Pak Michael Kamonto - Hasil Tesis
Pak Michael Kamonto - Hasil Tesis
Oleh :
MICHAEL KAMONTO
NIM. G2R120064
HASIL
Oleh :
MICHAEL KAMONTO
NIM. G2R120064
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN TESIS
NIM : G2R120064
MICHAEL KAMONTO
G2R1 20064
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaiakan tesis ini meskipun dengan segala
keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis. Penulis menyadari, tanpa dukungan dari
beberapa pihak penulisan tesis ini tidak dapat ada dan terselesaikan. Oleh karena itu
Oleo;
3. Prof. Dr. Ir. Muhidin, selaku Wakil Direktur Satu (Bidang Akademik
4. Prof. Dr. La Ode Muhammad Safwan, M.Sc., Wakil Direktur Dua (Bidang
5. Prof. Dr. Yulius Bara Pasolong, M.Sc., selaku Wakil Direktur Tiga (Bidang
vi
8. Bapak ……………… bapak …………….. dan Ibu …………… selaku dosen
Penguji yang telah banyak memberikan kritikan dan arahan yang membangun
Universitas Halu Oleo yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
Universitas Halu Oleo terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam proses
belajar dan masukan dalam penulisan tesis ini sehingga dapat terselesaikan.
penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya dengan segala
kekurangan yang dimiliki penulis mohon kritikan dan saran untuk penyempurnaan
Penulis,
Michael Kamonto
vii
DAFTAR ISI
Korupsi ……………………………………………….. 26
viii
1.5 Metode Penelitian ………………………………………………..…. 37
DAFTAR PUSTAKA
ix
BAB I
PENDAHULUAN
pemerintahan tidak akan bisa dilaksanakan secara efektif tanpa didukung oleh sarana
memerlukan desain legal framework yang secara jelas dapat dijadikan acuan dalam
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
1
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum Praktik dan Kritik,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, h. 54.
1
2
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, diderivasi dari teori Negara kesejahteraan
(welfare state) yang secara eksplisit dianut dalam UUD 1945, dari pembukaan hingga
Selain itu, definisi yang dianut oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
terdapat perumusan definisi keuangan negara secara cermat dan teliti untuk mencegah
terjadinya multi interpretasi dalam segi pelaksanaan anggaran, agar tidak terjadi
terwujudnya tata cara pengelolaan keuangan negara yang bersih dari korupsi. Korupsi
2
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
2014, h.9
3
Ibid.,h.178
3
Hal seperti itu dikemukakan pula oleh Henry Campbell Black,yang dikutip
“an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official
duty and the rights of others. (suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban
resmi dan hak-hak dari pihak lain)”.
itu, perilaku tersebut dalam segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk
oleh para koruptor itu sendiri. Pencelaan masyarakat terhadap korupsi menurut
konsepsi yuridis dimanifestasikan dalam rumusan hukum sebagai suatu bentuk tindak
pidana.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang dianggap
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Hal ini disebabkan karena sifat
tindak pidana korupsi yang sistematik dan meluas sehingga berpotensi merugikan
keuangan dan perekonomian negara dalam jumlah yang tidak sedikit dan
membutuhkan penanganan yang luar biasa. Tindak pidana korupsi tersebut diatur
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah
satu jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang tersebut yaitu
4
Elwi Danil, Korupsi konsep Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Grafindo Persada,
Jakarta, 2011, h. 3
4
Terkait dengan kerugian negara yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah
pidana korupsi dikenai sanksi pidana. Juga terdapat sanksi pidana tambahan berupa
uang pengganti dengan jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang
Namun sampai saat ini penegakan hukum tindak pidana korupsi yang
Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan rumusan yang jelas dan tegas mengenai
apa yang disebut dengan kerugian keuangan negara. Hal ini berimplikasi semakin
5
Suhendar, Konsep Kerugian Keuangan Negara, ,Setara Press, Malang, 2015, h. 150.
5
ditimbulkan dari akibat perbuatan tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
perekonomian negara.
MK tersebut, delik korupsi yang selama ini sebagai delik formil berubah
menjadi delik materil yang mensyaratkan adanya akibat yakni unsur kerugian
negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus
dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam Undang-
lembaga yang berwenang. Unsur ini penting untuk menentukan dapat atau
Pidana Korupsi tidak merumuskan dengan jelas dan tegas lembaga yang
atau akuntan publik yang ditunjuk yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
7
dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu juga,
jawab keuangan negara atau dapat juga berkoordinasi dengan BPKP sebagai
dalam penentuan kerugian negara dalam dugaan tindak pidana korupsi tidak
diatur tegas, maka dalam praktik dilapangan tidak ada kepastian dalam
memiliki metode yang berbeda pula sehingga pada akhirnya laporan yang
pemerintah lainnya.
perjalanan dinas seperti tiket, boarding pas dan bahkan airport tax bandara
Perjalanan Dinas (SPPD) yang harus ditandatangani dan di stempel oleh pihak
pejabat instansi yang dikunjungi dan harus dilampirkan dalam SPJ perjalanan
dinas juga dapat dengan mudah diperoleh dengan berbagai cara, antara lain:
misalnya yang ditugaskan itu lebih dari satu orang maka memang dari surat
tugas tersebut ada seorang atau beberapa saja yang berangkat dan memintakan
tanda tangan dan stempel tersebut untuk seluruh orang yang tercantum dalam
surat tugas, walaupun yang tidak semua orang dalam surat tugas
lain perjalanan dinas fiktif, perjalanan dinas tumpang tindih, perjalanan dinas
10
kepada yang tidak berhak, sumber pendanaan perjalanan dinas dari 2 atau
tiga mantan anggota DPRD Sultra periode 1999-2004 yaitu Umar Saranani,
La Ode Ate dan Amir Pidani. Selain pidana penjara Umar Saranani dikenai
denda sebesar Rp. 50 juta subsidiair dua bulan kurungan serta diwajibkan
2) Kasus Jafar Pagala yang merupakan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan
terlibat kasus korupsi perjalanan dinas fiktif ketika menjabat sebagai Kepala
3) Kasus tindak pidana korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di
anggaran dana rutin APBD Perubahan tahun 2019, tersangka kasus korupsi
melakukan tindak pidana Korupsi perjalanan dinas fiktif saat menjabat selaku
berikut:
Perjalanan Dinas Dalam Daerah dan Luar Daerah serta Kegiatan Reses pada
Sekretariat DPRD Kabupaten Kolaka periode Tahun 2019 dan 2020 yang dalam
dinas yang fiktif telah membuktikan bahwa terdakwa selaku Kuasa Pengguna
yang dikelola oleh Bendahara, Diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat
2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI. Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
sebagaimana.
perjalanan dinas menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat mengingat tindak
pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) putusannya
lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang pro mengatakan dengan
sudah tepat, dan yang kontra berpendapat bahwa dengan adanya Pengembalian
seharusnya dapat menjatuhkan putusan yang lebih tinggi sehingga memberi efek jera
Korupsi ?
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Korupsi.
Adapun manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai
berikut :
1.3.2.1 Sebagai bahan masukan, petunjuk dan pedoman bagi Penegak hukum
1.3.2.2 Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi sistem peradilan pidana
tumpang tindih.
plastis dan tergantung pada sudut pandang, sehingga apabila kita berbicara
mengenai makna dari keuangan negara dari sudut pemerintah, maka yang
keuangan negara menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara adalah ‘semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Di dunia peradilan, arti kerugian
negara tanpa diimbangi prestasi yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.6
palsu atau barang fiktif). Kerugian keuangan negara diartikan juga sebagai
diterima (termasuk penerimaan barang rusak atau kualitas tidak sesuai, timbulnya
negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya, hilangnya suatu hak
menurut aturan yang berlaku, serta hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari
memiliki definisi yang jelas sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 22 Undang-
6
Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi Dalam Perspektif HAN, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2013,
h. 174.
