuatan menyimpang, Faktor individu lain yang menyebabkan
penyalahgunaan senjata tajam yaitu karena masing-masing individu
masyarakat yang gemar membawa senjata tajam kemanapun walau

78
Pettanasse Syarifuddin, Mengenal Krminologi, Palembang: Unsri, 2007, hal. 48.
79
Wawancara dengan AKP. Andi Ahmad Bustanil, Kasat Reskrim Polres Seluma, 05
Maret 2021, pukul 10.30 wib
48

diluar peruntukkan kerja hal itu karena mereka memang menyukai hal
tersebut, Dibeberapa Desa di Kabupaten Seluma pelaku yang sering
menyalahgunakan senjata tajam adalah para pemuda pelajar setingkat
SLTP dan SLTA, karena secara emosional belum bisa dikendalikan dan
merekapun tidak terlalu terpikirkan dampak yang akan ditimbulkan
Padahal hal itu akan mengakibatkan dampak buruk seperti perkelahian
yang terkadang melukai orang lain dan menimbulkan kerusuhan. Selain
itu pula terdapat beberapa pemuda yang baru tamat sekolah yang
terkdang mereka tidak mempunyai pekerjaan ataupun mempunyai
pekerjaan yang tidak tetap. Diantara mereka sering kedapatan membawa
senjata tajam yang kemudian personil kami amankan, baik secara
langsung maupun ketika berlangsung razia senjata tajam”.

Karakter Individu adalah hal yang merupakan kepribadian khusus yang

membedakan seseorang dengan individu lain. karakter individu adalah

kualitas mental, dan kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti dari nilai-

nilai dan keyakinan yang ditanamkan dalam proses pendidikan yang

merupaka kepribadian khusus yang harus melekat pada seseorang80.

2. Faktor Ekonomi.

“Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan


terjadinya penyalahgunaan senjata tajam. Faktor ekonomi
penyalahgunaan senjata tajam yaitu untuk melakukan pencurian atau
tindak kejahatan lainnya. Para pelaku menggunakan senjata tajam
dengan maksud untuk membuat rasa takut bagi target yang ingin diambil
harta bendanya oleh si pelaku tersebut”.

Faktor ekonomi menjadi faktor penentu seseorang berbuat tindak pidana.

Alasan ekenomi sangat mendominan seseorang melakukan tindak pidana

tertentu dengan alasan untuk mempertahankan hidup atau untuk

mengikuti gaya hidup kekinian tetapi ekonomi pribadi dan pula keluarga

80
Aziz, 2009, Pendidikan Karakter, Jakarta: Erlangga, hal. 43
49

sesungguhnya masih jauh dari kata layak. Sehingga melakukan tindak

pidana untuk memenuhi kebutuhan ekonomi81.

3. Faktor Agama.

“Kurangnya pendalaman agama menjadi faktor penyebab terjadinya


penyalahgunaan senjata tajam, karena hal tersebut dapat menjadikan
seseorang tidak menyadari bahwa ia telah melakukan perbuatan yang
dilarang oleh agama dan jika seseorang melakukan perbuatan yang
dilarang oleh agamanya maka ia akan mendapatkan dosa atau hukuman
sesuai dengan ketentuan agama. Orang yang beriman akan merasa
Tuhan menjaga segala sesuatunya. Tetapi orang tak beriman akan
melakukan segala sesuatunya tanpa berfikir tentang larangan, bahaya,
resiko dan dosa”.

Norma-norma agama mempunyai nilai-nilai yang tinggi dalam kehidupan,

sebab norma-norma tersebut merupakan norma ketuhanan dan segala

sesuatu yang digariskan oleh agama itu senantiasa baik dan membimbing

manusia ke jalan yang benar. Norma-norma ini menunjukkan hal-hal yang

dilarang dan yang diharuskan, yang baik dan yang buruk, jika manusia

mendalami dan mengerti ajaran agamanya, ia senantiasa akan menjadi

manusia yang baik. Dengan pendidikan agama maka seseorang akan

terbentuk menjadi pribadi yang agamis dan taat akan aturan, baik aturan

agama maupun aturan lain yang berlaku, sehingga seseorang dalam

melakukan kebaikan atau keburukan merasa dalam pengawasan tuhan

YME untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu82.

