TESIS
OLEH
ROY REMULUS JACK TOAR KUHON
NPM 74121038
NPM : 74121038
KEPULAUAN RIAU)
KOMISI PEMBIMBING
Mengetahui
i
PENGESAHAN PEMBIMBING
ii
PERNYATAAN PROGRAM MAGISTER
1. Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Magister, baik di Universitas Batam (UNIBA)
maupun diperguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulisan ini merupakan murni dari gagasan, rumusan dan penelitian
saya sendiri dengan tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dan bimbingan
dari tim pembimbing dan tim penguji.
3. Dalam karya tulis tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yan telah
ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dengan
jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan daftar Pustaka.
4. Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
diperoleh karena karya tulis, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
berlaku di perguruan tinggi ini.
Npm: 74121038
iii
ABSTRAK
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi yang
mengarah pada timbulnya kerugian terhadap keuangan negara. Selain itu, tindak
pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana materiil yang menuntut adanya
pembuktian terhadap dapak yang dihasilkan dari kejahat tersebut, dalam hal ini
yang dimaksud adala kerugian keuangna negara. Maka berdasarkan pada teori
penghapusan pidana, sebuah pertanggungjawaban pidana dihapuskan bilamana
unsur materiil dalam suatu tindak pidana telah hilang. Artinya, dalam konteks
tindak pidana korupsi pertanggungjawaban terhadap pidana tersebut dapat hilang
bilamana pelaku mengembalikan kerugian keuangan negara. Namun dalam tataran
praktis, pelaku tindak pidana korupsi yang telah melakukan pengembalian terhadap
kerugian negara, tetap dijatuhi hukuman pokok dan hukuman tambahan yang diatur
dalam KUHP, termasuk perkara tindak pidana korupsi yang diputus dalam Putusan
Nomor: 15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG. Berangkat dari latar belakang tersebut,
penelitina ini bertujuan untuk: 1) mengetahui bagaimana eksistensi pengembalian
kerugian keuangan negara di Indonesia; 2) mengetahui bagaimana kronologi
penjatuhan Putusan Nomor: 15/Pi.Sus-TPK/2022/PN.TPG; dan 3) mengetahui
bagaimana ratio decidendi majelis hakim dalam Putusan Nomor: 15/Pid.Sus-
TPK/2022/PN.TPG.
Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kombinatif yang menggabungkan
aspek penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum
normatif meliputi: pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsepnya, dan
pendekatan kasus. Selain itu, penelitian ini juga mengarah pada pendekatan sosio
legal dalam aspek penelitian hukum empiris. Bahan hukum dalam penelitian ini
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Adapun penelitian ini menghasilkan sub pembahasan berikut: Pertama, pidana
pengembalian kerugian keuangan negara didudukkan sebagai pidana tambahan
dalam kerangka tindak pidana korupsi. Kedua, terpidana tindak pidana korupsi
berdasarkan pada Putusan Nomor: 15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG secara saha
tanpa adanya keraguan telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 yat
(1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketiga, berdasarkan pada pemeriksaan di persidangan, surat dakwaan JPU, dan
musyawarah majelis hakim, maka pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman
penjara, denda, dan pengembalian kerugian keuangan negara.
Kata Kunci: Pengembalian Kerugian Negara, Tindak Pidana Korupsi, Ratio
Decidendi
iv
ABSTRACT
Corruption is a form of economic crime that leads to losses to state finances. Apart
from that, the crime of corruption is a material crime that requires proof of the
impact resulting from the crime, in this case what is meant is state financial losses.
So based on the theory of criminal abolition, criminal liability is abolished when
the material elements in a criminal act have disappeared. This means that in the
context of criminal acts of corruption, responsibility for the crime can be lost if the
perpetrator recovers state financial losses. However, on a practical level,
perpetrators of criminal acts of corruption who have repaid state losses are still
subject to the basic punishment and additional penalties stipulated in the Criminal
Code, including cases of criminal acts of corruption which are decided in Decision
Number: 15/Pid.Sus-TPK/2022/ PN. TPG. Departing from this background, this
research aims to: 1) find out how the recovery of state financial losses in Indonesia
exists; 2) know the chronology of the handing down of Decision Number: 15/Pi.Sus-
TPK/2022/PN.TPG; and 3) know what the ratio of decisions of the panel of judges
is in Decision Number: 15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG.
This research falls into the combinative research category which combines aspects
of normative legal research and empirical legal research. The approach used in
this research is a normative legal approach including: statutory approach,
conceptual approach, and case approach. Apart from that, this research also leads
to a socio-legal approach in the aspect of empirical legal research. The legal
materials in this research include primary legal materials, secondary legal
materials, and tertiary legal materials.
This research produces the following sub-discussions: First, the crime of returning
state financial losses is placed as an additional crime within the framework of
criminal acts of corruption. Second, those convicted of criminal acts of corruption
based on Decision Number: 15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG legally without any
doubt have violated the provisions contained in Article 2 paragraph (1) of Law
Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Crime Corruption. Third, based
on the examination at trial, the prosecutor's indictment, and the deliberations of the
panel of judges, the perpetrators of criminal acts of corruption are sentenced to
prison, fines, and restitution of state financial losses.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta hidayah-Nya
Dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak baik orang tua, guru, dosen, dan teman-teman yang
mendorong memberikan semangat. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis
1. Bapak Dr. (Hc) H. Rusli Bintang, selaku Ketua Umum Yayasan Griya
2. Ibu Prof. Hj. Indrayani, SE., MM., Ph.D selaku Rektor Universitas Batam.
4. Ibu Dr. Hj. Erniyanti, S.Pd., S.H., M.H. Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum.
6. Bapak Dr. Fadlan, S.H., M.H Dosen & Staff lingkungkan kerja Fakultas
7. Bapak Dr. Ramon Nofrial, S.H., M.H., selaku Dosen dan Penguji Fakultas
vi
8. Bapak Dr. Parameshwara., S.E., S.H., M.H., C.A.C.P., C.R.B.C Dosen
Penguji Tesis.
9. Orang tua dan keluarga besar KUHON yang selalu mensuport dan memberi
Batam.
Batam.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................... v
viii
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................44
Kesimpulan .........................................................................................................129
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu jenis tindak pidana khusus
yang masuk dalam kategori extra ordinary crime. Karena sifat kejahatannya
yang khusus dan luar biasa, maka dibutuhkan upaya comprehensive extra
hukum tindak pidana korupsi dalam tataran legal substance dilakukan dengan
berikut:
2. Suap
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
7. Gratifikasi
norma berikut sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana yang secara
Pidana Korupsi. Dalam tataran empiris tujuan penegakan hukum terhadap tindak
1
2
pidana korupsi dirasa masih jauh dari panggang, mengingat kasus korupsi masih
berarti. Hal ini dibuktikan dengan data yang diungkap oleh Indonesia Corruption
korupsi pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021. Ironisnya, pada
KPK) menyebutkan terdapat 2.707 laporan dugaan tindak pidana korupsi dengan
1.058 kasus berada pada tahaap telaah dan pengkajian. Data tersebut
Korupsi sebagai salah satu tindak pidana tidak dapat berdiri sendiri,
ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi tidak dengan
sendirinya harus dijatuhi sanksi pidana. Untuk dapat dijatuhi sanksi pidana,
psychis dan kematangan yang membawa adanya kemampuan pada diri pelaku.
1
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan
Penerapannya, Jakarta: Rajawali Press, halaman. 22.
3
faktor tindak pidana korupsi tidak dapat dijatuhi sanksi pidana atasnya. Namun
hal tersebut tidak mengurangi hakikat dari tindak pidana korupsi sebagai salah
ditemukan bahwa, rata-rata terdapat 166 kasus korupsi dengan 223 terdakwa
setiap tahunnya. Angka tersebut terbilang kecil, mengingat jumlah kasus korupsi
yang tidak tercatat masih jauh lebih besar.2 Transparansi Internasional juga
tersebut, maka upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan cara yang
tersebut mengatur tiga ketentuan pokok yang dapat dilakukan dalam upaya
2
Pusat Edukasi Antikorupsi, “Kasus-Kasus Korupsi di Indonesia”,
https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/infografis/kasus-kasus-korupsi-di-
idonesia, 12 Juli 2021.