7
Ridwan, Persinggungan Antar Bidang Hukum dalam Penyelesaian Perkara Korupsi di
Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2016, h.51.
17
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 angka 15
kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
Tahun 1945 yang memiliki arti sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
keadilan sosial. Selaindalam Pembukaan UUD NRI Tahun1945, terdapat juga pasal-
dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan mempelajari aspek atau dasar hukum
dalam pengelolaan keuangan negara, maka kita dapat mengerti dan memahami
8
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara: Teori dan Praktik, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008, h. 8-10
18
meliputi:
9
Ibid.,h.11
19
belah pihak tergabung dalam suatu kerjasama, mis PT Bank BNI (Persero)
Perpaduan antara kemajemukan dan kesatuan bangsa harus menjadi ciri logis yang
mengatur keuangan negara, sehingga konsepsi otonomi daerah sebagai satu basis,
kemandirian bdan hukum sebagai satu basis, serta negara sebagai basis yang lain
Prospek hukum keuangan negara tidak akan pernah memudar jika semua
pihak mengambil peran atas kesadaran di dalam negara terdapat elemen yang
berwujud badan hukum. Semua pihak harus menyadari peranan ini demi untuk
kepentingan negara dan tidak untuk menguntungkan salah satu pihak manapun.
Sekali lagi negara dan pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri dan melayani
10
Muhammad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah, Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2007. h.24
20
kepentingan dan tujuannya sendiri. Oleh sebab itu, prospek pengelolaan keuangan
negara adalah prospek kepentingan rakyat untuk berdaulat atas hak yang dimilikinya
dengan konsepsi teori hukum. Apalagi penyusunannya mengabaikan teori hukum dan
pengelolaan keuangan negara hanya akan menjadi bagian dari kepentingan pihak
tersebut, sehingga hakikat kedaulatan rakyat tidak akan pernah terwujud dalam
negara dan pemerintahan dari bangsa itu sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh dan
komprehensif.11
Hadirnya satu teori terkait dengan keuangan Negara yakni Teori transformasi
hukum keuangan Negara. Teori ini hakikatnya perubahan status hukum keuangan dari
keuangan negara menjadi keuangan badan hukum. Penerapan teori tersebut tertuang
Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan
Perseroan Terbatas.
11
Ibid., h.28
21
Hal tersebut tertuang dalam pasal 2A ayat (3) dan (4) PP Nomor 72 Tahun
2016. Dalam ayat (3) disebutkan, “Kekayaan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal
2 ayat (2) yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN atau Perseroan
bertransformasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi kekayaan BUMN atau
Undang ini, fungsi pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara
dilakukan oleh Bank Sentral, yakni Bank Indonesia yang tunduk pada
hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) yang berwenang dan bertanggung
jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Para menteri dan
pimpinan lembaga negara pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO)
antara Menteri Keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan
jaminan terlaksananya mekanisme saling uji (check and balance) dan jaminan atas
Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini
sektor-sektor yang menjadi bidangnya. Undang-Undang No. 17 tahun 2003 ini juga
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan
dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah.
Pengertian wewenang berdasarkan Pasal 1 Angka 5 UU-AP yaitu hak yang dimiliki
oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Walaupun secara yuridis UUAP
12
Philiphus M. Hadjon, dkk., Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Ke-2,
Gajahmada University Press, Yogyakarta,2012, h.10
24
merupakan hal yang sama karena sama-sama dilekatkan kepada jabatan yang dimiliki
pada kata hak pada definisi wewenang dan kekuasaan pada definisi kewenangan.
kewenangan cakupannya lebih luas karena berkaitan dengan tindakan dalam ranah
hukum publik. Jadi antara istilah wewenang dengan kewenangan tidak terdapat
perbedaan konseptual. Pembedaan yang dilakukan oleh sebagian ahli hukum dan
pembedaan definisi yuridis lebih kepada luasan cakupan antara wewenang dengan
untuk mencapai tujuan dan maksud yang telah ditentukan dalam peraturan
wewenang merupakan istilah yang lahir dari doktrin HAN dan lazim digunakan
dalam ranah hukum tersebut. ‘Penyalahgunaan wewenang’ dalam konsep HAN selalu
13
Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah, Cetakan Pertama, Laksbang Mediatama Pressindo, Yogyakarta, 2008,
h.39
25
wewenang dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud yaitu :
peraturan-peraturan lainnya.
harus dilihat dari tiga aspek sehingga dapat dikatagorikan sebagai penyalahgunaan
kewenangan, yaitu :
tersebut.
perundang-undangan.
tujuan yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dikenal dengan asas
kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan
(good governance)
pidananya, sebagaimana amanat asas legalitas. Dalam hukum pidana, asas legalitas
ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 1 ayat (1) sebagaimana
“Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana apabila belum ada aturan yang
Fungsi hukum administrasi tidak bisa diabaikan dalam kaitannya dengan tindak
pidana korupsi, baik dari segi preventif maupun represif. Instrumen hukum yang
Dalam hal tindak pidana korupsi, dapat dikatakan bahwa salah satu faktor
utama seseorang melakukan korupsi adalah adanya ruang, waktu, kesempatan dalam
merugikan keuangan negara untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain.
Bentuk, ciri, wujud, dan cara melakukan korupsi mempunyai aspek yang luas dalam
14
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara, Jakarta, 2005, h.3
15
Oheo K.Haris, good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dalam pemberian izin
oleh pemerintah daerah di bidang pertambangan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 30
No 1, Januari 2015.h.59.
16
Herman, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Faculty of Law,
Halu Oleo University, Volume 2 Issue 1, March 2018.h.308.
28
dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi bisa dilihat pada pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”
dijelaskan secara lebih lanjut. Bahkan jika dibandingkan dengan rumusan dalam delik
yang diatur dalam Pasal 2 undang-undang ini, maka dapat dipahami seakan-akan
perbuatan melawan hukum. Dikatakan demikian, sebab jelas dalam rumusan Pasal 2
inti dari delik korupsi. Padahal sebagaimana Nur Basuki Minarno menyebutkan
melawan hukum.17
17
Nur Basuki Minarno, Op.,Cit. h. 2.
29
keuangan negara. Aturan mengenai penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Penyelenggara Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
menyatakan:
Dilihat dari sudut terminologi, istilah korupsi berasal dari kata “corruptio”
dalam bahasa latin yang berarti kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk
selanjutnya, istilah ini mewarnai perbendaharaan kata dalam bahasa berbagai negara,
18
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan
Masalahnya, Alumni, Bandung, 2007, h.78
30
Pendapat yang sama oleh Andi Hamzah, bahwa apabila dilihat dari segi
peristilahan, kata ‘korupsi’ berasal dari bahasa latin corriptio atau menurut Webster
Student Dictionary adalah corruption. Istilah lain menyebutkan bahwa corruptio itu
berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. 19 Pemaknaan
korupsi dari berbagai negara mengandung penyebutan makna korupsi dari berbagai
negara memang berbeda-beda namun jika diartikan maka terdapat persamaan makna.
Di Indonesia sendiri kata korupsi berasal dari bahasa belanda yaitu “corupptio”.
dampak sangat banyak. Salah satu dampak dari korupsi adalah kemiskinan. Menurut
Mahatma Gandhi korupsi disebut sebagai pelanggaran yang terburuk, karena aset
yang ada pada negara yang telah di korupsi dapat digunakan untuk pembangunan
problem (korupsi adalah masalah global) Terkait hal tersebut, Carl J. Friedrich
19
Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia, Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1984, h. 7
20
Dian Nova Fillia, Pengembalian Aset Hasil Korupsi dalam Sistem Hukum Pidana di
Indonesia, UII, Yogyakarta, 2011, h. 75
21
Beverley Earle and Anita Cava. The Mystery of Declinations Under the Foreign Corrupt
Practices Act: A Proposal to Incentivize Compliance, Symposium: Corruption and Compliance:
Promoting Integrity in a Global Economy, 49 U.C. Davis L. Rev. 567, Thomson Reuters, 2015. h. 10.