4. Faktor Keluarga.

81
Waluyo Bambang, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1
82
Zakiah Darajat, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, Cet. 2 , hal,
87.
50

“Faktor keluarga juga menjadi faktor penyalahgunaan senjata tajam, hal


ini dikarenakan terdapat beberapa masalah didalam hubungan keluarga
ataupun rumah tangga seseorang. Faktor keluaga tersebut menyebabkan
seseorang terlepas dari pengendalian diri, lalu menggunakan senjata
tajam sebagai penyelesaian dari setiap permasalahannya, ataupun ia
mencari kelompok dimana ketika ia bergabung dengan kelompok tertentu
dapat membuatnya merasa bahagia dikarenakan keluarganya tidak dapat
membuatnya bahagia. Jika ia masuk kedalam kelompok yang benar maka
ia akan menjadi insan yang benar. Tetapi yang dikhawatirkan adalah
ketika ia masuk kedalam kelompok yang salah maka ia akan terjerumus
kedalam kerusakan”.

Kedekatan dan perhatian antar anggota keluarga besar mempengaruhi

seseorang tumbuh dan berkembang dan bersosial dengan baik. Karena ia

merasa memiliki habitat yang nyaman dalam ia berinteraksi sosial dalam

keluarga. Kenakalan remaja besaritu diakibatkan karena keluarga tidak

memberikan perhatian khusus kepadanya, terutama orang tua83.

5. Faktor Pendidikan.

“Pendidikan adalah faktor yang berperan penting dalam pembentukan


kepribadian seseorang menjadi baik. Pendidikan bisa didapat dirumah
oleh orang tua dan keluarga, di sekolah oleh guru, atau di universitas
yang di didik oleh para dosen dan lingkungan kampus. Pendidikan dan
lingkungan pendidikan yang baik akan membentuk karakter seseorang
menjadi pribadi yang baik. Sehingga dengan pembentukan karakter yang
baik melalui pendidikan, maka seseorang akan berfikir lebih baik sesuai
karakter pendidikan”.

Pendidikan adalah untuk mendapatkan hal yang baik, berguna, dan

bermanfaat. Adakalanya status atau tingkat pendidikan menentukan

kualitas kepribadian seseorang. Tindak kejahatan terkadang disebabkan

83
Santoso Topo dkk, 2002, kriminologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal. 76.
51

kurangnya pendidikan, sehingga kurangnya kesadaran akan keamanan

dan ketertiban serta sadar hukum84.

6. Faktor lingkungan.

“Faktor lingkungan adakalanya dapat meyebabkan terjadinya kejahatan


penyalahgunaan senjata tajam. Salah satu penyebab timbulnya
kejahatan adalah lingkungan yang tidak baik.Jika seseorang terjerumus
dalam lingkungan yang tidak baik, maka besar kemungkinan ia akan ikut
untuk berbuat yang tidak baik”.

Lingkungan yang baik akan mempengaruhi seseorang untuk ikut menjadi

baik, tetapi sebaliknya lingkungan yang buruk akan mempengaruhi

seseorang untuk ikut menjadi buruk prilakunya. Maka seseorang agar

dapat masuk kedalam lingkungan yang baik sehingga lingkungan baik

tersebut akan mencetak dirinya menjadi prilaku yang baik pula85.