3
“Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, 2004-2020”,
https://lokadat.beritagar.id/chart/preview/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2004-2020-
1611921280, 12 Juli 2021.
4
negara hasil TPK. Ketiga upaya tersebut merupakan langkah proporsional yang
diambil pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini
sesuai dengan prinsip pemidanaan itu sendiri, dimana pidana ditujukan tidak
sekedar untuk memberikan efek jera yang bersifat pembalasan kepada pelaku,
melainkan juga harus ditujukan sebagai upaya untuk mencegah agar perbuatan
yang logis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, hal ini
dikarenakan, unsur utama dalam tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian
dijatuhkan. Dari sudut pandang ini, maka dapat disimpulkan bahwa, sanksi
pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi pada dasarnya tidak
pemulihan atas setiap akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut.
dari sisi vertical maupun horizontal. Bahkan, korupsi telah menjadi mascot
adanya pergeseran tindak pidana dari yang semula bersifat konvensional kini
Karena sifatnya inilah, maka prosedur pengembalian kerugian negara hasil TPK
5
yang tidak hanya bersifat sektoral menemukan titik urgensinya dalam upaya
pelacakan dan penyitaan aset yang berada di luar batas teritori negara Kegagalan
yang berkaitan dengan hukum materiil maupun hukum formil belum dapat
subtitusi dari keharusan membayar uang pengganti dengan kurungan badan yang
memakan waktu yang teramat panjang. Sementara di satu sisi, upaya koruptor
untuk menyembunyikan harta hasil tindak pidana korupsi sudah dilakukan sejak
4
Adnan Topan Husoso, “Catatan Kritis atas Usaha Pengembalian kerugian negara Hasil
Tindak Pidana Korupsi dalam Perampasan Aset Hasil TPK”, Jurnal Legislasi Indonesia, 2010, hlm.
588.
6
pengembalian kerugian negara sebagai objek primair dalam penelitian ini. untuk
B. Perumusan Masalah
beberapa permasalahan yang akan dijadikan sebagai fokus kajian dalam tesis ini
C. Tujuan Penelitian
komprehensif
D. Kegunaan/Manfaat Penelitian
sebagai berikut:
1. Kegunaan/Manfaat Teoritis
2. Kegunaan/Manfaat Praktis
Terakhir, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi yang
korupsi dan pidana pengembalian kerugian negara sebagai objek kajian dalam
penelitiannya.
E. Keaslian Penelitian
pengembalian kerugian keuangan negara sebagai objek dalam penelitian. Hal ini
penting untuk dijelaskan guna menghindari plagiat. Untuk itu akan disajikan
Pendekatan restorative
justice merupakan salah
satu alternatif
penyelesaian perkara
yang banyak
berkembang pada
negara dengan sistem
hukum common law.
Dimana secara filosofis
keberadaan pendekatan
restorative justice telah
sejalan dengan sila ke 4
dan ke 5 Pancasila.
Meskipun dalam tataran
praktis terdapat
beberapa kendala dan
kelemahan yang
mengakibatkan
11
senyatanya, diketahui
masih terdapat aset
tersembunyi milik
terpidana yang belum
dilakukan penyitaan
oleh aparat penegak
hukum.
Selanjutnya, perlu diuraikan pula persamaan dan perbedaan antara penelitian
terdahulu dengan penelitian yang penulis angkat. Uraian ini ditujukan untuk
perundang-undangan,
pendekatan kasus, dan
pendekatan konseptual.
Dalam konteks penelitian
empiris, pendekatan yang
digunakan adalah
pendekatan juridis
sociologis.
2 Restorative Justice Sebagai Satu-satunya Mengingat penelitian B
Upaya Premium Remedium persamaan yang merupakan sebuah disertasi
dalam Upaya Pengembalian terlihat secara dengan fokus kajian pada
Kerugian Keuangan Negara eksplisit antara wilayah filsafat hukum,
(selanjutnya disebut penelitian penelitian B maka dapat ditemukan
B) dengan perbedaan yang signifikan
penelitian yang antara penelitian B dengan
diangkat penulis penelitian yang diangkat
adalah posisi penulis. Perbedaan yang
pengembalian dimaksud adalah:
kerugian Pertama, penelitian B
keuangan negara memfokuskan kajian pada
sebagai objek wilayah lapisan filosofis
primer dalam sedangkan penelitian yang
penelitian. diangkat oleh penulis
berada pada lapisan teoritis.
Kedua, penelitian B tidak
melakukan spesifikasi
penelitian pada kasus
tertentu, melainkan
melakukan telaah pada
kasus secara general untuk
melihat asapek filosofis
dala penerapan pendekatan
restorative justice dalam
16
pengembalian kerugian
keuangan negara. adapun
penelitian yang diangkat
oleh penulis fokus pada
telaah terhadap putusan
nomor: 15/Pid.Sus-
TPK/2022/PN. TPG.
Ketiga, penelitian ini diolah
dan dikaji menggunakan
metode penelitian hukum
normatif, sedangkan pada
penelitian yang diangkat
oleh penulis mencoba
mngkombinasikan metode
penelitian hukum normatif
dan penelitian hukum
empiris. dengan perbedaan
metode yang digunakan
maka dapat dipastikan hasil
yang diperoleh akan
berbeda.
3 Problematika Asset Recovery Sebagaimana Terdapat beberapa
dalam Pengembalian Kerugian penelitian perbedaan yang nampak
Negara Akibat Tindak Pidana sebelumnya, antara penelitian C dengan
Korupsi: Kajian Putusan penelitian C dan penelitian yang diangkat
Nomor: penelitian yang oleh penulis:
62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.P diangkat oleh Pertama, penelitian C
BR (selanjutnya disebut sebagai penulis memfokuskan ruang
penelitian C) menempatkan lingkup kajian pada
pengembalian problematika pengembalian
kerugian kerugian keuangan negara
keuangan negara dengan fokus telaah pada
sebagai objek putusan nomor:
17
1. Kerangka Teori
melalui serangkaian konsep yang bersifat logis dan konsisten. Pada bagian
ini, penulis menguraikan kerangka teori ke dalam tiga domain, yakni grand
sebagai dasar lahirnya teori-teori lain yang memiliki sifat makro dan luas,
theory atau dikenal pula dengan istilah supporting theory adalah teori yang
berada di level tengah yang menjadi pembahasan pada tingkat mikro dan
makro. Adapun yang dimaksud dengan applied theory adalah bagian akhir
5
Muhammad Nur, Dkk, “Implementation of Oversight Policy, Apparatus Competence and
Organizational Clture and Its Effect on Performance of Field Supervision Basic Education”,
International Journal Science and Society, No. 1, halaman. 201.
19
penelitian ini:
a. Grand Theory
1) Teori Keadilan
permasalahan, lebih dari itu keadilan harus dapat pula dirasakan oleh
6
Muhammad Hatta, Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime), Unimal Press,
Lhokseumawe, 2019, halaman. 136.
7
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi, Jakarta,
2005, halaman. 246.
20
8
R Tony Prayogo, 2016, “Penerapan Asas Kepastian Hukum dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang”, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 2, halaman. 194.
21
bersifat sewenang-wenang.
3) Teori Kemanfaatan
9
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, halaman.158.
22
menjadi salah satu hal yang patut untuk diperhatikan, mengingat semua
b. Middle Theory
yang hakiki dapat tercapai. Teori ini lahir sebagai bentuk respon atas
Hukum progresif berangkat dari sebuah asumsi dasar bahwa law in the
undangan dan asas-asas non formal sebagai dasar dalam menyusun suatu
penafsiran.
10
Eddy O.S. Hiariej, 2009, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana,
Erlangga, Surabaya, halaman. 11.
11
Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan”, Jurnal Hukum
Progresif, Vol. 1, No. 1, 2005, halaman.3-5.