31
memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
melawan hukum dan norma-norma sosial. Korupsi dapat dilihat secara ontologis yakni
perbuatan yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh masyarakat, maka secara aksiologis
korupsi bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. 23
hak-hak ekonomi masyarakat sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi
digolongkan sebagai kejahatan biasa. Oleh karena itu upaya pemberantasan terhadap
tindak pidana korupsi ini tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-
cara yang luar biasa.24 Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah ‘suatu
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah
untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya dan
22
Muzadi, Menuju Indonesia Baru, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Bayumedia Publishing, Malang, 2004, h.22
23
M. Syamsudin, Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Kencana
Prenada Media Group, 2012, h.167
24
Ermansjah Djaja, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, h. 26
32
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak
dilakukan oleh perorangan di sektor swasta maupun pejabat publik, menyimpang dari
aturan yang berlaku. Hakekat korupsi berdasarkan hasil penelitian World Bank adalah
berikut :
25
Prayitno Iman Santosa, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung,
2015.h. 105
33
negara.
2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang
disuap).
Setidaknya ada 30 bentuk / jenis tindak pidana korupsi yang oleh Prayitno
Dalam arti yang luas, korupsi juga disebut sebagai korupsi politis, yang
berbedabeda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun
tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
26
Ibid,. h. 118
34
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari
masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara
menurut pasal 2 ayat (1) UU PTPK yakni merupakan setiap orang, melawan hukum,
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dapat merugikan
keuangan negara. Terkait dengan subjek hukum tindak pidana korupsi yang salah
satunya adalah individu, regulasi yang mengatur mengeni individu dalam UU No. 31
Tahun 1999 tidak hanya mengatur mengenai individu sebagai subjek hukum pidana,
tetapi juga mengatur mengenai individu yang menduduki suatu jabatan dalam
dan kemasyarakatan banyak dan beragam, bahkan dalam praktik pelaksanaan tugas-
27
Firman Wijaya, Pengadilan Korupsi Teori dan Praktik, Cetakan Pertama, Penaku, Jakarta,
2008, h. 14.
35
1) Faktor Politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan. Hal ini sesuai dengan
rumusan penyelewengan penggunaan uang negara yang dipopulerkan oleh E.
John Emerich Edward Dalberg Acton yang menyatakan bahwa “power tend
to corrupt, but absolut power corrupts absolutely” atau“kekuasaan cenderung
korupsi, dan kekuasaan yang absolut menyebabkan korupsi secara absolut.
2) Faktor yuridis atau yang berkaitan dengan hukum, seperti lemahnya sanksi
hukuman. Sanksi hukuman akan menyangkut dua aspek. Aspek yang pertama
adalah peranan hakim dalam menjatuhkan putusan, di mana hakim dapat
keliru dalam menjatuhkan putusan. Aspek kedua adalah sanksi yang lemah
berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat peraturan perundang-undangan
tindak pidana korupsi.
3) Faktor budaya, karena korupsi merupakan peninggalan pandangan feodal
yang kemudian menimbulkan benturan kesetiaan, yaitu antara kewajiban
terhadap keluarga dan kewajiban terhadap negara. Hal tersebut berkaitan
dengan kepribadian yang meliputi mental dan moral yang dimiliki
seseorang.28
Rohim bahwa biaya-biaya yang terjadi sebagai akibat perilaku korupsi adalah sebagai
berikut:29
28
Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2014, h.11
29
Jawade Hafidz Arsyad, Op,Cit., h. 20-21
36
Pidana pada hakikatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka
satu upaya untuk mengatasi masalah sosial dalam hal ini tindak pidana korupsi,
semestinya dapat dijadikan sebagai kaca perbandingan bagi masyarakat agar tidak
30
Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Lubuk Agung.Bandung. 2010. h.
50.
37
melakukan atau mengulangi tindak pidana. Namun pada realitanya masih banyak
kasus-kasus korupsi.31
Konsepsi tindak pidana korupsi, filsafat dan teori pemidanaan yang banyak
dipengaruhi oleh aliran retributif justice sudah sangat tidak relevan dengan tujuan
atau kekayaan negara. Kepentingan hukum yang hendak dilindungi adalah keuangan
Negara.32
justice dalam pemidanaan pelaku kurupsi yang dilakukan oleh korporasi jelas tidak
Pelaku korupsi baik dari aspek substansi, struktur maupun kultur hukum sudah tidak
Normatif, yang merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
31
Ibid.,
32
Agus Rusianto, Tindak Pidana & Pertanggungjawaban Pidana: Tinjauan Kritis Melalui
Konsistensi antara Asas, Teori, dan Penerapannya. Kencana, Jakarta, 2015, h. 252
33
Budi Suharianto, Restorative Justice dalam Pemidanaan Korporasi Pelaku Korupsi demi
Optimalisasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Jakarta, Kemenkumham, Volume 5, Nomor
3, Desember 2016, h. 423
38
dihadapi yang menghasilkan argumentasi, teori dan konsep baru sebagai preskripsi
tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi,
Administarsi Pemerintahan
34
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Group, Jakarta, 2005, h.35
39
1.5.2.3 Pendekatan Kasus (case approach) dilakukan dengan telaah pada kasus-kasus
yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah
kekuatan hukum yang tetap. Hal pokok yang dikaji dalam setiap putusan
yang dihadapi.
pidana korupsi.
Negara.
Keuangan.
Pemerintahan.
12) Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang Badan Pemeriksa
putusan pengadilan.
mencari bahan hukum yang relevan terhadap isu hukum yang dihadapi.
diteliti.35
buku, laporan penelitian baik itu skripsi, tesis, maupun disertasi serta bahan
dibahas.
Teknik analisis bahan hukum adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis,
sifatnya preskripsi.
sebagai berikut:
36
Ibid.,h.238.
37
Ibid.,h.239
43
negara khususnya dalam biaya perjalanan dinas yang dilakukan oleh pejabat
pidana korupsi perjalanan dinas fiktif yang dilakukan oleh aparat negara.
analisis hukum penentuan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi akibat
Bab III terkait dengan hasil dan pembahasan rumusan masalah ke-2
negara dalam perjalanan dinas fiktif. Bagian ini menjelaskan tentang analisis
Perundang-Undangan
memerlukan disain legal framework yang secara jelas dapat dijadikan acuan dalam
Keuangan negara, jika dilihat dari sisi teori, bisa mengandung beberapa
pengertian, tetapi pengertian yang diuraikan dalam bahan ajar ini dibatasi pada
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
45
46
1) Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal dan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
2) Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki
pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
pertanggungjawaban.
Melalui pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
moneter, dan subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 38 Jika ditinjau
dari sisi proses, keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
38
Bambang Kusumanto, Pengelolaan Keuangan Negara, Intermedia, Jakarta, 2002, h.15
47
penyertaan modal dalam BUMN maupun subsidi kepada BUMN bersumber dari
APBN, maka dari sisi proses pengguna uang negara tersebut tidak lepas dari
kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang merupakan
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, digariskan kaidah-kaidah
3) Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara dapat
tentang Keuangan Negara telah menjabarkan aturan pokok yang terdapat dalam pasal
23C Undang-Undang Dasar 1945 ke dalam asas-asas umum, baik asas-asas yang
telah lama di kenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas
universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai
1) Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara
pemegang kedaulatan tertinggi negara, karena pada dasarnya setiap sen uang
negara adalah uang rakyat, dan akuntabilitas ini harus sesuai dengan ketentuan
4) Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
5) Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang
klasik maupun asas-asas baru dalam pengelolaan keuangan negara. Asas-asas klasik
tersebut meliputi asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas.
Asas-asas baru yang diterapkan sebagai cerminan dari best practices (penerapan
39
Pandji Santosa, Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Reflika Aditama,
Bandung, 2008, h. 130
50
pemeriksa yang bebas dan mandiri. Fungsi dari diterapkannya asas-asas tersebut
desentralisasi serta otonomi daerah, serta menjadi acuan dalam reformasi manajemen
keuangan Negara.40
tentang Keuangan Negara ditegaskan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib,
pula dalam asas umum pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
terlihat bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 terlihat telah menegaskan bahwa
uang negara yang dipisahkan pada BUMN secara yuridis normatif termasuk dalam
keuangan negara sebagaimana diatur pada pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat negara/
kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sumber
kekayaan negara yang berasal dari APBN. BUMN hanya sebatas mengelolanya tetapi
sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya tidak menghilangkan
bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya, jika dikaitkan
dengan pasal 71 ayat (2) pada Bab VII tentang Pemeriksaan Eksternal UU No.
otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan hal di atas,
52
upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi korupsi di lingkungan pejabat
Pendekatan ini penting artinya agar tujuan pembangunan dapat dicapai. Menurut
Jeremy Pope, tujuan yang hendak dicapai adalah melalui pendekatan, dengan
(welfare state). Namun, pembaruan visi dan sistem pengelolaan keuangan negara
hanya akan berhasil apabila ditempatkan sebagai bagian integral dari reformasi sistem
publik, sekarang dibangun sebagai suatu sistem birokrasi spesifik yang perlu secara
jelas diatur dalam regulasi khusus.42 Logika yang mendasari kebijakan birokrasi
41
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi,Elemen Sistem Integritas Nasional , Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, 2003, h. 61
42
Ibid
53
tersebut adalah bahwa persoalan keuangan dan perbendaharaan negara tidak boleh
lagi dilihat hanya sebagai pendukung kebijakan publik, melainkan harus diletakkan
ekonomi.
tidak bisa dilepaskan dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan
secara hemat, efisien, dan efektif. Adanya temuan BPK serta BPKP pada data
pada lembaga ini. Saat ini realisasi di lapangan monitoring yang dilakukan tidak
berkala dan tidak memiliki tindak lanjut. Monitoring lebih sering dilakukan dalam
keadaan mendesak ketika terdapat aduan atau indikasi penyimpangan. Masalah lain
sistem akan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Walaupun apabila dilihat lebih
jauh, keterbatasan dalam pengawsan ini dikarenakan kendala sumber daya yang
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian dalam konteks upaya
yang baik menurut asasnya (general principle) adalah pemerintahan yang menjunjung
tinggi norma kesusilaan, norma kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Governance). Hal ini ditandai dengan melemahnya tanggung jawab pejabat publik
dalam menjalankan sikap, prilaku dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi maupun
sistem kontrol terhadap akuntabilitas kinerja pejabat publik sehingga dengan mudah
44
Ibid.,
55
di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip good governance, terlihat dari
beberapa permasalahan yang terjadi pada pengelolaan keuangan negara baik itu
pembangunan hukum pengelolaan keuangan negara yang baik pada akhirnya akan
governance sebaiknya tidak hanya dijadikan sebagai nilai, tetapi juga menjadi sebuah
aturan yang harus ditaati agar tujuan pemerintah untuk membangun bangsa melalui
Korupsi
yakni:
2004 adalah “kekurangan uang, barang, dan surat berharga yang nyata dan pasti
memformulasikan adanya unsur kekurangan yang nyata dan pasti sebagai akibat dan
perbuatan melawan hukum atau kelalaian sebagai sebab. Dengan demikian, kerugian
negara tidak hanya disebabkan suatu perbuatan melawan hukum, tetapi ada karena
45
Ikhwan Fahrjih, Menggugat Peran DPR dan BPK dalam Reformasi Keuangan Negara, In-
trans Publishing, Malang, 2008, h.30
57
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga terlihat menganut
menyatakan bahwa keuangan negara yang dimadsuk adalah seluruh kekayaan negara
dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk
didalamnya segala bagian kekayaan negara segala hak negara kewajiban yang timbul
karena:
terdapat dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau
oraang lain atau suatu korprasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara
58
paling singkat 4(empat) tahun yang paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp 200,000,000,00 (dua ratus juta rupiah) yang dengan denda Rp
dalam pasal 2 ayat (1) di jabarkan dalam penjelasan bahwa yang dimadsuk dalam
bersama berdasarkan asas kekeluargaan atau pun usaha masyarakat secara mandiri
yang berdasarkan pada kebijakan pemeritah, baik di tingkat pusat maupun di daerah
kehidupan rakyat.
penyesuaian ke atas.
3) Kerugian Bersih (Net Loss) Dalam metode kerugian bersih, metode nya sama
46
Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi.
Salemba Empat, Jakarta, 2009, h.144
59
4) Harga wajar Pada metode penghitungan kerugian keuangan negara ini, harga
apabila ada kesempatan atau peluang untuk memperoleh yang terbaik, akan
tetapi justru peluang ini yang dikorbankan, maka pengorbanan ini merupakan
aset. Para pelaku transaksi ini umumnya paham dengan konsep nilai waktu
Hal itu kiranya sejalan dengan amanat TAP MPR Nomor X/MPR/2001 yang
negara.47
khususnya dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Untuk
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh
negara.
47
Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta,
2010, h.21
61
diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
korupsi, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif terhadap
kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan
penghitungan kerugian negara juga dapat dilakukan oleh akuntan publik. Bahkan
oleh BPK termasuk dalam wewenang atribusi, yakni wewenang yang bersumber atau
amanah dari peraturan perundang-undangan (UUD 1945) kepada lembaga atau organ
negara yang kemudian kewenangan tersebut diatur lebih lanjut dalam undang-
undang. Selain itu wewenang yang dimiliki oleh BPKP termasuk dalam wewenang
48
Abdul Fatah, Nyoman Serikat Putra Jaya, dan Henny Juliani, Kajian Yuridis Penerapan
Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro
Law Journal Volume 6, Nomor 1,2017, h. 7.
62
dari suatu lembaga atau organ negara (Presiden) kepada lembaga atau organ negara
Kewenangan merupakan kuasa atau hak yang dimiliki oleh suatu badan, lembaga,
melakukan suatu proses kegiatan. Hal tersebut sesuai rumusan dalam Pasal 1 angka 1
proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
kinerja, yaitu untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa, yang bersifat
49
Muhammad Imron Rosyadi, Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan dalam Menilai Kerugian Keuangan Negara, Jurnal Mimbar Keadilan,
Januari-Juni, 2016, h. 45
63
penyimpangan.50
3) pelaporan.51
digunakan untuk mengungkapkan dugaan adanya unsur tindak pidana korupsi yang
merugikan keuangan negara, paling kurang terdiri dari 11 (sebelas) langkah sebagai
berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu surat dakwaan jaksa yang memuat
aspek kerugian keuangan negara dan pertimbangan hakim yang berhubungan dengan
aspek kerugian negara. Klausul surat dakwaan selain memuat unsur perbuatan
perbuatan pidana yang terbukti dalam persidangan, termasuk kerugian Negara dari
didasarkan Pemeriksaan Investigatif melaui asas Asersi (et audi alteram partem),
yang terkait dengan objek pemeriksaan, yang akan memberikan Simpulan adanya (a)
Investigatif ini tidak menterapkan asas Asersi, maka pemeriksaan dianggap premateur
dan melanggar Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang No.15 Tahun 2006 dengan ancaman
sidang perkara korupsi. Permasalahan yang kerap muncul lembaga mana yang
65
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan
Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu poinnya, rumusan kamar pidana (khusus) yang
oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara yang meliputi seluruh unsur
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini artinya uang negara dipisahkan dan
dikelola oleh BUMN termasuk dalam lingkup kewenangan pemeriksaan BPK dan
merupakan bagian dari keuangan negara. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor
15 Tahu 2006 tentang BPK juga menyatakan bahwa BPK menilai dan/atau
hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengalola
keuangan negara.
Jawab Keuangan Negara tidak berlaku bagi Terdakwa yang bukan Pejabat
sakit permanen, yang diperkuat dengan surat keterangan Dokter, maka sikap
kesehatan ulang (second opinion) oleh Tim dokter Rumah Sakit Umum Pusat
atau Daerah.
4) Dalam hal terjadi tindak pidana/korupsi yang ada kaitannya dengan perkara
yang sedang diperiksa secara perdata, maka putusan Perdata tidak mengikat
Sedangkan berdasarkan praktik selama ini, terdapat instansi lain yang juga memiliki
pemeriksaan instansi lainnya diduga terdapat unsur kerugian negara. Selain itu,
terlalu sulit, maka hal tersebut sudah seharusnya tidak menjadi kewenangan BPK.
penghitungan kerugian negara kepada BPKP karena lebih cepat dan keberadaan BPK
52
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil
Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi
Pengadilan, 2016,h. 4-5
68
untuk menentukan kerugian negara, sangat diminta ke BPK karena lebih tepat.
Rumusan SEMA No. 4 Tahun 2016 tidak selamanya mengikat hakim. Siapapun yang
memeriksa kerugian negara, baik BPK maupun BPKP, tidak harus diikuti hakim.
Demikian pula dengan ahli. Jika ada ahli yang berpendapat tidak ada kerugian negara,
hakim juga tidak berkewajiban untuk mengikuti. Sebab hakim bisa berpendapat
sendiri, meski pada prinsipnya rumusan hasil pleno kamar yang tertuang dalam
SEMA mengikat para hakim. “SEMA ini tidak selamanya mengikat para hakim, tidak
harus sama persis (seperti yang ada dalam rumusan SEMA), dilihat dulu kasus per
kasus (kasuistis).
lingkup kerugian negara. Selama ini hasil audit BPK dan hasil BPKP berbeda-beda.
mengajukan auditor independen. Oleh karena itu, terbitnya SEMA bertujuan untuk
atas, diketahui bahwa muncul persoalan terkait penghitungan kerugian negara setelah
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016
karena pada kenyataannya, lembaga selain BPK juga memiliki kewenangan untuk
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016
69
terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi, khususnya pada tahap penyidikan
dan penuntutan yang dilakukan oleh jaksa/penuntut umum. Hal ini disebabkan
sebelum penetapan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tersebut di
atas, penetapan kerugian negara dapat dilakukan oleh BPK atau BPKP. Untuk lebih
atau perekonomian negara” yang terdapat dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yaitu memperkaya diri Terdakwa sebesar Rp. 224.930.000,- (dua ratus dua puluh
empat juta Sembilan ratus tiga puluh juta rupiah), yang merugikan keuangan negara
70
atau perekonomian Negara sebesar Rp. 224.930.000,- (dua ratus dua puluh empat juta
Sembilan ratus tiga puluh juta rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut
ayat (1), Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
Atas Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
7) Pasal 4 ayat (1): ”Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat kepada
dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat
waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang
atas beban APBD harus disukung dengan bukti yang lengkap dan sah”; ayat
(2): “Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan
9) Pasal 140 ayat (3) :Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan,
10) Peraturan Bupati Konawe Kepulauan Nomor 1.A Tahun 2020 Tentang
Dengan tujuan menguntungkan diri terdakwa sendiri atau orang lain sebesar
Rp. 224.930.000,- (dua ratus dua puluh empat juta Sembilan ratus tiga puluh juta
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai Kepala Bidang
Negara sebesarRp. 224.930.000,- (dua ratus dua puluh empat juta Sembilan ratus tiga
puluh juta rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sebagaimana Laporan
Penyalahgunaan Anggaran.
Masyarakat dan Desa Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun Anggaran 2019 dan
2020. Adapun Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan
melalui penetapan terlebih dahulu oleh BPK dan menjadi kewenangan BPK sesuai
ketentuan Pasal 10 ayat (2) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
yang sah/riil sehingga bertentangan dengan ketentuan pasal 3 ayat (1) Undang
rasa keadilan dan kepatutan; Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
dan/ atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi
material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud; Pasal 4
Keuangan Daerah yang menyebutkan Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat
untuk masyarakat; Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Pelaksanaan belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus didasarkan
pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan
berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD
bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan
surat bukti dimaksud; Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Daerah yang menyebutkan Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada
untuk masyarakat; Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
75
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang
menyebutkan Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa
keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan
Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan Taat
undangan; Pasal 122 ayat (10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang
184 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung
jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud.
Bahwa dalam mengelola belanja barang dan jasa antara lain Belanja Makan
Minum Tamu Pimpinan DPRD Kab. Kolaka dan Kegiatan Perjalanan Dinas Dalam
Daerah dan Luar Daerah serta Kegiatan Reses pada Sekretariat DPRD Kabupaten
Kolaka periode Tahun 2019 dan 2020, terdakwa menyetujui dengan membuat surat
perintah perjalanan dinas bagi para Staf maupun pegawai serta anggota maupun
sesuai kenyataan yang sebenarnya tetapi dilakukan dengan cara meminta nota dan
kuitansi kosong yang sudah ditandatangani dan diberi stempel dari toko/penyedia
serta membuat Tanda Bukti Kas (TBK) dengan mengisi nominal biaya perjalanan
Daerah dan Luar Daerah maupun setiap pengelola kegiatan rapat di DPRD kemudian
di- mark up sesuai anggaran yang tersedia dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan
dan barang bukti yang bersesuaian dengan keterangan ahli dengan Metode
perhitungan yang dilakukan ahli sebagaimana tertuang dalam Alat Bukti Surat yaitu
Negara dalam hal ini APBD Kabupaten Kolaka mengalami kerugian keuangan daerah
dengan jumlah sebesar Rp.3.919.566.910,- (tiga milyar sembilan ratus sembilan belas
juta lima ratus enam puluh enam ribu sembilan ratus sepuluh rupiah);
Dari hal tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa ada atau tidaknya
implementasi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, hal tersebut
tidak merubah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hal itu karena meskipun
bukan BPK sebagai lembaga yang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan
negara, perkara korupsi tetap diperiksa dan diputus oleh majelis hakim di pengadilan.
perangkat tingkah laku yang dimiliki Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai
digunakan oleh Mahkamah Agung sebagai wahana judge made law hakim
membentuk hukum.53
dikaitkan dengan perhitungan kerugian negara oleh instansi atau lembaga terkait, baik
sebelum maupun setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2016, tidaklah mengikat seperti halnya undang-undang. Oleh karena itu, apabila
terjadi hambatan dalam pelaksanaannya maka solusi mengenai hal tersebut telah
53
H. M. Fauzan. Peranan PERMA & SEMA dalam Pengembangan Hukum Indonesia menuju
Peradilan yang Agung, Prenada Media, Jakarta, 2015. h. 42
78
diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, sudah tepat apa yang dinyatakan Peter
Mahmud Marzuki, yaitu peran pemerintah dan pengadilan sangat penting dalam
keadilan. Keadilan yang dikehendaki hukum harus mencapai nilai; persamaan, hak
mendasar bagi setiap subjek hukum dalam memainkan peranannya dalam kehidupan
subjek hukum dapat melakukan hubungan hukum dengan siapapun tanpa adanya
kekhawatiran.
penanganan perkara tindak pidana korupsi akibat ketidak jelasnya definisi kerugian
keuangan negara, ini berimplikasi pula pada lembaga mana yang berhak dan
lembaga baik BPK dan BPKP identik sama, namun terdapat perbedaan pada tujuan
keberadaan lembaga dan prosedur kerja serta metode audit, misalnya dalam
54
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009. h.
159
55
Alvi Syahrin. Beberapa Masalah Hukum, Sofmedia, Medan, 2009, h. 3-4.
56
Junifer Girsang; “Abuse of Power”, Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak Hukum
dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, JG Publishing Jakarta, 2012, h. 181
79
kerugian negara oleh instansi atau lembaga terkait, baik sebelum maupun setelah
adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, Modus operandi
mengatasi hal tersebut perlu dilakukannya koordinasi dan pelatihan terhadap aparat
penegak hukum dengan melibatkan auditor BPK, BPKP dan lainnya guna
negara dalam rangka implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2016 dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Penegak hukum lebih condong
Sedangkan penegak hukum lebih condong kepada instansi sendiri sebagai lembaga
dalam menggunakan instansi atau lembaga yang berwenang untuk menyatakan telah
terjadinya kerugian keuangan negara disebabkan oleh faktor utama, yaitu koordinasi.
Dalam hal tertentu satu instansi dinyatakan mudah untuk berkoordinasi sehingga
terkait dengan implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016
adalah sebagai berikut: Pertama, menjadi celah bagi pelaku tindak pidana korupsi,
yang antara lain mengajukan eksepsi dan praperadilan atas dasar SEMA tersebut.
80
Penilain unsur kerugian negara menjadi syarat mutlak salah satu dari dua alat bukti
sebagai bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan status tersangka atas
seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Kedua, legal problem
dalam konteks semangat pemberantasan korupsi, salah satunya adalah siapa yang
sebagai salah satu dasar pelaku tindak pidana korupsi agar lolos dari jeratan hukum.
konteks lembaga yang berwenang menyatakan kerugian keuangan negara. Hal ini
menurut penulis pada akhirnya akan memberikan suatu kepastian hukum dalam
pelaksanaan pemberantasan korupsi. Selain itu, apa pun bentuk kebijakan secara
sektoral yang dibuat oleh lembaga penegak hukum pidana (kepolisian, kejaksaan,
dalam bentuk surat edaran, peraturan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, hal tersebut
diatur di dalam bentuk undangundang. Pada awalnya, dapat saja dinyatakan bahwa
masyarakat. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak diatur dengan kekuatan hukum
yang lebih tinggi derajatnya, maka kekuatan hukum kebijakan tersebut akan
adalah setelah Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan pembuktian saat ini, maka Mahkamah Agung dapat kembali
perkembangan hukum saat ini. Selanjutnya perlu dibuat rule yang membatasi
perhitungan kerugian negara yang boleh dilakukan oleh BPK, BPKP atau auditor
lainnya, dimana instansi atau badan tersebut mempunyai tujuan yang mulia, yakni
poin krusial karena menimbulkan banyak multitafsir. Salah satu faktor penyebabnya
adalah pemaknaan mengenai kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi
yang masih problematik hingga saat ini. Hal tersebut terjadi tidak lain karena tidak
lain yang dimilikinya sesuai dengan wewenang atribusi yang diamanatkan oleh UUD
menetapkan kerugian keuangan negara, namun untuk dapat menentukan ada tidaknya
kerugian keuangan negara dari penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP.
82
BAB III
pemikiran bahwa korupsi ini bagian dari kekuasaan menjadi tidak diragukan, karena
korupsi merupakan bagian dari system itu sendiri, karenanya ada yang berpendapat
bahwa penanggulangan yang terpadu adalah dengan memperbaiki sistem yang ada.
Bentuk kejahatan structural inilah yang memasukan format korupsi sebagai bagian
dari kejahatan yang terorganisasi. Korupsi yang melanda hamper seluruh dunia ini
merupakan kejahatan structural yang meliputi sistem, organisasi dan struktur yang
baik, karenanya perjudian dan korupsi begitu menjadi sangat kuat dalam konteks
Makna sistem ini memiliki makna yang luas dan komprehensif, bahkan dapat
di atas sudah sebagai bagian kejahatan terstruktural yang sangat utuh, kuat dan
permanen sifattnya. “korupsi” sudah menjadi bagian dari “system” yang ada,
pemberantasan tindak pidan korupsi, harus dilakukan dengan penekatan system itu
sendiru atau dikenal dengan istilah “System Approach”, apalagi bila pendekatan
system ini dikaitkan dengan peranan istitusi peradilan yang sangat menentukan
57
Indriyani Seno Adji. Korupsi & Hukum Pidana. Cetakan 1. Jakarta, 2001, h. 236.
83
84
sebagai salah satu institusi penegakan hukum dalam proses akhir pemberantasan
korupsi.58
idealistis Sistem Peradilan Pidana ini dapat dipahami melalui sinominitas pendapat
terhadap struktur (structure), subtansi (substance) hukum dan budaya hukum (legal
dilakukan secara simultan, integral, dan pararel. 59 System Approach ini dapat sebagai
bahan untuk memecahkan persoalan hukum (legal issue) atau penyelesaian hukum
korupsi, yaitu:
mafiaperadilan yang telah menjadi polemic peralihan milenium yang selalu tidak
administrasi legalitas advokat setiap dua tahun sekali akan menjadi awal perbuatan
58
Ibid.,
59
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang,
2005, h.18
85
sebagai institusi yang memiliki sinegritas dengan institusi penegakan hukum yang
sudah ada (polisi dan kejaksaan). Pula adanya komisi ombudsman Nasional melalui
keputusan presiden No. 44 Tahun 2000 yang memberikan peran masyarakat yang
peraturan dan ketentuan normative (legal reform), pola dan khendak perilaku
masyarakat yang ada dalam sistem Hukum tersebut. Pembahasan dalam makalah
tentang tindak Pidana Korupsi. Persoalan hukum pada era reformasi ini, pembaruan
eliminasi terhadap prinsip kepastian hukum dan proses beracara yang baik merupakan
Dahulu, putusan hakim yang tidak sesuai dengan kehendak kekuasaan akan
mengakibatkan hakim tersebut menerima mutasi ke daerah yang sangat jauh dan
rentan dari pusat kekuasaan. Penyelesaian dan Pendapat Hukum adalah tidak perlu
dilakukan seperti contoh tersebut, namun perlu dicarikan suatu solusi yang bertujuan
untuk memperbaiki citra penegakan hukum, yaitu antara lain perlu adanya semacam
86
Law Efforcement Officer Act. UU semacam ini sangat diperlukan bagi penunjangan
control terhadap para aparat penegak hukum yang melakukan penegakan hukum
terhadap para aparat penegak hukum yang melakukan penegakan hukum terhadap
dijadikan landasan bagi pembentukan UU yang sangat urgensif ini. Sanksi tegas dan
sangat tergantung pada keberadaan pejabat penegak hukum ini, bukan saja para
hakim, tetapi pejabat pada sistem Peradilan Pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksanaan,
antisipasi perilaku korupsi diketahui sedini mungkin. Kekayaan yang diperoleh dari
hasil perbuatan korupsi, umumnya berupa penempatan uang pada sarana perbankan
komperehensif.
tindak pidana korupsi di Indonesia ini. Kejahatan yang sudah terukur melalui
perbuatannya itu, mungkin yang terjangkau sebagai tindak antisipasi yang preventif
korupsi dalam konteks pemberantasan dan eliminasi, saat itulah dapat dikatakan
korupsi sebagai suatu perbuatan yang beyond the law karena sangat sulitlah kadar
87
dan bureaucratic power sebagai kekuasaan umum (pejabat birokrat) yang dapat
dikatakan telah memposisikan meraka dalam status beyond the law, sehingga hukum
sering dikatakan sebagai suatu retorika kekuatan politik saja. Oleh karena itu, premis
untuk tugas penyidikan dalam tindak pidana korupsi. Pihak Kepolisian menggunakan
menjadi rebutan untuk menangani penyidikan tindak pidana korupsi sebagai lahan
basah, apalagi tindak pidana korupsi menjadi pusat perhatian masyarakat luas dan
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
secara khusus menyidik perkara korupsi tetapi tidak berarti penyidik kepolisian tidak
berhak mengusut kasus korupsi, karena kepolisian juga memiliki wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Hal ini sebagaiman dinyatakan dalam
1) Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan komisi pemberantsan
dengan KPK.
89
pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
penyidikan.
kejaksaan dan KPK, penydikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan
penyidikan tindak pidana korupsi, karena hal tersebut juga bagian dari tugas pokok
diberikan peranan oleh KUHAP dalam penyidikan dan penyelidikan sehingga secara
semua jenis tindak pidana, hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun
pidana, melakukan penahanan kepada tersangka apabila sudah cukup bukti untuk
Berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdapat beberapa lembaga penegak hukum
diberikan kepada Kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 serta Undang-
undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana
dari kesemua pengaturan tersebut menjelaskan bahwa penyidik termasuk dalam kasus
berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pada Pasal 23 ayat (5) telah ada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dan pada masa Orde Baru, Presiden saat itu
atau konflik norma antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan penegak hukum
1981 tentang Hukum Acara Pidana yang telah mengatur fungsi, tugas, dan wewenang
pidana korupsi, masih ditambah lagi dengan dibentuknya lembaga baru yakni Komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi, melebihi wewenang Polisi dan Jaksa Penuntut
61
Assa, M,I, Kewenangan Penyidik Dalam Menangani Perkara Tindak Pidana Korupsi
Menurut KUHAP, Rajawali, Jakarta, 2017, h.21
91
Umum dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang menjadi tugas polisi dan
jaksa penuntut umum sesuai KUHAP. Dalam kenyataan semakin banyaknya lembaga
penegak hukum.
Hukum Acara Pidana, penyidik Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pembantu
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sesuai Pasal 3 ayat (1) b Undang-Undang No.
dalam melakukan tugasnya kepada Polri, akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi
hukum. Tugas pokok dan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur
Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 14 ayat (1) menjelaskan tugas dari
Berdasarkan uraian tugas dan kewenangan kepolisian dapat menjadi dalam tugas
preventif dan tugas represif. Fungsi preventif untuk pencegahan dan perlindungan
92
fungsi represif berarti polisi wajib menyidik perkara-perkara pidana, menangkap, dan
penyelidikan terhadap semua tindak pidana, yang diatur ataupun di luar KUHP, yang
termasuk terhadap tindak pidana korupsi. Terlebih lagi kepolisian juga dikategorikan
sebagai penyidik seluruh tindak pidana yang diatur dalam Pasal 14 huruf g Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ruang
Pidana.
melakukan penyidikan tindak pidana korupsi merupakan bagian dari tugas pokok
tindak pidana korupsi. Namun demikian tetap memperhatikan dan tidak mengurangi
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya seperti Kejaksaan dan Komisi
penyidikan tindak pidana. Prosedur penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh penyidik Kepoliisian pada tahap permulaan penyidik mengumpulkan alat bukti
sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP setelah alat bukti tersebut
terkumpul kemudian dimasukan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan setelah
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian sudah dianggap cukup maka
Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari
dan menelitinya dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik
apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan
penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan
dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah
menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum. Dan hasil
penyidikan tersebut tidak dikembalikan lagi oleh Penuntut Umum kepada penyidik
maka penyidikan sudah dianggap cukup. Maka pada tahap pertama Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum maka tahap
yang kedua, penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut
Umum.
94
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
2. Tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
secara faktual bahwa seorang pejabat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan
lain atau tidak. Harus dapat dibuktikan juga bahwa terjadinya penyalahgunaan
wewenang dilakukan secara sadar dengan mengalihkan tujuan yang telah diberikan
kepada wewenang itu (bukan karena kealpaan). Pengalihan tujuan tersebut didasarkan
atas interest pribadi, baik untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun untuk orang
lain.63
62
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 192
63
Abdul Latif, Hukum Administrasi Dalam Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group,
Jakarta, 2014, h.35
95
pasal 3 UUTPK No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas
perundang-undangan.”
Tidak sekedar bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain, kemudian dibayar tiket
96
Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Dan sebagai
a) SPT dan SPPD yang sah dari atasan pelaksana SPPD yang telah
b) Tiket pesawat, boarding pass, airport tax, bus, taxi, retribusi, dan/atau bukti
d) Bukti pembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam kota berupa kuitansi
atau bukti pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh badan usaha yang
yang dituju, hal tersebut disebabkan karena lokasi yang menjadi tempat
97
untuk pertemuan dengan pegawai/atau pejabat dari instansi lain karena ada
sesuatu dan lain hal yang bersifat mendesak yang tidak terjadwal sebelumnya.
Akibat perubahan jadwal yang secara tiba-tiba sangat merugikan pejabat yang
sudah menerima SPT dan telah membeli tiket pesawat, hal ini sering terjadi
sehingga tiket pesawat dan boarding pass yang telah dibeli dan tidak bisa
dibatalkan secara mendadak, dan yang lebih salah lagi terhadap SPT yang
2) Pergi Akan Tetapi Tidak Sesuai Dengan Surat Perintah Tugas (SPT).
dinas sesuai jadwal yang tertera pada SPT/ SPPD dapat dikatakan sebagai
sesuai mandat yang tertera pada SPT/ SPPD dan setelah melaksanakan tugas
Bahwa sudah menjadi rahasia umum ada oknum pejabat ingin mendapatkan
Pada perkara tindak pidana korupsi sebelum ditetapkan sebagai perkara yang
pidana korupsi yang terindikasi telah terjadi kerugian keuangan negara. Unsur
kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata/pasti oleh lembaga yang
berwenang. Unsur ini penting untuk menentukan dapat atau tidaknya pelaku tindak
pidana korupsi di pidana. Artinya bahwa aparat penegak hukum harus membuktikan
pidana korupsi.
yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi
rumusan delik dapat merugikan keuangan negara, tetapi meliputi juga perbuatan-
perbuatan yang memenuhi rumusan delik yang merugikan masyarakat atau orang
perseorangan.
sama dengan instansi terkait yaitu BPK atau BPKP yang membantu penyidik
menghitung kerugian negara. Apabila hasil audit BPK atau BPKP ini sudah mengarah
pada adanya perbuatan “melawan hukum” maka hal tersebut semestinya bukan lagi
kewenangan BPK atau BPKP untuk melakukan penyidikan terhadap hasil audit
tersebuut. Karena kewenangan BPK atau BPKP dalam melakukan audit adalah dalam
zona accounting, sehingga tidak perlu jauh sampai mencari adanya perbuatan
melawan hukum atau tidak, karna itu merupakan kewenangan penyidik dan penuntut
umum dalam hal unsur “kerugian keuangan negara”. Konstruksi pasal 2 ayat (1) UU
nomor 31 Tahun 1999 dihubungkan dengan UU nomor 1 Tahun 2004 harus dilihat
1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang
keuangan negara;
2. Pemeriksa dapat mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset,
lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari
entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu
kepentingan pemeriksaan;
pemeriksaan.
negara, yaitu dalam menilai audit yang telah dilakukan oleh penyidik. Auditor BPKP
dalam hal ini hanya menilai apakah perhitungan keuangan negara yang telah
dilakukan oleh penyidik telah relevan, kompeten, dan cukup dalam menentukan
yang dilakukan Pemerintah Non Departemen, BPKP adalah institusi pemerintah yang
101
diberi tanggung jawab luas di tingkat pemerintah pusat untuk merumuskan dan
Metode atau cara yang dilakukan oleh auditor BPKP dalam menentukan
besaran kerugian keuangan negara dilakukan tergantung dari kasus yang terjadi
dengan cara membandingkan antara nilai pekerjaan yang dibayar dengan nilai
pekerjaan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli fisik, kemudian dengan cara
(standar Pemda, harga pasar, harga index dan lain-lain), dan dengan cara
dalam menghitung kerugian keuangan negara terhadap suatu tindak pidana korupsi.
digunakan dua metode atau lebih sekaligus, tergantung pada kompleksitas pekerjaan
dan jenis kontraknya. Berdasarkan metode yang demikian dapat terlihat bahwa
ditemukan adanya kesulitan dalam hal pembuktian seperti halnya telah terbukti unsur
“kerugian keuangan negara” namun, unsur memperkaya diri atau orang lain atau
102
suatu korporasi (Pasal 2 ayat (1), atau unsur “menguntungkan diri atau orang lain atau
suatu korporasi” tidak terbukti. Hal tersebut yang sering dijadikan suatu alasan dalam
menggunakan ukuran nilai kerugian negara. Penyidikan kasus korupsi dimiliki oleh
tiga lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Khusus bagi
KPK dibatasi pada kasus korupsi yang minimal kerugian negara sejumlah Rp. 1
pada tindak pidana korupsi yaitu: hasil penyelidikan dan hasil penyidikan, bahwa
dalam praktik penentuan kerugian Negara tidak di haruskan dilakukan oleh auditor
tetapi dapat dilakukan sendiri oleh jaksa sendiri asalkan kerugian tersebut sudah jelas,
meningkat setiap tahunnya yakni pada tahun 2016 kepolisian melakukan penyidikan
202 kasus, pada tahun 2017 sebanyak 371 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak 535
65
J.E. Sahetapy. Pemantauan dan Pengkajian Legislasi serta Permasalahan Aktual di Bidang
Hukum (Suatu Rekomendasi), Komisi Hukum Nasional RI, Jakarta, 2011, h. 76.
103
pada tahun 2016 sebanyak 628 kasus, 2017 sebanyak 633 kasus dan pada tahun 2018
korupsi khususnya dengan BPK/BPKP. Dalam hal ini melakukan sinergi dan
tepat di dalam hasil penyelidikan. Jika memuat bukti permulaan yang cukup, barulah
sebuah perkara dapat ditentukan sebagai suatu tindak pidana korupsi. Berdasarkan
identifikasi yang akurat dan tepat sebagai bukti permulaan yang cukup, maka hasil
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yaitu
anggaran yang tidak sesuai dengan bukti pertanggungjawaban yang sah/riil sehingga
66
https://www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/109-statistik, Diunduh Pada Tanggal 25
Maret 2022.
104
Dinas Dalam Daerah dan Luar Daerah serta Kegiatan Reses pada Sekretariat DPRD
Kabupaten Kolaka periode Tahun 2019 dan 2020, terdakwa menyetujui dengan
membuat surat perintah perjalanan dinas bagi para Staf maupun pegawai serta
Sulawesi Tenggaran. Pemeriksaan penyidik terhadap saksi yakni Tanda Bukti Kas
perjalanan dinas, diantara Tanda Bukti Kas yang diperlihatkan kepada saksi saat itu
ada Tanda Bukti Kas yang saksi tidak jalankan perjalanan dinasnya.
Dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi perjalanan dinas ini, untuk
menentukan unsur ada atau tidaknya kerugian keuangan Negara, maka penyidik
atau memperoleh Hasil Audit dari BPK, maka penyidik harus dapat mengungkapkan
kasus secara tuntas dengan tahapan selanjutnya adalah SPDP dikirim penyidik, yang
untuk dilakukan telaah atas kelengkapan formil dan materil terhadap perkara. Jadi
kapasitas penyidik adalah hanya menyusun formil perkaranya. Hal ini sejalan dengan
nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian negara yang sudah dapat
dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan
dalam pemeriksaan BPK ditemukan kerugian negara dan/atau unsur pidana, BPK
segera melaporkan kepada instansi yang bewenang sesuai dengan ketentuan peraturan
Kepolisian, dan KPK. Artinya bahwa penyidik dalam hal ini kepolisian melakukan
Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (4) disebutkan bahwa dalam
setiap penyelidikan dan/atau penyidikan baik yang dilakukan oleh Kejaksaan maupun
atau penghitungan kerugian keuangan negara sesuai dengan dengan permintaan. Dan
pada Pasal 6 ayat (3) disebutkan bahwa instansi penyidik menetapkan pelanggaran
negara, sehingga dapat ditetapkan status kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi
Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
perjalanan dinas fiktif sebagai tindak pidana korupsi yang berimplikasi kerugian
pidana korupsi berhak melakukan kordinasi dengan lembaga apapun yang punya
Dalam tinjauan berdasarkan Pasal 20 ayat (4), (5) dan (6) Undang-Undang
pidana perjalanan dinas fiktif hanya dapat melakukan dan menetapkan adanya
indikasi kerugian keuangan negara, selain itu, penyidik terlebih dahulu melakukan
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II dan bab III, penulis menarik kesimpulan
Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “secara nyata
telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian negara yang sudah dapat
negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara serta
hukum. Hal ini diperkuat oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2016 tersebut di atas, penetapan kerugian negara dapat dilakukan oleh BPK dan
menentukan unsur kerugian negara tindak pidana perjalanan dinas fiktif sebagai
109
110
Negara tersebut tidak sulit maka penyidik dapat melalukan audit dan
menilai apakah perhitungan keuangan negara yang telah dilakukan oleh penyidik
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya kerjasama dalam bentuk peraturan perundang-undangan antara
penyidik Kepolisian dengan pihak penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan
KPK, maka perlu segera dibentuk undang-undang yang mengatur secara jelas
dan rinci tentang kerjasama dan koordinasi dalam melakukan penyidikan tindak
pidana korupsi.
2. Perlu adanya perluasan terkait pihak yang dapat menghitung kerugian negara
tidak saja BPK atau BPKP atau Kantor Akuntan namun juga institusi penegak
Buku
Fahrjih. Ikhwan, Menggugat Peran DPR dan BPK dalam Reformasi Keuangan
Negara, In-trans Publishing, Malang, 2008.
Hafidz Arsyad, Jawade. Korupsi Dalam Perspektif HAN, Sinar Grafika, Jakarta
Timur, 2013.
Mulyadi. Lilik, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan
Masalahnya, Alumni, Bandung, 2007.
M,I. Assa, Kewenangan Penyidik Dalam Menangani Perkara Tindak Pidana Korupsi
Menurut KUHAP, Rajawali, Jakarta, 2017.
Nova Fillia, Dian. Pengembalian Aset Hasil Korupsi dalam Sistem Hukum Pidana di
Indonesia, UII, Yogyakarta, 2011.
Seno Adji. Indriyani Korupsi & Hukum Pidana. Cetakan 1. Jakarta, 2001.
Soeria Atmadja, Arifin P. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum Praktik dan
Kritik, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
Pandji Santosa, Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Reflika
Aditama, Bandung, 2008.
Wijaya, Firman, Pengadilan Korupsi Teori dan Praktik, Cetakan Pertama, Penaku,
Jakarta, 2008.
Peraturan Perundang-Undangan
Jurnal
Abdul Fatah, Nyoman Serikat Putra Jaya, dan Henny Juliani, Kajian Yuridis
Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro Law Journal Volume
6, Nomor 1,2017.
Beverley Earle and Anita Cava. The Mystery of Declinations Under the Foreign
Corrupt Practices Act: A Proposal to Incentivize Compliance,
Symposium: Corruption and Compliance: Promoting Integrity in a
Global Economy, 49 U.C. Davis L. Rev. 567, Thomson Reuters,
2015.
Budi Suharianto, Restorative Justice dalam Pemidanaan Korporasi Pelaku Korupsi
demi Optimalisasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara,
Jakarta, Kemenkumham, Volume 5, Nomor 3, Desember 2016.
Herman, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Faculty
of Law, Halu Oleo University, Volume 2 Issue 1, March 2018.
Muhammad Imron Rosyadi, Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam Menilai
Kerugian Keuangan Negara, Jurnal Mimbar Keadilan, Januari-Juni,
2016.
Oheo K.Haris, good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dalam
pemberian izin oleh pemerintah daerah di bidang pertambangan,
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 30 No 1, Januari
2015.