84
Nata Abudin, 2003, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Kencana, hal. 67.
85
Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja, Jakarta : PT Rineka Cipta, hal. 54.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Membawa senjata tajam tanpa peruntukkannya sebagaimana mestinya

adalah salah satu sebab terjadinya kejahatan. membawa senjata tajam

merupakan suatu tindakan kriminal yang dapat mengakibatkan atau

menimbulkan kerugian pada orang lain baik harta benda bahkan

menghilangkan nyawa orang lain. Upaya penegakan hukum terhadap bagi

orang yang tanpa hak membawa senjata tajam oleh Kepolisian Resort

Seluma yaitu;

1. Tindakan Preventif (Pencegahan).

1). Penyuluhan.

2). Razia.

3). Kemitraan.

2. Tindakan Represif (Penanggulangan).

1). Penyelidikan.

2). Penyidikan.

3). Penangkapan.

4). Penahanan.

5). Penyitaan.

6). Penyerahan Berkas Perkara.

52
53

2. Faktor orang yang tanpa hak membawa membawa senjata tajam atau

senjata penusuk yaitu:

1. Faktor Individu.

Faktor individu atau faktor diri sendiri terjadi berdasarkan kepribadian

masing-masing masyarakat.

2. Faktor Ekonomi.

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya penyalahgunaan senjata tajam.

3. Faktor Agama.

Kurangnya pendalaman agama menjadi faktor penyebab terjadinya

penyalahgunaan senjata tajam, karena hal tersebut dapat menjadikan

seseorang tidak menyadari bahwa ia telah melakukan perbuatan yang

dilarang oleh agama.

4. Faktor Keluarga.

Hal ini dikarenakan terdapat beberapa masalah didalam hubungan

keluarga menyebabkan seseorang terlepas dari pengendalian diri.

5. Faktor Pendidikan.

Tindak kejahatan terkadang disebabkan kurangnya pendidikan,

sehingga kurangnya kesadaran akan keamanan dan ketertiban serta

sadar hukum.

6. Faktor lingkungan.

Salah satu penyebab timbulnya kejahatan adalah lingkungan yang tidak

baik.
54

B. Saran

1. Dalam penegakan hukum bagi orang yang tanpa hak membawa senjata

tajam atau senjata penusuk oleh aparat penegak hukum, haruslah ditopang

dengan regulasi yang kuat. Agar para penegak hukum dapat melakukan

tugas dan fungsinya dengan baik guna terciptanya ketertiban dan

keamanan dimasyarakat. Maka hendaknya Negara mengadakan suatu

aturan hukum yang benar-benar tegas dan jelas agar tidak terjadi

multitafsir dalam suatu aturan hukum yang berlaku tersebut.

2. Pembenahan diri atau individu, pembenahan ekonomi bagi diri dan

keluarga, pendekatan agama dan pelaksanaan nilai-nilai agama dalam

kehidupan, Kedekatan emosional keluarga dalam penciptaan keluarga

yang sakinah, mawaddah wa rahmah, Keinginan untuk terus belajar dan

menimba ilmu baik dalam pendidikan formil maupun nonformil, filter diri

dalam bergaul disuatu lingkungan pergaulan untuk bersosial dalam

limgkungan yang baik, kesemuanya itu sangat mendukung dalam faktor

pembentukan diri menjadi warga negara yang baik dan taat hukum.

Sehingga kesadaran diri dalam mempergunakan senjata tajam yang hanya

bagi peruntukkannya sebagaimana mestinya, benar-benar dijalankan oleh

setiap masyarakat. Sehingga tercipta masyarakat yang aman, nyaman dan

jauh dari perbuatan tindak pidana.


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Arikunto Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ,


Jakarta: Rineka Cipta.

Aziz, 2009, Pendidikan Karakter, Jakarta: Erlangga.

Arief, Nawawi Barda, 2017, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.


Jakarta: Kencana, Cet. Ke-7.

Bagus Ida, Jaya Surya Dharma, 2015, Hukum Pidana Materil &Formil:
Pengantar Hukum Pidana, Jakarta: USAID-The Asian Foundation-
Kemitraan Partnership, hal. 2.

Darajat Zakiah, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009,
Cet. 2.