24
c. Applied Theory
1) Teori Pemidanaan
12
Deni Nuryadi, “Teori Hukum Progresif dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Ilmiah
Hukum De Jure, Vol 1, No 2, 2016, halaman. 401.
25
pidana (quia peccatum est) dan pidana merupakan akibat mutlak yang
Jadi fungsi pidana dalam hal ini adalah pembalasan bagi orang yang
bermanfaat ini maka teori relatif disebut juga teori tujuan (utilitarian
13
Ibid., P. 11.
14
Ibid., p.10.
15
Ibid., p.18.
26
melampaui batas apa yang perlu dan sudah cukup untuk dapat
16
Sholehuddin, Op. Ci., p. 12
17
Oemar Seno Adji, Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta, 1980, halaman. 14.
18
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit., p.212.
27
lakukan
perdata.
19
Marian Liebmann, Restorative Justice, How it Works, Jessica Kingsley Publisher, London,
2007, halaman.25.
28
2. Kerangka Konsep
dalam hal ini adalah salah satu unsur konkrit dari teori. Dalam konteks
a. Ratio Decidendi
20
Bagir Manan dalam Rudy Rizky, Refleksi Dinamika Hukum (Rangkaian Pemikiran dalam
Dekade Terakhir), Perum Percetakan Negara Indonesia, Jakarta, 2008), halaman. 4.
29
pembentuk undang-undang dan secara teoritis menjadi salah satu hal yang
Kehakiman:
argumen-argumen pendukung
21
I.P.M. Ranuhandoko, 2003, Terminologi Hukum Inggris, Jakarta: Sinar Grafika, halaman.
475.
30
4) Alasan hukum tak tertulis dapat berupa argumen osiologis dan filosofis
hukum oleh hakim dalam rangka penemuan hukum yang tidak berkenaan
sah)
peristilahan yuridis
22
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Citra AdityaBhakti, halaman. 114.
31
putusan.23
memaknai keuangan negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang. Keuangan negara juga diartikan sebagai segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
surat berharga, dan barag yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
23
Syarif Mappiase, 2015, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Jakarta: Prenada
Media Group, halaman 48.
24
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 Angka 1.
32
berapa jumlah yang dialami oleh negara pada saat itu. Hal ini dimaksudkan
yang berasal dari keuangan negara. Dalam konteks tindak pidana korupsi,
korupsi melalui jalur litigasi, tersangka kasus korupsi sudah pasti akan
sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi. Dalam hal ini
25
Muhaamd Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2011, halaman,
100.
33
melalui cara ini dapat dilakukan pada saat proses penyidikan, sehingga
c. Penegakan Hukum
subjek dan objek dalam penegakan hukum. Dari sudut pandang subjek,
yang luas penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Semua subjek yang dimaksud adalah siapa saja yang
sebagaimana seharusnya.27
26
Ridwan Arifin, Utari, dkk, “Upaya Pengembalian Kerugian Korupsi yang Berada di Luar
Negeri (Asset recovery) dalam Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia”,
Indonesian Journal Of Criminal Law Studies (IJCLS), Volume 1, Nomor 1, 2016, halaman. 302.
27
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2002, halaman 46.
34
dan tertulis saja. Oleh karenaya, dalam konteks ini, penegakan hukum
Korupsi secara bahasa berasal dari bahasa Latin corruptus yang dalam
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang berakibat pada
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang masuk
hanya pada individu tertentu melainkan kepada negara. Selain itu, korupsi
28
Agus Rahardjo, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,
PT Citra Aditya Bakti, 2003, halaman 76.
29
Robert Kiltgaard, Ronald Maclean-Abaroa, Lindsey Parris, Penuntutan Pemberantasan
Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2002, halaman. 25
35
G. Metode Penelitian
kata metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu dengan teratur. Kedua,
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
1. Spesifikasi Penelitian
disiplin ilmu hukum.30 Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah
dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan peraturan yang tertulis atau
sebagai proses penelitian untuk meneliti dan mengkaji tentang hukum sebagai
norma, aturan, asas hukum, prinsip hukum, doktrin hukum, teori hukum dan
hukum, teori hukum, dan doktrin atau pendapat para ahli hukum.31 Penelitian
undangan yang ada, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan yang
keuangan negara. Selain itu, penelitian ini memiliki fokus kajian pada telaah
15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG.
istilah empirical legal research atau dalam bahasa Belanda disebut empirisch
30
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, FH Undip, Semarang, 1999,
halaman. 15.
31
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, Mataram, 2020,
halaman, 47.
37
melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum
primer dalam analisa terhadap topik yang di angkat, dalam hal ini adalah data
yang diperoleh dari Kejaksaan dan pengadilan yang mengadili perkara pada
2. Metode Pendekatan
regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang dibahas. Pendekatan
32
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, halaman. 20.
38
dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang
a. Lokasi Penelitian
b. Populasi
c. Sampel
a. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode
TPK/2022/PN.TPG.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Nomor 3209
Nomor 4286
6) Surat Edaran Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini,
a. Studi Pustaka
Dalam konteks ini bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum
penulis gunakan:
b. Studi Lapangan
5. Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif dengan cara
khusus.
6. Jadwal Penelitian
rangkaian jadwal penelitian saat ini sedang berlangsung dan akan dilampirkan
Berikut time line penelitian yang penulis sajikan dalam bentuk tabel:
Angka (Bulan)
Kegiatan
6 7 8 9 10
Penyusunan Proposal
Penyusunan Instrumen
Pelaksanaan Wawancara
Finalisasi Tesis
H. Sistematika Penulisan
berikut :
43
penelitian.
Hukum Pidana.
BAB III Hasil Penelitian dan Analisa, dalam bab ini akan diuraikan
15/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TPG
BAB V Penutup, berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan
KAJIAN PUSTAKA
A. Asset Recovery
negara dan rakyat dalam waktu yang bersamaan adalah korupsi. Oleh karena
korupsi ini poin utama yang harus dijadikan pijakan adalah pengembalian
kerugian negara negara yang telah diambil oleh para koruptor ini. Pada
dasarnya koruptur sudah dijatuhi pidana denda akan tetapi dalam penerapannya
para koruptor lebih memilih pidana kurungan. Hal ini mengakibatkan kerugian
negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi ini tidak dapat dipulihkan.
mendasar. Seorang pelaku kejahatan kerah putih akan tetap berani menerima
33
Artidjo Alkostar, “Kerugian Keuangan Negara Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi”,
Varia Peradilan No. 275, Oktober 2008, halaman. 34-35.
44
45
menikmati hasil dari tindakan korupsinya.34 Oleh karena itu, pidana korupsi
bukan pilihan yang bisa memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana
korupsi. Cara yang bisa menjadi alternatif dalam memberikan efek jera
mengambil kembali harta benda yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi.
Maka dari itu upaya pemberantasan korupsi tidak cukup dengan hanya
melakukan pidana penjara terhadap pelaku korupsi. Akan tetapi, perlu adanya
instrumen hukum lainnya yang bisa memotong aliran hasil kejahatan tindak
sehingga koruptor tidak bisa lagi menikmati hasil-hasil dari tindak pidana
sebuah tindak pidana dengan tetap mempertahankan nilai aset yang telah
diambil dalam sebuah tindak pidana dan mengembalikan aset yang yang telah
Pemulihan aset ini dilakukan dengan segala tindakan yang bersifat preventif
agar nilai aset tersebut tetap dapat dijaga dan tidak berkurang.36
34
Basrief Arief, “Pemulihan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi”, Workshop Pemulihan Aset
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Agustus 2014, halaman. 1.
35
Ibid, p. 2
36
Alyith Prakarsa Dan Rena Yulia, “Model Pengembalian kerugian negara (Asset Recovery)
Sebagai Alternatif Memulihkan Kerugian Negara Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal
Hukum PRIORIS Volume 6 Nomor 1, 2017, halaman. 38.
46
yang dilakukan oleh negara korban tindak pidana korupsi dalam rangka untuk
mencabut, merampas atau menghilangkan hak yang dimiliki atas segala aset
yang diperoleh melalui tindak pidana korupsi. Aset yang diambil tidak sebatas
aset yang berada dalam negara korban tindak pidana korupsi, akan tetapi aset
hasil pelaku tindak pidana korupsi yang berada di luar negeri juga dilakukan
pengambilan oleh negara korban tindak pidana korupsi.37 Hal ini dilakukan
dalam rangka pencegahan agar pelaku tindak pidana korupsi tidak melakukan
tindak pidana lainnya dengan aset hasil dari tindak pidana yang dilakukan.
Selain itu, pidana dengan pengembalian kerugian negara ini akan lebih
memberikan efek jera terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana korupsi.
korupsi adalah aset dari hasil/keuntungan yang diperoleh dari hasil tindak
pidana korupsi
3. Tujuan dari pengembalian kerugian negara ini adalah supaya pelaku tindak
pidana korupsi tidak dapat menggunakan hasil atau keuntungan dari tindak
37
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Kerugian Negara Hasil Korupsi, PT. Alumni,
Bandung, 2007, halaman. 105.
38
Ade Mahmud, “Problematika Asset Recovery Dalam Pengembalian Kerugian Negara
Akibat Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Yudisial Volume 11 No.3, 2018, halaman. 352.
47
pidana korupsi sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana
lainnya
perdata
pengembalian dilakukan terhadap aset hasil tindak pidana korupsi baik yang
tersebut
untuk mengembalikan semua aset hasil dari tindak pidana korupsi kepada
negara korban tindak pidana korupsi. Pengembalian kerugian negara ini juga
melindungi aset hasil tindak pidana korupsi untuk digunakan sebagai sarana
39
Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor (Solusi Pemberantasan Korupsi Di
Indonesia), Kompas, Jakarta, 2013, halaman. 162
48
berdasar pada prinsip “berikan kepada negara apa yang menjadi haknya”,
seperti yang diketahui bersama bahwa dalam hak negara terkandung kewajiban
untuk memenuhi hak individu warga negara. Hal ini menjadikan prinsip
tersebut juga berarti bahwa “berikan kepada rakyat apa yang menjadi
negara negara yang telah dicuri merupakan aspek yang penting. Pengembalian
kerugian negara ini tidak hanya sebagai sebatas merestorasi aset aset yang telah
baik.
40
D. Ravena dan Kristian, Kebijakan Kriminal, Prenada Media Group, 2017, halaman. 176.
41
Mark V. Vlasic, Gregory Cooper, “Beyond The Duvalier Legacy: What New “Arab
Spring” Governments Can Learn From Haiti And The Benefits Of Stolen Asset Recovery”,
Northwestern Journal Of International Human Right, Vol. 10 No. 3, 2011, halaman. 19.
42
Bernadeta Maria Erna, “Peranan Jaksa Dalam Pengembalian kerugian negara Negara”,
Dalam Seminar Nasional Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan Dalam Pengembalian kerugian
negara Hasil Koripsi Melalu Instrumen Hukum Perdata, FH Universitas Pasundan, Oktober 2013,
halaman. 2.
49
tuntutan baik secara perdata atau pidana untuk pengembalian kerugian negara
negara yang telah dicuri atau diambil dengan cara tindak pidana korupsi.
tanpa adanya pemidanaan dalam hal tersangka meninggal dunia, kabur atau
Pengembalian kerugian negara negara dari hasil tindak pidana korupsi ini
dan/atau barang tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
melakukan tindak pidana korupsi. Dan juga harga dari barang-barang yang
yang telah dicuri. Apabila tersangka tidak bisa atau tidak berkenan untuk
membayar uang pengganti maka setelah satu bulan dari putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap maka jaksa dalam melakukan
43
Alyith Prakarsa Dan Rena Yulia, op.cit, halaman. 39.
50
pengganti tersebut
1. Penelusuran Aset
terkait dengan keberadaan dan kepemilikan aset yang telah diambil oleh
2. Pemblokiran
merupakan atau diduga sebagai aset yang diperoleh melalui tindak pidana
pengadilan, maka penyidik, hakim atau jaksa meminta kepada bank untuk
3. Penyitaan
44
Rudy Hendra Pakpahan, “Pembaharuan Kebijakan Hukum Asset Recovery: Antara Ius
Constitutum Dan Ius Contituendum”, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 16 No.6, 2019, halaman.
375-375.
51
Penyitaan ini dapat dilakukan terhadap harta benda milik pelaku yang
belum jelas asal perolehannya, apakah diperoleh dari tindak pidana korupsi
bendanya, harta benda isteri atau suami, dan anak maupun orang lain atau
dalam keadaan mendesak dan hanya atas benda bergerak maka penyitaan
dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum ada izin dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat, dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua
penyitaan yang demikian juga diatur dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-
oleh penyidik dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat”.45
45
Arizon Mega Jaya, “Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal
Cepalo Volume 2 Nomor 2, 2018, halaman. 52-53.
52
kerugian negara ini nantinya tidak lagi hanya sebatas sebagai alternatif pidana
terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tetapi juga bisa menjadi pidana pokok
negara dan rakyat dalam waktu yang bersamaan adalah korupsi. Oleh karena
korupsi ini poin utama yang harus dijadikan pijakan adalah pengembalian
kerugian negara negara yang telah diambil oleh para koruptor ini. Pada
dasarnya koruptur sudah dijatuhi pidana denda akan tetapi dalam penerapannya
para koruptor lebih memilih pidana kurungan. Hal ini mengakibatkan kerugian
negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi ini tidak dapat dipulihkan.
46
Artidjo Alkostar, “Kerugian Keuangan Negara Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi”,
Varia Peradilan No. 275, Oktober 2008, halaman. 34-35.
53
mendasar. Seorang pelaku kejahatan kerah putih akan tetap berani menerima
menikmati hasil dari tindakan korupsinya.47 Oleh karena itu, pidana korupsi
bukan pilihan yang bisa memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana
korupsi. Cara yang bisa menjadi alternatif dalam memberikan efek jera
mengambil kembali harta benda yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi.
Maka dari itu upaya pemberantasan korupsi tidak cukup dengan hanya
melakukan pidana penjara terhadap pelaku korupsi. Akan tetapi, perlu adanya
instrumen hukum lainnya yang bisa memotong aliran hasil kejahatan tindak
sehingga koruptor tidak bisa lagi menikmati hasil-hasil dari tindak pidana
sebuah tindak pidana dengan tetap mempertahankan nilai aset yang telah
diambil dalam sebuah tindak pidana dan mengembalikan aset yang yang telah
47
Basrief Arief, “Pemulihan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi”, Workshop Pemulihan Aset
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Agustus 2014, halaman. 1.
48
Ibid, p. 2
54
Pemulihan aset ini dilakukan dengan segala tindakan yang bersifat preventif
agar nilai aset tersebut tetap dapat dijaga dan tidak berkurang.49
yang dilakukan oleh negara korban tindak pidana korupsi dalam rangka untuk
mencabut, merampas atau menghilangkan hak yang dimiliki atas segala aset
yang diperoleh melalui tindak pidana korupsi. Aset yang diambil tidak sebatas
aset yang berada dalam negara korban tindak pidana korupsi, akan tetapi aset
hasil pelaku tindak pidana korupsi yang berada di luar negeri juga dilakukan
pengambilan oleh negara korban tindak pidana korupsi.50 Hal ini dilakukan
dalam rangka pencegahan agar pelaku tindak pidana korupsi tidak melakukan
tindak pidana lainnya dengan aset hasil dari tindak pidana yang dilakukan.
Selain itu, pidana dengan pengembalian kerugian negara ini akan lebih
memberikan efek jera terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana korupsi.
49
Alyith Prakarsa Dan Rena Yulia, “Model Pengembalian kerugian negara (Asset Recovery)
Sebagai Alternatif Memulihkan Kerugian Negara Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal
Hukum PRIORIS Volume 6 Nomor 1, 2017, halaman. 38.
50
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian kerugian negara Hasil Korupsi, PT. Alumni,
Bandung, 2007, halaman. 105.
51
Ade Mahmud, “Problematika Asset Recovery Dalam Pengembalian Kerugian Negara
Akibat Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Yudisial Volume 11 No.3, 2018, halaman. 352.
55
korupsi adalah aset dari hasil/keuntungan yang diperoleh dari hasil tindak
pidana korupsi
3. Tujuan dari pengembalian kerugian negara ini adalah supaya pelaku tindak
pidana korupsi tidak dapat menggunakan hasil atau keuntungan dari tindak
pidana korupsi sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana
lainnya
perdata
pengembalian dilakukan terhadap aset hasil tindak pidana korupsi baik yang
tersebut
52
Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor (Solusi Pemberantasan Korupsi Di
Indonesia), Kompas, Jakarta, 2013, halaman. 162.
56
untuk mengembalikan semua aset hasil dari tindak pidana korupsi kepada
negara korban tindak pidana korupsi. Pengembalian kerugian negara ini juga
melindungi aset hasil tindak pidana korupsi untuk digunakan sebagai sarana
berdasar pada prinsip “berikan kepada negara apa yang menjadi haknya”,
seperti yang diketahui bersama bahwa dalam hak negara terkandung kewajiban
untuk memenuhi hak individu warga negara. Hal ini menjadikan prinsip
tersebut juga berarti bahwa “berikan kepada rakyat apa yang menjadi
negara negara yang telah dicuri merupakan aspek yang penting. Pengembalian
kerugian negara ini tidak hanya sebagai sebatas merestorasi aset aset yang telah
53
D. Ravena dan Kristian, Kebijakan Kriminal, Prenada Media Group, 2017, halaman. 176.
54
Mark V. Vlasic, Gregory Cooper, “Beyond The Duvalier Legacy: What New “Arab
Spring” Governments Can Learn From Haiti And The Benefits Of Stolen Asset Recovery”,
Northwestern Journal Of International Human Right, Vol. 10 No. 3, 2011, halaman. 19.
55
Bernadeta Maria Erna, “Peranan Jaksa Dalam Pengembalian Kerugian Negara”, Dalam
Seminar Nasional Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan Dalam Pengembalian kerugian negara Hasil
Koripsi Melalu Instrumen Hukum Perdata, FH Universitas Pasundan, Oktober 2013, halaman. 2.
57
baik.
tuntutan baik secara perdata atau pidana untuk pengembalian kerugian negara
negara yang telah dicuri atau diambil dengan cara tindak pidana korupsi.
tanpa adanya pemidanaan dalam hal tersangka meninggal dunia, kabur atau
Pengembalian kerugian negara negara dari hasil tindak pidana korupsi ini
dan/atau barang tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
melakukan tindak pidana korupsi. Dan juga harga dari barang-barang yang
56
Alyith Prakarsa Dan Rena Yulia, op.cit, halaman. 39.
58
yang telah dicuri. Apabila tersangka tidak bisa atau tidak berkenan untuk
membayar uang pengganti maka setelah satu bulan dari putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap maka jaksa dalam melakukan
pengganti tersebut
1. Penelusuran Aset
dengan cermat terkait dengan keberadaan dan kepemilikan aset yang telah
2. Pemblokiran
merupakan atau diduga sebagai aset yang diperoleh melalui tindak pidana
57
Rudy Hendra Pakpahan, “Pembaharuan Kebijakan Hukum Asset Recovery: Antara Ius
Constitutum Dan Ius Contituendum”, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 16 No.6, 2019, halaman.
375-375.
59
pengadilan, maka penyidik, hakim atau jaksa meminta kepada bank untuk
3. Penyitaan
Penyitaan ini dapat dilakukan terhadap harta benda milik pelaku yang
belum jelas asal perolehannya, apakah diperoleh dari tindak pidana korupsi
bendanya, harta benda isteri atau suami, dan anak maupun orang lain atau
dalam keadaan mendesak dan hanya atas benda bergerak maka penyitaan
dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum ada izin dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat, dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua
penyitaan yang demikian juga diatur dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-
oleh penyidik dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat”.58
kerugian negara ini nantinya tidak lagi hanya sebatas sebagai alternatif pidana
terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tetapi juga bisa menjadi pidana pokok
sudah dikenal lebih dari dua puluh tahun sebagai alternatif dalam
restorative justice ini merupakan arah baru antara justice dan walfare model,
selain itu juga antara retribution dan rehabilitation.59 Restorative justice ini
58
Arizon Mega Jaya, “Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal
Cepalo Volume 2 Nomor 2, 2018, halaman. 52-53.
59
John Braithwaite, Restorative Justice And Responsive Regulation, University Press,
Oxford, 2002, halaman. 1.
61
keadilan restoratif ini dengan menekankan pada ganti rugi bagi korban
pidana atau melalui keluarganya kepada korban atau keluarga korban tindak
60
Zico Junius Fernando, “Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius
Constituendum”, Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, Volume 5 Nomor 2, 2020,
halaman. 257.
61
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak: Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa
Pemidanaan, Gramedia, Jakarta, 2010, halaman. 196.
62
Hanafi Arief dan Ningrum Ambarsari, “Penerapan Prinsip Restorative Justice Dalam
Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia”, Al ‘Adl Volume X Nomor 2, 2018, halaman. 172.
63
Ibid, p. 174
62
semua pihak yang terlibat dalam dalam tindak pidana tertentu berusaha
terulangnya akibat tindak pidana tersebut dimasa yang akan datang. Karena
pada prinsip yang paling utama dalam restorative justice ini adalah
partisipasi secara langsung dari seluruh pihak yang terlibat tindak pidana
Tujuan utama dari restorative justice ini adalah untuk memperbaiki dan
dan pemulihan ini harus didapatkan dari kedua belah pihak baik dari korban
dan pelaku. Dengan adanya pemulihan hubungan dari kedua belah pihak ini
untuk menebus kerugian yang telah diderita korban baik dengan mekanisme
berikut:
64
Apong Herliana dkk, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, PT.
Raja Grafindo, Jakarta, 2004 halaman 30
65
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2009, halaman. 88.
66
Marian Liebmann, Restorative Justice, How It Work, Jessica Kingsley Publisher, London
and Philadelphia, 2007, halaman. 205.
63
tidak bertemu. Oleh karena itu, bertemunya kedua belah pihak dalam
pihak ketiga yang merasa terganggu akibat perbuatan tindak pidana yang
telah dilakukan.
kerugian yang ada akibat terjadinya tindak kejahatan. Pada prinsip ini
67
Mahmul Siregar, Pedoman Praktis Melindungi Anak Dengan Hukum Pada Situasi
Emergensi Dan Bencana Alam, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), Jakarta, 2007, halaman.
89.
64
ketakutannya.
pihak. Karena pada dasarnya baik pelaku dan korban memiliki hak untuk
setiap elemen yang terlibat dalam tindak pidana tersebut, baik dari pelaku,
dalam peradilan biasa tidak dapat terpenuhi secara langsung. Bahkan korban
sebagai orang yang paling dirugikan dalam tindak pidana tidak dapat
peradilan pidana peranan korban diambil alih oleh negara. Karena dalam
negara.
yang setimpal dari korban kepada pelaku baik secara fisik ataupun psikis.
68
Yoachim Agus Tridiatno, Keadilan Restoratif, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2015,
halaman. 53.
66
pasal yang tertulis tetapi juga perlu untuk menerobos aturan (rule breaking).
Karena harus disadari bahwa saat ini hukum bukan lagi teks untuk mencapai
bisa memberikan kepuasan kepada para pihak yang sedang berkonflik. Ide
ini dikarenakan tidak adanya pelibatan secara efektif dari semua pihak yang
sedang berkonflik.69
PBB ke-9 tahun 1995 yang berkorelasi dengan manajemen peradilan adalah
69
Setyo Utomo, “Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Yang Berbasis Restorative Justice”,
Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Volume V Nomor 1, 2017, halaman.
86.
70
Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan, Pustaka
Megister, Semarang, 2008, halaman. 5.
67
dan korban yang merasa disisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada
membutuhkan dialog yang terjadi antara korban dan pelaku. Proses dialog
dialog ini korban memaparkan apa yang telah diderita serta memaparkan
pidana ini. Adanya dialog ini diharapkan juga pelaku dapat tergugah hatinya
pidana yang telah dilakukan. Sedangakan pada proses dialog ini masyarakat
berikut:
a. Penanganan konflik
sistem peradilan pidana yang berlaku saat ini. Sistem peradilan pidana dengan
Berbanding terbalik dengan sistem peradilan pidana yang selama ini berjalan
yaitu pemenjaraan.
untuk tindak pidana tertentu. Kedua, untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati dan penjara seumur hidup, maka peringanan pidana
Ketiga, peringanan pidana berupa perubahan jenis pidana dari yang lebih
umum dan dasar yang bersifat khusus. Dasar yang bersfat umum
a. Percobaan
b. Membantu melakukan
tersebut sesudah melahirkan sang anak karena rasa takut akan diketahui
d. Seorang ibu yang dengan sengaja merampas nyawa anaknya tidak lama
71
Aliftra, Hapusnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana, Raih Asa Sukses, Jakarta,
2012, halaman. 35.
71
khusus
e. Seorang ibu yang secara terencana merampas nyawa anak yang baru saja
dengan rencana. Akan tetapi hal yang demikian juga menjadi alasan
16 tahun
faktual tersebut diatur dalam dalam Pasal 8 Ayat (2) Undang Undang Nomor
mengacu pada dua hal, yakni: berkenaan dengan keseluruhan tingkat dari
72
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenadamedia Group, Jakarta, halaman. 150-151.
73
minimum khusus ini hanya ada pada undang-undang tertentu di luar Kitab
bahwa terdapat tiga teori besar yang dijadikan alasan atau dasar dalam
Criminal Law.
teori ini tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pemikiran Jeremy Bentham
dan pemidanaan harus memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
74
Kedua, theory of lesser evils atau dieknal pula sebagai teori peringkat
kejahatan yang lebih ringan. Teori ini menyatakan bahwa sebuah perbuatan
besar, tegasnya tingkat bahya yang harus dihindari jauh lebih besar
undangan.
satunya cara yang dapat dilakukan secara cepat dan paling mudah untuk
rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan;
dan atau tidak berbuat disebabkan satu tekanan psikis oleh orang
undang-undang.74
73
Jan Rammelink,
74
Eddy OS Hiariej
77
terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (1) orang yang menghadapi suatu
theory of lesser evils atau teori tingkat kejahatan yang lebih ringan.
hukumnya perbuatan.
pidana, dalam hal ini adalah alasan pembenar, jika perbuatan yang
pemberi izin tidak berada dalam kekhilafan; (3) pemberi izin ketika
dengan kesusilaan.
75
Eddy OS Hiariej
79
b) Eror facti: eror facti atau tidak ada kesalahan sama sekali
c) Eror juris: eror juris atau kesesatan hukum dimaknai sebagai suatu
menjadi dua, yakni: eror juris yang dapat dimengerti dan eror juris
dalam masyarakat.76
76
Andi Hamzah, halaman. 63.
80
hukum yang dilakukan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Upaya ini
dilakukan oleh negara korban tindak pidana korupsi dalam rangka untuk
mencabut, merampas, atau menghilangkan hak yang dimiliki atas segala aset
yang diperoleh melalui tindak pidana korupsi. Dalam hal ini aset yang
dimaksud tidak hanya sebatas aset yang berada pada negara korban, melainkan
aset lain yang berada pada negara lain sebagai hasil dari tindak pidana korupsi.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya preventif agar pelaku tindak pidana
korupsi tidak melakukan tindak pidanalainnya dengan aset dengan aset dari
hasil tindak pidana yang dilakukan. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka
sebagai korban tindak pidana korupsi adalah aset dari hasil/keuntungan yang
diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi. Ketiga, tujuan dari pengembalian
kerugian negara ini adalah supaya pelaku tindak pidana korupsi tidak dapat
menggunakan hasil atau keuntungan dari tindak pidana korupsi sebagai alat
atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya. Adapun yang dimaksud
dengan kerugian negara dalam hal ini harus memenuhi beberapa unsur berikut:
81
82
berharga, barang milik negara dari jumlahnya dan/atau nilai yang sebenarnya;
terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan besarnya,
77
Jeffrey Simser, The Significance on Money Laundering: The Example of The Philippines,
Journal of Money Laundering, Vol 9 No 3, 2006, halaman. 297.
83
pengembalian kerugian negara diatur dalam ketentuan pasal 32, Pasal 33, Pasal
1. Bilamana dalam proses penyidikan tidak terdapat bukti yang cukup terhadap
keberadaan tindak pidana korupsi, namun diketahui secara pasti telah ada
kerugian keuangan negara, maka dalam hal ini penyidik dapa menyerahkan
melakukan gugatan perdata atas kerugian tesebut. Sehngga dalam hal ini
putusan bebas dalam pekara tindak pidana korupsi tidak menghilangkan hak
telah diketahui bahwa terdapat kerugian keuangan negara, maka dalam hal
pengadilan, maka dalam hal ini penuntut umum harus sesegera mungkin
perdata
84
tambahan berupa:
1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu
tahun
atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh
5. Bilamana dalam jangka waktu satu bulan, terpidana tidak membayar uang
pengganti, maka dalam hal ini jaksa dapat melakukan sita terhadap aset
milik terpidana untuk keudian dilakukan lelang, dimana hasil lelang tersebut
pidana penjara yang lamanya tidak boleh melebihi pidana pokok yang telah
dijatuhkan
85
sebagai pidana tambahan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi
keadaan yang bersifat manipulatif untuk melindungi aset yang dimiliki. Kedua,
pidana mengalami hambatan, baik itu diakibatkan oleh kurangnya bukti atau
sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga
diudga berasal dari tindak pidana korupsi. dalam hal terdakwa tidak mampu
membuktikan bahwa harta benda yang diperoleh bukan karena tindak pidana
korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana
korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda
2. Terdakwa harus membuktikan bahwa harta benda bukan berasal dari tindak
hukum dari perkara pokok, maka tuntutan perampasan harta benda harus
mudah rusak dapat dijual lelang dan hasil pelelangan dapat digunakan
perundang-undangan berikut:
87
sebagai salah satu bentuk pidana tambahan yang ditetapkan melalui putusan
pengadilan.
3) Benda atau tagihan yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
mempersiapkannya
tindak pidana
Enda yang telah dilakukan sita, tidak dapat digunakan oleh siappaun.
1) Dalam hal penyimpanan tidak mungkin atau biaya mahal, maka dapat
penuntut umum
untuk dimusnahkan.
hukum
g. Pasal 273 Ayat (3) mengatur ketentuan bahwa Jaksa Penuntut Umum
menguasakan benda kepada kantor lelang negara dan dalam wkatu tiga
orangnya atau in person dan merupakan bagian dari tuntutan pidana terhada
atau in rem dan merupakan tindakan yudisial yang diajukan oleh pemerintah
selama, atau seelah hukuman pidana, atau bahkan tanpa adanya tuntutan pidana
perlu terlebih dahulu adanya penetapan kejahatan tanpa adanya keraguan yang
pada objek atau nilai, adapun civil forfeiture dilaksanakan berdasarkan pada
1. Amerika Serikat
untuk mengembalikan aset hasil tindak pidana telah digunakan dalam waktu
yang lama. Pada awalnya civil forfeiture digunakan dalam skala domestik,
yakni melalui gugatan perdata untuk menyita aset hasil tindak pidana yang
terdapat di dalam negeri. Namun, apabila aset hasil kejahatan berada di luar
forfeiture dapat secara efektif digunakan sebagai pemutus jalur uang dan
78
Stefan D Cassela, Asset Forfeiture Law in the United States, Huntington, New York, 2006,
halaman. 9 dan 15.
79
Scott A hauert, “An Examination of the Nature. Scope and extendof Statutory Civil
Forfeiture”, 20 University of Dayton Law Review, 1994, halmaan. 171.
92
buronan. Doktrin ini secara garis besar menyatakan bhawa seseorang yang
dalam dua opsi, yakni: Pertama, mendapatkan surat penyitaan dari hakim,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam dokumen hukum formil. Kedua,
2. Australia
dari tindak pidana. Dua instrumen yang dimaksud adalah conviction based
kondisi ill gotten gains atau kondisi dimana aset-aset hasil tindak pidana
keharusan bahwa aset yang akan disita atau diambil alih harus berhubungan
93
secara erat dengan tindak pidana yang iddakwakan terhadap terdakwa tindak
kerugian negara adalah keberadaan delik materiil yang menyetai tindak pidana.
adanya kerugian keuangan negara, maka dalma hal ini pidana pengembalian
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau
2. Penyalahgunaan kewennagan
pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dengan delik formil.
Konstitusi tersebut adaah bergesernya jenis delik dalam tindak pidan akorupsi
yang sebelumnya merupakan delik formil, kini berubah menjadi delik materiil.
hilangnya aspek materiil dari suatu tindka pidana yang tergolong ke dalam
dari suatu tindak pidana yang masuk dalam kategori delik materiil adalah
terletak pada akibat yang ditimbulkan, jika akibat yang ditimbulkan telah
hilang, maka tindak pidana tersbeut tidak berarti apa-apa. Artinya, jika
kerugian negara yang ditimbulkan dalam suatu tindak pidana korupsi telah
dikembalikan, hal itu berarti tindakan yang semula dikatakan sebagai tindak
sebagai salah satu faktor yang meringankan pidana dan bukannya sebagai
80
Subarsyah, “Pelaksanaan Asas Hukum Retroaktif Terhadap Penegakan Hukum Pidana
dalam Rangka Efektivitas Pengembalian Keuangan Negara”, Jurnal Soshum Insentif, ISSN 2655-
268X, halaman 63.
96
1. Peristiwa
sejak tahun 1999. Ferdy Yohanes seharusnya sudah mengetahui bahwa pada
tambang bauksit ke Cina yang bekerja sama dengan Ir.Sugeng, Jalil, dan
juga Junaedi.
Ferdy Yohanes bertemu dengan Ir. Sugeng pada tahun 2018. Ir. Sugeng
bertemu dengan Ferdy dengan tujuan untuk menyewa lahan milik Ferdy
Ferdy Yohanes. Ferdy Yohanes setuju dengan itu dan mengatakan bahwa
sewa lahannya sebesar Rp. 50.000.000,00 dan terkait bagi hasil dibicarakan
setelah perkebunannya berhasil. Namun, pada akhir 2018 Ir. Sugeng datang
Ferdy seharusnya mengerti jika pada tahun 2018 ekspor bauksit dilarang,
6.478.561.420,00
pendirian Badan Usaha Milik Desa Air Glubi yang berkedudukan di Desa
Air Glubi Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan yang diketuai oleh
Hendra Ayeksa SA. Kemudia saudara Hendra Ayeksa SA ini bekerja sama
lahan. Kerja sama yang disodorkan saudara Jalil kepada Hendra Ayeksa SA
adalah kerja sama Jual Beli Temuan Bahan Mineral Bauksit. Jalil
Lobindo Nusa Persada. Jalil juga orang yang mengurus segala perizinan dan
Interaksi antara Ferdy Yohanes dan Jalil akhirnya terjadi ketika kegiatan
Jaya ini mengenai lahan milik Ferdy Yohanes. Ferdy Yohanes kemudian
melayangkan protes kepada Kepala Desa Air Glubi, namun tidak digubris
karena Kepala Desa Air Glubi menganggap lahan yang digarap adalah lahan
milik desa. Padahal tahun 2011 lahan tersebut telah dibeli keluarga Ferdy
bauksit yang dilakukan Jalil baik dengan PT GBA atau dengan Jhun Phen
238.000.000 dan 78.000.000,00. Padahal pada saat itu izin IUP OP yang
CV Swa karya mandiri terjadi pada pertengahan tahun 2018. Junaedi datang
keluarganya yang berada di Pulau Buton dengan uang sewa sebesar Rp.
99
Pulau Buton lebih cocok untuk melakukan penambangan bauksit yang akan
bauksit.
kepada Amjon selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi kepulauan Riau terkait
Jhun Phen (PT GBA) sebanyak 32.000 ton. Sehingga Ferdy Yohanes
selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Riau, Drs. Azman Taufiq
orang yang bekerja sama dengan Hendra Ayeksa selaku Direktur BUMDES
teknis ijin usaha pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) Untuk Penjualan
badan usaha yang tidak sesuai dengan mekanisme yang benar, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu
miliar lima ratus sembilan puluh juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu
Produksi (IUP OP) untuk Penjualan Tahun 2018 sampai dengan 2019 di
Kabupaten Bintan.
101
Berkaitan dengan Ir. Sugeng selaku wakil ketua HKTR, Ferdy Yohanes
akibat dari suatu kegiatan, yang dilampirkan oleh Ir. Sugeng adalah berupa
Selain itu juga kegiatan penambangan di lahan milik Ferdy Yohanes ini
juga melanggar Pasal 57 ayat (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara
Nomor 22 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan
saksi Tji Fan dan saksi Ani adalah kurang lebih Rp 21.742.260.000,00 atau
Jalil adalah ketika BUMDES Air Glubi yang dikelola Jalil melakukan
kemudian melakukan protes kepada kepala desa Air Glubi. Namun, protes
tersebut tidak digubris oleh Kepala Desa Air Glubi karena beralasan bahwa
lahan yang dikelola adalah tanah milik desa. Ferdy Yohanes menghentikan
Kepulauan Riau. Karena konflik ini sudah sampai pada Kepala Dinas
24.000 ton dan kepada Tihwa sebesar 17.000 ton. Dan Ferdy Yohanes
Padahal BUMDES Maritim Jaya selaku mitra dari Jalil telah melawan
Maritim Jaya dengan tonase penjualan 135.000 ton dengan lokasi kegiatan
Produksi Khusus Penjualan Badan Usaha Milik Desa Maritim Jaya, saksi
Jalil selaku Mitra Bumdes Maritim Jaya telah mengakibatkan asset yang
melawan hukum.
Jalil selaku mitra kerja Bumdes Maritim Jaya mulai melakukan penjualan
mineral bauksit di lahan milik Bumdes Maritim Jaya dan Terdakwa Ferdy
sehingga tindakan saksi Jalil selaku mitra kerja Bumdes Maritim Jaya
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2018
Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan
yang bermaksud menjual mineral atau batubara yang tergali wajib terlebih
Maritim Jaya dengan tonase penjualan 135.000 ton dengan lokasi kegiatan
Pulau Buton Desa Air Glubi Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan
tersedia.
105
dengan IMB yang telah dikeluarkan oleh Camat Bintan Pesisir saksi
terbuat dari papan dengan lantai diplester dengan ruangan dibuat dari partisi
bahwa lokasi pengambilan bauksit Badan Usaha Milik Desa Maritim Jaya
luasnya melebihi IMB yang telah dikeluarkan oleh Camat Bintan Pesisir dan
(Berita acara lapangan dan foto terlampir dalam berkas perkara) hal ini
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2018
Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan
Sehingga perbuatan Jalil selaku mitra kerja BUMDES Maritim Jaya telah
memperkaya diri sendiri atau kelompok yaitu Jalil bersama dengan Ferdy
106
Yohanes dengan total uang yang diterima Jalil selaku mitra BUMDES
3. Pemeriksaan di Pengadilan
Dan majelis hakim telah menjatuhkan putusan sela pada tanggal 22 Juli
berikut:
Kepulauan Riau
pemberi izin, penerima izin, dan pemilik lahan. Pemberi izin dalam hal
ini adalah Kepala Dinas ESDM Provinsi Bintan (saksi Amjon) dan
(saksi Azman Taufiq). Penerima izin dalam hal ini adalah HKTR (saksi
Junaedi), dan BUMDes Maritim Jaya (saksi Jalil). Pemilik lahan dalam
sumber daya mineral bauksit adalah IUP OP untuk penjualan yang diatu
dalam pasal 105 ayat (1) UU Minerba Jo Pasal 57 ayat (1) dan (2) Permen
batubara
c. bahwa Sugeng (HKTR) dan Junaedi (CV Swa Karya Mandiri) pada tahun
Terdakwa di Pulau Kelong dan Pulau Buton dengan uang muka sewa
108
USD1,7/ton potong air, dan untuk BUMDes disepakati uang sewa lahan
berupa bauksit yang ditambang dan dijual secara melawan hukum oleh
Azman Taufiq, saksi Harry E. Malonda, saksi Sugeng, saksi Junaedi, dan
saksi Jalil.
110
berikut:
Rp3.925.800.000
sebagai berikut:
Rp766.359.524,00
cakap hukum, hal tertentu, dan sebab yang tidak dilarang. Berdasarkan
apapun juga yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara.
Dalam hal ini, sumber daya alam mineral bauksit adalah kekayaan negara
delapan ratus dua puluh ribu tiga ratus tiga puluh delapan Rupiah)
ini.
4. Penuntutan
itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sejumlah
tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
lima ratus sembilan puluh juta tujuh ratus tujuh puluh delapan sembilan
tindak pidana, dimana tindak pidana ynag dimaksud merupakan bagian dari
tindak pidana lain yang sifatnya serius. Pada dawaan subsidair, Jaksa Penuntut
unsur dari dakwaan primair telah terbukti, maka dalam hal ini dakwaan
subsidair kemudian.
114
terdakwa adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
dengan penjara seumur hidup aau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
Setiap rang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orng
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
115
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp.
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. (Pasal 18 Ayat (1) huruf
b)
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah meakukan tindak pidana korupsi
penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
negara sejumlah Rp. 7.590.778.904,00 (tujuh milyar sembilan ratus tujuh ratus
tujuh puluh delapan sembilan ratus empat rupiah) dimana sejumlah uang
1. Setiap Orang
116
Unsur “setiap orang” dalam rumusan pasal ini bukan merupakan unsur
delik, melainkan sebagai subjek delik dari suatu delik pidana, akan tetapi
dengan identitas yang lengkap dan jelas tertera dalam surat dakwaan, dan
Ferdy Yohanes telah lengkap dan jelas, maka dengan demikian unsur “setiap
melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni
perbuatan apa dari para pelaku yang memenuhi unsur “secara melawan
bersama-sama oleh 3 (tiga) peran, yakni: pemberi izin, penerima izin, dan
pemilik lahan. Pemberi izin dalam hal ini adalah Kepala Dinas ESDM
Provinsi Bintan (saksi Amjon) dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan
dalam hal ini adalah HKTR (saksi Harry E. Malonda dan saksi Sugeng),
Minerba Jo Pasal 57 ayat (1) dan (2) Permen ESDM Nomor 11 Tahun
c. Sugeng (HKTR) dan Junaedi (CV Swa Karya Mandiri) pada tahun 2018
Terdakwa di Pulau Kelong dan Pulau Buton dengan uang muka sewa
disepakati:
bauksit sejak 1999, dan aktif mengelola sebagai direktur PT Gunung Sion
perizinannya
= 300M2;
untuk rumah jaga kolam ikan dengan luas bangunan yang dimohonkan
Penerbitan IMB tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (4)
berpenghasilan rendah
f. Setelah perizinan IUP OP untuk Penjualan telah terbit, saksi Jalil dan
perijinan tersebut, tanpa menerangkan jenis ijin apa yang dimiliki HKTR,
Swa Karya
122
berupa bauksit yang ditambang dan dijual secara melawan hukum oleh
Azman Taufiq, saksi Harry E. Malonda, saksi Sugeng, saksi Junaedi, dan
saksi Jalil.
akibat yang dilarang telah timbul atau belum. Akibat yang dilarang dalam
saja, melainkan termasuk juga dalam hal ini adalah bertentangan dengan
123
Batubara.
kekayaan dari yang sudah ada. Atau dari segi bahasa, memperkaya berasal
dari kata dasar “kaya”. Kaya artinya mempunyai harta yang banyak,
Tindak Pidana Korupsi juga tidak memberikan ukuran yang pasti berapa
harta seseorang sehingga ia bisa disebut kaya atau mejadi lebih kaya. Untuk
menjadi lebih kaya harus dikaitkan pula dengan cara perolehan kekayaannya
unsur saja. Apabila salah satu sub unsur telah terpenuhi dan terbukti, maka
orang yang bertambah atau memperoleh kekayaan adalah orang lain selain
kekayaan negara dalam bentuk apapun juga, yang dipisahkan atau yang
125
dalam bentuk apapun juga yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara. Dalam hal ini, sumber daya alam mineral bauksit adalah
ribu tiga ratus tiga puluh delapan Rupiah) merupakan jumlah kerugian
ayat (1) ke-1 KUHP adalah siapa yang dianggap sebagai “pelaku”
melakukan”, menurut ajaran Prof. Simon ialah bahwa orang yang turut
atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh
mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang
sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
1 (satu) tahun;
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bukan semata-
pengganti tersebut.
128
(tujuh milyar lima ratus sembilan puluh juta tujuh ratus tujuh puluh
dengan jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa dari penyewaan lahan
PENUTUP
Kesimpulan
129
130
Riau.
Buku
Aliftra, 2012, Hapusnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana, Raih Asa Sukses,
Jakarta
Arief, Arda Nawawi, 2002, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media,
Jakarta
Hatta, Muhammad, 2019, Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime), Unimal
Press, Lhokseumawe
Hiariej, Eddy O.S., 2009, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum
Pidana, Erlangga, SurabayaHS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani,
131
2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenadamedia Group,
Jakarta
Manan, Bagir dalam Rudy Rizky, 2008, Refleksi Dinamika Hukum (Rangkaian
Pemikiran dalam Dekade Terakhir), Perum Percetakan Negara
Indonesia, Jakarta
Ravena, D. dan Kristian, 2017, Kebijakan Kriminal, Prenada Media Group, Jakarta
Saidi, Muhaamd Djafar, 2011, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Press, Jakarta
132
Siregar, Mahmul, 2007, Pedoman Praktis Melindungi Anak Dengan Hukum Pada
Situasi Emergensi Dan Bencana Alam, Pusat Kajian Perlindungan Anak
(PKPA), Jakarta
Yanuar, Purwaning M., 2007, Pengembalian Kerugian Negara Hasil Korupsi, PT.
Alumni, Bandung
Peraturan Perundang-Undangan
133
Ade Mahmud, 2018,“Problematika Asset Recovery Dalam Pengembalian
Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Yudisial
Volume 11 No.3,
Adnan Topan Husoso, 2010, “Catatan Kritis atas Usaha Pengembalian kerugian
negara Hasil Tindak Pidana Korupsi dalam Perampasan Aset Hasil
TPK”, Jurnal Legislasi Indonesia.
Alyith Prakarsa Dan Rena Yulia, 2017, “Model Pengembalian kerugian negara
(Asset Recovery) Sebagai Alternatif Memulihkan Kerugian Negara
Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Hukum PRIORIS
Volume 6 Nomor 1
Arizon Mega Jaya, 2018, “Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana
Korupsi”, Jurnal Cepalo Volume 2 Nomor 2
Basrief Arief, 2014, “Pemulihan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi”, Workshop
Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi, Jakarta
Basrief Arief, 2014, “Pemulihan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi”, Workshop
Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi, Jakarta
Mark V. Vlasic, Gregory Cooper, 2011, “Beyond The Duvalier Legacy: What New
“Arab Spring” Governments Can Learn From Haiti And The Benefits Of
134
Stolen Asset Recovery”, Northwestern Journal Of International Human
Right, Vol. 10 No. 3
Ridwan Arifin, Utari, dkk, 2016, “Upaya Pengembalian Kerugian Korupsi yang
Berada di Luar Negeri (Asset recovery) dalam Penegakan Hukum
Pemberantasan Korupsi di Indonesia”, Indonesian Journal Of Criminal
Law Studies (IJCLS), Volume 1, Nomor 1
Zico Junius Fernando, 2020, “Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius
Constituendum”, Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam,
Volume 5 Nomor 2
135
Internet
136