Darmodiharjo, Darji, 2002, Pokok – Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Umum.

Hart A.C.’t, Nusantara Abdul Hakim G., 1986, Hukum Acara Pidana dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia.

Kunarto, 1997, HAM dan POLRI, Jakarta: Cipta Manunggal.

Laminating P.A.F, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung:


PT. Citra Aditya Bakti.

Mabes Polri, 2000, Buku Petunjuk Pengawasan dan Pengendalian Senjata


Api Non Organik TNI/POLRI, Jakarta.

Mahrus Ali, 2012, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.

Muladi Arief, Nawawi Barda, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum


Pidana, Bandung: Alumni.
Malarangan Kartini, Clavia, , 2006, “Sarana Komunikasi dan Pengembangan
Hukum, Fakultas Hukum Universitas 45, Makassar.

Marpaung Leden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan


dan Penyidikan), Jakarta: Sinar Grafika.

M.Husen Harun, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia,


Jakarta: Rineka Cipta.

Nata Abudin, 2003, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,


Jakarta: Kencana.

Nawawi Barda, Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Nawawi Hadari, 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:


GajahmadaUniversity Press.

Prakoso Djoko, 1985, Eksistensi Jaksa Di Tengah-Tengah Masyarakat,


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sunggono Bambang, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja


Grafindo Persada,

Waluyo Bambang, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika.

Pettanasse Syarifuddin, 2007, Mengenal Krminologi, Palembang: Unsri.

P. Subagyo Joko, 1991, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek,


Jakarta: Rineka Cipta.

Rahardjo Sucipto, 2009, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis,


Yogyakarta: Genta Publishing,

Raharjo Satjipto, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan Metode Dan


Pilihan Masalah, Yogyakarta: Sinar Grafika.

Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.
Runturambi Josias, Sri Pujiastuti Atin, 2015, Senjata Api dan Penanganan
Tindak Kriminal, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Santoso Topo dkk. 2002. kriminologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sianturi, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Jakarta;


Alumni.

Soekanto Soerjono, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum, Jakarta: UI Pres.
Soekanto Soerjono, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Endasa.

Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Bandung:


Alfabeta.

Suryabrata Sumardi, 1998, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo.

Sunardi, Tanuwijaya Danny, Wahid Abdul, 2005, Republik “Kaum Tikus”;


Refleksi Ketidakberdayaan Hukum dan Penegakan HAM, Jakarta:
Edsa Mahkota, Cet. I.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

C. ARTIKEL, MAKALAH, DLL

Hartawan Agung, “Tafsir hukum Klausul “Tanpa Hak” Dalam Pasal 2


Undang-Undang Nomor 12/Darurat Tahun 1951 tentang mengubah “
Ordonnantie Tijdelijke Bijdelijke Biyzondere Strafbepalingen” (Stbl.
1948 No.17) dan Undang-undang R.I. dahulu No.8 tahun 1948”, Jurnal
Yurispruden Vol. 03 Nomor. 01, Edisi Januari 2020, hal. 46,
http://riset.unisma.ac.id/index.php/yur/article/view/4861/pdf, diakses
tanggal 10 Maret 2021, pukul 22.30 WIB.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Guru Besar Hukum


Tata Negara Universitas Indonesia, Ketua Dewan Penasihat Asosiasi
Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Indonesia.
http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, diakses
tanggal 22 Desember 2020, Pukul 23.25 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Senjata, diakses tanggal 3 Januari 2021, Pukul


10.15 wib.

Watak Fransiska S.,Tindak Pidana Berkenaan Dengan Senjata Tajam


Menurut Undang-Undang Nomor 12/Darurat Tahun 1951 (Kajian
Putusan Pn Jember No. 847/Pid.B/2008/Pn.Jr). Jurnal Lex Crimen Vol.
VII/No. 4 /Jun/2018, hal. 4. ejournal.uinsuska.ac.id, diakses tanggal 20
Januari 2021, pukul 22.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai